fakultas perikanan dan ilmu kelautan universitas …repository.ub.ac.id/493/1/adika nugraha darmawan...
TRANSCRIPT
i
ANALISIS KESESUAIAN PRINSIP DAN KRITERIA EKOWISATA PANTAI TIGA WARNA DESA TAMBAKREJO KABUPATEN MALANG
SKRIPSI
PROGRAM STUDI AGROBISNIS PERIKANAN JURUSAN SOSIAL EKONOMI PERIKANAN DAN KELAUTAN
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Meraih Gelar Sarjana Perikanan
di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Brawijaya
Oleh: ADIKA NUGRAHA DARMAWAN
NIM. 125080400111015
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG 2017
ii
iii
PERNYATAAN ORISINALITAS
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi yang berjudul “Analisis
Kesesuaian Prinsip dan Kriteria Ekowisata Pantai Tiga Warna Desa
Tambakrejo Kabupaten Malang” merupakan benar-benar hasil karya saya
sendiri, dan sepanjang pengetahuan saya, tidak terdapat karya atau pendapat
yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang tertulis dalam
naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Apabila kemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan, skripsi ini hasil
penjiplakan (plagiasi), maka saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan
tersebut, sesuai hukum yang berlaku di Indonesia.
Malang, 15 Juni 2017
Mahasiswa
Adika Nugraha Darmawan
125080400111015
iv
RINGKASAN
Adika Nugraha Darmawan. Analisis Kesesuaian Prinsip dan Kriteria Ekowisata Pantai Tiga Warna Desa Tambakrejo Kabupaten Malang. dibawah bimbingan Dr. Ir. Nuddin Harahap, MP dan Dr. Ir. Harsuko Riniwati, MP Dewasa Ini Pembangunan ekonomi daerah yang kuat dan berkelanjutan
merupakan sebuah kolaborasi yang efektif antara pemanfaatan sumberdaya yang adadalammasyarakat dan pemerintah. Dalam konteks ini, pemerintah sebagai regulator berperan strategis dalam mengupayakan kesempatan yang luas bagi masyarakat lokal untuk berpartisipasi penuh dalam setiap aktivitas ekonomi. Salah satu upaya pemanfaatan sumberdaya lokal yang optimal adalah dengan mengembangkan pariwisata dengan konsep Ekowisata. Dalam konteks ini wisata yang dilakukan memiliki bagian yang tidak terpisahkan dengan upaya-upaya konservasi, pemberdayaan ekonomi lokal dan mendorong respek yang lebih tinggi terhadap perbedaan kultur atau budaya. Hal inilah yang mendasari perbedaan antara konsep ekowisata dengan model wisata konvensional yang telah ada sebelumnya. Seiring berrjalanya waktu pola dan cara pengelolaan wisata didaerah beralih ke pola dan cara pengelolaan dengan konsep Ekowisata. Akan tetapi untuk menuju konsep ekowisata salah satunya Ekowisata Pantai Tiga warna maka ada hal yang harus dipenuhi yaitu telah memenuhi kesesuaian prinsip dan kriteria Ekowisata Nasional tujuannya supaya dalam aplikasinya tidak bertentangan dengan aturan dan nilai-nilai Ekowisata.
Tujuan dari penelitian ini untuk:1. Mengetahui karakteristik ekowisata pantai tiga warna di Desa Tambakrejo Kabupaten Malang 2. Mengetahui manajemen pengelolaan ekowisata pantai tiga warna di Desa Tambakrejo Kabupaten Malang. 3. Menganalisis tingkat kesesuaian standar di Pantai Tiga Warna dalam prinsip dan kriteria ekowisata Nasional4. Menyusun rekomendasi pengelolaan ekowisata pada pantai Tiga Warna Desa TambakRejo, Kabupaten Malang.
Metode penelitian yang digunakan pada penelitian ini yaitu deskriptif kualitatif, dengan obyek penelitian yaitu Ekowisata Pantai Tiga Warna yang dikelola oleh Yasyasan Bhakti Alam Sendangbiru. Data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu data primer dan data sekunder. Adapun pengumpulan data dengan cara : 1. Wawancara untuk memperoleh informasi dari narasumber secara langsung, yaitu pemilik usaha pembesaran. 2. observasi dengan melakukanpengamatansecaralanbgsung di tempatpenelitian. 3. Dokumentasi yang diperoleh saat penelitian yaitu berupa gambar atau foto seluruh kegiatan pengelolaan Ekowisata Pantai Tiga Warna.
Hasil dan pembahasan pada penelitian ini adalah berisi tentang karakteristik ekowisata pantai tigawarna. Manajemen pengelolahan ekowisata pantai tiga warna. Analisis tingkat kesesuaian standar di pantai warna dalam prinsip dan kriteria ekowisata Nasional serta rekomendasi pengelolahan ekowisata pada pantai tiga warna.
Karakteristikdariekowisatapantaitigawarnaadalahmemiliki keindahan yang begitu memukau. Dengan pasir putih yang lembut, air laut 3 warna yang jernih, terumbu karang dan dikelilingi oleh hutan lindung. Di tempat wisata ini terdapat konservasi hutan lindung yang dikelola oleh Bhakti Alam dan dikelola langsung oleh warga sekitar pantai. Pantai 3 warna terletak di sebelah pantai sendangbiru. Pantai sendabiru merupakan pintu masuk ke wisata cagar alam pulau sempu.
v
v
Dengan garis pantai yang cukup panjang membuat tempat ini asik untuk bersantai atau sekedar bermain air.
Manajemen pengelolaaan ekowisata pantai tiga warna dalam pengembangan objek wisata terdiri dari 1) pengembangan objek dan daya tarik wisata 2) pengembangan sarana dan prasarana yang ada di wisata tersebut 3) pemasarandanpromosipariwisata 4) pengembangan sumber daya manusia yang ada di sekitar ekowisata pantai tiga warna. Pengembangan daya tarik dari wisata ini adalah dengan keindahan alam yang disuguhkan oleh pantai tiga warna bagi wisatawan yang berkunjung. Pengembangan saran dan prasarana dibangun guna membuat rasa nyaman dan senang bagi para wisatawan yang bekunjung. Pengembangan cara pemasaran dan promosi dari ekowisata pantai tiga warna adalah dengan cara menganalisis terlebih dahulu tentang kebutuhan selera darikonsumen kemudian melakukan dan merencanakan strategi pemasaran guna memikat calon wisatawan dengan daya tarik maupun fasilitas yang disediakan. Kemudian dapat pula bekerjasama dengan agen agar jasa wisata guna memperkenalkan dan mempublikasikan adanya ekowisata pantai tiga warna. Promosi yang dilakukan dapat melalui berbagai media agar lebih dikenal dan diketahui oleh masyarakat luas. Pengembangan sumberdaya manusia yang dilakukan adalah dengan meningkatkan kemampuan bahasa asing bagi tenaga kerja, penyiapan tenaga terampil di segala bidang wisata.
Tingkat kesesuaian standart di pantai tiga warna dalam prinsip dan criteria ekowisata nasional berdasarkan hasil kuisioner yang didapatkan dilapangan adalah sesuai dengan rata-rata nilai 2.64. Arahan/rekomendasi pengelolahan ekowisata pada pantai tiga warna adalah adanya pengelolahan lingkungan, pengembangan masyarakat, pendidikan/pengalaman dari tenagakerja yang dilakukan secara kontinyu serta mengembangkan manajemen yang ada. Peluang pemberdayaan masyarakat yang dapat dilakukan pada ekowisata pantai tiga warna ini adalah dengan adanya jasa penginapan, jasa pemandu wisata, pertunjukkan kesenian dan budaya lokal, jasa produksi hasil kerajinan tangan dan UKM masyarakat sekitar.
Pantai tiga warna memiliki karakteristik ekowisata yang sangat indah, memiliki potensi alam yang sangat menarik untuk dikunjungi. Pengelolaannya memiliki potensi yang sangat baik dalam menjaga kekayaan sumber daya alam dalam menjaga kelestarian alam. Dengan demikian diharapkan bahwa pengelola ekowisata pantai tiga warna secara konsisten terus melanjutkan pengembangannya sebagai kawasan wisata konsrvatif agar terhindar dari kerusakan
vi
KATA PENGANTAR
“Bismillahhirrahmanirahim, Assalamu’alaikum Wr.Wb.”
Dengan mengucapkan Alhamdulillah, serta memanjatkanpuji dan
syukurkehadirat Allah SWT, yang telah memberikan segala kenikmatan dan
hidayah-Nya, sehingga pada kesempatan ini penulisdapatmenyelesaikan hasil
laporan skripsi yang berjudul“Analisis Kesesuaian Prinsip dan Kriteria
Ekowisata Pantai Tiga Warna Desa Tambakrejo Kabupaten Malang”.
Penyusunan hasillaporan skripsi ini bertujuan
sebagaisalahsatusyaratakademisuntukmenyelesaikan suatu studi dan sebagai
syarat memperoleh GelarSarjana Agrobisnis Perikanan di
FakultasPerikanandanIlmuKelautanUniversitasBrawijaya Malang.
Denganselesainyapenyusunan tugas akhir hasil laporan skripsi ini,
penulisinginmenyampaikan rasa terimakasih kepada semua pihak yang terlibat
dalam membantu tersusunnya laporan skripsi ini. Saya ucapkan terimakasih
yang sebesar-besarnya kepada :
1. Bapak Dr. Ir. Nuddin Harahap, MP selaku dosen pembimbing I (Satu), dan
Ibu Dr. Ir. Harsuko Riniwati, MP selaku dosen pembimbing II (Dua) atas
segala bantuan dan bimbingannya sehingga dapat tersusunnya laporan
skripsi ini.
2. Ibu Dr. Ir. Pudji Purwanti, MP selaku dosen penguji I (Satu), dan Bapak
Dr. Ir. Mimit Primyastanto, MP selaku dosen penguji II (Dua) yang telah
bersedia meluangkan waktu untuk menguji, memeriksa, serta memberikan
petunjuk dan saran dalam penyusunan laporan ini.
3. Bapak Saptoyo selaku Ketua Yayasan Bhakti Alam Sendangbiru yang telah
banyak membantu dalam proses tersusunnya laporan skripsi hingga
selesai.
vii
4. Orang tua saya Bapak Drs.Sudarmo, S.Pd dan Ibu Titik Rahayu NS, S.Pd
yang terus memberi motivasi, dukungan,serta do’a-nya sehingga penyusun
laporan skripsi ini dapat terselesaikandengan lancar.
5. Seluruh teman-teman seperjuangan AP angkatan 2012,2013,sahabatku,
semua pihak terkait yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu,terima
kasih atas motivasi, dukungan, dan do’anya yang telah banyak berperan
dalam terselesaikannya laporan skripsi ini.
Adanya kesadaran bahwa Laporan Skripsi ini masih terdapat banyak
keterbatasan dan kekurangan yang perlu adanya perbaikan suatu hari nanti.
Maka dari itu penulis membutuhkan kritik dan saran yang bersifat membangun
dari pembaca dengan maksud penulis ingin mengevaluasi dari kekurangan
tersebut, guna mendekati kesempurnaan laporan skripsi ini.
Akhir kata dari penulis dengan harap semoga laporan skripsi ini berguna
dan memberikan informasi yang bermanfaat bagi pihak yang membutuhkannya,
terimakasih atas perhatiannya. “Wassalamu’alaikum Wr. Wb.”
Malang, 15 Juni 2017
Penulis
viii
DAFTAR ISI
Halaman
SAMPUL .................................................................................................................. i
HALAMAN JUDUL ................................................................................................. ii
LEMBAR PENGESAHAN ....................................................................................... iii
PERNYATAAN ORISINALITAS ............................................................................ iv
RINGKASAN ........................................................................................................... v
KATA PENGANTAR .............................................................................................. vii
DAFTAR ISI ........................................................................................................... ix
DAFTAR TABEL .................................................................................................... xii
DAFTAR GAMBAR............................................................................................... xiii
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................................ xiv
1. PENDAHULUAN ................................................................................................ 1 1.1 Latar Belakang ......................................................................................... 1 1.2 Rumusan Masalah .................................................................................... 3 1.3 Tujuan Penelitian ...................................................................................... 3 1.4 Manfaat Penelitian .................................................................................... 4
2. TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................................... 5 2.1 Kerangka Teori ......................................................................................... 5
2.1.1 Pengertian Ekowisata .................................................................... 7 2.1.2 Konsep Ekowisata .......................................................................... 7 2.1.3 Ekowisata di kawasan Pesisir ...................................................... 10 2.1.4 Potensi Ekowisata ........................................................................ 11 2.1.5 Permasalahan dalam Pengelolaan Ekowisata di Indonesia ......... 12 2.1.6 Pengelolaan Ekowisata ................................................................ 15 2.1.7 Prinsip-prinsip dan Kriteria Ekowisata Rumusan Hasil Lokakarya
dan Pelatihan Tahun 2006 ............................................................. 18 2.1.8 Prinsip-prinsip Pengembangan Ekowisata Berbasis Masyarakat
dan Konservasi Menurut Organisasi Internasional WWF .............. 22 2.2 Penelitian Terdahulu .............................................................................. 27 2.3 Kerangka Berfikir .................................................................................... 32
3. METODE PENELITIAN .................................................................................... 35
3.1 Jenis Penelitian ...................................................................................... 35 3.2 Fokus Penelitian ..................................................................................... 36 3.3 Lokasi dan Situs Penelitian .................................................................... 36 3.4 Jenis dan Sumber Data .......................................................................... 36
ix
3.5 Teknik Pengumpulan Data ..................................................................... 37 3.6 Instrumen Penelitian............................................................. ................. 38 3.7 Informan Penelitian ................................................................................ 39 3.8 Keabsahan Data .................................................................................... 39 3.9 Metode Analisis Data ................................................................................. 3.9.1 Karakteristik Ekowisata Pantai Tiga Warna di Desa Tambakrejo
Kabupaten Malang ......................................................................... 43 3.9.2 Manajemen Pengelolaan Ekowisata Pantai Tiga Warna di Desa
Tambakrejo Kabupaten Malang ..................................................... 44 3.9.3 Tingkat Kesesuaian Standart di Pantai Tiga Warna dallam Prinsip
dan Kriteria Ekowisata Nasional .................................................... 47 3.9.4 Rekomendasi Pengelolaan Ekowisata pada Pantai Tiga Warna
Desa Tambakrejo Kabupaten Malang ........................................... 49 4. HASIL DAN PEMBAHSAN ............................................................................... 51
4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian ...................................................... 51 4.1.1 Kondisi Geografis ......................................................................... 51 4.1.2 Demografi Desa Tambakrejo ....................................................... 52
4.2 Krakteristik Ekowisata Pantai Tiga Warna di Desa Tambakrejo Kabupaten Malang ................................................................................ 54
4.2.1 Karakteristik Potensi Keindahan Alam ......................................... 54 4.2.2 Karakteristik Potensi Keragaman Masyarakat dan Budaya lokal . 58 4.2.3 Karakteristik Dukungan Pemerintah ............................................. 62
4.3 Manajemen Pengelolaan Ekowisata Pantai Tiga Warna di Desa Tambakrejo Kabupaten Malang ................................................................................ 68
4.3.1 Pengembangan Obyek dan Daya Tarik Wisata ........................... 68 4.3.2 Pengembangan Sarana dan Prasarana ....................................... 78 4.3.3 Pemasaran dan Promosi Pariwisata ............................................ 84 4.3.4 Pengembangan Sumber Daya Manusia ....................................... 93 4.4 Tingkat Kesesuaian Standart di Pantai Tiga Warna Dalam Prinsip dan
Kriteria Ekowisata Nasional .................................................................. 98 4.4.1 Peka dan Menghormati Nilai-nilai Sosial Budaya dan Tradisi
Keagamaan Setempat ............................................................... 104 4.4.2 Memiliki Kepedulian, Komitmen dan Tanggungjawab terhadap
Konservasi Alam dan Warisan Budaya ...................................... 105 4.4.3 Menyediakan Interpretasi yang Memberikan Peluang kepada
Wisatawan untuk Menikmati Alam dan Meningkatkan Kecintaan terhadap alam ............................................................................ 106
4.4.4 Edukasi : Ada Proses pembelajaran Dialogis antara Masyarakat dan Wisatawan. ......................................................................... 107
4.4.5 Pengembangan Harus Didasarkan Persetujuan Masyarakat melalui Musyawarah. ................................................................. 108
4.4.6 Memberdayakan dan Mengoptimalkan Partisipasi Sekaligus Memberika Kontribusi secara Kontinyu terhadap Masyarakat, lingkungan dan Perusahaan ...................................................... 108
4.4.7 Menaati Peraturan Perundang-Undangan yang Berlaku ........... 108 4.4.8 Secara konsisten Memberikan Kepuasan terhadap Konsumen 109 4.4.9 Pemasaran yang Bertanggungjawab ......................................... 110
4.5 Arahan atau Rekomendasi Pengelolaan Ekowisata di Pantai Tiga Warna Desa Tambakrejo Kabupaten Malang ..................................... 112
4.6 Peluang Pemberdayaan Masyarakat dalam Pengembangan Ekowisata di Desa Tambakrejo. ........................................................................... 115
x
4.7 Kendala Pengembangan Ekowisata di Pantai Tiga Warna Desa Tambakrejo ......................................................................................... 121
5. KESIMPULAN DAN SARAN .......................................................................... 129
5.1 Kesimpulan ......................................................................................... 129 5.2 Saran .................................................................................................... 132
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 134
xi
xi
DAFTAR TABEL
Tabel
Halaman
1. Karakteritik Ekowisata Pantai Tiga Warna di Desa Tambakrejo ...................... 43 2. Manajemen Pengelolaan Ekowisata Pantai Tiga Warna di Desa Tambakrejo . 44 3. Tingkat Kesesuaian Standart dalam Prinsip dan Kriteria Ekowisata Nasional .. 47 4. Rekomendasi Pengelolaan Ekowisata Pada Pantai Tiga Warna Desa
Tambakrejo ....................................................................................................... 49 5. Kategori Kesesuaian ....................................................................................... 102 6. Tabel Kesesuaian ............................................................................................ 103
xii
xii
DAFTAR GAMBAR
Gambar
Halaman
1. Kerangka Berfikir ............................................................................................ 33 2. Model Analisis Data Miles dan Huberman dan Saldana ................................. 41 3. Peta Desa Tambakrejo .................................................................................... 51 4. Keanekaragaman Spesies Ikan dan Biota Pantai Tiga Warna ....................... 56 5. Keanekaragaman Spesies Terumbu Karang Perairan Pantai Tiga Warna ..... 57 6. Keindahan dan Kebersihan Pantai Tiga Warna .............................................. 71 7. Keunikan Pantai Tiga Warna ........................................................................... 73 8. Akses Menuju Pantai Tiga Warna ................................................................... 77 9. Sarana Pelengkap Pantai Tiga Warna .............................................................. 80 10. Komunikasi Pemsaran melalui Sosial Media ................................................... 82 11 Jasa Pendukung Pantai Tiga Warna ............................................................... 88
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pembangunan ekonomi daerah yang kuat dan berkelanjutan merupakan
sebuah kolaborasi yang efektif antara pemanfaatan sumberdaya yang ada,
masyarakat dan pemerintah. Dalam konteks ini, pemerintah sebagai regulator
berperan strategis dalam mengupayakan kesempatan yang luas bagi
masyarakat lokal untuk berpartisipasi penuh dalam setiap aktivitas ekonomi.
Salah satu upaya pemanfaatan sumberdaya lokal yang optimal adalah dengan
mengembangkan pariwisata dengan konsep Ekowisata. Dalam konteks ini
wisata yang dilakukan memiliki bagian yang tidak terpisahkan dengan upaya-
upaya konservasi, pemberdayaan ekonomi lokal dan mendorong respek yang
lebih tinggi terhadap perbedaan kultur atau budaya. Hal inilah yang mendasari
perbedaan antara konsep ekowisata dengan model wisata konvensional yang
telah ada sebelumnya.
Ekowisata harus dibedakan dari wisata alam. Wisata alam atau berbasis
alam mencakup setiap jenis wisata-wisata misalnya wisata pertualangan,
ekowisata yang memanfaatkan sumber daya alam dalam bentuk yang masih lain
dan alami, termasuk spesies, habitat, bentangan alam, pemandangan dan
kehidupan air laut dan air tawar. Ekowisata merupakan kegiatan wisata yang
menarik perhatian besar terhadap kelestarian sumber daya alam dan lingkungan
2
sebagai salah satu isu utama dalam kehidupan manusia, baik secara ekonomi,
social maupun politik.
Pantai tiga warna merupakan pantai yang baru diketahui oleh para
wisatawan. Pantai tiga warna merupakan pantai yang tersembunyi di Kabupaten
Malang. Pantai tiga warna bersebalahan dengan Pantai Sendang Biru yaitu
berada di bawah pengelolaan Bhakti Alam yang para anggotanya merupakan
masyarakat sekitar. Pantai tiga warna ini berada di wilayah konservasi tapi
dijadikan tempat rekreasi dan wisata. Tentunya hal ini bukan semata-mata untuk
mencari keuntungan atau manfaat keindahan wisata pantai di Malang selatan.
Pihak manajemen ingin memprkenalkan keindahan alam Indonesia dan
sekaligus mengedukasi para wisatawan bahwasanya menjaga kelestarian alam
itu hukumnya wajib. Itu terbukti dengan adanya beberapa peraturan yang
diterapkan apabila ingin berkunjung kewisata pantai tiga warna di Kabupaten
Malang. Pantai ini masuk di area rehabilitas dan konservasi Mangrove, Terumbu
Karang serta Hutan Lindung Desa Tambakrejo, Kecamatan Sumber Manjing
Wetan, Kabupaten Malang.
Untuk menjaga agar kelestarian alam Pantai Tiga Warna tetap terjaga
maka diperlukan manajemen pengelolaan ekowisata secara baik serta mematuhi
pada Penerapan prinsip-prinsip dan kriteria ekowisata.
Berdasarkan hal-hal tersebut diatas dan dukungan pemerintah daerah,
maka diperlukan penelitian, yaitu dengan judul “Analisis Kesesuaian Prinsip dan
Kriteria ekowisata Pantai Tiga Warna Desa Tambakrejo Kabupaten Malang”.
3
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang diatas maka didapatkan rumusan
masalah dalam penelitian ini sebagai berikut:
1. Bagaimana karakteristik ekowisata pantai tiga warna di Desa Tambakrejo
Kabupaten Malang?
2. Bagaimana manajemen pengelolaan ekowisata pantai tiga warna di Desa
Tambakrejo Kabupaten Malang?
3. Bagaimana tingkat kesesuaian standart di Pantai Tiga Warna dalam standart
ekowisata Nasional?
4. Rekomendasi apa yang dilakukan untuk pengelolaan ekowisata pada pantai
Tiga warna Desa Tambakrejo Kabupaten Malang?
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah maka didapatkan tujuan dalam penelitian
ini sebaai berikut:
1. Mengetahui karakteristik ekowisata pantai tiga warna di Desa Tambakrejo
Kabupaten Malang.
2. Mengetahui manajemen pengelolaan ekowisata pantai tiga warna di Desa
Tambakrejo Kabupaten Malang.
3. Menganalisis tingkat kesesuaian standar di Pantai Tiga Warna dalam prinsip
dan kriteria ekowisata Nasional.
4. Menyusun rekomendasi pengelolaan ekowisata pada pantai Tiga Warna
Desa Tambakrejo Kabupaten Malang.
4
1.4 Manfaat Penelitian
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada
beberapa pihak antara lain:
1. Peneliti
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memeberikan pengetahuan dan
informasi bagi peneliti tentang Analisis untuk pengembangan ekowisata
sehingga dapat diminati oleh para wisatawan.
2. Pemerintah
Hasil penelitian ini dapat diterapkan oleh pemerintah untuk mengembangkan
ekowisata yang sepi sehingga dapat menarik minat para wisatawan untuk
datang kelokasi wisata.
3. Tempat Wisata
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi tempat
wisata sehingga banyak wisatawan yang datang dan dapat memberikan
pemasukan bagi pemerintah maupun warga yang ada disekitar.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Kerangka Teori
2.1.1 Pengertian Ekowisata
Ekowisata merupakan salah satu bentuk kegiatan wisata khusus.
Bentuknya yang khusus itu menjadikan ekowisata sering diposisikan sebagai
lawan dari wisata massal. Perbedaan ini tentu berimplikasi pada kebutuhan
pengelolaan yang tepat.
Berbeda dengan wisata konvensional, ekowisata merupakan kegiatan
yang menaruh perhatian terhadap kelestarian lingkungan sumberdaya
pariwisata. Masyarakat ekowisata Internasional mengartikannya sebagai
perjalanan wisata alam yang bertanggung jawab dengan cara
mengkonservasi lingkungan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat
lokal (responsible travel to natural areas the conserves the environment and
improves the well-being of local people) (The International Ecotourism
Society, 2000). Dari defenisi ini ekowisata dapat dilihat dari tiga perspektif,
yakni:
a. Lingkungan
Ekowisata harus bertumpu pada lingkungan alam dan budaya yang
relatif belum tercemar atau terganggu.
b. Masyarakat
Ekowisata harus dapat memberikan manfaat ekologi, sosial dan
ekonomi langsung kepada masyarakat tuan rumah.
c. Pendidikan dan Pengalaman
6
Ekowisata harus dapat meningkatkan pembangunan akan lingkungan
alam dan budaya terkait sambil memperoleh pengalaman yang
mengesankan.
d. Keberlanjutan
Ekowisata harus dapat memberikan sumbangan positif bagi
keberlanjutan ekologi dari lingkungan tempat kegiatan.
e. Manajemen
Ekowisata harus dapat dikelola dengan cara yang dapat menjamin
daya hidup jangka panjang bagi lingkungan alam dan budaya yang
terkait di daerah tempat kegiatan ekowisata.
Selanjutnya Sensudi (1997) dalam makalah yang mengangkat kasus
ekowisata di Taman Nasional Gunung Gede Pangrango, mengemukakan
beberapa saran dalam mengubah perilaku pengunjung Taman Nasional
Gunung Gede Pangrango yaitu : (1) perlu diterapkan sistem pendidikan,
konservasi dan lingkungan hidup,(2) pemantapan dan perbaikan kegiatan
kemah konservasi dan (3) meningkatkan sistem pelayanan informasi baik
oleh petugas maupun pihak lain yang berwenang . Begitu juga
Taufikurrahman (1997) dalam makalah yang berjudul Ekowisata di
Tangkuban Perahu dan Ciater Bandung, mengemukakkan manfaat yang
diperoleh dari kegiatan ekowisata yaitu ; masyarakat setempat dapat
membuka usaha berskala kecil untuk menunjang kegiatan ekowisata di
Tangkuban Perahu dan Ciater. Goodwin (2001) dalam makalah Ekowisata
Teresterial mengatakan ekowisata turut berperan serta dalam usaha
melindungi dan mengelola habitat dan spesies di dalamnya dengan tiga cara
yaitu: (1) ekowisata dapat menghasilkan uang untuk pengelola dan
melindungi habitat dan spesies (2) ekowisata memungkinkan penduduk
7
setempat memperoleh manfaat ekonomi (3) ekowisata memberikan sarana
untuk meningkatkan kesadaran orang akan pentingnya pengetahuan dan
pelestarian lingkungan. Persamaan dan perbedaan antara penelitian
sebelumnya dengan penelitian ini adalah persamaannya sama-sama
mengkaji tentang Ekowisata (Wisata Alam), sedangkan perbedaannya
penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Ni Wayan Wahyu Astiti lebih
menekankan pada segi kepuasan wisatawan terhadap produk Bagus Agro
Pelaga, Sedangkan I Gust Ngurah Widyatmaja dari segi Penerapan
Ekowisata Di Elephant Safari Park terhadap dampak ekologi, ekonomi dan
sisial budaya dan peneliti Ni Ketut Arismayanti lebih menekankan pada segi
potensi ekowisata pada obyek dan daya tarik wisata jati luwih berupa areal
persawahan. Sedangkan penelitian ini lebih menekankan pada faktor
wisatawan yang jarang berminat ke hutan bambu sebagai atraksi ekowisata.
2.1.2 Konsep Ekowisata
Ekowisata merupakan salah satu aspek yang sangat terkait dengan
lingkungan, perkembanganya diharapkan mampu melestarikan sumberdaya
alam dan lingkungan (Sukma, 2009). Berbagai kajian sudah banyak
dilakukan terkait dengan ekowisata yang sekaligus memberikan pandangan-
pandangan yang sangat penting terhadap kelestarian lingkungan. Kajian-
kajian yang sudah diteliti terkait dengan ekowisata dilakukan oleh beberapa
orang seperti : Sukma (2009), Milazi (1996), Tuwo (2011), Erwin (2009 ),
Bharuna (2009), Wood (2002), dan Stronza (2010). Namun secara umumnya
mereka sependapat bahwa ekowisata dalam pengembanganya sangat
terkait dengan pelestarian lingkungan dan budaya yang berada pada suatu
daerah. Kemudian, Zamrano, dkk (2010) menjelaskan bahwa ekowisata
merupakan kegiatan pariwisata yang bertangung jawab secara lingkungan
8
alam, memberikan kontribusi yang positif terhadap konservasi lingkungan,
dan memperhatikan kesejateraan masyarakat lokal.
Yoeti (1997) menyatakan bahwa ada empat unsur yang dianggap
sanggat penting dalam ekowisata yaitu unsur proaktif, kepedulian terhadap
pelestarian lingkungan hidup, keterlibatan penduduk lokal, dan unsur
pendidikan. Wood dalam Pitana (2005) menyebutkan bahwa ekowisata
harus mengandung komponen yaitu : Memberikan kontribusi terhadap
pelestarian biodiversitas, meningkatkan kesejahteraan masyarakat local,
mengandung muatan interpretasi, pembelajaran dan pengalaman, adanya
pelaku yang bertanggung jawab dari wisatawan dan industri pariwisata, lebih
banyak ditunjukan kepada kelompokkelompok kecil, dan umumnya pada
usaha sekala kecil, menuntut adanya femanfaatan yang serendah
rendahnya pada sumber daya yang tidak dapat diperbaharui dan
menekankan pada adanya partisipasi masyarakat lokal, termasuk pemilikan
dan pengelolaan, khusunya bagi masyarakat pedesaan.
