etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/78723/potongan/s1...1 bab i...
TRANSCRIPT
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Daerah Aliran Sungai (DAS) adalah suatu wilayah daratan yang dibatasi
oleh pemisah topografis yang berfungsi untuk menampung, menyimpan,
mengalirkan dan selanjutnya mengalirkan seluruh air hujan yang jatuh di atasnya
menuju ke sistem sungai terdekat dan pada akhirnya bermuara ke waduk, danau
atau ke laut (Seyhan, 1990). DAS juga merupakan suatu sistem hidrologi yang di
dalamnya terdapat parameter-parameter biotik (vegetasi dan manusia) dan abiotik
(karakteristik fisik) yang saling berkaitan.
Proses hidrologi DAS secara sederhana digambarkan dengan hubungan
antara masukan berupa hujan, proses dan keluaran berupa aliran. Aliran air di
sungai merupakan hasil dari beberapa proses hujan-aliran dalam DAS dan dikenal
sebagai hasil siklus hidrologi DAS. Respon hidrologi DAS dengan hujan sebagai
masukan menyangkut hasil air dalam siklus hidrologi DAS. Hujan yang jatuh
pada permukaan tanah akan terdistribusi menjadi air infiltrasi dan aliran
permukaan. Hasil aliran sungai dipengaruhi oleh kondisi iklim, morfometri dan
karakteristik tutupan vegetasi DAS.
Proses alih ragam hujan menjadi aliran sungai merupakan proses alamiah
yang sangat kompleks yang dipengaruhi oleh beberapa faktor. Menurut Chow
(1964 dalam Sudibyakto, 1991) terdapat dua faktor utama yang mempengaruhi
debit aliran sungai yaitu faktor iklim dan faktor fisiografi. Faktor iklim
menyangkut hubungan antara hujan dan evapotranspirasi. Faktor fisiografi
menyangkut karakteristik sungai dan karakteristik DAS. Karakteristik sungai
meliputi bentuk dan ukuran penampang sungai, kemiringan sungai, kekasaran
dasar sungai dan panjang sungai. Karakteristik DAS meliputi faktor geometri
berupa morfometri DAS dan faktor fisik berupa karakteristik tutupan lahan, tanah
dan kondisi geologi.
2
Volume dan laju aliran permukan pada suatu DAS bergantung pada sifat
meteorologi dan karakteristik DAS, serta pendugaan aliran memerlukan indeks
yang mewakili faktor-faktor tersebut (Arsyad, 2010). Curah hujan merupakan
sifat meteorologi yang penting dalam menentukan debit aliran sungai. Namun,
karakteristik penggunaan lahan dan tanah merupakan sifat-sifat fisik DAS yang
mempunyai pengaruh penting dalam menentukan aliran. Penggunaan lahan
mempunyai pengaruh cukup dominan terhadap proses hujan-aliran DAS bersama
dengan kondisi hidrologi tanah dan tingkat kelengasan yang dinyatakan dalam
suatu indeks berupa Curve Number (CN).
Penelitian ini dilakukan di Sub DAS Wuryantoro yang berada di Kabupaten
Wonogiri, Provinsi Jawa Tengah. Sub DAS Wuryantoro merupakan bagian dari
DAS Solo hulu dan memiliki peran penting karena sebagai daerah tangkapan air
(DTA atau catchment area) dari waduk Wonogiri. Menuruk SK Menhutbun
Nomor 284 Tahun 1999, DAS Solo hulu merupakan salah satu DAS dalam
kondisi kritis karena erosi, sedimentasi besar, tekanan penduduk besar dan rawan
banjir. Ekosistem DAS hulu merupakan bagian yang penting karena mempunyai
fungsi perlindungan terhadap seluruh bagian DAS. Fungsi perlindungan tersebut
menyangkut fungsi tata air termasuk dalam bentuk fluktuasi debit di bagian
hilirnya, sehingga seringkali daerah hulu menjadi fokus perencanaan dalam
pengelolaan DAS.
Debit aliran sangat diperlukan untuk mengetahui potensi sumberdaya air
dalam suatu DAS. Debit aliran hasil proses hujan-aliran terjadi ketika seluruh
aliran permukaan dalam DAS mencapai titik outlet. Pengukuran debit aliran
tersebut dapat diamati pada outlet. Akan tetapi, tidak semua DAS mempunyai
data aliran dari stasiun pengamat hidrologi sehingga memerlukan model hidrologi
untuk menentukan informasi debit aliran. Berbagai model telah dikembangkan
untuk menirukan sistem DAS yang kompleks dengan membuat penyederhanaan.
Selain itu, asumsi tersebut harus dipenuhi agar data masukan dan keluaran dari
model diharapkan sesuai untuk sistem DAS yang sesungguhnya.
3
Model HEC-HMS merupakan model hidrologi yang menerangkan proses
alih ragam hujan menjadi aliran dalam suatu DAS. HEC-HMS dirancang untuk
mensimulasikan aliran sebagai keluaran DAS dari hujan dan karakteristik DAS
sebagai komponen masukannya. HEC-HMS dapat menunjukkan besar debit aliran
berupa hidrograf model pada outlet DAS dalam kurun waktu tertentu. Dengan
model hidrologi, kajian hujan-aliran dapat dijadikan sebagai alat untuk memonitor
dan mengevaluasi kondisi hidrologi DAS melalui masukan berupa hujan dan
karakteristik DAS yang dikaji.
1.2 Perumusan Masalah
Hidrograf banjir aliran (flood hydrograph) merupakan salah satu cara yang
cukup baik untuk analisis hujan-aliran DAS. Hidrograf banjir merupakan respon
menyeluruh suatu DAS terhadap masukan berupa hujan. Menurut Sene (2008)
hidrograf banjir akan sangat berguna untuk mempelajari fluktuasi volume sungai
dan waktu debit puncak. Dengan hidrograf banjir akan diperoleh hubungan antara
hujan dengan debit aliran sungai dalam rentang waktu tertentu.
Data aliran yang digunakan untuk menyatakan hidrograf banjir tidak semua
tersedia pada setiap DAS, terutama untuk DAS tidak terukur. Hal ini diakibatkan
oleh berbagai kesulitan pengumpulan data aliran dari stasiun pengamat hidrologi.
