gubernur jawa timur nomor 122 tahun...
TRANSCRIPT
GUBERNUR JAWA TIMUR
PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR
NOMOR 122 TAHUN 2016
TENTANG
PERATURAN INTERNAL (HOSPITAL BY LAWS)
RUMAH SAKIT PARU SURABAYA
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
GUBERNUR JAWA TIMUR,
Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 29 ayat (1)
huruf r Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang
Kesehatan, perlu menetapkan Peraturan Gubernur tentang
Peraturan Internal (Hospital By Laws) Rumah Sakit Paru
Surabaya.
Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1950 tentang
Pembentukan Propinsi Djawa Timur (Himpunan Peraturan-
Peraturan Negara Tahun 1950) sebagaimana telah diubah
dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1950 tentang
Perubahan dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1950
(Himpunan Peraturan-Peraturan Negara Tahun 1950);
2. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan
Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003
Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4286);
3. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang
Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4355);
4. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang
Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan
Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004
Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4400);
5. Undang-Undang
- 2 -
5. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik
Kedokteran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2004 Nomor 116, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4431);
6. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang
Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4438);
7. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor
1441, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5063);
8. Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah
Sakit (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009
Nomor 153, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5072);
9. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5587) sebagaimana telah
diubah beberapa kali, terakhir dengan Undang-Undang
Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua Atas
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2014 Nomor 58, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5679);
10. Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2005 tentang
Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 48,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4502);
11. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang
Pengelolaan Keuangan Daerah (Lembaran Negara Republik
Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 140, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4578);
12. Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 tentang
Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2005 Nomor 165, Tambahan Lembaran
NegaraRepublik Indonesia Nomor 4593);
13. Peraturan
- 3 -
13. Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2006 tentang
Pelaporan Keuangan dan Kinerja Instansi Pemerintah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor
25, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4614);
14. Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang
Disiplin Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2010 Nomor 74, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5135);
15. Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor
28 Tahun 2004 tentang Akuntabilitas Pelayanan Publik;
16. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006
tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah
sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri
Dalam Negeri Nomor 21 Tahun 2011 tentang Perubahan
Kedua Atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13
Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan
Daerah;
17. Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor
PER/02/M.PAN/1/2007 tentang Pedoman Organisasi
Satuan Kerja di Lingkungan Instansi Pemerintah Yang
Menerapkan Pengelolaan Keuangan Badan Layanan
Umum;
18. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 6 Tahun 2007
tentang Petunjuk Teknis Penyusunan dan Penetapan
Standar Pelayanan Minimal;
19. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 61 Tahun 2007
tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Keuangan Badan
Layanan Umum Daerah;
20. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 79 Tahun 2007
tentang Pedoman Penyusunan Rencana Pencapaian
Standar Pelayanan Minimal;
21. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 147/
MENKES/PER/I/2010 tentang Perizinan Rumah Sakit;
22. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 340/
MENKES/PER/III/2010 tentang Klasifikasi Rumah Sakit;
23. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
755/Menkes/Per/IV/2011 tentang Penyelenggaraan
Komite Medis di Rumah Sakit;
24. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 228/
Menkes/SK/III/2002 tentang Pedoman Penyusunan
Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit yang Wajib
Dilaksanakan Daerah;
25. Keputusan
- 4 -
25. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor
772/Menkes/SK/VI/2002 tentang Pedoman Peraturan
Internal Rumah Sakit (Hospital by Laws);
26. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 129/MENKES/SK/
II/2008 tentang Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit;
27. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor
922/MENKES/SK/X/2008 tentang Pedoman Teknis
Pembagian Urusan Pemerintahan Bidang Kesehatan antara
Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah Daerah
Kabupaten/Kota ;
28. Peraturan Gubernur Jawa Timur Nomor 30 Tahun 2013
tentang Pengangkatan dan Pemberhentian Pegawai Badan
Layanan Umum Daerah Non PNS;
29. Peraturan Gubernur Jawa Timur Nomor 98 Tahun 2014
tentang Pedoman Penerapan Pengelolaan Badan Layanan
Umum Daerah Provinsi Jawa Timur sebagaimana telah
diubah dengan Peraturan Gubernur Nomor 38 Tahun 2016
tentang Perubahan Atas Peraturan Gubernur Jawa Timur
Nomor 98 Tahun 2014tentang Pedoman Penerapan
Pengelolaan Badan Layanan Umum Daerah Provinsi Jawa
Timur;
30. Peraturan Gubernur Jawa Timur Nomor 49 Tahun 2015
tentang Pedoman Teknis Penetapan Remunerasi Bagi
Pejabat Pengelola Pegawai dan Dewan Pengawas Badan
Layanan Umum Daerah Provinsi Jawa Timur;
31. Peraturan Gubernur Jawa Timur Nomor 48 Tahun 2016
tentang Tarif Layanan dan Pemakaian Kekayaan Daerah
pada BLUD Unit Kerja Dinas Kesehatan Provinsi Jawa
Timur.
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : PERATURAN GUBERNUR TENTANG PERATURAN INTERNAL
(HOSPITAL BY LAWS) RUMAH SAKIT PARU SURABAYA.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Gubernur ini yang dimaksud dengan:
1. Daerah adalah Provinsi Jawa Timur.
2. Pemerintah
- 5 -
2. Pemerintah Provinsi adalah Pemerintah Daerah Provinsi
Jawa Timur.
3. Gubernur adalah Gubernur Jawa Timur.
4. Dinas Kesehatan adalah Dinas Kesehatan Provinsi Jawa
Timur.
5. Rumah Sakit adalah Rumah Sakit Paru Surabaya.
6. Unit Pelaksana Teknis yang selanjutnya disingkat UPT
adalah Unit Pelaksana Teknis Rumah Sakit Paru Surabaya
Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur.
7. Direktur adalah Kepala UPT sekaligus Pemimpin BLUD
Rumah Sakit Paru Surabaya.
8. Unit Pelayanan adalah unit yang menyelenggarakan upaya
kesehatan yaitu rawat jalan, rawat inap, gawat darurat,
rawat intensif, kamar operasi, radiologi, laboratorium,
rehabilitasi medis dan lain-lain.
9. Badan Layanan Umum Daerah yang selanjutnya disingkat
BLUD adalah Satuan Kerja Perangkat Daerah atau Unit
Kerja pada Satuan Kerja Perangkat Daerah di lingkungan
Pemerintah Daerah yang dibentuk untuk memberikan
pelayanan kepada masyarakat berupa penyediaan barang
dan/atau jasa yang dijual tanpa mengutamakan mencari
keuntungan dan dalam melakukan kegiatannya
didasarkan pada prinsip efisiensi dan produktifitas.
10. Pola Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum Daerah
yang selanjutnya disingkat PPK-BLUD adalah pola
pengelolaan keuangan yang memberikan fleksibilitas
berupa keleluasaan untuk menerapkan praktik-praktik
bisnis yang sehat untuk meningkatkan pelayanan kepada
masyarakat dalam rangka memajukan kesejahteraan
umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa, sebagai
pengecualian dari ketentuan pengelolaan keuangan daerah
pada umumnya.
11. Tata Kelola adalah peraturan yang mengatur hubungan
antara Pemerintah Provinsi Jawa Timur sebagai Pemilik,
Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur dengan Pejabat
PengelolaRumah Sakit Paru Surabaya, Staf Medis Rumah
Sakit Paru Surabaya beserta fungsi, tugas, tanggung
jawab, kewajiban, kewenangan dan haknya masing-
masing.
12. Jabatan
- 6 -
12. Jabatan fungsional adalah kedudukan yang menunjukkan
tugas, tanggung jawab, wewenang dan hak seorang
pegawai rumah sakit dalam satuan organisasi yang dalam
pelaksanaan tugasnya didasarkan pada keahlian dan atau
ketrampilan tertentu serta bersifat mandiri.
13. Staf Medis adalah Dokter, Dokter Spesialis, Dokter Gigi
dan Dokter Gigi Spesialis yang bekerja purna waktu
maupun paruh waktu di unit pelayanan rumah sakit.
14. Kepala Sub Bagian Tata Usaha adalah pelaksana sebagian
tugas Kepala Rumah Sakit menyelenggarakan pengelolaan
ketatausahaan, administrasi dan keuangan dan
bertanggung jawab kepada Kepala Rumah Sakit.
15. Kepala Seksi adalah Kepala Seksi Pelayanan Medis dan
Kepala Seksi Upaya Kesehatan Masyarakat dan Penelitian
dan Pengembangan yang melaksanakan sebagian tugas
Kepala Rumah Sakit menyelenggarakan pelayanan medis
dan keperawatan serta upaya kesehatan masyarakat,
penelitian dan pengembangan;
16. Upaya Kesehatan Masyarakat yang selanjutnya disingkat
UKM adalah setiap kegiatan pemerintah, masyarakat, dan
swasta, untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan
serta mencegah dan menanggulangi timbulnya masalah
kesehatan di masyarakat.
17. Upaya Kesehatan Perorangan yang selanjutnya disingkat
UKP adalah setiap kegiatan oleh pemerintah, masyarakat
dan swasta, untuk memelihara dan meningkatkan
kesehatan serta mencegah dan menyembuhkan penyakit
serta memulihkan kesehatan perorangan
18. Instalasi adalah unit terkecil kelompok jabatan fungsional
yang langsung memberikan pelayanan tertentu kepada
masyarakat secara berkesinambungan dan pada
tempat/lokasi yang relatif tetap.
19. Tata Kelola Klinis (clinical governance) adalah aturan untuk
menjaga profesionalisme staf medis fungsional di Rumah
Sakit.
20. Komite Medik adalah perangkat Rumah Sakit untuk
menerapkan tata kelola klinis (clinical governance) agar staf
medis di Rumah Sakit terjaga profesionalismenya melalui
mekanisme kredensial, penjagaan mutu profesi medis dan
pemeliharaan etika dan disiplin profesi medis.
21. Kewenangan klinis (clinical privilege) adalah hak khusus
seorang staf medis untuk melakukan sekelompok
pelayanan medis tertentu dalam lingkungan Rumah Sakit
untuk suatu periode tertentu yang dilaksanakan
berdasarkan penugasan klinis (clinical appointment).
22. Penugasan
- 7 -
22. Penugasan klinis (clinical appointment) adalah penugasan
Direktur Rumah Sakit kepada seorang staf medis untuk
melakukan sekelompok pelayanan medis di Rumah Sakit
tersebut berdasarkan daftar kewenangan klinis yang telah
ditetapkan baginya.
23. Rekredensial adalah proses reevaluasi terhadap staf medis
yang telah memiliki kewenangan klinis (clinical privilege)
untuk menentukan kelayakan pemberian kewenangan
klinis tersebut.
24. Audit medis adalah upaya evaluasi secara profesional
terhadap mutu pelayanan medis yang diberikan kepada
pasien dengan menggunakan rekam medis yang
dilaksanakan oleh profesi medis.
25. Sub Komite adalah kelompok kerja di bawah Komite Medis
yang dibentuk untuk mengatasi masalah khusus, yang
anggotanya terdiri dari staf medis dan tenaga profesi
lainnya secara ex officio.
26. Dokter mitra adalah dokter yang direkrut oleh rumah sakit
karena keahliannya, berkedudukan sejajar dengan rumah
sakit, bertanggung jawab secara mandiri dan bertanggung
gugat secara proporsional sesuai kesepakatan atau
ketentuan yang berlaku di rumah sakit.
27. Mitra bestari (peergroup) adalah sekelompok staf medis
dengan reputasi dan kompetensi profesi yang baik untuk
menelaah segala hal yang terkait dengan profesi medis.
