faktor faktor yang berhubungan dengan...
TRANSCRIPT
FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KAPASITAS
VITAL PARU PADA PEKERJA DI INDUSTRI PERCETAKAN
MEGA MALL CIPUTAT
TAHUN 2013
Skripsi
Oleh
AHMAD HASYIM RASYID
107101001768
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
2013
iii
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
BIODATA DIRI
Nama : Ahmad Hasyim Rasyid
TTL : Jakarta, 4 April 1989
Jenis Kelamin : Laki-laki
Status : Belum Menikah
Agama : Islam
Ponsel : +6281282061995
Alamat : Apartemen Taman Rasuna Tower 9 lt.16E, Jl. HR. Rasuna Said,
Kuningan, Jakarta Selatan
E-mail : [email protected]
PENDIDIKAN FORMAL
2007 – Sekarang : Peminatan Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Program Studi Kesehatan Masyarakat
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta
2004 – 2007 : Madrasah Aliyah Pondok Pesantren An-Nahdlah UP MKS
2001 – 2004 : Madrasah Tsanawiyah Pondok Pesantren UP MKS
1996 – 2001 : SDN 13 Biru Watampone SUL-SEL
PENGALAMAN ORGANISASI
2012 – Sekarang : Wakil Bendahara Pimpinan Pusat IPNU
Masa Khidmat 2012 - 2015
2011 – 2012 : Bendahara Umum PC PMII Ciputat Masa Khidmat 2011-
2012
2009 – 2012 : Staff Ahli LAN (Lembaga Anti Narkoba) PP. IPNU Masa
Khidmat 2009 – 2012
iv
2009 – 2010 : Wakil Presidium PAMI (Pergerakan Anggota Muda IAKMI)
Nasional
2009 – 2010 : Menteri Litbang (Penelitian dan Pengembangan) BEMJ
Kesehatan Masyarakat
2008 – 2009 : Ketua Umum PMII KOMFAKKES
Masa Khidmat 2008 - 2009
v
KATA PENGANTAR
Segala puji kehadirat Allah SWT, yang tidak pernah tidur dan selalu dekat
dengan hamba-Nya. Syukur senantiasa terucapkan atas segala nikmat dan rahmat-
Nya hingga skripsi ini dapat selesai dengan baik. Salawat teriring salam tercurah
kepada Nabi Muhammad SAW, yang telah membawa umat manusia dari jalan
kegelapan menuju jalan yang terang benderang dan kaya akan imu pengetahuan.
Skripsi dengan judul ”Faktor – faktor yang berhubungan dengan Kapasitas
Vital Paru (KVP) pada pekerja di industri percetakan Mega Mall Ciputat tahun
2013” ini merupakan hasil penelitian yang dilakukan di kawasan Mega Mall Ciputat
selama kurang lebih 2 bulan. Skripsi ini disusun untuk memperoleh gelar Sarjana
Kesehatan Masyarakat (SKM) pada peminatan Keselamatan dan Kesehatan Kerja
(K3), Jurusan Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan,
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Penyusunan skripsi ini semata-mata bukanlah hasil usaha penulis, melainkan
banyak pihak yang telah memberikan bantuan, bimbingan dan motivasi serta
semangat. Untuk itu penulis merasa pantas berterima kasih yang tak terhingga kepada
:
1. Bapak Prof. Dr. (hc). dr. M.K. Tadjudin, Sp.And, sebagai dekan Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta.
vi
2. Ibu Febrianti, M. Si, sebagai ketua Program Studi Kesehatan Masyarakat
(PSKM) Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (FKIK) Universitas Islam
Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta sekaligus pembimbing akademik.
3. Bapak dr. Yuli Prapanca Satar, MARS dan Ibu Iting Shofwati, ST, MKKK
sebagai dosen pembimbing yang telah meluangkan waktunya untuk membantu
penulis selama dalam proses penyelesaian skripsi ini.
4. Seluruh dosen dan staf Program Studi Kesehatan Masyarakat (PSKM) Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (FKIK) Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta.
5. Kedua orang tua tercinta (ummi dan etta) yang tak henti-hentinya membimbing,
memotivasi dan mendo’akan. Terima kasih atas dukungan moril maupun
materilnya, perhatian serta kasih sayang yang telah diberikan begitu besar
selama ini.
6. Sahabat tercinta Frita Nindya Aliftia yang setiap saat ada disampingku untuk
membantu dan memotivasi penulis. Terima kasih atas semua pengorbanannya.
7. Bang Omat dan Pak Gozali yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan
skripsi ini.
8. Sahabat Nur Najmi Laila yang senantiasa memberikan informasi dan menemani
penulis saat penelitian.
vii
9. Seluruh sahabat terbaik Kesehatan Masyarakat ’07 FKIK UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta, Tetap Semangat Untuk Masa Depan yang Lebih Baik.
Hidup OPUS!
Akhir kata dengan penuh rasa hormat dan kerendahan hati, penulis berharap
semoga laporan magang ini dapat memberikan manfaat bagi penulis maupun
pembaca lain.
ته كا بر و هلل ا ورحمة عليكن م لسال ا و
Jakarta, Agustus 2013
Penulis
viii
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA
Skripsi, 13 Mei 2013
Ahmad Hasyim Rasyid, NIM : 107101001768
Faktor-Faktor yang Berhubungan Dengan Kapasitas Vital Paru Pada Pekerja
di Industri Percetakan Mega Mall, Ciputat Tahun 2013.
xvii + 109 halaman, tabel, gambar, lampiran
Abstrak
Penurunan Kapasitas vital paru dapat diakibatkan oleh pencemaran partikel
debu, hal ini dapat dialami oleh para pekerja percetakan dengan gangguan restriktif,
obstruktif serta campuran terutama pada industri percetakan di sektor informal yang
masih belum memiliki pengendalian bahaya untuk menurunkan resiko penurunan
KVP. Adapun berdasarkan hasil studi pendahuluan yang dilakukan pada 10 pekerja
percetakan di kawasan Mega Mall Ciputat, diketahui bahwa pekerja percetakan yang
mengalami gangguan sebanyak 9 orang. Berdasarkan hal di atas perlu dibuktikan apa
saja faktor-faktor yang berhubungan terhadap kapasitas vital paru di dalam suatu
penelitian.
Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif, dengan pendekatan cross
sectional. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari-Maret 2013 pada industri
percetakan di kawasan Mega Mall Ciputat, Tangerang Selatan. Faktor-faktor yang
diteliti adalah kondisi lingkungan kerja (kadar debu total dan ventilasi ruangan) dan
kondisi pekerja (umur, masa kerja, kebiasaan merokok, kebiasaan olahraga, status
gizi, riwayat penyakit dan jens kelamin. Sampel Penelitian sebanyak 70 orang
pekerja percetakan. Pengumpulan data menggunakan instrument penelitian berupa
Spirometer, Haz Dust Model EPAM 5000, timbangan injak, microtoise, meteran dan
kuesioner. Data yang diperoleh kemudian dilakukan uji statistik dengan rumus Chi
Square dan Mann Whitney.
Hasil penelitian menunjukan bahwa pekerja yang mengalami gangguan KVP
sebanyak 50 pekerja (71,4 %). Berdasarkan hasil analisis uji statistik diketahui faktor-
faktor yang memiliki hubungan dengan KVP adalah kondisi lingkungan kerja (kadar
debu total dan ventilasi ruangan) dan kondisi pekerja (riwayat penyakit, masa kerja,
kebiasaan merokok dan kebiasaan olahraga. Kadar debu total (Pvalue = 0,036),
ventilasi ruangan (Pvalue = 0,025, riwayat penyakit (Pvalue = 0,027), masa kerja
(Pvalue = 0,000), kebiasaan merokok (Pvalue = 0,000) dan kebiasaan olahraga
(Pvalue = 0,000).
Untuk menurunkan resiko gangguan KVP pada pekerja percetakan,
disarankan bagi para pekerja yang memiliki kebiasaan merokok, untuk berhenti
merokok. Semua pekerja baik yang laki-laki atau perempuan harus rajin berolahraga
minimal 3-5 kali dalam seminggu dengan durasi 20-60 menit per hari. Sebagai wujud
ix
pengendalian gangguan KVP disarankan agar pengadaan, penggunaan dan perawatan
APD (masker) dengan benar. Sehingga dapat mengurangi resiko terjadinya penyakit
akibat kerja dalam hal ini penyakit yang berkaitan dengan pernafasan.
Daftar bacaan : 46 (1990 – 2012)
x
MEDICAL AND HEALTH SCIENCE FACULTY
DEPARTEMENT OF PUBLIC HEALTH
SAFETY AND WORK HEALTH
Ahmad Hasyim Rasyid, Reg.Number : 107101001768
Factors Related to the Pulmonary Vital Capacity of Laborer in Printing
Industrial of Mega Mall, Ciputat of 2013
xvii + 109 pages, table, figure, appendix
Abstrack
The decline of pulmonary vital capacity can be caused by the dust pollution,
this case is experienced by printing laborer with restrictive, obstructive and mixing
disturbance mainly at printing industrial in informal sector is still not have dangerous
controlling to reduce the risk of KVP decline. Based on the result of initial study was
carried out of 10 printing laborer in Mega Mall area of Ciputat, is known that the
printing laborer who experience disturbance as much 9 peoples. Based on the above
need to prove what the factors related to the pulmonary vital capacity in a study.
This study was quantitative, with cross sectional approach. This study was
carried out at February-March 2013 at printing industrial in Mega Mall area of
Ciputat, south Tangerang. The factors studied area work environment condition
(total-dust level,and room ventilation) and laborer condition (ages, working life,
smoking habits, exercises habits, nutrient status, disease history and sex). Sample of
study was 70 people of printing laborer. The data collecting using research instrument
such as Spirometer, Haz Dust Model EPAM 5000, pedal scales, microtoise, meter
and questionnaire. Then, the data obtained was done statistical test by using chi-
square and Man hitney equations.
Result of study shows that laborer who experience KVP disturbance of 50
laborer (71,4%). Based on the result of statistical test is known factors that have
relationship with KVP was work environment condition (total-dust level and room
ventilation) and laborer condition (disease history, working life, smoking habit, and
exercise habit). Total-dust level (p-value = 0,036), room ventilation (p-value =
0,025), disease history (p-value = 0,027), working life (p-value = 0,000), smoking
habit (p-value = 0,000) and exercise habit (p-value = 0,000).
To reduce the risk of KVP disturbance of printing laborer is recommended for
laborer who has smoking habit to stop smoke. All laborer both man or women must
be diligent in exercise at least 3 – 5 times a week with duration 20 – 60 minutes per
day, in order to improve KVP of laborer. As realization of KVP disturbance
controlling is recommended for supplying, utilization and APD (mask) maintenance
xi
appropriately. In order to reduce the risk of disease occurrence as result of work and
in this case related to the breathing.
References : 46 (1990-2012).
xii
DAFTAR ISI
LEMBAR PERNYATAAN ....................................................................... i
PERNYATAAN PERSETUJUAN ............................................................ ii
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ................................................................. iii
KATA PENGANTAR ................................................................................ v
ABSTRAK ................................................................................................ viii
DAFTAR ISI ............................................................................................. xii
DAFTAR TABEL .................................................................................... xv
DAFTAR GAMBAR ............................................................................... xvii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ...................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ................................................................................. 7
C. Pertanyaan Penelitian ............................................................................ 8
D. Tujuan Penelitian .................................................................................. 9
1. Tujuan Umum Penelitian .................................................................. 9
2. Tujuan Khusus Penelitian ................................................................. 9
E. Manfaat Penelitian ................................................................................ 10
F. Ruang Lingkup Penelitian ..................................................................... 11
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Kapasitas Vital Paru .......................................................................... . 13
B. Sistem Pernafasan Manusia ................................................................ 14
C. Volume dan Kapasitas Vital Paru ...................................................... 16
D. Pemeriksaan Kapasitas Vital Paru ...................................................... 18
E. Debu Industri ....................................................................................... 26
xiii
F. Dampak Inhalasi Tinta Cetak Terhadap Kesehatan Paru ................... 30
G. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kapasitas Vital Paru pada Pekerja
Industri Percetakan ................................................................................ 35
H. Pengendalian untuk Meminimalisir Penurunan Fungsi Paru ................ 54
I. Kerangka Teori ...................................................................................... 56
BAB III KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL
DAN HIPOTESIS
A. Kerangka Konsep .................................................................................. 57
B. Defenisi Operasional ............................................................................ 59
C. Hipotesis ................................................................................................ 62
BAB IV METODOLOGI PENELITIAN
A. Desain Penelitian ................................................................................... 63
B. Tempat dan Waktu Penelitian ............................................................... 63
C. Populasi dan Sampel Penelitian ............................................................ 63
D. Instrumen Penelitian .............................................................................. 66
E. Pengumpulan Data ................................................................................ 67
F. Pengolahan Data .................................................................................... 71
G. Teknik Analisis Data ............................................................................. 73
BAB V HASIL PENELITIAN
A. Analisis Univariat .................................................................................. 75
B. Analisis Bivariat .................................................................................... 83
BAB VI PEMBAHASAN
A. Keterbatasan Penelitian .......................................................................... 89
B. Gambaran Kapasitas Vital Paru Pekerja ................................................ 90
C. Faktor – Faktor yang Berhubungan dengan Kapasitas Vital Paru ......... 92
1. Karakteristik Lingkungan Kerja………………………………...... 92
xiv
2. Karakteristik Pekerja………………………………....................... 95
BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan ............................................................................................ 107
B. Saran ...................................................................................................... 108
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
xv
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1. Nilai Restriktif Kapasitas Vital Paru (KPV) ......................................... 21
Tabel 2.2. Nilai Obstruktif Kapasitas Vital Paru (KPV) ........................................ 22
Tabel 2.3. Aktifitas fisik/kegiatan olahraga ........................................................... 47
Tabel 2.4. Batas Ambang IMT (orang Indonesia) ................................................. 50
Tabel 3.1. Defenisi Operasional ............................................................................ 59
Tabel 5.1. Distribusi Frekuensi Kapasitas Vital Paru Pekerja Percetakan
di Kawasan Mega Mall Ciputat Tahun 2013 ........................................ 75
Tabel 5.2. Distribusi Frekuensi Lingkungan Kerja Percetakan
Berdasarkan Karakteristiknya, Ciputat Tahun 2013.............................. 76
Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Pekerja Percetakan Berdasarkan
Karakteristiknya, Ciputat Tahun 2013 .......................................... ....... 78
Tabel 5.4. Distribusi Kebiasaan Olahraga Pekerja Percetakan Berdasarkan
Jenis, Frekensi dan Durasi, Ciputat Tahun 2013.................................. 81
Tabel 5.5. Distribusi Umur Pekerja Pekerja Percetakan Berdasarkan
Karakteristiknya, Ciputat Tahun 2013 .................................................. 82
Tabel 5.6. Hubungan antara Karakteristik Lingkungan Kerja dengan KVP
Pekerja Percetakan di Kawasan Mega Mall Ciputat Tahun 2013 ......... 82
Tabel 5.7. Hubungan antara Karakteristik Pekerja dengan KVP
Pekerja Percetakan di Kawasan Mega Mall Ciputat Tahun 2013 ......... 84
xvi
Tabel 5.8. Hubungan antara Umur Pekerja dengan KVP Pekerja Percetakan
di Kawasan Mega Mall Ciputat Tahun 2013 ........................................ 87
xvii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1. Jenis racun pada rokok ....................................................................... 44
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kapasitas vital paru adalah jumlah udara maksimum pada seseorang yang
berpindah pada satu tarikan napas. Kapasitas ini mencakup volume cadangan
inspirasi, volume tidal dan cadangan ekspirasi. Nilainya diukur dengan menyuruh
individu melakukan inspirasi maksimum, kemudian menghembuskan sebanyak
mungkin udara di dalam parunya ke alat pengukur (Corwin, 2001). Menurut
Tambayong (2001), kapasitas vital paru adalah jumlah udara maksimal yang
dapat dikeluarkan dari paru, setelah udara dipenuhi secara maksimal.
Pada tahun 1999, ILO (International Labor Organization) mendata
penyebab kematian yang berhubungan dengan pekerjaan antara lain 34%
disebabkan karena kanker, kecelakaan sebanyak 25%, penyakit saluran
pernapasan kronis 21%, penyakit kardiovaskuler 15%, dan lain-lain sebanyak 5%
(Sulistomo, 2002). Sebagian besar penyakit paru akibat kerja mempunyai akibat
yang serius. Lebih dari 3% kematian akibat penyakit paru di New York adalah
berhubungan dengan pekerjaan (Ikhsan, 2002).
Inggris melakukan penelitian pada tahun 1989 dengan nama The
Surveillance of Work Related and Occupational Respiratory Disease (SWORD).
Dari data tahun 1996 ditemukan 3300 kasus baru penyakit paru yang
berhubungan dengan pekerjaan. Sedangkan di Indonesia belum ada data resmi
tentang berapa banyak angka kejadian kasus penyakit paru akibat kerja, tetapi
2
dari beberapa penelitian yang dilakukan cukup banyak dijumpai kasus penyakit
paru akibat kerja (Ikhsan, 2002).
Berbagai partikel berbahaya di tempat kerja dapat memberikan pengaruh
buruk terhadap kesehatan tenaga kerja seperti debu kertas dan tinta. Debu kertas
dan tinta yang berada di udara tempat kerja dapat berpotensi masuk ke dalam
paru-paru melalui inhalasi, sehingga dapat menyebabkan perubahan pada
jaringan paru sampai pada berkurangnya fungsi paru atau lebih dikenal dengan
penurunan fungsi paru yang bersifat restriktif (Siregar,2004).
Suatu penelitian yang dilakukan di Cina pada tahun 1996 menunjukkan
bahwa lebih dari 7 juta tenaga kerja telah terpajan oleh bahaya debu, ditemukan
sekitar 400.000 kasus pneumoconiosis dan mengakibatkan kurang lebih 80.000
kematian. Hal ini merupakan salah satu contoh risiko kesehatan yang
dihubungkan dengan pencemaran udara di lingkungan kerja (Wang Sheng, 1997
dalam Siregar, 2004).
Debu dapat menyebabkan kerusakan paru dan fibrosis apabila terinhalasi
selama bekerja terus menerus. Bila alveoli mengeras, akibatnya mengurangi
elastisitas dalam menampung volume udara sehingga kemampuan mengikat
oksigen menurun (Depkes RI, 2003). Semakin lama seseorang dalam bekerja
maka semakin banyak dia telah terpapar bahaya yang ditimbulkan oleh
lingkungan kerja tersebut (Suma’mur, 1988).
Tinta merupakan campuran bahan kimia yang sudah dikenal sejak dahulu
dan banyak digunakan di berbagai industri. Tinta cetak berupa partikel halus
3
yang dapat terhisap ke dalam saluran nafas. Lokasi deposisi partikel di saluran
nafas ditentukan oleh konsentrasi, kelarutan, dan ukurannya.Partikel dengan
ukuran yang kecil akan mudah terhisap, sehingga potensial merupakan pajanan
khususnya terhadap kesehatan paru. Tinta cetak juga dapat mempengaruhi
beberapa organ lain seperti susunan saraf pusat, hati, ginjal, kulit, mata, organ
reproduksi, jantung, dan paru (Wahyuningsih,2003).
Partikel berukuran 10 μm atau lebih akan mengendap di hidung dan
faring, yang berukuran kurang dari 5 μm dapat penetrasi sampai ke alveoli, dan
partikel berukuran sedang (5-10 μm) akan mengendap di beberapa tempat di
saluran nafas besar. Lokasi deposisi partikel akan memberikan respon atau
penyakit yang berbeda. Faktor manusia juga berperan penting dalam
berkembangnya penyakit, seperti kebiasaan merokok, kecepatan aliran udara
pernafasan, ukuran paru dan faktor genetik (Levi,1994).
Industri percetakan yang kini banyak termasuk dalam industri sektor
informal. Industri sektor informal adalah sektor kegiatan ekonomi marginal atau
kecil-kecilan. Ciri-ciri kegiatan ekonomi marginal yang dikategorikan ke
dalam sektor informal antara lain sebagai berikut: 1) Pola kegiatannya tidak
teratur, baik dalam arti waktu, permodalan, maupun penerimaan, 2) Pada
umumnya tidak tersentuh oleh peraturan dan ketentuan yang ditetapkan oleh
pemerintah, 3) Modal, peralatan, dan perlengkapan maupun omsetnya biasanya
kecil dan diusahakan atas dasar hitungan harian, 4) Pada umumnya tidak
mempunyai tempat usaha yang permanen dan terpisah dari tempat tinggal, 5)
4
Tidak mempunyai keterikatan dengan usaha lain yang besar, 6) Pada umumnya
dilakukan oleh dan melayani golongan masyarakat yang berpendapatan rendah,
7) Tidak membutuhkan keahlian dan keterampilan khusus, sehingga secara luwes
dapat menyerap tenaga kerja dengan bermacam-macam tingkat pendidikan dan
8) Umumnya tiap-tiap satuan usaha memperkerjakan tenaga dari lingkungan
keluarga, kenalan, atau berasal dari daerah yang sama (Direktorat Bina Peran
Serta Masyarakat, 1990).
Menurut Iryanti (2010), Direktur Tenaga Kerja dan Penciptaan
Kesempatan Kerja Kementerian Negara Perencanaan Pembangunan Nasional,
bahwa timbulnya sektor informal ini adalah akibat dari rendahnya peluang kerja
di sektor formal sehingga pertumbuhan angkatan kerja tidak sebanding dengan
ketersediaan lapangan kerja. Akibatnya, banyak pencari kerja yang mengadu
nasib di sektor informal, saat ini ada sekitar 70 % pekerja Indonesia yang bekerja
di sektor informal. Akan tetapi, kelompok masyarakat pekerja sektor informal
masih belum memperoleh perhatian dalam hal kesehatan kerjanya. Selama ini
mereka hanya memperoleh pelayanan kesehatan secara umum, namun belum
dikaitkan dengan pekerjaannya. Seperti tindakan pencegahan dan pengendalian
yang ada belum di sesuaikan dengan potensi bahaya yang ada di tempat kerja.
Pada umumnya fasilitas pelayanan keselamatan dan kesehatan kerja lebih banyak
dinikmati oleh tenaga kerja yang bekerja pada industri berskala besar (jumlah
pekerja lebih dari 500 orang). Pada industri berskala kecil dan menengah,
5
fasilitas pelayanan keselamatan dan kesehatan kerja masih bersifat parsial dan
mungkin tidak ada sama sekali (Nur, 2005).
Menurut Khumaidah (2009), kapasitas vital paru dipengaruhi oleh
beberapa hal, yaitu: umur, jenis kelamin, kondisi kesehatan, riwayat penyakit dan
pekerjaan, kebiasaan merokok dan olahraga, serta status gizi dapat
mempengaruhi kapasitas vital paru. Beberapa hasil penelitian membuktikan
bahwasanya ada beberapa faktor yang berhubungan dengan kapasitas vital paru.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Khumaidah (2009), menunjukkan ada
hubungan antara kadar debu, masa kerja, penggunaan APD, kebiasaan olahraga
dengan kapasitas vital paru pada pekerja mebel PT Kota Jati Furnindo desa
Suwawal kecamatan Mlonggo kabupaten Jepara.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Budiono (2007) didapatkan bahwa
ada hubungan antara penggunaan masker dan masa kerja dengan kapasitas vital
paru pada pekerja pengecatan mobil di Kota Semarang. Hasil penelitian yang
dilakukan oleh Trisnawati (2007) diperoleh bahwa ada hubungan yang bermakna
antara kebiasaan merokok, dan riwayat penyakit paru dengan kapasitas vital
paru.