Kannan (2012) menjelaskan bahwa ekowisata merupakan pariwisata
yang berbasis pada ekologi yang sangat terkait dengan sumber daya alam,
sumber budaya, dan infrastruktur alam untuk melestarikan lingkungan.
Disamping itu juga, Wardhana (2004) menyebutkan bahwa ada beberapa
komponen yang sangat terkait dengan keberlangsungan ekologi lingkungan
yaitu komponen manusia (penduduk), komponen daya dukung alam,
komponen ilmu pengetahuan dan tehnologi, dan komponen organisasi.
Arida (2009) menjelaskan bahwa ada beberapa prinsip-prinsip
pengembagan ekowisata yang didasarkan kepada TIES (The International
Ecotourism Standards) seperti : Memiliki kepedulian, komitmen dan
tanggung jawab terhadap konservasi alam dan budaya untuk tercapainya
9
keseimbangan pemamfaatan lahan, pengunaan tehnologi ramah lingkungan,
melestarikan keanekaragaman hayati dan cagar budaya dan memperhatikan
keberadaan endemis . Memberikan interpretasi yang memberikan peluang
kepada wisatawan untuk menikmati alam dan meningkatkan kecintaan
kepada alam seperti menyediakan pramuwisata yang profesional dan
berlisensi, menyediakan fasilitas pendukung informasi yang memadai terkait
dengan daya tarik ekowisata, melibatkan lembaga desa setempat.
Memberikan kontribusi secara kontinyu kepada masyarakat setempat dan
memberdayakan masyarakat setempat seperti memprioritaskan
pemanfaatan tenaga kerja lokal sesuai dengan keahlianya, memprioritaskan
pemanfaatan produk lokal untuk operasional kegiatan ekowisata. Memiliki
kepekaan dan menghormati nilai-nilai sosial budaya dan tradisi masyarakat
setempat yaitu pembangunan dan operasional harus disesuaikan dengan
tata krama, norma setempat dan kearifan lokal, keberadaan dan kegiatan
ekowisata tidak menggangu aktifitas masyarakat. Menaati perundang-
undangan yang berlaku, menaati undang-undang dan peraturan yang
berlaku,menaati awing-awig desa yang berlaku.
Pengembagan harus didasarkan atas musyawarah dan dengan
persetujuan masyarakat setempat seperti pembangunan perlu mendapatkan
persetujuan masyarakat dan lembaga desa setempat, menjalin komunikasi
dan koordinasi dengan masyarakat dan lembaga setempat dalam
pengembangan ekowisata. Memiliki sikap konsisten memberikan kepuasan
kepada konsumen yaitu menyediakan fasilitas dan memberikan pelayanan
prima kepada wistawan, menyediakan media untuk memperoleh umpak balik
dari konsumen. Melakukan pemasaran dan promosi dengan jujur dan akurat
sehingga sesuai dengan harapan wisatawan seperti melakukan pemasaran
10
dengan materi yang akurat, jelas dan berkualitas, melakukan pemasaran
dengan jujur dan sesuai dengan kenyataan. Sistem pengelolaan yang serasi
dan seimbang dengan konsep Tri Hita Karana yaitu memperhatikan
kesselarasaran antara manusia dengan tuhan, memperhatikan keselarasan
hubungan antara manusia dengan manusia, memperhatikan keselarasan
antara manusia dengan lingkungan.
2.1.3 Ekowisata di Kawasan Pesisir
Kegiatan wisata pesisir dengan memanfaatkan wilayah pesisir dan lautan,
dapat dilakukan secara langsung maupun tidak langsung (Nurisyah, 1998 dalam
Wardhani, 2007). Jenis-jenis wisata bahari yang secara langsung memanfaatkan
wilayah pesisir antara lain: (a) berperahu; (b) berenang; (c) snorkeling; (d)
penyelaman; (e) pancing. Jenis-jenis wisata yang secara tidak langsung
memanfaatkan wilayah pesisir dan lautan antara lain: (a) kegiatan olahraga
pantai; (b) piknik menikmati atmosfer laut.
Wisata bahari, baik pada perairan pesisir maupun laut yang lebih dalam,
dewasa ini telah diakui secara luas sebagai salah satu jenis wisata yang sedang
pesat perkembangannya (Pollard, 1995; Orams, 1999). Wisata bahari termasuk
jenis wisata yang tidak mudah dan tidak murah, karena wisatawan harus
menguasai keahlian khusus (berenang dan menyelam). Sementara disebut tidak
murah karena wisatawan tentunya juga harus mengeluarkan biaya lebih untuk
berbagai fasilitas, akomodasi dan transportasi untuk menikmati aktifitas wisata
tersebut. Namun mungkin didorong oleh keinginan bertualang, menemukan dan
menikrnati sesuatu yang baru serta sudah tidak alaminya lagi objek wisata pantai
karena tekanan antropogenik yang semakin meningkat, maka banyak wisatawan
yang sudah mulai beralih untuk menikmati wisata bahari. Sebelumnya, selama
50 tahun terakhir, objek wisata lebih difokuskan di pantai, maka sekarang ini
11
wilayah perairan laut secara umum telah menjadi tujuan wisata baru yang sangat
pesat perkernbangannya dalam industri pariwisata (Mitter & Auyong, 1991).
Orams (1999) mendefinisikan ekowisata bahari sebagai aktifitas wisata yang
termasuk di dalamnya perjalanan seseorang dari ternpat tinggalnya atau
penginapannya, dan memfokuskan diri untuk menikmati keindahan laut.
2.1.4 Potensi Ekowisata
Potensi ekowisata adalah semua objek (alam, budaya, buatan) yang
memerlukan banyak penanganan agar dapat memberikan nilai daya tarik
bagi wisatawan (Damanik dan Weber, 2006). Setelah berlakunya undang-
undang nomor 10 tahun 2009 tentang kepariwisataan, istilah objek wisata
diganti menjadi daya tarik wisata pengertian segala sesuatu keunikan,
keindahan dan nilai berupa keanekaragaman kekayaan alam, budaya dan
hasil buatan manusia yang menjadi sasaran atau tujuan kunjungan
wisatawan.
Dari pemahaman mengenai potensi ekowisata tersebut dapat disimpulkan
bahwa potensi ekowisata terkait dengan penawaran wisata. Elemen
penawaran wisata terdiri atas (Damanik dan Weber ,2006):
a. Atraksi
Atraksi dibedakan menjadi atraksi yang tangible dan intangible yang
memberikan kenikmatan kepada wisatawan baik yang berupa
kekayaan alam, budaya dan hasil buatan manusia.
b. Aksesbilitas
Cakupan aksesbilitas yang keseluruhan saran dan prasarana
transportasi yang melayani wisatawan dari, ke, dan selama didaerah
tujuan tujuan wisata.
c. Amenitas
12
Fungsi amenitas lebih kepada pemenuhan kebutuhan wisatawan
sehingga seringkali tidak berhubungan lansung terkait dengan bidang
pariwisata.
2.1.5 Permasalahan dalam Pengelolaan Ekowisata di Indonesia
Pulau-pulau kecil dan perairan yang tidak terlalu dalam yang banyak
terdapat di wilayah Indonesia merupakan tempat yang ideal bagi kehidupan
karang. Potensi ini dimanfaatkan dengan baik pada beberapa tempat dengan
mengembangkan kegiatan ekowisata. Salah satunya pada perairan Wakatobi,
Sulawesi Tenggara. Perairan ini memiliki 80% kekayaan seluruh spesies karang
di dunia. Keindahan ini menjadi tujuan utama penikmat wisata laut di dunia. Tidak
kurang 500 orang pelajar dan wisatawan mancanegara tiap tahunnya
mengunjungi perairan ini (Coremap, 2006).
Lain halnya dengan pengembangan kegiatan ekowisata pada perairan
Kepulauan Raja Ampat, Papua. Perairan dengan pemandangan bawah laut yang
begitu menakjubkan ini karena memiliki tingkat biodiversitas yang sangat tinggi
tersebut, ternyata masih belum menemukan model pengelolaan ekowisata
berbasiskan masyarakat yang tepat (Coremap, 2006). Beberapa jenis
usaha/kegiatan wisata yang dilakukan namun tidak berjalan dengan baik
sehingga seiring dengan berjalannya waktu akan berhenti beroperasi. Salah satu
penyebabnya yaitu diduga karena tidak mempertimbangkan aspek-aspek sosial
ekonomi dan budaya masyarakat lokal/adat.
Terletak di pusat Segitiga Terumbu Karang meliputi bagian timur
Indonesia, selatan Filipina dan bagian utara Great Barrier Reef di Australia
Taman Nasional Bunaken, Sulawesi Utara, menjadi tempat bagi aneka ragam
hayati laut di dunia. Taman seluas 89.000 hektar merupakan habitat bagi
setidaknya 1000 spesies ikan terumbu karang yang berasal dari 175 keluarga
13
dan kira-kira 400 spesies terumbu keras scleractinian yang mewakili 63 genus
dan 15 keluarga (Salm & Usher, 1984). Keanekaragaman hayati yang paling
banyak terdapat di terumbu karang patahan (fringing reef), sementara kawasan
laut dalam menjadi habitat bagi ikan dan mamalia pelagic seperti marlin, tuna,
hiu, lumba-lumba, paus orcas, pilot, sperm dan melon-head. Oleh karena itu,
konservasi Taman Nasional Bunaken memiliki kepentingan global yang sangat
penting bagi keanekaragaman hayati laut dan potensi pariwisata.
Dampak lain yang dapat ditimbulkan sebagai efek kegiatan wisata yaitu
dampak sosial. Wisatawan yang datang mengunjungi suatu lokasi ekowisata,
tentunya berasal dari berbagai tempat (baik dalam dan luar negeri), dengan
keragaman budaya, etika dan tata krama masing-masing. Interaksi antara para
wisatawan dengan masyarakat liokal, tentunya akan mengakibatkan terjadinya
transfer kebudayaan dan kebiasaan. Masyarakat yang memiliki nilai-nilai tradisi
dan etika sosial yang sudah sangat mengakar, tentunya tidak akan mudah
terpengaruh oleh budaya dari luar yang masuk ke wilayahnya. Hilyana (2001)
menemukan bahwa kegiatan pariwisata di Lombok Barat, Nusa Tenggara Timur,
tidak berpengaruh secara nyata terhadap nilai-nilai kultural yang ada di
masyarakat lokal. Hal ini tentunya tidak akan terjadi dengan sendirinya atau juga
karena budaya yang dari luar (dalam hal ini mungkin yang dibawa masuk oleh
wisatawan) tidak memiliki pengaruh yang cukup kuat untuk mempengaruhi
masyarakat lokal. Masih kuatnya peranan tokoh-tokoh non formal dalam
mengontrol kehidupan sosial masyarakat, ditengarai menjadi kunci keberhasilan
masyarakat Lombok Barat dalam mengontrol dan menyaring budaya dari luar
tersebut. Namun tidak dapat dipungkiri juga, bahwa masih ada sebagian kecil
masyarakat yang terpengaruh sehingga mengakibatkan terjadinya perubahan
14
gaya hidup mereka. Hal ini tercermin dari cara berpakaian dan etika pergaulan
yang bertentangan dengan nilai -nilai moral masyarakat setempat.
Tantangan lain yang dihadapi adalah sering adanya benturan antara para
pemangku kepentingan. Pemerintah sebagai penentu kebijakan, sering dianggap
hanya tegas “di atas kertas” namun sering terjadi pelanggaran di lapangan. Ini
ditemukan pada hampir semua daerah konservasi/perlindungan alam yang
kondisi sumberdaya alamnya mengalami kerusakan. Di sisi lain, para kaum
konservatif / aktifis lingkungan, sering berpikir tidak perlu untuk dilakukan
promosi dan cenderung mengabaikan aspek industrialnya. Mereka merasa yakin
kalau produknya sudah bagus maka akan tercium juga dan pada akhimya akan
didatangi wisatawan. Mereka justru merasa kuatir bahwa kegiatan promosi dapat
menimbulkan kelebihan pengunjung atau melampaui daya tampung objek wisata
yang dapat mengancam kelestarian sumberdaya alam. Sementara di lain pihak,
para operator wisata, menganggap bahwa objek tujuan wisata tidak layak dilirik
selama belum dipromosikan.
Lain halnya dengan yang terjadi pada kawasan ekowisata di Batu
Rongring, Sumatera Utara. Tujuan utama wisatawan datang ke daerah ini adalah
menikmati alamnya yang masih alami, terutama sungainya. Namun jika hanya
mengandalkan sungai sebagai tujuan wisata, maka dikuatirkan akan sulit
bersaing dengan beberapa daerah tujuan wisata lain yang berdekatan dengan
daerah ini dan juga memiliki kelebihan masing-masing. Di samping itu,
infrastnrktur yang ada di daerah ini juga kurang memadai. Oleh karena itu yang
dapat menjadi solusi yaitu harus membuat konsep wisata yang memiliki
keunggulan tersendiri. Salah satunya yaitu memanfaatkan kearifan lokal
masyarakat (Suku Karo) yang selalu mengandalkan pengobatan
alternatif/tradisional dari tanaman-tanaman yang ada di kawasan ini. Banyak
15
sekali tanaman yang dapat dimanfaatkan menjadi obat-obatan tradisional pada
kawasan ini. Maka paket wisata yang ditawarkan disini yaitu wisata alam yang
disertai dengan pengobatan altematif yang dapat menambah pengetahuan
wisatawan tentang obat-obatan alami bahkan juga dapat menyembuhkan
penyakit mereka.
2.1.6 Pengelolaan Ekowisata
Suhandi (2001) menjabarkan bahwa pengelolaan ekowisata merupakan
penyelenggaraan kegiatan wisata yang bertanggung jawab di tempat-tempat
lami atau daerah-daerah yang dibuat berdasarkan keindahan alam dan
secara ekonomi berkelanjutan yang mendukung upaya-upaya pelestarian
lingkungan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat. Dalam
penelitian ini metode dasar /pengelolaan ekowisata yang dikembangkan
berdasarkan perencanaan dan pengelolaan ekowisata.Menurut (Drumm, dan
Mooe, 2002) Rencana pengelolaan ekowisata harus mencakup :
1. Penjabaran tujuan yang terdiri atas tujuan umum dan tujuan
khusus.
2. Perwilayahan
3. Strategi
4. Program
5. Aktivitas guna pencapaian tujuan
Pengelolaan umum mengatur penanganan kawasan lingkup yang
lebih luas (diluar daerah konversi) yang menjadi penunjang keberadaan
daerah konservasi yang kelak akan dibuat. Pada kawasan tersebut
terdapat pemukiman warga dan kegiatan sosial masyarakat sehingga
pengolahan ekowisata secara umum dapat memberikan manfaat
a. Rencana Daerah Konservasi
16
1. Tema pengelolaan
2. Alternatif strategi
Penanganan daerah konservasi lebih terfokus pada pengelolaan
kawasan untuk tetap menjaga kelestarian, kelestarian dan ke khasan
kawasan. Daerah ini akan menjadi pusat perhatian dari pengembangan
kegiatan ekowisata yang akan dilakukan.
Untuk mewujudkan cakupan dasar pengelolaan ekowisata pada
sebuah kawasan, langkah penyusunan,perencanaan dan pengelolaan
ekowisata yaitu (Drumm, dan Mooe, 2002):
b. Perencanaan wilayah konservasi dan evaluasi awal wilayah
Perencanaan Wilayah Konservasi
1) Tahap Pertama
a) Mengidentifikasi sistem ekologi dan keragaman komunitas
b) Mengidentifikasi integritas ekologi
c) Menguji status keanekaragaman hayati
d) Menyusun tujuan konservasi wilayah
2) Tahap Kedua
a) Mengidentifikasi ancaman yang mengganggu tujuan
konservasi
b) Penyusunan strategi pengelolaan
c) Mencari solusi ancaman
d) Evaluasi dan strategi
3) Evaluasi Awal Wilayah
4) Evaluasi strategi pengelolaan
5) Evaluasi pengembangan ekowisata
c. Pemeriksaan wilayah secara menyeluruh
17
1) Identifikasi ancaman strategis
2) Penentuan lokasi ekowisata
3) Atraksi yang dapat dinikmati
4) Penanggungjawaban atas kegiatan yang dilakukan
5) Monitoring yang baik
d. Analisis data dan menyiapan rencana
1) Pengumpulan data
2) Analisis untuk penyusunan konsep
3) Rencanaan pengolahan
4) Penjabaran tujuan dan strategi
5) Tujuan khusus
6) Aktivitas
7) Pembagian wilayah
8) Perlengkapan fasilitas
e. Implementasi rencana pengelolaan ekowisata
1) Implementasi Personil Pengelolaan
a) Kepemimpinan lembaga pengelola
b) Staff yang mengelola
c) Pelatihan dalam mengelola kawasan tujuan
d) Keterlibatan pihak lain
2) Implementasi Program Pengelolaan
a) Monitoring program
b) Evaluasi
c) Rencana kerja bulanan dan tahunan
d) Pelaporan dari suatu perkembangan system
f. Mengukur kesuksesan
18
1) Evaluasi hambatan konservasi
2) Evaluasi income generating untuk kegiatan konservasi
3) Evaluasi keuntungan masyarakat
2.1.7 Prinsip-prinsip dan kriteria Ekowisata Rumusan Hasil Lokakarya dan
Pelatihan Tahun 2006
Penerapan prinsip-prinsip dan kriteria ekowisata rumusan hasil Lokakarya
dan Penelitian tahun 2006
Untuk menjawab pada permasalahan yang kedua yaitu tentang
penerapan prinsip-prinsip dan kriteria ekowisata, yaitu menggunakan
evaluasi formatif. Adapun pendekatan yang digunakan dalam hal ini yaitu
menggunakan alat evaluasi dari prinsip-prinsip dan kriteria ekowisata
menurut rumkusan Hasil revisi Lokakarya Nasional di Bali 2006. Yang mana
telah mengacu pada TIES (The International Ecotourism Society) yang sudah
dipasarkan oleh Green Globe 21 (Dalem dkk, 2006).
Sebagai dasar pertimbangan menggunakan rumusan tersebut
sebagai alat evaluasi adalah:
1. Credilbe, maksudnya bahwa organisasi ekowisata tersebut dapat dipercaya
oleh konsumen dan diyakini kebenarannya. Hal ini terbukti sudah diterapkannya
di wilayah Indonesia seperti Bali, Kalimantan, dll.
2. Affordable, maksudnya bahwa produk ekowisata terjangkau oleh konsumen
atau wisatawan.
3. Accessible maksudnya bahwa produk ekowisata mudah dipahami atau mudah
dipakai.
4. Instantly recognizable, maksudnya bahwa produk ekowisata mudah dikenali
oleh konsumen.
19
Adapun rumusan, prinsip dan kriterian ekowisata Nasional perspektif
teori tersebut adalah:
Prinsip-prinsip dan kriteris ekowisata nasional (1996) telah berhasil
diperbaharui atau direvisi berdasarkan hasil lokakarya dan pelatihan yang
dilaksanakan di Sanur tahun 2006. (Dalem dkk, 2006). Menghasilkan
rumusan sebagai berikut:
Prinsip Ekowisata :
1. Peka dan menghormati nilai-nilai sosial budaya dan tradisi keagamaan
masyarakat setempat.
2. Memiliki kepedulian, komitmen dan tanggung jawab terhadap konservasi alam
dan warisan budaya.
3. Menyediakan interpretasi yang memberikan peluang kepada wisatawan untuk
menikmati alam dan meningkatkan kecintaannya terhadap alam.
4. Edukasi ada proses pembelajaran dialogis antara masyarakat dengan
wisatawan.
5. Pengembangannya harus didasarkan atas persetujuan masyarakat setempat
melalui musyawarah.
6. Memberdayakan dan mengoptimalkan partisipasi serta sekaligus memberikan
konstribusi secara kontinyu terhadap masyarakat setempat.
7. Mentaati peraturan perundang-undangan yang berlaku.
8. Secara konsisten memberikan keputusan kepada konsumen.
9. Dipasarkan dan dipromosikan dengan jujur dan akurat sehingga sesuai
dengan harapan (pemasaran yang bertanggung jawab).
Prinsip I : Peka dan menghormati nilai-nilai sosial budaya dan tradisi
keagamaan masyarakat setempat.
Kriteria-kriteria:
20
1. Sistem pengelolaan yang serasi dan seimbang sesuai dengan konsep
masyarakat setempat, atau seperti Tri Hita Karana: memperhatikan keselarasan
hubungan antara manusia dengan Tuhan (parahyangan), hubungan antara
manusia dengan manusia (pawongan), hubungan antara manusia dengan
lingkungan (palemahan).
2. Pembangunann dan operasional disesuaikan dengan tata krama, norma
setempat dan kearifan lokal.
3.Keberadaan dan kegiatan obyek ekowisata tidak menganggu aktivitas
keagamaan masyarakat setempat.
Prinsip II : Memilikikepedulian, komitmen, dan tanggung jawab terhadap
konservasi alam dan warisan budaya.
Kriteria-kriteria:
1. Tercapainya keseimbangan pemanfaatan lahan.
2. Penggunaan tekhnologi ramah lingkungan.
3. Pemanfaatan areal warisan budaya sebagai objek ekowisata disesuaikan
dengan peruntukan dan fungsinya.
4. Melestarikan keanekaragaman hayati dan cagar budaya disesuaikan dengan
daya dukung setempat.
5. Memperhatikan keberadaan endemisitas.
Prinsip III : Menyediakan interpretasi yang memberikan peluang kepada
wisatawan untuk menikmati alam dan meningkatkan kecintaannya terhadap
alam.
Kriteria-kriteria:
1. Menyediakan pramuwisata profesional dan berlisensi.
2. Menyediakan fasilitas pendukung dan informasi yang memadai terkait dengan
objek ekowisata.
21
3. Melibatkan lembaga adat setempat.
Prinsip IV : Edukasi : Ada proses pembelajaran dialogis antara masyarakat
dengan wisatawan.
Kriteria-kriteria:
1. Melibatkan unsur akademis, pemerhati lingkungan serta lembaga terkait
(langsung atau tidak langsung).
2. Memberikan pemahaman mengenai keanekaragaman hayati, cagar budaya
dan nilai-nilai budaya lokal. Menumbuhkan kesadaran dan kecintaan terhadap
alam dan budaya.
Prinsip V : Pengembangannya harus didasarkan atas persetujuan
masyarakat setempat melalui musyawarah.
Kriteria-kriteria:
1. Perencanaan,pengembangan, pengelolaan, dan pengawasannya perlu
mendapat persetujuan masyarakat setempat.
2. Melakukan koordinasi dengan masyarakat setempat dalam setiap tahap
pengembangannya.
3. Melibatkan masyarakat dalam setiap proses pengambilan keputusan yang
berdampak luas terhadap masyarakat, lingkungan, dan perusahaan.
Prinsip VI : Memberdayakan dan mengoptimalkan partisipasi serta sekaligus
memberikan kontribusi secara kontinyu terhadap masyarakat setempat.
Kriteria-kriteria:
1. Memprioritaskan pemanfaatan tenaga kerja lokal sesuai dengan keahlian.
2. Memprioritaskan pemanfaatan produk lokal untuk operasional objek wisata.
3. Melibatkan lembaga adat atau tradisional serta tokoh masyarakat setempat.
Prinsip VII : Mentaati peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Kriteria-kriteria:
22
1. Mentaati peraturan perundang-undangan yang berlaku.
2. Mentaati dan menghormati kearifan lokal yang dianut masyarakat setempat.
Prinsip VIII : Secara konsisten memberikan kepuasan kepada konsumen.
Kriteria-kriteria:
1. Memberikan pelayanan informasi yang akurat kepada konsumen.
2. Menyediakan fasilitas dan memberikan pelayanan prima kepada konsumen.
3. Memanfaatkan masyarakat setempat sebagai local guide.
4. Menyediakan fasilitas dan media untuk memperoleh umpan balik dari
konsumen.
Prinsip IX : Dipasarkan dan dipromosikan dengan jujur dan akurat sehingga
sesuai dengan harapan/pemasaran yang bertanggung jawab.
Kriteria-kriteria:
1. Materi pemasaran harus akurat, jelas, berkualitas,dan sesuai dengan
kenyataan.
2. Materi pemasaran harus melalui media promosi yang dipilih sesuai dengan
target mark.
2.1.8 Prinsip-prinsip Pengembangan Ekowisata Berbasis Masyarakat dan
Konservasi Menurut Organisasi Internasional WWF
1. Keberlanjutan Ekowisata dari Aspek Ekonomi, Sosial dan Lingkungan
(Prinsip Konservasi dan Partisipasi Masyarakat)
Ekowisata yang dikembangkan di kawasan konservasi adalah
ekowisata yang “HIJAU dan ADIL” (Green & Fair) untuk kepentingan
pembangunan berkelanjutan dan konservasi, yaitu sebuah kegiatan usaha
yang bertujuan untuk menyediakan alternatif ekonomi secara berkelanjutan
bagi masyarakat di kawasan yang dilindungi, berbagi manfaat dari upaya
konservasi secara layak (terutama bagi masyarakat yang lahan dan
23
sumberdaya alamnya berada di kawasan yang dilindungi), dan berkontribusi
pada konservasi dengan meningkatkan kepedulian dan dukungan terhadap
perlindungan bentang lahan yang memiliki nilai biologis, ekologis dan nilai
sejarah yang tinggi.
Kriteria:
Prinsip daya dukung lingkungan diperhatikan dimana tingkat kunjungan
dan kegiatan wisatawan pada sebuah daerah tujuan ekowisata dikelola
sesuai dengan batas-batas yang dapat diterima baik dari segi alam
maupun sosial-budaya.
Sedapat mungkin menggunakan teknologi ramah lingkungan (listrik
tenaga surya, mikrohidro, biogas, dll.)
Mendorong terbentuknya “ecotourism conservancies” atau kawasan
ekowisata sebagai kawasan dengan peruntukan khusus yang
pengelolaannya diberikan kepada organisasi masyarakat yang
berkompeten.
2. Pengembangan institusi masyarakat lokal dan kemitraan (Prinsip partisipasi
masyarakat)
Aspek organisasi dan kelembagaan masyarakat dalam pengelolaan
ekowisata juga menjadi isu kunci: pentingnya dukungan yang profesional
dalam menguatkan organisasi lokal secara kontinyu, mendorong usaha yang
mandiri dan menciptakan kemitraan yang adil dalam pengembangan
ekowisata. Beberapa contoh di lapangan menunjukan bahwa ekowisata di
tingkat lokal dapat dikembangkan melalui kesepakatan dan kerjasama yang
baik antara Tour Operator dan organisasi masyarakat (contohnya:
KOMPAKH, LSM Tana Tam). Peran organisasi masyarakat sangat penting
24
oleh karena masyarakat adalah stakeholder utama dan akan mendapatkan
manfaat secara langsung dari pengembangan dan pengelolaan ekowisata.
Koordinasi antar stakeholders juga perlu mendapatkan perhatian.
Salah satu model percontohan organisasi pengelolaan ekowisata yang
melibatkan semua stakeholders termasuk, masyarakat, pemerintah daerah,
UPT, dan sektor swasta, adalah “Rinjani Trek Management Board”.
Terbentuknya Forum atau dewan pembina akan banyak membantu pola
pengelolaan yang adil dan efektif terutama di daerah di mana ekowisata
merupakan sumber pendapatan utama bagi masyarakat setempat.
Kriteria:
Dibangun kemitraan antara masyarakat dengan Tour Operator untuk
memasarkan dan mempromosikan produk ekowisata; dan antara
lembaga masyarakat dan Dinas Pariwisata dan UPT.
Adanya pembagian adil dalam pendapatan dari jasa ekowisata di
masyarakat
Organisasi masyarakat membuat panduan untuk turis. Selama turis
berada di wilayah masyarakat, turis/tamu mengacu pada etika yang
tertulis di dalam panduan tersebut.
Ekowisata memperjuangkan prinsip perlunya usaha melindungi
pengetahuan serta hak atas karya intelektual masyarakat lokal, termasuk:
foto, kesenian, pengetahuan tradisional, musik, dll.
3. Ekonomi berbasis masyarakat (Prinsip partisipasi masyarakat)
Homestay adalah sistem akomodasi yang sering dipakai dalam
ekowisata. Homestay bisa mencakup berbagai jenis akomodasi dari
penginapan sederhana yang dikelola secara langsung oleh keluarga sampai
dengan menginap di rumah keluarga setempat. Homestay bukan hanya
25
sebuah pilihan akomodasi yang tidak memerlukan modal yang tinggi, dengan
sistem homestay pemilik rumah dapat merasakan secara langsung manfaat
ekonomi dari kunjungan turis, dan distribusi manfaat di masyarakat lebih
terjamin. Sistem homestay mempunyai nilai tinggi sebagai produk ekowisata
di mana seorang turis mendapatkan kesempatan untuk belajar mengenai
alam, budaya masyarakat dan kehidupan sehari-hari di lokasi tersebut. Pihak
turis dan pihak tuan rumah bisa saling mengenal dan belajar satu sama lain,
dan dengan itu dapat menumbuhkan toleransi dan pemahaman yang lebih
baik. Homestay sesuai dengan tradisi keramahan orang Indonesia.
Dalam ekowisata, pemandu adalah orang lokal yang pengetahuan dan
pengalamannya tentang lingkungan dan alam setempat merupakan aset
terpenting dalam jasa yang diberikan kepada turis. Demikian juga seorang
pemandu lokal akan merasakan langsung manfaat ekonomi dari ekowisata,
dan sebagai pengelola juga akan menjaga kelestarian alam dan obyek
wisata.
Kriteria:
Ekowisata mendorong adanya regulasi yang mengatur standar kelayakan
homestay sesuai dengan kondisi lokasi wisata
Ekowisata mendorong adanya prosedur sertifikasi pemandu sesuai
dengan kondisi lokasi wisata
Ekowisata mendorong ketersediaan homestay
Ekowisata dan tour operator turut mendorong peningkatan pengetahuan
dan keterampilan serta perilaku bagi para pelaku ekowisata terutama
masyarakat.
