evaluasi titer antibodi asal induk terhadap virus ... · dijadikan acuan dalam menentukan program...
TRANSCRIPT
EVALUASI TITER ANTIBODI ASAL INDUK TERHADAP
VIRUS NEWCASTLE DISEASE DAN INFECTIOUS
BRONCHITIS PADA AYAM BROILER
ANDI IBRAHIM RISYAD
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Evaluasi Titer Antibodi
Asal Induk terhadap Virus Newcastle Disease dan Infectious Bronchitis pada
Ayam Broiler adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing
dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi manapun.
Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun
tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan
dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Desember 2016
Andi Ibrahim Risyad
B04120177
i
ABSTRAK
ANDI IBRAHIM RISYAD. Evaluasi titer antibodi asal induk terhadap virus
Newcastle Disease dan Infectious Bronchitis pada ayam broiler. Dibimbing oleh
OKTI NADIA POETRI dan RETNO DAMAJANTI SOEJOEDONO.
Antibodi asal induk diturunkan ke anak melalui plasenta, kolostrum, susu,
ataupun telur. Pada umumnya, durasi dari imunitas pasif ini kurang dari 4 minggu.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mempelajari durasi dan titer antibodi asal
induk terhadap virus Newcastle Disease (ND) dan Infectious Bronchitis (IB) pada
ayam broiler. Terdapat 60 sampel serum ayam broiler dari berbagai umur, yaitu
berasal dari usia hari ke–4, 7, 10, 14, 18, 21, 24, 28, 32, dan 35. Jumlah sampel
serum pada tiap usia adalah 6 sampel. Durasi dan titer antibodi asal induk
terhadap virus ND ditentukan dengan uji Hemaglutinasi Inhibisi (HI), sedangkan
Enzyme Linked Immunosorbent Assay (ELISA) digunakan untuk menentukan titer
antibodi asal induk terhadap virus IB. Antibodi asal induk terhadap virus ND
masih dapat terdeteksi sampai usia ayam broiler 18 hari dengan level protektif ≥
26 yang sampai pada usia 7 hari, sedangkan antibodi IB masih terdeteksi sampai
usia ayam broiler 24 hari. Informasi yang diperoleh pada penelitian ini dapat
dijadikan acuan dalam menentukan program vaksinasi ND dan IB pada
peternakan ayam broiler.
Kata kunci: Antibodi asal induk, ayam broiler, Infectious Bronchitis, Newcastle
Disease
ABSTRACT
ANDI IBRAHIM RISYAD. Evaluation of maternal˗derived antibody against
Newcaslte Disease and Infectious Bronchitis viruses in broilers. Supervised by
OKTI NADIA POETRI and RETNO DAMAJANTI SOEJOEDONO.
Maternal-derived antibody (MDA) were transferred to offspring through
placenta, colostrum, milk, or egg. Generally, the duration of passive immunity
were less than 4 weeks. This research was conducted to evaluate duration and
titres of maternal–derived antibody against Newcastle Disease (ND) and
Infectious Bronchitis (IB) viruses in broilers. A total of 60 serum samples of
broilers were collected from various ages : 4, 7, 10, 14, 18, 21, 24, 28, 32, and 35
days old age. There were six serum samples on each age. Antibody titre of ND
were measured by Haemaglutination Inhibition (HI) test, and Enzyme-linked
Immunosorbent Assay (ELISA) were used to measured MDA titre of IB.
Maternal-derived antibody of ND still exist up to 18 days old age, and still at
protective level ≥ 26 on 7 days old age, while MDA of IB were exist up to 24 days
old age. The result could be used as a guidance to determine the suitable time for
ND and IB vaccination programme in broilers.
Keywords: Maternal-derived antibody, Broiler, Infectious Bronchitis, Newcastle
Disease
ii
i
EVALUASI TITER ANTIBODI ASAL INDUK TERHADAP
VIRUS NEWCASTLE DISEASE DAN INFECTIOUS
BRONCHITIS PADA AYAM BROILER
ANDI IBRAHIM RISYAD
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kedokteran Hewan
pada
Fakultas kedokteran Hewan
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016
ii
iv
v
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala
karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Evaluasi
titer Antibodi Asal Induk terhadap Virus Newcatle Disease dan Infectious
Bronchitis pada Ayam Broiler. Penulis juga mengucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu baik secara langsung
maupun tak langsung khususnya kepada :
Prof Dr Hj. Aidawayati Rangkuti, MS selaku ibunda tercinta yang
senantiasa mendoakan anaknya setiap hari dengan penuh kasih sayang, begitupula
dengan Dr Drh H. Syafril Daulay, MM sebagai papa yang selalu memberikan
contoh kebaikan dengan penuh kesabaran dan kasih sayang.
Ibu Drh Okti Nadia Poetri, MSi, MSc dan Ibu Prof Dr Drh Retno D.
Soejoedono, MS selaku dosen pembimbing yang telah memberikan dukungan
biaya sarana dan penelitian, waktu, tenaga, dan arahan selama penelitian dan
penulisan.
Danvi Sarah, SE dan Andi Irhamni Habibie, SIP, MM selaku saudari
perempuan yang selalu membantu dan mendukung agar segera menyelesaikan
tulisan ini. Nadia Tuscany, SKH sebagai patner penelitian yang dengan sabar
membantu mengajarkan pengerjaan selama penelitian.
Esti D. SKH, Adila R. SE, Rindy SKH, Aldi, Ashari, Leni, Hikmah, Gita,
Texas Cangkurawok, teman–teman di Bogor maupun di Makassar yang tidak
sempat saya sebutkan satu persatu disini. Mas Wahyu yang telah membantu dalam
melakukan pengambilan darah. Mas Raisha, Mas Kirnaan yang membantu dalam
fotocopy dan penjilidan.
Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi ilmu pengetahuan. Saran dan
kritik yang bersifat membangun sangat penulis harapkan.
Bogor, Desember 2016
Andi Ibrahim Risyad
v
i
v
DAFTAR ISI
DAFTAR GAMBAR vi
DAFTAR TABEL vi
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Tujuan Penelitian 2
Manfaat Penelitian 2
TINJAUAN PUSTAKA 2
Antibodi Asal Induk pada Ayam Broiler 2
Newcastle Disease 2
Infectious Bronchitis 4
Program Vaksinasi Ayam Broiler 5
METODE PENELITIAN 7
Waktu dan Tempat Penelitian 7
Alat dan Bahan Penelitian 7
Uji Hemaglutinasi Inhibisi 7
Uji Enzyme Linked Immunosorbent Assay (ELISA) 9
Analisis Data 10
HASIL DAN PEMBAHASAN 11
Hasil 11
Pembahasan 11
SIMPULAN 13
Simpulan 13
DAFTAR PUSTAKA 13
LAMPIRAN 18
RIWAYAT HIDUP 21
vi
DAFTAR GAMBAR
1. Gambaran skematis struktur virus Newcastle Disease 3
DAFTAR TABEL
1. Rataan titer antibodi ND asal induk pada ayam broiler 11
2. Rataan titer antibodi IB asal induk pada ayam broiler 12
DAFTAR LAMPIRAN
1. Analisis titer antibodi asal induk terhadap virus ND
dengan one-way ANOVA dan uji Duncan 18
2. Analisis titer antibodi asal induk terhadap virus IB
dengan one-way ANOVA dan uji Duncan 20
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Unggas merupakan salah satu penghasil sumber protein hewani yaitu telur
dan daging untuk memenuhi kebutuhan protein manusia. Manajemen peternakan
unggas, terutama peternakan ayam broiler perlu dikelola dengan baik agar
memperoleh hasil optimal. Usaha perunggasan, khususnya peternakan ayam
broiler dan layer memiliki arti ekonomis lebih tinggi dibandingkan dengan jenis
usaha peternakan lainnya. Alasan yang pertama, teknik beternak ayam relatif lebih
mudah sehingga dapat dilakukan oleh banyak orang. Kedua, harga produknya
murah dan nilai gizinya tinggi. Ketiga, produk utama dan sampingannya dapat
dimanfaatkan (Tabbu 2002).
