filsafat ilmu sebagai sarana
DESCRIPTION
tugas filsafatTRANSCRIPT
FILSAFAT ILMU SEBAGAI SARANAPENALARAN ILMIAH DAN PENERAPANNYA
DALAM PENELITIAN
Abidin
A. Pendahuluan
Manusia lahir dalam keadaan misterius. Artinya sangat sulit mengetahui
mengapa, bagaimana, dan untuk apa kelahirannya itu. Yang pasti diketahui ialah
bahwa manusia dilahirkan oleh Tuhan melalui manusia lain (orang tua), sadar akan
hidup dan kehidupannya dan sadar pula akan tujuan hidupnya. Yaitu kembali kepada
Tuhan. Kehadirannya ke dunia seperti buku tanpa bab pendahuluan dan penutup. Ia
akan menghadapi isinya saja. Ia harus menyusun sendiri bab pendahuluan dan
penutupnya itu berdasarkan fakta yang tersirat dalam lembaran-lembaran isinya.
Oleh karena itu setiap orang akan cenderung berbeda pandangannya tentang
ide penutup buku yang menggambarkan tujuan akhir hidupnya nanti. Hal ini setiap
orang tidak sama kemampun imajinasinya terhadap lembaran-lembaran isi buku yang
menggambarkan fakta atau kenyataan hidup ini. Perbedaan-perbedaan itu hendaknya
justru dipandang sebagai sumber kekayaan pengetahuan tentang misteri hidup dan
kehidupan manusia.
Menurut Soertrisno dkk., sesungguhnya manusia adalah mahluk yang lemah,
yang keberadaannya sangat tergantung kepada penciptanya.[3] Akan tetapi
kebergantungan terhadap sang pencipta tersebut bukanlah semata-mata melainkan
ketergantungan (dependence) yang berkeleluasan (indevendence). Manusia menerima
ketergantungan itu dengan otonomi, independensi, serta kreaktifitasnya sedemikian
rupa sehingga mampu mempertahankan dan mengembangkan hidup dan
kehidupannya.
B. Pembahasan
1. Filasafat Ilmu Dari Dulu sampai Sekarang
Melihat dari sejarah hubungan antara filsafat dan ilmu pengetahuan mengalami
perkembangan yang sangat cepat. Pada permulaan sejarah filsafat di Yunani,
“philosophia” meliputi hampir seluruh pemikiran teoritis. Tetapi dalam perkembangan
ilmu pengetahuan dikemudian hari, ternyata juga kita lihat adanya kecenderungan yang
lain. Menurut Bertens, filsafat Yunani Kuno yang tadinya merupakan suatu kesatuan
kemudian menjadi terpecah-pecah.[4] Namun munculnya ilmu pengetahuan alam pada
abad ke 17, maka mulailah terjadi perpisahan antara filsafat dan ilmu pengetahuan.
Demikian dapatlah dikemukakan bahwa sebelum abad ke 17 tersebut ilmu
pengetahuan adalah identik dengan filsafat.
Ilmu pengetahuan di ambil dari bahasa inggris science, yang berasal dari bahasa
latin scientie dari bentuk kata kerja scire yang berarti mempelajari, mengetahui.
Pertumbuhan selanjutnya pengertian ilmu mengalami perluasan arti sehingga menunjuk
segenap pengetahuan sistematik. Menurut Bahm defenisi ilmu pengetahuan paling
tidak melibatkan enam macam komponen yaitu masalah, sikap, metode, aktivitas,
kesimpulan dan pengaruh[5].
Selanjutnya Van Peursen mengemukakan bahwa dahulu ilmu merupakan
bagian dari filsafat, sehingga definisi tentang ilmu bergantung pada sistem filsafat yang
dianut [6] Perkembangan ilmu pengetahuan semakin lama semakin maju dengan
munculnya ilmu-ilmu baru yang pada akhirnya memunculkan pula sub-sub ilmu
pengetahuan baru bahkan kearah ilmu pengetahuan yang lebih khusus lagi seperti
spesialisasi-spesialisasi. Pengetahuan dapat dilihat sebagai suatu sistem yang jalin-
menjalin dan taat asas (konsisten) dari ungkapan-ungkapan yang sifat benar-tidaknya
dapat ditentukan.
Terlepas dari berbagai macam pengelompokkan atau pembagian dalam ilmu
pengetahuan, maka kita dapat mensinyalir bahwa peranan ilmu pengetahuan terhadap
kehidupan manusia, baik individual maupun sosial menjadi sangat menentukan.
Bidang garapan filsafat ilmu terutama diarahkan pada komponen-komponen
yang menjadi tiang penyangga bagi eksistensi ilmu yaitu: ontologi, epistemologi dan
aksiologi. Filsafat ilmu mencari pengetahuan umum tentang ilmu atau tentang dunia
sebagaimana ditunjukkan oleh ilmu. Interaksi antara ilmu dan filsafat mengandung arti
bahwa filsafat dewasa ini tidak dapat berkembang dengan baik jika terpisah dari
ilmu. Ilmu tidak dapat tumbuh dengan baik tanpa kritik dari filsafat. Michael whiteman
dalam Koento Wibisono dkk mengemukakan bahwa persoalan ilmu dianggap bersifat
ilmiah karena terlibat dalam persoalan-persoalan filsafati sehingga memisahkan satu
dari yang lain tidak mungkin. Sebaliknya banyak persoalan filsafati sangat memerlukan
landasan pengetahuan ilmiah.[7]
2. Pemikiran Yang Berkembang
Teori kebenaran yang ada pada filsafat ilmu digunakan sebagai dasar
untuk menghasilkan kebenaran untuk berpikir tepat dan logis. Dengan adanya
cara berpikir logis, maka pengetahuan manusia akan kebenaran dan cara
memperoleh pengetahuan juga berkembang. Semua orang memiliki
pemahaman yang sama akan sesuatu hal yang dari dahulu hingga sekarang
tetap sama. Sebagai contoh, meja dari dahulu hingga sekarang tetaplah
bernama meja tidak digantikan dengan yang lain.
Namun bila dilihat dari sisi lain bahwa teori kebenaran juga merupakan
batas pengetahuan dalam landasan teori kebenaran. Pembatasan
pengetahuan itu dibatasi oleh panca indera kita. Kita dapat melihat,
mendengar, mengecap, meraba, dan mencium dari panca indera itu secara
tepat. Apabila salah satu dari panca indera tersebut tidak berfungsi dengan
baik maka tidak dapat berpikir secara tepat. Selain pengetahuan dari indera,
juga ada pengetahuan non indera yang menjadi sumber pengetahuan
manusia. Itu berasal dari akal budi manusia atau rasio manusia. Melalui akal,
manusia dapat berpikir secara tepat dan logis, dapat memiliki gagasan atau
ide dan hasil dari berpikir itu adalah pengetahuan yang rasional.
Kreativitas lahir bersama dengan lahirnya manusia itu. Kreativitas
tidak hanya sebagai penalaran, tetapi juga meningkatkan dan membuka tabir
alam yang tersedia dalam suatu dimensi kreatif. Kreativitas terdiri dari empat
fungsi dasar yang interaktif, yaitu: 1.berpikir rasional, 2. perkembangan
emosional,3. perkembangan bakat khusus, dan 4. tingkat tinggi kesadaran
yang menghasilkan imajinasi, fantasi, pendobraka pada kondisi ambang
kesadaran atau ketaksadaran
William S. menjelaskan tentang tahap-tahap dalam proses kreatifitas
berlangsung melalui persiapan (preparation), inkubasi (incubation), iluminasi
(illumination) dan verifikasi (verification). Sadangkan perkembangan
kreativitas dapat diibaratkan lingkaran eskalasi yang memiliki aspek urutan
(succession), diskontinuitas (discontinuity), kemenonjolan (emergence),
diferensiasi dan integrasi.[8] Peranan aktivitas dalam evolusi ilmu dapat
dikembangkan melalui potensi kreatif individu dan kelompok yang merupakan
kemungkinan dan kekuatan untuk menjalankan berbagai langkah perubahan
kehidupan manusia dalam meningkatkan harkat dan martabatnya. Demikian
pula pengaruh dimensi kreatif dapat dilihat dari perkembangan ide-ide kreatif
yang mencetuskan teori-teori ilmiah spektakuler, meskipun terdapat dampak
negatif yang ditimbulkan oleh kemajuan tersebut.
Perkembangan semua pengetahuan tersebut sangat pesat. Makin
banyak pengalaman, semakin mendorong manusia untuk mencari dan
mengembangkannya dan makin banyak cabang pengetahuan tersebut.
Perkembangan pengetahuan manusia mengakibatkan pesatnya kemajuan
ilmu pengetahuan manusia. Menurut Chalmers pesatnya kemajuan ilmu
pengetahuan diperkirakan sejak 400 tahu yang lalu. Sejak pemikir-pemikir
seperti Copermicus, Galileo, Kappler, dan yang lebih jelas lagi sejak F.
Bacon pada abad ke 15 dan 16.[9]
3. Penalaran Ilmiah
Menurut Andi Hakim Nasution dalam Jujun mengemukakan bahwa sekiranya
binatang mempunyai kemampuan menalar, maka bukan harimau Jawa yang sekarang
ini yang dilestarikan jangan punah, melainkan manusia jawa[10]Kemampuan menalar
ini menyebabkan manusia mampu mengembangkan pengetahuan yang merupakan
rahasia kekuasaan-kekuasaannya. Secara simbolik manusia memakan buah
pengetahuan lewat Adan dan Hawa dan setelah itu manusia harus hidup berbekal
pengetahuan. Dia mengetahui mana yang benar dan mana yang salah, mana yang baik
dan mana yang buruk, serta mana yang indah dan mana yang jelek. Manusia adalah
satu-satunya mahluk yang mengembangkan pengetahuan ini secara sungguh-
sungguh. Binatang juga mempunyai pengetahuan namun pengetahuan ini terbatas
untuk kelangsungan hidupnya.
Berpikir merupakan suatu kegiatan untuk menemukan pengetahuan yang
benar. Apa yang disebut benar bagi tiap orang adalah tidak sama, maka oleh sebab
itu kegiatan proses berpikir untuk menghasilkan pengetahuan yang benar itu-pun
berbeda-beda. Menurut Juyun penalaran merupakan suatu proses perpikir dalam
menarik suatu kesimpulan yang berupa pengetahuan. Manusia pada hakikatnya
merupakan mahluk yang berpikir, merasa, bersikap, dan bertindak.[11]
Pengetahuan yang dihasilkan penalaran itu mempunyai dasar kebenaran,
maka proses berpikir itu harus dilakukan suatu cara tertentu. Suatu penarikan
kesimpulan baru dianggap sahih (valid) kalau proses kesimpulan terseburt dilakukan
menurut cara tertentu. Cara penarikan kesimpulan ini disebut logika, dimana logika
secara luas dapat didefinisikan sebagai pengkajian untuk berpikir secara sahih.
[12] Terdapat bermacam-macam cara penarikan kesimpulan, namun untuk kesesuaian
studi yang memusatkan diri pada penalaran ilmiah.
Baik logika deduktif maupun logika induktif dalam proses penalarannya,
merupakan premis-premis yang berupa pengetahuan yang dianggapnya benar.
Kenyataan ini membawa kita kepada sebuah pernyataan yaitu bagaimanakah caranya
mendapatkan pengetahuan yang benar. Sebenarnya terdapat dua cara yang pokok
bagi manusia untuk mendapatkan pengetahuan yang benar. Yang pertama
mendasarkan diri pada rasio dan yang kedua mendasarkan diri kepada pengalaman.
Disamping rasionalisme dan empirisme masih terdapat cara untuk mendapatkan
pengetahuan yang lain. Yang penting untuk kita ketahuai adalah intuisi dan wahyu.
