factors contributed in credit grant and its effects towards non
TRANSCRIPT
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Melihat kenyataan yang terjadi pada krisis global tahun 2008, Bank
Indonesia baru-baru ini juga telah mengeluarkan Surat Edaran kepada semua bank
umum di Indonesia perihal tentang penerapan manajemen risiko pada bank yang
melakukan pemberian Kredit Pemilikan Rumah (KPR) dan Kredit Kendaraan
Bermotor (KKB) pada 15 Maret 2012. Hal ini dilakukan sejalan dengan semakin
meningkatnya permintaan KPR (Kredit Pemilikan Rumah) dan KKB (Kredit
Kendaraan Bermotor) yang berpotensi menimbulkan berbagai risiko. Selain itu,
pertumbuhan KPR yang terlalu tinggi juga dapat mendorong peningkatan harga
aset property yang tidak mencerminkan harga sebenarnya (bubble) sehingga dapat
meningkatkan risiko kredit bagi bank-bank dengan eksposur kredit properti yang
besar (Surat Edaran Bank Indonesia No. 14/10/DPNP). Hal ini menunjukkan
bahwa KPR memiliki kemungkinan untuk menyumbang risiko kredit yang cukup
tinggi dan mempengaruhi rasio NPL pada bank.
Melihat pada kenyataan di atas, maka akan diamati naik turunnya tingkat
NPL yang terjadi serta faktor-faktor apa saja yang berpeluang memperoleh andil
dalam mempengaruhi tingkat NPL tersebut pada kurun waktu penelitian yaitu
2008-2013. Periode tersebut dipilih untuk mengetahui apakah kredit perumahan
(KPR) di Indonesia bergejolak pada tahun terjadinya krisis global (2008) dan
tahun-tahun setelah itu (2009-2011) dengan melihat rasio NPL pada tahun 2008-
2013.
2
Selain itu, kita juga melihat fakor-faktor apa sajakah yang mempengaruhi
terjadinya kenaikan rasio NPL karena dengan mengetahui faktor-faktor yang
dapat memicu kemungkinan naiknya tingkat NPL maka bank akan dapat
melakukan antisipasi terlebih dahulu dalam mempersiapkan kebijakan-kebijakan
kredit yang akan dikeluarkan agar tetap memberikan keuntungan dan pendapatan
yang maksimal bagi bank tanpa memperbesar kemungkinan naiknya angka NPL.
Semakin tinggi tingkat NPL maka akan sangat mempengaruhi tingkat kesehatan
bank yang akan menjalar pada tingkat kepercayaan masyarakat yang ingin
menyimpan kelebihan dananya pada bank tersebut.
Di era globalisasi ini persaingan dalam bisnis perbankan sangat ketat.
Berkembangnya lembaga-lembaga keuangan non bank di pedesaan sangat
membantu masyarakat desa untuk meningkatkan pertumbuhan perekonomian
desa. Pelayanan jasa keuangan masyarakat di desa dilakukan oleh lembaga-
lembaga, seperti Bank Perkreditan Rakyat (BPR), koperasi dan pegadaian
(Damayanthi, 2011). Persaingan bisnis di bidang perbankan yang nampak akhir-
akhir ini adalah persaingan dalam penyaluran kredit, khususnya dalam
pembiayaan Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM). UMKM menempati jumlah
mayoritas dari total unit usaha yang ada. Akan tetapi kebanyakan dari para
pengusaha UMKM masih mengalami kesulitan dalam menjalankan usaha, dan
secara garis besar kesulitan yang dihadapi berkisar masalah permodalan, dan
persaingan pasar. Permodalan nampaknya menjadi alasan yang klasik yang
menghadang perkembangan UMKM. Kebanyakan pelaku bisnis memutar
usahanya dengan mengandalkan usahanya dengan modal sendiri. Ada pula
3
sebagian kecil yang berusaha menambah modalnya dengan melakukan pinjaman
ke bank atau lembaga non bank (Saptono dan Widiyatmanta, 2007).
Kehadiran LPD pada awalnya dicetuskan berdasarkan SK Gubernur No.
972 tahun 1984, kemudian diganti dengan Peraturan Gubernur Bali No 11 Tahun
2013. LPD berfungsi sebagai salah satu wadah kekayaan desa yang berupa uang
atau surat-surat, menjalankan fungsinya dalam bentuk usaha-usaha kearah
peningkatan taraf hidup krama desa dan dalam kegiatan usahanya banyak
menunjang pembangunan desa. Peran LPD disini sangat penting dalam upaya
mewujudkan pembangunan desa, meningkatkan kesejahteraan masyarakat,
mewujudkan kehidupan masyarakat yang mandiri serta mewujudkan pertumbuhan
usaha mikro dalam wilayah pedesaan. LPD sebagai lembaga keuangan yang
melakukan kegiatan penghimpunan dan penyaluran dana masyarakat beroperasi
pada suatu wilayah adminitrasi desa adat dengan dasar kekeluargaan antarwarga
desa. Dalam praktiknya pelaksanaan manajemen LPD sering menemukan
berbagai kendala. Latar belakang badan pengawas yang ex offisio diketuai oleh
Bendesa Adat acap kali tidak dapat melakukan pengawasan secara intensif yang
disebabkan oleh beberapa hal, seperti perangkapan tugas pengawasan dengan
tugas-tugas lainnya sebagai bendesa adat. Di samping itu, pengalaman di bidang
pengawasan lembaga keuangan biasanya jarang dimiliki oleh seorang Bendesa
Adat. Demikian juga pengalaman pengurus yang rata-rata terbatas di bidang
lembaga keuangan sebelum mereka menjadi pengurus LPD. Selain hal disebutkan
diatas, hal yang banyak terjadi yaitu petugas di bagian kredit kurang selektif
dalam menyeleksi nasabah yang mengajukan kredit ke LPD sehingga kredit cukup
4
mudah dicairkan. Hal ini menandakan bahwa prosedur kredit yang seharusnya
dilaksanakan secara baik dan benar tersebut malah dilaksanakan dengan seadanya
saja. Dalam hal ini sistem pengendalian intern yang baik sangat dibutuhkan untuk
menekan NPL.
Sejak awal didirikannya LPD di Bali, telah memiliki beberapa tujuan
mulia antara lain (Mantra, 1998), : Pertama, untuk mendorong pembangunan
ekonomi masyarakat desa melalui tabungan yang terarah serta penyaluran modal
efektif. Kedua, membrantas sistem ijon, gadai gelap dan lain-lain yang bisa
disamakan dengan itu di daerah pedesaan, yang pada saat itu masih banyak ada di
daerah Bali. Ketiga, menciptakan pemerataan dan kesempatan kerja bagi warga
pedesaan, baik yang bisa ditampung secara langsung di LPD, maupun yang bisa
ditampung oleh usaha-usaha produktif masyarakat yang dibiayai oleh LPD.
Keempat, menciptakan daya beli dan melancarkan lalu lintas pembayaran dan
pertukaran di desa.
Sebagaimana terurai dalam tujuannya, dari sejak awal berdirinya LPD
diharapkan mampu mendorong pembangunan ekonomi masyarakat di daerah Bali
melalui tabungan yang terarah serta penyaluran modal yang efektif. LPD juga
diharapkan membrantas system ijon, gadai gelap dan lain-lain yang bisa
disamakan dengan itu di daerah pedesaan. Disamping itu, LPD juga mengemban
tugas menciptakan pemerataan dan kesempatan kerja bagi warga pedesaan, baik
yang bisa ditampung secara langsung di LPD, maupun yang bisa ditampung oleh
usaha-usaha produktif masyarakat yang dibiayai oleh LPD. Menciptakan daya beli
5
dan melancarkan lalu lintas pembayaran dan pertukaran di desa, juga menjadi
tugas pokok LPD.
Apabila tugas-tugas tersebut dikaitkan dengan indikator ekonomi makro,
maka apa yang ingin dicapai oleh LPD adalah selaras dengan tujuan ekonomi
makro. Ada empat tujuan yang biasanya ingin dicapai dalam kebijakan ekonomi
makro, yaitu; Pertama, mengupayakan peningkatan pendapatan nasional secara
terus menerus. Kedua, mengurangi kemiskinan melalui penyediaan kesempatan
bekerja yang seluas-luasnya dan menekan angka pengangguran. Ketiga, menjaga
stabilitas harga-harga atau menekan angka inflasi. Keempat memperkuat
perdagangan internasional dengan menjaga keseimbangan nilai ekspor yang
minimal sama dengan nilai impor dan terdapat kurs valuta asing yang stabil.
Jadi jelas dalam peraturan Desa Pekraman mengatur bahwa a) Pengurus
LPD dipilih oleh Rapat Desa Pekraman dengan masa jabatan 4 tahun dan dapat
dipilih kembali untuk satu kali masa jabatan. b) Pengurus LPD wajib memberikan
laporan setiap tahun kepada Rapat Desa Pekraman. c) Pengurus wajib diperiksa
oleh pengawas atau pemeriksa LPD yang juga dipilih dan dibentuk oleh Rapat
Desa Pekraman setiap 4 tahun dan dapat dipilih kembali untuk satu kali masa
jabatan.
Nampaknya kearifan-kearifan lokal ini yang lebih berkontribusi terhadap
kemajuan LPD, dari pada kemampuan manajemen dan kekuatan-kekuatan internal
lain yang dimilikinya selama ini. Suatu hal yang mesti disyukuri memang,
disamping tetap berupaya untuk melakukan pembenahan-pembenahan di bidang
yang lain, termasuk pada bidang tata kelola usaha yang baik (Good Corporate
6
Governance). LPD di Bali merupakan sistem Lembaga Dana dan Kredit Pedesaan
(LDKP) di Indonesia, walaupun terdapat kompetisi yang kuat di tingkat lokal dari
banyaknya lembaga formal dan informal (Bedson, 2009). Indikator kinerja dan
sustainabilitas LDKP dengan melihat perbedaan kinerja antara LDKP yang
didominasi oleh industri kerajinan dan jasa dengan LDKP yang berada di daerah
yang didominasi oleh pertanian. Indikator keuangan meliputi : kualitas portopolio,
leverage, Capital Adequency Ratio (CAR), produktivitas, efisiensi, profitabilitas
dan kelayakan keuangan. Indikator jangkauan meliputi: jangkauan nasabah dan
staf, jangkauan pinjaman dan jangkauan tabungan/deposito. Keunggulan LPD,
salah satunya ditunjukkan oleh LPD di Kabupaten Gianyar pada beberapa
indikator kinerja dan sustainabilitas LDKP adalah:
1) Indikator sosial-ekonomi
Kabupaten Gianyar merupakan salah satu kabupaten di Bali dengan PDRB
tinggi yaitu 6,422 milyar atas dasar harga berlaku pada tahun 2009, dan
pertumbuhan ekonomi yang stabil. Hal ini diakibatkan oleh perekonomian
lokal yang didominasi industri kecil (industri kerajinan) dan sektor-sektor
pariwisata yang tidak terpengaruh oleh ekonomi domestik. Ada tiga sektor
utama yang mendominasi perekonomian Gianyar, yaitu sektor manufaktur,
pertanian, perdagangan dan hotel dan restoran yang menyumbang 65 persen
PDRB.
2) Pertumbuhan LPD di Gianyar yang terjadi salah satunya pada LPD Manukaya
dengan pertumbuhan tercepat diakibatkan oleh meningkatnya permintaan
masyarakat terhadap lembaga keuangan pedesaan. Pertumbuhan LPD ini
7
ditunjang oleh perkembangan aset yang hampir 2,5 kali dari Rp.58 milyar
menjadi Rp.125 milyar. Ekuitas juga meningkat dari Rp.10,9 milyar di tahun
1999 menjadi Rp.25,4 milyar di tahun 2001. Kegiatan utama LPD adalah
simpan pinjam, terutama bagi wirausahawan kecil, pedagang kecil dan petani.
Ada lima alasan untuk menjelaskan perkembangan LPD di Gianyar yang
berpengaruh positif bagi pembangunan perekonomian desa :
a) rasio deposan dan penabung terhadap peminjam sangat tinggi;
b) masyarakat dapat mengakses LPD dengan mudah;
c) LPD menggunakan prosedur yang sederhana dan mudah;
d) kompetisi diantara lembaga keuangan tidaklah ketat; dan
e) pertumbuhan LPD tersebut diakibatkan oleh pertumbuhan ekonomi yang
stabil dan terus meningkat.
3) Kualitas portopolio
Kualitas portopolio ditentukan dengan dua indikator yaitu tingkat
pengembalian pinjaman (repayment rate) dan rasio peminjam yang tidak mau
membayar (delinquent borrower ratio). LPD Gianyar memiliki kualitas
portopolio yang bagus, yang direfleksikan oleh kualitas pengembalian
pinjaman yang tinggi dan rendahnya rasio peminjam yang tidak membayar.
Pada tahun 1999 tingkat pengembalian pinjaman 95 persen dan meningkat
menjadi 97 persen pada tahun 2001.
4) Leverage
Leverage dihitung menggunakan DER (Debt to Equity Ratio). LPD di Gianyar
memiliki DER yang tinggi, lebih besar dari 200 persen. Berdasarkan rasio
8
kecukupan modal, LPD di Gianyar juga menunjukkan kinerja yang baik, naik
dari 31 persen di tahun 1999 menjadi 61 persen pada tahun 2001.
5) Produktivitas dan efisiensi
LPD di Gianyar menunjukkan produktivitas yang baik, ditunjukkan dengan
peningkatan indikator produktivitas. Produktivitas staf meningkat dari 108
menjadi 125 penabung per staf, jumlah tabungan dan deposito berjangka per
staf juga meningkat dari 31 juta per tahun pada 1999 menjadi lebih dari 50
juta per tahun pada tahun 2001.
Efisiensi LPD diukur dengan dua indikator, yaitu rasio biaya operasional yang
merupakan biaya operasional dibanding rata-rata peminjam yang tersalurkan,
serta gaji sebagai bentuk persentase rata-rata peminjam yang disalurkan.
Berdasarkan indikator tersebut LPD di Gianyar efisien, dimana rasio biaya
operasionalnya naik dari 20 persen pada tahun 1999 menjadi 22 persen pada
tahun 2001. Rasio gaji yang sangat rendah yakni 0,7 persen.
6) Profitabilitas dan kelayakan keuangan
Profitabilitas dapat dilihat dari tingkat pengembalian aset (Return on Assets)
atau ROA yang disesuaikan pada tingkat pengembalian ROE. ROA meningkat
10 persen pada tahun 1999 menjadi 13,5 persen pada tahun 2001. ROE
meningkat dari 23 persen pada tahun 1999 menjadi 51 persen pada tahun
2001.
7) Jangkauan (outreach)
LPD di Gianyar mengalami tren kenaikan untuk indikator jangkauan. Besar
jangkauan dilihat dari jumlah nasabah yang dilayani dan volume pinjaman
9
yang disalurkan serta tabungan, tumbuh secara signifikan pada tahun 1999
total peminjam 36.454 sementara jumlah total penabung dan deposan 87.998.
Pada tahun 2001 meningkat masing-masing 49.593 untuk peminjam dan
122.942 untuk penabung dan deposan. (Sumber: htt: \\ mujiburrahman85blog
spot.com).
LPD dipandang sebagai entitas yang menguntungkan, di mana bergantung
pada tabungan dan deposito sebagai sumber pendanaan. LPD didirikan sejak
tahun 1984 sebagai lembaga keuangan pedesaan yang memiliki peran ekonomi
dan sosial di komunitas tersebut. LPD berbeda dengan LDKP yang dikontrol oleh
pemerintah daerah yaitu mereka dimiliki oleh organisasi komunitas lokal.
Keanggotaan berdasarkan Banjar, merupakan unit terpenting dari organisasi sosial
di masyarakat Bali. Solidaritas sosial yang mengakar ini merupakan syarat penting
keberhasilan dari LPD. Pada pertengahan tahun 1999, dari 910 LPD melayani
545.000 nasabah. Ini berarti lebih dari 80 persen dari penduduk Bali dapat
dijangkau oleh LPD (Bedson, 2009).
Undang-Undang (UU) Nomor 1 tahun 2013 tentang Lembaga Keuangan
Mikro, dimana dalam UU ini keberadaan LPD diakui sebagai lembaga keuangan
yang bersifat khusus sehingga pengaturannya dikecualikan dari UU tersebut. Hal
ini ditegaskan dalam Bab XIII Ketentuan Peralihan pasal 39 ayat 3 yang berbunyi:
“LPD dan Lumbung Pitih Nagari serta lembaga sejenis yang telah ada sebelum
Undang-Undang ini berlaku, dinyatakan diakui keberadaannya berdasarkan
hukum adat dan tidak tunduk pada ini”. Pasal 39 ayat 3 dalam UU LKM itu
menegaskan dua hal penting dalam kaitannya dengan kedudukan LPD: (1) LPD
10
memang bukan LKM sehingga tidak tunduk pada UU LKM, serta (2) LPD
merupakan lembaga adat karena diatur berdasarkan hukum adat. Dengan begitu,
semestinya tidak perlu ada keragu-raguan lagi bagi prajuru (pengurus) desa
pakraman, pengurus LPD, krama (warga) desa pakraman, termasuk pemerintah
dan pemangku kepentingan (stakeholders) bahwa LPD memang bukan LKM dan
LPD sebagai lembaga adat milik (duwe) desa pakraman yang diberikan fungsi
khusus mengelola keuangan dan perekonomian di desa pakraman. LPD juga
bukan koperasi, bank atau pun badan usaha milik desa.
Desa adat merupakan salah satu lembaga organisasi sosial yang bersifat
tradisional di Bali. Desa adat memiliki beberapa hak otonomi, salah satunya
adalah otonomi dalam sosial ekonomi yang merupakan kekuasaan untuk mengatur
hubungan antar kelompok masyarakat serta mengelola kekayaan desa adat.
Pemerintah Provinsi Bali mengeluarkan Peraturan Daerah Nomor 8 Tahun 2002
tentang Lembaga Perkreditan Desa, sebagaimana diubah dengan Peraturan Daerah
Nomor 3 Tahun 2007 tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah Nomor 8 Tahun
2002. Peraturan daerah ini menggariskan bahwa LPD merupakan badan usaha
keuangan milik desa yang melaksanakan kegiatan usaha di lingkungan desa dan
untuk krama desa. Secara yuridis, desa pakraman diakui eksistensinya dalam
UUD 1945 pasal 18 huruf I yang menegaskan bahwa Negara mengakui dan
melindungi kesatuan masyarakat hukum adat.
Adanya UU No 1 Tahun 2013 tentang Lembaga Keuangan Mikro patut
segera disikapi dengan langkah strategis dan konkret dari desa pakraman selaku
pemilik LPD maupun pengurus LPD selaku pelaksana pengelolaan LPD. Berikut
11
beberapa langkah-langkah yang diambil pengurus LPD dan desa pakraman selaku
pemilik LPD (Madra, 2013).
1) Memasukkan LPD ke dalam awig-awig atau dibuatkan perarem khusus
yang mengatur keberadaan LPD di desa pakraman. Dalam awig-awig atau
perarem itu mesti ditegaskan LPD sebagai duwe (milik penuh) desa
pakraman. Awig-awig atau perarem itu akan menjadi landasan hukum
secara adat bagi keberadaan dan operasional LPD di desa pakraman.
Perarem adalah kesepakatan di Desa Adat tentang pengelolaan LPD yang
meliputi tentang menghimpun dana dari masyarakat dan pinjaman kepada
masyarakat (kredit).
2) Untuk mempertegas LPD sebagai lembaga adat duwe desa pakraman yang
mengemban fungsi keuangan dan perekonomian di desa pakraman, nama
LPD juga perlu disesuaikan. Nama LPD mungkin tetap bisa dipertahankan
karena itu sudah dikenal. Akan tetapi, kepanjangan LPD yang selama ini
sebagai lembaga perkreditan desa disesuaikan agar mampu
merepresentasikan identitasnya sebagai lembaga adat. Hasil keputusan
pesamuan agung Majelis Utama Desa Pakraman (MUDP) III pada 15
Oktober 2010 yakni Labda Pacingkreman Desa layak dipertimbangkan.
Nama itu mencerminkan LPD sebagai lembaga yang berakar pada tradisi
pacingkreman di banjar atau sekaa yang sudah dilaksanakan masyarakat
Bali sejak zaman dulu.
Landasan hukum kepengurusan LPD, juga berkaitan erat dengan peraturan
(Awig-Awig) setiap Desa Pekraman yang ada di Bali. Dalam peraturan Desa
12
Pekraman mengatur bahwa a) Pengurus LPD dipilih oleh Rapat Desa Pekraman
dengan masa jabatan 4 tahun dan dapat dipilih kembali untuk satu kali masa
jabatan, b) Pengurus LPD wajib memberikan laporan setiap tahun kepada Rapat
Desa Pekraman, dan c) Pengurus wajib diperiksa oleh pengawas atau pemeriksa
LPD yang juga dipilih dan dibentuk oleh Rapat Desa Pekraman setiap 4 tahun dan
dapat dipilih kembali untuk satu kali masa jabatan.
Ada empat faktor yang menyebabkan pertumbuhan LPD di Bali
meningkat dengan cepat yaitu (Mujiburrahman, 2013).
1) Adanya political will dari pemerintah daerah Bali untuk menyediakan kredit
bagi masyarakat melalui pendirian LPD;
2) LPD sesuai dengan dan dapat memenuhi kebutuhan masyarakat Bali, terutama
di daerah pedesaan;
3) LPD beroperasi hanya dalam kawasan desa adat yang wilayahnya relatif
kecil;
4) LPD telah mampu berperan sebagai lembaga keuangan seperti halnya bank
karena tidak hanya sebagai lembaga peminjam uang, akan tetapi sebagai
lembaga tabungan. (Sumber : http:\\mujiburrahman85.blogspot.com).
Perkembangan LPD di Bali sejak tahun 2010 sampai dengan tahun 2013
ditunjukkan pada Tabel 1.1.
Tabel 1.1 menunjukkan bahwa cakupan LPD atas desa adat di Bali mencapai 95,7
persen, sehingga dapat dikatakan hampir seluruh desa adat di Bali memiliki LPD
untuk menunjang perekonomian krama desa adat. Kalau diperhatikan kondisi
dana yang berhasil dihimpun serta kredit yang disalurkan, nampaknya di samping
13
tetap mempertahankan hubungan dengan awig-awig desa adat, bagi
perkembangan LPD ke depan, perlu segera diterapkan manajemen terpadu yang
dapat menjaga kesehatan dan kemandiriannya secara berkesinambungan.
Tabel 1.1
Perkembangan Lembaga Perkreditan Desa di Provinsi Bali
Tahun 2010 sampai dengan Tahun 2013
Indikator 2010 2011 2012 2013
Jumlah LPD (unit) 1.393 1.399 1.406 1.418 % Cakupan Desa Adat 61,90 66,50 92,20 95,70
Aset Total (juta Rp.) 4.567.000 5.786.550 7.500.300 8.289.000
Aset rata-rata (juta Rp./LPD) 3.500 4.300 5.350 6.065
Total Loan Portfolio (juta Rp.) 75.000 216.000 1.262.000 3.120.000
Jumlah Rekening Pinjaman (.000) n.a. 204,8 333,8 404,8
Total Deposit (Juta Rp.) 70.000 258.000 1.346.000 3.412.000
Jumlah Rekening Deposito (.000) n.a 611,5 1.022,0 1.330,2
NPL Ratio (%) 14,5 9,8 10,6 10,3
Persen LPD kurang/tidak sehat+LPD
tidak aktif (%)
26,00
15,80
17,60
15,90
Sumber : Promotion of Small Financial Institutions (http://www.profi.or.id)
Dengan kondisi yang lebih sehat, stabil dan mandiri diharapkan
kepercayaan masyarakat terhadap LPD dapat meningkat pada masa-masa yang
akan datang sehingga LPD dapat bersaing ataupun bersinergi dengan lembaga
keuangan lain yang sejenis. Perkembangan perekonomian nasional dan perubahan
lingkungan strategis yang dihadapi dunia usaha termasuk LPD dan usaha kecil
menengah saat ini sangat cepat dan dinamis. LPD sebagai badan usaha senantiasa
harus diarahkan dan didorong untuk ikut berperan secara nyata meningkatkan
pendapatan dan kesejahteraan masyarakat agar mampu mengatasi ketimpangan
ekonomi dan kesenjangan sosial, sehingga lebih mampu berperan sebagai wadah
kegiatan ekonomi rakyat. Oleh karena itu sudah saatnya untuk menempatkan
sektor informal (seperti petani kecil di pedesaan, pedagang di pasar-pasar
14
tradisional, penjual rokok dan pedagang warung kelontong) di barisan terdepan
dalam penetapan kebijakan Bank Indonesia.
Mengingat pentingnya peran LPD bagi kehidupan masyarakat Bali, maka
sangat penting untuk menjaga stabilitas LPD. Salah satu faktor untuk menilai
kesehatan suatu lembaga keuangan adalah dengan melihat rasio NPL, dihitung
dari total kredit yang masuk kategori tidak lancar, dibagi total kredit yang
diberikan. Rasio NPL maksimal yang ditentukan oleh Bank Indonesia, yaitu 5
persen sehingga bila suatu lembaga keuangan memiliki rasio NPL diatas 5 persen
maka dapat dianggap bahwa terjadi kegagalan penerapan strategi pemberian kredit
yang efisien dan efektif. Tabel 1.1 menunjukkan bahwa pada akhir tahun 2010
angka NPL 14,5 persen dan pada tahun 2013 menurun menjadi 10,30 persen
(Bisnis Bali, 27 Januari 2013). Angka tersebut melebihi batas ambang atas rasio
NPL yang ditetapkan BI, sehingga dapat dikatakan bahwa penilaian pemberian
kredit yang diterapkan LPD di Bali belum efektif dan efisien.
Kabupaten Gianyar sebagai lokasi penelitian ini, karena jumlah Usaha
Mikro Kecil Menengah (UMKM) yang ada di Kabupaten Gianyar paling banyak
di Bali. Populasi adalah seluruh LPD di Kabupaten Gianyar yang berjumlah 269
unit, atau 18,91 persen dari LPD di Bali. Berdasarkan data Pemerintah Provinsi
Bali, populasi LPD di wilayah Provinsi Bali terdiri dari 1.421 unit yang tersebar
pada delapan kabupaten dan satu kota madya di Bali sebagaimana Tabel 1.2.
Berdasarkan Peraturan Gubernur Bali Nomor 11 Tahun 2013, Dana
Perlindungan LPD adalah dana yang secara khusus dibentuk untuk dapat dipinjam
LPD sebagai upaya menyehatkan LPD agar dapat terus berkembang.
15
Tabel 1.2
Jumlah Lembaga Perkreditan Desa
Pada Kota/Kabupaten se-Bali Tahun 2010 sampai dengan Tahun 2014
No. Wilayah Kerja Jumlah LPD
2010 2011 2012 2013 2014
1 Kabupaten Buleleng 162 162 164 166 169
2 Kabupaten Jembrana 64 64 64 64 64
3 Kabupaten Tabanan 302 302 303 307 307
4 Kabupaten Badung 122 122 122 122 122
5 Kota Denpasar 33 34 34 35 35
6 Kabupaten Gianyar 267 267 269 269 269
7 Kabupaten Bangli 164 166 167 158 158
8 Kabupaten Klungkung 96 98 99 107 107
9 Kabupaten Karangasem 183 184 184 190 190
Prov. Bali 1.393 1.399 1.406 1.418 1.421
Sumber : Biro Ekbang Setda Provinsi Bali, 2014
Pinjaman yang diberikan atau kredit adalah penyediaan uang atau tagihan
yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan kesepakatan pinjam-meminjam
antara LPD dengan pihak peminjam yang mewajibkan pihak peminjam untuk
melunasi pinjamannya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga.
LPD harus melaksanakan klasifikasi pinjaman yang diberikan. Klasifikasi
pinjaman yang diberikan digunakan sebagai dasar untuk melakukan tindakan
manajemen perkreditan. Kualitas pinjaman yang diberikan diklasifikasikan dalam
4 (empat) kategori, yaitu : Lancar, Kurang Lancar, Diragukan dan Macet.
Penilaian terhadap Aktiva Produktif dalam bentuk kredit pada prinsipnya
didasarkan pada ketepatan pembayaran kembali pokok dan bunga dan/atau
kemampuan peminjam ditinjau dari kondisi usaha yang bersangkutan.
16
Tabel 1.3
Laporan Kolektabilitas Kredit Lembaga Perkreditan Desa
di Kabupaten Gianyar (Per 31 Desember 2013)
Kecamatan
Jumlah Kredit Tidak
Lancar Jumlah Kredit NPL
(Dalam Ribuan Rp.) (Dalam Ribuan Rp.) (persen)
Gianyar 27.794.939 324.865.072 8,56
Blahbatuh 12.273.067 75.038.713 16,36
Sukawati 8.011.092 169.535.752 4,73
Payangan 6.463.367 47.578.702 13,58
Tampaksiring 10.164.638 57.521.734 17,67
Tegallalang 14.345.132 160.836.450 8,92
Ubud 18.876.847 257.408.503 7,33
Rata-rata 13.989.868 156.112.132 11,02
Sumber : Bagian Ekonomi Setda Kabupaten Gianyar, 2014
Upaya yang berkesinambungan dalam menangani pinjaman bermasalah
NPL terus dilakukan terutama dari segi pemberian kredit, baik oleh manajemen
LPD maupun oleh Pembina Lembaga Perkreditan Desa Kabupaten (PLPDK)
Gianyar. Bank Indonesia menetapkan tingkat NPL gross maksimal 5 persen
sebagai angka toleransi bagi kesehatan suatu lembaga keuangan. Pinjaman pada
LPD di Kabupaten Gianyar memiliki nilai NPL diatas 10 persen dan nilai
tersebut berada di atas rata-rata NPL LPD di Provinsi Bali.
Kredit berkembang menjadi bermasalah (default risk) dapat disebabkan
oleh dua faktor, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Menurut Rivai (2006)
kredit berkembang menjadi bermasalah dapat disebabkan oleh berbagai hal yang
berasal dari pihak LPD, kreditur dan kondisi eksternal (environment). Sedangkan
kredit bermasalah diindikasikan dengan NPL, dimana semakin tinggi rasio NPL
suatu bank maka akan mengurangi pendapatan suatu bank dikarenakan banyaknya
debitur yang menunggak pembayaran kredit.
17
Dalam menentukan strategi, perusahaan perlu memperhatikan kondisi baik
kondisi internal maupun kondisi eksternal perusahaan. Langkah yang harus
dilakukan adalah mengumpulkan data eksternal dan internal perusahaan tersebut
(Antiningrum, 2003). Kondisi internal LPD diukur melalui indeks kesehatan LPD,
sehingga suatu LPD dapat digolongkan sehat, cukup sehat, kurang sehat dan tidak
sehat. Berdasarkan Surat Keputusan Direksi Bank Pembangunan Daerah (BPD)
Bali Nomor 0303.102.2004.2, penilaian tingkat kesehatan LPD di Bali dengan
menggunakan konsep CAEL (Capital / permodalan, Asset quality / kualitas aktiva
produktif, Earning / keuntungan/rentabilitas, dan Liquidity / likuiditas) Menurut
Dwijandono (1994), faktor eksternal yang mempengaruhi pemberian suatu kredit
adalah lingkungan perekonomian seperti terjadinya musibah, serta persaingan
antar bank atau lembaga keuangan lain. Kondisi internal memberikan gambaran
kekuatan dan kelemahan sedangkan kondisi eksternal memberikan gambaran
peluang dan ancaman bagi perusahaan (Antiningrum, 2003).
