f4 - gizi - posyandu

14
LAPORAN UPAYA KESEHATAN MASYARAKAT Laporan F4. Upaya Perbaikan Gizi Masyarakat Topik : Status Gizi Balita Diajukan dalam rangka praktek klinis dokter internsip sekaligus sebagai bagian dari persyaratan menyelesaikan program internsip dokter Indonesia di Puskesmas Pandaan Kabupaten Pasuruan disusun oleh : dr. Dwi Nanda S.A.W.

Upload: azhari-ramadhan

Post on 30-Jan-2016

737 views

Category:

Documents


114 download

DESCRIPTION

free

TRANSCRIPT

Page 1: F4 - Gizi - Posyandu

LAPORAN UPAYA KESEHATAN MASYARAKAT

Laporan F4. Upaya Perbaikan Gizi Masyarakat

Topik : Status Gizi Balita

Diajukan dalam rangka praktek klinis dokter internsip sekaligus sebagai bagian dari

persyaratan menyelesaikan program internsip dokter Indonesia di Puskesmas Pandaan

Kabupaten Pasuruan

disusun oleh :

dr. Dwi Nanda S.A.W.

Program Dokter Internsip Indonesia

Kabupaten Pasuruan

Jawa Timur

Page 2: F4 - Gizi - Posyandu

Halaman Pengesahan

Laporan Upaya Kesehatan Masyarakat

Laporan F4. Upaya Perbaikan Gizi Masyarakat

Topik : Status Gizi Balita

Diajukan dalam rangka praktek klinis dokter internsip sekaligus sebagai bagian dari

persyaratan menyelesaikan program internsip dokter Indonesia di Puskesmas Pandaan

disusun oleh :

dr. Dwi Nanda S.A.W.

Telah diperiksa dan disetujui pada tanggal 29 September 2014

Oleh

Pembimbing Dokter Internsip Puskesmas Pandaan

dr. Titin Yuliani NIP. 197605012010012004

Page 3: F4 - Gizi - Posyandu

LATAR BELAKANG

Defisiensi zat gizi mikro yang sering dijumpai pada anak usia sekolah dasar (6-12 tahun) adalah zat besi (ferrous, Fe) dan seng (zinc, Zn). Zat besi dan seng termasuk mikronutrien karena jumlah yang diperlukan tubuh sedikit, tetapi memiliki banyak peran. Zat besi tersimpan 2-4 gram dalam tubuh manusia, sementara seng hanya 1,5-3 gram (Pedoman Diagnosis dan Terapi Dept. Anak RSUD Dr Soetomo, 2008)

Data Riskesdas 2010 menunjukkan bahwa secara nasional konsumsi energi dan protein masyarakat Indonesia masih rendah pada semua kelompok umur dimana 44,4% kelompok usia 6-12 tahun mengonsumsi energi di bawah kebutuhan minimal. Hal ini sebenarnya tidak diharapkan karena pada kelompok usia 6-12 tahun membutuhkan asupan nutrisi yang adekuat untuk pertumbuhan dan perkembangan selanjutnya. Jika asupan energi rendah maka dapat diperkirakan terjadi defisiensi zat gizi, termasuk mikronutrien (RISKESDAS, 2010)

Data Riskesdas menyatakan pada usia 6-12 tahun, frekuensi anak yang tergolong pendek adalah 35,6%, serta anak yang tergolong kurus adalah 12,2%. Data Riskesdas 2010 juga memperlihatkan bahwa masih terdapat 20 propinsi dengan frekuensi anak pendek di atas angka frekuensi nasional dan terdapat 15 propinsi dengan frekuensi anak kurus diatas angka frekuensi nasional (RISKESDAS, 2010)

Data diatas memperlihatkan bahwa pada anak usia sekolah 6-12 tahun, masalah kecukupan gizi perlu mendapat perhatian lebih lanjut. Kecukupan asupan gizi pada anak usia sekolah mencakup kecukupan zat gizi makro dan zat gizi mikro. Zat gizi makro mencakup karbohidrat, lemak dan protein. Karbohidrat berfungsi sebagai sumber energi, sehingga harus diberikan dalam jumlah cukup untuk mendukung aktivitas anak sehari-hari.

