g. kelud, jawa timur - esdm
TRANSCRIPT
G. KELUD, JAWA TIMUR
KETERANGAN UMUM
Nama Lain : Kelud, Klut, Coloot
Lokasi
a. Geografi
b. Administrasi
:
:
7°56’ 00″ LS dan 112° 18’ 30″ BT
Kab. Kediri, Kab. Blitar dan Kab. Malang, Propinsi Jawa
Timur
Ketinggian : a. Puncak 1731 m dpl
b. Danau kawah : 1113,9 m (Hadikusumo, 1960)
Kota Terdekat : Kediri
Tipe Gunungapi : Strato
Pos Pengamatan : Desa Margomulyo, Kecamatan Wates, Kediri
Posisi Geografi 08o 55’ 40,14” LS dan 112o 14’ 45,48” BT
Ketingian 675 dpl
PENDAHULUAN
Cara Mencapai Puncak
Jalan yang biasa digunakan oleh kendaraan bermotor adalah dari Kediri menuju
Wates dilanjutkan ke Margomulyo – Bambingan hingga puncak (mulut terowongan),
dengan kondisi jalan beraspal.
Demografi (kependudukan):
Data penduduk yang berada di Kawasan Rawan Bencana G. Kelud menurut BPS
Kabupaten Kediri dan Blitar bulan Juni 2004 berjumlah 427.702 jiwa.
Tabel jumlah penduduk yang terletak di Kawasan Rawan Bencana tahun 2004
Kabupaten Kecamatan Desa Dusun ΣΣΣΣ Penduduk
Kediri 3 19 34 31.001
Blitar 6 79 - 396.701
Wisata
Manfaat G. Kelud bagi daerah sekitarnya dapat ditinjau dari beberapa aspek,
antara lain aspek wisata, budaya maupun ekonomi. Aspek wisata berkaitan dengan
pengembangan dan pemanfaatan nilai-nilai alam, misalnya wisata alam dan agrowisata
yang mengembangkan kawasan perkebunan di sekitar Kelud dan hutan di sepanjang jalan
menuju kawah serta wisata alam di daerah sekitar kawah.
Aspek budaya dapat dilihat dari peninggalan purbakala berupa candi-candi yang
terdapat di daerah Blitar dan Kediri. Keberadaan candi-candi tersebut berkaitan dengan
perkembangan sejarah dan budaya Jawa pada masa kejayaan kerajaan-kerajaan Hindu
seperti Jenggala, Kediri dan Singasari. Pada perkembangan selanjutnya, beberapa candi
di daerah sekitar G. Kelud telah terpendam akibat dari bencana lahar dan letusan dari G.
Kelud, mengikuti surutnya masa keemasan kerajaan tersebut.
Aspek ekonomi, letusan dan lahar menghasilkan material pasir dan batu yang
dapat dimanfaatkan oleh masyarakat disekitarnya sebagai bahan galian golongan C untuk
bahan bangunan.
Kawah dan sekitarnya merupakan daya tarik wisata yang perlu dikembangkan.
Keberadaan terowongan yang merupakan budidaya manusia untuk mengurangi bencana
juga merupakan ciki khas dari G. Kelud.
Pemilihan lokasi wisata di sekitar kawah dapat mempertimbangkan berbagai hal,
antara lain kemudahan pencapaian lokasi, tingkat bahaya, variasi jenis wisata. Lokasi
wisata di daerah sekitar kawah antara lain kawasan hutan lindung, air terjun, pemandian
air panas alam dan panjat tebing.
Kekayaan obyek wisata di Kabupaten Kediri dan Kabupaten Blitar yaitu berupa
kekayaan obyek sejarah dan kekayaan obyek alamiah. Banyaknya peninggalan candi-
candi berhubungan erat dengan Gunung kelud. Kehancuran candi-candi, dari analisis di
lapangan umumnya disebabkan karena tertimbun material produk letusan seperti abu,
pasir serta endapan lahar. Banyak peninggalan budaya, yang pada saat ini, berada di
bawah permukaan rata-rata tanah. Hal ini menandakan besarnya pengaruh letusan G,
Kelud terhadap keberadaan situs-situs budaya yang ada pada saat lampau.
SEJARAH LETUSAN
Sejarah aktivitas G.Kelud yang tercatat sejak tahun 1000 hingga abad 20 tercantum
pada tabel di bawah ini.
Tahun Korban jiwa
Keterangan
1000 ? Erupsi Pusat
1311,1334,1376 Ada Tidak ada catatan yang rinci
1385,1395,1411 ? Tidak ada catatan yang rinci
145,11462, 1481 ? Tidak ada catatan yang rinci
1548 ? Tidak ada catatan yang rinci
1586 10.000 Tidak ada catatan yang rinci
1641 ? Tidak ada catatan yang rinci
1716, 20 Juli Ada Tidak ada catatan yang rinci
1752, 1 Mei Tidak ada
1771, 10 Januari Tidak ada 1776 ? Tidak ada catatan yang rinci 1785 ? Tidak ada catatan yang rinci 1811, 5 Juni ? Tidak ada catatan yang rinci 1825 1826, 11-14 – 18-25 Oktober
1835 1848, 16 Mei 1851, 24 Januari Tidak ada catatan yang rinci 1864, 3-4 Januari Tidak ada catatan yang rinci 1901, 22-23 Mei ada Letusan G. Kelud terjadi pada tengah malam antara tanggal 22 dan
23 Mei 1901. Letusan pertama terjadi sekitar pukul 00.00 - 01.00. Selama dua jam aktivitas erupsi semakin meningkat dan pada pukul 03.00 letusan utama terjadi. Asap letusan pekat membumbung dari kawah Kelud, kemudian hujan lapilli mulai terjadi di sekitar Kelud. Segera setelah lapilli jatuh, diikuti dengan debu basah dan lumpur. Kejadian selanjutnya berupa hujan abu panas. Di Kediri abu panas mulai turun sekitar pukul 03.30 dan bau belerang tercium di segala tempat. Letusan terdengar sampai jarak jauh bahkan sampai di Pekalongan. Distribusi hujan abu sampai mencapai Sukabumi dan Bogor. Letusan Mei 1901 ini terjadi setelah selang waktu sekitar 37 tahun masa tenang yaitu sejak letusan tahun 1864. Letusan ini terjadi masih berada di dalam kawah Kelud dan tidak mengakibatkan hancurnya dinding kawah. Informasi yang diperoleh menjelang letusan bahwa sekitar 12 hari sebelum letusan terlihat air danau kawah Kelud mendidih. Zona pendidihan tersebut membentuk lingkaran besar di permukaan danau kawah. Pada saat letusan sebagian air danau kawah terlemparkan. Diperkirakan volume air danau kawah sekitar 38 juta m
3 sebelum letusan. Material padat yang
dilemparkan selama letusan kira- kira 200 juta m3. Korban jiwa cukup
banyak namun informasi tentang jumlahnya tidak jelas. Pada tanggal 11 Juli 1907 dilakukan penggalian di lereng barat untuk mengurangi volume air danau kawah, namun hanya berkurang setinggi 7,4 meter atau pengurangan volume sebesar 4,3 juta m
3.
