eksistensi hak tanah ulayat atas tanah dalam era otonomi daerah pada masyarakat suku sakai di...
TRANSCRIPT
-
8/10/2019 Eksistensi Hak Tanah Ulayat atas Tanah dalam Era Otonomi Daerah pada Masyarakat Suku Sakai di Kabupaten B
1/164
EKSISTENSI HAK ULAYAT ATAS TANAH DALAM
ERA OTONOMI DAERAH PADA MASYARAKAT SUKU
SAKAI DI KABUPATEN BENGKALIS PROPINSI RIAU
TESIS
Oleh
SYARIFAH M
087011118/MKn
FAKULTAS HUKUMUNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2010
Universitas Sumatera Utara
-
8/10/2019 Eksistensi Hak Tanah Ulayat atas Tanah dalam Era Otonomi Daerah pada Masyarakat Suku Sakai di Kabupaten B
2/164
EKSISTENSI HAK ULAYAT ATAS TANAH DALAM ERA
OTONOMI DAERAH PADA MASYARAKAT SUKU SAKAI DI
KABUPATEN BENGKALIS PROPINSI RIAU
TESIS
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar
Magister Kenotariatan Dalam Program Studi Magister Kenotariatan
Pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara
Oleh
SYARIFAH M
087011118/MKn
FAKULTAS HUKUMUNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2010
Universitas Sumatera Utara
-
8/10/2019 Eksistensi Hak Tanah Ulayat atas Tanah dalam Era Otonomi Daerah pada Masyarakat Suku Sakai di Kabupaten B
3/164
Judul Tesis : EKSISTENSI HAK ULAYAT ATAS TANAH DALAM
ERA OTONOMI DAERAH PADA MASYARAKAT
SUKU SAKAI DI KABUPATEN BENGKALISPROPINSI RIAU
Nama Mahasiswa : Syarifah M
Nomor Pokok : 087011118
Program Studi : Kenotariatan
Menyetujui
Komisi Pembimbing,
Prof.Dr. Muhammad Yamin, SH. MS, CN
Ketua
Prof. Dr. Runtung, SH, MHum Notaris Syahril Sofyan, SH. MKnAnggota Anggota
Ketua Program Studi, Dekan,
Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH. MS, CN Prof. Dr. Runtung, SH, MHum
Tanggal Lulus : 30 Agustus 2010
Universitas Sumatera Utara
-
8/10/2019 Eksistensi Hak Tanah Ulayat atas Tanah dalam Era Otonomi Daerah pada Masyarakat Suku Sakai di Kabupaten B
4/164
Telah diuji pada :
Tanggal 30 Agustus 2010
____________________________________________________________________
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN
Anggota : 1. Prof. Dr. Runtung, SH, MHum
2. Notaris. Syahril Sofyan, SH, MKn
3. Dr. T. Keizerina Devi A, SH, CN, Mhum
4. Notaris. Chairani Bustami, SH, SPn, MKn
Universitas Sumatera Utara
-
8/10/2019 Eksistensi Hak Tanah Ulayat atas Tanah dalam Era Otonomi Daerah pada Masyarakat Suku Sakai di Kabupaten B
5/164
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama : Syarifah M
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Tempat/Tanggal Lahir : Pekanbaru / 19-Mei-1985
Alamat : Jl. Dr. Mansyur Gg. Berkat No.6 Medan
PENDIDIKAN :
1991-1997 : SDN 033 KAMPUNG MELAYU SUKAJADI, PEKANBARU
1997-2000 : MTs DARUL HIKMAH, PEKANBARU
2000-2003 : MAN 2 MODEL, PEKANBARU
2003-2008 : FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS ISLAM RIAU,
PEKANBARU
2008-2010 : PROGRAM STUDI MAGISTER KENOTARIATAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA, MEDAN
Universitas Sumatera Utara
-
8/10/2019 Eksistensi Hak Tanah Ulayat atas Tanah dalam Era Otonomi Daerah pada Masyarakat Suku Sakai di Kabupaten B
6/164
A B S T R A K
Masyarakat Suku Sakai di Kabupaten Bengkalis merupakan masyarakat
hukum adat yang masih memiliki wilayah tanah ulayat. Akan tetapi dalamkenyataannya luas wilayah tanah ulayat tersebut mengalami penurunan karena
penguasaan dan pengambilalihan oleh pihak lain. Pengambilalihan tersebut
menimbulkan masalah ekonomi bagi masyarakat Sakai karena tidak dapat lagimemanfaatkan tanah dan hutan mereka untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.
