g11rus
DESCRIPTION
current meterTRANSCRIPT
0
KARAKTERISASI ALAT UKUR LAJU ALIRAN AIR TIPE SENSOR
TERMAL
(Uji Laboratorium pada Aliran Pipa)
RUSIANTO
DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011
0
ABSTRACT
RUSIANTO. Characterization of Thermal Water Current Meter Sensor ( Laboratory test in Pipe
Flow). Supervised by Prof. Dr. Ir. Hidayat Pawitan and Ir. Bregas Budianto, Ass. Dpl
Thermal type water flow meter is a device to measure water flow rate using thermal sensor.
There’s two sensor inside this device which one of the sensor is wrapped by heated wire. Flow rate
measurement is using difference value between the temperature of sensor that wrapped by heated
wire with the temperature of flowing water. The principal of this device is heat transfer between
the sensor and the water, so the flow rate is measurable. If the flow rate increasing then the
temperature difference between sensor and water is decreasing, vice versa.
Based on simulation, low flow rate make the device getting more sensitive and the sensitivity
is decreasing as the flow rate is increasing. On low flow rate, the temperature difference between
the heated sensor with water flow is very small, so to get more visible result, this device is using
differential amplifier. This way, the slightest temperature difference between the heated sensor and
water flow is visible even for higher flow rate. Flow rate measurement done to a calibration system
made. Flow rate is determined with measuring rate debit then divided by pipe sectional area and
value of flow rate can be obtained. Calibration system is using a 2.3cm diameter pipe and the
distance between two sensors is 15cm. The heat that is given to heated wire is 2.8 Watt which can
increase the temperature of the sensor by 5Co if the flow rate is 0.05 m/s. The equation that
obtained by calculation is x = 5.512 e-93y where x is the water flow rate and y is the temperature
difference between heated sensor with the water. There is difference between model simulation
with the calculation result in this research. It is caused by assumption that applied during the time
of calculation.
Keywords: Thermal current meter, current meter, thermal sensors, LM35
0
ABSTRAK
Rusianto. Karakterisasi Alat Ukur Laju Aliran Air Tipe Sensor Termal (Uji Laboratorium pada
Aliran Pipa). Dibimbing Oleh Prof. Dr. Ir. Hidayat Pawitan dan Ir. Bregas Budianto, Ass. Dpl
Water Flow Meter tipe termal merupakan alat pengukur laju aliran air dengan menggunakan
sensor suhu. Alat ini menggunakan dua buah sensor yang salah satu sensor dililit kawat pemanas.
Pengukuran laju aliran menggunakan nilai selisih suhu antara suhu sensor yang dililit kawat
pemanas dengan suhu air yang mengalir. Dengan menggunakan prinsip pindah panas maka laju
aliran air dapat diukur dengan menggunakan alat ini. Semakin besar laju aliran, maka nilai selisih
suhu sensor berpemanas dengan suhu air akan semakin kecil, begitu juga sebaliknya.
Berdasarkan simulasi, sensitivitas sensor pada laju aliran rendah sangat tinggi dan berkurang
seiring dengan meningkatnya volume air yang melalui sensor. Pada laju aliran yang rendah, nilai
selisih suhu sensor berpemanas dengan suhu air sangat kecil sehingga alat ini menggunakan
aplikasi dari differential amplifier agar dapat melihat perubahan selisih suhu pada laju aliran yang
tinggi. Pengukuran laju aliran dilakukan pada sistem kalibrasi yang telah dibuat. Laju aliran
ditentukan dengan mengukur debit aliran kemudian dibagi dengan luas penampang pipa sehingga
diperoleh nilai laju aliran air. Pipa yang digunakan pada sistem kalibrasi memiliki diameter 2.3 cm
dengan jarak antar kedua sensor 15 cm. Kalor yang diberikan pada kawat pemanas sebesar 2.8
Watt yang dapat menaikkan suhu sensor berpemanas sebesar 5 Co pada laju aliran 0.05 m/s. Dari
hasil pengukuran diperoleh persamaan x = 5.512 e-93y dimana x adalah laju aliran air dan y adalah
selisih suhu antara sensor berpemanas dengan suhu air. Dalam penelitian ini, terdapat perbedaan
antara simulasi model dengan hasil pengukuran. Hal ini disebabkan oleh perbedaan asumsi-asumsi
yang digunakan dengan kondisi pada saat pengukuran.
Kata Kunci: Thermal current meter, current meter, sensor suhu, LM35
0
KARAKTERISASI ALAT UKUR LAJU ALIRAN AIR TIPE SENSOR
TERMAL
(Uji Laboratorium pada Aliran Pipa)
RUSIANTO
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains pada
Program Studi Meteorologi Terapan
DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011
0
Judul skripsi : Karakterisasi Alat Ukur Laju Aliran Air Tipe Sensor Termal (Uji
Laboratorium pada Aliran Pipa)
Nama : Rusianto
NIM : G24070048
Menyetujui,
Pembimbing I Pembimbing II
(Prof. Dr. Ir. Hidayat Pawitan) (Ir. Bregas Budianto, Ass. Dpl)
NIP. 19500430 197412 1 001 NIP. 19640308 199403 1 002
Mengetahui,
Ketua Departemen
Geofisika dan Meteorologi
(Dr. Ir. Rini Hidayati, MS.)
NIP. 19600305 198703 2 002
Tanggal Lulus:
vi
PRAKATA
Puji Syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Ketertarikan penulis terhadap instrumentasi dan
belum banyaknya penelitian terkait membuat penulis memilih penelitian yang berjudul
Karakterisasi Alat Ukur Laju Aliran Air Tipe Sensor Termal (Uji Laboratorium pada Aliran Pipa).
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Sains pada program studi
Meteorologi Terapan, Departemen Geofisika dan Meteorologi, Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam, Institut pertanian Bogor.
Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih banyak kepada bapak
Hidayat Pawitan dan bapak Bregas Budianto atas bimbingannya selama masa penelitian hingga
dapat penulis dapat menyelesaikan penelitian ini. Tak lupa penulis mengucapkan terima kasih
kepada bapak dan mama serta kakak-kakak dan adik tercinta yang memberikan dukungan penuh
sehingga penulis dapat menyelesaikan studi di perguruan tinggi. Kepada Bapak/Ibu dosen program
studi meteorologi terapan beserta staf, penulis ucapkan terima kasih yang sebesarnya-besarnya atas
bantuannya selama menempuh pendidikan di IPB. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada
Anies Ma’rufatin yang selalu memberikan bantuan baik moril dan materil kepada penulis serta
teman-teman seperjuangan di Workshop Instrumentasi, yaitu Amin, Blake, Pujo dan bang Suryo
atas persahabatan, saran, keluh kesah dan motivasinya. Terima kasih kepada teman-teman GFM
44, yaitu Fitrie, Tika, Eka, Loris, Firda, Wari, Pasha, Dila, Ii, Bembi, Juned, Iwan, Rini, Dimas,
Riri, Nono, Afdal, Unduh, Nedy, Kris, Domu, Pepew, Naren, Masnur, Azim, Adi, Rendra, Harry,
Tetet, Sigit, Fandi, Aci, Ike, Teguh, Yasmin, Andi, Ade, Iyut, Joko, Wiwid, Nanas, Fajar, Winda,
Echa atas kerjasama dan persaudaraannya selama menempuh pendidikan di departemen Geofisika
dan Meteorologi IPB. Serta terima kasih kepada pihak yang sudah banyak membantu penulis yang
tidak bisa penulis sebutkan satu per satu.
