enterobius vermikularis.pdf
DESCRIPTION
cacing parasitTRANSCRIPT
B A B II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Enterobius vermicularis
1. Distribusi geografis
Enterobius vermicularis (cacing kremi, pinworm,seatworm) telah
diketahui sejak dahulu dan telah dilakukan penelitian mengenai
epidemiologi dan gejala klinisnya. Manusia adalah satu- satunya hospes
dan penyakitnya disebut Enterobiasis atau Oxyuriasis.
Parasit ini kosmopolit tetapi lebih banyak ditemukan didaerah
dingin dari pada didaerah panas. Penyebaran cacing ini juga ditunjang
oleh eratnya hubungan antara manusia satu dengan lainnya serta
lingkungan yang sesuai.( Sutanto I. dkk, 2008)
2. Klasifikasi
Cacing kremi atau Enterobius vermicularis (Oxyuris vermicularis)
diklasifikasikan dalam Kingdom Metazoa, Phylum Nemathelminthes,
class Nematoda, Sub class plasmodia, Ordo Oxyurida, Sub family
Oxyuroidae, family Oxyuridae, Genus Enterobius, Spesies Oxyuris
vermicularis atau Enterobius vermicularis (Faust dan Russel,1992).
3. Morfologi
a. Morfologi cacing Enterobius vermicularis
Cacing betina berukuran 8 – 13 mm x 0,4 mm. pada ujung
anterior pelebaran kutikulum seperti sayap yang disebut alae. Bulbus
usofagus jelas sekali, ekornya panjang dan runcing. Uterus cacing
yang gravid melebar dan penuh telur.Cacing betina yang gravid
mengandung 11.000-15.000 butir telur, berimigrasi ke daerah
perianal untuk bertelur dengan cara kontraksi uterus.
Cacing jantan berukuran 2-5 mm, juga mempunyai sayap dan
ekornya melingkar sehingga bentuknya seperti tanda Tanya (?);
spikulum pada ekor jarang ditemukan. Habitat cacing dewasa
biasanya di rongga sekum, usus besar dan di usus halus yang
berdekatan dengan rongga sekum.(Soedarto,1995)
Gambar 1 : Bentuk cacing kremi jantan (kiri) bentuk cacing betina(kanan) (Yamaguchi, Tomio, 1992)
b. Morfologi Telur cacing kremi ( Enterobius vermicularis).
Telur berbentuk lonjong dan lebih datar pada satu sisi
(asimetrik). Mempunyai ukuran 50 -60 mikron x 20 – 32 mikron.
Dinding telur bening dan agak lebih tebal dari dinding telur cacing
tambang. Terdapat 3 lapisan dinding telur, lapisan pertama (lapisan
luar) berupa lapisan albuminous, tranclusent, bersifat sebagai
mekanikal protection, lapisan kedua berupa membran terdiri dari
lemak, berfungsi sebagai chemical protection, lapisan ketiga adalah
lapisan dalam telur yang berisi larva.Telur menjadi matang dalam
waktu 6 jam setelah dikeluarkan. Telur resisten terhadap desinfektan
dan udara dingin. Dalam keadaan lembab telur dapat hidup dalam 13
hari. (Soejoto,dkk,1996)
Gambar 2 : bentuk telur cacing kremi (Jefri dan Leach, 1993)
4. Siklus Hidup Cacing Enterobius vermicularis
Siklus hidup dimulai dengan keluarnya cacing betina yang
grafid bermigrasi kedaerah perianal /anus pada waktu malam hari
kemudian bertelur dengan cara kotraksi uterus dan melekat pada
daerah tersebut (migrasi ini disebut “ Nocturnal migration”) Telur
tersebut bisa menjadi larva infektif terutama pada suhu 23º – 46 º C.
(Soejoto dkk, 1996).