Hambatan utama adalah biaya yang tidak memungkinkan pencatatan data aliran di
semua DAS. Dengan alasan kelangkaan ketersediaan data tersebut, maka analisis
kuantitatif dapat dilakukan dengan model hidrologi. HEC-HMS merupakan salah
satu model hidrologi yang dapat digunakan untuk penentuan proses alih ragam
hujan-aliran dalam sistem DAS. HEC-HMS dapat menunjukkan besar debit aliran
sungai sebagai keluaran dari sistem DAS.
HEC-HMS untuk perhitungan hujan-aliran pada suatu DAS berdasarkan
besaran hujan dan karakteristik yang mempengaruhi DAS sebagai unsur masukan.
Karakteristik DAS tersebut menyangkut aspek morfometri DAS, karakteristik
penggunaan lahan dan kondisi tanah. Metode hujan-aliran model HEC-HMS
dapat digunakan untuk menentukan hidrograf banjir model yang mendekati nilai-
nilai hidrologis dari sistem DAS sebenarnya.
4
Berdasarkan uraian yang dijelaskan di atas, penelitian ini dapat ditentukan
rumusan pertanyaan penelitian sebagai berikut:
1. Bagaimana karakteristik fisik DAS berupa nilai Curve Number (CN)
sebagai pengaruh dari penggunaan lahan, kondisi hidrologi tanah dan
kelengasan tanah?
2. Bagaimana karakteristik aliran (debit puncak, volume outflow dan waktu
puncak) antara hasil hidrograf banjir model HEC-HMS dengan hidrograf
banjir terukur?
1.3 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Mengetahui karakteristik fisik DAS berupa nilai Curve Number (CN)
sebagai pengaruh dari penggunaan lahan, kondisi hidrologi tanah dan
kelengasan tanah.
2. Mengetahui karakteristik aliran (debit puncak, volume outflow dan waktu
puncak) antara hasil hidrograf banjir model HEC-HMS dengan hidrograf
banjir terukur.
1.4 Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi aspek pengelolaan
sumberdaya air yang mempunyai kepentingan untuk berbagai aspek pembangunan
secara umum dan khususnya pengembangan pengelolaan DAS.
Manfaat bidang keilmuan penelitian ini diharapkan dapat memacu
pengembangan ilmu hidrologi secara umum dan pengembangan analisis ilmu
hidrologi lebih lanjut terutama mengenai metode atau pendekatan hujan-aliran
model HEC-HMS. Selain itu, penelitian ini dapat diterapkan untuk analisis DAS
lain atau pengembangan model dengan parameter lain dengan mengintegrasikan
analisis matematis dan spasial.
5
1.5 Tinjauan Pustaka
1.5.1 Landasan Teori
1.5.1.1 Sistem Daerah Aliran Sungai (DAS)
Pengertian DAS dalam Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 2012 adalah
suatu wilayah daratan yang merupakan satu kesatuan dengan sungai dan anak-
anak sungainya, yang berfungsi menampung, menyimpan dan mengalirkan air
yang berasal dari curah hujan ke danau atau ke laut secara alami, yang batas di
darat merupakan pemisah topografis dan batas di laut sampai dengan daerah
perairan yang masih terpengaruh aktivitas daratan. DAS juga dapat didefinisikan
sebagai suatu wilayah daratan yang secara topografik dibatasi oleh punggung-
punggung gunung yang menampung dan menyimpan air hujan untuk kemudian
menyalurkannya ke laut melalui sungai utama (Asdak, 2010).
Menurut Soewarno (1991) DAS besar yang bermuara ke laut merupakan
gabungan beberapa DAS sedang (subDAS) dan subDAS tersebut merupakan
gabungan subDAS kecil-kecil. Batasan pegertian suatu DAS umumnya mengacu
pada batasan sistem. DAS merupakan suatu sistem yang mengalir, ditunjukkan
pada Gambar 1.1.
STRUKTUR SISTEMMASUKAN KELUARAN
Gambar 1.1 Sistem DAS (Seyhan, 1990)
DAS dapat dipandang sebagai suatu unit hidrologi (hydrologycal unit).
Artinya, DAS berfungsi untuk mengalihragamkan masukan berupa hujan menjadi
keluaran berupa aliran dan bentuk keluaran lainnya seperti sedimen, unsur-unsur
hara dan sebagainya (Seyhan, 1990). Menurut Sudibyakto (1991) proses distribusi
hujan menjadi aliran bersifat sangat kompleks karena melibatkan beberapa
komponen fisik DAS, seperti faktor tanah, fisiografi dan sifat hujan sendiri.
Asdak (2010) menjelaskan suatu sistem DAS dibagi menjadi daerah hulu,
tengah dan hilir. Ekosistem DAS hulu merupakan bagian yang penting karena
mempunyai fungsi perlindungan terhadap seluruh bagian DAS, antara lain
perlindungan dari segi fungsi tata air. Apabila terdapat kegiatan pada DAS bagian
hulu, maka aliran air pada bagian hilir dapat terpengaruh oleh kegiatan tersebut,
6
baik dari segi kuantitas maupun kualitas. Daerah hulu dan hilir mempunyai
keterkaitan biogeofisik melalui daur hidrologi, sehingga seringkali daerah hulu
menjadi fokus perencanaan pengelolaan DAS.
1.5.1.2 Siklus Hidrologi Lingkup Daerah Aliran Sungai
Siklus hidrologi merupakan proses terus menerus dimana air bergerak dari
bumi ke atmosfer kemudian kembali lagi ke bumi. Hubungan antara curah hujan,
aliran dan penguapan dapat diterangkan melalui siklus hidrologi. Siklus hidrologi
dalam lingkup DAS ditunjukkan Gambar 1.2.
Gambar 1.2 Siklus Hidrologi Lingkup DAS
(Ward, 1975 dalam USACE, 2000a)
Pada kondisi alami siklus hidrologi bermula dari presipitasi yang berupa
hujan. Menurut Asdak (2010) sebelum mencapai permukaan tanah air hujan akan
tertahan oleh tajuk vegetasi. Sebagian air hujan akan tersimpan di permukaan
tajuk atau daun selama proses pembasahan tajuk dan sebagian lainnya akan jatuh
ke atas permukaan tanah melalui sela-sela daun (throughfall) atau mengalir ke
bawah melalui permukaan batang pohon (stemflow). Sebagian kecil air hujan akan
terevaporasi kembali ke atmosfer.
