fasilitasi yang efektif-buku pegangan fasilitator-all

Upload: nurbayahikman

Post on 14-Oct-2015

205 views

Category:

Documents


19 download

TRANSCRIPT

  • Fasilitasi yang Efektif

    Buku Pegangan Fasilitator

    Local Governance Support Program Training and Publications

    April 2008

  • Fasilitasi yang Efektif

    Buku Pegangan Fasilitator ii

    Fasilitasi yang Efektif-Buku Pegangan Fasilitator Buku lain pada Seri Teknologi pelatihan ini : 1. Fasilitator yang Efektif-Panduan Pelatih 2. Metode-metode Dasar Fasilitasi-Panduan Fasilitator 3. Lokakarya Mendesain Kegiatan yang Interaktif-Buku Pegangan Peserta 4. Permainan Kreatif untuk Mendukung Kegiatan/Pelatihan Partisipatif-Referensi

    Fasilitator 5. Menyiapkan Kegiatan/Pelatihan Partisipatif untuk Mendukung Tata Kelola

    Pemerintahan yang Baik-Referensi Fasilitator 6. Pelatihan Fasilitator yang Efektif-Panduan Fasilitator Tentang LGSP Local Governance Support Program merupakan program bantuan teknis yang mendukung tata kelola pemerintahan yang baik (Good Governance) di Indonesia pada dua sisi, yaitu pemerintah daerah dan masyarakat. Dukungan kepada pemerintah daerah dimaksudkan agar pemerintah meningkat kompetensinya dalam melaksanakan tugas-tugas pokok kepemerintahan di bidang perencanaan dan penganggaran yang terintegrasi, dan meningkat kemampuannya dalam memberikan pelayanan yang lebih baik, serta mengelola sumber daya. Dukungan kepada DPRD dan organisasi masyarakat adalah untuk memperkuat kapasitas mereka agar dapat melakukan peran-peran perwakilan, pengawasan, dan partisipasi masyarakat dalam proses pengambilan keputusan. LGSP bekerja di 60 lebih kabupaten dan kota di Indonesia, di sembilan propinsi: Nanggroe Aceh Darussalam, Sumatra Utara, Sumatra Barat, Jawa Barat, Banten, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sulawesi Selatan dan Papua Barat. Buku ini terwujud berkat bantuan yang diberikan oleh United States Agency for International Development (USAID) berdasarkan nomor kontrak No. 497-M-00-05-00017-00 dengan RTI International, melalui pelaksanaan Local Governance Support Program (LGSP) di Indonesia. Pendapat yang tertuang di dalam laporan ini tidaklah mencerminkan pendapat dari USAID Program LGSP dilaksanakan atas kerjasama Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS), Departemen Dalam Negeri, Departemen Keuangan, pemerintah daerah dan organisasi masyarakat dalam wilayah propinsi target LGSP. Program LGSP didanai oleh United States Agency for International Development (USAID) dan dilaksanakan oleh RTI Internasional berkolaborasi dengan International City/County Management Association (ICMA), Democracy International (DI), Computer Assisted Development Incorporated (CADI) dan the Indonesia Media Law and Policy Centre (IMLPC). Pelaksanaan Program dimulai pada Tanggal 1 Maret, 2005 dan berakhir Tanggal 30 September, 2009. Informasi lebih lanjut tentang LGSP hubungi: Telephone: +62 (21) 515 1755 Fax:: +62 (21) 515 1752 Bursa Efek Jakarta, Gedung 1, lantai 29 Email: [email protected] Jl. Jend. Sudirman, kav. 52-53 Website: www.lgsp.or.id Jakarta 12190 Dicetak di Indonesia. Publikasi ini didanai oleh the United States Agency for International Development (USAID). Sebagian atau seluruh isi buku ini, termasuk ilustrasinya, boleh diperbanyak, direproduksi, atau diubah dengan syarat disebarkan secara gratis.

  • Buku Pegangan Fasilitator iii

    Fasilitasi yang Efektif

    Abstraksi Buku ini disusun sebagai buku pegangan bagi para fasilitator yang ingin menjadi fasilitator yang efektif dan partisipatif. Materi yang diuraikan dalam buku ini merupakan pengembangan dari metode Teknologi Partisipasi dan beberapa metode lain yang menggunakan dasar partisipasi dan interaksi. Hasil pengembangan berbagai metode itu, ditambah dengan hasil uji coba dan pengalaman di beberapa daerah yang menjadi mitra LGSP serta hasil studi literatur, telah memperkaya buku ini. Secara garis besar, urutan isi buku ini adalah sebagai berikut: Potret diri, potret kelompok Pengetahuan dasar bagi fasilitator (teori belajar, gaya belajar, membedakan pendekatan

    pedagogi dangan andragogi, mengelola kreatifitas, mengusik sistem sosial). Peran dan sikap fasilitator. Keterampilan dasar fasilitator (termasuk keterampilan memandu disksusi). Metode membangun konsensus (lokakarya) Mengelola dinamika kelompok. Metode membuat perencanaan. Beberapa tips untuk fasilitator . Fasilitasi merupakan ilmu yang terus berkembang dari waktu ke waktu. Karenanya buku ini disiapkan dengan pemikiran memberi peluang bagi Anda memakainya untuk mengembangkan diri dan metode-metode fasilitasi Anda.

  • Fasilitasi yang Efektif

    Buku Pegangan Fasilitator iv

    Abstract This book is prepared as a guide for facilitators who wish to be an effective and participative facilitator. The content is based on the basic facilitation methods of the Technology of Participation and other facilitation methods that use participation and interaction as the basis. These methods, combined with field experience in facilitating some LGSP regional partners and also literature study, has enriched the overall content of the book. In general, the book covers the following topics: Benchmarking, self portrait, group/collective capacity). Basic knowledge for a facilitator (learning theory, learning styles, pedagogical and

    andragogical models, managing creativity, stimulating social systems). Roles of a facilitator. Basic skills of a facilitator (levels of facilitation, including facilitating discussion. Workshop method (how to build a consensus) Managing group dynamics. Action planning method (how to develop a short term plan) Useful tips for a facilitator. Facilitation is a dynamic skill and will continuously evolve over time. This book is prepared as one of the references that provides room for the readers to make advance development in both training facilitation and their methods.

  • Buku Pegangan Fasilitator v

    Fasilitasi yang Efektif

    Daftar Isi Abstraksi ................. Abstract .............. Daftar Isi ................. Kata Pengantar ......................................

    iii

    iv

    v

    vi

    Sesi I. Potret diri ............................................................................................ Sesi II Pengetahuan dasar bagi fasilitator (teori belajar, gaya belajar, membedakan

    pendekatan pedagogi dangan andragogi, mengelola kreatifitas, mengusik sistem sosial) ...........................................................................................

    Sesi III. Peran dan sikap fasilitator ............................................ Sesi IV. Keterampilan dasar fasilitator............................................................... Sesi V. Metode Lokakarya (Membangun Konsensus) ..................................................... Sesi VI. Mengelola dinamika kelompok ..................................................................... Sesi VII. Metode Perencanaan (Rencana Aksi Bersama) .................................................. Sesi VIII Menggugah Sistem Sosial ....................................................................................... Sesi IX Tip Bagi Fasilitator ...................................................................................................

    1

    17

    38

    55

    62

    69

    76

    92

    100

  • Fasilitasi yang Efektif

    Buku Pegangan Fasilitator vi

    Pengantar Local Governance Support Program USAID/Indonesia merupakan program bantuan dari United States Agency for International Development (USAID) kepada pemerintah Indonesia yang secara langsung mendukung perluasan tata pemerintahan yang partisipatif, efektif dan akuntabel. Program ini merupakan serangkaian kegiatan bantuan yang terintegrasi yang dirancang untuk memperkuat kedua pihak dalam tatanan pemerintahan yang baik. Pertama, LGSP mendukung pemerintah daerah untuk menjadi lebih demokratis, lebih cakap dalam melaksanakan tugas-tugas utama kepemerintahan, serta lebih baik dalam menyediakan pelayanan dan pengelolaan sumber daya. Kedua, LGSP juga dimaksudkan untuk meningkatkan kapasitas DPRD dan organisasi masyarakat dalam menjalankan peran resmi mereka sebagai wakil rakyat dan pengawas, dan partisipasi warga dalam proses pengambilan keputusan. Salah satu bentuk peningkatan kapasitas yang telah dikembangkan LGSP, khususnya yang berkaitan dengan pendekatan dan pembelajaran yang partisipatif, adalah pelatihan fasilitasi yang efektif. Pelatihan ini telah diberikan kepada lebih dari 600 fasilitator dan pelatih di daerah kerja LGSP, dan telah mulai menampakkan hasil. Berbagai bentuk interaksi yang efektif antara pemerintah dan masyarakat mulai berkembang, berbagai forum multi pihak bertumbuhan menghasilkan masukan-masukan bagi pembangunan daerah yang sangat diperhitungkan oleh pembuat keputusan. Inisiatif-inisiatif inovatif ini digerakkan dan difasilitasi oleh mitra-mitra LGSP yang telah sempat mendapatkan pelatihan fasilitasi ini. Beranjak dari pengalaman itu, LGSP melihat perlunya materi-materi pelatihan fasilitator ini dibukukan, supaya dapat dimanfaatkan kelak oleh lebih banyak khalayak, tidak terbatas hanya pada teman-teman yang menjadi mitra LGSP atau yang berada di wilayah kerja LGSP saja, sehingga proses-proses yang partisipatif ini dapat menyebar lebih luas lagi. Kami berharap buku ini dapat berguna dan membantu Anda dalam pekerjaan Anda memfasilitasi proses-proses perencanaan dan pengawasan pembangunan secara partisipatif dan lebih efektif, dalam rangka mendukung tata pemerintahan yang baik dan terdesentralisasi di Indonesia. Jakarta, April 2008 Judith Edstrom Yoenarsih Nazar Chief of Party Training & Publications Advisor USAID-LGSP USAID-LGSP

  • Buku Pegangan Fasilitator

    Fasilitasi yang Efektif

    1

    Buatlah dirimu berguna bagi orang lain,

    jangan membuat hidup sulit bagi

    siapapun

    (Pangeran Charles, bangsawan Inggris)

    Bab 1: Potret Diri Apakah potret diri?

    Potret diri adalah upaya melihat ke dalam diri sendiri,

    melakukan perenungan, dan merefleksikan pengalaman dan pemahaman kita tentang suatu bidang (dalam hal ini, bidang fasilitasi).

    Mengapa perlu potret diri? Refleksi fasilitasi menjadi menu pertama dalam pelatihan

    bagi fasilitator, karena tiga alasan : Pertama, LGSP percaya penyegaran dan penyempurnaan

    metode-metode fasilitasi merupakan suatu keharusan, agar seorang fasilitator terhindar dari rutinitas dan situasi yang monoton. Dengan melakukan refleksi terhadap kemampuan fasilitasi diri sendiri, kita akan selalu mawas diri, dan semakin menghargai potensi yang kita miliki. Melalui proses berbagi pengalaman selama pelatihan, peserta kita diharapkan akan mendapatkan inspirasi untuk memperkaya dan melakukan terobosan baru dalam dunia fasilitasi yang kita geluti.

    Kedua, Anda adalah orang yang mungkin saja sudah berpengalaman dalam dunia fasilitasi, entah sebagai fasilitator, ataupun pihak yang difasilitasi Pengetahuan dan pengalaman Anda itu menjadi masukan yang sangat berharga dan menjadi bahan dasar utama dalam proses mempersiapkan diri Anda menjadi fasilitator yang efektif.

    Ketiga, seorang fasilitator pasti memiliki karakter dan keunikan yang berbeda satu sama lain. Ada yang sudah menyadari, tapi belum mengetahui cara menjadikan karakter sebagai aset yang hebat. Nah, pemotretan diri ini akan membantu Anda mengetahui bagaimana mereka sesungguhnya sebagai fasilitator, apa keunggulan Anda, dan bagaimana Anda dapat bermanfaat bagi orang banyak.

    Ada dua bentuk potret diri, yakni potret individu, dan potret kelompok.

  • Fasilitasi yang Efektif

    Buku Pegangan Fasilitator 2

    Potret Individu

    Dalam potret individu, ada empat hal yang menjadi objek : Pertama, jati diri atau kepribadian kita. Kedua, pengalaman kita mengelola dan/atau

    memfasilitasi kegiatan-kegiatan partisipatif selama ini.

    Ketiga, kompetensi dan keterampilan kita memfasilitasi.