Telur cacing kremi dalam waktu 6 jam setelah dikeluarkan
akan menjadi telur yang infektif dapat menetas menjadi larva dan
masuk kembali kedalam usus besar (retrofeksi). Telur cacing yang
infektif dapat bertahan lama, dapat mengkontaminasi lewat makanan,
pakaian, tangan karena telur Enterobius vermicularis yang infektif
dapat diterbangkan bersama debu kemana-mana.Telur yang masuk
ke mulut, di dalam duodenum akan menetas menjadi larva kemudian
dewasa di usus besar.(Sutanto I dkk, 2008)
Infeksi cacing kremi terjadi bila menelan telur matang atau bila
larva dari telur yang menetas di daerah perianal berimigrasi kembali
ke usus besar. Bila telur matang yang tertelan, telur menetas di
duodenum dan larva rabditiform berubah dua kali setelah menjadi
dewasa di yeyunum dan bagian atas ileum.(Gandahusada
S.dkk,2004)
Waktu yang diperlukan untuk daur hidupnya, mulai dari
tertelannya telur matang sampai menjadi cacing dewasa gravid yang
berimigrasi ke daerah perianal berlangsung 2 minggu sampai 2
bulan. Mungkin daurnya hanya berlangsung 1 bulan karena telur
cacing dapat ditemukan kembali pada anus paling cepat 5 minggu
sesudah pengobatan.Infeksi cacing kremi dapat sembuh sendiri (self
limited). Bila tidak ada reinfeksi, tanpa pengobatanpun infeksi dapat
berakhir (Sutanto I.dkk,2008)
Gambar 3 : Siklus hidup cacing kremi (www.cdc.gov. 2011 )
B. Enterobiasis
Enterobiasis atau penyakit cacing kremi adalah infeksi usus pada
manusia yang disebabkan oleh cacing E. vermicularis. Enterobiasis
merupakan infeksi cacing yang terbesar dan sangat luas dibandingkan
dengan infeksi cacing lainnya. Hal ini disebabkan karena adanya hubungan
yang erat antara parasit ini dengan manusia dan lingkungan sekitarnya.
Parasit lebih banyak didapatkan diantara kelompok dengan tingkat sosial
yang rendah, tetapi tidak jarang ditemukan pada orang- orang dengan tingkat
sosial yang tinggi.(Soedarto,1995)
1. Patologi dan gejala klinis
Enterobiasis relatif tidak berbahaya, jarang menimbulkan lesi yang
berarti. Gejala klinis yang menonjol disebabkan iritasi di sekitar anus,
perineum dan vagina oleh cacing betina gravid yang berimigrasi ke
daerah anus dan vagina sehingga menyebabkaan pruritus lokal. Karena
cacing berimigrasi ke daerah anus dan menyebabkan pruritus ani, maka
penderita menggaruk daerah sekitar anus sehingga timbul luka garuk di
sekitar anus. Keadaan ini sering terjadi pada waktu malam hari hingga
penderita terganggu tidurnya dan menjadi lemah. Kadang kadang cacing
dewasa mudah dapat bergerak ke usus halus bagian proksimal sampai ke
lambung, esofagus dan hidung sehingga menyebabkan gangguan di
daerah tersebut. cacing betina gravid mengembara dan dapat bersarang
di vagina dan di tuba fallopii sehingga menyebabkan radang di saluran
telur. Cacing sering di temukan di apendiks tetapi jarang menyebabkaan
apendisitis.(Sutanto I dkk, 2008)
Beberapa gejala infeksi Enterobius vermikularis yaitu kurang nafsu
makan, berat badan turun, aktivitas meninggi, cepat marah, gigi
menggeretak, insomnia dan masturbasi. .(Sutanto I dkk, 2008)
2. Epidemiologi
Penyebaran penyakit cacing kremi lebih luas dari pada penyakit
cacing lain. Penularan dapat terjadi pada keluarga atau kelompok yang
hidup dalam satu lingkungan yang sama (asrama, rumah piatu). Telur
cacing dapat diisolasi dari debu di ruangan sekolah atau kafetaria
sekolah dan menjadi sumber infeksi bagi anak-anak sekolah. Diberbagai
rumah tangga dengan beberapa anggota keluarga yang mengandung
cacing kremi, telur cacing dapat ditemukan dilantai, meja ,kursi, bak
mandi, alas kasur dan pakaian.(Soedarto,1995)
Hasil penelitian menunjukkan angka prevalensi pada berbagai
golongan manusia 3% - 80%. Penelitian didaerah Jakarta Timur
melaporkan bahwa kelompok usia terbanyak yang menderita
enterobiasis adalah kelompok usia 5 – 12 tahun yaitu pada 46 anak
(54,1%) dari 85 anak yang diperiksa.(Gandahusada S dkk,2004)
Penularan dapat dipengaruhi oleh :
a. Penularan dari tangan ke mulut sesudah menggaruk daerah perianal
(autoinfeksi) atau tangan dapat menyebarkan telur kepada orang lain
maupun pada diri sendiri karena memegang benda-benda atau
pakaian yang terkontaminasi.
