haki part 2 (desain industri, desain tata letak sirkuit terpadu dan rahasia dagang)
DESCRIPTION
aspek hukumTRANSCRIPT
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 DESAIN INDUSTRI
2.1.1 Pentingnya Desain Industri
Indonesia sebagai negara berkembang perlu memajukan sektor
industri dengan meningkatkan kemampuan daya saing. Salah satu daya saing
tersebut adalah dengan memanfaatkan peranan Desain Industri yang
merupakan bagian dari Hak Kekayaan Intelektual. Keanekaragaman budaya
yang dipadukan dengan upaya untuk ikut serta dalam globalisasi perdagangan,
dengan memberikan pula perlindungan hukum terhadap Desain Industri akan
mempercepat pembangunan industri nasional.
Dalam kaitan dengan globalisasi perdagangan, Indonesia telah
meratifikasi Agreement Establishing the World Trade Organization
(Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia) yang mencakup
pula Agreement on Trade Related Aspects of Intellectual Property Rights
(Persetujuan TRIPs)
sebagaimana telah diratifikasi dengan Undang-Undang Nomor 7
Tahun 1994. Ratifikasi atas Persetujuan-persetujuan tersebut mendukung
ratifikasi Paris Convention for the Protection of Industrial Property (Konvensi
Paris) dengan Keputusan Presiden Nomor 15 Tahun 1997 dan keikutsertaan
Indonesia dalam the Hague Agreement (London Act) Concerning The
International Deposit of Industrial Designs.
Mengingat hal-hal tersebut dan berhubung belum diaturnya
perlindungan hukum mengenai Desain Industri, Indonesia perlu membuat
undang-undang di bidang Desain Industri untuk menjamin perlindungan hak-
hak Pendesain dan menetapkan hak dan kewajibannya serta menjaga agar
pihak yang tidak berhak tidak menyalahgunakan hak Desain Industri tersebut.
2.1.2 Ruang Lingkup Desain Industri
1. Dasar Hukum Desain Industri
Desain Industri di Indonesia diatur dalam Undang-Undang No.31
Tahun 2000 tentang Desain Industri.
a. Pengertian Desain Industri
Desain Industri adalah suatu kreasi tentang bentuk, konfigurasi,
atau komposisi garis atau warna, atau garis dan warna, atau gabungan
daripadanya yang berbentuk tiga dimensi atau dua dimensi yang
memberikan kesan estetis dan dapat diwujudkan dalam pola tiga dimensi
atau dua dimensi serta dapat dipakai untuk menghasilkan suatu produk,
barang, komoditas industri, atau kerajinan tangan.
b. Hak Desain Industri
Hak Desain Industri adalah hak eksklusif yang diberikan oleh
negara Republik Indonesia kepada Pendesain atas hasil kreasinya untuk
selama waktu tertentu melaksanakan sendiri, atau memberikan
persetujuannya kepada pihak lain untuk melaksanakan hak tersebut
2.1.2 Desain Industri yang Mendapat Perlindungan
Hak Desain Industri akan diberikan untuk Desain Industri yang baru.
Desain Industri dianggap baru apabila pada Tanggal Penerimaan, Desain
Industri tersebut tidak sama dengan pengungkapan yang telah ada sebelumnya.
Pengungkapan sebelumnya, sebagaimana dimaksud dalam ayat (2)
adalah pengungkapan Desain Industri yang sebelum :
a. tanggal penerimaan; atau
b. tanggal prioritas apabila Permohonan diajukan dengan Hak
Prioritas
c. telah diumumkan atau digunakan di Indonesia atau di luar
Indonesia.
2.1.3 Desain Industri yang Tidak Mendapat Perlindungan
Hak Desain Industri tidak dapat diberikan apabila Desain Industri
tersebut bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku,
ketertiban umum, agama, atau kesusilaan
2.1.4 Jangka Waktu Perlindungan Desain Industri
Jangka waktu perlindungan terhadap Hak Desain Industri diberikan
untuk 10 (sepuluh) tahun terhitung sejak tanggal penerimaan. Tanggal mulai
berlakunya jangka waktu perlindungan dicatat dalam Daftar Umum Desain
Industri dan diumumkan dalam Berita Resmi Desain Industri.
2.1.5 Subjek Desain Industri
Menurut UU No 31 tahun 2000 pasal 6 yang berhak memperoleh Hak
Desain Industri adalah Pendesain atau yang menerima hak tersebut dari
Pendesain.