Keadaan ini bertentangan dengan Pasal 3 UUPA yang menyatakan bahwa Negara
secara tegas mengakui keberadaan hak ulayat dan hak-hak serupa itu dari masyarakat
hukum adat, sepanjang menurut kenyataannya masih ada. Undang-Undang tersebut
didukung oleh Peraturan Menteri Agraria/Kepala BPN Nomor 5 Tahun 1999 TentangPedoman Penyelesaian Masalah Hak Ulayat Masyarakat Hukum Adat. Disamping itu
Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintah Daerah jugamemberikan kewenangan sepenuhnya kepada pemerintah daerah untuk mengurus
kepentingan masyarakat hukum adatnya. Oleh karena itu penelitian ini bertujuan
untuk mengetahui dan memahami eksistensi hak ulayat atas tanah serta untukmengetahui bagaimana penyerahan hak ulayat atas tanah pada masyarakat Suku
Sakai.
Penelitian ini bersifat deskriptif analitis dengan menggunakan pendekatanyuridis normatif. Pengumpulan data dan informasi diperoleh dari penelitian
kepustakaan dan penelitian lapangan, dengan menggunakan teknik penelitian studi
kepustakaan dan wawancara. Kemudian data dianalisa dengan metode kualitatif.
Hasil penelitian menunjukan bahwa eksistensi hak ulayat atas tanah dalam eraotonomi daerah pada masyarakat Suku Sakai cenderung melemah, oleh karena itu
pemerintah daerah mempunyai peran yang besar dalam penetapan eksistensimasyarakat hukum adat serta tanah ulayatnya, dengan mewujudkannya dalam sebuah
Peraturan Daerah, hal ini selaras dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004
Tentang Pemerintah Daerah. Begitu pun dalam pelepasan dan penyerahan tanahulayat kepada pihak luar diperbolehkan akan tetapi harus dengan izin kepala suku, hal
ini sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Menteri Agraria/Kepala BPN Nomor 5
Tahun1999, bahwa pelepasan atau penyerahan tanah ulayat masyarakat hukum adatharus sesuai dengan ketentuan dan tata cara hukum adat yang berlaku.
Kata Kunci : Eksistensi Hak Ulayat Masyarakat Suku Sakai
i
Universitas Sumatera Utara
-
8/10/2019 Eksistensi Hak Tanah Ulayat atas Tanah dalam Era Otonomi Daerah pada Masyarakat Suku Sakai di Kabupaten B
7/164
A B S T R A C T
Society Tribe of Sakai in Sub-Province of Bengkalis represent customary law
society which still have customary right for land of ground region. However in wide
of in reality of the customary right for land ground region experience of degradation
because and domination of taking over by the other party. The act of take over
generate the problem of economics to society of Sakai because cannot again exploit
their forest and land ground to fulfill requirement of everyday life. This situation
oppose against Section of 3 UUPA expressing that State expressly confess existence
of customary right for land rights and is similar rights from customary law society, as
long as according to in reality there is still. The code supported by Regulation ofMinister of Agraria / lead BPN Number 5 Year 1999 About Guidance Of Solution Of
Problem Rights Customary Right For Land Society Customary Law. Beside that
CodeNumber 32 Year 2004 About Local Government also give full outhority to a
local government to manage importance of its customary law society. Therefore this
research aim to know and comprehend customary right for land rights existance of
land ground and also to know how delivery of customary right for land rights of land
ground at Tribe society of Sakai.