Namun sampai sekarang ini pengetahuan yang didapatkan secara rasional dan
empiris. Intuisi merupakan pengetahuan yang didapatkan tanpa melalui proses
penalaran tertentu. Intuisi bersipat personal dan tidak bisa diramalkan. Pengetahuan
Intuitif dapat dipergunakan sebagai hipotesis bagi analisis selanjutnya dalam
menentukan benar tidaknya pernyataan yang dikemukakannya. Maslow dalam Stanley
mengemukakan intuisi ini merupakan pengalaman puncak[13] .Sedangkan bagi
Nietzsche dalam George mengemukakan intuisi merupakan inteligensi yang paling
tinggi[14] .
Penalaran mempunyai banyak masalah yang sulit. Namun yang terpenting
adalah bagaimana cara kita menemukan atau mengetahui suatu objek yang belum
tentu lewat penarikan kesimpulan. Saya mengetahui masalah ini tampaknya sangat
sulit bagi saya dan saya tak bisa memberikan pemecahan yang lengkap. Namun suatu
hal yang pasti bahwa kita dapat mempelajari sesuatu dengan diskusi.[15] Contoh, jika
seorang bertanya kepada saya berapakah 23.169 x 7.84. Mula-mula memang saya
tidak tahu, tetapi setelah saya duduk mengerjakan perkalian tersebut lalu saya tahu
bahwa 23.169 x 7.84 adalah 181.807.143.tetapi proses perkalian ini adalah
berpikir:adalah penalaran.
4. Penerapan dalam Penelitian Ilmiah
Sebelum melakukan tindakan atau penerapan dalam penelitian
ilmiah, maka terlebih dahulu harus memahami struktur penelitian dan
penulisan ilmiah. Pemilihan bentuk dan cara penulisan dari khasanah yang
tersedia merupakan masalah selera dan prefrensi program dengan
memperhatikan berbagai faktor lainnya seperti masalah apa yang sedang
dikaji, siapakah pembaca tulisan ini dan dalam rangka kegiatan keilmuan
apa karya ilmiah ini disampaikan.
Penulisan ilmiah pada dasarnya merupakan argumentasi penalaran
keilmuan yang dikomunikasikan lewat bahasa tulisan. Maka itu mutlak
diperlukan penguasaan yang baik mengenai hakikat keilmuan agar dapat
melakukan penelitian dan sekaligus mengkomunikasikannya secara tertulis.
Sehingga tidak lagi menjadi soal dari mana dia akan memulai, sesudah itu
melakngkah ke mana. Sebab penguasaan tematis dan teknik akan menjamin
suatu keseluruhan bentuk yang utuh.
Demikian juga bagi seorang penulis ilmiah yang baik, tidak jadi
masalah apakah hipotesis ditulis langsung setelah perumusan masalah,
ditempat mana akan dinyatakan postulat, asumsi, atau prinsip, sebab dia
tahu benar hakikat dan fungsi unsur-unsur tersebut dalam keseluruhan
struktur penulisan ilmiah.
Setelah masalah dirumuskan denganbaik, maka seorang peneliti
menyatakan tujuan penelitiannya. Tujuan penelitian ini adalah pernyataan
mengenai ruang lingkup dan kegiatan yang akan dilakukan berdasarkan
masalah yang dirumuskan.Setelah itu dibahaslah kemungkinan-kemungkinan
kegunaan penelitian yang merupakan manfaat yang dapat dipetik dari
pemecahan masalah yang didapat dari peneliti. Menurut Jujun S.
mengemukakan secara kronologis dapat kita simpulkan enam kegiatan dalam
langkah dalam pengajuan masalah yaitu latar belakang masalah, identifikasi
masalah, pembatasan masalah, perumusan masalah, tujuan dan kegunaan
penelitian[16].Patut dikemukakan bahwa terdapat kaitan yang erat antara
keenam kegiatan tersebut.
Antara latar belakang masalah dan kegunaan penelitian kadamg-
kadang sudah terdapat kaitan yang bersifat a priori umpamanya sebuah
penelitian akan digunakan sebegian dasar penyusunan kebijakan secara
nasional. Tentu saja hasil penelitian dipergunakan untuk kebijakan bersifat
nasional maka hal ini akan mempengaruhi empat kegiatan lainnya terutama
sekali proses pembatasan masalah, sebab untuk generalisasi ke tingkat
nasional kita tidak mungkin melakukan infersens dari hasil penelitian yang
terbatas pada suatu kecamatan.
Penyusunan kerangka teoritis. Setelah masalah berhasil dirumuskan
dengan baik maka langkah kedua dalam metode ilmiah adalah mengajukan
hipotesis. Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap permasalahan
yang diajukan. Seperti diketahui dalam memecahkan berbagai persoalan
terdapat bermacam cara yang dapat ditempuh manusia. Namun secara garis
besarnya maka cara tersebut dapat dikategorikan kepada cara ilmiah dan non
ilmiah.
Dengan meletakkan kerangka teoritis pada fungsi sebenarnya maka
kita lebih maju dalam meningkatkan mutu keilmuan keegiatan penelitian.
Secara ringkas langkah dalam menyusun kerangka teoritis dan pengauan
hipotesis adalah: pengkajian mengenai teori-teori ilmiah yang akan
dipergunakan dalam analisis, pembahasan mengenai penelitian-penelitian
yang relevan, penyusunan kerangka berpikir, dalam pengajuan hipotesis
dengan menggunakan premis-premis dan perumusan hipotesis.
Metodologi penelitian. Pada bagian ini setelah berhasil merumuskan
hipotesis yang diturunkan secara deduktif dari pengetahuan ilmiah yang
relevan maka langkah berikutnya adalah mengajukan hipotesis tersebut
secara empirik. Artinya kita melakukan verifikasi apakah pernyataan yang
didukung. Oleh hipotesis yang diajukan tersebut didukung atau tidak oleh
kenyataan yang bersifat faktual.
Secara ringkas dalam penyusunan dalam metodologi penelitian
mencakup kegiatan sebagai berikut: tujuan penelitian secara lengkap dan
operasional dalam bentuk pertanyaan yang mengidentifikasikan variabel-
variabel dan karakteristik-karakteristik hubungan yang akan diteliti, tempat
dan waktu penelitian dimana akan dilakukan generalisasi mengenai variabel-
variabel yang ditelit, metode penelitian yang ditetapkan berdasarkan tujuan
penelitian dan tingkat generalisasi yang diharapkan,teknik pengambilan
contoh yang relevan dengan tujuan penelitian tingkat keumuman dan metode
penelitian, teknik pengumpulan data yang mencakup identifikasi variabel
yang akan dikumpulkan, suber data, teknik pengukuran, instrument, dan
teknik mendapatkan data, teknik analisis data yang mencakup langkah-
langkah dan teknik analisis yang dipergunakan yang ditetapkan berdasarkan
pengajuan hipotesis.
Setelah perumusan masalah, pengajuan hipotesis dan penetapan
metode penelitian maka sampailah kita kepada langkah berikutnya yakni
melaporkan hasil apa yang kita temukan berdasarkan hasil penelitian.
Sebaiknya bagian ini betul-betul dipergunakan untuk menganalisis data yang
telah dikumpulkan selama penelitian untuk menarik kesimpulan penelitian.
Deskripsi tentang langkah-langkah dan cara pengelompokan data sebaiknya
sudah dinyatakan dalam metodologi penelitian. Namun sering kita melihat
bahwa bagian ini dipenuhi dengan pernyataan-peryataan yang kurang relevan
dan pembahasan hasil penelitian yang menyebabkan menjadi kurang
tajamnya fokus analisis dalam pengkajian.
Dengan memahami struktur penelitian dan penulisan ilmiah, maka
barulah dalam peroses penerapan ilmia dapat dilakukan dengan baik sehinga
hasilnya-pun dapat dicapai dengan baik serta bermanfaat kepada
pengembangan ilmu pengetahuan.
C. Penutup
1. Bidang garapan filsafat ilmu terutama diarahkan pada komponen-komponen
yang menjadi tiang penyangga bagi eksistensi ilmu yaitu: ontologi,
epistemologi dan aksiologi.
2. Teori kebenaran yang ada pada filsafat ilmu digunakan sebagai dasar untuk
menghasilkan kebenaran untuk berpikir tepat dan logis. Dengan adanya cara
berpikir logis, maka pengetahuan manusia akan kebenaran dan cara
memperoleh pengetahuan juga berkembang. Namun bila dilihat dari sisi lain
bahwa teori kebenaran juga merupakan batas pengetahuan dalam landasan
teori kebenaran.
3. Kemampuan menalar ini menyebabkan manusia mampu mengembangkan
pengetahuan yang merupakan rahasia kekuasaan-kekuasaannya. Secara
simbolik manusia memakan buah pengetahuan lewat Adan dan Hawa dan
setelah itu manusia harus hidup berbekal pengetahuan.
4. Penulisan ilmiah pada dasarnya merupakan argumentasi penalaran keilmuan
yang dikomunikasikan lewat bahasa tulisan. Maka itu mutlak diperlukan
penguasaan yang baik mengenai hakikat keilmuan agar dapat melakukan
penerapan dalam suatu penelitian dan sekaligus mengkomunikasikannya
secara tertulis.
D. Daftar Pustaka
Bahm, Archie, J., 1980., “What Is Science”, Reprinted from my Axiology; The Science Of
Values
Bertens, K., 1987., “Panorama Filsafat Modern”, Gramedia Jakarta
Bertens, K., 1999., “Sejarah Filsafat Yunani”, Penerbit Kanisius Yogyakarta
Chalmers A.F. 1983. Apa itu yang dinamakan Ilmu. Jakarta. Suatu Penilaian tentang watak
dan Status Ilmu Serta Metodenya. (Terjemahan redaksi Hasta Mitra, Hasan Mitra)
George F. Kneller. 1989. Intruduktion to the Philosohy of Education (New Yoark: John
Weley)
http://wangmuba.com/2009/04/20/filsafat-ilmu-dan-ilmu-pengetahuan-sebagai-jalan-menuju-
kebenaran/ 4-11-09
Jujun S. 2007 Filsafat ilmu. (sebuah Pengantar popoler) PT. Pancaranintan Indgraha,
Jakarta.
Jujun S. 2006. Ilmu Dalam Persepektif . Sebuah Kumpulan Karangan tentang Hakekat Ilmu Jakarta (Yayasan Obor Indonesia)
Kuhn Thomas S. 2008. The Structure of Scientific Revolutions. Penerbit PT. remaja
Rosdakarya Bandung.
Koento Wibisono S. dkk., 1997., “Filsafat Ilmu Sebagai Dasar Pengembangan Ilmu
Pengetahuan “Arti Perkembangan Menurut Filsafat Positivisme Auguste Comte Gadjah
Mada University Yogyakarta “Ilmu Pengetahuan Sebuah Sketsa Umum Mengenai
Kelahiran Dan Perkembangannya Sebagai Pengantar Untuk Memahami Filsafat Ilmu
UGM Yogyakarta,
Nuchelmans, G., 1982., “Berfikir Secara Kefilsafatan: Bab X, Filsafat Ilmu Pengetahuan
Alam, Dialihbahasakan Oleh Soejono Soemargono”, UGM Yogyakarta
Noehadi tati herawaty, 2002. Menyoal Objektifitas Ilmu pengetahuan . (Penerbit Teraju
Khazanah Pustaka Keilmuan).
Soeparmo, A.H., 1984., “Struktur Keilmuwan Dan Teori Ilmu Pengetahuan Alam”, Penerbit
Airlangga University The Liang Gie., 1999., Pengantar Filsafat Ilmu Yogyakarta.
Stanly M. Honer dan Thomas C. Hunt 1988. Invitation to philosophy Belmont, Cal :
Wadsworth.
