hak waris anak diluar nikah dalam putusan …

23
HAK WARIS ANAK DILUAR NIKAH DALAM PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NO. 46/PUU-VIII/2010 Tesis Diajukan kepada Sekolah Pascasarjana Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Sebagai Persyaratan Memperoleh Gelar Magister Agama Bidang Hukum (MA.Hk) pada konsentrasi Agama dan Hukum Pembimbing Prof. Dr. Abdul Gani Abdullah S.H. Disusun Oleh : Harun Mulawarman No. Pokok : 12.2.00.0.41.01.0144 SEKOLAH PASCASARJANA UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2015

Upload: others

Post on 23-Nov-2021

17 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: HAK WARIS ANAK DILUAR NIKAH DALAM PUTUSAN …

HAK WARIS ANAK DILUAR NIKAH DALAM PUTUSAN

MAHKAMAH KONSTITUSI NO. 46/PUU-VIII/2010

Tesis

Diajukan kepada Sekolah Pascasarjana

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

Sebagai Persyaratan Memperoleh Gelar Magister Agama Bidang Hukum (MA.Hk)

pada konsentrasi Agama dan Hukum

Pembimbing

Prof. Dr. Abdul Gani Abdullah S.H.

Disusun Oleh :

Harun Mulawarman

No. Pokok : 12.2.00.0.41.01.0144

SEKOLAH PASCASARJANA

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

2015

Page 2: HAK WARIS ANAK DILUAR NIKAH DALAM PUTUSAN …

vi

ABSTRAK

Penelitian ini menyimpulkan bahwa hak waris anak di luar perkawinan

tetap dikatakan tidak dapat saling mewarisi dari ayah bilogis karena dalam putusan

Mahkamah Konstitusi tidak melengkapi unsur kewarisan dan bertentangan dengan

asas kewarisan Islam. Meskipun demikian, anak di luar perkawinan dapat

menuntut haknya dengan jalan wasiat wajibah. Selain itu, perlu diketahui pula

bahwa putusan Mahkamah Konstitusi tidak mengikat secara mutlak bagi para

penegak hukum karena sifat dari putusan Mahkamah Konstitusi tersebut hanya

bersifatdeclaratoir atau deklaratif. Akan tetapi, pengadilan dapat menetapkan hak-

hak anak di luar perkawinan dengan ijtihad hakim. Dengan demikian, semakin

progresif suatu putusan maka semakin menciptakan keadilan, kepastian dan

kemanfaatan hukum.

Penelitian ini sependapat dengan Musfirah Nurlaily Hidayanti

(2001),Azhariah Fatia(2007)dan Susan Frelich Appleton (2012)bahwa anak di luar

perkawinan dalam pandangan Islam hanya dapat saling mewarisi dari ibunya dan

anak tersebut berhak mendapatkan perlindungan dalam bentuk perwujudan dan

penguatan hak (min ja>nib al wuju>d) dan pemeliharaan hak anak dari pelanggaran

(min ja>nib al ‘adam). Selain itu, ketidakadilan dalam menghukum anak dalam

tindakan orang tua, mengakibatkan hak-hak anak dirugikan. Oleh karena itu,

gagasan bahwa anak-anak tidak boleh dihukum atas tindakan orang tua merupakan

nilai-nilai kesetaraan anak.

Penelitianinitidak sependapat denganBahruddin Muhammad (2014),

Muhammad Alim(2012) danJudith A. Seltzer(2000) bahwa individu cenderung

menganggap bahwa memiliki anak sebelum pernikahan adalah sesuatu yang biasa.

Pemahamantersebutberdampakpadapengakuansosialanak di

luarpernikahanmempunyai status samadengananak yang

dilahirkandalampernikahan. Dengan demikian,prinsip hak asasi anak dan prinsip

purifikasi nasab serta pembuktian nasab, telah menempatkan konstruksi hak anak

biologis dan hubungan anak biologis dengan ayah biologis kepada struktur

hubungan permanen yang tidak dapat bergeser dalam situasi dan kondisi apapun.

Pemurnian status hubungan biologis sebagai hubungan yang bersifat kodrati

(nature), dan berdasarkan reposisi anak ke dalam konsep fitrah yang menempatkan

posisi anak sebagai amanah Tuhan yang memiliki hak dan kedudukan yang sama,

sebagaimana anak sah.

Penelitianinimenggunakanpenelitiankualitatifdenganmetodependekatanyur

idisnormatifdanyuridisempiris.Sumber data yang

diambildenganmenggunakanbahanhukum primer yaitu UUD 1945, UU Peradilan

Agama, UU Mahkamah Konstitusi, UU Perkawinan, UU HAM, UU Perlindungan

Anak, Declaration of the Rights of the Child 1959, UU Kekuasaan Kehakiman,

KHI, Hukum Adat, KUH Perdata, Yurisprudensi dan Traktat. Sumber data

sekunder yang digunakan dalam penelitian ini adalah jurnal, tesis, disertasi serta

wawancara para hakim. Adapun sumber data lainnya yaitu hukumtersier yang

digunakan adalah kamus hukum. Teknikpengumpulan data

menggunakanstudidokumen, pengamatan/observasi.

Page 3: HAK WARIS ANAK DILUAR NIKAH DALAM PUTUSAN …

vi

Kata Kunci: Anak di luar perkawinan, ayah biologis, hak waris, nasab.

Page 4: HAK WARIS ANAK DILUAR NIKAH DALAM PUTUSAN …

xi

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................

PERNYATAAN BEBAS PLAGIASI .................................................................

PERSETUJUAN PEMBIMBING .......................................................................

PERNYATAAN PERBAIKAN SETELAH VERIFIKASI .................................

PERSETUJUAN HASIL UJIAN PENDAHULUAN ..........................................

ABSTRAK.........................................................................................................

PEDOMAN TRANSLITERASI .........................................................................

DAFTAR ISI .....................................................................................................

BAB I: PENDAHULUAN ............................................................................ 1

A. Latar Belakang Masalah ........................................................................ 1

B. Permasalahan ......................................................................................... 10

C. Penelitian Terdahulu yang Relevan ........................................................ 11

D. Tujuan Penelitian................................................................................... 14

E. Manfaat Penelitian ................................................................................ 14

F. Metodologi Penelitian ........................................................................... 15

G. Sistematika Penulisan ............................................................................ 17

BAB II: ASAS KEWARISAN DALAM HUKUM NASIONAL..................... 19

A. Kewarisan Islam dalam KHI .................................................................. 19

B. Kewarisan Menurut Hukum Adat .......................................................... 29

C. Kewarisan Menurut KUH Perdata (BW) ................................................ 35

D. Perdebatan Mengenai Ruang Lingkup Wasiat Wajibah

dalam Kaitannya Hukum Kewarisan ...................................................... 43

BAB III: ASPEK HAK KEPERDATAAN ANAK

DALAM PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI ........................ 56

A. Ruang Lingkup Mahkamah Konstitusi ................................................... 56

B. Hak Keperdataan Anak Menurut Hukum Perorangan

Undang-Undang Dasar 1945 dan HAM .................................................. 84

C. Prinsip-prinsip Kewarisan Islam dalam

Hukum Perorangan dan Putusan Mahkamah Konstitusi ......................... 96

BAB IV: PENGARUH PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI

TERHADAP PERKEMBANGAN HUKUM DI INDONESIA .......... 109

A. Telaah Makna Hukum Putusan Mahkamah Konstitusi dalam

Putusan No.46/PUU-VIII/2010 .............................................................. 109

B. Peran Ijtihad Hakim dalam Hak Keperdataan Anak di Luar Nikah ......... 125

C. Pengaruh Putusan Mahkamah Konstitusi terhadap

Perkembangan Hukum Keluarga ............................................................ 140

D. Wasiat Wajibah Sebagai Alternatif Penyelesaian

Hak Anak di Luar Nikah ........................................................................ 158

BAB V: PENUTUP ........................................................................................ 170

Page 5: HAK WARIS ANAK DILUAR NIKAH DALAM PUTUSAN …

xii

A. Simpulan ............................................................................................... ̀170

B. Saran-Saran ........................................................................................... 171

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 172

GLOSARIUM .................................................................................................... 195

INDEKS ............................................................................................................ 199

BIODATA PENULIS......................................................................................... 202

Page 6: HAK WARIS ANAK DILUAR NIKAH DALAM PUTUSAN …

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Hukum sebagai konstruksi sosial dalam mengatur masyarakat di

suatu daerah atau negara tertentu semestinya berjalan dengan baik.