28. Dokter tamu adalah dokter yang karena keahlian atau
reputasiya diundang oleh rumah sakit untuk melakukan
suatu tindakan yang tidak atau belum dapat dilakukan
oleh staf medis yang ada di rumah sakit atau untuk
melakukan alih ilmu pengetahuan dan teknologi.
29. Tenaga administrasi adalah orang atau sekelompok orang
yang bertugas melaksanakan administrasi perkantoran
guna menunjang pelaksanaan tugas-tugas staf medis,
komite medis, dan sub komite khususnya yang terkait
dengan etik dan mutu medis.
30. Satuan Pengawas Internal yang selanjutnya disingkat SPI
adalah perangkat Rumah Sakit yang bertugas melakukan
pengawasan dan pengendalian internal dalam rangka
membantu Direktur Rumah Sakit guna meningkatkan
efektivitas dan efisiensi kinerja keuangan dan non
keuangan rumah sakit.
32. Pegawai
- 8 -
31. Pegawai Negeri Sipil yang selanjutnya disingkat PNS
adalah Pegawai Negeri Sipil pada Rumah Sakit Paru
Surabaya yang ditetapkan berdasarkan peraturan
perundangan-undangan kepegawaian.
32. Tenaga Non PNS adalah tenaga yang berkedudukan bukan
pegawai negeri sipil yang direkrut Rumah Sakit Paru
Surabaya berdasarkan formasi kebutuhan.
BAB II
RUANG LINGKUP
Pasal 2
Peraturan Gubernur ini mengatur mengenai Tata Kelola Rumah
Sakit terdiri dari Tata Kelola Korporasi dan Tata Kelola Staf
Medis, dan hal-hal lain yang berhubungan dengan Tata Kelola
Rumah Sakit.
Pasal3
(1) Tata Kelola Rumah Sakit sebagaimana dimaksud dalam Pasal
2 merupakan peraturan internal Rumah Sakit, yang
didalamnya memuat:
a. struktur organisasi;
b. prosedur kerja;
c. pengelompokan tugas dan fungsi-fungsi logis;
d. pengelolaan sumber daya manusia.
(3) Struktur organisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf a, menggambarkan posisi jabatan, pembagian tugas,
fungsi, tanggung jawab, kewenangan dan hak dalam
organisasi sesuai dengan peraturan yang berlaku.
(4) Prosedur kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b,
menggambarkan hubungan dan mekanisme kerja antar posisi
jabatan dan fungsi dalam organisasi.
(5) Pengelompokan fungsi logis sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf c, menggambarkan pembagian yang jelas dan
rasional antara fungsi pelayanan kesehatan dan fungsi
penunjang yang sesuai dengan prinsip pengendalian internal
dalam rangka efektifitas dan efisiensi pencapai tujuan
organisasi.
(6) Pengelolaan sumber daya manusia sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf d, merupakan pengaturan dan kebijakan
yang jelas mengenai sumber daya manusia yang berorientasi
pada pemenuhan secara kuantitas dan kompetensi untuk
mencapai tujuan organisasi secara efisien, efektif dan
produktif.
Pasal 4
- 9 -
Pasal 4
(1) Tata Kelola sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1)
menganut prinsip-prinsip sebagai berikut:
a. transparansi;
b. akuntabilitas;
c. responsibilitas; dan
d. independensi.
(2) Transparansi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a,
merupakan asas keterbukaan yang dibangun atas dasar
kebebasan memperoleh informasi, yang secara langsung dapat
diterima bagi yang membutuhkan.
(3) Akuntabilitas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b,
merupakan pengelolaan organisasi yang diwujudkan dalam
perencanaan, pelaksanaan, laporan/pertanggungjawaban,
monitoring dan evaluasi dalam sistem pengelolaan keuangan,
sumber daya manusia, pengelolaan aset dan pelayanan.
(4) Responsibilitas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c,
merupakan kesesuaian dan kepatuhan di dalam pengelolaan
organisasi terhadap bisnis yang sehat sesuai dengan
perundang-undangan.
(5) Independensi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d,
merupakan kemandirian pengelolaan organisasi secara
profesional tanpa benturan kepentingan, pengaruh dan
tekanan dari pihak manapun yang tidak sesuai dengan
peraturan perundang-undangan dan bisnis yang sehat.
BAB III
TATA KELOLA KORPORASI
Bagian Kesatu
Falsafah, Visi, Misi, Tujuan Strategis
Nilai-Nilai Dasar, Identitas dan Lambang
Pasal 5
(1) Dalam rangka mencapai pelayanan yang optimal dan
profesional, Rumah Sakit mempunyai falsafah “ramah dan
santun dalam pelayanan, jujur dalam bertindak, beretika
serta mempunyai kemampuan dalam bekerja”.
(2) Untuk mewujudkan falsafah sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) Rumah Sakit mempunyai visi “Menjadi Rumah Sakit
Paru Rujukan di Jawa Timur dengan pelayanan selangkah
lebih maju”.
(3) Untuk
- 10 -
(3) Untuk mencapai visi sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
Rumah Sakit mempunyai misi:
a. mewujudkan pelayanan kesehatan khususnya penyakit
paru yang berkualitas secara paripurna;
b. mengoptimalisasikan sumber daya rumah sakit sesuai
perkembangan teknologi; dan
c. mewujudkan jejaring dengan institusi terkait dalam rangka
pengembangan rumah sakit.
(4) Untuk mencapai visi dan misi sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) dan ayat (3), Rumah Sakit mempunyai tujuan
strategis yaitu :
a. meningkatkan pelayanan kesehatan khususnya penyakit
paru yang berkualitas;
b. meningkatkan kualitas sumber daya Rumah Sakit; dan
c. meningkatkan koordinasi dalam rangka pencegahan dan
pengobatan penyakit paru dan pengembangan pelayanan
penyakit lainnya
(5) Dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat
Rumah Sakit dilandasi dengan nilai-nilai dasar yang meliputi :
a. profesionalisme
b. responsibility
c. transparansi
d. kejujuran;
e. kerja keras; dan
f. kebersamaan.
(6) Identitas dan Lambang Rumah Sakit sebagaimana tercantum
dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan
dari Peraturan Gubernur ini
Bagian Kedua
Kedudukan, Tugas Pokok dan Fungsi Rumah Sakit
Pasal 6
(1) Rumah Sakit berkedudukan sebagai UPT dipimpin oleh
seorang Direktur yang bertanggung jawab kepada Kepala
Dinas.
(2) Rumah Sakit mempunyai tugas melaksanakan sebagian tugas
Dinas di bidang promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif
penyakit paruserta melaksanakan upaya kesehatan
masyarakat strata II di wilayah kerjanya.
(3) Untuk menyelenggarakan tugas sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) Rumah Sakit mempunyai fungsi:
a. penyusunan
- 11 -
a. penyusunan rencana dan program Rumah Sakit;
b. pengawasan dan pengendalian operasional Rumah Sakit;
c. pelayanan medisRumah Sakit;
d. penyelenggaraan pelayanan penunjang medis dan non
medis;
e. pelaksanaan pelayanan kesehatan umum masyarakat;
f. penyelenggaraan pelayanan dan asuhan keperawatan;
g. penyelenggaraan pelayanan rujukan pasien, spesimen, ilmu
pengetahuan dan teknologi dan program;
h. penyelenggaraan koordinasi dan kemitraan kegiatan Rumah
Sakit;
i. penyelenggaraan penelitian, pengembangan dan diklat;
j. pelaksanaan monitoring dan evaluasi program;
k. pelaksanaan ketatausahaan;
l. pelaksanaan pembinaan wilayah di bidang teknis medis
tuberkulosis paru ;
m. pelaksanaan pelayanan kesehatan paru masyarakat yang
meliputi promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif baik
UKP maupun UKM di dalam gedung maupun di luar gedung
di wilayah kerjanya ; dan
n. pelaksanaan tugas-tugas lain yang diberikan Kepala Dinas.
Bagian Ketiga
Kedudukan Pemerintah Povinsi
Pasal 7
(1) Pemerintah Provinsi dalam hal ini Gubernur sebagai pemilik
Rumah Sakit bertanggung jawab terhadap kelangsungan
hidup, perkembangan dan kemajuan Rumah Sakit sesuai
tuntutan masyarakat.
(2) Dalam melaksanakan tanggung jawab sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) Pemerintah Provinsi berwenang:
a. menetapkan peraturan tentang Tata Kelola dan Standar
Pelayanan Minimal Rumah Sakit beserta perubahannya;
b. melakukan evaluasi dan/atau meminta laporan mengenai
kinerja Rumah Sakit baik menyangkut kinerja keuangan
maupun non keuangan; dan
c. menyetujui dan mengesahkan Rencana Bisnis Anggaran
dan Rencana Strategis Bisnis Rumah Sakit.
(3) Pemerintah Provinsi bertanggungjawab menutup defisit
anggaran Rumah Sakit yang bukan karena kesalahan dalam
pengelolaan dan setelah diaudit secara independen.
Bagian
- 12 -
Bagian Keempat
Pejabat Pengelola
Paragraf 1
Susunan
Pasal 8
Pejabat Pengelola Rumah Sakit terdiri atas:
a. Direktur;
b. Kepala Sub Bagian Tata Usaha;
c. Kepala Seksi Pelayanan Medik; dan
d. Kepala Seksi Upaya Kesehatan Masyarakat dan Penelitian dan
Pengembangan.
Paragraf 2
Direktur
Pasal 9
(1) Direktur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf a
bertanggungjawab kepada Gubernur melalui Kepala Dinas
terhadap kinerja keuangan dan non keuangan Rumah Sakit
secara umum dan keseluruhan.
(2) Dalam melaksanakan tanggungjawab sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) Direktur mempunyai tugasmemimpin dan
membina, mengkoordinasikan, mengawasi serta
melaksanakan pengendalian terhadap pelaksanaan tugas
Rumah Sakit sesuai peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
Pasal 10
Tugas Direktur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2)
dijabarkan sebagai berikut:
a. menyusun perencanaan, menggerakkan pelaksanaan,
memantau dan mengevaluasi program dan kegiatan Rumah
Sakit;
b. menyusun Rencana Strategi Bisnis (RSB) dan Rencana Bisnis
Anggaran (RBA) Rumah Sakit;
c. menyusun dan mempertanggungjawabkan kinerja keuangan
dan non keuangan Rumah Sakit;
d. memelihara, menjaga dan mengelola sumber daya Rumah
Sakit secara efektif dan efisien;
e. mengadakan dan memelihara pembukuan serta administrasi
rumah sakit sesuai ketentuan yang berlaku;
f. menyusun laporan tahunan dan laporan berkala;
g. memimpin
- 13 -
g. memimpin dan mengurus Rumah Sakit sesuai dengan tujuan
Rumah Sakit yang telah ditetapkan dengan senantiasa
berusaha meningkatkan efektivitas dan efisiensi;
h. menyelenggarakan koordinasi dan kerjasama kemitraan dalam
rangka pelaksanaan dan pengembangan program Rumah
Sakit;
i. mengambil keputusan serta kebijakan teknis dalam rangka
pelaksanaan program dan kegiatan Rumah Sakit sehari-hari;
dan
j. mewakili Rumah Sakit di dalam dan di luar pengadilan.