Sutrisno dkk, 2007. Filsafat Ilmu dan Metodologi Penelitian.Yogyakarta Penerbit C.V. Andi
Offset.
Van Paursen dkk, 2003. Pengantar Filsafat Ilmu. PT. Tiara Wacana Yogya
William S. 1995. Sahakian dan dan Mabel Lewis sahakian, realism of Pholosopy ( Cam
Bridge, Mass: Schenkman)
PERAN FILSAFAT ILMU DALAM PENGEMBANGAN METODE PENELITIANOleh: Prof. Dr. H. Endang Komara, M.Si (Dosen Pascasarjana dan Pembantu Ketua Bidang Akademik di STKIP Pasundan)A. AbstrakFilsafat ilmu menjelaskan tentang duduk perkara ilmu atau science itu, apa yang menjadi landasan asumsinya, bagaimana logikanya (doktrin netralistik etik), apa hasil-hasil empirik yang dicapainya, serta batas-batas kemampuannya. Metodologi penelitian menjelaskan tentang upaya pengembangan ilmu berdasarkan tradisi-tradisinya, yang terdiri dari dua bagian, yaitu deduktif maupun induktif. Demikian pula tentang hasil-hasil yang dicapai, yang disebut pengetahuan atau knowledge, baik yang bersifat deskriptif (kualitatif dan kuantitatif) maupun yang bersifat hubungan (proporsi tingkat rendah, proporsi tingkat tinggi, dan hukum-hukum).Filsafat ilmu maupun metodologi penelitian bersifat mengisi dan memperluas cakrawala kognitif tentang apa yang disebut ilmu, yang diharapkan akan menimbulkan pengertian untuk berdisiplin dalam berkarya ilmiah, sekaligus meningkatkan motivasi sebagai ilmuwan untuk melaksanakan tugas secara sungguh-sungguh.
B. PendahuluanUpaya manusia manusia untuk mengetahui tentang Tuhan, alam semesta, lingkungan (baik alamiah maupun sosial), dan dirinya (baik fisik maupun perilakunya) dilakukan melalui kegiatan berfikir, baik secara deduktif maupun induktif. Sudah menjadi kodrat manusia ingin mengetahui segala-galanya. Oleh karena itu manusia selalu bertanya untuk mendapatkan jawabannya. Mengetahui merupakan kenikmatan atau kebahagiaan. Karena manusia bisa mengetahui (dalam arti kata yang lebih dalam: memahami, mengerti, menghayati), maka derajat manusia lebih tinggi daripada binatang, bahkan lebih tinggi daripada malaikat.Apa yang dipelajari sejauh ini adalah ‘’ilmu-ilmu barat’’, yaitu ilmu yang lahir dan berkembang di dunia barat, yang akar-akarnya digali dari filsafat Yunani kuno. Tidak ada salahnya melanjutkan tradisi itu, namun bila hanya itu saja dan begitu saja, maka belum konsekuen terhadap Pancasila. Begitu mengakui Pancasila sebagai Dasar Negara dan sebagai pandangan hidup bangsa (Ways of Life), maka quest for knowledge harus “diturunkan” dari Pancasila yang
menyatakan Ketuhanan Yang Maha Esa sebagai sila pertamanya. Maka dari satu kekhususan dibandingkan dengan ilmu-ilmu barat itu, niscaya akan membawa pada kebenaran yang lebih benar daripada yang telah diraih oleh ilmu-ilmu barat itu. Kekhususan itu adalah bahwa the quest for knowledge tak lain merupakan upaya untuk menemukan dan mengerti ilmu Tuhan, yang sangat luas dan dalam, yang tidak akan habis-habisnya ditulis dengan tinta sebanyak tujuh samudera. Ilmu itu telah ada, telah diciptakan oleh Tuhan, dan berjalan dengan ketetapan-ketetapan yang abadi (sunatullah), yang tunduk pada penciptaNya tanpa membangkang sedikitpun. Bila diperbolehkan meminjam Istilah Kant, dikatakan bahwa ilmu itu a priori. Tuhan telah memberikan kemampuan kepada manusia untuk menemukan, mengerti dan menghayati ilmu, suatu kemampuan yang tidak diberikanNya kepada ciptaanNya yang lain. Al Qur’an mengisahkan ketika diadakan “kompetisi” di antara para malaikat dan Adam, hanya Adam yang sanggup menyebutkan nama berbagai hal (menjelaskan sifat dari hal-hal tersebut), sementara malaikat tidak sanggup. Kemampuan untuk mengetahui inilah yang menjadikan manusia terunggul dan termulia di antara ciptaan Tuhan, sehingga manusia mendapat tugas dan kedudukan untuk menegakkan “kekhilafahan di atas bumi”.Upaya quest for knowledge itu manusia menggunakan segala kemampuannya, yaitu akal budinya. Bila ilmu barat hanya menyandarkan pada akal atau rasio saja dan kurang menempatkan budi dan rasa, sedangkan ilmu-ilmu timur menekankan pada budi atau rasa dan sedikit atau tidak menggunakan rasio, maka Pancasila menghendaki untuk menggunakan rasio dan rasa secara seimbang pada “tempat” dan “takaran” yng benar. Dalam hal ini doktrin netralistik etik (Weber) mampu diterapkan pada tempatnya yang benar, dengan takaran yang tepat. Rasio dan rasa merupakan kemampuan yang dilimpahkan oleh Tuhan kepada manusia, yang kedua-duanya mempunyai kemampuan dan keunggulan masing-masing untuk digunakan pada tempat masing-masing dan tidak boleh dicampur-adukkan.Kemampuan rasio terletak pada kemampuan membedakan dan atau menggolongkan, menyatakan secara kuantitatif maupun kualitatif, dan menyatakan hubungan-hubungan dan mereduksi hubungan-hubungan. Semua kemampuan itu berdasarkan ketentuan atau patokan yang sangat terperinci. Rasio tidak berdusta. Dalam keadaan murni di menyatakan secara tegas “ya” atau “tidak”. Kemampuan rasa menurut Soetriono dan SRDm Rita
Hanafie (2007:100) terletak pada kreativitas, yang merupakan kegaiban, karena itu langsung berhubungan dengan Tuhan. Kreativitas inilah yang merupakan pemula di segala bidang, nalar, ilmu, etika, dan estetika. Sebagai pemula, kemampuan ini disebut intuisi. Etika (love) dan estetika (beauty) seluruhnya terletak pada rasa sehingga tiadanya rasa tak mungkin ada etika maupun estetika. Rasa tidak mempunyai patokan. Rasa adalah media kontak antara manusia dengan yang Ilahi yang juga menjadikan manusia berderajat lebih tinggi dari malaikat, sedangkan rasa yang tidak terjaga dari godaan setan (setan tidak bisa tergoda rasio) menjadikan manusia jatuh martabatnya. Manusia, dengan bersenjatakan pengetahuannya, dapat memilih, untuk menjalani roda kehidupan yang diridloi Allah dan tetap pada kemuliannya, atau untuk menyimpang dari jalan itu dan terbenam ke dalam kenistaan yang lebih rendah dari binatang sekalipun. Dalam hal ini guidance bagi manusia adalah moral (yang bersemayam di dalam rasa). Rasio menghasilkan ilmu dan ilmu menemukan atau mengungkapkan sunatullah, yang lebih kita kenal dengan istilah “hukum-hukum nomologis”, bersifat kekal abadi dan “netral” yasng menghasilkan etika atau moral, dengan hukum-hukumnya yang disebut hukum-hukum normatif dan bersifat “imperatif”. Sehubungan dengan tidak adanya patokan, manusia sangat mungkin sesat dalam menghasilkan hukum-hukum normatif yang imperatif itu. Karena itu Tuhan menurunkan petunjuk bagi manusia berupa wahyu yang disampaikan kepada para nabi, yang kemudian dicatat dan dikumpulkan dalam kitab suci.Rasio, dengan patokan-patokannya yang sangat terperinci, mampu menjaga diri untuk tidak terkena godaan setan. Rasa yang tidak berpatokan itu dijaga dengan petunjuk Tuhan, dan dengan kebesaran Tuhan. Setan diijinkanNya untuk menggoda manusia agar manusia lengah dan menyimpang dari petunjuk itu sehingga terjerumuslah manusia ke dalam lembah kenistaan dalam usahanya mencapai kebahagiaan dan kemuliaan, baik di dunia maupun di akhirat. Karena itu, di dalam upaya quest for knowledge setiap hari, pertama-tama harus kuat memahami ilmu maupun humanitas, dan kedua: dalam mencapai “kebenaran”, tidak cukup dengan verifikasi seperti dalam ilmu barat, akan tetapi verifikasi yang dibarengi dengan validasi. Adapun landasan validasi tak lain firman Allah Swt.
