eksistensi komisi informasi dalam penyelesaian … · 2018-10-29 · undang republik indonesia...
TRANSCRIPT
EKSISTENSI KOMISI INFORMASI DALAM PENYELESAIAN SENGKETA
INFORMASI PUBLIK
(analisa Putusan KI Pusat Nomor 364/XI/KIP-PS-A/2013 dan analisa Putusan Nomor
226/G/2014/PTUN-Jakarta)
SKRIPSI
Diajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum
Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Hukum (S.H)
OLEH
DENNY FERNANDES CHANIAGO
NIM 1112048000060
KONSENTRASI HUKUM KELEMBAGAAN NEGARA
PROGRAM STUDI ILMU HUKUM
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1437 H/2016 M
iv
ABSTRAK
Denny Fernandes Chaniago. NIM 1112048000060. EKSISTENSI KOMISI
INFORMASI DALAM PENYELESAIAN SENGKETA INFORMASI PUBLIK
(Analisa Putusan KI Pusat Nomor 364/XI/KIP-PS-A/2013 dan Putusan Nomor
226/G/2014/PTUN-Jakarta).Program Studi Ilmu Hukum, Konsentrasi Hukum
Kelembagaan Negara, Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta, 1437 H / 2016 M. ix + 82 Halaman.
Penulis dalam penelitian ini menganalisis mengenai bagaimana Eksistensi Komisi
Informasi dalam menyelesaikan sengketa informasi dalam analisis kasus kedua pihak
yang bersengketa antara PATTIRO (Pusat Telaah Informasi dan Regional) dengan
BPK (Badan Pengawas Keuangan) Republik Indonesia terkait informasi yang
dikecualikan, dan mengapa PTUN membatalkan putusan KI Pusat terkait informasi
yang dikecualikan.
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara ilmiah yakni
dalam studi ilmu hukum, dan secara praktis maupun akademis yakni masukan bagi
penulis dan pihak lain yang berkepentingan. Metode penelitian yang digunakan
dalam penelitian ini adalah metode kepustakaan (Library Research) yang bersifat
yuridis normatif dengan menggunakan pendekatan perundang-undangan (statue
approach) dan Pendekatan Konseptual (conseptual approach).
Hasil penelitian penulis untuk mengetahui bagaimana kinerja Komisi Informasi di
Indonesia sebagai lembaga independen di Indonesia. Hasil penelitian penulis
menunjukan bahwa dalam hal menyelesaikan sengketa informasi, Komisi Informasi
masih kurang teliti dalam hal mengambil keputusan sengketa informasi meskipun
hanya sedikit putusan Komisi Informasi yang dibatalkan oleh PTUN, meskipun
sedikit kesalahan dapat menyebabkan kredibilitas terhadap Komisi Informasi itu
sendiri dipandangan masyarakat terutama di Indonesia yang berpayung negara hukum
dan eksistensi Komisi Informasi tersebut di Indonesia.
Kata Kunci : Eksistensi, Komisi Informasi
Dosen Pembimbing : Dr. Rumadi, M.a
Daftar Pustaka : Dari Tahun 1966 sampai 2014
v
KATA PENGANTAR
بسم هللا الرحمن الرحيم
Alhamdulillahirobbil’alamin, untaian rasa syukur senantiasa terpanjatkan atas
kehadirat Allah swt dengan kenikmatan dan kesempatan yang diberikan kepada
penulis sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi ini dengan berbagai
kemudahan. Salawat teriring salam penulis curahkan kepada sebaik-baiknya insan
Nabi Muhammad saw yang selalu memberi syafaat kepada umatnya dari setiap lafa
z shalawat yang terucap.
Penulis sadar bahwa dalam menyelesaikan skripsi ini tidak luput dari dukungan
dan bantuan banyak pihak, dengan segala kerendahan hati dan rasa syukur penulis
ingin menyampaikan terimakasih kepada yang terhormat:
1. Dr. Asep Saepudin Jahar M.A. Dekan Fakultas Syariah dan Hukum beserta
jajaran dan staff Fakultas Syariah dan Hukum.
2. Ketua Program Studi Ilmu Hukum Dr. Asep Syarifuddin Hidayat S.H., M.H.
dan Drs. Abu Thamrin S.H., M.Hum. Sekretaris Program Studi Ilmu Hukum
yang senantiasa memberikan bimbingan, saran dan banyak ilmu kepada
penulis dalam mengerjakan skripsi ini.
3. Dr. Rumadi, M.A. dosen pembimbing yang telah bersedia menyediakan
waktu, tenaga dan pikirannya untuk memberikan saran, arahan, masukan dan
bimbingan kepada penulis terhadap proses penyusunan skripsi ini.
vi
4. Seluruh Dosen Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
yang telah mendidik dan membimbing penulis selama masa perkuliahan. Prof.
Dr. H. M. Atho Mudzhar, Prof. Dr. Abdullah Sulaiman, S.H., M.H., Dr.
Alfitra S.H., M.H., Nur Habibi S.H., M.H., Fitria S.H, M.R., Ayang Utriza
Yakin DEA, Ph.D., Dr. Isnawati Rais dan seluruh dosen yang telah mendidik
penulis yang tidak bisa disebut semuanya tanpa mengurangi rasa hormat
penulis.
5. Seluruh Staff Fakultas Syariah dan Hukum, Staff Perpustakaan Utama, Staff
Perpustakaan Fakultas, atas segala pelayanan yang diberikan kepada penulis.
6. Kepada Orang Tua Penulis, yaitu Tano Yamin dan Ibunda Refika Sepriyeni,
Nenek Penulis Alm. Yusnimar, Adik Penulis Erick Chantona Chaniago,
Sepupu penulis Saudari Silvia Olviana dan Fenny Ristiana serta Saudara
Rafiq Ariesta dan seluruh keluarga besar alm.Yusnimar yang telah
memberikan kasih sayang, perhatian dan dukungan yang teramat besar serta
doa’anya untuk kesuksesan penulis.
7. Sahabat-sahabat penulis yang hebat Saudara Muhammad Rais Azis, dan
seluruh sahabat Angkatan 16 Pondok Pesantren Al Ghozali. Sahabat-sahabat
seperjuangan Muhammad Yususf, Denny Anugrah Ramawijaya, Farid
Muhajir, Denny Anugrah, Said Agung, Sigit G Prabowo, Renaldi Hendryan,
Ade Kurniawan, Dimas Anggri, Agasti Prior, Agie Zaky, Ahmad Farhan,
Putri Amalia, Nur Fadhilah, Rifki Razaqi, Baghdady, Murtadlo, Khoirul Atma
vii
dan M. Raziv Barokah yang telah sama-sama berjuang, saling membantu dan
saling memotivasi untuk menyelesaikan studi demi menggapai asa dan cita-
cita. Dan juga sahabat-sahabat keluarga besar Ikatan Alumni Pon-Pes Al
Ghozali Bogor, kawan-kawan KKN KOMPAS 2015, Kawan-kawan
SETAPAK LANGKAH (Ulfah Latifah, Lia Awaliah, dan Ayatulloh Kurnia),
dan Kawan-kawan Ilmu Hukum 2012 serta para senior-senior Ilmu Hukum
yang telah rela berbagi ilmu dan pengalaman serta motivasi dengan penulis,
dan semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi
ini. Semoga Allah membalasnya. Amin.
Semoga skripsi ini bermanfaat bagi yang membacanya terkhusus untuk
mahasiswa Fakultas Syariah dan Hukum.
Jakarta, 27 November 2016
Penulis
viii
DAFTAR ISI
PERSETUJUAN PEMBIMBING........................................................................i
LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI................................................................ ii
LEMBAR PERNYATAAN.................................................................................. iii
ABSTRAK............................................................................................................. iv
KATA PENGANTAR........................................................................................... v
DAFTAR ISI..........................................................................................................viii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang................................................................................ 1
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah............................................. 7
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian....................................................... 8
D. Tinjauan (Review) Studi Terdahulu............................................... 9
E. Kerangka Teoritis dan Konseptual..................................................11
F. Metode Penelitian........................................................................... 13
G. Sistematika Penelitian..................................................................... 18
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG INFORMASI PUBLIK
A. Konteks Kelahiran Undang-Undang Keterbukaan
Informasi......................................................................................... 20
B. Definisi Informasi Publik................................................................ 23
C. Jenis-jenis Informasi Publik............................................................ 25
1. Informasi yang Wajib dan diumumkan Secara Berkala........... 25
ix
2. Informasi yang Wajib diumumkan Secara Serta Merta ...........25
3. Informasi yang Wajib Tersedia Setiap Saat..............................26
4. Informasi yang dikecualikan.....................................................26
D. Keterbukaan Informasi Publik Menurut Hukum di Indonesia .......28
E. Standar Layanan Informasi Publik..................................................31
BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG KOMISI INFORMASI
A. Komisi Informasi dalam Sistem Hukum.........................................33
B. Tugas dan Fungsi Komisi Informasi Pusat.....................................38
C. Kinerja Komisi Informasi...............................................................40
a. Pelaksanaan Kebijakan dan Kajian Pengembangan Kegiatan
Internal Organisasi.....................................................................42
b. Pelaksanaan Kebijakan dan Kajian Pengembangan Kegiatan
Eksternal Organisasi..................................................................52
D. Prosedur Penyelesaian Sengketa Informasi...................................59
BAB IV PENYELESAIAN SENGKETA INFORMASI PUBLIK dalam
KASUS PATTIRO (Pusat Telaah dan Informasi Regional) dan
BPK RI
A. Putusan Komisi Informasi nomor 364/XI/KIP-PS/2013........61
a. Duduk Perkara...................................................................61
b. Argumentasi dan Putusan KI Pusat...................................62
x
B. Keberatan BPK RI dalam Sengketa di Peradila Tata Usaha Negara
nomor perkara 226/G/2014/PTUN-Jakarta...........................65
C. Argumentasi dan Putusan PTUN..........................................68
D. Analisis Putusan dalam Kasus Sengketa antara PATTIRO (Pusat
Telaah dan Informasi Regional) dan BPK RI (Badan Pemeriksa
Keuangan Republik Indonesia).............................................70
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan..................................................................................... 77
B. Saran............................................................................................... 79
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................80
LAMPIRAN
1
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Keterbukaan informasi dapat dimaknai sebagai kondisi yang
memungkinkan sektor komunikasi yang bersifat masal menyentuh hampir
semua bidang kehidupan masyarakat.1 Ketika keterbukaan akan informasi
tersebut disandingkan dengan konteks informasi sektor publik,
pembahasan akan mengerucut pada informasi yang dihasilkan dan/atau
dikelola oleh lembaga atau badan publik.
Informasi merupakan kebutuhan pokok setiap orang bagi
pengembangan pribadi dan lingkungan sosialnya serta merupakan bagian
penting bagi ketahanan nasional.
Lahirnya UU KIP merupakan suatu kehidupan baru bagi
masyarakat untuk memperoleh informasi dengan mudah,cepat dan
sederhana, karena lahirnya UU KIP ini menjalankan amanat Undang-
Undang Republik Indonesia pasal 28F UUD 1945 menyatakan bahwa
setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi
untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak
untuk memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan
informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia.
Lahirnya UU KIP merupakan mandat untuk terciptanya pemerintahan
1 Ichlasul Amal dan Armaidy Armawi, “Keterbukaan Informasi dan Ketahanan
Nasional”,(Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 1996),hal.xii
2
yang baik (Good Governance), dan juga memenuhi hak asasi manusia
untuk memperoleh kebutuhan atas informasi.
Hak memperoleh informasi merupakan hak asasi manusia untuk
memperoleh informasi serta keterbukaan informasi publik merupakan
salah satu ciri penting negara demokratis yang menjunjung tinggi
kedaulatan rakyat untuk mewujudkan penyelenggaraan negara yang baik
Demokrasi secara sederhana diartikan sebagai pemerintahan oleh
rakyat. Demokrasi berdiri berdasarkan asumsi bahwa dalam sebuah negara
yang berdaulat adalah rakyat. Secara teoritis, demokrasi mendapatkan
pembenaran berdasarkan teori perjanjian sosial membentuk organisasi
negara untuk kepentingan seluruh rakyat (res publica). Dari sisi hukum,
perjanjian tersebut terwujud dalam bentuk konstitusi sebagai hukum
tertinggi yang mendapatkan otoritas dari constituent power, yaitu rakyat
itu sendiri.2
Sebagai wujud dari ide kedaulatan rakyat, dalam sistem demokrasi
harus dijamin bahwa rakyatlah yang sesungguhnya memiliki negara
dengan segala kewenangannya untuk menjalankan fungsi kekuasaan
negara, baik di bidang legislatif,eksekutif maupun yudikatif. Rakyatlah
yang sesungguhnya berwenang merencanakan,mengatur,melaksanakan,
dan melakukan pengawasan serta menilai pelaksanaan fungsi-fungsi k-
ekuasaan.3
2 Abdulhamid Dipopramono,dkk,”Jurnal Keterbukaan Informasi Publik”,(Komisi Informasi
Pusat RI,2015), hal.2 3 Jimly Asshiddiqie,”Konstitusi dan Konstitusionalisme Indonesia”, (Jakarta: Konstitusi
Press, 2004),hal.144
3
Untuk dapat benar-benar menjalankan kedaulatannya, rakyat harus
mengetahui segala hal tentang penyelenggaraan negara yang menyangkut
kepentingan rakyat, atau yang disebut sebagai kepentingan publik. Jika
publik tidak mengetahui segala sesuatu tentang penyelenggaraan negara,
maka dengan sendirinya tidak dapat menjalankan fungsi kedaulatannya.
Akibatnya, negara menjadi organ yang terpisah dan otonom dari publik.4
Demokrasi mensyaratkan adanya keterbukaan yang meliputi
keterbukaan informasi publik dan keterbukaan berupa hak untuk berserikat
dan mengeluarkan pendapat. Keterbukaan atau transparansi dalam
perkembangannya menjadi salah satu prinsip atau pilar negara demokrasi
demi terwujudnya kontrol sosial.5
Sebagai konsekuensi atas hak atas informasi tersebut adalah
kewajiban negara untuk memenuhi hak atas informasi tersebut. UU KIP
merupakan jaminan hukum yang diharapkan dapat mendorong
terwujudnya keterbukaan informasi dalam penyelenggaraan negara. Di
negara-negara demokratis, pengakuan terhadap hak atas informasi
sekaligus merupakan sarana untuk memantau dan mengawasi
penyelenggaraan pemerintahan. Pemerintahan yang demokratis akan
berusaha semaksimal mungkin membuka ruang informasi yang
dibutuhkan publik. Itulah sebabnya, di negara demokratis konstitusional,
Keterbukaan Informasi Publik merupakan sarana untuk mengoptimalkan
4 Roberto Mangabeira Unger, Law In Modern Society: Toward a Criticism of Social
Theory, (New York: The Free Press, 1976), hal.58 5 Budi winarno, “Kebijakan Publik Teori dan Proses”, (Jakarta; PT Buku Kita,2008),
hlm.95
4
penyelenggaraan secara umum, mengoptimalkan peran dan kinerja badan-
badan publik, serta segala sesuatu yang berakibat pada kepentingan publik.
Tata kelola pemerintahan yang baik (good governance)
mensyaratkan pemerintahan yang terbuka sebagai salah satu fondasinya,
dan kebebasan memperoleh informasi (public access to information)
merupakan salah satu prasyarat untuk menciptakan pemerintahan terbuka.
Pemerintahan terbuka adalah penyelenggaraan pemerintahan yang
transparan,terbuka, dan partisipatoris. Semakin terbuka penyelenggaraan
negara untuk diawasi publik, maka penyelenggaraan negara tersebut
makin dapat dipertanggungjawabkan.6
Perihal mengenai keterbukaan informasi pemerintah telah
membuat dan menetapkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14
Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik pada tanggal 30 april
2008, yang berdasarkan ketentuan pasal 64 ayat (1) UU KIP ditetapkan
bahwa undang-undang ini berlaku dua tahun sejak tanggal diundangkan
atau dengan kata lain UU KIP tersebut mulai efektif berlaku pada tanggal
30 april 2010. Lahirnya UU KIP telah memperkuat mandat bagi
pelaksanaan keterbukaan informasi dalam penyelenggaraan negara dan
pengelolaan sumber daya publik di indonesia.
6 Henri Subagiyo et al., 2009, Anotasi Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 Tentang
Keterbukaan Informasi Publik (Edisi pertama), (Jakarta, Komisi Informasi Pusat Republik Indonesia Bekerja Sama dengan Indonesia Center for Enviromental Law (ICEL) dan Yayasan Tifa), h.4-5
5
Pelaksanaan UU KIP diharapkan dapat mendorong upaya
perwujudan tata kelola pemerintahan yang baik, pelayanan publik, dan
penguatan peran serta masyarakat dalam setiap bidang pembangunan
nasional, oleh karena pada dasarnya akses terhadap informasi merupakan
bagian dari hak asasi manusia yang dijamin dan dilindungi oleh konstitusi.
Adapun lembaga independen yang akan diangkat adalah mengenai
Komisi Informasi Pusat selanjutnya disebut (KI Pusat) yang dalam
Undang-Undang Nomor 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi
Publik dijelaskan pada pasal 1 angka 4 bahwa Komisi Informasi adalah
lembaga mandiri yang berfungsi menjalankan Undang-Undang ini dan
peraturan pelaksanaannya, menetapkan petunjuk teknis standar layanan
informasi publik dan menyelesaikan sengketa informasi publik melalui
mediasi dan/atau ajudikasi nonlitigasi.
Dan komisi informasi juga memiliki tugas yang dijelaskan pada
pasal 26 ayat (1) yang mana komisi informasi bertugas untuk :
a. Menerima,memeriksa, dan memutus permohonan penyelesaian
sengketa Informasi Publik melalui mediasi dan/atau ajudikasi
nonlitigasi yang diajukan oleh setiap pemohon Informasi
Publik berdasarkan Undang-Undangini;
b. Menetapkan kebijakan umum pelayanan Informasi Publik;
c. Menetapkan petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis.
Selain memiliki tugas dan fungsi komisi informasi juga memiliki jenis-
jenis informasi, bukan berarti semua informasi bisa diberikan, karena ada
6
beberapa informasi yang dikecualikan sebagaimana tercantum dalam pasal 17
huruf a sampai j undang-undang No.14 Tahun 2008 tentang keterbukaan
informasi publik. yang mana setiap ada gugatan perihal informasi yang
dikecualikan KIP harus mempertimbangkan gugatan pemohon tersebut dan
juga mengidentifikasi informasi yang diajukan oleh pemohon itu, termasuk
informasi yang terbuka atau yang dikecualikan.
Namun ada beberapa putusan yang dihasilkan KIP perihal informasi yang
dikecualikan, yang pada awalnya KIP mengabulkan permohonan pemohon
tetapi dibatalkan dalam PTUN, dikarenakan informasi tersebut merupakan
informasi yang dikecualikan.
Sebagaimana yang telah dipaparkan sebelumnya, penulis tertarik untuk
melakukan penelitian pada permasalahan kali ini, karena di dalam kasus
Komisi Informasi Pusat yang analisisnya sangat menarik menurut penulis
untuk dibahas karena pada kasus yang terjadi antara PATTIRO (Pusat Telaah
Informasi) dan BPK RI kedua pihak yang bersengketa yang mana pada
putusan di KI Pusat dikabulkan permohonan pemohon, namun dalam sidang
yang terjadi di PTUN putusan KI Pusat dibatalkan, maka dari itu penulis
sangat tertarik dengan mengangkat judul skripsi ini, sekaligus sebagai
pemenuhan tugas akhir guna memperoleh gelar sarjana strata satu (S1) dengan
menjadikan sebuah judul skripsi dengan tema “EKSISTENSI KOMISI
INFORMASI DALAM PENYELESAIAN SENGKETA INFORMASI
PUBLIK (Analisa Putusan KI Pusat Nomor 364/XI/KIP-PS-A/2013 dan
Analisa Putusan Nomor 226/G/2014/PTUN-Jakarta)
7
B. Pembatasan Masalah dan Perumusan Masalah
1. Pembatasan Masalah
Dalam penelitian ini penulis memberikan batasan masalah guna
terfokusnya pembahasan yang akan di bahas dalam penelitian ini.
Adapun batasan masalahnya hanya pada ruang lingkup mengenai
bagaimana Komisi Informasi dalam meyelesaikan sengketa terkait
sengketa informasi publik yang dikecualikan, tata cara
penyelesaiannya dan hasil analisis kasus antara putusan yang terdapat
di Komisi Informasi Pusat dan yang terdapat di PTUN jakarta.
2. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang dan pembatasan masalah, maka
rumusan masalah disusun dengan pertanyaan penelitian (research
question), yaitu:
a. Bagaimana peran Komisi Informasi dalam menyelesaikan
sengketa informasi publik?
b. Mengapa PTUN membatalkan putusan KI Pusat mengenai
informasi yang dikecualikan?
8
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan diadakannya penelitian ini adalah :
a. Untuk mengetahui dan memahami bagaimana peran Komisi
Informasi Pusat dalam menyelesaikan sengketa.
b. Untuk mengetahui dan memahami eksistensi Komisi Informasi
Pusat (KI Pusat) dalam mengidentifikasi jenis informasi publik.
Dan untuk menggali argumentasi PTUN dalam membatalkan
putusan KI Pusat.
2. Kegunaan Penelitian
Kegunaan penelitian ini diuraikan menjadi dua bagian, yaitu
kegunaan teoritis dan kegunaan praktis.
a. Kegunaan Teoritis
Secara teoritis penelitian ini diharapkan dapat menambah
pengetahuan dan wawasanserta memberikan suatu pemahaman
dan kontribusi mengenai Peran Komisi Informasi Pusat (KI Pusat)
dalam penyelesaian sengketa informasi publik.
b. Kegunaan Praktis
Adapun manfaat praktis dari penilitian ini dapat diharapkan
menjadi informasi bagi elemen masyarakat manapun untuk
mengetahui Peran Komisi Informasi Pusat dalam penyelesaian
9
sengketa informasi publik. Hal ini dirasa penting mengingat bahwa
Komisi Informasi Pusat karena badan negara ini sangatlah penting
karena menjunjung tinggi pengakuan terhadap hak atas informasi
sekaligus merupakan sarana untuk memantau dan mengawasi
penyelenggaraan pemerintahan. Karena keterbukaan informasi
publik merupakan sarana untuk mengoptimalkan penyelenggaraan
secara umum, mengoptimalkan peran dan kinerja badan-badan
publik, serta segala sesuatu yang berakibat pada kepentingan
publik.
D. Tinjauan (Review) Studi Terdahulu
Nama penulis/ Judul
skripsi,jurnal/tahun
Substansi perbedaan dengan
penulis.
Kartika Putri Rianda
Siregar, Penyelesaian
sengketa oleh komisi
informasi atas informasi
yang diberikan BPOM
terkait keselamatan
konsumen mengkonsumsi
suatu produk
Skripsi ini membahas
mengenai penyelesaian
sengketa antara komisi
informasi dengan BPOM
terkait keselamatan
konsumen dalam
mengkonsumsi suatu
produk
Perbedaan dengan skripsi
penulis adalah penulis
dalam skripsinya
menganalisis tentang
kasus KIP dengan BPK
terkait informasi yang
dikecualikan
MHD Hadis Shaleh, Skripsi ini membahas Perbedaan skripsi ini
10
Konstruksi pemahaman
wartawab terhadap UU
KIP ( Studi dengan
pendekatan
konstruktivisme terhadap
wartawan aliansi jurnalis
independen cabang
medan dalam memahami
Undang-undang Republik
Indonesia No.14 Tahun
2008 tentang
keterbukaan informasi
publik
mengenai Konstruksi
pemahaman wartawab
terhadap UU KIP ( Studi
dengan pendekatan
konstruktivisme terhadap
wartawan aliansi jurnalis
independen cabang
medan dalam memahami
Undang-undang Republik
Indonesia No.14 Tahun
2008 tentang keterbukaan
informasi publik
dengan penulis adalah
skripsi ini membahas
mengenai konstruksi
pemahaman karyawan
terhadap UU KIP
sedangkan skripsi penulis
membahas mengenai
eksistensi komisis
informasi pusat dalam
penyelesaian sengketa
informasi publik perihal
informasi yang
dikecualikan.
Dhoho A.sastro,
mengenal Undang-
undang keterbukaan
informasi publik
Buku ini membahas
untuk mengenal Undang-
undang keterbukaan
informasi publik dan
untuk memperoleh
pemahaman yang
mendasar mengenai
undang-undang
keterbukaan informasi
publik.
Perbedaan buku ini
dengan penulis adalah
penulis lebih menitik
beratkan dalam
menganalisis kasusnya
sedangkan buku ini
membahas untuk
mengenal undang-undang
keterbukaan informasi
publiknya.
11
Lolytasari, M.Hum,
Undang-undang Republik
Indonesia No.14 Tahun
2008 tentang keterbukaan
informasi publik (UU
KIP): Dampaknya
terhadap informasi
medical record
Jurnal ini membahas
mengenai Undang-
undang Republik
Indonesia No.14 Tahun
2008 tentang keterbukaan
informasi publik (UU
KIP) : dampaknya
terhadap informasi
medical record
Perbedaan jurnal ini
dengan skripsi penulis
adalah dalam hal fokus
pembahasan pun sudah
sangat berbeda, penulis
dalam skripsi menulis
perihal informasi yang
dikecualikan sedangkan
didalam jurnal tersebut
membahas dampaknya
UU KIP terhadap
informasi medical record
E. Kerangka Teoritis dan Konseptual
Dewasa ini bentuk keorganisasian negara semakin berkembang, hal ini
tidak lain merupakan implikasi dari perkembangan konsepsi negara hukum yang
berhaluan welfare state.7 Dimana dengan konsepsi negara hukum yang modern
ini, negara tidak hanya semata-mata sebagai penjaga keamanan atau ketertiban
masyarakat saja, tetapi memikul pula tanggung jawab mewujudkan keadilan
sosial,kesejahteraan umum dan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.8
7 Prof. A. Mukthie fadjar, S.H.,M.S, ”Tipe Negara Hukum”, (Jawa Timur: Bayumedia
Publishing,2005), hlm.5 8 Dr. Hotma P.Sibuea, S.H., M.H., “Asas Negara Hukum, Peraturan Kebijakan, dan Asas-
Asas Umum Pemerintahan yang Baik”, (Jakarta: PT Gelora Aksara Pratama, 2010), hlm.47
12
Sebagian kalangan masyarakat menilai, lahirnya lembaga-lembaga negara
independen atau komisi-komisi negara yang sebagian besar berfungsi sebagai
pengawas kinerja lembaga negara yang ada merupakan bagian dari krisis
kepercayaan terhadap lembaga-lembaga pengawas yang sudah ada tersebut.
Ketidakpercayaan yang ada, bisa diperkirakan berangkat dari kegagalan lembaga-
lembaga negara, baik dalam menjalankan fungsi dasar atau sebagai akibat dari
meluasnya penyimpangan fungsi lembaga-lembaga yang selama ini ada.
Komisi-komisi negara di indonesia kini semakin banyak yang
bermunculan sejak jatuhnya pemerintah orde baru.9 Adapun komisi-komisi negara
yang sudah ada dasar hukumnya mencapai lebih dari 15 buah, dengan dasar
hukum yang beragam. Dalam perkembangannya sebagian besar lembaga yang
dibentuk tersebut adalah lembaga-lembaga yang mempunyai fungsi pembantu
bukan yang berfugsi utama. Lembaga tersebut disebut Auxiliary state’s
institusions, atau Auxiliary state’s organ.
Independensi, kedudukan, dan ruang lingkup kewenangan lembaga-
lembaga tersebut juga bervariasi tidak ada tolak ukur kesamaan secara teori untuk
membentuk independensi ,kedudukan, dan ruang lingkup kewenangan lembaga-
lembaga tersebut. Keberadaan lembaga negara bertujuan untuk mencapai tujuan
negara,10
Dimana tujuan negara Indonesia sebagaimana yang kita ketahui terdapat
pada alinea keempat pembukaan UUD 1945. Untuk itulah kemudian ditetapkan
berbagai lembaga-lembaga negara dalam undang-undang dasar.
9 Mahkamah Konstitusi, “Hukum Acara Mahkamah Konstitusi”,(Sekretariat Jendral dan
Kepanitraan MKRI,2010),hal 159-161 10
Ruttan dan Hayami, “Toward a theory of induced institutional innovation”, (Journal of Development Studies; 1984)
13
Salah satu dari beberapa lembaga negara yang memiliki dasar hukum
adalah Komisi Informasi (KI), yang mana Komisi Informasi ini telah diatur dalam
undang-undang nomor 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik yang
mana tugas dan fungsinya adalah memberikan keterbukaan informasi kepada
masyarakat agar dapat memperoleh informasi publik dengan mudah agar tercipta
pemerintahan yang transparan,terbuka, dan partisipatoris. Karena pada dasarnya
keterbukaan informasi merupakan bagian dari hak asasi manusia yang dijamin dan
dilindungi oleh konstitusi yang terdapat pada perubahan kedua UUD 1945 pasal
28F.
Komisi informasi ini ada sebagai bentuk ketidakpercayaan masyarakat
dalam penyelenggaraan pemerintahan yang baik dan jujur, komisi ini muncul
untuk mewujudkan kepercayaan kepada masyarakat untuk meperoleh keterbukaan
informasi dalam penyelenggaraan pemerintahan yang transparan,terbuka dan baik.
F. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Penelitian merupakan suatu sarana pokok dalam pengembangan
ilmu pengetahuan maupun teknologi. Di mana penelitian bertujuan
untuk mengungkapkan kebenaran secara sistematis, metodologis, dan
konsisten.11
Selain itu penelitian merupakan suatu sarana untuk
mengembangkan ilmu pengetahuan, baik dari segi teoritis maupun
11
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif (Suatu Tinjauan
Singkat), Cet I, (Jakarta; CV. Rajawali, 1985) h. 1
14
praktis, dan dipergunakan untuk memperkuat, membina, serta
mengembangkan ilmu pengetahuan.
Penelitian hukum menurut soerjono Soekanto merupakan suatu
kegiatan ilmiah, yang didasarkan pada metode, sistematika dan
pemikiran tertentu, yang bertujuan untuk mempelajari satu atau
beberapa gejala hukum tertentu, dengan jalan menganalisanya. Untuk
kemudian mengusahakan suatu pemecahan atas permasalahan-
permasalahan yang timbul di dalam gejala yang bersangkutan.12
Sedangkan menurut Peter Mahmud Marzuki penelitian hukum
adalah suatu proses menemukan aturan hukum, prinsip-prinsip hukum,
maupun doktrin-doktrin hukum guna menjawab isu hukum yang
dihadapi.13
Adapun untuk menjawab permasalahan yang telah dirumuskan
dalam penelitian ini, tipe penelitian yang digunakan adalah metode
penelitian yuridis normatif yaitu penelitian hukum yang meletakan
hukum sebagai sebuah bangunan sistem norma. Sistem norma yang
dimaksud adalah mengenai asas-asas, norma, kaidah dari peraturan
perundang-undangan, putusan pengadilan, perjanjian serta doktrin
(ajaran).14
Sementara dari sifatnya maka penelitian ini termasuk ke
12
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Cet III, (Jakarta: UI-Press, 1986) h.
43
13
Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Cet IV, (Jakarta: Kencana Prenada Media
Group, 2005) hal. 35
14
Fahmi Muhammd Ahmad dan Jaenal Aripin, Metode Penelitian Hukum, Cet I, (Ciputat
: Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah, 2010) hal. 31
15
dalam jenis penelitian deskriptif15
yang berbentuk diagnostik dan
evaluatif dengan menggunakan pemaparan secara kualitatif.
2. Sumber Data
Adapun dalam penelitian ini penulis menggunakan sumber
penelitian yang berupa bahan hukum primer, bahan hukum sekunder,
serta bahan hukum tersier yang berkaitan secara langsung dengan
objek yang diteliti, dengan rincian sebagai berikut
a. Bahan Hukum Primer
Merupakan data-data yang diperoleh dari sumber aslinya, memuat
segala keterangan-keterangan yang berkaitan dengan penelitian
ini.Sumber-sumber tersebut berupa UUD 1945, UU Nomor 14 tahun
2008 tentang keterbukaan informasi publik dan Peraturan Komisi
Informasi (Perki) Nomor 1 Tahun 2013 tentang Prosedur Penyelesaian
Sengketa Informasi Publik. Bahan hukum primer merupakan data yang
diperoleh dari bahan kepustakaan.16
b. Bahan Hukum Sekunder
Merupakan data-data yang memberikan penjelasan mengenai
bahan-bahan primer yang diambil dari sumber-sumber tambahan yang
15 Bambang Waluyo, Penelitian Hukum dalam Praktek, Cet IV, (Jakarta : Sinar Grafika,
2008) hal. 8
16
Soejono Sokanto, Pengantar Penelitian Hukum,(Jakarta: Pustaka Pelajar,1992.),
h.51.
16
memuat segala keterangan-keterangan yang berkaitan dengan
penelitian ini, terdiri dari atas buku-buku (textbooks) yang ditulis para
ahli hukum yang berpengaruh (de herseende leer), jurnal-jurnal
hukum, pendapat para sarjana, kasus-kasus hukum, yurisprudensi, dan
hasil-hasil simposium mutakhir yang berkaitan dengan topik
penelitian skripsi ini.Dalam penulisan skripsi, penulis mengacu
kepada buku pedoman penulisan skripsi UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta Tahun 2012.
c. Bahan Hukum Tersier
Merupakan bahan hukum yang memberikan petunjuk atau
penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum
sekunder seperti kamus hukum, encyclopedia, dan lain-lain.17
3. Teknik Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini, penulis mempergunakan metode
pengumpulan data melalui studi dokumen/ kepustakaan (library
research) yaitu dengan melakukan penelitian terhadap berbagai
sumber bacaan seperti buku-buku yang berkaitan dengan lembaga
independen KI Pusat, pendapat sarjana, surat kabar, artikel, kamus
dan juga berita yang penulis peroleh dari internet.
17Johnny Ibrahim, Teori dan Metodelogi Penelitian Hukum Normatif. (Malang: Bayumedia Publishing,2008). 296
17
Bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan
hukum tersier diinvetarisasi dan diklasifikasi dengan
menyesuaikan masalah yang dibahas. Dalam upaya
mengumpulkan data yang diperlukan, digunakan Metode
Dokumentasi, metode ini dimaksudkan dengan mencari hal-hal
atau variabel berupa catatan, transkrip, buku, surat kabar, media
online, majalah, prasasti, notulen, rapat, agenda, dan sebagainya.18
4. Metode Pengolahan dan Analisis Data
Adapun bahan hukum, baik bahan hukum primer maupun
bahan hukum sekunder, serta bahan hukum tersier diuraikan dan
dihubungkan sedemikian rupa, sehingga ditampilkan dalam
penulisan yang lebih sistematis untuk menjawab permasalah yang
telah dirumuskan.Cara pengolahan bahan hukum dilakukan secara
deduktif yakni menarik kesimpulan dari suatu permasalahan yang
bersifat umum terhadap permasalahan konkret yang dihadapi.
Selanjutnya setelah bahan hukum diolah, dilakukan analisis
terhadap bahan hukum dengan melakukan analisis secara kritis dan
mendalam Mengenai Peran KI Pusat dalam Penyelesaian Sengketa
Informasi Publik. Didalamnya akan membahas mengenai
kedudukan KI Pusat, fungsi dan wewenang KI Pusat, Dasar
18
M. Burhan Bungin, “Penelitian Kualitatif”,(Jakarta: Kencana Prenada Media
Group, 2007), h. 201.
18
Hukum KI Pusat, Sejarah terbentuknya KI Pusat, lalu bagaimana
KI Pusat dalam menyelesaikan sengketa informasi publik.
5. Pedoman Penulisan
Metode penulisan ini berdasarkan buku pedoman Fakultas
Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta Tahun 2012.
G. Sistematika Penulisan
Dalam penulisan penelitian ini, sama halnya dengan
sistematika penulisan pada penelitian-penelitian lainnya, yaitu
dimulai dari kata pengantar, daftar isi, dan dibagi menjadi 5 (lima)
bab dengan sistematika penulisan di Bab I ada pendahuluan, Pada
bab ini memuat Latar Belakang Masalah, Batasan dan Rumusan
Masalah, Tujuan dan Manfaat Penelitian, Tinjauan Studi
Terdahulu, Kerangka Konseptual, Metode Penelitian dan
Sistematika Penulisan.
Kemudian di Bab II nya memuat tentang tinjauan umum
tentang Komisi Informasi Publik, yang didalamnya berisi Definisi
Informasi Publik, Jenis-jenis Informasi Publik, Keterbukaan
Informasi Publik Menurut Hukum di Indonesia, Standar Layanan
Informasi Publik.
19
Di Bab III membahas tentang tinjauan umum tentang
Komisi Informasi yang didalamnya terdiri dari Pengertian Komisi
Informasi, Dasar Hukum, Fungsi, Tugas dan Wewenang Komisi
Informasi Pusat (KIP).
Di Bab IV membahas tentang penyelesaian sengekta
Informasi Publik yang diantaranya terdiri dari Prosedur
penyelesaian sengketa informasi publik komisi informasi, Analisa
Putusan komisi informasi Nomor 364/XI/KIP-PS/2013 dan
Analisan putusan Nomor 226/G/2014/PTUN-Jakarta.
Di Bab V pada bab penutup ini, berisi kesimpulan serta
saran yang berkaitan dengan permasalahan tersebut yang penulis
dapatkan dari hasil menganalisis Peran Komisi Informasi Pusat
(KIP) dalam Penyelesaian Sengketa Informasi Publik.
20
BAB II
TINJAUAN UMUM TENTANG INFORMASI PUBLIK
A. Konteks Kelahiran Undang-Undang Keterbukaan Informasi
Publik
Era keterbukaan yang mengiringi Reformasi 1998 semakin
menimbulkan kesadaran akan terbukanya akses informasi dari berbagai
kalangan. Secara khusus, keterbukaan akses menuju Informasi Publik
diperlukan oleh mereka yang berkecimpung dalam bidang lingkungan,
gerakan antikorupsi, hak asasi manusia, dan pers yang sering mengalami
kesulitan dalam mengakses berbagai informasi dari lembaga pemerintah,
dengan dalih rahasia negara.19
Meski demikian, Keterbukaan Informasi
untuk publik telah tercantum dalam beberapa peraturan yang disahkan
sebelum era reformasi, seperti Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997
tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup pada pasal 5 ayat (2) yang
berbunyi “setiap orang mempunyai hak atas informasi lingkungan hidup
yang berkaitan dengan peran dalam pengelolaan lingkungan hidup”. Dan
Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang pada
pasal 4 ayat (2) butir a yang berbunyi: “Setiap orang berhak untuk
mengetahui rencana tata ruang”.
Tiga isu besar yang mendorong lahirnya kesadaran atas kebutuhan
informasi adalah upaya pemberantasan korupsi, penegakan hak asasi
19
Dhoho A.Sastro,dkk, ”Mengenal Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik”,(Jakarta: Pelitaraya Selaras,2010),hal.1
21
manusia, dan tata kelola pemerintahan yang baik (good governance).20
Salah satu kasus riil yang memicu kesadaran itu adalah gugatan Wahana
Lingkungan Hidup terhadap Inti Indorayon Utama dan instansi pemerintah
berkaitan dengan hak publik atas informasi lingkungan hidup.