b. Debu merupakan sumber infeksi karena mudah diterbangkan oleh
angin sehingga telur melalui debu dapat tertelan.
c. Retrofeksi melalui anus, larva dari telur yang menetas disekitar anus
kembali masuk ke usus.
Anjing dan kucing tidak mengandung cacing kremi tetapi dapat menjadi
sumber infeksi oleh karena telur dapat menempel pada
bulunya.(Soedarto,1995)
C. Diagnosa Laboratorium
1. Teknik Diagnosa Laboratorium
Teknik diagnosa laboratorium untuk enterobiasis memiliki
perbedaan yang berarti khususnya pada saat pengambilan spesimen
pemeriksaan. Cara pemeriksaan enterobiasis yaitu dengan menemukan
cacing dewasa atau telur dari Enterobius vermicularis. Adapun caranya
sebagai berikut :
a. Cacing Dewasa
1) Makroskopis
Cacing kremi dapat dilihat secara makroskopis atau dengan mata
telanjang pada anus penderita,terutama dalam waktu 1-2 jam
setelah anak tertidur pada malam hari. Cacing kremi berwarna
putih dan setipis rambut mereka aktif bergerak.(Soedarto,1995)
2) Mikroskopis
Cacing dewasa dapat ditemukan di feses, dengan syarat harus
dilakukan enema terlebih dahulu, yaitu memasukan cairan
kedalam rektum agar cacing dewasa keluar dari rektum. (Soejoto
dan Soebari,1996)
Cacing dewasa yang ditemukan dalam feses,dicuci dengan NaCl
agak panas, kemudian dikocok sehingga cacing menjadi lemas,
selanjutnya diperiksa dalam keadaan segar atau dimatikan
dengan larutan fiksasi untuk mengawetkan. Nematoda kecil,
seperti Enterobius vermicularis dapat juga difiksasi dan
diawetkan dengan alkohol 70% yang agak panas.(Brown H.W,
1983)
b. Telur Cacing
Telur Enterobius vermicularis jarang ditemukan di dalam
feses, hanya ditemukan 5% yang positif pada orang-orang yang
menderita infeksi ini.(Soejoto dkk,1996)
Telur Enterobius vermicularis lebih mudah ditemukan
dengan tehnik pemeriksaan khusus, yaitu dengan menghapus daerah
sekitar anus dengan “ Scotch adhesive tape swab” menurut Graham.
(Lynne & David,1996)
Pada metode ini bahan yang diperiksa berupa perianal swab
oleh karena cacing betina yang banyak mengandung telur pada
waktu malam hari melakukan migrasi ke daerah perianal. Dengan
pemeriksaan perianal swab lebih banyak ditemukan telur cacing
tersebut.(Soedarto,1995)
2. Metode Pemeriksaan Enterobiasis
Dalam pelaksanaan diagnosis untuk Enterobiasis terdapat
bermacam-macam metode pada cara pengambilan spesimen :
a. Metode N-I-H (National Institude of Heatlh)
Pengambilan spesimen menggunakan kertas selofan yang di
dibungkuskan pada ujung batang gelas dan diikat dengan karet
gelang pada bagian sisi kertas selofan. Kemudian batang gelas p
pada ujung lainnya dimasukkan kedalam tutup karet yang sudah
ada lubang dibagian tengahnya. Bagian batang gelas yang
mengandung selofan dimasukkan kedalam tabung reaksi yang
kemudian ditutup karet. Hal ini dimaksudkan agar bahan
pemeriksaan tidak hilang dan tidak mudah
terkontaminasi.(Hadidjaja P. 1994)
b. Metode pita plastik perekat (cellophane tape atau adhesive tape)
(Brooke & Melvin,1969)
Pengambilan spesimen menggunakan alat berupa spatel lidah
atau batang gelas yang ujungnya dilekatkan adhesive tape,
kemudian ditempelkan di daerah perianal. Adhesive tape
diratakan dikaca objek dan bagian yang berperekat menghadap
kebawah. Pada waktu pemeriksaan mikroskopis, salah satu ujung
adhesive tape ditambahkan sedikit toluol atau xylen pada
perbesaran rendah dan cahayanya di kurangi (Gracia &
Brackner,1996)
c. Metode anal swab (Melvin & Brooke,1974)
Pengambilan spesimen menggunakan swab yang pada
ujungnya terdapat kapas yang telah dicelupkan pada campuran
minyak dengan parafin yanng telah dipanaskan hingga cair.
