evaluasi rasionalitas antibiotika pada pasienrepository.usd.ac.id/31376/2/148114063_full.pdf ·...
TRANSCRIPT
EVALUASI RASIONALITAS ANTIBIOTIKA PADA PASIEN
COMMUNITY ACQUIRED PNEUMONIA (CAP) DI RSUD SLEMAN
YOGYAKARTA PERIODE JUNI 2016 – FEBRUARI 2018
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm)
Program Studi Farmasi
Oleh:
Ika Hanna Nurul Wathani
NIM: 148114063
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2018
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
i
EVALUASI RASIONALITAS ANTIBIOTIKA PADA PASIEN
COMMUNITY ACQUIRED PNEUMONIA (CAP) DI RSUD SLEMAN
YOGYAKARTA PERIODE JUNI 2016 – FEBRUARI 2018
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm)
Program Studi Farmasi
Oleh:
Ika Hanna Nurul Wathani
NIM: 148114063
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2018
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
iv
HALAMAN PERSEMBAHAN
“… Verily, in the remembrance of
Allah do hearts find peace”
(QS. Ar Ra’d : 28)
Karya ini kupersembahkan untuk:
Allah SWT yang selalu mengabulkan doa dan memperlancar hidupku
Bapak, Mamah, & adikku yang selalu memberikan doa, dukungan, & kesabaran
Orang-orang disekitarku yang selalu memberikan semangat
Almamaterku Universitas Sanata Dharma
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
v
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang telah saya
susun ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah
disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.
Apabila dikemudian hari ditemukan adanya indikasi plagiarisme dalam
naskah ini, maka saya bersedia menanggung segala sanksi sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Yogyakarta, 30 Mei 2018
Penulis
Ika Hanna Nurul Wathani
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
vi
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH
UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma :
Nama : Ika Hanna Nurul Wathani
Nomor Mahasiswa : 148114063
Demi Pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada perpustakaan
Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul :
Evaluasi Rasionalitas Antibiotika Pada Pasien Community Acquired
Pneumonia (CAP) di RSUD Sleman Yogyakarta Periode Juni 2016 –
Februari 2018
beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan
kepada perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan,
mengalihkan dalam bentuk media lain, mengolahnya dalam bentuk pangkalan data,
mendistribusikan secara terbatas dan mempublikasikan di internet atau media lain
untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun memberi
loyalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di Yogyakarta
Pada tanggal :
Yang menyatakan
(Ika Hanna Nurul Wathani)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
vii
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala
rahmat dan tuntunan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan naskah skripsi ini
yang berjudul Evaluasi Rasionalitas Antibiotika Pada Pasien Community
Acquired Pneumonia (CAP) di RSUD Sleman Yogyakarta Periode Juni 2016 –
Februari 2018. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat memperoleh Gelar
Sarjana Farmasi (S.Farm) di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma
Yogyakarta.
Penulis menyadari semua proses dalam penyelesaian naskah skripsi ini tidak
terlepas dari dorongan dan bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, pada
kesempatan ini dengan penuh kerendahan hati penulis mengucapkan terima kasih
kepada:
1. Ibu Aris Widayati, M.Si., Ph.D., Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi
Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
2. Bapak Septimawanto Dwi Prasetyo, M.Si., Apt., selaku dosen pembimbing
skrispi yang telah bersedia meluangkan waktu, memberikan tenaga, ilmu,
dorongan, dan saran selama penyusunan skripsi.
3. Ibu Aris Widayati, M.Si., Ph.D., Apt., dan Ibu Putu Dyana Christasani,
M.Sc., Apt., selaku dosen penguji skripsi yang telah memberikan waktu,
kritik, juga saran dalam penelitian ini.
4. Ibu Damiana Sapta Candrasari, S.Si., M.Sc., selaku dosen pembimbing
akademik yang telah memberikan dorongan, ilmu, dan saran selama masa
perkuliahan
5. Segenap staff sekretariat Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma
Yogyakarta yang telah membantu menyediakan segala surat yang
dibutuhkan selama proses penelitian hingga ujian skripsi.
6. Segenap staff, kepala rekam medik, apoteker, dan dokter RSUD Sleman atas
waktu dan bantuannya sehingga penelitian ini dapat berjalan lancar.
7. Tim Komite Etik Fakultas Kedokteran UKDW yang telah memberikan
arahan dan menerbitkan Ethical Clearance penelitian ini
8. Kebangpol Sleman yang telah menerbitkan izin penelitian
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
viii
9. Bapak, mamah, adik serta keluarga atas segala dukungan, doa, semangat,
kasih sayang, dan kesabaran yang telah diberikan kepada penulis
10. Teman-teman skripsi, Biata dan Feli yang telah memberikan semangat,
waktu, tenaga untuk direpotkan, juga kebersamaan selama proses
perkuliahan
11. Adik-adik yang jauh Winda, Acik untuk segala bantuan, motivasi, waktu,
kebersamaan dari SMP hingga selesainya naskah skripsi ini
12. Teman-Teman FAST dan kak Nana yang selalu jadi charger ketenangan
13. Teman-teman seperjuangan Gita, Debby, Epen, Lintang, Myisha, Cik Liv,
Dito, Vito, Dicky, atas kebersamaannya selama masa perkuliahan
14. Teman-teman FSM B dan farmasi angkatan 2014 atas segala
kebersamaannya selama proses perkuliahan
15. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu atas segala
dukungan, bantuan, doa, dan kesabaran yang diberikan kepada penulis
sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan lancar.
Penulis menyadari bahwa dalam naskah skripsi ini masih terdapat banyak
kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, penulis sangat
mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua pihak. Penulis juga
memohon maaf atas segala kekurangan dalam naskah ini. Akhit kata, penulis
berharap naskah ini dapat bermanfaat bagi siapapun yang membacanya dan bagi
perkembangan ilmu farmasi klinis.
Yogyakarta, 30 Mei 2018
Penulis
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ix
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ........................................................................................ i
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ................................................... ii
HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................... iii
HALAMAN PERSEMBAHAN ....................................................................... iv
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA .......................................... v
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ........................... vi
PRAKATA ...................................................................................................... vii
DAFTAR ISI .................................................................................................. ix
DAFTAR TABEL ........................................................................................... x
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... xi
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................... xii
ABSTRAK ...................................................................................................... xiii
ABSTRACT ...................................................................................................... xiv
PENDAHULUAN .......................................................................................... 1
METODE PENELITIAN ................................................................................ 3
Desain dan Subjek Penelitian ............................................................... 3
Analisis Data ......................................................................................... 4
HASIL DAN PEMBAHASAN ....................................................................... 5
Karakteristik Demografi Pasien ............................................................ 5
Pola Penggunaan Antibiotika ............................................................... 7
Evaluasi Rasionalitas Penggunaan Antibiotika .................................... 9
KESIMPULAN ............................................................................................... 17
SARAN ........................................................................................................... 17
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 18
LAMPIRAN .................................................................................................... 20
BIOGRAFI PENULIS .................................................................................... 38
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
x
DAFTAR TABEL
Tabel I. Karakteristik Demografi Pasien CAP berdasarkan Usia dan
Jenis Kelamin ............................................................................. 6
Tabel II. Karakteristik Pasien CAP berdasarkan Lama Perawatan ............ 7
Tabel III. Pola Penggunaan Antibiotika Berdasarkan Golongan, Jenis, dan
Rute Pemberian ............................................................................ 8
Tabel IV. Pola Penggunaan Antibiotika berdasarkan Lama Pemberian
Antibiotika ................................................................................... 9
Tabel V. Persentase Evaluasi Kriteria Rasionalitas Penggunaan Antibiotika
...................................................................................................... 10
Tabel VI. Ketepatan Pemilihan Antibiotika pada Pasien CAP yang
Menjalani Rawat Inap di RSUD Sleman ..................................... 11
Tabel VII. Ketepatan Dosis Antibiotika pada Pasien CAP yang Menjalani
Rawat Inap di RSUD Sleman ...................................................... 12
Tabel VIII. Ketepatan Interval Waktu Pemberian Antibiotika pada Pasien
CAP yang Menjalani Rawat Inap di RSUD Sleman .................... 13
Tabel IX. Ketepatan Penilaian Kondisi Pasien pada Pasien CAP yang
Menjalani Rawat Inap di RSUD Sleman ..................................... 15
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Bagan Sampel Penelitian Pasien Pneumonia yang Menjalani
Rawat Inap di RSUD Sleman Periode Juni 2016 – Februari
2018 .......................................................................................... 4
Gambar 2. Rasionalitas Penggunaan Antibiotika pada Pasien CAP yang
Menjalani Rawat Inap di RSUD Sleman Periode Juni 2016 –
Februari 2018 ............................................................................ 16
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Ethical Clearance ....................................................................... 21
Lampiran 2. Surat Keterangan Penelitian dari Kesbangpol Sleman ................ 22
Lampiran 3. Surat Keterangan Penelitian di RSUD Sleman Yogyakarta ........ 23
Lampiran 4. Definisi Operasional .................................................................... 24
Lampiran 5. Antibiotika Empiris untuk Pasien CAP yang Menjalani Rawat
Inap (non-ICU) .............................................................................. 26
Lampiran 6. Dosis Antibiotika Menurut Drug Information Handbook 24th
(2015) ............................................................................................ 27
Lampiran 7. Contoh Lembar Pengambilan Data Rekam Medik Pasien CAP .. 28
Lampiran 8. Lembar Demografi dan Pola Penggunaan Antibiotika ................ 30
Lampiran 9. Check List Rasionalitas Penggunaan Antibiotika ......................... 33
Lampiran 10. Hasil Wawancara dengan Salah Satu Dokter Penulis Resep ...... 37
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xiii
ABSTRAK
Pneumonia merupakan penyakit infeksi yang menyerang parenkim paru
yang disebabkan oleh berbagai mikroorganisme yang menyebabkan peradangan
parenkim paru. Salah satu jenis pneumonia adalah Community Acquired
Pneumonia (CAP) atau pneumonia komuniti. Pneumonia komuniti merupakan
pneumonia yang didapat di masyarakat dengan menggunakan antibiotika sebagai
salah satu pengobatannya. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi
karakteristik demografi pasien CAP, pola penggunaan antibiotika, dan
mengevaluasi rasionalitas penggunaan antibiotika pada pasien CAP di RSUD
Sleman Yogyakarta periode Juni 2016 – Februari 2018. Penelitian ini merupakan
penelitian non-eksperimental dengan menggunakan desain penelitian deskriptif
dan retrospektif. Data diperoleh dari rekam medik pasien CAP dengan total 33
pasien. Hasil penelitian menunjukkan bahwa angka kejadian CAP terbanyak pada
jenis kelamin laki-laki (54,5%) dan pada rentang usia ≥65 tahun. Antibiotika
monoterapi yang banyak digunakan adalah golongan sefalosporin generasi 3 yaitu
Seftriakson dan untuk antibiotika kombinasi terbanyak adalah Seftriakson dengan
Azitromisin. Pada penelitian ini ditemukan penggunaan antibiotika yang rasional
sebanyak 2 pasien (6,1%) dan 31 pasien (93,3%) dengan penggunaan antibiotika
yang tidak rasional. Penggunaan antibiotika yang tidak rasional terjadi karena
ketidaktepatan pemilihan obat (9,1%), ketidaktepatan dosis (50%), ketidaktepatan
interval pemberian (93,3%) dan ketidaktepatan penilaian kondisi pasien (6,7%).