Penulis mohon maaf apabila dalam penelitian dan dalam penulisan masih terdapat banyak
kesalahan kesalahan dan penulis berharap semoga tulisan ini bermanfaat bagi pembaca.
Bogor, Agustus 2011
Rusianto
G24070048
vii
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Kabupaten Berau, Kalimantan Timur sebagai anak ke empat dari lima
bersaudara dari pasangan Masdin dan Nawara.
Jenjang pendidikan penulis dimulai ketika penulis memasuki Taman Kanak-kanak Pelita
Kecamatan Teluk Bayur, Berau pada tahun 1994 dan selesai satu tahun kemudian pada tahun
1995. Kemudian penulis melanjutkan sekolah di Sekolah Dasar 009 Kecamatan Teluk Bayur,
Kabupaten Berau Kalimantan Timur pada tahun yang sama. Pada tahun 2001, penulis berhasil
menyelesaikan pendidikan sekolah dasar dan melanjutkan ke jenjang selanjutnya di Sekolah
Lanjutan Tingkat Pertama Negeri 001 Teluk Bayur. Penulis berhasil menyelesaikan sekolahnya
selama tiga tahun pada tahun 2004 dan melanjutkan sekolah di Sekolah Menengah Atas Plus
Berau yang kemudian berubah nama menjadi Sekolah Menengah Atas Negeri 4 Berau. Setelah
lulus SMA di tahun 2007, penulis melanjutkan sekolah di Institut Pertanian Bogor dan diterima di
Program Studi Meteorologi Terapan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam melalui
jalur Beasiswa Utusan Daerah (BUD).
Selama di perguruan tinggi, penulis aktif di organisasi seperti Badan Eksekutif Mahasiswa
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (BEM FMIPA) dan Himpunan Mahasiswa
Agrometeorologi (Himagreto).
viii
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR GAMBAR. ................................................................................................................. ix
DAFTAR LAMPIRAN. .............................................................................................................. ix
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang. ........................................................................................................ 1
1.2 Tujuan. ..................................................................................................................... 1
II. TINJAUAN PUSAKA 2.1 Alat Pengukur Laju Aliran (Current Meter). ............................................................. 1
2.2 Thermal Flow Meter. ................................................................................................ 3
2.3 Sensor Suhu. ............................................................................................................ 3
2.4 Sensor Suhu LM35 DZ. ............................................................................................ 4
2.5 Perpindahan Panas. ................................................................................................... 4
III. METODOLOGI
3.1 Waktu dan Tempat . ................................................................................................. 5
3.2 Alat dan Bahan. ........................................................................................................ 5
3.3 Metodologi Penelitian. .............................................................................................. 5
3.3.1 Simulasi Karakter Sensor Pengukur Laju Aliran . .............................................. 5
3.3.2 Kajian Self Heating sebagai Pemanas Sensor. .................................................... 5
3.3.3 Pembuatan Sensor dan Rangkaian Elektronik. ................................................... 5
3.3.4 Pengujian Lilitan Kawat Sensor ........................................................................ 6
3.3.5 Sistem Kalibrasi ............................................................................................... 6
3.3.6 Pengujian Karakteristik Sensor Pengukur Laju Aliran. ...................................... 7
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Simulasi Karakter Sensor Pengukur Laju Aliran . ...................................................... 7
4.2 Kajian Self Heating sebagai Pemanas Sensor ............................................................ 8 4.3 Sensor dan Rangkaian Elektronik . ............................................................................ 9
4.4 Pengujian Lilitan Kawat Sensor . .............................................................................. 9
4.5 Sistem Kalibrasi . ..................................................................................................... 9
4.6 Karakteristik Sensor Pengukur Laju Aliran . ........................................................... 10
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan . .......................................................................................................... 13
5.2 Saran . .................................................................................................................... 13
DAFTAR PUSTAKA. ............................................................................................................... 14
LAMPIRAN. ............................................................................................................................. 15
ix
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1 Price Type (622) AA Meter . ..................................................................................................... 2
2 OTT C2 current meter (horizontal-axis meter). ......................................................................... 2
3 OTT nautilus C2000 elektromagnetic flow sensor (0-2.5 m/s). ................................................... 2
4 Acoustic Doppler Velocity Meter (0.001 – 4.0 m/s). ................................................................... 2
5 Prinsip kerja thermal flow meter . .............................................................................................. 3
6 Profil suhu pada thermal mass flow meter . ................................................................................ 3
7 Sensor LM35 DZ. ..................................................................................................................... 4
8 Modifikasi bentuk sensor suhu. ................................................................................................. 5
9 Rangkaian elektronik pengatur arus konstan. ............................................................................. 6
10 Rangkaian differential amplifier. ............................................................................................. 6
11 Perlakuan lilitan kawat pemanas. ............................................................................................. 6
12 Sistem kalibrasi dengan satu sensor. ........................................................................................ 7
13 Hasil simulasi hubungan perubahan suhu sensor berpemanas terhadap laju aliran air. ............... 8
14 Grafik pengukuran suhu dengan menggunakan LM35 DZ pada berbagai pemberian tegangan
catu pada suhu ruangan. .......................................................................................................... 8
15 Modifikasi bentuk sensor. ....................................................................................................... 9
16 Sistem kalibrasi dengan dua sensor. ......................................................................................... 9
17 Grafik hubungan antara selisih suhu dengan laju aliran pada berbagai pemberian arus pada pemanas dengan nilai resistansi tertentu. ............................................................................... 10
18 Grafik hubungan antara laju aliran dengan selisih suhu sensor – suhu air (sebelum arus listrik
pemanas konstan).. ............................................................................................................... 11
19 Grafik hubungan antara laju aliran dengan selisih suhu sensor – suhu air (setelah arus listrik
pemanas konstan) ................................................................................................................. 11
20 Grafik perbandingan hasil simulasi dan hasil pengukuran ...................................................... 12
21 Grafik hubungan antara model dan hasil pengukuran ............................................................. 13
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1 Tampilan data logger . ............................................................................................................ 16
2 Sensor di dalam pipa pada sistem kalibrasi. ............................................................................. 16
3 Rangkaian pembangkit arus konstan. ....................................................................................... 17
4 Rangkaian diffrential amplifier. ............................................................................................... 17
5 Sistem kalibrasi sensor. ........................................................................................................... 18
6 Wadah ukur untuk mengukur debit aliran pada sistem kalibrasi................................................ 18
1
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Data primer sangat dibutuhkan dalam
berbagai pengamatan maupun penelitian.
Pemanfaatan alat ukur merupakan cara yang paling utama dalam memperoleh data
primer tersebut. Alat ukur yang tersedia
semakin berkembang dengan adanya
kemajuan teknologi. Perkembangan alat
ukur sesuai dengan kebutuhan semakin
banyak dibutuhkan dalam berbagai bidang
penelitian.
Dalam bidang hidrologi, informasi debit
sungai merupakan komponen yang sangat
penting dalam pengelolaan daerah aliran
sungai (DAS). Kemampuan pengukuran debit aliran sungai sangat diperlukan untuk
mengetahui sifat sumberdaya air di suatu
wilayah DAS. Debit aliran dapat dijadikan
sebagai alat untuk memonitor dan
mengevaluasi neraca air suatu kawasan
melalui pendekatan potensi sumberdaya air
permukaan yang ada. Dalam pengukuran
debit air, ada beberapa metode yang
digunakan salah satunya adalah pengukuran
tidak langsung dengan menggunakan area
velocity method. Debit air diduga dengan
menggunakan persamaan yang merupakan perkalian antara luas penampang sungai
dengan laju aliran sungai. Laju aliran sungai
didapat dengan menggunakan current meter.
Sebuah current meter yang ideal harus
memiliki respon yang cepat dan konsisten
dengan setiap perubahan yang terjadi pada
kecepatan air, dan harus secara akurat dan
terpercaya sesuai dengan komponen
kecepatan. Juga harus tahan lama, mudah
dilakukan pemeliharaan, dan mudah
digunakan dengan kondisi lingkungan yang berbeda-beda (Richards 1998). Dalam
pengukuran laju aliran, kondisi lapangan
yang berbeda-beda menyebabkan beberapa
tipe current meter hanya dapat digunakan
hanya pada kondisi tertentu. Current meter
tipe mekanik, tidak dapat mengukur
kecepatan laju aliran air yang sangat kecil.
Di daerah yang sangat dangkal atau daerah
dengan biota perairan yang banyak, Current
meter tipe mekanik tidak bisa digunakan
karena habitat yang terdapat pada perairan
tersebut dapat terganggu akibat perputaran mekanik pada baling-baling current meter
(Rahman 2008).
Current meter tipe elektromagnetik dan
tipe akustik memiliki keunggulan dalam hal
pengukuran di daerah dangkal dan dapat
mengukur laju aliran yang sangat rendah.
Kelebihan lain dari tipe akustik adalah dapat
mengukur laju aliran secara cepat dan akurat
(Huang 2004). Untuk mendapatkan alat-alat
tersebut diperlukan biaya yang sangat besar
sehingga diperlukan alternatif lain untuk
mengukur laju aliran air. Untuk keperluan penelitian biota perairan, pengukuran laju
aliran biasanya menggunakan benda
terapung yang di ukur jarak tempuh pada
waktu tertentu sehingga didapat nilai laju
aliran. Penggunaan benda terapung tersebut
tidak akurat karena hanya dapat mengukur
laju aliran pada permukaan air.
Current meter dengan menggunakan
sensor suhu merupakan suatu pendekatan
yang dapat digunakan untuk melakukan
pengukuran laju aliran pada kondisi-kondisi tersebut. Selain tidak memerlukan biaya
yang tinggi, alat ini memiliki bentuk yang
sangat kecil, dan pembuatan yang lebih
mudah.
1.2 Tujuan
Mengembangkan alat ukur laju aliran
air dengan menggunakan sensor suhu dan
menguji karakteristiknya
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Alat Pengukur Laju Aliran ( Current
Meter )
Menurut Ahmed (2009), ada berbagai
macam jenis current meter yang tersedia dan
sering digunakan. Current meter terbagi
menjadi tiga kategori utama: Current meter
mekanik, current meter elektromagnetik dan
current meter akustik.
2.2.1Current Meter Mekanik
Semua current meter mekanik memiliki
prinsip kerja dengan mngeubah kecepatan linear menjadi kecepatan angular. Terdapat
dua jenis current meter mekanik yaitu
vertical-axis meter dan horizontal-axis
meter. Sebelum digunakan kedua jenis
current meter tersebut harus di kalibrasi
dengan menghubungkan antara jumlah
putaran baling-baling dengan laju aliran air.
Tiga tipe vertical-axis meter yang sering
digunakan adalah Price Type AA meter,
WSC winter meter dan Pygmy meter. Di
antara ketiganya, Price Type AA meter
memiliki kualitas yang lebih baik dibandingkan dengan yang lainnya dan
selalu digunakan pada berbagai macam
penelitian dan cocok untuk segala kondisi di
lapangan.
2
Gambar 1 Price Type (622) AA meter.
(Sumber: Ahmed 2009)
Horizontal-axis meter Sangat baik
dipergunakan pada daerah yang memiliki
turbulens yang tinggi dengan kemampuan mengukur arus deras baik dengan posisi
horizontal maupun vertikal. Dilengkapi
dengan rotor yang memiliki keseimbangan
saat menghadapi pergerakan linear.
Semua model menggunakan magnetis
permukaan beralih untuk menghasilkan
hitungan rotasi dalam bentuk pulsa,
sehingga dapat menghindari terjadinya
gesekan pada komponen yang berdekatan.
Gambar 2 OTT C2 Current Meter
(Horizontal-Axis Meter).
(Sumber: Ahmed 2009)
2.2.2 Current Meter Elektromagnetik
Current Meter elektromagnetik
mengukur kecepatan aliran dengan menggunakan hukum Faraday. Konduktor
(air) yang bergerak pada suatu medan gaya
akan menghasilkan tegangan yang nilainya
sebanding dengan kecepatan aliran.
Elektroda pada alat menerima sinyal
tegangan yang kemudian diterjemahkan ke
dalam angka yang berupa kecepatan aliran
air. Tidak ada gangguan kerja mekanik pada
alat ini karena tidak ada bagian alat yang
bergerak seperti pada current meter
mekanik. Sensor aliran elektromagnetik
dapat mendeteksi aliran yang sangat kecil dan dapat digunakan pada lokasi dimana
current meter mekanik tidak dapat
digunakan seperti pada daerah yang
memiliki tanaman air dalam jumlah yang
besar, air yang terkontaminasi, perairan
dangkal, dan perairan dengan keceptan yang
sangat pelan. Biasanya alat ini digunakan
untuk mempelajari habitat biota perairan.
Gambar 3 OTT Nautilus C 2000
Elektromagnetic Flow
Sensor (0-2.5 m/s).
(Sumber: Ahmed 2009)
2.2.3 Current Meter Akustik
Acoustic Doppler Velocity (ADV) meter
merupakan salah satu contoh alat akustik
yang dikembangkan untuk mengukur laju aliran dalam dua atau tiga dimensi. Alat ini
terbagi menjadi dua bagian yaitu pemancar
sinyal dan penerima sinyal yang mengukur
laju aliran pada 0.25 cc volume air yang
terletak 10 cm pada sensor. Pemancar
memancarkan sinyal pada sampel air
kemudian sinyal akustik akan dipantulkan
kembali oleh partikel tersuspensi yang ada
di air yang diterima oleh penerima sinyal.
Dibandingkan dengan current meter
mekanik, ADV meter memiliki beberapa keunggulan seperti area kecepatan yang
lebih luas, pengukuran pada area yang lebih
dangkal, dan tidak memerlukan kalibrasi
ulang. Alat ini dapat menambah kualitas
data pada kecepatan yang sangat rendah dan
memiliki daya tahan yang tinggi.
Gambar 4 Acoustic Doppler Velocity Meter
(0.001 – 4.0 m/s). (Sumber: Ahmed 2009)
3
2.2 Thermal Flow meter
Thermal flow meter atau sering juga
disebut sebagai thermal mass flow meter
merupakan alat pengukur laju aliran fluida
atau dapat digunakan sebagai pengatur laju
aliran fluida dengan menggunakan prinsip-prinsip perpindahan panas. Laju aliran
dihitung dari jumlah panas per satuan waktu
yang dibutuhkan untuk menaikkan suhu
sejumlah fluida (O’Hanlon 2003).
Ada banyak jenis thermal flow meter
yang tersedia. Biasanya alat ini digunakan
untuk mengukur laju aliran berbagai jenis
fluida dengan sensitivitas yang tinggi.