    Keempat, gaya belajar kita sebagai peserta pelatihan.

    Bagaimana melakukannya?

    Memotret kompetensi dan keterampilan fasilitasi Dalam sebuah pelatihan fasilitator, untuk memotret

    kompetensi dan keterampilan memfasili-tasi, beberapa cara dapat digunakan, diantaranya :

    Pertama, melakukan pemotretan secara pasif, yakni dengan mengisi semacam kuesioner yang berisi penilaian kemampuan diri di bidang fasilitas. Dengan cara ini yang diperoleh adalah pandangan sendiri terhadap kemampuan diri sendiri.

    Di halaman berikut terdapat beberapa contoh pertanyaan untuk memotret kompetensi dan ketrampilan fasilitasi seseorang secara pasif yang dimaksud dalam cara pemotretan pertama ini Kedua, memotret secara aktif, yaitu dengan mempraktek-kan fasilitasi langsung dalam sebuah proses singkat, dan meminta peserta lainnya untuk mengomentari. Dengan cara ini, potret yang dihasilkan adalah gambaran dari sudut padang sesama peserta, yang merasakan langsung bagaimana temannya memfasilitasi mereka. Bila nanti Anda akan melatih fasilitator-fasilitator baru, cara kedua ini sangat dianjurkan.

    Kemungkinan ketiga adalah merekam proses fasilitasi dalam video dan menganalisanya bersama para peserta. Dengan cara ini, pandangan kedua pihak, fasilitator dan peserta, terhadap kemampuan fasilitasi si fasilitator dapat diperoleh sekaligus. Jika perekaman gambar dan suara dilakukan dengan benar, video dapat menjadi alat yang ampuh untuk memperlihatkan dengan jujur bagaimana sikap dan keterampilan seseorang ketika memfasilitasi.

    Tak peduli siapa yang kau

    puji tetapi hati-hatilah

    terhadap siapa yang kau salahkan

    (Edmund Gosse)

  • Buku Pegangan Fasilitator

    Fasilitasi yang Efektif

    3

    KOMPETENSI FASILITATOR

    Bagaimana Anda menilai kompetensi diri Anda sebagai fasilitator? Berikanlah penilaian dengan angka yang paling mencerminkan Anda di kolom paling kanan. 1 = Itu sama sekali bukan saya 2 = Kadang-kadang saya seperti itu 3 = Sering saya begitu 4 = Itu saya banget

    Kompetensi dasar

    1. Memahami peran fasilitator.

    2. Tahu bagaimana memulai, menjalankan, dan mengakhiri proses fasilitasi.

    3. Memfasilitasi karena tugas.

    4. Menunjukkan jalan keluar sewaktu-waktu kelompok kehilangan arah.

    5. Menerapkan prinsip belajar yang kontekstual dalam proses fasilitasi.

    6. Menciptakan suasana yang menyenangkan untuk merangsang kreatifitas peserta.

    Komunikasi interpersonal

    7. Menyimak dengan baik, sehingga mampu menggambarkan persoalan secara menyeluruh, dari pendapat-pendapat yang beragam.

    8. Mahir menggunakan metode bertanya dalam memandu diskusi untuk menggali pendapat peserta.

    9. Sudah biasa memandu kelompok sampai pada konsensus.

    10. Tahu cara membantu kelompok membuat rencana kerja.

    11. Cepat membaca situasi dan berimprovisasi, menyesuaikan diri dengan perkembangan proses.

    Mengelola dinamika kelompok

    12. Memberikan perhatian lebih kepada peserta yang sangat aktif.

    13. Mampu mengatasi situasi bila ada peserta membuat kacau jalannya proses.

    14. Tahu kapan saatnya dan bagaimana caranya mengakhiri perdebatan dalam kelompok.

    15. Dapat mengenali kapan proses diskusi mulai melenceng, dan tahu bagaimana mengembalikannya ke arah semula.

    O Mendesain proses

    16. Berpengalaman merancang proses partisipatif.

    17. Mampu meyakinkan orang lain pada prinsip partisipasi.

    18. Mampu melakukan presentasi di depan sekelompok petinggi.

    Sangat penting memadukan

    kekuatan dan kelemahan dalam satu

    ikatan jaringan yang utuh.

    (Mark Granovetter,

    jurnalis)

  • Fasilitasi yang Efektif

    Buku Pegangan Fasilitator 4

    Memotret jati diri

    Untuk memotret jati diri atau kepribadian, juga terdapat banyak cara, seperti dengan wawancara, simulasi langsung, rekaman simulasi, dan berbagai bentuk tes tertulis. Yang paling banyak digunakan orang adalah cara terakhir. Ini metode yang kebanyakan dikembangkan oleh para psikolog. Tes kepribadian tertulis ini berisi pertanyaan-pertanyaan yang menggali berbagai aspek dan dimensi kepribadian seseorang.

    Dewasa ini banyak instrumen untuk mengetahui tipe kepribadian ini yang dapat ditemukan di berbagai website di internet, seperti www.personaldna.com, www.sac.its.ac.id, www.humanmetrics.com, www.personalitypathways.com dan banyak lagi lainnya. Salah satu yang sering digunakan adalah yang dikembangkan oleh Isabel Briggs Myers dan Katharina Cook Briggs pada 1943, dan dikenal dengan nama Myers and Brigg Type Indicator (MBTI). Pada dasarnya ada 4 dimensi kepribadian yang diteropong oleh MBTI, yaitu, pertama, keterbukaan (apakah seseorang itu tipe ekstrovert/E atau introvert/I; kedua, cara pikir (apakah ia berpikir dengan logika/thinking/T) atau dengan perasaan/feeling/F); ketiga, cara pandang (apakah ia mengandalkan indera/Sensorik/S) atau iNtuisi/N); dan keempat, cara mengambil keputusan (apakah ia orang yang lebih mengikuti proses/perceiving/P) atau lebih cenderung cepat menjatuhkan keputusan/judging/J). Kombinasi dari keempat aspek itu akan membentuk kepribadian yang unik.

    Berikut ini contoh instrumen MBTI untuk merekam keempat aspek itu.

    Kepercayaan mutlak dibutuhkan

    kelompok agarlebih

    bersemangat dan emosional dalam

    mencapai produktivitas

    tertinggi

    (Vanessa Druskat, fasilitator)

  • Buku Pegangan Fasilitator

    Fasilitasi yang Efektif

    5

    TES KEPRIBADIAN MBTI

    Bacalah pernyataan-pernyataan di bawah ini, dan berilah angka sesuai dengan ketentuan berikut ini : 0 = bukan kepribadian saya.

    1 = sedikit mirip dengan saya 2 = tepat dengan kepribadian saya.

    Jumlahkan nilai Anda dan isikan di samping kotak total.

    EKSTROVERT (E)

    1 Saya mendapat energi dari berinteraksi dan berbicara dengan orang lain.

    2 Saya cukup mudah didekati dan banyak orang menganggap saya ramah, terbuka dan semangat.

    3 Saya merasa nyaman berkenalan dan bercakap dengan orang-orang yang baru saya kenal.

    4 Saya senang menjadi pusat perhatian.

    5 Saya cukup cerewet dan lebih suka komunikasi lisan daripada tulisan.

    6 Saya mudah mencari topik untuk dibicarakan dengan siapa saja.

    7 Teman dan kerabat saya banyak.

    8 Saya merasa kesepian dan gelisah jika harus sendiri untuk waktu yang lama.

    9 Saya harus menjaga diri untuk memberikan waktu kepada orang lain untuk bicara.

    10 Saya menemukan ide dan mencarai solusi lewat bicara. Saya cenderung berpikir sambil berbicara.

    Total

    INTROVERT

    1 Saya canggung dalam situasi dimana saya tidak mengenal banyak orang, tetapi saya senang berbicara berdua dengan orang yang saya anggap cocok.

    2 Saya senang menyendiri.

    3 Saya cenderung mempunyai beberapa sahabat dekat daripada banyak kenalan dan menghabiskan waktu dengan mereka.

    4 Saya lebih suka didatangi daripada mendatangi orang lain.

    5 Orang lain sering menganggap saya malu atau sombong

    6 Saya perlu waktu untuk berpikir sebelum bicara.

    7 Saya capek kalau harus menghabiskan waktu dengan orang lain. Berbicara di telepon terlalu lama pun membuat saya lelah.

    8 Saya lebih senang bekerja sendiri.

    9 Saya sangat pemilih dalam membangun pertemanan dengan orang lain.

    10 Saya tidak suka menjadi pusat perhatian.

    Total

    Nikmati hidup Anda sendiri

    tanpa membandingkan

    -nya dengan orang lain

    (Marquis de condorcet)

  • Fasilitasi yang Efektif

    Buku Pegangan Fasilitator 6

    SENSORIK

    1 Saya cenderung bertindak praktis, realistik dan berdasarkan hal-hal nyata.

    2 Saya lebih tertarik pada fakta-fakta dan angka-angka daripada teori.

    3 Saya lebih suka pekerjaan yang praktis dan menghasilkan sesuatu yang terukur.

    4 Saya cenderung bicara, mendengar dan menafsirkan apa adanya

    5 Saya seoran pengamat yang baik. Saya memperhatikan lingkungan sekitar dan sering mengingat hal-hal rinci.

    6 Saya senang melakukan hasta kerya seperti benda-benda kerajinan.

    7 Saya suka menggunakan dan mengembangkan ketrampilan yang sudah saya miliki.

    8 Saya memiliki kapasitas menikmati sesuatu kapan saja dan dimana saja.

    9 Saya percaya pengalaman membuktikan apa yang nyata dan pasti

    10 Saya cenderung berfikir tentang apa yang sudah di depan mata dibandingkan berandai-andai tentang hal-hal yang belum pasti.

    Total

    INTUITIF

    1 Saya sulit pada satu hal saja karena saya kerap berandai-andai tentang banyak gagasan pada wakatu yang sama.

    2 Saya cenderung menggunakan metafora, analogi atau perumpamaan ketika menjelaskan sesuatu.

    3 Saya mengandalkan inspirasi dan imajinasi ketika mengumpulkan informasi.

    4 Saya cenderung berfikir tentang masa depan dan senang melakukan hal-hal baru. Saya tidak suka sesuatu hal yang bersifat rutin dan berulang-ulang.

    5 Saya cenderung mencari kemungkinan baru dan fokus pada apa yang mungkin dapat dilakukan.

    6 Saya mencari apa yang menjadi latar belakang sesuatu hal dan berfikir hal-hal besar. Saya tidak suka pada hal-hal yang sifatnya rinci.

    7 Saya cenderung memperhatikan dampak atau pengaruh suatu hal.

    8 Saya sering mencari makna tersembunyi dari sesuatu dan membayangkan apa yang sebetulnya tidak dinyatakan dengan terbuka.

    9 Saya tidak banyak memperhatikan apa yang terjadi di sekeliling saya.

    10 Saya menikmati hal-hal abstrak dan teori-teori, dan terkadang beranggapan bahwa kehidupan sehari-hari itu membosankan

    Total

    Anda merasa tidak

    didengar? Bisa jadi itu

    karena kredibilitas Anda cacat.

    (Jay Conger)

  • Buku Pegangan Fasilitator

    Fasilitasi yang Efektif

    7

    PEMIKIR (THINKING)

    1 Saya menilai penting kemampuan berfikir dan mengambil keputusan amat jelas serta masuk akal

    2 Saya senang berdebat dan mempertahankan pandangan dan kebutuhan orang lain.

    3 Saya sering dituduh tidak peka pada perasaan dan kebutuhan orang lain.

    4 Orang kadang menilai saya tidak peduli dengan orang lain dan terlalu pemikir.

    5 Saya terlalu blak-blak dan terbuka.

    6 Saya cenderung tertarik apa yang dipikirkan orang daripada perasaannya

    7 Saya tidak suka menunjukkan perasaan saya sesungguhnya.

    8 Saya kadang mengambil keputusan berdasarkan prinsip-prinsip umum keadilan dan masuk akal dibandingkan dengan kepedulian pada kondisi yang dialami seseorang.