Produk letusan 120 juta m3
1919, 20 Mei
5160 Letusan tahun 1919 merupakan bencana terbesar yang dihasilkan oleh aktivitas G. Kelud pada abad ke 20. Letusan terjadi pada tengah malam antara tanggal 19 dan 20 Mei 1919 yang ditandai
dengan suara dentuman amat keras bahkan terdengar sampai di Kalimantan. Sekitar pukul 01.15, terdengar suara gemuruh yang sangat keras dari arah G. Kelud . Diperkirakan pada saat itulah terjadi letusan utama. Beberapa saat kemudian hujan abu mulai turun. Selain hujan abu, di daerah perkebunan di lereng Kelud terjadi hujan batu dan kerikil. Di Darungan hujan batu cukup hebat sehingga sebagian besar atap rumah hancur. Hujan abu menyebar terbawa angin terutama ke arah timur. Di Bali hujan abu terjadi pada tanggal 21 Mei 1919. Dari perhitungan endapan abu dapat ditaksir bahwa sekitar 284 juta m
3 abu
terlemparkan, jumlah ini setara dengan sekitar 100 juta m3 batuan
andesit. Secara keseluruhan diperkirakan 190 juta m3 material telah
keluar dari perut G. Kelud. Bencana letusan G. Kelud itu sendiri berasal dari kejadian lahar panas yang menyertainya. Sebelum letusan, volume air danau kawah mencapai 40 juta m
3, air sejumlah itu terlempar keluar kawah
pada saat letusan. Lahar yang terbentuk merupakan lahar primer yang terjadi secara langsung oleh air danau kawah yang tertumpahkan pada saat letusan. Sekitar pukul 01.30 aliran lahar yang merupakan campuran dari air panas, lumpur, pasir, batu- batuan memasuki kota Blitar menciptakan kehancuran yang hebat. Kecepatan lahar yang mengalir di kota Blitar sekitar 18 m/detik atau sekitar 65 km/jam. Jarak maksimum aliran lahar primer mencapai 37,5 km (dihitung dari puncak Kelud). Letusan 1919 ini mengakibatkan 104 desa rusak berat, kerusakan sawah, tegal, pekarangan dan perkebunan kopi, tebu dan ketela mencapai 20.200 dan korban binatang sebanyak 1571 ekor. Bencana letusan 1919 memberikan pelajaran bagi pemerintah saat itu untuk mengurangi volume air yang ada di danau kawah. Dari pengamatan yang dilakukan antara tahun 1901 sampai 1905, diperkirakan air yang masuk ke danau kawah mencapai rata - rata 6,5 juta m
3 per tahun. Air hujan yang masuk ke kawah akan
membentuk danau lagi, maka air tersebut harus dikeluarkan sehingga volume air akan terjaga pada volume yang tetap kecil. Mulai tahun 1920 dibangun terowongan pembuangan air dengan panjang sekitar 980 meter dan garis tengah 2 meter. Terowongan tersebut di buat mulai dari kawah menuju barat untuk mengalirkan air danau kawah ke K. Badak, namun demikian kecelakaan yang disebabkan oleh runtuhnya dinding kawah menyebabkan pekerjaan pembuatan terowongan dihentikan pada tahun 1923. Pekerjaan kontruksi terowongan akhirnya selesai tahun 1924. Dengan adanya terowongan tersebut, ketinggian air dapat dikurangi sebesar 134,5 m dengan volume tersisa hanya sebesar 1,8 juta m
3.
1920 1951 7 Dua kali gempa terasa terjadi sekitar 3 minggu sebelum letusan.
Letusan terjadi pada tanggal 31 Agustus 1951. Pukul 06.15 terlihat asap tebal berwarna putih keluar dari puncak Kelud. Makin lama makin besar dan disertai dengan suara gemuruh. Beberapa saat kemudian, sekitar pukul 06.30, terdengar suara letusan. Sesaat terlihat asap tebal kehitaman membumbung dari kawah Kelud condong ke selatan. Sekitar 4 suara dentuman terdengar dari Wlingi. Tiga puluh menit kemudian di Margomulyo terjadi hujan batu sebesar buah mangga dan abu. Pandangan mata hanya dapat mencapai 3 - 4 meter. Informasi dari Candisewu menyebutkan hujan batu yang berlangsung sekitar 1 jam, disamping itu juga terasa gempa sebanyak 2 kali. Abu tercatat turun sampai di Bandung. Pengamatan menyebutkan bahwa pada saat letusan terjadi angin kencang ke arah barat. Diperkirakan sekitar 200 juta m
3 material dilontarkan selama
letusan. Setelah dibangun terowongan maka volume air danau kawah sebelum letusan sekitar 1,8 juta m
3. Pada saat letusan, air tersebut
sebagian besar diuapkan dan tidak mengalir sebagai lahar panas. Lahar hanya mencapai jarak maksimal sekitar 12 km. Korban letusan
sebanyak 7 orang meninggal, tiga diantaranya adalah pegawai Dinas Vulkanologi yang bertugas yaitu Suwarna Atmadja, Diman dan Napan. Sedangkan yang luka-luka sebanyak 157 orang. Sekitar 320 hektar areal perkebunan dan kehutanan rusak. Gejala menjelang letusan telah diamati sebelumnya yaitu suhu air
kawah naik dari sekitar 28°C pada bulan Pebruari 1951 menjadi
sekitar 40,8°C pada bulan Agustus 1951. Kenaikan suhu air tersebut berlangsung dalam dua tahap secara perlahan dari bulan Pebruari ke
pertengahan Agustus (dari 28°C menjadi 38,5°C) namun terjadi kenaikan suhu air yang cepat mulai tanggal 19 Agustus 1951 dan
mencapai 40,8°C pada tanggal 24 Agustus, sekitar seminggu sebelum letusan. Pada keadaan suhu maksimal tersebut warna air danau mulai berubah dari hijau tua ke hijau muda kekuningan. Gelembung dan bualan bertambah banyak dan semakin melebar. Penurunan suhu air tercatat pada tanggal 26 Agustus. Diperkirakan, karena tidak ada data sesudahnya sampai kejadian letusan terjadi penurunan secara pelan-pelan sejak tanggal 25 Agustus.
1966 210 Sesudah letusan tahun 1951, dasar kawah baru lebih rendah 79 meter dari pada dasar kawah sebelumnya. Penurunan dasar kawah ini menyebabkan volume air danau mencapai sekitar 21,6 juta m
3
sebelum letusan 1966. Volume ini jauh lebih besar dari volume air sebelum letusan 1951 yang hanya 1,8 juta meter
3.
Letusan terjadi pada tanggal 26 April 1966 pukul 20.15 yang menyebabkan terjadinya lahar pada alur K.Badak, K.Putih, K.Ngobo, K.Konto, dan K.Semut. Korban manusia berjumlah 210 orang di daerah Jatilengger dan Atas Kedawung. Letusan ini menghasilkan tephra sekitar 90 juta meter
3.
Seismograf yang berada di Pos Margomulyo mencatat gempa pada 15 menit menjelang letusan. Warna air danau menjelang letusan juga berubah, dimana sebulan sebelum letusan air yang semula berwarna hijau tua berubah menjadi hijau kekuningan dan perubahan tersebut merata di seluruh permukaan kawah. Dua hari menjelang letusan teramati bahwa warna air berubah kembali seperti semula. Perkembangan perubahan suhu air kawah tidak teramati demikian pula tumbuhan di sekitar mulut kawah tetap segar saat menjelang letusan.
1984 Peningkatan Kegiatan (kegempaan). Tidak terjadi erupsi 1990 34 Letusan terjadi pada tanggal 10 Pebruari 1990,
Volume air danau yang hannya sekitar 1,8 juta m3 merupakan faktor
yang membuat tidak terjadinya lahar panas pada letusan kali ini. Sebagaimana pada letusan 1951 volume air yang kecil tersebut teruapkan ketika terjadi letusan. Letusan terjadi secara beruntun mulai pukul 11.41 sampai 12.21 WIB. Tahap awal dari letusan merupakan fase freatomagmatik yang mengakibatkan sebaran abu tipis di sekitar puncak, sedangkan letusan berikutnya lebih besar dengan lemparan pasir, lapilli, dan batu yang tersebar pada radius 3,5 km
2 . Jarak jangkau 1,5 km ke
arah timur dan sekitar 5 km ke arah barat, barat laut dan barat daya. Letusan utamanya berupa letusan plinian dengan awanpanas menyusuri lembah di baratdaya sejauh 5 km dari kawah. Letusan tersebut berintensitas sedang dengan tephra sekitar 130 juta meter
3.