Karena itu dalam upaya mengatasi tingginya NPL LPD dalam penyaluran
kredit tersebut perlu diperhatikan berbagai hal terkait pemberian kredit. Informasi
tentang calon nasabah debitur merupakan faktor krusial dalam menentukan tingkat
risiko yang bakal dihadapi LPD. Penentuan eligible atau bankable tidaknya
seseorang atau suatu perusahaan tergantung seberapa banyak informasi akurat
yang dimiliki LPD tentang calon debitur. Selain itu adalah peningkatan mutu dari
SDM pihak LPD yang menunjang strategi pemberian kredit LPD di Kabupaten
Gianyar.
18
Faktor penyebab ketidakberhasilan sebuah LPD milik desa adat di Bali
diakibatkan beberapa faktor penting di antaranya : (1) lebih banyak diakibatkan
masalah intern LPD itu sendiri. Pengelola, pengurus, pengawas termasuk
didalamnya bendesa adat belum professional dan tidak memiliki sistem
operasional prosedur (SOP) mengelola keuangan LPD. Walaupun di antara LPD
sudah memiliki SOP, akan tetapi kebanyakan dilanggar atau ada di antara oknum-
oknum di LPD melanggar SOP, sehingga tidak sedikit jumlah LPD mengalami
kerugian. Untuk mengatasi persoalan tersebut, harus ada pemikiran dalam
operasional prosedur LPD yang benar, baik dan terarah, (2) masalah eksternal
yaitu menurunnya aktivitas perekonomian yang kemudian mempengaruhi bisnis
para pengusaha maupun usaha UMKM. Daya beli mereka semakin rendah
sehingga kesulitan untuk melakukan pembayaran angsuran, (3) selain itu ada pula
LPD yang mengejar target pengucuran kredit sehingga melakukan ekspansi
berlebihan dalam menyalurkan dananya ke nasabah. Bisa juga disebabkan
kurangnya pengawasan terhadap perkembangan kinerja debitur (Batubara, 2000).
Oleh karena itu, perlu diteliti faktor-faktor yang mempengaruhi tingginya
NPL pada LPD, terutama tentang faktor-faktor yang mempengaruhi pemberian
kredit. Dengan mengetahui faktor-faktor tersebut, perumusan ketentuan dan
penilaian dalam pemberian kredit manajemen akan lebih efektif dan efisien
sehingga dapat mengarahkan LPD dalam menekan NPLyang saat ini cukup tinggi.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas, maka yang menjadi masalah dalam penelitian ini
adalah:
19
1) Bagaimanakah pengaruh faktor kondisi internal LPD terhadap pemberian
kredit pada LPD di Kabupaten Gianyar?
2) Bagaimanakah pengaruh faktor kondisi calon debitur LPD terhadap pemberian
kredit pada LPD di Kabupaten Gianyar?
3) Bagaimanakah pengaruh faktor kondisi eksternal LPD terhadap pemberian
kredit pada LPD di Kabupaten Gianyar?
4) Bagaimanakah pengaruh pemberian kredit terhadap NPL pada LPD di
Kabupaten Gianyar?
1.3 Tujuan Penelitian
Berkenaan dengan latar belakang dan rumusan masalah di atas, maka yang
menjadi tujuan penelitian ini adalah :
1) Untuk menganalisis pengaruh faktor kondisi internal LPD terhadap pemberian
kredit pada LPD di Kabupaten Gianyar.
2) Untuk menganalisis pengaruh faktor kondisi calon debitur LPD terhadap
pemberian kredit pada LPD di Kabupaten Gianyar.
3) Untuk menganalisis pengaruh faktor kondisi eksternal LPD terhadap
pemberian kredit pada LPD di Kabupaten Gianyar.
4) Untuk menganalisis pengaruh pemberian kredit terhadap NPL pada LPD di
Kabupaten Gianyar.
1.4 Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini dapat dibedakan
menjadi dua yaitu manfaat secara praktis maupun teoritis.
20
1) Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat mengembangkan
ilmupengetahuan khususnya manajemen keuangan, terutama bagi para
akademisiyang ingin menganalisis pengaruh penilaian pemberian kredit
terhadap NPL.
2) Secara praktis merupakan masukkan dan evaluasi bagi LPD di Kabupaten
Gianyar tentang strategi pemberian kredit sebagai landasan dalam mengambil
langkah dalam memperbaiki NPL.
21
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Lembaga Perkreditan Desa
Prinsip otonomi daerah memberi kewenangan kepada daerah untuk
mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa
sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam ikatan Negara Kesatuan Republik
Indonesia. Desa sebagai struktur pemerintahan terendah memiliki kewenangan
untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan
asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dalam sistem pemerintahan
negara dan berada di daerah kota/kabupaten.
Desa di Bali mempunyai tatanan yang khas, sebagaimana diatur dalam
Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 3 Tahun 2001 tentang Desa Pakraman.
Desa dapat memiliki badan usaha, untuk itu pada desa-desa di Bali telah didirikan
LPD. Pendirian LPD sejalan dengan upaya pemerintah dalam rangka
pemberdayaan masyarakat dan seluruh kekuatan ekonomi nasional terutama
pengusaha kecil, menengah dan koperasi termasuk LPD di dalamnya dengan
berbasiskan ekonomi kerakyatan. Seibel (2008) menyebutkan bahwa : LPD is a
financial institution with two unique characteristics: (a) as an institution owned
and governed by the customary village (desa adat, desa pakraman), it is fully
integrated into Balinese culture; (b) like no other financial institution, it is
inclusive in outreach, covering almost all customary villages of Bali and the vast
majority of its population.
22
LPD adalah lembaga keuangan dengan dua karakteristik unik : (a) sebagai
lembaga yang dimiliki dan diatur oleh desa adat, adalah sepenuhnya terintegrasi
ke dalam budaya Bali, (b) tidak seperti lembaga keuangan lain, adalah inklusif,
meliputi hampir semua desa adat Bali dan sebagian besar penduduknya. Menurut
Pasal 2 ayat (1) Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 8 Tahun 2002, LPD
merupakan badan usaha keuangan milik Desa yang melaksanakan kegiatan usaha
di lingkungan Desa dan untuk Krama Desa. Lebih lanjut Pasal 17 Peraturan
Daerah Provinsi Bali Nomor 8 Tahun 2002 menyebutkan bahwa lapangan usaha
LPD mencakup :
1) Menerima/menghimpun dana dari Krama Desa dalam bentuk tabungan dan
deposito;
2) Memberikan pinjaman hanya kepada Krama Desa;
3) Menerima pinjaman dari lembaga-lembaga keuangan maksimum sebesar 100
persen dari jumlah modal, termasuk cadangan dan laba ditahan, kecuali
batasan lain dalam jumlah pinjaman atau dukungan/bantuan dana;
4) Menyimpan kelebihan likuiditasnya pada BPD (Bank Pembangunan Daerah
Bali) dengan imbalan bunga bersaing dan pelayanan yang memadai.
Organisasi LPD tediri dari pengurus dan pengawas LPD. Pengurus LPD
terdiri dari Kepala, Tata Usaha dan Kasir. Sedangkan pengawas LPD terdiri dari
Ketua dan sekurang-kurangnya 2 (dua) orang anggota LPD. Ketua pengawas
dijabat oleh Bendesa Adat karena jabatannya.
23
Sesuai dengan Peraturan Gubernur Bali Nomor 16 Tahun 2008 tentang
Pengurus dan Pengawas Internal Lembaga Perkreditan Desa, tugas pengurus LPD
masing-masing adalah sebagai berikut :
1) Kepala mempunyai tugas :
a. mengkoordinir pengelolaan LPD;
b. bertanggung jawab ke dalam dan keluar, yakni bertanggung jawab atas
perkembangan pengelolaan LPD dan bertanggung jawab mewakili LPD
baik di dalam maupun di luar pengadilan;
c. mengadakan perjanjian-perjanjian kepada nasabah/kepada pihak ketiga;
d. menyusun Rencana Kerja (RK) dan Rencana Anggaran Pendapatan dan
Belanja (RAPB);
e. menentukan kebijakan operasional LPD; dan
f. menyusun dan menyampaikan laporan kegiatan.
2) Tata Usaha mempunyai tugas menyelenggarakan administrasi umum.
3) Kasir mempunyai tugas :
a. melaksanakan transaksi keuangan;
b. membuat berita acara uang kas; dan
c. menyimpan dan menarik dana yang ditempatkan di PT. Bank BPD Bali.
Setiap Kota/Kabupaten membentuk PLPDK (Pembina Lembaga
Perkreditan Desa Kota/Kabupaten). Di Kabupaten Gianyar terdapat dua PLPDK,
yaitu :
1) PLPDK Wilayah Gianyar Kota, meliputi wilayah Kecamatan Gianyar,
Kecamatan Blahbatuh dan Kecamatan Sukawati;
24
2) PLPDK Wilayah Tegallalang, meliputi wilayah Kecamatan Tegallalang,
Kecamatan Payangan, Kecamatan Ubud, dan Kecamatan Tampaksiring.
Kedudukan LPD dalam sistem perbankan di Indonesia dijelaskan oleh
Darsana (2010) sebagai berikut : Sesuai dengan Pasal 58 dalam ketentuan
peralihan Undang Undang Perbankan Nomor 7 Tahun 1992 yang telah dirubah
dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 dinyatakan sebagai berikut : Bank
Desa, Lumbung Desa, Bank Pasar, Lumbung Putih Negeri (LPN), Lembaga
Perkreditan Desa (LPD), Badan Kredit Desa (BKD), Kredit Usaha Rakyat Kecil
(KURK), Badan Kredit Kecamatan (BKK), Bank Karya Produk Desa (BKPD)
dan lembaga-lembaga yang disamakan dengan itu diberi status sebagai Bank
Perkreditan Rakyat.
Status LPD disamakan dengan BPR, yang berperan sebagai lembaga
mediasi, namun ada beberapa hal mendasar yang membedakan LPD dengan
lembaga keuangan lainnya, yaitu dalam pembagian keuntungan. Sesuai dengan
ketentuan Pasal 22 Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 8 Tahun 2002,
pembagian keuntungan bersih LPD pada akhir tahun pembukuan ditetapkan
sebagai berikut :
1) Cadangan modal (60 persen);
2) Dana pembangunan desa (20 persen);
3) Jasa produksi (10 persen);
4) Dana pembinaan, pengawasan dan perlindungan (5 persen); dan
5) Dana sosial (5 persen).
25
Selain berbeda dalam pembagian keuntungan, perbedaan lainnya adalah
adanya sanksi adat yang lainnya dikenakan kepada para nasabah (debitur) yang
menunggak. Dengan adanya sanksi adat tersebut diharapkan kesetiaan awarga
yang meminjam kredit tetap terjaga sehingga mereka membayar kredit tepat pada
waktunya. Sanksi adat tersebut umumnya disesuaikan dengan kondisi dan
keadaan sosial masing-masing desa adat (Darsana, 2010).
LPD sebagai salah satu wadah kekayaan desa, menjalankan fungsinya
dalam bentuk usaha-usaha kearah peningkatan taraf hidup krama desa dan dalam
kegiatannya banyak menunjang pembangunan desa. Usaha-usaha LPD dilakukan
dengan tujuan:
1) mendorong pembangunan ekonomi masyarakatdesa melalui kegiatan
menghimpun tabungan dan deposito dari krama desa;
2) memberantas ijon, gadai gelap dan tain-lain yang dapat dipersamakan dengan
itu;
3) menciptakan pemerataan kesempatan berusaha dan perluasan kesempatan
kerja bagi kramadesa;
4) meningkatkan daya beli dan melancarkan lalu lintas pembayaran dan
peredaran uang di desa.
2.1.1 Landasan Hukum LPD
Landasan hukum pertama LPD di Bali adalah Keputusan Gubernur Kepala
Daerah Tingkat I Bali No. 972 Tahun 1984 tentang Pendirian Lembaga
Perkreditan Desa tertanggal 1 November 1984. Keputusan tersebut mengatur
ketentuan umum, pendirian, status, fungsi, tujuan, usaha, organisasi, modal,
26
tanggung jawab dan ganti rugi, pembinaan dan pengawasan, serta rencana kerja
perhitungan tahunan dan penetapan penggunaan laba LPD. Landasan hukum
berikutnya adalah Peraturan Daerah Propinsi Daerah Tingkat I Bali No. 2 Tahun
1988 tentang Lembaga Perkreditan Desa yang isinya memuat hal-hal yang lebih
terperinci mencakup apa yang telah diatur dalam SK. Gubernur No. 972. Kalau
dalam peraturan sebelumnya, ditetapkan pembagian dan penggunaan laba LPD
untuk pemupukan modal setelah diadakan pembebanan-pembebanan tertentu yang
akan ditetapkan kemudian. Dalam Perda No.2 telah diperinci bahwa pembagian
laba bersih pada akhir tahun ditetapkan untuk; a) Cadangan Umum/Modal 40
persen b) Cadangan Tujuan 20 persen c) Dana Pembangunan Desa 20 persen
d) Jasa Produksi 10 persen e) Dana Pembinaan LPD 5 persen dan f) Dana Sosial
5 persen.
Keputusan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Bali No. 180 Tahun 1989
kemudian mengatur tentang Pendirian Pusat Lembaga Perkreditan Desa
Kecamatan (PLPDK) di Propinsi Daerah Tingkat I Bali. PLPDK bertugas
membina dan mengawasi kegiatan operasional LPD yang ada dalam wilayah
kerjanya. Dalam melaksanakan tugasnya PLPDK bertanggung jawab secara tehnis
operasional kepada BPD Bali dan secara administratif kepada tim Pembina LPD
Tingkat II dan Tingkat I Bali. Setiap bulan PLPDK menyampaikan laporan
perkembangan LPD kepada Gubernur, Ketua Bappeda, Bupati, BPD Bali, BPD
Cabang setempat dan Camat setempat. Segala biaya yang timbul sebagai akibat
penetapan keputusan mengenai PLPDK ini dibantu/dibebankan pada Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah Tingkat I Bali.
27
Keputusan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Bali No. 344 Tahun 1993
mengatur penunjukan BPD Bali sebagai Pembina Teknis LPD di Bali. Dalam
keputusan ini, BPD diberi tugas untuk membina LPD, baik secara aktif maupun
secara pasif. Pembinaan aktif dilakukan dengan cara mengadakan pembinaan
langsung ke lapangan untuk mengetahui perkembangan masing-masing LPD.
Sedangkan pembinaan pasif dilakukan dengan cara mengadakan analisa terhadap
laporan keuangan yang disampaikan oleh masing-masing LPD. BPD juga
diwajibkan untuk menyampaikan laporan setiap triwulan kepada Gubernur Bali.
Segala biaya yang timbul sebagai akibat dari keputusan ini, juga dibebankan pada
APBD Propinsi Daerah Tingkat I Bali.
Keputusan-keputusan Gubernur berikutnya juga masih banyak lagi
dikeluarkan, yang pada dasarnya ditujukan untuk menyempurnakan kelembagaan
LPD. Seperti Keputusan Gubernur No. 401 Tahun 1997 tentang Pembentukan dan
Susunan Keanggotaan Badan Pembina LPD, Keputusan Gubernur No. 491 Tahun
1998 tentang Ketentuan Pembentukan, Pengangkatan dan Pemberhentian Badan
Pengawas LPD dan Keputusan Gubernur No. 13 Tahun 1999 tentang Pembagian
dan Penggunaan Keuntungan Bersih LPD. Peraturan-peraturan tersebut kemudian
selalu disempurnakan dan disesuaikan dengan situasi dan kebutuhan. Peraturan
umum LPD sempat berubah dengan diberlakukannya Perda No. 8 Tahun 2002
yang disusul dengan SK. Gubernur No. 3, No. 4, No. 7, No. 8, No. 95/01-
C/HK/2003 dan No. 12 Tahun 2003.
Disamping diatur oleh peraturan-peraturan daerah di tingkat provinsi, LPD
juga diatur oleh peraturan-peraturan di tingkat kabupaten dan kota. Di Kabupaten
28
Badung misalnya terdapat Perda Kabupaten Badung No. 19 Tahun 2001 tentang
LPD, SK. Bupati Badung No. 238 Tahun 2003 tentang Pembentukan Badan
Pembina LPD Kabupaten dan Kecamatan, SK Bupati Badung No. 774 dan No.
789 Tahun 2003 tentang PLPDK di Kabupaten Badung, SK. Bupati Badung No.
909 Tahun 2003 tentang Petunjuk Teknis Pengelolaan Dana Bergulir LPD.
Sekretaris Daerah Kabupaten juga mengeluarkan beberapa Surat Edaran
menyangkut batas maksimum usia pengurus, Rencana Kerja dan Anggaran
Pendapatan, serta pedoman Petunjuk Teknis Operasional LPD.
Secara positif berbagai peraturan yang ada, memang telah memberikan
landasan hukum yang kuat bagi kelembagaan dan operasional LPD. Namun
sayangnya, masih ada beberapa peraturan yang menyangkut LPD terasa selit
untuk diterapkan dan tumpang tindih antara yang dikeluarkan oleh Pemerintah
Provinsi dengan yang dikeluarkan oleh Pemerintah Kabupaten. Pada awal tahun
2007 misalnya para legislator di Renon, mempermasalahkan tidak tersetornya
dana pembinaan LPD di Kabupaten Badung ke Bank Pembangunan Daerah Bali
dengan menggunakan Perda Kabupaten sebagai acuan. Setelah melalui
perundingan panjang, khususnya dengan Kabupaten Badung, Perda Provinsi No.8
Tahun 2002 Tentang LPD akhirnya direvisi pada tanggal 13 Maret 2007.
2.1.2 Konsep Dasar LPD
Filosofi yang menjadi konsep dasar dari LPD adalah konsep Tri Hita
Karana. Tri Hita Karana adalah konsep dari ajaran agama Hindu dimana dalam
konsepnya mengajarkan mengenai keseimbangan antara manusia dengan Tuhan,
manusia dengan manusia, serta manusia dengan alam (Madra, 2013).
29
a) Parahyangan (Hubungan manusia dengan Tuhan)
Parahyangan merupakan konsep pertama dari filosofi Tri Hita Karana,
Parahyangan berarti hubungan manusia dengan Tuhan, dalam ajaran
Parahyangan manusia diajarkan akan keseimbangan antara rasa puji syukur
kepada Ida Sanghyang Widhi Wasa (Tuhan) karena telah memberikan segala
karunianya kepada manusia, dan dalam ajaran ini manusia dituntun agar
menunaikan kewajibannya sebagai mahluk ciptannya sebagai timbal balik atas
kenikmatan yang diberikannya (Widana, 2002).
b) Pawongan (Hubungan manusia dengan manusia)
Pawongan adalah konsep kedua dari filosofi Tri Hita Karana, dalam ajaran
pawongan manusia diajak untuk bersikap harmonis antara manusia satu dengan
manusia lainnya. Bagi penganut agama Hindu terdapat keyakinan bahwa
semua manusia memiliki harkat dan martabat yang sama dan perbedaan antar
manusia terletak pada karmanya. Ajaran Karma Yoga menekankan bahwa
hanya dengan bekerja (karma) manusia dapat mencapai tujuan dan hakekat
hidup (Gunawan, 2011).
c) Palemahan (Hubungan manusia dengan alam)
Palemahan adalah konsep ketiga dari filosofi Tri Hita Karana, dalam konsep
Palemahan diajarkan untuk menghargai alam sebagai sumber dimana semua
mahluk hidup mendapat penghidupan. LPD sebagai suatu organisasi yang
berperan untuk mensejahterakan masyarakat desa pakraman tentunya tak lepas
juga dari pengaruh alam sebagai sumber penghidupannya. Fungsi alam yang
sangat penting sebagai sumber penghidupan manusia tersebut sangat
30
berpengaruh terhadap pembentukan sikap dan prilaku manusia dalam
kehidupannya baik secara individual maupun organisasi, sehingga sebagai
manusia harus selalu dijaga kelestariannya. Karena SDM dapat menunjang
keberhasilan dari LPD itu sendiri.
2.1.3 Faktor Kondisi Internal LPD
Kredit merupakan produk suatu lembaga keuangan di mana hingga saat ini
masih merupakan aktiva produktif yang memberikan pendapatan utama kegagalan
sebuah LPD karena mengandung risiko tinggi yang dapat mempengaruhi tingkat
kesehatan dan kelangsungan hidup suatu lembaga keuangan. Jika dibandingkan
dengan lembaga keuangan lain, hanya LPD yang belum secara menyeluruh dan
teratur menerapkan standar kesehatan yang baku sebagaimana telah diterapkan
pada BPR dan usaha simpan pinjam koperasi. Padahal, untuk menerapkan standar
yang serupa diperlukan waktu yang cukup panjang, baik dalam perancangan
konsep maupun dalam implementasinya.
Standar kesehatan setiap lembaga perantara keuangan di Indonesia selalu
mengacu pada konsep CAMEL (Capital / permodalan, Asset quality / kualitas
aktiva produktif, Management / manajemen, Earning / keuntungan/rentabilitas,
dan Liquidity / likuiditas). Konsep terpadu ini telah teruji kemampuannya di
seluruh dunia karena konsep ini sesungguhnya diadopsi dari BIS (Bank for
International Settlements).
Dalam implementasi konsep CAMEL pada usaha perbankan tentu berbeda
dengan CAMEL pada usaha simpan pinjam oleh koperasi. Demikian pula kalau
diterapkan pada usaha LPD, tentu diperlukan penyesuaian-penyesuaian agar
31
sejalan dengan kelembagaan, misi dan fungsi LPD. Namun, apapun penyesuaian
yang diperlukan, komponen kesehatan LPD tidak boleh lepas dari hal-hal pokok
yang diatur dalam konsep CAMEL tersebut. Penilaian faktor-faktor CAMEL dan
bobotnya pada LPD disajikan dalam Tabel 2.1.
Tabel 2.1
Faktor-faktor Yang Dinilai Untuk Mengukur Kesehatan LPD dan Bobotnya
Faktor yang Dinilai Komponen Bobot
1. Capital
(Permodalan)
Rasio modal terhadap aktiva
tertimbang menurut resiko
30%
2. Asset Quality
(Kualitas Aktiva
Produktif)
a. Rasio aktiva yang diklasifikasikan
terhadap aktiva produktif
30%
b. Rasio penyisihan penghapusan
aktiva produktif yang dibentuk LPD
terhadap penyisihan wajib dibentuk
10%
3. Management
(Manajemen)
a. Manajemen Umum 0 %
b. Manajemen Resiko 0 %
4. Earnings
(Rentabilitas)
a. Rasio laba terhadap total aset 10%
b. Rasio biaya operasional terhadap
pendapatan operasional
10%
5. Liquidity
(Likuiditas)
a. Rasio alat likuid terhadap hutang
lancar
5%
b. Rasio kredit terhadap dana yang
diterima
5%
Sumber : Lembaga Pengembangan dan Pelatihan LPD (LPP-LPD), 2013
Berdasarkan Surat Keputusan Direksi Bank Pembangunan Daerah (BPD)
Bali Nomor 0303.102.2004.2, penilaian tingkat kesehatan LPD di Bali dengan
menggunakan konsep CAMEL. Unsur manajemen tidak memiliki bobot penilaian
karena penilaian terhadap tingkat kesehatan LPD dilakukan oleh LPD
bersangkutan dengan laporan keuangan LPD sebagai dasarnya, sehingga LPD
dianggap belum mampu menilai pelaksanaan manajemen LPD bersangkutan.
Untuk lebih jelasnya penilaian unsur CAEL pada LPD adalah sebagai berikut :
1) Capital (Permodalan)
32
Penilaian terhadap faktor permodalan pada lembaga keuangan
biasanya didasarkan pada rasio modal terhadap Aktiva Produktif Menurut
Risiko (ATMR). Modal merupakan salah satu faktor yang sangat penting bagi
LPD dalam rangka mengembangkan usaha serta untuk menjaga kemungkinan
risiko kerugian, perlindungan terhadap dana nasabah, dan risiko kredit macet.
Rasio umum yang diwajibkan untuk tingkat kecukupan modal (Capital
Adequency Ratio/CAR), dengan rumus :
CAR = ATMR
PelengkapModalIntiModal x 100% ………………………………..(1)
2) Assets (Aktiva)
Penyaluran dana kepada masyarakat dalam jumlah yang cukup dan
terjamin kelancaran pengembaliannya merupakan hal yang pokok untuk
mendukung kesehatan LPD. Keterkaitan sistem dan prosedur pengembalian
pinjaman dengan hukum adat (awig-awig) tidak akan banyak artinya bagi
kualitas aktiva produktif bila manajemen LPD tidak dapat menjalankan hukum
tersebut sampai pada tataran implementasi. Karenanya, diperlukan ketegasan
dan ketegaran segala peraturan yang telah ditetapkan tanpa pandang bulu
terhadap seluruh nasabahnya. Dana cadangan penghapusan yang dibentuk
minimal sama dengan pinjaman macet dan sebagian pinjaman macet periode
sebelumnya, harus dapat ditarik pada periode berjalan.
Rasio yang digunakan untuk mengukur kualitas aktiva produktif
adalah rasio aktiva yang diklasifikasikan terhadap aktiva produktif, dengan
rumus :
33
KAP1 = Aktiva Produktif yang diklasifikasikan x 100 % ……………... (2)
Aktiva Produktif
Selain rasio tersebut, diukur juga dengan rasio cadangan penyisihan
penghapusan aktiva produktif yang dibentuk terhadap cadangan penghapusan
aktiva produktif yang wajib dibentuk, dengan rumus :
KAP2 = CPRR yang dibentuk x 100 % ………………………………(3)
CPRR wajib dibentuk
Keterangan : CPRR = Cadangan Pinjaman Ragu-Ragu
3) Earnings (Rentabilitas)
Keuntungan atau kemampulabaan sangat berguna bagi kemampuan
LPD untuk memberikan balas jasa terhadap masyarakat yang telah bersedia
menyetorkan modal digunakan untuk mengembangkan usaha dan
menyalurkan dana sosial kepada lingkungannya. Sangat tidak sehar bila LPD
mengeluarkan dana sosial, tetapi dana tersebut berasal dari tabungan
masyarakat atau peminjam LPD pada lembaga lainnya. Karenanya, paling
tidak ada tiga aspek yang harus dijaga pada kesehatan laba LPD. Pertama,
terdapat rasio yang wajar antara laba dengan pendapatan operasional. Kedua,
terdapat rasio yang wajar antara laba dengan total kekayaan yang digunakan
untuk memperoleh laba tersebut. Ketiga, rasio positif yang wajar antara
pendapatan operasional dengan biaya operasional.
Penilaian terhadap rentabilitas LPD dilakukan dengan rasio laba tahun
buku berjalan terhadap rata-rata volume usaha/aset, dengan rumus :
ROA = AsetrataRata
BerjalanBukuTahunLaba
x 100%.......................................................(4)
34
Selanjutnya diukur juga dengan rasio biaya operasional tahun buku
berjalan terhadap pendapatan operasional dalam periode yang sama, dengan
rumus :
BOPO = BerjalanBukuTahunlOperasionaPendapa
BerjalanBukuTahunlOperasionaBiaya
tanx 100%....................(5)
4) Liquidity
Sebagai lembaga keuangan yang sangat membutuhkan kepercayaan
masyarakat, LPD seharusnya sangat pantang terhadap kesulitan likuiditas.
Kesulitan likuiditas adalah “tumor ganas” bagi kesehatan LPD. Likuiditas
menunjukkan perbandingan antara kekayaan lancar dan utang lancar. Bagi
LPD, likuiditas yang penting adalah adanya rasio yang wajar antara pinjaman
yang diberikan dengan dana yang diterima (Loan to Deposit Ratio/LDR).
Sangat tidak wajar apabila LPD sampai menyalurkan dana melebihi dana yang
diterimanya pada setiap tahun.
Rasio yang digunakan untuk menilai likuiditas LPD adalah rasio alat
likuiditas terhadap hutang lancar (rasio likuiditas) dan rasio pinjaman yang
diberikan terhadap dana yang diterima (Rasio LDR), masing-masing dengan
rumus sebagai berikut:
Cash Ratio = )(
tan
segerakewajibanLancarPassiva
bankdiPenempaKas x 100 %........................(6)
LDR = ialditerimaDana
diberikanyangPinjaman
intmodx 100 %..............................................(7)
35
2.1.4 Faktor Kondisi Eksternal LPD
Menurut Djiwandono (1994), faktor eksternal yang mempengaruhi
pemberian suatu kredit adalah lingkungan perekonomian, serta persaingan antar
bank atau lembaga keuangan lain. Kondisi ekonomi suatu daerah atau negara
dapat mempengaruhi iklim usaha. Semakin buruk perekonomian maka akan
berdampak pada semakin terpuruknya kegiatan usaha. Oleh karena itu, perlu
diperhatikan faktor-faktor ekonomi yang memberikan pengaruh terhadap kegiatan
usaha maupun pengembangannya seperti siklus bisnis, suku bunga, tingkat inflasi
dan investasi.
Peningkatan gaya hidup masyarakat di era globalisasi juga memicu
munculnya beragam lembaga keuangan yang menawarkan berbagai produk,
terutama kredit. Selain lembaga keuangan bank umum, ada juga Bank Perkreditan
Rakyat (BPR), serta Koperasi. Oleh karena itu, terjadilan persaingan antar
lembaga keuangan dalam memperoleh nasabah.
2.2 Pemberian Kredit
Pemberian kredit merupakan salah satu kegiatan LPD dalam usahanya
sebagai lembaga yang dipercaya untuk berperan dalam mendorong pertumbuhan
ekonomi rakyat. Dalam hal ini, LPD memberikan bantuan modal kepada
masyarakat desa adat untuk memenuhi kebutuhannya terutama kebutuhan modal
kerja melalui sarana kredit.
2.2.1 Pengertian Kredit
Menurut asal mulanya, kata “kredit” berasal dari Bahasa Yunani
“Credereí” yang artinya kepercayaan (trust of faith), atau dalam bahasa Latin
36
“Creditum” yang berarti kepercayaan akan kebenaran. Karena itu dasar dari
pemberian kredit ialah kepercayaan. Seseorang atau suatu badan yang
memberikan kredit (kreditur) percaya bahwa si penerima kredit (debitur) akan
sanggup memenuhi segala sesuatu yang telah dijanjikan pada masa yang akan
datang. Apa yang telah dijanjikan itu dapat berupa barang, uang atau jasa.
