em as

Upload: ayah-maheswara

Post on 10-Jul-2015

270 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

SEPTEMBER 2007

VOL. 2 NO. 3

Menghadapi Ketidakteraturan Datangnya BencanaSumber Daya Emas untuk Pertambangan Rakyat Jika Sumur Bandungku Kering Mengenal Meteorit

Daftar Isi Volume 2 No. 3 September 2007

03 04 24 48 58 66

EditorialBelajar dari Fenomena Geologi di Sekitar Kita: Mengoptimalkan Sumber Daya, Meminimalkan Bencana

Geologi Populer[04]Menghadapi Ketidaktentuan Datangnya Bencana [08]Sumber Daya Emas untuk Pertambangan Rakyat [16]Jika Sumur Bandungku Kering [20]Mengenal Meteorit

Lintasan Geologi[24]Gempa Bumi di Bengkulu [34]Isu Sumber Daya Manusia-untuk Pengelolaan Sumber Daya Geologi di Daerah [44]Penyuluhan Museum Geologi ke Sekolah

Geofakta[48]Georgius Agricola [51]Ensiklopedi Bahan Galian Indonesia-Seri Batu Gamping

Profil[58]Syamsul Rizal Wittiri: Satu diantara Sedikit Mpu Gunungapi

Seputar GeologiInformasi tentang kegiatan bidang geologi dan bidang lain terkait kegiatan kegeologian, khususnya kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan dan diikuti oleh Badan Geologi.

Penasehat Kepala Badan Geologi Penanggungjawab Sekretaris Badan Geologi Pemimpin Redaksi Eddy Mulyadi Wakil Pemimpin Redaksi Priatna Dewan Redaksi Oman Abdurahman,Prima M. Hilman, M. Taufik, Abdurahman, Igan Sutawidjaja, Agus Pujobroto, Sugiharto Nitihardjo, Ipranta Redaktur Pelaksana Joko Parwata, M. M. Saphick Nurjaman, Bunyamin Koresponden Nandang Sumarna, Evina Widyantini, Sumaryono, Nenen Andriyani Sirkulasi Asep Sofyan Fotografer & Dokumentasi Gatot Sugiharto, Titan Roskusumah Marketing & Humas Lilies M. Maryati Tata Letak & Artistik [V]Artstudio 022-70662366 Alamat Redaksi Gedung D Lantai IV Jl. Diponegoro No. 57 Bandung 40122 Telp. 022-7217321 Faks.022-7218154 website: http://www.bgl.esdm.go.id e-mail: [email protected]

Editorial

Belajar dari Fenomena Geologi di Sekitar Kita : Mengoptimalkan Sumber Daya, Meminimalkan BencanaDalam kurun waktu Juli hingga September 2007, kembali kita diingatkan oleh satu kenyataan lama yang terus berlangsung hingga kini: fenomena geologi dengan bencana atau pun manfaat yang diberikannya. Akhir bulan Juli 2007, Gunung Kelud di Jawa Timur kembali menunjukkan aktivitasnya. Seolah melanjutkan kerja universalnya, bumi kita kembali berguncang di Bengkulu pada awal September lalu, menimbulkan dampak yang tak dapat ditanggulangi sendiri oleh masyarakat yang mengalaminya : sebuah bencana. Warta Geologi (WG) Volume 2 Nomor 3 kali ini berisikan beragam tulisan yang mengulas potensi pemanfaatan sumber daya geologi, bencana geologi dan potensinya (bahaya geologi). Spektrum tema yang disajikannya merentang mulai dari persoalam sumber daya manusia (SDM) di daerah, sumber daya geologi, dan bencana geologi. Hal itu adalah sejumlah tulisan yang tak perlu dikategorikan kedalam tema khusus apapun tentang geologi. Namun jelas, kumpulan tulisan ini menggambarkan dua sisi yang abadi tentang fenomena geologi: potensi manfaat dan potensi bencana. Para pembaca yang budiman, Fenomena geologi yang terjadi jutaan tahun yang lalu telah memberikan kepada kita sejumlah potensi untuk pemanfaatan yang optimal hingga dapat dinikmati oleh masyarakat banyak, terutama mereka yang hidup di lokasi potensi tersebut. Tiga tulisan dalam WG kali ini memberikan informasi populer tentang hal itu, yaitu tulisan-tulisan yang berkenaan dengan mineral emas, airtanah, dan batugamping. Tulisan lain berkaitan dengan sumber daya geologi adalah ulasan di seputar museum geologi. Logam emas adalah logam mulia yang banyak dicari orang karena kelangkaannya. Indonesia kaya akan jebakan mineral logam emas. Namun, kebanyakan bijih emas yang terdapat dalam geologi Indonesia ini ditambang dan diusahakan oleh pertambangan milik perusahaan besar milik swasta internasional. Tulisan tentang mineral emas pada WG kali ini berdiri pada sisi yang lain: sebuah usulan pertambangn emas rakyat. Melalui tulisan tersebut para pembaca akan memperoleh informasi tentang ciri-ciri endapan batuan yang mengandung emas dan cara-cara pengelolaannya dalam konteks pertambangan rakyat. Ensiklopedia bahan galian seri batugamping memberikan informasi tentang sumber daya geologi lainnya yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat. Tulisan tentang airtanah memberikan informasi tentang konservasi airtanah, mulai dari penyebabnya hingga cara-cara penanggulangannya dengan mengambil kasus kondisi airtanah di Cekungan Bandung, Jawa Barat. Adapun tulisan tentang museum geologi Bandung memberikan salah satu alternatif pemberdayaan informasi geologi untuk pariwisata, yaitu geowisata yang mengandung baik aspek pendidikan maupun perlindungan lingkungan. Pembaca yang budiman, Adalah hukum alam yang dititipkan pada aspek geologi, bahwa selain memberikan manfaat, alam pun adakalanya menimbulkan ancaman bahaya hingga bencana. Dengan demikian kita perlu menyiapkan SDM agar kita mampu mengoptimalkan manfaat dan meminimalkan bencana yang mungkin ditimbulkan dalam perjalanan dinamika geologi kita. Hal yang disebut terakhir ini adalah kritis dalam konteks era Otonomi Daerah sekarang ini. Tiga buah tulisan lainnya memberikan informasi populer berkenaan dengan mitigasi bencana dan kesiapsiagaan SDM untuk pengelolaan aspek geologi di daerah. Pertama, ulasan tentang bencana geologi gempabumi Bengkulu yang terjadi 12 September 2007. Ulasan peristiwa tersebut memberikan informasi di seputar geologi dan geotektenik, besaran bencana, dan sejarah kebencanaan di masa lalu di daerah Bengkulu. Informasi-informasi tersebut dari sudut pandang upaya mitigasi termasuk kedalam upaya pemantauan atau kesiapsiagaan menghadapi bencana. Tulisan kedua berbicara tentang bencana yang datangnya tidak menentu serta memberikan sebuah skema upaya yang harus dijalankan dalam rangka mitigasinya. Adapun tulisan yang ketiga menyoal tentang kesiapan SDM di Daerah. SDM seperti apa dan bagaimana iklim budaya yang mampu menumbuhkannya adalah fokus pertanyaan yang berusaha dijawab melalui tulisan tersebut. Pembaca yang budiman, Demikianlah sekilas gambaran isi WG Volume 2, Nomor 3. Semoga melaluinya kita disadarkan kembali pentingnya upaya-upaya yang optimal, baik untuk memanfaatkan potensi sumber daya geologi, maupun mitigasi bencana geologi. . Selamat menikmati Warta Geologi Volume 2 Nomor 3 Tahun 2007.

Bandung, September 2007 Oman Abdurahman

Editorial 3

Datangnya Bencana

Menghadapi KetidaktentuanOleh: Dr. Ir. Budi Brahmantyo, M.Sc *) & Supartoyo, ST **)*) Staf dosen di Kelompok Keahlian Geologi Terapan, FITB, ITB **) Surveyor Pemetaan Muda di Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Alam - Badan Geologi

etika informasi adanya bencana sampai kepada kita, serempak sederetan pertanyaan bermunculan menyergap kita: jenis bencana apa, dimana, kapan, seberapa besar, berapa korban jiwa dan kerugian; bahkan mungkin hingga yang bersifat pribadi: adakah korban dari keluarga kita, atau apakah menimpa harta benda kita? Bagi para pihak dan pemangku kepentingan bencana, sederetan pertanyaan lain akan terus mencecar: Bagaimana tanggap darurat? Bantuan? Penanggulangan? Evakuasi? Bahkan lebih jauh akan ditarik ke persiapan awal penanganan bencana: Apakah sudah mempunyai rencana penanganan bencana? Rencana macam apa yang diperlukan? Kapan sebaiknya dimulai merencanakannya? Perencanaan untuk ancaman bencana yang mana? Apa hubungannya antara rencana antar lembaga dengan rencana instansi/sektor? Bagaimana prosesnya? Siapa yang membuat rencana? Dan seterusnya. Minggu-minggu ini ketika Gunung Kelud di Jawa Timur menunjukkan peningkatan aktivitasnya, semua siap siaga menghadapi letusan yang mungkin terjadi. Di balik itu tentu ada harapan dan kemungkinan letusan tidak terjadi dan aktivitas gunung api kembali normal. Ancaman diharapkan menghilang dan kehidupan pun kembali normal.4 Warta Geologi.September 2007