26
4. Prinsip Edukasi:
Ekowisata memberikan banyak peluang untuk memperkenalkan kepada
wisatawan tentang pentingnya perlindungan alam dan penghargaan terhadap
kebudayaan lokal. Dalam pendekatan ekowisata, Pusat Informasi menjadi hal
yang penting dan dapat juga dijadikan pusat kegiatan dengan tujuan
meningkatkan nilai dari pengalaman seorang turis yang bisa memperoleh
informasi yang lengkap tentang lokasi atau kawasan dari segi budaya,
sejarah, alam, dan menyaksikan acara seni, kerajinan dan produk budaya
lainnya.
Kriteria:
Kegiatan ekowisata mendorong masyarakat mendukung dan
mengembangkan upaya konservasi
Kegiatan ekowisata selalu beriringan dengan aktivitas meningkatkan
kesadaran masyarakat dan mengubah perilaku masyarakat tentang
perlunya upaya konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya
Edukasi tentang budaya setempat dan konservasi untuk para turis/tamu
menjadi bagian dari paket ekowisata
Mengembangkan skema di mana tamu secara sukarela terlibat dalam
kegiatan konservasi dan pengelolaan kawasan ekowisata selama
kunjungannya (stay & volunteer).
5. Pengembangan dan penerapan rencana tapak dan kerangka kerja
pengelolaan lokasi ekowisata (prinsip konservasi dan wisata).
Dalam perencanaan kawasan ekowisata, soal daya dukung (=carrying
capacity) perlu diperhatikan sebelum perkembanganya ekowisata berdampak
negative terhadap alam (dan budaya) setempat. Aspek dari daya dukung
yang perlu dipertimbangkan adalah: jumlah turis/tahun; lamanya kunjungan
27
turis; berapa sering lokasi yang “rentan” secara ekologis dapat dikunjungi; dll.
Zonasi dan pengaturannya adalah salah satu pendekatan yang akan
membantu menjaga nilai konservasi dan keberlanjutan kawasan ekowisata.
Kriteria:
Kegiatan ekowisata telah memperhitungkan tingkat pemanfaatan ruang
dan kualitas daya dukung lingkungan kawasan tujuan melalui pelaksanaan
sistem zonasi dan pengaturan waktu kunjungan
Fasilitas pendukung yang dibangun tidak merusak atau didirikan pada
ekosistem yang sangat unik dan rentan
Rancangan fasilitas umum sedapat mungkin sesuai tradisi lokal, dan
masyarakat lokal terlibat dalam proses perencanaan dan pembangunan
Ada sistem pengolahan sampah di sekitar fasilitas umum.
Kegiatan ekowisata medukung program reboisasi untuk menyimbangi
penggunaan kayu bakar untuk dapur dan rumah
Mengembangkan paket-paket wisata yang mengedepankan budaya, seni
dan tradisi lokal.
Kegiatan sehari-hari termasuk panen, menanam, mencari ikan/melauk,
berburu dapat dimasukkan ke dalam atraksi lokal untuk memperkenalkan
wisatawan pada cara hidup masyarakat dan mengajak mereka menghargai
pengetahuan dan kearifan lokal.
2.2. Penelitian Terdahulu
Penelitian Umi Muliya (2015) didapatkan hasil penelitian Desa Bahoi
memiliki potensi yang sangat besar terutama pada keanekaragaman ekosistem
daerah perlindungan laut sehingga perlu di buat Standar Operasional Prosedur
ekowisata yang mengatur manajemen ekowisata, pembatasan jumlah
28
pengunjung, dan ketentuan-ketentuan dalam berekowisata baik sebagai
pengunjung maupun sebagai guide, membangun kemitraan dengan berbagai
pihak dan meningkatkan koordinasi antar para stakeholder, serta mendorong
masyarakat untuk berperan secara aktif baik dalam hal memanfaatkan energi
alternatif sebagai salah satu atrasi wisata maupun dalam menjaga serta
melestarikan berbagai potensi yang dimiliki Desa Bahoi agar desa ini dapat
menjadi pintu gerbang dalam pengembangan ekowisata bahari di Kabupaten
Minahasa Utara khususnya Sulawesi Utara.
Penelitian Ahmad Bahar dan Rahmadi Tambaru. (2008). Kawasan yang
sesuai untuk kegiatan rekreasi pantai adalah Pulau Pasir Putih dan Pantai
Labuang beserta dengan perairan laut di sekitarnya dengan daya dukung
masing-masing 1.200 orang dan 39.200 orang. 2. Kawasan yang sesuai untuk
kegiatan snorkling dan penyelaman adalah sebelah utara Pulau Pasir Putih,
perairan Pantai Labuang dan Palippis dengan daya dukung masingmasing 1.680
orang, 4.280 orang 920 orang. 3. Kawasan yang sesuai untuk kegiatan
pemancingan adalah perairan sebelah utara Pulau Pasir Putih, sekitar Pulau
Panampeang, perairan Pantai Palippis dan Labuang, perairan Tanjung Mampie
dengan daya dukung masing-masing lokasi sebanyak 54.600 orang, 35.400
orang, 64.200 orang, 129.000.
Penelitian Astiti (2003) tentang “Penerapan Tri Hita Karana Dalam
Pengembangan Ekowisata Pada Waka Gangga Resort Tabanan”. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa penerapan Tri Hita Karana dalam pengembangan
ekowisata lebih banyak memempunyai kekuatan (sawa yang luas berterasering,
pemandangan laut), peluang (kegiatan penanaman padi, perahu dan
memancing). Kelemahan (tanpa memperhatikan daya dukung lingkungan alam,
sosial budaya masyarakat.
29
Salvinus Solar Besain (2009) telah melakukan penelitian yang berjudul
“Pengelolaan Sumberdaya Pulau Kecil untuk Ekowisata Bahari Berbasis
Kesesuaian dan Daya Dukung (Studi Kasus Pulau Matakus, Kabupaten Maluku
Tenggara Barat, Provinsi Maluku). Adapun tujuan dari penelitian ini untuk
menentukan zonasi kawasan konservasi dan peruntukan aktivitas yang sesuai;
menentukan kelas kesesuaian kawasan untuk kegiatan wisata; memperkirakan
daya dukung kawasan; serta mengkaji persepsi masyarakat Desa Matakus, 8
wisatawan dan pemerintah daerah untuk pengembangan ekowisata. Hasil
penelitian tersebut antara lain, membagi zona tersebut menjadi 3 zona, yaitu : 1)
Zona Inti; aktivitas yang diperbolehkan yaitu riset yang memiliki izin dan
pendidikan, 2) Zona Penyangga; dapat dilakukan kegiatan penelitian, pendidikan
(wisata edukasi mangrove), pengembangan perkebunan kelapa dan wisata
terbatas, dan 3) Zona Pemanfaatan Langsung; aktivitas yang diperbolehkan yaitu
ekowisata pesisir dan laut; penelitian untuk pengembangan ilmu dan
pengetahuan yang menunjang pemanfaatan. Berdasarkan kelas kesesuaian,
kegiatan wisata dan olahraga pantai diarahkan ke pantai bagian Timur, Barat dan
Utara dengan panjang pantai 5.738 m. Kegiatan selam dan snorkeling dilakukan
di bagian Barat dan Utara dengan luas kawasan 33,58 ha dan 82,49 Ha. Selain
itu dapat dikembangkan olahraga perairan dan jet ski. Estimasi daya dukung
berdasarkan kondisi biocapacity dan ecological footprint, kawasan Pulau
Matakus mampu menampung wisatawan 7.168 orang per tahun. Masyarakat
Pulau Matakus, wisatawan dan Pemda memiliki persepsi yang baik untuk
pengembangan ekowisata bahari.
Ira Zulaika Inverary Siregar (2010) dengan judul penelitian “ Analisis
Pengembangan Obyek Wisata Bahari Pantai Indah Kalangan Kabupaten
Tapanuli Tengah. Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui kendala-kendala
30
dalam pengembangan Objek Wisata Bahari Pantai Indah Kalangan Kabupaten
Tapanuli Tengah. Metode penelitian yang digunakan yaitu deskriptif kualitatif
dengan teknik purpossive sampling. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa
program pengembangan wisata bahari perlu diimplementasikan dengan benar.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam meningkatkan potensi Pantai Indah
Kalangan yaitu 1) kejelasan strategi, 2) ketersediaan dana, 3) iklim yang kondusif
untuk investor, 4) melakukan promosi yang intensif dan 5) menumbuhkan minat
dan partisipasi masyarakat yang besar.
Abdulbasir Languha (2011) dengan judul penelitian “ Pengelolaan
Pariwisata Berbasis Masyarakat di Kawasan Wisata Pantai Tanjung Karang
Pusentasi Donggala”. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mempelajari dan
mengembangkan konsep pengelolaan pariwisata berbasis masyarakat
berdasarkan 1) pandangan/persepsi masyarakat terhadap kegiatan pariwisata
dan harapanharapan keterlibatannya dalam kegiatan tersebut; 2) kearifan
masyarakat lokal terutama dalam pengelolaan sumberdaya alam yang dapat
dijadikan landasan bagi pengelolaan pariwisata berbasis masyarakat; dan 3)
konsep pemerintah dan pihak lainnya di luar masyarakat lokal dalam kaitannya
dengan pengembangan konsep pengelolaan pariwisata berbasis masyarakat.
Hasil penelitian menjelaskan bahwa masyarakat setempat memiliki
pandangan/persepsi yang positif untuk kegiatan pariwisata pantai dan
menunjukkan ketertarikan untuk terlibat dalam proses perencanaan, pengelolaan
hingga evaluasi kegiatan wisata. Selain itu juga terdapat kearifan lokal dalam
pengelolaan sumber daya alam untuk pertanian dan perikanan seperti
nompepoyu dan ombo. Kebijakan pemerintah dalam mendukung pelaksanaan
pengelolaan pariwisata berbasis masyarakat menjadi faktor utama untuk
mengembangkan mengintegrasikan pariwisata sebagai bagian dari kegiatan
31
masyarakat. Perkembangan sektor ini harus didasarkan pada kepentingan dan
pendekatan komunitas. Keterlibatan sektor swasta dalam kegiatan ini adalah
dengan merekrut masyarakat setempat dalam usaha yang dikembangkan, serta
mendorong untuk melindungi sumber daya alam.
I Gusti Agung Gede Oka Gautama (2011) dengan judul penelitian
“Evaluasi Perkembangan Wisata Bahari Di Pantai Sanur”. Adapun tujuan
penelitian ini adalah : 1) untuk mengetahui faktor-faktor apa yang menjadi daya
tarik wisatawan untuk melakukan aktivitas wisata bahari di pantai Sanur; 2) untuk
mengetahui bagaimanakah karakteristik pantai Sanur dalam menunjang kegiatan
wisata bahari; dan 3) mengetahui langkah-langkah yang dilakukan untuk
menciptakan wisata bahari berkelanjutan. Penelitian ini menggunakan
pendekatan analisis deskriptif kualitatif. Berdasarkan hasil penelitian, faktor-faktor
penarik wisatawan untuk melakukan kegiatan wisata bahari adalah
keramahtamahan, jasa pelayanan dan kondisi pesisir, kualitas serta keindahan
pantai Sanur. Karakteristik Pantai Sanur untuk menunjang kegiatan wisata bahari
yaitu ombak di sepanjang terumbu karang tepi, angin yang berhembus,
kehidupan bawah laut. Selain itu para wisatawan dapat menikmati aneka wisata
seperti kano dan berlayar. Adapun langkah-langkah yang dilakukan untuk
mewujudkan wisata bahari pantai Sanur yang berkelanjutan yaitu dengan
pendekatan pengelolaan wilayah pesisir secara terpadu dengan keterpaduan
antar sektor bidang ilmu dan ekologis. Hasil perpaduan disusun dalam konsep
zonasi.
32
2.3. Kerangka Berfikir
Kebijakan pengembangan ekowisata Pantai Tiga Warna ini menjadi titik
awal dimulainya penelitian. Terdapat beberapa penerapan kebijakan pemerintah
Kabupaten Malang dan instansi terkait dalam pengelolaan kawasan wisata.
Selain itu kebijakan pengembangan ekowisata di Pantai Tiga Warna ini juga
melibatkan peran dari masyarakat lokal dan wisatawan.
Ketersediaan fasilitas di tempat objek wisata juga sangat mendukung
kenyamanan dan kepuasan dari wisatawan. Selain fasilitas, insfrastruktur yang
juga merupakan faktor saran penunjang yang memegang peranan penting dalam
pengembangan ekowisata.
Pengembangan wisata kawasan Pantai Tiga Warna berpotensi
menimbulkan beberapa perubahan di struktur masyarakat. Dari berbagai
perubahan yang ada, perubahan yang paling dominan adalah perubahan social
ekonomi dan lingkungan. Adanya dampak dalam penerapan manajemen
pengembangan ekowisata juga akan menentukan apakah manajemen tersebut
sudah sesuai dengan prinsip dan kriteria ekowisata nasional berdasarkan
observasi dan wawancara dari informan atau responden maka data yang didapat
diolah dan dianalisis dengan standart prinsip dan kriteria ekowisata pantai tiga
warna. jika analisis prinsip dan kriteria ada yang belum sesuai maka informan
memberikan rekomendasi pengelolaan ekowisata kepada pihak pengelola
ekowisata demi keberlanjutan dan kemajuan ekowisata pantai tiga warna.
Dari pemaparan diatas bisa dilihat pada gambar 1 di bawah ini :
33
Gambar 1 Kerangka Berfikir Penelitian
Obyek Wisata Pantai Tiga
Warna
tingkat kesesuaian
standar di Pantai Tiga
Warna
manajemen pengelolaan
ekowisata
karakteristik ekowisata
pantai tiga warna
Penyesuaian Prinsip
Kriteria Ekowisata
Menurut Hasil
Lokakarya
Arahan atau
rekomendasi
Pengelolaan Ekowisata
pada Pantai Tiga Warna
Desa Tambak Rejo,
Kabupaten Malang
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif dengan
pendekatan kualitatif yaitu penelitian yang memberi gambaran secara cermat
mengenai individu atau kelompok tertentu tentang keadaan dan gejala yang
terjadi (Koentjaraningrat, 2008). Penelitian deskriptif merupakan suatu metode
penelitian yang dilakukan dengan tujuan utama untuk membuat gambaran atau
deskripsi tentang suatu keadaan secara objektif (Notoatmojo, 2005). Sedangkan
dalam penelitian kualitatif ini, penelitian dilakukan dengan menggunakan data
lisan yang diperoleh melalui wawancara dan dokumentasi yang diperoleh melalui
informan yang telah ditentukan. Oleh karena itu, dalam penelitian bahasa jumlah
informan tidak ditentukan jumlahnya. Dengan kata lain, jumlah informannya
ditentukan sesuai dengan keperluan penelitian.
Tujuan penelitian kualitatif adalah untuk memahami fenomena tentang apa
yang dialami oleh subjek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi,
tindakan dan lain-lain dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan
bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan
berbagai metode alamiah (Moleong, 2009).
3.2. Fokus Penelitian
Fokus penelitian adalah pemusatan konsentrasi pada tujuan dari
penelitian yang dilakukan. Fokus penelitian harus di nyatakan secara eksplisit
untuk memudahkan peneliti sebelum melakukan observasi. Fokus penelitian
juga merupakan garis besar dari pengamatan penelitian, sehingga observasi
dan analisa hasil penelitian lebih terarah. Menurut Moleong (2011), fokus
penelitian di maksudkan untuk membatasi penelitian guna memilih mana data
yang relevan dan yang tidak relevan, agar tidak di masukkan ke dalam
sejumlah data yang sedang di kumpulkan, walaupun data itu menarik.
Perumusan fokus masalah dalam penelitian kualitatif bersifat tentatif, artinya
penyempurnaan rumusan fokus atau masalah masih tetap di lakukan
36
sewaktu penelitian sudah berada di lapangan. Fokus penelitian yang
dipusatkan pada penelitian ini adalah pengembangan dan pengelolaan
ekowisata Pantai Tiga Warna Kabupaten Malang:
1. Karakteristik ekowisata pantai tiga warna di Desa Tambakrejo Kabupaten
Malang
2. Manajemen pengelolaan ekowisata pantai tiga warna di Desa Tambakrejo
Kabupaten Malang
3. Tingkat kesesuaian prinsip dan kriteria di Pantai Tiga Warna dalam
prinsip dan kriteria ekowisata Nasional
4. Arahan atau rekomendasi pengelolaan ekowisata pada pantai Tiga
Warna Desa Tambakrejo Kabupaten Malang.
3.3 Lokasi dan Situs Penelitian
Lokasi penelitian merupakan suatu tempat atau wilayah dimana penelitian
tersebut akan dilakukan. Lokasi penelitian ditetapkan ekowisata Pantai Tiga
Warna Desa Tambakrejo Kecamatan Sumbermanjing Wetan Kabupaten Malang.
3.4 Jenis dan Sumber Data
Dalam penelitian ini data yang digunakan adalah data yang bersifat
kualitatif karena dinyatakan dengan lisan, verbal atau tulisan yang menunjukkan
hasil pengolahan ekowisata. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini
adalah data primer dan data sekunder.
1. Data Primer
Merupakan data yang diperoleh secara langsung dari objek yang
diteliti. Menurut Sugiyono (2010) yang menyatakan bahwa sumber data
primer adalah sumber data yang diambil langsung pengumpul data tanpa
melalui perantara. Data primer ini diperoleh peneliti melalui wawancara dari
narasumber, yakni informan yang memberikan data berupa kata-kata atau
tindakan dan mengerti mengenai masalah yang sedang diteliti yaitu tentang
manajemen pengelolaan dan pengembangan dan kesesuaian prinsip dan
kriteria ekowisata.
2. Data sekunder
Data sekunder menurut Sugiyono (2010) adalah sumber data yang
tidak langsung memberikan data kepada pengumpul data, misalnya lewat
37
orang lain atau lewat dokumen. Dalam penelitian ini data-data sekunder
yang diperlukan antara lain literatur yang relevan dengan judul penelitian
seperti buku-buku, artikel, makalah, peraturan-peraturan, dan lain-lain yang
memiliki relevansi dengan masalah yang diteliti.
3.5 Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data penelitian ini, peneliti menggunakan teknik sebagai
berikut:
1. Wawancara
Wawancara adalah suatu kegiatan yang dilakukan untuk
mendapatkan informasi secara langsung dengan mengungkapkan
pertanyaan-pertanyaan pada para informan melalui kontak atau
hubungan pribadi antara pengumpul data dengan sumber data (Riyanto,
2005). Penelitian ini menggunakan wawancara semistruktur dimana
pelaksanaanya lebih bebas dengan tujuan untuk menemukan
permasalahan secara terbuka, dimana pihak yang diajak wawancara
diminta pendapat dan ide-denya tentang strategi pengembangan
kapasitas melalui pedoman wawancara yang telah disusun dalam
penelitian.
2. Observasi
Observasi adalah suatu teknik pengumpulan data yang dilakukan
oleh peneliti dengan mengamati peristiwa dilapangan. Sumber data
observasi diperoleh dengan melihat sebuah peristiwa atau kejadian-
kejadian yang berkaitan dengan topik penelitian. Adapun peristiwa yang
dapat diamati dalam penelitian ini adalah komonikasi antar aktor di
ekowisata Pantai Tiga Warna Kabupaten Malang.
3. Teknik Dokumentasi
Menurut Arikunto (2010) bahwa dokumentasi dari kata “dokumen”
yang artinya barang-barang tertulis. Dalam melaksanakan metode
dokumentasi, peneliti menyelidiki dokumen tertulis, seperti dokumen
laporan, SOP, dan aturan. Dalam penelitian ini pencatatan terhadap
dokumen-dokumen dan pengumpulan data yang berasal dari arsip-arsip
yang mendukung fokus penelitian, dengan mengambil data sekunder di
38
antaranya data yang berbentuk laporan laporan kegiatan pengembangan
hasil pelaksanaan program yang dimiliki Dinas Pariwisata Kabupaten
Malang terhadap pengembangan ekowisata Pantai Tiga Warna
Kabupaten Malang.
3.6 Instrumen Penelitian
Pada prinsipnya meneliti merupakan kegiatan untuk melakukan
pengukuran maka harus terdapat alat ukur yang baik. Alat ukur dalam penelitian
biasa disebut dengan instrumen penelitian. Sugiyono (2012) mengartikan
instrumen penelitian sebagai suatu alat yang digunakan untuk mengukur
fenomena alam maupun sosial yang diamati. Instrumen dalam penelitian ini
meliputi:
1. Peneliti Sendiri
Sugiyono (2012) menjelaskan bahwa dalam penelitian kualitatif yang
menjadi instrument atau alat penelitian adalah peneliti itu sendiri. Hal ini
sesuai dengan metode penelitian yang digunakan yaitu penelitian kualitatif,
dimana pengumpulan data lebih tergantung pada peneliti sendiri. Peneliti
sebagai instrumen utama dengan menggunakan panca indra untuk
menyaksikan dan mengamati objek atau fenomena dalam penelitian ini.
2. Pedoman Wawancara (Interview guide)
Pedoman wawancara digunakan untuk mengarahkan penelitian
dalam rangka mencari data yang diinginkan. Pedoman wawancara yaitu
serangkaian pertanyaan yang akan ditanyakan pada responden yang mana
hal ini digunakan sebagai petunjuk saat melakukan wawancara.
3. Catatan Lapangan (field note)
Catatan lapangan adalah seluruh catatan yang didapat dari lokasi
penelitian yang mengandung informasi penting. Menurut Bogdan dan biken
(1982) dalam Sugiyono (2012) catatan lapangan adalah catatan tertulis
tentang apa yang didengar, dilihat, dialami, dan dipikirkan dalam rangka
pengumpulan data dan refleksi terhadap data dalam penelitian kualitatif.
4. Handphone sebagai alat perekam
Handpone digunakan sebagai alat bagi peneliti untuk mengamati dan
mendokumentasikan secara visual segala kejadian di lapangan.
39
3.7 Informan Penelitian
Penelitian kualitatif tidak dimaksudkan untuk membuat generalisasi
dari hasil penelitiannya. Subjek penelitian menjadi informan yang akan
memberikan berbagai informasi yang diperlukan selama proses penelitian.
Informan penelitian ini meliputi tiga macam yaitu ( 1 ) informan kunci, ( key
informan ), yaitu mereka yang mengetahui dan memiliki informasi pokok yang
diperlukan dalam penelitian, ( 2 ) informan utama, yaitu mereka yang terlibat
secara langsung dalam interaksi sosial yang diteliti, ( 3 ) informan tambahan,
yaitu mereka yang dapat memberikan informasi walaupun tidak langsung
terlibat dalam interaksi sosial yang sedang diteliti ( Hendarso dalam Suyanto,
2005). Dari penjelasan yang sudah diterangkan diatas, maka peneliti
menggunakan teknik Purposive Sampling dalam menentukan informannya.
Purposive sampling merupakan penentuan informan tidak didasarkan atas
strata, kedudukan, pedoman, atau wilayah tetapi didasarkan pada adanya
tujuan dan pertimbangan tertentu yang tetap berhubungan dengan
permasalahan penelitian. Yang menjadi informan peneliti adalah :
1) Informan kunci yaitu terdiri dari pengunjung ekowisata Pantai Tiga Warna
2) Informan utama yaitu terdiri dari : a) pengelola Pantai Tiga Warna bagian
pemasaran, b) pengelola Pantai Tiga Warna bagian sarana-dan
prasarana, c) Kepala Desa Tambakrejo, d) Stakeholder daerah e) Tokoh
Masyarakat Desa Tambakrejo
3) Informan tambahan yaitu beberapa masyarakat yang berada di lokasi
wisata Pantai Tiga Warna
3.8 Keabsahan Data
Teknik keabsahan data merupakan salah satu teknik yang penting dalam
menentukan validitas dan realibilitas data yang diperoleh dalam penelitian ini.
Dalam penelitian ini teknik keabsahan data yang digunakan adalah teknik
triangulasi yaitu teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan
sesuatu yang lain diluar data untuk keperluan pengecekan atau sebagai
pembanding terhadap data tersebut. Teknik triangulasi dipilih dalam penelitian ini
karena penelitian ini menggunakan beberapa sumber data yang berasal dari
wawancara, observasi dan dokumentasi.
40
Menurut Moleong (2009), triangulasi adalah teknik pemeriksaan
keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain diluar data untuk
keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu. Dalam
penelitian ini teknik triangulasi yang peneliti gunakan ialah yang dikembangkan
oleh moleong, 2007). Adapun dalam penelitian ini menggunakan beberapa teknik
triangulasi untuk mendapatkan data yang valid yaitu :
1. Triangulasi Sumber
Menurut Patton (Moleong, 2007) triangulasi dengan sumber berarti
menbandingkan dan mengecek balik derajad kepercayaan suatu
informasi yang diperoleh. Dalam penelitian ini trianglasi sumber dilakukan
dengan wawancara lebih dari satu orang, dengan memberikan
pertanyaan yang sama kepada beberapa informan, dari jawaban-jawaban
informan yang memiliki kesamaan maka data yang diperoleh peneliti
dianggap valid. Selain itu informasi yang diperoleh dari informan peneliti
tentang strategi pengembangan ekowisata.
2. Triangulasi Teori
Triangulasi teori yakni peneliti menggunakan berbagai teori yang
bertujuan untuk memastikan bahwa data yang dikumpulkan sudah
memenuhi syarat. Pada penelitian ini beberapa teori yang digunakan
akan terlihat dalam bab pembahasan untuk dipergunakan dan menguji
terkumpulnya data tersebut.
3.9 Metode Analisis Data
Analisis data yang digunakan dalam penelitian kualitatif dilakukan pada
saat pengumpulan data berlangsung, dan setelah selesai pengumpulan data
dalam periode tertentu. Teknik yang digunakan untuk menganalisis data dalam
penelitian ini adalah teknik deskriptif atau lebih spesifik menggunakan model
interaktif. (Bogdan dalam Sugiyono, 2003) mengemukakan bahwa:
“Analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara
sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan
lapangan, dan bahan-bahan lain sehingga dapat mudah dipahami,
dan tentunya dapat diinformasikan kepada orang lain”.
41
Model interaktif menurut Miles dan Huberman (2014) “Dalam pandangan
model interaktif, ada tiga jenis kegiatan analisis (reduksi data, penyajian data,
dan penarikan kesimpulan) dan pengumpulan data sendiri merupakan proses
siklus dan interaktif”. Berikut ini adalah gambar 2 mengenai komponen dalam
analisis data, yaitu :
Gambar 2 Model Analisis Data Miles dan Huberman dan Saldana
Sumber: Miles, Huberman dan Saldana (2014)
1. Pengumpulan data (Data collection)
Proses pengumpulan data dari lapangan dengan menggunakan
instrument penelitian seperti wawancara, studi pustaka dan
dokumentasi.
2. Kondensasi Data (Data Condensation)
Kondensasi data merujuk pada proses memilih,
menyederhanakan, mengabstrakkan, dan atau mentransformasikan
data yang mendekati keseluruhan bagian dari catatan-catatan lapangan
secara tertulis, transkip wawancara, dokumen-dokumen, dan materi-
materi empiris lainnya. Data yang diperoleh dilapangan jumlahnya cukup
banyak sehingga perlu adanya pencatatan secara teliti dan rinci.
Mereduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal yang pokok,
memfokuskan pada hal-hal penting, dicari tema dan polanya. Reduksi
data merupakan proses berpikir sensitif yang memerlukan kecerdasan
dan keluasan dan kedalaman wawasan yang tinggi.
Setelah proses reduksi data langkah selanjutnya adalah
penyajian data yang merupakan sekumpulan informasi yang telah
tersusun dan dapat memberikan kemungkinan adanya penarikan
42
kesimpulan dan pengambilan tindakan. Dengan penyajian data, maka
data akan terorganisasikan, tersusun dalam pola hubungan, sehingga
akan semakin mudah dipahami. Dalam penelitian kualitatif penyajian
data dapat dilakukan dalam bentuk uraian singkat, bagan, hubungan
antar kategori, dan flowchart.
3. Penyajian Data (Data Display)
Penyajian data adalah sebuah pengorganisasian, penyatuan dari
infomasi yang memungkinkan penyimpulan dan aksi. Penyajian data
membantu dalam memahami apa yang terjadi dan untuk melakukan
sesuatu, termasuk analisis yang lebih mendalam atau mengambil aksi
berdasarkan pemahaman. Sugiyono menyatakan, yang paling sering
dignakan untuk menyajikan data dalam penelitian kualitatif adalah teks
yang bersifat naratif. Langkah ketiga dalam analisi data kualitatif adalah
penarikan kesimpulan dan verifikasi. Kegiatan penarikan kesimpulan
merupakan langkah lebih lanjut setelah proses reduksi dan penyajian
data. Setelah data direduksi dan disajikan secara sistematis pada
dasarnya sudah memberikan arahan bagi kegiatan penarikan
kesimpulan.
4. Penarikan Kesimpulan (Conclusions Drawing)
Kegiatan analisis ketiga yang penting adalah menarik kesimpulan
dan verifikasi. Dari permulaan pengumpulan data, seorang penganalisis
kualitatif mulai mencari arti benda-benda, mencatat keteraturan
penjelasan, konfigurasi-koritigurasi yang mungkin, alur sebab-akibat,
dan proposisi. Kesimpulan-kesimpulan “final” mungkin tidak muncul
sampai pengumpulan data berakhir, tergantung pada besarnya
kumpulan-kumpulan catatan lapangan, pengkodeannya, penyimpanan,
dan metode pencarian ulang yang digunakan, kecakapan peneliti, dan
tuntutan-tuntutan pemberi dana.
Metode analisis data mengacu pada tujuan penelitian diantaranya :
43
3.9.1 Karakteristik ekowisata pantai tiga warna di Desa Tambakrejo
Kabupaten Malang.