Di dalam pemberian kredit terdapat dua belah pihak yang berkepentingan
dan terlibat secara langsung. Pihak pertama yaitu pihak yang berkelebihan uang
atau surplus dana yang disebut sebagai pihak pemberi kredit (kreditur), dan pihak
yang kedua adalah pihak yang kekurangan dana atau defisit dana yang disebut
sebagai pihak penerima kredit (debitur). Bilamana terjadi pemberian kredit berarti
pihak yang berkelebihan dana memberikan dananya (prestasi) kepada pihak yang
memerlukan dana dan pihak yang memerlukan dana berjanji akan mengembalikan
dana tersebut disuatu waktu tertentu di masa yang akan datang.
Menurut Eric L. Kohler seperti yang dikutip dari Silaen (1994), pengertian
kredit adalah kemampuan untuk melaksanakan suatu pembelian atau mengadakan
suatu pinjaman dengan suatu janji pembayarannya akan dilakukan atau
ditangguhkan pada suatu jangka waktu yang disepakati. Sinungan (1998)
mendefinisikan kredit sebagai suatu pemberian prestasi oleh suatu pihak lain dan
prestasi itu akan dikembalikan lagi pada suatu masa yang akan datang disertai
dengan suatu kontraprestasi berupa bunga.
Pengertian kredit dalam arti ekonomi adalah suatu penundaan pembayaran
dari prestasi yang diberikan seseorang, baik dalam bentuk barang, uang maupun
jasa. Artinya uang atau barang diterima sekarang dan dikembalikan pada masa
37
yang akan datang. Kredit erat kaitannya dengan pengadaan modal suatu badan
usaha, dimana dalam menjalankan usahanya pihak manajemen berusaha untuk
memperoleh tambahan modal dari berbagai sumber, termasuk diantaranya melalui
kredit. Menurut Pasal 1 butir 11 Undang Undang Nomor 10 Tahun 1998, kredit
adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu,
berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan
pihak lain, yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi hutangnya setelah
jangka waktu tertentu dengan jumlah bunga, imbalan atau pembagian hasil
keuntungan.
Kredit adalah penundaan pembayaran dari prestasi yang diberikan
sekarang, baik dalam bentuk barang, uang maupun jasa keuntungan atau bunga
yang diperoleh dari pemberi kredit untuk memelihara kelangsungan usaha dan
memperluas usahanya (Tohar, 2000). Berdasarkan pengertian kredit di atas, dapat
dilihat bahwa unsur kredit yang utama adalah kepercayaan dan waktu.
Kepercayaan dalam hal ini adalah bahwa pemberi kredit berkeyakinan bahwa
prestasi (uang, jasa atau barang) yang diberikannya kepada debitur akan benar-
benar diterimanya kembali di masa yang akan datang. Unsur waktu adalah bahwa
antara pemberian kredit dan pengembaliannya dibatasi oleh waktu tertentu.
Menurut Suyatno (1997), bahwa ada empat unsur-unsur kredit, yaitu unsur
kepercayaan, waktu, degree of risk dan prestasi. Kepercayaan adalah suatu
keyakinan dari si pemberi kredit bahwa prestasi yang diberikannya baik dalam
jangka waktu tertentu di masa yang akan datang. Waktu adalah suatu masa yang
memisahkan antara pemberian prestasi dengan kontraprestasi yang akan diterima
38
pada masa yang akan datang. Dalam unsur waktu, terkandung pengertian nilai
agio yaitu uang yang ada sekarang lebih tinggi nilainya dari uang yang akan
diterima pada masa yang akan datang.
Unsur degree of risk merupakan suatu tingkat risiko yang akan dihadapi
sebagai akibat dari adanya jangka waktu yang memisahkan antara pemberian
prestasi dengan kontraprestasi yang akan diterima kemudian hari. Semakin lama
kredit diberikan semakin tinggi pula tingkat risikonya. Dengan adanya unsur
risiko ini, maka timbulah jaminan dalam pemberian kredit. Prestasi atau objek
kredit tidak saja diberikan dalam bentuk uang, tetapi juga dalam bentuk barang
atau jasa. Namun karenakehidupan modern sekarang ini didasarkan kepada uang,
maka transaksi-transaksi kredit yang menyangkut uanglah yang sering dijumpai
dalam praktek perkreditan.
Berdasarkan uraian-uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kredit
mengandung (Suyatno,1997).
1) Adanya penyerahan uang atau tagihan atau dapat juga berupa barang yang
menimbulkan suatu tagihan kepada pihak lain.
2) Adanya rasa saling mempercayai antara kedua belah pihak bahwa masing-
masing pihak akan mematuhi kewajibannya seperti yang tertera dalam
perjanjian.
3) Adanya kesepakatan bersama mengenai jangka waktu pelunasan hutang dan
bunga.
4) Adanya harapan akan suatu tambahan nilai dari pokok pinjaman berupa bunga
sebagai pendapatan bagi lembaga keuangan yang bersangkutan.
39
2.2.2 Unsur-unsur Kredit
Berdasarkan pengertian kredit yang ada dapat diketahui bahwa kredit
diberikan atas dasar kepercayaan. Dengan demikian suatu lembaga kredit hanya
bersedia memberikan prestasi apabila lembaga tersebut benar-benar yakin bahwa
penerima kredit akan mampu mengembalikannya sesuai dengan jangka waktu dan
syarat-syarat yang telah disetujui bersama. Tanpa keyakinan itu maka lembaga
kredit tidak akan meneruskan simpanan masyarakat yang diterimanya.
Unsur-unsur yang terdapat dalam kredit adalah :
1) Kepercayaan
Kepercayaan adalah suatu keyakinan pemberi kredit bahwa prestasi yang
diberikannya baik dalam bentuk uang, barang atau jasa, akan benar-benar
diterimanya kembali dalam jangka waktu tertentu di masa yang akan datang.
2) Waktu
Waktu ialah suatu masa yang memisahkan antara waktu pemberian prestasi
dengan kontra prestasi yang akan diterima pada masa yang akan datang.
Jangka waktu kredit dapat kita bagi atas tiga kategori :
a. Jangka pendek : < 1 tahun
b. Jangka menengah : 1 – 3 tahun
c. Jangka panjang : > 3 tahun
3) Degree of Risk
Degree of Risk yakni suatu tingkat risiko yang akan dihadapi sebagai akibat
dari adanya jangka waktu yang memisahkan antara pemberian kredit dengan
kontra prestasi yang akan diterima di kemudian hari. Risiko timbul bagi si
40
pemberi kredit karena uang/barang/jasa telah lepas kepada orang lain.
Semakin lama kredit diberikan, maka semakin tinggi pula tingkat risikonya.
Dengan adanya risiko ini maka timbulah jaminan dalam pemberian kredit.
4) Prestasi dan Kontraprestasi
Prestasi merupakan objek kredit yang diberikan krditur kepada debitur, tidak
hanya dalam bentuk uang tetapi juga dalam bentuk barang atau jasa.
Sedangkan kontraprestasi merupakan imbalan berupa bunga yang dibayarkan
oleh debitur kepada kreditur sebagai akibat dari penggunaan fasilitas kredit
dimana bunga kredit ini merupakan pendapatan utama bagi kreditur.
5) Kreditur
Kreditur adalah orang atau badan yang memiliki uang, barang atau jasa, yang
bersedia meminjamkannya kepada pihak lain.
6) Debitur
Debitur merupakan orang atau badan yang berfungsi sebagai pihak yang
memerlukan atau meminjam uang, barang atau jasa.
7) Jaminan
Jaminan adalah barang atau aktiva berwujud yang diberikan debitur kepada
bank sebagai usaha dalam mengantisipasi berbagai risiko yang mungkin
timbul akibat dari pemberian kredit. Nilai jaminan ini selalu lebih besar
daripada jumlah kredit yang diberikan. Tujuannya ialah agar apabila debitur
tidak sanggup melunasi kreditnya maka pihak kreditur dapat menyita jaminan
tersebut sebagai pembayaran sisa kredit yang tidak sanggup dilunasi. Berbeda
dengan lembaga keuangan lain, LPD merupakan lembaga keuangan yang
41
tidak memerlukan jaminan, karena sanksi bagi debitur yang tidak melunasi
kredit lebih cenderung pada sanksi adat.
2.2.3 Prinsip-prinsip Pemberian Kredit
Sebelum suatu kredit dikucurkan, terlebih dahulu suatu lembaga keuangan
akan melakukan penilaian melalui suatu prosedur terhadap nasabah yang
memohon kredit untuk memperoleh keyakinan bahwa kredit yang disalurkan pasti
akan kembali. Penilaian tersebut mencakup kriteria-kriteria tertentu dan
mempunyai ukuran-ukuran yang menjadi standar setiap bank. Penilaian oleh
lembaga keuangan adalah untuk mendapatkan nasabah yang benar-benar layak,
dilakukan melalui analisis 5C dan 7P (Rahman, 1995).
Penilaian dengan analisis 5C adalah sebagai berikut:
a) Character
Character merupakan sifat atau watak calon debitur (nasabah) yang dilihat
dari latar belakang pekerjaan ataupun yang bersifat pribadi seperti gaya hidup,
keadaan keluarga, hobby dan jiwa sosial nasabah. Berdasarkan sifat dan watak
tersebut diambil suatu kesimpulan tentang kemampuan nasabah untuk
membayar kredit.
b) Capital
Untuk mengetahui apakah penggunaan modal usaha oleh nasabah sudah
efektif atau tidak, hal ini dilihat dari laporan keuangan nasabah, serta melihat
sumber-sumber modal nasabah berapa persen modal sendiri dan modal
pinjaman.
42
c) Capacity
Capacity merupakan analisis untuk mengetahui kemampuan nasabah untuk
membayar kredit. Kemampuan ini dilihat dari kemauan nasabah dalam
mengelola bisnis yang didasarkan pada latar belakang pendidikan dan
pengalaman dalam mengelola usahanya.
d) Condition
Suatu penilaian untuk memprediksi kondisi ekonomi, sosial, politik untuk
masa yang akan datang, juga menilai prospek di bidang usaha yang akan
dibiayai apakah benar-benar baik sehingga kemungkinan kredit untuk macet
relatif kecil.
e) Collateral
Merupakan jaminan yang diberikan calon debitur, baik yang bersifat fisik
maupun non fisik. Biasanya nilai jaminan lebih besar dari jumlah kredit yang
diberikan. Jaminan juga perlu diteliti keabsahannya sehingga bila terjadi
masalah, suatu jaminan tersebut dapat dipergunakan secepat mungkin.
Penilaian 7P terdiri dari :
a) Personality
Penilaian nasabah dari segi kepribadiannya berdasarkan tingkah laku sehari-
hari maupun kepribadiannya masa lalu.
b) Party
Mengklasifikasikan nasabah kedalam golongan-golongan tertentu berdasarkan
modal, loyalitas serta karakternya. Nasabah yang diklasifikasikan ke dalam
golongan tertentu akan memperoleh fasilitas yang berbeda dari bank.
43
c) Purpose
Penelitian untuk mengetahui tujuan nasabah untuk mengambil kredit,
termasuk jenis kredit yang diinginkan nasabah. Tujuan nasabah mengajukan
kredit dapat bermacam-macam, misalnya untuk investasi, modal kerja,
konsumsi, produksi dan lain-lain.
d) Prospect
Menilai usaha nasabah di masa yang akan datang apakah menguntungkan atau
tidak.
e) Payment
Merupakan ukuran kemampuan nasabah untuk mengembalikan kredit yang
telah diambil atau dari sumber mana saja dana untuk pengembalian kredit.
Semakin banyak sumber penghasilan nasabah semakin baik, sehingga apabila
salah satu usahanya rugi dapat ditutupi dengan pendapatan dari usaha lainnya.
f) Profitability
Untuk menganalisa bagaimana kemampuan nasabah dalam memperoleh laba.
Profitability diukur dari periode ke periode apakah tetap sama atau semakin
meningkat.
g) Protection
Tujuannya adalah bagaimana untuk menjaga agar kredit yang diberikan
mendapat jaminan perlindungan sehingga kredit yang diberikan benar-benar
aman. Jaminan perlindungan yang diberikan nasabah dapat berupa jaminan
barang, jaminan orang atau jaminan asuransi.
44
2.3 Kredit Bermasalah
2.3.1 Pengertian Kredit Bermasalah
Perkembangan pemberian kredit yang paling tidak menggembirakan bagi
pihak bank adalah apabila kredit yang diberikannya ternyata menjadi kredit
bermasalah. Hal ini terutama disebabkan oleh kegagalan pihak debitur memenuhi
kewajibannya untuk membayar angsuran (cicilan) pokok kredit beserta bunga
yang telah disepakati kedua belah pihak dalam perjanjian kredit. (Lukman, 2001).
Ada beberapa pengertian kredit bermasalah (Veitzal, 2005), yaitu :
1) Kredit yang di dalam pelaksanaannya belum mencapai/memenuhi terget yang
diinginkan oleh pihak kreditur;
2) Kredit yang memiliki kemungkinan timbulnya resiko di kemudian hari bagi
kreditur dalam arti luas;
3) Mengalami kesulitan di dalam penyelesaian kewajiban-kewajibannya, baik
dalam bentuk pembayaran kembali pokoknya dan atau pembayaran bunga,
denda keterlambatan serta ongkos-ongkos kreditur yang menjadi beban
nasabah yang bersangkutan;
4) Kredit dimana pembayaran kembalinya dalam bahaya, terutama apabila
sumber-sumber pembayaran kembali yang diharapkan diperkirakan tidak
cukup untuk membayar kembali kredit sehingga belum mencapai/memenuhi
target yang diinginkan oleh kreditur;
5) Kredit dimana terjadi cidera janji dalam pembayaran kembali sesuai
perjanjian, sehingga terdapat tunggakan, atau ada potensi kerugian di
45
perusahaan nasabah sehingga memiliki kemungkinan timbulnya resiko di
kemudian hari bagi kreditur dalam arti luas;
6) Mengalami kesulitan di dalam penyelesaian kewajiban-kewajibannya terhadap
kreditur, baik dalam bentuk pembayaran kembali pokoknya, pembayaran
bunga, pembayaran ongkos-ongkos kreditur yang menjadi beban nasabah yang
bersangkutan;
7) Kredit golongan perhatian khusus, kurang lancar, diragukan, dan macet serta
golongan lancar yang berpotensi menunggak.
2.3.2 Penggolongan Kredit Bermasalah
Kredit bermasalah menggambarkan suatu situasi dimana persetujuan
pengembalian kredit mengalami resiko kegagalan, bahkan menunjukkan kepada
kreditur akan memperoleh rugi yang potensial.
Ada beberapa penggolongan kredit bermasalah yaitu:
1) Kredit bermasalah yang masih mempunyai prospek
Kredit bermasalah yang masih mempunyai prospek adalah kredit yang
diberikan kepada nasabah yang sedang mengalami kesulitan yang setelah
diidentifikasi dan dievaluasi permasalahannya disimpulkan bahwa nasabah
masih mempunyai harapan untuk memperbaiki kolektabilitas kreditnya.
2) Kredit bermasalah yang sudah tidak mempunyai prospek
Kredit bermasalah yang sudah tidak mempunyai prospek adalah kredit yang
diberikan kepada nasabah yang mengalami kesulitan yang setelah
diidentifikasi dan dievaluasi permasalahannya disimpulkan bahwa nasabah
sudah tidak ada harapan lagi untuk memperbaiki kolektabilitas kreditnya dan
46
sumber pelunasan kreditnya hanya diharapkan dari usaha lain atau menjual
jaminan/kekayaan perusahaan.
2.3.3 Sebab-sebab Terjadinya Kredit Bermasalah
Pada kenyataannya tidak semua kredit yang diberikan kepada debitur
memberikan keuntungan atau laba pada LPD. Hal ini disebabkan dimana kredit
yang telah diberikan menjadi macet. Kredit macet ini merupakan beban bagi LPD
karena akan mempengaruhi kelangsungan usaha dan tingkat kesehatan LPD. Ada
berbagai faktor yang dapat menyebabkan kredit menjadi macet, secara garis besar
dapat dibedakan atas faktor kondisi eksternal (Sutojo, 2000), yakni:
a) Calon debitur
Kredit juga bisa menjadi macet karena kesalahan calon debitur di dalam
mengelola keuangannya seperti terlalu banyak berinvestasi, terlalu terburu-
buru dalam melakukan ekspansi usaha, atau dalam usaha perdagangan terlalu
banyak menimbun stok barang tanpa memperhitungkan kelancaran perputaran
barang dagangannya. Hal ini bisa menyebabkan modal yang diberikan
mengendap pada pembelian barang tersebut, sementara pendistribusian atau
permintaan pasar berkurang bahkan tidak ada sama sekali. Tentu saja dengan
kondisi seperti ini tidak akan menguntungkan pengusaha dan akhirnya
menyebabkan ketidakmampuan mengembalikan pinjaman LPD.
Demikian juga kredit macet pada jenis kredit konsumsi atau costumer loan
bisa terjadi karena adanya pemutusan hubungan kerja kepada karyawan,
sehingga gaji ataupun sumber pembayaran pinjaman kepada bank sudah tidak
ada lagi.
47
b) Faktor dari kreditur
Berbagai ketentuan perundang-undangan yang menjadi koridor bagi LPD
dalam melakukan kegiatan usaha penyaluran dana. Seperti ketentuan
mengenai batas maksimum pemberian kredit (BMPK), rasio pemberian kredit
dilihat dari nilai jaminan yang diberikan dan berbagai aturan lainnya. Namun
kadang kala petugas dan pengambil keputusan pemberian kredit tidak
memperhatikan hal tersebut.
c) Faktor dari luar debitur dan kreditur (ekstern)
Kredit macet bisa terjadi karena faktor diluar dari pihak debitur maupun
kreditur. Faktor eksternal ini misalnya karena terjadinya krisis moneter,
kerusuhan massal, terjadinya bencana seperti gempa bumi, banjir, kebakaran
dan kejadian-kejadian lainnya.
Menurut Siamat (2001) ada beberapa indikasi yang dapat digunakan untuk
mendeteksi awal kredit yang mengalami masalah. Indikasi kemungkinan
terjadinya kredit bermasalah dapat dibedakan dari dua sumber, indikasi internal
dan eksternal.
1) Indikasi internal, terdiri atas :
a. Perkembangan kondisi keuangan yang cenderung berlawanan dari
proyeksi yang diharapkan.
b. Terjadi penundaan pembayaran cicilan pokok dan bunga.
c. Ada anggota eksekutif perusahaan yang mengundurkan diri.
d. Meningkatnya penggunaan fasilitas overdraft.
48
e. Permintaan penambahan kredit tanpa menyertakan data-data keuangan
yang lengkap dan mutahir.
f. Permohonan perpanjangan atau penjadwalan ulang.
g. Usaha nasabah terlalu ekspansif.
h. Debitur menghindari penyampaian informasi keuangan pada saat diminta
2) Indikasi eksternal, terdiri dari :
a. Adanya penyelidikan dari lembaga keuangan lain.
b. Kreditur lain melakukan tindakan proteksi, misalnya penambahan dan
pengikatan barang jaminan secara normal.
c. Kegagalan perusahaan membayar pajak.
d. Pemogokan buruh (pekerja) secara terorganisasi.
e. Peluncuran produk baru oleh pesaing.
2.3.4 Penyelamatan Kredit Bermasalah
Sekalipun usaha-usaha pencegahan telah dilakukan agar kredit tidak macet
atau bermasalah tidak mustahil bahwa kemacetan kredit tetap terjadi karena
alasan-alasan tertentu. Bila kredit sudah bermasalah maka pertama-tama bank
akan memikirkan dan mencari upaya penyelesaian kredit sesuai dengan jalur
hukum.
Upaya-upaya penyelamatan kredit bermasalah menurut lembaga keuangan
secara umum dapat dilakukan dengan 3 cara, yaitu:
1) Rescheduling (Peninjauan kembali)
49
Rescheduling yaitu melakukan perubahan syarat-syarat perjanjian kredit atau
jangka waktu kredit, termasuk masa tenggang, baik perubahan angsuran
maupun tidak.
2) Reconditioning (Persyaratan kembali)
Reconditioning yaitu melakukan perubahan atas sebagian atau seluruh syarat-
syarat perjanjian kredit yang tidak terbatas hanya pada perubahan jadwal
angsuran ataupun jangka waktu kreditnya, perubahan ini tanpa tambahan
kredit.
3) Restructuring (Penataan kembali)
Restructuring yaitu melakukan perubahan syarat-syarat perjanjian kredit,
dapat berupa pemberian tambahan kredit atau melakukan penjadwalan atas
seluruh atau sebagian dari tunggakan bunga.
Upaya represif ini hanya mungkin dilaksanakan jika debitur masih bersifat
kooperatif, dalam arti masih ada niat debitur untuk menyelesaikan kredit, namun
terbentur pada kemampuannya untuk dapat menyelesaikan dalam waktu singkat
sebagaimana disepakati dalam perjanjian kredit.
Upaya-upaya penyelamatan kredit bermasalah menurut LPD dapat
dilakukan dengan cara : pemanggilan pelaku kredit macet yang kemudian di bawa
ke Paruman Desa untuk melakukan musyawarah dan penentuan sanksi yang
dihadiri oleh Bendesa Pakraman, Kelian Banjar, Kepala Desa dinas. Kebanyakan
kredit macet yang terjadi di LPD disebabkanoleh kelalaian yang dilakukan oleh
pengurus LPD yang memberikan kredit kepada krama di luar desa pakraman.
Cara penjatuhan sanksi kepada oknum pengurus LPD yang telah terbukti bersalah
50
telah memberikan kredit kepada nasabah di luar desa pakraman merupakan
konsekuensi yang harus diterima oleh oknum pengurus tersebut sebagai
tanggungjawab pengurus, karena untuk nasabah di luar desa pakraman tidak
mungkin dilakukan penjatuhan sanksi adat. Kondisi ini dikarenakan otonomi yang
dimilikinya, sanksi adat hanya bersifat lokalitas, artinya hanya dapat diterapkan
kepada seluruh krama desa pakraman yang telah melakukan kesalahan, sehingga
pertanggungjawabannya harus dipikul oleh oknum pengurus yang telah
melakukan kesalahan. Penjatuhan sanksi adat oleh prajuru pakraman melalui
paruman desa kepada warganya yang telah melakukan kesalahan seperti pada
kasus kredit macet.
2.3.5 Dampak Kredit Bermasalah
Menurut Siamat (2001:174) dampak negatif dari kredit bermasalah yang
sangat berpengaruh terhadap kesehatan operasi bisnis adalah sebagai berikut.
1) Menurunkan profitabilitas usaha
Kredit bermasalah merupakan harta operasional LPD yang tidak produktif,
tidak menghasilkan bunga dan penghasilan lain. Apabila tidak dikelola dengan
baik akan menimbulkan kerugian. LPD yang dirongrong kredit bermasalah
akan turun profitabilitasnya, akibatnya citra kesehatan operasi mereka di
masyarakat, dunia perbankan, dan di mata bank sentral dapat menurun.
2) Menambah beban biaya operasional
Peraturan Gubernur Bali Nomor 11 tahun 2013 LPD mengklasifikasikan
kredit bermasalah sebagai aktiva produktif LPD yang diragukan
kolektabilitasnya. Untuk menjaga agar para deposan tidak ikut merugi karena
51
aktiva itu tidak dapat ditagih lagi, setiap LPD harus memenuhi kecukupan
modal minimum 12 persen (dua belas persen). Kecukupan modal
sebagaimana dimaksud ditentukan berdasarkan perbandingan antara modal
LPD dengan ATMR.
3) Menurunkan persentase Capital Adequency Ratio (CAR)
Seperti halnya terjadi pada setiap jenis perusahaan, kerugian akan mengurang
jumlah modal sendiri. Hanya saja pada bank umum kerugian itu akan
membawa dampak yang lain, yaitu menurunkan persentase CAR. Apabila
CAR turun sampai dibawah ketentuan pemerintah, bank yang bersangkutan
harus menambah dana cair untuk menaikkan modal kerja sendiri mereka.
Bilamana mereka tidak dapat melakukan hal itu, peringkat kesehatan operasi
bisnis mereka di mata bank sentral akan mengalami penurunan.
2.3.6 Kolektabilitas Kredit dan Non Performing Loan (NPL)
Perkreditan memainkan peranan penting dalam dunia perbankan serta
dapat pula dijadikan indikator dalam menentukan tingkat kesehatan suatu lembaga
keuangan yang bersangkutan. Mengapa demikian? Karena apabila kredit yang
disalurkan mengalami kemacetan dalam pengembaliannya akan membawa efek
pendapatan LPD yang menurun, turunnya kepercayaan masyarakat terhadap
kemampuan manajemen LPD tersebut serta turunnya kesehatan LPD.
Kolektabilitas menurut Abdullah (2005), merupakan penggolongan kredit
berdasarkan kategori tertentu guna memantau kelancaran pembayaran kembali
(angsuran) oleh debitur. Kolektabilitas adalah penggolongan kredit atau pinjaman
dengan membagi atau memisah-misahkan kredit atau pinjaman berdasarkan
52
kelancaran atau ketidaklancaran pengembalian kredit atau pinjaman tersebut baik
pokok maupun bunganya (Silaen, 1994). Maksud dari ketentuan penggolongan
kredit berdasarkan kolektabilitas ini adalah untuk mengetahui dan mendapatkan
gambaran yang nyata tentang keadaan dan kondisi kredit atau pinjaman yang telah
diberikan kepada masyarakat sebagai pemakai dana tersebut. Di samping itu juga
dapat diketahui apakah LPD yang bersangkutan memang dengan serius
menangani perkreditannya atau hanya bersikap pasif.
Kolektabilitas Kredit atau Kualitas Aktiva Produktif dalam bentuk Kredit
dalam penelitian ini ditetapkan dalam 4 (empat) golongan sesuai dengan Peraturan
Gubernur Bali, tanggal 7 Maret 2013, yaitu : Lancar, Kurang Lancar, Diragukan
dan Macet.
Menurut Silaen (1994) tujuan penggolongan kredit berdasarkan
Kolektabilitasnya adalah :
1) untuk memungkinkan LPD mengetahui dan mempunyai gambaran tentang
keadaan distribusi kredit yang diberikannya;
2) untuk memungkinkan LPD menilai sendiri solvabilitasnya;
3) untuk menentukan besarnya cadangan piutang ragu-ragu; dan
4) sebagai informasi bagi masyarakat desa adat setempat.
Menurut Tangkilisan (2003) berdasarkan kolektabilitasnya, kredit dapat
dikelompokkan ke dalam 5 (lima) golongan, yaitu :
1) Lancar (pass), apabila memenuhi kriteria :
a. Angsuran pokok dan/atau bunga tepat waktu; dan
b. memiliki mutasi rekening yang aktif; atau
53
c. bagian dari kredit yang dijamin dengan agunan tunai (cash sollateral)
2) Dalam perhatian khusus (special mention), apabila memenuhi kriteria :
a. Terdapat tunggakan angsuran pokok dan/atau bunga yang belum
melampaui 90 hari; atau
b. kadang-kadang terjadi cerukan; atau
c. mutasi rekening relatif aktif; atau
d. jarang terjadi pelanggaran terhadap kontrak yang telah diperjanjikan; atau
e. didukung oleh pinjaman baru.
3) Kurang lancar (sub standard), apabila memenuhi kriteria :
a. Terdapat tunggakan angsuran pokok dan/atau bunga yang telah melampaui
90 hari; atau
b. sering terjadi cerukan; atau
c. frekuensi mutasi rekening relatif rendah; atau
d. tejadi pelanggaran terhadap kontrak yang diperjanjikan lebih dari 90 hari;
atau
e. terdapat indikasi masalah keuangan yang dihadapi debitur; atau
f. dokumentasi pinjaman yang lembah.
4) Diragukan (doubtful), apabila memenuhi kriteria :
a. Terdapat tunggakan angsuran pokok dan/atau bunga yang telah melampaui
180 hari; atau
b. terjadi cerukan yang bersifat permanen; atau
c. terjadi wanprestasi lebih dari 180 hari; atau
d. terjadi kapitalisasi bunga; atau
54
e. dokumentasi hukum yang lemah baik untuk perjanjian kredit maupun
pengikatan jaminan.
5) Macet (loss), apabila memenuhi kriteria :
a. Terdapat tunggakan angsuran pokok dan/atau bunga yang telah melampaui
270 hari; atau
b. kerugian operasional ditutup dengan pinjaman baru; atau
c. dari segi hukum maupun kondisi pasar jaminan tidak dapat dicairkan pada
nilai wajar.
Berdasarkan ketentuan Bank Indonesia (Surat Keputusan Direksi BI
No.7/2/PBI), kualitas kredit berdasarkan kolektabilitas tersebut dibagi dalam dua
kelompok, yaitu :
1) NPL (Non Performing Loan), dikatakan baik dengan syarat maksimal 5
persen dari total kredit (NPL ≤ 5 persen)
2) PL (Performance Loan), dikatakan baik dengan syarat minimal 95 persen dari
total kredit (PL > 95 persen)
Berikut ini rumus perhitungan persentase NPL dan PL :
NPL = KreditTotal
MacetKreditDiragukanKreditLancarKurangKredit x100%.......(8)
PL = KreditTotal
khususperhatiandalamKreditLancarKredit x 100%..........................(9)
Dalam penelitian ini, kredit dalam perhatian khusus digolongkan dalam
kredit lancar, sehingga kredit yang diberikan oleh LPD terdiri atas kredit lancar,
kredit kurang lancar, kredit diragukan dan kredit macet. Bramantyo dan Ronny
(2007) melakukan penelitian terhadap 223 BPR dan 917 nasabah sampel yang
55
tersebar di tujuh wilayah di Indonesia yaitu Jabotabek, Jawa Barat, Jawa Tengah,
Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Sulawesi Selatan, dan Nusa Tenggara Barat
dengan tujuan mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi tingginya NPL
Bank Perkreditan Rakyat (BPR) di Indonesia. Hasil penelitian menunjukkan
terdapat 12 penyebab terjadinya NPL baik dari kondisi internal BPR maupun dari
kondisi eksternal BPR. Variabel-variabel tersebut adalah sebagai berikut:
1) Integritas pemilik, pengurus dan pegawai BPR berupa intervensi yang
bersumber pada tiga hal: ketidakjelasan prosedur, ketidakdisiplinan pencatatan,
dan kurangnya perhatian dan pengawasan pemilik.
2) Kompetensi pemilik dan pengurus, baik terhadap ketentuan Bank Indonesia
maupun dalam menjalankan proses bisnis BPR.
3) Pergantian direksi BPR yang dapat menyebabkan perpindahan nasabah
dengan Kolektabilitas yang lancar.
4) Kompetensi pegawai BPR dalam menerapkan prosedur, penerapan 5C,
pengawasan dan penanganan kredit bermasalah, dan administrasi.
5) Pembayaran dengan pemotongan gaji dari tabungan, sekalipun efektif tetapi
menimbulkan potensi penyimpangan.
6) Pembayaran kredit dengan jemputan dapat berdampak negatif.
