fisiologi tekanan darah
DESCRIPTION
Anatomi Fisiologi ManusiaTRANSCRIPT
7
BAB II
LANDASAN TEORI
II.1. Fisiologi Tekanan Darah
Tekanan darah merupakan daya yang dihasilkan oleh darah terhadap setiap
satuan luas dinding pembuluh. Tekanan darah hampir selalu dinyatakan dalam
milimeter air raksa (mmHg) karena manometer air raksa merupakan rujukan baku
untuk pengukuran tekanan (Guyton, 2007) . Tekanan darah arteri rata-rata adalah
gaya utama yang mendorong darah ke jaringan. Tekanan ini harus cukup tinggi
untuk menghasilkan gaya dorong yang cukup akan tetapi tidak boleh terlalu tinggi
sehingga menimbulkan beban kerja tambahan bagi jantung dan menigkatkan
risiko kerusakan pembuluh serta kemungkinan rupturnya pembuluh-pembuluh
halus.
Dua penentu utama tekanan darah arteri rata-rata adalah curah jantung dan
resistensi perifer total. Curah jantung merupakan volume darah yang dipompa
oleh tiap ventrikel per menit dan dipengaruhi oleh volume sekuncup (volume
darah yang dipompa oleh setiap ventrikel per detik) dan frekuensi jantung.
Resistensi merupakan ukuran hambatan terhadap aliran darah melalui suatu
pembuluh yang ditimbulkan oleh friksi antara cairan yang mengalir dan dinding
pembuluh darah yang stasioner. Resistensi bergantung pada tiga faktor yaitu,
viskositas (kekentalan) darah, panjang pembuluh, dan jari-jari pembuluh. Tekanan
arteri rata-rata secara konstan dipantau oleh baroreseptor yang diperantarai secara
otonom dan mempengaruhi jantung serta pembuluh darah untuk menyesuaikan
curah jantung dan resistensi perifer total sebagai usaha memulihkan tekanan darah
ke normal. Reseptor terpenting yang berperan dalam pengaturan terus menerus
yaitu sinus karotikus dan baroreseptor lengkung aorta (Sherwood, L, 2001).
II.1.1. Pengaturan Sirkulasi Secara Hormonal
Pengaturan sirkulasi secara hormonal merupakan pengaturan oleh zat-
zat yang disekresi atau diabsorbsi kedalam cairan tubuh seperti hormon dan
ion. Beberapa zat diproduksi oleh kelenjar khusus dan dibawa di dalam darah
7
8
ke seluruh tubuh. Zat lainnya dibentuk di daerah jaringan setempat dan hanya
menimbulkan pengaruh sirkulasi setempat. Menurut Guyton (2007) faktor-
faktor humoral terpenting yang mempengaruhi fungsi sirkulasi adalah sebagai
berikut:
Zat Vasokonstriktor
1) Norepinefrin dan epinefrin. Norepinefrin merupakan hormon
vasokonstriktor yang amat kuat sedangkan epinefrin tidak begitu
kuat. Ketika sistem saraf simpatis distimulus selama terjadi stress
maka ujung saraf simpatis pada masing-masing jaringan akan
melepaskan norepinefrin yang menstimulus jantung dan
mengkonstriksi vena serta arteriol. Selain itu, sistem saraf simpatis
pada medula adrenal juga dapat menyebabkan kelenjar ini
menyekresi norepinefrin dan epinefrin ke dalam darah. Hormon
tersebut bersirkulasi ke seluruh tubuh yang menyebabkan stimulus
yang hampir sama dengan stimulus simpatis langsung terhadap
sirkulasi dengan efek tidak langsung.
2) Angiotensin II
Pengaruh angiotensis II adalah untuk mengkonstriksi arteri kecil
dengan kuat. Angiotensin II dihasilkan dari aktivasi
Angiotensinogen yang dihasilkan oleh hepar dan berada di plasma.
Jika terjadi stimulasi pengeluaran renin, suatu protein yang
dihasilkan oleh sel jukstaglomerular pada ginjal, angiotensinogen
yang berada di plasma akan diubah menjadi angiotensin I.
Kemudian, angiotensin I diubah oleh Aldosteron Converting
Enzyme (ACE) menjadi angiotensin II. Angiotensin II secara
normal bekerja secara bersamaan pada banyak arteriol tubuh untuk
meningkatkan resistensi perifer total yang akan menigkatkan
tekanan arteri. Selain itu, angiotensin II merangsang korteks
adrenal melepaskan aldosteron, suatu hormon yang menyebabkan
retensi natrium pada tubulus distal dan tubulus kolektivus yang
akan menyebabkan penigkatan osmolalitas sehingga terjadi
9
absorbsi H2O yang akan meningkatkan volume CES. Hal tersebut
akan meningkatkan curah jantung dan menyebabkan peningkatan
tekanan darah.
3) Vasopressin
Disebut juga dengan hormon antidiuretik yang dibentuk di nukleus
supraoptik pada hipotalamus otak yang kemudian diangkut ke
bawah melalui akson saraf ke hipofisis posterior tempat zat
tersebut berada yang akhirnya desekresi ke dalam darah. Zat ini
merupakan vasokonstriktor yang kurang kuat dibandingkan
angiotensin II. Vasopressin memiliki fungsi utama meningkatkan
reabsorbsi air di tubulus distal dan tubulus kolektivus renal untuk
kembali ke dalam darah yang akan membantu mengatur volume
cairan tubuh. Jika vasopresin meningkat karena suatu hal, maka
terjadi peningkatan reabsorbsi H2O yang menyebabkan
peningkatan volume plasma yang akan meningkatkan curah
jantung sehingga tekanan darah meningkat.
4) Endotelin
Endotelin terdapat di sel-sel endotel pada sebagian besar pembuluh
darah. Zat ini berupa peptida besar yang terdiri dari 21 asam amino
dan merupakan vasokonstriktor yang kuat di dalam pembuluh
darah yang rusak.
Zat Vasodilator
1) Bradikinin
Menyebabkan dilatasi kuat arteriol dan peningkatan permeabilitas
kapiler.
2) Histamin
Histamin dikeluarkan di setiap jaringan tubuh jika jaringan tersebut
mengalami kerusakan atau peradangan dan berperan pada reaksi
alergi. Zat ini memiliki efek vasodilator kuat terhadap arteriol dan
memiliki kemampuan untuk meningkatkan permeabilitas kapiler
10
dengan hebat sehingga timbul kebocoran cairan dan protein plasma
ke dalam jaringan.
II.1.2. Pengaturan Sirkulasi Oleh Saraf
Sistem saraf yang mengatur sirkulasi diatur oleh sistem saraf otonom
yaitu sistem saraf simpatis dan sistem saraf parasimpatis. Serabut-serabut saraf
vasomotor simpatis meninggalkan medula spinalis melalui semua saraf spinal
thoraks satu atau dua saraf spinal lumbal pertama (T1-L3) yang kemudian
masuk ke dalam rantai spinalis yang berada di tiap sisi korpus vertebra.
