gerakan sosial pelestarian hutan di indonesia: …
TRANSCRIPT
GERAKAN SOSIAL PELESTARIAN HUTAN DI
INDONESIA: STUDI KASUS GERAKAN HUTAN ITU
INDONESIA (HII)
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Sosial (S.Sos)
Oleh :
NINING NIA KODARNINGSIH
11141110000053
PROGRAM STUDI SOSIOLOGI
FAKULTAS ILMU SOSIAL ILMU POLITIK
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2019
v
ABSTRAK
Penelitian ini menganalisis Hutan itu Indonesia (HII) menggunakan
perspektif gerakan sosial dan teori perubahan sosial. Dalam pembahasannya akan
melihat bagaimana perubahan yang terjadi dalam upaya pelestarian hutan melalui
HII dan strategi yang digunakan HII untuk mencapai perubahan tersebut.
Pendekatan dalam penelitian ini menggunakan tipe penelitian kualitatif dan untuk
memperoleh data melalui observasi, wawancara, dan dokumentasi. Kerangka
teori menggunakan persepektif gerakan sosial, khususnya konsep perubahan
menurut David Aberle serta strategi mobilisasi partisipan.
Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa HII sebagai sebuah gerakan
sosial masuk dalam kategori reformative movement karena HII sebagai sebuah
gerakan menginginkan adanya perubahan dalam masyarkat tanpa adanya
perlawanan atau penolakan terhadap kebijakan pemerintah saat ini. Perubahan
dalam upaya pelestarian hutan melalui HII terjadi dalam tiga sektor yaitu individu,
masyarakat, dan hutan. Strategi yang digunakan untuk mencapai perubahan
tersebut adalah secara privat dan publik.
Kata Kunci: Hutan itu Indonesia (HII), gerakan sosial, perubahan sosial, dan
Strategi Mobilisasi Partisipasi.
vi
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat dan
karunia-Nya penulisan Skripsi berjudul Gerakan Sosial dan Pelestarian Hutan di
Indonesia: Studi Kasus Hutan Itu Indonesia (HII) dapat terselesaikan. Shalawat
serta salam tak lupa tercurahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW.
Atas rasa syukur ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih
kepada berbagai pihak yang selama ini telah membantu dan mendukung penulis
dalam skripsi ini.
1. Bapak Prof. Drs. Ali Munhanif, MA,Ph.D selaku Dekan Fakultas Ilmu
Sosial dan Ilmu Politik Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta,
2. Ibu Dr. Cucu Nurhayati, M.Si selaku Ketua Program Studi Sosiologi UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Bapak M. Hasan Anshori, Ph.D selaku pembimbing skripsi yang telah
sangat membantu membimbing, menasehati, memberi masukan,
mengajarkan dengan baik kepada penulis yang memiliki banyak
kekurangan ini sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.
4. Seluruh jajaran Dosen Program Studi Sosiologi FISIP UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.
5. Para staff pengurus Bidang Akademik dan Bidang Administrasi FISIP
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
6. Skripsi ini saya persembahkan kepada Bapak Sopiin (alm) yang telah
menyangi sepenuh hati serta Ibu Rahayu yang tak pernah lelah
menyayangi, menemani, dan memeberi semangat kepada penulis sehingga
tak pernah nyerah dalam menulis skripsi ini.
7. Keluarga besar yang tak pernah lelah mendoakan, menyemangati penulis
agar segera menyelesaikan skripsi ini.
vii
8. Sahabat kecilku Istiqomah Aisyiyah yang telah menemani dan membantu
penulis dari mulai pendaftaran masuk ke Universitas Islam Negeri (UIN),
saat perkuliahan dan sampai saat ini.
9. Siti Asiah Melati, Viki Ni’mah Muzayyadah, Hani Hanifah, Tina
Ramadanti yang telah membantu, memotivasi, dan menemani baik suka
maupun duka dari masa Opak hingga saat ini.
10. Tim Inti, Tim Harian, dan Sukarelawan Hutan itu Indonesia (HII) yang
telah menyambut baik kehadiran penulis serta mengizinkan penulis untuk
turut serta dalam berbagai kegiatan yang dilakukan.
11. Teman-teman Sosiologi B 2014 Aldi, Vicky, Shofi, Bayu, Fahmaiar, Edo,
Ghayda, Alif, Tina, Isma, Hanif, Azizah, Deni, Restu, Risma, Bisri, Nita,
Prayogo, Sikah, Shonyo, Fulki, Mela, Hani, Viki, Aji, Shabrina, Novia,
Habibah, Afni, yang telah belajar bersama-sama berbagi suka dan duka
selama masa perkuliahan.
12. Ciwi-ciwi Akhsana Lulu, Novia, Ariani, Desi Anggun, dan Istiqomah
yang selalu memberi semangat, dan memotivasi penulis.
13. Teman-teman Fisip mengajar terutama angkatan 2014 yang telah
menemani dan memberi pengalaman yang berharga untuk belajar
bersama-sama terutama Devina yang selalu memberi semangat,
mendoakan, dan memotivasi penulis.
14. KKN Abdi Bangsa 72 yang telah memberi motivasi kepada penulis agar
cepat menyelesaikan skripsi ini.
Penulis juga menyampaikan ucapan yang sama kepada semua pihak yang
telah terlibat secara langsung maupun tidak langsung dalam proses penelitian
ini. Semoga Allah SWT membalas kebaikan mereka dan menjadikannya
sebagai bagian dari amal ibadah.
Ciputat, 29 April 2019
Nining Nia Kodarningsih
viii
DAFTAR ISI
LEMBAR JUDUL .................................................................................... i
LEMBAR PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME ....................... ii
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ..................................... iii
LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRIPSI .................. iv
ABSTRAK .............................................................................................. v
KATA PENGANTAR ........................................................................... vi
DAFTAR ISI ........................................................................................ viii
DAFTAR TABEL .................................................................................. x
DAFTAR GAMBAR ............................................................................. xi
BAB I PENDAHULUAN
A. Pernyataan Masalah ..................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ...................................................................... 10
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian .................................................. 10
D. Tinjauan Pustaka ........................................................................ 11
E. Kerangka Teoritis ....................................................................... 17
1. Konsep Gerakan Sosial .......................................................... 17
2. Perubahan Sosial Dalam Gerakan Sosial ............................... 19
3. Strategi Mobilisasi Partisipasi Untuk Mencapai Perubahan .. 23
F. Metode Penelitian ....................................................................... 25
1. Pendekatan Penelitian Kualitatif ......................................... 25
2. Jenis dan Sumber Data ......................................................... 26
3. Metode Pengumpulan Data .................................................. 27
4. Metode Analisis Data ........................................................... 30
G. Sistematika Penulisan ................................................................ 30
BAB II PROFIL HUTAN ITU INDONESIA (HII)
A. Latar Belakang Terbentuknya HII ............................................. 32
B. Visi dan Misi HII ....................................................................... 35
C. Tim HII ....................................................................................... 35
D. Nilai-Nilai HII ............................................................................ 36
E. Program dan Kegiatan ................................................................ 42
BAB III PELESTARIAN HUTAN MELALUI HII
A. Kampanye, Knowladge, dan Perubahan Perilaku Sosial ........... 57
B. Strategi Mobilisasi Partisipasi untuk Mencapai Perubahan ....... 62
ix
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan ................................................................................ 71
B. Saran ........................................................................................... 72
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
x
DAFTAR TABEL
Tabel 1.A.1 Rekapitulasi Luas Kebakaran Hutan & Lahan (Ha)
per Provinsi di Indonesia tahun 2015-2018 ........................ 3
Tabel 1.E.1 Types of Social Movement by Change Orientation ............ 21
Tabel 1.E.2 Strategi Partisipasi untuk Mencapai Prubahan ................... 24
Tabel 1.F.1 Daftar Nama-Nama Informan ............................................. 29
Tabel II.C.1 Daftar Nama-Nama Tim HII ............................................. 35
Tabel III.B.1 Strategi Mobilisasi Partisipasi .......................................... 68
xi
DAFTAR GAMBAR
Gambar II.A.1 Simbol HII ..................................................................... 34
Gambar II.D.1 Sertifikat Adopsi Pohon ................................................. 42
Gambar II.E.1 Kegiatan Kelas Suka Hutan 2017 .................................. 44
Gambar II.E.2 Kegiatan Ku Lari Hutan 2 .............................................. 45
Gambar II.E.3 Pengisi Acara Musika Foersta ........................................ 47
Gambar II.E.4 Buku Saku Hutan itu Beragam ....................................... 49
Gambar II.E.5 Pelaksanaan Hore Hutan ................................................ 52
Gambar III.B.1 Penjelasan Tentang HII ................................................ 64
Gambar III.B.2 Sharing Tentang Hutan dan Penjelasan HII .................. 65
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Pernyataan Masalah
Hutan didefinisikan sebagai suatu wilayah dengan luas lebih dari 6,25
hektar dengan pohon dewasa lebih tinggi dari 5 meter dan tutupan kanopi lebih
besar dari 30 persen. Luas wilayah Indonesia adalah 120,6 juta hektar atau 63
persen dari seluruh wilayah daratan yang ditetapkan sebagai Kawasan Hutan.
Kawasan hutan dikelola dengan tiga fungsi, pertama Hutan Produksi (HP) yang
mencangkup area seluas 68,8 juta hektar atau 57 persen dari Kawasan Hutan.
Kedua Hutan Konservasi mencangkup total area 22,1 juta hektar atau 18 persen
(dengan tambahan 5,3 juta hektar area konservasi laut). Ketiga Hutan Lindung
memiliki fungsi daerah aliran sungai dengan mencangkup sisa 29,7 juta hektar
atau 25 persen (http://www.menlhk.go.id/downlot.php?file=SoiFo.pdf diunduh
pada 28 Oktober 2018).
Hutan merupakan bagian integral dan tidak terpisahkan dari kehidupan
masyarakat yang hidup di sekitarnya. Pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya
hutan di setiap masyarakat desa hutan memiliki ciri khas tersendiri (local spesific)
sesuai dengan karakteristik budaya masyarakat yang tinggal di dalam dan sekitar
hutan. Sumberdaya hutan diartikan sebagai sumberdaya alam yang memiliki nilai
ekonomi, religius, politik, sosial, dan budaya. Oleh karena itu, kelangsungan
hidup masyarakat dan hutan sangat tergantung dari ketersediaan sumber daya
hutan yang ada di sekitar lingkungannya (Nugraha,2005:11).
2
Sebagai sumber daya alam, hutan memiliki fungsi sangat penting untuk
kehidupan. Tajuk pohon yang banyak dan berlapis-lapis pada tanaman yang ada di
hutan akan sangat membantu untuk menahan energi potensial air hujan yang jatuh
sehingga aliran air tidak terlalu besar. Hal ini akan mengurangi kerusakan tanah,
baik erosi percikan maupun erosi alur. Kondisi ini akan membantu kesuburan
tanah dan penyerapan air tanah. Secara global hutan adalah paru-paru dunia
karena akan menyerap karbondioksida diudara dan melepaskan oksigen yang
lebih banyak yang sangat bermanfaat bagi makhluk hidup di dunia (Nagel, 2011).
Hutan sangat berharga bagi kehidupan flora, fauna, dan manusia, dalam
rangka peringatan Hari Hutan Internasional 2016, Ibu Siti Nurbaya sebagai
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan menyatakan bahwa hutan Indonesia
memiliki peran strategis sebagai sistem penopang kehidupan yang harus di
refleksikan dalam pengelolaan yang arif, berwawasan lingkungan, seimbang
antara konservasi dan ekonomi pendukung termasuk kemandirian energi dan
kedaulatan. Selain berpengaruh terhadap lingkungan di Indonesia, hutan yang
dimiliki oleh Indonesia juga berpengaruh terhadap lingkungan global, karena luas
hutan tropis Indonesia merupakan salah satu hutan terluas di dunia. Hutan tropis
Indonesia menduduki urutan ketiga di dunia setelah Brazil dan Demokrasi Kongo
(https://www.google.com/amp/s/nationalgeographic.grid.id/amp/13304531/hutan-
untuk-penopang-kehidupan diakses pada 7 April 2019).
Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan menyatakan dari tahun 2013
hingga tahun 2015 luas kebakaran di seluruh provinsi Indonesia mengalami
peningkatan. Pada tahun 2013 luas kebakaran di Indonesia sebesar 4.918,74 ha,
3
tahun 2014 sebesar 44.411,36 ha, dan pada tahun 2015 sebesar 261.060,44 ha.
Sedangkan dari tahun 2015 samapai tahun 2018 luas kebakaran hutan menurun.
Tahun 2016 luas kebakaran sebesar 14.604, 84 ha, tahun 2017 sebesar 11.127,49
ha, dan tahun 2018 sebesar 4.666,39 ha
(http://sipongi.menlhk.go.id/hotspot/luas_kebakaran dikases pada 10 Oktober
2018). Supaya lebih jelas bisa dilihat tabel dibawah ini:
Tabel I.A.1 Rekapitulasi Luas Kebakaran Hutan dan Lahan (Ha) Per
Provinsi Di Indonesia Tahun 2013-2018
No Provinsi 2013 2014 2015 2016 2017 2018
1 Aceh - 155,66 - - 797,00 12,00
2 Bali 60,50 30,00 8,50 - 35,0 -
3 Bangka
Belitung
- - - - - -
4 Banten - 2,00 - - - -
5 Bengkulu - 5,25 181,00 - - -
6 DKI
Jakarta
- - - - - -
7 Gorontalo - - 2.082,74 - - -
8 Jambi 199,10 3.470,61 19.528,00 36,80 306,13 28,87
9 Jawa Barat 252,80 552,69 3.292,40 - 6,44 -
10 Jawa
Tengah
31,20 159,76 6.995,34 - - -
11 Jawa Timur 1.352,14 4.975,32 975,95 - 16,00 -
12 Kalimantan
Barat
22,70 3.556,10 3.191,98 1.859,05 761,33 571,47
4
13 Kalimantan
Selatan
417,50 341,00 1.714,89 160,00 1.073,40 26,00
14 Kalimantan
Tengah
3,10 4.022,85 122.882,90 912,89 734,38 451,08
15 Kalimantan
Timur
- 325,19 19.179,86 1.197,20 175,97 2,10
16 Kalimantan
Utara
- - - 3,00 - -
17 Kepulauan
Riau
- - - - 56,10 130,72
18 Lampung - 22,80 19.695,86 - 4,00 -
19 Maluku - 179,83 3.394,48 - 41,00 2,00
20 Maluku
Utara
- 6,50 60,00 - - -
21 Nusa
Tenggara
Barat
12,00 3.977,55 1.462,04 - 103,00 -
22 Nusa
Tenggara
Timur
649,90 980,87 372,43 64,37 159,83 -
23 Papua - 300,00 1.792,44 - - -
24 Papua
Barat
- - - - - -
25 Riau 1.077,50 6,301,10 4.040,50 1.928,26 1.109,36 2.841,
11
26 Sulawesi
Barat
- - - - 20,00 -
27 Sulawesi
Selatan
40,50 483,10 720,40 18,91 29,75 52,50
28 Sulawesi
Tengah
1,00 70,73 - - - -
29 Sulawesi
Tenggara
13,00 2.410,86 57,82 184,86 1.639,81 254,22
30 Sulawesi
Utara
0,25 236,,06 18.268,93 - 10,33 0,63
31 Sumatera
Barat
- 120,50 - - 5,33 70,50
32 Sumatera
Selatan
484,15 8.504,86 30.984,98 266,49 2.602,90 11,98
5
33 Sumatera
Utara
295,40 3.219,90 177,00 7.973,01 1.471,93 211,21
34 Yogyakarta 6,00 0,27 - - - -
TOTAL 4.918,7
4
44.411,3
6
261.060,4
4
14.604,
84
11.127,4
9
4.666,
39
Sumber: SiPongi.menlhk.go.id
Berdasarkan tabel diatas, kebakaran hutan yang terjadi di beberapa provinsi
di Indonesia seperti Kepualauan Riau, Sulawesi Selatan, Sumatera Barat, dan
Riau luas hutan yang terbakar mengalami peningkatan pada tahun 2018 bila
dibandingkan dengan tahun 2017. Luas kebakaran hutan Kepulauan Riau naik
dari 56,10 ha menjadi 130,72 ha, Sulawesi Selatan naik dari 29,75 ha menjadi
52,50, Sumatera Barat naik dari 5,33 ha menjadi 70,50 ha, kenaikan terbesar
terjadi di Provinsi Riau dimana luas kebakaran sebesar 1.109,36 ha menjadi
2.841,11 ha.
Salah satu penyebab kebakaran hutan yaitu dengan membuka lahan
perkebunan seperti perkebunan kelapa sawit, perkebunan karet, perkebunan
jagung dan sebagainya. Sektor minyak sawit adalah pendorong utama deforestasi
di Asia tenggara, dimana 14,5 juta ha hutan dihancurkan untuk komuditas antara
tahun 2010 dan 2015. Tahun 2018 Greenpeace International mengungkap bahwa
para pemasok minyak sawit ke perusahaan merek-merek konsumen terbesar di
dunia seperti Nestle, Mondelez, dan Unilever telah menghancurkan area hutan
dengan luas dua kali lipat Singapura dalam kurun waktu kurang dari 3 tahun
(https://www.greenpeace.org/indonesia/siaran-pers/2959/50-juta-hektar-hutan-
6
dunia-hancur-sementara-sektor-minyak-sawit-di-indonesia-tidak-direformasi/
diakses pada 21 Mei 2019 ).
