fakultas dakwah dan komunikasi universitas islam … · dan spiritualitas dalam ajaran...
TRANSCRIPT
MORALITASDAN SPIRITUALITAS
DALAM AJARAN TAREKAT-TAREKAT SUFI
Disusun Guna Memenuhi Tugas
Mata Kuliah : Akhlak Tasawuf
Dosen Pengampu : Bapak Komarudin
Disusun oleh :
Elyn Windiyastuti 1601026135
Mbah Najih
Hans
FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2016
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
Puji syukur atas kehadirat Allah SWT yang karena limpahan rahmat dan karunia-Nya, kami
dapat menyelesaikan penulisan buku yang berjudul “Moralitas dan Spiritualitas dalam Ajaran
Tarekat-Tarekat Sufi” ini. Sholawat serta salam senantiasa terurahkan kepada junjungan kita
nabi Muhammad SAW. yang selama ini menjadi panutan kita semua dan juga yang kita
nantikan syafaatnya di hari akhir nanti.
Kami sebagai penulis sangat bersyukur karena telah menyelesaikan buku dengan judul “Moralitas
dan Spiritualitas dalam Ajaran Tarekat-Tarekat Sufi” yang menjadi tugas akhir kami, dalam
mata kuliah Akhlak Tasawuf. Disamping itu, kami juga menguapkan terimakasih kepada
semua pihak yang telah membantu kami dalam pembuatan buku ini selama berlangsung
sampai selesai seperti saat ini. Kami menyadari betul bahwa buku ini masih jauh dari kata
sempurna, karena dalam pembuatan buku ini penulis masih dalam proses belajar. Sehingga
kami membutuhkan kritik dan saran yang membangun dari para pembaa semua. Agar
kedepannya dapat kami bisa lebih menyempurnakan lagi buku yang kami buat selanjutnya.
Demikian yang penulis sampaikan, semoga buku dengan judul “Moralitas dan Spiritualitas
dalam Ajaran Tarekat-Tarekat Sufi” dapat bermanfaat bagi pembaa semua.
Semarang, 23 Desember 2016
Penulis
BAB I
A. Pengertian Tarekat
Tarekat yaitu sebuah aliran yang lahir dari sebuah perkumpulan yang
yang dipimpin oleh seorang syekh yang dalam hal ini pemimpin tersebutlah
yang membuat segala macam aturan dan biasanya, Syekh tersebut menganut
aliran tarekat tertentu. Ada pendapat lain yang mengatakan bahwa tarekat
adalah pendidikan yang ditempuh oleh seorang yang menjalani kehidupan
tasawuf untuk mencapai tingkatan tertentu. Tarekat ini merupakan sebuah
perjalanan (suluk) spiritual, deimensi batin dan esoterik Islam yang memiliki
dasar al Qur’an dan sunnah. 1 Pada awalnya, tarekat merupakan jalan yang
harus ditempuh seorang sufi untuk memperoleh makrifat untuk mendekatkan
diri kepada Allah SWT. Kemudian seiring berjalannya waktu berkembang
menjadi sebuah wadah perkumpulan kekeluargaan oleh para tasawuf yang
sealiran dan mempunyai ara-ara tertentu dalam latihan pengamalan agama yang
diawasi oleh seorang guru. Para anggota tarekat tersebut berkumpul pada suatu
tempat yang disebut ribath atau zawiyah atau yang lebih dikenal kita dengan
nama pondok persulukan. Di zawiyah atau pondok persulukan inilah berbagai
ajaran tasawuf dan ilmunya dipelajari, dan kemudian diterapkan dalam bentuk
tasawuf-tarekat dengan bimbingan seorang syekh atau mursyid.
Persulukan sendiri merupakan suatu lembaga nonformal keagamaan
yang di dalamnya beranggotakan murid dan mursyid, yang bertujuan untuk
menekuni ilmu ketaswufan dan meningkatkan kualitas dankuantitas ibadah.
Para murid tersebut ada yang berdomisili di pondok-pondok persulukan, ada
yang mandah secara musiman dan ada pula yang datang dan ada pula sekedar
datang pulang pergi bersilaturrahim dengan tujuan-tujuan tertentu seperti
silaturrahim, meminta obat, didoakan, dan lain-lain sebagainya. 2
Seara idealisme para tokoh tasawuf sepakat, bahwa ajaran tasawuf tidak
hanya dilakukan dengan didikan ruhani saja, tetapi juga didikan jasmani yang
1 Asmyn Hasibuan, “Penerapan Ajaran TArekat-Tarekat di Pondok Persulukan (Ponsluk) Darrusoufiyah Desa Hutalombang Keamatan Padangsimpuan Tenggara”, Padangsimpuan Tenggara, Takzir Vol.9 No.1 , 2014, hlm.29. 2 Ibid., hlm. 30
diaplikasikan dalam sikap dan perilaku. Ajaran-ajaran tersebut adalah taubat,
wara, zuhud, faqr, sabar, syukur, tawakkal, dan ridha, bahkan buku-buku
tasawuf tidak selamanya memberikan angka dan susunan yang serupa tentang
maqamat sebagai ajaran tasawuf.3
Dikalangan para tasawuf dan dikalangan umat Islam yang luas ada
beberapa tokoh tarekat yang sangat terkenal. Diantaranya yaitu :
1. Zunnun al-Misri. (Wafat 245 H)
Beliau bernama Tauban ibn Ibrahim, dengan kunyah Abu al-Faid. Beliau
memiliki perawakan yang kurus dengan warna kulit sedikit kemerahan,
sementara janggutnya sama sekali tidak memutih. Beliau ialah salah
seorang sufi besar dan terkemuka pada masanya. Bahkan salah seorang
pimpinan kaum sufi dalam sikap zuhud, warak, tawakal, tauhid alam taqwa
serta ibadah kepada Allah SWT.