Serabut ini menuju sirkulasi melalui dua jalan, yaitu melalui saraf simpatis
spesifik yang mempersyarafi pembuluh darah organ bisera interna dan jantung
dan serabut saraf lainnya mempersarafi pembuluh darah perifer. Hal ini dapat
dilihat pada gambar sebagai berikut:
Gambar 1. Regulasi sirkulasi dalam mengontrol tekanan darah melaului persarafan simpatis (Guyton, 2006)
11
Inervasi arteri kecil dan arteriol menyebabkan rangsangan simpatis
untuk meningkatkan tahanan aliran darah yang akan menurunkan laju aliran
darah yang melalui jaringan. Sedangkan inervasi pembuluh darah besar,
terutama vena, memungkinkan rangsangan simpatis untuk menurunkan
volume pembuluh darah. Hal ini dapat mendorong darah masuk ke jantung
dan dengan demikian berperan penting dalam pengaturan pompa jantung.
Inervasi serabut saraf simpatis juga mempersarafi jantung secara langsung
yang jika terangsang akan meningkatkan aktivitas jantung, meningkatkan
frekuensi jantung dan menambah kekuatan serta volume pompa jantung
(Guyton, 2006).
II.1.3. Sistem Pengaturan Vasomotor
Aktivitas refleks spinal mempengaruhi tekanan darah, tetapi kendali
utama tekanan darah dipengaruhi oleh neuron di medula oblongata yang
disebut sebagai pusat vasomotor. Menurut Ganong (2008), neuron yang
memperantarai peningkatan pelepasan impuls simpatis ke pembuluh darah dan
jantung berproyeksi ke neuron praganglion simpatis dalam kolumna grisea
intermediolateralis di medula spinalis. Akson dari badan sel neuron ini
berjalan ke dorsal dan medial kemudian turun dalam kolumna lateralis medula
spinalis ke intermediolateralis yang jika terstimulasi akan mengeksitasi
glutamat. Impuls yang mencapai medula mempengaruhi frekuensi denyut
jantung melalui pelepasan impuls vagus ke jantung. Bila pelepasan impuls
vasokonstriktor arteriol meningkat, konstriksi arteriol dan tekanan darah juga
meningkat. Frekueni denyut jantung dan isi sekuncup meningkat akibat
aktivitas saraf simpatis yang menuju jantung, serta curah jantung meningkat.
Sebaliknya, penurunan pelepasan impuls vasomotor menimbulkan
vasodilatasi, penurunan tekanan darah, dan peningkatan simpanan darah
dalam cadangan vena akibat stimulasi persarafan vagus di jantung. Hal ini
dapat dilihat dalam gambar sebagai berikut:
12
Gambar 2. Skema jalur yang terlibat dalam pengaturan tekanan darah oleh medulla oblongat (Ganong, 2008)
II.1.4. Sistem Pengaturan Sirkulasi Oleh Baroreseptor
Baroreseptor adalah reseptor regang di dinding jantung dan pembuluh
darah. Reseptor sinus karotikus dan arkus aorta memantau sirkulasi arteri.
Resptor juga terletak di dinding atrium kanan dan kiri pada tempat masuk
vena cava superior dan inferior serta vena pulmonalis, juga di sirkulasi paru.
Refleks baroreseptor dimulai oleh regangan struktur tempatnya berada
sehingga baroreseptor tersebut melepaskan impuls dengan kecepatan tinggi
ketika tekanan dalam struktur ini meningkat (Ganong, 2008). Peningkatan
tekanan arteri tersebut akan meregangkan baroreseptor dan menyebabkan
menjalarnya sinyal menuju sistem saraf pusat. Selanjutnya, sinyal umpan balik
dikirim kembali melalui sistem saraf otonom ke sirkulasi untuk mengurangi
13
tekanan arteri kembali ke nilai normal (Guyton, 2006). Jadi, peningkatan
pelepasan impuls baroreseptor menghambat pelepasanimpuls tonik saraf
vasokonstriktor dan menggiatkan persarafan vagus jantung yang menyebabkan
vasodilatasi, venodilatasi, penurunan tekanan darah, bradikardia, dan
penurunan curah jantung. Berikut merupakan gambar daerah baroreseptor di
sinus karotikus dan arkus aorta:
Gambar 3. Daerah Baroreseptor di sinus karotikus dan arkus aorta. (Ganong, 2008)
II.2. Hipertensi
II.2.1. Pengertian
Hipertensi adalah keadaan tekanan darah sistolik lebih dari 140 mmHg
dan tekanan diastolik lebih dari 90 mmHg. Tekanan darah diukur dengan
spygmomanometer yang telah dikalibrasi dengan tepat (80% dari ukuran
manset menutupi lengan) setelah pasien beristirahat nyaman, posisi duduk
punggung tegak atau terlentang paling sedikit selama 5 menit sampai 30 menit
setelah beraktivitas fisik berat.
14
II.2.2. Epidemiologi
Penyakit ini telah menjadi masalah utama dalam kesehatan masyarakat
yang ada di Indonesia maupun di beberapa negara yang ada di dunia. Semakin
meningkatnya populasi usia lanjut maka jumlah pasien dengan hipertensi
kemungkinan besar juga akan bertambah. Diperkirakan sekitar 80 % kenaikan
kasus hipertensi terutama di negara berkembang tahun 2025 dari sejumlah 639
juta kasus di tahun 2000, di perkirakan menjadi 1,15 milyar kasus di tahun
2025. Prediksi ini didasarkan pada angka penderita hipertensi saat ini dan
pertambahan penduduk saat ini. Data dari The National Health and Nutrition
Examination Survey (NHNES) menunjukan bahwa dari tahun 1999-2000,
insiden hipertensi pada orang dewasa sekitar 29-31%, yang berarti terdapat
58-65 juta orang hipertensi di Amerika, dan terjadi peningkatan 15 juta dari
data NHANES III tahun 1988-1991. Hipertensi esensial sendiri merupakan
95% dari seluruh kasus hipertensi.
II.2.3. Etiologi
Secara umum, penyebab hipertensi dapat dibedakan menjadi hipertensi
primer dan hipertensi sekunder.
1. Hipertensi Primer (Hipertensi esensial)
Hipertensi primer merupakan penyakit hipertensi yang tidak diketahui
penyebabnya. Disebut juga sebagai hipertensi esensial. Beberapa penulis lebih
memilih istilah hipertensi primer untuk membedakannya dengan hipertensi
lain yang sekunder karena sebab-sebab yang diketahui. Sampai saat ini
penyebab hipertensi primer tidak diketahui dengan pasti. Hipertensi primer
tidak disebabkan oleh faktor tunggal dan khusus melainkan disebabkan
berbagai faktor yang saling berkaitan dan dapat dimodifikasi ataupun tidak
dapat dimodifikasi. Sedangkan hipertensi sekunder disebabkan oleh faktor
primer yang diketahui yaitu seperti kerusakan ginjal, gangguan obat tertentu,
stres akut, kerusakan vaskuler dan lain-lain. Risiko relatif hipertensi
tergantung pada jumlah dan keparahan dari faktor risiko yang dapat
15
dimodifikasi dan yang tidak dapat dimodifikasi. Faktor-faktor yang tidak
dapat dimodifikasi antara lain faktor genetik, umur, jenis kelamin, dan etnis.