2.1.6 Permohonan Pendaftaran Desain Industri
Menurut UU No 31 tahun 2000 pasal 10 Hak Desain Industri diberikan
atas permohonan dengan diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia ke
Direktorat Jenderal dengan membayar biaya sebagaimana diatur dalam
Undang-undang ini.
Permohonan harus memuat :
a. tanggal, bulan, dan tahun surat Permohonan
b. nama, alamat lengkap, dan kewarganegaraan Pendesain
c. nama, alamat lengkap, dan kewarganegaraan Pemohon
d. nama dan alamat lengkap Kuasa apabila Permohonan diajukan melalui
Kuasa
e. nama negara dan tanggal penerimaan permohonan yang pertama kali,
Dalam hal Permohonan diajukan dengan Hak Prioritas. Permohonan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) dilampiri dengan :
a. contoh fisik atau gambar atau foto dan uraian dari Desain Industri yang
dimohonkan pendaftarannya.
b. surat kuasa khusus, dalam hal Permohonan diajukan melalui Kuasa.
c. surat pernyataan bahwa Desain Industri yang dimohonkan pendaftarannya
adalah milik Pemohon atau milik Pendesain
2.1.7 Pengalihan Hak dan Lisensi
Pasal 31 UU No. 31 Tahun 2000 mengatur pengalihan hak Rahasia
Dagang melalui dua cara, yaitu:
a. Pengalihan Hak
Hak Rahasia Dagang dapat beralih atau dialihkan dengan:
1) Pewarisan
2) Hibah
3) Wasiat
4) Perjanjian tertulis
5) Sebab-sebab lain yang dibenarkan oleh peraturan perundang-undangan.
Pengalihan Hak Desain Industri sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1) disertai dengan dokumen tentang pengalihan hak.
Segala bentuk pengalihan Hak Desain Industri wajib dicatat dalam Daftar
Umum Desain Industri pada Direktorat Jenderal dengan membayar biaya
sebagaimana diatur dalam Undang-undang ini.
b. Lisensi
Dalam UU no 31 tahun 2000 pasal 33 pemegang Hak Desain Industri
berhak memberikan Lisensi kepada pihak lain berdasarkan perjanjian Lisensi
untuk melaksanakan semua perbuatan, kecuali jika diperjanjikan lain. Pada
Pasal 34 terdapat aturan pemegang Hak
Desain Industri tetap dapat melaksanakan sendiri atau memberikan Lisensi
kepada pihak ketiga untuk melaksanakan perbuatan, kecuali jika diperjanjikan
lain.
Menurut Pasal 35 Perjanjian Lisensi wajib dicatatkan dalam Daftar
Umum Desain Industri pada Direktorat Jenderal dengan dikenai biaya
sebagaimana diatur dalam Undang-undang ini. Perjanjian Lisensi yang tidak
dicatatkan dalam Daftar Umum Desain Industri tidak berlaku terhadap pihak
ketiga. Perjanjian Lisensi diumumkan dalam Berita Resmi Desain Industri.
Dalam UU No 31 tahun 2000 Pasal 36 terdapat peraturan Perjanjian
Lisensi dilarang memuat ketentuan yang dapat menimbulkan akibat merugikan
perekonomian Indonesia atau memuat ketentuan yang mengakibatkan
persaingan usaha tidak sehat sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-
undangan yang berlaku. Kemudian Direktorat Jenderal wajib menolak
pencatatan perjanjian Lisensi yang memuat ketentuan. Ketentuan mengenai
pencatatan perjanjian Lisensi diatur dengan Keputusan Presiden.
2.1.8 Biaya
Berdasarkan UU no 31 tahun 2000 pasal 45 untuk setiap pengajuan
Permohonan, pengajuan keberatan atas Permohonan, permintaan petikan
Daftar Umum Desain Industri, permintaan dokumen prioritas Desain Industri,
permintaan salinan Sertifikat Desain Industri, pencatatan pengalihan hak,
pencatatan surat perjanjian Lisensi, serta permintaan lain yang ditentukan
dalam Undang-undang ini dikenai biaya yang jumlahnya ditetapkan dengan
Peraturan Pemerintah.
Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan, jangka waktu, dan tata
cara pembayaran biaya diatur oleh Keputusan Presiden. Direktorat Jenderal
dengan persetujuan Menteri Keuangan dapat mengelola sendiri biaya
berdasarkan perundang-undangan yang berlaku.
