fraktur tibial plateau

34
FRAKTUR TIBIAL PLATEAU 1. Definisi Fraktur adalah hilanganya kontinuitias tulang, tulang rawan sendi, tulang rawan epifisis, baik yang bersifat total maupun parsial 1 . 2. Proses Terjadinya Fraktur Untuk mengetahui mengapa dan bagaimana tulang mengalami kepatahan, kita harus mengetahui keadaan fisik tulang dan keadaan trauma yang dapat menyebabkan tulang patah. Tulang kortikal mempunyai struktur yang dapat menahan kompresi dan tekanan memutar (shearing). Kebanyakan fraktur terjadi karena kegagalan tulang menahan tekanan terutama tekanan membengkok, memutar, dan tarikan 1 . Trauma bisa bersifat 1 : Trauma langsung. Trauma langsung menyebabkan tekanan langsung pada tulang dan terjadi fraktur pada daerah tekanan. Fraktur yang terjadi biasanya bersifat komunitif dan jaringan lunak ikut mengalami kerusakan. Trauma tidak langsung. Disebut trauma tidak langsung apabila trauma dihantarkan ke daerah yang lebih jauh dari daerah fraktur, misalnya jatuh dengan tangan ekstensi dapat menyebabkan fraktur pada klavikula. Pada keadaan ini biasanya jaringan lunak tetap utuh. Tekanan pada tulang dapat berupa 1 :

Upload: suriana-dwi-sartika

Post on 14-Aug-2015

1.448 views

Category:

Documents


268 download

DESCRIPTION

Referat Ortopedi

TRANSCRIPT

Page 1: Fraktur Tibial Plateau

FRAKTUR TIBIAL PLATEAU

1. Definisi

Fraktur adalah hilanganya kontinuitias tulang, tulang rawan sendi, tulang rawan

epifisis, baik yang bersifat total maupun parsial1.

2. Proses Terjadinya Fraktur

Untuk mengetahui mengapa dan bagaimana tulang mengalami kepatahan, kita harus

mengetahui keadaan fisik tulang dan keadaan trauma yang dapat menyebabkan tulang patah.

Tulang kortikal mempunyai struktur yang dapat menahan kompresi dan tekanan memutar

(shearing). Kebanyakan fraktur terjadi karena kegagalan tulang menahan tekanan terutama

tekanan membengkok, memutar, dan tarikan1.

Trauma bisa bersifat1 :

Trauma langsung. Trauma langsung menyebabkan tekanan langsung pada tulang dan

terjadi fraktur pada daerah tekanan. Fraktur yang terjadi biasanya bersifat komunitif dan

jaringan lunak ikut mengalami kerusakan.

Trauma tidak langsung. Disebut trauma tidak langsung apabila trauma dihantarkan ke

daerah yang lebih jauh dari daerah fraktur, misalnya jatuh dengan tangan ekstensi dapat

menyebabkan fraktur pada klavikula. Pada keadaan ini biasanya jaringan lunak tetap

utuh.

Tekanan pada tulang dapat berupa 1 :

Tekanan berputar yang menyebabkan fraktur bersifat spiral atau oblik

Tekanan membengkok yang menyebabkan fraktur transversal

Tekanan sepanjang aksis tulang yang dapat menyebabkan fraktur impaksi, dislokasi, atau

fraktur dislokasi

Kompresi vertical dapat menyebabkan fraktur komunitif atay memecah misalnya pada

badan vertebra, talus, atau fraktur buckle pada anak-anak

Trauma langsung disertai dengan resistensi pada satu jarak tertentu akan menyebabkan

fraktur oblik atau fraktur Z

Fraktur oleh karena remuk

Page 2: Fraktur Tibial Plateau

Trauma karena tarikan pada ligament atau tendo akan menarik sebagian tulang

Gambar 1. Mekanisme Trauma

(a) berputar (b) kompresi (c) fragmen triangular butterfly (d) tension

(dikutip dari kepustakaan 2)

3. Klasifikasi Fraktur

Fraktur dapat diklasifikasikan berdasarkan etiologis, klinis, dan radiologis.

Klasifikasi Etiologis1

Fraktur traumatik. Terjadi karena trauma yang tiba-tiba

Fraktur patologis. Terjadi kerana kelemahan tulang sebelumnya akibat kelainan patologis

di dalam tulang

Fraktur stress. Terjadi karena adanya trauma yang terus menerus pada suatu tempat

tertentu

Klasifikasi Klinis1

Fraktur tertutup (simple fraktur). Fraktur tertutup adalah suatu fraktur yang tidak

mempunyai hubungan dengan dunia luar.

Fraktur terbuka (compound fracture). Fraktur terbuka adalah fraktur yang mempunyai

hubungan dengan dunia luar melalui luka pada kulit dan jaringan lunak, dapat berbentuk

from within (dari dalam) atau from without (dari luar)

Page 3: Fraktur Tibial Plateau

Fraktur dengan komplikasi (complicated fracture). Fraktur dengan komplikasi adalah

fraktur yang disertai dengan komplikasi misalnya malunion, delayed union, nonunion,

infeksi tulang.