Menurut Sosna (2011) thermal flow meter
dapat dilihat karakteristiknya dari
senstivitas, akurasi, kemampuan untuk dibuat ulang, rentang pengukuran dan waktu
respon alat tersebut.
Gambar 5 Prinsip kerja thermal flow meter.
2.3 Sensor suhu
Menurut Petruzella (2001), terdapat
empat jenis utama sensor suhu, yaitu;
thermocouple (T/C), resistance temperature
detector (RTD), termistor dan Integrated
Circuit (IC) sensor. Thermocouple pada dasarnya terdiri dari sepasang transduser
panas dan dingin yang disambungkan
bersama, nilai suhu merupakan perbedaan
yang timbul antara sambungan tersebut
dengan sambungan referensi yang berfungsi
sebagai pembanding. Resistance
Temperature Detector (RTD) merupakan
sensor yang didasari pada tahanan listrik dari
logam yang bervariasi sebanding dengan
suhu. Kesebandingan variasi ini adalah
presisi dengan tingkat kestabilan yang tinggi pada pendeteksian tahanan. Platina
merupakan bahan yang sering digunakan
karena memiliki tahanan suhu, kelinearan,
stabilitas dan reproduksibilitas yang tinggi.
Termistor adalah resistor yang peka terhadap
panas yang biasanya mempunyai koefisien
suhu negatif, karena saat suhu meningkat
maka tahanan menurun atau sebaliknya.
Jenis ini sangat peka dengan perubahan
hambatan 5% per C sehingga mampu
mendeteksi perubahan suhu yang kecil. IC
Sensor adalah sensor suhu dengan rangkaian terpadu yang menggunakan chipsilikon
untuk kelemahan penginderanya.
Mempunyai konfigurasi output tegangan dan
arus yang sangat linear. IC yang biasanya
digunakan untuk mengukur suhu adalah IC
LM35.
Gambar 6 Profil suhu pada thermal mass flow meter.
(Sumber: Boer 1995)
4
2.4 Sensor Suhu LM35 DZ
Gambar 7 Sensor LM35 DZ.
(Sumber : www.national.com)
Suhu lingkungan dapat di deteksi
dengan menggunakan IC yang peka terhadap
suhu. Sensor suhu LM35 DZ merupakan
komponen elektronika yang memiliki fungsi
untuk mengubah besaran suhu menjadi
besaran listrik dalam bentuk tegangan. Sensor suhu ini memiliki keakuratan yang
tinggi dan kemudahan perancangan jika
dibandingkan dengan sensor suhu lainnya.
LM35 DZ juga mempunyai keluaran
impedansi yang rendah dan linearitas yang
tinggi sehingga dapat dengan mudah
dihubungkan dengan rangkaian kendali
khusus serta tidak memerlukan penyetelan
lanjutan. Catu daya yang digunakan berkisar
antara 4 sampai 30 volt sehingga dapat
menggunakan catu daya tunggal dengan ketentuan LM35 DZ hanya membutuhkan
arus sebesar 60 µA. Hal ini menyebabkan
LM35 DZ mempunyai kemampuan
menghasilkan panas (Self Heating) yang
dapat menyebabkan kesalahan pembacaan
yang rendah yaitu sebesar 0.08 oC pada suhu
udara. Sensor ini memiliki jangkauan
operasi maksimal operasi suhu antara 0 oC
hingga 100 oC, waktu tanggap yang cepat
dan memiliki sensitivitas suhu dengan faktor
skala linear antara tegangan dan suhu sebesar 10 mV/oC, sehingga dapat langsung
dikalibrasi kedalam satuan Celsius (National
Semiconductor 2000).
2.5 Perpindahan Panas
Apabila terdapat dua benda atau lebih
terjadi kontak termal maka akan terjadi
aliran kalor dari benda yang bertemperatur
lebih tinggi ke benda yang bertemperatur
lebih rendah, hingga tercapainya
kesetimbangan termal (Sukomel et al. 2008).
Proses perpindahan panas ini
berlangsung dalam 3 mekanisme yaitu
konduksi, konveksi dan radiasi. Hukum pendinginan Newton
menyatakan bahwa laju perubahan suhu
pada suatu benda akan sebanding dengan
perbedaan antara suhu benda tersebut
dengan suhu lingkungan disekitar benda
(Blundell et al. 2006). Apabila suatu benda
yang memiliki suhu lebih besar dimasukkan
ke dalam air maka akan terjadi penurunan
suhu yang besar laju penurunannya
sebanding dengan jumlah air yang melewati
benda tersebut. Semakin banyak jumlah air yang melewati benda tersebut maka semakin
banyak panas yang hilang pada benda
tersebut ( Kane, et al 1984). Besarnya panas
yang mengalir dari benda yang dipanaskan
menuju ke aliran air terjadi secara konveksi
yang dirumuskan sebagai berikut:
Q = h A ΔT…….(1)
Dimana,
Q : Panas yang terserap air akibat
konveksi (Watt)
h : Koefisien perpindahan panas Forced Convection (W/m2 oC)
A : Luas Permukaan sensor (m2)
ΔT : Perbedaan suhu Sensor dan
Lingkungan (oC)
Besarnya koefisien konveksi dapat
dilihat pada tabel 1.
Tabel 1. Nilai koefisien perpindahan panas
pada fluida.
Regime h (W/m2.K)
Free Convection (air) 5-25
Free Convection (water) 50-1.200 Forced Convection (air) 25-250
Forced Convection (water) 50-20.000
Condensation of Steam on
Walls 2.000-20.000
Condensation of Steam on
Pipes 2.000-50.000
Pool of Boiling Water 2.000-50.000
Flow of Boiling Water 2.000-100.000
(Sumber: Massoud 2005)
5
III. METODOLOGI
3.1 Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilakukan pada bulan
Februari 2011 hingga Juni 2011 di
Workshop Instrumentasi Meteorologi, Departemen Geofisika dan Meteorologi,
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan
Alam, Institut Pertanian Bogor.
3.2 Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam penelitian
ini adalah:
Seperangkat perlengkapan elektronik
Digital Volt Meter (DVM)
Catu Daya Aki 12V
Sistem Kalibrasi (Pompa, Pipa, Kran, dan Bak air)
Seperangkat Komputer dan interface
sebagai data logger
Glue Gun
Sedangkan bahan-bahan yang
digunakan dalam penelitian ini berupa:
Sensor suhu LM35 DZ
Rangkaian elekronik Pemanas
Kawat email
Epoxy Plastic Steel
3.3 Metode Penelitian
3.3.1 Simulasi Karakter Sensor Pengukur
Laju Aliran
Pemodelan dilakukan dengan
menghitung jumlah kalor yang diberikan
kepada pemanas dan jumlah kalor yang
dapat diserap oleh air yang mengalami
kontak dengan pemanas.
Jumlah Kalor yang diserap oleh air
dapat dihitung dengan menggunakan persamaan:
Q = A h ΔT……(3)
Dimana,
Q : Panas yang terserap air akibat
konveksi (Watt)
h : Koefisien konveksi paksa ( 50-20.000
W/m2 oC) A : Luas Permukaan sensor (m2)
ΔT : Perbedaan suhu Sensor dan
Lingkungan (oC)
Dengan asumsi bahwa semua daya
listrik yang diberikan pada kawat pemanas
berubah menjadi energi kalor, maka
besarnya kebutuhan arus listrik dapat
dihitung dengan menggunakan persamaan :
P = I2 R….(4)
Dimana,
P : Daya Listrik (Watt)
I : Arus Listrik (A)
R : Hambatan Kawat ( Ω )
3.3.2 Kajian Self Heating sebagai
Pemanas Sensor
Salah satu sifat dari sensor suhu
elektronik adalah memiliki keluaran panas
(Self Heating) pada saat beroperasi.
Pengujian dilakukan untuk mengetahui
pengaruh self heating tersebut terhadap
pengukuran yang dilakukan pada berbagai
input catudaya DC. Catudaya yang
digunakan berupa aki 4 volt, 6 volt, 12 volt,
18 volt, dan 30 volt. Pengujian ini dilakukan untuk mengkaji kemungkinan self heating
tersebut digunakan sebagai pemanas.
3.3.3 Pembuatan Sensor dan Rangkaian
Elektronik
3.3.3.1 Sensor
LM35 DZ (TO 220) memiliki bentuk
fisik datar pada sisi depannya dan cembung
pada sisi belakang. LM35 DZ dibuat lebih
kecil untuk mengurangi massanya.
Pengurangan massa sensor dilakukan
dengan menipiskan sensor sebagai usaha untuk mengurangi turbulensi aliran (lebih
stream line). Pengurangan massa pada
LM35 satu dan lainnya diasumsikan
memiliki ciri yang sama.
Gambar 8 Modifikasi bentuk sensor suhu.
Dalam pembuatan sensor laju aliran air
kaki-kaki LM35 ditutup dengan
menggunakan epoxy untuk mengisolasi
aliran listrik pada saat sensor dimasukkan ke
dalam air. Sensor yang telah ditipiskan
kemudian dililit oleh kawat email tembaga
sebagai pemanas. Pada sensor (1) dan (2),
Kaki
Kepala
1 2
3
1 = V+
2 = Vout
3 = Ground
6
untuk mempercepat reaksi sensor kawat
pemanas dililitkan secara langsung pada
kaki ground IC LM35.
3.3.3.2 Rangkaian Elektronik Pemanas
Besarnya panas yang dikeluarkan oleh
kawat pemanas tergantung pada jumlah arus
yang diberikan pada kawat pemanas
tersebut. Rangkaian elektronik pengatur arus
konstan digunakan untuk mengatur jumlah
arus yang diberikan pada kawat pemanas.
Rangkaian elektronik dibuat dengan
menggunakan komponen utama LM317.
Jumlah arus yang diberikan tergantung pada besarnya nilai resistan yang digunakan pada
rangkaian dengan menggunakan persamaan:
I = 1.25
R.........(5)
Gambar 9 Rangkaian elektronik pengatur
arus konstan.
(www.national.com)
3.3.3.3 Differential Amplifier
Penguat diferensial (differential
amplifier) merupakan suatu jenis penguat
elektronika yang memiliki faktor penguatan
(gain) tertentu dengan dua masukan dan satu
keluaran. Penguat diferensial dibuat dengan
menggunakan IC 741.
Gambar 10 Rangkaian Differential Amplifier.
Besarnya nilai tegangan keluaran dapat
dihitung dengan persamaan:
Vout = 𝑅𝑓+𝑅1 𝑅𝑔
𝑅𝑔+𝑅2 𝑅1 𝑉2 −
𝑅𝑓
𝑅1𝑉1……(6)
Jika R1 = R2 dan Rf = Rg maka keluaran differential amplifier adalah:
Vout = 𝑅𝑓
𝑅1 (𝑉2 − 𝑉1)…..(7)
3.3.4 Pengujian Lilitan Kawat Sensor
Dengan asumsi bahwa panas akan lebih cepat merambat melalui konduktor (kaki
LM35) daripada melalui isolator ( kepala
LM35) sehingga dilakukan pengujian
kecepatan respon sensor dengan tiga
perlakuan lilitan kawat yang berbeda. Lilitan
kawat pada sensor laju aliran dibuat menjadi
tiga perlakuan; ( i ) yaitu sensor dengan
lilitan kawat pada bagian kepala LM35 dengan nilai resistan pada kawat sebesar 1.8
Ω, ( ii ) yaitu sensor dengan lilitan kawat
pada bagian kaki LM35 dengan nilai
resistansi pada kawat yang dillilitkan sebesar
2.2 Ω dan ( iii ) yaitu sensor dengan lilitan
kawat pada kaki dan kepala sensor dengan
nilai resistansi pada kawat yang dililitkan
sebesar 4 Ω.
Gambar 11 Perlakuan lilitan kawat pemanas.
3.3.5 Sistem Kalibrasi
3.3.5.1 Pembuatan Sistem Kalibrasi
Sistem yang digunakan dalam
pengkalibrasian sensor laju aliran dibuat
dengan menggunakan pompa yang
disambungkan dengan pipa sehingga
terbentuk sistem aliran tertutup. Pipa yang
digunakan memiliki diameter 2.3 cm. Air
yang keluar dari pipa akan ditampung oleh
suatu wadah yang kemudian dipompa lagi sehingga jumlah air akan relatif tetap. Laju
aliran diatur dengan menggunakan kran
yang dipasang pada sistem tersebut.
3.3.5.2 Penentuan Laju aliran pada sistem
Kalibrasi
Besarnya laju aliran diketahui dengan
mengukur debit yang dikeluarkan oleh
pompa. Jika diasumsikan bahwa semua air
yang mengalir pada sistem kalibrasi
memiliki laju aliran yang sama, maka laju aliran pada sensor dapat dihitung dengan:
v = Q
A……(8)
Dimana,
v = Laju aliran air (cm/s)
Q = Debit Aliran (ml/s)
A = Luas Penampang Pipa (cm2)
( i ) ( ii ) ( iii )
7
Gambar 11 Sistem kalibrasi dengan satu sensor.
Besarnya debit aliran diukur dengan menggunakan wadah ukur. Wadah ukur
tersebut di tempatkan pada tempat keluarnya
aliran yang kemudian diukur volumenya
terhadap waktu tertentu. Hal ini dilakukan
berulang-ulang untuk mendapatkan nilai debit
aliran sistem kalibrasi pada setiap tahap
pengaturan aliran.
Sistem aliran dibuat supaya sensor dapat
terendam sempurna tanpa celah udara pada
pipa. Pipa yang dipasang sensor dibuat
transparan agar kondisi sensor dapat diamati setiap saat dan untuk memastikan bahwa
posisi sensor berada tepat di tengah-tengah
pipa. Hal ini dilakukan karena gaya gesek di
tengah pipa lebih kecil dibandingkan dengan
gaya gesek pada bagian tepi pipa.
3.3.6 Pengujian Karakteristik Sensor
Pengukur Laju Aliran
3.3.6.1 Pengambilan Data Pengambilan data dilakukan dengan
berbagai pemberian arus pada kawat pemanas.
Kalor yang diberikan pada sensor berpemanas
pada pengambilan data adalah 0.313 Watt, 0.7
Watt, dan 2.8 Watt. Besarnya laju aliran akan
berbanding terbalik dengan besarnya selisih
antara suhu sensor dan suhu air. Sesuai dengan
prinsip transfer energi panas, semakin banyak
air yang melewati pemanas yang
diindikasikan dengan semakin besarnya laju
aliran maka energi panas yang diserap air semakin banyak sehingga suhu pada pemanas
akan semakin dingin dan menyebabkan selisih
antara suhu sensor dan suhu air akan semakin
kecil.
3.3.6.2 Pengolahan Data
Setelah data diperoleh, kemudian data
diolah sehingga menghasilkan persamaan
yang menunjukkan hubungan antara selisih suhu dengan laju aliran. Dengan adanya
pengolahan data juga dapat ditentukan nilai
arus yang sesuai untuk mengukur laju aliran.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Simulasi Karakter Sensor Pengukur
Laju Aliran
Berdasarkan model termal sensor untuk
sensor dengan luas permukaan 70 mm2
membutuhkan intensitas kalor sebesar 2.8 Joule/ detik (2,8 Watt) apabila suhu sensor
harus naik 5 oC lebih tinggi dari suhu air
dengan laju aliran sebesar 0.05 m/s dengan
asumsi yang digunakan kapasitas transfer
konveksi sebesar 730 Watt/m2 oC. Ketika air
mulai bergerak pada laju aliran lebih tinggi,
maka banyaknya air yang menyentuh sensor
akan bertambah tergantung pada volume air
yang melewati sensor pada saat itu sehingga
panas yang terserap oleh air akan semakin
besar dan akan menurunkan suhu pada sensor.
Pada saat sensor dan air mengalami kontak termal maka akan terjadi aliran panas
dari sensor yang memiliki suhu lebih panas
menuju ke air yang memiliki suhu lebih
dingin. Semakin banyak jumlah air yang
mengalami kontak dengan sensor maka laju
perpindahan panas akan semakin bertambah.
Ketika pemberian arus listrik pada sensor
lebih kecil dibandingkan dengan laju
perpindahan panas antara sensor dengan air,
maka sensor akan mengalami pendinginan.
Gambar 13 menunjukkan hubungan antara respon perubahan suhu terhadap laju
aliran air. Pada gambar tersebut terlihat pada
laju aliran yang rendah alat memiliki
sensitivitas yang tinggi tetapi pada laju aliran
tinggi sensitivitas alat berkurang. Hal ini
disebabkan oleh energi listrik yang dialirkan
pada kawat pemanas tidak sebanding dengan
laju penyerapan kalor oleh air. Kalor yang
diserap air lebih besar dibandingkan dengan
kalor yang diberikan oleh kawat pemanas
sehingga pada laju aliran yang tinggi kenaikan suhu sensor akan semakin berkurang.
8
Gambar 13 Hasil simulasi hubungan perubahan suhu sensor berpemanas terhadap laju aliran air.
4.2 Kajian Self Heating sebagai Pemanas
Sensor
Pengukuran suhu dengan menggunakan
LM35 DZ dilakukan dengan berbagai
tingkat catudaya. Spesifikasi catudaya
minimum yang digunakan untuk LM35
sebesar 4 volt sedangkan catudaya maksimumnya adalah 30 volt. Pengukuran
pengaruh Self Heating dilakukan dengan
menggunakan catudaya 4 volt, 6 volt, 12
volt, 18 volt, dan 30 volt.
Hasil pengukuran menunjukkan adanya
perbedaan nilai keluaran tegangan listrik
yang terukur pada berbagai pemberian
tegangan pada LM35 DZ. Pada tegangan
minimum 4 volt, nilai suhu yang terukur
memiliki nilai yang kecil sedangkan pada
tegangan maksimum 30 volt, nilai suhu yang
terukur memiliki nilai yang lebih besar
dibandingkan dengan tegangan lainnya.
Tetapi, besarnya tegangan yang digunakan
tidak sebanding dengan meningkatnya suhu yang terukur pada sensor, hal ini dapat
terlihat pada tegangan 18 volt, nilai suhu
yang terukur lebih rendah dibandingkan
dengan suhu yang terukur pada tegangan 6
volt dan 12 volt. Hal ini menunjukkan
bahwa tidak cukup pengaruh besarnya
tegangan yang diberikan terhadap
peningkatan suhu pada sensor LM35 DZ.
Gambar 14 Grafik pengukuran suhu dengan menggunakan LM35 DZ pada berbagai pemberian
tegangan catu pada suhu ruangan.
0
0.5
1
1.5
2
2.5
3
3.5
4
4.5
5
0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2
Selis
ih S
uh
u (C
o)
Laju Aliran (m/s)
26.50
26.55
26.60
26.65
26.70
26.75
26.80
26.85
26.90
26.95
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
Suh
u (C
)
Waktu (Menit)
4 Volt
6 Volt
12 Volt
18 Volt
30 Volt
9
4.3 Sensor dan Rangkaian Elektronik
Untuk menambah respon perubahan
suhu lingkungan pada sensor maka sensor
dibuat setipis mungkin. ketebalan sensor
dibuat setengah kali dari ketebalan semula.
Gambar 15 Modifikasi bentuk sensor.
Ukuran sensor LM35 bisa diperkecil
lagi, tetapi untuk itu diperlukan kehati-
hatian agar tidak merusak sensor ketika
proses penipisan dilakukan. Pada proses pembuatan rangkaian
pemanas, jumlah panas yang diberikan
didasarkan pada hasil simulasi. Berdasarkan
hasil simulasi, untuk menaikkan suhu sensor
sebesar 5 oC pada saat air mengalir dengan
laju 0,05 m/s diperlukan kalor sebesar 2.8
Watt untuk dialirkan pada kawat pemanas.
Pada laju aliran yang tinggi, perubahan
selisih suhu yang terbaca sangat kecil
sehingga diperlukan rangkaian penguat
selisih agar perubahan nilai selisih suhu pada aliran yang tinggi dapat terbaca. Pada
awalnya digunakan faktor penguatan (gain)
sebesar 100 kali tetapi pada saat
pengukuran, perubahan nilai yang terbaca
sangat besar sehingga nilai gain harus
dikurangi. Selain itu, pengurangan nilai gain
juga dikarenakan alat pembaca tegangan
(digital volt meter) memiliki resolusi yang
lebih tinggi pada skala tegangan yang
rendah. Nilai gain yang digunakan 50
dengan menggunakan kalor pada pemanas
sebesar 2.8 Watt, alat tersebut dapat membedakan laju aliran hingga lebih dari 1
m/s. Untuk laju aliran yang lebih tinggi,
diperlukan tambahan supply arus listrik pada
kawat pemanas atau dapat juga dengan
menambahkan nilai gain pada rangkaian
pemanas.
4.4 Pengujian Lilitan Kawat Sensor
Pada pengujian ketiga sensor di udara,
sensor 3 memiliki respon yang sangat cepat
terhadap kenaikan suhu. Hal ini disebabkan
oleh jumlah kumparan yang ada pada sensor
3 lebih banyak dibandingkan dengan sensor
1 dan sensor 2 sehingga permukaan sentuh
sensor dengan pemanas lebih banyak dan
menyebabkan sensor lebih mudah panas.
Tetapi pada pengukuran di dalam air, sering terjadi kebocoran pada kawat pemanas dan
kaki ground sensor sehingga terjadi error
pada saat pengukuran. Sehingga apabila
ditinjau dari aspek ketahanan sensor maka
sensor 2 dan sensor 3 sulit untuk digunakan
sebagai alat pengukuran laju aliran.
