evaluasi 1 pwk iv - critical review
DESCRIPTION
Hendri Yani Saputra - Perencanaan Wilayah dan Kota ITS - 2013TRANSCRIPT
-
CRITICAL REVIEW Evaluasi I Perencanaan Wilayah dan Kota IV
Oleh: Hendri Yani Saputra 3610100063
Jurnal STRATEGI PENGEMBANGAN PERKOTAAN DI WILAYAH
GERBANGKERTOSUSILA BERDASARKAN PENDEKATAN DAYA SAING WILAYAH Oleh: Eko Budi Santoso, Pada Seminar CITIES 2010
-
Pendahuluan
Kawasan Gerbangkertosusila menjadi kawasan strategis dan pusat pertumbuhan
ekonomi di provinsi Jawa Timur, bahkan Kawasan Timur Indonesia (KTI). Meskipun telah mampu menyokong pertumbuhan ekonomi dan pembangunan kawasan sekitarnya, namun pada kawasan Gerbangkertosusila itu sendiri masih memiliki kesenjangan yang sangat jelas, terutama 6 Kabupaten/kota di kawasannya jika dibandingkan dengan Kota Surabaya. Kota Surabaya yang memiliki basis ekonomi pada sektor perdagangan jasa telah menjelma menjadi pusat metropolitan yang mampu memberikan pengaruh pada daerah sekitarnya. Pada umumnya kawasan Gerbangkertosusila memiliki karakteristik keunggulan yang berbeda-beda, keunggulan kawasan tersebut baik keunggulan komparatif maupun kompetitif.
Ringkasan Jurnal
Untuk mengatasi kesenjangan yang terjadi pada kawasan Gerbangkertosusila
tersebut, maka diusulkan konsep pengembangan dengan pendekatan daya saing wilayah. Penentuan daya saing wilayah menggunakan indikator berupa faktor input dan output, faktor input diantaranya meliputi perekonomian daerah, sumber daya manusia dan ketenagakerjaan, lingkungan usaha produktif, infrastruktur, sumber daya alam dan lingkungan, serta perbankan dan lembaga keuangan. Sedangkan faktor output meliputi produktivitas tenaga kerja, PDRB per kapita dan tingkat kesempatan kerja. Hasil pemetaan Daya Saing wilayah yang dilakukan oleh PPSK BI dan LP3E FE Unpad (2008)
Berikut peringkat hasil analisa perekonomian dan daya saing wilayah serta sektor-sektor basis yang menjadi komoditi utama: 1. Kota Surabaya Kota Surabaya berada pada posisi teratas dalam hal kemampuan daya saing wilayah, sektor basis yang mendukung perekonomian Surabaya adalah Industri pengolahan, Infrastruktur,
-
perdagangan, keuangan dan jasa perusahaan. Pada umumnya sektor sekunder dan tersier sangat dominan di Surabaya serta berperan sangat besar terhadap pembangunan kota. 2. Kabupaten Sidoarjo Kemampuan daya saing kabupaten Sidoarjo berada pada posisi kedua di kawasan Gerbangkertosusila dengan sektor basis yang mendukung perekonomian daerah adalah Industri Pengolahan dan Infrastruktur. 3. Kabupaten Gresik Kemampuan daya saing Kabupaten Gresik masih tergolong baik dan menempati posisi ketiga. Meskipun demikian sektor unggul kabupaten Gresik tidak berbeda jauh dengan Kabupaten Sidoarjo diantaranya adalah pertambangan, industri pengolahan, dan infrastruktur. 4. Kota Mojokerto Berdasarkan hasil review, sumbangan PDRB Kota Mojokerto merupakan yang terendah di wilayah Gerbangkertosusila, namun tertutupi oleh pendapatan per kapita dan daya saing relatif lebih baik daripada daerah periphery-nya yaitu kabupaten Mojokerto. Sektor basis yang mendukung perekonomian adalah infrastruktur, perdagangan dan jasa. 5. Kabupaten Mojokerto Kemampuan perekonomian Kabupaten Mojokerto masih cukup baik jika dilihat dari sumbangan PDRB dan pendapatan per kapita dan berada pada peringkat kelima, sektor basis yang mendukung perekonomian adalah pertanian dan industri pengolahan. 6. Kabupaten Lamongan Kabupaten Lamongan berada pada posisi ke-6 dari 7 kawasan di wilayah Gerbangkertosusila, hal ini menunjukkan masih rendahnya kemampuan daya saing Kabupaten Lamongan jika dilihat dari sumbangan PDRB dan pendapatan per kapita, sektor basis yang mendukung perekonomian daerah adalah pertanian, perdagangan, dan jasa. 7. Kabupaten Bangkalan Kemampuan perekonomian dan daya saing wilayah Kabupaten Bangkalan berada pada peringkat terakhir dan tergolong rendah di wilayah Gerbangkertosusila. Sektor basis yang mendukung perekonomian adalah pertanian, infrastruktur, dan jasa.