Berangkat dari diskusi-diskusi kecil, beberapa aktivis lembaga
swadaya pada awal masa-masa reformasi membentuk Koalisi Masyarakat
Sipil untuk Kebebasan Memperoleh Informasi Publik. Gagasan akan
kebebasan masyarakat untuk memperoleh informasi publik perlu dijamin
karena merupakan bagian tidak terpisahkan dari penataan dan reformasi di
berbagai sektor kehidupan, serta kebebasan mengakses informasi
merupakan syarat gagasan yang dituangkan dalam naskah RUU
Kebebasan Memperoleh Informasi Publik (KMIP).
Pada Program Pembangunan Nasional 2000-2005, pentingnya RUU
KMIP mulai disinggung. Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat sudah
menyadari pentingnya keterbukaan informasi, Koalisi Masyarakat Sipil
mulai mengkomunikasikan RUU KMIP secara resmi ke DPR pada
Agustus 2000. Pada Maret 2002 DPR menyetujui RUU KMIP sebagai
RUU usul inisiatif.
Bersamaan dengan masuknya draf RUU versi DPR, Pemerintah
membuat draf tandingan, Namun pembahasan draf sausulan tersebut gagal
dirampungkan karena Presiden Megawati Soekarno Putri tidak
mengeluarkan Amanat Presiden (Ampres) yang menunjuk wakil
20
Dhoho A.Sastro,dkk, ”Mengenal Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik”,(Jakarta: Pelitaraya Selaras,2010),hal.2
22
pemerintah untuk membahas RUU KMIP. Yang terjadi kemudian adalah
masuknya RUU Rahasia Negara. Ampres pembahasan RUU KMIP baru
keluuar pada 19 Oktober 2005 pada masa pemerintahan Presiden Susilo
Bambang Yudhoyono.
Sejak saat itu proses pembahasaan terus bergulir. Beberapa substansi
penting menjadi perdebatan antara pemerintah dan DPR. Pro dan kontra
pandangan diluar proses pembahasan juga mencuat karena Koalisi terus
memantau proses pembahasan. Perbedaan pandangan tidak hanya
mengenal materi muatan, tetapi juga terhadap judul. Pemerintah tidak
menyetujui kata “kebebasan” dipakai sebagai judul Undang-Undang.
Setelah melalui kompromi judul RUU berubah dari Kebebasan
Memperoleh Informasi Publik menjadi Keterbukaan Informasi Publik
(KIP).
Salah satu materi muatan yang paling banyak menyedot waktu, tenaga.
Dan pemikiran adalah masuknya Badan Usaha Milik Neagara (BUMN)
atau Milik Daerah (BUMD) sebagai badan publik. Pemerintah tidak setuju
sama sekali pada pandangan Koalisi. Akhirnya dicapai kompromi, definisi
badan publik menjadi sangat luas. Selain BUMN/BUMD, partai politik
dan organisasi-organisasi nonpemerintah pun termasuk badan publik.
Dan pada akhirnya Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik
(UU KIP) ditanda tangani Presiden dan diundangkanpada 30 April 2008,
tetapi baru berlaku dua tahun kemudian. Berarti seluruh materi UU KIP
mulai berlaku sejak 1 Mei 2010. Sebelum UU ini berlaku, pemerintah
23
sudah harus membentuk Komisi Informasi dan dua Peraturan Pemerintah,
yaitu Peraturan Pemerintah tentang Pembayaran Ganti Rugi oleh Badan
Publik, dan Peraturan Pemerintah tentang Jangka Waktu Pengecualian
Informasi Pengelolaan Informasi (Retensi). Selain itu, UU KIP juga harus
memberikan kewenangan pada Komisi Informasi untuk membuat petunjuk
teknis pelaksanaan UU KIP.
B. Definisi Informasi Publik
Undang-undang Republik Indonesia nomor 14 tahun 2008 tentang
Keterbukaan Informasi Publik (KIP), dalam diktum menimbang,
disebutkan bahwa Informasi merupakan kebutuhan pokok setiap orang,
baik dalam mengembangkan kualitas pribadinya maupun dalam rangka
menjalani kehidupan sosialnya.setiap orang dalam kualitas dan latar
belakang apapun membutuhkan informasi sesuai kadarnya. Pada
masyarakat sekalipun, kebutuhan atas informasi tetap ada dan harus
dipenuhi, informasi itu bisa diperoleh lewat tatap muka dengan orang lain,
bisa juga melalui berbagai macam sarana yang tersedia.
Pada masyarakat modern, kebutuhan atas informasi semakin banyak
dan semakin urgen. Informasi menjadi kebutuhan dasar dalam
pengambilan keputusan-keputusan formal dan sosial.perkembangan
teknologi komunikasi turut mendorong perkembangan informasi. Setiap
detik informasi terus menyebar dari satu tempat ketempat lain dengan
24
cepat akibat perkembangan teknologi komunikasi. Setiap hari kita
disuguhi informasi dari berbagai belahan dunia yang berbeda nyaris pada
saat bersamaan. Batas-batas antar negara seolah-olah menjadi hilang
akibat pesatnya perkembangan informasi.
Informasi hadir menyapa kita setiap saat, baik melalui media cetak dan
elektronik maupun lewat sekedar obrolan dengan tetangga. Informasi
menjadi salah satu kebutuhan dasar manusia yang mereka butuhkan
sebagai pribadi, sebagai anggota masyarakat dan sebagai warga negara.21
Banyak para ahli yang mengemukakan definisinya tentang informasi,
diantaranya:
1. Menurut Anton M. Meliono informasi adalah data yang telah diproses
untuk suatu tujuan tertentu. Tujuan tersebut adalah untuk
menghasilkan sebuah keputusan.
2. Menurut George H. Bodnar informasi adalah data yang diolah
sehingga dapat dijadikan dasar untuk mengambil keputusan yang tepat.
3. Menurut Raymond Mc.leod menyatakan bahwa informasi adalah data
yang telah diolah menjadi bentuk yang memiliki arti bagi pengambilan
keputusan saat ini atau mendatang.
Dalam pasal 1 ayat (2) disebutkan bahwa informasi publik adalah
informasi yang dihasilkan,disimpan,dikelola,dikirim,dan/atau
diterima oleh suatu badan publik yang berkaitan dengan
penyelenggara dan penyelenggaraan negara dan/atau
21
Henri subagiyo,”Anotasi Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik”, cet I, (Jakarta; Gajah Hidup Print, 2009), hal.3
25
penyelenggara dan penyelenggaraan badan publik lainnya yang
sesuai dengan UU serta informasi lain yang berkaitan dengan
penyelenggaraan negara.
C. Jenis-jenis Informasi Publik
Berbagai jenis informasi sebagaimana ditentukan didalam
ketentuan UU no.14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik
yang tercantum dalam pasal 9 ayat (2), pasal 10 ayat (1) dan (2), pasal
11 ayat (1), dan pasal 17 adalah :22
1. Informasi yang wajib disediakan dan diumumkan, terdiri dari:
a. Informasi berkala
Adapun yang dimaksud dengan informasi yang wajib
disediakan dan diumumkan secara berkala meliputi:
1) Informasi yang berkaitan dengan badan publik
2) Informasi mengenai kegiatan dan kinerja badan publik
terkait;
3) Informasi mengenai laporan keuangan; dan/atau
4) Informasi lain yang diatur dalam peraturan perundang-
undangan.
b. Informasi serta merta
Informasi serta merta adalah suatu informasi yang dapat
mengancam hajat hidup orang banyak dan ketertiban umum
22
Notrida G.B. Mandica-Nur, Buku Panduan Keterbukaan Informasi Publik untuk Petugas Pengelola dan Pemberi Informasi di Badan Publik, (Jakarta: PT. Temprint, 2009), hal. 81
26
yang wajib disampaikan oleh komisi informasi dengan cara
yang mudah dijangkau oleh masyarakat dan dalam bahasa
yang mudah dipahami.
c. Informasi yang harus tersedia setiap saat
Adapun informasi yang wajib tersedia setiap saat meliputi:
1) Daftar seluruh informasi publik yang berada dibawah
penguasaannya, tidak termasuk informasi yang
dikecualikan;
2) Hasil keputusan badan publik dan pertimbangannya;
3) Seluruh kebijakan yang ada berikut dokumen
pendukungnya;
4) Rencana kerja proyek termasuk didalamnya perkiraan
pengeluaran tahunan badan publik;
5) Perjanjian badan publik dengan pihak ketiga;
6) Informasi dan kebijakan yang disampaikan pejabat
publik dalam pertemuan yang terbuka untuk umum;
7) Prosedur kerja pegawai badan publik yang berkaitan
dengan pelayanan masyarakat; dan/atau
8) Laporan mengenai pelayanan akses informasi publik
sebagaimana diatur dalam undang-undang ini.
2. Informasi yang dikecualikan, yakni informasi yang tidak
terbuka pada publik karena akibat yang mungkin ditimbulkan
27
apabila diumumkan. Berikut informasi yang dikecualikan
meliputi:
a. Informasi publik yang apabila dibuka dan diberikan kepada
pemohon informasi publik dapat menghambat proses
penegakan hukum.
b. Informasi publik yang apabila dibuka dan diberikan kepada
pemohon informasi publik dapat mengganggu kepentingan
perlindungan hak atas kekayaan intelektual dan
perlindungan dari persaingan usaha tidak sehat;
c. Informasi publik yang apabila dibuka dan diberikan kepada
pemohon informasi publik dapat membahayakan
pertahanan dan keamanan negara;
d. Informasi publik yang apabila dibuka dan diberikan kepada
pemohon informasi publik dapat mengungkapkan kekayaan
alam indonesia;
e. Informasi publik yang apabila dibuka dan diberikan kepada
pemohon informasi publik, dapat merugikan ketahanan
ekonomi nasional;
f. Informasi publik yang apabila dibuka dan diberikan kepada
pemohon informasi publik, dapat merugikan kepentingan
hubungan luar negeri;
28
g. Informasi publik yang apabila dibuka dapat
mengungkapkan isi akta otentik yang bersifat pribadi dan
kemauan terakhir ataupun wasiat seseorang;
h. Informasi publik yang apabila dibuka dan diberikan kepada
pemohon informasi publik dapat mengungkap rahasia
pribadi;
i. Memorandum atau surat-surat antar badan publik atau intra
badan publik, yang menurut sifatnya dirahasiakan kecuali
atas putusan komisi informasi atau pengadilan;
j. Informasi yang tidak boleh diungkapkan berdasarkan
undang-undang.
D. Keterbukaan Informasi Publik menurut Hukum di Indonesia
Undang-undang no.14 tahun 2008, tentang keterbukaan
informasi publik adalah salah satu produk hukum diindonesia yang
dikeluarkan tahun 2008 dan diundangkan pada 30 april 2008 dan
mulai berlaku setelah dua tahun diundangkan. Undang-undang
yang terdiri dari 64 pasal ini pada intinya memberikan kewajiban
kepada setiap badan publik untuk mendapatkan informasi publik,
kecuali beberapa informasi tertentu.
Terbitnya undang-undang ini merupakan bentuk dorongan
partisipasi aktif keterlibatan masyarakat dan pemerintah guna
mewujudkan hak dasar publik atas kebutuhan layanan informasi.
29
Dalam konteks keterbukaan informasi publik, maka kehadiran
undang-undang ini membuka akses publik untuk melakukan
monitoring dan pengawasan.23
Keterbukaan informasi publik dalam praktik
penyelenggaraan negara secara terbuka kini juga digiatkan secara
global. Salah satu inisiatif internasional yang dibangun untuk
mewujudkan keterbukaan informasi adalah open governance
partnership (OGP) dimana indonesia sebagai salah satu negara
yang telah berkomitmen terhadap inisiatif OGP bertanggung jawab
untuk menjalankan berbagai inisiatif guna mendorong keterbukaan
informasi didalam negeri. Rencana strategi yang telah disusun
ditingkat open governance indonesia (OGI) untuk optimalisasi
implementasi UU KIP adalah mendorong percepatan penetapan
pejabat pengelola informasi dan dokumentasi (PPID) diseluruh
pemerintah daerah. Implementasi kebijakan mendorong
pembentukan PPID pemerintah daerah ini dilaksanakan oleh
kementrian dalam negeri yang memiliki fungsi koordinasi,
pembinaan dan pengawasan pemerintah daerah.
Agar keterbukaan informasi publik tidak sekedar menjadi
konsep, maka substansinya diatur lebih lanjut didalam peraturan
pemerintah (PP) no.61 tahun 2010 tentang pelaksanaan UU KIP,
sedangkan untuk tataran yang lebih implementatif kementrian
23
Dhoho A.Sastro,dkk, ”Mengenal Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik”,(Jakarta: Pelitaraya Selaras,2010),hal.6-7
30
dalam negeri telah menerbitkan peraturan mentri dalam negeri
no.35 tahun 2010 tentang pedoman pengelolaan pelayanan
informasi dan dokumentasi.
UU KIP sendiri hadir untuk menjamin:
a. Hak setiap orang untuk memperoleh informasi publik termasuk
hak untuk mengajukan banding bila menemui hambatan dalam
mengakses informasi publik.
b. Kewajiban badan publik menyediakan dan melayani
permohonan informasi publik secara cepat,tepat waktu,biaya
ringan, dan cara sederhana.
c. Pengecualian informasi publik bersifat ketat dan terbatas.
d. Kewajiban badan publik untuk membenahi sistem dokumentasi
dan pelayanan informasi publik.
e. Sanksi apabila terdapat pelanggaran
f. Adanya mekanisme penyelesaian sengketa terkait dengan
jaminan hak atas informasi.
Menjadi penting dari pemberlakuan UU KIP itu sendiri
adalah berlakunya UU KIP bertujuan membawa perubahan
paradigma badan publik dalam mengelola informasi. Sebelum UU
KIP berlaku, pengelolaan informasi dilakukan adalah tertutup,
kecuali yang diizinkan terbuka. Namun, setelah diundangkan,
paradigma pengelolaan informasi bergeser menjadi pengelolaan
31
informasi publik, artinya seluruh informasi adalah terbuka
(informasi publik), kecuali yang dikecualikan.
Dalam kaitannya dengan pengecualian informasi, arti
penting dari pemberlakuan UU KIP adalah bahwa sebelum UU
KIP, pengecualian informasi tidak memiliki parameter yang pasti.
Pengecualian informasi memperluas parameter dengan alasan
birokrasi maupun politis. Sedangkan setelah UU KIP berlaku, yaitu
dengan mensyaratkan bahwa pengecualian harus didasarkan pada:
a. Konsekuensi berdasarkan pasal 17 UU KIP, dan
b. Pengujian kepentingan publik, serta
c. Hanya berlaku sesuai dengan jangka waktu tertentu (masa
retensi).
E. Standar Layanan Informasi Publik
Standar layanan informasi publik adalah tata kelola internal badan
publik dalam rangka memenuhi hak publik untuk memperoleh
informasi, dengan cara melihat, mengetahui informasi serta
mendapatkan salinan informasi. Pengaturan menyangkut sistem
informasi dan dokumentasi untuk mengelola informasi publik secara
baik dan efisien serta penyampaiannya kepada publik.24
Di Indonesia standar layanan informasi publik diatur dalam PERKI
No.1 tahun 2010 tentang standar layanan informasi publik, yang
24
http//www.ppid.kominfo.go.id/standar-layanan-informasi.(diakses pada tgl 22 february 2015)
32
mengatur hal-hal yang belum jelas diatur dalam UU KIP, khususnya
tentang pengelolaan dan pelayanan informasi publik pada BAB V
pasal 19 ayat (1) dan (2) dijelaskan sebagai berikut :
(1) Setiap orang berhak memperoleh informasi publik dengan cara
melihat dan mengetahui informasi serta mendapatkan salinan
informasi publik.
(2) Badan publik wajib memenuhi hak sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) melalui:
a. Pengumuman informasi publik; dan
b. Penyediaan informasi publik berdasarkan permohonan
33
BAB III
TINJAUAN UMUM TENTANG KOMISI INFORMASI
A. Komisi Informasi dalam Sistem Hukum
Komisi informasi merupakan lembaga mandiri yang berfungsi
menjalankan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang keterbukaan
informasi publik (UU KIP) dan peraturan pelaksanaannya, menetapkan
petunjuk teknis standar layanan informasi publik dan menyelesaikan
sengketa informasi publik melalui mediasi dan/atau ajudikasi nonlitigasi.
Pentingnya keterbukaan informasi didalam pemerintahan untuk
mewujudkan pemerintahan yang baik (Good Governance) diakomodasi oleh
tujuan dari UU KIP yang antara lain menjamin hak warga negara untuk
mengetahui rencana pembuatan kebijakan publik, program kebijakan publik,
dan proses pengambilan keputusan publik, serta alasan pengambilan suatu
keputusan publik.
Komisi informasi terdiri atas informasi pusat, komisi informasi
provinsi, dan jika dibutuhkan komisi informasi kabupaten/kota. Komisi
informasi pusat berkedudukan di ibukota negara, sedangkan untuk komisi
informasi provinsi berkedudukan di ibukota provinsi dan komisi informasi
kabupaten/kota berkedudukan di ibukota kabupaten/kota. Melihat dari segi
pertanggungjawaban sebagaimana yang diatur dalam pasal 28 UU KIP, maka
untuk komisi informasi pusat pertanggungjawabannya kepada presiden dan
pelaporan fungsi, tugas dan wewenangnya kepada DPR. Sedangkan untuk
34
komisi informasi provinsi pertanggungjawabannya kepada gubernur dan
pelaporan fungsi, tugas dan wewenangnya kepada DPRD provinsi. Lain
halnya dengan komisi informasi kabupaten/kota pertanggungjawabannya
kepada bupati/walikota dan pelaporan fungsi, tugas dan wewenangnya
kepada DPRD kabupaten/kota.25
Susunan keanggotaan komisi informasi pusat berjumlah tujuh orang
komisisoner yang harus mencerminkan unsur dari pemerintah dan unsur
masyarakat. Bagi keanggotaan komisi informasi pada tingkat daerah, komisi
informasi provinsi/kabupaten/kota, komisionernya berjumlah lima orang
yang juga harus mencerminkan unsur dari pemerintahan dan unsur dari
masyarakat. Dalam memudahkan tugasnya, para komisioner harus menggelar
rapat pleno untuk memilih seorang ketua dan wakil ketua yang merangkap
sebagai anggota.
Komisi Informasi merupakan lembaga independen yang memiliki
tugas menyampaikan informasi dan mempunyai fungsi menyelesaikan
sengketa, dalam hal menyelesaikan sengketa seorang pemohon harus
mengetahui bagaimana tatacara mengajukan permohonan dan keberatan
dalam beracara, dalam Undang-Undang Nomor 14 tahun 2008 tentang
keterbukaan Informasi Publik dijelaskan tatacara permohonan dan tatacara
mengajukan keberatan dan kasasi.
Tata cara permohonan informasi publik melalui PPID diantaranya
sebagai berikut:
25
Annie londa dkk, Komisi Informasi Pusat “Memaknai Hakikat Komisi Informasi dan Sengketa Informasi”, Cet I (Jakarta, 2014), hal.2
35
1. Pemohon Informasi Publik mengajukan permohonan informasi
publik kepada PPID badan POM, baik melalui telepon, surat,
email, ataupun datang langsung;
2. Pemohon mengisi formulir layanan permohonan informasi yang
antara lain berisi latar belakang pemohon dan latar belakang
permohonan informasi;
3. Pemohon Informasi Publik meminta tanda bukti bahwa telah
melakukan permintaan informasi disertai nomor pendaftaran
permintaan;
4. PPID badan POM melakukan koordinasi internal untuk menjawab
permintaan informasi publik;
5. Pengelola Layanan Informasi menyampaikan jawaban secara
tertulis kepada Pemohon Informasi.
Kemudian Pemohon Informasi Publik juga dapat mengajukan keberatan
secara tertulis kepada atasan PPID Badan POM berdasarkan alasan dengan
tahapan sebagai berikut:
Tahap 1 :
a. Keberatan diajukan kepada atasan PPID Badan POM dalam
jangka waktu paling lambat 30 hari kerja dengan
mengemukakan alasan;
b. Atasan PPID Badan POM harus memberikan tanggapan atas
pengajuan keberatan tersebutpaling lambat 30 hari kerja sejak
diterimanya keberatan secara tertulis;
36
c. Apabila atasan PPID menguatkan putusan yang ditetapkan
bawahannya maka alasan tertulis disertakan bersama
tanggapan tersebut;
d. Jika pengaju keberatan puas atas putusan atasan PPID , maka
sengketa keberatan selesai;
e. Jika pengaju keberatan Informasi Publik tidak puas atas
tanggapan atasan PPID, maka penyelesaian sengketa Informasi
Publik dapat diajukan kepada Komisi Informasi Pusat.
Tahap 2 : Penyelesaian Sengketa Informasi Publik kepada Komisi Informasi
Pusat dengan langkah-langkah sebagai berikut:
a. Pengajuan Sengketa Informasi Publik ke Komisi Informasi
diajukan dalam waktu 14 hari kerja setelah diterimanya
tanggapan tertulis dari atasan PPID yang tidak memuaskan
Pemohon Informasi Publik;
b. Dalam waktu 14 hari kerja setelah diterimanya permohonan
penyelesaian sengketa Informasi Publik, Komisi Informasi
harus mulai melakukan proses penyelesaian sengketa melalui
mediasi, paling lambat 100 hari kerja;
c. Jika pada tahap mediasi dihasilkan kesepakatan, maka hasil
kesepakatan mediasi tersebut ditetapkan oleh Putusan Komisi
Informasi;
d. Apabila upaya mediasi dinyatakan tidak berhasil secara tertulis
oleh salah satu pihak atau para pihak yang bersengketa
37
menarik diri dari perundingan, maka Komisi Informasi
melanjutkan proses penyelesaian sengketa melalui ajudikasi;
e. Apabila salah satu atau para pihak yang bersengketa secara
tertulis menyatakan tidak terima putusan ajudikasi dari Komisi
Informasi paling lambat 14 hari kerja setelah diterimanya
putusan tersebut, maka dapat mengajukan gugatan melalui
pengadilan;
f. Jika Pemohon Informasi puas atas keputusan ajudikasi Komisi
Informasi, sengketa selesai.
Tahap 3 : Penyelesaian Sengketa Informasi Publik melalui pengadilan
dengan langkah-langkahsebagai berikut:
a. Pengajuan gugatan dilakukan melalui Pengadilan Tata Usaha
Negara
1). Penggugat menerima putusan pengadilan
2). Pengajuan gugatan oleh salah satu atau para pihakyang
bersengketa secara tertulis menyatakan tidak menerima
putusan ajudikasi dari Komisi Informasi Pusat paling lambat
14 hari kerja setelah diterimanya putusan tersebut.
b. jika tidak menerima putusan pengadilan, penggugat
mengajukan Kasasi kepada Mahkamah Agung, pengajuan
Kasasi dilakukan selambat-lambatnya 14 hari sejak
diterimanya putusan Pengadilan Tata Usaha Negara;
38
c. jika pengaju sengketa puas atas putusan pengadilan, sengketa
selesai.
B. Tugas dan Fungsi Komisi Informasi
Komisi informasi merupakan lembaga independen yang memiliki tugas
dan fungsi untuk memberikan informasi kepada masyarakat agar masyarakat
dapat memperoleh hak atas informasi tersebut. Di dalam undang-undang
nomor 14 tahun 2008 tentang keterbukaan informasi publik dijelaskan fungsi
dan tugas komisi informasi pada pasal 23 fungsi komisi informasi yang
berbunyi : “komisi informasi adalah lembaga mandiri yang berfungsi
menjalankan undang-undang ini dan peraturan pelaksanaannya menetapkan
petunjuk teknis standar layanan informasi publik dan menyelesaikan sengketa
informasi publik melalui mediasi dan/atau ajudikasi nonlitigasi”. Dan pada
pasal 26 ayat (1) komisi informasi memiliki tugas diantaranya :
a. Menerima, memeriksa, dan memutus permohonan penyelesaian
sengketa informasi publik melalui mediasi dan/atau ajudikasi
nonlitigasi yang diajukan oleh setiap permohonan informasi publik
berdasarkan alasan sebagaimana dimaksud dalam undang-undang ini;
b. Menetapkan kebijakan umum pelayanan informasi publik; dan
c. Menetapkan petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis
Komisi informasi adalah lembaga mandiri yang berfungsi menjalankan
undang-undang KIP dan peraturan pelaksanaannya. Komisi juga bertugas
untuk menetapkan petunjuk teknis standar layanan informasi public dan
39
menyelesaikan sengketa informasi publik melalui mediasi dan atau ajudikasi
non litigasi. 26
Tugas dan wewenang komisi informasi
a. Tugas
1. Menerima, memeriksa dan memutus permohonan penyelesaian
sengketa informasi public melalui mediasi dan atau ajudikasi non
litigasi yang diajukan oleh setiap pemohon informasi public
berdasarkan alasan sebagaimana dimaksud dalam undang-undang ini.
2. Menetapkan kebijakan umum pelayanan informasi public.
3. Menetapkan petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis.
b. Wewenang
4. Memanggil dan atau mempertemukan para pihak yang bersengketa
5. Meminta catatan atau bahan yang relevan yang dimiliki oleh badan
public terkait untuk mengambil keputusan dalam upaya menyelesaikan
sengketa informasi public.
6. Meminta keterangan atau menghadirkan pejabat badan public ataupun
pihak yang terkait sebagai saksi dalam penyelesaian sengketa
informasi public
7. Mengambil sumpah setiap saksi yang didengar keterangannya dalam
ajudikasi non litigasi penyelesaian sengketa informasi public
26
Notrida G.B. Mandica-Nur, Buku Panduan Keterbukaan Informasi Publik untuk petugas Pengelola dan Pemberi Informasi di Badan Publik, (Jakarta: PT. Temprint, 2009), hal. 101-102
40
8. Membuat kode etik yang diumumkan kepada public sehingga
masyarakat dapat menilai kinerja komisi informasi.
C. Kinerja Komisi Informasi
Sesuai Keputusan Ketua KI Pusat No. 07/KEP/KIP/VIII/2014 tentang
Bidang Tugas Anggota Komisi Informasi Pusat, Bidang Tugas Kelembagaan
telah menyusun “Laporan Kerja Bidang Kelembagaan, Agustus 2013-2015”.
Laporan ini disusun untuk melaksanakan tanggung jawab Bidang Tugas
Kelembagaan di Komisi Informasi Pusat untuk menyampaikan capaian
kinerja fungsi dan tugasnya secara berkala.27
Laporan Kerja menjelaskan dan menjabar beberapa kegiatan yang
telah dilaksanakan oleh Bidang Tugas Kelembagaan dalam periode Agustus
2013 hingga 2015. Kegiatan-kegiatan tersebut terbagi dalam 2 bagian besar
sesuai ruang lingkup tugas Bidang Kelembagaan. Kedua bagian tersebut yaitu
Pelaksanaan Kebijakan dan Kajian Pengembangan Kegiatan Internal
Organisasiyang meliputi kegiatan Manajemen Sumber Daya Manusia,
Anggaran, dan Tata Kelola; dan Pelaksanaan Kebijakan dan Kajian
Pengembangan Kegiatan Eksternal Organisasi yang meliputi kegiatan Kerja
Sama Kelembagaan.28
Pada bagian pertama, terdapat 7 (tujuh) kegiatan internal organisasi
yang mencakup diantaranya kegiatan internal kelembagaan seperti mengenai
kepegawaian KI Pusat, penyusunan SOP tata kelola KI Pusat hingga review
27
www.kominfo.com,”laporan kerja bidang kelembagaan”,Agustus 2013-2015 28
www.kominfo.com, “laporan kerja bidang kelembagaan”, agustus 2013-2015
41
penyusunan anggaran tahun 2014. Selain itu dalam bagian ini juga membahas
berbagai kegiatan penyusunan rancangan regulasi di bidang kelembagaan.
Yaitu rancangan peraturan KI tentang pedoman pelaksanaan seleksi dan
penetapan anggota KI, rancangan pedoman uji konsekuensi, rancangan
peraturan KI tentang tata naskah dinas dan rancangan peraturan KI tentang
kode etik.
Pada bagian kedua, yaitu Pelaksanaan Kebijakan dan Kajian
Pengembangan Kegiatan Eksternal Organisasi terdiri dari 6 (enam) kegiatan
eksternal organisasi. Diantaranya mencakup penganugerahan dan penilaian
mandiri keterbukaan informasi publik tahun 2013, kerjasama antar lembaga
pengembangan jaringan kelembagaan dan kerja sama organisasi
internasional. Dalam ruang lingkup hubungan KI Pusat dengan KI di daerah,
Bidang Tugas Kelembagaan melaksanakan kegiatan berikut, yaitu informasi
provinsi, asistensi & konsultasi kelembagaan komisi informasi provinsi dan
audiensi kelembagaan antara Komisi Informasi Pusat dengan lembaga negara
lainnya
Laporan pelaksanaan kegiatan ini menjelaskan dan menjabar beberapa
kegiatan yang telah dilaksanakan oleh Bidang Tugas Kelembagaan dalam
periode tahun 2013- 2015. Laporan disusun dalam dua bagian besar sesuai
ruang lingkup tugas Bidang Tugas Kelembagaan, sehingga kerangka laporan
berbentuk sebagai berikut: 29
29
www.kominfo.com, “laporan kerja bidang kelembagaan”, Agustus 2013-2015
42
a. Pelaksanaan Kebijakan dan Kajian Pengembangan Kegiatan Internal
Organisasiyang meliputi kegiatan Manajemen Sumber Daya Manusia,
b. Pelaksanaan Kebijakan dan Kajian Pengembangan Kegiatan Eksternal
Organisasi yang meliputi kegiatan Kerja Sama Kelembagaan.
a. Pelaksanaan Kebijakan dan Kajian Pengembangan Kegiatan Internal
Organisasi
1. Review Penyusunan Anggaran Tahun 2014
Penyusunan anggaran Tahun 2014 telah dibahas selama 4 (empat)
kali. Pembahasanpertama, kedua dan ketiga dibahas oleh Komisioner
Periode 2009- 2013, sementara pembahasan keempat dilaksanakan
oleh Komisioner Periode 2013-2017. Pembahasan penyusunan
anggaran Tahun 2014 dipandang perlu untuk mereview penyusunan
anggaran Tahun 2014 yang telah dibahas dan disusun oleh Komisioner
periode pertama. Kegiatan review anggaran ini dilaksanakan pada
tanggal 1 sampai 3 September 2013 di Lor In Hotel Sentul, Bogor.
Review penyusunan anggaran Tahun 2014 yang dihadiri oleh Ketua
Komisi Informasi Pusat Abdulhamid Dipopramono, Wakil Ketua John Fresly,
Komisioner Yhannu Setyawan, Evy Trisulo, dan Henny S. Widyaningsih
dimaksudkan untuk menyamakan persepsi dan program yang akan dicapai
oleh Komisioner Periode 2013-2014.
Evy Trisulo menyampaikan dalam Penyusunan Rencana Kerja Anggara
Lembaga (RKA-L) Komisi Informasi, hal yang penting untuk diperhatikan
43
adalah penyusunannya harus mengacu pada Standar Biaya Umum (SBU)
Tahun 2014, mengacu pada pagu sementara, dan menggunakan aplikasi
RKA-L 2014. Dari penyusunan anggaran Tahun 2014 masih terdapat indeks
anggaran yang belum sesuai dengan Standar Biaya Umum sehingga perlu
diperbaiki.
Dalam kegiatan itu juga dihadiri oleh Sekretaris Komisi Informasi Pusat,
Kepala Bagian Perencanaan, Tenaga Ahli, Asisten Ahli dan Staf Bagian
Perencanaan. Untuk dapat menyusun anggaran yang sesuai dengan regulasi
yang berlaku, Komisi Informasi Pusat menghadirkan pejabat dari Direktorat
Jendral Anggaran Kementerian Keuangan dan dari Kepala Bagian
Penyusunan Anggaran Biro Perencanaan Kementerian Komunikasi dan
Informatika untuk menjadi narasumber.
Selain membahas mengenai metode atau proses penyusunan anggaran
sesuai dengan regulasi yang berlaku, kegiatan ini juga mereview penyusunan
anggaran Tahun 2014 yang dimaksudkan agar Komisi Informasi Pusat
memiliki Bagian Anggaran tersendiri yang selama ini masih menempel di
Kementerian Komunikasi dan Informatika. Melalui kegiatan ini disimpulkan
bahwa perlu adanya pembahasan secara khusus terkait dengan pengelolaan
anggaran yang secara mandiri dikelola Komisi Informasi dengan
memperhatikan kriteria dan syarat-syaratnya serta ditinjau secara struktural
berdasarkan keputusan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara,
mengenai apakah Komisi Informasi dapat bertindak sebagai pengguna
anggaran secara langsung atau tidak.
44
2. Kepegawaian Komisi Informasi Pusat
Sejak terbentuknya Komisi Informasi Pusat tahun 2009, kepegawaian di
Komisi Informasi Pusat adalah untuk memberikan dukungan administratif,
keuangan dan tata kelola di Komisi Informasi Pusat.Kepegawaian ini terdiri
dari Pegawai Negeri Sipil yang berasal dari Kementerian Komunikasi dan
Informastik dan Pegawai Non Pegawai Negeri (Pegawai Non PNS).
Bentuk perbaikan manajemen dalam tata kelola kelembagaan di Komisi
Informasi Pusat dilakukan dengan cara evaluasi perbaikan kinerja terhadap
seluruh pegawai, baik PNS dan Pegawai Non PNS, juga dilakukan rekrutmen
terhadap Pegawai Non PNS.
a) Evaluasi Perbaikan Kinerja Pegawai Komisi Informasi Pusat
a. Pegawai Negeri Sipil di Sekretariat Komisi Informasi Pusat.
b. Evaluasi Pegawai Non PNS Komisi Informasi Pusat.
b.) Rekruitmen Pegawai Non Pegawai Negeri Sipil Komisi Informasi
Pusat
a. Pelaksanaan Career path
b. Open Recruitment
3. Penyusunan Regulasi Bidang Tugas Kelembagaan Komisi Informasi
Penyusunan regulasi yang terkait bidang tugas kelembagaan merupakan
pijakan utama dalam pembenahan kelembagaan di Komisi Informasi, baik
45
Komisi Informasi Pusat maupun dijadikan sebagai pedoman oleh Komisi
Informasi Provinsi, Kabupaten/ Kota di Indonesia. Terdapat beberapa draft/
rancangan regulasi terkait ruang lingkup bidang tugas Kelembagaan yang
telah disusun, yaitu:
a) Rancangan Peraturan KI tentang Pedoman Pelaksanaan Seleksi dan
Penetapan Anggota Komisi Informasi.
b) Rancangan Pedoman Pengujian Konsekuensi.
c) Rancangan Peraturan Komisi Informasi tentang Tata Naskah dinas.
d) Rancangan Peraturan Komisi Informasi tentang Kode Etik dan
Perilaku Anggota Komisi Informasi.
4. Policy Paper Pengangkatan dan Pemberhentian Anggota Komisi Informasi
Policy paper tentang pengangkatan dan pemberhentian Anggota Komisi
Informasi yang disusun oleh Komisi Informasi Pusat pada bulan Juli 2014
merupakan tanggapan usulan Komisi Informasi Provinsi Sumatera Utara
tentang draft Keputusan KI Pusat tentang Pedoman Pengangkatan dan
Penetapan Kembali Anggota Komisi Informasi Provinsi dan Komisi
Informasi Kabupaten/Kota.
Pengangkatan dan Pemberhentian anggota Komisi Informasi diatur pada
Bagian Kedelapan Undang-undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang
Keterbukaan Informasi Publik. Pada bagian tersebut memuat 5 (lima) pasal
yang dalam implementasinya menimbulkan multi tafsir. Dalam Policy Paper
ini dijabarkan analisis deskriptif normatif terhadap pengaturan Pengangkatan
46
dan Pemberhentian anggota Komisi Informasi dimaksud dan sekaligus untuk
memberikan tanggapan draft Keputusan KI Pusat yang diusulkan oleh Komisi
Informasi Provinsi Sumatera Utara perihal yang sama dengan
mengharmonisasikan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Analisis
komprehensif dilakukan dari aspek formil dan materiil.
Komisi Informasi Provinsi menafsirkan isi dari Pasal 33 UU KIP sebagai
sebuah pintu untuk pengangkatan dan penetapan kembali anggota Komisi
Informasi Provinsi dan Komisi Informasi Kabupaten/Kota tanpa melalui
mekanisme seleksi terlebih dahulu.
Penafsiran ini muncul karena Pasal 33 UU KIP menyebutkan bahwa
Anggota Komisi Infomasi diangkat untuk masa jabatan 4 (empat) tahun dan
dapat diangkat kembali untuk satu periode berikutnya.
Melalui Rapat Koordinasi Nasional Komisi Informasi se Indonesia Tahun
2013 yang merupakan acara tahunan dimana seluruh Komisi Informasi
berkumpul untuk menginventarisir permasalahan atau kendala yang dihadapi
dan mencari penyelesaiannya secara bersama, dan diperolehlah suatu gagasan
untuk menyikapi perpanjangan masa jabatan tanpa mekanisme seleksi dengan
penafsiran terhadap Pasal 33 UU KIP.
Pada Rapat Kerja Teknis Komisi Informasi se Indonesia Tahun 2014
diusulkan sebuah draft oleh Komisi Informasi Provinsi Sumatera Utara
mengenai pedoman pengangkatan dan penetapan kembali anggota Komisi
Informasi Provinsi dan Komisi Informasi Kabupaten/Kota.
47
5. Kajian Kelembagaan Sekretariat KI
Hingga Juli 2015, Komisi Informasi Provinsi yang telah terbentuk adalah
sejumlah 27. Komisi Informasi Kabupaten sejumlah 3, dan 1 Komisi
Informasi Kota. Namun, dari ke-32 Komisi Informasi yang terbentuk tersebut
tidak semuanya memiliki sekretariat dan walaupun sudah ada dukungan
sekretariat tetapi jabatannya masih rangkap (ex officio). Kondisi jabatan yang
rangkap atau masih melekat disebabkan oleh ketidakjelasan peraturan daerah
yang mengaturnya, namun Peraturan Komisi Informasi No. 1 Tahun 2013
tentang Prosedur Penyelesaian Sengketa Informasi Publik (Perki PPSIP)
mengatur bahwa kepaniteraan yang bertugas dalam proses penyelesaian
sengketa informasi haruslah sekretariat Komisi Informasi tersebut. Hal ini
yang menyebabkan terhambatnya Komisi Informasi dengan struktur
kesekretarian ex officio untuk melaksanakan tugas dan fungsinya yang utama,
yaitu penyelesaian sengketa informasi sebagaimana diatur dalam Pasal 23 UU
KIP.