Kurang gizi atau gizi buruk dinyatakan sebagai penyebab tewasnya 3,5 juta anak di bawah usia lima tahun (balita) di dunia. Mayoritas kasus fatal gizi buruk berada di 20 negara, yang merupakan negara target bantuan untuk masalah pangan dan nutrisi. Negara tersebut meliputi wilayah Afrika, Asia Selatan, Myanmar, Korea Utara, dan Indonesia (Litbang Depkes RI, 2008). Hasil penelitian yang dipublikasikan dalam jurnal kesehatan Inggris The Lanchet ini mengungkapkan, kebanyakan kasus fatal tersebut secara tidak langsung menimpa keluarga miskin yang tidak mampu atau lambat untuk berobat, kekurangan vitamin A dan

Page 4: F4 - Gizi - Posyandu

Zinc selama ibu mengandung balita, serta menimpa anak pada usia dua tahun pertama. Angka kematian balita karena gizi buruk ini terhitung lebih dari sepertiga kasus kematian anak di seluruh dunia (Malik, 2008).

Kekurangan gizimerupakan salah satu penyebab tingginya kematian pada bayi dan anak. Apabila anak kekurangan gizi dalam hal zat karbohidrat (zat tenaga) dan protein (zat pembangun) akan berakibat anak menderita kekurangan gizi yang disebut KEP tingkat ringan dan sedang, apabila hal ini berlanjut lama maka akan berakibat terganggunya pertumbuhan, terganggunya perkembangan mental, menyebabkan terganggunya sistem pertahanan tubuh, hingga menjadikan penderita KEP tingkat berat sehingga sangat mudah terserang penyakit dan dapat berakibat kematian (Anonim, 2010).

Berbagai penelitian membuktikan lebih dari separuh kematian bayi dan balita disebabkan oleh keadaan gizi yang jelek. Risiko meninggal dari anak yang bergizi buruk 13 kali lebih besar dibandingkan anak yang normal. WHO memperkirakan bahwa 54% penyebab kematian bayi dan balita didasari oleh keadaan gizi anak yang jelek (Irwandy, 2007).

Masalah kurang gizi merupakan akibat dari interaksi antara berbagai faktor, akan tetapi yang paling utama adalah dua faktor yaitu konsumsi pangan dan infeksi, adanya ketidakseimbangan antara konsumsi zat energi dan zat protein melalui makanan, baik dari segi kuantitatif dan kualitatif. Dideritanya panyakit infeksi, yang umumnya infeksi saluran pernafasan dan infeksi saluran pencernaan, maka keadaan kurang gizi akan bertambah parah. Namun sebaliknya penyakit-penyakit tersebut dapat bertindak sebagai pemula terjadinya kurang gizi sebagai akibat menurunnya nafsu makan, adanya gangguan penyerapan dalam saluran pencernaan serta meningkatnya kebutuhan gizi akibat adanya penyakit (Irwandy, 2007).

Selain dari penyebab utama tersebut banyak sekali faktor

yang menyebabkan terjadinya masalah kurang gizi yaitu ketersediaan pangan di tingkat rumah tangga, pola pengasuhan anak, kondisi lingkungan atau penyediaan air bersih serta pelayanan kesehatan yang tidak memadai serta faktor sosial budaya dan ekonomi seperti tingkat pendapatan keluarga, besar anggota keluarga, pantangan atau tabu dalam hal makanan dan adat kebiasaan yang merugikan (Irwandy, 2007).

Prevalensi KEP pada balita yang dipantau melalui kegiatan Pemantauan Status Gizi (PSG) Posyandu, yang dilaksanakan secara rutin dan berkesinambungan setiap tahun sekali menunjukkan penurunan yang cukup bermakna. Pada 6 (enam) tahun terakhir

Page 5: F4 - Gizi - Posyandu

prevalensi balita gizi buruk dapat diturunkan dari 1,86 % (1998) menjadi 1,36% (2003). Walaupun demikian, kondisi ini masih jauh lebih tinggi dibanding tahun 1997 (sebelum dampak krisis ekonomi nampak). Pada saat itu prevalensi balita gizi buruk telah mampu ditekan hingga 0,02 %. Sementara itu, prevalensi balita gizi kurang turun dari 24,76 % (1998) menjadi 12,75 % (2003) dan balita gizi baik naik dari 68,39 % (1998) menjadi 83,78 % (2003).

