gea
DESCRIPTION
geaTRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
Glomerulonefritis merupakan penyebab utama terjadinya gagal ginjal tahap akhir dan
tingginya morbiditas pada anak maupun dewasa. Sebagian besar glomerulonefritis bersifat
kronik dengan penyebab yang tidak jelas dan sebagian besar tampaknya bersifat imunologis.
Terminologi glomerulonefritis yang dipakai adalah untuk menunjukan bahwa kelainan yang
pertama dan utama terjadi pada glomerulus bukan pada struktur jaringan ginjal yang lain seperti
misalnya tubulus, jaringan isterstitial maupun sistem vaskulaturnya. Istilah glomerulonefritis
dipergunakan untuk menunjuka gambaran klinis dan kelainan histopatologik yang terjadi.
Salah satu bentuk glomerulonefritis akut (GNA) yang banyak dijumpai pada anak adalah
glomerulonefritis akut pasca streptokokus (GNAPS). GNAPS dapat terjadi pada semua usia,
tetapi paling sering terjadi pada usia 6 – 7 tahun. Penelitian multisenter di Indonesia
memperlihatkan sebaran usia 2,5 – 15 tahun dengan rerata usia tertinggi 8,46 tahun dan rasio ♂ :
♀ = 1, 34 : 1. Glomerulus nefritis akut paska infeksi dapat terjadi akiba bakteri atau virus
patogen lain.
1
BAB II
LAPORAN KASUS
BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI
RS PENDIDIKAN : RSUD BUDHI ASIH
STATUS PASIEN KASUS
Nama Mahasiswa : Dhimas Akbar Mulia Pembimbing : Prof. Dr. Muzief Sp.A
NIM : 030.09.069 Tanda tangan:
IDENTITAS PASIEN
Nama : An. AS Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 14 bulan Suku Bangsa : Jawa
Tempat / tanggal lahir : Jakarta, 10 Mei 2005 Agama : Islam
Alamat : Jl. Pancoran Barat no. 1 RT/RW 7/6
Pendidikan :
Orang tua / Wali
Ayah: Ibu :
Nama : Tn. A
Umur : 35 tahun
Alamat : Ciganjur, Jagakarsa, Jakarta selatan
Pekerjaan : Pegawai Swasta
Penghasilan: Rp. 2.000.000/ bulan
Pendidikan : SMA
Suku Bangsa : Betawi
Agama : Islam
Nama : Ny. T
Umur : 30 tahun
Alamat : Ciganjur, Jagakarsa, Jakarta selatan
Pekerjaan : ibu rumah tangga
Penghasilan: -
Pendidikan : D2
Suku Bangsa : Betawi
Agama : Islam
Hubungan dengan orang tua : pasien merupakan anak kandung
2
I. ANAMNESIS
Dilakukan secara autoanamnesis dan alloanamnesis dengan Ny. T (ibu kandung pasien)
Lokasi : Bangsal lantai V Timur, kamar 511
Tanggal / waktu : 03 September 2014 pukul 00.11 WIB
Tanggal masuk : 02 September 2014 pukul 22.30 WIB (di IGD)
Keluhan utama : BAB cairsejak 3 hari SMRS
Keluhan tambahan : Muntah, Batuk, demam
A. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG :
Pasien datang dibawa oleh keluarganya ke IGD RSUD Budhi Asih dengan keluhan BAB cair
sejak 3 hari SMRS. BAB cair 3-5x /hari, ampas (+) warna kuning kehijauan , lendir (+) bau asam
(+) darah (-).
Demam naik turun sejak 5 hari yang lalu. Di ukur hanya dengan perabaan tangan saja. Dan
mendadak tinggi 1 hari SMRS.
Muntah isi makanan yang dimakan, lebih dari 5x.hari sejak 4 hari SMRS. Terdapat batuk sejak 2
minggu SMRS. Tidak ada mimisan, gusi berdarah maupun kejang. Pasien masih mau minum air
putih dan masih rewel
B. RIWAYAT KEHAMILAN / KELAHIRAN
KEHAMILAN
Morbiditas kehamilan Tidak ada. Anemia (-), HT (-), DM (-),
penyakit jantung (-), penyakit paru (-), infeksi
(-)
Perawatan antenatal Rutin kontrol ke tempat praktek bidan 1x setiap
bulan dan saat menginjak usia tujuh bulan
dilakukan 2x setiap bulan, sudah melakukan
imunisasi TT 1x
KELAHIRAN Tempat persalinan Praktek bidan
Penolong persalinan Bidan
Cara persalinanSpontan
Masa gestasi Cukup Bulan
Keadaan bayi Berat lahir : 3200 gram
Panjang lahir : 40 cm
3
Lingkar kepala : tidak tahu
Langsung menangis
Nilai APGAR : (tidak tahu)
Kelainan bawaan : -
Kesimpulan riwayat kehamilan / kelahiran :
pasien lahir secara pervaginam, spontan, cukup bulan, tanpa adanya penyulit.
C. RIWAYAT PERKEMBANGAN
Pertumbuhan gigi I : Umur 7 bulan (Normal: 5-9 bulan)
Gangguan perkembangan mental : Tidak ada
Psikomotor
Tengkurap : Umur 4 bulan (Normal: 3-4 bulan)
Duduk : Umur 6 bulan (Normal: 6-9 bulan)
Berdiri : Umur 8 bulan (Normal: 9-12 bulan)
Berjalan : Umur 10 bulan (Normal: 13 bulan)
Kesimpulan riwayat pertumbuhan dan perkembangan : tidak terdapat kertelambatan dalam
pertumbuhan dan perkembangan pasien, baik sesuai usia.
D. RIWAYAT MAKANAN
Umur
(bulan)ASI/PASI Buah / Biskuit Bubur Susu Nasi Tim
0 – 2 ASI - - -
2 – 4 ASI - - -
4 – 6 ASI - - -
6 – 8 ASI + PASI + + -
8 – 10 ASI + PASI + + -
10 -12 ASI + PASI + + +
Kesimpulan riwayat makanan : Sejak lahir pasien mendapatkan ASI eksklusif. Asupan
makanan pasien sehari-hari cukup baik. Pasien minum ASI sebanyak ebih dari 3x/ hari atau
4
setiap pasien menangis. Susu formula jarang diberikan. Selain itu pasien juga mengonsumsi nasi
tim.
E. RIWAYAT IMUNISASI
Vaksin Dasar ( umur ) Ulangan ( umur )
BCG 2 bulan - - - - -
DPT / PT 2 bulan 4 bulan 6 bulan 24 bulan 5 tahun -
Polio 0 bulan 2 bulan 6 bulan 18 bulan 5 tahun -
Campak - - 9 bulan 24 bulan 6 tahun -
Hepatitis B 0 bulan 1 bulan 6 bulan - - -
Kesimpulan riwayat imunisasi : Imunisasi dasar lengkap dan sesuai jadwal. Tidak dilakukan
imunisasi tambahan.
F. RIWAYAT KELUARGA
a. Corak Reproduksi
No UmurJenis
kelaminHidup
Lahir
matiAbortus
Mati
(sebab)
Keterangan
kesehatan
1. 6 tahun Laki-laki Hidup - - - -
2. 14 bulan Perempuan h Hidup - - - -
b. Riwayat Pernikahan
Ayah / Wali Ibu / Wali
Nama Tn. B Ny. A
Perkawinan ke- 1 1
Umur saat menikah 23 tahun 25 tahun
Pendidikan terakhir Tamat SMA D2
Agama Islam Islam
5
Suku bangsa Betawi Betawi
Keadaan kesehatan Sehat Sehat
Kosanguinitas - -
Penyakit, bila ada - -
c. Riwayat Penyakit Keluarga :
Kakek dan kakak pasien menderita TB paru dengan hasil BTA positif . kakak pasien sudah
dalam pengobatan 4 bulan dan kakek pasien baru di diagnosa 2 hari yang lalu. Kakak pasien
tinggal serumah dengan pasien dah sering main bersama.
d. Riwayat Kebiasaan Keluarga : Pada anggota keluarga pasien tidak ada yang memiliki
kebiasaan merokok.
Kesimpulan Riwayat Keluarga : tidak ada anggota keluarga yang mengalami gejala dan
penyakit yang serupa dengan pasien
G. RIWAYAT PENYAKIT YANG PERNAH DIDERITA
Penyakit Umur Penyakit Umur Penyakit Umur
Alergi (-) Difteria (-)Penyakit
jantung(-)
Cacingan (-) Diare (-) Penyakit ginjal (-)
DBD (-) Kejang (-) Radang paru (-)
Otitis (-) Morbili (-) TBC (-)
Parotitis (-) Operasi (-)Lain-lain: batuk
dan pilek (flu)Jarang
Pasien pernah dirawat di RSUD Budhi Asih dengan keluhan demam lama 10 hari pada usia 4
bulan. Menurut ibu pasien, hasil pemeriksaan DBD dan demam typhoid negatif.
6
Kesimpulan Riwayat Penyakit yang pernah diderita : Pasien belum pernah mengalami
penyakit yang sama sebelumnya, diakui pernah mengalami batuk dan pilek. Dan pernah dirawat
di RSUD Budhi Asih dengan demam lama.
H. RIWAYAT LINGKUNGAN PERUMAHAN
Pasien tinggal di rumah kontrakan bersama ayah dan ibunya, Menurut pengakuan,
ventilasi di rumah cukup baik, pencahayaannya baik, sumber air bersih berasal dari air tanah, dan
sumber air minum berasal dari air galon serta sampah dibuang setiap harinya. Diakui lingkungan
sekitar rumah cukup baik, kawasan padat penduduk namun tidak kumuh. Di sekitar rumah pasien
ada yang menderita penyakit yang sama.
Kesimpulan Keadaan Lingkungan : Lingkungan rumah cukup baik. Terdapat faktor resiko
penularan pada penyakit pasien
I. RIWAYAT SOSIAL DAN EKONOMI
Ayah pasien saat ini bekerja sebagai supir, dengan penghasilan Rp.3.000.000,00/
bulannya. Penghasilan tersebut diakui cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Kesimpulan sosial ekonomi: Cukup baik, pasien berasal dari keluarga dengan taraf sosial
ekonomi menengah.
7
II. PEMERIKSAAN FISIK ( 03 September 2014 pukul 10.50 WIB)
STATUS GENERALIS
Keadaan Umum
Kesan Sakit : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis
Kesan Gizi : Gizi kurang
Keadaan lain : ikterik (-), sesak (-), sianosis (-)
Data Antropometri
Berat Badan sebelum sakit : 7 Kg
Berat Badan sekarang : 7 kg
Panjang Badan : 72 cm
Lingkar Kepala : 34,5 cm (mikrocephali)
Lingkar Lengan Atas : 18 cm
Status Gizi
BB / U = 7/10 x 100 % = 70% (gizi kurang)
TB / U = 72/76 x 100 % = 94,73% (mild stuntung)
BB / TB = 7/9,2 x 100 % = 76% (gizi kurang)
Tanda Vital
Nadi : 140 x / menit, kuat, isi cukup, ekual kanan dan kiri, regular
Nafas : 31 x / menit, abdomino-torachal
Suhu : 38,4°C, axilla (diukur dengan termometer air raksa)
KEPALA : mikrocefali, ubun-ubun besar cekung (-)
RAMBUT : Rambut hitam, keriting, lebat, distribusi merata dan tidak mudah dicabut
WAJAH : Wajah simetris, luka atau jaringan parut
MATA :
8
Visus : tidak dilakukan Ptosis : -/-
Sklera ikterik : -/- Lagofthalmus : -/-
Konjungtiva anemis : -/- Cekung : +/+
Exophthalmus : -/- Kornea jernih : +/+
Enophtalmus : -/- Strabismus : -/-
Lensa jernih : +/+ Nistagmus : -/-
Cekung : -/- Pupil : bulat, isokor
Refleks cahaya : langsung +/+ , tidak langsung +/+
TELINGA :
Bentuk : normotia Tuli : -/-
Nyeri tarik aurikula : -/- Nyeri tekan tragus : -/-
Liang telinga : lapang Membran timpani : sulit dinilai
Serumen : -/- Refleks cahaya : sulit dinilai
Cairan : -/-
HIDUNG :
Bentuk : simetris Napas cuping hidung : -/-
Sekret : -/- Deviasi septum : -
Mukosa hiperemis : -/- Konka eutrofi : -
BIBIR : mukosa berwarna merah muda, agak kering (+), sianosis (-), pucat (-)
MULUT : trismus (-), oral hygiene cukup baik, halitosis (-),
LIDAH : Normoglosia, mukosa berwarna merah muda, hiperemis (-), atrofi papil (-),
tremor (-), lidah kotor (-)
TENGGOROKAN : dinding posterior faring tidak hiperemis, uvula terletak di tengah, ukuran
tonsil T1/T1 tidak hiperemis, kripta tidak melebar, tidak ada detritus
LEHER : Bentuk tidak tampak kelainan, edema (-), massa (-), tidak tampak dan tidak
teraba pembesaran tiroid maupun KGB, trakea tampak dan teraba di tengah
THORAKS :
Inspeksi : Bentuk thoraks simetris, tidak ada hemithorax yang tertinggal saat pernapasan,
warna kulit sawo matang, tidak didapatkan adanya retraksi sela iga, sternum mendatar,
tulang iga normal,
9
Palpasi : Gerakan pernapasan simetris kanan dan kiri, vocal fremitus sama kuat
Perkusi : sonor pada kedua lapang paru
Auskultasi : suara napas vesikuler pada kedua lapang paru, ronchi (-/-), wheezing (-/-),
bunyi jantung I-II reguler, murmur (-), gallop (-)
ABDOMEN :
Inspeksi : perut datar, warna kulit sawo matang, tidak dijumpai adanya efloresensi pada
kulit perut, kulit keriput (-), umbilicus normal, gerak dinding perut saat pernapasan
simetris, tidak tampak bagian yang tertinggal, gerakan peristaltik (-)
Auskultasi : bising usus (+), frekuensi 6x / menit
Perkusi : timpani pada seluruh region abdomen, shifting dullness (-)
Palpasi : supel, nyeri tekan (-) dan nyeri lepas tekan (-) pada seluruh regio abdomen,
turgor kulit baik, hepar tidak teraba membesar, lien tidak teraba membesar, ballottement
(-)
GENITALIA : tidak ditemukan adanya kelainan, rambut pubis (+)
KELENJAR GETAH BENING:
Preaurikuler : tidak teraba membesar
Postaurikuler : tidak teraba membesar
Submandibula : tidak teraba membesar
Supraclavicula : tidak teraba membesar
Axilla : tidak teraba membesar
Inguinal : tidak teraba membesar
EKSTREMITAS :
Simetris, tidak terdapat kelainan pada bentuk tulang, posisi tangan dan kaki, serta sikap
badan, tidak terdapat keterbatasan gerak sendi, akral hangat pada keempat ekstremitas, sianosis
(-), edema tungkai (-), capillary refill time < 2 detik
Kanan Kiri
Ekstremitas atas
Tonus otot Normotonus Normotonus
Trofi otot Eutrofi Eutrofi
Kekuatan otot 5 5
10
Ekstremitas bawah
Tonus otot Normotonus Normotonus
Trofi otot Eutrofi Eutrofi
Kekuatan otot 5 5
STATUS NEUROLOGIS
Refleks Fisiologis Kanan Kiri
Biseps + +
Triceps + +
Patella + +
Achiles + +
Refleks Patologis Kanan Kiri
Babinski - -
Chaddock - -
Oppenheim - -
Gordon - -
Schaeffer - -
Rangsang meningeal
Kaku kuduk -
Kanan Kiri
Kerniq - -
Laseq - -
Brudzinski I - -
Brudzinski II - -
Saraf cranialis
- N. I (Olfaktorius)
11
Tidak dilakukan pemeriksaan
- N. II dan III (Opticus dan Occulomotorius)
Pupil bulat isokor 3mm / 3mm, RCL +/+, RCTL +/+
- N. IV dan VI (Trochlearis dan Abducens)
Gerakan bola mata baik ke segala arah
- N. V (Trigeminus)
Tidak ada gangguan sensibilitas wajah
- N. VII (Facialis)
Wajah simetris
Motorik: dapat menutup mata sempurna, dapat mengernyitkan dahi, dan dapat tersenyum
dengan baik
Sensorik: tidak ada gangguan pengecapan
- N. VIII (Vestibulo-kokhlearis)
Dapat mendengar bunyi gesekan jari pada kedua telinga
- N. IX, X (Glosofaringeus, Vagus)
Tidak ada gangguan menelan
- N. XI (Aksesorius)
Dapat mengangkat kedua bahu dan memutar kepala dengan baik
- N. XII (Hipoglosus)
Gerakan lidah tidak terganggu, tidak terdapat paralisis, kekuatan lidah baik
PUNGGUNG : tulang belakang bentuk normal, tidak terdapat deviasi, massa (-), ruam/
efloresensi (-), gibbus (-), nyeri tekan (-)
KULIT : warna sawo matang merata, pucat (-), tidak ikterik, tidak sianosis, tidak terdapat
efloresensi bermakna, turgor kulit baik, lembab, capillary refill time < 2 detik
III. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium tanggal 2 September 2014
Hematologi Hasil Satuan Nilai Normal
Hematologi
Leukosit 9.3 Ribu/uL 4.5-13.5
12
Eritrosit 4.7 Juta/ uL 3.6-5.8
Hemoglobin 9.8 g/dl 10.7-14.7
Hematokrit 29 % 33-45
Trombosit 550 Ribu/uL 181-521
LED Mm/jam 0-10
MCV 61.0 fL 69-93
MCH 20.6 pg 22-34
MCHC 33.5 g/dl 32-36
RDW 19.5 % <14
Elektrolit
Natrium 131 Mmol/L 135-155
Kalium 2.7 Mmol/L 3.6-5.5
Klorida 104 Mmol/L 98-109
Metabolisme KH
Glukosa darah sewaktu 137 Mg/dl 33-111
13
IV. RESUME
Pasien datang dibawa oleh keluarganya ke IGD RSUD Budhi Asih dengan keluhan BAB cair
sejak 3 hari SMRS. BAB cair 3-5x /hari, ampas (+) warna kuning kehijauan , lendir (+) bau asam
(+) darah (-). Demam naik turun sejak 5 hari yang lalu. Di ukur hanya dengan perabaan tangan
saja. Dan mendadak tinggi 1 hari SMRS. Muntah isi makanan yang dimakan, lebih dari 5x.hari
sejak 4 hari SMRS. Terdapat batuk kering sejak 2 minggu SMRS. Tidak ada riwayat alergi
makanan.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum tampak sakit sedang dan kesadaran compos
mentis. Status gizi pasien adalah gii kurang (BB/TB = 76%). Tanda-tanda vital : nadi
140x/menit, laju napas 31x/menit dan suhu 38,4’C. Pada pemeriksaan generalis didapatkan
mikrocephali, ubun-ubun besar agak sekung, kedua mata agak cekung, mukosa bibir agak kering,
bising usus 6x/menit.
Pada pemeriksaan laboratorium di dapatkan Hb 9,8g/dl, MCV 61 fl, MCH 20,6 pg dan RDW
19,5%, GDS 137mg/dL, Natrium 131 mmol/L, Kalium 2,7 mmol/L
V. DIAGNOSIS BANDING
VI. DIAGNOSIS KERJA
Diagnosis utama : Gastroenteritis Akut ec susp infeksi virus dengan Dehidrasi Sedang
Diagnosis penyerta :
o Elektrolit imbalance
o Anemia mikrositik hipokrom
14
o
VII. PEMERIKSAAN ANJURAN
Pemeriksaan Faeces lengkap
VIII. PENATALAKSANAAN
Non medika Mentosa
Medika Mentosa
IX. PROGNOSIS
Ad Vitam : Dubia Ad Bonam
Ad Functionam : Dubia Ad Bonam
Ad Sanationam : Dubia Ad bonam
15
FOLLOW UP
tanggal S 0 A P
3/9/2014Perawatan hari ke-1BB : 6,5 Kg
BAB cair (+), 6x, ampas (+) lendir (+), darah (-), bau asam (+)
Muntah 1x Batuk kering (+) pilek
(-) Minum (+) Demam (+)
KU : tampak sakit sedang, kesan gizi kurangKesadaran: compos mentisTTV :Nadi : 140x/mSuhu : 37,7 0 CRR : 25 x/ mKepala :UUB cekung (+), mata cekung (+)Mata : konjungtiva anemis -/-Hidung : Napas cuping hidung -/-, sekret -/-Mulut : kering (+), sianosis (–)Tho : retraksi (-)P: Suara napas vesikuler +/+, rhonki -/- Wheezing -/-J: BJ I-II reg, murmur (-), gallop (-)Abdomen : datar, bu (+) 6x/menit, supel, nyeri tekan (-), turgor baik, timpaniEkstremitas : akral hangat, CRT <2”Skor maurice king : 4
GEA dengan dehidras sedang
Gizi kurang Anemia
mikrositik hipokrom
IVFD Kaen 3B 3cc/kg/jam + KCl 10meq/ 24 jamPCT 70mg k/pZinc kid 1x20mgProbiotik 1x1Cek GDT - SITIBC
16
tanggal S 0 A P
4/9/2014Perawatan hari ke-2BB : 6,7 Kg
BAB cair (+), 6x, ampas (+) lendir (+), darah (-), bau asam (+)
Muntah 1x Batuk kering (+) pilek (-) Minum (+) Demam (+)
KU : tampak sakit sedang, kesan gizi kurangKesadaran: compos mentisTTV :Nadi : 140x/mSuhu : 37,4 0 CRR : 30 x/ mKepala :UUB cekung (-), mata cekung (-)Mata : konjungtiva anemis -/-Hidung : Napas cuping hidung -/-, sekret -/-Mulut : kering (-), sianosis (–)Tho : retraksi (-)P: Suara napas vesikuler +/+, rhonki -/- Wheezing +/-J: BJ I-II reg, murmur (-), gallop (-)Abdomen : datar, bu (+) 5x/menit, supel, nyeri tekan (-), turgor baik, timpaniEkstremitas : akral hangat, CRT <2”Skor maurice king : 1
GEA dengan dehidras ringan
Gizi kurang Anemia
mikrositik hipokrom ec def Fe
ISPA
IVFD Kaen 3B 3cc/kg/jam + KCl 10meq/ 24 jam
PCT 70mg k/p Zinc kid 1x20mg Probiotik 1x1 Inhalasi NaCl 10cc +
Ventolin 1 ampul Ambroxol 4mg Salbutamol 04mg Metil prednison
0,5mg Inj. Ampicilin
4x175mg (iv)
17
Hasil laboratorium tanggal 3/9/2014
Hematologi Hasil Satuan Nilai normal
Besi 23 Ug/dl 50-120
TIBC 178 Ug/dl 240-400
Hasil GDT tanggal 3/9/2014
Eritrosit : mikrositik hipokrom
Anisositosis +1 Polikromasi
Poikilositosis +1 Ovalosit +1
Fragmentosit +1 Sel tear drop +1
Roueleoux +1 Sel Burr
Sel pensil +1 Basophillic Stipling
Sel target +2 Auto aglutinasi
sterosit
Leukosit : kesan jumlah cukup, eritrosit berinit 0/100 leukosit
Morfologi : normal
Trombosit : normal
Morfologi : norma
Kesan : Anemia mikrositik hipokrom suspek hemoglobinopati
18
Tanggal, BB, Balance
S 0 A P
5/9/2014Perawatan hari ke-3BB : 6,7 Kg
BAB cair (+), 1x, ampas (+) lendir (+), darah (-), bau asam (+)
Muntah 1x Batuk kering (+) pilek (-) Minum (+) Demam (+)
KU : tampak sakit sedang, kesan gizi kurangKesadaran: compos mentisTTV :Nadi : 124x/mSuhu : 37,0 0 CRR : 25 x/ mKepala :UUB cekung (-), mata cekung (-)Mata : konjungtiva anemis -/-Hidung : Napas cuping hidung -/-, sekret -/-Mulut : kering (-), sianosis (–)Tho : retraksi (-)P: Suara napas vesikuler +/+, rhonki -/- Wheezing +/-J: BJ I-II reg, murmur (-), gallop (-)Abdomen : datar, bu (+) 5x/menit, supel, nyeri tekan (-), turgor baik, timpaniEkstremitas : akral hangat, CRT <2”Skor maurice king : 1
GEA dengan dehidras ringan
Gizi kurang Anemia
mikrositik hipokrom ec def Fe
ISPA
IVFD Kaen 3B 3cc/kg/jam + KCl 10meq/ 24 jam
PCT 70mg k/p Zinc kid 1x20mg Probiotik 1x1 Inhalasi NaCl 10cc +
Ventolin 1 ampul Ambroxol 4mg Salbutamol 04mg Metil prednison
0,5mg Inj. Ampicilin
4x175mg (iv) Feris syr 2x1cc
19
Hasil pemeriksaan Laboratorium tanggal 5/9/2014
Hematologi Hasil Satuan Nilai Normal
Hematologi Hitung jenis
Leukosit 11.3 Ribu/uL 4.5-13.5 Basofil 1 % 0-1
Eritrosit 4.7 Juta/ uL 3.6-5.8 Eosinofil 2 % 1-5
Hemoglobin 9.4 g/dl 10.7-14.7 Natrofil batang 4 % 0-8
Hematokrit 28 % 33-45 Netrofil segmen 50 % 17-60
Trombosit 307 Ribu/uL 181-521 Limfosit 33 % 20-70
LED 12 Mm/jam 0-10 Monosit 10 % 1-11
MCV 59.2 fL 69-93 Basofil 1 % 0-1
MCH 20.0 pg
MCHC 33.7 g/dl
RDW 18.0 % <14
Elektrolit
Natrium 135 Mmol/L 135-155
Kalium 3.3 Mmol/L 3.6-5.5
Klorida 105 Mmol/L 98-109
20
Tanggal, BB, Balance
S 0 A P
6/9/2014Perawatan hari ke-4BB : 6,7 Kg
BAB cair (+), 2x, ampas (+) lendir (+), darah (-), bau asam (+)
Muntah 1x Batuk kering (+) pilek (-) Minum (+) Demam (+) Riwayat kakak pasien TB
paru dengan BTA (+) dan sedang pengobatan 4 bulan
KU : tampak sakit sedang, kesan gizi kurangKesadaran: compos mentisTTV :Nadi : 118x/mSuhu : 37,0 0 CRR : 25 x/ mKepala :UUB cekung (-), mata cekung (-)Mata : konjungtiva anemis -/-Hidung : Napas cuping hidung -/-, sekret -/-Mulut : kering (-), sianosis (–)Tho : retraksi (-)P: Suara napas vesikuler +/+, rhonki -/- Wheezing +/-J: BJ I-II reg, murmur (-), gallop (-)Abdomen : datar, bu (+) 5x/menit, supel, nyeri tekan (-), turgor baik, timpaniEkstremitas : akral hangat, CRT <2”
GEA dengan perbaikan
Gizi kurang Anemia
mikrositik hipokrom ec def Fe
Susp. TB paru
IVFD Kaen 3B 3cc/kg/jam + KCl 10meq/ 24 jam
PCT 70mg k/p Zinc kid 1x20mg Probiotik 1x1 Inhalasi NaCl 10cc +
Ventolin 1 ampul Ambroxol 4mg Salbutamol 04mg Metil prednison
0,5mg Inj. Ampicilin
4x175mg (iv) Feris syr 2x1cc Mantoux test Foto rontgen AP
21
BAB III
ANALISA KASUS
3.1 ANALISA ANAMNESIS
Kasus yang dibahas adalah pasien bernama An. AS usia 12 bulan, jenis kelamin
perempuan yang dirawat dengan diagnosa Gastroenteritis ec suspek infeksi virus dengan
dehidras sedang.
Pasien datang ke IGD RSBA dengan keluhan bengkak sejak 6 hari SMRS, bengkak
muncul awalnya pada bagian kaki, perut, lalu sekitar wajah dan tidak hilang timbul dari waktu
terjadinyadapat disimpulkan bahwa bengkak ini terjadi secara akut. Maka kemungkinan yang
dapat menyebabkan edema secara akut adalah kelainan pada ginjal seperti sindrom nefrotik dan
glomerulonefritis akut. Atau juga bisa decompesasio cordis pada penyakit jantung bawaan.
Edema pada glomerulonefritis akut disebabkan karena albumin yang tidak terfiltrasi yang
akhirnya menyebabkan tekanan onkotik pada pembuluh darah menurun dan menyebabkan
berpindahnya cairan plasma ke ekstravaskular.
BAK berwarna seperti cucian daging dan bersamaan dengan bengkak sejak 6 hari SMRS
merupakan gambaran klinis dari hematuria makroskopik pada glomerulonefritis akut.
Sebelumnya harus ditanyakan terlebih dahulu apakah pasien pernah mengalami trauma disekitar
pinggang, perut atau genital, hal ini untuk menyingkirkan kemungkinan terjadinya hematuri
makroskopik di luar ginjal seperti ureter, vesica urinaria atau uretra. Biasanya gejala hematuri
pada glomerulonefritis ini terjadi pada minggu pertama dan berlangsung sampai beberapa hari
tetapi bisa berlangsung sampai beberapa minggu. Terjadinya hematuri ini akibat kerusakan
dinding kapiler glomerulus sehingga menjadi lebih permeabel terhadap eritrosit.
Pasien mengeluhkan adanya batuk kering satu minggu SMRS. Pada glomerulonefritis akut
paska infeksi di dahului infeksi dari tempat lain yang kemudian antigen tersebut bisa terdeposit
pada glomerulus yang akhrnya menyebabkan inflamasi pada glomerulus.
22
3.2 ANALISA PEMERIKSAAN FISIK
Pada tanda vital pasien saat pertama kali masuk adalah 150/120mmHg, hal ini merupakan
suatu hipertensi berat karena tekanan darah melebihi 5mmHg di atas persentil 99 menurut usia
dan tidak ada gejala klinis seperti ensefalopati, gagal jantung akut, edema paru dan gagal ginjal
akut. Reaksi radang pada glomerulus yang menyebabkan filtrasi glomeruli berkurang, sedangkan
aliran darah ke ginjal biasanya normal. Hal tersebut akan menyebabkan filtrasi fraksi berkurang
sampai di bawah 1%. Keadaan ini akan menyebabkan reabsorbsi di tubulus proksimalis
berkurang yang akan mengakibatkan tubulus distalis meningkatkan proses reabsorbsinya,
termasuk Na, sehingga akan menyebabkan retensi Na dan air.
Penelitian-penelitian lebih lanjut memperlihatkan bahwa retensi Na dan air didukung oleh
keadaan berikut ini:
1. Faktor-faktor endothelial dan mesangial yang dilepaskan oleh proses radang di
glomerulus.
2. Overexpression dari epithelial sodium channel.
3. Sel-sel radang interstitial yang meningkatkan aktivitas angiotensin intrarenal.
Faktor-faktor inilah yang secara keseluruhan menyebabkan retensi Na dan air, sehingga
dapat menyebabkan edema dan hipertensi.
Didapatkan edema pada wajah, tungkai dan shiftting dullness (+) pada pasien. Hal ini sesuai
pada dengan gejala klinis pada glomerulonefritis. Edema paling sering terjadi di daerah
periorbital (edema palpebra), disusul daerah tungkai. Jika terjadi retensi cairan hebat, maka
edema timbul di daerah perut (asites), dan genitalia eksterna (edema skrotum/vulva) menyerupai
sindrom nefrotik. Distribusi edema bergantung pada 2 faktor, yaitu gaya gravitasi dan tahanan
jaringan lokal. Oleh sebab itu, edema pada palpebra sangat menonjol waktu bangun pagi, karena
adanya jaringan longgar pada daerah tersebut dan menghilang atau berkurang pada siang dan
sore hari atau setelah melakukan kegitan fisik. Hal ini terjadi karena gaya gravitasi.
23
3.3 ANALISA PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pada pemeriksaan urinalisis di dapatkan eritrosit +3 dan adanya Albumin +3 disebabkan
karena adanya kerusakan dari filtrasi glomerulus sehingga menjadi lebih permeabel terhadap
eritrosit dan protein. Hematuria mikroskopik dapat berlangsung lebih lama, umumnya
menghilang dalam waktu 6 bulan. Kadang-kadang masih dijumpai hematuria mikroskopik dan
proteinuria walaupun secara klinik sudah sembuh.
Pada pemeriksaan darah di dapatkan ASTO negatif yang menunjukan bahwa
penyebabnya bukan streptokokus B hemolitikus.
3.4 ANALISA DIAGNOSIS
Diagnosa kerja utama Glomerulonefritis akut non paska streptokokus dengan hipertensi
berat ditegakan berdasarkan :
1. Secara klinik diagnosis GNA dapat ditegakkan bila dijumpai full blown case dengan
gejala-gejala hematuria, hipertensi,proteinuria, dan edema
2. Untuk menunjang diagnosis klinik, dilakukan pemeriksaan laboratorium berupa ASTO
(negatif) dan pemeriksaan urinalisis yang didapatkan eritrosit (+3), albumin (+1). Dalam hal ini,
hasil pemeriksaan ASTO negatif menandakan bahwa etiologi GNA pasien ini bukan
streptokokus ß hemolitikus grup A.
3. Hipertensi pada psaien ini berdasarkan rerata TDS dan/atau TDD > persentil 95 menurut
jenis kelamin, usia, dan tinggi badan. Dan Hipertensi Grade II pada pasien ini
berdasarkan TDS atau TDD .5mmHg di atas persentil 99
Pada sindrom nefrotik terjadi edema juga yang mulai dari bagian sekitar mata kemudia ke
tungkai dan keseluruh tubuh. Jarang ada hipertensi pada penyakit ini dan pada pemeriksaan urin
didapatkan protein +3 atau +4 dan bisa disertai hematuri mikroskopis tapi jarang ada hematuri
makroskopis
Glomerulonefritis akut post streptokokus bisa disingkirkan karena hasil ASTO yang negatif
24
Diagnosis banding Glomerulonefritis kronik eksaserbasi akut bisa disingkirkan karena pasien
tidak ada riwayat pernah terkena penyakit ginjal sebelumnya. Dan biasanya pada penyakit ini
disertai denga gangguan pertumbuhan, anemia dan ureum yang jelas meninggi waktu timbulnya
gejala nefritis
Penyakit ginjal dengan manifestasi hematuria seperti sindrom Alport, IgA-IgG nefropati juga
bisa disingkirkan karena pada penyakit ini tidak disertai dengan edema dan hipertensi.
Penyakit sistemik seperti SLE bisa bisa menyebabkan nefritis lupus yang mempunyai gejala
edema, proteinuria, dan hipertensi. Tapi pada pasien ini tidak terpenuhi kriteria diagnosis SLE
berdasarkan American College of Rheumatology.
3.5 ANALISA TATALAKSANA
Indikasi rawat inap pada pasien ini adalah adanya Hipertensi Grade II. Hipertensi bisa
diatasi secara efektif dengan vasodilator perifer (hidralazin, nifedipin). Sebagian besar
pasien hanya perlu terapi antihipertiensi jangka pendek (beberapa hari sampai
beberapa minggu). Pemberian diuretika bisa digunakan untuk mengatasi retensi cairan
dan hipertensinya. Pada hipertensi Grade I atau II tanpa tanda-tanda serebral dapat
diberi kaptopril (0,3-2 mg/kgbb/hari) atau furosemid atau kombinasi keduanya. Selain
obat-obat tersebut diatas, pada keadaan asupan oral cukup baik dapat juga diberi
nifedipin secara sublingual dengan dosis 0,25-0,5 mg/kgbb/hari yang dapat diulangi
setiap 30-60 menit bila diperlukan. Pada pasien telah diberikan penatalaksanaan yang
sesuai dengan literatur yaitu captopril 3x12,5mg ; nifedipin 3x2,5mg ;furosemid
2x20mg
Istirahat di tempat tidur terutama bila dijumpai komplikasi yang biasanya timbul dalam
minggu pertama perjalanan penyakit GNAPS. Sesudah fase akut, tidak dianjurkan lagi
istirahat di tempat tidur, tetapi tidak diizinkan kegiatan seperti sebelum sakit. Lamanya
perawatan tergantung pada keadaan penyakit. Penderita dipulangkan sesudah 10-14
hari perawatan dengan syarat tidak ada komplikasi. Pada pasien ini seharusnya sudah
dapat dipulangkan lebih cepat (tidak 18 hari perawatan) karena keadaan klinis sudah
25
membaik dan tidak ada tanda-tanda komplikasi seperti hipertensi ensefalopati, gagal
ginjal akut.
Diet pada pasien diberikan diet rendah garam I yang berarti pada makanannya tidak
diberikan lagi garam dapur karena adanya gejala edema, asites dah hipertensi berat.
Diet rendah protein sebanyak 0,5-1g/kgBB/hari. Dan untuk asupan cairan harus
seimbang atau balance cairan negatif
Terapi medikamentosa golongan penisilin diberikan untuk eradikasi kuman, yaitu
Amoksisilin 500 mg 3 kali sehari selama 17 hari. Terapi antibiotik bukan terapi
definitif dan apabila diberikan antibiotik seharusnya hanya selama 10 hari.
Pemberian furosemid dikarenakan terjadinya edema berat seperti ascites dengan dosis
0,5-1mg/kg
Pada hipertensi sedang atau berat tanpa tanda-tanda serebral dapat diberi kaptopril
(0,3-2 mg/kgbb/hari) atau furosemid atau kombinasi keduanya. Selain obat-obat
tersebut diatas, pada keadaan asupan oral cukup baik dapat juga diberi nifedipin secara
sublingual dengan dosis 0,25-0,5 mg/kgbb/hari yang dapat diulangi setiap 30-60 menit
bila diperlukan
3.6 Analisa Prognosis
Pada pasien ini tidak ada tanda-tanda komplikasi seperti gagal ginjal akut, edema paru
akut, atau ensefalopati hipertensi. Tapi menurut prevalensi, penyakit GNAPS merupakan
penyebab utama terjadinya gagal ginjal tahap akhir dan tingginya morbiditas pada anak maupun
dewasa. Serta masih ada kemungkinan terjadinya pembentukan glomeruloslerosis kresentik
ekstra-kapiler dan gagal ginjal kronik. Oleh sebab itu prognosis ad vitam, ad sanationam dan ad
functionam pada pasien ini dubia ad bonam.
26
BAB IV
TINJAUAN PUSTAKA
4.1 DEFINISI
Hubungan klasik glomerulonefritis (GN) dengan infeksi GN poststreptococcal, biasanya
berkembang setelah faringitis streptokokus Namun, ada sejumlah penyakit glomerular yang
berhubungan dengan bakteri, virus, jamur, dan parasit lainnya.(1)
4.2 EPIDEMIOLOGI DAN ETIOLOGI
Di Amerika Serikat berbagai penyebab GNA paska infeksi memiliki tingkat prevalensi
yang berbeda. Dalam endokarditis, dapat terjadi pada hingga 20% kasus. Staphylococcus aureus
telah menjadi penyebab yang lebih umum dari GNA paska infeksi daripada Streptococcus di
negara maju. GNA paska infeksi terkait dengan hepatitis C menjadi penyebab yang lebih serring.
Meskipun nomor tertentu untuk statistik kejadian tidak tersedia, di daerah berkembang tertentu
dari dunia, hepatitis B, penyakit HIV, malaria, dan schistosomiasis merupakan penyebab utama
glomerulopathy.
Beberapa pasien dengan glomerulonefritis paska infeksi telah dilaporkan. Sebagian besar
memiliki infeksi bakteri, terutama streptococcal.Lainnya melaporkan patogen termasuk
Staphylococcus aureus, Streptococcus pneumoniae, Chlamydia pneumoniae, Mycoplasma
pneumoniae, Coxiella burnetii dan Nocardia(2).
Infeksi yang berhubungan dengan glomerulonefritis kompleks imun(3) :
1. Bakteri
a. Streptokokus B hemolitikus grup A
b. Streptokokus rup C
c. Staphylococcus aureus (endokarditis baterial subakut)
d. Meningococcus (sepsis)
e. Klabsiella pneumoniae (pneumonia)
f. Salmonella typhi (demam tifoid)
g. Treponema pallidum (sifilis kongenital)
27
h. Mycobacterium leprae (Kusta)
2. Virus
a. Hepatitis B
b. Varisela
c. Morbili
d. Parotitis epidemika
e. Epstein-Bar
f. Influenza
g. HIV
3. Protozoa
a. Plasmodium falciparum
b. Plasmodium malariae
c. Toxoplasma gondii
4. Helminths
a. Filariasis
b. schistosomiasis
4.3 PATOGENESIS(
Jejas glomerulus dapat diakibatkan oleh gangguan-gangguan imunologi, yang dirawiskan
(mungkin biokimia), atau koagulasi. Jejas imunologi adalah penyebab yang paling lazim dan
menyebabkan glomerulonefritis yang merupakan istilah umum untuk beberapa penyakit maupun
istilah hitopatologis yang berarti peradangan kapiler-kapiler glomerulus. Bukti bahwa
glomerulonefritis disebabkan oleh jejas imonologi adalah :
1. kesamaan morfologi dan imunopatologi dengan glomerulonefritis eksperimental
akibat imun
2. terdapatnya reaktan imun pada glomerulus
3. kelainan pada komplemen serum dan temuan antibodi
Ada 2 mekanisme utama jejas imunologi yaitu lokalisasi kompleks imun antigen-antibodi
dalam sirkulasi dan interaksi antibodi dengan antigen lokal di tempat semula. Pada keadaan yang
28
terakhir mungkin antigennya komponen normal glomerulus atau antigen yang telah diendapkan
di glomerulus
Sebagian besar penyakit glomerular yang terkait dengan infeksi dimediasi oleh kompleks
imun. Contoh klasik diamati pada GNAPS melibatkan reaksi antigen-antibodi, yang mungkin
terjadi dalam sirkulasi atau dalam glomerulus. Deposisi di glomerulus menyebabkan aktivasi
kaskade komplemen, yang mungkin melibatkan baik jalur klasik atau alternatif. Kompleks imun
dapat mengaktifkan sel-sel glomerulus endogen. Penurunan faktor kemotaksis menghasilkan
akumulasi leukosit dan trombosit dalam glomerulus dan, akibatnya, respon inflamasi.
Patogenesis GNA paska infeksi tidak sepenuhnya dipahami. Sebagian besar bentuk
glomerulonefritis dianggap konsekuensi dari proses imunologi.Teori terkemuka adalah
peradangan yang ginjal disebabkan oleh deposit antigen dalam glomeruli,lanjut merangsang
fiksasi komplemen dan antibodi spesifik dengan akumulasi berbagai inflamasi sel. (4)
Beberapa peristiwa patogen yang mungkin terjadi pada penyakit virus yang terkait
dengan cedera glomerulus. Ini mungkin termasuk pembentukan kompleks imun beredar
melibatkan antigen virus dan antibodi, pembentukan kompleks imun beredar disebabkan oleh
pelepasan antigen setelah cedera sel, pembentukan in situ reaksi antigen-antibodi atau cedera
diperantarai sel, dan reaksi autoimun untuk struktur glomerulus yang disebabkan oleh virus.
Pada infeksi protozoa, seperti malaria, antibodi terbentuk terhadap antigen malaria.
Kompleks imun yang beredar mengaktifkan komplemen dan makrofag. Kompleks terutama
disimpan di daerah subendothelial. Sebuah respon kekebalan yang dimediasi sel juga dapat
terjadi.
Pada GNAPS terjadi reaksi radang pada glomerulus yang menyebabkan filtrasi glomeruli
berkurang, sedangkan aliran darah ke ginjal biasanya normal. Hal tersebut akan menyebabkan
filtrasi fraksi berkurang sampai di bawah 1%. Keadaan ini akan menyebabkan reabsorbsi di
tubulus proksimalis berkurang yang akan mengakibatkan tubulus distalis meningkatkan proses
reabsorbsinya, termasuk Na, sehingga akan menyebabkan retensi Na dan air.
Penelitian-penelitian lebih lanjut memperlihatkan bahwa retensi Na dan air didukung oleh
keadaan berikut ini:
29
1. Faktor-faktor endothelial dan mesangial yang dilepaskan oleh proses radang di
glomerulus.
2. Overexpression dari epithelial sodium channel.
3. Sel-sel radang interstitial yang meningkatkan aktivitas angiotensin intrarenal.
Faktor-faktor inilah yang secara keseluruhan menyebabkan retensi Na dan air, sehingga
dapat menyebabkan edema dan hipertensi.
Natrium adalah kation terbanyak dalam cairan ekstrasel, jumlahnya bisa mencapai 60 mEq
per kilogram berat badan dan sebagian kecil (sekitar 10-14 mEq/L) berada dalam cairan intrasel.
Lebih dari 90% tekanan osmotik di cairan ekstrasel ditentukan oleh garam yang mengandung
natrium. Khususnya dalam bentuk natrium klorida dan natrium bikarbonat sehingga perubahan
tekanan osmotik pada cairan ekstrasel menggambarkan perubahan kosentrasi natrium.
Perbedaan kadar natrium intravaskuler dan interstital disebabkan oleh keseimbangan Gibbs-
Donnan, sedangkan perbedaan kadar natrium dalam cairan ekstrasel dan intrasel disebabkan oleh
adanya transpor aktif dari natrium keluar sel yang bertukar dengan masuknya kalium kedalam sel
(pompa natrium-kalium)
Efek proteinuria yang terjadi pada GNAPS tidak sampai menyebabkan edema lebih berat,
karena hormon-hormon yang mengatur ekpansi cairan ekstraselular seperti renin angiotensin,
aldosteron dan anti diuretik hormon (ADH) tidak meningkat. Edema yang berat dapat terjadi
pada GNAPS bila ketiga hormon tersebut meningkat.
4.4 MANIFESTASI KLINIS(4)
GNAPS lebih sering terjadi pada anak usia 6 sampai 15 tahun dan jarang pada usia di bawah
2 tahun. GNAPS didahului oleh infeksi GABHS melalui infeksi saluran pernapasan akut (ISPA)
atau infeksi kulit (piodermi) dengan periode laten 1-2 minggu pada ISPA atau 3 minggu pada
pioderma.
Penelitian multisenter di Indonesia menunjukkan bahwa infeksi melalui ISPA terdapat pada
45,8% kasus sedangkan melalui kulit sebesar 31,6%.
Gejala klinik GNAPS sangat bervariasi dari bentuk asimtomatik sampai gejala yang khas.
Bentuk asimtomatik lebih banyak daripada bentuk simtomatik baik sporadik maupun epidemik.
30
Bentuk asimtomatik diketahui bila terdapat kelainan sedimen urin terutama hematuria
mikroskopik yang disertai riwayat kontak dengan penderita GNAPS simtomatik.
GNAPS simtomatik
1. Periode laten :
Pada GNAPS yang khas harus ada periode laten yaitu periode antara infeksi streptokokus dan
timbulnya gejala klinik. Periode ini berkisar 1-3 minggu; periode 1-2 minggu umumnya
terjadi pada GNAPS yang didahului oleh ISPA, sedangkan periode 3 minggu didahului oleh
infeksi kulit/piodermi. Periode ini jarang terjadi di bawah 1 minggu. Bila periode laten ini
berlangsung kurang dari 1 minggu, maka harus dipikirkan kemungkinan penyakit lain,
seperti eksaserbasi dari glomerulonefritis kronik, lupus eritematosus sistemik, purpura
Henoch-Schöenlein atau Benign recurrent haematuria
2. Edema :
Merupakan gejala yang paling sering, umumnya pertama kali timbul, dan menghilang pada akhir
minggu pertama. Edema paling sering terjadi di daerah periorbital (edema palpebra), disusul
daerah tungkai. Jika terjadi retensi cairan hebat, maka edema timbul di daerah perut (asites),
dan genitalia eksterna (edema skrotum/vulva) menyerupai sindrom nefrotik.Distribusi edema
bergantung pada 2 faktor, yaitu gaya gravitasi dan tahanan jaringan lokal. Oleh sebab itu,
edema pada palpebra sangat menonjol waktu bangun pagi, karena adanya jaringan longgar
pada daerah tersebut dan menghilang atau berkurang pada siang dan sore hari atau setelah
melakukan kegitan fisik. Hal ini terjadi karena gaya gravitasi. Kadang-kadang terjadi edema
laten, yaitu edema yang tidak tampak dari luar dan baru diketahui setelah terjadi diuresis dan
penurunan berat badan.
Edema bersifat pitting sebagai akibat cairan jaringan yang tertekan masuk ke jaringan interstisial
yang dalam waktu singkat akan kembali ke kedudukan semula.
3. Hematuria
Hematuria makroskopik terdapat pada 30-70% kasus GNAPS sedangkan hematuria mikroskopik
dijumpai hampir pada semua kasus. Suatu penelitian multisenter di Indonesia mendapatkan
hematuria makroskopik berkisar 46-100%, sedangkan hematuria mikroskopik berkisar 84-
100%. Urin tampak coklat kemerah-merahan atau seperti teh pekat, air cucian daging atau
berwarna seperti cola. Hematuria makroskopik biasanya timbul dalam minggu pertama dan
31
berlangsung beberapa hari, tetapi dapat pula berlangsung sampai beberapa minggu.
Hematuria mikroskopik dapat berlangsung lebih lama, umumnya menghilang dalam waktu 6
bulan. Kadang-kadang masih dijumpai hematuria mikroskopik dan proteinuria walaupun
secara klinik GNAPS sudah sembuh. Bahkan hematuria mikroskopik bisa menetap lebih dari
satu tahun, sedangkan proteinuria sudah menghilang. Keadaan terakhir ini merupakan
indikasi untuk dilakukan biopsi ginjal, mengingat kemungkinan adanya glomerulonefritis
kronik.
4. Hipertensi :
Hipertensi merupakan gejala yang terdapat pada 60-70% kasus GNAPS. Albar mendapati
hipertensi berkisar 32-70%. Umumnya terjadi dalam minggu pertama dan menghilang
bersamaan dengan menghilangnya gejala klinik yang lain. Pada kebanyakan kasus dijumpai
hipertensi ringan (tekanan diastolik 80-90 mmHg). Hipertensi ringan tidak perlu diobati
sebab dengan istirahat yang cukup dan diet yang teratur, tekanan darah akan normal kembali.
Adakalanya hipertensi berat menyebabkan ensefalopati hipertensi yaitu hipertensi yang
disertai gejala serebral, seperti sakit kepala, muntah-muntah, kesadaran menurun dan kejang-
kejang. Penelitian multisenter di Indonesia menemukan ensefalopati hipertensi berkisar 4-
50%.
Hipertensi dinyatakan sebagai rerata TDS dan/atau TDD > persentil 95 menurut jenis kelamin,
usia dan tinggi badan pada > 3 kali pengukuran. Prahipertensi yaitu rerata TDS atau TDD >
persentil 90 tetapi < persentil 95 merupakan, keadaan yang berisiko tinggi berkembang menjadi
hipertensi.
Pengukuran Tekanan Darah pada Anak
Tekanan darah adalah hasil kali tahanan vaskuler perifer dan curah jantung. Pengukuran
tekanan darah yang tepat bergantung pada kondisi penderita saat diperiksa, kualitas peralatan,
dan keterampilan pemeriksa. Pengukuran tekanan darah pada anak memerlukan ruang
pemeriksaan yang tenang, serta kondisi anak yang tenang agar tidak mempengaruhi hasil
pengukuran. Anak dapat berbaring telentang dengan tangan lurus di samping badan atau duduk
dengan lengan bawah yang diletakkan di atas meja sehingga lengan atas berada setinggi jantung.
Peralatan standar untuk mengukur tekanan darah adalah sfigmo-manometer air raksa pada anak
berusia lebih dari tiga tahun. Metode terpilih untuk pengukuran tekanan darah adalah dengan
32
auskultasi. Manset yang digunakan harus sesuai dengan ukuran tubuh anak. Tekanan darah akan
terlalu tinggi apabila manset yang dipakai terlalu kecil dan terlalu rendah bila ukuran manset
terlalu besar. Lebar kantong manset harus menutupi 1/2 sampai 2/3 panjang lengan atas atau
panjang tungkai atas. Panjang manset juga harus melingkari setidak-tidaknya 2/3 lingkar lengan
atas atau tungkai atas. Manset dipasang melingkari lengan atas atau tungkai atas dengan batas
bawah lebih kurang 3 cm dari siku atau lipat lutut. Manset dipompa sampai denyut nadi arteri
radialis atau dorsalis pedis tidak teraba kemudian diteruskan dipompa sampai tekanan naik 20-30
mmHg lagi. Stetoskop diletakkan di denyut arteri brakialis atau poplitea, kemudian manometer
dikosongkan perlahan-lahan dengan kecepatan 2-3 mmHg per detik. Pada penurunan air raksa ini
akan terdengar bunyibunyi Korotkoff. Bunyi Korotkoff I yaitu bunyi yang pertama kali terdengar
berupa bunyi detak yang perlahan. Bunyi Korotkoff II seperti bunyi Korotkoff I tetapi disertai
bunyi desis (swishing sign). Bunyi Korotkoff III seperti bunyi Korotkoff II tetapi lebih keras.
Bunyi Korotkoff IV bunyi tiba-tiba melemah. Bunyi Korotkoff V bunyi menghilang. Tekanan
sistolik adalah saat mulai terdengarnya bunyi Korotkoff I, sedangkan tekanan diastolik adalah
saat mulai terdengarnya bunyi Korotkoff IV yang biasanya pada bayi dan anak bersamaan atau
hampir bersamaan dengan menghilangnya bunyi (Korotkoff V). Dalam keadaan normal, tekanan
darah sistolik di lengan 10-15 mmHg lebih rendah dibanding dengan tekanan darah tungkai.
5. Oliguria
Keadaan ini jarang dijumpai, terdapat pada 5-10% kasus GNAPS dengan produksi urin kurang
dari 350 ml/m2 LPB/hari. Oliguria terjadi bila fungsi ginjal menurun atau timbul kegagalan
ginjal akut. Seperti ketiga gejala sebelumnya, oliguria umumnya timbul dalam minggu
pertama dan menghilang bersamaan dengan timbulnya diuresis pada akhir minggu pertama.
Oliguria bisa pula menjadi anuria yang menunjukkan adanya kerusakan glomerulus yang
berat dengan prognosis yang jelek.
6. Gejala Kardiovaskular :
Gejala kardiovaskular yang paling penting adalah bendungan sirkulasi yang terjadi pada 20-70%
kasus GNAPS. Bendungan sirkulasi dahulu diduga terjadi akibat hipertensi atau miokarditis,
tetapi ternyata dalam klinik bendungan tetap terjadi walaupun tidak ada hipertensi atau
gejala miokarditis. Ini berarti bahwa bendungan terjadi bukan karena hipertensi atau
miokarditis, tetapi diduga akibat retensi Na dan air sehingga terjadi hipervolemia.
33
a. Edema paru
Edema paru merupakan gejala yang paling sering terjadi akibat bendungan sirkulasi.
Kelainan ini bisa bersifat asimtomatik, artinya hanya terlihat secara radiologik. Gejala-
gejala klinik adalah batuk, sesak napas, sianosis. Pada pemeriksaan fisik terdengar ronki
basah kasar atau basah halus. Keadaan ini disebut acute pulmonary edema yang
umumnya terjadi dalam minggu pertama dan kadang-kadang bersifat fatal. Gambaran
klinik ini menyerupai bronkopnemonia sehingga penyakit utama ginjal tidak
diperhatikan. Oleh karena itu pada kasus-kasus demikian perlu anamnesis yang teliti dan
jangan lupa pemeriksaan urin. Frekuensi kelainan radiologik toraks berkisar antara 62,5-
85,5% dari kasus-kasus GNAPS. Kelainan ini biasanya timbul dalam minggu pertama
dan menghilang bersamaan dengan menghilangnya gejala-gejala klinik lain. Kelainan
radiologik toraks dapat berupa kardiomegali, edema paru dan efusi pleura. Tingginya
kelainan radiologik ini oleh karena pemeriksaan radiologik dilakukan dengan posisi
Postero Anterior (PA) dan Lateral Dekubitus. Kanan (LDK). Suatu penelitian
multisenter di Indonesia menunjukkan efusi pleura 81,6%, sedangkan Srinagar da Pondy
Cherry mendapatkan masing-masing 0,3% dan 52%.1 Bentuk yang tersering adalah
bendungan paru. Kardiomegali disertai dengan efusi pleura sering disebut nephritic
lung. Kelainan ini bisa berdiri sendiri atau bersama-sama. Pada pengamatan 48
penderita GNAPS yang dirawat di departemen Anak RSU. Wahidin Sudirohusodo dan
RS. Pelamonia di Makassar sejak April 1979 sampai Nopember 1983 didapatkan 56,4%
kongesti paru, 48,7% edema paru dan 43,6% efusi pleura. Kelainan radiologik paru
yang ditemukan pada GNAPS ini sering sukar dibedakan dari bronkopnemonia,
pnemonia, atau peradangan pleura, oleh karena adanya ronki basah dan edema paru.
Menurut beberapa penulis, perbaikan radiologik paru pada GNAPS biasanya lebih cepat
terjadi, yaitu dalam waktu 5-10 hari, sedangkan pada bronkopnemonia atau pneumonia
diperlukan waktu lebih lama, yaitu 2-3 minggu. Atas dasar inilah kelainan radiologik
paru dapat membantu menegakkan diagnosis GNAPS walaupun tidak patognomonik.
Kelainan radiologik paru disebabkan oleh kongesti paru yang disebabkan oleh
hipervolemia akibat absorpsi Na dan air.
7. Gejala-gejala lain
34
Selain gejala utama, dijumpai gejala umum seperti pucat, malaise, letargi dan anoreksia. Gejala
pucat mungkin karena peregangan jaringan subkutan akibat edema atau akibat hematuria
makroskopik yang berlangsung lama..
4.5 DIAGNOSIS
Berbagai macam kriteria dikemukakan untuk diagnosis GNAPS, tetapi pada umumnya kriteria
yang digunakan adalah sebagai berikut:
Gejala-gejala klinik :
1. Secara klinik diagnosis GNAPS dapat ditegakkan bila dijumpai full blown case dengan gejala-
gejala hematuria, hipertensi, edema, oliguria yang merupakan gejala-gejala khas GNAPS.
2. Untuk menunjang diagnosis klinik, dilakukan pemeriksaan laboratorium berupa ASTO
(meningkat) & C3 (menurun) dan pemeriksaan lain berupa adanya torak eritrosit, hematuria
& proteinuria.
3. Diagnosis pasti ditegakkan bila biakan positif untuk streptokokus ß hemolitikus grup A.
Pada GNAPS asimtomatik, diagnosis berdasarkan atas kelainan sedimen urin (hematuria
mikroskopik), proteinuria dan adanya epidemi/kontak dengan penderita GNAPS.
4.6 TATALAKSANA
1. Istirahat
Istirahat di tempat tidur terutama bila dijumpai komplikasi yang biasanya timbul dalam minggu
pertama perjalanan penyakit GNAPS. Sesudah fase akut, tidak dianjurkan lagi istirahat di
tempat tidur, tetapi tidak diizinkan kegiatan seperti sebelum sakit. Lamanya perawatan
tergantung pada keadaan penyakit. Dahulu dianjurkan prolonged bed rest sampai berbulan-
bulan dengan alasan proteinuria dan hematuria mikroskopik belum hilang. Kini lebih
progresif, penderita dipulangkan sesudah 10-14 hari perawatan dengan syarat tidak ada
komplikasi. Bila masih dijumpai kelainan laboratorium urin, maka dilakukan pengamatan
lanjut pada waktu berobat jalan. Istirahat yang terlalu lama di tempat tidur menyebabkan
anak tidak dapat bermain dan jauh dari teman-temannya, sehingga dapat memberikan beban
psikologik.
2. Diet
35
Jumlah garam yang diberikan perlu diperhatikan. Bila edema berat, diberikan makanan tanpa
garam, sedangkan bila edema ringan, pemberian garam dibatasi sebanyak 0,5-1 g/hari.
Protein dibatasi bila kadar ureum meninggi, yaitu sebanyak 0,5-1 g/kgbb/hari. Asupan cairan
harus diperhitungkan dengan baik, terutama pada penderita oliguria atau anuria, yaitu jumlah
cairan yang masuk harus seimbang dengan pengeluaran, berarti asupan cairan = jumlah urin
+ insensible water loss (20-25 ml/kgbb/hari) + jumlah keperluan cairan pada setiap kenaikan
suhu dari normal (10 ml/kgbb/hari).
3. Antibiotik
Pemberian antibiotik pada GNAPS sampai sekarang masih sering dipertentangkan. Pihak satu
hanya memberi antibiotik bila biakan hapusan tenggorok atau kulit positif untuk
streptokokus, sedangkan pihak lain memberikannya secara rutin dengan alasan biakan
negatif belum dapat menyingkirkan infeksi streptokokus. Biakan negatif dapat terjadi oleh
karena telah mendapat antibiotik sebelum masuk rumah sakit atau akibat periode laten yang
terlalu lama (> 3 minggu). Terapi medikamentosa golongan penisilin diberikan untuk
eradikasi kuman, yaitu Amoksisilin 50 mg/kgbb dibagi dalam 3 dosis selama 10 hari. Jika
terdapat alergi terhadap golongan penisilin, dapat diberi eritromisin dosis 30 mg/kgbb/hari.
4. Simptomatik
a. Bendungan sirkulasi
Hal paling penting dalam menangani sirkulasi adalah pembatasan cairan, dengan kata lain
asupan harus sesuai dengan keluaran. Bila terjadi edema berat atau tanda-tanda edema
paru akut, harus diberi diuretik, misalnya furosemid. Bila tidak berhasil, maka dilakukan
dialisis peritoneal.
b. Hipertensi
Tidak semua hipertensi harus mendapat pengobatan. Pada hipertensi ringan dengan istirahat
cukup dan pembatasan cairan yang baik, tekanan darah bisa kembali normal dalam
waktu 1 minggu. Pada hipertensi sedang atau berat tanpa tanda-tanda serebral dapat
diberi kaptopril (0,3-2 mg/kgbb/hari) atau furosemid atau kombinasi keduanya. Selain
obat-obat tersebut diatas, pada keadaan asupan oral cukup baik dapat juga diberi
nifedipin secara sublingual dengan dosis 0,25-0,5 mg/kgbb/hari yang dapat diulangi
setiap 30-60 menit bila diperlukan. Pada hipertensi berat atau hipertensi dengan gejala
36
serebral (ensefalopati hipertensi) dapat diberi klonidin (0,002-0,006 mg/kgbb) yang
dapat diulangi hingga 3 kali atau diazoxide 5 mg/kgbb/hari secara intravena (I.V).
Kedua obat tersebut dapat digabung dengan furosemid (1 – 3 mg/kgbb).
c. Gangguan ginjal akut
Hal penting yang harus diperhatikan adalah pembatasan cairan, pemberian kalori yang
cukup dalam bentuk karbohidrat. Bila terjadi asidosis harus diberi natrium bikarbonat dan bila
terdapat hiperkalemia diberi Ca glukonas atau Kayexalate untuk mengikat kalium.
4.7 PROGNOSIS
Penyakit ini dapat sembuh sempurna dalam waktu 1-2 minggu bila tidak ada komplikasi,
sehingga sering digolongkan ke dalam self limiting disease. Walaupun sangat jarang, GNAPS
dapat kambuh kembali.
Pada umumnya perjalanan penyakit GNAPS ditandai dengan fase akut yang berlangsung 1-
2 minggu, kemudian disusul dengan menghilangnya gejala laboratorik terutama hematuria
mikroskopik dan proteinuria dalam waktu 1-12 bulan. Pada anak 85-95% kasus GNAPS sembuh
sempurna, sedangkan pada orang dewasa 50-75% GNAPS dapat berlangsung kronis, baik secara
klinik maupun secara histologik atau laboratorik. Pada orang dewasa kira-kira 15-30% kasus
masuk ke dalam proses kronik, sedangkan pada anak 5-10% kasus menjadi glomerulonefritis
kronik. Walaupun prognosis GNAPS baik, kematian bisa terjadi terutama dalam fase akut akibat
gangguan ginjal akut
4.8 KOMPLIKASI
1. Ensefalopati hipertensi (EH).
EH adalah hipertensi berat (hipertensi emergensi) yang pada anak > 6 tahun dapat
melewati tekanan darah 180/120 mmHg. EH dapat diatasi dengan memberikan nifedipin (0,25 –
0,5 mg/kgbb/dosis) secara oral atau sublingual pada anak dengan kesadaran menurun. Bila
tekanan darah belum turun dapat diulangi tiap 15 menit hingga 3 kali.
Penurunan tekanan darah harus dilakukan secara bertahap. Bila tekanan darah telah turun
sampai 25%, seterusnya ditambahkan kaptopril (0,3 – 2 mg/kgbb/hari) dan dipantau hingga
normal.
37
2. Gangguan ginjal akut (Acute kidney injury/AKI)
Pengobatan konservatif :
a. Dilakukan pengaturan diet untuk mencegah katabolisme dengan memberikan kalori
secukupnya, yaitu 120 kkal/kgbb/hari
b. Mengatur elektrolit :
- Bila terjadi hiponatremia diberi NaCl hipertonik 3%.
- Bila terjadi hipokalemia diberikan :
• Calcium Gluconas 10% 0,5 ml/kgbb/hari
• NaHCO3 7,5% 3 ml/kgbb/hari
• K+ exchange resin 1 g/kgbb/hari
• Insulin 0,1 unit/kg & 0,5 – 1 g glukosa 0,5 g/kgbb
3. Edema paru
Anak biasanya terlihat sesak dan terdengar ronki nyaring, sehingga sering disangka
sebagai bronkopneumoni.
4. Posterior leukoencephalopathy syndrome
Merupakan komplikasi yang jarang dan sering dikacaukan dengan ensefalopati
hipertensi, karena menunjukkan gejala-gejala yang sama seperti sakit kepala, kejang, halusinasi
visual, tetapi tekanan darah masih normal.
38
DAFTAR PUSTAKA
1. Lohr J W. Glomerulonephritis Associated with Nonstreptococcal Infection.
Available at : http://emedicine.medscape.com/article/240229-overview#a0104.
Accessed 8/1/2014
2. Noer M S. Glomerulonefritis in Buku Ajar Nefrologi. Alatas, Tambunan T,
Trihono P P, Pardede S O, ed. Jakarta : Ikatan Dokter Anak Indonesia ; 2002. Hal
348
3. Garty B Z, Amir A, Scheuerman O, Hoffer V, Marcus N. Post-Infectious
Glomerulonephritis Associated with Adenovirus Infection. J IMAJ. 2009
December; 759
4. Bergstein J M. Penyakit Glomerulus in Nelson edisi 15. Behrman R E, Kliegman
R, Arvin A M, editor. Jakarta : EGC;2000. Hal 1809
5. Rauf S, Albar H, Aras J. Kosensus Glomerulonefritis Akut Pasca Streptokokus.
Available at :
http://pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2013/12/Pustaka_Unpad_Konsens
us_-Glomerulonefritis_-Akut.pdf.pdf. accessed on September 1st, 2014
6. Supartha M, Suarta I K, Winaya I B A. Hipertensi pada anak. Available at :
http://indonesia.digitaljournals.org/index.php/idnmed/article/viewFile/643/631
accessed on September 1st, 2014.
39