Untuk itu Komisi Informasi Pusat melakukan kajian mengenai
kelembagaan sekretariat Komisi Informasi se Indonesia untuk melihat
bagaimana susunan organ, serta dukungan yang diberikan melalui metodologi
wawancara dan pengisian kuesioner oleh Komisi Informasi di seluruh
Indonesia sebagai responden.Rangkaian kajian dilaksanakan selama 3 (tiga)
bulan yang terdiri dari kegiatan penyusunan instrumen pengumpulan data,
dilanjutkan dengan pengumpulan data secara langsung di 2 (dua) lokasi
Komisi Informasi Provinsi dan pengumpulan data secara tidak langsung
48
kepada Komisi Informasi se- Indonesia termasuk Komisi Informasi Pusat,
setelah pengumpulan data dilakukan maka hasil tersebut akan dikaji melalui
diskusi yang akan mendatangkan para ahli di bidang struktur kesekretariatan,
kemudian dilanjutkan dengan konsinyasi hasil kajian, dan diakhiri dengan
diskusi publik dalam rangka mensosialisasikan hasil kajian baik kepada
Komisi Informasi di daerah maupun instansi terkait.
Dengan disusunnya kajian kelembagaan sekretariat Komisi Informasi,
tidak hanya bermanfaat bagi internal Komisi Informasi baik di pusat maupun
di daerah tapi juga akan bermanfaat bagi eksternal antara lain instansi yang
terkait dan juga masyarakat luas.
Selain pengumpulan data kelembagaan, kajian ini juga dilakukan kegiatan
diskusi ahli ini bertujuan untuk menambah referensi mengenai struktur
kelembagaan yang ideal bagi Komisi Informasi dari sudut pandang
Kementerian Dalam Negeri dan Kementerian Pendayagunaan Aparatur
Negara dan membahas hasil pengumpulan data pada Komisi Informasi se-
Indonesia yang telah dilakukan.
Setelah dilakukan pengumpulan data dan diskusi dengan ahli, kegiatan
dilanjutkan dengan mengkolaborasikan data-data yang didapat dalam bentuk
Kajian Kelembagaan Kesekretariatan Komisi Informas Se-Indonesia yang
kemudian dilakukan diseminasi terhadap hasil Kajian tersebut.
6. Penyusunan SOP tata kelola KI Pusat bekerjasama dengan AIPD yang
dilaksanakan oleh Pattiro
49
Kegiatan penyusunan Standard Operational Procedures (SOP) tata kelola
Komisi Informasi Pusat dilakukan di Bogor selama t iga hari, tanggal 20 – 22
Februari 2014 yang dilakukan bekerja sama dengan AIPD yang
dilakasanakan oleh Patiro.Adapun tujuan dilakukannya penyusunan SOP ini
adalah untuk menciptakan keteraturan kerja pada jajaran staff kesekretariatan
Komisi Informasi Pusat dalam mencapai tujuan lembaga secara efektif dan
terarah.
Kegiatan ini dilakukan dengan melibatkan pejabat struktural dan staff di
sekretariat Komisi Informasi sebagai pelaksana dari SOP tersebutyang terdiri
dari Tenaga Ahli, Asisten Ahli dan staff administrasi sebagai pelaksana dari
SOP yang disusun dan didampingi oleh Komisioner Bidang Kelembagaan
Evy Trisulo Dianasari.
Sebelum memulai penyusunan terlebih dahulu dilakukan penjabaran
mengenai teori-teori yang berkenaan dengan cara penyusunan SOP. Setelah
itu, dilakukan inventaris pekerjaan dari masing-masing peserta sesuai dengan
tugas pokok dan fungsinya. Daftar inventaris tersebut yang kemudian
dibuatkan alur prosedurnya dalam bentuk SOP.
Kegiatan ini menghasilkan 30 d raft S OP untuk beberapa bagian yakni
bagian Umum, Penyelesaian Sengketa dan Tenaga Ahli serta Asisten Ahli.
Meskipun jumlah draft tersebut masih belum dapat mencakup seluruh
kegiatan, namun diharapkan dapat tetap maksimal dilaksanakan sebagai
acuan prosedur bekerja di sekretariat Komisi Informasi Pusat.
50
7. Penyusunan Renstra 2014 – 2019 bekerjasama dengan Indonesia
Parlementary Centre (IPC)
Penyusunan Rencana Strategis (Renstra) Komisi Informasi Pusat
dipandang perlu untuk dilaksanakan dengan segera karena terkait dengan
penyusunan arah kebijakan Komisi Informasi Pusat pada masa kerja 2013 –
2017.
Kegiatan penyusunan Renstra Komisi Informasi Pusat 2013 – 2017
dilakukan oleh 7 (tujuh) Anggota Komisi Informasi yang difasilitasi oleh
indonesian parliamentary center yang diselenggarakan pada tanggal 19-21
maret 2014 bertempat diserpong.
Kegiatan ini didahului dengan pemetaan dan pemahaman akan kondisi
Komisi Informasi yang aktual oleh seluruh Anggota Komisi Informasi. Hal
ini dimaksudkan agar didapat terhadap situasi, kondisi, dan posisi Komisi
Informasi sehingga didapatkan kekuatan internal dan peluang eksternal yang
dimiliki guna mengatasi tantangan yang ada serta dapat mewujudkan visi misi
yang telah dirumuskan.
Visi yang telah tersusun tersebut kemudian dijabarkan dalam misi untuk
lebih dapat merinci kekuatan untuk mewujudkan visi tersebut. Rumusan misi
yang telah tersusun juga dijabarkan dengan rumusan indikator capaian untuk
masing-masing misi per tahunnya, yang dimulai dengan tahun 2014 hingga
tahun 2017.
Penjabaran capaian indikator per tahunnya nantinya dalam pelaksanaanya
tertuang dalam bentuk kegiatan. Hal ini dimaksudkan agar kegiatan yang
51
dilakukan oleh Komisi Informasi Pusat, terutama, lebih focus mengarah
dalam mewujudkan visi misi. Oleh karenanya, pada hari terakhir kegiatan
tersebut, diperkenalkanlah hasil-hasil kegiatan penyusunan renstra kepada
segenap jajaran kesekretariatan Komisi Informasi Pusat.
8. Forum Group Discussion Pengujian Konsekuensi
Komisi Informasi sebagai lembaga yang berwenang dan bertugas untuk
menetapkan Petunjuk Teknis Standar Layanan Informasi maka Komisi
Informasi Pusat juga berkewajiban membuat regulasi mengenai pengujian
konsekuensi karena uji konsekuensi merupakan salah satu tahapan dalam
proses layanan informasi publik yang dilakukan oleh setiap Badan Publik
termasuk Komisi Informasi sendiri.
Hal ini secara jelas tertuang dalam UU KIP dimana Pejabat Pengelola
Informasi dan Dokumentasi (PPID) di setiap Badan Publik wajib melakukan
pengujian tentang konsekuensi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 UU
KIP dengan seksama dan penuh ketelitian sebelum menyatakan Informasi
Publik tertentu dikecualikan untuk diakses oleh setiap Orang (Pasal 19 UU
KIP).
Pengujian konsekuensi harus dilakukan dengan memperhatikan asas-asas
dalam UU KIP yaitu bersifat ketat, terbatas dan pertimbangan tentang
konsekuensi yang timbul apabila suatu informasi diberikan kepada
masyarakat serta pertimbangan seksama bahwa menutup Informasi Publik
52
dapat melindungi kepentingan yang lebih besar daripada membukanya atau
sebaliknya (Pasal 2 UU KIP).
Mengingat pentingnya pengujian konsekuensi untuk mencegah
informasi-informasi yang dapat membahayakan negara maka perlu diatur
dalam suatu regulasi yang rigid dan seragam bagi seluruh Badan Publik di
Indonesia, agar tidak ada perbedaan tafsir maupun standar dalam melakukan
pengecualiannya. Atas permasalahan tersebut diperlukan Focus Group
Discussion tentang Uji Konsekuensi untuk melihat metode dan tahapan dalam
melakukan uji konsekuensi pada Badan Publik.
b. Pelaksanaan Kebijakan dan Kajian Pengembangan Kegiatan Eksternal
Organisasi
1. Penganugerahan dan Penilaian Mandiri Keterbukaan Informasi Publik tahun
2013
Komisi Informasi Pusat telah empat kali menyelenggarakan Penilaian
Mandiri Keterbukaan Informasi Publik. Pada tahun 2011, 2012, dan 2013
kegiatan ini dinamakan Monitoring dan Evaluasi Keterbukaan Informasi
Publik. Kemudian pada tahun 2014 dinamakan Pemeringkatan Badan Publik
yang pelaksanaannya oleh Bidang Tugas Sosialisasi, Edukasi dan Advokasi.
Oleh karena itu, laporan ini hanya menjabarkan kegiatan penganugerahan dan
penilaian mandiri keterbukaan informasi publik yang dilaksanakan pada
tahun 2013 oleh Bidang Tugas Kelembagaan.
53
Dengan memperhatikan beberapa evaluasi pasca kegiatan di tahun
sebelumnya, Komisi Informasi Pusat melakukan perbaikan instrumen
penilaian dengan menyeluruh pada kegiatan penilaian mandiri keterbukaan
informasi publik tahun 2013. Selain itu, evaluasi juga mencakup
peserta/responden yang kemudian turut melibatkan Badan Usaha Milik
Negara dan Partai Politik yang sebelumnya hanya terdiri dari unsur
Pemerintahan, baik di tingkat Pusat maupun Provinsi.
Komisi Informasi Pusat dalam melakukan Penilaian Mendiri
Keterbukaan Informasi Publik menggunakan Skala Nilai Keterbukaan
Informasi dari 0 samapi 100. Dengan demikian semakin besar nilai yang
didapatkan Badan Publik maka tingkat kepatuhan Badan Publik terhadap
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi
Publik semakin tinggi.
Dari Penilaian Mandiri Keterbukaan Informasi Publik tahun 2013,
Komisi Informasi Pusat berdasarkan hasil penilaian self assessment dan
verifikasi, nilai rata-rata keterbukaan informasi Badan Publik per kategori
sebagai berikut: nilai rata-rata keterbukaan informasi Kategori BP
Pemerintahan adalah 49,309; nilai rata-rata BP Provinsi adalah 42,722; dan
nilai rata-rata Kategori BP BUMN adalah 38,070.
Melihat hasil tersebut, Komisi Informasi Pusat berpendapat bahwa
tingkat kepatuhan Badan Publik untuk mengimplementasikan UU KIP masih
belum maksimal, dimana bahkan belum mencapai nilai setengah atau 50%
dari Kewajiban Badan Publik sesuai dengan yang diamanatkan UU KIP. Oleh
54
karena itu, Komisi Informasi Pusat mendorong Badan Publik agar terus
memacu implementasi UU KIP.
2. Kerjasama antar lembaga (MoU)
Di tahun 2014 telah dilakukan 3 (tiga) MoU antar kelembagaan yaitu
MoU Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dengan Komisi Pemilihan Umum
(KPU) dan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) dan Komisi Informasi Pusat
(KIP) tentang Kepatuhan Pelaksanaan Kampanye Pemilihan Umum Melalui
Media Penyiaran yang ditanda tangani pada tanggal 28 Februari 2014.
Tahun 2015 KIP telah melakukan 2 (dua) MoU, yaitu pada tanggal 25
Maret 2015 MoU Kementerian Pemuda dan Olahraga dengan KIP tentang
keterbukaan informasi publik di bidang kepemudaan, keolahragaan, dan
kepramukaan. Tujuan dari nota kesepahaman ini adalah untuk mewujudkan
keterbukaan informasi publik dalam rangka pembinaan dan pengembangan
kepemudaan, keolahragaan dan kepramukaan yang partisipasif, meluas dan
akuntabel.
MoU yang kedua yaitu antara Ombudsman RI dengan KI Pusat yang
dilaksanakan pada 5 Mei 2015 tentang peningkatan pengawasan pelayanan
publik dalam rangka mewujudkan keterbukaan informasi publik. Maksud dari
nota kesepahaman ini adalah untuk meningkatkan kerjasama, koordinasi, dan
sinergi antara Ombudsman RI dengan KIP, dengan tujuan untuk mewujudkan
pelayanan publik yang prima secara efektif sesuai dengan kewenangan
masingmasing.
55
Bentuk kerjasama KIP dengan lembaga Negara lainnya tidak saja
ditandai dengan penandatanganan Nota Kesepakatan (Memorandum of
Understanding) tetapi juga dilakukan dengan kegiatan audiensi dan
konsultasi berkenaan dengan kelembagaan Komisi Informasi.
3. Pengembangan Jaringan Kelembagaan dan Kerja Sama Organisasi
Internasional
Pengembagangan jaringan kelembagaan dan kerja sama organisasi
internasional merupakan berperan aktif Komisi Informasi secara dalam dunia
internasional. Salah satu kegiatan yang dilakukan adalah terlibat dalam satu
kegiatan yang terkait dengan keterbukaan informasi yang bersifat
internasional.
Komisi Informasi Pusat yang diwakili oleh Ketua Abdulhamid
Dipopramono, Wakil Ketua John Fresly, dan Komisioner Kelembagaan Evy
Trisulo mengikut International Conference of Information
Commissioners(ICIC) IX di Santiago, Chile, pada 21 – 23 April 2015.
Konferensi tersebut yang bertempat di Catholic University Extension
Center, Santiago, Chile, mengangkat isu kerja sama dan pertukaran ilmu,
mediasi, komparasi penerapan kebijakan transparansi, dan komparasi
jurisprudensi untuk perkara-perkara yang kompleks. Selain itu juga dibahas
mengenai dampak sosial transparansi terhadap pemerintah, hak akses
informasi untuk kemajuan pembangunan dan keadilan sosial, serta desain
lembaga, jurisprudensi, dan kerja sama internasional.
4. Pendampingan Pembentukan Komisi Informasi Provinsi
56
Komisi Informasi adalah lembaga mandiri yang berfungsi
menjalankan undang-undang dan peraturan pelaksanaannya menetapkan
petunjuk teknis standar layanan Informasi Publik dan menyelesaikan
Sengketa Informasi Publik melalui Mediasi dan/atau ajudikasi nonlitigasi
(Pasal 23 UU KIP). Komisi Informasi terdiri atas Komisi Informasi Pusat,
Komisi Informasi Provinsi, dan jika dibutuhkan Komisi Informasi
kabupaten/kota. Komisi Informasi Pusat berkedudukan di ibu kota Negara,
Komisi Informasi provinsi berkedudukan di ibu kota provinsi dan Komisi
Informasi kabupaten/kota berkedudukan di ibu kota kabupaten/kota.
Pembentukan Komisi Informasi Provinsi baru sesuai fokus kegiatan
Bidang Tugas Kelembagaan telah dilakukan Komisi Informasi Pusat sejak
tahun 2015 melalui kegiatan Inisiasi Pembentukan Komisi Informasi Provinsi
yang baru dilaksanakan di provinsi Maluku. Namun, pendampingan dan
konsultasi kepada Pemerintah Daerah maupun DPRD tentang periodiasasi
anggota KI Provinsi/Kabupaten/Kota maupun pembentukan KI Provinsi baru
telah dilaksanakan KI Pusat di setiap tahunnya dengan menerima kunjungan
perwakilan Pemerintah daerah maupun DPRD Provinsi, Kabupaten/Kota di
kantor Komisi Informasi Pusat.
Kegiatan tersebut dimaksudkan sebagai bentuk akuntabilitas KI Pusat
terhadap pelaksanaan Pedoman Seleksi Calon Anggota KI di daerah, serta
menggali wacana yang dapat digunakan untuk bahan evaluasi dan perbaikan
pedoman seleksi di masa mendatang. Masalah yang ditemukan dalam
kunjungan tersebut adalah Tim Seleksi meggunakan pedoman seleksi yang
57
sudah tidak berlaku yaitu Keputusan Ketua KI Pusat Nomor
02/KEP/KIP/X/2009 yang sudah diubah melalui Keputusan Ketua KI Pusat
Nomor 01/KEP/KIP/III/2010 tentang Perubahan atas Keputusan Ketua KI
Pusat Nomor 02/KEP/KIP/X/2009 tentang Pedoman Pelaksanaan Seleksi dan
Penetapan Anggota Komisi Informasi Provinsi dan Komisi Informasi
Kabupaten/Kota. Melalui kunjungan tersebut, KI Pusat bertujuan untuk
memastikan bahwa setiap tahapan seleksi yang akan dilaksanakan telah sesuai
dan berdasarkan pedoman seleksi sebagaimana yang diatur dalam Keputusan
Ketua Komisi Informasi Pusat No. 01/KEP/KIP/III/2010.
5. Asistensi & Konsultasi Kelembagaan Komisi Informasi Provinsi
Pada akhir 2014 hingga 2015, terdapat beberapa Komisi Informasi
tingkat Provinsi yang baru terbentuk secara kelembagaan dan beberapa
Komisi Informasi tingkat Provinsi yang telah memasuki periode ke-2. Komisi
Informasi tingkat Provinsi yang baru terbentuk atau yang memasuki periode
ke-2, memerlukan pendampingan dalam melaksanakan tugas dan fungsi KI,
khususnya dalam melakukan penyelesaian sengketa informasi yang sesuai
dengan Perki No. 1 Tahun 2013 tentang Prosedur Penyelesaian Sengketa
Informasi Publik, dan kegiatan kelembagaan KI di daerah sebagai salah satu
perwujudan dan tindak lanjut fokus tugas Bidang Tugas Kelembagaan terkait
dengan keberadaan KI daerah, yaitu target Renaksi tahun 2015 dan
pemenuhan hak masyarakat terhadap hak informasi publik berdasarkan
Renstra 2013- 2017.
58
Selain memberikan konsultasi kelembagaan bagi Komisi Informasi
yang memerlukan pendampingan dalam melaksanakan tugas dan fungsi KI,
Komisi Informasi Pusat juga memberikan masukan bagi permasalahan yang
dihadapi Komisi Informasi di daerah. Salah satunya adalah permasalah
mengenai dugaan pelanggaran kode etik di KI Sumatera Utara. Selain itu, KI
Pusat juga turut berperan sebagai penengah dalam permasalahan internal KI
Jambi yang menghambat pelaksanaan tugas dan fungsi KI. Permasalahan
yang dihadapi adalah mengenai kondisi hubungan antar Anggota KI dan
antara Anggota KI dengan Sekretariat yang disampaikan KI Jambi kepada KI
Pusat dalam kunjungan tanggal 13 Februari 2015. Permasalahan tersebut
diakhiri dengan disampaikannya dokumen Islah Komisi Informasi Jambi
yang menjelaskan kronologis penyelesaian konflik internal yang telah
disepakati anggota KI Jambi pada tanggal 23 Juni 2015.
6. Audiensi Kelembagaan antara Komisi Informasi Pusat dengan Lembaga
Negara lainnya
Sebagai bentuk upaya memperkuat jalinan kerja sama kelembagaan,
Komisi Informasi Pusat melakukan kunjungan atau audiensi dengan beberapa
lembaga negara, yaitu Mahkamah Agung RI dan DPD RI. Kunjungan Komisi
Informasi Pusat ke Mahkamah Agung RI yang dilaksanakan pada tahun 2013
bertujuan untuk menjalin kerjasama dan hubungan baik antar kedua lembaga.
Terlebih dengan telah disahkannya Peraturan Mahkamah Agung No. 2 Tahun
2011 tentang Tata Cara Penyelesaian Sengketa Informasi Publik di
Pengadilan yang telah berjalan selama sekitar 2 tahun pada saat kunjungan
59
dilakukan. Atas telah berlakunya peraturan tersebut, maka perlu dilakukan
evaluasi atau kajian atas pelaksanaan Perma No. 2 Tahun 2011 yang menjadi
tujuan dilakukannya audiensi tersebut.
D. Prosedur Penyelesaian Sengketa Informasi
Prosedur penyelesaian sengketa informasi diperlukan untuk
memberikan kepastian hukum pemenuhan hak seseorang atas informasi oleh
badan publik sebagai pihak yang menguasai informasi yang berkaitan dengan
penyelenggaraan negara dan kepentingan publik. Sebagai lembaga quasi
peradilan, penyelesaian sengketa informasi memiliki perbedaan dengan
proses penyelesaian sengketa dipengadilan meskipun sebagai tindak lanjut
atas upaya hukum atas sengketa informasi tetap berujung dipengadilan.
Prosedur penyelesaian sengketa informasi ini ditetapkan dengan menerapkan
prinsip umum jaminan akses terhadap informasi yaitu cepat, tepat waktu,
biaya ringan, dan cara sederhana. Ketentuan pasal 28 huruf f UUD 1945 juga
memberikan jaminan bahwa setiap orang berhak untuk mencari, memperoleh,
memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan
menggunakan segala jenis saluran yang tersedia. Dalam rangka menggunakan
haknya, setiap orang berhak wajib menghormati hak asasi manusia orang lain.
peraturan komisi informasi No.2 tahun 2010 tentang prosedur
penyelesaian sengketa informasi telah menjelaskan tentang prosedur
penyelesaiian sengketa informasi dan kemudian lahir kembali peraturan
komisi informasi No.1 tahun 2013 tentang prosedur penyelesaian sengketa
60
informasi untuk penyempurnaan terhadap kelemahan-kelemahan peraturan
komisi informasi nomor 2 tahun 2010 yang mana dijelaskan secara detail
didalam peraturan komisi informasi No.1 tahun 2013 tentang prosedur
penyelesaian sengketa informasi.
1. Pengaju keberatan menyampaikan keberatan secara tertulis kepada
atasan pejabat pengelola informasi dan dokumentasi (PPID)
2. Petugas informasi mencatat identitas diri pengaju keberatan dan
kelengkapan pengaju keberatan serta memberikan tanda bukti telah
melakukan pengajuan keberatan dan nomor pendaftaran keberatan
3. Atasan PPID memberikan tanggapan terhadap keberatan yang diajukan,
apabila tanggapan menguatkan putusan PPID, maka alasa tertulis
disertakan bersama tanggapan tersebut
4. Apabila pemohon informasi tidak puas atas tanggapan atasan PPID
maka penyelesaian sengketa dapat diajukan kepada komisi
informasipusat.
61
BAB IV
PENYELESAIAN SENGKETA INFORMASI PUBLIK dalam KASUS
PATTIRO (Pusat Telaah dan Informasi Regional) dan BPK RI
A. Putusan Komisi Informasi Pusat nomor 364/XI/KIP-PS/2013
a. Duduk perkara
Bahwa Pemohon telah mengajukan Permohonan Penyelesaian
Sengketa Informasi Publik tertanggal 14 November 2013 yang diterima
dan terdaftar di Kepaniteraan Komisi Informasi Pusat pada tanggal yang
sama dengan registrasi sengketa Nomor: 364/XI/KIP-PS/2013.
Pada pasal 11 huruf b angka 2 disebutkan bahwa terdapat informasi
publik yang dikecualikan yaitu LHP (Laporan Hasil Pemeriksaan) yang
memuat hasil pemeriksaan investigatif dan pemeriksaan fraud forensic.
Yang pada intinya pemohon mengajukan keberatan atas tanggapan
termohon atas penolakan informasi yang ditujukan kepada Drs,Hadi
Poenomo, Ak selaku ketua badan pemeriksa keuangan republik Indonesia
, yang kemudian termohon menanggapi keberatan atas penolakan
informasi yang pada pokoknya termohon menyatakan berdasarkan pasal 7
ayat (1) UU 14 Tahun 2008 tentang keterbukaan informasi publik bahwa
badan publik wajib menyediakan, memberikan dan/atau menerbitkan
informasi publik yang berada dibawah kewenangannya kepada pemohon
informasi publik, selain informasi yang dikecualikan sesuai dengan
ketentuan, berdasarkan undang-undang tersebut BPK RI menetapkan
peraturan badan pemeriksaan keuangan Indonesia Nomor 3 tahun 2011
tentang pengelolaan informasi publik pada badan pemeriksa keuangan
62
republik indonesia, pasal 11 huruf b angka 2 disebutkan bahwa terdapat
informasi publik yang dikecualikan yaitu LHP yang memuat hasil
pemeriksaan investigatis dan pemeriksaan Fraud Forensic.
Dan atas tanggapan termohon ini pemohon kemudian mengajukan
permohonan penyelesaian sengketa informasi publik yang diterima dan
dan terdaftar di kepaniteraan komisi informasi pusat dengan registrasi
sengketa nomor: 364/XI/KIP-PS/2013. Pemohon mengajukan permohonan
sebagai perwujudan hak warga negara Indonesia untuk memperoleh
informasi dari badan publik dan pemohon mengajukan permohonan
penyelesaian sengketa informasi publik kepada komisi informasi pusat
karena permohonan informasi yang diminta tidak diberikan.
b. Argumentasi dan Putusan KI Pusat
1. Argumentasi
Bahwa berdasarkan pertimbangan majelis mempertimbangkan hal-
hal sebagai berikut
a. Bahwa laporan hasil pemeriksaan investigatif hambalang
merupakan informasi penting dan rahasia yang digunakan oleh
aparat penegak hukum (APH) dalam melakukan proses
penegakan hukum.
b. Bahwa penetapan laporan hasil pemeriksaan yang memuat
hasil pemeriksaan investigatif dan pemeriksaan fraud forensic
sebagai informasi yang dikecualikan
63
c. Bahwa pemeriksaan investigatif pembangunan P3SON
hambalang merupakan inisiatif permintaan dari DPR kepada
BPK RI tentang audit investigatif terhadap Pelaksaan
Pembangunan Pusat Pelatihan Pendidikan dan Sekolah
Olahraga Nasional.
d. Bahwa untuk menjamin agar informasi yang dikecualikan ini
tidak terbuka ke publik, maka dalam surat penyampaian LHP
invetigatif hambalang dari BPK RI kepada DPR menjadi
komitmen antar lembaga untuk dapat menjamin terjaganya
informasi yang dikecualikan .
e. Dalam hal penyampaian LHP invetigatif hambalang yang
bersifat rahasia seharusnya termohon menyajikan dokumen
dalam format a quo hanya kepada penegak hukum
(KPK,Kejaksaan Agung RI, dan kepolisian RI). Sedangkan
format informasi yang disampaikan kepada pihak bukan aparat
penegak hukum (DPR RI) hanya terkait hasil investigatifnya
saja tanpa mengandung unsur informasi dikecualikan. Sehingga
penolakan informasi termohon menjadi tidak relevan dan
sepatutnya ditolak.
f. Dan dalam fakta persidangan saksi dari KPK pada pokoknya
menerangkan bahwa penyidikan KPK akan terhambat jika
dokumen LHP tersebut terakses oleh publik
64
g. Dan terkait dokumen yang dikecualikan termohon harus hati-
hati dan cermat dalam menghasilkan, mengolah, mengelola,
dan menyajikan dokumen hasil pemeriksaan investigatif yang
memuat informasi yang dikecualikan, karena pada dasarnya
informasi yang dikecualikan tidak dapat diberikan kepada
pihak selain pihak yang memiliki kewenangan.
h. Seharusnya dalam pengelolaan informasi yang dikecualikan
badan publik harus cermat dan teliti, baik dalam tahap
pembuatan, penyimpanan, pengiriman maupun
pengelolaannya, maka menjadi sangat penting bagi badan
publik memiliki standar operasional prosedur untuk
pengelolaan informasi atau dokumen yang dikecualikan atau
yang dinyatakan oleh badan publik mengandung unsur-unsur
yang dikecualikan.
i. bahwa dengan ditolaknya alasan pengecualian dari termohon,
maka kerahasiaan atas dokumen a quo menjadi tidak relevan
sehingga sepatutnya termohon memberikan informasi a quo.
2. Putusan
Dari hasil pertimbangan hakim terkait informasi yang
dikecualikan dalam kasusnya PATTIRO (PUSAT
TELAAH DAN INFORMASI REGIONAL) terhadap BPK
RI dengan nomor 364/XI/KIP-PS/2013 yang menghasilkan
amar putusan sebagai berikut :
65
a. Menyatakan permohonan informasi yang dimohonkan
yaitu hasil audit BPK tentang pembangunan pusat
pelatihan pendidikan dan sekolah olahraga nasional
(P3SON) stadion hambalang jilid I dan jilid II berupa
berkas hardfile yang telah dilengkapi dengan
pengesahan stempel dan tanda tangan pejabat
berwenang adalah informasi terbuka.
b. Memerintahkan kepada termohon untuk memberikan
informasi sebagaimana tersebut kepada pemohon
selambat-lambatNya 14 hari kerja sejak putusan ini
diterima termohon.
B. Keberatan BPK RI dalam sengketa di Peradilan Tata Usaha Negara
Nomor perkara 226/G/2014/PTUN-JKT
Dalam kasus sengketa informasi publik nomor 364/XI/KIP-
PS/2013 yang terjadi didalam komisi informasi, BPK RI selaku pihak
termohon merasa keberatan atas terkabulnya gugatan pemohon dalam
putusan nomor 364/XI/KIP-PS/2013. Adapun beberapa keberatan BPK RI
diantaranya:
a. Bahwa BPK RI sebagai pihak termohon telah menyampaikan
tanggapan bahwa tidak dapat memenuhi permintaan pemohon
karena LHP investigatif hambalang termasuk informasi yang
dikecualikan berdasarkan pasal 7 ayat (1) dan pasal 17 huruf a
66
angka 1 undang-undang keterbukaan informasi publik dan
pasal 11 huruf b angka 2 peraturan BPK RI Nomor 3 tahun
2011 tentang pengelolaan informasi publik pada BPK
bahwasannya informasi publik yang dikecualikan meliputi
laporan hasil pemeriksaan yang memuat hasil pemeriksaan
investigatif dan pemeriksaan fraud forensic.
b. BPK RI selaku pihak pemohon keberatan dalam sengketa di
Peradilan Tata Usaha Negara merasa keberatan atas putusan
komisi informasi pusat atas putusan nomor 364/XI/KIP-
PS/2013 bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.
c. BPK RI berpendapat hakikat LHP investigatif hambalang
sebagai informasi yang dikecualikan semakin jelas dengan
adanya fakta bahwa PATTIRO sebagai termohon keberatan
(dahulu pemohon informasi) pernah mengajukan permohonan
informasi atas objek yang sama yaitu LHP investigatif
hambalang kepada pihak Komisi Pemberantasan Korupsi
(KPK), namun atas permohonan tersebut KPK tidak dapat
memenuhi permohonan dimaksud dengan alasan bahwa LHP
Investigatif hambalang merupakan informasi yang dikecualikan
d. BPK berpendapat bahwa Komisi Informasi Pusat salah
menerapkan peraturan perundang-undangan perihal aturan
yang mengatur tentang pelaporan informasi rahasia.
67
e. Majelis komisioner KIP tidak memahami konteks pemeriksaan
perkara sengketa informasi publik terkait LHP investigatif
hambalang dengan isi pengaturan paragraf-paragraf yang
mengatur tentang pelaporan informasi rahasia dalam SPKN.
Paragraf-paragraf yang mengatur tentang pelaporan informasi
rahasia dalam SPKN mengatur tentang bagaimana seharusnya
seorang pemeriksa mengelola dan menuangkan informasi-
informasi rahasia yang diketemukannya selama pemeriksaan ke
dalam dokumen Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP), bukan
mengatur bagaimana penyampaian LHP kepada pihak lain.
Bahkan justru isi paragraf-paragraf yang mengatur tentang
pelaporan informasi rahasia dalam SPKN lebih banyak berisi
pengaturan tentang pembatasan-pembatasan dan larangan-
larangan pengungkapan LHP yang berisi informasi rahasia
kepada umum.
f. BPK berpendapat bahwa putusan KIP berdasarkan seluruh
uraian angka 1 sampai dengan 7 diatas dapat disimpulkan
bahwa KIP dalam memutus perkara sengketa informasi nomor
364/XI/KIP-PS/2013 telah salah menerapkan hukum karena
tidak memperhatikan asas lex spesialis derogat legi generalis,
dan menggunakan dasar hukum yang tidak terkait konteks
objek sengketa informasi yang diperiksa.
68
g. BPK RI berpendapat putusan Komisi Informasi Pusat
bertentangan dengan asas-asas umum pemerintahan yang baik.
Adapun asas-asas umum pemerintahan yang baik adalah asas
kepastian hukum, asas kepentingan umum, asas profesionalitas,
dan asas akuntabilitas.
C. Argumentasi dan Putusan PTUN
1. Argumentasi PTUN
Majelis hakim berpendapat bahwa DPR sebagai lembaga
perwakilan rakyat menjalankan fungsinya sesuai amanat undang-
undang yakni menjalankan fungsi pengawasan, karena
penyampaian LHP Investigatif Hambalang kepada DPR RI
menurut pendapat majelis hakim merupakan fungsi pelaksanaan
pengawasan antara DPR RI dengan BPK RI dan bukan merupakan
pemberian informasi biasa.
Majelis hakim berpendapat bahwa berdasarkan
pertimbangan hukum pasal 17 Undang-undang nomor 14 tahun
2008 LHP Investigatif Hambalang merupakan informasi publik
yang dikecualikan karena fungsinya sebagai alat bukti surat dalam
proses penegakan hukum.
69
2. Putusan PTUN
Dari hasil pertimbangan hakim PTUN terkait keberatan yang
diajukan oleh BPK RI maka hakim menghasilkan amar putusan
sebagai berikut:
a. Mengabulkan permohonan pemohon keberatan/dahulu termohon
Informasi untuk seluruhnya;
b. Menyatakan batal putusan Komisi Informasi Pusat Nomor:
364/XI/KIP-PS-A/2013 tanggal 20 Oktober 2014 antara PATTIRO
sebagai pemohon Informasi Publik/Termohon keberatan melawan
BPK RI sebagai Termohon Informasi Publik/Pemohon Keberatan;
c. Memerintahkan kepada BPK RI selaku termohon Informasi
Publik/Pemohon keberatan untuk menolak memberikan seluruh
informasi yang diminta oleh PATTIRO sebagai Pemohon
Informasi Publik/Termohon keberatan berupa LHP Investigatif
Hambalang yang telah dilengkapi dengan pengesahan stempel dan
tanda tangan pejabat berwenang;
d. Menghukum PATTIRO sebagai Pemohon Informasi
Publik/Termohon keberatan untuk membayar seluruh biaya yang
timbul dalam perkara ini sebesar Rp.211.000 (Dua Ratus Sebelas
Ribu Rupiah).
70
D. Analisa putusan dalam kasus sengketa antara PATTIRO ( Pusat
Telaah dan Informasi Regional) dan BPK RI (Badan Pemeriksa
Keuangan Republik Indonesia)
Pada kasus sengketa informasi publik perihal LHP investigasi
Hambalang antara BPK dengan Pattiro yang berlangsung di KIP. Kasus
tersebut dimenangkan oleh Pattiro yang mana KIP mengabulkan
permohonannya. Akan tetapi BPK menggugat kembali putusan tersebut
melalui Pengadilan Tata Usaha Negara.
Dalam kasus lanjutan gugatan BPK terhadap putusan KIP tersebut
majelis hakim PTUN justru mengabulkan gugatan dari pihak termohon
keberatan yaitu BPK dan membatalkan putusan KIP sebelumnya. Hal
tersebut bukan tanpa alasan, majelis hakim pun memiliki beberapa hal
yang menjadi pertimbangan sehingga putusan KIP sebelumnya menjadi
dibatalkan. Adapun pertimbangan-pertimbangan tersebut diantaranya :
1. Melihat Undang-undang Nomor 17 Tahun 2004 tentang Majelis
Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan
Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
Berdasarkan undang-undang tersebut majelis hikam menilai sebagai
berikut :
a. DPR berkedudukan sebagai lembaga negara yang mempunyai salah
satu fungsi, yaitu fungsi pengawasan;
b. Dalam melaksanakan fungsi pengawasan DPR bertugas mengawasi
pelaksanaan undang-undang, APBN dan kebijakan pemerintah;
71
c. Dalam melaksanakan wewenang dan tugasnya DPR berhak
memanggil pejabat negara, pejabat pemerintah, badan hukum, atau
warga masyarakat secara tertulis untuk hadir dalam rapat DPR;
d. DPR bertugas membahas dan menindaklanjuti hasil pemeriksaan
atas pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara yang
disampaikan oleh BPK;
2. Melihat Undang-undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan
Informasi Publik. Yang dalam hal tersebut majelis hakim melihat
khususnya beberapa pasal dalam peraturan tersebut yaitu :
a. Dalam pasal 17 yang maksudnya adalah setiap Badan Publik wajib
membuka akses bagi setiap pemohon informasi publik untuk
mendapatkan kecuali informasi publik yang apabila dibuka dan
diberikan dapat menghambat proses penegakan hukum yang dalam
hal tersebut akan menghambat proses penyelidikan dan penyidikan
suatu tindak pidana; dan
b. Dalam pasal 19 mengatakan “ Pejabat Pengelola Informasi dan
Dokumentasi di setiap Badan Publik wajib melakukan pengujian
tentang konsekuensi sebagaimana dimaskud dalam pasal 17 dengan
seksama dan penuh ketelitian sebelum menyatakan informasi
publik tertentu dikecualikan untuk diakses oleh setiap orang”.
Dengan berdasarkan pada peraturan perundang-undangan, majelis
hakim berpendapat, yang pendapatnya tercantum sebagai berikut :
72
1. Laporan Hasil Pemeriksaan Investigatif BPK RI atas Pembangunan
Pusat pendidikan Pelatihan dan Sekolah Olahraga Nasional di
Hambalang Bogor Nomor :192/HP/XVI/08/2013 tanggal 23
Agustus 2013 (LHP Investigatif Hambalang) yang telah dilengkapi
dengan pengesahan stempel dan tanda tangan pejabat berwenang
merupakan hak dan wewenang DPR sebagai lembaga perwakilan
rakyat yang berdudukan sebagai lembaga negara yang menjalankan
fungsi pengawasannya. Sehinngga tidaklah tepat jika KIP
mengkategorikan pemberian LHP Investigatif Hambalang ke DPR
merupakan bentuk penyebaran informasi publik oleh BPK RI
sehingga mengakibatkan sifat dikecualikannya menjadi tidak
relevan. Karena pada dasarnya DPR sendiri merupakan lembaga
negara yang secara konstitusi dan undang-undang diberi hak dan
wewenang untuk menindak lanjuti hasil pemeriksaan atas
pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara yang
disampaikan BPK. Dan BPK RI wajib memenuhi panggilan DPR
bahkan dibebankan untuk memenuhi rekomendasi DPR;
2. Penyampaian LHP Investigasi Hambalang kepada DPR juga
sebagai pelaksanaan fungsi pengawasan antara DPR RI dengan
BPK, dan tidak merupakan bentuk pemberian informasi publik
biasa. Maka logis dan berdasarkan hukum LHP Investigasi
Hambalang tersebut merupakan informasi yang dikecualikan yang
apabila dibuka dan diberikan dapat menghambat proses hukum;
73
3. Selain itu melalui pertimbangan majelis hakim atas pendapat yang
berbeda (dissenting opinion) yang dinyatakan oleh majelis
komisioner John Fresly dalam putusan KIP yang menyebutkan
bahwa dalam anotasi undang-undang keterbukaan informasi publik
diuraikan bahwa informasi publik yang dikecualikan bersifat ketat,
terbatas, dan tidak mutlak/ tidak permanen. Meskipun pada
dasarnya informasi publik bersifat terbuka dan dapat diakses,
namun dalam praktek tidak semua informasi dapat dibuka. Ada
informasi tertentu yang apabila dibuka dapat menimbulkan
kerugian atau bahaya bagi kepentingan publik maupun
kepentingan yang sah dilindungi oleh undang-undang. Namun
prinsipnya harus untuk melindungi kepentingan publik itu sendiri.