Vegetation Land surface stemflow &
troughfall
evaporation
transpiration
Precipitation
Water body
infiltration
cappilary rise
Stream
channel
flood
overland
flow
Soil interflow
Groundwater
aquifer
percolation
cappilary rise
baseflow
recharge
Watershed
discharge
evaporation
7
Air hujan yang dapat mencapai permukaan tanah, sebagian akan terserap ke
dalam tanah (infiltration). Sedangkan air hujan yang tidak terserap dalam tanah
akan tertampung sementara dalam cekungan-cekungan permukaan tanah (surface
detention) untuk kemudian mengalir di atas permukaan yang lebih rendah
(runoff), untuk selanjutnya masuk ke sungai. Air infiltrasi akan tertahan di dalam
tanah oleh gaya kapiler yang akan membentuk kelembaban tanah. Apabila tingkat
kelembaban tanah cukup jenuh maka air hujan yang baru masuk ke dalam tanah
akan bergerak secara horizontal untuk selanjutnya pada tempat tertentu akan
keluar lagi ke permukaan tanah (sub-surface flow) dan akhirnya mengalir ke
sungai. Sebagian lainnya, air yang masuk ke dalam tanah bergerak vertikal ke
tanah yang lebih dalam dan menjadi bagian dari airtanah (groundwater). Airtanah
tersebut akan mengalir pelan-pelan ke sungai.
Air infiltrasi (airtanah) tidak semua mengalir ke sungai, melainkan ada
sebagian air tetap berada dalam lapisan tanah bagian atas (top soil). Selanjutnya
air diuapkan kembali ke atmosfer melalui permukaan tanah (evaporation) dan
melalui permukaan tajuk vegetasi (transpiration).
1.5.1.3 Transformasi Hujan Menjadi Aliran
Hujan merupakan titik-titik air yang jatuh dari awan melalui lapisan
atmosfer ke permukaan bumi secara proses alam. Hujan yang turun ke permukaan
bumi didahului dengan adanya pembentukan awan, karena adanya penggabungan
uap air yang ada di atmosfer melalui proses kondensasi, maka terbentuklah butir-
butir air yang apabila lebih berat dari gravitasi bumi akan jatuh ke permukaan
bumi berupa hujan (Hadisusanto, 2011).
Proses transformasi hujan menjadi aliran terdapat beberapa sifat hujan yang
penting yaitu tebal hujan selama hujan berlangsung, intensitas hujan, lama waktu
hujan berlangsung, frekuensi hujan dan distribusi daerah hujan yang terwakili
oleh suatu penakar hujan (Griend, 1979 dalam Setyowati, 2010). Intensitas hujan
di suatu tempat diperoleh dari alat penakar hujan yang mampu mencatat besarnya
jumlah hujan dan lama waktu hujan. Alat penakar hujan yang dimaksud dalam hal
ini adalah alat penakar hujan otomatis (Asdak, 2010).
8
Sri Harto (1993) menjelaskan unsur hujan merupakan masukan yang paling
penting dalam proses hidrologi. Hal tersebut dikarenakan kedalaman curah hujan
(rainfall depth) yang turun dalam suatu DAS akan dialihragamkan menjadi aliran
di sungai, melalui limpasan permukaan (surface runoff), aliran antara (interflow,
sub-surface runoff), maupun aliran airtanah (groundwater flow).
Hujan yang jatuh di atas DAS tidak semua akan menjadi aliran. Air yang
jatuh ke bumi dalam bentuk hujan akan mengalami berbagai peristiwa. Hujan
yang jatuh pada suatu daratan atau permukaan tanah sebagian hilang sebagai
evapotranspirasi, infiltrasi, sisanya berupa hujan lebih (ranifall excess) yang akan
mengalir pada permukaan tanah sebagai overlandflow (Suyono, 2002). Menurut
Tivianton (2010) air yang mengalir di saluran sungai merupakan kombinasi dari
limpasan permukaan, air hujan yang langsung jatuh di tubuh air sungai, aliran
antara dan aliran dasar. Total masukan keseluruhan akan menjadi nilai debit
keluaran dari suatu DAS.
1.5.1.4 Faktor yang Mempengaruhi Aliran
Proses alih ragam hujan menjadi aliran dalam suatu DAS bersifat sangat
kompleks dan dipengaruhi oleh karakteristik DAS, seperti morfometri DAS,
tutupan vegatasi dan kondisi tanah, serta sifat hujannya sendiri. Masing-masing
faktor memiliki pengaruh yang berbeda dalam pembentukan aliran, bergantung
ciri khas dari DAS yang bersangkutan.
Menurut Seyhan (1990) faktor-faktor yang mempengaruhi volume aliran
permukaan dalam suatu DAS terdiri dari faktor iklim yang meliputi presipitasi
dan evapotranspirasi serta faktor DAS yang meliputi luas DAS dan elevasi DAS.
Sementara menurut Haridjaja, dkk. (1991) jumlah dan laju aliran permukaan
dipengaruhi oleh iklim kondisi atau sifat DAS. Faktor iklim meliputi tipe hujan,
intensitas hujan, lama hujan, distribusi hujan, curah hujan, temperatur, angin dan
kelembaban sedangkan kondisi atau sifat DAS yang meliputi kadar air tanah awal,
ukuran, bentuk, elevasi dan topografi DAS, vegetasi, geologi, serta tanah.
9
Suripin (2004) menjelaskan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi aliran
permukaan terdiri dari faktor meteorologi dan karakteristik daerah tangkapan
saluran atau DAS. Faktor meteorologi merupakan karakteristik curah hujan yang
meliputi intensitas hujan, durasi hujan dan distribusi hujan. Faktor karakteristik
DAS meliputi luas dan bentuk DAS, topografi dan tataguna lahan.
1) Faktor Meteorologi
a. Intensitas hujan
Pengaruh intensitas hujan pada aliran permukaan tergantung pada
kapasitas infiltrasi. Apabila intensitas hujan melebihi kapasitas infiltrasi,
maka besarnya aliran permukaan meningkat sesuai dengan peningkatan
intensitas curah hujan. Intensitas hujan berpengaruh pada debit maupun
volume aliran permukaan. Akan tetapi, besarnya peningkatan aliran tidak
sebanding dengan peningkatan curah hujan lebih yang disebabkan oleh
efek penggenangan di permukaan tanah.
b. Durasi hujan
Apabila lamanya curah hujan kurang dari lamanya hujan kritis, maka
lamanya aliran permukaan akan sama dan tidak tergantung dari intensitas
curah hujan. Apabila lamanya curah hujan lebih panjang, maka lamanya
aliran permukaan itu juga menjadi lebih panjang.
c. Distribusi hujan
Apabila kondisi-kondisi seperti topografi, tanah dan lain-lain dalam
DAS itu sama dan jumlah curah hujan sama, maka curah hujan yang
distribusinya merata yang mengakibatkan debit puncak yang minimum.
