etika haryaaaaaaadi
TRANSCRIPT
LAPORAN TUGAS ETIKA PROFESI
Tinjauan etika dan teknologi dalam penyelesaian masalah sampah di kota Bandung
Nama : Agung Permana 111211033
Angger Adi Arianto 111211036
Rakhmat. S 111211020
Kelas : 3MM1
JURUSAN TEKNIK MESIN
PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN
POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
2014
Pengertian Etika
Etika merupakan ilmu pengetahuan yang berhubungan dengan upaya menentukan perbuatan yang di lakukan manusia untuk dikatakan baik atau buruk, dengan kata lain aturan atau pola tingkah laku yang dihasilkan oleh akal manusia.
Etika secara etimologi berasal dari bahasa Yunani ethos , yang berarti adat kebiasaan.
Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia, etika diartikan ilmu pengetahuan tentang asas – asas akhlak. Ahmad Amin menegaskan etika ialah ilmu yang menjelaskan arti baik dan buruk, menjelaskan apa yang seharusnya dilakukan oleh manusia.
Etika secara terminologis, menurut Ahmad Amin etika ialah ilmu yang menjelaskan arti baik dan buruk yang seharusnya dilakukan oleh manusia.
Etika dalam Encyclopedia Britania dinyatakan sebagai filsafat moral, yaitu studi tentang sifat dasar dari konsep baik dan buruk, harus, benar dan salah.
Etika adalah sebuah tatanan perilaku berdasarkan suatu sistem tata nilai suatu masyarakat tertentu, Etika lebih banyak dikaitkan dengan ilmu atau filsafat, karena itu yang menjadi standar baik dan buruk itu adalah akal manusia.
I. Masalah yang terjadi dalam pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa)
Rencana penanganan dan pengelolaan sampah yang dikembangkan Pemerintah
Kota Bandung dengan membangun Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa) di
kawasan Gedebage mendapat penolakan dari Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Jabar.
Pasalnya, teknologi yang dikembangkan Pemkot Bandung itu akan menimbulkan dampak
kesehatan bagi masyarakat disekitar PLTSa.
Sekertaris Walhi Jabar, Afifi Rahmat mengatakan, teknologi PLTSa yang akan
digunakan Pemkot Bandung itu akan menggunakan sistem insenerator atau pembakaran.
Dengan teknologi itu, energi yang dihasilkan juga akan lebih besar dari yang diperoleh.
Bahkan, pembakaran sampah untuk menghasilkan energi listirk tersebut akan
menimbulkan gas berbahaya bagi kesehatan.
“Pembakaran itu akan menghasilkan gas-gas tertentu seperti dioxin yang
berbahaya bagi kesehatan, karena menjadi pemicu kanker,” kata dia, Kamis (29/06/2014).
Ia menjelaskan, teknologi PLTSa yang rencananya akan dikembangkan Pemkot
Bandung sebenarnya tidak layak untuk digunakan. Sebab, nilai kalor yang terdapat pada
sampah Kota Bandung lebih rendah dari 4 ribu kj/kg. “Sampah kita basah. Jadi tidak
layak digunakan untuk energi. Selain itu, dibutuhkan energi yang lebih besar untuk
menghasilkan listrik yang banyak,” ungkapnya.
Ia mengungkapkan, untuk mengatasi sampah secara bersama, seharusnya Pemkot
Bandung bisa membuat kebijakan insentif kepada produsen untuk memakai bungkus
rama lingkungan. Selain itu, masyarakat juga harus mau bekerjasama sejak awal untuk
memilah sampahnya langsung dari rumah.
“Sampah harus sudah dipilah, jarak ke pemukiman penduduk juga disesuaikan
dengan aturan yang ada. Air lindi dari sampah juga harus dikelola dan tidak lupa
angkutan sampahnya juga dibenahi,” kata Afifi
Ia juga berharap, pemerintah Jabar juga turun tangan dalam penanganan sampah
yang terjadi di Kota Bandung untuk menciptakan konsep sistematis dan terintegratif.
“Kita juga selalu mengadvokasi warga untuk meminta kepada warga agar memilah
sampah mulai dari sumbernya,” tegasnya.
Ia menyebutkan, terkait dengan ancaman perubahan iklim, kelompok-kelompok
pemerhati sampah di 30 negara dari seluruh dunia mendorong “Zero Waste for Zero
Warming” sebagai solusi yang tepat untuk memotong dan melawan emisi gas rumah kaca
dari pengolahan sampah melalui teknologi kotor.
Menandai Hari Aksi Global melawan Sampah dan Insinerasi (Global Day of
Action against Waste and Incineration), pada tahun keenam ini, Afifi mendesak agar
masyarakat memprioritaskan pengelolaan sampah dan pembiayaan yang memprioritaskan
pencegahan timbulan sampah.