Indonesia sebagai negara yang menghargai dan menerapkan hukum dengan

baik seharusnya lebih perlu pengembangan hukum yang lebih baik Selain

itu Indonesia juga merupakan negara hukum (recht staat) yang menjunjung

tinggi hukum serta menaati aturan-aturan yang tertera dalam Undang-

Undang. Hukum dan peraturan perundang-undangan yang berlaku saat ini

sebaiknya tidak boleh ditetapkan secara sepihak atau sewenang-wenang

oleh dan/atau hanya untuk kepentingan penguasa.1 Formulasi hukum

diharapkan agar supaya mengatur masyarakat sehingga tercipta

keteraturan serta kedamaian dalam menjalankan roda pemerintahan.

Peraturan perundang-undangan baik yang akan dibuat atau yang sudah

menjadi yurisprudensi bagi para hakim sekiranya memberikan keadilan

bagi masyarakat.

Kemajuan ilmu pengetahuan baik yang bersifat alam maupun yang

bersifat sosial merupakan fenomena perkembangan manusia dari zaman ke

zaman. Isu-isu yang melekat dalam pertanyaan-pertanyaan mendasar

dalam kehidupan keluarga kontemporer yaitu bagaimana keluarga

mempengaruhi interaksi dalam kehidupan masyarakat.2 Pertanyaan

tersebut merupakan pijakan yang harus dipahami secara mendalam karena

keteraturan dalam sebuah negara dilihat dari bagaimana masyarakat suatu

daerah itu damai tanpa adanya pelanggaran hukum. Hukum sebagai acuan

dalam menata masyarakat menuju lebih baik diharapkan kiranya menjadi

tumpuan dalam menjamin kepentingan masyarakat, oleh karena itu semua

masyarakat Indonesia sama dimata hukum.

Menyajikan konsep keadilan di tengah-tengah masyarakat

merupakan hal yang sangat dibutukan, gagasan tersebut terlihat bahwa

prinsip-prinsip keadilan bagi struktur dasar masyarakat merupakan tujuan

dan kesepakatan yang mereka buat.3 Menurut Jhon Rawls, ada dua prinsip

keadilan yaitu:4 pertama, setiap orang mempunyai hak yang sama atas

kebebasan dasar yang paling luas, seluas kebebasan yang sama bagi semua

1 Muntoha, ‚Demokrasi dan Negara Hukum,‛ Jurnal Hukum, No. 3 Vol.

16 (2009): 380. 2 Denise A. Skinner and Julie K. Kohler, ‚Parental Rights in Diverse

Family Contexts: Current Legal Development,‛ Family Relations, Vol. 51, No. 4,

Families and the Law (2002): 293. 3 Jhon Rawls, A Theory of Justice (Cambridge: Harvard University Press,

1995), 12. 4 Jhon Rawls, A Theory of Justice (Cambridge: Harvard University Press,

1995), 72.

Page 7: HAK WARIS ANAK DILUAR NIKAH DALAM PUTUSAN …

2

orang. Kedua, ketimpangan sosial dan ekonomi mesti diatur sedimikian

rupa sehingga, (a) dapat diharapkan memberi keuntungan semua orang, dan

(b) semua posisi dan jabatan terbuka bagi semua orang.

Suatu negara hukum, tidak menitik beratkan pada suatu kelompok,

suku dan warna kulit. Olehnya itu, hukum mengakui persamaan hak tiap-

tiap negara dalam hukum dan pemerintahan (equality before the law).5 Pejabat atau aparat pemerintahan sampai dengan rakyat biasa harus

dipandang sama di depan hukum. Asas tersebut menjadikan penduduk di

Indonesia sama dimata hukum tanpa ada pengecualian. Pergesaran zaman

menimbulkan formulasi hukum baru dalam tatanan roda pemerintahan.

Selain dari pada itu, tentunya masyarakat Indonesia yang mayoritas

Muslim akan taat terhadap aturan perundang-undangan yang berlaku

meskipun terkadang sebagian undang-undang masih kontradiktif dengan

ajaran Islam itu sendiri. Keberadaan hukum Islam tersebut dianggap

penting secara yuridis formal guna mengatur hubungan manusia dengan

manusia atau manusia dan benda sebagai contoh pembuatan INPRES

(Instruksi Presiden) R.I Nomor 1 Tahun 1991 KHI (Kompilasi Hukum

Islam) yang mencakup di dalamnya hukum perkawinan, hukum kewarisan

dan hukum wakaf6

Peran lembaga hukum mempunyai efek yang sangat kuat dalam

perkembangan hukum karena hal tersebut dalam rangka untuk menghindari

runtuhnya sebuah hukum.7 Indonesia sebagai negara hukum, membuat

lembaga-lembaga hukum bagi orang yang ingin mencari keadilan. Olehnya

itu, kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk

menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan,

demikian ketentuan Pasal 24 ayat (1) dan (2)8 Undang-Undang Dasar

Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Ayat berikutnya pada pasal tersebut menentukan bahwa kekuasaan

kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung9 dan badan peradilan

5 E. Nurhaini Butarbutar, ‚Asas Praduga Tidak Bersalah: Penerapan dan

Pengaruhnya dalam Hukum Acara Perdata,‛ Jurnal Dinamika Hukum, Vol. 11 No.

3 (2011): 473. 6 Ade Yusuf Mujaddid, Problematika Pelembagaan Hukum Perdata Islam

dalam Tata Hukum Nasional R.I (Jakarta: Tesis, 2000), 52. 7 Kevin E. Davis and Michael J. Trebilcock, ‚Legal Reforms and

Development,‛ Third World Quarterly, Vol. 22, No. 1 (2001): 21. 8 Pasal 24 ayat 1 disebutkan bahwa Kekuasaan Kehakiman dilakukan oleh

sebuah Mahkamah Agung dan lain-lain badan Kehakiman menurut undang-

undang, ayat 2 disebutkan bahwa susunan dan kekuasaan badan-badan kehakiman

itu diatur dengan Undang-Undang. Undang-Undang Dasar Republik Indonesia

1945. 9 Pasal 11 ayat 1 disebutkan bahwa Mahkamah Agung merupakan

pengadilan negara tertinggi dari keempat lingkungan peradilan sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 10 ayat 2. Undang-Undang No. 4 Tahun 2004 Tentang

Kekuasaan Kehakiman.

Page 8: HAK WARIS ANAK DILUAR NIKAH DALAM PUTUSAN …

3

di bawahnya dalam lingkup Peradilan Umum10

, lingkungan Peradilan

Agama11

, lingkungan Peradilan Militer12

, lingkungan Peradilan Tata Usaha

Negara13

, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi. Kebijakan ‚satu atap‛

memberikan tanggung jawab dan tantangan tersendiri bagi pelaksana

peradilan dalam hal ini Mahkamah Agung. Sehingga dengan mewujudkan

peradilan yang profesional, efektif, efisien, transparan dan akuntabel

diharapkan putusan mulai dari tingkat pertama sampai dengan kasasi

menjadi citra peradilan yang baik bagi masyarakat.14

Mahkamah

Konstitusi merupakan sebagai pelaksana kekuasaan kehakiman serta

menjadi pengadilan tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat

final untuk menguji Undang-Undang terhadap Undang-Undang Dasar

(UUD), memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang

kewenangannya diberikan oleh UUD, memutus pembubaran partai politik,

dan memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum (Pemilu).

Mahkamah Konstitusi salah satu pelaku kekuasaan kehakiman

menjadi dasar dalam setiap putusan yang dikeluarkan serta harus diikuti

kerena merupakan penemuan hukum. Penemuan hukum (rechtsvinding) diperlukan sebagai alat memahami dan menerapkan hukum positif dan

hukum Islam pada khususnya dalam merespon problematika kehidupan

masyarakat Islam modern.15

Konteks tersebut tidak serta merta dapat

diselesaikan dengan bijaksana apalagi menyangkut politik. Sadar akan hal

itu, Mahkamah Konstitusi mengantisipasi terjadinya reaksi kekuatan

10

Undang-Undang yang mengatur Peradilan Umum adalah UU No. 2

Tahun 1986 tentang Peradilan Umum, UU No. 8 Tahun 2004 tentang perubahan

atas UU No. 2 Tahun 1986, dan UU No. 49 Tahun 2009 tentang perubahan kedua

atas UU No. 2 Tahun 1986. 11

Undang-Undang yang mengatur Peradilan Agama adalah UU No. 7

Tahun 1989 tentang Peradilan Agama, UU No 3 Tahun 2006 tentang perubahan

atas UU No. 7 Tahun 1989, dan UU No. 50 Tahun 2009 tentang perubahan kedua

atas UU No. 7 Tahun 1989. 12

Undang-Undang yang mengatur Peradilan Militer adalah UU No. 31

Tahun 1997 13

Undang-Undang yang mengatur Peradilan TUN adalah UU No. 5

Tahun 1986 tentang Peradilan TUN, UU No. 9 Tahun 2009 tentang perubahan

atas UU No. 5 Tahun 1986, dan UU No. 51 tentang perubahan kedua atas UU No.

5 Tahun 1986. 14

Ridwan Mansyur, ‚Pimpinan Pengadilan Semestinya adalah Agen

Perubahan Bagi Reformasi Peradilan (Agent of Change For Judicial Reform),‛

Artikel Mahkamah Agung Republik Indonesia (Akses, April 7, 2014). 15

Ambo Asse, ‚Setiap Putusan Hakim Selalu Dengan Penemuan Hukum

(Rechtvinding),‛ Resume Seminar sehari Penemuan Hukum Hakim Tahap Ke II (Jakarta, 27 Agustus 2013).

Page 9: HAK WARIS ANAK DILUAR NIKAH DALAM PUTUSAN …

4

politik dan olehnya membatasi obyek kontrol dan memperhatikan

konsekuensi dari putusan yang dikeluarkan.16

Problem umat Islam yang muncul sekarang ini yaitu tentang

pembagian warisan terhadap anak di luar perkawinan sesuai putusan

Mahkamah Konstitusi dengan perkara No.46/PUU-VIII/2010 terkait

masalah kedudukan hukum anak di luar nikah. Putusan Mahkamah

Konstitusi tersebut menimbulkan pro dan kontra terhadap masyarakat

Indonesia terkhusus bagi mereka yang beragama Islam. Hukum Islam

mengatur tentang seorang ahli waris harusnya mempunyai nasab yang jelas

dan nasab yang jelas tersebut pastinya didahului dengan sebuah pernikahan

yang sah menurut syariat. Warisan dapat terjadi ketika seseorang telah

wafat dan meningglkan harta benda, sedikit atau banyak, harta benda itu

disebut warisan. Orang yang menerima warisan disebut ahli waris. Al

Qur’an telah memberikan keterangan secara umum berkenaan dengan harta

warisan dan ahli waris serta bagiannya masing-masing.17

Pengadilan Agama18

sebagai lembaga pengadilan yang berada di

bawah Mahkamah Agung dan juga pelaku kekuasaan kehakiman bagi

rakyat pencari keadilan yang beragama Islam, mengenai perkara perdata

tertentu yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang

Peradilan Agama sebagai mana telah diubah dengan Undang-Undang

Nomor 3 Tahun 2006 sebagaimana yang telah diubah Undang-Undang

Nomor 50 Tahun 2009 yang terdapat pada Pasal 49 ayat (1)

Kewarisan merupakan salah satu wewenang Pengadilan Agama

yang sudah diatur dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006

sebagaimana yang telah diubah Undang-Undang Nomor 50 Tahun 2009,

dalam hal ini Penjelasan Pasal 49 huruf b19

. Pengertian lainnya, hukum

kewarisan Islam yang mengatur segala sesuatu yang berkenaan dengan

16

Marie Elisabeth Baudoin, ‚Is the Constitutional Court the Last Bastion

in Russia against the Threat of Authoritarianism?,‛ Europe Asia Studies, Vol. 58,

No. 5 (2006): 685. 17

Fachruddin, Ensiklopedia Al Qur’an, Cet. Ke-1 (Jakarta: PT Rineka

Cipta, 1992), 547. 18

Pengadilan Agama bertugas dan berwenang memeriksa, memutus, dan

menyelesaikan perkara-perkara di tingkat pertama antara orang-orang yang

beragama Islam di Bidang : Perkawinan, Waris, Wasiat, Hibah, Wakaf, Zakat,

Infaq, Shadaqah, Ekonomi Syariah. Ronal Siahaan, Undang-Undang Republik Indoensia Nomor 50 Tahun 2009 Tetang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama (Jakarta: CV. Novindo Pustaka

Mandiri, 2010), 60. 19

Waris adalah penentuan siapa yang menjadi ahli waris, penentuan

mengenai harta peninggalan, penentuan bagian masing-masing ahli waris, dan

melaksanakan pembagian harta peninggalan tersebut, serta penetapan pengadilan

atas permohonan seseorang tentang penentuan siapa yang menjadi ahli waris,

penentuan bagian masing-masing ahli waris. Undang-Undang Republik Indonesia

Nomor 3 Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun

1989 Tentang Peradilan Agama, 30.

Page 10: HAK WARIS ANAK DILUAR NIKAH DALAM PUTUSAN …

5

peralihan hak dan/atau kewajiban atas harta kekayaan seseorang setelah

pewaris meninggal dunia, kepada ahli warisnya.20

Hukum Acara yang berlaku pada Pengadilan dalam lingkungan

Peradilan Agama adalah Hukum Acara Perdata yang berlaku pada

Pengadilan dalam lingkungan Peradilan Umum, kecuali yang telah diatur

secara khusus dalam Undang-Undang Peradilan Agama.21

Faktor hukum

Islam yang dapat dikontribusikan terhadap hukum nasional menuju masa

depan yang diharapkan akan menjadikan hukum Islam sebagai suatu

kesatuan sistem yang supreme dalam wadah Negara Kesatuan Republik

Indonesia (NKRI).22

Perdebatan mengenai posisi shari@‘ah di Indoensia

dapat dilihat pada saat amandemen konstitusi (1999-2002) terkait pada

penolakan usulan amandemen Pasal 29.23

Perkembangan modern saat ini

banyak permasalahan yang terjadi, salah satu masalah terkait masalah hak

waris anak di luar pernikahan. Hukum Islam sebagai sebuah hukum yang

hidup di Indonesia mengalami perkembangan yang cukup berarti dalam

masa reformasi pada saat ini.

Hukum Islam yang diyakini oleh umat muslim terkadang sedikit

berbeda dengan konstitusi negara kita ini. Kondisi hukum Islam yang

demikian terkait erat dengan perkembangan yang berhadapan dengan

berbagai suasana politik sejak masa kesultanan Islam, masa penjajahan,

dan masa kemerdekaan utamanya di negeri Muslim dan negara Islam.

Perkembangan hukum Islam melahirkan berbagai pertentangan dan konflik

politik antara sesama warga bangsa yang plural dan berimbas pada

konstitusi pada awal berdirinya suatu negara. Mayoritas umat Islam

kesulitan mengamalkan hukum Islam yang berdimensi ruang privat

terutama yang berdimensi ruang publik.24

Permasalahan yang muncul, ketika putusan Mahkamah Konstitusi

dimaknai dengan bebas tanpa adanya batasan-batasan tertentu maka akan

menimbulkan permasalahan baru. Islam mengatur tentang pergaulan

dengan lawan jenis agar supaya tidak terjadi sex pranikah sehingga

melahirkan anak di luar pernikahan. Masyarakat Hindu juga mencegah

20

M. Anshary MK, Hukum Kewarisan Islam Indonesia: Dinamika Pemikiran Dari Fiqh Klasik Ke Fiqh Indonesia Modern (Bandung, Mandar Maju,

2013), 19. 21

Undang-Undang No. 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama, Pasal

54. 22

Akhmad Khisni, ‚Ijtihad Hakim Peradilan Agama Bidang Hukum

Kewarisan dan Kontribusinya Terhadap Hukum Nasional,‛ Jurnal Hukum, No.

Edisi Khusus Vol. 18 (2011): 147. 23

Nadirsyah Hosen, ‚Religion and the Indonesian Constitution: A Recent

Debate,‛ Journal of Southeast Asian Studies (2005): 419. 24

Sabri Samin, ‚Kedudukan Anak diluar Nikah, Menengok Mazhab dan

Undang-Undang Negara Muslim,‛ Disampaikan dalam Seminar dan Lokakarya Nasional: Legal Standing Anak luar Nikah dan Mutasi Hakim (Makassar, Maret

11, 2012).

Page 11: HAK WARIS ANAK DILUAR NIKAH DALAM PUTUSAN …

6

laki-laki muda dan perempuan saling berinteraksi, oleh karena itu keluarga

Hindu berperan dalam mengatur pernikahan anak-anak mereka karena

anggapan mereka bahwa kehamilan pranikah merupakan sebuah masalah.25

Peran orang tua dan Negara menjadi penting guna mengantisipasi

terjadinya anak di luar pernikahan, karena ketika hal itu terjadi maka anak

tersebut berhak atas suatu nama dan status kewarganegaraannya.26

Hak

atas akta kelahiran dijamin dalam Undang-Undang 39 Tahun 1999 tentang

HAM, Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak,

Undang-Undang No. 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan dan

Undang-Undang No. 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan

(Adminduk). Faktanya saat ini masih banyak anak Indonesia yang

identitasnya tidak tercatat dalam akta kelahiran. Ketidakadaan identitas

seorang anak dalam akta kelahiran, maka secara hukum keberadaannya

dianggap tidak ada. Kondisi ini tidak hanya karena ketidaktahuan

masyarakat akan arti penting akta kelahiran, biaya yang tidak terjangkau

dan prosedur yang panjang, namun karena sikap diskriminatif terhadap

mereka, yang dipandang sebagai "yang lain" atau berbeda dari kelompok

mayoritas.27

Sejarah telah mencatat bahwa prinsip the best interest of the child

ini pertama kali dikemukakan pada Declaration of the Rights of the Child

pada tahun 1959.28

Dalam Pasal 2 Declaration of the Rights of the Child

1959.29

Sudah menjadi pertimbangan hak-hak anak di seluruh Negara.

Sejarah perlindungan anak di Amerika sendiri memiliki 3 fase yaitu pertama, 1875 zaman kolonial dimana perlidungan anak belum

25

Amy Adamczyka and Brittany E. Hayes, ‚Religion and Sexual

Behaviors: Understanding the Influence of Islamic Cultures and Religious

Affiliation for Explaining Sex Outside of Marriage,‛ American Sociological Review (2012): 726.

26 Pasal 53 Ayat 2 Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak

Asasi Manusia 27

Alimuddin, ‚Anak dan Pencatatan Kelahiran,‛ Artikel, Mahkamah Agung Republik Indonesia (Akses, April 7, 2014).

28 Muhammad Joni, ‚Hak Hak dalam Undang-Undang Perlindungan Anak

dan Konvensi PBB Tentang Hak Anak: Beberapa Isu Hukum Keluarga,‛ Artikel, Mahkamah Agung Republik Indonesia, www.badilag.net (Akses, April 7, 2014): 4.

29Principle 2 ‚The child shall enjoy special protection, and shall be given

opportunities and facilities, by law and by other means, to enable him to develop

physically, mentally, morally, spiritually and socially in a healthy and normal

manner and in conditions of freedom and dignity. In the enactment of laws for

this purpose, the best interests of the child shall be the paramount consideration.

Declaration Of The Rights Of The Child (Proclaimed by General Assembly

Resolution 1386(XIV) of 20 November 1959. This was the basis of the basis of

the Convention of the Rights of the Child adopted by the UN General Assembly

30 years later on 20 November 1989. The Convention on the Rights of the Child

was entered into force on 2 September 1990.) (www.unicef.org akses 7 April

2014), 164

Page 12: HAK WARIS ANAK DILUAR NIKAH DALAM PUTUSAN …

7

terorganisir, kedua, 1875-1962 dimana perlindungan anak sudah

diselenggarakan melalui masyarakat non pemerintah dan ketiga, 1962

menandai awalnya era perlindungan anak yang sudah disponsori oleh

pemerintah.30

Perlindungan anak di Indonesia tersendiri, sudah diundangkan

yaitu dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2002

tentang Perlindungan Anak. Dalam Pasal 1 ayat 231

sudah diberikan

pengertian bahwa perlindungan anak merupakan hal yang terpenting dalam

sebuah pertumbuhan anak mulai sejak lahir sampai dengan dewasa.

Memahami dari Undang-Undang perlindungan anak bahwa hukum

perkawinan Indonesia tidak dititikberatkan pada salah satu garis keturunan

ayah atau ibunya, melainkan kepada keduanya secara seimbang sehingga

seorang anak menjadi tanggungjawab bersama antara isteri dan suami.32

Putusan Mahkamah Konstitusi No. 46/PUU-VIII/2010

mengakibatkan terjadinya perubahan akibat hukum tak terbatas terhadap

hak perdata anak luar perkawinan. Perubahan akibat hukum baik hak

materiil yaitu hak nafkah (jika ayah biologis masih hidup) dan hak waris,

maupun hak immateriil yaitu hak perwalian dan hak alimentasi

sebagaimana anak sah pada umumnya. Di Negara berkembang, seorang

ayah biologis mengunjungi anak di luar pernikahan sebagai bentuk

tanggung jawab meskipun terkadang mengalami penolakan dari ibu dari

anak di luar pernikahan.33

Putusan tersebut dapat dipahami sebagai penemuan hukum

sebagai berikut: pertama, konsep hubungan darah (nasab biologis)

merupakan sunnatullah (natural of law) yang bersifat permanen, sehingga

konsep nasab biologis merupakan ratio legis (‘illat al-hukm) yang menjadi

pertimbangan de facto hak-hak perdata anak. Kedua, pergeseran terhadap

hukum mengenai hak-hak perdata dari berbasis nasab yuridis (de jure) ke

nasab biologis telah mendekonstruksi hak-hak perdata anak berbasis nasab

yuridis, sehingga hak-hak pedata anak (baik hak materiil maupun hak

immateriil) yang tidak diakui, kini diakui secara de jure dan de facto.

30

John E B Myers, ‚A Short History of Child Protection in America,‛

Family Law Quarterly (2008): 449. 31

Perlindungan anak adalah segala kegiatan untuk menjamin dan

melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan

berpartisipasi, secara optimal sesuai dengan harakat dan martabat kemanusiaan,

serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi, Undang-Undang

Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak. 32

Abdullah Wasian, Akibat Hukum Perkawinan Siri (Tidak dicatatkan) Terhadap Kedudukan Istri, Anak, dan Harta Kekayaannya Tinjauan Hukum Islam dan Undang-Undang Perkawinan (Tesis, Program Studi Magister Kenotariatan,

Program Pascasarjana Univesitas Diponegoro, 2010), 169. 33

Karen Benjamin Guzzo, ‚Maternal Relationships and Nonresidential

Father Visitation of Children Born outside of Marriage,‛ Journal of Marriage and Family, Vol. 71, No. 3 (2009): 632.

Page 13: HAK WARIS ANAK DILUAR NIKAH DALAM PUTUSAN …

8

Ketiga, konsep pembangunan hukum perdata anak secara radikal berbasis

revolusi hukum dalam pengakuan hak-hak perdata anak mutlak diperlukan

dalam menjamin hak-hak anak berbasis prinsip-prinsip konstruksi hukum

yang Islami.34

Putusan Mahkamah Konstitusi mengenai uji materiil Undang-

Undang Perkawinan35

dikatakan tidak selaras dengan hukum, karena dalam

fikih mengenai status anak luar nikah, para ulama sepakat bahwa anak itu

tetap punya hubungan nasab dengan ibunya dan keluarga ibunya.

Tanggung jawab atas segala keperluannya, baik materiil maupun spirituil

ada pada ibunya dan keluarga ibunya, demikian pula dengan hak waris-

mewaris. 36

Konsekuensi dari tidak adanya hubungan keturunan antara

anak di luar pernikahan dan ayah yang menghamili ibunya secara tidak sah,

maka secara hukum diantara keduanya tidak dapat saling mewarisi.37

Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) KH. Amidhan, beliau

menyatakan bahwa putusan Mahkamah Konstitusi menyangkut status

anak yang lahir di luar perkawinan sebaiknya dikaji ulang. Anak di luar

pernikahan menurut fatwa MUI tidak mempunyai hubungan nasab (wali

nikah/waris) dengan lelaki yang menyebabkan kelahirannya. Anak zina

hanya mempunyai hubungan nasab dengan ibu dan keluarga ibunya, seperti

untuk mencukupi kebutuhan anak tersebut yang disebut wasiat. MUI

kemudian merekomendasikan agar setiap putusan Mahkamah Konstitusi

harus terlebih dahulu dilakukan pengkajian mendalam, sebab Putusan

Mahkamah Konstitusi itu bersifat final dan tidak bisa diubah.38

Menurut

KHI sebagaimana yang terdapat dalam Pasal 186 yang menyatakan bahwa

anak yang lahir di luar pernikahan hanya mempunyai hubungan saling

mewaris dengan ibunya dan keluarga dari pihak ibunya.

Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mengabulkan uji

materiil Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan hanya

berhubungan dengan status anak di luar pernikahan menimbulkan sedikit

kontrofersi karena berbeda pandangan dengan hukum Islam. Terlepas dari

34

Bahruddin Muhammad, ‚Akibat Hukum Putusan Mahkamah Konstitusi

Nomor 46/PUUVIII/2010 Terhadap Pembagian Hak Waris Anak Luar

Perkawinan,‛ Artikel Mahkamah Agung Republik Indonesia, www.badilag.net (Akses, April 7, 2014): 20-21.

35 Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan.

36 Prianter Jaya Hairi, ‚Status Keperdataan Anak Diluar Nikah Pasca-

Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 46/PUU-VIII/2010,‛ Jurnal, Vol. IV, No.

06/II/P3DI (2012): 2. 37

Musfirah Nurlaily Hidayanti, Kedudukan Anak Luar Nikah Sebagai Ahli Waris dalam Perspektif Hukum Islam dan KUHPerdata (BW): Suatu Tela’ah Perbandingan (Tesis, Program Pasca Sarjana Institut Agama Islam Negeri (IAIN)

Syarif Hidayatullah Jakarta, 2001), 53. 38

Prianter Jaya Hairi, ‚Status Keperdataan Anak Diluar Nikah Pasca

Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 46/PUU-VIII/2010,‛ Jurnal, Vol. IV, No.

06/II/P3DI (2012): 3.

Page 14: HAK WARIS ANAK DILUAR NIKAH DALAM PUTUSAN …

9

itu, berdasar putusan Mahkamah Konstitusi, anak di luar pernikahan

mendapatkan perlindungan hukum sebagaimana pada putusan Mahkamah

Konstitusi pada uji materi Undang-undang Nomor 1 tahun 1974 tentang

Perkawinan, pasal 43 ayat (1)39

. Hakim Mahkamah konstitusi bisa saja

melanggar konstitusi karena putusan Mahkamah Konstitusi tidak dapat

dikontrol oleh otoritas publik serta tak seorangpun dapat memeriksa

apakah putusan Mahkamah Konstitusi tersebut sesuai dengan dasar

hukum.40

Hukum Islam secara umum meliputi lima prinsip yaitu

perlindungan terhadap agama, jiwa, keturunan, harta dan akal. Kelima nilai

universal Islam ini, salah satu diantaranya adalah agama menjaga jalur

keturunan (hifdzu al nasl), dalam hal ini menjaga garis keturunan itu

sangatlah penting dikarenakan untuk memperjelas status perkawinan yang

sah kemudian menjaga agar nasabnya keturunnya jelas dan sah sesuai

peristiwa perkawinan yang sah.

Faktor penyebab terjadinya pewarisan adalah adanya hubungan

pernikahan yang sah atau tidak fasid, sekalipun belum melakukan

hubungan intim, maka setiap orang itu berhak mendapatkan harta warisan

dari pasangannya dari bagian yang telah dipastikan saja, bukan ashabah.41

Adapun dalil hubungan kekerabatan atau perkawinan berhak mendapatkan

warisan adalah firman Allah Q.S al-Nisa> ayat 742

yang artinya bagi orang

laki-laki ada hak bagian dari harta peninggalan ibu-bapa dan kerabatnya,

39

Pasal 43 Ayat (1) ‚anak yang dilahirkan di luar perkawinan hanya

mempunyai hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya.‛ 40

Dumitru Brezoianu, ‚The Place And Role Of The Constitutional Court

In The System Of Public Authority,‛ Cogito Multidisciplinary Research Journal, Vol. V, No. 1 (2013): 136.

41 Wahbah Zuh}ayli, Fiqh Imam Syafi’i (Beirut: Darul Fikr, 2008), 80.

42

Penjelasan ayat ini bahwa kata (رجال) rijal yang diterjemahkan ‚lelaki‛, dan (نساء)

nisa yang diterjemahkan ‚perempuan‛, ada yang memahami dalam arti mereka

yang dewasa, dan adapula yang memahaminyanya mencakup dewasa dan anak-

anak. Apabila dikaitkan dengan sebab nuzul ayat ini, yang menurut salah satu

riwayat, bahwa seorang wanita bernama Ummu Kuhhah yang dikaruniai dua orang

anak perempuan hasil perkawinannya dengan Aus Ibn Tsabit yang gugur dalam

perang Uhud. Ummu Kuhhah dating kepada Rasul SAW yang mengadukan paman

putri itu yang mengambil semua peninggalan Aus, tidak menyisihkan sedikitpun

untuknya dan kedua anaknya. Rasul SAW menyuruh mereka menanti, dan tidak

lama kemudian turunlah ayat ini dan ayat-ayat kewarisan. M. Quraish Shihab,

Tafsir Al-Mishbah: Pesan,Kesan dan Keserasian Al Qur’an (Ciputat: Penerbit

Lentera Hati, Cet I, 2000), 336.

Page 15: HAK WARIS ANAK DILUAR NIKAH DALAM PUTUSAN …

10

dan bagi orang wanita ada hak bagian (pula) dari harta peninggalan ibu-

bapak dan kerabatnya, baik sedikit atau banyak menurut bahagian yang

telah ditetapkan.43

Masalah hukum merupakan bagian dari kehidupan sehari-hari,

seperti hak dan kewajiban berkaitan dengan anak-anak.44

Implementasi

perlindungan hak anak dalam sistem hukum keluarga di Indonesia dilihat

dari pemerintah serta penduduk Indonesia yang memajukan dan

melindungi hak-hak anak serta melakukan upaya pemberdayaan yang

bermartabat.45

Penting bagi umat atau kaum intelektual sekarang untuk

mengadakan pengkajian secara mendalam tentang status pembagian

kewarisan terhadap anak di luar nikah agar supaya pro dan kontra yang

terjadi di masyaratakat ini tidak berimbas pada implementasi penegakan

hukum di Indonesia dan tumpang tindih dari sumber hukum yang telah

ada.

B. Permasalahan

a. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, penulis

mengumpulkan pokok pembahasan yang akan dikaji dalam isi tesis ini.

Pembahasan yang dapat ditarik sebagai pembahasan pokok yaitu

‚Bagaimana Hak kewarisan Anak diluar Nikah dalam Putusan Mahkamah

Konstitusi No. 46/PUU-VIII/2010‛. Setelah mendapatkan pembahasan inti

dari tesis tersebut, kemudian penulis akan menjabarkan masalah-masalah

yang terjadi terkait masalah pokok diatas.

Sebelum masuk kedalam masalah inti, penulis akan

mengidentifikasi beberapa masalah yakni:

1. Dampak putusan Mahkamah Konstitusi yang ditimbulkan

terhadap masyarakat dari segi pemahaman mereka tentang

pembagian warisan anak di luar perkawinan.

2. Logika yang dimaksud dalam putusan Mahkamah Konstitusi

terkait anak yang lahir akibat pernikahan siri atau anak hasil

zina tanpa didahului pernikahan yang menurut agama dan

kepercayaannya.

3. Hak keperdataan dalam amar putusan Mahkamah Konstitusi

menimbulkan perdebatan dikarenakan, apakah mencakup

ruang lingkup kewarisan atau tidak

43

Yayasan Penyelenggara Penerjemah/Penafsir Al Qur’an Revisi

Terjemah Oleh Lajnah Pentashih Mushaf Al Qur’an Departemen Agama Republik

Indonesia, Syamil Al Qur’an Terjemah Perkata (Bandung: Sygma, 2007), 78. 44

P. Pleasence, and others. ‚H Genn Civil law Problems and Morbidity,‛

Journal of Epidemiology and Community Health, Vol. 58, No. 7 (2004): 552. 45

Alimuddin, ‚Perlindungan Hak Anak dalam Sistem Hukum Keluarga di

Indonesia,‛ Artikel Mahkamah Agung Republik Indonesia, www.badilag.net (Akses, April 7, 2014): 8.

Page 16: HAK WARIS ANAK DILUAR NIKAH DALAM PUTUSAN …

11

4. KHI (Kompilasi Hukum Islam) sebagai INPRES yang di

dalamnya membahas terkait kewarisan, mungkin perlu

mengalami sedikit perubahan karena bias terhadap putusan

Mahkamah Konstitusi No. 46/PUU-VIII/2010 yang

mengakibatkat terjadinya pro dan kontra. Sehingga menjadi

pegangan yang kuat bagi para penegak keadilan terkhusus

hakim Pengadilan Agama.

5. Putusan Mahkamah Konstitusi memungkinkan terjadinya

terobosan hukum atau dengan kata lain menjadi fiqh

kontemporer dalam hal pembagian warisan anak di luar

perkawinan.

b. Pembatasan Masalah

Setelah menjabarkan identifikasi masalah yang ada di atas, penulis

akan membatasi masalah yang akan dibahas yaitu:

1. Apakah putusan No. 46/PUU-VIII/2010 menjadi kewenangan

Mahkamah Konstitusi?

2. Apakah Pengadilan Agama harus tunduk terhadap putusan

Mahkamah Konstitusi meskipun bertentangan dengan hukum

kewarisan Islam?

c. Perumusan Masalah

Pembatasan masalah yang akan dibahas dalam rumusan masalah

ini adalah sebagai berikut:

1. Apakah putusan Mahkamah Konstitusi melengkapi unsur

kewarisan?

2. Apakah putusan Mahkamah Konstitusi berimplikasi terhadap

Peradilan Agama?

C. Penelitian Terdahulu yang Relevan

Tesis ini berjudul Hak Waris Anak di Luar Nikah dalam Putusan

Mahkamah Konstitusi No. 46/PUU-VIII/2010. Untuk memudahkan

pemahaman mengenai judul tersebut, penulis memberikan argumen-

argumen persamaan dan perbedaan para ahli hukum dan praktisi hukum

atau tentang penelitian terdahulu yang relevan terkait pembahasan yang

akan dibahas.

Prianter Jaya Hairi berpendapat dalam tulisannya yang berjudul

‚Status keperdataan Anak di luar Nikah Pasca Putusan Mahkamah

Konstitusi Nomor 46/PUU-VIII/2010.46

Penelitian tersebut menyimpulkan

bahwa Mahkamah Konstitusi menganggap setiap manusia memiliki

martabat dan oleh karenanya setiap anak yang dilahirkan harus dilindungi.

Hukum sebagai aturan yang melindungi hak-hak anak yang dilahirkan di

luar pernikahan seharusnya memberikan kepastian hukum yang adil.

Putusan Mahkamah Konstitusi memberikan hak perdata kepada anak di

46

Prianter Jaya Hairi, ‚Status Keperdataan Anak Diluar Nikah Pasca

Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 46/PUU-VIII/2010,‛ Jurnal, Vol. IV, No.

06/II/P3DI (2012):

Page 17: HAK WARIS ANAK DILUAR NIKAH DALAM PUTUSAN …

12

luar nikah yang merupakan perkembangan hukum yang bernilai positif jika

dilihat dari aspek hak asasi manusia. Penerapan putusan tersebut perlu

adanya revisi Undang-Undang yang terkait, oleh karena itu DPR sebagai

wakil rakyat dan pihak yang terkait dalam revisi Undang-Undang

seyogianya mengkaji lebih lanjut agar supaya ditemukan jalan keluar

dengan mempertimbangkan seluruh aspek.

Susan Frelich Appleton dalam penelitian yang berjudul

‚Illegitimacy And Sex, Old And New‛47

berpendapat bahwa ketidakadilan

menghukum anak dalam tindakan orang tua mengakibatkan hak-hak anak

dirugikan. Anak tidak harus menderita sebagai akibat lahir dari orang tua

yang belum nikah, oleh karena itu gagasan bahwa anak-anak tidak boleh

dihukum atas tindakaan orang tua merupakan nilai-nilai kesataraan anak.

Pendapat lain yang dikemukakan oleh Abdullah Wasian, dalam

Tesisnya ‚Akibat Hukum Perkawinan Siri (tidak dicatatkan) Terhadap

Kedudukan Istri, Anak, dan Harta Kekayaannya Tinjauan Hukum Islam

dan Undang-Undang Perkawinan‛.48

Kedudukan anak dalam hukum Islam

menganggap bahwa perkawinan yang tidak dicatatkan memperoleh

pengakuan hukum, akantetapi dalam pandangan hukum Negara, tidak

adanya akta nikah mengakibatkan akta kelahiran anak tersebut tidak

tercantum nama ayah biologis dan hanya tercantum nama ibu yang

melahirkan. Konsekuensi anak hanya memiliki keperdataan dengan ibunya

dan keluarga ibunya dan ayah biologis dengan i’tikad tidak baik sewaktu-

waktu bisa mengingkari anaknya sehingga hak-haknya tidak didapatkan

sebagaimana anak-anak yang lainnya.

Azhariah Fatia dalam Tesisnya yang berjudul ‚Hak dan

Perlindungan Anak dalam Perspektif Hadis‛49

menyimpulkan bahwa hak

anak adalah hak-hak anak yang diatur di dalam Hadis agar anak bisa

mempertahankan eksistensinya dan menjalani kehidupannya sebagai

manusia dengan baik. Hak-hak anak tersebut ditujukan untuk menjamin

lima pilar pokok kehidupan manusia (al-d}aru>riyya>t al-khams) sebagaimana

terdapat di dalam teori maqa>sid al-shari>‘ah. Keterbatasan dan kelemahan

yang ada pada anak tersebut rentan terjadinya pelanggaran hak, oleh

karena itu anak sangat memerlukan perlindungan agar hak-haknya dapat

terwujud dengan baik. Perlindungan anak dalam perspektif hadis diberikan

dengan berdasarkan pada beberapa prinsip yaitu prinsip pemeliharaan hak

47

Susan Frelich Appleton dalam penelitian yang berjudul ‚Illegitimacy

And Sex, Old And New,‛ Journal Of Gender, Social Policy & The Law, Vol. 20

No. 3 (2012): 355. 48

Abdullah Wasian, Akibat Hukum Perkawinan Siri (Tidak dicatatkan) Terhadap Kedudukan Istri, Anak, dan Harta Kekayaannya Tinjauan Hukum Islam dan Undang-Undang Perkawinan (Tesis, Program Studi Magister Kenotariatan,

Program Pascasarjana Univesitas Diponegoro, 2010), 240. 49

Azhariah Fatia, Hak dan Perlindungan Anak dalam Perspektif Hadis

(Tesis, Sekolah Pascasarjana Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah

Jakarta, 2007), 156-158.

Page 18: HAK WARIS ANAK DILUAR NIKAH DALAM PUTUSAN …

13

hidup, kelangsungan hidup dan perkembangan, prinsip kasih sayang,

prinsip perlindungan sejak dini, prinsip non diskriminasi, prinsip

kepentingan terbaik bagi anak, dan prinsip penghargaan terhadap pendapat

anak.

Judith A. Seltzer dalam penelitiannya ‚Families Formed outside of

Marriage‛50

Berpendapat yaitu Individu cenderung menganggap bahwa

memiliki anak sebelum pernikahan adalah sesuatu yang biasa. Pemahaman

tersebut berdampak pada pengakuan sosial anak di luar pernikahan

mempunyai status sama dengan anak yang dilahirkan dalam pernikahan.

Tamrin dalam Disertasinya berjudul ‚Anak dalam Perspektif al-

Quran: Kajian Tematik Tentang Perlindungan Anak‛51

menyatakan bahwa

konsep Alquran tentang anak yang dilihat dalam terminologi ibn, walad, thifl, shabi> dan gula>m merupakan karunia Tuhan yang tumbuh dan

berkembang dalam proses panjang dan bertahap. Ajaran-ajaran Alquran

sangat mendukung upaya-upaya perlidungan kepada anak baik secara fisik,

psikis maupun keagamaannya terancam serta memperoleh hak identitas

yang jelas tentang diri dan nasab kepada orang tuanya.

Gus Arifin dalam bukunya berjudul ‚Menikah Untuk Bahagia:

Fiqh Nikah dan Kama Sutra Islami‛52

mengatakan bahwa anak zina

dan/atau anak yang lahir di luar perkawinan tidak mendapat warisan

karena tidak terhubung kepada seorang bapak, tetapi anak tersebut

mendapat warisan dari ibunya. Tsabit (Ketetapan) nasab anak zina kepada

ibunya dan tidak tsabit kepada bapaknya, jika kelahirannya kurang dari

masa enam bulan dari masa pernikahan ibunya.

Musfirah Nurlaily Hidayanti dalam Tesisnya berjudul ‚Kedudukan

Anak Luar Nikah Sebagai Ahli Waris dalam Perspektif Hukum Islam dan

KUHPerdata (BW): Suatu Tela’ah Perbandingan‛53

mengemukakan bahwa

anak di luar pernikahan dalam pandangan hukum Islam hanya mempunyai

hubungan keturunan dengan ibunya dan keluarga ibunya. Menurut

KUHPerdata anak yang di luar pernikahan sama sekali tidak mempunyai

hubungan keturunan baik terhadap ibunya maupun kepada ayah

biologisnya. Penelitian ini juga berpendapat bahwa meskipun ayah biologis

mengakui anak di luar pernikahan sebagai anaknya, hukum Islam tetap

tidak bisa membuka peluang untuk saling mewarisi satu sama lain.

50

Judith A. Seltzer, ‚Families Formed outside of Marriage,‛ Journal of Marriage and Family, Vol. 62, No. 4 (2000): 1263.

51 Tamrin, Anak dalam Perspektif al-Quran: Kajian Tematik Tentang

Perlindungan Anak (Disertasi, Sekolah Pascasarjana Universitas Islam Negeri

Syarif Hidayatullah Jakarta, 2007), 236-237. 52

Gus Arifin, Menikah Untuk Bahagia: Fiqh Nikah dan Kama Sutra Islami (Jakarta: PT Elex Media Komputindo, 2010), 277.

53 Musfirah Nurlaily Hidayanti, Kedudukan Anak Luar Nikah Sebagai

Ahli Waris dalam Perspektif Hukum Islam dan KUHPerdata (BW): Suatu Tela’ah Perbandingan (Tesis, Program Pasca Sarjana Institut Agama Islam Negeri (IAIN)

Syarif Hidayatullah Jakarta, 2001),

Page 19: HAK WARIS ANAK DILUAR NIKAH DALAM PUTUSAN …

14

Pendapat tersebut berbeda dengan KUHPerdata karena jika ayah biologis

mengakui bahwa anak di luar pernikahan tersebut adalah anaknya maka

akan dimungkinkan terjadinya hubungan mewarisi satu sama lain.

Penelitian Bahruddin Muhammad yang berjudul ‚Hak Waris Anak

Luar Kawin dalam Perspektif Hak Asasi Anak‛54 mengatakan bahwa

Prinsip hak asasi anak, serta prinsip purifikasi nasab dan pembuktian

nasab, telah menempatkan konstruksi hak anak biologis dan hubungan

anak biologis dengan ayah biologis kepada struktur hubungan permanen

yang tidak dapat dapat bergeser dalam situasi dan kondisi apapun.

Pemurnian status hubungan biologis sebagai hubungan yang bersifat

kodrati (nature), dan berdasarkan reposisi anak ke dalam konsep fitrah

yang menempatkan posisi anak sebagai amanah Tuhan yang memiliki hak

dan kedudukan yang sama, sebagaimana anak sah.

Anonymous dalam penelitiannya berjudul ‚Marriage and Family;

Research on Marriage and Family: Published by K.B. Guzzo et al‛55

mengatakan bahwa kunjungan ayah untuk anak-anak lahir di luar

penikahan merupakan suatu tanggung jawab dan kunjungan tersebut

dipengaruhi oleh pembentukan hubungan dengan ibu. Seorang ayah akan

berhenti mengunjungi anak mereka ketika ibu dari anak tersebut

mengalami hubungan kurang baik dengan ayahnya.

Penelitian Muhammad Alim berjudul ‚Kedudukan Anak di luar

Nikah dalam Perspektif UUD Negara R.I tahun 1945‛56

berpendapat

bahwa Pasal 43 ayat (1) Undang-Undang No.1 Tahun 1974 tentang

Perkawinan yang menyatakan, anak yang dilahirkan di luar pernikahan

hanya mempunyai hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya

harus dibaca. ‚Anak yang dilahirkan di luar perkawinan mempunyai

hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya serta dengan laki-

laki sebagai ayahnya yang dapat dibuktikan berdasarkan ilmu pengetahuan

dan teknologi dan/atau alat bukti lain menurut hukum mempunyai

hubungan darah, termasuk hubungan perdata dengan keluarga ayahnya.‛

D. Tujuan Penelitian

Adapun yang menjadi tujuan penelitian penulis antara lain:

1. Untuk mengetahui apakah dalam putusan Mahkamah Konstitusi

mengandung unsur kewarisan

54

Bahruddin Muhammad, ‚Hak Waris Anak Luar Kawin Dalam

Perspektif Hak Asasi Anak,‛ Artikel, Mahkamah Agung Republik Indonesia

(Akses, April 7, 2014). 55

Anonymous, ‚Marriage and Family; Research on marriage and family

published by K.B. Guzzo et al,‛ Psychology & Psychiatry Journal (2011): 156. 56

Muhammad Alim, ‚Kedudukan Anak diluar Nikah dalam Perspektif

UUD Negara R.I tahun 1945,‛ disampaikan dalam Seminar dan Lokakarya Nasional ‚Legal Standing Anak luar Nikah dan Mutasi Hakim (Makassar, Maret

11, 2012).

Page 20: HAK WARIS ANAK DILUAR NIKAH DALAM PUTUSAN …

15

2. Untuk mengetahui bagaimana dampak putusan Mahkamah

Konstitusi dalam sistem peradilan di Indonesia terkhusus Peradilan

Agama

E. Manfaat Penelitian

Adapun yang menjadi manfaat penelitian tersebut adalah:

1. Memberikan sumbangan pemikiran terhadap perkembangan ilmu

pengetahuan kedepan terkhusus masalah hak warisan anak di luar

nikah

2. Untuk memberikan pemahaman kepada masyarakat apakah dalam

putusan Mahkamah Konstitusi tersebut mengandung unsur

kewarisan sehingga dapat kita ketahui apakah anak di luar nikah

boleh atau tidak mendapatkan warisan meskipun dari ayah

biologisnya sebagaimana yang dalam putusan tersebut.

3. Memberikan gambaran yang jelas tentang hak keperdataan

terhadap status anak yang lahir di luar nikah.

F. Metodologi Penelitian

Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kualitatif. Menurut

Strauss dan Corbin dalam Cresswell, J. (1998:24), yang dimaksud dengan

penilitian kualitatif adalah jenis penelitian yang menghasilkan penemuan-

penemuan yang tidak dapat dicapai (diperoleh) dengan menggunakan

prosedur-prosedur statistik atau cara-cara lain dari kuantifikasi

(pengukuran). Penelitian kualitatif secara umum dapat digunakan untuk

penelitian tentang kehidupan masyarakat, sejarah, tingkah laku,

fungsionalisasi organisasi, aktivitas social dan lain-lain.57

Metode pendekatan yang digunakan yaitu pendekatan yuridis

normatif dan yuridis empiris.58

Pendekatan yuridis normatif akan

menganalisa tentang asas-asas hukum, sistematika hukum serta peraturan

perundang-undangan yang terkait dalam masalah tesis ini. Sedangkan

dalam penelitian yuridis empiris, penulis akan mengkaji begaimana

perkembangan penerapan hukum di lembaga peradilan setelah putusan

Mahkamah Konstitusi. Secara umum sumber data dalam penelitian

biasanya dibedakan antara data yang diperoleh secara langsung dari

masyarakat (mengenai perilakunya) dalam hal ini data empiris dan bahan

dari kepustakaan. 59

57

Pupu Saeful Rahmat, ‚Penelitian Kualitatif,‛ Jurnal Equilibrium, Vol. 5, No. 9 (Akses, April 7, 2014): 2.

58 Penelitian yuridis empiris adalah penelitian hukum mengenai

pemberlakuan atau implementasi ketentuan hukum normatif secara in action pada

setiap peristiwa hukum tertentu yang terjadi dalam masyarakat. Abdulkadir

Muhammad, Hukum dan Penelitian Hukum (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2004),

134. 59

Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum (Jakarta, Penerbit

Universitas Indonesia (UI-Press), 2007), 50.

Page 21: HAK WARIS ANAK DILUAR NIKAH DALAM PUTUSAN …

16

Penelitian ini menggunakan sumber hukum primer, sumber

sekunder dan sumber tersier sebagai acuan sumber yang dipakai dalam

proses penulisan tesis. Sumber hukum primer yaitu bahan hukum yang

mengikat dan terdiri norma atau kaidah dasar, yakni pembukaan Undang-

Undang Dasar Republik Indonesia 1945, peraturan dasar yakni batang

tubuh Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945 yang terkait

masalah tesis, Peraturan perundang-undangan seperti undang-undang yang

mengatur Peradilan Agama adalah Undang-Undang No. 7 Tahun 1989

tentang Peradilan Agama, Undang-Undang No 3 Tahun 2006 tentang

perubahan atas Undang-Undang No. 7 Tahun 1989, dan Undang-Undang

No. 50 Tahun 2009 tentang perubahan kedua atas Undang-Undang No. 7

Tahun 1989. Undang-Undang No. 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah

Konstitusi, Undang-Undang No. 4 Tahun 2004 sebagaimana yang telah

dibuah Undang-Undang No. 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan

Kehikaman, Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan,

Undang-Undang 39 Tahun 1999 tentang HAM, Undang-Undang No. 23

Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, Declaration of the Rights of the

Child 1959, Undang-Undang No. 12 Tahun 2006 tentang

Kewarganegaraan dan Undang-Undang No. 23 Tahun 2006 tentang

Administrasi Kependudukan (Adminduk). INPRES (Instruksi Presiden) R.I

Nomor 1 Tahun 1991 KHI (Kompilasi Hukum Islam). Hukum Adat,

Yurisprudensi, Traktat, KUH Perdata atau BW.

Sumber sekunder memberikan penjelasan mengenai sumber

hukum-hukum primer misalnya rancangan undang-undang, hasil penelitian

dari kalangan hukum misalnya Jurnal ilmiah, Tesis, Disertasi, wawancara

para Hakim Pengadilan Agama dan Hakim Agung dan lain-lain yang

terkait pembahasan tesis. Sumber tersier yang digunakan yakni bahan yang

memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer

dan sekunder: contohnya adalah kamus hukum.

Teknik pengumpulan data pada umumnya dikenal tiga jenis yaitu

studi dokumen atau bahan pustakan, pengamatan atau obesevasi, dan

wawancara atau interview.60

Ketiga alat tersebut dapat kita gunakan secara

bersama-sama dalam hal penelitian. Pertama, studi dokument merupakan

salah satu alat untuk pengumpulkan data mengenai hal-hal yang terkait

atau variable melalui data yang tertulis dengan menggunakan berupa

catatan, transkip, buku-buku hukum, dan lain sebagainya yang ada

hubungannya dengan pembahasan tesis ini. Berbagai bahan yang ada dan

dapat digunakan sebagai ‚content analysis‛61 sebagai referensi tesis ini.

60

Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum (Jakarta, Penerbit

Universitas Indonesia (UI-Press), 2007), 21. 61

Content analysis adalah any technique for making inferences by

objectively and systematically identifying specified characteristics of messages.

Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum (Jakarta: Penerbit Universitas

Indonesia UI-Press, 2007), 22. Lihat Ole R. Holsti, Content Analysis for the Social Sciences and Humanities (Reading, Mass: Addision-Wesley, 1969).

Page 22: HAK WARIS ANAK DILUAR NIKAH DALAM PUTUSAN …

17

Kedua, pengamatan/observasi62

akan dilakukan penulis untuk melihat

gejala atau peristiwa yang penting baik secara keseluruhan konteks yang

terjadi dalam penanganan kasus putusan hak kewarisan anak di luar nikah

di Pengadilan Agama. Pengamatan/obeservasi tersebut meliputi masalah

yang terjadi dan faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi putusan

tersebut. Ketiga, wawacara atau interview63 dipergunakan sebagai bahan

untuk mengumpulkan data tesis ini dengan cara mengajukaan daftar

pertanyaan yang berstruktur. Suatu percakapan atau tanya jawab yang

diarahkan pada suatu permasalahan tertentu yang dilakukan oleh dua

pihak, yaitu, pewawancara (orang yang mengajukan pertanyaan) dan yang

diwawancarai (yang memberi jawaban dari pertanyaan pewawancara).64

Penulis akan mengadakan wawancara dengan Hakim yang berada

lingkungan Pengadilan Agama dan Hakim Agung.

Metode pengolahan data yang digunakan dalam penelitian ini

adalah: Pertama, editing yaitu untuk mengatahui sajauh mana data-data

yang diperoleh baik yang berupa wawancara ataupun dokumentasi, sudah

cukup baik dan dapat segera disiapkan untuk keperluan proses berikutnya,

maka pada bagian ini penulis merasa perlu untuk meneliti kembali karena

jangan sampai terdapat kekeliruan atau ketidaklengkapan data yang

diambil. Kedua, classifiying yaitu untuk menyusun atau mensistemasikan

data-data yang telah diperoleh ke dalam pola tertentu untuk memudahkan

pembahasan yang erat kaitannya dengan penelitian ini. Dalam hal ini

penulis menyeleksi data yang diperoleh agar memudahkan untuk kemudian

diklasifikasikan sesuai dengan permasalahan yang ada.

G. Sistematika Penulisan

Penelitian ini terdiri dari lima bab, bab satu berisi uraian tentang

latar belakang masalah yang mendasari pentingnya diadakan penelitian

termasuk didalam latar belakang masalah membahas sedikit tentang

masalah yang akan dibahas, identifikasi, pembatasan dan perumusan

masalah penelitian, persamaan dan perbedaan diseputar akademik, maksud

62

Pengamatan atau Observasi menurut James A. Black & Dean J.

Champion, Methods and Issues in Sosial Research (New York: Jhon Wiley &

Sons, Inc, 1976) watching and listening to other persons behavior over time

without manipulating or controlling it and recording finding in ways that permit

some degree of analytical interpretation. Lihat Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum (Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia UI-Press, 2007), 22.

63 Wawancara atau Interview menurut Charles J. Steward & William B.

Cash, Interviewing Principles and Practices (lowa: W.M.C. Brown Company

Publishers, 1977). a process of dyadic communication with a predetermined and

serious purpose designed to interchange behavior and usually involving the asking

and answering of quations. Lihat Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum

(Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia UI-Press, 2007), 24. 64

Lexy J. Moleong, Metode Penelitian kualitatif (Bandung: PT. Raja

Rosdakarya, 2002), 136.

Page 23: HAK WARIS ANAK DILUAR NIKAH DALAM PUTUSAN …

18

dan tujuan penelitian, kegunaan penelitian. Selain dari itu, bab satu

tersebut terdapat metodologi penelitian dimana pembaca dapat

mengetahui mulai dari jenis penelitian yang digunakan, metode

pendekatan, sumber data yang dipakai, teknik pengumpulan data sampai

dengan metode pengolahan dan analisis data serta sistematika penulisan.

Bab dua membahas tentang asas kewarisan dalam hukum nasional.

Pada bab ini akan dibahas mengenai kewarisan Islam dalam KHI kemudian

pada sub bab selanjutnya membahas kewarisan menurut hukum adat.

Selain itu, pada sub bab lain akan mengkaji kewarisan menurut KUH

Perdata serta pada sub bab terakhir lebih membahas tentang perdebatan

mengenai ruang lingkup wasiat wajibah dalam kaitannya hukum

kewarisan.

Bab tiga akan dibahas mengenai aspek hak keperdataan anak

dalam putusan Mahkamah Konsitutis. Pada bab ini mencakup tiga sub

bab, dimana pada sub bab pertama akan membahas tentang ruang lingkup

Mahkamah Konstitusi yang di dalamnya menjelaskan konstitusi diberbagai

negara sebagai bahan perbandingan bahwa terbentuknya konstitusi

diberbagai negara diawali dengan ketidakadilan dalam memperlakukan

manusia sebagai subyek hukum. Kemudian pada sub bab kedua akan

dibahas mengenai Mahkamah Konstitusi di Indonesia, asas-asas peradilan

Mahkamah Konstitusi dan tata cara Mahkamah Konstitusi menguji suatu

undang-undang. Sub bab selanjutnya, akan membahas lebih spesifik

mengenai hak keperdataan anak menurut hukum perorangan Undang-

Undang Dasar 1945 dan HAM. Selanjutnya pada sub bab terakhir

membahas prinsip-prinsip kewarisan Islam dalam hukum perorangan dan

putusan Mahkamah Konstitusi.

Bab empat berisi tentang pengaruh putusan Mahkamah Konstitusi

terhadap perkembangan hukum di Indonesia. Sub bab pada bab empat ini

akan menganalisis tentang telaah makna hukum putusan Mahkamah

Konstitusi dalam putusan No. 46/PUU-VIII/2010. Selanjutnya, sub bab

berikutnya akan membahas peran ijtihad hakim dalam hak keperdataan

anak di luar nikah sebagai penegak keadilan bagi anak di luar nikah.

Kemudian pada sub bab ketiga akan membahas pengaruh putusan

Mahkamah Konstitusi terhadap perkembangan hukum keluarga, dimana

pada sub bab tersebut akan mengkaji, apakah putusan tersebut berpangaruh

atau tidak. Sub bab terkahir, akan mengkaji tentang wasiat wajibah

sebagai alternatif penyelesaian hak anak di luar nikah.

Bab lima atau bab terakhir yaitu berisi uraian tentang pokok-

pokok kesimpulan dan saran-saran yang perlu disampaikan kepada pihak-

pihak yang berkepentingan dengan hasil penelitian dalam rangka

menambah hazanah keilmuan serta perkembangan hukum dimasa yang

akan datang.