Banjir pada suatu DAS yang besar terjadi oleh curah hujan lebat yang
distribusinya merata dan sering kali terjadi oleh curah hujan biasa yang
mencakup daerah luas meskipun intensitasnya kecil. Sebaliknya, pada
DAS yang kecil debit puncak maksimum dapat terjadi oleh curah hujan
lebat dengan daerah hujan yang sempit.
10
2) Faktor Karakteristik DAS
a. Luas dan bentuk DAS
Laju dan volume aliran permukaan semakin bertambah besar dengan
bertambahnya luas DAS. Apabila aliran permukaan tidak dinyatakan
sebagai jumlah total DAS melainkan sebagai laju dan volume per satuan
luas, maka besarnya akan berkurang dengan bertambahnya luas DAS. Hal
ini berkaitan dengan waktu yang diperlukan air untuk mengalir dari titik
terjauh sampai titik kontrol (waktu konsentrasi) dan juga intensitas hujan.
Bentuk DAS mempunyai pengaruh pada pola aliran sungai.
Pengaruh bentuk DAS terhadap aliran permukaan ditunjukkan dengan
hidrograf pada bentuk DAS yang berbeda tetapi mempunyai luas yang
sama dan menerima hujan dengan intensitas yang sama, yang ditunjukkan
pada Gambar 1.3.
Gambar 1.3 Pengaruh Bentuk DAS terhadap Bentuk Hidrograf
(Seyhan, 1990)
b. Topografi
DAS dengan kemiringan curam disertai dengan saluran yang rapat
akan menghasilkan laju dan volume aliran yang lebih besar dibandingkan
dengan DAS yang landai dengan saluran yang jarang dan terdapat banyak
cekungan. Saluran yang rapat pada suatu DAS akan memperpendek waktu
konsentrasi sehingga meningkatkan volume dan laju aliran permukaan.
c. Tataguna lahan
Daerah dengan vegetasi yang rapat akan menghasilkan aliran yang
kecil karena kapasitas infiltrasinya besar. Apabila vegetasi daerah tersebut
dihilangkan dan dibiarkan menjadi lahan kosong, maka akan menyebabkan
terjadinya pemampatan tanah sehingga infiltrasi akan menjadi terhambat.
11
Hal tersebut dapat menghasilkan aliran yang lebih besar. Air hujan akan
cepat terakumulasi pada sungai-sungai dengan kecepatan tinggi dan dapat
menyebabkan banjir.
1.5.1.5 Aspek Hidrolika Daerah Aliran Sungai
1.5.1.5.1 Hidrograf Aliran
Hidrograf aliran didefinisikan sebagai grafis yang menyatakan hubungan
antara debit aliran dengan waktu (Chow, dkk., 1998). Parameter hidrograf dapat
berupa kedalaman aliran (elevasi) atau debit aliran, sehingga terdapat hidrograf
muka air dan hidrograf aliran. Hidrograf muka air dapat ditransformasikan
menjadi hidrograf aliran dengan menggunakan lengkung aliran (rating curve).
Hidrograf aliran dianggap sebagai gambaran menyeluruh dari karakteristik
fisiografi dan hujan yang menunjukkan respon menyeluruh DAS terhadap
masukan berupa hujan. Subarkah (1980) menyatakan hidrograf aliran terdiri dari
beberapa sumber air, diantaranya adalah:
1. Limpasan permukaan (surface flow), merupakan air yang mencapai sungai
tanpa melalui lapisan airtanah dihitung berdasarkan selisih curah hujan
dengan infiltrasi, tampungan dan genangan.
2. Limpasan sub permukaan (sub-surface flow), merupakan air yang
mengalami infiltrasi dan mencapai lapisan airtanah tidak tertekan
(unconfined groundwater) yang kemudian mencapai sungai. Aliran ini
berlangsung sama cepatnya dengan aliran permukaan sehingga nilainya
digabungkan dengan aliran permukaan.
3. Aliran airtanah (groundwater), merupakan kelanjutan aliran sub
permukaan yang terus terinfltrasi hingga sampai lapisan airtanah tertekan
(confined groundwater). Pergerakan menuju sungai membutuhkan waktu
yang lama.
4. Curah hujan dalam saluran air (channel precipitation), merupakan curah
hujan yang turun langsung pada permukaan saluran air. Nilainya cukup
kecil untuk penambahan jumlah debit aliran sungai.
12
1.5.1.5.2 Hidrograf Satuan
Hidrograf aliran sungai selau berubah tergantung sifat masukannya. Hal ini
terjadi karena sistem DAS sebenarnya bersifat non-linear menurut waktu, artinya
masukan air dalam DAS dapat terjadi kapan saja dan dalam jumlah yang berbeda-
beda. Penyederhanaan diasumsikan DAS sebagai sistem linear terhadap waktu,
sehingga menunjukkan masukan yang terjadi setiap saat akan mengakibatkan
aliran yang sama. DAS akan mempunyai respon tertentu terhadap masukan
dengan besaran tertentu. Konsep demikian dalam model hidrologi disebut dengan
hidrograf satuan (unit hydrograph).
Hidrograf satuan adalah hidrograf aliran langsung (direct runoff) hasil dari
hujan efektif yang terjadi secara merata di seluruh DAS dengan intensitas tetap
dalam satu satuan waktu yang ditetapkan (Sri Harto, 1993). Menurut Sujono
(1999) besaran hujan efektif sebesar 1 mm sementara Griend (1974 dalam
Sobriyah, 2003) menyebutkan besaran hujan efektif sebesar 1 inchi. Walaupun
berbeda nilai tetapi dasar dari pembuatan hidrograf satuan harus memenuhi syarat
hujan jatuh secara merata di seluruh DAS dan selama hujan menghasilkan suatu
lengkung tunggal hidrograf.
Hidrograf satuan difungsikan untuk menggambarkan proses hujan menjadi
aliran dengan karakteristik DAS yang mempengaruhinya dalam bentuk grafik
kurva tunggal. Hidrograf menunjukkan beberapa komponen seperti yang
ditunjukkan pada Gambar 1.4.
1. Time to peak (Tp), yaitu waktu pada saat dimulainya hujan (excess rainfall)
hingga terjadinya debit puncak (Qp).