C. Pembahasan1. Peran Filsafat Ilmu
Filsafat Ilmu menurut Beerling (1988:1-4) adalah penyelidikan tentang ciri-ciri mengenai pengetahuan ilmiah dan cara-cara untuk memperoleh pengetahuan. Filsafat ilmua erat kaitannya dengan filsafat pengetahuan atau epistemologi, yang secara umum menyelidiki syarat-syarat serta bentuk-bentuk pengalaman manusia, juga mengenai logika dan metodologi.Untuk menetapkan dasar pemahaman tentang filsafat ilmu maka Cony (M. Zainuddin 2006:21-22) menjelaskan empat titik pandang dalam filsafat ilmu: (1) filsafat ilmu adalah perumusan world view yang konsisten dengan teori-teori ilmiah yang penting. Menurut pandangan ini, adalah merupakan tugas filsuf ilmu untuk mengelaborasi implikasi yang lebih luas dari ilmu; (2) filsafat ilmu adalah eksposisi dari presupposition dan pre-disposition dari para ilmuwan; (3) filsafat ilmu adalah suatu disiplin ilmu yang di dalamnya terdapat konsep dan teori tentang ilmu yang dianalisis dan diklasifikasikan; (4) filsafat ilmu merupakan suatu patokan tingkat kedua, filsafat ilmu menuntut jawaban terhadap pertanyaan sebagai berikut: (a) karakteristik apa yang membedakan penyelidikan ilmiah dari tipe penyelidikan lain; (b) kondisi yang bagaimana yang patut dituruti oleh para ilmuwan dalam penyelidikan alam; (c) kondisi yang bagaimana yang harus dicapai bagi suatu penjelasan ilmiah agar menjadi benar; (d) status kognitif yang bagaimana dari prinsip dan hukum ilmiah.Pada masa renaissance dan aufklarung ilmu telah memperoleh kemandiriannya. Sejak itu pula manusia merasa bebas, tidak terikat dengan dogma agama, tradisi maupun sistem sosial. Pada masa ini perombakan secara fundamental di dalam sikap pandang tentang apa hakikat ilmu dan bagaimana cara perolehannya telah terjadi. Ilmu yang kini telah mengelaborasi ruang lingkupnya yang menyentuh sendi kehidupan umat manusia yang paling dasariah, baik individual maupun sosial memiliki dampak yang amat besar, setidaknya menurut Koento (1988:5) ada tiga hal. Pertama, ilmu yang satu sangat terkait dengan yang lain, sehingga sulit ditarik batas antara ilmu dasar dan ilmu terapan, antara teori dan praktik. Kedua, semakin kaburnya garis batas tadi sehingga timbul permasalahan sejauhmana seorang ilmuwan terlibat dengan etika dan moral. Ketiga dengan adanya implikasi yang begitu luas terhadap kehidupan umat manusia, timbul pula permasalahan akan makna ilmu itu sendiri sebagai sesuatu yang membawa kemajuan atau malah sebaliknya.Filsafat ilmu pengetahuan (theory of knowledge) di mana logika,
bahasa, matematika termasuk menjadi bagiannya lahir pada abad ke-18. Dalam filsafat ilmu pengetahuan diselidiki apa yang menjadi sumber pengetahuan, seperti pengalaman (indera), akal (verstand), budi (vernunft) dan intuisi. Diselidiki pula arti evidensi serta syarat-syarat untuk mencapai pengetahuan ilmiah, batas validitasnya dalam menjangkau apa yang disebut sebagai kenyataan atau kebenaran itu. Dari sini lantas muncul teori empirisme (John Lock), rasionalisme (Rene Descartes), Kritisisme (Immanuel Kant). Positivisme (Auguste Comte), Fenomenologi (Husserl), Kontruktivisme (Feyeraband) dan seterusnya. Sejalan dengan itu, masing-masing aliran ini atau disebut juga school of thought, memiliki metodenya sendiri, sehingga metodologi menjadi bagian yang sangat menarik perhatian.Filsafat ilmu menurut Roento Wibisono (1988:6) sebagai kelanjutan dari perkembangan filsafat pengetahuan, adalah juga merupakan cabang filsafat. Ilmu yang objek sasarannya adalah ilmu, atau secara populer disebut dengan ilmu tentang ilmu. Dalam perkembangan selanjutnya pada tahap sekarang ini filsafat ilmu juga mengarahkan pandangannya pada strategi pengembangan ilmu, yang menyangkut juga etik dan heuristic, bahkan sampai pada dimensi kebudayaan untuk menangkap arti dan makna bagi kehidupan umat manusia.Tiap-tiap pengetahuan memiliki tiga komponen yang merupakan tiang penyangga tubuh pengetahuan yang disusunnya. Komponen tersebut adalah ontologi, epistemologi dan aksiologi. Ontologi menjelaskan mengenai pertanyaan apa, epistemologi menjelaskan pertanyaan bagaimana dan aksiologi menjelaskan pertanyaan untuk apa. Ontologi merupakan salah satu di antara lapangan-lapangan penyelidikan kefilsafatan yang paling kuno. Sejak dini pikiran barat sudah menunjukkan munculnya perenungan ontologisme, sebagaiamana Thales ketika ia merenungkan dan mencari apa sesungguhnya hakikat “yang ada” (being) itu, yang pada akhirnya ia berkesimpulan, bahwa asal usul dari segala sesuatu (yang ada) itu adalah air.Ontologi menurut Jujun (1986:2) merupakan azas dalam menetapkan batas ruang lingkup wujud yang menjadi objek penelaahan serta penafsiran tentang hakikat realitas (metafisika). Ontologi meliputi permasalahan apa hakikat ilmu itu, apa hakekat kebenaran dan kenyataan yang inheren dengan pengetahuan itu, yang tidak terlepas dari pandangan tentang apa dan bagaimana yang ada (being) itu. Paham idealism atau spiritualisme,
materialism, pluralism dan seterusnya merupakan paham ontologism yang akan menentukan pendapat dan bahkan keyakinan kita masing-masing tentang apa dan bagaimana kebenaran dan kenyataan yang hendak dicapai oleh ilmu itu.Aliran monoisme, berpendapat bahwa yang ada itu hanya satu. Bagi yang berpendapat bahwa yang ada itu serba spirit, ideal, serba roh, maka dikelompokkkan dalam aliran monoisme-idealisme. Plato adalah tokoh filsuf yang bisa dikelompokkan dalam aliran ini, karena ia menyatakan bahwa alam ide merupakan kenyataan yang sebenarnya. Aliran dualism, menggabungkan antara idealism dan materialism dengan mengatakan bahwa alam wujud ini terdiri dari dua hakikat sebagai sumber, yaitu hakikat materi dan hakikat rohani. Descartes bisa digolongkan dalam aliran ini. Aliran pluralism, manusia adalah makhluk yang tidak hanya terdiri dari jasmani dan rohani, tetapi juga tersusun dari api, tanah dan udara yang merupakan unsur substansial dari segala wujud. Aliran agnotisime mengingkari kesanggupan manusia untuk mengetahui hakikat materi maupun hakikat rohani. Mereka juga menolak suatu kenyataan yang mutlak yang bersifat transenden.Epistemologi adalah cabang filsafat yang menyelidiki asal muasal, metode-metode dan sahnya ilmu pengetahuan. Menurut Harold Titus et.l., (1984:187-188) terdapat tiga persoalan pokok dalam bidang epistemologi antara lain: (1) apakah sumber pengetahuan itu? Dari manakah datangnya pengetahuan yang benar itu? Dan bagaimana cara mengetahuinya?; (2) Apakah sifat dasar pengetahuan itu? Apa ada dunia yang benar-benar di luar pikiran kita? Dan kalau ada, apakah kita bisa mengetahuinya?; (3) apakah pengetahuan itu benar (valid)? Bagaimana kita dapat membedakan yang benar dan yang salah?.Secara umum pertanyaan epistemologi menyangkut dua macam, yakni epistemologi kefilsafatan yang erat hubungannya dengan psikologi dan pertanyaan semantik yang menyangkut hubungan antara pengetahuan dengan objek pengetahuan tersebut. Epistemologi meliputi tata cara dan sarana untuk mencapai pengetahuan. Perbedaan mengenai pilihan ontologik akan mengakibatkan perbedaan sarana yang akan digunakan yaitu: akal, pengalaman, budi, intuisi atau sarana yang lain. Ditunjukkan bagaimana kelebihan dan kelemahan suatu cara pendekatan dan batas validitas dari suatu yang diperoleh melalui suatu cara pendekatan ilmiah.Pada dasarnya metode ilmiah merupakan cara ilmu memperoleh
dan menyusun tubuh pengetahuannya berdasarkan pertama, kerangka pemikiran yang bersifat logis dengan argumentasi yang bersifat konsisten dengan pengetahuan sebelumnya yang telah berhasil disusun; kedua,imenjabarkan hipotesis yang merupakan deduksi dari kerangka pemikiran tersebut, dan ketiga melakukan verifikasi terhadap hipotesis tersebut untuk menguji kebenaran pernyataannya secara faktual. Secara akronim metode ilmiah terkenal sebagai logico-hypotetico-verificative atau deducto-hypotetico-verificative.Kerangka pemikiran yang logis adalah argumentasi yang bersifat rasional dalam mengembangkan penjelasan terhadap fenomena alam. Verifikasi secara empirik berarti evaluasi secara objektif dari suatu pernyataan hipotesis terhadap kenyataan faktual. Ini berarti bahwa ilmu terbuka untuk kebenaran lain, selain yang terkandung dalam hipotesis. Demikian juga verifikasi faktual terbuka atas kritik terhadap kerangka pemikiran yang mendasari pengajuan hipotesis. Befikir ilmiah berbeda dengan kepercayaan religius yang memang didasarkan atas kepercayaan dan keyakinan, tetapi dalam cara berfikir ilmiah didasarkan atas dasar prosedur ilmiah.Secara garis besar terdapat dua aliran pokok dalam epistemologi, yaitu rasionalisme dan empirisme, yang pada gilirannya kemudian muncul beberapa isme lain, misalnya: rasionalisme kritis (kritisisme), fenomenalisme, intuitisme dan positivisme.Aksiologi adalah ilmu pengetahuan yang menyelidiki hakikat nilai yang pada umumnya ditinjau dari sudut pandang kefilsafatan. Aksiologi meliputi nilai-nilai, parameter bagi apa yang disebut sebagai kebenaran kita yang menjelajahi berbagai kawasan, seperti kawasan sosial, kawasan fisik materil dan kawasan simbolik yang masing-masing menunjukkan aspeknya sendiri-sendiri. Lebih dari itu, aksiologi juga menunjukkan kaidah-kaidah apa yang harus kita perhatikan di dalam menerapkan ilmu di dalam menerapkan ilmu ke dalam praksis.Pertanyaan mengenai aksiologi menurut Kattsoff (1987:331) dapat dijawab melalui tiga cara. Pertama, nilai sepenuhnya berhakikat subjektif. Ditinjau dari sudut pandang ini, nilai-nilai itu merupakan reaksi-reaksi yang diberikan oleh manusia sebagai pelaku dan keberadaannya tergantung kepada pengalaman mereka. Kedua, nilai-nilai merupakan kenyataan ditinjau dari segi ontologisme namun tidak terdapat dalam ruang dan waktu. Nilai-nilai tersebut merupakan esensi logis dan diketahui melalui akal. Pendirian ini dinamakan objektivisme logis. Ketiga, nilai-nilai merupakan unsur-
unsur objektif yang menyusun kenyataan, yang demikian ini disebut objektivisme metafisik.Dalam pendekatan aksiologis ini, Jujun (1986:60) menyebutkan, bahwa pada dasarnya ilmu harus digunakan dan dimanfaatkan untuk kemaslahatan manusia. Dalam hal ini maka ilmu menurutnya dapat dimanfaatkan sebagai sarana atau alat dalam meningkatkan taraf hidup manusia dengan memperhatikan kodrat dan martabat manusia serta kelestarian atau keseimbangan alam. Untuk kepentingan manusia tersebut maka pengetahuan ilmiah yang diperoleh dan disusun dipergunakan secara komunal dan universal. Komunal berarti, bahwa ilmu merupakan pengetahuan yang menjadi milik bersama, setiap orang berhak memanfaatkan ilmu menurut kebutuhannya sesuai dengan komunisme. Universal berarti bahwa ilmu tidak mempunyai konotasi parokial seperti ras, ideologi atau agama. Tidak ada ilmu Barat dan tidak ada ilmu Timur.D. Metode PenelitianMetode ilmiah merupakan prosedur atau langkah-langkah sistematis dalam mendapatkan pengetahuan ilmiah atau ilmu. Ilmu merupakan pengetahuan yang didapatkan melalui metode ilmiah. Metode adalah suatu prosedur atau cara untuk mengetahui sesuatu dengan langkah-langkah yang sistematis. Garis besar langkah-langkah sistematis keilmuan menurut Soetriono dan SRDm Rita Hanafie (2007:157) sebagai berikut:1. Mencari, merumuskan, dan mengidentifikasi masalah.2. Menyusun kerangka pemikiran (logical construct).3. Merumuskan hipotesis (jawaban rasional terhadap masalah).4. Menguji hipotesis secara empirik.5. Melakukan pembahasan.6. Menarik kesimpulan.Tiga langkah pertama merupakan metode penelitian, sedangkan langkah-langkah selanjutnya bersifat teknis penelitian. Dengan demikian maka pelaksanaan penelitian menyangkut dua hal, yaitu hal metode dan hal teknis penelitian. Namun secara implisit metode dan teknik melarut di dalamnya.Mencari, merumuskan dan mengidentifikasi masalah, yaitu menetapkan masalah penelitian, apa yang dijadikan masalah penelitian dan apa obyeknya. Menyatakan obyek penelitian saja masih belum spesifik, baru menyatakan pada ruang lingkup mana penelitian akan bergerak. Sedangkan mengidentifikasi atau menyatakan masalah yang spesifik dilakukan dengan mengajukan pertanyaan penelitian (research question), yaitu pertanyaan yang