Populasi ternak perunggasan untuk kategori ayam broiler mencapai
1.497.625.000 ekor pada tahun 2015 (Ditjennak 2016). Usaha peternakan ayam
merupakan suatu usaha yang memiliki resiko tinggi, karena wabah penyakit
infeksius dapat terjadi sewaktu-waktu, oleh sebab itu pengendalian penyakit
sangat penting guna mempertahankan efisiensi hasil peternakan ayam (Tabbu
2002, Santhia 2003). Beberapa penyakit infeksius yang penting pada ayam, antara
lain: Avian Influenza (AI), Newcastle Disease (ND), Infectious Bronchitis (IB),
Infectious Bursal Disease (IBD), Chronic Respiratory Disease (CRD),
mikotoksikosis, kolibasilosis, dan Coryza (Tabbu 2002, Lilis 2014).
Newcastle disease (ND) merupakan salah satu penyakit infeksius yang
penting dalam industri perunggasan. Newcastle Disease (ND) mampu menyerang
236 spesies unggas dari 27 ordo dan menyebabkan angka morbiditas dan
mortalitas yang tinggi pada unggas sehingga menimbulkan kerugian yang sangat
signifikan terhadap perekonomian perunggasan (Aldous et al. 2003, Leuck et al.
2004). Penyakit ini disebabkan oleh virus Avian paramixovirus-1, yang termasuk
dalam genus Avulavirus dan famili Paramyxoviridae (Alexander dan Senne,
2008, Quinn et al. 2011).
Infectious bronchitis (IB) adalah penyakit saluran pernafasan atas dan
urogenital pada ayam yang bersifat akut dan sangat menular pada ayam yang
disebabkan oleh Coronavirus (King dan Cavanagh 1991). Penyakit ini
menyebabkan kematian tinggi pada ayam usia < 5 minggu dan menghambat
pertambahan bobot badan pada ayam (Cavanagh dan Naqi 2003).
Pengendalian penyakit infeksius pada peternakan ayam dapat dilakukan
dengan menerapkan manajemen peternakan yang baik, antara lain: pakan yang
seimbang, vaksinasi yang tepat, biosafety, dan biosekuriti (Tabbu 2002). Arzey
(2007) menyatakan bahwa vaksinasi merupakan usaha yang paling efektif dalam
melindungi ayam pada berbagai tingkat umur terhadap penyakit Newcastle
Disease.
Kegagalan vaksinasi adalah kegagalan terbentuknya sistem imunitas yang
cukup untuk memproteksi tubuh hewan dari agen penyakit. Kegagalan vaksinasi
dapat disebabkan oleh: program vaksinasi yang tidak sesuai, putusnya rantai
dingin saat penanganan dan penyimpanan vaksin, aplikasi vaksin yang tidak lege
artis, tingkat stres yang tinggi pada ayam, manajemen kandang yang buruk, jenis
2
serotipe vaksin yang tidak sesuai dengan virus di lapangan, serta keberadaan
antibodi asal induk (Yegani et al. 2002).
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari durasi dan titer antibodi asal
induk terhadap Newcastle Disease dan Infectious Bronchitis pada ayam broiler.
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini dapat memberikan informasi tentang durasi dan titer
antibodi asal induk terhadap Newcastle Disease dan Infectious Bronchitis pada
ayam broiler, sehingga dapat digunakan sebagai acuan dalam menentukan jadwal
vaksinasi yang tepat pada ayam broiler.
TINJAUAN PUSTAKA
Antibodi Asal Induk pada Ayam
Antibodi asal induk merupakan antibodi yang diturunkan secara langsung
dari induk ke anak baik melalui plasenta, kolostrum, susu, ataupun telur
(Grindstaff et al. 2003). Durasi dari imunitas pasif ini hanya sebentar, yaitu
kurang dari 4 minggu (Soares 2008). Fungsinya adalah untuk melindungi anak
ayam usia dini dari agen yang pernah menginfeksi induknya (MacLachlan dan
Dubovi 2011).
Ayam saat masih tahap DOC (Day Old Chicken) sangat rentan untuk
terkena penyakit diawal minggu pertama, dikarenakan sistem kekebalannya belum
sempurna, oleh karena itu antibodi asal induk adalah antibodi protektif neonatal
yang memiliki peran proteksi terhadap penyakit setelah menetas (Sharma et al.
1989, Heller et al. 1990, Mondal dan Naqi 2001, Sahin et al. 2002, Rahman et al.
2002, Ahmed dan Akhter 2003).
Newcastle Disease
Newcastle Disease (ND) merupakan penyakit menular akut yang
menyerang berbagai jenis ayam dan unggas lainnya dengan gejala klinis berupa
gangguan pernapasan, pencernaan, syaraf, dan disertai mortalitas yang tinggi.
3
Penyakit tersebut disebabkan oleh Avian Paramyxovirus tipe I (APMV-I),
dari genus Avulavirus dan termasuk keluarga Paramyxoviridae (Alexander dan
Senne 2008, Quinn et al. 2011).
Genom virus ND adalah single-stranded (ss), berpolaritas RNA negatif
dengan panjang genom 15.186 nukleotida dan tidak bersegmen. Genom virus ini
mempunyai 6 protein utama yang menyusunnya yaitu Nucleocapsid protein (N),
Phosphoprotein (P), Matrix protein (M), Fusionprotein (F), Hemagglutinin-
neuraminidase protein (HN) dan Large polymerase protein (L) (Krishnamurthy
dan Samal 1998, De Leeuw et al. 2005). Nuklokapsid bersimetri heliks dan
dikelilingi oleh amplop yang berasal dari membran permukaan sel (Allan et al.
1978, MacLahlan dan Dubovy 2011).
Hasil penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa protein HN dan F
mempunyai kontribusi yang sangat signifikan dalam virulensi dan penyebaran
virus ND dalam tubuh induk semang atau inang (Huang et al. 2004). Protein H
merupakan protein yang melekat dan mengikat pada reseptor dibagian luar
membran sel inang, termasuk sel darah merah. Bagian N (Neuramidase) adalah
enzim aktif yang membantu pelepasan virus dari membran sel inang yang
aktivitasnya memengaruhi waktu yang dibutuhkan virus untuk mengelusi dari sel
darah merah.
Protein F berfungsi untuk melakukan fusi antara amplop virus dengan
membran sel inang. Hal ini memungkinkan penetrasi sel inang oleh genom virus.
Gambaran skematis struktur virus ND ditunjukkan pada Gambar 1.
Gambar 1 Gambaran skematis sktruktural virus ND
Sumber: (http://www.fao.org/docrep/005/ac802e/ac802e0o.htm)
Berdasarkan patogenitasnya virus ND mampu menginfeksi lebih dari 200
spesies, namun tingkat keparahan yang ditimbulkan oleh infeksi virus ND
bervariasi, tergantung dari induk semang dan strain virus ND. Strain virus ND
yang kurang patogen juga mampu menyebabkan efek parah pada ayam apabila
diikuti dengan infeksi sekunder oleh organisme lain dan kondisi lingkungan yang
buruk (OIE 2008). Transmisi virus tersebut melalui beberapa jalur seperti alat
transportasi, pekerja kandang, burung liar sekitar kandang, angin, atau
kontaminasi pakan (CFSPH 2008). Virus ND sendiri menyerang berbagai jenis
kalangan umur unggas dari yang muda hingga yang tua dengan tingkat mortalitas
yang berbeda (Tabbu 2002).