Untuk itu undang-undang ini memperkenalkan uji konsekuensi
bahaya (consequential harm) dan uji kepentingan publik
(balancing public interest test). Uji konsekuensi bahaya
mewajibkan agar badan publik dalam menetapkan informasi yang
dikecualikan berdasarkan pertimbangan bahwa apabila informasi
tersebut telah dibuka, maka akan menimbulkan kerugian atau
bahaya bagi kepentingan publik maupun kepentingan yang
dilindungi oleh hukum. Sedangkan uji kepentingan publik
mewajibkan badan publik agar membuka informasi yang
dikecualikan jika kepentingan publik yang lebih besar
74
menghendaki atau sebaliknya sesuai yang diatur dalam pasal 2 ayat
(4).
Dari semua pertimbangan dan pendapat yang diutarakan, maka majelis
hakim berpendapat dan memutuskan bahwa putusan KIP Nomor 364/XI/KIP-
PS-A/2013 tanggal 20 oktober 2014 dinyatakan batal, dan memerintakah agar
BPK tidak memberikan informasi yang dikecualikan kepada pihak termohon
keberatan yaitu pattiro.
Dan sebagaimana dengan pengertian eksistensi yaitu keberadaan,
kehadiran yang mengandung unsur bertahan, maka mengenai eksistensi
komisi informasi pusat menurut penulis ialah perihal keberadaan dan
kehadiran komisi informasi pusat yang berkedudukan sebagai lembaga
Negara bantu (state auxiliary organ) yang bersifat independen sebagai
lembaga negara yang menegakan konsep keterbukaan informasi pubik dan
menyelesaikan sengketa tentang informasi publik tersebut.
Sepanjang perjalanannya, komisi ini telah menyelesaikan beberapa
perkara sengketa infromasi publik. Proses penyelesaian sengketa informasi
publik merupakan hal yang menjadi titik dari eksistensi komisi informasi
pusat sebagai lembaga independen yang menjalankan undang-undang
keterbukaan informasi publik.
Penyelesaian sengketa informasi publik di komisi informasi pusat
merupakan salah satu hal yang menjadi sorotan. Mengingat semua informasi
publik pada dasarnya bersifat terbuka, akan tetapi ada beberapa hal yang
75
menjadikan suatu informasi publik dikecualikan. Dan karena hal tersebut pula
banyak gugatan keterbukaan informasi publik yang masuk ke komisi
informasi pusat.
Melihat pada kasus a quo dalam persidangan di Pengadilan Tata
Usaha Negara mengenai sengketa LHP Investigasi Hambalang di Komisi
Informasi Pusat antara BPK RI sebagai termohon dengan Pattiro sebagai
pihak termohon, yang mana majelis hakim membatalkan putusan komisi
informasi pusat yang sebelumnya mengabulkan permohonan pemohon.
Dalam pembatalan kasus a quo tentunya membuat eksistensi Komisi
Informasi Pusat terutama dalam hal penyelesaian sengketa informasi publik
dipertanyakan. Hal tersebut bukan tanpa alasan mengingat kasus yang
disengketakan pun cukup rumit dan berkepanjangan. Jika kasus tersebut
tersebar di publik, tentunya akan menghambat proses penegakan hukum.
Pada kasus Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK), eksistensi KPK dipertanyakan, dikarenakan
sesuatu yang sifatnya rahasia atau dalam undang-undang keterbukaan
informasi publik disebut sebagai informasi yang dikecualikan justru bocor ke
media.
Di era demokrasi, transparansi memanglah menjadi pondasi tegaknya
sistem ini. Akan tetapi tidak bisa dilupakan jika Indonesia adalah negara
76
hukum, yang mana segala hal diatur oleh hukum.30
Dalam negara yang
berpayung hukum Komisi Informasi Pusat haruslah menjadi lembaga yang
memberi kepastian hukum sesuai dengan tugasnya dalam menyelesaikan
sengketa informasi publik. Terlebih lagi apabila keputusan KIP tersebut
mengabulkan permohonan pemohon dan diterima oleh kedua pihak perihal
informasi yang dikecualikan. Hal tersebut justru mampu membuat
kegaduhan publik seperti kasus sprindik KPK yang bocor.
Meski pada umumnya hanya sedikit putusan KIP yang dibatalkan oleh
PTUN akan tetapi bukan berarti jumlah hal yang sedikit tersebut bukan
menjadi perhatian, karena salah sedikit hal yang dilakukan oleh komisioner
KIP bisa menjadi sorot perhatian dan membuat kredibilitas KIP sendiri
diragukan sebagai lembaga negara independen yang memiliki sistem kerja
yang lebih terfokus.
30
Abdul Aziz Hakim,“Negara Hukum dan Demokrasi di Indonesia”,(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2011). hal.8
77
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
1. Komisi informasi merupakan lembaga baru di Indonesia namun
hadirnya lembaga ini sangat penting untuk memenuhi kebutuhan hak
atas informasi kepada masyarakat, selain itu komisi informasi selain
memberikan informasi kepada masyarakat juga menyelesaikan
sengketa-sengketa informasi antara pihak yang berperkara dengan
badan publik misalnya terkait informasi-informasi yang dikecualikan
dll.
Sebagai lembaga negara yang fungsinya memberikan informasi
publik kepada seluruh masyarakat agar mudah dan cepat di akses oleh
masyarakat serta menyelesaikan sengketa-sengketa informasi publik,
sudah sepatutnya komisi informasi memberikan kebijakan-kebijakan
yang sebijak-bijaknya agar masyarakat tidak memandang komisi
informasi sebelah mata, meskipun komisi informasi adalah lembaga
baru, namun kedudukannya harus sama seperti lembaga-lembaga
penunjang atau lembaga-lembaga independen lainnya yang ada di
Indonesia. Agar peran komisi informasi di Indonesia berjalan sesuai
dengan apa yang masyarakat inginkan yaitu menyelesaikan sengketa
dengan adil dan bijaksana dalam setiap mengadili atau memutuskan,
meskipun didalam kasus PATTIRO terkait informasi yang
dikecualikan ini komisi informasi kurang bijak dalam mengambil
78
keputusan, seharusnya sikap dan putusan yang di adili oleh komisi
informasi terkait informasi yang dikecualikan ini haruslah bijaksan
dengan hasil yang memuaskan kedua belah pihak.
2. Terkait putusan Komisi Informasi yang dibatalkan oleh PTUN
memanglah seharusnya dibatalkan karena pada dasarnya apabila
putusan yang di minta oleh PATTIRO kepada BPK RI ini diberikan
maka akan menghambat atau mengganggu proses penegakan hukum,
karena didalam LHP (Laporan Hasil Pemeriksaan) terdapat banyak
penyidikan terkait kasus hambalang, jika hal itu tersebar ke publik dan
publik mengetahui informasi yang dikecualikan tersebut maka akan
menganggu proses pengakan hukum dan di khawatirkan apa yang di
selidiki KPK diketahui oleh para pelaku korupsi dana negara dan
membuang semua bukti-bukti penangkapannya.
B. Saran
1. Dalam menjalankan tugasnya diharapkan komisi informasi dapat
memberikan kebijakan-kebijakan yang sesuai dengan apa yang
diinginkan oleh masyarakat dalam perannya sebagai Komisi Informasi
berjalan dengan baik dan seadil-adilnya dalam menyelesaikan sengketa
informasi publik.
2. Dalam putusan KI Pusat yang dibatalkan oleh PTUN memang
seharusnya dibatalkan agar tidak menghambat proses penegakan
hukum yang ada di Indonesia karena informasi tersebut merupakan
79
informasi yang dikecualikan bukan informasi yang terbuka untuk
umum
80
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Amal, Ichlasul dan Armaidy Armawi, Keterbukaan Informasi dan Ketahanan
Nasional, Yogyakarta:Gadjah Mada University Press,1996
Astawa, Pantja I GDE & Suprin Na’a, Memahami Ilmu Negara & Teori Negara,
Bandung: PT Refika Aditama,2012
Akbar, Patrialis, Lembaga-lembaga Negara menurut UUD NRI Tahun 1945,
Jakarta: Sinar Grafika,2013
A.Sastro, Dhoho dkk, Mengenal Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik,
Jakarta: Pelitaraya Selaras,2010
Ahmad, Fahmi Muhammad dan Jaenal Arifin Metode Penelitian Hukum, Cet I,
Ciputat : Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah, 2010
Bungin, M. Burhan, Penelitian Kualitatif, Jakarta: Kencana Prenada Media
Group, 2007
Fadjar, A. Mukhtie, Tipe Negara Hukum, Jawa Timur: Bayumedia Publishing,
2005
FH & Ilmu Pengetahuan Kemasyarakatan UI, Indonesia Negara Hukum, Seminar
Ketatanegaraan UUD 1945, Seruling masa jakarta, 1966
Hakim, Abdul Aziz, Negara Hukum dan Demokrasi di Indonesia, Yogyakarta:
Pustaka Pelajar,2011
Ibrahim, Johnny, Teori dan Metodelogi Penelitian Hukum Normatif. Malang:
Bayumedia Publishing,2008.
Kusnardi, Moh & Bintan R.Saragih. Ilmu Negara, Jakarta: Gaya Media
Pratama,1995
81
Londa, Annie dkk, Komisi Informasi Pusat “Memaknai Hakikat Komisi
Informasi dan Sengketa Informasi, Cet I, Jakarta, 2014
Marzuki, Peter Mahmud, Penelitian Hukum, Cet IV, Jakarta: Kencana Prenada
Media Group, 2005
Mandica Nur, G.B. Notrida, Buku Panduan Keterbukaan Informasi Publik untuk
Petugas Pengelola dan Pemberi Informasi dibadan Publik, Jakarta: PT.
Temprint,2009
Mahkamah Konstitusi, “Hukum Acara Mahkamah Konstitusi”, Sekretariat
Jendral dan Kepanitraan MKRI,2010
Mutiara’s. D, Ilmu Tata Negara Umum, Jakarta: Pustaka Islam
P. Sibuea, Hotma, Asas Negara Hukum Peraturan Kebijakan & Asas-asas Umum
Pemerintahan yang Baik, Jakarta: Erlangga, 2010
Qamar, Nurul Hak Asasi Manusia dalam Negara Hukum Demokrasi, Jakarta:
Sinar Grafika,2013
Subagiyo, Henri et al., 2009, Anotasi Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008
Tentang Keterbukaan Informasi Publik (Edisi pertama), Jakarta, Komisi
Informasi Pusat Republik Indonesia Bekerja Sama dengan Indonesia
Center for Enviromental Law (ICEL) dan Yayasan Tifa
Soekanto, Soerjono dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif (Suatu
Tinjauan Singkat), Cet I, Jakarta; CV. Rajawali, 1985
Soerjono, Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Cet III, (Jakarta: UI-Press,
1986)
Unger, Roberto Mangabeira, Law In Modern Society: Toward a Criticism of
Social Theory, New York: The Free Press, 1976
82
Waluyo, Bambang,Penelitian Hukum dalam Praktek, Cet IV, Jakarta : Sinar
Grafika, 2008
Winarno, Budi, Kebijakan Publik Teori dan Proses, Jakarta: PT Buku Kita, 2008
Jurnal
Hayami, & Rutan, Toward a Theory of Induced Institutional Innovation, Journal
of Development Studies, 1984
Abdulhamid Dipopramono,dkk,”Jurnal Keterbukaan Informasi Publik”, Komisi
Informasi Pusat RI,2015
Undang –Undang
Undang-Undang No.14 Tahun 2008 Tentang Keterbukaan Informasi Publik
UUD 1945 Pasal 28 f (perubahan kedua)
PERKI (Peraturan Komisi Informasi) Nomor 1 Tahun 2010 tentang Standar
Layanan Informasi Publiik
PERKI (Peraturan Komisi Informasi) Nomor 1 Tahun 2013 tentang Prosedur
Penyelesaian Sengketa Informasi
Internet
KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia)
www. Kominfo.com. “Laporan kerja bidang kelembagaan”, Agustus 2013-2015
http/www.ppid.kominfo.go.id/Standar-Layanan-Informasi, (diakses pada tanggal 22
February 2015)
KOMISI INFORMASI PUSATREPUBLIK INDONESIA
PUTUSANNomor: 364/XI/KIP-PS-A/2013
KOMISI INFORMASI PUSAT REPUBLIK INDONESIA
1. IDENTITAS
[1.1] Komisi Informasi Pusat yang menerima, memeriksa, dan memutus Sengketa
Informasi Publik Nomor Registrasi 364/XI/KIP-PS/2013 yang diajukan oleh:
Nama : PATTIRO (PUSAT TELAAH DAN INFORMASI REGIONAL)
Alamat : Jalan Intan No. 81 Cilandak Barat, Jakarta Selatan 12430.
dalam persidangan diwakili oleh :
1. Widiyarti
2. Ari Setiawan
3. Nanda Octrina Lamtiur
4. Alva Edison Siregar
5. Iskandar Saharudin
berdasarkan surat kuasa khusus nomor: 005/EXT.PTIR/DE/I/2014 tertanggal 20
Januari 2014 yang ditandatangani oleh Sad Dian Utomo, sebagai Direktur Eksekutif.
Selanjutnya disebut sebagai Pemohon
Terhadap
Nama : Badan Pemeriksa Keuangan Republik IndonesiaAlamat : Jalan Gatot Subroto No.31, Jakarta Pusat. 10210
dalam persidangan diwakili oleh:
1. Wahyu Priyono, SE., M.M
1
2. Dian Rosdiana, S.H., M.H
3. Handrias Haryotomo, S.H.,M.H
4. Gilang Gumilar, S.IKom
5. W. Karana Andika, S.H
6. Niken Widorini, S.H
berdasarkan surat kuasa khusus tertanggal Januari 2014 yang ditandatangani oleh Bahtiar Arif, S E, M.Fin.,Ak sebagai Ketua Pusat Pengelolaan Informasi dan Data
(PPID) Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia, selanjutnya disebut sebagai Termohon.
[1.2] Telah membaca surat permohonan Pemohon;
Telah mendengar keterangan Pemohon;
Telah mendengar keterangan Termohon;
Telah memeriksa surat-surat Pemohon;
Telah memeriksa surat-surat Termohon.
Telah melakukan pemeriksaan setempat ditempat Termohon.
Telah mendengar keterangan dan memeriksa saksi.
2. DUDUK PERKARA
A. Pendahuluan
[2.1] bahwa Pemohon telah mengajukan Permohonan Penyelesaian Sengketa
Informasi Publik tertanggal 14 November 2013 yang diterima dan terdaftar di
Kepaniteraan Komisi Informasi Pusat pada tanggal yang sama dengan registrasi sengketa Nomor: 364/XI/KIP-PS/2013
Kronologi
[2.2] bahwa Pemohon mengajukan Permohonan Informasi Publik dengan Surat
Permohonan Informasi No: 135/WKS.PTR/SEK-FOINI/VIII/2013 pada tanggal 28
Agustus 2013, kepada PPID Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia yang diterima pada tanggal yang sama dengan permohonan. Adapun informasi yang
dimohonkan yaitu hasil audit BPK tentang Pembangunan Stadion Hambalang jilid I
2
[2.3] bahwa surat permohonan informasi Pemohon sebagaimana yang diuraikan dalam
paragraf [2.2] mendapatkan tanggapan dari Termohon surat Nomor 201 /S/X/09/2013,
Prihal: Tanggapan BPK RI atas Permohonan LHP, tertanggal 2 September 2013 yang
menyatakan sesuai dengan Peraturan Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia
Nomor 3 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Informasi Publik pada Badan Pemeriksa
Keuangan Republik Indonesia, Pasal 11 huruf b angka 2 disebutkan bahwa terdapat informasi publik yang dikecualikan yaitu LHP yang memuat hasil pemeriksaan investigatif dan pemeriksaan fraud forensic.
[2.4] bahwa atas tanggapan dari Termohon kemudian Pemohon mengajukan surat
keberatan atas penolakan informasi nomor: 146/EKS.PTR/SEK-FOINI/IX/2013 yang
ditujukan kepada Drs. Hadi Poernomo, Ak selaku Ketua Badan Pemeriksa Keuangan
RI, tertanggal 12 September 2013 dan diterima pada tanggal yang sama dengan surat keberatan.
[2.5] bahwa berdasarkan surat keberatan atas penolakan informasi yang diajukan
Pemohon sebagaimana diuraikan dalam paragraf [2.4] mendapat tanggapan dari
Termohon melalui surat nomor: 515/S/X/10/2013, perihal: tanggapan BPK RI terkait
keberatan atas penolakan informasi, tertanggal 24 Oktober 2013, yang pada pokoknya
Termohon menyatakan berdasarkan Pasal 7 ayat (1) UU 14 Tahun 2008 tentang
Keterbukaan Informasi Publik bahwa Badan Publik wajib menyediakan, memberikan
dan/atau menerbitkan Informasi Publik yang berada di bawah kewenangannya kepada
Pemohon Informasi Publik, selain informasi yang dikecualikan sesuai dengan
ketentuan, berdasarkan atas UU tersebut BPK RI menetapkan Peraturan Badan
Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2011 tentang Pengelolaan
Informasi Publik pada Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia, Pasal 11 huruf
b angka 2 disebutkan bahwa terdapat informasi publik yang dikecualikan yaitu LHP
yang memuat hasil pemeriksaan investigatif dan pemeriksaan Fraud Forensic.
[2.6] bahwa atas tanggapan Termohon sebagaimana diuraikan dalam paragraf [2.5]
Pemohon mengajukan permohonan Penyelesaian Sengketa Informasi Publik Nomor: 189/EKS.PTIR/SEK-FOINI-XI/2013 tertanggal 14 November 2013 yang diterima dan terdaftar di kepaniteraan Komisi Informasi Pusat pada tanggal yang sama dengan registrasi sengketa Nomor: 364/XI/KIP-PS/2013
3
Alasan atau Tujuan Permohonan Informasi
[2.7] bahwa Pemohon mengajukan permohonan informasi sebagai perwujudan hak
Warga Negara Indonesia untuk memperoleh informasi dari Badan Publik yang
tercantum dalam UU No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP)
Alasan atau Tujuan Permohonan Penyelesaian Sengketa Informasi[2.8] bahwa Pemohon mengajukan permohonan Penyelesaian Sengketa Informasi
Publik kepada Komisi Informasi Pusat karena permohonan informasi yang diminta tidak diberikan.
Petitum
[2.9] Pemohon memohon Komisi Informasi Pusat untuk memutus sengketa Informasi Publik ini dan menyatakan informasi a quo terbuka untuk publik.
B. Alat Bukti Keterangan Pemohon
[2.10] Menimbang bahwa di persidangan Pemohon menyampaikan keterangan sebagai berikut:
1. bahwa Informasi yang diminta oleh Pemohon adalah mengenai investigatif dan fraud forensic
2. bahwa Pemohon merasa informasi yang diminta adalah Informasi Publik. Terkait dengan hasil audit BPK yang dinyatakan fraud forensic dan merupakan informasi yang dikecualikan sesuai dengan pasal 17 UU KIP relevan jika BPK tidak menyerahkan kepada DPR.
3. bahwa kendati BPK berkewenangan memberikan dokumen kepada DPR yang juga meminta audit investigasi, Pemohon menilai ketika BPK memberikan informasi yang dianggap dikecualikan dan diberikan kepada publik, harusnya tidak diberikan kepada DPR, dalam hal ini BPK melanggar ketentuan dalam UU Keterbukaan Informasi Publik ketika memberikan dokumen yang dikecualikan.
4. bahwa apabila alasan Termohon ada aturan No 3 Tahun 2011 tentang pengecualian informasi atau pengelolaan informasi di BPK, tetapi peraturan BPK menurut Pemohon tidak bisa bertentangan dengan UU No 15 Tahun 2006, pasal 7 ayat 5 UU BPK, hasil pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan penanggungjawab pemeriksaan keuangan negara yang telah diserahkan ke DPR, DPD, DPRD dinyatakan terbuka untuk umum.
4
5. bahwa menurut Pemohon peraturan yang dikeluarkan BPK tidak bisa bertentangan walaupun yang meminta audit investigasi itu sendiri adalah DPR. Kepentingan investigasi semestinya untuk mengungkap kerugian Negara atau berpotensi adanya unsur pidana.
6. bahwa Pemohon menerangkan adalah badan hukum berupa Yayasan dibuktikan dengan Akta Pendirian Yayasan yang disahkan oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor: AHU- 2995.AH.01.04 Tahun 2012 Tentang Pengesahan Yayasan PATTIRO. NPWP: 03.007.919.8-015.000
Surat-Surat Pemohon[2.11] bahwa Pemohon mengajukan surat sebagai berikut:
Surat P-1 Salinan surat permohonan informasi No: 135/EKS.PTR/SEK-FOINI/VIII/2013
pada tanggal 28 Agustus 2013, kepada PPID Badan Pemeriksa Keuangan RISurat P-2 Salinan surat keberatan atas penolakan informasi yang ditujukan kepada Drs.
Hadi Poemomo, Ak sebagai Ketua Badan Pemeriksa Keuangan RI melalui surat nomor: 146/EKS.PTR/SEK-FIONI/IX/2013 tertanggal 12 September 2013.
Surat P-3 Salinan surat Permohonan Penyelesaian Sengketa Informasi Publik yang
ditujukan kepada Ketua Komisi Informasi Pusat melalui Surat Nomor
189/EKS.PTIR/SEK-FIONI/XI/2013 tertanggal 14 November 2013.
Surat P-4 Surat Kuasa Khusus Nomor: 005/EXT.PTIR.DE/1/2014 tertanggal 20 Januari
2014 yang ditandatangai oleh Sad Dian Utomo sebagai Direktur Eksekutif
PATTIRO.
Surat P-5 Salinan Akta Pendirian Yayasan Pusat Telaah dan Informasi Regional
(PATTIRO) No.24 tanggal 07 Desember 2009 kantor notaris Ny.Toety Juniarto, SH,, Jakarta.
Surat P-6 Salinan surat Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik
Indonesia Nomor: AHU-2995.AH.01.04 Tahun 2012 Tentang Pengesahan Yayasan PATTIRO, tertanggal 22 Mei 2012.
Surat P-7 Pendapat Tertulis Pemohon yang disampaikan dalam Sidang Tanggal 2 Juni
2014 tentang Pandangan Pemohon yang berjudul “Pengecualian yang Tidak Lagi Relevan”.
5
[2.12] Menimbang bahwa di persidangan Termohon menyampaikan keterangan
sebagai berikut:
1. bahwa sesuai dengan Keputusan Sekjen 275/K/X/XIII/2004 diktum 3 huruf j PPID mewakili BPK dalam proses penyelesaian sengketa di KIP, Pengadilan atau mewakili kuasanya.
2. bahwa telah menerima permohonan informasi dari Pattiro pada bulan Agustus, sudah di teliti dan dijawab oleh Termohon sesuai pasal 17 UU KIP. BPK berdasarkan UU tersebut sudah melakukan kajian terhadap informasi apa saja yang dikecualikan.
3. bahwa informasi yang dimohon oleh Pemohon adalah informasi yang dikecualikan.
4. bahwa berdasarkan peraturan BPK No. 13 Tahun 2011 tentang Informasi Publik di BPK, di salah satu pasalnya menyebutkan bahwa ada informasi yang dikecualikan, salah satunya ada informasi yang terkait dengan pemeriksaan, LHP hasil investigasi audit forensik dan lain sebagainya.
5. bahwa Peraturan BPK No 3 Tahun 2011 disahkan tanggal 6 Desember 2011 dan mulai berlaku 1 tahun setelahnya yaitu pada tanggal 6 Desember 2012. Jika sebelum 6 Desember 2012 ada permohonan informasi dari masyarakat umum terhadap LHP Hambalang 1 informasi tersebut masih diberikan. Namun jika permintaannya setelah tanggal 6 Desember 2012 maka Termohon tidak bisa memberikan informasi.
6. bahwa terkait dengan Hambalang 1 dan 2 permintaan khusus dari salah satu
komisi di DPR sehingga hasilnya Termohon serahkan pada komisi yang
bersangkutan yakni Komisi X, bukan diberikan kepada seluruh anggota DPR.
Keterangan Termohon
Surat-Surat Termohon[2.13] bahwa Termohon mengajukan surat sebagai berikut:
Surat T-l Salinan surat nomor: 201 /S/X/09/2013 tentang Tanggapan BPK RI atas
Permohonan LHP
Surat T-2 Salinan Surat Nomor: 515/S/X/10/2013 tentang Tanggapan BPK RI terkait Keberatan atas Penolakan Informasi
Surat T-3 Surat Nomor: 217/S/X/04/2014 tentang Jawaban atas Panggilan Sidang
tertanggal 8 April 2014 yang ditandatangani oleh Hendar Ristnawan, SH., MH
Surat T-4 Surat Kuasa Khusus tertanggal 12 Januari 2014 yang ditandatangani oleh
Bahtiar Arif, SE., M.Fin., Ak sebagai Ketua Pusat Pengelolaan Informasi dan Data (PPID) Badan Pemeriksaan Keuangan Republik Indonesia.
6
[2.14] Menimbang bahwa Majelis Komisioner telah melakukan pemeriksaan setempat yang di
lakukan secara tertutup terhadap dokumen-dokumen yang berada/dimiliki oleh Termohon
yang terkait dengan sengketa a quo di kantor Termohon pada Jumat tanggal 21 Februari 2014
pukul 10.00 WIB. Dalam pemeriksaan setempat di peroleh fakta:
1. Bahwa dokumen tersebut berada atau dalam penguasaan/dimiliki oleh
Termohon.
2. bahwa Termohon telah menyampaikan laporan hasil pemeriksaan investigatif
kepada DPR RI, KPK RI, Kepolisian RI, dan Kejaksaan Agung RI dengan
klasifikasi dokumen yang bersifat Rahasia.
3. Bahwa dokumen yang diterima oleh DPR RI, KPK RI, Kepolisian RI, dan
Kejaksaan Agung RI adalah salinan dari dokumen yang sama.
4. Bahwa terhadap dokumen dimaksud, yang dikecualikan oleh Termohon,
Majelis Komisioner yang melakukan pemeriksaan setempat tidak dilakukan
penggandaan atau memfotokopi dokumen.
Dokumen yang di serahkan Termohon kepada Majelis Komisoner pada pemeriksaan
setempat adalah:
1. Foto copy Surat Pengantar LHP Investigatif Nomor 161/S/I/08/2013,
tertanggal 22 Agustus 2013, sifat: rahasia, lampiran 1 (satu) eksemplar,
perihal: LHP investigatif (tahap II) Pembangunan Pusat Pendidikan dan
Pelatihan Sekolah Olahraga Nasional (P3SON) Hambalang, kepada: Ketua
KPK RI.
2. Foto copy Surat Pengantar LHP Investigatif Nomor 160/S/I/08/2013,
tertanggal 22 Agustus 2013, sifat: rahasia, lampiran 1 (satu) eksemplar,
perihal: LHP Investigatif (tahap II) Pembangunan Pusat Pendidikan dan
Pelatihan Sekolah Olahraga Nasional (P3SON) Hambalang, kepada: Ketua
DPR RI.
3. Foto copy Surat Pengantar LHP Investigatif Nomor 163/S/I/08/2013,
tertanggal 4 September 2013, sifat: rahasia, lampiran 1 (satu) eksemplar,
perihal: LHP Investigatif (tahap II) Pembangunan Pusat Pendidikan dan Pelatihan Sekolah Olahraga Nasional (P3SON) Hambalang, kepada: Kepala
Kepolisian RI.
Pemeriksaan Setempat terhadap Dokumen Termohon
7
4. Foto copy Surat Pengantar LHP Investigatif Nomor 164/S/I/08/2013,
tertanggal 4 September 2013, sifat: rahasia, lampiran 1 (satu) eksemplar,
perihal: LHP Investigatif (tahap II) pembangunan Pusat Pendidikan dan
Pelatihan Sekolah Olahraga Nasional (P3SON) Hambalang, kepada: Jaksa
Agung RI.
Keterangan Saksi[2.15] Menimbang bahwa Majelis Komisioner telah memanggil saksi pada persidangan tanggal 2 Juni 2014, menghadirkan Salim Rasyid yaitu seorang Penyidik di Komisi Pemberantasan Korupsi berdasarkan Surat Perintah Tugas Nomor: SPT- 1863/50-55/06/2014 tertanggal 2 Juni 2014 yang ditandatangani oleh Annies Said B asal amah. Di dalam persidangan saksi mengemukakan keterangan-keterangan sebagai berikut:
1. Bahwa tanggal 23 Agustus 2013 pukul 15.00 WIB Sekretariat pimpinan KPK mendapatkan surat 161/S/I/l 68/2013, dalam hal perihal surat itu memberikan kepada KPK LHP laporan investigatif Hambalang tahap 2, pembangungan Pusat Pendidikan dan Pelatihan Sekolah Olahraga Nasional (P3SON) Hambalang dengan NomonLHP 192/HP/XVI/08/2013 tanggal 23 Agustus Tahun 2013.
2. Bahwa sebelumnya tanggal 2 November 2012, KPK mendapat surat dari BPK No:281/S/I/XI/2012 pukul 15.50 perihal LHP laporan hasil investigatif tahap 1 Nomor: 139/HP/XVI/10/2012 tanggal 30 Oktober 2012.
3. Bahwa pada saat ini KPK masih mengembangkan proses penyidikan dengan tersangka yang baru, yang sampai saat ini belum selesai.
4. Bahwa Perkara yang sudah selesai dan saat ini sudah disidangkan ada 3 (tiga) orang terdakwa yaitu pihak Kemenpora, pihak Adhi Karya dan Mantan Menpora yaitu Bapak Andi Malarangeng.
5. Bahwa untuk tersangka lain masih dalam tahap penyelidikan termasuk rekanan maka LHP tersebut masih kita gunakan sebagai pendukung.
6. Bahwa LHP tahap 2 yang dimaksud sebagai pendukung dalam rangka proses penyidikan, sumber informasinya tidak hanya dari informasi dalam LHP akan tetapi dari dokumen-dokumen lain yang ada pada Kemenpora dan dari pihak yang terkait proyek Hambalang.
7. Bahwa penyidikan yang dilakukan KPK dalam proyek Hambalang ini menyangkut unsur yang dipersangkaan sebagaimana dimaksud pasal 2 UU Tipikor dimana untuk membuktikannya dibutuhkan keterangan ahli terkait kerugian negara. Dalam hal ini yang mempunyai domain menghitung kerugian negara adalah BPK. Jadi pendapat BPK terkait perhitungan kerugian keuangan negara sangat dibutuhkan untuk memenuhi persangkaan Pasal 2 dan 3 UU Tipikor.
8. Bahwa penyidikan KPK akan terhambat jika dokumen LHP tersebut terakses oleh publik karena dalam LHP tahap pertama maupun LHP tahap kedua sudah
8
menyebutkan pihak terkait yang perlu didalami keterlibatannya dalam kasus Hambalang.
Keterangan tertulis Sekretaris Jenderal DPR RI:
[2.16] Menimbang bahwa pada tanggal 9 September 2014, atas permintaan Majelis Komisioner pihak Sekretaris Jenderal DPR RI dimintai keterangan tertulis yang di sampaikan pada tanggal 9 September 2014 dengan surat nomor DPK/08486/SEKJEN- DPRRI/HP/09/2014 tertanggal 2 September 2014, yang pada pokoknya menjelaskan :
1. Bahwa benar DPR RI meminta BPK untuk melakukan audit investigatif terhadap pelaksanaan pembangunan Pusat Pendidikan dan Pelatihan Sekolah Olahraga Nasional (P3SON) di Hambalang, Bogor,
2. Bahwa DPR RI telah menerima hasil audit BPK.
3. Bahwa hasil audit investigatif BPK diserahkan kepada pimpinan Komisi X dan pimpinan BAKN (Badan Akuntabilitas Keuangan Negara), namun sesuai dengan ketentuan Pasal 17 huruf a UU No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, informasi tersebut termasuk kategori Informasi Publik yang dikecualikan dan dokumen tersebut telah disampaikan ke KPK, maka pengelolaan dokumen menjadi ranah KPK.
3. KESIMPULAN PARA PIHAKKesimpulan Pemohon
[3.1] Menimbang bahwa di dalam persidangan terakhir sebelum pembacaan putusan,
Pemohon menyampaikan keterangan tertulis pada tanggal 2 Juni 2014 sebagai berikut:
“PENGECUALIAN YANG TIDAK LAGI RELEVAN”
1. UU No. 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara Pasal 13 “Pemeriksa dapat melaksanakan pemeriksaan investigatif guna mengungkap adanya indikasi kerugian negara/daerah dan/atau unsur pidana”
2. UU No. 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara Pasal 14 “(1) Apabila dalam pemeriksaan ditemukan unsur pidana, BPK segera melaporkan hal tersebut kepada instansi yang berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (2) Tata cara penyampaian laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur bersama oleh BPK dan Pemerintah”
3. Jika ada informasi yang dirahasiakan karena bersifat pro justicia maka seharusnya BPK menyampaikannya ke KPK, Kepolisian dan Kejaksaan. Penyampaian ke DPR mestinya tidak dalam versi lengkap.
9
4. Dalam Peraturan BPK No. 01 Tahun 2007 tentang Standar Pemeriksaan Keuangan Negara, pelaporan ke pihak berwenang dapat disertai dengan menutup informasi yang masuk dalam kualifikasi rahasia. Namun demikian, penghapusan atau pengaburan informasi tersebut harus disertai dengan menjelaskan alasan yuridisnya (lampiran IV paragraf 29-31). Penghapusan yang tidak disertai alasan yuridis adalah suatu penyesatan informasi.
5. Lampiran IV, VI, VIII, Peraturan BPK No. 01 Tahun 2007; Pelaporan Informasi Rahasia, “(Par. 29/33/21): ... “Informasi rahasia yang dilarang oleh ketentuan peraturan perundang-undangan untuk diungkapkan kepada umum tidak diungkapkan dalam laporan hasil pemeriksaan. Namun laporan hasil pemeriksaan harus mengungkapkan sifat informasi yang tidak dilaporkan tersebut dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang menyebabkan tidak dilaporkannya informasi tersebut”(Par. 30/34/22). Situasi lain yang berkaitan dengan keamanan publik dapat juga mengakibatkan informasi tersebut dilarang untuk diungkapkan dalam laporan hasil pemeriksaan. Apabila memungkinkan, BPK dapat berkonsultasi dengan konsultan hukum mengenai ketentuan permintaan atau keadaan yang menyebabkan tidak diungkapkannya informasi tertentu dalam laporan hasil pemeriksaan.
6. Pasal 22 ayat (7) huruf e UU KIP “dalam hal suatu dokumen mengandung materi yang dikecualikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17, maka informasi yang dikecualikan tersebut dapat dihitamkan dengan disertai alasan dan materinya”
7. Pasal 22 ayat (4) UU KIP “Informasi Publik yang dikecualikan bersifat rahasia sesuai dengan Undang-Undang, kepatutan, dan kepentingan umum didasarkan pada pengujian tentang konsekuensi yang timbul apabila suatu informasi diberikan kepada masyarakat serta setelah dipertimbangkan dengan saksama bahwa menutup Informasi Publik dapat melindungi kepentingan yang lebih besar daripada membukanya atau sebaliknya”
8. Kerahasiaan suatu informasi yang dikecualikan tidak lagi relevan jika telah berada di ruang publik. Sebagai contoh, aset 10 debitur terbesar peserta program kredit bagi UKM di bank BUMN adalah dikecualikan. Salah satu alasannya, kondisi finansial seseorang merupakan informasi privat yang tak boleh diungkap ke publik. Hal ini juga diatur oleh UU KIP. Namun ketika bank BUMN tersebut telah pula mengumumkan besaran aset 10 debitur UKM tersebut dalam suatu acara pemberian penghargaan yang diliput media, pengecualian tersebut sudah tidak relevan karena informasi telah berada di ruang publik {public domain).
9. Pasal 7 ayat (5), UU BPK "Hasil pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara yang telah diserahkan kepada DPR, DPD dan DPRD dinyatakan terbuka untuk umum”
10. DPR adalah lembaga negara yang berwenang melakukan pengawasan dalam rangka akuntabilitas politik. Menyerahkan laporan secara lengkap ke DPR akan menyebabkan tujuan kerahasiaan substansial dari suatu laporan audit investigasi kehilangan maknanya pada lembaga semacam ini.Tugas DPR memang bukan untuk melakukan penyelidikan dan penyidikan (pro justicia), meskipun DPR dapat merekomendasikan tindak lanjut penyidikan ke lembaga yang berwenang melakukannya.
11. DPR merupakan ruang publik, sehingga penyampaian laporan hasil audit
10
investigasi membutuhkan prasyarat teknis dan substansial tertentu agar tidak mengganggu kepastian hukum. Apa lagi jika laporan memuat indikasi keterlibatan anggota DPR. Laporan audit investigasi berbeda dengan laporan audit reguler yang telah diatur oleh Undang-Undang untuk diserahkan ke DPR. Penyerahan Laporan Audit investigasi ke pihak berwenang, dalam hal ini DPR, memerlukan prasyarat tertentu baik dalam prosedur maupun batasan substansi mengingat sifatnya yang pro justicia.
12. Baik Pasal 7 UU BPK, Pasal 14 dan Pasal 17 UU Pemeriksaan Keuangan Negara, laporan hasil pemeriksaan diserahkan ke lembaga legislatif. Termasuk untuk laporan hasil pemeriksaan investigative yang besar kemungkinan mayoritas informasi di dalamnya merupakan informasi terkait penegakan hukum {pro justicia). Skema pro justicia sepenuhnya merupakan kewenangan lembaga penegak hukum memiliki forum akuntabilitasnya di pengadilan, bukan di legislatif yang merupakan forum akuntabilitas poltik. Apalagi Pada pasal 7 ayat (5) UU BPK, sebagaimana dijelaskan sebelumnya, laporan yang telah disampaikan ke legislatif bersifat TERBUKA UNTUK UMUM.
13. Tidak ada penjelasan eksplisit dari Ketua BPK bahwa 15 (lima belas) nama anggota DPR adalah informasi yang masuk dalam kategori rahasia sehingga memang secara sengaja ditutup. Terakhir, pimpinan DPR justru mengatakan bahwa laporan yang disampaikan oleh BPK memang tidak memuat nama tersebut. Tidak jelas juga apakah memang sejak dalam draft laporan hasil pemeriksaan BPK 'sama sekali tidak ada keterlibatan 15 orang anggota DPR di Komisi 10 atau telah terjadi revisi atas draft laporan.
14. Peraturan BPK No. 1/2011 tentang Kode Etik BPK telah melarang Anggota BPK untuk berupaya mengubah temuan pemeriksaan, opini, kesimpulan, dan rekomendasi hasil pemeriksaan yang tidak sesuai dengan fakta pada saat pemeriksaan, sehingga menjadi tidak obyektif (lihat Pasal 8 ayat (2) huruf h).
15. Pasal 8 ayat (2) Peraturan BPK No. 1/2011, Anggota BPK selaku Pejabat Negara dilarang memerintahkan dan/atau mempengaruhi dan/atau mengubah temuan pemeriksaan, opini, kesimpulan, dan rekomendasi hasil pemeriksaan yang tidak sesuai dengan fakta dan/atau bukti-bukti yang diperoleh pada saat pemeriksaan, sehingga temuan pemeriksaan, opini, kesimpulan, dan rekomendasi hasil pemeriksaan menjadi tidak obyektif.