Lingkungan kerja yang sering dipenuhi oleh debu, dapat mengganggu
produktivitas dan mengganggu kesehatan di pihak lain. Hal ini sering
menyebabkan gangguan pernapasan ataupun dapat mengganggu kapasitas vital
paru (Suma’mur, 1996). Dalam kondisi tertentu, debu merupakan bahaya yang
dapat menyebabkan pengurangan kenyamanan kerja, gangguan penglihatan,
6
gangguan fungsi faal paru bahkan dapat menimbulkan keracunan umum (Depkes
RI, 2003).
Setelah peneliti melakukan observasi di lapangan, kondisi ruang kerja
industri percetakan di kawasan Mega Mall Ciputat yang berpotensi menimbulkan
gangguan kesehatan terhadap pekerja diantaranya adalah ruang kerja berdebu
yang berasal dari debu kertas. Hasil dari pemotongan kertas membuat udara di
dalam ruangan bercampur dengan debu kertas yang dapat menyebabkan
kerusakan paru dan fibrosis apabila terinhalasi selama bekerja terus menerus.
Sedangkan debu dari tinta cetak yang begitu menyengat memperburuk kualitas
udara di dalam ruang kerja ditambah lagi dengan tidak ada satu orang pun dari
pekerja yang menggunakan alat pelindung diri (APD)/masker. Kondisi luas
ruangan yang sempit dan tata ruang yang tidak teratur dapat menghambat
sirkulasi udara. Sedangkan ventilasi yang ada tidak cukup membantu sebagai
media keluar masuknya udara bersih guna menjaga agar ruangan tetap nyaman
bagi pekerja. Dikarenakan ventilasi yang ada tidak memperhatikan luas ruangan
yang ada untuk kemudian disesuaikan dengan luas ventilasi pada setiap ruangan.
Sebelum penelitian ini dilakukan, peneliti terlebih dahulu melakukan studi
pendahuluan. Hasil studi pendahuluan pada tanggal 13 Mei 2013 yaitu kepada 10
pekerja percetakan dengan menggunakan alat Spirometer, 5 diantaranya
mengalami restriksi ringan. Sedangkan 2 diantaranya mengalami restriksi
sedang. Responden yang lain masing-masing mengalami gangguan obstruksi
7
sedang berat dan restriksi berat. Sedangkan dari 10 responden yang diteliti hanya
1 yang dalam kondisi faal paru dalam batas normal.
Dengan latar belakang inilah peneliti ingin meneliti tentang faktor-faktor
yang berhubungan dengan kapasitas vital paru (KVP) pada pekerja percetakan di
Mega Mall Ciputat tahun 2013.
B. Rumusan Masalah
Berbagai partikel berbahaya di tempat kerja dapat memberikan pengaruh
buruk terhadap kesehatan tenaga kerja seperti debu kertas dan tinta. Debu kertas
dan tinta yang berada di udara tempat kerja dapat berpotensi masuk ke dalam
paru-paru melalui inhalasi, sehingga dapat menyebabkan perubahan pada
jaringan paru sampai pada berkurangnya fungsi paru atau lebih dikenal dengan
penurunan fungsi paru yang bersifat restriktif.
Di industri percetakan, kondisi lingkungan kerja yang berpotensi
menimbulkan dampak terhadap pekerja diantaranya adalah paparan debu padat
yang bersumber dari kertas dan tinta yang dapat menyebabkan kerusakan paru
dan fibrosis apabila terinhalasi selama bekerja terus menerus. Faktor ventilasi
sebagai media keluar masuknya udara bersih agar ruangan tetap nyaman bagi
pekerja belum diperhatikan secara optimal oleh pemilik percetakan dan para
pekerja tidak menggunakan alat pelindung diri (APD)/masker dalam bekerja.
Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang dilakukan pada 10 pekerja
percetakan di kawasan Mega Mall Ciputat, diketahui pekerja percetakan yang
8
mengalami restriksi kapasitas vital paru ringan sebanyak 5 orang atau sebesar
50% dan restriksi kapasitas vital paru sedang sebanyak 2 orang atau sebesar 20%.
Sedangkan masing-masing 1 orang yang mengalami obstruksi kapasitas vital
paru sedang berat dan restriksi berat atau sebesar masing-masing 10 %.
Sedangkan dari 10 responden yang diteliti hanya 1 orang atau 10% memiliki
kapasitas vital paru normal. Artinya dari 10 pekerja percetakan diketahui
mayoritas pekerja percetakan yang diteliti mengalami restriksi kapasitas vital
paru.
Berdasarkan rumusan masalah tersebut, peneliti ingin melakukan
penelitian tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan gangguan fungsi paru
pada pekerja percetakan di Mega Mall Ciputat tahun 2013.
C. Pertanyaan Penelitian
1. Bagaimana gambaran kapasitas vital paru pada pekerja percetakan di Mega
Mall Ciputat tahun 2013?
2. Bagaimana gambaran umur, kebiasaan merokok, kebiasaan olahraga, status
gizi, riwayat penyakit, masa kerja dan jenis kelamin pekerja percetakan di
Mega Mall Ciputat tahun 2013?
3. Bagaimana gambaran kadar debu total dan ventilasi ruangan di lingkungan
kerja percetakan di Mega Mall Ciputat tahun 2013?
4. Apakah ada hubungan antara umur, kebiasaan merokok, kebiasaan olahraga,
status gizi, riwayat penyakit, masa kerja dan jenis kelamin pekerja dengan
9
Kapasitas Vital Paru pada pekerja percetakan di Mega Mall Ciputat tahun
2013?
5. Apakah ada hubungan antara kadar debu total dan ventilasi ruangan dengan
Kapasitas Vital Paru pekerja percetakan di Mega Mall Ciputat tahun 2013?
D. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum Penelitian
Mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kapasitas vital paru
pada pekerja percetakan di Mega Mall Ciputat tahun 2013.
2. Tujuan Khusus Penelitian
a. Diketahuinya gambaran kapasitas vital paru pekerja percetakan di Mega
Mall Ciputat tahun 2013.
b. Diketahuinya gambaran umur, kebiasaan merokok, kebiasaan olahraga,
status gizi, riwayat penyakit, masa kerja dan jenis kelamin pekerja
percetakan di Mega Mall Ciputat tahun 2013.
c. Diketahuinya gambaran kadar debu total dan ventilasi ruangan pada
lingkungan kerja percetakan di Mega Mall Ciputat tahun 2013.
d. Diketahuinya hubungan antara umur, kebiasaan merokok, kebiasaan
olahraga, status gizi, riwayat penyakit, masa kerja dan jenis kelamin
pekerja percetakan di Mega Mall Ciputat tahun 2013.
10
e. Diketahuinya hubungan antara kadar debu total dan ventilasi ruangan
dengan kapasitas vital paru pekerja percetakan di Mega Mall Ciputat
tahun 2013.
E. Manfaat Penelitian
1. Bagi Industri Percetakan
Diharapkan hasil dari penelitian ini dapat menjadi bahan masukan
mengenai gambaran kapasitas vital paru pada pekerja dan faktor-faktornya
sehingga dapat menjadi bahan proses penetapan kebijakan kesehatan kerja
di industri percetakan.
2. Bagi Peneliti Lain
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan
referensi bagi peneliti lain, untuk melakukan penelitian lebih mendalam
mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan kapasitas vital paru.
3. Bagi Penulis
Diharapkan melalui penelitian ini, peneliti mengimplementasi
keilmuan K3 yang telah diperoleh selama perkuliahan, khususnya
mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan kapasitas vital paru.
11
F. Ruang Lingkup Penelitian
Topik penelitiaan ini tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan
kapasitas vital paru pada pekerja di industri percetakan. Penelitiaan ini
pelaksanaannya di industri percetakan Mega Mall Ciputat Jalan Ir.H. Juanda
Ciputat, Tangerang Selatan. Pada bulan Februari sampai Maret tahun 2013,
oleh mahasiswa semester XII peminatan Keselamatan dan Kesehatan Kerja
(K3) jurusan Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Penelitian ini bersifat kuantitatif dengan desain studi Cross Sectional.
Populasi penelitian ini adalah seluruh pekerja di industri percetakan Mega
Mall Ciputat. Sasaran penelitian adalah pekerja percetakan yang ada di
kawasan Mega Mall Ciputat dengan jumlah sampel 70 orang. Hal tersebut
dilakukan karena berdasarkan hasil studi pendahuluan yang dilakukan pada 10
pekerja percetakan di kawasan Mega Mall Ciputat, diketahui 5 diantaranya
mengalami restriksi ringan. Sedangkan 2 diantaranya mengalami restriksi
sedang. Responden yang lain masing-masing mengalami gangguan obstruksi
sedang berat dan restriksi berat. Sedangkan dari 10 responden yang diteliti
hanya 1 yang dalam kondisi faal paru dalam batas normal.
Data-data yang diperoleh berasal dari data primer dengan pengukuran
Kapasitas Vital Paru (KVP) dengan alat Spyrometer, kadar debu total dengan
alat Huz Dust Model EPAM 5000, pengukuran berat badan dengan timbangan
badan, pengukuran tinggi badan dengan Microtoa, pemeriksaan kesehatan
oleh dokter dan quesioner pada pekerja di industri percetakan Mega Mall
12
Ciputat. Data tersebut disajikan dalam tabel distribusi frekuensi, kemudian
dilakukan uji statistik dengan rumus chisquare untuk melihat hubungan antara
variabel independen (umur, masa kerja, kebiasaan merokok, kebiasaan
olahraga, status gizi, riwayat penyakit, jenis kelamin, kadar debu total dan
luas ventilasi ruangan) dengan variabel dependen (kapasitas vital paru).
13
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kapasitas Vital Paru (KVP)
Kapasitas vital paru adalah jumlah udara maksimum pada seseorang yang
berpindah pada satu tarikan napas. Kapasitas ini mencakup volume cadangan
inspirasi, volume tidal dan cadangan ekspirasi. Nilainya diukur dengan menyuruh
individu melakukan inspirasi maksimum, kemudian menghembuskan sebanyak
mungkin udara di dalam parunya ke alat pengukur (Corwin, 2001). Menurut
Tambayong, kapasitas vital paru adalah jumlah udara maksimal yang dapat
dikeluarkan dari paru, setelah udara dipenuhi secara maksimal (Tambayong,
2001).
Sedangkan menurut Suma’mur (1998), kapasitas fungsi paru
merupakan penjumlahan dari dua volume paru atau lebih. Yang termasuk
pemeriksaan kapasitas fungsi paru-paru adalah:
a. Kapasitas Inspirasi (Inspiratory Capacity=IC) adalah volume udara yang
masuk paru setelah inspirasi maksimal atau sama dengan volume
cadangan inspirasi ditambah volume tidal (IC=IRV+TV).
b. Kapasitas Vital (Vital Capacity), volume udara yang dikeluarkan melalui
ekspirasi maksimal setelah sebelumnya melakukan inspirasi maksimal.
Kapasitas vital besarnya sama dengan volume inspirasi cadangan
ditambah volume tidal (VC=IRV+ERV+TV).
14
c. Kapasitas Paru Total (Total Lung Capacity=TLC) adalah kapasitas vital
ditambah volume sisa (TLC=VC+RV atau TLC=IC+ERV+RV)
d. Kapasitas Residu Fungsional (Functional Residual Capacity=FRC) adalah
volume ekspirasi cadangan ditambah volume sisa (FRC=ERV+RV)
Berdasarkan hasil penelitian Rini (1998) di Mojokerto menunjukan bahwa
penurunan kapasitas vital paru pada pekerja pemecah batu, dengan gangguan
restriksi sebesar 67%, ia menyimpulkan bahwa penurunan kapasitas vital paru
terjadi karena penurunan elastisitas paru yang di sebabkan oleh fibrosis akibat
pajanan debu yang diduga mengandung silica. Sedangkan berdasarkan hasil
penelitian Adi (2007) pada pabrik pembuatan genteng, diketahui 35 (85%)
pekerja mengalami restriksi dari 41 orang pekerja.
B. Sistem Pernafasan Manusia
1. Pengertian saluran pernafasan
Saluran pernafasan adalah saluran yang mengangkut udara antara
atmosfer dan alveolus, yaitu tempat terakhir yang merupakan satu-satunya
tempat pertukaran gas-gas antara udara dan darah dapat berlangsung
(Thabrani,1996).
2. Fungsi pernafasan
Fungsi utama pernafasan adalah untuk pertukaran gas yakni untuk
memperoleh oksigen agar dapat digunakan oleh sel-sel tubuh dan
mengeleminasi karbondioksida yang dihasilkan oleh sel (Thabrani,1996).
15
3. Jalur pernafasan
Saluran pernafasan berawal dari saluran hidung (nasal). Dari hidung
berjalan ke faring (tenggorokan) yang berfungsi sebagai saluran bersama bagi
sistem pernafasan maupun sistem pencernaan. Dari faring kemudian laring
atau kotak suara yang dapat menghasilkan berbagai macam bunyi. Dari laring
menuju ke trakea yang terbagi menjadi dua cabang utama bronkus kanan dan
kiri. Dalam setiap paru bronkus terus bercabang menjadi slauran nafas yang
makin sempit. Cabang terkecil dikenal sebagai bronkiolus, tempat
terkumpulnya alveolus kantung udara kecil tempat terjadinya pertukaran gas-
gas antar udara dan darah (Thabrani,1996).
4. Pertahanan paru
Paru-paru mempunyai pertahanan yang khusus dalam mengatasi
berbagai kemungkinan tarjadi kontak dengan alergen dalam mempertahankan
tubuh, sebagaimana mekanisme tubuh pada umumnya, maka paru-paru
mempunyai pertahanan seluler dan humoral. Mekanisme pertahanan tubuh
yang penting pada paru-paru terbagi atas (Thabrani,1996):
a) Filtrasi udara pernafasan
Hembusan udara yang melalui rongga hidung mempunyai berbagai
ukuran. Partikel berdiameter 5 – 7 μ akan bertahan di orofaring, diameter
0,5 – 5 μ akan masuk sampai ke paru-paru dan diameter 0,5 μ dapat masuk
sampai ke alveoli tetapi dapat keluar bersama sekresi.
16
b) Pembersihan melalui mukosilia
c) Sekresi oleh humoral lokal
d) Fagositosis
C. Volume dan Kapasitas Vital paru
Volume paru dan kapasitas vital paru merupakan gambaran fungsi
ventilasi sistem pernapasan. Dengan mengetahui besarnya volume dan kapasitas
vital paru dapat diketahui besarnya kapasitas ventilasi maupun ada tidaknya
kelainan fungsi ventilisator paru.
1. Volume Paru
Selama pernapasan berlangsung, volume selalu berubah-ubah.
Dimana mengembang sewaktu inspirasi dan mengempis sewaktu ekspirasi.
Dalam keadaan normal, pernapasan terjadi secara pasif dan berlangsung
hampir tanpa disadari (Suma’mur, 1988). Beberapa parameter yang
menggambarkan volume paru adalah:
- Volume Tidal (Tidal Volume=TV), adalah volume udara masuk dan keluar
pada pernapasan. Besarnya TV orang dewasa sebanyak 500 ml.
- Volume Cadangan Inspirasi (Inspiratory Reserve Volume=IRV), volume
udara yang masih dapat dihirup kedalam paru sesudah inspirasi biasa,
besarnya IRV pada orang dewasa adalah 3100 ml.
17
- Volume Cadangan Ekspirasi (Ekspiratory Reserve Volume=ERV), volume
udara yang masih dapat dikeluarkan dari paru sesudah ekspirasi biasa,
besarnya ERV pada orang dewasa adalah 1200 ml.
- Volume Residu (Residual Volume=RV), udara yang masih tersisa didalam
paru sesudah ekspirasi maksimal. TV, IRV dan ERV dapat diukur dengan
spirometer, sedangkan RV=TLC-VC.
2. Kapasitas Paru
Menurut Guyton (1997), kapasitas paru dapat diuraikan sebagai berikut:
a) Kapasitas inspirasi
Jumlah udara yang dapat dihirup oleh seseorang, dimulai pada tingkat
ekspirasi normal dan pengembangan paru sampai jumlah maksimum (kira-
kira 3500 mL).
b) Kapasitas residu fungsional
Jumlah udara yang tersisa dalam paru pada akhir ekspirasi normal (kira-
kira 2300 mL).
c) Kapasitas paru total
Volume maksimum dimana paru dapat dikembangkan sebesar mungkin
dengan inspirasi paksa (kira-kira 5800 mL).
18
D. Pemeriksaan Kapasitas Vital Paru
Metode yang digunakan dalam pemeriksaan kapasitas vital paru adalah
spirometri. Pemeriksaan dengan spirometri ini adalah tes yang berhubungan
dengan fungsi ventilasi paru-paru dan dinding dada, dengan menggunakan alat
spirometer yang mengukur arus dalam satuan isi dan waktu. Uji ini sangat
menguntungkan karena terbukti dapat diandalkan untuk tujuan epidemiologi.
Dikenal beberapa jenis spirometer antara lain: water sealed spirometer.
Alat ini terdiri dari alat untuk bernafas, penangkap CO2 (soda lime), alat pencatat
spirogram (kimograf), alat ini terdiri dari penghisap (piston) didalam silinder,
diantara piston dan silinder terdapat semacam lapisan plastik. Sedangkan
spirometer wedge, spirometer piston, spirometer bellows, terdiri dari alat yang
dapat mengembang dan mengempis akibat pernafasan, terbuat dari karet dan
plastik. Alat ini dihubungkan dengan pena untuk mencatat pergerakan pada kertas
grafik yang berputar dengan kecepatan tetap. Spirometer elektronik, alat ini
mudah dibawa serta mudah digunakan dan hasilnya langsung tertera setelah
pemeriksaan (Ahmadi, 1990).
Menurut Ahmadi (1990) Ada empat volume paru utama serta empat
kapasitas paru utama yang diukur dengan spirometer. Pemeriksaan volume paru
utama yaitu :
1. Volume alur nafas (tidal volume), adalah jumlah udara yang masuk ke dalam
dan ke luar paru pada pernafasan nomal.
19
2. Volume cadangan inspirasi (inspiratory reserve volume), adalah jumlah udara
yang masih dapat masuk kedalam paru pada inspirasi maksimal setelah
inspirasi biasa.
3. Volume cadangan ekspirasi (expiratory reserve volume), adalah jumlah udara
yang dikeluarkan secara aktif dari dalam paru setelah ekspirasi biasa.
4. Volume residu (residual volume), adalah jumlah udara yang tersisa dalam
paru setelah ekspirasi maksimal.
Hasil dari tes kapasitas vital paru tidak dapat untuk mendiagnosis suatu
panyakit paru-paru tapi hanya memberikan gambaran gangguan fungsi paru yang
dapat dibedakan atas (Price, 1995):
1. Kelainan obstruktif (kelainan pada ekspirasi)
Adalah setiap keadaan hambatan aliran udara karena adanya sumbatan atau
penyempitan saluran nafas. Kelainan obstruktif akan mempengaruhi
kemampuan ekspirasi.
2. Kelainan restriktif (kelainan pada inspirasi)
Adalah gangguan pada paru yang menyebabkan kekakuan paru sehingga
membatasi pengembangan paru-paru. Gangguan restriktif mempengaruhi
kemampuan inspirasi.
Oleh karena itu untuk menetapkan lokasi dari kelainan ini beberapa tes
perlu dilakukan antara lain (Price, 1995):
1. Kapasitas vital (vital capacity)
2. Aliran udara ekspirasi (expiratory air flow)
20
3. Fungsi difusi
4. Analisis gas
Angka-angka yang didapat dari pemeriksaan kapasitas vital paru
mempunyai beberapa kategori, yaitu (Price, 1995):
1. Angka yang ditentukan oleh berat badan, luas permukaan tubuh, tinggi badan
dan usia.
2. Angka-angka yang didapatkan mempunyai variabilitas.
3. Setiap pemeriksaan mempunyai angka yang “predicted”, yakni angka yang
dianggap sebagai pembagi dari angka pemeriksaan.
4. Untuk menggambarkan fungsi paru adalah angka yang diperoleh dibagi
dengan angka”predicted” dalam 100%.
Dasar pemeriksaan kapasitas vital paru, terbagi dua yaitu nilai restriktif
dan nilai obstruktif, kriterianya seperti pada tebel berikut (McKay, 1994):
Tabel 2.1
Nilai Restriktif KVP
No %FEV1/FVC %FVC Kesimpulan
1
2
3
4
> 75
> 80
60 – 79
30 – 59
< 30
Normal
Restriktif ringan
Restriktif sedang
Restriktif berat
Sumber: McKay, 1994
21
Tabel 2.2.
Nilai Obstruktif KVP
No %FVC %FEV/FVC Kesimpulan
1
2
3
4
> 75
> 75
60 – 74
30 – 59
< 30
Normal
Obstruktif ringan
Obstruktif sedang
Obstruktif berat
Sumber: McKay, 1994
1. Prosedur Pemeriksaan Spirometri
Menurut Charles (1993), langkah-langkah persiapan pemeriksaan
spirometri mencakup antara lain :
a. Persiapan alat yang digunakan termasuk akurasi dan ketepatan alat
spirometer.
b. Persiapan tenaga kerja yang akan diperiksa, baik fisik maupun mental.
c. Penjelasan-penjelasan mengenai pemeriksaan dan cara-cara pemeriksaan
yang akan dihadapi.
d. Latihan tenaga kerja mengenai cara pemeriksaan bagi tenaga kerja.
Sedangkan menurut Depnakertrans (2005) dalam Modul Pelatihan
Pemeriksaan Kesehatan Kerja, sebelum melakukan pemeriksaan spirometri
ada beberapa hal yang harus disiapkan antara lain :
a. Siapkan alat spirometer dan kalibrasi harus dilakukan sebelum
pemeriksaan.
22
b. Pasien harus dalam keadaan sehat, tidak ada flu atau infeksi saluran nafas
bagian atas, dan hati-hati pada penderita asma karena dapat memicu
serangan asma.
c. Masukkan data yang diperlukan, yaitu umur, jenis kelamin, tinggi badan,
berat badan untuk mengetahui nilai prediksi.
d. Beri petunjuk dan demonstrasikan manuver pada tenaga kerja, yaitu
pernafasan melalui mulut, tanpa ada udara lewat hidung dan celah bibir
yang mengatup mouth tube.
e. Tenaga kerja dalam posisi duduk atau berdiri, lakukan pernafasan biasa,
tiga kali berturut-turut, kemudian langsung menghisap sekuat dan
sebanyak mungkin udara ke dalam paru-paru, dan kemudian dengan cepat
dan sekuat-kuatnya dihembuskan udara melalui mouth tube.
f. Manuver dilakukan tiga kali untuk mengetahui FVC dan FEV1.
g. Hasilnya dapat dilihat pada print out.