Sedangkan faktor yang dapat dimodifikasi meliputi stres, aktivitas fisik,
obesitas, asupan garam, asupan lemak, merokok, dan konsumsi kopi.
a. Faktor genetik
Adanya faktor genetik pada keluarga tertentu akan menyebabkan
keluarga itu mempunyai risiko menderita hipertensi. Hal ini berhubungan
dengan orang yang memiliki sensitifitas tinggi terhadap NaCl hingga
menyebabkan respon katekolamin yang meningkat (Sibernagl S, Lang F,
2007). Individu dengan memiliki riwayat keluarga hipertensi memiliki risiko
dua kali lebih besar untuk menderita hipertensi dari pada orang yang tidak
mempunyai keluarga dengan riwayat hipertensi. Selain itu didapatkan 70-80%
kasus hipertensi esensial dengan riwayat hipertensi dalam keluarga.
b. Umur
Insidensi hipertensi meningkat seiring dengan pertambahan umur.
Pasien yang berumur di atas 60 tahun, 50 – 60 % mempunyai tekanan darah
lebih tinggi atau sama dengan 140/90 mmHg. Hal ini merupakan pengaruh
degenerasi yang terjadi pada orang yang bertambah usianya. Hipertensi
merupakan penyakit multifaktorial yang munculnya oleh karena interaksi
berbagai faktor. Dengan bertambahnya umur, maka tekanan darah juga akan
meningkat. Setelah umur 45 tahun, dinding arteri akan mengalami penebalan
oleh karena adanya penumpukan zat kolagen pada miovaskular, sehingga
pembuluh darah akan berangsur-angsur menyempit dan menjadi kaku.
Tekanan darah sistolik meningkat karena kelenturan pembuluh darah besar
yang berkurang pada penambahan umur sampai dekade ketujuh sedangkan
tekanan darah diastolik meningkat sampai dekade kelima dan keenam
kemudian menetap atau cenderung menurun. Seiring dengan peningkatan usia,
akan menyebabkan beberapa perubahan fisiologis, seperti peningkatan
resistensi perifer dan aktivitas katekolamin, menurunnya sensitivitas
pengaturan tekanan darah yaitu refleks baroreseptor serta peran ginjal juga
sudah berkurang dimana aliran darah ginjal dan laju filtrasi glomerulus
16
menurun. Hal ini menyebabkan ginjal tidak mampu mengeliminasi beban
garam secara adekuat sehingga terjadi retensi garam dan air yang akan
menyebabkan peningkatan volume plasman (Sherwood, 2007). Disamping itu,
jika laju filtrasi ginjal menurun, sel-sel granuler aparatus pada ginjal akan
mengeluarkan hormon renin yang akan mengaktifkan angiotensinogen yang
terdapat di plasma menjadi angiotensin I yang kemudian melewati sirkulasi
pulmonal dan diubah oleh Angiotensin Converting enzyme (ACE) menjadi
angiotensinogen II yang merupakan vasokonstriktor yang kuat. Selain itu,
angiotensin II akan merangsang pengeluaran aldosteron dari korteks adrenal
yang akan menyebabkan retensi natrium sehingga terjadi peningkatan
osmolalitas pada plasma yang kemudian diimbangi dengan peningkatan
absorbsi air. Hal ini akan menyebabkan peningkatan curah jantung yang
kemudian akan meningkatkan tekanan darah arteri.
c. Jenis kelamin
Prevalensi terjadinya hipertensi pada pria sama dengan wanita. Namun
wanita terlindung dari penyakit kardiovaskuler sebelum menopause. Wanita
yang belum mengalami menopause dilindungi oleh hormon estrogen yang
berperan dalam meningkatkan kadar High Density Lipoprotein (HDL). Kadar
kolesterol HDL yang tinggi merupakan faktor pelindung dalam mencegah
terjadinya proses aterosklerosis. Efek perlindungan estrogen dianggap sebagai
penjelasan adanya imunitas wanita pada usia premenopause. Pada
premenopause wanita mulai kehilangan sedikit demi sedikit hormon estrogen
yang selama ini melindungi pembuluh darah dari kerusakan. Proses ini terus
berlanjut dimana hormon estrogen tersebut berubah kuantitasnya sesuai
dengan umur wanita secara alami, yang umumnya mulai terjadi pada wanita
umur 45-55 tahun.
d. Obesitas
Berat badan merupakan faktor determinan pada tekanan darah pada
kebanyakan kelompok etnik di semua umur. Menurut National Institutes for
Health USA (NIH,1998), prevalensi tekanan darah tinggi pada orang dengan
Indeks Massa Tubuh (IMT) >30 (obesitas) adalah 38% untuk pria dan 32%
17
untuk wanita, dibandingkan dengan prevalensi 18% untuk pria dan 17% untuk
wanita bagi yang memiliki IMT <25 (status gizi normal menurut standar
internasional).
e.Aktivitas fisik
Penelitian World Healt Organization (WHO) menyatakan bahwa
penyebab 1 dari 10 kematian dan secara global diperkirakan terjadi 1,9 juta
kematian setiap tahun di dunia disebabkan oleh kurangnya bergerak/aktivitas
fisik.
Aktivitas fisik didefinisikan sebagai gerakan tubuh yang dihasilkan
oleh otot rangka yang menghasilkan pengeluaran energi. Menurut Depkes RI
(2006) aktivitas fisik adalah pergerakkan anggota tubuh yang menyebabkan
pengeluaran tenaga secara sederhana yang sangat penting bagi pemeliharaan
fisik, mental, dan kualitas hidup sehat. Sebaiknya dalam aktivitas fisik sehari-
hari juga dilakukan olahraga secara teratur. Menurut Departemen Kesehatan
(2009) olahragadilakukan secara teratur 3-5 kali per minggu yang dilakukan
secara bertahap dimulai dari pemanasan selama 5-10 menit diikuti latihan inti
minimal 20 menit dan dilakukan dengan pendinginan selama 5-10 menit.
Menurut Soegondo, Suwondo, dan Subekti (2009) jenis aktivitas fisik
yang berbeda membutuhakan kalori yang berbeda pula. Jenis aktivitas fisik
dikelompokkan sebagai berikut:
1) Keadaan istirahat: membutuhkan kalori basal ditambah 10%
2) Ringan: pada pegawai kantor, pegawai toko, guru, ahli hokum, ibu
rumah tangga, dan lain-lain kebutuhan harus ditambah 20% dari
kebutuhan basal.
3) Sedang: pegawai industri ringan, mahasiswa, militer yang tidak
perang kebutuhan dinaikkan menjadi 30% dari basal.
4) Berat: pada petani, buruh, militer dalam keadaan latihan, penari, atlet
kebutuhan ditambah 40%.
5) Sangat berat: pada tukang becak, tukang gali, pandai besi, kebutuhan
harus ditambah 50% dari basal.
18
Kurangnya aktivitas fisik merupakan faktor risiko untuk penyakit kronis
seperti penyakit kardiovaskular, diabetes, osteoporosis dan membantu dalam
mengontrol berat (WHO, 2010). Menurut WHO, aktivitas fisik merupakan
kegiatan yang melibatkan gerakan tubuh dan dilakukan sebagai bagian dari
aktivitas sehari-hari seperti bekerja, berjalan kaki, bermain, melakukan tugas-
tugas rumah dan kegiatan waktu luang. Aktivitas fisik dapat dikategorikan
ringan jika <600 MET, sedang 600-1200 MET dan berat >1200 MET yang
dapat dinilai berdasarkan Global Physical Activity Questionnaire (WHO).