Pasal 11
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal
10, Direktur berwenang:
a. memberikan perlindungan kepada dokter dan tenaga
kesehatan lain dalam menjalankan pelayanan di Rumah Sakit;
b. menetapkan kebijakan operasional Rumah Sakit;
c. menetapkan peraturan, pedoman, petunjuk teknis dan
prosedur tetap Rumah Sakit;
d. menetapkan hal-hal yang berkaitan dengan hak dan
kewajiban pegawai rumah sakit sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan;
e. memberikan penghargaan pegawai, karyawan dan profesional
yang berprestasi tanpa atau dengan sejumlah uang yang
besarnya tidak melebihi ketentuan yang berlaku;
f. memberikan sanksi yang bersifat mendidik sesuai dengan
peraturan yang berlaku;
g. mengusulkan pengangkatan dan pemberhentian koordinator
jabatan fungsional kepada Kepala Dinas;
h. mendatangkan ahli, profesional konsultan atau lembaga
independen apabila diperlukan;
i. menetapkan organisasi pelaksana, organisasi pendukung dan
unit tidak tetap dengan uraian tugas masing-masing;
j. menandatangani perjanjian dengan pihak lain untuk jenis
perjanjian yang bersifat teknis operasional pelayanan;
k. mendelegasikan sebagian kewenangan kepada jajaran di
bawahnya; dan
l. meminta pertanggungjawaban pelaksanaan tugas dari Kepala
Sub Bagian Tata Usaha dan Kepala Seksi sesuai dengan
bidang tugas dan tanggung jawabnya.
Pasal 12
- 14 -
Pasal 12
Dalam rangka pelaksanaan tugas, fungsi dan kewenangannya
Direktur bertanggung jawab atas:
a. kebenaran kebijaksanaan Rumah Sakit;
b. kelancaran, efektifitas dan efisiensi kegiatan Rumah Sakit;
c. kebenaran program kerja, pelaksanaan, pengendalian,
pengawasan dan laporan kegiatannya; dan
d. meningkatkan akses/keterjangkauan dan mutu pelayanan
Rumah Sakit.
Paragraf 3
Kepala Sub Bagian Tata Usaha
Pasal 13
(1) Kepala Sub Bagian Tata Usaha sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 8 huruf b merupakan pejabat struktural dibawah
Direktur bertindak sebagai Pejabat Keuangan.
(2) Kepala Sub Bagian Tata Usaha sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dibantu oleh :
a. Koordinator Kelompok Kerja Keuangan;
b. Koordinator Kelompok Kerja Sumber Daya Manusia;
c. Koordinator Kelompok Kerja Humas; dan
d. Koordinator Kelompok Kerja Penyusunan Program.
Pasal 14
Kepala Sub Bagian Tata Usaha sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 13 mempunyai tugas sebagai berikut:
a. mengkoordinasikan penyusunan RBA;
b. menyiapkan DPA-BLUD;
c. melakukan pengelolaan pendapatan dan biaya;
d. menyelenggarakan pengelolaan kas;
e. melakukan pengelolaan utang-piutang;
f. menyusun kebijakan pengelolaan barang, aset tetap dan
investasi;
g. menyelenggarakan sistem informasi manajemen keuangan;
dan
h. menyelenggarakan akuntansi dan penyusunan laporan
keuangan.
Paragraf 4
- 15 -
Paragraf 4
Kepala Seksi Pelayanan Medik
Pasal 15
(1) Kepala Seksi Pelayanan Medik sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 8 huruf c merupakan pejabat struktural dibawah
Direktur bertindak sebagai Pejabat Teknis
(2) Kepala Seksi Pelayanan Medik sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dibantu oleh:
a. Koordinator Kelompok Kerja Pelayanan Medis dan
Keperawatan; dan
b. Koordinator Kelompok Kerja Pelayanan Penunjang;
Pasal 16
Kepala Seksi Pelayanan Medik sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 15 mempunyai tugas:
a. menyusun perencanaan kegiatan teknis di bidang pelayanan
medis
b. melaksanakan kegiatan teknis sesuai RBA; dan
c. mempertanggungjawabkan kinerja operasional di bidang
pelayanan medis.
Paragraf 5
Kepala Seksi Upaya Kesehatan Masyarakat dan
Penelitian dan Pengembangan
Pasal 17
(1) Seksi Upaya Kesehatan Masyarakat dan Penelitian dan
Pengembangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf d
merupakan pejabat struktural dibawah Direktur bertindak
sebagai Pejabat Teknis.
(2) Kepala Seksi Upaya Kesehatan Masyarakat dan Penelitian dan
Pengembangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibantu
oleh:
a. Koordinator Kelompok Kerja Upaya Kesehatan Masyarakat;
dan
b. Koordinator Kelompok Kerja Penelitian dan Pengembangan.
Pasal 18
Kepala Seksi Upaya Kesehatan Masyarakat dan Penelitian dan
Pengembangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17,
mempunyai tugas :
a. menyusun
- 16 -
a. menyusun perencanaan kegiatan teknis UKM dan Litbang
b. melaksanakan kegiatan teknis sesuai RBA; dan
c. mempertanggungjawabkan kinerja operasional di bidang UKM
di wilayah binaan
Pasal 19
(1) Koordinator Kelompok Kerja sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 13 ayat (2), Pasal 15 ayat (2) dan Pasal 17 ayat (2)
diangkat dan diberhentikan oleh Direktur.
(2) Koordinator Kelompok Kerja sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) mempunyai tugas dan fungsi sesuai dengan bidangnya dan
bertanggung jawab kepada Direktur melalui Kepala Sub
Bagian Tata Usaha atau Kepala Seksi.
Pasal 20
(1) Susunan Pejabat Pengelola sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 8 dapat dilakukan perubahan baik jumlah maupun
jenisnya, setelah melalui analisis organisasi guna memenuhi
tuntutan perubahan.
(2) Perubahan susunan Pejabat Pengelola sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) ditetapkan oleh Gubernur.
Paragraf 2
Pengangkatan
Pasal 21
(1) Pengangkatan dalam jabatan dan penempatan Pejabat
Pengelola Rumah Sakit ditetapkan berdasarkan kompetensi
dan kebutuhan praktik bisnis yang sehat.
(2) Kompetensi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan
kualitas dan kualifikasi berupa prestasi, dedikasi, loyalitas
dan sikap perilaku tidak tercela yang diperlukan dalam tugas
jabatan.
(3) Kebutuhan praktik bisnis yang sehat sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) merupakan kesesuaian antara kebutuhan
jabatan, kualitas dan kualifikasi sesuai kemampuan keuangan
Rumah Sakit.
(4) Direktur, Kepala Sub Bagian Tata Usaha dan Kepala Seksi
diangkat dan diberhentikan oleh Gubernur atas usulan Kepala
Dinas.
Paragraf 3
- 17 -
Paragraf 3
Persyaratan
Pasal 22
Syarat untuk dapat diangkat menjadi Direktur adalah:
a. seorang tenaga medis yang memenuhi kriteria keahlian,
integritas, kepemimpinan dan pengalaman di bidang
perumahsakitan;
b. berkelakuan baik dan memiliki dedikasi untuk
mengembangkan usaha guna kemandirian Rumah Sakit;
c. mampu melaksanakan perbuatan hukum dan tidak pernah
menjadi pemimpin perusahaan yang dinyatakan pailit;
d. berstatus PNS/Non PNS
e. bersedia membuat surat pernyataan kesanggupan untuk
menjalankan praktik bisnis yang sehat di Rumah Sakit; dan
f. memenuhi syarat administrasi kepegawaian.
Pasal 23
Syarat untuk dapat diangkat menjadi Kepala Sub Bagian Tata
Usaha adalah:
a. berstatus PNS;
b. berpendidikan minimal sarjana dan memenuhi kriteria
keahlian, integritas dan kepemimpinan;
c. mampu melaksanakan perbuatan hukum dan tidak pernah
merugikan pemerintah dan/atau rumah sakit;
d. bersedia membuat surat pernyataan kesanggupan untuk
menjalankan prinsip pengelolaan keuangan yang sehat di
Rumah Sakit;
e. mampu menjalankan ketatausahaan dan mengelola aset
secara efektif dan efisien; dan
f. memenuhi syarat administrasi kepegawaian.
Pasal 24
Syarat untuk dapat diangkat menjadi Kepala Seksi Pelayanan
Medis adalah :
a. berstatus PNS;
b. berpendidikan minimal sarjana dan memenuhi kriteria
keahlian, integritas, kepemimpinan;
c. mampu melaksanakan perbuatan hukum dan tidak pernah
merugikan pemerintah dan/atau rumah sakit;
d. bersedia
- 18 -
d. bersedia membuat surat pernyataan kesanggupan untuk
menjalankan program Pelayanan Medis, Keperawatan dan
Penunjang di rumah sakit;
e. mampu mengkoordinasi kegiatan peningkatan mutu
pelayanan medis, pelayanan keperawatan dan penunjang
f. memenuhi syarat administrasi kepegawaian.
Pasal 25
Syarat untuk dapat diangkat menjadi Kepala Seksi Upaya
Kesehatan Masyarakat dan Penelitian dan Pengembangan
adalah :
a. berstatus PNS;
b. berpendidikan minimal sarjana dan memenuhi kriteria
keahlian, integritas, kepemimpinan;
c. mampu melaksanakan perbuatan hukum dan tidak pernah
merugikan pemerintah dan/atau rumah sakit;
d. bersedia membuat surat pernyataan kesanggupan untuk
menjalankan, mengkoordinasikan dan memfasilitasi kegiatan
UKM dan litbang di rumah sakit;
e. mampu menjalankan kegiatan UKM dan litbang serta
mengelola Sistem Informasi Manajemen Rumah Sakit;
f. memenuhi syarat administrasi kepegawaian.
Bagian Kelima
Organ Pelaksana Instalasi
Pasal 26
(1) Organ pelaksana pada Rumah Sakit adalah Instalasi yang
merupakan unit terkecil kelompok jabatan fungsional yang
langsung memberikan pelayanan tertentu kepada masyarakat
secara berkesinambungan dan pada tempat/lokasi yang relatif
tetap.
(2) Instalasi dikoordinasikan oleh seorang koordinator.
(3) Koordinator sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diangkat
oleh Direktur.
Bagian Keenam
Organisasi Pendukung
Paragraf 1
Satuan Pengawas Internal
Pasal 27
(1) SPI merupakan perangkat Rumah Sakit yang bertugas
melakukan pengawasan dan pengendalian internal dalam
rangka membantu Direktur Rumah Sakit guna meningkatkan
efektivitas dan efisiensi kinerja keuangan dan non-keuangan
Rumah Sakit.
(2) Pengawasan
- 19 -
(2) Pengawasan dan pengendalian internal sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) untuk mengawasi apakah kebijakan
pimpinan telah dilaksanakan dengan sebaik-baiknya oleh
bawahannya sesuai dengan peraturan perundang-undangan
untuk mencapai tujuan organisasi.
(3) SPI berada di bawah dan bertanggungjawab kepada Direktur.
(4) SPI dibentuk dan ditetapkan dengan Keputusan Direktur.
Paragraf 2
Komite Keperawatan
Pasal 28
Guna membantu Direktur dalam menyusun Standar Pelayanan
Keperawatan dan memantau pelaksanaannya, mengatur
kewenangan (previlege) perawat, mengembangkan pelayanan
keperawatan, program pendidikan, pelatihan dan penelitian serta
mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi keperawatan,
maka dibentuk Komite Keperawatan.
Pasal 29
(1) Komite Keperawatan merupakan organisasi non struktural
yang berada di bawah serta bertanggungjawab kepada
Direktur.
(2) Susunan Komite Keperawatan terdiri dari seorang Ketua
merangkap anggota, seorang wakil ketua merangkap anggota,
seorang sekretaris merangkap anggota dan anggota sebanyak
5 orang.
(3) Komite Keperawatan dibentuk dan ditetapkan dengan
Keputusan Direktur dengan masa pengabdian 5 (lima) tahun.
(4) Pengurus Komite Keperawatan merupakan hasil pemilihan
yang dilakukan oleh para perawat di rumah sakit.