4
Masa inkubasi virus ND adalah 2–15 hari atau rata-rata 6 hari dan ayam
tertular oleh virus ND akan mampu menularkan virus melalui sekresi dan kotoran
dalam 1–2 hari setelah infeksi. Gejala klinis yang ditimbulkan bervariasi
bergantung pada transmisi virus. Gejala yang ditimbulkan terdiri dari
asimptomatis, gejala pernapasan ringan, pernapasan disertai gangguan syaraf, atau
kombinasi gangguan respirasi, syaraf, dan digesti (Tabbu 2002).
Berdasarkan gejala klinis yang ditimbulkan pada ayam, ND dapat
dikelompokkan menjadi 5 patotipe yaitu viscerotropic velogenic, neurotropic
velogenic, mesogenic, lentogenic, dan asymptomaticenteric (Beard dan Hanson
1981). Viscerotropic velogenic merupakan bentuk ND yang sangat patogen dan
menyebabkan lesi pendarahan pada sistem pencernaan. Neurotropic velogenic
adalah bentuk ND yang menyebabkan mortalitas yang tinggi dan biasanya diikuti
dengan gangguan sistem respirasi dan syaraf (Tabbu 2002, Quinn et al. 2011).
Newcastle disease bentuk mesogenik menunjukkan gejala klinis gangguan
sistem pernafasan, tetapi gangguan sistem syaraf tidak selalu terlihat dan
mortalitasnya rendah, sedangkan asymptomaticenteric merupakan suatu bentuk
infeksi subklinik pada sistem pencernaan (Beard dan Hanson 1981). Virus ND
strain avirulent (lentogenik dan mesogenik) digunakan sebagai vaksin hidup
untuk mengendalikan penyakit ND pada ayam, tetapi pemilihan jenis vaksin
tergantung pada kondisi penyakitnya. Vaksin inaktif juga digunakan dalam
pengendalian penyakit ND (Alders dan Spradbrow 2001, OIE 2008).
Diagnosa ND dapat dilakukan dengan identifikasi melalui isolasi dari usap
trakhea atau kloaka, suspensi 10% organ otak atau paru, dan pemeriksaan serologi
dengan uji HI, Serum Neutralization (SN), dan ELISA (Ditjennak 2012).
Infectious Bronchitis
Infectious Bronchitis merupakan penyakit ayam yang bersifat akut, sangat
menular, dan disebabkan oleh virus yang termasuk ke dalam famili Coronaviridae
dan hanya memiliki satu genus, yaitu Coronavirus (Murphy dan Kingsbury 1990).
Penyakit IB dijumpai pertama kali di North Dakota pada tahun 1930, yang
dilaporkan oleh Schalk dan Hawn (1931), setelah itu penyakit IB terjadi di seluruh
dunia tanpa dipengaruhi oleh musim dan perbedaan iklim (Cunningham 1970).
Serangan penyakit ini sangat merugikan, karena dapat menyebabkan
kematian dengan tingkat mortalitas sekitar 30% pada anak ayam berumur ≤ 3
minggu (Hofstad 1984) yang ditandai dengan gejala pernafasan parah seperti
sesak nafas, bersin-bersin dan ngorok. Pada anak ayam berumur ≥ 6 minggu,
serangan IB dapat menghambat pertumbuhan bobot badan (Davelaar et al. 1986),
sehingga sangat merugikan peternak ayam broiler. Pada ayam layer dewasa,
serangan IB tidak menyebabkan gangguan pernapasan, tetapi menyebabkan
penurunan produksi telur yang sangat drastis hingga mencapai 60%.
Penurunan produksi ini berlangsung sekitar 6–7 minggu dan selalu disertai
dengan penurunan mutu telur berupa bentuk telur tidak teratur, kerabang telur
lembek, dan albumin telur cair (Hofstad 1984, Chubb 1986, Davelaar et al. 1986,
Muneer et al. 1987).
5
Virus IB memiliki banyak serotipe yang satu sama lainnya memiliki
tingkat proteksi silang yang rendah (Hofstad 1984, Endomunoz dan Faragher
1989). Pencegahan terhadap infeksi IB dapat dilakukan dengan pemberian vaksin
berisi serotipe virus IB yang sama dengan virus IB penyebab wabah di lapangan,
atau dengan kata lain vaksin IB yang efektif adalah vaksin IB yang dipersiapkan
dari virus IB isolat lokal.
Penyebaran penyakit IB dapat terjadi dari ayam sakit kepada kelompok
ayam yang sehat melalui kontak langsung maupun tak langsung. Penularan virus
IB pada ayam dapat terjadi melalui alat respirasi bagian atas dan mata (Hofstad
1984) dengan masa inkubasi berkisar antara 18–36 jam dan menimbulkan gejala
klinis berupa sesak nafas, batuk, mata basah, dan pembengkakan sinus hidung
(Cunningham 1970). Kematian karena virus IB bervariasi tergantung pada
virulensi serotipe yang menginfeksi, umur ayam, status kekebalan, antibodi asal
induk, dan infeksi sekunder (Cavanagh dan Naqi 2003).
Penularan secara tak langsung dapat terjadi melalui peralatan kandang,
bahan pakan, air, kotoran ayam, pakaian yang tercemar, atau petugas kandang
peternakan (Cavanagh dan Naqi 2003). Diagnosa penyakit IB yaitu dengan
pemeriksaan sampel ayam atau organ trakhea, ginjal, dan ovarium yang diduga
terserang IB, kemudian dikirim ke laboratorium dalam keadaan segar untuk
pemeriksaan immunofluorescent (Chubb 1986, Hawkes et al. 1983) atau
immunoperoxidase (Naqi 1990). Metode diagnosa di atas dapat diperkuat dengan
pemeriksaan patologi anatomi dan histopatologi, lalu dikukuhkan dengan isolasi
virus untuk penentuan serotipe virus IB bila memungkinkan (Cavanagh dan Naqi
2003).
Pemeriksaan serologi terhadap IB dapat dilakukan dengan uji HI (King
dan Hopkins 1982), uji agar gel precipitation test (AGPT) (Gough dan Alexander
1978), uji ELISA (Zellen dan Thorsen 1987), uji SN (Cowen dan Hitchner 1975),
namun menurut Wilcox et al. (1983), uji AGPT mempunyai sensitifitas yang
rendah pada ayam yang muda dan tidak mempunyai korelasi yang cukup baik bila
dibandingkan dengan uji serologi lain. Hasil penelitian terbaru menunjukkan uji
ELISA lebih sensitif dan dapat mendeteksi antibodi lebih awal dibandingkan
dengan uji HI (Mochett dan Darbyshire 1981, Perrotta et al. 1988, Darminto
1995).
Program vaksinasi pada ayam broiler
Vaksinasi merupakan suatu aktivitas memasukkan agen penyakit yang
telah dilemahkan ke dalam tubuh ayam. Faktor keberhasilan vaksin antara lain
kondisi peternakan atau sanitasi kandang, kualitas vaksin, kondisi kesehatan
ayam, serta faktor manusia (Setyono et al. 2013).
Sanitasi kandang yang baik akan mendukung keberhasilan vaksinasi.