Kata Kunci: CAP, antibiotika, rasional
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xiv
ABSTRACT
Pneumonia is an infectious disease that attacks the pulmonary parenchyma caused
by various microorganisms that cause inflammation of the pulmonary parenchyma.
One type of pneumonia is a Community Acquired Pneumonia (CAP). Community
Acquired Pneumonia (CAP) is a pneumonia that is obtained in the society by using
antibiotic as one of its treatment. This study aims to identify the demographic
characteristic of CAP patients, antibiotic usage patterns, and evaluate the rational
use of antibiotics for patients with CAP at RSUD Sleman Yogyakarta period June
2016 – February 2018. This non-experimental study using descriptive and
retrospective study design. Data were obtained from medical record of patients
CAP with total 33 patients. The result showed that the highest incident of CAP in
male (54,5%) and the range of age ≥65 years old. The most commonly used
antibiotic monotherapy is Cephalosporin 3rd generation that is Ceftriaxone and for
the antibiotic combination is ceftriaxone with Azithromycin. The result of this study
showed that 2 patients (6,1%) use rational of antibiotics and 31 patients (93,3%)
was irrational. The irrational use of antibiotics was due to drug inappropriateness
(9,1%), inaccuracy of antibiotics dose (50%), inaccuracy of interval time of
antibiotic administration (93,3%), and inaccuracy of patient condition (6,7%).
Keywords: CAP, Antibiotics, Rational
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
1
PENDAHULUAN
Infeksi saluran napas bawah akut (ISNBA) merupakan salah satu penyakit
yang menimbulkan angka kesakitan dan kematian yang tinggi serta kerugian
produktivitas kerja. ISNBA dapat dijumpai dalam berbagai bentuk penyakit,
dimana yang paling sering adalah dalam bentuk pneumonia (Setiati et al., 2014).
Pneumonia merupakan penyakit infeksi yang mengenai parenkima paru yang
disebabkan oleh berbagai mikroorganisme seperti bakteri, virus, fungi, dan parasit
yang menyebabkan peradangan parenkim paru dan akumulasi eksudat peradangan
di saluran napas (McPhee and Ganong, 2011). Pneumonia dapat diklasifikasikan
menjadi beberapa macam, salah satu diantaranya yaitu pneumonia komuniti atau
Community Acquired Pneumonia (CAP). Pneumonia komuniti merupakan
pneumonia yang berkembang dimasyarakat tanpa adanya kontak dengan fasilitas
medis (Dipiro et al., 2015). Selain itu pneumonia komuniti juga menjadi salah satu
penyebab morbiditas dan mortalitas yang tinggi pada orang dewasa di negara maju
(Torres et al., 2013).
Pneumonia menyerang semua umur di semua wilayah dimana angka
kejadian terbanyak terjadi di Asia Selatan dan Afrika sub-Sahara (Kemenkes RI,
2016). Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar tahun 2013, terjadi kecenderungan
peningkatan untuk period prevalence pneumonia pada semua umur yaitu 2,1% di
tahun 2007 menjadi 2,7% di tahun 2013 (Kemenkes RI, 2013). Menurut Dinas
Kesehatan Pemerintah Kota Yogyakarta tahun 2015, pada tahun 2014 pneumonia
menempati 10 besar penyakit RSUD Kota Yogyakarta diagnosa rawat inap. Untuk
CAP sendiri menurut PDPI tahun 2014 pada penelitian yang dilakukan oleh
Pahriyani et al. (2015), didapatkan data jumlah pasien CAP rawat inap tahun 2012
sebanyak 477 kasus dengan angka kematian sebesar 9,6% di RSUD Soetomo
Surabaya dan sebanyak 117 kasus dengan angka kematian sebesar 20,5% di RSUP
Persahabatan.
Pengobatan pada penderita Community Acquired Pneumonia (CAP) terdiri
dari pemberian antibiotika dan pengobatan suportif. Pemberian antibiotika
sebaiknya dilakukan berdasarkan data mikroorganisme dan hasil uji kepekaannya
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
2
(PDPI, 2003). Pemberian antibiotika yang kurang tepat dapat menimbulkan
berbagai masalah khususnya resistensi antibiotika. Dalam Peraturan Menteri
Kesehatan RI (2011), memaparkan hasil penelitian kualitas penggunaan antibiotika
di berbagai Rumah Sakit ditemukan 30%-80% tidak didasarkan pada indikasi.
Menurut mantan Menteri Kesehatan Endang Rahayu Sedyaningsih, sekitar 92%
masyarakat di Indonesia tidak menggunakan antibiotika secara tepat (Utami, 2012).
Di Indonesia penelitian mengenai evaluasi penggunaan antibiotika pada
pasien CAP masih sedikit dilakukan. Menurut salah satu penelitian mengenai
evaluasi penggunaan antibiotika pada pasien Community Acquired Pneumonia
(CAP) di RSUD Budi Asih Jakarta Timur pada tahun 2014 didapatkan hasil dari
total 42 pasien dewasa yang termasuk ke dalam kriteria inklusi dan eksklusi
diperoleh ketepatan pemilihan jenis antibiotika sebanyak 7,14%, ketepatan dosis
mencapai 92,86%, dan ketepatan lama pemberian antibiotika sebanyak 61,90%
(Pahriyani et al., 2015). Berdasarkan uraian tersebut, penting dilakukannya
penelitian mengenai evaluasi penggunaan antibiotika pada pasien CAP mengingat
angka resistensi antibiotika dan juga angka kejadian CAP yang terbilang tinggi.
Letak perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang sebelumnya dilakukan oleh
Pahriyani et al. (2015), adalah tempat dan tahun dilakukannya penelitian, juga
parameter yang digunakan untuk mengevaluasi rasionalitas antibiotika.
Lokasi penelitian dalam penelitian ini adalah RSUD Sleman Yogyakarta
yang merupakan salah satu rumah sakit pemerintah di Yogyakarta yang cukup
sering dikunjungi pasien. Selain itu, untuk di RSUD Sleman Yogyakarta, penelitian
yang membahas mengenai evaluasi penggunaan antibiotika pada pasien Community
Acquired Pneumonia (CAP) belum banyak dilakukan.
Tujuan dari penelitian ini yaitu mengidentifikasi karakteristik demografi
pasien Community Acquired Pneumonia (CAP), mengindentifikasi pola
penggunaan antibiotika, serta mengevaluasi rasionalitas penggunaan antibiotika
pada pasien Community Acquired Pneumonia (CAP) dengan menggunakan acuan
terapi Pedoman Diagnosis & Penatalaksanaan Pneumonia Komuniti (PDPI, 2003),
Infectious Diseases Society of America/American Thoracic Society Consensus
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
3
Guidelines on the Management of Community-Acquired Pneumonia in Adult tahun
2007, dan Drug Information Handbook 24th (APhA, 2015).