    9 Menurut saya lebih penting berterus terang dibandingkan dengan basa-basi

    10 Saya tidak segan-segan mengkritik atau mengoreksi orang.

    Total

    PERASA (FEELING)

    1. Saya menilai penting kemampuan saya berempati dan merasakan apa yang dirasakan orang amat kuat.

    2. Saya senang berbicara tentang perasaan dan hubungan pribadi.

    3. Dalam mengambil keputusan, saya memikirkan perasaan orang lain.

    4. Saya merasa lebih penting bersopan santun atau berbasa basi dibandingkan dengan bicara terus terang.

    5. Menghargai apa yang dilakukan orang amat penting bagi saya.

    6. Saya mencari sesuatu yang baik dari seseorang dan sesuatu.

    7. Orang menilai saya orang yang hangat dan pengertian

    8. Saya amat sulit berbicara terus terang tentang apa yang saya inginkan atau butuhkan.

    9. Jika saya tidak setuju dengan pandangan orang, saya sulit mengatakannya

    10. Saya tidak suka kritik karena akan saya ambil sebagai masalah bagi saya pribadi. Orang menyebut saya sebagai orang yang sensitif (selalu menggunakan perasaan).

    Total

    Koordinasi didapat dari latihan terus

    menerus.

    (Ivan Steiner)

  • Fasilitasi yang Efektif

    Buku Pegangan Fasilitator 8

    KEPRIBADIAN PEMBUAT KEPUTUSAN (JUDGING)

    1. Saya tidak suka sesuatu yang tidak pasti.

    2. Saya tidak bisa berkonsentrasi penuh jika lingkungan saya tidak teratur atau gaduh.

    3. Saya memeriksa semua yang akan saya lakukan dan merasa senang bila semua yang harus saya lakukan sudah disiapkan dengan baik.

    4. Saya punya jalan sendiri dalam melakukan sesuatu. Saya tidak suka bila orang lain mengatur jadwal saya, khususnya pada saat-saat akhir.

    5. Saya harus punya tempat untuk semua barang saya, dan ditempatkan di satu tempat.

    6. Sebelum melaksanakan kegiatan, saya selalu memastikan apakah semua hal sudah benar-benar disiapkan.

    7. Tepat waktu amat penting bagi saya, dan saya tidak bisa paham kenapa orang tidak menganggap penting untuk tepat waktu.

    8. Saya senang bisa tahu jadwal sebelum kegiatan berlangsung. Bila tidak ada perencanaan, saya merasa tidak nyaman.

    9. Saya tidak suka pekerjaan yang tidak terselesaikan dan selalu ingin menyelesaikan pekerjaan sebelum memulai pekerjaan baru.

    10. Saya harus menyelesaikan pekerjaan saya dulu sebelum bisa santai dan bersenang-senang.

    Total

    KEPRIBADIAN PENGAMAT (PERCEIVING)

    1. Saya cenderung menganggap semua hal itu mudah, bisa disesuaikan dan tidak kaku. Bila sesuatu berubah di saat-saat akhir, saya tinggal menyesuaikan saja.

    2. Bukannya saya tidak fokus, melainkan karena saya punya jalan sendiri untuk bergerak dari kegiatan satu ke kegiatan lain.

    3. Saya senang memulai kegiatan baru. Saya senang memulai kegiatan baru sebelum kegiatan yang lainnya berakhir.

    4. Tepat waktu tidak terlalu penting bagi saya. Jadwal hanya menjadi wawasan bagi saya, kapan suatu kegiatan mulai dan berakhir.

    5. Saya jarang mendaftar pekerjaan yang akan saya lakukan. Kalaupun mandaftar kegiatan yang akan saya lakukan saya tidak perlu memeriksanya.

    6. Saya sering menunggu sampai waktu tenggat, baru fokus pada menyelesaikan tugas.

    7. Cara saya mengatur ruangan boleh jadi membuat orang kacau balau.

    8. Saya tidak perlu menyelesaikan semua tugas sebelum bisa menikmati liburan atau santai.

    9. Saya biasanya menunda keputusan, dan terlebih dahulu mengumpulkan informasi dan baru bila benar-benar dibuthkan saya mengambil keputusan.

    10. Saya menikmati spontanitas. Saya menikmati hal-hal yang mengejutkan.

    Total

    Pastikan Anda mengukur dan

    memberi penghargaan pada perilaku-perilaku

    yang tepat.

    (Steven Kerr)

  • Buku Pegangan Fasilitator

    Fasilitasi yang Efektif

    9

    Periksalah sekarang setiap halaman, dan tandai tipe kepribadian mana yang jumlah nilainya lebih tinggi. Umpamanya, untuk aspek keterbukaan, ekstrovert atau introvert (E atau I). Untuk aspek cara pikir, lebih tinggi thinking atau feeling (T atau F). Begitu seterusnya, untuk keempat aspek tersebut. Lalu gabungkan keempat huruf yang nilainya lebih tinggi pada setiap aspek itu. Akan ada 16 kemungkinan kombinasi, seperti di bawah ini. David West Keirsey menggabungkan 2 aspek dari sudut temperamen (dicetak dengan warna biru), dan membuat 4 kategori besar : NF - idealis; NT rasional, SJ - penolong; dan SP - seniman; .

    Yang manakah Anda?

    Idealis Rasionalis Pelindung Artistik

    ENFJ

    Bijak Guru

    ENTJ

    Pemimpin Pengatur lapangan

    ESTJ

    Pendorong Pemimpin

    ESTP

    Pengelana Pendukung

    ENFP

    Melihat kedepan Juara

    ENTP

    Pembaharu Penemu

    ESFJ

    Suka menolong Pemberi

    ESFP

    Jenaka Penghibur

    INFJ

    Penuh rahasia Penasihat

    INTJ

    Pemikir bebas Cerdas

    ISTJ

    Andalan Pemeriksa

    ISTP

    Praktis Pengrajin

    INFP

    Pemimpi Penyembuh

    INTP

    Aneh Arsitek

    ISFJ

    Pemupuk Pelindung

    ISFP

    Berseni Penggubah

    Bila kebetulan jumlah nilai Anda untuk salah satu atau beberapa aspek sama, tuliskan keduanya (E dan I, atau P dan J). Lalu pasangkan masing-masing dengan tiga yang lainnya. Berarti Anda mempunyai dua atau lebih tipe kepribadian. Memotret pengalaman fasilitasi

    Pengalaman mengelola atau memfasilitasi kelompok dapat dipotret dengan meminta peserta pelatihan Anda saling berbagi dan menceritakan pengalaman masing-masing, dan menyimpulkannya bersama. Proses ini adalah bagian dari metode PRA (Participatory Reflection and Action), yang pada awalnya dikenal sebagai metode Participatory Rural Appraisal. Pada mulanya proses ini dimaksud-kan untuk memberi peluang kepada masyarakat di pedesaan untuk mengevaluasi keadaan mereka sendiri,

    Jangan memcoba untuk

    menguasai terlalu banyak

    hal

    (Willian McKinley)

  • Fasilitasi yang Efektif

    Buku Pegangan Fasilitator 10

    menganalisisnya, membuat perencanaan, melaksanakan rencananya sendiri, dan melakukan monitoring dan evaluasi sendiri. Dalam perkembangannya, mereka yang biasa melakukan proses ini menemukan bahwa metode seperti ini sebetulnya memberi peluang bagi pesertanya untuk saling belajar dari sesama, sehingga prosesnyapun diberi nama Participatory Learning and Action (PLA).

    Pada dasarnya, untuk memotret pengalaman memfasilitasi ini, Anda menggabungkan dua potret pertama (kompetensi sebagai fasilitator dan tipe kepribadian) dengan apa yang terjadi di lapangan ketika Anda memfasilitasi. Karena sifatnya berbagi pengalaman, maka bentuk potretnya adalah kumpulan dari berbagai pelajaran berharga yang Anda dan teman-teman Anda peroleh selama ini dalam memfasilitasi. Mozaik pengalaman ini dapat Anda bangun dengan menanyakan berbagai aspek dari pengalaman memfasilitasi. Beberapa contoh pertanyaan dapat Anda lihat di bawah ini.

    REFLEKSI PENGALAMAN 1. Peserta :

    a. Siapa saja peserta pertemuan yang pernah Anda dan teman-teman fasilitasi?

    b. Apakah mereka kelompok yang homogen, atau heterogen? 2. Metode :

    a. Bila kelompok yang Anda fasilitasi heterogen, atau multipihak, bagaimana cara Anda membuat mereka sampai pada kesepakatan bersama? Metode apa saja yang Anda gunakan?

    b. Bagaimana Anda membuat kelompok yang dianggap awam atau ada pada posisi di bawah bersuara dan terlibat penuh, serta berinteraksi dengan kelompok elit atau penggede?

    c. Seberapa sering Anda melakukan triangulasi (meminta pendapat dari beberapa orang berbeda tentang suatu hal).

    d. Seberapa sering pula Anda memberikan pendapat sendiri atau saran, ketika diskusi sampai pada titik buntu? Dan seberapa sering Anda menyerahkan tongkat kekuasaan kepada peserta, meminta mereka sendiri yang mencari jalan keluarnya?

    3. Media/alat bantu : a. Apa alat peraga yang sering Anda gunakan untuk mempermudah

    peserta melihat gambaran besar topik yang didiskusikan? b. Mengapa Anda banyak menggunakannya? c. Pertanyaan-pertanyaan apa saja yang sering Anda lontarkan ketika

    menggali gagasan dari peserta? d. Apakah pertanyaan-pertanyaan itu Anda tulis, atau hanya diucapkan

    saja? 4. Dinamika suasana :

    a. Apa saja yang Anda lakukan untuk menghidupkan suasana yang dingin atau lesu?

    b. Bagaimana Anda membangunkan perhatian peserta di setiap awal bab, untuk memperkenalkan topik yang akan dibahas pada bab itu?

    5. Kejutan : a. Apa saja hal-hal baru yang pernah Anda lakukan, yang merupakan

    kejutan yang menyenangkan bagi peserta? b. Apa pula hal-hal baru yang pernah dilakukan atau dihasilkan oleh

    peserta ketika Anda memfasilitasi?

    Jangan pernah

    mengambil kenikmatan

    dari kesengsaraan

    orang lain

    (Publilius Syrus)

  • Buku Pegangan Fasilitator

    Fasilitasi yang Efektif

    11

    Ini hanyalah beberapa contoh pertanyaan. Silahkan kembangkan pertanyaan-pertanyaan tersebut dengan hal-hal yang muncul dari pengalaman nyata Anda selama ini. Selamat memotret.

    Memotret gaya belajar

    Pemotretan terhadap gaya belajar peserta juga penting Anda lakukan, agar Anda dapat memahami bagaimana gaya belajar mereka, sehingga Anda dapat menyesuaikannya dengan cara Anda melaksanakan pelatihan Anda nanti. Untuk mengetahui apa gaya belajar peserta Anda dan memahami perbedaan gaya belajar mereka, mintalah mereka melengkapi kuesioner di bawah ini, lalu hitung dan pelajari hasilnya bersama mereka.

    Ingat, tidak ada gaya belajar yang benar atau lebih baik dari yang lain. Intinya adalah bahwa setiap orang belajar dengan gaya berbeda. Berbagai macam gaya belajar akan terlihat dalam bab-bab pelatihan. Agar pelatihan berjalan efektif, sebaiknya rancangan pelatihan mampu mengakomodasi beragam gaya yang berbeda. Sayangnya, pelatih seringkali cenderung hanya menggunakan gaya belajar yang mereka sukai. Sah-sah saja jika pelatih hanya menggunakan gaya yang nyaman baginya, namun seorang pelatih yang efektif akan mampu mengadaptasi gaya belajar mereka untuk memenuhi kebutuhan semua peserta.