16. Membiarkan laporan tersebut tersandera di Pimpinan DPR akan membuat status kerahasiaan menjadi semu. Membiarkan status informasi tersebut sebagai suatu ’kerahasiaan semu’ adalah suatu kekeliruan mendasar dan bertentangan dengan tujuan kerahasiaan tersebut. Inilah yang disebut oleh Aftergood sebagai bad secrecy yang didasarkan atas suatu kepentingan politik. Lebih baik jika laporan hasil audit investigasi tahap-Il BPK mengenai Hambalang yang sudah terlanjur ada di ruang publik (DPR) ini dibuka ke masyarakat agar tidak menjadi alat tawar-menawar elit berkuasa dan tindak lanjut penyidikan dapat diawasi oleh publik luas.
17. Teknis Penyampaian LHP Audit Investigasi BPK ke legislatif berpotensi melanggar hukum. Telah dijelaskan pada bagian terdahulu bahwa berdasarkan Pasal 7 Ayat (5) UU BPK, Penyampaian laporan hasil pemeriksaan dan tanggungjawab keuangan negara ke legislatif adalah titik terminasi kerahasiaan LHP Audit Investigasi BPK. Praktik Selama ini penyampaian LHP Audit Investigasi BPK kepada legislatif
11
diberikan dalam format lengkap tanpa pengaburan informasi rahasia yang disertai alasan yuridis. Secara Normatif hal ini bertentangan dengan Peraturan BPK No.l Tahun 2007 Tentang Standar Pemeriksaan Keuangan Negara Dan UU Keterbukaan Informasi Publik Pasal 54 “Setiap orang yang dengan sengaja dan tanpa hak mengakses dan/atau memperoleh dan/atau memberikan informasi yang dikecualikan sebagaimana diatur dalam Pasal 17 huruf a, huruf b, huruf d, huruf f, huruf g, huruf h, huruf i, dan huruf j dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan pidana denda paling banyak Rp. 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah)”.
Kesimpulan Termohon[3.2] Menimbang bahwa pada bulan Juli 2014, Termohon menyampaikan kesimpulan
tertulis sebagai berikut:
1. Bahwa Perkara Sengketa Informasi ini berawal dari permohonan Pemohon
melalui surat nomor 135/EKS.PTR/SEK-FOINI/VIII/2013 tanggal 28 Agustus
2013 perihal permohonan informasi terkait hasil audit BPK tentang
pembangunan stadion Hambalang Jilid I dan jilid II dan surat nomor
146/EKS .PTR/SEK-FOINI/IX/2013 tanggal 12 September 2013 perihal
keberatan atas penolakan informasi yang ditujukan kepada Pejabat Pengelola
Informasi dan Dokumentasi/PPID BPK RI (Termohon).
2. Bahwa atas permohonan Pemohon tersebut, Termohon telah menyampaikan
tanggapan bahwa tidak dapat memenuhi permintaan karena Laporan Hasil
Pemeriksaan Investigatif Hambalang sebagaimana tertuang dalam LHP Nomor
192/HP/XVI/08/2013 tanggal 23 Agustus 2013 tentang Pembangunan P3SON
Hambalang Bogor pada Kementerian Pemuda dan Olah Raga di Jakarta dan
Bogor termasuk informasi yang dikecualikan, melalui surat nomor
201/S/X/09/2013 tanggal 2 September 2013 dan surat nomor 515/S/X/10/2013
tanggal 24 Oktober 2013.
3. Bahwa Termohon tidak dapat memenuhi permintaan dari Pemohon karena
informasi yang dimintakan Pemohon yaitu Laporan Hasil Pemeriksaan
Investigatif Hambalang adalah termasuk dalam dokumen yang dikecualikan
oleh BPK RI berdasarkan :
a) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi
Publik:
1) Pasal 7 Ayat (1) yang mengatur bahwa Badan Publik wajib
menyediakan, memberikan dan/atau menerbitkan informasi publik yang
12
berada di bawah kewenangannya kepada pemohon informasi publik,
selain informasi yang dikecualikan sesuai dengan ketentuan;
2) Pasal 17, huruf a, angka 1 yang mengatur bahwa setiap Badan Publik
wajib membuka akses bagi setiap Pemohon Informasi Publik untuk
mendapatkan Informasi Publik kecuali : Informasi Publik yang apabila
dibuka dan diberikan kepada Pemohon Informasi Publik dapat menghambat proses penegakan hukum, yaitu informasi yang dapat
menghambat proses penyelidikan dan penyidikan suatu tindak pidana;
b) Peraturan BPK RI Nomor 3 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Informasi Publik pada Badan Pemeriksa Keuangan:
Pasal 11, huruf b, angka 2 yang menyebutkan bahwa Informasi Publik yang
dikecualikan meliputi Laporan Hasil Pemeriksaan yang memuat hasil
pemeriksaan investigatif dan pemeriksaan Fraud Forensic.
4. Bahwa laporan Hasil Pemeriksaan Investigatif Hambalang ini merupakan
informasi penting dan rahasia yang digunakan oleh Aparat Penegak Hukum
(APH) dalam melakukan proses penegakan hukum. Hal tersebut sesuai dengan
keterangan saksi Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Salim
Rasyid dalam Sidang Sengketa Informasi Publik tanggal 2 Juni 2014 dan
tanggal 30 Juni 2014 yang menyatakan bahwa :
a) KPK masih mengembangkan proses penyidikan dalam kasus Hambalang
sehingga LHP Investigatif Hambalang masih digunakan sebagai dasar penyidikan;
b) Apabila LHP Investigatif Pembangunan Pusat Pendidikan dan Pelatihan
Sekolah Olahraga Nasional (P3SON) Hambalang diketahui oleh publik maka dapat mengganggu proses penegakan hukum oleh KPK karena LHP
Investigatif Hambalang ini memuat hal-hal yang dirahasiakan termasuk inisial
terdakwa atau pihak-pihak terkait lainnya, dikhawatirkan pihak-pihak yang
terkait ini dapat menghilangkan atau menghancurkan barang-barang bukti sebelum dilakukan pemeriksaan oleh KPK;
c) Para terdakwa dalam kasus Hambalang dipersangkakan dengan pasal 2 dan 3
Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo. UU No.20 Tahun 2011 tentang
Tindak Pidana Korupsi yang mempersyaratkan adanya unsur kerugian negara,
13
oleh karena itu keberadaan LHP Investigatif Pembangunan Pusat Pelatihan
Pendidikan dan Sekolah Olahraga Nasional (P3SON) Hambalang menjadi
unsur pokok mengingat BPK adalah lembaga yang berwenang melakukan
penghitungan kerugian negara;
d) Isi dari LHP Investigatif Hambalang menceritakan secara runtut mengenai
kronologis peristiwa dari hulu ke hilir yang seluruhnya menjadi satu kesatuan
yang tak terpisahkan sehingga apabila hanya dibuka sebagian konten saja, sementara yang dianggap rahasia tidak maka akan tetap berpengaruh terhadap kerahasiaan isi LHP.
5. Bahwa penetapan Laporan Hasil Pemeriksaan yang memuat hasil pemeriksaan
investigatif dan pemeriksaan Fraud Forensic sebagai informasi yang dikecualikan
dalam Peraturan BPK Nomor 3 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Informasi Publik
pada Badan Pemeriksa Keuangan dilakukan dengan dasar pemikiran yuridis sebagai berikut:
a. bahwa LHP invest i gati F:fraud forensic dalam proses penegakan hukum oleh
aparat penegak hukum baik dalam tahap Penyidikan maupun tahap
Pemeriksaan di Pengadilan dijadikan alat bukti surat. Selanjutnya selain
sebagai alat bukti surat, LHP investigatif//ra«<i forensic menjadi dasar
pemberian keterangan Ahli oleh pemeriksa BPK pada sidang tindak pidana korupsi;
b. bahwa status LHP investigatif//raw<i forensic sebagai alat bukti surat, serta
keterkaitannya secara langsung dengan alat bukti keterangan ahli dalam proses
hukum acara pidana merupakan implementasi dari Pasal 184 Undang-Undang
Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana yang mengatur perihal alat bukti dalam hukum pidana.
6. Bahwa Pemeriksaan Investigatif Pembangunan Pusat Pendidikan dan Pelatihan Sekolah Olahraga Nasional (P3SON) Hambalang merupakan inisiatif permintaan
dari Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) kepada BPK RI sesuai dengan surat
Nomor : PW.01/10954/DPR RI/XII/2011 tanggal 16 Desember 2011 tentang
Audit Investigatif terhadap Pelaksanaan Pembangunan Pusat Pelatihan Pendidikan dan Sekolah Olahraga Nasional (P3SON), oleh karena itu selain
disampaikan kepada para Aparat Penegak Hukum yaitu KPK, Kepolisian RI dan Kejaksaan Agung, BPK RI juga menyampaikan Laporan Hasil
14
Pemeriksaan Investigatif Pusat Pelatihan Pendidikan dan Sekolah Olahraga
Nasional (P3SON) Hambalang tersebut kepada DPR sebagai inisiator atas
dilakukannya pemeriksaan investigatif.
7. Bahwa untuk menjamin agar informasi yang dikecualikan ini tidak terbuka ke
publik, maka dalam surat penyampaian LHP Investigatif Hambalang dari BPK
RI kepada DPR nomor 160/S/I/08/2013 tanggal 22 Agustus 2013 tentang LHP Investigatif (Tahap II) Pembangunan Pusat pendidikan dan Pelatihan Sekolah
Olahraga Nasional (P3SON) Hambalang dinyatakan: “Mengingat bahwa laporan ini merupakan hasil pemeriksaan investigatif yang mengandung dugaan unsur
pidana dan saat ini sedang disidik oleh penegak hukum, maka laporan ini bukan
merupakan dokumen publik dan seyogyanya dapat dijaga kerahasiaannya”. Hal
ini menjadi komitmen antar lembaga untuk dapat menjamin terjaganya
informasi yang dikecualikan berupa LHP Investigatif Pembangunan Pusat
Pelatihan Pendidikan dan Sekolah Olahraga Nasional (P3SON) Hambalang ini.
8. Bahwa prinsip keterbukaan informasi terhadap LHP BPK setelah disampaikan
kepada DPR/lembaga perwakilan sebagaimana diatur dalam Pasal 19 ayat (1)
Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 merupakan prinsip umum atas sifat
publik seluruh LHP BPK. Bahwa kemudian sifat LHP BPK yang terbuka untuk
publik mendapat pengecualian berdasarkan azas perundang-undangan Lex
specialis derogat legi generalis, yang pada akhirnya khusus terhadap LHP BPK
yang dipergunakan bagi kepentingan proses penegakan hukum (LHP
Investigatif/Frawc/ Forensic) harus dilekatkan sifat dikecualikan dari prinsipnya
semula sebagai informasi yang dapat diakses oleh publik.
9. Bahwa apabila LHP Investigatif//rauu? forensic yang dihasilkan oleh BPK
ditetapkan/dikualiflkasi sebagai yang informasi tidak dikecualikan dan untuk
selanjutnya publik dengan mudahnya dapat mengakses informasi tersebut
dikhawatirkan bahwa dikemudian hari akan terjadi kondisi-kondisi yang tidak
kita inginkan yang akan sangat menggangu proses penegakan hukum, antara lain sebagai berikut:
a. Pihak-pihak yang diduga terlibat dalam suatu perkara tindak pidana korupsi
melarikan diri setelah membaca LHP InvestigatilT/rawt/ forensic yang dihasilkan oleh BPK;
15
b. Pihak-pihak yang diduga terlibat dalam suatu perkara tindak pidana korupsi
setelah membaca LHP Investigatif/yrrmt/ forensic yang dihasilkan oleh BPK
menghilangkan barang bukti yang diperlukan oleh aparat penegakan hukum;
c. LHP Investigatif/Zrawc/ forensic yang dihasilkan oleh BPK dimanfaatkan
oleh pihak-pihak yang diduga terkait permasalahan yang diperiksa untuk
membentuk opini-opini publik untuk kepentingan yang bersangkutan
sehingga dikhawatirkan dapat mengganggu jalannya proses penegakan hukum yang sedang dilakukan oleh aparat penegak hukum.
10. Bahwa berdasarkan alasan-alasan di atas, maka kami menyimpulkan bahwa LHP
Investigatif Pembangunan Pusat Pelatihan Pendidikan dan Sekolah Olahraga
Nasional (P3SON) Hambalang secara prinsip dan pada hakikatnya merupakan
informasi yang dikecualikan. Perihal penyampaian LHP Investigatif ini juga
disampaikan kepada DPR, tidak menghilangkan hakikat Laporan Hasil
Pemeriksaan Investigatif Hambalang sebagai informasi yang dikecualikan sesuai
dengan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan
Informasi Publik jo. Pasal 184 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana.
4. PERTIMBANGAN HUKUM
[4.1] Menimbang bahwa maksud dan tujuan permohonan sesungguhnya adalah
mengenai permohonan Penyelesaian Sengketa Informasi Publik sebagaimana diatur
dalam Pasal 1 angka 5, Pasal 35 ayat (1) huruf a, dan Pasal 37 ayat (2) Undang-
Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP)
juncto Pasal 5 huruf a. Peraturan Komisi Informasi Nomor 1 Tahun 2013 tentang Prosedur Penyelesaian Sengketa Informasi Publik (Perki No. 1 Tahun 2013).
[4.2] Menimbang bahwa sebelum memasuki pokok permohonan, berdasarkan Pasal 36
ayat (1) Perki No. 1 Tahun 2013 Majelis Komisioner akan mempertimbangkan terlebih dahulu hal-hal sebagai berikut:
1. kewenangan Komisi Informasi Pusat untuk memeriksa dan memutus permohonan a quo.
2. kedudukan hukum (legal standing) Pemohon untuk mengajukan permohonan penyelesaian sengketa informasi.
16
3. kedudukan hukum {legal standing) Termohon sebagai Badan Publik dalam
sengketa informasi.
4. batas waktu pengajuan Permohonan Penyelesaian Sengketa Informasi.
Terhadap keempat hal tersebut di atas. Majelis mempertimbangkan dan memberikan pendapat sebagai berikut:
A. Kewenangan Komisi Informasi Pusat[4.3] Menimbang bahwa Komisi Informasi Pusat mempunyai dua kewenangan yaitu
kewenangan absolut dan kewenangan relatif. Oleh karena itu Majelis akan mempertimbangkan dua kewenangan tersebut dalam perkara a quo.Kewenangan Absolut
[4.4] Menimbang bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka 4 UU KIP dinyatakan:
Komisi Informasi adalah lembaga mandiri yang berfungsi menjalankan UU KIP dan peraturan pelaksanaannya, menetapkan petunjuk teknis standar layanan informasi publik dan menyelesaikan sengketa informasi publik melalui mediasi dan/atau ajudikasi nonlitigasi.
[4.5] Menimbang bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka 5 UU KIP juncto Pasal1 angka 3 Perki 1 Tahun 2013 dinyatakan:
Sengketa Informasi Publik adalah sengketa yang terjadi antara Badan Publik dengan Pemohon Informasi Publik dan/atau Pengguna Informasi Publik yang berkaitan dengan hak memperoleh dan/atau menggunakan Informasi Publik berdasarkan peraturan perundang-undangan.
[4.6] Menimbang bahwa berdasarkan ketentuan:
Pasal 26 ayat (1) huruf a UU KIPKomisi Informasi bertugas: menerima, memeriksa, dan memutus permohonan penyelesaian Sengketa Informasi Publik melalui Mediasi dan/atau Ajudikasi nonlitigasi yang diajukan oleh setiap Pemohon Informasi Publik berdasarkan alasan sebagaimana dimaksud dalam UU KIP.
Pasal 36 ayat (1) UU KIPKeberatan diajukan oleh Pemohon Informasi Publik dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja setelah ditemukannya alasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (1).
Pasal 37 ayat (2) UU KIPUpaya penyelesaian Sengketa Informasi Publik diajukan dalam waktu paling lambat 14 (empat belas) hari kerja setelah diterimanya tanggapan tertulis dari atasan pejabat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (2).
17
Pasal 38 ay at (1)UU KIPKomisi Informasi Pusat dan Komisi Informasi provinsi dan/atau KomisiInformasi kabupaten/kota harus mulai mengupayakan Penyelesaian SengketaInformasi Publik melalui Mediasi dan/atau Ajudikasi nonlitigasi paling lambat14 (empat belas) hari kerja setelah menerima permohonan PenyelesaianSengketa Informasi Publik.
[4.7] Menimbang bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 5 Perki No. 1 Tahun 2013 dinyatakan:
Penyelesaian Sengketa Informasi Publik melalui Komisi Informasi dapatditempuh apabila:a. Pemohon tidak puas terhadap tanggapan atas keberatan yang diberikan oleh
atasan PPID; ataub. Pemohon tidak mendapatkan tanggapan atas keberatan yang telah diajukan
kepada atasan PPID dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari kerja sejak keberatan diterima oleh atasan PPID.
[4.8] Menimbang bahwa berdasarkan fakta persidangan Pemohon telah menempuh
mekanisme memperoleh informasi dan mengajukan permohonan Penyelesaian
Sengketa Informasi Publik sebagai berikut:
1. Tanggal 28 Agustus 2013 Pemohon mengajukan Permohonan Informasi Publik dengan Surat Permohonan Informasi Nomor: 135/EKS.PTR/SEK- FOINI/VIII/2013 kepada PPID Badan Pemeriksa Keuangan RI dan diterima pada tanggal yang sama.
2. Tanggal 12 September 2013 Pemohon mengajukan Surat Keberatan Penolakan Informasi dengan surat nomor 146/EKS.PTR/SEK- FIONI/IX2013 dan diterima pada tanggal yang sama.
3. Tanggal 14 November 2013 Pemohon mengajukan permohonan Penyelesaian Sengketa Informasi ke Komisi Informasi Pusat yang diterima dan terdaftar di Kepaniteraan Komisi Informasi Pusat pada tanggal yang sama dengan registrasi sengketa Nomor: 364/XI/KIP-PS/2013.
[4.9] Menimbang bahwa berdasarkan uraian dalam paragraf [4.4] sampai dengan
paragraf [4.8] Majelis berpendapat Komisi Informasi Pusat mempunyai kewenangan
absolut untuk menerima, memeriksa dan memutus sengketa a quo.
Kewenangan Relatif[4.10] Menimbang bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 27 ayat (2) UU KIP dinyatakan:
Kewenangan Komisi Informasi Pusat meliputi kewenangan penyelesaian Sengketa Informasi Publik yang menyangkut Badan Publik pusat dan Badan Publik tingkat provinsi dan/atau Badan Publik tingkat kabupaten/kota selama
18
Komisi Informasi di provinsi atau Komisi Informasi kabupaten/kota tersebut belum terbentuk.
[4.11] Menimbang bahwa berdasarkan Pasal 6 ayat (1) Perki No.l Tahun 2013, dinyatakan:
Komisi Informasi Pusat berwenang menyelesaikan Sengketa Informasi Publik yang menyangkut Badan Publik Pusat.
[4.12] Menimbang bahwa berdasarkan Pasal 1 angka 3 UU KIP, dinyatakan:
Badan Publik adalah lembaga eksekutif, legislative, yudikatif dan badan lain yang fungsi dan tugas pokoknya berkaitan dengan penyelenggaraan Negara, yang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan/atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, atau organisasi non pemerintah sepanjang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan/atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, sumbangan masyarakat, dan/atau luar negeri.
[4.13] Menimbang bahwa berdasarkan Pasal 1 angka 1 UU No. 15 Tahun 2006
Tentang Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (selanjutnya disebut UU BPK), dinyatakan:
Badan Pemeriksa Keuangan, yang selanjutnya disingkat BPK, adalah lembaga negara yang bertugas untuk memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
[4.14] Menimbang bahwa kedudukan Badan Pemeriksa Keuangan berdasarkan Pasal 2 UU BPK, dinyatakan:
BPK merupakan satu lembaga negara yang bebas dan mandiri dalam memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara.
[4.15] Menimbang bahwa Tugas Badan Pemeriksa Keuangan berdasarkan ketentuan:
Pasal 6 UU BPK(1) BPK bertugas memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara
yang dilakukan oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Lembaga Negara lainnya, Bank Indonesia, Badan Usaha Milik Negara, Badan Layanan Umum, Badan Usaha Milik Daerah, dan lembaga atau badan lain yang mengelola keuangan negara.
(2) Pelaksanaan pemeriksaan BPK sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan berdasarkan undang-undang tentang pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara.
(3) Pemeriksaan BPK mencakup pemeriksaan keuangan, pemeriksaan kinerja, dan pemeriksaan dengan tujuan tertentu.
19
(4) Dalam hal pemeriksaan dilaksanakan oleh akuntan publik berdasarkan ketentuan undang-undang, laporan hasil pemeriksaan tersebut wajib disampaikan kepada BPK dan dipublikasikan.
(5) Dalam melaksanakan pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1), BPK melakukan pembahasan atas temuan pemeriksaan dengan objek yang diperiksa sesuai dengan standar pemeriksaan keuangan negara.
(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pelaksanaan tugas BPK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan peraturan BPK.
Pasal 7 UU BPK
(1) BPK menyerahkan hasil pemeriksaan atas pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara kepada DPR, DPD, dan DPRD sesuai dengan kewenangannya.
(2) DPR, DPD, dan DPRD menindaklanjuti hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai dengan Peraturan Tata Tertib masing-masing lembaga perwakilan.
(3) Penyerahan hasil pemeriksaan BPK kepada DPRD dilakukan oleh Anggota BPK atau pejabat yang ditunjuk.
(4) Tata cara penyerahan hasil pemeriksaan BPK kepada DPR, DPD, dan DPRD diatur bersama oleh BPK dengan masing-masing lembaga perwakilan sesuai dengan kewenangannya.
(5) Hasil pemeriksaan atas pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara yang telah diserahkan kepada DPR, DPD, dan DPRD dinyatakan terbuka untuk umum.
[4.16] Menimbang bahwa Wewenang BPK berdasarkan ketentuan:
Pasal 9 UU BPK
(1) Dalam melaksanakan tugasnya, BPK berwenang:a. menentukan objek pemeriksaan, merencanakan dan melaksanakan
pemeriksaan, menentukan waktu dan metode pemeriksaan serta menyusun dan menyajikan laporan pemeriksaan;
b. meminta keterangan dan/atau dokumen yang wajib diberikan oleh setiap orang, unit organisasi Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Lembaga Negara lainnya, Bank Indonesia, Badan Usaha Milik Negara, Badan Layanan Umum, Badan Usaha Milik Daerah, dan lembaga atau badan lain yang mengelola keuangan negara;
c. melakukan pemeriksaan di tempat penyimpanan uang dan barang milik negara, di tempat pelaksanaan kegiatan, pembukuan dan tata usaha keuangan negara, serta pemeriksaan terhadap perhitungan-perhitungan, surat-surat, bukti-bukti, rekening koran, pertanggungjawaban, dan daftar lainnya yang berkaitan dengan pengelolaan keuangan negara;
d. menetapkan jenis dokumen, data, serta informasi mengenai pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara yang wajib disampaikan kepada BPK;
20
e. menetapkan standar pemeriksaan keuangan negara setelah konsultasi dengan Pemerintah Pusat/Pemerintah Daerah yang wajib digunakan dalam pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara;
f. menetapkan kode etik pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara;
g. menggunakan tenaga ahli dan/atau tenaga pemeriksa di luar BPK yang bekerja untuk dan atas nama BPK;
h. membina jabatan fungsional Pemeriksa;i. memberi pertimbangan atas Standar Akuntansi Pemerintahan; danj. memberi pertimbangan atas rancangan sistem pengendalian intern
Pemerintah Pusat/Pemerintah Daerah sebelum ditetapkan oleh Pemerintah Pusat/Pemerintah Daerah.
(2) Dokumen, data, serta informasi mengenai pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara yang diminta oleh BPK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d hanya dipergunakan untuk pemeriksaan.
[4.17] Menimbang bahwa pembiayaan/pendanaan BPK sebagaimana diatur dalam Pasal 35 UU BPK dinyatakan :
(1) Anggaran BPK dibebankan pada bagian anggaran tersendiri dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.
(2) Anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan oleh BPK kepada DPR untuk dibahas dalam pembicaraan pendahuluan rancangan APBN.
(3) Hasil pembahasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan pada Menteri Keuangan sebagai bahan penyusunan Rancangan Undang-Undang tentang APBN.
[4.18] Menimbang bahwa berdasarkan uraian dalam paragraf [4.10] sampai dengan
paragraf [4.17] Majelis berpendapat Komisi Informasi Pusat mempunyai kewenangan relatif dalam menerima, memeriksa dan memutus sengketa a quo.
B. Kedudukan Hukum (Legal Standing) Pemohon[4.19] Menimbang bahwa berdasarkan ketentuan:
Pasal 1 angka 12 UU KIPPemohon Informasi Publik adalah warga negara dan/atau badan hukum Indonesia yang mengajukan permintaan informasi publik sebagaimana diatur dalam UU KIP.
Pasal 1 angka 7 Perki No. 1 Tahun 2013Pemohon Penyelesaian Sengketa Informasi Publik yang selanjutnya disebut Pemohon adalah Pemohon atau Pengguna Informasi Publik yang mengajukan Permohonan kepada Komisi Informasi.
Pasal 11 ayat (1) huruf a Perki No.l Tahun 2013Pemohon wajib menyertakan dokumen kelengkapan permohonan berupa identitas yang sah, yaitu:
21
1. Fotokopi Kartu Tanda Penduduk, Paspor, atau identitas lain yang sah yang dapat membuktikan Pemohon adalah Warga Negara Indonesia, atau;
2. Anggaran dasar yang telah disahkan oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia dan telah tercatat di Berita Negara Republik Indonesia dalam hal Pemohon adalah Badan Hukum.
3. Surat kuasa dan fotokopi Kartu Tanda Penduduk pemberi kuasa dalam hal Pemohon mewakili kelompok orang.
[4.20] Menimbang bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 5 Perki No.l Tahun 2013 dinyatakan:
Penyelesaian Sengketa Informasi Publik melalui Komisi Informasi dapat ditempuh apabila:
a. Pemohon tidak puas terhadap tanggapan atas keberatan yang diberikan oleh atasan PPID; atau
b. Pemohon tidak mendapatkan tanggapan atas keberatan yang telah diajukan kepada atasan PPID dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari kerja sejak keberatan diterima oleh atasan PPID.
[4.21] Menimbang bahwa berdasarkan fakta persidangan Pemohon telah menempuh
mekanisme permohonan informasi dan mengajukan Permohonan Penyelesaian
Sengketa Informasi Publik sebagaimana yang diuraikan dalam paragraf [4.8],
[4.22] Menimbang bahwa permohonan yang diajukan oleh Badan Hukum, maka
berdasarkan uraian paragraf [4.19] Pemohon telah menyertakan Akta Pendirian yang
telah disahkan oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia dan telah tercatat di
Berita Negara Republik Indonesia telah dibuktikan sesuai dengan paragraf [2.10] dan [2 .11].
[4.23] Menimbang bahwa berdasarkan uraian paragraf [4.20] sampai dengan paragraf [4.22] Majelis berpendapat Pemohon memenuhi syarat kedudukan hukum (legal standing) dalam sengketa a quo.
C. Kedudukan Hukum (Legal Standing) Termohon[4.24] Menimbang bahwa kedudukan hukum BPK sebagai Termohon Penyelesaian
Sengketa Informasi Publik dalam sengketa a quo sesungguhnya telah diuraikan dan dipertimbangkan pada bagian “Kewenangan Relatif’ (paragraf [4.12] sampai dengan
paragraf [4.17]). Pertimbangan-pertimbangan tersebut mutatis mutandis berlaku dalam
22
menguraikan dan mempertimbangkan kedudukan hukum Termohon sebagaimana
dimaksud pada bagian ini (Bagian C. Kedudukan Hukum Termohon).
[4.25] Menimbang bahwa pihak termohon sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 44 ayat (2) UU KIP, yaitu:
Pihak Termohon sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah pimpinan Badan Publik atau pejabat terkait yang ditunjuk yang didengar keterangannya dalam proses pemeriksaan.
[4.26] Menimbang bahwa sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 44 ayat (4) UU KIP, yaitu:
Pemohon Informasi Publik dan Termohon dapat mewakilkan kepada wakilnya yang secara khusus dikuasakan untuk itu.
[4.27] Menimbang bahwa berdasarkan uraian pada paragraf [4.24] sampai dengan
paragraf [4.26] Majelis berpendapat bahwa Termohon yang memiliki tugas dan fungsi
berkaitan dengan penyelenggaraan negara, yang sebagian atau seluruh dananya
bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara memenuhi syarat kedudukan hukum (legal standing) dalam sengketa a quo.
D. Batas Waktu Pengajuan Permohonan Penyelesaian Sengketa Informasi.[4.28] Menimbang bahwa Pemohon telah menempuh mekanisme permohonan
informasi dan mengajukan Permohonan Penyelesaian Sengketa Informasi Publik
sebagaimana dimaksud pada paragraph [2.2] sampai dengan paragraf [2.6] (Bagian Kronologi)
[4.29] Menimbang ketentuan-ketentuan mengenai jangka waktu dalam prosedur penyelesaian Sengketa Informasi Publik sebagai berikut:
Pasal 22 ayat (1) UU KIP
Setiap Pemohon Informasi Publik dapat mengajukan permintaan untuk
memperoleh Informasi Publik kepada Badan Publik terkait secara tertulis atau tidak tertulis.
23
Pasal 22 ayat (7) UU KIP
Paling lambat 10 (sepuluh) hari kerja sejak diterimanya permintaan, Badan
Publik yang bersangkutan wajib menyampaikan pemberitahuan tertulis yang berisikan:
a. informasi yang diminta berada di bawah penguasaannya ataupun tidak;b. Badan Publik wajib memberitahukan Badan Publik yang menguasai
informasi yang diminta apabila informasi yang diminta tidak berada di bawah penguasaannya dan Badan Publik yang menerima permintaan mengetahui keberadaan informasi yang diminta;
c. penerimaan atau penolakan permintaan dengan alasan yang tercantum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17;
d. dalam hal permintaan diterima seluruhnya atau sebagian dicantumkan materi informasi yang akan diberikan;
e. dalam hal suatu dokumen mengandung materi yang dikecualikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17, maka informasi yang dikecualikan tersebut dapat dihitamkan dengan disertai alasan dan materinya;
f. alat penyampai dan format informasi yang akan diberikan; dan/ataug. biaya serta cara pembayaran untuk memperoleh informasi yang diminta.
Pasal 22 Ayat (8) UU KIP“Badan Publik yang bersangkutan dapat memperpanjang waktu untuk mengirimkan pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (7), paling lambat 7 ( tujuh) hari kerja berikutnya dengan memberikan alasan secara tertulis”.
Pasal 36 ayat (1) UU KIP
Keberatan diajukan oleh Pemohon Informasi Publik dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja setelah ditemukannya alasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (1).
Pasal 36 ayat (2) UU KIPAtasan pejabat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (1) memberikan tanggapan atas keberatan yang diajukan oleh Pemohon Informasi Publik dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja sejak diterimanya keberatan secara tertulis.
Pasal 37 ayat (2) UU KIPUpaya penyelesaian Sengketa Informasi Publik diajukan dalam waktu paling lambat 14 (empat belas) hari kerja setelah diterimanya tanggapan tertulis dari atasan pejabat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (2),
[4.30] Menimbang bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 13 huruf a Perki No. 1 Tahun 2013 mengatur:
Permohonan diajukan selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari kerja sejak: tanggapan tertulis atas keberatan dari atasan PPID diterima olehPemohon;
24
[4.31] Menimbang bahwa berdasarkan uraian paragraf [4.28] sampai paragraf [4.30]
Majelis berpendapat bahwa permohonan Penyelesaian Sengketa Informasi Publik yang
diajukan Pemohon memenuhi jangka waktu yang ditentukan Pasal 37 ayat (2) UU KIP
jimcto 13 huruf a Perki No. 1 Tahun 2013.
£. Pokok Permohonan
[4.32] Menimbang bahwa pokok permohonan dalam perkara a quo sesungguhnya
adalah Sengketa Informasi Publik antara Pemohon dan Termohon mengenai informasi
yang dimohonkan Pemohon kepada Termohon yakni hasil audit BPK tentang Pembangunan Stadion Hambalang jilid I dan Jilid II berupa berkas hardfile yang telah
dilengkapi dengan pengesahan stampel dan tanda tangan pejabat berwenang.
F. Pendapat Majelis[4.33] Bahwa berdasarkan pertimbangan diatas maka Majelis Komisioner dalam
pokok perkara mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut:
[4.34] Menimbang bahwa atas Hasil audit BPK tentang Pembangunan Stadion
Hambalang jilid I dan Jilid II, Termohon bependapat bahwa:
1. Laporan Hasil Pemeriksaan Investigatif Hambalang adalah termasuk dalam
dokumen yang dikecualikan oleh BPK RI hal tersebut berdasarkan:
a) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik:
1) Pasal 7 Ayat (1) yang mengatur bahwa Badan Publik wajib
menyediakan, memberikan dan/atau menerbitkan informasi publik
yang berada di bawah kewenangannya kepada pemohon informasi publik, selain informasi yang dikecualikan sesuai dengan ketentuan;
2) Pasal 17, huruf a, angka 1 yang mengatur bahwa setiap Badan
Publik wajib membuka akses bagi setiap Pemohon Informasi Publik untuk mendapatkan Informasi Publik kecuali : Informasi
Publik yang apabila dibuka dan diberikan kepada Pemohon
Informasi Publik dapat menghambat proses penegakan hukum,
25
yaitu informasi yang dapat menghambat proses penyelidikan dan
penyidikan suatu tindak pidana;
b) Peraturan BPK RI Nomor 3 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Informasi
Publik pada Badan Pemeriksa Keuangan:
Pasal 11, huruf b, angka 2 yang menyebutkan bahwa informasi
publik yang dikecualikan meliputi Laporan Hasil Pemeriksaan yang memuat hasil pemeriksaan investigatif dan pemeriksaan Fraud Forensic.
2. bahwa Laporan Hasil Pemeriksaan Investigatif Hambalang merupakan
informasi penting dan rahasia yang digunakan oleh Aparat Penegak
Hukum (APH) dalam melakukan proses penegakan hukum. Hal tersebut
sesuai dengan Keterangan Saksi Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi
(KPK), Salim Riyad dalam Sidang Sengketa Informasi Publik tanggal 2
Juni 2014 dan tanggal 30 Juni 2014 yang menyatakan bahwa :
a) KPK masih mengembangkan proses penyidikan dalam kasus
Hambalang sehingga LHP Investigatif Hambalang masih digunakan sebagai dasar penyidikan;
b) Apabila LHP Investigatif Pembangunan P3SON Hambalang
diketahui oleh publik maka dapat mengganggu proses penegakan
hukum oleh KPK karena LHP Investigatif Hambalang memuat hal-
hal yang dirahasiakan termasuk inisial terdakwa atau pihak-pihak
terkait lainnya, dikhawatirkan pihak-pihak yang terkait dapat
menghilangkan atau menghancurkan barang-barang bukti sebelum dilakukan pemeriksaan oleh KPK;
c) Para terdakwa dalam kasus Hambalang dipersangkakan dengan
pasal 2 dan 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo. UU No.20
Tahun 2011 Tentang Tindak Pidana Korupsi yang mempersyaratkan
adanya unsur kerugian negara, oleh karena itu keberadaan LHP
Investigatif Pembangunan P3SON Hambalang menjadi unsur pokok mengingat BPK adalah lembaga yang berwenang melakukan penghitungan kerugian negara;
26
d) Isi dari LHP Investigatif Hambalang menjelaskan secara runtut
mengenai kronologis peristiwa dari hulu ke hilir yang seluruhnya
menjadi satu kesatuan yang tak terpisahkan sehingga apabila hanya
dibuka sebagian konten saja, sementara yang lain dianggap rahasia
tidak maka akan tetap berpengaruh terhadap kerahasiaan isi LHP.
3. Bahwa penetapan Laporan Hasil Pemeriksaan yang memuat hasil pemeriksaan investigatif dan pemeriksaan Fraud Forensic sebagai informasi yang
dikecualikan dalam Peraturan BPK Nomor 3 Tahun 2011 tentang Pengelolaan
Informasi Publik pada Badan Pemeriksa Keuangan dilakukan dengan dasar pemikiran yuridis sebagai berikut:
a) bahwa LHP investigatif//razvr/forensic dalam proses penegakan hukum
oleh aparat penegak hukum baik dalam tahap penyidikan maupun tahap
pemeriksaan di Pengadilan dijadikan alat bukti surat. Selanjutnya selain
sebagai alat bukti surat, LHP investigatif//rau<7 forensic menjadi dasar
pemberian keterangan Ahli oleh pemeriksa BPK pada sidang tindak pidana korupsi;
b) Bahwa status LHP investigatif//raw<i forensic sebagai alat bukti surat,
serta keterkaitannya secara langsung dengan alat bukti keterangan ahli
dalam proses hukum acara pidana merupakan implementasi dari Pasal
184 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara
Pidana yang mengatur perihal alat bukti dalam hukum pidana.
4. Bahwa pemeriksaan investigatif pembangunan P3SON Hambalang
merupakan inisiatif permintaan dari Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)
kepada BPK RI sesuai dengan surat Nomor : PW.01/10954/DPR RI/XII/2011 tanggal 16 Desember 2011 tentang audit investigatif terhadap
pelaksanaan Pembangunan Pusat Pelatihan Pendidikan dan Sekolah
Olahraga Nasional (P3SON), oleh karena itu selain disampaikan kepada
para Aparat Penegak Hukum yaitu KPK, Kepolisian RI dan Kejaksaan
Agung, BPK RI juga menyampaikan laporan hasil pemeriksaan
investigatif P3 SON Hambalang tersebut kepada DPR sebagai inisiator atas
dilakukannya pemeriksaan investigatif pembangunan P3SON Hambalang.
5. bahwa untuk menjamin agar informasi yang dikecualikan ini tidak terbuka ke publik, maka dalam surat penyampaian LHP Investigatif Hambalang
27
dari BPK RI kepada DPR Nomor 160/S/I/08/2013 tanggal 22 Agustus
2013 tentang LHP Investigatif (Tahap II) Pembangunan P3S0N
Hambalang dinyatakan bahwa : “Mengingat bahwa laporan ini merupakan
hasil pemeriksaan investigatif yang mengandung dugaan unsur pidana dan
saat ini sedang disidik oleh penegak hukum, maka laporan ini bukan
merupakan dokumen publik dan seyogyanya dapat dijaga
kerahasiaannya”. Hal ini menjadi komitmen antar lembaga untuk dapat
menjamin terjaganya informasi yang dikecualikan berupa LHP Investigatif Pembangunan P3SON Hambalang ini.
6. bahwa prinsip keterbukaan informasi terhadap LHP BPK setelah
disampaikan kepada DPR/lembaga perwakilan sebagaimana diatur dalam
Pasal 19 ayat (1) Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 merupakan
prinsip umum atas sifat publik seluruh LHP BPK. Bahwa kemudian sifat
LHP BPK yang terbuka untuk publik mendapat pengecualian berdasarkan
azas perundang-undangan Lex specialis derogat legi generalis, yang pada
akhirnya khusus terhadap LHP BPK yang dipergunakan bagi kepentingan
proses penegakan hukum (LHP Investigatif/Frawrf Forensic) harus
dilekatkan sifat dikecualikan dari prinsipnya semula sebagai informasi yang dapat diakses oleh publik.