METODE PENELITIAN
Desain dan Subjek Penelitian
Jenis penelitian yang dilakukan merupakan penelitian non-eksperimental
yang bersifat deskriptif dimana pengambilan data dilakukan secara retrospektif
dengan menggunakan rekam medik pasien. Pengambilan data dilakukan pada bulan
April - Mei 2018. Data diambil dari rekam medik pasien yang terdiagnosa
Community Acquired Pneumonia (CAP) yang menjalani rawat inap di RSUD
Sleman periode Juni 2016 – Februari 2018.
Subjek penelitian ini adalah pasien laki-laki dan perempuan yang
terdiagnosa pneumonia dengan kode diagnosa ICD 10: J18.9 yang memenuhi
kriteria inklusi dan ekslusi. Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah pasien
dewasa dengan diagnosa CAP yang menjalani rawat inap pada bulan Juni 2016 -
Februari 2018, menjalani rawat inap minimal 3 hari, mendapatkan terapi
antibiotika, serta tidak memiliki penyakit penyerta lain yang diterapi dengan
antibiotika. Kriteria eksklusi penelitian ini adalah pasien dengan data rekam medik
hilang dan pasien rutin melakukan hemodialysis.
Penelitian telah mendapat izin dari RSUD Sleman dengan nomor surat
070/0674 dan prosedur yang digunakan telah disetujui oleh Komisi Etik Fakultas
Kedokteran Universitas Kristen Duta Wacana Yogyakarta dengan nomor surat
579/C.16/FK/2018 dan juga izin penelitian dari Kesbangpol dengan nomor surat
070/Kesbangpol/675/2018.
Teknik pengambilan sampel rekam medis pasien dilakukan dengan teknik
purposive sampling yaitu pengambilan data dilakukan berdasarkan kriteria tertentu
(Sugiyono, 2013). Data yang diambil meliputi nomor rekam medik, usia, jenis
kelamin, diagnosa masuk, diagnosa utama, diagnosa sekunder, anamnesis, riwayat
penyakit dahulu, alergi, riwayat rawat inap, pemeriksaan fisik, hasil laboratorium,
pemeriksaan penunjang, serta catatan penggunaan obat yang terdiri dari jenis obat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
4
yang digunakan, dosis, lama pemberian, dan rute pemberian. Identitas subyek pada
sampel penelitian dirahasiakan dan data sepenuhnya digunakan hanya untuk
kepentingan penelitian.
Selain pengambilan data dari rekam medik pasien, pada penelitian ini juga
dilakukan wawancara dengan dokter dan apoteker dari RSUD Sleman Yogyakarta.
Narasumber yang pertama merupakan salah satu dokter penulis resep yang juga
sebagai Kepala KSM Penyakit Dalam. Wawancara ini dilakukan pada tanggal 11
Mei 2018 dengan tujuan untuk konsultasi mengenai diagnosa penyakit dan
pemberian terapi antibiotika yang diberikan. Narasumber kedua merupakan
Apoteker yang menjadi anggota dalam tim Program Pengendalian Resistensi
Antimikroba (PPRA). Wawancara dilakukan pada tanggal 24 Mei 2018 dengan
tujuan untuk melakukan konfirmasi terkait data penelitian yang diperoleh.
Gambar 1. Bagan Sampel Penelitian Pasien Pneumonia yang Menjalani Rawat
Inap di RSUD Sleman Periode Juni 2016 – Februari 2018
Analisis Data
Data gambaran karakteristik demografi pasien CAP diperoleh dengan
mengelompokkan berdasarkan usia, jenis kelamin, dan lama perawatan kemudian
33 pasien CAP yang
memenuhi kriteria
penelitian
273 rekam medik pasien
pneumonia periode Juni
2016 – Februari 2018
Kriteria inklusi :
1. Pasien dewasa dengan diagnosa CAP
2. Menjalani rawat inap minimal 3 hari
3. Mendapatkan terapi antibiotika
4. Tidak memiliki penyakit penyerta lain
yang diterapi dengan antibiotika
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
5
disajikan dalam bentuk tabel dan persentase dengan menghitung jumlah kasus
setiap kelompok dibagi dengan jumlah keseluruhan kasus kemudian dikali 100%.
Data pola penggunaan antibiotika pada pasien CAP dikelompokkan menjadi
golongan, jenis, rute pemberian, dan lama pemberian antibiotika. Analisis pola
penggunaaan antibiotika dilakukan dengan menghitung jumlah kasus setiap
kategori dibagi dengan jumlah seluruh kasus kemudian dikali 100%. Data yang
diperoleh lalu disajikan dalam bentuk tabel dan persentase.
Data terapi antibiotika yang diperoleh dikaji berdasarkan kriterian
penggunaan obat yang rasional meliputi tepat indikasi penyakit, pemilihan obat,
dosis, interval waktu pemberian, lama pemberian, dan penilaian kondisi pasien
dengan membandingkan data penggunaan antibiotika pada literatur. Acuan yang
digunakan adalah Pedoman Diagnosis & Penatalaksanaan Pneumonia Komuniti
(PDPI, 2003), Infectious Diseases Society of America/American Thoracic Society
Consensus Guidelines on the Management of Community-Acquired Pneumonia in
Adult tahun 2007, dan Drug Information Handbook 24th (APhA, 2015). Terapi
antibiotika dikatakan rasional apabila keseluruhan kriteria penggunaan obat yang
rasional pada penelitian ini telah terpenuhi.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Jumlah rekam medik (RM) pasien pneumonia kelompok dewasa yang
menjalani rawat inap di Instalasi Rawat Inap RSUD Sleman Yogyakarta periode
Juni 2016 – Februari 2018 sebanyak 273 data RM. Data rekam medik yang masuk
kriteria penelitian dan digunakan sebagai sampel dalam penelitian ini sejumlah 33
pasien (12,1%).
Karakteristik Demografi Pasien
Pengelompokkan pasien CAP usia dewasa di Instalasi Rawat Inap RSUD
Sleman Yogyakarta periode Juni 2016 – Februari 2018 berdasarkan usia dan jenis
kelamin didapatkan hasil 18 pasien (54,5%) laki-laki dan 15 pasien (45,5%)
perempuan (Tabel I). Angka kejadian CAP lebih tinggi pada jenis kelamin laki-laki,
hal ini dapat dikarenakan laki-laki lebih cenderung mengkonsumsi rokok dan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
6
merokok merupakan salah satu faktor resiko CAP (Kuluri et al., 2015; Dipiro et al.,
2015). Selain itu, salah satu literatur yang menyebutkan jika angka kejadian CAP
pada pasien yang menjalani rawat inap lebih tinggi pada laki-laki dibandingkan
perempuan (Torres et al., 2013).
Tabel I. Karakteristik Demografi Pasien CAP berdasarkan Usia dan Jenis
Kelamin
Usia
Jenis Kelamin
Jumlah % Laki-laki Perempuan
Jumlah % Jumlah %
25 – 34 tahun 0 0 1 6,7 1 3,0
35 – 44 tahun 3 16,7 2 13,3 5 15,2
45 – 54 tahun 4 22,2 3 20 7 21,2
55 – 64 tahun 5 27,8 4 26,7 9 27,3
≥ 65 tahun 6 33,3 5 33,3 11 33,3
Total 18 100 15 100 33 100
Angka kejadian CAP paling banyak terjadi pada rentang usia ≥ 65 tahun
dengan total 11 pasien (33,3%), selain itu juga dapat dilihat jika angka kejadian
CAP meningkat sesuai dengan peningkatan usia dan usia >65 tahun merupakan
salah satu faktor resiko CAP (Dipiro et al., 2015). Hasil penelitian ini serupa dengan
salah satu penelitian yang menyatakan jika etiologi CAP menunjukkan peningkatan
kejadian dengan meningkatnya usia pasien (Cilloniz et al., 2016)
Lama pasien mengalami rawat inap terbanyak yaitu pada rentang 6 – 8 hari
(Tabel II). Lama perawatan di rumah sakit sebaiknya dipersingkat dengan
perubahan obat suntik ke oral dan dilanjutkan dengan berobat jalan, dimana obat
suntik dapat diberikan 2 – 3 hari, paling aman digunakan selama 3 hari dan di hari
ke-4 dapat diganti dengan obat oral dan pasien dapat berobat jalan (PDPI, 2003).
Hal serupa juga disampaikan oleh salah satu dokter penulis resep bahwa pasien
diperbolehkan pulang setelah dilihat kondisi klinik selama 3 hari pertama membaik,
maka di hari berikutnya diperbolehkan untuk pulang (Lampiran 10). Pada
umumnya pasien CAP membutuhkan waktu 3 – 7 hari untuk dapat kembali stabil
secara klinis, dan ketika pasien telah stabil secara klinis serta tidak memiliki
masalah medis aktif lainnya maka pasien diperbolehkan untuk pulang. (Mandell,
2007).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
7
Tabel II. Karakteristik Pasien CAP berdasarkan Lama Perawatan
Lama Perawatan Jumlah pasien Persentase (%)
3 – 5 hari 14 42,4
6 – 8 hari 15 45,5
9 – 11 hari 4 12,1
Total 33 100
Pola Penggunaan Antibiotika
Pada penelitian ini pola penggunaan antibiotika yang diberikan selama
terapi terbagi dalam 15 pasien (45,5%) menggunakan antibiotika monoterapi, 8
pasien (24,2%) menggunakan antibiotika kombinasi, serta 10 pasien (30,3%)
dengan penggantian jenis antibiotika selama terapi. Antibiotika golongan
Sefalosporin generasi 3 berupa Seftriakson menjadi pilihan utama dan paling
banyak digunakan pada terapi monoterapi sedangkan pada terapi kombinasi yang
paling banyak digunakan adalah Seftriakson yang ditambah dengan golongan
makrolida berupa azitromisin (Tabel III). Beberapa pasien mengalami penggantian
antibiotika dikarenakan kondisi klinis pasien yang tidak menunjukkan perbaikan
(Lampiran 10). Pada penelitian ini menunjukkan penggantian antibiotika pada
umumnya dilakukan setelah lebih dari 3 hari.