K

Bencana gempa bumi di Teluk Dalam, Nias, memporakporandakan bangunan

Rencana Kontinjensi Tingkat kesiagaan yang ditunjukkan oleh seluruh aparat terkait dengan kemungkinan bencana letusan Gunung Kelud menunjukkan tindak antisipasi yang baik. Itulah yang dikenal dengan rencana kontinjensi. Kontinjensi, berasal dari kata Inggris contingency yang secara harfiah berarti ketidaktentuan atau kemungkinan, dan dalam keekonomian diterjemahlan pula sebagai ongkos tak terduga. Dengan nuansa arti demikian, rencana kontinjensi lebih menekankan pada kesiap-siagaan. Menurut Bakornas Penanggulangan Bencana, 2006, kontinjensi adalah suatu proses perencanaan ke depan, dalam keadaan yang tidak menentu, dimana skenario dan tujuan disepakati, tindakan teknis dan manajerial ditetapkan dan sistem tanggapan dan pengerahan potensi disetujui bersama untuk mencegah, atau menanggulangi secara lebih baik dalam situasi darurat atau kritis. Dalam rencana kontinjensi bencana, maka perlu dikenal betul karakteristik bencana yang akan terjadi. Contohnya berapa luas wilayah landaan bencana yang akan terjadi, ada berapa jiwa, fasilitas, aksesibilitas, sarana dan prasarana yang berada di wilayah landaan, seberapa besar sumber daya untuk tanggap darurat, siapa pegang komando ini dan itu, dan segala

prosedur penanganan bencana. Rencana kontinjensi erat kaitannya dengan rencana operasional kedaruratan dan rencana kesiapan dalam manajemen bencana. Apabila telah disepakati skenario penanganan suatu bencana yang telah dibuat, rencana kontinjensi yang telah dibuat statusnya tinggal diubah menjadi rencana operasional kedaruratan. Sehingga ketika bencana benar-benar terjadi, diharapkan penanganan bencana akan berjalan relatif lancar terkendali. Rencana Kontinjensi harus dibuat secara bersama-sama oleh semua pihak (stakeholders) dan multisektor yang terlibat dan berperan dalam penanganan bencana, termasuk diantaranya dari pemerintah (sektor-sektor yang terkait), perusahaan negara, swasta, organisasi non-pemerintah, lembaga internasional dan masyarakat. Rencana kontinjensi yang dibuat harus mencakup penilaian resiko suatu bencana, penentuan kejadian suatu bencana, pengembangan skenario suatu bencana, kebijakan dan strategi menghadapi suatu bencana, perencanaan sektoral, pemantauan dan tindak lanjut. Suatu rencana kontinjensi yang telah dibuat mungkin tidak pernah diaktifkan, karena bencananya tidak datang, tetapi dapat diubah untuk jenis bencana lainnya. Di bawah ini merupakan bagan penyusunan rencana kontinjensi.Geologi Populer 5

Penilaian Resiko Penentuan Kejadian Pengembangan SkenarioPenetapan Kebijakan dan Tujuan Proyeksi Kebutuhan Analisis Kesenjangan Ketersediaan Sumber Daya

PROSES

Kaji Ulang

Formalisasi

AktivasiBagan penyusunan rencana kontinjensi (Bakornas, 2006).

Kesiagaan kontinjensi dilakukan segera setelah ada tanda-tanda awal akan terjadi bencana atau adanya peringatan dini. Beberapa jenis bencana seperti letusan gunung api memang memberi tanda-tanda dan gejala awal, seperti peningkatan kegempaan vulkanik, kenaikan suhu kawah, dan lain-lain, sehingga rencana kontinjensi bisa disiapkan. Secara alamiah bencana alam memang seolaholah bersifat mendadak. Namun demikian, sebenarnya bencana alam sebagai salah satu proses alam, mempunyai gejala awal, gejala utama yang menimbulkan bencana bagi manusia, dan gejala akhir, untuk kemudian tenang dan normal kembali. Sayangnya pada beberapa jenis bencana, gejala awal masih sulit dan belum kita fahami dengan baik. Atau karena jarak waktu antara gejala awal ke gejala utamanya seringkali sangat teramat pendek sehingga kita seolah-olah selalu kecolongan. Contohnya adalah gempabumi. Bencana yang ditimbulkannya selalu sangat6 Warta Geologi.September 2007

mendadak dan seolah-olah tidak memberikan gejala peringatan terlebih dahulu. Meskipun demikian kesiapan kontinjensi dalam menghadapi bencana gempabumi tetap dapat dilakukan, misalnya : adanya seismik gap, peningkatan kegempaan, data deformasi, dan lain lain. Berbeda misalnya dengan letusan gunung api, banjir atau bahkan longsor dan tsunami. Untuk letusan gunung api, seperti Gunung Kelud saatsaat ini, para ahli vulkanologi dengan sangat baik telah memberikan peringatan siaga karena gejala awal letusan sudah tampak dan tercatat. Beberapa hari ke belakang, kita bisa mengikuti bagaimana gejala-gejala vulkanologis diamati secara menerus yang mengarah kepada kemungkinan suatu letusan. Dengan informasi ini, semua pemangku kepentingan bencana letusan telah siaga dan disiagakan. Begitu pula dengan banjir dan longsoran yang gejala awalnya sebenarnya bisa kita kenali dengan baik. Misalnya untuk banjir, gejala awal dapat dikenali dari meningkatnya curah hujan,

durasi hujan, atau naiknya debit sungai di hulu. Untuk longsor bisa diamati retakan-retakan tanah yang terbentuk di lereng, sejarah longsoran, naiknya curah dan durasi hujan. Bahkan untuk tsunami bisa dengan mengamati surutnya air laut di pantai secara tiba-tiba atau adanya goncangan gempa itu sendiri. Jika gejala-gejala awal proses alam itu bisa dikenali dengan baik, bukan tidak mungkin kita bisa menghindari atau sedikitnya menekan serendah mungkin korban jiwa dan kerugian harta benda. Usaha-usaha peringatan dini dengan alat-alat yang canggih, khususnya untuk gempabumi dan tsunami, adalah untuk secepat dan sepeka mungkin menangkap gejala awal dari proses alam yang bisa menimbulkan bencana ini. Jabar Wilayah Rawan Bencana Untuk kejadian gempabumi, kejadiannya hingga kini belum dapat diramalkan dengan tepat kapan akan terjadi, dimana, dan berapa besarannya. Walaupun upaya prediksi sudah dan sedang dilakukan, upaya terbaik yang dapat dilakukan adalah dengan mengurangi dampak yang ditimbulkannya, atau disebut mitigasi. Upaya mitigasi merupakan bagian dalam manajemen kebencanaan secara menyeluruh. Upaya ini adalah bagian dari kesiapsiagaan untuk menghadapi kemungkinan bencana berikutnya. Di dalam mitigasi, ketika gejala awal mulai muncul, rencana kontinjensi mulai disiagakan. Rencana Kontinjensi harus dibuat secara bersama-sama oleh semua pihak dan multisektoral yang terlibat dan berperan dalam penanganan bencana, termasuk sektor-sektor pemerintahan yang terkait, perusahaan negara, swasta, organisasi non-pemerintah, dan masyarakat. Rencana kontinjensi yang dibuat harus mencakup penilaian resiko suatu bencana, penentuan kejadian suatu bencana, pengembangan skenario suatu bencana, kebijakan dan strategi menghadapi suatu bencana, perencanaan sektoral, pemantauan dan tindak lanjut. Suatu rencana kontinjensi yang telah dibuat mungkin tidak pernah diaktifkan, karena bencananya tidak datang, tetapi dapat diubah untuk jenis bencana lainnya. Apakah Jawa Barat telah siap dalam menghadapi bencana? Apalagi dalam minggu-minggu

mendatang ketika musim hujan akan segera menjelang. Jika terjadi bencana, penanganannya akan semakin rumit. Sebagai gambaran, berdasarkan catatan sejarah kejadian gempabumi merusak di Indonesia yang disusun oleh Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi, di wilayah Jawa Barat pernah terjadi sedikitnya 29 kali bencana gempabumi merusak, terutama yang bersumber di darat sejak tercatat tahun 1833 sampai sekarang. Sebagian dari daerah-daerah bahaya itu berada pada wilayah padat penduduk, seperti Bogor-Cianjur, Cirebon, Palabuhanratu-Sukabumi, Karawang, Ciamis-Kuningan, Rajamandala-Padalarang, Sumedang-Majalengka, Tasikmalaya, dan hampir di seluruh wilayah pegunungan Jabar Selatan. Karakteristik gempabumi merusak di Jawa Barat sebagian besar bukan dari zona subduksi/ zona penunjaman, akan tetapi dari patahan/ sesar aktif di darat. Gempabumi yang bersumber dari sesar aktif di darat sangat berpotensi merusak meskipun magnitudonya tidak terlalu besar, namun kedalamannya dangkal dan dekat dengan permukiman dan aktivitas manusia. Belum lagi jenis bahaya lain yang mengintai seperti letusan gunung api, longsor dan banjir serta banjir bandang. Beberapa gunung api tercatat aktif di Jawa Barat, selain wilayah ini terkenal sebagai wilayah dengan tingkat rawan longsor tertinggi di Indonesia. Beberapa wilayah datarannya pun rawan terlanda banjir tahunan. Mudah-mudahan sekecil apa pun persiapan menghadapi bencana, kita sudah mempunyainya. Sedikitnya, pengalaman di waktu-waktu yang lalu dalam penanganan bencana menjadi modal yang sangat berharga. Tapi akan lebih baik jika kita menyiapkannya dengan terrencana sehingga bagi kita yang tinggal di Jawa Barat bisa hidup aman dan nyaman, genah-merenah-tumaninah, walaupun berada di wilayah rawan bencana.n

Geologi Populer 7

Sumber Daya Emas untuk Pertambangan RakyatOleh: Sabtanto Joko SupraptoPusat Sumber Daya Geologi - Badan Geologi

Cina yang menambang emas di beberapa wilayah, dilanjutkan pada jaman Hindu, pendudukan Belanda, dan Jepang. Kegiatan pertambangan selain menggunakan peralatan berteknologi tinggi oleh pelaku usaha pertambangan, banyak juga pertambangan rakyat menggunakan peralatan sederhana dengan kapasitas yang sangat terbatas. Kegiatan pertambangan rakyat telah berlangsung sejak dikenalnya kegiatan pertambangan itu sendiri. Emas dalam bentuk cebakan di alam dijumpai dalam dua tipe, yaitu cebakan emas primer dan emas sekunder. Cebakan emas primer terbentuk oleh aktifitas hidrotermal, yang membentukSumber : www.skinbase.org

S

ejarah pertambangan emas di Indonesia telah dimulai sejak lebih dari seribu tahun

lalu, dengan kedatangan emigran dari

tubuh bijih dengan kandungan mineral utama silika. Cebakan emas primer mempunyai bentuk sebaran berupa urat atau dalam bentuk tersebar pada batuan.