“Tidak lupa program 3R, mengurangi (reduce), menggunakan kembali (reuse),
dan mendaur-ulang (recycling). Selain itu juga pengomposan sebagai alat yang kongkrit
untuk menghemat energi dan menghindari emisi gas rumah kaca,” pungkasnya.
Sekedar mengingatkan, rencana Pemkot Bandung untuk mendirikan PLTSa di
kawasan Gedebage akan terus berlangsung. Pemerintah Kota Bandung sendiri
merencanakan untuk melakukan peletakan batu pertama di lokasi pembangunan PLTSa
pada 8 Januari 2008 mendatang.
Dengan berdirinya PLTSa ini, Pemkot Bandung berharap, teknologi itu mampu
menghasilkan energi sebesar 7 megawatt per jam. Energinya sendiri berasal dari sampah
Kota Bandung sekitar 500 ton atau 2.300 meter kubik per hari.
II. Perbedaan PLTSa di Singapura dan China :
PLTSa Singapura
AMAN dan jauh dari permukiman penduduk memang itulah kesan sekaligus
kesimpulan yang bisa saya ambil, setelah berkesempatan berkunjung ke dua pabrik
pengelolaan sampah di Singapura, 7 Desember lalu. Aman karena dengan
mengunakan teknologi canggih (hitech), efek samping pengolahan sampah seperti gas
berbahaya, dioksin, atau air lindi seperti dikhawatirkan banyak pihak, dapat
dieliminasi atau dinetralisir. Gas atau asap yang tadinya berbahaya pun relatif aman
setelah disaring dan dibuang ke udara melalui cerobong asap yang cukup tinggi,
sekitar 150 meter.
Lagi pula, lokasi pabrik jauh dari permukiman, berada di kawasan khusus
industri di bagian barat Singapura, dekat pantai, jauh dari pusat kota Singapura –
butuh waktu sekitar 3 jam perjalanan darat dari pusat kota. Kawasan khusus industri
ini jarang dikunjungi orang. “Kita sedang menuju ke kawasan yang orang bilang
‘tempat jin buang orok’, karena jarang orang ke sana,” kata local guide, Syafi’i, saat
rombongan berada dalam bus menuju ke sana.
Pabrik pertama yang kami kunjungi adalah IUT Singapore PTE Ltd, di 99
Tuas Bay Drive Singapore. Di pabrik yang bisa dikunjungi di www.iutglobal.com ini,
kami mendapat penjelasan tentang proses dan teknologi pengolahan sampah berupa
recycling (daur ulang), composting (dijadikan kompos), dan incineration
(pembakaran).
Secara umum, metode dan teknologi pengolahan sampah yang digunakan oleh
IUT aman, tidak mencemari lingkungan, dan menguntungkan. Namun, lokasi pabrik
ini jauh dari permukiman penduduk. “Jarak pabrik ini dengan permukiman penduduk
terdekat sekitar 10 kilometer,” jelas S.K. Ashraf, Plant Manager IUT, ketika secara
khusus saya tanyakan soal keberadaan warga di sekitar lokasi pabrik. Saya sempat
guyon kepadanya bahwa di Indonesia nama Ashraf dikenal sebagai penyanyi
dangdut.
Pabrik kedua yang dikunjungi adalah Senoko Incineration Plant, pabrik
khusus pengolahan sampah dengan teknologi insinerasi (www.nea.gov.sg). Pabrik ini
berlokasi di 30 Attap Valley Road Singapore, sekitar 30 menit perjalanan darat dari
lokasi pabrik IUT, masih dekat pantai dan sama-sama jauh dari permukiman
penduduk. “Lokasi permukiman dari pabrik ini berjarak sekitar 4-5 kilometer,” kata
Teo Hock Kheng, General Manager Senoko, ketika secara khusus saya tanyakan soal
keberadaan warga di sekitar lokasi pabrik.
IUT dan Senoko sama-sama menyerap tenaga kerja sekitar 150-160 orang,
beroperasi nonstop 24 jam, para karyawan terbagi dalam 3 shift.
Ringkasnya, setelah mengamati secara seksama kedua pabrik sampah tersebut
bersama sekitar 30 anggota rombongan –termasuk di dalamnya Walikota Bandung H.
Dada Rosada dan Ketua DPRD Kota Bandung H. Husni Muttaqin, saya mendapat
kesan dan kesimpulan: aman, hitech, bebas gas berbahaya, bebas polusi, ramah
lingkungan, jauh dari permukiman penduduk, berlokasi di kawasan khusus industri di
bagian barat Singapura, jarang dikunjungi orang, dekat pantai, tiga jam perjanalan
mobil/darat dari pusat kota Singapura melalui highway (jalan tol), menyerap tenaga
kerja sektar 150-160 orang, dan tidak diprotes warga –karena memang tidak ada
warga yang bermukim dekat pabrik!
Sumber dari www.romeltea.com
PLTSa China
Pada Oktober 2009, seperti diberitakan Epochtimes.com (28/10/2009),
puluhan ribu penduduk Kota Pingwang, Provinsi Jiangsu, China selatan, protes
terhadap pabrik pembakaran sampah (PLTSa) yang sedang dibangun karena terlalu
dekat dengan tempat tinggal mereka pada 21 Oktober. Pihak berwenang setempat
mengirimkan 3.000 polisi anti huru-hara untuk membubarkan kerumunan.
Pabrik pembakaran sampah, yang dimiliki oleh Perusahaan pembakaran
Sampah Wujiang, yang hanya 0,6 kilometer dari Kota Pingwang dan 160 meter dari
daerah pemukiman terdekat. Ada tempat penitipan anak, SD dan SMP dalam radius
0,6 kilometer, dengan pusat penitipan anak terdekat hanya 0,3 kilometer dari pabrik.
Khawatir tentang pencemaran lingkungan dan masalah-masalah kesehatan
terkait, penduduk setempat turun ke jalan untuk melakukan protes pada hari yang
sama. Menurut penduduk setempat, selama masa percobaan berjalan pada 19 Oktober
pabrik sudah mengeluarkan bau busuk dan asap ke seluruh kota Pingwang.
Koran lokal Yangtse Evening News, yang dijalankan oleh negara,
menerbitkan pemberitahuan dari pejabat setempat pada 22 Oktober mengatakan
bahwa karena kekhawatiran publik, pabrik pun ditutup.
Penduduk setempat mengatakan pemerintah tidak meminta pendapat mereka
sebelum membangun pabrik.
Penduduk lain dihubungi oleh The Epoch Times, seorang wanita bernama
Chu, berkata, “Saya pasti menolak pabrik itu. Rumah saya hanya tiga mil jauhnya
dari pabrik. Polusi sangat buruk dan berbahaya bagi kesehatan kami.
Asap dari pembakaran sampah mengandung zat-zat beracun yang dapat
menyebabkan kanker. Pemerintah tidak mencari komentar publik sebelum mereka
memutuskan untuk membangun pabrik. Ada banyak orang yang memprotes ketika
pabrik sedang dibangun. ”
“Para pejabat pemerintah daerah semua tinggal di Kota Wujiang. Mereka
sama sekali tidak peduli tentang kehidupan kami. Mereka mulai meminta pendapat
kami hanya tujuh hari sebelum pabrik mulai beroperasi,” kata Chu.
Protes massa serupa terhadap pabrik pembakaran sampah telah terjadi di
Beijing, Nanjing, Guangzhou dan tempat lain sebagai akibat dari masalah kesehatan.
Pabrik pembakaran sampah memainkan peran paling penting dalam emisi dioxin
yang dapat menyebabkan masalah kesehatan yang serius seperti kanker.
Sebuah laporan tahun 2005 dari Bank Dunia memperingatkan, jika China
membangun pabrik pembakaran sampah (PLTSa) dengan cepat dan tidak membatasi
emisi mereka, tingkat dioksin atmosfer di seluruh dunia bisa berlipat ganda.
Ahli lingkungan China juga menunjukkan, pencemaran lingkungan di China saat
ini adalah serius; masyarakat dengan banyak limbah dan pabrik pembakaran sampah
merupakan daerah berisiko tinggi untuk masalah kesehatan. (EpochTimes).
Sumber dari www.romeltea.com
III. Saran terhadap pemerintah kota Bandung dalam pembangunan
PLTSa
1. PLTSa berpotensi menebar bencana lingkungan dan nyawa manusia. PLTSa dengan
menggunakan incinerator (mesin pembakar sampah skala besar) dapat menambah
menjadi bencana, mengganggu kesehatan, dan menjadi beban polusi udara kota
Bandung dan menghasilkan zat racun berupa dioxin yang membahayakan sistem
syaraf dan menyebabkan kanker bagi warga sekitar dan warga Bandung pada
umumnya.