Seftriakson adalah antibiotika golongan Sefalosporin generasi 3 yang
menjadi salah satu pilihan terapi empiris yang disarankan untuk pasien CAP (PDPI,
2003; Mandell, 2007). Selain dengan monoterapi, Seftriakson yang dikombinasikan
dengan azitromisin juga menjadi salah satu terapi empiris yang disarankan
(Cosgrove et al., 2016). Penggunaan Seftriakson yang dikombinasikan dengan
azitromisin diperuntukkan untuk pasien CAP yang juga dicuriga disertai dengan
bakteri atipik (PDPI, 2003). Azitromisin sendiri merupakan antibiotika golongan
makrolida yang penggunaan utamanya untuk infeksi saluran pernafasan. (Ministry
of Health Government of Fiji, 2011).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
8
Tabel III. Pola Penggunaan Antibiotika Berdasarkan Golongan, Jenis, dan Rute
Pemberian
Antibiotika Jumlah Persentase
(%)
Monoterapi
Golongan Sefalosporin generasi 3
Seftriakson*
Septazidim*
Golongan Sefalosporin generasi 4
Cefepime *
Golongan Fluorokuinolon respirasi
Levofloksasin*
Kombinasi
Gol. Sefalosporin generasi 3 + makrolida
Seftriakson* + Azitromisin**
Penggantian
Seftriakson* Levofloksasin*
Seftriakson* Septazidim* Meropenem*
Seftriakson* Seftriakson* + Azitromisin**
Seftriakson* Seftriakson* + Levofloksasin*
Seftriakson* + Azitromisin** Seftriakson*
Septazidim* Septazidim* + Azitromisin**
Seftriakson* Seftriakson* + Azitromisin**
Seftriakson* + Azitromisin** + Levofloksasin*
10
2
2
1
8
1
1
3
2
1
1
1
30,3
6,1
6,1
3,0
24,2
3,0
3,0
9,1
6,1
3,0
3,0
3,0
TOTAL 33 100
* : rute pemberian diberikan secara injeksi
** : rute pemberian diberikan secara peroral
Rute pemberian antibiotika selama pasien menjalani rawat inap terbagi
menjadi 2 kelompok yaitu perenteral dan oral. Pemilihan rute penggunaan obat
tergantung dari beberapa hal seperti tempat kerja obat yang diinginkan, kecepatan
respon yang diinginkan, juga keadaan umum dari pasien itu sendiri (Nuryati, 2017).
Berdasarkan penelitian ini, awal pasien masuk antibiotika umumnya diberikan
secara injeksi intravena, ini sesuai dengan acuan yang digunakan dimana terapi
awal pada pasien CAP harus diberikan secara injeksi intravena (Mandell, 2007).
Pemberian antibiotika intravena dapat diberikan selama 2 – 3 hari, kemudian pada
hari ke-4 jika kondisi klinis pasien membaik dan dapat mentolerir obat-obatan oral
maka disarankan untuk diganti ke antibiotik oral, hal ini juga bertujuan untuk
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
9
mempersingkat lama tinggal di rumah sakit (PDPI, 2003; Watkins and
Lemonovich, 2011).
Lama pemberian antibiotika untuk pasien CAP yang memiliki tingkat
keparahan rendah adalah 5 hari dan 7-10 hari untuk tingkat keparahan sedang
hingga berat (NICE, 2014). Literatur lain menyebutkan jika secara tradisonal
antibiotika diberikan selama 10 – 14 namun dalam beberapa kasus menunjukkan
jika 5 dan 7 hari merupakan waktu yang efektif (Mandell, 2007; Watkins and
Lemonovich, 2011). Dalam penelitian ini durasi pemberian antibiotika paling
singkat yaitu 2 hari dan terpanjang yaitu 10 hari. Pemberian antibiotika paling
singkat yaitu pada pemberian Seftazidim sebanyak 1 pasien dan Levofloksasin
sebanyak 3 pasien, serta pemberian antibiotika terpanjang yaitu pada pemberian
Seftriakson sebanyak 3 pasien (Tabel IV). Pemberian Seftazidim selama 2 hari
dikarenakan kondisi klinis pasien tidak menunjukkan perbaikan sehingga
diperlukan penggantian antibiotika sedangkan pemberian Levofloksasin selama 2
hari dikarenakan pasien pulang namun terapi dengan Levofloksasin tetap
diresepkan sebagai obat pulang.
Tabel IV. Pola Penggunaan Antibiotika berdasarkan Lama Pemberian Antibiotika
Antibiotika Lama Pemberian (hari)
2 3 4 5 6 7 8 9 10
Cefepime 1 1
Seftriakson 5 6 6 5 1 1 3
Septazidim 1 2 1
Azitromisin 2 5 4 3
Levofloksasin 3 1 1
Meropenem 1
Evaluasi Rasionalitas Penggunaan Antibiotika
Evaluasi rasionalitas penggunaan antibiotika pada penelitian ini
menggunakan enam kriteria penggunaan obat yang rasional menurut Kemenkes RI
(2011). Pada penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat beberapa kriteria
penggunaan obat rasional yang belum memenuhi persentase tepat 100% (Tabel V).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
10
Tabel V. Persentase Evaluasi Kriteria Rasionalitas Penggunaan Antibiotika
Kriteria Tepat (%) Tidak Tepat (%)
Tepat indikasi 100 0
Tepat pemilihan obat 90,9 9,1
Tepat dosis 50 50
Tepat interval waktu pemberian 6,7 93,3
Tepat lama pemberian 100 0
Tepat penilaian kondisi pasien 93,3 6,7
Tepat Indikasi Penyakit
Setiap obat memiliki spektrum terapi yang spesifik. Begitu juga dengan
antibiotika, antibiotika hanya dianjurkan untuk pasien yang menunjukkan atau
memiliki gejala adanya infeksi bakteri (Kemenkes RI, 2011a). Community Acquired
Pneumonia (CAP) sendiri merupakan penyakit infeksi yang disebabkan salah
satunya oleh bakteri, sehingga dalam penatalaksanaan pada pasien CAP selain
diberikan terapi suportif perlu diberikannya terapi antibiotika. Dalam pemberian
antibiotika haruslah sesuai dengan indikasi penyakitnya untuk mencegah terjadinya
resistensi antibiotika.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pemberian antibiotika 100% tepat
indikasi penyakit yang artinya semua pasien mendapatkan terapi antibiotika sesuai
dengan indikasi penyakit yaitu penyakit CAP dimana hal ini dapat diketahui dari
diagnosa dokter, kode ICD 10: J18.9 yang tertera pada rekam medik, gejala klinik
yang ditunjukkan pasien seperti batuk-batuk, hasil pemeriksaan leukosit di atas
normal, serta hasil pemeriksaan toraks menunjukkan adanya infiltrat.
Tepat Pemilihan Obat
Pemilihan obat yang tepat untuk dilakukannya terapi dapat dilakukan
setelah ditegakkannya diagnosis dengan benar, sehingga obat yang dipilih harus
yang memiliki efek terapi sesuai dengan spektrum penyakinya (Kemenkes RI,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
11
2011a). Pemilihan antibiotika awal pada pasien CAP terlebih dahulu diberikan
antibiotika dengan spektrum luas yang kemudian sesuai hasil kultur diubah menjadi
antibiotika spektrum sempit (Setiati et al., 2014).
Hasil penelitian menunjukkan dari 33 pasien, 30 pasien (90,9%) tepat
pemilihan obat artinya 30 pasien menggunakan antibiotika sesuai dengan acuan
yang digunakan. Dua pasien dalam penelitian ini diterapi dengan antibiotika
golongan Sefalosporin generasi 4 berupa Cefepime, sedangkan bersadarkan standar
acuan yang digunakan, untuk pasien CAP yang menjalani rawat inap di ruang rawat
inap biasa golongan sefalosforin yang disarankan adalah sefalosforin generasi
kedua dan ketiga (PDPI, 2003). Selain itu, satu pasien pada penelitian ini diterapi
dengan Meropenem iv, dimana berdasarkan standar acuan yang digunakan
pemberian antibiotika golongan betalaktam disertai dengan pemberian anti-
betalaktamase atau dapat dikombinasikan dengan golongan makrolida. Namun,
pemberian Meropenem pada pasien ini dikarenakan kondisi klinik pasien yang
tidak menunjukkan perbaikan setelah pemberian Seftriakson dan juga Seftazidim
yang merupakan terapi lini utama untuk pasien CAP.