8 Warta Geologi.September 2007

Proses oksidasi dan pengaruh sirkulasi air yang terjadi pada cebakan emas primer pada atau dekat permukaan menyebabkan terurainya penyusun bijih emas primer. Proses tersebut menyebabkan juga terlepas dan tersebarnya emas. Terlepas dan tersebarnya emas dari ikatan bijih primer dapat terendapkan kembali pada rongga-rongga atau pori batuan, rekahan pada tubuh bijih dan sekitarnya, membentuk kumpulan butiran emas dengan tekstur permukaan kasar. Akibat proses tersebut, butiran-butiran emas pada cebakan emas sekunder cenderung lebih besar dibandingkan dengan butiran pada cebakan primernya. Proses erosi, transportasi dan sedimentasi yang terjadi terhadap hasil disintegrasi cebakan emas pimer menghasilkan cebakan emas sekunder. Emas sekunder dapat berada pada tanah residu dari cebakan emas primer, sebagai endapan koluvial, kipas aluvial, dan umumnya terdapat pada endapan sungai. Sementara pada sebagian cebakan emas aluvial di Kalimantan mempunyai

bijih emas tipe urat kuarsa epitermal, emas sebagai komoditas utama, perak sebagai bahan ikutan. Sebaran cebakan bijih emas berupa urat kuarsa pada satu wilayah dapat dijumpai dalam bentuk beberapa urat tunggal atau berupa zona urat. Panjang bijih emas urat kuarsa dapat mencapai beberapa kilometer dan ketebalan beberapa meter, dapat pula lebih kecil berupa urat dengan panjang hanya beberapa meter, tebal beberapa sentimeter. Emas terbentuk di alam berupa emas native, elektrum, paduan dan telurida, yang paling umum dari keempat jenis tersebut emas native dan elektrum. Karakteristik penting dari emas yang akan sangat menentukan dalam pemilihan metoda pengolahan yaitu berat jenis emas yang tinggi (15,5 sampai dengan 19,3), sifat pembasahan oleh air raksa dalam media air, dan sifat larut pada sianida encer.

Urat kuarsa mengandung emas (cebakan emas primer), Mamungaa, Gorontalo

genesa berbeda, yaitu berupa dispersi emas dalam bentuk koloid asam organik yang berasal dari daerah endapan teras, yang membentuk agregasi emas dari koloid tersebut pada daerah aluvial sebagai akibat pencampuran air tanah bersifat asam tersebut dengan air permukaan. Emas Primer Kandungan emas dalam cebakan bijih logam dapat sebagai komponen utama atau bisa juga komoditas ikutan, hal ini tergantung pada tipe cebakannya. Pada cebakan Cu-Au tipe porfiri komoditas utama berupa tembaga, sedangkan emas dan perak sebagai mineral ikutan. Cebakan

Bijih emas selain mengandung unsur lain sebagai komoditas ikutan yang dapat bernilai ekonomi, sering dijumpai berasosiasi dengan mineral dengan kandungan unsur berbahaya bagi lingkungan. Unsur-unsur tersebut antara lain Hg, As, Cd, dan Pb. Cebakan bijih emas dengan karakteristik fisik dan kimianya memungkinkan untuk ditambang dan diolah menggunakan peralatan dan teknologi sederhana, sehingga banyak dijumpai pertambangan emas yang diusahakan oleh masyarakat setempat.

Geologi Populer 9

Emas Sekunder (Aluvial) Emas sekunder (aluvial) pada umumnya menempati cekungan Kuarter, berupa lembah sungai yang membentuk morfologi dataran atau undak. Cebakan terdiri dari bahan bersifat lepas, atau belum terkonsolidasi secara sempurna, berukuran pasir kerakal, dapat berselingan dengan lapisan lempung dan atau lanau. Lapisan pembawa emas, berupa lapisan tunggal atau perulangan, kemiringan relatif datar, ketebalan hingga beberapa meter dengan kedalaman relatif dangkal. Kelimpahan kandungan emas ke arah vertikal dan lateral sangat heterogen (erratic). Bentuk butiran emas umumnya cenderung pipih. Endapan pembawa emas aluvial disusun oleh fragmen dan matriks, terpilah buruk sampai baik. Fragmen berukuran kerikil sampai kerakal, kadang disertai berangkal sampai bongkah, umumnya berbentuk membulat. Matriks terdiri dari mineral berat dan mineral ringan.

Pada alur sungai stadia muda, cebakan emas aluvial dijumpai berupa endapan dengan sebaran sempit pada sepanjang badan sungai, dengan fragmen penyusun umumnya berukuran kasar, sebagian besar mengandung bongkah. Pada endapan sungai stadia dewasa sampai tua dapat dijumpai cebakan emas dengan sebaran luas. Ketebalan aluvial mengandung emas dapat mencapai beberapa meter, lebar beberapa ratus meter dan panjang beberapa kilometer. Selain umumnya terdapat pada endapan berumur Resen - Kuarter, cebakan emas letakan dapat dijumpai juga pada batuan lebih tua berupa konglomerat, seperti contoh konglomerat alas mengandung emas yang banyak dijumpai di daerah Topo, Nabire, Papua. Cebakan emas aluvial yang umum ditemukan di Indonesia dalam bentuk endapan kipas aluvial, endapan gravel bars, endapan channel, endapan dataran banjir, dan endapan pantai.

Endapan aluvial sungai mengandung emas (cebakan emas sekunder), Cempaka, Kalsel

Butiran emas sekunder dari rekahan pada cebakan emas primer, Kelian, Kaltim

Cebakan emas aluvial dapat dijumpai berupa tanah lapukan dari cebakan bijih emas primer (eluvial), endapan koluvial, endapan fluviatil dan endapan pantai. Cebakan emas pada tanah lapukan dari cebakan emas primer mempunyai sumber daya kecil, bijih emas primer merupakan batuan resisten cenderung membentuk morfologi terjal, sehingga tanah penutup cenderung tipis dan mudah tererosi. Cebakan emas koluvial mempunyai pemilahan buruk, fragmen penyusun berukuran bervariasi hingga dapat mencapai ukuran bongkah. Penyebaran pada daerah sempit di sekitar tekuk lereng perbukitan.10 W a r t a G e o l o g i . S e p t e m b e r 2 0 0 7

Sumber Daya Sebaran cebakan emas primer umumnya menempati daerah tinggian dengan morfologi curam, sehingga cenderung merupakan daerah yang relatif terpencil. Pengembangan sumber daya bahan galian tersebut dapat menjadi modal dasar pembangunan wilayah sekitarnya, sebagai sumber pendapatan daerah dan penyedia lapangan kerja. Potensi cebakan emas primer di Indonesia dalam bentuk sumber daya sekitar 4.240 ton dan cadangan 3.445 ton logam emas. Cebakan emas primer dapat dijumpai dalam bentuk

Sianidasi pada pabrik pengolahan bijih emas di Cikotok

tersebar dan mengisi celah membentuk urat. Cebakan bijih emas tipe tersebar umumnya berkadar rendah, sedangkan urat cenderung berkadar tinggi. Bijih emas tipe tersebar dengan kadar relatif rendah memerlukan cebakan dalam jumlah besar untuk dapat dimanfaatkan secara ekonomis, serta penambangan dan pengolahannya memerlukan teknologi tinggi dan padat modal. Sedangkan cebakan tipe urat dengan kadar relatif tinggi dapat ditambang dan diolah dengan teknologi sederhana dalam bentuk usaha pertambangan skala kecil. Sumber daya emas primer sekala kecil merupakan cebakan bijih emas urat kuarsa dengan ketebalan kurang dari satu meter dan panjang beberapa ratus meter, berkadar cukup tinggi, sehingga masih dapat diusahakan secara ekonomis untuk usaha pertambangan sekala kecil. Pada sistem mineralisasi sering dijumpai beberapa urat dengan sumber daya semacam ini pada beberapa lokasi yang berjauhan. Potensi sumber daya emas aluvial di Indonesia banyak dijumpai di Kalimantan, Sumatera, Sulawesi dan Papua. Emas aluvial dengan sumber

daya kecil dijumpai juga di P. Jawa, yaitu di Banyumas, Jawa Tengah. Cebakan emas aluvial di Indonesia umumnya pernah diusahakan, sehingga potensi pada saat ini merupakan sumber daya tersisa dari aktifitas penambangan pada masa lalu. Eksplorasi emas aluvial secara besar-besaran pernah dilakukan pada tahun 1980-an sampai dengan awal tahun 1990-an, terutama di Kalimantan dan Sumatera, oleh pelaku usaha pertambangan yang sebagian besar bersekala kecil sampai menengah. Eksplorasi dilakukan pada daerah yang umumnya telah diketahui sebelumnya sebagai sumber keterdapatan emas, yaitu telah ditambang baik oleh pendatang dari Cina atau Belanda, maupun penduduk setempat. Daerah target eksplorasi mempunyai kondisi geologi berupa endapan gravel Resen Kuarter dari endapan sungai aktif, endapan sungai purba yang telah tertimbun, serta paleodrainages. Sumber daya dan cadangan emas aluvial pada beberapa daerah prospek di Indonesia telah ditambang oleh pemilik usaha pertambangan, akan tetapi secara keseluruhan hanyaGeologi Populer 11

berlangsung beberapa tahun dan berakhir dengan masih menyisakan sebagian besar sumber dayanya. Beberapa faktor penyebab terutama adalah estimasi cadangan terlalu spekulatif, peralatan tidak sesuai, dan pembengkakan beaya operasional, sehingga mempengaruhi nilai ekonomi usaha pertambangannya. Meskipun cebakan emas aluvial umumnya pernah diusahakan, namun potensi bahan galian tertinggal berupa cebakan emas insitu dan komoditas bahan galian yang terkandung pada tailing masih berpeluang untuk diusahakan. Penambangan dan Pengolahan Emas primer berupa bijih urat kuarsa mempunyai sebaran sempit memanjang dengan sebaran vertikal sampai beberapa ratus meter, cenderung berkadar tinggi, umumnya ditambang dengan sistem tambang dalam. Bijih dalam bentuk tersebar berdimensi besar umumnya berkadar

atau dekat permukaan, sehingga penambangan yang sesuai dengan cara tambang terbuka. Penambangan didahului dengan pengupasan lapisan penutup. Selanjutnya dilakukan pelumpuran terhadap endapan aluvial melalui penyemprotan agar bisa dihisap menggunakan pompa penghisap, kemudian diproses menggunakan konsentrator, sluice box atau meja goyang. Pengolahan selain menghasilkan emas juga mineral berat yang ikut terpisahkan dan dapat menjadi bernilai ekonomis. Penambangan oleh masyarakat pada cebakan emas aluvial dengan penutup berupa lapisan lempung, dilakukan dengan cara semprot yang dimulai dari lapisan penutup tersebut, sehingga menimbulkan dampak pelumpuran dan pendangkalan yang sangat hebat pada daerah hilir. Penambangan dengan cara tambang dalam dapat dilakukan juga antara lain pada cebakan