Gizi buruk terjadi akibat dari kekurangan gizi tingkat berat, yang bila tidak ditangani secara cepat, tepat dan komprehensif dapat mengakibatkan kematian. Perawatan gizi buruk dilaksanakan dengan pendekatan tatalaksana anak gizi buruk rawat inap di Puskesmas Perawatan, Rumah Sakit dan Pusat Pemulihan Gizi (Terapheutic Feeding Center ) sedangkan Gizi buruk tanpa komplikasi di lakukan perawatan rawat jalan di Puskesmas, Poskesdes dan Pos pemulihan gizi berbasis masyarakat (Community Feeding Centre /CFC) (Minarto, 2011).

Kenyataan di lapangan, kasus gizi buruk atau pun gizi kurang sering ditemukan terlambat dan atau ditangani tidak tepat. Hal ini terjadi karena belum semua Puskesmas terlatih untuk melaksanakan tatalaksana gizi buruk dan gizi kurang. Selain itu kurangnya ketersediaan sarana dan prasana untuk menyiapkan formula khusus untuk balita gizi buruk dan gizi kurang, serta kurangnya tindak lanjut pemantauan setelah balita pulang ke rumah (Minarto, 2011).

PERMASALAHAN

a. Asupan makanan yang kurangPasien dikatakan kurang asupan makanannya karena hanya makan sekali dalam sehari. Kecenderungan pasien untuk minum susu formula saja dan makan makanan ringan memperparah kondisi gizi pasien. Ibu menyuapi pasien hanya jika pasien merasa lapar dan meminta makan. Ibu tidak berinisiatif mengatur pola makan pasien agar lebih teratur.Selain makanan yang kurang secara kuantitas, kualitas gizi pun kurang berimbang, karena pasien hanya diberikan makanan yang disukai saja. Jika pasien tidak suka dengan suatu menu, ibu tidak berusaha mencari menu alternatif yang disukai pasien.Faktor asupan makanan ini dipengaruhi oleh banyak hal, termasuk kondisi ekonomi, pengetahuan ibu, dan pola asuh ibu. Pada pasien, faktor pola asuh ibu sangat dominan, kurangnya perhatian ibu menyebabkan pola makan pasien tidak tertangani dengan baik. Kondisi ibu hamil 8 bulan juga mempengaruhi besarnya perhatian ibu terhadap pasien.

b. Pengetahuan Ibu Tentang GiziIbu kurang mengetahui pentingnya gizi cukup dan seimbang untuk anaknya. Pemikiran bahwa makanan bisa digantikan dengan susu formula masih sangat kuat. Selain itu, ibu juga berpendapat bahwa makanan bisa digantikan dengan biskuit maupun susu kemasan.

Page 6: F4 - Gizi - Posyandu

c. Penyakit InfeksiIbu mengaku pasien sering mengalami batu pilek dua kali dalam sebulan. Seringnya anak mengalami infeksi kemungkinan disebabkan karena status gizi buruk, sehingga menurunkan daya tahan tubuh.

d. Keterjangkauan Pelayanan Kesehatan DasarKeterjangkauan pelayanan kesehatan pada pasien bagus. Letak rumah dan lingkungan pasien dekat dengan tempat imunisasi, pertolongan persalinan, penimbangan anak, pendidikan kesehatan anak serta sarana kesehatan seperti posyandu, puskesmas, rumah sakit, praktek bidan dan dokter.

e. Ketersediaan PanganKetersediaan pangan dalam keluarga dinilai cukup baik, keluarga mampu menyediakan sumber karbohidrat, lemak, protein, vitamin, dan susu bagi pasien.

f. Higiene Sanitasi Lingkungan Lingkungan tempat tinggal pasien dinilai baik. Ketersediaan air bersih, ketersediaanjamban, serta jenis lantai rumah cukup baik. Namun tidak diketahui kebersihan peralatan makan.

g. Pola Pengasuhan AnakPola pengasuhan anak dinilai kurang. Anak cenderung bermain dengan saudara sepupu dan tetangga. Perhatian ibu yang kurang juga bisa dipengaruhi oleh status gizi ibu yang termasuk dalam KEK.