Tabel VI. Ketepatan Pemilihan Antibiotika pada Pasien CAP yang Menjalani
Rawat Inap di RSUD Sleman
Nomor
Pasien
Antibiotika yang
diterima
Antibiotika menurut literatur Keterangan
1 Cefepime iv Sefalosporin generasi 2 atau 3 iv Tidak tepat
25
6 Meropenem iv Betalaktam + anti-
betalaktamase iv
Betalaktam + makrolida
Tidak tepat
Tepat Dosis
Dosis pemberian suatu obat mempengaruhi efek terapi obat itu sendiri.
Dosis obat haruslah tepat sesuai tingkat keparahan serta kondisi pasien. Ketika
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
12
dosis yang diberikan berlebihan efek yang ditimbulkan obat dapat berubah menjadi
efek toksik, sedangkan jika dosis yang diberikan terlalu rendah makan obat menjadi
tidak efektif (Nuryati, 2017). Begitu juga dengan dosis pemberian antibiotika. Dosis
yang tidak sesuai dapat menjadi faktor pendukung terjadinya resistensi antibiotika.
Berdasarkan hasil penelitian (Tabel VII) dari 30 pasien yang tepat pemilihan
obat, menunjukkan 15 pasien (50%) menggunakan antibiotika dengan dosis yang
tepat sedangkan 15 pasien (50%) menggunakan antibiotika dengan dosis kurang
tepat. Dari 15 pasien yang menggunakan antibiotika dengan kurang tepat, 14 pasien
pasien dikarenakan menggunakan azitromisin dengan dosis 500 mg/24 jam selama
pemakaian, sedangkan menurut APhA (2015), dosis azitromisin untuk pasien CAP
adalah 500 mg/24 jam pada hari pertama, lalu dilanjutkan dengan 250 mg/24 jam
pada hari kedua hingga kelima. Selain itu terdapat satu pasien menerima dosis
kurang tepat, dimana pasien tersebut menggunakan Levofloksasin IV 500 mg/24
jam namun pasien mengalami gangguan fungsi ginjal sehingga perlu adanya
penyesuaian dosis, dan dosis yang disarankan untuk pasien tersebut adalah dosis
awal 500 mg/24 jam lalu dilanjutkan dengan dosis 250 mg/48 jam (APhA, 2015).
Tabel VII. Ketepatan Dosis Antibiotika pada Pasien CAP yang Menjalani Rawat
Inap di RSUD Sleman
Ketepatan Dosis Jumlah Pasien (n = 30) Persentase (%)
Dosis Tepat 15 50
Dosis Kurang Tepat 15 50
Total 30 100
Tepat Interval Waktu Pemberian
Interval waktu pemberian merupakan jarak waktu pemberian antibiotika
dalam sehari. Untuk dapat menimbulkan efek terapi dari obat, maka waktu
pemberian obat harus sesui dengan yang diprogramkan (Nuryati, 2017). Secara
farmakodinamik antibiotika dikelompokkan menjadi time dependent killing dan
concentration dependent killing. Pada time dependent killing penting untuk
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
13
memaksimalkan lama paparan, selama kadar dapat dipartahankan sedikit di atas
KHM sepanjang masa kerjanya seperti sefalosporin juga makrolida. Sedangkan
pada concentration dependent killing penting untuk memaksimalkan kadar obat
dalam darah seperti kuinolon dan aminoglikosida (Amin, 2014; Kemenkes RI,
2011b).
Pada penelitian ini, dari 30 pasien yang tepat pemilihan obat menunjukan
28 pasien (93,3%) tidak tepat interval waktu pemberian dan 2 pasien (6,7%) tepat
interval waktu pemberian. Banyaknya persentase tidak tepat interval waktu
pemberian dikarenakan pemberian Seftriakson 1 g/12 jam, sedangkan menurut
acuan yang digunakan pemberian Seftriakson untuk pasien CAP adalah 1 g/24 jam
dan untuk pasien yang memiliki resiko terkena infeksi yang lebih parah seperti usia
>65 tahun, dirawat di ruang ICU dipertimbangkan dengan pemberian 2 g/24 jam
(APhA, 2015). Namun jika dilihat dari T½ eliminasi, Seftriakson memiliki waktu
paruh yaitu 5 – 9 jam pada keadaan fungsi hati dan ginjal yang normal (APhA,
2015)
Tabel VIII. Ketepatan Interval Waktu Pemberian Antibiotika pada Pasien CAP
yang Menjalani Rawat Inap di RSUD Sleman
Ketepatan Interval Waktu
Pemberian
Jumlah Pasien
(n = 30)
Persentase (%)
Tepat interval pemberian 2 6,7
Kurang tepat interval pemberian 28 93,3
Total 30 100
Tepat Lama Pemberian
Lama pemberian antibiotika atau durasi terapi pemberian antibiotika
tergantung pada sifat infeksi dan organisme penyebabnya. Durasi pemberian
antibiotika umumnya pada pasien yang terinfeksi bakteri harus sesingkat mungkin
tidak boleh melebihi 7 hari kecuali ada bukti jika perlu diberikan dalam durasi yang
lebih lama (Ministry of Health Government of Fiji, 2011). Pemberian antibiotika
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
14
haruslah memperhatikan lama pemberiannya karena pemberian yang terlalu singkat
atau terlalu lama dari yang seharusnya akan mempengaruhi hasil pengobatan
(Kemenkes RI, 2011a).
Pada penelitian ini didapatkan hasil, semua pasien (100%) tepat dalam lama
pemberian antibiotika. Durasi pemberian antibiotika yang paling singkat adalah
selama 3 hari dan yang paling lama adalah 11 hari. Menurut acuan yang digunakan,
pemberian antibiotika parenteral paling aman adalah 3 hari yang kemudian pada
hari keempat pasien dapat berobat jalan dan diganti dengan menggunakan
antibiotika oral, dan durasi pemberian antibiotika lebih lama mungkin diperlukan
jika kondisi pasien belum stabil (PDPI, 2003; Mandel 2007). Hal yang sama juga
disebutkan pada literatur lain, jika umumnya pada pasien CAP dengan tingkat
keparahan rendah durasi pemberiatan antibiotika 5 hari dan 7 – 10 hari untuk tingkat
keparahan sedang hingga berat (NICE, 2014).
Tepat Penilaian Kondisi Pasien
Setiap individu memiliki respon yang berbeda terhadap efek suatu obat
sehingga dalam pemilihan pemberian antibiotika haruslah memperhatikan keadaan
masing-masing individu seperti misalnya keparahan infeksi, adanya alergi dengan
antibiotika, juga adanya kontraindikasi (Amin, 2014; Kemenkes RI, 2011a).
Berdasarkan penelitian didapatkan hasil 28 pasien (93,3%) tepat penilaian kondisi
pasien dan 2 pasien (6,7%) tidak tepat penilaian dikarena 2 pasien tersebut
memiliki penyakit penyerta berupa CKD dan AKI yang masing-masing
menggunakan Septazidim dan Levofloksasin yang memerlukan penyesuain dosis
(APhA, 2015). Pasien dengan nomor pasien 32 memiliki nilai CrCl 8,52 mL/min
dan pasien dengan nomor pasien 33 memiliki nilai CrCl 17,45 mL/min (Tabel IX).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
15
Tabel IX. Ketepatan Penilaian Kondisi Pasien pada Pasien CAP yang Menjalani
Rawat Inap di RSUD Sleman
Nomor
Pasien
Antibiotika yang
diterima
Dosis
pemberian
Dosis menurut
literatur
Keterangan
32 Seftazidim iv 1 g/8 jam 500 mg/24 jam Tidak tepat
33 Levofloksasin iv 500 mg/24
jam
Dosis awal 500 mg/24
jam kemudian
dilanjutkan dengan
dosis 250 mg/48 jam
Tidak tepat
Rasionalitas Penggunaan Antibiotika
Penggunaan antibiotika yang meluas dan tidak rasional menjadi penyebab
utama adanya resistensi antibiotika (Utami, 2012). Untuk itu diperlukan upaya
penggunaan antibiotika yang rasional agar dapat mencegah munculnya resistensi
antibiotika, mengurangi beban biaya pasien, juga mempersingkat lama perawatan
(Kemenkes RI, 2011b). Pada penelitian ini penggunaan antibiotika dikatakan
rasional jika memenuhi keenam kriteria yang digunakan untuk mengevaluasi
rasionalitas penggunaan antibiotika. Hasil penelitian ini menunjukkan 31 pasien
(93,9%) menggunakan antibiotika secara tidak rasional dan 2 pasien (6,1%)
menggunakan antibiotika secara rasional. Ketidakrasional penggunaan antibiotika
pada 31 pasien disebabkan tidak tepatnya pemilihan antibiotika, dosis, interval
pemberian antibiotika, dan tidak tepat penilaian kondisi pasien. Dari hasil
wawancara dengan apoteker di RSUD Sleman Yogyakarta, pemilihan antibiotika,
dosis, dan interval waktu pemberian antibiotika yang diresepkan oleh dokter
didasarkan pada panduan pemberian antibiotika yang lama sedangkan panduan
terbaru untuk penggunaan antibiotika masih dalam tahap penyusunan. Selain itu
juga disampaikan jika peresepan antibiotika biasanya didasarkan pada pengalaman
klinis dokter tersebut dalam memberi terapi antibiotika kepada pasien, serta untuk
penyesuaian dosis belum sepenuhnya dapat dilakukan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
16
Gambar 2. Rasionalitas Penggunaan Antibiotika pada Pasien CAP yang
Menjalani Rawat Inap di RSUD Sleman Yogyakarta Periode Juni 2016 – Februari
2018
Penggunaan antibiotika yang tidak rasional dapat disebabkan oleh beberapa
faktor antara lain kurangnya ketersediaan informasi terkait pengobatan, promosi
farmasi yang berlebihan, waktu konsultasi yang singkat dengan pasien sehingga
menyebabkan tidak cukup waktu untuk membuat diagnosa yang tepat, dan
kebiasaan penulis resep dalam meresepkan antibiotika (Bbosa and Mwebaza,
2013). Untuk meningkatkan penggunaan antibiotika yang rasional dapat dilakukan
beberapa hal seperti meningkatkan pemahaman tenaga kesehatan, memantau
penggunaan antibiotika secara intensif dan berkesinambungan. Mengembangkan
sistem penanganan penyakit infeksi secara tim, serta membentuk tim pengendali
dan pemantauan penggunaan antibiotika secara bijak yang bersifat multi disiplin
(Permenkes RI, 2011)
Penelitian ini dapat dimanfaatkan oleh tenaga medis rumah sakit sebagai
sumber informasi atau bahan evaluasi untuk dapat meningkatkan kualitas pelayanan
dan untuk mencegah terjadinya resistensi antibiotika pada pasien CAP.
