gea

57
BAB I PENDAHULUAN Glomerulonefritis merupakan penyebab utama terjadinya gagal ginjal tahap akhir dan tingginya morbiditas pada anak maupun dewasa. Sebagian besar glomerulonefritis bersifat kronik dengan penyebab yang tidak jelas dan sebagian besar tampaknya bersifat imunologis. Terminologi glomerulonefritis yang dipakai adalah untuk menunjukan bahwa kelainan yang pertama dan utama terjadi pada glomerulus bukan pada struktur jaringan ginjal yang lain seperti misalnya tubulus, jaringan isterstitial maupun sistem vaskulaturnya. Istilah glomerulonefritis dipergunakan untuk menunjuka gambaran klinis dan kelainan histopatologik yang terjadi. Salah satu bentuk glomerulonefritis akut (GNA) yang banyak dijumpai pada anak adalah glomerulonefritis akut pasca streptokokus (GNAPS). GNAPS dapat terjadi pada semua usia, tetapi paling sering terjadi pada usia 6 – 7 tahun. Penelitian multisenter di Indonesia memperlihatkan sebaran usia 2,5 – 15 tahun dengan rerata usia tertinggi 8,46 tahun dan rasio : = 1, 34 : 1. Glomerulus nefritis akut paska infeksi dapat terjadi akiba bakteri atau virus patogen lain. 1

Upload: dhimas-akbar

Post on 07-Feb-2016

76 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

gea

TRANSCRIPT

Page 1: Gea

BAB I

PENDAHULUAN

Glomerulonefritis merupakan penyebab utama terjadinya gagal ginjal tahap akhir dan

tingginya morbiditas pada anak maupun dewasa. Sebagian besar glomerulonefritis bersifat

kronik dengan penyebab yang tidak jelas dan sebagian besar tampaknya bersifat imunologis.

Terminologi glomerulonefritis yang dipakai adalah untuk menunjukan bahwa kelainan yang

pertama dan utama terjadi pada glomerulus bukan pada struktur jaringan ginjal yang lain seperti

misalnya tubulus, jaringan isterstitial maupun sistem vaskulaturnya. Istilah glomerulonefritis

dipergunakan untuk menunjuka gambaran klinis dan kelainan histopatologik yang terjadi.

Salah satu bentuk glomerulonefritis akut (GNA) yang banyak dijumpai pada anak adalah

glomerulonefritis akut pasca streptokokus (GNAPS). GNAPS dapat terjadi pada semua usia,

tetapi paling sering terjadi pada usia 6 – 7 tahun. Penelitian multisenter di Indonesia

memperlihatkan sebaran usia 2,5 – 15 tahun dengan rerata usia tertinggi 8,46 tahun dan rasio ♂ :

♀ = 1, 34 : 1. Glomerulus nefritis akut paska infeksi dapat terjadi akiba bakteri atau virus

patogen lain.

1

Page 2: Gea

BAB II

LAPORAN KASUS

BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI

RS PENDIDIKAN : RSUD BUDHI ASIH

STATUS PASIEN KASUS

Nama Mahasiswa : Dhimas Akbar Mulia Pembimbing : Prof. Dr. Muzief Sp.A

NIM : 030.09.069 Tanda tangan:

IDENTITAS PASIEN

Nama : An. AS Jenis Kelamin : Perempuan

Umur : 14 bulan Suku Bangsa : Jawa

Tempat / tanggal lahir : Jakarta, 10 Mei 2005 Agama : Islam

Alamat : Jl. Pancoran Barat no. 1 RT/RW 7/6

Pendidikan :

Orang tua / Wali

Ayah: Ibu :

Nama : Tn. A

Umur : 35 tahun

Alamat : Ciganjur, Jagakarsa, Jakarta selatan

Pekerjaan : Pegawai Swasta

Penghasilan: Rp. 2.000.000/ bulan

Pendidikan : SMA

Suku Bangsa : Betawi

Agama : Islam

Nama : Ny. T

Umur : 30 tahun

Alamat : Ciganjur, Jagakarsa, Jakarta selatan

Pekerjaan : ibu rumah tangga

Penghasilan: -

Pendidikan : D2

Suku Bangsa : Betawi

Agama : Islam

Hubungan dengan orang tua : pasien merupakan anak kandung

2

Page 3: Gea

I. ANAMNESIS

Dilakukan secara autoanamnesis dan alloanamnesis dengan Ny. T (ibu kandung pasien)

Lokasi : Bangsal lantai V Timur, kamar 511

Tanggal / waktu : 03 September 2014 pukul 00.11 WIB

Tanggal masuk : 02 September 2014 pukul 22.30 WIB (di IGD)

Keluhan utama : BAB cairsejak 3 hari SMRS

Keluhan tambahan : Muntah, Batuk, demam

A. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG :

Pasien datang dibawa oleh keluarganya ke IGD RSUD Budhi Asih dengan keluhan BAB cair

sejak 3 hari SMRS. BAB cair 3-5x /hari, ampas (+) warna kuning kehijauan , lendir (+) bau asam

(+) darah (-).

Demam naik turun sejak 5 hari yang lalu. Di ukur hanya dengan perabaan tangan saja. Dan

mendadak tinggi 1 hari SMRS.

Muntah isi makanan yang dimakan, lebih dari 5x.hari sejak 4 hari SMRS. Terdapat batuk sejak 2

minggu SMRS. Tidak ada mimisan, gusi berdarah maupun kejang. Pasien masih mau minum air

putih dan masih rewel

B. RIWAYAT KEHAMILAN / KELAHIRAN

KEHAMILAN

Morbiditas kehamilan Tidak ada. Anemia (-), HT (-), DM (-),

penyakit jantung (-), penyakit paru (-), infeksi

(-)

Perawatan antenatal Rutin kontrol ke tempat praktek bidan 1x setiap

bulan dan saat menginjak usia tujuh bulan

dilakukan 2x setiap bulan, sudah melakukan

imunisasi TT 1x

KELAHIRAN Tempat persalinan Praktek bidan

Penolong persalinan Bidan

Cara persalinanSpontan

Masa gestasi Cukup Bulan

Keadaan bayi Berat lahir : 3200 gram

Panjang lahir : 40 cm

3

Page 4: Gea

Lingkar kepala : tidak tahu

Langsung menangis

Nilai APGAR : (tidak tahu)

Kelainan bawaan : -

Kesimpulan riwayat kehamilan / kelahiran :

pasien lahir secara pervaginam, spontan, cukup bulan, tanpa adanya penyulit.

C. RIWAYAT PERKEMBANGAN

Pertumbuhan gigi I : Umur 7 bulan (Normal: 5-9 bulan)

Gangguan perkembangan mental : Tidak ada

Psikomotor

Tengkurap : Umur 4 bulan (Normal: 3-4 bulan)

Duduk : Umur 6 bulan (Normal: 6-9 bulan)

Berdiri : Umur 8 bulan (Normal: 9-12 bulan)

Berjalan : Umur 10 bulan (Normal: 13 bulan)

Kesimpulan riwayat pertumbuhan dan perkembangan : tidak terdapat kertelambatan dalam

pertumbuhan dan perkembangan pasien, baik sesuai usia.

D. RIWAYAT MAKANAN

Umur

(bulan)ASI/PASI Buah / Biskuit Bubur Susu Nasi Tim

0 – 2 ASI - - -

2 – 4 ASI - - -

4 – 6 ASI - - -

6 – 8 ASI + PASI + + -

8 – 10 ASI + PASI + + -

10 -12 ASI + PASI + + +

Kesimpulan riwayat makanan : Sejak lahir pasien mendapatkan ASI eksklusif. Asupan

makanan pasien sehari-hari cukup baik. Pasien minum ASI sebanyak ebih dari 3x/ hari atau

4

Page 5: Gea

setiap pasien menangis. Susu formula jarang diberikan. Selain itu pasien juga mengonsumsi nasi

tim.

E. RIWAYAT IMUNISASI

Vaksin Dasar ( umur ) Ulangan ( umur )

BCG 2 bulan - - - - -

DPT / PT 2 bulan 4 bulan 6 bulan 24 bulan 5 tahun -

Polio 0 bulan 2 bulan 6 bulan 18 bulan 5 tahun -

Campak - - 9 bulan 24 bulan 6 tahun -

Hepatitis B 0 bulan 1 bulan 6 bulan - - -

Kesimpulan riwayat imunisasi : Imunisasi dasar lengkap dan sesuai jadwal. Tidak dilakukan

imunisasi tambahan.

F. RIWAYAT KELUARGA

a. Corak Reproduksi

No UmurJenis

kelaminHidup

Lahir

matiAbortus

Mati

(sebab)

Keterangan

kesehatan

1. 6 tahun Laki-laki Hidup - - - -

2. 14 bulan Perempuan h Hidup - - - -

b. Riwayat Pernikahan

Ayah / Wali Ibu / Wali

Nama Tn. B Ny. A

Perkawinan ke- 1 1

Umur saat menikah 23 tahun 25 tahun

Pendidikan terakhir Tamat SMA D2

Agama Islam Islam

5

Page 6: Gea

Suku bangsa Betawi Betawi

Keadaan kesehatan Sehat Sehat

Kosanguinitas - -

Penyakit, bila ada - -

c. Riwayat Penyakit Keluarga :

Kakek dan kakak pasien menderita TB paru dengan hasil BTA positif . kakak pasien sudah

dalam pengobatan 4 bulan dan kakek pasien baru di diagnosa 2 hari yang lalu. Kakak pasien

tinggal serumah dengan pasien dah sering main bersama.

d. Riwayat Kebiasaan Keluarga : Pada anggota keluarga pasien tidak ada yang memiliki

kebiasaan merokok.

Kesimpulan Riwayat Keluarga : tidak ada anggota keluarga yang mengalami gejala dan

penyakit yang serupa dengan pasien

G. RIWAYAT PENYAKIT YANG PERNAH DIDERITA

Penyakit Umur Penyakit Umur Penyakit Umur

Alergi (-) Difteria (-)Penyakit

jantung(-)

Cacingan (-) Diare (-) Penyakit ginjal (-)

DBD (-) Kejang (-) Radang paru (-)

Otitis (-) Morbili (-) TBC (-)

Parotitis (-) Operasi (-)Lain-lain: batuk

dan pilek (flu)Jarang

Pasien pernah dirawat di RSUD Budhi Asih dengan keluhan demam lama 10 hari pada usia 4

bulan. Menurut ibu pasien, hasil pemeriksaan DBD dan demam typhoid negatif.

6

Page 7: Gea

Kesimpulan Riwayat Penyakit yang pernah diderita : Pasien belum pernah mengalami

penyakit yang sama sebelumnya, diakui pernah mengalami batuk dan pilek. Dan pernah dirawat

di RSUD Budhi Asih dengan demam lama.

H. RIWAYAT LINGKUNGAN PERUMAHAN

Pasien tinggal di rumah kontrakan bersama ayah dan ibunya, Menurut pengakuan,

ventilasi di rumah cukup baik, pencahayaannya baik, sumber air bersih berasal dari air tanah, dan

sumber air minum berasal dari air galon serta sampah dibuang setiap harinya. Diakui lingkungan

sekitar rumah cukup baik, kawasan padat penduduk namun tidak kumuh. Di sekitar rumah pasien

ada yang menderita penyakit yang sama.

Kesimpulan Keadaan Lingkungan : Lingkungan rumah cukup baik. Terdapat faktor resiko

penularan pada penyakit pasien

I. RIWAYAT SOSIAL DAN EKONOMI

Ayah pasien saat ini bekerja sebagai supir, dengan penghasilan Rp.3.000.000,00/

bulannya. Penghasilan tersebut diakui cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.

Kesimpulan sosial ekonomi: Cukup baik, pasien berasal dari keluarga dengan taraf sosial

ekonomi menengah.

7

Page 8: Gea

II. PEMERIKSAAN FISIK ( 03 September 2014 pukul 10.50 WIB)

STATUS GENERALIS

Keadaan Umum

Kesan Sakit : Tampak sakit sedang

Kesadaran : Compos mentis

Kesan Gizi : Gizi kurang

Keadaan lain : ikterik (-), sesak (-), sianosis (-)

Data Antropometri

Berat Badan sebelum sakit : 7 Kg

Berat Badan sekarang : 7 kg

Panjang Badan : 72 cm

Lingkar Kepala : 34,5 cm (mikrocephali)

Lingkar Lengan Atas : 18 cm

Status Gizi

BB / U = 7/10 x 100 % = 70% (gizi kurang)

TB / U = 72/76 x 100 % = 94,73% (mild stuntung)

BB / TB = 7/9,2 x 100 % = 76% (gizi kurang)

Tanda Vital

Nadi : 140 x / menit, kuat, isi cukup, ekual kanan dan kiri, regular

Nafas : 31 x / menit, abdomino-torachal

Suhu : 38,4°C, axilla (diukur dengan termometer air raksa)

KEPALA : mikrocefali, ubun-ubun besar cekung (-)

RAMBUT : Rambut hitam, keriting, lebat, distribusi merata dan tidak mudah dicabut

WAJAH : Wajah simetris, luka atau jaringan parut

MATA :

8

Page 9: Gea

Visus : tidak dilakukan Ptosis : -/-

Sklera ikterik : -/- Lagofthalmus : -/-

Konjungtiva anemis : -/- Cekung : +/+

Exophthalmus : -/- Kornea jernih : +/+

Enophtalmus : -/- Strabismus : -/-

Lensa jernih : +/+ Nistagmus : -/-

Cekung : -/- Pupil : bulat, isokor

Refleks cahaya : langsung +/+ , tidak langsung +/+

TELINGA :

Bentuk : normotia Tuli : -/-

Nyeri tarik aurikula : -/- Nyeri tekan tragus : -/-

Liang telinga : lapang Membran timpani : sulit dinilai

Serumen : -/- Refleks cahaya : sulit dinilai

Cairan : -/-

HIDUNG :

Bentuk : simetris Napas cuping hidung : -/-

Sekret : -/- Deviasi septum : -

Mukosa hiperemis : -/- Konka eutrofi : -

BIBIR : mukosa berwarna merah muda, agak kering (+), sianosis (-), pucat (-)

MULUT : trismus (-), oral hygiene cukup baik, halitosis (-),

LIDAH : Normoglosia, mukosa berwarna merah muda, hiperemis (-), atrofi papil (-),

tremor (-), lidah kotor (-)

TENGGOROKAN : dinding posterior faring tidak hiperemis, uvula terletak di tengah, ukuran

tonsil T1/T1 tidak hiperemis, kripta tidak melebar, tidak ada detritus

LEHER : Bentuk tidak tampak kelainan, edema (-), massa (-), tidak tampak dan tidak

teraba pembesaran tiroid maupun KGB, trakea tampak dan teraba di tengah

THORAKS :

Inspeksi : Bentuk thoraks simetris, tidak ada hemithorax yang tertinggal saat pernapasan,

warna kulit sawo matang, tidak didapatkan adanya retraksi sela iga, sternum mendatar,

tulang iga normal,

9

Page 10: Gea

Palpasi : Gerakan pernapasan simetris kanan dan kiri, vocal fremitus sama kuat

Perkusi : sonor pada kedua lapang paru

Auskultasi : suara napas vesikuler pada kedua lapang paru, ronchi (-/-), wheezing (-/-),

bunyi jantung I-II reguler, murmur (-), gallop (-)

ABDOMEN :

Inspeksi : perut datar, warna kulit sawo matang, tidak dijumpai adanya efloresensi pada

kulit perut, kulit keriput (-), umbilicus normal, gerak dinding perut saat pernapasan

simetris, tidak tampak bagian yang tertinggal, gerakan peristaltik (-)

Auskultasi : bising usus (+), frekuensi 6x / menit

Perkusi : timpani pada seluruh region abdomen, shifting dullness (-)

Palpasi : supel, nyeri tekan (-) dan nyeri lepas tekan (-) pada seluruh regio abdomen,

turgor kulit baik, hepar tidak teraba membesar, lien tidak teraba membesar, ballottement

(-)

GENITALIA : tidak ditemukan adanya kelainan, rambut pubis (+)

KELENJAR GETAH BENING:

Preaurikuler : tidak teraba membesar

Postaurikuler : tidak teraba membesar

Submandibula : tidak teraba membesar

Supraclavicula : tidak teraba membesar

Axilla : tidak teraba membesar

Inguinal : tidak teraba membesar

EKSTREMITAS :

Simetris, tidak terdapat kelainan pada bentuk tulang, posisi tangan dan kaki, serta sikap

badan, tidak terdapat keterbatasan gerak sendi, akral hangat pada keempat ekstremitas, sianosis

(-), edema tungkai (-), capillary refill time < 2 detik

Kanan Kiri

Ekstremitas atas

Tonus otot Normotonus Normotonus

Trofi otot Eutrofi Eutrofi

Kekuatan otot 5 5

10

Page 11: Gea

Ekstremitas bawah

Tonus otot Normotonus Normotonus

Trofi otot Eutrofi Eutrofi

Kekuatan otot 5 5

STATUS NEUROLOGIS

Refleks Fisiologis Kanan Kiri

Biseps + +

Triceps + +

Patella + +

Achiles + +

Refleks Patologis Kanan Kiri

Babinski - -

Chaddock - -

Oppenheim - -

Gordon - -

Schaeffer - -

Rangsang meningeal

Kaku kuduk -

Kanan Kiri

Kerniq - -

Laseq - -

Brudzinski I - -

Brudzinski II - -

Saraf cranialis

- N. I (Olfaktorius)

11

Page 12: Gea

Tidak dilakukan pemeriksaan

- N. II dan III (Opticus dan Occulomotorius)

Pupil bulat isokor 3mm / 3mm, RCL +/+, RCTL +/+

- N. IV dan VI (Trochlearis dan Abducens)

Gerakan bola mata baik ke segala arah

- N. V (Trigeminus)

Tidak ada gangguan sensibilitas wajah

- N. VII (Facialis)

Wajah simetris

Motorik: dapat menutup mata sempurna, dapat mengernyitkan dahi, dan dapat tersenyum

dengan baik

Sensorik: tidak ada gangguan pengecapan

- N. VIII (Vestibulo-kokhlearis)

Dapat mendengar bunyi gesekan jari pada kedua telinga

- N. IX, X (Glosofaringeus, Vagus)

Tidak ada gangguan menelan

- N. XI (Aksesorius)

Dapat mengangkat kedua bahu dan memutar kepala dengan baik

- N. XII (Hipoglosus)

Gerakan lidah tidak terganggu, tidak terdapat paralisis, kekuatan lidah baik

PUNGGUNG : tulang belakang bentuk normal, tidak terdapat deviasi, massa (-), ruam/

efloresensi (-), gibbus (-), nyeri tekan (-)

KULIT : warna sawo matang merata, pucat (-), tidak ikterik, tidak sianosis, tidak terdapat

efloresensi bermakna, turgor kulit baik, lembab, capillary refill time < 2 detik

III. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Laboratorium tanggal 2 September 2014

Hematologi Hasil Satuan Nilai Normal

Hematologi

Leukosit 9.3 Ribu/uL 4.5-13.5

12

Page 13: Gea

Eritrosit 4.7 Juta/ uL 3.6-5.8

Hemoglobin 9.8 g/dl 10.7-14.7

Hematokrit 29 % 33-45

Trombosit 550 Ribu/uL 181-521

LED Mm/jam 0-10

MCV 61.0 fL 69-93

MCH 20.6 pg 22-34

MCHC 33.5 g/dl 32-36

RDW 19.5 % <14

Elektrolit

Natrium 131 Mmol/L 135-155

Kalium 2.7 Mmol/L 3.6-5.5

Klorida 104 Mmol/L 98-109

Metabolisme KH

Glukosa darah sewaktu 137 Mg/dl 33-111

13

Page 14: Gea

IV. RESUME

Pasien datang dibawa oleh keluarganya ke IGD RSUD Budhi Asih dengan keluhan BAB cair

sejak 3 hari SMRS. BAB cair 3-5x /hari, ampas (+) warna kuning kehijauan , lendir (+) bau asam

(+) darah (-). Demam naik turun sejak 5 hari yang lalu. Di ukur hanya dengan perabaan tangan

saja. Dan mendadak tinggi 1 hari SMRS. Muntah isi makanan yang dimakan, lebih dari 5x.hari

sejak 4 hari SMRS. Terdapat batuk kering sejak 2 minggu SMRS. Tidak ada riwayat alergi

makanan.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum tampak sakit sedang dan kesadaran compos

mentis. Status gizi pasien adalah gii kurang (BB/TB = 76%). Tanda-tanda vital : nadi

140x/menit, laju napas 31x/menit dan suhu 38,4’C. Pada pemeriksaan generalis didapatkan

mikrocephali, ubun-ubun besar agak sekung, kedua mata agak cekung, mukosa bibir agak kering,

bising usus 6x/menit.

Pada pemeriksaan laboratorium di dapatkan Hb 9,8g/dl, MCV 61 fl, MCH 20,6 pg dan RDW

19,5%, GDS 137mg/dL, Natrium 131 mmol/L, Kalium 2,7 mmol/L

V. DIAGNOSIS BANDING

VI. DIAGNOSIS KERJA

Diagnosis utama : Gastroenteritis Akut ec susp infeksi virus dengan Dehidrasi Sedang

Diagnosis penyerta :

o Elektrolit imbalance

o Anemia mikrositik hipokrom

14

Page 15: Gea

o

VII. PEMERIKSAAN ANJURAN

Pemeriksaan Faeces lengkap

VIII. PENATALAKSANAAN

Non medika Mentosa

Medika Mentosa

IX. PROGNOSIS

Ad Vitam : Dubia Ad Bonam

Ad Functionam : Dubia Ad Bonam

Ad Sanationam : Dubia Ad bonam

15

Page 16: Gea

FOLLOW UP

tanggal S 0 A P

3/9/2014Perawatan hari ke-1BB : 6,5 Kg

BAB cair (+), 6x, ampas (+) lendir (+), darah (-), bau asam (+)

Muntah 1x Batuk kering (+) pilek

(-) Minum (+) Demam (+)

KU : tampak sakit sedang, kesan gizi kurangKesadaran: compos mentisTTV :Nadi : 140x/mSuhu : 37,7 0 CRR : 25 x/ mKepala :UUB cekung (+), mata cekung (+)Mata : konjungtiva anemis -/-Hidung : Napas cuping hidung -/-, sekret -/-Mulut : kering (+), sianosis (–)Tho : retraksi (-)P: Suara napas vesikuler +/+, rhonki -/- Wheezing -/-J: BJ I-II reg, murmur (-), gallop (-)Abdomen : datar, bu (+) 6x/menit, supel, nyeri tekan (-), turgor baik, timpaniEkstremitas : akral hangat, CRT <2”Skor maurice king : 4

GEA dengan dehidras sedang

Gizi kurang Anemia

mikrositik hipokrom

IVFD Kaen 3B 3cc/kg/jam + KCl 10meq/ 24 jamPCT 70mg k/pZinc kid 1x20mgProbiotik 1x1Cek GDT - SITIBC

16

Page 17: Gea

tanggal S 0 A P

4/9/2014Perawatan hari ke-2BB : 6,7 Kg

BAB cair (+), 6x, ampas (+) lendir (+), darah (-), bau asam (+)

Muntah 1x Batuk kering (+) pilek (-) Minum (+) Demam (+)

KU : tampak sakit sedang, kesan gizi kurangKesadaran: compos mentisTTV :Nadi : 140x/mSuhu : 37,4 0 CRR : 30 x/ mKepala :UUB cekung (-), mata cekung (-)Mata : konjungtiva anemis -/-Hidung : Napas cuping hidung -/-, sekret -/-Mulut : kering (-), sianosis (–)Tho : retraksi (-)P: Suara napas vesikuler +/+, rhonki -/- Wheezing +/-J: BJ I-II reg, murmur (-), gallop (-)Abdomen : datar, bu (+) 5x/menit, supel, nyeri tekan (-), turgor baik, timpaniEkstremitas : akral hangat, CRT <2”Skor maurice king : 1

GEA dengan dehidras ringan

Gizi kurang Anemia

mikrositik hipokrom ec def Fe

ISPA

IVFD Kaen 3B 3cc/kg/jam + KCl 10meq/ 24 jam

PCT 70mg k/p Zinc kid 1x20mg Probiotik 1x1 Inhalasi NaCl 10cc +

Ventolin 1 ampul Ambroxol 4mg Salbutamol 04mg Metil prednison

0,5mg Inj. Ampicilin

4x175mg (iv)

17

Page 18: Gea

Hasil laboratorium tanggal 3/9/2014

Hematologi Hasil Satuan Nilai normal

Besi 23 Ug/dl 50-120

TIBC 178 Ug/dl 240-400

Hasil GDT tanggal 3/9/2014

Eritrosit : mikrositik hipokrom

Anisositosis +1 Polikromasi

Poikilositosis +1 Ovalosit +1

Fragmentosit +1 Sel tear drop +1

Roueleoux +1 Sel Burr

Sel pensil +1 Basophillic Stipling

Sel target +2 Auto aglutinasi

sterosit

Leukosit : kesan jumlah cukup, eritrosit berinit 0/100 leukosit

Morfologi : normal

Trombosit : normal

Morfologi : norma

Kesan : Anemia mikrositik hipokrom suspek hemoglobinopati

18

Page 19: Gea

Tanggal, BB, Balance

S 0 A P

5/9/2014Perawatan hari ke-3BB : 6,7 Kg

BAB cair (+), 1x, ampas (+) lendir (+), darah (-), bau asam (+)

Muntah 1x Batuk kering (+) pilek (-) Minum (+) Demam (+)

KU : tampak sakit sedang, kesan gizi kurangKesadaran: compos mentisTTV :Nadi : 124x/mSuhu : 37,0 0 CRR : 25 x/ mKepala :UUB cekung (-), mata cekung (-)Mata : konjungtiva anemis -/-Hidung : Napas cuping hidung -/-, sekret -/-Mulut : kering (-), sianosis (–)Tho : retraksi (-)P: Suara napas vesikuler +/+, rhonki -/- Wheezing +/-J: BJ I-II reg, murmur (-), gallop (-)Abdomen : datar, bu (+) 5x/menit, supel, nyeri tekan (-), turgor baik, timpaniEkstremitas : akral hangat, CRT <2”Skor maurice king : 1

GEA dengan dehidras ringan

Gizi kurang Anemia

mikrositik hipokrom ec def Fe

ISPA

IVFD Kaen 3B 3cc/kg/jam + KCl 10meq/ 24 jam

PCT 70mg k/p Zinc kid 1x20mg Probiotik 1x1 Inhalasi NaCl 10cc +

Ventolin 1 ampul Ambroxol 4mg Salbutamol 04mg Metil prednison

0,5mg Inj. Ampicilin

4x175mg (iv) Feris syr 2x1cc

19

Page 20: Gea

Hasil pemeriksaan Laboratorium tanggal 5/9/2014

Hematologi Hasil Satuan Nilai Normal

Hematologi Hitung jenis

Leukosit 11.3 Ribu/uL 4.5-13.5 Basofil 1 % 0-1

Eritrosit 4.7 Juta/ uL 3.6-5.8 Eosinofil 2 % 1-5

Hemoglobin 9.4 g/dl 10.7-14.7 Natrofil batang 4 % 0-8

Hematokrit 28 % 33-45 Netrofil segmen 50 % 17-60

Trombosit 307 Ribu/uL 181-521 Limfosit 33 % 20-70

LED 12 Mm/jam 0-10 Monosit 10 % 1-11

MCV 59.2 fL 69-93 Basofil 1 % 0-1

MCH 20.0 pg

MCHC 33.7 g/dl

RDW 18.0 % <14

Elektrolit

Natrium 135 Mmol/L 135-155

Kalium 3.3 Mmol/L 3.6-5.5

Klorida 105 Mmol/L 98-109

20

Page 21: Gea

Tanggal, BB, Balance

S 0 A P

6/9/2014Perawatan hari ke-4BB : 6,7 Kg

BAB cair (+), 2x, ampas (+) lendir (+), darah (-), bau asam (+)

Muntah 1x Batuk kering (+) pilek (-) Minum (+) Demam (+) Riwayat kakak pasien TB

paru dengan BTA (+) dan sedang pengobatan 4 bulan

KU : tampak sakit sedang, kesan gizi kurangKesadaran: compos mentisTTV :Nadi : 118x/mSuhu : 37,0 0 CRR : 25 x/ mKepala :UUB cekung (-), mata cekung (-)Mata : konjungtiva anemis -/-Hidung : Napas cuping hidung -/-, sekret -/-Mulut : kering (-), sianosis (–)Tho : retraksi (-)P: Suara napas vesikuler +/+, rhonki -/- Wheezing +/-J: BJ I-II reg, murmur (-), gallop (-)Abdomen : datar, bu (+) 5x/menit, supel, nyeri tekan (-), turgor baik, timpaniEkstremitas : akral hangat, CRT <2”

GEA dengan perbaikan

Gizi kurang Anemia

mikrositik hipokrom ec def Fe

Susp. TB paru

IVFD Kaen 3B 3cc/kg/jam + KCl 10meq/ 24 jam

PCT 70mg k/p Zinc kid 1x20mg Probiotik 1x1 Inhalasi NaCl 10cc +

Ventolin 1 ampul Ambroxol 4mg Salbutamol 04mg Metil prednison

0,5mg Inj. Ampicilin

4x175mg (iv) Feris syr 2x1cc Mantoux test Foto rontgen AP

21

Page 22: Gea

BAB III

ANALISA KASUS

3.1 ANALISA ANAMNESIS

Kasus yang dibahas adalah pasien bernama An. AS usia 12 bulan, jenis kelamin

perempuan yang dirawat dengan diagnosa Gastroenteritis ec suspek infeksi virus dengan

dehidras sedang.

Pasien datang ke IGD RSBA dengan keluhan bengkak sejak 6 hari SMRS, bengkak

muncul awalnya pada bagian kaki, perut, lalu sekitar wajah dan tidak hilang timbul dari waktu

terjadinyadapat disimpulkan bahwa bengkak ini terjadi secara akut. Maka kemungkinan yang

dapat menyebabkan edema secara akut adalah kelainan pada ginjal seperti sindrom nefrotik dan

glomerulonefritis akut. Atau juga bisa decompesasio cordis pada penyakit jantung bawaan.

Edema pada glomerulonefritis akut disebabkan karena albumin yang tidak terfiltrasi yang

akhirnya menyebabkan tekanan onkotik pada pembuluh darah menurun dan menyebabkan

berpindahnya cairan plasma ke ekstravaskular.

BAK berwarna seperti cucian daging dan bersamaan dengan bengkak sejak 6 hari SMRS

merupakan gambaran klinis dari hematuria makroskopik pada glomerulonefritis akut.

Sebelumnya harus ditanyakan terlebih dahulu apakah pasien pernah mengalami trauma disekitar

pinggang, perut atau genital, hal ini untuk menyingkirkan kemungkinan terjadinya hematuri

makroskopik di luar ginjal seperti ureter, vesica urinaria atau uretra. Biasanya gejala hematuri

pada glomerulonefritis ini terjadi pada minggu pertama dan berlangsung sampai beberapa hari

tetapi bisa berlangsung sampai beberapa minggu. Terjadinya hematuri ini akibat kerusakan

dinding kapiler glomerulus sehingga menjadi lebih permeabel terhadap eritrosit.

Pasien mengeluhkan adanya batuk kering satu minggu SMRS. Pada glomerulonefritis akut

paska infeksi di dahului infeksi dari tempat lain yang kemudian antigen tersebut bisa terdeposit

pada glomerulus yang akhrnya menyebabkan inflamasi pada glomerulus.

22

Page 23: Gea

3.2 ANALISA PEMERIKSAAN FISIK

Pada tanda vital pasien saat pertama kali masuk adalah 150/120mmHg, hal ini merupakan

suatu hipertensi berat karena tekanan darah melebihi 5mmHg di atas persentil 99 menurut usia

dan tidak ada gejala klinis seperti ensefalopati, gagal jantung akut, edema paru dan gagal ginjal

akut. Reaksi radang pada glomerulus yang menyebabkan filtrasi glomeruli berkurang, sedangkan

aliran darah ke ginjal biasanya normal. Hal tersebut akan menyebabkan filtrasi fraksi berkurang

sampai di bawah 1%. Keadaan ini akan menyebabkan reabsorbsi di tubulus proksimalis

berkurang yang akan mengakibatkan tubulus distalis meningkatkan proses reabsorbsinya,

termasuk Na, sehingga akan menyebabkan retensi Na dan air.

Penelitian-penelitian lebih lanjut memperlihatkan bahwa retensi Na dan air didukung oleh

keadaan berikut ini:

1. Faktor-faktor endothelial dan mesangial yang dilepaskan oleh proses radang di

glomerulus.

2. Overexpression dari epithelial sodium channel.

3. Sel-sel radang interstitial yang meningkatkan aktivitas angiotensin intrarenal.

Faktor-faktor inilah yang secara keseluruhan menyebabkan retensi Na dan air, sehingga

dapat menyebabkan edema dan hipertensi.

Didapatkan edema pada wajah, tungkai dan shiftting dullness (+) pada pasien. Hal ini sesuai

pada dengan gejala klinis pada glomerulonefritis. Edema paling sering terjadi di daerah

periorbital (edema palpebra), disusul daerah tungkai. Jika terjadi retensi cairan hebat, maka

edema timbul di daerah perut (asites), dan genitalia eksterna (edema skrotum/vulva) menyerupai

sindrom nefrotik. Distribusi edema bergantung pada 2 faktor, yaitu gaya gravitasi dan tahanan

jaringan lokal. Oleh sebab itu, edema pada palpebra sangat menonjol waktu bangun pagi, karena

adanya jaringan longgar pada daerah tersebut dan menghilang atau berkurang pada siang dan

sore hari atau setelah melakukan kegitan fisik. Hal ini terjadi karena gaya gravitasi.

23

Page 24: Gea

3.3 ANALISA PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pada pemeriksaan urinalisis di dapatkan eritrosit +3 dan adanya Albumin +3 disebabkan

karena adanya kerusakan dari filtrasi glomerulus sehingga menjadi lebih permeabel terhadap

eritrosit dan protein. Hematuria mikroskopik dapat berlangsung lebih lama, umumnya

menghilang dalam waktu 6 bulan. Kadang-kadang masih dijumpai hematuria mikroskopik dan

proteinuria walaupun secara klinik sudah sembuh.

Pada pemeriksaan darah di dapatkan ASTO negatif yang menunjukan bahwa

penyebabnya bukan streptokokus B hemolitikus.

3.4 ANALISA DIAGNOSIS

Diagnosa kerja utama Glomerulonefritis akut non paska streptokokus dengan hipertensi

berat ditegakan berdasarkan :

1. Secara klinik diagnosis GNA dapat ditegakkan bila dijumpai full blown case dengan

gejala-gejala hematuria, hipertensi,proteinuria, dan edema

2. Untuk menunjang diagnosis klinik, dilakukan pemeriksaan laboratorium berupa ASTO

(negatif) dan pemeriksaan urinalisis yang didapatkan eritrosit (+3), albumin (+1). Dalam hal ini,

hasil pemeriksaan ASTO negatif menandakan bahwa etiologi GNA pasien ini bukan

streptokokus ß hemolitikus grup A.

3. Hipertensi pada psaien ini berdasarkan rerata TDS dan/atau TDD > persentil 95 menurut

jenis kelamin, usia, dan tinggi badan. Dan Hipertensi Grade II pada pasien ini

berdasarkan TDS atau TDD .5mmHg di atas persentil 99

Pada sindrom nefrotik terjadi edema juga yang mulai dari bagian sekitar mata kemudia ke

tungkai dan keseluruh tubuh. Jarang ada hipertensi pada penyakit ini dan pada pemeriksaan urin

didapatkan protein +3 atau +4 dan bisa disertai hematuri mikroskopis tapi jarang ada hematuri

makroskopis

Glomerulonefritis akut post streptokokus bisa disingkirkan karena hasil ASTO yang negatif

24

Page 25: Gea

Diagnosis banding Glomerulonefritis kronik eksaserbasi akut bisa disingkirkan karena pasien

tidak ada riwayat pernah terkena penyakit ginjal sebelumnya. Dan biasanya pada penyakit ini

disertai denga gangguan pertumbuhan, anemia dan ureum yang jelas meninggi waktu timbulnya

gejala nefritis

Penyakit ginjal dengan manifestasi hematuria seperti sindrom Alport, IgA-IgG nefropati juga

bisa disingkirkan karena pada penyakit ini tidak disertai dengan edema dan hipertensi.

Penyakit sistemik seperti SLE bisa bisa menyebabkan nefritis lupus yang mempunyai gejala

edema, proteinuria, dan hipertensi. Tapi pada pasien ini tidak terpenuhi kriteria diagnosis SLE

berdasarkan American College of Rheumatology.

3.5 ANALISA TATALAKSANA

Indikasi rawat inap pada pasien ini adalah adanya Hipertensi Grade II. Hipertensi bisa

diatasi secara efektif dengan vasodilator perifer (hidralazin, nifedipin). Sebagian besar

pasien hanya perlu terapi antihipertiensi jangka pendek (beberapa hari sampai

beberapa minggu). Pemberian diuretika bisa digunakan untuk mengatasi retensi cairan

dan hipertensinya. Pada hipertensi Grade I atau II tanpa tanda-tanda serebral dapat

diberi kaptopril (0,3-2 mg/kgbb/hari) atau furosemid atau kombinasi keduanya. Selain

obat-obat tersebut diatas, pada keadaan asupan oral cukup baik dapat juga diberi

nifedipin secara sublingual dengan dosis 0,25-0,5 mg/kgbb/hari yang dapat diulangi

setiap 30-60 menit bila diperlukan. Pada pasien telah diberikan penatalaksanaan yang

sesuai dengan literatur yaitu captopril 3x12,5mg ; nifedipin 3x2,5mg ;furosemid

2x20mg

Istirahat di tempat tidur terutama bila dijumpai komplikasi yang biasanya timbul dalam

minggu pertama perjalanan penyakit GNAPS. Sesudah fase akut, tidak dianjurkan lagi

istirahat di tempat tidur, tetapi tidak diizinkan kegiatan seperti sebelum sakit. Lamanya

perawatan tergantung pada keadaan penyakit. Penderita dipulangkan sesudah 10-14

hari perawatan dengan syarat tidak ada komplikasi. Pada pasien ini seharusnya sudah

dapat dipulangkan lebih cepat (tidak 18 hari perawatan) karena keadaan klinis sudah

25

Page 26: Gea

membaik dan tidak ada tanda-tanda komplikasi seperti hipertensi ensefalopati, gagal

ginjal akut.

Diet pada pasien diberikan diet rendah garam I yang berarti pada makanannya tidak

diberikan lagi garam dapur karena adanya gejala edema, asites dah hipertensi berat.

Diet rendah protein sebanyak 0,5-1g/kgBB/hari. Dan untuk asupan cairan harus

seimbang atau balance cairan negatif

Terapi medikamentosa golongan penisilin diberikan untuk eradikasi kuman, yaitu

Amoksisilin 500 mg 3 kali sehari selama 17 hari. Terapi antibiotik bukan terapi

definitif dan apabila diberikan antibiotik seharusnya hanya selama 10 hari.

Pemberian furosemid dikarenakan terjadinya edema berat seperti ascites dengan dosis

0,5-1mg/kg

Pada hipertensi sedang atau berat tanpa tanda-tanda serebral dapat diberi kaptopril

(0,3-2 mg/kgbb/hari) atau furosemid atau kombinasi keduanya. Selain obat-obat

tersebut diatas, pada keadaan asupan oral cukup baik dapat juga diberi nifedipin secara

sublingual dengan dosis 0,25-0,5 mg/kgbb/hari yang dapat diulangi setiap 30-60 menit

bila diperlukan

3.6 Analisa Prognosis

Pada pasien ini tidak ada tanda-tanda komplikasi seperti gagal ginjal akut, edema paru

akut, atau ensefalopati hipertensi. Tapi menurut prevalensi, penyakit GNAPS merupakan

penyebab utama terjadinya gagal ginjal tahap akhir dan tingginya morbiditas pada anak maupun

dewasa. Serta masih ada kemungkinan terjadinya pembentukan glomeruloslerosis kresentik

ekstra-kapiler dan gagal ginjal kronik. Oleh sebab itu prognosis ad vitam, ad sanationam dan ad

functionam pada pasien ini dubia ad bonam.

26

Page 27: Gea

BAB IV

TINJAUAN PUSTAKA

4.1 DEFINISI

Hubungan klasik glomerulonefritis (GN) dengan infeksi GN poststreptococcal, biasanya

berkembang setelah faringitis streptokokus Namun, ada sejumlah penyakit glomerular yang

berhubungan dengan bakteri, virus, jamur, dan parasit lainnya.(1)

4.2 EPIDEMIOLOGI DAN ETIOLOGI

Di Amerika Serikat berbagai penyebab GNA paska infeksi memiliki tingkat prevalensi

yang berbeda. Dalam endokarditis, dapat terjadi pada hingga 20% kasus. Staphylococcus aureus

telah menjadi penyebab yang lebih umum dari GNA paska infeksi daripada Streptococcus di

negara maju. GNA paska infeksi terkait dengan hepatitis C menjadi penyebab yang lebih serring.

Meskipun nomor tertentu untuk statistik kejadian tidak tersedia, di daerah berkembang tertentu

dari dunia, hepatitis B, penyakit HIV, malaria, dan schistosomiasis merupakan penyebab utama

glomerulopathy.

Beberapa pasien dengan glomerulonefritis paska infeksi telah dilaporkan. Sebagian besar

memiliki infeksi bakteri, terutama streptococcal.Lainnya melaporkan patogen termasuk

Staphylococcus aureus, Streptococcus pneumoniae, Chlamydia pneumoniae, Mycoplasma

pneumoniae, Coxiella burnetii dan Nocardia(2).

Infeksi yang berhubungan dengan glomerulonefritis kompleks imun(3) :

1. Bakteri

a. Streptokokus B hemolitikus grup A

b. Streptokokus rup C

c. Staphylococcus aureus (endokarditis baterial subakut)

d. Meningococcus (sepsis)

e. Klabsiella pneumoniae (pneumonia)

f. Salmonella typhi (demam tifoid)

g. Treponema pallidum (sifilis kongenital)

27

Page 28: Gea

h. Mycobacterium leprae (Kusta)

2. Virus

a. Hepatitis B

b. Varisela

c. Morbili

d. Parotitis epidemika

e. Epstein-Bar

f. Influenza

g. HIV

3. Protozoa

a. Plasmodium falciparum

b. Plasmodium malariae

c. Toxoplasma gondii

4. Helminths

a. Filariasis

b. schistosomiasis

4.3 PATOGENESIS(

Jejas glomerulus dapat diakibatkan oleh gangguan-gangguan imunologi, yang dirawiskan

(mungkin biokimia), atau koagulasi. Jejas imunologi adalah penyebab yang paling lazim dan

menyebabkan glomerulonefritis yang merupakan istilah umum untuk beberapa penyakit maupun

istilah hitopatologis yang berarti peradangan kapiler-kapiler glomerulus. Bukti bahwa

glomerulonefritis disebabkan oleh jejas imonologi adalah :

1. kesamaan morfologi dan imunopatologi dengan glomerulonefritis eksperimental

akibat imun

2. terdapatnya reaktan imun pada glomerulus

3. kelainan pada komplemen serum dan temuan antibodi

Ada 2 mekanisme utama jejas imunologi yaitu lokalisasi kompleks imun antigen-antibodi

dalam sirkulasi dan interaksi antibodi dengan antigen lokal di tempat semula. Pada keadaan yang

28

Page 29: Gea

terakhir mungkin antigennya komponen normal glomerulus atau antigen yang telah diendapkan

di glomerulus

Sebagian besar penyakit glomerular yang terkait dengan infeksi dimediasi oleh kompleks

imun. Contoh klasik diamati pada GNAPS melibatkan reaksi antigen-antibodi, yang mungkin

terjadi dalam sirkulasi atau dalam glomerulus. Deposisi di glomerulus menyebabkan aktivasi

kaskade komplemen, yang mungkin melibatkan baik jalur klasik atau alternatif. Kompleks imun

dapat mengaktifkan sel-sel glomerulus endogen. Penurunan faktor kemotaksis menghasilkan

akumulasi leukosit dan trombosit dalam glomerulus dan, akibatnya, respon inflamasi.

Patogenesis GNA paska infeksi tidak sepenuhnya dipahami. Sebagian besar bentuk

glomerulonefritis dianggap konsekuensi dari proses imunologi.Teori terkemuka adalah

peradangan yang ginjal disebabkan oleh deposit antigen dalam glomeruli,lanjut merangsang

fiksasi komplemen dan antibodi spesifik dengan akumulasi berbagai inflamasi sel. (4)

Beberapa peristiwa patogen yang mungkin terjadi pada penyakit virus yang terkait

dengan cedera glomerulus. Ini mungkin termasuk pembentukan kompleks imun beredar

melibatkan antigen virus dan antibodi, pembentukan kompleks imun beredar disebabkan oleh

pelepasan antigen setelah cedera sel, pembentukan in situ reaksi antigen-antibodi atau cedera

diperantarai sel, dan reaksi autoimun untuk struktur glomerulus yang disebabkan oleh virus.

Pada infeksi protozoa, seperti malaria, antibodi terbentuk terhadap antigen malaria.

Kompleks imun yang beredar mengaktifkan komplemen dan makrofag. Kompleks terutama

disimpan di daerah subendothelial. Sebuah respon kekebalan yang dimediasi sel juga dapat

terjadi.

Pada GNAPS terjadi reaksi radang pada glomerulus yang menyebabkan filtrasi glomeruli

berkurang, sedangkan aliran darah ke ginjal biasanya normal. Hal tersebut akan menyebabkan

filtrasi fraksi berkurang sampai di bawah 1%. Keadaan ini akan menyebabkan reabsorbsi di

tubulus proksimalis berkurang yang akan mengakibatkan tubulus distalis meningkatkan proses

reabsorbsinya, termasuk Na, sehingga akan menyebabkan retensi Na dan air.

Penelitian-penelitian lebih lanjut memperlihatkan bahwa retensi Na dan air didukung oleh

keadaan berikut ini:

29

Page 30: Gea

1. Faktor-faktor endothelial dan mesangial yang dilepaskan oleh proses radang di

glomerulus.

2. Overexpression dari epithelial sodium channel.

3. Sel-sel radang interstitial yang meningkatkan aktivitas angiotensin intrarenal.

Faktor-faktor inilah yang secara keseluruhan menyebabkan retensi Na dan air, sehingga

dapat menyebabkan edema dan hipertensi.

Natrium adalah kation terbanyak dalam cairan ekstrasel, jumlahnya bisa mencapai 60 mEq

per kilogram berat badan dan sebagian kecil (sekitar 10-14 mEq/L) berada dalam cairan intrasel.

Lebih dari 90% tekanan osmotik di cairan ekstrasel ditentukan oleh garam yang mengandung

natrium. Khususnya dalam bentuk natrium klorida dan natrium bikarbonat sehingga perubahan

tekanan osmotik pada cairan ekstrasel menggambarkan perubahan kosentrasi natrium.

Perbedaan kadar natrium intravaskuler dan interstital disebabkan oleh keseimbangan Gibbs-

Donnan, sedangkan perbedaan kadar natrium dalam cairan ekstrasel dan intrasel disebabkan oleh

adanya transpor aktif dari natrium keluar sel yang bertukar dengan masuknya kalium kedalam sel

(pompa natrium-kalium)

Efek proteinuria yang terjadi pada GNAPS tidak sampai menyebabkan edema lebih berat,

karena hormon-hormon yang mengatur ekpansi cairan ekstraselular seperti renin angiotensin,

aldosteron dan anti diuretik hormon (ADH) tidak meningkat. Edema yang berat dapat terjadi

pada GNAPS bila ketiga hormon tersebut meningkat.

4.4 MANIFESTASI KLINIS(4)

GNAPS lebih sering terjadi pada anak usia 6 sampai 15 tahun dan jarang pada usia di bawah

2 tahun. GNAPS didahului oleh infeksi GABHS melalui infeksi saluran pernapasan akut (ISPA)

atau infeksi kulit (piodermi) dengan periode laten 1-2 minggu pada ISPA atau 3 minggu pada

pioderma.

Penelitian multisenter di Indonesia menunjukkan bahwa infeksi melalui ISPA terdapat pada

45,8% kasus sedangkan melalui kulit sebesar 31,6%.

Gejala klinik GNAPS sangat bervariasi dari bentuk asimtomatik sampai gejala yang khas.

Bentuk asimtomatik lebih banyak daripada bentuk simtomatik baik sporadik maupun epidemik.

30

Page 31: Gea

Bentuk asimtomatik diketahui bila terdapat kelainan sedimen urin terutama hematuria

mikroskopik yang disertai riwayat kontak dengan penderita GNAPS simtomatik.

GNAPS simtomatik

1. Periode laten :

Pada GNAPS yang khas harus ada periode laten yaitu periode antara infeksi streptokokus dan

timbulnya gejala klinik. Periode ini berkisar 1-3 minggu; periode 1-2 minggu umumnya

terjadi pada GNAPS yang didahului oleh ISPA, sedangkan periode 3 minggu didahului oleh

infeksi kulit/piodermi. Periode ini jarang terjadi di bawah 1 minggu. Bila periode laten ini

berlangsung kurang dari 1 minggu, maka harus dipikirkan kemungkinan penyakit lain,

seperti eksaserbasi dari glomerulonefritis kronik, lupus eritematosus sistemik, purpura

Henoch-Schöenlein atau Benign recurrent haematuria

2. Edema :

Merupakan gejala yang paling sering, umumnya pertama kali timbul, dan menghilang pada akhir

minggu pertama. Edema paling sering terjadi di daerah periorbital (edema palpebra), disusul

daerah tungkai. Jika terjadi retensi cairan hebat, maka edema timbul di daerah perut (asites),

dan genitalia eksterna (edema skrotum/vulva) menyerupai sindrom nefrotik.Distribusi edema

bergantung pada 2 faktor, yaitu gaya gravitasi dan tahanan jaringan lokal. Oleh sebab itu,

edema pada palpebra sangat menonjol waktu bangun pagi, karena adanya jaringan longgar

pada daerah tersebut dan menghilang atau berkurang pada siang dan sore hari atau setelah

melakukan kegitan fisik. Hal ini terjadi karena gaya gravitasi. Kadang-kadang terjadi edema

laten, yaitu edema yang tidak tampak dari luar dan baru diketahui setelah terjadi diuresis dan

penurunan berat badan.

Edema bersifat pitting sebagai akibat cairan jaringan yang tertekan masuk ke jaringan interstisial

yang dalam waktu singkat akan kembali ke kedudukan semula.

3. Hematuria

Hematuria makroskopik terdapat pada 30-70% kasus GNAPS sedangkan hematuria mikroskopik

dijumpai hampir pada semua kasus. Suatu penelitian multisenter di Indonesia mendapatkan

hematuria makroskopik berkisar 46-100%, sedangkan hematuria mikroskopik berkisar 84-

100%. Urin tampak coklat kemerah-merahan atau seperti teh pekat, air cucian daging atau

berwarna seperti cola. Hematuria makroskopik biasanya timbul dalam minggu pertama dan

31

Page 32: Gea

berlangsung beberapa hari, tetapi dapat pula berlangsung sampai beberapa minggu.

Hematuria mikroskopik dapat berlangsung lebih lama, umumnya menghilang dalam waktu 6

bulan. Kadang-kadang masih dijumpai hematuria mikroskopik dan proteinuria walaupun

secara klinik GNAPS sudah sembuh. Bahkan hematuria mikroskopik bisa menetap lebih dari

satu tahun, sedangkan proteinuria sudah menghilang. Keadaan terakhir ini merupakan

indikasi untuk dilakukan biopsi ginjal, mengingat kemungkinan adanya glomerulonefritis

kronik.

4. Hipertensi :

Hipertensi merupakan gejala yang terdapat pada 60-70% kasus GNAPS. Albar mendapati

hipertensi berkisar 32-70%. Umumnya terjadi dalam minggu pertama dan menghilang

bersamaan dengan menghilangnya gejala klinik yang lain. Pada kebanyakan kasus dijumpai

hipertensi ringan (tekanan diastolik 80-90 mmHg). Hipertensi ringan tidak perlu diobati

sebab dengan istirahat yang cukup dan diet yang teratur, tekanan darah akan normal kembali.

Adakalanya hipertensi berat menyebabkan ensefalopati hipertensi yaitu hipertensi yang

disertai gejala serebral, seperti sakit kepala, muntah-muntah, kesadaran menurun dan kejang-

kejang. Penelitian multisenter di Indonesia menemukan ensefalopati hipertensi berkisar 4-

50%.

Hipertensi dinyatakan sebagai rerata TDS dan/atau TDD > persentil 95 menurut jenis kelamin,

usia dan tinggi badan pada > 3 kali pengukuran. Prahipertensi yaitu rerata TDS atau TDD >

persentil 90 tetapi < persentil 95 merupakan, keadaan yang berisiko tinggi berkembang menjadi

hipertensi.

Pengukuran Tekanan Darah pada Anak

Tekanan darah adalah hasil kali tahanan vaskuler perifer dan curah jantung. Pengukuran

tekanan darah yang tepat bergantung pada kondisi penderita saat diperiksa, kualitas peralatan,

dan keterampilan pemeriksa. Pengukuran tekanan darah pada anak memerlukan ruang

pemeriksaan yang tenang, serta kondisi anak yang tenang agar tidak mempengaruhi hasil

pengukuran. Anak dapat berbaring telentang dengan tangan lurus di samping badan atau duduk

dengan lengan bawah yang diletakkan di atas meja sehingga lengan atas berada setinggi jantung.

Peralatan standar untuk mengukur tekanan darah adalah sfigmo-manometer air raksa pada anak

berusia lebih dari tiga tahun. Metode terpilih untuk pengukuran tekanan darah adalah dengan

32

Page 33: Gea

auskultasi. Manset yang digunakan harus sesuai dengan ukuran tubuh anak. Tekanan darah akan

terlalu tinggi apabila manset yang dipakai terlalu kecil dan terlalu rendah bila ukuran manset

terlalu besar. Lebar kantong manset harus menutupi 1/2 sampai 2/3 panjang lengan atas atau

panjang tungkai atas. Panjang manset juga harus melingkari setidak-tidaknya 2/3 lingkar lengan

atas atau tungkai atas. Manset dipasang melingkari lengan atas atau tungkai atas dengan batas

bawah lebih kurang 3 cm dari siku atau lipat lutut. Manset dipompa sampai denyut nadi arteri

radialis atau dorsalis pedis tidak teraba kemudian diteruskan dipompa sampai tekanan naik 20-30

mmHg lagi. Stetoskop diletakkan di denyut arteri brakialis atau poplitea, kemudian manometer

dikosongkan perlahan-lahan dengan kecepatan 2-3 mmHg per detik. Pada penurunan air raksa ini

akan terdengar bunyibunyi Korotkoff. Bunyi Korotkoff I yaitu bunyi yang pertama kali terdengar

berupa bunyi detak yang perlahan. Bunyi Korotkoff II seperti bunyi Korotkoff I tetapi disertai

bunyi desis (swishing sign). Bunyi Korotkoff III seperti bunyi Korotkoff II tetapi lebih keras.

Bunyi Korotkoff IV bunyi tiba-tiba melemah. Bunyi Korotkoff V bunyi menghilang. Tekanan

sistolik adalah saat mulai terdengarnya bunyi Korotkoff I, sedangkan tekanan diastolik adalah

saat mulai terdengarnya bunyi Korotkoff IV yang biasanya pada bayi dan anak bersamaan atau

hampir bersamaan dengan menghilangnya bunyi (Korotkoff V). Dalam keadaan normal, tekanan

darah sistolik di lengan 10-15 mmHg lebih rendah dibanding dengan tekanan darah tungkai.

5. Oliguria

Keadaan ini jarang dijumpai, terdapat pada 5-10% kasus GNAPS dengan produksi urin kurang

dari 350 ml/m2 LPB/hari. Oliguria terjadi bila fungsi ginjal menurun atau timbul kegagalan

ginjal akut. Seperti ketiga gejala sebelumnya, oliguria umumnya timbul dalam minggu

pertama dan menghilang bersamaan dengan timbulnya diuresis pada akhir minggu pertama.

Oliguria bisa pula menjadi anuria yang menunjukkan adanya kerusakan glomerulus yang

berat dengan prognosis yang jelek.

6. Gejala Kardiovaskular :

Gejala kardiovaskular yang paling penting adalah bendungan sirkulasi yang terjadi pada 20-70%

kasus GNAPS. Bendungan sirkulasi dahulu diduga terjadi akibat hipertensi atau miokarditis,

tetapi ternyata dalam klinik bendungan tetap terjadi walaupun tidak ada hipertensi atau

gejala miokarditis. Ini berarti bahwa bendungan terjadi bukan karena hipertensi atau

miokarditis, tetapi diduga akibat retensi Na dan air sehingga terjadi hipervolemia.

33

Page 34: Gea

a. Edema paru

Edema paru merupakan gejala yang paling sering terjadi akibat bendungan sirkulasi.

Kelainan ini bisa bersifat asimtomatik, artinya hanya terlihat secara radiologik. Gejala-

gejala klinik adalah batuk, sesak napas, sianosis. Pada pemeriksaan fisik terdengar ronki

basah kasar atau basah halus. Keadaan ini disebut acute pulmonary edema yang

umumnya terjadi dalam minggu pertama dan kadang-kadang bersifat fatal. Gambaran

klinik ini menyerupai bronkopnemonia sehingga penyakit utama ginjal tidak

diperhatikan. Oleh karena itu pada kasus-kasus demikian perlu anamnesis yang teliti dan

jangan lupa pemeriksaan urin. Frekuensi kelainan radiologik toraks berkisar antara 62,5-

85,5% dari kasus-kasus GNAPS. Kelainan ini biasanya timbul dalam minggu pertama

dan menghilang bersamaan dengan menghilangnya gejala-gejala klinik lain. Kelainan

radiologik toraks dapat berupa kardiomegali, edema paru dan efusi pleura. Tingginya

kelainan radiologik ini oleh karena pemeriksaan radiologik dilakukan dengan posisi

Postero Anterior (PA) dan Lateral Dekubitus. Kanan (LDK). Suatu penelitian

multisenter di Indonesia menunjukkan efusi pleura 81,6%, sedangkan Srinagar da Pondy

Cherry mendapatkan masing-masing 0,3% dan 52%.1 Bentuk yang tersering adalah

bendungan paru. Kardiomegali disertai dengan efusi pleura sering disebut nephritic

lung. Kelainan ini bisa berdiri sendiri atau bersama-sama. Pada pengamatan 48

penderita GNAPS yang dirawat di departemen Anak RSU. Wahidin Sudirohusodo dan

RS. Pelamonia di Makassar sejak April 1979 sampai Nopember 1983 didapatkan 56,4%

kongesti paru, 48,7% edema paru dan 43,6% efusi pleura. Kelainan radiologik paru

yang ditemukan pada GNAPS ini sering sukar dibedakan dari bronkopnemonia,

pnemonia, atau peradangan pleura, oleh karena adanya ronki basah dan edema paru.

Menurut beberapa penulis, perbaikan radiologik paru pada GNAPS biasanya lebih cepat

terjadi, yaitu dalam waktu 5-10 hari, sedangkan pada bronkopnemonia atau pneumonia

diperlukan waktu lebih lama, yaitu 2-3 minggu. Atas dasar inilah kelainan radiologik

paru dapat membantu menegakkan diagnosis GNAPS walaupun tidak patognomonik.

Kelainan radiologik paru disebabkan oleh kongesti paru yang disebabkan oleh

hipervolemia akibat absorpsi Na dan air.

7. Gejala-gejala lain

34

Page 35: Gea

Selain gejala utama, dijumpai gejala umum seperti pucat, malaise, letargi dan anoreksia. Gejala

pucat mungkin karena peregangan jaringan subkutan akibat edema atau akibat hematuria

makroskopik yang berlangsung lama..

4.5 DIAGNOSIS

Berbagai macam kriteria dikemukakan untuk diagnosis GNAPS, tetapi pada umumnya kriteria

yang digunakan adalah sebagai berikut:

Gejala-gejala klinik :

1. Secara klinik diagnosis GNAPS dapat ditegakkan bila dijumpai full blown case dengan gejala-

gejala hematuria, hipertensi, edema, oliguria yang merupakan gejala-gejala khas GNAPS.

2. Untuk menunjang diagnosis klinik, dilakukan pemeriksaan laboratorium berupa ASTO

(meningkat) & C3 (menurun) dan pemeriksaan lain berupa adanya torak eritrosit, hematuria

& proteinuria.

3. Diagnosis pasti ditegakkan bila biakan positif untuk streptokokus ß hemolitikus grup A.

Pada GNAPS asimtomatik, diagnosis berdasarkan atas kelainan sedimen urin (hematuria

mikroskopik), proteinuria dan adanya epidemi/kontak dengan penderita GNAPS.

4.6 TATALAKSANA

1. Istirahat

Istirahat di tempat tidur terutama bila dijumpai komplikasi yang biasanya timbul dalam minggu

pertama perjalanan penyakit GNAPS. Sesudah fase akut, tidak dianjurkan lagi istirahat di

tempat tidur, tetapi tidak diizinkan kegiatan seperti sebelum sakit. Lamanya perawatan

tergantung pada keadaan penyakit. Dahulu dianjurkan prolonged bed rest sampai berbulan-

bulan dengan alasan proteinuria dan hematuria mikroskopik belum hilang. Kini lebih

progresif, penderita dipulangkan sesudah 10-14 hari perawatan dengan syarat tidak ada

komplikasi. Bila masih dijumpai kelainan laboratorium urin, maka dilakukan pengamatan

lanjut pada waktu berobat jalan. Istirahat yang terlalu lama di tempat tidur menyebabkan

anak tidak dapat bermain dan jauh dari teman-temannya, sehingga dapat memberikan beban

psikologik.

2. Diet

35

Page 36: Gea

Jumlah garam yang diberikan perlu diperhatikan. Bila edema berat, diberikan makanan tanpa

garam, sedangkan bila edema ringan, pemberian garam dibatasi sebanyak 0,5-1 g/hari.

Protein dibatasi bila kadar ureum meninggi, yaitu sebanyak 0,5-1 g/kgbb/hari. Asupan cairan

harus diperhitungkan dengan baik, terutama pada penderita oliguria atau anuria, yaitu jumlah

cairan yang masuk harus seimbang dengan pengeluaran, berarti asupan cairan = jumlah urin

+ insensible water loss (20-25 ml/kgbb/hari) + jumlah keperluan cairan pada setiap kenaikan

suhu dari normal (10 ml/kgbb/hari).

3. Antibiotik

Pemberian antibiotik pada GNAPS sampai sekarang masih sering dipertentangkan. Pihak satu

hanya memberi antibiotik bila biakan hapusan tenggorok atau kulit positif untuk

streptokokus, sedangkan pihak lain memberikannya secara rutin dengan alasan biakan

negatif belum dapat menyingkirkan infeksi streptokokus. Biakan negatif dapat terjadi oleh

karena telah mendapat antibiotik sebelum masuk rumah sakit atau akibat periode laten yang

terlalu lama (> 3 minggu). Terapi medikamentosa golongan penisilin diberikan untuk

eradikasi kuman, yaitu Amoksisilin 50 mg/kgbb dibagi dalam 3 dosis selama 10 hari. Jika

terdapat alergi terhadap golongan penisilin, dapat diberi eritromisin dosis 30 mg/kgbb/hari.

4. Simptomatik

a. Bendungan sirkulasi

Hal paling penting dalam menangani sirkulasi adalah pembatasan cairan, dengan kata lain

asupan harus sesuai dengan keluaran. Bila terjadi edema berat atau tanda-tanda edema

paru akut, harus diberi diuretik, misalnya furosemid. Bila tidak berhasil, maka dilakukan

dialisis peritoneal.

b. Hipertensi

Tidak semua hipertensi harus mendapat pengobatan. Pada hipertensi ringan dengan istirahat

cukup dan pembatasan cairan yang baik, tekanan darah bisa kembali normal dalam

waktu 1 minggu. Pada hipertensi sedang atau berat tanpa tanda-tanda serebral dapat

diberi kaptopril (0,3-2 mg/kgbb/hari) atau furosemid atau kombinasi keduanya. Selain

obat-obat tersebut diatas, pada keadaan asupan oral cukup baik dapat juga diberi

nifedipin secara sublingual dengan dosis 0,25-0,5 mg/kgbb/hari yang dapat diulangi

setiap 30-60 menit bila diperlukan. Pada hipertensi berat atau hipertensi dengan gejala

36

Page 37: Gea

serebral (ensefalopati hipertensi) dapat diberi klonidin (0,002-0,006 mg/kgbb) yang

dapat diulangi hingga 3 kali atau diazoxide 5 mg/kgbb/hari secara intravena (I.V).

Kedua obat tersebut dapat digabung dengan furosemid (1 – 3 mg/kgbb).

c. Gangguan ginjal akut

Hal penting yang harus diperhatikan adalah pembatasan cairan, pemberian kalori yang

cukup dalam bentuk karbohidrat. Bila terjadi asidosis harus diberi natrium bikarbonat dan bila

terdapat hiperkalemia diberi Ca glukonas atau Kayexalate untuk mengikat kalium.

4.7 PROGNOSIS

Penyakit ini dapat sembuh sempurna dalam waktu 1-2 minggu bila tidak ada komplikasi,

sehingga sering digolongkan ke dalam self limiting disease. Walaupun sangat jarang, GNAPS

dapat kambuh kembali.

Pada umumnya perjalanan penyakit GNAPS ditandai dengan fase akut yang berlangsung 1-

2 minggu, kemudian disusul dengan menghilangnya gejala laboratorik terutama hematuria

mikroskopik dan proteinuria dalam waktu 1-12 bulan. Pada anak 85-95% kasus GNAPS sembuh

sempurna, sedangkan pada orang dewasa 50-75% GNAPS dapat berlangsung kronis, baik secara

klinik maupun secara histologik atau laboratorik. Pada orang dewasa kira-kira 15-30% kasus

masuk ke dalam proses kronik, sedangkan pada anak 5-10% kasus menjadi glomerulonefritis

kronik. Walaupun prognosis GNAPS baik, kematian bisa terjadi terutama dalam fase akut akibat

gangguan ginjal akut

4.8 KOMPLIKASI

1. Ensefalopati hipertensi (EH).

EH adalah hipertensi berat (hipertensi emergensi) yang pada anak > 6 tahun dapat

melewati tekanan darah 180/120 mmHg. EH dapat diatasi dengan memberikan nifedipin (0,25 –

0,5 mg/kgbb/dosis) secara oral atau sublingual pada anak dengan kesadaran menurun. Bila

tekanan darah belum turun dapat diulangi tiap 15 menit hingga 3 kali.

Penurunan tekanan darah harus dilakukan secara bertahap. Bila tekanan darah telah turun

sampai 25%, seterusnya ditambahkan kaptopril (0,3 – 2 mg/kgbb/hari) dan dipantau hingga

normal.

37

Page 38: Gea

2. Gangguan ginjal akut (Acute kidney injury/AKI)

Pengobatan konservatif :

a. Dilakukan pengaturan diet untuk mencegah katabolisme dengan memberikan kalori

secukupnya, yaitu 120 kkal/kgbb/hari

b. Mengatur elektrolit :

- Bila terjadi hiponatremia diberi NaCl hipertonik 3%.

- Bila terjadi hipokalemia diberikan :

• Calcium Gluconas 10% 0,5 ml/kgbb/hari

• NaHCO3 7,5% 3 ml/kgbb/hari

• K+ exchange resin 1 g/kgbb/hari

• Insulin 0,1 unit/kg & 0,5 – 1 g glukosa 0,5 g/kgbb

3. Edema paru

Anak biasanya terlihat sesak dan terdengar ronki nyaring, sehingga sering disangka

sebagai bronkopneumoni.

4. Posterior leukoencephalopathy syndrome

Merupakan komplikasi yang jarang dan sering dikacaukan dengan ensefalopati

hipertensi, karena menunjukkan gejala-gejala yang sama seperti sakit kepala, kejang, halusinasi

visual, tetapi tekanan darah masih normal.

38

Page 39: Gea

DAFTAR PUSTAKA

1. Lohr J W. Glomerulonephritis Associated with Nonstreptococcal Infection.

Available at : http://emedicine.medscape.com/article/240229-overview#a0104.

Accessed 8/1/2014

2. Noer M S. Glomerulonefritis in Buku Ajar Nefrologi. Alatas, Tambunan T,

Trihono P P, Pardede S O, ed. Jakarta : Ikatan Dokter Anak Indonesia ; 2002. Hal

348

3. Garty B Z, Amir A, Scheuerman O, Hoffer V, Marcus N. Post-Infectious

Glomerulonephritis Associated with Adenovirus Infection. J IMAJ. 2009

December; 759

4. Bergstein J M. Penyakit Glomerulus in Nelson edisi 15. Behrman R E, Kliegman

R, Arvin A M, editor. Jakarta : EGC;2000. Hal 1809

5. Rauf S, Albar H, Aras J. Kosensus Glomerulonefritis Akut Pasca Streptokokus.

Available at :

http://pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2013/12/Pustaka_Unpad_Konsens

us_-Glomerulonefritis_-Akut.pdf.pdf. accessed on September 1st, 2014

6. Supartha M, Suarta I K, Winaya I B A. Hipertensi pada anak. Available at :

http://indonesia.digitaljournals.org/index.php/idnmed/article/viewFile/643/631

accessed on September 1st, 2014.

39