h. Jumlah Anggota Keluarga Jumlah anggota keluarga cukup ideal, karena hanya terdiri dari tiga orang, yaitu: bapak, ibu, dan pasien. Dengan demikian kebutuhan gizi lebih mudah terpenuhi dibandingkan dengan keluarga dengan jumlah anggota yang banyak.

i. Pekerjaan Orang TuaAyah pasien yang hanya bekerja serabutan tanpa penghasilan tetap kemungkinan berperan dalam kejadian gizi buruk pada pasien. Keterbatasan ekonomi yang berarti ketidakmampuan daya beli keluarga yang berarti tidak mampu membeli bahan makanan yang berkualitas baik, maka pemenuhan gizi pada balitanya juga akan terganggu.

j. Tingkat PendapatanTingkat pendapatan berhubungan dengan pekerjaan orang tua. Rendahnya tingkat pendapatan keluarga, akan sangat berdampak rendahnya daya beli keluarga tersebut.

k. GenetikRiwayat keluarga dengan postur tubuh kecil juga memberikan kontribusi pada masalah yang diderita pasien. Tinggi badan dan berat badan pasien mungkin jauh di bawah anak-anak seusianya. Tapi proporsi TB/BB biasanya normal.

PERENCANAAN DAN PEMILIHAN INTERVENSI

A. Intervensi untuk Keluarga1. Penyuluhan tentang status gizi balita

a. Tujuan:i. Meningkatkan pengetahuan orang tua dan anggota

Page 7: F4 - Gizi - Posyandu

keluarga tentang status gizi balita ii. Meningkatkan pengetahuan pasien tentang gizi

seimbang untuk balita dan makanan pemulihan untuk balita gizi kurang dan gizi buruk

b. Sasaran:Orang tua atau pengasuh anak dan anggota keluarga lainnya

c. Strategi pelaksanaan:i. Memberikan edukasi mengenai status gizi balitaii. Memberikan informasi mengenai menu gizi

seimbang untuk balitaiii. Memotivasi ibu untuk lebih memperhatikan pola

makan anak iv. Memberi contoh menu penanganan masalah gizi

balita dan meminta ibu mengupayakan mengikuti pola menu tersebut, atau mengganti dengan menu lain yang sejenis

d. Pengembangan alternatif kegiatan:i. Memberitahukan dampak jangka pendek dan

jangka panjang dari kurang gizi atau gizi burukii. Mengajarkan PHBS pada keluarga

2. Program penanganan masalah gizi balitaa. Tujuan:

Menangani gizi buruk dengan benar dan tuntasb. Sasaran:

Pasienc. Strategi pelaksanaan

Memberikan edukasi tentang cara membuat formula WHO maupun modisko

d. Pengembangan alternatif kegiatanMengajak ibu memasak bersama resep Modisco (Modified Dietetic Skim and Cotton Sheet Oil), sehingga ibu bisa menerapkan sendiri di rumah

3. Pembagian makanan tambahana. Tujuan:

Meningkatkan status gizi pada balita gizi kurang atau gizi burukb. Sasaran:

Pasienc. Strategi pelaksanaan

Memberikan makanan tambahan setiap kegiatan posyandu

d. Pengembangan alternatif kegiatani. Pemberian makanan tambahan pemulihan pada

balita selama 90hariii. Memberikan makanan tambahan setiap kegiatan

Posyandu pada semua balita4. Pemantauan status gizi dan balita

a. Tujuan:

Page 8: F4 - Gizi - Posyandu

i. Memantau perkembangan status gizi balita gizi buruk maupun balita bawah garis merah (BGM)

ii. Deteksi dini kekurangan gizi pada balitaiii. Mencegah akibat lanjut kekurangan gizi

b. Sasaran:Pasien

c. Strategi pelaksanaan:Memantau status gizi balita di posyandu setiap bulan

d. Pengembangan alternatif kegiatan:i. Melakukan pemeriksaan fisik lengkap pada balita ii. Mengobati penyakit infeksi pada balita