Ayam yang stres dapat menjadi salah satu faktor kegagalan vaksinasi, sehingga
ayam dikondisikan dalam keadaan sehat dan pelaksanaan vaksinasi pada umur
yang tepat (sesuai dengan program masing-masing vaksin). Kualitas dari vaksin
yang diberikan dapat menurun karena beberapa hal, salah satunya adalah prosedur
penyimpanan yang tidak tepat, sehingga vaksin terkena sinar matahari langsung,
6
dan penggunaan peralatan vaksin yang terkontaminasi. Faktor manusia yang
dimaksud adalah pengetahuan dan keterampilan pelaksana vaksinasi dan cara
pemberian vaksin yang sesuai.
Tujuan dari tiap cara pemberian vaksin berbeda dan tipe vaksin yang
digunakan tidak serta merta sama. Vaksinasi melalui per-oral bertujuan agar tiap
ayam mendapatkan dosis vaksin yang sama (Tabbu 2002). Tipe vaksin dengan
cara injeksi intramuskular biasanya berupa vaksin tipe live atau killed. Cara
vaksinasi dengan spray sering digunakan untuk ayam yang baru berusia satu hari
agar ayam tidak stres saat harus dipegang satu persatu.
Program vaksinasi merupakan salah satu cara untuk mencegah timbulnya
suatu penyakit di suatu kawasan peternakan ayam. Fadilah (2013) mengemukakan
bahwa umumnya program vaksinasi antara satu peternakan dan lainnya cenderung
beragam. Program vaksinasi dilakukan berdasarkan sejarah penyakit pada
peternakan atau wilayah sekitar peternakan tersebut. Rahayu et al. (2011)
menjelaskan bahwa penyakit pada ayam broiler dan ayam ras pejantan tidak jauh
berbeda, yaitu ND, IBD, CRD, kolibasilosis, dan AI.
7
METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilakukan sejak bulan Februari 2016 sampai dengan Agustus
2016. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Imunologi, Divisi Mikrobiologi
Medik, Departemen Ilmu Penyakit Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner,
Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor.
Alat dan Bahan Penelitian
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah plate mikro V
bottom, reservoir chamber, pipet mikro multichannel ukuran 25–50µl, pipet
mikro multichannel ukuran 100–300µl, pipet mikro singlechannel 5µl, pipet
mikro singlechannel 200–1000µl, lemari pendingin, vortek, dan ELISA Reader.
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain sampel serum,
antigen standar ND (ND Lasota), sel darah merah (SDM) 1%, Phospate Buffer
Saline (PBS) pH 7.6, anti koagulan Na Sitrat 3.8%, kit ELISA IB (Biochek®),
dan akuades. Sampel serum yang digunakan dalam penelitian berjumlah 60,
terdiri dari sampel serum yang berasal dari ayam broiler usia 4, 7, 10, 14, 18, 21,
24, 28, 32, dan 35 hari. Jumlah ayam broiler yang digunakan dalam penelitian ini
adalah 10 ekor, dalam tiap waktu pengambilan sampel, diambil 6 sampel serum
secara acak. Ayam yang digunakan tidak menerima vaksinasi apapun di penetasan
maupun selama penelitian berlangsung.
Uji Hemaglutinasi Inhibisi
Pembuatan sel darah merah ayam 1%
Darah ayam diambil melalui vena brachialis dari ayam donor yang sehat,
dicampur dengan anti–koagulan dengan perbandingan 4:1. Selanjutnya darah
ditempatkan di dalam tabung sentrifugasi dan dihomogenkan, kemudian darah
dan anti-koagulan tersebut disentrifugasi dengan kecepatan 2000 rpm selama 10
menit. Supernatan hasil sentrifugasi dibuang dan endapan diambil. Endapan
tersebut merupakan sel darah merah, yang selanjutnya dicuci dengan PBS,
kemudian disentrifugasi kembali dengan waktu dan kecepatan yang sama.
Pencucian dilakukan sebanyak tiga kali. Endapan hasil pencucian terakhir
merupakan sel darah merah dengan konsentrasi yang diduga 100%.
Suspensi sel darah merah tersebut diencerkan 1:1 dengan PBS, kemudian
konsentrasinya diukur menggunakan mikrokapiler hematokrit. Berdasarkan
konsentrasi sel darah merah yang diperoleh, dilakukan pengenceran suspensi sel
darah merah menjadi 5%, selanjutnya SDM 5% diencerkan kembali menjadi
8
SDM 1% dengan perbandingan darah dan PBS sebesar 1:4 (Stockham dan Scott
2002).
Pembuatan Antigen Standar ND
Antigen ND ditentukan titernya dengan uji Hemaglutinasi (HA), kemudian
dibuat menjadi antigen standar dengan titer 4 Hemaglutinin Unit (HAU). Uji HA
dalam penelitian ini menggunakan plate mikro dengan 96 sumur dengan dasar
berbentuk V. Prosedur uji HA mengadaptasi OIE (2012). Prosedur uji HA
tersebut adalah sebagai berikut:
Sejumlah 25µl PBS dipipet dan dimasukkan ke dalam sumur baris A–F di
kolom 2 sampai 12, kemudian 50µl sampel antigen dipipet ke dalam sumur A1–
E1, lalu diambil 25µl dari sumur yang sama menggunakan pipet multichannel dan
dimasukkan ke dalam sumur A2–E2 lalu dicampur 5 kali dengan cara dihisap dan
dikeluarkan, kemudian tip dilepas dari pipet. Prosedur dilanjutkan dengan
melakukan pengenceran untuk sampel antigen, yaitu 25µl PBS dipipet ke dalam
sumur B2 dan dicampur 10 kali, setelah itu 25µl dipipet dari sumur B2 lalu
dilepas dari pipet, selanjutnya 75µl PBS dipipet ke dalam sumur C2 dan dicampur
10 kali, kemudian 75µl dipipet dari sumur C2 lalu dilepas dari pipet. Sejumlah
125µl PBS dipipet ke dalam sumur D2 dan dicampur 10 kali, selanjutnya 125µl
dipipet pada sumur D2 lalu dilepaskan, kemudian 175µl PBS dipipet ke dalam
sumur E2 dan dicampur 10 kali, setelah itu 175µl dipipet dari sumur E2 lalu
dilepas dari pipet.
Tahapan berikutnya adalah pengenceran berseri dengan menggunakan pipet
multichannel dan tip yang baru. Sejumlah 25µl diambil dari sumur A2–E2
kemudian dimasukkan ke dalam sumur A3–E3 dan dicampur 5 kali, setelah itu
dengan tip yang sama 25µl diambil dari sumur A3–E3 dan dimasukkan ke sumur
A4–E4 lalu dicampur 5 kali. Prosedur diulang hingga sumur A12–E12, kemudian
25µl dipipet dan dilepaskan, lalu 25µl PBS dipipet dan dimasukkan ke dalam
setiap sumur sebagai kompensasi volume. Sejumlah 25µl SDM 1% dipipet dan
dimasukkan ke dalam setiap sumur, lalu plate digoyang selama 10 detik, dan
diinkubasi selama 60 menit pada suhu 4˚C atau 15–20 menit pada suhu ruang.
Apabila sel darah merah pada baris kontrol F telah mengendap sempurna, berarti
HA siap dibaca.
Nilai titer antigen ditentukan berdasarkan pengenceran terakhir yang masih
menunjukkan aglutinasi sel darah merah yang sempurna, setelah diperoleh titer
antigen ND, kemudian antigen diencerkan hingga memiliki titer 4 HAU.
Pengecekan keakuratan hasil pengenceran, yaitu dengan dilakukannya titrasi
kembali sesuai prosedur uji HA (OIE 2012).