Sianidasi pada tambang rakyat, Halmahera Utara, Malut

rendah, layak ditambang secara terbuka. Pengolahan emas primer oleh pelaku usaha pertambangan umumnya menggunakan proses sianidasi. Sedangkan pada tambang rakyat pengolahannya menggunakan cara amalgamasi. Lima tahun terakhir masyarakat di beberapa daerah telah mampu mengolah kembali tailing hasil dari proses amalgamasi menggunakan sistem sianidasi. Cebakan emas aluvial umumnya terdiri dari bahan bersifat lepas, berada pada permukaan12 W a r t a G e o l o g i . S e p t e m b e r 2 0 0 7

emas berupa konglomerat alas, namun mengingat sebaran cebakan yang kecil dan tidak teratur, maka cara ini hanya dilakukan dalam skala kecil oleh masyarakat. Kegiatan penambangan dan pengolahan emas aluvial oleh masyarakat, umumnya tanpa upaya memanfaatkan mineral ikutan, sehingga terbuang bersama tailing. Proses pengolahan di beberapa lokasi tambang yang dilakukan oleh masyarakat, untuk meningkatkan perolehan emas, digunakan

Pendulangan emas, ramah lingkungan, Nabire, Papua

merkuri (proses amalgamasi) untuk menangkap emas terutama yang berbutir sangat halus. Pengembangan Pertambangan Rakyat Agar sumber daya emas dapat memberikan manfaat yang optimal perlu diupayakan untuk mengelola seluruh cebakan yang ada, baik yang berdimensi besar maupun kecil. Sumber daya emas dengan dimensi besar lebih layak untuk pelaku usaha pertambangan sekala besar, hal ini dikarenakan pada operasi penambangan dan pengolahannya untuk dapat memanfaatkan seluruh potensi yang ada memerlukan teknologi tinggi, padat modal dan melibatkan beberapa jenis keahlian, serta mempunyai daya ubah lingkungan tinggi, sehingga tidak dapat dikelola secara tradisionil dengan peralatan yang sederhana. Sedangkan cebakan sekala kecil lebih layak untuk pengembangan pertambangan rakyat. Sumber daya emas primer sekala kecil berupa cebakan bijih emas urat kuarsa dengan ketebalan kurang dari satu meter dan panjang beberapa

ratus meter, berkadar cukup tinggi, masih dapat diusahakan secara ekonomis untuk usaha pertambangan sekala kecil. Cebakan emas aluvial dengan sebaran berada pada permukaan atau dekat permukaan mudah dikenali, dan umumnya sudah dimanfaatkan oleh masyarakat. Eksplorasi cebakan emas aluvial relatif mudah, penambangan dan pengolahan dapat dilakukan dengan peralatan sederhana, sehingga berpotensi untuk pengembangan pertambangan rakyat. Sebaran cebakan emas aluvial dapat dijumpai dalam dimensi besar, dengan sumber daya beberapa ton logam emas, dapat juga dalam dimensi kecil, sumber daya beberapa kilogram emas. Cebakan dengan sebaran luas dan dalam untuk mendapatkan hasil optimal memerlukan peralatan berkapasitas besar untuk penambangan dan pengolahannya. Cebakan ini umumnya berupa endapan sungai yangGeologi Populer 13

Menambang emas dari tailing tambang tembaga, Mimika, Papua.

terbentuk pada stadia sungai dewasa sampai tua, di mana dataran aluvial terbentuk luas dan relatif tebal, peralatan berat dengan kapasitas besar diperlukan untuk menambang dan mengolah cebakan. Tipe cebakan ini layak untuk pelaku usaha pertambangan sekala menengah atau besar. Cebakan emas aluvial dengan lebar sebaran hanya beberapa meter dan relatif dangkal, dan sumber daya emas kecil, tidak memungkinkan ditambang dengan menggunakan peralatan berkapasitas besar. Cebakan tersebut lebih layak untuk pertambangan rakyat. Keterdapatan cebakan emas baik primer maupun sekunder pada satu wilayah dapat dijumpai dalam beberapa dimensi yang beragam. Pengembangan oleh pelaku usaha sekala besar akan menyisakan cebakan sekala kecil. Cebakan tersebut dapat dimanfaatkan untuk pertambangan rakyat. Pada proses pengolahan tidak dapat mengambil seluruh kandungan emas dalam cebakan, sebagian akan masih terbuang bersama tailing. Potensi emas pada tailing yang sudah tidak layak14 W a r t a G e o l o g i . S e p t e m b e r 2 0 0 7

diusahakan untuk pelaku usaha sekala besar dapat dimanfaatkan juga untuk lahan usaha pertambangan rakyat. Pengembangan potensi cebakan emas dengan melibatkan pertambangan rakyat harus juga mempertimbangkan aspek perlindungan lingkungan, dengan menghindari terjadinya degradasi lingkungan. Bimbingan dan pembinaan dari pemerintah sangat diperlukan agar pertambangan rakyat dapat berlangsung sesuai dengan prinsip penambangan yang benar (good mining practice) dan kaidah konservasi.n

Emas

Dari Wikipedia Indonesia, ensiklopedia bebas berbahasa Indonesia.

mas adalah unsur kimia dalam tabel periodik yang memiliki simbol Au (bahasa Latin: 'aurum') dan nomor atom 79. Sebuah logam transisi (trivalen dan univalen) yang lembek, mengkilap, kuning, berat, "malleable", dan "ductile". Emas tidak bereaksi dengan zat kimia lainnya tapi terserang oleh klorin, fluorin dan aqua regia. Logam ini banyak terdapat di nugget emas atau serbuk di bebatuan dan di deposit alluvial dan salah satu logam coinage. Kode ISOnya adalah XAU. Emas melebur dalam bentuk cair pada suhu sekitar 1000 derajat celcius. Emas merupakan logam yang bersifat lunak dan mudah ditempa, kekerasannya berkisar antara 2,5 3 (skala Mohs), serta berat jenisnya tergantung pada jenis dan kandungan logam lain yang berpadu dengannya. Mineral pembawa emas biasanya berasosiasi dengan mineral ikutan (gangue minerals). Mineral ikutan tersebut umumnya kuarsa, karbonat, turmalin, flourpar, dan sejumlah kecil mineral non logam. Mineral pembawa emas juga berasosiasi dengan endapan sulfida yang telah teroksidasi. Mineral pembawa emas terdiri dari emas nativ, elektrum, emas telurida, sejumlah paduan dan senyawa emas dengan unsur-unsur belerang, antimon, dan selenium. Elektrum sebenarnya jenis lain dari emas nativ, hanya kandungan perak di dalamnya >20%. Emas terbentuk dari proses magmatisme atau pengkonsentrasian di permukaan. Beberapa endapan terbentuk karena proses metasomatisme kontak dan larutan hidrotermal, sedangkan pengkonsentrasian secara mekanis menghasilkan endapan letakan (placer). Genesa emas dikatagorikan menjadi dua yaitu: * Endapan primer; dan * Endapan plaser.

E

79Ag

platinum

Emas

raksa

?

Au?Rg

Tabel periodik Keterangan Umum Unsur

Nama, Lambang, Nomor atom Seri kimia Golongan, Periode, Blok

emas, Au, 79 logam transisi 11, 6, d kuning berkilauan

Penampilan

Massa atom Konfigurasi elektron Jumlah elektron tiap kulit Fase

196.966569(4) g/mol [Xe] 4f14 5d10 6s1 2, 8, 18, 32, 18, 1 Ciri-ciri fisik padat

Massa jenis (sekitar suhu kamar) 19.3 g/cm Massa jenis cair pada titik lebur 17.31 g/cm Titik lebur 1337.33 K (1064.18 C, 1947.52 F) 3129 K (2856 C, 5173 F) 12.55 kJ/mol 324 kJ/mol (25 C) 25.418 J/(molK) Tekanan uap 10 100 1814 2021 1k 2281 10 k 2620 100 k 3078

Titik didih Emas digunakan sebagai standar keuangan di banyak negara dan juga digunakan sebagai Kalor peleburan perhiasan, dan elektronik. Penggunaan emas dalam bidang moneter dan keuangan berdasarkan Kalor penguapan nilai moneter absolut dari emas itu sendiri terhadap Kapasitas kalor berbagai mata uang di seluruh dunia, meskipun secara resmi di bursa komoditas dunia, harga emas dicantumkan dalam mata uang dolar Amerika. 1 P/Pa Bentuk penggunaan emas dalam bidang moneter lazimnya berupa bulion atau batangan emas dalam 1646 pada T/K berbagai satuan berat gram sampai kilogram.n

Http://id.wikipedia.org/wiki/EmasGeologi Populer 15

Jika Sumur Bandungku

Kering

Oleh: Bethy C. MatahelumualPusat Lingkungan Geologi - Badan Geologi

K

amis, 23 Maret 2007 diperingati sebagai Hari Air Sedunia. Harian Bandung, Pikiran Rakyat, memuat tulisan dengan

judul Bandung Stadium Krisis, dengan kata lain Bandung sedang sakit kekurangan air atau dehidrasi, dan berarti saat ini telah memasuki stadium yang sangat kritis, kemudian masuk ruang ICU (Intensive Care Unit), dan harus mendapatkan perawatan khusus. Padahal Kota Bandung mempunyai cadangan air yang cukup di kawasan Bandung utara yang merupakan daerah tangkapan air. Wilayah pegunungan di Desa Drawati, Paseh, Kabupaten Bandung, kini telah beralih fungsi dari daerah tangkapan air menjadi lahan pertanian sayuran sejak tahun 1980, walaupun berada pada ketinggian 1300-1500 meter diatas permukaan laut. Akibatnya, warga semakin sulit mendapatkan air untuk kebutuhan sehari-hari.16 W a r t a G e o l o g i . S e p t e m b e r 2 0 0 7

Dua hingga tiga tahun belakangan ini, jika kita perhatikan pada musim hujan terjadi banjir sedangkan musim kemarau kekeringan. Kita tahu bahwa air tidak hanya digunakan untuk minum, makan, mandi dan cuci. Tetapi, air juga digunakan untuk menyiram tanaman atau irigasi, perikanan, pembangkit listrik, dan bahkan di kota metropolitan air digunakan untuk membilas (flushing) kota. Sebenarnya, krisis air di kota Bandung sudah mulai terasa sejak kurang lebih 10 tahun yang lalu, dimana sumber air di kawasan Bandung utara telah mulai dikuasai oleh para pengembang perumahan mewah, hotel dan vila, bahkan lapangan golf. Akibatnya, Perusahaan Air Minum (PAM) harus berebut sumber air dengan pengembang, untuk dapat melayani pelanggannya yang pada tahun 1997 berjumlah 70.000 pelanggan serta 1700 keran umum. Dapatkah kita dibayangkan berapa jumlah kebutuhan air penduduk kota Bandung tahun 2007 ini?