    Kuesioner: Profil Gaya Belajar Petunjuk: Dalam setiap nomer di bawah ini, berikan ranking terhadap pernyataan a sampai d dengan nilai 4 bagi pernyataan yang paling menggambarkan Anda, 3 bagi pernyataan yang cukup menggambarkan Anda, 2 bagi yang sedikit dan 1 bagi yang kurang menggambarkan Anda. 1. Dalam menyelesaikan suatu persoalan, saya cenderung:

    a. mengambil pendekatan step-by-step b. segera bertindak c. mempertimbangkan dampaknya bagi orang lain d. memastikan saya memiliki semua bukti

    2. Sebagai peserta belajar, saya lebih suka: a. mendengarkan pelajaran b. bekerja dalam kelompok kecil c. membaca artikel dan studi kasus d. berpartisipasi dalam bermain peran

    3. Jika pelatih mengajukan pertanyaan yang bisa saya jawab, saya akan: a. memberikan kesempatan orang lain menjawab dulu b. langsung memberikan jawaban c. mempertimbangkan apakah jawaban saya akan disukai d. memikirkan baik-baik jawaban saya sebelum menjawab

    4. Dalam sebuah diskusi kelompok, saya akan: a. mendorong peserta lain memberikan pendapat b. mempertanyakan pendapat peserta lain c. siap memberikan pendapatan saya

    Betapa seringnya kata-kata yang salah penggunaannya menimbulkan pikiran sesat

    (Herbert Spencer)

  • Fasilitasi yang Efektif

    Buku Pegangan Fasilitator 12

    d. mendengarkan pendapat peserta lain sebelum berpendapat

    5. Saya dapat belajar dengan baik dari kegiatan dimana saya: a. dapat berinteraksi dengan peserta lain b. dapat tetap tidak terlibat c. berperan sebagai pemimpin d. dapat bersantai

    6. Pada waktu belajar, saya mendengarkan untuk mengetahui: a. cara-cara paktis b. pokok-pokok yang logis c. ide utama d. kisah-kisah menarik dan anekdot

    7. Saya terkesan dengan kemampuan pelatih dalam hal: a. pengetahuan dan keahlian b. kepribadian dan gaya c. penggunaan metode dan kegiatan d. pengorganisasian dan pengendalian

    8. Saya lebih suka jika informasi diberikan dengan cara berikut: a. model semacam bagan alur b. poin-poin penting c. penjelasan rinci d. dilengkapi contoh-contoh

    9. Saya bisa belajar dengan baik jika saya a. melihat hubungan antara ide, kegiatan dan keadaan b. berinteraksi dengan orang lain c. memperoleh tip-tip praktis d. mengamati peragaan atau video

    10. Sebelum mengikuti program pelatihan, saya bertanya pada diri sendiri, Apakah saya akan?

    a. memperoleh tip-tip praktis untuk membantu pekerjaan saya

    b. menerima banyak informasi c. harus berpartisipasi d. belajar hal-hal baru

    11. Setelah mengikuti bab pelatihan, saya: a. cenderung memikirkan apa yang telah saya pelajari b. tak sabar untuk segera mempraktekkan yang telah

    dipelajari c. merefleksikan pengalaman belajar tersebut secara

    keseluruhan d. menceritakan pengalaman tersebut pada orang lain

    12. Metode pelatihan yang tidak saya sukai adalah a. berpartisipasi dalam kelompok kecil b. mendengarkan ceramah c. membaca dan menganalisa studi kasus d. berpartisipasi dalam bermain peran

    Salah satu cara yang paling baik untuk mengajak orang lain adalah dengan telinga

    Anda, dengan cara mendengarkan

    mereka

    (Dean Rusk)

  • Buku Pegangan Fasilitator

    Fasilitasi yang Efektif

    13

    Lembar Penilaian Petunjuk: catat jawaban Anda sesuai nomor berikut, lalu jumlahkan nilai total per kolom Si Perasa Si Pengamat Si Pemikir Si Pekerja 1c_____ 1a_____ 1d_____ 1b_____ 2b_____ 2a_____ 2c_____ 2d_____ 3c_____ 3a_____ 3d_____ 3b_____ 4a_____ 4d_____ 4b_____ 4c_____ 5a_____ 5b_____ 5d_____ 5c_____ 6d_____ 6c_____ 6b_____ 6a_____ 7b_____ 7d_____ 7a_____ 7c_____ 8d_____ 8a_____ 8c_____ 8b_____ 9b_____ 9d_____ 9a_____ 9c_____ 10d____ 10c____ 10b____ 10a____ 11d____ 11c____ 11a____ 11b____ 12c____ 12a____ 12d____ 12b____

    Total _______ _______ _______ _______ Interpretasi Nilai Si Perasa. Adalah orang yang sangat people-oriented. Golongan ini sangat ekspresif dan fokus pada perasaan dan emosi. Menyukai cara belajar yang melibatkan perasaan dan cenderung pada pengalaman belajar yang mendalami sikap dan emosi manusia. Golongan ini menyukai lingkungan belajar yang terbuka dan tidak terstruktur. Mereka suka bekerja dalam kelompok dan kegiatan berbagi pendapatan dan pengalaman. Si Pengamat. Adalah mereka yang suka mengamati dan mendengarkan. Mereka cenderung hati-hati, pendiam dan berpikir terlebih dahulu sebelum bertindak atau berpartisipasi dalam kelas. Jika mereka menolak memberikan pendapat atau menjawab pertanyaan, mereka akan langsung mengatakannya. Mereka menyukai pengalaman belajar yang memungkinkan mereka menggali beragam ide dan pendapat, dan mereka cenderung bisa belajar dengan baik jika tahu sendiri. Si Pemikir. Golongan ini mengandalkan logika dan pertimbangan yang sehat. Mereka suka berbagi ide dan konsep. Menyukai kegiatan yang membutuhkan analisa dan evaluasi. Selalu mempertanyakan alasan dari kegiatan yang dilakukan dan pernyataan yang menurut mereka terlalu umum atau tidak

    Bilamana Anda minum air, ingatlah sumbernya

    (Pepatah China)

  • Fasilitasi yang Efektif

    Buku Pegangan Fasilitator 14

    bermutu. Mereka cenderung bekerja sendiri dan mempertanyakan hubungan permainan peran dan simulasi. Si Pekerja. Golongan ini senang terlibat secara aktif dalam proses belajar. Mereka akan bertanggungjawab dalam kegiatan kelompok dan cenderung mendominasi diskusi. Mereka suka mempraktekkan apa yang mereka pelajar, terutama tertarik dengan bagaimana mereka dapat mengaplikasikan yang mereka pelajari dalam keseharian mereka. Mereka suka dengan informasi yang berikan secara jelas dan ringkas, dan sangat tidak suka dengan diskusi yang bertele-tele.

    Potret Kelompok

    Selain memotret peserta sebagai individu, adakalanya penyelenggara pelatihan juga ingin mempunyai gambaran bagaimana kapasitas peserta pelatihannya secara kolektif. Seni memfasilitasi sesungguhnya bermula dari kepercayaan bahwa peserta sesungguhnya tahu lebih banyak dari yang mereka pikir mereka ketahui. Fungsi seorang pelatih yang fasilitatif adalah menyentuh pengetahuan mereka yang tersembunyi itu melalui pertanyaan-pertanyaan yang menggali, meminta kejelasan, atau menggiring, yang dapat membantu mereka menata kembali pikiran-pikiran dan informasi yang mereka miliki, menangkap esensi suatu pengetahuan baru, dan mengemasnya. Pengalaman belajar yang didesain dengan cermat akan dapat membuat peserta merasakan nikmatnya menemukan hal-hal baru secara kolektif ini.

    Sudah umum diketahui bahwa peserta, pembelajar, meng-

    inginkan jawaban segera, diberitahu bagaimana caranya, agar mereka bisa langsung menerapkannya. Itu hal yang lumrah. Semua kita memang ingin jawaban yang gampang dan segera. Namun fasilitasi yang efektif seyogyanya membimbing peserta mengeksplorasi sendiri pengetahuan dan pengalaman mereka. Dengan demikian, secara perlahan mereka membangun model mental yang siap menghadapi dan memecahkan masalah di masa depan. Meskipun jalan keluar yang cepat kadang-kadang berguna, mendorong peserta didik untuk menemukan jalan keluar sendiri dalam memecahkan masalah akan memperkuat kemampuan mereka untuk mengenali dan memahami pilihan keputusan yang mereka buat, dan memperkuat rasa percaya diri mereka, perasaan bahwa mereka dapat melakukan apa yang Anda ajarkan.

    Memotret kapasitas kolektif dapat dilakukan dengan 3 langkah sederhana : 1. Mempelajari skenario yang mengandung pertanyaan, persoalan,

    atau tantangan yang disiapkan penyelenggara pelatihan

    Peluang-peluang untuk membantu

    orang lain dibatasi oleh kemauan kita untuk melayani

    (Hermine Hartley)

  • Buku Pegangan Fasilitator

    Fasilitasi yang Efektif

    15

    2. Berbagi pengalaman dengan sesame peserta. 3. menunjukkan atau memperlihatkan perbedaan-perbedaan yang

    akan memperkaya pengertian atau pemikiran mereka. Contohnya?

    1. Memberi skenario: Berikan kasus yang menantang yang terkait dengan topik pelatihan. Buat skenario yang ceritanya dekat dengan keseharian mereka. Umpamanya, untuk bidang fasilitasi, cerita tentang proses pertemuan multi stakeholder. Untuk bidang bisnis, umpamanya suasana di sebah rapat direksi. Jelaskan siapa tokohnya, dialog dan interaksi yang terjadi untuk menambahkan efek dramatisnya. Contoh skenarionya :

    2. Berbagi pengalaman sebelumnya: Setelah setiap orang

    mendapat kesempatan mempelajari skenario, tanyakan apakah mereka pernah mengalami hal seperti itu sebelum ini, dan apa yang mereka lakukan. Umpamanya: Siapa di antara teman-teman yang pernah melihat orang lain

    mengalami hal seperti itu? Apakah teman-teman sendiri malah pernah mengalaminya? Apakah sikap seperti itu lumrah? Biasa ditemukan? Dalam kondisi seperti apa keadaan seperti itu sering

    terjadi? Kalau dari pengalaman teman-teman sendiri, apa yang

    biasanya teman-teman lakukan untuk memulai lokakarya? 3. Tunjukkan perbedaan-perbedaan: Begitu setiap orang

    memahami situasi di skenario dan berbagi pengalaman tentang apa yang mereka biasanya lakukan pada situasi yang sama, lanjutkan bertanya untuk mempertajam pemahaman. Metode diskusi menggunakan pertanyaan-pertanyaan yang bersifat ORIK (objektif, reflektif, interpretatif, dan keputusan) akan sangat sesuai digunakan di sini. Berikan pertanyaan-pertanyaan yang akan memperjelas pemikiran-pemikiran peserta, bahkan

    Seorang fasilitator sudah berdiri di depan ruang pertemuan, siap untuk memulai sebuah lokakarya. Peserta sudah duduk di meja mereka, sibuk bicara sendiri. Sang fasilitator memulai acara dengan Selamat pagi, Bapak/Ibu!. Beberapa peserta menjawab, tapi yang lainnya tidak peduli. Selamat pagi, Bapak/Ibu sekalian!, si fasilitator mengulangi, dan menekankan kata sekalian. Yang masih ngobrol tetap saja ngobrol, beberapa hanya melirik sejenak ke arahnya. Fasilitator lalu meminta peserta membuka buku panduan lokakarya, halaman 15. Beberapa mematuhi perintahnya, sementara yang lain masih terus ngobrol. Apa menurut Anda yang harus ia lakukan?

    Sebagai fasilitator, Anda harus pasti dapat

    membangun kesatuan tim,

    bukan kompromi tim.

    (Irving Janis)

  • Fasilitasi yang Efektif

    Buku Pegangan Fasilitator 16

    mungkin mengeksplorasi kemungkinan-kemungkinan baru. Dengan memberikan pertanyaan-pertanyaan tambahan, Anda mendukung, menantang, dan memperkuat apa yang mereka sudah ketahui atau lakukan. Contoh pertanyaan yang dimaksud antara lain : Untuk tingkat objektif :

    o Apa kejadiannya? Dimana terjadinya? o Siapa saja yang menjadi peserta ketika itu? o Apa yang Anda harapkan sebagai hasil lokakarya Anda? o Di saat memulai lokakarya, pesan apa yang ingin Anda

    sampaikan yang berkaitan dengan pembelajaran dan partisipasi?

    Untuk tingkat reflektif : o Apa kejadian yang paling memalukan yang pernah Anda

    lihat dialami fasilitator lain yang mirip dengan kasus di skenario itu?

    o Apa contoh peristiwa yang paling mengesalkan yang pernah Anda alami sendiri ketika memulai suatu proses?

    Untuk tingkat interpretatif : o Bagaimana pengalaman dan hal-hal yang pernah

    dilakukan peserta pertemuan yang Anda fasilitasi, dapat mendukung tujuan Anda tersebut?

    o Menurut Anda, apa yang mestinya dilakukan seorang fasilitator untuk menarik minat peserta pada menit-menit pertama acara lokakarya?

    Nah, bagaimana Anda menginginkan pelatihan Anda dimulai,

    dan bagaimana Anda akan memotret diri Anda untuk mencapai hasil yang Anda inginkan?