This research have the character of analytical descriptive by using approach of
normatic juridict. Data collecting and information obtained from research of
bibliography and research of field, by using technique research of bibliography study
and interview. And then data analysed with method qualitative.
The Result of research showing that the customary right for land rights
existence of land ground in autonomous era of area at Tribe society of Sakai tend
toweaken, therefore local government have big role in stipulating of customary law
society existence and also its customary right for land ground, by realizing hit in a By
Law, this matter in harmony with Code Number 32 Year 2004 About Local
Government. So even also in release and delivery of customary right for land ground
to outside party enabled however having to with permit lead tribe, this matter
pursuant to in Regulation of Minister of Agraria / lead BPN Number 5 Tahun1999,
that release or delivery of customary law society customary right for land
land;ground have to pursuant to and customary law procedures going into effect.
Key note : Community land, society tribe of Sakai
ii
Universitas Sumatera Utara
-
8/10/2019 Eksistensi Hak Tanah Ulayat atas Tanah dalam Era Otonomi Daerah pada Masyarakat Suku Sakai di Kabupaten B
8/164
KATA PENGANTAR
Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat ALLAH SWT yang
dengan berkat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan penulisan tesis
ini dengan judul EKSISTENSI HAK ULAYAT ATAS TANAH DALAM ERA
OTONOMI DAERAH PADA MASYARAKAT SUKU SAKAI DI
KABUPATEN BENGKALIS PROPINSI RIAU. Penulisan tesis ini
merupakan salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar Magister
Kenotariatan (M.Kn.) Program Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas
Sumatera Utara.
Dalam penulisan tesis ini banyak pihak yang telah memberikan
bantuan serta dorongan moril berupa masukan dan saran, sehingga penulisan
tesis dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Oleh sebab itu, ucapan terima
kasih yang mendalam penulis sampaikan secara khusus kepada yang
terhormat Bapak Prof. Dr. Muhammad Yamin SH, MS, CN, Bapak Dr.
Runtung, SH, Mhum, Bapak Notaris Syahril Sofyan SH, MKn selaku
Komisi Pembimbing yang dengan tulus ikhlas memberikan bimbingan dan
arahan untuk kesempurnaan penulisan tesis ini.Dan juga, semua pihak yang
telah berkenan memberi masukan dan arahan yang konstruktif dalam
penulisan tesis ini sehingga tesis ini menjadi lebih sempurna dan terarah.
iii
Universitas Sumatera Utara
-
8/10/2019 Eksistensi Hak Tanah Ulayat atas Tanah dalam Era Otonomi Daerah pada Masyarakat Suku Sakai di Kabupaten B
9/164
Selanjutnya ucapan terima kasih penulis yang sebesar-besarnya
kepada :
1.Bapak Rektor Universitas Sumatera Utara atas kesempatan dan fasilitas
yang diberikan kepada kami untuk mengikuti dan menyelesaikan
pendidikan Program Pascasarjana Magister Kenotariatan (M.Kn.) Fakultas
Hukum Universitas Sumatera Utara.
2.Bapak Prof. Dr. M. Yamin, S.H., M.S., CN., selaku Ketua Program
Pascasarjana Magister Kenotariatan (M.Kn.) dan Ibu Dr. Keizerina Devi
A., S.H., CN., M.Hum. beserta seluruh staf atas bantuan, kesempatan dan
fasilitas yang diberikan, sehingga dapat diselesaikan studi pada Program
Pascasarjana Magister Kenotariatan (M.Kn.) Fakultas Hukum Universitas
Sumatera Utara.
3.Bapak Prof. Dr. Runtung, S.H., M.Hum., selaku Dekan Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara.
4.Bapak dan Ibu Guru Besar juga Dosen Pengajar pada Program
Pascasarjana Magister Kenotariatan (M.Kn.) Fakultas Hukum Universitas
Sumatera Utara yang telah mendidik dan membimbing penulis.