Kemudian swab disimpan dalam tabung berukuran 100x13 mm
dan disimpan dalam lemari es. Jika akan di gunakan untuk
pengambilan spesimen, swab diusapkan didaerah permukaan dan
lipatan perianal, swab diletakkan kembali dalam tabung.
Pada saat pemeriksaan, tabung yang berisi swab diisi
dengan xylen dan dibiarkan 3 – 5 menit, kemudian di centripuge
pada kecepatan 500 rpm selama 1 menit. Ambil sedimen lalu
periksa dalam mikroskop (Gracia & Brackner, 1996)
d. Graham Scotch tape
Alat dari batang gelas atau spatel lidah yang pada ujungnya
dilekatkan adhesive tape (Gandahusada S, 1998). Teknik
penggunaan alat ini ditemukan oleh Graham (1941). Teknik alat
ini termasuk sederhana dalam penggunaannya. Untuk
pengambilan spesimen dilakukkan sebelum pasien defekasi atau
mandi, pengambilan spesimen dapat dilakukan di rumah.
Sedangkan untuk membantu dalam pemeriksaan di laboratorium
di gunakan mikroskop dan sedikit penambahan toluen atau
xylen (Craig & Faust’s,1970).
D. Waktu Pengambilan Spesimen
Apusan perianal yang diambil dari penderita mempersyaratkan
kondisi tertentu sehingga bahan apusan yang diambil layak dan diyakini akan
memberikan hasil pemeriksaan laboaratorium yang sebenarnya. Bahan apusan
perianal yang diambil dari penderita saat pagi hari selepas bangun tidur
saratnya sebelum mandi, buang air besar dan aktifitas lain yang dapat
menghilangkan atau membersihkan telur cacing dari daerah perianal, (Srisari,
2004).
Waktu Pengambilan spesimen yang sering dilakukan dalam
pemeriksaan telur cacing E, vermicularis dengan menggunakan teknik
“graham Scotch Tape” adalah pagi hari sebelum penderita buang air besar dan
mencuci pantat (cebok) (Sutanto I dkk, 2008)
Selain itu waktu pengambilan juga dapat dilakukan pada malam hari
yaitu sebelum tidur terutama saat gejala rasa gatal muncul disekitar anus.
Karena pada saat itu cacing betina bermigrasi kedaerah perianal tempat telur
diletakkan.(Soedarto,1995)
Menurut Bertinna B Wentworth, Phd bahan perianal sebaiknya
dikumpulkan antara jam 9 malam sampai tengah malam dan dikumpulkan
beberapa hari karena cacing kremi betina tidak bermigrasi tiap hari.
Pemeriksaan dengan “swab” hanya menemukan kira-kira 50% dan
pemeriksaan 7 hari berturut-turut diperlukan untuk dapat menyatakan
seseorang bebas dari infeksi cacing kremi, (Brown, HW 1989) kemudian
pemeriksaan dilakukan dibawah mikroskop dengan perbesaran 10 kali.
E. Kerangka Teori
F. Kerangka Konsep
Temuan jumlah telur cacing
kremi
Waktu pengambilan
spesimen apus perianal
Temuan jumlah telur
cacing kremiCara pengambilan
spesiman
Metode
pemeriksaan
Jenis spesimen
Waktu Pengambilan
Spesimen
Kualitas sediaan