2. Ibrahim ibn Adham (Wafat 162 H).
Beliau bernama Ibrahim ibn Adham ibn Mansur ibn Yazid al-Ijli alBalkhi.
Memiliki kunyah Abu Ishaq. Lahir di Balakh, sebuah perkampungan yang
penduduknya dikenali sebagai orang ahli tasawuf yang sangat
mementingkan akhirat. Ibrahim ibn Adham ialah salah seoraang sufi
terkemuka, berasal dari keluarga bangsawan dan para penguasa. Ayah
beliau ialah salah seorang penguasa di wilayah Khurasan.
3. Abdul Qadir Jilani Beliau merupakan tokoh yang sangat dikagumi oleh
ahli tasawwuf, dan beliau merupakan pengdasar Tarekat Qadiriyah.
Syaikh Abdul Qadir lahir di desa naïf Kota Gilan pada tahun 470/1077,
yaitu wilayah yang terletak 150 km timur laut Baghdad. Ibunya seorang
yang salehah bernama Fatimah binti Abdullah alShama'I al-Husaini,
ketika melahirkan Syaikh Abdul Qadir ibunya berumur 60 tahun. suatu
kelahiran yang tidak lazim terjadi bagi wanita yang seumurnya.
Ayahnya bernama Abuh Shalih yang jauh sebelum kelahirannya ia
bermimpi bertemu dengan Nabi Muhammad SAW, yang diiringi oleh para
sahabat, imam mujahidin dan wali. Nabi Muhammad berkata, "Wahai Abu
3 Ibid., hlm. 30
Shalih, Allah akan memberi anak lelaki, anak itu kelak akan mendapat
pangkat dan jabatan yang tinggi dalam kewalian sebagaimana halnya aku
mendapat pangkat tertinggi dalam kenabian dan kerasulan". Ulama yang
terakhir inilah yang banyak dikenal dalam kalangan ummat Islam di
Indonesia, bahkan beliau menjadi orang yang selalu disebutkan dalam
melaksanakan wirid yasin yang biasanya dilakukan setiap malam Jum’at
dan malam-malam pelaksanaan zikir dalam acara ta’ziyah.4
B. Sejarah dan Ajaran Dasar Tarekat
Pada periode sufi awal, abad ke-3 sampai abad ke-4 tasawuf masih
merupakan fenomena individu yang menekankan hidup asketis untuk
sepenuhnya meneladani kehidupan nabi Muhammad SAW. Lalu menginjak
abad ke 5 dan 6 H para elit sufi mulai melembagakan ajran-ajaran spiritual
mereka dalam system mistik partikal agar mudah dipelajari dan dipraktikan
oleh para pengikut mereka. Sistem mistik tersebut pada prinsipnya berisi ajaran
tentang maqamat, sebuah tahapan-tahapan yang secara gradual diikuti dan
diamalkan para sufi untuk sampai ke tingkat ma’rifat, dan ahwal, yaitu kondisi
psiko-spiritual yang memungkinkan seseorang (salik) dapat merasakan
kenikmatan spiritualsebagai manifestasi dari pengenalan hakiki terhadap Allah
swt. 5 Kemudian abad ke 6 dan 7 H tasawuf melembaga atau menjadi sebuah
kelompok sufi yang terdiri dari murid, syekh dan doktrin sufi yang selanjutnya
dikenal dengan ta'ifah sufiyyah atau yang lebih dikenal dengan tarekat.
Oleh karena itu tarekat disebut sebagai mazhab sufistik, yang menerminkan
suatu pemikiran dan doktrin mistik teknikal yang menyediakan metode tertentu
untuk mereka yang ingin menapai ma‟rifat billah. Pada satu sisi tarekat
menjadi sebuah disiplin mistik yang seara normative doktrinal meliputi system
wirid, doa, zikir, etika tawassul, ziarah dan lain sebagainya sebagai perjalanan
spiritual sufi. Sedangkan pada sisi lain terekat merupakan system social tarekat
sufi yang terintegrasi dalam tata hidup sufistik untuk menciptakan lingkungan
4 Soleh Fikri, “Strategi Tarekat dalam Menyebarkan Dakwah di Nusantara”, Hikmah, Vol.VIII No.02, 2014, hlm.104-105. 5 Agus Riyadi, “ Tarekat sebagai Organisasi Tasawuf”, Jurnal at-Taqaddum, Volume 6, Nomor 2, Nopember 2014, hlm. 362.
psiko-sosial sufi sebagai kondisi yang menekankan kesalihan individual dan
komunal yang tujuannya adalah tercapainya kebahagiaan hakiki, dunia akhirat.6
Kedua sisi tarekat, yaitu sisi normative doctrinal dan istitusional tidak dapat
dipisahkan antara satu dengan yang lainnya. Doktrin tarekat, terutama aspek
teosofiknya, dapat direformasi dan reformulasi terkait dengan upaya
kontekstualisasi agar tarekat mampu memberi seperangkat kurikulum spiritual
bagi para murid. Sementara itu, institusi tarekat, sebagai wahana sosialisasi dan
aktualisasi doktrin sufi, dapat dimodifikasi dan dikembangkan sesuai dengan
prinsip-prinsip organisasi modern menjadi sebuah ikatan social organis sufistik
yang memungkinkan kelangsungan dan perkembangannya ke depan.7
Dari segi organisasi, yang semula tarekat hanya merupakan sebuah ikatan
sederhana antara seorang guru dengan muridnya mempunyai potensi untuk
berkembang baik dari segi struktural maupun fungsionalnya. Menurut Harun
Nasution salah satu ontoh dari perkembangan institusi atau organisasi tarekat
seara garis besar melalui tiga tahap, yaitu :
a. Tahap Khanaqah
Tahap khanaqah (pusat pertemuan sufi), dimana syekh mempunyai
sejumlah murid yang hidup bersama-sama di bawah peraturan yang
tidak ketat, syekh menjadi mursyid yang dipatuhi. Kontemplasi dan
latihan-latihan spiritual dilakukan secara individual dan secara
kolektif. Ini terjadi sekitar abad 10 M, gerakan ini mempunyai bentuk
aristokratis. Masa khanaqah ini merupakan masa keemasan tasawuf.