Charles (1993) menuliskan bahwa untuk melakukan pemeriksaan
adalah dengan cara sebagai berikut :
a. Memasukkan mouth piece/alat peniup ke dalam mulut sepanjang lebih
kurang setengahnya, harus tepat dan rapat.
b. Tenaga kerja menarik napas semaksimal mungkin, kemudian dilepaskan
sekaligus dengan meniupnya melalui alat peniup ke dalam spirometer.
c. Hal ini dilakukan sebanyak 3 kali untuk mendapatkan hasil yang terbaik
23
d. Spirometer akan merekam hasil yang terbaik dari pemeriksaan yang
dilakukan.
2. Parameter-parameter Faal Paru
Ada banyak jenis parameter pemeriksaan faal paru, namun pada
penelitian ini hanya satu parameter yang dibutuhkan sesuai dengan kebutuhan
penelitian ini yaitu kapasitas vital paksa (forced vital capacity)
a. Vital capacity (VC)
Kapasitas vital sama dengan volume cadangan inspirasi
ditambahkan dengan volume tidal dan volume cadangan ekspirasi. Ini
adalah volume udara maksimum yang dapat dikeluarkan oleh seseorang
dari paru,setelah terlebih dahulu mengisi paru secara maksimum dan
kemudian mengeluarkan sebanyak-banyaknya (kira-kira 4600ml)
(Guyton, 1994).
Ada dua macam kapasitas vital berdasarkan cara pengukurannya
(Hasjim dan Jazir, 1983):
1. Vital Capacity (VC): pada pengukuran jenis ini penderita tidak perlu
melakukan aktivitas pernafasan dengan kekuatan penuh
2. Forced Vital Capacity (FVC): pada pengukuran ini pemeriksaan
dilakukan dengan kekuatan maksimal
24
Pada orang normal tidak ada perbedaan antara kapasitas vital dan
kapasitas vital paksa, tetapi pada keadaan ada gangguan obstruktif
terdapat perbedaan antara kapasitas vital dan kapasitas vital paksa.
b. Kapasitas Vital Paksa (forced vital capacity)
Adalah pengukuran kapasitas vital yang didapat pada ekspirasi
yang dilakukan secepat dan sekuat mungkin. Volume udara ini dalam
keadaan normal nilainya kurang lebih sama dengan kapasitas vital. Pada
penderita obstruktif saluran nafas akan mengalami pengurangan yang jelas
karena penutupan pengatur saluran nafas. Dalam melakukan kapasitas
vital paksa tekniknya mula-mula orang tersebut inspirasi maksimal sampai
kapasitas paru total, kemudian ekspirasi ke dalam spirometer dengan
ekspirasi maksimal paksa secepatnya dan sesempurna mungkin. Kapasitas
vital kuat hampir sama, hanya terdapat perbedaan pada volume dasar paru
antara orang normal dan penderita obstruktif.
Sebaliknya terdapat pebedaan besar pada kecepatan aliran
maksimal yang dapat dikeluarkan seseorang terutama selama detik
pertama. Oleh karena itu biasanya merekam volume ekspirasi paksa
selama detik pertama (FEV 1) dan membandingkan antara yang normal
dan abnormal. Pada orang normal persentase kapasitas vital kuat yang
dikeluarkan pada detik pertama (FEV1/FVC%) adalah 80%. Pada
obstruksi saluran nafas yang serius, yang sering terjadi pada asma akut,
kapasitas ini dapat berkurang menjadi kurang dari 20% (Guyton, 1994).
25
c. Makna kapasitas vital paksa
Selain nilainya bergantung dari bentuk anatomi seseorang, faktor –
faktor utama yang mempengaruhi kapasitas vital adalah (Guyton, 1994):
1. Posisi seseorang ketika kapasitas ini diukur
2. Kekuatan otot-otot pernafasan
3. Daya renggang/ pengembangan paru-paru dan rangka dada yang
disebut “compliance paru”.
Besarnya kapasitas vital pada pria dewasa muda ± 4,6 lt dan pada
wanita dewasa muda kira-kira 3,1 lt. Orang yang tinggi kurus biasanya
mempunyai kapasitas vital lebih besar dari orang yang gemuk pendek ,
sedangkan keadaan latihan olah raga dapat menambah VC sebesar 30-40%
di atas nilai normal yaitu mencapai 6-7 lt.
Penurunan kapasitas vital disebabkan oleh berkurangnya compliance
paru.Faktor apapun yang mengurangi kemampuan paru untuk mengembang
juga menurunkan kapasitas vital, seperti tuberkulosis (TB paru), asma kronik,
bronchitis kronik dan pleuritis fibrosis. Oleh karena itu pengukuran kapasitas
vital merupakan salah satu pengukuran yang terpenting dan paling sederhana
dari semua pengukuran (McKay, 1994).
Perubahan kapasitas akibat bendungan paru pada payah jantung kiri
atau penyakit lain yang menyebabkan bendungan pembuluh darah paru dan
edema, kapasitas vital menjadi menurun, karena kelebihan cairan dalam paru
mengurangi compliance (McKay, 1994).
26
E. Debu Industri
Paparan debu dalam industri percetakan antara lain dihasilkan oleh proses
pemotongan kertas dan tinta cetak. Debu kertas dan tinta cetak merupakan debu
yang dihasilkan dari proses produksi percetakan.
1. Golongan Debu
Menurut Ahmadi (1990), golongan debu terdiri atas dua, yaitu:
a. Padat (solid)
- Dust
Terdiri atas berbagai ukuran mulai dari yang sub mikroskopik
sampai yang besar. Yang berbahaya adalah ukuran yang bisa terhisap
kedalam sistem penafasan (<100 mikron) bersifat dapat terhisap ke
dalam tubuh.
- Fumes
Adalah partikel padat yang terbentuk dari proses evaporasi atau
kondensasi. Pemanasan berbagai logam menghasilkan uap logam yang
kemudian berkondensasi menjadi partikel-partikel metal fumes contoh:
Cd dan Pb.
- Smoke
Adalah produk dari pembakaran bahan organik yang tidak
sempurna dan berukuran 0,5 mikron.
27
b. Cair (Likuid)
Partikel cair biasanya disebut mist atau fog (awan) yang dihasilkan
melalui proses kondensasi atau atomizing. Contoh: hair spray atau obat
nyamuk semprot.
2. Debu yang terdapat di udara terbagi dua yaitu :
a. Particulate matter
Adalah partikel debu yang hanya berada sementara di udara dan
segera mengendap karena daya tarik bumi.
b. Suspended particulate matter
Adalah debu yang tetap berada diudara dan tidak mudah
mengendap.
3. Sifat - sifat Debu
Menurut Muchtler (1973), sifat – sifat debu dapat dikelompokkan dalam
beberapa golongan sebagai berikut :
a. Sifat pengendapan (setting rate)
Sifat debu cenderung selalu mengendap karena adanya gaya
gravitasi bumi. Namun karena kadang-kadang debu ini relatif tetap berada
di udara, debu yang mengendap mempunyai proporsi partikel lebih
banyak daripada yang ada di udara.
28
b. Sifat permukaan basah (wetting)
Sifat permukaan debu cenderung selalu basah karena dilapisi oleh
lapisan air yang sangat tipis.
c. Sifat penggumpalan (floculation)
Permukaan debu dapat menempel satu dengan yang lain dan dapat
menggumpal. Turbulensi udara meningkatkan pembentukan
penggumpalan.
d. Sifat optis (opticalproperties)
Debu atau partikel basah atau lembab lainnya dapat memancarkan
sinar yang bisa terlihat dalam kamar gelap.
e. Sifat listrik (electrical)
Sifat listrik tetap yang dapat menarik partikel lain yang
berlawanan, ini mempercepat penggumpalan debu.
4. Macam-macam debu
Pembagian debu didasarkan pada sifat dan efeknya. Menurut Ahmadi
(1990), secara garis besar ada tiga macam debu, yaitu:
a. Debu organik, seperti debu kapas, debu kertas, debu daun-daunan
tembakau dan sebagainya.
b. Debu mineral yang mempunyai senyawa komplek seperti SiO0, SiO3,
arang batu dan sebagainya
c. Debu metal, seperti timah hitam, merkui, cadmium, arsen, dan lain-lain.
29
5. Ukuran partikel debu
a. Ukuran 5-10 μ akan ditahan oleh jalan pernafasan bagian atas.
b. Ukuran 3-5μ ditahan oleh bagian tengah jalan pernafasan.
c. Ukuran 1-3 μ langsung kepermukaan alveoli paru-paru.
d. Ukuran 0,1-1 μ bergerak keluar masuk alveoli sesuai gerakan brown.
6. Pengaruh debu terhadap kesehatan
a. Keracunan lokal
b. Debu penyebab fibrosis, karena sifatnya yang tidak larut dapat masuk
kedalam nafas besama-sama udara pernafasan, diendapkan dalam paru-
paru dan diselimuti oleh jaringan yang mengeras
c. Debu inert yaitu debu yang tidak berbahaya tetapi dapat menganggu
kenyamanan kerja (contoh debu tanah).
d. Debu alergen, yaitu debu penyebab alergi ( debu organik).
e. Debu iritan, iritan debu yang dapat mengakibatkan luka secara lokal
(contoh debu flour).
f. Infeksi saluran pernafasan bagian atas (ISPA).
30
7. Nilai Ambang Batas (NAB) Debu
Debu, aerosol dan gas iritan kuat menyebabkan refleks batuk atau
spasme laring (penghentian pernapasan). Kalau zat-zat ini menembus ke
dalam paru-paru dapat terjadi bronkhitis toksik, edema paru atau pneumonitis
(WHO, 1993). Berdasarkan Kepmenkes RI NO. 1405/MENKES/SK/XI/2002,
tanggal 19 November 2002 tentang persyaratan kesehatan lingkungan kerja di
perkantoran yaitu meliputi semua ruangan, halaman, dan area sekelilingnya
yang merupakan bagian atau yang berhubungan dengan tempat kerja untuk
perkantoran. Kandungan debu maksimal di dalam udara ruangan dalam
pengukuran rata-rata 8 jam adalah sebesar 0,15 mg/m3 untuk debu total
dengan suhu 18-28oC (Depkes RI, 2002).
F. Dampak Inhalasi Tinta Cetak Terhadap Kesehatan Paru
Tinta merupakan campuran bahan kimia yang sudah dikenal sejak dahulu
dan banyak digunakan di berbagai industri. Tinta cetak banyak digunakan di
industri-industri percetakan dan sablon. Tinta cetak mengubah substansi menjadi
aerosol, yaitu kumpulan partikel halus berupa cair atau padat. Aerosol dengan
ukurannya yang kecil akan mudah terhisap, sehingga potensial merupakan
pajanan khususnya terhadap kesehatan paru. Selain itu juga berpotensi
menyebabkan penyakit paru akibat kerja, antara lain kanker, asma, dan
pneumonitis hipersensitivitas. Tinta cetak juga dapat mempengaruhi beberapa
31
organ lain seperti susunan saraf pusat, hati, ginjal, kulit, mata, organ reproduksi,
jantung, dan paru (Wahyuningsih,2003).
Tinta cetak berupa partikel halus yang dapat terhisap ke dalam saluran
nafas. Lokasi deposisi partikel di saluran nafas ditentukan oleh konsentrasi,
kelarutan, dan ukurannya. Partikel berukuran 10 μm atau lebih akan mengendap
di hidung dan faring, yang berukuran kurang dari 5 μm dapat penetrasi sampai ke
alveoli, dan partikel berukuran sedang (5-10 μm) akan mengendap di beberapa
tempat di saluran nafas besar. Lokasi deposisi partikel akan memberikan respon
atau penyakit yang berbeda. Faktor manusia juga berperan penting dalam
berkembangnya penyakit, seperti kebiasaan merokok, kecepatan aliran udara
pernafasan, ukuran paru dan faktor genetik (Levi,1994).
Paru sebagai organ dengan permukaan yang luas, aliran darah yang cepat
dan epitel alveolar yang tipis merupakan tempat kontak yang penting dengan
substansi yang berasal dari lingkungan. Tinta cetak dapat masuk ke dalam tubuh
manusia melalui inhalasi, kontak kulit dan oral, yang merupakan pajanan
potensial (WHO,1995).
32
Tinta cetak berisi bahan dasar air atau minyak, yang terdiri dari beberapa
unsur. Diantaranya adalah:
1. Zat warna (pigment)
Zat warna atau pigmen adalah unsur dalam tinta yang terlihat sebagai
warna hitam, putih atau kelabu. Pigmen dalam cat berguna untuk mewarnai
dan meningkatkan ketahanan cat. Banyak jenis pigmen merupakan bahan
berbahaya yaitu:
a. Lead chromate
Digunakan untuk memberi warna hijau, kuning dan merah
dapat menyebabkan kerusakan saraf pusat.
b. Chromium
Memberikan warna hijau, kuning, dan oranye; dapat
menyebabkan kanker paru dan iritasi kulit, hidung, dan saluran nafas
atas.
c. Cadmium
Memberi warna hijau, kuning, oranye dan merah; dapat
menyebabkan kanker paru (Wahyuningsih, 2003).
33
2. Bahan pengikat (vehicle)
Bahan pengikat memuat zat warna dan mengikatnya dengan bahan-
bahan cetak. Bahan pengikat biasanya menentukan penyediaan, penyebaran,
pemindahan dan daya penutupan dari tinta, serta menentukan cara atau
kecepatan pengeringannya. Pada tahun-tahun terakhir ini damar sintetis telah
menggantikan minyak pengering. Untuk Fotografur digunakan suatu bahan
pengikat khusus yaitu alkohol atau aseton yang menyebabkan tinta mengering
sebagian karena penyerapan dan sebagian karena penguapan. Tinta Fotografur
cepat menguap namun kilaunnya kurang dan berbahaya bagi kesehatan karena
uap yang dihasilkan dapat menimbulkan bahaya kebakaran.
3. Bahan pencair (thinner)
Pencair ini membantu kerja pada mesin. Pencair ini biasanya
dipisahkan dari bahan pengikatnya, mempengaruhi ketahanan, peresapan,
penggilapan, pengeringan dan pelekatan tinta. Semua tinta mengandung
pelarut/ solvent yang biasanya berupa tiner. Tiner akan menguap segera
setelah tinta digunakan dalam proses industri, saat itu pekerja percetakan
dapat menghisap bahan berbahaya yang terkandung dalam solvent. Pajanan
terhadap solvent dapat menyebabkan sakit kepala, pusing, iritasi mata,
hidung, dan tenggorokan, masalah reproduksi dan kanker (Holmberg, 1994).
34
4. Bahan pengering (drier)
Bahan pengering ini ditambahkan kepada tinta cetak untuk membantu
pengeringan secara oksidasi. Kebanyakan bahan pengering berunsur cobalt
merupakan bahan berawrna keputih-putihan seperti besi, nikel, mangan,
timah, yang dapat larut kedalam berbagai bahan pengikat. Bahan pengering
bekerja seiring dengan peningkatan suhu sehingga tinta lebih cepat mengering
pada suhu panas dari pada suhu dingin.
5. Pengubah (modifier)
Pengubah berbentuk seperti malam dan minyak untuk mengontrol
pengeringan, kekenyalan, ketahanan, kekilapan dan kemampuan bertahan
terhadap gesekan. Jika bahan pembungkus mentega, daging, buah, sayur-
sayur, dan lain-lain dicetak, maka pengubah ( modifier ) dapat mengatur bau
dari pada tinta.
35
G. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kapasitas Vital Paru pada Pekerja
Industri Percetakan
Banyak faktor yang mempengaruhi gangguan fungsi paru khususnya pada
aspek tenaga kerja adalah usia tenaga kerja saat bekerja,jenis kelamin, masa kerja,
penggunaan Alat Pelindung Diri (APD), kebiasan merokok, kebiasaan olahraga ,
status gizi dan riwayat penyakit. Adapun faktor yang mempengaruhi gangguan
fungsi paru pekerja pada aspek non – pekerjaan adalah paparan kadar debu total
serta luas ventilasi udara dalam ruangan.
1. Umur
Umur merupakan variabel yang penting dalam hal terjadinya
gangguan fungsi paru. Semakin bertambahnya umur, terutama yang disertai
dengan kondisi lingkungan yang buruk serta kemungkinan terkena suatu
penyakit,maka kemungkinan terjadinya penurunan fungsi paru dapat terjadi
lebih besar.
Seiring dengan pertambahan umur, kapasitas paru juga akan menurun.
Kapasitas paru orang berumur 30 tahun ke atas rata-rata 3.000 ml sampai
3.500 ml, dan pada orang yang berusia 50 tahunan kapasitas paru kurang dari
3.000 ml (Guyton,1994).
Secara fisiologis dengan bertambahnya umur maka kemampuan organ-
organ tubuh akan mengalami penurunan secara alamiah tidak terkecuali fungsi
paru. Kondisi seperti ini akan bertambah buruk dengan keadaan lingkungan
36
yang berdebu dan faktor-faktor lain seperti kebiasaan merokok, tidak
tersedianya masker juga penggunaan yang tidak disiplin, lama paparan serta
riwayat penyakit yang berkaitan dengan saluran pernafasan. Rata-rata pada
umur 30 – 40 tahun seseorang akan mengalami penurunan fungsi paru yang
dengan semakin bertambah umur semakin bertambah pula gangguan yang
terjadi (Price,1995).
Dalam penelitian Siti M (2006), semakin bertambah usia maka akan
dapat menurunkan kapasitas vital paru seseorang. Begitupun hasil penelitian
yang dilakukan Yulaekah (2007) pada pekerja industri batu kapur menunjukan
ada hubungan yang bermakna antara umur seseorang dengan kapasitas vital
paru.
2. Jenis kelamin
Menurut Guyton (1997) volume dan kapasitas seluruh paru pada
wanita kira-kira 20 sampai 25 persen lebih kecil dari pada pria, dan lebih
besar lagi pada atletis dan orang yang bertubuh besar daripada orang yang
bertubuh kecil dan astenis. Menurut Tambayong (2001) disebutkan bahwa
kapasitas paru pada pria lebih besar yaitu 4,8 L dibandingkan pada wanita
yaitu 3,1 L.
Kapasitas vital rata – rata pria dewasa muda lebih kurang 4,6 liter dan
perempuan muda kurang lebih 3,1 liter. Volume paru pria dan wanita terdapat
perbedaan bahwa kapasitas paru total (kapasitas inspirasi dan kapasitas residu
37
fungsional), pria adalah 6,0 liter dan wanita 4,2 liter (Antarudin,2002). Dalam
penelitian Yulaekah (2007) mengatakan bahwa ada hubungan antara jenis
kelamin dengan kapasitas vital paru pada pekerja.
3. Masa Kerja
Menurut Mila (2006), masa kerja adalah lamanya seorang tenaga
kerja bekerja dalam (tahun) dalam satu lingkungan perusahaan, dihitung mulai
saat bekerja sampai penelitian berlangsung. Dalam peneiltian Setiyani (2005),
dalam lingkungan kerja yang berdebu, masa kerja dapat mempengaruhi dan
menurunkan kapasitas fungsi paru pada karyawan. Menurut Fahmi (1990)
yang dikutip oleh Solech (2001), menyebutkan bahwa masa kerja dapat
dikategorikan menjadi dua yaitu:
1. Masa kerja baru (< 5 tahun )
2. Masa kerja lama (≥ 5 tahun )
Bermacam bahan baku di industri percetakan merupakan bahan
karsinogen yang dapat menyebabkan penyakit paru seperti kanker paru.
Pajanan kronik dari bahan karsinogen membutuhkan waktu lama untuk dapat
menyebabkan kanker. Lama waktu pajanan akan meningkatkan risiko kanker
paru.
Semakin lama seseorang dalam bekerja maka semakin banyak dia
telah terpapar bahaya yang ditimbulkan oleh lingkungan kerja tersebut
(Suma’mur, 1988). Sedangkan berdasarkan hasil penelitian Ulinta (1998) di
38
Bandung, mengatakan bahwa masa kerja di suatu perusahaan yang
mengandung banyak debu mempunyai resiko tinggi untuk timbulnya
pneumkoniosis.
4. Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD)
Suatu kegiatan industri, paparan dan risiko yang ada ditempat kerja
tidak selalu dapat dihindari. Upaya untuk pencegahan terhadap kemungkinan
penyakit akibat kerja dan kecelakaan kerja harus senantiasa dilakukan. Ada
beberapa alternatif pengendalian (secara tehnik dan administratif) yang bisa
dilaksanakan, namun mempunyai beberapa kendala. Pilihan yang sering
dilakukan adalah melengkapi tenaga kerja dengan alat pelindung diri
dijadikan suatu kebiasaan dan keharusan. Hal ini sesuai dengan Undang-
Undang No 1 Th 1970 tentang keselamatan kerja khususnya pasal 9, 12 dan
14 yang mengatur penyediaan dan penggunaan alat pelindung diri di tempat
kerja baik pengusaha maupun tenaga kerja.
Menurut Suma’mur (1988), alat pelindung diri adalah suatu alat yang
dipakai untuk melindungi diri atau tubuh terhadap bahaya-bahaya kecelakaan
kerja. Jadi, alat pelindung diri merupakan salah satu cara untuk mencegah
kecelakaan, dan secara teknis APD tidaklah sempurna dapat melindungi tubuh
akan tetapi dapat mengurangi tingkat keparahan dari kecelakaan yang terjadi.
Perlindungan tenaga kerja melalui usaha-usaha teknis pengamanan
tempat, peralatan dan lingkungan kerja adalah sangat perlu diutamakan.
39
Namun, kadang-kadang keadaan bahaya masih belum dapat dikendalikan
sepenuhnya, sehingga digunakan alat-alat pelindung diri. Alat pelindung diri
haruslah enak dipakai, tidak mengganggu kerja dan memberikan perlindungan
yang efektif (Suma’mur, 1996).
Pilihan peralatan di bidang ini amat luas, mulai dari masker debu
sekali pakai biasa sampai ke alat pernapasan isi sendiri dan banyak
kebingungan kapan alat itu dipakai dan untuk bahaya apa. Jika pilihan keliru,
dapat membahayakan pemakai dan dapat menyebabkan apiksia. Pelatihan
pemakian juga diperlukan, tak tergantung pada alat apa yang dipakai,
demikian juga harus tersedia fasilitas pemeliharaan dan pembersihan (Gill,
2005). Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan Adi (2007) menunjukan
ada hubungan antara penggunaan APD (masker) dengan kapasitas vital paru.
a. Jenis Alat Pelindung Diri (APD)
1) Masker
Masker berguna untuk melindungi masuknya debu atau partikel-
partikel yang lebih besar ke dalam saluran pernafasan, dapat terbuat
dari kain dengan ukuran pori-pori tertentu.
a) Masker penyaring debu
Masker ini berguna untuk melindungi pernafasan dari asap
pembakaran, dan debu.
40
b) Masker berhidung
Masker ini dapat menyaring debu atau benda sampai
ukuran 0,5 mikron.
c) Masker bertabung
Masker ini punya filter yang lebih baik daripada masker
barhidung. Masker ini tepat digunakan untuk melindungi
pernafasan dari gas tertentu.
2) Respirator
a) Respirator sekali pakai, dari bahan filter cocok bagi debu
pernapasan. Bagian muka alat bertekanan negatif karena paru
menjadi penggeraknya.
b) Respirator separuh masker, yang dibuat dari karet atau plastik dan
dirancang menutupi hidung dan mulut. Alat ini memiliki cartridge
yang sesuai, alat ini cocok untuk debu, gas serta uap.Bagian muka
bertekanan negatif, karena hisapan dari paru.
c) Respirator seluruh muka, dibuat dari karet atau plastik dan
dirancanguntuk menutupi mulut, hidung dan mata. Medium filter
dipasang didalam kanister yang langsung disambung dengan
sambungan lentur.Dengan kanister yang sesuai, alat ini cocok
untuk debu, gas dan uap.Bagian muka mempunyai tekanan
negatif, karena paru menghisap disana.
