evaluasi radiografi tandur tulang bifasik kalsium … · dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari...
TRANSCRIPT
EVALUASI RADIOGRAFI TANDUR TULANG BIFASIK
KALSIUM FOSFAT (BKF) PADA TULANG DOMBA
TRI APRIYADI HIDAYAT
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Evaluasi Radiografi
Tandur Tulang Bifasik Kalsium Fosfat (BKF) pada Tulang Domba adalah benar
karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam
bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal
atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain
telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir
skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, November 2014
Tri Apriyadi Hidayat
NIM B04100112
ABSTRAK
TRI APRIYADI HIDAYAT. Evaluasi Radiografi Tandur Tulang Bifasik Kalsium
Fosfat (BKF) pada Tulang Domba. Dibimbing oleh RIKI SISWANDI dan
GUNANTI.
Penelitian ini dilakukan untuk membandingkan tandur tulang bifasik kalsium
fosfat (BKF) secara in vivo. Tandur tulang BKF adalah kombinasi hidroksiapatit
(HAp) dan β-trikalsium fosfat (β-TKF). Delapan belas ekor domba dibagi menjadi
dua grup. Grup pertama menerima BKF1 (kombinasi HAp 70%:β-TKF 30%) dan
grup kedua menerima BKF2 (HAp 60%:β-TKF 40%). Kedua tandur tulang dibuat
dalam bentuk pelet dan ditanamkan dengan operasi aseptis pada bagian 1/3 proximo
medial tulang tibia kanan. Sebagai kontrol pada medial tulang tibia kiri dilubangi
tanpa pemberian tandur tulang. Pemeriksaan radiografi tulang tibia domba
dilakukan pada hari ke-0 praoperasi, pascaoperasi, hari ke-7, 30, 60, dan 90
pascaoperasi. Parameter yang diamati adalah luas lesio, rasio densitas radiografi,
radiopasitas, marginasi, bentuk tandur, dan bentuk kerusakan tulang. Hasil
penelitian menunjukkan tandur tulang BKF2 mempunyai biodegradasi yang lebih
baik dibandingkan tandur tulang BKF1. Hal ini terlihat dari penurunan rasio
densitas radiografi dan luas BKF2 yang lebih besar daripada BKF1 hingga hari ke-
90 pascaoperasi. Akan tetapi, persembuhan tulang terjadi lebih cepat pada kontrol
daripada BKF1 dan BKF2.
Kata kunci: BKF, densitas radiografi, evaluasi radiografi, tandur tulang
ABSTRACT
TRI APRIYADI HIDAYAT. Radiographic Evaluation of Biphasic Calcium
Phosphate (BCP) Bone Graft In Sheep. Supervised by RIKI SISWANDI and
GUNANTI.
The study was conducted to evaluate in vivo bone graft biphasic calcium
phosphat (BCP). Bone graft BCP is combination of hydroxyapatite (HAp) and β-
tricalcium phospate (β-TCPl. Eighteen domestic sheeps were divided into two
groups. Each group recieved different combination of BCP. The first group
received BCP1 (HAp 70%:β-TCP 30%) and the second received BCP2 (HAp
60%:β-TCP 40%). Both of the bone grafts were shaped into a pellet form and were
implanted under aseptic surgery on the 1/3 proximomedial of right tibia bone. The
left tibia bone was drilled without bone graft as control. Bone graft were subjected
to radiographic examination before and after surgery. Continously radiographic
evaluation also performed at 7th, 30th, 60th, and 90th day postoperative. The
observation parameters were lesion area width, radiographic density ratio,
radiopacity, margination, the shape of bone graft, and control under radiographic
evaluation. The result shown that BCP2 had better biodegradability properties than
BCP1. This was evident from the decreased in the radiographic density ratio and
area of BCP2 greater than BCP1 until ninetieth days postoperative. However, bone
healing occurred more rapidly in controls than BCP1 and BCP2.
Keywords: BCP, bone graft, radiographic density, radiographic evaluation
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kedokteran Hewan
pada
Fakultas Kedokteran Hewan
EVALUASI RADIOGRAFI TANDUR TULANG BIFASIK
KALSIUM FOSFAT (BKF) PADA TULANG DOMBA
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
TRI APRIYADI HIDAYAT
PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas rahmat dan karunia-
Nya sehingga skripsi dengan judul Evaluasi Radiografi Tandur Tulang Bifasik
Kalsium Fosfat (BKF) pada Tulang Domba dapat diselesaikan.
Terima kasih penulis sampaikan kepada Bapak Drh Riki Siswandi, MSi dan
Ibu Dr Drh Gunanti, MS selaku dosen pembimbing atas segala bimbingan,
dorongan, kritik, dan saran yang telah diberikan selama penelitian dan penulisan
skripsi ini. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada Dr Drh Chusnul Choliq,
MS, MM selaku dosen pembimbing akademik yang telah membimbing penulis
selama menjadi mahasiswa FKH IPB. Ungkapan terima kasih penulis sampaikan
kepada Dr Kiagus Dahlan yang telah menyediakan tandur tulang BKF.