Uji Hemaglutinasi Inhibisi (HI)
Penentuan titer antibodi terhadap virus Newcastle Disease (ND) dilakukan
dengan menggunakan uji Hemaglutinasi Inhibisi (HI) berdasarkan prosedur OIE
(2012). Uji HI dalam penelitian ini menggunakan plate mikro dengan 96 sumur
dengan dasar berbentuk V. Prosedur HI adalah sebagai berikut:
9
Sejumlah 25µl PBS dipipet dan dimasukkan ke dalam sumur baris A–H di
kolom 1 sampai 12, yang mana sumur G dan H merupakan kontrol positif dan
negatif. Setiap 25µl sampel serum dipipet dan dimasukkan ke dalam sumur A–F
di kolom 1. Sumur A1–G1 dengan menggunakan pipet multichannel dicampur 5
kali, lalu diambil 25µl dan dimasukkan ke dalam sumur A2–G2, kemudian
dengan tip yang sama pada sumur A3–G3 dicampur 5 kali, lalu diambil 25µl
untuk dimasukkan ke sumur A4–G4. Prosedur diulang hingga kolom A12–G12,
kemudian 25µl cairan dipipet dan dilepaskan. Sejumlah 25µl antigen standar (4
HAU) dipipet ke dalam setiap sumur, lalu plate digoyang selama 10 detik dan
diinkubasi selama 30 menit pada suhu ruang. Sejumlah 25µl SDM 1% dipipet ke
dalam setiap sumur, kemudian plate digoyang selama 10 detik dan diinkubasi
selama 30 menit pada suhu ruang atau 60 menit pada suhu 4˚C. Apabila sel darah
merah pada baris kontrol positif yang berisi PBS dan SDM telah mengendap
sempurna, maka hasil HI siap dibaca.
Hasil pada uji HI dapat dibaca dan dinyatakan valid hasilnya apabila SDM
pada sumur kontrol antigen dan kontrol SDM setelah inkubasi terakhir
mengendap sempurna (Karaca et al. 2005). Serum uji dinyatakan positif antibodi
apabila pada sumur lainnya terjadi pengendapan sel darah merah yang artinya
terjadi hambatan aglutinasi sel darah merah. Nilai titer antibodi ditentukan
berdasarkan pengenceran terakhir yang masih menunjukan hambatan aglutinasi
sel darah merah yang sempurna (Syukron et al. 2013).
Enzyme Linked Immunosorbent Assay (ELISA)
Penentuan titer antibodi IB dilakukan dengan teknik ELISA menggunakan
kit ELISA IB komersil (Biochek®). Prosedur ELISA adalah sebagai berikut
(Biochek 2012) :
Prosedur pertama adalah IB coated plate dikeluarkan dari segel dan lokasi
sampel dicatat sesusai pola yang telah ditentukan, kemudian 100µl kontrol negatif
dimasukkan sumur A1 dan B1, serta 100µl kontrol positif dimasukkan pada
sumur C1 dan D1, setelah itu 100µl sampel diencerkan pada sumur lain, lalu plate
ditutup dan diinkubasi pada suhu kamar (22–27°C) selama 30 menit, kemudian isi
dari sumur dikeluarkan dan dicuci 4 kali dengan bufer pencuci (300 ml setiap
sumur). Prosedur selanjutnya plate dibalikkan dan ditekan kuat pada kertas
penyerap, kemudian 100µl konjugat dimasukkan ke setiap sumur, lalu plate
ditutup dan diinkubasi selama 30 menit pada suhu kamar (22–27°C). Prosedur
pencucian diulang seperti pada nomor 5. Sejumlah 100µl substrat dimasukkan ke
setiap sumur, kemudian plate ditutup dan diinkubasi selama 15 menit pada suhu
kamar (22–27°C), lalu 100µl stop solution dimasukkan ke setiap sumur untuk
menghentikan reaksi. Absorbansi dibaca menggunakan plate reader dengan
panjang gelombang 405 nm.
Hasil dinyatakan valid apabila absorban kontrol negatif bernilai di bawah
0.3 dan selisih antara rata-rata kontrol negatif dan kontrol positif bernilai lebih
dari 0.15. Perhitungan nilai titer IB adalah sebagai berikut:
10
1. Kalkulasi rasio S/P
⁄
2. Kalkulasi titer antibodi
⁄
Sampel dinyatakan negatif apabila titer antibodi bernilai kurang dari 624,
sedangkan sampel dengan titer ≥ 834 dinyatakan positif mengandung antibodi
IBV. Apabila titer sampel antara 625 sampai dengan 833 maka sampel dinyatakan
meragukan.
Analisis Data
Data hasil penelitian dianalisa menggunakan metode One-Way Analyze of
Variant (ANOVA) untuk membandingkan rataan dari dua kelompok atau lebih,
apabila terdapat perbedaan nyata antar kelompok, maka dilanjutkan dengan uji
Duncan (Petrie dan Watson 2006).
11
HASIL DAN PEMBAHASAN
Antibodi asal induk merupakan antibodi yang diturunkan secara langsung
dari induk ke anak baik melalui plasenta, kolostrum, susu, dan telur (Grindstaff et
al. 2003). Pada ayam, antibodi asal induk diturunkan melalui telur. Siklus hidup
ayam broiler relatif singkat, sehingga keberadaan antibodi asal induk berperan
penting dalam menentukan status kesehatan ayam broiler (Gharaibeh dan
Mahmoud 2013). Gambaran titer antibodi ND asal induk disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1 Rataan titer antibodi ND asal induk pada ayam broiler
Kelompoka
Nb
GMT (Log 2) ± SEc
h4 6 8 ± 0.00w
h7 6 6.67 ± 0.21v
h10 6 5.83 ± 0.17u
h14 6 4.34 ± 0.21t
h18 6 3.67 ± 0.21s
h21 6 1.84 ± 0.31r
h24 6 1.67 ± 0.21r
h28 6 1 ± 0.00q
h32 6 1 ± 0.26q
h35 6 0p
aPenamaan kelompok diberikan berdasarkan umur ayam pada saat dilakukan
pengambilan sampel, contoh h4= sampel diambil pada usia ayam 4 hari bN = jumlah sampel
c Geometric mean titer dalam log2 ± standard error
p,q,r,s,t,u,v,wSuperscript yang sama pada kolom GMT (Log 2)±SE menunjukkan
tidak ada perbedaan yang nyata (p > 0.05) antar kelompok pada tingkat
kepercayaan 95%
Hasil penelitian ini menunjukan bahwa antibodi ND asal induk masih dalam
kategori positif sampai dengan ayam berusia 18 hari. Titer antibodi ND
dinyatakan positif jika bernilai 1:8 (23) atau lebih (OIE 2009). Nilai geometric
mean titre (GMT) antibodi ND asal induk tertinggi pada hari keempat yaitu 28
HAU. Berdasarkan OIE (2012), titer antibodi ND protektif adalah minimal 26
HAU, hasil penelitian ini menunjukkan bahwa titer antibodi ND asal induk masih
dalam level protektif sampai dengan ayam berusia 7 hari. Menurut Hamal et al.
(2006) titer antibodi ND asal induk tertinggi pada hari ke–3 dan akan berangsur
turun pada hari ke–7 dan hilang pada hari ke–14. Gharaibeh dan Mahmoud (2013)
menyatakan bahwa titer antibodi ND asal induk masih dapat ditemukan hingga
hari ke–25. Kedua hasil penelitian terdahulu ini kurang sejalan dengan hasil
penelitian ini yang menunjukkan bahwa antibodi ND asal induk masih positif
sampai dengan hari ke–18. Perbedaan ini dapat disebabkan oleh perbedaan titer
antibodi ayam induk, karena durasi dan titer antibodi asal induk pada anak ayam
sangat ditentukan oleh titer antibodi ayam induk (Tizard 2004).