2. Recession time (Tr), yaitu waktu setelah terjadinya debit puncak (Qp)
hingga akhir limpasan.
3. Time base (Tb), yaitu waktu dari awal hingga akhir limpasan untuk satu
hidrograf.
4. Time lag (tL), yaitu waktu dari saat hujan hingga terjadinya debit puncak.
5. Time concentration (tc), yaitu waktu dari saat berakhirnya hujan hingga
pada titik belok tertentu di kurva turun hidrograf.
13
Gambar 1.4 Komponen Hidrograf (Chow, dkk., 1998)
Sesuai dengan sifat dan perilaku DAS, hidrograf selalu berubah sesuai
dengan besarnya dan waktu terjadinya masukan. Menurut Subarkah (1980) bentuk
dan lengkung hidrograf tergantung pada karakteristik hujan yang mengakibatkan
terjadinya aliran. Semakin besar intensitas hujan akan berpengaruh terhadap
puncak hidrograf yang tinggi, demikian pula semakin lama waktu efektif hujan
maka puncak hidrograf yang dicapai akan lebih lama.
Linsley, dkk. (1996) menjelaskan bahwa pola aliran menurut daerah dapat
menimbulkan variasi dalam bentuk hidrograf. Apabila daerah yang alirannya
tinggi terletak dekat dengan outlet DAS, maka akan dihasilkan kenaikan hidrograf
yang cepat dan puncak yang tajam. Sebaliknya, aliran yang lebih tinggi di bagian
hulu DAS tersebut menghasilkan kenaikan hidrograf yang lambat dan puncak
yang lebih rendah dan lebar.
1.5.1.5.3 Hidrograf Satuan Sintetik
Konsep hidrograf satuan sintetik digunakan untuk mensintesiskan hidrograf
dari DAS yang tidak terukur. Hidrograf satuan sintetik ditentukan apabila pada
suatu DAS yang ditinjau tidak ada pencatatan tinggi muka air. Chow, dkk. (1998)
menyebutkan terdapat tiga tipe hidrograf satuan sintetik, yaitu sebagai berikut:
1. Berdasarkan hubungan karakteristik hidrograf satuan (puncak dan waktu
puncak) dengan karakteristik DAS, contohnya hidrograf satuan Snyder.
2. Berdasarkan hidrograf satuan yang tidak berdimensi, contohnya hidrograf
satuan SCS.
3. Berdasarkan metode perhitungan simpanan DAS, contohnya hidrograf
satuan Clark dan pemodelan modifikasi Clark’s (ModClark).
14
Penentuan hidrograf satuan sintetik terlebih dahulu menentukan parameter-
parameter DAS yang diperlukan untuk menentukan hidrograf sintetik tersebut.
Parameter-parameter DAS tersebut antara lain waktu konsentrasi untuk
mengetahui waktu dari pusat hujan pada hietograf hingga mulai kenaikan air
banjir, waktu untuk mencapai puncak banjir, waktu dasar (time base) hidrograf,
panjang sungai utama, kemiringan DAS, luas DAS, koefisien aliran dan
sebagainya (Hadisusanto, 2011).
Menurut Soemarto (1995) hidrograf satuan sintetik merupakan hidrograf
satuan yang dihasilkan dari parameter-parameter fisik DAS. Penentuan hidrograf
satuan sintetik asal usulnya dihasilkan dari beberapa hubungan rumus empiris.
Parameter-parameter yang digunakan untuk menentukan hidrograf satuan sintetik
seharusnya disesuaikan dengan karakteristik DAS yang ditinjau.
1.5.1.6 Model HEC-HMS
Model dalam hidrologi dapat diartikan simplifikasi dari sistem hidrologi
yang kompleks baik berupa model fisik, analog atau matematik (Sri Harto, 2000).
Ponce (1989 dalam Sobriyah, 2003) menyatakan sebagai model matematik yang
menyatakan hubungan antar fase-fase dari siklus hidrologi dengan tujuan untuk
mensimulasikan alih ragam hujan menjadi aliran. Tujuan dari model hidrologi
adalah untuk mengikuti proses hidrologi yang dicerminkan dalam siklus hidrologi
dan menentukan besaran keluarannya.
Salah satu model untuk perhitungan proses hujan-aliran pada sistem daerah
tangkapan hujan atau DAS adalah HEC-HMS yang dikembangkan oleh US Army
Corps of Engineers (USACE). Model matematik yang terdapat dalam HEC-HMS
adalah representasi respon DAS terhadap masukan hujan. Perhitungan dan
penyelesaian masing-masing model mempunyai komponen berupa variabel tetap,
parameter, kondisi batas dan kondisi awal. Keluaran model ini berupa hidrograf
pada outlet DAS pada waktu tertentu yang ditunjukkan dengan grafik hidrograf
dan tabel time series dari hidrograf.
15
Komponen-komponen yang digunakan dalam simulasi rainfall-runoff-
routing pada HEC-HMS adalah sebagai berikut (USACE, 2000b):
1. Presipitasi yang diperoleh berdasarkan pengamatan.
2. Loss models yang dapat memperkirakan volume runoff yang disebabkan
oleh hujan dan karakteristik DAS.
3. Direct runoff yang dapat menghitung aliran permukaan, tampungan dan
kehilangan energi oleh air yang mengalir ada DAS dan masuk ke sungai.
4. Hydrologic routing models yang menghitung tampungan dan perubahan
energi oleh air yang mengalir melalui sungai.
5. Kalibrasi yang dapat memperkirakan parameter model dan kondisi awal
tertentu dari masukan data hidrometeorologi.
Komponen dalam HEC-HMS terdiri dari komponen DAS, meteorologi dan
syarat kontrol. Komponen DAS berupa elemen-elemen yang terdapat dalam suatu
subDAS serta parameter-parameter aliran. Komponen meteorologi berisikan
model perhitungan unsur masukan berupa hujan termasuk proses evaporasi dan
evapotranspirasi. Komponen syarat kontrol berisi informasi waktu dimulainya
model hingga selesai dalam kalkulasi data. Komponen pada masukan data dapat
berupa format data periodik, data berpasangan maupun format grid.
Pemodelan HEC-HMS menggunakan beberapa model yang terpisah untuk
mempresentasikan masing-masing komponen dari proses hujan-aliran, yaitu
sebagai berikut:
1. Model perhitungan volume limpasan (volume runoff)
2. Pemodelan aliran langsung (direct runoff) dari aliran permukaan (runoff)
dan aliran antara (interflow)
3. Pemodelan aliran dasar (baseflow)
4. Pemodelan aliran pada saluran (channel flow)
16
Beberapa model perhitungan hujan-aliran dalam HEC-HMS ditunjukkan
pada Tabel 1.1.
