evaluasi pembelajaran berbasis riset
TRANSCRIPT
i
EVALUASI PEMBELAJARAN
BERBASIS RISET
Dr. H.Fajri Ismail, M.Pd.I
Dr.Hj.Mardiah Astuti, M.Pd.I
Hani Atus Sholikhah, M.Pd.
ii
Sanksi Pelanggaran Pasal 113 Nomor 8 Tahun 2014 tentang Hak Cipta, sebagaimana yang telah diatur dan diubah dari Undang-undang Nomor 19 Tahun 2003, bahwa:
Pasal 113 1. Setiap Orang yang dengan tanpa hak melakukan pelanggaran hak ekonomi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1)
huruf i untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp100.000.000 (seratus juta rupiah).
2. Setiap Orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin Pencipta atau pemegang Hak Cipta melakukan pelanggaran hak ekonomi Pencipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf c, huruf d, huruf f, dan/atau huruf h untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
3. Setiap Orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin Pencipta atau pemegang Hak Cipta melakukan pelanggaran hak ekonomi Pencipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf e, dan/atau huruf g untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
4. Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud pada ayat (3) yang dilakukan dalam bentuk pembajakan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah).
iii
EVALUASI PEMBELAJARAN
BERBASIS RISET
Dr. H.Fajri Ismail, M.Pd.I
Dr.Hj.Mardiah Astuti, M.Pd.I
Hani Atus Sholikhah, M.Pd.
iv
EVALUASI PEMBELAJARAN BERBASI RISET
Lay out: Jumaidi
Desain Cover: KSM Press
Hak pengarang dan penyunting dilindungi undang-undang dilarang mengutip atau memperbanyak sebagian atau
seluruh isi buku tanpa izin tertulis dari penerbit
Penerbit Karya Sukses Mandiri (KSM) Jl. TPH. Sofyan Kenawas Perum Villa Bayani M8 Gandus, Gandus, Palembang, Sumatera Selatan. 085366726111
Email: [email protected]
Perpustakaan Nasional: Katalog Dalam Terbitan (KDT) Penulis: Dr. H.Fajri Ismail, M.Pd.I
Dr.Hj.Mardiah Astuti, M.Pd.I
Hani Atus Sholikhah, M.Pd. EVALUASI PEMBELAJARAN BERBASI RISET Cet. I Palembang : Penerbit Karya Sukses Mandiri (KSM), Agustus 2020 x + 227 hlm. : 18 x 25 cm. ISBN: 978-623-94878-0-5
v
KATA PENGANTAR
Segala puji dan puja senantiasa tercurahkan kepada Allah Swt. yang
telah menganugerahkan limpahan nikmat-Nya sehingga selesailah penyusunan
buku ini dengan baik. Salawat dan salam semoga terus tercurah kepada Nabi
Muhammad Saw., semoga kita kelak dapat menjadi umat yang mendapat
syafaat dan pertolongan beliau, amin.
Buku ini sebagai salah satu sarana pengantar akademik pada bidang
pembelajaran, khususnya bidang evaluasi pembelajaran dan statistik
pendidikan, serta riset bidang pendidikan. Evaluasi pembelajaran merupakan
kegiatan yang sangat sistematis dan mencakup pengukuran dan penilaian
secara keseluruhan pada saat dimulainya suatu program pebelajaran sampai
berakhirnya program tersebut. Perbedaan yang paling mendasar antara
pengukuran, penilaian dan evaluasi adalah evaluasi berujung kepada
pengambilan keputusan berdasarkan pengukuran dan penilaian. Kaitannya
dengan statistik dan riset adalah bahwa dalam pengelolaan aspek penilaian,
peneliti perlu memahami penghitungan yang mumpuni. Artinya, jika peneliti
dapat memahami dengan baik tiga keilmuan ini, maka akan semakin
memudahkannya dalam berbagai riset, terutama bidang kuantitatif dalam
dunia pendidikan.
Selanjutnya, selain bermanfaat bagi peneliti, buku ini juga bermanfaat
bagi pendidik. Dalam perannya sebagai pendidik, guru membelajarkan
keilmuan ditambah lagi dengan mengolah hasil penilaian pada anak (siswa)
bukanlah pekerjaan yang mudah. Namun, mengajar juga adalah hal yang
sangat menyenangkan terutama ketika guru dapat melihat kemajuan yang
meningkat pada siswa dan mereka mengetahui kalau mereka yang
menyebabkan hal demikian. Kesinambungan antara pemahaman siswa dengan
vi
kemampuan penilaian inilah nantinya akan semakin membuat guru profesional
di bidangnya.
Peran-peran yang cukup banyak bagi guru bahasa, memerlukan
pemahaman sekaligus pengetahuan yang memadai tentang aspek-aspek yang
harus dikenali dan dikuasai guru. Oleh sebab itu, pada buku ini disampaikan
aspek-aspek yang dapat dijadikan sumber pengetahuan khususnya pada materi
dengan tujuan agar dapat membantu para guru dalam menghadapi siswanya.
Aspek-aspek yang dimaksud meliputi beberapa bagian, yakni tataran teori,
proses, hingga implementasi.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada jajaran pimpinan di UIN
Raden Fatah Palembang, Dekan FITK dan Ketua Prodi PGMI yang telah
memberikan bimbingan sehingga buku ini dapat penulis selesaikan dengan
baik. Selain itu, terima kasih juga penulis sampaikan kepada rekan-rekan dan
semua pihak yang telah memberikan kontribusi dan motivasi dalam
menyelesaikan buku ini.
Kiranya, buku ini mudah-mudahan dapat memberikan sumbangsih
pada pengembangan bidang teori penelitian dan evaluasi pembelajaran.
Penulis telah mengusahakan buku ini dengan sepenuh hati dan pikiran
sehingga setiap yang ditulis menjadi tanggung jawab penulis serta disadari
bahwa di dalam penulisan ini dimungkinkan masih terdapat kekurangan, dan
untuk itu penulis pun menyarankan agar pembaca dapat mendalami lebih
lanjut. Akhirnya, semoga buku ini dapat memberikan pengembangan dalam
pendidikan, terutama dalam bidang pembelajaran. Selamat membaca.
Palembang, Agustus 2020
Penulis
vii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR .............................................................................. v
DAFTAR ISI ............................................................................................. vii
BAB I
PENDAHULUAN ..................................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah ................................................................... 1
B. Permasalahan .................................................................................... 4
C. Tujuan dan Kegunaan ....................................................................... 5
D. Tinjauan Pustaka .............................................................................. 6
BAB II
HAKIKAT EVALUASI PEMBELAJARAN ......................................... 9
A. Pengertian Evaluasi .......................................................................... 9
B. Tujuan Evaluasi ................................................................................ 11
C. Fungsi Evaluasi ................................................................................. 13
BAB III
KONSEP PENILAIAN DAN PENYUSUNAN ...................................... 15
A. Tes .................................................................................................... 15
B. Non Tes ............................................................................................. 24
C. Teknik Non Tes Ranah Afektif ......................................................... 33
BAB IV
KONSEP BAHAN AJAR ........................................................................ 63
A. Pengertian Bahan Ajar ...................................................................... 63
B. Jenis-Jenis Bahan Ajar ...................................................................... 64
viii
BAB V
VALIDITAS DAN RELIABILITAS ...................................................... 67
A. Pengertian Validitas .......................................................................... 67
B. Uji Validitas Butir Soal .................................................................... 92
C. Pengertian Reliabilitas ...................................................................... 105
D. Jenis-Jenis Reliabilitas ...................................................................... 107
E. Rumus-rumus Uji Reliabilitas ........................................................... 113
BAB VI
PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN ............................................. 129
A. Penelitian Pengembangan ................................................................. 129
B. Perencanaan dan Kreativitas ............................................................. 130
BAB VII
TEORI STATISTIK DALAM PENELITIAN ...................................... 135
A. Pengertian Statistik ........................................................................... 135
B. Fungsi Statistik dalam Penelitian Ilmiah .......................................... 136
C. Langkah Pengolahan Data Statistik dalam Penelitian ...................... 137
BAB VIII
PERAN STATISTIK DALAM EVALUASI PEMBELAJARAN ....... 139
A. Evaluasi dan Statistik ....................................................................... 139
B. Pembelajaran Evaluasi dan Statistik .................................................. 140
BAB IX
IMPLEMENTASI PADA METODOLOGI PENELITIAN ................ 145
A. Metode Penelitian ............................................................................. 145
ix
B. Teknik Pengumpulan Data ............................................................... 152
C. Instrumen Penelitian ......................................................................... 154
D. Teknik Analisis Data ........................................................................ 157
BAB X
IMPLEMENTASI PADA HASIL PENELITIAN ................................. 161
A. Gambaran Lokasi Penelitian ............................................................. 161
B. Hasil Penelitian ................................................................................. 164
C. Pembahasan Penelitian ..................................................................... 196
BAB XII
PENUTUP .................................................................................................. 209
A. Kesimpulan ...................................................................................... 208
B. Rekomendasi ................................................................................... 210
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 211
GLOSARIUM ............................................................................................ 213
INDEKS ...................................................................................................... 215
x
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Evaluasi dalam pembelajaran mendapatkan porsi yang sangat penting
dalam proses pembelajaran. Dalam proses pembelajaran, evaluasi dapat
dijadikan alat dalam proses penghitungan untuk mengumpulkan data dalam
rangka pencapaian belajar kelas atau kelompok dan kemudian menghasilkan
sebuah keputusan. Hasil penghitungan evaluasi diharapkan dapat mendorong
guru untuk mengajar lebih baik dan mendorong peserta didik untuk belajar
lebih baik. Jadi, Evaluasi memberikan informasi bagi kelas dan guru untuk
meningkatkan kualitas proses belajar mengajar. Informasi yang digunakan
untuk mengevaluasi program pembelajaran harus memiliki kesalahan sekecil
mungkin karena evaluasi pada dasarnya adalah melakukan judgment terhadap
hasil penilaian.
Daryanto (2008), mengatakan bahwa evaluasi pendidikan adalah
kegiatan yang terjadi di sekolah dimana guru atau pengelola pengajaran
melakukan penilaian dengan maksud apakah usaha yang dilakukan melalui
pengajaran sudah tercapai atau belum. Ini berarti tujuan evaluasi mengandung
makna membuat keputusan terhadap peserta didik. Tylor (Sudaryono: 2012)
mengatakan bahwa tujuan evaluasi ialah untuk mengembangkan suatu
kebijakan yang bertanggungjawab mengenai pendidikan. Mehrens dan
Lehman mengemukakan pendapatnya bahwa tujuan evaluasi ialah untuk
membantu membuat keputusan.
Dalam pelaksanaannya materi evaluasi memiliki hubungan dengan
pengukuran (measurement), penilaian (assessment), dan evaluasi (evaluation)
bersifat hirarkis. Pengukuran membandingkan hasil pengamatan dengan
2
kriteria angka, penilaian menjelaskan dan menafsirkan hasil pengukuran,
sedangkan evaluasi adalah penetapan nilai atau implikasi suatu perilaku yang
di dalamnya ada pengambilan keputusan seperti tuntas/tidak tuntas, naik/tidak
naik atau lulus/tidak lulus. Sifat yang hirarkis ini menunjukkan bahwa setiap
kegiatan evaluasi melibatkan penilaian dan pengukuran. Penilaian berarti
menilai sesuatu, sedangkan menilai itu mengandung arti mengambil keputusan
terhadap sesuatu dengan mendasarkan diri pada ukuran atau kriteria tertentu,
seperti menilai seseorang sebagai orang yang pandai karena memiliki skor tes
inteligensi lebih dari 120, sedangkan evaluasi mencakup baik kegiatan
pengukuran maupun penilaian.
Dari beberapa pengertian di atas tentang evaluasi, dapat dipahami
bahwa kegiatan Evaluasi merupakan kegiatan yang lebih kompleks
dibandingkan dengan pengukuran dan penilaian. Evaluasi merupakan kegiatan
yang sangat sistematis dan mencakup pengukuran dan penilaian secara
keseluruhan pada saat dimulainya suatu program pebelajaran sampai
berakhirnya program tersebut. Perbedaan yang paling mendasar antara
pengukuran, penilaian dan evaluasi adalah evaluasi berujung kepada
pengambilan keputusan berdasarkan pengukuran dan penilaian.
Untuk memahami secara mendalam perbedaan istilah tersebut,
diilustrasikan skor yang didapat seorang siswa. Pengukuran adalah kegiatan
yang dilakukan untuk mengukur sesuatu yang bersifat angka, misalnya skor
siswa mulai dari 10, 20, 30 sampai 100. Dari contoh tersebut dapat dipahami
bahwa pengukuran bersifat kuantitatif. Penilaian berarti menilai sesuatu,
sedangkan menilai adalah mengambil keputusan terhadap sesuatu dengan
mendasarkan diri atau berpegang pada kualitatif. Ketika seorang siswa
mendapatkan nilai 10, apakah skor siswa tersebut masuk kategori baik atau
tidak bergantung skala penskoran yang digunakan. Apabila skor yang
digunakan menggunakan skor interval 1 - 10, berarti siswa mencapai nilai
3
maksimal atau sangat baik. Akan tetapi jika menggunakan interval 10 - 100,
skor siswa tersebut amat jelek. Baik, amat baik, jelek dan amat jelek
merupakan kegiatan penilaian yang sumber datanya berasal dari pengukuran.
Apa yang membedakannya dengan evaluasi. Yang membedakannya adalah
bahwa evaluasi mencakup aspek kualitatif dan aspek kuanitatif. Dengan
demikian, berdasarkan pengertian yang telah dikemukakan di atas dapat
disimpulkan bahwa evaluasi secara umum adalah suatu proses untuk
mendiagnosis kegiatan belajar dan pembelajaran yang diakhiri dengan
pengambilan keputusan oleh guru.
Evaluasi pembelajaran memiliki hubungan simbiosis mutualisme
dengan statistik. Dalam menghitung hasil penilaian dalam pembelajaran, ilmu
statistik sangat diperlukan. Karenanya, statistik memiliki porsi yang sangat
penting dalam keilmuan sehingga wajar jika ilmu ini disendirikan menjadi satu
mata kuliah. Sebagaimana di FITK Raden Fatah Palembang, MK statistik
terdapat di semua Prodi yang ada dalam naungan fakultas pendidikan. Dapat
dikatakan, baik evaluasi maupun statistik memiliki porsi yang sangat penting
dalam pembelajaran.
Berdasarkan observasi awal, pelaksanaan pembelajaran evaluasi
memiliki kendala dalam proses pembelajarannya. Dari observasi awal
terhadap mahasiswa Program Studi Pendidikan FITK UIN Raden Fatah
Palembang, diketahui hal-hal sebagai berikut. Mereka umumnya belum
menguasai materi evaluasi dengan baik. Ironisnya, mereka tidak tahu lebih
mendalam tentang peran evaluasi dalam penelitian. Sebagian besar mereka
mempelajari evaluasi tidak sampai selesai. Dari 36 mahasiswa yang ditanya
hanya 12 orang (33 %) yang menerapkan materi Evaluasi pada MK pada
semester sebelumnya. Padahal, materi Evaluasi sangat berperan dalam
penelitian, khususnya penelitian eksperimen, RnD, dan lain-lain.
4
Berdasarkan analisis di atas, diperlukan bahan yang mendukung pada
MK Evaluasi ketika mereka mengajar nantinya. Berangkat dari hal tersebut,
peneliti tertarik membahas penelitian dengan judul “PENGEMBANGAN
BAHAN AJAR PEMBELAJARAN EVALUASI PEMBELAJARAN
BERBASIS RISET PADA MK STATISTIK PENDIDIKAN DI FAKULTAS
ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN UIN RADEN FATAH
PALEMBANG”.
B. Permasalahan
1. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah, diidentifikasi masalah dalam
penelitian ini sebagai berikut.
a. Para mahasiswa masih banyak yang tidak aktif dalam aktivitas
pembelajaran.
b. Materi perkuliahan belum terarah pada spesifikasi terhadap konten
penelitian.
c. Tugas perkuliahan belum maksimal pada aspek konten materi.
d. Hasil belajar mahasiswa dalam mengerjakan tugas (penilaian proses)
belum optimal.
2. Batasan Masalah
Adapun batasan masalah dalam penelitian ini dibatasi pada
pengembangan model ajar meliputi:
a. Model pembelajaran berbasis riset dibatasi pada riset dengan
menggunakan pendekatan penelitian kuantitatif.
b. Materi dibatasi pada: instrumen penilaian kognitif (tes), instrumen
penilaian afektif dan psikomotor (nontes), uji validitas, uji reliabelitas,
teknik penghitungan nilai akhir.
5
c. Produk diuji dengan bentuk uji efektivitas dan hasil belajar.
d. Program studi yang diteliti dibatasi pada dua Prodi saja, yakni PGMI
dan PAI, dengan alasan prodi ini merupakan prodi dengan jumlah
mahasiswa terbanyak di FITK.
3. Rumusan Masalah
Berdasarkan identifikasi dan batasan masalah, rumusan masalah dalam
penelitian ini yaitu sebagai berikut.
a. Bagaimanakah prosedur perancangan Bahan ajar berbasis riset
Evaluasi Pembelajaran pada MK Statistik Pendidikan?
b. Bagaimana validitas penerapan Bahan ajar berbasis riset Evaluasi
Pembelajaran pada MK Statistik Pendidikan?
c. Bagaimanakah kepraktisan penerapan Bahan ajar berbasis riset
Evaluasi Pembelajaran pada MK Statistik Pendidikan?
d. Bagaimanakah efektivitas penerapan Bahan ajar berbasis riset Evaluasi
Pembelajaran pada MK Statistik Pendidikan?
C. Tujuan dan Kegunaan
1. Tujuan Penelitian
a. Membuat perancangan Bahan ajar Evaluasi Pembelajaran berbasis riset
pada MK Statistik Pendidikan.
b. Melaksanakan prosedur operasional Bahan ajar Evaluasi Pembelajaran
berbasis riset pada MK Statistik Pendidikan.
c. Menguji validitas penerapan Bahan ajar berbasis riset Evaluasi
Pembelajaran pada MK Statistik Pendidikan.
d. Menguji kepraktisan penerapan Bahan ajar berbasis riset Evaluasi
Pembelajaran pada MK Statistik Pendidikan.
6
e. Menguji efektivitas penerapan Bahan ajar berbasis riset Evaluasi
Pembelajaran pada MK Statistik Pendidikan.
2. Kegunaan Penelitian
1) Kegunaan Teoretis
a. Memberikan kontribusi yang berdaya guna secara teoritis, metodologis, dan
empiris bagi kepentingan akademis FITK UIN Raden Fatah Palembang
dalam bidang pengkajian pendidikan.
b. Mendorong guru berkembang secara profesional yang dapat memahami
tugasnya sebagai pendidik di kelas dalam memperbaiki pembelajaran
dengan mengetahui berbagai pembelajaran yang inovatif, serta dapat
menyelesaikan permasalahan-permasalahan yang muncul di kelasnya
secara profesional.
2) Kegunaan Praktis
a. Bagi mahasiswa, aktivitas dan hasil belajar yang menjadi subjek
pembelajaran mengalami peningkatan yang signifikan.
b. Bagi guru, guru dapat mendesain, mengimplementasikan dan mengevaluasi
desain pembelajaran berbasis dalam proses pembelajaran.
c. Bagi sekolah, memberikan masukan dan kontribusi yang bermanfaat dalam
upaya peningkatan penelitian di sekolah.
d. Bagi peneliti/pengembang, dapat dijadikan sebagai masukan untuk
melakukan pengembangan lebih lanjut dalam mendesain dan meng evaluasi
desain pembelajaran.
D. Tinjauan Pustaka
1) Fajri Ismail (2015), dengan judul penelitian “Evaluasi Implementasi
Kurikulum FITK UIN Raden Fatah Palembang”, Perbedaan dengan
penelitian yang akan peneliti lakukan adalah pada aspek bahan
7
penelitian, pengembangan penelitian, subjek penelitian, fokus
penelitian dan objek penelitian.
2) Hani Atus Sholikhah (2018), dengan judul penelitian “Pengembangan
Desain Pembelajaran Berbasis Reasoning Analysis pada MK
Metodologi Bahasa Indonesia MI”. Perbedaan dengan penelitian yang
akan peneliti lakukan adalah pada aspek bahan penelitian,
pengembangan penelitian, subjek penelitian, fokus penelitian dan
objek penelitian.
3) Renny Yossep Yusdahniar (2018), dengan judul penelitian
“Pengembangan Model Pembelajaran Problem Based Learning dalam
Menganalisis Drama Berorientasi Karakter untuk Meningkatkan
Kemampuan Berpikir Kritis Peserta Didik Kelas XI MIPA SMAN 4
Bandung Tahun Pelajaran 2017/2018”. Perbedaan dengan penelitian
yang akan peneliti lakukan adalah pada aspek tempat penelitian, subjek
penelitian, fokus penelitian dan metode penelitian.
4) Aquami (2018), dengan judul penelitian “Pengembangan Media
Pembelajaran IPA MI”. Perbedaan dengan penelitian yang akan
peneliti lakukan adalah pada aspek bahan penelitian, pengembangan
penelitian, subjek penelitian, fokus penelitian dan objek penelitian.
8
9
BAB II
HAKIKAT EVALUASI PEMBELAJARAN
A. Pengertian Evaluasi
Evaluasi menurut Griffin & Nix (1991) adalah judgment terhadap nilai
atau implikasi dari hasil pengukuran. Menurut definisi ini hevaluasi selalu
didahului dengan kegiatan pengukuran dan penilaian. Menurut ;Tyler (1950),
Evaluasi adalah proses penentuan sejauh mana tujuan pendidikan telah
tercapai. Evaluasi bukan hanya sebagai kumpulan pencapaian hasilJ lewat
pengukuran, akan tetapi Evaluasi merupakan sebuah proses, di mulai dari
identifikasi outcome dan berakhir kepada keputusan. “Evaluation of pupil
learning requires the use of number of techniques for measuring pupil
achievement... however evaluation is not merely a collection, it’s process... it
begins with the identification of the intended learning outcomes and ends with
a judgment“. (Gronlund and Linn, 1990). Stufflebam dan Shinkfield (1985)
mendefinisikan Evaluasi: “evaluation is the process of delineating, and
providing descriptive and judgmental information about the worth and merit
of some object’s goals, design, implementation, and impact in order to guide
decision making, serve needs for accountability, and promote of the involved
phenomena”.
Evaluasi secara singkat juga dapat didefinisikan sebagai proses
mengumpulkan informasi untuk mengetahui pencapaian belajar kelas atau
kelompok dan kemudian menghasilkan sebuah keputusan. Hasil Evaluasi
diharapkan dapat mendorong guru untuk mengajar lebih baik dan mendorong
peserta didik untuk belajar lebih baik. Jadi, Evaluasi memberikan informasi
bagi kelas dan guru untuk meningkatkan kualitas proses belajar mengajar.
Informasi yang digunakan untuk meng Evaluasi program pembelajaran harus
10
memiliki kesalahan sekecil mungkin karena Evaluasi pada dasarnya adalah
melakukan judgment terhadap hasil penilaian.
Dari beberapa pengertian di atas tentang evaluasi, dapat dipahami
bahwa kegiatan Evaluasi merupakan kegiatan yang lebih kompleks
dibandingkan dengan pengukuran dan penilaian. Evaluasi merupakan kegiatan
yang sangat sistematis dan mencakup pengukuran dan penilaian secara
keseluruhan pada saat di mulainya suatu program pembelajaran sampai
berakhirnya program tersebut. Perbedaan yang paling mendasar antara
pengukuran, penilaian dan Evaluasi adalah Evaluasi berujung kepada
pengambilan keputusan berdasarkan pengukuran dan penilaian.
Dari beberapa uraian di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa hubungan
antara pengukuran (measurement), penilaian (assessment), dan Evaluasi
(evaluation) bersifat hirarkis. Pengukuran membandingkan hasil pengamatan
dengan kriteria angka, penilaian menjelaskan dan menafsirkan hasil
pengukuran, sedangkan Evaluasi adalah penetapan nilai atau implikasi suatu
perilaku yang di dalamnya ada pengambilan keputusan seperti tuntas/tidak
tuntas, naik/tidak naik atau lulus/tidak lulus. Sifat yang hirarkis ini
menunjukkan bahwa setiap kegiatan Evaluasi melibatkan penilaian dan
pengukuran. Penilaian berarti menilai sesuatu, sedangkan menilai itu
mengandung arti mengambil keputusan terhadap sesuatu dengan mendasarkan
diri pada ukuran atau kriteria tertentu, seperti menilai seseorang sebagai orang
yang pandai karena memiliki skor tes inteligensi lebih dari 120, sedangkan
Evaluasi mencakup baik kegiatan pengukuran maupun penilaian.
Perbedaan antara evaluasi, penilaian dan pengukuran dapat dilihat dari
tabel berikut:
11
Nama siswa Skor Nilai Keputusan
Fajri 87 A - Lulus paling
baik
Fahmi 85 B + Lulus amat baik
Fadila 85 B + Lulus amat baik
Hilal 80 B Lulus baik
Mardiah 75 B Lulus baik
Keterangan:
1. Skor merupakan kegiatan pengukuran
2. Kategori A-, B+, dan B merupakan kegiatan penilaian
3. Klasifikasi lulus paling baik, amat baik dan baik merupakan hasil
evaluasi
B. Tujuan Evaluasi
Tylor (Sudaryono: 2012) mengatakan bahwa tujuan Evaluasi ialah untuk
mengembangkan suatu kebijakan yang bertanggungjawab mengenai pendidikan.
Mehrens dan Lehman mengemukakan pendapatnya bahwa tujuan Evaluasi ialah
untuk membantu membuat keputusan. Daryanto (2008), mengatakan bahwa
Evaluasi pendidikan adalah kegiatan yang terjadi di sekolah dimana guru atau
pengelola pengajaran melakukan penilaian dengan maksud apakah usaha yang
dilakukan melalui pengajaran sudah tercapai atau belum. Ini berarti tujuan
Evaluasi mengandung makna membuat keputusan terhadap peserta didik.
Berdasarkan nilai yang diperoleh seorang siswa, dengan adanya evaluasi,
guru dapat menimbang dan memutuskan secara obyektif dan cermat mengenai
hasil belajar siswa tersebut dan apa yang mesti dilakukan apabila peserta didik
12
setelah evaluasi. Dengan demikian, tujuan utama dari Evaluasi hasil belajar adalah
membuat keputusan terhadap anak didik; tuntas atau tidak tuntas, naik atau tidak
naik kelas, lulus atau tidak lulus.
Sudaryono (2012) mengatakan lebih lanjut kaitan antara Evaluasi dan
pengambilan keputusan. Ada beberapa jenis keputusan yang diambil guru
terhadap siswa dengan adanya evaluasi:
1. Keputusan mengenai kelayakan siswa, yaitu keputusan yang berhubungan
dengan siswa, seperti mengenai lulus atau tidaknya siswa tersebut, naik
kelas atau tidak, atau program remedial bagi siswa yang belum berhasil.
2. Keputusan bersifat prediksi, nasihat yang dilakukan oleh seorang guru
dalam ukuran atau kuantitatif. Biasanya laporan yang diberikan kepada
orangtua siswa dalam bentuk buku rapor yang berisi nilai yang diperoleh
siswa selama mengikuti kegiatan belajar mengajar.
3. Keputusan mengenai penempatan, yaitu guru harus menentukan jurusan
studi yang akan dimasuki oleh seorang siswa, apakah ia akan masuk ke
jurusan IPA, IPS atau jurusan lainnya.
4. Keputusan untuk menetapkan bagian-bagian mana dari suatu proses
pembelajaran yang perlu diperbaiki, yang dalam hal ini seorang guru harus
betul-betul cermat dalam menentukan apakah tujuan pelajaran harus
diperbaiki, apakah materi perlu disederhanakan, apakah proses belajar
harus diubah, apakah alat Evaluasi yang digunakan harus diubah pula, dan
sebagainya.
Di dalam Kurikulum 1975 (Buku III B - tentang Pedoman Penilaian),
dapat dibaca bahwa tujuan atau fungsi Evaluasi belajar siswa di sekolah pada
dasarnya dapat digolongkan ke dalam 4 (empat) kategori yaitu:
13
1. Untuk memberi umpan balik (feedback) kepada guru, sebagai dasar untuk
memperbaiki proses belajar mengajar dan mengadakan revisi program dan
remedial program bagi siswa.
2. Untuk menentukan angka kemajuan atau hasil belajar masing-masing
siswa, yang antara lain diperlukan untuk memberikan laporan kepada para
orang tua siswa, penetapan kenaikan kelas, dan penentuan lulus tidaknya
siswa.
3. Untuk menempatkan siswa dalam situasi belajar mengajar yang tepat
(misalnya dalam penentuan jurusan) sesuai dengan tingkat kemampuan
dan atau karakteristik lain yang dimiliki siswa.
4. Untuk mengenal latar belakang (psikologi, fisik, dan lingkungan) siswa
yang mengalami kesulitan-kesulitan belajar. Yang hasilnya dapat dipakai
sebagai dasar untuk memecahkan kesulitan-kesulitan tersebut.
C. Fungsi Evaluasi
Anas Sudjiono (2011) mengatakan tentang fungsi Evaluasi secara umum.
Evaluasi sebagai suatu tindakan atau proses didaktik setidak-tidaknya memiliki
lima macam fungsi pokok yaitu (a) diagnosa, (b) memberikan informasi, (c) bahan
penetapan status peserta didik (d) pedoman dan (e) menjadi petunjuk ketercapaian
program. Adapun secara khusus, fungsi Evaluasi di bidang pendidikan dapat
dilihat dari tiga segi, yaitu (a) segi psikologis, (b) segi pedagogis-didaktik, dan (c)
segi administratif.
1. Diagnosa
Fungsi dari Evaluasi adalah mendiagnosa atau memeriksa pada bagian-
bagian mana para peserta didik mengalami kesulitan dalam mengikuti proses
pembelajaran, untuk selanjutnya dapat dicari dan ditemukan jalan keluar atau
cara-cara pemecahannya.
14
2. Memberikan informasi penempatan (placement)
Dalam hubungan ini, Evaluasi sangat diperlukan untuk dapat menentukan
secara pasti, pada kelompok manakah kiranya seorang peserta didik seharusnya
ditempatkan. Dengan kata lain: Evaluasi pendidikan berfungsi menempatkan
peserta didik menurut kelompoknya masing-masing; misalnya: kelompok atas
(cerdas), Kelompok tengah (rata-rata), dan kelompok bawah (lemah). Jadi di sini
Evaluasi memiliki fungsi placement (penempatan).
3. Bahan penetapan status peserta didik (seleksi)
Dalam hubungan ini, Evaluasi pendidikan dilakukan untuk menetapkan
apakah seorang peserta didik dapat dinyatakan lulus atau tidak lulus, naik kelas
ataukah tinggal kelas, dapat diterima pada jurusan tertentu atau tidak, dapat
diberikan beasiswa ataukah tidak. Dengan demikian, Evaluasi memiliki fungsi
selektif.
4. Sebagai pedoman
Berlandaskan pada hasil evaluasi, pendidik dimungkinkan untuk dapat
memberikan petunjuk dan bimbingan kepada para peserta didik; misalnya:
tentang bagaimana cara belajar yang baik, cara mengatur waktu belajar, cara
membaca dan mendalami buku pelajaran dan sebagainya, sehingga kesulitan-
kesulitan yang dihadapi oleh para peserta didik dalam proses pebelajaran dapat
diatasi dengan sebaik-baiknya. Dalam keadaan seperti ini, Evaluasi memiliki
fungsi sebagai bimbingan.
5. Petunjuk ketercapaian program
Di sini Evaluasi dikatakan memiliki fungsi instruksional, yaitu melakukan
perbandingan antara Tujuan Instruksional Khusus (TIK) yang telah ditentukan
masing-masing mata pelajaran dengan hasil-hasil belajar yang telah dicapai oleh
peserta didik bagi masing-masing mata pelajaran tersebut, dalam jangka waktu
yang telah ditentukan.
15
BAB III
KONSEP PENILAIAN DAN PENYUSUNAN INSTRUMEN TES
Secara umum yang dimaksud dengan instrumen adalah suatu alat yang
memenuhi persyaratan akademis sehingga dapat dipergunakan sebagai alat
dalam mengukur suatu obyek ukur atau mengumpulkan data mengenai suatu
variabel (Djaali dan Pudji: 2011). Ini berarti, dalam bidang pendidikan,
instrumen hasil belajar merupakan alat yang telah memiliki standar yang
digunakan untuk mengukur obyek dalam dunia pendidikan di antaranya hasil
belajar.
Di dalam evaluasi pendidikan, instrumen hasil belajar pada dasarnya
instrumen terbagi dua yaitu pertama tes dan kedua non tes:
A. Tes
1. Pengertian Tes
Tes berasal dari kata “testum” dari bahasa Perancis yang berarti piring
untuk menyisihkan logam mulia dari material lain seperti pasir, batu, tanah,
dan sebagainya. Istilah itu kemudian diadopsi dalam psikologi dan pendidikan
untuk menjelaskan sebuah alat yang digunakan untuk melihat anak-anak yang
merupakan “logam mulia” di antara anak yang lain.
Menurut Webster’s Collegiate, tes adalah serangkaian pertanyaan atau
latihan atau alat lain yang digunakan untuk mengukur keterampilan,
pengetahuan, intelegensia, kemampuan atau bakat yang dimiliki oleh individu
atau kelompok (Arikunto, 1995). Cronbach (1984) mendefinisikan tes sebagai
“a systematic procedure for observing a person’s behavior and describing it
with the aid of a numerical scale or category system”. Dengan demikian, tes
merupakan prosedur sistematis. Butir-butir tes disusun menurut cara dan
aturan tertentu, prosedur administrasi dan pemberian angka (scoring) harus
16
jelas dan spesifik, dan setiap orang yang mengambil tes harus mendapat butir-
butir yang sama dan dalam kondisi yang sebanding. Tes berisi sampel perilaku.
Populasi butir tes yang bisa dibuat dari suatu materi tidak terhingga jumlahnya.
Keseluruhan butir itu mustahil dapat seluruhnya tercakup dalam tes.
Kelayakan tes lebih tergantung kepada sejauh mana butir-butir di dalam tes
mewakili secara representatif kawasan (domain) perilaku yang diukur. Butir-
butir tes menghendaki subjek agar menunjukkan apa yang diketahui atau apa
yang dipelajari subjek dengan cara menjawab butir-butir atau mengerjakan
tugas yang dikehendaki oleh tes. Respon subjek atas tes merupakan perilaku
yang ingin diketahui dari penyelenggaraan tes.
Di dalam kelas, tes merupakan salah satu alat evaluasi untuk menggali
informasi tentang sejauhmana penguasaan anak terhadap suatu materi
(mastering test). Tes diadministrasikan untuk mengetahui performansi
maksimum (Cronbach dalam Azwar). Tes hasil belajar adalah suatu prosedur
sistematik untuk mengetahui jumlah bahan yang dipelajari oleh seorang siswa
(Gronlund,1981). Jadi, tes berfungsi sebagai “alat timbang” untuk mengetahui
“bobot” kemampuan yang dimiliki anak.
Tes dapat dikelompokkan dalam beberapa kategori. Berdasarkan
bentuk pertanyaannya, tes dapat berbentuk objektif dan esai (Gronlund, 1981;
Gronlund dan Linn, 1985; Popham, 1981; Nurkancana dan Sumartana, 1986;
Arikunto, 1995; Subino, 1987). Tes objektif terdiri dari menjodohkan, pilihan
ganda dan benar salah, sedangkan tes subjektif (esai) seperti tes uraian bebas
dan tes uraian terbatas.
Ditinjau dari segi kegunaan, Arikunto (2012) membaginya kepada tiga
kegunaan yaitu;
1. Tes diagnostik yaitu tes yang digunakan untuk mengetahui kelemahan-
kelemahan dan kesulitan yang dihadapi siswa dalam belajar dan
kemudian mencari solusi dalam mengatasi kesulitan tersebut.
17
2. Tes formatif adalah tes yang dilakukan dalam selang waktu pendek
yang berguna dalam memberikan umpan balik (Djaali dan Pudji, 2011).
Tes ini biasanya dilakukan di tengah-tengah perjalanan sebuah program
pebelajaran, yaitu dilaksanakan setiap kali satuan pelajaran atau sub
pokok dapat diselesaikan.
3. Tes sumatif yaitu tes yang menentukan keberhasilan seorang siswa
dalam menempuh pelajaran atau sekumpulan materi pelajaran. Tes ini
seyogyanya dilakukan secara tertulis agar semua siswa memeroleh soal
yang sama. Ujian kenaikan kelas dan Ujian Nasional (UN) merupakan
contoh tes sumatif.
Ditinjau dari dari segi penyusunannya tes hasil belajar dibedakan atas
tiga jenis yaitu (Wayan dan Sunartana: 1990):
1. Tes buatan guru, yaitu tes yang disusun sendiri oleh guru yang akan
menggunakan tes tersebut
2. Tes buatan orang lain yang tidak distandardisasikan namun dianggap
cukup baik untuk dijadikan alat tes.
3. Tes yang telah terstandardisasi yaitu tes yang telah mengikuti uji tes
hasil belajar di antaranya telah lulus uji validitas dan reliabilitas, dan
berdasarkan percobaan-percobaan terhadap sampel yang cukup luas
dan representatif.
Suharsimi Arikunto (2012), menyebutkan perbedaan yang mendasar
antara tes standar dan tes buatan guru:
No Tes Standar Tes Buatan
1 Didasarkan atas bahan dan tujuan
umum dari sekolah-sekolah di
seluruh Negara
Didasarkan atas bahan dan tujua
khusus yang dirumuskan oleh guru
untuk kelasnya sendiri
18
2 Mencakup aspek yang luas dan
pengetahuan atau keterampilan
dengan hanya sedikit butir tes
untuk setiap keterampilan atau
topik.
Dapat terjadi hanya mencakup
pengetahuan dan keterampilan yang
sempit
3 Disusun dengan kelengkapan staf
profesor, pembahas, editor, butir
tes
Biasanya disusun sendiri oleh guru
dengan sedikit atau tanpa bantuan
orang lain/tenaga ahli
4 Menggunakan butir-butir tes yang
sudah diujicobakan (try out),
dianalisis dan direvisi sebelum
menjadi sebuah tes
Sangat jarang menggunakan butir-
butir tes yang sudah diujicobakan,
dianalaisis dan direvisi
5 Mempunyai reliabilitas tinggi Mempunyai reliabilitas sedang atau
rendah
6 Dimungkinkan menggunakan
penilaian norma untuk seluruh
Negara
Norma kelompok terbatas kelas
tertentu
2. Prosedur Membuat Tes
Untuk membuat tes yang berkualitas, diperlukan langkah-langkah
dalam membuat tes tersebut (Djaali dan Pudji: 2012):
a. Menetapkan Tujuan Tes
Tes prestasi belajar dapat dibuat untuk bermacam-macam tujuan,
seperti:
Pertama, tes yang bertujuan untuk mengadakan Ujian Nasional (UN)
atau ujian lain yang sejenis dengan UN. Kedua, tes yang bertujuan untuk
19
mengadakan seleksi, misalnya untuk ujian saringan masuk perguruan tinggi
atau untuk menentukan penerima beasiswa bagi murid yang berbakat. Ketiga,
tes yang bertujuan untuk mendiagnosis kesulitan belajar murid, yang dikenal
dengan sebutan tes diagnostik.
Untuk UN diperlukan tes yang terdiri atas butir-butir yang mudah
sampai dengan yang sukar. UN merupakan Mastery Test. Dari hasil UN dapat
dilihat mastery level murid, yakni sejauh mana ia mengusai suatu bidang studi.
Untuk tujuan seleksi dibutuhkan tes dengan butir-butir soal yang tingkat
kesukarannya disesuaikan dengan proporsi antara yang akan diterima dengan
pelamar. Tingkat kesukaran soal akan lebih tinggi jika calon yang akan
diseleksi cukup banyak. Biasanya diambil butir-butir soal yang tingkat
kasukarannya di atas rata-rata (kalau butir-butir soal itu diambil dari soal-soal
UN).