7) Strategi pemasaran BPR yang masih lemah dan perlu mendapat perhatian.
8) Perlunya peningkatan penggunaan analisis pemberian kredit yang lebih baik
dan konsisten.
9) Pengikatan agunan yang tidak hati-hati.
10) Tidak mempertimbangkan kondisi nasabah
56
11) Kerjasama pemberian kredit dengan pihak luar.
12) Sistem dan mekanisme pengawasan dan program recovery kredit.
Untuk mampu berperan sebagai badan usaha yang tangguh dan mandiri,
BPR melalui usaha pemberian kreditnya harus mampu meningkatkan efektivitas
strategi pemberian kredit dan berusaha sebaik mungkin mengurangi risiko
kegagalan kredit. Jika diteliti lebih dalam, kegagalan pemberian kredit, dilihat dari
tingginya NPL terutama disebabkan oleh kurang efektif dan efisiennya strategi
yang digunakan.
2.4 Hubungan Antara Faktor Internal LPD dengan pemberian kredit di
LPD
Kredit yang diberikan kepada debitur tidak seluruhnya merupakan kredit
lancar. Pada kenyataannya sering terjadi kasus kredit tidak lancar atau kredit
macet yang akan meningkatkan NPL suatu lembaga keuangan penyedia kredit.
Menurut Sutojo (2000), dalam kaitannya dengan NPL yang merupakan indikator
kredit macet, faktor-faktor yang mempengaruhi pemberian kredit adalah faktor
internal kreditur, faktor debitur, dan faktor eksternal. Kosmidou (2008)
berpendapat bahwa keadaan internal LPD dapat dinilai dari tingkat kesehatan
LPD. Semakin baik tingkat kesehatan suatu LPD maka akan menopang
kemampuan suatu LPD dalam memberikan kredit. Tingkat kesehatan LPD
menggambarkan kondisi keuangan dan seberapa baik LPD tersebut melakukan
manajemen.
57
2.5 Hubungan Antara Kondisi Eksternal LPD dengan pemberian kredit dan
NPL
Berdasarkan Surat Keputusan Direksi Bank Pembangunan Daerah (BPD) Bali
Nomor 0303.102.2004.2, penilaian tingkat kesehatan LPD di Bali dengan
menggunakan konsep CAEL, yang meliputi unsur Capital (Permodalan), Asset
Quality (Kualitas Aktiva Produktif), Earnings (Rentabilitas), dan Liquidity
(Likuiditas). Faktor debitur juga memegang peran penting dalam pemberian
kredit. Menurut Rachman (1995), penilaian terhadap kelayakan calon nasabah
dilakukan melalui analisis 5C (Character, Capital, Capacity, Condition,
Collateral), namun pada LPD, tidak dilakukan analisis terhadap collateral, karena
mengajukan kredit di LPD tidak memerlukan jaminan.
Menurut Djiwandono (1994), faktor eksternal yang mempengaruhi
pemberian suatu kredit adalah lingkungan perekonomian, faktor alam, serta
persaingan antar bank atau lembaga keuangan lain. Bila kondisi faktor eksternal
semakin baik dapat dikatakan perekonomian masyarakat juga membaik.
Kosmidou (2008) berpendapat bahwa bila tingkat kemakmuran masyarakat
meningkat, maka diharapkan akan semakin tinggi permintaan dan penawaran akan
pinjaman dan tabungan dari masyarakat kepada LPD. Tingginya tingkat
permintaan dan penawaran akan pinjaman dan tabungan memiliki pengaruh yang
positif terhadap pemberian kredit.
Penilaian dalam pemberian kredit harus dilakukan dengan baik karena
akan menentukan kolektabilitas kredit yang diberikan. Bila penilaian dalam
pemberian kredit tidak dilakukan dengan baik, maka kredit macet akan meningkat
diindakasikan dengan NPL tinggi, demikian juga sebaliknya bila penilaian dalam
58
pemberian kredit dilakukan secara tidak cermat, maka angka kredit macet akan
mengalami penurunan dan NPL juga rendah.
2.6 Keaslian Penelitian
Hasil penelitian terdahulu sangat penting sebagai bahan perbandingan dan
referensi dalam suatu penulisan. Adapun studi empirik terdahulu yang mendukung
terhadap penelitian yang akan dilakukan terdapat empat topik penelitian, yaitu
hubungan antara kondisi internal BPR dan pemberian kredit, kondisi calon debitur
BPR dan pemberian kredit, kondisi eksternal BPR dan pemberian kredit serta
pemberian kredit dan NPL. Dalam penelitian ini, objek yang penulis teliti adalah
pada Lembaga Perkreditan Rakyat (LPD) yang juga merupakan suatu lembaga
keuangan yang menyediakan kredit. Adapun uraian mengenai 4 topik tersebut
adalah sebagai berikut :
1) Penelitian tentang pengaruh kondisi internal terhadap pemberian kredit
a. Penelitian yang dilakukan oleh Voordeckers dan Steijvers (2003) dengan
metode analisis model continuation-ratio logit justru menunjukkan bahwa
pada usaha kecil dan menengah di Belgia kondisi internal yang ada di
dalam perusahaan berpengaruh positif terhadap terbentuknya strategi yang
ada di bagian kredit. Fedorenko, Schäfer, dan Talaveran (2007) juga
mengungkapkan di Taiwan sistem-sistem internal yang digunakan oleh
bank dalam memberikan kreditnya berpengaruh positif terhadap jangka
waktu dalam pemberian kredit. Penelitian ini menggunakan analisis model
empiris.
59
b. Ono dan Uesugi (2005) meneliti usaha peminjaman uang berskala kecil
dan menengah di Jepang. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa kondisi
internal perusahaan berpengaruh negatif terhadap strategi pemberian
kredit, dimana terlalu banyak campur tangan dari pemilik / pengelola
dalam menjalankan strategi yang dijalankan sehingga banyak strategi yang
dibuat untuk kepentingan pribadi. Hal tersebut didukung pula oleh
penelitian yang dilakukan oleh Leora Klapper (2001). Kedua penelitian
tersebut menggunakan analisa regresi linear.
2) Penelitian tentang pengaruh kondisi calon debitur terhadap pemberian kredit
a. Hasil penelitian Jiménez, Lopez, dan Saurina (2007), kondisi calon debitur
seperti kondisi spesifik calon debitur turut mempengaruhi manajemen
dalam menentukan strategi yang akan dijalankan oleh suatu lembaga
keuangan. Hasil tersebut diperoleh dari penelitian yang dilakukan di
Spanyol. Demikian juga yang diungkapkan oleh Kyaw (2008) yang
melakukan penelitian pada lembaga keuangan yang melakukan
pembiayaan pada sektor usaha kecil dan menengah di Myanmar dengan
menggunakan analisis deskriptif kuantitatif.
b. Elsas dan Krahnen (2002) dengan analisis model empiris mendapatkan
hasil bahwa kondisi calon debitur berpengaruh negatif terhadap pemberian
kredit, yang justru mempunyai pengaruh adalah kondisi internal atau
kondisi yang ada di perusahaan tersebut. Selain itu, yang bisa mengetahui
kondisi pasti suatu bank adalah pihak internalnya sendiri, sehingga mampu
menyusun strategi-starategi untuk memaksimalkan kinerjanya, sehingga
60
dapat dikatakan strategi yang dijalankan suatu bank harus berdasarkan
sistem yang ada dalam bank tersebut. Hal tersebut didukung pula oleh
penelitian yang dilakukan oleh Takang Felix Achou dan Ntui Claudine
Tenguh (2008). Penelitian tersebut menggunakan analisis regresi linear.
3) Penelitian tentang hubungan antara kondisi eksternal terhadap pemberian
kredit
a. Dengan metode analisis empiris Jiménez, Lopez, dan Saurina (2007),
kondisi eksternal seperti kondisi pasar secara umum turut mempengaruhi
manajemen dalam menentukan strategi yang akan dijalankan oleh suatu
lembaga keuangan. Hasil tersebut diperoleh dari penelitian yang dilakukan
di Spanyol. Hasil yang sama diperoleh juga dari penelitian yang dilakukan
oleh Leora Klapper (2001) dengan menggunakan analisa regresi linear.
b. Voordeckers dan Steijvers (2003) dengan metode analisis model
continuation-ratio logit justru menunjukkan bahwa pada usaha kecil dan
menengah di Belgia kondisi lingkungan di luar perusahaan berpengaruh
negative terhadap terbentuknya strategi yang ada di bagian kredit. Hal
tersebut didukung pula oleh penelitian yang dilakukan oleh Takang Felix
Achou dan Ntui Claudine Tenguh (2008). Penelitian tersebut
menggunakan analisa regresi linear.
4) Penelitian tentang hubungan antara pemberian kredit dan NPL
a. Penelitian di lembaga keuangan di Amerika oleh Manove, Padilla, dan
Pagano (2001) dengan menggunakan data equilibrium menunjukkan
bahwa strategi pemberian kredit justru meningkatkan rasio NPL. Hal
61
tersebut juga diungkapakan oleh Jessica Petersson dan Isac Wadman
(2004) yang meneliti pasar kredit di Italia dan Swedia dengan
menggunakan media interview. Dari dua penelitian di atas terungkap
bahwa NPL lebih dipengaruhi oleh faktor di luar manajemen, seperti
keadaan pasar yang terlambat diantisipasi oleh strategi yang dibuat oleh
manajemen dalam memaksimalkan kinerja perusahaan, terutama menekan
rasio NPL.
b. Menurut Chen (2003), yang meneliti perilaku lembaga keuangan di Cina,
strategi pemberian kredit justru mempunyai pengaruh negatif terhadap
NPL. Dimana strategi pemberian kredit yang baik dinilai mampu membuat
nilai menurunkan nilai NPL, dalam hal ini strategi pemberian kredit dan
NPL mempunyai arah yang berlawanan. Demkian juga yang diungkapkan
oleh Hwang dan Wu (2006) yang melakukan penelitian di Taiwan. Kedua
penelitian ini sama-sama menggunakan analisis deskriptif kualitatif.
Penelitian lain terkait LPD oleh Candraningsih (2005) dengan mengambil
sampel sebanyak 30 LPD di Kabupaten Badung menunjukkan hanya 3 (tiga) LPD,
yaitu LPD Angantaka, LPD Sibang Kaja, dan LPD Lukluk yang kualitas aktiva
produktifnya memenuhi persyaratan sehat. Sebaliknya 27 LPD yang kualitas
aktiva produktifnya kurang sehat yang lebih banyak diakibatkan oleh
kolektabilitas kreditnya terlalu banyak berkateori kurang lancar, diragukan dan
macet.
62
BAB III
KERANGKA BERPIKIR, KONSEP, DAN HIPOTESIS PENELITIAN
3.1 Kerangka Berpikir
LPD merupakan lembaga keuangan lokal masyarakat hukum adat Bali
yang memberikan kemudahan kepada komunitasnya. Peran LPD dalam memenuhi
beban kehidupan masyarakat sangat penting, sebab masyarakat hukum adat tidak
tersentuh dalam program-program keuangan pemerintah pusat. Perkembangan
LPD di Bali sepanjang tahun 2010 memang cukup meyakinkan. Berdasarkan data
Bank Indonesia, perkembangan LPD mampu mengungguli BPR. Hanya sepanjang
tahun 2010 angka kredit macet atau NPL bergerak mendekati 10 persen.
Berdasarkan data BI akhir tahun lalu angka NPL LPD mencapai 9,64 persen. Saat
ini ambang toleransi terhadap kredit macet dari Bank Indonesia mencapai lima
persen (Bisnis Bali, 27 Januari 2011).
Kendati LPD dianggap lembaga non bank, namun tingginya angka kredit
macet tetap mengundang kekhawatiran. Secara aturan perbankan, LPD tidak akan
dikenakan sanksi apabila angka kredit macet di atas angka kredit macet perbankan
nasional, namun angka tersebut sangat berbahaya bagi penyaluran kredit, karena
akan membuat LPD yang bersangkutan kesulitan memperoleh permodalan.
Struktur permodalan LPD berbeda dengan struktur permodalan bank umum
maupun BPR. Bank secara berkala selalu diberikan bantuan permodalan oleh
pemilik modal untuk penguatan struktur perbankan. Sedangkan LPD tidak
ada yang membantu permodalan, sehingga penyaluran kredit oleh LPD menjadi
lebih riskan. Jika LPD memiliki angka kredit macetnya cukup tinggi dan tidak
63
mendapat penguatan modal, maka LPD tersebut terancam tutup dengan
sendirinya. Untuk itulah maka strategi pemberian kredit LPD merupakan suatu hal
yang penting untuk dikaji mengingat dampak kredit macet sangat penting bagi
keberlangsungan suatu LPD. Untuk lebih jelasnya tentang kerangka berpikir
dalam penelitian ini pada Gambar 3.1.
Gambar 3.1
Kerangka Berpikir Penelitian Analisis Pengaruh Faktor Internal dan
Eksternal terhadap Jumlah Kredit dan Dampaknya Terhadap Non
Performing Loan (NPL) Pada Lembaga Perkreditan Desa (LPD) – Desa Adat
di Kabupaten Gianyar
Berdasarkan Gambar 3.1 dapat dijelaskan hubungan tentang keberadaan
LPD yang berperan penting dalam kehidupan masyarakat di Bali sebagai salah
satu lembaga keuangan yang memberikan kredit. Pemberian kredit dipengaruhi
oleh kondisi internal LPD, kondisi calon debitur LPD serta kondisi eksternal LPD.
Pemberian kredit juga akan berpengaruh terhadap nilai NPL. Kredit macet sendiri
Faktor Internal
Kondisi Internal LPD
(X!)
Faktor Eksternal 1
Kondisi Calon Debitur LPD
Keberadaan LPD
sebagai lembaga
keuangan lokal
Non Performing Loan
(NPL)
(X
Memberikan
Layanan Kredit
Pemberian Kredit
(X
Faktor Eksternal 2
Kondisi Eksternal
LPD
Tingkat
Kesehatan LPD
64
akan ikut menentukan tingkat kesehatan LPD, sehingga menentukan keberadaan
LPD.
3.2 Konsep Penelitian
Berdasarkan kajian pustaka, pemberian kredit suatu lembaga keuangan
(dalam hal ini LPD) dipengaruhi secara langsung oleh kondisi internal LPD,
kondisi calon debitur LPD, dan kondisi eksternal LPD tersebut dan secara tidak
langsung berdampak terhadap NPL yang dicapai suatu LPD.
Kondisi internal LPD terdiri atas : permodalan, kualitas aktiva produktif,
rentabilitas dan likuiditas. Kondisi calon debitur LPD dapat dilihat dari :
character, capital, capacity dan condition calon debitur. Kondisi eksternal LPD
terdiri atas : faktor alam, perkembangan perekonomian, dan faktor persaingan
usaha. Faktor-faktor pemberian kredit meliputi unsur : kepercayaan, jangka
waktu, degree of risk, dan kontra prestasi. NPL merupakan rasio yang
dipergunakan untuk mengukur kemampuan bank dalam mengukur resiko
kegagalan pengembalian kredit oleh debitur. Kredit yang diminta atau yang
disalurkan masyarakat akan cenderung menurun jika sebuah bank melihat ada
indikasi bahwa tingkat resiko NPL terlalu tinggi karena pada dasarnya bank tidak
atau berhati-hati dalam menanggung resiko yang terjadi di kemudian harinya.
Untuk lebih jelasnya kerangka konsep dalam penelitian ini dijelaskan pada
Gambar 3.2.
Gambar 3.2 menunjukkan indikator-indikator dari faktor kondisi internal
LPD, kondisi calon debitur LPD, kondisi eksternal LPD, dan pemberian kredit.
Pemberian kredit dipengaruhi oleh faktor kondisi internal LPD, kondisi calon
65
debitur LPD, dan kondisi eksternal LPD. Selanjutya pemberian kredit
mempengaruhi NPL.
Gambar 3.2
Kerangka Konsep Penelitian Analisis Pengaruh Faktor Internal dan
Eksternal terhadap Jumlah Kredit dan Dampaknya Terhadap Non
Performing Loan (NPL) Pada Lembaga Perkreditan Desa (LPD) – Desa Adat
di Kabupaten Gianyar
Faktor Internal
Kondisi Internal LPD
(X1)
Permodalan
(x1.1)
Rentabilitas
(x1.3)
Aktiva Produktif
(x1.2)
Likuiditas
(x1.4)
Faktor Eksternal 1
Kondisi Calon
Debitur LPD
(X2)
Character
(x2.1)
Capacity
(x2.3)
Capital
(x2.2)
Condition
(x2.4)
Faktor Eksternal 2
Kondisi Eksternal LPD
(X3)
Perkembangan
Perekonomian
(x3.1)
Faktor
Persaingan
Usaha
(x32)
Pemberian
Kredit
(X4)
Kepercayaan
(x4.1)
Jangka Waktu
(x4.2)
Degree of risk
(x4.3)
Kontra Prestasi
(x4.4)
Non
Performing
Loan/NPL
(Y)
66
3.3 Hipotesis
Chandra Dewi (2009) menunjukkan faktor-faktor yang mempengaruhi
strategi pemberian kredit dan dampaknya terhadap NPL pada BPR di Provinsi
Jawa Tengah, hasil penelitian menunjukkan bahwa strategi pemberian kredit
sangat berpengaruh signifikan terhadap NPL. Semakin baik strategi yang
digunakan, maka semakin rendah rasio NPL. Dalam penelitian ini akan dianalisis
hubungan antara kondisi internal LPD, kondisi calon debitur LPD, kondisi
eksternal LPD dengan pemberian kredit serta dampaknya terhadap NPL LPD.
Rumusan hipotesis dalam penelitian ini adalah :
1) Faktor kondisi internal LPD berpengaruh positif dan signifikan terhadap
pemberian kredit pada LPD di Kabupaten Gianyar.
2) Faktor kondisi calon debitur LPD berpengaruh positif dan signifikan terhadap
pemberian kredit pada LPD di Kabupaten Gianyar.
3) Faktor kondisi eksternal LPD berpengaruh positif dan signifikan terhadap
pemberian kredit pada LPD di Kabupaten Gianyar.
4) Pemberian kredit berpengaruh positif dan signifikan terhadap NPL pada LPD
di Kabupaten Gianyar.
67
BAB IV
METODE PENELITIAN
4.1 Rancangan Penelitian
Adapun rancangan penelitian yang akan dilaksanakan dapat dilihat dalam
Gambar 4.1.
Gambar 4.1
Rancangan Penelitian Analisis Pengaruh Faktor Internal dan Eksternal terhadap
Jumlah Kredit dan Dampaknya Terhadap Non Performing Loan (NPL) Pada
Lembaga Perkreditan Desa (LPD) – Desa Adat di Kabupaten Gianyar
Simpulan
Metode Analisis Data
Dengan menggunakan analisis SEM (dengan AMOS). Uji data meliputi uji normalitas; uji
outliers; dan kovarians. Uji model meliputi : Goodness of fit test dan uji pengaruh.
Metode Pengumpulan Data
1) Metode Dokumentasi
2) Wawancara terstruktur (kuesioner)
Sumber Data Data Primer : Melalui Wawancara dan
Kuesioner
Data Sekunder : Laporan LPD
Prosedur Pengumpulan Data
Variabel Penelitian 1. VariabeI kondisi internal LPD, dengan indikator: Capital, Assets, Earnings, Liquidity
2. Variabel kondisi eksternal debitur LPD, dengan indikator: Character, Capital, Capacity,
Condition
3. Variabel kondisi eksternal LPD, dengan indikator: perkembangan perekonomian; dan faktor
persaingan usaha.
4. Variabel pemberian kredit, dengan indikator: kepercayaan, jangka waktu, degree of risk,
kontra prestasi.
5. Non Performing Loan
Hipotesis
1. Kondisi faktor internal LPD berpengaruh positif dan signifikan terhadap pemberian kredit.
2. Kondisi faktor eksternal debitur LPD berpengaruh positif dan signifikan terhadap pemberian kredit.
3. Kondisi faktor eksternal LPD berpengaruh positif dan signifikan terhadap penilaian pemberian kredit.
4. Pemberian kredit berpengaruh positif dan signifikan terhadap NPL pada LPD di Kabupaten Gianyar.
Peraturan Daerah No 3 tahun 2007 tentang Lembaga Perkreditan Rakyat
(LPD)
68
Variabel pengumpulan data dilakukan dengan menentukan sumber data
serta metode pengumpulan data. Selanjutnya data yang dikumpulkan dianalisis
untuk menguji hipotesis yang telah ditentukan sehingga diperoleh simpulan dalam
penelitian ini.
4.2 Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Gianyar dengan alasan bahwa
Kabupaten Gianyar memiliki 18,1 persen dari jumlah LPD di seluruh Bali. Rata-
rata nilai NPL LPD Kabupaten Gianyar per 31 Desember 2013 juga di atas 5
persen, yaitu 10,3 persen. Selain itu di Kabupaten Gianyar terdapat LPD dengan
kondisi yang heterogen, dimana terdapat LPD yang sangat baik dengan aset
mencapai Rp 93,75 Milyar hingga LPD yang hanya memiliki aset senilai Rp
15.500.000,00. Dengan beragamnya kondisi LPD diharapkan penelitian dapat
mewakili LPD dalam berbagai kondisi.
4.3 Penentuan Sumber Data
4.3.1 Jenis dan Sumber Data
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data primer dan data
sekunder. Data primer adalah data yang berasal langsung dari data yang
dikumpulkan secara khusus dan berhubungan langsung dengan permasalahan
yang diteliti (Indriantoro dan Supomo, 2002). Data primer diperoleh melalui
kuesioner yang disebarkan dimana kuesioner tersebut berisi pertanyan-pertanyan
yang berkaitan dengan variabel-variabel penelitian yaitu kondisi internal LPD,
kondisi calon debitur LPD, kondisi eksternal LPD, pemberian kredit, serta NPL.
69
Data sekunder adalah data yang ada kaitannya dengan masalah yang
diteliti, dimana data ini akan mendukung sumber-sumber yang mendukung
penelitian (Indriantoro dan Supomo, 2002). Data sekunder diperoleh dari data
internal LPD yang terdapat dalam dokumen laporan LPD. (PLPDK Gianyar Kota
dan PLPDK Kecamatan Payangan), publikasi terbatas yang terkait, hasil temuan
lapangan serta data dokumen-dokumen yang diperlukan untuk penyusunan
penelitian dan mendukung terhadap permasalahan yang diteliti, seperti laporan
neraca LPD, laporan laba rugi LPD, laporan kesehatan LPD dan laporan
klasifikasi pinjaman LPD.
4.3.2 Populasi dan Sampel
Indriantoro dan Supomo (2002) mengatakan bahwa populasi adalah
kumpulan individu atau proyek penelitian yang memiliki kualitas-kualitas serta
ciri-ciri yang telah ditetapkan. Berdasarkan kualitas dan ciri tersebut, populasi
dapat dipahami sebagai kelompok individu atau obyek pengamatan yang minimal
memiliki satu persamaan karakteristik. Populasi yang akan diteliti dalam
penelitian ini adalah seluruh LPD di Kabupaten Gianyar pada tahun 2013, yaitu
sebanyak 269 unit, namun 5 (lima) LPD tidak beroperasi lagi, sehingga populasi
penelitian ini sebanyak 264 unit LPD. Sampel diambil sebanyak 118 unit LPD.
Berdasarkan penilaian atas kinerja LPD di Gianyar, dari 264 LPD di Gianyar telah
dikelompokkan berdasarkan 4 (empat) kategori yang terdiri dari 193 LPD
berkategori sehat, 27 LPD berkategori cukup sehat, 24 LPD berkategori kurang
sehat dan 20 LPD berkategori tidak sehat. Data selengkapnya disajikan dalam
Tabel 4.1.
70
Tabel 4.1
Jumlah Populasi Penelitian Berdasarkan Wilayah Kecamatan dan Kategori
(Keadaan Per Desember 2013)
No. Kecamatan Jumlah
LPD
Populasi
LPD Berdasarkan Kategori
Sehat
Cukup
Sehat
Kurang
Sehat
Tidak
Sehat
1. Gianyar 38 33 3 - 2
2. Blahbatuh 34 30 3 - 1
3. Sukawati 32 27 2 1 2
4. Payangan 48 24 10 10 4
5. Tampaksiring 36 24 6 6 -
6. Tegallalang 44 29 1 7 7
7. Ubud 32 26 2 - 4
Jumlah 264 193 27 24 20
Sumber : Bagian Ekonomi Setda Kabupaten Gianyar, 2014
Sampel adalah sebagian dari populasi yang memiliki karakteristik yang
relatif sama dan dianggap bisa mewakili populasi (Sutrisno, 1993). Penelitian
survey adalah penelitian yang mengambil sampel dari satu populasi dan
menggunakan daftar pertanyaan sebagai alat mengumpulkan data (Singarimbun,
1989).
Unit analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah seluruh Kepala
LPD dan Ketua Pengawas LPD di Kabupaten Gianyar. Sesuai dengan alat analisis
yang digunakan yaitu SEM, maka penentuan jumlah sampel yang representatif
menurut Hair dalam Ferdinand (2002) adalah tergantung pada jumlah indikator
dikalikan dengan 5-10. Sedangkan untuk teknik Maximum Likelihood (ML)
Estimation, jumlah sampel yang representatif berkisar antara 100-200 sampel.
Jumlah sampel yang terlalu besar justru akan menyulitkan untuk mendapat model
yang cocok. Jumlah indikator dalam penelitian ini adalah 15, sehingga sampel
yang representatif sejumlah 80-160.
71
Dalam hal ini sampel yang diambil secara purposive sebagai responden penelitian
merupakan pengurus dan pengawas LPD di Kabupaten Giayar. Jadi, jumlah
sampel dalam penelitian ini adalah 118 LPD di Kabupaten Gianyar. Pada masing-
masing LPD yang akan diteliti adalah dua orang yaitu, satu orang pengurus selaku
kepala LPD, dan satu orang krama desa selaku ketua pengawas LPD. Jumlah LPD
yang akan diteliti di setiap kota/kabupaten ditentukan dengan kuota tertentu, atau
dipilih dengan purposive sampling dengan mempertimbangkan jumlah LPD yang
tergolong berhasil dan kurang/tidak berhasil di masing-masing kabupaten/kota.
Dengan demikian jumlah seluruh responden dalam penelitian ini berjumlah 236
responden, yang masing-masing dua orang responden yaitu pengurus selaku
kepala LPD dan krame desa selaku ketua pengawas LPD. Metode pengambilan
sampel baik untuk responden pengurus selaku kepala LPD, dan ketua pengawas
LPD akan dipilih dengan menggunakan non probability sampling yaitu
accidental sampling. Dengan demikian dalam penelitian ini teknik sampling yang
digunakan adalah kombinasi antara purposive sampling dan accidental sampling
baik untuk dua jenis responden tersebut maupun informan yang dibutuhkan guna
melengkapi informasi yang diperlukan.
Strata yang dimaksud dalam penelitian ini adalah kondisi kesehatan LPD
(sehat, cukup sehat, kurang sehat, dan tidak sehat). Sampel diambil secara
proporsional pada setiap strata, sehingga sebaran sampel dalam penelitian ini
dapat dilihat pada Tabel 4.2.
72
Tabel 4.2
Jumlah Sampel Penelitian Berdasarkan Kategori (Strata)
No. Kecamatan Jumlah
LPD
Sampel
LPD Berdasarkan Kategori
Sehat
Cukup
Sehat
Kurang
Sehat
Tidak
Sehat
1. Blahbatuh 34 30 3 - 1
2. Payangan 48 24 10 10 4
3. Tampaksiring 36 24 6 6 -
Jumlah 118 78 19 16 5
Sumber : Data Tabel 4.1 yang diolah, 2014
4.4 Variabel Penelitian
Variabel penelitian adalah suatu atribut atau sifat atau nilai dari orang,
obyek atau kegiatan yang mempunyai variasi tertentu yang ditetapkan oleh
peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2010).
Penelitian ini menggunakan model persamaan struktural atau SEM. SEM
merupakan teknik-tehnik statistika yang memungkinkan pengujian suatu
rangkaian hubungan yang relatif kompleks secara simultan dan berjenjang.
Hubungan yang kompleks dapat dibangun antara satu atau beberapa variabel
dependen dengan satu atau beberapa variabel independen. Mungkin juga terdapat
suatu variabel yang berperan ganda yaitu sebagai variabel independen pada suatu
hubungan, namun menjadi variabel dependen pada hubungan lain mengingat
adanya hubungan kausalitas yang berjenjang.
Di dalam SEM ada dua jenis variabel yaitu variabel laten (latent/construct
variable) dan variabel indikator (indicator variable). Variabel laten adalah
variabel yang tidak bisa diukur secara langsung (unobservable), sedangkan
variabel indikator bisa diukur secara langsung (observable). Variabel indikator ini
73
merupakan pembentuk variabel laten. Variabel laten dan variabel indikator dalam
penelitian ini sesuai pada Tabel 4.3.
Tabel 4.3
Variabel Penelitian
No. Variabel Laten Konsep Variabel Indikator Notasi
1. Kondisi Internal
LPD
(X1)
Kondisi internal LPD
ditunjukkan oleh kondisi
kesehatan LPD. Menurut SK
Direksi BPD Bali, tingkat
kesehatan LPD diukur
dengan unsur CAEL
Permodalan (capital) X1.1
Kualitas aktiva produktif
(assets) X1.2
Rentabilitas (earning) X1.3
Likuiditas (liquidity) X1.4
2. Kondisi Calon
Debitur LPD
(X2)
Sebelum memberikan kredit,
LPD melakukan penilaian
terhadap calon debitur
melalui analisis 5C
Character X2.1
Capital X2.2
Capacity X2.3
Condition X2.4
3. Kondisi
Eksternal LPD
(X3)
Menurut Djiwandono (1994),
faktor ekstenal yang
mempengaruhi pemberian
kredit adalah lingkungan
perekonomian serta
persaingan usaha
Perkembangan
perekonomian X3.1
Faktor persaingan usaha X3.2
4. Pemberian Kredit
(X4)
Menurut Suyatno (1997),
dalam pemberian kredit ada
empat unsur kredit, yaitu
kepercayaan, waktu, degree
of risk dan prestasi
Kepercayaan X4.1
Jangka Waktu X4.2
Degree of Risk X4.3
Kontra Prestasi X4.4
5. NPL
(Y)
NPL merupakan persentase
kredit bermasalah terhadap
total kredit yang disalurkan
Non Performing
Loan/NPL Y
Sumber : Djiwandono (1994), Suyatno (1997)
Variabel laten dapat dibedakan atas variabel laten dependen dan variabel
laten independen. Variabel laten dependen adalah variabel laten yang dipengaruhi
oleh variabel laten lainnya, sedangkan variabel laten independen adalah variabel
laten yang mempengaruhi variabel laten lainnya. Variabel laten independen dalam
penelitian ini adalah variabel kondisi internal LPD, kondisi calon debitur LPD dan
kondisi eksternal LPD. Sedangkan variabel laten dependen dalam penelitian ini
74
adalah pemberian kredit. Variabel NPL merupakan variabel terukur dengan
membandingkan nilai total kredit tidak lancar dengan nilai total kredit yang
disalurkan pada periode tertentu.