Semakin tinggi aktivitas fsik seseorang maka akan semakin banyak lemak
yang digunakan sebagai energy. Hal ini akan meurunkan risiko terbentuknya
aterom dan gangguan lipid yang dapat menyebabkan aterosklerosis.
f. Pola asupan garam dalam diet
Badan kesehatan dunia yaitu World Health Organization (WHO)
merekomendasikan pola konsumsi garam yang dapat mengurangi risiko
terjadinya hipertensi. Kadar sodium yang direkomendasikan adalah tidak lebih
dari 100 mmol (sekitar 2,4 gram sodium atau 6 gram garam) perhari.
Konsumsi natrium yang berlebih menyebabkan konsentrasi natrium di dalam
cairan ekstraseluler meningkat. Menurut Guyton (2006) bila terdapat
kelebihan natrium dalam cairan ekstrasel, osmolalitas cairan akan meningkat
dan akan merangsang pusat rasa haus di otak yang menyebabkan seseorang
minum lebih banyak air untuk mengembalikan konsentari garam ekstrasel
kembali normal yang akan meningkatkan volume cairan ekstrasel. Kenaikan
osmolalitas juga merangsang mekanisme sekresi kelenjar hipotalamus-
hipofisis posterior untuk menyekresi lebih banyak hormon antidiuretik. Hal ini
kemudian menyebabkan ginjal mereabsorbsi air dalam jumlah besar dari
cairan tubulus distal dan tubulus kolektivus pada ginjal yang akan mengurangi
voume urin yang dieksresi dan meningkatkan volume cairan eksrtasel.
Meningkatnya volume cairan ekstraseluler tersebut menyebabkan
meningkatnya volume darah, sehingga berdampak kepada timbulnya
hipertensi, seperti yang dapat dilihat pada gambar berikut:
19
Bagan 1. Urutan langkah-langkah peningkatan cairan volume ekstrasel dalam menyebabkan
peningkatan tekanan arteri (Guyton, 2006)
g. Merokok
Rokok merupakan salah satu zat adiktif, yang bila digunakan dapat
mengakibatkan bahaya kesehatan bagi individu dan masyarakat (Aula, 2010).
Berdasarkan PP N0.19 tahun 2003, rokok merupakan hasil olahan tembakau
yang dibungkus, termasuk cerutu ataupun bentuk lainnya yang dihasilkan dari
tanaman Nicotiana tabacum, Nicotiana rustica dan spesies lainnya, atau
sintesisnya yang mengandung nikotin dan tar dengan atau tanpa bahan
tambahan (Aula, 2010).
Setiap rokok atau cerutu mengandung lebih dari 4000 jenis bahan
kimia, dan 400 dari bahan-bahan tersebut dapat meracuni tubuh sedangkan 40
dari bahan tersebut bisa menyebabkan kanker.
Kebiasaan merokok merupakan salah satu faktor risiko penting
penyebab penyakit kardiovaskular. Dua bahan penting dalam asap rokok yang
menyebabkan yang berkaitan dengan penyakit jantung adalah nikotin dan gas
20
karbon monoksida (CO). Nikotin merangsang saraf simpatis sehingga
menyebabkan vasokontriksi pembuluh darah yang meningkatkan resistensi
pembuluh darah perifer sehingga menigkatkan tekanan darah. Selain itu,
nikotin juga menyebabkan gangguan irama jantung, menyebabkan kerusakan
lapisan dalam pembuluh darah dan peningkatan daya lekat trombosit. Gas
karbon monoksida (CO) memiliki afinitas dengan hemoglobin hingga 200 kali
lebih kuat dibandingkan afinitas oksigen dan dapat menggantikan sekitar 15%
jumlah oksigen dalam sirkulasi (Aula, 2010). Karbon monoksida juga
merusak lapisan pembuluh darah dan menaikkan kadar lemak pada endotel
yang dapat meningkatkan risiko ateroskelrosis.
Menurut Mu’tadin (2002), jika ditinjau dari banyaknya jumlah rokok
yang dihisap setiap hari, tipe perokok dibagi menjadi tiga. Pertama, perokok
sangant berat, yakni perokok yang menghabiskan lebih dari 31 batang rokok
tiap hari dengan selang merokok lima menit setelah bangun tidur pada pagi
hari. Kedua, perokok berat, yaitu perokok yang meghabiskan 21-30 batang
rokok setiap hari dengan selang waktu merokok berkisar 6-30 menit setelah
bangun tidur pada pagi hari. Ketiga, perokok sedang, yakni perokok yang
menghabiskan sekitar 10 batang rokok setiap hari dengan selang waktu
merokok 60 menit setelah bangun tidur pada pagi hari (Aula, 2010).
h. kopi
Asupan kafein per kapita di Negara maju diperkirakan mencapai 170-
200 mg setiap harinya. Sebesar 46,2% dari penduduk Indonesia yag berumur
18 tahun keatas memiliki kebiasaan minum kopi. Konsumsi kafein sangat
tinggi di seluruh dunia, oleh karena itu, banyak penelitian telah dilakukan
untuk menentukan apakah ada hubungan antara konsumsi kafein dengan
hipertensi. Analisis studi potong lintang di daerah sub urban kota Depok pada
tahun 2001 menemukan bahwa sebesar 38,5% penduduk yang berusia 25-65
tahun memiliki kebiasaan minum kopi hingga 4 cangkir per hari.
Pengaruh kafein tergantung pada banyaknya yang dikonsumsi dan
kondisi kesehatan seseorang. Konsumsi kafein dapat meningkatkan laju
jantung dan tekanan darah pada orang tidak terbiasa minum kopi. Sedangkan
21
pada orang yang terbiasa minum kopi efek tersebut kadang tidak terjadi.
Namun, konsumsi kafein sebesar 500 mg atau 4-5 cangkir akan merangsang
pusat pernapasan dan fungsi kardiovaskuler. Studi eksperimental juga
menunjukkan bahwa kafein dapat meningkatkan beberapa hormone stress di
dalam plasma seperti epinefrin, norepinefrin dan kortisol yang dapat
meningkatkan tekanan darah (Winkelmayer et al, 2005). Kafein menyebabkan
vasokonstriksi dan meningkatkan resistensi pembuluh darah perifer. Akan
tetapi, pengaruh kopi terhadap tekanan darah juga dipengaruhi oleh kebiasaan
mengkonsumsinya. Risiko hipertensi lebih tinggi pada peminum kopi >0-3
cangkir per hari (Tanjung, 2009).
i. Tipe kepribadian
Secara statistik pola perilaku tipe A terbukti berhubungan dengan
prevalensi hipertensi. Pola perilaku tipe A adalah pola perilaku yang sesuai
dengan kriteria pola perilaku tipe A dari Rosenman yang ditentukan dengan
cara observasi dan pengisian kuisioner self rating dari Rosenman yang sudah
dimodifikasi. Mengenai bagaimana mekanisme pola perilaku tipe A
menimbulkan hipertensi banyak penelitian menghubungkan dengan sifatnya
yang ambisius, suka bersaing, bekerja tidak pernah lelah, selalu dikejar waktu
dan selalu merasa tidak puas. Stress tersebut akan menstimulasi aktivias saraf
simpatis yang meningkatkan resistensi pembuluh darah perifer dan curah
jantung . Adapun stress ini dapat berhubungan dengan pekerjaan, kelas sosial,
ekonomi, dan karakteristik personal.