Untuk Tes diagnostik, soal-soalnya harus berbentuk uraian, karena soal
bentuk obyektif tidak mempunyai fungsi diagnostik. Artinya seorang siswa
yang menjawab salah satu soal bentuk obyektif tidak dapat diketahui mengapa
ia menjawab salah, sedangkan melalui tes bentuk uraian kita dapat menelusuri
jawaban siswa untuk mengetahui mengapa seseorang mejawab salah, atau
bagian mana kesulitan siswa, sehingga dia menjawab salah soal tersebut.
Hal lain yang juga perlu diperhatikan adalah bahwa untuk tes
diagnostik, butir-butir soal harus dinilai menurut pokok bahasan atau sub
pokok bahasan. Sebagai contoh sebuah tes berhitung dengan 60 butir soal,
terdiri atas penjumlahan 15 soal, pengurangan 15 soal, perkalian 15 soal, dan
pembagian 15 soal. Siswa A dapat menjawab semua soal tentang penjumlahan
dan pengurangan, tapi untuk perkalian, hanya mampu menyelesaikan dengan
benar 6 soal, sedangkan untuk pembagian ia gagal total. Skor akhir yang ia
peroleh adalah 6. Kalau dilihat dari nilai tersebut, maka si anak itu dapat naik
20
kelas. Padahal ia akan gagal lagi di kelas-kelas yang lebih tinggi karena justru
di sana sangat ditekankan pengetahuan tentang perkalian dan pembagian.
Siswa akhirnya tidak bisa naik terus setelah dua kali mengulang di kelas yang
sama, ia dikeluarkan dari sekolah. Sungguh fatal sekali. Jumlah drop-out
bertambah hanya karena tidak ada diagnosis. Jadi kalau tes tersebut dibuat
untuk diagnostik, maka bukan nilai akhir itu yang diperhatikan, melainkan
nilai pada setiap pokok bahasan.
Dengan demikian, dapat dibuat remedial teaching untuk memberikan
pengetahuan dan pemahaman mengenai perkalian dan pembagian. Anak itu
dapat tertolong dari keadaan fatal tadi. Oleh karena itu, penyusunan soal-soal
tes harus disesuaikan dengan tujuan tes yang akan diselenggarakan.
b. Analisis Kurikulum
Analisis kurikulum bertujuan untuk menentukan bobot setiap pokok
bahasan yang akan dijadikan dasar dalam menentukan jumlah item atau butir
soal untuk setiap pokok bahasan soal obyektif atau bobot soal untuk bentuk
uraian, dalam membuat kisi-kisi tes. Menentukan bobot untuk setiap pokok
bahasan tersebut dilakukan berdasarkan jumlah jam pertemuan yang tercantum
dalam kurikulum.
c. Analisis buku pelajaran dan sumber dari materi belajar lainnya.
Analisis buku pelajaran dan sumber materi belajar lainnya mempunyai
tujuan yang sama dengan analisis kurikulum, yaitu menentukan bobot setiap
pokok bahasan. Akan tetapi, dalam analisis buku pelajaran menentukan bobot
setiap pokok bahasan berdasarkan jumlah halaman materi yang termuat dalam
buku pelajaran atau sumber materi belajarlainnya. Tes yang akan disusun
diharapkan dapat mencakup seluruh construct atau content (populasi materi)
yang diajarkan. Untuk itu, kedua langkah yang disebutkan tersebut sangat
21
diperlukan untuk memperkecil eror dalam memilih sampel soal. Hal ini
penting karena apabila soal tidak disampel akan menghasilkan beratus-ratus
soal pada tiap bidang studi untuk mewakili populasi materi yang pernah
diajarkan. Hal ini sangat sulit dilakukan mengingat waktu yang dibutuhkan
peserta tes dalam menyelesaikan tes dengan butir soal sebanyak itu terlalu
lama. Untuk dapat memilih sampel yang tepat diperlukan (a) analisis
kurikulum, dan (b) analisis buku pelajaran dan sumber materi belajar lainnya.
d. Membuat kisi-kisi
Manfaat kisi-kisi adalah untuk menjamin sampel soal yang baik, dalam
arti mencakup semua pokok bahasan secara proporsional. Agar item-item atau
butir-butir tes mencakup keseluruhan materi (pokok bahasan atau sub pokok
bahasan) secara proporsional, maka sebelum menulis butir-butir tes terlebih
dahulu kita harus membuat kisi-kisi sebagai pedoman. Sebuah kisi-kisi
memuat jumlah butir yang harus dibuat untuk setiap bentuk soal dan setiap
pokok bahasan serta untuk setiap aspek kemampuan yang hendak diukur.
5. Penulisan Tujuan Instruksional Khusus (TIK)
Penulisan TIK harus sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan.
TIK harus mencerminkan tingkah laku siswa, oleh karena itu harus dirumuskan
secara operasional dan secara teknis menggunakan kata-kata operasional.
e. Penulisan Soal
Setelah kisi-kisi dalam dalam bentuk tabel spesifikasi telah tersedia,
maka kita akan membuat butir-butir soal atau item-item tes. Banyaknya butir
yang harus dibuat untuk setiap bentuk soal dan untuk setiap pokok bahasan,
serta untuk setiap aspek kemampuan yang hendak diukur harus disesuaikan
dengan yang tercantum dalam kisi-kisi. Ada beberapa petunjuk yang perlu
22
diperhatikan dalam membuat butir-butir soal atau item-item tes (khususnya tes
matematika sebagai contoh), yaitu:
1) Soal yang dibuat harus valid (validitas konstruk) dalam arti mampu
mengukur tercapai tidaknya tujuan yang telah dirumuskan.
2) Soal yang dibuat harus dapat dikerjakan dengan menggunakan satu
kemampuan spesifik, tanpa dipengaruhi oleh kemampuan lain yang
tidak relevan. Oleh karena itu, soal matematika yang dibuat harus
menggunakan bahasa yang sederhana dan mudah dimengerti, sehingga
tidak menimbulkan salah tafsir atau tafsiran ganda.
3) Soal yang dibuat harus terlebih dahulu dikerjakan atau diselesaikan
dengan langkah-langkah lengkap sebelum digunakan pada tes yang
sesungguhnya. Untuk soal bentuk uraian, dari penyelesaian dengan
langkah-langkah lengkap tersebut dapat dikembangkan pedoman
penilaian untuk setiap soal.
4) Dalam membuat soal matematika, hindari sejauh mungkin kesalahan-
kesalahan ketik betapapun kecilnya, karena hal itu akan mempengaruhi
validitas soal.
5) Tetapkan sejak awal aspek kemampuan yang hendak diukur untuk
setiap soal matematika yang dibuat.
6) Berikan petunjuk mengerjakan soal secara lengkap dan jelas untuk
setiap bentuk soal matematika dalam suatu tes.
f. Reproduksi tes terbatas
Tes yang sudah dibuat (sudah jadi) diperbanyak dalam jumlah yang
cukup menurut jumlah sampel uji–coba atau jumlah peserta yang akan
mengerjakan tes tersebut dalam suatu kegiatan uji-coba tes.
23
g. Uji-coba Tes
Tes yang sudah dibuat dan sudah direproduksi atau diperbanyak itu
akan diuji-cobakan pada sejumlah sampel yang telah ditentukan. Sampel uji
coba harus mempunyai karakteristik yang kurang lebih sama dengan
karakteristik peserta tes yang sesungguhnya. Untuk itu, cara penentuan sampel
yang harus dilakukan dengan menggunakan metode yang tepat dan disesuaikan
dengan tujuan uji-coba.
h. Analisis hasil uji coba
Berdasarkan data hasil uji coba dilakukan analisis, terutama analisis
butir soal yang meliputi validitas butir, tingkat kesukaran, dan fungsi
pengecoh. Berdasarkan validitas butir soal tersebut diadakan seleksi soal
dengan menggunakan kriteria (kriteria validitas) tertentu. Soal-soal yang tidak
valid akan di drop dan soal-soal yang valid akan ditetapkan untuk dipakai atau
dirakit menjadi suatu tes yang valid. Untuk memberikan gambaran mengenai
kualitas tes tersebut secara empirik dihitung reliabilitasnya.
i. Revisi soal
Soal-soal yang valid berdasarkan kriteria validitas empirik
dikonfirmasikan dengan kisi-kisi. Apabila soal-soal tersebut sudah memenuhi
syarat dan telah mewakili semua materi yang akan diujikan, soal-soal tersebut
selanjutnya dirakit menjadi sebuah tes, tetapi apabila soal-soal yang valid
belum memenuhi syarat berdasarkan hasil konfirmasi dengan kisi-kisi, dapat
dilakukan perbaikan terhadap beberapa soal yang diperlukan atau dapat disebut
sebut sebagai revisi soal.
24
j. Merakit soal menjadi tes
Soal-soal yang valid dan telah mencerminkan semua pokok bahasan
serta aspek kemampuan yang hendak diukur dapat dirakit menjadi sebuah tes
yang valid. Urutan soal dalam suatu tes pada umumnya dilakukan menurut
tingkat kesukaran soal, yaitu dari soal yang mudah sampai soal yang sulit.
B. Non tes
Anas Sudiyono (2011) mengatakan bahwa teknik tes bukanlah satu-
satunya teknik untuk melakukan evaluasi hasil belajar, sebab masih ada teknik
lain yang digunakan untuk mengukur hasil belajar yaitu teknik non tes. Teknik
ini digunakan untuk mengevaluasi hasil belajar peserta didik tanpa menguji
peserta didik, melainkan dengan melakukan pengamatan dengan cara
sebagaimana yang dibahas di atas yaitu dengan menggunakan beberapa teknik
non tes. Dengan kata lain, teknik non tes ini digunakan untuk mengevaluasi
hasil belajar peserta didik dari segi ranah sikap hidup (affective domain) dan
ranah keterampilan (psychomotoric domain), sedangkan teknik tes digunakan
untuk mengevaluasi peserta didik dari segi ranah berpikir (cognitive domain).
Alat penilaian non-test yang digunakan untuk menilai ranah afektif di
antaranya adalah observasi (baik dengan cara langsung, tak langsung, maupun
partisipasi), wawancara (terstruktur atau bebas), angket (tertutup atau terbuka),
sosiometri, checklist, concept map, portfolio, student journal, pertanyaan-
pertanyaan, dan sebagainya.
Dalam penulisan soal pada instrument non-tes, penulis butir soal harus
memperhatikan ketentuan/kaidah penulisannya. Kaidahnya adalah seperti
berikut ini (Sudaryono, dkk: 2012):
25
1. Materi
a. Pernyataan harus sesuai dengan rumusan indikator dalam kisi-kisi.
b. Aspek yang diukur pada setiap pernyataan sudah sesuai dengan tuntutan
dalam kisi-kisi (misal untuk tes sikap; aspek kognisi afeksi atau
konasinya dan pernyataan positif atau negatifnya).
2. Kontruksi
a. Pernyataan dirumuskan dengan singkat (tidak melebihi 20 kata) dan
jelas.
b. Kalimatnya bebas dari pernyataan yang tidak relevan objek yang
dipersoalkan atau kalimatnya merupakan pernyataan yang diperlukan
saja.
c. Kalimatnya bebas dari pernyataan yang besifat negatif ganda.
d. Kalimatnya bebas dari pernyataan yang mengacu pada masa lalu.
e. Kalimatnya bebas dari pernyataan dapat diinterpretasikan sebagai
fakta.
f. Kalimatnya bebas dari pernyataan yang dapat diinterpretasikan lebih
dari satu cara.
g. Kalimatnya bebas dari pernyataan yang mungkin disetujui atau
dikosongkan oleh hampir semua responden.
h. Setiap pernyataan hanya berisi satu gagasan secara lengkap.
i. Kalimatnya bebas dari pernyataan yang tidak pasti seperti semua,
selalu, kadang-kadang, tidak satupun, tidak pernah.
j. Jangan banyak mempergunakan kata hanya, sekedar, semata-mata.
gunakanlah seperlunya.
3. Bahasa budaya
a. Bahasa soal harus komunikatif dan sesuai dengan jenjang pendidikan
peserta didik atau responden.
26
b. Soal harus menggunakan bahasa Indonesia baku.
c. Soal tidak menggunakan bahasa yang berlaku setempat/tabu.
Kaidah-kaidah penulisan tersebut secara lengkap dijelaskan disertai
contoh-contoh dalam pelajaran matematika sebagai berikut:
1. Hindari menulis pernyataan yang membicarakan kejadian yang lalu
kecuali jika objek sikapnya berkaitan dengan masa lalu.
Contoh yang kurang baik: Dulu ketika di sekolah dasar, saya
menghindari pelajaran matematika. Jika dulu menghindari pelajaran
matematika tidak secara otomatis akan menggambarkan sikap
sekarang. Interaksi dalam pembelajaran dan interaksi sosial antara
manusia secara umum sangat berpontensi untuk mempengaruhi dan
mengubah sikap seseorang. Sikap bukan merupakan aspek psikologi
yang stabil dalam waktu yang lama. Karena itu, pengukuran sikap
hamper selalu ditunjukkan untuk mengungkapkan sikap terhadap objek
psikologi masa sekarang. Pernyataan tersebut akan lebih baik jika
ditulis menjadi “saya menghindari pelajaran matematika”.
2. Hindari menulis pernyataan berupa fakta atau dapat ditafsirkan sebagai
fakta.
Contoh kurang baik: 1) matematika merupakan pelajaran tentang
angka; 2) matematika merupakan salah satu pelajaran di SMA; dan 3)
matematika adalah salah satu pelajaran yang sulit bagi peserta didik
pada umumnya. Ketiga pernyataan ini merupakan fakta atau kenyataan.
Setiap orang akan mendukung pernyataan seperti ini. Apa yang
terungkap bukanlah sikap terhadap matematika melainkan
pengetahuannya tentang objek tersebut. Pernyataan yang berisi fakta
tidak akan dapat memberikan informasi kepada kita mengenai
bagaimana sikap responden yang sebenarnya. Pernyataan–pernyataan
27
tersebut akan lebih baik jika ditulis sebagai berikut: 1) pelajaran tentang
angka menarik untuk dipelajari; 2) kendatipun matematika merupakan
pelajaran wajib, saya tetap menghindarinyan; dan 3) Matematika
merupakan mata pelajaran yang sulit dipahami.
3. Hindari menulis penyataan yang bermakna ganda.
Contoh kurang baik; saya membeli buku matematika hanya jika
diwajibkan oleh guru. Pernyataan ini akan menimbulkan penafsiran
yang berbeda bagi responden. Guru mungkin bermaksud menuliskan
pernyataan negatif terkait sikap terhadap matematika. Bagi peserta
didik yang berasal dari keluarga mampu, pernyataan tersebut benar
akan berfungsi sebagai pernyataan negatif sebab jika mereka memiliki
sikap positif dan berbakat terhadap mata pelajaran matematika maka
mereka akan membeli buku matematika kapan pun jika mereka mau.
Sebaliknya, yang berasal dari keluarga yang ekonominya pas-pasan,
pernyataan tersebut akan berfungsi sebagai pernyataan positif, sebab
kendatipun mereka memiliki sikap positif dan berbakat, namun tetap
akan kesulitan untuk membeli buku matematika, kecuali jika
diwajibkan oleh guru. Pernyataan tersebut akan lebih baik jika
diperbaiki menjadi; saya tidak ingin membeli buku matematika.
4. Hindari menulis pernyataan yang tidak relevan dengan objeknya.
Contoh kurang baik; 1) Indonesia sangat ketinggalan dalam bidang
matematika; dan 2) setiap ke sekolah saya membawa buku matematika.
Pernyataan pertama tidak mempunyai kaitan dengan sikap terhadap
matematika. Benar bahwa bangsa Indonesia sangat ketinggalan dalam
bidang matematika dibanding negara-negara lain, namun peserta didik
yang setuju atau tidak setuju terhadap pernyataan ini tidak dapat
28
menggambarkan sikapnya terhadap matematika. Peserta didik yang
setuju bahwa Indonesia sangat ketinggalan dalam bidang matematika
sehingga perlu adanya upaya perbaikan dalam pembelajaran
matematika, belum tentu akan bersikap positif terhadap pelajaran
matematika. Sama halnya dengan pernyataan kedua, juga tidak
mempunyai kaitan dengan sikap terhadap matematika. Jika seandainya
peserta didik setuju bahwa setiap ke sekolah membawa buku
matematika maka mungkin saja setiap hari ada pelajaran tambahan
tentang matematika atau mungkin pula buku itu tidak pernah
dikeluarkan dari tas sekolahnya sehingga setiap hari harus selalu
terbawa ke sekolah. Sedangkan peserta didik yang tidak setuju juga
tidak otomatis langsung dimaknai memiliki sikap negatif terhadap
matematika, sebab sangat mungkin bagi peserta didik untuk membawa
buku pelajaran tertentu jika dalam jadwalnya tidak ada pelajaran itu.
Kedua pernyataan ini tidak akan lebih baik jika ditulis lebih spesifik.
Contoh lebih baik: 1) saya merasa ketinggalan dalam pelajaran
matematika; dan 2) setiap ada pelajaran matematika saya membawa
buku-buku yang diperlukan.
5. Hindari menulis pernyataan yang memungkinkan untuk disetujui oleh
hampir semua peserta atau bahkan hampir tidak seorang pun peserta
didik yang akan menyetujuinya.
Contoh kurang baikl; 1) peserta didik yang nilai ulangan
matematikanya rendah harus diberi remedial; 2) peserta didik yang
nilai ulangan matematikanya baik harus diberi pengayaan. Jika
pernyataan seperti ini dimaksudkan sebagai pengungkap sikap
terhadap mata pelajaran matematika maka sangat mungkin untuk
disetujui oleh semua peserta didik. Sehingga pernyataan-pernyataan ini
29
tidak akan banyak menolong dalam mengukur sikap. Kedua pernyataan
tersebut harus dirumuskan kembali agar lebih relevan dalam
mengungkap sikap peserta didik. Contoh lebih baik; 1) pengajaran
remedial tidak dapat membuat saya untuk memahami pelajaran
matematika; dan 2) saya tertarik untuk mengikuti pengayaan mata
pelajaran matematika.
6. Setiap pernyataan harus berisi hanya satu gagasan lengkap
Contoh kurang baik; matematika adalah pelajaran yang sulit dan
sekaligus membosankan. Pernyataan ini mengandung dua gagasan
yaitu “matematika adalah pelajaran yang sulit” dan matematika adalah
pelajaran yang membosankan”. Kendatipun kedua pernyataan ini
relevan untuk mengungkap sikap peserta didik terhadap mata pelajaran
matematika, namun dua gagasan yang digabung dalam satu pernyataan
mungkin mempunyai derajat afeksi yang berbeda tingkatannya.
Seorang peserta didik mungkin akan menyatakan sangat setuju dengan
pernyataan pertama, namun akan menyatakan tidak setuju dengan
pernyataan kedua. Perbaikan yang dapat dilakukan adalah memisahkan
kedua gagasan tersebut masing-masing dalam pernyataan yang
berbeda. Pernyataan tersebut harus dirumuskan kembali agar lebih
relevan dalam mengungkap sikap peserta didik contoh lebih baik; 1)
matematika adalah pelajaran yang sulit; dan 2) matematika adalah
pelajaran yang membosankan.
7. Hindari penggunaan kata atau istilah yang mungkin tidak dapat
dimengerti oleh responden
Contoh kurang baik; kendatipun diberi umpan balik tetap tidak akan
meninggalkan motivasi saya dalam belajar matematika. Tampaknya
30
tidak sukar memahami kalimat dalam pernyataan seperti ini, namun
apakah responden dapat memahami kalimat tersebut sebagaimana yang
diinginkan penulis pernyataan. Hal ini akan sangat bergantung pada
keadaan responden yang akan meresponnya. Sebagian peserta didik
mungkin akan memahami maksud kata umpan balik dan motivasi akan
tetapi bagi kebanyakan peserta didik mungkin kata umpan balik dan
motivasi tidak memberi gambaran apapun, juga mungkin mereka tidak
mengenalnya dalam percakapan sehari-hari. Contoh lebih baik; diberi
hadiah pun tetap akan meningkatkan kemampuan saya dalam belajar
matematika.
8. Hindari menulis pernyataan yang berisi kata negatif ganda
Contoh kurang baik; tidak membuat jadwal belajar matematika di
rumah bukan merupakan cara belajar yang baik. Kata “tidak” dan
“bukan” merupakan kata negatif yang dalam banyak hal dapat
membingungkan pembaca. Jika yang dimaksudkan hendak menulis
peryataan positif terhadap belajar matematika, maka kata “tidak” dan “
bukan ” dalam penyataan itu dapat dihilangkan sama sekali tanpa
mengubah kalimatnya. Contoh lebih baik; membuat jadwal belajar
matematika di rumah merupakan cara belajar baik.
9. Hindari menulis pernyataan yang akan disetujui karena isinya
menggambarkan sesuatu yang dianggap sudah semestinya.
Contoh kurang baik; setiap peserta didik SMA harus belajar
matematika. Lepas dari apakah peserta didik setuju atau tidak setuju
(bersikap positif atau negatif) peserta didik cenderung akan menyetujui
penyataan seperti ini karena pelajaran matematika merupakan bagaian
dari kurikulum yang harus dipelajari setiap peserta didik SMA. Dengan
31
demikian, pernyataan ini tidak dapat berfungsi sebagaimana
seharusnya dan tidak ada gunanya pengukuran sikap.
10. Hindari pernyataan–pernyataan yang diperkirakan mencakup
keseluruhan skala afektif yang diinginkan
Masing-masing pernyataan mempunyai derajat afektif yang berbeda-
beda. Ada pernyataan yang mempunyai derajat afektif yang dalam
sehingga dapat mengungkap intensitas sikap yang dalam pula, ada
pernyataan yang mempunyai derajat afektif yang dangkal sehingga
hanya mengungkap intensitas sikap dangkal pula. Untuk skala sikap
secara keseluruhan, hendaknya terdiri atas beberapa derajat afektif
yang bertingkat sehingga ada penyataannya yang dapat mengungkap
intensitas sikap yang dalam dan pernyataan yang dibuat hanya untuk
mengungkap intensitas sikap yang sederhana. Dengan demikian, maka
akan diperoleh cakupan afektif yang luas. Contoh pernyataan yang
mempunyai derajat afektif yang dalam; Saya rajin belajar matematika.
Saya tidak enak makan jika PR matematika belum tuntas. Saya bercita-
cita menjadi ahli matematika. Ketiga pernyataan ini mempunyai
derajat afektif yang dalam. Jika seorang peserta didik rajin belajar
matematika, tidak enak makan jika belum menyelesaikan PR
matematika, atau dia bercita-cita menjadi seorang ahli matematika
maka sudah dipastikan bahwa peserta didik tersebut bersikap positif
dan berbakat terhadap pelajaran matematika.
11. Setiap pernyataan hendaknya ditulis ringkas tidak lebih dari 20 kata dan
hindari kata-kata yang tidak diperlukan serta tidak memperjelas isi
pernyataan
32
Contoh kurang baik; bagaimanapun saya belajar matematika tetap tidak
akan meninggalkan hasil belajar saya karena menurut saya pelajaran
matematika sangat sulit dan juga terkadang dalam kondisi tertentu
sangat membosankan. Pernyataan ini mengandung lebih dari 20 kata
dan menggunakan sejumlah kata-kata yang seharusnya tidak perlu
digunakan. Kalimat yang digunakan panjang dan berbelit-belit
sehingga sulit ditafsirkan. Butir ini akan lebih baik jika di pecah
menjadi beberapa pernyataan. Contoh lebih baik; kendatipun belajar
sungguh-sungguh hasil belajar matematika saya tetap tidak meningkat.
Saya benci pelajaran matematika. Belajar matematika terasa
membosankan.
12. Pernyataan yang berisi unsur-unsur yang bersifat umum, misalnya:
tidak pernah, semuanya, selalu, tidak seorangpun, dan semacamnya,
seringkali menimbulkan penafsiran yang berbeda-beda sehingga
sedapat mungkin dihindari
Contoh kurang baik; 1) saya sama sekali tidak pernah membayangkan
untuk menjadi ahli matematika; 2) semua hal yang berhubungan
dengan matematika terasa menarik; dan 3) setiap kali guru mengajar
matematika di kelas selalu terasa membosankan. Pernyataan-
pernyataan ini menggunakan kata-kata yang bersifat universal sehingga
berpeluang untuk menimbulkan penafsiran ganda. Penyataan-
pernyataan tersebut akan lebih baik jika ditulis sebagai berikut: contoh
lebih baik; 1) saya tidak ingin menjadi ahli matematika; 2) hal-hal yang
berhubungan dengan matematika terasa menarik; dan 3) saya merasa
bosan ketika guru mengajar matematika.
33
13. Kata-kata hanya, sekedar, sama sekali, dan/atau semata-mata, harus
digunakan seperlunya dan dengan hati-hati agar tidak menimbulkan
kesalah penafsiran. Contoh kurang baik: 1) saya belajar matematika
hanya untuk menyenangkan orang tua; 2) saya belajar matematika
sekedar untuk memenuhi tuntutan guru dari sekolah; 3) belajar
matematika sama sekali tidak ada manfaatnya; dan 4) tujuan saya
belajar matematika semata-mata untuk mendapatkan pengetahuan.
Penggunaan kata-kata hanya, sekedar, sekedar, sama sekali, semata-
mata pada pernyataan-pernyataan di atas dapat menimbulkan
kesalahpenafsiran. Pernyataan-pernyataan itu akan tetap bermakna
kendatipun tanpa menggunakan kata-kata tersebut. Oleh sebab itu,
penyataan-pernyataan itu akan lebih baik jika ditulis sebagai berikut;
1) saya belajar matematika untuk menyenangkan orang tua; 2) saya
belajar matematika untuk memenuhi tuntutan guru dari sekolah; 3)
belajar matematika tidak ada manfaatnya; dan 4) tujuan saya belajar
matematika untuk mendapatkan pengetahuan.
C. Teknik Non Tes Ranah Afektif
Selain teknik tes yang digunakan untuk mengukur hasil belajar pada
ranah kognitif, teknik non-tes tidak kalah pentingnya seorang guru untuk
mengukur keberhasilan siswa pada ranah afektif. Sikap, minat, bakat dan
motivasi merupakan pengukuran dan penilaian pada ranah afektif. Perbedaan
34
yang paling mendasar antara teknik non tes dan tes adalah, teknik non tes tidak
berkaitan dengan benar atau salah, tetapi skala pengukurannya memiliki nilai
positif atau negatif. Ciri khas pengukuran non tes, sebarannya dibagi menjadi
dua macam pernyataan, yaitu: favorable dan unfavorable. Favorabel adalah
pernyataan sikap yang mengatakan hal-hal yang positif mengenai objek sikap,
yaitu kalimatnya bersifat mendukung atau memihak pada objek sikap. Tidak
favorabel adalah kebalikan dari pernyataan favorabel yaitu pernyataan sikap
yang tidak mendukung ataupun kontra dengan objek sikap yang hendak
diungkap.
Karena ukurannya pada rentang positif atau negatif; ketika sikap,
minat, dan motivasi berada pada rentang positif, menandakan siswa tersebut
memiliki sikap yang positif terhadap sesuatu, berminat terhadap mata pelajaran
yang sedang diajarkan dan memiliki motivasi dalam kegiatan belajar mengajar.
Sebaliknya, jika hasil pengukuran dan penilaian berada pada rentang negatif,
ini berarti siswa tersebut memiliki sikap yang rendah terhadap sesuatu, kurang
berminat terhadap mata pelajaran tertentu dan tidak memiliki motivasi dalam
kegiatan mengajar.
Menurut teori hasil belajar afektif yang dikemukakan oleh Kratwoll
(Sukiman: 2012), dikatakan bahwa hasil belajar afektif yang perlu
dikembangkan pada peserta didik paling tidak mencapai level atau tingkatan
yang ketiga (valuing), yakni peserta didik menerima nilai-nilai tertentu dan
mau untuk mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu,
hasil belajar pada ranah afektif ditujukan agar siswa mau menerima nilai dari
mata pelajaran sekaligus mengamalkannya dalam kegiatan sehari-hari.
Di bawah ini beberapa instrumen yang secara umum digunakan untuk
mengukur keberhasilan belajar siswa pada ranah afektif:
35
1. Skala Likert
Skala Likert ialah skala yang dapat dipergunakan untuk mengukur
sikap, pendapat, dan persepsi seseorang atau kelompok orang tentang suatu
gejala atau fenomena pendidikan (Djaali dan Pudji: 2012). Pada skala Likert,
dikenal ada dua teknik dalam opsi jawaban; 1) opsi jawaban 4: Selalu, Sering,
Kadang-Kadang dan Tidak Pernah dengan teknik skoringnya: 4 untuk jawaban
Selalu, 3 untuk jawaban Sering, 2 untuk jawaban kadang-kadang, 1 untuk
jawaban tidak pernah. dan 2) opsi jawaban lima: Sangat Setuju (SS), Setuju
(S), Ragu-Ragu (R), Tidak Setuju (TS), dan dengan skoringnya: 5 untuk
jawaban SS, 4 untuk jawaban S, 3 untuk jawaban R, 2 untuk jawaban TS, dan
1 untuk jawaban STS:
a. Contoh alternatif jumlah jawaban empat:
Opsi Jawaban Skor Selalu 4 Sering 3 Kadang-kadang 2 Tidak Pernah 1
Opsi Jawaban Skor Sangat Baik 4 Baik 3 Tidak Baik 2 Sangat Tidak Baik 1
b. Contoh altenatif jumlah jawaban lima
Opsi Jawaban Skor Sangat Setuju 5 Setuju 4 Ragu-ragu 3 Tidak Setuju 2 Sangat Tidak Setuju 1
36
Opsi Jawaban Skor
Sangat Sering 5 Sering 4 Kadang-kadang 3 Tidak Pernah 2 Sangat Tidak Pernah
1
Contoh I : Skala Likert mengukur Sikap Siswa Dengan menggunakan huruf
pada Kolom Jawaban dan semua pernyataan positif.
Nama siswa : ........................................
Nama Guru : .......................................
Kelas : ......................................
Petunjuk Pengisian : Pilihlah jawaban pernyataan di bawah ini dengan cara memberi tanda silang ( X ) atau centang ( √ ) pada kolom yang dianggap paling sesuai:
Skala Sikap
No Pernyataan SS S R TS STS
1 Berbuat sombong dilarang agama
2 Berbuat sombong sangat dibenci
3 Perbuatan sombong merupakan dosa
4 Perbuatan sombong tidak hanya
ditimpakan di akhirat saja, tetapi juga
di dunia
5 Perbuatan sombong merugikan diri
sendiri
37
6 Perbuatan sombong dijauhi teman
7 Perbuatan sombong apapun alasannya
tidak boleh dilakukan
8 Perbuatan sombong tidak boleh
dilakukan apapun agamanya
Ket:
SS : Sangat Setuju TS : Tidak Setuju
S : Setuju STS : Sangat Tidak Setuju
R : Ragu Ragu
Penilaian:
SS S R TS STS
5 4 3 2 1
Contoh II : Dengan menggunakan angka pada Kolom Jawaban dan pernyataan
positif dan negatif
Nama siswa : ........................................
Nama Guru : ........................................
Kelas : ........................................
Petunjuk Pengisian : Pilihlah jawaban pernyataan di bawah ini dengan cara
memberi tanda silang ( X ) atau centang ( √ ) pada
kolom yang dianggap paling sesuai:
38
Skala Sikap
No Pernyataan 5 4 3 2 1
1 Pelajaran matematika membosankan
2 Sulit untuk belajar matematika
3 Rumus matematika sulit dipahami
4 Untuk memahami matematika harus
banyak belajar
5 Setiap PR matematika harus dikerjakan
6 Tidak semua siswa harus belajar
matematika
7 Belajar matematika membantu
memahami pelajaran lainnya
Ket:
5 = SS : Sangat Setuju 2 = TS : Tidak Setuju
4 = S : Setuju 1 = STS : Sangat Tidak Setuju
3 = R : Ragu Ragu
Perlu diperhatikan bahwa ada pernyataan positif dan negatif pada skala
di atas yaitu:
1. Pernyataan positif terdapat pada pernyataan soal nomor : 4, 5 dan 7
2. Pernyataan negatif terdapat pada pernyataan soal nomor : 1, 2, 3 dan 6
Demikian pula untuk penilaian jawaban pada dua pernyataan positif
dan negatif tersebut yaitu:
Penilaian Positif:
SS S R TS STS
5 4 3 2 1
39
Penilaian Negatif:
SS S R TS STS
1 2 3 4 5
Contoh 3 : Skala Likert mengukur minat siswa
Nama siswa : ........................................
Nama Guru : ........................................
Kelas : ........................................
Petunjuk Pengisian : Pilihlah jawaban pernyataan di bawah ini dengan cara
memberi tanda silang (X) atau centang (√) pada kolom
yang dianggap paling sesuai:
Skala Minat
No Pernyataan SS S TS STS
1 Saya senang mengikuti pelajaran ini
2 Saya rugi bila tidak mengikuti
pelajaran ini
3 Saya merasa pelajaran ini bermanfaat
4 Saya berusaha menyelesaikan
pekerjaan rumah saya tepat waktu
5 Saya berusaha memahami pelajaran
ini
6 Saya bertanya kepada guru apabila
ada materi yang tidak dipahami
7 Saya mengerjakan soal-soal latihan di
rumah
40
8 Saya mendiskusikan materi pelajaran
dengan teman
9 Saya berusaha memiliki buku dalam
pelajaran ini
10 Saya berusaha mencari bahan di
perpustakaan
Ket:
SS : Sangat Setuju TS : Tidak Setuju
S : Setuju STS : Sangat Tidak Setuju
Penilaian:
SS S TS STS
4 3 2 1
2. Semantik Differensial
Zamroni sebagaimana dikutip oleh Sukiman (2012) mengatakan bahwa
teknik dengan menggunakan skala semantik differensial menampilkan
pernyataan yang mengandung suatu objek baik berupa konsep ataupun
perilaku. Model pengukuran ini bukan dalam bentuk pilihan ganda, check list,
akan tetapi tersusun dalam garis kontinum dimana jawaban yang sangat positif
terletak di bagian kanan garis, dan jawaban yang sangat negatif terletak di
bagian kiri garis (Djaali dan Pudji: 2012). Alternatif jawaban merupakan
sepasang sifat yang bertolak belakang, misalnya; baik-buruk, indah-jelek,
menarik-membosankan, menyenangkan-membosankan.
Berdasarkan pendapat di atas, pada skala semantik diferensial pada opsi
jawaban terdiri dari dua kutub yang ekstrim dalam penyusunannya dimana
pada sebelah kanan mengandung pernyataan favorable (baik) dan di sebelah
41
kiri merupakan pernyataan unfavorable (buruk). Langkah-langkah dalam
penyusunan skala ini adalah:
a. Menentukan objek atau perilaku yang hendak diukur
b. Mengindentifikasi atribut/sifat yang mungkin muncul dari sikap
seseorang terhadap objek/perilaku tersebut
c. Memasang dua atribut yang masing-masing menunjukkan dua kutub
yanng berlawanan sebagaimana contoh di atas.
d. Menentukan jarak rentangan pada skala. Mis: 4, 5, 6 dan seterusnya.
Contoh I penggunaan skala Semantik Diferensial untuk mengukur
sikap siswa dalam memberikan bantuan kepada orang lain:
Nama siswa : ........................................
Nama Guru : ........................................
Kelas : ........................................
Petunjuk : Bacalah pernyataan di bawah ini dengan seksama, dan
lingkarilah angka 1, 2, 3, 4, 5, 6, atau 7, sesuai dengan
perasaan dan pengalaman Anda.
Memberikan Pertolongan Kepada Orang Lain
Terpuji 7 6 5 4 3 2 1 Tercela
Baik 7 6 5 4 3 2 1 Buruk
Berpahala 7 6 5 4 3 2 1 Berdosa
Menguntungkan 7 6 5 4 3 2 1 Merugikan
Menyenangkan 7 6 5 4 3 2 1 Menyedihkan
Dibolehkan 7 6 5 4 3 2 1 Dilarang
42
Siswa yang menjawab pada angka 7, berarti rasa menolong terhadap
orang yang membutuhkan adalah sangat positif, sedangkan siswa yang
memberikan penilaian pada angka 1 menunjukkan persepsi siswa terhadap rasa
menolong orang lain adalah sangat negatif.
Contoh penggunaan Skala Semantik Diferensial untuk mengukur sikap
siswa terhadap pelajaran matematika:
Nama siswa : ........................................
Nama Guru : ........................................
Kelas : ........................................
Petunjuk : Bacalah pernyataan di bawah ini dengan seksama, dan
lingkarilah angka 1, 2, 3, 4, 5, 6, atau 7, sesuai dengan
perasaan dan pengalaman Anda.
Sikap Terhadap Pelajaran Matematika
Menyenangkan 7 6 5 4 3 2 1 Membosankan
Mudah 7 6 5 4 3 2 1 Sulit
Menantang 7 6 5 4 3 2 1 Menjemukan
Membantu 7 6 5 4 3 2 1 Menyusahkan
Penalaran 7 6 5 4 3 2 1 Hapalan
Menggembirakan 7 6 5 4 3 2 1 Menyeramkan
Siswa yang menjawab pada angka 7, berarti memiliki persepsi positif
terhadap pelajaran matematika sedangkan siswa yang memberikan penilaian
pada angka 1 menunjukkan persepsi siswa terhadap pelajaran matematika
adalah sangat negatif.
43
3. Wawancara
Pada teknik non-tes untuk mengukur ranah afektif dimungkinkan untuk
menggunakan teknik wawancara kepada siswa dalam mengumpulkan
informasi keberhasilan belajar pada ranah tersebut. Teknik ini menggunakan
wawancara yang bersifat lisan sepihak, berhadapan muka dan dengan tujuan
hasil tes belajar yang telah ditentukan sebelumnya.
Menurut Anas Sudiyono (2011), ada dua jenis wawancara yang dapat
dipergunakan sebagai alat evaluasi, yaitu:
a. Wawancara terpimpin (guided interview) yang juga sering dikenal
dengan istilah wawancara terstruktur (structured inteview) atau
wawancara sistematis.
b. Wawancara tidak terpimpin (unguided interview) yang sering dikenal
dengan istilah wawancara sederhana (simple interview) atau
wawancara tidak sistematis (non systematic interview), wawancara
bebas.
Pada konteks penelitian, wawancara terstruktur adalah jenis wawancara
yang semua daftar pertanyaan telah disusun sedemikian rupa. Jenis wawancara
ini bersifat terikat dengan aturan dan jumlah soal yang akan ditanyakan.
Pewawancara atau guru, melakukan wawancara berdasarkan sejumlah
pertanyaan yang telah disusun tadi kepada murid. Kalau jumlah soal tidak
terlalu banyak, ada baiknya soal tersebut dihapal oleh guru dengan tujuan
untuk memudahkan proses wawancara.
Contoh wawancara pada siswa terhadap pelajaran Kimia
1. Bagaimana menurut Anda pelajaran Kimia itu?
2. Menurut Anda, mengapa pelajaran Kimia itu membosankan?
44
3. Menurut Anda, bagaimana cara menghapal rumus Kimia?
4. Dst.
5. Dst.
Sedangkan wawancara tidak terpimpin merupakan kebalikan dari
wawancara terstruktur. Dalam wawancara ini tidak disiapkan sejumlah
pertanyaan sebelumnya sebagaimana sejumlah pertanyaan pada wawancara
terstruktur. Pewawancara atau guru hanya menghadapi suatu masalah secara
umum, misalnya tentang pelajaran matematika. Pewawancara atau guru boleh
menanyakan apa saja yang dianggap perlu untuk menggali infromasi yang
mendalam tentang sikap, minat dan motivasi murid terhadap pelajaran Kimia.
S. Nasution (2000) dan Arifin (1991) mengatakan tentang kelemahan
metode wawancara ini:
a. Jawaban yang diberikan oleh siswa belum tentu sesuai dengan apa yang
dikerjakan oleh siswa tersebut.
b. Pewawancara atau guru tidak konstan keadaannya dalam
mewawancarai berbagai siswa secara berturut-turut. Keletihan, kurang
konsentrasi atau faktor-faktor lain akan merubah sikap pewawancara.
c. Jika anggota sampel yang diwawancarai cukup banyak, maka banyak
menggunakan waktu, tenaga dan bahkan biaya.
d. Sering timbul sikap kurang baik dari yang diwawancarai dan sikap
overaction dari si pewawancara.
45
4. Angket (Questionaire)
Prof. Sugiyono (2011) memberikan definisi tentang angket atau
kuesioner yaitu teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberi
seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada responden untuk
dijawabnya. S. Nasution (200) mengatakan bahwa angket pada umumnya
meminta keterangan tentang fakta yang diketahui responden atau juga
mengenai pendapat atau sikap. Angket sebagai alat penilaian nontes dapat
dilaksanakan secara langsung maupun tidak langsung. Dilaksanakan secara
langsung apabila angket itu diberikan kepada anak yang dinilai atau dimintai
keterangan sedangkan dilaksanakan secara tidak langsung apabila angket itu
diberikan kepada orang untuk dimintai keterangan tentang keadaan orang lain.
Misalnya diberikan kepada orangtuanya, atau diberikan kepada temannya.
Apabila ditinjau dari segi cara menjawab maka angket terbagi menjadi
angket tertutup dan angket terbuka. Angket tertutup adalah daftar pertanyaan
yang telah memiliki dua atau lebih jawaban. Si penjawab tidak diberikan ruang
untuk memberikan opsi jawaban lain. Si penjawab hanya memberikan jawaban
pada jawaban yang telah disediakan. Sedangkan angket terbuka adalah daftar
pertanyaan dimana si penjawab diperkenankan memberikan jawaban dan
pendapatnya secara terperinci sesuai dengan apa yang ia ketahui.
Ditinjau dari strukturnya, angket dapat dibagi menjadi 2 macam, yaitu
angket berstuktur dan angket tidak berstuktur. Angket berstuktur adalah angket
yang bersifat tegas, jelas, dengan model pertanyan yang terbatas, singkat dan
membutuhkan jawaban tegas dan terbatas pula. Sedangkan angket tidak
berstruktur adalah angket yang membutuhkan jawaban uraian panjang dari
siswa, dan bersifat bebas. Angket model ini biasanya memberikan ruang bagi
anak atau siswa untuk memberikan jawaban beserta penjelasan-penjelasan dari
jawaban tersebut.
46
Angket sebagai alat penilaian terhadap sikap tingkah laku, bakat,
kemampuan, minat anak, mempunyai beberapa kelebihan dan kelemahan.
Kelebihan angket antara lain:
1. Dengan angket kita dapat memperoleh data dari banyak siswa dengan
hanya membutuhkan waktu yang singkat.
2. Setiap anak dapat memperoleh sejumlah pertanyaan yang sama
3. Dengan angket anak, pengaruh subjektif dari guru dapat dihindarkan
Sedangkan kelemahan angket, antara lain:
1. Pertanyaan yang diberikan melalui angket adalah terbatas, sehingga
apabila ada hal-hal yang kurang jelas maka sulit untuk diterangkan
kembali
2. Kadang-kadang pertanyaan yang diberikan tidak dijawab oleh semua
anak, atau mungkin dijawab tetapi tidak sesuai dengan kenyataan yang
sebenarnya. Karena anak merasa bebas menjawab dan tidak diawasi
secara mendetail
3. Ada kemungkinan angket yang diberikan tidak dapat dikumpulkan
semua, sebab banyak anak yang merasa kurang perlu hasil dari angket
yang diterima, sehingga tidak memberikan kembali angketnya.
Irene(pjjpgsd.dikti.go.id/file.php/1/.../dikti/.../PerkemBeljrPsrtDidik_
Unit4.) secara lengkap menjelaskan prosedur pelaksanaan angket: di dalam
pengumpulan data dengan menggunakan angket terdapat tiga tahap yang lazim
ditempuh, yaitu tahap persiapan, pelaksanaan, dan analisis hasil. Tahap
pertama, persiapan penyusunan angket meliputi langkah: memerinci variabel-
variabel yang akan diukur, menetapkan model jawaban, dan menyusun angket.
Tahap kedua, pelaksanaan, meliputi: menyiapkan format angket dan lembar
jawaban jika diperlukan, melancarkan angket kepada sejumlah banyak
47
responden yang dituju, dan membacakan petunjuk pengisian. Tahap ketiga,
analisis hasil, meliputi: memberikan kode pada pertanyaan-pertanyaan tertentu
jika akan dianalisis lebih lanjut atau lebih dikenal dengan penyekoran jawaban,
pengelompokkan setiap variabel, serta kesimpulan dan penginterpretasian.
Selanjutnya diuraikan tahap-tahap penyelenggaraan angket satu persatu.
a) Tahap persiapan
Langkah pertama yang dilakukan dalam penyusunan angket ialah
memerinci atau menjabarkan variabel-variabel yang akan diukur. Contohnya
dalam angket siswa variabel-variabelnya meliputi: riwayat pendidikan atau
sekolah, harapan-harapan, cita-cita, kebiasaan belajar, hobi, aktivitas di luar
sekolah atau keorganisasian, keadaan keluarga, dan lingkungan tempat tinggal.
Langkah kedua adalah menetapkan model jawaban, yang ditentukan
oleh bentuk jawaban yang dikehendaki dari variabel angket tertentu. Seperti
jawaban uraian singkat, jawaban kategorikal, jawaban berskala, jawaban
tabuler, jawaban dengan cek atau pilihan ganda. Pada tahap ini perlu
dipertimbangkan juga kelebihan dan kelemahan masing-masing model
jawaban.
Langkah menyusun angket; yang perlu memperhatikan komponen-
komponen: pengantar, petunjuk pengisian, butir-butir pertanyaan, dan
penutup:
1) Pengantar
Maksud utama dari pengantar ialah mengadakan pendekatan terhadap
responden agar bersedia memberikan keterangan yang dibutuhkan. Dengan
demikian, pengantar perlu dirumuskan dengan baik, yang memuat tentang:
tujuan angket secara jelas dan diplomatis serta harapan kerjasama, dan
menunjukkan ketegasan tentang jaminan kerahasiaan informasi yang diberikan
siswa.
48
2) Petunjuk pengisian
Petunjuk pengisian angket harus dirancang dengan baik dan jelas sebab
akan mempermudah responden dalam mengisi setiap butir pertanyaan. Hal-hal
yang perlu diperhatikan dalam petunjuk angket adalah: petunjuk pengisian
angket hendaknya dirumuskan dengan bahasa yang sederhana, singkat dan
mudah dimengerti, petunjuk memuat tentang cara mengisi angket, misal:
jawaban dengan melingkari, memberi tanda silang, memberi tanda cek, diisi
dengan jawaban bebas atau isian singkat, dan dimana mengisinya.
3) Penyusunan butir pertanyaan
Beberapa petunjuk yang harus diperhatikan dalam menyusun butir
pertanyaan adalah susunan kalimat hendaknya sederhana dan jelas, gunakan
kata-kata yang tidak mempunyai arti ganda, pertanyaan hendaknya
disesuaikan dengan kemampuan responden, hindarkan kata-kata yang bersifat
sugestif, pertanyaan jangan bersifat memaksa untuk dijawab, pertanyaan
jangan menuntut siswa/responden untuk berpikir terlalu berat, gunakan kata-
kata yang netral, hindarkan kata-kata yang tidak berguna atau tidak perlu.
4) Penutup
Bagian ini berisi ucapan terima kasih kepada responden atau siswa
karena dedikasinya dalam bekerjasama untuk kepentingan bimbingan.
b) Tahap Pelaksanaan
Pada tahap ini kita mempersiapkan instrumen angket beserta lembar
jawaban yang diperlukan. Kemudian membagikan instrumen tersebut untuk
diisi siswa/responden. Selanjutnya kita membacakan petunjuk pengisiannya
dan mengecek jumlah siswa/responden yang sudah mengembalikan angket dan
lembar jawabannya.
Berikut contoh pertanyaan non tes dengan menggunakan angket:
3. Terhadap teman-teman yang mendapatkan nilai baik pada pelajaran saya
a. Merasa tidak ingin meniru
49
b. Merasa tidak ingin menjadi seperti mereka
c. Merasa ingin seperti mereka
d. Akan berusaha agar saya sama seperti mereka
e. Merasa iri hati dan ingin seperti mereka
4. Dalam belajar saya merasa:
a. Tidak fokus sama sekali pada mata pelajaran
b. Sulit untuk fokus pada pada mata pelajaran
c. Fokus walaupun cuma sebentar
d. Mudah fokus
e. Sangat fokus pada mata pelajaran
5. Guru seringkali mengatakan bahwa tidak ada siswa yang bodoh, siswa
bodoh karena dia tidak belajar. Terhadap pernyataan ini, saya merasa:
a. Sangat tidak yakin kebenarannya
b. Tidak yakin kebenarannya
c. Ragu terhadap kebenarannya
d. Yakin kebenarannya
e. Sangat yakin kebenarannya
5. Observasi
Sugiono (2012), sebagaimana mengutip pendapat Sutrisno Hadi
mengemukakan bahwa observasi merupakan proses yang kompleks, suatu
proses yang tersusun dari pelbagai proses biologis dan psikologis. Dua di
antara yang terpenting adalah proses-proses pengamatan dan ingatan. S.
Nasution (2000) mengatakan bahwa observasi dilakukan untuk memeroleh
informasi tentang kelakuan manusia seperti dalam kenyataan.
Poerwandari tidak memberikan batasan tentang observasi tetapi
memberikan penjelasan tentang observasi sebagai berikut: “Observasi
barangkali menjadi metode yang paling dasar dan paling tua di bidang
50
psikologi, karena dengan cara-cara tertentu kita selalu terlibat dalam proses
mengamati. Semua bentuk penelitian psikologis, baik itu kualitatif maupun
kuantitatif mengandung aspek observasi di dalamnya. Istilah observasi
diturunkan dari bahasa Latin yang berarti “melihat” dan “memperhatikan”.
Istilah observasi diarahkan pada kegiatan memperhatikan secara akurat,
mencatat fenomena yang muncul, dan mempertimbangkan hubungan antar
aspek dalam fenomena tersebut. Observasi selalu menjadi bagian dalam
penelitian psikologis, dapat berlangsung dalam konteks laboratorium
(eksperimental) maupun dalam konteks alamiah (Poerwandari 1998).
Sugiono (2011) mengatakan bahwa dalam segi proses pelaksanaan
pengumpulan data, observasi dapat dibedakan menjadi dua; pertama observasi
berperan serta (participant observation) yaitu dimana peneliti terlibat secara
langsung dengan kegiatan sehari-hari obyek yang diamati atau yang digunakan
sebagai sumber data dalam penelitian. Kedua observasi non partisipan (non
participant observation) dimana peneliti tidak terlibat secara langsung dan
hanya sebagai pengamat independen.
Dalam konteks evaluasi pendidikan, penilaian observasi berdasarkan
hubungan antara pengamat (guru) dan yang diamati (siswa), observasi dapat
dilakukan dengan dua cara; pertama; guru terlibat langsung dengan anak murid
untuk mencari informasi keberhasilan penguasaan materi pelajaran pada ranah
afektif, kedua; guru tidak terlibat secara langsung dengan anak murid dan pada
pola observasi non partisipan ini guru sebagai pengamat.
Agar proses observasi dapat berjalan dengan baik, seorang guru harus
melengkapi dirinya dengan instrumen observasi. Beberapa instrumen
observasi untuk mengukur ranah afektif dengan menggunakan observasi di
antaranya: 1) daftar cek (checklist); 2) skala penilaian (rating scale); 3) catatan
anekdot (anecdotal record); dan 4) alat-alat mekanik (mechanical devices).
51
a) Daftar cek
Sukiman (2011) mengatakan bahwa daftar cek merupakan seperangkat
instrumen evaluasi yang mencerminkan rangkaian tindakan/perbuatan yang
harus ditampilkan oleh peserta tes, yang merupakan indikator-indikator dari
keterampilan yang akan diukur. S. Eko (2012) mengatakan bahwa checklist
merupakan cara pengukuran hasil belajar baik berupa produk atau proses yang
dapat diperinci ke dalam komponen-komponen yang lebih kecil, terdefinisi
secara operasional dan sangat spesifik.
Gejala-gejala yang dapat diukur melalui kegiatan observasi dalam
ranah afektif dengan menggunakan cara ini adalah kebiasaan belajar, motivasi
dalam belajar, kepemimpinan dan kerjasama, cara bergaul dan kegiatan-
kegiatan lainnya baik secara langsung maupun tidak langsung yang dapat
memengaruhi proses belajar mengajar di sekolah.
Contoh ceklist dalam mengobservasi kebiasaan belajar siswa:
Nama Siswa :
No. Induk :
Kelas/program :
Jenis kelamin :
Tanggal observasi :
Tempat observasi :
Waktu :
Petunjuk : berilah tanda (V) pada kolom jawaban di bawah ini:
No Pernyataan Kemunculan
Ya Tidak
1 Membuka buku pelajaran
2 Aktif dalam berdiskusi dengan teman
3 Aktif dalam bertanya
52
4 Mendengarkan penjelasan guru
5 Aktif mengerjakan soal-soal latihan
6 Menyelesaikan tugas tepat waktu
Komentar/kesimpulan:
..........................................................
..........................................................
..........................................................
................., 2013
Observer
.............................................
b) Skala Penilaian (rating scale)
S. Eko (2011) sebagaimana mengutip dari Asmawi Zaenul dan Noehi
mengatakan bahwa pengertian skala penilaian adalah instrumen pengukuran
non-tes yang menggunakan suatu prosedur terstruktur untuk memeroleh
informasi tentang sesuatu yang diobservasi yang menyatakan posisi tertentu
dalam hubungannya dengan yang lain. Terstruktur diartikan sebagai prosedur
penilaian yang menggunakan aturan-aturan tertentu dan secara sistematis
dalam membuat penilaiannya.
Langkah-langkah dalam menyusun skala penilaian adalah:
1) Menentukan indikator-indikator penguasaan keterampilan yang akan
diukur
2) Menentukan skala yang digunakan berupa kuantitatif
3) Menyusun indikator-indikator tersebut sesuai dengan urutan
penampilannya.
Contoh membuat penilaian dengan menggunakan skala penilaian:
Nama Siswa :
53
No. Induk :
Kelas/program :
Jenis kelamin :
Tanggal observasi :
Tempat observasi :
Waktu :
Petunjuk : berilah tanda (V) pada kolom jawaban di bawah ini:
No Pernyataan Penilaian
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1 Membuka buku pelajaran 2 Aktif dalam berdiskusi
dengan teman 3 Aktif dalam bertanya 4 Mendengarkan penjelasan
guru 5 Aktif mengerjakan soal-
soal latihan 6 Menyelesaikan tugas tepat
waktu
Komentar/Kesimpulan :
…………………………………….
…………………………………….
……………, …./……./2013 Observer,
……………………………..
Ket:
Pada rentangan skala 1 - 10 di atas, pedoman penilaiannya adalah:
9 – 10 berarti penilaiannya adalah selalu
7 – 8 berarti penilaiannya adalah sering
4 – 6 berarti penilaiannya jarang
1 – 3 berarti penilaiannya sangat jarang
54
c) Anecdotal Record (Catatan)
Yaitu catatan khusus mengenai hasil pengamatan tentang tingkah laku
anak yang dianggap penting (istimewa). Catatan anekdot ini ada dua macam
yaitu anekdot insidental, digunakan untuk mencatat peristiwa yang terjadi
sewaktu-waktu, tidak terus-menerus. Sedangkan catatan anekdot periodik
digunakan untuk mencatat peristiwa tertentu yang terjadi secara insedental
dalam suatu periode tertentu. Catatan anekdot mempunyai kegunaan dalam
melaksanakan observasi terhadap tingkah laku anak. Kegunaanya untuk
memperoleh pemahaman yang lebih tepat tentang murid sebagai individu yang
kompleks, memperoleh pemahaman tentang sebab-sebab dari suatu problema
yang dihadapinya, dan dapat dijadikan dasar utuk pemecahan masalah anak
dalam belajar.
Irene (pjjpgsd.dikti.go.id/file.php/1/.../dikti/.../PerkemBeljrPsrtDidik_
Uni), mengatakan bahwa catatan anekdot biasa juga dikenal dengan catatan
berkala. Dalam catatan berkala, observer tidak mencatat kejadian-kejadian
yang luar biasa, melainkan mencatat kejadian pada waktu-waktu yang tertentu.
Apa yang dilakukan oleh observer adalah mengadakan observasi atas cara anak
bertindak dalam jangka waktu yang tertentu dan kemudian observer
memberikan kesan umum yang ditangkapnya. Setelah itu, observer
menghentikan observasi untuk kemudian melakukan observasi dengan cara
yang sama pada waktu lain seperti waktu-waktu sebelumnya. Catatan berkala
dilakukan terhadap peristiwa yang dianggap penting dalam suatu situasi yang
melukiskan perilaku dan kepribadian seseorang dalam bentuk pernyataan
singkat dan objektif.
Berikut contoh form penilaian catatan anekdot:
Nama siswa :
Kelas :
Tempat kejadian :
55
Tanggal :
Kejadian:
................................................................................................................................
................................................................................................................................
................................................................................................................................
................................................................................................................................
...................................................................................................................
Komentar:
................................................................................................................................
................................................................................................................................
................................................................................................................................
................................................................................................................................
...................................................................................................................
……........................, 21-02-2013
Pengamat,
........................................
6. Teknik Penskoran Non Tes Ranah Afektif
Sebagaimana disebutkan di atas bahwa ranah afektif turut menentukan
keberhasilan dalam belajar seorang siswa. Dalam ranah ini, paling tidak ada
beberapa hal penting yang akan diukur dalam keberhasilan belajar di antaranya
56
minat, sikap dan motivasi siswa terhadap pelajaran itu sendiri. Diharapkan
setiap siswa memiliki minat, sikap dan motivasi pada mata pelajaran yang
sedang dipelajarinya karena senang atau tidaknya siswa dalam mempelajari
mata pelajaran merupakan salah satu langkah mencapai keberhasilan
kompetensi siswa tersebut.
Contoh penilaian pada ranah afektif dengan mengambil contoh skala
Likert di atas sebagai berikut:
Skala Sikap
No Pernyataan SS S R TS STS
1 Pelajaran matematika membosankan V
2 Sulit untuk belajar matematika V
3 Rumus matematika sulit dipahami V
4 Untuk memahami matematika harus
banyak belajar
V
5 Setiap PR matematika harus
dikerjakan
V
6 Tidak semua siswa harus belajar
matematika
V
7 Belajar matematika membantu
memahami pelajaran lainnya
V
1 = SS : Sangat Setuju
2 = S : Setuju
3 = R : Ragu Ragu
4 = TS : Tidak Setuju
5 = STS : Sangat Tidak Setuju
57
6. Pernyataan positif terdapat pada pernyataan soal nomor : 4, 5 dan 7
7. Pernyataan negatif terdapat pada pernyataan soal nomor : 1, 2, 3 dan 6
Penilaian Positif:
SS S R TS STS
5 4 3 2 1
Penilaian Negatif:
SS S R TS STS
1 2 3 4 5
Maka nilai yang didapat oleh siswa Umi sebagai berikut:
No Pernyataan Nilai
1 Pelajaran matematika membosankan 4
2 Sulit untuk belajar matematika 4
3 Rumus matematika sulit dipahami 2
4 Untuk memahami matematika harus banyak belajar 5
5 Setiap PR matematika harus dikerjakan 4
6 Tidak semua siswa harus belajar matematika 3
7 Belajar matematika membantu memahami pelajaran lainnya 3
Jumlah 25
Langkah I : mencari rentangan untuk masing-masing kategori dengan
rumus:
Rentangan = Skor tertinggi − Skor terendah Banyak kategori
Diketahui : skor tertinggi = 5 (interval tertinggi) X 7 (jumlah pernyataan)
= 35
: skor terendah = 1 (interval terendah) X 7 (jumlah pernyataan)
= 7
58
Maka:
Rentangan = 35 − 7
5
Rentangan = 5,6 = 6
Langkah II : Membuat rentangan skor berdasarkan nilai rentangan 6 :
7 – 12 : Sangat Kurang
13 – 18 : Kurang
19 – 24 : Cukup
25 – 30 : Baik
31 – 35 : Sangat baik
Langkah III : Membuat kesimpulan nilai Umi
: Skor yang diperoleh Umi sebesar 25. Skor ini ketika
dikonsultasikan dengan kriteri berdasarkan langkah II di atas,
berada pada rentangan 25 – 30, berarti sikap Umi pada mata
pelajaran Matematika sudah terkategori baik.
7. Teknik Penilaian Psikomotorik
a. Format Penilaian Psikomotorik
Sebagaimana disebutkan pada bab sebelumnya bahwa ranah
psikomotorik meliputi enam jenjang kemampuan yaitu (P1) persepsi, (P2)
kesiapan, (P3) respon terbimbing, (P4) mekanisme gerakan, (P5) respon, (P6)
penyesuaian dan keaslian, namun menurut Daryanto (2008), keenam jenjang
kemampuan ini dapat dikelompokkan dalam tiga kelompok utama yaitu:
1) Keterampilan motorik (muscular or motor skills): memperlihatkan
gerak, menunjukkan hasil (pekerjaan tangan), menggerakkan,
menampilkan, melompat, dan sebagainya.
59
2) Manipulasi benda-benda (manipulation of materials or objects):
menyusun, membentuk, memindahkan, menggeser, mereparasi, dan
sebagainya.
3) Koordinasi neuromuscular: menghubungkan, mengamati, memotong
dan sebagainya.
Penilaian pada ranah psikomotorik dapat dilakukan dengan tes
perbuatan atau tes unjuk kerja (performance test) terhadap keterampilan gerak
yang dikuasai oleh siswa. Penilaian ini sangat cocok untuk mengukur
ketercapaian kompetensi di mana siswa dituntut untuk memiliki kompetensi
dalam melakukan sesuatu seperti: praktik mengetik, praktik wudlu dan sholat,
manasik haji, praktik olahraga, presentasi, diskusi, memainkan alat musik,
membaca puisi, bernyanyi dan sebagainya.
Di bawah ini beberapa contoh form penilaian pada ranah psikomorik
membuat slide power point:
Nama siswa : ........................................
Nama Guru : ........................................
Kelas : ........................................
Aspek yang diamati Nilai
1 2 3 4 5
1. Cara menekan tuts komputer
2. Cara membuka dan menutup program
3. Kerapihan tulisan
4. Keindahan lembar slide
5. Kecepatan dalam pengerjaan
6. Hasil
60
7. Sikap pada saat mengetik
Catatan: Nilai : ..........
..............................................................
.............................................................. Penguji:
..............................................................
...................
Contoh kedua adalah lembar penilaian ranah psikomotorik untuk
penilaian manasik haji:
Aspek-aspek yang diamati Penilaian
1 2 3 4 5
1. Pelaksanaan Haji
a. Miqot/awal pelaksaan haji
b. Tawaf
c. Sa'i
d. Melontar jumroh
e. Tahallul
2. Cara berpakaian ihram
3. Sikap dalam Haji
4. Kerapihan
5. ketelitian
6. Kebersihan
Catatan: Nilai : .............
..............................................................
.............................................................. Penguji:
..............................................................
...................
b. Teknik Penilaian Ranah Psikomotorik
Untuk memberikan penilaian pada ranah psikomotorik dengan
menggunakan dua cara yaitu:
1. Dengan mengubah skor mentah menjadi nilai standar dengan
menggunakan rumus perhitungan non tes.
61
Menggunakan lembar contoh penilaian manasik haji didapat skor
mentah siswa sebagai berikut:
Aspek-aspek yang diamati Penilaian
1 2 3 4 5
1. Pelaksanaan Haji
a. Miqot/awal pelaksaan haji X
b. Tawaf X
c. Sa'i X
d. Melontar jumroh X
e. Tahallul X
2. Cara berpakaian ihram X
3. Sikap dalam Haji X
4. Kerapihan X
5. ketelitian X
6. Kebersihan X
Catatan: Nilai : .............
..............................................................
.............................................................. Penguji:
..............................................................
...................
Langkah I : mencari rentangan untuk masing-masing kategori dengan
rumus:
Rentangan = skor tertinggi − skor terendah Banyak kategori
Diketahui : skor tertinggi = 5 (interval tertinggi) X 10 (jumlah pernyataan)
= 50
: skor terendah = 1 (interval terendah) X 10 (jumlah pernyataan)
= 10
62
Maka:
Rentangan = 50 − 10
5
Rentangan = 8
Langkah II : Membuat rentangan skor berdasarkan nilai rentangan 8 :
10 – 17 : E 18 – 25 : D 26 – 33 : C 34 – 41 : B 42 – 50 : A
Langkah III : Membuat skor total = 3 + 4 + 4 + 2 + 3 + 4 + 5 + 3 + 4 + 4 = 36
: Skor yang diperoleh 36. Skor ini ketika dikonsultasikan
dengan kriteria berdasarkan langkah II di atas, berada pada
rentangan 34 - 41, berarti nilai siswa sudah terkategori baik
pada manasik haji.
2. Dengan mengubah skor mentah menjadi nilai standar dengan
menggunakan rumus perhitungan nilai standar dengan rumus:
Dari soal di atas perlu diperhatikan bahwa untuk nilai maksimal pada
lembar jawaban manasik haji adalah: 5 (jumlah jawaban) X 10 (jumlah
pertanyaan) = 50. Maka nilai yang diperoleh siswa tersebut adalah: Nilai =
��
��= 72. Jadi standar nilai yang didapat siswa tersebut adalah 72.
Nilai = Skor Mentah
Skor Maksimum Ideal× 100
63
BAB IV
KONSEP BAHAN AJAR
A. Pengertian Bahan Ajar
Bahan ajar merupakan bagian penting dalam pelaksanaan pendidikan.
Melalui bahan ajar guru akan lebih mudah dalam mengajar dan peserta didik
akan lebih terbantu dan mudah dalam belajar.
1. Bahan ajar adalah segala bentuk bahan (bahan tertulis atau bahan tidak
tertulis) yang digunakan oleh guru dalam melaksanakan kegiatan
belajar-mengajar di kelas.
2. Bahan ajar merupakan informasi, alat atau teks yang diperlukan untuk
perencanaan dan penelaahan implementasi pembelajaran.
3. Bahan ajar adalah seperangkat atau subtansi pembelajaran yang
disusun secara sistematis menampilkan sosok utuh dari kompetensi
akan dikuasai peserta didik dalam kegiatan pembelajaran (Ali
Mudlofar, 2012: 128).
Menurut Soegiranto, bahan ajar adalah bahan atau materi yang disusun
oleh guru secara sistematis yang digunakan peserta didik (siswa) dalam
pembelajaran. Bahan ajar dapat dikemas dalam bentuk cetakan, non cetak dan
dapat berupa visual auditif (Oni Arlitasari, Puja Pujayanto dan Rini Budiharti,
2013: 83). Menurut National Center For Vocational Education Research Ltd,
bahan ajar adalah segala bentuk bahan yang digunakan untuk membantu guru
atau instruktur dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar di kelas. Bahan
yang dimaksud bisa berupa tertulis maupun bahan tidak tertulis (Yandri
Soeyono, 2014: 208). Menurut Mulyasa (dalam Awalludin), bahan ajar
merupakan salah satu bagian dari sumber ajar yang dapat diartikan sesuatu
yang mengandung pesan pembelajaran, baik yang bersifat khusus maupun
yang bersifat umum yang dapat dimanfaatkan untuk kepentingan pembelajaran
64
(Awalludin, 2017: 13). Secara garis besar dapat disimpulkan defenisi bahan
ajar yaitu seperangkat materi baik tertulis maupun tidak tertulis yang disusun
secara sistematis dengan menampilkan sosok utuh kompetensi yang akan
dikuasai peserta didik untuk membantu guru dan peserta didik dalam
melaksanakan proses pembelajaran. Jika guru bisa memanfaatkan bahan ajar
secara baik, maka guru dapat berbagi peran dengan bahan ajar. Dengan begitu,
peran guru akan lebih mengarah sebagai manajer pembelajaran. Sebuah bahan
ajar setidaknya mencangkup unsur-unsur berikut:
a) Judul, MP, SK, KD, Indikator, tempat
b) Petujuk belajar (petunjuk peserta didik /guru)
c) Kompetensi yang akan dicapai
d) Informasi pendukung
e) Latihan-latihan
f) Petunjuk kerja
g) Evaluasi
Agar bahan ajar menjadi bermakna, maka seorang guru dituntut untuk
dapat secara kreatif mendesain suatu bahan ajar yang memungkinkan peserta
didik dapat secara mudah memahami materi dan secara langsung dapat
memanfaatkan sumber belajar yang tersedia, misalkan dengan cara desain
bahan ajar, agar guru dapat terlebih dahulu mengetahui masalah-masalah yang
dialami siswa dan menyesuaikan dengan bahan ajar yang akan dibuat.
B. Jenis-jenis Bahan Ajar
Bahan ajar merupakan seperangkat materi yang disusun secara
sistematis baik tertulis maupun tidak tertulis sehingga tercipta lingkungan atau
suasana yang memungkinkan siswa untuk belajar (Sudrajat, 2019), seperti
buku teks, handout, lembar kerja siswa, modul dan lain sebagainya. Istilah lain
menyebutkan bahwa bahan ajar merupakan segala bentuk bahan yang
65
digunakan untuk membantu guru atau instruktur dalam melaksanakan kegiatan
belajar mengajar di kelas (Ika Kurniawati, 2015: 1).
Bahan ajar dibedakan menjadi empat macam, yaitu bahan cetak, bahan
ajar dengar, bahan ajar pandang dengar, dan bahan ajar interaktif (Prastowo,
2018).
1. Bahan cetak, merupakan sejumlah bahan yang telah disiapkan dalam
bentuk kertas untuk keperluan pembelajaran atau untuk menyampaikan
sebuah informasi. Misalnya buku, modul, handout, lembar kerja siswa,
brosur, foto atau gambar, dan lain-lain.
2. Bahan ajar dengar atau program audio, merupakan sistem pembelajaran
yang menggunakan sinyal radio secara langsung, yang mana dapat
dimainkan atau didengarkan oleh seseorang atau sekelompok orang.
Contohnya kaset, radio, compact disk audio.
3. Bahan ajar pandang dengar (audiovisual), merupakan kombinasi sinyal
audio dengan gambar bergerak secara sekuensial. Misalnya film, video
compact disk.
4. Bahan ajar interaktif, yakni kombinasi dari dua atau lebih media (audio,
teks, grafik, gambar, animasi, dan video) yang kemudian dimanipulasi
oleh penggunanya atau diberi perlakuan untuk mengendalikan suatu
perintah atau perilaku alami dari suatu presentasi. Contohnya compact
disk interactive.
Sebagaimana telah dijelaskan di atas, dalam jenis bahan ajar cetak
terdapat bentuk buku. Bahan ajar berbentuk buku merupakan bahan pengajaran
yang paling banyak digunakan di antara semua bahan pengajaran lainnya.
Buku mengandung informasi yang dapat dimanfaatkan untuk mengetahui apa
yang terjadi pada masa yang lalu, masa sekarang, dan kemungkinan masa yang
akan datang sehingga memperluas wawasan pembacanya serta dapat menjadi
sumber inspirasi untuk memperoleh gagasan baru (Sitepu, 2012: 11). Terdapat
66
beberapa rumusan definisi mengenai buku, “dalam arti luas buku mencakup
semua tulisan dan gambar yang ditulis dan dilukis atas segala macam lembaran
papirus, lontar, perkamen, dan kertas dengan segala bentuknya: berupa
gulungan, dilubangi, dan diikat atau dijilid muka dan belakangnya dengan
kulit, kain, karton, dan kayu. Sedangkan dalam arti sederhana buku merupakan
informasi tercetak di atas kertas yang dijilid menjadi satu kesatuan (Sitepu,
2012: 12-13).
Sedangkan dalam pandangan lain, buku adalah media pengarang untuk
menuangkan pemikiran dan ilmu pengetahuannya dalam rupa bahan tertulis
(Prastowo, 2018). Walaupun rumusan definisi buku berbeda-beda, tetapi
terdapat hal-hal yang sama, seperti mengandung informasi, tercetak, dijilid,
dan diterbitkan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa buku merupakan
kumpulan kertas berisi informasi, tercetak, disusun secara sistematis, dijilid
serta bagian luarnya diberi pelindung terbuat dari kertas tebal (Sitepu, 2012:
13). Buku teks dapat membantu guru dalam menyampaikan materi, sehingga
tujuan pembelajaran dapat tercapai. Oleh karena itu, pendidik perlu
memperhatikan dalam pemilihan buku teks mana yang mereka anggap paling
sesuai dengan peserta didiknya.
67
BAB V
VALIDITAS DAN RELIABILITAS
A. Pengertian Validitas
Dalam menjelaskan pengertian dan definisi validitas, ada beberapa
istilah bahasa menjelaskan tentang pengertian valid. Ada yang mengistilahkan
valid dengan sahih, sehingga kevalidan disamakan dengan kesahihan. Ada juga
yang mengistilahkan valid dengan tepat, sehingga kevalidan sama dengan
ketepatan. Ada pula yang mengistilahkan valid dengan cermat sehingga
kevalidan sama dengan kecermatan. Untuk memahami pengertian valid,
berikut beberapa pendapat para ahli dalam memberikan definisi validitas.
Pengertian validitas menurut Lewis R Aiken (1997), mengatakan
validity of a test has been defined as the extent to which the test measures what
it was designed to measure. Djaali dan Pudji Muljono (2008) mengutip dari
Cureton, bahwa “The essential question of test validity is how well a test does
the job it is employed to do”. Budi Susetyo (2011), mengutip dari Sutrisno
Hadi, “kesahihan dibatasi sebagai tingkat kemampuan suatu instrumen untuk
mengungkap sesuatu yang menjadi sasaran pokok pengukuran. Anastasi dan
Urbina (1997), validitas berhubungan dengan apakah tes mengukur apa yang
mesti diukurnya dan seberapa baik dia melakukannya.
Dari beberapa pendapat di atas, dapat diberikan pengertian bahwa; 1)
pertama validitas berkaitan dengan pengukuran, 2) validitas memberikan
informasi berkaitan dengan tujuan, 3) Validitas berkenaan dengan ketepatan
alat ukur terhadap konsep yang diukur, sehingga betul-betul mengukur apa
yang seharusnya diukur. Sebagai contoh, seorang guru ingin mengukur
kemampuan siswa dalam kemampuan fisika. Kemudian siswa diberikan soal
dengan kalimat yang panjang dan yang berbelit-belit sehingga sukar ditangkap
maknanya. Akhirnya siswa tidak dapat menjawab bukan karena
68
ketidakmampuan siswa tersebut namun lebih diakibatkan karena tidak
memahami pertanyaan karena panjangnya soal. Soal ini termasuk pada
kategori soal yang tidak valid. Contoh lain, peneliti ingin mengukur
kemampuan berbicara, akan tetapi justru yang menjadi pertanyaan dalam
tesnya adalah mengenai tata bahasa atau kesusastraan seperti puisi atau sajak.
Pengukur tersebut tidak tepat (tidak valid). Validitas tidak berlaku universal
sebab bergantung pada situasi dan tujuan penelitian. Instrumen yang telah valid
untuk suatu tujuan tertentu belum otomatis akan valid untuk tujuan yang lain.
Djaali dan Pudji Mulyono (2011) mengatakan bahwa ada tiga jenis
validitas yang sering digunakan dalam penyusunan instrumen, yakni validitas
isi, validitas bangun pengertian dan empiris.
1. Validitas isi
Menurut Gregory dikutip dari Djaali dan Pudji Mulyono (2011),
validitas ini menunjukkan sejauhmana pertanyaan, tugas atau butir dalam suatu
tes atau instrumen mampu mewakili secara keseluruhan dan proporsional
perilaku sampel yang dikenai tes tersebut. Anas Sudjiono (2011) mengatakan
bahwa validitas isi adalah validitas yang diperoleh setelah melakukan
penganalisaan, penelusuran atau pengujian terhadap isi yang terkandung dalam
tes hasil belajar tersebut. Validitas isi berkenaan dengan kesanggupan
instrumen mengukur isi yang harus diukur. Ciri khusus validitas isi ini adalah
validitas ini mendasarkan pada analisis logika, tidak dihitung secara statistik.
Karena merupakan kegiatan kualitatif, validitas isi dilakukan dengan
dua cara yaitu; pertama dengan cara membandingkan antara isi yang
terkandung dalam tes hasil belajar dengan tujuan instruksional khusus yang
telah ditentukan masing-masing mata pelajaran, kedua menyelenggarakan
diskusi panel yang dihadiri para pakar yang dipandang memiliki keahlian yang
ada hubungannya dengan mata pelajaran yang akan atau sedang diujikan. Hasil
69
diskusi pakar tersebut akan menjadi masukan, acuan dan pedoman pada
perbaikan tes hasil belajar. Di bawah ini beberapa format untuk analisis
validitas isi.
a. Format dikotomi dengan cocok = 1 dan tidak tidak cocok= 0
Nama Penilai : 1 .......................................
: 2 .......................................
Bidang Studi : ..........................................
Semester : ..........................................
Penilai Butir
1 2 3 4 5
1 1 0 0 1 1
2 1 0 1 1 0
3 1 0 1 1 0
4 0 0 1 1 0
5 1 1 0 1 1
Jumlah cocok 4 1 3 5 2
Jumlah tidak cocok 1 4 2 0 3
b. Format dikotomi dengan tanda ceklist
Nama Penilai : 1 .......................................
: 2 .......................................
Bidang Studi : ..........................................
70
Semester : ..........................................
Butir Penilai I Penilai II
Cocok Tidak Cocok Cocok Tidak Cocok
1 V V
2 V V
3 V V
4 V V
5 V V
c. Format dengan tiga kategori cocok, ragu, dan tidak cocok
Nama Penilai : 1 .......................................
: 2 .......................................
Bidang Studi : ..........................................
Semester : ..........................................
Butir Penilai I Penilai II
Cocok Ragu Tidak Cocok Cocok Ragu
Tidak Cocok
1 V V
2 V V
3 V V
4 V V
5 V V
71
Karjono Natar (karjononatar.files.wordpress.com/2011/05/analisis-
butir-soal.doc) memberikan contoh format lain dalam uji validitas kualitatif
seperti contoh dibawah ini:
Contoh format 1:
Sebelum Uji Validitas Butir soal dibawah ini, bacalah petunjuk sebagai
berikut:
1) Analisislah setiap butir soal berdasarkan semua kriteria yang tertera
di dalam format!
2) Berilah tanda cek (V) pada kolom "Ya" bila soal yang ditelaah sudah
sesuai dengan kriteria!
3) Berilah tanda cek (V) pada kolom "Tidak" bila soal yang ditelaah tidak
sesuai dengan kriteria, kemudian tuliskan alasan pada ruang catatan
atau pada teks soal dan perbaikannya.
a) Format Validasi Tes Subjektif Uraian
Format Penelaahan Butir Soal Bentuk Uraian
Mata Pelajaran : .................................
Kelas/semester : .................................
Penelaah : .................................
No. Aspek yang ditelaah Nomor Soal
1 2 3 4 5 6 7 8 9 …
A.
1
2
Materi
Soal sesuai dengan indikator (menuntut tes tertulis untuk bentuk uraian)
72
No. Aspek yang ditelaah Nomor Soal
1 2 3 4 5 6 7 8 9 …
3
4
Batasan pertanyaan dan jawaban yang diharapkan sudah sesuai
Materi yang ditanyakan sesuai dengan kompetensi (urgensi, relevansi, kontinyuitas, keterpakaian sehari-hari tinggi)
Isi materi yang ditanyakan sesuai dengan jenjang jenis sekolah atau tingkat kelas
B.
5
6
7
8
Konstruksi
Menggunakan kata tanya atau perintah yang menuntut jawaban uraian
Ada petunjuk yang jelas tentang cara mengerjakan soal
Ada pedoman penskorannya
Tabel, gambar, grafik, peta, atau yang sejenisnya disajikan dengan jelas dan terbaca
C.
9
Bahasa/Budaya
73
No. Aspek yang ditelaah Nomor Soal
1 2 3 4 5 6 7 8 9 …
10
11
12
Rumusan kalimat soal komunikatif
Butir soal menggunakan bahasa Indonesia yang baku
Tidak menggunakan kata/ungkapan yang menimbulkan penafsiran ganda atau salah pengertian
Tidak menggunakan bahasa yang berlaku setempat/tabu
b) Format Validasi Pilihan Ganda
FORMAT PENELAAHAN SOAL BENTUK PILIHAN GANDA Mata Pelajaran : .................................
Kelas/semester : .................................
Penelaah : .................................
No. Aspek yang ditelaah Nomor Soal
1 2 3 4 5 …
A.
1
Materi
Soal sesuai dengan indikator (menuntut tes tertulis untuk bentuk pilihan ganda
2. Materi yang ditanyakan sesuai dengan kompetensi (urgensi, relevansi,
74
No. Aspek yang ditelaah Nomor Soal
1 2 3 4 5 …
kontinyuitas, keterpakaian sehari-hari tinggi)
3. Pilihan jawaban homogen dan logis
4. Hanya ada satu kunci jawaban
B.
5.
Konstruksi
Pokok soal dirumuskan dengan singkat, jelas, dan tegas
6. Rumusan pokok soal dan pilihan jawaban merupakan pernyataan yang diperlukan saja
7. Pokok soal tidak memberi petunjuk kunci jawaban
8 Pokok soal bebas dan pernyataan yang bersifat negatif ganda
9. Pilihan jawaban homogen dan logis ditinjau dari segi materi
10. Gambar, grafik, tabel, diagram, atau sejenisnya jelas dan berfungsi
11. Panjang pilihan jawaban relatif sama
12. Pilihan jawaban tidak menggunakan pernyataan "semua jawaban di atas salah/benar" dan sejenisnya
13. Pilihan jawaban yang berbentuk angka/waktu disusun berdasarkan urutan besar kecilnya angka atau kronologisnya
14. Butir soal tidak bergantung pada jawaban soal sebelumnya
75
No. Aspek yang ditelaah Nomor Soal
1 2 3 4 5 …
C.
15.
Bahasa/Budaya
Menggunakan bahasa yang sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia
16. Menggunakan bahasa yang komunikatif
17. Tidak menggunakan bahasa yang berlaku setempat/tabu
18. Pilihan jawaban tidak mengulang kata/kelompok kata yang sama, kecuali merupakan satu kesatuan pengertian
c) Format Penelaahan untuk Instrumen Perbuatan
FORMAT PENELAAHAN SOAL TES PERBUATAN
Mata Pelajaran : .................................
Kelas/semester : .................................
Penelaah : .................................
No. Aspek yang ditelaah Nomor Soal
1 2 3 ...
A.
1.
2.
Materi
Soal sudah sesuai dengan indikator (menuntut tes perbuatan: kinerja, hasil karya, atau penugasan)
76
No. Aspek yang ditelaah Nomor Soal
1 2 3 ...
3.
4.
Pertanyaan dan jawaban yang diharapkan sudah sesuai
Materi sesuai dengan tuntutan kompetensi (urgensi, relevansi, kontinyuitas, keterpakaian sehari-hari tinggi)
Isi materi yang ditanyakan sesuai dengan jenjang jenis sekolah atau tingkat kelas
B.
5.
Konstruksi
Menggunakan kata tanya atau perintah yang menuntut jawaban perbuatan/praktik
6.
7.
8.
Ada petunjuk yang jelas tentang cara mengejakan soal
Ada pedoman penskorannya
Tabel, peta, gambar, grafik, atau sejenisnya disajikan dengan jelas dan terbaca
C.
9.
10.
11.
12.
13.
Bahasa/Budaya
Rumusan soal komunikatif
Butir soal menggunakan bahasa Indonesia yang baku
Tidak menggunakan kata /ungkapan yang menimbulkan penafsiran ganda atau salah pengertian
Tidak menggunakan bahasa yang berlaku setempat/tabu
77
No. Aspek yang ditelaah Nomor Soal
1 2 3 ...
Rumusan soal tidak mengandung kata/ungkapan yang dapat menyinggung perasaan siswa
Keterangan: Berilah tanda (V) bila tidak sesuai dengan aspek yang ditelaah!
d) Format validasi soal Non-tes
FORMAT PENELAAHAN SOAL NON-TES
Nama Tes : .................................
Kelas/semester : .................................
Penelaah : .................................
No. Aspek yang ditelaah Nomor Soal
1 2 3 ...
A.
1.
2.
Materi
Pernyataan/soal sudah sesuai dengan rumusan indikator dalam kisi-kisi.
Aspek yang diukur pada setiap pernyataan sudah sesuai dengan tuntutan dalam kisi-kisi (misal untuk tes sikap: aspek koginisi, afeksi, atau konasinya dan pernyataan positif atau negatifnya).
B.
3.
Konstruksi
78
No. Aspek yang ditelaah Nomor Soal
1 2 3 ...
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
Pernyataan dirumuskan dengan singkat (tidak melebihi 20 kata) dan jelas.
Kalimatnya bebas dari pernyataan yang tidak relevan objek yang dipersoalkan atau kalimatnya merupakan pernyataan yang diperlukan saja.
Kalimatnya bebas dari pernyataan yang bersifat negatif ganda.
Kalimatnya bebas dari pernyataan yang mengacu pada masa lalu.
Kalimatnya bebas dari pernyataan faktual atau dapat diinterpretasikan sebagai fakta.
Kalimatnya bebas dari pernyataan dapat diinterpretasikan lebih
Kalimatnya bebas dari pernyataan yang mungkin disetujui atau dikosongkan oleh hampir semua responden.
Setiap pernyataan hanya berisi satu gagasan secara lengkap.
Kalimatnya bebas dari pernyaan yang tidak pasti pasti seperti semua, selalu, kadang-kadang, tidak satupun, tidak pernah.
Jangan banyak menggunakan kata hanya, sekedar, semata-mata.
C.
13.
14.
15.
Bahasa/Budaya
Bahasa soal harus komunikatif dan sesuai dengan jenjang pendidikan siswa atau responden.
Soal harus menggunakan bahasa Indonesia baku.
Soal tidak menggunakan bahasa yang berlaku setempat/tabu.
79
Keterangan: Berilah tanda (V) bila tidak sesuai dengan aspek yang ditelaah!
2. Validitas bangun pengertian (Construct validity)
Secara etimologis, kata konstruksi mengandung arti susunan, kerangka
atau rekaan. Kalimat gedung itu memiliki konstruksi beton bertulang
mengandung arti bahwa batang tubuh dari bangunan tersebut tersusun dari
bahan-bahan beton bertulang. Dengan demikian, validitas konstruksi dapat
diartikan sebagai validitas yang melihat dari segi susunan, kerangka atau
rekaannya (Anas Sudiyono, 2011). Menurut Sopiah dan Sangaji sebagaimana
dikutip Sudaryono dkk (2012) mengatakan bahwa validitas konstruk menunjuk
kepada seberapa jauh suatu tes mengukur sifat atau bangunan pengertian
(konstruk) tertentu dan validitas ini penting bagi tes-tes yang digunakan untuk
menilai kemampuan dan sifat-sifat kejiwaan seseorang termasuk sikap, bakat,
minat, konsep diri, motivasi dan sebagainya.
Djaali dan Pudji Mulyono (2011) mengatakan bahwa untuk
menentukan validitas konstruk suatu instrumen validitas konstruk suatu
instrumen harus dilakukan melalui proses penelaahaan teoritis dari suatu
konsep variabel yang hendak kita ukur, mulai dari perumusan konstruk,
penentuan dimensi dan indikator, sampai kepada penjabaran dan penulisan
butir-butir item instrumen. Perumusan konstruk harus berdasarkan sintesis dari
teori-teori mengenai konsep variabel yang hendak diukur melalui proses
analisa dan komparasi logik dan cermat. Sedangkan dimensi indikator
dijabarkan melalui konstruk yang telah dirumuskan dengan memperhatikan
hal-hal sebagai berikut:
a. Seberapa jauh indikator tersebut merupakan indikator yang tepat dan
konstruk yang telah dirumuskan.
80
b. Indikator-indikator dari suatu konstruk harus homogen, konsisten, dan
konvergen untuk mengukur konstruk dari variabel yang hendak diukur.
c. Indikator-indikator tersebut harus lengkap untuk mengukur suatu
konstruk secara utuh.
Menetapkan indikator suatu konsep dapat dilakukan dalam dua cara,
yakni (a) menggunakan pemahaman atau logika berpikir atas dasar teori
pengetahuan ilmiah dan (b) menggunakan pengalaman empiris, yakni apa yang
terjadi dalam kehidupan nyata. Contoh: konsep mengenai “Hubungan Sosial”,
dilihat dari pengalaman, indikatornya empiris adalah keterkaitan dari:
a. bisa bergaul dengan orang lain
b. disenangi atau banyak teman-temannya
c. menerima pendapat orang lain
d. tidak memaksakan pendapatnya
e. bisa bekerja sama dengan siapa pun
f. dan lain-lain.
Mengukur indikator-indikator tersebut, berarti mengukur bangun
pengertian yang terdapat dalam konsep hubungan sosial. Contoh lain: Konsep
sikap dapat dilihat dari indikatornya secara teoretik (deduksi teori) antara lain
keterkaitan dari
a. kesediaan menerima stimulus objek sikap
b. kemauan mereaksi stimulus objek sikap
c. menilai stimulus objek sikap
d. menyusun/mengorganisasi objek sikap
e. internalisasi nilai yang ada dalam objek sikap
Apabila hasil tes menunjukkan indikator-indikator tes yang tidak
berhubungan secara positif satu sama lain, berarti ukuran tersebut tidak
memiliki validitas bangun pengertian. Atas dasar itu indikatornya perlu
ditinjau atau diperbaiki kembali. Cara lain untuk menetapkan validitas bangun
81
pengertian suatu alat ukur adalah menghubungkan (korelasi) antara alat ukur
yang dibuat dengan alat ukur yang sudah baku/standardized. Bila menunjuk-
kan koefisien korelasi yang tinggi maka alat ukur tersebut memenuhi
validitasnya.
Sedangkan untuk butir, butir-butir instrumen yang dibuat harus benar-
benar mampu mengukur secara tepat indikator yang hendak diukur. Demikian
pula dengan jumlah butir yang hendak mengukur dimensi, harus disesuaikan
dengan bobot atau pentingnya secara masing-masing dari indikator tersebut.
3. Validitas empirik
Validitas empirik merupakan validitas yang didasarkan pada analisa
data empirik yang bersumber atau didapatkan dari pengamatan di lapangan.
Menurut Djaali dan Pudji Mulyono (2011) menjelaskan bahwa validitas
empirik sama dengan validitas kriteria yang berarti bahwa validitas ditentukan
berdasarkan kriteria, baik kriteria internal dan eksternal. Kriteria internal
adalah tes atau instrumen itu sendiri yang menjadi kriteria, sedangkan kriteria
internal adalah hasil ukur instrumen atau tes lain di luar instrumen itu sendiri
yang menjadi kriteria.
Berdasarkan pendapat di atas dapat dikatakan bahwa suatu tes hasil
belajar dapat dikatakan valid secara empirik apabila tes itu diuji dan dianalisa
berdasarkan hasil yang didapat dari lapangan. Validitas ini juga
mengisyaratkan adanya penggunaan data tes hasil belajar selain dari data hasil
belajar itu sendiri sebagaimana disebutkan bahwa validitas empirik
berdasarkan dua kriteria, kriteria internal dan eksternal.
Ini berarti untuk dapat dikatakan bahwa tes hasil belajar tersebut valid
secara empirik dilakukan dengan dua cara:
82
a. Validitas Ramalan (Predictive Validity)
Validitas ramalan artinya dikaitkan dengan kriteria tertentu. Dalam
validitas ini yang diutamakan bukan isi tes tapi kriterianya, apakah alat ukur
tersebut dapat digunakan untuk meramalkan suatu ciri atau perilaku tertentu
atau kriteria tertentu yang diinginkan. Misalnya apakah nilai ujian masuk ke
sekolah dapat digunakan untuk meramal prestasi belajar yang dicapai. Artinya
terdapat hubungan yang positif antara ujian masuk dengan prestasi di sekolah.
Dengan kata lain dalam validitas ini mengandung ciri adanya relevansi dan
keajegan atau ketetapan (reliability). Skor ujian masuk dapat digunakan
meramal prestasi bila skor-skor yang diperoleh dari ukuran ujian masuk
berkorelasi positif dengan skor prestasi.
Validitas ramalan ini mengandung dua makna. Pertama validitas
jangka pendek dan kedua jangka panjang. Validitas jangka pendek, artinya
daya ramal alat ukur tersebut hanya untuk masa yang tidak lama. Artinya, skor
tersebut berkorelasi pada waktu yang sama. Misalnya, ketetapan (reliability)
terjadi pada semester dua artinya daya ramal berlaku pada semester dua, dan
belum tentu terjadi pada semester berikutnya. Sedangkan validitas jangka
panjang mengandung makna skor tersebut akan berkorelasi juga di kemudian
hari. Mengingat validitas ini lebih menekankan pada adanya korelasi, maka
faktor yang berhubungan dengan persyaratan terjadinya korelasi harus
dipenuhi. Faktor tersebut antara lain hubungan dari konsep dan variabel dapat
dijelaskan berdasarkan pengetahuan ilmiah, minimal masuk akal, sehat dan
tidak mengada-ada. Faktor lain adalah skor yang dikorelasikan memenuhi
linieritas. Ketiga validitas yang dijelaskan di atas idealnya dapat digunakan
dalam menyusun instrumen penelitian, minimal dua validitas, yakni validitas
isi dan validitas bangun pengertian. Validitas isi dan bangun pengertian mutlak
diperlukan dan bisa diupayakan tanpa melakukan pengujian secara statistika.
83
Untuk mengukur tingkat kevalidan ramalan digunakan Teknik Analisis
Korelasional Product Moment dari Karl Pearson. Rumusnya adalah:
r�� = Angka Indeks Korelasi “r” Product Moment
N = Number of Cases atau jumlah testee
∑XY = Jumlah perkalian antara skor X dan Y
∑ X = Jumlah seluruh skor X
∑ Y = Jumlah seluruh skor Y
Sedangkan hipotesa yang digunakan pada Korelasi Product Moment
adalah:
Ho = Tidak terdapat korelasi antara ............ dan ...........
H1 = Terdapat korelasi antara ......................dan ...........
Contoh:
Seorang guru akan meneliti apakah hasil ujian masuk sekolah dapat
digunakan untuk mengukur prestasi siswanya di sekolah. Kemudian guru
mengambil 10 orang murid sebagai sampel dari seluruh siswa. Di dapat hasil
tes ujian masuk sekolah dan prestasi sebagai berikut:
No Nama Siswa Skor tes
masuk (X) Skor
Prestasi (Y)
1 A 6 6
2 B 5 6
3 C 6 7
4 D 7 7
5 E 6 7
r�� = N∑XY − (∑X)(∑Y)
�[(N∑X2 − (∑X)2][N∑Y2 − (∑Y)²]
84
6 F 5 6
7 G 6 6
8 H 5 7
9 I 5 6
10 J 8 9
Langkah I : Membuat hipotesis yaitu
Ho : Tidak ada hubungan antara hasil ujian tes masuk dengan
prestasi siswa di sekolah.
H1 : Ada hubungan antara hubungan hasil ujian tes masuk
dengan prestasi siswa di sekolah.
Langkah II : Menentukan nilai ∑X, ∑Y dan ∑XY dengan tabel kerja
berikut:
No Nama Siswa
Skor tes masuk (X)
Skor Prestasi (Y) XY X² Y²
1 A 6 6 36 36 36
2 B 5 6 30 25 36
3 C 6 7 42 36 49
4 D 7 7 49 49 49
5 E 6 7 42 36 49
6 F 5 6 30 25 36
7 G 6 6 36 36 36
85
8 H 5 7 35 25 49
9 I 5 6 30 25 36
10 J 8 9 72 64 81
59 67 402 357 457
N = 10 ∑X = 59 ∑Y= 67
∑XY = 402
∑X²= 357
∑Y²= 457
Langkah III : Mencari r�� dengan rumus seperti yang telah disebutkan di atas.
r�� = N∑XY − (∑X)(∑Y)
�[(N∑X� − (∑X)�][N∑Y� − (∑Y)²]
Karena:
N = 10
∑X = 59
∑Y = 67
∑XY = 402
∑X² = 357
∑Y² = 457
Maka:
r�� = 10 X 402 − (59)(67)
�{10 X 357 − (59)²} {10 X 457 − (67)²}
r�� = 4020 − 3953
�(3570 − 3481) X (4570 − 4489)
r�� = 67
√89 X 81
r�� = 67
√7209
86
r�� = 67
84,9
r�� = 0,789
Langkah V : Mencari df pada Tabel Korelasi dengan rumus: df = N – nr = 10
– 2 = 8, maka kita harus melihat tabel pada taraf 5 % dan 1 %.
Di dapat df 8 pada taraf 5 % = 0,632 dan pada taraf 1 % = 0,765.
Digunakan salah satu taraf tersebut. Pada contoh ini kita
menggunakan taraf 5 % yaitu 0,632.
Langkah VI : Uji hipotesa di atas yang telah ditulis yaitu:
Ho : Tidak ada hubungan antara hasil ujian tes masuk dengan
prestasi siswa di sekolah.
H1 : Ada hubungan antara hubungan hasil ujian tes masuk
dengan prestasi siswa di sekolah.
Uji hipotesa ini dengan kriteria apabila r��< r tabel, maka Ho
diterima jika r��> r tabel maka Ho ditolak.
Didapat nilai r�� (0,789) > r tabel (0,632) ; berarti Ho ditolak.
Langkah VII: Mengambil Kesimpulan. Dari uji data dengan menggunakan
statistik Korelasi Product Moment disimpulkan bahwa “ada
hubungan antara hasil ujian tes masuk sekolah dengan prestasi
siswa di sekolah” atau dengan kata lain tes hasil ujian sudah
divalidasi secara ramalan dan hasilnya adalah tes ujian tersebut
valid secara ramalan.
2. Validitas Banding
Tes dirasakan valid apabila tes tersebut dalam jangka waktu yang sama
menunjukkan adanya kesamaan hasil antara tes pertama dan tes-tes berikutnya.
87
Dengan kata lain, tes dikatakan valid jika tes tersebut menunjukkan hasil tes
belajar yang sama atau hampir sama antara tes sekarang dengan tes berikutnya.
Untuk mengukur tingkat validitas antara tes sekarang dengan tes-tes
berikutnya dinamakan uji validitas bandingan. Validitas bandingan juga sering
dikenal dengan istilah: validitas sama saat, validitas pengalaman, atau validitas
ada sekarang.
Anas Sudiono (2011) mengatakan bahwa dalam rangka menguji
validitas bandingan, data yang mencerminkan pengalaman yanng diperoleh
pada masa lalu itu, kita bandingkan dengan dengan data hasil tes yang
diperoleh sekarang ini. Jika hasil tes ini mempunyai hubungan searah dengan
dengan hasil berdasar pengalaman yang lalu, maka tes yang memiliki
karakteritik seperti itu dapat dikatakan telah memiliki validitas bandingan.
Sebagai contoh seorang guru akan menguji apakah soal-soal tes yang
dibuatnya pada mata pelajaran Fiqh telah valid atau tidak. Guru tersebut
menguji validitas tes hasil belajar dengan menggunakan tes uji validitas
bandingan. Dengan menggunakan uji validitas bandingan, cara yang harus
dilakukan guru tersebut adalah mengambil dua data yang berbeda uji hasil
belajarnya dengan materi uji yang sama serta waktu tes yang berbeda. Uji tes
validitas bandingan ini menggunakan Teknik Korelasi Product Moment
dengan rumus yang sama dengan uji validitas ramalan yaitu:
r�� = N∑XY − (∑X)(∑Y)
�[(N∑X� − (∑X)�][N∑Y� − (∑Y)²]
Berikut ini sebuah contoh bagaimana cara melakukan pengujian
validitas bandingan. Misalnya seorang guru akan menguji kevalidan soal-soal
tes pada mata pelajaran PAI. Tes dilakukan pada tanggal 1 Februari dengan
sampel murid yang diambil sebanyak 15 orang. Didapat hasil tes belajar
sebagaimana data di bawah ini:
88
No Nama Siswa Nilai
1 A 6
2 B 7
3 C 5
4 D 6
5 E 7
6 F 8
7 G 5
8 H 6
9 I 7
10 J 6
11 K 5
12 L 6
13 M 7
14 N 8
15 O 9
Dua minggu kemudian, pada tanggal 15 Februari tanpa pemberitahuan
kepada siswanya, ke 15 murid tadi dihadapkan pada tes kedua pada mata
pelajaran PAI dan dengan menggunakan butir soal yang sama. Data hasil tes
kedua sebagai berikut:
No Nama Siswa Nilai
1 A 7
2 B 7
89
3 C 6
4 D 7
5 E 7
6 F 7
7 G 6
8 H 6
9 I 7
10 J 7
11 K 6
12 L 6
13 M 7
14 N 7
15 O 8
Untuk menguji validitas bandingan ini, langkah yang dilakukan sama
dengan ketika kita menguji validitas ramalan yaitu sebagai berikut:
Langkah I : Membuat hipotesis yaitu
Ho : Tidak ada hubungan antara hasil tes pertama dengan hasil
tes kedua
H1 : Ada hubungan antara hasil tes pertama dengan hasil tes
kedua.
Langkah II : Menentukan nilai ∑X, ∑Y dan ∑XY dengan tabel kerja
berikut:
90
No Nama Siswa
Hasil Tes I (X)
Hasil Tes Kedua (Y) XY X² Y²
1 A 6 7 42 36 49
2 B 7 7 49 49 49
3 C 5 6 30 25 36
4 D 6 7 42 36 49
5 E 7 7 49 49 49
6 F 8 7 56 64 49
7 G 5 6 30 25 36
8 H 6 6 36 36 36
9 I 7 7 49 49 49
10 J 6 7 42 36 49
11 K 5 6 30 25 36
12 L 6 6 36 36 36
13 M 7 7 49 49 49
14 N 8 7 56 64 49
15 O 9 8 72 81 64
98 101 668 660 685
N = 15 ∑X = 98 ∑Y = 101
∑XY= 668
∑X²= 660
∑Y²= 685
Langkah III : Mencari rxy dengan rumus seperti yang telah disebutkan di atas.
r�� = N∑XY − (∑X)(∑Y)
�[(N∑X2 − (∑X)2][N∑Y2 − (∑Y)²]
91
Karena:
N = 15
∑X = 98
∑Y = 101
∑XY = 668
∑X² = 660
∑Y² = 685
Maka:
r�� = 15 � 668 − (98)(101)
�{15 � 660 − (98)²} {15 � 685 − (101)²}
r�� = 10020 − 9898
�(9900 − 9604) � (10275 − 10201)
r�� = 122
√296 � 74
r�� = 122
√21904
r�� = 122
148
r��= 0,824
Langkah V : Mencari df pada Tabel Korelasi dengan rumus: df = N – nr = 15
– 2 = 13, maka kita harus melihat tabel pada taraf 5 % dan 1 %.
Di dapat df 8 pada taraf 5 % = 0,514 dan pada taraf 1 % = 0,641.
Digunakan salah satu taraf tersebut. Pada contoh ini kita
menggunakan taraf 5 % yaitu 0,514.
Langkah VI : Uji hipotesa di atas yang telah ditulis yaitu:
Ho : Tidak ada hubungan antara hasil tes pertama dengan
92
hasil tes kedua
H1 : Ada hubungan antara hasil tes pertama dengan hasil tes
kedua
Uji hipotesa ini dengan kriteria apabila r��< r tabel, maka Ho
diterima jika r��> r tabel maka Ho ditolak.
Didapat nilai r�� (0,824) > r tabel (0,514) yang berarti Ho
ditolak.
Langkah VII: Mengambil Kesimpulan. Dari uji data dengan menggunakan
statistik Korelasi Product Moment disimpulkan bahwa “ada
hubungan antara hasil tes pertama dengan hasil tes kedua” atau
dengan kata lain tes hasil ujian sudah divalidasi secara
bandingan dan hasilnya adalah tes ujian tersebut valid secara
bandingan.
B. Uji Validitas Butir Soal
1. Uji Validitas Pilihan Ganda
Sebagaimana yang diketahui bahwa tes-tes hasil belajar yang disusun
dan dibuat oleh seorang guru, dosen atau instruktur, merupakan kumpulan dari
kumpulan butir-butir item dengan tujuan untuk mengukur kemampuan dan
penguasaan kompetensi siswa dalam kurun waktu tertentu atau setelah siswa
tersebut telah mengikuti proses pebelajaran dalam jangka waktu tertentu pula.
Setiap butir item yang dibuat mewakili setiap kompetensi siswa atau dengan
kata lain, item butir soal merupakan bagian integral atau tak terpisahkan bagi
pencapaian kompetensi siswa melalui tes hasil belajar. Surapranata (2004),
mengistilahkan bahwa pentingnya setiap butir item soal pada tes hasil belajar
sebagai suatu totalitas dari tes hasil belajar itu sendiri.
93
Ini berarti setiap butir soal yang dibuat mengandung pertanyaan kepada
butir itu sendiri. Pertanyaan penting untuk butir soal adalah: 1) apakah setiap
butir soal tersebut sudah baik atau tidak? 2) apakah soal-soal yang dibuat sudah
mampu mengukur tingkat penguasaan kompetensi siswa? 3) dengan alat ukur
apa kita bisa mengatakan setiap butir itu baik atau tidak? Untuk menjawab
ketiga pertanyaan tersebut diperlukan validasi setiap butir item atau dalam
istilah pengukuran disebut sebagai validitas butir item.
Anas Sudiono (2011) mengatakan bahwa validitas butir item adalah
ketepatan mengukur yang dimiliki oleh sebutir item soal, dalam mengukur apa
yang seharusnya diukur lewat butir item tersebut. Djaali dan Pudji Purnomo
(2011) mengatakan bahwa validitas butir merupakan validitas internal dimana
validitas butir diperlihatkan oleh seberapa jauh hasil ukur butir tersebut
konsisten dengan hasil ukur instrumen secara keseluruhan. Oleh karena itu,
validitas butir tercermin pada besaran koefisien korelasi antara skor butir
dengan skor total instrumen. Jika koefisien korelasi antara skor butir dengan
skor total instrumen positif dan signifikan, maka butir tersebut dapat dianggap
valid berdasarkan ukuran validitas internal, begitu sebaliknya.
Untuk mengukur validitas butir item, Anas (2011), mengatakan bahwa
menurut teori yang ada, apabila variabel I berupa data diskrit murni atau data
dikotomik (misal: 1= jawaban betul dan 0 = jawaban salah), sedangkan
variabel II adalah data kontinyu (misal: 0+1+1+0+1=3), maka teknik korelasi
yang tepat untuk digunakan dalam mencari korelasi antara variabel I dan II
adalah dengan menggunakan teknik point biserial. Teknik ini cocok digunakan
apabila tes hasil belajar berbentuk obyektif. Angka indeks korelasi yang diberi
lambang rpbi dapat diperoleh dengan menggunakan rumus:
r��� = Mp − Mt
SDt x �
p
q
94
Ket:
r��� = koefisien korelasi point biserial
Mp = Skor rata-rata hitung jawaban benar Mt = Skor rata-rata dari skor soal Sdt = Deviasi standar dari skor total p = Proporsi jawaban betul q = Proporsi jawaban salah.
Contoh: Misalnya 10 orang siswa diberikan tes obyektif bentuk pilihan
ganda yang terdiri dari 10 butir soal. Dari tes hasil belajar guru kemudian ingin
menguji apakah butir soal yang dibuat valid atau tidak. Untuk memudahkan
kerja, setiap butir soal yang betul diberi skor 1, sedangkan untuk setiap butir
soal yang salah diberi skor 0. Didapat tes hasil belajar sebagai berikut:
Siswa Skor butir yang dijawab
Skor total
(Xt)
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
A 0 1 1 0 0 0 0 0 0 0 2
B 1 0 1 0 1 0 1 1 1 1 7
C 0 1 0 1 1 0 0 1 1 1 6
D 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 10
E 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 10
F 1 0 1 1 0 1 0 1 1 1 7
G 0 1 0 0 0 1 1 0 0 0 3
H 0 1 1 1 0 0 0 0 1 0 4
I 1 0 1 1 1 1 1 1 0 1 8
J 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 9
N=10 6 7 8 6 6 6 6 7 7 7 ∑Xt= 66
95
Langkah I : Tabel kerja mencari nilai Xt², p dan q
Siswa Skor butir yang dijawab Skor total Xt²
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 (Xt)
A 0 1 1 0 0 0 0 0 0 0 2 4
B 1 0 1 0 1 0 1 1 1 1 7 49
C 0 1 0 1 1 0 0 1 1 1 6 36
D 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 10 100
E 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 10 100
F 1 0 1 1 0 1 0 1 1 1 7 49
G 0 1 0 0 0 1 1 0 0 0 3 9
H 0 1 1 1 0 0 0 0 1 0 4 16
I 1 0 1 1 1 1 1 1 0 1 8 64
J 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 9 81
N=10 6 7 8 6 6 6 6 7 7 7 ∑Xt=
66 ∑Xt²=
508
P 0,6 0,7 0,8 0,6 0,6 0,6 0,6 0,7 0,7 0,7
Q 0,4 0,3 0,2 0,4 0,4 0,4 0,4 0,3 0,3 0,3
Langkah II : Mencari mean dari skor total, yaitu Mt, dengan rumus
�� = ∑��
�
Diketahui nilai ∑Xt= 66 dan N = 10. Maka:
96
�� = 66
10
Mt = 6,6
Langkah III : mencari deviasi standar total SDt dengan rumus:
��� = �∑��²
�− �
∑��
�� ²
Diketahui ∑Xt²= 508 ∑Xt = 66 N = 10
��� = �∑��²
�− �
∑��
�� ²
��� = �508
10− �
66
10� ²
��� = �50,8 − (6,6)²
��� = �50,8 − 43,56 =
��� = √7,24 = 2,69
Maka didapat nilai SDt = 2,69
Langkah IV: Menghitung Mp untuk butir item nomor 1 sampai 10 dengan cara
menghitung jumlah jawaban yang benar dengan tabel sebagai
berikut:
97
Nomor item
Jawaban Betul Mean skor total
1 B-D-E-F-I-J �������������
�= 8,5
2 A-C-D-E-G-H-J 2 + 6 + 10 + 10 + 3 + 4 + 9
7= 6,3
3 A-B-D-E-F-H-I-J �����������������
�=7
4 C-D-E-F-H-I �������������
�=7,7
5 B-C-D-E-I-J 7 + 6 + 10 + 10 + 8 + 9
6= 8,3
6 D-E-F-G-I-J 10 + 10 + 7 + 3 + 8 + 9
6= 7,8
7 B-D-E-G-I-J �������������
�=7,8
8 B-C-D-E-F-I-J ���������������
�= 8,1
9 B-C-D-E-F-H-J ���������������
�= 7,6
10 B-C-D-E-F-I-J ���������������
� = 8,1
Langkah V : 1. Mencari df pada tabel korelasi dengan rumus: N – 2= 10 –
2 = 8. Pada taraf 5 % =0,632 pada taraf 1 % = 0,765. Pada
contoh ini gunakan taraf 5 % yaitu 0,632
2. Apabila r���> r tabel maka item butir soal valid, apabila
r���< r tabel maka item butir soal invalid (tidak valid)
98
3. Menghitung kefisien korelasi r��� dari item 1 sampai 10
dengan dengan tabel sebagai berikut:
Nomo
r
Soal
M
p
M
t
SDt p q r���
= �� − ��
��� � �
�
�
R
tabel
Interpretas
i
1 8,5 6,6 2,6
9
0,
6
0,
4
0,869 0,86
2 >
0,63
2
Valid
2 6,3 6,6 2,6
9
0,
7
0,
3
-0,171 -
0,17
1 <
0,63
2
Invalid
3 7 6,6 2,6
9
0,
8
0,
2
0,297 0,29
7 <
0,63
2
Invalid
4 7,7 6,6 2,6
9
0,
6
0,
4
0,499 0,49
9 <
0,63
2
Invalid
5 8,3 6,6 2,6
9
0,
6
0,
4
0,771 0,77
1 >
0,63
2
Valid
99
6 7,8 6,6 2,6
9
0,
6
0,
4
0,544 0,54
4 <
0,63
2
Invalid
7 7,8 6,6 2,6
9
0,
6
0,
4
0,544 0,54
4 <
0,63
2
Invalid
8 8,1 6,6 2,6
9
0,
7
0,
3
0,853 0,85
3 >
0,63
2
Valid
9 7,6 6,6 2,6
9
0,
7
0,
3
0,569 0,56
9 <
0,63
2
Invalid
10 8,1 6,6 2,6
9
0,
7
0,
3
0,853 0,85
3 >
0,63
2
Valid
Contoh penghitungan r��� pada butir soal nomor 1:
r��� = �� − ��
��� � �
�
�
r��� = 8,5 − 6,6
2,69 � �
0,6
0,4
r��� = 8,5 − 6,6
2,69 � �
0,6
0,4
r��� = 1,9
2,69 � �1,5
100
r��� = 1,9
2,69 � �1,5
r��� = 0,71 � 1,22
r��� = 0,869
Dari uji validitas butir item yang dilakukan terlihat bahwa dari 10 butir
soal di atas, terdapat 4 butir soal yang valid yaitu pada pada butir soal no 1, 5,
8 dan 10. Sedangkan sebanyak 6 butir soal invalid atau tidak valid yaitu pada
butir soal nomor 2, 3, 4, 6, 7 dan 9. Butir soal yang dianggap valid disimpan di
dalam bank soal, dapat digunakan pada tes-tes berikutnya. Sedangkan soal
yang tidak valid harus diganti dengan butir item soal baru.
2. Uji Validitas Tes Hasil Belajar Essai
Untuk mengukur validitas butir item untuk butir soal subyektif dengan
rumus:
Contoh: Misalnya 10 orang siswa diberikan tes subyektif (esai) yang
terdiri dari 7 butir soal. Dari tes hasil belajar, guru berkeinginan menguji
apakah butir soal yang dibuat valid atau tidak. Pada proses tes hasil belajar,
guru membuat bobot setiap soal: soal 1 s.d. 3 = 1, soal 4 dan 5 = 1, 5, soal 6
dan 7= 2. Dari hasil tes yang dilakukan oleh guru didapat skor sebagai berikut:
No urut siswa
1 2 3 4 5 6 7
1 0,4 0,5 0 0,7 0,7 0,8 0,7
2 0,5 0,3 0,4 0,7 0,9 0,7 0,5
3 0,5 0,3 0,3 0,8 0,6 0,7 0,6
r�� = ∑xi xt
�∑xi�. xt²
101
4 0,5 0,5 0,4 0,9 0,8 0,6 0,6
5 0,6 0,6 0,5 0,8 0,6 0,5 0,7
6 0,3 0,6 0,3 0,7 0,7 0,5 0,5
7 0,4 0,5 0,3 0,8 0,6 0,7 0,5
8 0,5 0,3 0,5 0,7 0,6 0,5 0,6
9 1 1 1,5 1,5 0,8 1 2
10 1 0 0 1,5 2 1 1,5
Langkah I : Membuat tabel kerja
Dari Tabel di atas diketahui:
∑ � = 47,1
� ��� = 249,39
� ��� = 27,5
Langkah II : Menvalidasi setiap item butir soal
a. Validasi Soal 1 diketahui:
∑X1 = 5,7
∑ ��� = 3,77
∑X1Xt = 30,4
∑�1�� = 30,4 − (47,1�5,7)�
10= 3,55
� ��� = 3,77 −
(5,7)�
10= 0,52
r�� =3,55
√27,5 � 0,52= 0,939
102
Maka diperoleh r�� soal nomor 1 = 0,939.
b. Validasi Soal 2 diketahui:
∑X1 = 4,6
∑ ��� = 2,74
∑X1Xt = 22,94
∑�1�� = 22,94 − (47,1�4,6)�
10= 1,27
� ��� = 3,77 −
(4,6)�
10= 0,62
r�� =1,27
√27,5 � 0,62= 0,307
Maka diperoleh r�� soal nomor 2 = 0,307.
c. Validasi Soal 3 diketahui:
∑X1 = 4,2
∑ ��� = 3,34
∑X1Xt = 23,88
∑�1�� = 23,88 − (47,1�4,2)�
10= 4,09
� ��� = 3,77 −
(4,2)�
10= 1,58
r�� =4,09
√27,5 � 1,58= 0,602
Maka diperoleh r�� soal nomor 3 = 0,620.
d. Validasi Soal 4 diketahui:
∑X1 = 9,1
103
∑ ��� = 9,19
∑X1Xt = 47,66
∑�1�� = 47,66 − (47,1�9,1)�
10= 4,79
� ��� = 9,19 −
(9,1)�
10= 0,91
r�� =4,79
√27,5 � 0,91= 0,958
Maka diperoleh r�� soal nomor 4 = 0,958.
e. Validasi Soal 5 diketahui:
∑X1 = 8,3
∑ ��� = 8,51
∑X1Xt = 42,62
∑�1�� = 42,62 − (47,1�8,3)�
10= 3,53
� ��� = 8,51 −
(8,3)�
10= 1,62
r�� =3,53
√27,5 � 1,62= 0,529
Maka diperoleh r�� soal nomor 5 = 0,529. f. Validasi Soal 6 diketahui:
∑X1 = 7
∑ ��� = 5,22
∑X1Xt = 35,34
∑�1�� = 35,34 − (47,1�7)�
10= 2,37
104
� ��� = 8,51 −
(7)�
10= 0,32
r�� =2,37
√27,5 � 0,32= 0,801
Maka diperoleh r�� soal nomor 6 = 0,801. g. Validasi Soal 7 diketahui:
∑X1 = 8,2
∑ ��� = 9,06
∑X1Xt = 46,55
∑�1�� = 46,55 − (47,1�8,2)�
10= 7,93
� ��� = 8,51 −
(8,2)�
10= 2,34
r�� =2,37
√27,5 � 2,34= 0,990
Maka diperoleh r�� soal nomor 7 = 0,990.
Langkah IV: 1. Mencari df pada tabel korelasi dengan rumus: N – 2= 10 –
2 = 8. Pada taraf 5 % = 0,632 pada taraf 1 % = 0,765. Pada
contoh ini gunakan taraf 5 % yaitu 0,632
2. Analisa validasi: apabila r�� > r tabel maka item butir soal
valid, apabila r��< r tabel maka item butir soal invalid (tidak
valid)
Langkah V : Bandingkan nilai r�� dengan df dengan tabel dibawah ini:
105
No
soal
Perbandingan r�� dengan
df
Keterangan
1
2
3
4
5
6
7
0,939 > 0,632
0,307 < 0,632
0,620 < 0,632
0,958 > 0,632
0,529 < 0,632
0,801 > 0,632
0,990 > 0,632
Valid
Invalid
Invalid
Valid
Invalid
Valid
Valid
Dari uji validitas butir item yang dilakukan terlihat bahwa dari 7 butir
soal essai di atas, terdapat 4 butir soal yang valid yaitu pada pada butir soal no
1, 4, 6 dan 7. Sedangkan sebanyak 3 butir soal invalid atau tidak valid yaitu
pada butir soal nomor 2, 3, dan 5. Butir soal yang dianggap valid disimpan di
dalam bank soal dan dapat digunakan kembali pada tes-tes berikutnya.
Sedangkan soal yang tidak valid harus diganti dengan butir item soal baru.
C. Pengertian Reliabilitas
Reliabilitas berasal dari kata rely yang artinya percaya dan reliabel
yang artinya dapat dipercaya. Pengertian secara etimologi tentang reliabilitas
mengisyaratkan bahwa reliabilitas dalam konteks tes hasil belajar adalah
sejauh mana tes tersebut dapat dipercaya dan diandalkan. Beberapa ahli
berpendapat, reliabilitas berkaitan dengan tingkat konsistensi dan keajegan tes
hasil belajar. Dalam pandangan positifistik (kuantitatif), suatu data dinyatakan
reliable apabila dua atau lebih peneliti dalam obyek yang sama menghasilkan
data yang sama, atau peneliti sama dalam waktu berbeda menghasilkan data
yang sama, atau sekelompok data bila dipecah menjadi dua menunjukkan data
yang tidak berbeda. Kalau peneliti satu menemukan dalam obyek berwarna
106
biru, maka peneliti yang lain juga demikian. Kalau seorang peneliti dalam
obyek kemarin menemukan data berwarna biru, maka sekarang atau besok
akan tetap berwarna biru. Karena reliabilitas berkenaan dengan derajat
konsistensi, maka bila ada peneliti lain mengulangi atau mereplikasi dalam
penelitian pada obyek yang sama dengan metode yang sama maka akan
menghasilkan data yang sama.
Purwanto (2011) menyebutkan beberapa ahli memberikan batasan
tentang reliabilitas. Menurut Thordike dan Hagen, reliabilitas berkaitan dengan
akurasi instrumen dalam mengukur apa yang hendak diukur, kecermatan hasil
ukur dan seberapa akurat seandainya dilakukan pengukuran ulang. Kerlinger
memberikan batasan tentang reliabilitas yaitu: 1) reliabilitas dicapai apabila
kita mengukur himpunan objek yang sama berulangkali dengan instrumen
yang sama atau serupa akan memberikan hasil yang sama atau serupa, 2)
reliabilitas dicapai apabila ukuran yang diperoleh dari suatu instrumen
pengukur adalah ukurana yang sebenarnya untuk sifat yang diukur, 3)
keandalan dicapai dengan meminimalkan galat pengukuran yang terdapat
dalam suatu instrumen pengukur. Sebagai contoh, siswa kelas XII pada hari ini
diberikan tes pada pembelajaran Biologi. Minggu berikutnya siswa tersebut di
tes kembali dengan tes yang sama. Hasil dari kedua tes bisa jadi sama atau
relatif sama. Jika ini terjadi perbedaan antara hasil belajar ketika tes awal dan
tes berikutnya, berarti soal tes yang dibuat tidak ajeg dan konsisten atau dengan
kata lain derajat reliabilitasnya masih rendah.
Menanggapi contoh di atas, Kusaeri (2012) mengatakan bahwa
reliabilitas memiliki karakteristik sebagai berikut: 1) reliabilitas merujuk pada
hasil yang didapat melalui sebuah instrumen tes, bukan merujuk kepada
instrumennya sendiri. Suatu instrumen tertentu mungkin memiliki reliabilitas
berbeda dengan instrumen lainnya. Jadi, lebih tepat mengatakan bahwa
reliabilitas “skor tes” dibandingkan reliabilitas “tes” 2) reliabilitas merupakan
107
syarat perlu, tetapi belum cukup untuk syarat validitas. Sebuah tes yang
memberikan hasil tidak konsisten mungkin tidak dapat memberikan informasi
yang valid berkaitan dengan kemampuan yang diukur. Di sisi lain, hasil tes
yang sangat konsisten bisa saja mengukur sesuatu yang salah atau digunakan
dengan cara yang tidak tepat. Jadi, reliabilitas yang rendah dapat membatasi
tingkat validitas yang didapat, tetapi reliabilitas yang tinggi tidak menjamin
terpenuhinya derajat validitas. Pendek kata, reliabilitas semata-mata
memberikan hasil yang konsisten sehingga memungkinkan terpenuhinya
validitas, 3) reliabilitas utamanya berkaitan dengan statistik. Analisa logis dari
suatu tes akan memberikan sedikit bukti berkaitan dengan reliabilitas skor tes.
Tes harus diujikan minimal satu kali untuk melihat tingkat konsistensinya dan
tingkat konsistensi ini biasanya dinyatakan dalam bentuk koefisien reliabilitas
dan kesalahan pengkuran (standar error of measurement).
Dalam memberikan interpretasi apakah butir tersebut reliabel atau tidak
pada umumnya digunakan patokan sebagai berikut:
1. Apabila koefisien reliabilitas sama dengan atau lebih besar daripada
0,70 berarti tes hasil belajar yang sedang diuji reliabilitasnya,
dinyatakan telah memiliki tingkat reliabilitas tinggi atau soal reliabel.
2. Apabila koefisien reliabilitas lebih keci dari 0,70 berarti tes hasil
belajar yang sedang diuji reliabilitasnya, dinyatakan memiliki tingkat
reliabilitas rendah atau soal tidak reliabel.
D. Jenis-Jenis Reliabilitas
Secara garis besar ada dua jenis reabilitas yaitu; reliabilitas eksternal
dan reliabilitas internal. Reliabilitas eksternal diperoleh karena kriteria tingkat
keajegan berada di luar instrumen. Sebaliknya, reliabilitas internal kriteria
tingkat konsistensinya didapat dari data instrumen itu sendiri.
108
1. Reliabilitas eksternal
Ada dua cara untuk menguji reliabilitas suatu tes hasil belajar yaitu
dengan menggunakan metode bentuk paralel (equivalent method) dan metode
tes berulang (test-retest method).
a. Reliabilitas bentuk ekuivalensi
Sesuai dengan namanya, yaitu ekuivalen maka tes yang hendak diukur
reliabilitasnya dibuat identik. Setiap tampilannya, kecuali subtansi item yang
ada dapat berbeda. Kedua tes tersebut sebaiknya mempunyai karakteristik
sama. Karakteristik yang dimaksud termasuk, misalnya: mengukur variabel
yang sama, mempunyai jumlah item sama, struktur sama, mempunyai
tingkatan kesulitan dan mempunyai petunjuk, cara skoring, dan interpretasi
yang sama. S. Eko (2012) mengatakan bahwa metode paralel dilakukan dengan
cara menyusun dua instrumen yang hampir sama (equivalent), kemudian
diujicobakan pada sekelompok responden yang sama (responden mengerjakan
dua kali tes yang hampir sama).
Berdasarkan pendapat di atas dapat diberikan contoh seorang guru akan
menguji tingkat reliabilitas soal yang dibuatnya, guru tersebut membuat dua
instrumen tes yang hampir sama kemudian diujicobakan kepada satu kelas
murid. Tes pertama disebut nilai X dan tes kedua disebut nilai Y. Untuk analisa
data digunakan analisa statistik product moment.
Implikasi dari analisis di atas ialah bahwa sebuah tes diberikan lebih
dari satu kali pada grup yang sama. Tes pertama diberikan pada grup sebagai
proses dan setelah selang waktu tertentu diberikannya untuk yang kedua
kalinya sebagai post-test. Hal lain yang perlu diketahui yaitu bahwa ada
kemungkinan pengaruh kegiatan intervening, ketika mengukur suatu hal yang
esensinya sama dengan menggunakan tes sama.
109
Langkah-langkah proses melaksanakan tes reliabilitas secara ekuivalen yaitu:
1) Tentukan subjek sasaran yang hendak dites.
2) Lakukan tes yang dimaksud kepada subjek sasaran tersebut.
3) Administrasi hasilnya secara baik.
4) Dalam waktu yang tidak terlalu lama, lakukan pengetesan untuk yang
kedua kalinya pada grup terebut.
5) Korelasikan kedua hasil tes skor.
Jika hasil koefisien ekuivalen tinggi, berarti tes memiliki reliabilitas
ekuivalen baik. Sebaiknya apabila ternyata bahwa koefisienya rendah maka
reliabilitas ekuivalen tes rendah. Reliabilitas ekuivalen merupakan salah satu
bentuk yang dapat diterima dan umum dipakai dalam penelitian terutama
penelitian pendidikan.yang perlu juga di ketahui para peneliti adalah bahwa tes
ekuivalen mempunyai kelemahan yaitu bahwa membuat dua buah tes yang
secara esensial ekuivalen adalah sulit. Akibatnya akan selalu muncul
terjadinya kesalahan pengukuran.
b. Reliabilitas bentuk tes-retes
Reliabilitas tes-retes tidak lain adalah derajat yang menunjukkan
konsistensi hasil sebuah tes dari waktu ke waktu. Tes-retes menunjukkan
variasi skor yang diperoleh dari penyelenggaraan satu tes yang dilakukan dua
kali atau lebih sebagai akibat kesalahan pengukuran. Dengan kata lain, kita
tertarik dalam mencari kejelasan bahwa skor seseorang mencapai suatu tes
pada waktu tertentu adalah sama hasilnya, ketika orang tersebut dites lagi
dengan tes tersebut. Dengan melakukan tes-retes tersebut kita mengetahui
sejauh mana konsistensi suatu tes mengukur dengan apa yang ingin diukur.
Sudaryono (2012) mengatakan bahwa metode tes ulang atau tes-retest
merupakan pendekatan reliabilitas yang paling tua dibandingkan pendekatan
110
lainnya. Pendekatan ini juga dikenal dengan istilah single test-double trial
method di mana satu instrumen tes diujicobakan dua kali kepada kelompok
yang sama dan memiliki jeda waktu dalam tes tersebut.
Reliabilitas tes-retes ini penting khususnya ketika digunakan untuk
menentukan prediktor, misalnya tes kemampuan. Tes kemampuan tidak akan
bermanfaat, jika ternyata menunjukkan hasil yang selalu berubah-rubah secara
signifikan saat diberikan kepada responden. Penentu pemakaian reliabilitas
tes-retes, juga tepat ketika bentuk alternatif lainnya tidak ada, dan ketika
tampak bahwa orang yang mengambil tes kedua kalinya tidak ingat atas
jawaban tes yang pertama. Para pengambil tes pada umumnya akan terus
mengingat jawabannya, jika item-item soal yang ada banyak mengandung
faktor sejarah dibanding bentuk jawaban item pada mata pelajaran matematika.
Reliabilitas tes-retes dapat dilakukan dengan cara seperti berikut:
1) Selenggarakan tes pada grup yang tepat sesuai dengan rencana.
2) Setelah selang waktu tertentu, misalnya satu minggu atau dua minggu,
lakukan kembali penyelenggaraan tes yang sama dengan grup yang
sama tersebut.
3) Korelasikan hasil tes tersebut.
Tes-retes juga mempunyai beberapa permasalahan. Di antaranya
permasalahan tersebut, yaitu faktor waktu tenggang yang diambil ketika
dilakukan tes pertama dengan tes kedua. Jika interval waktu terlalu pendek
maka mahasiswa memiliki kesempatan untuk mengingat jawaban dalam tes,
sehingga tes yang kedua dapat dipastikan lebih baik, karena faktor resistansi
atau sisa-sisa hafalan yang terjadi pada subjek pelaku. Jika interval waktu
terlalu panjang, kemampuan para pelaku yang mengikuti tes mungkin
bertambah, karena dua kemungkinan, yaitu faktor maturasi atau kedewasaan
dan faktor intervensi dari faktor belajar para subyek.
111
Faktor-faktor tersebut menjadikan konsistensi tes cenderung artifsial
dan rendah. Mengenai interval waktu yang baik antara tes pertama dengan tes
berikutnya diberikan kepada subjek pelaku pilot study, (Gay, 1983, dalam
Sukardi, 2007) memberikan referensi bahwa satu hari terlalu pendek,
sebaliknya satu bulan terlalu panjang. Oleh karena itu, selisih waktu pemberian
tes melalui tes-retes di antara satu atau dua minggu.
Beberapa perbedaan dari kedua jenis model reabilitas di atas dapat
dilihat tabel dibawah ini (Kusaeri: 2011):
Metode Tujuan Banyaknya format tes
Banyaknya administrasi
tes
Prosedur
Res-retes
Ekuivalen
Mengukur kestabilan
Mengukur ekuivalensi
Satu format tes
Dua format tes
Sekali diujikan
Sekali diujikan
Memberikan tes yang sama dua kali pada kelompok yang sama dengan jeda waktu yang tertentu antar dua tes. Jeda waktu penyelenggaraan tes harus menjadi pertimbangan.
Memberikan dua bentuk tes berbeda, tetapi paralel pada sekelompok siswa yang sama, dengan waktu yang sama pula.
112
2. Reliabilitas Internal
Sebagaimana dijelaskan diawal bahwa reliabilitas internal diperoleh
dengan cara menganalisa hasil tes belajar dari instrumen itu sendiri, namun
dari sistem pemberian skor item soal, ada dua metode dalam menganalisis
reliabilitas internal yaitu:
a. Instrumen skor diskrit (tes hasil belajar subyektif)
Ciri khas dari analisis instrumen diskrit adalah hasil jawaban peserta
ujian hanya dua yaitu 1 (satu) dan 0 (nol). Satu mewakili jawaban betul dan
nol mewakili jawaban yang salah. Biasanya data diskrit didapat dari hasil tes
belajar model tes subyektif. Ada beberapa cara dan rumus untuk mencari
reliabilitas internal yaitu; (1) Spearman Brown, (2) rumus Flanagan, (3) rumus
Rulon, (4) rumus KR 20 dan 21 (5) rumus Hoyt. Rumus Spearman-Brown,
Flanagan dan Rulon dicari dengan menggunakan teknik Split Half, sedangkan
rumus KR 20 dan 21 serta Hoyt tidak menggunakan metode belah dua.
Reliabilitas belah tengah tergolong dalam jenis reliabilitas yang
berdasarkan konsistensi internal dari instrumen pengukuran. Reliabilitas ini
diperlukan jika tes sangat panjang. Prosedur menentukan reliabilitas belah
tengah meliputi langkah-langkah:
1) Berikan seluruh tes pada satu kelompok.
2) Jumlah soal tes harus genap supaya bisa dibagi dua. Pada saat dibagi
dua, belahan pertama dan kedua harus sejajar atau seimbang.
3) Bagi tes ke dalam dua bagian yang sama, dalam bentuk subtes, setengah
bagian pertama berisi item-item yang ganjil, sedangkan item-item yang
genap pada setengah bagian kedua.
4) Hitung skors setiap obyek pada kedua sub bagian dimana setiap subjek
mendapat mendapat 2 skor, 1 skor untuk item ganjil, dan 1 skor untuk
item genap.
5) Korelasikan 2 skor himpunan itu.
113
Hasil korelasi ialah koefisien konsistensi internal, bila tinggi berarti instrument itu mejmpunyai reliabilitas yang tinggi.
b. Instrumen skor non diskrit
Ciri khas dari skor non diskrit adalah instrumen hasil pengukuran yang
didapat dari tes hasil belajar, sistem skoringnya bukan 1 dan 0, melainkan
penjenjangan skor, dimulai dari skor tertinggi sampai skor terendah. Pada skor
maksimum 10, rentang skor yang didapat seorang siswa terendah 1 dan
tertinggi 10. Pada skor maksimal 100, rentang skor yang didapat seorang siswa
terendah 10 dan tertinggi 100.
Untuk hasil tes belajar skor non diskrit terdapat pada tes berbentuk
uraian, angket dengan skala Likert dan skala bertingkat. Pada skala Likert dan
bertingkat, interval skor dapat dimulai dari 1 sampai 4 atau 1 sampai 5 atau 1
sampai 8. Sedangkan rumus yang digunakan untuk menghitung reabilitas data
non diskrit adalah rumus Alpha.
E. Rumus-rumus Uji Reliabilitas
1. Reliabilitas Eksternal
Untuk uji reliabilitas eksternal digunakan rumus korelasi Product Moment dari Spearman. Rumusnya sebagai berikut:
r�� = �∑���(∑�)(∑�)
�[(�∑��� (∑�)�][�∑���(∑�)²]
Contoh: Seorang guru akan meneliti apakah soal yang dibuat sudah
reliabel atau tidak. Kemudian guru mengambil 10 orang murid sebagai sampel
dari seluruh siswa. Dilakukan tes dua kali dan hasilnya sebagai berikut:
No Nama siswa Tes I Tes II
1 A 5 7
2 B 3 4
114
3 C 3 5
4 D 4 6
5 E 7 7
6 F 5 5
7 G 8 8
8 H 7 7
9 I 6 7
10 J 7 6
Untuk menguji dan mencari nilai koefisien reliabilitasnya digunakan
langkah-langkah sebagai berikut:
Langkah I : Menentukan nilai ∑X, ∑Y dan ∑XY dengan tabel kerja
berikut:
No Nama siswa Tes I (X) Tes II (Y) XY X² Y²
1 A 5 7 35 25 49
2 B 3 4 12 9 16
3 C 3 5 15 9 25
4 D 4 6 24 16 36
5 E 7 7 49 49 49
6 F 5 5 25 25 25
7 G 8 8 64 64 64
8 H 7 7 49 49 49
9 I 6 7 42 36 49
10 J 7 6 42 49 36
55 62 357 331 398
115
Langkah II : Mencari ��� dengan rumus Product Moment:
r�� = N∑XY − (∑X)(∑Y)
�[(N∑X� − (∑X)�][N∑Y� − (∑Y)²]
Dari tabel kerja di atas didapatkan data-data sebagai berikut:
N = 10
∑X = 55
∑Y = 62
∑XY= 357
∑X² = 331
∑Y² = 398
Maka:
r�� = 10 X 357 − (55)(62)
�{10 X 331 − (55)²} {10 X 398 − (62)²}
r�� = 3570 − 3410
�(3310 − 3025) X (3980 − 3844)
r�� = 160
√285 X 136
r�� = 160
√38760
r�� = 160
196,875
r�� = 0,813
Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh koefisien reliabilitas sebesar
��� = 0,813 dapat disimpulkan soal tes hasil belajar memiliki reliabilitas tinggi.
116
2. Reliabilitas Internal
a. Uji Reliabilitas Tes objektif
1) Rumus Spearman Brown
Rumus ini digunakan untuk menguji reliabilitas dengan cara split half. Rumusnya adalah:
Ket:
r�� : koefisien reliabilitas r ½ : koefisien korelasi product moment separoh bagian I dan II tes 1 dan 2 : bilangan konstan
Contoh: data di bawah ini menunjukkan skor tes matematika pilihan
ganda.
No Nama Siswa Nomor Butir Soal
1 2 3 4 5 6 7 8
1 A 1 1 0 1 0 1 1 1
2 B 0 1 1 1 0 0 1 1
3 C 1 1 1 0 1 1 1 0
4 D 0 0 1 0 1 0 0 0
5 E 1 0 0 1 1 1 0 1
6 F 0 1 0 1 1 0 0 1
7 G 0 1 0 1 0 1 1 0
8 H 0 1 1 1 0 0 1 1
9 I 1 1 1 1 0 1 1 1
10 J 1 0 1 1 1 0 0 1
Untuk menguji dan mencari nilai koefisien reliabilitasnya digunakan langkah-langkah sebagai berikut:
r₁₁ =2r½½
(1 + r½½)
117
Langkah I : membagi butir soal menjadi dua bagian (split half).
No Nama Siswa Nomor Butir Soal X Y XY X² Y²
1 2 3 4 5 6 7 8 (1,2,3,4) (5,6,7,8)
1 A 1 1 0 1 0 1 1 1 3 3 9 9 9
2 B 0 1 1 1 0 0 1 1 3 2 6 9 4
3 C 1 1 1 0 1 1 1 0 3 3 9 9 9
4 D 0 0 1 0 1 0 0 0 1 1 1 1 1
5 E 1 0 0 1 1 1 0 1 2 3 6 4 9
6 F 0 1 0 1 1 0 0 1 2 2 4 4 4
7 G 0 1 0 1 0 1 1 0 2 2 4 4 4
8 H 0 1 1 1 0 0 1 1 3 2 6 9 4
9 I 1 1 1 1 0 1 1 1 4 3 12 16 9
10 J 1 0 1 1 1 0 0 1 3 2 6 9 4
∑X=26 ∑Y=23 ∑XY=63 ∑X²=74 ∑Y²=57
Langkah II : mencari nilai r�� dengan menggunakan rumus Product
Moment: Diketahui: ∑X = 26 ∑Y = 23 ∑XY = 63 ∑X² = 74 ∑Y² = 57 Maka:
r�� = N∑XY − (∑X)(∑Y)
�[(N∑X� − (∑X)�][N∑Y� − (∑Y)²]
r�� = ��.���(��)(��)
�[(��.��� (��)�][��.���(��)²]
r�� = 10.63 − (26)(23)
�[(10.74 − (26)�][10.63 − (23)²]
118
r�� = 630 − 598
�[740 − 676][630 − 529]
r�� = 32
√64 X 41
r�� = 32
√2624
r�� = 32
51,22
r�� = 0,624
Setelah dihitung dengan rumus korelasi product moment, diketahui
bahwa ��� = 0,624. Harga tersebut menunjukkan reliabilitas separuh soal.
Oleh karena itu ��� untuk belahan lainnya disebut dengan r1/21/2 atau rgg.
Sedangkan untuk mencari reliabilitas belahan lain digunakan rumus Spearman-Brown:
�₁₁ =2�½½
(1 + �½½)
Maka:
�₁₁ =2 � 0,624
(1 + 0,624)
�₁₁ =1,248
1,624
r₁₁ = 0,768 (soal dinyatakan reliabel)
2) Rumus Flanagan
Rumus ini ditemukan oleh Flanagan dengan perhitungan yang
menggunakan belah dua ganjil genap (split half). Rumusnya adalah:
119
Ket:
r₁₁ = reliabilitas tes
S�� = varian belahan pertama
S�� = varian belah kedua
S�� = Varian total
Contoh: dengan menggunakan data di atas, dihitung reliabilitasnya dengan
menggunakan rumus Flanagan dengan cara sebagai berikut:
Langkah I : mempersiapkan tabel kerja
No Nama Siswa Nomor Butir Soal X Y XY X² Y²
1 2 3 4 5 6 7 8 (1,2,3,4) (5,6,7,8)
1 A 1 1 0 1 0 1 1 1 3 3 9 9 9
2 B 0 1 1 1 0 0 1 1 3 2 6 9 4
3 C 1 1 1 0 1 1 1 0 3 3 9 9 9
4 D 0 0 1 0 1 0 0 0 1 1 1 1 1
5 E 1 0 0 1 1 1 0 1 2 3 6 4 9
6 F 0 1 0 1 1 0 0 1 2 2 4 4 4
7 G 0 1 0 1 0 1 1 0 2 2 4 4 4
8 H 0 1 1 1 0 0 1 1 3 2 6 9 4
9 I 1 1 1 1 0 1 1 1 4 3 12 16 9
10 J 1 0 1 1 1 0 0 1 3 2 6 9 4
∑x= 26 ∑x= 23
∑xy= 63
∑x²= 74
∑y²= 57
r���� ���
������
�
��� �
120
Langkah II : Mencari ∑x² dengan rumus:
∑x� = ∑X² − (∑x)²
N
Maka:
∑x� = 74 − (26)²
10
∑x� = 74 − 67,6
∑x� = 6,4
Langkah III : Mencari ∑y² dengan rumus:
∑y� = ∑Y² − (∑y)²
N
Maka:
∑y� = 57 − (23)²
10
∑x� = 57 − 52,9
∑x� = 4,1
Langkah IV : Mencari ∑ (x+y)² dengan rumus:
∑(x + y)� = ∑X�� −
(∑X�)²
N
Maka:
∑(x + y)� = 257 − (49)²
10
∑(x + y)� = 257 − 240,1
∑(x + y)� = 16,9
Langkah V : Mencari S��, S�
� dan S�� dengan masing-masing rumus sebagai
berikut:
121
1. S�� =
∑x²
N
Maka:
S�� =
6,4
10
S�� = 6,4
2. S�� =
∑y²
N
Maka:
S�� =
4,1
10
S�� = 0,41
3. S�� =
∑(x + y)²
N
S�� =
16,9
10
S�� = 1,69
Setelah mendapatkan nilai ���, ��
� dan ��� , kemudian dimasukkan ke
dalam rumus Flanagan yaitu:
����� ���
������
�
��� �
Maka:
����� ���
�,����,��
�,���
����� (�� �,���)
����� � �,���
�����,���
122
Soal dinyatakan reliabel
Perhatikan bahwa dengan menggunakan rumus Flanagan menghasilkan hasil yang sama dengan menggunakan rumus Spearman Brown.
3) Rumus Rulon
Rumus ini ditemukan oleh Rulon dengan menggunakan cara belah dua (split half). Rumusnya adalah:
r₁₁ = 1 − S�
�
S��
Ket :
�₁₁ : Koefisien reliabilitas
1 : Bilangan Konstan
��� : Varian perbedaan antar skor pada belahan I dan II
��� : Varian Total
Contoh: dengan menggunakan data di atas, dihitung reliabilitasnya dengan menggunakan rumus Flanagan dengan cara sebagai berikut:
Langkah I : membuat tabel kerja
No Nama Siswa Nomor Butir Soal X Y d d² Xt Xt²
1 2 3 4 5 6 7 8 Ganjil Genap (X-Y) (X+Y)
1 A 1 1 0 1 0 1 1 1 3 3 0 0 6 36
2 B 0 1 1 1 0 0 1 1 3 2 1 1 5 25
3 C 1 1 1 0 1 1 1 0 3 3 0 0 6 36
4 D 0 0 1 0 1 0 0 0 1 1 0 0 2 4
5 E 1 0 0 1 1 1 0 1 2 3 -1 1 5 25
6 F 0 1 0 1 1 0 0 1 2 2 0 0 4 16
7 G 0 1 0 1 0 1 1 0 2 2 0 0 4 16
123
8 H 0 1 1 1 0 0 1 1 3 2 1 1 5 25
9 I 1 1 1 1 0 1 1 1 4 3 1 1 7 49
10 J 1 0 1 1 1 0 0 1 3 2 1 1 5 25
∑= 26
∑= 23 ∑d=3 ∑d²=5 ∑Xt=49 ∑Xt²=257
Langkah II : Menghitung jumlah kuadrat perbedaan belahan I dan II dengan rumus:
∑X�� = ∑d� −
(∑d)²
N
Maka:
∑X�� = 5 −
(3)²
10
∑X�� = 5 − 0,9
∑X�� = 4,1
Langkah II : menghitung varian belahan I dan II dengan rumus:
∑S�� =
∑d²
N
Maka:
∑S�� =
4,1
10
∑S�� =
4,1
10
∑S�� = 0,41
Langkah III : Menghitung jumlah kuadrat total belahan I dan II dengan rumus:
∑X�� = ∑X�
� − (∑X�)²
N
124
Maka:
∑X�� = 257 −
(49)²
10
∑X�� = 257 −
(49)²
10
∑X�� = 257 − 240,1
∑X�� = 16,9
Langkah IV : Menghitung varian total dengan rumus:
S�� =
∑X��
N
S�� =
16,9
10
S�� = 1,69
Langkah V : Mencari koefisien reliabilitas dengan rumus Rulon
r₁₁ = 1 − S�
�
S��
Maka:
r₁₁ = 1 − 0,41
1,69
r₁₁ = 1 − 0,24
r₁₁ = 0,76 (soal dinyatakan reliabel)
Hasil realibitas antara rumus Spearman, Flanagan dan Rulon
menghasilkan hasil yang sama yaitu �₁₁ = 0,76.
4) Rumus ����
125
Rumus ���� memiliki perbedaan substansi jika dibandingkan dengan
ketiga rumus yang kita gunakan dalam menghitung reliabilitas di atas seperti
rumus Spearman-Brown, Flanagan dan Rulon. Ketiga rumus ini mensyaratkan
reliabilitas dengan menggunakan cara membelah soal menjadi dua bagian
(split half), namun Rumus ���� yang ditemukan oleh Kuder Richardson tidak
mensyaratkan adanya pembelahan soal menjadi dua bagian. Rumus ����
adalah rumus yang menentukan reliabilitas tes yang ditujukan secara langsung
terhadap butir-butir item soal, sedangkan apabila menggunakan ketiga rumus
dengan cara split half maka bisa saja terjadi koefisien reliabilitas tes yang
diperoleh akan berbeda-beda.
Kuder Richardson menemukan dua rumus untuk uji reliabilitas ini yang
dikenal dengan rumus ���� dan ����. Untuk rumus ���� adalah:
r��� �
�
�����
���� ∑����
��� �
Ket:
��� : koefisien reliabilitas
n : Banyaknya butir item
1 : Bilangan konstan
��� : varian total
p� : Proporsi siswa menjawab betul
q� : Proporsi siswa menjawab salah
∑p��� : Jumlah hari hasil perkalian p� dan q�
Contoh: data di bawah ini merupakan hasil tes belajar Fiqh yang akan
diuji reliabilitasnya.
126
No Nama Siswa No Butir X Xt²
1 2 3 4 5 6 7 8 9
1 A 1 1 1 1 0 1 1 1 1 8 64
2 B 1 1 1 1 1 1 1 1 1 9 81
3 C 1 1 1 0 1 1 1 0 1 7 49
4 D 1 0 1 1 1 0 1 0 0 5 25
5 E 1 0 1 1 1 1 1 1 0 7 49
6 F 0 1 1 1 1 0 1 1 1 7 49
7 G 0 1 1 1 0 1 0 0 0 4 16
8 H 0 0 1 0 1 0 1 0 0 3 9
9 I 1 1 1 1 0 1 1 1 0 7 49
10 J 1 1 1 1 1 1 0 1 1 8 64
7 7 10 8 7 7 8 6 5 65 455
0,7 0,7 1 0,8 0,7 0,7 0,8 0,6 0,5
0,3 0,3 0 0,2 0,3 0,3 0,2 0,4 0,5
0,21 0,21 0 0,16 0,21 0,21 0,16 0,24 0,25 1,65
Setelah mendapatkan data melalui tabel di atas, untuk mencari nilai
koefisien reliabilitasnya digunakan langkah-langkah sebagai berikut:
Langkah I : Mencari ∑X�� dengan rumus:
∑X�� = ∑X�
� − (∑X�)²
N
Maka:
∑X�� = 455 −
(65)²
10
∑X�� = 455 − 422,5
127
∑X�� = 32,5
Langkah II : Mencari nilai S�� dengan rumus:
S�� =
∑X��
N
Maka:
S�� =
32,5
10
S�� = 3,25
Langkah III : Setelah mendapatkan nilai ∑piqi= 1,65; S�� = 3,25 dan n=10,
nilai nilai tersebut disubstitusikan ke rumus KR 20 yaitu:
r��� �
�
�����
���� ∑����
��� �
r��� �
��
������
�,��� �,��
�,���
r��� �
��
���
�,�
�,���
r��� �,� � �,��
r��� �,���
Soal dinyatakan tidak reliabel
5) Rumus ����
Sebagaimana yang telah dijelaskan di atas bahwa Kuder Richardson
menemukan dua rumus untuk menguji reliabilitas yaitu ���� dan ����. Untuk
rumus ���� telah dijelaskan di atas, sedangan untuk rumus ����adalah:
r�� = �n
n − 1� �1 −
M� (n − M� )
(n) (S��)
�
128
Ket:
r�� : koefisien reliabilitas
n : banyaknya butir soal
1 : bilangan konstan
M� : mean total
S�� : varian total
129
BAB VI
PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN
A. Penelitian Pengembangan
Penelitian dapat diartikan sebagai cara ilmiah untuk mendapatkan data
yang valid dengan tujuan dapat ditemukan, dikembangkan, dan dibuktikan,
suatu pengetahuan tertentu sehingga pada saatnya dapat digunakan untuk
memahami, memecahkan dan mengantisipasi masalah dalam bidang
pendidikan (Sugiyono, 2015: 5).
Berdasarkan hal di atas penelitian merupakan cara ilmiah untuk
mendapatkan data yang valid dengan tujuan, yaitu salah satunya
dikembangkan. Dalam hal ini pengembangan dalam penlitian termasuk dalam
macam metode penelitian berdasarkan tujuannya, yaitu penelitian
pengembangan (R&D).
Penelitian dan pengembangan merupakan “jembatan” antara penelitian
dasar (basic research) dengan penelitian terapan (applied research)
(Sugiyono, 2015: 10). Penelitian dasar bertujuan untuk menemukan
pengetahuan baru sedangkan penelitian penerapan bertujuan untuk
menerapakan ilmu/hasil dari penemuan tersebut.
Oleh sebab itu, penelitian pengembangan dijadikan jembatan antara
kedua penelitian tersebut karena penelitian pengembangkan bertujuan untuk
menemukan, mengembangkan dan menvalidasi suatu ilmu/hasil/produk yang
berasal dari penelitian dasar sehingga dapat diterapkan pada penelitian terapan.
Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian pengembangan (R&D)
memiliki beberapa tahapan/alur, sebagaimana yang telah dinyatakan oleh
Tessmer. Nama desain yang dikembangkan oleh Tessmer adalah desain
evaluasi formatif (formative evaluation). Secara rinci penjabaran konsep
130
penelitian pengembangan dengan menggunakan teori Tessmer akan dibahas
pada bab selanjutnya.
B. Perencanaan dan Kreativitas
Ada dua hal yang berhubungan dan juga tampak berlawanan dalam
pengembangan, yaitu: pertama, menghendaki prosedur perencanaan yang
terstruktur yang memerlukan pengorganisasian, memperhatikan urutan yang
logis dan integritas tentang keutuhan/pesan. Kedua, menghendaki alur ide dan
ekspresi yang bebas dan tak terstruktur yang yang dihasilkan oleh berpikir
kreatif dan mengacu pada masalah yang timbul selama pengembangan desain
berlangsung.
Jika kita menghendaki hasil produksi yang efektif sekaligus menarik,
maka kedua pola pengembangan tersebut diperlukan.
1. Mulai dengan kegunaan atau ide
Kita dapat mulai membuat perencanaan dengan ide yang muncul dalam
benak kita. Suatu ide mungkin mengindikasikan minat yang kita miliki,
tetapi ide yang lebih berguna adalah ide yang berhubungan dengan
keperluan suatu kelompok mahasiswa, misalnya suatu kelompok lebih
memerlukan keterampilan dari hanya sekedar pengetahuan dan perubahan
sikap.
2. Memotivasi, memberi informasi atau mengajarkan sesuatu
3. Kegunaan dari memformulasikan tujuan adalah menyediakan petunjuk
yang jelas apa yang harus dimuat dan kemana arah dari suatu presentasi.
Ada tiga kelompok tujuan pembelajaran, yaitu:
a. Kognitif-berhubungan dengan pengetahuan dan penalaran
Taksonomi Bloom terdiri dari 6 perilaku kognitif yaitu pengetahuan,
pemahaman, penerapan, analisis, sintesis dan evaluasi. Tingkat
pengetahuan menyangkut kemampuan siswa untuk mengingat.
131
Pemahaman adalah kemampuan untuk mengingat dan menggunakan
informasi, tanpa harus menggunakannya dalam situasi baru atau
berbeda. Menerjemahkan, menafsirkan, dan memperhitungkan atau
meramalkan kemungkinan, termasuk keterampilan pemahaman. Pada
tingkat penerapan, siswa harus mampu menggunakan informasi dengan
cara baru atau dalam situasi baru. Keterampilan ini lebih majemuk
daripada pemahaman karena siswa tidak hanya perlu memahami
informasi itu dalam konteks yang asli tetapi mampu menggunakannya
dengan cara yang baru atau berbeda, menunjukkan perkembangan dari
suatu asas atau abstraksi. Analisis, tingkat keempat, meliputi
kemampuan untuk memisahkan suatu bahan menjadi komponen-
komponen untuk melihat hubungan dari bagian-bagian dan
kesesuaiannya. Ini sering disebut sebagai awal dari keterampilan berpikir
tingkat tinggi. Sintesis ialah kemampuan menggabungkan bagian-bagian
untuk menjadi keseluruhan yang baru. Tingkat kelima taksonomi Bloom
berkenaan dengan kreatifitas siswa karena menuntut siswa untuk
menggabung unsur-unsur informasi atau materi menjadi struktur yang
sebelumnya tidak diketahui. Tingkat terkahir evaluasi, juga merupakan
yang terakhir dari tingkat kemampuan berpikir tinggi, dan meliputi
kemampuan membuat pertimbangan atau penilaian untuk membuat
keputusan atas dasar internal (keajegan, logika, ketepatan) atau eksternal
(dibandingkan karya, teori atau prinsip dalam bidang tertentu)
(Munandar, 2012:162).
b. Afektif-berhubungan dengan sikap, apresiasi dan nilai; berikut
perinciannya:
1) Receiving
Receiving adalah kemampuan untuk merasakan emosi. Pada tingkat
ini siswa menyadari emosi mereka dan dapat menunjukkannya pada
132
salah satu dari 3 Sub-tingkat: kesadaran, kesediaan untuk menerima,
dan perhatian yang dikendalikan atau dipilih. Ketiga Sub-tingkat ini
menunjukkan bahwa siswa bisa pasif dalam menggunakan
keterampilan “menerima” mereka (seperti dalam kesadaran) atau aktif
(seperti dalam perhatian yang dikendalikan).
2) Responding
Responding adalah siswa sadar akan hal-hal dalam lingkungannya
dan cukup berminat untuk berespon dengan salah satu cara. Dalam
kategori ini juga ada 3 sub tingkat dengan pola respon pasif sampai
aktif, yaitu; menuruti, kesediaan untuk berespon, dan kepuasan dalam
berespon.
3) Valuing
Valuing berarti bahwa siswa menemukan makna dalam suatu objek
atau emosi dan menghargainya. Untuk berfungsi pada tingkatan ini,
siswa harus menunjukkan konsistensi dalam penilaiannya
(penghargaannya). Sehingga nyata bahwa dalam satu sistem ini di sini
pun, ada 3 sub-tingkatannya: menerima suatu nilai, preferensi suatu
nilai, dan peningkatan diri (komitmen) terhadap suatu nilai.
4) Organization
Organization adalah nilai-nilai yang diinternalkan dan disistemkan
menjadi sistem nilai atau kompleks nilai. Ini berarti memprioritaskan
beberapa nilai dan mengakomodasi satu sama lainnya sehingga ada
konsistensi dalam perilaku dalam sistem ini. Ada 2 Sub-tingkat dalam
kategori ini yaitu: konseptualisasi dari suatu nilai, dan organisasi dari
sitem nilai.
5) Karakter
Characterization by a value or value complex adalah tingkat tertinggi
dari taksonomi afektif. Di sini, nilai diterjemahkan dalam prilaku, dan
133
sistem nilai yang dikembangkan siswa akan menentukan bagaimana
mereka bertindak. Ada 2 Sub-tingkat dimana siswa mengalami
kondisi percaya, respek, apresiasi, dan afektif, yaitu:
mengembangkan perangkat nilai dan karakterisasi (perilaku
berdasarkan falsafah hidup seseorang).
c. Psikomotorik-berhubungan dengan keterampilan
Ranah psikomotor merupakan ranah yang berkaitan dengan
keterampilan (skill) atau kemampuan bertindak setelah seseorang
menerima pengalaman belajar tertentu. Hasil belajar ranah psikomotor
dikemukakan oleh Simpson yang menyatakan bahwa hasil belajar
psikomotor ini tampak dalam bentuk keterampilan (skill) dan
kemampuan bertindak individu. Hasil belajar psikomotor ini sebenarnya
merupakan kelanjutan dari hasil belajar kognitif (memahami sesuatu)
dan hasil belajar afektif (yang baru tampak dalam bentuk
kecenderungan-kecenderungan berperilaku).
1. Mempertimbangkan audience
Karakteristik siswa atau audience, yaitu mereka yang akan melihat,
menggunakan dan belajar dari media yang kita buat, tidak dapat
dipisahkan dari rumusan tujuan yang kita buat, yaitu berkenaan
dengan kognitif, afektif dan psikomotorik siswa. Karakteristik
audience seperti usia, tingkat pendidikan, pengetahuan terhadap
subjek, keterampilan, sikap, konteks budaya, perbedaan individual,
kesemuanya perlu diperhatikan dalam membuat tujuan dan topik
bahasan. Perimbangan tentang audience ini merupakan hal yang
dominan manakala kita mempertimbangkan komplesitifitas ide,
topik, kosakata, contoh-contoh dan tingkat partisipasi siswa yang
diharapkan.
134
2. Membuat outline
Outline sangat diperlukan dalam pembelajaran. Bentuk outline ini
bermacam-macam tergantung dari apa yang akan kita buat. Dengan
petunjuk tersebut, kita menempelkan gambar, garis, narasi, warna dan
sebagainya pada media yang kita buat. Dengan demikian kita akan
terhindar dari kesalahan yang tidak perlu.
3. Bekerja dalam tim
Mengerjakan suatu media pembelajaran bersama-sama adalah ide
yang sangat baik. Kita dapat berbagi ide, kreatifitas, dan keahlian
lainnya sehingga media yang kita buat akan lebih efektif, kreatif dan
menarik.
135
BAB VII
TEORI STATISTIK DALAM PENELITIAN
A. Pengertian Statistik
Secara etimologis kata “statistik” berasal dari kata status (bahasa Latin)
yang mempunyai persamaan arti dengan kata state (bahasa Inggris) atau kata
staat (bahasa Belanda), dan yang dalam bahasa Indonesia diterjemahkan
menjadi negara. Pada mulanya, kata “statistik” diartikan sebagai “kumpulan
bahan keterangan (data), baik yang berwujud angka (data kuantitatif) maupun
yang tidak berwujud angka (data kuantitatif) maupun yang tidak berwujud
angka (data kualitatif), yang mempunyai arti penting dan kegunaan yang besar
bagi suatu negara. Namun, pada perkembangan selanjutnya, arti kata statistik
hanya dibatasi pada “Kumpulan bahan keterangan yang berwujud angka (data
kuantitatif)” saja; bahkan keterangan yang tidak berwujud angka (data
kualitatif) tidak lagi disebut statistik. Kata “statistik” dalam istilah “Statistik
Pendidikan” dalam buku pengantar statistik pendidikan menjelaskan bahwa
statistik dalam pengertian sebagai ilmu pengetahuan, yaitu ilmu pengetahuan
yang membahas atau mempelajari dan mengembangkan prinsip-prinsip,
metode dan prosedur yang perlu ditempuh atau dipergunakan, dalam rangka
pengumpulan, penyusunan, penyajian, penganalisisan bahan keterangan yang
berwujud angka mengenai hal-hal yang berkaitan dengan pendidikan
(khususnya proses belajar-mengajar), dan penarikan kesimpulan, pembuatan
perkiraan serta ramalan secara ilmiah (dalam hal ini secara matematik) atas
dasar kumpulan bahan keterangan yang berwujud angka tadi (Anas Sudijono,
2018: 1-9). Menurut Rangkuti dalam Syafril mengungkapkan bahwa statistik
adalah “ilmu yang mempelajari metode pengumpulan data, penyajian data,
sampai kepada penarikan kesimpulan” (Syafril, 2019:2).
136
B. Fungsi Statistik Dalam Penelitian Ilmiah
Selanjutnya Sugiyono (2004) menjelaskan fungsi statistik dalam
penelitian sebagai berikut:
1. Alat untuk menghitung besarnya anggota sampel yang diambil dari
suatu populasi. Dengan demikian jumlah sampel yang diperlukan lebih
dapat dipertanggungjawabkan.
2. Alat untuk menguji validitas dan reliabilitas instrumen. Sebelum
instrumen digunakan untuk penelitian, maka harus diuji validitas dan
reliabilitasnya terlebih dahulu.
3. Teknik-teknik untuk menyajikan data, sehingga data lebih komunikatif.
Teknik-teknik penyajian data ini antara lain; tabel, grafik, diagram
lingkaran dan piktogram.
4. Alat untuk analisis data seperti menguji hipotesis penelitian yang
diajukan. Dalam hal ini statistik yang digunakan antara lain korelasi,
regresi, t-test, anava dan sebagainya.
Senada dengan Sugiyono, Irianto (2004: 6) menjelaskan fungsi statistik
dalam penelitian sebagai berikut:
a. Membantu peneliti untuk menentukan sampel, sehingga peneliti dapat
bekerja efisien, tetapi hasilnya sesuai dengan objek yang
diinginkan/diteliti.
b. Membantu peneliti untuk membaca data yang telah dikumpulkan,
sehingga peneliti dapat mengambil keputusan yang tepat.
c. Membantu peneliti untuk melihat ada tidaknya perbedaan antara
kelompok satu dengan yang lainnya atau objek yang diteliti.
d. Membantu peneliti untuk melihat ada tidaknya hubungan antara
variabel yang satu dengan yang lainnya.
137
e. Membantu peneliti dalam melakukan prediksi untuk waktu yang akan
datang maupun masa lalu.
f. Membantu peneliti untuk melakukan interprestasi atas data yang
terkumpul (Rusydi Ananda dan Muhammad Fadhli, 2018: 16).
C. Langkah Pengolahan Data Statistik Dalam Penelitian
Data yang didapat dari hasil pengamatan maupun dari hasil suatu
penelitian sebelum disajikan untuk disajikan informasi maka terlebih dahulu
data tersebut harus diolah menggunakan teknik-teknik statistik tertentu yang
sesuai dengan jenis penelitian dan jenis data yang dihasilkan dari penelitian
tersebut. Adapun langkah-langkah yang dapat ditempuh dalam pengolahan
data penelitian adalah sebagai berikut:
1. Penyusunan Data
Data yang sudah didapat dari penelitian harus dikumpulkan semua agar
mudah untuk mengecek apakah data yang dibutuhkan sudah terekam semua.
Penyusunan data harus dipilih data yang ada hubungannya dengan penelitian
(data penting) dan benar-benar otentik. Adapun data yang didapat melalui
wawancara harus dipisahkan antara pendapat responden dan pendapat
interviewer atau peneliti.
2. Klasifikasi data
Klasifikasi data merupakan usaha menggolongkan, mengelompokkan
dan memilah data berdasarkan pada klasifikasi tertentu yang telah dibuat dan
ditentukan sendiri oleh peneliti. Keuntungan dari klasifikasi data adalah untuk
memudahkan pengujian hipotesis.
138
3. Pengolahan data
Pengolahan data dilakukan untuk menguji hipotesis yang telah
dirumuskan. Jenis data menentukan apakah ketika pengolahan ini peneliti akan
menggunakan teknik kualitatif atau kuantitatif, karena data kualitatif harus
diolah menggunakan teknik kualitatif dan data kuantitatif harus diolah dengan
menggunakan teknik statistik, baik statistik parametrik maupun statistik non
parametrik.
Untuk pengolahan data dengan statistik parametrik, data harus
memenuhi beberapa persyaratan antara lain: data tersebut harus berdistribusi
normal, hubungan yang terjadi antar variabel adalah hubungan yang linear dan
data bersifat homogen (statistik parametrik digunakan untuk data interval dan
rasio). Sedangkan teknik statistik non parametrik tidak menguji parameter
populasi akan tetapi yang diuji adalah distribusi dan asumsi bahwa data yang
akan dianalisis tidak terikat dengan adanya distribusi normal atau tidak harus
berdistribusi normal (statistika non parametrik digunakan untuk data nominal
dan ordinal).
4. Interpretasi hasil pengolahan data
Tahap ini menerangkan setelah peneliti menyelesaikan analisa datanya
dengan cermat, kemudian langkah selanjutnya peneliti menarik suatu
kesimpulan yang berisikan intisari dari seluruh rangkaian kegiatan penelitian.
Dalam menginterpretasikan data hasil analisis perlu diperhatikan hal-hal antara
lain: interpretasi tidak melenceng dari hasil analisis, interpretasi harus masih
dalam batas kerangka penelitian, secara etis peneliti rela mengemukakan
kesulitan dan hambatan-hambatan sewaktu melakukan penelitian (Indra Jaya,
2019: 14-15).
139
BAB VIII
PERAN STATISTIK DALAM EVALUASI PEMBELAJARAN
A. Evaluasi dan Statisik
Menurut Arifin dalam Asrul dkk (2015: 4) mengemukakan bahwa pada
hakikatnya evaluasi adalah suatu proses yang sistematis dan berkelanjutan
untuk menentukan kualitas (nilai dan arti) daripada sesuatu, berdasarkan
pertimbangan dan kriteria tertentu dalam rangka mengambil suatu keputusan.
1. Tujuan dan Fungsi Evaluasi
Tujuan dari evaluasi pendidikan itu sendiri adalah untuk mendapatkan
data pembuktian yang akan menunjukkan tingkat keberhasilan peserta didik
untuk mencapai tujuan kurikuler. Selaian itu, evaluasi juga dapat digunakan
oleh pendidik dan pengawas pendidikan dalam mengukur atau menilai
keefektifan mengajar, kegiatan belajar, maupun metode mengajar yang
digunakan. Dengan demikian, evaluasi itu dapat dikatakan sangat penting
dalam proses belajar mengajar.
Secara rinci, fungsi evaluasi dalam pembelajaran dapat dikelompokkan
menjadi empat fungsi berikut.
a. Untuk mengetahui seberapa maju dan berkembangnya peserta didik
setelah melakukan kegiatan belajar selama jangka waktu tertentu.
b. Untuk mengetahui tingkat keberhasilan program pengajaran.
c. Untuk keperluan Bimbingan dan Koseling (BK)
d. Untuk mengetahui berbagai keperluan pengembangan dan perbaikan
kurikulum sekolah (Rina Febriana, 2019: 11-13).
140
B. Pembelajaran Evaluasi dan Statistik
Tahapan pelaksanaan evaluasi proses pembelajaran adalah penentuan
tujuan, menentukan desain evaluasi, pengembangan instrumen evaluasi,
pengumpulan informasi/data, analisis dan interprestasi dan tindaklanjut
(Amirono dan Daryanto, 2016: 43).
1. Menentukan tujuan
Tujuan evaluasi proses pembelajaran dapat dirumuskan dalam bentuk
pernyataan atau pertanyaan. Secara umum tujuan evaluasi proses pembelajaran
untuk menjawab pertanyaa-pertanyaan berikut:
1) Apakah strategi pembelajaran yang dipilih dan dipergunakan oleh
pendidik efektif,
2) Apakah media pembelajaran yang digunakan oleh pendidik efektif,
3) Apakah cara mengajar pendidik menarik dan sesuai dengan pokok
materi sajian yang dibahas, mudah diikuti dan berdampak peserta didik
mudah mengerti materi sajian yang dibahas,
4) Bagaimana persepsi peserta didik terhadap materi sajian yang dibahas
berkenaan dengan kompetensi dasar yang akan dicapai,
5) Apakah peserta didik antusias untuk mempelajari materi sajian yang
dibahas,
6) Bagaimana peserta didik mensikapi pembelajaran yang dilaksanakan
oleh pendidik,
7) Bagaimana cara belajar peserta didik mengikuti pembelajaran yang
dilaksankan oleh pendidik.
141
2. Menentukan desain evaluasi
Desain evaluasi proses pembelajaran mencakup rencana evaluasi
proses dan pelaksana evaluasi. Rencana evaluasi proses pembelajaran
berbentuk matriks dengan kolom-kolom berisi tentang: nomor urut, informasi
yang dibutuhkan, indikator, metode yang mencakup teknik dan instrumen,
responden dan waktu. Selanjutnya pelaksana evaluasi proses adalah pendidik
mata pelajaran yang bersangkutan.
3. Penyusunan instrumen evaluasi
Instrumen evaluasi proses pembelajaran untuk memperoleh informasi
deskriptif dan atau informasi judgemental dapat terwujud:
1) Lembar pengamatan untuk mengumpulkan informasi tentang kegiatan
belajar peserta didik dalam mengikuti pembelajaran yang dilaksanakan
oleh pendidik dapat digunakan oleh pendidik sendiri atau oleh peserta
didik untuk saling mengamati,
2) Kuesioner yang harus dijawab oleh peserta didik berkenaan dengan
strategi pembelajaran yang dilaksanakan pendidik, metode dan media
pembelajaran yang digunakan oleh pendidik, minat, persepsi peserta
didik tentang pembelajaran untuk suatu materi pokok sajian yang telah
terlaksana.
4. Pengumpulan data atau informasi
Pengumpulan data atau informasi dilakankan secara obyektif dan
terbuka agar diperoleh informasi yang dapat dipercaya dan bermanfaat bagi
peningkatan mutu pembelajaran. Pengumpulan data atau informasi
dilaksanakan pada setiap akhir pelaksanaan pembelajaran untuk materi sajian
142
berkenaan dengan satu kompetensi dasar dengan maksud pendidik dan peserta
didik memperoleh gambaran menyeluruh dan kebulatan tentang pelaksanaan
pembelajaran yang telah dilaksanakan untuk pencapaian penguasaan satu
kompetensi dasar.
5. Analisis dan interpretasi
Analisi dan interpretasi hendaknya dilaksanakan segera setelah data
atau informasi terkumpul. Analisis berwujud deskripsi hasil evaluasi
berkenaan dengan proses pembelajaran yang telah terlaksana; sedang
interpretasi merupakan penafsiran terhadap deskripsi hasil analisis proses
pembelajaran.
Analisis dan interpretasi dapat dilaksanakan bersama oleh pendidik dan
peserta didik agar hasil evaluasi dapat segera diketahui dan dipahami oleh
pendidik dan peserta didik sebagai bahan dan dasar memperbaiki pembelajaran
selanjutnya.
6. Tindaklanjut
Tindaklanjut merupakan kegiatan menindaklanjut hasil analisis dan
interpretasi. Dalam evaluasi proses pembelajaran tindaklanjut pada dasarnya
berkenaan dengan pembelajaran yang akan dilaksanakan selanjutnya dan
evaluasi pembelajarannya. Pembelajaran yang akan dilaksanakan selanjutnya
merupakan keputusan tentang upaya perbaikan pembelajaran yang akan
dilaksankan sebagai upaya peningkatan mutu pembelajaran; sedang tindak
lanjut evaluasi pembelajaran berkenaan dengan pelaksanaan dan instrumen
evaluasi yang telah dilaksanakan mengenai tujuan, proses dan instrumen
evaluasi proses pembelajaran.
143
7. Uji Validitas dalam Evaluasi
Pengertian validitas menurut Lewis R Aiken (1997), mengatakan
validity of a test has been defined as the extent to which the test measures what
it was designed to measure. Djaali dan Pudji Muljono (2008) mengutip dari
Cureton, bahwa “The essential question of test validity is how well a test does
the job it is employed to do”. Budi Susetyo (2011), mengutip dari Sutrisno
Hadi, “kesahihan dibatasi sebagai tingkat kemampuan suatu instrumen untuk
mengungkap sesuatu yang menjadi sasaran pokok pengukuran. Anastasi dan
Urbina (1997), validitas berhubungan dengan apakah tes mengukur apa yang
mesti diukurnya dan seberapa baik dia melakukannya.
Dari beberapa pendapat di atas, dapat diberikan pengertian bahwa; 1)
pertama validitas berkaitan dengan pengukuran, 2) validitas memberikan
informasi berkaitan dengan tujuan, 3) validitas berkenaan dengan ketepatan
alat ukur terhadap konsep yang diukur, sehingga betul-betul mengukur apa
yang seharusnya diukur. Sebagai contoh, seorang guru ingin mengukur
kemampuan siswa dalam kemampuan fisika. Kemudian siswa diberikan soal
dengan kalimat yang panjang dan yang berbelit-belit sehingga sukar ditangkap
maknanya. Akhirnya siswa tidak dapat menjawab bukan karena
ketidakmampuan siswa tersebut namun lebih diakibatkan karena tidak
memahami pertanyaan karena panjangnya soal. Soal ini termasuk pada
kategori soal yang tidak valid. Contoh lain, peneliti ingin mengukur
kemampuan berbicara, akan tetapi jusrtu yang menjadi pertanyaan dalam
tesnya adalah mengenai tata bahasa atau kesusastraan seperti puisi atau sajak.
Pengukur tersebut tidak tepat (tidak valid). Validitas tidak berlaku universal
sebab bergantung pada situasi dan tujuan penelitian. Instrumen yang telah valid
untuk suatu tujuan tertentu belum otomatis akan valid untuk tujuan yang lain.
144
145
BAB IX
IMPLEMENTASI PADA METODOLOGI PENELITIAN
A. Metode Panelitian
1. Jenis penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian pengembangan (Research and
Dovelopment) adalah metode penelitian yang digunakan untuk menghasilkan
produk tertentu. Penelitian dan pengembangan atau Research and
Development (R&D) adalah metode penelitian yang digunakan untuk
menghasilkan produk tertentu dan menguji keefektifan produk tersebut.
Penelitian dan pengembangan atau Research and Developmen (R&D) bersifat
longitudinal atau bertahap. Untuk dapat menghasilkan produk tertentu,
digunakan penelitian yang bersifat analisis kebutuhan. Sedangkan untuk
menguji keefektifan produk tersebut, diperlukan penelitian untuk menguji
keefektifan produk tersebut.
Sebagaimana telah dijelaskan di atas, pengembangan ini adalah untuk
mengembangkan dan menghasilkan bahan ajar berupa buku. Bentuk
pendekatan yang digunakan adalah penelitian kualitatif deskriptif. Penggunaan
penelitian deskripsi ini dikarenakan peneliti ingin menggambarkan objek
sesuai apa adanya, tidak terjadi manipulasi data sehingga hasil penelitian yang
diperoleh bersifat nyata sesuai dengan data yang sebenarnya.
Penelitian ini bertujuan untuk menghasilkan desain pengembangan
bahan ajar pembelajaran evaluasi pembelajaran berbasis riset pada MK
statistik pendidikan. Adapun lokasi pelaksanaan penelitian adalah di Fakultas
Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Raden Fatah Palembang. Dalam hal ini
subjek penelitian difokuskan pada mahasiswa semester V Prodi PGMI FITK
UIN Raden Fatah Palembang karena implementasi perkuliahan berbasis riset
telah dicanangkan di Prodi ini.
146
Desain pengembangan yang digunakan dalam mengembangkan bahan
ajar ini menggunakan model pengembangan adalah Tessmer. Penelitian
pengembangan Tessmer difokuskan pada 2 tahap yaitu tahap preliminary dan
tahap Prototyping yang menggunakan alur Formatif evaluation. Tahap
preliminary terdiri dari tahap persiapan (analisis) dan pendesainan sedangkan
tahap formatif evalution yang meliputi self evalution, prototyping (expert
review. One-to-one, dan small group), serta field test.
2. Prosedur Penelitian
Langkah-langkah pengembangan bahan ajar yang digunakan meliputi
tahap-tahap sebagai berikut:
a. Tahap Preliminary
Tahap ini terdiri dari dua tahapan yaitu tahap persiapan dan tahap
pendesainan sebagai berikut:
1) Tahap persiapan
Pada tahap ini, peneliti akan melakukan analisis mahasiswa. Analisis
kurikulum dan analisis materi sebagai berikut:
a) Analisis mahasiswa
Analisis ini dilakukan untuk mengetahui karakteristik dari
setiap peserta didik dan mengetahui prestasi serta permasalahan
yang terdapat di kelas dalam pembelajaran, sebagai titik acuan
untuk membuat desain bahan ajar. Setelah melakukan observasi
pada tanggal 10-11 September 2020, maka didapatkan data sebagai
berikut.
(1) Sebagian mahasiswa kurang paham tentang materi statistik
yang sudah dijelaskan oleh dosen.
(2) Banyak mahasiswa yang kurang dalam minat berhitung.
147
(3) Banyak mahasiswa kurang memahami penerapan evaluasi
pembelajaran pada saat mengoreksi nilai siswa pada saat
magang.
Dari permasalahan yang di atas, dapat diketahui bahwa
penyebabnya yaitu bahan ajar yang digunakan masih terlalu
umum. Akibatnya, aspek implementasi/praktik kurang dipahami
oleh mahasisswa. Maka, wajar saja jika mahasiswa kurang minat
dalam berhiung dalam perkuliahan.
b) Analisis Kurikulum
Analisis kurikulum dilakukan agar dapat menyesuaikan
kurikulum yang ada di kampus dengan bahan ajar yang kita buat.
Pembuatan bahan ajar diawali dengan menganalisis kurikulum.
Kurikulum yang digunakan oleh Prodi PGMI FITK adalah
kurikulum KKNI. Dalam kurikulum ini, pembelajaran dilakukan
dengan menggunakan pendekatan integratif. Pendekatan integratif
merupakan pembelajaran yang memadukan antara berbagai tahap
awal dalam analisis kurikulum adalah menentukan capaian
pembelajaran.
Kurikulum mendukung pencapaian kompetensi lulusan dan
memberikan keleluasaan pada mahasiswa untuk memperluas
wawasan. Kurikulum dilengkapi dengan deskripsi mata
kuliah/modul/blog, silabus, rencana pembelajaran, evaluasi
sebagai upaya memfasilitasi mahasiswa dalam memperdalam
keahliannya sesuai dengan minatnya. Kurikulum harus dirancang
berdasarkan relevansinya dengan tujuan, cakupan dan kedalaman
materi, pengorganisasian yang mendorong terbentuknya hard
148
skills, keterampilan kepribadian, dan perilaku (soft skills) yang
dapat diterapkan dalam berbagai situasi dan kondisi.
Berdasarkan lokasi penelitian yakni di Prodi PGMI FITK,
maka penelitian ini mengikuti landasan pengembangan
kurikulumnya, sebagaimana penjabaran berikut.
(1) Landasan Yuridis Pengembangan Kurikulum
(a) Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional;
(b) Undang-undang Republik Indonesia nomor 12 Tahun
2012 tentang Pendidikan Tinggi;
(c) Peraturan Presiden Republik Indonesia nomor 08 tahun
2012 tentang Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia
(d) Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik
Indonesia nomor 232/U/2000 tentang Pedoman
Penyusunan Kurikulum Pendidikan Tinggi dan Penilaian
Hasil Belajar Mahasiswa;
(e) Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik
Indonesia nomor 045/U/2002 tentang Kurikulum Inti
Pendidikan Tinggi Indonesia;
(f) Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik
Indonesia nomor 73 Tahun 2013 tentang Penerapan
Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia Bidang
Pendidikan Tinggi;
(g) Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik
Inddonesia nomor 49 Tahun 2014 tentang Standar
Nasional Pendidikan Tinggi;
(h) Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik
Inddonesia nomor 81 Tahun 2014 tentang Ijazah,
149
Sertifikat Kompetensi dan Sertifikasi Profesi Pendidikan
Tinggi;
(i) Peraturan Menteri Agama RI Nomor 86 Tahun 2013
Tentang Organisasi Dan Tata Kerja UIN Raden Fatah
Palembang;
(j) Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor
154 Tahun 2014 tentang Rumpun llmu Pengetahuan dan
Teknologi serta Gelar Lulusan Perguruan Tinggi;
(k) Peraturan Menteri Riset, Teknologi dan Pendidikan
Tinggi RI Nomor 44 Tahun 2015 tentang Standar
Nasional Pendidikan Tinggi.
(2) Landasan Integrasi-interkoneksi Ilmu
Penerapannya di prodi PGMI adalah dengan
mengintegrasikan ilmu umum dengan agama. Karena itu,
dalam konteks pengembangan pendidikan Islam, iman, ilmu,
dan amal harus dijadikan domain pendidikan yang lebih
penting dari domain kognitif, afektif dan psikomotrik dari
taksonomi bloom.
Dapat dikatakan bahwa pendidikan Islam selama ini
terseret dalam alam pikiran modem yang sekuler, sehingga
secara tidak sadar memisahkan antara pendidikan keimanan
(ilmu-ilmu agama) dengan pendidikan umum (ilmu
pengetahuan) dan pendidikan akhlak (etika). Dampaknya
adalah terjadi kemunduran umat Islam dalam bidang ilmu
pengetahuan di tingkatan apapun.
Pendidikan modern memang mengembangkan disiplin
ilmu dengan spesialis secara ketat, sehingga keterpaduan antar
150
disiplin keilmuan menjadi hilang, dan melahirkan dikotomi
kelompok ilmu-ilmu agama disatu pihak dan kelompok ilmu-
ilmu umum (sekuler) di pihak lain. Dikotomi itu berimplikasi
pada terbentuknya perbedaan sikap di kalangan umat Islam
secara tajam terhadap kedua kelompok ilmu tersebut. Ilmu-
ilmu agama disikapi dan diperlakukan sebagai ilmu Allah
yang bersifat sakral yang wajib dipelajari. Sebaliknya,
kelompok ilmu umum, baik ilmu kealaman, ilmu sosial
maupun humaniora dianggap ilmu manusia, bersifat profan
yang tidak wajib dipelajari. Akibatnya, terjadi reduksi ilmu
agama dan dalam waktu yang sama juga terjadi pendangkalan
ilmu umum. Situasi seperti ini, membawa akibat ilmu-ilmu
agama menjadi tidak menarik karena terlepas dari kehidupan
nyata, sementara ilmu-ilmu umum berkembang tanpa
sentuhan etika dan spiritualitas agama sehingga di samping
kehilangan makna juga bersifat destruktif.
Artinya penerapan keilmuannya adalah dengan
mengembangkan pendidikan yang bersperspektif Qur'ani,
yakni pendidikan yang utuh, yang menyentuh seluruh domain
yang disebut Allah dalam kitab suci (hadlarah al-nash), juga
mendalam dalam kajian-kajian keilmuannya (hadlarah al-
ilm), serta peduli dengan wilayah 'amali, praktis nyata dalam
realitas dan etika (hadlarah al- falsafah).
(Tim Penyususn KKNI PGMI FITK, 2019: 12-13).
c) Analisis Materi
Kegiatan pada tahap analisis materi dilakukan dengan
menganalisis kurikulum KKNI, kompetensi inti, tema dan
151
subtema, kemudian melakukan pemetaan kompetensi dasar, tujuan
pembelajaran dan materi pembelajaran. Pemilihan materi pada
kegiatan ini dilakukan dengan memperhatikan berbagai
pertimbangan sebagai upaya agar materi yang dipilih benar-benar
dapat menunjang pencapaian kompetensi inti dan kompetensi
dasar.
2) Tahap Pendesaian
Pada tahap ini dilakukan pendesaian pengembangan bahan ajar
dalam bentuk prototype awal yang mana ini dibahas dalam penjabaran
selanjutnya.
b. Tahap prototype awal menggunakan alur formative evalution
Implemnetasi tahap formative evalution sebagai berikut:
1. Self evalution adalah tahap dimana peneliti mengevaluasi sendiri bahan
ajar pada tahap preliminary. Hasil pengkajian dan evaluasi disebut
prototype I. Prototyping hasil pendesaian pada prototype I yang
dikembangkan atas dasar self evalution diberikan ke pakar (expert
review) dan siswa (one-to-one) secara bersamaan dari hasil keduanya
dijadikan bahan revisi. Hasil revisi pada prototype pertama dinamakan
prototype II.
2. Expert review adalah tahap evaluasi prototype I produk pengembangan
bahan ajar, kajian tentang bahan ajar yang telah didesain dan dievaluasi
sendiri oleh peneliti dan pakar. Tanggapan dan saran dari para pakar
(validator) tentang desain yang telah dibuat ditulis pada lembar validasi
sebagai bahan merevisi dan menyatakan bahwa apakah desain ini telah
valid atau tidak.
152
3. One-to-one-evalution adalah tahap evaluasi prototype I produk. Tahap
uji coba prototype I kepada tiga mahasiswa PGMI UIN Raden Fatah
Palembang yang dipilih dengan tingkat kemampuan peserta didik
tinggi, rendah, dan sedang. Dari tahap one-to-one diperoleh tingkat
kepraktisan dan respon peserta didik terhadap bahan ajar (Prototype I
). Komentar dan saran yang diberikan peserta didik digunakan juga
untuk merevisi bahan ajar menjadi Prototype II.
B. Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data dalam penelitian dengan menggunakan alat
pengumpulan data yang sesuai dengan tujuan penelitian. Dalam penelitian ini
metode yang digunakan antara lain:
1. Angket
Angket adalah daftar pertanyaan atau pernyataan yang diberikan
kepada orang lain (responden) sesuai permintaan anggota. Angket yang
digunakan untuk mengumpulkan data pada penelitian ini adalah angket semu
tertutup. Metode angket diberikan kepada ahli/pakar, dan peserta didik
(mahasiswa) untuk mendapatkan data dan informasi tentang validitas dan
kepraktisan pengembangan bahan ajar.
a. Angket responden untuk ahli/pakar
Angket ini diberikan kepada pakar/ahli pada tahap expert review
yang bertujuan untuk menguji kevalidan bahan ajar yang
dikembangkan. Dalam hal ini peneliti memberikan angket kepada tiga
pakar/ahli meliputi ahli desain, materi dan bahasa sebagai berikut:
1) Ahli Desain
Validasi ahli desain dilakukan oleh dosen yang ahli dibidang
Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) yaitu Amir Hamzah,
153
M.Pd. tujuannya untuk mengetahui kualitas bahan ajar yang
dikembangkan baik dari segi tampilan, daya tarik, dan sebagainya.
2) Ahli Materi
Validasi ahli materi dilakukan oleh guru yang ahli di bidang
pendidikan atau pembelajaran di Prodi PGMI, yakni Dr. Tutut
Handayani, M.Pd. tujuannya untuk mengetahui kesesuain materi
dalam bahan ajar yang dikembangkan dengan kompetensi inti,
kompetensi dasar, indikator atau tujuan pembelajaran.
3) Ahli Bahasa
Validasi ahli bahasa dilakukan oleh dosen yang ahli di bidang
bahasa yaitu: Hani Atus Sholikhah, M.Pd., tujuannya untuk
mendapatkan penilaian, masukan dan komentar yang
dikembangkan dengan peserta didik.
b. Angket responden untuk peserta didik
Angket ini diberikan pada peserta didik pada tahap one-to-one
yang bertujuan untuk menguji kepraktisan bahan ajar yang
dikembangkan. Selain diberikan pada tahap one-to-one angket
responden untuk peserta didik juga diberikan pada tahap small group
yang bertujuan untuk menguji efektif bahan ajar dikembangkan.
2. Tes
Tes merupakan alat yang digunakan untuk mengukur pengetahuan dan
tingkat ketuntasan belajar mahasiswa terhadap materi tertentu. Tes dilakukan
untuk mengetahui keefektifan bahan ajar yang telah peneliti kembangkan.
154
C. Instrumen Penelitian
1. Kisi-kisi data validitas
a. Kisi-kisi angket validasi ahli desain
Tabel 9.1 Kisi-Kisi Validasi Ahli Desain
Aspek Idikator Jumlah
butir
Desain isi
Fabel
Spasi antar teks dan gambar sesuai 1
Tidak menggunakan terlalu banyak
jenis huruf
1
Kreatif dan dinamis 1
Penyajian
Tampilan cover bahan ajar menarik 1
Gambar yang disajikan berhubungan
dengan kejelasan materi
1
Menarik minat melalui komponen
tampilan yang konsisten, terkini dan
bagus
1
Bahasa yang di gunakan sesuai dengan
karakteristik peserta didik
1
Kegrafisan
Kesesuaian pemilihan jenis huruf
dengan karakteristik peserta didik
1
Kesesuian pemilihan ukuran huruf
dengan karakteristik peserta didik
1
Kesesuaian pemilihan warna huruf 1
Lay out dan tata letak menarik 1
Kesesuaian warna dengan materi 1
Kesesuaian ilustrasi/gambar 1
155
Ilustrasi sampul buku menggambarkan
isi/materi yang disampaikan
1
Jumlah Intrumen 14
b. Kisi-Kisi Angket Valisadi Ahli Bahasa
Tabel 9.2 Kisi-Kisi Validasi Ahli Bahasa
Aspek Indikator Jumlah
Butir
Sesuai dengan
tingkat
perkembangan
peserta didik
Kesesuaian dengan tingkat
perkembangan peserta didik
1
Kesesuaian dengan tingkat
perkembangan emosional peserta
didik
1
Komunikatif
Keterpahaman peserta didik terhadap
cerita
1
Kesesuaian ilustrasi dengan subtansi
cerita
1
Dialogis dan
Interaktif
kemampuan peserta didik untuk
merespon cerita
1
Dorongan berfikir kritis pada peserta
didik
1
Kesesuaian
dengan kaidah
bahasa
Indonesia
yang benar
Ketepatan tata bahasa 1
Ketepatan ejaan 1
Jumlah Intrumen 8
156
c. Kisi-Kisi Angket Validasi Ahli Materi
Tabel 9.3 Kisi-Kisi Validasi Ahli Materi
Aspek Indikator Jumlah
butir
Pendahuluan Kebenaran substansi materi
pembelajaran
1
Isi
Materi disajikan secara sistematis,
jelas dan mudah dipahami
1
Kesesuaian gambar dengan materi 1
Keterangan : Angket diadabtasi dan dikembangkan dari angket
kepraktisan dalam hasil penelitian Pengembangan Bahan Ajar
Berbasis Pendekatan Struktural pada Mahasiswa (Hani Atus
Sholikhah).
2. Kisi-kisi data kepraktisan
Peneliti menggunakan lembar angket (kuisioner) untuk mengetahui
kepraktisan bahan ajar yang diberikan kepada peserta didik, yaitu sebagai
berikut:
Tabel 9.4 Kisi-kisi angket responden peserta didik
Aspek Indikator Jumlah
Butir
Pembelajaran
Menumbuhkan semangat belajar 1
Menumbuhkan minat belajar 1
Bahasa yang digunakan mudah
dipahami
1
157
Desain
Jenis dan ukuran huruf mudah
dibaca 1
Tampilan warna menarik dan jenis 1
Tampilan gambar menarik dan
jelas 1
Jumlah Intrument 6
D. Teknis Analisis Data
1. Analisis Data Validitas
Setelah diketahui jawaban pada tahap expert review, maka peneliti akan
mengubah dari data kualitatif menjadi data kuantitatif untuk mengetahui
kevalidan desain dan bahan ajar yang dikembangkan. Uji kevalidan tersebut
menggunakan skala Likert. Uji kevalidan tersebut dengan menggunakan
rumus berikut.
��
�� 100
Keterangan:
V : Nilai Validasi
F : Perolehan Skor
N : Skor Maksimum
Katerogi validitas pengembangan bahan ajar berdasarkan nilai akhir
yang didapatkan, dapat dilihat dari tabel berikut:
Tabel 9.5 Kategori dan Interval Kevalidan
Skor Kategori
81-100 Sangat Valid
61-80 Valid
158
41-60 Cukup Valid
21-40 Tidak Valid
0-20 Sangat Tidak Valid
2. Analisis Data Kepraktisan
Perhitungan data nilai akhir hasil kepraktisan dalam skala (0-100)
dilakukan dengan menggunakan rumus:
��
�� 100
Keterangan:
V : Nilai Kepraktisan
F : Perolehan Skor
N : Skor Maksimum
Kategori kepraktisan pengembangan bahan ajar berdasarkan nilai akhir
yang didapatkan, dapat dilihat dari tabel berikut:
Tabel 9.6 Kategori dan Interval Kepraktisan Bahan Ajar
Skor Kategori
81-100 Sangat Praktis
61-80 Praktis
41-60 Cukup Praktis
21-40 Tidak Praktis
0-20 Sangat Tidak Praktis
3. Analisis Data Efektif
Untuk analisis kompetensi pengetahuan menggunakan persamaan:
Nilai pengetahuan:
���
��� 100
159
Keterangan:
P : Nilai Pengetahuan
SB : Skor Benar yang diperoleh
SM : Skor Maksimum
Adapun kriteria peneliti penilian kompetensi pengetahuan peserta didik
menggunakan kriteria sebagai berikut:
Tabel 9.7 Kriteria Penilaian Kompetensi Pengetahuan
Secara individu hasil belajar peserta didik dikategorikan tuntas apabila
telah mencapai kelulusan Palembang yang telah ditentukan yaitu 61.
Sedangkan secara klasik hasil belajar peserta didik dikategorikan tuntas
apabila ≤75% peserta didik mencapai minimal nilai C.
Analisis data hasil belajar peserta didik dihitung dengan menggunakan
persamaan:
Ketuntasan Individu: ∑ KI =��
����100
Ketuntasan Klasikal: ∑ KK =���
����100%
Keterangan:
KI : Ketuntasan Individual
NK : Nilai Kognitif
Predikat Pengetahuan
Nilai Konversi
A 80-100 4.00
B 71-80 3.00
C 61-70 2.00
D 50-60 1.00
E 0-49 0.00
160
JPT : Jumlah peserta didik yang tuntas
JPS : Jumlah sseluruh peserta didik
Kategori ketuntasan hasil belajar peserta didik (mahasiswa)
berdasarkan nilai akhir yang didapatkan dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 9.8 Kategori Ketuntasan Hasil Belajar
Ketuntasan Individu Ketuntasan Klasikal
Nilai Kategori Presentase Kategori
≥75 Tuntas ≥75% Tuntas
<75 Tidak Tuntas <75% Tidak Tuntas
Kategori keefektifan pengembangan bahan ajar berdasarkan persentase
ketuntasan hasil belajar peserta didik secara klasik pada MK Statistika
Pendidikan.
Kategori efektivitas tersebut dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 9.9 Kategori dan Interval Efektivitas Bahan Ajar
Ketuntasan Klasikal Kategori
0% - 4% Sangat Tidak Efektif
49% - 61% Tidak Efektif
62% - 74% Kurang Rfrktif
75% - 87% Efektif
88% - 100% Sangat Efektif
161
BAB X
IMPLEMENTASI PADA HASIL PENELITIAN
A. Gambaran Lokasi Penelitian
1. Prosedur Perancangan
Pengembangan desain pembelajaran berkaitan dengan konsep
pengembangan kurikulum. Alasannya, bahan ajar merupakan bagian dari
proses pembelajaran yang tidak dapat terlepas dari kurikulum. Pada Prodi
PGMI, dilaksanakan kurikulum KKNI sehingga dalam pelaksanaan
pembelajaran, termasuk pengembangan bahan ajar harus mengacu pada
kurikulum KKNI, sebagai berikut (KKNI PGMI FITK UIN Raden Fatah
Palembang, 2019).
a. Landasan Yuridis
Berkaitan dengan hal di atas, desain pembelajaran mengacu pada
kurikulum prodi, yakni kurikulum KKNI. Dalam hal ini, landasan
pengembangannya adalah Peraturan Presiden (Perpres) Republik Indonesia
(RI) nomor 8 tahun 2012 dan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan
(Permendikbud) RI nomor 73 tahun 2013, mengharuskan Perguruan Tinggi,
Sekolah Tinggi, Institut maupun Universitas (selanjutnya disebut Pendidikan
Tinggi (PT) selambat-lambatnya tahun 2016/2017 menerapkan Kurikulum
mengacu KKNI. Jika masih ada Pendidikan Tinggi yang belum melaksanakan
amanah sebagaimana yang tertuang dalam KKNI dan SN-DIKTI bisa tidak
memperoleh pengakuan alumninya. Menurut Peraturan Presiden No. 8 Tahun
2012 dan UU Pendidikan Tinggi No. 12 tahun 2012, yang dimaksud dengan
KKNI (Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia atau Indonesian
Qualification Framework) adalah kerangka penjenjangan kualifikasi
162
kompetensi yang dapat menyandingkan, menyetarakan dan mengintegrasikan
antara bidang pendidikan dan bidang pelatihan kerja serta pengalaman kerja
dalam rangka pemberian pengakuan kompetensi kerja sesuai dengan struktur
pekerjaan di berbagai sektor. Selain itu juga dipertegas melalui Surat Edaran
Direktur Jenderal Pendidikan Islam Nomor: SE.I/Dj/I/PP.00.9/131/2014
tertanggal 4 Agustus 2014 tentang Kodifikasi Program Studi dan Pelaporan
pada Pangkalan Data Pendidikan Tinggi di Perguruan Tinggi Keaagamaan
Islam.
Selanjutnya, dalam merumuskan kurikulum yang mengintegrasikan
dan meng-interkoneksikan ilmu keislaman dan ilmu umum, program studi dan
fakultas hendaknya menggunakan konsep integrasi-interkoneksi. Integrasi dan
interkoneksi dapat muncul mulai dari rumusan capaian pembelajaran hingga
metode pembelajaran. Untuk menelaah konsep integrasi-interkoneksi ilmu
yang dikembangkan UIN Raden Fatah, berikut ini beberapa landasan yang
digunakan untuk pengembangan kurikulum. Secara rinci, berikut Landasan
Yuridis Pengembangan Kurikulum untuk PGMI:
1) Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional;
2) Undang-undang Republik Indonesia nomor 12 Tahun 2012 tentang
Pendidikan Tinggi;
3) Peraturan Presiden Republik Indonesia nomor 08 tahun 2012 tentang
Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia
4) Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia nomor
232/U/2000 tentang Pedoman PenyusunanKurikuum Pendidikan
Tinggi dan Penilaian Hasil Belajar Mahasiswa;
5) Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia nomor
045/U/2002 tentang Kurikulum Inti Pendidikan Tinggi Indonesia;
163
6) Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia
nomor 73 Tahun 2013 tentang Penerapan Kerangka Kualifikasi
Nasional Indonesia Bidang Pendidikan Tinggi;
7) Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Inddonesia
nomor 49 Tahun 2014 tentang Standar Nasional Pendidikan Tinggi;
8) Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Inddonesia
nomor 81 Tahun 2014 tentang Ijazah, Sertifikat Kompetensi dan
Sertifikasi Profesi Pendidikan Tinggi;
9) Peraturan Menteri Agama RI Nomor 86 Tahun 2013 Tentang
Organisasi Dan Tata Kerja UIN Raden Fatah Palembang ;
10) Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 154 Tahun
2014 tentang Rumpun llmu Pengetahuan dan Teknologi serta Gelar
Lulusan Perguruan Tinggi;
11) Peraturan Menteri Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi RI Nomor
44 Tahun 2015 tentang Standar Nasional Pendidikan Tinggi.
b. Landasan Kebahasaan
Ilmu bahasa memiliki peran penting dalam perguruan tinggi, tak
terkecuali dalam pembelajaran di PTKIN. Fungsi ilmu bahasa adalah untuk
menjembatani keilmuan yang lain di era pendidikan modern dewasa ini.
Pendidikan modern memang mengembangkan disiplin ilmu dengan spesialis
secara ketat, sehingga keterpaduan antar disiplin keilmuan menjadi hilang, dan
melahirkan dikotomi kelompok ilmu-ilmu agama disatu pihak dan kelompok
ilmu-ilmu umum (sekuler) dipihak lain. Dikotomi itu berimplikasi pada
terbentuknya perbedaan sikap dikalangan umat Islam secara tajam terhadap
kedua kelompok ilmu tersebut. Ilmu-ilmu agama disikapi dan diperlakukan
sebagai ilmu Allah yang bersifat sakral yang wajib dipelajari. Sebaliknya,
kelompok ilmu umum, baik ilmu kealaman, ilmu sosial maupun humaniora
164
dianggap ilmu manusia, bersifat profan yang tidak wajib dipelajari. Akibatnya,
terjadi reduksi ilmu agama dan dalam waktu yang sama juga terjadi
pendangkalan ilmu umum. Situasi seperti ini, membawa akibat ilmu-ilmu
agama menjadi tidak menarik karena terlepas dari kehidupan nyata, sementara
ilmu-ilmu umum berkembang tanpa sentuhan etika dan spiritualitas agama
sehingga di samping kehilangan makna juga bersifat destruktif.
B. Hasil Penelitian
1. Prosedur perancangan Produk Bahan ajar berbasis riset Evaluasi
Pembelajaran pada MK Statistik Pendidikan
Berdasarkan prosedur penelitian yang diuraikan pada bab sebelumnya,
maka untuk mengembangkan bahan ajar ini melalui tahap preliminary (tahap
persiapan dan pendesainan) dan tahap alur Formative Evaluation (Self
Evaluation).
a. Tahap Preliminary
1) Tahap Persiapan
Pada tahap ini, peneliti melakukan analisis terhadap pendidik,
kurikulum, dan materi. Tahap ini dilakukan oleh peneliti sebelum
melakukan pendesainan
a) Analisis Pendidik (dosen)
Analisis ini dilakukan untuk mengetahui proses
pembelajaran di kelas terutama metode mengajar yang
digunakan seorang pendidik pada terkhusus pada MK Statistik
Pendidikan dalam materi evaluasi pembelajaran, sebagai titik
acuan untuk membuat desain bahan ajar modul. Salah satu
permasalahan yang didapatkan, yaitu kesulitan belajar
mahasiswa dalam materi penilaian saat evaluasi. Sebagian
165
siswa kurang paham tentang materi pelajaran yang sudah
dijelaskan oleh dosen. Banyak mahasiswa yang kurang dalam
minat berhitung. Hal tersebut mengakibatkan tidak berjalan
dengan baik ketika kegiatan belajar mengajar. Selain itu,
kurangnya kombinasi cara mengajar pendidik dalam proses
pembelajaran juga berpengaruh. Hal ini membuat proses
pembelajaran cenderung membosankan dan kurang
bersemangat. Oleh sebab itu, diperlukan kemampuan seorang
pendidik dalam mengembangkan metode agar terciptanya
pembelajaran yang aktif.
b) Analisis Kurikulum
Analisis kurikulum dilakukan agar dapat menyesuaikan
kurikulum yang ada di prodi PGMI dengan bahan ajar yang
dikembangkan. Pembuatan bahan ajar diawali dengan
menganalisis kurikulum. Kurikulum yang umum digunakan
adalah kurikulum KKNI. Berikut ini tabel alur desain
kurikulum dalam bentuk RPS dengan mengacu pada KKNI
Prodi PGMI FITK.
Capaian
Pembelajaran
(CP)
CP Prodi
1. Mampu menunjukkan kinerja
mandiri, bermutu, dan terukur
2. Mampu memecahkan masalah
pekerjaan dengan sifat dan konteks
yang sesuai dengan bidang keahlian
terapannya didasarkan pada
166
pemikiran logis, inovatif, dan
bertanggung jawab atas hasilnya
secara mandiri
CPL MK
1. Memahami Konsep Probabilitas
2. Memahami Distribusi Probabilitas
Diskrit dan Distribusi Probabilitas
Kontinu
3. Memahami Metode Sampling dan
Teorema Limit Tengah
4. Memahami Estimasi dan Tingkat
Keyakinan
5. Memahami Pengujian Hipotesis Satu
Sampel
6. Memahami Uji Hipotesis Dua
Sampel
7. Memahami Analisis Variansi dan
Analisis Korelasi dan Regresi Linier
8. Memahami Analisis Regresi
Berganda
9. Memahami Bilangan Indeks
10. Memahami Runtut Waktu dan
Peramalan
11. Memahami Metode Nonparametrik:
Uji Kecocokan
12. Memahami Metode Nonparametrik:
Analisis Data Peringkat
167
13. Memahami Manajemen mutu dan
pengendalian proses secara statistik
Deskripsi
Singkat MK
Mata kuliah statistik ini dirancang untuk
memberikan pengetahuan dasar kepada
para mahasiswa mengenai konsep,
prinsip, pendekatan dan proses
manajemen pengolahan data yang baik
sehingga menghasilkan informasi
keputusan dalam sudut pandang
organisasi bisnis. Setelah mengikuti
perkuliahan ini mahasiswa mampu
menjelaskan tujuan dan manfaat dari
statsitik, mengetahui perkembangan ilmu
statistik dari masa ke masa, mengenal dan
memahami arti ilmu statistik bagi jalannya
suatu organisasi serta kompeten dalam
memahami dan menggunakan aplikasi-
aplikasi statistik.
Materi
Pembelajaran/
Pokok
Bahasan
Mata kuliah statistik ini dirancang untuk
memberikan pengetahuan dasar kepada
para mahasiswa mengenai konsep,
prinsip, pendekatan dan proses
manajemen pengolahan data yang baik
sehingga menghasilkan informasi
keputusan dalam sudut pandang
168
organisasi bisnis. Setelah mengikuti
perkuliahan ini mahasiswa mampu
menjelaskan tujuan dan manfaat dari
statsitik, mengetahui perkembangan ilmu
statistik dari masa ke masa, mengenal dan
memahami arti ilmu statistik bagi jalannya
suatu organisasi serta kompeten dalam
memahami dan menggunakan aplikasi-
aplikasi statistik.
Pustaka
Lind, D. A., Marchal, W., & Wathen, S.
(2014). Teknik-Teknik Statistika dalam
Bisnis & Ekonomi. Jakarta: Salemba
Empat.
Lind, Douglas A.; Marchal, William G.;
Wathen, Samuel A.;. (2007). Teknik-
teknik Statsitika dalam Bisnis dan
Ekonomi Menggunakan Kelompok Data
Global (Vol. 1). (C. Sungkono, Trans.)
Jakarta: Salembar Empat.
Mason, Robert D.; Lind, Douglas A.;.
(1996). Teknik-Teknik Statistik untuk
Bisnis & Ekonomi (9th ed.). (E. G.
Sitompul, U. Wikarya, & A. Hendranata,
Trans.) Jakarta: Erlangga.
169
Media
Pembelajaran
Papan tulis, LCD Projector, Buku,
Diskusi
c) Analisis Materi
Kegiatan pada tahap analisis materi dilakukan dengan
menganalisis KKNI, kompetensi inti, tema dan subtema,
kemudian melakukan pemetaan kompetensi dasar, tujuan
pembelajaran dan materi pembelajaran pada 16 x pertemuan.
Pemilihan materi pada kegiatan ini dilakukan dengan
memperhatikan berbagai pertimbangan sebagai upaya agar
materi yang dipilih benar-benar dapat menunjang pencapaian
kompetensi inti dan kompetensi dasar. Adapun komponen
penjabaran desain pembelajaran yang akan dicantumkan
dalam bahan ajar yang akan dikembangkan, yaitu sebagai
berikut.
Minggu
ke
Sub CP MK
(sbg
kemampuan
akhir yang
diharapkan
Indikator
Kriteria dan
Bentuk
Penilaian
Metode
Pembelajara
n (estimasi
waktu)
Materi
Pembelaj
aran
Bobot
Penilai
an
1 Mahasiswa
mampu
memahami
kontrak
belajar
selama
perkuliahan
dan
Mahasiswa
dapat:
1. Mengen
al dosen
pengamp
u MK
2. Memaha
mi
Mengerti
dan
menyepakati
kontrak
perkuliahan
Ceramah dan
Diskusi 2X50
menit
Kontrak
Belajar
dan
Perkenal
an
5%
170
mengenal
dosen
pengampu
kontrak
belajar
hingga
akhir
perkulia
han dan
pembagi
an
keompo
k
presenta
si
2 Memahami
Konsep
Probabilitas
Mampu
menjelaska
n Konsep
Probabilita
s
Mengerti
dan antusias
saat dibuka
sesi tanya
jawab
Ceramah dan
Tanya Jawab
2X50 menit
Konsep
Probabili
tas
10%
3 Memahami
Distribusi
Probabilitas
Diskrit dan
Distribusi
Probabilitas
Kontinu
Mampu
menjelaska
n
Distribusi
Probabilita
s Diskrit
dan
Distribusi
Probabilita
s Kontinu
Tingginya
antusias
mahasiswa
saat dibuka
sesi
pertanyaan
dan merasa
terpuaskan
saat
menerima
jawaban dari
presenter
dan dosen.
Presentasi 30
menit, Tanya
Jawab 40
menit dan
Menerangka
n kembali 30
menit
Distribus
i
Probabili
tas
Diskrit
dan
Distribus
i
Probabili
tas
Kontinu
10%
4 Memahami
Metode
Mampu
menjelaska
Tingginya
antusias
Presentasi 30
menit, Tanya
Metode
Sampling
10%
171
Sampling
dan Teorema
Limit
Tengah
n Metode
Sampling
dan
Teorema
Limit
Tengah
mahasiswa
saat dibuka
sesi
pertanyaan
dan merasa
terpuaskan
saat
menerima
jawaban dari
presenter
dan dosen
Jawab 40
menit dan
Menerangka
n kembali 30
menit
dan
Teorema
Limit
Tengah
5 Memahami
Estimasi dan
Tingkat
Keyakinan
Mampu
menjelaska
n Estimasi
dan
Tingkat
Keyakinan
Tingginya
antusias
mahasiswa
saat
presenter
membuka
sesi
pertanyaan
Presentasi 30
menit, Tanya
Jawab 40
menit, dan
Menerangka
n kembali 30
menit
Estimasi
dan
Tingkat
Keyakina
n
10%
6 Memahami
Pengujian
Hipotesis
Satu Sampel Mampu
menjelaska
n
Pengujian
Hipotesis
Satu
Sampel
Tingginya
antusias
mahasiswa
saat dibuka
sesi
pertanyaan
dan merasa
terpuaskan
saat
menerima
jawaban dari
presenter
dan dosen
Presentasi 30
menit, Tanya
Jawab 40
menit dan
Menerangka
n kembali 30
menit
Pengujia
n
Hipotesis
Satu
Sampel
10%
172
7 Memahami
Uji Hipotesis
Dua Sampel
Mampu
menjelaska
n Uji
Hipotesis
Dua
Sampel
tingginya
antusias
mahasiswa
saat
presenter
membuka
sesi
pertanyaan
Presentasi 30
menit, Tanya
Jawab 40
menit, dan
Menerangka
n kembali 30
menit
Uji
Hipotesis
Dua
Sampel
10%
8 UTS 30%
9 Memahami
Analisis
Variansi dan
Analisis
Korelasi dan
Regresi
Linier
Mampu
menjelaska
n Analisis
Variansi
dan
Analisis
Korelasi
dan
Regresi
Linier
Tingginya
antusias
mahasiswa
saat dibuka
beberapa
pertanyaan
dan merasa
terpuaskan
saat
menerima
jawaban dari
presenter
dan dosen
Presentasi 30
menit, Tanya
Jawab 40
menit dan
Menerangka
n kembali 30
menit
Analisis
Variansi
dan
Analisis
Korelasi
dan
Regresi
Linier
10%
10 Memahami
Analisis
Regresi
Bergand Mampu
menjelaska
n Analisis
Regresi
Bergand
Tingginya
antusias
mahasiswa
saat dibuka
beberapa
pertanyaan
dan merasa
terpuaskan
saat
menerima
jawaban dari
Presentasi,
Tanya
Jawab, dan
Ceramah
(100 menit)
Analisis
Regresi
Bergand
10%
173
presenter
dan dosen
11 Memahami
Bilangan
Indeks
Mampu
menjelaska
n Bilangan
Indeks
Tingginya
antusias
mahasiswa
saat dibuka
beberapa
pertanyaan
dan merasa
terpuaskan
saat
menerima
jawaban dari
presenter
dan dosen
Presentasi 30
menit, Tanya
Jawab 40
menit dan
Menerangka
n kembali 30
menit
Bilangan
Indeks
10%
12 Memahami
Runtut
Waktu dan
Peramalan
Mampu
menjelaska
n Runtut
Waktu dan
Peramalan
Tingginya
antusias
mahasiswa
saat dibuka
beberapa
pertanyaan
dan merasa
terpuaskan
saat
menerima
jawaban dari
presenter
dan dosen
Presentasi 30
menit, Tanya
Jawab 40
menit dan
Menerangka
n kembali 30
menit
Runtut
Waktu
dan
Peramala
n
10%
13 Memahami
Metode
Nonparametr
ik: Uji
Kecocokan
Mampu
menjelaska
n Metode
Nonparam
Tingginya
antusias
mahasiswa
saat dibuka
beberapa
Presentasi 30
menit, Tanya
Jawab 40
menit dan
Menerangka
Metode
Nonpara
metrik:
Uji
10%
174
etrik: Uji
Kecocokan
pertanyaan
dan merasa
terpuaskan
saat
menerima
jawaban dari
presenter
dan dosen
n kembali 30
menit
Kecocok
an
14 Memahami
Metode
Nonparametr
ik: Analisis
Data
Peringkat
Mampu
menjelaska
n Metode
Nonparam
etrik:
Analisis
Data
Peringkat
Tingginya
antusias
mahasiswa
saat dibuka
beberapa
pertanyaan
dan merasa
terpuaskan
saat
menerima
jawaban dari
presenter
dan dosen
Presentasi 30
menit, Tanya
Jawab 40
menit dan
Menerangka
n kembali 30
menit
Metode
Nonpara
metrik:
Analisis
Data
Peringkat
10%
15 Memahami
Manajemen
mutu dan
pengendalia
n proses
secara
statistic
Mampu
menjelaska
n
Manajeme
n mutu dan
pengendali
an proses
secara
statistik
Tingginya
antusias
mahasiswa
saat dibuka
beberapa
pertanyaan
dan merasa
terpuaskan
saat
menerima
jawaban dari
Presentasi 30
menit, Tanya
Jawab 40
menit dan
Menerangka
n kembali 30
menit
Manajem
en mutu
dan
pengenda
lian
proses
secara
statistik
10%
175
presenter
dan dosen
16 UAS 40%
2) Tahap Pendesainan
Pada tahap ini, peneliti akan melakukan pendesainan bahan
ajar materi evaluasi pembelajaran pada Statistik Pendidikan.
Desain tersebut dilakukan dengan langkah-langkah berikut.
a) Menentukan Desain
Pembuatan desain yang dilakukan oleh peneliti
menggunakan aplikasi pendukung dalam program desain,
seperti Picsart, Paint, Microsoft Office Word, dan Adobe
Acrobat Reader DC (PDF). Dalam pembuatan desain peneliti
memperhatikan beberapa aspek, yakni jenis font, gambar, tata
letak dan warna. Selanjutnya, desain tersebut diberikan
kepada pakar desain untuk dilakukan validasi.
b) Penyusunan Materi
Dalam penyusunan materi, peneliti terlebih dahulu telah
melakukan tahap persiapan yang telah dijelaskan sebelumnya.
Tahap tersebut meliputi analisis peserta didik, analisis
kurikulum dan analisis materi. Materi yang disampaikan
dalam ini menggunakan model pembelajaran berbasis riset
yang memiliki berberapa tahapan atau langkah-langkah, yaitu
menanya, mengumpulkan informasi, diskusi, tanya jawab,
penugasan, serta portofolio.
c) Penyusunan Bahasa
Dalam penyusunan produk, peneliti terlebih dahulu
menelaah bahasa yang ada di dalam buku yang ingin
dikembangkan. Dalam hal ini, peneliti memperhatikan
176
beberapa aspek bahasa, yakni, lugas, komunikatif, dialogis
dan interaktif, kesesuaian dengan kaidah bahasa serta
perkembangan peserta didik.
Tahap prototyping memiliki 4 (empat) tahapan (self evaluation, expert
review, one to one, dan small group). Adapun pada tahapan yang akan
dilakukan dalam perencanaan desain bahan ajar yang dikembangkan adalah
self evaluation. Pada tahap ini peneliti melakukan evaluasi secara mandiri
terhadap prototype awal yang telah dikembangkan dengan meminta saran dari
Kaprodi selaku pimpinan pada lokasi penelitian. Adapun evaluasi yang
dilakukan peneliti secara mandiri sebelumnya telah dikonfirmasi kepada
pembimbing. Hasil perbaikan pada tahap ini berupa prototype I dilanjutkan ke
tahap expert review.
2. Validitas Produk/Penerapan Bahan ajar berbasis riset Evaluasi
Pembelajaran pada MK Statistik Pendidikan
Berdasarkan prosedur penelitian yang diuraikan pada bab sebelumnya,
maka untuk mengembangkan bahan ajar berbasis riset Evaluasi Pembelajaran
pada MK Statistik Pendidikan yang valid akan melalui tahap alur Formative
Evaluation (Expert Review dan One to One).
a. Expert Review
Pada tahap ini peneliti mengevaluasi produk bahan ajar berbasis
riset Evaluasi Pembelajaran pada MK Statistik Pendidikan yang telah
didesain dan dievaluasi sendiri oleh peneliti sehingga menjadi
prototype I, selanjutnya divalidasi oleh validator atau ahli. Adapun
teknik validasi yaitu meminta para ahli (validator) untuk memberikan
penilaian dengan mengisi lembar angket validasi yang meliputi angket
177
validasi ahli desain, angket ahli materi, dan angket ahli bahasa serta
memberi komentar dan saran dari bahan ajar yang dikembangkan. Hasil
validasi pada tahap Expert Review digunakan sebagai dasar untuk
melakukan revisi dan penyempurnaan bahan ajar yang dikembangkan.
Di bawah ini adalah 3 (tiga) orang validator yang akan menjadi
validator bahan ajar berbasis riset Evaluasi Pembelajaran pada MK
Statistik Pendidikan.
Tabel 10.1 Validator Bahan Ajar Tahap Expert Review
Validator Ahli Pekerjaan
Amir Hamzah, M.Pd Desain Dosen PGMI
Dr. Tutut Handayani, M.Pd. Materi Dosen PGMI
Hani Atus Solikhah, M.Pd. Bahasa Dosen PGMI
Berdasarkan angket yang telah diberikan kepada ahli untuk
validasi bahan ajar, maka terdapat kesimpulan, yaitu bahan ajar
berbasis riset Evaluasi Pembelajaran pada MK Statistik Pendidikan dan
layak di ujicobakan dengan revisi sesuai saran. Selain memberikan
penilaian, para ahli juga memberikan komentar dan saran yang
digunakan untuk kebutuhan revisi. Adapun tindakan revisi terhadap
komentar dan saran para ahli dapat dilihat pada penjelasan berikut ini.
1) Validator Ahli Desain
Validasi desain dilakukan untuk mengetahui kualitas dari
desain yang telah dibuat baik dari segi tampilan, daya tarik, dan
sebagainya. Validasi ahli desain ini merupakan dosen tetap
Program Studi Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah (PGMI)
UIN Raden Fatah Palembang.
178
a) Hasil Data Kuantitatif
Validasi ini dilakukan pada tanggal 21-21 Agustus 2019
oleh Amir Hamzah, M.Pd. Aspek yang dinilai dalam angket
ahli desain ini, yaitu desain ukuran buku, sampul bahan ajar,
dan isi bahan ajar. Hasil data kuantitatif dapat dilihat dari
uraian berikut ini.
Tabel 10.2 Instrumen Angket Validasi Desain
Indikator
Penilaian
Butir penilaian Skor Jumlah
Skor
Rata-
rata
Tingkat
validasi
Ukuran
Modul
1. Kesesuaian
ukuran dengan
materi isi bahan
5 5 100 Sangat
Valid
Desain
Sampul
2. Penampilan
unsur letak pada
sampul secara
harmonis dan
kesatuan serta
konsisten
4 20 80 Valid
3. Warna unsur tata
letak harmonis
4
4. Huruf yang
digunakan
menarik dan
mudah dibaca
4
5. Tidak
menggunakan
4
179
terlalu banyak
kombinasi huruf
6. Menggambarkan
isi/materi ajar
dan
mengungkapkan
karakter obyek.
4
Desain isi
bahan ajar
7. Penempatan
unsur tata letak
konsisten
berdasarkan pola
4 48 80 Valid
8. Pemisahan antar
paragraf jelas
4
9. Bidang cetak dan
marjin
proporsional
4
10. Spasi antar teks
dan ilustrasi
sesuai
4
11. Penempatan
hiasan/ilustrasi
sebagai latar
belakang tidak
mengganggu
judul, teks, dan
angka halaman.
4
12. Tidak
menggunakan
4
180
banyak jenis
huruf.
13. Penggunaan
variasi huruf
5 (bold, italic, all
capital, small
capital) tidak
berlebihan.
4
14. Lebar susunan
teks normal
4
15. Spasi antar
baris dan huruf
normal
4
16. Mampu
mengungkapkan
makna/arti dari
obyek
4
17. Bentuk akurat
dan proporsional
sesuai dengan
kenyataan
4
18. Kreatif dan
dinamis
4
Jumlah 73 81 Sangat
Vallid
Berdasarkan hasil validasi ahli desain diperoleh data: (1)
aspek ukuran modul mendapatkan rata-rata skor 100 dengan
181
kategori sangat valid, (2) aspek desain sampul bahan ajar
mendapatkan rata-rata skor 80 dengan kategori valid, (3)
aspek desain isi bahan ajar mendapatkan rata-rata skor 80
dengan kategori valid. Dari ketiga aspek tersebut diperoleh
jumlah skor total 73 dengan total rata-rata skor 81.
Berdasarkan hasil validasi ahli desain tersebut dapat
disimpulkan bahwa bahan ajar berbasis riset Evaluasi
Pembelajaran pada MK Statistik Pendidikan dikategorikan
sangat valid.
b) Data Kualitatif
Dari hasil angket ahli desain diperoleh kritik dan saran
yaitu, desain sudah sangat menarik untuk materi sudah sangat
baik mengingat mahasiswa akan mudah tertarik dalam
mempelajari modul ini sedikit catatan agar mempergunakan
desain grafis untuk mempertajam keunikan modul ini.
2) Validator Ahli Materi
Validasi materi dilakukan untuk mengetahui kesesuaian
materi dengan kompetensi inti, kompetensi dasar, dan indikator
yang digunakan oleh sekolah serta kesesuaian dengan kearifan
lokal agar mudah dipahami.
a) Hasil Data Kuantitatif
Validasi ini dilakukan pada tanggal 20-21 Agustus 2019
oleh Dr. Tutut handayani, M.Pd. Aspek yang dinilai dalam
angket ahli materi ini, yaitu kesesuaian materi dengan CP,
keakuratan materi, kemutakhiran materi, mendorong
keingintahuan, teknik penyajian, penyajian pembelajaran dan
182
hakikat berbasis riset. Hasil validasi ahli materi adalah sebagai
berikut.
Tabel 10.3 Instrumen Angket Validasi Materi
Indikator
Penilaian
Butir penilaian Skor Jumlah
Skor
Rata-
rata
Tingkat
validasi
Kesesuaian
materi dengan
KD
1. Kelengkapan materi 5 15 100 Sangat
Valid
2. Keluasan materi 5
3. Kedalaman materi 5
Keakuratan
materi
4. Keakuratan konsep dan
definis
4 19 76 Valid
5. Keakuratan data dan
fakta
4
6. Keakuratan contoh dan
kasus
4
7. Keakuratan gambar dan
ilustrasi
3
8. Keakuratan istilah-istilah 4
Kemutakhiran
materi
9. Gambar dan ilustrasi
dalam kehidupan sehari-
hari
3 8 80 Sangat
Valid
10. Menggunakan contoh
dank asus yang terdapat
dalam kehidupan sehari-
hari
5
183
Mendorong
Keingintahuan
11. Mendorong rasa ingin
tahu
5 13 87
12. Menciptakan
kemampuan bertanya
4
13.Mendorongkemampuan
berpikir kritis
4
Teknik
Penyajian
14. Keruntutan konsep 5 5 100
Penyajian
Pembelajaran
15. Keterlibatan peserta
didik
5 5 100
Hakikat riset 16. Materi mendorong
peserta didik memecahkan
suatu masalah
5 5 100
Jumlah 70 87 Sangat
valid
Berdasarkan hasil validasi ahli materi diperoleh data (1)
aspek kesesuaian materi dengan CP mendapatkan rata-rata
skor 100 dengan kategori sangat valid, (2) aspek keakuratan
materi mendapatkan rata-rata skor 76 dengan kategori valid,
(3) aspek kemutakhiran materi mendapatkan rata-rata skor 80
dengan kategori valid, (4) aspek mendorong keingintahuan
mendapatkan rata-rata skor 87 dengan kategori sangat valid,
(5) aspek teknik penyajian mendapatkan rata-rata skor 100
dengan kategori sangat valid, (6) aspek penyajian
pembelajaran mendapatkan rata-rata skor 100 dengan kategori
184
sangat valid dan (7) aspek hakikat riset mendapatkan rata-rata
skor 100 dengan kategori sangat valid.
Berdasarkan hasil validasi ahli desain tersebut dapat
disimpulkan bahwa bahan ajar bahan ajar berbasis riset
Evaluasi Pembelajaran pada MK Statistik Pendidikan
mendapatkan rata-rata skor 87 dengan kategori sangat valid.
b) Data Kualitatif
Data hasil angket ahli materi diperoleh kritik dan saran,
yaitu dihalaman 5 penomoran dibuat terpisah jangan menyatu
dengan aspek penilaian supaya lebih mudah dimengerti, lebih
memperhatikan ketepatan dalam penulisan agar tidak
membuat bingung.
3) Validator Ahli Bahasa
Validasi bahasa dilakukan untuk mengetahui kualitas bahasa
yang digunakan dalam mengembangkan bahan ajar, baik dari
aspek tingkat perkembangan peserta didik, komunikatif, dialogis,
maupun kesesuaian dengan kaidah kebahasaan yang baik dan
benar. Validator ahli bahasa ini merupakan Dosen Prodi PGMI
UIN Raden Fatah Palembang.
a) Hasil Data Kuantitatif
Validasi dilakukan pada tanggal 19-25 Agustus 2020 oleh
Hani Atus Solikhah, M.Pd. Aspek yang dinilai dalam angket
validasi ahli bahasa ini, yaitu aspek lugas, komunikatif,
dialogis dan interaktif, kesesuaian dengan perkembangan
peserta didik, dan kesesuaian dengan kaidah bahasa. Hasil
validasi bahasa dapat dilihat dari tabel berikut.
185
Tabel 10.4 Instrumen Angket Validasi Bahasa
Indikator
Penilaian
Butir penilaian Skor Jumlah
Skor
Rata-
rata
Tingkat
validasi
Lugas 1. Ketepaatan
struktur kalimat
4 13 87 Sangat
Valid
2. Keefektifan
kalimat
4
3. Kebakuan
istilah
5
Komunikatif 4. Pemahaman
terhadap pesan
atau informasi
4 13 87 Sangat
Valid
5. Gambar tidak
menimbulkan
multitafsir
4
6. Konsisten
huruf dan gambar
5
Dialogis dan
interaktif
7. Kemampuan
memotivasi
peserta didik
5 8 80 Valid
8. Mendorong
berpikir kritis
3
Kesesuaian
dengan
perkembangan
peserta didik
9. Kesesuaian
dengan
perkembangan
intelektual
peserta didik
4 7 80 Valid
186
10. Kesesuaian
dengan tingkat
perkembangan
emosional peserta
didik
3
Kesesuaian
dengan kaidah
bahasa
11. Ketepatan tata
bahasa
4 8 80 Valid
12. Ketepatan
ejaan
4
Jumlah 49 87 Sangat
valid
Berdasarkan hasil validitas ahli bahasa diperoleh data: (1)
aspek lugas mendapatkan rata-rata skor 87 dengan kategori
sangat valid, (2) aspek komunikatif mendapatkan rata-rata
skor 87 dengan kategori sangat valid, (3) aspek dialogis dan
interaktif mendapatkan rata-rata skor 80 dengan kategori
valid, (4) aspek kesesuaian dengan perkembangan peserta
didik mendapatkan rata-rata skor 80 dengan kategori valid,
dan (5) aspek kesesuaian dengan kaidah bahasa mendapatkan
rata-rata skor 80 dengan kategori valid.
Berdasarkan hasil validasi ahli bahasa tersebut dapat
disimpulkan bahwa bahan ajar berbasis riset Evaluasi
Pembelajaran pada MK Statistik Pendidikan mendapatkan
rata-rata skor 87 dengan kategori sangat valid.
Berdasarkan hasil validasi yang dilakukan oleh tiga pakar
melalui tahapan Expert Review ini maka bahan ajar berbasis
187
riset Evaluasi Pembelajaran pada MK Statistik Pendidikan
dapat dikategorikan sangat valid (dengan angket validasi ahli
terlampir). Berikut hasil penilaian lembar angket validasi oleh
tiga ahli.
Tabel 10.5 Hasil Penilaian Lembar Angket Validasi
Validator Skor Kategori
Amir Hamzah, M.Pd 81 Sangat Valid
Dr. Tutut Handayani,
M.Pd
82 Sangat Valid
Hani Atus Solikhah,
M.Pd.
87 Sangat Valid
Rata-Rata Skor 85 Sangat Valid
b. Hasil Validasi Berdasarkan One to One
Pada tahap ini, bahan ajar berbasis riset Evaluasi Pembelajaran
pada MK Statistik Pendidikan yang sudah diperbaiki dan dinyatakan
valid pada tahap Expert Review diujicobakan pada peserta didik yang
merupakan mahasiswa Prodi PGMI.
1) Data Hasil Kuantitatif
Pada tahap One to One, peserta didik diminta untuk
mengamati bahan ajar yang telah dikembangkan. Setelah selesai
mengamati, peserta didik diminta untuk mengisi lembar angket
yang telah disediakan. Dengan memperhatikan hasil angket yang
telah diisi oleh peserta didik, maka peneliti akan mengetahui
apakah bahan ajar yang telah dikembangkan perlu diperbaiki atau
tidak. Berikut hasil angket One to One dari peserta didik.
188
Adapun nama-nama peserta didik yang menjadi responden,
yaitu sebagai berikut.
a) Ratna Sari Juwita
b) Rani Setiawati
c) Qurniaty
Tabel 10.6 Angket One to One
a) Ratna Sari Juwita
No Aspek Indikator Penilaian Komentar dan saran
1 2 3 4 5
1 Pembelajaran
Menumbuhkan
semangat belajar
√ Pembelajaran
membuat kami
semangat belajar
Menumbuhkan
minat belajar
√ Pembelajaran
membuat kami
berminat untuk
belajar
Bahasa yang
digunakan mudah
dipahami
√ Dalam pembelajaran
ini bahasa juga
mudah dipahami
2 Desain
Jenis dan ukuran
huruf mudah
dibaca
√ Ukuran huruf besar,
enak dibaca
Tampilan warna
menarik dan jenis
√ Warna ayang
digunakan menarik
Tampilan gambar
menarik dan jelas
√ Gambar sangat indah
dan bagus
189
b) Rani Setiawati
No Aspek Indikator Penilaian Komentar dan saran
1 2 3 4 5
1 Pembelajaran
Menumbuhkan
semangat belajar
√ Pembelajaran
membuat kami
semangat belajar
Menumbuhkan
minat belajar
√ Pembelajaran
membuat kami
berminat untuk
belajar
Bahasa yang
digunakan mudah
dipahami
√ Dalam pembelajaran
ini bahasa juga
mudah dipahami
2 Desain
Jenis dan ukuran
huruf mudah
dibaca
√ Ukuran huruf besar,
enak dibaca
Tampilan warna
menarik dan jenis
√ Warn ayang
digunakan menarik
Tampilan gambar
menarik dan jelas
√ Gambar sangat indah
dan bagus
c) Qurniaty
No Aspek Indikator Penilaian Komentar dan saran
1 2 3 4 5
1 Pembelajaran
Menumbuhkan
semangat belajar
√ Pembelajaran
membuat kami
semangat belajar
190
Menumbuhkan
minat belajar
√ Pembelajaran
membuat kami
berminat untuk
belajar
Bahasa yang
digunakan mudah
dipahami
√ Dalam pembelajaran
ini bahasa juga
mudah dipahami
2 Desain
Jenis dan ukuran
huruf mudah
dibaca
√ Ukuran huruf besar,
enak dibaca
Tampilan warna
menarik dan jenis
√ Warn ayang
digunakan menarik
Tampilan gambar
menarik dan jelas
√ Gambar sangat indah
dan bagus, hanya ada
yang belum sesuai.
Tabel 10.7 Hasil Penilaian Angket One to One
Nama Nilai Skor Tingkat Validitas
Ratna Sari Juwita 30 100 Sangat Valid
Rani Setiawati 29 97 Sangat Valid
Qurniaty 29 97 Sangat Valid
Rata- rata 98 Sangat Valid
Berdasarkan hasil validasi angket One to One oleh teman
sebaya diperoleh data: (1) penilaian pertama mendapatkan rata-
rata skor 100 dengan kategori sangat valid, (2) penilaian kedua
mendapatkan rata-rata skor 97 dengan kategori sangat valid, dan
191
(3) penilaian ketiga mendapatkan rata-rata skor 97 dengan
kategori sangat valid.
Berdasarkan hasil validasi dari one to one tersebut dapat
disimpulkan bahwa bahan ajar berbasis riset Evaluasi
Pembelajaran pada MK Statistik Pendidikan mendapatkan rata-
rata skor 98 dengan kategori sangat valid.
2) Data Kualitatif
Dari data angket One to One diperoleh komentar dan saran,
yaitu agar bahan ajar lebih diperdalam lagi pada aspek latihan-
latihan. Selain itu, adanya lanjutan pendalaman yang sesuai dengan
menjabarkan bersama dalam berdiskusi.
Berdasarkan hasil validasi yang dilakukan oleh peserta didik
melalui tahapan One to One ini maka bahan ajar berbasis riset
Evaluasi Pembelajaran pada MK Statistik Pendidikan dapat
dikategorikan valid (dengan angket One to One terlampir).
Berdasarkan hasil pada angket One to One di atas, diperoleh
komentar dan saran untuk kebutuhan revisi bahan ajar yang
dikembangkan setelah bahan ajar telah divalidasi oleh pakar/ahli
pada tahap Expert Review dan diujicoba pada tahap One to One
akan digunakan untuk melakukan revisi atau perbaikan prototype
I menjadi prototype II.
3. Hasil Kepraktisan bahan ajar berbasis riset Evaluasi Pembelajaran
pada MK Statistik Pendidikan
Berdasarkan prosedur penelitian yang diuraikan pada bab sebelumnya,
maka uji bahan ajar berbasis riset Evaluasi Pembelajaran pada MK Statistik
Pendidikan dilaksanakan dengan memberikan instrumen angket kepada
peserta didik sebagai responden. Tujuan uji kepraktisan terhadap bahan ajar
192
yang dikembangkan adalah untuk mengetahui tingkat kemudahan dalam
memahami dan menggunakan bahan ajar yang dikembangkan.
Uji kepraktisan responden terhadap bahan ajar berbasis riset Evaluasi
Pembelajaran pada MK Statistik Pendidikan dilakukan dengan memberikan
instrumen angket. Uji kepraktisan ini akan diujicobakan pada alur Formative
Evaluation (Small Group).
Pada tahap Small Group, bahan ajar pada prototype II hasil revisi pada
tahap Expert Review dan One to One akan diujicoba pada kelompok kecil yang
terdiri dari 6 peserta didik yang memiliki kemampuan berbeda. Tahap Small
Group ini dilaksanakan pada 14 Oktober 2019.
Peserta didik diminta untuk mengamati dan mengerjakan perintah yang
dikembangkan oleh peneliti. Kemudian, peserta didik mengisi angket yang
telah diberikan.
Peneliti melakukan interaksi secara langsung dengan peserta didik
untuk membantu mengarahkan dalam mengisi angket agar tidak mengalami
kesulitan. Dengan demikian hal ini dapat memberikan pendapat apakah bahan
ajar tersebut perlu diperbaiki atau tidak.
Pada tahap Small Group ini, tampak peserta didik menyukai bahan ajar
yang dikembangkan. Hal ini dapat dilihat dari hasil angket respon peserta didik
sebagai berikut.
Tabel 10.8 Hasil Angket Small Group
Nama Jumlah Skor Tingkat Kepraktisan
Ratna Sari Juwita 98 Sangat Praktis
Rani Setiawati 97 Sangat Praktis
Qurniati 96 Sangat Praktis
Lira Sonya Jelira 98 Sangat Praktis
193
Masnila 96 Sangat Praktis
Mega Pratiwi 97 Sangat Praktis
Jumlah 97 Sangat Praktis
Berdasarkan hasil validasi tersebut dapat disimpulkan bahwa bahan
ajar berbasis riset Evaluasi Pembelajaran pada MK Statistik Pendidikan
mendapatkan rata-rata skor 97 dengan kategori sangat praktis.
4. Hasil Keefektifan Bahan Ajar Berbasis Riset Evaluasi Pembelajaran
Pada Mk Statistik Pendidikan
Untuk melihat keefektifan bahan ajar berbasis riset Evaluasi
Pembelajaran pada MK Statistik Pendidikan menggunakan tes atau evaluasi.
Evaluasi ini digunakan untuk mengetahui aspek kognitif saja.