Penulis juga ingin mengucapkan terima kasih kepada orang-orang
yang penulis sayangi :
iv
Universitas Sumatera Utara
-
8/10/2019 Eksistensi Hak Tanah Ulayat atas Tanah dalam Era Otonomi Daerah pada Masyarakat Suku Sakai di Kabupaten B
10/164
1. Ayahanda Said Husin dan Ibunda Yulizar yang telah memberikan doa dan
perhatian yang cukup besar selama ini, juga buat Saudara-saudaraku
tercinta Said Muhammad Kamal, Syarifah Nurlia, Syarifah Fadlun,
Syarifah Yansri Fiani sehingga penulis dapat menyelesaikan studi pada
Program Pascasarjana Magister Kenotariatan (M.Kn.) Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara Medan.
2. Yang tercinta Ardian S Kurnia terima kasih buat kesabaran, perhatian,
dukungan, bantuan dan motivasinya sehingga kita bisa sama-sama
menyelesaikan studi pada Program Pascasarjana Magister Kenotariatan
(MKn).
3. Terima Kasih yang mendalam kepada Sahabat-sahabat terbaikku kak Eka,
Icha, Echi, Junita, Adis, Fitri, kak Tina, Kak Meri, Kak Yuna, Kak Reni,
Ali, Yola, Azmi, kita akan gapai bintang tertinggi kita.
4. Rekan-rekan Mahasiswa Program Studi Magister Kenotariatan (MKn)
Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang tidak dapat penulis
sebutkan satu-persatu.
v
Universitas Sumatera Utara
-
8/10/2019 Eksistensi Hak Tanah Ulayat atas Tanah dalam Era Otonomi Daerah pada Masyarakat Suku Sakai di Kabupaten B
11/164
Penulis menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari sempurna, namun
penulis berharap kiranya tesis ini dapat memberikan manfaat kepada semua
pihak.
Medan, Agustus 2010
Penulis,
Syarifah M
vi
Universitas Sumatera Utara
-
8/10/2019 Eksistensi Hak Tanah Ulayat atas Tanah dalam Era Otonomi Daerah pada Masyarakat Suku Sakai di Kabupaten B
12/164
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK .. i
ABSTRACT ii
KATA PENGANTAR iii
DAFTAR ISI.. vii
BAB I : PENDAHULUAN 1
A. Latar Belakang Penelitian .... 1
B. Permasalahan 14
C. Tujuan Penelitian 14
D. Manfaat Penelitian .. 14
E. Keaslian Penelitian .. 15
F.
Kerangka Teori dan Konsepsi .. 16
G. Metode Penelitian 28
BAB II : EKSISTENSI HAK ULAYAT ATAS TANAH DALAM
ERA OTONOMI DAERAH PADA MASYARAKAT SUKU
SAKAI DI KABUPATEN BENGKALIS
PROPINSI RIAU............................................................................... 33
A. Pengakuan Hak Ulayat Masyarakat Hukum Adat 33
1. Dasar Pengaturan Hak Ulayat 33
2. Kriteria dan Penentuan Adanya Hak Ulayat...... 41
vii
Universitas Sumatera Utara
-
8/10/2019 Eksistensi Hak Tanah Ulayat atas Tanah dalam Era Otonomi Daerah pada Masyarakat Suku Sakai di Kabupaten B
13/164
13
B. Otonomi Daerah Dan Hak-Hak Penguasaan Atas Tanah. 52
C. Masyarakat Suku Sakai Kabupaten Bengkalis. 63
1. Deskripsi Masyarakat Suku Sakai. 63
2. Pola Kehidupan Masyarakat Suku Sakai 71
3. Hak-Hak Atas Tanah Pada Masyarakat Suku Sakai.. 79
D. Eksistensi Hak Ulayat Atas Tanah Pada Masyarakat Suku
Sakai Di Kabupaten Bengkalis. 89
BAB III : PENYERAHAN HAK ULAYAT ATAS TANAH
OLEH MASYARAKAT SUKU SAKAI KEPADA PIHAK
LAIN DIKAITKAN DENGAN PERATURAN
MENTERI AGRARIA / KEPALA BADAN
PERTANAHAN NOMOR 5 TAHUN 1999.... 116
A. Perkembangan Hak Ulayat Sebelum dan Sesudah lahirnya
Peraturan Menteri Agraria/Kepala BPN Nomor 5
Tahun1999.... 116
B. Permasalahan-permasalahan Hukum Pada Waktu Penyerahan
Hak Ulayat Atas Tanah Oleh Masyarakat Sakai Kepada
Pihak Ketiga.. 121
C. Solusi Penyerahan Hak Ulayat Atas Tanah.. 129
BAB IV : KESIMPULAN DAN SARAN 135
A. Kesimpulan 135
B. Saran.. 136
DAFTAR PUSTAKA..... xi
viii
Universitas Sumatera Utara
-
8/10/2019 Eksistensi Hak Tanah Ulayat atas Tanah dalam Era Otonomi Daerah pada Masyarakat Suku Sakai di Kabupaten B
14/164
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pada dasarnya setiap orang maupun badan hukum membutuhkan tanah.