Klasifikasi Radiologis1

1. Berdasarkan lokalisasi :

Diafisal

Metafisal

Intra-artikuler

Fraktur dengan dislokasi

2. Berdasarkan konfigurasi :

Fraktur transversal

Fraktur oblik

Fraktur spiral

Fraktur Z

Fraktur segmental

Fraktus komunitif, fraktur lebih dari dua fragmen

Fraktur baji biasanya pada vertebra karena trauma kompresi

Fraktur avulse, fragmen kecil oleh otot atau tendo misalnya fraktur epikondilus

humeri

Fraktur depresi, karena trauma langsung

Fraktur impaksi

Fraktur pecah (burst) dimana terjadi fragmen kecil yang berpisah misalnya pada

fraktur vertebra, patella, talus, kalkaneus

Fraktur epifisis

3. Menurut ekstensi

Fraktur total

Fraktur tidak total

Fraktur buckle

Fraktur garis rambut

Fraktur green stick

4. Menurut hubungan antara fragmen dengan fragmen lainnya

Page 4: Fraktur Tibial Plateau

Tidak bergeser (undisplaced)

Bergeser (displaced)

Bergeser dapat terjadi dalam 6 cara :

Bersampingan

Angulasi

Rotasi

Distraksi

Over-riding

Impaksi

Gambar 2. Klasifikasi Fraktur

(dikutip dari kepustakaan 2)

4. Penyembuhan Fraktur

Page 5: Fraktur Tibial Plateau

Proses penyembuhan fraktur pada tulang kortikal terdiri atas lima fase yaitu1 :

1. Fase hematoma

Apabila terjadi fraktur pada tulang panjang, maka pembuluh darah kecil yang

melewati kanalikuli dalam sistem Haversian mengalami robekan pada daerah fraktur

dan akan membentuk hematoma diantara kedua sisi fraktur. Hematoma yang besar

diliputi oleh periosteum. Periosteum akan terdorong dan dapat mengalami robekan

akibat tekanan hematoma yang terjadi sehingga dapat terjadi ekstravasasi darah ke

dalam jaringan lunak.

Osteosit dengan lakunanya yang terletak beberapa milimeter dari daerah fraktur

akan kehilangan darah dan mati, yang akan menimbulkan suatu daerah cincin

avaskuler tulang yang mati pada sisi-sisi fraktur segera setelah trauma.

2. Fase proliferasi seluler subperiosteal dan endosteal

Pada fase ini terjadi reaksi jaringan lunak sekitar fraktur sebagai suatu reaksi

penyembuhan. Penyembuhan fraktur terjadi karena adanya sel-sel osteogenik yang

berproliferasi dari periosteum untuk membentuk kalus eksterna serta pada daerah

endosteum membentuk kalus interna sebagai aktifitas seluler dalam kanalis medularis.

Apabila terjadi robekan yang hebat pada periosteum, maka penyembuhan sel berasal

dari diferensiasi sel-sel mesenkimal yang tidak berdiferensiasi ke dalam jaringan

lunak. Pada tahap awal dari penyembuhan fraktur ini terjadi pertambahan jumlah dari

sel-sel osteogenik yang memberi pertumbuhan yang cepat pada jaringan osteogenik

yang sifatnya lebih cepat dari tumor ganas. Pembentukan jaringan seluler tidak

terbentuk dari organisasi pembekuan hematoma suatu daerah fraktur. Setelah beberapa

minggu, kalus dari fraktur akan membentuk suatu massa yang meliputi jaringan

osteogenik. Pada pemeriksaan radiologis kalus belum mengandung tulang sehingga

merupakan suatu daerah radiolusen.

3. Fase pembentukan kalus (fase union secara klinis)

Setelah pembentukan jaringan seluler yang bertumbuh dari setiap fragmen sel

dasar yang berasal dari osteoblas dan kemudian pada kondroblas membentuk tulang

rawan. Tempat osteoblast diduduki oleh matriks interseluler kolagen dan perlengketan

polisakarida oleh garam-garam kalsium membentuk suatu tulang yang imatur. Bentuk

tulang ini disebut sebagai woven bone. Pada pemeriksaan radiologi kalus atau woven

Page 6: Fraktur Tibial Plateau

bone sudah terlihat dan merupakan indikasi radiologik pertama terjadinya

penyembuhan fraktur.

4. Fase konsolidasi (fase union secara radiologik)

Woven bone akan membentuk kalus primer dan secara perlahan-lahan diubah

menjadi tulang yang lebih matang oleh aktivitas osteoblas yang menjadi struktur

lamelar dan kelebihan kalus akan diresorpsi secara bertahap.

5. Fase remodeling

Bilamana union telah lengkap, maka tulang yang baru membentuk bagian yang

menyerupai bulbus yang meliputi tulang tetapi tanpa kanalis medularis. Pada fase

remodeling ini, perlahan-lahan terjadi resorpsi secara osteoklastik dan tetap terjadi

proses osteoblastik pada tulang dan kalus eksterna secara perlahan-lahan menghilang.