belum dapat memberikan penjelasan (explanation) yang memuaskan berdasarkan teori (hukum atau dalil) yang ada. Misalnya menurut teori dinyatakan bahwa tidak semua orang akan bersedia menerima suatu inovasi, sebab ada golongan penolak inovasi (laggard). Tetapi pada kenyataannya (faktual) terdapat inovasi yang mudah diterima sehingga tidak mungkin ada golongan yang menolaknya (laggard). Oleh karena itu pertanyaan penelitiannya dapat diidentifikasikan pada situasi mana atau pada kondisi mana tidak ada golongan laggard. Dengan mengidentifikasi situasi atau kondisi yang memungkinkan atau tidak memungkinkan secara lebih lanjut berarti telah merumuskan masalah penelitian.Cara yang paling sederhana untuk menemukan pertanyaan penelitian (research question) adalah melalui data sekunder. Wujudnya berupa beberapa kemungkinan misalnya:a. Melihat suatu proses dari perwujudan teori.b. Melihat linkage dari proposisi suatu teori, kemudian bermaksud memperbaikinya.c. Merisaukan keberlakuan suatu dalil atau model di tempat tertentu atau pada waktu tertentu.d. Melihat tingkat informative value dari teori yang telah ada. Kemudian bermaksud meningkatkannya.e. Segala sesuatu yang tidak dapat dijelaskan dengan teori yang telah ada atau belum dapat dijelaskan secara sempurna.Menyusun kernagka pemikiran yaitu mengalirkan jalan pikiran menurut kerangka yang logis atau menurut logical construct. Hal ini tidak lain dari mendudukperkarakan masalah yang diteliti (diidentifikasi) dalam kerangka teoretis yang relevan dan mampu menangkap, menerangkan, serta menunjukkan perspektif terhadap masalah itu. Upaya ditujukan untuk menjawab atau menerangkan pertanyaan peneltian yang diidentifikasi.Cara berpikir (nalar) kea rah memperoleh jawaban terhadap masalah yang diidentifikasi ialah dengan penalaran deduktif. Cara penalaran deduktif ialah cara penalaran yang berangkat dari hal yang umum (general) kepada hal-hal yang khusus (spesifik). Hal-hal yang umum ilah teori/dalil/hukum, sedangkan hal yang bersifat khusus (spesifik) tida lain adalah masalah yang diidentifikasi.Merumuskan hipotesis. Hipotesis adalah kesimpulan yang diperoleh dari penyusunan kerangka pemikiran, berupa proposisi deduksi. Merumuskan berarti membentuk proposisi yang sesuai dengan kemungkinan-kemungkinan serta tingkat-tingkat kebenarannya. Bentuk-bentuk proposisi menurut tingkat keeratan hubungannya
(linkage) serta nilai-nilai informasinya (informative value). Jika dikaji kembali kalimat-kalimat proposisi, baik berupa teori maupun hipotesis, ternyata kalimat-kalimat itu mengandung juga komponen, yaitu komponen antiseden, konsekuen, dan depedensi.Nenguji hipotesis ialah membandingkan atau menyesuaikan (matching) segala yang terkandung dalam hipotesis dengan data empirik. Pembandingan atau penyesuaian itu pada umumnya didasarkan pada pemikiran yang beranggapan bahwa di alam ini suatu peristiwa mungkin tidak terjadi secara tersendiri. Dengan kata lain, suatu sebab mungkin akan menimbulkan beberapa akibat, atau mungkin pula suatu akibat ditimbulkan oleh beberapa penyebab.Pengujian hipotesis dalam penelitian mutakhir mempergunakan metode matematika/statistika, dengan mempergunakan rancangan uji hipotesis yang telah tersedia. Dengan kata lain, peneliti tinggal memilih rancangan uji mana yang tepat dengan hipotesisnya. Meskipun demikian jika peneliti tidak memahami sifat-sifat data/informasi (variabel) yang akan diukur maka akan sulit baginya untuk memilih rancangan uji statistik. Membahas dan menarik kesimpulan. Dalam membahas sudah termasuk pekerjaan interpretasi terhadap hal-hal yang ditemukan dalam penelitian. Dalam interpretasi, pikiran kita diarahkan pada dua titik pandang. Pertama, kerangka pemikiran yang telah disusun, bahkan ini harus merupakan frame of work pembahasan penelitian. Kedua, pandangan diarahkan ke depan, yaitu mengaitkan kepada variabel-variabel dari topic aktual. Pembahasan tidak lain adalah mencocokkan deduksi dalam kerangka pemikiran dengan induksi dari empiric (hasil pengujian hipotesis), atau pula kepada induksi yang diperoleh orang lain (hasil penelitian orang lain) yang relevan. Bagaimana hasil dari mencocokkan ini, apakah cocok (parallel atau analog), atau sebaliknya (bertentangan atau kontradiktif). Apabila ternyata bertentangan atau tidak cocok maka perlu dilacak di mana letak perbedaan atau pertentangan itu dan apa kemungkinan penyebabnya.Hasil pembahasan tidak lain ialah kesimpulan. Kesimpulan penelitian adalah penemuan-penemuan dari hasil interpretasi dan pembahasan. Penemuan dari interpretasi dan pembahasan harus merupakan jawaban terhadap pertanyaan penelitian sebagai masalah, atau sebagai bukti dari penerimaan terhadap hipotesis yang diajukan. Pernyataan-pernyataan dalam kesimpulan dirumuskan dalam kalimat yang tegas dan padat, tersusun dari kata-kata yng baik dan pasti, sedemikian rupa sehingga tidak
menimbulkan tafsiran yang berbeda (apa yang dimaksud oleh peneliti harus ditafsirkan sama oleh orang lian). Pernyataan tersusun sesuai dengan identifikasi masalah tau dengan susunan hipotesisnya.E. KesimpulanBerdasarkan beberapa uraian dan penjelasan di atas maka dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut:1. Filsafat ilmu perlu didekati secara historis-kronologis untuk menagkap struktur prosesialnya dan secara sistematik-filosofis untuk menagkap struktur esensialnya.2. Struktur prosesial mencakup Sembilan langkah sistematik yaitu: Tahap Pra Penelitian (identifiksi masalah, penetapan tujuan penelitian/tercapainya ilmu, instrospeksi dan skeptif). Tahap Proses Penelitian (tahap ontologisme dasar/asumsi dasar). Tahap Epistemologis (metodologi/sarana dan cara mencapai ilmu, penyimpulan, aplikasi ilmu praksis dan tercapainya sebagai pembuktian dan ilmu final). Tahap Akhir (tercapainya kebahagiaan abadi)3. Metode penelitian menurut metode ilmiah sebagai prosedur atau langkah-langkah teratur yang sistematis dalam menghimpun pengetahuan untuk dijadikan ilmu yang meliputi masalah, kerangka pemikiran, hipotesis, uji hipotesis, pembahasan dan kesimpulan.
DAFTAR PUSTAKAAnwar, Saeful. 2007. Filsafat Ilmu Al-Ghazali: Dimensi Ontologi dan Aksiologi. Bandung: Pustaka Setia.Beerling. 1988. Filsafat Dewasa Ini. Terj. Hasan Amin. Jakarta: Balai Pustaka.Kattsof, Louis. 1987. Element of Pholosophy. Terj.Soemargono. Yogyakarta: Tiara Wacana.Suriasumantri, Jujun S. 1986. Filsafat Ilmu: Sebuah Pengantar Populer. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan. Soetriono dan SRDm Rita Hanafie. 2007. Filsafat Ilmu dan Metodologi Penelitian. Yogyakarta: AndiZainuddin, M. 2006. Filsafat Ilmu: Perspektif Pemikiran Islam. Jakarta: Lintas Pustaka.
ilsafat Ilmu,,
BAB IPENDAHULUAN1.1. Latar belakangUpaya manusia manusia untuk mengetahui tentang Tuhan, alam semesta, lingkungan (baik alamiah maupun sosial), dan dirinya (baik fisik maupun perilakunya) dilakukan melalui kegiatan berfikir, baik secara deduktif maupun induktif. Sudah menjadi kodrat manusia ingin mengetahui segala-galanya. Oleh karena itu manusia selalu bertanya untuk mendapatkan jawabannya. Mengetahui merupakan kenikmatan atau kebahagiaan. Karena manusia bisa mengetahui (dalam arti kata yang lebih dalam: memahami, mengerti, menghayati), maka derajat manusia lebih tinggi daripada binatang, bahkan lebih tinggi daripada malaikat.Dari pertumbuhan ilmu sejak zaman Yunani Kuno sampai abad modern ini tampak nyata bahwa ilmu merupakan aktivitas manusia, suatu kegiatan melakukan sesuatu yang dilaksanakan orang atau lebih tepat suatu rangkaian aktivitas yang membentuk suatu proses.Pengetahuan dimulai dengan rasa ingin tahu, kepastian dimulai dengan rasa ragu-ragu dan filsafat dimulai dengan keduanya-duanya. Berfilsafat didorong untuk mengetahui apa yang telah kita tahu dan apa yang belum kita tahu. Berfilsafat berarti berendah hati bahwa tidak semuanya akan pernah kita ketahui dalam kesemestaan yang seakan tak terbatas ini. Demikian juga berfilsafat berarti mengoreksi diri, semacam keberanian untuk berterus terang, seberapa jauh sebenarnya kebenaran yang dicari telah kita jangkau.1.2. Perumusan MasalahApakah yang dimaksud dengan Filsafat ilmuApakah yang dimaksud dengan penelitian ilmiahBagaimana peranan filsafat Ilmu dalam kegiatan penelitian ilmiah?1.3. Manfaat? Pembaca dapat memahami pengertian filsafat ilmu? Pemabaca dapat memahami pengertian penelitian ilmiah? Pembaca dapat memahami peranan filsafat ilmu dalam kegiatan atau penelitian ilmiah.BAB IIPEMBAHASAN2.1. Pengertian Filsafat ilmuFilsafat ilmu merupakan bagian dari filsafat pengetahuan yang secara spesifik mengkaji hakikat ilmu pengetahuan ilmiah. Ilmu merupakan bagian yang sangat penting dalam penelitian ilmiah. Dengan ilmu kita mendapatkan pengalaman yang baru yang
berhubungan dengan penelitian tetapi semua itu harus dengan bukti ilmiah dan hasil yang validitas agar berhubungan dengan penelitian.Filsafat ilmu pengetahuan di mana logika, bahasa, matematika termasuk menjadi bagiannya lahir pada abad ke-18. Dalam filsafat ilmu pengetahuan diselidiki apa yang menjadi sumber pengetahuan, seperti pengalaman, akal, budi dan intuisi. Diselidiki pula syarat-syarat untuk mencapai pengetahuan ilmiah, batas validitasnya dalam menjangkau apa yang disebut sebagai kenyataan atau kebenaran itu. Dari sini lantas muncul teori empirisme, rasionalisme, Kritisisme. Positivisme, Fenomenologi dan seterusnya. Sejalan dengan itu, masing-masing aliran ini atau disebut juga school of thought, memiliki metodenya sendiri, sehingga metodologi menjadi bagian yang sangat menarik perhatian.Ilmu secara methodologis ilmu tidak membedakan antara ilmu-ilmu alam dengan ilmu-ilmu sosial, namun karena masalah teknisi yang bersifat khusus, maka filsafat ilmu ini sering dibagi menjadi filsafat ilmu-ilmu alam dan filsafat ilmu-ilmu sosial. Ilmu memang berbeda dari pengetahuan filsafat, namun tidak ada perbedaan yang prinsip antara ilmu-ilmu alam dan ilmu-ilmu sosial, di mana keduanya mempunyai ciri keilmua yang sama.2.2. Pengertian kegiatan ilmiahJika kita berbicara mengenai ilmu pengetahuan maka yang dimaksud adalah suatu proses yang bertujuan untuk menciptakan pengetahuan. Namun tidaklah semua bentuk pengetahuan dimaksudkan tetapi hanya pengetahuan yang diperoleh dari kegiatan ilmiah atau proses ilmiah. Masing- masing tekhnik tentunya berbeda-beda dan tergantung dari cabang ilmu pengetahuan yang mana yang akan diterapkan. Hal ini dapat dihubungkan dengan metode ilmiah yang seragam sifatnya, dan sejajar dengan hal itu sifat seragam pula kita temukan pada gejala-gejala alamiah. Seandainya keseragaman itu tidak ada, maka tidaklah terdapat kemungkinan untuk melaksanakan pekerjaan ilmiah.Mengenai hakikat dari pengetahuan itu sendiri yang kita usahakan memperolehnya melalui metode ilmu pengetahuan tidaklah mutlak sifatnya. Popper (1980 : 280) dalam hubungan ini mengemukakan bahwa cita-cita kuno dari ilmu pengetahuan untuk memperoleh epitisme yaitu pengetahuan mutlak yang pasti dan terbukti ternyata merupakan cita-cita belaka. Tuntutan untuk selalu memenuhi objectivitas ilmiah dengan sendirinya beraarti bahwa tiap-tiap