Tabel 1.1 Model Perhitungan dalam HEC-HMS
Elemen Hidrologi Model Metode
Subbasin Volume runoff Deficit and constant rate (DC)
Exponential Green and Ampt
Gridded DC
Gridded SCS-CN
Gridded SMA
Initial and constant rate SCS Curve Number (CN)
Smith Parlange Soil moisture accounting (SMA)
Direct runoff Clark’s UH
Kinematic wave ModClark
SCS UH
Snyder’s UH User-specified s-graph
User-specified unit hydrograph (UH)
Baseflow Bounded recession Constant monthly
Linear reservoir Nonlinear Boussinesq
Recession
Reach Routing Kinematic wave Lag
Modified Puls
Muskingum Muskingum-Cunge
Straddle Stagger
Loss/Gain Constant Percolation
Sumber: USACE (2000a)
1.5.2 Penelitian Sebelumnya
Penelitian ini mengacu pada beberapa penelitian serupa sebelumnya
menggunakan metode hujan-aliran dengan model HEC-HMS. Berdasarkan studi
penelitian sebelumnya, penelitian ini mencoba menerapkan beberapa aspek dari
model yang telah dibuat sebelumnya. Hasil dan perbandingan dengan penelitian
sebelumnya dirangkum pada Tabel 1.2.
17
Muliawan (2001) telah melakukan penelitian untuk analisis ketersediaan air
di DAS Ciliwung Hulu. Model hidrologi yang digunakan dalam analisis yaitu
presipitasi dengan model hyetograph, perhitungan volume limpasan menggunakan
Soil Moisture Accounting (SMA), aliran langsung menggunakan Clark’s UH,
aliran dasar menggunakan resesi eksponensial dan aliran air dalam saluran
menggunakan Muskingum. Hasil penelitian ini menunjukkan model SMA untuk
analisis ketersediaan air dalam DAS cukup baik dengan perbedaan volume
perhitungan dengan observasi sebesar 1%. Grafik discharge hydrograph hasil
simulasi juga mempunyai kemiripan dengan hasil observasi.
Wijaya (2004) melakukan penelitian di DAS Progo di Hulu stasiun AWLR
Duwet untuk analisis perubahan karakteristik hidrograf banjir yang dipengaruhi
perubahan penggunaan lahan. Pemodelan hidrologi yang digunakan yaitu model
hyetograph, SCS Curve Number (CN), Clark’s UH, resesi eksponensial dan
Muskingum. Hasil model menunjukkan skenario perubahan penggunaan lahan
mempengaruhi karakteristik hidrograf banjir dengan peningkatan debit puncak
dan volume hidrograf banjir yang cukup signifikan. Hidrograf banjir model HEC-
HMS mempunyai ketepatan yang tinggi dengan selisih debit puncak hidrograf
banjir perhitungan dengan hidrograf terukur sebesar -0,38% dan selisih volume
perhitungan dengan terukur sebesar 2% dengan waktu puncak yang sama.
Tunas (2005) melakukan penelitian tentang kalibrasi parameter model HEC-
HMS untuk menghitung debit aliran banjir DAS Bengkulu. Model yang
digunakan dalam analisis yaitu model hyetograph, SCS-CN, SCS UH dan resesi
eksponensial. Kalibrasi model HEC-HMS memberikan hasil yang cukup teliti
dengan tingkat kesalahan 5,8% dengan optimasi kalibrasi yang berulang-ulang.
Parameter model HEC-HMS memiliki tingkat sensitivitas bervariasi tergantung
masukan awal yang diterapkan terhadap model. Hasil kalibrasi menunjukkan nilai
parameter optimum dengan perbedaan yang relatif kecil pada SCS lag dan initial
abstraction sedangkan parameter resesi mempunyai perbedaan cukup besar.
18
Febriarlita (2010) melakukan penelitian di DAS Serang untuk mengestimasi
banjir rancangan. Pemodelan hidrologi yang digunakan meliputi model
hyetograph, SCS-CN, Clark’s UH, resesi eksponensial dan Muskingum. Analisis
frekuensi terhadap hujan harian maksimum rerata menghasilkan hujan rancangan
untuk menentukan debit puncak banjir rancangan berdasarkan hujan efektif
rancangan. Hasil estimasi debit puncak banjir model HEC-HMS mempunyai
keakuratan cukup baik dengan mempunyai nilai objective function sebesar 9,899
dan perbedaan volume debit terhitung dengan terukur sebesar -1,84% dengan
waktu puncak yang sama.
Wastya (2014) melakukan penelitian di DAS Bedog untuk mengetahui
kinerja model hujan aliran harian yang terdapat pada model HEC-HMS. Indikator
kinerja model adalah perbedaan volume, perbedaan debit puncak dan koefisien
korelasi antara debit terukur dengan debit hasil perhitungan. Hasil kalibrasi SCS-
CN dan SMA dalam mensimulasikan aliran harian menunjukkan hasil yang
kurang baik. Hasil penelitian ini menunjukkan derajat asosiasi yang rendah antara
volume hasil perhitungan dan volume terukur dengan nilai koefisien korelasi
antara 0,2 sampai dengan 0,4 pada limpasan model SCS-CN maupun SMA.
1.5.3 Kerangka Pemikiran
Respon hidrologi DAS dapat ditunjukkan dari karakteristik aliran sungai
(debit puncak, volume outflow dan waktu puncak). Karakteristik aliran dalam
proses alih ragam hujan menjadi aliran dipengaruhi oleh faktor iklim dan
karakteristik DAS. Model HEC-HMS mengintegrasikan analisis matematis dan
spasial yang dapat mensimulasikan aliran sungai karena data aliran tidak semua
tersedia pada setiap DAS. HEC-HMS menunjukkan debit aliran sebagai keluaran
dari besaran curah hujan dan karakteristik DAS sebagai masukan termasuk aspek
morfometri, karakteristik penggunaan lahan dan tanah.
19
Tabel 1.2 Perbandingan dengan Penelitian Sebelumnya
Peneliti Daerah Kajian Tujuan Metode Hasil
Muliawan
(2001) DAS Ciliwung Hulu
1. Memahami model hidrologi hujan
aliran dengan pendekatan distributed
parameter.
2. Mengaplikasikan model tersebut
untuk mengetahui unjuk kerja model
yang digunakan.