Penghargaan penulis sampaikan kepada teman-teman penelitian yang telah banyak
membantu selama penelitian ini dilaksanakan. Terima kasih juga penulis ucapkan
kepada kesekretariatan kurban 2014, Harini, Ardi, Anizza, Laily, Hafsari, Gamma,
Faisal, Upeh, dan seluruh keluarga Acromion 47. Ungkapan terima kasih juga
disampaikan kepada bapak, mama, teteh, dan kaka serta seluruh keluarga, atas
segala doa dan kasih sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, November 2014
Tri Apriyadi Hidayat
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL vi
DAFTAR GAMBAR vi
DAFTAR LAMPIRAN vi
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Tujuan Penelitian 1
Manfaat Penelitian 2
MATERI DAN METODE 2
Tempat dan Waktu Penelitian 2
Alat dan Bahan 2
Persiapan Hewan Model 3
Operasi Penanaman Tandur 3
Pengambilan Radiograf 4
Pengolahan Radiograf 5
Analisis Data 7
HASIL DAN PEMBAHASAN 7
Rasio Densitas Radiografi 7
Perubahan Luas Lesio 8
Perubahan Radiografi 8
SIMPULAN DAN SARAN 11
Simpulan 11
Saran 12
UCAPAN TERIMAKASIH 12
DAFTAR PUSTAKA 12
LAMPIRAN 14
RIWAYAT HIDUP 17
DAFTAR TABEL
1 Penilaian perubahan radiografi 6
2 Rasio densitas radiografi lesio perlakuan dan kontrol arah pandang CdCr 7
3 Luas lesio perlakuan dan kontrol arah pandang ML dalam mm2 8
DAFTAR GAMBAR
1 Hewan model domba (A) mesin x-ray portable (B) 3 2 Pemboran os tibia (A) operasi penanaman tandur (B) 4 3 Posisi radiografi (A) caudo-cranial (B) medio-lateral 4 4 Ringkasan alur penelitian 5 5 Trayek perubahan radiografi 6 6 Grafik perubahan parameter zona radiolusen 9 7 Grafik perubahan parameter marginasi 9 8 Grafik Perubahan parameter bentuk 10
DAFTAR LAMPIRAN
1 Grafik luas lesio perlakuan dan lesio kontrol arah pandang medio lateral 14 2 Grafik rasio lesio perlakuan dan kontrol arah pandang medio lateral 14
3 Gambaran radiografi os tibia arah pandang Caudo cranial 15
4 Gambaran radiografi os tibia arah pandang Medio lateral 16
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Setiap tahun banyak orang menderita berbagai penyakit tulang yang
diakibatkan oleh trauma, tumor, dan patah tulang. Keadaan ini semakin parah
dengan kurangnya material pengganti tulang yang ideal (Murugan dan
Ramakrishna 2004), sehingga dibutuhkan berbagai biomaterial yang digunakan
sebagai pengganti tulang.
Biomaterial pengganti tulang salah satunya adalah tandur tulang sintetis
berupa biokeramik, salah satu contohnya adalah campuran hidroksiapatit (HAp)
dan β-trikalsium fosfat (β-TKF). Penggunaan dua senyawa ini karena secara alami
terdapat dalam komposisi anorganik tulang berupa mineral apatit (Park et al. 2009).
Komponen utama senyawa apatit adalah kalsium fosfat. Senyawa kalsium fosfat
memiliki beberapa fase yaitu, hidroksiapatit dan trikalsium fosfat, selain itu
terdapat fase-fase lainnya seperti oktakalsium fosfat (OKF) dan dikalsium fosfat
(DKF) (Shi 2004). Senyawa kalsium fosfat yang paling stabil adalah Hidroksiapatit
[Ca10(PO4)6(OH)2] sedangkan Beta trikaslium fosfat [Ca3(PO4)2] bersifat mudah
terserap (Lind et al. 1999).
Kedua senyawa HAp dan β-TKF memiliki kelebihan dan kekurangan
sehingga untuk meningkatkan kemampuannya dilakukan penggabungan yang
dikenal sebagai bifasik kalsium fosfat (BKF). Menurut De Val et al. (2013)
penggabungan unsur HAp dan β-TKF akan dapat mengendalikan biodegradasinya.
Manfaat tersebut dapat diuji melalui berbagai pengkajian baik secara mekanis, in
vitro, dan in vivo sebagai bahan substitusi tulang untuk menutup kerusakan tulang
atau dipergunakan dalam pemasangan tandur tulang. Pengujian material tandur
dilakukan secara in vivo untuk mengetahui persembuhan jaringan tubuh dan
interaksi material tandur tulang dengan jaringan. Pengujian secara in vivo
menggunakan domba sebagai hewan model karena memiliki kemiripan struktur dan
regenerasi tulang dengan manusia serta memiliki besaran tulang tibia yang sesuai
dengan kebutuhan.
Penelitian ini merupakan kelanjutan dari penelitian sebelumnya tentang
tandur tulang sintetis. Dari penelitian sebelumnya ditemukan bahwa tandur yang
digunakan tidak berhasil menginduksi pertumbuhan tulang lebih cepat dari
persembuhan normal tulang (Gunanti et al. 2011). Hal ini disebabkan karena tandur
yang digunakan tidak dapat terserap sempurna dalam waktu yang cepat. Namun
tidak terlihat adanya reaksi penolakan tubuh terhadap tandur tersebut.
Untuk menjelaskan perubahan tandur tersebut, salah satu cara yang dilakukan
adalah dengan gambaran radiologi. Oleh karena itu penggunaan radiologi dalam
penelitian ini bertujuan untuk mengamati pengaruh penggunaan tandur tulang BKF
terhadap pertumbuhan tulang melalui interpretasi radiografi.
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kemampuan biodegradasi
tandur tulang BKF komposisi HAp:β-TKF 70:30 dan 60:40 melalui gambaran
2
radiografi persembuhan tulang dan deskripsi morfologi tandur dalam tulang
sehingga dapat ditemukan bahan tandur tulang yang baik.
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan mampu menciptakan alternatif tandur tulang
untuk memperbaiki kerusakan tulang.
MATERI DAN METODE
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan dari bulan Juli sampai November 2013. Operasi dan
pengambilan radiograf domba dilakukan di Laboratorium Eksperimental Bedah,
Divisi Bedah dan Radiologi, Fakultas Kedokteran Hewan (FKH), Institut Pertanian
Bogor (IPB). Pemeliharaan hewan dilakukan di kandang Unit Pengelolaan Hewan
Laboratorium FKH IPB.
Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam operasi penanaman tandur tulang adalah
perlengkapan bedah minor, perlengkapan anestesi, bor tulang, timbangan,
termometer, stetoskop, dan siring.