[4.35] Menimbang bahwa atas hasil audit BPK tentang Pembangunan Stadion Hambalang jilid I dan Jilid II, Pemohon bependapat bahwa:
L UU No. 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung
Jawab Keuangan Negara Pasal 13 “Pemeriksa dapat melaksanakan
pemeriksaan investigatif guna mengungkap adanya indikasi kerugian
negara/daerah dan/atau unsur pidana”.
2. UU No. 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung
Jawab Keuangan Negara Pasal 14 “(1) Apabila dalam pemeriksaan ditemukan unsur pidana, BPK segera melaporkan hal tersebut kepada instansi yang
berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.(2) Tata
cara penyampaian laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur bersama oleh BPK dan Pemerintah”
3. Jika ada informasi yang dirahasiakan karena bersifat pro justicia maka
seharusnya BPK menyampaikannya ke KPK, Kepolisian dan Kejaksaan. Penyampaian ke DPR mestinya tidak dalam versi lengkap.
28
4. Dalam Peraturan BPK No. 01 Tahun 2007 tentang Standar Pemeriksaan
Keuangan Negara, pelaporan ke pihak berwenang dapat disertai dengan
menutup informasi yang masuk dalam kualifikasi rahasia. Namun demikian,
penghapusan atau pengaburan informasi tersebut harus disertai dengan
menjelaskan alasan yuridisnya (lampiran IV paragraf 29-31). Penghapusan
yang tidak disertai alasan yuridis adalah suatu penyesatan informasi.
5. Lampiran IV, VI, VIII, Peraturan BPK No. 01 Tahun 2007; Pelaporan
Informasi Rahasia, “(Par. 29/33/21): ... “Informasi rahasia yang dilarang oleh
ketentuan peraturan per undang-undang an untuk diungkapkan kepada umum
tidak diungkapkan dalam laporan hasil pemeriksaan. Namun laporan hasil pemeriksaan harus mengungkapkan sifat informasi yang tidak dilaporkan
tersebut dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang menyebabkan
tidak dilaporkannya informasi tersebut”.(Par. 30/34/22): ... Situasi lain yang
berkaitan dengan keamanan publik dapat juga mengakibatkan informasi
tersebut dilarang untuk diungkapkan dalam laporan hasil pemeriksaan...
Apabila memungkinkan, BPK dapat berkonsultasi dengan konsultan hukum
mengenai ketentuan permintaan atau keadaan yang menyebabkan tidak
diungkapkannya informasi tertentu dalam laporan hasil pemeriksaan.
6. Pasal 22 ayat (7) huruf e UU KIP “dalam hal suatu dokumen mengandung
materi yang dikecualikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17, maka
informasi yang dikecualikan tersebut dapat dihitamkan dengan disertai alasan dan materinya”
7. Pasal 2 ayat (4) UU KIP “Informasi Publik yang dikecualikan bersifat rahasia
sesuai dengan undang-undang, kepatutan, dan kepentingan umum didasarkan
pada pengujian tentang konsekuensi yang timbul apabila suatu informasi
diberikan kepada masyarakat serta setelah dipertimbangkan dengan saksama
bahwa menutup Informasi Publik dapat melindungi kepentingan yang lebih besar daripada membukanya atau sebaliknya”
9. Pasal 7 ayat (5), UU BPK “Hasil pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab
keuangan negara yang telah diserahkan kepada DPR, DPD dan DPRD dinyatakan terbuka untuk umum”
10. DPR adalah lembaga negara yang berwenang melakukan pengawasan dalam
rangka akuntabilitas politik. Menyerahkan laporan secara lengkap ke DPR akan
menyebabkan tujuan kerahasiaan substansial dari suatu laporan audit
29
investigasi kehilangan maknanya pada lembaga semacam ini. Tugas DPR
memang bukan untuk melakukan penyelidikan dan penyidikan (pro justicia),
meskipun DPR dapat merekomendasikan tindak lanjut penyidikan ke lembaga
yang berwenang melakukannya. _ "
11. DPR merupakan ruang publik, sehingga penyampaian laporan hasil audit
investigasi membutuhkan prasyarat teknis dan substansial tertentu agar tidak
mengganggu kepastian hukum. Apalagi jika laporan memuat indikasi
keterlibatan anggota DPR. Laporan audit investigasi berbeda dengan laporan
audit reguler yang telah diatur oleh Undang-Undang untuk diserahkan ke DPR.
Penyerahan Laporan Audit investigasi ke pihak berwenang, dalam hal ini DPR,
memerlukan prasyarat tertentu baik dalam prosedur maupun batasan substansi
mengingat sifatnya yang pro justicia.12. Baik Pasal 7 UU BPK, Pasal 14 dan Pasal 17 UU Pemeriksaan Keuangan
Negara, laporan hasil pemeriksaan diserahkan ke lembaga legislatif. Termasuk
untuk laporan hasil pemeriksaan investigative yang besar kemungkinan
mayoritas informasi di dalamnya merupakan informasi terkait penegakan
hukum (pro justicia). Skema pro justicia sepenuhnya merupakan kewenangan
lembaga penegak hukum memiliki forum akuntabilitasnya di pengadilan,
bukan di legislatif yang merupakan forum akuntabilitas poltik. Apalagi pada
pasal 7 ayat (5) UU BPK, sebagaimana dijelaskan sebelumnya, laporan yang
telah disampaikan ke legislatif bersifat terbuka untuk umum.
[4.36] Menimbang bahwa atas pertimbangan di atas Majelis Komisioner berpendapat
sebagai berikut:1. bahwa berdasarkan Undang-undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang
Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara (selanjutnya UU nomor 15 tahun 2004) .Dalam Pasal 5 dinyatakan bahwa:
(1) Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 dilaksanakan berdasarkan standar pemeriksaan.
(2) Standar pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun oleh■ BPK, setelah berkonsultasi dengan pemerintah
Pasal 7 _(1) Dalam merencanakan tugas pemeriksaan, BPK memperhatikan
permintaan, saran, dan pendapat lembaga perwakilan.(2) Dalam rangka membahas permintaan, saran, dan pendapat sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), BPK atau lembaga perwakilan dapat mengadakan pertemuan konsultasi.
30
Pasal 13“Pemeriksa dapat melaksanakan pemeriksaan investigatif guna mengungkap adanya indikasi kerugian negara/daerah dan/atau unsur pidana”.
Pasal 14(1) Apabila dalam pemeriksaan ditemukan unsur pidana, BPK segera
melaporkan hal tersebut kepada instansi yang berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Tata cara penyampaian laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur bersama oleh BPK dan Pemerintah”
2. bahwa berdasarkan Undang-undang Nomor 15 Tahun 2006 tentangBadan Pemeriksa Keuangan (UU 15 Tahun 2005 tentang BPK).Dalam Pasal 6 dinyatakan bahwa:(1) BPK bertugas memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan
negara yang dilakukan oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Lembaga Negara lainnya, Bank Indonesia, Badan Usaha Milik Negara, Badan Layanan Umum, Badan Usaha Milik Daerah, dan lembaga atau badan lain yang mengelola keuangan negara.
(2) Pelaksanaan pemeriksaan BPK sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan berdasarkan undang-undang tentang pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara.
(3) Pemeriksaan BPK mencakup pemeriksaan keuangan, pemeriksaan kinerja, dan pemeriksaan dengan tujuan tertentu.
(4) Dalam hal pemeriksaan dilaksanakan oleh akuntan publik berdasarkan ketentuan undang-undang, laporan hasil pemeriksaan tersebut wajib disampaikan kepada BPK dan dipublikasikan.
(5) Dalam melaksanakan pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1), BPK melakukan pembahasan atas temuan pemeriksaan dengan objek yang diperiksa sesuai dengan standar pemeriksaan keuangan negara.
(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pelaksanaan tugas BPK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan peraturan BPK
Pasal 7 ayat (5)Hasil pemeriksaan atas pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara yangtelah diserahkan kepada DPR, DPD, dan DPRD dinyatakan terbuka untukumum.
3. bahwa berdasarkan Peraturan Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia Nomor 01 Tahun 2007 Tentang Standar Pemeriksaan Keuangan Negara, dalam hal PELAPORAN INFORMASI RAHASIA disebutkan sebagai berikut:
Lampiran IV, Peraturan Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia Nomor : 01 Tahun 2007 Tanggal : 7 Maret 2007 Standar Pemeriksaan Pernyataan Nomor 03 Standar Pelaporan Pemeriksaan Keuangan
31
[Paragraf 29] Pernyataan standar pelaporan tambahan kelima adalah:“Informasi rahasia yang dilarang oleh ketentuan peraturan perundang- undangan untuk diungkapkan kepada umum tidak diungkapkan dalam laporan hasil pemeriksaan. Namun laporan hasil pemeriksaan harus mengungkapkan sifat informasi yang tidak dilaporkan tersebut dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang menyebabkan tidak dilaporkannya informasi tersebut”.
[Paragraf 30] Informasi tertentu dapat dilarang untuk diungkapkan kepada umum oleh ketentuan peraturan perundang-undangan. Informasi tersebut mungkin hanya dapat diberikan kepada pihak yang berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan mempunyai kewenangan untuk mengetahuinya. Situasi lain yang berkaitan dengan keamanan publik dapat juga mengakibatkan informasi tersebut dilarang untuk diungkapkan dalam laporan hasil pemeriksaan. Sebagai contoh, informasi rinci tentang pengamanan komputer untuk suatu program dapat dikeluarkan dari pelaporan publik guna mencegah penyalahgunaan informasi tersebut. Dalam situasi tersebut, BPK dapat menerbitkan satu laporan resmi yang berisi informasi di atas dan mendistribusikannya kepada pihak yang berhak menerimanya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Apabila memungkinkan, BPK dapat berkonsultasi dengan konsultan hukum mengenai ketentuan, permintaan atau keadaan yang menyebabkan tidak diungkapkannya informasi tertentu dalam laporan hasil pemeriksaan.
[Paragraf 31] Pertimbangan Pemeriksa mengenai tidak diungkapkannya informasi tertentu tersebut harus mengacu kepada kepentingan publik. Jika situasi mengharuskan penghilangan informasi tertentu, pemeriksa harus mempertimbangkan apakah penghilangan tersebut dapat mengganggu hasil pemeriksaan atau melanggar hukum. Jika pemeriksa memutuskan untuk menghilangkan informasi tertentu, pemeriksa harus menyatakan sifat informasi yang dihilangkan dan alasan penghilangan tersebut.
PENERBITAN DAN PENDISTRIBUSIAN LAPORAN HASIL PEMERIKSAAN
[Paragraf 32] Pernyataan standar pelaporan tambahan keenam adalah: “Laporan hasil pemeriksaan diserahkan kepada lembaga perwakilan, entitas yang diperiksa, pihak yang mempunyai kewenangan untuk mengatur entitas yang diperiksa, pihak yang bertanggung jawab untuk melakukan tindak lanjut hasil pemeriksaan, dan kepada pihak lain yang diberi wewenang untuk menerima laporan hasil pemeriksaan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku”.
[Paragraf 33] Laporan hasil pemeriksaan harus didistribusikan tepat waktu kepada pihak yang berkepentingan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Namun, dalam hal yang diperiksa merupakan rahasia negara maka untuk tujuan keamanan atau dilarang disampaikan kepada pihak- pihak tertentu atas dasar ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, pemeriksa dapat membatasi pendistribusian laporan hasil pemeriksaan tersebut.
32
[Paragraf 34] Apabila akuntan publik atau pihak lain yang ditugasi untuk melakukan pemeriksaan berdasarkan Standar Pemeriksaan, akuntan publik atau pihak lain tersebut harus memastikan bahwa laporan hasil pemeriksaan didistribusikan secara memadai. Jika akuntan publik tersebut ditugasi untuk mendistribusikan laporan hasil pemeriksaannya, maka perikatan/penugasan tersebut harus menyebutkan pihak yang harus menerima laporan hasil pemeriksaan tersebut.
[Paragraf 35] Apabila suatu pemeriksaan dihentikan sebelum berakhir, namun pemeriksa tidak mengeluarkan laporan hasil pemeriksaan, maka pemeriksa harus membuat catatan yang mengikhtisarkan hasil pekerjaannya sampai tanggal penghentian dan menjelaskan alasan penghentian pemeriksaan. Pemeriksa juga harus mengkomunikasikan secara tertulis alasan penghentian pemeriksaan tersebut kepada manajemen entitas yang diperiksa, entitas yang meminta pemeriksaan tersebut, atau pejabat lain yang berwenang.
Lampiran VI, Peraturan Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia, Nomor : 01 Tahun 2007 Tanggal : 7 Maret 2007, Standar Pemeriksaan Pernyataan Nomor 05 Standar Pelaporan Pemeriksaan Kinerja
PELAPORAN INFORMASI RAHASIA
[Paragraf 33] Apabila informasi tertentu dilarang diungkapkan kepada umum, laporan hasil pemeriksaan harus mengungkapkan sifat informasi yang dihilangkan tersebut dan ketentuan yang melarang pengungkapan informasi tersebut.
[Paragraf 34] Beberapa informasi tertentu tidak dapat diungkapkan kepada umum berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan atau keadaan khusus lainnya yang berkaitan dengan keselamatan dan keamanan publik. Misalnya, temuan terinci mengenai pengamanan aktiva maupun sistem informasi dapat dikecualikan dari laporan hasil pemeriksaan yang dapat diakses oleh publik karena berpotensi terjadinya penyalahgunaan informasi tersebut. Dalam situasi tersebut, BPK dapat menerbitkan laporan terpisah yang memuat informasi dimaksud dan didistribusikan kepada kalangan tertentu yang berhak menerimanya sesuai dengan ketentuan peraturan 10 perundang- undangan yang berlaku. Apabila memungkinkan, BPK dapat berkonsultasi dengan konsultan hukum mengenai ketentuan, permintaan atau keadaan yang menyebabkan tidak diungkapkannya informasi tertentu dalam laporan hasil pemeriksaan.
[Paragraf 35] Pertimbangan pemeriksa mengenai tidak diungkapkannya informasi tertentu tersebut harus mengacu kepada kepentingan publik. Jika situasi mengharuskan penghilangan informasi tertentu, pemeriksa harus mempertimbangkan apakah penghilangan tersebut dapat mengganggu hasil pemeriksaan atau melanggar hukum. Jika pemeriksa memutuskan untuk menghilangkan informasi tertentu, pemeriksa harus menyatakan sifat informasi yang dihilangkan dan alasan penghilangan tersebut.
33
Lampiran VIII Peraturan Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia Nomor : 01 Tahun 2007 Tanggal : 7 Maret 2007 Standar Pemeriksaan Pernyataan Nomor 07 Standar Pelaporan Pemeriksaan Dengan Tujuan Tertentu
PELAPORAN INFORMASI RAHASIA
[Paragraf 21 ] Pernyataan standar pelaporan tambahan keempat adalah: “Informasi rahasia yang dilarang oleh ketentuan peraturan perundang- undangan untuk diungkapkan kepada umum tidak diungkapkan dalam laporan hasil pemeriksaan. Namun laporan hasil pemeriksaan harus mengungkapkan sifat informasi yang tidak dilaporkan tersebut dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang menyebabkan tidak dilaporkannya informasi tersebut”.
[Paragraf 22] Informasi tertentu dapat dilarang untuk diungkapkan kepada umum oleh ketentuan peraturan perundang-undangan. Informasi tersebut mungkin hanya dapat diberikan kepada pihak yang berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan mempunyai kewenangan untuk mengetahuinya. Situasi lain yang berkaitan dengan keamanan publik dapat juga mengakibatkan informasi tersebut dilarang untuk diungkapkan dalam laporan hasil pemeriksaan. Sebagai contoh, informasi rinci tentang pengamanan komputer untuk suatu program dapat dikeluarkan dari pelaporan publik guna mencegah penyalahgunaan informasi tersebut. Dalam situasi tersebut, BPK dapat menerbitkan satu laporan resmi yang berisi informasi di atas dan mendistribusikannya kepada pihak yang berhak menerimanya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Apabila memungkinkan, BPK dapat berkonsultasi dengan konsultan hukum mengenai ketentuan permintaan atau keadaan yang menyebabkan tidak diungkapkannya informasi tertentu dalam laporan hasil pemeriksaan.
[Paragraf 23] Pertimbangan pemeriksa mengenai tidak diungkapkannya informasi tertentu tersebut harus mengacu kepada kepentingan publik. Jika situasi mengharuskan penghilangan informasi tertentu, pemeriksa harus mempertimbangkan apakah penghilangan tersebut dapat mengganggu hasil pemeriksaan atau melanggar hukum. Jika pemeriksa memutuskan untuk menghilangkan informasi tertentu, pemeriksa harus menyatakan sifat informasi yang dihilangkan dan alasan penghilangan tersebut.
PENERBITAN DAN PENDISTRIBUSIAN LAPORAN HASIL PEMERIKSAAN
[Paragraf 24] Pernyataan standar pelaporan tambahan kelima adalah: “Laporan hasil pemeriksaan diserahkan kepada lembaga perwakilan, entitas yang diperiksa, pihak yang mempunyai kewenangan untuk mengatur entitas yang diperiksa, pihak yang bertanggung jawab untuk melakukan tindak lanjut hasil pemeriksaan, dan kepada pihak lain yang diberi wewenang untuk menerima laporan hasil pemeriksaan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan yang berlaku”.
34
[Paragraf 25] Laporan hasil pemeriksaan harus didistribusikan tepat waktu kepada pihak yang berkepentingan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Namun dalam hal yang diperiksa merupakan rahasia negara maka untuk tujuan keamanan atau dilarang disampaikan kepada pihak- pihak tertentu atas dasar ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, pemeriksa dapat membatasi pendistribusian laporan tersebut.
[Paragraf 26] Walaupun SPAP meminta suatu laporan perikatan atestasi untuk mengevaluasi suatu asersi berdasarkan kriteria yang disepakati atau penerapan suatu prosedur yang disepakati harus memuat pernyataan yang membatasi penggunaannya kepada pihak-pihak yang telah menyepakati kriteria dan prosedur tersebut, tetapi pernyataan tersebut tidak membatasi pendistribusian laporan.
[Paragraf 27] Apabila akuntan publik atau pihak lain yang ditugasi untuk melakukan pemeriksaan berdasarkan Standar Pemeriksaan, akuntan publik atau pihak lain tersebut harus memastikan bahwa laporan hasil pemeriksaan didistribusikan secara memadai. Jika akuntan publik tersebut ditugasi untuk mendistribusikan laporan hasil pemeriksaannya, maka perikatan/penugasan tersebut harus menyebutkan pihak yang harus menerima laporan hasil pemeriksaan tersebut.
[Paragraf 28] Apabila suatu pemeriksaan dihentikan sebelum berakhir, tetapi pemeriksa tidak mengeluarkan laporan hasil pemeriksaan, maka pemeriksa harus membuat catatan yang mengikhtisarkan hasil pemeriksaannya sampai tanggal penghentian dan menjelaskan alasan penghentian pemeriksaan. Pemeriksa juga harus mengkomunikasikan secara tertulis alasan penghentian pemeriksaan tersebut kepada manajemen entitas yang diperiksa, entitas yang meminta pemeriksaan tersebut, atau pejabat lain yang berwenang.
[Paragraf 29] Apabila akuntan publik atau pihak lainnya yang melakukan pemeriksaan untuk dan atas nama BPK berpendapat bahwa pemeriksaan harus dihentikan sebelum berakhir maka akuntan publik atau pihak lain tersebut wajib mengkonsultasikan pendapatnya tersebut terlebih dahulu kepada BPK. Selanjutnya, BPK akan memutuskan apakah pemeriksaan harus dilanjutkan atau dihentikan.
4. bahwa berdasarkan Peraturan Badan Pemeriksa Keuangan Nomor 3 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Informasi Publik pada Badan Pemeriksa Keuangan (Peraturan BPK Nomor 3 Tahun 2011).Dalam Pasal 6 dinyatakan bahwa:Informasi yang wajib disediakan dan diumumkan secara berkala meliputi:
a. Laporan Hasil Pemeriksaan yang telah disampaikan kepada DPR, DPD, dan DPRD;
b. Evaluasi BPK terhadap pelaksanaan pemeriksaan atas pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara yang dilaksanakan oleh Kantor Akuntan Publik beserta laporan hasil pemeriksaannya yang telah disampaikan kepada DPR, DPD, dan DPRD; dan
c. informasi publik lainnya.
35
Pasal 7Laporan Hasil Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf a meliputi:
a. Laporan Hasil Pemeriksaan atas Laporan Keuangan Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Bank Indonesia, Badan Usaha Milik Negara/Daerah, dan Laporan Keuangan;
b. Badan/Lembaga lain yang mengelola Keuangan Negara/Daerah;c. Laporan Hasil Pemeriksaan Kinerja;d. Laporan Hasil Pemeriksaan Dengan Tujuan Tertentu; dane. Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester.
Pasal 11Informasi Publik yang dikecualikan meliputi:
a. informasi terkait dengan proses pemeriksaan atau proses evaluasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf a dan huruf b;
b. Laporan Hasil Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf a dan huruf b yang memuat:1. rahasia negara;2. hasil pemeriksaan investigatif dan pemeriksaan Fraud Forensic;
dan3. informasi publik yang menurut Undang-Undang Keterbukaan
Informasi Publik dikecualikan untuk dipublikasikan;c. informasi publik yang dimuat dalam Laporan Hasil Pemeriksaan
sebagaimana dimaksud pada huruf b angka 3 meliputi:1. informasi publik yang apabila dibuka dapat menghambat proses
penegakan hukum;2. informasi publik yang dapat mengganggu kepentingan perlindungan
atas hak kekayaan intelektual atau persaingan usaha tidak sehat;3. informasi publik yang terkait dengan strategi, intelijen, dan sistem
pertahanan dan keamanan negara;4. informasi publik yang mengungkapkan kekayaan alam negara
Indonesia;5. informasi publik yang apabila dibuka dapat merugikan ketahanan
ekonomi nasional, antara lain pengawasan terhadap perbankan, asuransi, dan lembaga keuangan lainnya;
6. informasi publik yang apabila dibuka dapat mengganggu hubungan luar negeri; dan
7. informasi yang memuat hal-hal yang berkaitan dengan proses pencetakan uang; dan/atau informasi yang menurut undang-undang tidak boleh diungkapkan;
d. pedoman pemeriksaan yang meliputi pedoman, standar, panduan, petunjuk pelaksanaan, petunjuk teknis, prosedur operasional standar, dan seri panduan yang berlaku di lingkungan BPK;
e. memorandum atau surat-surat antara BPK dengan Badan Publik lainnya atau disposisi dan nota dinas internal BPK yang menurut sifatnya dirahasiakan;
f. data pribadi pejabat dan pegawai di lingkungan BPK; dan informasi yang tidak boleh diungkapkan berdasarkan undang-undang.
Berdasarkan hal diatas Majelis Komisioner berpendapat bahwa Termohon telah
memiliki mekanisme perlakuan atas informasi dikecualikan atau dirahasiakan,
36
sehingga pada saat mendistribusikan informasi yang mengadung informasi
dikecualikan Termohon seharusnya dapat lebih cermat dalam mengklasifikasikan
dokumen yang mengandung unsur informasi dikecualikan. Dengan demikian
Termohon dalam menyampaikan informasi a quo seharusnya dapat dibedakan antara
yang disampaikan kepada pihak aparat penegak hukum (KPK RI, POLRI dan
Kejaksaan Agung) dengan dokumen yang disampaikan kepada bukan aparat penegak
hukum (DPR RI), sehingga penolakan pemberian informasi oleh Termohon menjadi tidak relevan dan sepatutnya ditolak.
[4.37] Menimbang berdasarkan ketentuan Pasal 13 dan Pasal 14 UU Nomor 15 Tahun
2004 jo Pasal 11 Peraturan BPK Nomor 3 Tahun 2011 dan Pasal 17 huruf (a) UU KIP
Majelis Komisioner berpendapat bahwa pada laporan hasil pemeriksaan investigatif dan pemeriksaan Fraud Forensic adalah dokumen yang dikecualikan sedangkan
didalam laporan tersebut terdapat informasi tentang adanya dugaan tindak pidana,
sehingga yang berwenang mengetahui atau mengakses hanya aparat penegak hukum.
Sedangkan berdasarkan Pasal 9 UU KIP jo Pasal 7 ayat (5) UU 15 Tahun 2005
tentang BPK jo Pasal 6 Peraturan BPK Nomor 3 Tahun 2011 Laporan Hasil
Pemeriksaan yang telah disampaikan kepada DPR, DPD, dan DPRD adalah informasi
terbuka dan dapat diakses oleh publik. Dengan demikian Majelis Komisoner
berpendapat bahwa Laporan hasil pemeriksaan merupakan laporan terbuka setelah
disampaikan kepada Dewan Perwakilan Rakyat. Sehingga penolakan informasi oleh Termohon menjadi tidak relevan dan sepatutnya ditolak
[4.38] Menimbang bahwa dalam laporan hasil audit BPK tentang Pembangunan Pusat
Pelatihan Pendidikan dan Sekolah Olahraga Nasional (P3SON) Stadion Hambalang
jilid I dan Jilid II diawali dari adanya permintaan audit investigatif pimpinan DPR RI
kepada Termohon (vide kesimpulan dan keterangan Termohon), setelah melakukan
audit investigatif Termohon menemukan adanya dugaan tindak pidana atas proyek
pembangunan Stadion Hambalang jilid I dan jilid II. Selanjutnya pihak Termohon
menyampaikan dokumen LHP investigatif (tahap II) Pembangunan Pusat Pelatihan
Pendidikan dan Sekolah Olahraga Nasional (P3SON) Hambalang kepada pihak DPR RI, KPK, Kejaksaan Agung RI dan Kepolisian RI dengan sifat rahasia dan dokumen
tersebut diterima dalam bentuk yang sama (vide keterangan Termohon dan hasil
pemeriksaan setempat). Bahwa atas hal tersebut Majelis Komisioner berpendapat
3 7
seharusnya Termohon menyajikan dokumen dalam format a quo hanya kepada
penegak hukum (KPK, Kejaksaan Agung RI dan Kepolisian RI). Sedangkan format
informasi yang disampaikan kepada pihak bukan aparat penegak hukum (DPR RI)
hanya terkait hasil investigatif tanpa mengandung unsur informasi dikecualikan.
Sehingga penolakan informasi oleh Termohon menjadi tidak relevan dan sepatutnya
ditolak.[4.39] Menimbang bahwa dalam setiap pengelolaan dokumen hasil pemeriksaan yang
di sampaikan ke DPR merupakan informasi terbuka (vide Pasal 7 ayat (5) Undang-
undang Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan) namun apabila
dalam pemeriksaan ditemukan unsur pidana, BPK segera melaporkan hal tersebut
kepada instansi yang berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan (vide Pasal 14 Undang-undang Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan
Pemeriksa Keuangan) dalam hal Majelis Komisioner berpendapat bahwa yang
berwenang untuk mendapatkan laporan pemeriksaan yang ditemukan unsur pidana
adalah hanya aparat penegak hukum dalam hal ini adalah KPK, Kejaksaan Agung RI
dan Kepolisian RI. Sehingga penolakan informasi oleh Termohon menjadi tidak
relevan dan sepatutnya ditolak
[4.40] Menimbang bahwa dalam keterangan tertulis DPR RI yang pada pokoknya bahwa:
1. bahwa benar DPR RI meminta BPK untuk melakukan audit investigatif terhadap pelaksanaan pembangunan Pusat Pendidikan dan Pelatihan Sekolah Olahraga Nasional (P3SON) di Hambalang, Bogor.
2. bahwa DPR RI telah menerima hasil audit BPK.3. bahwa hasil audit investigatif BPK diserahkan kepada pimpinan Komisi X
DPR RI dan pimpinan BAKN (Badan Akuntabilitas Keuangan Negara), namun sesuai dengan ketentuan Pasal 17 huruf a UU No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, informasi tersebut termasuk kategori Informasi Publik yang dikecualikan dan dokumen tersebut telah disampaikan ke KPK, maka pengelolaanya ada pada KPK.
[4.41] Menimbang bahwa dalam fakta persidangan saksi dari KPK pada pokoknya menerangkan bahwa penyidikan KPK akan terhambat jika dokumen LHP tersebut terakses oleh publik karena dalam LHP tahap pertama maupun LHP tahap kedua sudah menyebutkan pihak terkait yang perlu didalami keterlibatannya dalam kasus Hambalang.
[4.42] Menimbang bahwa berdasarkan keterangan tertulis DPR RI yang menyatakan
bahwa:
38
1. bahwa benar DPR RI meminta BPK untuk melakukan audit investigatif
terhadap pelaksanaan pembangunan Pusat Pendidikan dan Pelatihan Sekolah Olahraga Nasional (P3SON) di Hambalang, Bogor.
2. bahwa DPR RI telah menerima hasil audit BPK.
3. bahwa hasil audit investigatif BPK diserahkan kepada pimpinan Komisi X
DPR RI dan pimpinan BAKN (Badan Akuntabilitas Keuangan Negara),
[4.43] Menimbang bahwa dalam penyajian dokumen dikecualikan di Badan Publik Termohon telah diatur dalam:
1. Paragraf 29 sampai dengan Paragraf 35, Lampiran IV, Peraturan Badan
Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia Nomor : 01 Tahun 2007 Tanggal : 7
Maret 2007 Standar Pemeriksaan Pernyataan Nomor 03 Standar Pelaporan Pemeriksaan Keuangan;
2. Paragraf 33 sampai dengan Paragraf 35, Lampiran VI, Peraturan Badan
Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia, Nomor : 01 Tahun 2007 Tanggal : 7
Maret 2007, Standar Pemeriksaan Pernyataan Nomor 05 Standar Pelaporan Pemeriksaan Kinerja;
3. Paragraf 21 sampai dengan Paragraf 29, Lampiran VIII Peraturan Badan
Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia Nomor: 01 Tahun 2007 tentang
Standar Pemeriksaan Keuangan Negara, Tanggal : 7 Maret 2007 Standar
Pemeriksaan Pernyataan Nomor 07 Standar Pelaporan Pemeriksaan dengan Tujuan Tertentu, dan;
4. Pasal 7 dan Pasal 11 Peraturan Badan Pemeriksa Keuangan Nomor 3 Tahun
2011 tentang Pengelolaan Informasi Publik pada Badan Pemeriksa Keuangan.
Maka Termohon harus hati-hati dan cermat dalam menghasilkan, mengolah,
mengelola dan menyajikan dokumen hasil pemeriksaan investigatif yang memuat
informasi dikecualikan. Informasi yang mengandung informasi dikecualikan tidak dapat diberikan kepada pihak selain pihak yang memiliki kewenangan.
[4.44] Menimbang bahwa penyajian atau penyampaian informasi yang mengandung
unsur dikecualikan tetap berprinsip pada setiap Badan Publik wajib melakukan pengujian tentang konsekuensi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 dengan
saksama dan penuh ketelitian sebelum menyatakan Informasi Publik tersebut dikecualikan untuk diakses oleh publik.
39
[4.45] Menimbang bahwa dengan adanya fakta persidangan dan uraian paragraf [4.40]
sampai dengan paragraf [4.44] bahwa Termohon menyampaikan informasi yang
dikecualikan kepada pihak yang tidak berwenang menjadikan relevansi pengecualian
atas informasi tersebut menjadi tidak ada, dengan demikian Majelis berpendapat
penolakan informasi oleh Termohon menjadi tidak relevan dan sepatutnya ditolak.
[4.46] Menimbang bahwa Termohon dalam mengelola informasi a quo dimana
informasi tersebut mengandung informasi yang dikecualikan, maka seharusnya dalam
menyajikan informasi tersebut Termohon dapat dengan mengaburkan atau menutup
dokumen yang mengandung informasi yang dikecualikan. Sebagai ilustrasi perlakuan dan pengamanan dokumen yang dikecualikan sebagaimana yang dilakukan oleh
Kementerian Pendidikan Dan Kebudayaan RI, dalam konteks ini misalnya dokumen
Soal-soal Ujian Nasional. Sejak masa proses pembuatan soal, telah dilakukan dengan
sangat hati-hati, melalui pengumpulan bank soal sampai dengan penyusunan,
pembuatan dan penggandaan soal yang dilakukan secara rahasia dengan pemberian
kode-kode tertentu, serta pada saat pendistribusian soal yang melibatkan pengamanan
dari pihak kepolisian, hingga selanjutnya pada saat pelaksanaan ujian juga melibatkan
pengawas-pengawas, baik dari unsur pemerintah atau pihak-pihak lain yang telah
ditentukan melalui surat keputusan tertentu, bahkan sampai dengan selesainya ujian
dilaksanakan, soal ujian tersebut masih dikumpulkan kembali oleh pengawas dan
panitia ujian untuk diamankan dalam pengelolaaannya. (fakta persidangan putusan
Nomor: 244/VII/KIP-PS-M-A/2012 antara ICW dan Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan dan Prosedur Operasi Standar Ujian Nasional Sekolah Menengah
Pertama, Madrasah Tsanawiyah, Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa, Sekolah Menengah Atas, Madrasah Aliyah, Sekolah Menengah Atas Luar Biasa, Dan Sekolah Menengah Kejuruan Tahun pelajaran 2011/2012)
[4.47] Menimbang bahwa seharusnya dalam pengelolaan informasi yang dikecualikan
Badan Publik harus cermat dan teliti, baik dalam tahap pembuatan, penyimpanan,
pengiriman maupun pengelolaannya, maka menjadi sangat penting bagi Badan Publik memiliki standar operasional prosedur untuk pengelolaan informasi atau dokumen
yang dikecualikan atau yang dinyatakan oleh badan publik mengandung unsur-unsur yang dikecualikan.
40
[4.48] Menimbang bahwa dengan ditolaknya alasan pengecualian dari Termohon oleh
Majelis Komisioner, maka kerahasiaan atas dokumen a quo menjadi tidak relevan
sehingga sepatutnya Termohon memberikan informasi a quo.
5.KESIMPULAN
[5.1] Berdasarkan seluruh uraian dan fakta hukum di atas, Majelis Komisioner berkesimpulan:
1. Komisi Informasi Pusat berwenang untuk menerima, memeriksa dan memutus permohonan a quo.
2. Pemohon memiliki kedudukan hukum {legal standing) untuk mengajukan permohonan dalam sengketaa quo.
3. Termohon memiliki kedudukan hukum (legal standing) sebagai Termohon
dalam sengketa a quo.
4. Jangka waktu permohonan Penyelesaian Sengketa Informasi Publik yang
diajukan Pemohon telah sesuai dengan ketentuan UU KIP dan Perki No. 1
Tahun 2013.
6. AMAR PUTUSAN
Memutuskan,
[6.1] Menyatakan permohonan informasi Pemohon berupa informasi yang
dimohonkan yaitu hasil audit BPK tentang Pembangunan Pusat Pelatihan Pendidikan dan Sekolah Olahraga Nasional (P3SON) Stadion Hambalang jilid I dan Jilid II
berupa berkas hardfile yang telah dilengkapi dengan pengesahan stempel dan tanda tangan pejabat berwenang adalah informasi terbuka.
[6.2] Memerintahkan kepada Termohon untuk memberikan informasi sebagaimana
tersebut dalam paragraf [6.1] kepada Pemohon selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari kerja sejak putusan ini diterima Termohon;
41
Demikian diputuskan dalam Rapat Permusyawaratan Majelis Komisioner yaitu John
Fresly selaku Ketua merangkap Anggota, Abdulhamid Dipopramono dan Yhannu
Setyawan masing-masing sebagai Anggota, pada hari Senin, tanggal 22 September
2014 dengan adanya dissenting opinion oleh Komisioner John Fresly dan diucapkan
dalam sidang terbuka untuk umum pada hari Senin, tanggal 20 Oktober 2014 oleh
Majelis Komisioner yang nama-namanya tersebut di atas, dengan didampingi oleh Ramlan Achmad sebagai Panitera Pengganti dan dihadiri oleh
Anggota Majelis
(AbdulhamicP©ipo[ ramono)
Anggota Majelis
Panitera Pengganti
(Ramlan Achmad)
42
7. P E N D A P A T B E R B E D A ( D I S S E M I N G O P I X I O .X )
[7.1] Pendapat Berbeda dinyatakan oleh Majelis Komisioner John Fresly sebagai
berikut:
[7.2] Menimbang bahwa dalam anotasi UU KIP diuraikan bahwa Informasi Publik
yang dikecualikan bersifat ketat, terbatas, dan tidak mutlak / tidak permanen.Meskipun pada dasarnya informasi publik bersifat terbuka dan dapat diakses, namun dalam praktek tidak semua informasi dapat dibuka. Ada informasi tertentu yang apabila dibuka dapat menimbulkan kerugian atau bahaya bagi kepentingan publik maupun kepentingan yang sah dilindungi oleh UU. Namun prinsipnya, pengecualian informasi publik tersebut haruslah untuk melindungi kepentingan publik itu sendiri.
Pengecualian informasi bersifat ketat mengindikasikan bahwa UU KIP menghendaki adanya dasar keputusan yang obyektif dalam melakukan pembatasan melalui pengecualian informasi. Sifat ketat juga menghendaki pengecualian informasi harus dilakukan secara teliti dan cermat. Untuk itu, UU ini memperkenalkan uji konsekuensi bahaya (consequential harm test) dan uji kepentingan publik (balancing public interest test).
Uji konsekuensi bahaya mewajibkan agar Badan Publik dalam menetapkan informasi yang dikecualikan mendasarkan pada pertimbangan bahwa apabila informasi tersebut dibuka, maka akan menimbulkan kerugian atau bahaya bagi kepentingan publik maupun kepentingan yang dilindungi oleh hukum sebagaimana diatur dalam Pasal 17 sampai dengan Pasal 19. Sedangkan uji kepentingan publik mewajibkan agar Badan Publik membuka informasi yang dikecualikan jika kepentingan publik yang lebih besar menghendaki atau sebaliknya sebagaimana diatur dalam Pasal 2 Ayat (4).