2.1.9 Ketentuan Pidana
Pada UU no 31 tahun 2000 terdapat aturan tentang ketentuan pidana
mengenai Desain Industri. Disebutkan bahwa barangsiapa dengan sengaja dan
tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 dipidana
dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda paling
banyak Rp 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah).
Barangsiapa dengan sengaja melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 8, Pasal 23 atau Pasal 32 dipidana dengan pidana penjara paling
lama 1 (satu) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 45.000.000,00 (empat
puluh lima juta rupiah). Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
dan ayat (2) merupakan delik aduan
2.2 DESAIN TATA LETAK SIRKUIT TERPADU
2.2.1 Pengertian Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu
Berdasarkan No.32 tahun 2000 pasal 1 tentang Desain Tata Letak
Sirkuit Terpadu, Sirkuit Terpadu adalah suatu produk dalam bentuk jadi atau
setengah jadi, yang di dalamnya terdapat berbagai elemen dan sekurang-
kurangnya satu dari elemen tersebut adalah elemen aktif, yang sebagian atau
seluruhnya saling berkaitan serta dibentuk secara terpadu di dalam sebuah
bahan semikonduktor yang dimaksudkan untuk menghasilkan fungsi
elektronik.
Desain Tata Letak adalah kreasi berupa rancangan peletakan tiga
dimensi dari berbagai elemen, sekurang-kurangnya satu dari elemen tersebut
adalah elemen aktif, serta sebagian atau semua interkoneksi dalam suatu
Sirkuit Terpadu dan peletakan tiga dimensi tersebut dimaksudkan untuk
persiapan pembuatan Sirkuit Terpadu.
Hak Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu (DTLST) adalah hak eksklusif
yang diberikan oleh negara kepada pendesain atas hasil kreasinya, untuk
selama waktu tertentu melaksanakan sendiri, atau memberikan persetujuannya
kepada pihak lain untuk melaksanakan hak tersebut. Di Indonesia, DTLST
diatur dalam UU No.32 tahun 2000 tentang Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu
dan mulai berlaku sejak tanggal 20 Desember 2000.
Rezim DTLST merupakan sesuatu yang baru bagi Indonesia sehingga
walaupun perangkat hukumnya telah ada, namun implementasinya belum
berjalan sebagaimana mestinya. Hingga saat ini belum ada data dari Ditjen
HKI tentang pendaftaran DTLST dari pendesain Indonesia.
2.2.2 Lingkup Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu
Pasal 2-8 no.32 tahun 2000 mengatur lingkup desain tata letak
sirkuit terpadu.
1. Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu yang Mendapat Perlindungan
a. Hak Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu diberikan untuk Desain Tata
Letak Sirkuit Terpadu yang orisinal.
b. Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu dinyatakan orisinal apabila desain
tersebut merupakan hasil karya mandiri Pendesain, dan pada saat Desain
Tata Letak Sirkuit Terpadu tersebut dibuat tidak merupakan sesuatu yang
umum bagi para Pendesain.
2. Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu yang Tidak Mendapat Perlindungan
Hak Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu tidak dapat diberikan jika
Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu tersebut bertentangan dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku, ketertiban umum, agama, atau kesusilaan.
2.2.3 Jangka Waktu Perlindungan Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu
a. Perlindungan terhadap Hak Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu diberikan
kepada Pemegang Hak sejak pertama kali desain tersebut dieksploitasi
secara komersial di mana pun, atau sejak Tanggal Penerimaan.
b. Dalam hal Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu telah dieksploitasi secara
komersial, Permohonan harus diajukan paling lama 2 (dua) tahun terhitung
sejak tanggal pertama kali dieksploitasi.
c. Perlindungan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diberikan selama 10
(sepuluh) tahun.
d. Tanggal mulai berlakunya jangka waktu perlindungan sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) dicatat dalam Daftar Umum Desain Tata Letak
Sirkuit Terpadu dan diumumkan dalam Berita Resmi Desain Tata Letak
Sirkuit Terpadu
2.2.4 Subjek Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu
(1) Yang berhak memperoleh Hak Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu adalah
Pendesain atau yang menerima hak tersebut dari Pendesain.
(2) Dalam hal Pendesain terdiri atas beberapa orang secara bersama, Hak
Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu diberikan kepada mereka secara
bersama, kecuali jika diperjanjikan lain.