41
d) Respirator berdaya, dengan separuh masker atau seluruh muka,
dibuat dari karet atau plastik yang dipertahankan dalam tekanan
positif dengan jalan mengalirkan udara melalui filter, dengan
bantuan kipas baterai. Kipas itu, filter dan baterainya biasa
dipasang disabuk pinggang, dengan pipa lentuk yang disambung
untuk membersihkan udara sampai ke muka.
e) Respirator topeng muka berdaya mempunyai kipas dan filter yang
dipasang pada helm, dengan udara ditiupkan ke arah bawah,
diatas muka pekerja di dalam topeng yang menggantung. Topeng
dapat dipasang bersama tameng-tameng pinggir, yang dapat
diukur untuk mencocokkan dengan muka pekerja.Baterai
biasanya dipasang pada sabuk. Sedangkan filter dan adsorbent
tersedia dan jenis untuk pengelas juga tersedia (Gill, 2005).
5. Kebiasaan merokok
Kebiasaan merokok merupakan faktor risiko pada penyakit paru
obstruktif kronis, dimana kecenderungan semakin banyak merokok makin
banyak gangguan pada parunya termasuk kanker paru. Asap rokok
mengandung banyak zat kimia beracun yang sangat berbahaya bagi kesehatan
sistem respirasi, seperti : nikotin, tar, karbonmonoksida, dan zat-zat beracun
lainnya.
42
Tembakau sebagai bahan baku rokok mengandung bahan toksik dan
dapat mempengaruhi kondisi kesehatan karena lebih dari 2000 zat kimia dan
diantaranya sebanyak 1200 sebagai bahan beracun bagi kesehatan manusia.
Dampak merokok terhadap kesehatan paru-paru dapat menyebabkan
perubahan struktur dan fungsi saluran nafas dan jaringan paru-paru. Pada
saluran nafas besar, sel mukosa membesar (hipertropi) dan kelenjar mukus
bertambah banyak (hyperplasia). Pada saluran nafas kecil terjadi radang
ringan hingga penyempitan akibat bertambahnya sel dan penumpukan lendir.
Pada jarimgan paru-paru terjadi peningkatan jumlah sel radang dan kerusakan
alveoli. Akibat perubahan anatomi saluran nafas pada perokok akan timbul
perubahan pada fungsi paru-paru dengan segala macam gejala klinisnya.
Hubungan antara merokok dan kanker paru-paru telah diteliti dalam 4-
5 dekade terakhir ini. Didapatkan hubungan erat antara kebiasaan merokok
terutama sigaret dengan timbulnya kanker paru-paru. Bahkan ada yang secara
tegas menyatakan bahwa rokok sebagai penyebab utama terjadinya kanker
paru-paru. Partikel asap rokok seperti onpyrene, dibenzapyrene dan urethan
dikenal sebagai bahan karsinogen. Bahan tar berhubungan dengan risiko
terjadinya kanker paru.
Hasil penelitian Sasaki, menunjukkan kebiasaan merokok mempunyai
kecenderungan terjadinya obstruksi, namun gangguan paru akibat rokok baru
diketahui setelah umur 40 tahun. Penelitian Hisyam et. al, ditemukan
penderita Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK) perokok 41,6 %, merokok
43
mempunyai risiko untuk menderita PPOK 2,6 kali lebih besar dibandingkan
bukan perokok (Antarudin, 2002). Sedangkan pada penelitian Budiono (2007)
terdapat hubungan yang bermakna antara kebiasaan merokok dengan
kapasitas vital paru.
Tenaga kerja yang mempunyai kebiasaan merokok dapat mempunyai
risiko atau pemicu timbulnya keluhan subyektif saluran pernafasan dan
gangguan ventilasi paru pada tenaga kerja (Giarno, 1995). Sementara Lubis
(1989) menyatakan tenaga kerja yang sebagai perokok merupakan salah satu
faktor risiko penyebab penyakit saluran pernafasan.
Raharjoe dkk (1994) megungkapkan bahwa kebiasaan merokok dapat
menimbulkan gangguan ventilasi paru karena menyebabkan iritasi dan sekresi
mukus yang berlebihan pada bronkus. Keadaan seperti ini dapat mengurangi
efektifitas mukosilier dan membawa partikel-partikel debu sehingga
merupakan media yang baik tumbuhnya bakteri.
Gambar 2.1. Jenis Racun pada Rokok
44
Yunus (1997) mengatakan asap rokok meningkatkan risiko timbulnya
penyakit bronchitis dan kanker paru, untuk itu tenaga kerja hendaknya
berhenti merokok bila bekerja pada tempat yang mempunyai risiko terjadi
penyakit tersebut. Beberapa penelitian tentang bahaya merokok terhadap
kesehatan dan gangguan ventilasi paru dikemukakan oleh Mangesiha dan
Bakele (1998) terdapat hubungan yang signifikan antara kebiasaan merokok
dan gangguan saluran pernafasan.
Adapun untuk mengukur derajat berat merokok biasanya dilakukan
dengan menghitung derajat berat merokok (Indeks Brinkman), yaitu perkalian
antara jumlah rata-rata batang rokok yang dihisap setiap hari kemudian
dikalikan dengan lama merokok dalam tahun (PDPI, 2001). Nilai yang
dihasilkan dari perhitungan tersebut akan dimasukkan kedalam tiga kategori
yaitu:
a. Ringan : 0-200
b. Sedang : 200-600
c. Berat : > 600
6. Kebiasaan Olahraga
Kebiasaan olah raga dapat membantu meningkatkan fungsi paru.
Individu yang mempunyai kebiasaan olah raga memiliki tingkat kesegaran
jasmani yang baik Penelitian Schenker et al (2004) pada pekerja pertanian di
Kosta Rika menunjukkan bahwa pekerja yang mempunyai tingkat kesegaran
45
jasmani yang baik, dapat menjadi faktor protektif terhadap penurunan fungsi
paru. Sementara itu penelitian Debray et al (2002) di India pada pekerja yang
terpapar debu juga menunjukkan bahwa hasil yang sama.
Kebiasaan berolahraga akan menimbulkan Force Vital Capacity (FVC)
seperti yang terjadi pada seorang atlet FVC akan meningkat 30% sampai
dengan 40 % (Talini, 1998). Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh
Khumaidah (2009) terdapat hubungan antara kebiasaan olahraga dengan
kapasitas vital paru.
Menurut Wilmore (1994) secara umum olah raga akan meningkatkan
total fungsi paru. Pada banyak individu yang melakukan olah raga secara
teratur maka kapasitas fungsi paru akan meningkat meskipun hanya sedikit,
tetapi pada saat yang bersamaan residual volume atau jumlah udara yang
tidak dapat berpindah atau keluar dari paru akan menurun. Selanjutnya untuk
meningkatkan kapasitas fungsi paru, olah raga yang dilakukan hendaknya
mempehatikan 3 hal, yaitu mode atau jenis olah raga, frekuensi dan durasinya
(Budiono, 2007).
a. Jenis olahraga
Secara umum aktivitas yang terdapat dalam kegiatan olahraga
terdiri dari kombinasi 2 jenis aktivitas, yaitu aktivitas yang bersifat aerobik
dan anaerobik. Aktivitas aerobik merupakan aktivitas yang bergantung
terhadap ketersediaan oksigen untuk membantu proses pembakaran sumber
46
energi, sehingga akan bergantung terhadap kerja optimal dari organ-organ
tubuh seperti jantung, paru-paru, dan pembuluh darah untuk dapat
mengangkut oksigen agar proses pembakaran sumber energi dapat berjalan
dengan sempurna. Aktivitas ini biasanya merupakan aktivitas olahraga
dengan intensitas rendah-sedang yang dapat dilakukan secara kontinyu
dalam waktu yang cukup lama seperti jalan kaki, senam, bersepeda atau
juga jogging (Irawan, 2007). Sedangkan aktivitas anaerobik adalah
merupakan aktivitas yang dimana kebutuhan oksigen tidak dapat dipenuhi
oleh seluruh anggota tubuh seperti angkat besi, lari sprint 100 m, tenis
lapangan dan bulu tangkis.
Menurut Giam (1996) dalam ilmu kedokteran olahraga terdapat
perbedaan dalam tingkat dan komponen-komponen kebugaran fisik yang
ditingkatkan. Hal tersebut dapat dilihat pada tabel di bawah ini:
47
Tabel 2.3 Aktifitas Fisik/Kegiatan Olahraga
No. Aktivitas Kebugaran Aerobik*
1 Senam Sangat baik
2 Bulutangkis Sangat baik
3 Basket Sangat baik
4 Binaraga Minimal
5 Bowling Minimal
6 Bersepeda Sangat baik
7 Golf (18 hole) Minimal
8 Jogging/lari Sangat baik
9 Beladiri Baik
10 Sepak takraw Baik
11 Sepak bola Sangat baik
12 Berenang Sangat baik
13 Tenes meja Baik
14 Tenes Baik
15 Bola volley Baik
16 Berjalan Baik
Catatan: Kebugaran aerobik* : kebugaran dari paru, jantung dan peredaran darah.
Kebiasaan berolahraga tersebut dilakukan 3-5 kali seminggu.
Sumber : Giam.C.K, Teh.K.C. Ilmu Kedokteran Olahraga, Binarupa Aksara, Jakarta,1996
Dari tabel di atas dapat terlihat bahwa olahraga yang sangat baik
untuk pernapasan adalah senam, bulu tangkis, basket, bersepeda, jogging,
sepak bola dan renang. Di negara berkembang seperti Indonesia, senam dan
jogging merupakan pilihan paling tepat karena jauh lebih murah, mudah
dan berguna untuk memperkuat otot pernapasan.
48
b. Frekuensi olahraga
Frekuensi olahraga adalah berapa kali seminggu olahraga dilakukan
agar memberi efek latihan. Berbagai penelitian menunjukan frekuensi
latihan minimal 3 kali seminggu pada hari yang bergantian artinya selang
sehari. Hal tersebut dikarenakan karena tubuh memerlukan pemulihan
selesai berolahraga sehingga otot dan persendian diberi kesempatan untuk
memulihkan diri. Dalam penelitian Cooper (1994) pernah menganjurkan
untuk melakukan olahraga setiap hari, namun setelah ia melakukan
pengamatan yang cukup lama ia kembali berkesimpulan bahwa olahraga 3
kali seminggu sudah cukup. Olahraga yang dilakukan melebihi 5 kali
seminggu akan menimbulkan berbagai komplikasi baik secara psikologis
maupun fisiologis (Ambarkati, 2012).
c. Durasi olahraga
Ada beberapa rekomendasi yang dianjurkan lamanya olahraga :
ACSM (American Collegeof Sports Medicine ) menganjurkan 20-60 menit
perhari. Eropa menganjurkan 3-4 hari tiap minggu selama 30 menit dengan
50-80% denyut nadi maksimal atau tiap hari dalam seminggu selama 30
menit dengan denyut nadi maksimal kurang dari 50% (Sugenghartono,
2012).
49
Dalam hal ini penulis menggunakan standar durasi olahraga
menurut standar ACSM yaitu selama 20-60 menit setiap kali olahraga.
7. Status gizi
Status gizi merupakan keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi
makanan dan zat-zat gizi. Indeks standar yang sekarang dipakai untuk menilai
perkembangan gizi adalah Berat Badan (BB) terhadap Tinggi Badan (TB)
yang ditinjau dari penggunaannya lebih mudah dan praktis serta tetap
mempunyai dasar ilmiahnya atas dasar penelitian Puslitbang Gizi Departemen
Kesehatan. Dalam hal ini status gizi dapat dibedakan menjadi: status gizi
kurang, status gizi baik/normal dan status gizi lebih. Cara melakukan
penggolongan tersebut adalah sebagai berikut:
a. Berat Minimal dan Berat Maksimal untuk ukuran tinggi badan tertentu
merupakan batas badan terendah dan tertinggi untuk ukuran tinggi badan
tersebut. Bila berat badan dalam batas-batas tersebut maka anak
dinyatakan mempunyai gizi baik/normal.
b. Bila untuk tinggi badan tertentu mempunyai berat badan yang kurang dari
berat badan minimal maka dinyatakan gizi kurang.
c. Bila tinggi badan tertentu mempunyai berat badan yang melebihi berat
maksimal maka dinyatakan gizi lebih.
Keadaan kesehatan tersebut pada suatu waktu tertentu dapat
ditentukan dengan Indeks Masa Tubuh (IMT). Indeks Masa Tubuh untuk
orang Indosnesia adalah sebagai berikut:
50
Tabel 2.4 Batas Ambang IMT (orang Indonesia)
Keadaaan Kategori IMT
Kurus Kekurangan berat badan tingkat berat
Kekurangan berat badan tingkat ringan
< 17,0
17,0 – 18,4
Normal 18,5 – 25,0
Gemuk Kelebihan berat badan tingkat ringan
Kelebihan badan tingkat berat
25,1 – 27,0
>27,0
Sumber: Pedoman Usaha Kesehatan Sekolah Dep Kes RI (2002)
Rumus untuk mengetahui IMT
IMT = Berat Badan (Kg)
Tinggi Badan2
(m)
Status gizi seseorang dapat mempengaruhi kapasitas vital paru. Orang
kurus tinggi biasanya memiliki kapasitasnya lebih dari orang gemuk pendek,
status gizi yang berlebihan dengan adanya timbunan lemak dapat menurunkan
compliance dinding dada dan paru sehingga ventilasi paru akan terganggu
akibatnya kapasitas vital paru akan menurun (Nyoman, 2001). Dengan
kesimpulan bahwa orang kurus dan gemuk lebih beresiko terkena gangguan
kapasitas vital paru dibandingkan dengan orang yang memiliki IMT normal.
51
Hasil dari beberapa penelitian menunjukkan bahwa status gizi ternyata
berhubungan dengan gangguan fungsi paru. Diantaranya penelitian Budiono
(2007) pada pekerja pada pengecatan mobil menunjukkan ada hubungan
antara status gizi dengan kapasitas vital paru.
8. Riwayat Penyakit
Dalam beberapa penelitian diperoleh hasil bahwa seseorang yang
mempunyai riwayat menderita penyakit paru berhubungan secara bermakna
dengan terjadinya gangguan fungsi paru (Bannet,1997). Dari hasil penelitian
Sudjono (2002) dan Nugraheni (2004) dalam Irwan Budiono (2007) diperoleh
hasil bahwa pekerja yang mempunyai riwayat penyakit paru mempunyai
risiko 2 kali lebih besar untuk mengalami gangguan fungsi paru. Sedangkan
penelitian Budiono (2007) menyebutkan terdapat hubungan antara orang
yang memiliki riwayat penyakit paru dengan kapasitas vital paru.
Riwayat penyakit sangat penting diketahui dan dinilai untuk
mengetahui apakah suatu penyakit berhubungan erat dengan pekerjaan. Guna
mengetahui kondisi fisik pekerja, diperlukan anamnesis secara umum dan
khusus serta pemeriksaan jasmani secara umum dan khusus. Berbagai macam
penyakit khususnya yang menyerang pernapasan seperti asma (sesak nafas),
bronkitis kronik (batuk berdahak), pneumonia (paru-paru basah) , dan fibrosis
paru-paru mengakibatkan berkurangnya daya kembang paru-paru serta
terhambatnya jalur difusi gas (Danusantoso, 2000 dalam Aurorina, 2003).
Apabila pekerja mempunyai riwayat penyakit lampau yang berhubungan
52
dengan pernapasan, maka kemungkinan penyakit tersebut akan timbul
kembali atau bahkan penyakit tersebut sudah menimbulkan kecacatan pada
paru.
Seseorang yang pernah mengidap penyakit paru cenderung akan
mengurangi ventilasi perfusi sehingga alveolus akan terlalu sedikit mengalami
pertukaran udara. Akibatnya akan menurunkan kadar oksigen dalam darah.
Banyak ahli berkeyakinan bahwa penyakit emfisema kronik, pneumonia,
asma bronkiale, tuberkulosis (TBC/flek paru) dan sianosis akan memperberat
kejadian gangguan fungsi paru pada pekerja yang terpapar oleh debu organik
dan anorganik (Price,1995).
9. Paparan Kadar Debu Total
Debu yang dihasilkan dari aktivitas percetakan digolongkan sebagai
penyebab langsung dari terjadinya penurunan kapasitas vital paru. Partikel
debu sebagai paparan utama dalam aktivitas percetakan tersebut untuk dapat
menyebabkan terjadinya penurunan kapasitas vital paru dipengaruhi oleh tiga
hal, yaitu:
a. Kadar debu dalam udara
b. Dosis paparan kumulatif (penjumlahan kadar dalam udara dan lamanya
paparan)
c. Waktu tinggal atau lamanya partikel berada dalam paru
53
Berdasarkan Kepmenkes RI NO. 1405/MENKES/SK/XI/2002, tanggal
19 November 2002 tentang persyaratan kesehatan lingkungan kerja di
perkantoran yaitu meliputi semua ruangan, halaman, dan area sekelilingnya
yang merupakan bagian atau yang berhubungan dengan tempat kerja untuk
perkantoran. Kandungan debu maksimal di dalam udara ruangan dalam
pengukuran rata-rata 8 jam adalah sebesar 0,15 mg/m3 untuk debu total
dengan suhu 18-28oC. (Depkes RI, 2002).
Berdasarkan hasil dari penelitian Khumaidah (2009) menyebutkan
ada hubungan paparan kadar debu yang diterima oleh pekerja mebel dengan
kapasitas vital paru.
10. Luas Ventilasi Udara dalam Ruangan
Ventilasi industri atau pertukaran udara di dalam industri merupakan
suatu metode yang digunakan untuk memelihara dan menciptakan udara suatu
ruangan yang sesuai dengan kebutuhan proses produksi atau kenyamanan
pekerja. Disamping itu juga digunakan untuk menurunkan kadar suatu
kontaminan di udara tempat kerja sampai batas yang tidak membahayakan
bagi kesehatan dan keselamatan pekerja (Van Wicklen, 2006).
Ventilasi ruang percetakan haruslah didesain secara cukup. Akibat dari
ventilasi yang tidak adekuat akan menyebabkan konsentrasi debu meningkat.
Udara segar harus diatur agar dapat menggantikan udara dalam ruangan yang
54
telah terkontaminasi oleh debu. Untuk memastikan pergantian udara segar
tersebut diperlukan air exhaust dalam ruang percetakan.
Udara segar diperlukan untuk menjaga temperatur dan kelembaban
udara dalam ruangan. Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia nomor 1405/MENKES/SK/XI/2002 tentang persyaratan kesehatan
lingkungan kerja perkantoran dan industri, ventilasi yang baik harus
memenuhi persyaratan:
1. Untuk ruangan kerja yang tidak ber AC harus memiliki lubang ventilasi
minimal 15% dari luas lantai dengan menerapkan sistem ventilasi silang.
2. Ruang yang menggunakan AC secara periodik harus dimatikan dan
diupayakan mendapat pergantian udara secara alamiah dengan cara
membuka seluruh pintu dan jendela atau dengan kipas angin.
3. Membersihkan saringan/filter udara AC secara periodik sesuai ketentuan
pabrik.
H. Pengendalian Untuk Meminimalisir Penurunan Fungsi Paru
Pada sektor perindustrian, penyakit-penyakit akibat kerja dapat dicegah
bila ada saling pengertian, kemauan dan kerja sama yang baik antara pimpinan
atau pemilik perusahaan dan pekerjanya. Kegiatan atau cara pencegahan PAK
antara lain terdiri dari (Tresnaningsih, 1990) :
1. Pengendalian melalui peraturan atau perundang-undangan.
2. Pengendalian melalui administrasi atau organisasi.
55
3. Pengendalian secara teknis.
4. Pengendalian melalui jalur kesehatan.
Menurut Charles (1993), pengendalian atau pencegahan yang akan
dilakukan antara lain :
1. Upaya-upaya untuk menghilangkan atau mengurangi potensi bahaya yang ada
di tempat kerja.
2. Penerapan cara kerja yang sehat dan selamat.
3. Pemeriksaan kesehatan tenaga kerja secara teratur/berkala terutama kondisi
paru tenaga kerja.
4. Penyediaan dan pemakaian Alat Pelindung Diri (APD) yang baik dan sesuai
dengan cara-cara kerja yang baik dan benar.
APD dalam hal ini adalah masker yang dirancang untuk memberikan
perlindungan maksimal terhadap bahaya yang ada di lokasi produksi dan
sekitarnya dan merupakan upaya terakhir dalam usaha perlindungan pekerja.
Perlindungan tenaga kerja melalui usaha-usaha teknis pengamanan
tempat, peralatan dan lingkungan kerja adalah sangat diperlukan. Namun kadang-
kadang keadaan bahaya masih belum dapat dikendalikan sepenuhnya, sehingga
digunakan APD. Alat-alat demikian harus memenuhi persyaratan (Siregar, 2004) :
1. Enak dipakai dan tidak mengganggu dalam proses kerja.
2. Memberikan perlindungan efektif terhadap jenis bahaya.
56
I. Kerangka Teori
Teori yang mendukung dari rancangan penelitian ini adalah sebagai
berikut :
J.
Sumber: Price,1995; Tambayong, 2001; Irwan Budiono, 2007; Khumaidah, 2009; Mila, 2006;
Bustan, 2000; Guyton, 1994; Giam, 1996; Depkes Ri, 2002;
Faktor Pekerja:
1. Umur
2. Masa kerja
3. Kebiasaan merokok
4. Kebiasaan olahraga
5. Status gizi
6. Riwayat penyakit
7. Jenis kelamin
8. Penggunaan APD
9.
Kapasitas vital paru
Faktor Lingkungan:
1. Kadar debu total
2. Luas ventilasi ruangan
57
BAB III
KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL DAN HIPOTESIS
A. Kerangka Konsep
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan
dengan kapasitas vital paru (KVP) pada pekerja di industri percetakan Mega
Mall Ciputat tahun 2013. Adapun kerangka konsep dalam penelitian ini terdiri
dari variabel dependen dan independen yang mengacu pada kerangka teori yang
telah disebutkan sebelumnya. Variabel independennya yaitu faktor pekerja
(Umur, masa kerja, kebiasaan merokok, kebiasaan olah raga, status gizi (IMT),
riwayat penyakit, jenis kelamin) dan faktor lingkungan (kadar debu total dan luas
ventilasi ruangan). Sedangkan variabel dependennya adalah kapasitas vital paru.
Sedangkan variabel yang tidak diteliti adalah alat pelindung diri (APD) karena
homogen/populasi tidak menggunakan APD.
58
Kerangka konsep penelitian dapat dilihat pada bagan di bawah ini:
Kapasitas vital paru
Faktor Pekerja:
1. Umur
2. Masa kerja
3. Kebiasaan merokok
4. Kebiasaan olahraga
5. Status gizi
6. Riwayat penyakit
7. Jenis kelamin
Faktor Lingkungan:
1. Kadar debu total
2. Ventilasi ruangan
59
B. Defenisi Operasional
Tabel 3.1
Definisi Operasional
No. Variabel Definisi Alat Ukur Cara Ukur Kriteria Skala
1.