Pusat Lingkungan Geologi mencatat pengambilan air tanah di Cekungan Air Tanah Bandung-Soreang tahun 2003 sebanyak 50,6 juta m3 dengan jumlah sumurbor 2.258 buah, tahun 2004 sebanyak 58,5 juta m3 yang diambil melalui 2.237 sumurbor, tahun 2005 sebanyak 51,4 juta m3 yang diambil melalui 2.154 sumur bor dan tahun 2006 sebanyak 29,9 juta m3 yang diambil melalui 2.293 sumur bor. Data lengkap yang dikumpulkan dari Distamben Jabar mengenai perkembangan pengambilan air tanah sejak tahun 1900 dapat dilihat pada grafik di bawah. Dari grafik tersebut dapat dilihat bahwa pada tahun 1996 terjadi pengambilan air tanah yang sangat tinggi mencapai 76,8 juta m3 dengan jumlah sumurbor 2.628 buah. Pada tahun 1997 terjadi penurunan hingga 50,1 juta m3 dengan jumlah sumurbor 2.387 buah. Jumlah pengambilan ini tidak banyak berubah hingga tahun 2005. Tetapi pada tahun 2006 terjadi penurunan kembali, yang menunjukkan bahwa

Benteng Pabrik PT. SMM yang retak-retak akibat dari penurunan muka tanah, terlihat dari jalan tol Padalarang-Pasteur, tahun 2004. (kiri)

Jalan Tol Padalarang - Pasteur retak-retak akibat dari penurunan muka tanah, tahun 2004.(kanan)

Penduduk kota Bandung mulai menjerit kesulitan air karena sumur-sumur mulai kering dan air bersih PAM tidak mengalir dengan lancar, sementara PAM sendiri mengeluh karena pasokan air baku berkurang. Kalau debit air baku merosot, maka distribusi air bersih ke konsumen juga akan sedikit, karena distribusi air ke konsumen sangat bergantung dari pasokan air baku tersebut. Kesulitan air baku semakin parah oleh makin padatnya perumahan di dalam kota serta banyaknya industri yang menggunakan air tanah.

kemampuan bumi menyediakan air untuk kita sudah berkurang. Selain mengambil air tanah dalam, para pengembang juga mengambil air Sungai Cikapundung, Simeta, Situ Cimahi, Cibeureum, dan Cihideung, yang semuanya berhulu di Bandung Utara. Padahal beberapa sungai tersebut juga menjadi sumber air baku PDAM. Jika air sungai sudah tidak memungkinkan untuk diolah menjadi air bersih, maka masih banyakGeologi Populer 17

Grafik Perkembangan Pengambilan Air Tanah pada Akuifer Tengah (40-150 m bmt) dan Akuifer Dalam (>150 m bmt)

mata air yang tersebar di wilayah Kabupaten Bandung yang belum dimanfaatkan secara optimal. Di daerah Lembang cukup banyak mata air yang pemanfaatannya sangat minim (sederhana) dan sebagian besar terbuang percuma, misalnya mata air Cikareo di Desa Cibogo hanya ditampung dalam bak sebelum dialirkan ke kolam dengan dasar bebatuan, dimanfaatkan oleh warga sekitar untuk mencuci, mandi dan keperluan lainnya. Sayangnya, mata air tersebut tidak dikelola dengan baik, padahal banyak penduduk yang membutuhkan air, dan tidak mustahil kalau air dari mata air yang tersebar di daerah Lembang ini dapat juga membantu memenuhi kebutuhan air kota Bandung yang sedang kehausan. Sebenarnya, yang seharusnya menghemat air adalah orang-orang kelas menengah keatas, karena mereka menggunakan air lebih banyak dari masyarakat umum. Apalagi jika mereka memiliki rumah yang mewah, dengan dilengkapi kolam renang dan mobil pribadi untuk setiap anggota keluarga. Dapatlah dibayangkan berapa banyak air bersih yang diperlukan untuk mengisi kolam renang, mencuci mobil dengan air yang mengalir, menyiram tanaman, dan sebagainya. Rasanya tidak adil jika di satu tempat orang tidak18 W a r t a G e o l o g i . S e p t e m b e r 2 0 0 7

punya air, sementara di tempat lain air digunakan secara berlebihan. Oleh karena itu kita harus mulai memperhatikan keberadaan lingkungan air kita, dimana kita harus menggunakan air secukupnya dan seperlunya saja. Misalnya, usahakan mandi sehemat mungkin, jika memungkinkan gunakan pancuran yang bisa diatur aliran airnya; jangan menggunakan air yang mengalir tetapi tampunglah air secukupnya untuk menggosok gigi, mencuci piring, atau mencuci mobil; jika ada, gunakan air parit yang tidak terlalu hitam untuk menyiram tanaman, atau gunakan air bilasan terakhir cuci piring atau pakaian yang sudah tidak ada deterjennya; gunakan air bilasan terakhir untuk merendam keset, kain pel, dan benda lainnya sebelum dicuci dengan air bersih; bila akan tidur atau bepergian, pastikan dahulu keran air sudah dimatikan; apabila ada kebocoran pipa, segeralah laporkan ke PAM terdekat; segeralah mengganti keran air yang sudah aus (dol). Pengambilan air tanah yang berlebihan akan mengakibatkan penurunan muka air tanah, yang dapat diikuti dengan amblesan, pencemaran air dan kekeringan terutama di daerah sekitar

Grafik Penurunan Tanah di Cekungan Air Tanah Bandung

pengambilan air tanah tersebut. Menurut data Pusat Lingkungan Geologi, penurunan muka air tanah Kota Bandung diperkirakan antara 1-2 meter setiap tahunnya. Untuk mengembalikan kondisi air tanah di Kota Bandung dibutuhkan waktu yang lama, oleh karena itu beberapa cara dapat diupayakan untuk menginformasikan pentingnya penggunaan air secara optimal, termasuk cara untuk menjaga kelestarian air. Misalnya, gunakanlah air seperlunya, jangan membuang sampah ke sungai karena sungai yang merupakan sumber air PDAM yang akan diolah kemudian didistribusikan kepada pelanggan, atau menggaungkan kembali pembuatan sumur resapan. Jika tidak tidak memiliki lahan atau halaman kosong untuk membuat sumur resapan, maka dapat diupayakan membuat sumur resapan tersebut secara bersama-sama, misalnya 2-3 keluarga bergabung membuat satu sumur resapan. Sumur resapan adalah sumur atau lubang pada permukaan tanah yang dibuat untuk menampung air hujan agar dapat meresap ke dalam tanah. Sumur resapan ini berfungsi sebagai pengendali banjir, melindungi dan

memperbaiki (konservasi) air tanah, serta menekan laju erosi. Prinsip kerja sumur resapan air hujan adalah menyalurkan dan menampung air hujan ke dalam lubang atau sumur, agar air dapat memiliki waktu tinggal di permukaan tanah lebih lama, sehingga sedikit demi sedikit air akan meresap ke dalam tanah. Jika air yang masuk ke dalam tanah makin banyak, berarti cadangan air di bawah permukaan bumi akan bertambah, dan selanjutnya air tersebut dapat dimanfaatkan kembali setiap saat, dan Kota Bandung tidak akan kehausan lagi. Tetapi jangan lupa untuk tetap melakukan tindakan penghematan air, baik pada saat persediaan air menipis maupun pada saat air berlimpah, karena air merupakan kebutuhan utama makhluk hidup.n

Geologi Populer 19

Mengenal MeteoritOleh: Joko ParwataSekretariat Badan Geologi

bahwa 12 Agustus mendatang mulai pukul 9 malam hingga menjelang Subuh bakal terjadi hujan meteor. Fenomena alam yang sangat indah itu kabarnya bisa dilihat dengan mata telanjang. Kemunculan hujan meteor juga terjadi pada 27 Juli 2007, namun tidak begitu besar. Sedangkan kemunculan hujan meteor pada Agustus, memang lebih banyak, bisa 20 meteor per jam.

T

anggal 12 Agustus 2007 ada kejadian Bill Cooke, Staff

monumental.

Lingkungan Meteorit NASA, menyatakan

Hujan meteor merupakan fenomena yang kerap muncul tiap tahun, bahkan biasa-jika langit sangat bersih-maka sebenarnya kita bisa mengamati jatuhnya meteor sepanjang hari.Sumber : www.skinbase.org

Besarnya, salah satunya tergantung dari jumlah meteor yang nampak. Meteor yang besar dan terang sering disebut fireballs.

20 W a r t a G e o l o g i . S e p t e m b e r 2 0 0 7

Sebenarnya, anyak yang belum mengerti apa itu meteor dan meteorit. Meteor adalah kejadian/proses benda-benda angkasa yang berjatuhan ke bumi. Meteor jatuh ke bumi dengan kecepatan tak terhingga. Kebanyakan meteor itu habis terbakar ketika memasuki bumi. Mengenai berat meteor itu sendiri sangat bervariasi. Tergantung berapa ukurannya, mulai dari debu sampai fragmen besar. Sedangkan jika meteor yang berjatuhan ke bumi tersebut tidak habis sampai ke bumi material sisa tersebut yang dinamakan meteorit. Meteorit yang sebagian besar kandungannya terdiri besi dan nikel, sejak zaman pra sejarah sampai

sekarang juga banyak ditemukan di wilayah Indonesia. Sebagian besar meteor berasal dari asteroid, sebagian kecil dari vesta dan komet. Banyak yang mengesampingkan mengenai kandungan mineral dalam meteorit, padahal jika kita perhatikan bebrapa kilo sample batuan yang diambil oleh Misi Luna dan Apollo dari Bulan menunjukkan material seperti yang ada pada inti bumi. Berdasarkan kandungan mineral ini juga jenis-jenis meteorit dapat ditentukan. Jika dihitung total tiap hari meteor yang memasuki atmosfer di seluruh penjuru dunia

Iron

Komposisi utama besi dan nikel, ekivalen dengan tipe M asteroid

Stony Iron

Komposisi campuran besi dan material batuan silikat, ekivalen dengan tipe S asteroid

Chondrite

Merupakan sebagian besar meteorit yang ditemukan, komposisi ekivalen dengan mantel dan kerak planet

Carbonaceous Chondrite

Komposisi ekivalen dengan material dari matahari rendah gas atau tipe C asteroid

AchondriteJenis-jenis Meteorit

Komposisi mirip dengan basal, dipercaya merupakan kandungan utama dari Bulan dan Mars

Geologi Populer 21

sangat besar sekali mencapai ratusan ton. Tapi sebagian besarnya berukuran sangat kecil, beberapa gram saja. Meteorit terbesar dalam sejarah ditemukan di Hoba, Namibia seberat 60 ton. Rata-rata meteor jatuh dengan kecepatan 10-70 Km/detik, dan terbakar oleh gesekan dengan lapisan atmosfer, semakin besar ukurannya,

friksinya juga semakin besar. Meteor yang jatuh sampai ke bumi biasanya akan meninggalkan kawah karena kerasnya tumbukan. Berikut hasil studi, beberapa kawah besar hasil tumbukan/tempat jatuhnya meteorit sebagaimana tabel di bawah. Namun studi akhirakhir ini menunjukkan frekuensi meteor jatuh semakin turun.n

Diameter Kawah (m)< 50

Berat Meteor (megaton)< 50

Interval (tahun)Ca (HCO3) 2 + Co2 Ca(HCO3)2 dapat larut dalam air, sehingga lambat laun terjadi rongga di dalam tubuh batugamping.