12
Tabel 2 Rataan titer antibodi IB asal induk pada ayam broiler
Kelompoka
Nb
Rataan titer antibodi ± SEc
Interpretasid
h4 6 3800.6±0.05z
Positif
h7 6 3391.2±0.05z
Positif
h10 6 3065.3±0.13z
Positif
h14 6 2749.0±0.07yz
Positif
h18 6 1900.5±0.49xy
Positif
h21 6 1552.2±0.58xy
Positif
h24 6 1264.5±0.59wx
Positif
h28 6 306.7±0.31w
Negatif
h32 6 1819.3±0.40xy
Positif
h35 6 2150.3±0.53xy
Positif aPenamaan kelompok diberikan berdasarkan umur ayam pada saat dilakukan pengambilan
sampel, e.g. h4= sampel diambil pada usia ayam 4 hari bN = jumlah sampel
cSE = standard error
dInterpretasi = interpretasi positif dan negatif keberadaan antibodi IB ; interpretasi hasil
berdasarkan buku panduan kit ELISA IB BioChek (BioChek 2012) w,x,y,z
Superscript yang sama pada kolom rataan titer antibodi±SE menunjukkan tidak ada
perbedaan yang nyata (p > 0.05) antar kelompok pada tingkat kepercayaan 95%
Rataan titer antibodi IB asal induk disajikan pada Tabel 2. Hasil penelitian
ini menunjukkan bahwa antibodi IB asal induk masih bisa terdeteksi sampai
dengan ayam berusia 24 hari. Hasil penelitian ini kurang sejalan dengan penelitian
terdahulu, yaitu Gharaibeh dan Mahmoud (2013) menemukan bahwa hasil titer
antibodi asal induk terhadap virus IB tidak dapat ditemukan lagi setelah hari ke–
15 hari. Seperti telah dijelaskan pada paragraf sebelumnya bahwa durasi dan titer
antibodi asal induk pada anak ayam sangat dipengaruhi oleh titer antibodi ayam
induk (Tizard 2004).
Rataan titer antibodi IB asal induk yang tertinggi adalah pada saat ayam
berusia 4 hari dan terendah adalah pada saat ayam berusia 28 hari. Dalam
penelitian ini terjadi peningkatan titer antibodi IB asal induk pada hari ke–32
dengan tingkat kenaikan titer 6 kali lipat dari sebelumnya. Peningkatan tersebut
diduga adanya serokonversi, dimana serokonversi adalah perubahan yang terjadi
dalam uji serologi yang sebelumnya bernilai negatif, menjadi positif dengan
indikasi adanya antibodi yang terbentuk sebagai respon vaksinasi dan infeksi
(Dorland 2007). Schat et al. (2012) juga menyatakan bahwa peningkatan titer
antibodi dapat disebabkan oleh vaksinasi atau adanya infeksi dari
lingkungan.Vaksinasi tidak dilakukan selama penelitian berlangsung, sehingga
peningkatan titer bukan karena vaksinasi, namun diduga serokonversi ini
diakibatkan adanya infeksi IB dari lingkungan sehingga terjadi peningkatan titer
antibodi pada hari ke–32 dan ke–35.
Informasi yang diperoleh dari penelitian ini dapat dijadikan acuan dalam
menentukan waktu yang terbaik untuk melakukan vaksinasi ND dan IB pada
ayam broiler. Wibowo dan Amanu (2010) mengemukakan hasil studinya
mengenai ayam buras yang diberi vaksin gabungan ND live-killed pada umur 7
hari dapat melindungi ayam hingga 100% sedangkan pada ayam yang divaksin
ND live pada umur 7 hari dan dilakukan booster pada umur 21 hari tingkat
proteksinya adalah 60% dari serangan velogenik ND. Hasil penelitian tersebut
13
didukung oleh Tabbu (2002) yang menyatakan bahwa ayam yang diberi priming
vaksin live bersamaan dengan vaksin killed memberi proteksi lebih tinggi
dibanding ayam yang diberi priming vaksin live saja, karena penambahan vaksin
killed yang diberikan pada DOC tidak mempengaruhi antibodi asal induk secara
langsung, hal ini dikarenakan adanya adjuvan di dalam vaksin yang berfungsi
memperpanjang periode pelepasan virus vaksin, sehingga antibodi asal induk
dapat turun terlebih dahulu, kemudian diikuti oleh respon terhadap vaksin. Pada
pemberian vaksin live diminggu pertama kemungkinan terjadi netralisasi oleh
antibodi asal induk yang masih tinggi, sehingga kekebalan yang terbentuk tidak
mencapai maksimal, oleh karena itu keberhasilan vaksinasi dipengaruhi oleh
keberadaan antibodi asal induk.
SIMPULAN
Durasi keberadaan antibodi ND dan IB asal induk pada ayam broiler sampai
usia ke–18 dan 24 hari. Rataan titer antibodi ND asal induk masih pada level
protektif sampai dengan hari ke–7, sedangkan rataan titer antibodi IB asal induk
telah negatif pada hari ke–28.
Berdasarkan hasil penelitian ini, vaksinasi ND pada ayam broiler
sebaiknya dilakukan setelah usia 7 hari dan vaksinasi IB pada ayam broiler
dilakukan setelah usia 24 hari, agar keberadaan antibodi asal induk tidak
mengganggu keberhasilan vaksinasi.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmed Z, Akhter S. 2003. Role of maternal antibodies in protection against
infectious bursal disease in commercial broilers. Int J Poult Sci. 2:251–255.
Alders R, Spradbrow P. 2001. Controlling Newcastle disease in village chickens.
A Field Manual. ACIAR Monograph No. 82. Canberra (AU): ACIAR.
Aldous EW, Myno JK, Bank J, Alexander DJ. 2003. A molecular epidemiological
study of avian paramyxovirus tipe 1 (Newcastle disease virus) isolates by
phylogenetic analysis of a partial nucleotide sequence of the fusion protein
gene. Avian Pathol. 32:239–256.
Alexander DJ, Senne DA. 2008. Newcastle Disease, Other Avian Paramyxovirus,
and Pneumovirus Infection. Dalam: Disease of Poultry, 12th Edition. Saif,
YM. Iowa (US): Blackwell Scientific.
Allan WH, Lancaster JE, Toth B. 1978. Newcastle Disease Vaccine Their
Production and Use.Food and Agriculture of United Nation (FAO). Rome (IT):
FAO.
Arzey G. 2007. Newcastle Disease-compulsory vaccination. New South Wales
(AU): Department of Primary Industries.
Beard CW, Hanson RP. 1981. Newcastle disease. Dalam: Disease of Poultry.
Editor: Barnes, HJ. Iowa (US): Iowa State University Press.
14
BioChek. 2012. BioChek interpretation manual [Internet]. [diunduh pada 2016 Jul
31]. Tersedia pada :http://www.biochek.com/media/BIOCHEK%.pdf
Cavanagh D, Naqi SA. 2003. Infectious bronchitis, Dalam: Disease of Poultry.
11th ed. Editor: Saif YM, Barnes HJ, Glission JR, Fadly AM, McDougald LR,
Swayne DE. Iowa (US): Iowa State University Press.
[CFSPH] Center for Food Security and Public Health. 2008. Newcastle Disease.
[Internet]. [diunduh 2016 Nov 7]. Tersedia pada: www.cfsph.iastate.edu
Chubb RC. 1986. The detection of antibodi to avian infection bronchitis virus by
the use of immunofluorescence with tissue sections of nephritic kidneys. Aust
Vet J. 63:131–132.
Cowen BS, Hitchner SB. 1975. Serotype identification of avian infectious
bronchitis virus by the virus neutralization test. Avian Dis. 19:583–595.
Cunningham CH. 1970. Avian infectious bronchitis. Adv Vet Sci Comp Med.