Kapasitas vital
paru
Jumlah udara maksimum pada
seseorang yang berpindah pada
satu tarikan napas yang dilihat
dari nilai % FVC Prediksi dan
% FEV1/FVC (Irwan Budiono,
2007)
Spirometer Membaca hasil pada
Spirogram
0. Ada Gangguan
(Restriksi, Campuran
dan Obstruktif)
1. Tidak Ada Gangguan
(Normal)
Ordinal
Untuk kepentingan analisis, maka variabel gangguan fungsi paru di kelompokkan menjadi :
- Normal, bila nilai % FVC ≥ 80 dan % FEV1/FVC ≥ 75
- Ada gangguan (R, C, O), bila nilai % FVC ≤ 79 dan % FEV1/FVC ≤ 74
(McKay, 1994)
2. Kadar debu total Hasil pengukuran kadar debu
total menggunakan metode
grafimetri selama 1 jam pada 3
titik lokasi di percetakan
sebanyak 1 kali pengukuran
(Khumaidah, 2009)
Haz Dust
Model EPAM
5000
Melihat hasil dari
pengukurat alat Haz
Dust Model EPAM
5000 dengan metode
grafimetri
0. Tidak memenuhi syarat
bila diatas NAB (kadar
debu > 0,15 mg/m3 )
1. Memenuhi syarat bila
dibawah NAB (kadar
debu ≤ 0,15 mg/m3 )
(Depkes RI, 2002)
Ordinal
3 Ventilasi
ruangan
Jendela dan lubang angin yang
berfungsi untuk menciptakan
udara ruangan yang sesuai
dengan kebutuhan proses
produksi atau kenyamanan kerja
(Van Wicklen, 2006)
Meteran
Observasi dan
pengukuran luas
ventilasi ruangan
percetakan
0. Tidak memenuhi syarat
(apabila < 15% dari
luas lantai)
1. Memenuhi syarat
(apabila ≥ 15% dari
luas lantai) (Depkes RI, 2002)
Ordinal
60
No. Variabel Definisi Alat Ukur Cara Ukur Kriteria Skala
4. Umur Lama Waktu hidup pekerja
(dalam tahun)dari sejak lahir
sampai penelitian berlangsung
(Pusparini, 2003)
Kuesioner +
KTP
Menyebarkan
kuesioner kepada
pekerja
Tahun Rasio
5. Masa kerja Lama pekerja percetakan
bekerja (tahun) sejak mulai
bekerja sampai penelitian
ini berlangsung.
(Mila, 2006)
Kuesioner Menyebarkan
kuesioner kepada
pekerja
0. Lama ≥ 5 tahun
1. Baru < 5 tahun
(Fahmi ,1990 dalam
Solech, 2001)
Ordinal
6. Kebiasaan
Merokok
Kegiatan yang dilakukan
berulang-ulang dalam
menghisap rokok mulai dari
satu batang ataupun lebih dalam
satu hari (PDPI, 2001)
Kuesioner Menyebarkan
kuesioner kepada
pekerja
0. Merokok
1. Tidak merokok
Ordinal
7. Kebiasaan
Olahraga
Latihan fisik teratur yang dapat
meningkatkan kemampuan
kapasitas pernafasan pekerja
(Yulaekah, 2007)
Kuesioner Menyebarkan
kuesioner kepada
pekerja
0. Tidak melakukan
olahraga (Tidak)
1. Melakukan olahraga
(Ya)
Ordinal
Jenis olahraga Jenis olah raga yang biasa
dilakukan responden
( Giam, 1996)
Kuesioner Menyebarkan
kuesioner kepada
pekerja
0. Aerobik
1. Anaerobik
Ordinal
Frekuensi
olahraga
Banyaknya kegiatan olah raga
yang dilakukan responden
dalam satu minggu ( Budiono,
2007).
Kuesioner Menyebarkan
kuesioner kepada
pekerja
0. < 3 atau > 5 kali
seminggu
1. 3 – 5 kali seminggu
(Ambarkati, 2012)
Ordinal
61
No. Variabel Definisi Alat Ukur Cara Ukur Kriteria Skala
Durasi olahraga Lamanya olah raga (dalam
menit) yang dilakukan setiap
kali olahraga ( Budiono, 2007).
Kuesioner Menyebarkan
kuesioner kepada
pekerja
0. < 20 menit atau > 60
menit
1. 20 – 60 menit
(Sugenghartono, 2012)
Ordinal
8. Status Gizi
(IMT)
Keadaan tubuh sebagai akibat
konsumsi makanan dan zat-zat
gizi dengan memperhitungkan
indeks massa tubuh (IMT)
( Depkes RI, 2002)
Timbangan
injak
Microtoise
Melihat jarum ukur
pada timbangan
Melihat jarum ukur
pada microtoise
0. Beresiko (gemuk dan
kurus)
1. Tidak beresiko
(normal)
Ordinal
9. Riwayat
Penyakit
Kondisi riwayat penyakit
pernafasan responden yg dapat
mengganggu/mempengaruhi
hasil pemeriksaan fungsi paru,
seperti Bronchitis, radang paru,
flu alergi, TBC, Ashma.
(Irwan Budiono, 2007)
Pemeriksaan
dokter
Dengan dilakukan
pemeriksaan oleh
dokter
0. Pernah
1. Tidak Pernah
Ordinal
10 Jenis Kelamin Perbedaan yang nampak antara
laki-laki dan perempuan
(Web’ster New World
Dictionary dlm Mausuly, 2010)
Kuisioner Menyebarkan
kuesioner kepada
pekerja
0. Laki-laki
1. Perempuan
Ordinal
62
C. Hipotesis
1. Ada hubungan antara umur dengan kapasitas vital paru pekerja percetakan.
2. Ada hubungan antara masa kerja dengan kapasitas vital paru pekerja
percetakan.
3. Ada hubungan antara kebiasaan merokok dengan kapasitas vital paru
pekerja percetakan.
4. Ada hubungan antara kebiasaan olahraga dengan kapasitas vital paru
pekerja percetakan.
5. Ada hubungan antara status gizi dengan gangguan kapasitas vital pekerja
percetakan.
6. Ada hubungan antara riwayat penyakit dengan kapasitas vital paru pekerja
percetakan.
7. Ada hubungan antara jenis kelamin dengan kapasitas vital paru pekerja
percetakan.
8. Ada hubungan antara kadar debu total dengan kapasitas vital paru pekerja
percetakan.
9. Ada hubungan antara luas ventilasi ruangan dengan kapasitas vital paru
pekerja percetakan.
63
BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN
A. Desain Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan desain cross
sectional (potong lintang) karena pada penelitian ini variabel independen dan
dependen akan diamati pada waktu (periode) yang sama.
B. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari - Maret 2013 di bagian
produksi percetakan Mega Mall Ciputat, Tangerang Selatan.
C. Populasi dan Sampel Penelitian
Populasi pada penelitian ini adalah seluruh pekerja di industri percetakan
kawasan Mega Mall Ciputat, Tangerang Selatan.
64
Sedangkan sampel yang diambil adalah pekerja percetakan yang mewakili
populasi. Pengambilan sampel dilakukan secara uji beda dua proporsi dengan
rumus sebagai berikut(Ariawan, 1998):
Keterangan :
n : Besar sampel
P : Rata-rata proporsi pada populasi (P1 + P2/2)
P1 : Proporsi Orang yang mengalami gangguan fungsi paru pada yang
merokok (Budiono, 2007)
P2 : Proporsi Orang yang mengalami gangguan fungsi paru pada yang tidak
merokok (Budiono, 2007)
Z 1-α : Derajat kemaknaan α pada uji 1sisi α = 5% = 1,96
Z
1-β : Kekuatan uji 80 % = 0,84
n =
{z1-α 2P (1- P ) + z1-ß P1 (1- P1)+ P2(1- P2) }2
(P1- P2)2
65
Variabel Kebiasaan Merokok:
=
39,12
5 =
40
(oran
g)
Berdasarkan perhitungan uji statistik di atas, diperoleh jumlah sampel
terbanyak 40 responden. Untuk mendapatkan sampel sesungguhnya maka harus
dihitung dengan proporsi kejadian (gangguan fungsi paru) pada pekerja.
Berdasarkan penelitian S.Yulaekah , 2007, proporsi pekerja yang mengalami
gangguan fungsi paru yaitu 61,67%.
Variabel Debu Riwayat
penyakit
Status
gizi
Kebiasaan
olahraga
Kebiasaan
merokok
Masa
kerja APD
P1 0,654 0,625 0,6 0,506 0,649 0,923 0,805
P2 0,211 0,286 0,257 0,182 0,34 0,39 0,184
P 0,455 0,428 0,344 0,4945 0,656 0,494 0,432
Sampel 18 33 32 33 40 11 9
Proporsi
S.Yulaekah,
2007
(proporsi
gangguan
fungsi paru
61,67%)
29 53 52 53 65 18 15
n =
{1,96 2 x 0,49 (1- 0,49) + 0,84 0,65(1- 0,65) + 0,34 (1- 0,34)}2
(0,65 - 0,34)2
66
Sehingga total sampel yang digunakan dalam penelitan ini yaitu:
40 = 61,67/100 × total sampel
40 = 0,6167 × total sampel
Total sampel = 40/0,6167
= 64,86 = 65
Untuk menghindari terjadinya missing jawaban dari responden maka perlu
ditambahkan jumlah sampel tersebut, sehingga jumlah sampel keseluruhan
sebesar 70 responden.
D. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah
Spyrometer untuk mengukur kapasitas vital paru (KVP) responden guna
mengetahui ada atau tidaknya gangguan fungsi paru, Haz Dust Model EPAM
5000 guna mengetahui kadar debu total pada lingkungan kerja, pemeriksaan
kesehatan responden oleh dokter, timbangan injak untuk mengukur berat badan,
microtoise untuk mengukur tinggi badan dan kuesioner untuk mendapatkan data
pribadi pekerja percetakan berupa nama, umur dan jenis kelamin.
67
E. Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan berupa data primer, yang diambil oleh peneliti
sendiri dan dibantu oleh rekan-rekan dari jurusan kesehatan masyarakat UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta .
Data primer diperoleh langsung dari responden, melalui:
1. Uji Fungsi Paru
Metode ini dilakukan dengan cara pengukuran paru pekerja percetakan
menggunakan alat spirometer Autospiro Minato AS 505 secara langsung
terhadap responden.
Adapun cara pengukuran fungsi paru pekerja percetakan, sebagai
berikut :
a. Siapkan alat spirometer, dan kalibrasi harus dilakukan sebelum
pemeriksaan.
b. Pasien harus dalam keadaan sehat, tidak ada flu atau infeksi saluran nafas
bagian atas, dan hati-hati pada penderita asma karena dapat memicu
serangan asma.
c. Masukkan data yang diperlukan, yaitu umur, tinggi badan, berat badan
untuk mengetahui nilai prediksi.
68
d. Beri petunjuk dan demonstrasikan manuver pada tenaga kerja, yaitu
pernafasan melalui mulut, tanpa ada udara lewat hidung dan celah bibir
yang mengatup mouth tube.
e. Pekerja dalam posisi duduk atau berdiri, lakukan pernafasan biasa, tiga
kali berturut-turut, kemudian langsung menghisap sekuat dan sebanyak
mungkin udara ke dalam paru-paru, dan kemudian dengan cepat dan
sekuat-kuatnya dihembuskan udara melalui mouth tube.
f. Manuver dilakukan tiga kali untuk mengetahui FVC dan FEV1.
g. Hasilnya dapat dilihat pada print out.
2. Umur
Umur pekerja dapat diperoleh melalui wawancara kepada pekerja
dengan menggunakan instrumen berupa kuisioner.
3. Masa Kerja
Data mengenai masa kerja diperoleh melalui wawancara kepada
pekerja dengan menggunakan instrumen berupa kuisioner.
4. Kebiasaan Merokok
Data mengenai kebiasaan merokok diperoleh melalui wawancara
kepada pekerja dengan menggunakan instrumen berupa kuisioner. Selanjutnya
dikategorikan berdasarkan Indeks Birkman (IB), yaitu hasil perkalian antara
69
antara jumlah rata-rata batang rokok yang dihisap setiap hari kemudian
dikalikan dengan lama merokok dalam tahun. Nilai yang dihasilkan dari
perhitungan tersebut akan dimasukkan kedalam tiga kategori yaitu:
a. Ringan : 0-200
b. Sedang : 200-600
c. Berat : > 600
Hasil yang telah dikategorikan berdasarkan Indeks Birkman kemudian
selanjutnya dikategoikan menjadi merokok ( ringan,sedang dan berat) dan
tidak merokok.
5. Kebiasaan Olahraga
Data mengenai kebiasaan berolahraga diperoleh melalui wawancara
kepada pekerja. Dari variabel tersebut diperoleh tiga jenis variabel tambahan,
yaitu jenis, frekuensi dan durasi olahraga yang masing-masing menggunakan
instrumen berupa kuisioner.
6. Status Gizi
Data mengenai status gizi dapat diperoleh melalui pengukuran Indeks
Massa Tubuh (IMT), yang selanjutnya dikategorikan sebagai berikut:
1. Beresiko (kurus dan gemuk)
2. Tidak beresiko (normal)
3.
70
Langkah pengukurannya adalah sebagai berikut:
1. Mengukur berat badan dengan timbangan berat badan.
2. Mengukur tinggi badan dengan microtoise.
3. Setelah didapatkannya data berat dan tinggi badan responden, maka
data tersebut dimasukkan ke dalam rumus IMT untuk diketahuinya
status gizi responden.
7. Riwayat Penyakit
Data mengenai riwayat penyakit diperoleh melalui pemeriksaan
kesehatan kepada pekerja. Dari berbagai macam penyakit khususnya yang
menyerang pernapasan seperti asma (sesak nafas), bronkitis kronik (batuk
berdahak), pneumonia (paru-paru basah), dan tuberculosis (TBC/flek paru).
8. Jenis Kelamin
Dapat ditentukan dengan membedakan responden laki-laki dan
perempuan.
9. Kadar Debu Total
Melakukan pengukuran kadar debu total di lingkungan tempat kerja
dengan menggunakan alat Haz Dust Model EPAM 5000.
Adapun cara pengukuran kadar debu total di lingkungan tempat kerja,
sebagai berikut :
71
1. Siapakan alat Haz Dust Model EPAM 5000.
2. Memilih besar partikel pada lingkungan kerja yang diteliti ( PM
10.0 μm ).
3. Lakukan kalibrasi pada alat Haz Dust Model EPAM 5000.
4. Melakukan sampling
5. Mengecek kembali data yang telah dimasukkan.
10. Luas Ventilasi Ruangan
Data mengenai luas ventilasi ruangan diperoleh melalui melakukan
observasi dan pengukuran luas ventilasi ruangan percetakan. Dengan
standardisasi Kepmenkes RI NO. 1405/MENKES/SK/XI/2002 tentang
persyaratan kesehatan lingkungan kerja di perkantoran dan industri.
F. Pengolahan Data
Seluruh data yang terkumpul akan diolah melalui tahap-tahap sebagai
berikut:
1. Mengkode data (data coding)
Proses pengklasifikasian data dan pemberian kode jawaban
responden, dilakukan pada pembuatan kuesioner untuk mempermudah
pengolahan data selanjutnya. Dimana coding dilakukan pada kuesioner,
jika nilai hasil pengukuran kapasitas vital paru ada gangguan (restriksi,
72
campuran dan obstruksi) pengkodean = 0, jika tidak ada gangguan
(normal) = 1. Semua variabel independen pun dikodekan. Yaitu :
a) Kadar debu total; Tidak memenuhi syarat bila diatas NAB (kadar
debu > 0,15 mg/m3= 0, Memenuhi syarat bila dibawah NAB (kadar
debu ≤ 0,15 mg/m3) = 1.
b) Luas ventilasi ruangan; Tidak memenuhi syarat (apabila < 10% luas
lantai) = 0, Memenuhi syarat (apabila ≥ 10% luas lantai) = 1.
c) Masa kerja; Lama ( ≥ 5 tahun) = 0, baru (<5 tahun) = 1.
d) Kebiasaan Merokok ; 0 = Merokok, 1 = tidak merokok.
e) Kebiasaan Olahraga ; 0 = Tidak melakukan olahraga (Tidak), 1 =
Melakukan olahraga (Ya).
Jenis Olahraga ; 0 = Minimal, 1 = Baik, 2 = Sangat baik.
Frekuensi Olahraga ; 0 = < 3 atau > 5 kali seminggu, 1 = 3 – 5 kali
seminggu.
Durasi Olahraga ; 0 = < 20 menit atau > 60 menit, 1 = 20 – 60 menit.
f) Status Gizi ; 0 = Beresiko (gemuk dan kurus), 1 = Tidak beresiko
(normal).
g) Riwayat penyakit; Pernah = 0, tidak pernah = 1
h) Jenis kelamin; Laki-laki = 0, perempuan = 1
73
2. Menyunting data (data editing)
Dilakukan untuk memeriksa kelengkapan dan kebenaran data
seperti kelengkapan pengisian, kesalahan pengisian, konsistensi pengisian
setiap jawaban kuesioner. Data ini merupakan data input utama untuk
penelitian ini.
3. Memasukkan data (data entry)
Memasukkan data dari hasil kuesioner yang sudah di berikan kode
pada masing-masing variabel, kemudian dilakukan analisis data dengan
memasukan data-data tersebut dengan program SPSS untuk dilakukan
analisis univariat (untuk mengetahui gambaran secara umum), dan bivariat
(mengetahui variabel yang berhubungan).
4. Membersihkan data (data cleaning)
Pengecekan kembali data yang telah dimasukkan untuk
memastikan data tersebut tidak ada yang salah, sehingga dengan demikian
data tersebut telah siap diolah dan dianalisis.
74
G. Teknik Analisis Data
1. Analisa Univariat
Yaitu analisa yang digunakan terhadap tiap variabel dari hasil
penelitian. Pada umumnya dalam analisa ini hanya menghasilkan distribusi
frekuensi dan persentase dari tiap variabel.
2. Analisa Bivariat
Analisa bivariat digunakan untuk mencari hubungan variabel bebas
(independen) dan variabel terikat (dependen) dengan uji statistik yang sesuai
dengan skala data yang ada. Uji statistik yang digunakan adalah Chi Square
atau kai kuadrat. Syarat uji Chi Square adalah tidak ada sel yang nilai
observed-nya bernilai 0, dan sel yang mempunyai expected kurang dari 5
maksimal 20% dari jumlah sel, dan menggunakan tabel 2x2 (Dahlan, 2001).
Uji Chi Square untuk menghubungkan variabel kategorik dan
kategorik. Variabel yang termasuk pada uji Chi Square yaitu faktor, kadar
debu total, luas ventialsi ruangan, riwayat penyakit, kebiasaan olahraga,
kebiasaan merokok, masa kerja, status gizi (IMT), jenis kelamin yang akan
dihubungkan dengan variabel kapasitas vital paru. Sedangkan untuk variabel
umur dilakukan uji normalitas terlebih dahulu karena data yang didapatkan
berupa data numerik. Bila hasil tes uji normalitas data berdistribusi normal,
maka akan dilanjutkan dengan uji t-independent untuk menghubungkan antara
variabel numerik dan kategorik, namun jika data tidak berdistribusi normal
akan dilanjutkan dengan uji mann withney.
75
BAB V
HASIL PENELITIAN
A. Analisis Univariat
1. Gambaran Kapasitas Vital Paru Pekerja Percetakan di Mega Mall
Ciputat
Hasil penelitian mengenai gambaran Kapasitas Vital Paru (KVP) pada
pekerja percetakan di kawasan Mega Mall Ciputat tahun 2013 dapat dilihat
pada tabel di bawah ini.
Tabel 5.1
Distribusi Frekuensi Kapasitas Vital Paru Pekerja Percetakan
di Kawasan Mega Mall Ciputat Tahun 2013
No. KVP Jumlah Percentase (%)
1 Ada gangguan 50 71.4
2 Tidak ada gangguan 20 28.6
Jumlah 70 100.0
Berdasarkan tabel 5.1 dari 70 responden yang diambil, diketahui
gambaran bahwa pekerja percetakan yang mengalami gangguan pada
Kapasitas Vital Paru (KVP) memiliki jumlah paling besar, yaitu sebesar
71,4%.
76
2. Gambaran Karakteristik Lingkungan Kerja Percetakan di Mega Mall
Ciputat
Karakteristik lingkungan kerja percetakan dalam penelitian ini
meliputi kadar debu total dan ventilasi ruangan. Distribusi lingkungan kerja
percetakan di kawasan Mega Mall Ciputat menurut karakteristik dapat terlihat
pada tabel di bawah ini.
Tabel 5.2
Distribusi Frekuensi Lingkungan Kerja Percetakan
Berdasarkan Karakteristiknya, Ciputat Tahun 2013
No. Variabel Kriteria Jumlah Percentase (%)
1 Kadar debu total
Lebih dari NAB > 0,15 mg/m3 40 57.1
Sesuai NAB ≤ 0,15 mg/m3 30 42.9
2 Ventilasi ruangan
Tidak sesuai standar < 15% luas lantai 55 78,6
Sesuai standar ≥ 15% luas lantai 15 21,4
a. Gambaran Kadar Debu Total pada Lingkungan Kerja Percetakan di
Kawasan Mega Mall Ciputat Tahun 2013
Berdasarkan tabel di atas, diketahui gambaran dengan kadar debu
total di lingkungan kerja yang melebihi NAB memiliki jumlah paling
besar, yaitu 57,1 %.
77
b. Gambaran Ventilasi Ruangan pada Lingkungan Kerja Percetakan di
Kawasan Mega Mall Ciputat Tahun 2013
Berdasarkan tabel diatas, diketahui bahwa gambaran ventilasi
ruang kerja yang tidak memenuhi syarat memiliki jumlah paling besar,
yaitu 78,6 %.
3. Gambaran Karakteristik Pekerja Percetakan di Mega Mall Ciputat
Karakteristik pekerja dalam penelitian ini meliputi status gizi (IMT),
masa kerja, riwayat penyakit, jenis kelamin, kebiasaan merokok, kebiasaan
olahraga dan umur . Distribusi pekerja percetakan di kawasan Mega Mall
Ciputat menurut karakteristik dapat terlihat pada tabel di bawah ini.
78
Tabel 5.3
Distribusi Frekuensi Pekerja Percetakan
Berdasarkan Karakteristiknya, Ciputat Tahun 2013
No. Variabel Jumlah Percentase (%)
1 Status Gizi (IMT)
Beresiko 27 38.6
Tidak beresiko 43 61.4
2 Riwayat Penyakit
Pernah 11 15.7
Tidak pernah 59 84.3
3 Jenis Kelamin
Laki-laki 63 90.0
Perempuan 7 10.0
4 Masa Kerja
Lama 35 50.0
Baru 35 50.0
5 Kebiasaan Merokok
Merokok 35 50.0
Tidak Merokok 35 50.0
6 Kebiasaan Olahraga
Tidak melakukan olahrga 54 77.1
Melakukan olahraga 16 22.9
a. Gambaran Status Gizi Pekerja Percetakan di kawasan Mega Mall
Ciputat Tahun 2013
Data status gizi diperoleh dengan cara menghitung indeks masa
tubuh. Hasil dari data tersebut di kategorikan menjadi 2, yaitu beresiko
(kurus dan gemuk) dan tidak beresiko (normal). Dari tabel di atas,
79
diketahui gambaran responden yang tidak beresiko memiliki jumlah
paling besar, yaitu 61,4 %.
b. Gambaran Riwayat Penyakit Pekerja Percetakan di kawasan Mega
Mall Ciputat Tahun 2013
Data riwayat penyakit diperoleh dengan cara pemeriksaan dokter.