Tipe dan Klasifikasi BatugampingSecara umum tipe batugamping yang telah dikenal meliputi batugamping afanitik, batugamping bioklastik, batugamping kerangka, batugamping klstik, batugamping klastik fragmenter, batugamping klastik non fragmenter, dan batugamping kristalin. Klasifikasi batugamping yang umum digunakan untuk pemerian batugamping di lapangan dan atau di laboratorium adalah klasifikasi Dunham (1962), Klasifikasi Folk (1959) dan klasifikasi Pettijohn (1975).

Bentang Alam BatugampingPenggolongan batugamping berdasarkan tekstur pengendapan (Dunham, 1962)

Batugamping terbentuk atau terendapkan di berbagai lingkungan pengendapan. Fasies atau lingkungan pengendapan batugamping pada umumnya merupakan hasil proses yang aktif pada lingkungan pengendapan tertentu. Kedalaman air, angin, gelombang, arus, suhu, air kimia, dan kegiatan biologi, semuanya mempengaruhi karakter pembentukan dan bentang alam batugamping. Bentuk bentang alam yang secara khusus berkembang pada batugamping adalah kars. Pembentukan bentang alam kars dipengaruhi oleh proses karstifikasi, yang secara berkelompok maupun tunggal dipengaruhi oleh proses pelarutan dan pengikisan dengan tingkat lebih tinggi dibanding kawasan lainnya.

Penggolongan batugamping berdasarkan jenis komponen (Folk, 1959)52 W a r t a G e o l o g i . S e p t e m b e r 2 0 0 7

EksokarsEksokars adalah bentuk topografi akibat pelarutan batugamping yang terdapat di atas permukaan bumi. Gejala eksokars meliputi bentukan kars mikro dan kars makro. Bentang alam kars makro di suatu wilayah dapat berupa kombinasi dari bentukan negatif berupa dolina, uvala, polje atau ponora dan bentukan positif berupa kegel, mogote, atau pinacle.

EndokarsEndokars adalah bentuk topografi akibat pelarutan batugamping yang terdapat di bawah permukaan bumi. Bentuk endokars selain lorong gua, terdapat beragam jenis speleotem atau dekorasi gua yang meliputi antrodit, stalaktit, stalakmit, pilar, drapery, flowstone, gurdam, heliktit, canopy, potholes, gour dan cave pearls.

Tipe Kars di IndonesiaKars Tipe Gunung SewuJenis ini mempunyai bentang alam yang sangat

Bentang alam kars di di Maros, Sulawesi Selatan (PMG, 2006)

khas, berupa puluhan ribu bukit batugamping berketinggian antara 2050 m dengan garis tengah 50-75 m yang dikuasai oleh bangun kerucut. Bentuk puncak kerucut dapat membulat (sinusoida) atau lancip (karst connical), tergantung keadaan stratigrafinya.

Kars Tipe IrianKars di Irian terletak pada ketinggian rata-rata lebih dari 4.000 m di atas laut dengan ciri ukuran yang serba besar. Dolina, luweng, mulut dan lorong gua serta unsur kars lainnya mempunyai dimensi melebihi ukuran yang umum dijumpai di kawasan kars lainnya.

Stalaktit di Gua Petrok Kebumen Jawa Tengah, masyarakat sekitar menyebutnya batu payudara (PMG, 2006)

Kars Tipe MarosSingkapan batugamping di daerah Sulawesi Selatan terdapat di Pangkajene dan Maros, membentuk morfologi yang dicirikan oleh bukitbukit batuan karbonat berbangun menaraGeofakta 53

Geofaktamemanjang arah barat timur berketinggian maksimum 200 dari muka air laut.

Kars Tipe WawoleseaKawasan kars di daerah Wawolesea, Sulawesi Tenggara memiliki sistem hidrologi yang didominasi oleh aliran air panas dan air asin. Pemanasan air tanah berhubungan dengan sesar aktif di sekitarnya, yang gerakannya menimbulkan akumulasi energi panas cukup tinggi. Sebelum ke luar ke permukaan, air panas terkumpul di dalam sistem konduit lapisan batugamping. Lorong-lorong saluran yang terisi penuh air panas (siphon) mempunyai atap yang relatif tipis, sehingga di beberapa tempat runtuh.

Kawasan Kars di IndonesiaKawasan kars dapat diartikan sebagai suatu kawasan yang diwarnai oleh kegiatan pelarutan atau proses karstifikasi. Kawasan kars juga merupakan perpaduan antara unsur-unsur morfologi, kehidupan, energi, air, gas, tanah dan batuan, yang membentuk satu kesatuan sistem yang utuh.

Coloum atau pilar di Maros,Sulawesi Selatan (PMG, 2006)

Kawasan Kars di Pulau IrianBatugamping di Pulau Irian tersebar cukup luas dan telah berkembang menjadi kawasan kars. Kawasan kars terdapat di Wamena, Pegunungan Trikora, Biak dan Pulau Misool.

(tower karst). Genesis kars menara berkaitan erat dengan proses pelarutan di sepanjang bidang retakan yang berkedudukan tegak atau hampir tegak. Tinggi menara batuan karbonat berkisar antara 50-200 m, berlereng terjal dan sebagian berpuncak datar. Bukit-bukit tersebut mengapit lembah aluvial yang sempit, berbentuk memanjang dan berdasar rata. Bentangalam dengan bentukan morfologinya yang khas ini berkembang baik di daerah Maros, Sulawesi Selatan.

Kawasan Kars di Pulau JawaBatugamping di Pulau Jawa umumnya tersebar di bagian selatan, beberapa di antaranya berkembang menjadi tipe kars tersendiri. Tipe kars tersebut adalah tipe kars Gombong Selatan dan tipe kars Gunung Sewu.

Kawasan Kars di Pulau KalimantanDi Kalimantan Timur bentang alam kars dijumpai di wilayah Pegunungan Mangkalihat, yang merupakan hamparan batugamping yang terluas di kalimantan. Di kawasan ini didapatkan pula dolina raksasa Gunung Buntung dengan diameter 1100 meter.

Kars Tipe TubanBatugamping di Jawa Timur bagian utara memiliki sebaran sangat luas hingga Pulau Madura. Bentang alam kars di daerah Tuban Selatan membentuk morfologi plato atau sisa hamper rata. Deretan pematang plato yang54 W a r t a G e o l o g i . S e p t e m b e r 2 0 0 7

Kawasan Kars di Pulau SulawesiDi Pulau Sulawesi kawasan kars dijumpai di Sulawesi Selatan. Bentang alam kars Maros

merupakan kawasan kars yang sangat terkenal, luasnya diperkirakan mencapai 400 km2.

topografi, survei geofisika dan uji lapangan. Kegiatan non lapangan meliputi persiapan pra-lapangan, analisis laboratorium, pengolahan data dan pembuatan laporan. Eksplorasi bahan galian umumnya dilaksanakan melalui 2 (dua) tahapan utama, yaitu : penyelidikan umum dan eksplorasi. Penyelidikan umum terdiri dari survei tinjau dan prospeksi, sedangkan eksplorasi terdiri dari eksplorasi umum dan eksplorasi rinci. Pada eksplorasi bahan galian batugamping, rangkaian tahapan

Kawasan Kars di Pulau SumateraBatugamping di Pulau Sumatera dijumpai di daerah Aceh, Sumatera Barat daerah Singkarak dan Sumatera Selatan, tetapi umumnya kurang berkembang dengan baik menjadi kawasan kars.

Kawasan Kars di Pulau SumbaKawasan kars di Pulau Sumba terdapat di Waingapu, Sumba Barat yang memiliki fungsi sebagai reservoar air dengan debit mata air mencapai 1000 liter/detik.

Sebaran dan Sumber DayaBatugamping tersebar luas di seluruh wilayah Indonesia dengan karakteristik yang berbeda-beda, hal ini terjadi karena dipengaruhi oleh kondisi geologi masingmasing daerah. Neraca sumber daya mineral tahun 2005 menunjukkan sumber daya batugamping di Pulau Jawa 10.280.68 juta ton; Pulau Sumatera 74.734,32 juta ton; Pulau Kalimantan 16.986,69 juta ton; Pulau Bali 7.191,79 juta ton; Kepulauan Nusa Tenggara 41.225,46 juta ton; Pulau Sulawesi 79.601.48 juta ton; Kepulauan Maluku dan Halmahera 7.521 juta ton; Pulau Irian 2.594.40 juta ton.

EksplorasiKegiatan eksporasi bahan galian batugamping merupakan pekerjaan lapangan dan non lapangan. Kegiatan lapangan meliputi pengamatan dan pemetaan geologi permukaan, survey bahan galian, pengambilan conto batuan dan bahan galian, pemboran inti, pembuatan sumur uji, pengukuran

eksplorasi tidak mutlak harus dilakukan secara berurutan, dalam arti apabila pelaku eksplorasi mempunyai tingkat keyakinan geologi bahwa hasil eksplorasi yang telah dilakukan berdasarkan studi pustaka dianggap setara dengan salah satu tahap eksplorasi tertentu maka tahap eksplorasi berikutnya dapat dilaksanakan sesuai dengan kebutuhan.