Definisi masing-masing variabel indikator secara lebih jelasnya adalah
sebagai berikut.
1. Permodalan (X1.1)
Aspek permodalan adalah menilai permodalan yang dimiliki LPD didasarkan
kepada kewajiban penyediaan modal minimum LPD.
2. Aktiva Produktif (X1.2)
Aktiva produktif atau productive assets atau sering disebut dengan earning
asset adalah semua aktiva yang dimiliki oleh LPD dengan maksud untuk dapat
memperoleh penghasilan sesuai dengan fungsinya.
3. Rentabilitas (X1.3)
Keuntungan atau kemampulabaan sangat berguna bagi kemampuan LPD
untuk memberikan balas jasa terhadap masyarakat yang telah bersedia
menyetorkan modal digunakan untuk mengembangkan usaha dan
menyalurkan dana sosial kepada lingkungannya.
4. Likuiditas (X1.4)
Likuiditas menunjukkan perbandingan antara kekayaan lancar dan utang
lancar. Bagi LPD, likuiditas yang penting adalah adanya rasio yang wajar
antara pinjaman yang diberikan dengan dana yang diterima (Loan to Deposit
Ratio/LDR).
75
5. Character (X2.1)
Character merupakan sifat atau watak calon debitur (nasabah) yang dilihat
dari latar belakang pekerjaan ataupun yang bersifat pribadi seperti gaya hidup,
keadaan keluarga, hobby dan jiwa sosial nasabah. Berdasarkan sifat dan watak
tersebut diambil suatu kesimpulan tentang kemampuan nasabah untuk
membayar kredit.
6. Capital (X2.2)
Untuk mengetahui apakah penggunaan modal usaha oleh nasabah sudah
efektif atau tidak, hal ini dilihat dari laporan keuangan nasabah, serta melihat
sumber-sumber modal nasabah berapa persen modal sendiri dan modal
pinjaman.
7. Capacity (X2.3)
Capacity merupakan analisis untuk mengetahui kemampuan nasabah untuk
membayar kredit. Kemampuan ini dilihat dari kemauan nasabah dalam
mengelola bisnis yang didasarkan pada latar belakang pendidikan dan
pengalaman dalam mengelola usahanya.
8. Condition (X2.4)
Suatu penilaian untuk memprediksi kondisi ekonomi, sosial, politik untuk
masa yang akan datang, juga menilai prospek di bidang usaha yang akan
dibiayai apakah benar-benar baik sehingga kemungkinan kredit untuk macet
relatif kecil.
9. Perkembangan perekonomian (X3.1)
76
Perkembangan perekonomian seperti pertumbuhan ekonomi suatu kabupaten,
akan mempengaruhi iklim usaha sehingga berpengaruh juga terhadap
pengajuan kredit.
10. Faktor persaingan usaha (X3.2)
Persaingan usaha yang dimaksud adalah persaingan usaha antar lembaga
keuangan yang menyediakan kredit, seperti bank maupun koperasi.
11. Kepercayaan (X4.1)
Kepercayaan adalah suatu keyakinan dari si pemberi kredit bahwa prestasi
yang diberikannya baik dalam jangka waktu tertentu di masa yang akan
datang.
12. Jangka waktu (X4.2)
Jangka waktu kredit adalah suatu masa yang memisahkan antara pemberian
prestasi dengan kontraprestasi yang akan diterima pada masa yang akan
datang.
13. Degree of risk (X4.3)
Unsur degree of risk merupakan suatu tingkat risiko yang akan dihadapi
sebagai akibat dari adanya jangka waktu yang memisahkan antara pemberian
prestasi dengan kontraprestasi yang akan diterima di kemudian hari. Semakin
lama kredit diberikan semakin tinggi pula tingkat risikonya.
14. Kontra prestasi (X4.4)
Kontra prestasi kredit pada umumnya disebut bunga kredit, tidak saja
diberikan dalam bentuk uang, tetapi juga dalam bentuk barang atau jasa.
Namun karena kehidupan modern sekarang ini didasarkan kepada uang, maka
77
transaksi-transaksi kredit yang menyangkut uanglah yang sering dijumpai
dalam praktek perkreditan.
15. Non Performing Loan /NPL (Y)
Menurut SK Dir. BI Nomor 31/147/KEP/DIR Tahun 1998, NPL merupakan
persentase kredit bermasalah dengan kriteria kurang lancar, diragukan dan
macet terhadap total kredit yang disalurkan.
4.5 Instrumen Penelitian
Sugiyono (2010) memaparkan bahwa instrumen penelitian digunakan
untuk mengukur nilai variabel yang diteliti. Dalam penelitian ini instrumen yang
digunakan berupa daftar pertanyaan. Instrumen penelitian yang digunakan ada 2
jenis yaitu untuk responden kepala LPD, dan ketua pengawas LPD. Kedua jenis
instrumen tersebut berbeda satu dengan yang lainnya sesuai dengan tujuan
penelitian yang telah dirumuskan. Alat atau instrumen penelitian yang digunakan
untuk mengumpulkan data yang berupa kuesioner atau daftar pertanyaan,
informasi atau jawabannya dicarikan dari responden. Pengujian validitas dan
reliabilitas dari instrumen tersebut terlebih dahulu dilakukan sebelum kuesioner
digunakan untuk mengumpulkan data. Jika instrumen sudah valid dan reliabel,
maka barulah akan digunakan untuk pengumpulan data. Uji validitas yang akan
digunakan adalah validitas isi, dan validitas konstruk, sedangkan uji reliabilitas
akan menggunakan internal consistency dengan menggunakan alpha cronbach.
4.5.1 Uji Validitas
Uji validitas daftar pertanyaan dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui
kehandalan angket. Kehandalan angket mempunyai arti bahwa angket mampu
78
mengukur apa yang seharusnya diukur. Terdapat tiga jenis validitas yang dapat
diterima secara umum yaitu validitas isi, validitas konstruk dan validitas yang
berkaitan dengan kriteria. Dalam penelitian ini uji validitas yang digunakan
adalah uji validitas konstruk yang mengkorelasikan skor masing-masing item
pertanyaandengan skor totalnya.
Pengukuran validitas dalam penelitian ini menunjukkan jumlah varians
dari indikator yang diekstraksi oleh konstruk/variable laten yang dikembangkan.
NilaiVariance Extract yang dapat diterima adalah minimal 0,50. Ada
kemungkinan pernyataan angket kurang baik susunan kata-kata ataukalimatnya,
sehingga menimbulkan penafsiran yang berbeda. Untuk item-itematau pernyataan
yang tidak valid maka akan dikeluarkan dan tidak dianalisis,sedangkan pernyataan
yang valid diteruskan ke tahap pengujian kehandalan (uji reliabilitas).
4.5.2 Uji Reliabilitas
Uji reliabilitas merupakan uji kehandalan yang bertujuan untuk
mengetahuiseberapa jauh suatu alat ukur dapat diandalkan atau dipercaya.
Kehandalanberkaitan dengan estimasi sejauh mana suatu alat ukur dilihat dari
stabilitas ataukonsistensi internal dari informasi, jawaban atau pernyataan, jika
pengukurandilakukan atau pengamatan dilakukan berulang. Apabila suatu alat
ukurdigunakan berulang dan hasil yang diperoleh relatif konsisten maka alat ukur
tersebut dianggap handal (reliabel). Uji reliabilitas menunjukkan sejauh mana
suatu alat ukur dapat memberikan hasil yang relatif sama apabila dilakukan
pengukuran kembali pada obyek yang sama. Nilai reliabilitas minimum dan
79
dimensi/indikator pembentuk variable laten yang dapat diterima adalah sebesar
0,70.
4.6 Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data yang digunakan untuk menunjukan aktivitas
ilmiah yang sistematis adalah dengan :
1) Metode Angket
Metode ini dilakukan dengan jalan memberikan pertanyaan (kuesioner)
kepada para responden. Setelah diberi kesempatan dalam jangka waktu
tertentu untuk mengisi daftar pertanyaan tersebut, kemudian ditarikkembali
oleh peneliti untuk dijadikan data primer bagi peneliti. SedangkanSutrisno
(1993) menganggap bahwa asumsi yang digunakan dalammenggunakan
metode ini adalah bahwa subyek penelitian merupakan orang yang paling tahu
tentang dirinya dan pernyataan subyek yang diberikan adalah benar dan dapat
dipercaya. Pengumpulan data penelitianini menggunakan 2 (dua) macam
angket :
a. Pertanyaan Terbuka, berisi beberapa pertanyaan tentang data pribadi
responden seperti nama, alamat, pekerjaan dan lain-lain. Angket ini
digunakan untuk memilih responden yang memenuhi kriteria sebagai
responden penelitian ini.
b. Pertanyaan Tertutup, angket ini digunakan untuk mendapatkan data
tentang dimensi-dimensi variabel yang mempengaruhi strategi pemberian
kredit, sistem pemberian kredit dan NPL. Dalam pengukurannya, setiap
responden diminta pendapatnya mengenai suatu pernyataan, dengan skala
80
penilaian dari 1 sampai dengan 4. Tanggapan positif (maksimal) diberi
nilai paling besar (4) dan tanggapan negatif (minimal) diberi nilai paling
kecil (1).
2) Observasi
Pengamatan pada obyek-obyek penelitian secara langsung
sehinggamendapatkan masukan untuk menyempurnakan penelitian.
3) Wawancara mendalam
Wawancara mendalam merupakan proses mencari informasi secara
mendalam, terbuka, bebas dengan masalah yang difokuskan dalam penelitian.
Wawancara dilakukan dengan mengajukan beberapa pertanyaan yang
sebelumnya telah disusun untuk ditanyakan kepada informan sebagai acuan
dan sifatnya tidak mengikat sehingga banyak pertanyaan baru yang muncul
pada saat wawancara. Informan yang dimaksudkan antara lain tokoh-tokoh
masyarakat, masyarakat, yang memiliki kemampuan untuk menjelaskan
tentang pokok permasalahan yang dicari.
4.7 Analisis Data
4.7.1 Analisis Faktor
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kuantitatif.
Variabel-variabel laten (konstruk) yang ada diwujudkan dalam variabel manifest
(indikator) dan dijabarkan lagi menjadi item-item pertanyaan. Jawaban pertanyaan
responden ini diukur dengan suatu skala sehingga hasilnya berbentuk angka
(skor). Selanjutnya skor ini diolah dengan metode statistik. Dari berbagai macam
81
alat analisis peneliti menentukan beberapa alat yang sesuai dengan kebutuhan
guna pembuktian hipotesa penelitian.
Alat-alat analisis yang akan dipakai dalam penelitian ini ada dua jenis
yaitu untuk menguji data dan yang kedua untuk menguji model.
1) Uji Data
a. Uji Normalitas Univariat/Multivariat
b. Uji Outliers Univariat/Multivariat
c. Pola Korelasi/Kovarians
2) Uji Model
a. Goodness of Fit Test
b. Uji pengaruh (Regression Weight)
Untuk melakukan menganalisis data pada penelitian ini menggunakan
teknik analisis Model Persamaan Struktural atau Structural Equation Model
(SEM) dari paket software statistik Analysis of Moment Structure (AMOS), yaitu
dalam pembentukan model danpengujian hipotesis. SEM merupakan kombinasi
dari analisis faktor dan analisis regresi. Teknik SEM memungkinkan seorang
peneliti menguji beberapa variabel dependen sekaligus, dengan beberapa variabel
independen. SEM merupakan sekumpulan teknik statistik yang dapat digunakan
untuk menganalisis permasalahan penelitian yang memiliki rangkaian hubungan
yang relatif “rumit” dengan pengujian statistik secara simultan (Ferdinand, 2002).
Penggunaan program AMOS dikarenakan sesuai untuk menganalisis
masalah yang sifatnya struktural, dan digunakan untuk menganalisis dan menguji
model hipotesis, sebab program AMOS dapat digunakan :
82
1) Mengestimasi koefisien yang tidak diketahui dari persamaan linier struktural;
mengakomodasi model yang meliputi latent variable; mengakomodasi
pengukuran error baik dependen maupun independen; mengakomodasi
permasalahan sebab akibat, simultan dan saling ketergantungan.
2) Kelebihan SEM adalah dapat menganalisa multivariat secara bersamaan.
Gambar 4.2
Diagram Alur
X1.1
e1
Faktor Internal
Kondisi Internal LPD
(X1)
X1.2 X1.3 X1.4
e2 e3 e4
44
44
4
X2.1
e5
e21
1
Faktor Eksternal 1
Kondisi Calon
Debitur LPD
(X2)
X2.2 X2.3 X2.4
e6
e7
e8
44
44
4
X3.1
e9
9
Faktor Eksternal 2
Kondisi Eksternal LPD
(X3)
X3.2
e10
Pemberian
Kredit (X4)
e15
X4.1 X4.4
X4.3 X4.2
e12
e13
e14
e11
NPL (Y)
83
Sedangkan tujuan penggunaan teknik multivariat adalah untuk memperluas
kemampuan menjelaskan peneliti dan mencapai efisiensi statistik. Alasan
menariknya teknik analisis dengan SEM adalah :
a. Menyediakan metode yang mampu menjelaskan banyak hubungan (multi
relationships) secara simultan, cepat dan efisien secara statistik.
b. Kemampuannya menaksir hubungan (relationship) secara komprehensif
telah membuat sebuah peralihan dari exploratory ke explanatory (Hair
et.al., 1995).
84
BAB V
HASIL PENELITIAN
5.1 Deskripsi Umum LPD di Kabupaten Gianyar
Salah satu faktor penting dalam pertumbuhan ekonomi suatu daerah
adalah tersedianya dana yang cukup dengan penyaluran yang baik oleh lembaga
keuangan, baik perbankan maupun lembaga non perbankan. Salah satu lembaga
keuangan yang berkembang cukup pesat di Bali umumnya, dan Gianyar
khususnya adalah LPD. Pada tahun 2011 terdapat 269 unit LPD di Kabupaten
Gianyar, namun 5 (lima) LPD tidak beroperasi lagi, sehingga jumlah LPD di
Kabupaten Gianyar pada tahun 2011 adalah 264 unit LPD yang tersebar pada 270
Desa Adat.
Kabupaten Gianyar terbagi atas dua wilayah PLPDK (Pembina Lembaga
Perkreditan Desa Kabupaten), yaitu PLPDK Wilayah Gianyar Kota dan PLPDK
wilayah Tegallalang. PLPDK Wilayah Gianyar meliputi LPD di Kecamatan
Gianyar, Kecamatan Blahbatuh dan Kecamatan Sukawati.PLPDK Wilayah
Tegallalang meliputi Kecamatan Ubud, Kecamatan Tegallalang, Kecamatan Ubud
dan Kecamatan Payangan.
Pada tahun 2013 nilai aset LPD di Kabupaten Gianyar telah menembus
angka Rp. 1 Trilyun. Dibandingkan dengan tahun 2012, jumlah aset LPD
mengalami peningkatan senilai Rp.282,435 Milyar. Untuk lebih jelasnya dapat
dilihat pada Tabel 5.1.
85
Tabel 5.1
Aset LPD Kabupaten Gianyar Tahun 2012 dan 2013
(Dalam Ribuan Rupiah)
Tahun 2012 Tahun 2013
PLPDK Wilayah
Gianyar Kota 363.994.404 480.680.805
PLPDK Wilayah
Tegallalang 576.815.947 742.564.601
Jumlah 940.810.351 1.223.245.406
Selain memberikan kredit, LPD juga menyimpan dana nasabah dalam
bentuk tabungan dan deposito. Jumlah dana yang berhasil dihimpun pada tahun
2012 telah melebihi angka Rp. 1 Trilyun, yang berasal dari 278.413 nasabah.
Mengalami peningkatan senilai Rp.251,881 Milyar, seperti dijelaskan pada Tabel
5.2.
Tabel 5.2
Jumlah Dana Yang Dihimpun LPD
di Kabupaten Gianyar Tahun 2012 dan 2013
(Dalam Ribuan Rupiah)
Tahun 2012 Tahun 2013
Jumlah Dana Nasabah Jumlah Dana Nasabah
PLPDK Wilayah
Gianyar Kota 274.765.449 111.367 374.856.731 120.897
PLPDK Wilayah
Tegallalang 490.972.666 157.516 642.762.636 164.348
Jumlah 765.738.115 268.883 1.017619.367 278.413
Fungsi utama LPD adalah menyediakan kredit bagi masyarakat di tingkat
desa adat. Dana yang telah disalurkan LPD di Kabupaten Gianyar pada Tahun
2013 senilai Rp.848,21 Milyar, yang disalurkan kepada 86.411 nasabah, seperti
dijelaskan pada Tabel 5.3.
Sumber :Bagian Ekonomi Setda Kab.Gianyar, 2014
Sumber :Bagian Ekonomi Setda Kab.Gianyar, 2014
86
Sumber :Bagian Ekonomi Setda Kab.Gianyar, 2014
Tabel 5.3
Jumlah Dana Yang Disalurkan LPD
di Kabupaten Gianyar Tahun 2012 dan 2013
(Dalam Ribuan Rupiah)
Tahun 2012 Tahun 2013
Jumlah Dana Nasabah Jumlah Dana Nasabah
PLPDK Wilayah
Gianyar Kota 268.518.266 37.315 324.865.072 37.482
PLPDK Wilayah
Tegallalang 426.627.518 50.889 523.345.389 48.929
Jumlah 695.145.784 88.204 848.210.461 86.411
Kredit yang disalurkan LPD tidak seluruhnya merupakan kredit lancar, ada
juga kredit yang tergolong macet (kurang lancar, cukup lancar dan tidak lancar).
Untuk menilai kredit macet dilihat dari rasio NPL. Batas umum rasio NPL yang
wajar adalah 5 persen, namun LPD di Kabupaten Gianyar memiliki rasio NPL
9,01 persen, dan tidak mengalami peningkatan yang terlalu signifikan
dibandingkan tahun 2012, yaitu meningkat 0,07 persen. Untuk lebih jelasnya
ditampilkan pada Tabel 5.4.
Tabel 5.4
NPL LPD di Kabupaten Gianyar Tahun 2012 dan 2013
Tahun 2012 Tahun 2013
PLPDK Wilayah
Gianyar Kota 8,78 % 9,88 %
PLPDK Wilayah
Tegallalang 9,10 % 11,88 %
Rata-rata 8,96 % 11,02 %
Sebagai suatu lembaga keuangan yang juga bertujuan memperoleh laba,
LPD di Kabupaten Gianyar pada tahun 2013 mendapatkan laba senilai Rp.47,292
Sumber :Bagian Ekonomi Setda Kab.Gianyar, 2014
87
Sumber :Bagian Ekonomi Setda Kab.Gianyar, 2014
Milyar. Bila dibandingkan dengan laba tahun 2012 mengalami peningkatan senilai
Rp.7,642 Milyar. Hal ini dijelaskan pada Tabel 5.5.
Tabel 5.5
Laba LPD di Kabupaten Gianyar Tahun 2012 dan 2013
(Dalam Ribuan Rupiah)
Tahun 2012 Tahun 2013
PLPDK Wilayah
Gianyar Kota 20.129.105 24.174.753
PLPDK Wilayah
Tegallalang 19.520.720 23.117.277
Jumlah 39.649.825 47.292.030
Keberadaan LPD sebagai lembaga keuangan mikro tingkat desa adat (desa
pakraman) amat membantu penyediaan dana bagi masyarakat lokal dalam
mengembangkan potensi yang dimiliki, sehingga pemerintah daerah setiap
tahunnya selalu berupaya meningkatkan kinerja lembaga ini baik melalui
pembinaan, pendidikan dan pelatihan maupun melakukan upaya perbaikan kinerja
sehingga keberadaan LPD tetap berkembang dan mendapat kepercayaan dari
masyarakat.
5.2 Proses Analisis Data
5.2.1 Analisis Deskriptif
Analisis deskriptif untuk variabel kondisi internal LPD dapat diamati
langsung sesuai dengan perhitungan analisis kesehatan LPD, dan dapat
digolongkan atas kategori :
1. Bila point yang dicapai antara 81-100, LPD memiliki predikat sehat.
2. Bila point yang dicapai antara 66-80, LPD memiliki predikat cukup sehat.
88
3. Bila point yang dicapai antara 51-65, LPD memiliki predikat kurang sehat.
4. Bila point yang dicapai antara 0-50, LPD memiliki predikat tidak sehat.
Dengan menggunakan pedoman tersebut, maka data variabel kondisi
internal LPD dapat disajikan pada Tabel 5.6 berikut.
Berdasarkan Tabel 5.6, maka rata-rata nilai kondisi internal LPD di
Kabupaten Gianyar adalah 81,74 dalam kategori Sehat.
Tabel 5.6
Nilai Variabel Kondisi Internal LPD
Indikator Frekuensi LPD Pada Rentang Nilai Tertentu Rata-rata
Nilai
Permodalan
(X1.1)
Rentang Nilai Permodalan
23,27 0-10,00 10,01-20,00 20,01-30,00 -
2 59 98
Kualitas
Aktiva
Produktif
(X1.2)
Rentang Nilai Kualitas Aktiva Produktif
32,29 0-10,00 10,01-20,00 20,01-30,00 30,01-40,00
0 22 41 96
Rentabilitas
(X1.3)
Rentang Nilai Rentabilitas
17,41 0-5,00 5,01-10,00 10,01-15,00 15,01-20,00
0 2 40 117
Likuiditas
(X1.4)
Rentang Nilai Likuiditas
8,77 0-2,50 2,51-5,00 5,01-7,50 7,51-10,00
0 0 32 127
Jumlah Rata-rata Nilai 81,74
Untuk melakukan analisis deskriptif pada variabel kondisi calon debitur
LPD, kondisi eksternal LPD dan pemberian kredit, digunakan nilai indeks. Nilai
indeks ini berguna untuk memperoleh gambaran mengenai persepsi responden
atas item-item pertanyaan yang diajukan. Untuk dapat menghitung nilai indeks,
digunakan rumus sebagai berikut :
Sumber :Data primer yang diolah, 2014
89
Nilai Indeks = 4
))44(%)33(%)22(%)11((% xFxFxFxF …………….(15)
Dimana :
F1 adalah frekuensi responden yang menjawab pilihan jawaban (1) Sangat Tidak
Setuju
F2 adalah frekuensi responden yang menjawab pilihan jawaban (2) Tidak Setuju
F3 adalah frekuensi responden yang menjawab pilihan jawaban (3) Setuju
F4 adalah frekuensi responden yang menjawab pilihan jawaban (4) Sangat Setuju
Dengan menggunakan three box method maka sebagai dasar interpretasi
nilai indeks adalah sebagai berikut :
10,00 – 40,00 = rendah
40,01 – 70,00 = sedang
70,01 – 100,00 = tinggi
Dengan menggunakan pedoman tersebut, maka angka indeks untuk
variabel kondisi calon debitur LPD, kondisi eksternal LPD, dan pemberian kredit
dapat dihitung sebagai berikut :
Variabel Kondisi Calon Debitur LPD
Untuk mengukur variabel kondisi calon debitur digunakan empat indikator
yang dikembangkan dari penilaian terhadap kelayakan calon debitur LPD, yaitu
unsur character (X2.1), capital (X2.2), capacity (X2.3) dan condition (X2.4) .
Adapun hasil perhitungan nilai indeks untuk masing-masing indikator
dijelaskan dalam Tabel 5.7. Hasil perhitungan nilai indeks yang dilakukan
terhadap variabel kondisi calon debitur menunjukkan bahwa item-item kondisi
calon debitur dipersepsikan tinggi oleh responden dengan nilai indeks yang
90
dihasilkan 72,36. Dari keempat indikator yang digunakan, indikator mengenai
character calon debitur (X2.1) dipersepsikan paling tinggi dengan nilai indeks
73,58, sedangkan indikator tentang condition calon debitur (X2.4) dipersepsikan
paling rendah oleh responden dengan nilai indeks 71,38.
Tabel 5.7
Nilai Indeks Variabel Kondisi Calon Debitur LPD
Indikator
Frekuensi Jawaban Responden
Tentang Kondisi Calon Debitur
LPD Indeks
1 2 3 4
Character (X2.1) 24 39 58 48 73,58
Capital (X2.2) 10 44 58 47 72.33
Capacity (X2.3) 13 42 54 50 72,17
Condition (X2.4) 15 39 59 46 71,38
Rata-rata 13 41 57,25 47,75 72,36
Tabel 5.8
Analisis Jawaban Responden Atas Pertanyaan Terbuka
Tentang Kondisi Calon Debitur LPD
Variabel Nilai Indeks Temuan Jawaban
Kondisi Calon
Debitur LPD
72,36 (tinggi) 1. Tidak semua debitur mampu
membayar angsuran kreditnya
tepat waktu. Hal tersebut
terutama dipengaruhi oleh
kondisi spesifik dari keuangan
debitur.
2. Tidak semua kredit dimanfaatkan
oleh debitur sesuai dengan tujuan
awal pemberian kredit, beberapa
kasus dimana kredit merupakan
kredit topengan (kredit
digunakan oleh orang lain dengan
meminjam nama debitur).
3. Tidak semua debitur
bertanggungjawab dalam
menyelesaikan kreditnya, dalam
beberapa kasus ditemukan
beberapa debitur bertempat
tinggal jauh dari LPD, sehingga
penagihan sulit dilakukan.
Sumber : Data primer yang diolah, 2014
Sumber :Data primer yang diolah, 2014
91
Variabel Kondisi Eksternal LPD
Untuk mengukur variabel kondisi eksternal LPD digunakan tiga indikator
yang dikembangkan dari kebijakan LPD, yaitu perkembangan perekonomian
(X3.1), dan faktor persaingan usaha (X3.2). Adapun hasil perhitungan nilai indeks
untuk masing-masing indikator disajikan dalam Tabel 5.9.
Tabel 5.9
Nilai Indeks Variabel Kondisi Eksternal LPD
Indikator
Frekuensi Jawaban Responden
Tentang Kondisi Eksternal
LPD Indeks
1 2 3 4
Perkembangan
perekonomian (X3.1) 22 38 54 45 69,18
Faktor persaingan
usaha (X3.2) 18 42 56 43 69.49
Rata-rata 20 40 55 44 69,34
Hasil perhitungan nilai indeks yang dilakukan terhadap variabel
kondisi eksternal LPD menunjukkan bahwa item-item kondisi eksternal LPD
dipersepsikan sedang oleh responden dengan nilai indeks yang dihasilkan
69,34. Dari ketiga indikator yang digunakan, indikator tentang faktor
persaingan usaha (X3.2) dipersepsikan paling tinggi oleh responden dengan
nilai indeks 69,49 dan faktor perkembangan perekonomian (X3.1) dengan nilai
indeks 69,18. Selain melakukan analisis deskriptif secara kuantitatif, untuk
mengetahui tanggapan/persepsi responden secara terinci, dilakukan juga
analisis terhadap jawaban-jawaban responden atas pertanyaan terbuka.
Analisis ini dilakukan dengan cara mengelompokkan jawaban-jawaban
Sumber :Data primer yang diolah, 2014
92
responden yang sama ke dalam satu kategori. Adapun hasil analisisnya
dijelaskan pada Tabel 5.10.
Tabel 5.10
Analisis Jawaban Responden Atas Pertanyaan Terbuka
Tentang Kondisi Eksternal LPD
Variabel Nilai Indeks Temuan Jawaban
Kondisi
Eksternal
LPD
69,34 (sedang) 1. Dengan adanya krisis global saat
ini, kondisi ekonomi cenderung
mengalami kelesuan, banyak
usaha debitur yang mengalami
kemunduran, sehingga sumber
penghasilannya berkurang bahkan
tidak ada.
2. Jumlah pesaing dari LPD saat ini
terutama dengan semakin
banyaknya koperasi yang berdiri.
Dimana sebagian masyarakat
yang cenderung memilih
mengambil kredit di koperasi
menilai proses pengambilan kredit
di koperasi tidak berbelit-belit.
3. Dengan meningkatnya jumlah
pesaing, ada LPD yang mulai
memberikan kredit kepada
masyarakat yang bukan krama
desa bersangkutan, ada juga yang
dikenakan jaminan.
Variabel Pemberian Kredit
Untuk mengukur variabel strategi pemberian kredit digunakan empat
indikator, yaitu kepercayaan (X4.1), jangka waktu (X4.2), degree of risk (X4.3),
kontra prestasi (X4.4). Adapun hasil perhitungan nilai indeks untuk masing-masing
indikator disajikan dalam Tabel 5.11.
Sumber :Data primer yang diolah, 2014
93
Tabel 5.11
Nilai Indeks Variabel Pemberian Kredit
Indikator
Frekuensi Jawaban Responden
Tentang Pemberian Kredit Indeks
1 2 3 4
Kepercayaan (X4.1) 13 39 61 46 72,01
Jangka waktu (X4.2) 20 34 60 45 70,44
Degree of risk (X4.3) 21 33 56 49 70,91
Kontra prestasi (X4.4) 18 35 58 48 71,38
Rata-rata 18 35,25 58,75 47 71,18
Hasil perhitungan nilai indeks yang dilakukan terhadap variabel
pemberian kredit menunjukkan bahwa item-item pemberian kredit
dipersepsikan tinggi oleh responden dengan nilai indeks yang dihasilkan
71,18. Dari keempat indikator yang digunakan, indikator mengenai cara
jangka waktu (X4.2) dipersepsikan paling rendah oleh responden dengan nilai
indeks sebesar 70,44, sedangkan indikator tentang kepercayaan (X4.1)
dipersepsikan paling tinggi oleh responden dengan nilai indeks sebesar 72,01.
Selain melakukan analisis deskriptif secara kuantitatif, untuk mengetahui
tanggapan/persepsi responden secara terinci, dilakukan juga analisis terhadap
jawaban-jawaban responden atas pertanyaan terbuka. Analisis ini dilakukan
dengan cara mengelompokkan jawaban-jawaban responden yang sama ke
dalam satu kategori. Adapun hasil analisisnya disajikan dalam Tabel 5.12.
Sumber :Data primer yang diolah, 2014
94
Tabel 5.12
Analisis Jawaban Responden Atas Pertanyaan Terbuka
Tentang Pemberian Kredit
Variabel Nilai Indeks Temuan Jawaban
Pemberian
Kredit
71,18 (tinggi) 1. Sebagian besar debitur mengeluh
tentang tingginya suku bunga kredit
yang berlaku, sehingga jumlah
angsuran tiap bulannya semakin
besar.
2. Sebagian besar debitur juga menilai
waktu pengembalian kredit perlu
diperpanjang, secara tidak langsung
jumlah angsuran yang harus dibayar
setiap bulannya semakin kecil.
3. LPD dituntut untuk selalu inovatif
dan kreatif dalam memasarkan
kreditnya, dimana saat ini masyarakat
semakin jeli dalam memilih lembaga-
lembaga pendanaan yang ada.
4. Perlunya peningkatan mutu SDM
LPD dengan harapan mampu
meningkatkan kinerja karyawan-
karyawannya.