Karena tidak ada satupun aktivitas orang badan hukum dalam kegiatan pembangunan
yang tidak membutuhkan tanah. Tanah merupakan karunia dari Tuhan Yang Maha
Esa. Ketersediaan tanah sebagai sebagai sumber daya alam relatif tidak berubah dan
statis, sedangkan pertumbuhan penduduk atau populasi manusia diatas permukaan
bumi ini terus berkembang atau semakin bertambah banyak. Tanah merupakan
kebutuhan pokok manusia, manusia bertindak secara sedikit demi sedikit untuk
memanfaatkan sumber-sumber kekayaan alam pada tanah untuk memenuhi tututan
hidupnya yang utama, yaitu pangan, sandang dan papan (kebutuhan primer), sehingga
tanah tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia begitu pula sebaliknya. Begitu
pula bagi masyarakat hukum adat, sumber rezeki terbesar mereka untuk memenuhi
kebutuhan hidup dominannya bersumber diatas tanah.
Begitu pentingnya tanah bagi kehidupan manusia sehingga perlu adanya suatu
peraturan yang mengatur tentang pertanahan, Baik itu tentang penggunaan,
peruntukan, penguasaan dan kepemilikan dari tanah tersebut. Oleh karena itu dengan
berlakunya Undang-Undang Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960, yang merupakan
suatu pencerahan dalam sistem pertanahan di Indonesia, selain itu adanya dualisme
dalam bidang hukum pertanahan yaitu berlakunya hukum adat disamping hukum
1
Universitas Sumatera Utara
-
8/10/2019 Eksistensi Hak Tanah Ulayat atas Tanah dalam Era Otonomi Daerah pada Masyarakat Suku Sakai di Kabupaten B
15/164
agraria yang didasarkan atas hukum barat. Oleh karena itulah dirasakan perlunya
Hukum Agraria yang seragam dan bersifat nasional dalam hal ini UUPA.
Pengertian tanah yang berkembang di tengah masyarakat tidak sama
sebagaimana yang ditetapkan di dalam undang-undang. Tanah menurut UUPA adalah
permukaan bumi. Bumi itu sendiri terdiri dari 3 (tiga) unsur yaitu permukaan bumi,
tubuh bumi, dan yang berada di bawah air. Dari ketiga unsur itu yang dimaksudkan
dengan tanah hanyalah permukaan bumi saja.
Sebagaimana ditegaskan di dalam Pasal 4 ayat (1) UUPA sebagai berikut: Atas
dasar hak menguasai dari negara sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 2
ditentukan adanya macam-macam hak atas permukaan bumi yang disebut tanah, yang
dapat diberikan kepada dan dipunyai oleh orang-orang, baik sendiri maupun bersama-
sama dengan orang lain serta badan-badan hukum.