Keterbatasan dalam penelitian ini adalah penelitian dilakukan retrospektif sehingga
beberapa kriteria rasionalitas tidak dapat dievaluasi dan tidak dapat mengetahui
respon atau keadaan pasien secara langsung terhadap terapi yang diperoleh, serta
beberapa informasi yang didapatkan memiliki keterbatasan seperti pencatatan
waktu pemberian obat yang tidak sesuai pada rekam medik.
rasional
6.1 %
tidak rasional
93.9 %
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
17
KESIMPULAN
Pada penelitian ini diperoleh angka kejadian CAP lebih banyak terjadi pada
jenis kelamin laki-laki (54,5%) dibandingkan dengan perempuan (45,5%) dengan
rentang lama perawatan umumnya 6 – 8 hari. Pada penelitian ini pasien CAP lebih
banyak terjadi pada usia ≥65 tahun. Dari peresepan antibiotika diperoleh 5
golongan antibiotika dan 6 jenis antibiotika. Rute pemberian antibiotika umumnya
diberikan secara injeksi intravena. Pemberian antibiotika paling singkat yaitu
selama 2 hari dan terpanjang selama 10 hari. Pada penelitian ini ditemukan
penggunaan antibiotika yang rasional sebanyak 2 pasien (6,1%) dan 31 pasien
(93,9%) dengan penggunaan antibiotika yang tidak rasional. Penggunaan
antibiotika yang tidak rasional terjadi karena tidak tepat pemilihan obat (9,1%),
tidak tepat dosis (50%), tidak tepat interval pemberian (93,3%), dan tidak tepat
penilaian kondisi pasien (6,7%).
SARAN
Untuk penelitian selanjutnya, perlu dilakukan penelitian serupa dengan
menggunakan rancangan prospektif untuk dapat mengkaji lebih banyak kriteria
rasionalitas penggunaan antibiotika dan juga untuk dapat mengetahui respon atau
keadaan pasien secara langsung terhadap terapi antibiotika yang diperoleh.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
18
DAFTAR PUSTAKA
American Pharmacists Association, 2015, Drug Information Handbook, 24th
Edition, USA, Loxicomp Drug Reference Handbook, pp. 216, 369, 383,
386, 1167, 1263.
Amin, L.Z., 2014, Pemilihan Antibiotik yang Rasional, Medicinus, Volume 27,
Nomor 3, pp. 42, 44.
Bbosa, G.S. and Mwebaza, N., 2013, Global Irrational Antibiotics/Antibacterial
Drug Use: A current and uture health and environmental consequences,
FORMATEX, p. 1645.
Cilloniz, C., et al., 2016, Microbial Etiology of Pneumonia: Epidemiology,
Diagnosis, and Resistance Patterns, International Journal of Molecular
Sciences, p. 2
Cosgrove, S.E., et al., 2016, Antibiotika Guideline 2015-2016, Johns Hopkins
Medicine, p. 83.
Dipiro, J.T., et al., 2015, Pharmacotherapy Handbook, Ninth Edition, USA,
McGraw-Hill Education, p. 411.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2011a, Modul Penggunaan Obat
Rasional, Jakarta, Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian dan Alat
Kesehatan, pp 3-8.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2011b, Pedoman Pelayanan
Kefarmasian Untuk Terapi Antibiotik, Jakarta, Direktorat Jenderal Bina
Kefarmasian dan Alat Kesehatan, pp. 1-2, 30.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2013, Riset Kesehatan Dasar:
RISKESDAS 2013, Jakarta, Balai Penelitian dan Pengembangan Kesehatan
Kemenkes RI, pp. V, 32.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2016, 2015 Profil Kesehatan
Indonesia, Jakarta, Kemenkes RI, p. 172.
Kuluri, L.C.N, Fatimawali and Bodhi, W., 2015, Evaluasi Kerasionalan
Penggunaan Antibiotik pada Pasien Lansia dengan Pneumonia di Instalasi
Rawat Inap RSUP Prof. DR. R. D. Kandou Manado Periode Juni 2013-Juli
2014, Pharmacon Jurnal Ilmiah Farmasi-UNSRAT, 4 (3), p. 167.
Mandell, L.A., et al., 2007, Infectious Disease Society of America/American
Thoracic Society Consensus Guidelines on the Management of
Community-Acquired Pneumonia in Adult, CID, 2007:44, pp. 27-58.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
19
McPhee, S.J. and Ganong, W.F., 2011, Patofisiologi Penyakit: Pengantar Menuju
Kedokteran Klinis (Pathophysiology of Disease: An Introduction to
Clinical Medicine), diterjemahkan oleh Pendit, B.U., Edisi 6, Jakarta,
Penerbit Buku Kedokteran EGC, pp. 83.
Ministry of Health Government of Fiji, 2011, Antibiotic Guidelines, 3rd Edition,
Fiji, National Drug and Therapeutics, pp. 9, 12.
NICE, 2014, Pneumonia in adult: diagnosis and management, National Intitute for
Health and Care Excellence, p. 14-15.
Nuryati, 2017, Bahan Ajar Rekam Medis dan Informasi Kesehatan (RMIK)
Farmakologi, Jakarta, Kemenkes RI, p. 28, 47
Pahriyani, A., Khotimah, N., and Bakar, L., 2015, Evaluasi Penggunaan Antibiotik
Pada Pasien Community Acquired Pneumonia (CAP) Di RSUD Budi Asih
Jakarta Timur, Farmasains, 2 (6), pp. 259-263.
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2011, Pedoman Umum
Penggunaan Antibiotik, Jakarta, Menteri Kesehatan Republik Indonesia, p.
15-16.
Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2003, Pneumonia Komuniti: Pedoman
Diagnosis & Penatalaksanaan di Indonesia, Jakarta, PDPI, pp. 6, 8-9, 12-
13, 15.
Setiati, S., et al., 2014, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Edisi ke-6, Jilid II, Jakarta,
Internal Publishing, pp. 1608-1610, 1618.
Sugiyono, 2013, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D, Bandung,
Alfabeta, pp. 91-92.
Torres, A., et al., 2013, Risk Factor for Coummunity-Acquired Pneumonia in Adult
in Europe: a Literature Review, group.bmj.com, pp. 1057, 1060.
Utami, E.R., 2012, Antibiotika, Resistensi, dan Rasionalitas Terapi, Sainstis, 1 (1),
pp. 124, 128.
Watkins, R.R. and Lemonovich, T.L., 2011, Diagnosis and Management of
Community-Acquired Pneumonia in Adult, American Family Physician,
83 (11), p. 1305
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
20
LAMPIRAN
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
21
Lampiran 1. Ethical Clearance
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
22
Lampiran 2. Surat Keterangan Penelitian dari Kesbangpol Sleman
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
23
Lampiran 3. Surat Keterangan Penelitian di RSUD Sleman Yogyakarta
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
24
Lampiran 4. Definisi Operasional
1. Community Acquired Pneumonia (CAP) yang dimaksud adalah penyakit
pneumonia yang didapat pasien dari masyarakat dan berkembang dimasyarakat
dan telah ditegakkan diagnosanya oleh dokter merupakan penyakit CAP.
2. Antibiotika adalah terapi atau obat yang didapatkan pasien CAP selama
menjalani rawat inap di RSUD Sleman, dimana obat ini dapat menghambat atau
membunuh bakteri penyebab CAP.
3. Subjek penelitian adalah rekam medik pasien dewasa yang terdiagnosa CAP
yang menjalani rawat inap di RSUD Sleman Yogyakarta periode Juni 2016 –
Februari 2018 dan telah memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi.