Kajian strategi pengembangan perkotaan berdasarkan daya saing wilayah melihat dari sisi kemampuan keunggulan kompetitif maupun keunggulan komparatif. Sumber daya manusia di perkotaan menjadi bagian dari keunggulan komparatif jika ditinjau dari sisi jumlah penduduk dan tenaga kerja, dan dapat menjadi bagian dari keunggulan kompetitif jika ditinjau dari sisi kualitas sumber daya manusia, seperti penduduk yang menamatkan pendidikan pada perguruan tinggi.
Pengembangan perkotaan tidak hanya mengandalkan pada kelimpahan resources endowment, namun agar kawasan perkotaan mampu bersaing dengan kawasan perkotaan lainnya diperlukan adanya keunggulan kompetitif. Untuk mengembangkan daya saing wilayah, diawali dengan penentuan spesialisasi wilayah yang didasarkan keunggulan komparatif. Selanjutnya dilakukan pemetaan daya saing wilayah sebagai masukan dalam menentukan keunggulan kompetitif.
Produktivitas merupakan sumber daya saing perkotaan, sehingga kota yang berdaya saingadalah kota yang produktif. Strategi yang diterapkan bagi pengembangan perkotaan adalah meningkatkan produktivitas faktor-faktor input yang menjadi dasar pengembangan perkotaan.
-
Critical Review
Berdasarkan hasil review benchmark perekonomian dan daya saing di wilayah
Gerbangkertosusila tersebut, terlihat Kota Surabaya menempati posisi teratas dan memiliki
kesenjangan yang sangat tinggi dengan wilayah terbawah yaitu Kabupaten Bangkalan.
Konsep pengembangan dengan pendekatan daya saing wilayah tersebut juga sangat
dipengaruhi oleh aksesibilitas dan infrastruktur dan harus dilakukan update berkala
mengenai kondisi terkini kawasan-kawasan di Gerbangkertosusila. Misalnya Kabupaten
Bangkalan saat ini telah terhubung langsung dengan Kota Surabaya melalui Infrastruktur
jembatan Suramadu, memang tidak dijelaskan secara rinci apakah benchmark yang
dilakukan tersebut setelah atau sebelum pembangunan Suramadu. Namun apabila salah
satu faktor utama Kabupaten Bangkalan menjadi yang terbawah adalah akibat aksesibilitas
yang dulu relatif sulit jika dibanding 6 kawasan di Gerbangkertosusila yang lain, maka
sekarang hal tersebut sudah tidak menjadi masalah lagi, dan seharusnya apabila dilakukan
benchmark kembali setelah beberapa periode semenjak pembangunan jembatan,
Kabupaten Bangkalan dapat memiliki daya saing wilayah yang relatif telah seimbang dengan
kawasan-kawasan Gerbangkertosusila lain, hal ini juga sekaligus dapat mengevaluasi proyek
pembangunan jembatan Suramadu.