(5) Pengurus Komite Keperawatan yang telah mengakhiri masa
pengabdiannya dapat dipilih kembali.
Pasal 30
Dalam menjalankan tugasnya Komite Keperawatan wajib
menjalin kerjasama yang harmonis dengan Komite Medis,
Manajemen Keperawatan dan Instalasi terkait.
Paragraf 3
Komite Lain
Pasal 31
(1) Selain Komite Medis dan Komite Keperawatan pada dapat
dibentuk komite lain untuk penyelenggaraan fungsi tertentudi
Rumah Sakit sesuai kebutuhan dan perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi dalam rangka meningkatkan mutu
pelayanan dan keselamatan pasien.
(2) Komite
- 20 -
(2) Komite lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa
Komite:
a. Farmasi dan Terapi
b. Pencegahan dan Pengendalian Infeksi
c. Pengendalian resistensi antimikroba
d. Etika dan Hukum
e. Promosi Kesehatan Rumah Sakit (PKRS);
f. Manajemen Resiko dan Keselamatan Pasien
g. Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit
(K3RS)
h. Penanggulangan HIV Rumah Sakit;
i. Penanggulangan TB dengan strategi DOTS;
j. Petugas Kesehatan lainnya; dan
k. Akreditasi.
BAB IV
TATA KELOLA STAF MEDIS
Bagian Kesatu
Kelompok Staf Medis
Paragraf 1
Umum
Pasal 32
(1) Staf Medis di Rumah Sakit terdiri dari Dokter Umum, Dokter
Gigi, Dokter Spesialis Paru, Dokter Subspesialis Paru, Dokter
Spesialis Radioterapi, Dokter Spesialis Anak, Dokter Spesialis
Penyakit Dalam, Dokter Spesialis Jantung, Dokter Spesialis
Bedah Thoraks, Dokter Spesialis Radiologi, Dokter Spesialis
Patologi Klinik, Dokter Spesialis Patologi Anatomi, Dokter
Spesialis Anestesi, Dokter Spesialis Rehabilitasi Medis dan
Dokter Spesialis/Sub Spesialis lainnya yang bekerja purna
waktu maupun paruh waktu di unit pelayanan Rumah Sakit.
(2) Dokter, dokter gigi, dokter spesialis dan dokter gigi spesialis
yang bekerja purna waktu dan paruh waktu di unit pelayanan
Rumah Sakit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib
menjadi anggota Staf Medis, termasuk unit pelayanan yang
dilakukan kerja sama operasional (outsourcing) dengan rumah
sakit.
Pasal 33
(1) Dalam melaksanakan tugas Staf Medis dikelompokkan sesuai
spesialisasi atau keahliannya atau dengan cara lain dengan
pertimbangan khusus.
(2) Setiap Kelompok Staf Medis paling sedikit terdiri dari 2 (dua)
orang dokter.
(3) Pengelompokan
- 21 -
(3) Pengelompokan Staf Medis sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) berdasarkan spesialisasi/keahlian yang sama
dikelompokkan ke dalam 1 (satu) kelompok Staf Medis
(4) Penggabungan tenaga dokter spesialis dengan
spesialisasi/keahlian yang berbeda dapat dilakukan karena
jumlah dokter spesialis tersebut kurang dari 2 (dua) orang;
Pasal 34
(1) Untuk menjadi anggota Staf Medis, seorang dokter harus
memiliki :
a. Kompetensi yang dibutuhkan;
b. Surat Tanda Registrasi; dan
c. Surat Ijin Praktik di Rumah Sakit.
(2) Selain memenuhi syarat sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
Staf Medis harus memiliki kesehatan jasmani dan rohani yang
laik (fit) untuk melaksanakan tugas dan tanggung-jawabnya
serta memiliki perilaku, moral dan etik yang baik.
Pasal 35
(1) Seorang dokter yang diterima sebagai anggota Staf Medis
mempunyai kewenangan klinis (clinical privilege) yang
ditetapkan oleh Direktur sesuai standar program setelah
mendapat rekomendasi dari Komite Medis.
(2) Kewenangan klinis sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diterbitkan oleh Direktur dalam bentuk surat penugasan
klinis.
(3) Surat penugasan klinis sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
diberikan kepada seorang staf sehingga dapat melakukan
pelayanan medis di Rumah Sakit.
Paragraf 2
Kewenangan dan Penugasan klinis
Pasal 36
(1) Kewenangan masing-masing anggota kelompok Staf Medis
disusun oleh Ketua kelompok dan kemudian diusulkan oleh
Ketua Komite Medis kepada Direktur RS untuk dibuatkan
surat keputusannya.
(2) Penugasan klinis (clinical appointment) diberikan oleh Direktur
kepada seorang staf medis untuk melakukan sekelompok
pelayanan medis di Rumah Sakit berdasarkan daftar
kewenangan klinis yang telah ditetapkan Direktur.
Paragraf 3
- 22 -
Paragraf 3
Tugas dan Fungsi
Pasal 37
Staf Medis mempunyai tugas sebagai pelaksana pelayanan medis,
pendidikan dan pelatihan serta penelitian dan pengembangan di
bidang pelayanan medis.
Pasal 38
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal
35, Staf Medis memiliki fungsi:
a. pelaksanaan kegiatan profesi yang komprehensif meliputi
promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif;
b. pembuatan rekam medik sesuai fakta, tepat waktu, akurat
dan lengkap;
c. peningkatan kemampuan profesi melalui program
pendidikan/pelatihan berkelanjutan; dan
d. penjagaan kualitas pelayanan sesuai standar profesi, standar
pelayanan medis dan etika kedokteran yang sudah ditetapkan.
e. penyusunan, pengumpulan, penganalisaan dan pembuatan
laporan pemantauan indikator mutu klinik.
Paragraf 4
Masa Kerja
Pasal 39
(1) Masa kerja Staf Medis PNS sampai yang bersangkutan
memasuki masa pensiun sesuai peraturan perundang-
undangan.
(2) Masa kerja Staf Medis non-PNS sesuai dengan perjanjian
dan/atau Keputusan Direktur.
Pasal 40
Staf medis diberhentikan dengan hormat karena:
a. telah memasuki masa pensiun/telah selesai masa fungsinya;
b. permintaan sendiri;
c. tidak lagi memenuhi kualifikasi sebagai Staf Medis; dan
d. berhalangan tetap selama 3 (tiga) bulan berturut-turut.
Pasal 41
- 23 -
Pasal 41
Staf Medis dapat diberhentikan tidak dengan hormat apabila
melakukan perbuatan melawan hukum dengan ancaman pidana
lebih dari 5 (lima) tahun.
Paragraf 5
Pembinaan dan Sanksi
Pasal 42
(1) Dalam hal Staf Medis dinilai kurang mampu dan/atau
melakukan tindakan klinik yang tidak sesuai dengan standar
pelayanan sehingga menimbulkan kecacatan dan/atau
kematian maka Komite Medik dapat melakukan pemeriksaan.
(2) Bila hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
membuktikan bahwa Staf Medis melakukan tindakan yang
tidak sesuai dengan standar pelayanan, maka Komite Medik
dapat mengusulkan kepada Direktur agar Staf Medis yang
bersangkutan dikenai sanksi.
(3) Pemberlakuan sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
harus dituangkan dalam bentuk Keputusan Direktur dan
disampaikan kepada Staf Medis yang bersangkutan dengan
tembusan kepada Komite Medik.
(4) Dalam hal Staf Medis yang bersangkutan tidak dapat
menerima sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat
mengajukan sanggahan secara tertulis dalam waktu paling
lama 15 (lima belas) hari sejak diterimanya Keputusan
Direktur.
(5) Dalam waktu paling lama 15 (lima belas) hari sejak
diterimanya surat sanggahan, Direktur harus menyelesaikan
secara adil dan seimbang dengan mengundang semua pihak
yang terkait.
(6) Penyelesaian sebagaimana dimaksud pada ayat (5) bersifat
final.
Pasal 43
(1) Seluruh Staf Medis, yang melakukan pelanggaran terhadap
peraturan perundang-undangan, aturan Rumah Sakit,
klausul-klausul dalam perjanjian kerja atau etika diberikan
sanksi yang beratnya tergantung dari jenis dan berat
ringannya pelanggaran.
(2) Pemberian sanksi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
dilakukan oleh Direktur setelah mendengar pendapat Komite
Medik.
(3) Sanksi
- 24 -
(3) Sanksi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat berupa:
a. teguran lisan atau tertulis;
b. penghentian praktik untuk sementara waktu;
c. pemberhentian dengan tidak hormat bagi staf medis; atau
d. pemutusan perjanjian kerjasebagai staf medis bagi non-
PNS yang masih berada dalam masa kontrak.
Bagian Kedua
Komite Medik
Paragraf 1
Pembentukan
Pasal 44
(1) Komite Medik dibentuk oleh Direktur.
(2) Komite Medik merupakan organisasi yang dibentuk dengan
tujuan untuk menyelenggarakan tata kelola klinis (clinical
governance) yang baik agar mutu pelayanan medis dan
keselamatan pasien lebih terjamin dan terlindungi.
(3) Keanggotaan Komite Medik ditetapkan oleh Direktur dengan
mempertimbangkan sikap profesional, reputasi dan perilaku.
(4) Komite Medik mempunyai masa kerja 5 (lima) tahun.
Paragraf 2
Susunan Organisasi dan Keanggotaan
Pasal 45
Susunan organisasi Komite Medik sekurang-kurangnya terdiri
dari:
a. ketua;
b. sekretaris; dan
c. anggota.
Pasal 46
(1) Ketua Komite Medik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43
huruf a, ditetapkan oleh Direktur dengan memperhatikan
masukan dari staf medis.
(2) Sekretaris Komite Medik sebagaimana dimaksud dalam Pasal
43 huruf b,ditetapkan oleh Direktur berdasarkan rekomendasi
dari Ketua Komite Medik dengan memperhatikan masukan
dari staf medis.
(3) Struktur Organisasi Komite Medik disesuaikan dengan
jumlah staf medis di Rumah Sakit
Pasal 47
- 25 -
Pasal 47
(1) Anggota Komite Medik terbagi ke dalam Subkomite.
(2) Subkomite sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari:
a. Subkomite Kredensial, bertugas menapis profesionalisme
staf medis;
b. Subkomite Mutu Profesi, bertugas mempertahankan
kompetensi dan profesionalisme staf medis; dan
c. Subkomite Etika dan Disiplin Profesi, bertugas menjaga
disiplin, etika dan perilaku profesi staf medis.
Paragraf 3
Tugas dan Fungsi
Pasal 48
(1) Komite Medik mempunyai tugas meningkatkan
profesionalisme staf medis yang bekerja di Rumah Sakit
dengan cara:
a. melakukan kredensial bagi seluruh staf medis yang akan
melakukan pelayanan medis di Rumah Sakit;
b. memelihara mutu profesi staf medis; dan
c. menjaga disiplin, etika dan perilaku profesi staf medis.
(2) Dalam melaksanakan tugas kredensial sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf a Komite Medik memiliki fungsi
sebagai berikut:
a. penyusunan dan pengkompilasian daftar kewenangan
klinis sesuai dengan masukan dari kelompok staf medis
berdasarkan norma keprofesian yang berlaku;
b. penyelenggaraan pemeriksaan dan pengkajian:
1. kompetensi;
2. kesehatan fisik dan mental;
3. perilaku;
4. etika profesi.
c. evaluasi data pendidikan profesional kedokteran;
d. wawancara terhadap pemohon kewenangan klinis;
e. penilaian dan pemutusan kewenangan klinis yang adekuat.
f. pelaporan hasil penilaian kredensial dan menyampaikan
rekomendasi kewenangan klinis kepada Komite Medik;
g. melakukan proses rekredensial pada saat berakhirnya
masa berlaku surat penugasan klinis dan adanya
permintaan dari Komite Medik; dan
h. rekomendasi kewenangan klinis dan penerbitan surat
penugasan klinis.