2.2.5 Lingkup Hak
(1). Pemegang Hak memiliki hak eksklusif untuk melaksanakan Hak Desain
Tata Letak Sirkuit Terpadu yang dimilikinya dan untuk melarang orang
lain yang tanpa persetujuannya membuat, memakai, menjual, mengimpor,
mengekspor dan/atau mengedarkan barang yang di dalamnya terdapat
seluruh atau sebagian Desain yang telah diberi Hak Desain Tata Letak
Sirkuit Terpadu.
(2). Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah
pemakaian Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu untuk kepentingan
penelitian dan pendidikan sepanjang tidak merugikan kepentingan yang
wajar dari pemegang Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu.
2.2.6 Permohonan Pendaftaran Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu
Menurut pasal 10 UU No.32 Tahun 2000, permohonan harus memuat :
1. tanggal, bulan, dan tahun surat Permohonan;
2. nama, alamat lengkap dan kewarganegaraan Pendesain;
3. nama, alamat lengkap, dan kewarganegaraan Pemohon;
4. nama dan alamat lengkap Kuasa apabila Permohonan diajukan melalui
Kuasa; dan
5. tanggal pertama kali dieksploitasi secara komersial apabila sudah pernah
dieksploitasi sebelum Permohonan diajukan.
2.2.7 Pembatalan Pendaftaran Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu
Menurut Pasal 30, Pembatalan Pendaftaran Berdasarkan Gugatan.
Gugatan pembatalan pendaftaran Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu dapat
diajukan oleh pihak yang berkepentingan dengan alasan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 2 atau Pasal 3 kepada Pengadilan Niaga. Putusan
Pengadilan Niaga sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tentang pembatalan
pendaftaran Hak Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu disampaikan kepada
Direktorat Jenderal paling lama 14 (empat belas) hari setelah tanggal putusan
diucapkan.
Menurut pasal 31, tata cara gugatan ditentukan sebagai berikut :
(1) Gugatan pembatalan pendaftaran Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu
diajukan kepada Ketua Pengadilan Niaga dalam wilayah hukum tempat
tinggal atau domisili tergugat.
(2) Dalam hal tergugat bertempat tinggal di luar wilayah Indonesia, gugatan
tersebut diajukan kepada Ketua Pengadilan Niaga Jakarta Pusat.
(3) Panitera mendaftarkan gugatan pembatalan pada tanggal gugatan yang
bersangkutan diajukan dan kepada penggugat diberikan tanda terima
tertulis yang ditandatangani panitera dengan tanggal yang sama dengan
tanggal pendaftaran gugatan.
(4) Panitera menyampaikan gugatan pembatalan kepada Ketua Pengadilan
Niaga dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) hari terhitung sejak
gugatan didaftarkan.
(5) Dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) hari terhitung sejak tanggal
gugatan pembatalan didaftarkan, Pengadilan Niaga mempelajari gugatan
dan menetapkan hari sidang.
(6) Sidang pemeriksaan atas gugatan pembatalan diselenggarakan dalam
jangka waktu paling lama 60 (enam puluh) hari setelah gugatan
didaftarkan.
(7) Pemanggilan para pihak dilakukan oleh juru sita paling lama 7 (tujuh) hari
setelah gugatan pembatalan didaftarkan.
(8) Putusan atas gugatan pembatalan harus diucapkan paling lama 90 (sembilan
puluh) hari setelah gugatan didaftarkan dan dapat diperpanjang paling
lama 30 (tiga puluh) hari atas persetujuan Ketua Mahkamah Agung.
(9) Putusan atas gugatan pembatalan sebagaimana dimaksud dalam ayat (8)
yang memuat secara lengkap pertimbangan hukum yang mendasari
putusan tersebut harus diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum dan
dapat dijalankan terlebih dahulu, meskipun terhadap putusan tersebut
diajukan suatu upaya hukum.
(10) Salinan putusan Pengadilan Niaga sebagaimana dimaksud dalam ayat (9)
wajib disampaikan oleh juru sita kepada para pihak paling lama 14 (empat
belas) hari setelah putusan atas gugatan pembatalan diucapkan.
2.2.8 Ketentuan Pidana
Berdasarkan pasal 42, terdapat ketentuan-ketentuan pidana yang
melanggar lingkup hak Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu.
(1) Barang siapa dengan sengaja dan tanpa hak melakukan salah satu perbuatan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 dipidana dengan pidana penjara
paling lama 3 (tiga) tahun dan/atau denda paling banyak Rp
300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah).