5. Teknologi merupakan salah satu
penghambat sistem informasi dan
komunikasi yang ada di LPD,
sehingga laporan yang didapat oleh
manajemen tidak bisa secara
menyeluruh.
5.2.2 Statistik Inferensial
Untuk dapat melakukan pengujian hipotesis kausalitas dengan
menggunakan teknik analisis SEM, terdapat dua langkah yang harus dilakukan,
yaitu terlebih dahulu melakukan pengujian terhadap faktor-faktor yang
membentuk masing-masing variabel dengan menggunakan analisis konfirmatori
Sumber :Data primer yang diolah, 2014
95
(confirmatry factor analysis) yang kemudian dilanjutkan dengan analisis full
model.
5.2.2.1 Analisis Faktor Konfirmatori (Confirmatory Factor Analysis)
Analisis faktor konfirmatori merupakan tahap pengukuran terhadap
indikator-indikator yang membentuk variabel laten dalam model penelitian. Hasil
analisis faktor konfirmatori dari masing-masing variabel akan dibahas di bawah
ini.
1. Analisis Faktor Konfirmatori Variabel Eksogen
Analisis faktor konfirmatori variabel eksogen dilakukan untuk mengukur
indikator-indikator yang membentuk variabel laten eksogen dalam model
penelitian.
Hasil pengujian kelayakan (goodness of fit) pada analisis konfirmatori
variabel eksogen dapat dilihat pada Tabel 5.13.
Tabel 5.13
Hasil Pengujian Kelayakan Faktor Konfirmatori Variabel Eksogen
Goodness of Fit Indeks Cut off Value Hasil Evaluasi Model
Chi-Square Kecil 55,611 Baik
Probability ≥ 0,05 0,055 Baik
CMIN/DF ≤ 2,00 1,356 Baik
GFI ≥ 0,90 0,928 Baik
AGFI ≥ 0,90 0,884 Marginal
RMSEA ≤ 0,08 0,065 Baik
TLI ≥ 0,95 0,980 Baik
CFI ≥ 0,95 0,985 Baik
Sumber :Data primer yang diolah, 2014 (Lampiran 4)
96
Analisis Faktor Konfirmatori Variabel Eksogen
Dari hasil analisis faktor konfirmatori yang dilakukan terhadap variabel
eksogen diperoleh nilai pengujian goodness of fit untuk Chi Square adalah sebesar
55,611, probabilitas sebesar 0,055, dan ukuran-ukuran kelayakan model yang lain
juga berada dalam kategori baik, yang menunjukkan tidak adanya perbedaan
antara model yang diprediksi dengan data pengamatan yang berarti bahwa model
telah kriteria Goodness of fit yang telah ditetapkan. Dengan demikian kecocokan
model yang diprediksi dengan nilai-nilai pengamatan sudah memenuhi syarat.
25.10
3.95
3,95
Kondisi Eksternal (X3)
.17 1.38 .41 1.00
e4
X1.4
.66
e3
X1.3
2.44
e2
X1.2
8.99
e1
X1.1
6.86
Kondisi Internal (X1)
1.00
.97
.88
.96
.29
e6 X2.2
.27
e5 X2.1
.27
e7 X2.3
.22
e8 X2.4
Kondisi Debitur (X2)
1.03 1.00
e10
X3.2
.54
e9
X3.1
.56
3.95
4.34
.66
Chi-Square =55,611 Probability =.055 CMIN/DF =1.356
GFI =.928 AGFI =.884
RMSEA =.065 TLI =.980 CFI =.985
Sumber :Data primer yang diolah, 2014
97
Pengujian kemaknaan dari indikator-indikator yang membentuk variabel
laten, dianalisis dari nilai standardized regression weight pada masing-masing
indikator. Jika diperoleh adanya nilai pengujian yang sangat signifikan maka hal
ini mengindikasikan bahwa indikator tersebut cukup baik untuk membentuk
variabel laten. Hasil berikut merupakan pengujian kemaknaan masing-masing
indikator dalam membentuk variabel laten.
Tabel 5.14
Nilai Regression Weight pada Analisis Faktor Konfirmatori
Variabel Eksogen
Std.Est Estimate SE CR P
X1.1 ← Kondisi Internal LPD 0,886 1,000 0,000
X1.2 ← Kondisi Internal LPD 0,917 1,377 0,073 18,767 0,000
X1.3 ← Kondisi Internal LPD 0,799 0,414 0,030 13,937 0,000
X1.4 ← Kondisi Internal LPD 0,732 0,173 0,014 11,972 0,000
X2.1 ← Kondisi Debitur LPD 0,836 0,962 0,064 14,979 0,000
X2.2 ← Kondisi Debitur LPD 0,799 0,881 0,064 13,858 0,000
X2.3 ← Kondisi Debitur LPD 0,838 0,969 0,064 15,058 0,000
X2.4 ← Kondisi Debitur LPD 0,866 1,000 0,000
X3.1 ← Kondisi Eksternal LPD 0,673 0,988 0,100 9,851 0,000
X3.2 ← Kondisi Eksternal LPD 0,669 1,000 0,000
Dari hasil analisis faktor konfirmatori pada variabel eksogen diperoleh
bahwa nilai pengujian pada masing-masing faktor pembentuk suatu konstruk
menunjukkan signifikansi yang tinggi, yaitu dengan nilai standardized regression
weight> 0,05 ; CR > 1,96 ; dan dengan probabilitas < 0,05. Dengan hasil ini, dapat
disimpulkan bahwa indikator-indikator tersebut cukup baik untuk
membentuk/mengukur variabel latennya.
Sumber :Data primer yang diolah, 2014 (Lampiran 4)
98
2. Analisis Faktor Konfirmatori Variabel Endogen
Analisis faktor konfirmatori variabel endogen dilakukan untuk mengukur
indikator-indikator yang membentuk variabel laten endogen dalam model
penelitian. Adapun hasil analisis faktor konfirmatori untuk variabel endogen
dijelaskan pada Gambar 5.2.
Gambar 5.2
Analisis Faktor Konfirmatori Variabel Endogen
Hasil pengujian kelayakan (goodness of fit) pada analisis konfirmatori
variabel endogendapat dilihat pada Tabel 5.15.
Tabel 5.15
Hasil Pengujian Kelayakan Faktor Konfirmatori Variabel Endogen
Goodness of Fit Indeks Cut off Value Hasil Evaluasi Model
Chi-Square Kecil 2,261 Baik
Probability ≥ 0,05 0,323 Baik
CMIN/DF ≤ 2,00 1,130 Baik
GFI ≥ 0,90 0,993 Baik
AGFI ≥ 0,90 0,966 Baik
RMSEA ≤ 0,08 0,029 Baik
TLI ≥ 0,95 0,998 Baik
CFI ≥ 0,95 0,999 Baik
1.01 1.15 .82 1.00
Pemberian Kredit
e15
X4.4
.29
e14
X4.3
.16
e13
X4.2
.53
e12
X4.1
.20
.65 Chi-Square =2.261
Probability =.323 CMIN/DF =1.130
GFI =.993 AGFI =.966
RMSEA =.029 TLI =.998 CFI =.999
Sumber :Data primer yang diolah, 2014 (Lampiran 5)
Sumber :Data primer yang diolah, 2014
99
Dari hasil analisis faktor konfirmatori yang dilakukan terhadap variabel
endogen diperoleh nilai pengujian goodness of fit untuk Chi Square adalah
sebesar 2,261; probabilitas sebesar 0,323, dan ukuran-ukuran kelayakan lain juga
berada dalam kategori baik, yang menunjukkan tidak adanya perbedaan antara
model yang diprediksi dengan data pengamatan yang berarti bahwa model telah
memenuhi kriteri Goodness of fit yang telah ditetapkan. Dengan demikian
kecocokan model yang diprediksi dengan nilai-nilai pengamatan sudah memenuhi
syarat.
Pengujian kemaknaan dari indikator-indikator yang membentuk variabel
laten, dianalisis dari nilai standardized regression weight pada masing-masing
indikator. Jika diperoleh adanya nilai pengujian yang sangat signifikan maka hal
ini mengidentifikasikan bahwa indikator tersebut cukup baik untuk membentuk
variabel laten. Hasil berikut merupakan pengujian kemaknaan masing-masing
indikator dalam membentuk variabel laten.
Tabel 5.16
Nilai Regression Weight pada Analisis Faktor Konfirmatori
Variabel Endogen
Std.Est Estimate SE CR P
X4.1 ← Pemberian Kredit 0,875 1,000
X4.2 ← Pemberian Kredit 0,675 0,824 0,085 9,695 0,000
X4.3 ← Pemberian Kredit 0,917 1,149 0,074 15,551 0,000
X4.4 ← Pemberian Kredit 0,833 1,010 0,075 13,485 0,000
Dari hasil amalisis faktor konfirmatori pada variabel endogen diperoleh
bahwa nilai pengujian pada masing-masing faktor pembentuk suatu konstruk
menunjukkan signifikansi yang tinggi, yaitu dengan nilai standardized regression
weight> 0,5 ; CR > 1,96 ; dan dengan probabilitas < 0,05. Dengan hasil ini, dapat
Sumber :Data primer yang diolah, 2014 (Lampiran 5)
100
disimpulkan bahwa indikator-indikator tersebut cukup baik untuk
membentuk/mengukur variabel latennya.
5.2.2.2 Analisis Full Model Structural Equation Modeling (SEM)
Setelah dilakukan analisis terhadap tingkat unidimensionalitas dari
dimensi-dimensi/indikator-indikator pembentuk variabel laten yang diuji dengan
confirmatory factor analysis, analisis selanjutnya adalah analisis Structural Equal
Modeling (SEM) secara full model. Adapun hasil pengolahan data untuk analisis
full model SEM dijelaskan pada Gambar 5.3.
Gambar 5.3
Analisis Struktural Equation Modeling (SEM)
-.37
.64 .05
.44
25.58
.67
Kondisi Eksternal (X3)
.17 1.37 .41 1.00
e4
X1.4
.68
e3
X1.3
2.51
e2
X1.2
8.59
e1
X1.1
6.37
Kondisi Internal (X1)
1.00
.97
.89
.96
.29
e6 X2.2
.27
e5 X2.1
.27 e7 X2.3
.23
e8 X2.4
Kondisi Debitur(X2)
1.03 1.00
e11
X3.2
.54
e9
X3.1
.56
1.09 1.16 0.90 1.00
ek
ez
e15
X4.4
.19
e14
X4.3
.16
e13
X4.2
.45
e12
X4.1
.21
NPL
Pemberian Kredit
(X4)
.13
.06
.43 3.98
4.39
.66
Chi-Square =89.760 Probability =.060 CMIN/DF =.925
GFI =.916 AGFI =.919
RMSEA =.064 TLI =.947 CFI =.959
Sumber :Data primer yang diolah, 2014
101
Uji terhadap kelayakan full model SEM ini diuji dengan cara yang sama
dengan pengujian pada analisis faktor konfirmatori (confirmatory factor analysis).
Adapun hasil pengujian kelayakan pada model penelitian yang dikembangkan
dalam penelitian ini disajikan pada Tabel 5.17.
Tabel 5.17
Hasil Pengujian Kelayakan Model Penelitian
Goodness of Fit Indeks Cut off Value Hasil Evaluasi Model
Chi-Square Kecil 89,760 Baik
Probability ≥ 0,05 0,060 Baik
CMIN/DF ≤ 2,00 0,925 Baik
GFI ≥ 0,90 0,916 Baik
AGFI ≥ 0,90 0,919 Baik
RMSEA ≤ 0,08 0,064 Baik
TLI ≥ 0,95 0,947 Marjinal
CFI ≥ 0,95 0,959 Baik
Dalam praktiknya kita sangat sulit mendapatkan model yang layak dengan
memenuhi semua kriteria. Sebagai rule of tumb, bila salah satu kriteria sudah
terpenuhi maka model sudah dianggap layak (Widarjono, 2010). Berdasarkan
analisis yang dilakukan bahwa full model telah memenuhi lebih dari satu kriteria
uji kelayakan model, sehingga model ini dapat diterima.
5.2.2.3 Pengujian Asumsi SEM
1. Evaluasi Normalitas Data
Batasan adanya ketidaknormalan adalah dengan cut off ± 2,58. Tabel 5.18
menunjukkan bahwa pada kolom c.r. tidak ada angka yang melebihi ± 2,58, ini
berarti data yang dianalisis menyebar normal.
Sumber :Data primer yang diolah, 2014 (Lampiran 6)
102
Tabel 5.18
Hasil Pengujian Normalitas Data
Variable min max Skew c.r. kurtosis c.r.
NPL .220 20.950 .489 2.516 -.987 -2.540
X4.4 1.000 4.000 -.437 -2.248 -.827 -2.128
X4.3 1.000 4.000 -.441 -2.271 -.904 -2.327
X4.2 1.000 4.000 -.423 -2.178 -.836 -2.153
X4.1 1.000 4.000 -.390 -2.010 -.738 -1.899
1.000 4.000 -.327 -1.682 -.999 -2.572
X3.1 1.000 4.000 -.295 -1.520 -.920 -2.367
X3.2 1.000 4.000 -.316 -1.627 -.924 -2.378
X2.4 1.000 4.000 -.395 -2.033 -.801 -2.061
X2.3 1.000 4.000 -.304 -1.564 -.837 -2.155
X2.2 1.000 4.000 -.355 -1.825 -.889 -2.289
X2.1 1.000 4.000 -.382 -1.965 -.801 -2.061
X1.4 5.900 10.000 -.500 -2.575 -.950 -2.445
X1.3 10.000 20.000 -.439 -2.262 -.941 -2.423
X1.2 15.880 40.000 -.450 -2.315 -.999 -2.572
X1.1 10.000 30.000 -.208 -1.071 -1.160 -2.485
Multivariate
13.930 2.559
2. Evaluasi Outliers
Outliers adalah observasi atau data yang memiliki karakteristik unik yang
terlihat sangat berbeda dengan data lainnya dan muncul dalam bentuk nilai
ekstrim, baik untuk variabel tunggal maupun kombinasi (Hair, et al, 1995).
a. Univariate Outliers
Pengujian ada tidaknya univariat outliers dilakukan dengan menganalisis nilai
Standardized (Z-score) dari data penelitian yang digunakan. Apabila terdapat
nilai Z-score berada pada rentang ≥ ± 3, maka akan dikategorikan sebagai
univariat outliers. Hasil pengolahan data untuk pengujian ada tidaknya
univariate outliers disajikan pada Tabel 5.19.
Sumber : Data primer yang diolah, 2014 (Lampiran 6)
103
Tabel 5.19
Hasil Analisis Outliers Univariat Descriptive Statistics
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
Zscore: Permodalan 118 -2.34044 1.18628 .0000000 1.00000000
Zscore: Aset 118 -2.04277 1.15406 .0000000 1.00000000
Zscore: Rentabilitas 118 -2.84647 .99199 .0000000 1.00000000
Zscore: Likuiditas 118 -2.40900 1.03100 .0000000 1.00000000
Zscore: Capital 118 -1.99255 1.18620 .0000000 1.00000000
Zscore: Condition 118 -2.09361 1.22417 .0000000 1.00000000
Zscore: Capability 118 -1.99052 1.17441 .0000000 1.00000000
Zscore: Collateral 118 -1.95934 1.20881 .0000000 1.00000000
Zscore: Persaingan Usaha
118 -1.83103 1.25519 .0000000 1.00000000
Zscore: Perekonomian 118 -1.75310 1.27671 .0000000 1.00000000
Zscore: Kepercayaan 118 -2.03644 1.21233 .0000000 1.00000000
Zscore: Degree of risk 118 -1.84280 1.19877 .0000000 1.00000000
Zscore: Jangka Waktu 118 -1.81507 1.14996 .0000000 1.00000000
Zscore: Kontra Prestasi 118 -1.89365 1.16828 .0000000 1.00000000
Zscore: Non Performing Loan
118 -1.38936 2.02618 .0000000 1.00000000
Valid N (listwise) 118
Hasil pengujian menunjukkan bahwa tidak terdapat indikator yang
memiliki univariat outliers.
b. Multivariat Outliers
Untuk melacak adanya outliers multivariatedilakukan dengan menghitung
jarak Mahalanobis (Mahalanobis distance) untuk tiap observasi dengan tingkat
p<0,001. Jarak mahalanobis dievaluasi dengan menggunakan Chi Squaredengan
derajat bebas sejumlah indikator yang dianalisis. Untuk menghitung Mahalanobis
distance berdasarkan nilai Chi-square pada derajat bebas 15 (jumlah indikator)
pada tingkat p < 0,001 adalah χ2 (15;0,001) = 30,58 (berdasarkan tabel distribusi
χ2). Berdasarkan hasil pengolahan data dapat diketahui bahwa jarak Mahalanobis
Sumber :Data primer yang diolah, 2014 (Lampiran 7)
104
maksimal adalah 30,201 sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat
multivariate outliers.
3. Evaluasi Multicollinearity dan Singularity
Pengujian data selanjutnya adalah untuk melihat apakah terdapat
multikolinearitas dalam sebuah kombinasi variabel eksogen. Indikasi adanya
multikolinearitas dan singularitas dapat diketahui melalui nilai determinan matriks
kovarians yang benar-benar kecil atau mendekati nol. Dari hasil pengolahan data,
nilai determinan matriks kovarians sampel adalah :
Determinant of sample covariance matrix = 14 069.865
Dari hasil pengolahan data tersebut dapat diketahui nilai determinant of
sample covariance matrix berada jauh dari nol. Sehingga dapat disimpulkan
bahwa data penelitian yang digunakan tidak terdapat multikolinearitas.
4. Evaluasi Nilai Residual
Setelah melakukan estimasi, residualnya haruslah kecil atau mendekati nol
dan distribusi frekuensi dari kovarians residual haruslah bersifat simetrik. Jika
suatu model memiliki nilai kovarians residual yang tinggi (>2,58) maka sebuah
modifikasi perlu dipertimbangkan dengan catatan ada landasan teoritisnya. Dari
hasil analisis statistik yang dilakukan dalam penelitian ini, tidak ditemukan nilai
standardized residual covariance yang lebih dari 2,58 sehingga dapat dikatakan
bahwa syarat residual terpenuhi.
5. Evaluasi Reliability dan Variance Extract
Uji reliabilitas menunjukkan sejauh mana suatu alat ukur dapat
memberikan hasil yang relatif sama apabila dilakukan pengukuran kembali pada
105
obyek yang sama. Nilai reliabilitas minimum dan dimensi/indikator pembentuk
variabel laten yang dapat diterima adalah sebesar 0,70.
Sedangkan pengukuran Variance Extract menunjukkan jumlah varians
dari indikator yang diekstraksi oleh konstruk/variabel laten yang dikembangkan.
Nilai Variance Extract yang dapat diterima adalah minimal 0,50. Hasil
perhitungan Reliability dan Variance Extract dapat dilihat pada Tabel 5.20.
Tabel 5.20
Reliability dan Variance Extract
Variabel Reliability Variance Extract
Kondisi Internal LPD 0,97 0,96
Kondisi Calon Debitur 0,95 0,93
Kondisi Eksternal LPD 0,91 0,87
Pemberian Kredit 0,94 0,93
Berdasarkan hasil perhitungan yang ditampilkan dalam Tabel 5.20
diketahui bahwa masing-masing variabel laten yang diteliti dalam penelitian ini
dapat memenuhi kriteria reliabilitas dan Variance Extract.
5.3 Pengujian Hipotesis
Setelah melakukan penilaian terhadap asumsi-asumsi yang ada pada SEM,
selanjutnya akan dilakukan pengujian hipotesis sebagaimana diajukan. Pengujian
keempat hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini dilakukan dengan
menganalisis nilai Critical Ratio (CR) dan probabilitas suatu hubungan kausalitas.
Sumber :Data primer yang diolah, 2014 (Lampiran 8)
106
Sumber :Data primer yang diolah, 2014 (Lampiran 6)
Tabel 5.21
Pengujian Hipotesis
Std. Est Est SE CR P
Pemberian
Kredit
← Kondisi
Internal
0,384 0,061 0,011 5,436 0,000
Pemberian
Kredit
← Kondisi
Debitur
0,436 0,427 0,065 6,589 0,000
Pemberian
Kredit
← Kondisi
Eksternal
0,110 0,133 0,025 5,302 0,000
NPL ← Pemberian
Kredit
-0,785 -0,918 0,082 -11,974 0,000
5.3.1 Pengujian Hipotesis 1
H1 : Kondisi internal LPD berpengaruh signifikan terhadap pemberian
kredit
Parameter estimasi untuk pengujian pengaruh kondisi internal LPD
terhadap pemberian kredit menunjukkan nilai CR sebesar 5,436 dengan
probabilitas sebesar 0,000. Oleh ksrena nilai probabilitas < 0,05 maka dapat
disimpulkan bahwa variabel kondisi internal LPD terbukti berpengaruh positif
terhadap pemberian kredit.
5.3.2 Pengujian Hipotesis 2
H2 : Kondisi calon debitur LPD berpengaruh signifikan terhadap
pemberian kredit
Parameter estimasi pengujian pengaruh kondisi calon debitur LPD
terhadap pemberian kredit menunjukkan nilai CR sebesar 6,589 dengan
probabilitas sebesar 0,000. Oleh karena nilai probabilitas < 0,05 maka dapat
disimpulkan bahwa variabel kondisi calon debitur LPD berpengaruh positif
terhadap pemberian kredit.
107
5.3.3 Pengujian Hipotesis 3
H3 : Kondisi eksternal LPD berpengaruh signifikan terhadap
pemberian kredit
Parameter estimasi untuk pengujian pengaruh kondisi eksternal LPD
terhadap pemberian kredit menunjukkan nilai CR sebesar 5,302 dengan
probabilitas sebesar 0,000. Oleh karena nilai probabilitas < 0,05 maka dapat
disimpulkan bahwa variabel kondisi eksternal LPD terbukti secara signifikan
berpengaruh positif terhadap pemberian kredit.
5.3.4 Pengujian Hipotesis 4
H4 : Pemberian kredit berpengaruh signifikan terhadap Non
Performing Loan
Parameter estimasi untuk pengujian pengaruh pemberian kredit terhadap
NPL, menunjukkan nilai CR sebesar -11,974 dengan probabilitas 0,000. Oleh
karena nilai probabilitas < 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa variabel
pemberian kredit terbukti secara signifikan berpengaruh negatif terhadap NPL.
Tabel 5.22
Hasil Pengujian Hipotesis
Hipotesis Bunyi Hipotesis Hasil Pengujian
H1 Kondisi internal LPD berpengaruh
signifikan terhadap pemberian kredit
Dibenarkan
H2 Kondisi calon debitur LPD berpengaruh
signifikan terhdap pemberian kredit
Dibenarkan
H3 Kondisi eksternal LPD berpengaruh
signifikan terhadap penilaian pemberian
kredit
Dibenarkan
H4 Pemberian kredit berpengaruh signifikan
terhadap Non Performing Loan
Dibenarkan
Sumber :Data primer yang diolah, 2014
108
Diantara faktor kondisi internal LPD, kondisi calon debitur LPD dan
kondisi eksternal LPD, yang memiliki nilai pengaruh total tertinggi terhadap NPL
adalah faktor kondisi calon debitur LPD, artinya faktor kondisi calon debitur LPD
adalah faktor yang paling menentukan kuantitas kredit macet yang ditunjukkan
oleh nilai NPL LPD.
5.4 Pembahasan
5.4.1 Pengaruh Kondisi Internal LPD Terhadap Pemberian Kredit
Hasil pengujian hipotesis terhadap variabel kondisi internal LPD dan
pemberian kredit menunjukkan bahwa kondisi internal LPD terbukti signifikan
berpengaruh positif terhadap pemberian kredit. Semakin luasnya ruang lingkup
kegiatan LPD sebagai suatu lembaga keuangan, mengakibatkan Ketua LPD tidak
dapat melakukan pengawasan secara langsung terhadap operasi LPD, sedangkan
tanggung jawab yang utama untuk menjaga keamanan harta milik LPD dan untuk
mencegah kesalahan-kesalahan dan kecurangan-kecurangan, terletak di tangan
Ketua LPD, oleh karena itu Kepala LPD perlu melimpahkan tugas, wewenang dan
tanggung jawab secara jelas dan terstruktur kepada bawahannya.
Faktor internal bank yang memberikan kredit, seperti: mark up yang dilakukan
dengan sengaja, feasibility study yang dibuat supaya proyek sangat feasible,
adanya praktik KKN, kurang ketatnya monitoring kredit, dan sebagainya. Adanya
faktor-faktor ini setidaknya berpengaruh terhadap tingkat rasio-rasio kesehatan
LPD seperti CAR dan LDR serta mempengaruhi total asset yang dimiliki oleh
LPD yang tercermin dalam rasio bank size. Faktor internal perusahaan (nasabah
109
LPD), seperti mismanagement dalam perusahaan nasabah, kesulitan keuangan,
kesalahan dalam produksi, kesalahan dalam marketing strategy.
Adanya pelimpahan sebagian tugas, wewenang dan tanggungjawab
tersebut, Ketua LPD membutuhkan suatu cara yang dapat memberikan efektivitas
dan efisiensi operasi perusahaan, memberikan ketaatan terhadap kebijakan dan
prosedur yang ditetapkan. Oleh karena itu Ketua LPD perlu menetapkan suatu
cara pemberian kredit yang memadai sesuai dengan pelatihan dilakukan untuk
meningkatkan kinerja karyawan LPD agar tercipta efisiensi dalam pengoperasian
LPD ke depan, melalui unsur-unsur dalam pemberian kredit, yaitu kepercayaan,
jangka waktu, degree of risk dan kontra prestasi.
5.4.2 Pengaruh Kondisi Calon Debitur LPD Terhadap Pemberian Kredit
Hasil pengujian hipotesis terhadap variabel kondisi calon debitur dan
pemberian kredit menunjukkan bahwa kondisi calon debitur terbukti signifikan
berpengaruh positif terhadap pemberian kredit. Penyaluran kredit dari LPD
kepada masyarakat ikut mendorong laju pertumbuhan industri kecil/mikro
sehingga pertumbuhan ekonomi masyarakat desa semakin maju. Hal ini juga
berarti dapat mempengaruhi peningkatan pendapat masyarakat (Multifer Effect),
seperti warga yang tidak melunasi utang-utangnya di LPD itu walaupun tidak
dikenakan sanksi adat seperti yang termuat di dalam Awig-Awig tapi di dalam
pelaksanaan dari hasil paruman dilaksanakan dengan sebaik-baiknya dan bahkan
terkadang warga merasa aman dan dilindungi oleh Desa Adatnya.
Apabila tidak dapat memenuhi sanksi denda, akan dijatuhkan sanksi adat
kanorayang. Lebih lanjut dinyatakan oleh Bapak I Nyoman Mudayasa (Ketua
110
Lembaga Perkreditan Desa (LPD) Desa Pekraman Blahbatuh), Sanksi denda yang
dijatuhkan oleh Desa Adat kepada I Nyoman Temen (salah satu debitur yg
wanprestasi) itu dilaksanakan dengan sebaik-baiknya oleh I Nyoman Temen tanpa
adanya hambatan.
Upaya penyelesain kredit apabila debitur dinyatakan wanprestasi pada
Lembaga Perkreditan Desa Lebih,dilakukan dua tahap yaitu:
1) Oleh Lembaga Perkreditan Desa : Pendekatan oleh staf seksi kredit terhadap
peminjam kredit dengan cara mendatangi rumah peminjam kredit; kemudian
melakukan teguran oleh ketua LPD,jika teguran itu diberikan sebanyak tiga kali
berturut-turut selama tiga bulan dan peminjam kredit tidak menghiraukan maka
Lembaga Perkreditan Desa melimpahkannya kepada desa.
2) Oleh Desa Adat dilakukan melalui : Pendekatan oleh Pengurus Desa Adat
terhadap peminjam kredit yang tidak melunasi kreditnya di Lembaga Perkreditan
Desa,dan jika tidak dihiraukan maka Desa Adat membahasnya dalam paruman
desa;dalam paruman Desa itu diputuskan sanksi yang diberikan kepada pengambil
kredit tersebut yang berupa sanksi denda.
Salah satu faktor penting yang perlu dipertimbangkan dalam menetapkan
cara pemberian kredit, adalah faktor kondisi calon debitur. Faktor kondisi calon
debitur umumnya dikategorikan berdasarkan 5C (character, capacity, capital,
collateral, dan condition). Pada LPD tidak terdapat jaminan, sehingga tidak
dilakukan penilaian terhadap colateral. Melalui penilaian terhadap komponen
character, capacity, capital, dan condition. Diterjemahkan dalam kredit rating
sehingga LPD dapat menilai risiko yang akan ditanggungnya pada saat
111
menyalurkan kredit kepada nasabah-nasabahnya. Dengan demikian, LPD dapat
memutuskan pemberian kredit ke nasabah yang bersangkutan, mengenai jumlah
pinjaman, suku bunga dan jatuh tempo berdasarkan penilaian tersebut.
Masyhud Ali (2004) juga menegaskan bahwa saat memberikan kredit,
bank harus melakukan analisis terhadap kemampuan debitur untuk membayar
kembali kewajibannya. Setelah kredit diberikan, bank wajib melakukan
pemantauan terhadap penggunaan kredit serta kemampuan dan kepatuhan debitur
dalam memenuhi kewajibannya.
Suyatno (1997) berpendapat, oleh karena pemberian kredit yang dimaksud
untuk memperoleh keuntungan, suatu lembaga kredit akan memberikan kredit
kepada nasabah jika ia betul-betul merasa yakin bahwa nasabah yang akan
menerima kredit itu mampu dan mau mengembalikan kredit yang telah
diterimanya. Dari faktor kemampuan tersebut, Suyatno (1997) lebih jauh
menyatakan bahwa keuntungan atau profitability merupakan tujuan dari
pemberian kredit yang terjelma dalam bentuk bunga yang diterima serta
keamanan atau safety yaitu keamanan dari prestasi atau fasilitas yang diberikan
harus benar-benar terjamin pengembaliannya, sehingga tujuan profitability benar-
benar tercapai tanpa hambatan-hambatan berarti.
Hasil penelitian ini juga merupakan bukti empiris terhadap pendapat yang
disampaikan oleh Kasmir (2003) bahwa dalam pemberian kredit terkandung unsur
kepercayaan yang merupakan falsafah dasar yang melatarbelakangi timbulnya
kredit, adanya kesepakatan antara pemberi kredit (kreditur) dengan penerima
kredit (debitur) untuk melaksanakan hak dan kewajibannya masing-masing,
112
adanya jangka waktu yang mencakup masa pengembalian kredit yang telah
disepakati bersama oleh kreditur dan debitur, risiko, dan bunga.