CIFOR (Center for International Forestry Research) mencatat setidaknya
empat juta hektar perkebunan sawit yang masih produktif dibangun melalui
deforestasi . Perusahaan-perusahaan yang menjadi anggota asosiasi minyak sawit
berkelanjutan alias Roundtable on Sustainable Palm Oil sss(RSPO) turut terlibat
dalam praktik tersebut dan telah merusak sekitar 20 ribu ha lahan gambut kaya
karbon 2009 (https://madaniberkelanjutan.id/2018/01/18/ajari-aku-mencintai-
sawit/ diakses pada 21 Mei 2019).
Kelapa sawit adalah tanaman yang paling efisien dan paling murah, dengan
menggunakan lahan sedikit namun mendapatkan hasil yang paling besar dari
minyak nabati lainnya. Pada tahun 2017 industri sawit Indonesia menyumbang
devisa negara sebesar USD 23 miliar atau setara Rp. 300 triliyun. Rekor ini
mengukuhkan industri sawit sebagai industri terbesar perekonomian Indonesia.
Selain menghasilkan devisa negara, kebun sawit juga menghasilkan manfaat
sosial seperti menyerap tenaga kerja pedesaan, mengurangi kemiskinan, dan
menyeimbangan perkembangan wilayah. Kebun sawit juga berkontribusi
lingkungan seperti menyerap karbondioksida, mengahsilkan oksigen, menmabha
stok biomas, konservasi tanah dan air (www.gapki.id diakses pada 21 Mei 2019).
Dalam kehidupan sehari-hari sawit tidak hanya dijadikan sebagai minyak
goreng, tetapi juga dijadikan bahan pada kosmetik, detergen, sabun mandi,
shampo, pasta gigi, krimer kopi, biodiesel yang mengandung alkil ester, koran
7
yang mengandung propilen gikol dan sumber vitamin A & E (www.gapki.id
diakses pada 21 Mei 2019). Dari paparan diatas bisa dilihat bahwa sawit memiliki
banyak manfaat sehingga sawit sangat dibutuhkan dalam kehidupan sehari-hari.
Meskipun teknik membakar memang diizinkan sesuai dengan Undang-
Undang Nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan
Hidup. Undang-undang ini mengatur pembukaan lahan dengan cara dibakar
maksimal luasnya dua hektar. Salah satu kebakaran hutan yang terjadi pada tahun
2015 di Kalimantan Timur melibatkan penghasil kertas Sinar Mas yang biasa
dikenal dengan merek dagang Asia Pulp & Paper (APP). Empat pemasok kayu
yang terlibat dalam kebakaran tahun 2015 merupakan mitra dengan pengaruh
signifikan termasuk adanya hubungan kepemilikan dan pengelolaan, perusahaan
APP/Sinar Mas membeli kayu dari PT. Fajar Surya Swadaya pemasok dari
Kalimantan Timur yang melakukan deforestasi
(http://eyesontheforest.or.id/news/siaran-pers-kamh-menuntut-transparansi-
appsinar-mas-tentang-perusahaan-pemasok-kayu diakses pada 12 Juni 2019).
Tidak dipungkiri kertas menjadi salah satu benda yang diperlukan sehari-hari.
Semakin banyaknya kertas yang digunakan sehari-hari semakin luas pula pohon
yang ditebang sehingga luas hutan semakin menyusut.
Dari paparan diatas bisa dilihat bahwa kerusakan hutan secara tidak
langsung dipengaruhi oleh gaya hidup masyarakat sehari-hari. Berbagai macam
dampak yang ditimbulkan dengan berkurangnya luas hutan setiap tahun seperti
perubahan iklim, berkurangnya flora dan fauna, sehingga membuat beberapa
orang sadar akan pentingnya hutan untuk keberlangsungan hidup. Oleh sebab itu
8
saat ini muncul gerakan-gerakan yang berfokus pada lingkungan diantaranya
adalah WALHI (Wahana Lingkungan Hidup Indonesia), KOPHI (Koalisi
Pemuda Hijau Indonesia), ASRI (Alam Sehat Lestari) LindungiHutan,
Greenpeace, dan sebagainya.
Berdasarkan gerakan lingkungan yang telah disebutkan diatas bisa dilihat
bahwa masih sedikit gerakan lingkungan yang berfokus pada hutan. Salah satu
gerakan lingkungan yang fokus pada hutan adalah Hutan itu Indonesia (HII).
Hutan itu Indonesia (HII) merupakan sebuah gerakan terbuka untuk
menumbuhkan kecintaan terhadap hutan dan menyadarkan bahwa hutan sangat
berpengaruh untuk kehidupan sehingga hutan perlu dijaga. Gerakan ini muncul
atas keprihatinan terhadap hutan yang ada di Indonesia karena luas hutan setiap
tahunnya mengalami penurunan mereka khawatir generasi berikutnya tidak bisa
melihat dan merasakan manfaat dari hutan ( observasi, Jakarta, 11 Maret 2018).
Hutan itu Indonesia (HII) aktif berkampanye positif baik dalam
menyadarkan bahwa hutan itu tidak hanya sekedar pohon dan harus dijaga, serta
mengajak masyarakat untuk ikut serta menjaga dan mencintai hutan dengan
mengadakan berbagai macam program dan kegiatan yang menarik sehingga
masyarakat tertarik untuk bergabung. Program-program tersebut antara lain:
Adopsi Pohon, Petisi Jaga Hutan, Youth-for-Youth, Musika Foresta, Fun run #Ku
Lari ke Hutan, Pesona Hutan, Jamuan Hutan, KelasSukaHutan (observasi, Jakarta
Timur, 30 Juli 2018, lihat juga di https://hutanitu.id)
Jika biasanya gerakan lingkungan fokus pada mengajak masyarakat untuk
menanam pohon, berbeda dengan Hutan Indonesia yang mengajak masyarakat
9
untuk mengadopsi pohon. Adopsi pohon yaitu memberikan dana operasional
sebesar Rp 200.000 kepada masyarakat untuk melakukan penjagaan terhadap
hutan seperti patroli di dalam hutan. Mereka memiliki prinsip bahwa pohon yang
sudah ada perlu dijaga karena jika pohon yang sudah ada tidak dijaga lama-
kelaman akan hilang dan butuh waktu lama jika harus menunggu tumbuhan yang
baru ditanam belum lagi jika tumbuhan yang baru ditanam tersebut tidak
diperhatikan maka mereka rusak (observasi, Jakarta Utara, 13 November 2018).
Berbagai kajian tentang gerakan sosial khususnya terkait hutan telah
banyak dilakukan. Diantaranya fokus pada upaya pelestarian hutan dengan
potensi ekonomi, lingkungan, memanfaatkan kearifan lokal, peran sebuah
lembaga dan melibatkan masyarakat sekitar hutan. Dari semua penelitian yang
penulis telusuri hanya sedikit dari berbagai penelitian tersebut yang memberikan
aspek perubahan sosial sebagai tujuan dari gerakan sosial. Maka oleh karena
inilah mengapa riset ini mengambil fokus pada perubahan sosial.
Berdasarkan uraian diatas, Hutan itu Indonesia (HII) menjadi menarik bagi
peneliti untuk diteliti secara sosiologis dengan menggunakan persepektif gerakan
sosial. Penelitian ini akan menggunakan teori gerakan sosial dengan fokus pada
aspek perubahan sosial. Secara lebih spesifik penelitian ini ingin melihat
perubahan perilaku yang terjadi dengan adanya Hutan itu Indonesia (HII) dan
strategi yang digunakan untuk mencapai perubahan tersebut. Dengan demikian,
penelitian ini mengambil judul “Gerakan Sosial dan Pelestarian Hutan di
Indonesia: Studi Kasus Hutan itu Indonesia (HII)”.
10
B. Rumusan Masalah
Dari paparan diatas, maka peneliti merumuskan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana perubahan perilaku sosial yang terjadi terkait pelestarian hutan
melalui gerakan Hutan itu Indonesia (HII)?
2. Strategi apa yang dipilih oleh gerakan Hutan itu Indonesia (HII) untuk
mencapai perilaku tersebut?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini diantaranya yaitu:
1. Mendeskripsikan perubahan perilaku sosial terkait pelestarian hutan di
Indonesia dengan adanya gerakan Hutan itu Indonesia (HII).
2. Mendeskripsikan strategi yang digunakan oleh gerakan Hutan itu Indonesia
(HII) untuk melihat perubahan perilaku sosial.
Manfaat dari penelitian ini yaitu :
1. Secara teoritis, hasil penelitian ini diharapkan mampu menjelaskan dan
memberikan gambaran tentang upaya pelestarian hutan Indonesia melalui teori
gerakan sosial dengan fokus pada perubahan sosial dan strategi yang digunakan
untuk mencapai perubahan perilaku sosial terkait dengan adanya gerakan Hutan
itu Indonesia (HII).
2. Secara praktis, penelitian ini dapat dijadikan rujukan oleh pemerintah dalam
membuat kebijakan yang ramah hutan dan lingkungan. Penelitian ini juga
diharapkan dapat memberi informasi terkait gerakan Hutan itu Indonesia (HII)
11
dan memperkaya pengetahuan khususnya mahasiswa dalam bidang sosiologi
mengenai perubahan dalam gerakan sosial di bidang lingkungan khususnya di
bidang kehutanan.
D. Tinjauan Pustaka
Penelitian yang membahas tentang hutan khususnya untuk melestarikan hutan
sudah banyak dilakukan diantaranya adalah sebagai berikut:
P. Julius F. Nagel yang berjudul “ Pelestarisan Hutan Dalam Hubungannya
Dengan Lingkungan Dan Potensi Ekonomi” (dimuat dalam Jurnal PESAT
(Psikologi, Ekonomi, Sastra, Arsitektur & Sipil), Universitas Gunadarma, Volume
4, Oktober 2011). Penelitian ini membahas tentang pelestarian serta manfaat
hutan untuk lingkungan dan ekonomi masyarakat. Kesadaran masyarakat dalam
menata kelestarian lingkungan dituduh sebagai penyebab terjadinya krisis yang
berkempanjangan. Sumber data atau informasi yang diperoleh berasal dari jurnal
dan literatur karena penelitian ini termasuk riset sekunder.
Hasil dari penelitian diatas adalah bahwa kerusakan hutan terjadi karena
aktivitas manusia. Agar lingkungan tetap terjaga salah satu caranya yaitu dengan
menjaga hutan sehingga menciptakan iklim yang seimbang. Kayu, obat-obatan,
dan makanan merupakan salah satu sumber daya alam yang dihasilkan oleh hutan
dan tentunya memiliki nilai ekonomi. Nilai ekonomi juga salah satu manfaat
yang dihasilkan oleh hutan selain manfaat dalam aspek lingkungan.
Hananto Widhiaksono dalam skripsinya “Upaya Mempertahankan Kelestarian
Hutan Dengan Memanfaatkan Kearifan Lokal Pada Masyarakat Desa Hutan”,
12
(Skripsi Universitas Sebelas Maret, 2009) yang membahas bahwa masyarakat
desa hutan memiliki kearifan lokal. Penelitian ini menggunakan metode
kualitatif. Selain itu, observasi juga digunakan untuk mengamati dan mengetahui
berbagai proses yang berlangsung dalam interaksi sosial masyarakat. Serta
menggunakan wawancara mendalam untuk mencari penjelasan-penjelasan yang
lebih detail dari informan.
Hasil dari penelitian ini yaitu mengetahui bahwa masyarakat Hutan memiliki
kearifan lokal dalam upaya mempertahankan melestarikan hutan. Pikiran,
perilaku dan berbagai benda yang dimiliki oleh warga masyarakat desa hutan
adalah sebuah interaksi yang dapat ikut serta dalam mendukung kelestarian
sumber daya hutan milik KPH Perhutani Cepu.
Yanuar Ibrahim A dalam risetnya “Lingkungan Suksesi Organisasi Sukarela
(Studi Kasus Koalisi Pemuda Hijau Indonesia)” (dimuat dalam Jurnal Indonesian
Journal of Sociology and Education Policy, Universitas Negeri Jakarta, Volume
2, Nomor 2, Juli 2017) menganalisa bahwa dalam organisasi sukarela salah satu
permasalahan kasus suksesi adalah perpecahan pengurus orgaisasi dan
ketergantungan terhadap pemimpin yang dominan. Metode yang digunakan
dalam riset ini adalah kualitatif melalui studi kasus.
Hasil dari penelitian ini ialah komponen lingkungan organisasi seperti
ekonomi, teknologi, sosial budaya, politik/legal secara tidak langsung membentuk
dinamika proses suksesi pada organisasi sukarela. Kondisi budaya organisasi
merupakan aspek fundamental yang menopang pembentukan strategi suksesi
13
organisasi sukarela. Lingkungan organisasi dan budaya organisasi menghasilkan
suatu strategi suksesi.
Prawestya Tunggul Damayatanti yang berjudul “Upaya Pelestarian Hutan
Melalui Pengelolaan Sumberdaya Hutan Bersama Masyarakat” dimuat dalam
Jurnal Komunitas Volume 3, No. 1, Tahun 2011) tentang upaya pelestarian hutan
yang melibatkan masyarakat dalam pengelolaan dan pemanfaatan hutan secara
lestari sesuai dengan fungi dan peruntukannya. Sesuai dengan Surat Keputusan
Ketua Dewan Pengawas Perum Perhutani NO. 136/KTPS/DIR/ 2001 Tentang
Pengelolaan Sumberdaya Hutan Bersama Masyarakat, yang disingkat menjadi
PHBM. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif.
Hasil dari penelitian ini yaitu upaya peningkatan pelestarian hutan yang
dilakukan perhutani dalam sistem PHBM yaitu dengan merangkul dan bermitra
dengan masyarakat sekitar hutan. Sebanyak 25 persen dari hasil produksi kayu
dianggap sebagai wujud kompensasi yang diberikan perhutani kepada masyarakat
desa. Dari partisipasi inilah bisa didapatkan hasil yang cukup relevan seperti
menurunnya tingkat kerusakan hutan, menurunnya kasus pencurian, berkurangnya
lahan kosong karena peran aktif masyarakat dalam mengelola lahan dan
melakukan kegiatan reboisasi.
Penelitian selanjutnya dilakukan oleh Azwir, dkk berjudul “Peran Lembaga
Peutua Uteun (Panglima Hutan) Dalam Melestarikan Hutan Di Pedalaman
Kecamatan Geumpang Kabupaten Pidie”, dimuat dalam Jurnal JESBIO, Vol.V
No. 2, November 2016. Penelitian ini membahas peran Peutua Uteun sebagai
lembaga adat untuk melestarikan hutan. Metode yang digunakan adalah deksriptif
14
serta menggunakan wawancara, observasi, dan dokumentasi untuk mendapatkan
informasi.
Penelitian ini menyimpulkan bahwa keberadaan Peutua Uteun memiliki
peranan penting dalam mendidik dan mengajak masyarakat sekitar hutan supaya
mau dan mampu ikut terlibat di dalam pengelolaan hutan secara lestari. Peutua
Uteun merangkul serta bermitra dengan masyarakat sekitar hutan sebagai upaya
dalam melestarikan hutan yang ada di Kecamatan Geumpang karena masyarakat
belum sepenuhnya memiliki kesadaran untuk melestarikan hutan selain itu juga
dari belum ada bentuk kerjasama dari pihak pemerintah.
Hendro Ari Wibowo, dkk yang berjudul “Kearifan Lokal Dalam Menjaga
Lingkungan Hidup (Studi Kasus Masyarakat Di Desa Colo Kecamatan Dawe
Kabupaten Kudus” dimuat dalam Journal of Educational Social Studies, Vol. 1,
No. 1, 2012. Penelitian ini membahas tentang kearifan lokal yang ada di Desa
Colo memiliki peran pada lingkungan, serta keterkaitan kearifan lokal dengan
prinsip etika lingkungan hidup. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dan
untuk metode pengumpulan data menggunakan observasi, wawancara, serta
dokumentasi.
Kesimpulan dari penelitian ini adalah masyarakat Desa Colo Kecamatan
Dawe Kabupaten Kudus memiliki peran penting untuk melakukan tindakan
pencegahan kerusakan lingkungan hidup di Kawasan Muria. Gerakan cinta
lingkungan yang berkaitan kearifan lokal berhubungan dengan kepercayaan
masyarakat akan kekuatan diluar manusia yang turut dalam menjaga kelestarian
15
lingkungan. Selain itu, kepercayaan terhadap beberapa pohon yang memiliki
khasiat mujarab seperti Pohon Miranti, Pakis Haji, Pring Towo, dan Parijoto.
Kearifan lokal yang terkait dengan tradisi atau upacara ialah sedekah bumi yang
menjadi sarana komunikasi antara manusia dengan alam.
Veronika Damiati, dkk dalam penelitiannya yang berjudul “Partisipasi
Masyarakat Dalam Melestarikan Kawasan Hutan Lindung Gunung Buduk
Sebagai Sumber Air Bersih Di Desa Idas Kecamatan Noyan Kabupaten Sanggau”.
Dimuat dalam Jurnal Hutan Lestari, Vol. 3 (1), tahun 2015, Fakultas Kehutanan
Universitas Tanjungpura, Pontianak. Penelitian ini membahas konsep pelestarian
hutan sebagai sumber air bersih menurut masyarakat yang tinggal di kawasan
hutan lindung Gunung Buduk. Penelitian ini bersifat deskriptif dalam bentuk
survey dengan teknik wawancara terstruktur dan dibantu dengan menggunakan
kuesioner.