(2) Barang siapa dengan sengaja melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 7, Pasal 19, atau Pasal 24 dipidana dengan pidana penjara
paling lama 1 (satu) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 45.000.000,00
(empat puluh lima juta rupiah).
(3) Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2)
merupakan delik aduan.
2.3 RAHASIA DAGANG
2.3.1 Pentingnya Perlindungan Rahasia Dagang
Sebagai negara berkembang, Indonesia perlu mengupayakan
adanya persaingan yang tangguh di kalangan dunia usaha. Hal itu sejalan
dengan kondisi global di bidang perdagangan dan investasi. Daya saing
semacam itu telah lama dikenal dalam sistem Hak Kekayaan Intelektual,
misalnya Paten. Dalam Paten, sebagai imbalan atas hak eksklusif yang
diberikan oleh negara, penemu harus mengungkapkan temuan atau
invensinya. Namun, tidak semua penemu atau kalangan pengusaha bersedia
mengungkapkan temuan atau invensinya itu. Mereka ingin tetap menjaga
kerahasiaan karya intelektual mereka. Di Indonesia, masalah kerahasiaan itu
terdapat di dalam beberapa aturan yang terpisah, yang belum merupakan satu
sistem aturan terpadu.
Kebutuhan akan perlindungan hukum terhadap Rahasia Dagang
sesuai pula dengan salah satu ketentuan dalam Agreement on Trade Related
Aspects of Intellectual Property Rights (Persetujuan TRIPs) yang merupakan
lampiran dari Agreement Establishing the World Trade Organization
(Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia), sebagaimana
telah diratifikasi oleh Indonesia dengan Undang-undang Nomor 7 Tahun
1994.
Adanya perlindungan tersebut akan mendorong lahirnya temuan
atau invensi baru yang meskipun diperlakukan sebagai rahasia, tetap
mendapat perlindungan hukum, baik dalam rangka kepemilikan, penguasaan
maupun pemanfaatannya oleh penemunya. (Penjelasan UU No.30 Tahun
2000)
2.3.2 Ruang Lingkup Rahasia Dagang
a. Dasar Hukum Rahasia Dagang
Rahasia Dagang di Indonesia diatur dalam Undang-Undang No.30
Tahun 2000 tentang Rahasia Dagang.
b. Pengertian Rahasia Dagang dan Hak Rahasia Dagang
Menurut UU No.30 Tahun 2000 Pasal 1 ayat 1 yang dimaksud
dengan Rahasia Dagang adalah informasi yang tidak diketahui oleh umum
di bidang teknologi dan/atau bisnis, mempunyai nilai ekonomi karena
berguna dalam kegiatan usaha, dan dijaga kerahasiaannya oleh pemilik
Rahasia Dagang. Sedangkan Menurut UU No.30 Tahun 2000 Pasal 1 Ayat
(2) yang dimaksud dengan Hak Rahasia Dagang adalah hak atas Rahasia
Dagang yang timbul berdasarkan Undang-undang ini.
c. Hak Pemilik Rahasia Dagang
Menurut Pasal 2 UU No.30 Tahun 2000, Lingkup perlindungan
Rahasia Dagang meliputi metode produksi, metode pengolahan, metode
penjualan, atau informasi lain di bidang teknologi dan/atau bisnis yang
memiliki nilai ekonomi dan tidak diketahui oleh masyarakat umum.
Dijelaskan lebih lanjut pada Pasal 3 UU No.30 Tahun 2000
Rahasia Dagang mendapat perlindungan apabila informasi tersebut bersifat
rahasia, mempunyai nilai ekonomi, dan dijaga kerahasiaannya melalui
upaya sebagaimana mestinya. Berikut ini adalah penjelasan mengenai hal-
hal tersebut.
1) Informasi dianggap bersifat rahasia apabila informasi tersebut hanya
diketahui oleh pihak tertentu atau tidak diketahui secara umum oleh
masyarakat.
2) Informasi dianggap memiliki nilai ekonomi apabila sifat kerahasiaan
informasi tersebut dapat digunakan untuk menjalankan kegiatan atau
3) usaha yang bersifat komersial atau dapat meningkatkan keuntungan
secara ekonomi.
4) Informasi dianggap dijaga kerahasiaannya apabila pemilik atau para
pihak yang menguasainya telah melakukan langkah-langkah yang layak
dan patut.