14:105–148.
Darminto. 1995. Diagnosis Epidemiologi and Control of Two Mayor Avian Viral
Respiratory Disease in Indonesia: Infectious Bronchitis and Newcastle
Diseases.[thesis] Quenn (AU): JCU Univ.
Davelaar FG, Kouwenhoven B, Burger AG. 1986. The Diagnosis and Control of
Infectious Bronchitis Varian Infection. Dalam: Acute Virus Infection of
Poultry. Editor: MecFerran JB, McNulty NS. Lancaster (UK): Martinus
Nijhoff Publishers.
De Leeuwe OS, Koch G, Hartog L, Ravershorst N, Peeters BPH. 2005. Virulence
of Newcastle disease virus is determined by the cleavage site of the fusion
protein and by both the steam region and globular head of the hemagglutinin-
neuraminidase protein. J Gen Virol. 86:1759–1769.
[DITJENNAK] Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan. 2012.
Manual Penyakit Unggas [Internet]. [diunduh 2016 Nov 10]. Tersedia pada:
http://www.wiki.isikhnas.com/images/d/dd/Manual_Penyakit_Unggas.pdf
[DITJENNAK] Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan. 2016.
Populasi dan Produksi Peternakan di Indonesia [Internet]. [diunduh 2016 Mei
13]. Tersedia pada: http://www.pertanian.go.id/ASEM2015-
NAK/Pop_AyamRasPedaging_Prop_2015.pdf
Dorland WA. 2007. Dorland's Medical Dictionary for Health Consumers.
Amsterdam (NL): Elsevier.
Endomunoz LB, Faragher JT. 1989. Avian infectious bronchitis: Cross protection
studies using different Australian subtypes. Aust Vet J. 66:345–348.
Fadilah R. 2013. Beternak Ayam Broiler. Jakarta (ID): Agro Media Pustaka.
[FAO] Food and Agricultural Organization. 2008. Appendix Newcastle disease
virus images. [Internet]. [diunduh 2016 Okt 17]. Tersedia pada:
http://www.fao.org/docrep/005/ac802e/ac802e0o.htm
Gharaibeh S, Mahmoud K. 2013. Decay of maternal antibodies in broiler
chickens. Poult Sci. 92:2333–2336.
Gough RE, Alexander DJ. 1978. Comparison of serologic test for the
measurement of the primary immune responds to avian infectious bronchitis
virus vaccines. Res Vet Sci. 23:451–460.
Grindstaff JL, Brodie ED III, Ellen DK. 2003. Immune Function across
generations: Intergrating mechanism and evolutionary process in maternal
antibody transmission. Proc Biol Sci. 270:2309–2319.
15
Hamal KR, Burgess SC, Pevzner IY, Erf GF. 2006. Maternal antibodi transfer
from dams to their egg yolks, egg whites, and chicks in meat lines of chickens.
Poult Sci. 85:1364–1372.
Hawkes RA, Darbyshire JH, Peters RW, Mockett APA, Cavanagh D. 1983.
Presence of viral antigen and antibody in the trachea of chickens infected with
avian infectious bronchitis virus. Avian Pathol. 12:331–340.
Heller ED, Letiner G, Drabkin N, Melamed D. 1990. Passive Immunization of
chicken against Escherichia coli. Avian Pathol. 19:345–354.
Hofstad MS. 1984. Avian Infectious Bronchitis. Dalam: Diseases of Poultry. 8th
ed. Editor: Hofstad MS, Barnes HJ, Calnek BW, Reid WM, Yoder Jr HW.
Iowa (US): Iowa State Univ Press.
Huang Z, Panda A, Elankumaran S, Govindarajan D, Rockeman DD, Samal SK.
2004. The Hemaglutinin-neuraminidase protein of Newcastle disease virus
determines tropism and virulence. J Virol. 78:4176–4184.
Karaca K, Swayne D, Grosenbaugh E, Bublot D, Robles M, Nordgren AS. 2005.
Immunogenicity of fowlpox virus expressing the avian influenza virus H5 gene
(TROVAC AIV–H5) in cats. Clin Diagn Lab Immunol. 12(11):1340–1342.
King DJ, Hopkins SR. 1982. Evaluation of the haemagglutination inhibition test
for measuring the response of chicken to avian infectious bronchitis virus
vaccination. Avian Dis. 27:100–112.
King DJ, Cavanagh D. 1991. Infectious Bronchitis. Dalam: Diseases of Poultry.
9th ed. Editor: Calnek BW, Barnes HJ, Bread CW, Reid WM, Yoder,Jr HW.
Iowa (US): Iowa State Univ Press.
Krishnamurthy S, Samal SK. 1998. Nucleutide sequences of the trailer,
nucleocapsid protein gene and intergenic regions of Newcastle disease virus
strain Beaudette C and completion of the entire genom sequence. J Gen Virol.
79:2419–2424.
Leuck D, Haley M, Harvey DUS. 2004. Livestock and Poultry Trade Influenced
by Animal Disease and Trade Retrictions. [Internet]. [diunduh 2016 Juli 20].
Tersedia pada: http://www.ers.usda
Lilis C. 2014 Des 9. Proyeksi penyakit unggas 2015. Poultry Indonesia. Edisi
Desember 2014:9.
MacLahlan NJ, Dubovy EJ. 2011. Paramyxoviridae. Dalam: Fenner's Veterinary
Virologi, 4th Ed. Amsterdam (NL): Elsevier.
Muneer MA, Newman JA, Halvorson DA, Sivanandan V, Coon CN. 1987.
Effects of avian infectious bronchitis virus (Arkansas strain) on vaccinated
laying chickens. Avian Dis. 31:820–828.
Murphy FA, Kingsbury DW. 1990. Virus Toxonomy. Dalam: Fields Virology.
2nd ed. Editor: Fields BN, Kimpe DM, Chanock RB, Hirsch MS, Melnick JL,
Monath TP, Roizman B. New York (US): Raven Press.
Mochett APA, Darbyshire JH. 1981. Comparative studies with ELISA for
antibodies to avian infectious brochitis. Avian Pathol. 10:1–10.
Mondal SP, Naqi SA. 2001. Maternal Antibody to infectious bronchitis virus: it’s
role in protection against infection and development of active immunity to
vaccine. Vet Immunol Immunopathol. 79:31–40.
Naqi SA. 1990. A monoclonal antibodi–based immuno–peroxidase procedure or
detection of IBV in infected tissues. Avian Dis. 34:893–898.
16
[OIE] Office International des Epizooties World Organization. 2008. Terrestrial
animal health manual. [Internet]. [diunduh pada 2016 Juli 30]. Tersedia pada:
www.oie.int/en/internationalstandardsetting/terrestrial–manual
[OIE] Office International des Epizooties World Organization. 2009. Newcastle
Disease. [Internet]. [diunduh 2016 okt 8]. Tersedia pada: www.oie.int/eng
[OIE] Office International des Epizooties. 2012. Newcastle Disease. [Internet].
[diunduh 2016 Juli 30]. Tersedia pada: www.oie.int/fileadmin/Home.pdf
Perrotta CC, Furtek RA, Wilson BS, Cowen, Echiroade RJ. 1988. A standardized
ELISA for Infectious bronchitis virus comparison with HI and VN assay for
measuring protective antibody level in chickens. Avian Dis. 32:451–460.
Petrie, A, Watson, P. 2006. Statistics for Veterinary and Animal Science 2nd Ed.
London (UK): Blackwell Scientific.
Quinn PJ, Markey BK, Leonard FC, FitzPatrick ES, Fanning S, Hartigan PJ.