Pembatasan terhadap informasi yang dikecualikan/kerahasiaan - sebagai pembatasan hak akses - sebagaimana diatur dalam UU KIP ini dapat dilihat dari segi:a) obyek informasinya, misalnya dengan kewajiban melakukan
penghitaman/pengaburan terhadap informasi yang dikecualikan (lihat Pasal 21 Ayat (7) huruf e UU KIP) dan masa keberlakukannya sehingga memunculkan aturan masa retensi sebagaimana diatur pada Pasal 20 UU KIP; dan
b) proses/cara penetapan informasi rahasia, misalnya dalam menetapkan sebagai informasi rahasia harus melalui pertimbangan-pertimbangan yang obyektif mengacu pada UU KIP. Lihat Pasal 2 Ayat (4) dan Pasal 19 UU KIP,
Pengecualian informasi bersifat tidak mutlak/permanen artinya bahwa tidak ada pengecualian informasi berlaku selama-lamanya. Pengecualian informasi harus dapat dibuka apabila dikehendaki oleh kepentingan publik yang lebih besar sebagaimana dijelaskan di atas. Selain itu, pengecualian informasi juga harus memiliki masa retensi. Ketentuan masa retensi ini diatur dalam Pasal 2 UU KIP dan diatur lebih lanjut dalam Pasal 8 dan Pasal 9 Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2010 tentang peraturan pelaksanaan UU KIP
Yang dimaksud dengan “konsekuensi yang timbul” adalah konsekuensi yang membahayakan kepentingan yang dilindungi berdasarkan Undang-Undang ini apabila suatu Informasi dibuka. Suatu Informasi yang dikategorikan terbuka atau tertutup
4 3
suatu Informasi dibuka. Suatu Informasi yang dikategorikan terbuka atau tertutup harus didasarkan pada kepentingan publik. Jika kepentingan publik yang lebih besar dapat dilindungi dengan menutup suatu Informasi, Informasi tersebut harus dirahasiakan atau ditutup dan/atau sebaliknya. (Anotasi Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik, Komisi Informasi Pusat Republik Indoensia bekerja sama dengan Indonesian Center for Environmental law (ICEL), Yayasan TIFA, Jakarta, 2009, halaman!4)
[7.3] Menimbang bahwa dalam laporan hasil hasil audit BPK tentang Pembangunan
Pusat Pelatihan Pendidikan dan Sekolah Olahraga Nasional (P3SON) Stadion Hambalang jilid I dan Jilid II diawali dari adanya permintaan audit investigatif
pimpinan DPR RI kepada Termohon (vide kesimpulan dan keterangan Termohon),
setelah melakukan audit investigatif Termohon menemukan adanya dugaan tindak
pidana atas proyek pembangunan Stadion Hambalang jilid I dan Jilid II. Selanjutnya
pihak Termohon menyampaikan dokumen LHP investigatif (tahap II) Pembangunan
Pusat Pelatihan Pendidikan dan Sekolah Olahraga Nasional (P3SON) Hambalang
kepada pihak DPR RI, KPK, Kejaksaan Agung RI dan Kepolisian RI dengan sifat
rahasia dan dokumen tersebut diterima dalam bentuk yang sama (vide keterangan
Termohon dan hasil pemeriksaan setempat).
[7.4] Menimbang bahwa Informasi Publik yang apabila dibuka atau diberikan dapat
menghambat proses penegakan hukum di dalam dokumen LHP investigatif (tahap II)
Pembangunan Pusat Pelatihan Pendidikan dan Sekolah Olahraga Nasional (P3SON)
Hambalang adalah informasi menyangkut inisial nama-nama yang diduga melakukan
tindakan pidana dan informasi yang berkaitan dengan proses analisa atas hasil
pemeriksaan dokumen a quo.
[7.5] Menimbang bahwa berdasarkan penjelasan pada paragraf [7.4], dengan
diterimanya dokumen LHP Investigatif (tahap II) Pembangunan P3SON Hambalang
yang bersifat rahasia oleh pihak aparat penegak hukum (KPK RI, Polri, Kejaksaan
Agung RI) dan bukan aparat penegak hukum (DPR RI) dalam format yang sama maka
derajat kerahasiaannya menjadi tereduksi. Majelis Komisioner John Fresly berpendapat bahwa hal ini tidak menghilangkan sifat kerahasiaannya namun tidak
semua informasi yang terkandung di dalam dokumen a quo dikecualikan.
[7.6] Menimbang bahwa penyerahan dokumen LHP investigatif BPK kepada DPR sebagai institusi yang bukan aparat penegak hukum suatu Informasi Publik
4 4
dikecualikan yang menurut sifatnya dirahasiakan, tidak menghilangkan sifat rahasia
dari informasi yang dikecualikan tersebut sepanjang masa retensinya belum berakhir.
[7.7] Menimbang bahwa kepentingan Pemohon untuk mengatasnamakan kepentingan
publik tidak dijelaskan dalam persidangan sehingga uji kepentingan publik terhadap
dokumen LHP yang dikecualikan oleh Termohon tidak perlu dilakukan.
[7.8] Menyatakan informasi dokumen LHP investigatif (tahap II) Pembangunan
P3SON Hambalang merupakan informasi dikecualikan untuk sebagian.
[7.9] Memerintahkan kepada Termohon untuk memberikan dokumen resmi dokumen
LHP investigatif tahap I dan tahap II Pembangunan P3SON Hambalang dengan
menghitamkan atau mengaburkan bagian yang menyebutkan atau memuat inisial
nama-nama yang diduga melakukan tindakan pidana dan informasi yang berkaitan
dengan proses analisa atas hasil pemeriksaan dokumen a quo.
4 5
Untuk salinan Putusan ini sah dan sesuai dengan aslinya diumumkan kepada
masyarakat berdasarkan Undang-Undang No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan
Informasi Publik dan Pasal 59 ayat (4) dan ayat (5) Peraturan Komisi Informasi
Nomor 1 Tahun 2013 tentang Prosedur Penyelesaian Sengketa Informasi Publik.
Jakarta, Oktober 2014
Panitera Pengganti
(Ramlaii Achmad)
46
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
P U T U S A NNOMOR : 226/G/2014/PTUN-JKT
DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA
ESA
Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta, yang memeriksa, memutus dan
menyelesaikan sengketa Tata Usaha Negara pada tingkat pertama dengan acara
sederhana telah memutuskan dengan pertimbangan-pertimbangan seperti tersebut
dibawah ini, dalam perkara antara : -------------------------------------
BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, dalam hal ini
diwakili oleh HENDAR RISTRIAWAN, S.H.,M.H., bertindak dalam
jabatan Sekretaris Jenderal Badan Pemeriksa Keuangan Republik
Indonesia dalam perkara ini merupakan Atasan Pejabat Pengelola
Informasi dan Dokumentasi (PPID) BPK RI, berdasarkan Surat Kuasa
tertanggal 7 Nopember 2014, dalam hal ini memberikan kuasa kepada :
----------------------------------------
1. Akhmad Anang Hernady, S.H. ; ---------------------------------------
2. Herry Riyadi, S.H.,M.Si. ; -------------------------------------------------
3. Wahyu Priyono, S.E.,M.M. ; ---------------------------------------------
4. Handrias Haryotomo, S.H.,M.H. ; --------------------------------------
5. Dian Rosdiana, S.H.,M.H. ; ----------------------------------------------
6. Gilang Gumilang, S.Ikom. ; ----------------------------------------------
7. Arwi Dian Pangesti, S.Sos. ; ---------------------------------------------
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 1
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
8. W. Karana Andika, S.H. ; -------------------------------------------------
9. Niken Widorini, S.H. ; ------------------------------------------------------
10. Kris Yudha Bhakti Pasha, S.H. ; --------------------------------------
11. Yosua Ongko Yuwono, S.H. ; -----------------------------------------
12. Agnes Pembriarni Nuryuaningdiah, S.H. ; --------------------------
Kesemuanya adalah Pegawai BPK RI, beralamat di Jalan Gatot
Subroto, No. 31, Jakarta pusat 10210, selanjutnya disebut
sebagai ............................................ PEMOHON KEBERATAN ;
L A W A N :
PUSAT TELAAHAN DAN INFORMASI REGIONAL (PATTIRO), berkedudukan
di Jalan Intan No. 81, Cilandak Barat, Jakarta Selatan 12430, dalam hal
ini memberikan kuasa kepada : -----------------------------
1. Ari Setiawan ; ---------------------------------------------------------------
2. Feri Norviandi ; -------------------------------------------------------------
3. Nanda Octrina Lamtiur ; -------------------------------------------------
4. Bejo Untung ; ---------------------------------------------------------------
Kesemuanya Perwakilan Yayasan Pusat Telaah dan Informasi
Regional (PATTIRO), beralamat Jalan Intan Nomor 81, Cilandak
Barat, Jakarta Selatan, berdasarkan Surat Kuasa Khusus Nomor : 215/
EKS.PTIR/DE/I/2015, tertanggal 5 Januari 2015, selanjutnya disebut
sebagai .......... TERMOHON KEBERATAN ;
Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta tersebut telah membaca : ------------------
2
2
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 2
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
- Penetapan Ketua Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta Nomor :
226/PEN-MH/2014/PTUN.JKT tanggal 23 Desember 2014, tentang Penunjukan
Majelis Hakim yang memeriksa, memutus dan menyelesaikan sengketa tersebut ;
--------------------------------------------------------------------------
- Surat Penetapan Panitera Nomor : 226/G/2014/PTUN-JKT tertanggal 23
Desember 2014, tentang Penunjukan Panitera Pengganti ; -----------------------
- Penetapan Hakim Ketua Majelis Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta Nomor :
226/PEN-HS/2014/PTUN-JKT, tertanggal 23 Desember 2014, tentang Penetapan
Hari Sidang yang pertama yang dilaksanakan pada tanggal 7 Januari 2014 ;
-------------------------------------------------------------------
- Telah membaca berkas perkara dalam sengketa yang bersangkutan ; -------
- Telah membaca Berita Acara Persidangan dalam sengketa yang bersangkutan ;
--------------------------------------------------------------------------------
TENTANG DUDUK SENGKETA
Menimbang, bahwa Pemohon telah mengajukan keberatan terhadap
Termohon dengan surat keberatannya tertanggal 7 Nopember 2014 yang diterima dan
didaftarkan pada Kepaniteraan Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta pada tanggal 10
Nopember 2014, dengan Register Perkara Nomor : 226/G/2014/PTUN-JKT, sebagai
berikut : --------------------------------------------------
Pokok Sengketa Informasi
Bahwa yang menjadi pokok sengketa informasi dalam putusan Komisi Informasi Pusat
a quo adalah (vide paragraf [4.32] halaman 25 putusan Komisi Informasi Pusat) adalah
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 3
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Laporan Hasil Pemeriksaan Investigatif BPK RI atas Pembangunan Pusat Pendidikan
Pelatihan dan Sekolah Olah Raga Nasional di Hambalang, Bogor Nomor 192/HP/
XVI/08/2013 tanggal 23 Agustus 2013 (LHP Investigatif Hambalang) yang telah
dilengkapi dengan pengesahan stempel dan tandatangan pejabat berwenang ;
--------------------------
Amar Putusan Komisi Informasi Pusat
Bahwa amar Putusan Komisi Informasi Pusat Nomor : 364/XI/KIP-PS-A/2013
(Putusan KIP) tanggal 20 Oktober 2014 menyatakan sebagai berikut : -----------
[6.1] Menyatakan permohonan informasi Pemohon berupa informasi yang
dimohonkan yaitu hasil audit BPK tentang Pembangunan Pusat Pelatihan
Pendidikan dan Sekolah Olahraga Nasional (P3SON) Stadion Hambalang jilid
I dan Jilid II berupa berkas hardfile yang telah dilengkapi dengan pengesahan
stempel dan tandatangan pejabat berwenang adalah informasi terbuka ;
-------------------------------------------------------------
[6.2] Memerintahkan kepada Termohon untuk memberikan informasi sebagai
tersebut dalam paragraf [6.1] kepada Pemohon selambat-lambatnya 14 (empat
belas) hari kerja sejak putusan ini diterima Termohon ; --------------
Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta berwenang untuk mengadili sengketa yang
diajukan oleh Pemohon Keberatan
1 Bahwa Pemohon Keberatan adalah Badan Publik Negara sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 1 angka 3 UU Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi
Publik jo. Pasal 1 angka 8 Peraturan Mahkamah Agung RI Nomor 02 Tahun 2011
tentang Tata Cara Penyelesaian Sengketa Informasi Publik di Pengadilan, yang
4
4
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 4
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
menentukan bahwa lembaga eksekutif, legislatif, yudikatif dan badan lainnya yang
fungsi dan tugas pokoknya berkaitan dengan penyelenggaraan negara yang sebagian
atau seluruh dananya bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
dan / atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, atau organisasi non
pemerintah sepanjang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara dan/atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah,
sumbangan masyarakat, dan/atau luar negeri ;
-----------------------------------------------------
2 Bahwa berdasarkan Pasal 60 Ayat (1) Peraturan Komisi Informasi Nomor 1 Tahun
2013 tentang Prosedur Penyelesaian Sengketa Informasi Publik menyatakan bahwa
Pemohon dan/atau Termohon yang tidak menerima putusan Komisi Informasi dapat
mengajukan keberatan secara tertulis ke pengadilan yang berwenang;
------------------------------------------------------------
3 Bahwa Pemohon Keberatan adalah BPK RI yang dibentuk oleh Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia 1945 (UUD 1945), yaitu lembaga yang fungsi dan
tugas pokoknya memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara ;
---------------------------------------------------
Bahwa Pasal 23E Ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
1945 (UUD 1945) menyatakan : ------------------------------------------
“Untuk memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab tentang keuangan negara
diadakan satu Badan Pemeriksa Keuangan yang bebas dan mandiri” ;
-------------------------------------------------------------------------------------
Selanjutnya ditegaskan dalam Undang-Undang bahwa :
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 5
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
1 Dalam Pasal 2 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang
Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara, yang
menyatakan : ------------------------------------------------------
“BPK melaksanakan pemeriksaan atas pengelolaan dan tanggung jawab
keuangan negara” ; ---------------------------------------------------------
2 Dalam Pasal 2 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan
Pemeriksa Keuangan yang menyatakan : ---------------------------
“BPK merupakan satu lembaga negara yang bebas dan mandiri dalam
memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara” ;
-------------------------------------------------------------------------------
1 Bahwa sumber pembiayaan Pemohon Keberatan berasal dari Anggaran Pendapatan
dan Belanja Negara sebagaimana diatur dalam Pasal 35 Ayat (1) Undang-Undang
Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan yang menyatakan :
----------------------------------------------------------
“Anggaran BPK dibebankan pada bagian anggaran tersendiri dalam Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara” ; --------------------------------------
2 Bahwa tempat dan kedudukan Pemohon Keberatan adalah di ibukota negara di
Jakarta, sebagaimana diatur dalam Pasal 3 Ayat (1) UU Nomor 15 Tahun 2006
tentang Badan Pemeriksa Keuangan ; --------------------------
Bahwa dengan demikian, sesuai dengan ketentuan Pasal 47 dan Pasal 48 UU Nomor 14
Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik jo. Pasal 3 dan Pasal 4 Peraturan
Mahkamah Agung RI Nomor 02 Tahun 2011 tentang Tata Cara Penyelesaian Sengketa
Informasi Publik, Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta berwenang untuk mengadili
sengketa a quo ; -----------------------------------
6
6
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 6
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Jangka Waktu Pengajuan Keberatan
Bahwa Pemohon Keberatan menerima salinan Putusan KIP a quo pada tanggal 27
Oktober 2014. Dengan demikian pengajuan permohonan keberatan atas Putusan KIP
masih dalam tenggang waktu sebagaimana ditentukan dalam Pasal 48 Ayat (1) UU
Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik jo. Pasal 4 Ayat (2)
Peraturan Mahkamah Agung RI Nomor 02 Tahun 2011 tentang Tata Cara Penyelesaian
Sengketa Informasi Publik di Pengadilan, yaitu 14 (empat belas) hari kerja sejak salinan
putusan Komisi Informasi diterima Pemohon Keberatan berdasarkan tanda bukti
penerimaan ; ---------------
Bahwa alasan-alasan dan dasar-dasar hukum yang mendasari Pemohon Keberatan
mengajukan Keberatan adalah sebagai berikut : ---------------------------
I. Awal Sengketa Informasi Keberatan a quo
1. Bahwa Perkara Sengketa Informasi ini berawal dari permohonan Termohon
Keberatan melalui surat Nomor 135/EKS.PTR/SEK-FOINI/VIII/2013
tanggal 28 Agustus 2013 perihal permohonan informasi terkait hasil audit
BPK tentang pembangunan stadion Hambalang dan surat Nomor 146/
EKS.PTR/SEK-FOINI/IX/2013 tanggal 12 September 2013 perihal
keberatan atas penolakan informasi yang ditujukan kepada Pejabat Pengelola
Informasi dan Dokumentasi/PPID BPK RI ;
-------------------------------------------------
2. Atas permohonan Termohon Keberatan tersebut, Pemohon Keberatan telah
menyampaikan tanggapan bahwa tidak dapat memenuhi permintaan karena
LHP Investigatif Hambalang termasuk informasi yang dikecualikan, melalui
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 7
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
surat nomor 201/S/X/09/2013 tanggal 2 September 2013 dan surat nomor
515/S/X/10/2013 tanggal 24 Oktober 2013 ; -----------------------------
3. Bahwa Pemohon Keberatan tidak dapat memenuhi permintaan dari
Termohon Keberatan karena informasi yang dimintakan Tergugat yaitu LHP
Investigatif Hambalang adalah termasuk dalam informasi yang dikecualikan
oleh BPK RI berdasarkan : -----
a. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi
Publik : ---------------------------------------------------------------------
1) Pasal 7 Ayat (1) yang mengatur bahwa Badan Publik wajib
menyediakan, memberikan dan/atau menerbitkan informasi publik
yang berada di bawah kewenangannya kepada pemohon informasi
publik, selain informasi yang dikecualikan sesuai dengan ketentuan ;
--------------------------
2) Pasal 17 huruf a angka 1 yang mengatur bahwa setiap badan publik
wajib membuka akses bagi setiap pemohon informasi publik untuk
mendapatkan informasi publik kecuali : Informasi publik yang
apabila dibuka dan diberikan kepada pemohon informasi publik
dapat menghambat proses penegakan hukum, yaitu informasi yang
dapat menghambat proses penyelidikan dan penyidikan suatu tindak
pidana ; -----------------------------------------------------------
b. Peraturan BPK RI Nomor 3 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Informasi
Publik pada Badan Pemeriksa Keuangan : -------------
Pasal 11 huruf b angka 2 yang menyebutkan bahwa informasi publik
yang dikecualikan meliputi Laporan Hasil Pemeriksaan yang memuat
8
8
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 8
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
hasil pemeriksaan investigatif dan pemeriksaan Fraud Forensic ;
----------------------------------------------------------------
II. Putusan Komisi Informasi Pusat Dalam Keberatan a quo Bertentangan
Dengan Peraturan Perundang-undangan
A. Hakikat LHP Investigatif Hambalang Sebagai Informasi yang
Dikecualikan
1. Bahwa benar prinsip umum LHP sebagaimana diatur dalam Pasal 7 Ayat
(5) UU Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan yang
menyatakan bahwa hasil pemeriksaan atas pengelolaan dan tanggung
jawab keuangan negara yang telah diserahkan kepada DPR, DPD dan
DPRD dinyatakan terbuka untuk umum ;
---------------------------------------------------------------------
2. Bahwa dalam Pasal 13 UU Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan
Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara, BPK dapat
melaksanakan pemeriksaan investigatif guna mengungkap adanya
indikasi kerugian negara/daerah dan/atau unsur pidana ;
--------------------------------------------------------------------
3. Bahwa berdasarkan asas Lex Specialis Derogat Legi Generalis, LHP
Investigatif merupakan informasi yang dikecualikan sesuai yang diatur
dalam Pasal 17 huruf a angka 1 UU Nomor 14 Tahun 2008 tentang
Keterbukaan Informasi Publik yang mengatur bahwa Informasi Publik
yang dikecualikan adalah Informasi Publik yang apabila dibuka dan
diberikan kepada publik dapat menghambat proses penyelidikan dan
penyidikan suatu tindak pidana ; -----------
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 9
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
4. Bahwa delik yang diatur dalam Pasal 2 Ayat (1) dan Pasal 3 UU Nomor
31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20
Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, keduanya
mengandung unsur kerugian Negara. LHP Investigatif BPK berisi hasil
pemeriksaan terkait adanya indikasi unsur kerugian negara serta indikasi
unsur-unsur pidana lainnya ;
----------------------------------------------------------------------------
5. Dalam hukum acara pidana salah satu alat bukti adalah alat bukti surat
sebagaimana diatur dalam Pasal 184 Ayat (1) huruf c UU Nomor 8
Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana. Selanjutnya dalam Pasal 187
menyatakan bahwa surat sebagaimana tersebut pada Pasal 184 Ayat (1)
huruf c, dibuat atas sumpah jabatan atau dikuatkan dengan sumpah,
adalah : ---------------------------------------
a. Berita acara dan surat lain dalam bentuk resmi yang dibuat oleh
pejabat umum yang berwenang atau yang dibuat di hadapannya,
yang memuat keterangan tentang kejadian atau keadaan yang
didengar, dilihat atau yang dialaminya sendiri, disertai dengan
alasan yang jelas dan tegas tentang keterangannya itu ;
---------------------------------------------------------
b. Surat yang dibuat menurut ketentuan peraturan perundang-
undangan atau surat yang dibuat oleh pejabat mengenal hal yang
termasuk dalam tata laksana yang menjadi tanggung jawabnya dan
yang diperuntukkan bagi pembuktian sesuatu hal atau sesuatu
keadaan ; ----------------------------------------------
10
10
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 10
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
c. Surat keterangan dari seorang ahli yang memuat pendapat
berdasarkan keahliannya mengenai sesuatu hal atau sesuatu
keadaan yang diminta secara resmi dan padanya ; ---------------
d. Surat lain yang hanya dapat berlaku jika ada hubungannya dengan
isi dari alat pembuktian yang lain ; --------------------------
6. Hakikat LHP Investigatif Hambalang sebagai informasi yang
dikecualikan semakin jelas dengan adanya fakta bahwa PATTIRO
sebagai Termohon Keberatan (dahulu Pemohon Informasi) pernah
mengajukan permohonan informasi atas objek yang sama yaitu LHP
Investigatif Hambalang kepada pihak Komisi Pemberantasan Korupsi
(KPK), namun atas permohonan tersebut KPK tidak dapat memenuhi
permohonan dimaksud dengan alasan bahwa LHP Investigatif
Hambalang merupakan informasi yang dikecualikan ;
---------------------------------------------------------------------
Maka telah jelas bahwa LHP Investigatif Hambalang merupakan Informasi
Publik yang dikecualikan karena fungsinya sebagai Alat Bukti Surat dalam
proses penegakan hukum (penyelidikan ataupun penyidikan dalam tindak
pidana korupsi) untuk membuktikan unsur kerugian negaranya, yang apabila
dibuka dan diberikan kepada publik dapat menghambat proses penyelidikan
atau penyidikan tindak pidananya ;
----------------------------------------------------------------------------
B. Komisi Informasi Pusat Salah Menerapkan Peraturan Perundang-
undangan
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 11
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
1. Bahwa berdasarkan uraian tentang hakikat LHP investigatif BPK
sebagaimana telah diuraikan dalam huruf A di atas, nyata terlihat bahwa
Majelis Komisioner KIP telah salah dalam menerapkan peraturan
perundang-undangan pada pertimbangan hukum Putusan KIP ;
---------------------------------------------------------------------
2. Majelis Komisioner KIP mempergunakan prinsip dasar sifat terbukanya
LHP BPK sebagaimana diatur dalam Pasal 7 Ayat (5) UU Nomor 15
Tahun 2006 tentang BPK tanpa memperhatikan Asas Lex Specialis
Derogat Legi Generalis. Bahwa benar LHP Investigatif Hambalang
disampaikan ke DPR, tetapi penyampaian tersebut tidak bisa disamakan
dengan penyampaian LHP-LHP BPK lain pada umumnya. Tidak berarti
karena diserahkan kepada DPR, kemudian disimpulkan bahwa LHP
Investigatif Hambalang bersifat terbuka dan dapat diakses oleh publik.
Adanya sifat khusus dari suatu LHP Investigatif yang berbeda dengan
LHP BPK lainnya karena LHP Investigatif Hambalang dipergunakan
oleh Aparat Penegak Hukum dalam hal ini KPK sebagai Alat Bukti
Surat, yang selanjutnya menjadi dasar Alat Bukti Keterangan Ahli dari
pemeriksa BPK yang akan dipanggil dalam penyidikan maupun
pemeriksaan di persidangan sehingga LHP Investigatif memiliki
konsekuensi sifat sebagai informasi publik yang dikecualikan. LHP
Investigatif telah sangat jelas merupakan informasi yang dikecualikan ;
------------------------------------------------
3. Karena sifatnya sebagai informasi yang dikecualikan, BPK dalam surat
penyampaian LHP Investigatif Hambalang kepada DPR melalui surat
12
12
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 12
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
nomor 160/S/I/08/2013 tanggal 22 Agustus 2013 menggunakan frase :
-----------------------------------------------------------
“Mengingat bahwa laporan ini merupakan hasil pemeriksaan
investigatif yang mengandung dugaan unsur pidana dan saat ini sedang
disidik oleh penegak hukum, maka laporan ini bukan merupakan
dokumen publik dan seyogyanya dapat dijaga kerahasiaannya” ;
-----------------------------------------------------
Hal ini dilakukan guna memastikan kepada DPR bahwa LHP Investigatif
Hambalang merupakan informasi yang dikecualikan yang tidak dapat
dibuka kepada publik oleh siapa pun, termasuk oleh DPR ;
------------------------------------------------------------------------
4. Penyampaian LHP Investigatif Hambalang kepada DPR tidak dalam
kerangka memberi sifat terbuka LHP dimaksud kepada publik, tetapi
dalam rangka hubungan kerja antar lembaga negara dimana BPK sebagai
lembaga pemeriksa keuangan negara menyampaikan informasi terkait
suatu kegiatan pengelolaan keuangan negara yang melibatkan anggaran
yang sangat besar. DPR sebagai lembaga yang memiliki fungsi
Pengawasan perlu mendapatkan informasi dimaksud dalam rangka
pelaksanaan fungsi Pengawasan pengelolaan keuangan negara, oleh
karenanya pemeriksaan investigatif atas kegiatan pembangunan Pusat
Pendidikan dan Pelatihan Olah Raga Nasional (P3SON) Hambalang
dilakukan atas permintaan DPR ; ---------------------------
5. Bahwa Majelis komisioner KIP dalam pertimbangan hukumnya telah
salah dalam menerapkan Paragraf-paragraf yang mengatur tentang
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 13
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Pelaporan Informasi Rahasia dalam Peraturan BPK Nomor 1 Tahun
2007 tentang Standar Pemeriksaan Keuangan Negara (SPKN)
sebagaimana diatur dalam Lampiran IV, Lampiran VI, dan Lampiran
VIII. Pertimbangan hukum tersebut tertuang dalam Putusan KIP angka 3
halaman 31 sampai dengan 35 ; ------
6. Majelis komisioner KIP tidak memahami konteks pemeriksaan perkara
sengketa informasi publik terkait LHP Investigatif Hambalang dengan isi
pengaturan Paragraf-paragraf yang mengatur tentang Pelaporan
Informasi Rahasia dalam SPKN. Paragraf-paragraf yang mengatur
tentang Pelaporan Informasi Rahasia dalam SPKN mengatur tentang
bagaimana seharusnya seorang pemeriksa mengelola dan menuangkan
informasi-informasi rahasia yang diketemukannya selama pemeriksaan
ke dalam dokumen Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP), bukan mengatur
bagaimana penyampaian LHP kepada pihak lain. Bahkan justru isi
Paragraf-paragraf yang mengatur tentang Pelaporan Informasi Rahasia
dalam SPKN lebih banyak berisi pengaturan tentang pembatasan-
pembatasan dan larangan-larangan pengungkapan LHP yang berisi
informasi rahasia kepada umum ;
------------------------------------------------------------------
7. Bahwa berdasarkan penjelasan sebagaimana diuraikan dalam angka 5
dan 6 di atas terlihat jelas bahwa majelis komisioner KIP telah
menggunakan dasar hukum yang berbeda konteksnya sama sekali
dengan perkara sengketa informasi yang diperiksa, dan Putusan KIP
justru malah bertentangan dengan dasar hukum yang dipergunakannya ;
-------------------------------------------------------
14
14
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 14
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
8. Bahwa Putusan KIP berdasarkan seluruh uraian angka 1 sampai dengan
7 di atas dapat disimpulkan bahwa KIP dalam memutus perkara sengketa
informasi Nomor: 364/XI/KIP-PS-A/2013 telah salah menerapkan
hukum karena tidak memperhatikan asas Lex Specialis Derogat Legi
Generalis, dan menggunakan dasar hukum yang tidak terkait konteks
objek sengketa informasi yang diperiksa ;
-------------------------------------------------------------------------
III. Putusan Komisi Informasi Pusat Dalam Keberatan a quo Bertentangan
Dengan Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik
Bahwa KIP dalam memutus sengketa informasi LHP Investigatif Hambalang
telah bertentangan dengan Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik ;
-----------------------------------------------------------------------------------
A Asas Kepastian Hukum : Komisi Informasi Pusat
Melemahkan Kepastian Hukum Pasal 17 Undang-
Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang
Keterbukaan Informasi Publik
1 Dalam proses penegakan hukum Tindak Pidana
Korupsi, khususnya untuk delik-delik yang di
dalamnya terdapat unsur kerugian negara (Pasal 2
Ayat (1) dan Pasal 3 UU Nomor 31 Tahun 1999
sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20
Tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi), LHP
BPK merupakan alat bukti surat sebagaimana
diatur dalam Pasal 184 Ayat (1) huruf c UU
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 15
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara
Pidana ;
-------------------------------------------------------------
---------------
2 Suatu informasi yang dipergunakan dalam proses
penegakan hukum, antara lain alat bukti surat
sebagaimana diatur dalam Pasal 184 Ayat (1)
huruf c UU Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum
Acara Pidana, termasuk LHP Hambalang
merupakan suatu informasi yang dikecualikan
sesuai yang diatur dalam Pasal 17 huruf a angka 1
UU Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan
Informasi Publik yang menyatakan bahwa setiap
Badan Publik wajib membuka akses bagi setiap
pemohon informasi publik untuk mendapatkan
informasi publik, kecuali informasi publik yang
apabila dibuka dan diberikan kepada pemohon
informasi publik dapat menghambat proses
penegakan hukum, yaitu informasi yang dapat
menghambat proses penyelidikan dan penyidikan
suatu tindak pidana ; ---------------------
3 Dengan menyatakan LHP Investigatif Hambalang
sebagai informasi terbuka yang termuat dalam
Putusan a quo, maka Komisi Informasi Pusat telah
melampaui kewenangannya dengan
16
16
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 16
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
mengkualifikasi suatu informasi yang sudah jelas
diatur dalam peraturan perundang-undangan
sebagai informasi yang dikecualikan menjadi
informasi yang terbuka ; ---------------------------
4 Putusan KIP yang bertentangan dengan Pasal 17
huruf a angka 1 Undang-Undang Nomor 14 Tahun
2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik telah
menimbulkan ketidakpastian hukum dalam bidang
informasi publik. KIP sebagai lembaga yang
memiliki tugas dan fungsi dalam bidang dimaksud
seharusnya dalam segala tindakannya menjaga
kepastian hukum bidang informasi publik, bukan
sebaliknya ;
-------------------------------------------------------------
-
B Asas Kepentingan Umum : Putusan Komisi
Informasi Pusat Memiliki Konsekuensi
Menghambat Proses Penegakan Hukum yang
Sedang Dijalankan oleh Aparat Penegak Hukum
1 Dengan adanya Putusan KIP yang menyatakan
bahwa LHP Investigatif Hambalang sebagai
informasi yang terbuka maka semua informasi
yang ada dalam LHP tersebut dapat diakses dan
disebarluaskan kepada publik. Tersebarnya
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 17
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
informasi mengenai suatu proses penegakan
hukum akan menghambat proses dimaksud ;
-------------------------------------------------------------
-----------
2 Arti penting LHP Investigatif Hambalang sebagai
informasi dalam proses penegakan hukum
dipertegas oleh Saksi Penyidik KPK, Salim Riyad
dalam Sidang Sengketa Informasi Publik tanggal 2
Juni 2014 dan tanggal 30 Juni 2014 yang
menerangkan sebagai berikut :
-------------------------------------------------------------
---
a Bahwa pada saat ini KPK masih mengembangkan proses penyidikan
dengan tersangka yang baru, yang sampai saat ini belum selesai ;
---------------------------------------------------------
b Bahwa untuk tersangka lain masih dalam tahap penyelidikan termasuk
rekanan maka LHP tersebut masih kita gunakan sebagai pendukung ;
---------------------------------
c Bahwa LHP yang dimaksud sebagai pendukung dalam rangka proses
penyidikan, sumber informasinya tidak hanya dari informasi dalam LHP
akan tetapi dokumen-dokumen lain yang ada pada Kemenpora dan dari
pihak yang terkait proyek Hambalang ; -----------------------------------
d Bahwa penyidikan yang dilakukan KPK dalam proyek Hambalang ini
menyangkut unsur yang dipersangkakan sebagaimana dimaksud Pasal 2
18
18
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 18
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
UU Tipikor dimana untuk membuktikannya dibutuhkan keterangan ahli
terkait kerugian negara. Dalam hal ini yang mempunyai domain
menghitung kerugian negara adalah BPK. Jadi pendapat BPK terkait
perhitungan kerugian keuangan negara sangat dibutuhkan untuk
memenuhi persangkaan Pasal 2 dan 3 UU Tipikor ;
------------------------------------------------------------------
e Bahwa penyidikan KPK akan terhambat jika dokumen LHP tersebut
terakses oleh publik karena dalam LHP tahap 1 dan tahap 2 sudah
menyebutkan pihak terkait yang perlu didalami keterlibatannya dalam
kasus Hambalang ; -----------
1 Dengan dinyatakannya LHP Investigatif
Hambalang sebagai informasi terbuka dan dapat
diakses publik bisa mengakibatkan untuk
selanjutnya publik dengan mudahnya dapat
mengakses informasi tersebut, dikhawatirkan
bahwa dikemudian hari akan terjadi kondisi-
kondisi yang tidak kita inginkan yang akan sangat
mengganggu proses penegakan hukum, antara lain
sebagai berikut :
-------------------------------------------------------------
---------------
a Pihak-pihak yang diduga terlibat dalam suatu perkara tindak pidana
korupsi melarikan diri setelah membaca LHP Investigatif Hambalang ;
--------------------------------------------------
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 19
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
b Pihak-pihak yang diduga terlibat dalam suatu perkara tindak pidana
korupsi setelah membaca LHP Investigatif Hambalang, menghilangkan
barang bukti yang diperlukan oleh aparat penegakan hukum ;
-------------------------------------------------------
c LHP Investigatif Hambalang dimanfaatkan oleh pihak-pihak yang
diduga terkait permasalahan yang diperiksa untuk membentuk opini-
opini publik untuk kepentingan yang bersangkutan sehingga
dikhawatirkan dapat mengganggu jalannya proses penegakan hukum
yang sedang dilakukan oleh aparat penegak hukum ;
----------------------------------------
A Asas Profesionalitas : Putusan KIP Tidak Didasari
Pertimbangan Berdasarkan Keahlian
Putusan KIP lebih banyak didasarkan pada penafsiran sepihak Majelis
Komisioner yang lemah tanpa dasar hukum yang jelas. Selain bertentangan
dengan peraturan perundang-undangan, khususnya UU Nomor 14 Tahun
2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, pertimbangan hukum Putusan
KIP tanpa didasari pengetahuan berdasarkan keahlian dalam bidang hukum
pidana ; ------------------------
Proses persidangan Sengketa Informasi Publik Nomor 364/XI/KIP-PS-
A/2013 sama sekali tidak menghadirkan Alat Bukti berupa Keterangan Ahli
sehingga Sengketa Informasi dimaksud, diputus tanpa pertimbangan
berdasarkan keahlian sama sekali ; --------------------------
B Asas Akuntabilitas : Komisi Informasi
Mengesampingkan Alat Bukti di Persidangan
20
20
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 20
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
1 Keterangan Saksi Penyidik KPK, Salim Riyad
dalam Sidang Sengketa Informasi Publik tanggal 2
Juni 2014 dan tanggal 30
Juni 2014 yang menerangkan sebagai berikut : --------------------
a Bahwa tanggal 23 Agustus 2013 pukul 15.00 WIB Sekretariat Pimpinan
KPK mendapatkan surat 161/S/I/168/ 2013, dalam hal perihal surat itu
memberikan kepada KPK LHP Investigatif Hambalang Tahap 2,
Pembangunan Pusat Pendidikan dan Pelatihan Sekolah Olahraga
Nasional (P3SON) Hambalang dengan Nomor : LHP 192/HP/XVI/08/
2013 tanggal 23 Agustus Tahun 2013 ; ---------------------------
b Bahwa pada saat ini KPK masih mengembangkan proses penyidikan
dengan tersangka yang baru, yang sampai saat ini belum selesai ;
-----------------------------------------------------------
c Bahwa Perkara yang sudah selesai dan saat ini sudah disidangkan ada 3
(tiga) orang terdakwa yaitu, pihak Kemenpora, Pihak Adhi Karya, dan
Mantan Menpora yaitu Bapak Andi Mallarangeng ;
----------------------------------------------
d Bahwa untuk tersangka lain masih dalam tahap penyelidikan termasuk
rekanan maka LHP tersebut masih kita gunakan sebagai pendukung ;
------------------------------------------------------
e Bahwa LHP Tahap 2 yang dimaksud sebagai pendukung dalam rangka
proses penyidikan, sumber informasinya tidak hanya dari informasi
dalam LHP akan tetapi dokumen-dokumen lain yang ada pada
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 21
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Kemenpora dan dari pihak yang terkait proyek Hambalang ;
------------------------------------
f Bahwa penyidikan yang dilakukan KPK dalam proyek Hambalang ini
menyangkut unsur yang dipersangkakan sebagaimana dimaksud Pasal 2
UU Tipikor dimana untuk membuktikannya dibutuhkan keterangan ahli
terkait kerugian negara. Dalam hal ini yang mempunyai domain
menghitung kerugian negara adalah BPK. Jadi pendapat BPK terkait
perhitungan kerugian keuangan negara sangat dibutuhkan untuk
memenuhi persangkaan Pasal 2 dan 3 UU Tipikor ; ---
g Bahwa penyidikan KPK akan terhambat jika dokumen LHP tersebut
terakses oleh publik karena dalam LHP tahap 1 dan tahap 2 sudah
menyebutkan pihak terkait yang perlu didalami keterlibatannya dalam
kasus Hambalang ; ------------
1 Keterangan tertulis Sekretariat Jenderal DPR RI
yang disampaikan kepada Majelis Komisioner
tanggal 9 September 2014 dengan surat Nomor:
DPK/08486/SEKJEN DPR RI/HP/ 09/2014
tertanggal 2 September 2014 yang menjelaskan
bahwa LHP Investigatif Hambalang setelah
diterima oleh DPR selanjutnya sesuai ketentuan
Pasal 17 huruf a UU Nomor 14 Tahun 2008
tentang Keterbukaan Informasi Publik, informasi
tersebut telah disampaikan ke KPK, maka
22
22
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 22
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
pengelolaan dokumen menjadi ranah KPK ;
--------------------------------------------
2 Dalam Putusan Komisi Informasi Pusat Nomor
364/XI/KIP- PS-A/2013, Majelis Komisioner
sama sekali tidak mempertimbangkan seluruh alat
bukti dalam persidangan, sementara selama masa
persidangan sama sekali tidak ada alat bukti lain
yang menerangkan bahwa LHP Investigatif
Hambalang merupakan dokumen atau informasi
yang terbuka/ tidak dikecualikan ;
-------------------------------------------------------------
Bahwa berdasarkan alasan-alasan dan dasar-dasar hukum yang telah diuraikan di atas,
mohon kiranya kepada Majelis Hakim yang memeriksa dan mengadili perkara ini
memberikan keputusan sebagai berikut : ----------------------
1 Mengabulkan permohonan keberatan dari Pemohon Keberatan ; ---------------
2 Menyatakan batal Putusan Komisi Informasi Pusat Nomor: 364/XI/KIP-PS-A/2013
tanggal 20 Oktober 2014 antara PATTIRO sebagai Pemohon Informasi Publik/
Termohon Keberatan melawan BPK RI sebagai Termohon Informasi Publik/
Pemohon Keberatan ; -------------------------------------------------
3 Memerintahkan kepada BPK RI selaku Termohon Informasi Publik/ Pemohon
Keberatan untuk menolak memberikan seluruh informasi yang diminta oleh
PATTIRO sebagai Pemohon Informasi Publik/Termohon Keberatan berupa LHP
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 23
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Investigatif Hambalang yang telah dilengkapi dengan pengesahan stempel dan
tandatangan pejabat berwenang ; ----------
4 Menghukum PATTIRO sebagai Pemohon Informasi Publik/Termohon Keberatan
untuk membayar biaya perkara dalam perkara permohonan keberatan ini ;
----------------------------------------------------------------------------------
Atau
Apabila Majelis Hakim berpendapat lain, mohon putusan seadil-adilnya (ex
aequo et bono) ; ------------------------------------------------------------------------------
Menimbang, bahwa atas gugatan Permohonan Pemohon tersebut di atas, pihak
Termohon telah mengajukan jawaban dengan suratnya tertanggal 5 Januari 2015
sebagai berikut : ----------------------------------------------------------------
Terlebih Termohon Keberatan menyatakan dengan tegas membantah semua pendapat
dalil-dalil keberatan dan segala sesuatu yang dikemukakan oleh Pemohon Keberatan
dalam surat permohonannya kecuali apa yang diakui
kebenarannya secara tegas oleh Termohon Keberatan ; -------------------------------
A Hakikat LHP Investigatif Hambalang sebagai Informasi yang
dikecualikan sudah tidak relevan ; ----------------------------------------------------
1 Bahwa benar prinsip umum LHP sebagaimana diatur dalam pasal
7 ayat (5) UU Nomor 15 tahun 2006 tentang Badan Pemeriksaan Keuangan
yang menyatakan bahwa hasil pemeriksaan atas pengelolaan dan tanggung
jawab keuangan Negara yang telah diserahkan kepada DPR, DPD dan
DPRD dinyatakan terbuka untuk umum ; -----------------------------
24
24
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 24
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
2 Bahwa dalam Pasal 13 UU Nomor 15 tahun 2004 tentang
pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan Negara, BPK dapat
melaksanakan pemeriksaan investigative guna mengungkap adanya indikasi
kerugian Negara/daerah dan/atau unsur pidana ; --------------------
3 Bahwa berdasarkan asas lex specialis derogate legi generalis.
LHP Investigatif merupakan informasi yang dikecualikan sesuai yang diatur
dalam Pasal 17 huruf a angka 1 UU Nomor 14 Tahun 2008 tentang
Keterbukaan Informasi Publik yang mengatur bahwa informasi publik yang
dikecualikan adalah informasi publik yang apabila dibuka dan diberikan
kepada publik dapat menghambat proses penyelidikan dan penyidikan suatu
tindak pidana ; -----------------------------------------------------
4 Pengecualian seperti ini dalam rezim keterbukaan informasi
dikenal sebagai pengecualian berbasis praduga (prejudice based). Suatu
pengecualian yang bertujuan untuk melindungi dugaan atas suatu
konsekuensi negatif yang ditimbulkan akibat pemberian informasi kepada
publik. Dalam kasus ini dugaan tersebut adalah terhambatnya proses
penyelidikan dan penyidikan maupun keamanan saksi yang mengetahui
adanya tindak pidana sebagaimana diatur pada Pasal 17 huruf a UU KIP ;
--------------------------------------------------------------------------
5 Di beberapa negara, sebutlah Inggris dan Kanada, informasi
terkait laporan audit dinyatakan dikecualikan (rahasia) apabila diduga
pengungkapan informasi tersebut dapat memperjelas suatu metode teknik
dan tata cara yang dilakukan oleh auditor dalam memeriksa penyimpangan
yang terjadi di badan publik ; -------------------------------------
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 25
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
6 Audit investigasi di BPK dapat dilakukan atas dasar permintaan
suatu otoritas publik, termasuk DPR. Dasar hukum untuk melakukan audit
investigasi ini ada pada UU No. 15 tahun 2004 tentang Pemeriksaan
Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara, yaitu : ---------------
Pasal 13
Pemeriksa dapat melaksanakan pemeriksaan investigatif guna mengungkap
adanya indikasi kerugian negara/daerah dan/atau unsur pidana ;
-------------------------------------------------------------------------------------
Pasal 14
1 Apabila dalam pemeriksaan ditemukan unsur pidana, BPK segera
melaporkan hal tersebut kepada instansi yang berwenang sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan ; --------------------
2 Tata cara penyampaian laporan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) diatur bersama oleh BPK dan Pemerintah ; ----------------------------
7 LHP BPK diserahkan kepada legislatif. Pada Pasal 7 Undang-
Undang No. 15 tahun 2006 tentang BPK telah pula diatur bahwa LHP
diserahkan oleh BPK kepada legislatif melalui suatu tata cara yang diatur
bersama. Laporan yang telah diserahkan tersebut terbuka untuk umum ;
-------------
”Pasal 7 ayat (5), UU BPK
Hasil pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara yang
telah diserahkan kepada DPR, DPD dan DPRD dinyatakan terbuka untuk
umum” ; ----------------------------------------------
26
26
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 26
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
8 Pemeriksaan oleh BPK terdiri dari tiga jenis: a) pemeriksaan
keuangan, b) pemeriksaan kinerja dan c) pemeriksaan untuk tujuan tertentu.