2.3.3 Hak Pemilik Rahasia Dagang
Mengenai hak pemilik Rahasia Dagang diatur dalam Pasal 4 UU No.30
Tahun 2000 yaitu sebagai berikut.
a. Menggunakan sendiri Rahasia Dagang yang dimilikinya.
b. Memberikan Lisensi kepada atau melarang pihak lain untuk menggunakan
Rahasia Dagang atau mengungkapkan Rahasia Dagang itu kepada pihak
ketiga untuk kepentingan yang bersifat komersial.
2.3.4 Pengalihan Hak dan Lisensi
Pasal 5 UU No. 30 Tahun 2000 mengatur pengalihan hak Rahasia
Dagang melalui dua cara, yaitu:
a. Pengalihan Hak
Hak Rahasia Dagang dapat beralih atau dialihkan dengan:
1) Pewarisan
2) Hibah
3) Wasiat
4) Perjanjian tertulis
5) Sebab-sebab lain yang dibenarkan oleh peraturan perundang-
undangan.
Setiap pengalihan hak Rahasia Dagang ini wajib dicatatkan di
Direktorat Jendral HAKI (Dirjen HAKI) Departemen Hukum dan HAM,
apabila tidak dicatat maka tidak berakibat hukum pada pihak ketiga.
b. Lisensi
Dalam Pasal 4 UU No.30 Tahun 2000, lisensi adalah izin yang
diberikan oleh pemegang Rahasia Dagang kepada pihak lain melalui suatu
perjanjian berdasarkan pada pemberian hak (bukan pengalihan hak), untuk
menikmati manfaat ekonomi dari suatu Rahasia Dagang yang diberi
perlindungan dalam jangka waktu tertentu dan syarat tertentu. Pemberian hak
ini bagi pemegang hak Rahasia Dagang tetap dapat melaksanakan sendiri atau
memberikan lisensi kepada pihak ketiga untuk melaksanakan perbuatan
sebagaimana dimaksud Pasal 3 kecuali diperjanjikan lain.
Perjanjian lisensi wajib dicatatkan pada Dirjen HAKI, bila tidak
dicatatkan maka tidak berakibat hukum terhadap pihak ketiga. Demikian pula
perjanjian lisensi dilarang memmuat ketentuan yang menimbulkan akibat
yang merugikan perekonomian Indonesia atau yang mengakibatkan
persaingan usaha tidak sehat sebagaimana diatur dlam UU No. 5 Tahun 1999
yang berlaku. Dirjen HAKI berhak untuk menolak perjanjian yang memuat
hal yang demikian ini.
2.3.5 Sengketa Dagang
Menurut Pasal 11 UU No.30 Tahun 2000 ) pemegang hak Rahasia
Dagang atau penerima Lisensi dapat menggugat siapa pun yang dengan
sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 4, berupa:
a. Gugatan ganti rugi; dan/atau
b. Penghentian semua perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4.
Gugatan dapat diajukan ke pengadilan negeri atau para pihak melalui
inisiatif arbitrase atau alternatif penyelesaian sengketan.
2.3.6 Pelanggaran Rahasia Dagang
Menurut UU No.30 Tahun 2000 Pasal 13, Pelanggaran Rahasia
Dagang juga terjadi apabila seseorang dengan sengaja mengungkapkan
Rahasia Dagang, mengingkari kesepakatan atau mengingkari kewajiban
tertulis atau tidak tertulis untuk menjaga Rahasia Dagang yang bersangkutan.
Pada Pasal 14 dijelaskan Seseorang dianggap melanggar Rahasia Dagang
pihak lain apabila ia memperoleh atau menguasai Rahasia Dagang tersebut
dengan cara yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
Perbuatan yang dianggap tidak termasuk sebagai pelanggaran Rahasia
Dagang menurut Pasal 15 UU No.30 Tahun 2000, adalah sebagai berikut.
1) Tindakan pengungkapan Rahasia Dagang atau penggunaan Rahasia
Dagang tersebut didasarkan pada kepentingan pertahanan keamanan,
kesehatan, atau keselamatan masyarakat.
2) Tindakan rekayasa ulang atas produk yang dihasilkan dari penggunaan
Rahasia Dagang milik orang lain yang dilakukan semata-mata untuk
kepentingan pengembangan lebih lanjut produk yang bersangkutan.
2.3.7 Ketentuan Pidana
Pada Pasal 17 UU No.30 Tahun 2000 disebutkan barangsiapa dengan
sengaja dan tanpa hak menggunakan Rahasia Dagang pihak lain atau
melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 atau Pasal 14
dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan/atau denda
paling banyak Rp 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah).