etika bisnis

Upload: dian-imoet

Post on 11-Jul-2015

311 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

MENTAL BISNIS1. ETIKA BISNIS Apakah antara bisnis dan etika dapat dipersatukan ? Jawabannya adalah tidak, bisnis jangan dicampur adukkan dengan etika, bisnis ya bisnis. Kerja orang bisnis ya berbisnis bukan beretika. Jika ditengah-tengah persaingan bisnis yang begitu kompetitif anda masih mempertimbangkan etika dan moralitas, maka bersiaplah menjadi pebisnis yang kalah dan tunggulah kehancuranmu. Pandangan seperti itu yang oleh De George disebut dengan pandangan bahwa bisnis itu profesi etis dan luhur ? Isue ini akan dikupas secara garis besar dalam makalah ini. Dapatkah bisnis dimasukkan sebagai profesi yang luhur ? Bila bisnis sebagai profesi yang luhur maka bisnis hendaknya dijalankan secara etis. Persoalannya adalah apakah ada hubungan yang relevan antara bisnis dan etika ? apakah berbisnis perlu etika ? Adakah etika berbisnis itu ? Pertanyaanpertanyaan tersebut merupakan isue yang pantas diperdebatkan. Ada dua pandangan mengenai dua konsep di atas, pandangan pertama cenderung memisahkan antara etika dan bisnis, sedangkan yang lain bisnis dan etika merupakan dua hal harus disatukan. Sebelum dikupas kedua pandangan tersebut terlebih dahulu akan diuraikan tentang dua istilah tersebut yaitu apa itu etika dan apa itu bisnis. Dengan memahami dua konsep tersebut akan membantu kita dalam mencerna antara etika dan bisnis dapat disatukan atau harus terpisah. 1

2

2. Pandangan tentang Etika dan Bisnis 2.1. Pandangan tentang Etika Dalam praktek keseharian seringkali pengertian etika dan moralitas dipertukar gunakan. Keadaan ini tidak sepenuhnya salah, sebab kata etika berasal dari kata ethos (bahasa Yunani) yang berarti adat istiadat atau kebiasaan. Dalam pengertian ini etika berkenalan dengan kebiasaan hidup yang baik terhadap seseorang atau masyarakat. Etika memuat suatu nilai-nilai, aturan-aturan, tata cara hidup yang baik dianut secara turun temurun oleh anggota masyarakat dari generasi ke generasi berikutnya. Pada akhirnya, hal tersebut menjadi pola kebiasaan berperilaku baik di suatu masyarakat tertentu. Pengertian etika yang demikian itu sama artinya dengan pengertian moralitas. Moralitas berasal dari kata latin mos yang berarti adat istiadat atau kebiasaan. Dengan kata lain antara etika dan moralitas secara etimologis mempunyai makna yang sama, maka wajar dalam kehidupan sehari-hari kedua istilah tersebut sering dipertukargunakan penggunaannya. Meski ada pengertian yang berbeda antara etika dan bisnis, dimana etika dipandang sebagai ilmu mempunyai pengertian yang lebih luas dibandingkan dengan moralitas.

3

Paling tidak ada dua teori etika, pertama yang disebut dengan etika deontologi sedangkan kedua disebut dengan etika teleologi. Etika deontologi sebagaimana asal arti katanya deon (Yunani) berarti kewajiban menekankan pada kewajiban manusia untuk bertindak secara baik. Menurut etika deontologi suatu tindakan itu baik dinilai berdasarkan tindakan itu sendiri yaitu sebagai tindakan yang baik, bukan berdasarkan atas akibat atau tujuan yang ditimbulkan oleh tindakan tersebut. Dalam konteks kegiatan bisnis, menurut etika deontologi bahwa tindakan bisnis dinilai baik bila mana tindakan itu dilaksanakan berdasarkan kewajiban yang memang harus dilakukan oleh pelakunya. Misalnya, memberikan pelayanan yang baik kepada semua konsumen, mengembalikan utang atau kriditnya sesuai dengan kesepakatan yang dibuat, menawarkan jasa atau barang sepadan antara mutu dan harganya.

4

Dengan demikian etika deontologi sangat menekankan pada motivasi, kemauan dan niat baik oleh pelakunya. Sebagaimana dikemukakan oleh Immanuel Kant (1734 1804) bahwa kemauan baik hendaknya dinilai oleh dirinya sendiri terlepas dari apapun juga. Oleh sebab itu dalam pandangan teori ini suatu tindakan pertama kali harus dinilai apa kehendak atau niat dari sipelaku, karena niat baik sebagai syarat mutlak untuk bertindak secara moral. Ini berarti bahwa suatu tindakan yang mengakibatkan dampak positif bagi banyak orang, namun bilamana tindakan tersebut tidak didasarkan atas niat baik dari pelakunya maka tidak dapat dikategorikan sebagai tindakan baik. Sebab, bisa jadi akibat baik tersebut hanya merupakan suatu kejadian yang bersifat kebetulan. Kant berpendapat bahwa tindakan yang baik merupakan kewajiban yang mesti dijalankan. Demikian pula tindakan yang merupakan kewajiban untuk dilakukan, namun dijalankan bukan didasarkan atas niat baik seperti karena dipaksa atau terpaksa maka tindakan tersebut dikategorikan sebagai tindakan yang tidak baik.

5

Berdasarkan uraian tentang etika deontologi maka dapat disimpulkan bahwa tindakan dikategorikan sebagai tindakan baik bilamana memenuhi tiga persyaratan yaitu : (1) agar suatu tindakan baik bilamana memenuhi tiga tersebut harus dijalankan atas dasar kewajiban ; (2) nilai moral suatu tindakan bergantung pada kemauan baik yang mendorong seseorang untuk melakukannya ; (3) menjalankan kewajiban hendaknya dasarkan atas hukum moral yang universal. Sebagai ilustrasi dapat diajukan persoalan sebagai berikut : Seorang karyawan diancam PHK bilamana ia membocorkan atau melaporkan penyimpangan atasannya kepada pihak berwajib. Dalam kondisi ini karyawan tersebut mengalami konflik, yaitu di satu sisi ia didorong oleh keinginan (kewajiban melindungi diri) tetap bisa bekerja di perusahaan tersebut agar dapat menghidupi keluarganya, di sisi lain ia mendapat dorongan untuk mengatakan yang benar (kewajiban untuk jujur). Bagaimana saudara mengatasi konflik tersebut ?

6

Berbeda

dengan

pengertian

etika

deontologi,

etika

teleologi mengukur baik buruknya suatu tindakan didasarkan atas tujuan yang akan dicapai atau akibat yang ditimbulkan atas tindakan tujuannya tersebut. baik Suatu tindakan dinilai baik bilamana atau akibat yang ditimbulkan bermanfaat.

Mencuri, menurut etika teologi tidak segera dapat dinilai baik atau buruk, melainkan apa tujuan dari tindakan mencuri tersebut. Bila mencuri tujuannya adalah untuk dibagi-bagikan kepada orang miskin yang sedang kelaparan, maka tindakan itu dapat dikategorikan sebagai tindakan yang baik ; namun bilamana tindakan mencuri bertujuan untuk memupuk kekayaan diri maka tindakan Dengan tersebut dapat dikategorikan tindakan etika teleologi lebih bersifat buruk. demikian

situasional mengingat akibat atau tujuan dari suatu tindakan sangat bergantung pada kondisi khusus tertentu. Persoalan yang ada pada etika teleologi adalah bagaimana menilai tujuan atau akibat yang ditimbulkan oleh suatu tindakan. Apakah tujuan tersebut untuk diri pribadi, untuk perusahaan dimana seseorang bekerja, atau untuk semua orang (masyarakat) ? Untuk menjawab persoalan ini muncul dua aliran etika teleologi yaitu egoisme dan utilitarianisme. Etika teleologi egoisme berpandangan bahwa tindakan setiap orang pada dasarnya untuk mengejar kepentingan pribadi dan memajukan diri sendiri, sedangkan etika teleologi utilitarianisme melihat suatu tindakan itu baik bilamana suatu tindakan dilakukan mempunyai tujuan untuk kemaslahatan orang banyak.

7

2.2. Pandangan tentang Bisnis Akhir-akhir ini, ada pandangan bahwa bisnis dianggap sebagai sebuah profesi. Bahkan bisnis seakan-akan memonopoli sebutan profesi, tetapi sekaligus juga menyebabkan pengertian profesi yang menjadi rancu atau kehilangan pengertian para dasarnya. Bisnis modern mensyaratkan dan menuntut

pelaku bisnis untuk menjadi orang yang profesional. Persaingan bisnis yang ketat menuntut dan menyadarkan para pelaku bisnis untuk menjadi seorang yang profesional. Profesionalisme menjadi suatu keharusan. Hanya saja, sering sikap profesional dan profesionalisme yang dimaksud dalam dunia bisnis hanya terbatas pada kemampuan teknis yang menyangkut keahlian dan keterampilan berbisnis seperti : manajemen, produksi, pemasaran, keuangan, personalia dan seterusnya yang dikaitkan dengan prinsip efisiensi demi mendapat keuntungan sebesarbesarnya. Seringkali profesionalisme dan sikap profesional mengabaikan aspek komitmen pribadi dan moral pada suatu profesi bisnis. Orang profesional selalu berarti sebagai seorang yang memiliki komitmen pribadi yang tinggi, serius dalam menjalankan pekerjaannya, bertanggung jawab atas pekerjaannya supaya tidak merugikan pihak lain, menjalankan pekerjaannya secara tuntas dengan hasil mutu tinggi. Perilaku dan sikap tersebut tidak lain sebagai perwujudan dari komitmen dan tanggung jawab moral pribadinya. Selanjutnya, apakah bisnis pantas disebut sebagai profesi atau tidak, dan apakah bisnis dapat dipandang sebagai profesi yang etis dan luhur dapat dikaji dari dua sudut yang saling bertentangan berikut ini.

8

9

2.3. Pandangan Pragmatis Pandangan pragmatis ini bertumpu pada kenyataan umum yang berlaku di dunia bisnis dewasa ini. Pandangan ini melihat bisnis sebagai suatu kegiatan manusia yang menyangkut memproduksi, menjual dan membeli barang dan jasa untuk mencari keuntungan. Tujuan utama bisnis adalah mencari keuntungan atau kegiatan yang berorientasi profit making. Dasar pemikirannya bahwa orang yang menggeluti kegiatan bisnis tidak lain memiliki tujuan atau keinginan mencari keuntungan. Mereka bersikap bahwa kegiatan bisnis semata-mata hanya merupakan kegiatan ekonomi bukan kegiatan sosial. Karena itu keuntungan itu sah untuk menunjang bisnisnya. Tanpa keuntungan bisnis tidak bisa jalan. Keuntungan dalam berbisnis merupakan hal yang sah dan baik. Keuntungan merupakan upah sebagai konsekuensi logis dari suatu tindakan bisnis, seperti halnya karyawan yang bekerja di suatu perusahaan mereka mendapatkan gaji atau upah atas dasar pekejaannya dan tanggungjawab yang dilakukannya. Karyawan berbisnis, tersebut taraf pebisnis bekerja atau untuk memperbaiki selalu Maka atau meningkatkan meningkatkan karena kehidupannya. pemilik Demikianpun modal kegiatan berupaya mengejar untuk

kondisi

kehidupannya. si

keuntungan dalam berbisnis merupakan hal yang wajar dan baik, berkaitan dengan pelaku bisnis mempertahankan atau meningkatkan hidupnya sebagaimana yang terjadi pada semua orang secara moral berkewajiban untuk meningkatkan hidupnya.

10

Dalam konteks pandangan Milton Friedman berpendapat bahwa omong kosong jika bisnis tidak mencari keuntungan. Dalam kenyataan di dunia bisnis, hanya keuntunganlah yang menjadi satu-satunya motivasi seseorang menjalankan kegiatan bisnis. Dengan kata lain jika seseorang ingin berbisnis dan ia memiliki tujuan utama mencari keuntungan maka berbisnis dengan motivasi tersebut sah dan etis. 2.4. Pandangan Ideal Pandangan ini merupakan pandangan ideal dalam dunia bisnis dan penganutnyapun belum banyak. Dari 100 pebisnis barangkali hanya 10% pebisnis yang berpandangan seperti ini, dan barangkali hanya 1 3% dari mereka yang melaksanakannya.

11

Dalam pandangan ideal, bisnis merupakan suatu tindakan individu untuk memproduksi, menjual dan membeli barang dan atau jasa untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Benar memang dalam berbisnis keuntungan adalah tujuannya, namun dalam pandangan ini keuntungan sebagai konsekuensi logis dari kegiatan bisnis. Bila pebisnis melayani masyarakat dengan baik maka keuntungan akan akan dengan untuk sendirinya membeli mengikutinya. barang dan Masyarakat tertarik

mengikutinya. Masyarakat akan tertarik untuk membeli barang dan menggunakan jasa pelayanan yang ditawarkan oleh suatu perusahaan bilamana barang dan jasa yang ditawarkan tersebut bermutu dan dengan harga yang wajar. Jika kondisi seperti ini yang terjadi maka perusahaan tersebut berniat untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dengan baik. Ada pula perusahaan dengan berbagai tipu daya membodohi masyarakat untuk membeli barang atau memanfaatkan jasanya. Seperti ada perusahaan yang mencoba menawarkan barang melalui surat (voucher) yang dikemas lux, dengan isi surat yang merangsang agar mau datang di suatu tempat karena dialah salah seorang yang beruntung mendapat kesempatan mendapatkan barang istimewa yang brosurnya terlampir di surat tersebut. Setelah datang orang tersebut dibujuk dan dirayu oleh sales wanita yang berdandan menor dan cantik, yang membuat orang tersebut tergiur dan takluk dalam rayuan sales tersebut akhirnya dia membelinya. Sampai dirumah orang tersebut menyesal dan mengumpat sejadi-jadinya bahkan ada pula yang komplain terhadap perusahaan tersebut lewat radio dan media surat khabat. Perusahaan yang dengan cara berbisnis seperti tersebut termasuk yang bertentangan dengan pandangan ini. Pertukaran

12

timbal balik antara produser dan konsumen secara fair sebagai ciri khas pandangan ideal ini. Dalam pandangan ini bisnis sama dengan kegiatan sosial yang bisnis apa lain, bukan yang bisnis untuk merupakan mencari dan kegiatan keuntungan butuhkan, saling memenuhi untuk akan kebutuhan hidup masing-masing. Dengan kata lain kegiatan melainkan maka Anda memenuhi kebutuhan orang lain. Maka ada pepatah Berikan saya ingin mendapatkan apa yang Anda butuh dan inginkan. Pandangan ini telah dihayati, disikapi dan dilaksanakan oleh beberapa pebisnis. Konosuke Matshushita adalah seorang yang menjalankan pandangan ini berpendapat bahwa tujuan bisnis yang sebenarnya bukanlah mencari keuntungan melainkan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Keuntungan yang di dapat dari suatu kegiatan bisnis hanyalah simbol kepercayaan masyarakat atas kegiatan bisnis perusahaan tersebut. Bila masyarakat merasa terpenuhi kebutuhannya secara baik dan merasa puas maka mereka akan terus membeli produk yang ditawarkan perusahaan tersebut. Dari proses seperti itulah keuntungan akan mengalir ke perusahaan tersebut di samping masyarakat dapat merasa puas terpenuhi kebutuhannya. Pandangan Matshushita tersebut adalah biasa-biasa saja, berawal dari suatu visi bisnisnya dan didukung pengalaman dalam mengelola bisnisnya akhirnya perusahaan dan bisnisnya mampu bertahan lama untuk mencari keuntungan. Pandangan dan pengalaman Matshushita tersebut juga dilakukan oleh Kredo Johson, Borg Warner, dan mungkin yang lainnya.

13

Dengan

mencermati

dua

pandangan

tentang

bisnis

tersebut dapat dibuat kesimpulan bahwa citra buruk dunia bisnis sedikit banyak dipengaruhi oleh pandangan bahwa bisnis tujuan utamanya adalah mencari keuntungan. Pandangan bisnis semacam ini membuat para pelaku bisnisnya menjurus pada upaya menghalalkan segala cara termasuk cara-cara yang tidak dibenarkan oleh masyarakat bahkan oleh dirinya sendirnya. Contoh-contoh pelaku bisnis ini banyak dilakukan oleh para pebisnis Indonesia di jaman orde baru dan barangkali masih diteruskan pada masa reformasi sekarang ini. Persoalan yang dihadapi adalah bagaimana kegiatan bisnis memperoleh keuntungan secara wajar, fair dan halal. Salah satu upayanya adalah membangun bisnis sebagai profesi luhur dan etis. 3. Bisnis dan Etika Dua Sisi Mata Uang Di depan saya telah kemukakan bahwa bisnis adalah bisnis dan bisnis adalah profesi luhur adalah dua pandangan yang saling bergontokan. Pandangan bisnis adalah bisnis merupakan suatu yang amoral maka itu diistilahkan dengan Mitos Bisnis Amoral, sedangkan bisnis sebagai upaya memenuhi kebutuhan masyarakat dan keuntungan diperoleh melalui kegiatan etika adalah Mitos Bisnis Luhur. Bagaimana kedua mitos tersebut beroperasi dalam kegiatan bisnis ? Akan diuraikan dibawah ini.

14

Pertama, pandangan bahwa bisnis adalah bisnis, bisnis jangan dicampur adukkan dengan itika, tujuan bisnis adalah mencari keuntungan, maka berbisnis dapat dilakukan dengan berbagai cara termasuk menipu dan menyerobot, merayu dan memaksa, menyakiti dan membunuh lawan bisnis dan sejenisnya. Cara-cara tersebut pantas dilabeli bisnis amoral. Dalam pandangan ini bahwa antar bisnis dan etika atau moralitas tidak ada hubungan dan sangkut pautnya. Kalau dua bidang itu adalah dua bidang yang berbeda dan terpisah. Kalau dua bidang itu dicampuradukkan itu kesalahan pengelompokkan bidang. Bisnis hanya dapat dinilai dengan kriteria dan norma bisnis bukan dengan kriteria etika atau moralitas. Dalam mitos ini, kegiatan pebisnis adalah melakukan kegiatan bisnis sebaik mungkin untuk memperoleh keuntungan yang besar. Oleh karena itu, pusat kegiatan bisnis adalah bagaimana dapat memproduksi barang, mendistribusi Untuk atau mengedarkan, menjual dan membeli bahan atau barang yang memperoleh keuntungan. membenarkan pandangan ini bisnis diibaratkan sebagai permainan judi.

15

Sebagaimana permainan judi, maka dalam berbisnis dapat menghalalkan segala cara agar dapat memperoleh keuntungan yang besar. Bisnis dalam cara ini menganggap sejawat sebagai pesaing (kompetitor) sehingga pikiran dan perilaku pebisnis adalah bagaimana agar menang dan bagaimana bisa untung besar. Dalam hal ini pebisnis berorientasi kepada pemenuhan kepentingan pribadi saja. Dalam hal ini pebisnis berorientasi kepada pemenuhan kepentingan pribadi saja. Segala peluang dan cara akan ia gunakan untuk maksud tersebut, aturan, etika dan moralitas akan dengan mudah diabaikan dan dilanggar. Mereka beranggapan bahwa orang bisnis yang masih mematuhi aturan moral akan mengalami kekalahan, mereka akan rugi, mereka akan tersingkir, dan akhirnya akan mengalami kebangkrutan ditengah-tengah persaingan yang begitu ketatnya. Orang bisnis bertipe ini tidak cocok sebagai pebisnis maka dinasehatkan Janganlah anda berbisnis bila etika dan moral masih mewarnai tingkah laku bisnismu.

16

Argumen lain yang mendukung pandangan bisnis adalah bisnis adalah perjudian yang mempunyai aturan-aturan dan aturan-aturan itu dibenarkan secara legal dan diterima, maka praktek bisnispun dapat dibenarkan secara legal. Maka para pelaku bisnis cukup hanya mematuhi aturan hukum yang berlaku tanpa harus mengindahkan apakan yang ia lakukan itu bertentangan dengan moralitas atau etika. Disamping itu jika dalam praktek bisnis sebagaimana terjadi pada era orde baru dan yang terus berlanjut pada masa reformasi dewasa ini meski itu bertentangan dengan etika dan moralitas karena telah berlangsung lama akhirnya menjadi norma umum yang dapat diterima dan dibenarkan. Oleh sebab itu para pelaku bisnis tinggal menyesuaikan diri dengan praktek-praktek perilaku bisnis yang telah menjamur di masyarakat. Persoalannya yang harus dijawab sekarang yaitu apakah benar bahwa bisnis samata-mata didasarkan pada sikap menghalalkan segala cara, tipu muslihat, memotong usaha orang lain dan sebangsanya. Tanpa mengabaikan fakta di lapangan dunia bisnis yang tidak etis, ada pandangan yang berbeda dengan argumenargumennya yang diajukan bahwa mitos bisnis amoral tidak sepenuhnya benar dan dapat diterima. Pandangan kedua ini masih menghargai bahwa dalam berbisnis keuntungan adalah suatu yang penting dan pokok bagi kelangsungan berbisnis meski bukan satu-satunya tujuan. Pandangan ini sejalan dengan pandangan bisnis yang ideal yaitu bahwa keuntungan bukanlah hal yang buruk. Bahkan dalam sudut moral keuntungan dalam berbisnis dapat diterima baik, karena tanpa keuntungan bisnis tidak dapat dilakukan kelangsungannya.

17

Dalam pandangan kedua ini bahwa untuk memperoleh keuntungan etika sangat dibutuhkan, sangat relevan dan sangat strategis dengan alasan sebagai berikut : (a) bahwa dalam bisnis modern dewasa ini pebisnis dituntut mempunyai keahlian dan keterampilan bisnis melebihi keterampilan dan keahlian bisnis kebanyakan orang lainnya. Hanya orang yang profesional akan menang dan berhasil dalam melakukan bisnisnya dalam situasi persaingan yang ketat dewasa ini. (b) dalam persaingan bisnis yang ketat pelaku bisnis harus sadar betul bahwa perusahaan yang unggul bukan hanya perusahaan yang mempunyai kinerja bisnis baik, manajerial yang dapat finansial yang bagus ; melainkan yang juga perusahaan yang memiliki kinerja yang etis dan etos kerja yang melayani memenuhi semua pihak berbisnis dengannya, mampu mempertahankan mutu produksi dan atau jasanya, mampu permintaan pasar (konsumen) dengan tingkat harga, mutu dan waktu yang tepatlah yang akan memenangkannya.

18

Dalam persaingan bisnis yang ketat, pelaku bisnis modern menyadari bahwa konsumen adalah raja. Karena itulah yang paling utama harus dilakukan agar dapat memperoleh keuntungan adalah bagaimana perusahaan bisa merebut dan mempertahankan kepercayaan konsumen. Ini tidak mudah dilakukan, mengingat banyak tawaran barang yang sama yang beredar di masyarakat. Kepercayaan konsumen tidak cukup diiming-imingi bahwa bonus dengan bonus. Jika tidak berhati-hati, bonus yang diberikan sebagai akal-akalan belaka. bahkan dapat menjad bumerang ketika konsumen mengetahui Kepercayaan konsumen hanya bisa dipertahankan dan dibangun serta dijaga oleh perilaku bisnis yang baik dan etis. Termasuk dalam kontek bisnis yang etis ini adalah pelayanan, tangapan terhadap keluhan konsumen, hormat terhadap kepentingan konsumen, menawarkan barang dan jasa dengan mutu yang baik dan harga yang sebanding ; tidak melakukan penipuan kepada konsumen dengan bujuk rayu atau iklan yang bombastis dan sejenisnya. Pebisnis harus menyadari bahwa saat sekarang ini konsumen memiliki kekritisan dan tidak mudah dibohongi. Terlebih lagi bahwa bisnis mendatang tidak ada yang namanya monopoli, sehingga persaingan menjadi begitu ketatnya. Dalam sistem pasar terbuka, peran pemerintah adalah netral tak berpihak pada kepentingan kelompok atau individu. Peran pemerintah lebih pada menjaga kepentingan dan hak setiap pelaku bisnis. Kedepan pelaku bisnis berupaya sedapat mungkin menghindari campur tangan pemerintah (tidak seperti jaman orde baru) yang baginya akan merugikan dirinya.

19

Perusahaan-perusahaan

modern

semakin

menyadari

bahwa karyawan bukanlah pekerja yang dapat dieksploitasi demi keuntungan. Justru kondisi sekarang berbeda, karyawan semakin dianggap sebagai subjek utama pelaku bisnis di suatu perusahaan. Keberhasilan suatu perusahaan akan bergantung pada amoral kerja karyawannya. Oleh sebab itu anggapan bahwa setiap kali pimpinan perusahaan dapat memecat dan mengganti karyawan dengan calon karyawan baru yang jumlahnya masih banyak merupakan pandangan yang picik. Sebab dalam bisnis modern karyawan untuk adalah profesional, sulit bagi suatu sulam perusahaan sering-sering melakukan tambal

karyawannya. Mengganti seorang karyawan profesional sangat merugikan secara finansial, waktu, energi, irama kerja, team work, momentum dan sejenisnya. Kenyataan seperti itu memaksa perusahaan modern untuk lebih memperhatikan hak dan kepentingan karyawannya dengan sebaik-baiknya. Termasuk dalam hal ini adalah hendaknya perusahaan memberikan gaji yang layak, penghargaan yang baik, sikap dan perilaku yang baik suasana kerja yang menyenangkan, perlakuan yang adil dan dan fair kepada setiap karyawannya. Barangkali tidak berlebihan bilaman Kenneth Blanchard dan Norman Vincent Peale mengatakan bahwa perlakuan yang baik terhadap karyawan telah dapat menaikkan keuntungan perusahaan sebesar 20 persen atau dapat menurunkan biaya produksi perusahaan sebesar 20 persen. Pendapat ini dapat dibenarkan dan rasional, sebab karyawan yang diperlakukan secara baik dan adil dapat mencegah sikap-sikap dan perilaku yang dapat merugikan perusahan, seperti menurunkan semangat dan kedisilinan kerja, mengulur waktu kerja perusahaan, memakai uang perusahaan secara tidak bertanggung jawab, menolak halus sampai kasar 20

perintah atasan, kasak kusuk sesama karyawan, merusak moral kerja, memunculkan adanya persekongkolan, yang semua itu akan merugikan perusahaan itu sendiri. Berdasarkan alasan-alasan sebagaimana diuraikan diatas terlihat jelas bahwa bisnis dengan mitos kerja amoral adalah tidak benar. Dengan demikian anggapan bahwa bisnis tidak ada sangkut pautnya dengan moralitas tidak dapat dibenarkan. Justru sebaliknya bisnis sangat bergantung pada etika moralitas. Kesimpulan lain bahwa dalam hubungan antara bisnis, etika dan keuntungan merupakan sesuatu yang harus terjadi dalam tindakan bisnis. Dengan kata lain bisnis memang ada etikanya. Berkenaan dengan etika dalam bisnis maka ada prinsipprinsip etika bisnis yaitu : a. Prinsip Otonomi Prinsip otonomi berkenaan dengan sikap dan kemampuan untuk manusia untuk mengambil keputusan dan bertindak berdasarkan kesadarannya sendiri tentang apa yang dianggapnya baik untuk dilakukan. b. Prinsip Kejujuran Prinsip kejujuran berkenaan dengan penolakan terhadap pandangan bahwa bisnis adalah kegiatan yang menghalalkan segala cara seperti tipu-menipu, kecurangan, mengambil kesempatan orang lain dan sejenisnya. Kejujuran dalam berbisnis dapat meliputi jujur dengan kesepakatan kontrak, jujur dalam menawarkan barang dan jasa sesuai dengan mutu serta sebanding dengan harganya, jujur dalam berhubungan kerja baik dalam lingkup intern antar karyawan dalam perusahaan maupun dengan orang dari perusahaan lain. c. Prinsip Keadilan

21

Prinsip ketiga adalah keadilan, dimaksudkan agar dalam memperlakukan karyawan dalam perusahaan secara adil sesuai dengan aturan yang adil sesuai dengan kriteria yang rasional objektif serta dapat dipertanggung jawabkan secara moral atau hukum. Demikian pula prinsip keadilan ini menuntut agar setiap orang dalam kegiatan bisnis baik dalam konteks hubungan internal perusahaan ataupun hubungan eksternal perusahaan hendaknya diperlakukan sesuai dengan hak masing-masing. Keadilan mengandung makna bahwa tidak boleh ada pihak yang dirugikan oleh pihak lain. d. Prinsip Saling Menguntungkan Prinsip keempat yaitu saling menguntungkan. Ini bahwa pebisnis dituntut semua sedemikian pihah. Jika rupa pada sehingga prinsip menguntungkan berarti dapat keadilan

menekankan pada aspek tidak boleh ada pihak yang dirugikan, maka prinsip saling menguntungkan lebih menekankan pada aspek semua pihak saling mendapat keuntungan baik pada konsumen maupun pada produser. e. Prinsip Integritas Moral. Prinsip kelima adalah integritas moral. Pada prinsip ini hendaknya dihayati sebagai kebutuhan internal dalam diri pebisnis atau perusahaan. Ada sebuah imperatif moral yang berlaku bagi dirinya sendiri dan perusahaan untuk berbisnis agar dapat tetap dipercaya, tetap paling unggul, tetap yang terbaik. Dengan kata lain prinsip ini sebagai tuntutan dan dorongan dari dalam diri pebisnis dan perusahaannya untuk menjadi the best dan dibanggakan diantara pesaing.

22