pernyataan ilmiah harus selalu tetap bersifat sementara.Ilmu-ilmu seperti teologi, metafisika, dan etika beserta ilmu-ilmu pengetahuan aksiomatis seperti ilmu pasti dan logika tentunya sangat berhubungan dengan penelitian ilmiah. Kita tidak bisa hanya berhipotesa sementara tapi harus melalui penelitian yang ilmiah disertai dengan bukti ilmiah yang mendukung penelitian seperti sarana berfikir matematika, dan statistika tentunya juga dengan etika yang baik dan pernyataan yang sesuai dengan logika bukan hanya praduga sementara atau karangan belaka.Ada pula Metode ilmiah yang merupakan prosedur atau langkah-langkah sistematis dalam mendapatkan pengetahuan ilmiah atau ilmu. Ilmu merupakan pengetahuan yang didapatkan melalui metode ilmiah. Metode adalah suatu prosedur atau cara untuk mengetahui sesuatu dengan langkah-langkah yang sistematis. Garis besar langkah-langkah sistematis keilmuan menurut Soetriono dan SRDm Rita Hanafie (2007:157) sebagai berikut:1. Mencari, merumuskan, dan mengidentifikasi masalah.2. Menyusun kerangka pemikiran (logical construct).3. Merumuskan hipotesis (jawaban rasional terhadap masalah).4. Menguji hipotesis secara empirik.5. Melakukan pembahasan.6. Menarik kesimpulan.Tiga langkah pertama merupakan metode penelitian, sedangkan langkah-langkah selanjutnya bersifat teknis penelitian. Dengan demikian maka pelaksanaan penelitian menyangkut dua hal, yaitu hal metode dan hal teknis penelitian. Namun secara implisit metode dan teknik melarut di dalamnya. Mencari, merumuskan dan mengidentifikasi masalah, yaitu menetapkan masalah penelitian, apa yang dijadikan masalah penelitian dan apa obyeknya. Menyatakan obyek penelitian saja masih belum spesifik, baru menyatakan pada ruang lingkup mana penelitian akan bergerak. Sedangkan mengidentifikasi atau menyatakan masalah yang spesifik dilakukan dengan mengajukan pertanyaan penelitian , yaitu pertanyaan yang belum dapat memberikan penjelasan yang memuaskan berdasarkan teori yang ada. Misalnya menurut teori dinyatakan bahwa tidak semua orang akan bersedia menerima suatu inovasi, sebab ada golongan penolak inovasi. Tetapi pada kenyataannya terdapat inovasi yang mudah diterima sehingga tidak mungkin ada golongan yang menolaknya. Oleh karena itu pertanyaan penelitiannya dapat diidentifikasikan pada situasi mana atau pada kondisi mana tidak ada golongan laggard. Dengan
mengidentifikasi situasi atau kondisi yang memungkinkan atau tidak memungkinkan secara lebih lanjut berarti telah merumuskan masalah penelitian.2.3. Peranan filsafat ilmu dalam kegiatan ilmiahFilsafat Ilmu menurut Beerling (1988:1-4) adalah penyelidikan tentang ciri-ciri mengenai pengetahuan ilmiah dan cara-cara untuk memperoleh pengetahuan. Filsafat ilmua erat kaitannya dengan filsafat pengetahuan atau epistemologi, yang secara umum menyelidiki syarat-syarat serta bentuk-bentuk pengalaman manusia, juga mengenai logika dan metodologi. Untuk menetapkan dasar pemahaman tentang filsafat ilmu maka Cony (M. Zainuddin 2006:21-22) menjelaskan empat titik pandang dalam filsafat ilmu:(1) filsafat ilmu adalah perumusan world view yang konsisten dengan teori-teori ilmiah yang penting.(2) filsafat ilmu adalah eksposisi dari presupposition dan pre-disposition dari para ilmuwan;(3) filsafat ilmu adalah suatu disiplin ilmu yang di dalamnya terdapat konsep dan teori tentang ilmu yang dianalisis dan diklasifikasikan;(4) filsafat ilmu merupakan suatu patokan tingkat kedua,filsafat ilmu menuntut jawaban terhadap pertanyaan sebagai berikut:(a) karakteristik apa yang membedakan penyelidikan ilmiah dari tipe penyelidikan lain.(b) kondisi yang bagaimana yang patut dituruti oleh para ilmuwan dalam penyelidikan alam(c) kondisi yang bagaimana yang harus dicapai bagi suatu penjelasan ilmiah agar menjadi benar(d) status kognitif yang bagaimana dari prinsip dan hukum ilmiah.Filsafat ilmu menurut Roento Wibisono (1988:6) sebagai kelanjutan dari perkembangan filsafat pengetahuan, adalah juga merupakan cabang filsafat. Ilmu yang objek sasarannya adalah ilmu, atau secara populer disebut dengan ilmu tentang ilmu. Dalam perkembangan selanjutnya pada tahap sekarang ini filsafat ilmu juga mengarahkan pandangannya pada strategi pengembangan ilmu, yang menyangkut juga etik dan heuristic, bahkan sampai pada dimensi kebudayaan untuk menangkap arti dan makna bagi kehidupan umat manusia.Tiap-tiap pengetahuan memiliki tiga komponen yang merupakan tiang penyangga tubuh pengetahuan yang disusunnya. Komponen tersebut adalah ontologi, epistemologi dan aksiologi. Ontologi
menjelaskan mengenai pertanyaan apa, epistemologi menjelaskan pertanyaan bagaimana dan aksiologi menjelaskan pertanyaan untuk apa. Ontologi merupakan salah satu di antara lapangan-lapangan penyelidikan kefilsafatan yang paling kuno. Sejak dini pikiran barat sudah menunjukkan munculnya perenungan ontologisme, sebagaiamana Thales ketika ia merenungkan dan mencari apa sesungguhnya hakikat yang ada (being) itu, yang pada akhirnya ia berkesimpulan, bahwa asal usul dari segala sesuatu (yang ada) itu adalah air.Pada dasarnya metode ilmiah merupakan cara ilmu memperoleh dan menyusun tubuh pengetahuannya berdasarkan pertama, kerangka pemikiran yang bersifat logis dengan argumentasi yang bersifat konsisten dengan pengetahuan sebelumnya yang telah berhasil disusun; kedua,imenjabarkan hipotesis yang merupakan deduksi dari kerangka pemikiran tersebut, dan ketiga melakukan verifikasi terhadap hipotesis tersebut untuk menguji kebenaran pernyataannya secara faktual.Kerangka pemikiran yang logis adalah argumentasi yang bersifat rasional dalam mengembangkan penjelasan terhadap fenomena alam. Verifikasi secara empirik berarti evaluasi secara objektif dari suatu pernyataan hipotesis terhadap kenyataan faktual. Ini berarti bahwa ilmu terbuka untuk kebenaran lain, selain yang terkandung dalam hipotesis. Demikian juga verifikasi faktual terbuka atas kritik terhadap kerangka pemikiran yang mendasari pengajuan hipotesis. Befikir ilmiah berbeda dengan kepercayaan religius yang memang didasarkan atas kepercayaan dan keyakinan, tetapi dalam cara berfikir ilmiah didasarkan atas dasar prosedur ilmiah. Secara garis besar terdapat dua aliran pokok dalam epistemologi, yaitu rasionalisme dan empirisme, yang pada gilirannya kemudian muncul beberapa isme lain, misalnya: rasionalisme kritis (kritisisme),fenomenalisme, intuitisme dan positivisme.Pertanyaan mengenai aksiologi menurut Kattsoff (1987:331) dapat dijawab melalui tiga cara. Pertama, nilai sepenuhnya berhakikat subjektif. Ditinjau dari sudut pandang ini, nilai-nilai itu merupakan reaksi-reaksi yang diberikan oleh manusia sebagai pelaku dan keberadaannya tergantung kepada pengalaman mereka. Kedua, nilai-nilai merupakan kenyataan ditinjau dari segi ontologisme namun tidak terdapat dalam ruang dan waktu. Nilai-nilai tersebut merupakan esensi logis dan diketahui melalui akal. Pendirian ini dinamakan objektivisme logis. Ketiga, nilai-nilai merupakan unsur-unsur objektif yang menyusun kenyataan, yang demikian ini disebut
objektivisme metafisik.Dalam pendekatan aksiologis ini, Jujun (1986:60) menyebutkan, bahwa pada dasarnya ilmu harus digunakan dan dimanfaatkan untuk kemaslahatan manusia. Dalam hal ini maka ilmu menurutnya dapat dimanfaatkan sebagai sarana atau alat dalam meningkatkan taraf hidup manusia dengan memperhatikan kodrat dan martabat manusia serta kelestarian atau keseimbangan alam. Untuk kepentingan manusia tersebut maka pengetahuan ilmiah yang diperoleh dan disusun dipergunakan secara komunal dan universal. Komunal berarti, bahwa ilmu merupakan pengetahuan yang menjadi milik bersama, setiap orang berhak memanfaatkan ilmu menurut kebutuhannya sesuai dengan komunisme. Universal berarti bahwa ilmu tidak mempunyai konotasi parokial seperti ras, ideologi atau agama. Tidak ada ilmu Barat dan tidak ada ilmu Timur.Metode penelitian juga sangat berpengaruh dalam penelitian seperti metode kualitatif dan kuantitatif yang bayak digunakan peneliti dalam pembuatan karya ilmiah atau kegiatan ilmiah.Penelitian kuantitatif adalah penelitian ilmiah yang sistematis terhadap bagian-bagian dan fenomena serta hubungan-hubungannya. Tujuan penelitian kuantitatif adalah mengembangkan dan menggunakan model-model matematis, teori-teori dan/atau hipotesis yang berkaitan dengan fenomena alam. Proses pengukuran adalah bagian yang sentral dalam penelitian kuantitatif karena hal ini memberikan hubungan yang fundamental antara pengamatan empiris dan ekspresi matematis dari hubungan-hubungan kuantitatif. Sedangkan penelitian kualitatif adalah suatu proses penelitian dan pemahaman yang berdasarkan pada metodologi yang menyelidiki suatu fenomena sosial dan masalah manusia. Pada pendekatan ini, peneliti membuat suatu gambaran kompleks, meneliti kata-kata, laporan terinci dari pandangan responden, dan melakukan studi pada situasi yang alami (Creswell, 1998:15). Bogdan dan Taylor (Moleong, 2007:3) mengemukakan bahwa metodologi kualitatif merupakan prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis maupun lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati.?BAB IIIPENUTUP3.1. KesimpulanFilsafat ilmu perlu didekati secara historis-kronologis untuk menagkap struktur prosesialnya dan secara sistematik-filosofis
untuk menagkap struktur esensialnya. Struktur prosesial mencakup Sembilan langkah sistematik yaitu: Tahap Pra Penelitian (identifiksi masalah, penetapan tujuan penelitian/tercapainya ilmu, instrospeksi dan skeptif). Tahap Proses Penelitian (tahap ontologisme dasar/asumsi dasar). Tahap Epistemologis (metodologi/sarana dan cara mencapai ilmu, penyimpulan, aplikasi ilmu praksis dan tercapainya sebagai pembuktian dan ilmu final). Tahap Akhir (tercapainya kebahagiaan abadi). Metode penelitian menurut metode ilmiah sebagai prosedur atau langkah-langkah teratur yang sistematis dalam menghimpun pengetahuan untuk dijadikan ilmu yang meliputi masalah, kerangka pemikiran, hipotesis, uji hipotesis, pembahasan dan kesimpulan
OBJEK FILSAFAT ILMUFiled under: Uncategorized — Leave a comment
May 11, 2011
Objek material adalah objek yang di jadikan sasaran menyelidiki oleh suatu ilmu,
atau objek yang yang di pelajari oleh ilmu itu. Objek material filsafat illmu adalah
pengetahuan itu sendiri, yaitu pengetahuan yang telah di susun secara sistematis
dengan metode ilmiah tertentu, sehingga dapat di pertanggung jawabkan
kebenarannya secara umum.