Bahan yang digunakan selama pemeliharaan domba dan operasi penanaman
tandur adalah desinfektan, pakan domba, 18 ekor domba jantan ekor gemuk,
Ivermectin (Intermectin® 1%, PT. Tekad Mandiri Citra), Albendazole (Albentack-
900®, Biotek Indonesia), siring 1 mL dan 3 mL, pelet tandur tulang BKF yang
terdiri dari BKF1 (kombinasi HAp 70%:β-TKF 30%) dan BKF2 (HAp 60%:β-TKF
40%) dengan diameter 4 mm dan tinggi 7 mm, atropine sulfas (Aludonna® 0,25
mg/ml, PT. Armoxindo Farma), xylazine (Xylazil®, 2% Troy Laboratories),
Ketamine HCL (Ketamil®, 100 mg/ml Troy Laboratories), antibiotik enrofloxacine
(Roxine®, 100 mg/ml Sanbe Farma), antiinflamasi Phenol dan Sodium
Formaldehyde Sulphoxylate Dihydrate (Flunixin®, 50 mg/ml Vet Tek), rivanol,
povidone iodine, alkohol 70%, perban, kapas, tampon, plester hypafix, benang jahit
catgut Chrom® 3-0 (Catgut, Bbraun), dan Vicryl® 6-0 (Polygactin, Ethicon).
Alat yang digunakan untuk pengambilan data adalah mesin X-Ray
(Diagnostic X-Ray Unit VR-1020, MA Medical Corporation, Nakanodai-Japan),
mesin scanner Canon® (Pixma MP258, Canon Inc), meja operasi, kaset film yang
dilengkapi dengan intensifying screen, apron, hairdryer Panasonic® (EH-ND11,
PT. Panasonic Gobel Indonesia), sarung tangan karet yang dilapisi dengan timbal,
marker, hanger, lampu iluminator, label, ImageJ 1,46r® (Wayne Rasband National
Institutes of Health, USA), dan Adobe® Photoshop CS3.
Bahan yang digunakan untuk pengambilan dan pengolahan radiograf adalah
Carestream Kodak Film® (X-Ray Film, Carestream Health Inc), Carestream
Developer and Replenisher (Dietilen Glikol, Hidroquinon, Kalsium Sulfit, Natrium
3
Sulfit, Carestream Health Inc), larutan rinser, Carestream Fixer and Replenisher
(Ammonium Tiosianat, Natrium Sulfit, Carestream Health Inc), air, dan label.
Gambar 1 Hewan model domba (A) mesin x-ray portable (B)
Persiapan Hewan Model
Sebanyak 18 ekor domba lokal jantan ekor gemuk berumur 1.5 tahun dengan
bobot badan 23-25 kg digunakan sebagai model hewan. Domba tersebut dievaluasi
secara klinis selama 7 hari sebelum penelitian. Pemeriksaan klinis juga dilakukan
sehari sebelum operasi. Semua domba diberikan Albentack-900® (1 ml/10 kg berat
badan (BB)) sebagai antelmentik dan Intermectin® (0,5 ml/25kg BB) sebagai
antiektoparasit. Selain itu, dilakukan pembersihan dan desinfeksi kandang.
Pemberian pakan dan minum dilakukan sebanyak 2 kali sehari (pagi dan sore).
Operasi Penanaman Tandur
Sebelum dilakukan perlakuan berupa penanaman tandur tulang terlebih
dahulu dilakukan pemeriksaan klinis. Selanjutnya domba disuntik Aludonna® (0.05
mg/kg BB) sebagai premedikasi. Selanjutnya domba disedasi dengan Xylazil®
(0.2 mg/kg BB) dengan rute intravena (IV) dan sebagai maintenance menggunakan
Ketamil® (40 mg/kg BB). Setelah domba terbius dilakukan pengambilan gambar
praoperasi H-0, selanjutnya domba dibawa ke meja operasi. Operasi dilakukan
secara aseptis dan hati-hati. Selanjutnya penanaman tandur tulang dilakukan pada
bagian 1/3 proximo medial os tibia kanan dengan menggunakan bor tulang untuk
membuat lubang sesuai dengan ukuran tandur tulang. Sebagai kontrol, lubang
dengan ukuran yang sama dibuat pada os tibia kiri tanpa diisi dengan tandur tulang.
Pemilihan tempat operasi pada 1/3 os tibia karena pada bagian tulang ini tidak
terdapat pembuluh darah dan sedikit mengandung otot. Operasi dilakukan oleh
operator yang sama untuk mencegah variasi operasi. Setelah operasi selesai domba
kembali masuk ke ruang ronsen untuk pengambilan data pascaoperasi. Operasi
dilakukan sebanyak tiga kali yaitu untuk panen hari ke 30, hari ke 60, dan hari ke
90.
Perawatan domba pascaoperasi meliputi pemberian pakan, air minum yang
cukup, pemeriksaan klinis (pengukuran suhu tubuh, frekuensi jantung, dan
B A
4
frekuensi nafas), pergantian perban, pembersihan luka operasi dengan rivanol, dan
pengobatan luka operasi menggunakan povidone. Pemberian antibiotik Roxine®
(4 mg/kg BB) dan antiinflamasi Flunixin® (2 mg/kg BB) satu kali sehari selama 5
hari pascaoperasi melalui aplikasi IM.
Gambar 2 Pemboran os tibia (A) operasi penanaman tandur (B)
Pengambilan Radiograf
Pengambilan radiograf os tibia domba dilakukan dengan pengaturan focal
film distance (FFD) 100 cm atau 40 inci, 56 kVp dan 0.8 mAs. Digunakan 2 arah
pandang berbeda, yaitu caudocranial (CdCr) dan mediolateral (ML). Radiograf os
tibia domba diambil saat praoperasi dan pascaoperasi. Pengambilan radiograf
pascaoperasi dilakukan setelah operasi (H-0), hari ke-7 (H-7), hari ke-30 (H-30),
hari ke-60 (H-60), dan hari ke-90 (H-90)
Gambar 3 Posisi radiografi (A) caudocranial (B) mediolateral
A B
A B
5
Gambar 4 Ringkasan alur penelitian
Pengolahan Radiograf
Rasio Densitas Radiografi, Luas Lesio Perlakuan dan kontrol
Perhitungan densitas radiografi digunakan dengan menggunakan perangkat
lunak ImageJ®. Sebelum melakukan perhitungan densitas dan luas, radiograf
terlebih dahulu dipindai dengan scanner Canon® Pixma MP258. Setelah itu, hasil
pemindaian diedit menggunakan perangkat lunak Adobe® Photoshop CS3 untuk
menghasilkan gambar hitam-putih.
Nilai densitas radiografi diwakili oleh nilai rataan histogram, karena nilai
rataan histogram selaras dengan nilai densitas radiografi, yaitu semakin besar nilai
histogram suatu area, maka semakin besar pula nilai densitas radiografinya
(Gambar 5). Selanjutnya, histogram lesio perlakuan atau kontrol dibandingkan
dengan histogram korteksnya. Hasil perbandingan tersebut mewakili rasio densitas
radiografi lesio perlakuan dan kontrol. Perhitungan densitas lesio dilakukan pada
arah pandang CdCr sementara perhitungan luas dilakukan pada arah pandang ML.
Rasio densitas radiografi = Histogram perlakuan/ kontrol
Histogram korteks
Perubahan Radiografi
Parameter yang diamati untuk tandur tulang adalah marginasi, bentuk, dan
zona radiolusen. Parameter yang diamati untuk kontrol adalah marginasi dan bentuk.
H-7 H+7 H-0
H+90 H+60
Persiapan
model hewan
Operasi penanaman tandur
H+30
Pengambilan radiograf
Pengolahan radiograf
Analisis data
6
Parameter marginasi dan bentuk pada tandur tulang digunakan untuk mengevaluasi
batas dan bentuk tandur tulang. Parameter zona radiolusen pada tandur adalah
adanya daerah hitam (radiolusen) dalam tandur tulang. Parameter marginasi pada
kontrol merupakan pengamatan pada lesio tulang kontrol. Parameter bentuk pada
kontrol adalah pengamatan pada pinggiran korteks tulang yang dibuat lesio kontrol.
Penilaian radiografi dilakukan secara kualitatif yang kemudian dikuantifikasi
dengan penilaian berbeda untuk setiap tingkat perubahan sesuai Tabel 1.
Gambar 5 Trayek perubahan radiografi *Diambil dan disesuaikan dari Thrall (2002)
Tabel 1 Penilaian perubahan radiografi
Radioopak
Radiolusen
Densitas optik
Kehitaman
Densitas radiografi
Ketebalan
Histogram
Rasio densitas radiografi
UDARA LEMAK AIR TULANG METAL
Derajat perubahan
- + ++ +++
Tandur tulang
Zona radiolusen Tidak ada Ada titik hitam di
tengah tandur
Titik hitam pada
satu sisi
Titik hitam menyebar
Marginasi Jelas Tidak jelas/ tidak
rata
Tidak rata dan
tidak jelas
Tidak jelas dan tidak
rata > satu sisi
Bentuk Utuh Menyusut Pecah Serpihan kecil
Kontrol
Marginasi Jelas Tidak jelas/ tidak
rata
Tidak rata dan
tidak jelas
Tidak jelas dan tidak
rata> satu sisi
Bentuk Rata < ½ korteks tulang ½-1 korteks tulang >1 korteks tulang
Keterangan: (-) = 0, (+) = 1, (++) = 2 dan (+++) = 3
7
Analisis Data
Data hasil penelitian disajikan sebagai rataan ± simpangan baku. Data diolah
menggunakan IBM SPSS Statistic 21 dan microsoft Excel 2013. Data variabel
dianalisis statistik menggunakan metode One-Way Analyze of variant (ANOVA),
kemudian dilanjutkan dengan uji lanjut Duncan pada selang kepercayaan 95%.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Rasio Densitas Radiografi
Rasio densitas radiografi pada awal penelitian menunjukkan nilai yang
berbeda signifikan (p<0.05) antarkelompok perlakuan dengan nilai BKF1 lebih
besar daripada BKF2 dan lebih besar daripada kontrol. Pada H-30, BKF1 dan BKF2
terjadi penurunan rasio densitas radiografi, sedangkan pada kontrol mengalami
peningkatan (Tabel 2).
Nilai rasio densitas radiografi tulang kontrol pada awal penelitian tidak
berbeda signifikan dari pengamatan H-0 sampai H-30. Namun terjadi perbedaan
signifikan (p<0.05) pada pengamatan H-60 dan H-90. Nilai rasio H-0 sampai H-90
memiliki rasio kurang dari satu, sehingga lesio kontrol memiliki opasitas yang lebih
rendah (radiolusen), karena tulang kehilangan unsur kalsium fosfat pada saat
pengeboran. Walaupun tidak mencapai nilai satu, nilai rasio terus mengalami
peningkatan mendekati satu. Peningkatan tersebut mengindikasikan bahwa tulang
terus mengalami proses persembuhan.
Nilai rasio tandur tulang BKF dalam satu kelompok perlakuan berbeda
signifikan (p<0.05) pada H-60 dan H-90. Pengamatan tandur tulang BKF1 dan
BKF2 tidak berbeda signifikan pada pengamatan H-0 sampai H-90. Nilai rasio
densitas radiografi BKF1 dan BKF2 terus menunjukkan penurunan mendekati satu.
Nilai rasio diatas satu terjadi karena opasitas lesio perlakuan lebih radioopak
dibandingkan dengan opasitas korteks. Perbandingan nilai rasio tandur tulang
BKF1 dengan BKF2 menunjukkan nilai rasio yang lebih kecil sampai H-90 pada
BKF2.
Tabel 2 Rasio densitas radiografi lesio perlakuan dan kontrol arah pandang CdCr Perlakuan
BKF1 BKF2 Kontrol
H-0 1.21 ± 0.05ax 1.19 ± 0.07ay 0.81 ± 0.07az
H-7 1.21 ± 0.06ax 1.17 ± 0.07ax 0.83 ± 0.09ay
H-30 1.12 ± 0.20ax 1.17 ± 0.08ax 0.87 ± 0.10ay
H-60 1.11 ± 0.08bx 1.10 ± 0.12bx 0.97 ± 0.03bx
H-90 1.08 ± 0.03bx 1.04 ± 0.01bx 0.99 ± 0.08bx
Keterangan : Huruf superscript (a, b) yang berbeda pada kolom yang sama menyatakan adanya
perbedaan signifikan (p<0.05) antarwaktu pengambilan data. Huruf superscript (x,
y, z) yang berbeda pada baris yang sama menyatakan adanya perbedaan signifikan
(p<0.05) antar kelompok perlakuan.
8
Perubahan Luas Lesio
Menghitung luas lesio perlakuan dan kontrol adalah salah satu cara yang
dilakukan untuk melihat laju biodegradasi dan penyerapan tandur tulang yang
diimplantasikan. Luas tandur tulang BKF1 dan BKF2 pada H-0 memiliki nilai yang
hampir sama. Hal ini menunjukkan bahwa kedua tandur tulang memiliki ukuran
yang seragam (Tabel 3).
Penurunan luas tandur tulang jelas terlihat pada H-60. Penurunan luas ini
menandakan bahwa telah terjadi pengurangan jumlah BKF yang disebabkan karena
proses biodegradasi. Luas lesio BKF1 dan BKF2 tidak berbeda signifikan pada
pengamatan H-0 sampai H-90. Sampai akhir pengamatan BKF2 memiliki luas yang
lebih kecil daripada BKF1. Hal ini berarti bahwa laju biodegradasi BKF2 lebih
cepat daripada BKF1.
Luas lesio kontrol pada H-0 sampai H-7 tejadi penurunan kecil, hal ini
disebabkan karena pada minggu pertama setelah kerusakan tulang hanya terjadi
proses peradangan (Akers dan Michael 2008). Luas tulang kontrol pada
pengamatan H-30 terjadi penurunan signifikan. Penurunan tersebut terjadi karena
tulang mengalami tahap perbaikan atau pembentukan kalus. Luas lesio kontrol pada
pengamatan H-60 sampai H-90 mempunyai nilai yang sangat kecil, hal ini berarti
bahwa lesio pada beberapa tulang kontrol telah mengalami proses remodelling
dengan proses yang terus berlangsung.
Perubahan Radiografi
Gambaran radiografi tulang normal dengan arah pandang ML dan CdCr
memperlihatkan opasitas tulang bagian lateral terlihat lebih radioopak dan bagian
medial lebih radiolusen. Gambaran radiografi tulang BKF1 dan BKF2 yang diambil
pada H-0 pascaoperasi dengan arah pandang ML memperlihatkan adanya bentuk
bulatan radioopak pada bagian yang diimplantasi. Hal ini mengindikasikan bahwa
tandur telah berada dalam tulang. Pada H-0, BKF2 dengan arah pandang ML
terlihat adanya zona radiolusen (+) yang kemungkinan terjadi bukan karena proses
biodegradasi, tetapi karena adanya keretakan saat proses implantasi. Pada H-30,
BKF2 mulai terjadi perubahan (+) sedangkan pada tulang BKF1 belum terjadi
perubahan (-). Pada H-60 dan H-90, terjadi peningkatan perubahan zona radiolusen
Tabel 3 Luas lesio perlakuan dan kontrol arah pandang ML dalam mm2 Perlakuan
BKF1 BKF2 Kontrol
H-0 0.22±0.02ax 0.22±0.02ax 0.21±0.03ax
H-7 0.21±0.02ax 0.21±0.02ax 0.20±0.02ax
H-30 0.20±0.02bx 0.20±0.03bx 0.15±0.03ay
H-60 0.16±0.03bx 0.16±0.03bx 0.02±0.02by
H-90 0.16±0.02cx 0.14±0.03cx 0.02±0.03by Keterangan : Huruf superscript (a, b, c) yang berbeda pada kolom yang sama menyatakan
adanya perbedaan signifikan (p<0.05) antar hari pengambilan data. Huruf
superscript (x, y) yang berbeda pada baris yang sama menyatakan adanya
perbedaan signifikan (p<0.05) antar kelompok perlakuan.
9
BKF2 lebih besar daripada BKF1. Perubahan parameter zona radiolusen
ditampilkan pada Gambar 6.
Gambar 6 Grafik perubahan zona radiolusen. BKF1 ( ) dan BKF2 ( )
Perubahan parameter marginasi pada H-0 dan H-7 pascaoperasi tidak
menunjukkan adanya perubahan (-). Pengamatan gambaran radiografi dengan arah
pandang ML dan CdCr menunjukkan marginasi lesio tulang kontrol, BKF1, dan
BKF2 terlihat jelas. Pada H-30, terjadi perubahan dengan kontrol lebih besar
daripada BKF2, sedangkan BKF1 tidak mengalami perubahan marginasi (-). Pada
H-60, BKF1 mulai mengalami perubahan dengan kontrol lebih besar daripada
BKF2 dan lebih besar daripada BKF1. Pada H-90 perubahan marginasi memiliki
urutan yang sama pada H-60. Sampai akhir pengamatan tulang kontrol tidak
mengalami perubahan mencapai nilai maksimal, hal ini terjadi karena tidak semua
tulang kontrol memiliki kecepatan persembuhan yang sama. Perubahan parameter
marginasi ditampilkan pada Gambar 7.