4. Karakteristik demografi pasien adalah usia, jenis kelamin, dan lama perawatan
pasien CAP yang menjalani rawat inap di RSUP Sleman Yogyakarta periode
Juni 2016 – Februari 2018
5. Profil penggunaan antibiotika adalah golongan, jenis, rute pemberian, dan lama
pemberian antibiotika yang digunakan oleh pasien CAP selama menjalani rawat
inap di RSUD Sleman Yogyakarta periode Juni 2016 – Februari 2018
6. Rasionalitas penggunaan antibiotika akan di evaluasi berdasarkan kriteria
Kemenkes RI tahun 2011, antara lain :
a. Tepat indikasi penyakit yaitu antibiotika yang diberikan sesuai dengan
diagnosa yang telah ditegakkan bahwa pasien mengalami penyakit CAP.
b. Tepat pemilihan obat yaitu antibiotika yang diberikan sesuai dengan bakteri
patogen penyebab CAP sehingga dapat membunuh atau menghambat
bakteri patogen tersebut.
c. Tepat dosis yaitu dosis atau kekuatan antibiotika yang didapatkan pasien
setiap kali meminum antibiotika harus sesuai dengan keadaan atau kondisi
pasien seperti misalnya usia, keparahan infeksi, ataupun penurunan fungsi
organ tubuh pasien
d. Tepat interval waktu pemberian yaitu interval pemberian antibiotika harus
sesuai dengan jumlah berapa kali pasien mendapatkan antibiotika
perharinya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
25
e. Tepat lama pemberian yaitu lama pemberian antibiotika harus disesuaikan
dengan kondisi atau keparahan infeksi pada pasien CAP seperti misalnya
usia, keparahan infeksi, ataupun penurunan fungsi organ tubuh pasien
f. Tepat penilaian kondisi pasien yaitu antibiotika yang diberikan sesuai
dengan respon pasien terhadap antibiotika yang diberikan, seperti misalnya
kontraindikasi dan proses ADME antibiotika yang diberikan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
26
Lampiran 5. Antibiotika Empiris untuk Pasien CAP yang Menjalani Rawat Inap
(non-ICU)
PDPI 2003 Tanpa faktor modifikasi golongan betalaktam +
antibetalaktamase iv, atau sefalosforin generasi 2, generasi
3 iv, atau fluorokuinolon respirasi iv
Dengan faktor modifikasi sefalosforin generasi 2,
generasi 3 iv, atau fluorokuinolon respirasi iv
Bila dicurigai disertai infeksi bakteri atipik ditambah
dengan makroli baru
IDSA/ATS
2007 Fluorokuinolon repirasi
Beta laktam + Makrolida. Agen betalaktam termasuk
Sefotaksim, Seftriakson, dan Ampisilin lebih diutamakan;
Ertapenem untuk pasien tertentu; Doxycycline sebagai
alternative untuk makrolida. Fluorokuinolon repirasi bisa
diberikan untuk pasien yang alergi dengan penicillin
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
27
Lampiran 6. Dosis Antibiotika Menurut Drug Information Handbook 24th (2015)
No Jenis Antibiotika Dosis
1 Cefepime Karena P. aeruginosa : IV : 1 – 2 g setiap 8 jam
selama 10 hari (penggunaan lebih lama, misalnya
14 – 21 hari mungkin diperlukan)
Bukan karena P. aeruginosa : IV : 1 – 2 g setiap 8
– 12 jam selama 10 hari.
Note : durasi terapi untuk pneumonia bervariasi (7 –
21 hari)
2 Seftriakson IV : 1 g sekali sehari biasanya dikombinasikan
dengan makrolida; pertimbangkan 2 g sehari untuk
pasien yang beresiko infeksi lenih parah
3 Levofloksasin 500 mg setiap 24 jam selama 7 – 14 hari atau 750 mg
setiap 24 jam selama 5 hari.
4 Azitromisin Oral : 500 mg pada hari pertama diikuti 250 mg sekali
sehari pada hari ke-2 hingga ke-5.
5 Septazidim IV : 500 mg – 1 g setiap 8 jam
6 Meropenem 500 mg setiap 8 jam
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
28
Lampiran 7. Contoh Lembar Pengambilan Data Rekam Medik Pasien CAP
No. RM 12
Jenis Kelamin Laki-laki
Tanggal Lahir / usia 15 Mei 1960 / 57 tahun
Berat Badan 45 kg
Lama Perawatan 15 – 20 November 2017 (5 hari)
Diagnosa Masuk Anorexia geriatri
Diagnosa Utama Pneumonia
Diagnosa Sekunder Anorexia geriatri, vertigo, HT
Anamnesis Panas ± 3 hari, mual, pusing, perut nyeri ± 2
hari, tidak BAB, lemas, batuk-batuk
Riwayat Penyakit Maag
Alergi -
Riwayat Rawat Inap 4 April 2016 (operasi hernia)
Pemeriksaan Fisik TD = 140 mmHg; Nadi = 100; Nafas = 20, Suhu
= 37,70C
Hasil Laboratorium (Leukosit) Leukosit = 9,4 ribu/µL
Basofil = 0,2
Eusiofil = 0,0 (L)
Monosit = 8,6 (H)
Limfosit =23,3
Nuetrofil =67,9
Pemeriksaan Thoraks Infiltrate paracardial peribronchial dextra
Cardiomegaly ringan
Terapi yang diterima pasien
Jenis Terapi Rute
Pemberian
Dosis
Pemberian
Tanggal Pemberian
16/11 17/11 18/11 19/11 20/11
Paracetamol PO 3 x 500 mg
Sistenol xtra PO - √
Azitromisin PO 1 x 500 mg √ √ √ √
N. Ace PO 3 x 1 √√ √√√ √√√ √√√
Cetirizine PO 1 x 10 mg √ √ √ √
Eperison PO 2 x1 √√ √√ √√
Pamol IV 1 x 1 g √
(IGD)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
29
Pantoprazole IV 1 A/ 24h √
(IGD)
√ √ √ √
Sotatic IV 1 A/ 8h √
(IGD)
√√√ √√√ √√√ √√√
Ranitidine IV 1A √
(IGD)
Seftriakson IV 1 g / 12h √
(IGD)
√√ √√ √√
Terapi Pulang
Terapi Dosis
Sefiksim 2 x 200 (10 tabs)
N Ace 3 x 1 (10 tabs)
Cetirizine 1 x 10 mg (5 tabs)
Paracetamol 3 x 500 mg (15 tabs)
Candesartan 1 x 8 mg (6 tabs)
Mertigo 2 x 1 (10 tabs)
Eperison 2 x 1 (10 tabs)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
30
Lampiran 8. Lembar Demografi dan Pola Penggunaan Antibiotika
No Usia JK
Lama
Perawat
an
Terapi antibiotik
Golongan Jenis Rute Dosis Frekuensi Lama
Pemberian
1 72 P 6 hari Sefalosforin G4 Cefepime IV 1 g /12 jam 4 hari
2 63 L 7 hari Sefalosforin G3 Seftriakson IV 1 g /12 jam 6 hari
Fluorokuinolon respirasi Levofloksasin IV 500 mg /24 jam 3 hari
3 64 L 6 hari Sefalosforin G3 Seftriakson IV 1 g /12 jam 3 hari
4 63 P 5 hari Makrolida Azitromisin PO 500 mg /24 jam 4 hari
Sefalosforin G3 Seftriakson IV 1 g /12 jam 4 hari
5 51 P 6 hari Sefalosforin G3 Seftriakson IV 1 g /12 jam 3 hari
Makrolida Azitromisin PO 500 mg /24 jam 5 hari
6 64 P 11 hari Sefalosforin G3 Seftriakson IV 1 g /12 jam 3 hari
Sefalosforin G3 Septazidim IV 1 g /8 jam 2 hari
Karbapenem Meropenem IV 1 g /8 jam 8 hari
7 42 L 4 hari Sefalosforin G3 Seftriakson IV 1 g /12 jam 3 hari
8 52 P 10 hari Makrolida Azitromisin PO 500 mg /24 jam 5 hari
Sefalosforin G3 Seftriakson IV 1 g /12 jam 10 hari
9 79 L 4 hari Sefalosforin G3 Seftriakson IV 1 g /12 jam 4 hari
10 57 P 4 hari Makrolida Azitromisin PO 500 mg /24 jam 4 hari
Sefalosforin G3 Seftriakson IV 1 g /12 jam 4 hari
11 55 P 11 hari Makrolida Azitromisin PO 500 mg /24 jam 6 hari
Sefalosforin G3 Seftriakson IV 1 g /12 jam 10 hari
12 57 L 5 hari Makrolida Azitromisin PO 500 mg /24 jam 4 hari
Sefalosforin G3 Seftriakson IV 1 g /12 jam 4 hari
13 49 L 10 hari Sefalosforin G3 Seftriakson IV 1 g /12 jam 10 hari
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
31
14 82 L 6 hari Makrolida Azitromisin PO 500 mg /24 jam 6 hari
Sefalosforin G3 Seftriakson IV 2 g /24 jam 6 hari
15 80 L 8 hari Makrolida Azitromisin PO 500 mg /24 jam 6 hari