    Sahabat saya adalah yang

    membicarakan kebaikan saya di

    belakang punggung saya

    (Thomas Fuller)

  • Buku Pegangan Fasilitator

    Fasilitasi yang Efektif

    17

    Bab 2: Pengetahuan Dasar Bagi Fasilitator

    Seorang fasilitator mempunyai tugas utama membantu

    sebuah kelompok meningkatkan efektifitasnya dengan cara me-nyempurnakan proses dan struktur pertemuan pada kelompok itu. Proses artinya bagaimana kelompok itu bekerja bersama. Termasuk di dalamnya bagaimana masing-masing anggotanya berinteraksi satu sama lain, bagaimana mereka mengidentifikasi dan memecahkan persoalan, bagaimana mereka membuat keputusan-keputusan, dan bagaimana mereka menangani konflik. Struktur maksudnya bagaimana proses interaksi anggota kelompok itu berlangsung. Untuk melaksanakan semua itu, seorang fasilitator perlu memiliki pengetahuan dasar mengenai beberapa hal yang berkaitan erat dengan proses dan struktur dalam kelompok. Anggota kelompok berinteraksi dan saling belajar, maka fasilitator perlu tahu tentang teori belajar, tentang berbagai gaya belajar. Seorang fasilitator juga perlu tahu kiat agar kelompok yang difasilitasinya terus mengikuti proses kelompok dengan bergairah, maka iapun perlu tahu tentang bagaimana mengelola kreatifitas.

    Teori Belajar Bagi Fasilitator Hingga saat ini, pernahkah kita coba mengenali organ sangat

    penting bagi yang selama ini membantu kita bekerja? Sebuah organ yang dapat mengkoordinasikan segala tindak tanduk kita? Kita semua tahu, organ tersebut adalah otak, namun sayangnya tidak banyak yang mencoba membuka misterinya. Digunakan, tetapi luput dari perawatan dan usaha pengembangan.

    Bab ini akan berusaha mengupas hal tersebut untuk membuat seseorang menjadi lebih optimal dalam sebuah proses pembelajaran.

    BRAIN BASED LEARNING

    Jangan pernah percaya bahwa segelintir orang

    yang peduli tidak dapat

    mengubah dunia. Karena,

    sesungguhnya , merekalah yang

    telah melakukannya

    (Margaret Mead)

  • Fasilitasi yang Efektif

    Buku Pegangan Fasilitator 18

    Dalam sejarah

    hidup, saya tidak pernah menemukan

    sesuatu melalui proses

    berpikir rasional

    (Albert Einstein)

    Otak Dan Pembelajaran === Otak telah berkembang seiring dengan perkembangan peradaban dan evolusi manusia. Dan strukturnya yang berlapis dengan jelas menunjukkan hal tersebut. Mulai dari bagian terdalam dan paling tua yakni bagian reptilia dan bergerak keluar melalui sistem lymbic menuju neokoteks, di mana perilaku rasional berada. Otak kita sendiri berkembang dan berubah dari waktu ke waktu, dengan sel-sel saraf yang mati dan terbentuk kembali, sistem jaringan yang dihancurkan dan dibangun kembali. Otak memilih dan memperkuat atau memperlemah jaringan-jaringan tertentu untuk membangun stuktur syaraf yang kompleks yang menentukan cara berpkir kita. Kemudian kita membentuk kembali model neural ini melalui pengalaman, pendidikan dan pelatihan. Anak yang baru lahir memiliki kapasitas yang fundamental, namun belum sempurna untuk memahami berbagi sinyal, yang mungkin dihasilkan dari instruksi genetis. Pengalaman berikutnya bekerja pada dasar genetik ini. Tugas mendesak pertama anak-anak adalah mengembangkan dengan cepat kapasitasnya dalam memahami berbagai sinyal membingungkan dari lingkungannya. Dalam dua tahun pertama hidupnya, sebagian besar anak tampak mengembangkan kemampuan ini. Proses yang terlibat adalah memahami darimana datangnya stimulus dan kemudian mengategorikan sinyal tersebut kedalam beberapa kasus khusus dari pola-pola yang lebih umum. Campuran bayangan dan warna dikenali sebagai bola, wajah di dekat bayi dikenali sebagai ibu. Anak-anak mampu membentuk model yang holistik tanpa terhambat dalam detilnya. Kategorisasi adalah kuncinya. Pengalaman-pengalaman ini juga dipertahankan dalam bentuk memori pola-pola kompleks yang tersebar di seluruh otak

  • Buku Pegangan Fasilitator

    Fasilitasi yang Efektif

    19

    dan tidak bersifat representasional, melainkan dibangkitkan oleh pola-pola lain dan oleh stimuli eksternal. Dengan semakin kayanya dunia internal dalam benak anak, maka dunia eksternal perlahan berkurang. Model-model yang dikembangkan otak menggantikan sinyal input dari sumber-sumber eksternal. Saat menghadapi pengalaman baru, otak mengaktifkan suatu aktifitas syaraf yang kompleks atau model mental yang paling menyerupai. Kita bisa merasakan kehadiran model-model tersebut ketika kita mengungkapkan penyesalan atas kebiasaan yang ada kalanya membentuk kehidupan kita sebagai orang dewasa. Dengan kata lain, berkembangnya model mental adalah garis batas antara masa kanak-kanak dan kedewasaan. Kita terus tumbuh dengan dunia yang kita kenal, yang dapat dipandang sebagai ilusi yang bersahabat. Bersahabat karena ia membantu kita untuk berkembang secara efisien, sekalipun hal itu merupakan ilusi. Kita dapat memahami model mental kita dengan melihat darimana model-model tersebut berasal. Ada perdebatan panjang mengenai pengaruh alam (nature) versus pengaruh perkembangan (nurture) dalam pembentukan cara berpikir kita. Sekarang ini tampak semakin kuat bahwa alam, dalam bentuk genetik, memainkan peran penting dalam menentukan siapa kita. Banyak kemampuan dasar otak, seperti bahasa, tampak ditentukan sejak kelahiran berdasarkan sifat genetik yang kita warisi. Jelas bahwa kita dilahirkan dengan perangkat keras dan jaringan fisik yang mempengaruhi cara kita melihat dunia. Genetik tampaknya memberikan basis fundamental mengenai siapa kita dan apa yang dapat kita lakukan, dan kemudian pengalaman memainkan peranan besar dalam membentuk kemampuan ini, memperkuat dan memperlemah sebagian yang lainnya. Sejumlah faktor pengembangan (nurture) membentuk ulang model mental kita, termasuk pendidikan, pelatihan, pengaruh orang lain, penghargaan dan insentif dan pengalaman pribadi.

    Isi Otak Kanan (dan Kiri) === Otak kita luar biasa. Di dalam otak terdapat 100 milyar sel, masing-masing berhubungan dan berkomunikasi dengan 10.000 sel-sel lainnya. Mereka bersama membentuk jaringan kompleks beberapa quadrillion (1.000.000.000.000.000) penghubung yang menuntun cara kita bicara, makan, bernafas, dan bergerak. James Watson, yang meraih Hadiah Nobel karena membantu penemuan DNA, menggambarkan otak manusia sebagai benda paling kompleks yang kita temukan dialam semesta ini. Meski otak begitu kompleks, bentuk luarnya sederhana dan simetris. Banyak ilmuwan sejak lama telah mengikuti Garis Syaraf

    Perubahan yang paling

    bermakna dalam hidup adalah perubahan

    sikap. Sikap yang benar akan

    menghasilkan tindakan yang

    benar.

    (William J. Johnston)

    NATURE NURTURE

  • Fasilitasi yang Efektif

    Buku Pegangan Fasilitator 20

    Mason Dixon membagi otak dalam dua wilayah. Dan perkembangan berikutnya menegaskan bahwa dua wilayah otak itu terpisah namun tak sama.

    Bagian kiri menurut teori, bagian yang penting, bagian yang membuat kita sebagai manusia. Otak kanan bagian pelengkap merupakan sisa-sisa perkembangan awal manusia. Wilayah kiri isinya rasional, analitis dan logis. Intinya semua yang kita pandang layak dalam otak. Wilayah kanan sifatnya diam, tidak logis dan instingtif suatu jejak yang ditinggalkan alam untuk mengingatkan bahwa manusia sudah berkembang. Dahulu kala pada zaman Hippocrates, para dokter mayakini bahwa otak kiri karena ukurannya yang sama, dianggap tempat kediaman hati dan merupakan bagian yang esensial. Dan pada tahun 1800-an, ilmuwan mulai mengumpulkan bukti-bukti mendukung pandangan tersebut. Tahun 1860-an, ahli syaraf Perancis. Paul Broca menemukan bahwa bagian otak kiri mengendalikan kemampuan berbahasa. Sepeuluh tahun kemudian, Carl Wernicke, seorah ahli syaraf dari Jerman menemukan hal yang serupa, yakni kemampuan untuk memahami bahasa. Penemuan tersebut mendukung lahirnya silogisme yang sesuai dan meyakinkan. Bahasalah yang membedakan manusia dari binatang. Bahasa menghuni otak kiri. Oleh karena itu otak kiri-lah yang membuat kita sebagai manusia. Hingga tahun 1950, Roger W. Sperry mengubah pandangan kita tentang otak dan diri sendiri. Sperry mempelajari seorang pasien yang menderita serangan epileptik sehingga corpus collosum-nya harus diambil, yakni suatu bundel berisi 300 juta serabut syaraf yang menghubungkan kedua wilayah otak.

    NNEEOOCCOORRTTEEXX LLYYMMBBIICC SSYYSSTTEEMM

    RREEPPTTIILLIIAANN BBRRAAIINN

    pengambilan keputusan, kreativitas,

    menilai, dan merencanakan

    sosial, mendengar, merasakan,

    bahasa, memori, perhatian, dan

    emosi

    naluri, repetisi, survival/ bertahan hidup

    OTAK KANANOTAK KIRI

    Orang-orang yang tak bisa

    mengubah pikirannya tak

    akan mengubah apapun.

    (George Bernard

    Shaw)

  • Buku Pegangan Fasilitator

    Fasilitasi yang Efektif

    21

    Dalam serangkaian eksperimen tersebut, Speery menemukan bahwa pandangan selama ini tidak benar adanya. Memang otak kita terpisah dua bagian, namun, wilayah otak minor atau subordinat yang selama ini kita anggap buta huruf dan cacat mental, dan dianggap bahkan tak sadar oleh beberapa tokoh, ternyata bagian tersebut superior dalam menjalankan tugas mental tertentu. Dengan kata lain, otak kanan bukannya kurang penting dibanding otak kiri, melainkan hanya berbeda. Terlihat ada dua cara berpikir, terletak dalam tatanan yang terpisah di wilayah kiri dan kanan otak. Otak kiri berpikir runtun, sangat hebat dalam menganalisa dan menata kata. Otak kanan berpikir holistik, cepat mengenali pola-pola, dan mampu menafsirkan ekspresi non verbal dan emosi. Manusia sesungguhnya mempunyai dua jenis berpikir. Riset ini menghasilkan hadiah nobel bagi Sperry di bidang kedokteran. Pemahaman tentang hal ini sangat penting bagi seorang fasilitator, karena fasilitator tidak hanya akan mengolah pengetahuan dan analisis, tetapi harus sekaligus menguasai pilihan kata, bahasa non verbal dan emosi. Pengetahuan ini akan sangat berguna dalam dunia. kefasilitasian.