Karakteristik ekowisata dibagi menjadi tiga bagian utama yaitu.
karakteristik potensi keindahan alam, keragaman budaya lokal, karakteristik
dukungan pemerintah daerah terhadap pengembangan adapun Karakteristik
Ekowisata Pantai Tiga Warna Di Desa Tambak Rejo Kabupaten Malang
tersebut dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 1 Karakteristik Ekowisata Pantai Tiga Warna Di Desa Tambak Rejo
Kabupaten Malang
No Karakteristik Ekowisata
Indikator Hasil Pengamatan/ wawancara Penelitian
Rekomendasi
1 Karakteristik Potensi Keindahan Alam
Potensi keindahan alam hayati mulai dari objek wisata utama, sampai objek wisata pendukung (flora, fauna, ekologi lainnya)
2 Karakteristik Potensi Keragaman budaya Lokal
Karakteristik keragaman budaya yang masuk kedalam pariwisata (kesenian, norma adat, ritual, dll)
3 Karakteristik Dukungan Pemerintah Daerah Terhadap Pengembangan
a) Karakteristik dukungan pemerintah dalam program pembangunan potensi wisata
b) Biaya, tenaga, infrasutruktur, peralatan, promosi, dll
c) Kebijakan pemerintah
Daerah
44
3.9.2 Manajemen Pengelolaan Ekowisata Pantai Tiga Warna di Desa
Tambakrejo Kabupaten Malang.
Manajemen pengembagnan dan pengelolaan ekowisata meliputi
pengembangan pada obyek dan daya tarik wisata, pengembangan sarana
dan prasarana, pemasaran dan promosi pariwisata, pengembangan sumber
daya manusia. Adapun Pengembagnan Dan Pengelolaan Ekowisata
Ekowisata Pantai Tiga Warna Di Desa Tambak Rejo Kabupaten Malang
tersebut dapat dilihat pada tabel berikut
Tabel 2 Manajemen pengelolaan ekowisata Pantai Tiga Warna di Desa
Tambakrejo , Kabupaten Malang
Pengembagnan Dan
Pengelolaan Ekowisata
Indikator Hasil
Pengamatan
Penelitian
Rekomendasi
Pengembangan
Obyek dan Daya
Tarik Wisata
a) Adanya sumber daya yang dapat menimbulkan rasa senang, indah, nyaman dan bersih
b) Adanya ciri khusus/spesifikasi yang bersifat langka, yang tidak ada pada daerah lain
c) Adanya aksesbilitas yang banyak untuk dapat menjangkau obyek wisata tersebut.
Pengembangan
sarana dan
prasarana
a) Sarana pokok kepariwisataan, yaitu perusahaan-perusahaan yang hidup dan kehidupannya tergantung kepada lalu lintas wisatwan
45
yang melakukan wisata, yang fungsinya mempersiapkan dan merencanakan wisatawan. Termasuk dalam kelompok ini adalah hotel, losmen, wiswa, restoran, dan lain-lain.
b) Sarana perlengkapan kepariwisataan, adalah fasilitas-fasilitas yang dapat melengkapi sarana pokok, sehingga fungsinya membuat wisatawan lebih lama tinggal di daerah atau tempat yang dikunjunginya, yang termasuk dalam kelompok ini adalah fasilitas-fasilitas untuk bermain, olahraga, dan beribadah.
c) Sarana penunjang kepariwisataan, adalah fasilitas yang diperlukan untuk menunjang sarana prasarana pokok sarana pelengkap yang berfungsi agar wisatawan lebih banyak membelanjakan uangnya di tempat yang dikunjungi tersebut, yang termasuk dalam kelompok ini
d) adalah keberadaan pasar yang menjual berbagai hasil kerajianan dari masyarakat setempat.
Pemasaran dan a) Terdapat perumusan pasar baik yang nyata
46
promosi
pariwisata
maupun potensial dan pengkajian yang dalam mengenai analisis kebutuhan selera dan konsumen.
b) Terdapat strategi komunikasi pemasaran, untuk memikat permintaan dengan cara meyakinkan wisatawan, bahwa daerah tujuan wisata tersedia dengan daya tarik, fasilitas, dan jasa-jasanya akan memenuhi selera wisatawan.
c) Terdapat Jasa Wisata Pendukung Seperti Agen Tour And Travel
d) Pengawasan, untuk mengevaluasi, mengukur dan menghitung hasil-hasil serta pendapatan yang diperoleh.
e) promosi melalui berbagai media
Pengembangan
Sumber Daya
Manusia
a) Peningkatan kemampuan bahasa asing di kalangan stakeholder yang bergerak di bidang pariwisata seperti tenaga kerja di pemerintah daerah usaha pariwisata.
b) Penyiapan tenaga-tenaga terampil di bidang perhotelan, restoran, biro perjalanan dan pemandu wisata.
c) Peningkatan dan pemantapan kesiapan masyarakat sebagai tuan rumah.
47
d) Peningkatan kemampuan teknis di bidang perencanaan dan pemasaran pariwisata
3.9.3 Tingkat kesesuaian standar di Pantai Tiga Warna dalam prinsip dan
kriteria ekowisata Nasional
Penerapan prinsip ekowisata nasional didasarkan pada hasil lokakarya
dalam pelatihan ekowisata nasional Di Bali 25-26 Agustus 2016. Penilaian
tingkat kesesuaian dibagi kedalam empat kriteria yakni 4) sangat sesuai, 3)
sesuai, 2) kurang sesuai, dan 1) tidak sesuai. adapun kriteria kesesuain
tersebut dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 3 Kriteria Penerapan Prinsip Ekowisata Nasional hasil Lokakarya Dalam
Pelatihan Ekowisata Nasional Di Bali 25-26 Agustus 2016
No Prinsip Ekowisata
Kriteria
(pilih salah satu)
Rekomendasi
1 Peka dan menghomati nilai-nilai sosial budaya dan tradisi keagamaan setempat
Pengembangan ekowisata baik konsep wisata maupun sarana-prasaranan disesuaikan dengan tradisi budaya dan norma adat setempat (4) sangat sesuai (3) sesuai (2) kurang sesuai (1) Tidak sesuai
2 Memiliki kepedulian, komitmen dan tanggung jawab terhadap konservasi alam dan warisan budaya
Pengembangan dan pembangunan ekowisata dilakukan dengan kajian yang baik sehingga mampu menjaga keserasian dan kelestarian lingkungan (tumbuhan, hewan, maupun sosial) yang ada di tempat wisata (4) sangat serasi (3) serasi (2) kurang serasi (1) Tidak serasi
3 Menyediakan Wisatawan diberikan edukasi terkait
48
interpretasi yang memberikan peluang kepada wisatawan untuk menikmati alam dan meningkatkan kecintaan terhadap alam
lokasi wisata dengan menyediakan pramuwisata, sarana informasi, tanda larangan untuk merusak lingkungan (4) sangat lenkap (3) lengkap (2) kurang lenkap (1) Tidak lenkap
4 Edukasi : ada proses pembelajaran dialogis antara masyarakat dengan wisatawan
Pemerintah memberikan sarana edukasi melalui pramuwisata, akses kepada masyarakat dan pemerhati lingkungan untuk memberikan edukasi kepada wisatawan terkait dengan pemeliharaan lingkungan dan budaya sekitar (4) sangat lengkap (3) lengkap (2) kurang lengkap (1) Tidak lengkap
5 Pengembangan harus didasarkan persetujuan masyarakat melalui musyawarah
Masyarakat terlibat aktif dalam proses pengembangan mulai dari tahap pengambilan keputusan, perencanaan, pengembanan dan pengelolaan sekaligus pemanfaatan sehingga memberikan dampak positif bagi kesejahtaraan masyarakat. (4) sangat terlibat (3) terlibat (2) kurang terlibat (1) Tidak terlibat
6 Memberdayakan dan mengoptimalkan partisipasi sekaligus memberikan kontribusi secara kontinyu terhadap masyarakat, lingkungan dan perusahaan
Dalam proses pengembangan ekowisata masyarakat diberdayakan mulai dari pengambilan tenaga lokal, pemanfaatan produk lokal untuk menjadi souvenir sekaligus pengembangan usaha masyarakat setempat untuk berkembang (4) sangat diberdayakan (3) diberdayakan (2) kurang diberdayakan (1) Tidak diberdayakan
7 Mentaati peraturan perundang-undangan yang berlaku
Dalam proses pengembangan ekowisata dikembangkan sesuai dengan aturan dan memiliki landasan hukum yang kuat bahkan sesuai dengan aturan dan norma masyarakat
49
(4) sangat sesuai (3) sesuai (2) kurang sesuai (1) Tidak sesuai
8 Secara konsisten memberikan kepuasan terhadap konsumen
Ekowisata menyediakan sarana fasilitas yang lengkap seperti tour guide yang berasal dari masyarakat lokal, media informasi, dan berbagai fasilitas umum lainnya seperti tempat ibadah, parkir sehingga menjamin kepuasan wisatawan (4) sangat lengkap (3) lengkap (2) kurang lengkap (1) Tidak lengkap
9 Dipasararkan dan dipromosikan dengan jujur serta akurat sehingga sesuai harapan (pemasaran yang bertanggung jawab)
Materi iklan memiliki kejelasan dan keakuratan informasi sehingga memudahkan wisatawan untuk mencerna sekaligus dikemas dengan menarik namun tetap sesuai dengan kondisi dan tidak berlebihan (4) sangat sesuai (3) sesuai (2) kurang sesuai (1) Tidak sesuai
3.9.4 Rekomendasi pengelolaan ekowisata pada pantai Tiga Warna Desa
TambakRejo, Kabupaten Malang.
Desa Tambakrejo memiliki potensi, baik itu kekayaan sumberdaya alam maupun
dukungan sumberdaya manusia untuk dikembangkannya kegiatan ekowisata.
Permintaan pasar ke kawasan ini juga potensial dan beragam ditinjau dari
berbagai wisatawan yang datang mengujungi lokasi wisata ini. Pemerintah pun
melalui beberapa instansi terkait telah berupaya untuk mendukung
pengembangan
kegiatan dimaksud. Namun agar dapat berkembang dengan lebih baik, setelah
diidentifikasi potensi dan para pemangku kepentingan yang berkompeten dengan
pengembangan ekowisata di kawasan ini, maka diperlukan sentuhan
pengelolaan. Choy dan Heillbronn (1996) dalam Yulianda 2007) mengemukakan
50
lima faktor utama yang harus diperhatikan dalam pengelolaan ekowisata yaitu
lingkungan, masyarakat, pendidikan/pengalaman, berkelanjutan, dan manajemen
Tabel 4 Rekomendasi Pengelolaan Ekowisata Pantai Tiga Warna
No Faktor yang Diperhatikan
dalam Ekowisata
Hasil
Pengamatan
Penelitian
Rekomendasi
1 Lingkungan
2 Masyarakat
3 Pendidikan dan Pengalaman
4 Berkelanjutan
5 Manajemen
51
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian
4.1.1 Kondisi Geografis
Desa Tambakrejo terletak di Kecamatan Sumbermanjing Wetan, Kabupaten
Malang. Desa Tambakrejo memiliki luas wilayah yaitu sebesar 6.703,5
ha/m2 yang terbagi menjadi 4 dusun, yaitu Dusun Tamban, Dusun Tambakrejo,
Dusun Sendang Biru Utara, dan Dusun Sendang Biru Selatan. Desa Tambakrejo
memiliki batas wilayah di sebelah utara berbatasan langsung dengan Desa
Kedung Banteng, di sebelah Selatan berbatasan dengan Samudera Indonesia,
di sebelah timur berbatasan dengan Desa Tambak Asri dan di sebelah barat
berbatasan dengan Desa Sitiarjo.Bisa dilihat pada gambar 3 peta Desa
Tambakrejo dibawah ini
Gambar 3. Peta Desa Tambakrejo
Sumber : Kantor Kepala Desa Tambakrejo
52
4.1.2 Demografi Desa Tambak Rejo
Desa Tambakrejo di buka mulai tahun 1887,pada saat itu yang datang
terdiri dari dua rombongan yaitu jogja , mataram,jombang yang di pimpin oleh
kyai Katam selanjutnya diresmikan menjadi Desa pada tanggal 11 februari 1897
dan Desa Tambakrejo membawai Dusun Tambak asri kecamatan Dampit. Pada
tahun 1907 terjadi pemilihan Kepala Desa yang di menangkan oleh Dusun
Tambak Asri dan pada tahun 1909 bergabung dengan Desa Sitiarjo, pada
tanggal 22 februari 1980 Desa Tambakrejo pisah dengan Desa Sitiarjo dan
Desa Tambakrejo bergabung dengan Dusun Sendangbiru.(Profil Desa
Tambakrejo,2015)
Desa Tambakrejo dihuni oleh 8.284 Jiwa dengan masing-masing jumlah
penduduk perempuan 4.706 jiwa dan jumlah penduduk laki-laki 3.578 jiwa
dengan jumlah kepala keluarga sejumlah 2.241 jiwa yang bertempat tinggal di
lahan pemukiman sebesar 146 ha (BPS, 2015). Secara lebih rinci penduduk
Desa Tambakrejo berusia 0-7 tahun berjumlah 989 jiwa, usia 7-18 tahun
berjumlah 1.808 jiwa, usia 18-56 tahun sejumlah 4.017, dan yang berusia lebih
dari 56 tahun berjumlah 809 jiwa. Tingkat pendidikan penduduk Tambakrejo
tercatat 438 orang tamatan SMP/sederajat, 170 orang tamatan SMA/sederajat, 5
orang tamatan D2, dan tamatan S1 sejumlah 15 orang.(Profil Desa
Tambakrejo,2015)
Sebagian besar penduduk Desa Tambakrejo beragama Kristen Protestan
(58,35%) dari total jumlah penduduknya, sedangkan sisanya beagama Islam
(41,65%) dari jumlah total penduduknya. Wilayah Desa Tambakrejo terdiri dari
dua bagian, yaitu wilayah yang berada di Pulau Jawa dan wilayah yang berada di
Pulau Sempu. Mata pencaharian penduduk Desa Tambakrejo sebagian besar
atau sejumlah 59% sebagai nelayan, sedangkan sisanya berprofesi sebagai
53
petani, TKI, TNI, PNS, POLRI, Pedagang, Peternak, Karyawan swasta,
karyawan pemerintahan, pengusaha, tukang ojek,dkk.(Profil Desa
Tambakrejo,2015)
Besarnya jumlah mata pencaharian penduduk tersebut disebabkan letak
wilayah yang berada di pesisir Samudera Hindia. Komoditi utama yang tedapat di
Desa Tambakrejo ini adalah hasil perikanan laut terutama ikan tuna dan tongkol
yang berkualitas terbaik, sehingga Pelabuhan Ikan Sendang Biru menjadi
pelabuhan ikan internasional. Potensi hasil komoditas perikanan tangkap yang
ada di Desa Tambakrejo adalah ikan tuna sebesar 999,321 ton/tahun, ikan
tongkol sebesar 1.225,801 ton/tahun, sedangkan ikan kakap, cumi-cumi dan ikan
sarden sebesar 19.838 ton/tahun (Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten
Malang, 2013). Kekayaan dan potensi laut yang cukup besar membuat sebagian
besar penduduk Desa Tambakrejo mempertahankan hidupnya sebagai nelayan.
Terjadinya perubahan iklim yang melanda Desa Tambakrejo mengakibatkan
desa sering dilanda air pasang atau ombak pasang setidaknya tiga sampai
empat kali setiap tahunnya (Kurniawan, 2014). Beberapa faktor yang
menyebabkan meningkatnya temperatur udara. Salah satunya terjadi pemuaian
air laut yang menyebabkan naiknya permukaan air laut.(Profil Desa
Tambakrejo,2015)
Letak geografis desa Tambakrejo yang berbatasan langsung dengan
samudra Indonesia membuat desa tersebut memiliki banyak wisata, berupa
pantai. Pantai-pantai yang termasuk dalam wilayah desa Tambakrejo
diantaranya Pantai Weden Cilik, Pantai Bangsong, Pantai Sendiki, Pantai
Tamban, Pantai Sendang Biru,Kondang Buntung Pantai Tiga Warna, Pantai
Watu Pecah, Pantai Savana, Pantai Mini, Pantai Gatra, Pantai Clungup, Pantai
Teluk Asmoro, Pantai Tomen. Potensi pariwisata di desa Tambakrejo sangat
54
tinggi karena ditinjau dari warna pasir pantai yang putih dan bersih dan lautnya
biru serta ombak yang besar dapat dijadikan tempat untuk berselancar. Selain
pantai-pantai tersebut juga tedapat pulau sempu yang pada musim tertentu
menjadi tempat mendarat dan bertelur.(Profil Desa Tambakrejo,2015)
4.2. Karakteristik Ekowisata Pantai Tiga Warna di Desa Tambakrejo
Kabupaten Malang
4.2.1 Karakteristik Potensi Keindahan Alam
Pantai tiga warna malang ini terletak di desa Tambak Rejo, Sendang Biru
Kabupaten Malang Jawa Timur. Pantai ini baru saja di buka pada tahun 2014
yang lalu. Tetapi sudah menjadi destinasi wisata yang popular dan banyak
dikunjungi oleh para wisatawan. Pantai ini diberi nama pantai 3 warna karena
pantai ini mempunyai tiga warna yang berbeda sesuai dengan kedalaman air
lautnya. Pantai ini memiliki keindahan yang begitu memukau. Dengan pasir putih
yang lembut, air laut 3 warna yang jernih, terumbu karang dan dikelilingi oleh
hutan lindung. Di tempat wisata ini terdapat konservasi hutan lindung yang
dikelola oleh Bhakti Alam dan dikelola langsung oleh warga sekitar pantai. Pantai
tiga warna terletak di sebelah pantai sendangbiru. Pantai sendangbiru
merupakan pintu masuk ke wisata cagar alam pulau sempu. Dengan garis pantai
yang cukup panjang membuat tempat ini asik untuk bersantai atau sekedar
bermain air.
Pantai tiga warna memiliki keindahan ekosistem dan ekologinya. Faktor-
faktor yang menjadi daya tarik pengunjung untuk datang ke pantai tiga warna ini
adalah :
55
1. Keunikan Pantai yang Memiliki formasi Tiga Warna
Keunikan terbentuknya formasi tiga warna pada perairan pantai.
Faktor-faktor terbentuknya pantai tiga warna adalah panjang gelombang,
kedalaman, dan polarisasi cahaya ekosistem yang ada di perairan
Warna merah di pantai tiga warna disebabkan oleh pembiasan
cahaya matahari dimana kita tahu jika cahaya matahari terdiri dari 7
warna berbeda masing-masing warna memiliki panjang gelombang yang
berbeda semakin panjang gelombang maka akan semakin kecil kekuatan
warna untuk menembus air begitupun sebaliknya karena itu warna merah
pada air pantai ini hanya berada pada kedalaman tidak lebih dari 20
meter. Untuk warna hijau ada beberapa penyebab antara lain akibat
pengendapan lumpur didasar laut dan adanya plankton-plankton dengan
jumlah besar . dengan kedalamanan lebih dari 20 meter. Sedangakan
untuk warna biru kita ketahui jika warna itu memang menjadi warna air
laut pada umumnya yang kedalamannya lebih dari 50 meter.
2. Flora dan Fauna Pantai Tiga Warna
Beberapa fauna yang hidup di daerah pantai Tiga Warna yakni kucing
bakau yakni kucing liar yang hidupnya di habitat lahan basah dan
termasuk dalam hewan yang terancam punah, lumba-lumba, dan ikan
napoleon yang merupakan salah satu ikan karang yang hidup pada
daerah tropis dan termasuk dalam kategori hewan yang terancam punah.
Keanekaragaman spesies ikan yang terdapat dipantai tiga warna adalah
salah satu daya tarik yang dapat memukau dan memikat pengunjung.
Pengunjung dapat melihat keanekaragaman spesies ikan dan biota
perairan pantai tiga warna lainnya menggunakan alat bantu snorkeling
atau diving yang difasilitasi oleh pengeleola pantai tiga warna. lainnya
56
bisa dilihat pada gambar 4 Keanekaragaman spesies ikan dan biota
perairan.
Gambar 4. Keanekaragaman Spesies Ikan dan Biota Perairan Pantai
Tiga warna
Sumber : Yayasan Bhakti Alam Sendangbiru
Selain itu, terdapat beberapa flora yang hidup di derah pantai Tiga
Warna, yakni kima (Tridacna sp) yakni sejenis kerang besar yang hidup di
perairan hangat, Lumnitzera sp yakni salah satu jenis mangrove yang
hanya dapat tumbuh di daerah pinggiran zona mangrove yakni daerah
yang berbatasan dengan daerah daratan, dan sonneratia caseolaris atau
perepat merah yakni sejenis pohon penghuni rawa-rawa tepi sungai dan
hutan bakau.
Jenis terumbu karang di perairan Pantai Tiga Warna diantaranya jenis
hard coral dan soft coral, arcopora, montifora porites olive warna warni
yang dilindungi dan dijaga melalui konservasi dan rehabilitasi oleh pihak
pengelola pantai tiga warna. Dengan adanya beberapa spesies terumbu
karang yang terdapat didasar perairan hal ini menjadi daya taraik
57
pengunjung untuk melakukan diving dan snorkeling yang dapat dinikmati
keindahan terumbu karang yang bnayak dijumpai di pantai tiga warna
.keanekaragaman spesies yang terdapat di pantai tiga warna bisa dilihat
pada gambar 5 spesies terumbu karang yang terdapat di pantai tiga
warna
Gambar 5. Keanekaragaman Spesies Terumbu Karang Perairan Pantai
tiga warna
Sumber : Yayasan Bhakti Alam Sendangbiru
Pantai tiga warna merupakan salah satu tempat konservasi dan
rehabilitasi bagi flora dan fauna salah satunya adalah terumbu
karang.Pantai tiga warna ini bukan sekedar pantai yang digunakan untuk
pariwisata akan tetapi sebagai tempat untuk merawat atau rehabilitasi
flora dan fauna yang hidup didalamnya hal ini sebagi salah satu
komitmen para pengekola pantai tiga warna untuk menjaga dan
mejadikan pantai tiga warna sebagi sumber daya alam yang harus dijaga
.
58
4.2.2. Karakteristik Potensi Keragaman Masyarakat dan Budaya Lokal
Pada awalnya Tambak Rejo merupakan sebuah desa Kristen yang
berada di bagian utara, sekitar 3 km dari bibir pantai. Desa Kristen adalah desa
yang semua penduduknya beragama Kristen. Adanya desa Kristen tidak dapat
dilepaskan dari kebijakan gereja dan pemerintah desa saat itu yang mewajibkan
setiap orang yang menetap di Tambak Rejo memeluk agama Kristen. Sekitar
tahun 1980-an pemerintah kabupaten Malang membuka kawasan pantai
Sendang Biru dan beberapa pantai lainnya yang berada di desa Tambak Rejo
untuk mengembangkan sektor kelautan dan perikanan. Seiring dengan itu terjadi
perpindahan penduduk dari daerah lain menuju desa Tambak Rejo. Selain
pendatang dari suku Jawa, antara lain dari daerah Jember, Banyuwangi dan
Lamongan, mereka juga berasal dari suku-suku yang lain, antara lain Madura,
Manado dan Bugis. Adanya banyak pendatang yang menuju kawasan pantai
Tambak Rejo untuk membangun usaha di sektor perikanan, mendorong
pemerintah untuk membuka lahan untuk dijadikan pemukiman yang baru.
Sehingga wilayah desa Tambak Rejo menjadi berkembang ke arah selatan.
Sejak saat itu Tambak Rejo tidak lagi menjadi desa Kristen. Agama Islam
juga berkembang seiring dengan adanya para pendatang yang menuju Desa
Tambak Rejo. Hal tersebut tampak dari banyaknya bangunan masjid dan
mushola yang ada di desa Tambak Rejo bagian selatan. Meskipun demikian,
jejak adanya desa Kristen masih terlihat dengan jelas. Di bagian utara desa
Tambak Rejo hampir semua penduduk memeluk agama Kristen dan merupakan
warga (anggota) GKJW Jemaat 56 Tambak Rejo. Sedangkan di bagian selatan
yakni dekat pantai, hampir semua penduduknya beragama Islam, hanya
sebagian kecil warga GKJW Jemaat Tambak Rejo yang berada di sana. Bagian
utara dan selatan desa Tambak Rejo kini dibatasi dengan JLS.
59
Hubungan antar umat beragama di desa Tambak Rejo terjalin dengan
baik. Konflik antar umat beragama tidak pernah terjadi. Wujud hubungan yang
baik antar umat beragama tampak dari tindakan untuk saling melakukan
perkunjungan ketika hari raya keagamaan. Umat Kristen melakukan
perkunjungan kepada umat Islam ketika hari raya Idul Fitri. Umat Islam juga
melakukan perkunjungan kepada umat Kristen ketika hari raya Natal dan Tahun
Baru. Demikian juga dengan acara keagamaan yang diadakan di rumah, juga
dihadiri umat beragama lainnya, baik Kristen maupun Islam.
Karakteristik umum masyarakat pedesaan yaitu masyarakat desa selalu
memiliki ciri-ciri dalam hidup bermasyarakat, yang biasa nampak dalam perilaku
keseharian mereka. Karakteristik masyarakat di Desa Tambak Rejo yakni
masyarakat yang sangat menjunjung tinggi nilai gotong royong. Selain itu, norma
adat masyarakat juga masih berlaku di Desa Tambak Rejo.
Sebelum dikembangkan sektor kelautan dan perikanan, masyarakat Desa
Tambakrejo hanya mengenal budaya agraris. Hal tersebut karena mata
pencaharian yang ditekuni oleh masyarakat Desa Tambakrejo ada pada sektor
pertanian. Di antara warga masyarakat Desa Tambakrejo tidak ada persaingan
dalam mendapatkan penghasilan. Setelah sektor kelautan dan perikanan
dikembangkan budaya industri perdagangan muncul di dusun Sendangbiru,
khususnya bagian selatan. Budaya industri perdagangan itu telah menciptakan
persaingan di antara warga masyarakat. Persaingan antar para pengusaha ikan
dalam proses pelelangan ikan, antar nelayan dalam hal penangkapan ikan, antar
pedagang ikan dalam penjualan ikan di kios-kios, antar pemilik toko, antar
pemilik warung makan, dan lain sebagainya Dengan dibangunnya sarana jalan
dan transportasi yang mewadahi semakin memudahkan akses keluar dari
Sendangbiru menuju daerah lainnya. Dengan waktu tempuh paling lambat 30
60
menit, masyarakat Desa Tambakrejo sudah dapat sampai ke pasar terdekat. Dan
dengan waktu tempuh kurang lebih 2-3 jam, masyarakat Desa Tambakrejo
sudah dapat sampai ke pusat-pusat perbelanjaan yang ada di kota Malang,
untuk membeli berbagai macam barang. Mereka dapat menggunakan angkutan
pedesaan, sewa mobil, atau menggunakan sepeda motor. Budaya berbelanja ke
kota tampak di kalangan masyarakat dusun Sendangbiru. Selain itu, dengan
dibangunnya sarana jalan dan transportasi yang mewadahi juga memudahkan
akses menuju dusun Sendangbiru. Sebagai salah satu tujuan wisata yang ada di
kabupaten Malang, Desa Tambakrejo banyak dikunjungi wisatawan, baik
domestik maupun manca negara. Tingkat kedatangan para wisatawan tinggi
adalah ketika hari libur nasional, dan ketika perayaan syukuran nelayan (petik
laut) yang diadakan setiap tanggal 27 September. Kedatangan mereka tidak
hanya sekedar berwisata menikmati indahnya panorama pantai, tetapi juga
membeli ikan segar di kios-kios penjualan ikan segar. Di sinilah terjadi interaksi
antara masyarakat Desa Tambakrejo dengan para wisatawan. Masyarakat Desa
Tambakrejo menjadi mengenal berbagai gaya atau penampilan yang ditunjukkan
para wisatawan.
Salah satu tradisi yang merupakan keragaman budaya yang masih
bertahan di desa tambakrejo adalah tradisi petik laut nyaris selalu ada di setiap
kelompok masyarakat yang hidup di pesisir pantai Pulau Jawa, begitu pula
dengan kelompok nelayan di Pantai Sendang Biru. Tak hanya sebagai upacara
rutin setiap tahun, tradisi petik laut kini menjadi salah satu agenda wisata di
Kabupaten Malang.
Adanya keragaman masyarakat dan budaya Desa Tambakrejo tentunya
dalam mencari rezeki juga sangat beragam. Salah satu diantaranya adalah
denagan berprofesi menjadi petani yang memanfaatkan lahan perkebunan dan
61
pertanian di daerah Dusun Sendang Biru Utara dan Sendang Biru Selatan.
Lahan yang masyarakat manfaatkan untuk bercocok tanam adalah lahan milik
perhutani yang mereka kelola dengan berorientasi untuk mencari keuntungan
dari hasil panen saja tetapi tidak memperhatikan kelestarian ekologi yang ada di
kawsan tersebut. Pada tahun 1998 Pak Saptoyo beserta perintis berdirinya
Pantai Tiga Warna berinisiatif melakukan konservasi secara swadaya dengan
cara membebaskan lahan yang telah dikelola dan dialihfungsi oleh penduduk
untuk kegiatan pertanian dengan ganti rugi dikarenakan sudah digarap
masyarakat. maka dari itu Pak saptoyo berusaha merubah pola berfikir
masyarakat Desa Tambakrejo dengan cara mengajak untuk mengelola dan
memanfaatkan potensi sumberdaya alam yang ada di kawasan pantai tiga
warna. Akan tetapi pada proses pelaksanaanya menuai banyak konflik antara
perintis pantai tiga warna dengan masyarakat Desa Tambakrejo yang
disebabkan oleh pemahaman yang salah dan kurangnya kesadaaran untuk
melestarikan lingkungan. Pak Saptoyo dan perintis pantai tiga warna lainnya
tidak menyurutkan semangat mereka terus melakukan sosialisasi kepada
masyarakat Desa Tambakrejo dan menjalin koordinasi kepada pihak pemerintah
desa untuk memberikan dukungan baik materi maupun non materi agar
masyarakat desa tergerak berpartisipasi aktif dalam mensukseskan pendirian
dan merestorasi kawasan pantai tiga warna. Awalnya cara perintis pantai tiga
warna untuk memberikan kesadaran mencintai alam dan melestarikan
lingkungan pada masyarakat maka masyarakat di sekitar kawasan diberdayakan
untuk ikut berpartisipasi aktif dalam program gotong royong pembuatan sarana
prasarana dan penanaman mangrove di lahan seluas 81 hektare kawasan pantai
tiga warna.