4.5 Sistem Kalibrasi
Pada awal perancangan alat pengukur
laju aliran air, sensor yang akan digunakan
hanyalah satu sensor saja. Pengambilan data
dilakukan dengan menghitung selisih antara sensor yang telah dipanaskan dengan sensor
yang belum dipanaskan. Tetapi pada saat
pengukuran dilakukan, terjadi kenaikan suhu
air akibat adanya sumbangan panas dari
sistem kerja pompa. Adanya gangguan suhu
tersebut menyebabkan pengukuran menjadi
tidak akurat. Oleh karena itu, dibuat sistem
baru dengan menambahkan sensor pengukur
suhu untuk memantau kenaikan suhu yang
terjadi. Dengan demikian, pengukuran
dilakukan dengan menghitung selisih suhu antara sensor yang mengukur suhu air (T2)
dengan sensor yang telah dililit oleh kawat
pemanas (T1). Sensor pengukur suhu air
dipasang pada jarak 15 cm atau jarak yang
cukup agar sensor tersebut tidak terpengaruh
oleh panas pada sensor dengan kawat
pemanas.
Gambar 16 Sistem kalibrasi dengan dua sensor.
1 mm
5 mm
15 cm
10
4.5 Karakteristik Sensor Pengukur Laju
Aliran
Berdasarkan prinsip perpindahan energi
kalor, bila dua benda mengalami kontak
termal maka akan terjadi aliran kalor dari
benda yang bertemperatur lebih tinggi ke benda yang memiliki temperatur lebih
rendah hingga terjadi keseimbangan termal.
Pada pengukuran laju aliran menggunakan
sensor berpemanas, suhu air memiliki
temperatur lebih rendah dibandingkan
dengan sensor yang diberi pemanas sehingga
aliran kalor akan terjadi dari sensor ke air.
Semakin banyak jumlah air yang melalui
sensor maka selisih suhu sensor terhadap
suhu air yang terukur akan semakin rendah.
Dengan demikian maka semakin besar suhu yang terukur pada sensor maka laju aliran
akan semakin kecil, sebaliknya semakin
kecil suhu yang terukur pada sensor maka
laju aliran akan semakin besar.
Pengukuran laju aliran awalnya tanpa
menggunakan penguat selisih. Untuk
mengetahui efektifitas pemanasan yang
digunakan maka di uji beberapa nilai arus
yang diberikan pada pemanas. Kalor yang
diberikan pada sensor berpemanas pada
pengambilan data adalah 0.313 Watt, 0.7
Watt, dan 2.8 Watt.
Hasil pengukuran menunjukkan adanya
perbedaan nilai selisih suhu terhadap
pemberian arus yang berbeda. Nilai selisih
suhu dengan menggunakan sensor yang diberi kalor sebesar 0.313 Watt memiliki
nilai selisih suhu yang kecil dan rentang
pengukuran yang kecil. Dengan peningkatan
pemberian jumlah kalor seperti pada sensor
yang diberi kalor sebesar 0.7 Watt dan 2.8
Watt, maka nilai selisih suhu pada laju aliran
tertentu akan mengalami peningkatan, begitu
pun dengan rentang pengukuran yang
semakin meningkat seiring dengan semakin
besarnya jumlah pemberian kalor yang
menyebabkan semakin meningkatnya suhu pada sensor.
Pada laju aliran yang tinggi perubahan
nilai selisih suhu sangat kecil, sehingga
diperlukan penguat selisih agar dapat
melihat perubahan suhu pada laju aliran air
yang tinggi. Dengan menggunakan sensor
berpemanas yang diberikan kalor sebesar 2.8
Watt dan faktor penguatan sebesar 50 kali
maka selisih suhu pada laju aliran yang
tinggi dapat terlihat.
Gambar 17 Grafik hubungan antara selisih suhu dengan laju aliran pada berbagai pemberian kalor
pada pemanas dengan nilai resistansi tertentu.
0
1
2
3
4
5
6
0.00 0.20 0.40 0.60 0.80 1.00 1.20
Seli
sih
Su
hu
(C
o)
Laju Aliran (m/s)
2.8 Watt
0.7 Watt
0.313 Watt
11
Gambar 18 Grafik hubungan antara laju aliran dengan selisih suhu sensor – suhu air (sebelum arus
listrik pemanas konstan).
Gambar 18 merupakan data yang
diambil dengan menggunakan satu
rangkaian pembangkit arus konstan LM317. Salah satu sifat dari LM317 ialah hanya
dapat bekerja dengan baik pada rentang suhu
antara 0-125 oC. Apabila suhu LM317 lebih
besar atau lebih kecil dari rentang tersebut
maka arus yang diberikan tidak akan sesuai
dengan yang diharapkan. Dengan hanya
menggunakan satu LM317, suhu yang
dihasilkan pada rangkaian sangat tinggi dan
menyebabkan arus listrik yang diberikan
pada pemanas tidak stabil dan menyebabkan kesalahan pada saat pengukuran. Oleh
karena itu sangat penting sekali
memperhatikan nilai arus yang diberikan
untuk menjaga agar arus listrik tetap konstan
sehingga perubahan suhu yang terukur
hanya merupakan pengaruh dari perubahan
laju aliran saja.
Gambar 19 Grafik hubungan antara laju aliran dengan selisih suhu sensor – suhu air (setelah arus
listrik pemanas konstan).
0
0.5
1
1.5
2
2.5
3
3.5
4
0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2
Seli
sih
Su
hu
(C
o)
Laju Aliran (m/s)
y = -1.04ln(x) + 1.830
0
1
2
3
4
5
6
0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2
Selis
ih S
uh
u (C
o)
Laju Aliran (m/s)
12
Pada gambar 19, arus listrik yang
diberikan sudah konstan. Hal ini dilakukan
dengan cara memparalel tiga buah rangkaian
pembangkit arus konstan LM317. Dengan
demikian arus yang diberikan terbagi
sehingga panas yang yang ditimbulkan pada rangkaian pemanas tidak terlalu besar. Nilai
arus listrik dikontrol setiap kali ada
perubahan laju aliran sehingga arus listrik
dapat terjaga konstan.
Persamaan yang didapat dari hasil
pengukuran tersebut adalah y = -1.04ln(x) +
1.830 dimana y adalah selisih suhu sensor
dengan air dan x adalah laju aliran air.
Untuk aplikasi lebih lanjut dari alat
pengukur laju aliran, selisih suhu akan
menentukan besarnya laju aliran. Dengan mengetahui selisih suhu maka dapat
diketahui laju aliran dari suatu aliran air.
Oleh sebab itu, persamaan diatas dapat di
ubah menjadi x = 5.512 e-93y. Persamaan ini
digunakan untuk menentukan laju aliran
dengan menggunakan selisih suhu antara
sensor dengan suhu air. Jika dibandingkan antara hasil simulasi
dengan hasil pengamatan (gambar 20),
terlihat bahwa model memiliki rentang ukur
yang lebih besar dibandingkan dengan hasil
pengukuran. Pada laju aliran 0.05 m/s, nilai
selisih suhu sensor berpemanas dengan suhu
air sama antara model dan pengukuran
namun pada laju aliran yang lebih tinggi, nilai selisih suhu akan berbeda antara model
dan pengukuran. Perbedaan simulasi dan
hasil pengukuran bisa terjadi akibat asumsi-
asumsi yang digunakan pada model tidak
sesuai pada kondisi pada saat pengukuran.
Berdasarkan simulasi, pada laju aliran
yang tinggi (lebih besar dari 0.6 m/s) selisih
suhu yang diperoleh sangat kecil sehingga
sulit untuk membedakan perubahan laju
aliran air yang terjadi. Sedangkan
berdasarkan persamaan yang didapat dari hasil pengamatan, sensor dapat membedakan
laju aliran hingga 1.2 m/s. Hal ini
menunjukkan bahwa dengan pemberian
kalor sebesar 2.8 Watt pada kawat pemanas,
sensor memiliki potensi untuk mengukur
laju aliran hingga kecepatan lebih dari 1.2
m/s.