1. Model HEC-HMS untuk
analisis ketersediaan air DAS
a) precipitation: hyetograph
b) volume runoff: SMA
c) direct runoff: Clark’s UH
d) baseflow: recession
e) routing: Muskingum
1. Kalibrasi model SMA untuk analisis
ketersediaan air DAS cukup baik dengan
perbedaan volume perhitungan dengan observasi
sebesar 1%.
2. Grafik discharge hydrograph hasil simulasi
mempunyai kemiripan dengan hasil observasi.
Wijaya
(2004)
DAS Progo di Hulu
Stasiun AWLR Duwet
1. Mengetahui karakteristik hidrograf
banjir (debit puncak, volume dan waktu
puncak banjir) yang dipengaruhi oleh
perubahan penggunaan lahan.
2. Mengetahui kinerja HEC-HMS
untuk memantau karakteristik hidrograf
banjir (debit puncak, volume dan waktu
puncak banjir) akibat perubahan
penggunaan lahan.
1. Model HEC-HMS untuk
menentukan hidrograf banjir
a) precipitation: hyetograph
b) volume runoff: SCS-CN
c) direct runoff: Clark’s UH
d) baseflow: recession
e) routing: Muskingum
2. Analisis frekuensi untuk
penentuan hujan rancangan
3. Skenario perubahan lahan
1. Perubahan penggunaan lahan mempengaruhi
perubahan karakteristik hidrograf banjir (debit
puncak, volume dan waktu puncak banjir) yang
cukup signifikan.
2. Model HEC-HMS sangat sesuai yang
ditunjukkan dengan selisih debit puncak
hidrograf banjir perhitungan dengan hidrograf
terukur sebesar -0,38% dan selisih volume
hidrograf banjir perhitungan dengan hidrograf
terukur sebesar 2% dengan waktu puncak sama.
Tunas
(2005) DAS Bengkulu Hulu
1. Untuk mengkalibrasi parameter
model HEC-HMS pada DAS Bengkulu
Hulu.
2. Mengetahui parameter hasil kalibrasi
model HEC-HMS pada DAS
Bengkulu Hulu.
1. Model HEC-HMS untuk
menghitung aliran banjir
a) precipitation: hyetograph
b) volume runoff: SCS-CN
c) direct-runoff: SCS UH
d) baseflow: recession
2. Parameter awal pra-model
dengan HEC-GeoHMS
3. Analisis frekuensi untuk
penentuan hujan rancangan
1. Kalibrasi model HEC-HMS memberikan hasil
yang cukup teliti dengan tingkat kesalahan 5,8%.
2. Parameter model HEC-HMS memiliki tingkat
sensitivitas bervariasi tergantung masukan awal
yang diterapkan pada model.
3. Kalibrasi model HEC-HMS memberikan nilai
parameter optimum yang relatif kecil pada SCS
lag dan initial abstraction sedangkan nilai resesi
memberikan perbedaan yang cukup besar.
20
Lanjutan Tabel 1.2
Peneliti Daerah Kajian Tujuan Metode Hasil
Febriarlita
(2010)
DAS Serang
Kabupaten Kulon Progo,
DIY
1. Mengestimasi besar debit puncak
banjir DAS Serang dengan model
HEC-HMS.
2. Mengestimasi hujan rancangan DAS
Serang pada periode ulang dan PMP.
3. Mengestimasi banjir rancangan DAS
Serang dengan periode ulang dan PMF
dengan model HEC-HMS.
1. Model HEC-HMS untuk
menentukan debit puncak banjir
a) precipitation: hyetograph
b) volume runoff: SCS-CN
c) direct runoff: Clark’s UH
d) baseflow: recession
e) routing: Muskingum
2. Analisis frekuensi untuk
penentuan hujan rancangan
1. Debit puncak banjir menggunakan model
HEC-HMS menghasilkan objective function
sebesar 9,899; perbedaan volume debit terhitung
dan terukur sebesar -1,84%; dan waktu puncak
yang sama.
2. Hasil hujan rancangan pada berbagai periode
ulang dan PMP.
3. Hasil debit puncak banjir rancangan pada
berbagai periode ulang dan PMF berdasarkan
hujan efektif rancangan.
Wastya
(2014) DAS Bedog, DIY
1. Untuk mengetahui kinerja model
hujan aliran harian dalam software
HEC-HMS. Indikator kinerja model
adalah perbedaan volume, perbedaan
debit puncak dan koefisien korelasi
antara debit terukur dengan debit hasil
perhitungan.
1. Model HEC-HMS untuk
menentukan karakteristik
hidrograf banjir
a) precipitation: hyetograph
b) volume runoff: SCS-CN
dan SMA
c) direct-runoff: Clark’s UH
d) baseflow: recession
1. Hasil kalibrasi runoff volume SCS-CN dan
SMA dalam mensimulasikan aliran harian
menunjukkan hasil yang kurang baik.
2. Penelitian ini menunjukkan hasil derajat
asosiasi yang rendah antara volume perhitungan
dan volume terukur dengan nilai koefisien
korelasi antara 0,2-0,4 baik dengan SCS-CN
maupun SMA.
Munajad
(2015)
Sub DAS Wuryantoro
Wonogiri, Jawa Tengah
1. Mengetahui karakteristik fisik DAS
berupa nilai Curve Number (CN)
sebagai pengaruh dari penggunaan
lahan, kondisi hidrologi tanah dan
kelengasan tanah.
2. Mengetahui karakteristik aliran
(debit puncak, volume outflow dan
waktu puncak) antara hasil hidrograf
banjir model HEC-HMS dengan
hidrograf banjir terukur.
1. Model HEC-HMS untuk
menentukan karakteristik
hidrograf banjir model
a) precipitation: hyetograph
b) volume runoff: SCS-CN
c) direct-runoff: SCS UH
d) baseflow: recession
2. Metode SCS untuk penentuan
karakteristik fisik DAS berupa
nilai CN
3. Parameter awal pra-model
dengan HEC-GeoHMS
Hasil yang diharapkan:
1. Karakteristik fisik DAS berupa CN komposit
yang dipengaruhi oleh penggunaan lahan,
kondisi hidrologi tanah dan kelengasan tanah.
2. Karakteristik aliran (debit puncak, volume
outflow dan waktu puncak) antara hasil hidrograf
banjir model dengan hidrograf banjir terukur
pada nilai objective function terbaik dengan
selisih sekecil mungkin dengan besaran paramer-
parameter terukur.
21
Komponen iklim berupa karakteristik hujan merupakan sifat yang penting
untuk menentukan debit aliran sungai. Unsur masukan berupa hujan sesaat dengan
karakteristik tertentu akan memberikan keluaran berupa debit aliran dengan
karakteristik tertentu sesuai dengan proses dan interaksi dengan karakteristik
DAS. Hujan yang jatuh dalam DAS sebagai masukan diasumsikan terdistribusi
secara merata di seluruh wilayah DAS untuk periode waktu tertentu menyangkut
tebal dan durasi hujan.
Karakteristik DAS yang meliputi morfometri, penggunaan lahan dan tanah
mempengaruhi interaksi alih ragam hujan menjadi aliran. Pengunaan lahan
bersama dengan kondisi hidrologi dan kelengasan tanah (Antecedent Moisture
Condition, AMC) dinyatakan dalam suatu indeks berupa nilai CN. CN diperoleh
dari identifikasi penggunaan lahan dalam berbagai variasi tutupan lahan
sedangkan hidrologi tanah dari identifikasi kesesuaian jenis dan tekstur tanah
terhadap kelompok hidrologi tanah (Hydrologic Soil Group, HSG). Pada akhirnya,
CN ditentukan oleh kondisi kelengasan tanah dari jumlah curah hujan 5 hari
sebelum penentuan model. Analisis CN dan data hujan tersebut menghasilkan CN
komposit DAS. Penggunaan lahan dalam berbagai variasi tutupan lahan juga
digunakan untuk menentukan luas lapisan kedap air (impervious area) DAS.
Aspek morfometri DAS yang dikaji meliputi luas DAS, panjang sungai
utama, kemiringan lereng sungai, kemiringan DAS dan titik berat DAS yang
merupakan parameter awal hidrograf banjir model. Penentuan batas DAS dan
parameter awal dengan bantuan perangkat lunak HEC-GeoHMS berdasarkan
analisis DEM. Selain itu, dengan bantuan HEC-GeoHMS menghasilkan parameter
time lag dalam suatu DAS berdasarkan CN dan morfometri DAS yang berupa
panjang sungai utama dan kemiringan DAS. Sedangkan parameter-parameter lain
yang sulit dilakukan pengamatan atau pengukuran diperoleh dari proses kalibrasi
dalam analisis HEC-HMS.
Perhitungan dan penyelesaian masing-masing metode dalam HEC-HMS
mempunyai komponen berupa variabel tetap, parameter, kondisi batas dan kondisi
awal. Proses perhitungan hujan-aliran model HEC-HMS meliputi metode
perhitungan volume limpasan (runoff) dengan model SCS-CN, aliran langsung
22
(direct runoff) menggunakan SCS UH dan aliran dasar (baseflow) menggunakan
resesi eksponensial.
Model matematis HEC-HMS juga dilakukan kalibrasi yang menghasilkan
nilai hidrograf model yang mendekati hidrograf terukur. Kalibrasi juga untuk
mendapatkan nilai parameter yang sulit diperoleh dari data pengukuran, seperti
initial abstraction dan nilai baseflow (recession constant, recession threshold
ratio). Perbandingan hidrograf model dengan hidrograf terukur berdasarkan pada
nilai objective function dari selisih debit puncak, volume outflow dan waktu
puncak. Objective function dianggap baik apabila mempunyai nilai kurang dari
10%. Untuk mendapatkan nilai objective function terbaik digunakan fungsi
optimasi kalibrasi yang bertujuan menyelaraskan parameter awal.
Analisis selanjutnya setelah mendapatkan hasil objective function dengan
nilai terkecil, dapat ditentukan karakteristik aliran (debit puncak, volume outflow
dan waktu puncak) berdasarkan hasil hidrograf banjir model HEC-HMS. Adapun
alur kerangka pemikiran ditunjukkan pada Gambar 1.5.
KERANGKA PEMIKIRAN
Daerah Aliran Sungai
(DAS)
Stasiun pengamat
hidrologi
Curah hujan DAS tidak terukur
Model hirologi
HEC-HMS
Respon hidrologi DAS
Debit aliran sungai
Karakteristik
curah hujan
Parameter DAS
Gambar 1.5 Alur Kerangka Pemikiran
23
1.5.4 Batasan Istilah
Curve Number (CN) adalah nilai indeks yang menggambarkan suatu keadaan
hidrologis karena pengaruh faktor-faktor tanah, penggunaan lahan, kondisi
hidrologi dan kelembaban tanah (Chow, dkk., 1998).
Daerah Aliran Sungai (DAS), Catchment area, River basin, Drainage basin,
Watershed adalah suatu wilayah daratan yang dibatasi oleh pemisah
topografis yang berfungsi untuk menampung, menyimpan, mengalirkan dan
selanjutnya mengalirkan seluruh air hujan yang jatuh di atasnya menuju ke
sistem sungai melalui satu outlet tunggal (Seyhan, 1990).
Debit (Discharge) adalah volume air yang keluar dari penampang sungai dalam
satuan waktu tertentu (USACE, 2000a).
Fungsi objektif (Objective function) adalah nilai hasil persamaan matematika
hasil perbandingan model terukur dengan hidrograf model dan berfungsi
sebagai tolak ukur hasil kalibrasi model (USACE, 2000a).
HEC-HMS adalah perangkat lunak dari Hydrologic Engineering Center (HEC)
yang mampu memodelkan proses transformasi hujan menjadi aliran
(USACE, 2000a).
Hidrograf adalah grafik yang menghubungkan antara debit sungai dan tinggi
muka air pada waktu tertentu (Chow, dkk., 1998).
Hidrograf satuan (Unit hydrograph) adalah hidrograf aliran langsung (direct
runoff) yang dihasilkan oleh hujan efektif yang terjadi merata di seluruh
DAS dalam satu satuan tertentu (Sri Harto, 2000).
Kalibrasi adalah proses penurunan sekumpulan nilai model parameter yang
menghasilkan kesesuaian terbaik terhadap data terukur (USACE, 2000a).
Kehilangan hujan (Losses) adalah bagian air hujan yang hilang karena
mengalami berbagai proses seperti evapotranspirasi, intersepsi, infiltrasi dan
perkolasi (USACE, 2000a).
Aliran (Runoff) adalah semua air hujan yang bergerak, sebagai aliran permukaan
maupun aliran dasar (baseflow) airtanah, menuju ke saluran sungai
(USACE, 2000a).