62
Setelah berdirinya pantai tiga warna pada tahun 2014 pihak pengelola
pantai tiga warna Bhakti Alam membantu mengatasi pengangguran masyarakat
Desa Tambakrejo terutama pemuda yang berasal dari Desa Tambakrejo yang
diserap dan diberdayakan untuk menjadi anggota yayasan Bhakti Alam terutama
bagian dari team pemandu wisata (guide) selain menjadi pemandu wisata dan
anggota yayasan pemuda dan masyarakat Desa Tambakrejo diberikan
kesempatan untuk mengelola lahan parkir dan usaha warung makan serta
jajanan yang berada di kawasan pantai tiga warna. Dengan diberdayakan
masyarakat Desa Tambakrejo maka sikap dan cara berfikir masyarakat Desa
Tambakrejo sudah mulai tumbuh rasa memiliki dan kesadaran mencintai
ekosistem yang ada di pantai tiga warna karena mereka mendapatkan nilai
ekonomi dari adaya nilai ekologi yang ada di kawasan pantai tiga warna.
4.2.3. Karakteristik Dukungan Pemerintah
Penerapan kebijakan pengembangan wisata dalam suatu daerah wisata,
diperlukan berbagai aspek-aspek pendukung baik itu aspek fisik maupun sosial.
_Aspek fisik yang terdapat di kawasan wisata Pantai Tiga Warna ini berupa
keindahan alam yang bagus yang berpotensi untuk_dikelola. Pemerintah daerah
maupun provinsi dalam pengelolaannya menggunakan prinsip pembangunan
berkelanjutan.
Pembangunan pariwisata berkelanjutan tersebut dipengaruhi_beberapa
aspek yang tidak bisa dihindari, Seperti aspek sosial dan lingkungan. Aspek
sosial sendiri berupa kesiapan masyarakat untuk mengelola dan menjaga
kelestarian alam yang dapat menjadi daya tarik, serta tingkat kesadaran
masyarakat pada wisata menjadi tolak ukur penting keberhasilan penerapan
pengelolaan dalam membangun kawasan wisata Pantai Tiga Warna Kabupaten
Malang. Aspek sosial ini merupakan pemahaman yang_berkaitan dengan
63
kapasitas manfaat yang diperoleh masyarakat dengan melakukan pendampingan
yang berpihak pada masyarakat lokal atau komunitas sehingga dapat
mewujudkan kesejahteraan masyarakat melalui pengelolaan pariwisata yang
baik. Aspek lainya adalah aspek lingkungan. Aspek lingkungan melibatkan
penjagaan terhadap_ekosistem yang ada. Konservasi juga sangat diperlukan
dalam aspek lingkungan. Ekosistem yang terjaga akan membuat kawasan wisata
berkelanjutan dan dapat dinikmati secara lama.
Peran pemerintah dalam pembangunan pantai tiga warna terdiri dari tiga
kegiatan utama yaitu:
a. Peran Pemerintah Dalam Pelibatan Atau Partisipasi masyarakat
Keterlibatan anggota kelompok sadar wisata yayasan Bhakti Alam
dalam segala aspek terutama pengambilan keputusan (keputusan partisipatif)
dan pengembangan kawasan_wisata sudah berjalan dengan baik. Anggota
kelompok sadar akan hak dan kewajiban yang harus dilakukan. Rapat
mingguan dijadikan ajang bermusyawarah dalam pengambilan keputusan
serta perencanaan strategi pengembangan kawasan wisata. _Rapat
mingguan juga dijadikan sebagai ajang tukar pikiran dari masing-masing
anggota kelompok.
Dalam hal pengambilan keputusan anggota kelompok sadar wisata
harus bertanggung jawab akan pembangunan pariwisata yang baik dan benar
pada kawasan wisata Pantai Tiga Warna. Keterlibatan anggota kelompok
sadar wisata Pantai Tiga Warna Kabupaten Malang dalam_semua aspek,
khususnya pengambilan keputusan (keputusan partisipatif) mempunyai
peranan yang penting dalam perencanaan pengelolaan kawasan wisata.
Salah satu prinsip dari pengembangan berkelanjutan yang adalah
mengikut sertakan anggota kelompok dalam dalam_pengambilan keputusan,
64
ini dapat dilakukan secara beruntun sebagai proses peningkatan peran serta
masyarakat dalam pembangunan kepariwisataan melalui tahap-tahap
perencanaan dengan adanya keterlibatan anggota masyarakat terutama
berkaitan dengan masalah identifikasi potensi pengembangan analisis dan
peramalan terhadap kondisi lingkungan mendatang.
Peran nyata yang saat ini dilakukan oleh pemerintah kepada pihak
pengelola pantai tiga warna untuk pengembangan sumber daya manusia yaitu
dengan melalui Dinas Pariwisata Kabupaten Malang dengan cara
memfasilitasi stand dan menghubungkan pengelola pantai tiga warna untuk
bisa ikut pameran pariwisata di kancah lokal maupun nasional.selain itu Dinas
Pariwasata juga membantu mempromosikan Pnatai tiga warna sebagai
pariwisata unggulanyang mempunyai konsep konservasi dan ekowisata.
Sedangkan peran pemerintah yang melalui Dinas Perikanan dan
Kelautan Kabupaten Malang adalah memebrikan bantuan :
1, Fasilitas perlengkapan pembatas kawasan pantai, peralatan untuk perawatan
terumbu karang ,pemberian papan informasi pengunjung, penunjuk arah.
2. Pemberian bibit pohon mangrove sebanyak 1000 pohon bibit yang ditanam di
sekitar pantai clungup
3. Pemberian sosialisasi dan training yang berguna untuk peningkatan dan
pengembangan sumber daya manusia pihak pengelola pantai tiga warna serta
melakukan praktek arahan dan teknis cara perawatan mangrove, transpalntasi
terumbu karang dan pemberian zonasi pembatasan kedalaman pantai tiga
warna.
65
b. Peran Pemerintah dalam Pengembangan Sumberdaya Manusia
Berdasarkan UU No. _Tahun 2009 tentang kepariwisataan, SDM
pariwisata pada intinya dapat digolongkan berdasarkan institusinya yaitu
institusi pemerintah, institusi swasta dan masyarakat. Berdasarkan ruang
lingkup atau pengembangan SDM pariwisata tersebut meliputi pelatian,
training skill, dan_sertifikasi. Hingga saat ini upaya peningkatan Soft skill bagi
anggota kelompok di kawasan wisata Pantai Tiga Warna sudah bagus.
Pengembangan ini dilakukan lewat pendidikan kepariwisataan, diantaranya
pendidikan tersebut melalui:
1) Pelatihan merupakan bagian dari pendidikan wisata yang menyangkut
proses belajar untuk memperoleh_dan meningkatkan keterampilan diluar
sistem pendidikan yang berlaku. Pelatian di kawasan wisata pantai Tiga
Warna ini dapat dilakukan kepada anggota kelompok yang tergabung di
pokdarwis Bakti Alam. _Pelatian ini bertujuan untuk memberikan
pengetahuan kepada kelompok yang notabenya sebagai pengelolah
kawasan wisata Pantai Tiga Warna, agar pengelolaan sesuai dengan
prinsip-prinsip CBT.
2) Training Skill, _dilakukan untuk meningkatkan kemampuan anggota
kelompok sadar wisata Bakti Alam untuk lebih mengembangkan
kemampuanya dengan_dengan melakukan praktek secara langsung.
3) Sertifikasi, ditunjukan untuk pemandu wisata dan pekerja_yang tergabung
dalam kelompok Bakti alam. Pemberian_sertifikasi ini berguna untuk
mendukung peningkatan mutu produk pariwisata, pelayanan dan
pengelolaan kepariwisataan.
Peran nyata yang dilakukan pemerintah melaui Dinas Perikanan dan
Kelautan yang smapai saat ini dilakukan adalah memberikan sosialisasi dan
66
upgrading tentang konservasi yang bertujuan untuk meningkatkan kemampuan
dan pengkayaan ilmu tentang konservasi sumberdaya alam dan lingkungan. Hal
ini dipraktekan secara langsung kepada pengleola seperti teknis cara perawatan
mangrove sedangkan untuk terumbu karang dberikan arahan dan cara
melakukan transplantasi terumbu karang beserta cara perawatannya.
c. Konservasi Lingkungan
Pantai yang termasuk dalam kawasan pantai tiga warna ini dikelola
oleh Kelompok Masyarakat Pengawas (POKMASWAS) Gatra Olah Alam
Lestari (GOAL) binaan Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Jawa Timur.
Sejak Tahun 2015 POKMASWAS Gatra Olah Alam Lestari secara intensif
telah melakukan kegiatan konservasi melalui Program Pengembangan Desa
Pesisir Tangguh (PDPT) dan juga konstribusi berbagai pihak yang juga peduli
dengan keselamatan sumberdaya alam di pesisir. Sampai dengan saat ini
area konservasi telah mencapai luas 81 Ha dengan kegiatan antara lain
pembibitan dan penanaman mangrove, pemasangan terumbu karang buatan,
transplantasi terumbu karang, pendidikan pada generasi usia dini (murid
sekolah) melalui kegiatan marine education tentang keselamatan ekosistem,
penetasan telur penyu dan transplantasi terumbu karang.
Peran nyata pemerintah yang dilakukan melalui Dinas Perikanan dan
Kelautan Kabupaten Malang terhadap dukungan konservasi pantai tiga warna
diantaranya pemberian bibit pohon mangrove sebanyak 1000 pohon bibit
yang ditanam di sekitar pantai clungup Pemberian sosialisasi dan training
yang berguna untuk peningkatan dan pengembangan sumber daya manusia
pihak pengelola pantai tiga warna serta melakukan praktek arahan dan teknis
cara perawatan mangrove, transplantasi terumbu karang,pengadaan
67
aprtemen ikan dan pemberian zonasi pembatasan (marine proteck area)
kedalaman pantai tiga warna.
Pengelolaan kawasan wisata Pantai Tiga Warna sangatlah bagus
dalam upaya penjagaan lingkungan, karena mereka menerapkan sistem
konservasi terhadap alam yang ada dikawasan wista Pantai Tiga Warna.
Kawasan wisata Pantai Tiga Warna menerapkan konservasi lingkungan
(Kebersihan), konservasi terumbukarang, konservasi penyu, dan konservasi
mangrove. Selain itu pengelola juga menetapkan peraturan-peraturan yang
harus di patui bagi pengunjung yaitu Carrying Capacity dan membawah
pulang sampah yang mereka bawa. Pengelolah sadar_akan keberlanjutan
lingkungan karena keuntungan pariwisata bukan hanya dinikmati sesaat tapi
harus bisa dinikmati oleh anak cucu mereka juga
d. Dalam Bentuk Program Pembangunan Potensi Wisata
Pemberian bantuan Dinas Perikanan Dan Kelautan Kabupaten
Malang berupa materi yakni berupa fasilitas kepada pihak pengelola untuk
memasarkan ekowisatanya dikancah nasional baik dalam komunitas
ekowisata maupun diluar komunitas ekowisata
e. Biaya Tenaga Infrastruktur Peralatan dan Promosi
Peranan pemerintah dalam mengembangkan pariwisata dalam garis
besarnya adalah menyediakan infrastuktur (tidak hanya dalam bentuk fisik),
memperluas berbagai bentuk fasilitas, kegiatan koordinasi antara aparatur
pemerintah dengan pihak swasta, pengaturan dan promosi umum ke luar
negeri. Dukungan pemerintah terhadap pengembangan ekowisata pantai Tiga
Warna meliputi:
1) Adanya bantuan dari PJB (Pembangkit Jawa dan Bali) dalam bentuk
peralatan tandon air dan pembatas kawasan.
68
2) Bantuan materi dan perbaikan jalan akses dari tempat parkir menuju
objek wisata dari singapore university dalam rangka pengabdian
masyarakat.
3) Bantuan fasilitas dan peralatan pembuatan rumah apung dan papan
informasi serta menjembatani hubungan dengan pihak stakeholder terkait
dngan cara menyediakan stand pameran promosi ekowisata baik di
kawasan lokal nasional maupun internasional
4) Adanya bantuan dalam pembuatan papan informasi dari Dinas Perikanan
dan Kelautan Kabupaten Malang.
f. Kebijakan Daerah
Perdes No. 3 dan Perdes No. 15 tahun 2015 terkait dengan
perlindungan hutan dan daerah kawasan konservasi ekowisata secara
langsung dan tidak langsung mendukung dalam seluruh kegiatan konservasi
yang ada di tiga warna.
4.3. Manajemen Pengelolaan Ekowisata Pantai Tiga Warna di Desa
Tambakrejo Kabupaten Malang
4.3.1 Pengembangan Obyek dan Daya Tarik Wisata
Pembahasan Pengembangan Obyek dan Daya Tarik Wisata dalam
penelitian ini terdiri dari indikator, yaitu: a) Adanya sumber daya yang dapat
menimbulkan rasa senang, indah, nyaman dan bersih. b) Adanya ciri
khusus/spesifikasi yang bersifat langka, yang tidak ada pada daerah lain, dan c)
Adanya aksesbilitas yang banyak untuk dapat menjangkau obyek wisata
tersebut.
69
a. Adanya Sumber Daya yang Dapat Menimbulkan Rasa Senang, Indah,
Nyaman dan Bersih
Guna mengembangkan obyek dan daya tarik wisata, salah satu yang
perlu diperhatikan adalah sumber daya alam itu sendiri apakah dapat
menciptakan suasana yang nyaman, tenang, dan keindahan alam yang nyata
Berdasarkan hasil pengamatan selama penelitian di lokasi wisata
pantai tiga warna menunjukkan bahwa karakteristik pantai tiga warna yang
masih alami berupa pegunungna merupakan daya tarik tersendiri. Keadaan
tersebut membuat para wisatawan yang berkunjung merasakan ketenangan
dengan disuguhkan pemandangan yang indah nan alami, lingkungan yang
bersih, udara yang masih bersih dengan tidak tercemar polusi. Selain itu,
dukungan masyarakat untuk menjaga kelestarian lokasi wisata, sehingga
pantai tiga warna dapat terjaga dari kelestariannya yang membuat para
wisatawan merasakan kepuasaan berkunjung ke pantai tiga warna. Hal
tersebut sesuai dengan wawancara bapak Saptoyo selaku pengelola pantai
tiga warna.
Pantai tiga warna ini meski dibilang belum dikenal banyak orang
dengan lokasi yang cukup jauh dari keramaian, tapi orang yang berkunjung
kesini akan mengatakan bahwa pantai ini sangat indah dan patut dijadikan
sebagai salah satu rujukan wisata yang patut untuk dikunjungi. Ditambah
dengan pengelolaan wisata yang selalu kita jaga, terkait dengan kebersihan,
keindahan, dan keamanan pantai tiga warna ini membuat siapa saja yang
berkunjung tidak akan kecewa dengan apa yang sudah disuguhkan jika
mengingat perjalanan yang harus ditempuh ke tempat ini membutuhkan
tenaga dan waktu yang tidak sedikit. Salah satu cara yang kita lakukan
adalah setiap pengunjung harus reservasi terlebih dahulu karena kuota
70
pengunjung di pantai ini dibatasi, hal ini dikarenakan kawasan pantai tiga
warna merupakan kawasan konservasi yang masih sangat dilindungi. Selain
itu juga guna menjaga kebersihan kita mengharuskan para pengunjung
menggunakan guide. Hal tersebut dilakukan guna membatasi wisatawan
yang datang ke pantai 3 warna. Jika kuota sudah penuh, maka rombongan
yang baru datang harus menunggu rombongan yang lainnya kembali. Hal ini
dilakukan untuk menjaga kebersihan dan kelestarian pantai 3 warna. Jika
terlalu banyak pengujung ditakutkan akan membuat pantai cepat kotor.
Hal tersebut juga didukung dari salah satu masyarakat yang
berkunjung ke pantai tiga warna tersebut. Pantai tiga warna ini merupakan
salah satu surge dunia bagi saya. Ketika saya pertama kali sampai saya
begitu takjub dengan panorama alamnya, pantai yang dikelilingi pegunungan
yang masih alami, laut yang tenang dan jernih. Sekarang menemukan tempat
wisata yang masih terjaga alami sangat jarang kita dapat, apalagi lokasi
wisata yang bersih dan tingkat keamanan yang terjaga membuat saya
merasa tenang untuk menikmati waktu liburan disini. Pantai ini sangat bersih
dari sampah. Jika kita meninggalakan sampah di loasi wisata maka kita juga
akan didenda per item sampah yang kita tinggalkan. Jadi kita belajar
bagaimana menjaga lingkungan wisata agar tetap bersih.
Hal tersebut juga dapat diketahui dari berbagai dokumentasi yang
mendukung hasil pegamatan dan wawancara yang ada. Bisa dilihat gambar 6
untuk keindahan dan kebersihan pantai tiga warna
71
Gambar 6 Keindahan dan Kebersihan Pantai Tiga Warna
Berdasakan penjabaran di atas, maka dapat disimpulkan bahwa
pengembangan obyek dan daya tarik wisata pantai tiga warna terkait sumber
daya yang dapat menimbulkan rasa senang, indah, nyaman dan bersih
sudah dikelola dengan baik yang ditunjukkan keindahan alam lokasi wisata
yang masih terjaga dengan baik dan alami, sehingga keadaan pantai tiga
warna masih sangat segar, jauh dari polusi, nyaman, tenang, serta bersih.
Selain juga dukungan masyarakat sekitar dalam menjaga kelestarian pantai
tiga warna, sehingga pantai tiga warna menjadi salah satu obyek wisata yang
dikelola dengan baik.
b. Adanya Ciri Khusus/spesifikasi yang Bersifat Langka, yang tidak ada
pada Daerah Lain
Dalam upaya pengembangan obyek wisata dan daya tarik wisata, hal
lain yang patut diperhatikan adalah ciri khas atau keunikan obyek wisata itu
yang dapat dinikmati oleh para pengunjung yang tidak bisa didapatkan di
tempat lain. Hal tersebut menjadi salah satu strategi menarik minat para
wisatawan untuk datang berkunjung dan membuat mereka mengingat apa
yang pernah mereka dapatkan ketika berkungjung sebagai pembeda dengan
obyek wisata lain.
72
Ciri khusus yang dapat ditemukan di tempat wisata pantai tiga warna
ini adalah keindahan alamnya itu sendiri yang masih terjaga dengan alami
yang dikelola sedemikian rupa, sehingga nuansa ketenangan dan
kenyamanan dapat diperoleh para pengunjung yang mungkin tidak bisa
didapatkan di tempat wisata lain. Wisata pantai tiga warna ini salah satu
tempat wisata yang patut dikunjungi dengan keindahan alam yang
dtawarkan. Pegunungan di bibir pantai yang hijau, laut yang tenang dan
jernih dengan mempunyai warna yang berbeda-beda, sehingga disebut
pantai tiga warna sungguh kesatuan luar biasa yang membuat pantai tiga
warna mempunyai keindahan dan keunikan tersendiri. Disini kita bisa melihat
terumbu karang di dasar laut dengan mata terbuka, kita juga bisa melkukan
snorkeling yang menjadi daya tarik wisatawan yang ingin menyelam tanpa
harus berenang jauh sampai tengah laut.
Hal tersebut didukung hasil wawancara yang dilakukan dengan ketua
pengelola bapak saptoyo pantai tiga warna. Hasil wawancara tersebut
adalah:
“Keunikan pantai ini adalah keindahan pantai yang masih alami.
Dengan pasir putih, air laut yang begitu tenang dan jernih, terumbu
karang yang dapat terlihat dengan mata terbuka, dikelilingi oleh hutan
lindung, dan terutama yang menjadi ciri khas dan juga sebagai nama
tempat wisata ini adalah pantai dengan air laut 3 warna dengan
kedalaman air lautnya. Selain keindahan alam tersebut, yang menjadi
ciri khas di tempat ini adalah sistem pengelolaan yang kita lakukan.
Misalnya, membatasi pengunjung sehingga para wisatawan harus
melakukan reservasi dulu. Setiap pengunjung harus didampingi oleh
guide. “
73
Selain itu, hasil wawancara dengan salah satu pengunjung obyek
wisata pantai tiga warna yang mendukung hal tersebut adalah:
Uniknya pantai tiga warna ini terutama terletak pada warna air dari
pantainya sendiri yang mempunyai tiga warna. Saya sendiri tertarik
untuk datang kesini awalnya ya mendengar cerita kalau airnya
mempunyai warna yang berbeda-beda. Jadi saya penasaran untuk
datang kesini. Sebelum itu, saya juga banyak mencari informasi di
internet tentang pantai ini. Saya juga tidak menyangka jika masih ada
obyek wisata yang alami dan begitu bersih dari sampah. Sampai ada
denda jika kita melanggar aturan tersebut. Belum lagi yang
mengharuskan menyewa guide. Awalnya saya merasa aneh pantai
ada guidenya, tapi ketika sudah disini saya mulai memahami kenapa
diharuskan ada guide”
Hal tersebut juga dapat diketahui dari berbagai dokumentasi yang
mendukung hasil pegamatan dan wawancara yang ada. Bisa dilihat pada
gambar 7 untuk keunikan panatai tiga warna
Gambar 7.Keunikan Pantai Tiga Warna
74
Berdasarkan pemaparan di atas, maka dapat diketahui bahwa salah
satu pengembangan obyek dan daya tarik wisata terkait ciri khas atau
keunikan obyek wisata pantai tiga warna ini terletak pada air pantai secara
alami yang mempunyai warna berbeda-beda dengan kedalaman air lautnya.
Hal tersebut menjadi ciri khas tersendiri dari pantai ini sebagai daya tarik
wisatawan untuk datang berkunjung yang mungkin tidak bisa ditemukan di
tempat wisata lain.
c. Adanya Aksesbilitas yang Banyak untuk Dapat Menjangkau Obyek
Wisata Tersebut
Indikator terkahir yang dapat mendukung pengembangan obyek dan
daya tarik wisata adalah akses yang dapat digunakan untuk mencapai lokasi
wisata. Aksesbilitas yang disediakan oleh pengelola juga mempunyai peran
guna menarik wisatawan untuk berkunjung. Akses yang mudah dijangkau
dapat lebih mudah membuat wisatawan tertarik, namun tidak menutup
kemungkinan akses yang membutuhkan banyak tenaga atau menghabiskan
banyak waktu juga menjadi daya tarik tersendiri bagi pera pengunjung karena
merasa tertantang. Akses yang lebih sulit dijangkau menjadi daya tarik
pengunjung untuk datang mencoba dan berhasil menakhlukannya. Mereka
akan jauh lebih menikmati karena untuk mencapainya membutuhkan banyak
perjuangan.
Ada dua pilihan rute menuju pantai 3 warna malang ini. Tetapi yang
paling banyak digunakan adalah rute menuju ke arah pantai goa cina.
Pertama dari kota malang kemudian menuju daerah gadang turen. Mengikuti
arah menuju pantai sendang biru. Setelah berjalan selama 2 jam akan
menemukan persimpangan menuju ke pantai goa cina atau pantai sendang
biru kemudia bisa mengambil jalan menuju ke pantai goa cina. Lurus saja
75
sekitar 2 km sampai menemukan persimpangan jalan. Ambil arah ke kiri
menuju ke TPI ( tempat pelelangan ikan). Nanti anda akan masuk ke sebuah
perkampungan warna dan ambilah arah menuju ke clungup mangrove
conservation.
Rute menuju pantai tiga warna malang masih berlanjut. Dari daerah
pintu gerbang clungup mangrove conservation, anda bisa melihat pintu masuk
menuju ke pantai tiga warna. Untuk sampai ke pintu gerbang pantai tiga
warna, anda memang harus melalui mangrove conservation dan pantai
clungup terlebih dahulu. Jika menggunakan sepeda motor, anda bisa melalui
jalan sempit tersebut. Tetapi jika anda menggunakan mobil harus di parkir
sekitar 1 km sebelum masuk ke mangrove conservation kemudian bisa
melanjutkan perjalana’n dengan jalan kaki.
Sementara pada pantai tiga warna ini, akses yang dapat digunakan
relatif mudah jika dibandingkan dengan obyek wisata alam lain. Namun, juga
cukup menantang bagi mereka yang jarang berkungjung ke temat wisata
alam. Hal tersebut didukung dengan hasil wawancara yang dilakukan kepada
pengelola pantai tiga warna. Hasil wawancara tersebut adalah:
“Para pengunjung untuk sampai ke tempat ini membutuhkan
perjalanan yang cukup panjang. Untuk para pengunjung yang
menggunakan transportasi roda empat hanya bisa sampai pada
perkampungan warga dan menemukan plang dengan tulisan Clungup
Mangrove Conservation (sebelum Bank BRI) dan harus berjalan
kurang lebih 1km. Sementara untuk pengunjung beroda dua dapat
melanjutkan perjalanan dengan akses jalan sempit yang masih
berupa tanah liat sampai ke pintu utama pantai clungup. Selanjutnya
meneruskan perjalanan dengan berjalan kaki menuju Pantai Gatra.
76
Dari pantai ini membutuhkan waktu kurang lebih 30 menit untuk
sampai di pantai tiga warna.”
Hal tersebut juga didukung dari salah satu masyarakat yang
berkunjung ke pantai tiga warna tersebut.
“Saya datang kesini dengan rombongan yang berjumlah 8. Kami naik
mobil, sehingga saya harus parkir dan berjalan untuk sampai disini
dan melewati 2 pantai sebelumnya, yaitu pantai clungup dan gatra.
Akses kesini tidak terlalu sulit daripada wisata alam lain. Sebenarnya
untuk saya sendiri yang suka tantangan dan traveling kurang
menantang, tapi ada teman saya yang tidak terlalu suka traveling jadi
bagi dia perjalanan kesini sangat sulit dan menghabiskan banyak
tenaga, jadi kita harus berhenti sejenak ketika ada teman lain yang
kelelahan”
Hal tersebut juga dapat diketahui dari berbagai dokumentasi yang
mendukung hasil pegamatan dan wawancara yang ada. Bisa dilihat pada
gambar 8 akses menuju pantai tiga warna
77
Gambar 8. Akses Menuju Pantai Tiga Warna
Jika dilihat dari gambar diatas dapat diketahui akses jalan atau rute menuju
kelokai pantai tiga warna tidaklah sulit hal ini mudah untuk digapai oleh para
pengunjung atau para wisatawan yang datang. Hal ini juga sesuai dengan
wawancara dengan salah satu pengunjung atau wisatwan mba KH beserta
dengan rombongan :
“Ya kalau rute dan jalan gak susah kok mas mudah ditemukan dan
jalnnya nya juga enak ya cuma karena makadam aja kalau yang gak suka
traveling mungkun saja berat tapi bagi kami gak ada masalah “
Berdasarkan pemaparan di atas, maka dapat diketahui bahwa salah satu
pengembangan obyek dan daya tarika wisata terkait aksesbilitas dapat
menjangkau obyek wisata pada dasarnya mempunyai akses yang cukup mudah
dan kurang adanya tantangan bagi para pengunjung yang suka traveling.
Sementara bagi para pengunjung yang tidak terlalu tertarik sama dunia traveling
maka akses menuju pantai tiga warna ini dirasa terlalu sulit untuk ditempuh.
78
4.3.2. Pengembangan Sarana dan Prasarana
Pembahasan Pengembangan sarana dan prasarana dalam penelitian ini
terdiri dari 3 indikator, yaitu: a) Sarana pokok kepariwisataan, yaitu perusahaan-
perusahaan yang hidup dan kehidupannya tergantung kepada lalu lintas
wisatwan yang melakukan wisata, yang fungsinya mempersiapkan dan
merencanakan wisatawan. Termasuk dalam kelompok ini adalah hotel, losmen,
wiswa, restoran, dan lain-lain. b) Sarana perlengkapan kepariwisataan, adalah
fasilitas- fasilitas yang dapat melengkapi sarana pokok, sehingga fungsinya
membuat wisatawan lebih lama tinggal di daerah atau tempat yang
dikunjunginya, yang termasuk dalam kelompok ini adalah fasilitas-fasilitas untuk
bermain, olahraga, dan beribadah. dan c) Sarana penunjang kepariwisataan,
adalah fasilitas yang diperlukan untuk menunjang sarana prasarana pokok
sarana pelengkap yang berfungsi agar wisatawan lebih banyak membelanjakan
uangnya di tempat yang dikunjungi tersebut, yang termasuk dalam kelompok ini
adalah keberadaan pasar yang menjual berbagai hasil kerajianan dari
masyarakat setempat.
a. Sarana Pokok Kepariwisataan,
Guna mendukung pengembangan sarana dan prasarana khususnya
sarana pokok dalam kepariwisataan yaitu perusahaan-perusahaan yang
hidup dan kehidupannya tergantung kepada lalu lintas wisatawan yang
melakukan wisata, yang fungsinya mempersiapkan dan merencanakan
wisatawan. Termasuk dalam kelompok ini adalah hotel, losmen, wiswa,
restoran, dan lain-lain.
Sarana dan prasarana pokok pantai tiga warna ini sudah cukup baik.
Para wisatawan yang ingin bermalam sudah disediakan tenda-tenda untuk
berkemah, namun masih belum ada penginapan di dalam tempat wisata ini.
79
Namun, tidak jauh dari tempat ini sudah ada penginapan yang biasa dijadikan
rujukan wisatawan. Penginapan tersebut juga sudah menyediakan makanan
yang dapat menjamu para pengunjung. Di pantai gatra juga terdapat
beberapa tempat yang menyediakan makanan yang bisa dimanfaatkan oleh
pengunjung, namun di pantai tiga warna sendiri masih belum ada.
Hal tersebut sebagaimana hasil wawancara yang dilakukan kepada
pengelola pantai tiga warna. Hasil wawancara tersebut adalah:
“Sarana dan prasarana yang disediakan di tempat wisata ini cukup
baik. Keadaan tersebut dikarenakan wisata ini adalah wisata alam,
sehingga kami juga ingin menjaga kelestarian alam dengan tidak
banyak pembangunan di area lokasi wisata yang dapat merusak
lingkungan. Selain itu juga, lokasi wisata yang tidak memungkinkan
karena lumayan jauh dari perkampungan. Namun, kita sudah
sediakan tenda bagi para pengunjung yang ingin bermalam disini
dengan biaya sewa lahan dan tenda Rp. 50.000. Bagi para
pengunjung yang tidak suka berkemah, sekitar 3,25 km ada
penginapan yang dilengkapi dengan lestoran, sehingga dapat
dimanfaatkan oleh pengunjung. “
Hal tersebut juga didukung dari salat satu masyarakat yang
berkunjung ke pantai tiga warna tersebut
“Saya rasa sarana yang disediakan cukup baik namun harus
dibenahi. Terutama makanan dan minuman yang bisa kita akses. Ada
tapi lumayan jauh dari lokasi sini, dan kurang banyak pilihan, variasi
makanan dan minuman yang disediakan masih sangat minim”
80
Hal tersebut juga dapat diketahui dari berbagai dokumentasi yang
mendukung hasil pegamatan dan wawancara yang ada. Bisa dilihat pada
gambar 9 untuk sarana pokok pantai tiga warna.