Analisis LaboratoriumAnalisis laboratorium yang umum dilakukan pada bahan galian batugamping, meliputi analisis kimia, analisis petrologi dan mineralogi, dan analisis petrofisika, determinasi kecerahan, poles, uji bakar. Analisis laboratorium dilakukan untuk menentukan kualitasGeofakta 55

Geofakta

Aktivitas penambangan batugamping di Karang Putih, Sumatera Barat

Pembakaran batugamping di Padalarang, Jawa Barat (PMG, 2006)

56 W a r t a G e o l o g i . S e p t e m b e r 2 0 0 7

(Nixon Juliawan, Pusat Sumber Daya Geologi)

Pembuatan kapur padam dengan menyiram kapur tohor menggunakan air, Padalarang, Jawa Barat (PMG, 2006)

Geofakta 57

P r o f i l

saya

bersyukurdiberi kesempatan

ilmu Gunung api, melihat Gunung api meletus.

oleh Tuhan menimba banyak

Syamsul Rizal Wittiri:Satu diantara Sedikit Mpu Gunung apiSaya banyak melihat gunung api meletus. Pengalaman scientific ini tidak mudah diperoleh dan tidak setiap orang mampu mendapatkannya. Saya termasuk orang yang beruntung. Saya bersyukur diberi kesempatan oleh Tuhan menimba banyak ilmu gunung api, melihat gunung api meletus.58 W a r t a G e o l o g i . S e p t e m b e r 2 0 0 7

utipan disamping adalah salah satu ungkapan beliau yang masih terngiangngiang di pendengaran kami saat kami wawancarainya. Kesan pertama saat bertemu beliau adalah sikap ramahnya. Tak tercermin sedikitpun kesan angker pada wajah salah satu

K

Saya banyak melihat gunung api meletus. Pengalaman scientific ini tidak mudah diperoleh dan tidak setiap orang mampu mendapatkannya. Saya termasuk orang yang beruntung. Saya bersyukur diberi kesempatan oleh Tuhan menimba banyak ilmu gunung api, melihat gunung api meletus.

utipan disamping adalah salah satu ungkapan beliau yang masih terngiangngiang di pendengaran kami saat kami wawancarainya. Kesan pertama saat bertemu beliau adalah sikap ramahnya. Tak tercermin sedikitpun kesan angker pada wajah salah satuProfil 59

K

P r o f i l

Salah satu foto Gunung api hasil karya Pak Syamsul

Memilih vulkanologiPak Syamsul, demikian rekan-rekannya memanggil beliau, lulus Akademi Geologi dan Pertambangan (AGP) tahun 1978. Setelah lulus, pengalaman pertama beliau adalah bekerja di bidang geothermal (panasbumi). Saat itu pekerjaan swasta sedang mengalami booming. Yang paling menonjol adalah perusahaan itu (sengaja tidak disebutkan namanya-red) karena pengembangan geothermal di Indonesia baru dimulai. Saya beruntung, karena dari lulusan AGP tahun itu, saya termasuk salah satu dari dua orang yang diterima di perusahaan tersebut. Begitu diterima, saya ditempatkan di divisi geothermal. Disanalah saya berkenalan dengan geothermal. Demikian Pak Syamsul menuturkan awal pengalaman kerjanya.60 W a r t a G e o l o g i . S e p t e m b e r 2 0 0 7

Di perusahaan swasta itu Pak Syamsul hanya bertahan dua tahun. Diantara pengalaman beliau selama di perusahaan swasta tersebut adalah bertugas menjadi junior geologist lapangan panasbumi Darajat dan di Dieng selama dua tahun. Pada akhir tahun 1979 Pak Syamsul sudah mengundurkan diri dari tempat bekerja pertamanya. Saya berpikir, kalau terusterusan bekerja di swasta tentu saya tidak dapat melanjutkan pendidikan dan 'nggak bakalan pensiun. Maka meskipun mendapat penghasilan yang cukup lumayan, saya mengundurkan diri, demikian Pak Syamsul menjelaskan alasannya keluar dari perusahaan swasta tempat karir awalnya itu. Menjadi PNS Setelah keluar dari perusahaan swasta itu, Pak

Syamsul kemudian masuk ke Direktorat Vulkanologi (DV, sekarang: Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Bumi atau PVMBG), Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral (DESDM), pada awal tahun 1980. Artinya, Pak Syamsul mulai meniti karir pegawai negeri sipil (PNS) di DV. Ketika ditanya mengapa beliau memilih DV, beliau menjawab sebagai berikut: Ini suratan hidup saya. Saya masuk ke Vulkanologi (DV-red) sebenarnya karena di sana ada subdit geothermal dan saya berharap bekerja disana. Tapi begitu diterima, atasan malah menempatkan saya di (Subdit-red) Pengamatan Gunung api, Seksi Wilayah Sulawesi dan Maluku. Saya terima tugas ini dengan lapang dada. 'Sekalian nambah ilmu baru', kata atasan saya yang lain. Mendapatkan status PNS resmi pada Tahun 1981, sang pengamat gunung api intelek ini lima tahun kemudian sudah ditugaskan melanjutkan studinya di International Institute of Technology and Earthquake Engineering, Tsukuba-Jepang. Bidang yang beliau selami disana adalah seismologi vulkanik. Dengan mengambil kasus di Pulau Izu Oshima, Jepang yang diperbandingkan dengan data dari G. Gamalama dan G. Lokon di Indonesia, Pak Syamsul menyelesaikan studi S2-nya. Tujuh tahun kemudian, tepatnya Tahun 1993, beliau diangkat menjadi Kepala Seksi Wilayah Sulawesi dan Maluku, Subdit Pengamatan Gunung api Wilayah, DV, DESDM. Menjadi Kepala BPPTK Pada Tahun 1999, Pak Syamsul dilantik menjadi Kepala Balai Penelitian dan Pengembangan Teknologi Kegunung apian (BPPTK), Yogyakarta, satu unit kerja dibawah DV. Seputar peristiwa tersebut, Pak Syamsul mengenangnya sebagai berikut: Pada suatu hari di Tahun 1999, Direktur Vulkanologi memanggil saya ke ruangannya. 'Anda ditugaskan di Merapi', katanya. Jabatan yang saya emban adalah Kepala BPPTK. Maka pada tahun 1999 saya pindah ke Yogyakarta. Di BPPTK, pekerjaan para vulkanolog, sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya, banyak bergelut dengan gunung api Merapi yang terkenal itu. Namun, G. Merapi, sebagaimana dituturkannya, bagi beliau bukanlah sosok yang

Di BPPTK banyak orangorang pintar sehingga saya bersyukur karena didukung oleh SDM yang berkualitas. Ketika G. Merapi meletus pada tahun 2001, BPPTK ini diacungi jempol karena keberhasilan dalam penanganannya, yaitu sukses memprediksi dan menetapkan status G. Merapi. Kebanggaan saya bertambah karena secara pribadi Sri Sultan menelepon saya dan mengucapkan: 'Selamat, Anda telah melaksanakan tugas!', katanya

Salah satu foto aktivitas G. Merapi

G. Merapi, salah satu gunung api paling aktif di dunia

Profil 61

P r o f i l

Gunung Gede

Pak Syamsul dalam kegiatan sosialisasi bidang geologi di Sulawesi Utara

asing. Karena beliau sebelumnya pernah bertugas menjadi anggota tim penanggulangan erupsi G. Merapi pada tahun 1994 dan 1997. Hal yang membedakannya adalah bahwa dengan jabatannya sebagai Kepala BPPTK beliau harus bertanggungjawab langsung terhadap gunung api yang termasuk salah satu gunung api paling aktif di dunia itu. Beliau lancar memikul tugas sebagai kepala suku penunggu G, Merapi itu. Bahkan, ketika bertugas di BPPTK itu beliau menuai salah satu penghargaan karena prestasi kerjanya. Hal itu sebagaimana penuturannya berikut ini: Di BPPTK banyak orang-orang pintar sehingga saya bersyukur karena didukung oleh SDM yang berkualitas. Ketika G. Merapi meletus pada tahun 2001, BPPTK ini diacungi jempol karena keberhasilan dalam penanganannya, yaitu sukses memprediksi dan menetapkan status G. Merapi. Kebanggaan saya bertambah karena secara pribadi Sri Sultan menelepon saya dan mengucapkan: 'Selamat, Anda telah62 W a r t a G e o l o g i . S e p t e m b e r 2 0 0 7

melaksanakan tugas!', katanya. Pengalaman Scientific tentang Melihat Gunung api Pak Syamsul menuturkan bahwa pengalaman scientific pertama melihat gunung api bagi beliau adalah saat G. Gamalama (P. Ternate, Maluku Utara-red) meletus tahun 1981. Di sanalah pertama kalinya beliau melihat lava dan debu dimuntahkan dari perut bumi melalui gunung api langsung dari dekat. Selanjutnya beliau juga adalah saksi dari letusan beberapa gunung api lainnya. Berturut-turut beliu menyaksikan langsung letusan-letusan dari gunung api-gunung api berikut: G. Galunggung (1982), G. Colo (1983), G. Merapi (1984), G. Anak Ranakah (1985), G. Kelud (1990), G. Soputan (1991), G. Karangetan (1993), G. Ibu (1999), G. Egon (2003), dan G. Awu (2004). Inilah yang beliau sebut sebagai pengalaman scientific melihat gunung api: Saya banyak melihat gunung api meletus. Pengalaman scientific ini tidak mudah diperoleh dan tidak