Dari tabel diatas, diketahui gambaran responden yang tidak pernah
memiliki riwayat penyakit yang berhubungan dengan penyakit paru
memiliki jumlah paling besar, yaitu 84,3 %.
c. Gambaran Jenis Kelamin Pekerja Percetakan di Mega Mall Ciputat
Tahun 2013
Data jenis kelamin diperoleh dengan menyebarkan kuisioner. Dari
tabel diatas dari 70 responden yang diambil, diketahui gambaran
responden jenis kelamin laki-laki memiliki jumlah paling banyak, yaitu 90
%.
d. Gambaran Masa Kerja pada Pekerja Percetakan di Mega Mall
Ciputat Tahun 2013
Data masa kerja diperoleh dengan cara menyebarkan kuesioner
pada sampel. Hasil penelitian ini menggambarkan jumlah pekerja
berdasarkan masa kerja. Berdasarkan tabel diatas dari 70 responden yang
80
diambil, diketahui gambaran bahwa pekerja lama memiliki jumlah yang
sama dengan pekerja baru yaitu 50 %.
e. Gambaran Kebiasaan Merokok Pekerja Percetakan di Mega Mall
Ciputat Tahun 2013
Data kebiasaan merokok diperoleh dengan menyebarkan kuisioner
kepada responden. Kebiasaan merokok responden didapatkan dengan
perhitungan Indeks Birkman dengan kategori ringan,sedang dan berat.
Setelah mendapatkan hasil kategorinya, data kebiasaan merokok
responden di kategorikan menjadi 2, yaitu merokok (ringan, sedang dan
berat) dan tidak merokok. Berdasarkan tabel di atas, diketahui gambaran
bahwa responden yang merokok jumlahnya sama dengan responden yang
tidak merokok yaitu 50 %.
f. Gambaran Kebiasaan Olahraga Pekerja Percetakan di Mega Mall
Ciputat Tahun 2013
Data kebiasaan olahraga diperoleh dengan menyebarkan kuisioner
kepada responden. Data mengenai kebiasaan olahraga di dalamnya
terdapat gambaran tentang jenis olahraga, frekuensi olahraga dan durasi
olahraga. Berdasarkan tabel di atas, diketahui gambaran bahwa responden
yang tidak melakukan olahraga memiliki jumlah paling besar yaitu 77,1
%.
81
Selain itu data yang diperoleh mengenai responden yang
melakukan olahraga, juga dapat menggambarkan jenis olahraga, frekuensi
olahraga dan durasi olahraga. Hal ini dapat di lihat pada tabel berikut.
Tabel 5.4
Distribusi Kebiasaan Olahraga Pekerja Percetakan
Berdasarkan Jenis, Frekensi dan Durasi, Ciputat Tahun 2013
No. Kebiasaan Olahraga Jumlah Percentase (%)
1 Jenis Olahraga
Aerobik 11 68,8
Anaerobik 5 31,2
2 Frekuensi Olahraga
< 3 atau > 5 kali seminggu 14 87,5
3 – 5 kali seminggu 2 12,5
3 Durasi Olahraga
< 20 menit atau > 60 menit 5 31,2
20 – 60 menit 11 68,8
1. Jenis Olahraga
Berdasarkan tabel 5.4 di atas, diketahui gambaran bahwa jenis
olahraga aerobik memiliki jumlah paling besar, yaitu 68,8 %.
2. Frekuensi Olahraga
Berdasarkan tabel 5.4 di atas, diketahui gambaran bahwa
frekuensi olahraga < 3 atau > 5 kali seminggu memiliki jumlah paling
besar, yaitu 87,5 %.
82
3. Durasi Olahraga
Berdasarkan tabel 5.4 di atas, diketahui gambaran bahwa
durasi olahraga 20 – 60 menit memiliki jumlah paling besar, yaitu 86,8
%
Tabel 5.5
Distribusi Umur Pekerja Pekerja Percetakan
Berdasarkan Karakteristiknya, Ciputat Tahun 2013
Variabel Mean SD Min-Max
Umur 26.53 8.787 16 – 63
Data umur pekerja diperoleh dengan menyebarkan kuisioner. Dari
tabel di atas 70 responden yang diambil, diketahui gambaran distribusi
rata-rata umur responden di tempat kerja adalah 26 tahun dengan standar
deviasi 8,787. Umur di tempat kerja termuda adalah 16 tahun dan tertua
adalah 63 tahun.
83
B. Analisis Bivariat
1. Hubungan Antara Karakteristik Lingkungan Kerja dengan KVP
Pekerja Percetakan di Kawasan Mega Mall Ciputat Tahun 2013
Tabel 5.6
Hubungan antara Karakteristik Lingkungan Kerja dengan KVP Pekerja
Percetakan di Kawasan Mega Mall Ciputat Tahun 2013
No. Variabel
KVP
Total Pvalue OR (95% CI)
Ada
gangguan
Tidak ada
gangguan
N % N % N %
1. Kadar Debu Total
0,036 3,605 (1,213 –
10,715) Lebih dari NAB 33 82,5 7 17,5 40 100
Sesuai NAB 17 56,7 13 43,3 30 100
2. Ventilasi Ruangan
0,025 4,095 (1,234 –
13,588) Tidak memenuhi syarat 43 78,2 12 21,8 55 100
Memenuhi syarat 7 46,7 8 53,3 15 100
a. Hubungan antara Kadar Debu Total dengan KVP Pekerja
Percetakan di Kawasan Mega Mall Ciputat Tahun 2013
Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa kadar debu total
di lingkungan kerja yang melebihi NAB sebagian besar mengalami
gangguan KPV yaitu sebesar 82,5 %. Sehingga berdasarkan hasil uji
statistik didapatkan nilai Pvalue = 0,036. Berarti terlihat ada hubungan
yang bermakna antara kadar debu total dengan KPV.
84
b. Hubungan antara Ventilasi Ruangan dengan KVP Pekerja
Percetakan di Kawasan Mega Mall Ciputat Tahun 2013
Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa ventilasi ruangan
di lingkungan kerja yang tidak memenuhi syarat sebagian besar
mengalami gangguan KPV yaitu sebesar 78,2 %. Sehingga berdasarkan
hasil uji statistik didapatkan nilai Pvalue = 0,025. Berarti terlihat ada
hubungan yang bermakna antara ventilasi ruangan dengan KPV.
85
2. Hubungan antara Karakteristik Pekerja dengan KVP Pekerja
Percetakan di Kawasan Mega Mall Ciputat Tahun 2013
Tabel 5.7
Hubungan antara Karakteristik Pekerja dengan KVP Pekerja
Percetakan di Kawasan Mega Mall Ciputat Tahun 2013
No. Variabel
KVP
Total Pvalue OR (95% CI) Ada gangguan
Tidak ada
gangguan
N % N % N %
1. Status Gizi
1,000 0,919 (0,318 -
2,657) Beresiko 19 70,4 8 29,6 27 100
Tidak beresiko 31 72,1 20 27,9 43 100
2. Riwayat Penyakit
0,027 - Pernah 11 100 0 0 11 100
Tidak pernah 39 66,1 20 33,9 59 100
3. Masa Kerja
0,000
40,375 (4,960
- 328,667) Lama 34 97,1 1 2,9 35 100
Baru 16 45,7 19 54,3 35 100
4. Kebiasaan Merokok
0,000 17,471 (3.621
- 84.286) Merokok 33 94,3 2 5,7 35 100
Tidak merokok 17 48,6 18 51,4 35 100
5. Kebiasaan Olahraga
0,000 11,000 (3,069
– 39,429) Tidak olahraga 45 83,3 9 16,7 54 100
olahraga 5 31,2 11 68,8 16 100
6. Jenis Kelamin
1,000 1,000 (0,178 –
5,632) Laki-laki 45 71,4 18 28,6 63 100
Perempuan 5 71,4 2 28,6 7 100
a. Hubungan antara Status Gizi Pekerja dengan KVP Pekerja
Percetakan di Kawasan Mega Mall Ciputat Tahun 2013
Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa pekerja yang
memiliki status gizi tidak beresiko sebagian besar mengalami gangguan
KPV yaitu sebesar 72,1 %. Sehingga berdasarkan hasil uji statistik
86
didapatkan nilai Pvalue = 1,000. Berarti tidak terlihat hubungan yang
bermakna antara status gizi dengan KPV.
b. Hubungan antara Riwayat Penyakit Pekerja dengan KVP Pekerja
Percetakan di Kawasan Mega Mall Ciputat Tahun 2013
Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa pekerja yang
pernah memiliki riwayat penyakit paru mengalami gangguan KPV yaitu
sebesar 100 %. Sehingga berdasarkan hasil uji statistik didapatkan nilai
Pvalue = 0,027. Berarti terlihat ada hubungan yang bermakna antara
riwayat penyakit dengan KPV.
c. Hubungan antara Masa Kerja dengan KVP Pekerja Percetakan di
Kawasan Mega Mall Ciputat Tahun 2013
Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa pekerja yang
memiliki masa kerja lama sebagian besar mengalami gangguan KPV yaitu
sebesar 97,1 %. Sehingga berdasarkan hasil uji statistik didapatkan nilai
Pvalue = 0,000. Berarti terlihat ada hubungan yang bermakna antara masa
kerja dengan KPV.
d. Hubungan Antara Kebiasaan Merokok Pekerja dengan KVP Pekerja
Percetakan di Kawasan Mega Mall Ciputat Tahun 2013
87
Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa pekerja yang
memiliki kebiasaan merokok sebagian besar mengalami gangguan KPV
yaitu sebesar 94,3 %. Sehingga berdasarkan hasil uji statistik didapatkan
nilai Pvalue = 0,000. Berarti terlihat ada hubungan yang bermakna antara
kebiasaan merokok dengan KPV.
e. Hubungan Antara Kebiasaan Olahraga Pekerja dengan KVP Pekerja
Percetakan di Kawasan Mega Mall Ciputat Tahun 2013
Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa pekerja yang tidak
melakukan olahraga mengalami gangguan KPV yaitu sebesar 83,3 %.
Sehingga berdasarkan hasil uji statistik didapatkan nilai Pvalue = 0,000.
Berarti terlihat ada hubungan yang bermakna antara kebiasaan olahraga
dengan KPV.
f. Hubungan antara Jenis Kelamin Pekerja dengan KVP Pekerja
Percetakan di Kawasan Mega Mall Ciputat Tahun 2013
Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa pekerja yang
berjenis kelamin laki-laki atau perempuan yang mengalami gangguan
KPV sama besar, yaitu sebesar 71,4 %. Sehingga berdasarkan hasil uji
statistik didapatkan nilai Pvalue = 1,000. Berarti tidak terlihat hubungan
yang bermakna antara jenis kelamin dengan KPV.
88
Tabel 5.8
Hubungan antara Umur Pekerja dengan KVP Pekerja Percetakan di
Kawasan Mega Mall Ciputat Tahun 2013
Variabel KVP Pvalue
Umur Ada gangguan
0,948 Tidak ada gangguan
Berdasarkan tabel di atas hasil uji statistik mann whitney
didapatkan nilai Pvalue = 0,948. Berarti tidak terlihat hubungan yang
bermakna antara umur dengan KPV.
88
BAB VI
PEMBAHASAN
A. Keterbatasan Penelitian
a. Penelitian ini menggunakan desain cross sectional, dengan menggunakan
desain penelitian cross sectional terkadang ditemukan bias berupa tidak dapat
menentukan hubungan sebab akibat.
b. Sebenarnya variabel paparan debu harus diteliti menggunakan Personal Dust
Sampler, untuk mengetahui paparan debu yang benar-benar diterima pekerja
percetakan yang mungkin dipengaruhi lingkungan kerja.
c. Saat menanyakan kebiasaan olahraga, peneliti berasumsi bahwa presepsi
pekerja dalam menjawab bisa menyebabkan bias pada jawaban yang
didapatkan.
d. Saat menanyakan kebiasaan merokok, hanya menanyakan jumlah rokok yang
dihisap per hari dan lama mengkonsumsi rokok dalam tahun, tetapi tidak
memperhatikan jenis rokok yang dihisap.
e. Dalam menentukan ventilasi ruangan, hanya mengukur ventilasi tanpa
memperhatikan kondisi pintu yang selalu terbuka sebagai salah satu media
untuk pertukaran udara dari dalam dan luar ruangan.
89
B. Gambaran Kapasitas Vital Paru Pekerja
Kapasitas vital paru adalah jumlah udara maksimum pada seseorang yang
berpindah pada satu tarikan napas. Kapasitas ini mencakup volume cadangan
inspirasi, volume tidal dan cadangan ekspirasi. Nilainya diukur dengan menyuruh
individu melakukan inspirasi maksimum, kemudian menghembuskan sebanyak
mungkin udara di dalam parunya ke alat pengukur (Corwin, 2001). Menurut
Tambayong (2001), kapasitas vital paru adalah jumlah udara maksimal yang
dapat dikeluarkan dari paru, setelah udara dipenuhi secara maksimal
Hasil dari tes kapasitas vital paru tidak dapat untuk mendiagnosis suatu
panyakit paru-paru tapi hanya memberikan gambaran gangguan fungsi paru yang
dapat dibedakan atas kelainan obstruktif (kelainan pada ekspirasi) dan kelainan
restriktif (kelainan pada inspirasi)(Price, 1995). Kapasitas vital paru yang baik
adalah yang memiliki (KVP) minimal 80% menurut American Thoracis Society
(Ikhsan, 2002).
Hasil penelitian mengenai gambaran KVP pekerja di industri percetakan
Mega Mall Ciputat tahun 2013 menunjukkan bahwa pekerja yang mengalami
gangguan (restriksi, obstruksi dan campuran) lebih banyak daripada yang tidak
memiliki gangguan (normal), dengan persentase 71,4% dan 28,6%. Hasil dari
pemeriksaan dan pengukuran KVP pekerja tidak dapat mendiagnosis pekerja
mengalami penyakit paru atau tidak. Namun hal tersebut mengindikasikan agar
pekerja yag mengalami gangguan segera di beri penanganan secara cepat dan
90
tepat. Sehingga dampak yang ditimbulkan terhadap fungsi paru-paru pekerja
tidak semakin parah.
Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Rini (1998) di Mojokerto
menunjukan bahwa penurunan kapasitas vital paru pada pekerja pemecah batu,
dengan gangguan restriksi sebesar 67%, ia menyimpulkan bahwa penurunan
kapasitas vital paru terjadi karena penurunan elastisitas paru yang di sebabkan
oleh fibrosis akibat pajanan debu yang diduga mengandung silica. Sedangkan
berdasarkan hasil penelitian Adi (2007) pada pabrik pembuatan genteng,
diketahui 35 (85%) pekerja mengalami restriksi dari 41 orang pekerja.
Dalam penelitian ini, kapasitas vital paru pada pekerja percetakan
dipengaruhi oleh banyak faktor. Faktor-faktor yang diduga mempengaruhi
kapasitas vital paru pada pekerja di industri percetakan Mega Mall Ciputat tahun
2013 adalah kondisi lingkungan kerja (kadar debu total dan ventilasi ruangan) dan
kondisi pekerja (riwayat penyakit, masa kerja, kebiasaan merokok dan kebiasaan
olahraga), sedangkan faktor-faktor yang tidak terduga mempengaruhi kapasitas
vital paru pada pekerja adalah status gizi, jenis kelamin dan umur.
Berikut akan dibahas satu persatu mengenai variabel yang menjadi faktor
– faktor yang berhubungan dengan kapasitas vital paru pekerja di industri
percetakan Mega Mall Ciputat tahun 2013.
91
C. Faktor – Faktor yang Berhubungan dengan Kapasitas Vital Paru
1. Karakteristik Lingkungan Kerja
a. Hubungan antara Kadar Debu Total dengan Kapasitas Vital Paru
Debu dapat menyebabkan kerusakan paru dan fibrosis apabila
terinhalasi selama bekerja terus menerus. Bila alveoli mengeras, akibatnya
mengurangi elastisitas dalam menampung volume udara sehingga
kemampuan mengikat oksigen menurun (Depkes RI, 2003). Semakin lama
seseorang dalam bekerja maka semakin banyak dia telah terpapar bahaya
yang ditimbulkan oleh lingkungan kerja tersebut (Suma’mur, 1988).
Debu di lingkungan kerja akan mencemari udara sehingga pekerja
percetakan dapat terpapar debu kertas dan tinta. Bahan pencemar tersebut
dapat berpengaruh terhadap kesehatan manusia khususnya kapasitas vital
paru (KVP).
Berbagai faktor dalam timbulnya gangguan pada saluran napas
akibat debu dapat disebabkan oleh debu yang meliputi ukuran partikel,
bentuk, konsentrasi, daya larut dan sifat kimiawi, serta lama paparan.
(Ahmadi, 1990). Penumpukan dan pergerakan debu pada saluran napas
dapat menyebabkan peradangan jalan napas. Peradangan ini dapat
mengakibatkan penyumbatan jalan napas, sehingga dapat menurunkan
kapasitas paru (Yulaekah, 2007).
92
Kandungan debu maksimal di dalam udara ruangan dalam
pengukuran rata-rata 8 jam adalah sebesar 0,15 mg/m3 untuk debu total
dengan suhu 18-28oC. (Depkes RI, 2002). Dari hasil penelitian pada
variabel kadar debu total, didapatkan hasil bahwa persentase lingkungan
percetakan yang kadar debu totalnya melebihi NAB lebih banyak daripada
lingkungan yang sesuai dengan NAB. Dari hasil analisis bivariat
menunjukkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara kadar debu total
dengan kapasitas vital paru pekerja percetakan di kawasan Mega Mall
Ciputat tahun 2013.
Hal ini sejalan dengan penelitian dari penelitian Khumaidah (2009)
yang meneliti gangguan fungsi paru pada pekerja mebel di kabupaten
Jepara yang menyatakan bahwa ada hubungan paparan kadar debu yang
diterima oleh pekerja mebel dengan kapasitas vital paru. Dalam hal ini
disebabkan adanya deposit debu dalam jaringan paru disebut
pnemokoniasis. Menurut definisi dari International Labor Organization
(ILO) pnemokoniosis adalah akumulasi debu dalam jaringan paru dan
reaksi jaringan paru terhadap adanya akumulasi debu tersebut.
Debu di lingkungan kerja yang dihasilkan dari aktivitas percetakan
digolongkan sebagai penyebab langsung dari terjadinya penurunan
kapasitas vital paru (KVP). Partikel debu sebagai paparan utama dalam
aktivitas percetakan menyebabkan terjadinya penurunan KVP yang
93
dipengaruhi oleh kadar debu dalam udara dan lamanya partikel berada
dalam paru.
Hal tersebut dapat diminimalisir dengan menyediakan masker
yang sesuai dengan potensi bahaya di lingkungan kerja percetakan.
Pemilik percetakan disarankan untuk membuat aturan yang mewajibkan
pekerja menggunakan masker dengan benar saat bekerja. Pekerja
menggunakan alat pelindung diri (APD) yang sesuai dengan lingkungan
kerja, sebagai upaya preventif kepada pekerja yang tidak mengalami
gangguan KPV. Sedangkan pekerja yang telah mengalami gangguan KPV
menjadi tidak semakin parah.
b. Hubungan antara Ventilasi Ruangan dengan Kapasitas Vital Paru
Ventilasi industri atau pertukaran udara di dalam industri
merupakan suatu metode yang digunakan untuk memelihara dan
menciptakan udara suatu ruangan yang sesuai dengan kebutuhan proses
produksi atau kenyamanan pekerja. Disamping itu juga digunakan untuk
menurunkan kadar suatu kontaminan di udara tempat kerja sampai batas
yang tidak membahayakan bagi kesehatan dan keselamatan pekerja (Van
Wicklen, 2006).
94
Udara segar harus diatur agar dapat menggantikan udara dalam
ruangan yang telah terkontaminasi oleh debu cat. Untuk memastikan
pergantian udara segar tersebut diperlukan air exhaust dalam ruang
percetakan.
Dari hasil penelitian pada variabel ventilasi ruangan, menunjukkan
bahwa lingkungan kerja yang ventilasinya tidak memenuhi syarat lebih
banyak daripada lingkungan kerja yang ventilasinya memenuhi syarat.
Dari hasil analisis bivariat menunjukkan bahwa ada hubungan yang
bermakna antara ventilasi ruangan dengan kapasitas vital paru pekerja
percetakan di kawasan Mega Mall Ciputat tahun 2013.
Pemilik percetakan sebaiknya memperhatikan ventilasi ruangan
kerja, dalam hal ini untuk membuat local exhaust ventilation guna
menjaga kualitas udara di dalam ruangan. Diperlukan ventilasi yang baik
dan harus memenuhi persyaratan sebagai wujud menciptakan kondisi
ruang kerja yang berudara bersih dan terbebas dari polutan lain.
95
2. Karakteristik Pekerja
a. Hubungan antara Riwayat Penyakit dengan Kapasitas Vital Paru
Riwayat penyakit sangat penting diketahui dan dinilai untuk
mengetahui apakah suatu penyakit berhubungan erat dengan pekerjaan.
Guna mengetahui kondisi fisik pekerja, diperlukan anamnesis secara
umum dan khusus serta pemeriksaan jasmani secara umum dan khusus.
Berbagai macam penyakit khususnya yang menyerang pernapasan seperti
asma (sesak nafas), bronkitis kronik (batuk berdahak), pneumonia (paru-
paru basah) , dan fibrosis paru-paru mengakibatkan berkurangnya daya
kembang paru-paru serta terhambatnya jalur difusi gas (Danusantoso,
2000 dalam Aurorina, 2003).
Sudjono dalam penelitiannya tentang gangguan fungsi paru pada
pedagang di terminal bus pada tahun 2002 menemukan bahwa riwayat
penyakit paru memberikan risiko 2 kali lebih besar untuk terjadinya
gangguan fungsi paru. Penelitian lain oleh Nugraheni pada tahun 2004
terhadap pekerja penggilingan padi menemukan bahwa riwayat penyakit
paru memberikan risiko hampir 2 kali lebih besar untuk terjadinya
gangguan fungsi paru.
Seseorang yang pernah mengidap penyakit paru cenderung akan
mengurangi ventilasi perfusi sehingga alveolus akan terlalu sedikit
mengalami pertukaran udara. Akibatnya akan menurunkan kadar oksigen
dalam darah. Banyak ahli berkeyakinan bahwa penyakit emfisema kronik,
96
pneumonia, asma bronkiale, tuberkulosis (TBC/flek paru) dan sianosis
akan memperberat kejadian gangguan fungsi paru pada pekerja yang
terpapar oleh debu organik dan anorganik (Price,1995).
Hasil dari penelitian ini menggambarkan pekerja yang tidak
memiliki riwayat penyakit paru lebih banyak dibandingkan dengan
pekerja yang memiliki riwayat penyakit paru. Sedangkan menurut analisis
bivariat menunjukkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara riwayat
penyakit dengan kapasitas vital paru pekerja percetakan di kawasan Mega
Mall Ciputat tahun 2013.Hasil tersebut sejalan dengan penelitian Budiono
(2007) tentang gangguan fungsi paru pada pekerja pengecatan mobil di
Semarang menyatakan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara
riwayat penyakit dengan kapasitas vital paru.