Biasanya sebuah persaudaraan sufi lahir karena adanya seorang guru
sufi yang memiliki banyak murid atau pengikut. Pada abad ke-11 M
persaudaraan sufi banyak tumbuh di negeri-negeri Islam. Mula-mula ia
merupakan gerakan lapisan elitmasyarakat Muslim, tetapi lama
kelamaan menarik perhatian masyarakat lapisan bawah. Pada abad ke
12 M banyak orang Islam memasuki tarekat-tarekat sufi. Pada waktu
itu kegiatan mereka berpusat di kanqah, yaitu sebuah pusat latihan sufi
6 Ibid., hlm.363 7 Ibid., hlm. 363
yang banyak terdapat di Persia dan wilayah sebelah timur Persia.
Kanqah bukan hanya pusat para sufi berkumpul, tetapi juga di situlah
mereka melakukan latihan dan kegiatan spiritual, serta pendidikan dan
pengajaran formal, termasuk dalam hal kepemimpinan. Salah satu
fungsi penting lain dari kanqah ialah sebagai pusat kebudayaan dan
agama. Sebagai pusat kebudayaan dan agama, lembaga kanqah
mendapat subsidi dari pemerintah, bangsawan kaya, saudagar, dan
organisasi atau perusahaan dagang. Tempat lain berkumpulnya para
Sufi ialah zawiyah12 dan ribat.13 Pada abad ke-13 M ketika Baghdad
ditaklukkan tentara Mongol, kanqah serta ribat dan zawiyah berfungsi
banyak. Karena itu tidak heran apabila di berbagai tempat organisasi
kanqah tidak sama. Ada kanqah yang menerima subsidi khusus dari
kerajaan, ada yang memperoleh dana dari sumber swasta yang
berbeda beda, termasuk dari sumbangan para anggota tarekat. Kanqah
yang mendapat dana dari anggota sendiri dan mandiri disebut futuh
(kesatria), dan mengembangkan etika futuwwa (semangat kesatria).
Salah satu contoh kanqah terkemuka ialah Kanqah Sa`id al-Su`ada
yang didirikan pada zaman Bani Mameluk oleh Sultan Salahudin al-
Ayyubi pada tahun 1173 M di Mesir. Dalam kanqah itu hidup tiga ratus
darwish, ahli suluk, guru sufi dan pengikut mereka, serta menjalankan
banyak aktivitas social keagamaan. Organisasi kanqah dipimpin oleh
seorang guru yang terkemuka disebut amir majlis.
b. Tahap Tariqah
Sekitar abad 13 M, merupakan masa terbentuknya ajaranajaran,
peraturan, dan metode tasawuf. Pada masa ini muncul pusat-pusat
yang mengajarkan tasawuf, serta masa dimana berkembangnya metode
metode kolektif baru untuk mencapai kedekatan diri kepada Allah SWT.
c. Tahap Ta’ifah
Terjadi sekitar abad 17 M. Disini terjadi transmisi ajaran
dan peraturan kepada pengikut. Pada masa ini muncul
organisasiorganisasi tasawuf yang mempunyai cabang-cabang
ditempat lain.Pada tahap ta‟ifah inilah tarekat mengandung arti lain,
yaitu organisasi sufi yang melestarikan ajaran syekh tertentu seperti
tarekat Qadiriyah, tarekat Naqyabandiyah, serta tarekat Syadziliyah.8
Pada abad ke 9 H tarekat menjadi popular sebagai suatu perkumpulan yang
dirikan oleh seorang syekh yang menganut sebuah aliran tertentu yang
peraturannya dibuat oleh Syekh tersebut lalu diamalkan bersama muridnya
tersebut.
Seara fungsional tarekat dapat mengembagkan fungsi-fungsi yang ukup
berfariasi diantaranya yaitu dibidang pendidikan, lembaga dakwah Islam,
lembaga ekonomi dan bahkan lembaga social politik yang menampung
berbagai aspirasi murid tarekat tersebut.
Manusia dalam kehidupannya hendaknya memiliki tujuan agar supaya
arah perjalanan yang akan ditempuh terukur. Menunjukkan arah tujuan hidup
merupakan persiapan diri menghadapi segala kemungkinan yang akan terjadi,
dapat mempersiapkan bekal yang mesti dipersiapkan dalam menempuh
perjalanan hidup. Dalam hal ini tarekat mempunyai beberapa ajaran daasra
yaitu :
a. Pertama, bertaqwa kepada Allah di dalam apa jua bentuk dan keadaan,
baik ketika dalam keadaan sunyi ataupun ketika berada dalam keadaan
terbuka. Ketawaaan keapa Allah akan mencetuskan rasa kemanisan iman
di dalam lubuk hati dan perasaan jiwa raga akan merasa lebih senang
untuk mengharapkan rahmat dari Tuhan. Disamping itu, hendaklah
memperkuatkan lagi perasaan diri sebagai proses persiapan untuk
mencapai hakikat keagungan iman dengan siftsifat yang wara' dan
beristiqamah tetap berdiri teguh di jalan Allah.
b. Kedua: mengikuti sunnah Rasulullah SAW dalam apa saja, baik dalam
bentuk perkataan mahupun perbuatan dan kemudian hendaklah menjaga
maruah dan kehormatan diri, di samping memelihara akhlak dan budi
pekerti yang baik.