Beberapa sifat khas dari hipertensi primer adalah sebagai berikut:
1) Meningkatnya curah jantung, karena dibutuhakan aliran darah tambahan
untuk jaringan lemak ekstra dan juga organ-organ lain seiring meningkatnya
laju metabolism. Bersamaan dengan keadaan hipertensi yang menetap selama
berbulan-bulan dan bertahun-tahun, tahanan vascular periver juga dapat
menigkat.
2) Aktivitas saraf simpatis, terutama di ginjal yang meningkat pada orangg-
orang dengan berat badan berlebih. Penelitian terakhir menunjukkan bahwa
22
hormone seperti leptin yang dilepaskan dari sel-sel lemak secara langsung
menstimulasi daerah hipotalamus sehingga mempengaruhi eksitasi terhadap
pusat vasomotor di medulla otak. Orang dengan obesitas memiliki trigliserida
dengan kadar yang tinggi yang tersimpan pada jaringan adiposa. Sel-sel
tersebut mengeluarkan hormon leptin yang akan mengeksitasi nukleus
akuartus kemudian terjadi stimulasi NPY dan kemudian terjadi eksitasi pada
nikleus peraventrikularis di hipotalamus. Selanjutnya, terjadi eksitasi pada
medula oblongata yang melanjutkan stimulasi ke medula spinalis yang
menyebabkan aktivasi saraf simpatis. Hal ini akan menyebabkan
vasokonstriksi pembuluh darah yang selanjutnya meningkatkan tahanan total
perifer sehingga terjadi peningkatan tekanan darah.
3) Kadar angiotensin II dan aldosteron meningkat dua hingga tiga kali pada
banyak pasien dengan obesitas. Hal ini disebabkan oleh menigkatnya stimulasi
saraf simpatis yang menigkatkan pelepasan renin oleh ginjal dan juga
pembentukan angiotensin II sehingga menstimulasi kelenjar korteks adrenal
untuk menyekresi aldosteron.
4) Mekanisme natriuresis tekanan oleh ginjal terganggu sehingga ginjal tidak
mengekskresi garam dan air dalam jumlah yang cukup.
2. Hipertensi Sekunder
Hipertensi yang terjadi akibat masalah primer lain disebut hipertensi
sekunder. Lauralee Sherwood menggolongkan penyebab hipertensi sekunder
menjadi empat kategori:
a. Hipertensi kardiovaskuler. Berkaitan dengan peningkatan kronik
resistensi perifer total yang disebabkan oleh aterosklerosis.
b. Hipertensi renal. Dapat terjadi akibat dua defek ginjal yaitu oklusi
parsial arteri renalis atau penyakit pada jaringan ginjal. Pada oklusi
parsial arteri renalis, terjadi lesi aterosklerotik yang menyumbat
lumen arteri renalis ataupun suatu tumor dapat mengurangi aliran
darah ke ginjal. Ginjal berespon dengan melepaskan rennin yang
akan memecah dekapeptia angiotensin I dari angiotensinogen di
23
plasma. Suatu peptidase (angiotensin cinverting enzyme, ACE)
dengan konsentrasi itnggi terutama di paru membuang asam amino
untuk membentuk angiotensin II. Angiotensin II merupakan
vasokonstriktor yang kuat dan juga yang merangsang pengeluaran
aldosteron dari korteks adrenal sehingga terjadi peningkatan retensi
garam dan air selama pembentukan urin yang menyebabkan
peningkatan volume darah.Pada gangguan fungsi ginjal, terjadi
ketidakmampuan untuk mengeliminasi beban garam secara normal
sehingga volum plasma meningkat dan terjadilah hipertensi.
c. Hipertensi endokrin. Terjadi akibat sedikitnya dua gangguan
endokrin. Pada penderita feokromositoma yang merupakan tumor
medulla adrenal, akan mengeluarkan epinefrin dan norepinefrin
dalam jumlah berlebih yang kemudian akan meingkatkan curah
jantung dan vasokonstriksi umum. Pada penderita sindrom conn
berkaitan dengan peningkatan pembentukan aldosteron oleh
korteks adrenal. Yang kemudian akan menyebabkan retensi garam
dan air oleh ginjal melaui jalur rennin-angiotensin-aldosteron yang
akan meningkatkan curah jantung.
d. Hipertensi neurogenik. Terjadi kesalahan control tekanan darah
akibat defek pada pusat control kardiovaskuler atau baroreseptor.
Dapat juga terjadi sebagai respon kompensasi terhadap penurunan
aliran darah otak yang kemudian memulai suatu reflex
meningkatkan tekanan darah sebagi usaha mengalirkan darah kaya
oksigen ke jaringan otak secara adekuat.
Sekitar 5-10% penderita hipertensi disebabkan oleh penyakit ginjal
seperti stenosis arteri renalis, pielonefritis, glomerulonefritis, tumor ginjal,
penyakit ginjal polikista.. Sekitar 1-2% penyebabnya adalah kelainan
hormonal seperti hiperaldosteronisme, sindrom cushing, feokromositoma atau
obat-obatan tertentu seperti pil KB, kortikosteroid ataupun penyebab lainnya
seperti preeklamsi pada kehamilan.
24
II.2.4. Klasifikasi
Tekanan darah diklasifikasikan berdasarkan pada pengukuran crata-
rata dua kali pengukuran pada masing-masing kunjungan. Menurut The
Seventh Report of The Joint National Committee on Prevention, Detection,
Evaluation and Treatment of High Blood Pressure (JNC VII) klasifikasi
tekanan darah pada orang dewasa terbagi menjadi kelompok normal,
prahipertensi, hipertensi derajat 1 dan derajat 2.
Tabel.1 Klasifikasi Tekanan Darah pada Orang Dewasa (18 tahun keatas)
Berdasarkan JNC-VII (The Joint National Committee on Detection,
Evaluation and Treatmen of High Blood Pressure)
Klasifikasi Tekanan Darah Tekanan darah sistolik Tekanan darah diastolik
Normal < 120 dan < 80
Prehipertensi 120 – 139 atau 80 – 89
Hipertensi tahap I 140 – 159 atau 90 – 99
Hipertensi tahap II > 160 > 100
II.2.5. Patogenesis
Tingkat tekanan darah merupakan suatu sifat kompleks yang
ditentukan oleh interaksi berbagai faktor genetik, lingkungan, dan demografik
yang mempengaruhi dua variabel hemodinamik, yaitu curah jantung dan
resistensi perifer (Robbins, 2007). Total curah jantung dipengaruhi oleh volum
darah, sementara volum darah sangat bergantung pada homeostasis natrium.
Resistensi perifer total terutama ditentukan di tingkat arteriol dan bergantung
pada efek pengaruh saraf dan hormon (Robbins, 2007). Hipertensi terjadi
apabila hubungan antara volum darah dan resistensi perifer total meningkat.
Pada banyak hipertensi bentuk sekunder banyak faktor yang memicu
vasokontriksi ataupun peningkatan volume darah. Lain halnya dengan
hipertensi esensial yang bukan disebabkan oleh suatu peyakit tertentu.