Kalus intermediat berubah menjadi tulang yang kompak dan berisi sistem Haversian

dan kalus bagian dalam akan mengalami peronggaan untuk membentuk ruang

sumsum.

Gambar 3. Proses penyembuhan fraktur.

(a) hematom. Kerusakan jaringan dan perdarahan pada daerah fraktur. (b) inflamasi. Sel-sel

inflamasi tampak pada daerah hematom. (c) callus. Populasi sel akan berubah menjadi osteoblast

dan osteoclast. (d) konsolidasi. Woven bone diganti oleh tulang lamellar dan fraktur menyatu

secara sempurna. (e) Remodelling. Terjadi perubahan struktur tulang sehingga akan tampak

seperti struktur normalnya

(dikutip dari kepustakaan 2)

Page 7: Fraktur Tibial Plateau

5. Anatomi

Tibia terdiri dari : akhir proksimal disebut sebagai plateau (terbagi menjadi medial

yang berbentuk konkaf dan lateral yang berbentuk konvex), tubercle, eminence (medial dan

lateral), batang/shaft, dan akhir distal disebut sebagai pilon (sendi dan medial maleolus)3.

Tibial plateau merupakan penopang massa tubuh bagian proksimal dari tibia dan melakukan

artikulasi dengan condylus femoralis untuk membentuk sendi lutut4.

Sebuah os longum, mempunyai corpus, ujung proximal dan ujung distal, berada di

sisi medial dan anterior dari crus. Pada posisi berdiri, tibia meneruskan gaya berat badan

menuju ke pedis. Ujung proximal lebar, mengadakan persendian dengan os femur

membentuk articulatio genu, membentuk condylus medialis dan condylus lateralis tibiae,

facies proximalis membentuk facies articularis superior, bentuk besar, oval, permukaan licin5.

Facies articularis ini dibagi menjadi dua bagian, dari anterior ke posterior, oleh fossa

intercondyloidea anterior, eminentia intercondyloidea dan fossa intercondyloidea posterior.

Fossa intercondyloidea anterior mempunyai bentuk yang lebih besar daripada fossa

intercondyloidea posterior. Tepi eminentia intercondyloidea membentuk tuberculum

intercondylare mediale dan tuberculum intercondylare laterale. Eminentia epicondylaris

bervariasi dalam bentuk dan sering juga absen5.

Facies articularis dari condylus medialis berbentuk oval, sedangkan facies articularis

condylus lateralis hampir bundar. Condylus lateralis lebih menonjol daripada condylus

medialis. Pada facies inferior dari permukaan dorsalnya terdapat facies articularis, berbentuk

lingkaran, dinamakan facies articularis fibularis, mengadakan persendian dengan capitulum

fibulae. Di sebelah inferior dari condylus tibiae terdapat tonjolan ke arah anterior, disebut

tuberositas tibiae. Di bagian distalnya melekat ligamentum patellae5.

Corpus tibiae mempunyai tiga buah permukaan, yaitu (1) facies medialis, (2)

facies lateralis dan (3) facies posterior. Mempunyai tiga buah tepi, yaitu (1) margo anterior,

(2) margo medialis dan (3) margo interosseus. Fossa medialis datar, agak konveks, ditutupi

langsung kulit dan dapat dipalpasi secara keseluruhan. Facies lateralis konkaf, ditempati oleh

banyak otot. Bagian distalnya menjadi konveks, berputar ke arah ventral, melanjutkan diri

menjadi bagian ventral ujung distal tibia. Facies posterior berada di antara margo medialis dan

margo interosseus. Pada sepertiga bagian proximal terdapat linea poplitea, suatu garis yang

oblique dari facies articularis menuju ke margo medialis5.

Page 8: Fraktur Tibial Plateau

Margo anterior disebut crista anterior, sangat menonjol, di bagian proximal mulai

dari tepi lateral tuberositas tibiae, dan di bagian distal menjadi tepi anterior dari malleolus

medialis. Margo medialis, mulai dari bagian dorsal condylus medialis sampai ke bagian

posterior malleolus medialis. Margo interosseus mempunyai bentuk yang lebih tegas daripada

margo medialis, tempat melekat membrana interossea. Di bagian proximal mulai pada

condylus lateralis sampai di apex incisura fibularis tibiae membentuk bifurcatio5.

Ujung distal tibia membentuk malleolus medialis. Malleolus medialis mempunyai

facies superior, anterior, posterior, medial, lateral dan inferior. Pada facies posterior terdapat

sulcus malleolaris, dilalui oleh tendo m.tibialis posterior dan m.flexor digitorum longus. Pada

permukaan lateral terdapat incisura fibularis yang membentuk persendian dengan ujung distal

fibula. Facies articularis inferior pada ujung distal tibia membentuk persendian dengan facies

anterior corpus tali5.

Gambar 4. Anatomi Tibia Fibula

(dikutip dari kepustakaan 3)

Page 9: Fraktur Tibial Plateau

6. Epidemiologi

Fraktur tibial plateau terjadi pada 1% kasus dari semua fraktur dan 8% kasus terjadi pada

pasien yang tua. Fraktur yang terjadi pada pasien tua merupakan hasil dari trauma dengan

energy rendah. Fraktur pada medial plateau terjadi pada 23% kasus fraktur plateau sedangkan

fraktur lateral plateau terjadi pada 70% kasus, dan kombinasi antara keduanya terjadi pada

31% kasus4.