8 Ibid., hlm.364-366
c. Ketiga: Menjauhkan diri dari akhlak dan sifat yang buruk dalam apapun
keadaan sekalipun dan jangan sekali-kali mencoba melakukan hal-hal
yang dimurkai oleh Allah, karena Allah itu Maha Melihat terhadap apa
yang dilakukan oleh setiap manusia. Justeru itu, hendaklah
memperteguhkan diri dengan sifatsifat kesabaran dan senantiasa
bertawakkal kepada Allah.
d. Keempat: Redha terhadap pemberian Allah dan kurnia-Nya, baik sedikt
apatah lagi banyak dan di samping itu hendaklah memperkukuhkan
hakikat keredhaan dengan sifat-sifat qana'ah, iaiatu memadai dengan apa
yang ada dan juga dengan sefat berserah diri kepada Allah.
e. Kelima: Mengembalikan setiap urusan hidup hanya kepada Allah, baik
dalam keadaan senang ataupun susah, karena pergantungan hidup
manusia dalam apa jua bentuk sekalipun mestilah diserahkan kepada
Allah yang memberikan segala nikmat dan rahmat kepada siapa saja yang
dikendaki-Nya.9
Sebuah tarekat dibangun oleh landasan sistem dan sebuah hubungan yang
sangat erat dari murid dan mursyidnya. Hubungan yang erat antara guru atau
mursyid dengan muridnya merupakan pilar yang sangat penting pada sebuah
tarekat. Hunungan tersebut diawali dengan pernyataan kesetiaan atau baiat dari
seorang murid kepada gurunya (mursyid). Menegnai tata ara dan teknis dalam
pembaiatan, biasanya antara tarekat satu dengan yang lainnya seringkali
berbeda. Tetepai pada dasarnya ada tiga tahapan penting yang harus dilakukan
oleh alon murid, yaitu : talqin al dhikr (mengulang-ulang zikir tertentu), akhdh
al Ahd (mengambil sumpah), dan libs al khirqah (mengenakan jubah). Proses
pembaiatan ini merupakan proses yang sangat penting dalam sebuah tarekat,
karena baiat ini mengisyaratkan hubungan yang terjalin antara murid dan
mursyid tidak akan pernah putus. Setelah seorang murid mengikrarkan baiat,
murid tersebut dituntut untuk mematuhi barbagai ajaran dan tuntunan sang
mursyid, dan meyakini bahwa mursyidnya tersebut merupakan wakil dari Nabi.
9 Soleh Fikri, “Strategi Tarekat dalam Menyebarkan Dakwah di Nusantara”, Hikmah, Vol.VIII No.02, 2014, hlm.103-104.
Terkadang lebih dari itu diyakini bahwa baiat juga merupakan perjanjian antara
murid sebagai seorang hamba dengan Al Haqq sebagai Tuhannya.
Setelah menjadi seorang murid, maka perjalanan spiritualnya (suluk)
sang murid dimaulai dengan belajar tasawuf. Dalam hal ini waktu yang
ditentukan tidaklah pasti, tergantung pada sang murid sendiri yang manjalani
berbagai tahapan pengalaman spiritual (maqomat) hingga sampai ke
pengetahuan tentang al haqiqat (kebenaran hakiki). Beberapa murid dapat
melewati tahapan-tahapan tersebut dengan waktu yang singkat, namun tak
sedikit pula yang memakan waktu yang ukup lama. Kelulusan dari sng murid
ditentukan oleh Mursyidnya. Apabila sang murid sudah dianggap lulus dalam
perjalanan spiritualnya dalam memahami hakikatnya, maka sang Mursyid akan
mengangkatnya menjadi seorang khalifah dengan memberikan ijazah (lisensi)
saat pengangkatannya.
C. Pengertian Moralitas dan Spiritualitas
Moral adalah suatu aturan atau tata cara hidup yang bersifat normatif
(mengatur/mengikat) yang sudah ikut serta bersama kita seiring dengan umur
yang kita jalani (Amin Abdulah: 167), sehingga titik tekan ”moral” adalah
aturan-aturan normatif yang perlu ditanamkan dan dilestarikan secara sengaja,
baik oleh keluarga, lembaga pendidikan, lembaga pengajian, atau komunitas-
komunitas lainnya yang bersinggungan dengan masyarakat. Sedangkan
“Moralitas” adalah kualitas dalam perbuatan manusia yang menunjukkan
bahwa perbuatan itu benar atau salah, baik atau buruk. Moralitas mencakup
tentang baik-buruknya perbuatan manusia. (W.Poespoprojo, 1998: 18).10
Sedangan spiritualitas adalah kebutuhan bawaan manusia untuk
berhubungan dengan sesuatu yang lebih besar dari diri manusia itu. Istilah
”sesuatu yang lebih besar dari manusia”adalah sesuatu yang diluar diri manusia
10 ……, “pengertian Moral dan Moralitas”, diakses pada tanggal 30 November 2016, pukul 20.45 WIB, http://joy-dedicated.blogspot.co.id/2011/09/arti-definisi-moralitas-dan-moral.html
dan menarik perasaan akan diri orang tersebut.11 Atau lebih mudahnya
spiritualitas adalah keyakinan dalam hubungannya dengan sang pencipta
( Achir Yani, 2000 ). Sedangkan spiritual yaitu suatu usaha atau upaya dalam
mencari kehidupan, tujuan dan panduan dalam menjalani kehidupan.
D. Moralitas dan Spiritualitas dalam Tarekat
Moralitas dalam tarekat merupakan tarekat sebagai sebuah disiplin diri.