(3) Dalam
- 26 -
(3) Dalam melaksanakan tugas memelihara mutu profesi staf
medis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hurufb Komite
Medik memiliki fungsi sebagai berikut:
a. pelaksanaan audit medis;
b. rekomendasi pertemuan ilmiah internal dalam rangka
pendidikan berkelanjutan bagi staf medis;
c. rekomendasi kegiatan eksternal dalam rangka pendidikan
berkelanjutan bagi staf medis Rumah Sakit; dan
d. rekomendasi proses pendampingan (proctoring) bagi staf
medis yang membutuhkan.
(4) Dalam melaksanakan tugas menjaga disiplin, etika, dan
perilaku profesi staf medis sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) hurufc Komite Medik memiliki fungsi sebagai berikut:
a. pembinaan etika dan disiplin profesi kedokteran;
b. pemeriksaan staf medis yang diduga melakukan
pelanggaran disiplin;
c. rekomendasi pendisiplinan pelaku profesional di Rumah
Sakit; dan
d. pemberian nasehat/pertimbangan dalam pengambilan
keputusan etis pada asuhan medis pasien.
Pasal 49
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal
46 Komite Medik berwenang:
a. memberikan rekomendasi rincian kewenangan klinis
(delineation of clinical privilege);
b. memberikan rekomendasi surat penugasan klinis (clinical
appointment);
c. memberikan rekomendasi penolakan kewenangan klinis
(clinical privilege) tertentu; dan
d. memberikan rekomendasi perubahan/modifikasi rincian
kewenangan klinis (delineation of clinical privilege);
e. memberikan rekomendasi tindak lanjut audit medis;
f. memberikan rekomendasi pendidikan kedokteran
berkelanjutan;
g. memberikan rekomendasi pendampingan (proctoring); dan
h. memberikan rekomendasi pemberian tindakan disiplin.
Paragraf 4
Panitia Adhoc
Pasal 50
(1) Dalam melaksanakan tugas dan fungsinya Komite Medik
dapat dibantu oleh Panitia adhoc.
(2) Panitia
- 27 -
(2) Panitia adhoc sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan
oleh Direktur berdasarkan usulan Ketua Komite Medik.
(3) Panitia adhoc sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berasal
dari staf medis yang tergolong sebagai mitra bestari.
(4) Staf medis yang tergolong sebagai mitra bestari sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) dapat berasal dari rumah sakit lain,
perhimpunan dokter spesialis, kolegium dokter, kolegium
dokter spesialis dan/atau institusi pendidikan kedokteran.
Paragraf 5
Pembiayaan
Pasal 51
(1) Pengurus Komite Medik berhak memperoleh insentif sesuai
dengan kemampuan keuangan Rumah Sakit.
(2) Pelaksanaan kegiatan Komite Medik dibiayai dengan anggaran
Rumah Sakit sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Paragraf 6
Pembinaan dan Pengawasan
Pasal 52
Pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan Komite Medik
dilakukan oleh Kepala Dinas, dan perhimpunan/asosiasi
perumahsakitan dengan melibatkan perhimpunan atau kolegium
profesi yang terkait sesuai dengan tugas dan fungsinya masing-
masing.
Pasal 53
(1) Pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 52 diarahkan untuk meningkatkan kinerja Komite
Medik dalam rangka menjamin mutu pelayanan medis dan
keselamatan pasien di Rumah Sakit.
(2) Pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dilaksanakan melalui:
a. advokasi, sosialisasi, dan bimbingan teknis;
b. pelatihan dan peningkatan kapasitas sumber daya
manusia; dan
c. monitoring dan evaluasi.
(3) Dalam rangka pembinaan Kepala Dinas dapat memberikan
sanksi administratif berupa teguran lisan dan teguran tertulis.
BAB V
- 28 -
BAB V
TATA KERJA
Pasal 54
(1) Dalam melaksanakan tugasnya setiap pimpinan unit kerjadi
lingkungan Rumah Sakit wajib menerapkan prinsip
koordinasi, integrasi dan sinkronisasi secara vertikal dan
horisontal sesuai tugas masing-masing.
(2) Dalam hal koordinasi, integrasi dan sinkronisasi dilakukan
dengan instansi di luar Rumah Sakit, wajib sepengetahuan
dan/atau persetujuan Pejabat Pengelola.
Pasal 55
(1) Setiap pimpinan unit kerja wajib mengawasi bawahannya
masing-masing dan apabila terjadi penyimpangan, wajib
mengambil langkah-langkah yang diperlukan sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.
(2) Setiap pimpinan unit kerja bertanggung jawab memimpin dan
mengkoordinasikan bawahan, memberikan bimbingan dan
petunjuk bagi pelaksanaan tugas bawahannya serta wajib
menyusun rencana kerja tahunan.
(3) Setiap pimpinan unit kerja wajib mengikuti dan mematuhi
petunjuk dan bertanggung jawab kepada atasan serta
menyampaikan laporan berkala pada waktunya.
(4) Setiap laporan yang diterima oleh setiap pimpinan unit kerja
dari bawahan, wajib dianalisa untuk dipergunakan sebagai
bahan menyusun kebijakan lebih lanjut.
(5) Dalam menyampaikan laporan kepada atasan, tembusan
laporan disampaikan kepada satuan unit kerja lain yang
secara fungsional mempunyai hubungan kerja.
Pasal 56
(1) Kebijakan yang dibuat Direktur merupakan kebijakan yang
bersifat teknis operasional dan tertuang dalam Standard
Prosedur Operasional
(2) Standard Prosedur Operasional sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) merupakan serangkaian instruksi tertulis yang
dibakukan mengenai berbagai proses penyelenggaraan
aktivitas pelayanan, bagaimana dan kapan harus dilakukan,
di mana dan oleh siapa dilakukan.
BAB VI
- 29 -
BAB VI
PENGELOLAAN SUMBER DAYA MANUSIA
Bagian Kesatu
Status Pegawai
Pasal 57
(1) Penyelenggaraan pelayanan di Rumah Sakit dilaksanakan oleh
pegawai Rumah Sakit yang terdiri atas Pegawai dengan status
PNS dan pegawai dengan status Non PNS.
(2) Pegawai dengan status Non PNS sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) berstatus tenaga kontrak merupakan pegawai BLUD
dan dapat diperbaharui apabila pegawai tersebut dibutuhkan
dan memenuhi syarat yang ditentukan BLUD.
(3) Pegawai BLUD Non PNS kontrak dapat diangkat menjadi
pegawai BLUD Non PNS tetap apabila memenuhi persyaratan:
a. mempunyai penilaian kinerja yang baik;
b. lulus seleksi oleh tim seleksi pegawai BLUD Non PNS;
c. formasi memungkinkan; dan
d. telah memperbaharui kontrak kerja 5 (lima) tahun
berturut-turut.
(4) Pegawai BLUD Non PNS yang berstatus tetap sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) tidak dapat diangkat menjadi Pegawai
Negeri Sipil kecuali melalui seleksi penerimaan Calon Pegawai
Negeri Sipil sesuai peraturan perundang-undangan.
(5) Kriteria penilaian pengangkatan Pegawai BLUD Non PNS
tetap, diatur dengan Keputusan Pemimpin BLUD.
Bagian Kedua
Jenis Pegawai
Pasal 58
Jenispegawai Rumah Sakit terdiri dari :
a. tenaga kesehatan; dan
b. tenaga non-kesehatan.
Pasal 59
(1) Tenaga kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58
huruf a terdiri atas:
a. Staf Medis ;
b. tenaga keperawatan; dan
c. tenaga penunjang medik.
(2) Staf
- 30 -
(2) Staf Medis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a
merupakan kelompok profesi medik terdiri dari:
a. Dokter;
b. Dokter Gigi;
c. Dokter Spesialis Paru;
d. Dokter Subspesialis Paru;
e. Dokter Spesialis Radioterapi;
f. Dokter Spesialis Anak;
g. Dokter Spesialis Penyakit Dalam;
h. Dokter Spesialis Jantung;
i. Dokter Spesialis Bedah Thoraks;
j. Dokter Spesialis Radiologi;
k. Dokter Spesialis Patologi Klinik;
l. Dokter Spesialis Patologi Anatomi;
m. Dokter Spesialis Anestesi;
n. Dokter Spesialis Rehabilitasi Medis; dan
o. Dokter Spesialis/Sub Spesialis lainnya yang bekerja purna
waktu maupun paruh waktu yang melaksanakan tugas
profesi meliputi diagnosis, pengobatan, pencegahan akibat
penyakit, peningkatan dan pemulihan kesehatan,
penyuluhan kesehatan, pendidikan dan latihan serta
penelitian dan pengembangan di instalasi dalam jabatan
fungsional.
(3) Tenaga keperawatan fungsional sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf b merupakan kelompok profesi keperawatan
yang melaksanakan tugas profesinya dalam memberikan
asuhan keperawatan di ruang rawat inap, ruang rawat
intensif, ruang gawat darurat dan ruang rawat jalan.
(4) Tenaga penunjang medik sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf c merupakan tenaga fungsional yang terdiri dari:
a. Apotiker;
b. Asisten Apotiker;
c. Radiografer
d. Perekam Medis,
e. Teknisi Elektro Medik;
f. Pranata Laboratorium;
g. Nutrisionist;
h. Sanitarian;
i. Fisioterapis; dan
j. Penyuluh Kesehatan.
Pasal 60
- 31 -
Pasal 60
Tenaga non-kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58
huruf b merupakan tenaga yang bertugas selain sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 59.
Pasal 61
(1) Jumlah pegawai BLUD ditentukan berdasarkan kebutuhan
dan beban kerja yang ada. [
(2) Jenis dan jenjang jabatan diatur sesuai peraturan perundang-
undangan.
(3) Dalam melaksanakan tugas, jenis ketenagaan dikelompokkan
berdasarkan bidang keahliannya.
Bagian Ketiga
Pengangkatan Pegawai
Pasal 62
(1) Pengangkatan pegawai Rumah Sakit dilakukan berdasarkan
pada prinsip efisiensi, ekonomis dan produktif dalam rangka
peningkatan pelayanan.
(2) Mekanisme pengangkatan pegawai tetap berstatus Pegawai
Negeri Sipil dilakukan menurut ketentuan peraturan
perundangan-undangan.
(3) Ketentuan mengenai pengangkatan tenaga tetap berstatus
Non Pegawai Negeri Sipil dan tenaga tidak tetap berstatus
tenaga kontrak diatur dalam Peraturan Gubernur tersendiri.
Bagian Keempat
Penghargaan dan Sanksi
Pasal 63
Untuk mendorong motivasi kerja dan produktivitas, Rumah Sakit
memberikan penghargaan bagi pegawai Rumah Sakit yang
mempunyai kinerja baik dan sanksi bagi yang tidak memenuhi
atau melanggar peraturan perundang-undangan.
Pasal 64
(1) Penghargaan yang diberikan kepada pegawai Rumah Sakit
berstatus PNS dapat berupa:
a. kenaikan pangkat dengan sistem regular atau kenaikan
pangkat pilihan;
b. kenaikan gaji berkala;
c. mendapatkan kesempatan pendidikan yang lebih tinggi;
dan/atau remunerasi.
(2) Penghargaan
- 32 -
(2) Penghargaan yang diberikan kepada pegawai berstatus Non
PNS dan tenaga kontrak dapat berupa:
a. kenaikan upah secara berkala; dan/atau
b. remunerasi.
Pasal 65
Sanksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63 diberikan sesuai
ketentuan peraturan perundang-undangan.
Bagian Kelima
Mutasi Pegawai
Pasal 66
(1) Mutasi pegawai Rumah Sakit dilaksanakan dengan tujuan
untuk peningkatan kinerja dan pengembangan karir.
(2) Mutasi pegawai Rumah Sakit sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dilaksanakan dengan mempertimbangkan:
a. penempatan seseorang pada pekerjaan yang sesuai dengan
pendidikan dan ketrampilannya;
b. masa kerja di unit kerja tertentu;
c. pengalaman pada bidang tugas tertentu;
d. manfaatnya dalam menunjang karir; dan/atau
e. kondisi fisik dan psikis pegawai.
Bagian Keenam
Disiplin Pegawai
Pasal 67
(1) Disiplin pegawai ditunjukkan melalui nilai-nilai ketaatan,
kepatuhan, kesetiaan, keteraturan, dan ketertiban yang
dituangkan dalam:
a. daftar hadir;
b. rekam jejak (track record);dan
c. Penilaian Prestasi Kerja Pegawai.
(2) Pelanggaran terhadap disiplin pegawai sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) diberikan hukuman sesuai tingkat dan jenis
pelanggarannya, dengan ketentuan sebagai berikut:
a. untuk pegawai berstatus PNS sesuai peraturan perundang
undangan yang berlaku;
b. untuk pegawai berstatus Non PNS:
1. hukuman disiplin ringan terdiri dari:
a) teguran lisan; dan/atau
b) teguran tertulis;
2. hukuman
- 33 -
2. hukuman disiplin sedang terdiri dari:
a) penundaan kenaikan gaji berkala untuk paling lama
1 (satu) tahun; dan/atau
b) penurunan gaji sebesar satu kali gaji berkala untuk
paling lama 1 (satu) tahun.
3. hukuman disiplin berat berupa pemutusan hubungan
kerja.
Bagian Keenam
Pemberhentian Pegawai
Pasal 68
(1) Pemberhentian pegawai berstatus PNS dilakukan sesuai
dengan peraturan perundang-undangan.
(2) Pemberhentian pegawai berstatus non PNS dilakukan dengan
ketentuan sebagai berikut :
a. mengundurkan diri;
b. mencapai usia 56 Tahun;
c. meninggal dunia;
d. melanggar perjanjian kerja;
e. masa perjanjian kerja habis;
f. melakukan tindak pidana dengan ancaman hukuman 4
tahun atau lebih;
g. tidak masuk kerja selama 45 hari kerja secara akumulatif
selama 1 tahun tanpa keterangan;
h. berhalangan tetap karena sakitnya sehingga tidak dapat
melaksanakan tugas; dan
i. penyederhanaan organisasi.
BAB VII
REMUNERASI
Pasal 69
(1) Remunerasi merupakan imbalan kerja yang dapat berupa gaji,
tunjangan tetap, honorarium, insentif, bonus atas prestasi,
pesangon, dan/atau pensiun yang diberikan kepada Pejabat
Pengelola, pegawai Rumah Sakit dan Dewan Pengawas yang
ditetapkan oleh Gubernur.
(2) Pemberian remunerasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
berdasarkan prinsip:
a. Proposionalitas, yaitu pertimbangan atas kelas Rumah
Sakit dan tingkat pelayanan;
b. Kesetaraan, yaitu dengan mempertimbangkan industri
pelayanan sejenis; dan
c. Kepatutan, yaitu menyesuaikan kemampuan pendapatan
fungsional Rumah Sakit.
(3) Semua
- 34 -
(3) Semua biaya yang dikeluarkan untuk pemberian remunerasi
dianggarkan dalam DPA paling tinggi 44 % (empat puluh
empat persen) dari realisasi pendapatan rumah sakit.
Pasal 70
(1) Besaran remunerasi bagi pegawai didasarkan pada indikator
penilaian yang meliputi Indeks :
a. dasar;
b. tanggungjawab;
c. kinerja;
d. beban kerja rutin;
e. beban kerja tambahan;
f. risiko kerja;
g. kompensasi; dan
h. beban kerja yang segera (cito).
(2) Besaran Remunerasi bagi pegawai dan Dewan Pengawas
ditetapkan dengan keputusan Direktur.
(3) Perbandingan besaran remunerasi sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) mengacu rumusan dalam Peraturan Gubernur
Jawa Timur tentang Remunerasi
Pasal 71
(1) Pemberian gaji dan tunjangan bagi pegawai berstatus PNS
dialokasikan melalui Anggaran Belanja Tidak Langsung.
(2) Pemberian honorarium bagi pegawai berstatus Non PNS
dialokasikan melalui anggaran Belanja Langsung.
(3) Alokasi anggaran insentif, bonus dan honorarium bagi Pejabat
Pengelola, Pejabat Pelaksana Keuangan, Pejabat Pelaksana
Teknis, Pegawai, Dewan Pengawas, Sekretaris Dewan
Pengawas dan Tim Pembina Rumah Sakit dianggarkan melalui
Anggaran Belanja Langsung.
BAB VIII
STANDAR PELAYANAN MINIMAL
Pasal 72
(1) Untuk menjamin ketersediaan, keterjangkauan dan kualitas
pelayanan yang diberikan oleh Rumah Sakit Direktur
menetapkan Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit.
(2) Standar Pelayanan Minimal sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), harus mempertimbangkan kualitas layanan, pemerataan,
dan kesetaraan layanan serta kemudahan untuk
mendapatkan layanan.
Pasal 73
- 35 -
Pasal 73
Standar Pelayanan Minimal sebagaimana dimaksud dalam Pasal
72 harus memenuhi persyaratan:
a. fokus pada jenis pelayanan;
b. terukur;
c. dapat dicapai;
d. relevan dan dapat diandalkan; dan
e. tepat waktu.
Pasal 74
(1) Fokus pada jenis pelayanan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 73 huruf a, yaitu mengutamakan kegiatan pelayanan
yang menunjang terwujudnya tugas dan fungsi Rumah Sakit.
(2) Terukur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 73 huruf b, yaitu
kegiatan yang dilaksanakan pencapaiannya dapat dinilai
sesuai dengan standar yang telah ditetapkan.
(3) Dapat dicapai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 73 huruf c,
yaitu kegiatan yang dilakukan nyata, dapat dihitung tingkat
pencapaiannya, rasional, sesuai kemampuan dan tingkat
pemanfaatannya.
(4) Relevan dan dapat diandalkan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 73 huruf d, merupakan kegiatan yang sejalan, berkaitan
dan dapat dipercaya untuk menunjang tugas dan fungsi
Rumah Sakit.
(5) Tepat waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 73 huruf e,
yaitu terdapat kesesuaian jadwal dan kegiatan pelayanan yang
telah ditetapkan.
Pasal 75
(3) Rumah Sakit wajib menyusun Laporan Pencapaian Kinerja
Pelayanan paling sedikit 1 (satu) tahun sekali
(4) Laporan Pencapaian Kenerja sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) disampaikan kepada Gubernur melalui Kepala Dinas.
BAB IX
PENGELOLAAN KEUANGAN
Bagian Kesatu
Prinsip
Pasal 76
(1) Pengelolaan keuangan Rumah Sakit berdasarkan pada prinsip
efektifitas, efisiensi dan produktivitas dengan berasaskan
akuntabilitas dan transparansi.
(2) Dalam
- 36 -
(2) Dalam rangka penerapan prinsip sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), Rumah Sakit menerapkan Sistem Akuntansi
berbasis Standar Akuntansi Keuangan dan Standar Akuntansi
Pemerintahan dalam penatausahaan keuangan.
Bagian Kedua
Fleksibilitas
Pasal 77
(1) Dalam pengelolaan keuangan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 76 Rumah Sakit dengan status BLUD penuh
memperoleh fleksibilitas berupa:
a. pengelolaan pendapatan dan biaya;
b. pengelolaan kas;
c. pengelolaan utang;
d. pengelolaan piutang;
e. pengelolaan investasi;
f. pengelolaan barang dan/atau jasa;
g. pengadaan barang;
h. penyusunan akuntansi, pelaporan dan
pertanggungjawaban;
i. pengelolaan surplus dan defisit;
j. pengelolaan dana secara langsung; dan
k. perumusan standar, kebijakan, sistem, dan prosedur
pengelolaan keuangan.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai fleksibilitas sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), diatur dalam Peraturan Gubernur
tersendiri.
Bagian Ketiga
Tarif Pelayanan
Pasal 78
(1) Rumah Sakit dapat memungut biaya kepada masyarakat
sebagai imbalan atas barang dan/atau jasa layanan yang
diberikan.
(2) Imbalan atas barang dan/atau jasa layanan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), ditetapkan dalam bentuk tarif yang
disusun atas dasar perhitungan biaya satuan per unit layanan
atau hasil per investasi dana.
(3) Tarif sebagaimana dimaksud pada ayat (2), termasuk imbalan
hasil yang wajar dari investasi dana dan untuk menutup
seluruh atau sebagian dari biaya per unit layanan.
Pasal 79
- 37 -
Pasal 79
(1) Tarif layanan rawat jalan, gawat darurat, rawat inap beserta
pelayanan penunjangnya ditetapkan dengan Peraturan
Gubernur atas usulan Direktur melalui Kepala Dinas
Kesehatan.
(3) Penetapan tarif layanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dan ayat (2), mempertimbangkan kontinuitas dan
pengembangan layanan, daya beli masyarakat, serta kompetisi
yang sehat.
(4) Dalam menetapkan besaran tarif sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), Gubernur dapat membentuk tim.
(5) Anggota Tim sebagaimana dimaksud pada ayat (4), dapat
berasal dari:
a. Perangkat Daerah Provinsi Jawa Timur yang membidang
urusan pemerintahan dibidang kesehatan;
b. Perangkat Daerah Provinsi Jawa Timur yang membidang
urusan pemerintahan dibidang Keuangan;
c. unsur perguruan tinggi;
d. organisasi profesi; dan
e. rumah sakit.
Pasal 80
(1) Peraturan Gubernur tentang tarif layanan Rumah Sakit dapat
dilakukan perubahan sesuai kebutuhan dan perkembangan
keadaan.
(2) Perubahan tarif sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat
dilakukan secara keseluruhan maupun per unit layanan.
(3) Proses perubahan tarif sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dan (2), berpedoman pada ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 79.
Bagian Keempat
Perencanaan dan Penganggaran
Pasal 81
(1) Kepala Rumah Sakit wajib menetapkan Rencana Strategis
Rumah Sakit setiap 5 (lima) tahun sekali.
(2) Rencana Strategis Rumah Sakit sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) harus seusai dengan Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Daerah.
(3) Sebelum ditetapkan, Rancangan Rencana Strategis
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terlebih dahulu
dikoordinasikan dengan Badan Perencanaan Pembangunan
Daerah Provinsi untuk memastikan kesesuaian dengan
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah.
Pasal 82
- 38 -
Pasal 82
(1) Rencana Strategis sebagaimana dimaksud dalam Pasal
81 dijabarkan dalam rencana kerja dan RBA Rumah Sakit.
(2) RBA sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun berdasar
prinsip anggaran berbasis kinerja, perhitungan akuntansi
biaya menurut jenis layanan, kebutuhan pendanaan dan
kemampuan pendapatan yang diperkirakan akan diterima dari
masyarakat, badan lain, APBD, APBN dan sumber-sumber
pendapatan BLUD lainnya.
(3) RBA sebagaimana dimaksud pada ayat (2) memuat:
a. kinerja tahun berjalan;
b. asumsi makro dan mikro;
c. target kinerja;
d. analisis dan perkiraan biaya satuan;
e. perkiraan harga;
f. anggaran pendapatan dan biaya;
g. besaran persentase ambang batas;
h. prognose laporan keuangan;
i. perkiraan maju (forward estimate);
j. rencana pengeluaran investasi/modal; dan
k. ringkasan pendapatan dan biaya untuk konsolidasi dengan
RKA-SKPD/APBD.
(4) RBA sebagaimana dimaksud pada ayat (3), disertai dengan
usulan program, kegiatan, standar pelayanan minimal dan
biaya dari keluaran yang akan dihasilkan.
Bagian Kelima
Pendapatan dan Biaya
Paragraf 1
Pendapatan
Pasal 83
Pendapatan Rumah Sakit dapat bersumber dari:
a. jasa layanan;
b. hibah;
c. hasil kerjasama dengan pihak lain;
d. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah;
e. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara; dan
f. lain-lain pendapatan Rumah Sakit yang sah.
Pasal 84
(1) Pendapatan Rumah Sakit yang bersumber dari jasa layanan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 83 huruf a berupa
imbalan yang diperoleh dari jasa layanan yang diberikan
kepada masyarakat.
(2) Pendapatan
- 39 -
(2) Pendapatan Rumah Sakit yang bersumber dari hibah
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 83 huruf b berupa hibah
terikat dan/atau hibah tidak terikat.
(3) Hasil kerjasama dengan pihak lain sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 83 huruf c berupa perolehan dari kerjasama
operasional, sewa menyewa dan usaha lainnya yang
mendukung tugas dan fungsi Rumah Sakit.
(4) Pendapatan Rumah Sakit yang bersumber dari Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 83 huruf d merupakan pendapatan yang berasal
dari otorisasi kredit anggaran Pemerintah Daerah dan bukan
dari pendapatan pembiayaan APBD;
(5) Pendapatan Rumah Sakit yang bersumber dari Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 83 huruf e berupa pendapatan yang berasal dari
pemerintah dalam rangka pelaksanaan dekonsentrasi
dan/atau tugas pembantuan dan lain-lain.
(6) Lain-lain pendapatan Rumah Sakit yang sah sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 83 huruf f, antara lain:
a. hasil penjualan kekayaan yang tidak dipisahkan;
b. hasil pemanfaatan kekayaan;
c. jasa giro;
d. pendapatan bunga;
e. keuntungan selisih nilai tukar rupiah terhadap mata uang
asing;
f. komisi, potongan ataupun bentuk lain sebagai akibat dari
penjualan dan/atau pengadaan barang dan/atau jasa oleh
Rumah Sakit; dan
g. hasil investasi.
Pasal 85
(1) Seluruh pendapatan Rumah Sakit sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 83, kecuali yang berasal dari hibah terikat, dapat
dikelola langsung untuk membiayai pengeluaran Rumah Sakit
berdasarkan RBA.
(2) Hibah terikat sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
diperlakukan sesuai peruntukannya.
(3) Seluruh pendapatan Rumah Sakit sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 83 dilaksanakan melalui rekening kas Rumah
Sakit dan dicatat dalam kode rekening kelompok pendapatan
asli daerah pada jenis lain-lain pendapatan asli daerah yang
sah dengan obyek pendapatan Rumah Sakit.
(4) Seluruh
- 40 -
(4) Seluruh pendapatan sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
dilaporkan kepada Pejabat Pengelola Keuangan Daerah setiap
triwulan.
(5) Format laporan pendapatan sebagaimana dimaksud pada ayat
(4), sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.
Paragraf 2
Biaya
Pasal 86
(1) Biaya Rumah Sakit terdiri dari:
a. biaya operasional; dan
b. biaya non operasional.
(2) Biaya operasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
a, mencakup seluruh biaya yang menjadi beban Rumah Sakit
dalam rangka menjalankan tugas dan fungsinya.
(3) Biaya non operasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf b, mencakup seluruh biaya yang menjadi beban Rumah
Sakit dalam rangka menunjang pelaksanaan tugas dan
fungsinya.
(4) Biaya Rumah Sakit sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
dialokasikan untuk membiayai program peningkatan
pelayanan, kegiatan pelayanan dan kegiatan pendukung
pelayanan.
(5) Pembiayaan program dan kegiatan sebagaimana dimaksud
pada ayat (4), dialokasikan sesuai dengan kelompok, jenis,
program dan kegiatan.
Pasal 87
(1) Biaya operasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 86 ayat
(1) huruf a, terdiri dari:
a. biaya pelayanan; dan
b. biaya umum dan administrasi.
(2) Biaya pelayanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
a, mencakup seluruh biaya operasional yang berhubungan
langsung dengan kegiatan pelayanan.
(3) Biaya pelayanan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), terdiri
dari:
a. biaya pegawai;
b. biaya bahan;
c. biaya jasa pelayanan;
d. biaya pemeliharaan;
e. biaya
- 41 -
e. biaya barang dan jasa; dan
f. biaya pelayanan lain-lain.
(4) Biaya umum dan administrasi sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf b, mencakup seluruh biaya operasional yang
tidak berhubungan langsung dengan kegiatan pelayanan.
(5) Biaya umum dan administrasi sebagaimana dimaksud pada
ayat (4), terdiri dari:
a. biaya pegawai;
b. biaya administrasi kantor;
c. biaya pemeliharaan;
d. biaya barang dan jasa;
e. biaya promosi; dan
f. biaya umum dan administrasi lain-lain.
Pasal 88
Biaya non operasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 86
ayat (1) huruf b terdiri dari:
a. biaya bunga;
b. biaya administrasi bank;
c. biaya kerugian penjualan aset tetap;
d. biaya kerugian penurunan nilai; dan
e. biaya non operasional lain-lain.
Pasal 89
(1) Seluruh pengeluaran biaya Rumah Sakit yang bersumber dari
biaya operasional dan non operasional sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 86 dilaporkan kepada Pejabat Pengelola
Keuangan Daerah setiap triwulan.
(2) Seluruh pengeluaran biaya Rumah Sakit sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), dilakukan dengan menerbitkan Surat
Perintah Membayar Pengesahan yang dilampiri dengan Surat
Pernyataan Tanggungjawab.
Pasal 90
(1) Pengeluaran biaya Rumah Sakit diberikan fleksibilitas dengan
mempertimbangkan volume kegiatan pelayanan.
(2) Fleksibilitas pengeluaran biaya Rumah Sakit sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), merupakan pengeluaran biaya yang
disesuaikan dengan perubahan pendapatan dalam ambang
batas Rencana Bisnis Anggaran yang telah ditetapkan secara
definitif.
(3) Fleksibilitas
- 42 -
(3) Fleksibilitas pengeluaran biaya rumah sakit sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), hanya berlaku untuk biaya Rumah
Sakit yang berasal dari pendapatan selain dari APBN/APBD
dan hibah terikat.
(4) Dalam hal terjadi kekurangan anggaran, Direktur mengajukan
usulan tambahan anggaran dari APBD kepada Gubernur
melalui Sekretaris Daerah.
Pasal 91
(1) Ambang batas RBA sebagaimana dimaksud dalam Pasal 90
ayat (2), ditetapkan dengan besaran prosentase.
(2) Besaran prosentase sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
ditentukan dengan mempertimbangkan fluktuasi kegiatan
operasional Rumah Sakit.
(3) Besaran prosentase sebagaimana dimaksud pada ayat (2),
ditetapkan dalam RBA Rumah Sakit oleh Tim Anggaran
Pendapatan Daerah.
(4) Prosentase ambang batas tertentu sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), merupakan kebutuhan yang dapat
diprediksi, dapat dicapai, terukur, rasional dan dapat
dipertanggungjawabkan.
(5) Besaran prosentase ambang batas dalam RBA dan DPA
Rumah Sakit sebagaimana dimaksud pada ayat (4) sesuai
ketentuan yang berlaku.
BAB X
PENGELOLAAN LINGKUNGAN RUMAH SAKIT
DAN SUMBER DAYA LAINNYA
Pasal 92
(1) Rumah Sakit wajib menjaga lingkungan, baik internal
maupun eksternal.
(2) Pengelolaan lingkungan Rumah Sakit sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) untuk mendukung peningkatan mutu pelayanan
rumah sakit yang berorientasi kepada keamanan,
kenyamanan, kebersihan, kesehatan, kerapian,keindahan dan
keselamatan.
Pasal 93
(1) Pengelolaan lingkungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
92 ayat (2) meliputi pengelolaan limbah,yang terdiri dari
limbah medik dan limbah non medik.
(2) Tata
- 43 -
(2) Tata laksana pengelolaan limbah sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) mengacu pada ketentuan perundang-undangan.
Pasal 94
(1) Pengelolaan sumber daya lain terdiri dari sarana, prasarana,
gedung dan jalan dilakukan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
(2) Pengelolaan sumber daya sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dimanfaatkan seoptimal mungkin untuk kepentingan mutu
pelayanan dan kelancaran pelaksanaan tugas pokok dan
fungsi Rumah Sakit.
BAB XI
HAK DAN KEWAJIBAN
Bagian Kesatu
Hak dan Kewajiban Pasien
Pasal 95
(1) Hak pasien meliputi :
a. memperoleh layanan yang manusiawi, adil, jujur, dan
tanpa diskriminasi;
b. memperoleh layanan kesehatan yang bermutu sesuai
dengan standar profesi dan standar prosedur operasional;
c. memperoleh pelayanan yang efektif dan efisien sehingga
pasien terhindar dari kerugian fisik dan materi;
d. memilih Dokter serta kelas perawatan sesuai dengan
keinginannya dan peraturan yang berlaku di Rumah Sakit;
e. meminta konsultasi tentang penyakit yang dideritanya
kepada Dokter lain yang mempunyai Surat Izin Praktik
baik di dalam maupun di luar Rumah Sakit;
f. mendapatkan privasi dan kerahasiaan penyakit yang
diderita termasuk data-data medisnya;
g. mendapatkan informasi yang meliputi diagnosis dan tata
cara tindakan medis, tujuan tindakan medis, alternatif
tindakan, risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi, dan
prognosis terhadap tindakan yang dilakukan serta
perkiraan biaya pengobatan;
h. memberikan persetujuan atau menolak atas tindakan yang
akan dilakukan oleh Tenaga Kesehatan terhadap penyakit
yang dideritanya;
i. didampingi keluarganya dalam keadaan kritis;
j. menjalankan
- 44 -
j. menjalankan ibadah sesuai agama atau kepercayaan yang
dianutnya selama hal tersebut tidak mengganggu pasien
lainnya;
k. memperoleh keamanan dan keselamatan dirinya selama
dalam perawatan di Rumah Sakit;
l. mengajukan usul, saran, perbaikan atas perlakuan Rumah
Sakit terhadap dirinya;
m. menolak pelayanan bimbingan rohani yang tidak sesuai
dengan agama dan kepercayaan yang dianut;
n. mendapatkan perlindungan atas rahasia kedokteran
termasuk kerahasiaan rekam medik;
o. mendapatkan akses terhadap isi rekam medis;
p. memberikan persetujuan atau menolak untuk menjadi
bagian dalam suatu penelitian kesehatan;
q. menyampaikan keluhan atau pengaduan atas pelayanan
yang diterima;
r. mengeluhkan pelayanan Rumah Sakit yang tidak sesuai
standar pelayanan melalui media cetak dan elektronik
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
dan
s. menggugat dan/atau menuntut Rumah Sakit apabila
Rumah Sakit diduga memberikan pelayanan yang tidak
sesuai dengan standar baik secara perdata ataupun
pidana.