Daerah yang rusak tidak terlalu luas, hanya dalam jangkauan radius sekitar 2 km dari kawah, namun demikian sebaran abu letusan jauh lebih luas dan diperkirakan mencapai luasan sekitar 1700 km
2.
Kerusan rumah penduduk dan fasilitas publik pada umumnya disebabkan oleh hujan abu tersebut. Sekitar 500 rumah dan 50 gedung sekolah rusak, kerusakan terjadi dalam isopach 10 cm yaitu pada jarak maksimum sekitar 15 km dari puncak, korban manusia tercatat 32 orang. Gejala menjelang letusan teramati pada bulan November 1989 yaitu
adanya peningkatan suhu air danau kawah dari sekitar 31 – 34°C
menjadi sekitar 35 °C. Suhu permukaan air danau kawah ini secara
rata- rata mengalami peningkatan terus sampai saat terjadinya
letusan, bahkan sampai sekitar 41°C menjelang letusan. Warna air danau kawah berubah dari hijau muda jernih menjadi hijau muda agak putih. Tingkat keasamaan air danau meningkat dari pH sekitar 5,5 - 6 pada bulan Oktober 1989 berangsur semakin asam sampai mencapai pH 4,2 pada bulan Januari 1990. Peningkatan aktivitas kegempaan mulai terlihat pada tanggal 9 November 1989, yang ditandai dengan kenaikan jumlah Gempa Vulkanik yang biasanya kurang dari satu kejadian perhari menjadi 9 kejadian Gempa Vulkanik perhari pada tanggal 9 November 1989. Kemudian pada tanggal 20 November 1989 gempa vulkanik bahkan tercatat sebanyak 40 kali. Jumlah gempa harian kemudian mengalami penurunan dari tanggal 22 November sampai minggu pertama Januari 1990. Rata- rata penurunan tersebut terjadi dari sekitar 12 gempa per hari pada sekitar tanggal 27 November 1989 sampai sekitar 1-2 gempa per hari pada awal Januari. Penurunan kejadian gempa ini diakhiri dengan munculnya tremor antara tanggal 3 - 9 Januari 1990. Kejadian tremor ini yang mengakhiri kecenderungan penurunan dan juga menjadi awal peningkatan secara mencolok aktivitas kegempaannya. Dari tanggal 14 januari sampai 21 januari merupakan episode dimana aktivitas gempa vulkanik cukup intensif. Tanggal 22 Januari sampai 8 Februari merupakan periode tenang. Gempa vulkanik tidak lebih dari 5 gempa per hari. Pada periode ini terjadi peningkatan derau akustik di dalam danau kawah. Intensitas derau meningkat sekitar 4 kali lipat dari rata - rata ambang sebelumnya. Kejadian letusan diawali dengan munculnya swarm gempa vulkanik pada tanggal 9 Februari pada pukul 12.17 wib. Secara cepat gempa meningkat dan pada tanggal 10 Februari muncul tremor vulkanik pada pukul 09.32 dengan amplituda yang semakin membesar dan berlanjut pada kejadian letusan.
2007 Tanggal 10 September 2007, pukul 19.00-24.00 WIB tercatat Gempa Vulkanik Dalam (VA) 15 kali kejadian dengan pusat gempa berada pada kedalaman 0,5 – 5 km. Tanggal 11 September 2007, pukul 00.00-12.00 WIB tercatat Gempa Vulkanik Dalam (VA) 1 (satu) kali, Low frequensi 1 (satu) kali, Gempa Tremor 1 (satu) kali dengan amplituda maksimum 1 – 5 mm. Pada tanggal 11 September 2007 ; pukul 23:00 status G. Kelud dinaikan dari Normal ke Waspada. Aktivitas kegempaan yang terus meningkat, data deformasi EDM dan Tiltmeter menunjukkan inflasi dan data kimia juga menunjukkan adanya kenaikan suhu danau kawah yang signifikan (Rosadi dkk, 2007), maka pada tanggal 29 September 2007 status aktivitas dinaikkan menjadi Siaga (Level III). Tanggal 16 Oktober 2007, pukul 10:00 WIB hingga 17:00 WIB terekam 306 kejadian gempa Vulkanik Dangkal (VB) yang merupakan proses terjadinya rekahan batuan secara progresif oleh fluida (magma, gas atau uap) menuju permukaan, maka pada tanggal 16 Oktober 2007 status dinaikkan menjadi Awas (Level IV), ketika terekam sekitar 500 gempa Vulkanik Dangkal (VB). Setelah peningkatan aktivitas yang cukup signifikan pada tanggal 16 Oktober 2007, aktivitas kegempaan G. Kelud cenderung menurun. Tanggal 24 Oktober 2007 kembali terekam gempa Vulkanik Dalam (VA) dan Vulkanik Dangkal (VB) dalam jumlah yang signifikan. Keadaan ini berlangsung sampai tanggal 31 Oktober 2007. Puncak krisis terjadi pada tanggal 3 Nopember 2007, Keesokan harinya, pada tanggal 4 Nopember 2007, teramati munculnya kubah lava di tengah danau kawah, yang menandakan fase letusan G. Kelud telah terjadi dan bersifat efusif. Sifat letusan efusif ini berbeda dengan karakter letusan sebelumnya, pada tahun 1901, 1919, 1951, 1966 dan 1990 yang bersifat eksplosif.
0
1 0
2 0
3 0
4 0
5 0
2 0 0 71 9 9 01 9 6 61 9 5 11 9 1 91 9 0 1
1 7
2 4
1 5
3 2
1 8
3 7
Sela
ng
Waktu
(ta
hu
n)
W a k t u ( t a h u n )
Selang waktu letusan G. Kelud setelah abad 20.
Karakter letusan
Ada tiga macam ciri letusan yaitu :
1. Letusan semi magmatik merupakan letusan freatik yang terjadi akibat penguapan air
danau kawah yang merembes melalui rekahan pada dasar kawah yang secara
serentak kemudian dihembuskan ke atas permukaan. Jenis letusan ini umumnya
mengawali aktivitas gunung Kelud terutama memicu terjadinya letusan magmatik.
2. Letusan magmatik merupakan letusan yang menghasilkan rempah- rempah
gunungapi baru berupa lava, jatuhan piroklastik, dan aliran piroklastik. Letusan
magmatik yang terjadi umumnya bersifat eksplosif yang dipengaruhi penambahan
kandungan gas vulkanik disertai meningkatnya energi letusan terutama energi panas.
3. Erupsi efusif, magma mengalir ke permukaan, dapat membentuk kubah lava atau
mengalir ke lereng
Letusan G. Kelud Februari 1990
Danau kawah G. Kelud sebelum muncul kubah lava (kiri atas) dan sesudah ada kubah lava (kanan atas) diambil dari kamera CCTV. Kawah G.Kelud setelah terisi kubah lava (kiri bawah) dan air danau kawah yang
masih tersisa (kanan bawah)
GEOLOGI
G. Kelud (1731 m) merupakan produk dari proses tumbukan antara lempeng Indo-
Australia yang menunjam ke bawah lempeng Asia tepatnya di sebelah selatan Jawa.