Pengalaman PLTSa di China, dampak adanya PLTSa menimbulkan sebagian
warga menderita penyakit syaraf otak karena polusi yang ditimbulkan terhadap warga
sekitar. Selain itu, pada Oktober 2009, puluhan ribu penduduk Kota Pingwang,
Provinsi Jiangsu, China selatan, memprotes PLTSa yang sedang dibangun karena
terlalu dekat dengan tempat tinggal mereka. Pabrik PLTSa milik Perusahaan
Pembakaran Sampah Wujiang, berjarak 0,6 kilometer dari Kota Pingwang dan 160
meter dari daerah pemukiman terdekat. Khawatir tentang pencemaran lingkungan dan
masalah-masalah kesehatan terkait, penduduk setempat turun ke jalan untuk
melakukan protes pada hari yang sama.
Menurut penduduk setempat, selama masa percobaan berjalan pada 19 Oktober
2009 pabrik sudah mengeluarkan bau busuk dan asap ke seluruh kota Pingwang.
Pejabat setempat pun pada 22 Oktober 2009, karena kekhawatiran publik, menutup
pabrik PLTSa.
2. PLTSa akan didirikan tepat di samping Stadion Gelora Bandung Lautan Api (BLA)
bertaraf internasional sehingga akan merusak kenyamanan dan mengancam
keselamatan pemain dan bobotoh Persib Bandung. Dapat dibayangkan bus pemain
Persib dan rombongan bobotoh akan beriringan dengan truk-truk pengangut sampah.
Kejadian di Stadion Gelora Bung Tomo Surabaya tanggal 23 Juli 2012 bisa
terjadi di Gelora BLA, yaitu ketika laga persahabatan antara klub sepabola Inggris,
Queens Park Rangers (QPR), dan Persebaya diwarnai oleh bau sampah yang
menyeruak ke seantero stadion karena berada di kawasan Tempat Pembuangan Akhir
(TPA) Benowo. Dunia internasional pun mengajukan syarat agar PLTSa di China
tidak beroperasi selama Olimpiade Beijing tahun 2008, fakta ini menegaskan bahwa
stadion kontradiksi dengan PLTSa (sumber racun).
3. PLTSa dibangun sangat dekat permukiman penduduk, yakni kompleks GCA dan
permukiman lain di sekitarnya. Hal itu berarti mengancam nyawa ribuan warga jika
sewaktu-waktu terjadi penyebaran gas beracun sebagai dampak negatif insinerator
PLTSa.
PLTSa Gedebage sangat kontras dengan PLTSa di Singapura yang berdiri di area
industri, di pinggir pantai, jauh dari kota, dan berjarak paling dekat 4-5 kilometer
dengan permukiman penduduk sekitar.
4. Dari sisi anggaran, biaya pembangunan PLTSa yang mencapai Rp 562 milyar pada
akhirnya hanya akan membebani APBD. Beban biaya jasa pengolahan (tipping fee) di
luar biaya pengangkutan sampah yang akan dibebankan kepada warga juga sangat
besar. Tipping fee PLTSa mencapai Rp 350.000 per ton per hari.
Jika sampah yang dibakar sebesar 700-1000 ton per hari, maka biaya yang harus
dikeluarkan mencapai Rp 245 hingga 350 juta per hari atau Rp 89,5 hingga 127,8
milyar per tahun selama 20 tahun, di luar biaya pengangkutan. Sangat dimungkinkan
ke depan, karena PLTSa ini, biaya tarif sampah oleh Pemkot akan sangat besar dan
membebani warga, dan keuangan kota Bandung bakal mengalami krisis.
5. Mekanisme lelang PLTSa mengandung cacat hukum dan menimbulkan kecurigaan
adanya kolusi, sehingga warga mengimbau Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)
turun tangan melakukan pemeriksaan terhadap PT BRIL sebagai pemenang lelang,
pemkot Bandung sebagai penyelenggara, dan para anggota DPRD Kota Bandung
sebagai pihak yang mengesahkan proyek PLTSa.
Penunjukkan PT BRIL tahun 2005 sebagai pemrakarsa PLTSa oleh Wali Kota Bandu
mengabaikan belasan pilihan teknologi yang diajukan oleh tim ahli. Tahun 2007 PT
BRIL membuat Feasebility Study dan Amdal yang bermasalah. Proses lelang tahun
2012-2013 menyisakan tiga perusahaan yang kemudian menetapkan PT BRIL pada
bulan Juli 2013 sebagai pemenang.
6. PLTSa berpotensi mengakibatkan Bandung mengalami krisis air bersih karena
tersedot oleh PLTSa yang membutuhkan 50 liter air per detik atau 4,32 juta liter
perhari atau 129 juta liter air per bulan, setara dengan 540 truk tangki air per hari.
7. Untuk menangani sampah di Kota Bandung, kami mangusulkan agar dikelola secara
terdesentralisasi melalui TPS masing-masing dengan proses 3 R sesuai prinsip
Undang-undang Persampahan.