hak asasi manusia kebebasan atas informasicatatan-catatan pokok

7
1 HAK ASASI MANUSIA KEBEBASAN ATAS INFORMASI CATATAN-CATATAN POKOK Antonio Pradjasto Latar belakang Mengapa kita perlu berbicara mengenai kebebasan atas informasi? Apa relevansinya bagi kita yang bekerja dalam lingkungan perpustakaan/pusat informasi? Atau apa relevansinya bagi masyarakat kita yang bergerak pada menciptakan tata kehidupan bersama yang demokratis? Mengapa terbentuk koalisi yang terdiri dan aktivis ornop dan individu yang terus menerus mendorong lahirnya UU Kebebasan atas Informasi. Mungkin itu pertanyaan yang hendak dijawab dalam diskusi di Komnas HAM kali ini. Dalam kesempatan ini saya akan sedikit menyinggung pertanyaan di atas dan membatasi pembicaraan dan perspektif hak asasi manusia. Sejauh mana kebebasan tersebut merupakan hak asasi manusia, cakupan atau batasan-batasannya (jika ada) dan sebagai konsekuensinya beberapa issue yang mungkin terkait dengannya. Kebebasan atas Informasi: HAM Persoalan kebebasan atas informasi adalah persoalan mengenai bagaimana informasi harus terbuka (disclose) untuk publik atau secara spesifik kewenangan individu untuk mengakses informasi-informasi publik, terutama yang dikuasai oleh pemerintah. Kebebasan ini merupakan hak asasi manusia yang telah dijamin dan mendapat pengakuan internasional yagn sangat luas. Sumber yang paling jelas dan utama dan kebebasan atas informasi sebagai hak asasi manusia adalah pasal 19 Dekiarasi Umum Hak Asasi Manusia (DUHAM) yang antara lain mengatakan bahwa: ‘setiap orang ... berhak untuk mencari, menerima dan menyebarkan berbagai informasi dan ide-ide baik lisan maupun tertulis melalui berbagai cara tanpa mengenal batas-batas negara.” 1 Perlindungan itu kemudian dielaborasi dalam pasal 19 ICCPR (Kovenan Internasional mengenai Hak-hak Sipil dan Politik) 2 dan instrumen HAM regional maupun keputusan-keputusan institusi hak asasi manusia internasional. 3 Indonesia sendiri menjamin hak atas informasi dalam Amandemen UUD 1945 dan berbagai peraturan perundang-undangan nasional lainnya. Dari berbagai instrumen hak asasi manusia di atas, kebebasan atas informasi merupakan bagian dan hak berekspresi. Hal ini bukan sebuah kecelakaan. Karena, Pemerhati hak asasi manusia — saat ini bergabung dengan Yayasn Tifa. Disampaikan di Komnas HAM 19 Pebruari 2003. 1 Resolusi MU PBB No 217 A (III), 1948. sekalipun dalam bentuk dekiarasi, akan DUHAM telah diterima secara luas sebagai hokum kebiasaan internasional yang mengikat negara-negara. 2 Resolusi PBB No. 2200 A (XXI), 1966 yang telah ditandantangi dan diratifikasi oleh ratusan negara. 3 Lihat Konvensi Perlindungan HAM dan Kebebasan dasar Eropa (Roma, 2/11/50) dan Konvensi HAM Amerika dalam Perjanjian San Jose (Costa Rika, 22/11/69). Sebagai bagian dan kebebasan berkespresi, survei yang dilakukan pada tahun 1978 menunjukan adanya jaininan berekspresi dalam 124 negara.

Upload: tifa-foundation

Post on 07-Mar-2016

236 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

Mengapa kita perlu berbicara mengenai kebebasan atas informasi? Apa relevansinya bagi kita yang bekerja dalam lingkungan perpustakaan/pusat informasi? Atau apa relevansinya bagi masyarakat kita yang bergerak pada menciptakan tata kehidupan bersama yang demokratis? Untuk jelasnya, silahkan baca ulasan paper ini

TRANSCRIPT

Page 1: HAK ASASI MANUSIA KEBEBASAN ATAS INFORMASICATATAN-CATATAN POKOK

1

HAK ASASI MANUSIA KEBEBASAN ATAS INFORMASI

CATATAN-CATATAN POKOK

Antonio Pradjasto∗

Latar belakang

Mengapa kita perlu berbicara mengenai kebebasan atas informasi? Apa relevansinya bagi kita yang bekerja dalam lingkungan perpustakaan/pusat informasi? Atau apa relevansinya bagi masyarakat kita yang bergerak pada menciptakan tata kehidupan bersama yang demokratis? Mengapa terbentuk koalisi yang terdiri dan aktivis ornop dan individu yang terus menerus mendorong lahirnya UU Kebebasan atas Informasi. Mungkin itu pertanyaan yang hendak dijawab dalam diskusi di Komnas HAM kali ini.

Dalam kesempatan ini saya akan sedikit menyinggung pertanyaan di atas dan membatasi pembicaraan dan perspektif hak asasi manusia. Sejauh mana kebebasan tersebut merupakan hak asasi manusia, cakupan atau batasan-batasannya (jika ada) dan sebagai konsekuensinya beberapa issue yang mungkin terkait dengannya.

Kebebasan atas Informasi: HAM

Persoalan kebebasan atas informasi adalah persoalan mengenai bagaimana informasi harus terbuka (disclose) untuk publik atau secara spesifik kewenangan individu untuk mengakses informasi-informasi publik, terutama yang dikuasai oleh pemerintah. Kebebasan ini merupakan hak asasi manusia yang telah dijamin dan mendapat pengakuan internasional yagn sangat luas. Sumber yang paling jelas dan utama dan kebebasan atas informasi sebagai hak asasi manusia adalah pasal 19 Dekiarasi Umum Hak Asasi Manusia (DUHAM) yang antara lain mengatakan bahwa: ‘setiap orang ... berhak untuk mencari, menerima dan menyebarkan berbagai informasi dan ide-ide baik lisan maupun tertulis melalui berbagai cara tanpa mengenal batas-batas negara.”1 Perlindungan itu kemudian dielaborasi dalam pasal 19 ICCPR (Kovenan Internasional mengenai Hak-hak Sipil dan Politik)2 dan instrumen HAM regional maupun keputusan-keputusan institusi hak asasi manusia internasional.3 Indonesia sendiri menjamin hak atas informasi dalam Amandemen UUD 1945 dan berbagai peraturan perundang-undangan nasional lainnya.

Dari berbagai instrumen hak asasi manusia di atas, kebebasan atas informasi merupakan bagian dan hak berekspresi. Hal ini bukan sebuah kecelakaan. Karena,

∗ Pemerhati hak asasi manusia — saat ini bergabung dengan Yayasn Tifa. Disampaikan di Komnas HAM 19 Pebruari 2003. 1 Resolusi MU PBB No 217 A (III), 1948. sekalipun dalam bentuk dekiarasi, akan DUHAM telah diterima secara luas sebagai hokum kebiasaan internasional yang mengikat negara-negara. 2 Resolusi PBB No. 2200 A (XXI), 1966 yang telah ditandantangi dan diratifikasi oleh ratusan negara. 3 Lihat Konvensi Perlindungan HAM dan Kebebasan dasar Eropa (Roma, 2/11/50) dan Konvensi HAM Amerika dalam Perjanjian San Jose (Costa Rika, 22/11/69). Sebagai bagian dan kebebasan berkespresi, survei yang dilakukan pada tahun 1978 menunjukan adanya jaininan berekspresi dalam 124 negara.

Page 2: HAK ASASI MANUSIA KEBEBASAN ATAS INFORMASICATATAN-CATATAN POKOK

2

kebebasan atas informasi bukan hanya sisi lain dan menyebarkan informasi akan tetapi tanpanya hak untuk menyatakan pendapat tidak akan efektif. Sebagai gambaran “pendapat tanpa informasi sama buruknya dengan sebuah pidato tanpa pendengar”. Oleh karena itu sebagaimana diungkapkan dalam Resolusi Majelis Umum PBB No. 59 (1), 1946 hak ini sangat fundamental sehingga pemenuhan atasnya menentukan pemenuhan hak asasi lainnya.4

Sebagai contoh, tuntutan atas hak-hak sosial ekonomi yang sering diajukan oleh buruh kiranya sangat sulit direalisasikan jika tidak ada jaininan hak atas informasi. Demikian pula pemenuhan hak atas kesehatan. Penyangkalan atas informasi yang penting bagi kesehatan — informasi mengenai keluarga berencana misalnya— mencegah yang bersangkutan mendapat kesehatan yang pantas. Demikian pula dengan pemenuhan hak setiap warga untuk terlibat dalam keputusan publik (hak-hak sipil dan politik), sangat menuntut adanya kebebasan atas informasi.

Secara spesifik dengan informasi — khususnya mengenai persoalan-persoalan umum — warga dapat mengekspresikan berbagai pendapat (yang mungkin berbeda), dapat saling menukar pandangan dan akhirnya berpartisipasi dalam menentukan kebijakan publik.. Dalam hubungan ini pula maka akses atas informasi dan lembaga-lembaga negara pada dasamya merupakan bagian dan perwujudan tata pemerintahan yang transparan dan bertanggung jawab pada publik, yang merupakan elemen demokrasi.

Hak atas informasi dan demokrasi

Sudah lama diakui bahwa pendasaran terpenting dan hak atas informasi yaitu pentingnya hak tersebut bagi demokratisasi. Pelapor Khusus PBB mengenai kebebasan menyatakan pendapat berdasarkan observasinya menyimpulkan bahwa “.. akses pada informasi merupakan dasar dan kehidupan demokrasi. Oleh karenanya kecenderungan untuk meyimpan informasi dan masyarakat secara umum harus diuji kembali.5 Inti arguemn ini adalah bahwa kebutuhan warga negara untuk mengetahui dan memahaini persoalan-persoalan publik sangat menentukan berjalan tidaknya kehidupan demokrasi.

Kiranya tidak perlu berpanjang lebar membicarakan hubungan itu. Secara sederhana dapat dirumuskan deinikian. Demokrasi pada dasarnya adalah kontrol rakyat terhadap kekuasaan negara (penggunaan kekuasaan penyelenggara negara). Hal ini menunjukan inter-aksi antana negara dengan masyarakat berdasarkan kesepakatan. Dalam sistem deinikian masyarakat memerlukan informasi yang cukup/akurat untuk mengungkapkan pikiran dan mengontrol pejabat pemerintah yang bertindak dalam persoalan publik. Informasi yang akurat melindungi masyarakat dan tindakan maupun analisa yang keliru.

Disamping itu, hak atas informasi sesungguhnya menantang absolutism. Fakta-fakta (pelanggaran HAM misalnya) atau gagasan-gagasan tertentu seringkali disembunyikan atau dilarang untuk disebarluaskan (dibungkam). Dengan

4 “Freedom of information is a fundamental human rights and touchstone of all the freedom to which the United Nations is consecrated”. 5 Pelapor Khusus Koinisi HAM PBB, E/CN.4/1998/40, para. 12-14

Page 3: HAK ASASI MANUSIA KEBEBASAN ATAS INFORMASICATATAN-CATATAN POKOK

3

menyembunyikan fakta-fakta, publik dipaksa menerima kebenaran tertentu. Kebenaran yang harus diterima hanyalah kebenaran dan pelaku pembungkaman. Dengan adanya jaminan kebebasan atas informasi, maka kebenaran ‘lain’ dapat diungkapkan tanpa rasa takut.

Karena sifat ‘subversifya’; maka kebebasan atas informasi sebagaimana induknya hak untuk bebas menyatakan pendapat menantang setiap sistem atau ideologi yang mengklaim sebagai pemegang kebenaran. Oleh karena itu pula hak ini tidak menjadi bagian dan sistem politik atau ideology tertentu (saja). Hak ini melintasi keduanya.

Sejalan dengan ini adalah prinsip pluralism. Bahkan penghargaan atas pluralism dan toleransi adalah jantung dan kebebasan ini. System demokrasi yang mengandalkan pada ‘satu orang satu suara’ menunjukan bahwa semua warga adalah sama dan tidak ada orang yang dapat memonopoli kebenaran. Dengan prinsip ini dimaksudkan bahwa pada dasarnya tidak boleh terdapat larangan mencari, memperoleh atau menyebarkan informasi pada individu atau kelompok tertentu. Menerima penguasaan sarana-sarana pencarian dan penyebaran informasi secara monopolistic akan menegaskan bahwa informasi itu hanya dimiliki oleh pemilik sarana tersebut. Deinikian pula dengan media massa atau pusat-pusat informasi publik.6

Cakupan dan batasannya

Per definisi jelas hak atas informasi mencakup hak untuk ‘mencari, menerima dan menyebarkan informasi’. Hak ini sebagaimana dijamin dalam berbagai instrumen HAM internasional ini tidak secara spesifik mengatur kewajiban pemerintah untuk menyebarkan informasi pada individu. Sekalipun demikian, perkembangan hukum atau pendekatan-pendekatan yang sudah ada menunjukan bahwa pemerintah harus memberikan informasi kepada individu-dan individu memiliki kewenangan untuk meng-akses (masup) informasi bersangkutan. Dalam Travaux Preparatorie ICCPR7 mengakui hak individu untuk mencari secara aktif informasi. Pelapor Khusus PBB juga menegaskan bahwa hak untuk memperoleh informasi mencakup pula hak untuk akses atas informasi. Sebab, tanpanya kebebasan itu akan kehilangan maknanya. Bahkan dikatakan lebih lanjut bahwa harus diasumsikan hak itu mencakup pula akses pemerintah pada informasi. Kecenderungan ini terdapat dalam berbagai negara yang telah membuat aturan untuk itu seperti, Inggris, Trinidad, Afrika Selatan, Bulgaria, India dan Fiji. Singkatnya hak atas informasi mencakup hak warga untuk akses pada informasi publik dan kewajiban negara untuk memberi informasi pada publik.

Di pihak lain hal ini berarti harus ada akses bagi publik atas informasi yang berhubungan dengan persoalan-persoalan publik, khususnya yang dikuasai oleh pemerintah. Setiap upaya untuk menentukan apa yang boleh dan tidak boleh diketahui oleh publik pada dasarnya memaksa publik mengenai apa yang harus dan tidak boleh 6 Lihat kasus Inform ationsverien Lentia and Ors. V. Austria 24/11/1993 para. 38 dan Pengadilan HAM Eeropa. Kasus ini menyangkut penolakan pemerintah atas perinintaan untuk membuat station radio. Pengadilan menegaskan pentingnya prinsip pluralism dan menial bahwa monopolu meida massa tidak lagi dapat dibenarkan. Tanpa suara keberatan pengadilan memutuskan bahwa pemerintah Austria telah melanggar pasal 10 KHE mengenai kebebasan berekspresi. Lihat pula sikap koinisi-koinisi HAM PBB. 7 Semacam notulensi penyusunan ICCPR

Page 4: HAK ASASI MANUSIA KEBEBASAN ATAS INFORMASICATATAN-CATATAN POKOK

4

pikirkan. Oleh karena itu pemerintah hams pula dapat di-pertanggungjawabkan atas kebijakan-kebijakan mereka jika menutup-nutupi informasi. Eratnya hubungan ini secara legal diakui misalnya dalam keputusan-keputusan pengadilan inisalnya pada kasus Handyside vs. UK, 1976 pengadilan HAM Eropa.8

Sebagaimana induknya, hak atas informasi tidak bersifat absolut. Hak ini dapat di ‘derogasi’ (pada saat darurat) dan dibatasi (justified limitation) untuk menghormati hak orang lain, kepentingan-kepentingan publik, dan keamanan nasional.9 Pembatasan ini sendiri tidak dapat dilakukan begitu saja. Persoalan dasarnya justru ruang-ruang melakukan pembatasan ini seringkali disalah-gunakan untuk membenarkan pemberangusan hak asasi manusia. Kebutuhan akan adanya legislasi yang menjamin hal itu dibelokan menjadi pemanfaatan hukum untuk melakukan penekanan-penekanan. Pengalaman ini terjadi di banyak negara.

Maka persoalannya adalah sejauh mana pembatasan itu masuk dalam pengecualian yang dibenarkan. Pengecualian yang berlaku dalam hak menyatakan pendapat berlaku pula dalam hak atas informasi. Standar internasional mensyaratkan tiga hal untuk menguji keabsahan pembatasan tersebut, yaitu: (a) legalitas, (b) untuk mengamankan tujuan yang legitimate, (c) nesesitas (adanya kebutuhan) bagi kehidupan demokrasi. Dalam menerapkan ketiga ukuran ini prinsip dasar yang harus dipegang adalah “the freedom is the rule while its limitation is the exception” atau pembatasan itu sendiri bersifat terbatas/pengecualian. Pembatasan itu tidak dapat mengancam rusaknya hak itu sendiri. Dengan kata lain dalam perumusan hak ini selalu memberi pilihan lebih pada prinsip pokoknya terlebih dahulu. Dalam kasus Sunday Time, misalnya, pengadilan HAM Eropa memutuskan bahwa persoalan antara kebebasan atas informasi dengan pembatasan bukan dua hal yang bertentangan-akan tetapi pembatasan itu merupakan pengecualian dan kebebasan yang harus diiterpertasikan secara sempit.

Dalam hubungan ini pembatasan itu hams secara jelas dan terbatas diatur dalam hukum. Adalah tanggung jawab dan pejabat publik yang beusaha untuk membatasi akses tersebut untuk membuktikan bahwa penutupan atas informasi itu sebanding dengan alasan yang sah untuk itu.

Ambillah contoh mengenai konsep ‘keamanan nasional’ sebagai salah satu alasan yang mun untuk membatasi penerapan hak asasi manusia, termasuk hak akses atas informasi.10 Penerapan pengecualian ini hanya sah dengan syarat-syarat yang ketat seperti:

a. jika diambil untuk melindungi eksistensi bangsa atau integritas wilayahnya atau independensi politik terhadap (ancaman) kekuatan luar

b. keamanan nasional tidak dapat diterapkan sebagai alasan untuk membatasi hak asasi jika sekedar untuk mencegah ancaman-ancaman lokal atau ancaman yang terisolasi terhadap hukum maupun ketertiban

8 Lihat pula relasi pasal 24 dengan pasal yang berhubungan dengan hak untuk berpartisipasi. 9 Secara singkat kedua klausul-klausul pembatasan dan derogasi merupakan klausul pengecualian yang harus diterjemahkan dan diaplikasi secara sangat ketat. Derogasi adalah untuk menunda hak bersangkutan sedangkan klausul pembatasan adalah untuk membatasi pelaksanaan hak bersangkutan atas dasar tertentu. 10 Prinsip-prinsip yang mengatur kebebasan berbicara dan akses atas informasi telah dirumuskan dalam Prinsip-Prinsip Johannesbur yang telah diadob dalam salah satu resolusi Koinisi HAM PBB.

Page 5: HAK ASASI MANUSIA KEBEBASAN ATAS INFORMASICATATAN-CATATAN POKOK

5

c. juga tidak dapat digunakan sebagai pretext / untuk membenarkan pembatasan yang kabur atau semena-mena. Oleh karenanya hanya mungkin diterapkan jika telah ada jaininan yang cukup atas penerapan hak bersangkutan dan remedies yang efektif terhadap penyalahgunaan (kekuasaan).

d. Negara yang bertnggung jawab terhadap pelanggaran HAM sistematis tidak dapat menerapkan alasan keamanan nasional sebagi pembenaran atas tindakan-tindakan yang bertujuan menekan oposisi atau melakukan tindakan represif terhdap penduduknya.11

Berhubungan dengan akses atas informasi, prinsip dasarnya semua orang berhak memperoleh informasi dan pejabat publik, termasuk informasi yang berhubungan dengan kemanan nasional. tidak boleh ada pembatasan atas hak ini atas nama ‘kemanan nasional’ kecuali pemerintah dapat menunjukan bahwa pembatasan itu diatur dalam hokum dan dibutuhkan dalam masyarakat demokratis.

Harus ada hubungan sebab akibat antara kebebasan yang bersangkutan dengan kerusakan yang dijadikan alasan pembenaran. Dalam konteks ‘kemanan nasioanl’ maka harus ada ancaman yang imminent (segera akan terjadi) terhadap eksistensi negara atau terdapat probabilitas yang tinggi bahwa ancaman itu akan terjadi, jika informasi itu dibuka. Untuk ditegaskan di sini, keamanan sesungguhnya bukan tujuan di dalam dirinya sendiri. Doktrin ‘keamanan nasional’ yang secara eksklusif terpusat pada sasaran-sasaran militer dan bertujuan untuk mengamankan posisi sebuah rejim adalah tidak sah. Justru penghormatan terhadap hak asasi manusia harus dilihat sebagai komponen penting dan ‘keamanan nasional’. Keamanan yang hendak dilindungi oleh negara adalah keamanan dan warganya dan bukan penguasanya.

Pengadilan Belanda, yang menjadi ibu dan hukum nasional kita, memutuskan sebuah publikasi tidak dapat dihukum atau dicegah penerbitannya hanya dan hanya karena dapat membahayakan keamanan nasional. Mengacu pada pengadilan itu justru mensyaratkan pemerintah untuk membuktikan bahwa konsekuensi-konsekuensi yang dikawatirkan akan terjadi. Dengan kata lain, untuk dapat memperoleh ancaman atas kemanan nasional yang sesungguhnya pembatasan itu harus mempunyai ‘demonstrable effect’ (dampak yang bisa ditunjukan)12 dan tingkat kehancuran yang akan terjadi benar-benar besar.

Dalam hubungan dengan hal ini pula maka individu berhak untuk menilai kembali legalitasi dan penutupan informasi.13 Untuk itu semua sebuah badan independen diperlukan — seperti Ombudsman di Swedia. Di negara ini, hak setiap warga negara untuk mencari informasi dilindungi dan sikap petugas yang mempertanyakan alasan pencarian informasi serta identitas pencari informasi dianggap illegal.14

Catatan Penutup

11 Prinsip Siracusa hal. 6 12 Prinsip 2 (a) dan 15-16 Johanesburg 13 Prinsip Johanesburg no. 14. 14 Brady, Ronan “as transparent as glass”

Page 6: HAK ASASI MANUSIA KEBEBASAN ATAS INFORMASICATATAN-CATATAN POKOK

6

Kebebasan atas informasi dalam instrumen hak asasi manusia internasional adalah bagian dan hak asasi untuk menyatakan pendapat (freedom of expression). Pengakuan atas hak ini bersifat universal tidak saja dalam instrumen HAM internasional dan regional akan tetapi juga dalam berbagai konstitusi negara. Sebagai hak asasi maka pemenuhan atasnya dapat dituntut dan meletakan kewajiban pada pihak tertentu, yaitu negara. Karena negara memikul tanggung jawab untuk menghormati, melindungi dan memenuhi hak asasi. Dalam rangka menghormati dan melindungi itulah maka negara wajib menjaminnya dalam hukum nasional.

Hak asasi manusia meskipun bersifat universal tidak harus berarti absolut, seperti hak asasi ini. Hak asasi ini dapat dibatasi khususnya untuk untuk alasan-alasan yang legitim. Sekalipun demikian pembatasan itu bersifat pengecualian dan karenanya harus jelas dan sangat terbatas. Standar-standar universal telah mengatur setidaknya pembatasan itu harus memenuhi tiga prasyarat legalitas, alasan yang sah dan benar-benar dibutuhkan untuk kepentingan demokrasi. Kebutuhan akan demokrasi menjadi penting persis karena demokrasi pulalah yang mendasari arti penting hak asasi ini.

Sebagaimana umumnya hak asasi manusia, khususnya hak-hak negatif, maka hak asasi atas informasi memang mengatur hubungan antara warga dengan negara. Dan alasan itu bukan kecelakaan karena persis secara legal hak asasi manusia ada untuk menjamin warga dan kekuasaan negara yang sangat besar. Akan tetapi hak asasi manusia bukan semata persoalan hukum, apalagi hukum formal legalistik! Maka persoalan berikutnya adalah sejauh mana prinsip-prinsip kebebasan atas informasi termasuk kewajiban-kewajiban membuka dan menyebar informasi melekat pada pemegang informasi publik? Kiranya tanpa adanya aturan formal legalistic pusat-pusat dokumentasi yang memegang informasi yang bermuatan kepentingan publik perlu membuka dan aktif menyebarkan informasi kepada publik.

Referensi

1. Alexander C. Kiss, 1981 “Permissible Limitation of rights”, in Louis Henkin (ed.) The International Bill ofRights: The ICCPR

2. _________, 1985, Commentary by the Rapporteur on the Limitation Provisions, 71-IRQ 1

3. George A Lopez, “National Security as an Impetus to State Violence and State Terror” in Inichael Stohl and George A Lopez, 1986.

4. Toby Mendel 1999, International Law Perspectives on the Challenge Facing the Nigerian Media, Lagos

5. Reporters sans Frontiers 1993-1995, Sans Frontiers: Freedom of the Press Throughout the World, London

6. UDHR,ResMUPBB217A(III) 7. ICCPR, UN GA Res. 2200 A (XX) 8. General Comment No. 10 of the HR Cominiteee, 1983 9. Danilo Turk and Louis Joinet “The Right to freedom of Opinion and

expression: Final Report, 1992 10. Hainid Hussain ‘Repor to the UN Cominisssion on Human Rights, 1995, 1998 11. Siracusa Principles on the Limitation and Derogation Provisions in the ICCPR

UN Doc.E/CN.4/1985/4 Annex 30 (1985) tercetak ulang di 7 HRQ3, 1985

Page 7: HAK ASASI MANUSIA KEBEBASAN ATAS INFORMASICATATAN-CATATAN POKOK

7

12. Artcle 19, Johannesburg Principles on National Security, Freedom of expression and Access to Information, 1995, dicetak ulang di 20 HRQ 1(1998)

13. Sejumlah kasus dan International Court of Justice and UN HR Cominittee, American Court of Human Right, dan European Court of Human Rights serta kasus-kasus di sejumlah negara.