Sebagai gunungapi muda yang tumbuh pada zaman Kwarter Muda (Holosen), G.Kelud
merupakan salah satu gunungapi dalam deretan gunungapi yang tumbuh dan
berkembang di dalam Sub Zona Blitar dari Zona Solo, yang dimulai dari daerah bagian
selatan Jawa bagian tengah (G.Lawu) hingga Jawa bagian timur (G.Raung), yang dibatasi
gawir sesar Pegunungan Selatan. Perkembangan gunungapi muda ini sangat terbatas, hal
ini nampak dari kerucut gunungapi yang rendah, puncak tidak teratur, tajam dan terjal.
Keadaan puncak – puncak tersebut disebabkan oleh sifat letusannya yang sangat
merusak (eksplosif) yang disertai dengan pertumbuhan sumbat- sumbat lava seperti
puncak Sumbing, Gajahmungkur dan puncak Kelud.
13 Nopember 2007 02 Nopember 2007
Peta Geologi G. Kelud
Secara morfologi, G.Kelud dapat dibedakan menjadi 5 satuan morfologi
(A.Djumarma,1991) yaitu : Satuan morfologi Puncak dan Kawah ; Satuan Morfologi Tubuh
Gunungapi; Satuan Morfologi Kerucut Samping; Satuan Morfologi Kaki dan Dataran serta
Satuan Morfologi Pegunungan sekitar.
Satuan Morfologi Puncak dan kawah mempunyai ketinggian diatas 1000 m dpl tersusun
oleh aliran lava, kubah lava, dan batuan piriklastik; bentuk morfologi tidak teratur, bukit –
bukit kecil dengan tebing curam dengan kemiringan lereng lebih besar dari 40°, serta pola
aliran yang ada pada satuan morfologi ini adalah pola aliran radial.
Satuan Morfologi Tubuh Gunungapi terletak pada ketinggian antara 600 – 1000 m dpl,
tersusun atas batuan piroklastik aliran, jatuhan dan endapan lahar. Kemiringan lereng
antara (5 – 20)°, serta pola aliran yang berkembang adalah pola radial – paralel.
Satuan Morfologi Kerucut Samping yang terdiri dari bukit Umbuk (1014 m) di sebelah
barat daya, bukit Pisang (865 m) di sebelah selatan dan bukit Kramasan (944 m)
disebelah tenggara lereng G.Kelud. Satuan ini tersusun oleh aliran lava, piroklastik aliran
dan kubah lava. Satuan morfologi ini mempunyai kemiringan lereng lebih besar dari 20°.
Satuan Morfologi Kaki dan Dataran mempunyai ketinggian kurang dari 600 m dpl,
kemiringan lereng kurang dari 5° dan pola alirannya parallel – braided, litologi
penyusunnya terdiri dari endapan lahar dan piroklastik jatuhan.
GEOFISIKA
Seismik
Pada kondisi aktif normal, di G. Kelud rata-rata tercatat sekitar 2 gempabumi
vulkanik tiap bulan. Pada tanggal 10 September 2007, terekam 13 gempabumi vulkanik-
dalam, sedangkan 11 September 2007 terekam 3 gempabumi vulkanik dalam. Pada
tanggal 11 September 2007 ; Sebaran hiposenter gempa-gempa vulkanik G. Kelud
adalah sebagai berikut:
Sebaran hiposenter gempabumi vulkanik gunung Kelud pada status Waspada.
Sebaran hiposenter gempabumi vulkanik gunung Kelud pada status Siaga.
Pada tanggal 26, 27, 28 dan 29 September 2007, terjadi lagi serangkaian
gempabumi Vulkanik-Dalam, maka status G. Kelud dinaikan dari Waspada ke Siaga.
Tanggal 16 Oktober 2007, pukul 10:00 WIB mulai terekam gempabumi Vulkanik-
Dangkal, hingga pukul 17:00 WIB terekam 306 gempa Vulkanik Dangkal. gambar berikut
adalah sebaran hiposenter gempabumi Vulkanik-Dangkal yang terekam pada 16 -17
Oktober 2007.
Sebaran hiposenter gempabumi vulkanik gunung Kelud pada status Awas.
Masa krisis kegempaan dimulai pada 1 Nopember 2007, dan sejak 2 Nopember
2007 pukul 11:07 WIB, alat seismograf merekam gempa tremor vulkanik menerus yang
merupakan aktivitas dangkal dari proses bergeraknya magma ke permukaan. Tremor
vulkanik mencapai puncaknya dengan energi maksimum yang ditengarai dengan
magnituda “over scale” pada pukul 16:00 hingga berlangsung sekitar 40 menit pada
tanggal 3 Nopember 2007.
Sebaran pusat gempa vulkanik Gunungapi Kelud hingga tanggal 29 Oktober 2007
Seismogram tremor A. Sebelum krisis seismik, B. Pada saat Krisis Seismik dan C. Setelah krisis seismik.
Gaya Berat
Studi pendahuluan penyelidikan medan gravitasi di G. Kelud pernah dilakukan pada
tahun 1987, diperoleh harga rapat massa (ρ) Bouguer 2,6 gr/cm3 (Wimpy dkk, 1987).
Pada Agustus 1999 dilakukan pemetaan gayaberat yang lebih rinci oleh BPPTK
Yogyakarta dengan cakupan area sekitar (20x20)km2 .
Pemodelan 3-D variasi mikrograviti G. Kelud berdasarkan data tahun 2000 dan tahun 2008.
Peta anomali Bouguer G. Kelud dan sekitarnya. Titik (0,0) : Pos PGA G. Kelud. Jarak pada sumbu X dan Y x 10
-1 km. Garis melintang biru : error input data (belum terkoreksi).
Dari selisih hasil pengukuran gayaberat mikro/mikrograviti dengan survei sebelum
letusan, yaitu data BPPTK-UGM tahun 2000, pada beberapa titik ukur ditunjukan pada
tabel 1 dan 2. Survei pengukuran April 2008 telah melakukan sekitar 27 titik pengukuran
gayaberat dan GPS. Namun data-data yang sudah diolah menunjukan hanya 6 titik ukur
saja yang kira-kira mewakili titik-titik ukur berlokasi sama antara survei gayaberat tahun
2000 dan 2008.
Anomali data gayaberat sebesar ~ 20 µgal (± 20 µgal) pada titik ukur sejauh ± 2 km
dari kubah lava adalah sangat kecil kemungkinannya bila hanya diakibatkan oleh massa
kubah lava baru yang muncul ke permukaan. Perhitungan kasar efek gayaberat akibat
magma yang terletak di bawah kawah puncak untuk titik ukur berjarak 2 km dari kubah
lava adalah ~ 18 µgal (diasumsikan tidak ada variasi level muka air tanah).
Dari hasil pemodelan 3-D mikrograviti G. Kelud kemungkinan suplai magma sampai
kedalaman 5 atau 10 km.
DEFORMASI
Pemantauan deformasi di G. Kelud dilakukan dengan memasang 2 stasion tiltmeter
di G. Sumbing dan G. Lirang. Pengiriman data dilakukan secara telemetri dengan
menggunakan radio pancar dari tiap stasion ke Pos Pengamatan G. Kelud.
Pos PGA
G. Kelut
Kawah G.
Dari data pemantauan deformasi di G. Sumbing yang berjarak 600 meter Barat-
Daya Kawah G. Kelud menunjukkan adanya deflasi yang tajam sebesar 20 mikroradian
pada komponen radial (tegak lurus kawah) dan inflasi pada komponen tangensial (sejajar
kawah) sebesar 23 mikroradian yang terjadi mulai 3 Nopember 2007 pukul 13:35 WIB.
Grafik tiltmeter Oktober – Nopember 2007
Hasil pengukuran deformasi tiltmeter di stasion G. Lirang menunjukkan terjadi
inflasi yang tajam sejak 3 Nopember 2007 pukul 17:42 WIB pada komponen tangensial
maupun radial. Sejak 6 Nopember 2007 hasil pengukuran deformasi tiltmeter di stasion G.