setiap orang mampu mendapatkannya. Saya termasuk orang yang beruntung. Saya bersyukur diberi kesempatan oleh Tuhan menimba banyak ilmu gunung api, melihat gunung api meletus. Pengalaman paling Mengesankan: G. Colo, 1983 Dari sekian banyak pengalaman kontak dengan tingkah gunung api, Pak Syamsul menyampaikan kepada WG bahwa pengalamannya yang tak akan beliau lupakan adalah pada tahun 1983 saat beliau menjadi anggota tim penanggulangan erupsi G. Colo di Pulau Una-una, Sulawesi Tengah. G. Colo, sebelum letusannya tahun 1983, meletus terakhir kalinya pada tahun 1900. Artinya pada tahun 1983 itu G. Colo telah sekitar 84 tahun beristirahat. Dari sisi mitigasi bencana atau upaya untuk mengurangi ke tingkat seminimal mungkin akibat dari suatu bencana, ada persoalan berkaitan dengan gunung api yang sudah lama istirahat. Yaitu, masyarakat di sekitar gunung api tersebut adalah masyarakat yang tidak siap dalam menghadapi kenyataan bahwa gunung api tersebut akan meletus. Mereka, menurut beliau, tidak tahu harus melakukan apa karena memang belum pernah melihat gunung api meletus. Selain itu mereka juga susah diyakinkan bahwa gunung api yang ada dihadapan mereka itu akan meletus dan mereka harus mengungsi. Pengalaman problematik dengan gunung api yang sudah lama beristirahat kemudian meletus inilah yang dihadapi Pak Syamsul pada tahun 1983 di P. Una-una, tempat G. Colo bercokol. Berikut ini ringkasan kisahnya: Gunung Colo tahun 1983 memperlihatkan aktivitasnya berupa gempa-gempa vulkanik. Di Pulau Una-una (tempat G. Colo berada) yang berpenduduk 7000 orang itu belum ada Pos Pengamatan Gunung api. Atas telegram dari Pemda setempat datanglah tiga orang petugas anggota tim penanggulangan erupsi, termasuk saya di dalamnya. Penduduk telah banyak diungsikan ke kota Ampan dengan menggunakan kapal selama seminggu. Mereka tidak mau begitu saja mengungsi, terutama karena mereka sedang menunggu panen raya

cengkeh. Karena tidak memiliki kekuatan, akhirnya Pemda setempat harus menggunakan todongan senjata agar penduduk mau dipindahkan. Sore itu di pulau (Una-una-red) tersisa kira-kira segilintir penduduk, belasan polisi dan tentara, beberapa wartawan, dan 3 orang petugas dari vulkanologi. Hari itu sejak pagi sampai jam 10-an kami bertiga telah memasang perangkat seismograf. Saya mengenakan celana pendek dan kaki beralaskan sendal jepit, pergi membawa kamera hendak piket. Tiba-tiba pukul 5 sore terdengar suara dentuman keras dari arah gunung dan langit sejauh mata memandang berubah warna menjadi gelap. Di sekitar kami berjatuhan kerikil-kerikil panas. Semua orang panik. Mereka serentak lari menyelamatkan diri menuju pelabuhan tempat satu-satunya kapal menambat. Nakhoda kapal pun telah memberi komando pada anak buahnya untuk melepas tali tambatan kapal. Saya berlari paling belakang. Di depan saya dua orang tentara membuang senjatanya dan mulai naik kapal melalui seutas tambang. Dalam suasana yang mencekam itu setelah sempat terjatuh, saya bersyukur diberi kekuatan naik kapal melalui tambang. Letusan dahsyat Gunung Colo menghancurkan Pulau Una-Una. Tetumbuhan mulai ruput hingga pohon kelapa tidak ada yang tertinggal, rata dengan tanah. Namun saya mengucapkan Alhamdulillah, yang patut saya syukuri tidak ada seorangpun yang meninggal dunia akibat letusan yang berlangsung selama empat bulan tersebut. Kami berhasil meyakinkan penduduk, bahwa Gunung Colo, gunung api yang selama ini memberinya kehidupan yang nyaman sedang mengancam jiwanya. Tahun 1984, atas keberhasilan menangani bencana erupsi Gunung Colo itu, Direktur Jenderal Geologi dan Sumberdaya Mineral memberikan penghargaan kepada seluruh anggota tim

Concern-nya pada Data Dasar Gunung api Pak Syamsul senang menulis. Beberapa buku mengenai gunung api yang sudah beliau tulisProfil 63

P r o f i l

Gunung Gede

Foto Buku Karya Pak Syamsul

Pak Syamsul dalam tugasnya di G. Kelud (1990)

antara lain adalah Awan Panas Merapi, Gunung api Indonesia yang meletus periode 1995-2003, dan Gunung api Indonesia. Perhatian Pak Syamsul terhadap buku-buku tentang gunung api Indonesia sangat besar. Ini tampak selain dari tulisan-tulisannya juga aspirasi beliau terhadap buku Data Dasar Gunung Api, perbendaharaan tak ternilai tentang data gunung api Indonesia itu. Beliau berkata:Buku 'Data Dasar Gunung Api' yang disusun oleh K. Kusumadinata adalah sebuah karya jenius. Oleh karena itu, tanpa mengurangi rasa hormat saya pada beliau, saat ini saya sedang menyusun tambahan data agar buku itu up to date. Selanjutnya beliau menyampaikan bahwa data yang harus ditambahkan agar buku Data Dasar Gunung api Indonesia lebih up to date adalah data berupa letusan dan kronologinya mulai tahun 1974 hingga 2007. Hingga sekarang seluruh data letusan gunung api di Sulawesi dan Maluku untuk periode tahun itu telah selesai

dikerjakan, beliau menutup pembicaraan tentang topik 'data dasar gunung api' pada saat wawancara dengan WG. Selain menulis tentang gunung api, beliau juga aktif menulis di media yang baru: internet. Beliau termasuk sedikit dari pejabat instansi Pemerintah yang memanfaatkan internet sebagai sarana menyampaikan informasi atau menulis ilmiah populer. Tentang kegiatan yang satu ini Pak Syamsul bercerita antara lain sebagai berikut: Setiap bulan Ramadhan saya menulis ceramah singkat setiap hari di milist (sarana diskusi melalui internet-red) VSI, sejak tahun 2003. VSI adalah website Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (http://www.vsi.esdm.go.id/). Hobi Fotografi Hobi Pak Syamsul berkaitan dengan aktivitas pekerjaannya sehari-hari: fotografi, terutama fotografi gunung api. Hal ini beliau nyatakan sendiri saat diwawancara: Saya adalah salah satu fotografer vulkanologi yang memiliki banyak koleksi foto (foto gunung api-red). Sebagian

64 W a r t a G e o l o g i . S e p t e m b e r 2 0 0 7

daripadanya merupakan foto langka seperti foto letusan G. Colo 1983. Ya, tepat kiranya apa yang disampaikan beliau tentang hobbinya itu. Puluhan foto G. Colo beliau pamerkan bersama 150 foto gunung api lainnya pada pameran foto gunung api tahun 2003 di Auditorium Geologi. Pameran itu mengambil tema tentang foto gunung api Indonesia yang meletus dalam kurun tahun 1950-2003. Pak Syamsul menuturkan bahwa hobi fotografi beliau muncul sejak beliau duduk di bangku SMA. Pengalaman beliau belajar fotografi hingga mencapai prestasi puncaknya dalam fotografi gunung api beliau ceritakan sebagai berikut: ...itu bermula dari tawaran seorang teman untuk mengabadikan pesta pernikahan kakaknya. Saya nekad menyanggupinya. Hasilnya, dari satu roll film hanya empat jepretan yang jadi. Sisanya gelap. Dari kejadian itu saya mengambil banyak pelajaran. Sejak saat itu semua buku mengenai fotografi saya cari dan baca. Hasilnya? Amati foto-foto gunung api karya beliau, niscaya akan tampak karya serius, bermutu, dan berharga tentang fotografi gunung api. Untaian kalimat penutup dari Pak Syamsul, berkenaan dengan hobi beliau saat WG mewawancarainya, menyiratkan pesan yang dalam tentang tradisi fotografi gunung api di tempatnya bekerja. Bahwa kelak setelah beliau pensiun agar ada staf PVMBG yang melanjutkan kegemarannya itu. Simak kutipan kalimat tersebut berikut ini: Selama di Vulkanologi (DV hingga PVMBG), sebuah kamera analog buatan tahun 60-an tak bernomor inventaris menemani saya bekerja. Kamera itu berasal dari Pak Suparto lalu berpindah tangan ke Pak Suratman, keduanya sudah lama memasuki purna bakti. Telah banyak peristiwa dan gunung api yang saya abadikan dengan kamera ini. Setelah masa pensiun saya datang, saya berniat menitipkan kamera ini tersebut kepada salah seorang yang mau melanjutkan kegemaran memotret. Dengan hobi yang ditekuninya, Pak Syamsul juga telah mengajarkan kepada kita bagaimana mengubah kesulitan menjadi sesuatu yang menguntungkan bagi diri sendiri dan

bermanfaat bagi orang banyak. Ya, betapa tidak, tugas mengamati gunung api atau mendapatkan pengalaman scientific melihat gunung api meletus bukanlah tugas yang mudah. Bukan saja ilmu dan biaya, bahkan nyawa pun dipertaruhkan untuk itu. Namun, Pak Syamsul menjalaninya dengan tabah, dan menjadikannya tugas itu sebagai jembatan pencapaian hobi yang bermanfaat: fotografi gunung api. Catatan Akhir dan Data Diri Masa kerja Pak Syamsul di PVMBG, Badan Geologi, DESDM akan berakhir pada akhir Desember 2007. Mulai Januari tahun depan Pak Syamsul akan memasuki masa pensiun. Meskipun demikian, kami yakin semangat Pak Syamsul untuk bekerja dan berkarya tak akan pernah padam. Beliau telah mewariskan semangat dan keteguhan dalam bekerja. Yustinus Sulistiyo, salah seorang teman dan anak buah beliau di BPPTK mengatakan bahwa salah satu yang dia kagumi dari Pak Syamsul adalah keberaniaannya mengatakan yang benar itu benar dan yang salah itu salah. Untuk lebih mengenal beliau, berikut ini data diri Pak Syamsul: Dilahirkan di Wajo, Sulawesi Selatan, 12 Desember 1951. Beliau menyelesaikan SD dan SMP berturut-berturut tahun 1965 dan 1968 di Pinrang, Sulawesi Selatan dan SMA tahun 1971 di Makassar. Setelah SMA, beliau melanjutkan ke AGP di Bandung hingga lulus (D3) tahun 1973 dan program diploma spesialisasi seismologi gunung api di Tsukuba, Jepang, lulus pada tahun 1986. Bekerja sebagai PNS sejak 1983 Direktorat Vulkanologi (PVMBG sekarang), DESDM, hingga saat ini. Alamat beliau sekarang adalah: Komp Pasir Pogor, No. 22, Ciwastra, Bandung 40287. Selamat menyongsong masa pensiun, Pak Syamsul; semoga bahagia dan tetap berkarya untuk kemajuan dunia vulkanologi Indonesia!.nTim Warta Geologi

Profil 65

Geofoto

Aktivitas Pertambangan Rakyat Memerlukan Pembinaan Melalui Program Konservasi Pertambangan Skala Kecil

Bumi Kita Semakin Penat,Tak Adakah Jenak Waktu untuk Segera Memahami dan Bertindak Menyelamatkan Tempat Tinggal Kita?

Badan Geologi-Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral www.bgl.esdm.go.id