2. Objek Formal Filsafat Ilmu
Objek formal adalah sudut pandang dari mana sang subjek menelaah objek
materialnya. Objek formal filsafat ilmu adalah hakikat (esensi) ilmu pengetahuan
artinya filsafat ilmu lebih menaruh perhatian terhadap problem mendasar ilmu
pengetahuan, seperti apa hakikat ilmu pengetahuan, bagaimana cara memperoleh
kebenaran ilmiah dan apa fingsi ilmu itu bagi manusia. Problem inilah yang di
bicarakan dalam landasan pengembangan ilmu pengetahuan yakni landasan
ontologis, epistemologis dan aksiologis.
C. Manfaat belajar filsafat ilmu
1. Sebagai sarana pengujian penalaran ilmiah, sehingga menjadi kritis terhadap
kegiatan ilmiah.
2. Merupakan usaha merepleksi, menguji, mengkritik asumsi dan metode keilmuan.
3. Memberikan pendasaran logis terhadap metode keilmuan.
Ruang Lingkup Filsafat Ilmu
Bidang garapan Filsafat Ilmu terutama diarahkan pada komponen?komponen yang
menjadi tiang penyangga bagi eksistensi ilmu, yaitu ontologi, epistemologi, dan
aksiologi.
Ontologi ilmu meliputi apa hakikat ilmu itu, apa hakikat kebenaran dan kenyataan
yang inheren dengan pengetahuan ilmiah, yang tidak terlepas dari persepsi filsafat
tentang apa dan bagaimana (yang) “Ada” itu (being Sein, het zijn). Paham monisme
yang terpecah menjadi idealisme atau spiritualisme, Paham dualisme, pluralisme
dengan berbagai nuansanya, merupakan paham ontologik yang pada akhimya
menentukan pendapat bahkan keyakinan kita masing?masing mengenai apa dan
bagaimana (yang) ada sebagaimana manifestasi kebenaran yang kita cari.
Epistemologi ilmu meliputi sumber, sarana, dan tatacara mengunakan sarana
tersebut untuk mencapai pengetahuan (ilmiah). Perbedaan mengenal pilihan
landasan ontologik akan dengan sendirinya mengakibatkan perbedaan dalam
menentukan sarana yang akan kita pilih. Akal (Verstand), akal budi (Vernunft)
pengalaman, atau komunikasi antara akal dan pengalaman, intuisi, merupakan
sarana yang dimaksud dalam epistemologik, sehingga dikenal adanya model?model
epistemologik seperti: rasionalisme, empirisme, kritisisme atau rasionalisme kritis,
positivisme, fenomenologi dengan berbagai variasinya. Ditunjukkan pula b
agaimana kelebihan dan kelemahan sesuatu model epistemologik beserta tolok
ukurnya bagi pengetahuan (ilmiah) itu seped teori koherensi, korespondesi,
pragmatis, dan teori intersubjektif.
Akslologi llmumeliputi nilal?nilal (values) yang bersifat normatif dalam pemberian
makna terhadap kebenaran atau kenyataan sebagaimana kita jumpai dalam
kehidupan kita yang menjelajahi berbagai kawasan, seperti kawasan sosial,
kawasansimbolik atau pun fisik?material. Lebih dari itu nilai?nilai juga ditunjukkan
oleh aksiologi ini sebagai suatu conditio sine qua non yang wajib dipatuhi dalam
kegiatan kita, baik dalam melakukan penelitian maupun di dalam menerapkan ilmu.
Dalam perkembangannya Filsafat llmu juga mengarahkan pandangannya pada
Strategi Pengembangan ilmu, yang menyangkut etik dan heuristik. Bahkan sampal
pada dimensi kebudayaan untuk menangkap tidak saja kegunaan atau
kemanfaatan ilmu, tetapi juga arti maknanya bagi kehidupan
I. PENGERTIAN FILSAFAT
1. Arti Istilah dan Rumusan Filsafat
Istilah filsafat bisa dilacak etimologinya dari istilah Arab falsafah, atau bahasa
Inggris Philosophy yang berasal dari bahasa Yunani, Philosophia yang terbentuk dari
dua akar kata : philen (mencintai) dan sophos (bijaksana), atau juga philos (teman)
dan Sophia (kebijaksanaan). Jadi filsafat adlah cinta akan kebijaksanaan.
Secara terminologis, penulis menggunakan definisi filsafat sebagai berikut :
Filsafat adalah kegiatan / hasil pemikiran / perenungan yang menyelidiki sekaligus
mendasari segala sesuatu yang berfokus pada makna di balik kenyataan/ teori yang
ada untuk disusun dalam sebuah system pengetahuan rasional.
2. Objek Studi dan Metode Filsafat
Objek material filsafat adalah segala sesuatu yang ada. “Ada” itu sendiri dapat
dipilah dalam tiga kategori : tipikal/ sungguh-sungguh ada dalam kenyataan, ada
dalam kemungkinana, ada dalam pikran atau konsep.
Objek formal filsafat adalah hakikat terdalam / substansi/ esensi/ intisari.
3. Bidang Kajian Filsafat
a. Ontologi,
b. Epistimologi,
c. Aksiologi
4. Aliran / Mazhab dalam Filsafat
5. Cabang-Cabang Filsafat
a. Metafisika
studi tentanag sifat yang terdalam dari kenyataan / keberadaan. Persoalan-
persoalan metafisis dibedakan menjadi tiga yaitu persoalan ontologism, persoalan
kosmologis, dan persoalan antropologis.
b. Epistemologi
Berarti ilmu tentang pengetahuan, mempelajari asala muasal / sumber, struktur,
metode, dan validitas pengetahuan, yang kesemuanya bisa dikembalikan untuk
menjawab pertanyaan : “Apa yang dapat saya ketahui?”.
c. Logika
Berarti ilmu, kecakapan, alat untuk berpikir secara lurus.
d. Etika (Filsafat Moral)
Objek material etika adalah perbuatan atau perilaku manusia secara sadar dan
bebas.
e. Estetika (Filsafat Keindahan)
Merupakan kajian filsafat tentang keindahan.
6. Jalinan Ilmu, Filsafat Agama dan Seni
Manusia Agama
Filsafat Seni
II. PENGERTIAN FILSAFAT ILMU
1. Arti Istilah Definisi Filsafat Ilmu
Filsafat ilmu adalah segenap pemikiran reflektif terhadap persoalan mengenai
segala hal yang menyangkut landasan ilmu maupun hubungan ilmu dengan segala
segi dari kehidupan manusia ( The Liang Gie, 2004:61)
2. Cakupan dan Permasalahan Filsafat Ilmu
Menurut John Loss filsafat ilmu dapat digolongkan menjadi empat konsepsi yaitu:
Berusaha menyusun padangan-pandangan dunia sesuai atau berdasarkan toeri-
teori ilmiah yang penting.
Memaparkan praanggapan dan kecenderungan paera ilmuwan
Sebagai suatu cabang pengetahuan yang menganalisis dan menerangkan konsep
dan teori dari ilmu.
Sebagai pengetahuan kritis derajat kedua yang menelaah ilmu sebagai sasarannya.
Enam problem atau permasalahan mendasar :
a. problem-problem epistimologi tentang ilmu
b. problem-problem metafisis tentang ilmu
c. problem-problem metodologis tentang ilmu
d. problem-problem logis tentang ilmu
e. problem-problem etis tentang ilmu
f. problem-problem estetis tentang ilmu
3. Berbagai Pendekatan Filsafat Ilmu
Menurut Peter Angelas, filsafat ilmu mempunyai empat bidang konsentrasi yang
utama, yaitu :
Telaah mengenai berbagai konsep, praanggapan, dan metode analisis, perluasan
dan penyusunannya untuk memperoleh pengetahuan yang lebih ajeg dan cermat
Telaah dan pembenaran mengenai proses penalaran dalam ilmu berikut stuktur
perlambangannya.
Telaah mengenai saling kaitan dia antara di antara berbagai ilmu
Telaah mengenai akibat-akibat pengetahuan yang berkaitan penerahan manusia
terhadap realitas, hubungan logika dll.
4. Sejarah dan Perkembangan Filsafat Ilmu
Ilmu pengetahuan alam mulai berdiri sejak abad ke-17. kemudianpada tahun 1853,
Auguste Comte mengadaka penggolongan ilmu pengetahuan. Pada dasrnya,
penggolongan ilmu pengetahuan yang dilakukan oleh Augute Comte, sejalan
dengan sejarah ilmu pengetahuan itu sendiri, yang menunjukkan bahwa gejala-
gejala dalam ilmu pengetahuan yang paling umum akan tampil terlebih dahulu.
Dengan mempelajari gejala-gejala yang paling sederhana dan umum secara tenang
dan rasional, kita akan memperoleh landasan baru bagi ilmu-ilmu pengetahuan
yang saling terkait untuk dapat berkembang lebih cepat. Dalam penggolongan ilmu
pengetahuan tersebut, dimulai dari Matematika, Astronomi, Fisika, Ilmu Kimia,
Biologi dan Sosiologi.
Penggolongan tersebut didasarkan pada urutan tata jenjang, asas, keteraturan dan
ukuran kesederhanaan. Dalam urutan itu, setiap ilmu yang terlebih dahulu adalah
yang lebih tua sejarahnya, secara logis lebih sederhana dan lebih luas
penerapannya daripada setiap ilmu yang dibelakangnya. Jika dilihat dari sejarah
perkembangan ilmu pengetahuan alam, pada mulanya orang tetap
mempertahankan penggunaan nama atau istilah filsafat alam bagi ilmu
pengetahuan alm. Hal ini dapat dilihat dari judul karya utama dari pelopor ahli kimia
yaitu John Dalton : New Priciles of Chemical Philosophy.
Filsafat dimulai oleh Thales sebagai filsafat jagat raya yang selanjutnya
berkembang kearah kosmologi.
Dalam abad-abad selanjutnya filsafat berkembang melalui dua jalur yaitu : filsafat
alam dan filsafat moral. Filsafat alam mempelajari benda dan peristiwa alamiah,
sedangkan filsafat moral mempelajari ewajiban manusia seperti etika, politik dan
psikologi.setelah memasuki abad ke-20 filsafat dalam garis besar dibedakan
menjadi dua ragam yaitu: filsafat kritis dan filsafat spekulatif. Filsafat kritis
memusatkan perhatian pada analisis secara cermat terhadap makna berbagai
pengertian yang diperbincangkan dalam filsafat misslnya substansi, eksistensi,
moral, realitas, sebab, nilai, kebenaran, keindahan, dan kemestian.filsafat spekulatif
sendiri merupakan nama lain dari metafisika.