Tarekat sebagai disiplin diri disini, tidak terikat oleh organisasi-organisasi
tarekat tertentu selain “Tarekat Rasulullah SAW” yang menggunakan dasar
pedoman al Qur’an dan sunnah rasul.
Spiritualitas dalam tarekat merupakan tarekat sebagai organisasi.
Tarekat sebagai organisasi biasanya terikat oleh salah satu organisasi tarekat
tertentu, berpedoman pada prinsip “wasilah” dan juga berpedoman pasa suluk
yang diajarkan mursyid, biasanya sang murid terikat oleh baiat atau janji-janji
yang diikrarkan kaepada mursyid, dan juga terdapat tata tertib organisasi yang
harus dan wajib diikuti.
E. Moralitas dan Spiritualitas dalam Ajaran Tarekat- Tarekat Sufi
Sampai saat ini, tarekat-tarekat mempunyai berbagai macam aliran. Dan
biasannya disetiap aliran tarekat mempunyai karakteristik, moralitas dan
spiritualitas masing-masing yang menjadikannya sebuah ciri khas antara aliran
tarekat satu dengan yang lainnya. Berikut adalah contoh beberapa macam
aliran tarekat, yaitu :
a. Tarekat Naqsyabandiyah
Tarekat naqsyabandiyah merupakan tarekat yang sangat ketat dalam
menjalankan syari’at. Keseriusan beribadah pada tarekat ini menyebabkan
penolakan terhadap musik dan tari dan lebih mengutamakan dzikir yang
dilakukan didalam hati. Penganut Naqsyabandiyah mengenal sebelas asas
Thariqah. Delapan dari asas itu dirumuskan oleh Abd al-Khaliq
Ghuzdawani, sedangkan sisanya adalah penambahan oleh Baha‟ al-Din
11 Erikson Damanik, “ Pengertian Spiritualitas Menurut Para Ahli”, diakses pada tanggal 2 Desember 2016, pukul 23.04 WIB, http://pengertian-pengertian-info.blogspot.co.id/2016/05/pengertian-spiritual-menurut-para-ahli.html
Naqsyaband. Asas-asasnya, Abd al-Khaliq adalah: Hush dar dam : “sadar
sewaktu bernafas”. Nazar bar qadam : “menjaga langkah” sewaktu
berjalan. Safar dar watan: “melakukan perjalanan di tanah
kelahirannya”.Khalwat dar anjuman: “sepi di tengah keramaian”. Yad
kard: “ingat”, “menyebut”. Terus-menerus mengulangi nama Allah, dzikir
tauhid (berisi formula la ilaha illallah), atau formula dzikir lainnya yang
diberikan oleh guru seseorang, dalam hati atau dengan lisan. 12 Penganut
tarekat Naqsyabandiyah ini, saat melakukan dzikir tidak hanya sebatas
bejama’ah ataupun sendirian, tetapi dilakukan secara terus menerus, agar
didalam hati bersemayam kesadaran akan Allah secara permanen.
Saat melakukan dzikir tarekat naqsyabandiyah tak jauh berbeda
dengan tarekat-tarekat lainnya yaitu dengan berdzikir dengan menyebut
Tuhan secara berulang-ulang atau dengan menyebut kalimat la ilaha
illallah. Tujuan dari latihan tersebut adalah untuk mencapai kesadaran akan
Tuhan secara lebih langsung dan permanen. Dalam hal dzikir yang
membedakan tarekat Naqsyabandiyah dengan yang tarekat yang lainnya
adalah pada jumlah dzikir yang diamalkan lebih banyak dan juga saat
berdzikir biasanya menggunakan jenis dzikir diam (khafi, “tersembunyi”,
atau qalbi, “ dalam hati”).
Dalam mencapai tujuannya, dalam tarekat ini menggunakan enam
dasar yang dipakai sebaga pegangan, yaitu : taubat, uzla, zuhud, taqwa,
qona’ah dan taslim. Sedangkan amalan yang dilakkukan dalam terekat ini
antara lain : zikir, meninggalkan hawa nasu, meninggalkan kesengangan
duniawi, melaksanakan ajaran agama dengan sungguh-sungguh, berbuat
baik kepada makhluk Allah, dan mengerjakan amal kebaikan.
12 Agus Riyadi, “akhlak Tasawuf Sebagai Organisasi Tasawuf”, hlm. 371
b. Tarekat Khalwatiyah
Batasan tasawuf dalam pandangan Khalwatiyah adalah penyesalan
atas dosanya, tawajjuh13 dengan ikhlas kepada kerelaan Tuhannya,
melepaskan jiwa dari pengaruh diri, mencari haq dengan akal dan perasaan.
Membersihkan diri dan berakhlak mulia.14 Tarekat Khalwatiyah juga
mempunyai pondasi dalam menjalankan alirannya, diantaranya yaitu :
Yaqdah atau kesadaran, taubah atau minta ampun, muhasabah atau
memperhitungkan untung rugi, inabah atau berhasrat kembali kepada
Tuhan, tafakkur atau selalu menggunakan pikiran, tazakkur atau selalu
menyebut Tuhan, I’tisham atau selalu berpegang kepada pimpinan Allah,
firar atau selalu lari dari kejahatan dan keduniaan yang tidak berfaedah,
riyadhah atau selalu melatihdiri dalam amal, dan sima’ atau selalu
mengunakan pendengaran dalam mengikuti perintah-perintah agama.
Menurut Aboebakar Atjeh yang mengutip dari Sa’id ‘Aidrus al-Habasyi
dengan kitabnya yang berjudul “Uqud al-La’al fi Asanid al-Rijal”. Kitab
tersebut berisi tentang Darir yang tertarik tentang tarekat Khalwatiyah dan
menerimanya dari
al-Hafnawi al-Shafi’i, begitu juga Ali al-Wina’i. Kesederhanaan dalam
tarekat ini adalah membawa jiwa dari tingkat yang rendah ke tingkat yang
sempurna melalui tujuh gelombang dari jiwa yang disebut martabat tujuh.
Ketujuh gelombang tersebut adalah :
1. Manusia yang berada dalam nafsu Ammarah bersifat jahil, kikir,
riba, takabbur, pemarah, gemar kepada kejahatan, dipengaruhi
shahwat; dan mempunyai sifat-sifat buruk yang lain. Manusia dalam
keadaan ini hanya dapat melepaskan dirinya daripada sifat-sifat
yang buruk itu ialah dengan memperbanyak zikir dan mengurangi
makan dan minum.
13 Tawajjuh adalah menghadapkan diri kepada Allah SWT yang terjadi pada saat Dzikir Sirri. 14 M. Ali Sibram Malisi, “ Tarekat Khalwatiyah “, 2012, Volume 4 Nomor 1, hlm. 68.
2. Manusia yang berada dalam nafsu lawwamah, banyak kegemaran
dalam mujahadah dan pelaksanaan shari’at, ia banyak berbuat amal
saleh, tetapi masih bercampur aduk dengan sifat ujub, takabbur dan
riya. Melepaskan diri dari pada ria hanya dapat dilakukan dengan
fana dalam ikhlas, dengan shuhud, bahwa penggerak dan
penyempurna rasa ialah Allah. Melepaskan diri daripada dua sifat
yang pertama dapat dilakukan dengan mujahadah dan melakukan
enam perkara, yaitu mengurangi makan, mengurangi tidur,
mengurangi bicara, sering berpisah diri dari manusia, tetap dalam
zikir dan dalam pikiran yang sempurna.
3. Manusia yang berada dalam nafsu al-Mulhamah, biasanya kuat
mujahadah dan melakukan tajrid dan oleh karena itu menemui
isyarat-isyarat tauhid, tetapi ia belum dapat sepenuhnya melepaskan
diri daripada hukum-hukum manusia. Oleh karena itu, manusia ini
harus membiasakan badan dan jiwanya, menenggelamkan batinnya
ke dalam hakikat iman, dan menenggelamkan lahirnya ke dalam
kesibukan syari’at Islam.
4. Manusia yang berada dalam keadaan Nafsu al-Muthmainnah, tidak
dapat lagi meninggalkan hukum taklifi agama barang sejari.
Berakhlaq dengan akhlaq Rasul Allah dan tidak tenteram jika tidak
menurut sabda Nabi dan petunjuknya, sehingga ia menyenangkan
hati orang yang memandang dan mendengar ucapannya.
5. Manusia yang mempunyai nafsu al-Radiyah ialah manusia yang
dalam keadaan fana kedua, sudah terlepas dari sifat-sifat manusia
biasa. Dengan tidak dipaksakan halnya dalam baqa. Tanda-tandanya
ia tidak bergantung pada manusia, tetapi bergantung hanya pada
Allah semata.
6. Manusia dalam nafsu al-Mardiyah, yaitu manusia yang dapat
mencampurkan kecintaan Khaliq dan khalaq.
7. Manusia yang tertinggi berada dalam keadaan nafsu al-Kamilah,
yaitu manusia yang dalam pekerjaan ibadatnya turut seluruh
badannya, lidahnya, hatinya dan anggota-anggotanya yang lain.
Manusia yang demikian banyak melakukan istigfar, tawadhu’.15
Dalam tarekat khalwatiyah dikenal sebuah amalan yang disebut
Asma as-Sab’ah ( tujuh nama ) yatitu tujuh macam zikir atau tujuh
tingkatan jiwa yang harus dibaca oleh setiap tingkatan Salik16. Disamping
itu, Sayyid Ali al-Wina’i membagi martabat asma (zikir) dalam tujuh
tingkat tersebut yakni:
Pertama : Lafaz la ilaha illallah sebagai perbandingan untuk nafsu
ammarah. Jiwa ini dianggap jiwa yang paling kotor dan selalu menyuruh
pemiliknya untuk melakukan perbuatan dosa dan maksiat atau buruk. Hal
ini didasarkan pada QS.Yusuf: 53: “sesungguhnya jiwa itu selalu menyuruh
kepada kejahatan”. Kedua: Lafaz Allah, untuk nafsu Lawwamah (jiwa
yang menegur), jiwa ini dianggap sebagai jiwa yang sudah bersih dan
selalu menyuruh kebaikan-kebaikan kepada pemiliknya dan menegurnya
bila ada keinginan untuk melakukan perbuatan buruk. Didasarkan pada QS.
AlQiyamah: 2: “dan aku tidak bersumpah dengan jiwa yang menegur”.
Ketiga: Lafaz Huwa, untuk nafsu al-Mulhamah (jiwa yang terilhami) yakni
dianggap terbersih dan telah terilhami oleh Allah SWT, sehingga bisa
memilih mana yang baik dan mana yang buruk. Didasarkan pada QS. Al-
Syam: 7 dan 8: “Demi jiwa yang menyempurnakannya Allah mengilhami
jiwa tersebut kejahatan dan ketaqwaannya”. Keempat: Lafaz Haq untuk
nafsu al-Mutmainnah (jiwa yang tenang), jiwa ini dianggap bersih juga
tenang dalam menghadapi problem hidup maupun goncangan jiwa lainnya
didasarkan pada QS. Al-Fajr: 27: “Wahai jiwa yang tenang”. Kelima: Lafaz
Hay untuk nafsu al-Radiyah (jiwa yang ridha), jiwa semakin bersih, tenang
dan ridha terhadap apa yang menimpa miliknya, karena semua berasal dari
pemberian Allah. Didasarkan pada QS. Al-Fajr: 28: Wahai Jiwa yang
tenang”. Keenam: Lafaz Qayyum untuk nafsu Mardiyah (jiwa yang
15 Ibid., hlm.69 16 Salik adalah seseorang yang menjalani disiplin spiritual dalam menempuh jalan sufisme Islam untuk membersihkan dan memurnikan jiwanya, yang disebut juga dengan jalan suluk. Dengan kata lain, seorang salik adalah seorang penempuh jalan suluk.