Evaluasi dilaksanakan pada tanggal 14 Oktober 2019. Pada pertemuan
ini diadakan evaluasi akhir untuk menilai hasil belajar peserta didik yang
digunakan untuk melihat keefektifan bahan ajar yang dikembangkan.
Pada evaluasi tersebut, peneliti menyajikan 20 soal berbentuk pilihan
ganda. Hal tersebut dimaksudkan agar dapat mengukur pemahaman peserta
didik tentang materi yang telah disampaikan terdapat dalam bahan ajar
Evaluasi Pembelajaran berbasis riset pada MK Statistik Pendidikan.
Dalam tahapan alur desain evaluasi formatif, tahap ini disebut sebagai
tahap field test. Pada tahap akhir ini, ada beberapa peserta didik yang
mendapatkan nilai memuaskan dan ada juga yang mendapatkan nilai kurang
baik. Nilai tersebut didapat berdasarkan analisis data hasil belajar peserta didik
dihitung dengan menggunakan persamaan:
∑KI = NK
100X 100
∑KK = JPT
JSPX 100%
194
Keterangan:
KI : Ketuntasan Individual
NK : Nilai Kognitif
KK : Ketuntasan Klasikal
JPT : Jumlah peserta didik yang tuntas
JSP : Jumlah Seluruh peserta didik
Kategori ketuntasan hasil belajar peserta didik dapat dilihat pada tabel
berikut.
Tabel 10.9 Kategori Ketuntasan Hasil Belajar
Ketuntasan Individual Ketuntasan Klasikal
Nilai Kategori Presentase Kategori
≥75 Tuntas ≥70% Tuntas
<75 Tidak Tuntas <70% Tidak Tuntas
Adapun data-data nilai peserta didik setelah mengerjakan soal tes pada
tahap field test, yaitu sebagai berikut.
Tabel 10.10 Nilai Ketuntasan pada Tahap Field Test
No. Nama Peserta Didik Nilai Keterangan
1. Dewi Indriani 85 Tuntas
2. Dewi Wulandari 80 Tuntas
3. Diah Puspa Haini 75 Tuntas
4. Eka Ramadhanti 75 Tuntas
5. Evie Irawati 85 Tuntas
6. Fazaria Eka Yulita 90 Tuntas
195
7. Heni Widari 85 Tuntas
8. Indah Pratiwi 90 Tuntas
9. Indah Rizki Meiguanti 90 Tuntas
10. Jamila Mandasari 95 Tuntas
11. Jenny saskia Anjani 80 Tuntas
12. Lira Sonya Jelira 86 Tuntas
13. Masnila 75 Tuntas
14. Mega Pratiwi 76 Tuntas
15. Meina Wati Dewi 80 Tuntas
16. Meissy Yolanda Putri 75 Tuntas
17. Ratna Sari Juwita 90 Tuntas
18. Nabilla Muslima 90 Tuntas
19. Nindi Widi Astuti 80 Tuntas
20. Novita Istiqomah 80 Tuntas
21. Novita Utami 85 Tuntas
22. Nur Izza Herrani 80 Tuntas
23. Nurizah 85 Tuntas
24. Oktariana Putri Rahmawati 80 Tuntas
25. Pitriani 90 Tuntas
26. Putri Ayu Ayesha 90 Tuntas
196
27. Qurniaty 80 Tuntas
28. R. A. Wasilla Titania RAnti 80 Tuntas
29. Rahmi Retni Herlyanti 85 Tuntas
30. Rani Setiya Wati 80 Tuntas
Total 2497
Rata-rata 83
Kategori Efektif
Dari data diperoleh, dapat diketahui bahwa pada tahap field test di atas
diperoleh hasil evaluasi peserta didik dalam ketuntasan belajar secara klasikal
dapat tercapai dengan baik. Hal tersebut ditunjukkan dengan nilai rata-rata 83,
artinya ketuntatasan sebesar 100% yang diperoleh mahasiswa berjumlah 30
orang. Rata-rata tersebut dapat dikategorikan efektif karena telah melewati
batas nilai kelulusan MK, yakni 70/C.
Berdasarkan pencapaian nilai tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa
bahan ajar berbasis riset Evaluasi Pembelajaran pada MK Statistik Pendidikan
terkategori efekif dalam mencapai hasil belajar peserta didik.
C. Pembahasan Penelitian
Penelitian ini mengangkat konsep evaluasi pembelajaran dengan
kolaborasi statistik. Pada dasarnya, evaluasi dapat dijadikan alat dalam proses
penghitungan untuk mengumpulkan data dalam rangka pencapaian belajar
kelas atau kelompok dan kemudian menghasilkan sebuah keputusan. Hasil
penghitungan evaluasi diharapkan dapat mendorong guru untuk mengajar
lebih baik dan mendorong peserta didik untuk belajar lebih baik. Jadi, evaluasi
197
memberikan informasi bagi kelas dan guru untuk meningkatkan kualitas
proses belajar mengajar. Informasi yang digunakan untuk mengevaluasi
program pembelajaran harus memiliki kesalahan sekecil mungkin karena
evaluasi pada dasarnya adalah melakukan judgment terhadap hasil penilaian.
Dalam pelaksanaannya materi evaluasi memiliki hubungan dengan
pengukuran (measurement), penilaian (assessment), dan evaluasi (evaluation)
bersifat hirarkis. Pengukuran membandingkan hasil pengamatan dengan
kriteria angka, penilaian menjelaskan dan menafsirkan hasil pengukuran,
sedangkan Evaluasi adalah penetapan nilai atau implikasi suatu perilaku yang
di dalamnya ada pengambilan keputusan seperti tuntas/tidak tuntas, naik/tidak
naik atau lulus/tidak lulus. Sifat yang hirarkis ini menunjukkan bahwa setiap
kegiatan evaluasi melibatkan penilaian dan pengukuran. Penilaian berarti
menilai sesuatu, sedangkan menilai itu mengandung arti mengambil keputusan
terhadap sesuatu dengan mendasarkan diri pada ukuran atau kriteria tertentu,
seperti menilai seseorang sebagai orang yang pandai karena memiliki skor tes
inteligensi lebih dari 120, sedangkan evaluasi mencakup baik kegiatan
pengukuran maupun penilaian.
Dari beberapa pengertian di atas tentang evaluasi, dapat dipahami
bahwa kegiatan evaluasi merupakan kegiatan yang lebih kompleks
dibandingkan dengan pengukuran dan penilaian. Evaluasi merupakan
kegiatan yang sangat sistematis dan mencakup pengukuran dan penilaian
secara keseluruhan pada saat dimulainya suatu program pembelajaran sampai
berakhirnya program tersebut.
Dalam penelitian ini, titik fokus lebih diarahkan pada bagaimana
melihat efek dari produk yang diciptakan. Harapannya, produk yang didesain
sedemikian rupa, yang telah diuji valid tidaknya, bahkan praktis tidaknya,
diharapkan dapat memberikan dampak positif bagi peserta didik/mahasiswa.
198
Karenanya, dalam penelitian ini, setidaknya ada dua aspek yang dapat dibahas
secara mendalam, yakni aspek bagaimana tes itu dikembangkan dan
bagaimana hasil akhirnya (efektivitasnya), sebagaimana dalam penjabaran
berikut.
1. Prosedur Pengembangan Tes
Membuat tes yang berkualitas, diperlukan langkah-langkah dalam
membuat tes tersebut (Djaali dan Pudji, 2012):
a. Menetapkan Tujuan Tes
Tes prestasi belajar dapat dibuat untuk bermacam-macam tujuan,
seperti: Pertama, tes yang bertujuan untuk mengadakan Ujian Nasional
(UN) atau ujian lain yang sejenis dengan UN. Kedua, tes yang
bertujuan untuk mengadakan seleksi, misalnya untuk ujian saringan
masuk perguruan tinggi atau untuk menentukan penerima beasiswa
bagi murid yang berbakat. Ketiga, tes yang bertujuan untuk
mendiagnosis kesulitan belajar murid, yang dikenal dengan sebutan tes
diagnostik.
Untuk UN diperlukan tes yang terdiri atas butir-butir yang mudah
sampai dengan yang sukar. UN merupakan Mastery Test. Dari hasil UN
dapat dilihat mastery level murid, yakni sejauh mana ia mengusai suatu
bidang studi. Untuk tujuan seleksi dibutuhkan tes dengan butir-butir
soal yang tingkat kesukarannya disesuaikan dengan proporsi antara
yang akan diterima dengan pelamar. Tingkat kesukaran soal akan lebih
tinggi jika calon yang akan diseleksi cukup banyak. Biasanya diambil
butir-butir soal yang tingkat kasukarannya di atas rata-rata (kalau butir-
butir soal itu diambil dari soal-soal UN).
199
Untuk Tes diagnostik, soal-soalnya harus berbentuk uraian, karena
soal bentuk obyektif tidak mempunyai fungsi diagnostik. Artinya
seorang siswa yang menjawab salah satu soal bentuk obyektif tidak
dapat diketahui mengapa ia menjawab salah, sedangkan melalui tes
bentuk uraian kita dapat menelusuri jawaban siswa untuk mengetahui
mengapa seseorang menjawab salah, atau bagian mana kesulitan siswa,
sehingga dia menjawab salah soal tersebut.
Hal lain yang juga perlu diperhatikan adalah bahwa untuk tes
diagnostik, butir-butir soal harus dinilai menurut pokok bahasan atau
sub pokok bahasan. Sebagai contoh sebuah tes berhitung dengan 60
butir soal, terdiri atas penjumlahan 15 soal, pengurangan 15 soal,
perkalian 15 soal, dan pembagian 15 soal. Siswa A dapat menjawab
semua soal tentang penjumlahan dan pengurangan, tapi untuk
perkalian, hanya mampu menyelesaikan dengan benar 6 soal,
sedangkan untuk pembagian ia gagal total. Skor akhir yang ia peroleh
adalah 6. Kalau dilihat dari nilai tersebut, maka si anak itu dapat naik
kelas. Padahal ia akan gagal lagi di kelas-kelas yang lebih tinggi karena
justru di sana sangat ditekankan pengetahuan tentang perkalian dan
pembagian. Siswa akhirnya tidak bisa naik terus setelah dua kali
mengulang di kelas yang sama, ia dikeluarkan dari sekolah. Sungguh
fatal sekali. Jumlah drop-out bertambah hanya karena tidak ada
diagnosis. Jadi kalau tes tersebut dibuat untuk diagnostik, maka bukan
nilai akhir itu yang diperhatikan, melainkan nilai pada setiap pokok
bahasan.
Dengan demikian, dapat dibuat remedial teaching untuk
memberikan pengetahuan dan pemahaman mengenai perkalian dan
pembagian. Anak itu dapat tertolong dari keadaan fatal tadi. Oleh
200
karena itu, penyusunan soal-soal tes harus disesuaikan dengan tujuan
tes yang akan diselenggarakan.
b. Analisis Kurikulum
Analisis kurikulum bertujuan untuk menentukan bobot setiap
pokok bahasan yang akan dijadikan dasar dalam menentukan jumlah
item atau butir soal untuk setiap pokok bahasan soal objektif atau bobot
soal untuk bentuk uraian, dalam membuat kisi-kisi tes. Menentukan
bobot untuk setiap pokok bahasan tersebut dilakukan berdasarkan
jumlah jam pertemuan yang tercantum dalam kurikulum.
c. Analisis buku pelajaran dan sumber dari materi belajar lainnya
Analisis buku pelajaran dan sumber materi belajar lainnya
mempunyai tujuan yang sama dengan analisis kurikulum, yaitu
menentukan bobot setiap pokok bahasan. Akan tetapi, dalam analisis
buku pelajaran menentukan bobot setiap pokok bahasan berdasarkan
jumlah halaman materi yang termuat dalam buku pelajaran atau sumber
materi belajar lainnya. Tes yang akan disusun diharapkan dapat
mencakup seluruh construct atau content (populasi materi) yang
diajarkan. Untuk itu, kedua langkah yang disebutkan tersebut sangat
diperlukan untuk memperkecil eror dalam memilih sampel soal. Hal ini
penting karena apabila soal tidak disampel akan menghasilkan beratus-
ratus soal pada tiap bidang studi untuk mewakili populasi materi yang
pernah diajarkan. Hal ini sangat sulit dilakukan mengingat waktu yang
dibutuhkan peserta tes dalam menyelesaikan tes dengan butir soal
sebanyak itu terlalu lama. Untuk dapat memilih sampel yang tepat
diperlukan (a) analisis kurikulum, dan (b) analisis buku pelajaran dan
sumber materi belajar lainnya.
201
d. Membuat kisi-kisi
Manfaat kisi-kisi adalah untuk menjamin sampel soal yang baik,
dalam arti mencakup semua pokok bahasan secara proporsional. Agar
item-item atau butir-butir tes mencakup keseluruhan materi (pokok
bahasan atau sub pokok bahasan) secara proporsional, maka sebelum
menulis butir-butir tes terlebih dahulu kita harus membuat kisi-kisi
sebagai pedoman. Sebuah kisi-kisi memuat jumlah butir yang harus
dibuat untuk setiap bentuk soal dan setiap pokok bahasan serta untuk
setiap aspek kemampuan yang hendak diukur.
e. Penulisan Tujuan Instruksional Khusus (TIK)
Penulisan TIK harus sesuai dengan ketentuan yang telah
ditetapkan. TIK harus mencerminkan tingkah laku siswa, oleh karena
itu harus dirumuskan secara operasional, dan secara teknis
menggunakan kata-kata operasional.
f. Penulisan Soal
Setelah kisi-kisi dalam dalam bentuk tabel spesifikasi telah
tersedia, maka kita akan membuat butir-butir soal atau item-item tes.
Banyaknya butir yang harus dibuat untuk setiap bentuk soal dan untuk
setiap pokok bahasan, serta untuk setiap aspek kemampuan yang
hendak diukur harus disesuaikan dengan yang tercantum dalam kisi-
kisi. Ada beberapa petunjuk yang perlu diperhatikan dalam membuat
butir-butir soal atau item-item tes (khususnya tes matematika sebagai
contoh), yaitu:
1) Soal yang dibuat harus valid (validitas konstruk) dalam arti mampu
mengukur tercapai tidaknya tujuan yang telah dirumuskan.
2) Soal yang dibuat harus dapat dikerjakan dengan menggunakan satu
202
kemampuan spesifik, tanpa dipengaruhi oleh kemampuan lain
yang tidak relevan. Oleh karena itu, soal matematika yang dibuat
harus menggunakan bahasa yang sederhana dan mudah
dimengerti, sehingga tidak menimbulkan salah tafsir atau tafsiran
ganda.
3) Soal yang dibuat harus terlebih dahulu dikerjakan atau diselesaikan
dengan langkah-langkah lengkap sebelum digunakan pada tes
yang sesungguhnya. Untuk soal bentuk uraian, dari penyelesaian
dengan langkah-langkah lengkap tersebut dapat dikembangkan
pedoman penilaian untuk setiap soal.
4) Dalam membuat soal matematika, hindari sejauh mungkin
kesalahan-kesalahan ketik betapapun kecilnya, karena hal itu akan
mempengaruhi validitas soal.
5) Tetapkan sejak awal aspek kemampuan yang hendak diukur untuk
setiap soal matematika yang dibuat.
6) Berikan petunjuk mengerjakan soal secara lengkap dan jelas untuk
setiap bentuk soal matematika dalam suatu tes.
g. Reproduksi tes terbatas
Tes yang sudah dibuat (sudah jadi) diperbanyak dalam jumlah
yang cukup menurut jumlah sampel uji-coba atau jumlah peserta yang
akan mengerjakan tes tersebut dalam suatu kegiatan uji-coba tes.
h. Uji-coba Tes
Tes yang sudah dibuat dan sudah direproduksi atau diperbanyak
itu akan diuji-cobakan pada sejumlah sampel yang telah ditentukan.
Sampel uji coba harus mempunyai karakteristik yang kurang lebih
sama dengan karakteristik peserta tes yang sesungguhnya. Untuk itu,
203
cara penentuan sampel yang harus dilakukan dengan menggunakan
metode yang tepat dan disesuaikan dengan tujuan uji-coba.
i. Analisis hasil uji coba
Berdasarkan data hasil uji coba dilakukan analisis, terutama
analisis butir soal yang meliputi validitas butir, tingkat kesukaran, dan
fungsi pengecoh. Berdasarkan validitas butir soal tersebut diadakan
seleksi soal dengan menggunakan kriteria (kriteria validitas) tertentu.
Soal-soal yang tidak valid akan didrop dan soal-soal yang valid akan
ditetapkan untuk dipakai atau dirakit menjadi suatu tes yang valid.
Untuk memberikan gambaran mengenai kualitas tes tersebut secara
empirik dihitung reliabilitasnya.
j. Revisi soal
Soal-soal yang valid berdasarkan kriteria validitas empirik
dikonfirmasikan dengan kisi-kisi. Apabila soal-soal tersebut sudah
memenuhi syarat dan telah mewakili semua materi yang akan diujikan,
soal-soal tersebut selanjutnya dirakit menjadi sebuah tes, tetapi apabila
soal-soal yang valid belum memenuhi syarat berdasarkan hasil
konfirmasi dengan kisi-kisi, dapat dilakukan perbaikan terhadap
beberapa soal yang diperlukan atau dapat disebut sebut sebagai revisi
soal.
k. Merakit soal menjadi tes
Soal-soal yang valid dan telah mencerminkan semua pokok
bahasan serta aspek kemampuan yang hendak diukur dapat dirakit
menjadi sebuah tes yang valid. Urutan soal dalam suatu tes pada
umumnya dilakukan menurut tingkat kesukaran soal, yaitu dari soal
yang mudah sampai soal yang sulit.
204
2. Efektivitas dalam Hasil Belajar
Setelah mengembangkan produk berupa bahan ajar berbasis riset
evaluasi Pembelajaran pada MK Statistik Pendidikan, maka akhir dari
penelitian ini adalah untuk melihat efektivitas pembelajaran dengan
menggunakan bahan ajar yang telah dikembangkan. Menurut Sumilasari
(dalam Mila Alfana) pengertian efektif adalah dapat membawa hasil. Dalam
hal ini, keefektifan yaitu adanya konsistensi materi yang ada dalam kurikulum
dengan hasil belajar peserta didik dan pengalaman peserta didik dalam belajar
(Mila Alfana, 2015: 2251). Dengan kata lain, keefektifan suatu bahan ajar
dilihat dari tingkat keberhasilan yang dicapai pesera didik setelah proses
pembelajaran. Berikut adalah salah satu dokumentasi pada saat mahasiswa
sedang berdiskusi dalam materi statistik.
Gambar di atas memperlihatkan bahwa mahasiswa aktif merespon
video setelah sebelumnya sedang mengamati serta memperhatikan video
205
materi yang terdapat dalam bahan ajar berbasis pendekatan riset dimana
mahasiswa aktif juga merespon antar sejawat. Kegiatan ini menunjukkan
bahwa mahasiswa kondusif pada saat proes pembelajaran yang sedang
berlangsung.
Selanjutnya, kriteria keefektifan bahan ajar ini mengacu pada
ketuntasan hasil belajar. Pembelajaran dapat dikatakan tuntas, apabila
sekurang-kurangnya 75% dari jumlah peserta didik memperoleh nilai sebesar
75. Keefektifan bahan ajar dikembangkan dilihat dari hasil belajar peserta
didik pada evaluasi akhir atau pada tahap field test. Pengukuran evaluasi
dilakukan melalui tes yang mengukur penilaian dalam ranah kognitif. Tes yang
digunakan dalam tahap ini adalah soal pilihan ganda dengan total soal
sebanyak 20 butir, dengan masing-masing soal mendapat skor 5.
Sementara itu, implementasi pelaksanaan bahan ajar berbasis riset
adalah sebagai berikut.
a. Menentukan tujuan
Tujuan evaluasi proses pembelajaran dapat dirumuskan dalam
bentuk pernyataan atau pertanyaan. Secara umum tujuan evaluasi
proses pembelajaran untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan berikut:
1) Apakah strategi pembelajaran yang dipilih dan dipergunakan oleh
pendidik efektif
2) Apakah media pembelajaran yang digunkan oleh pendidik efektif
3) Apakah cara mengajar pendidik menarik dan sesuai dengan pokok
materi sajian yang dibahas, mudah diikuti dan berdampak peserta
didik mudah mengerti materi sajian yang dibahas
4) Bagaimana persepsi peserta didik terhadap materi sajian yang
dibahas berkenaan dengan kompetensi dasar yang akan dicapai
206
5) Apakah peserta didik antusias untuk mempelajari materi sajian
yang dibahas
6) Bagaimana peserta didik mensikapi pembelajaran yang
dilaksankan oleh pendidik
7) Bagaimana cara belajar peserta didik mengikuti pembelajaran
yang dilaksanakan oleh pendidik
b. Menentukan desain evaluasi
Desain evaluasi proses pembelajaran mencakup rencana evaluasi
proses dan pelaksana evaluasi. Rencana evaluasi proses pembelajaran
berbentuk matriks dengan kolom-kolom berisi tentang: nomor urut,
informasi yang dibutuhkan, indikator, metode yang mencakup teknik
dan instrumen, responden dan waktu. Selanjutnya pelaksana evaluasi
proses adalah pendidik mata pelajaran yang bersangkutan. Dalam
pelaksanaanya, mahasiswa melaksanakannya secara diskusi dengan
dipandu oleh dosen, sebagaimana gambar berikut.
Dalam gambar ini, terlihat bahwa mahasiswa sedang menjawab
pertanyaan dari dosen sebagai peneliti tentang bagaimaan membuat
207
rangkaian desain soal. Jadi, dengan adanya kegiatan ini akan membuat
mahasiswa berani dalam mengemukakan pendapat dan mudah
berinteraksi antar teman sebayanya.
c. Penyusunan instrument evaluasi
Instrument evaluasi proses pembelajaran untuk memperoleh
informasi deskriptif dan atau informasi judgemental dapat terwujud:
1) Lembar pengamatan untuk mengumpulkan informasi tentang
kegiatan belajar peserta didik dalam mengikuti pembelajaran yang
dilaksankan oleh pendidik dapat digunakan oleh pendidik sendiri
atau oleh peserta didik untuk saling mengamati,
2) Kuesioner yang harus dijawab oleh peserta didik berkenaan
dengan strategi pembelajaran yang dilaksanakan pendidik, metode
dan media pembelajaran yang digunakan oleh pendidik, minat,
persepsi peserta didik tentang pembelajaran untuk suatu materi
pokok sajian yang telah terlaksana.
d. Pengumpulan data atau informasi
Pengumpulan data atau informasi dilakankan secara obyektif dan
terbuka agar diperoleh infromasi yang dapat dipercaya dan bermanfaat
bagi peningkatan mutu pembelajaran.
Pengumpulan data atau informasi dilaksanakan pada setiap akhir
pelaksanaan pembelajaran untuk materi sajian berkenaan dengan satu
kompetensi dasar dengan maksud pendidik dan peserta didik
memperoleh gambaran menyeluruh dan kebulatan tentang pelaksanaan
pembelajaran yang telah dilaksanakan untuk pencapaian penguasaan
satu kompetensi dasar.
208
e. Analisis dan interpretasi
Analisi dan interpretasi hendaknya dilaksanakan segera setelah
data atau informasi terkumpul. Analisis berwujud deskripsi hasil
evaluasi berkenaan dengan proses pembelajaran yang telah terlaksana;
sedang interpretasi merupakan penafsiran terhadap deskripsi hasil
analisis proses pembelajaran.
Analisis dan interpretasi dapat dilaksankan bersama oleh pendidik
dan peserta didik agar hasil evaluasi dapat segera diketahui dan
dipahami oleh pendidik dan pesertadidik sebagai bahan dan dasar
memperbaiki pembelajaran selanjutnya.
f. Tindaklanjut
Tindaklanjut merupakan kegiatan menindaklanjut hasil analisis
dan interpretasi. Dalam evaluasi proses pembelajaran tindaklanjut pada
dasarnya berkenaan dengan pembelajaran yang akan dilaksanakan
selanjutnya dan evaluasi pembelajarannya. Pembelajaran yang akan
dilaksanakan selanjutnya merupakan keputusan tentang upaya
perbaikan pembelajaran yang akan dilaksanakan sebagai upaya
peningkatan mutu pembelajaran; sedang tindaklanjut evaluasi
pembelajaran berkenan dengan pelaksanaan dan istrumen evaluasi
yang telah dilaksankan mengenai tujuan, proses dan instrument
evaluasi proses pembelajaran.
209
BAB XI
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan temuan penelitian, maka dapat
disimpulkan sebagai berikut.
1. Perancangan desain bahan ajar evaluasi pembelajaran berbasis riset
pada MK Statistik Pendidikan dapat digunakan untuk diuji validitasnya
yang dilaksanakan pada tahap Expert Review dan One to One. Hal ini
terlihat dari penilaian pada tahap self evaluation berupa komentar dan
saran yang digunakan untuk merevisi bahan ajar untuk dijadikan
prototype I sehingga dapat diuji validitasnya pada tahap berikutnya.
2. Bahan ajar evaluasi pembelajaran berbasis riset pada MK Statistik
Pendidikan terkategori valid. Hal ini terlihat dari penilaian hasil angket
validasi yang dilakukan pada tahap Expert Review dengan skor 85 dan
One to One berupa skor dengan rata-rata sebesar 98 dan komentar
beserta saran yang berguna untuk revisi bahan ajar menjadi prototype
II. Dengan demikian, maka dapat dikatakan bahwa bahan ajar yang
dikembangkan tersebut memenuhi kriteria valid.
3. Bahan ajar evaluasi pembelajaran berbasis riset pada MK Statistik
Pendidikan terkategori sangat praktis. Hal ini terlihat dari penilaian
hasil angket kepraktisan yang dilakukan pada Small Group berupa skor
dengan rata-rata sebesar 97. Dengan demikian, maka dapat dikatakan
bahwa bahan ajar yang dikembangkan tersebut memenuhi kriteria
praktis.
4. Bahan bahan ajar evaluasi pembelajaran berbasis riset pada MK
Statistik Pendidikan terkategori sangat efektif. Hal ini terlihat dari
penilaian hasil tes kefektifan yang dilakukan pada Field Test berupa
210
skordengan rata-rata sebesar 83 atau tuntas/lulus semua. Dengan
demikian, maka dapat dikatakan bahwa bahan ajar yang dikembangkan
tersebut memenuhi kriteria efektif.
B. Rekomendasi
Adapun saran yang dapat peneliti berikan dari hasil penelitian ini, yaitu
sebagai berikut:
1. Bagi peneliti/penulis selanjutnya, hendaknya penelitian ini dapat
dijadikan acuan atau kajian selanjutnya untuk meneliti dan
mengembangkan bahan ajar berbasis riset pada Mata Kuliah atau
pembelajaran yang berbeda.
2. Bagi dosen, hendaknya dapat bahan ajar evaluasi pembelajaran
berbasis riset pada MK Statistik Pendidikan ini sebagai sumber
pembelajaran untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis, analisis
dan memecahkan masalah peserta didik.
3. Bagi peserta didik/mahasiswa, hendaknya dapat menggunakan bahan
ajar evaluasi pembelajaran berbasis riset pada MK Statistik Pendidikan
sebagai sumber belajar untuk meningkatkan kemampuan dalam
berpikir kritis, analisis dan memecahkan masalah.
4. Bagi lembaga, hendaknya dapat digunakan sebagai bahan ajar
pendukung sehingga diharapkan dapat memotivasi dosen dan
mahaasiswa serta dapat meningkatkan mutu dan kualitas lembaga.
211
DAFTAR PUSTAKA
Amirono & Daryanto. (2016). Evaluasi & Penilaian Pembelajaran Kurikulum 2013. Yogakarta: Penerbit Gava Media.
Arikunto, Suharsimi. (2012). Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.
Arlitasari, Oni, Puja Pujayanto dan Rini Budiharti, “Pengembangan Bahan Ajar Ips Terpadu Berbasis Salingtemas Dengan Tema Biomassa Sumber Energi Alternatif Terbarukan,” Jurnal Pendidikan Fisika 1, no. 1 (27 april 2013).
Asrul, dkk. (2015). Evaluasi Pembelajaran. Bandung: Citapustaka Media.
Awalludin. (2017). Pengembangan Buku Teks Sinteksis Bahasa Indonesia.Yogyakarta: CV Budi Utama.
Daryanto. (2008). Evaluasi Pendidikan. Rineka Cipta. Jakarta.
Dick, Walter; Lou Carey; James O. Carey. (2005). The Systematic Design of Instruction. Boston: Pearson.
Djaali dan Pudji Muljono. (2008). Pengukuran dalam Bidang Pendidikan. Grasindo. Jakarta.
Gronlund,. N.E dan Linn, R.L. (1990). Measurement and Evaluation in Teaching. McMillian Publishing Company.
Hani Atus Sholikhah, Pengembangan Bahan Ajar Berbasis Pendekatan Struktural pada Mahasiswa PGMI FITK UIN Raden Fatah Palembang, 2019. Palembang: LPPM UIN Raden Fatah Palembang.
Indra, Jaya. (2019). Penerapan Statistik Untuk Penelitian Pendidikan. Jakarta: Kencana.
Kurniawati, Ika. (2015). Modul Pelatihan Pengembangan Bahan Belajar. Yogyakarta: CV Mulia.
Kusaeri dan Suprananto. (2012). Pengukuran dan Penilaian Pendidikan. Yogyakarta: Graha Ilmu.
212
Mila, Alfana, (2015). Pengembangan Lembar Kegiatan Siswa IPA Terpadu berbasis Kontruktivisme Tema Energi dalam Kehidupan untuk Siswa SMP. Vol. 1 No. 4, hlm. 2251.
Mudlofar, Ali. (2012). Aplikasi Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan dan Bahan Ajar dalam Pendidikan Islam. Jakarta: Rajawali Pers.
Prastowo, Andi. (2018). Panduan Kreatif Membuat Bahan Ajar Inovatif.
Rina, Febriana. (2019). Evaluasi Pembelajaran, Jakarta: BumiAksara.
Rusydi, Ananda & Muhammad Fadhli. (2018). Statistik Pendidikan Teori dan PraktikDalam Pendidikan. Sampali Medan: CV. WidyaPuspita.
Sholikhah, Hani Atus. (2018). “Pengembangan Desain Pembelajaran Berbasis Reasoning pada MK Metodologi Bahasa Indonesia MI”, Jurnal Primary. Banten: IAIN Banten.
Sitepu. (2012). Penulisan Buku Teks Pelajaran, Bandung: Remaja Rosdakarya.
Soeyono, Yandri. “Pengembangan Bahan Ajar Matematika Dengan Pendekatan OpenEnded Untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Dan Kreatif Siswa SMA,” Pythagoras: Jurnal Pendidikan Matematika 9, no. 2 (10 desember 2014).
Sudaryono, Gaguk Margono, dkk (2013). Pengembangan Instrumen Penelitian Pendidikan. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Sudaryono. (2012). Dasar-Dasar Evaluasi Pembelajaran. Graha Ilmu Yogyakarta.
Sudijono, Ana. (2018). PengantarStatistik Pendidikan. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Sudijono, Anas. (2011). Pengantar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Rajawali Press.
Sudjana, Nana (1999). Tuntunan Penyusunan Karya Ilmiah; Makalah-Skripsi-Tesis-Disertasi. Bandung: Sinar Baru Algensindo.
Sugiyono. (2015). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfabeta.
213
GLOSARIUM
Afektif : Afektif ialah potensi atau kemampuan dalam sikap dan nilai.
Eksperimen : Eksperimen adalah kegiatan manipulasi terhadap satu atau lebih variabel dengan suatu cara yang dapat mempengaruhi variabel tersebut.
Evaluasi : Evaluasi adalah suatu proses perbandingan dan pengukuran dari hasil akhir pekerjaan yang dinyatakan dicapai dengan hasil-hasil yang seharusnya dicapai.Evaluasi, secara garis besar, dapat dikatakan bahwa pemberian nilai terhadap kualitas tertentu.
Kognitif : Kognitif ialah potensi atau kemampuan dalam intelektual.
Korelasi : Secara sederhana, korelasi dapat diartikan sebagai hubungan. Namun ketika dikembangkan lebih jauh, korelasi tidak hanya dapat dipahami sebatas tersebut. Korelasi merupakan salah satu teknik analisis dalam statistik yang digunakan untuk mencari hubungan antara dua variabel yang bersifat kuantitatif.
Pembelajaran : Pembelajaran adalah sebuah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar.
Pendidikan : Pendidikan yaitu suatu proses pembelajaran pengetahuan, kemampuan serta keterampilan yang dilihat dari kebiasaan setiap orang, yang menjadi bahan warisan dari orang sebelumnya hingga sekarang. Pendidikan adalah sebuah proses ataupun tahapan dalam pengubahan sikap serta etika maupun tata laku seseorang atau kelompok dalam orang dalam meningkatkan pola pikir manusia melalui pengajaran dan pelatihan serta perbuatan yang mendidik.
Penelitian : Penelitian dapat diartikan sebagai kegiatan pencarian kembali atau mencari hal-hal yang berkaitan dengan ilmu pegetahuan
Pengukuran : Pengukuran adalah kuantifikasi atau penetapan angka tentang karakteristik atau keadaan individu menurut aturan-
214
aturan tertentu. Keadaaan individu ini bisa berupa kemampuan afektif dan psikomotorik, pengukuran ini dapat dilakukan dengan tes maupun non tes.
Penilaian : Penilaian adalah suatu kegiatan penafsiran data hasil pengukuran berdasarkan kriteria maupun aturan-aturan tertentu.
Psikomotorik : Psikomotorik ialah potensi atau kemampuan dalam keterampilan (skill).
Reliabilitas : Reliabilitas yaitu suatu konsistensi sebuah tes dalam mengukur atau mengamati sesuatu yang menjadi objek ukur.
Statistik : Statistik adalah kumpulan data dalam bentuk angka dan disusun dalam bentuk tabel dan atau diagram yang menggabarkan atau berkaitan dengan suatu masalah tertentu.
Tes : Tes merupakan alat atau prosedur yang digunakan untuk mengetahui atau mengukur sesuatu dalam suasana, dengan cara dan aturan-aturan yang sudah ditentukan.
Valid : Valid adalah seseuatu yang absah, sah, suatu keadaan atau fakta yang telah memenuhi persyaratan.
Validitas : Validitas merupakan suatu standar atau dasar ukuran yang menunjukkan ketetapan (appropriateness), kemanfaatan (userfulness) dan kesahihan yang mengarah pada ketepatan interpretasi suatu prosedur evaluasi sesuai dengan tujuan pengukurannya.
215
INDEKS
A
akademis, 16, 25
analisis, 13, 30, 33, 56, 78, 79, 81,
118, 122, 140, 146, 148, 150,
152, 155, 156, 157, 160, 168,
174, 179, 185, 203, 210, 213,
218, 220, 223
angket, 34, 55, 56, 57, 58, 123,
162, 163, 164, 166, 186, 187,
188, 191, 194, 197, 200, 201,
202, 219
B
Bahasa, x, 17, 35, 82, 85, 86, 88,
163, 164, 165, 166, 185, 187,
194, 195, 198, 199, 200, 221,
222
bakat, 25, 43, 56, 89
belajar, 11, 13, 14, 16, 19, 21, 22,
23, 24, 25, 26, 27, 28, 29, 30,
34, 39, 40, 41, 42, 43, 44, 48,
53, 57, 59, 61, 64, 65, 66, 67,
73, 74, 78, 91, 92, 97, 98, 102,
104, 110, 115, 116, 117, 118,
120, 122, 123, 125, 135, 143,
145, 149, 150, 151, 163, 166,
169, 170, 174, 179, 198, 199,
200, 203, 204, 206, 208, 210,
214, 215, 216, 217, 220, 223
D
diagnostik, 26, 29, 208, 209
didik, 11, 19, 21, 23, 24, 34, 35,
36, 37, 38, 39, 40, 41, 44, 73,
74, 149, 150, 151, 152, 156,
162, 163, 164, 165, 166, 169,
170, 185, 186, 193, 194, 195,
196, 197, 198, 201, 202, 203,
204, 206, 207, 214, 215, 216,
217, 218, 220, 223
E
Evaluasi, v, vii, viii, 11, 12, 13, 15,
16, 19, 20, 21, 22, 23, 24, 74,
149, 150, 153, 174, 186, 187,
191, 194, 196, 197, 201, 202,
203, 206, 207, 221, 222, 223
F
fakta, 35, 36, 55, 88, 192, 224
fokus, 16, 17, 59, 207
fungsi, 22, 23, 24, 29, 33, 146,
149, 209, 213
I
inteligensi, 12, 20, 207
K
kontinum, 50
M
materi, vi, 11, 13, 14, 22, 26, 27,
30, 31, 33, 49, 50, 60, 73, 74,
76, 81, 84, 85, 97, 141, 150,
151, 156, 157, 160, 162, 163,
216
164, 165, 166, 174, 179, 185,
187, 188, 189, 191, 192, 193,
194, 203, 207, 210, 211, 213,
214, 215, 216, 217
O
observasi, 13, 34, 59, 60, 61, 63,
64, 156
Observasi, 59
P
pembelajaran, v, vi, 11, 13, 14, 16,
19, 20, 22, 23, 36, 38, 73, 75,
76, 116, 140, 144, 149, 150,
151, 152, 155, 156, 157, 161,
163, 166, 171, 172, 173, 174,
179, 185, 191, 193, 198, 199,
200, 206, 207, 214, 215, 216,
217, 218, 219, 220, 223
pendidikan, v, vi, 11, 13, 16, 19, 21,
23, 24, 25, 35, 45, 57, 60, 73,
88, 119, 139, 143, 145, 149,
155, 159, 160, 163, 172, 173
penyusunan, v, 30, 51, 56, 57, 78,
145, 185, 210
peserta, 11, 19, 21, 23, 24, 31, 32,
33, 34, 35, 36, 37, 38, 39, 40,
41, 44, 61, 73, 74, 76, 122, 149,
150, 151, 152, 156, 162, 163,
164, 165, 166, 169, 170, 185,
186, 193, 194, 195, 196, 197,
198, 201, 202, 203, 204, 206,
207, 210, 212, 214, 215, 216,
217, 218, 220, 223
populasi, 30, 146, 148, 210
R
responden, 35, 36, 37, 39, 40, 55,
57, 58, 88, 118, 120, 147, 151,
162, 163, 166, 198, 201, 202,
216
S
siswa, v, 12, 21, 22, 23, 26, 27, 29,
31, 43, 44, 46, 47, 48, 49, 51,
52, 53, 54, 55, 56, 57, 58, 59,
60, 61, 64, 65, 66, 67, 69, 71,
72, 73, 74, 75, 77, 86, 88, 93,
94, 96, 102, 103, 104, 110, 116,
121, 123, 124, 135, 140, 141,
142, 143, 153, 157, 161, 175,
209, 211
skor, 12, 20, 67, 68, 70, 71, 72, 92,
93, 103, 104, 106, 107, 110,
117, 119, 122, 123, 126, 132,
190, 193, 194, 196, 200, 201,
203, 207, 215, 219
Skor, 21, 29, 45, 46, 67, 68, 72, 92,
93, 94, 104, 105, 167, 168, 169,
188, 192, 195, 197, 200, 202,
209
T
tes, 12, 14, 20, 25, 26, 27, 28, 29,
30, 31, 32, 33, 34, 35, 43, 53,
58, 61, 62, 69, 70, 77, 78, 81,
83, 85, 87, 89, 91, 92, 93, 94,
96, 97, 98, 99, 102, 104, 110,
115, 116, 117, 118, 119, 120,
121, 122, 123, 125, 126, 129,
135, 153, 203, 204, 207, 208,
217
209, 210, 211, 212, 213, 215,
219, 224
V
validitas, 14, 15, 27, 32, 33, 77, 78,
81, 89, 91, 92, 97, 99, 103, 110,
115, 117, 146, 153, 162, 164,
167, 196, 211, 212, 213
variabel, 25, 56, 57, 89, 90, 92,
103, 118, 146, 148, 223