Gambar 9. Sarana Pokok Pantai Tiga Warna
Sarana dan prasarana pokok pantai tiga warna ini pada dasarnya
cukup memadai akan teatpi perlu dibenahi. Hal tersebut dikarenakan lokasi
yang cukup sulit untuk ditempuh, jadi pembangunan terkait sarana dan
prasarana yang mendukung dan dapat mempermudah wisatawan masih
belum terlaksananya, seperti penginapan dan kuliner, dan sejenisnya.
b. Sarana Perlengkapan Kepariwisataan
Pantai ini sudah dikelola oleh sebuah lembaga yang bernama Bhakti
Alam Sendangbiru, tentunya mempunyai tiket masuk. Biaya masuknya sangat
murah meriah. Hanya 5 ribu rupiah per orangnya. Untuk sampai ke pantai 3
warna harus menggunakan guide. Biaya guide sekitar 100 ribu per 10 orangnya.
Jika datang sendiri atau berdua bisa bergabung dengan kelompok lainnya. Dari
pihak pengelola selalu membatasi wisatawan yang datang ke pantai 3 warna.
Jika kuota sudah penuh anda harus menunggu rombongan yang lainnya
81
kembali. Hal ini dilakukan untuk menjaga kebersihan dan kelestarian pantai 3
warna. Jika terlalu banyak pengujung akan membuat pantai cepat kotor.
Guna mendukung pengembangan sarana dan prasarana khususnya
sarana perlengkap adalah fasilitas-fasilitas yang dapat melengkapi sarana pokok,
sehingga fungsinya membuat wisatawan lebih lama tinggal di daerah atau
tempat yang dikunjunginya, yang termasuk dalam kelompok ini adalah fasilitas-
fasilitas untuk bermain, olahraga, dan beribadah.
Sarana pelengkap pada pantai tiga warna ini seperti tempat olahraga
sudah tersedia, yaitu snorkeling dan diving yang banyak menjadi alasan para
pengunjung untuk dating karena pesona dan keindahan ekosistem terumbu
karang bersera fauna flora yang ada di perairan pantai tiga warna. Sementara
sarana pelengkap seperti tempat bermain dan beribadah belum tersedia,
sehingga bagi pengunjung anak-anak tidak ada tempat khusus untuk bermain,
tapi keadaan air yang tenang bisa dimanfaatkan untuk bermain anak. selain itu
bagi yang tidak bisa berenang disediakan perahu sekoci yang dipandu oleh
guide pantai tiga warna.sedangkan untuk camping ground area pengelola pantai
tiga warna sudah menyediakan tempat dan fasilitas penyewaan semua
peralatannya. Sedangkan bagi para pengunjung yang ingin melakukan ibadah
dapat memanfaatkan peralatan seadanya yang seharusnya disediakan sendiri
oleh pengunjung.
Hal tersebut sebagaimana hasil wawancara yang dilakukan kepada
pengelola pantai tiga warna. Hasil wawancara tersebut adalah:
Sarana pelengkap yang ada di tempat wisata ini adalah perlengkapan untuk
snorkeling yang sudah kami sediakan. Pengunjung hanya mengeluarkan biaya
sewa sebesar Rp. 25.000 sudah mendapat baju pelampung, kacamata dan alat
bantu pernapasan. Sedangkan untuk tempat bermain khusus dan tempat
82
beribadah belum tersedia, sehingga para pengunjung dapat memanfaatkan
fasilitas seadanya yang sudah tersedia.
Hal tersebut juga didukung dari salat satu masyarakat yang berkunjung
ke pantai tiga warna tersebut.
Sarana pelengkap yang tersedia di wisata pantai tiga warna ini sangat belum
memadai, terutama yang sangat saya rasakan adalah tempat beribadah. Jadi,
untuk pengunjung muslim tidak bisa leluasa melakukan ibadah ketika wisata ke
tempat ini. Namun, kalau olahraga sudah tersedia, seperti snorkeling. Teman-
teman saya kesini juga karena ingin mencoba snorkeling.
Hal tersebut juga dapat diketahui dari berbagai dokumentasi yang
mendukung hasil pegamatan dan wawancara yang ada. Bisa dilihat gambar
10 sarana pelengkap pantai tiga warna
Gambar 10.Sarana Pelengkap Pantai Tiga Warna
Berdasarkan pemaparan di atas, maka sarana pelengkap di tempat
wisata pantai tiga warna ini juga belum memadai. Terutama tempat
beribadah dan bermain bagi pengunjung anak-anak. Akan tetapi, sarana
pelengkap seperti olahraga sudah ada yaitu snorkeling yang banyak menjadi
83
alasan para pengunjung tertarik dengan tempat wisata lain, selain keindahan
alam yang disuguhkan.
c. Sarana Penunjang Kepariwisataan
Guna mendukung pengembangan sarana dan prasarana khususnya
sarana penunjang kepariwisataan adalah fasilitas yang diperlukan untuk
menunjang sarana prasarana pokok sarana pelengkap yang berfungsi agar
wisatawan lebih banyak membelanjakan uangnya di tempat yang dikunjungi
tersebut, yang termasuk dalam kelompok ini adalah keberadaan pasar yang
menjual berbagai hasil kerajinan dari masyarakat setempat.
Sarana penunjang di tempat wisata pantai tiga warna ini belum
tersedia sama sekali. Tidak ada fasilitas yang disediakan seperti pusat
perbelanjaan terkait oleh-oleh khas tempat wisata.
Hal tersebut sebagaimana hasil wawancara yang dilakukan kepada
pengelola pantai tiga warna. Hasil wawancara tersebut adalah:
“Kalau sarana penunjang seperti pusat perbelanjaan di tempat
wisata ini memang belum tersedia. Keadaan tersebut dikarenakan
wisata ini lebih menekankan pada wisata alam, sehingga kami
juga belum berencana mengembangkan hal-hal seperti pusat
perbelanjaan. Kalau mungkin hanya sekedar oleh-oleh khas
tempat wisata seperti kaos yang bertulisakan pantai tiga warna,
atau gantungan kunci, masih kami rencanakan kedepannya.”
Hal tersebut juga didukung dari salah satu masyarakat yang berkunjung
ke pantai tiga warna tersebut.
84
“Sarana penunjang memang belum ada, sehingga bisa ditambah
dengan mengembangkan tempat wisata. Misalanya, jajanan khas
daerah sekitar, kaos, dan sebagainya “
Berdasarkan pemaparan tersebut, maka sarana penunjang di tempat
wisata pantai tiga warna ini memang belum tersedia namun sudah
direncakanan. Perencanaan sarana penunjang tersebut diantaranya adalah
oleh-oleh khas seperti kaos bertuliskan pantai tiga warna, gantungan kunci
dan sebagainya. Namun, pihak pengelola belum memikirkan pengembangan
seperti pusat perbelanjaan. Hal tersebut dikarenakan wisata ini lebih
menekankan pada wisata alam dan sebagai langkah untuk menjaga
kelestarian alam itu sendiri agar tidak terlalu banyak pembangunan yang
dapat merusak alam ksusunya di tempat wisata pantai tiga warna.
4.3.3. Pemasaran dan Promosi Pariwisata
a. Terdapat Perumusan Pasar Baik yang Nyata maupun Potensial dan
Pengkajian yang dalam Mengenai Analisis Kebutuhan Selera dan
Konsumen.
Dalam rangka mengambangkan sebuah tempat wisata maka
dibutuhkan sebuah stretagi pemasaran dan promosi. Adapun selah satu
langkah yang dapat digunkan dalam mengembangkan wisata khususnya
pantai tiga warna dengan meyesuaikan prkembangan zaman yang dapat
dilakukan dengan melihat atau menga nalisis sesiatu kebutuhan atau
kesukaan yang menarik dan minat oleh para wisatawan misalmya
tempat untuk berfoto yang menarik, peralatan snorkeling yang baik dan
murah, serta sebuah tempat makan dengan menu yang yang terjagkau
85
harganya, cinderamata yang khas berdasarkan potensi lokal dan
sebagainya
Hal ini juga sesuai dengan Ketua pengelola pantai tiga warna
bapak Saptoyo beliau mengatakan bahwa :
“kalau untuk usaha kami dalam mengembangkan promosi tentang
pantai tiga warna sudah kami lakukan mas baik dan yang paling
banyak menggunakan media sosial ya kami dibantu sama
mahasiswa yang berasal dari kampung sini, saat ini juga kami
sedang berusaha lebih meningkatkan sarana yang lebih menarik
misalnya ada mascot, foto boat yang kekinian, yah pokoknya
pantai yang cocok untuk semua kalangan sehingga wisatawan
puas dengan wisata pantai tiga warna ini dan gak menyesal yang
diharapkan bisa memberikan kabar kepada orang lain dengan
pengalamanya.”
Berdasarakn wawancara diatas juga dikuatkan oleh ibu Ani, beliau
mengatakan :
“Iya mas ada rencana dari bapak RT katanya kalau ibuk-ibuk
jualan disini kayak dibuatkan warung kuliner terus kerajinan
tangan buat oleh-oleh yang jangan mahal-mahal”
Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwasanya
pengembangan wisata pantai tiga warna tambak rejo melalui promosi
dan pemasaran teru dilakukan dengan berbagai cara misalnya dengan
menggukan media sosial, selain itu juga dalam meingkatkan promosinya
sudah ada sebuah rencana yang stretegis untuk menarik minat
86
wisatawan dengan diadaknnya sebuah warung kuliner , foto boat, dan
oleh-oleh yang secara keseluruhan dengan harga yang terjangkau.
b. Terdapat Strategi Komunikasi Pemasaran untuk Memikat Permintaan
dengan Cara Meyakinkan Wisatawan, bahwa Daerah Tujuan Wisata
Tersedia dengan Daya Tarik, Fasilitas, dan Jasa-jasanya akan
Memenuhi Selera Wisatawan.
Pemasaran dan promosi juga dapat dilakukan dengan berbagai
macam cara misalnya dengan menggunkan media sosial seperti
intragram facebook,website dan lain lain hal ini bertujuan agar dapat
meyakinkan para wisatawan bahwa pantai tiga warna memiliki daya tarik
pesona yang tinggi yang didalmnya terdapat foto tau video keindahan
wisata pantai tiga warna tambak rejo. Hal yang tidak kalah pentingnya
adalah tersedianya berbagai macam fasilitas yang menarik misalnya
fasilitas snorkeling yang banyak disukai oleh banyak orang karena secara
langsung dapat menikmati keindahan dibawah laut Tiga warna yang
menarik yang bisa dinikati oleh para wisatawan.Selain itu juga Pengelola
pantai tiga warna juga menyiapkan jasa guide yang dapat membantu
para wisatawan dan hal ini juga sebagai daya tarik atau fasilitas yang
diberikan khusunya bagi wisatawan yang datan dari mancanegara.
Hal ini juga dijelaskan olehh salah satu pengelola pantai tiga
warna pada bagian penyewaan alat snorkeling bapak Miko, beliau
menjelaskan bahwa :
“kami itu mas berusaha menyediakan sarana dan prasarana yang
selalu dibutuhkan oleh para wisatawan khususnya pada wisata
pantai, nah dalam hal ini kami menyiapkan alat snorkeling yang
bisa dimanfaatkan untuk menikmati keidahaan dan panorama
87
dibawah laut yang biasanya pasti sangat disukai oleh para
wisatawan ya gimana gak betah mas memang dibawah laut itu
menyenangkan apalagi ditambah batu karang yang warna-warni
siapa yang tidak tergoda. Nah hal ini juga salah satu langkah
pemasaran dan promosi yang kami lakukan agar para wisatawan
tertarik dan datang kesini”
Hal ini juga dikuatkan oleh salah satu wisatawan yang dating jauh
dari Jakarta,yaitu mba Kamilia beliau mengatakan bahwa:
“iya mas saya datang kesini pas lagi libur kuliah saja, saya
penasaran karena melihat video dari salah satu teman yang
pernah kesini yang katana pantainya sangat tenang dan bagus
dan hal yang penting jauh dari kebisingan, kalau menurut saya
wiasata pantai tiga warna ini sudah sangat menarik tinggal ini
poles sedikit misalya dengan menambah wahana banana boat
dan sebagainya”
Bisa dilihat pada gambar 11 untuk komunikasi pemasaran melaui sosial
media
88
Gambar 11 Komunikasi Pemasaran melalui sosial media
Berdasarkan keterangan diatas dapat disimpulkan bahwa
komunikasi pemasaran dilakukan agar wisata pantai tiga warna lebih
dikenal banyak orang dengan fasilitas yang menjanjikan sehingga para
wisatawan semakin tertarik untuk mengunjungi wisata pantai tiga warna
yang terletak di desa Tambakrejo Kabupaten Kota Malang.
c. Terdapat Jasa Wisata Pendukung
Sebelum mengunjungi wisata pantai tiga warna wisatawan
diwajibkan untuk mendaftar diri sebelum keberangkatnnya dengan kata
lain membooking kepada pihak pengelola pantai tuga warna. Bedasarkan
hasil observasi menyebutkan bahwa setiap harinya hanya ada 400 orang
pengunjung atau wisatawan yang dapat masuk dan menikmati pesona
keindahan wisata pantai tiga warna hal ini dikarenkan untuk menjaga
keseimbangan dan kealamian ekosistem pantai agar tidak rusak selain itu
jaga membawa guide dalam mengunjungi pantai tiga warna ini juga
menjadi syarat agar dapat memasuki kawasan wisata pantai tiga warna
hal ini dilakukan agar guide membantu pengelola untuk terus menjaga
keasrian pantai tiga warna dari jahatnya tangan wisatawan yang
89
usil.untuk mempermudah wisatawan juga pengelola pantai tiga warna
juga telah menjalin kerjasama dengan beberapa agen travel dan guide
untuk membantu para wisatawan yang datang kepantai tiga warna.
Hal ini juga dijelaskan oleh pihak pengelola Pantai tiga warna
bapak Saptoyo beliau mengatakan bahwa :
“kami memang menjalin kerjasama dengan berbagai biro jasa
travel dan event organizer akan tetapi kita sampaikan kepada
pihak agen atau event organizer bahwsanya ada aturan mas
untuk para wisatawan yang datang wajib membawa guide hal ini
dilakukan sebagi bentuk usaha untuk tetap menjaga pantai tiga
warna dari kerusakan, tetapi tidak usah khawatir jasa guide kami
siapkan untuk membantu para wisatawa agar memudahkan untuk
bisa masuk kepantai tiga warna dan menikamti keindahannya dan
baiya untuk tarif juga murah terjangkau sekiatar 100.000/10 orang,
kalau gak ketat gini bahaya mas apalagi tanpa guide haduh
tangan usil dari para pengunjung bia saja terjadi iya kan?”
Hal ini juga dipertegas dengan salah seoarang pengunjung, yang
berasal dari kota Malang ibu Yeni beliau menegaskan “
“Saya booking pantai 2 minggu yang lalu melaului agen jasa travel
dan rada ruwet tapi kalau sudah masuk kebayar semuannya haa
haa bagus banget mas pantainya, tenang yang penting gak
membahayakn karena ombaknya kecil aman buat keluarga, untuk
guide saya dibantu pihak pengelola pantai tiga warna sendiri ya
gak mahal lah toh juga ini dilakukan agar pantai kita terjaga iya
kan, bagi saya gak masalah
90
Dari kesimpulan diatas dapat disimpulkan bahwasanya
pihak pegelola pantai tiga warna memberikan persyaratan untuk
membawa guide kepada para wisatawan yang datang dan masuk
kedalam arena pantai tiga warna hal ini dimasudkan untuk
membantu menjaga keasrian pantai tiga warna agar tidak rusak.
Adapaun kebijakan penegelola juga membantu dengan cera
memberikan jasa guide yang dibutuhkan untuk dapat berkunjung
kepantai tiga warna. Bisa dilihat pada gambar 13 untuk jasa
wisata pendukung pantai tiga warna
Gambar 13 Jasa Wisata Pendukung Pantai Tiga Warna
d. Pengawasan, untuk Mengevaluasi, Mengukur dan Menghitung Hasil-
hasil serta Pendapatan yang Diperoleh.
Dalam mendapatlan data terkait pengawasan untuk
mngevaluasi,mengukur, dan mnghitung apa pendapat yang dirasakan
oleh para wisatawan yang datang kepantai tuga warna. Dalam hal ini
penglola memberikan lembaran sebagai saran atau masukan dala rangka
pernaikan dan pegembangan pantai tiga warna.
Hail ini juga dikatakan oleh pengelola pihak tiga warna Mas Eko beliau
mangatakan bahwa :
91
“Dalam upaya mengetahui komentar atau pendapat pengunjung
pihak pengelola juga memberikan kotak suara kritik dan saran
untuk perbaikan guna pengembangan wisata pantai tiga warna
menjadi lebih baik lagi dan menutup segala kekurangan yang ada,
tapi ya seperti tadi mas step by step apa yang bias kami lakukan
serta bagaimana kepuasan yang didapatkan wisatawan dari
pengelolaan wisata pantai tiga warna.”
Hal ini juga dipertegas oleh bapak Saptoyo yang menyebutkan :
“iya mas pendapat orang lain itu penting biar kita tau mana yang
harus diperbaiki, dan apa yang menjadi kendala sehingga bisa
kita perbaiki dan kita tingkatkan agar semakin bagus pengelolaan
nya .seminggu sekali kita juga mengadakan evaluasi dengan team
Bhakti Alam terhadap kekurangan apa saja yang harus kita
benahi”.
Dari keterangan diatas dapat disimpulkan bahwa Pengawasan,
untuk mengevaluasi, mengukur dan menghitung hasil-hasil serta
pendapatan yang diperoleh didapatkan dari pendapat para wisatawan
yang datang ke pantai tiga warna yang diaharapkan kritik dan saran
dapat membantu pengembangan pengelolaan terhadap pantai wisata tiga
warna Tambakrejo Kabupaten Malang serta pihak pengelola
mengadakan musyawarah dan evaluasi kepada team pengelola untuk
memebnahi kekuarngan sarana prasarana yang ada.
92
e. Promosi melalui Berbagai Media
Komunikasi pemasaran dan promosi yang dilakukan oleh
pengelola pantai tiga warna dilakuakn dengan berbagi macam media
salah satunya adalah media sosial seperti:instrgram, Facebook, twitter,
dan website.Berdasarkan fenomena yang tejadi bahwasanya promosi
atau pemasaran sangat mudah dilakukan dengan mengunkan media
sosial karena mayoritas masyrakat sekarag adalah pengguna media
sosial aktif.
Hal ini juga dijelaksn oleh salah satu pengelola Mas Ferik salah
satu mahasiswa universitas negeri di Malang menyebutkan bahwa :
“Saya dengan pihak pengelola yang lain terus aktif melakukan
promosi mas apalagi melalui facebook,website dan instagram hal
ini dikarenkaan mudah dan paling cepat diketahui oleh banyak
orang selain itu bukan hanya foto yang bisa kita berikan tetapi
juga berbentuk video sehingga para pengguna juga dapat melihat
dan menyaksikan bagaimana indahnya pantai tiga warna ini,
keanekaragaman fauna dan flora yang ada di Pantai Tiga Warna
serta segala bentuk aktifitas kami baik di dalam maupun dluar
Pantai Tiga Warna. Hal ini juga dilakukan agar para wisatawan
juga tertarik dengan panti tiga warna dan dating kesini untuk
megunjungi terakhir kali wisatawan mancanegara yang datang
adalah berasal dari Australia dan Singapura”
Hal ini juga dijelaskan oleh salah satu pengunjung panitia pantai
Tiga Warna saudari Ayu yang menegaskan bahwa:
93
“Saya mendapatkan informasi lewat IG mas kog pas saya lihat
pantainya bagus banget kan ada video sekitar durasi 1 menit nah
dari situ saya tertarik dan bertekat kesini dan kesini juga butuh
perjuangan karena harus booking dan menncari guide dulu
sebagai syarat yang harus dilengkapi sebelum masuk pantai tiga
warna.”
Dari pernyataan dapat disimpulkan bahwasanya pengelola pantai
tiga warna telah melakukan komunkasi pemasaran dan promosi dengan
menggunkan media sosial yang dinilai sangat cepat dan efektif untuk
digunakan menarik para wisatawan baik negeri maupun dalam negeri
4.3.4. Pengembangan Sumber Daya Manusia
a. Peningkatan Kemampuan Bahasa Asing di Kalangan Stakeholder
yang Bergerak di Bidang Pariwisata seperti Tenaga Kerja di
Pemerintah Daerah Usaha Pariwisata.
Keterampilan dan kemampuan berbahasa asing sangatlah penting
dimiliki khusunya sebagai stakeholder sertempat hal ini dikarenakan tidak
seluruhnya wisatawan yang datang bersal dari dalam negeri saja aan
tetapi luar negeri.Untuk itu pelatihan kebahasaan asing tentang
pariwisata atau guide yang dimiliki pengelola pantai tiga warna harus
dilakukan.
Hal ini juga dijelaskan oleh bapak Saptoyo selaku ketua pengelola
pantai tiga warna belia mengatakan bahwa :
“Kami punya kendala mas khususnya dibidang bahasa asing,
seperti yang sampean tau banyak wisatawan yang datang dari
mancanegara yang hanya bisa bahasa asing saja untuk itu
94
berbagai macam cara saya lakukan untuk melatih khususnya
bahasa asing yaitu bahasa Inggris.”
Hal ini juga dipertegas oleh Mas Ferik selaku pengelola pantai tga
warna beliau menegasakan bahwa:
“ya untuk sementara kami memang mendapatkan pelatihan tapi
ya masih juga susah mas, untung saja kami dibantu oleh pihak
guide jadi paling gak ada yang menerjemahkan kepada kami.tapi
disisi lain sebagai pihak pengelola kami merasa kurang dalam
melayani wisatawan khususnya wisatawan yang datang dari
mancanegara”
Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa salah satu
kendalan yang dihadapi adalah tentang kamampuan berbahasa asing
khusunya bgai stakeholder kan tetapi telah ada upaya yaitu dengan
diadaknnya pelatiahan bahasa asing yang akan sering dilakukan untk
meningkatkan kualitas sumber daya manusia yang professional.
b. Penyiapan Tenaga-tenaga Terampil di Bidang Perhotelan, Restoran,
Biro Perjalanan dan Pemandu Wisata.
Dalam peningkatan sumber daya manusia khussnya dibidang
perhotelan, restoran, biro perjalanan dan pemandu wisata pengelola
pantai tiga warna juga memberikan sebuah pelatiahn yang dilanjutkan
dengan tahap perencanaan akan perkambangan patai tiga warna hal ini
dilakukan untuk terus mengembangakan obyek wisata yang dapat
dimanafat oleh masyarakat setempat khusunya dibidang perekonomian.
95
Hal ini juga dijelaskan oleh pihak Ketua pengelola pantai tiga warna
bapak Saptoyo beliau menjelaskan bahwa :
“saat ini kami sedang menyiapkan dan melatih sumber daya
manusia yang profesional dan ahli dalam bidangnya mas, terkait
tentang perhotelan, restoran, biro perjalanan dan pemandu wisata
kami berusaha yang mengisi tempat itulah adalah masyarakat
didaerah sini sendiri.maka dari itu saya merencanakan untuk
mengadakan beragi macam pelatihan terkait hal tresebut dan siap
maju ketahap perencanaan yang dilakukan sendiri oleh
masyarakat setempat untuk itu pengembangan SDM sangatlah
penting”
Hal ini jiga dijelaskan oleh salah satu pemuda didesa Tambak
Rejo saudara Pak Joko beliau menegasakan bahwa :
“iya masa kami diminta oleh pak lurah untuk mempersiapkan diri
dan mempelajari dengan mengikuti pelatihan yang dilakukan
gunan membangun SDM khusunya masyarakat disekitar pnatai
tiga warna agar kekayaan lokal bisa kembali pada masyarakat
sendiri dan kami dari barisan pemuda desa tambak rejo siap untuk
itu”
Dari penjelas diatas dapat disimpulkan bahwa masyarakt siap untuk
menerima berbagai macam pelatihan alam membnagun SDM msyarakat
didesa tambak rejo dan hal ini dukung oleh berbagai macam pihak.
96
c. Peningkatan dan Pemantapan Kesiapan Masyarakat sebagai Tuan
Rumah.
Sumber daya manusia merupakan baian terpenting dalam sebuah
orgnisasi hal ini digunkan untuk membangun SDM yang berkualitas tinggi
selain itu juga mental masyarakat harus segera dibentuk karea ini akan
menjadi dasar keberhasilan suatu SDM yang sukses.Pihak engelola
pantai tiga warna tambak rejo harus memiliki kontribusi yang tinggi dalam
meningkatan dan memantapan akan kesiapan masyarakat khsunya
desa tambak rejo sebagai tuan rumah dengan terus berkembangnya
wisata pantai tiga warna manjadi wisata yang besar dan diminati ole
bnyak orang baik wisatawan dalam negeri atau luar negeri.
Hal ini juga dijelaskan oleh bapak Saptoyo selaku ketua pengelola
pantai tiga warana beliau mengatakan bahwa :
“Kami telah bekerjasama dengan berbagai pihak stakeholder desa
untuk mensosialisasikan tentang rencana dan tantangn yang
harus dihadapi oleh masyarakat khusunya tambak rejo.adapun hal
ini digunkan sebagai media untuk membangun mental dan
kesiapan warga tambekrejo untuk bersaing dan mendapatkan
sebuah keuntungan yang dimannfaatkan untuk mengembangkan
pertumbuhhan ekonominya.”
Hal ini juga dijelasakn oleh ibu Jum salah satu masyarakat desa Tambak
rejo beliau menegaskan bahwa :
“Kami selalu mendapat arahan mas baik dalam PKK, posyandu,
pengajian dan lain lain untuk mempersiakan diri dan
memanfaatkan peluang untuk menumbuhkan perekonomian
97
didesa tambak rejo khususnya dengan memberdayakan ibu-ibu
rumah tangga dan kami siap untuk itu “
Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa pelatihan mental
mental dan kesiapan ,syaraat telah dilakukan dan saat ini masyarakat
sudah berani untuk bersaing dan nghadapi perkembangan dengan
adanya pengembang pantai tiga warana tersebut yang tujuannya untuk
menumbuhkan perekonimoan dan pemeberdayaan perempaun didesa
tambak rejo
d. Peningkatan Kemampuan Teknis di Bidang Perencanaan dan
Pemasaran Pariwisata
Dalam pembinaan meningkatan kemampuan teknis di bidang
perencanaan dan pemasaran pariwisata pengelola telah bekerja sama
dengan stakeholder setempat untuk memili dan melatih masyarakat yang
memiliki potensi dibidang perencaanaan dan pemasaran yang kami ambil
dari para sarjana yang berasal dari desa tersebut.
Hal ini juga sesuai dengan pendaopat bapak Saptoyo beliau
mengatakn bahwa :
“untuk perencanaan dan pemasaran kami merekrut dan memilih
masyarakat kami sendiri yang memiliki kemampuan dibidang
tersebut yang tidak kuliah atau sudah lulus kuliah hal ini bertujuan
untuk mmbangun sebuah system yang didalamnya terdapat
generasi muda yang kemampuan tenaga, dan fikirannya sangat
penuh dengan keraativitas serta untuk mengurangi pengangguran
dan memberikan manfaat ekonomis dalam memberdayakan
masyarakat setempat.”
98
Hal ini juga ditegakan oleh saudara Ferik salah satu warga dan
mahasiswa di PTN malang menegaskan”
“saya memang sering diminta untuk belajar bagaimana
perancangan dan pemasaran yang kebetulan saya juga aktif
dibidang teknologi informasi, bagi saya sebagai generasi muda
saya harus siap dan membantu perubahan didesa saya sebagai
generasi muda adalah kewajiban yang tidak dapat diganggu gugat
mas”
Berdasarkan penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa,
Peningkatan kemampuan teknis di bidang perencanaan dan pemasaran
pariwisata sudah dilakukan oleh berbagai pihak dengan merekrut dan
memiih msyarakat Desa Tambakrejo yang memiliki kemampuan dibidang
itu dan seliruh pihak sepakat untuk mengadakan pengambanagn beruapa
pelatihan dibdiang tersebut demi terwujudnya SDM yang berkualiatas.
4.4. Tingkat Kesesuaian Standar di Pantai Tiga Warna Dalam Prinsip dan
Kriteria Ekowisata Nasional
Berdasarkan hasil kuisioner yang didapatkan di lapang sesuai
teknik pengumpulan data .Penerapan prinsip ekowisata nasional
didasarkan pada hasil lokakarya dalam pelatihan ekowisata nasional Di
Bali 25-26 Agustus 2016. Penilaian tingkat kesesuaian dibagi kedalam
empat kriteria yakni 4) sangat sesuai, 3) sesuai, 2) kurang sesuai, dan 1)
tidak sesuai.yang mengacu pada beberapa prinsip dan kriteria pada
kuisioner penelitian yang dijelaskan seperti dibawah ini :
99
1. Pengembangan ekowisata baik konsep wisata maupun sarana-
prasaranan disesuaikan dengan tradisi budaya dan norma adat setempat
(4) sangat sesuai
(3) sesuai
(2) kurang sesuai
(1) Tidak sesuai
2. Pengembangan dan pembangunan ekowisata dilakukan dengan kajian
yang baik sehingga mampu menjaga keserasian dan kelestarian
lingkungan (tumbuhan, hewan, maupun sosial) yang ada di tempat wisata
(4) sangat serasi
(3) serasi
(2) kurang serasi
(1) Tidak serasi
3. Wisatawan diberikan edukasi terkait lokasi wisata dengan menyediakan
pramuwisata, sarana informasi, tanda larangan untuk merusak lingkungan
(4) sangat lenkap
(3) lengkap
(2) kurang lenkap
(1) Tidak lenkap
4, Pemerintah memberikan sarana edukasi melalui pramuwisata, akses
kepada masyarakat dan pemerhati lingkungan untuk memberikan edukasi
kepada wisatawan terkait dengan pemeliharaan lingkungan dan budaya
sekitar
(4) sangat lengkap
(3) lengkap
(2) kurang lengkap
100
(1) Tidak lengkap
5. Masyarakat terlibat aktif dalam proses pengembangan mulai dari tahap
pengambilan keputusan, perencanaan, pengembanan dan pengelolaan
sekaligus pemanfaatan sehingga memberikan dampak positif bagi
kesejahtaraan masyarakat.