Masalah pertanahan mendapat perhatian serius dari negara, perhatian tersebut
tertuang dalam ketentuan Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 yang menentukan bahwa :
Bumi, air dan kekayaan alam yang ada di dalamnya dikuasai oleh negara dan
dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Ketentuan pada Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 menjadi landasan konstitusional
dari Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok
Agraria, atau disingkat dengan UUPA. Dalam pasal tersebut arti menguasai dalam hal
ini bukan berarti menghilangkan hak-hak pemilikan atas tanah bagi tiap warga negara
Universitas Sumatera Utara
-
8/10/2019 Eksistensi Hak Tanah Ulayat atas Tanah dalam Era Otonomi Daerah pada Masyarakat Suku Sakai di Kabupaten B
16/164
Indonesia, melainkan menguasai dalam arti mengatur dan mengawasi sedemikian
rupa dalam tiap-tiap pendayagunaan tanah-tanah tersebut agar para pemilik tanah atau
pemegang hak-hak lainnya (hak pakai, hak guna usaha, penyewa dan lain sebagainya)
:
a. Tidak melakukan kerusakan-kerusakan atas tanah.
b. Tidak menelantarkan tanah;
c. Tidak melakukan pemerasan-pemerasan atas tanah atau pendayagunaan
(exploitation)yang melebihi batas;
d. Tidak menjadikan tanah sebagai alat untuk pemerasan keringat dan pemerasan
lainnya terhadap orang lain (exploitation des IHomme par L.Homme).1
Hukum Agraria di Indonesia sejak zaman penjajahan bersifat dualisme hal
ini terjadi dengan tujuan bangsa asing untuk menjajah ke Indonesia adalah untuk
memperoleh hasil yang sebanyak-banyaknya dari bumi Indonesia.2Keadaan seperti
ini tidak lepas dari campur tangan Pemerintahan Hindia Belanda yang lebih
mengutamakan penghargaan dan penghormatan terhadap hak-hak individu serta lebih
berfikir rasional yang dipengaruhi oleh perkembangan negara tersebut.
Setelah Indonesia merdeka ketentuan-ketentuan agraria Hindia Belanda secara
berangsur-angsur dihapuskan karena dirasakan tidak sesuai lagi, maka dilakukanlah
1 Kartasapoetra G dkk, Hukum Tanah Jaminan UUPA Bagi Keberhasilan Pendayagunaan
Tanah,PT. Bina Aksara, Jakarta, 1985, Hal.9.2Chadidjah Dalimunthe, Politik Hukum Agraria Nasional Terhadap Hak-Hak Atas Tanah,
Yayasan Pencerahan Mandailing, Medan, 2008, Hal.4
Universitas Sumatera Utara
-
8/10/2019 Eksistensi Hak Tanah Ulayat atas Tanah dalam Era Otonomi Daerah pada Masyarakat Suku Sakai di Kabupaten B
17/164
perombakan atas hukum agraria. Karena perombakan hukum secara total tidak
memungkinkan, maka perombakan hukum agraria di Indonesia dilakukan secara
sporadis yang berarti secara berangsur-angsur satu demi satu peraturan yang
bertentangan dengan alam nasional Indonesia dihapuskan dan diganti dengan
peraturan agraria yang baru yang berlandaskan kepada Pancasila dan Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia.
Di Indonesia penegakan hukum yang dilakukan oleh para penegak hukum
yang masih berpegang teguh pada hukum adat dan masih menghargai adat itu sendiri.
Didalam masyarakat, hukum yang berlaku adalah hukum adat, sebab hukum adat
dapat disebut juga hukum kebiasaan yang terdapat dalam kehidupan sehari-hari
masyarakat terdapat tingkah laku manusia yang sudah ada dari zaman nenek moyang,
karena masih begitu kuatnya adat istiadat peninggalan nenek moyang yang dianggap
masih harus terus dipertahankan walaupun kehidupan manusia terus berkembang
sesuai perkembangan zaman .