    Bukan Seperti Tombol On and Off === Kedua wilayah otak tidak bekerja seperti tombol on dan off, yang satu segera mati bila yang lain dinyalakan. Kedua belahan memainkan peran hampir dalam segala hal yang kita lakukan. Kita bisa mengatakan bahwa wilayah otak tertentu lebih aktif dibanding yang lain jika melakukan fungsi tertentu, namun, kita tidak bisa mengatakan bahwa fungsi tersebut terikat pada wilayah tertentu. Namun, para ahli bersepakat bahwa kedua wilayah otak pendekatannya berbeda dalam dalam menuntun tindakan, pemahaman dan respon kita terhadap sebuah kejadian. Dan perbedaan tersebut pada akhirnya, menentukan sikap kita dalam menjalani kehidupan pribadi dan profesional kita. Setelah lebih dari tiga dekade penelitian wilayah otak, pada akhirnya penemuan-penemuan tersebut dapat dirangkum kedalam empat perbedaan kunci. Otak kiri mengontrol sisi kanan tubuh; otak kanan mengontrol sisi kiri tubuh Hal ini dapat dengan jelas kita lihat pada kejadian stroke. Stroke yang menyerang bagian otak kanan seseorang, maka akan menyebabkan seseorang sulit menggerakkan bagian tubuh sisi kiri,

    TOMBOL ON AND OFF

    Otak bukanlah yang terutama, tapi apa yang memandunya karakter, hati,

    kualitas kebaikan, dan

    ide ide

  • Fasilitasi yang Efektif

    Buku Pegangan Fasilitator 22

    demikian pula stroke otak kiri akan menyebabkan kelumpuhan bagian tubuh sisi kanan. Karena umumnya 90% populasi bersifat tangan kanan, maka itu berarti 90% populasi, otak kiri mereka yang mengontrol bagian penting seperti menulis. makan dan menggerakkan mouse komputer. Keadaan kontralateral terjadi tidak hanya jika kita menuliskan nama atau menyepak bola, tetapi juga jika menggerakkan mata atau kepala. Otak kiri bersifat rentetan, otak kanan simultan Otak kiri khusunya, ahli dalam serentetan kejadian-kejadian dimana unsur-unsurnya muncul satu sesudah yang lain dan mengontrol rentetan kelakuan. Rentetan fungsi yang dikerjakan otak kiri antara lain aktivitas verbal, seperti berbicara, memahami pembicaraan orang lain, membaca dan menulis. Sebaliknya otak kanan tidak berjalan dalam rentetan tertata A-B-C-D-E. Talenta uniknya adalah kemampuan untuk menafsirkan sesuatu secara simultan. Sisi kanan otak kita ini ahli dalam melihat banyak hal sekaligus: dalam melihat semua bagian dari suatu benda geometris dan menangkap bentuknya, atau dalam melihat semua unsur-unsur suatu situasi, dan memahami maksudnya. Hal ini membuat otak kanan secara khusus berguna dalam menafsirkan wajah-wajah. Dan hal itu memberi manusia keuntungan komparatif melebihi komputer. Spesialisasi otak kiri dalam teks; otak kanan dalam konteks Kebanyakan bahasa berasal dari otak kiri (ini benar untuk 95% orang tangan kanan dan 70% untuk tangan kiri. Sisanya, 8% populasi pembedaan kerja bahasa jauh lebih kompleks. Namun otak kanan tidak meletakkan tanggungjawab sepenuhnya kepada otak kiri. Melainkan, kedua sisi melakukan fungsi yang saling melengkapi. Untuk menyederhanakannya, otak kiri menangani apa yang dikatakan; sedangkan otak kanan fokus pada bagaimana sesuatu itu dikatakan bahasa non verbal, petunjuk emosional yang disampaikan melalui tatapan, ekspresi wajah dan intonasi. Tetapi perbedaan antara otak kiri dan otak kanan lebih kompleks dibanding perbedaan antara kata verbal dan non verbal, petunjuk emosional yang disampaikan. Perbedaan teks/konteks, yang berasal dari Robert Ornstein, diterapkan semakin luas. Misalnya, bahasa-bahasa tertentu sangat tergantung pada konteks.

    Jika hatiku mampu

    berpikir, dapatkah otakku

    merasakan sesuatu?

    (Van Morrison)

    RENTETANSIMULTAN

    TEKSKONTEKS

  • Buku Pegangan Fasilitator

    Fasilitasi yang Efektif

    23

    Otak kiri menganalisa detil, otak kanan membuat sintesa gambaran menyeluruh Secara umum otak kiri terlibat dalam menganalisa informasi, sebaliknya otak kanan spesialisasinya adalah sintesis, khususnya ahli dalam menyatukan unsur-unsur terpisah sehingga sesuatu dapat dipahami secara keseluruhan. Analisa dan sintesa tersebut merupakan dua cara mendasar untuk memahami informasi. Kita bisa memilah keseluruhan dalam komponen-komponen. Atau kita juga dapat menyatukan komponen-komponen tersebut dalam suatu kesatuan yang utuh. Keduanya merupakan hal dasar pemikiran manusia. Namun keduanya merupakan kerja bagian otak yang berbeda. Otak kiri menangkap detil. Tetapi hanya otak kanan yang bisa menangkap gambar secara keseluruhan.

    Pembelajaran Kontekstual === Setelah era pembelajaran berbasis kemampuan otak, selanjutnya berkembang pula apa yang disebut sebagai pembelajaran berbasis kontekstual. Pembelajaran ini dilandasi oleh filosofi bahwa seorang pembelajar akan mau dan mampu menyerap materi pelajaran jika mereka dapat menangkap makna dari pembelajaran tersebut.

    Pada hakekatnya pembelajaran konstektual dapat diringkas

    menjadi tiga kata, yaitu makna, bermakna dan dibermaknakan. Pada pembelajaran konstektual, beberapa strategi yang dapat ditempuh antara lain adalah: pertama, pembelajaran berbasis problem; kedua, menggunakan konteks yang beragam; ketiga, mempertimbangkan

    MENGALAMI

    REFLEKSI

    KESIMPULAN

    EKSPERIMEN BARU

    Mencari penjelasan dari kenyataan

    Pengalaman nyata

    DETIL SINTESA PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL

    Satu percakapan

    dengan orang bijak lebih baik

    daripada 10 tahun belajar.

    (Peribahasa China)

  • Fasilitasi yang Efektif

    Buku Pegangan Fasilitator 24

    kebhinekaan peserta belajar; keempat, memberdayakan peserta untuk belajar mandiri; kelima, belajar melalui kolaborasi; keenam, menggunakan penialian autentik; dan ketujuh, mengejar standar unggul untuk peningkatan daya saing.

    Pendekatan dan Gaya Belajar Pedagogi

    Kita telah mengenal model pembelajaran pedagogi yang

    mendominasi dunia pendidikan dan pelatihan selama berabad-abad. Karena hal tersebut telah menjadi standar, orang biasanya menggunakan pendekatan tersebut jika mereka diminta untuk mengajar atau melatih orang lain. Model pedagogi berpegang pada beberapa asumsi berikut ini :

    Pengajar/guru bertanggungjawab atas proses pembelajaran, termasuk apa dan bagaimana peserta/siswa belajar. Peran peserta/siswa menjadi pasif.

    Karena peserta/siswa kurang memiliki pengalaman, dan pengajar/guru dianggap ahli - sang guru - dan menjadi tanggungjawab pengajar untuk memberikan ilmunya kepada peserta/siswa. Hal ini berarti membanjiri peserta dengan

    Proses Belajar

    Habit (Kebiasaan

    Perubahan (setelah dewasa & habit, Bersama proses

    Change DNA

    Cara Baru dalam Bertindak,

    PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL

    Sesungguhnya, kamu belajar setiap hari. Jika, kamu mau memperhatikannya.

    (Roy LeBlond)

  • Buku Pegangan Fasilitator

    Fasilitasi yang Efektif

    25

    informasi melalu cara-cara tradisional seperti ceramah, buku pelajaran, panduan, dan video yang digunakan oleh para ahli untuk membagi pengetahuan dan pengalaman mereka.

    Kita termotivasi untuk belajar karena hal tersebut harus jika ingin lulus tes, naik ke tingkat yang lebih tinggi, atau memperoleh ijasah.

    Belajar adalah pemberian informasi secara terpusat. Guru mengulas materi sehingga para peserta/siswa dapat menyerap informasi yang diberikan dalam urutan logis tertentu.

    Motivasi belajar lebih banyak datang dari luar. Tekanan dari pihak-pihak yang lebih berkuasa dan ketakutan akan akibat negatif menjadi pendorong bagi pelajar. Pada intinya, guru

    Entah dalam percakapan berdua atau

    dalam kelompok- jika Anda menguasai

    seluruh pembicaraan,

    Anda membosankan

    bagi orang lain!

    (Helen Gurley Brown)

  • Fasilitasi yang Efektif

    Buku Pegangan Fasilitator 26

    mengendalikan pembelajaran melalui pemberian penghargaan dan penerapan disiplin.

    Hingga saat ini, model pembelajaran pedagogi ini masih banyak digunakan orang, dan tidak hanya di dunia pendidikan formal (sekolah, kuliah), tetapi juga dalam pendidikan non formal dan pelatihan-pelatihan. Andragogi

    Pelatihan biasanya dikaitkan dengan pendidikan bagi orang dewasa, dan untuk melaksanakannya orang menerapkan model pembelajaran bagi orang dewasa (andragogi). Model ini memper-cayai bahwa orang dewasa mempunyai berbagai kebiasaan dalam belajar. Oleh karena itu seorang pelatih perlu memperhatikan beberapa hal yang berkaitan dengan kebiasaan orang dewasa belajar ini :

    Gaya Belajar. Orang belajar dengan cara atau gaya yang berbeda. Ada yang lebih suka mendengarkan, ada yang lebih suka menggunakan gambar, dengan mengikuti instruksi, dan sebagian orang membutuhkan peragaan. Gaya belajar berkaitan dengan pendekatan seseorang dalam belajar dan cara orang tersebut bereaksi terhadap apa yang dipelajarinya. Ada beberapa acuan yang bisa digunakan untuk menilai gaya belajar sesorang. David Kolb dalam bukunya Learning Style Inventory (1981) menggunakan proses penilaian diri (self-assessment) untuk meningkatkan kesadaran bahwa orang memiliki cara belajar yang berbeda sehingga kepekaan untuk merancang dan melaksanakan pelatihan yang sesuai bagi semua gaya belajar sangatlah penting.

    Orang belajar sedikit dari

    kesuksesan tapi belajar banyak dari kegagalan.

    (Pepatah Arab)

  • Buku Pegangan Fasilitator

    Fasilitasi yang Efektif

    27

    Memahami gaya belajar peserta Anda. Ada berbagai sudut pandang yang digunakan orang untuk mengenali cara belajar seseorang. Di bagian awal buku ini (Potret Diri) telah dibahas salah satu sudut pandang, yang melihat adanya 4 golongan besar tipe pembelajar (perasa, pengamat, pemikir, pekerja). Keempat kategori itu sebetulnya tergambarkan juga dalam bentuk lain pada tes kepribadian MBTI (perasa = Feeling. pengamat = Perceiving, pemikir = Thinking, dan pekerja = Judging). Sudut pandang lain adalah dari kaca mata Howard Gardner, yang dalam bukunya Frames of Mind (1993) menyebutkan ada 8 cara orang mengetahui. Menurut Gardner, setiap orang memiliki kedelapan kecerdasan itu dan dapat memanfaatkannya dengan produktif. Hanya saja, pada setiap orang ada kecerdasan tertentu yang lebih menonjol. Pandangan ini populer dengan sebutan multiple intelligences. Kedelapan kecerdasan

    Semua yang ada di dunia adalah laboratorium

    untuk menggali pikiran.

    (Martin H. Fischer)

  • Fasilitasi yang Efektif

    Buku Pegangan Fasilitator 28

    yang ia maksudkan adalah kecerdasan visual-ruang, verbal-linguistik, interpersonal, musikal-irama, naturalis, fisik-kinestetik, intrapersonal, dan logika-matematis.

    Memahami cara penerimaan. Selain memahami gaya belajar,

    seorang pelatih yang efektif harus mampu memahami beragam cara penerimaan yang berbeda. Menurut M. B. James dan M. W. Galbraith (1985), peserta belajar juga mempunya preferensi dalam hal cara menerima dan mencerna informasi:

    Visual Video; slide; grafik; foto; peragaan; metode

    dan media yang menciptakan kesempatan bagi peserta untuk merasakan pengalaman belajar menggunakan mata

    Cetak Teks; latihan menggunakan kertas dan pensil kata yang tertulis.

    Pendengaran Ceramah; rekaman audio; metode-metode yang memungkinkan peserta untuk sekedar mendengarkan dan menerima informasi melalui telinga

    Interaktif Diskusi kelompok; bab tanya-jawab; cara-cara yang membuat peserta berkesempatan bicara dan terlibat dalam pertukaran ide, pendapat, dan reaksi dengan peserta lain.

    Taktil Praktek langsung; penyusunan model; metode-metode yang mengharuskan peserta menyentuh benda (obyek) atau menyusunnya

    Kinestetik Bermain peran; permainan dan kegiatan fisik; cara-cara yang memerlukan keterampilan psikomotor dan bergerak dari satu tempat ke tempat lain.

    Hubungan gaya belajar, metode, dan hasil belajar

    Lebih duapuluh empat abad yang lalu, Confusius mengata-

    kan : Apa yang saya dengar, saya lupa. Apa yang saya lihat, saya ingat. Apa yang saya kerjakan, saya pahami.

    Pilihan suatu topik yang

    memuat analisis dan mendukung

    antusiasme penting bagi

    percakapan yang menyenangkan.