(4) sangat terlibat
(3) terlibat
(2) kurang terlibat
(1) Tidak terlibat
6. Dalam proses pengembangan ekowisata masyarakat diberdayakan
mulai dari pengambilan tenaga lokal, pemanfaatan produk lokal untuk
menjadi souvenir sekaligus pengembangan usaha masyarakat setempat
untuk berkembang
(4) sangat diberdayakan
(3) diberdayakan
(2) kurang diberdayakan
(1) Tidak diberdayakan
7. Dalam proses pengembangan ekowisata dikembangkan sesuai dengan
aturan dan memiliki landasan hukum yang kuat bahkan sesuai dengan
aturan dan norma masyarakat
(4) sangat sesuai
(3) sesuai
(2) kurang sesuai
(1) Tidak sesuai
8. Ekowisata menyediakan sarana fasilitas yang lengkap seperti tour guide
yang berasal dari masyarakat lokal, media informasi, dan berbagai fasilitas
101
umum lainnya seperti tempat ibadah, parkir sehingga menjamin kepuasan
wisatawan
(4) sangat lengkap
(3) lengkap
(2) kurang lengkap
(1) Tidak lengkap
9. Materi iklan memiliki kejelasan dan keakuratan informasi sehingga
memudahkan wisatawan untuk mencerna sekaligus dikemas dengan
menarik namun tetap sesuai dengan kondisi dan tidak berlebihan
(4) sangat sesuai
(3) sesuai
(2) kurang sesuai
(1) Tidak sesuai
Proses penentuan skor atas jawaban responden yang dilakukan
dengan membuat klasifikasi dan kategori yang cocok tergantung pada
anggapan atau opini responden.
a. Skor 4 untuk jawaban sangat setuju
b. Skor 3 untuk jawaban setuju
c. Skor 2 untuk jawaban tidak setuju
d. Skor 1 untuk jawaban sangat tidak setuju.
Total perolehan dihitung dengan cara menjumlahkan seluruh nilai
yang diperoleh dari setiap jawaban responden. Rata-rata dihitung dengan
cara total perolehan dibagi dengan jumlah responden. Penilaian kategori
kesesuaian bisa dilihat pada tabel 5 untuk kategori kesesuaian.
102
Tabel 5 Tabel Kategori Kesesuaian
No Skor Kategori
1 26-32 Sangat sesuai
2 20-25 Sesuai
3 14-19 Kurang sesuai
4 8-13 Tidak Sesuai
Berdasarkan keterangan dan penjelasan diatas maka didapatkan
tabel kesesuaian prinsip dan kriteria ekowisata pantai tiga warna bisa
dilihat pada tabel 6 sebagai berikut :
103
Tabel 6 Tabel Kesesuaian
NO Prinsip Ekowisata
Responden
Total Rata-rata
Kategori 1 2 3 4 5 6 7 8
1 Peka dan menghomati nilai-nilai sosial budaya dan tradisi keagamaan setempat
3 2 3 2 3 3 2 3 21 2.63 Sesuai
2 Memiliki kepedulian, komitmen dan tanggung jawab terhadap konservasi alam dan warisan budaya
4 3 2 2 4 2 3 2 22 2.75 Sesuai
3 Menyediakan interpretasi yang memberikan peluang kepada wisatawan untuk menikmati alam dan meningkatkan kecintaan terhadap alam
3 2 3 3 3 3 2 3 22 2.75 Sesuai
4 Edukasi : ada proses pembelajaran dialogis antara masyarakat dengan wisatawan
4 2 2 2 2 2 2 2 18 2.25 Kurang Sesuai
5 Pengembangan harus didasarkan persetujuan masyarakat melalui musyawarah
3 3 2 3 4 2 3 3 23 2.88 Sesuai
6 Memberdayakan dan mengoptimalkan partisipasi sekaligus memberikan kontribusi secara kontinyu terhadap masyarakat, lingkungan dan perusahaan
2 2 3 2 4 3 2 2 20 2.50 Sesuai
7 Mentaati peraturan perundang-undangan yang berlaku
3 3 2 3 4 2 3 3 23 2.88 Sesuai
8 Secara konsisten memberikan kepuasan terhadap konsumen
2 3 3 2 3 3 3 2 21 2.63 Sesuai
9 Dipasararkan dan dipromosikan dengan jujur serta akurat sehingga sesuai harapan (pemasaran yang bertanggung jawab)
3 2 2 3 3 2 2 3 20 2.50 Sesuai
Rata-rata 3 2.4 2.4 2.4 3.3 2.4 2.4 2.6
21.11 2.64 Sesuai
104
Dari tabel diatas satu persatu dari kesembilan prinsip ekowisata
dapatr dijelaskan dan diuraikan sebagai berikut :
4.4.1 Peka dan Menghomati Nilai-Nilai Sosial Budaya dan Tradisi
Keagamaan Setempat
Tingkat kesesuaian prinsip dan kriteria ekowisata pada poin pertama
terkait kepekaan dan menghomati nilai-nilai sosial budaya dan tradisi keagamaan
setempat sudah menunjukkan kategori sesuai dengan total skor yang diperoleh
dari responden sebesar 21 dengan rata-rata 2,63.
Hal tersebut ditunjukkan dengan pola kehidupan antar warga sekitar
dengan tetap menjaga nilai-nilai sosial budaya dan tradisi keagaaman setempat,
sehingga budaya yang sudah ada dan mereka pegang selama ini tetap menjadi
pedoman mereka dalam mengelola obyek wisata yang juga sebagai karakteristik
wisata dengan nilai-nilai budaya yang mereka miliki. Dengan demikian,
pengelolaan obyek wisata dan perkembangannya akan selalu menjadi prioritas
mereka karena nilai-nilai yang ada dalam obyek wisata adalah gambaran atau
cerminan nilai-nilai sosial budaya yang mereka anut dalam kehidupan. Nilai-nilai
sosial budaya yang negatif dalam obyek wisata juga dapat menempatkan
penduduk setempat pada posisi yang dapat merendahkan mereka. Oleh
karenanya, penting adanya menjaga nilai-nilai sosial budaya dan tradisi di obyek
wisata sesuai dengan nilai-nilai sosial budaya dan tradisi yang dianut masyarakat
daerah sekitar guna perkembangan wisata daerah tetap berada pada posisi yang
sesuai dengan harapan masyarakat sekitar area wisata itu sendiri.
105
4.4.2. Memiliki Kepedulian, Komitmen dan Tanggungjawab terhadap
Konservasi Alam dan Warisan Budaya
Tingkat kesesuaian prinsip dan kriteria ekowisata pada poin kedua terkait
kepedulian, komitmen dan tanggung jawab terhadap konservasi alam dan
warisan budaya menunjukkan kategori sesuai dengan total skor yang diperoleh
dari responden sebesar 22 dengan rata-rata 2,75.
Hal tersebut ditunjukkan dengan kepedulian, komitmen, dan tanggung
jawab masyarakat sekitar dalam mengelola obyek wisata pantai tiga warna agar
tetap terjaga kelesteraiannya dengan peraturan-peraturan yang mereka
berlakukan di dalamnya. Seperti halnya aturan pembuangan sampah
sembarangan di daerah obyek wisata, sehingga siapapun yang melanggar
dikenakan sanki yang tidak tanggung-tanggung dengan denda sebesar Rp.
100.000 per sampah yang mereka tinggalkan. Guna mengetahui apakah para
pengunjung wisata meninggalkan sampah atau tidak di area wisata, maka sudah
ada petugas yang bertanggung jawab untuk mencatat barang atau apapun yang
kemungkinan dapat mengotori area wisata kepada para pengunjung sebelum
masuk area wisata dan mengecek apakah barang yang mereka bawa masuk
sesuai dengan barang yang mereka bawa ketika meninggalkan area wisata.
Belum lagi adanya peraturan pembatasan jumlah pengunjung setiap harinya,
sehingga wisatawan harus boking terlebih dulu jika ingin berkunjung ke tempat
wisata pantai tiga warna. Peraturan tersebut diberlakukan tidak lain agar
kelestarian alam obyek wisata tetap terjaga dari tangan-tangan yang tidak
bertanggung jawab, sehingga dapat merusak obyek wisata. Peraturan tersebut
hanya salah satu contoh bentuk dari kepedulian, komitmen, serta tanggung
jawab masyarakat dalam menjaga kelestarian alam dan warisan budaya.
106
4.4.3. Menyediakan Interpretasi yang Memberikan Peluang kepada
Wisatawan untuk Menikmati Alam dan Meningkatkan Kecintaan
terhadap Alam
Tingkat kesesuaian prinsip dan kriteria ekowisata pada poin ketiga terkait
menyediakan interpretasi yang memberikan peluang kepada wisatawan untuk
menikmati alam dan meningkatkan kecintaan terhadap alam menunjukkan
kategori sesuai dengan total skor yang diperoleh dari responden sebesar 22
dengan rata-rata 2,75.
Hal tersebut juga ditunjukkan dengan cara yang dilakukan dalam
mengelola obyek wisata pantai tiga warna. Peraturan-peraturan yang
diberlakukan baik dalam pembatasan pengunjung, mewajibkan adanya guide
untuk mendampingi pengunjung dalam menikmati obyek wisata, denda ketika
meninggalkan sampah, dan sebagainya adalah wujud agar para pengunjung
dapat menikmati keindahan alam yang masih alami tanpa banyak campur tangan
manusia yang tidak bertanggung jawab. Keadaan tersebut dilandasi karena tidak
sedikit obyek wisata alam kita yang kini mulai rusak dan sudah jauh dari
kealamiannya. Padahal, obyek wisata alam adalah salah satu obyek wisata yang
digunakan para wisatawan untuk mendapatkan ketenangan dengan menikmati
keindahan alam yang masih terjaga kelestariaanya.
4.4.4. Edukasi: Ada Proses Pembelajaran Dialogis antara Masyarakat
dengan Wisatawan
Tingkat kesesuaian prinsip dan kriteria ekowisata pada poin keempat
terkait edukasi atau adanya proses pembelajaran dialogis antara masyarakat
dengan wisatawan menunjukkan kategori kurang sesuai dengan total skor yang
diperoleh dari responden sebesar 18 dengan rata-rata 2,25.
107
Hal tersebut pada dasarnya sudah diberlakukan seperti peraturan yang
dikenakan ketika membuang sampah sembarangan sebagai pembelajaran bagi
para wisatawan untuk ikut serta menjaga kelestarian alam dan lingkungan, serta
pentingnya dalam menjaga lingkungan sebagai tempat tinggal semua makhluk
hidup. Akan tetapi dalam pendekatan ekowisata, pusat informasi menjadi hal
yang penting dan dapat juga dijadikan pusat kegiatan dengan tujuan
meningkatkan nilai dari pengalaman seorang turis yang bisa memperoleh
informasi yang lengkap tentang lokasi atau kawasan dari segi budaya, sejarah,
alam, dan menyaksikan acara seni, kerajinan dan produk budaya lainnya. Hal ini
yang mungkin menjadi alasan para wisatawan memberikan penilaian kurang
sesuai dalam menanggapi perihal terkait. Oleh karenanya, penting adanya
papan-papan informasi terkait dengan obyek wisata, hasil kerajinan atau produk
daerah setempat, dan sejenisnya sebagai salah satu cara agar wisatawan untuk
belajar lebih jauh tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan obyek
wisata.
4.4.5. Pengembangan harus Didasarkan Persetujuan Masyarakat melalui
Musyawarah
Tingkat kesesuaian prinsip dan kriteria ekowisata pada poin kelima terkait
pengembangan harus didasarkan persetujuan masyarakat melalui musyawarah
menunjukkan kategori kurang sesuai dengan total skor yang diperoleh dari
responden sebesar 23 dengan rata-rata 2,88.
Hal tersebut ditunjukkan dengan sistem yang mereka lakukan dalam
pengelolaan obyek wisata. Setiap peraturan dan kebijakan yang diambil adalah
hasil musyaswarah bersama masyarakat setempat sehingga tidak ada anggota
masyarakat yang merasa keberatan dengan peraturan dan kebijakan yang
diambill. Dengan demikian, masyarakat dapat saling bekerja sama dan
108
mendukung demi pengembangan obyek wisata, karena setiap masyarakat
mempunyai kesempatan untuk mendapat manfaat dengan adanya obyek wisata
di daerah sekitar mereka, baik dari segi perekonomian, sosial, pendidikan, dan
sebagainya.
4.4.6. Memberdayakan dan Mengoptimalkan Partisipasi Sekaligus
Memberikan Kontribusi Secara Kontinyu Terhadap Masyarakat,
Lingkungan Dan Perusahaan
Tingkat kesesuaian prinsip dan kriteria ekowisata pada point keenam
terkait Memberdayakan dan mengoptimalkan partisipasi sekaligus memberikan
kontribusi secara kontinyu terhadap masyarakat, lingkungan dan perusahaan
dengan total skor yang diperoleh dari responden sebesar 21 dengan rata-rata
2,50.
Hal tersebut menunjukan bahwa pengolala terus berupaya dalam
memaksimalkan kontribusi dalam pengembangan terhadap masyarakat
setempat. Misalnya dengan memberikan tempat untuk pengelolaan pantai tiga
warna yang SDM nya diambil dari warga atau masyarakat didesa kawasan
pantai tiga warna, memberikan pelatihan dan wawasan pengembangan ekonomi
bagi masyarakat sekitar, dan memberikan pelatihan-pelatihan yang dibutuhkan
sebagai pengetahuan tentang bagaimana mencintai dan merawat lingkungan
serta memanfaatkan keterampilan berdasarkan SDM setemapat.
4.4.7. Mentaati Peraturan Perundang-Undangan yang Berlaku
Tingkat kesesuaian prinsip dan kriteria ekowisata pada point ketujuh
terkait Mentaati peraturan perundang-undangan yang berlaku menunjukkan
kategori sesuai dengan total skor yang diperoleh dari responden sebesar 23
dengan rata-rata 2,83. Kriteria dan prinsip Mentaati peraturan perundang-
109
undangan yang berlaku salah satu point yang memiliki nilai tinggi berdasarkan
dengan tabel hasil penghitungan responden.
Hal tersebut berdasarkan hasil observasi peneliti yang menunjukan
bahwa pengelolaan pantai tiga warna secara keseluruhan telah dilaksanakan
dengan baik sesuai dengan Undang Undang Republik Indonesia No 10 Tahun
2009 Tentang Kepariwisataan misalnya usaha yang dilakukan oleh pihak
pengelola dengan melakukan penbatasan wisatawan yang datang setiap harinya
maksimal berjumlah 100 orang dengan ditemani guide dengan kategori 1 guide
untuk 10 orang hal ini dilakukan sebagai wujud dari pemeliharaan pantai tiga
warana agar menjaga ekosistem dari kerusakan berdasarkan undang-undang
yang berlaku dan masih banyak yang lainnya.
4.4.8. Secara Konsisten Memberikan Kepuasan Terhadap Konsumen
Tingkat kesesuaian prinsip dan kriteria ekowisata pada point kedelapan
terkait kekonsistennya dalam memberikan kepuasaan terhadap konsumen
menunjukkan kategori sesuai dengan total skor yang diperoleh dari responden
sebesar 21 dengan rata-rata 2,6.
Hal tersebut berdasarkan hasil observasi peneliti yang menunjukan
bahwa pihak pengelola pantai tiga warna secara konsisten berupaya
memberikan kepuasaan bagi konsumen (wisatawan).Hal ini dibuktikan dengan
adanya berbagai macam usaha yang dilakukan yairu dengan terus melakukan
pengembangan sarana dan prasarana yang ada didalam pantai tiga warna
sehingga wisatawan yang datang merasa puas dengan berbagai fasilitas yang
diberikan selain itu juga dalam meningkatkan kepuasan terhadap konsumen
(wisatawan) dengan menyiapkan sumber daya manusia yang profesional
dibidang kepariwisataan adapun usaha-usaha yang dilakukan oleh pihak
pengelola misalnya dngan melakukan berbagai pelatihan SDM seperti bahasa
110
asing, administrasi, pelayanan umum, guide professional. Hal ini dilakukan
sebagai wujud upaya yang dilakukan oleh pihak pengelola dalam memberikan
kepuasaan kepada konsumen (wisatawan ) yang datang.
Adapun hal ini bertujuan agar dapat menimbulkan kesan “ingin kembali”
kepada wisatawan yang pernah datang berkunjung. Yang kemudian didukung
dengan Masyarakat yang ramah akan sangat berperan dalam pengelolaan
ekowisata pantai tiga warana dalam memberikan kepuasaan terhadap konsumen
(wisatawan). Untuk itu pendidikan dan pelatihan menjadi salah satu usaha
pengelola pantai tiga warna memberikan kepuasaan konsumen (wisatawan)
yang datang.
4.4.9. Pemasaran yang Bertanggung Jawab
Tingkat kesesuaian prinsip dan kriteria ekowisata pada point kesembilan
terkait pemasaran yang promosikan dengan jujur serta akurat sehingga sesuai
harapan (pemasaran yang bertanggung jawab) menunjukkan hasil dengan
kategori sesuai yang dengan total skor yang diperoleh dari responden sebesar
20 dengan rata-rata 2,50
Hal tersebut ditunjukkan berdasarkan hasil observasi peneliti yang
menunjukan bahwa dalam meningkatkan promosi dan pemasaran pantai tiga
warna setelah dilakukan dengan berbagai macam usaha salah satunya adengan
menyeseuaikan kebutuhan dan kesukaan para wisatawan sehingga menjadi
daya tarik seperti keindahan kenyamanan dan fasilitas sarana prasarana yang
terdapat di pantai tiga warna dengan cara sistem checking sampah dan
pembatasan kuota atau kapasitas pengunjung serta pendampingan pengunjung
menggunakan guide (pemandu) yang kompeten dalam bidang ekowisata.
Adapun strategi komunikasi pemasaran pihak pengelola pantai tiga warna
mendekati konsumen dan memperluas pasar ekowisata pantai tiga warna
111
melalui sarana sosisal media berupa instagram, facebook twitter blog maupun
website serta mencantumkan contack person tujuannya agar konsumen atau
pengunjung sebelum berangkat menuju pantai tiga warna melakukan konfirmasi
dan reservasi agar mendapatkan tanggal dan kuota yang deberikan oleh pihak
pengeleola. Selain menggunakan sosial media pihak pengelola juga menjalin
hubungan bekerjama dengan dinas pariwisata Kabupaten Malang untuk
mengikuti pameran-pameran ekowisata di kancah lokal, nasional maupun
internasional dan begabung dengan komunitas pemerhati lingkungan hidup dan
ekowisata seperti IGEV dan INDECON
Selanjutnya promosi dan pemasaran pengelola pantai tiga warna juga
melakukan kerja sama dengan adanya kerjasama dengan pihak biro jasa tour
dan travel terkait dengan penyedia jasa tour dan travel tujuannya untuk
mempermudah memberikan pelayanan dan kenyamanan kepada pengunjung
.selain itu hubngan kerjasama ini secara tidak langsung bertujuan untuk
mempromosikan ekowisata pantai tiga warna.
112
4.5 Arahan/rekomendasi Pengelolaan Ekowisata di Perairan Pesisir Desa
Tambakrejo
No Faktor yang
Diperhatikan
dalam
Ekowisata
Hasil Pengamatan Penelitian Rekomendasi
1 Lingkungan Masyarakat banyak belum
mengetahui dan memahami
apa arti penting kegiatan
konservasi masih banyak
yang melakukan tindakan
yang mengancam kerusakan
pantai tiga warna dan
mengancam keberlanjutan
ekositem yang ada dipantai
tiga warna seperti
pengeboman ikan untuk
mencari ikan di kawasan
pantai tiga warna.
Belum terdapat marine
proteck area serta penjaga
dan pengawas pantai 24 jam
yang dapat melindungi dan
menjaga kaasan pantai tiga
warna untuk menghindari
aktifitas yang dilakukan oleh
masyarakat desa tambakrejo
yag dapat merusak
kelestarian alam pantai tiga
warna
Pengelola pantai tiga
warna beserta
stakeholder terkait
sebaikanya melakukan
sosialisasi dan
penyuluhan kepada
masyarakat berupa
pengetahuan dan
pemahaman pentingnya
dan manfaat dari
kegiatan konservasi
yang dilakukan pantai
tiga warna
Pengelola pantai tiga
warna membuat
pengawasan secara
berkelanjutan untuk
memeinimalisir kegiatan
yang dapat merusak
dan mengancam
keberlanjutan ekosistem
pantai tiga warna
seperti memberikan
pembatas kawsan dan
pengawasan 24 jam
pada kawasan pantai
113
tiga warna.
2 Masyarakat Masyarakat belum
sepenuhnya dilibatkan dalam
mengembangkan ekowisata
pantai tiga warna karena
kurangnya sosialisasi
terhadap adanya kawasan
konservasi pantai tiga warna
selain itu minimnya
pemahaman masyarakat
terhadap tindakan konsevasi
Pemerintah
bekerjasama dengan
pihak pengelola pantai
tiga warna diharapkan
memfasilitasi kegiatan-
kegiatan pendidikan,
pelatihan, penyuluhan
dan pendampingan bagi
pengembangan
keterampilan
masyarakat. pemberian
keringanan pajak dan
kemudahan dalam
pengurusan ijin
berusaha yang dapat
menggerakan roda
perekonomian
masyarakat Desa
Tambakrejo
3 Pendidikan
dan
Pengalaman
Dalam upaya pemberian
edukasi kepada pengunjung
dalam menampilkan kesenian
dan budaya lokal masyrakat
Desa Tambakrejo yang
terlihat di kawasan ekowisata
pantai tiga warna masih
belum terapat di kawasan
pantai tiga warna
Pihak pengelola
menyediakan dan
memberikan edukasi
dalam bentuk
menampilakan kesenian
dan budaya lokal untuk
bisa menjadi daya tarik
pengunjung dan
memberikan
pengetahuan serta
wawasan kepada
114
pengunjung
4 Berkelanjutan belum adanya aspek hukum
yang jelas terhadap aturan
terkait pengelolaan pantai
pantai tiga warna
Pihak pengelola untuk
lebih memperhatikan
aspek legalitas dan
aturan terkait
pengelolaaan pantai
tiga warna
5 Manajemen Belum adanya investor dan
bantuan dari pemerintah
untuk membantu dan
mendukung pengembangan
ekowista pantai tiga warna
Pengelola pantai tiga
warna mencari pihak
investor untuk
mengembangkan
sarana prasarana
ekowisata pantai tiga
warna dengan
bekerjasama dengan
investor diharapkan
dapat membantu pihak
pengelola pantai tiga
warna dalam
melakaukan
pengembangan sarana
prasarana ekowisata
pantai tiga warna
Pihak pengelola
berkoordinasi dengan
pemerintah dalam
pembangunan sarana
dan prasarana
penunjang kegiatan
ekowisata (misalnya
115
akses jalan menuju
pantai tiga warna,
sarana prasarana listrik,
air dan telekomunikasi)
4.6 Peluang Pemberdayaan Masyarakat dalam Pengembangan Ekowisata
di Desa Tambakrejo
Salah satu hal yang menjadi ukuran keberhasilan pengembangan
ekowisata pada suatu kawasan adalah keterlibatan masyarakat lokal dalam
kegiatan ekowisata tersebut dapat dioptimalkan. Karena tujuan ekowisata adalah
juga untuk dapat menyejahterakan masyarakat lokal. Oleh karena itu,
berdasarkan deskripsi dan analisis data lapangan yang telah dilakukan di atas,
maka peluang pelibatan masyarakat dalam pengembangan kegiatan ekowisata
di Desa tambakrejo antara lain:
1. Jasa Penginapan
Fasilitas penginapan yang tersedia di Desa Tambakrejo hanya
beberapa buah dengan kapasitas kamar yang masih terbatas. Hal ini dapat
menjadi peluang pemberdayaan masyarakat setempat dalam pengembangan
ekowisata melalui penyewaan rumah tempat tinggalnya kepada para
wisatawan. Rumah yang akan ditawarkan untuk disewakan tidak harus
mewah karena justru kedatangan para wisatawan ke tempat ini untuk
menikmati alam yang masih alami dan gaya hidup penduduk lokalnya.
Rumah yang memiliki nilai seni yang alami dan nilai sejarah, justru yang
paling digemari para wisatawan untuk ditinggali. Yang utama yaitu suasana
yang nyaman, bersih dan keramahan pemilik rumah. Hal ini sesuai dengan
pernyataan bapak Saptoyo selaku pengelola pantai tiga warna :
116
“iya mas kalau untuk rencana adanya penambahan penginapan atau
home stay sebenarnya sudah menjadi bagian pembicaraan antar
pengelola hal ini bertujuan untuk membantu warga di sekitar
mengembangkan potensi perekonomianya sehingga hidup
masyarakat lokal lebih sejahtera”
Hal ini juga dikuatkan oleh salah satu Ibu Joko menegaskan bahwa :
“ehm kalau penginapan ya sudah ada omongan baik dari pengelola
maupun dari kepala desa ya kami sih senang-senang saja paling gak
kami sebagai warga asli setempat mendapatkan manfaatnya
kan,saya dan suami berencana mau buat gubuk-gubukan jadi
penginapannya nuansa desa tapi asri”
Berdasarkan hasil wawancara diatas dapat disimpukan bahwa
perencaaan tentang adanya penambahan home stay telah menjadi rencana
yang dipersiapkan termasuk siapa yang akan menjadi pengurus dalam
pengelolaanya hal ini bertujuan agar msyarakat bisa menerima keuntungan
sehingga kesejahteraan masyarakat lokal dapat terwujud
2. Jasa Pemandu Wisata
Hanya masyarakat lokal yang paling mengenal lokasi wisata Desa
tambakrejo. Karakteristik alam dan budayanya juga hanya paling dikenal oleh
masyarakat lokal. Oleh karena itu keterlibatan masyarakat setempat untuk
menjadi pemandu wisata dapat menjadi alternatif selanjutnya. Namun, Wight
(1996) mengatakan bahwa untuk dapat menjadi pemandu wisata, tidak hanya
membutuhkan pengetahuan bahasa tetapi juga pernahaman tentang
lingkungan, alam, sejarah budaya dan prinsip-prinsip etnik serta adanya
117
pelayanan dan komunikasi. Oleh karena itu, untuk dapat menjadi pemandu
wisata yang baik harus melalui pendidikan dan pelatihan yang cukup intensif.
Hal ini juga dijelaskan oleh bapak Saptoyo yang menyatakan bahwa :
“ya mas kami memang mewajibkan wisatawan harus menyewa guide
soalnya ini sebagai salah satu usaha kami agar dapat melindungi dan
mengawasi perilku para wisatawan yang datang sehingga tidak
merusak ekosistem yang berada di pantai tiga warna”
Hal tersebut menjelaskan bahwa jasa pemandu wisata /guide
digunakan sebagai jasa untu membantu memudahkan dan menjelasakan
berbagai macam pengetahuan terkait pantai tiga warna kepada para
wisatawan dan sebagai usaha mengontrol dari kenakalan para wisatawan
yang tidak bertaggung jawab
3. Pertunjukan Kesenian dan Budaya Lokal
Salah satu misi ekowisata yaitu mengangkat budaya setempat
sebagai wisata budaya yang mendokung wisata alam. Pertunjukan kesenian
dan budaya lokal memiliki daya tarik tersendiri di mata wisatawan
(teristimewa wisatawan mancanegara). Hal tersebut dapat menjadi peluang
bagi masyarakat Desa Tambakrejo untuk memperkenalkan kesenian dan
budaya lokal kepada wisatawan yang berkunjung tetapi juga untuk dapat
melestarikan kesenian dan budaya lokal itu sendiri. Pesatnya perkembangan
teknologi informasi dan komunikasi berdampak kepada keleluasaan
masuknya kesenian dan budaya dari luar, yang secara negatif dapat
mengakibatkan semakin terpinggirkannya budaya dan kesenian lokal. Hal ini
dapat terlihat jelas dari preferensi generasi muda yang lebih kepada budaya
dan kesenian yang dari luar dibandingkan dengan kecintaan terhadap
118
budaya dan kesenian sendiri. Oleh karena itu, strategi ini diharapkan juga
dapat melestarikan kesenian dan budaya lokal, khususnya bagi generasi
muda Desa Tambakrejo. Hal ini juga dijelaskan bapak Saptoyo yang
menyatakan bahwa :
“iya mas kami juga sedang membangun sebuah kesenian dan budaya
lokal yang akan mencari ciri khas mislanya dengan berupa gamelan
dan bebarapa pengembangan tarian tradisional yang nantinya akan
menjadi daya tarik khusunya bagi wistawan mancanegara tetapi
tempatnya diluar pantai Tiga warna karena kita menjaga dan
melindungi kawasan tersebut”
Hal ini juga ditegaskan oleh ibu PKK menegasakan bahwa :
“kami sekarang sedang mengumpulkan berbagai jenis kesenian yang
bisa kami kemas dengan cantik sehingga wisatwan yang berkunjung
dan menginap disini semakin menyukai apa yang kami siapkan”
Dari penjelsan diatas dapat disimpukan bahwa saat ini pengelola dan
berbagai macam elemen masyrakat sedang berusaha untuk terus menggali
kesenian setempat d]untuk dapat dikembngkan hingga menjadi suatu cara
khusus yang banyak diminati untuk dikunjung.
4. Jasa Produksi Hasil Kerajinan Tangan
Untuk dapat menggerakkan perekonomian masyarakat maka sektor
yang harus diberi perhatian khusus adalah industri rumah tangga yang padat
karya. Pembentukan kelompok-kelompok usaha rumah tangga untuk
memproduksi hasil kerajinan tangan merupakan salah satu peluang dalam
pemberdayaan masyarakat Desa Tambakrejo. Pasar yang tersedia cukup
119
menjanjikan karena setiap wisatawan yang berkunjung pasti tidak lupa untuk
membeli cindera mata sebagai kenang-kenangan dari tempat wisata. Hal ini
tentunya memerlukan perhatian pemerintah melalui instansi terkait dalam
memberikan pendidikan dan pelatihan kepada masyarakat. Hal ini juga
ditegaskja oleh ibu Tri PKK beliau menyatakan :
“tugas kami saat ini adalah terus berupaya mengembangkan sumber
daya manusia dengan memanfaatkan ibu-ibu rumah tangga untuk
membuat kerajinan yang memiliki nilai jual sehingga dapat
meningkatkan pertumbuhan perekonomian khususnya dalam
pemberdayaan perempuan”
Dari hal tersebut dapat disimpulkan bahwa perangkat desa dalam hal
ini ibu PKK telah berusaha untuk menggali sebuah SDM berupa kerajinan
tangan dengan memanfaatkan para ibu-ibu rumah tangga sebagai wujud
pemberdayaan perempuan untuk membantu menumbuhkan perekonomian
Desa Tambakrejo
5. Jasa Penjualan Makanan
Restoran yang ada di Desa Tambakrejo saat ini hanya ada beberapa
.Hal ini tentunya tidak memberikan banyak pilihan kepada para wisatawan
dalam menentukan menu makanannya. Oleh karena itu, masyarakat juga
dapat berpeluang untuk menjual makanan, baik dalan skala kecil maupun
menengah seperti warung, kios, rumah makan, cafe sampai kepada restoran.
Makanan yang dapat menjadi andalan tentunya makanan khas dari hasil laut
yang bernilai protein tinggi namun cukup mudah untuk diperoleh.Hal ini
jelasakan oleh ibu Sulis beliau mengatakan bahwa “
120
“ya saya sekarang jualan nya kayak gini mas gorengan dan makanan
yang lain ya alhamduliah lebih baik daripada dulu yang saya hanya
pengangguran dan tidak punya pengahasilan tambahan”
Peryataan tersebut juga dikuatkan oleh ibu PKK yang menegeskan bahwa :
“iya mas sama saat ini kami juga berusaha dan memiliki rencana
untuk membuka sebuah tempat dengan beragai macam kuliner
khususnya pada masakan sea food akan tetapi dengan bumbu khas
Indonesia sehingga akan menjadi daya tarik wisatawan karena
bisanya bisnis kuliner itu sangat cepat dan bayak diminati oleh banyak
orang khususnya disebuah kawasan wisata.selain tujuannya untuk
memperkenalkan dan mempromosikan oleh-oleh khas serta masakan
daerah hal ini bisa menjadi daya tarik pengunjung”
Berdasarkan wawancara diatas dapat disimpulkan bahwa jasa
menjualkan makanan telah dilakukan oleh sebagian warga setempat di
Desa Tambakrejo dan masih dalam tahap perencanaan untuk
pengembangan dibidang penjuakan makanan dengan mendirikan sebuah
tempat sebagai kawasan kuliner diwisata pantai tiga warna dengan
memafaatkan ibu-ibu warga Desa Tambak rejo.
121
4.7 Kendala Pengembangan Ekowisata di Perairan Pesisir Desa
Tambakrejo
Agar kegiatan ekowisata di Desa Tambakrejo dapat berkembang dengan
baik maka segala potensi yang ada di desa ini harus dimaksimalkan dan
berbagai kendala yang dimiliki harus diminimalkan. Agar dapat diminimalkan
terlebih dahulu, kendala-kendala tersebut harus diidentifikasi. Hasil indentifikasi
kendala-kendala pengembangan ekowisata di lokasi penelitian berdasarkan hasil
observasi dan wawancara antara lain:
1. Aksesibilitas
Seperti telah dijelaskan di atas, aksesibilitas untuk mencapai Desa
Tambakrejo masih menjadi kendala. Secara umum, jalan aspal menuju lokasi
ini sudah cukup baik, walaupun ada titik-titik tertentu yang mengalami
kerusakan tetapi masih dapat dilalui oleh kendaraan. Namun jalan sepanjang
1km memasuki pantai ini, masih merupakan jalan tanah dan batu. Jalan tidak
mungkin dilalui ketika hari hujan karena kondisi jalan yang menjadi rusak.
Oleh karena itu, jika pemerintah berkomitmen untuk mengembangkan
ekowisata di desa ini maka kondisi jalan tersebut harus segera diaspal agar
dapat dilalui dalam berbagai kondisi cuaca. Akses jalan yang semakin baik
juga akan memperlancar keluar masuk barang dan jasa ke tempat ini, yang
pada gilirannya akan mempertinggi dinamika kegiatan ekonomi desa. Hal
tersebut didukung dengan hasil wawancara yang dilakukan kepada pengelola
pantai tiga warna. Hasil wawancara tersebut adalah:
“Para pengunjung untuk sampai ke tempat ini membutuhkan
perjalanan yang cukup panjang. Untuk para pengunjung yang
menggunakan transportasi roda empat hanya bisa sampai pada
perkampungan warga dan menemukan plang dengan tulisan Clungup
122
Mangrove Conservation (sebelum Bank BRI) dan harus berjalan
kurang lebih 1km. Sementara untuk pengunjung beroda dua dapat
melanjutkan perjalanan dengan akses jalan sempit yang masih
berupa tanah liat sampai ke pintu utama pantai clungup. Selanjutnya
meneruskan perjalanan dengan berjalan kaki menuju Pantai Gatra.
Dari pantai ini membutuhkan waktu kurang lebih 30 menit untuk
sampai di pantai tiga warna.”
Hal tersebut juga didukung dari salah satu masyarakat yang
berkunjung ke pantai tiga warna tersebut.
“Saya datang kesini dengan rombongan yang berjumlah 8. Kami naik
mobil, sehingga saya harus parkir dan berjalan untuk sampai disini
dan melewati 2 pantai sebelumnya, yaitu pantai clungup dan gatra.
Akses kesini tidak terlalu sulit daripada wisata alam lain. Sebenanrnya
untuk saya sendiri yang suka tantangan dan traveling kurang
menantang, tapi ada teman saya yang tidak terlalu suka traveling jadi
bagi dia perjalanan kesini sangat sulit dan menghabiskan banyak
tenaga, jadi kita harus berhenti sejenak ketika ada teman lain yang
kelelahan. “
Berdasarkan pemaparan di atas, maka dapat diketahui bahwa salah
satu kendala pengembangan ekowisata di Perairan Pesisir Desa tambakrejo
adalah akses menuju obyek wisata itu sendiri yang masih sulit dijangkau
terutama bagi kendaraan, sehingga dapat berpengaruh pada percepatan
perputaran perekonomian warga sekitar yang memanfaatkan keberadaan
obyek wisata.
123
2. Promosi
Promosi kawasan-kawasan wisata khususnya di kawasan lndonesia
dirasakan masih sangat kurang. Padahal, potensi sumberdaya alamnya,
khususnya potensi pesisir dan lautnya sangat menjanjikan. Informasi yang
diperoleh wisatawan-wisatawan mancanegara tentang lokasi wisata ini hanya
melalui informasi dari “mulut ke mulut” wisatawan lain yang pernah terlebih
dahulu ke tempat ini. Oleh karena itu, untuk meningkatkan kunjungan
wisatawan ke tempat ini, yang tentunya akan setara dengan peningkatan
pernasukan daerah dan perekonomian masyarakat lokal, pemerintah melalui
Dinas Pariwisata Kabupaten Malang harus menggencarkan promosi kawasan
wisata, baik untuk pangsa pasar di dalam maupun luar negeri. Hal ini juga
sesuai hasil wawancara dengan salah satu pengelola pantai tiga warna.
Wawancara tersebut adalah sebagai berikut:
“Cara kami dalam mengembangkan obyek wisata sebagai promosi
tentang pantai tiga warna pada dasarnya memang masih kurang,
kebanyakan dari para pengunjung mengetahui wisata ini dari cerita-
cerita pengunjung sebelumnya. Namun, kini promosi kami sudah lebih
baik dengan menggunakan sosial media yang dijalankan oleh anak-
anak muda yang lebih memahami hal tersebut. Dengan begitu,
pengetahuan masyarakat akan adanya wisata ini diharapkan lebih
cepat dengan update-update foto yang diunggah di sosial media dan
dapat menarik minat para wisatawan untuk berkunjung. “
Selain itu juga didukung dengan hasil wawancara salah satu
pengujung yang menyatakan:
124
“Saya tahu tempat ini dari cerita teman-teman yang pernah kesini.
Katanya disini tempatnya masih alami, bagus dan bisa snorkeling.
Jadi saya tertarik untuk mencoba. Sebelumnya saya coba mencari
informasi tambahan dengan melihat foto-foto yang sudah tersebar di
internet dan juga sosial media tentang wisata ini. “
Berdasarkan pemaparan di atas maka dapat disimpulkan bahwa
promosi wisata meski sudah dilakukan masih jauh dari kata efektif, sehingga
menjadi salah satu kendala dalam mengembangkan obyek wisata ini.
Dengan demikian, peran pemerintah khususnya Dinas Pariwisata Kabupaten
Malang harus lebih aktif dalam menggencarkan promosi kawasan wisata,
baik untuk pangsa pasar di dalam maupun luar negeri yang mana hal
tersebut juga dapat berpengaruh pada pendapatan perkapita penduduk untuk
lebih meningkat.
3. Kerusakan Terumbu Karang
Pada saat pengambilan data lapangan, pada beberapa titik tertentu
memang ditemukan bekas-bekas pengeboman. Hal ini dilakukan karena
pemahaman masyarakat yang masih kurang akan dampak kepada
kelestarian ekosistem terumbu karang yang akan ditimbulkan akibat aktifitas
yang mereka lakukan. Selain itu, aktifitas yang ilegal ini tetap terjadi pada
perairan Desa Tambakrejo diakibatkan oleh pengawasan dan penegakan
hukum yang masih lemah. Padahal sudah ada pelarangan aktifitas
penangkapan ikan dengan bom di tingkat desa. Hal ini juga didukung dari
wawancara dengan anggota masyarakat yang menyatakan bahwa:
“Meski sudah ada peraturan dan kebijakan yang diberlakukan sebagai
cara untuk menjaga kelestarian alam dan lingkungan khusunya di
125
sekitar area wisata. Tetap saja masih ada tindakan-tindakan merusak
dari pihak yang tidak bertanggung jawab yang tidak memahami akan
pentingnya menjaga alam, sehingga dengan mudah melakukan
tindakan-tindakan tersebut. Bahkan kita juga memberlakukan sanksi
bagi mereka yang melanggar. Namun, sanksi yang kita berikan
mungkin juga masih lemah yang tidak membuat mereka jera.”
Berdasarkan pemaparan tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa
kendala lain dalam pengembangan ekowisata adalah masih adanya tindakan
dari pihak yang tidak bertanggung jawab yang berdampak pada kerusakan
terumbu karang. Dengan demikian, peran pemerintah dengan membuat
peraturan perihal terkait sangatlah penting sebagai upaya untuk memberikan
tindak pidana yang tegas bagi siapapun yang dengan sengaja merusak
ekowisata.
4. Keterlibatan Masyarakat
Keterlibatan masyarakat dalam pengembangan ekowisata merupakan
salah satu yang krusial. Hal tersebut didasarkan kepada kenyataan bahwa
masyarakat memiliki pengetahuan tentang alam serta budaya yang menjadi
potensi dan nilai jual sebagai daya tarik wisata, sehingga keterlibatan
masyarakat menjadi mutlak dalam pengembangan obyek wisata itu sendiri.
Namun, belum semua lapisan masyarakat yang terlibat dalam kegiatan
wisata yang saat ini sedang berjalan di Desa Tambakrejo. Pihak-pihak yang
terlibat hanyalah pemilik usaha dan warga desa yang bekerja pada
penginapan ini. Selain itu, belum ada dampak lanjutan dari kegiatan wisata di
desa ini. Hal tersebut didukung dengan hasil wawancara yang dilakukan
126
selama tahap pengambilan data. Hasil wawancara dengan salah satu
pengelola obyek wisata menyatakan bahwa:
“Sebenarnya masyarakat sudah terlibat dalam mengembangakan
obyek wisata ini. Hanya saja, belum semua lapisan masyarakat sudah
berperan di dalamnya, padahal potensi wisata sangat besar jika kita
dapat berperan di dalamnya yang juga dapat meningkatkan
perekonomian kita Keadaan tersebut juga tidak bisa kita paksaan,
karena memang wisata ini belum begitu diketahui banyak orang.
Masyarakat jadi berpikir dua kali untuk melakukan sesuatu melihat
keadaan wisata, mereka memilih mencari kesempatan lebih besar
yang mungkin bisa mereka dapatkan daripada berkutat di tempat ini.
Sendiri “
Hal tersebut juga didukung dengan hasil wawancara dengan
masyarakat sekitar yang menyatakan:
“Sebenarnya ada wisata di daerah ini bagus bisa membantu kami
yang belum mempunyai pekerjaan bisa bekerja disini dan
mengembangkan daerah sendiri. Akan tetapi, saya sendiri merasakan
bahwa pendapatan itu juga tidak cukup jika mengandalkan wisata ini
saja. Makanya, saya berjualan disini hanya hari-hari tertentu yang
biasanya ramai pengunjung.”
Berdasarkan pemaparan tersebut maka dapat diketahui bahwa
keterlibatan masyarakat menjadi kendala sendiri dalam mengembangkan
obyek wisata belum sepenuhnya. Hal tersebut dipengaruhi oleh berbagai
factor yang mempengaruhi mereka untuk mengambil peputusan, sepeti
127
keadaan perekonomian, keadaan wisata sendiri, dan sejenisnya yang
berpengaruh pada keputusan mereka untuk terlibat atau tidak sepenuhnya
dalam mengembangkan wisata ini.
5. Keterbatasan Sarana Listrik, Air dan Telekomunikasi
Keterbatasan Sarana Listrik, Air dan Telekomunikasi juga menjadi
permasalahan sendiri dalam upaya pengembangan ekowisata di Pantai Tiga
Warna Desa tambakrejo. Hal tersebut dipengaruhi oleh berbagai faktor,
terutama akses menuju area wisata dan letaknya cukup jauh dari pusat kota
Kabupaten, maka berdampak pada jangkauan listrik melalui jaringan PLN, air
melalui PDAM dan telekomunikasi melalui jaringan PT. Telkom belum bisa
terpenuhi. Padahal, kebutuhan akan listrik, air, dan telekomunikasi adalah
permasalahan utama bagi makhluk hidup, apalagi bagi suatu tempat wisata
yang jelas menjadi kebutuhan pengunjung dan dapat berpengaruh pada
alasan mereka untuk berkunjung ke tempat ini. Hal tersebut didukung dengan
hasil wawancara salah satu pengelola wisata terkait yang menyatakan:
“Memang disini belum terjangkau oleh sarana listrik, air, dan
telekomunikasi. Keadaan tersebut juga yang kita pikirkan dan menjadi
prioritas agar secepatnya sarana-sarana tersebut dapat masuk ke
area wisata, sehingga pengunjung juga lebih mendapatkan
kenyamanan karena kebutuhan para wisatawan dapat terpenuhi.
Namun, kita hal tersebut pasti membutuhkan biaya besar jika
pemerintah tidak terlibat juga pasti akan menjadi sangat sulit untuk
bisa kita lakukan. “
128
Selain itu juga didukung dengan hasil wawancara salah satu
pengunjung yang menyatakan bahwa:
“Disini kurang memadai terkait listrik, air, dan telekomunikasi. Jadi
ketika kita ingin lebih lama dan bermalam disini juga terhambat
karena tidak tersedianya air dan listrik.Kita juga tidak bisa mengakses
informasi ketika sudah berada di tempat ini, jadi itu yang membuat
kita juga tidak bisa berlama-lama takutnya ada sesuatu informasi
yang mendeak dan kita ketinggalan informasi itu akan membuat kita
juga tidak selama berlibur”
Berdasarkan pemaparan di atas, maka kendala lain yang dihadapi
dalam upaya pengembangan ekowisata adalah keterjangkauan listrik, air,
dan telekomunikasi. Padahal ketiganya sangatlah penting dan termasuk
kebutuhan primer di era sekarang ini. Oleh karenanya, peran masayarakat
untuk lebih memperhatikan hal terkait juga sangat dibutuhkan untuk lebih
mudah dalam mengembangkan ekowisata di daerah setempat.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
1. Karakteristik ekowisata pantai tiga warna didesa Tambakrejo
Kabupaten Malang
Pantai tiga warna memiliki karakteristik ekowisata yang sangat indah.
Pantai tiga warna memiliki potensi alam yang sangat menarik untuk
dikunjungi yaitu berbagai macam flora dan fauna didalamnya. Adapun
keanekaragaman fauna yang terdiri dari kucing, lumba-lumba dan ikan
napoleon sedangkan untuk keanekragaman flora seperti tumbuhan bakau,
mangrove, lumbizsera dan lisoneratia casilaris. Untuk karakteristik potensi
budaya di daerah pantai tiga warna yang meliputi asas gotong royong, nilai
religius,dan menjaga adat yang ada di Desa Tambak rejo. Sedangakan untuk
karakteristik dukungan pemerintah. Pemerintah memberikan bantuan materi
dan non materi untuk pengembangan dan keberlanjutan ekowisata pantai
tiga warna
2. Manajemen pengelolaan ekowisata pantai tiga warna didesa
Tambakrejo Kabupaten Malang
Pantai tiga warna memiliki sistem pengelolaan yang sangat ketat dan
teratur sebagai salah satu wujud kontribusi nyata dalam menjaga kawasan
pantai tiga warana sebagai wisata konservatif. Adapun manajemen
pengelolaan pantai tiga warna terdiri dari pembatasan wisatawan yang
masuk setiap harinya, kewajiban reservasi 1 minggu sebelum kedatangan,
130
menyewa guide, menyelesaikan administrasi serta check list sampah hal ini
untuk menjaga kelestarian alam dan mencegah adanya tindakan pengunjung
yang bisa mengancam keberlanjutan ekosistem yang ada di pantai tiga
warna hal ini dikarenakan pantai tiga warna memiliki tingkat kerentanan
yang tinggi terhadap aktifitas ekonomi.
3. Tingkat kesesuaian prinsip dan kriteria di pantai tiga dalam standar
ekowisata Nasional
Berdasarkan hasil analisis tingkat kesesuain prinsip dan kriteria pantai tiga
warna didasarkan pada hasil lokakarya dalam pelatihan ekowisata nasional
Di Bali 25-26 Agustus 2016 bahwa penilaian dan analisis tingkat kesesuaian
prinisip dan kriteria sudah sesuai dengan dinilai dari aspek peka dan
menghormati nilai-nilai sosial budaya, memiliki kepedulian, komitmen dan
memberikan tanggung jawab terhadap konservasi alam,sebagai wahana
edukasi, memanfaatkan sumber daya manusia lokal, pengembangan dengan
persetujuan masyarakat lokal,memberikan peluang interprestasi untuk
wisatawan yang datang, memberikan kepuasan bagi wisatawan yang datang,
dan melakukan pemasaran dengan berbagai macam media promosi dan
pemasaran yang belum sesuai adalah aspek edukasi dikarenakan belum ada
edukasi terkait budaya lokal dan pertunjukkan kesenian yang memberikan
informasi kepada wisatawan
131
4. Rekomendasi pengelolaan ekowisata di pantai tiga warna desa
Tambakrejo Kabupaten Malang
a. Pihak pengelola pantai tiga warna beserta stakeholder terkait
sebaikanya melakukan sosialisasi dan penyuluhan kepada masyarakat
berupa pengetahuan dan pemahaman pentingnya dan manfaat dari
kegiatan konservasi yang dilakukan pantai tiga warna
b. Pihak pengelola pantai tiga warna membuat pengawasan secara
berkelanjutan untuk memeinimalisir kegiatan yang dapat merusak dan
mengancam keberlanjutan ekosistem pantai tiga warna seperti
memberikan pembatas kawsan dan pengawasan 24 jam pada kawasan
pantai tiga warna.
c. Pemerintah bekerjasama dengan pihak pengelola pantai tiga warna
diharapkan memfasilitasi kegiatan-kegiatan pendidikan, pelatihan,
penyuluhan dan pendampingan bagi pengembangan keterampilan
masyarakat. pemberian keringanan pajak dan kemudahan dalam
pengurusan ijin berusaha yang dapat menggerakan roda perekonomian
masyarakat Desa Tambakrejo
d. Pihak pengelola pantai tiga warna menyediakan dan memberikan
edukasi dalam bentuk menampilakan kesenian dan budaya lokal untuk
bias menjadi dqya tarik pengunjung dan memberikan pengetahuan serta
wawasan kepada pengunjung
e. Pihak pengelola pantai tiga warna untuk lebih memperhatikan aspek
legalitas dan aturan terkait pengelolaaan pantai tiga warna
f. Pihak pengelola pantai tiga warna mencari pihak investor untuk
mengembangkan sarana prasaran ekowisata pantai tiga warna dengan
132
bekerjasama dengan investor diharapkan dapat membantu pihak
pengelola pantai tiga warna dalam melakaukan pengembangan sarana
prasarana ekowisata pantai tiga warna
g. Pihak pengelola pantai tiga warna berkoordinasi dengan pemerintah
dalam pembangunan sarana dan prasarana penunjang kegiatan
ekowisata (misalnya akses jalan menuju pantai tiga warna, sarana
prasarana listrik, air dan telekomunikasi)
5.2. Saran
1. Bagi pemerintah, hendaknya segera menambah fasilitas yang masih kurang,
terutama untuk aksesibilitas menuju Pantai Tiga Warna, selain itu pemerintah
hendaknya mendukung pengembangan objek wisata Pantai Tiga Warna,
misalnya dengan diadakannya penyuluhan terkait pengembangan SDM.
2. Bagi pengelola ekowisata, hendaknya segera menambah fasilitas untuk
wisatawan yang masih kurang, misalnya pembangunan tempat ibadah, taman
untuk beristirahat dan sarana bermain anak, Mencari investor dalam upaya
pencarian permodalan untuk mengembangkan home stay . Selain itu,
pengelola ekowisata hendaknya menawarkan pertunjukkan budaya lokal dan
kerajinan lokal untuk meningkatakan daya tarik ekowisata serta nilai tambah
bagi masyarakat daerah desa tambakrejo. selain itu pengelola wisata lebih
gencar mengadakan kerjasama dengan pihak lain dalam pariwisata khususnya
biro perjalanan wisata serta melakukan promosi, sehingga berbagai potensi
wisata yang dimiliki akan diketahui oleh masyarakat luar daerah.
3. Bagi akademisi, agar penelitian selanjutnya dilakukan untuk menggali potensi
yang belum terungkap dan menganilisa strategi pengembangan ekowisata
133
pantai tiga warna sehingga dapat melengkapi hasil penelitian yang telah
dilakukan dan dapat sebagai acuan bagi pemerintah dan pengelola ekowisata
dalam mengembangkan pobjek wisata Pantai Tiga Warna.
DAFTAR PUSTAKA
Ambo Tuwo. 2011. Pengelolaan Ekowisata Pesisir dan Laut. Surabaya: Brilian
Internasional.
Anonim. 2001. WWF International 20001, Guidelines For Community-Based
Ecotourism Development
Arida, Nyoman Kusuma. 2009. Meretas Jalan Ekowisata Bali Proses
Pengembangan, Partisipasi Lokal dan Tantangan Ekowisata di Tiga Desa
Kuno Bali.Denpasar: Udayana University Press
Arikunto, S. 2010. Prosedur penelitian : Suatu Pendekatan Praktik. (Edisi Revisi). Jakarta : Rineka Cipta.
Arikunto, Suharsimi. 2010. Prosedur Penelitian- Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta.
Ashley, Caroline; Roe, Dilys& Goodwin, Harold, 2001, Pro Poor Tourism Strategies:
Making Tourism Work for the Poor: A Review of Experience.Tanpa Kota: ODI.
Bambang Riyanto. 2005, Dasar – Dasar Pembelanjaan Perusahaan, Edisi Keempat, Cetakan Ketujuh, Yogyakarta : YBPFE UGM.
Bungin,B. 2003. Analisis Data Penelitian Kualitatif. Jakarta: PT Rajagrafindo Persada
COREMAP, 2001. Protection, Participation, and Public Awareness: Indonesia Coral
Reef Rehabilitation and Management Project. Social Development Note. Social
Development Family in The Environmentally and Socially Sustainable
Development Network of the World Bank, DC.
COREMAP, 2006. Buku Panduan Pengelolaan Berbasis Masyarakat (PBM)
COREMAP. Kantor Pengelola Program COREMAP-DKP.
Damanik, Janianton dan Helmut F. Weber. 2006. Perencanaan Ekowisata Dari Teori
ke Aplikasi. Yogyakarta: Andi Offset.
Drumm, A dan Moore, A, 2002. Ecotourism Development – A Manual for
Conservation Planners and Managers Volume I : An Introduction to Ecotourism
Planning, Second Edition. The Nature Conservancy. Arlington, Virginia, USA.
Erwin, Muhamad.2009. Hukum Lingkungan (Dalam Sistem Kebijakan Pembangunan
Lingkungan Hidup) : PT. Reflika Aditama. Bandung
135
H. Oka A. Yoeti. Drs., MBA. 1997. Perencanaan dan Pengembangan
Pariwisata Penerbit PT. Pradnya Paramita (cetakan pertama), Jakarta.
Hilyana, S., 2001. Dampak Pengembangan Pariwisata terhadap Karakteristik
Kultural dan Struktural Masyarakat Lokal di Lombok Barat. Tesis. Institut
Pertanian Bogor, Bogor.
I Gde Pitana., & Putu G, Gayatri. 2005. Sosiologi Pariwisata Yogyakarta : CV Andi
Offset
Kannan, Zubiah. Kanan, Suriyaprabha. 2012. The Management Strategies of
Ecotourism Development in Papua New Guinea. University of Goroka, Papua
New Guinea: International Journal of Economics.
Koentjaraningrat. 2008. Pengantar Ilmu Antropologi. PT. Rineka Cipta, Jakarta.
Milazi, Dominic. 1996. Eco-Tourism, Conservation, and Enviromental Sustainability
in Africa. Pula : Bostwana Journal of African Studies. Vol. 10. No.1
Miles, Mattew B dan A. Michael Huberman. 2007. Analisis Data Kualitatif Buku Sumber Tentang Metode-metode baru. Jakarta: Uniersitas Indonesia Press.
Miller ML and Auyong J., 1991. Coastal Zone Tourism: A Potent Force Affecting
Environment and Society. Marine Policy 199l; l5(2):75-99.
Moleong, J Lexy, Prof. Dr. 2009, Metode Penelitian Kualitatif. Bandung : PT. Remaja Rosdakaya
Moleong, J Lexy, Prof. Dr. 2011, Metode Penelitian Kualitatif Edisi Revisi. Bandung : PT. Remaja Rosdakaya
Moleong, Lexy J. (2007) Metodologi Penelitian Kualitatif, Penerbit PT Remaja Rosdakarya Offset, Bandung
Notoatmodjo,s. 2005. Metodologi penelitian kesehatan. Jakarta : PT Rineka Cipta
Orams M., 1999. Marine Tourism: Development, Impacts and Management. London:
Rutledge.
Pollard J., 1995. Tourism and the Environment. In: Breathnach P, (Editor) Irrish
Tourism Development. Geographical Society of Ireland, Maynooth. pp. 61-17.
136
Raka Dalem, A..A. G dan I. A. Astini, 2000. Significant Schiesments or the
Development of Ecotourism in Bali, Indonesia Annals World Ecotour, 2000,
Brazil 221-222
Raka Dalem, A..A. G., dan I. B. G. Pujaastawa, I W. Sandi Adyana, I M. Sudarsana,
2003, Studi Sertifikasi Potensi dan Prospek Pengembangan Kepariwisataan di
Kawasan Perkebunan Pulukan, Jembrana, Puslitbudpar UNUD dan Disparda
Bali
Raka Dalem, A..A. G.,dkk, 2005, Identifikasi Potensi dan Prospek Pengembangan
Ekowisata di Desa Sambangan Kecamatan Sukasada Kabupaten Buleleng
Raka Dalem, A..A. G., 2006, “Ekoturisme”, Fakultas MIPA Universitas Udayana
Salm, R. V. and G. F. Usher, 1984. Zoning Plan for Bunaken Islands Marine Park.
Prepared for Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Pelestarian Alam.
IUCN/WWF Conservation for Development Programme.
Stronza. A.L. 2010. Commons management and ecotourism. International Journal of
the Commons . Vol. 4, no 1 February 2010, pp. 56–77
Sugiono, Dr., Prof., 2010, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif Dan R&D, Alfabeta, Bandung.
Suhandi,2001. Rencana Induk Pengembangan Ekowisata Tangkahan. Pustaka
Pelajar Offset. Yogyakarta.
Suyanto, Bagong. (2005).Metode Penelitian Sosial: Bergabai Alternatif Pendekatan.
Jakarta : Prenada Media
The International Ecotourism Society. 2000. Ecotourism Statistical Fact Sheet, Nort
Bennington, USA.
Wardhana, A. A. 2004. Dampak Pencemaran Lingkungan. Penerbit Andi.
Yogyakarta.
Wardhani, A. R., 2007. Kajian Potensi Kawasan Pesisir bagi Pengembangan
Ekowisata di Sekotong, Kabupaten Lombok Barat NTB. Tesis. Institut
Pertanian Bogor, Bogor.
Wijayanti, W. A. 2008. Pengelolaan Tanaman Tebu (Saccharum Officinarum L.) di, Pabrik Gula Tjoekir Ptpn X, Jombang, Jawa Timur. (Skripsi). Institut Pertanian Bogor. Bogor
Wood, M.E. 2002. Ecotourism: Principles, Practices and Policies for Sustainability.
UNEP and The International Ecotourism Society. Paris. France.