Penelitian ini menggunakan empat faktor variabel penelitian yaitu: umur,
tingkat pendidikan, persepsi masyarkat, dan pengetahuan masyarakat terhadap
manfaat hutan. Hasil dari penelitian ini, usia muda cenderung memiliki tingkat
partisipasi yang tinggi dan peran yang lebih aktif dalam upaya pelestarian
terhadap hutan lindung. Masyarakat di sekitar kawasan hutan lindung Gunung
Buduk memiliki tingkat pendidikan yang rendah, hal ini terjadi karena kurangnya
akses dan pola fikir yang rendah. Dalam konteks persepsi masyarakat hutan
lindung Gunung Buduk mempunyai pesrsepsi yang tinggi. Sedangkan dalam
pengetahuan masyarakat terhadap manfaat hutan, masyarakat di daerah hutan
lindung ini memiliki pengetahuan yang tinggi. Dari empat faktor individu yang
16
dijadikan sebagai variabel penelitian sumber air bersih tidak mempunyai
hubungan antara faktor individu dengan partisipasi masyarakat.
Selanjutnya penelitian yang dilakukan oleh Wuwuh, dkk, berjudul “Gerakan
Sosial Penghijauan Di Lereng Barat Gunung Wilis Oleh Masyarakat Di
Kabupaten Madiun”. Dimuat dalam Jurnal Ilmu Pendidikan Pkn dan Sosial
Budaya, Universitas Terbuka. Indonesia sebagai negara yang memiliki sumber
daya alam dan sumber daya manusia yang besar akan tetapi kerusakan terus
menerus terjadi dipicu karena kurang pedulinya masyarakat terhadap lingkungan.
Sehingga dalam penelitian ini memberi pengetahuan tentang kondisi hutan, flora,
fauna hutan sert memberi pengetahuan tentang kelestarian kepada masyarakat
agar masyarakat lebih peduli dengan lingkunga. Metode yang digunakan adalah
kualitatif, untuk pengambilan data melalui wawancara, observasi mendalam,
dokumentasi. Penelitian ini membahas tentang munculnya sebuah gerakan untuk
menanamkan kesadaran masyarakat dalam meningkatkan penghijauan karena
kerusakan lingkungan yang semakin meningkat.
Hasil dari penelitian ini adalah menunjukkan bahwa telah terjadi kerusakan
hutan di lereng barat G. Wilis Kabupaten Madiun sehingga memerlukan
penghijauan. Kesadaran dan kepedulian masyarakat tentang hutan dan
lingkungan hidup, bisa membrikan dampak postif, seperti sehat, terasa damai dan
tenang. Untuk menghasilkan hal tersebut maka diperlukan perjuangan bersama,
bahu membahu, bekerja sama, bergandeng tangan menanam hutan kembali yang
rusak yakni dengan gerakan sosial seluruh komponen masyarakat.
17
Bisa disimpulkan hasil dari berbagai penelitian diatas semuanya sama-sama
fokus pada lingkungan khususnya melestarikan hutan. Meskipun sama berfokus
pada melestarikan hutan penelitian diatas melibatkan masyarakat yang berada
disekitar hutan tersebut. Berbeda dengan Hutan itu Indonesia (HII) yang
melibatkan masyarakat diperkotaan untuk ikut serta dalam melestarikan hutan.
Selain itu dalam penelitian ini Hutan itu Indonesia (HII) akan dibahas secara
sosiologis menggunakan perspektif gerakan sosial dan melihat perubahan sosial
sebagai tujuan dari gerakan sosial.
E. Kerangka Teoritis
1. Konsep Gerakan Sosial
Della Porta dan Mario Diani (2006) gerakan sosial merupakan proses
sosial yang nyata, dengan beberapa mekanisme dimana para aktor didalamnya, a)
terlibat relasi konflik atau dalam istilah Tarrow “aksi mengacau” (desruptive)
dengan pihak yang dengan jelas diidentifikasikan sebagai lawan, b) memiliki
hubungan dengan jaringan informal, dan c) memiliki identitas kolektif
Gerakan sosial merupakan tindakan kolektif yang terorganisir secara longgar,
tanpa cara terlembaga untuk menghasilkan perubahan dalam masyarakat mereka.
Giddens menyebutkan ada empat komponen dalam mendefinisikan suatu gerakan
sosial, komponen tersebut ialah a) kolektivitas orang yang bertindak bersama, b)
tujuannya bersama tindakannya adalah perubahan tertentu dalam masyarakat
mereka yang ditetapkan partisipan menurut cara yang lama, c) kolektivitasnya
relatif tersebar namun lebih rendah derajatnya daripada organisasi formal, d)
18
tindakannya mempunyai derajat spontanitas relatif tinggi namun tak terlembaga
dan bentuknya tak konvensional (Sztompka, 2014).
Gerakan sosial telah banyak didefinisikan oleh para ahli, McAdam dan Snow
mengkonsepkan gerakan sosial melalui elemen-elemen berikut: a) aksi kolektif
atau bersama, b) tujuan berorientasi pada perubahan, c) memiliki tingkat
organisasi, d) memiliki kesinambungan yang sifatnya temporal, dan e) bersifat
aksi kolektif ekstrainstitusional (di luar kelembagaan) atau campuran
ekstrainstitusional (aksi protes di jalan) dan institusional (lobi). Dari elemen-
elemen diatas gerakan sosial didefinisikan sebagai tindakan kolektif dengan
tingkat organisasi, tingkat kontinuitas, di luar pemerintahan formal, mempunyai
tujuan, atau melakukan penolakan terhadap sebuah aturan, masyarakat, atau
bahkan tatanan dunia (Mc Adam dan Snow, 1997: xviii).
Di Indonesia sendiri gerakan sosial bisa dibilang telah ada semenjak
penjajahan Belanda, dimana beberapa titik tanah nusantara ini terdapat beberapa
pemberontakan dari para petani yang merasa kehidupannya terampas oleh para
pemerintah kolonial. Menyongsong kemerdekaan pun gerakan-gerakan yang
bersifat nasionalis marak tumbuh menjamur di Indonesia pada awal abad ke-20
dan hingga sekarang dimana kemerdekaan telah diraih, dan rezim pun silih
berganti mulai dari rezim orde lama, orde baru, dan kini era reformasi. Berbagai
macam jenis gerakan sosial muncul di Indonesia dengan membawa isu-isu baru
seperti gerakan demokrasi, gerakan feminis, gerakan HAM, gerakan lingkungan
dan sebagainya (Soeharko,2006).
19
Sebutan gerakan sosial baru (GSB) digunakan untuk merujuk pada
fenomena gerakan sosial yang muncul sejak pertengahan 1960-an terutama di
negara-negara maju Amerika Serikat dan Eropa Barat yang telah memasuki era
ekonomi pasca-industrial (post-industrial economy). Wacana gerakan sosial baru
(GSB) ini bermula di negara-negara maju sebagai bagian dari konteks
perkembangan peradaban mereka. Pichardo, (1997) dan Singh, (2001)
berpendapat bahwa GSB ini dipahami dalam dua hal yaitu; pertama GSB
dipahami sebagai suatu tipe gerakan sosial yang memiliki tampilan karakter yang
baru bahkan mungkin unik, kedua akumulasi pengetahuan yang dihasilkan dari
riset tentang GSB dijadikan sebagai suatu paradigma dalam memahami kenyataan
sosial itu sendiri dalam (Suharko,2006).
Gerakan sosial klasik atau lama dicirikan oleh tujuan ekonomi-material
seperti gerakan buruh. Sedangkan GSB lebih berpusat pada tujuan non-material
dan biasanya menekankan pada perubahan\ dalam gaya hidup dan kebudayaan
daripada mendorong perubahan spesifik dalam kebijakan publik, atau perubahan
ekonomi. Dalam struktur, GSB lebih memilih bentuk yang tidak institusional dan
menggati pemimpinannya secara bersekala. Oleh karena itu GSB lebih terbuka,
terdesentralisasi, dan non-hirarki. Partisipan GSB berasal dari berbagai basis
sosial yang melintasi kategori-kategori sosial seperti gender, pendidikan, okupasi
dan kelas (Suharko, 2006).
2. Perubahan Sosial Dalam Gerakan Sosial
Setiap masyarakat pasti mengalami perubahan, karena kehidupan sosial
dinamis. Perubahan sosial merupakan gejala dari kehidupan sosial. Perubahan
20
sosial tidak dapat dipandang hanya dari satu sisi, karena perubahan sosial selalu
menjalar ke berbagai bidangnya (Setiadi & Kolip, 2011:609). Konsep dasar
perubahan sosial mencangkup tiga gagasan: 1) perbedaan; 2) pada waktu berbeda;
dan 3) di antara keadaan sistem sosial yang sama (Stzompka, 2004:30).
Selo Soemardjan mendefinisikan perubahan sosial:
“segala perubahan pada lembaga-lembaga kemasyarakatan di dalam suatu
masyarakat, yang memepengaruhi sistem sosialnya, termasuk di dalamnya
nilai-nilai, sikap-sikap, dan pola-pola peri kelakuan diantara kelompok-
kelompok dalam masyarakat” (Soekamto, 1985:283) dalam (Setiadi & Kolip,
2011: 610).
Perubahan sosial merupakan peristiwa yang terjadi dalam kurun waktu
tertentu yang merupakan proses tergantikannya pola hidup kemasyarakatan yang
lama oleh pola hidup kemsayarakatan yang baru, dengan berubahnya organisasi
sosial-budaya, ekonomi, politik, dan pemahaman masyarakat tentang pandangan
dunia baru karena perkembangan dan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi
(Muhtadi, 2016:18-19).
Perubahan sosial memiliki hubungan erat dengan gerakan sosial seperti yang
telah disampaikan oleh Wood dan Jackson (1982:6) dalam Stzompka (2004:326):
“Perubahan sosial adalah basis yang menentukan ciri-ciri gerakan sosial.
Gerakan sosial berkaitan erat dengan perubahan sosial”
Perubahan sosial sebagai tujuan dari gerakan sosial memiliki dua sisi yang
berbeda yaitu positif dan negatif. Sisi positifnya adalah memperkenalkan sesuatu
yang belum ada (pemerintah atau rezim politik yang baru, adat baru, hukum, atau
pranata baru. Sisi negatifnya adalah menghentikan, mencegah atau membalikan
perubahan yang dihasilkan proses yang tidak berkaitan dengan gerakan sosial.
21
Dalam perubahan sosial, gerakan sosial bisa menjadi penyebab, efek maupun
mediator yang mempengaruhi jalannya perubahan sosial (Sztompka, 2004:327).
Selain itu perubahan sosial yang disebabkan oleh gerakan sosial bisa terjadi
dalam dua tempat yaitu internal dan eksternal. Perubahan dalam internal yaitu
perubahan yang terjadi pada gerakan sosial itu sendiri seperti dalam anggota,
ideologi, hukum, bentuk organisasi, dan sebagainya. Sedangkan perubahan
eksternal dalam masyarakat seperti kultur, hukum, dan sebagainya yang
ditimbulkan oleh umpan balik gerakan terhadap anggotanya dan strukturnya
sendiri, perubahan lingkungan tindakannya maupun sumbangan aktor ( Sztompka,
2004:328).
Aberle membedakan gerakan sosial dari segi kualitas dan kuantitas. Kualitas
dilihat berdasarkan segi perubahan pada ranah individu atau kelompok.
Sedangkan kuantitas dilihat berdasarkan segi perubahan yaitu perubahan total atau
parsial.
Table I.E.1. Types of Social Movement by Change Orientation
Locus of Change
Individual Social Structure
Partial Alternative Reformative
Total Redemptive Transformative
Sumber: McAdam and Snow ( 1997:xxi), Social Movements Reading on Their
Emergence, Mobilization, and Dynamics.
Supaya lebih jelas berikut ini adalah bentuk perubahan tersebut:
a. Alternative movement, merupakan gerakan yang bertujuan untuk merubah
sebagian perilaku orang. Pada gerakan ini objek perubahan adalah
22
kebiasaan individu. Contoh dalam gerakan ini adalah adanya gerakan
supaya tidak mengkonsumsi alkohol.
b. Redemptive movements, dalam gerakan ini keterkaitan antara perubahan
individu dan perubahan sosial lebih transparan, karena perubahan yang
ingin dicapai dalam gerakan ini adalah perubahan menyeluruh pada
perilaku individu. Sudut pandang dari gerakan ini penyakit sosial sebagai
masalah yang berakar pada individu dan perilaku mereka yang salah arah
atau gagasan dan kepercayaan yang kurang informasi diawal. Contoh
dalam gerakan ini adalah gerakan keagamaan seperti gerakan keagamaan
yang muncul pada tahun 1970-an yaitu gerakan Hare Krishna, Anak-anak
Tuhan, “Moonies” atau Gereja Unifikasi, dan gerakan Buddhis Nichiren
Shoshu.
c. Reformative movements, merupakan gerakan sosial yang menginginkan
perubahan pada masyarakat namun dengan ruang lingkup yang terbatas
dalam sistem sosial yang tertanam. Dalam gerakan ini tidak ada
penolakan dalam kebijakan saat ini, tetapi upaya untuk meluruskan atau
menetralisir kesalahan atau ancaman yang dirasakan khusus. Tujuannya
untuk mengurangi atau menghilangkan beberapa ancaman aktual yang
dirasakan terhadap kepentingan kelompok sosial tertentu. Contoh dalam
gerakan ini adalah gerakan lingkungan atau penyelamtana hewan yang
terancam seperti dalam kasus burung hantu tutul Oregon dan tupai merah
di Mt. Graham di Arizona Selatan.
23
d. Transformative movements, merupakan gerakan sosial yang mencari
perubahan total dalam struktur yang lebih luas dan landasan idealnya
terkait. Gerakan ini sering disebut sebagai revolusioner karena jumlah
perubahan yang dicari mencangkup semua dan biasanya gerakan ini paling
dramatis dan berkonsekuensi secara historis. Contoh dalam gerakan ini
adalah gerakan revolusiner klasik yang berkecamuk pada tahun 1787
hingga 1800 dan di Rusia dari tahun 1917 hingga 1921 serta gerakan
Anabaptis yang muncul pada tahun 1500-an di Eropa utara yang
bertentangan dengan Katolik Roma dan Reformasi Lutheran. Tujuannya
adalah seperti yang dijelaskan oleh Norman Chon dalam The Persuit of the
Millennium (1961) yaitu untuk menyapu bersih Susunan Kristen dari para
penguasa yang tidak saleh ( McAdam dan A. Snow, 1997;xix).
3. Strategi Mobilisasi Partisipasi Untuk Mencapai Perubahan
Salah satu untuk menguatkan gerakan sosial bisa dilihat dari jaringan yang
dibangun dalam suatu komunitas atau kelompok. McCarthy berpendapat bahwa
keterlibatan individu dalam gerakan sosial terlihat dalam kehidupan sehari-hari
pada kondisi mikro-mobilisasi seperti jaringan, kekeluargaan, pertemanan, teman
kerja, dan lainnya (McAdam, McCarthy, 1966:141).
Snow, Zucher, dan Ekland-Olson (1980) berpendapat bahwa jaringan sosial
bisa memiliki saham besar (60 sampai 90 persen) dari berbagai macam
keanggotaan (Snow, Zucher, and Ekland-Olson, 1980:787-801). Meskipun
terkadang dalam sekte-sekte agama atau kelompok yang tertutup mereka tidak
24
membutuhkan jaringan yang kuat. Sedangkan untuk organisasi politik yang
radikal, ia lebih membutuhkan jaringan yang kuat. Semakin aksi-aksi yang
dilakukan beresiko dan berbahaya maka akan semakin dibutuhkan jaringan yang
kuat (Porta & Diani 2006:117).
Jalur keterlibatan dikategorikan menjadi dua yaitu; jalur publik dan privat.
Pertama jalur publik secara face-to-face (langsung) seperti tatap muka, pembagian
brosur, mengisi petisi, ajakan secara terbuka dalam aktivitas publik dan
sebagainya. Jalur privat tidak langsung yaitu melalui media seperti radio, televisi,
media sosial, media online, surat kabar dan sebagainya. Kedua jalur privat
langsung bisa dilakukan dengan door-to-door, ajakan secara personal dengan
seseorang yang sudah dikenal, jaringan informal dan sebagainya. Selain itu bisa
menggunakan media (tidak langsung) seperti telephone dan email ( Snow,
Zurcher, and Ekland-Olson, 1980: 789-790).
TABEL I.E.2. Strategi Partisipasi Untuk Mencapai Perubahan
Sumber: Snow, Zurcher, and Ekland-Olson (1980:970), Social Networks And
Social Approach to Different Recruitment
Face-to-face, demonstrasi atau aksi massa
Door-to-door atau ajakan langsung
Radio, televisi, dan surat kabar
Email dan telepon
LANGSUNG
(Face-to-face)
Media
Jalur Publik Jalur Privat
25
Diani dan Lodi (1998) menegaskan bahwa kuat dan luasnya jaringan sosial
yang berkembang pada lingkungan pribadi (keluarga, lingkaran pertemanan
pribadi, dan kolega) akan mungkin berperan dalam melakukan perekrutan melalui
kontak personal (Porta & Lodi dikutip Porta & Diani 2006:117). Della Porta
beranggapan bahwa hubungan inter-personal memiliki pengaruh yang kuat supaya
seseorang terlibat langsung dalam tindakan organisai atau komunitas (Della &
Diani 2006:118).
F. Metode Penelitian
1) Pendekatan Penelitian Kualitatif
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Meleong
mendefinisikan penelitian kualitatif sebagai penelitian yang bertujuan untuk
memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian misalnya
pelaku, persepsi motivasi, tindakan, dll secara keseluruhan dan dengan cara
deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang
alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah (Meleong, 2012).
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan tipe penelitian
deskriptif. Penelitian deskriptif ini dilakukan untuk menggambarkan secara
cermat karakteristik dari suatu gejala atau masalah yang diteliti serta berusaha
mendapatkan dan menyampaikan fakta-fakta dengan jelas, teliti dan lengkap
(Silalahi, 2009: 28). Penulis menggunakan tipe penelitian deskriptif karena ingin
menggambarkan Hutan itu Indonesia (HII) sebagai gerakan sosial dalam
mengajak masyarakat untuk mencintai dan menjaga hutan yang di Indonesia serta
menggambarkan perubahan yang terjadi dengan adanya Hutan itu Indonesia (HII).
26
Selain menggunakan pendekatan kualitatif dengan tipe penelitian
deskriptif penulis akan menggunakan jenis penelitian studi kasus. Penelitian studi
kasus memungkinkan peneliti untuk mengumpulkan informasi yang lengkap dan
kaya, mencakup aspek-aspek sebuah kasus tertentu atau beberapa kasus kecil
dalam rentang yang luas. Studi kasus memperhatikan berbagai faktor yang
mengatur komunikasi dalam sebuah situasi tertentu, melukiskan keunikannya,
serta mencoba menawarkan pemahaman yang mempunyai keterkaitan yang luas
(Daymon dan Holloway, 2008:162). Penulis memilih menggunakan jenis studi
kasus dan memfokuskan kajian penelitian ini pada gerakan sosial yang dilakukan
oleh Hutan itu Indonesia (HII) yang memperjuangkan hutan Indonesia sebagai
identitas bangsa dan mengajak masyarakat mencintai dan menjaga hutan.
2) Jenis dan Sumber Data
Menurut Lofland (1984) sumber data utama dalam penelitian kualitatif adalah
kata-kata, dan tindakan, selebihnya merupakan data tambahan seperti dokumen
dan lain-lain. Jenis data dibagi ke dalam kata-kata dan tindakan, sumber data
tertulis, foto, dan statistik (Moleong, 2012: 157).
Kata-kata dan tindakan orang-orang sebagai sumber data utama dicatat
melalui catatan tertulis atau melalui perekaman video/audio tapes, pengambilan
foto, atau film. Pencatatan sumber data melalui wawancara atau pengamatan
berperanserta merupakan hasil usaha gabungan dari kegiatan melihat, mendengar,
dan bertanya. Sumber tertulis merupakan sumber kedua diluar kata dan tindakan.
Sumber tertulis terdiri dari buku, dokumen pribadi, dan dokumen resmi.
Selanjutnya yang menjadi sumber data adalah foto. Foto menghasilkan data
27
deskriptif yang cukup berharga dan sering digunakan untuk menelaah segi-segi
subjektif dan hasilnya sering dianalisis secara induktif. Kategori foto dalam
penelitian kualitatif dibagi menjadi dua, yaitu foto yang dihasilkan orang dan foto
yang dihasilkan oleh peneliti sendiri. Sumber data yang terakhir adalah data
statistik. Penelitian kualitatif kerap kali menggunakan data statistik yang telah
tersedia sebagai sumber data tambahan bagi keperluannya. Keseluruhan sumber
dan jenis data diatas pada dasarnya banyak bergantung pada manusia sebagai alat
atau instrumen penelitian (Moleong, 2012).
3) Metode Pengumpulan Data
Supaya mendapatkan informasi yang sesuai dengan penelitian ini, maka
penulis menggunakan metode pengumpulan data seperti berikut:
1. Observasi
Observasi merupakan teknik pengumpulan data yang paling tua yang
digunakan sepanjang sejarah dan paling sangat sering digunakan oleh peneliti.
Cartwright yang dikutip Herdiansyah mengartikan observasi sebagai suatu proses
melihat, mengamati, mencermati serta “merekam” perilaku secara sistematis
untuk suatu tujuan tertentu (Herdiansyah, 2012; 131).
Observasi dilakukan oleh peneliti untuk mengumpulkan informasi langsung
yang ada di lapangan. Informasi tersebut berkenaan dengan apa yang didengar
maupun yang dilihat. Untuk memudahkan mengumpulkan informasi, peneliti
mengambil foto-foto menggunakan kamera. Bentuk observasi yang dilakukan
ialah observasi partisipan aktif. Dalam konteks ini peneliti menjadi partisipan
28
terhadap Hutan Itu Indonesia atau yang sering disebut dengan HII sejak tahun
2017.
2. Wawancara
Wawancara merupakan percakapan dengan maksud tertentu. Percakapan itu
dilakukan oleh dua pihak yaitu pewawancara (interviewer) yang mengajukan
pertanyaan dan terwawancara (interviewer) yang memberikan jawaban atas
pertanyaan tersebut (Moleong, 2012:186).
Peneliti menggunakan wawancara terbuka sehingga informan mengetahui
bahwa mereka sedang diwawancarai dan juga mengetahui apa maksud dan tujuan
wawancara itu. Selain itu wawancara secara terstruktur dan tak terstruktur
digunakan oleh peneliti. Wawancara tak terstruktur dilakukan oleh peneliti
suapaya memberikan keadaan informal dan santai serta kebebasan kepada
informan untuk mengutarakan apa yang ada dipikirannya tanpa terkait oleh
peneliti. Wawancara terstruktur dilakukan agar peneliti mendapatkan jawaban
yang relevan atas pertanyaan yang diajukan. Supaya memudahkan prosesnya,
peneliti menggunakan alat bantu perekam suara. Dalam konteks ini peneliti
mewawancarai Andre Christian sebagai Ketua HII, Didie sebagai Koordinator
Sukarelawan dan Jejaring dan 8 orang sukarewalan HII.
29
Tabel I.F.1. Daftar Nama-Nama Informan
No Nama Umur Jenis kelamin Posisi di HII
1 Andre 35 Laki-laki Ketua
2 Didie Perempuan Koordinator
Sukarelawan dan
Jejaring
3 Abgusta Fajri
Wirananta
Laki-laki Sukarelawan
4 Della 28 Perempuan Sukarelawan
5 Mahar Suwandaru 25 Laki-laki Sukarelawan
6 Putri Hana Syafitri 22 Perempuan Sukarelawan
7 Ikhsan Faturrahman 21 Laki-laki Sukarelawan
8 Damara Priyatama
Tafikurahman
21 Laki-laki Sukarelawan
9 Detha Perempuan Sukarelawan
10 Yeyen 43 Perempuan Sukarelawan
3. Dokumentasi
Studi dokumentasi adalah salah satu metode pengumpulan data kualitatif
dengan melihat atau mengenalisis dokumen-dokumen yang dibuat oleh subjek
sendiri atau oleh orang lain tentang subjek. Studi dokumentasi merupakan salah
satu cara yang dapat dilakukan peneliti kualitatif untuk mendapatkan gambaran
30
dari sudut pandang subjek melalui suatu media tertulis dan dokumen lainnya yang
ditulis atau dibuat langsung oleh subjek yang bersangkutan (Herdiansyah: 2009).
Dokumen yang digunakan peneliti disini berupa foto mengenai kegitan HII dalam
upaya menjaga hutan di Indonesia.
4) Metode Analisis Data
Metode analisis dalam penelitian ini menggunakan analisis kualitatif. Analisis
data kualitatif menurut Bogdan & Biklen (1982) yang dikutip Moleong yaitu
upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data, mengorganisasikan data,
memilah-milahnya menjadi satuan yang dapat dikelola, mensitensiskannya,
mencari dan menemikan pola, menemukan apa yang penting dan apa yang
dipelajari, dan memutuskan apa yang dapat diceritakan kepada orang lain
(Moleong, 2012; 248). Menurut Ian Dey (1993) dalam (Meleong,2012:289)
analisis data kualitatif memiliki tiga proses yang berkaitan yaitu: mendeskripsikan
fenomena, mengklasifikasikannya, dan meilihat bagaimana konsep-konsep yang
muncul satu dengan lainnya berkaitan.
G. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan dalam penelitian ini terdiri dari empat bab yaitu
sebagai berikut :
BAB I Pendahuluan : Membahas Pernyataan Masalah, Pertanyaan
Penelitian, Tujuan dan Manfaat Penelitian, Tinjauan Pustaka, Kerangka Teoritis,
Metode Pengumpulan data, dan Sistematika Penulisan.
31
BAB II Profil Hutan Itu Indonesia (HII)
BAB III Analisis dan Hasil Penelitian: Pelestarian Hutan di Indonesia
melalui Hutan Itu Indonesia (HII).
BAB IV Penutup :Berisi Kesimpulan dan Saran
Daftar Pustaka: Rujukan bacaan yang digunakan dalam penulisan
penelitian. Baik dari media cetak maupun media elektronik.
.
32
BAB II
PROFIL HUTAN ITU INDONESIA (HII)
Pada bab ini penulis akan membahas latar belakang terbentuknya Hutan itu
Indonesia (HII), visi dan misi, nilai, simbol serta program dan kegiatan dari Hutan
itu Indonesia.
A. Latar Belakang Terbentuknya Hutan itu Indonesia (HII)
Hutan itu Indonesia (HII) adalah gerakan terbuka untuk menumbuhkan
kesadaran masyarakat kota untuk mencintai hutan melalui pesan-pesan positif.
HII terbentuk atas keprihatinan terhadap masyarakat Indonesia yang mengaggap
hutan hanya sekedar pohon, nyatanya hutan tidak hanya sekedar pohon tapi
banyak kekayaan disana seperti masyarakat adat, flora dan fauna. Hal ini sesua
dengan yang disampaikan oleh Andre salah satu pendiri Hutan itu Indonesia.
“Awal mulanya sebenernya beberapa temen tuh punya konsen dengan masalah
lingkungan hidup dengan hutan karena sebagian besar dari kita itu pernah bekerja
maupun membantu NGO yang terkait dengan isu itu dan kita punya kekhawatiran
gak banyak juga nih orang-orang yang ngerti gitu, dan ternyata sebuah studi
menunjukkan bahwa memang masyarakat tidak mengerti hutan dan bahkan hutan itu
hanya dianggap sekedar jajaran pohon, wah berarti banyak juga persepsi yang
kurang ya dan plus mereka masyarakat Indonesia merasa tidak ada keterikatan
dengan hutan karna hutan tuh bukan menjadi sebuah identitas yang kalo misalkan
ditanya Indonesia tuh seperti apa? Mereka tidak akan bisa otomatis menjawab
Indonesia itu adalah pemilik hutan tropis terbesar ketiga di dunia itu aja belom gitu.
Banyak yang tidak tahu bahwa hutan ya itu pohon beserta isinya dan tidak merasa
jadi sebuah identitas padahal itu sesuatu yang membanggakan loh” (Wawancara
dengan Andre 13 November 2018).
Hutan itu Indonesia (HII) didirikan pada tanggal 22 April 2016 dan menyebut
dirinya sebagai gerakan bukan sebuah NGO ataupun LSM. Sebagai gerakan
terbuka HII mengedepankan kolaborasi dan menyebarkan pesan positif.
33
“kenapa jadinya penting kata-kata gerakan terbuka itu karna kita juga melihat
mengevaluasi kinerja temen-temen yang sudah ada di NGO lain dan sudah lebih
lama segala macem, ketika kita jalan sendiri-sendiri NGO jalan sendiri, pemerintah
jalan sendiri, perusahaan jalan sendiri, bahkan sesama NGO jalan sendiri, sesama
dinas jalan sendiri, ternyata gak selesai-selesai. Kita perlu satu wadah yang bisa
mengkolaborasikan semua aksi yang bisa dilakukan makannya kerja sama kita tidak
hanya ke NGO doang, kita kerja sama dengan pemerintah, kadang-kadang kita kerja
sama dengan perusuhaan, jadi kita ngebuatnya apa yang kita upayakan tidak
menjadi ekslusif makannya kenapa penting banget buatnya gerakan..” (wawancara
dengan Andre, 13 November 2018 ).
Gerakan Hutan itu Indonesia diadakan di daerah Jakarta karena sasaran
dari HII ini adalah anak muda yang tinggal di perkotaan. Meskipun demikian,
relawan HII tidak hanya berasal dari Jakarta tetapi dari Bekasi, Bogor, Depok,
Tangerang, dan Tangerang Selatan. Selain itu HII juga ada di beberapa kota besar
di Indonesia seperti Ambon, Palangkaraya, Medan, dan Surabaya yang dinamakan
dengan Youth4Youth.
“Karena yang kita sasar adalah masyarakat urban jadi salah satunya adalah
masyarakat-masyarakat urban terutama anak muda di perkotaan ini tuh satu,
mereka adalah calon-calon pemimpin nantinya intinya anak muda adalah harapan
kita selanjutnya, anak-anak muda inilah yang nantinya jadi CEO perusahaan, yang
nantinya jadi calon legislatif kita ditahun-tahun kedepan, sehingga mereka bisa
dengan mereka ngerti dan apalagi yang ada di perkotaan karena nantinya mereka
yang mempunyai akses ke berbagai tempat itulah yang nantinya membantu kita
untuk menjaga makannya kita ngincernya diperkotaan” (wawancara dengan
Andre, 13 November 2018).
Hal serupa juga disampaikan oleh Didie sebagai salah koordinator
sukarelawan di Hutan itu Indonesia (HII) juga menyampaikan sasaran yang dituju
adalah kaum muda yang ada di perkotaan karena mereka yang tinggal diperkotaan
kurang peduli dengan hutan.
“Ya karna anak muda yang ada di kota itu cenderung mereka kurang peduli dengan
hutan yang menurut mereka itu jauh gitu, kota kan identik jauh dari hutan.
Sedangkan padahal yang menyokong keseimbangan di bumi ini hutan gitu, jadi kita
34
pengen banget ngajak anak muda yang ada di kota juga ikut peduli terhadap
keadaan hutan” (wawancara dengan Didie 19 September 2018).
Hutan itu Indonesia berdiri dari mimpi individu-individu dengan bermacam-
macam latar belakang yang berkarya untuk kampanye ini dengan sukarela.
Kegiatan HII didukung juga oleh individu yang bekerja penuh waktu dan
tergabung dalam Tim Harian. Serta terdapat pula organisasi yang berkomitmen
dengan sukarela mendukung diataranya adalah ID COMM, Indonesia Nature Film
Society (INFIS), dan Koalisi Pemuda Hijau (KOPHI), Youth4Youth Ambon,
Youth4Youth Medan, Youth4Youth Palangka Raya, Youth4Youth Surabaya,
(https://hutanitu.id/siapa-kami-2/) diakses pada 30 Desember 2017.
HII memiliki logo gambar pohon yang bertuliskan Hutan itu Indonesia
(wawancara dengan Andre, 13 November 2018). Logo ini digunakan pada kaos,
tumbler, totebag, standing banner, dan spanduk. Selain itu juga logo ini juga di
gunakan pada profil di media sosial HII (observasi, Jakarta Timur, 30 Juli 2018).
Gambar II.A.1. Simbol HII
Sumber: facebook.com/HutanituIndonesia
35
B. Visi dan Misi Hutan itu Indonesia (HII)
Visi dari Hutan Itu Indonesia (HII) adalah hutan menjadi identitas utama
bangsa Indonesia yang hidup harmonis dengan hutan .
Misi dari Hutan itu Indonesia (HII) adalah dengan menggunakan semangat
positif, meningkatkan kesadaran semua orang, khususnya yang tinggal jauh dari
hutan tentang kekayaan hutan Indonesia dan mengajak orang untuk berkontribusi
dalam usaha menjaga hutan (https://hutanitu.id/id/siapa-kami-2/) diakses pada 30
Desember 2017).
C. Tim Hutan itu Indonesia (HII)
Tim di Hutan itu Indonesia dibagi menjadi 3 yaitu: dewan pembina, tim inti
dan tim harian. Dewan pembina sifatnya konsulfatif jadi tidak ada keterlibatan
langsung dalam program maupun kegiatan harian HII, tim inti adalah mereka
yang membuat atau mengkonsepkan program-program dari HII, sedangkan tim
harian adalah mereka yang menjalankan program-program dari HII.
“Kalo struktur yang dipake sehari-hari ada dewan pembina tim inti dan tim harian.
Di tim inti ada sebelas yaitu Leony Aurora, Leoni Rahmawati, Gita Syahrani,
Roxana Silalahi, Verena Puspawardani, Gita Syahrani, Kestri, Vitri, Yanuar Sena,
Meli, dan Andre. Tim hariannya ada Tian sebagai koordinator program, Didie
sebagai koordinator sukarelawan dan mitra dan jejaring, Diyah sebagai koordinator
harian, Marwan sebagai Oprasional Officer, Suma sebagai Fund Officer, dan
Sheridan sebagai Social Media Officer”(wawancara dengan Andre 13 November
2018).
Berikut ini adalah tabel dari struktur dan posisi masing-masing dalam HII:
36
Tabel II.C.1. Daftar Nama-Nama Tim HII
Tim harian Tim inti Pembina
Koordinator Program:
Cristian Natalie
Ketua Umum: Andre Christian Nurdiana Darus
Koordinator Harian:
Diyah Devianti
Bendahara Organisasi: Vitri
Sekar Sari
Enda Nasution
Koordinator Kota dan
Sukarelawan: Didie Diah
Sekertaris Organisasi:
Rinawati Eko
Najeela Shihab
Staf Media Sosial:
Sheridan Olenka
Aktivis Lingkungan Hidup:
Gita Syahrani, Kestri Ariyanti,
dan Leoni Rahmawati
Staf Operasional:
Marwan
Spesialis Hubungan
Masyarakat: Roxana Silalahi
Fund officer: Sumarwan Spesialis Komunikasi: Verena
Puspawardani dan Anastia
Putri
Spesialis Video: Andre
Christian
Perancang Grafis: Yanuar
Sena
Sumber: hutanituid
Selain tim yang disebutkan diatas gerakan Hutan itu Indonesia (HII) memiliki
sukarelawan yang tidak tetap tetapi selalu datang dan membantu acara yang
diselenggarakan oleh HII tersebut. Sukarelawan HII memiliki grup di WhatsApp
untuk menyebarkan kampanye, menyebarkan kegiatan, dan bahkan menjadi
tempat untuk diskusi mengenai isu hutan.
D. Nilai-nilai yang ada di Hutan itu Indonesia (HII)
1. Positif, positif yang dimaksud yaitu menyebarkan informasi dan
berkampanye yang baik serta tidak menimbulkan kericuhan. Dalam hal
37
ini HII memperlihatkan keindahan hutan dan keindahan keanekaragaman
hayati sehingga membuat masyarakat akan lebih sadar bahwa hutan yang
kita punya itu indah dan sehingga masyarakat ada ketertarikan untuk
mencintai hutan setelah mencintai hutan dan ada harapan untuk menjaga
dan melestarikan hutan (wawancara dengan Didie, 19 september 2018).
Hal serupa juga disampaikan oleh Andre:
“Karna sudah banyak yang dipaparkan ke masyarakat itu kebanyakan
tentang hal-hal negatif terkait hutan jadi hal negatifnya itu kerusakan
hutan, pembalakan liar, ahli fungsi lahan yang menjadi perkebunan
kebanyakan ya kaya gitu sedangkan dengan banyaknya berita ataupun
pesan yang negatif terus-terusan itu memang secara psikologis manusia
itu biasanya akan menjadi shutdwon jadi merasa ah gue jadi gak bisa
ngapa-ngapain karena itu sudah terlalu besar kaya buat mereka
kerusakannya saya hanya seseorang yang tidak bisa ngapa-ngapain lagi
gitu. Tapi kalo kita bisa memberitahukan bahwa banyakloh kekayaan
banyak hal yang bisa dicintai dan ini masih ada dan ini yang bisa kita
bantu pelihara dan kita harus bantu pelihara karna kalo engga ya engga
ada ya ini ilang nantinya tapi ini masih ada loh jadi kalian masih bisa
melakukan sesuatu karna masih ada nih..” (wawancara dengan Andre,
13 November 2019).
Leony sebagai salah satu pendiri HII juga menjelaskan alasan
mengapa HII mengambil nilai postif. Karena telah banyak organisasi
lingkungan yang mengambil angel negatif seperti isu yang diambil adalah
kerusakan hutan maka HII mengambil peran dari sisi positif. Tujuannya
agar bisa saling melengkapi dan bisa bertukar fikiran. Hal ini dilakukan
agar masyarakat mau dan tertarik dengan isu hutan dan akan nantinya akan
peduli dengan hutan. Sehingga HII percaya bahwa cinta akan muncul dari
hal yang positif dan jika tidak ada cinta masyarakat tidak akan peduli
(observasi, Jakarta Selatan, 20 April 2019).
38
2. Kolaboratif dan Terbuka,
Kolaboratif dan terbuka yang dimaksud oleh HII yaitu memebri ruang
dan kesempatan bagi komunitas, lembaga atau siapapun untuk melakukan kerja
sama. Karena HII percaya hutan milik bersama sehingga untuk menjaga hutan
diperlukan berbagai lapisan masyarakat.
“kegiatan kita terbuka dan kolaboratif jadi komunitas lain atau lembaga
lain yang mau berkolaborasi dengan HII kita sangat terbuka, kita akan
senang sekali” (wawancara dengan Didie 19 September 2018).
Hal ini terbukti dengan berbagai kegiatan HII selalu berkolaborasi
dengan komunitas maupun lembaga lain. Selain kegiatan yang
dilaksanakan oleh HII sendiri, HII juga sering berpartisipasi pada kegiatan
lain tentunya yang berhubungan dengan isu hutan seperti apada acara lari
yang dilakukan oleh Universitas Atmajaya HII ikut berpartisipasi
membantu acara tersebut dan sebagian dana yang diperoleh digunakan
untuk adopsi pohon (observasi, Jakarta, 13 Mei 2018).
3. Kreatif dan Menyenangkan,
Karena sasaran HII adalah anak muda masyarakat yang tinggal
diperkotaan, oleh karena itulah kegiatan yang diselenggarakan HII sebisa
mungkin kreatif dan menyenangkan agar anak muda yang ada di perkotaan
tertarik untuk datang.
“karna sasaran kita anak muda ya. Anak muda kan suka sesuatu yang
kreatif sama menyenangkan kaya gitu jadi kita bikin kegiataannya yang
kreatif dan menyenangkan kaya kulari ke hutan, musika foresta kaya
gitu” (wawancara dengan Didie 19 September 2018).
39
Dalam kegiatan yang dilaksanakn oleh HII dibuat kreatif seperti
dalam dekorasi tempat yang digunakan sesuai dengan isu hutan biasanya
HII menggunakan daun-daun dan bunga untuk hiasan. Selain itu HII juga
memamerkan prouduk hasil hutan non kayu seperti madu, teh, kopi,
minyak kayu putih, dan rempah-rempah.
4. Independen,
HII merupakan gerakan yang independen. Independen yang dimaksud
yaitu berdiri sendiri dengan tidak terlibat dengan partai atau apapun yang sejenis
dengan politik praktis. Dalam berkolaborasi atau bekerja sama dengan siapapun
HII melihat apakah ada indikasi politi atau tidak jika diketahui adanya indikasi
politik praktis dipastikan HII tidak menerima ajakan kolaborasi tersebut.
“...jadi kita maunya kita bisa mandiri bikin kegiatan terus juga kita gak
mau terlibat sama partai politik yah, pokoknya politik praktis kita gak
mau terlibat disitu jadi kita maunya independen” (wawancara dengan
Didie 19 september 2018).
5. Holistik,
HII menginginkan menyampaikan kepada masyarakat bahwa hutan
tidak hanya sekedar pohon banyak flora dan fauna yang tinggal disana,
selain itu juga ada masyarakat adat yang secara langsung hidupnya masih
bergantung dengan hutan sehingga HII menanamkan nilai holistik.
“...kita maunya menyeluruh, jadi kita gak cuma ngomongin pohon, gak
ngomongin hewan, gak cuma ngomongin masyarakat, tapi kita
ngomongin semuanya kita ngomongin hutan secara holistik secara
menyeluruh disitu ada satwa, disitu ada tumbuhan, disitu ada
masyarakat adat, ada kebudayaan, ada iklim mikro, pokonya ada segala
macem secara holistik” (wawancara dengan Didie, 19 September
2018).
40
Sampai saat ini HII belum sampai ke tahap holistik atau
menyeluruh dimana hutan tidak hanya sekedar pohon. Sehingga dalam hal
ini HII terus mengupayakan dengan berbagai aksi nyata yang ditawarkan
oleh HII.
“yang dimaksud dengan holistik itu adalah sebenernya menyeluruh ini
kita memang belum bisa mencapai ditahap itu menyeluruh. Solusi yang
pengen kita tawarkan itu tidak parsial jadi tidak hanya misalnya hutan
harus dijaga titik.! Bukan itu makannya aksi nyata yang kita tawarkan
adalah responsible traveling jalan-jalan ke hutan jadi kita itu
mengunjungi hutan memberikan manfaat ekonomi kepada masyarakat-
masyarakat yang tinggal didalam, sambil kita menikmati keindahan
hutan dan mengapresiasi isinya itu salah contohnya. Kalo kita cuma
ngomong kalo parsial tuh cuma hey hutanya gak boleh diapa-apain terus
gimana masarakat sekitarnya? Saya harus hidup dari apa? gitu. Dengan
rensponsible traveling berarti kita juga memberikan pendapatan ke
mungkin ke pendapatan desa, kalo kita membeli barang-barang produk
non kayu, juga kita membantu ekonomi warga desanya tanpa merusak
hutannya karna menebang kayu” (wawancara dengan Andre, 13
November 2018).
6. Aksi nyata,
Aksi nyata yaitu melakukan kegiatan yang nyata dalam upaya
pelestarian hutan di Indonesia. Karena untuk medukung pelestarian
dibutuhkan aksi nyata agar dampaknya terlihat dan dapat dirasakan secara
langsung.
Ada lima aksi nyata yang bisa dilakukan a) bantu kampanye jaga
hutan, berkampanye menjaga hutan banyak caranya misalkan dengan
menjadi sukarelawan untuk berbagai organisasi di Indonesia yang
mendukung perlindungan hutan; b) Cerita dari hutan bisa dengan
menggunakan media sosial, tulisan dan sebagainya untuk menceritakan
indahnya hutan Indonesia diantaranya berbagai macam jenis flora dan
41
fauna serta masyarakat yang berada di sekitar hutan tersebut; c) beli
produk hutan non-kayu, selama ratusan tahun masyarakat yang tinggal di
sekitar hutan Indonesia dengan bijaksana memanfaatkan hasil hutan non-
kayu untuk menjadi mata pencaharian seperti madu, kopi hutan, obat-
obatan dan sebagainya. Hal yang bisa dilakukan adalah membeli produk-
produk hutan non-kayu yang diambil dan diolah dengan cara yang baik; d)
jalan-jalan ke hutan dengan cara yang baik dan bertanggung jawab seperti
tidak membuang sampah sembarangan, tidak membunuh atau merusak
ekosistem; dan e) adopsi pohon, yaitu berdonasi untuk biaya patroli hutan
agar pohon yang ada di dalam hutan tetap terjaga (observasi, Jakarta
Selatan, 2 Desember 2018).
“...jadi kita bener-bener harus aksinya nyata gitu gak cuma kampanye
gak cuma ayo dong jaga hutan, jaga hutan terus gue harus ngapain gitu?
gua jaga hutannya harus ngapain? Kita ngasih opsi-opsinya untuk jaga
hutan kaya adopsi pohon, cerita dari hutan, jalan-jalan ke hutan,
membeli hasil hutan non kayu, tanda tangan petisi, kaya gitu-gitu bener-
bener sesuatu yang nyata yang bisa menjaga hutan” (wawancara
dengan Didie19 September 2018).
Andre salah satu pendiri HII menjelaskan mengapa kita perlu
mengadakan program adopsi pohon:
“Nah kenapa adopsi pohon karna kita mau mengingatkan ke masyarakat
bahwa hutan itu tidak segampang itu diganti, ketika pohon yang ditebang
berarti bai university di dalamnya hilang dan itu tidak bisa langsung
diganti dengan menanam. Udah gitu ada studi saya lupa dari siapa yang
bilang bahwa dari yang ditanam hanya 20% yang survivor kenapa
terjadi seperti itu? Karena biasanya program-program penanaman
hanya dilakukan penanaman pertama habis itu ditinggal dengan itu
masih bibit dia belum tentu punya ketahanan untuk berkembang sendiri
apalagi kalo daerah itu masih digangguin masih dilalui oleh kendaraan,
masih dilalui oleh orang dia akan rusak dengan sendirinya” (wawancara dengan Andre, 13 November 2018).
42
Adopsi pohon yang dilakukan HII bekerja sama dengan mitra HII
diantaranya adalah Yayasan Alam Sehat Lestari (ASRI), KKI WARSI,
bdan WWF Indonesia. Setiap orang yang mengadopsi pohon akan diberi
serifikat adopsi pohon. Selain itu, jika mengadopsi pohon melalaui KKI
Warsi pohon yang diadopsi bisa dipantau melalui website pohonasuh.org
(observasi, Jakarta Utara, 13 November 2018).
Gambar II.D.I Sertifikat Adopsi Pohon
Sumber: Grup WhatsApp Sukarelawan HII
E. Program Hutan itu Indonesia (HII)
Hutan itu Indonesia (HII) cukup aktif dalam mengkapanyekan isu hutan,
hal ini terlihat dari banyaknya program dan kegiatan yang telah dilaksanakan. HII
menggunakan media sosial untuk melakukan aksi kampanye dan memberi
informasi tentang program-program HII. Berikut ini adalah program dan kegiatan
di Hutan itu Indonesia (HII):
43
1. Petisi #Jaga Hutan untuk ditetapkannya Hari Hutan Indonesia. Indonesia
sudah memiliki hari Nasional Menanam Pohon untuk mengajak
masyarakat giat menanam. Ada pula Hari Cinta Puspa dan Satwa supaya
peduli dengan flora dan fauna. Tetapi Indonesia sendiri belum memiliki
hari Hutan Indonesia padahal Indonesia mempunyai hutan tropis ketiga
terluas di dunia dan keanekaragaman hayati terbesar kedua di dunia.
Meskipun sudah ada Hari Hutan Internasional 21 Maret, tetapi dengan
ditetapkannya Hari Hutan Indonesia berarti ada satu hari khusus dalam
setahun dimana semua mata, pikiran, dan usaha masyarakat ditujukan
untuk menjaga hutan agar tetap kaya dan bermanfaat bagi semua. Petisi
Jaga Hutan ini HII bekerja sama dengan change.org
(https://hutanitu.id/petisi-jaga-hutan/) diakses pada 30 Desember 2017.
Saat ini petisi jaga hutan telah ditandatangi sebanyak 1,4 juta orang per
April 2019 tidak menutup kemungkinan jumlah ini akan terus bertambah
(sumber: grup WhatsAap sukarelawan HII).
2. Youth-for-Youth. Kegiatan ini memancing minat dan kreativitas
mahasiswa dari beberapa kota di Indonesia untuk membuat kamapanye
#HutanItuIndonesia di wilayah mereka masing-masing. Karena sasaran
dari HII adalah kaum muda urban maka HII mengrekrut 20 anak muda
dari Ambon, Medan, Palangkaraya, dan Surabaya untuk mengikuti Youth
Camp di Jakarta. Mereka diberi pengetahuan tentang gerakan Hutan itu
Indonesia serta bagaimana membuat kamapanye positif untuk hutan yang
44
cocok dengan anak muda di kota mereka masing-masing
(https://hutanitu.id/youth-camp/) diakses pada 30 Desember 2017
3. #KelasSukaHutan. Kelas Suka Hutan merupakan pelatihan tahunan untuk
sukarelawan mengenai penggunaan pendekatan berbasis aset dan pesan
postif, pengetahuan tentang Hutan itu Indonesia, berjejaring, dan
keterampilan berkampanye untuk relawan baru yang ada di Jakarta,
Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, dan Tangerang Selatan (observasi,
Depok, 15 April 2019).
Gambar II.E.1. Kegiatan #Kelas Suka Hutan 2017
Sumber : www.instagram.com/hutanituid
4. Fun run #KuLarikeHutan. #KuLarikeHutan adalah kegiatan berlari sambil
beramal demi kampanye mendukung aksi adopsi pohon asuh. Hutan itu
Indonesia mengajak siapa saja baik komunitas pelari maupun non-pelari
untuk peduli dan berkontribusi langsung menjaga hutan Indonesia dengan
cara yang mudah yaitu lari. Peserta dapat berlari minimal lima kilometer
untuk dapat pengadopsi satu pohon. Dalam waktu dua jam, peserta dapat
45
berlari sejauh-jauhnya untuk mengadopsi pohon sebanyak-banyaknya.
Setiap jarak yang dikumpulkan oleh pelari akan diakumulasikan untuk
dikonversi menjadi jumlah pohon asuh yang siap diadopsi.
(https://hutanitu.id/id/progrma/page/2/) diunduh pada 30 Desember 2017.
Gambar II.E.2. Kegiatan #KuLarike Hutan 2
Sumber: www.instagram.com/hutanituid
5. Jamuan Hutan. Jamuan Hutan adalah kolaborasi dari berbagai pihak yang
tertarik mengeksplorasi pangan kreatif dan petualangan kuliner hasil hutan
dengan praktik lestari. Jamuan Hutan ini berdampak langsung pada
pemberdayaan usaha komunitas hutan dan menambah khasanah
pengetahuan kaum urban atas kekayaan kuliner hutan tropis Indonesia.
6. Cerita dari Hutan. Program Cerita dari Hutan berkolaborasi dengan
komunitas remaja, media tradisional, dan non-tradisional untuk
mengadakan serangkaian kegiatan kampanye yang mengungkap tentang
keberagaman hutan di Indonesia. Cerita dari Hutan ini bisa berbentuk
46
berbagai macam, mulai dari artikel berita, blog, cerita komik, blog video,
bahkan gambar bergerak (dokumen Hutan itu Indonesia).
7. Musika Foresta merupakan upaya gerakan HII untuk berhubungan kembali
dengan alam melalui musik untuk mengapresiasi hutan, karena hutan telah
memberikan begitu banyak hal kepada masyarakat. Gerakan Hutan Itu
Indonesia berinisiatif untuk memulai perayaan hari Hutan Indonesia oleh
karena itu diadakan Hari Hutan sebagai hari khusus bagi setiap orang
Indonesia, dimanapun mereka berada untuk merayakan nilai besar dari
Hutan Indonesia yang mempengaruhi kehidupan kita sehari-hari.
Musika Foresta merupakan puncak acara dari perjalanan keempat
artis Indonesia yaitu Achi Hardjakusumah, Glenn Fredly, Alam Urbach,
dan Astrid yang diajak masuk kedalam hutan bersama tim Hutan itu
Indonesia. Selain Achi, Glenn, Alam, dan Astrid Musika Foresta juga
diisi oleh 5Romeo, Asido Manullang, Claudia Lengkey, Nina Tamam,
Sandrayati Fay, Uli Herdiansyah, The Weekend Rockstars, dan Melanie
Subono. Acara ini diselenggrakan pada 13 Mei 2017 di Balai Sarbini,
Semanggi, Jakarta. Para pengisi acara dari Musika Foresta ini
menggunakan busana tenun yang dibuat dengan menggunakan pewarna
alami dari hutan, selain itu penonton juga berkontribusi untuk menjaga
hutan karena hasil penjualan tiket disalurkan untuk adopsi pohon.
(https://hutanitu.id/konser-musika-foresta/) diakses pada tanggal 30
Desember 2017.
47
Gambar II.E.3. Pengisi Acara Musika Foresta
Sumber: www.instagram.com/hutanituid
8. Thanks to Forest. Acara ini dikemas dalam bentuk Jamuan dari hutan
sebagai wujud terima kasih kepada hutan yang telah memberi kehidupan.
Thanks to Forest dimaksudkan untuk memperkenalkan gerakan Hutan itu
Indonesia kepada para undangan yang terdiri dari kedutaan besar, media,
usaha kreatif, komunitas seni budaya, lingkungan, maupun pendidikan.
Selan diskusi mengenai gerakan Hutan itu Indonesia, Thanks to Forest
juga menghidangkan jamuan yang merupakan perpaduan rasa modern dan
ontentitas bahan-bahan dari hutan (https://hutanitu.id/thanks-to-forest/)
diakses pada 30 Desember 2017.
9. Pesona Hutan yaitu ajang temu usaha kreatif untuk pengembangan jejaring
penggiat usaha kreatif berbasis lestari dari hutan Indonesia. Hutan itu
Indonesia telah menggelar Pesona Hutan sebanyak dua kali, pada tanggal
7 September 2016 dan 5 September 2017 di Jakarta. Acara ini digelar
untuk menghubungkan komunitas yang mengelola dan mengembangkan
48
produk dan jasa terkait hutan seperti produk non-kayu dan ekowisata
dengan para pelaku bisnis (https://hutanitu.id/pesona-hutan/). (Diakses
pada 30 Desember 2017)
10. Forest in Motion. Kegiatan ini merupakan pelatihan kepada siswa
perwakilan dari beberapa SMA dan SMK Jabodetabek. Mereka mengikuti
pelatihan singkat bagaimana mengelola pesan cinta hutan dan membuat
visualisasi melalui video musik (http://hutanitu.id/forest-in-motion/)
diakses pada 30 Desember 2017).
Pada tahun 2018 HII lebih memfokuskan pada 3 program yaitu Cerita dari
Hutan, Hutan itu Beragam, dan Hutan itu Inspirasi. Hal ini terjadi karena saat
tahun-tahun awal HII berdiri program mereka kurang terkonsep dengan matang
sehingga program yang mereka buat adalah kegiatan-kegiatan yang sedang tren
saat itu.
“Programnya itu kalo dari awal sebenernya kita tuh ketika pertama kali
didirikannya cara kita berfikir adalah jadi kaya tidak terstruktur tahun pertama jadi
hanya melihat tren wah ini kayanya anak perkotaan lagi doyannya begini kita coba
memoles gimana kita bisa membuat acara atau program raising awarness yang
disesuaikan dengan tren itu itu awal cara kita berfikir di satu tahun pertama ada
kulari ke hutan, jamuan dari hutan. Kemudian memasuki ditahun kedua kita
mencoba untuk membuat lebih terstruktur ketika membuat program cara berfikirnya
lebih terstruktur keluarlah musika foresta, kulari ke hutan yang kedua, yang
mengajak komunitas pelari lebih banyak dibandingkan yang pertama yang kulari ke
hutan pertama kita cuma kerja sama ama satu komunitas lari kalo yang kedua kita
ampe roadshow ke beberapa komunitas lari karna jatohnya pas itu difikirin lebih
mateng..” (wawancara dengan Andre Christian 13 November 2018).
Hutan itu Beragam, sebuah program yang berkolaborasi dengan para pemuka
agama, afiliasi mereka, dan komunitas antaragama untuk menyebarkan pesan
utama seputar perlindungan hutan dengan menggunakan dasar agama sebagai
49
dasar. Hutan itu Indonesia sudah melakukan lingkar diskusi dengan para tokoh
lintas agama dan iman yang bekerja sama dengan Humanitarian Forum Indonesia
(HFI). HFI merupakan forum bagi organisasi massa dan lembaga kesejahteraan
sosial yang berbasis agama dan fokus pada kegiatan kemanusiaan dan
pembangunan. Diskusi pada 30 Juli 2018 di Kementrian Lingkungan Hidup dan
Kehutanan sebagai langkah awal untuk menjalankan program Hutan itu Beragam
dan menghasilkan buku saku Hutan itu Beragam yang berisi kumpulam materi
berupa informasi tentang perlindungan hutan dari sudut pandang agama-agama
yang diakui di Indonesia (observasi 30 Juli 2018).
Gambar II.E.4. Buku Saku Hutan itu Beragam
Sumber: dokumen pribadi
HII mengadakan kegiatan Interfaith Youth Forest Camp Hutan itu Beragam
selama tiga hari terdiri dari anak-anak muda perwakilan organisasi-organisasi
yang bertujuan untuk merumuskan materi-materi positif soal perlindungan hutan
Indonesia agar bisa digunakan untuk berkampanye dan menyebarluaskan
berdasarkan perspektif lintas iman. Organisasi-organisasi yang terlibat adalah
50
PERMABUDHI (Pengurus Daerah Persatuan Umat Buddha Indonesia), MUI
(Majelis Ulama Indonesia), PGI (Persatuan Gereja-Gereja di Indonesia),
gusdurian, LPBI NU ( Lembaga Penanggulangan Bencana dan Perubahan Iklim
Nahdathul Ulama), MATAKIN ( Majelis Tinggi Agama Konghucu Indonesia),
Parisada Hindu Dharma Indonesia, Temu Kebangsaan Orang Muda, Aliansi
Nasional Bhineka Tunggal Ika, Forum Pemuda Peduli Lingkungan Hidup, KWI
(Konferensi Waligereja Indonesia), dan Indonesia Bergerak Menyelamatkan Bumi
(observasi, Puspitek, 16 Februari 2019).
Hutan itu Inspirasi, program ini bertujuan untuk mengangkat bagaimana
hutan hujan tropis, keanekaragaman hayati, dan sistem ekologi kompleks mereka,
telah menjadi sumber inspirasi dan inovasi tidak hanya untuk seni, tetapi juga
untuk sains dan teknologi.
“Hutan itu inspirasi rencananya ingin mengumpulkan inovasi-inovasi ataupun
potensi inovasi yang bisa didapatkan atau yang diinspirasikan dari hal-hal yang ada
dalam hutan misalnya floranya, warna-warna bunganya, atau bentuk dinamis dari
burung-burung tertentu atau satwa-satwa tertentu” (wawancara dengan Andre,
13 November 2018).
Program cerita dari hutan pada tahun 2018 sedikit berbeda dengan tahunnya
sebelumnya. Pada tahun 2017 peserta yang diajak masuk ke hutan adalah para
public figure dan media, tahun 2018 yang diajak masuk ke hutan adalah influncer,
media, dan pemenang dari kompetisi #CeritaDariHutan berupa foto, atau video,
atau artikel blog yang telah diselenggarakan oleh HII. Sebelum pergi ke hutan
para peserta diberi pelatihan Lokakarya Jurnalistrik Positif materi disampaikan
oleh Bayu Wardhana sebagai Ketua Bidang Penyiaran Aliansi Jurnalis
51
Independen, Wahyu Aji sebagai CEO GNFI (Good News Forum Indonesia), dan
Rahmadi Rahmad sebagai Editor Bidang Wildlife Mongabay Indonesia
(observasi, Jakarta Utara, 13 November 2018).
Selain program-program yang telah disebutkan diatas, Hutan itu Indonesia
juga melakukan kegiatan untuk berkumpul, dan silaturahmi dengan mitra dan
sukarelawan Hutan itu Indonesia, kegiatan ini dinamakan dengan Hore Hutan.
Acara Hore Hutan tidak hanya sekedar berkumpul dan mengobrol seperti biasa
tetapi juga menghasilkan ilmu yang bermanfaat untuk mengasah skill para
sukarelawan Hutan itu Indonesia. Kegiatan Hore hutan ini hampir rutin dilakukan
setiap bulannya dengan materi yang berbeda-beda (http://hutanitu.id) (observasi,
Jakarta, 14 Juli 2018).
Salah satu kegiatan Hore Hutan yang diadakan oleh Hutan itu Indonesia yaitu
pada Minggu, 26 Agustus 2018 di Koaksi Indonesia. Materi yang diajarkan
adalah Public Speaking yang diisi oleh Wini Rizkiningayu dan kampanye positif
tentang hutan yang diisi oleh Verena Puspawardani. Wini ini merupakan juara
pertama kompetisi Public Speaking JCI Asia Pasifik 2017. Selain itu Wini juga
merupakan sukarelawan Hutan itu Indonesia (Observasi, Jakarta Selatan, 26
Agustus 2018).
52
Gambar II.E.5. Pelaksanaan Hore Hutan
Sumber: (dokumentasi pribadi)
Kegiatan berikutnya adalah Amazing race, kegiatan ini diselenggarakan
sebagai salah satu cara merayakan Hari Bumi dan Ulang Tahun Hutan itu
Indonesia. Amazing race dilaksanakan di Kebun Binatang Ragunan, Jakarta pada
tanggal 22 April 2018. Dalam kegiatan ini peserta yang terdiri dari sukarelawan
dan mitra-mitra HII (observasi, Jakarta, 22 April 2018).
Selanjutnya ada PMAP (Pasar Murah Adopsi Pohon) yaitu sebuah kegiatan
yang dicetuskan oleh salah satu sukarelawan HII yaitu Yeyen. Di PMAP ini
merupakan kegiatan menjual barang-barang bekas maupun masih baru selagi
masih bisa dan layak tpakai dan hasil dari penjualannya akan digunakan untuk
mengadopsi pohon. Rencananya PMAP ini ingin diadakan setahun sekali namun
ada beberapa sukarelawan yang mengusulkan untuk mengadakan PMAP,
sehingga PMAP kembali dilaksanakan (observasi, Jakarta Barat, 6 April 2019).
53
Tempat untuk PMAP ini selalu berpindah-pindah, sejauh ini temapt yang
digunakan untuk kegiatan PMAP ini adalah gratis. Yeyen biasanya melakukan
survei dengan makan ditempat itu kemudian ngobrol dengan pemilik tersebut.
“Sebenernya saya setahun sekali bikin cuma ada yang ci bikin PMAP lagi dong trus
saya survei tempat dong, saya makan, saya ngobrol sama pemilik kaya gini
contohnya Foodpedia mereka setuju tanpa sewa tempat mereka kasih free sama
kaya Kedai Indo juga kasih free. Sebenernya ada take and gift ya di eposter juga
kan mempromosikan tempat mereka juga dan keuntungan bagi kita ya kita bisa
pajang dengan free take and gift lah ya” (wawancara dengan Yeyen, 6 April
2019).
Kegiatan PMAP ini sudah berjalan tiga kali, hasil dari kegiatan PMAP yang
pertama sudah digunakan untuk mengadopsi 3 pohon dan pada PMAP kedua
sudah mengadopsi 2 pohon yang ada di Provinsi Jambi – “...kita sempet adopsi
pohon sebanyak 3 pohon kemarin waktu PMAP 2 adopsi pohon 2 satu
kesenangan bisa adopsi pohon jadi tujuan goals saya itu nyampe pengen adopsi
pohon jadi PMAP pertama sukses PMAP kedua sukses” (wawancara Yeyen 6
April 2019).
Berdiri sejak 22 April 2016 hingga saat ini HII telah memiliki lebih dari 400
orang sukarelawan, lebih dari 7000 peserta kegiatan, lebih dari 8 kota, 80 mitra
dan 2.521 pohon yang diadopsi. Tidak menutup kemungkinan angka ini pastinya
akan terus bertambah sesuai dengan kegiatan yang dilaksanakan oleh HII.
54
BAB III
Pelestarian Hutan di Indonesia Melalui Gerakan Hutan itu Indonesia (HII)
Dalam bab tiga ini penulis akan membahas Hutan itu Indonesia (HII)
sebagai sebuah gerakan sosial dan upaya pelestarian hutan melalui teori gerakan
sosial yang berfokus pada perubahan baik pada individu, hutan, maupun
masyarakat serta mengetahui strategi yang digunakan HII untuk mencapai
perubahan tersebut.
McAdam dan Snow mengkonsepkan gerakan sosial melalui elemen-elemen
berikut: a) aksi kolektif atau bersama, b) tujuan berorientasi pada perubahan, c)
berbentuk organisasi/memiliki tingkat organisasi, d) memiliki kesinambungan
yang sifatnya temporal, dan e) bersifat aksi kolektif ekstrainstitusional (di luar
kelembagaan) atau campuran ekstrainstitusional (aksi protes di jalan) dan
institusional (lobi) (Mc Adam dan Snow, 1997: xviii).
Hutan itu Indonesia (HII) diidentifikasi sebagai gerakan sosial menggunakan
elemen-elemen yang telah dibahas oleh McAdam dan Snow yaitu: pertama, aksi
kolektif atau bersama . HII melakukan aksi kolektif atau bersama bukan individu,
dimana HII adalah gerakan yang terdiri dari orang-orang yang sadar akan
pentingnya hutan sehingga sering membuat kegiatan yang melibatkan masyarakat
agar mencintai dan peduli dengan hutan. Salah satu kegiatan yang menjadi wujud
dari aksi kolektif adalah fun run #Kulari ke hutan yaitu acara car free day tetapi
bisa dengan beramal karena setiap pelari yang lari sejauah 5 km akan
mendapatkan adopsi pohon sebanyak satu pohon.
55
Kedua, tujuan berorientasi pada perubahan. HII memiliki orientasi pada
perubahan. HII hadir sebagai sebuah gerakan terbuka yang berupaya untuk
mengajak masyarakat supaya peduli dan cinta terhadap hutan, dan yang paling
penting supaya hutan menjadi identitas bangsa Indonesia.
Ketiga berbentuk organisasi, HII memiliki ketua, sekertaris, bendahara yang
tergabung dalam tim inti. Meskipun demikian tim inti ini adalah founder sifatnya
hanya mengawasi, mengacc untuk sebuah kegiatan. Tim harianlah yang
menjalankan program dan kegiatan HIIdan dibantu oleh para sukarelawan. Di tim
harian ini tidak ada ketua yang hanya adalah koordinator.
Keempat memiliki kesinambungan yang sifatnya temporal. HII sejak
didirikan pada 22 April 2016 hingga saat ini masih berlangsung.
Keberlangsungan dari HII ini sifatnya hanyalah sementara sampai tujuan dari HII
ini terwujud yaitu menjadikan hutan Indonesia sebagai identitas bangsa Indonesia
(wawancara dengan Andre 13 November 2018). Selain itu HII juga ingin
menggembakan kembali bahwa Indonesia dijuluki sebagai zamrud khatulistiwa
yang saat ini sudah jarang terdengar dan menjadikan bangsa Indonesia bisa hidup
harmonis dengan hutan yang lestari sesuai dengan yang disampaikan oleh Didie:
“seperti yang kita tau ya istilah zamrud khatulistiwa, zamrud itu kan batu hijau,
Indonesia dijuluki dengan zamrud khatulistiwa karena kita merupakan hamparan
hijau yang ada di garis khatulistiwa. Hamparan hijaunya itu hutan, jadi kita pengen
lagi tuh menggemakan itu bahwa Indonesia adalah zamrud khatulistiwa dengan
hutannya yang bagus, hutan yang lebat, hutan yang lestari. Kita tuh pengen jadiin
hutan tuh sebagai identitasbangsa Indonesia, dan bangsa Indonesia itu bisa hidup
harmonis, dengan hutannya yang lestari” (wawancara dengan Didie 19
September 2018).
56
Kelima bersifat aksi kolektif ekstrainstitusional (di luar kelembagaan) atau
campuran ekstrainstitusional (aksi protes di jalan) dan institusional (lobi politik).
HII termasuk dalam aksi kolektif ekstrainstitusional (di luar kelembagaan) karena
HII merupakan sebuah gerakan yang independen.
HII menjadi salah satu contoh dari gerakan sosial baru (GSB) hal ini
terjadi karena HII sebagai sebuah gerakan masuk dalam kategori GSB yaitu: a)
tujuan dari GSB sendiri berpusat pada non-material menekankan pada perubahan-
perubahan dalam gaya hidup dan kebudayaan daripada mendorong perubahan-
perubahan spesifik dalam kebijakan publik, atau perubahan ekonomi. Sebagai
sebuah gerakan HII sudah jelas dalam tujuannya berpusat pada non-material,
selain itu juga HII mendorong adanya perubahan untuk lingkungan khususnya
hutan, dalam kebijakan publik HII berharap dibentuknya hari hutan Indonesia
agar masyarakat Indonesia lebih sadar dan ingat bahwa hutan di Indonesia indah,
luas dan sangat penting untuk kehidupan sehari-hari.
b) Dalam struktur, GSB lebih memilih bentuk yang tidak institusional dan
menggati pemimpinannya secara bersekala. Oleh karena itu GSB lebih terbuka,
terdesentralisasi, dan non-hirarki. Meskipun di HII memiliki struktur seperti
ketua, sekertaris, dan bendahara tetapi mereka mengganti ketuanya secara
bersekala dan melalui voting sehingga lebih terbuka.
c) Partisipan GSB berasal dari berbagai basis sosial yang melintasi
kategori-kategori sosial seperti gender, pendidikan, okupasi dan kelas. Partisipasi
HII atau yang sering disebut dengan sukarelawan terdiri dari berbagai macam latar
belakang pendidikan, pekerjaan, usia dan gender.
57
Perubahan sosial banyak macamnya seperti yang dinyatakan oleh Selo
Soemardjan menyatakan perubahan sosial adalah:
“segala perubahan pada lembaga-lembaga kemasyarakatan di dalam suatu
masyarakat, yang memepengaruhi sistem sosialnya, termasuk di dalamnya
nilai-nilai, sikap-sikap, dan pola-pola peri kelakuan diantara kelompok-
kelompok dalam masyarakat” (Soekamto, 1985:283) dalam (Setiadi & Kolip,
2011: 610).
Sehingga dalam hal ini penulis ingin mengetahui disektor mana perubahan
yang terjadi serta sejauh mana perubahan tersebut berdampak dalam upaya
pelestarian hutan di Indonesia melalui HII.
A. Kampanye, Knowladge, dan Perubahan Perilaku Sosial
Perubahan sosial merupakan tujuan dari adanya gerakan sosial. David Aberle
membagi perubahan berdasarkan kualitas dan kuantitas. Kualitas dilihat
berdasarkan segi perubahan pada ranah individu atau kelompok. Sedangkan
kuantitas dilihat berdasarkan segi perubahan yaitu perubahan total atau parsial.
Ada empat kategori yang telah di bagi oleh David Aberle HII masuk kedalam
kategori Reformative movements, merupakan gerakan sosial yang menginginkan
perubahan pada masyarakat namun dengan ruang lingkup yang terbatas dalam
sistem sosial yang tertanam. Dalam gerakan ini tidak ada perlawanan dalam
kebijakan saat ini, tetapi upaya untuk meluruskan atau menetralisir kesalahan atau
ancaman yang dirasakan khusus (McAdam dan A. Snow, 1997;xix).
HII masuk dalam kategori reformative movements karena sasaran yang dituju
adalah masyarakat. Selain itu HII juga tidak menentang suatu kebijakan yang ada
58
di negara Indonesia ini karena ranah dari gerakan HII ini bukan kesana dan tidak
menginginkan konflik, selain itu HII ingin menjaga atmosfer menjadi positif dan
masyarakatlah yang menjadi sasaran HII. seperti yang disampaikan oleh Didie:
“Gak menentang kebijakan, Nah memang itu bukan ranahnya HII jadi klo HII itu
ranahnya lebih ke pergerakan aja ke masyarakat gimana kita menyadarkan
masyarakat untuk cinta sama hutan jadi HII itu gak pernah maen itu kan advokasi ya
kalo gitu masalah advokasi, masalah kebijakan, masalah kaya apa sih perizinan HII
memang tidak maen ke situ jadi HII tuh pengennya pendekatannya positif,
pendekatannya menyenangkan, istilahnya apa ya gak mau ada konflik, gak mau ada
pro mana pro mana biasanya kan kadang-kadang kaya gitu kan. Ada orang yang
pro pemerintah, ada yang kontra ama pemerintah HII gak kaya gitu HII maunya
sama-sama bareng-bareng jadi apa ya lebih kaya yuk apa yang bisa kita bikin kita
gak mau nyala-nyalain pemerintah gitu yaudahsih sekarang masyarakat bisa apa
gitu yuk kita gerak bareng-bareng lebih kesitu sih. Karna gimana ya kalo menurut
gue kaya bagi-bagi peran kan udah ada tuh orang-orang yang mengkritisi tentang
kebijakan, mengadvokasi kan lembaganya organisasinya udah ada yaudah itu biar
tugas mereka aja gitu HII ngambil peran yang kampanye ke masyarakat gimana
masyarakat agar lebih cinta sama hutan, gimana masyarakat bisa melakukan aksi
nyata dalam hal-hal yang kecil aja yang bisa dilakukan karna udah ada organisasi
lain yang ngurusin itu kalo semuanya ngurusin kebijakan nanti yang masyarakat ini
yang kampanye siapa nanti gak ada juga nanti gak ada yang mendorong juga”
(wawancara dengan Didie, 6 April 2019).
HII sebagai sebuah gerakan telah menciptakan perubahan pada aspek
individu para sukarelawan HII. Salah satunya Fajri dengan bergabung dengan HII
mereka menjadi lebih positif sesuai dengan nilai yang dianut oleh HII yaitu
positif.
“kalo di diri saya sih gak terlalu signifikan hanya perubahan pola pikir yaitu
positif kita ambil contoh aja kaya sebuah penelitian yang ditanya
permasalahannya apa kan itu negatif beda ama HII yang mereka bicarakan di
hutan ada ini loh jadi pola fikir saya menjadi postif” (wawancara dengan Fajri,
24 Maret 2019).
Selain positif HII membawa perubahan dalam diri sukarelawan yaitu lebih
mencintai hutan, mencari informasi tentang hutan, dan bertekad untuk mencintai
hutan yang letaknya jauh dari kehidupan sehari-hari (wawancara dengan Uty, 2
59
Februari 2019 dan wawancara dengan Damara, 8 Maret 2019). Perubahan pada
individu ditunjukkan dengan para sukarelawan yang telah mengurangi
penggunaan plastik, membawa tumbler.
“Kalo perubahan versi diri gue semenjak gue ikut acara-acara HII, ngepost-
ngepost HII, kadang dibecandain dipanggil anak hutan terus kalo gue lagi main
suka nanya-nanya HII, ikut-ikutan yang gue lakuin misal bawa tumbler,
mengurangi pemakaian plastik dan sebagainya” (wawancara dengan Ikhsan, 1
Februari 2019).
Yeyen ibu dari 3 orang anak juga mengatakan bahwa dengan bergabung
menjadi sukarelawan HII telah mengalami perubahan selain mengurangi
pemakaian plastik dan membawa tumbler tetapi juga menambah tanaman yang
ada di rumah.
“Kalo kehidupan pribadi saya sudah tidak pakai kantong plastik usahakan tidak
pakai kantong plastik tanaman rumah yang tadinya hanya diwajibkan sekarang
gak perlu wajib. Kan kalo ditempat saya harus ada pohon 3 dari RT diajurin
setiap rumah harus ada pohon 3 sekarang lebih suami saya malah seneng tanam
bunga-bungan gitu ya itu yang berasa banget. Terus anak-anak saya ngajarin
usahakan jangan beli kemasan yang sekali pakai kaya botol minuman jadi
mereka lebih seneng bawa tumbler sendiri mereka udah ngerti udah saya ajarin
dan itu udah berefek ke temennya jadi mereka kasih contoh” (wawancara
dengan Yeyen, 6 April 2018).
Berbeda dengan Della, menurutnya bergabung menjadi sukarelawan HII
telah membawa perubahan dalam dirinya menjadi lebih pintar dalam
berorganisasi.
“Kalo di pribadi diri sendiri jelas ada jadi lebih pinter, pinternya dalam arti pinter
organisasi itu bisa banget diterapin di dunia kantor kerja saya sendiri. Kaya
misalkan ada kepanitian ngeliat dari hii kalo misalkan ngerrange acara panitianya
kaya gimana kayanya tersusun banget jadi itu jadi patokan aku juga gitu. Kaya
contohnya daftar hadir selama ini dia ngeshare link ya itu sebenrnya udah ada teknik
cara-cara sebenernya simple dan digital banget jadi itu mulai nerapin itu di kantor
coba ah ke daerah ngirim pendaftaran ada event yang besar juga nih pertemuan
nasional yang notabennya empat tahun sekali disini partisipannya kurang lebih
seratus peserta jadi kan buat ngehandle satu-persatu juga capek apalagi kita sendiri
satu pintu nih istilahnya narahubungnya aku pake link itu jadi belajar dari hii juga
nanya dong ke adminya ke sekretariatnya kaya ke didie ama diyah gimana sih
60
caranya bikin link kaya gitu pernah coba tapi kok gak secanggih itu akhirnya minta
ajarain mereka terus akhirnya mulai diterapin juga ke kantor buat event ini”
(wawancara dengan Della 29 Oktober 2018).
Perubahan banyak telah terjadi dalam setiap pribadi sukarelawan HII berbeda
dalam aspek masyarakat seperti yang telah disampaikan oleh Detha dan Fajri:
“Kalo di masyarakat mungkin belum semua, ya liat aja orang di Jakarta banyak
yang gak peduli itu logikanya kalo menurut gue. Contohnya nih kita ngajak pergi ke
taman-taman eh yuk ke taman gak ada yang mau ikut maunya ke mall, itu temen gue
banyak banget yang kaya gitu” (wawancara dengan Detha, 17 Februari 2019).
“...jika terhadap lingkungan dan masyarakat, menurut pandangan saya sih
belum ada” (wawancara dengan Fajri, 24 Maret 2019).
Meskipun demikian, Della salah satu sukarelawan HII berharap dengan
bertambahnya sukarelawan pertahunnya bisa semakin banyak pula yang
berkontribusi dalam misi menyelamatkan hutan yang ada di Indonesia:
“Kalo perubahan yang aku liat dirasakan masih belum 100% cuma mereka
kesini-sini sukarelawannya nambah ya kaya pengen tau tuh apasih hii
gerakannya kontribusinya apaan apalagi petisi kita sebenernya sudah
melampaui batas cuma kita nunggu aja nih galangin hari hutan golnya jadinya
kapan cuma kalo bener-bener secara nyata sudah baik sih sejauh ini
kontribusinya mereka kaya acara hutan itu beragam lintas agama kita udah
mulai-mulai narik keistu oh ternyata ada peluang ya hutan itu ternyata luas
banget kita bisa liat perspektif hutan tuh dari segi agama juga jadi lebih luas” (wawancara dengan Della 17 Februari 2019).
Sasaran dari gerakan HII adalah masyarakat, “sasaran perubahan HII
adalah masyarakat agar mencintai hutan. Jadi ini kan gerakan maunya
semuakan bareng-bareng. Jadi sebenernya kalo mau dibilang karna ini gerakan
pengennya semua orang terlibat” (wawancara dengan Didie, 6 April 2019).
Untuk mencapai sasaran yaitu masyarakat, HII selalu membuat kegiatan yang
asik, seru dan menyenangkan seperti acara lari, musik, dan masih banyak lagi
61
sehingga masyarakat tertarik untuk datang dan berkontribusi (wawancara dengan
Ikhsan, 25 Oktober 2018).
Selain aspek perubahan pada individu dan perubahan pada masyarakat,
perubahan HII juga di liat dalam aspek perubahan pada hutan. Selama HII
berjalan sejak berdiri pada tahun 2016 perubahan pada hutan belum terlihat
sesuai dengan yang disampaikan oleh Fajri “Jika terhadap lingkungan dan
masyarakat, menurut pandangan saya sih belum ada” (wawancara dengan Fajri,
24 maret 2019). Menurut Mahar, belum adanya perubahan karena masih dalam
bertahap, “Belum banyak ada perubahan karena mungkin bertahap ya”
(wawancara dengan Mahar, 3 April 2019).
Salah satu aksi nyata yang di lakukan gerakan HII adalah dengan adanya
program adopsi pohon. Program adopsi pohon merupakan salah atu cara untuk
menyelamatkan hutan bagi masyarakat yang tinggal jauh dari hutan, selain itu
juga dengan adanya adopsi pohon ingin mengingatkan kepada masyarakat bahwa
hutan tidak segampang itu diganti. Program ini tidak dilakukan sendiri oleh HII
tetapi berkolaborasi dengan mitra yang telah bekerja sama dengan HII salah
satunya adalah Warsi (wawancara dengan Andre, 13 November 2018).
Berdasarkan penjelasan narasumber diatas, kegiatan yang telah dilakukan oleh
HII sudah membuahkan hasil. Melalui kegiatannya HII selalu menyampaikan dan
menyebarkan bahwa hutan itu penting untuk kehidupan sehari-hari sehingga hutan
perlu dijaga. Dalam upaya pelestarian hutan, bisa terlihat dari para sukarelawan
sudah mulai membuat gaya hidup menjadi ramah lingkungan seperti membawa
62
tumbler, tidak menggunakan sedotan plastik, mengurangi pemakaian tisu dan
kertas.
B. Strategi Mobilisasi Partisipasi untuk Mencapai Perubahan Sosial
Dalam mencapai perubahan sebuah gerakan membutuhkan partisipasi dari
masyarakat. Sehingga dalam hal ini perlu diketahui bagaimana HII sebuah
gerakan mengkampanyekan tentang hutan dan mengajak masyarakat untuk
bergabung menjadi sukarelawan HII.
1. Strategi Privat
McCarthy berpendapat bahwa keterlibatan individu dalam gerakan sosial
terlihat pada kehidpan sehari-hari pada situasi mikro-mobilisasi seperti jaringan,
kekeluargaan, pertemanan, teman kerja, dan lainnya (McAdam, McCarthy,
1966:141). Sadar bahwa jaringan adalah salahs satu yang hal yang penting dalam
sebuah gerakan sosial, HII memiliki berbagai cara supaya bisa menjadi volunteer
HII.
Dalam proses pengerkrutan volunteer atau yang bisa disebut dengan
sukarelawan bisa dengan berbagai macam cara. Salah satunya adalah mengisi
form pendaftaran di website Hutan itu Indonesia (wawancara dengan Didie, 19
September 2018). atau bisa dengan langsung menghubungi Didie langsung
sebagai koordinator sukarelawan melalui WhatsApp atau Email (wawancara
dengan Damara, 8 Maret 2019).
Selain dengan cara yang telah disebutkan diatas, para sukarelawan yang
telah bergabung dengan HII biasanya mengajak teman atau keluarga untuk datang
63
dalam acara yang diadakan oleh HII ataupun mengajak masuk menjadi
sukarelawan HII. Beberapa sukarelawan bergabung dengan HII karena ajakan
teman seperti Della dan Detha mereka diajak oleh Arina karena Arina telah lebih
dulu bergabung menjadi sukarelawan HII.
“Pas kulari ke hutan 2 jadi volunteer bareng Della diajak ama Arina”
(wawancara dengan Detha, 17 Februari 2019)
Hal serupa juga dilakukan oleh Della mengajak temannya untuk
bergabung menjadi sukarealwan HII. “...sering udah beberapa temen sih ngajak
tapi satu dua yang akhirnya terlibat dan join udah ada tiga orang sih yang jadi
sukarelawan sebenernya sih banyak cuma karna sibuk ya jadi kaya engga lah gue
gak mau terikat”(wawancara dengan Della, 29 September 2018).
Sesuai dengan nilai yang tertanam di HII yaitu terbuka dan kolaboratif, HII
tidak menyia-nyiakan kesempatan yang ada jika bertemu dengan lembaga,
komunitas, atau organisasi lain untuk diajak berkolaborasi. Salah contoh ketika
HII diundang sebagai partisipasi oleh Youth in Sustainability HII bertemu dengan
beberapa komunitas dan anak muda Didie sebagai Koordinator Sukarelawan dan
Jaringan mengenalkan apa itu HII dan mengajak berkolaborasi. (observasi,
Jakarta, 27 Agustus 2018). Berikut ini salah satu gambar yang menggunakan
strategi privat langsung atau door-to-door.
64
Gambar III.B.1 Penjelasan tentang HII
Sumber: Dokumen Pribadi
2. Strategi Publik
HII dalam berkampanye tidak melakukan aksi demonstrasi atau aksi masa
dijalan. Tetapi HII aktif dalam melakukan kegiatan seperti salah satunya hore
hutan yang dilakukan hampir rutin sebulan sekali. Dalam hore hutan selain
menyampaikan materi sesuai dengan tema yang telah ditentukan kesempatan ini
digunakan untuk mengajak masyarakat yang datang untuk gabung menjadi
sukarelawan HII (observasi, Jakarta Selatan, 29 September 2018).
Selain mengadakan kegiatan sendiri HII juga aktif diundang untuk
berkolaborasi dengan komunitas lain. Contohnya adalah HII berkontribusi dalam
acara Wanitrail yang diadakan di Bogor. Selain membantu acara HII juga tidak
menyia-nyiakan kesempatan dengan berkampanye tentang hutan, mengajak para
peserta untuk mengisi petisi dan berjejaring untuk menjalin kerja sama dengan
komunitas yang lain (observasi, Bogor 4 Agustus 2018).
65
Gambar III.B.2 Sharing tentang Hutan dan Penjelasan HII
Sumber: Dokumen Pribadi
Cara untuk menjadi sukarelawan HII cukup mudah dan bisa melalui beberapa
opsi seperti yang disampaikan oleh Didie:
“Sebenernya gampang banget buat jadi volunteer HII ada beberapa opsi, salah
satunya itu ikut kelas suka hutan jadi kita setiap tahun ada semacam open recrutmen
sih jadi kita bikin kaya pelatihan isinya tentang materi pengenalan sosialisasi
tentang hutan, tentang HIInya, gimana cara melakukan kegiatan kampanye yang
positif, kreatif, dan menyenangkan pokoknya di HII diberi beberapa materi yang
sangat bermanfaat bagi volunteer disitu daftar. atau engga kalau kita lagi ada
kegiatan buka booth atau segala macem dateng aja mau jadi volunteer semudah itu
sih sebenernya” (wawancara Didie, 19 September 2018).
Meskipun untuk mengikuti kelas suka hutan memiliki batas umur tetapi HII
terbuka bagi siapapun untuk bergabung atau berkolaborasi untuk berkampanye
dan melakukan hal-hal untuk melestarikan hutan. “Untuk batas usia, sasaran HII
itukan sekitar umur 17 sampai 45 tahun selama masih rentang itu masih bisa ikut.
Tapi kalaupun yang tua-tua juga ikut ya ikut aja gak apa-apa karena kita
berprinsip bahwa siapapun bisa berkontribusi untuk menjaga hutan”(wawancara
dengan Didie, 19 September 2018).
66
Selain face-to-face secara langsung cara yang digunakan HII untuk
berkampanye dan mensosialisasikan program atau kegiatan yang akan
diselenggarakan adalah dengan menggunakan media sosial “di sini sih sosmed ya
di Instagram, Twitter, Youtube, Facebook yang aku tau website mereka selalu
update di instagram juga sih” (wawancara dengan Della, 29 September 2018). Di
era digital saat ini media sosial sangat berpengaruh dalam menyebarkan informasi
sehingga diharapkan masyarakat terpengaruh virus positif yang disebar oleh HII
dan menurut Ikhsan kampanye HII di media sosial saat ini sudah masif postifnya:
“Tapi kalo gue liat dari awareness sih yang kelihatan masif positifnya, positif disini
ya sesuai dengan yang kita tau kalu HII punya kampanye positif dan itu tepat banget
diterapin era masyarakat global modern sekarang. Maksud gue global modern
adalah terlebih medsos kita taukan semakin teknologi informasi berkembang maka
informasi itu sendiri makin luas ada plus minusnya nah kita tau nitizen modern
sekarang terlalu pusing ama suguhan info negatif entah itu berita tentang bidang
apapun dan gua rasa kampanye hutan rusak, hutan kebakaran, hutan ginilah itulah
itu tuh gak memberi entertain bukan maksud gue hutan rusak itu gak penting, sesuai
dengan imajinasi gue kalo kita mau ngajak mengayomi masyarakat luas yah ayo
buat hutan itu menarik dilihat dan dikenal luas, dibikin asyik breh” (wawancara
dengan Ikhsan, 1 Februari 2019).
Gambar 2.5 Salah satu Media Sosial yang digunakan oleh HII
Sumber: www.instagram.com/hutanituid
67
Selain media sosial yang telah disebutkan diatas, HII juga mengajak media-
media yang anti manisntream- “Umumnya sih social media tapi kita juga setiap
kali ada program pasti mencoba mengajak media-media yang mainstream
contohnya Liputan6.com salah satunya kalo tahun lalu kita kerja sama dengan
Kompastv untuk musika foresta jadi secara platform online dengan Tv kita tetep
main si” (wawancara dengan Andre 13 November 2018).
Sesuai dengan penjelasan diatas HII menggunakan strategi bersifat mobilisasi
massa. Dalam strateginyya HII menggunakan dua jalur yaitu jalur privat
dilakukan dengan mengisi form di website, door-to-door dan dengan obrolan
langsung. Sedangkan startegi jalur publik dilakukan dengan beberapa kegiatan
HII diantaranya kelas suka hutan dan hore hutan serta promosi melalui media
sosial HII.
Dari hasil wawancara yang telah didilakukan oleh penulis, startegi yang tepat
dalam mengakampanyekan hutan adalah strategi publik langsung karena dalam
startegi ini HII sering mengadakan kegiatan yang kretaif dan seru sehinggu sering
kali menarik masyarkat untuk datang. Sedangkan media sosial yang sering
digunakan adalah Instagram, sesuai dengan sasaran yang dituju oleh HII adalah
masyarakat urban yang tinggal di perkotaan tentu mereka rata-rata memiliki akun
Instagram dan pengikut Instagram HII juga sudah banyak. Berbeda dengan
pengrekrutan volunteer atau yang sering disebut dengan sukarelawan penulis
melihat lebih efektif menggunakan strategi privat langsung seperti door-to-door,
dan ajakansecara personal.
68
TABEL III.B.1 Strategi Mobilisasi Partisipasi
Dalam jalur privat kegiatan yang telah dilakukan oleh HII yaitu 1) Musika
Foresta, acara musik yang diselenggrakan oleh HII diadakan di Balai Sarbini
Jakarta terbuka untuk masyarakat umum tetapi harus membeli tiket terlebih
dahulu; 2) Jamuan dari Hutan, acara ini diselenggarakan dengan berkolaborasi
dari berbagai pihak dan jumlah pengunjung terbatas; 3)Cerita dari Hutan, kegiatan
ini diikuti oleh orang-orang yang sudah memenuhi syarat atau kriteria yang
diajukan oleh HII. Tahun 2018 peserta yang ikut dalam kegiatan ini adalah
pemenang kompetisi blog,, video, dan foto; 4) Diskusi Hutan itu Beragam dan
Interfaith Youth Forest Camp merupakan rangkaian dari program Hutan itu
Beragam acara ini terdiri dari perwakian tokoh agama; 5) Kelas Suka Hutan, acara
ini rutin dilakukan setiap tahunnya para calon peserta diwajibkan mengisi formulir
pendaftaran, melampirkan daftar riwayat hidup dan essay yang telah ditentukan
kulari ke hutan,
hore hutan, jamuan dari hutan, cerita dari hutan, lingkar diskusi hutan itu beragam, interfaith Youth Forest Camp, kelas suka hutan,, pesona hutan dan musika foresta
Radio, televisi, surat kabar, dan
Instagrma
Email, telepon, personal chat WhatsApp dan google form
Langsung
(Face-to-face)
Media
Jalur
Privat
Jalur
Publik
69
temanya oleh HII; 6) Youth-for Youth, merupakan kegiatan untuk memancing
minat dan kreativitas anak muda dari beberapa wilayah di Indoensia. Jumlah
peserta dalam kegiatan ini dibatasi hanya 20 orang; 7) Pesona hutan, kegiatan ini
ajang temu kreatif untuk pengembangan jejaring penggiat usaha kretaif berbasis
lestari dari hutan Indonesia dan jumlah pengunjung dalam acara ini terbatas; 8)
Hore hutan, kegiatan ini ditujukan untuk berkumpul, bersilaturahmi dengan para
mitra dan sukarelawan. Kegiatan ini hampir rutin dilakukan setiap bulannya
peserta dalam kegiatan ini biasanya terbatas sehingga calon peserta diharuskan
mendaftar terlebih dahulu.
Dalam jalur publik kegiatan yang dilakukan HII adalah Kulari ke Hutan.
Peserta yang ingin mengikuti acara ini harus mendaftar terlebih dahulu karena
jumlah terbatas. Namun meski jumlah terbatas tetapi masyarakat yang ingin ikut
berlari masih bisa karena acara ini terbuka umum hanya saja peserta yang tidak
mendaftar tidak bisa mendapatkan benefit seperti peserta yang mendaftar.
Di jalur privat biasanya calon peserta mengisi pendaftran di google form yang
sudah di sediakan biasanya di hubungi langsung melalaui chat WhatsApp, email,
sms, ataupun telepon sebelum acara terselenggara. Sedangkan pada jalur publik
masyarakat yang hadir tidak perlu mengisi atau mendaftar sebelum hari h acara
tersebut.Kegiatan yang diselenggarakan oleh HII di sebarluaskan melalui media
sosial seperti Instagram, Facebook, dan Twitter.
Di dalam acara yang dilaksanakan oleh HII selalu menyebarkan informasi
seputar lingkungan dan cara menjaganya serta menyebarkan informasi tentang
70
hutan dan cara mennjaga hutan. Sebagai bentuk aksi nyata untuk menjaga
lingkungan HII selalu meminilamisir pemakaian produk dari sampah seperti tidak
menggunakan sedotan plastik, para peserta yang datang disuruh untuk membawa
tumbler HII menyediakan air dan gelas. Selain itu untuk makanan jika HII
menggunakan nasi kotak para pembatas yang biasanya menggunakan plastik
diganti dengan daun dan tidak menggunakan sendok plastik tetapi menggunakan
sendok stainles.
71
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Hutan itu Indonesia (HII) adalah sebuah gerakan terbuka yang
kampanyekan hutan melalui pesan-pesan positif untuk menumbuhakan rasa
cinta terhadap hutan Indonesia. HII masuk kedalam kategori reformative
movements karena HII adalah gerakan yang menginginkan perubahan pada
masyarakat dan HII tidak ada aksi perlawanan atau penolakan terhadap
kebijakan pemerintah saat ini.
Dengan adanya HII telah membawa perubahan dalam upaya pelestarian
hutan Indonesia. Perubahan yasng terlihat adalah perubahan pada individu,
kesadaran mereka terhadap hutan menjadi lebih tinggi sehingga memulai
dengan gaya hidup yang ramah lingkungan seperti mengurangi pemakain
sampah plastik dengan tidak menggunakan sedotan plastik. Dalam upaya
pelestarian hutan Indonesia HII selalu berusaha dengan mengadakan kegiatan
yang menarik dan keratif agar masyarkat tertarik. Selain itu, untuk perubahan
pada hutan HII mengadakan lima aksi nyata untuk mendukung hutan salah
satunya adalah adopsi pohon.
Dalam strategi mobilisasi partisipasi HII menggunakan dua startegi yaitu
secara privat dan publik. Mobilisasi partisipasi secara publik dilakukan
dengan membuka recruitmen dalam acara kelas hutan selain itu bisa juga saat
HII melaksanakan kegiatan seperti acara Ku Lari ke Hutan setelah acara bisa
72
langsung bertemu tim HII. Media sosial yang digunakan dalam strategi ini
yaitu Instagram, Twitter, Facebook, sangat berpengaruh dalam
mengakpanyekan isu hutan dan kegiatan HII. Strategi secara privat bisa
melalui door-to-door atau ajakan langsung kepada keluarga maupun teman
dan media yang digunakan dalam startegi ini adalah Telepon, Email, dan
WhatsApp.
B. Saran
Saran Praktis:
Adanya kesadaran pentingnya pelestarian lingkungan khususnya
pelestarian hutan diharapkan menjadi kesadaran semua pihak. Gerakan HII
bisa menjadi contoh bagi masyarakat bahwa hutan dan komponen di dalamnya
perlu diperjuangkan bersama-sama guna manfaat yang akan dituai bersama-
sama. Pemerintah juga diharapkan mendukung gerakan tersebut sebagai
langkah guna melestarikan hutan yang sudah dimiliki Indonesia
Saran Teoritis:
Saran penulis dari sisi akademis berkaitan dengan pengembangan konsep
dan teori yang digunakan penulis. Diharapkan dengan adanya penelitian ini
dapat menambah wawasan mengenai teori gerakan sosial dan konsep
perubahan dari David Aberle serta dapat menjadi referensi dalam isu
lingkungan khususnya hutan. Selain itu peneliti meyakini penelitian
selanjutnya dapat menggunakan persepektif yang lain untuk mengetahui
berbagai sisi yang belum terungkap dari penelitian ini.
DAFTAR PUSTAKA
Sumber Buku :
Daymon, Christine dan Immy Holloway. 2008. Metode-Metode Riset Kualitatif dalam Public
Relation dan Marketing Communications. Yogyakarta: PT. Bentang Pustaka
Della Porta, Donatela and Diani, Mario. 2006. Social Movements: An Introduction (2nd
ed.)
Australia: Blackwell Publishing.
Herdiansyah, Haris. 2012. Metodologi Penelitian Kualitatif. Jakarta: Salemba Humanika
Nugraha, Agung dan Murtijo. 2005. Antropologi Kehutanan. Banten: Wana Aksara
Mc Adam, and Snow, David A (ed).1997. Social Movements: Reading On Their Emergence,
Mobilization, and Dynamic. California: Roxbury Publishing Company.
Moleong, Lexy J. 2012. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya
Neuman, W Lawrence. 2015. Metodologi Penelitian Sosial: Pendekatan Kualitatif dan
Kuantatif. Jakarta:PT Indeks
Saebani, Asep Saeful. 2006. Perspektif Perubahan Sosial. Bandung: CV Pustaka Setia
Silalahi, Uber. 2009. Metode Penenlitian Sosial. Bandung: Refika Aditama
Setiadi, Elly M dan Kolip Usman. 2011. Pengantar Sosiologi. Jakarta: Kencana Prenada Media
Group
Sztompka, Piotr. 2014. Sosiologi Perubahan Sosial. Jakarta: Prenadamedia Group
Karya Tulis Lain
A, Yanuar Ibrahim. 2017. Lingkungan Suksesi Organisasi Sukarela (Studi kasus Koalisi Pemuda
Hijau Indonesia). Indonesia Journal of Sociology and Education Policy Vol.2 No. 2
Azwir, dkk. 2016. Peran Lembaga Peutua Uteun (Panglima Hutan) Dalam Melestarikan
Hutan Di Pedalaman Kecamatn Geumpang Kabupaten Pidie. Jesbio Volume v No.2
Damayantanti, Prawestya Tunggul. 2011. Upaya Pelestarian Hutan Melalui Pengelolaan
Sumber Daya Hutan Bersama Masyarakat. Jurnal Komunitas Vol. 3 No. 1
Damiati, Veronika. 2015. Partisipasi Masyarakat Dalam Melestarikan Kawasan Hutan
Lindung Gunung Buduk Sebagai Sumber Air Bersih Di Desa Idas Kecamatan Noyan
Kabupaten Sanggau. Jurnal Hutan Lestari Vol. 3 (1). Universitas Tanjungpara.
Meliyana, dkk. 2013. Gerakan Lingkungan Hidup Dalam Menumbuhkan Kesadaran
Lingkungan Masyarakat Belitung. Jurnal online PPKN UNJ Volume 1 Nomor 2.
Universitas Negeri Jakarta.
Negel, P Julius F. 2011. Pelestarian Hutan Dalam Hubungannya Dengan Lingkungan Dan
Potensi Ekonomi. Proceeding PESAT (Psikologi, Ekonomi, Sastra, Arsitektur & Sipil)
Vol. 4
Rojbiyah, Muntobingul. 2013. Gerakan Koling Pada Upaya Konservasi Hutan Dieng Tahun
2000-2010. Jurnal Sosiologi Reflektif Volume 8. No. 1
Sadikin. 2005. Perlawanan Petani, Konflik Agraria, Dan Gerakan Sosial. Jurnal Analisis
Sosial online. AKATIGA
Suharko. 2006. Gerakan Baru di Indonesia: Repertoar gerakan petani. Jurnal Ilmu Sosial dan
Ilmu Politik. Volume 10 Nomor 1
Surasmi. Gerakan Sosial Penghijauan Di Lereng Barat Gunung Wilis Oleh Masyarakat Di
Kabupaten Madiun. Jurnal Ilmu Pendidikan PKN dan Sosial Budaya
Suwarno, Joko. 2016. Gerakan Muncar Rumahku dan Strategi Mobilisasi Sumber Daya Pada
Gerakan Sosial Penyelamatan Lingkungan. Jurnal Pemikiran Sosiologi. Vol 3 No. 2
Widhiaksono, Hananto. 2009. Upaya Mempertahankan Kelestarian Hutan Dengan
Memanfaatkan Kearifan Lokal Pada Masyarakat Desa Hutan. Surakarta: Skripsi
Universitas Sebelas Maret
Sumber Media dan Website
http://hutanitu.id diakses pada 30 Desember 2017
http://www.menlhk.go.id/downlot.php?file=SoiFo.pdf diunduh pada 28 Oktober 2018
http://sipongi.menlhk.go.id/hotspot/luas_kebakaran dikases pada 10 Okteober 2018
http://bit.ly2yecn0m diakses pada 12 Februari 2018
http://walhi.or.id diakses pada 12 Februari 2018
http://kophi.or.id diakses pada 12 Februari 2018
www.alamsehatlestari.org diakses pada 12 Februari 2018
www.teensgogreen.id diakses pada 12 Februari 2018
https://www.google.com/amp/s/nationalgeographic.grid.id/amp/13304531/hutan-untuk-
penopang-kehidupan diakses pada 7 April 2019
https://www.greenpeace.org/indonesia/siaran-pers/2959/50-juta-hektar-hutan-dunia-hancur-
sementara-sektor-minyak-sawit-di-indonesia-tidak-direformasi/ diakses pada 21 Mei 2019
www.gapki.id diakses pada 21 Mei 2019
https://madaniberkelanjutan.id/2018/01/18/ajari-aku-mencintai-sawit/ diakses pada 21 Mei 2019
http://eyesontheforest.or.id/news/siaran-pers-kamh-menuntut-transparansi-appsinar-mas-tentang-
perusahaan-pemasok-kayu diakses pada 12 Juni 2019
Wawancara
Wawancara Fajri, 31 Agustus 2018
Wawancara Mahar Suwandaru, 5 September 2018
Wawancara Mahar Suwandaru, 3 April 2019
Wawancara Didie, 19 September 2018
Wawancara, Didie, 6 April 2019
Wawancara Della, 29 September 2018
Wawancara Della, 17 Februari 2018
Wawancara Ikhsan, 25 Oktober 2018
Wawancara Ikhsan, 1 Februari 2019
Wawancara Uty, 6 Maret 2018
Wawancara Uty 2, Februari 2019
Wawancara Andre, 13 November 2018
Wawancara Damara, 2 Desember 2018
Wawancara Damara, 8 Maret 2019
Wawancara Detha, 17 Februari 2019
Wawancara Yeyen, 6 April 2019