7. Faktor Resiko

Factor resiko untuk terjadinya fraktur tibial plateau adalah4 :

a) Pasien-pasien memiliki resiko untuk cedera ini adalah trauma dengan kecepatan

tinggi (usia muda, laki-laki, alcohol dan pecandu obat)

b) Usia lebih tua dengan kualitas tulang yang jelek memiki resiko fraktur.

8. Mekanisme Trauma

Fraktur tibial plateau biasanya terjadi sebagai akibat dari kecelakaan pejalan kaki

yang rendah energy mengenai bumper mobil. Sebagian besar kejadian fraktur tibial plateau

ini juga dilaporkan terjadi akibat dari kecelakaan sepeda motor dengan kecepatan tinggi dan

jatuh dari ketinggian. Fraktur tibial plateau terjadi akibat kompresi langsung secara axial,

biasanya dengan posisi valgus (paling sering) atau varus (jarang) atau trauma tidak langsung

yang besar. Aspek anterior dari kondilus femoralis berbentuk baji, dengan terjadinya

hiperekstensi dari lutut maka kekuatan ditimbulkan oleh gerakan kondilus ke tibial plateau.

Arah, besar, dan lokasi dari kekuatan yang ditimbulkan, serta posisi lutut pada saat trauma

akan menyebabkan perbedaan dari pola fraktur, lokasi, dan tingkat pergeseran. Factor lain

seperti usia dan kualitas tulang juga berpengaruh pada konfigurasi fraktur. Pasien yang lebih

tua dengan tulang yang osteopeni akan lebih cenderung menjadi tipe fraktur depresi karena

tulang subkondral nya lebih kaku untuk mengikuti beban6.

Usia muda dengan tulang yang kaku memiliki angka kejadian lebih tinggi untuk

terjadinya robekan ligament sedangkan usia tua dengan kekuatan tulang yang menurun

memiliki angka kejadian lebih rendah untuk robekan ligament7.

Page 10: Fraktur Tibial Plateau

Gambar 5. Mekanisme trauma pada fraktur tibial plateau

(dikutip dari kepustakaan 6)

9. Klasifikasi

Jika kerusakan yang terjadi tertutup, maka digunakan klasifikasi Tscherne dan Gotzen. Jika

fraktur terbuka maka digunakan klasifikasi Gustilo-Anderson. Fraktur tibial plateau dapat

diklasifikasikan dengan Schatzker yaitu berdasarkan lokasi dan konfigurasi fraktur8.

Klasifikasi fraktur tertutup (Tscheme and Gotzen) yaitu8 :

Grade 0 : kerusakan jaringan lunak minimal

Grade 1 : Abrasi superficial/ kontusio

Grade 2 : Dalam, abrasi dengan kontusio kulit ataupun otot. Tanda-tanda impending

kompartemen sindrom

Grade 3 : kontusio kulit yang luar, avulse subkutan, dan kerusakan otot

Klasifikasi fraktur terbuka (Gustilo-Anderson) yaitu 8 :

Grade 1 : Luka kecil kurang dan 1 cm, terdapat sedikit kerusakan jaringan, tidak terdapat

tanda-tanda trauma yang hebat pada jaringan lunak. Fraktur yang terjadi

biasanya bersifat simpel, tranversal, oblik pendek atau komunitif.

Grade 2 : Laserasi kulit melebihi 1 cm tetapi tidak terdapat kerusakan jaringan yang hebat

atau avulsi kulit. Terdapat kerusakan yang sedang dan jaringan

Grade 3 : Terdapat kerusakan yang hebat pada jaringan lunak termasuk otot, kulit dan

struktur neovaskuler dengan kontaminasi yang hebat. Dibagi dalam 3 sub tipe:

a) grade IIIA : jaringan lunak cukup menutup tulang yang patah

Page 11: Fraktur Tibial Plateau

b) grade IIIB : disertai kerusakan dan kehilangan jaringan lunak, soft tissue cover (-)

c) grade IIIC : disertai cedera arteri yang memerlukan repair segera

Klasifikasi fraktur tibial plateau (Schatzer classification)2 :

Tipe 1 : fraktur biasa pada kondilus tibia lateral. Pada pasien yang lebih muda yang tidak

menderita osteoporosis berat, mungkin terdapat retakan vertikan dengan

pemisahan fragmen tunggal. Fraktur ini mungkin sebenarnya tidak bergeser,

atau jelas sekali tertekan dan miring, kalau retakannya lebar, fragmen yang

lepas atau meniscus lateral dapat terjebak dalam celah.

Tipe 2 : peremukan kominutif pada kondilus lateral dengan depresi pada fragmen. Tipe

fraktur ini paling sering ditemukan dan biasanya terjadi pada orang tua dengan

osteoporosis.