Sumbing menunjukkan komponen radial mengalami deflasi dan komponen tangensial
datar.
No. Nama Titik
Lokasi Status titik Keterangan
1. POST PGA G.Kelud, Desa Margomulyo. Reference Titik ukur lama
2. BAIR Bak penampungan air Desa`margomulyo, lk. 500 m dari pos PGA G.Kelud.
Rover Titik ukur lama
3. PDOT G. Pedot Rover Titik ukur lama
4. LRNG G.Lirang Rover Titik ukur lama
5. PARK Tempat parkir wisata G.Kelud. Rover Titik ukur lama
6. SUM3 Bongkah lava di sisi lantai kawah bagian timur.
Rover Titik ukur lama
7. SUM1 Stasion tiltmeter G. Sumbing. Rover Titik ukur lama
8. BAMB Lereng sebelah barat G. Banbingan Rover Titik ukur baru
9. UMBK Stasion seismik G.Umbuk. Rover Titik ukur baru
10. GLDK Check dam Kali Bladak. Rover Titik ukur baru
11. ESES Lereng baratdaya G. Lirang Rover Titik ukur baru
12. TMCN 500 m sebelah baratlaut dari hulu sungai Gladak
Rover Titik ukur baru
13. OUTL Outlet Danau Kawah G.Kelud. Rover Titik ukur baru
14. SSUM Stasion seismik G.Sumbing. Rover Titik ukur baru
GRAFIK TILTMETER
-122-120-118-116-114-112-110-108-106-104-102-100-98
16-O
ct-
07
17-O
ct-
07
18-O
ct-
07
19-O
ct-
07
20-O
ct-
07
21-O
ct-
07
22-O
ct-
07
23-O
ct-
07
24-O
ct-
07
25-O
ct-
07
26-O
ct-
07
27-O
ct-
07
28-O
ct-
07
29-O
ct-
07
30-O
ct-
07
31-O
ct-
07
1-N
ov-0
7
2-N
ov-0
7
3-N
ov-0
7
4-N
ov-0
7
5-N
ov-0
7
6-N
ov-0
7
7-N
ov-0
7
Rad
ial
( x 1
0-6)
6466687072747678808284868890929496
Tan
gen
sia
l (x 1
0-6
)
15. SKLD Stasion seismik G.Kelud. Rover Titik ukur baru
16. PBTS Patok batas Kabupaten Malang dan Kediri. Rover Titik ukur baru
17. NNAS Perkebunan nanas antara BAMB dan BAIR Rover Titik ukur baru
Lokasi titik pengukuran (Benchmark) GPS G.Kelud, April 2008. Base line pengukuran GPS G. Kelud, April
2008
Pengukuran GPS di G. Kelud secara episodik sejak tahun 1998 dilakukan terhadap
8 titik GPS yang diletakan disekitar tubuh gunungapi dan 1 titik kontrol yang diletakan di
Pos Pengamatan Gunung Kelud.
Dari 8 titik ukur yang ada, 2 diantarnya sudah hilang dan pada pengukuran April 2008
dilakukan penggantian titik ukur yang hilang dan penambahan titik ukur GPS baru
sebanyak 8 titik ukur tersebar di sekitar puncak G. Kelud. Titik pengukuran GPS
seluruhnya terdiri dari 17 titik dengan radius 0,5 sampai 6 km dari pusat kegiatan saat ini
(Danau Kawah G. Kelud). Sebaran titik ukur dapat dilihat pada. Dari 17 titik pengukuran, 7
diantaranya merupakan titik ukur lama yang telah dilakukan pengukuran terakhir pada
Pebruari 2008.
Dari hasil pemantauan deformasi sejak tanggal 6 Nopember 2007 menunjukkan
bahwa proses miringnya Danau Kawah G. Kelud melambat menuju keseimbangan.
Perkiraan zona dilatasi dan kontraksi (satuan cm).
Pusat Tekanan Pebruari-April 2008
Easting 6 km dari BAIR
Northing -1 km dari BAIR
Kedalaman 2,409 km dari permukaan Danau Kawah
Intensitas (K) 1,0655 x 109 m
3
Residual 3,886 cm
Lokasi pusat tekanan Pebruari-April 2008.
9122000
9122200
9122400
9122600
9122800
9123000
9123200
9123400
9123600
9123800
637000 638000 639000 640000 641000 642000 643000 644000
POST
BAIR PDOT
LRNG
PARK
SUM1
SUM3
0,186 0,062
0,108
0,062 0,212
-0,224
0,014 0,101
-0,014
-0,120
0,118
0,216
Pengukuran deformasi tubuh gunungapi merupakan metoda pemantauan yang
berbasis waktu panjang. Deformasi terjadi secara perlahan sesuai dengan perkembangan
distribusi tekanan di dalam gunung. Untuk mengintensifkan pengukuran deformasi, sejak
tahun 1995 telah dilakukan usaha mengembangkan penggunaan metoda baru untuk
pemantauan G. Kelud.
Perkembangan pengukuran deformasi G. Kelud
Tahun K e g i a t a n
1995 Pembuatan jaringan trialterasi, sejumlah 6 titik di sekitar kawah Kelud yang diikat ke titik acuan di Pos Margomulyo. Pengukuran jarak dengan menggunakan EDM DI-3000 dan Theodolith T-2.
1996 Pembuatan jaringan “leveling” dari Pos Margomulyo sampai ke Puncak Kelud melalui jalan pendakian biasa. Telah dilakukan pengukuran tahun 1996, 1997, 1998 dan 1999. Terdapat sejumlah 17 benchmark dengan interval bervariasi antara 197 m sampai 667 m, dinamai BM 1 sampai BM 17.
1997 Pengukuran GPS statik terhadap jaringan trialterasi tahun 1995 dan menambah 1 titik benchmark, dan satu titik lagi digeser untuk kemudahan pengukuran.
1999 Pengukuran GPS statik pada jaringan yang sama dan menambah 2 titik benchmark di puncak untuk pemantauan apabila terdapat rekahan aktif di puncak atau di dalam kawah. Saat ini terdapat 9 titik benchmark yang siap diukur secara reguler. Pengukuran leveling (sifat datar) sepanjang jalur pendakian. Pemasangan ini dimaksudkan untuk memantau deformasi lateral secara reguler dengan EDM. Posisi reflektor yaitu di G.Pedot, G.Gajahmungkur, G.Lirang dan G. Sumbing.
2000 Pengukuran GPS metoda statik dan kinematik dengan penambahan dua titik ukur di kawah.
2006 Pengukuran defromasi dengan metoda tiltmeter
GEOKIMIA
Kimia batuan
Jenis batuan G. Kelud adalah “Calk –alkaline” dengan komposisi dari medium K-
basalt sampai dengan medium K-andesit. Sesuai dengan perioda letusannya batuan
G.Kelud dapat dibagi menjadi 3 yaitu batuan Kelud 1, Kelud 2 dan Kelud 3. Batuan Kelud
1 merupakan batuan yang berasal dari letusan kawah Lirang dan Gajahmungkur yang
berumur lebih tua dari 100.000; Batuan Kelud 2 merupakan batuan yang berasal dari
letusan kawah Tumpak, Sumbing 1 dan Sumbing 2 yang berumur antara 100.000 –
40.000; Batuan Kelud 3 adalah batuan yang berasal dari letusan kawah Dargo, Gupit,
Badak 1 dan 2 swerta kawah Kelud yang berumur kurang dari 40.000.
Batuan Kelud 1 berkomposisi dari basalt – andesit, Kelud 2 berkomposisi basaltik
andesit dan Kelud 3 berkomposisi dari basalt – basaltik andesit.