B. Intervensi untuk Puskesmas1. Memberi penyuluhan kepada kader posyandu tentang

masalah gizi kurang dan gizi buruk dan penanganannyaa. Tujuan

i. Meningkatkan pengetahuan kader posyandu tentang gizi kurang dan gizi buruk (penyebab, gejala, faktor risiko, pengobatan, komplikasi,dan pencegahannya)

ii. Meningkatkan pengetahuan kader posyandu tentang gizi seimbang untuk balita dan makanan pemulihan untuk balita gizi kurang dan gizi buruk

b. SasaranKader posyandu dan tokoh masyarakat

c. Strategi pelaksanaani. Memberikan edukasi mengenai balita gizi kurang dan

gizi burukii. Memberikan informasi mengenai menu gizi

seimbang untuk balitaiii. Mengadakan penyuluhan cara membuat formula

modisko maupun modifikasi cara memasak makanan modifikasi lainnya.

d. Pengembangan alternatif kegiatani. Demo memasak formula modisko dan makanan

bergizi untuk balita gizi kurang dan gizi burukii. Kader memasak formula modisko dan variasi

makanan bergizi bersama ibu-ibu dengan balita gizi buruk maupun kurang dalam interval waktu tertentu.

2. Mengaktifkan kader posyandu dalam pemantauan status gizi balitaa. Tujuan:

i. Memantau perkembangan status gizi balita gizi buruk maupun balita bawah garis merah (BGM)

ii. Deteksi dini kekurangan gizi pada balitaiii. Mencegah akibat lanjut kekurangan gizi

b. Sasaran:Kader posyandu

c. Strategi pelaksanaan:Memantau status gizi balita di posyandu setiap bulan

Page 9: F4 - Gizi - Posyandu

d. Pengembangan alternatif kegiatan:i. Melakukan pemeriksaan antropometri pada balitaii. Segera melaporkan jika terdapat balita BGM maupun gizi buruk

Mengaktifkan Pusat Pelayanan Gizi (PPG)a. Tujuan:

i. Memberi fasilitas konsultasi gizi pada orang tuaii. Melakukan penanganan gizi buruk maupun gizi

kurang dengan tepatb. Sasaran:

Petugas kesehatanc. Strategi pelaksanaan

i. Melakukan pembinaan terhadap orang tua mengenai menu makanan seimbang bagi semua orang tua

ii. Melakukan pembinaan intensif mengenai tata laksanan gizi buruk bagi orang tua penderita gizi buruk

d. Pengembangan alternatif kegiatan i. Membuat buku saku pedoman pemberian makanan

pada balita gizi kurang dan gizi burukii. Mengunjungi rumah pasien secara intensif dan

berkala dalam melakukan tahap-tahap penanganan gizi buruk ataupun gizi kurang

PELAKSANAAN Pemeriksaan terhadap status gizi balita rutin dilaksanakan di Posyandu Wilayah Karang Jati setiap bulan nya, dimulai sekitar pukul 08.30 sampai dengan selesai. Secara umum, balita akan diperiksa mulai dari penimbangan berat badan dan tinggi badan. Penambahan berat badan setiap bulannya merupakan salah satu indikator gizi pada balita. Apabila penambahan berat badan tidak sesuai dengan yang seharusnya maka selanjutnya ibu akan mendapatkan konsultasi gizi tentang gizi balita nya. Ibu akan ditanyakan pola makan sehari-harinya dan akan diberi kesempatan untuk mengartikan apakah gizinya tersebut sudah mencukupi untuk kebutuhan balitanya.

Selain itu kami juga memberi konsultasi seputar masalah kesehatan kader-kader posyandu yang terdiri dari ibu-ibu rumah tangga di sekitar wilayah posyandu wilayah Karang Jati untuk melakukan pemeriksaan antropometri pada balita dan degera melaporkan jika terdapat balita BGM maupun gizi buruk.

Selama kegiatan posyandu kader kader posyandu menyiapkan makanan sehat untuk para ibu dan balita agar dapat dicontoh oleh para ibu ibu untuk pilihan makanan balita nya.

MONITORING DAN EVALUASI

Evaluasi dan monitoring kegiatan ini adalah pengecekan ulang keadaan gizi balita saat posyandu bulan depan. meningkatkan kesadaran ibu-ibu terhadap asupan gizi anaknya yaitu dengan memperbaiki pola makan serta rutin untuk mengikuti kegiatan posyandu. Serta mengulang pengetahuan para kader tentang pengetahuan nya terhadap status gizi balita

Page 10: F4 - Gizi - Posyandu

Komentar/Umpan Balik:

Pandaan, 29 September 2014

Peserta

dr. Dwi Nanda S.A.W.

Pendamping

dr. Titin Yuliani