Gambar 7 Grafik perubahan marginasi. Kontrol ( ), BKF1 ( ), dan BKF2 ( )
Pengamatan perubahan parameter bentuk kontrol, BKF1, dan BKF2 pada H-
0 dan H-7 tidak mengalami perubahan (Gambar 8). Lesio perlakuan pada kedua
tandur tulang masih terlihat utuh (-) sedangkan pada tulang kontrol bentuknya rata
(-). Pada H-30, kontrol mulai menunjukkan perubahan bentuk. Bentuk lesio kontrol
mengalami perubahan bentuk (+). Perubahan tersebut mengindikasikan adanya
pertumbuhan kalus. Kalus menjadi dasar proses pembentukan jaringan tulang baru.
Perubahan bentuk pada tulang kontrol terlihat dengan pengamatan gambaran
radiografi menggunakan arah pandang CdCr. Pada H-60 terjadi perubahan bentuk
dengan kontrol lebih besar daripada BKF2 dan lebih besar daripada BKF1. BKF2
mengalami perubahan bentuk (+) ukuran tandur tulang bertambah kecil. Apabila
dilihat dengan arah pandang ML maka ukuran tandur terlihat jelas sedangkan zona
radiolusen bertambah banyak. Pada H-90, BKF1 telah mengalami perubahan
dengan urutan kontrol lebih besar daripada BKF2 dan lebih besar daripada BKF1.
0.3
1.3
0.3 0.3 0.6
1.6
0
1
2
3
0 7 30 60 90
Der
aja
t
per
ub
ah
an
Hari Ke-
0.3
22.3
0.3
1
0.30.6
1.3
0
1
2
3
0 7 30 60 90
Der
aja
tp
eru
ba
ha
n
Hari Ke-
10
Perubahan bentuk lesio perlakuan ke dua jenis tandur tulang berupa penyusutan
bentuk (+). Pengamatan berdasarkan gambaran radiografi pada tulang BKF2
terlihat zona radiolusen sekitar tandur menjadi berkurang, hal ini kemungkinan
terjadi karena proses remodelling tulang. Perubahan bentuk lesio kontrol terus
meningkat sampai pengamatan hari ke-90 (++).
Sampai akhir pengamatan, gambaran radiografi tulang kontrol dengan arah
pandang ML telah mengalami persembuhan yang baik. Tulang kontrol telah
memiliki opasitas yang hampir sama dengan sekitarnya. Pengamatan dengan arah
pandang CdCr menunjukkan kontrol telah memiliki opasitas yang sama dengan
korteks, tetapi sedikit lebih tebal. Kemungkinan hal tersebut mengindikasikan
adanya pertumbuhan kalus sekunder. Perubahan parameter bentuk ditampilkan
pada Gambar 8.
Gambar 8 Grafik perubahan bentuk. Kontrol ( ), BKF1 ( ), dan BKF2 ( )
Rasio densitas radiografi dipengaruhi oleh nilai histogram tandur BKF1,
BKF2, dan lesio kontrol. Semakin besar nilai histogram, maka semakin besar pula
rasio densitas radiografinya. Nilai histogram berbanding lurus dengan densitas
suatu benda. Tulang mempunyai nilai densitas sebesar 1.65 g/cm3 (Thrall 2002),
HAp 3.156 g/cm3 dan β-TKF 3.07 g/cm3 (Li et al. 2003). Oleh karena itu, urutan
rasio densitas radiografi menjadi BKF1 lebih besar daripada BKF2 dan lebih besar
dari kontrol. Penurunan rasio densitas tulang BKF berbanding lurus dengan
penurunan densitas radiografi, hal ini disebabkan adanya penyerapan BKF terutama
unsur β-TKF karena adanya proses persembuhan tulang (Ogose et al. 2004).
Penurunan luas lesio yang signifikan dari H-30 sampai H-90 terjadi karena
pada tahap ini mulai terjadi proses osteogenesis serta pembentukan kalus. Luas
lesio kontrol masih ada sampai akhir pengamatan menunjukkan bahwa proses
remodelling tulang terus berlangsung. Menurut Akers dan Michael (2008) Tahap
persembuhan tulang terdiri dari tiga tahapan yaitu peradangan, pembentukan kalus,
dan remodelling. Tahap peradangan terjadi hematoma pada tulang yang mengalami
kerusakan selama beberapa jam dan hari. Sel radang seperti makrofag, monosit,
limfosit, dan fibroblas datang karena pengaruh prostaglandin. Dalam persembuhan
tulang terdapat dua bentuk kalus, kalus primer terbentuk minggu ketiga sampai
keempat dan kalus sekunder pada bulan ketiga sampai keempat. Remodelling
merupakan tahapan yang berlangsung paling lama, setelah proses remodelling
selesai akan menghasilkan tulang yang normal kembali baik secara sifat, bentuk,
dan kekuatan mekanik (Kalfas 2001).
Setelah tandur tulang diimplantasikan akan terbentuk kolonisasi sel disekitar
tandur. Kolonisasi sel yang terdiri dari monosit, makrofag, sel raksasa, dan
osteoklas untuk melakukan penyerapan serta fibroblast dan sel-sel osteogenik untuk
0.6
1.3
2
0.30.30.6
0
1
2
3
0 7 30 60 90
Der
aja
t
per
ub
ah
an
Hari Ke-
11
memperbaiki jaringan (Daculsi 1998). Proses persembuhan tulang yang berisi
tandur tulang memiliki perbedaan dengan lesio kontrol. Lesio perlakuan yang berisi
tandur tulang akan mengalami biodegradasi seluler dengan menghasilkan
carbonate hydroxyapatite (CHA) yang berperan dalam mineralisasi tulang baru.
Mekanisme biodegradasi tandur tulang dapat terjadi melalui dua proses, yaitu
proses yang diperantarai oleh cairan tubuh dan diperantarai oleh sel tulang
(Onodera et al. 2009). Proses yang diperantarai cairan tubuh terjadi lebih awal
dengan memecah BKF menjadi ion Ca dan P yang kemudian dikeluarkan ke
lingkungan (Kunert-Keil et al. 2014) Menurut Ozalay et al. (2009) kalsium yang
dilepaskan akan menjadi secondary messenger bagi fibroblas dan osteoblas untuk
memperbaiki tulang. Proses yang diperantarai oleh sel tulang dilakukan oleh
makrofag osteoklas dengan cara memakan bahan tandur tulang.
Selama proses pemeliharaan domba tidak mengalami gangguan kesehatan.
Menurut literatur menyebutkan bahwa BKF memiliki indikasi rendah mengandung
racun, tidak bersifat mutagenik, dan tidak menimbulkan reaksi imunologi (Liu et
al. 2005; Chalil et al. 2014 ). Selain itu trikalsium fosfat bersifat biokompatibel dan
osteokonduktif (Moore et al. 1987).
Sampai akhir pengamatan tandur tulang BKF2 memiliki luas yang lebih
kecil. Perubahan bentuk tandur menjadi lebih kecil kemungkinan berhubungan
dengan proses pertumbuhan tulang dan aktivitas osteoblast (Sartoris et al. 1986).
Walaupun perbedaannya kecil, tandur tulang BKF2 memiliki kemampuan
biodegradasi yang lebih baik. Laju biodegradasi BKF dipengaruhi oleh laju
biodegradasi HAp dan β-TKF. Laju biodegradasi HAp lebih lambat karena bersifat
lebih stabil daripada β-TKF sehingga BKF yang memiliki kandungan HAp lebih
banyak akan lambat terdegradasi. Berdasarkan literatur menyatakan bahwa β-TKF
lebih mudah terdegradasi (Shimazaki dan Mooney 1985) selain itu, BKF2 memiliki
rasio (HAp/ β-TKF) yang lebih kecil, karena semakin besar rasio BKF akan
mengurangi daya penyerapannya (Sarin et al. 2011).
Kemampuan yang dimiliki oleh tandur tulang BKF belum optimal karena
tidak memiliki tingkat biodegradasi yang tinggi serta tidak mampu menginduksi
persembuhan lebih cepat daripada tulang kontrol. Struktur pori baik makropori dan
mikropori merupakan faktor yang diduga mempengaruhi terjadinya hal ini. Adanya
pori bermanfaat untuk meningkatkan penyerapan, sebagai kerangka pertumbuhan
tulang dan membentuk kanal vaskularisasi untuk peredaran darah dan suplai nutrisi
ke tulang (Ghosh et al. 2007). Tandur BKF yang digunakan dalam penelitian ini
diduga tidak memiliki struktur pori yang baik karena dibuat secara sederhana
melalui proses pemadatan.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Bifasik kalsium fosfat dengan rasio 60:40 memiliki sifat biodegradabel dan
bioresorbabel yang lebih baik daripada bifasik kalsium fosfat rasio 70:30. Kedua
tandur tulang tidak mampu terserap sepenuhnya dan tidak mampu menginduksi
persembuhan lebih cepat dari kontrol. Hal ini disebabkan karena tidak diketahuinya
12
struktur pori. Perubahan parameter radiografi menunjukkan bahwa tandur tulang
bifasik kalsium fosfat dapat diterima oleh tubuh atau bersifat biokompatibel.
Saran
Untuk memperoleh suatu hasil yang lebih baik, maka diperlukan penelitian
lanjutan mengenai potensi tandur tulang BKF sebagai alternatif bone graft sintetis.
Penelitian dengan bahan yang sama namun dengan teknik pembuatan yang lebih
baik, menganalisa struktur pori, serta pemberian sel-sel osteogenik diharapkan
diperoleh kualitas tandur tulang yang lebih baik.
UCAPAN TERIMAKASIH
Penelitian ini didanai oleh Hibah Penelitian Lintas Departemen-BOPTN 2013
atas nama Dr Drh Gunanti, MS. Tandur tulang didapatkan dari Dr Kiagus Dahlan,
Laboratorium Biofisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam IPB.
Penulis ucapkan terimakasih atas bantuan berbagai pihak dalam penelitian ini.
DAFTAR PUSTAKA
Akers RM, Michael D. 2008. Anatomy and Physiology of Domestic Animals. Iowa
(US) : Blackwell Publishing.
Ghosh SK, Nandi SK, Kundu B, Datta S, De DK, Roy SK, Basu D. 2007. In vivo
response of porous hydroxyapatite and β-tricalcium phosphate prepared by
aqueous solution combustion method and comparison with bioglass scaffolds.
J of Biomedical Materials Research Part B. 217-227.
Chalil YK, Ren WC, Hassan A, Masudi SM, Alam MK. 2014. An in vitro
genotoxicity study of biphasic calcium phosphate on ames test. J
International Medical. 21:34-37.
Daculsi G. 1998. Biphasic calcium phosphate concept applied to artificial bone,
implant coating and injectable bone substitute. Biomaterials. 19:1473-1478.
De val JEM, Mazon P, Guirado JC, Ruiz RA, Fernandez MR, Negri B, Abboud M,
De aza P. 2013. Comparison of three hydroxyapatite/β-tricalcium
phosphate/collagen ceramic scaffolds: An in vivo study. J Biomed Mater Res
Part A. 1-10.
Gunanti, Soejoko DS, Agungpriyono S, Siswandi R. 2011. Persembuhan
Kerusakan Segmental Tulang dengan Semen Tulang Hidroksiapatit-
Trikalsium Fosfat pada Domba sebagai Hewan Model untuk Manusia. LPPM
IPB. Bogor (ID).
Kalfas IH. 2001. The principles of bone healing. Neurosurg focus. 10:1-10.
Kunert-Keil C, Scholz F, Gedrange T, Gredes T. 2014. Comparative study of
biphasic calcium phosphate with beta-tricalcium phosphate in rat cranial
defects-A molecular-biological and histological study. AANAT. 50833.
13
Li S, De Wijin JR, LI J, Layrolle P, De Groot K. 2003. Macroporous biphasic
calcium phosphate scaffold with high permeability/porosity ratio. Tissue
Engineering. 9:1-14.
Lind M, Overgaard S, Bunger C, Soballe K. 1999. Improved bone anchorage of
hydroxyapatite coated implants compared with tricalcium-phosphate coated
implants in trabecular bone in dogs. Biomaterials. 20:803-808.
Liu LP, Xiao YB, Xiao ZW, Wang ZB, Li C, Gong X. 2005. Toxicity of
hydroxyapatite nanoparticles on rabbits. Wei Sheng Yan Jiu. 34: 474–476.
Moore DC, Chapman M, Manske D. 1987. The evaluationof a biphasic calcium
phosphate ceramic for use in graftinglong-bone diaphyseal defects. J Orthop
Res. 5:356–365.
Murugan R, Ramakrishna S. 2004. Bioresorbable composite bone paste using
polysaccharide based nano hydroxiapatite. Biomaterials. 25:3829-3835.
Ogose A, Hotta T, Kawashima H, Kondo N, Gu W, Kamura T, Endo N. 2004.
Comparison of hydroxyapatite and β-tricalcium phosphate as bone substitutes
after excision of bone tumors. J Biomed Mater Res Part B: Appl Biomater.
72B: 94-101.
Onodera J, Kondo E, Omizu N, Ueda D, Yagi T, Yasuda K. 2013. Beta-tricalcium
phosphate shows superior absorption rate and osteoconductivity compared to
hydroxyapatite in open-wedge high tibial osteotomy. Knee Surg Sports
Traumatol Arthrosc. 812-821.
Ozalay M, Sahin O, Akpinar S, Ozkoc G, Cinar M, Cesur N. 2009. Remodelling
potentials of biphasic calcium phosphate granules in open wedge high tibial
osteotomy. Arch Orthop Trauma Surg. 129:747-752.
Park JC, Sohn JY, Yun JH. Jung UW, Kim CS, Cho KS, Kim CK, Choi SH. 2009.
Bone regeneration capacity of two different macroporous biphasic calcium
materials in rabbit calvarial defect. J Korean Acad Periodontol. 39:223-230.
Sarin P, Lee SJ, Aostolov ZD, Kriven WM. 2011. Porous biphasic calcium
phosphate scaffolds from cuttlefish cone. J Am Ceram Soc. 8:2362-2370.
Sartoris DJ, Gershuni DH, Akeson WH, Holmes HE, Rsnick D. 1986. Corraline
hydroxyapatite deglued bone, chitosan and gelatin. Bull Mater Sci. 24:415-
420.
Shi D. 2004. Biocompatibility of materials. Berlin (DE). Springer.
Shimazaki K, Mooney V. 1985. Comparative study of porous hydroxyapatite and
tricalcium phosphate as bone substitute. J Orthop Res. 3:301-10.
Thrall DE. 2002. Textbook of Veterinary Diagnostic Radiology. Ed ke-3.
Philadelphia (US): WB Saunders.
14
LAMPIRAN
Lampiran 1 Grafik luas lesio perlakuan dan lesio kontrol arah pandang medio
lateral Kontrol , BKF 1 , dan BKF 2 .
Lampiran 2 Grafik rasio lesio perlakuan dan kontrol arah pandang caudo cranial.
kontrol , BKF 1 , dan BKF 2 .
0
0,05
0,1
0,15
0,2
0,25
H-0 H-7 H-30 H-60 H-90
Nil
ai
Lu
as
(mm
2)
Hari Ke-
0
0,2
0,4
0,6
0,8
1
1,2
1,4
0 7 30 60 90
Nil
ai
Lu
as
(mm
2)
Hari Ke-
15
Lampiran 3 Gambaran radiografi os tibia arah pandang Caudocranial. Praoperasi
(A, B* dan C**), H-0 (D, E* dan F**), H-7 (G, H* dan I**), H-30 (J,
K* dan L**), dan H-60 (M, N* dan O**) H-90 (P, Q* dan R**). * BKF 1 ** BKF 2
1 cm
A B* C**
D
G
J
M
E*
H*
K*
N*
F**
I**
L**
O**
P Q* R**
1 cm 1 cm 1 cm
1 cm 1 cm 1 cm
1 cm 1 cm 1 cm
1 cm 1 cm 1 cm
1 cm 1 cm 1 cm
1 cm 1 cm 1 cm
16
Lampiran 4 Gambaran radiografi os tibia arah pandang Mediolateral. Pra
operasi (A, B* dan C**), H-0 (D, E* dan F**), H-7 (G, H* dan
I**), H-30 (J, K* dan L**), H-60 (M, N* dan O**), dan H-90 (P,
Q* dan R**) . * BKF1 ** BKF 2
A B* C**
D E* F**
G H* I**
J K* L**
M N* O**
P Q* R**
1 cm 1 cm 1 cm
1 cm 1 cm
1 cm
1 cm 1 cm 1 cm
1 cm 1 cm 1 cm
1 cm 1 cm 1 cm
1 cm 1 cm 1 cm
17
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Rangkasbitung pada tanggal 27 April 1992 dari ayah
yang bernama Saniman dan ibu yang bernama Partinah. Penulis merupakan anak
terakhir dari tiga bersaudara. Tahun 2004 penulis lulus dari SD Negeri 1
Warunggunung, kemudian pada tahun 2007 penulis juga lulus dari SMP Negeri 1
Warunggunung. Selanjutnya pada tahun 2010 penulis lulus dari SMA Negeri 1
Rangkasbitung dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk IPB melalui jalur
Undangan Seleksi Masuk IPB. Penulis memilih mayor Kedokteran Hewan,
Fakultas Kedokteran Hewan.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis mengikuti beberapa organisasi
internal kampus seperti Himpunan Profesi Hewan Kesayangan dan Satwa Akuatik
Fakultas Kedokteran Hewan. Penulis juga mengikuti organisasi eksternal kampus,
yaitu Organisasi Mahasiswa Daerah IMB (Ikatan Mahasiswa Banten).