Selanjutnya, jika ditelusur dari sektor-sektor basis perekonomian yang dianalisa pada
artikel, sangat jelas kawasan-kawasan yang memiliki basis non pertanian menempati posisi-
posisi teratas, sedangkan kawasan dengan basis utama pertanian berada pada posisi
terbawah. Jika dipadankan dengan teori Friedmann (dalam Morgan dan Robert 1974)
mengenai konsep Agropolitan hal tersebut tentu masih belum terlihat baik, dimana wilayah
dengan sektor basis pertanian atau pada teori agropolitan disebut periphery dan wilayah
core region seharusnya dapat seimbang secara spasial jika kawasan periphery tersebut
dikelola dengan baik. Dalam teori agropolitan tersebut pembangunan kawasan pedesaan
adalah mutlak dibutuhkan, sebab daerah core pada umumnya merupakan daerah
pengimpor bahan baku dari daerah periphery, tanpa daerah periphery tersebut maka
kegiatan industrialisasi dan pengolahan bahan baku di daerah core tak akan dapat berjalan.
Jika dalam teori agropolitan Kota Surabaya, Kabupaten Sidoarjo dan Kabupaten
Gresik atau SMA (Surabaya Metropolitan Area) merupakan daerah core yang menempati
posisi 3 besar. Ketiga kawasan tersebut sangatlah bergantung pada kawasan lain di
Gerbangkertosusila, jika kesejahteraan di kawasan periphery-nya telah berkurang,
masyarakat cenderung akan terdorong untuk melakukan urbanisasi, dan kemampuan
daerah-daerah penghasil bahan baku akan menurun dan mengancam kelangsungan daerah
core. Lingkaran urbanisasi ini sangatlah berbahaya bagi pertumbuhan wilayah
Gerbangkertosusila jika dibiarkan.
-
Konsep pendekatan daya saing wilayah di kawasan Gerbangkertosusila haruslah
mengedepankan konsep kenggulan kompetitif masing-masing kawasan, jika wilayah
periphery seperti Kabupaten Mojokerto, Lamongan dan Bangkalan hanya mengedepankan
keunggulan komparatif saja yaitu mengikuti sektor basis yang ada di Kota Surabaya, Sidoarjo
dan Gresik maka tidak akan ada lagi kawasan penghasil bahan baku di Gerbangkertosusila.
Daya saing daerah terbawah harus dari sektor basis yang berbeda agar rantai perekonomian
wilayah dapat terus berjalan. Sehingga hal pertama yang perlu dilakukan adalah
pengendalian tata ruang yang tegas dan efektif.
Pada aplikasinya sendiri, konsep pendekatan daya saing wilayah ini relatif sulit jika
dilihat dari kondisi eksisting dimana Kota Surabaya yang semakin menjelma menjadi calon
raksasa perekonomian di Gerbangkertosusila bahkan Jawa Timur. Pengaruh Surabaya cukup
besar sehingga telah mampu memberikan limpahan perekonomiannya atau resources
endowment pada kawasan di sekitarnya. Jika belajar dari kondisi kawasan metropolitan lain
di Indonesia misalnya Jabodetabek. Jakarta telah dapat mempengaruhi kawasan-kawasan
periphery-di sekitarnya hingga terus meluas tak terkendali yang berujung pada
permasalahan lingkungan dan urbanisasi yang berada pada level mengkhawatirkan. Daerah
periphery di Jabodetabek tidak lagi menjadi kawasan yang memiliki daya saing sendiri,
melainkan telah menjadi trendsetter dari Jakarta, dan cenderung hanya menanti limpahan
ekonomi dari Jakarta.
Selain itu jika strategi pengembangan dengan pendekatan daya saing wilayah ini
diintegrasikan ke dalam rencana tata ruang masing-masing kawasan di wilayah
Gerbangkertosusila, diperlukan juga strategi pengendalian yang efektif. Dalam perencanaan
tata ruang, impelementasi seringkali menjadi topik permasalahan utama, misalnya kawasan-
kawasan cenderung berkembang mengikuti trend saat itu, dan mengabaikan arahan tata
ruang untuk kedepannya. Selanjutnya dominasi yang ada pada Kota Surabaya juga harus
diarahkan secara global, bukan pada kawasan lokal Gerbangkertosusila saja, yang berujung
pada tidak terbentuknya daya saing wilayah lainnya.