5.4.3 Pengaruh Kondisi Eksternal Terhadap Pemberian Kredit
Hasil pengujian hipotesis terhadap pengaruh variabel kondisi eksternal
LPD terhadap pemberian kredit menunjukkan bahwa kondisi eksternal LPD
terbukti signifikan berpengaruh positif terhadap pemberian kredit. Kondisi
eksternal adalah rangsangan dari kondisi di luar LPD yang mempengaruhi LPD
dalam proses tersebut. Dalam menetapkan pemberian kredit. Analisis yang
lengkap terhadap faktor-faktor eksternal yang berpengaruh terhadap LPD dapat
digunakan untuk menghasilkan suatu strategi pemantauan dan pengendalian yang
memadai agar tujuan tercapai.
Ketua LPD Tegallalang, I Ketut Madra, mengatakan pihaknya
memimpikan lembaga ini mampu menjadi penyangga perekonomian masyarakat
Bali. Hanya saja mengelola kepercayaan ini memang tidak mudah. Karenanya
kami tetap membutuhkan manajemen yang cakap. Apalagi perkembangan
lembaga ini semakin pesat dari tahun ke tahun, ujarnya. Karenanya, ia pun
berharap pemerintah mampu memberikan pencerahan kepada lembaga non bank
yang memang secara riil terbukti menyentuh masyarakat langsung. Pasalnya,
lanjut Madra, lembaga ini seperti menghadapi buah simalakama. Berlaku sebagai
lemb aga tetapi mampu bertindak seperti perbankan. Ia pun khawatir ini bisa
dipermasalahkan di masa yang akan datang karena dianggap bertentangan dengan
hukum perbankan. Terlepas dari bagaimana para pakar memikirkannya, lembaga
yang lahir dan besar di tengah masyarakat desa ini patut dihargai. Sebelum LPD
113
merumuskan pemberian kredit, pengurus LPD (terutama Ketua) harus mengamati
kondisi lingkungan eksternal untuk mengidentifikasi kesempatan dan ancaman
yang mungkin terjadi. Untuk itu perlu dilakukan pengamatan lingkungan untuk
mengetahui tingkat kekerasan lingkungan yang dihadapi suatu perusahaan dalam
menentukan strategi bisnisnya. Lingkungan yang keras menciptakan
ketidakpastian yang lebih rendah dan persaingan yang ketat dibandingkan dengan
lingkungan yang ramah. Pengamatan lingkungan adalah pemantauan,
pengevaluasian dan penyebaran informasi dan lingkungan eksternal kepada pihak
manajemen dalam perusahaan sebagai alat manajemen untuk menghindari kejutan
strategi serta memastikan kesehatan manajemen jangka panjang.
5.4.4 Pengaruh Pemberian Kredit Terhadap Non Performing Loan
Hasil pengujian hipotesis terhadap pengaruh variabel pemberian kredit
terhadap NPL menunjukkan bahwa efektivitas dan efisiensi pemberian kredit
terbukti signifikan berpengaruh negatif terhadap NPL. NPL adalah kredit yang
masuk ke dalam kategori kredit kurang lancar, diragukan dan macet. Berdasarkan
kriteria yang sudah ditetapkan oleh Bank Indonesia besarnya rasio NPL suatu
LPD ditentukan oleh kolektabilitas kreditnya karena rasio. NPL adalah
perbandingan antara kredit tidak lancar dengan jumlah kredit yang diberikan.
Semakin rendah rasio NPL berarti semakin baik kualitas NPL.
Status NPL pada prinsipnya didasarkan pada ketetapan waktu bagi
nasabah untuk membayarkan kewajiban, baik berupa pembayaran bunga maupun
pengembalian pokok pinjaman. Proses pemberian dan pengelolaan kredit yang
baik diharapkan dapat menekan NPL sekecil mungkin. Dengan kata lain,
114
tingginya NPL sangat dipengaruhi oleh kemampuan LPD dalam menjalankan
proses pemberian kredit dengan baik maupun dalam hal pengelolaan kredit,
termasuk tindakan pemantauan (monitoring) setelah kredit disalurkan dan
tindakan pengendalian bila terdapat indikasi penyimpangan kredit maupun
indikasi gagal bayar.
Menurut Batubara (2000), strategi pemberian kredit suatu bank
mempunyai pengaruh yang besar dalam mengendalikan NPL bank. Semakin
efisien dan efektif strategi yang digunakan tersebut akan menyebabkan NPL
rendah. NPL ini bisa dikendalikan dengan strategi pemberian kredit yang efektif
dan efisien yaitu dengan tetap menjalankan pemberian kredit yang prudent atau
dengan prinsip kehati-hatian yang tinggi.
115
BAB VI
SIMPULAN DAN SARAN
6.1 Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat disimpulkan
beberapa hal yaitu :
1) Pengaruh kondisi internal LPD dan pemberian kredit menunjukkan bahwa
kondisi internal LPD bersifat positif. Semakin luas ruang lingkup kegiatan
LPD sebagai suatu lembaga keuangan, mengakibatkan Kepala LPD tidak
dapat melakukan pengawasan secara langsung terhadap operasional LPD, oleh
karena itu Kepala LPD perlu melimpahkan tugas, wewenang, dan tanggung
jawab secara jelas dan terstruktur kepada bawahannya, karena semakin baik
kondisi internal LPD maka semakin baik pula pemberian kredit pada LPD.
2) Pengaruh kondisi calon debitur LPD terhadap pemberian kredit bersifat positif
dan paling berpengaruh terhadap NPL. Faktor penting yang perlu
dipertimbangkan dalam menetapkan cara pemberian kredit adalah kondisi
calon debitur, dikatagorikan berdasarkan 5C (character, capatity, capital,
collateral, dan condotion). Melalui penilaian terhadap komponen 5C
diharapkan LPD dapat dapat menilai risiko yang akan ditanggungnya pada
saat menyalurkan kredit kepada nasabah-nasabahnya. Dengan demikian LPD
dapat memutuskan pemberian kredit ke nasabah yang bersangkutan, mengenai
jumlah pinjaman, suku bunga dan jatuh tempo berdasarkan penilaian tersebut.
Dimana semakin baik kondisi calon debitur, maka semakin baik juga
pemberian kredit pada LPD.
116
3) Pengaruh kondisi eksternal LPD terhadap pemberian kredit bersifat positif
yang berarti analisis yang lengkap terhadap faktor-faktor eksternal yang
berpengaruh terhadap LPD dapat digunakan untuk menghasilkan suatu strategi
pemantauan dan pengendalian yang memadai agar tujuan tercapai.
4) Pengaruh pemberian kredit terhadap NPL bersifat negatif, dimana semakin
baik pemberian kredit, maka akan menurunkan nilai NPL, sebaliknya semakin
buruk pemberian kredit, maka akan meningkatkan nilai NPL. Dengan kata lain
tingginya NPL sangat dipengaruhi oleh kemampuan LPD dalam menjalankan
proses pemberian kredit dengan baik maupun dalam hal pengelolaan kredit,
termasuk tindakan pemantauan (monitoring) setelah kredit disalurkan dan
tindakan pengendalian bila terdapat indikasi penyimpangan kredit maupun
indikasi gagal bayar.
6.2 Saran
Adapun saran-saran yang dapat diberikan terkait penelitian ini antara lain :
1) Usahakan secara implisit terkandung bahwa manajemen secara keseluruhan
perlu diperbaiki, baik itu penilaian terhadap calon nasabah, maupun kualitas
SDM untuk menghindari terjadinya kredit fiktif yang kadang bisa terjadi,
sehingga dapat menyebabkan tingginya NPL.
2) Untuk menekan tingkat NPL LPD, cara pemberian kredit yang ditetapkan oleh
LPD juga harus didasarkan pada analisis terhadap kondisi internal LPD.
Pencatatan terhadap kondisi keuangan perlu dilakukan secara akurat dan rutin
sehingga bila ada penurunan dapat dilakukan tindakan perbaikan.
3) Melaksanakan pelatihan-pelatihan untuk menciptakan manajemen cakap
dalam mengelola LPD ke depan.
117
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, Faisal. 2005. Manajemen Perbankan. Edisi Revisi. Malang : Universitas
Muhammadiyah Malang.
Antiningrum, Sri. 2003. “Analisis Internal Eksternal Untuk Penentuan Strategi
Bersaing (Studi Pada PT. Sampurna Kuningan Juwanan di Pati)”.(tesis).
Surakarta: Universitas Muhamaddiyah Surakarta.
Anonim. 2010. “Presiden Puji Keberhasilan LPD di Bali”. 27 Januari 2011.
Available from :http://bali.antaranews.com/berita/7055/presiden-puji-
keberhasilan-lpd-di-bali.
Anonim. 2011. “Kredit Macet LPD Bergerak Liar Dekati 10 Persen”. Bisnis Bali,
27 Januari 2011. Available from :
http://www.bisnisbali.com/2011/01/27/news/perbankan/m.html.
Arens, Alvin A., dan James K.Loebbecke. 2000. Auditing an Integrated Approach,
8th
edition. Prentice Hall. New Jersey : Englewood.
Bank Indonesia, Surat Keputusan Direksi BI No.7/2/PBI, tentang Penilaian
Kualitas Aktiva Bank Umum.
Bank Indonesia. 2006. PBI No. 8/19/PBI/2006. Available from : www.bi.go.id.
Batubara, Rudi. 2000. “Upaya Restrukturisasi Non Performing Loan dalam
Rangka Memperbaiki Kualitas Aktivitas Aktiva Produktif (Studi Kasus
terhadap Program Restrukturisasi NPL Bank X)”.(Tesis)Jakarta :
Universitas Indonesia.
Bedson, Jamie. 2009. Laporan Industri Keuangan Mikro Indonesia. Edisi Januari
2009. Jakarta : Banking With the Poor Network.
Candraningsih, Ica Rika. 2005. “Analisis Tingkat Kesehatan Lembaga Perkreditan
Desa di Kabupaten Badung dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya”.
(Tesis) Denpasar : Universitas Udayana.
COSO (Committee of Sponsoring Organization of the Treadway Commision).
1997. Internal Control Integrated Frame Work, edition in two volumes.
Darsana, Ida Bagus. 2010. Kertha Wicaksana Vol.16 No.1 Halaman 11. Peranan
dan Kedudukan LPD Dalam Sistem Perbankan di Indonesia.
Dewi, Chandra. 2009. “Faktor Yang Berpengaruh Terhadap Strategi Pemberian
Kredit dan Dampaknya Terhadap NPL (Studi Kasus Pada Bank Perkreditan
Rakyat di Propinsi Jawa Tengah)”. (Tesis). Semarang : Universitas
Diponegoro.
118
Djohanputro, Bramantyo dan Ronny Kountur. 2007. Non Performing Loan (NPL)
Bank Perkreditan Rakyat (BPR). Available from : www.profi.or.id.
Ferdinand, Augusty. 2002. Structural Equation Modelling dalam Penelitian
Manajemen, Aplikasi Model-model Rumit dalam Penelitian untuk Tesis
Magister dan Disertasi. Semarang : Badan Penerbit Universitas
Diponegoro.
Financial Institution Development (FID) 1993. Lembaga Perkreditan Pedesaan,
Pembentukan dan pengembangannya di Beberapa Propinsi di Indonesia
Depdagri, Jakarta.
Gubernur Kepala Daerah Provinsi Bali, 2003. Surat Keputusan Gubernur No. 3,
Tahun 2003 Tentang Status dan Tugas -Tugas Pembina LPD
Kabupaten/Kota.
Gunawan, Ketut. 2002. Peran Falsafah Tri Hita Karana Bagi Pertumbuhan dan
Kinerja Lembaga Perkreditan Desa (LPD) di Bali. Analisis Manajemen
Volume 5, Fakultas Ekonomi Universitas Panji Sakti Singaraja.
Hair, J.R., Joseph F., Rolp E. Anderson, Ropnald L. Tatham dan William C.Blac.
1995. Multivariate Data Analysis with Reading. Fourth Edition. Prentice
Hall: International Inc.
Indriantoro, Nur., dan Bambang Supomo. 2002. Metodologi Penenlitian Bisnis.
Yogyakarta : Badan Penerbit Universitas Gajah Mada.
Kasmir. 2003. Manajemen Perbankan. Edisi Keempat. Jakarta : PT Raja Grafindo
Persada.
Kosmidou, K. 2008. The Determinants of Bank’s Profit in Greece During Period
of EU Financial Integration. New York. MC-Graw Hill Education.
Madra, I Ketut. 2013. “Geliat LPD Desa Adat Kedonganan: LPD Sebagai Motor
Pembangun Desa Adat”, Gedong, Edisi I (10).
Mantra, Ida Bagus. 1998. Autobiografi Seorang Budayawan. Penyunting I.B.
Wiana. Denpasar: Upada Sastra.
Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 8 Tahun 2002 tentang Lembaga
Perkreditan Desa, Denpasar.
Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 3 Tahun 2007 tentang Perubahan Atas
Peraturan Daerah Nomor 8 tahun 2002, Denpasar.
Pemerintah Daerah Provisi Bali, 2000. Himpunan Ketentuan Lembaga Perkreditan
Desa (LPD) . Biro Bina Perekonomian Setwilda Tingkat I Bali.
119
Ramanta, I Wayan, 2006. “menuju LPD Sehat” Buletin studi Ekonomi, Fakultas
Ekonomi Universitas Udayana, Denpasar, Vol.11 No.1.
Rahman, Hasanuddin. 1995. Aspek-aspek Hukum Pemberian Kredit Perbankan di
Indonesia. Bandung : PT Citra Aditya Bakti.
Saptono, dan Yuli Widiyatmanta. 2007. Penerapan Sistem Kredit Kelompok
Sebagai Alternatif Strategi Penyaluran Kredit Kepada Usaha Mikro
(Laporan Penelitian Terhadap Kredit Kelompok di Wilayah Kerja KBI
Solo Pasca Proyek PHBK ). Available from :
http://www.profi.or.id/index.php?option=com_content&task=view&lang=i
d&id=86&Itemid=81.
Seibel, Hans Dieter. 2008. Desa Pekraman and Lembaga Perkreditan Desa in
Bali. (A study of the relationship between customary governance,
customary village development, economic development and LPD
development). ProFI Working Paper Series WP 03/2008.
Setiawan, Nugraha. 2007. Penentuan Ukuran Sampel Memakai Rumus Slovin dan
Tabel Krejcie-Morgan: Telaah Konsep dan Aplikasinya. Available from :
http://pustaka.unpad.ac.id /wp-
content/uploads/2009/03/penentuan_ukuran_sampel_memakai_rumus_slov
in.pdf.
Siamat, Dahlan. 2001. Manajemen Lembaga Keuangan. Jakarta : Gramedia
Pustaka Utama.
Silaen, Jonni A. 1994. Handout Manajemen Kredit Bank. Medan : PPABT
Perbankan Politeknik Negeri Medan.
Singarimbun, M.. dan Effendi, S. 1989. Metode Penelitian Survey. Jakarta :
LP3ES.
Sinungan, Muchdarsyah. 1998. Manajemen Dana Bank. Edisi Ketiga. Jakarta :
Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.
Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Cetakan ke-
11. Bandung : Alfabeta.
Sutrisno, Hadi. 1993. Statistik 2. Yogyakarta : Penerbit Andi.
Suyatno, Thomas. 1997. Dasar-dasar Perkreditan. Cetakan Ketujuh. Jakarta : PT
Gramedia Pustaka Utama.
Tohar, M. 2000. Permodalan dan Perkreditan Koperasi. Yogyakarta : Kanisius.
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008 tentang Perbankan.
Veithzal, Rivai. 1994. Credit Management Handbook. Jakarta : Rineka Cipta.
120
Widana, I Gusti Ketut. 2012. Mengenal Budaya Hindu di Bali. PT. BP Denpasar,
Denpasar.
Widarjono, Agus. 2010. Analisis Statistika Multivariat Terapan. Yogyakarta : UPP
STIM YKPN.
121
Lampiran 1
KUESIONER PENELITIAN
Kuesioner ini dibuat semata-mata untuk maksud penelitian dengan judul “Analisis
Pengaruh Faktor Internal dan Eksternal terhadap Jumlah Kredit dan Dampaknya
Terhadap Non Performing Loan (NPL) Pada Lembaga Perkreditan Desa (LPD) –
Desa Adat di Kabupaten Gianyar” dan bukan untuk maksud evaluasi atau
penilaian. Semua informasi yang diperoleh akan disimpan kerahasiaannya.
Terima kasih.
Data Umum Responden :
Nama LPD :………………………………………………………………………
Petunjuk Pengisian :
Pada bagian ini Bapak/Ibu/Saudara/Saudari diminta untuk memberikan pendapat
atas pernyataan-pernyataan yang ada dengan cara memberi tanda silang (X) pada
kotak salah satu nomor jawaban yang telah disediakan antara skala 1-4. Skala
nomor tersebut menunjukkan seberapa dekat jawaban Bapak/Ibu/Saudara/Saudari
dengan pilihan yang tersedia. Skala 1 menunjukkan sangat tidak setuju dengan
pernyataan yang disediakan, sedangkan skala 4 menunjukkan sangat setuju
dengan pernyataan yang disediakan.
122
Variabel Kondisi Internal LPD
1. Indeks capital (Permodalan) LPD : …………………………………………....
2. Indeks assets quality (Kualitas Aktiva Produktif) LPD : ………………………
3. Indeks earnings (Rentabilitas) LPD : …………………………………………..
4. Indeks liquidity (Likuiditas) LPD : …………………………………………….
I. Variabel Kondisi Calon Debitur LPD
5. Selama ini, nasabah kredit di LPD tempat Bapak / Ibu bekerja memiliki
karakter yang baik dalam menyelesaikan kreditnya :
(1) Sangat tidak setuju
(2) Tidak setuju
(3) Setuju
(4) Sangat setuju
Alasan : ………………………………………………………...........................
…………………………………………………………………………………..
6. Selama ini, kredit yang diberikan oleh LPD tempat Bapak / Ibu bekerja
dimanfaatkan oleh nasabah kredit sesuai dengan tujuan awal pemberian kredit:
(1) Sangat tidak setuju
(2) Tidak setuju
(3) Setuju
(4) Sangat setuju
Alasan : ………………………………………………………...........................
…………………………………………………………………………………..
7. Selama ini, nasabah kredit di LPD tempat Bapak / Ibu bekerja selalu
membayar angsuran kreditnya sesuai dengan jumlah yang harus dibayarkan:
(1) Sangat tidak setuju
(2) Tidak setuju
(3) Setuju
(4) Sangat setuju
123
Alasan : ………………………………………………………...........................
…………………………………………………………………………………..
8. Selama ini, nasabah kredit di LPD tempat Bapak / Ibu bekerja selalu
membayar angsuran kreditnya tepat waktu :
(5) Sangat tidak setuju
(6) Tidak setuju
(7) Setuju
(8) Sangat setuju
Alasan : ………………………………………………………...........................
…………………………………………………………………………………..
II. Variabel Faktor Eksternal LPD
9. Selama ini, pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Gianyar cukup pesat :
(1) Sangat tidak setuju
(2) Tidak setuju
(3) Setuju
(4) Sangat setuju
Alasan : ………………………………………………………...........................
…………………………………………………………………………………..
10. Selama ini, jumlah pesaing (lembaga-lembaga pendanaan yang lain) dari LPD
tempat Bapak / Ibu bekerja tidak banyak :
(1) Sangat tidak setuju
(2) Tidak setuju
(3) Setuju
(4) Sangat setuju
Alasan : ………………………………………………………...........................
…………………………………………………………………………………..
124
III. Variabel Pemberian Kredit
11. Selama ini, LPD memberikan kepercayaan penuh pada kemampuan nasabah
kredit di LPD tempat Bapak / Ibu bekerja:
(1) Sangat tidak setuju
(2) Tidak setuju
(3) Setuju
(4) Sangat setuju
Alasan : ………………………………………………………...........................
…………………………………………………………………………………..
12. Sampai dengan saat ini, tidak terdapat banyak keluhan dari nasabah tentang
jangka waktu pengembalian kredit di LPD tempat Bapak / Ibu bekerja :
(1) Sangat tidak setuju
(2) Tidak setuju
(3) Setuju
(4) Sangat setuju
Alasan : ………………………………………………………...........................
…………………………………………………………………………………..
13. Sampai dengan saat ini, dalam memberikan kredit selalu dilihat juga tingkat
risiko yang akan dialami LPD tempat Bapak / Ibu bekerja dengan pihak luar
tidak menemui hambatan berarti:
(1) Sangat tidak setuju
(2) Tidak setuju
(3) Setuju
(4) Sangat setuju
Alasan : ………………………………………………………...........................
…………………………………………………………………………………..
14. Sampai dengan saat ini, tidak terdapat banyak keluhan dari nasabah tentang
tingkat suku bunga kredit di LPD tempat Bapak / Ibu bekerja selama ini :
(1) Sangat tidak setuju
(2) Tidak setuju
(3) Setuju
125
(4) Sangat setuju
Alasan : ………………………………………………………...........................
…………………………………………………………………………………..
IV. Variabel Non Performing Loan
Posisi Per 31Desember 2013
Jumlah Kredit Tidak Lancar : ………………………………...ribu rupiah
Jumlah Kredit : ………………………………...ribu rupiah
NPL : ………………………………... persen
126
Lampiran 2
Research Gap
No Permasalahan Research Gap Peneliti/ Tahun
Penelitian
Metode
Penelitian
Judul
Penelitian
1 2 3 4 5
1. Hubungan
antara Kondisi
Internal BPR
dengan Strategi
Pemberian
Kredit
a. Kondisi
internal BPR
berpengaruh
positif terhadap
strategi
pemberian
kredit
i. Wim
Voordeckers
dan Tensie
Steijvers,
2003
Analisis
model
continuation-
ratio logit
Business
collateral amd
personal
commitments in
SME lending
ii. Nataliya
Foderanko,
Dorothea
Schafer, dan
Oleksandra
Talaveran,
2007
Analisis
model
empiris
The effects of the
Bank-Internal
ratings on the
Loan Maturyty
b. Kondisi
internal BPR
berpengaruh
negatif
terhadap
strategi
pemberian
kredit
i. Arito Ono
dan Iichiro
Uesugi,
2005
Analisis
regresi linear
berganda
The Role of
Collateral and
Personal
Guarantees in
Relationship
Lending:
Evidence from
Japan's Small
Bisiness Loan
Market
ii. Leon
Klaper,
2001
Analisis
regresi linear
berganda
The Uniqueness
of Short-Term
Collateralization
2. Hubungan
antara kondisi
calon debitur
BPR dengan
srategi
pemberian
kredit
a. Calon debitur
BPR
berpengaruh
positif terhadap
strategi
pemberian
kredit
i. Gabriel
Jimenez,
Jose A.
Lopez, dan
Jesus
Saurina,
2007
Analisis
model
empiris
Empirical
Analysis of
Corporate
Credit Lines
ii. Aung
Kyaw, 2008
Analisis
deskriptif
kuantitatif
Financing Small
and Medium
Enterprises in
Myanmar
127
1 2 3 4 5
b. Kondisi calon
debitur BPR
berpengaruh
negatif
terhadap
strategi
pemberian
kredit
i. Ralf Elsas
dan Jan
Pieter
Krahnen,
2002
Analisis
model
empiris
Collateral
Relationship
Lending and
Financial
Distress: An
Empirical Study
on Financial
Contracting
ii. Takang
Felix Achou
dan Ntui
Claudine
Tenguh,
2008
Analisis
regresi linear
berganda
Bank
Performance
And Credit Risk
Management
3. Hubungan
antara kondisi
eksternal BPR
dengan strategi
pemberian
kredit
a. Kondisi
eksternal BPR
berpengaruh
positif terhadap
strategi
pemberian
kredit
i. Gabriel
Jimenez,
Jose A.
Lopez, dan
Jesus
Saurina,
2007
Analisis
model
empiris
Empirical
Analysis of
Corporate
Credit Lines
ii. Leora
Klapper,
2001
Analisis
regresi linear
berganda
The Uniqueness
of Short-Term
Collateralization
b. Kondisi
eksternal BPR
berpengaruh
negatif
terhadap
strategi
pemberian
kredit
i. Wim
Voordeckers
dan Tensie
Steijvers,
2003
Analisis
model
continuation-
ratio logit
Business
collateral amd
personal
commitments in
SME lending
ii. Takang
Felix Achou
dan Ntui
Claudine
Tenguh,
2008
Analisis
regresi linear
berganda
Bank
Performance
And Credit Risk
Management
4. Hubungan
antara strategi
pemberian
kredit dengan
Non Performing
Loan
a. Strategi
pemberian
kredit
berpengaruh
positif terhadap
Non
Performing
Loan
i. Michael
Manove,
A.Jorge
Padilla, dan
Marco
Pagano,
2001
Analisis
deskriptif
kuantitatif
Collateral
versus project
cdreening: a
model of lazy
banks
128
1 2 3 4 5
ii. Jessica
Petersson
dan Isac
Wadman,
2004
Analisis
deskriptif
kuantitatif
Non Performing
Loans (The
markets of Italy
and Sweden)
b. Strategi
pemberian
kredit
berpengaruh
negatif
terhadap Non
Performing
Loan
i. Jhony P.