Pekerja yang mengalami riwayat penyakit lampau, semuanya
mengalami gangguan pada kapasitas vital parunya. Hal ini dapat
disebabkan karena pekerja yang mempunyai riwayat penyakit lampau
yang berhubungan dengan pernapasan, kemungkinan penyakit tersebut
akan timbul kembali atau bahkan penyakit tersebut sudah menimbulkan
kecacatan pada paru.
Pemilik percetakan sebaiknya menempatkan pekerja yang
mengalami riwayat penyakit yang berhubungan dengan pernafasan di
tempat kerja yang minim bahaya dan penyakit-penyakit yang diperberat
akibat pekerjaan agar tidak bisa berkembang menjadi penyakit baru.
97
Sedangkan pekerja dapat menghentikan kebiasaan merokok dan
memperbanyak olahraga.
b. Hubungan antara Masa Kerja dengan Kapasitas Vital Paru
Masa kerja menurut Fahmi (1990) yang dikutip oleh Solech
(2001), mengkategorikannya menjadi dua macam, yaitu masa kerja baru
(< 5 tahun ) dan masa kerja lama (≥ 5 tahun ).
Pajanan berbahaya di lingkungan kerja banyak mengandung bahan
karsinogenik. Bahan karsinogen membutuhkan waktu yang lama untuk
berdampak pada kesehatan pekerja. Semakin lama seseorang dalam
bekerja maka semakin banyak dia telah terpapar bahaya yang ditimbulkan
oleh lingkungan kerja tersebut (Suma’mur, 1988).
Pada pekerja yang berada dilingkungan dengan kadar debu tinggi
dalam waktu lama memiliki risiko tinggi terkena penyakit paru obstruktif.
Masa kerja lama mempunyai kecenderungan sebagai faktor risiko
terjadinya obstruksi pada pekerja di industri yang berdebu.
Dari hasil penelitian pada variabel masa kerja menunjukkan bahwa
pekerja yang memiliki masa kerja lama (≥ 5 tahun ) sama banyak dengan
pekerja yang memiliki masa kerja baru. Dari hasil analisis bivariat
menunjukkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara masa kerja
dengan kapasitas vital paru pekerja di industri percetakan Mega Mall
Ciputat tahun 2013.
98
Hal ini sejalan dengan penelitian Ulinta (1998) di Bandung,
mengatakan bahwa masa kerja di suatu perusahaan yang mengandung
banyak debu mempunyai resiko tinggi untuk timbulnya pneumkoniosis.
Sedangkan hasil penelitian Budiono (2007), tentang gangguan fungsi paru
pada pekerja pengecatan mobil di Semarang menyatakan bahwa, menurut
hasil uji statistik Pvalue sebesar 0,0005 yang berarti ada hubungan masa
kerja yang diterima oleh pekerja pengecetan mobil dengan kapasitas vital
paru.
Dari beberapa penelitian terdahulu tersebut semuanya mendukung
temuan penelitian ini. Hal ini kemungkinan dipengaruhi oleh masa kerja
dari setiap pekerja yang berbeda – beda, sesuai dengan pajanan berbahaya
yang diterima oleh pekerja berdasarkan masa kerjanya. Sesuai dengan
teori yang menyatakan semakin lama seseorang dalam bekerja maka
semakin banyak dia telah terpapar bahaya yang ditimbulkan oleh
lingkungan kerja tersebut. Semakin lama seseorang dalam bekerja maka
semakin beresiko terkena gangguan KPV.
Semakin lama seseorang dalam bekerja maka semakin banyak dia
telah terpapar bahaya yang ditimbulkan oleh lingkungan kerja tersebut
(Suma’mur,1996). Sehingga dibutuhkan upaya dan tindakan serius untuk
menerapkan shift kerja agar pajanan berbahaya yang diterima oleh pekerja
tidak semakin lama dan berbahaya bagi kesehatan.
99
c. Hubungan antara Kebiasaan Merokok dengan Kapasitas Vital Paru
Pekerja yang mempunyai kebiasaan merokok dapat mempunyai
risiko atau pemicu timbulnya keluhan subyektif saluran pernafasan dan
gangguan ventilasi paru pada tenaga kerja (Giarno, 1995). Sementara
Lubis (1989) menyatakan tenaga kerja yang sebagai perokok merupakan
salah satu faktor risiko penyebab penyakit saluran pernafasan.
Yunus (1997) mengatakan asap rokok meningkatkan risiko
timbulnya penyakit bronchitis dan kanker paru, untuk itu pekerja
hendaknya berhenti merokok bila bekerja pada tempat yang mempunyai
risiko terjadi penyakit tersebut. Beberapa penelitian tentang bahaya
merokok terhadap kesehatan dan gangguan ventilasi paru dikemukakan
oleh Mangesiha dan Bakele (1998) terdapat hubungan yang signifikan
antara kebiasaan merokok dan gangguan saluran pernafasan.
Hasil pada penelitian ini menunjukkan pekerja yang memiliki
kebiasaan merokok sama banyak dibandingkan dengan pekerja yang tidak
memiliki kebiasaan merokok. Berdasarkan hasil analisis bivariat
menunjukkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara kebiasaan
merokok dengan kapasitas vital paru pada pekerja di industri percetakan
Megal Mall Ciputat tahun 2013. Hal ini sejalan dengan penelitian Budiono
(2007) tentang gangguan fungsi paru pada pekerja pengecatan mobil di
Semarang menyatakan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara
kebiasaan merokok dengan kapasitas vital paru.
100
Menurut Suyono (2001) asap rokok mengiritasi paru-paru dan
masuk ke dalam aliran darah. Merokok lebih merendahkan kapasitas vital
paru dibandingkan beberapa bahaya kesehatan akibat kerja. Depkes RI
(2003) menyatakan bahwa pengaruh asap rokok dapat lebih besar dari
pada pengaruh debu hanya sekitar sepertiga dari pengaruh buruk rokok.
Hal tersebut terdapat pada tabel 5.7 dimana ada sebagian besar
pekerja yang tidak merokok tetapi mengalami gangguan, disini terbukti
bahwa asap rokok dapat membahayakan kesehatan. Hal ini disebabkan
asap rokok akan menghilangkan bulu-bulu silia di saluran pernafasan yang
berfungsi sebagai penyaring udara yang masuk dalam pernafasan
(Faidawati, 2003). Untuk menghindari gangguan kapasitas vital paru
sebaiknya para pekerja yang merokok, untuk berhenti merokok karena
asap rokoknya juga memberikan efek negatif untuk dirinya dan bagi
pekerja yang tidak merokok.
Sebaiknya pekerja dapat menghentikan kebiasaan merokok guna
menjaga kesehatannya dengan menerapkan gaya hidup yang sehat untuk
kualitas hidup yang lebih berkualitas dan produktif. Pemilik percetakan
menerapkan aturan larangan merokok di lingkungan kerja, agar pekerja
yang tidak merokok tidak terpapar oleh pajanan berbahaya yang berasal
dari pekerja lain yang merokok.
101
d. Hubungan antara Kebiasaan Olahraga dengan Kapasitas Vital Paru
Kebiasaan berolahraga akan menimbulkan Force Vital Capacity
(FVC) seperti yang terjadi pada seorang atlet FVC akan meningkat 30%
sampai dengan 40 % (Talini, 1998). Menurut Wilmore (1994) secara
umum olah raga akan meningkatkan total fungsi paru. Pada banyak
individu yang melakukan olah raga secara teratur maka kapasitas fungsi
paru akan meningkat meskipun hanya sedikit, tetapi pada saat yang
bersamaan residual volume atau jumlah udara yang tidak dapat berpindah
atau keluar dari paru akan menurun.
Dari hasil penelitian ini varibel kebiasaan olahraga
menggambarkan pekerja yang tidak melakukan olahraga lebih banyak
dibandingkan dengan pekerja yang melakukan olahraga. Berdasarkan
analisis bivariat menunjukkan ada hubungan yang bermakna dengan
kapasitas vital paru. Hal ini sejalan dengan penelitian Khumaidah (2009)
yang meneliti gangguan fungsi paru pada pekerja mebel di kabupaten
Jepara yang menyatakan bahwa, ada hubungan yang bermakna antara
kebiasaan olahraga dengan kapasitas vital paru pada pekerja mebel.
Selanjutnya untuk meningkatkan kapasitas fungsi paru, olah raga
yang dilakukan hendaknya mempehatikan 3 hal, yaitu mode atau jenis
olah raga, frekuensi dan durasinya (Budiono, 2007). Dalam penelitian ini
pekerja yang melakukan olahraga juga menggambarkan tentang jenis,
102
frekuensi dan durasi olahraga yang dilakukan. Dalam penelitian ini dapat
dilihat pada tabel 5.6.
Peneliti berasumsi bahwa lebih banyaknya pekerja yang tidak
melakukan olahraga mungkin disebabkan oleh kesibukan yang dijalani
atau mungkin juga disebabkan rasa malas yang timbul karena sudah
merasa lelah dengan pekerjaan yang dilakukan. Padahal menurut Sahab
(1997) Faal paru dan olahraga mempunyai hubungan yang timbal balik,
gangguan faal paru dapat mempengaruhi kemampuan olahraga.
Sebaliknya, latihan fisik yang teratur atau olahraga dapat meningkatkan
faal paru. Seseorang yang aktif dalam latihan akan mempunyai kapasitas
aerobik yang lebih besar dan kebugaran yang lebih tinggi serta kapasitas
paru yang meningkat. Oleh karena itu disarankan kepada pekerja untuk
lebih rajin dalam berolahraga untuk menjaga agar tubuh dalam kondisi
bugar dan nilai kapasitas vital paru (KVP) dalam kondisi normal.
e. Hubungan antara Status Gizi dengan Kapasitas Vital Paru
Status gizi seseorang dapat mempengaruhi kapasitas vital paru.
Orang kurus tinggi biasanya memiliki kapasitasnya lebih dari orang
gemuk pendek, status gizi yang berlebihan dengan adanya timbunan
lemak dapat menurunkan compliance dinding dada dan paru sehingga
ventilasi paru akan terganggu akibatnya kapasitas vital paru akan menurun
(Nyoman, 2001). Dengan kesimpulan bahwa orang kurus dan gemuk lebih
103
beresiko terkena gangguan kapasitas vital paru dibandingkan dengan
orang yang memiliki IMT normal.
Dalam penelitian ini, hasil distribusi frekuensi status gizi pekerja
menggambarkan bahwa pekerja yang tidak beresiko lebih banyak
dibandingkan dengan pekrja yang beresiko. Hasil dari analisis bivariat
menunjukkan tidak ada hubungan yang bermakna antara status gizi
dengan kapasitas vital paru pekerja di industri percetakan Mega Mall
Ciputat tahun 2013. Hal ini tidak sejalan dengan penelitian Budiono
(2007) pada pekerja pada pengecatan mobil yang menunjukkan ada
hubungan antara status gizi dengan kapasitas vital paru.
Dalam hal ini peneliti berkesimpulan bahwa kondisi status gizi
pekerja percetakan di kawasan Mega Mall Ciputat tidak beresiko.
Meskipun demikian, pekerja dengan status gizi tidak beresiko namun
memiliki kebiasaan merokok, akan mempercepat penurunan faal paru
(Depkes RI, 2003). Hal ini sejalan dengan pernyataan Suyono (2001)
bahwa merokok lebih merendahkan kapasitas vital paru dibandingkan
beberapa bahaya kesehatan akibat kerja. Hal ini didukung pula oleh
analisis lebih lanjut terhadap pekerja yang mengalami gangguan KVP dan
status gizi tidak beresiko ternyata semuaya adalah perokok, berarti
kebiasaan merokok memberi kontribusi terhadap penurunan KVP.
104
f. Hubungan antara Jenis Kelamin dengan Kapasitas Vital Paru
Dalam penelitian ini, hasil analisis univariat menggambarkan
bahwa pekerja dengan jenis kelamin laki – laki lebih banyak dibandingkan
dengan pekerja dengan jenis kelamin perempuan. Sedangkan hasil analisis
bivariat menunjukkan tidak ada hubungan yang bermakna antara jenis
kelamin dengan kapasitas vital paru pekerja di industri percetakan Mega
Mall Ciputat tahun 2013.
Hal tersebut tidak sejalan dengan penelitian Yulaekah (2007)
tentang paparan debu terhirup dan gangguan fungsi paru pada pekerja
industri batu kapur kabupaten grobogan, yang mengatakan bahwa ada
hubungan antara jenis kelamin dengan kapasitas vital paru pada pekerja.
Volume paru pria dan wanita terdapat perbedaan bahwa kapasitas paru
total (kapasitas inspirasi dan kapasitas residu fungsional), pria adalah 6,0
liter dan wanita 4,2 liter (Antarudin,2002).
Dalam penelitian ini dapat dijelaskan bahwa terdapat variabel lain
yang berpengaruh secara langsung dengan terjadinya gangguan kapasitas
vital paru, yaitu kebiasaan olahraga. Kebiasaan olah raga dapat membantu
meningkatkan fungsi paru. Individu yang mempunyai kebiasaan olah raga
memiliki tingkat kesegaran jasmani yang baik Pekerja yang mempunyai
tingkat kesegaran jasmani yang baik, dapat menjadi faktor protektif
terhadap penurunan fungsi paru. Sebagian besar pekerja yang berjenis
105
kelamin perempuan tidak melakukan olahraga dan memilik gangguan
KPV.
g. Hubungan antara Umur dengan Kapasitas Vital Paru
Dalam penelitian ini variabel umur menggambarkan bahwa
distribusi rata-rata umur responden di tempat kerja adalah 26 tahun
denganu mur termuda adalah 16 tahun dan tertua adalah 63 tahun.
Sedangkan hasil analisis bivariat menunjukkan tidak ada hubungan yang
bermakna antara umur dengan kapasitas vital paru pekerja di industri
percetakan Mega Mall Ciputat tahun 2013.
Hal tersebut tidak sejalan dengan penelitian Siti M (2006),
semakin bertambah usia maka akan dapat menurunkan kapasitas vital paru
seseorang. Begitupun hasil penelitian yang dilakukan Yulaekah (2007)
pada pekerja industri batu kapur menunjukan ada hubungan yang
bermakna antara umur seseorang dengan kapasitas vital paru.
Penelitian ini dapat dijelaskan bahwa terdapat variabel lain yang
berpengaruh secara langsung dengan terjadinya gangguan kapasitas vital
paru, yaitu kadar debu total. Selanjutnya lingkungan yang berdebu dan
masa kerja lama dapat memperburuk kondisi kesehatan pekerja yang
berakibat menimbulkan gangguan kapasitas vital paru.
106
Selain itu kebiasaan merokok juga merupakan variabel lain yang
tidak kalah penting dalam terjadinya gangguan kapasitas vital paru.
Sebagian besar pekerja yang berumur muda dan merokok juga mengalami
gangguan KVP, hal ini sesuai dengan pernyataan Suyono (2001) bahwa
asap rokok mengiritasi paru-paru dan masuk ke dalam aliran darah.
107
BAB VII
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian mengenai faktor – faktor yang berhubungan
dengan Kapasitas Vital Paru (KVP) pada pekerja di industri percetakan Mega
Mall Ciputat tahun 2013 dengan kesimpulan sebagai berikut:
1. Pekerja yang mengalami gangguan KPV lebih banyak daripada pekerja yang
tidak mengalami gangguan KPV, yaitu sebanyak 50 pekerja (71,4%).
2. Ada hubungan yang bermakna antara kadar debu total (Pvalue = 0,036) dan
ventilasi ruangan (Pvalue = 0,025) dengan KVP pada pekerja.
3. Ada hubungan yang bermakna antara riwayat penyakit (Pvalue = 0,027), masa
kerja (Pvalue = 0,000), kebiasaan merokok (Pvalue = 0,000) dan kebiasaan
olahraga (Pvalue = 0,000) dengan KVP pada pekerja. Sedangkan tidak ada
hubungan yang bermakna antara status gizi (Pvalue = 1,000) , jenis kelamin
(Pvalue = 1,000) dan umur (Pvalue = 0,948) dengan KVP pada pekerja.
108
B. Saran
1. Saran Bagi Pekerja
a. Pekerja dapat menghentikan kebiasaan merokok dan menerapkan gaya
hidup sehat guna kehidupan yang berkualitas dan produktif.
b. Pekerja lebih rajin dalam berolahraga minimal 3-5 kali seminggu dengan
durasi 20-60 menit per hari, agar tubuh dalam kondisi bugar dan
mendapatkan nilai KPV dalam kondisi normal.
c. Pekerja wajib menggunakan APD selama berada di lingkungan kerja agar
dapat meminimalisir pajanan berbahaya yang ada di lingkungan kerja.
2. Saran Bagi Pemilik Industri Percetakan
a. Sebaiknya pemilik percetakan memperhatikan ventilasi ruangan, dalam
hal ini untuk membuat local exhaust guna menjaga kualitas udara di
dalam ruangan.
b. Sebaiknya pemilik percetakan menerapkan aturan dilarang merokok di
lingkungan kerja agar pekerja yang tidak merokok tidak terpapar pajanan
berbahaya dari asap rokok.
c. Sebaiknya pemilik percetakan memberikan pendidikan dan pelatihan agar
mereka dapat mengenal secara langsung bahaya yang ada di tempat kerja
dan sadar akan pentingnya hidup sehat.
d. Menerapkan shift kerja agar pajanan berbahaya yang diterima oleh pekerja
di lingkungan kerja tidak melebihi dari NAB yang telah ditetapkan.
109
e. Pemilik percetakan sebaiknya menempatkan pekerja yang mengalami
riwayat penyakit yang berhubungan dengan pernafasan di tempat kerja
yang minim bahaya dan penyakit-penyakit yang diperberat akibat
pekerjaan tidak bisa berkembang menjadi penyakit baru.
f. Sebaiknya pemilik percetakan menyediakan masker yang sesuai dengan
potensi bahaya di lingkungan kerja percetakan agar pekerja merasa
diperhatikan dan terpacu untuk menggunakannya.
g. Berdasarkan penelitian ini, ditemukan 100% pekerja tidak menggunakan
masker maka disarankan agar pemilik percetakan membuat aturan yang
mewajibkan pekerja menggunakan masker dengan benar saat bekerja.
3. Saran Untuk Penelitian Selanjutnya
a. Untuk Penelitian selanjutnya sebaiknya dapat melanjutkan analisis sampai
multivariat, sehingga diketahui faktor yang paling berhubungan dengan
KVP.
b. Untuk penelitian selanjutnya, sebaiknya menganalisis kebiasaan olahraga
berdasarkan jenis, frekuensi dan durasinya.
c. Perlu diadakan penelitian lanjutan terhadap variabel yang belum diteliti
pada penelitian ini, seperti paparan debu yang diterima pekerja.
DAFTAR PUSTAKA
Adi, Tri Widodo. Faktor – Faktor Yang Berhubungan Dengan Kapasitas Vital Paru
Pada Pekerja Pembuatan Genteng. Skripsi. UNNES, 2007.
Ahmadi UF. Kesehatan lingkungan kerja lingkungan fisik dalam upaya kesehatan
kerja sector informal. Direktorat Bina Peran Serta masyaakat. Depkes RI.
Jakarta. 1990 :1–10.
Ambarkati, Arum. Takaran Olahraga Yang Benar Dan Aman. 2012. Diakses pada
tanggal 14 Januari 2013 available http://olah-raga-
indonesia.blogspot.com/2012/04/takaran-olahraga-yang-benar-dan-aman.html
Amin,M. Patogenesis dan Pengobatan Pada Penyakit Paru Obstruksi Kronik.
Konggres Nasional X PDPI. Solo. 2005.
Antarudin. Pengaruh Debu Padi Pada Faal Paru Pekerja Kilang Padi Yang Merokok
Dan Tidak Merokok. Program Pendidikan Dokter Spesialis Paru, FKUSU,
Sumatera Utara, 2002.
Anonym, http://www . Pikiran rakyat.com. Penyakit Paru Akibat Debu Industri.
(diakses pada tanggal 14 Februari 2012).
Bannet, W.L. Buku ajar penyakit paru (edisi bahasa Indonesia). Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta. 1997: 40 – 57.
Budiono, Irwan. Faktor Risiko Gangguan Fungsi Paru Pada Pekerja Pengecatan
Mobil. Tesis UNDIP Semarang, 2007.
Corwin, Elizabeth. J., Buku Saku Patofisiologi. Cetakan I. Penerbit Buku Kedokteran
EGC. Jakarta. 2001.
Depkes RI. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produktivitas Tenaga Kerja. Jakarta.
1990.
Depkes RI. Keputusan Menteri Kesehatan RI dan Keputusan Dirjen PPM&PLP
tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Kerja. Jakarta. 2002.
Depatemen Tenaga Kerja. Nilai ambang batas faktor kimia di udara lingkugan kerja.
Depatemen Tenaga Kerja Badan Perencanaan dan Pengembangan Tenaga
Kerja Pusat HIPERKES dan Keselamatan Kerja Proyek Pengembangan
Hygiene dan Kesehatan Kerja Tahun anggaran 1997/1998. Jakarta. 1998.
Faidawati, Ria. Penyakit paru obstruktif kronik dan asma akibat kerja. Journal of the
Indonesia Association of Pulmonologist. Jakarta. 2003 : 7 - 11.
Guyton C, Arthur. Fisiologi Kedokteran, Alih bahasa Ken Ariata Tengadi Edisi 7
Penerbit buku kedokteran EGC. Jakarta. 1994 : 627 – 646.
Giam.C.K, The.K.C. Ilmu Kedokteran Olahraga.Binarupa Aksara. Jakarta, 1996.
Ichsan, Slamet. Kumpulan Makalah Seminar K3 RS Persahabatan: Kesehatan dan
Keselamatan Kerja : Pemantauan Lingkungan dan Kesehatan Tenaga Kerja.
Penerbit Universitas Indonesia (UI-Press). 2002.
Ikhsan, Muhtar. 2002. Penatalaksanaan penyakit akibat kerja, Kumpulan Makalah
Seminar K3 Rs Persahabatan Tahun 2001 Dan 2002, Universitas Indonesia,
2002.
Khumaidah. Analisis Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Gangguan Fungsi
Paru Pada Pekerja Mebel Di PT Kota Jati Furnindo Desa Suwawal
Kecamatan Mlonggo Kabupaten Jepara. 2009. TESIS, UNDIP.
Levy, Stuart A. Introduction to occupational pulmonary disease. In : Carl Zens.
Occupational Medicine, 3th ed. London : Mosby. 1994: 167 – 170.
Lubis, P. Perumahan Sehat,Proyek Pengembangan Tenaga Kesehatan Pusat
Diknakes, 1989. Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Malaka, T. Evaluasi Bahan Pencemar di Udara Lingkungan. Jurnal Respir Vol 16.
Jakarta. 1996.
McKay, Roy T; Horvath, Edward. Pulmonary function testing in industry. In : Carl
Zens. Occupational Medicine, 3th ed. London : Mosby. 1994: 229 – 235.
Megesha. Y. A, Bekele. A Relative Chronic Effect of Different Occupotional dust on
Respirator Indeces amd Health Of Workers in Three Ethopian Factories.
1998. In Jour In Med, 1998;34:373-380.
Mila. Siti Muslikatul. Hubungan Antara Masa Kerja, Pemakaian APD Pernafasan
(Masker) Pada Tenaga Kerja Pengamplasan Dengan Kapasitas Fungsi Paru
PT Ascent House Pecangaan Jepara.Skripsi. UNNES. 2006..
Mukono, H.J. Pencemaran Udara dan Pengaruh terhadap Gangguan Saluran
Pernafasan. Airlangga University Press. Surabaya. 1997.
Nur. Kartika Wijayanti. Pengaruh Pemakaian Kacamata Las Terhadap Ketajaman
Penglihatan Pada Pekerja Las Karbit Di Wilayah Pinggir D.I. Panjaitan
Kota Semarang. Skripsi. UNNES. Semarang. 2005.
Pearce, Evelyn. Anatomi dan Fisiologi untuk paramedic, Alih Bahasa Sri Yuliani
Handoyo, Gramedia. Jakarta. 1991.
Price, Sylvia Anderson and Wilson, Lorraine McCarty. Fisiologi proses proses
penyakit. Alih bahasa Peter Anugrah. EGC. Jakarta. 1995 : 646 -715.
Pudjiastuti. Wiwiek. Modul Pelatihan bagi Fasilitator Kesehatan Kerja. Jakarta :
Pusat Kesehatan Kerja Departemen Kesehatan RI. 2003.
Raharjoe, N. Boediman, L dkk. Perkembangan dan Masalah Pulmonology Anak Saat
Ini. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta. 1994.
Siregar, Adelina. Hubungan Pemajanan Debu terhadap Kelainan Fungsi Paru
Tenaga Kerja di Industri Keramik “A” Kabupaten Tangerang, Banten Tahun
2004. Tesis FKM UI – Depok. 2004.
Sugenghartono. Olahraga Ringan Pada Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK).
2012. Diakses pada tanggal 14 Januari 2013, Available
http://sugenghartono.com/olahraga-ringan-pada-penyakit-paru-obstruktif-
kronik-ppok/
Sulistomo, Astrid. Diagnosis Penyakit Akibat Kerja Dan Sistem Rujukan. Cermin
Dunia Keguruan No. 136, 2002.
Supariasa. I Dewa Nyoman, dkk. 2001. Penentuan Status Gizi. Jakarta: EGC
Suma’mur, P.K.. Higiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja. CV Haji Mas Agung.
Jakarta. 1988.
Solech. Muhammad. Hubungan Lama Pemaparan Debu Kapur Tulis dengan
Kapasitas Vital Fungsi Paru (FVC & FEV1) Guru SLTPN 1Grobogan Juni
2001. Skripsi. Semarang: UNDIP. 2001.
Tabrani, Rab. Ilmu Penyakit Paru. Penerbit Hiperkes. Jakata. 1996: 10 - 27.
Tambayong. Anatomi Fisiologi untuk Keperawatan. Rineka Cipta. Jakarta. 2001.
Tresnaningsih, Erna. Upaya Kesehatan Kerja Sektor Informal di Indonesia : Ruang
Lingkup dan Metode Kesehatan Kerja. Cetakan II. Departemen Kesehatan RI.
Jakarta. 1990.
Ulinta B. Analisis Epidemiologi Pneumoconiosis Pada Pekerja Tambang Batu Di
Bandung Berdasarkan X Ray Paru Klasifikasi Dan Faktor-Faktor Yang
Berhubungan. Tesis, PSIKM UI , Jakarta. 1998.
Van Wicklen, GL and Beard,FR. Respirable Aerrosol Generation by Wood Working
Equipment, Aplied Engineering in Agriculture, 9:391-395, Oktober 2006.
(http/www.who.int/environmental information/air/guideline.html)
Wahyuningsih, Faisal Yunus, Mukhtar Ikhsan. Dampak inhalasi cat semprot
terhadap kesehatan paru. Cermin kedokteran (138). 2003 : 12 - 17.
World Health Organization. Early Detection of Occupational Diseases. WHO,
Geneva, Swiss. 1986.
WHO. Deteksi dini penyakit akibat kerja. Alih bahasa Joko Suyono. EGC.
Jakarta. 1995 : 64 - 69.
Yulaekah, Siti. Paparan Debu Terhirup Dan Gangguan Fungsi Paru Pada Pekerja
Industri Batu Kapur. Tesis UNDIP Semarang, 2007.
Yunus, F. Dampak Debu Industri pada Paru dan Pengendaliannya. 1997: Jurnal
Respirologi Indonesia. Vol 17. 1997; 4-7 .
Nomor Responden :
Nama
KUESIONER PENELITIAN
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Kuesioner ini merupakan instrumen penelitian tentang Faktor-Faktor yang
berhubungan dengan kapasitas vital paru pada pekerja percetakan di kawasan Mega
Mall Ciputat tahun 2013. Hasil penelitian ini merupakan tugas akhir dari peneliti
untuk memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM). Untuk itu, saya
mengharapkan partisipasi Bapak/Ibu/Saudara untuk mengisi kuesioner ini secara jujur
dan lengkap.
Pengisian kuesioner ini tidak akan berpengaruh terhadap pekerjaan
Bapak/Ibu/Saudara. Atas kerja sama dan perhatian Bapak/Ibu/Saudara, saya ucapkan
terima kasih yang sebesar-besarnya.
Saya menyatakan bahwa saya telah membaca pernyataan di atas, dan saya
setuju untuk menjadi responden dalam penelitian ini.
Wassallamu’alaikum Wr. Wb,
Jakarta, Februari 2013
Peneliti Responden
( Ahmad Hasyim Rasyid ) ( )
Diisi oleh peneliti
GANGGUAN FUNGSI PARU
1 Hasil pengukuran Kapasitas Vital Paru?
0. Ada gangguan (Restriktif, campuran dan obstruktif)
1. Tidak ada gangguan (Normal)
A1 ( )
KADAR DEBU TOTAL
2 Hasil pengukuran paparan debu di ruang percetakan?
………………… mg/m3
B1 ( )
STATUS GIZI (IMT)
3 Berat badan anda
C1 ( )
Tinggi badan C2 ( )
RIWAYAT PENYAKIT
4 Berdasarkan hasil pemeriksaaan kesehatan, responden didiagnosis
memiliki penyakit pernapasan?
0. Ya
1. Tidak
D1 ( )
Jika ya, penyakit pernapasan apa yang responden alami?
a. Asma (sesak nafas)
b. Bronkitis kronik (batuk berdahak)
c. Pneumonia (paru-paru basah)
d. Tuberkulosis (TBC/flek paru)
e. Lainnya, sebutkan ……………………………………………..
D2 ( )
D3 ( )
D4 ( )
D5 ( )
D6 ( )
..…..kg
……cm
1. Isilah kuesioner penelitian ini sesuai dengan kondisi anda.
2. Beri tanda silang ( X ) pada jawaban yang paling sesuai dengan kondisi anda.
3. Kejujuran anda menjawab kuesioner ini, sangat saya harapkan.
Diisi oleh responden/pekerja
UMUR
1 Pada tanggal, bulan dan tahun berapa anda lahir?
A1 ( )
JENIS KELAMIN
2 Jenis kelamin?
0. Laki-laki
1. Perempuan
B1 ( )
MASA KERJA
3 Sejak kapan anda bekerja di percetakan?
C1 ( )
4 Apakah sebelumnya anda juga bekerja di percetakan?
0. Ya
1. Tidak
Jika ya, lanjut ke pertanyaan no.4, jika tidak langsung ke no.5
C2 ( )
5 Sejak kapan anda bekerja di tempat sebelumnya? C3 ( )
6 Jika tidak, anda dulu bekerja sebagai
-…………………
-…………………
-…………………
C4 ( )
Tgl……bulan…………tahun……..
……
tahun…………
tahun…………
7 Apakah di pekerjaan anda sebelumnya sudah ada paparan debu ?
0. Ada
1. Tidak ada
C5 ( )
KEBIASAAN MEROKOK
8 Apakah anda merokok ?
0. Ya
1. Tidak
Jika ya, lanjut ke pertanyaan no.8, jika tidak langsung ke no.10
D1 ( )
9 Sudah berapa lama anda merokok?
D2 ( )
10 Berapa batang anda merokok dalam sehari? D3 ( )
KEBIASAAN OLAHRAGA
11 Apakah anda biasa melakukan Olahraga?
0. Tidak
1. Ya
Jika ya, lanjut ke pertanyaan no.11, jika tidak, kuisioner selesai
E1 ( )
12 Apabila ya, jenis olahraga apa yang anda lakukan?
-…………………
-…………………
-…………………
E2 ( )
13 Berapa banyak anda berolahraga dalam seminggu?
E3 ( )
14 Setiap kali melakukan olahraga berapa menit lamanya?
E4 ( )
…...…batang
…...…kali
……….tahun/……..bulan
…...…menit
FORM DIAGNOSIS RIWAYAT PENYAKIT
No. Nama Pekerja Anamnesis Diagnosis Keterangan
Pemeriksa
( )
UNIVARIAT
KATEGORIK
KVP
kapasitas vital paru responden
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid ada gangguan 50 71.4 71.4 71.4
tidak ada gangguan 20 28.6 28.6 100.0
Total 70 100.0 100.0
KADAR DEBU TOTAL
kadar debu total
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid tidak memenuhi NAB 40 57.1 57.1 57.1
memenuhi NAB 30 42.9 42.9 100.0
Total 70 100.0 100.0
VENTILASI RUANGAN
ventilasi ruangan
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid tdk memenuhi syarat 55 78.6 78.6 78.6
memenuhi syarat 15 21.4 21.4 100.0
Total 70 100.0 100.0
STATUS GIZI
status gizi responden
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid beresiko 27 38.6 38.6 38.6
tdk beresiko 43 61.4 61.4 100.0
Total 70 100.0 100.0
RIWAYAT PENYAKIT
riwayat penyakit responden
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid pernah 11 15.7 15.7 15.7
tdk pernah 59 84.3 84.3 100.0
Total 70 100.0 100.0
MASA KERJA
masa kerja responden
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid lama 35 50.0 50.0 50.0
baru 35 50.0 50.0 100.0
Total 70 100.0 100.0
JENIS KELAMIN
jenis kelamin responden
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid laki-laki 63 90.0 90.0 90.0
perempuan 7 10.0 10.0 100.0
Total 70 100.0 100.0
KEBIASAAN MEROKOK
status merokok responden
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid Merokok 35 50.0 50.0 50.0
tidak merokok 35 50.0 50.0 100.0
Total 70 100.0 100.0
KEBIASAAN OLAHRAGA
kebiasaan olahraga responden
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid tidak 54 77.1 77.1 77.1
ya 16 22.9 22.9 100.0
Total 70 100.0 100.0
JENIS OLAHRAGA
jenis olahraga
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid aerobik 11 68.8 68.8 68.8
anaerobik 5 31.2 31.2 100.0
Total 16 100.0 100.0
FREKUENSI OLAHRAGA
frekuensi olahraga
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid < 3 atau > 5 kali seminggu 14 87.5 87.5 87.5
3 – 5 kali seminggu 2 12.5 12.5 100.0
Total 16 100.0 100.0
DURASI OLAHRAGA
durasi olahraga
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid < 20 menit atau > 60 menit 5 31.2 31.2 31.2
20 – 60 menit 11 68.8 68.8 100.0
Total 16 100.0 100.0
NUMERIK
UMUR
Descriptives
Statistic Std. Error
umur responden Mean 26.53 1.050
95% Confidence Interval for Mean
Lower Bound 24.43
Upper Bound 28.62
5% Trimmed Mean 25.55
Median 24.00
Variance 77.209
Std. Deviation 8.787
Minimum 16
Maximum 63
Range 47
Interquartile Range 9
Skewness 1.905 .287
Kurtosis 4.418 .566
BIVARIAT
UJI NORMALITAS DATA
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
kadar debu total
N 70
Normal Parametersa Mean .14874
Std. Deviation .014839
Most Extreme Differences Absolute .303
Positive .247
Negative -.303
Kolmogorov-Smirnov Z 2.537
Asymp. Sig. (2-tailed) .000
a. Test distribution is Normal.
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
kadar debu total umur responden
N 70 70
Normal Parametersa Mean .14874 26.53
Std. Deviation .014839 8.787
Most Extreme Differences Absolute .303 .183
Positive .247 .183
Negative -.303 -.139
Kolmogorov-Smirnov Z 2.537 1.534
Asymp. Sig. (2-tailed) .000 .018
a. Test distribution is Normal.
KADAR DEBU TOTAL*KPV
Case Processing Summary
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
kadar debu total * kapasitas vital paru responden
70 100.0% 0 .0% 70 100.0%
kadar debu total * kapasitas vital paru responden Crosstabulation
kapasitas vital paru responden
Total
ada gangguan tidak ada gangguan
kadar debu total tidak memenuhi NAB Count 33 7 40
% within kadar debu total 82.5% 17.5% 100.0%
memenuhi NAB Count 17 13 30
% within kadar debu total 56.7% 43.3% 100.0%
Total Count 50 20 70
% within kadar debu total 71.4% 28.6% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-sided)
Exact Sig. (2-sided)
Exact Sig. (1-sided)
Pearson Chi-Square 5.606a 1 .018
Continuity Correctionb 4.411 1 .036
Likelihood Ratio 5.606 1 .018
Fisher's Exact Test .031 .018
Linear-by-Linear Association 5.526 1 .019
N of Valid Casesb 70
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 8.57.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
Value
95% Confidence Interval
Lower Upper
Odds Ratio for kadar debu total (tidak memenuhi NAB / memenuhi NAB)
3.605 1.213 10.715
For cohort kapasitas vital paru responden = ada gangguan
1.456 1.032 2.054
For cohort kapasitas vital paru responden = tidak ada gangguan
.404 .184 .888
N of Valid Cases 70
VENTILASI RUANGAN*KPV
Case Processing Summary
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
ventilasi ruangan * kapasitas vital paru responden
70 100.0% 0 .0% 70 100.0%
ventilasi ruangan * kapasitas vital paru responden Crosstabulation
kapasitas vital paru responden
Total
ada gangguan tidak ada gangguan
ventilasi ruangan tdk memenuhi syarat Count 43 12 55
% within ventilasi ruangan 78.2% 21.8% 100.0%
memenuhi syarat Count 7 8 15
% within ventilasi ruangan 46.7% 53.3% 100.0%
Total Count 50 20 70
% within ventilasi ruangan 71.4% 28.6% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-sided)
Exact Sig. (2-sided)
Exact Sig. (1-sided)
Pearson Chi-Square 5.736a 1 .017
Continuity Correctionb 4.295 1 .038
Likelihood Ratio 5.324 1 .021
Fisher's Exact Test .025 .022
Linear-by-Linear Association 5.654 1 .017
N of Valid Casesb 70
a. 1 cells (25.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 4.29.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
Value
95% Confidence Interval
Lower Upper
Odds Ratio for ventilasi ruangan (tdk memenuhi syarat / memenuhi syarat)
4.095 1.234 13.588
For cohort kapasitas vital paru responden = ada gangguan
1.675 .958 2.929
For cohort kapasitas vital paru responden = tidak ada gangguan
.409 .205 .815
N of Valid Cases 70
STATUS GIZI*KPV
Case Processing Summary
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
status gizi responden * kapasitas vital paru responden
70 100.0% 0 .0% 70 100.0%
status gizi responden * kapasitas vital paru responden Crosstabulation
kapasitas vital paru responden
Total
ada gangguan tidak ada gangguan
status gizi responden beresiko Count 19 8 27
% within status gizi responden
70.4% 29.6% 100.0%
tdk beresiko Count 31 12 43
% within status gizi responden
72.1% 27.9% 100.0%
Total Count 50 20 70
% within status gizi responden
71.4% 28.6% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-sided)
Exact Sig. (2-sided)
Exact Sig. (1-sided)
Pearson Chi-Square .024a 1 .877
Continuity Correctionb .000 1 1.000
Likelihood Ratio .024 1 .877
Fisher's Exact Test 1.000 .543
Linear-by-Linear Association .024 1 .877
N of Valid Casesb 70
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 7.71.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
Value
95% Confidence Interval
Lower Upper
Odds Ratio for status gizi responden (beresiko / tdk beresiko)
.919 .318 2.657
For cohort kapasitas vital paru responden = ada gangguan
.976 .718 1.327
For cohort kapasitas vital paru responden = tidak ada gangguan
1.062 .499 2.257
N of Valid Cases 70
RIWAYAT PENYAKIT*KPV
Case Processing Summary
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
riwayat penyakit responden * kapasitas vital paru responden
70 100.0% 0 .0% 70 100.0%
riwayat penyakit responden * kapasitas vital paru responden Crosstabulation
kapasitas vital paru responden
Total
ada gangguan tidak ada gangguan
riwayat penyakit responden pernah Count 11 0 11
% within riwayat penyakit responden
100.0% .0% 100.0%
tdk pernah Count 39 20 59
% within riwayat penyakit responden
66.1% 33.9% 100.0%
Total Count 50 20 70
% within riwayat penyakit responden
71.4% 28.6% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-sided)
Exact Sig. (2-sided)
Exact Sig. (1-sided)
Pearson Chi-Square 5.220a 1 .022
Continuity Correctionb 3.691 1 .055
Likelihood Ratio 8.195 1 .004
Fisher's Exact Test .027 .017
Linear-by-Linear Association 5.146 1 .023
N of Valid Casesb 70
a. 1 cells (25.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 3.14.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
Value
95% Confidence Interval
Lower Upper
For cohort kapasitas vital paru responden = ada gangguan
1.513 1.260 1.816
N of Valid Cases 70
JENIS KELAMIN*KPV
Case Processing Summary
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
jenis kelamin responden * kapasitas vital paru responden
70 100.0% 0 .0% 70 100.0%
jenis kelamin responden * kapasitas vital paru responden Crosstabulation
kapasitas vital paru responden
Total
ada gangguan tidak ada gangguan
jenis kelamin responden laki-laki Count 45 18 63
% within jenis kelamin responden
71.4% 28.6% 100.0%
perempuan Count 5 2 7
% within jenis kelamin responden
71.4% 28.6% 100.0%
Total Count 50 20 70
% within jenis kelamin responden
71.4% 28.6% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-sided)
Exact Sig. (2-sided)
Exact Sig. (1-sided)
Pearson Chi-Square .000a 1 1.000
Continuity Correctionb .000 1 1.000
Likelihood Ratio .000 1 1.000
Fisher's Exact Test 1.000 .684
Linear-by-Linear Association .000 1 1.000
N of Valid Casesb 70
a. 1 cells (25.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 2.00.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
Value
95% Confidence Interval
Lower Upper
Odds Ratio for jenis kelamin responden (laki-laki / perempuan)
1.000 .178 5.632
For cohort kapasitas vital paru responden = ada gangguan
1.000 .610 1.639
For cohort kapasitas vital paru responden = tidak ada gangguan
1.000 .291 3.437
N of Valid Cases 70
UMUR*KPV
Ranks
kapasitas vital paru responden N Mean Rank Sum of Ranks
umur responden ada gangguan 50 35.60 1780.00
tidak ada gangguan 20 35.25 705.00
Total 70
Test Statistics
a
umur responden
Mann-Whitney U 495.000
Wilcoxon W 705.000
Z -.065
Asymp. Sig. (2-tailed) .948
a. Grouping Variable: kapasitas vital paru responden
MASA KERJA*KPV
Case Processing Summary
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
masa kerja responden * kapasitas vital paru responden
70 100.0% 0 .0% 70 100.0%
masa kerja responden * kapasitas vital paru responden Crosstabulation
kapasitas vital paru responden
Total
ada gangguan tidak ada gangguan
masa kerja responden lama Count 34 1 35
% within masa kerja responden
97.1% 2.9% 100.0%
baru Count 16 19 35
% within masa kerja responden
45.7% 54.3% 100.0%
Total Count 50 20 70
% within masa kerja responden
71.4% 28.6% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-sided)
Exact Sig. (2-sided)
Exact Sig. (1-sided)
Pearson Chi-Square 22.680a 1 .000
Continuity Correctionb 20.230 1 .000
Likelihood Ratio 26.413 1 .000
Fisher's Exact Test .000 .000
Linear-by-Linear Association 22.356 1 .000
N of Valid Casesb 70
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 10.00.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
Value
95% Confidence Interval
Lower Upper
Odds Ratio for masa kerja responden (lama / baru)
40.375 4.960 328.667
For cohort kapasitas vital paru responden = ada gangguan
2.125 1.474 3.063
For cohort kapasitas vital paru responden = tidak ada gangguan
.053 .007 .372
N of Valid Cases 70
KEBIASAAN MEROKOK*KPV
Case Processing Summary
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
status merokok responden * kapasitas vital paru responden
70 100.0% 0 .0% 70 100.0%
status merokok responden * kapasitas vital paru responden Crosstabulation
kapasitas vital paru responden
Total
ada gangguan tidak ada gangguan
status merokok responden merokok Count 33 2 35
% within status merokok responden
94.3% 5.7% 100.0%
tidak merokok Count 17 18 35
% within status merokok responden
48.6% 51.4% 100.0%
Total Count 50 20 70
% within status merokok responden
71.4% 28.6% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-sided)
Exact Sig. (2-sided)
Exact Sig. (1-sided)
Pearson Chi-Square 17.920a 1 .000
Continuity Correctionb 15.750 1 .000
Likelihood Ratio 19.934 1 .000
Fisher's Exact Test .000 .000
Linear-by-Linear Association 17.664 1 .000
N of Valid Casesb 70
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 10.00.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
Value
95% Confidence Interval
Lower Upper
Odds Ratio for status merokok responden (merokok / tidak merokok)
17.471 3.621 84.286
For cohort kapasitas vital paru responden = ada gangguan
1.941 1.367 2.756
For cohort kapasitas vital paru responden = tidak ada gangguan
.111 .028 .443
N of Valid Cases 70
KEBIASAAN OLAHRAGA*KPV
Case Processing Summary
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
kebiasaan olahraga responden * kapasitas vital paru responden
70 100.0% 0 .0% 70 100.0%
kebiasaan olahraga responden * kapasitas vital paru responden Crosstabulation
kapasitas vital paru responden
Total
ada gangguan tidak ada gangguan
kebiasaan olahraga responden
tidak Count 45 9 54
% within kebiasaan olahraga responden
83.3% 16.7% 100.0%
ya Count 5 11 16
% within kebiasaan olahraga responden
31.2% 68.8% 100.0%
Total Count 50 20 70
% within kebiasaan olahraga responden
71.4% 28.6% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-sided)
Exact Sig. (2-sided)
Exact Sig. (1-sided)
Pearson Chi-Square 16.406a 1 .000
Continuity Correctionb 13.953 1 .000
Likelihood Ratio 15.222 1 .000
Fisher's Exact Test .000 .000
Linear-by-Linear Association 16.172 1 .000
N of Valid Casesb 70
a. 1 cells (25.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 4.57.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
Value
95% Confidence Interval
Lower Upper
Odds Ratio for kebiasaan olahraga responden (tidak / ya)
11.000 3.069 39.429
For cohort kapasitas vital paru responden = ada gangguan
2.667 1.277 5.570
For cohort kapasitas vital paru responden = tidak ada gangguan
.242 .123 .479
N of Valid Cases 70