Sefalosforin G3 Seftriakson IV 1 g /12 jam 8 hari
16 40 L 6 hari Sefalosforin G3 Seftriakson IV 1 g /12 jam 6 hari
Fluorokuinolon respirasi Levofloksasin IV 500 mg /24 jam 2 hari
17 64 L 5 hari Makrolida Azitromisin P0 500 mg /24 jam 5 hari
Sefalosforin G3 Seftriakson IV 1 g /12 jam 5 hari
18 63 L 6 hari Makrolida Azitromisin PO 500 mg /24 jam 4 hari
Sefalosforin G3 Seftriakson IV 1 g /12 jam 5 hari
19 53 L 8 hari Sefalosforin G3 Seftriakson IV 1 g /12 jam 5 hari
Fluorokuinolon respirasi Levofloksasin IV 500 mg /24 jam 2 hari
20 79 P 5 hari Sefalosforin G3 Seftriakson IV 1 g /12 jam 4 hari
21 36 L 5 hari Sefalosforin G3 Septazidim IV 1 ampul / 8 jam 5 hari
22 76 L 5 hari Makrolida Azitromisin PO 500 mg /24 jam 3 hari
Sefalosforin G3 Seftriakson IV 1 g /12 jam 5 hari
23 45 L 5 hari Sefalosforin G3 Septazidim IV 1 g /8 jam 5 hari
24 41 P 5 hari Sefalosforin G3 Seftriakson IV 1 g /12 jam 5 hari
25 41 P 10 hari Sefalosforin G4 Cefepime IV 1 g /12 jam 6 hari
26 86 P 3 hari Sefalosforin G3 Seftriakson IV 1 g /12 jam 3 hari
27 52 L 5 hari Sefalosforin G3 Seftriakson IV 1 g /12 jam 5 hari
28 76 L 6 hari Makrolida Azitromisin PO 500 mg /24 jam 4 hari
Sefalosforin G3 Seftriakson IV 1 g /12 jam 6 hari
Fluorokuinolon respirasi Levofloksasin IV 500 mg /24 jam 2 hari
29 81 P 8 hari Makrolida Azitromisin PO 500 mg /24 jam 5 hari
Sefalosforin G3 Seftriakson IV 1 g /12 jam 9 hari
30 78 P 6 hari Sefalosforin G3 Seftriakson IV 1 g /12 jam 6 hari
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
32
31 32 P 5 hari Sefalosforin G3 Seftriakson IV 1 g /12 jam 3 hari
32 75 L 8 hari Makrolida Azitromisin PO 250 mg /24 jam 2 hari
Sefalosforin G3 Septazidim IV 1 g /8 jam 8 hari
33 51 P 6 hari Fluorokuinolon respirasi Levofloksasin IV 500 mg /24 jam 6 hari
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
33
Lampiran 9. Check List Rasionalitas Penggunaan Antibiotika
No Antibiotika Kriteria Rasionalitas
R/TR T1 T2 T3 T4 T5 T6
1 RS
Cefepime
Pulang
Sefiksim
√ × × √ √ √ TR
2 RS
Seftriakson
Levofloksasin
Pulang
Levofloksasin
Sefiksim
√ √ √ × √ √ TR
3 RS
Seftriakson
Pulang
Sefiksim
√ √ √ × √ √ TR
4 RS
Azitromisin
Seftriakson
√ √ × × √ √ TR
5 RS
Seftriakson
Azitromisin
Pulang
Sefiksim
√ √ × × √ √ TR
6 RS
Seftriakson
Septazidim
Meropenem
Pulang
Sefiksim
√ × × × √ √ TR
7 RS
Seftriakson
Pulang
Sefiksim
√ √ √ × √ √ TR
8 RS
Seftriakson
Azitromisin
Pulang
√ √ × × √ √ TR
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
34
Sefiksim
9 RS
Seftriakson
Pulang
Sefiksim
√ √ √ × √ √ TR
10 RS
Seftriakson
Azitromisin
√ √ × × √ √ TR
11 RS
Seftriakson
Azitromisin
Pulang
Sefiksim
√ √ × × √ √ TR
12 RS
Seftriakson
Azitromisin
Pulang
Sefiksim
√ √ × × √ √ TR
13 RS
Seftriakson
Pulang
Sefiksim
√ √ √ × √ √ TR
14 RS
Seftriakson
Azitromisin
Pulang
Sefiksim
√ √ × × √ √ TR
15 RS
Seftriakson
Azitromisin
√ √ × × √ √ TR
16 RS
Seftriakson
Levofloksasin
Pulang
Levofloksasin
√ √ √ × √ √ TR
17 RS
Seftriakson
Azitromisin
Pulang
Sefiksim
√ √ × × √ √ TR
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
35
18 RS
Seftriakson
Azitromisin
Pulang
Azitromisin
√ √ × × √ √ TR
19 RS
Seftriakson
Levofloksasin
Pulang
Levofloksasin
√ √ √ × √ √ TR
20 RS
Seftriakson
Pulang
Sefiksim
√ √ √ × √ √ TR
21 RS
Septazidim
Pulang
Sefiksim
√ √ √ √ √ √ R
22 RS
Seftriakson
Azitromisin
Pulang
Sefiksim
√ √ × × √ √ TR
23 RS
Septazidim
Pulang
Sefiksim
√ √ √ √ √ √ R
24 RS
Seftriakson
Pulang
Sefiksim
Azitromisin
√ √ √ × √ √ TR
25 RS
Cefepime
Pulang
Sefiksim
√ × √ √ √ √ TR
26 RS
Seftriakson
Pulang
√ √ √ × √ √ TR
27 RS √ √ √ × √ √ TR
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
36
Seftriakson
Pulang
Sefiksim
28 RS
Seftriakson
Azitromisin
Levofloksasin
Pulang
Sefiksim
Levefloxacin
√ √ × × √ √ TR
29 RS
Seftriakson
Azitromisin
Pulang
Sefiksim
√ √ × × √ √ TR
30 RS
Seftriakson √ √ √ × √ √ TR
31 RS
Seftriakson
Pulang
Sefiksim
√ √ √ × √ √ TR
32 RS
Septazidim
Azitromisin
Pulang
Azitromisin
√ √ × × √ × TR
33 RS
Levofloksasin
Pulang
Sefiksim
√ √ × × √ × TR
Note : T1 = Tepat indikasi; T2 = Tepat Pemilihan Obat; T3 = Tepat Dosis; T4 =
Tepat Interval Waktu Pemberian; T5 = Tepat Lama Pemberian; T6 = Tepat
Penilaian Kondisi Pasien; R = Rasional; TR = Tidak Rasional
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
37
Lampiran 10. Hasil Wawancara dengan Salah Satu Dokter Penulis Resep
Pertanyaan Jawaban
Standar acuan terapi yang digunakan
untuk pasien PPOK dan Pneumonia di
RSUD Sleman ?
Panduan Praktek Klinis oleh
Perkumpulan Ahli Penyakit Dalam
Indonesia (PAPDI)
Berdasarkan hasil penelitian, golongan
antibiotika yang paling banyak
digunakan adalah Sefalosporin
generasi 3 yaitu Seftriakson, mengapa
?
Seftriakson merupakan lini pertama
untuk pasien PPOK dan Pneumonia
Alasan dikombinasi dengan
Azitromisin ?
Azitromisin merupakan antibiotika
golongan makrolida yang dapat
digunakan untuk infeksi paru karena
bakteri atipikal. Infeksi paru-paru dapat
disebabkan oleh bakteri atipikal.
Alasan penggantian antibiotika ? Penggantian antibiotika dilakukan
apabila kondisi klinis pasien tidak
menunjukkan perbaikan atau respon
terhadapt antibiotika yang diberikan,
serta menyesuaikan dengan
ketersediaan antibiotika yang ada di
rumah sakit.
Lama pemberian antibiotika ? Dilihat 3 hari pertama, kemudian di
evaluasi kondisi klinis pasien. Apabila
membaik terapi dilanjutkan atau pasien
diperbolehkan pulang, lalu dilanjutkan
dengan terapi oral. Apabila belum
membaik, terapi diganti.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
38
BIOGRAFI PENULIS
Penulis naskah skripsi dengan judul “Evaluasi Rasionalitas
Antibiotika Pada Pasien Community Acquired Pneumonia
(CAP) di RSUD Sleman Yogyakarta Periode Juni 2016 –
Februari 2018” memiliki nama lengkap Ika Hanna Nurul
Wathani. Lahir di Peliatan, Ubud, 27 Januari 1996 sebagai anak
sulung dari dua bersaudara dari pasangan Ahmad dan Muslihan.
Pendidikan formal yang pernah ditempuh penulis yaitu TK Widya Craya (2001-
2002), SD Negeri 1 Peliatan (2002-2008), SMP Negeri 1 Gianyar (2008-2011),
SMA Negeri 1 Gianyar (2011-2014). Pada tahun 2014, penulis melanjutkan
pendidikan ke jenjang perguruan tinggi di Fakultas Farmasi Universitas Sanata
Dharma. Selama masa kuliah, penulis terlibat dalam berbagai kegiatan seperti,
kepanitiaan Donor Darah Farmasi Islam Sanata Dharma sebagai sekretaris II pada
tahun 2014, Makrab dan Welcome Party JMKI sebagai seksi dana dan usaha pada
tahun 2015, Donor Darah JMKI sebagai ketua panitia pada tahun 2015, Seminar
Nasional sebagai Sterring Committee pada tahun 2016, dan Koordinator Divisi
Organisasi dalam Komisariat JMKI Fakultas Farmasi tahun 2016/2017
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI