etika bisnis - good corporate governance

17
1 Etika Bisnis BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Konsep Good Corporate Governance (GCG) menjadi bagian yang sangat sering didiskusikan dengan tujuan agar para pihak mampu memahami manfaat atau dampak positif dari penerapan konsep tersebut. Salah satu maksud dan tujuan dari Good Corporate Governance (GCG) adalah mengharapkan berbagai perusahaan yang berada di suatu negara agar mampu menjalankan aktivitas bisnis secara baik dan ikut serta dalam mendorong pertumbuhan perekonomian nasional yang beretika tinggi. Kemudian sulit dipungkiri bahwa selama sepuluh tahun terakhir ini, istilah Good Corporate Governance (GCG) kian populer. Tak hanya populer, istilah tersebut juga ditempatkan di posisi terhormat. Pertama, GCG merupakan salah satu kunci sukses perusahaan untuk tumbuh dan menguntungkan dalam jangka panjang, sekaligus memenangkan persaingan bisnis global. Kedua, krisis ekonomi di kawasan Asia dan Amerika Latin yang diyakini muncul karena kegagalan penerapan GCG. Kebutuhan akan Good Corporate Governance timbul berkaitan dengan principal agency theory, yaitu untuk menghindari konflik antara principal dan agentnya. Konflik tersebut timbul karena adanya perbedaan kepentingan sehingga harus dikelola dengan baik agar tidak menimbulkan kerugian di antara kedua belah pihak. Pemerintah Indonesia melalui Surat Keputusan Menteri BUMN No. Kep-117/M-MBU/2002 tanggal 1 Agustus 2002 tentang Penerapan Praktik Good Corporate Governance pada Badan Usaha

Upload: mutiara-novita-prima-putri

Post on 02-Jan-2016

789 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

Good Corporate Governance - Teori dan Kasus

TRANSCRIPT

Page 1: Etika Bisnis - Good Corporate Governance

1

Etika Bisnis

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar BelakangKonsep Good Corporate Governance (GCG) menjadi bagian yang sangat sering

didiskusikan dengan tujuan agar para pihak mampu memahami manfaat atau dampak positif dari penerapan konsep tersebut. Salah satu maksud dan tujuan dari Good Corporate Governance (GCG) adalah mengharapkan berbagai perusahaan yang berada di suatu negara agar mampu menjalankan aktivitas bisnis secara baik dan ikut serta dalam mendorong pertumbuhan perekonomian nasional yang beretika tinggi.

Kemudian sulit dipungkiri bahwa selama sepuluh tahun terakhir ini, istilah Good Corporate Governance (GCG) kian populer. Tak hanya populer, istilah tersebut juga ditempatkan di posisi terhormat. Pertama, GCG merupakan salah satu kunci sukses perusahaan untuk tumbuh dan menguntungkan dalam jangka panjang, sekaligus memenangkan persaingan bisnis global. Kedua, krisis ekonomi di kawasan Asia dan Amerika Latin yang diyakini muncul karena kegagalan penerapan GCG.

Kebutuhan akan Good Corporate Governance timbul berkaitan dengan principal agency theory, yaitu untuk menghindari konflik antara principal dan agentnya. Konflik tersebut timbul karena adanya perbedaan kepentingan sehingga harus dikelola dengan baik agar tidak menimbulkan kerugian di antara kedua belah pihak.

Pemerintah Indonesia melalui Surat Keputusan Menteri BUMN No. Kep-117/M-MBU/2002 tanggal 1 Agustus 2002 tentang Penerapan Praktik Good Corporate Governance pada Badan Usaha Milik Negara, menekankan kewajiban bagi BUMN untuk menerapkan GCG secara konsisten dan atau menjadikan prinsip-prinsip GCG sebagai landasan operasionalnya, yang pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan keberhasilan usaha dan akuntanbilitas perusahaan guna mewujudkan nilai pemegang saham dalam jangka panjang dengan tetap memperhatikan kepentingan stakeholders lainnya, dan berlandaskan peraturan perundang-undangan dan nilai-nilai etika. Dalam banyak kasus terjadi nya skandal bisnis maupun ambruknya korporasi terbukti ada kaitannya dengan Good Corporate Governance (GCG) Hal ini menunjukkan bahwa praktek tatakelola perusahaan yang baik (Good Corporate Governance) merupakan kebutuhan absolute bagi perbaikan perekonomian negara kita ini. Akan tetapi banyak pihak hingga saat ini masih kesulitan untuk memahami apa itu Good Corporate Governance (GCG).

Page 2: Etika Bisnis - Good Corporate Governance

2

Etika Bisnis

1.2. Maksud dan TujuanTujuan makalah ini adalah untuk memahami serta melihat penerapan GCG (Good

Corporate Governance) sebagai bagian dari aktifitas perusahaan serta sebagai strategi bisnis sehingga harapan stakeholders tercapai serta memberikan beberapa gambaran tentang penerapan GCG pada perusahaan.

1.3. Rumusan PermasalahanDalam makalah ini akan menganalisis pengaruh GCG terhadap kinerja

perusahaan, dengan daftar pertanyaan seperti berikut :

1. Apakah penerapan good corporate governance telah terwujud di dalam suatu perusahaan?

2. Bagaimana aktifitas dewan komisaris berpengaruh kepada kinerja perusahaan?

3. Bagaimana aktifitas dewan komisaris independen berpengaruh terhadap jalannya perusahaan?

Page 3: Etika Bisnis - Good Corporate Governance

3

Etika Bisnis

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1. Definisi Good Corporate Governance (GCG)

Perkembangan konsep corporate governance sesungguhnya telah dimulai jauh sebelum isu corporate governance menjadi topic yang paling hangat di kalangan eksekutif bisnis. Banyak terdapat definisi yang digunakan untuk memberikan gambaran tentang corporate governance yang diberikan baik oleh perorangan (individual) maupun institusi (institusional).

Istilah corporate governance (CG) pertama kali diperkenalkan oleh Cadbury Committee tahun 1992 dalam laporannya yang dikenal dengan Cadbury Report (Tjager dkk., 2003). Adapun definisinya yaitu sebagai berikut.

“A set of rule that define the relationship between shareholders, managers, creditors, the government, employees and internal and external stakeholders in respect to their rights and responsibilities”

(Seperangkat aturan yang mengatur hubungan antara para pemegang saham, manajer, kreditur, pemerintah, karyawan, dan pihak-pihak yang berkepentingan lainnya baik internal maupun eksternal lainnya yang berkaitan dengan hak-hak dan kewajiban mereka.)

Bank Dunia juga memberikan definisi GCG sebagai kumpulan hukum, peraturan, dan kidah-kaidah yang wajib dipenuhi, yang dapat mendorong kinerja sumber-sumber perusahaan untuk berfungsi secara efisien guna menghasilkan nilai ekonomi jangka panjang yang berkesinambungan bagi para pemegang saham maupun masyarakat di lingkungan sekitar secara keseluruhan.

Berdasarkan definisi-definisi tersebut, dapat dilihat dengan jelas bahwa corporate governance ingin diarahkan untuk menciptakan suatu bentuk organisasi bisnis yang bertumpu pada aturan-aturan manajemen modern yang professional dengan konsep dedikasi yang jauh lebih bertanggung jawab. Bertanggung jawab dapat diartikan sebagai keikutsertaan perusahaan secara jauh lebih dalam untuk ikut berpartisipasi dalam membangun bangsa dan negara.

Page 4: Etika Bisnis - Good Corporate Governance

4

Etika Bisnis

Good corporate governance memiliki empat prinsip dasar, di antaranya sebagai berikut.

1. Transparency (Keterbukaan)

Mewajibkan adanya suatu informasi yang terbuka, tepat waktu, serta jelas, dan dapat diperbandingkan yang menyangkut keadaan keuangan, pengelolaan perusahaan, dan kepemilikan perusahaan.

2. Accountability (Akuntabilitas)

Menjelaskan peran dan tanggung jawab serta mendukung usaha untuk menjamin penyeimbangan kepentingan manajemen dan pemegang saham sebagaimana yang diawasi oleh Dewan Komisaris.

3. Responsibility (Pertanggungjawaban)

Memastikan dipatuhinya peraturan serta ketentuan yang berlaku sebagai cerminan dipatuhinya nilai-nilai social.

4. Independency (Independensi)

Memastikan tidak adanya campur tangan pihak di luar lingkungan perusahaan terhadap berbagai keputusan yang diambil perusahaan.

5. Fairness (Keadilan)

Menjamin perlindungan hak-hak para pemegang saham termasuk hak-hak pemegang saham asing serta menjamin terlaksananya komitmen dengan para investor.

Atas dasar prinsip-prinsip tersebut dan definisi-definisi yang telah dijabarkan, dapat disimpulkan bahwa good corporate governance (GCG) adalah suatu bentuk keputusan dengan memposisikan perusahaan secara jauh lebih tertata dan terstruktur, dengan mekanisme pekerjaan yang bersifat mematuhi aturan-aturan bisnis yang telah digariskan, serta siap menerima sanksi jika aturan-aturan tersebut dilanggar.

2.2. Good Corporate Governance dan Manajemen Perusahaan

Corporate Governance adalah suatu konsep yang memiliki idealism untuk mewujudkan tujuan-tujuan para pemegang saham. Namun, terkadang terjadi pihak manajemen perusahaan tidak mampu memenuhi keinginan yang ditargetkan oleh para

Page 5: Etika Bisnis - Good Corporate Governance

5

Etika Bisnis

pemegang saham secara baik. Persoalan menjadi bertambah kompleks ketika pihak manajemen perusahaan mampu menguasai informasi perusahaan dengan baik, bahkan sampai dapat mempengaruhi berbagai keputusan internal perusahaan jauh lebih dominan dibanding dengan para pemegang saham.

Komisaris memiliki kedudukan tertinggi di suatu organisasi, atau dengan kata lain komisaris perusahaan adalah pemilik perusahaan. Direktur utama serta para direktur lainnya merupakan penggerak perusahaan, yang berarti mereka atau manajemen perusahaan bekerja untuk memberikan keuntungan yang maksimal kepada para komisaris atau para pemegang saham.

Selain itu komisaris perusahaan juga memiliki hak untuk memecat atau menggantikan direksi dan posisi penting lainnya dengan catatan bahwa yang bersangkutan tidak mampu melaksanakan kinerja sesuai dengan rencana. Kondisi seperti ini sering menimbulkan konflik, yaitu konflik antara manajemen dengan komisaris. Pemisahan ini akan menimbulkan masalah karena adanya perbedaan kepentingan antara komisaris (sebagai principal) dengan pihak manajemen (sebagai agen), yang selanjutnya dikenal dengan istilah agency theory.

2.3. Agency Theory dan Solusi Memperkecil Timbulnya Agency Theory

Agency theory (teori keagenan) adalah suatu kondisi yang terjadi pada suatu perusahaan dimana pihak manajemen sebagai pelaksana yang lebih lanjut lagi disebut sebagai agen harus bekerja secara maksimal untuk memberi kepuasan yang maksimal kepada pemilik modal (owner), yang kemudian menimbulkan sikap oportunistik dari pihak agen. Praktik dari sikap oportunistik tersebut yaitu dengan mengabaikan berbagai pihak seperti para pemegang saham, kreditur, pemerintah, dsb. Hal itu dilakukan pihak agen karena ingin memperoleh keuntungan lebih, bahkan ingin memindahkan posisinya dari pihak manajemen (agen) menjadi pemilik (principal).

Oleh karena itu pihak manajemen berusaha semaksimal mungkin untuk memberikan kinerja terbaik kepada para pemegang saham khususnya pemilik perusahaan yaitu para komisaris perusahaan. Karena jika pihak manajemen tidak mampu melakukan hal itu, bukan tidak mungkin bagi komisaris perusahaan untuk merubah struktur organisasi perusahaan.

Selain itu, setiap permasalahan atau konflik selalu menimbulkan biaya (cost). Adanya agency theory di atas menimbulkkan biaya keagenan (agency cost) yang menurut Jensen dan Meckling adalah sebagai berikut.

Page 6: Etika Bisnis - Good Corporate Governance

6

Etika Bisnis

a. The monitoring expenditures by the principle, yaitu biaya monitoring yang dikeluarkan prinsipal untuk memonitor perilaku agen.

b. The bonding expenditures by agent, yaitu biaya yang dikeluarkan oleh agen untuk menjamin bahwa agen tidak akan menggunakan tindakan tertentu untuk yang akan merugikan principal.

c. The residual loss, yaitu penurunan tingkat kesejahteraan principal maupun agen setelah adanya agency relationship.

2.4. Solusi Memperkecil Agency Theory

Beberapa solusi yang dapat dilakukan untuk memperkecil timbulnya dan berlakunya agency theory ini adalah sebagai berikut.

a. Pihak komisaris harus melihat posisi manajemen perusahaan sebagai pihak yang memiliki peran besar dalam menjaga dan mempertahankan berlangsungnya perusahaan.

b. Pihak komisaris perusahaan tidak melihat posisi manajemen perusahaan sebagai pekerja melainkan sebagai mitra bisnis.

c. Pihak komisaris harus melakukan kaji ulang secara intensif sebagai bentuk tanggung jawab jika keputusan nanti diambil.

d. Pihak manajemen perusahaan harus membangun dan memiliki semangat serta loyalitas tinggi kepada perusahaan.

2.5. Etika Bisnis dan Konsep Good Corporate Governance

Saat ini salah satuu aturan yang terjelaskan secara tegas bahwa suatu perusahaan yang berkeinginan untuk go public adalah perusahaan yang sudah harus memiliki konsep serta mengaplikasikan prinsip-prinsip good corporate governance (GCG).

Pedoman umum good corporate governance (GCG) Indonesia untuk selanjutnya disebut Pedoman GCG merupakan acuan bagi perusahaan untuk melaksanakan GCG dalam rangka:

(1). Mendorong tercapainya kesinambungan perusahaan melalui pengelolaan yang didasarkan pada prinsip transparansi, akuntabilitas, responsibilitas, indenpensi, serta kewajaran dan keselarasan.

Page 7: Etika Bisnis - Good Corporate Governance

7

Etika Bisnis

(2). Mendorong pemberdayaan fungsi dan kemandirian masing-masing organ perusahaan.

(3). Mendorong pemegang saham, anggota dewan komisaris, dan anggota direksi, agar dalam mebuat keputusan dan menjalankan tindakannya didasarkan pada nilai moral yang tinggi dan kepatuhan terhadap perundang-undangan.

(4). Mendorong timbulnya kesadaran dan tanggung jawab social terhadap masyarakat sekitar dan kelestarian lingkungan.

(5). Mengoptimalkan nilai perusahaan bagi pemegang saham dengan tetap memperhatikan pemangku kepentingan lainnya.

2.6. Good Corporate Governance (GCG) dalam Konteks Bisnis Masa Depan

Penerapan good corporate governance (GCG) bukanlah sebuah syarat lagi melainkan sudah merupakan kebutuhan pokok untuk harus dilaksanakan. Dari hasil penelitian meyebutkan bahwa jika perusahaan multinasional lebih sungguh-sungguh menerapkan GCG dibandingkan dengan perusahaan domestic.

Bisnis tidak lagi bisa dijalankan secara konvensional seperti dahulu, yaitu pemilik memiliki kekuasaan tertinggi karena hal tersebut dapat menimbulkan sikap arogansi yang berpengaruh pada pengambilan keputusan perusahaan dimana lebih mengedepankan profit. Padahal profit bukanlah satu-satunya tujuan perusahaan, masih ada tujuan yang lain yaitu keinginan untuk memberikan karya bagi pembangunan bangsa.

2.7. Permasalahan dalam Penerapan Good Corporate Governance (GCG)

Ada beberapa permasalahan umum yang dihadapi dalam penerapan Good Corporate Governance (GCG), yaitu:

a. Pemahaman tentang konsep Good Corporate Governance (GCG) pada beberapa manajer di Indonesia masih kurang sering.

b. Sebagian pihak menganggap konsep GCG sebagai penghambat berbagai keputusan perusahaan.

c. Aparat penegak hukum harus dibekali konsep pemahaman GCG secara luas.

Page 8: Etika Bisnis - Good Corporate Governance

8

Etika Bisnis

2.8. Kasus dan Solusi

2.8.1. Kasus

JAKARTA—Masyarakat Telematika Indonesia (Mastel) menilai terjadi pelanggaran Good Corporate Governance (GCG) oleh Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) kala mengeluarkan (SE) No. 177/BRTI/2011 ke 10 operator telekomunikasi pada medio Oktober 2011. SE tersebut berisikan himbauan menghentikan penawaran konten melalui SMS broadcast, pop screen, atau voice broadcast sampai dengan batas waktu yang akan ditentukan kemudian.