Hasil sayatan tipis batuan G. Kelud (kubah lava 2007) menunjukkan tekstur porfiritik
dan glomeroporfiritik, vesikuler, berbutir halus hingga berukuran 2,3 mm.
Komposisi (% volume) :
Plagioklas (50), Piroksen (15), Opak (4), Gelas (31).
Nikol bersilang, 32 Sejajar nikol, 32X
Fotomikrograf : Andesit piroksen yang disusun oleh fenokris plagioklas dan
piroksen didalam masa dasar gelas, mikrolit plagioklas dan mineral opak.
Kimia Air
Air Kawah Kelud sebelum letusan letusan 2007, mempunyai tingkat keasaman
yang netral sebagaimana air biasa, yaitu pH skitar 6,5. Namun demikian karena
percampurannya dengan gas-gas vulkanik dari dasar kawah, air itu mengandung Silika
tinggi yaitu sekitar 95 ppm dan kadar belerang 550 ppm.
Ciri utama air kawah Kelud ialah kandungan bikarbonatnya cukup tinggi yaitu
sekitar 530 ppm.
Tabel Komposisi air kawah Kelud, dan air sungai di sekitarnya. Hasil survei tahun 1999 dalam ppm, DHL =
daya hantar listrik (mmho/cm)
Unsur Air Kawah Air Hulu K. Konto
Air Hulu K. Icir
Air hulu K. Putih
Air Hulu Jurang gelap
Si02 90,5 34,1 25,8 24,3 26,7 Al 0 0 0 0 0
Fe 0,53 0 0 0 0
Ca 120 11,7 9,7 15,4 14,9
Mg 44 1,26 0,84 3,16 3,6
Na 163 4,5 3,0 4,6 5,0
K 40 2,86 1,66 1,85 1,94
Mn 0,13 0 0 0 0 NH3 2,43 1,56 1,55 1,34 1,51
SO4 536 8,1 14,9 37,8 46,7
HCO3 536 219 189 212 352
H2S 2,24 7,25 6,4 8,02 6,44
Cl 274 50 47 65 42 B 0,64 0 0 1,46 0
PH 6,4 7,5 7,6 7,6 7,4
DHL 1250 170 100 160 250
WAKTU PENGUKURAN Suhu oC pH Na K Ca Mg HCO3 Cl SO4 B
06 Okt 1989 31.5 5.3 153.0 21.2 45.3 21.0 na 171.0 359.0 1.1
04 Nov 1989 32.0 5.1 154.0 21.1 45.3 38.5 na 196.0 396.0 2.1
03 Des 1989 36.1 4.8 157.0 22.6 50.0 31.8 na 178.0 389.0 2.0
02 Jan 1990 37.9 4.5 154.0 21.0 51.4 41.3 na 210.0 372.0 2.2
15 Jan 1990 39.4 4.2 162.0 24.9 51.7 51.2 na 224.0 404.0 3.1
20 Agust 2007 31.5 6.9 103.9 14.0 165.7 47.7 220.5 66.5 538.0 0.8
16 Sept 2007 33.2 6.4 105.7 16.2 184.2 52.4 294.0 119.6 1082.6 1.1
25 Sept 2007 33.4 5.9 108.5 16.9 177.8 51.4 279.3 132.9 1121.4 1.3
29 Sept 2007 36.1 5.9 109.4 17.2 178.6 45.1 279.3 137.3 1121.4 1.3
23 Okt 2007 38.4 5.8 116.7 18.6 185.8 45.8 297.0 172.5 1128.9 1.3
28 Okt 2007 39.2 5.6 116.7 19.7 189.9 47.5 302.8 179.4 1150.7 1.4
06 Nov 2007 77.5 6.7 124.0 21.4 200.0 47.8 170.3 293.5 541.8 1.7
11 Nov 2007 77.8 6.2 130.4 21.2 222.5 45.3 26.3 354.4 614.6 2.1
Perubahan Temporal Suhu, pH dan Kimia Air Danau Kawah (06 Oktober 1989 – 15 Januari 1990) dan (20 Agustus 2007 - 11 November 2007)
WAKTU PENGUKURAN Na/K Na+K/Cl Mg/Cl B/Cl (x1000) SO4/Cl Ca+Mg/SO4
06 Oktober 1989 7.22 1.02 0.12 6.43 2.10 0.18
4 November 1989 7.30 0.89 0.20 10.71 2.02 0.21
03 Desember 1989 6.95 1.01 0.18 11.24 2.19 0.21
02 Januari 1990 7.33 0.83 0.20 10.48 1.77 0.25
15 Januari 1990 6.51 0.83 0.23 13.84 1.80 0.25
20 Agustus 2007 7.42 1.77 0.72 12.04 8.09 0.40
16 September 2007 6.53 1.02 0.44 9.11 9.05 0.22
25 September 2007 6.42 0.94 0.39 9.86 8.44 0.20
29 September 2007 6.36 0.92 0.33 9.54 8.17 0.20
23 Oktober 2007 6.27 0.78 0.27 7.77 6.54 0.21
28 Oktober 2007 5.92 0.76 0.26 7.58 6.41 0.21
06 November 2007 5.79 0.50 0.16 5.79 1.85 0.46
11 November 2007 6.15 0.43 0.13 5.81 1.73 0.44
Perubahan Temporal Ratio Unsur-Unsur Kimia Air Danau Kawah (06 Oktober 1989 – 15 Januari 1990) dan (20 Agustus 2007 - 11 November 2007)
Letusan G. Kelud pada tanggal 03 November 2007 di awali oleh perubahan warna
air danau yang mulai teramati sejak pertengahan Agustus 2007. Hasil pengukuran fluks
gas CO2 yang keluar dari air danau kawah selama bulan Agustus 2007 meningkat dari 50
ton/hari hingga 333 ton/hari dan pada awal September fluks gas CO2 mencapai 500
ton/hari.
Kimia Gas
Konsentrasi gas CO2 yang tinggi tersebut juga karena gelembung gas sampai di
udara, gelembung gas akan bercampur dengan udara dan konsentrasi CO2 menjadi
cukup rendah sehingga efeknya tidak terasa. Sebagai contoh selama
melakukanpengambilan contoh gelembung gas (dan selama survei batimetri), petugas
tidak merasakan adanya gejala keracunan gas CO2, misalnyakepala pusing atau mata
berkunang-kunang.
Tabel komposisi kimia gelembung gas kawah Kelud dari hasil survei tahun 1999
Unsur H2 02 + Ar N2 CO CO2 SO2 H2S HCl H2O
% mol 0,002 0,12 5,57 - 90,9 - 0,30 3,33 -
Grafik kuantitas CO2 yang dilepas danau kawah G. Kelud
Pemantauan gas dilakukan dengan cara pengukuran fluks gas CO2 yang keluar
dari permukaan danau kawah guna mengestimasi kuantitas gas CO2 yang dihasilkan oleh
proses pelepasan gas magma (degassing) dalam satu hari. Pada kondisi aktif normal fluks
gas CO2 berkisar di bawah 50 ton /hari, namun pada pengukuran di awal Agustus 2007
fluks gas CO2 meningkat hingga mencapai 333 ton/hari. Kemudian pada pengukuran di
awal September 2007, fluks gas CO2 masih menunjukkan peningkatan hingga mencapai
angka di atas 500 ton/hari. Sedangkan pengukuran pada pertengahan September 2007
menunjukkan penurunan fluks gas CO2 menjadi 344 ton/hari.
Peta sebaran fluks CO2 G. Kelud, pengukuran tanggal 30 Juli – 2 Agustus 2007
1 / 1 / 2 0 0 5 1 / 1 / 2 0 0 6 1 / 1 / 2 0 0 7 1 / 1 / 2 0 0 8
0
1 0 0
2 0 0
3 0 0
4 0 0
5 0 0
6 0 0
W A S P A D A 1 1 S e p t . 2 0 0 7
A K T I F N O R M A L
TO
N /
HA
RI
C O2
Flux total: 330-340 T/hari
CO2 g/m2/d
MITIGASI BENCANA GUNUNGAPI
Untuk mengantisipasi sekecil mungkin dampak negatif yang ditimbulkan oleh
letusan G.Kelud, maka telah dilakukan usaha penanggulangan bahaya baik sebelum,
selama berlangsung dan sesudah letusan. Kegiatan usaha penanggulangan bahaya
sebelum kejadian letusan antara lain adalah : pemantauan aktivitas gunung secara
menerus dan terpadu baik secara visual ataupun non visual dengan bermacam- macam
metoda geofisika .
Visual
Pemantauan sehari–hari G.Kelud dipusatkan di Pos Pengamatan Margomulyo,
meliputi pemantauan visual dari warna, ketebalan dan tinggi asap solfatara dan cuaca di
sekitar puncak. Disamping itu pula dilakukan pengamatan langsung ke kawah meliputi
pengukuran suhu air dan pengamatan perubahan warna air G. Kelud serta pengamatan
pergeseran gelembung-gelembung gas yang muncul yang dapat diamati pada
permukaan air kawah. Selain secara visual pemantauan G. Kelud juga dilakukan dengan
metoda seismisitas atau kegempaan.
Seismik
Pemantauan kegempaan G. Kelud dimulai sejak dibangunnya Pos Pengamatan
permanen akhir tahun 1925, dengan dipasangnya sebuah seismograf Wiechert komponen
vertikal. Pada tahun 1987 mulai diperkenalkan seismograf Kinemetics PS-2 dengan sistem
telemetri radio. Sejak April 2007 telah dipasang tiga stasion tambahan. Sehingga dengan
adanya 4 empat stasion seismometer
112.29 112.295 112.3 112.305 112.31 112.315 112.32 112.325 112.33
-7.97
-7.965
-7.96
-7.955
-7.95
-7.9450 2 km
St. UMBUK
St. LIRANG
St. SUMBING
St. KAWAH
St. KELUT
POS PGA KELUD
Longitude
Lati
tud
e
Stasion Seismik G. Kelud dan Lokasi seismometer untuk pemantauan G. Kelud
KAWASAN RAWAN BENCANA GUNUNGAPI
Berdasarkan potensi bahaya yang mungkin terjadi, Peta Kawasan Rawan Bencana
G. Kelud dapat dibagi menjadi tiga tingkat kerawanan, yakni: Kawasan Rawan Bencana-III
(KRB-III), Kawasan Rawan Bencana-II (KRB-II), dan Kawasan Rawan Bencana-I (KRB-I).
Kawasan Rawan Bencana-III (KRB-III)
Kawasan Rawan Bencana-III (KRB-III), adalah kawasan yang selalu terlanda lahar
letusan, awan panas, bahan lontaran batu pijar, gas beracun, dan kemungkinan aliran
lava.
Perluasan awan panas kemungkinan dapat terjadi apabila letusan di masa
mendatang lebih besar dari letusan 1990 atau terjadi percampuran magma (magma
mixing) sehingga terjadi letusan hebat yang banyak merubah morfologi G. Kelud secara
drastis. KRB-III ini meliputi areal seluas 14, 36 km2 (1.436 ha).
Kawasan Rawan Bencana Terhadap Aliran Massa
Daerah yang kemungkinan besar berpotensi terlanda oleh produk erupsi akan
datang, adalah lereng atas bagian barat dan baratdaya dengan jarak tidak lebih dari 5 km
dari pusat letusan. Sebaliknya sebaran ke arah lain dikontrol oleh adanya morfologi di
sekitar puncak, seperti G. Gajahmungkur (+1455 m), G. Kelud (+1731 m), dan G. Umbuk
(+1014 m).
Kawasan Rawan Bencana Terhadap Bahan Lontaran Batu (pijar)
Berdasarkan letusan terdahulu, bahan lontaran produk G. Kelud mencapai 2 km
untuk berukuran bom vulkanik, dan berjarak hingga 10 km dari pusat letusan untuk
fragmen batuan berukuran kurang dari 2 cm. Daerah yang sering terlanda lontaran batu
(pijar) adalah sektor barat.
Posisi Geografi Ketinggian Stasion
Sistem Pemantauan Bujur Timur Lintang Selatan (meter)
Kelud Digital 112º 18’ 37,03” 7º 56’ 36,05” 1444
Sumbing Digital 112º 17’ 55,06” 7º 56’ 41,07” 1268
Lirang Digital 112º 17’ 58,80” 7º 56’ 00,46” 1288
Kawah Digital dan Analog
112º 18’ 13,09” 7º 56’ 32,08” 1349
Umbuk Digital 112º 15’ 23,05” 7º 56’ 35,04” 763
Kawasan Rawan Bencana-II (KRB-II)
Kawasan Rawan Bencana-II (KRB-II), adalah kawasan yang berpotensi terlanda awan
panas, lahar letusan, aliran lava, lontaran batu (pijar) dan hujan abu lebat. Kawasan ini
dibedakan menjadi dua bagian, yaitu:
a. Kawasan rawan bencana terhadap aliran massa berupa awan panas, aliran lava dan
lahar letusan.
b. Kawasan rawan bencana terhadap bahan lontaran dan jatuhan seperti lontaran batu
(pijar), hujan abu lebat.
Perluasan awan panas kemungkinan dapat terjadi apabila letusan di masa datang
lebih besar dari letusan 1990 atau terjadi percampuran magma (magma mixing) sehingga
terjadi letusan hebat yang banyak merubah keadaan morfologi G. Kelud secara drastis.
Luas Kawasan Rawan Bencana-II (KRB-II) ini diprediksi mencakup areal seluas 91,8
km2 (9.180 ha).
Kawasan Rawan Bencana Terhadap Aliran Massa
Data geologi dan sejarah kegiatan masa lalu menunjukkan, bahwa produk letusan
G. Kelud banyak didominasi oleh aliran piroklastik (awan panas) dan lahar panas (lahar
letusan), bahkan hingga letusan magmatik terakhir (1990) masih didominasi aliran
piroklastik (awan panas) dan jatuhan piroklastik yang terutama menghancurkan dan
menutup lereng barat dan baratdaya G. Kelud. Sementara lahar hujan dialirkan melalui K.
Bladak (sungai besar yang mengalir ke arah baratdaya).
Kawasan Rawan Bencana Terhadap Bahan Lontaran dan Hujan Abu Lebat
Material lontaran adalah semua jenis bahan letusan yang dilontarkan ke semua arah
pada saat terjadi letusan berupa bom vulkanik (kerak roti) yang berasal dari magma dan
pecahan batuan tua (fragmen litik). Bahan lontaran ini tidak terpengaruh oleh arah tiupan
angin saat terjadi letusan, karena berukuran besar.
Berdasarkan data geologi, morfologi dan pengamatan di lapangan, daerah-daerah
yang diperkirakan dapat terkena material lontaran (bom gunungapi, pecahan lava), hujan
lumpur (panas) dan fragmen batuan lainnya serta hujan abu lebat diperkirakan meliputi
kawasan hingga radius 5 km dari pusat erupsi.
Berdasarkan letusan terdahulu, bahan lontaran produk G. Kelud umumnya mencapai
5 km untuk ukuran >2 cm hingga ukuran bom vulkanik, dan berjarak hingga 10 km dari
pusat letusan untuk fragmen batuan berukuran kurang dari 2 cm.