    (Agnes Repplier)

  • Buku Pegangan Fasilitator

    Fasilitasi yang Efektif

    29

    Ketiga pernyataan itu menggambarkan dengan sangat jelas betapa pembelajaran yang aktif sangat dibutuhkan. Mel Silberman dalam bukunya Active Training (1998) mengembangkan pernyataan Confusius itu menjadi 5 prinsip pembelajaran aktif :

    Ketika saya dengar, saya lupa. Ketika saya dengar dan lihat, saya ingat sedikit. Ketika saya dengar, lihat, tanya atau bahas dengan orang lain,saya mulai mengerti. Ketika saya dengar, lihat, bahas, dan lakukan, saya mendapat pengetahuan dan keterampilan. Ketika saya ajarkan kepada orang lain, saya kuasai. Kelima prinsip itu dikembangkan dan diyakini oleh

    Silberman, setelah banyak orang yang mempopulerkan pembelajar-an aktif menemukan bahwa berbagai cara pengajaran dapat mem-pengaruhi tingkat daya ingat (retensi) :

    Kuliah/mengajar 5% Membaca 10% Audiovisual 20% Demonstrasi/peragaan 30% Diskusi 50% Praktek/mengerjakan 75% Mengajar orang lain 90% Temuan ini sejalan dengan temuan Albert Mehrabian pada

    tahun 1967, bahwa hanya 7% dari suatu pesan yang dapat diterima dengan baik bila disampaikan dengan kata-kata, 38% oleh cara menyampaikannya dan 55% oleh raut muka dan bahasa tubuh.

    Mengapa kebanyakan orang dewasa cenderung lupa apa

    yang mereka dengar? Karena perbandingan antara jumlah kata-kata yang diucapkan seorang pelatih tidak seimbang dengan jumlah kata-kata yang mampu ditangkap peserta. Kebanyakan pelatih meng-ucapkan antara 200 sampai 300 kata per menit, sementara pesertanya, bila berkonsentrasi penuh, hanya mampu menangkap 50 sampai 100 kata permenit, atau setengah dari kata-kata yang diucapkan pelatih. Itu karena mereka memikirkan banyak hal ketika sedang mendengarkan si pelatih.

    Bilamana kita tidak

    memperoleh apa yang kita cintai,

    kita harus mencintai apa yang telah kita

    peroleh

    (Pepatah Prancis)

  • Fasilitasi yang Efektif

    Buku Pegangan Fasilitator 30

    Jadi sungguh sulit untuk mengikuti pelatih yang senang

    ngoceh. Bahkan meskipun materinya menarik, sulit untuk berkon-sentrasi untuk rentang waktu yang lama. Sebuah hasil studi menun-jukkan bahwa mahasiswa di ruang kuliah tidak memperhatikan sebanyak 40% dari jam kuliah(Pollio, 1984). Lebih jauh lagi, meski-pun mahasiswa dapat mengingat 70% dari apa yang ia dengar pada 10 menit pertama, mereka hanya dapat mengingat 20% dari yang 10 menit terakhir (McKeachie, 1986). David dan Roger Johnson bersama Karl Smith mengemukakan beberapa masalah yang dapat ditemui bila metode kuliah digunakan tanpa jeda (Johnson, Johnson, and Smith, 1991):

    Perhatian khalayak menurun dari menit ke menit. Metode kuliah saja hanya cocok untuk pembelajar yang

    punya gaya belajar mendengar (auditory learner). Metode kuliah cenderung hanya membantu mempelajari

    informasi faktual saja dengan tingkat pembelajaran yang rendah.

    Metode ini mengasumsikan bahwa semua peserta membutuhkan informasi yang sama pada waktu yang sama.

    Orang cenderung tidak menyukainya.

    Jangan sekali-kali membuka

    pintu bagi kejahatan yang kecil, karena

    kejahatan lain yang lebih besar

    tanpa kecuali menyelinap

    masuk

    (Baltasar Grasian)

  • Buku Pegangan Fasilitator

    Fasilitasi yang Efektif

    31

    Nah, bila kita kaitkan filosofi Confusius dengan pandangan

    Howard Gardner (8 kecerdasan) dan M.B. James dan M.W. Galbraith (6 cara menerima dan mencerna informasi), serta temuan David dan Roger Johnson dengan Karl Smith tentang metode kuliah, dapat disimpulkan bahwa semakin bervariasi cara (metode) dan sarana (media) yang kita gunakan dalam proses pembelajaran, akan semakin banyak aspek kecerdasan yang dapat kita sentuh, dan akan semakin gencarlah terjadi rangsangan di dalam otak yang akan membuat orang menjadi lebih kreatif. Bila Anda ingin menjadi pelatih yang fasilitatif, yang membantu peserta menjadi kreatif, pertanyaan-pertanyaan berikut perlu Anda jawab :

    1. Peserta pelatihan yang memiliki kecerdasan visual-ruang

    berpikir dengan gambar dan visual. Bagaimana saya dapat merangsang indera lihat mereka? Bagaimana saya akan memanfaatkan warna, lukisan, alat peraga, dan imajinasi untuk merangsang ide-ide mereka?

    2. Peserta dengan kecerdasan verbal-linguistik berpikir dengan kata-kata. Bagaimana saya dapat menggunakan bahasa, tulisan maupun lisan, untuk merangsang pikiran mereka? Bagaimana saya dapat memanfaatkan cerita, diskusi, debat, dan percakapan untuk membantu mereka memahami suatu informasi?

    3. Peserta dengan kecerdasan interpersonal berpikir dengan cara berkomunikasi dengan orang lain. Bagaimana saya akan mengikat mereka dalam interaksi dan komunikasi inter-personal untuk menyampaikan sesuatu? Bagaimana saya akan menggunakan simulasi kelompok, berbagi pandangan, dan kerja sama diantara sesama peserta untuk memperkuat proses belajar mereka?

    4. Peserta dengan tipe musikal-irama berpikir dalam suara, irama, dan nada-nada. Bagaimana saya bisa menyertakan nada, irama, dan berbagai bunyi untuk menyampaikan informasi penting?

    5. Peserta bertipe naturalis punya kekuatan dalam mengenal bentuk dan pola yang ada di alam. Bagaimana saya bisa menggunakan berbagai produk, benda, dan proses alam untuk memperkaya pengalaman belajar mereka?

    6. Peserta dengan kecerdasan fisik-kinestetik berpikir melalui gerak dan sensasi fisik. Bagaimana saya dapat memanfaatkan gerakan fisik untuk memudahkan mereka mengingat sesuatu? Bagaimana simulasi dan latihan langsung dapat membantu memudahkan proses belajar mereka?

    7. Peserta bertipe intrapersonal berpikir melalui perasaan dan intuisi. Bagaimana saya dapat menyentuh aspek emosi dan refleksi diri mereka untuk membantu pikiran-pikiran mereka yang tersimpan dalam muncul ke permukaan?

    Anak-anak perlu dididik, tapi mereka juga

    harus dibiarkan

    mendidik diri sendiri.

    (Abb Dimnet,

    Art of Thinking, 1928)

  • Fasilitasi yang Efektif

    Buku Pegangan Fasilitator 32

    8. Tipe logis-matematis berpikir secara konseptual, dan punya kelebihan dalam melihat hubungan-hubungan serta mengenali pola. Bagaimana saya bisa menggabungkan pendekatan yang induktif dan deduktif, dan pengenalan terhadap pola-pola yang abstrak? Bagiaman pula saya dapat menyertakan angka-angka, penghitungan, logika, dan berpikir kritis, untuk membantu mereka belajar?

    Akhirnya, bagaimana Anda menghadapi kenyataan ini

    sebagai seorang pelatih? Dan bagaimana Anda akan membantu calon fasilitator yang Anda latih untuk tidak menggurui? Kita bahas di bagian selanjutnya.

    Manajemen Kreatifitas

    Sebagai seorang fasilitator sudah pasti Anda bekerja bersama sekumpulan orang dengan latar belakang berbeda-beda. Ada kalanya Anda memfasilitasi tema yang sama untuk kelompok berbeda atau sebaliknya, tema berbeda untuk kelompok yang sama. Membuat sebuah proses fasilitasi berhasil dalam artian mencapai apa yang ingin dicapai oleh kelompok tentulah tak sulit bagi seorang fasilitator berpengalaman seperti Anda. Namun, sebagai seorang agen perubahan, Anda pasti menyadari bahwa keberhasilan fasilitasi tidak sekedar dari tercapainya tujuan fasilitasi tersebut. Yang paling penting adalah bagaimana para peserta fasilitasi mendapat insight dari proses tersebut dan pencerahan tersebut bersifat menetap. Lantas bagaimana caranya menjadi seorang fasilitator yang seperti itu? Kuncinya adalah kreatifitas dan inovasi. Hal berikutnya yang penting Anda ketahui adalah bagaimana mengelola pengetahuan yang Anda dapat dari pengalaman itu.

    Agar mudah berbicara dengan orang, Anda harus benar-benar yakin bahwa Anda atau

    mereka adalah orang yang menarik. Dan

    bahkan meyakini hal ini saja tidaklah mudah.

    (Mignon McLaughlin)

  • Buku Pegangan Fasilitator

    Fasilitasi yang Efektif

    33

    Apa bedanya kreatifitas dengan inovasi?

    Kreatifitas adalah proses melahirkan ide atau gagasan. Proses ini merupakan perpaduan dari motivasi, waktu, usaha dan pengetahuan. Sementara Inovasi seringkali diartikan sebagai ide yang aplikatif dan tindakan yang mendatangkan hasil. Kreatifitas adalah produk berpikir divergen, sedangkan inovasi adalah hasil dari berpikir konvergen. Atau sederhananya, kretifitas untuk menciptakan sesuatu yang baru, sedangkan inovasi menciptakan hal yang berbeda dari yang sebelumnya atau sudah ada.

    Kreatifitas saja, dalam artian penciptaan ide-ide baru, tidaklah mencukupi. Yang kita butuhkan adalah inovasi yaitu bagaimana caranya menerjemahkan sebuah ide (entah itu ide lama atau baru) ke dalam sebuah tindakan. Inovasi lahir dari gabungan pengetahuan yang sudah ada dan pengembangan pengetahuan yang baru.

    Kreatifitas adalah keberanian untuk melepaskan

    diri dari kepastian

    (Erich Fromm)

  • Fasilitasi yang Efektif

    Buku Pegangan Fasilitator 34

    Belenggu Kreatifitas & Inovasi

    Sudah menjadi pengetahuan umum bahwa kreatifitas adalah sesuatu yang inheren, yang ada di diri setiap manusia. Bahkan kebutuhan untuk berkreasi (need to create) adalah daya hidup yang mendorong umat manusia bertahan di dunia ini. Bila demikian, mengapa tak banyak hal kreatif yang terjadi? Mengapa saya tidak sekreatif itu? Jawabannya, selama kita masih memiliki belenggu yang mengikat pola pikir kita, selama itu pula kita tak akan bisa menjadi kreatif, apalagi inovatif. Belenggu 1. Paradigma

    Paradigma terdiri dari ekstraksi teori, prinsip, dan nilai-nilai yang kita miliki yang sudah terinternalisasi sedemikian rupa sehingga ada kalanya kita tidak menyadari bahwa kita memilikinya. Paradigma inilah yang merupakan infrastruktur yang menentukan pola pikir dan cara kita memandang dunia. Di sisi lain, Paradigma berfungsi sebagai sistem kekebalan yang memusnahkan pikiran atau ide yang dapat mengganggu sistem nilai kita. Yang menjadi masalah adalah bila paradigma kita terlalu kaku sehingga ia akan memusnahkan semua ide-ide yang baru dan berbeda. Belenggu 2. Absolut dan tak tergantikan

    Model Berpikir adalah alat yang kita gunakan untuk membuat prediksi, menjadi acuan kita bertindak dan memahami dunia. Satu model cocok untuk menyelesaikan satu masalah, sementara model lain menjawab hal yang berbeda. Kita seringkali terjebak bahwa masalah A hanya bisa dijawab dengan B. Sementara B sama sekali tidak bisa digunakan untuk menyelesaikan C. Padahal, di dunia yang selalu berubah ini, bisa jadi B bukan solusi yang paling tepat untuk A. Atau bahkan B bisa digunakan untuk menyelesaikan A dan C sekaligus. Tidak ada satu hal pun yang absolut dan tak tergantikan. Kita selalu bisa menemukan solusi yang lebih tepat, lebih efektif untuk satu hal. Kita pun akan bisa menjawab lebih banyak pertanyaan jika kita mau membebaskan diri dari belenggu bahwa hanya ada satu jawaban yang pasti untuk satu masalah.