(2) Kewajiban Pasien:
a. mematuhi peraturan yang berlaku di Rumah Sakit;
b. menggunakan fasilitas rumah sakit secara
bertanggungjawab;
c. menghormati hak-hak pasien lain, pengunjung dan hak
Tenaga Kesehatan serta petugas lainnya yang bekerja di
rumah sakit ;
d. memberikan informasi yang jujur, lengkap dan akurat
sesuai kemampuan dan pengetahuannya tentang masalah
kesehatannya;
e. memberikan informasi mengenai kemampuan finansial dan
jaminan kesehatan yang dimilikinya;
f. mematuhi rencana terapi yang direkomendasikan oleh
Tenaga Kesehatan di rumah sakit dan disetujui oleh Pasien
yang bersangkutan setelah mendapatkan penjelasan sesuai
ketentuan peraturan perundangundangan;
g. menerima segala konsekuensi atas keputusan pribadinya
untuk menolak rencana terapi yang direkomendasikan oleh
Tenaga Kesehatan dan/atau tidak mematuhi petunjuk
yang diberikan oleh Tenaga Kesehatan dalam rangka
penyembuhan penyakit atau masalah kesehatannya; dan
h. memberikan imbalan jasa atas pelayanan yang diterima.
Bagian
- 45 -
Bagian Kedua
Hak dan Kewajiban Dokter
Pasal 96
(1) Dokter dalam melaksanakan praktik kedokteran mempunyai
hak :
a. memperoleh perlindungan hukum sepanjang
melaksanakan tugas sesuai dengan standar profesi dan
standar prosedur operasional;
b. memberikan pelayanan medis menurut standar profesi dan
standar prosedur operasional
c. memperoleh informasi yang lengkap dan jujur dari pasien
atau keluarganya; dan
d. menerima imbalan jasa.
(2) Dokter dalam melaksanakan praktik kedokteran mempunyai
kewajiban:
k. memberikan pelayanan medis sesuai dengan standar
profesi dan standar prosedur operasional serta kebutuhan
medis pasien;
l. merujuk pasien ke dokter lain yang mempunyai keahlian
atau kemampuan yang lebih baik, apabila tidak mampu
melakukan suatu pemeriksaan atau pengobatan;
m. merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang
pasien, bahkan juga setelah pasien itu meninggal dunia;
n. melakukan pertolongan darurat atas dasar
perikemanusiaan, kecuali bila ia yakin ada orang lain yang
bertugas dan mampu melakukannya; dan
o. menambah ilmu pengetahuan dan mengikuti
perkembangan ilmu kedokteran.
Bagian ketiga
Hak dan Kewajiban Rumah Sakit
Pasal 97
(1) Dalam rangka pemberian layanan kesehatan, Rumah Sakit
mempunyai hak:
a. menentukan jumlah, jenis dan kualifikasi sumber daya
manusia sesuai dengan kualifikasi rumah sakit;
b. menerima imbalan jasa pelayanan serta menentukan
renumerasi,insentif dan penghargaan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan;
c. melakukan kerja sama dengan pihak lain dalam rangka
mengembangkan pelayanan;
d. menerima
- 46 -
d. menerima bantuan dari pihak lain sesuai dengan
ketentuan perundang-undangan;
e. menggugat pihak yang mengakibatkan kerugian;
f. mendapatkan perlindungan hukum dalam melaksanakan
pelayanan kesehatan; dan
g. mempromosikan layanan kesehatan yang ada di rumah
sakit sesuai dengan ketentuan perundang-undangan
(2) Dalam rangka pemberian layanan kesehatan Rumah Sakit
berkewajiban :
a. memberikan informasi yang benar tentang pelayanan
Rumah Sakit kepada masyarakat;
b. memberikan pelayanan kesehatan yang aman, bermutu,
antidiskriminasi dan efektif dengan mengutamakan
kepentingan pasien sesuai dengan standar pelayanan
rumah sakit;
c. memberikan pelayanan gawat darurat kepada pasien
sesuai dengan kemampuan pelayanannya;
d. berperan aktif dalam memberikan pelayanan kesehatan
pada bencana sesuai dengan kemampuan pelayanannya;
e. menyediakan sarana dan pelayanan bagi masyarakat tidak
mampu atau miskin;
f. melaksanakan fungsi sosial antara lain dengan
memberikan fasilitas pelayanan pasien tidak
mampu/miskin,pelayanan gawat darurat tanpa uang
muka,ambulance gratis,pelayanan korban bencana dan
kejadian luar biasa,atau bakti sosial bagi misi
kemanusiaan;
g. membuat, melaksanakan dan menjaga standar mutu
pelayanan kesehatan di rumah sakit sebagai acuan dalam
melayani pasien;
h. menyelenggarakan rekam medik;
i. menyediakan sarana dan prasarana umum yang layak
antara lain sarana ibadah, parkir, ruang tunggu,sarana
untuk orang cacat, wanita menyusui,anak-anak, usia
lanjut;
j. melaksanakan sistem rujukan;
k. menolak keinginan pasien yang bertentangan dengan
standar profesi dan etika serta peraturan perundang-
undangan;
l. memberikan informasi yang benar,jelas dan jujur mengenai
hak dan kewajiban pasien;
m. menghormati dan melindungi hak-hak pasien;
n. melaksanakan
- 47 -
n. melaksanakan etika Rumah Sakit;
o. memiliki sistem pencegahan kecelakaan dan
penanggulangan bencana;
p. melaksanakan program pemerintah di bidang kesehatan
baik secara regional maupun nasional;
q. membuat daftar tenaga medis yang melakukan praktek
kedokteran dan tenaga kesehatan lainnya;
r. menyusun dan melaksanakan peraturan internal Rumah
Sakit (hospital by laws);
s. menjamin hak petugas yang bekerja di Rumah Sakit;
t. melindungi dan memberikan bantuan hukum bagi semua
petugas rumah sakit dalam melaksanakan tugas;
u. memberlakukan seluruh lingkungan Rumah Sakit sebagai
kawasan tanpa rokok; dan
v. mengupayakan keamanan pasien, pengunjung dan petugas
di Rumah Sakit.
BAB XII
KERAHASIAAN INFORMASI MEDIS
Pasal 98
(1) Informasi medis/rekam medis merupakan berkas yang
berisikan catatan dan dokumen tentang identitas pasien,
pemeriksaan, pengobatan, tindakan dan pelayanan lain yang
telah diberikan kepada pasien;
(2) Informasi tentang identitas, diagnosis, riwayat penyakit,
riwayat pemeriksaan dan riwayat pengobatan pasien harus
dijaga kerahasiaannya oleh dokter, tenaga kesehatan tertentu,
petugas pengelola dan pimpinan Rumah Sakit;
(3) Informasi tentang identitas, diagnosis, riwayat penyakit,
riwayat pemeriksaan dan riwayat pengobatan dapat dibuka
dalam hal :
a. untuk kepentingan kesehatan pasien
b. memenuhi permintaan aparatur penegak hukum dalam
rangka penegakan hukum atas perintah pengadilan;
c. permintaan dan/atau persetujuan pasien sendiri;
d. permintaan institusi/lembaga berdasarkan ketentuan
perundang-undangan; dan
e. untuk kepentingan penelitian, pendidikan dan audit medis
sepanjang tidak menyebutkan identitas pasien.
(4) Permintaan informasi medis untuk tujuan sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) harus dilakukan tertulis kepada
Direktur.
(5) Penjelasan
- 48 -
(5) Penjelasan tentang isi rekam medis hanya boleh dilakukan
oleh dokter yang merawat dengan izin tertulis pasien atau
berdasarkan peraturan perundang-undangan;
(6) Direktur dapat menjelaskan isi rekam medis secara tertulis
atau langsung kepada pemohon tanpa izin pasien berdasarkan
peraturan perundang-undangan.
BAB XIII
KONTRAK DAN KERJASAMA
Pasal 99
(1) Rumah Sakit dapat memberikan jasa layanan di bidang
kesehatan kepada pihak penjamin berdasarkan kebutuhan
dari pihak penjamin melalui kontrak kerjasama;
(2) Jasa layanan di bidang kesehatan dengan pihak penjamin
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) antara lain berupa
kerjasama layanan pasien Badan Penyelenggara Jaminan
Sosial Kesehatan, Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
Ketenagakerjaan dan Asuransi Kesehatan lainnya;
(3) Rumah Sakit dapat melakukan Kerja Sama Operasional
dengan pihak lain untuk meningkatkan layanan di bidang
kesehatan
BAB XIV
KETENTUAN LAIN-LAIN
Pasal 100
(1) Dalam hal pegawai Rumah Sakit dituntut karena kesalahan
yang berkaitan dengan institusi, maka Rumah Sakit
bertanggungjawab selama kesalahan yang dilakukan masih
mengikuti aturan atau Standar Prosedur Operasional.
(2) Dalam hal tuntutan yang diajukan merupakan kesalahan
yang berkaitan dengan individu, maka Rumah Sakit tidak
bertanggung jawab selama kesalahan yang dilakukan tidak
mengikuti aturan atau Standar Prosedur Operasional yang
diberlakukan.
BAB XV
- 49 -
BAB XV
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 101
Peraturan Gubernur ini mulai berlaku pada tanggal
diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan
pengundangan Peraturan Gubernur ini dengan penempatannya
dalam Berita Daerah Provinsi Jawa Timur.
Ditetapkan di Surabaya
pada tanggal
GUBERNUR JAWA TIMUR
Dr. H. SOEKARWO
- 50 -
Diundangkan di Surabaya
pada tanggal 1 Desember 2016
an. SEKRETARIS DAERAH PROVINSI
JAWA TIMUR
Kepala Biro Hukum
Dr.HIMAWAN ESTU BAGIJO, SH.,MH
Pembina Utama Muda
NIP. 19640319 198903 1 00111 010
BERITA DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR TAHUN 2016 NOMOR 122
SERI E.
LAMPIRAN PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR
NOMOR : 122 TAHUN 2016
TANGGAL : 1 DESEMBER 2016
PERATURAN INTERNAL (HOSPITAL BY LAWS)
RUMAH SAKIT PARU SURABAYA
A. IDENTITAS RUMAH SAKIT PARU SURABAYA
1. Nama rumah sakit : Rumah Sakit Paru Surabaya.
2. Jenis rumah sakit : Rumah Sakit Khusus Paru.
3. Kelas rumah sakit : Rumah Sakit Khusus Kelas C.
4. Alamat rumah sakit : Jl. Karang Tembok Nomor 39 Surabaya.
B. LAMBANG RUMAH SAKIT PARU SURABAYA
Keterangan:
1. Perisai Ungu :
Melambangkan kekuatan dan kesungguhan para karyawan Rumah Sakit
Paru Surabaya yang menjadi dasar Rumah Sakit dalam memberikan
pelayanan yang terbaik terhadap pasien.
2. Padi Hijau :
Melambangkan kesejahteraan dan kesehatan para pasien yang diberikan
melalui pelayanan di Rumah Sakit Paru Surabaya.
3. Pita emas bertuliskan Rumah Sakit Paru Surabaya:
melambangkan ikatan persatuan dan kesatuan para karyawan dalam
melayani pasien dengan sepenuh hati serta kesetiaan para karyawan untuk
mengabdi di Rumah Sakit Paru Surabaya.
4. Lingkaran putih dan hijau :
Melambangkan perlindungan/protektif dan pelayanan yang tak terbatas
kepada para pasien.
5. Palang Putih :
Sebagai tanda perlindungan yang akan diberikan oleh para karyawan
terhadap pasien yang berobat, dan dirawat di Rumah Sakit Paru Surabaya.
GUBERNUR JAWA TIMUR
ttd.
Dr. H. SOEKARWO