Beberapa faktor yang berperan dalam defek primer pada hipertensi esensial
yang mencakup baik pengaruh genetik maupun lingkungan yaitu diawali oleh
25
penurunan ekskresi natrium pada keadaan tekanan arteri normal yang
kemudian dapat menyebabkan peningkatan volum cairan, curah jantung, dan
vasokontriksi perifer sehingga tekanan darah menigkat. Penyebab lain adalah
vasokontriktif yang memicu perubahan struktural langsung di dinding
pembuluh darah sehingga resistensi perifer meningkat (Robbins, 2007). Faktor
lingkungan juga mempengaruhi peningkatan tekanan seperti stres, merokok
ataupun asupan kafein yang dapat meningkatkan vasokonstriktif. Sedangkan
asupan asam lemak yang meningkat, aktivitas fisik yang kurang ataupun
obesitas dapat meningkatkan risiko aterosklerosis yang dapat merubah struktur
pada dinding pembuluh darah dan mengecilkan lumen pembuluh darah
sehingga terjadi peningkatan resistensi total perifer.
Bagan 2. Patofisiologi terjadinya hipertensi (Netter, 2009)
II.2.6. Gejala dan Tanda
Gejala hipertensi ditandai dengan peningkatan tekanan darah sistolik
>140 mmHg dan tekanan darah diastolik >90 mmHg pada pengukuran
26
tekanan darah. Gejala lain adalah nyeri kepala, rasa berat pada tengkuk,
penglihatan berkunang-kunang dan pusing. Gejala terlihat jelas setelah terjadi
komplikasi pada ginjal, mata, otak, ataupun jantung.
II.2.7. Diagnosis
Diagnosis hipertensi tidak dapat ditegakkan dalam satu kali
penngukuran, hanya dapat ditetapkan setelah dua kali atau lebih pengukuran
pada kunjungan yang berbeda, kecuali terdapat kenaikan yang tinggi atau
gejala-gejala klinis. Pengukuran tekanan darah dilakukan dalam keadaan
pasien duduk bersandar, setelah beristirahat selama 5 menit.
II.2.8. Komplikasi
Hipertensi merupakan faktor risiko utama untuk terjadinya penyakit
jantung, gagal jantung kongesif, stroke, gangguan penglihatan dan penyakit
ginjal. Tekanan darah yang tinggi umumnya meningkatkan resiko terjadinya
komplikasi tersebut. Hipertensi yang tidak diobati akan mempengaruhi semua
sistem organ dan akhirnya memperpendek harapan hidup sebesar 10-20 tahun.
Mortalitas pada pasien hipertensi lebih cepat apabila penyakitnya tidak
terkontrol dan telah menimbulkan komplikasi ke beberapa organ vital. Sebab
kematian yang sering terjadi adalah penyakit jantung dengan atau tanpa
disertai stroke dan gagal ginjal.
Komplikasi yang terjadi pada hipertensi ringan dan sedang mengenai
mata, ginjal, jantung dan otak. Pada mata berupa perdarahan retina, gangguan
penglihatan sampai dengan kebutaan. Gagal jantung merupakan kelainan yang
sering ditemukan pada hipertensi berat selain kelainan koroner dan miokard.
Pada otak sering terjadi perdarahan yang disebabkan oleh pecahnya
mikroaneurisma yang dapat mengakibakan kematian. Kelainan lain yang dapat
terjadi adalah proses tromboemboli dan serangan iskemia otak sementara
(Transient Ischemic Attack/TIA). Gagal ginjal sering dijumpai sebagai
komplikasi hipertensi yang lama dan pada proses akut seperti pada hipertensi
maligna. Risiko penyakit kardiovaskuler pada pasien hipertensi ditentukan
27
tidak hanya tingginya tekanan darah tetapi juga telah atau belum adanya
kerusakan organ target serta faktor risiko lain seperti merokok, dislipidemia
dan diabetes melitus. Hal ini dapat dilihat pada gambar sebagai berikut:
Gambar 4. Komplikasi hipertensi (Netter,2009 )
Hipertensi merupakan salah satu factor risiko terpentig pada penyakit
jantung koroner dan cerebrovascular accidents; slain itu hipertensi juga dapat
menyebabkan hipertrofi jantung dan gagal jantung (penyakit jantung
hipertensif), diseksi aorta, dan gagal ginjal.
Untuk itu, pentingnya pengetahuan serta perilaku hidup sehat amat
berperan dalam mengurangi risiko terjadinya hipertensi. Dibutuhkan
kesadaran dari diri sendiri untuk dapat menghindari perilaku berisiko terhadap
hipertensi.
II.3. Pengetahuan
Pengetahuan kesehatan akan berpengaruh kepada perilaku sebagai hasil
jangka menengah (intermediate impact) dari hasil pendidikan kesehatan. Semua
ahli kesehatan masyarakat dalam membicarakan status kesehatan mengacu kepada
H.L. Blum. Dari hasil penelitiannya, Blum menyimpulkan bahwa lingkungan
mempunyai andil yang paling besar terhadap kesehatan. Kemudian, disusul oleh
28
perilaku dan pelayanan kesehatan. Selanjutnya Lewrence Green menjelaskan
bahwa perilaku itu dilatarbelakangi atau dipengaruhi oleh tiga faktor pokok, yakni
faktor predisposisi (predisposing factors), faktor yang mendukung (enabling
factors) dan faktor yang memperkuat atau mendorong (reinforcing factors).
Skema dari Bloom dan Green tersebut dapat dilihat sebagai berikut:
Bagan 3.Hubungan Status Kesehatan Perilaku dan Pendidikan Perilaku (Notoatmodjo, 2007)
Perilaku merupakan totalitas penghayatan dan aktivitas seseorang yang
merupakan hasil dar berbagai faktor baik aktor internal maupun faktor eksternal.
Oleh karena itu perilaku manusia sangat kompleks dan mempunyai ruang lingkup
yang sangat luas. Benyamin Bloom (1908) seorang ahli psikologi pendidikan
membagi perilaku kedalam tiga domain yang terdiri dari ranah kognitif (cognitive
domain), ranah afektif (affective domain), dan ranah psikomotor (psychomotor
domain). Dalam pengembangan selanjutnya ketiga domain ini diukur dari
Keturunan
Status
kesehatan
Pelayanan
kesehatan
perilaku
Lingkungan
Predisposing
Factors
(pengetahuan, sikap,
kepercayaan, tradisi,
nilai dan sebagainya)
Reinforcing Factors
(sikap dan perilaku
petugas kesehatan
dan tokoh
masyarakat)
Enabling Factors
(ketersediaan sumber-
sumber/fasilitas)
Pendidikan
Kesehatan
Komunikasi dokter
keluarga
Pembimbing sosial
Training
29
a. pengetahuan terhadap materi pendidikan yang diberikan (knowledge)
b. sikap atau tanggapan terhadap materi pendidikan yang diberikan atau
didapat (attitude)
c. praktik atau tindakan yang dilakukan sehubungan dngan pendidikan yang
diberikan ataupun didapat (practice)
Terbentuknya suatu perilaku baru, terutama pada orang dewasa dimulai
pada domain kognitif, dalam arti subjek tahu terlebih dahulu sehingga
menimbulkan pengetahuan baru pada subjek tersebut dan selanjutnya
menimbulkan respon batin dalam bentuk sikap yang pada akhirnya akan
menimbulkan tindakan.
Perubahan atau adopsi perilaku baru adalah suatu proses yang kompleks
dan memerlukan waktu yang relatif lama. Perubahan perilaku atau seseorang
menerima atau mengadopsi perilaku baru dalam kehidupannya harus melalui tiga
tahapan yaitu pengetahuan, sikap, dan perilaku. Ketiga domain tersebut sangat
berperan penting pada kesehatan seseorang, terutama yang dipengaruhi oleh gaya
hidup. Salah satu contoh penyakit yang dipengaruhi oleh pengetahuan dan
perilaku hidup sehat adalah penyakit hipertensi. Hipertensi kini menjadi masalah
global karena prevalensinya yang terus meningkat sejalan dengan perubahan gaya
hidup yang meliputi kebiasaan-kebiasaan tidak sehat seperti merokok, konsumsi
alkohol, konsumsi makanan dengan gizi yang tidak seimbang dan lain sebagainya.
II.3.1. Pengertian
Pengetahuan adalah hasil penginderaan manusia yang melalui proses
belajar atau hasil tahu seseorang terhadap objek melalui indera yang dimiliki.
Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata (melihat) dan
telinga (mendengar). Terbentuknya pengetahuan sangat dipengaruhi oleh
intensitas perhatian dan persepsi terhadap objek. Notoatmojo (2005) juga
mendefinisikan pengetahuan tentang kesehatan adalah segala sesuatu yang
diketahui oleh seseorang terhadap cara-cara memelihara kesehatan.
30
Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting
dalam membentuk tindakan seseorang (overt behaviour). Pengetahuan yang
dicakup dalam domain kognitif mempunyai enam tingkat sebagai berikut :
1) Tahu (know): Merupakan tingkatan pengetahuan yang paling
rendah. Diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah
dipelajarinya. Dalam tahap ini, seseorang mampu mengingat
kembali (recall) sesuatu yang spesifik dari seluruh yang dipelajari
atau rangsangan yang telah diterima.
2) Memahami: suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar
tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasikan meteri
tersebut secara benar.
3) Aplikasi: kemampuan untuk menggunakan materi yang telah
dipelajari pada situasi atau kondisi sebenarnya.
4) Analisis: suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu
objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam satu
struktur organisasi, dan masih ada kaitannya satu sama lain.
5) Sintesis: suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan
bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.
Seseorang mampu menyusun formulasi baru dari formulasi-
formulasi yang sudah ada.
6) Evaluasi: kemampuan untuk melakukan penilaian terhadap suatu
materi atau objek. Penilaian-penilaian itu didasarkan pada suatu
kriteria yang ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria yang
telah ada.
Pengetahuan sebagai parameter keadaan sosial dapat sangat
menentukan kesehatan masyarakat. Masyarakat dapat terhindar dari penyakit
asalkan pengetahuan tentang kesehatan dapat ditingkatkan, sehingga perilaku
dan keadaan lingkungan sosialnya menjadi sehat. Pengetahuan atau kognitif
merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang
(overt behavior).
31
Dalam upaya pencegahan ataupun mengontrol penyakit hipertensi
dibutuhkan pengetahuan yang berkaitan dengan penyakit hipertensi. Mulai
dari pengertian hipertensi, faktor risiko penyebab hipertensi, perilaku yang
menyebabkan hipertensi, komplikasi hingga pengobatan yang kemudian akan
mempengaruhi seseorang dalam bentuk sikap dan selanjutnya akan
menimbulkan respon berupa tindakan terhadap pengetahuan yang didapat.
Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau
angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek
penelitian atau responden.
II.3.2 Sikap
Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari
seseorang terhadap suatu stimulus atau objek. Sikap tidak dapat langsung
dilihat tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang
tertutup dan merupakan reaksi yang bersifat emosional terhadap stimulus
sosial. Oleh karena itu, sikap masih merupakan reaksi tertutup, bukan
merupakan reaksi terbuka atau tingkah laku yang tebuka. Hal ini dapat dilihat
pada bagan dibawah:
Bagan 4.Hubungan Status Kesehatan Perilaku dan Pendidikan Perilaku (Notoatmodjo, 2007)
Menurut Notoatmodjo (2007), Allport menjelaskan bahwa sikap
mempunyai tiga komponen pokok, yaitu:
1. Kepercayaan (keyakinan), ide, dan konsep terhadap suatu objek
2. Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek
3. Kecenderungan untuk bertindak.
Stimulus
rangsangan
Proses Stimulus
Reaksi
Tingkah Laku
(Terbuka)
Sikap (Tertutup)
32
Ketiga komponen ini membentuk sikap yang utuh (total attitude). Dalam
penentuan sikap yang utuh ini, pengetahuan berpikir, keyakinan, dan emosi
memegang peranan penting. Sikap terdiri dari berbagai tingkatan, yaitu:
1. Menerima (Receiving)
Diartikan bahwa seseorang mau memperhatikan stimulus yang diberikan
2. Merespon (Responding)
Memberikan jawaban atas pertanyaan yang berkaitan dengan stimulus
3. Menghargai (Valuing)
Mengajak orang lain atau mendiskusikan suatu masalah yang didapat
4. Bertanggung jawab (Responsible)
Mempraktikan dengan dengan segala risiko yang terjadi berkaitan dengan
stimulus yang didapat.
II.3.3. Perilaku
Perilaku manusia adalah semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik
yang dapat diamati langsung, maupun yang tidak dapat diamati oleh pihak
luar. Perilaku kesehatan merupakan suatu proses seseorang (organisme)
terhadap stimulus yang berkaitan dengan sakita dan penyakit, sistem
pelayanan kesehatan, makanan, serta lingkungan. Respon atau relaksasi
manusia, baik bersifat pasif (pengetahuan, persepsi, dan sikap) maupun
bersifat aktif (tindakan yang nyata atu praktis)
Menurut Skinner, seorang ahli psikologi, perilaku merupakan respon
atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar). Oleh karena
perilaku ini terjadi melalui proses adanya stimulus terhadap organisme dan
kemudian organisme tersebut merespon, maka teori Skinner disebut teori S-O-
R atau Stimulus Organisme Respon. Skinner membedakannya berdasarkan
dua respon.
1. Respondent respons atau reflextive yaitu respon yang ditimbulkan oleh
rangsangan-rangsangan tertentu. Stimulus semacam ini disebut eliciting
stimulation karena menimbulkan respon- respon yang relatif tetap.
33
2. Operant respons atau instrumental respons yaitu respon yang timbul
dan berkembang kemudian diikuti stimulus atau perangsangan tertentu.
Perangsang ini disebut reinforcing stimulation karena memperkuat respons.
Dilihat dari bentuk respon terhadap stimulus ini, maka perilaku dapat
dibedakan menjadi dua, yaitu:
1. Perilaku tertutup (covert behaviour)
Respon sesorang terhadap stimulus dalam bentuk terselubung atau
tertutup. Respon atau reaksi terhadap stimulus ini masih terbatas
pada perhatian, persepsi, pengetahuan/kesadaran dan sikap yang
terjadi pada saat orang menerima stimulus tersebut.
2. Perilaku terbuka (overt behaviour)
Respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk tindakan nyata
dan terbuka. Respon sudah dalam bentuk tindakan yang dengan
mudah dapat diamati orang lain.
Menurut penelitian Rogers pada tahun 1974 mengungkapkan bahwa
sebelum orang mengadopsi perilaku baru (berperilaku baru), di dalam diri
orang tersebut terjadi proses yang berurutan, yakni :
1) Awareness (kesadaran), yakni orang tersebut menyadari dalam arti
mengetahui stimulus (objek) terlebih dahulu.
2) Interest, yakni orang mulai tertarik kepada stimulus
3) Evaluation, yakni menimbang-nimbang baik dan tidaknya stimulus
tersebut bagi dirinya. Hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik
lagi.
4) Trial, yakni orang telah mulai mencoba perilaku baru
5) Adoption, yakni subjek telah berperilaku sesuai dengan pengetahuan,
kesadaran, dan sikapnya terhadap stimulus.
Apabila penerimaan perilaku baru atau adopsi perilaku manusia
melalui proses seperti ini didasari oleh pengetahuan, kesadaran, dan sikap
yang positif, maka perilaku tersebut akan bersifat langgeng (long lasting).
34
Sebaliknya apabila perilaku itu tidak didasari oleh pengetahuan dan kesadaran
maka akan tidak berlangsung lama.
Menurut Green, terdapat tiga faktor yang mempengaruhi perilaku :
1) Faktor predisposisi
Faktor yang mencakup pengetahuan dan sikap individu atau
masyarakat terhadap kesehatan. Selain itu juga terdapat faktor
tradisi, kepercayaan, tingkat pendidikan, dan tingkat sosial
ekonomi.
2) Faktor Pemungkin
Faktor ini mencakup ketersediaan sarana dan prasarana bagi
individu. Fasilitas ini akan mendukung atau memungkinkan
terwujudnya suatau perilaku kesehatan.
3) Faktor Penguat
Faktor ini meliputi faktor sikap dan perilaku tokoh masyarakat,
tokoh agama, dan para petugas kesehatan. Diperlukan adanya
perilaku contoh dari tokoh masyarakat, tokoh agama, dan para
petugas kesehatan untuk membentuk perilaku individu.
Brecker (1979) mengajukan klasifikasi perilaku yang berhubungan
dengan kesehatan (health related behaviour) sebagai berikut:
a. Perilaku kesehatan (health behaviour), yaitu hal-hal yang berkaitan dengan
tindakan atau kegiatan seseorang dalam memelihara dan meningkatkan
kesehatannya. Termasuk tindakan untuk mencegah penyakit, kebersihan
perorangan, memilih makanan, sanitasi dan sebagainya
b. Perilaku sakit (the sick role behaviour), yaitu segala tindakan yang
dilakukan oleh individu yang merasa sakit untuk merasakan dan mengenal
keadaan kesehatannya atau rasa sakit
c. Perilaku peran sakit yaitu segala tindakan yang dilakukan oleh individu
yang sedang sakit untuk memperoleh kesembuhan
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa perilaku atau gaya
hidup seseorang terbentuk dari pengetahuan yang diperoleh dari proses belajar
35
dan pengalaman kemudian pengalaman tersebut diyakini dan dipersepsikan
sehingga menimbulkan motivasi, niat untuk bertindak.
36
II.3. Kerangka Teori
Berdasarkan uraian teori dalam rumusan masalah di atas, maka penulis
mengembangkan kerangka berfikir sebagai berikut
Kurangnya
pengetahuan
mengenai hipertensi
Perilaku gaya hidup
yang tidak sehat
merokok kafein
Makrofag memfagosit LDL
sel busa
Perpindahan miovaskular ke
intima
-tidak mengetahui factor
risiko hipertensi
-Perilaku berisiko dengan
gaya hidup yang tidak
sehat terus dilakukan
Bagan 5.Kerangka Teori Terjadinya Hipertensi essensial
merokok kafein
Asupan
lemak yang
tinggi
Makrofag memfagosit LDL
sel busa
Perpindahan miovaskular ke
intima
-tidak mengetahui factor
risiko hipertensi
-Perilaku berisiko dengan
gaya hidup yang tidak
sehat terus dilakukan
merokok kafein Aktivitas
fisik rendah
Peningkatan
asam lemak
obesitas
Pembentukan
plak pada
endotel
Adhesi
monosit &
trombosit
Makrofag memfagosit LDL
sel busa
Perpindahan miovaskular ke
intima
Peningkatan Tekanan
Darah Sistolik dan
Diastolik
Hipertensi
esensial
Peningkatan
adhesi
Peningkatan
katekolamin
Penumpukan
plak
Kekakuan
dinding
endotel
-tidak mengetahui factor risiko
hipertensi
-Perilaku berisiko dengan gaya
hidup yang tidak sehat terus
dilakukan peningkatan risiko
terjadinya hipertensi
Trigliserida
yang menumpuk
di jaringan
adiposa
Peningkatan
hormon leptin
Nukleus akuartus
NPY meningkat
Stimulasi nukleus
paraventrikularis di
hipotalamus
Eksitasi vasomotor
di medula oblongata
melewati medula
spinalis
+
Kafein
Miokardium
peningkatan
denyut jantung
Vol.sekuncup
Aktivasi saraf
simpatis
Vasokonstriksi
pembuluh darah
Peningkatan
RTP
Peningkatan
Cardiac Output + Vasokontriksi
pemb.darah
Penyempitan
lumen
37
II.4. Kerangka Konsep
Berdasarkan kerangka teori, peneliti tidak mengambil seluruh faktor untuk
dilakukan penelitian, pada penelitian ini hanya difokuskan dengan melihat faktor
yang dapat diubah, pengetahuan, perilaku yang berhubungan dengan kejadian
hipertensi.
Variabel independen yang diteliti meliputi pengetahuan dan perilaku yang
berhubungan dengan kejadian hipertensi yaitu kebiasaan merokok, frekuensi
minum kopi dan aktivitas fisik.
Variabel dependennya adalah status hipertensi yang meliputi penderita
hipertensi sesuai diagnosis dan normotensi.
Skema Kerangka Konsep
Hubungan Pengetahuan dan Perilaku Berisiko Hipertensi dengan Kejadian
Hipertensi di Puskesmas Kecamatan Jagakarsa bulan Maret 2011 sebagai berikut:
Bagan 6.Kerangka Konsep
II.5. Hipotesis Penelitian
1. H1: Ada hubungan antara pengetahuan dengan kejadian hipertensi pada
pasien yang berkunjung di Puskesmas Kecamatan Jagakarsa bulan Maret
2011.
2. H2: Ada hubungan antara perilaku kebiasaan merokok dengan status
hipertensi pada pasien yang berkunjung di Puskesmas Kecamatan Jagakasa
bulan Maret 2011.
3. H3: Ada hubungan antara frekuensi minum kopi dengan status hipertensi
pada pasien yang berkunjung di Puskesmas Kecamatan Jagakasa bulan
Maret 2011.
HIPERTENSI
Pengetahuan
mengenai hipertensi
dan risiko terjadinya
hipertensi
merokok
Aktivitas
fisik
kopi
38
4. H4: Ada hubungan antara aktivitas fisik dengan status hipertensi pada
pasien yang berkunjung di Puskesmas Kecamatan Jagakasa bulan Maret
2011.