diridhai), selain jiwa itu sudah bersih, tenang, ridha juga mendapat ridha
dari Allah SWT. Dasar ayatnya sama dengan dasar tingkat jiwa yang
kelima. Dan ketujuh: Lafaz Qahhar untuk nafsu Kamilah (jiwa yang
sempurna) dan inilah jiwa terakhir atau puncak jiwa yang paling sempurna
dan akan terus mengalami kesempurnaan selama hidup dari pemiliknya.
Secara eksplisit tidak disebutkan dalam al-Qur’an.17
c. Tarekat Rifa’iyah
Tarekat rifa’iyah merupakan salah satu dari berbagai macam tarekat
yang ada. Terekat ini terkenal dengan ilmu kekebalannya,
pengaplikasiannya seperti pada atraksi “Debus” yang menggunakan dzikir
dan do’a-do’a dalam ajaran tarekat ini. Didalam tarekat rifa’iyah hubungan
guru dan murid sangatlah erat. Guru dalam tarekat disebut Mursyid atau
kiyai. Mursyid disini bertugas memberikan ilmunya kepada yang ingin
belajar. Sedangkan yang menerima ilmu mereka akan menjadi Mursyid.
Oleh karena itu seseorang yang ingin menjadi pengikut tarekat Rifa’iyah
harus menjalakan perintah dari Mursyidnya atau yang menjai gurunya.18
Setiap orang yang ingin masuk menjadi anggota tarekat rifa’iyah biasanya
akan dibai’at terlebih dahulu, dengan sebelumnya harus menyelesaikan
ujian yang diberikan oleh Guru yang berupa ujian fisik, mental dan batin.
Ketiga ujian tersebut biasanya dilakukan dalam waktu yang sam dengan
berpuasa. Puasa disini ada yang melakukannya selama tiga hari dan ada
yang menyebutkan harus dilakukan 40 hari. Selama menjalankan puasa
tersebut, stiap murid harus menjalankan beberapa kewajiban, seperti mandi
setiap malam hari dan membersihkan diri dari dosa. Biasanya mereka yang
telah mandi dimalam hari tersebut tidak diperkenankan untuk tidur, karena
mereka diwajibkan melakukan kegiatan lainnya yaitu : sholat istikharah
sebanyak enam rakaat, 3 kali salam, dilanjutkan membaa istighfar sebanyak
100 kali, membaa sholawat kepada Rasulullah SAW sebanyak 100 kali,
17 M. Ali Sibram Malisi, “ Tarekat Khalwatiyah “, 2012, Volume 4 Nomor 1,hlm.70-71. 18 Yanti Susilawati, “ Analisa Pengaruh Tarekat Rifa’iyah Terhadap Keagamaan di Banten pada Abad ke-29”, 2015,hlm. 43.
membaa dzikir 100 kali, membaa al-Qur’an surat al-Fatihah dan al-Ikhlas
sebanyak 100 kali, dan surat al-Falaq dan an-Nas sebanyak satu kali. Selain
itu terdapat juga pantangan bagi mereka yang sedang melaksanakan puasa,
yaitu : tidak boleh bertemu dengan perempuan dan tidak boleh memakan
segala sesuatu saat berbuka puasa keuali sekepal nasi putih, sedikit garam
dan beberapa cabe rawit.
Anggota-anggota terekat rifa’iyah mempunyai beberapa kewajiban
yang harus dilakukan, yaitu: wajib menjalakan sholat lima waktu,
meninggalkan segala perbuatan yang melanggar agama, dan membiasakan
membaca dan mengamalkan wirid yang telah diajarkan sebelumnya. Selain
itu, murid juga diwajibkan mengikuti dua kali tawajjuh, yaitu pada saat
jumat pertama saat ia dilantik dan jumat terakhir. Dalam kegiatan tawajjuh
tersebut seorang murid akanmemperoleh berbagai nasehat-nasehat
keagamaan dan pelajaran moral dalam kehidupan sehari-hari. Dan pada
saat tersebut juga diajarkan dzikir-dzikir tertentu.
Setiap aliran tarekat akan mempunyai dzikir dan wirid yang berbeda
antara satu aliran dengan aliran lainnya. Dzikir dan wirid merupakan
amalan pokok yang harus dilaksanakan oleh setiap anggotanya. Pada aliran
terekat rifa’iyah perbedaannya terdapat pada dzikirnya. Dzikir kaum
rifa’iyah ini biasanya menggunakan jenis dzikir yang lantang yang biasa
disebut “ Darwis menangis atau melolong”, karena dilakukan seara
bersama-sama dan diiringi suara gendang yang bertalu-talu. Sedangkan
wirid dan amalan tarekat ini pada dasarnya terdiri dari :
1) Hadiah al-Fatihah atau Wasilah
Yaitu perbuatan atau amal yang dikerjakan dan diamalkan oleh
orang mukmin yang mengharapkan sesuatu dengan ara membuat
perantara sehingga ia memperoleh apa yang diharapkannya. Dalam
tarekat rifa’iyah surat al-Fatihah dibaa sebanyak 17 kali, yaitu
sesuai dengan jumlah orang yang patut dibaakan al-Fatihah.
2) Wirid al_Qur’an dan Do’a
Setelah surat al-Fatihah dibacakan, dilanjutkan dengan membaca
ayat al-Qur’an yaitu dengan membaca surat al-Ikhlas, al-Falaq,
an-Nas masing-masing dibaa sebanyak 3 kali, kemudian selanjutnya
membaa doa yang berisi tentang permohonan masuk surga dan
terhindar dari azab neraka.
3) Munajat al-Rifa’i
Setelah selesai wirid al-Qur’an dan berdoa dilanjutkan dengan
membaca doa munajat al-Rifa’i. munajab Ratib al-Rifa’i bukan
berbentuk harapan, rintihan, dan keluhan jiwa terhadap Allah SWT,
melainkan permohonan pertolongan yang dikenal dengan istighasah
dan dengan berperantara (tawassul) kepada Nabi SAW.
4) Sholawat Nabi
Sholawat dan doa untuk Rasulullah SAW merupakan bagian dari
persyaratan dari ritual dan dianggap sebagai doa yang harus diulang
beberapa kali pada setiap peristiwa.
Dalam tarekat rifa’iyah ini ada beberapa jenis wirid yang
diamalkan oleh para murid yaitu wirid pengobatan, wirid kekebalan
terhadap benda tajam dan tidak terbakar oleh api.
d. Tarekat Qodiriyah
Tarekat Qodiriyah adalah salah satu tarekat yang dikenal luwes,
yaitu bila seorang murid sudah mencapai derajat Syekh, maka murid
tersebut tidak mempunyai keharusan untuk terus mengikuti tarekat
gurunya. Bahkan murid tersebut mempunyai hak untuk memodifikasi
tarekat tersebut dengan tarekat lainnya. Terekat ini selalu
mementingkan kasih sayang terhadap semua makhluk, selalu rendah
hati dan menjauhi fanatisme dalam beragama dan maupun dalam
berpolitik.
Biasanya saat berdzikir tarekat ini menyebut-nyebut nama
Tuhan dengan melafalkan “Lailahaillallahu” dengan berdiri sambil
bersenam, mengepalkan tangan ke samping, ke depan, ke muka dengan
badan yang sigap, dan putus ingatan dengan yang lain, kecuali hanya
kepada Allah SWT. Zikir pokok tarekat Qadiriyah yaitu membaca
Istighfar paling sedikit dua kali atau duapuluh kali dengan lafadz
Astaghfir Allah al-ghafur al-Rahim. Kemudian membaca shalawat
sebanyak itu pula dengan lafadsz Allahuma shali’ala sayyidina
Muhammad wa’ala alihi wa shahbihi wa sallim. Setelah itu membaca
La ilaha illallah seratus enampuluh kali setelah selesai shalat fardhu.
Pengucapan lafadz Lailaha illallah memiliki cara tersendiri, yaitu kata
la dibaca sambil dibayangkan dari pikiran ditarik dari pusat hingga
otak, kemudian kata ilaha dibaca sambil menggerakkan kepala
kesebelah kanan, lalu kata illallah dibaca dengan keras sambil
dipukulkan kedalam sanubari, yaitu kebagian sebelah kiri. Setelah
selesai melakukan zikir itu lalu membaca Sayyidina Muhammad Rasul
Allah Shalallah ‘alaihi wa sallam.lalu membaca shalawat Allahuma
shalli’ala sayyidina Muhammad shalatan Tunjina biha min jami al-
ahwal wa al-afat hingga akhirnya.kemudian membaca surat Al-Fatihah
ditujukan kepada Rasulullah SAW dan kepada seluruh Syekh-syekh
tarekat Qadiriyah serta para pengikutnya juga seluruh orang islam baik
yang masih hidup maupun yang sudah mati.19 Adapun asas dalam
tarekat Qadiriyah antara lain yaitu : bercita-cita tinggi, melaksanakan
cita-cita, membesarkan nikmat, memelihara kehormatan dan
memperbaiki khidmat kepada Allah SWT.
19 Mpuz al Afasy : “ Tarekat Qadiriyah”, diakses pada tanggal 2 Desember 2016, pukul 21.43 WIB, http://catatan-ideologis.blogspot.co.id/2010/02/tarekat-qadiriyah.html
DAFTAR PUSTAKA
http://catatan-ideologis.blogspot.co.id/2010/02/tarekat-qadiriyah.html
Fikri, Soleh. 2014. “Strategi Tarekat dalam Menyebarkan Dakwah di Nusantara”. Hikmah
Vol.III No.02.
Hasibuan, Asmyn.2014.”Penerapan Ajaran Tarekat-Tarekat di Pondok Persulukan (Ponsluk)
Darussoufiyah Desa Huta Lomabnag Keamatan Padangsimpuan Tenggara”. Tazir Vol.09 No.I
http://joy-dedicated.blogspot.co.id/2011/09/arti-definisi-moralitas-dan-moral.html diakses
pukul 20.45 WIB tanggal 30 November 2016
Malisi, M. Ali Sibram, Juni 2012, “Tarekat Khalwatiyah”. Tasamuh. Volume 4 Nomor 1.
http://pengertian-pengertian-info.blogspot.co.id/2016/05/pengertian-spiritual-menurut-para-
ahli.html
Riyadi, Agus, November 2014, “Tarekat sebagai Organisasi Tasawuf(Melacak Peran
TarekatDalam Perkembangan Dakwah Islamiyah)”. Jurnal at-Taqaddum. Volume 6, Nomor 2.
Susilawati, Yanti, 2015, “Analisa Pengaruh Tarekat Rifa’iyah Terhadap Keagamaan di
Banten Abad ke-19”.