Pemeriksaan keuangan adalah pemeriksaan atas laporan keuangan lembaga
yang menghasilkan opini atas laporan keuangan tersebut. Pemeriksaan
kinerja pemeriksaan atas pengelolaan keuangan negara yang terdiri atas
pemeriksaan aspek ekonomi dan efisiensi serta pemeriksaan aspek
efektivitas, yang menghasilkan temuan, kesimpulan dan rekomendasi. Pada
dua jenis pemeriksaan ini, pemeriksa melakukan pengujian dan penilaian
atas pelaksanaan sistem pengendalian intern pemerintah. Pemeriksaan
dengan tujuan tertentu adalah pemeriksaan yang tidak termasuk dalam
kategori dua pemeriksaan tersebut, yang menghasilkan kesimpulan.
Pemeriksaan ini biasanya ditujukan untuk menelusuri adanya fraud atau
abuse dalam pengelolaan keuangan negara ;
-------------------------------------------------------------------------------------
9 Pasal 14 UU No. 15 tahun 2004 tentang Pemeriksaan
Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara menyatakan bahwa
apabila dalam pemeriksaan ditemukan unsur pidana, BPK ’segera’
melaporkan hal tersebut kepada instansi yang berwenang sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan. Tata cara penyampaian laporan
tersebut diatur bersama oleh BPK dan Pemerintah ; ---------------------------
10 Dalam Peraturan BPK No. 01 tahun 2007 tentang Standar
Pemeriksaan Keuangan Negara, pelaporan ke pihak berwenang dapat
disertai dengan menutup informasi yang masuk dalam kualifikasi rahasia.
Namun demikian, penghapusan atau pengaburan informasi tersebut harus
disertai dengan menjelaskan alasan yuridisnya (lampiran IV paragraf
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 27
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
29-31). Penghapusan yang tidak disertai alasan yuridis adalah suatu
penyesatan informasi ;
------------------------------------------------------------------
Lampiran IV, VI, VIII, Peraturan BPK No. 01 tahun 2007 ; -----------------
Pelaporan Informasi Rahasia ; -----------------------------------------------------
(Par. 29/33/21): … “Informasi rahasia yang dilarang oleh ketentuan peraturan
perundang-undangan untuk diungkapkan kepada umum tidak diungkapkan
dalam laporan hasil pemeriksaan. Namun laporan hasil pemeriksaan harus
mengungkapkan sifat informasi yang tidak dilaporkan tersebut dan ketentuan
peraturan perundang-undangan yang menyebabkan tidak dilaporkannya
informasi tersebut” ; -----------------------
(Par. 30/34/22): … Situasi lain yang berkaitan dengan keamanan publik dapat
juga mengakibatkan informasi tersebut dilarang untuk diungkapkan dalam
laporan hasil pemeriksaan… Apabila memungkinkan, BPK dapat berkonsultasi
dengan konsultan hukum mengenai ketentuan permintaan atau keadaan yang
menyebabkan tidak diungkapkannya informasi tertentu dalam laporan hasil
pemeriksaan ; ----
11 Dengan demikian LHP BPK tetap harus memuat penjelasan atas
alasan penghilangan (pengaburan) informasi ketika informasi tersebut masuk
kategori rahasia berdasarkan suatu peraturan perundang-undangan.
Informasi rahasia tersebut memang tetap tersedia pada Kertas Kerja
Pemeriksa (KKP) yang merupakan bagian tak terpisahkan dari LHP BPK.
15. KKP dirahasiakan karena jika dibuka dapat mengungkap tata cara dan
metode yang dilakukan oleh pemeriksa sehingga akan mengganggu
28
28
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 28
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
penerapan di masa mendatang. Penyaksian KKP dalam tempo dan tingkat
perekaman tertentu memiliki nilai intrinsik pengungkapan teknis dan metode
audit, sehingga sebagai dokumen layak untuk dirahasiakan ;
-------------------------------------------------------------
12 Pemanfaatan dokumen KKP untuk tujuan lain, misalnya untuk
tujuan penegakan hukum, akan mengikuti ketetuan yang mengaturnya.
Sebagai contoh, untuk tindak lanjut dalam penegakan hukum yang
diperlukan bukan lagi informasi, melainkan dokumen berupa kertas kerja
sebagai bukti. Skema yang diterapkan juga menjadi skema penyitaan bukti
tindak pidana berupa dokumen negara bersifat rahasia. Tata cara untuk ini
mengikuti KUHAP, dimana penyitaan memerlukan persetujuan pengadilan.
UU KIP, UU BPK dan UU Pemeriksaan Keuangan Negara tidak relevan
untuk mengatur akses dokumen terkait skema pro justicia ;
13 Kendati Peraturan BPK mengenai pelaporan hasil pemeriksaan
keuangan negara ini diterbitkan sebelum UU KIP disahkan, pencantuman
alasan yuridis dan pertimbangan atas kepentingan publik telah dimasukkan
ke dalamnya. Hal ini juga diatur oleh UU KIP. Pengaburan atau
penghitaman suatu informasi yang dikecualikan merupakan tindakan yang
diperkenankan berdasarkan UU KIP. Undang-undang ini juga mensyaratkan
pengaburan informasi rahasia disertai dengan penjelasan mengenai alasan
pengecualian atau dasar hukum pengecualiannya ;
------------------------------------------------------------------------
“Pasal 22 ayat (7) huruf e UU KIP
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 29
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
dalam hal suatu dokumen mengandung materi yang dikecualikan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 17, maka informasi yang dikecualikan tersebut dapat
dihitamkan dengan disertai alasan dan
materinya” ; --------------------------------------------------------------------------------
“Pasal 2 ayat (4) UU KIP
Informasi Publik yang dikecualikan bersifat rahasia sesuai dengan Undang-
Undang, kepatutan, dan kepentingan umum didasarkan pada pengujian tentang
konsekuensi yang timbul apabila suatu informasi diberikan kepada masyarakat
serta setelah dipertimbangkan dengan saksama bahwa menutup Informasi Publik
dapat melindungi kepentingan yang lebih besar daripada membukanya atau
sebaliknya” ; ------------------
14 Berbeda dengan laporan ke DPR, laporan ke KPK tentunya harus
disampaikan secara lengkap tanpa pengaburan informasi karena memang
bertujuan untuk penegakan hukum. Dalam hal ini BPK telah
menandatangani kesepakatan bersama untuk tata cara penyampaian laporan
terkait dengan indikasi pidana. Lebih jauh dari itu, untuk penegakan hukum
KPK bahkan masih bisa mengakses informasi hingga ke tingkat kertas kerja
pemeriksa jika diperlukan ; ------------------------------
15 Kerahasiaan suatu informasi yang dikecualikan tidak lagi relevan
jika telah berada di ruang publik. Sebagai contoh, aset 10 debitur terbesar
peserta program kredit bagi UKM di bank BUMN adalah dikecualikan.
Salah satu alasannya, kondisi finansial seseorang merupakan informasi
privat yang tak boleh diungkap ke publik. Hal ini juga diatur oleh UU KIP.
Namun ketika bank BUMN tersebut telah pula mengumumkan besaran aset
30
30
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 30
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
10 debitur UKM tersebut dalam suatu acara pemberian penghargaan yang
diliput media, pengecualian tersebut sudah tidak relevan karena informasi
telah berada di ruang publik (public domain); ---
16 Kembali ke laporan audit investigasi BPK, jika laporan tersebut
hanya diserahkan kepada KPK maka argumen kerahasiaan berdasarkan UU
KIP memiliki relevansi yang kuat. Proses penyelidikan dan penyidikan oleh
KPK dapat terganggu jika dokumen tersebut beredar di publik. Namun
memberikan laporan tersebut secara lengkap kepada DPR, terlepas dari DPR
yang meminta BPK untuk melakukan audit investigasi, relevansi
kerahasiaan berdasarkan praduga tersebut sudah tidak relevan ;
------------------------------------------------------------------------------------
17 DPR adalah lembaga negara yang berwenang melakukan
pengawasan dalam rangka akuntabilitas politik. Menyerahkan laporan secara
lengkap ke DPR akan menyebabkan tujuan kerahasiaan substansial dari
suatu laporan audit investigasi kehilangan maknanya pada lembaga
semacam ini. Karena Tugas DPR memang bukan untuk melakukan
penyelidikan dan penyidikan (pro justicia), meskipun DPR dapat
merekomendasikan tindak lanjut penyidikan ke lembaga yang berwenang
melakukannya ; ----
18 DPR merupakan ruang publik, sehingga penyampaian laporan
hasil audit investigasi membutuhkan prasyarat teknis dan substansial tertentu
agar tidak mengganggu kepastian hukum. Apa lagi jika laporan memuat
indikasi keterlibatan anggota DPR. Laporan audit investigasi berbeda
dengan laporan audit reguler yang telah diatur oleh Undang-Undang untuk
diserahkan ke DPR. Penyerahan Laporan Audit investigasi ke pihak
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 31
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
berwenang, dalam hal ini DPR, memerlukan prasyarat tertentu baik dalam
prosedur maupun batasan substansi mengingat sifatnya yang pro justicia ;
--------------------------------------------------------------------------------
19 Bagaimanapun laporan audit investigasi tahap II Hambalang
sudah terlanjur disampaikan secara lengkap ke DPR. Peristiwa ini telah
menggeser status informasi yang dikecualikan tersebut menjadi informasi
yang berada di ruang publik. Kerahasiaannya telah menjadi semu ;
---------------------------------------------------------------------------------------
20 Membiarkan laporan tersebut tersandera di Pimpinan DPR akan
membuat status kerahasiaan menjadi semu. Membiarkan status informasi
tersebut sebagai suatu ’kerahasiaan semu’ adalah suatu kekeliruan mendasar
dan bertentangan dengan tujuan kerahasiaan tersebut. Inilah yang disebut
oleh Aftergood sebagai bad secrecy yang didasarkan atas suatu kepentingan
politik. Oleh karena itu kami berpandangan dan sepakat dengan keputusan
Komisi Informasi Pusat Lebih baik jika laporan hasil audit investigasi BPK
mengenai Hambalang yang sudah terlanjur ada di ruang publik (DPR) ini
dibuka ke masyarakat agar tidak menjadi alat tawar-menawar elit berkuasa
dan tindak lanjut penyidikan dapat diawasi oleh publik luas ;
---------------------------------------
Bahwa berdasarkan alasan-alasan dan dasar-dasar hukum yang kami uraikan di atas,
mohon kiranya kepada Majelis Hakim yang memeriksa dan mengadili perkara ini
memberikan keputusan yang adil sebagai berikut : -----------------------
1 Menolak permohonan keberatan dari pemohon keberatan ;
----------------------
32
32
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 32
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
2 Menyatakan menguatkan putusan Komisi Informasi Pusat Nomor: 364/
XI/KIP-PS-A/2013 tanggal 20 Oktober 2014 antara PATTIRO sebagai Pemohon
Informasi Publik/Termohon Keberatan melawan BPK RI sebagai Termohon
Informasi Publik/Pemohon Keberatan ; -----------------------------------
3 Memerintahkan kepada BPK RI selaku Termohon Informasi Publik/
Pemohon Keberatan untuk memberikan seluruh informasi yang diminta oleh
PATTIRO sebagai Pemohon Informasi Publik/Termohon Keberatan berupa
LHP Investigatif Hambalang yang telah dilengkapi dengan pengesahan stempel
dan tandatangan pejabat berwenang ; ---------------------------------------
4 Membebankan biaya kepada Pemohon Keberatan ;
--------------------------------
Atau Apabila Majelis Hakim memiliki pendapat lain, mohon putusan seadil-adilnya (ex
aequo et bono) ; --------------------------------------------------------------------
Menimbang, bahwa Pengadilan dalam memeriksa, memutus dan
menyelesaikan gugatan permohonan ini, diperiksa dengan acara yang sederhana, dan
pemeriksaan secara sederhana memang tidak diatur secara tegas di dalam Hukum Acara
sebagaimana Acara Biasa, Acara Cepat atau Acara Singkat yang sudah biasa
dilaksanakan. Karena ini sengketanya bersifat khusus. Hukum Acaranya juga bersifat
khusus ; ------------------------------------------
Menimbang, bahwa segala sesuatu yang terjadi di persidangan, menunjuk
kepada Berita Acara Persidangan dalam perkara yang bersangkutan dan merupakan
bagian yang tidak terpisahkan dengan putusan ini ; ----------------
Menimbang, bahwa pada akhirnya para pihak tidak mengajukan apa-apa lagi
dalam perkara ini, dan mohon putusan ; -----------------------------------------
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 33
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
TENTANG PERTIMBANGAN HUKUM
Menimbang, bahwa maksud dan tujuan keberatan yang diajukan oleh Pemohon
Keberatan/dahulu Termohon Informasi (Badan Pemeriksa Keuangan Republik
Indonesia atau BPK RI) adalah sebagaimana telah terurai dalam duduknya sengketa ;
-----------------------------------------------------------------------------
Menimbang, bahwa terhadap permohonan keberatan tersebut, Termohon
keberatan/dahulu Pemohon Informasi (Pusat Telaahan dan Informasi Regional atau
PATTIRO) telah menyampaikan Jawabannya dengan suratnya tertanggal 5 Januari
2015 Nomor : 216/Eks.PTIR/DE/I/2015 dan tidak ada memuat Eksepsi, sehingga dalam
sistematika Putusan ini Majelis Hakim langsung mempertimbangkan mengenai Pokok
Perkara ; -----------------------------
Menimbang, bahwa sebelum mempertimbangkan Pokok Sengketa, Majelis
Hakim akan mempertimbangkan secara formil pengajuan keberatan, apakah telah
memenuhi ketentuan peraturan yang berlaku ; --------------------------
Menimbang, bahwa dalam memeriksa sengketa ini, Majelis Hakim akan
meneliti seluruh dalil para pihak dan pembuktian sesuai ketentuan Pasal 107 Undang-
undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara yang mengatur
Majelis Hakim menentukan apa yang harus dibuktikan, beban pembuktian beserta
penilaian pembuktian ; ------------------------------------------------
Menimbang, bahwa Pemohon Keberatan / dahulu Termohon Informasi
mengajukan keberatan atas Putusan Komisi Informasi Pusat Nomor: 364/XI/KIP-PS-
A/2013 yang telah diputus pada tanggal 20 Oktober 2014 dalam Sengketa Informasi
Publik yang terdaftar dengan register Nomor : 364/XI/KIP-PS-A/2013 di Kepaniteraan
Komisi Informasi Pusat dengan adanya dissenting opinion oleh Komisioner John Fresly
34
34
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 34
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
dan diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum pada hari Senin, tanggal 20 Oktober
2014 oleh Majelis Komisioner dan salinan Putusannya diterima Pemohon Keberatan
(dahulu Termohon Informasi) pada tanggal 27 Oktober 2014, sedangkan keberatan
terhadap Putusan diajukan dan terdaftar di Kepaniteraan Pengadilan Tata Usaha Negara
Jakarta pada tanggal 10 November 2014 ; -------------------------------------------------
Menimbang, bahwa sesuai dengan ketentuan Peraturan Mahkamah Agung RI
Nomor 02 Tahun 2011 tentang tata Cara Penyelesaian Sengketa Informasi Publik di
Pengadilan khususnya Pasal 4 mengatur sebagai berikut : --
1 Salah satu atau para pihak yang tidak menerima Putusan Komisi Informasi dapat
mengajukan keberatan secara tertulis ke Pengadilan yang berwenang ;
-------------------------------------------------------------------------------
2 Keberatan sebagaimana dimaksud ayat (1) diajukan dalam tenggang waktu 14
(empat belas) hari sejak salinan Putusan Komisi Informasi Pusat diterima oleh
para pihak berdasarkan tanda bukti penerimaan ; ----
3 Dalam hal salah satu para pihak tidak mengajukan keberatan sebagaimana
dimaksud ayat (2), maka Putusan Komisi Informsi berkekuatan hukum tetap ;
------------------------------------------------------------------
Menimbang, bahwa diatur dalam Pasal 1 Peraturan Mahkamah Agung RI
Nomor 02 tahun 2011 yang dimaksud dengan hari adalah hari kerja ; ----------
Menimbang, bahwa tenggang waktu diterimanya salinan Putusan Komisi
Informasi Pusat oleh Pemohon Keberatan adalah tanggal 27 Oktober 2014 sampai
dengan diajukannya keberatan di Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta yaitu tanggal
10 November 2014 yang jangka waktunya adalah 11 (sebelas) hari kerja, sehingga
pengajuan keberatan ini memenuhi ketentuan tenggang waktu untuk mengajukan
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 35
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
keberatan sebagaimana diatur dalam Pasal 4 ayat (2) Peraturan Mahkamah Agung RI
Nomor 02 Tahun 2011 ; -----------------
Menimbang, bahwa Pemohon Keberatan (dahulu Termohon Informasi) telah
menyatakan dalil-dalil Gugatan keberatannya terhadap Putusan Komisi Informasi Pusat
sebagaimana diuraikan dalam duduknya sengketa ; ---------------
Menimbang, bahwa setelah Majelis Hakim meneliti Putusan Komisi Informasi
Pusat Nomor: 364/XI/KIP-PS-A/2013 yang telah diputus pada tanggal 20 Oktober
2014, Majelis Hakim berpendapat sebagai berikut : ----------------------
Bahwa dalam Putusan tersebut yang menjadi dasar bagi Majelis Komisioner
menyatakan permohonan informasi Pemohon berupa informasi yang dimohonkan yaitu
hasil audit BPK tentang Pembangunan Pusat Pelatihan Pendidikan dan Sekolah
Olahraga Nasional (P3SON) Stadion Hambalang Jilid I
dan Jilid II berupa berkas hardfile yang telah dilengkapi dengan pengesahan stempel
dan tanda tangan pejabat berwenang adalah informasi terbuka, adalah karena Termohon
Keberatan seharusnya menyajikan dokumen LHP Investigatif (tahap II) Pembangunan
Pusat Pelatihan Pendidikan dan Sekolah Olah Raga Nasional (P3SON) Hambalang
kepada pihak DPR dengan sifat rahasia dan dokumen tersebut diterima dalam bentuk
yang sama (tanpa mengandung unsur informasi dikecualikan) dengan dokumen yang
disampaikan kepada penegak hukum KPK, Kejaksaan Agung dan Kepolisian RI,
sehingga Majelis Komisioner berpendapat penolakan informasi Termohon Informasi
(BPK RI) kepada Termohon Keberatan (PATTIRO) menjadi tidak relevan dan
sepatutnya ditolak ;
36
36
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 36
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Menimbang, bahwa dalam surat Jawabannya tanggal 5 Januari 2015, Termohon
Keberatan mendalilkan dalam angka (16) Majelis Hakim mengutip sebagai berikut :
-----------------------------------------------------------------------------------
“Kembali ke laporan audit investigasi BPK, jika laporan tersebut hanya
diserahkan kepada KPK maka argument kerahasiaan berdasarkan UU KIP
memiliki relevansi yang kuat. Proses penyelidikan dan penyidikan oleh KPK
dapat terganggu jika dokumen tersebut beredar di publik. Namun memberikan
laporan tersebut secara lengkap kepada DPR, terlepas dari DPR yang meminta
BPK untuk melakukan audit investigasi, relevansi kerahasiaan berdasarkan
praduga tersebut sudah tidak relevan” ;
-----------------------------------------------------------------------------------
Menimbang, bahwa Majelis Hakim berpendapat dalam mempertimbangkan
apakah berdasarkan hukum mengenai permohonan Termohon keberatan (PATTIRO)
kepada Pemohon Keberatan (BPK RI) untuk menentukan hasil audit BPK tentang
Pembangunan Pusat Pelatihan Pendidikan dan Sekolah Olahraga Nasional (P3SON)
Stadion Hambalang Jilid I dan Jilid II berupa berkas hardfile yang telah dilengkapi
dengan pengesahan stempel dan tanda tangan pejabat berwenang adalah informasi
terbuka, dengan fakta hukum karena informasi tersebut telah disampaikan kepada DPR
RI, untuk itu Majelis Hakim mengutip beberapa dasar hukum sebagai berikut : -
1 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2004 tentang Majelis
Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan
Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah ;
----------------
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 37
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
a Pasal 67 : “DPR terdiri atas anggota partai politik peserta
pemilihan umum yang dipilih melalui pemilihan umum” ;
-------------------------------
b Pasal 68 : “DPR merupakan lembaga perwakilan rakyat yang
berkedudukan sebagai lembaga negara” ;
------------------------------------
c Pasal 69 ayat (1) : “DPR mempunyai fungsi :
-------------------------------
a legislasi ;
----------------------------------------------------------------------------
-
b anggaran, dan ;
-------------------------------------------------------------------
c pengawasan ;
----------------------------------------------------------------------
d Pasal 69 ayat (2) : “Ketiga fungsi legislasi, pengawasan dan
anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dijalankan dalam
kerangka representasi rakyat, dan juga untuk mendukung upaya
pemerintah dalam melaksanakan politik luar negeri sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan” ;
--------------------------------
e Pasal 72 : “DPR bertugas huruf (d) melakukan pengawasan
terhadap pelaksanaan undang-undang, APBN, dan kebijakan
Pemerintah” ; ----
38
38
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 38
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
f Pasal 72 : “DPR bertugas (huruf e) membahas dan
menindaklanjuti hasil pemeriksaan atas pengelolaan dan
tanggung jawab keuangan negara yang disampaikan oleh BPK” ;
-----------------------------------------
g Pasal 73 ayat (1) : “DPR dalam melaksanakan wewenang dan
tugasnya, berhak memanggil pejabat negara, pejabat pemerintah,
badan hukum atau warga masyarakat secara tertulis untuk hadir
dalam rapat DPR” ;
------------------------------------------------------------------------
h Pasal 73 ayat (2) : “Setiap pejabat negara, pejabat pemerintah,
badan hukum, atau warga masyarakat wajib memenuhi panggilan
DPR sebagaimana dimaksud pada ayat (1)” ;
-------------------------------
i Pasal 74 ayat (2) : “Setiap pejabat negara, pejabat pemerintah,
badan hukum, warga negara, atau penduduk wajib
menindaklanjuti rekomendasi DPR sebagaimana dimaksud pada
ayat (1)” ; -------------
j Pasal 74 ayat (4) : “Dalam hal pejabat negara atau pejabat
pemerintah mengabaikan atau tidak melaksanakan rekomendasi
DPR, DPR dapat menggunakan hak interpelasi, hak angket, hak
menyatakan pendapat, atau hak anggota DPR mengajukan
pertanyaan” ;
---------------------------------------------------------------------------------
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 39
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
k Pasal 74 ayat (6) : “Dalam hal badan hukum atau warga negara
mengabaikan atau tidak melaksanakan rekomendasi DPR
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), DPR dapat meminta
kepada instansi yang berwenang untuk dikenai sanksi” ;
----------------------------
2 UU Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik
khususnya pasal :
-------------------------------------------------------------------------------
a Pasal 17 : “Setiap Badan Publik wajib membuka akses bagi
setiap Pemohon Informasi Publik untuk mendapatkan Informasi
Publik kecuali (huruf a) Informasi publik yang apabila dibuka
dan diberikan kepada Pemohon Informasi Publik dapat
menghambat proses
penegakan hukum, yaitu informasi yang dapat (angka 1) menghambat proses
penyelidikan dan penyidikan suatu tindak pidana” ;
---------------------------------------------------------------------------------------
b Pasal 19 : “Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi di
setiap Badan Publik wajib melakukan pengujian tentang
konsekuensi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 dengan
seksama dan penuh ketelitian sebelum menyatakan Informasi
Publik tertentu dikecualikan untuk diakses oleh setiap Orang” ;
--------------------------------------------------
Menimbang, bahwa melalui dasar hukum tersebut diatas, Majelis Hakim
berpendapat bahwa DPR menerima “Laporan Hasil Pemeriksaan Investigatif BPK RI
40
40
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 40
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
atas Pembangunan Pusat Pendidikan Pelatihan dan Sekolah Olah Raga Nasional di
Hambalang, Bogor Nomor: 192/HP/XVI/08/2013 tanggal 23 Agustus 2013 (LHP
Investigatif Hambalang) yang telah dilengkapi dengan pengesahan stempel dan tanda
tangan pejabat berwenang” yang disampaikan Pemohon keberatan (BPK RI) adalah
merupakan hak dan wewenang DPR sebagai lembaga perwakilan rakyat yang
berkedudukan sebagai lembaga negara dalam menjalankan fungsi pengawasannya
khususnya di bidang pengawasan terhadap pelaksanaan undang-undang, APBN, dan
kebijakan Pemerintah. Sehingga Majelis Hakim berpendapat adalah tidak tepat jika
Komisi Informasi Pusat mengkategorikan pemberian LHP Investigatif Hambalang
tersebut kepada DPR adalah sebagai bentuk penyebaran informasi publik oleh BPK RI
sehingga mengakibatkan sifat dikecualikannya menjadi tidak relevan, karena DPR
sendiri merupakan Lembaga Negara yang secara konstitusi dan undang-undang
diberikan hak dan kewenangan untuk membahas dan menindaklanjuti hasil pemeriksaan
atas pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara yang disampaikan oleh BPK,
dan BPK RI (Pemohon Keberatan dalam Gugatan aquo) wajib memenuhi panggilan
DPR bahkan dibebankan untuk memenuhi rekomendasi DPR ; -----------------------------
Menimbang, bahwa sesuai uraian hukum diatas karena penyampaian LHP
Investigatif Hambalang kepada DPR RI menurut pendapat Majelis Hakim merupakan
pelaksanaan fungsi pengawasan antara DPR RI dengan BPK, dan tidak merupakan
bentuk pemberian informasi publik biasa, maka adalah logis dan berdasarkan hukum
bagi Majelis Hakim untuk sependapat dengan dalil gugatan Pemohon Keberatan dalam
perkara aquo yang mendalilkan LHP Investigatif Hambalang merupakan informasi
publik yang dikecualikan karena fungsinya sebagai alat bukti surat dalam proses
penegakan hukum (penyelidikan ataupun penyidikan dalam tindak pidana korupsi)
untuk membuktikan unsur kerugian negaranya, yang apabila dibuka dan diberikan
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 41
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
kepada publik dapat menghambat proses penyelidikan atau penyidikan tindak
pidananya ; -----------------------------------------------------------------------------------------
Menimbang, bahwa selanjutnya Majelis Hakim sependapat dengan pendapat
berbeda (dissenting opinion) yang dinyatakan oleh Majelis Komisioner John Fresly
dalam Putusan Komisi Informasi Pusat Nomor: 364/XI/KIP-PS-A/2013 yang pada
pokoknya Majelis Hakim mengutip beberapa pendapat sebagai berikut :
----------------------------------------------------------------------
“Menimbang, bahwa dalam anotasi UU KIP diuraikan bahwa Informasi
Publik yang dikecualikan bersifat ketat, terbatas, dan tidak mutlak / tidak
permanen. Meskipun pada dasarnya informasi publik bersifat terbuka dan dapat
diakses, namun dalam praktek tidak semua informasi dapat dibuka. Ada
informasi tertentu yang apabila dibuka dapat menimbulkan kerugian atau bahaya
bagi kepentingan publik maupun kepentingan yang sah dilindungi oleh UU.
Namun prinsipnya, pengecualian informasi publik tersebut haruslah untuk
melindungi kepentingan publik itu sendiri ;
--------------------------------------------------------
Pengecualian informasi bersifat ketat mengindikasikan bahwa UU KIP
menghendaki adanya dasar keputusan yang obyektif dalam melakukan
pembatasan melalui pengecualian informasi. Sifat ketat juga menghendaki
pengecualian informasi harus dilakukan secara teliti dan cermat. Untuk itu, UU
ini memperkenalkan uji konsekuensi bahaya (consequential harm) dan uji
kepentingan public (balancing public interest test) ;
------------------------------------------------------------------------------
42
42
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 42
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Uji konsekuensi bahaya mewajibkan agar Badan Publik dalam
menetapkan informasi yang dikecualikan mendasarkan pada pertimbangan
bahwa apabila informasi tersebut dibuka, maka akan menimbulkan kerugian
atau bahaya bagi kepentingan publik maupun kepentingan yang dilindungi oleh
hukum sebagaimana diatur dalam Pasal 17 sampai dengan Pasal 19. Sedangkan
uji kepentingan publik mewajibkan agar Badan Publik membuka informasi yang
dikecualikan jika kepentingan publik yang lebih besar menghendaki atau
sebaliknya sebagaimana diatur dalam Pasal 2 ayat (4)” ;
------------------------------------
Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan hukum diatas, Majelis Hakim
berpendapat mengenai LHP Investigatif Hambalang merupakan informasi publik yang
dikecualikan sesuai Pasal 17 UU Nomor 14 Tahun 2008 karena fungsinya sebagai alat
bukti surat dalam proses penegakan hukum, dan sifat dikecualikan tersebut tetap
relevan karena diberikannya LHP tersebut kepada DPR bukan merupakan pemberian
informasi publik tapi dalam rangka memenuhi perintah undang-undang yang
memberikan wewenang kepada DPR RI untuk melaksanakan fungsi pengawasan
termasuk membahas dan menindaklanjuti hasil pemeriksaan atas pengelolaan dan
tanggung jawab keuangan negara yang disampaikan oleh BPK sesuai Pasal 72 huruf (e)
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2004, maka adalah berdasarkan hukum bagi Majelis
Hakim untuk mengabulkan permohonan keberatan dari Pemohon Keberatan dan
menyatakan batal Putusan Komisi Informasi Pusat Nomor: 364/XI/KIP-PS-A/2013
tanggal 20 Oktober 2014 ; ----------------------------------------
Menimbang, bahwa oleh karena atas Putusan Komisi Informasi Pusat Nomor:
364/XI/KIP-PS-A/2013 tanggal 20 Oktober 2014 telah dinyatakan batal maka kepada
Pemohon Keberatan diperintahkan untuk menolak memberikan seluruh informasi
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 43
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
berupa LHP Investigatif Hambalang yang telah dilengkapi dengan pengesahan stempel
dan tanda tangan pejabat yang berwenang kepada Termohon Keberatan ;
----------------------------------------------------------------
Menimbang, bahwa oleh karena permohonan Pemohon Keberatan (dahulu
Termohon Informasi) telah dikabulkan, maka sesuai ketentuan Pasal 110 Undang-
Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara, kepada Termohon
Keberatan (dahulu Pemohon Informasi) dibebankan untuk membayar biaya perkara
yang jumlahnya akan disebutkan dalam amar putusan ;
---------------------------------------------------------------------------------------------
Mengingat Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha
Negara jo Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-
Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara, jo Undang-Undang
Nomor 51 tahun 2009 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun
1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008
tentang Keterbukaan Informasi Publik, Peraturan Mahkamah Agung RI Nomor 2 tahun
2011 tentang Tata Cara Penyelesaian Sengketa Informasi Publik di Pengadilan,
Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2013 tentang Prosedur Penyelesaian
Sengketa Informasi publik, serta peraturan perundang-undangan dan ketentuan hukum
lain yang berkaitan dengan perkara ini : ----------------------------------------------------
MENGADILI
1 Mengabulkan permohonan Pemohon Keberatan/dahulu Termohon
Informasi untuk seluruhnya ;
----------------------------------------------------------------------------
44
44
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 44
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
2 Menyatakan batal Putusan Komisi Informasi Pusat Nomor:364/XI/KIP-
PS-A/2013 tanggal 20 Oktober 2014 antara PATTIRO sebagai Pemohon
Informasi Publik/Termohon Keberatan melawan BPK RI sebagai
Termohon Informasi Publik/Pemohon Keberatan ;
------------------------------------------------------
3 Memerintahkan kepada BPK RI selaku Termohon Informasi Publik/
Pemohon keberatan untuk menolak memberikan seluruh informasi yang
diminta oleh PATTIRO sebagai Pemohon Informasi Publik/Termohon
Keberatan berupa LHP Investigatif Hambalang yang telah dilengkapi
dengan pengesahan stempel dan tanda tangan pejabat berwenang ;
----------
4 Menghukum PATTIRO sebagai Pemohon Informasi Publik/Termohon
Keberatan untuk membayar seluruh biaya yang timbul dalam perkara ini
sebesar Rp 211.000,- (Dua Ratus Sebelas Ribu Rupiah) ;
------------------------
Demikian diputuskan dalam rapat permusyawaratan Majelis Hakim Pengadilan
Tata Usaha Negara Jakarta pada Hari Senin tanggal 26 Januari 2015 oleh FEBRU
WARTATI, S.H.,M.H. selaku Hakim Ketua Majelis, ELIZABETH I.E.H.L. TOBING,
S.H.,M.Hum. dan TRI CAHYA INDRA PERMANA, S.H.,M.H. masing-masing
sebagai Hakim Anggota, Putusan tersebut diucapkan dalam persidangan yang terbuka
untuk umum pada hari Senin tanggal 2 Februari 2015 oleh Majelis Makim tersebut
diatas dengan dibantu oleh Didi Sunardi, S.H.,M.H. Wakil Panitera Pengadilan Tata
Usaha Negara Jakarta sebagai Panitera Pengganti dengan dihadiri oleh Kuasa Pemohon
Keberatan dan Kuasa Termohon Keberatan ; -------------------------------
Hakim Ketua Majelis,
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 45
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Hakim-Hakim Anggota,
FEBRU WARTATI, S.H.,M.H.
ELIZABETH I.E.H.L. TOBING, S.H.,M.Hum.
TRI CAHYA INDRA PERMANA, S.H.,M.H.
Wakil Panitera,
DIDI SUNARDI, S.H.,M.H.
Perincian Biaya :
- Pendaftaran ……………………………………. Rp 30.000,-
- Alat Tulis Kantor ………………………………. Rp 50.000,-
- Panggilan-panggilan ………………………….. Rp 120.000,-
- Meterai …………………………………………. Rp 6.000,-
- Redaksi ………………………………………… Rp 5.000,- +
Jumlah ……………………….. Rp 211.000,-
(Dua Ratus Sebelas Ribu Rupiah)
46
46
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 46