Tipe 3 : peremukan komunitif dengan fragmen luar yang utuh. Fraktur ini mirip dengan

tipe 2, tetapi segmen tulang sebelah luar memberikan selembar permukaan

sendi yang utuh.

Tipe 4 : fraktur pada kondilus tibia medial. Ini kadang-kadang akibat cedera berat, dengan

perobekan ligament kolateral lateral

Tipe 5 : fraktur pada kedua kondilus dengan batang tibia yang melesak diantara keduanya

Tipe 6 : kombinasi fraktur kondilus dan subkondilus, biasanya akibat daya aksial yang

hebat.

Page 12: Fraktur Tibial Plateau

Gambar 6. Klasifikasi fraktur tibial plateau (schatzker classification)

(dikutip dari kepustakaan 3)

10. Diagnosis

Anamnesis

Anamnesis merupakan langkah pertama yang dilakukan untuk mengevaluasi pasien

dengan fraktur. Pada anamnesis didapatkan adanya keluhan nyeri, bengkak, ataupun

deformitas. Keluhan lain yang dipaparkan oleh pasien adalah tidak mampu untuk

menggerakkan lutut secara seluruhan ataupun sebagian4. Anmnesis penting untuk

mengetahui apakah pasien mengalami trauma dengan energy besar atau tidak. Kecelakan

motor, jatuh dari ketinggian lebih dari 10 kaki, dan ditabrak dengan kendaraan sementara

berjalan merupakan contoh mekanisme trauma dengan energi tinggi. Anamnesis lainnya

yang pertu ditanyakan adalah factor-faktor komorbid dari pasien yang akan berpengaruh

pada terapi ataupun prognosis. Pasien dengan penyakit penyerta seperti penyakit arteri

koroner, emfisema, perokok, ataupun diabetes tidak terkontrol memiliki resiko besar

untuk timbulnya komplikasi dari cedera yang terjadi9.

Pemeriksaan Fisis1

1. Look (Inspeksi)

Deformitas : angulasi ( medial, lateral, posterior atau anterior), diskrepensi (rotasi,

perpendekan atau perpanjangan).

Bengkak atau kebiruan.

Fungsio laesa (hilangnya fungsi gerak)

2. Feel (Palpasi)

- Tenderness (nyeri tekan) pada derah fraktur.

- Krepitasi.

- Nyeri sumbu.

3. Move (Gerakan)

- Nyeri bila digerakan, baik gerakan aktif maupun pasif.

- Gerakan yang tidak normal yaitu gerakan yang terjadi tidak pada sendinya.

4. Pemeriksan trauma di tempat lain seperti kepala, thorak, abdomen, tractus urinarius

dan pelvis.

5. Pemeriksaan komplikasi fraktur seperti neurovaskular bagian distal fraktur yang

berupa pulsus arteri, warna kulit, temperatur kulit, pengembalian darah ke kapiler

Page 13: Fraktur Tibial Plateau

(Capillary refil test), sensasi motorik dan sensorik. Pada fraktur tibial plateau, perlu

dilakukan pemeriksaan terhadap arteri popliteal yaitu diantara proksimal dari

adductor hiatus dan distal dari soleus serta pemeriksaan nervus peroneal.

6. Pada fraktur tibial plateau, hemarthrosis sering terjadi yaitu berupa edem, nyeri pada

lutut dimana pasien tidak dapat memikul berat tubuh.

11. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan standar untuk trauma pada lutut adalah foto Xray dengan posisi

anteroposterior (AP), lateral, dan dua oblik. Foto X-ray digunakan untuk mengidentifikasi

garis fraktur dan pergeseran yang terjadi tetapi tingkat kominusi atau depresi dataran

mungkin tidak terlihat jelas. Foto tekanan (dibawah anestesi) kadang-kadang bermanfaat

untuk menilai tingkat ketidakstabilan sendi. Bila kondilus lateral remuk, ligamen medial

sering utuh, tetapi bila kondilus medial remuk, ligament lateral biasanya robek2.

Gambar 7. Ini adalah X-Ray dari fraktur

tibial plateau. Pasien adalah wanita usia 55 tahun yang jatuh dengan lutut terlebih dahulu ketika

berkebun. Pasien dibawa ke UGD dengan nyeri dan edem di sekitar lutut

(dikutip dari kepustakaan 11)

Page 14: Fraktur Tibial Plateau

CT-scan digunakan untuk mengidentifikasi adanya pergeseran dari fraktur tibial

plateau. CT-scan potongan sagital meningkatkan akurasi diagnosis dari fraktur tibial plateau

dan diindikasikan pada kasus dengan depresi artikular. Magnetic resonance imaging (MRI)

digunakan untuk mengevaluasi trauma ataupun sebagai alternative dari CT-scan atau

arthroscopy. MRI dapat mengevaluasi tulang serta komponen jaringan lunak dari lokasi

trauma. Namun, tidak ada indikasi yang jelas untuk penggunaan MRI pada fraktur tibial

plateau6.

Gambar 8. CT-scan Posisi AP, sagital, serta arthtroscopy menunjukkan fraktur kompres lateral.

(dikutip dari kepustakaan 10)

Page 15: Fraktur Tibial Plateau

12. Terapi

Terapi pada fraktur tibial plateau dibagi menjadi non-operative dan operative,

Non-operative

Fraktur yang non-displaced dan stabil baik untuk diterapi non-operative.

Pemakaian hinged cast-brace untuk melindungi pergerakan lutut dan beban tubuh

merupakan salah satu metode pilihan. Latihan isometric untuk quadriceps, pasif, aktif,dan

pergerakan aktif dari lutut sebagai stabilitas dapat dilakukan. Dibolehkan untuk memikul

beban tubuh secara partial selama 8-12 minggu, dan progressif hingga memikul beban

tubuh secara keseluruhan. Terapi dengan long leg cast juga dapat digunakan6,7.

Fraktur yang tidak bergeser atau sedikit bergeser biasanya menimbulkan

hemathrosis. Hemathrosis diaspirasi dan pembalut kompresi dipasang. Tungkai

diistirahatkan pada mesin gerakan pasif kontinyu dan gerakan lutut dimulai. Segera

setelah nyeri dan pembengkakan akut telah mereda, gips penyangga berengsel dipasang

dan pasien diperbolehkan menahan beban sebagian dengan kruk penopang2.

Gambar 9. Terapi non-operative. (a) tampaknya tidak mungkin bahwa fraktur bikondilus

yang kompleks ini dapat direduksi dengan sempurna dan difiksasi secara memuaskan

dengan operasi, maka (b,c) pen traksi bawah dimasukkan dan gerakan dilatih dengan

tekun (d) sepuluh hari kemudian sinar X memperlihatkan reduksi yang sangat baik dan

hasil akhir sangat bagus. (dikutip dari kepustakaan 2)

Page 16: Fraktur Tibial Plateau

Operative

Indikasi operasi pada fraktur tibial plateau adalah7 :

1. Depressi pada articular yang dapat ditoleransi adalah <2mm sampai 1 cm.

2. Instabilitasi >10 derajat dari lutut yang diperpanjang dibandingkan dengan sisi

sebaliknya. Fraktur yang retak lebih tidak stabil dibandingkan fraktur yang hanya

kompresi.

3. Fraktur terbuka

4. Sindrom kompartemen

5. Adanya kerusakan vascular.

Terapi pembedahan berdasarkan tipe fraktur nya (Schatzker classification) yaitu :

Schatzker tipe 1. Fraktur yang bergeser. Fragmen kondilus yang besar harus benar-benar

direduksi dan difiksasi pada posisinya. Ini terbaik dilakukan dengan operasi terbuka2.

Schatzker tipe 2. Fraktur komunitif. Pada dasarnya ini adalah fraktur kompresi, mirip

dengan fraktur kompresi vertebra. Kalau depresi ringan (kurang dari 5 mm) dan lutut

stabil atau jika pasien telah tua dan lemah serta mengalami osteoporosis, fraktur diterapi

secara tertutup dengan tujuan memperoleh kembali mobilitas dan fungsi bukannya

restitusi anatomis. Setelah aspirasi dan pembalutan kompresi, traksi rangka dipasang

lewat pen berulir melalui tibia, 7 cm di bawah fraktur. Kondilus mulai dibentuk, lutut

kemudian difleksikan dan diekstensikan beberapa kali untuk membentuk tibia bagian atas

pada kondilus femur yang berlawanan. Kaki diletakkan pada bantal dan dengan 5 kg

traksi, latihan aktif harus dilakuakn tiap hari. Selain itu, lutut dapat diterapi sejak

permulaan dengan mesin CPM, untuk semakin meningkatkan rentang gerakan ; seminggu

setelah terapi ini penggunaan mesin itu dihentikan dan latihan aktif dimulai. Segera

setelah fraktur menyatu (biasanya setelah 3-4 minggu), pen traksi dilepas, gips

penyangga berengsel dipasang dan pasien diperbolehkan bangun dengan kruk penopang.

Pembebanan penuh ditunda selama 6 minggu lagi. Pada pasien muda dengan fraktur tipe

2, terapi ini mungkin dianggap terlalu konservatif dan reduksi terbuka dengan peninggian

plateau dan fiksasi internal sering menjadi pilihan. Pasca operasi lutut diterapi dengan

mesin CPM ; setelah beberapa hari, latihan aktif dimulai dan setelah 2 minggu pasien

dibiarkan dengan gips penyangga yang dipertahankan hingga fraktur telah menyatu.

Pasca operasi lutut diterapi dengan mesin CPM setelah beberapa hari2.

Page 17: Fraktur Tibial Plateau

Schatzker tipe 3. Kominusi dengan fragmen lateral yang utuh. Prinsip terapinya mirip

dengan prinsip yang berlaku untuk fraktur tipe 2. Tetapi, fragmen lateral dengan kartilago

artikular yang utuh merupakan permukaan yang berpotensi mendapat pembebanan, maka

reduksi yang sempurna lebih penting. Cara ini kadang-kadang dapat dilakukan secara

tertutup dengan traksi yang kuat dan kompresi lateral, jika ini berhasil, fraktur diterapi

dengan traksi atau CPM. Kalau reduksi tertutup gagal, reduksi terbuka dan fiksasi dapat

dicoba. Pasca operasi, latihan dimulai secepat mungkin dan 2 minggu kemudian pasien

dibiarkan bangun dalam gips-penyangga yang dipertahankan hingga fraktur telah

menyatu2.

Gambar 10. Pasien dengan fraktur terbuka pada tibial plateau dengan kominusi yang

ekstensif. Eksternal fiksasi dipasang selama 10 hari sampai jaringan lunak

memungkinkan untuk dilakukan definitif fiksasi. (dikutip dari kepustakaan 6)

Schatzker tipe 4. Fraktur pada kondilus medial. Fraktur yang sedikit bergeser dapat

diterapi dalam gips penyangga. Kalau fragmen nyata sekali bergeser atau miring, reduksi

terbuka dan fiksasi diindikasikan. Kalau ligament lateral juga robek, ini harus diperbaiki

sekaligus2.

Schatzker tipe 5 dan 6. Merupakan cedera berat yang menambah resiko sindrom

kompartemen. Fraktur bikondilus sering dapat direduksi dengan traksi dan pasien

kemudian diterapi seperti pada cedera tipe 2. Fraktur yang lebih kompleks dengan

Page 18: Fraktur Tibial Plateau

kominusi berat juga lebih baik ditangani secara tertutup, meskipun traksi dan latihan

mungkin harus dilanjutkan selama 4-6 minggu hingga fraktur cukup menyatu untuk

memungkinkan penggunaan gips penyangga. Jika terdapat beberapa fragmen yang

bergeser, fiksasi internal dapat dilakukan2.

Gambar 11.

subkondral dan dari raft diatas fragmen plateau. Pada kasus tipe 2,5, atau 6, diperlukan

juga buttress plat (dikutip dari kepustakaan 2)

Reduksi Terbuka dan Fiksasi

Fraktur plateau sulit direduksi dan difiksasi. Terapi operasi hanya dilakukan kalau

tersedia seluruh jenis implant. Melalui insisi parapatela longitudinal, kapsul sendi dibuka.

Tujuannya untuk mempertahankan meniskusi sampil sepenuhnya membuka plateau yang

mengalami fraktur. Ini terbaik dilakuakn dengan memasuki sendi melalui insisi kapsul

melintang di bawah meniscus. Fragmen besar tunggal dapat direposisi dan dipertahankan

dengan sekrup kanselosa dan ring tanpa banyak kesulitan. Fraktur tekanan yang

komunitif harus ditinggikan dengan mendorong massa yang terpotong-potong ke atas ;

permukaan osteoartikular kemudian disokong dengan membungkus daerah subkondral

dengan cangkokan kanselosa (diperoleh dari kondilus femur atau Krista iliaka) dan

dipertahankan di tempatnya dengan memasang plat penunjang yang sesuai dengan kontur

Page 19: Fraktur Tibial Plateau

dan sekrup pada sisi tulang itu. Kecuali kalau terobek, meniscus harus dipertahankan dan

dijahit lagi di tempatnya ketika kapsul diperbaiki2.

Fraktur kompleks pada tibia proksimal sulit difiksasi dan banyak ahli bedah lebih suka

member terapi dengan traksi dan mobilisasi. Kalau dipilih terapi operasi, pemaparan luka

secara memadai sangat diperlukan. Schatzker menganjurkan membelah ligament patella

dan membalik patella ke atas. Pasca operasi, tungkai ditinggikan dan dibebat hingga

pembengkakan mereda, gerakan dimulai secepat mungkin dan dianjurkan melakukan

latihan aktif. Pada akhir minggu keempat pasien biasanya diperbolehkan dalam gips

penyangga, menahan beban sebagian dengan penopang ; penahanan beban penuh

dilanjutkan bila penyembuhan telah lengkap2.

Gambar 12. Fraktur tibial plateau- fiksasi. (a) sekrup tunggal mungkin sudah mencukupi

untuk retakan sederhana, meskipun (b) plat penopang dan sekrup lebih aman. (c) depresi yang

lebih dari 1 cm dapat diterapi dengan peninggian dari bawah dan (d) disokong dengan

pencangkokan tulang. (e) fraktur compels dapat diterapi dengan operasi tetapi, kecuali kalau

reduksi dapat dijamin sempurna, terapi dengan traksi dan gerakan saja mungkin lebih

bijaksana ; mengikat fragmen yang menonjol ke atas permukaan sendi akan mengundang

osteoarthritis dini. (dikutip dari kepustakaan 2)

Page 20: Fraktur Tibial Plateau

Gambar 13. Fraktur tibial plateau yang kompleks – fiksasi internal. Trauma pada jaringan

lunak oleh fraktur dengan senergy tinggi pada tibial plateau bias any atidak aman untuk

dilakukan operasi segera. Stabilisasi dengan eksternal fiksasi memungkinkan pembengkakan

berkurang dan pasien bisa berisitirahat dengan nyaman. (a) ketika keadaan membaik dan

biasanya dalam waktu 2 minggu, operasi terbuka dapat dipertimbangkan. Contohnya, dua plat

buttress digunakan untuk menopang daerah lateral dan posteromedial dari tibial plateau.

(dikutip dari kepustakaan 2)

Gambar 14. Fraktur tibial plateau yang kompleks – eksternal fiksasi. Daripada membuka

daerah sendi untuk mengurangi fraktur, hal ini juga dapat digunakan secara perkutaneus,

Page 21: Fraktur Tibial Plateau

dengan control X-Ray, dan fragmen sendi berpegang pada multiple screw. (a,b) metafisis tibial

berpegang pada batang dengan fiksasi eksternal circular.(dikutip dari kepustakaan 2)

13. Prognosis

Prognosis pada fraktur tibial plateau adalah 4 :

1. Fraktur tibial plateau dapat menyebabkan kerusakan yang parah

2. Insidensi arthritis post trauma dihubungkan dengan usia pasien, lokasi dari pergeseran,

dan reduksi.

3. Fraktur karena energy tinggi yang diterapi dengan fiksasi eksternal hanya memiliki

insidensi sebesar 5% mengenai masalah luka

14. Komplikasi

Komplikasi pada fraktur tibial plateau dapat dibagi menjadi dua yaitu dini dan lanjut.

1. Komplikasi dini

Sindroma kompartemen. Pada fraktur bikondilus tertutup terdapat banyak perdarahan

dan resiko munculnya sindrom kompartemen. Kaki dan ujung kaki harus diperiksa

secara terpisah untuk mencari tanda-tanda iskemia2.

Kerusakan dari nervus peroneal. Hal ini umum terjadi pada trauma di aspek lateral

dimana nervus peroneal berjalan dari proksimal ke bagian atas dari fibula dan lateral

dari tibial plateau7

Laserasi arteri popliteal7

2. Komplikasi lanjut

Kekakuan sendi. Pada fraktur komunitif berat dan setelah operasi yang kompleks,

terdapat banyak resiko timbulnya kekakuan lutut. Resiko ini dicegah dengan (1)

menghindari imobilisasi gips yang lama dan (2) mendorong dilakukannya gerakan

secepat mungkin2.

Deformitas. Deformitas varus atau valgus yang tersisa amat sering ditemukan baik

karena reduksi fraktur tak sempurna ataupun karena meskipun telah direduksi dengan

memadai, fraktur mengalami pergeseran ulang selama terapi. Untungnya, deformitas

yang moderat dapat member fungsi yang baik, meskipun pembebanan berlebihan pada

satu kompartemen secara terus menerus dapat menyebabkan predisposisi untuk

osteoarthritis di kemudian hari2.

Page 22: Fraktur Tibial Plateau

Osteoartritis. Bertentangan dengan kepercayaan umum, osteoarthritis bukanlah akibat

jangka panjang yang lazim dari terapi konservatif. Lansinger, dkk (1986) dalam tindak

lanjut pada serangkaian kasus besar yang dipantau selama 20 tahun, melaporkan hasil

yang sangat baik atau baik apda 90% pasien bila tidak ada ketidakstabilan ligamentum

atau depresi nyata. Sekalipun penampilan sinar-X menunjukkan osteoarthritis, lutut

mungkin tidak terasa nyeri. Tetapi, jika timbul osteoarthritis yang nyeri dan kondilus

lateral terdepresi, operasi rekonstruktif dapat dipertimbangkan2.

Malunion atau non-union. Hal in sering terjadi pada Schatzker VI dimana terjadi fraktur

diantara metafisis-diafisis, kominusi, fiksasi tidak stabil, kegagalan implant, atau

infeksi7.

Page 23: Fraktur Tibial Plateau

DAFTAR PUSTAKA

1. Chairuddin, Rasjad Prof, MD, PhD.Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi. 2003. Makasar

2. Alan Graham Aplpley. Appley’s System of Orthopedics and Fracture 9th edition.

Butterworths Medical Publications. 2010.

3. Netter, Frank H. Netter’s Concise Orthopaedic Anatomy 2nd edition. Saunders Elseiver.

4. Frassica, Frank dkk. The 5-Minute Orthopaedic Consult 2nd edition. Lippuncolt William

& Wilkins. 2007

5. Luhulima JW. Musculoskeletal. Bagian Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas

Hasanuddin. Makassar. Indonesia. 2002.

6. Chapman, Michael W. Chapman’s Orthopaedic Surgery 3rd edition. Lippincolt William

& Wilkins. 2001.

7. Koval, Kenneth J. Handbook of Fractures 3rd edition. Lippincolt William & Wilkins.

2006

8. Kingsley Chin, dkk. Orthopaedic Key Review Concept, 1st edition. Lippincolt William &

Wilkins. 2008

9. Dirchsl Douglas, dkk. Staged Management of Tibial Plateau. American Journal of

Orthopaedic. 2007

10. Reznik, Alan M. Tibial Plateau Fractures. The Orthopaedic Group. 2011

11. Cluet Jonathan. Tibial Plateau Fracture. 2005. Available from :

http://orthopedics.about.com/.