Analisis

Layanan SMS premium ini tentunya sudah tidak asing lagi bagi kita, dan sudah tidak asing pula bahwa jasa ini memberikan dampak yang sangat merugikan bagi pengguna telepon seluler. Kerugian yang didapat tersebut adalah banyak sekali pelanggan yang pulsanya sering habis oleh ulah para penyelenggara jasa SMS premium tersebut, walaupun pelanggan sudah menghentikan layanan tersebut tetapi pulsa selalu saja di sedot oleh pihak penyelenggara jasa tersebut. Hal ini tentu saja merugikan pelanggan yang membuat keperluannya terhambat karena pulsa yang tiba-tiba habis di ambil oleh penyelenggara jasa tersebut.

Namun dalam mengatasi hal tersebut BRTI yang seharusnya menyelesaikan masalah ini kepada pihak penyelenggara jasa tersebut bukan kepada operator. BRTI juga seharusnya lebih ketat dalam pengawasan layanan tersebut agar tidak terjadi lagi peristiwa sedot pulsa. Dalam kasus diatas juga sudah di jelaskan tentang pasal-pasal yang tidak dilaksanakan sesuai kenyataan. Hal inilah yang membuat BRTI diduga menyimpang dari Good Corporate Governance (GCG)

“Kami melihat adanya penyimpangan-penyimpangan yang dilakukan oleh BRTI dengan keluarnya SE tersebut”,‖ ungkap Ketua Umum Mastel Setyanto P Santosa.

Menurutnya, penyimpangan terkait dengan Instruksi Peningkatan Kualitas Layanan Jasa Pesan Premium. Menurut Pasal 8 KM No.36/PER/M/KOMINFO/ 10/2008, BRTI hanya dapat menuangkan produk pengaturan yang sifatnya perintah dalam bentuk Keputusan Dirjen.

Berikutnya tentang indepedensi dan profesionalitas dimana BRTI tidak mempertimbangkan secara seksama, bahkan beberapa informasi yang seharusnya bersifat rahasia. BRTI justru melibatkan pihak lain. BRTI tidak jelas dalam mendefinisikan hal-hal yang ingin diaturnya, sehingga berdampak kepada bisnis dan cenderung dapat mematikan bisnis penyedia konten.

Page 9: Etika Bisnis - Good Corporate Governance

9

Etika Bisnis

Hal lain adalah BRTI tidak melakukan proses yang transparan kepada para pemangku kepentingan.

Para Penyelenggara Jasa Pesan Premium yang paling terkena dampak dari penerbitan SE tersebut tidak dilibatkan dalam pembahasan, termasuk dalam pembahasan revisi PM No. 1/2009 tentang Penyelenggaraan Jasa Pesan Premium dan Pengiriman Jasa Pesan Singkat (SMS) ke banyak tujuan. Penyelenggara Jasa Pesan Premium baru dilibatkan pada saat proses evaluasi

“Mastel berpendapat bahwa seharusnya SE BRTI tidak langsung ditujukan kepada operator telekomunikasi melainkan disampaikan terlebih dahulu kepada Penyelenggara Jasa Layanan Pesan Premium. Hal ini berdasarkan Pasal 3 PM 01/2009, bahwa Jasa Pesan Premium diselenggarakan oleh Penyelenggara Jasa Pesan Premium berdasarkan kerja sama dengan Penyelenggara Jaringan jasa teleponi dasar”,‖ katanya.

Terakhir terkait, Pasal 15 PM 01/2009 menyatakan bahwa pengguna berhak mengajukan ganti rugi kepada Penyelenggara Pesan Premium, sedangkan dalam SE BRTI butir 4, tanggung jawab dari Penyelenggara Pesan Premium tidak dinyatakan.

Ditegaskannya, kasus sedot pulsa tidak akan terjadi jika ada pengawasan ketat dari BRTI. Hal ini karena penyelenggaraan Jasa Pesan Premium diselenggarakan setelah mendapatkan izin berupa pendaftaran penyelenggaraan kepada BRTI.

“Namun sayangnya tidak pernah dilakukan evaluasi/analisa atau diseleksi oleh BRTI. Seharusnya BRTI dapat membina dan mengendalikannya misalnya pengendalian pemberian short code”,‖ katanya.(id)

2.8.2. Solusi

Kasus di atas merupakan kasus penyimpangan atas beberapa prinsip dari GCG, yakni diantaranya indenpendensi dan transparansi. Menurut kami, seharusnya BRTI bisa lebih ketat dan hati-hati lagi dalam hal pengawasan layanan dengan cara benar-benar men-survey dan meyeleksi apakah jasa pesan premium ataupun pihak-pihak konten ketiga lainnya benar-benar layak untuk bekerja sama, atupun minimal tidak mengganggu para konsumen provider.

Kemudian BRTI hendaknya lebih memperjelas lagi isi dari pasal-pasal terkait agar lebih jelas lagi pihak siapa saja yang turut bertanggung jawab jika ada suatu hal yang tidak diinginkan terjadi di kemudian hari.

Selain itu solusi yang paling tepat sebenarnya yaitu dengan lebih menerapkan lagi prinsip-prinsip GCG seperti transparansi, akuntanbilitas, responsibiliti, independensi, dan keadilan agar tidak hanya kinerja dari BRTI saja yang menjadi maksimal, tetapi juga agar lebih meningkatkan akan tanggung jawab social kepada masyarakat.

Page 10: Etika Bisnis - Good Corporate Governance

10

Etika Bisnis

2.9. Etika Bisnis dalam Pendirian Perusahaan

2.9.1. Persyaratan

Syarat umum pendirian Perseroan Terbatas (PT)

Fotokopi KTP para pemegang saham dan pengurus, minimal 2 orang Fotokopi KK penanggung jawab / Direktur Nomor NPWP Penanggung jawab Pas foto penanggung jawab ukuran 3X4 (2 lembar berwarna) Fotokopi PBB tahun terakhir sesuai domisili perusahaan Fotokopi surat kontrak/sewa kantor atau bukti kepemilikan tempat usaha Surat keterangan domisili dari pengelola gedung jika berdomisili di Gedung

Perkantoran Surat keterangan RT/RW (jika dibutuhkan, untuk perusahaan yang berdomisili di

lingkungan perumahan) khusus luar jakarta Kantor berada di wilayah perkantoran/plaza, atau ruko, atau tidak berada di

wilayah pemukiman. Siap disurvei

Syarat pendirian PT secara formal berdasarkan UU No. 40/2007 adalah sebagai berikut:

Pendiri minimal 2 orang atau lebih (pasal 7 ayat 1) Akta Notaris yang berbahasa Indonesia Setiap pendiri harus mengambil bagian atas saham, kecuali dalam rangka peleburan

(pasal 7 ayat 2 dan ayat 3) Akta pendirian harus disahkan oleh Menteri kehakiman dan diumumkan dalam

BNRI (ps. 7 ayat 4) Modal dasar minimal Rp. 50 juta dan modal disetor minimal 25% dari modal dasar

(pasal 32 dan pasal 33) Minimal 1 orang direktur dan 1 orang komisaris (pasal 92 ayat 3 & pasal 108 ayat 3) Pemegang saham harus WNI atau badan hukum yang didirikan menurut hukum

Indonesia, kecuali PT. PMA

2.9. Prosedur Pendirian

Bilamana seseorang akan mendirikan perseroan terbatas, maka para pendiri, yang biasanya terdiri dari 2 orang atau lebih, melakukan perbuatan hukum sebagai yang tersebut dibawah ini:

Page 11: Etika Bisnis - Good Corporate Governance

11

Etika Bisnis

Pertama, para pendiri datang di kantor notaris untuk diminta dibuatkan akta pendirian Perseroan Terbatas. Yang disebut akta pendirian itu termasuk di dalamnya anggaran dasar dari Perseroan Terbatas yang bersangkutan. Anggaran dasar ini sendiri dibuat oleh para pendiri, sebagai hasil musyawarah mereka. Kalau para pendiri merasa tidak sanggup untuk membuat anggaran dasar tersebut, maka hal itu dapat diserahkan pelaksanaannya kepada notaris yang bersangkutan.

Kedua, setelah pembuatan akta pendirian itu selesai, maka notaris mengirimkan akta tersebut kepada Kepala Direktorat Perdata, Departemen Kehakiman. Akta pendirian tersebut juga dapat dibawa sendiri oleh para pendiri untuk minta pengesahan dari Menteri Kehakiman, tetapi dalam hal ini Kepala Direktorat Perdata tersebut harus ada surat pengantar dari notaris yang bersangkutan. Kalau penelitian akta pendirian Perseroan Terbatas itu tidak mengalami kesulitan, maka Kepala Direktorat Perdata atas nama Menteri Kehakiman mengeluarkan surat keputusan pengesahan akta pendirian Perseroan Terbatas yang bersangkutan. Kalau ada hal-hal yang harus diubah, maka perubahan itu harus ditetapkan lagi dengan akta notaris sebagai tambahan akta notaris yang dahulu. Tambahan akta notaris ini harus mnedapat pengesahan dari Departemen Kehakiman. Setelah itu ditetapkan surat keputusan terakhir dari Departemen Kehakiman tentang akta pendirian Perseroan Terbatas yang bersangkutan.

Ketiga, para pendiri atau salah seorang atau kuasanya, membawa akta pendirian yang sudah mendapat pengesahan dari Departemen Kehakiman beserta surat keputusan pengesahan dari Departemen Kehakiman tersebut ke kantor Kepaniteraan Pengadilan Negeri yang mewilayahi domisili Perseroan Terbatas untuk didaftarkan. Panitera yang berwenang mengenai hal ini mengeluarkan surat pemberitahuan kepada notaris yang bersangkutan bahwa akta pendirian PT sudah didaftar pada buku register PT.

Keempat, para pendiri membawa akta pendirian PT beserta surat keputusan tentang pengesahan dari Departemen Kehakiman, serta pula surat dari Panitera Pengadilan negeri tentang telah didaftarnya akta pendirian PT tersebut ke kantor Percetakan Negara, yang menerbitkan Tambahan Berita Negara RI. Sesudah akta pendirian PT tersebut diumumkan dalam Tambahan Berita Negara RI,maka PT yang bersangkutan sudah sah menjadi badan hukum.

Page 12: Etika Bisnis - Good Corporate Governance

12

Etika Bisnis

BAB III

KESIMPULAN DAN SARAN

3.1. KesimpulanPada saat ini prinsip-prinsip dari good corporate governance merupakan suatu

kebutuhan untuk bisnis di Indonesia. Dengan diterapkannya prinsip-prinsip tersebut maka kehidupan di dalam suatu perusahaan akan berjalan dengan baik dan bersinergi, baik hubungan di antara para pemilik perusahaan dengan penggerak perusahaan maupun kinerja yang diperoleh perusahaan.

Prinsip-prinsip dari good corporate governance tidak hanya memberikan pengaruh kepada internal perusahaan saja tetapi juga kepada masyarakat dan lingkungan sekitar. Keseimbangan antara internal dan eksternal perusahaan itulah yang menjadikan bisnis akan lebih berkembang dan bertahan.

3.2. SaranSaran kami yaitu pemerintah harusnya lebih mensosialisakan lagi terhadap

prinsip-prinsip GCG itu apa saja, bagaimana menerapkannya, serta apa efek atau pengaruh jika itu diterapkan kepada perusahaan-perusahaan domestic yang ada, sehingga perusahaan domestic ini nantinya juga memiliki kinerja yang maksimal yang tidak kalah juga dengan perusahaan multinasional dan mengurangi berbagai permasalahan yang akan terjadi baik internal maupun eksternal perusahaan.

Page 13: Etika Bisnis - Good Corporate Governance

13

Etika Bisnis

BAB IV

DAFTAR PUSTAKA

Fahmi, Irham. 2012. Etika Bisnis: Teori, Kasus, dan Solusi. Bandung: CV Alfabeta

http://almirans.wordpress.com/2012/11/06/pengertian-good-corporate-governance-dan-contoh-kasus-penyimpangannya/

http://id.wikipedia.org/wiki/Perseroan_terbatas#Syarat_Pendirian_PT