Hujan abu lebat adalah material letusan berbutir kecil (pasir hingga abu) yang dilontarkan
secara vertikal ke atas lalu jatuh kembali ke tanah, sedangkan yang berbutir lebih halus
umumnya terbawa angin lebih jauh sesuai dengan arah tiupan angin pada saat letusan.
Kawasan Rawan Bencana-I (KRB-I)
Kawasan Rawan Bencana-I (KRB-I) adalah kawasan yang berpotensi terlanda
lahar dan kemungkinan terkena penyimpangan aliran lahar. Apabila letusannya
membesar, maka kawasan ini berpotensi tertimpa bahan jatuhan piroklastik berupa hujan
abu dan lontaran batu (pijar). Kawasan Rawan Bencana-I (KRB-I) ini dibedakan menjadi
dua bagian, terdiri dari:
a. Kawasan rawan bencana terhadap aliran massa berupa lahar, dan kemungkinan
penyimpangan aliran lahar, terletak di sepanjang sungai/di dekat lembah sungai atau di
bagian hilir sungai yang berhulu di daerah puncak.
b. Kawasan rawan bencana terhadap jatuhan piroklastik/lontaran berupa hujan abu tanpa
memperhatikan arah tiupan angin (saat terjadi letusan), dan kemungkinan terkena
lontaran batu (pijar).
Kawasan Rawan Bencana-I ini diberi warna kuning, meliputi areal seluas 351 km2
(35.100 ha). Apabila saat terjadi letusan/kegiatan gunungapi disertai dengan turun hujan
lebat, maka masyarakat yang bertempat tinggal di dalam Kawasan Rawan Bencana-I
(KRB-I) perlu meningkatkan kewaspadaan.
Kawasan Rawan Bencana Terhadap Aliran Massa
Daerah yang perlu waspada terhadap lahar umumnya terletak di dekat lembah atau
bagian hilir sungai, sedangkan perluasannya sering terjadi terutama pada kelokan-kelokan
sungai yang bertebing rendah. Kawasan rawan bencana terhadap aliran massa berupa
lahar, dan kemungkinan penyimpangan aliran lahar (apabila terjadi letusan yang lebih
besar dari 1990).
Lahar/banjir yang mungkin terjadi di lereng dan kaki selatan akan melalui sungai K.
Putih, K. Semut, dan K. Lekso. Unit-unit pemukiman yang berpotensi terlanda lahar di alur
K. Putih, di antaranya adalah Kp. Leling, Purwosari, Sumberharjo, Mungklung, Tawang 1,
Jeblog 1, Sonogunting, dan sebagian Kp. Kali Putih. Sedangkan di alur K. Semut, di
antaranya adalah Kp. Lading 1, Babadan, Bogoangin, Kromasan 2, dan sebagian Kp.
Sragi. Penyimpangan aliran lahar kemungkinan dapat melanda kawasan hulu dan cabang-
cabang K. Semut, K. Soso, K. Icir, dan K. Putih.
Sungai yang berpotensi dilalui lahar/banjir di lereng dan kaki selatan-baratdaya
adalah K. Abab dan K. Jari. Pemukiman yang berpotensi dilanda lahar di kawasan ini
adalah Kp. Karangrejo, Babadan, Tawangsari, Jurangmenjeng, Garum, Diren, Combong
Gajah, Kuningan, dan sebagian Kp. Gaprang Dua. Penyimpangan aliran lahar
kemungkinan dapat terjadi di daerah hulu dan lembah K. Abab dan K. Jari.
Sungai yang berpotensi dilalui lahar/banjir di lereng dan kaki baratdaya adalah K.
Lahargedog, K. Bladak, dan K. Kajar. Kawasan yang berpotensi terlanda penyimpangan
aliran laharr adalah di hulu K. Bladak.
Sungai yang berpotensi dilalui lahar/banjir di barat adalah K. Petungkobong,
sementara unit pemukiman yang mungkin terlanda lahar/banjir adalah Kp.Sumberurip,
Sumberejo, Sindurejo, Lumpang, Kutukan, Japan, Jabalan, Larangan, Singosari, dan
sebagian Kp. Kandat. Penyimpangan aliran lahar dapat terjadi dari K. Bladak ke K. Gedok
dan K. Petung kobong.
Sungai yang berpotensi dilalui lahar/banjir di lereng baratlaut adalah K.
Sumberagung, K. Toyoaning, K. Dermo, dan K. Puncu/K. Krinjing. Unit pemukiman yang
mungkin terlanda lahar/banjir adalah Kp. Sagi, Lorejo, Brenggolo, Bangkok, Besuk,
Wonosari, Bulupasar, sebagian Kp. Kranggan (melalui aliran K.Sumberagung); Kp.
Sidomukti, Karangkletak, Nambakan, Rejosari, sebagian Kp.Tawangsari (melalui aliran K.
Toyoaning); Kp. Listrikan, Karangnongko kidul, Dawuhan, Bolorejo, Wanoksian, Sitimerto,
Semanding, dan sebagian Kp. Cangkring (melalui aliran K. Dermo); Kp. Lestari,
Gadungan, Gedangsewu, Duluran, Talun, Gondosari, dan sebagian Kp. Mojoduwur
(melalui aliran K. Puncu/K. Krinjing). Penyimpangan aliran lahar kemungkin bisa terjadi di
sekitar hulu K. Ngobo, dan K. Puncu/K. Krinjing.
Sungai yang berpotensi dilalui lahar/banjir di lereng utara adalah K. Konto dengan
sejumlah unit pemukiman, di antaranya adalah Kp. Sukorejo, Ngalik, Damarwulan,
Pandeyan, Sambong, Besuk, dan sebagian Kp. Blereng. Penyimpangan aliran lahar
kemungkin bisa terjadi di sekitar hulu K. Konto.
Kawasan Rawan Bencana Terhadap Bahan Lontaran
Berdasarkan letusan 1990 menunjukan bahwa, bom volkanik dan bahan lontaran
batu (pijar) lain bediameter >2 cm dapat mencapai jarak 5 km dari kawah pusat, dan
bahan lontaran berdiameter lebih kecil dari 2 cm bisa mencapai jarak lebih dari 10 km dari
kawah pusat, sedangkan jatuhan abu letusan bisa mencapai jarak yang lebih jauh lagi.
Apabila terjadi letusan kembali di kawah pusat G. Kelud (setelah beristirahat 14
tahun), maka skala letusannya bisa kecil, menengah atau besar. Besar/kecilnya skala
letusan di masa mendatang, akan sangat bergantung kepada besar/kecilnya akumulasi
energi yang dikumpulkan selama G. Kelud beristirahat. Untuk mengantisipasi hal tersebut
maka sebaran bahan lontaran (berbutir lebih besar dari 2 cm) dibatasi pada radius 5 km
dari pusat letusan, sedangkan untuk butir lebih halus (lebih kecil dari 2 cm) berupa pasir
halus dan abu diperkirakan dapat mencapai jarak hingga 10 km dari pusat erupsi. Radius
sebaran bahan lontaran bisa saja lebih besar lagi manakala skala erupsi G. Kelud lebih
besar dari skala letusan 1990.
Peta Kawasan Rawan Bencana G. Kelud
DAFTAR PUSTAKA
A.Djumarma, Some studies of volcanology,petrology and structure of Mt.Kelud,east Java,Indonesia,thesis,1991.
G.Kelud, Buletin berkala Vulkanologi, Dit Vulkanologi,1985 Penyelidikan Vulkanologi G.Kelud, BPPTK, Dit Vulkanologi,2000. Buku Kelud Seri Letusan 2007, Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi,
2007. Mulyana A.R., dkk, 2003. Peta Kawasan Rawan Bencana Gunungapi Kelud.
Direktorat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi. Rosadi. U., dkk, 2007. Laporan Tanggap Darurat Letusan G. Kelud. Pusat
Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi, 2007.