Chen, 2003
Analisis
deskriptif
kualiatif
Non Performing
Loan
Securization in
the People's
Republic of
China
ii. Dar Yeh
Hwang dan
Wei Hsiung
Wu, 2006
Analisis
deskriptif
kualiatif
Financial
System Reform
in Taiwan
Sumber : Dewi, Chandra : 2009
129
Lampiran 3
TABULASI DATA JAWABAN RESPONDEN
NO RES. x1 x2 x3 x4 x5 x6 x7 x8 x9 x10 x11 x12 x13 x14 x15 NPL
1 12.00 18.81 14.30 6.00 2 2 2 2 2 1 3 2 3 2 2 13.32
2 25.00 27.15 18.30 8.35 3 3 2 3 3 3 2 2 3 3 3 9.14
3 24.80 32.99 14.00 7.90 3 2 3 3 3 2 3 2 3 3 3 9.13
4 23.30 30.95 19.60 5.90 3 3 2 3 3 2 3 2 3 3 3 8.76
5 26.69 40.00 14.30 9.35 4 3 4 3 3 3 4 3 3 4 3 5.26
6 25.00 32.00 14.50 9.63 3 3 2 3 3 3 2 2 3 3 3 9.09
7 27.85 30.00 15.50 8.40 3 3 3 3 2 3 3 2 3 3 3 9.04
8 24.42 40.00 20.00 8.84 4 4 4 3 3 4 4 4 3 4 4 3.28
9 22.00 34.09 15.99 8.00 3 3 3 3 4 2 2 3 3 3 3 6.44
10 24.00 40.00 15.40 9.53 4 4 3 3 4 3 3 3 3 3 3 6.39
11 16.40 38.06 16.10 7.98 3 2 3 3 2 3 3 2 3 2 3 12.12
12 10.00 18.25 10.00 6.43 1 2 2 1 1 2 1 1 2 1 1 20.95
13 30.00 40.00 20.00 10.00 4 3 4 4 4 4 4 4 4 4 4 2.65
14 19.40 21.78 14.90 8.58 2 2 1 3 1 3 2 3 3 2 2 11.93
15 10.00 16.40 10.00 6.50 2 2 1 1 1 1 2 1 2 1 1 20.77
16 21.65 33.14 17.30 10.00 3 3 3 3 2 3 3 2 3 2 3 11.84
17 30.00 40.00 20.00 10.00 4 3 4 4 3 4 4 4 4 3 4 3.24
18 22.00 29.35 14.83 8.94 2 2 3 3 2 2 3 2 3 2 3 11.70
19 17.57 22.40 15.00 8.70 2 2 1 2 2 1 3 2 3 2 2 13.22
20 18.89 28.59 14.50 7.49 3 2 2 2 1 2 3 2 3 2 2 12.92
21 27.57 34.60 20.00 10.00 3 4 4 4 3 3 4 3 4 3 3 5.19
130
NO RES. x1 x2 x3 x4 x5 x6 x7 x8 x9 x10 x11 x12 x13 x14 x15 NPL
22 13.00 19.60 14.00 6.98 2 1 2 1 1 1 2 1 3 1 1 19.92
23 24.30 30.63 20.00 8.35 3 3 2 3 2 3 3 2 3 3 3 8.46
24 16.46 18.90 16.34 7.52 2 1 1 2 1 2 1 1 3 1 1 19.90
25 18.00 26.74 20.00 8.36 2 3 2 2 2 2 3 2 3 2 3 11.31
26 30.00 35.81 20.00 10.00 4 4 3 4 3 3 4 4 3 3 4 3.99
27 17.87 16.90 14.98 6.25 2 1 1 2 2 2 1 1 2 1 1 20.73
28 16.67 19.63 15.60 7.35 2 2 2 1 1 3 1 1 2 1 1 20.63
29 30.00 40.00 20.00 10.00 3 4 4 4 3 4 4 4 4 4 4 2.60
30 30.00 40.00 20.00 10.00 3 4 4 4 3 4 4 4 4 4 4 2.45
31 18.98 22.74 15.80 8.93 2 2 2 2 1 3 2 3 2 2 2 12.69
32 30.00 40.00 20.00 10.00 4 4 4 3 4 4 3 4 4 4 4 2.37
33 16.93 20.20 15.90 7.10 2 2 1 2 1 3 1 1 2 2 1 19.65
34 30.00 40.00 20.00 10.00 4 3 4 4 4 4 3 4 4 4 4 2.23
35 19.46 26.25 14.38 7.93 1 2 3 2 2 2 2 2 2 1 2 18.64
36 19.46 21.62 14.20 8.25 2 2 1 2 3 2 1 2 2 1 2 18.41
37 28.46 34.68 14.90 10.00 3 3 3 3 4 3 2 3 4 3 3 4.92
38 21.90 30.00 16.40 9.35 3 3 3 3 4 3 2 3 3 2 3 8.46
39 17.47 22.75 18.22 8.77 3 2 1 2 3 2 1 2 3 3 2 11.21
40 30.00 38.79 20.00 10.00 4 3 4 4 3 4 4 4 4 4 4 2.19
41 30.00 39.43 19.80 10.00 4 4 3 4 3 4 4 4 4 4 4 2.10
42 19.64 30.97 18.40 7.33 3 3 2 3 1 2 4 2 3 3 3 8.21
43 30.00 40.00 20.00 10.00 4 4 3 4 4 4 3 4 4 4 4 1.97
44 19.46 24.96 15.90 7.24 1 2 3 2 3 1 2 2 3 1 1 18.02
45 12.98 18.52 16.23 6.83 2 2 1 1 1 2 1 1 3 2 1 17.95
131
NO RES. x1 x2 x3 x4 x5 x6 x7 x8 x9 x10 x11 x12 x13 x14 x15 NPL
46 30.00 40.00 20.00 10.00 4 3 4 4 4 3 4 4 4 4 4 1.97
47 18.45 21.82 12.50 8.88 1 2 2 2 2 2 1 2 2 1 2 17.65
48 22.00 36.13 20.00 9.33 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 2 8.07
49 22.00 40.00 20.00 10.00 4 4 3 3 3 3 4 3 4 3 3 4.83
50 30.00 40.00 20.00 10.00 3 4 4 4 3 4 4 4 4 4 4 1.95
51 27.42 38.40 15.50 10.00 3 4 4 4 4 3 3 3 3 3 3 6.18
52 30.00 40.00 20.00 10.00 4 3 4 4 4 3 4 4 4 4 4 1.94
53 26.69 37.49 19.50 10.00 4 4 4 3 3 4 3 4 3 3 4 3.92
54 18.53 19.44 15.90 8.46 2 2 3 1 2 2 2 1 3 2 1 17.35
55 30.00 40.00 20.00 10.00 4 3 4 4 4 4 3 4 4 4 3 3.19
56 30.00 40.00 20.00 10.00 4 4 3 4 4 3 4 4 4 4 4 1.93
57 19.24 18.47 14.73 8.35 1 2 2 2 2 2 1 1 2 1 2 19.61
58 30.00 40.00 20.00 10.00 4 4 3 4 3 4 4 4 4 4 4 1.83
59 22.97 36.03 19.90 10.00 3 4 4 4 3 4 3 3 3 3 3 6.12
60 30.00 40.00 20.00 10.00 4 3 4 4 4 3 4 4 4 4 4 1.80
61 17.80 18.61 18.87 9.42 2 2 2 2 1 2 3 2 3 1 2 15.73
62 19.12 30.00 18.90 7.87 3 2 2 3 2 3 2 2 3 3 2 11.13
63 30.00 40.00 20.00 10.00 4 4 4 3 3 4 4 4 4 4 4 1.78
64 18.86 31.27 18.60 8.94 3 3 3 2 2 3 3 2 3 3 3 8.06
65 30.00 40.00 20.00 10.00 4 3 4 4 4 4 3 4 4 4 4 1.46
66 19.56 28.60 14.70 8.64 2 3 2 2 3 2 1 2 3 3 2 11.06
67 13.69 18.92 15.80 6.22 2 1 1 2 1 2 1 2 3 1 1 17.20
68 15.14 19.55 14.80 7.99 1 1 2 2 2 2 1 2 2 1 1 19.47
69 30.00 40.00 20.00 10.00 3 4 4 4 4 3 4 4 4 4 4 1.41
132
NO RES. x1 x2 x3 x4 x5 x6 x7 x8 x9 x10 x11 x12 x13 x14 x15 NPL
70 16.00 16.45 11.00 7.34 2 1 2 1 1 2 1 2 3 1 1 17.14
71 23.68 30.00 20.00 10.00 4 4 3 3 4 4 2 3 3 3 2 8.03
72 19.23 18.00 14.11 7.25 2 1 2 2 2 1 2 2 2 1 1 19.41
73 27.57 33.12 19.50 10.00 3 4 4 3 3 3 4 3 3 3 4 4.67
74 30.00 38.85 19.80 10.00 3 4 4 4 2 4 4 4 4 4 3 3.01
75 21.30 30.31 17.84 7.48 1 2 3 2 3 2 1 3 3 2 2 10.90
76 22.69 32.67 20.00 10.00 3 4 4 4 4 3 3 3 3 3 4 4.52
77 19.43 26.73 15.10 8.99 3 2 2 2 3 1 2 2 3 1 2 15.73
78 30.00 38.22 20.00 10.00 4 3 4 4 4 4 3 4 4 4 3 2.92
79 15.52 20.42 15.24 7.56 2 2 1 2 1 3 1 2 2 1 1 19.16
80 30.00 40.00 20.00 10.00 4 4 3 4 4 4 3 4 4 4 4 1.40
81 30.00 40.00 20.00 10.00 3 4 4 4 4 4 3 4 4 4 4 1.35
82 21.68 30.00 18.30 10.00 4 3 3 3 2 3 4 3 2 3 2 10.72
83 19.57 20.52 15.86 8.32 1 2 2 2 2 2 1 3 1 2 2 15.69
84 30.00 40.00 20.00 10.00 4 4 3 4 4 4 3 4 4 4 3 2.86
85 16.34 19.02 14.40 6.78 2 1 2 1 2 1 2 2 1 1 1 20.52
86 30.00 40.00 20.00 10.00 4 3 4 4 4 4 3 4 4 4 4 1.32
87 30.00 40.00 20.00 10.00 3 4 4 4 4 4 3 4 4 4 3 2.81
88 20.43 30.00 20.00 8.38 2 3 3 3 3 3 2 2 3 2 3 10.70
89 18.44 30.00 14.70 8.38 2 2 3 2 2 2 3 2 1 2 2 17.02
90 30.00 40.00 20.00 10.00 4 4 4 4 4 4 3 4 4 4 4 1.31
91 28.47 35.81 20.00 10.00 3 4 4 4 4 3 3 4 3 3 4 3.89
92 30.00 40.00 20.00 10.00 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 1.29
93 16.79 27.52 15.40 7.98 2 3 2 2 2 2 2 3 1 2 2 15.66
133
NO RES. x1 x2 x3 x4 x5 x6 x7 x8 x9 x10 x11 x12 x13 x14 x15 NPL
94 25.79 34.45 19.70 10.00 3 4 4 4 3 3 4 3 3 3 3 6.07
95 23.69 32.64 19.23 10.00 4 3 4 3 4 3 3 3 3 4 2 5.92
96 19.34 30.71 16.00 9.70 3 3 2 3 3 3 2 3 2 3 2 10.60
97 21.57 31.43 20.00 10.00 4 4 3 3 4 3 3 3 3 3 3 5.81
98 27.98 33.30 20.00 10.00 4 3 4 4 3 3 4 3 3 4 3 4.51
99 21.42 30.00 14.63 7.42 3 3 3 3 3 2 3 2 2 3 2 12.59
100 28.42 31.60 15.50 9.52 3 3 3 3 2 4 3 3 3 3 4 4.34
101 19.43 28.87 18.90 8.34 3 2 3 3 2 3 2 2 2 3 2 12.69
102 30.00 40.00 20.00 10.00 4 4 4 4 4 3 4 4 4 4 4 1.24
103 13.55 30.00 12.60 9.44 1 2 3 2 3 1 2 3 1 3 2 12.46
104 15.80 18.54 14.37 7.70 2 2 1 1 1 1 3 1 1 2 1 20.47
105 30.00 35.89 20.00 10.00 3 4 4 4 4 3 3 4 4 3 3 3.84
106 19.13 30.00 18.74 10.00 3 4 4 3 4 3 2 3 2 3 2 10.31
107 17.41 21.00 14.90 7.13 1 2 2 2 1 1 3 3 1 2 2 15.02
108 25.19 37.98 19.40 10.00 4 4 3 3 3 3 4 3 3 4 3 4.30
109 30.00 40.00 20.00 10.00 4 4 4 4 4 4 3 4 4 4 4 1.15
110 18.56 24.97 14.56 8.38 1 3 2 2 3 2 1 3 1 3 1 14.77
111 25.30 28.28 18.70 9.38 3 2 3 3 3 3 2 3 3 4 3 4.30
112 15.57 23.51 18.90 7.73 2 2 2 2 3 1 2 3 1 2 2 14.70
113 30.00 32.57 20.00 10.00 4 3 4 3 4 3 3 4 3 4 3 3.78
114 21.79 31.75 15.35 7.83 3 3 3 2 3 2 2 3 2 3 2 10.31
115 30.00 38.59 20.00 10.00 4 4 3 4 4 4 3 4 4 4 4 1.15
116 17.96 30.35 14.70 6.73 2 3 2 2 2 2 2 3 1 2 2 14.63
117 22.53 32.17 15.25 9.65 3 3 3 3 3 3 3 3 2 3 3 7.82
134
NO RES. x1 x2 x3 x4 x5 x6 x7 x8 x9 x10 x11 x12 x13 x14 x15 NPL
118 16.25 30.47 16.10 7.42 1 3 2 3 3 1 2 3 1 3 2 12.41
135
NO RES. x1 x2 x3 x4 x5 x6 x7 x8 x9 x10 x11 x12 x13 x14 x15 NPL
136
NO RES. x1 x2 x3 x4 x5 x6 x7 x8 x9 x10 x11 x12 x13 x14 x15 NPL
137
NO RES. x1 x2 x3 x4 x5 x6 x7 x8 x9 x10 x11 x12 x13 x14 x15 NPL
138
NO RES. x1 x2 x3 x4 x5 x6 x7 x8 x9 x10 x11 x12 x13 x14 x15 NPL
139
NO RES. x1 x2 x3 x4 x5 x6 x7 x8 x9 x10 x11 x12 x13 x14 x15 NPL
135
LAMPIRAN 4
HASIL UJI VARIABEL EKSOGEN
Regression Weights
Estimate S.E. C.R. P Label
X1.1 <--- INT 1.000
X1.2 <--- INT 1.377 .073 18.767 *** par_1
X1.3 <--- INT .414 .030 13.937 *** par_2
X1.4 <--- INT .173 .014 11.972 *** par_3
X2.1 <--- DEB 1.000
X2.2 <--- DEB .969 .064 15.058 *** par_4
X2.3 <--- DEB .881 .064 13.858 *** par_5
X2.4 <--- DEB .962 .064 14.979 *** par_6
X3.2 <--- EKS 1.000
X3.1 <--- EKS .988 .100 9.851 *** par_7
Standardized Regression Weights
Estimate
X1.1 <--- INT .886
X1.2 <--- INT .917
X1.3 <--- INT .799
X1.4 <--- INT .732
X2.1 <--- DEB .866
X2.2 <--- DEB .838
X2.3 <--- DEB .799
X2.4 <--- DEB .836
X3.2 <--- EKS .669
X3.1 <--- EKS .673
Fit Measures
Model NPAR CMIN DF P CMIN/DF
Default model 25 55.611 41 .055 1.356
Saturated model 66 .000 0
Independence model 11 1913.747 55 .000 34.795
136
Model RMR GFI AGFI PGFI
Default model .135 .928 .884 .576
Saturated model .000 1.000
Independence model 5.438 .173 .008 .145
Model NFI
Delta1
RFI
rho1
IFI
Delta2
TLI
rho2 CFI
Default model .964 .952 .985 .980 .985
Saturated model 1.000
1.000
1.000
Independence model .000 .000 .000 .000 .000
Model PRATIO PNFI PCFI
Default model .745 .719 .734
Saturated model .000 .000 .000
Independence model 1.000 .000 .000
Model NCP LO 90 HI 90
Default model 27.376 8.464 54.171
Saturated model .000 .000 .000
Independence model 1858.747 1719.504 2005.351
Model FMIN F0 LO 90 HI 90
Default model .433 .173 .054 .343
Saturated model .000 .000 .000 .000
Independence model 12.112 11.764 10.883 12.692
Model RMSEA LO 90 HI 90 PCLOSE
Default model .065 .036 .091 .174
Independence model .462 .445 .480 .000
Model AIC BCC BIC CAIC
Default model 118.376 122.485 195.098 220.098
Saturated model 132.000 142.849 334.548 400.548
Independence model 1935.747 1937.556 1969.505 1980.505
137
Model ECVI LO 90 HI 90 MECVI
Default model .749 .630 .919 .775
Saturated model .835 .835 .835 .904
Independence model 12.252 11.370 13.179 12.263
Model HOELTER
.05
HOELTER
.01
Default model 132 151
Independence model 7 7
138
LAMPIRAN 5
HASIL UJI VARIABEL ENDOGEN
Regression Weights
Estimate S.E. C.R. P Label
X4.1 <--- KRE 1.000
X4.2 <--- KRE .824 .085 9.695 *** par_1
X4.3 <--- KRE 1.149 .074 15.551 *** par_2
X4.4 <--- KRE 1.010 .075 13.485 *** par_3
Standardized Regression Weights
Estimate
X4.1 <--- KRE .875
X4.2 <--- KRE .675
X4.3 <--- KRE .917
X4.4 <--- KRE .833
Fit Measures
Model NPAR CMIN DF P CMIN/DF
Default model 8 2.261 2 .323 1.130
Saturated model 10 .000 0
Independence model 4 403.937 6 .000 67.323
Model RMR GFI AGFI PGFI
Default model .012 .993 .966 .199
Saturated model .000 1.000
Independence model .501 .416 .027 .250
Model NFI
Delta1
RFI
rho1
IFI
Delta2
TLI
rho2 CFI
Default model .994 .983 .999 .998 .999
Saturated model 1.000
1.000
1.000
Independence model .000 .000 .000 .000 .000
139
Model PRATIO PNFI PCFI
Default model .333 .331 .333
Saturated model .000 .000 .000
Independence model 1.000 .000 .000
Model NCP LO 90 HI 90
Default model .261 .000 8.422
Saturated model .000 .000 .000
Independence model 397.937 335.724 467.558
Model FMIN F0 LO 90 HI 90
Default model .014 .002 .000 .053
Saturated model .000 .000 .000 .000
Independence model 2.557 2.519 2.125 2.959
Model RMSEA LO 90 HI 90 PCLOSE
Default model .029 .000 .163 .455
Independence model .648 .595 .702 .000
Model AIC BCC BIC CAIC
Default model 18.261 18.783 42.812 50.812
Saturated model 20.000 20.654 50.689 60.689
Independence model 411.937 412.199 424.213 428.213
Model ECVI LO 90 HI 90 MECVI
Default model .116 .114 .167 .119
Saturated model .127 .127 .127 .131
Independence model 2.607 2.213 3.048 2.609
Model HOELTER
.05
HOELTER
.01
Default model 419 644
Independence model 5 7
140
LAMPIRAN 6
HASIL UJI SEM
Notes for Group
The model is recursive
Sample size = 118
Parameter Summary
Weights Covariances Variances Means Intercepts Total
Fixed 21 0 0 0 0 21
Labeled 0 0 0 0 0 0
Unlabeled 15 4 20 0 0 39
Total 36 4 20 0 0 60
Assesment of Normality
Variable min max skew c.r. kurtosis c.r.
NPL .220 20.950 .489 2.516 -.987 -2.540
X4.3 1.000 4.000 -.441 -2.271 -.904 -2.327
X4.2 1.000 4.000 -.423 -2.178 -.836 -2.153
X4.1 1.000 4.000 -.390 -2.010 -.738 -1.899
X3.1 1.000 4.000 -.295 -1.520 -.920 -2.367
X3.2 1.000 4.000 -.316 -1.627 -.924 -2.378
X2.4 1.000 4.000 -.395 -2.033 -.801 -2.061
X2.3 1.000 4.000 -.304 -1.564 -.837 -2.155
X2.2 1.000 4.000 -.355 -1.825 -.889 -2.289
X2.1 1.000 4.000 -.382 -1.965 -.801 -2.061
X1.4 5.900 10.000 -.500 -2.575 -.950 -2.445
X1.3 10.000 20.000 -.439 -2.262 -.941 -2.423
X1.2 15.880 40.000 -.450 -2.315 -.999 -2.572
X1.1 10.000 30.000 -.208 -1.071 -1.160 -2.485
Multivariate
13.930 2.559
Observation Furthest From the Centroid (Mahalanobis distance)
Observation number Mahalanobis d-squared p1 p2
1 30.201 .000 .025
2 30.045 .011 .544
3 29.890 .019 .568
4 29.800 .019 .360
5 29.641 .020 .213
141
Observation number Mahalanobis d-squared p1 p2
6 28.773 .026 .222
7 28.107 .031 .218
8 28.014 .031 .131
9 26.640 .046 .303
10 26.500 .047 .223
11 26.332 .050 .167
12 26.189 .051 .119
13 25.832 .056 .116
14 25.448 .062 .122
15 25.041 .069 .137
16 24.330 .083 .240
17 24.303 .083 .171
18 24.110 .087 .152
19 23.664 .097 .203
20 23.484 .101 .185
21 23.345 .105 .160
22 23.054 .112 .178
23 22.288 .134 .383
24 22.100 .140 .379
25 22.056 .141 .315
26 21.957 .145 .279
27 21.848 .148 .251
28 21.710 .153 .236
29 21.143 .173 .410
30 21.112 .174 .346
31 21.087 .175 .285
32 21.076 .176 .225
33 20.948 .181 .214
34 20.561 .196 .315
35 20.501 .198 .275
36 20.369 .204 .270
37 20.344 .205 .220
38 20.315 .206 .178
39 20.258 .209 .151
40 20.234 .210 .117
41 20.103 .216 .117
42 19.570 .240 .266
43 19.526 .242 .229
44 19.301 .253 .276
45 19.299 .253 .220
142
Observation number Mahalanobis d-squared p1 p2
46 19.191 .259 .214
47 19.126 .262 .192
48 19.002 .269 .194
49 18.902 .274 .188
50 18.890 .274 .149
51 18.837 .277 .128
52 18.730 .283 .126
53 18.686 .285 .106
54 18.340 .304 .189
55 18.300 .307 .161
56 18.248 .310 .141
57 18.003 .324 .196
58 17.916 .329 .189
59 17.880 .331 .161
60 17.875 .331 .126
61 17.503 .354 .239
62 17.311 .366 .289
63 17.082 .380 .368
64 16.879 .393 .437
65 16.864 .394 .385
66 16.794 .399 .368
67 16.643 .409 .405
68 16.591 .413 .378
69 16.574 .414 .329
70 16.567 .414 .277
71 16.480 .420 .274
72 16.472 .421 .228
73 16.416 .424 .209
74 16.306 .432 .219
75 16.207 .439 .223
76 16.164 .442 .199
77 16.140 .443 .168
78 16.093 .446 .150
79 15.983 .454 .158
80 15.938 .457 .140
81 15.832 .465 .147
82 15.787 .468 .129
83 18.902 .274 .188
84 18.890 .274 .149
85 18.837 .277 .128
143
Observation number Mahalanobis d-squared p1 p2
86 18.730 .283 .126
87 18.686 .285 .106
88 18.340 .304 .189
89 18.300 .307 .161
90 18.248 .310 .141
91 18.003 .324 .196
92 17.916 .329 .189
93 17.880 .331 .161
94 17.875 .331 .126
95 17.503 .354 .239
96 17.311 .366 .289
97 17.082 .380 .368
98 16.879 .393 .437
99 16.864 .394 .385
100 16.794 .399 .368
101 16.643 .409 .405
102 16.864 .394 .385
103 16.794 .399 .368
104 16.643 .409 .405
105 16.591 .413 .378
106 16.574 .414 .329
107 16.567 .414 .277
108 16.480 .420 .274
109 16.472 .421 .228
110 16.416 .424 .209
111 16.306 .432 .219
112 16.207 .439 .223
113 16.164 .442 .199
114 16.140 .443 .168
115 16.093 .446 .150
116 15.983 .454 .158
117
118
15.938
15.938
.457
.458
.140
.145
144
Regression Weights
Estimate S.E. C.R. P Label
KRE <--- INT .061 .011 5.436 *** par_12
KRE <--- DEB .427 .065 6.589 *** par_13
KRE <--- EKS .133 .025 5.302 *** par_14
X1.1 <--- INT 1.000
X1.2 <--- INT 1.369 .070 19.633 *** par_1
X1.3 <--- INT .407 .029 14.021 *** par_2
X1.4 <--- INT .169 .014 11.856 *** par_3
X2.1 <--- DEB 1.000
X2.2 <--- DEB .966 .065 14.848 *** par_4
X2.3 <--- DEB .894 .064 14.021 *** par_5
X2.4 <--- DEB .961 .065 14.840 *** par_6
X3.2 <--- EKS 1.000
X3.1 <--- EKS .990 .100 9.851 *** par_7
X4.1 <--- KRE 1.000
X4.2 <--- KRE .903 .078 11.598 *** par_9
X4.3 <--- KRE 1.160 .066 17.567 *** par_10
X4.4 <--- KRE 1.093 .066 16.494 *** par_11
NPL <--- KRE -.918 ..082 -11.974 *** par_15
Standardized Regression Weights
Estimate
KRE <--- INT .384
KRE <--- DEB .436
KRE <--- EKS .110
X1.1 <--- INT .895
X1.2 <--- INT .921
X1.3 <--- INT .792
X1.4 <--- INT .719
X2.1 <--- DEB .864
X2.2 <--- DEB .834
X2.3 <--- DEB .806
X2.4 <--- DEB .833
X3.2 <--- EKS .669
X3.1 <--- EKS .675
X4.1 <--- KRE .867
145
Estimate
X4.2 <--- KRE .733
X4.3 <--- KRE .918
X4.4 <--- KRE .893
NPL <--- KRE -.785
Covariances
Estimate S.E. C.R. P Label
INT <--> DEB 4.392 .545 8.058 *** par_16
DEB <--> EKS .656 .087 7.505 *** par_17
INT <--> EKS 3.984 .528 7.551 *** par_18
Correlations
Estimate
INT <--> DEB 1.064
DEB <--> EKS 1.219
INT <--> EKS 1.193
Variances
Estimate S.E. C.R. P Label
INT
25.597 3.521 7.269 *** par_20
DEB
.665 .097 6.887 *** par_21
EKS
.436 .087 5.016 *** par_22
Ek
.048 .011 4.280 *** par_23
e1
6.365 .711 8.947 *** par_24
e2
8.585 .933 9.203 *** par_25
e3
2.513 .266 9.457 *** par_26
e4
.682 .074 9.257 *** par_27
e8
.226 .024 9.503 *** par_28
e7
.272 .027 10.147 *** par_29
e6
.287 .029 9.831 *** par_30
e5
.271 .026 10.531 *** par_31
e11
.538 .054 10.040 *** par_32
e10
.512 .052 9.752 *** par_33
e9
.561 .056 9.928 *** par_34
146
Estimate S.E. C.R. P Label
e12
.210 .024 8.872 *** par_35
e13
.447 .050 9.014 *** par_36
e14
.161 .018 8.894 *** par_37
e15
.193 .021 9.329 *** par_38
Ez
-.374 .248 -1.508 .132 par_39
Total Effects
EKS DEB INT KRE
KRE .133 .427 .061 .000
NPL -1.012 -3.254 -.461 -7.618
X4.4 .145 .467 .066 1.093
X4.3 .154 .495 .070 1.160
X4.2 .120 .386 .055 .903
X4.1 .133 .427 .061 1.000
X3.1 .990 .000 .000 .000
X3.2 1.000 .000 .000 .000
X2.4 .000 .961 .000 .000
X2.3 .000 .894 .000 .000
X2.2 .000 .966 .000 .000
X2.1 .000 1.000 .000 .000
X1.4 .000 .000 .169 .000
X1.3 .000 .000 .407 .000
X1.2 .000 .000 1.369 .000
X1.1 .000 .000 1.000 .000
Standardized Total Effects
EKS DEB INT KRE
KRE .110 .436 .384 .000
NPL -.110 -.439 -.386 -1.005
X4.4 .098 .390 .343 .893
X4.3 .101 .400 .352 .918
X4.2 .081 .320 .282 .733
X4.1 .095 .378 .333 .867
X3.1 .675 .000 .000 .000
X3.2 .669 .000 .000 .000
X2.4 .000 .833 .000 .000
X2.3 .000 .806 .000 .000
147
EKS DEB INT KRE
X2.2 .000 .834 .000 .000
X2.1 .000 .864 .000 .000
X1.4 .000 .000 .719 .000
X1.3 .000 .000 .792 .000
X1.2 .000 .000 .921 .000
X1.1 .000 .000 .895 .000
Direct Effects
EKS DEB INT KRE
KRE .133 .427 .061 .000
NPL .000 .000 .000 -7.618
X4.4 .000 .000 .000 1.093
X4.3 .000 .000 .000 1.160
X4.2 .000 .000 .000 .903
X4.1 .000 .000 .000 1.000
X3.1 .990 .000 .000 .000
X3.2 1.000 .000 .000 .000
X2.4 .000 .961 .000 .000
X2.3 .000 .894 .000 .000
X2.2 .000 .966 .000 .000
X2.1 .000 1.000 .000 .000
X1.4 .000 .000 .169 .000
X1.3 .000 .000 .407 .000
X1.2 .000 .000 1.369 .000
X1.1 .000 .000 1.000 .000
Standardized Direct Effects
EKS DEB INT KRE
KRE .110 .436 .384 .000
NPL .000 .000 .000 -1.005
X4.4 .000 .000 .000 .893
X4.3 .000 .000 .000 .918
X4.2 .000 .000 .000 .733
X4.1 .000 .000 .000 .867
X3.1 .675 .000 .000 .000
X3.2 .669 .000 .000 .000
X2.4 .000 .833 .000 .000
148
EKS DEB INT KRE
X2.3 .000 .806 .000 .000
X2.2 .000 .834 .000 .000
X2.1 .000 .864 .000 .000
X1.4 .000 .000 .719 .000
X1.3 .000 .000 .792 .000
X1.2 .000 .000 .921 .000
X1.1 .000 .000 .895 .000
Indirect Effects
EKS DEB INT KRE
KRE .000 .000 .000 .000
NPL -1.012 -3.254 -.461 .000
X4.4 .145 .467 .066 .000
X4.3 .154 .495 .070 .000
X4.2 .120 .386 .055 .000
X4.1 .133 .427 .061 .000
X3.1 .000 .000 .000 .000
X3.2 .000 .000 .000 .000
X2.4 .000 .000 .000 .000
X2.3 .000 .000 .000 .000
X2.2 .000 .000 .000 .000
X2.1 .000 .000 .000 .000
X1.4 .000 .000 .000 .000
X1.3 .000 .000 .000 .000
X1.2 .000 .000 .000 .000
X1.1 .000 .000 .000 .000
Satndarzied Indirect Effects
EKS DEB EKS KRE
KRE .000 .000 .000 .000
NPL -.110 -.439 -.386 .000
X4.4 .098 .390 .343 .000
X4.3 .101 .400 .352 .000
X4.2 .081 .320 .282 .000
X4.1 .095 .378 .333 .000
X3.1 .000 .000 .000 .000
X3.2 .000 .000 .000 .000
149
EKS DEB EKS KRE
X2.4 .000 .000 .000 .000
X2.3 .000 .000 .000 .000
X2.2 .000 .000 .000 .000
X2.1 .000 .000 .000 .000
X1.4 .000 .000 .000 .000
X1.3 .000 .000 .000 .000
X1.2 .000 .000 .000 .000
X1.1 .000 .000 .000 .000
Model Fit Summary
Model NPAR CMIN DF P CMIN/DF
Default model 39 89.760 97 .060 .925
Saturated model 136 .000 0
Independence model 16 34.932 120 .000 28.341
Model RMR GFI AGFI PGFI
Default model .132 .916 .919 .611
Saturated model .000 1.000
Independence model 6.236 .116 -.002 .103
Model NFI
Delta1
RFI
rho1
IFI
Delta2
TLI
rho2 CFI
Default model .923 .904 .950 .947 .959
Saturated model 1.000
1.000
1.000
Independence model .000 .000 .000 .000 .000
Model PRATIO PNFI PCFI
Default model .808 .746 .767
Saturated model .000 .000 .000
Independence model 1.000 .000 .000
Model NCP LO 90 HI 90
Default model 165.760 121.387 217.795
Saturated model .000 .000 .000
Independence model 3280.932 3094.365 3474.801
150
Model FMIN F0 LO 90 HI 90
Default model 1.663 1.049 .768 1.378
Saturated model .000 .000 .000 .000
Independence model 21.525 20.765 19.585 21.992
Model RMSEA LO 90 HI 90 PCLOSE
Default model .064 .089 .119 .000
Independence model .416 .404 .428 .000
Model AIC BCC BIC CAIC
Default model 340.760 350.164 460.447 499.447
Saturated model 272.000 304.794 689.371 825.371
Independence model 3432.932 3436.790 3482.035 3498.035
Model ECVI LO 90 HI 90 MECVI
Default model 2.157 1.876 2.486 2.216
Saturated model 1.722 1.722 1.722 1.929
Independence model 21.727 20.547 22.954 21.752
Model HOELTER
.05
HOELTER
.01
Default model 73 80
Independence model 7 8
151
LAMPIRAN 7
HASIL UJI OUTLIERS UNIVARIAT
Descriptives
Descriptive Statistics
118 -2.41798 .95589 .0000000 1.00000000 118 -1.99339 1.16024 .0000000 1.00000000 118 -2.84647 .99199 .0000000 1.00000000 118 -2.46318 1.02659 .0000000 1.00000000
118 -1.95714 1.19676 .0000000 1.00000000 118 -2.12068 1.21781 .0000000 1.00000000 118 -2.00266 1.17099 .0000000 1.00000000 118 -2.01700 1.17938 .0000000 1.00000000
118 -1.71782 1.29468 .0000000 1.00000000
118 -1.78784 1.24703 .0000000 1.00000000
118 -2.02747 1.16429 .0000000 1.00000000 118 -1.82779 1.16828 .0000000 1.00000000 118 -1.81507 1.14996 .0000000 1.00000000 118 -1.85490 1.20665 .0000000 1.00000000
118 -1.38936 2.02618 .0000000 1.00000000
118
Zscore: Permodalam Zscore: Aktiva Produktif Zscore: Rentabilitas Zscore: Likuiditas
Zscore: Character Zscore: Capital Zscore: Capacity Zscore: Condition
Zscore: Perkembangan Perekonomian
Zscore: Faktor Persaingan Usaha
Zscore: Kepercayaan Zscore: Jangka Waktu Zscore: Degree of Risk Zscore: Kontra Prestasi Zscore: Non Performing Loan Valid N (listwise)
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
152
LAMPIRAN 8
PERHITUNGAN CONSTRUCT RELIABILITY
DAN VARIANCE EXTRACT
1. Rumus yang digunakan untuk menghitung reliabilitas konstruk adalah :
2. Rumus yang digunakan untuk menghitung variance extract adalah :
3. Tabulasi nilai untuk menghitung construct reliability dan variance extract :
Konstruk
Hubungan
Antar
Variabel
Loading
Factor
(Loading
Factor)2
SE
Kondisi
Internal LPD
(INT)
X1.1<-- INT 0,895 0,801
X1.2<-- INT 0,921 0,848 0,070
X1.3<-- INT 0,792 0,627 0,029
X1.4<-- INT 0,719 0,517 0,014
Σ 3,327 2,793 0,113
Kondisi Calon
Debitur LPD
(DEB)
X2.1<--DEB 0,833 0,694 0,065
X2.2<--DEB 0,806 0,650 0,064
X2.3<--DEB 0,834 0,696 0,065
X2.4<--DEB 0,864 0,746
Σ 3,337 2,786 0,194
Kondisi
Eksternal LPD
(EKS)
X3.1<--EKS 0,675 0,456 0,100
X3.2<--EKS 0,669 0,448
Σ 2,016 1,355 0,204
153
Pemberian
Kredit (KRE)
X4.1<--KRE 0,867 0,752
X4.2<--KRE 0,733 0,537 0,078
X4.3<--KRE 0,918 0,843 0,066
X4.4<--KRE 0,893 0,797 0,066
Σ 3,411 2,929 0,210
4. Perhitungan construct reliability :
a. Variabel kondisi internal LPD
b. Variabel kondisi calon debitur LPD
c. Variabel kondisi eksternal LPD
d. Variabel pemberian kredit
5. Perhitungan variance extract :
a. Variabel kondisi internal LPD
b. Variabel kondisi calon debitur LPD
c. Variabel kondisi eksternal LPD
d. Variabel pemberian kredit