2011. Veterinary Microbiology and Microbial Disease, 2nd Ed. Iowa (US):
Blackwell Scientific.
Rahayu I, Sudaryani T, Santosa. 2011. Panduan Lengkap Ayam. Jakarta (ID):
Penebar Swadaya.
Rahman MM, Bari ASM, Giasuddin M, Islam MR, Alam J, Sil GC. 2002.
Evaluation of maternal and humoral immunity against Newcaslte disease virus
in chincken. Int J Poult Sci. 1:161–163.
Sahin O, Zhang J, Meitzler C, Harr BS, Morishita TY, Mohan R. 2001.
Prevalence, Antigenic specificity and bactericidal activity of poultry anti
Compylobacter maternal antibodies. Appl Environ Microbial. 67:3951–3957.
Santhia K. 2003. Strategi diagnosa dan penanggulangan Newcastle disease.
Prosiding Seminar Regional Perunggasan. Denpasar (ID): Universitas
Udayana. 6 Oktober 2003.
Schalk AE, Hawn MC. 1931. An apparently new respiratory disease of baby
chicks. J American Vet Med Associat. 78:413–422.
Schat KA, Kaspers B, Kaiser P. 2012. Avian Immunology. London (UK):
Elsevier.
Setyono DJ, Ulfah M, Suharti S. 2013. Sukses Meningkatkan Produksi Ayam
Petelur. Jakarta (ID): Penebar Swadaya.
Sharma JM, Dohms JE, Metz LA. 1989. Comperative pathogenesis of serotype 1
and variant serotype 1 isolate of IBDV and their effect on humoral and cellular
immune competence of SPF chicken. Avian Dis. 33:112–124.
Soares R. 2008 Mei. Passive immunity: part 1. Hatchery Expertise Online
[Internet] [diunduh 2016 jun 30]; 1(18):1. Tersedia pada:
http://www.thepoultrysite.com/focus/contents/ceva/OnlineBulletins/ob_2008/A
rticle-No18-May08.pdf
Stockham SL, Scott MA. 2002. Fundamentals of Veterinary Clinical Pathology.
Iowa (US): Blackwell Publishing.
Syukron MU, Suartha IN, Dharmawan NS. 2013. Serodeteksi penyakit tetelo pada
ayam di Timor Leste. IMV. 2(3):360–368.
Tabbu CR. 2002. Penyakit Ayam dan Penanggulangannya, Penyakit Asal Parasit,
Non infectious dan Etiologi Komplek. Vol. 2. Yogyakarta (ID): Penerbit
Kanisius.
Tizard IR. 2004. Veterinary Immunology an Introduct 6th ed. Philadelphia (US):
WB Saunders.
17
Wibowo MH, Amanu S. 2010. Perbandingan Beberapa Program Vaksinasi
Penyakit Newcastle pada Ayam Buras. J. Sain Vet. 28:27–35.
Wilcox GE, Nandapalan NF, Flower RLP, Fri SD. 1983. Comparasion of a
microneutralisation test with ELISA and precipition test for detection of
antibodi to IBV in chicken. Aus Vet J. 60:119–112.
Yegani M, Butcher GD, Nilipour A, Miles RD, Taraghikhah AR. 2002. The
culprits of vaccination failures. World Poultry Elsevier[Internet]. [diunduh
2016 Mei 27]; 18 (8):44–45. Tersedia pada:
www.worldpoultry.net/PageFiles/23087/001_boerderij-download-.pdf
Zellen GK, Thorsen J. 1987. Standardization and application of enzyme linked
immunosorbent assay for infectious bronchitis. Avian Dis. 30:895–698.
18
Lampiran 1 Analisis titer antibodi asal induk terhadap virus ND dengan One–way
ANOVA dan Uji Duncan
Means TITER NDV
Case Processing Summary
Cases
Included Excluded Total
N Per
cent
N Per
cent
N Per
cent
titer
* Hari 60
100
.0% 0
0.0
% 60
100
.0%
Report
Titer
Hari Mean Std. Deviation
day 4 256.0000 .00000
day 7 96.0000 35.05424
day 10 58.6667 13.06395
day 14 21.3333 8.26236
day 18 13.3333 4.13118
day 21 4.0000 2.19089
day 24 3.3333 1.03280
day 28 2.0000 .00000
day 32 2.1667 .98319
day 35 1.0000 .00000
Total 45.7833 77.55503
ANOVA TITER NDV
Titer
Sum of
Squares
df Mean
Square
F Sig
.
Between
Groups
347414.0
17 9
38601.5
57
258
.787
.00
0
Within
Groups 7458.167 50 149.163
Total 354872.1
83 59
19
Titer NDV
Duncan
Hari N Subset for alpha = 0.05
1 2 3 4 5
day
35 6
1.00
00
day
28 6
2.00
00
day
32 6
2.16
67
day
24 6
3.33
33
day
21 6
4.00
00
day
18 6
13.3
333
13.
3333
day
14 6
21.
3333
day
10 6
58.66
67
day 7 6
96.000
0
day 4 6
256.0
000
Sig.
.132
.26
2 1.000 1.000 1.000
Means GMT IBV
Case Processing Summary
Cases
Included Excluded Total
N Per
cent
N Per
cent
N Per
cent
titer
* Hari 60
100
.0% 0
0.0
% 60
100
.0%
Report
Titer
Hari Mean Std.
Deviation
20
day 4 3.8006 .11779
day 7 3.3912 .13118
day 10 3.0653 .33643
day 14 2.7490 .17231
day 18 1.9005 1.18157
day 21 1.5522 1.42173
day 24 1.2645 1.44795
day 28 .3067 .75118
day 32 1.8193 .98834
day 35 1.6535 1.29015
Total 2.1503 1.34657
ANOVA GMT IBV
Titer
Sum of
Squares
df Mean
Square
F Sig
.
Between
Groups 62.514 9 6.946
7.8
10
.00
0
Within
Groups 44.468 50 .889
Total 106.981 59
titer
Duncan
Hari N Subset for alpha = 0.05
1 2 3 4
day 28 6 .3067
day 24 6 1.2645 1.2645
day 21 6 1.5522 1.5522
day 35 6 1.6535 1.6535
day 32 6 1.8193 1.8193
day 18 6 1.9005 1.9005
day 14 6 2.7490 2.7490
day 10 6 3.0653
day 7 6 3.3912
day 4 6 3.8006
Sig. .085 .307 .053 .083
21
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Ujung Pandang, pada tanggal 30 Januari 1994. Penulis
merupakan anak kedua dari pasangan bapak Dr Drh Syafril Daulay, MM dan ibu
Prof Dr Aidawayati Rangkuti, MS. Penulis memulai pendidikan formal di TKK
Kavelery Yonkaf 10 Makassar (1998–2000), kemudian dilanjutkan dengan
menempuh sekolah dasar di SDN Tamalanrea Makassar (2000–2006). Penulis
kemudian melanjutkan pendidikan di SMPN 12 Makassar (2006–2009) serta
SMAN 21 Makassar (2009–2012). Seusai menuntaskan pendidikan menengah
atas, pada tahun 2012 penulis diterima di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui
jalur Ujian Talenta Mandiri (UTM).
Selama studi di IPB, penulis aktif dalam organisasi kemahasiswaan
Himpunan Mahasiswa Profesi Ruminansia sebagai anggota divisi internal
(2013/2014), Badan Eksekutif Mahasiswa FKH IPB sebagai staff secretariat
(2013/2014), Ikatan Mahasiswa Kedokteran Hewan Indonesia sebagai staff divisi
Informasi dan komunikasi (2013/2014), International Veterinary Student
Association (IVSA) chapter Indonesia sebagai President IVSA chapter Indonesia
(2015/2016)