Gambar 20 Grafik perbandingan hasil simulasi dan hasil pengukuran.
0
0.5
1
1.5
2
2.5
3
3.5
4
4.5
5
0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2
Seli
sih
Su
hu
(C
o)
Laju Aliran (m/s)
Simulasi Model
Pengukuran
13
Gambar 21 Grafik hubungan antara model dan hasil pengukuran.
Selain laju aliran, ada beberapa faktor
lain yang dapat mempengaruhi laju
perpindahan kalor dari pemanas ke air.
Faktor-faktor tersebut menyebabkan adanya perbedaan hasil pengukuran dan model pada
simulasi. Sehingga, dengan menghubungkan
keduanya dalam satu grafik maka akan
didapat faktor koreksi dari hasil pengukuran
dengan hasil model. Gambar 21
menunjukkan adanya hubungan yang tidak
linear antara model dengan pengukuran.
Sehingga perlu ditinjau ulang asumsi-asumsi
yang digunakan pada saat menggunakan
model untuk di simulasikan. Besarnya nilai
koefisien konveksi tidak konstan tergantung pada laju aliran sehingga asumsi nilai
koefisien konveksi tetap pada simulasi
model tidak dapat digunakan.
Dalam pengukuran juga sering terjadi
kendala-kendala teknis. Dalam pembuatan
sensor, kaki-kaki sensor yang merupakan
konduktor, harus dipastikan tertutup rapat
sehingga tidak ada air yang masuk dan
mengganggu sinyal dari sensor LM35.
Rangkaian elektronik juga harus dipastikan
terhubung dengan baik. Apabila terdapat
sambungan yang kurang baik, maka sinyal juga dapat terganggu sehingga dapat
menggangu pengukuran laju aliran.
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Pemberian kalor pada kawat pemanas
sebesar 2.8 Watt dapat menaikkan suhu
sensor berpemanas sebesar 5 Co lebih tinggi
pada laju aliran 0.05 m/s pada pipa dengan
diameter 2.3 cm. Dengan pemberian kalor
tersebut, sensor memiliki potensi mengukur
laju aliran air hingga lebih dari 1.2 m/s.
Dengan sistem kalibrasi debit yang telah dibuat, pengukuran laju aliran tidak dapat
menggunakan sebuah sensor suhu saja.
Sehingga diperlukan dua sensor untuk
mengukur laju aliran air pada sistem
kalibrasi tersebut. Pada saat pengukuran di
lapangan, pada suhu air yang relatif tetap
maka laju aliran dapat menggunakan satu
sensor dengan cara mengukur selisih suhu
sebelum sensor diberikan arus listrik dan
setelah sensor diberikan arus listrik.
Pengukuran laju aliran air dapat dilakukan dengan memanfaatkan sensor
suhu LM35 DZ. Pada laju aliran yang
rendah, respon alat terhadap perubahan suhu
sangat tinggi dan berkurang dengan
meningkatnya volume air yang melewati
sensor laju aliran. Dengan menggunakan
sensor yang diberikan kalor sebesar 2.8
Watt, persamaan yang digunakan untuk
menentukan laju aliran adalah x = 5.512 e-93y
, dimana x adalah laju aliran air dan y adalah
selisih antara suhu sensor dan suhu air.
5.2 Saran
Penelitian ini menggunakan sistem kalibrasi dengan laju aliran maksimum
kurang dari 1.2 m/s sehingga diperlukan
penelitian lanjut untuk laju aliran yang lebih
tinggi agar dapat menguji model yang telah
diperoleh. Penelitian lebih lanjut juga
diperlukan untuk mengetahui pengaruh
asumsi yang digunakan terhadap hasil
pengukuran seperti pengaruh ukuran pipa,
0
1
2
3
4
5
6
0 1 2 3 4 5
Pen
gu
ku
ra
n
Model
14
ukuran sensor, penentuan laju aliran, nilai
koefisien konveksi serta jumlah kalor yang
diberikan. Untuk memperkecil pengaruh
turbulensi, dapat digunakan sensor suhu
termokopel yang memiliki bentuk lebih
kecil.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmed, A. 2009. Manual of British
Columbia Hydrometric Standard.
British Columbia, Canada. Resources
Information Standards Committee.
Blundell, S. J., Katherine M. B. 2006.
Concept in Thermal Physics. New
York: Oxford University Press.
Boer, H. J. 1995. A New Approach for
Measuring (Very) Small Liquid Flows. Proceedings SENSOR 95. p.p. 97 - 102.
Huang, H. 2004. Index-velocity rating
development for rapidly changing
flows in an irrigation canal using
broadband StreamPro ADCP and
ChannelMaster H-ADCP. Proceedings
of Rivers’04, First International
Conference on Managing Rivers in the 21st Century: Issues and Challenges,
146-154.
Kane, J. W., Sternheim, M. M. 1984.
Physics. Singapore: John Wiley & Sons,
Inc.
Massoud, M. 2005. Engineering
Thermofluids: thermodynamics, fluid
mechanics, and heat transfer. Verlag
Berlin Heidelberg, Germany: Springer.
National Semiconductor Corporation. 2000.
LM117/LM217/LM317 3-Terminal Adjustable Regulator.
[www.national.com/ds/LM/LM117.pdf,
diakses tanggal 31 Mei 2011]
National Semiconductor Corporation. 2000.
LM35 Precision Centigrade
Temperature Sensors.
[www.national.com/ds/LM/LM35.pdf ,
diakses tanggal 4 Februari 2011]
National Semiconductor Corporation. 2000.
LM741 Operational Amplifier. [http://www.national.com/mpf/LM/LM
741.html#Overview, diakses tanggal 28
mei 2011]
O’Hanlon, J. F. 2003. A User's Guide to
Vacuum Technology. New Jersey: John
Wiley and Sons, Inc.
Petruzella, F. D. 2001. Elektronik Industri.
Terjemahan Oleh Sumanto. Yogyakarta:
Andi Publisher
Rahman, S. 2008. Efektifitas Pembelajaran
Melalui Penerapan Student Center
Learning pada Mata Kuliah Hidrografi.
Modul Pembelajaran. Lembaga Kajian
Dan Pengembangan Pendidikan
(LKPP). Universitas Hasanudin.
Richards, P. R. 1998. Manual of Standard
Operating Procedures for Hydrometric
Surveys in British Columbia. Resources
Inventory Committee. BC-Canada
Sosna, C. 2011. Response time of thermal
flow sensors with air as fluid, Sens.
Actuators A: Phys.
doi:10.1016/j.sna.2011.02.023. [http://www.sciencedirect.com/science/
article/pii/S092442471100080X,
diakses tanggal 15 Agustus 2011]
Sukomel, A. S., Varvara A. O., Isachenko V.
P. 2008. Heat Transfers. Maharashtra:
Nirali Prakashan
15
LAMPIRAN
16
Lampiran 1 Tampilan data logger
Lampiran 2 Sensor di dalam pipa pada sistem kalibrasi
17
Lampiran 3 Rangkaian pembangkit arus konstan
Lampiran 4 Rangkaian differential amplifier
18
Lampiran 5 Sistem kalibrasi dengan dua sensor
Lampiran 6 Wadah ukur untuk mengukur debit aliran pada sistem kalibrasi