    Belenggu 3. Takut

    Perasaan takut adalah hal yang paling sering membelenggu kreatifitas. Perasaan takut salah dan takut gagal membuat kita seringkali memilih untuk menggunakan cara-cara aman yang sudah pernah kita lakukan dan berhasil. Cobalah berpikir seperti kanak-kanak. Dunia ini adalah sebuah permainan. Sesautu yang mengasyikan dan tidak perlu takut karenanya.

    Kini, Anda sudah mengenali belenggu-belenggu yang

    Visimu akan menjadi jelas bila kau mau melihat ke

    dalam hatimu. Siapa yang

    melihat keluar akan bermimpi. Mereka yang melihat ke

    dalam terbangkitkan.

    (Carl Jung)

  • Buku Pegangan Fasilitator

    Fasilitasi yang Efektif

    35

    membatasi daya kreatifitas Anda. Dengan mengenal belenggu-belenggu tersebut, diharapkan Anda dapat lebih mudah mengatasinya dan membebaskan kreatifitas Anda. Satu hal yang harus Anda ingat, semakin sering Anda menggunakan kreatifitas Anda, semakin tajam pula ide-ide yang akan muncul.

    Mengelola Pengetahuan

    Pengetahuan yang kita miliki bukalah sesuatu yang ajeg dan kaku. Setiap kali kita berpikir, kita akan mendapatkan satu pengetahuan baru. Bila pengetahuan ini kita aplikasikan ke dunia nyata, maka kita akan mendapat pengetahuan yang lebih tajam atau justru sesuatu yang baru sama sekali. Pengetahuan selalu beradaptasi, bertransformasi dan terus menerus berubah. Misalnya, kita tahu bahwa bunga adalah cikal bakal buah, dan buah itu bisa dimakan. Dengan pikiran kreatif kita bertanya bisakah bunga dimakan? Dari pengalaman memakan bunga kita mendapat pengetahuan baru: ada bunga yang enak dimakan, ada pula yang tidak. Pengalaman selanjutnya mempertajam pengetahuan kita:

    Pengetahuan adalah

    sekumpulan fakta,

    kebijaksanaan adalah cara

    untuk menyederhana-

    kannya.

    (Martin Fischer)

  • Fasilitasi yang Efektif

    Buku Pegangan Fasilitator 36

    GET

    APPLY

    LEARN

    INNOVATE SHARE

    LINGKARAN PENGETAHUAGALIS GET APPLY LEARN INNOVATE SHARE

    bunga yang enak dimakan antara lain bunga pisang, bunga turi dll. Pengetahuan yang Anda miliki hanya akan menjadi sesuatu

    yang berarti bila Anda mampu memberikan konteks. Pemberian konteks yang berbeda,lagi-lagi dengan memanfaatkan kreatifitas dan inovasi, akan menyajikan pemahaman yang berbeda pula dari pengetahuan tersebut. Misalnya, pengetahuan akan bunga-bunga yang enak dimakan akan membawa kita ke pilihan lain dari sayur untuk teman makan nasi. Pemahaman terhadap pengetahuan pada akhirnya akan mewujudkan wisdom (kebijaksanaan). Ketika itulah Anda akan menjadi seseorang yang berbeda dari orang-orang lainnya karena Anda mampu menarik esensi dari sebuah pengetahuan dan menerjemahkannya menjadi satu pengetahuan baru.

    Perubahan baru akan terjadi jika kita memanfaatkan pengetahuan yang kita punya. Atau dengan kata lain mengelola pengetahuan.

    Selain kreatifitas dan inovasi, cara lain untuk mengelola

    pengetahuan kita adalah dengan mengkomunikasikannya kepada pihak lain. Membagikan pengetahuan yang kita miliki ke orang lain akan membuat kita menemukan sesuatu yang baru dari pengetahuan itu. Dialog yang terjadi antara pemberi dan penerima pengetahuan akan memperkaya pengetahuan awal kita.

    Karena pengetahuan kita terus menerus berubah, maka

    pengelolaan pengetahuan bersifat nurturing. Organik dan bukan mekanistis. Artinya, semakin sering kita membuka diri, beradaptasi dengan perubahan dan memberi makna baru dari pengetahuan kita, maka lingkar pengetahuan kitapun akan semakin besar.

    Saya selalu siap untuk

    belajar, pun begitu saya tidak terlalu suka diajari.

    (Winston Churchill)

  • Buku Pegangan Fasilitator

    Fasilitasi yang Efektif

    37

    Peluang akan menggandakan diri jika diraih. Akan mati jika

    diabaikan. Hidup adalah sebuah garis peluang

    panjang.

    (John Wicker)

  • Fasilitasi yang Efektif

    Buku Pegangan Fasilitator 38

    Bab 3: Peran Dan Sikap Fasilitator

    Dunia fasilitasi menjadi kian mengemuka belakangan ini seiring dengan berkembangnya era otonomi daerah. Proses pembangunan dengan semangat partisipasi melatarbelakangi semakin berkembangnya proses-proses yang melibatkan masyarakat di dalamnya. Dalam kerangka tersebut peran fasilitator menjadi salah satu hal yang cukup mengemuka. Dan karenanya fasilitator kemudian menjadi sebuah profesi pilihan yang cukup menjanjikan masa depan bagi sebagian orang.

    Kita hidup dalam sebuah samudra kata-kata, tetapi

    seperti seekor ikan di dalam air, kita sering kali tidak menyadarinya

    (Stuart Chase)

  • Buku Pegangan Fasilitator

    Fasilitasi yang Efektif

    39

    Pemberdayaan Masyarakat dan Mitos Pembangunan

    Dalam ranah pemberdayaan masyarakat, Chambers (dalam

    Nasution, 1998) menyatakan bahwa terdapat dua pola budaya dari luar sistem masyarakat (community system) yang akan melahirkan bias atau persepsi yang salah terhadap sistem dan komponen-komponen sistem masyarakat yang diharapkan menjadi intended beneficiaries dari program pengembangan masyarakat (community development programs). Kedua pola budaya tersebut adalah: (1) pola budaya negatif ilmuwan yang melakukan kajian-kajian kritis yang sepertinya tidak terbatasi oleh waktu; dan (2) pola budaya positif para agen pembangunan (baik pemerintah maupun non-pemerintah) yang umumnya terbatasi oleh waktu dan harapan terhadap hasil nyata yang cepat kelihatan. Pola budaya yang pertama umumnya cenderung melihat persoalan kemasyarakatan sebagai permasalahan yang njlimet (rumit) dan seringkali terjebak pada keadaan tidak mampu memberikan saran secara konkret bagi pembangunan masyarakat. Sedangkan pola budaya kedua, lebih memandang persoalan masyarakat sebagai fenomena lingkungan sekitar yang mudah diatasi secara teknis semata. Sehingga pendekatan yang dilakukan adalah seringkali pendekatan proyek pembangunan dan bantuan sosial-materi belaka. Kedua pola pendekatan budaya ini tidak selalu berhasil melahirkan pola pendekatan yang terpadu diantara keduanya. Masing-masing pola budaya tersebut cuma menunjukkan sisi persepsional mereka saja terhadap masyarakat, bukan didasarkan pada realitas yang terjadi pada masyarakat. Kenjlimetan pola budaya yang pertama dan ketergesaan pola kedua seringkali tidak dapat menjawab persoalan dinamika masyarakat. Kedua pola budaya ini kemudian melahirkan bias dalam pembangunan.

    Zaltman dan Duncan (dalam Nasution, 1998) menyebut kedua bias tersebut sebagai bias rasional (rasionalistic bias) dan bias teknokrasi (technocratic bias). Rasionalistic bias adalah bias yang terjadi karena para ilmuwan merasa bahwa tugas yang mereka emban hanya sebatas memberikan informasi tentang perubahan-perubahan yang perlu dilakukan oleh masyarakat. Para ilmuwan ini yakin bahwa secara otomatis masyarakat akan melakukan informasinya karena sangat logis. Bias ini mencerminkan kenaifan pandangan sebagian ilmuwan dan agen pembangunan tentang sistem kepercayaan dan sistem nilai masyarakat tentang perubahan. Sedangkan technocratic bias adalah bias yang lahir sebagai akibat

    Siapapun yang berhenti

    belajar berarti tua,

    entah ia berusia 20

    atau 80 tahun.

    (Henry Ford)

  • Fasilitasi yang Efektif

    Buku Pegangan Fasilitator 40

    keyakinan sebagian ilmuwan dan agen pembangunan bahwa anggota masyarakat pasti dapat mengimplementasikan berbagai gagasan perubahan yang didesain oleh ilmuwan atau agen pembangunan. Bias ini seringkali menjadi suatu persimpangan jalan antara persepsi ilmuwan atau agen pembangunan yang meyakini masyarakat yang harus mengikuti rekomendasinya sebagai suatu hal yang logis dengan persepsi masyarakat tentang perubahan dimasa depan. Karenanya, seringkali pada akhirnya ditempuh jalan pintas untuk mengatasi persimpangan yang terjadi. Jalan pintas yang diambil tersebut pada umumnya didasarkan pada mitos-mitos tentang pemberdayaan masyarakat dengan pondasi berbagai bias-bias di atas. Jelas bahwa mitos bukanlah realitas yang terjadi dalam masyarakat Karenanya hampir bisa dipastikan pembangunan masyarakat yang dilakukan akan menemui kegagalan dalam memberdayakan masyarakat itu sendiri karena tidak dibangun di atas realitas.

    Dengan dasar filosofi semacam ini, maka jelas sekali bahwa konsep community based development sangat menekankan pada peran serta masyarakat, baik pada tataran perencanaan pembangunan sampai dengan tahap implementasinya. Hanya dengan mendudukkan masyarakat sebagai subyek pembangunan maka akan terciptalah apa yang disebut sebagai development for society (pembangunan untuk masyarakat) dan bukannya society for development (masyarakat untuk pembangunan) seperti yang selama ini pembangunan kita rasakan.

    Atas dasar pijak hal tersebut, maka kemudian menyeruaklah peran fasilitator sebagai sebuah tantangan yang dibutuhkan untuk mempertemukan berbagai perbedaan pandang secara damai. Peran fasilitator menjadi penting manakala semakin banyak orang yang membutuhkan mengambil keputusan secara berkelompok atau secara bersama-sama harus merencanakan, membuat inovasi, implementasi dan berbagi tanggung jawab. Fasilitatorlah yang memiliki tanggungjawab untuk mengerahkan energi yang luar biasa tersebut untuk membuat sesuatu yang tidak mungkin mereka putuskan sendirian.

    Taburlah pikiran, petiklah perbuatan, taburlah perbuatan, petiklan kebiasaan, taburlah kebiasaan,

    petiklah watak, taburlah watak,

    petiklah keuntungan

    (Anonim)

  • Buku Pegangan Fasilitator

    Fasilitasi yang Efektif

    41

    Apa itu Fasilitator?

    Fasilitasi adalah membuat lebih mudah atau tidak terlalu sulit.

    Fasilitator adalah orang yang membuat kerja kelompok menjadi lebih mudah karena kemampuannya dalam menstrukturkan dan memandu partisipasi anggota-anggota kelompok. Pada umumnya fasilitator bekerja dalam sebuah pertemuan atau diskusi. Akan tetapi seorang fasilitator juga dapat bekerja di luar pertemuan. Tetapi pada prinsipnya seorang fasilitator harus mengambil peran netral (dengan banyak bertanya dan banyak mendengarkan) ketika membantu sebuah kelompok atau pertemuan.

    Seorang fasilitator tidak

    hanya membutuhkan seperangkat metode dan

    teknik, tetapi pemahaman

    tentang bagaimana dan mengapa dia melakukan itu.

    (Roger Schwarz)

  • Fasilitasi yang Efektif

    Buku Pegangan Fasilitator 42

    Fasilitator juga seringkali disebut sebagai pemudah cara,

    dimana seorang fasilitator berperan membantu proses kelompok melalui suatu proses pembelejaran dan komunikasi yang berkesan untuk mencapai konsensus kelompok. Carl Rogers (1983) dalam bukunya Freedom to Learn, menjelaskan bahwa perkataan fasilitasi diambil dari bahasa Latin facilis. Arti dari kata ini adalah untuk mempermudah. Sedangkan Trevor Bently (1994) menyebutkan fasilitasi sebagai menawarkan atau menyediakan peluang pembelajaran. Dengan demikian, seorang fasilitator diharapkan dapat memberikan dorongan semangat kepada kelompok. Dalam hal ini, peserta diskusi diharapkan dapat mengaplikasikan fakta, mengutarakan pendapat sendiri dan memanfaatkan ide secara bebas s