Faktor-faktor lain seperti kawasan sekitar Gerbangkertosusila juga harus
dipertimbangan dalam strategi pengembangan dengan pendekatan daya saing wilayah.
Kawasan-kawasan eksternal sekitar Gerbangkertosusila juga memiliki potensi dan
permasalahan yang serupa dengan kondisi internal Gerbangkertosusila, seperti kesenjangan
dan tertinggalnya kawasan dengan sektor basis pertanian, meskipun terdapat pengecualian
seperti Kabupeten Malang dan Kota Batu yang dapat berkembang pesat. Kawasan-kawasan
Gerbangkertosusila dengan basis pertanian dapat belajar dari keberhasilan Malang dan Batu
mewujudkan agropolitan, bahkan kedepannya dapat mengintegrasikan kawasan ini ke
dalam wilayahnya.
Selain itu batasan-batasan wilayah Gerbangkertosusila semakin lama semakin
meluas dan kabur akibat aksesibilitas antar wilayah yang semakin terjangkau dan mudah.
-
Hanya saja dampak positif semakin meluasnya pengaruh wilayah Gerbangkertosusila ini
hanya dirasakan oleh masyarakat yang berada pada kawasan core terutama Kota Surabaya,
sedangkan kawasan periphery hanya menjadi lompatan ekonomi, misalnya untuk urusan
pariwisata berbasis agrowisata, masyarakat kota Surabaya lebih memilih Batu dan Malang
serta pariwisata pesisir seperti daerah Jember, Lumajang, Malang bagian selatan bahkan
Banyuwangi.
Oleh karena itu sebelum mengimplementasikan strategi pengembangan perkotaan
wilayah Gerbangkertosusila dengan pendekatan daya saing wilayah ini, perlu dikaji terlebih
dahulu seberapa besar keterkaitan kawasan yang ada di dalam Gerbangkertosusila. Apakah
masing-masing kawasan telah saling terintegrasi dan memiliki sektor basis yang saling
melengkapi. Atau lebih jelasnya apakah pengembangan ke-7 kawasan dalam
Gerbangkertosusila ini masing-masing telah diarahkan untuk membentuk kesatuan
metropolis dan ekonomi, bukan hanya karena faktor geografis yang saling berdekatan.
Kesimpulan
Berdasarkan hasil Critical Review Jurnal Strategi Pengembangan Perkotaan di Wilayah
Gerbangkertosusila Berdasarkan Pendekatan Daya Saing Wilayah tersebut maka dapat
dimabil kesimpulan sebagai berikut:
1. Perlu dilakukan kembali kajian mengenai Benchmark kawasan-kawasan di
Gerbangkertasusila terutama pasca pembangunan Jembatan Suramadu. Hal ini juga
sekaligus dapat mengevaluasi mega proyek Suramadu tersebut, khususnya untuk
kawasan Bangkalan.
2. Strategi pengembangan dengan pendekatan daya saing wilayah tersebut harus
memperhatikan keunggulan kompetitif masing-masing wilayah, agar hubungan antar
kawasan dapat saling melengkapi.
3. Konsep Agropolitan harus dintegrasikan dalam membangun daya saing wilayah,
terutama untuk membangun kawasan periphery di Gerbangkertasusila.
4. Pada aplikasinya, konsep pengembangan perkotaan dengan pendekatan daya saing
wilayah di Gerbangkertasusila ini akan relatif sulit jika melihat Kota Surabaya yang
telah menjadi pusat ekonomi skala nasional, diperlukan pengendalian dan arahan
yang terintegrasi agar masing-masing kawasan di wilayah Gerbangkertasusila dapat
bersaing secara kompetitif.
5. Batasan ekonomi wilayah Gerbangkertasusila semakin lama semakin kabur dan
meluas, Hanya saja dampak positif semakin meluasnya pengaruh wilayah
Gerbangkertosusila ini hanya dirasakan oleh masyarakat yang berada pada kawasan
core terutama Kota Surabaya.