5. Fungsi dan Arah Filsafat Ilmu
Filsafat ilmu diharapkan dapat mensistematiskan, meletakkan dasar, dan memberi
arah kepada perkembangan sesuatu ilmu maupun usaha penelitian ilmuan untuk
mengembangkan ilmu. Dengan filsafat ilmu, proses pendidikan, pengajaran, dan
penelitian dalam suatu bidang ilmu menjadi lebih mantap dan tidak kehilangan
arah.
Secara umum, fungsi filsafat ilmua adalah untuk :
Alat mencari kebenaran dari segala fenomena yang ada.
Mempertahankan, menunjang dan melawan atau berdiri netral terhadap pandangan
filsafat lainnya.
Memberikan pengertian tentang cara hidup, pandangan hidup dan pandangan
dunia.
Memberikan ajaran tentang moral dan etika yang berguna dalam kehidupan.
Menjadi sumber inspirasi dan pedoman untuk kehidupan dalam berbagai aspek
kehidupan.
III. SUBSTANSI FILSAFAT ILMU
1. Kenyataan atau Fakta
Kenyataan atau fakta adalah sesuatu yang benar-benar terjadi dan memiliki bukti
tetai tidak mungkin dengan alat-alat yang serba kasar seperti panca indera,
manusia dapat menyaksikan hakikat semua kenyataan sebagai kebenaran sejati.
Untuk dapat meraih hakikat kenyataan sebagai kebenaran sejati, disamping panca
indra dan akal, manusia dikaruniai pula budi sebagai alat perantara antara akal dan
Tuhan.
2. Kebenaran
Berikut beberapa macam tentang kebenaran :
Kebenaran Koherensi : Adanya kesesuaian atau keharmonisan antar suatu yang
memiliki hierarki yang tinggi dari suatu unsure tersebut, baik berupa skema,
ataupun nilai.
Kebenaran Korespondensi :Terbuktinya sesuatu dengan adanya kejadian yang
sejalan atau berlawanan arah antara fakta yang diharapkan, antara fakta dan
keyakinan.
Kebenaran Performatif : Pemikiran manusia yang menyatukan segalanya dalam
tampilan actual dan menyatukan apapun yang ada dibaliknya. Baik yang praktis,
teoritik maupun yang filosifik. Sesuatu benar apabila dapat diaktualisasikan dalm
tindakan.
Kebenaran Pragmatik :Yang benar adalah yang konkrit, individual dan spesifik.
Kebenaran Proporsi :Suatu kebenaran dapat diperoleh bila proporsinya benar, yakni
bila sesuai dengan persyaratan formal suatu proporsi.
Kebenaran Struktural Paradigmatik :Merupakn perkembangan dari kebenaran dari
perkembangan korespondensi.
3. Konfirmasi
Fungsi ilmu adalah menjelaskan, memprediksi proses dan produk yang akan dating,
atau memberikan pemaknaan.
4. Logika Inferensi
Penarikan kesimpulan baru dianggap sahih apabila dilakukan menurut cara
tertentu, yakni berdasarkan logika.
5. Telaah Konstruksi Teori
Adalah sekumpulan proporsi yang saling berkaitan secar logis untuk memberikan
pengertian mengenai sejumlah fenomena.
Teori mempunyai peranan penting antara lain:
Berfungsi sebagai pedoman, bagan sistemanisasi, atau system acuan.
Memberikan suatu skema atau rencana sementara mengenaimedanyang semula
belum dipetakan.
Menunjukkan atau menyarankan kea rah-arah penyelidikan lebih lanjut.
IV. DIMENSI KAJIAN FILSAFAT ILMU
1. Dimensi Ontologis
Ontologis merupakan bagian dari metafisika umum. Ontologis merupakan suatu
pengkajian mengenai teori yang ada.
a. Metafisika : merupakan cabang filsafat yang mempersoalkan tentang hakikat
yang tersimpul dibelakang dunia fenomenal. Metafisika melampaui pengalaman
denagn objek yang non-empiris.
Tafsiran dalam Metafisika:
Animisme alam dunia ini terdapat wujud-wujud gaib yang bersifat lebih tinggi
atau lebih kuasa dubandingkan alam yang nyata.
Materialisme :Apa yang ada di dunia ini yang dapat kita pelajari.
Mekanistik :Melihat gejala alam, temasuk manusia yang merupaka gejala mkimi-
fisika semata.
Vitalistik :Hidup adalah sesuatu yang unik dan berbeda secara subtansi dengan
proses di atas.
Monistik roses berfikir sebagai aktivitas elektro-kimia dari otak
Dualistic :Membedakan antara zat dan kesadaran yang bagi mereka berbeda
secara generic, secara subtansif.
b. Asumsi dalam ilmu :
ü menganggap objek-objek tertentu mempunyai keserupaan satu sama lain,
umpamanya dalam bentuk, struktur dan sifat.
ü Menganggap bahwa suatu benda tidak mengalamai perubahan dalam jangka
waktu tertentu.
ü Pilihan diantara Determinase (Pengetahuan adalah bersifat empiris yang
dicerminkan oleh zat dan gerak yang bersifat universal), Pilihan bebas (Manusia
mempunyai kebebasan dalam menentukan pilihannya, tidak terkait pada
hukumalam yang tidak memberikan alternative), dan probalistik (Menekankan pada
keseimbangan antara kedua aliran di atas)
c. Penggolongan ilmu
Plato : dialektika, fisika, etika
Aristoteles : logika, politik, metafisika, etika
Ampere : rethorika, estetika
Wildelband : kosmologi, noologi
H.A Dardini ; IPA, IPS, humaniora
d. Pola hubungan ilmu
ü Multidisipliner itandai oleh kegiatan studi yang tertuju pada sebuah sentral
dari sudut perspektif disiplin ilmu yang terpisah tanpa adanya kesatuan konsep.
ü Interdisipliner itandai oleh interaksi dua atau lebih interdisipliner ilmu berbeda
dengan bentuk komunikasi konsep atau ide.
ü Lintadisipliner itandai oleh orientasi horizontal karena melumatnya batas-batas
disiplin ilmu yang sudah mapan.
e. Tugas – tugas ilmu pengetahuan
Eksplanatif : menerangkan gejala-gejala alam
Prediktif : meramalakan kejadian-kejadian di masa depan
Control : mengendalikan peristiwa yang akan datang.
f. Batas pengkajian ilmu
ü Tidak semua permasalahan kehidupan manusia dapat dijawab tuntas oleh ilmu.
ü Nilai kebenaran ilmu bersifat positif dalam arti berlakunya sampai saat ini dan
juga bersifat relative atau nisbi dalam arti tidak mutlak kebenarannya.
ü Batas dan relativitas ilmu pengetahuan bermuara pada filsafat.
2. Dimensi Epistimologis
Epistimologi berarti ilmu atau teori tentang pengetahuan, yakni ilmu yang
membahas tentang masalah-masalah pengetahuan.
Konsep dasar ilmu pengetahuan
ü Fungsi panca indera bagi perkembangan ilmu pengetahuan
ü Fungsi akal bagi perkembangan ilmu pengetahuan
ü Peranan budi dalam menemukan hakikat kenyataan
Hukum sebab akibat : seseorang mendapat pengetahuan tentang suatu masalah
denagn jalan menyusun pikiran untuk mengetahui sebab kejadiannya dan
akibatnya.
Sumber pengetahuan : pengalaman (aliran empirisme), akal atau rasio (aliran
rasionalisme), budi sebagai sumber pengetahuan sejati (aliran kritisme).
Batas –batas pengetahuan : yang dapat dipercaya adalah hanya apa yang
sekarang, pada saat ini, yang diberikan kepada kita dalam pengalaman (aliran
skeptisisme), adanya kebenaran objektif, terlepas dari subjek-subjek yang
diketahuinya (aliran objektivisme), kesadaran akan tujuan pada barang sesuatu,
benda yang dituju (aliran fenomenologisme)
Objek pengetahuan : objek rasa, objek bukan rasa, dan objek luar rasa.
Metode ilmu pengetahuan : metode induksi dan metode deduksi
3. Dimensi Aksiologis
Aksiologi adalah studi tentang nilai atau kualitas. Satu wilayah penting penelitian
untuk aksiologi ini adalah aksiologi formal dan kekakuan matematis.
V. PENGEMBANGAN DAN PNERAPAN TEORI
1. Pengembangan Teori dan Alternatif Metodologinya
Kesamaan antara ilmu pengetahuan dan filsafat, bahwa keduanya sama- sama
mengejar kebenaran. Kebenaran yang ditemukan tidak sekedar demi kepentingan
teori saja, melainkan demi kepentingan serta peningkatan hidup menusia
seluruhnya. Perbedaannya terletak pada obyek yang diselidiki serta sudut
tinjauannya terhadap obyek ilmu pengetahuan dari penyelidikan lahirlah ilmu- ilmu
pengetahuan khusus, seperti ilmu bumi, ilmu alam dan sebagainya.
Kajian filsafat ilmu :
Ontology
Epistimologi
Aksiologi
Ilmu khusus yang sesuai dengan obyek kajiannya antara lain :
ü Metaphysica Generalis
ü Theodicia Naturalis
ü Cosmologia
ü Anthropologia Filosofica
ü Filsafat Biologie
ü Filsafat Psichologi
ü Filsafat Sosiologie
ü Epistimologi
ü Filsafat Etica
ü Filsafat Estetika
Metode dalam penyelidikan ilmu dan filsafat :
Metode histories
Sistematis
2. Etika dan Pengembangan Ilmu dan Teknologi
Etika adalah studi bagaimana seseorang harus memperlakukan manusia dan
keberadaan yang lain, berisi identifikasi hak-hak yang dimiliki setiap entitas. Hanya
saja perkembangan ilmu dan teknologi yang sangat pesat ini terkadang tidak
sejalan dengan tujuan semuala yaitu menciptakan teknologi yang memberikan
kemudahan tanpa menimbulkan kerusakan serta keinginan manusia yang cinta
damai. Sebagai contoh adanya pengeboman, pemalsuan obat dan produk-produk,
cloning yang tidak sesuai dan senjata nuklir penghancur masal.
3. Jalinan Fungsional Agama, Filsafat dan Ilmu
Yang dicari oleh filsafat adalah kebenaran. Demikianpula ilmu dan agama.
Kebenaran dalam filsafat dan ilmu adalah kebenaran akal, sedangkan kebenaran
dalam agama adalah kebenaran wahyu. Kita tidak akan mencari mana yang paling
benar, akan tetapi melihat apakah keduanya dapat berdampingan dan hidup
damai,. Meskipun filsafat dan ilmu mencari kebenaran secara akal, hasil yang
diperoleh baik oleh filsafat maupun ilmu bermacan-macam. Hal ini dapat dilihat
pada aliran yang berbeda-beda. Demikian halnya dengan agama, terdapat
bermacam-macam dan kesemuanya mengajarkan tentang kebenaran. Dengan cara
menyadari keadaan serta kedudukan masing-masing, maka antara filsafat, ilmu dan
agama dapat terjalin hubungan yang harmonis dan saling mendukung. Ketiganya
dapat menunjang dalam menyelesaikan persoalan yang timbul dalam kehidupan.
4. Implikasi dan implementasi Filsafat Ilmu dalam Pengembangan Keilmuan dan
Kependidikan
Implikasi merupakan hubungan atau keterlibatan, sedangkan impementasi adalah
penerapan. Teknologi kini telah merambah pada dunia yang lain yakni pendidikan.
Missal, kolaborasi antara dunia pendidikan dan teknologi yakni i-learning. Dengan
adanya hal tersebut menunjukka bahwa dunia pendidikan dan ilmu pengetahuan
telah mengalmi metamorfosis. Perubahan-perubahan tersebut tak lain juga didasari
oleh pemikiran filsafat. Dengan hal ini diharapkan segala jenis bentuk pendidikan
yang positif dapat dirasakan oleh setiap manusia dimanapun berada.