Masyarakat Indonesia merupakan suatu masyarakat yang majemuk. Hal ini
dapat dilihat pada penamaan masyarakat-masyarakat tersebut dengan nama DESA
yang berasal dari daerah-daerah tertentu di Indonesia. Desa merupakan spesies
sebagai halnya dengan kuria, marga, nagari dan seterusnya. Demikian juga halnya
dengan pemerintah desa, serta pengangkatan kepala desa yang didasarkan kepada
pemilihan. Banyak masyarakat hukum adat di Indonesia ini yang sekaligus
Universitas Sumatera Utara
-
8/10/2019 Eksistensi Hak Tanah Ulayat atas Tanah dalam Era Otonomi Daerah pada Masyarakat Suku Sakai di Kabupaten B
18/164
mempunyai dasar genealogis dan teritorial, apakah kenyataan tersebut akan
dihapuskan atau lebih baik dikembangkan.
Mengenai masyarakat hukum adat, telah terjadi penguasaan dan
pengambilalihan terhadap tanah hak masyarakat adat. Pada awalnya kasus-kasus
pelanggaran terhadap hak atas tanah ulayat memang hanya dalam skala kecil, seperti
bentuk pelanggaran hak ekonomi dan sosial, namun dalam skala lebih besar
terkadang malah terjadi pelanggaran hak-hak sipil dan politik yang terkadang disertai
dengan kekerasan hingga sampai memakan korban jiwa dan harta benda yang apabila
tidak dapat ditangani dengan baik akan meluas dan berkembang menjadi pelanggaran
terhadap hak azasi manusia.
Hal seperti inilah yang menyebabkan masyarakat berada dalam kondisi yang
tidak berdaya untuk melindungi kepentingan sendiri, yang pada akhirnya masyarakat
selalu melakukan pengorbanan-pengorbanan baik perasaan sedih maupun kecewa
karena harus melepaskan tanah peninggalan leluhur nenek moyang mereka, yang
menjadi sumber penghidupan guna memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.
Tanah ulayat adalah bidang tanah yang diatasnya terdapat hak ulayat dari
suatu masyarakat hukum tertentu.Hak atas tanah ulayat ialah bersifat kolektif, dan
bukan merupakan hak yang bersifat individual sebagaimana hak atas tanah yang
dikenal dalam sistem hukum barat, dimana adanya suatu hubungan struktural yang
erat antara masyarakat yang bersangkutan dengan lingkungan tempat
Universitas Sumatera Utara
-
8/10/2019 Eksistensi Hak Tanah Ulayat atas Tanah dalam Era Otonomi Daerah pada Masyarakat Suku Sakai di Kabupaten B
19/164
menggantungkan hidupnya, yang memiliki implikasi bahwa hak atas tanah ulayat
tidak dapat ditangani dan dipahami terpisah dari masyarakat hukum adat itu sendiri.
Dalam ketentuan dalam Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 yang menjadi landasan
konstitusional dari Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar
Pokok-pokok Agraria, yang disebut Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA). UUPA
di undangkan dalam Lembaran Negara Tahun 1960 Nomor 104, sedangkan
penjelasan UUPA dimuat dalam Tambahan Negara Tahun 1960 Nomor 2043.
Undang-undang tersebut menentukan bahwa bumi air dan kekayaan alam yang
terkandung didalamnya dikuasai oleh negara.
Arti menguasai dalam hal ini bukan berarti menghilangkan hak-hak pemilikan
atas tanah bagi tiap warga negara Indonesia, akan tetapi negara memiliki kewenangan
untuk menentukan dan mengatur hubungan hukum antara orang-orang dengan tanah,
karena berdasarkan Pasal 33 ayat (3) tersebut terkandung makna adanya hubungan
penguasaan, yang artinya bahwa bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung
didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk
kemakmuran rakyat.
Hubungan hukum antara negara dengan tanah melahirkan hak menguasai
negara, sedangkan hubungan hukum antara masyarakat hukum adat dengan tanah
ulayatnya akan melahirkan hak ulayat, dan hubungan antara perorangan dengan tanah
melahirkan hak-hak perorangan atas tanah. Idealnya hubungan ketiga hal tersebut
Universitas Sumatera Utara
-
8/10/2019 Eksistensi Hak Tanah Ulayat atas Tanah dalam Era Otonomi Daerah pada Masyarakat Suku Sakai di Kabupaten B
20/164
(hak menguasai tanah oleh negara, hak ulayat dan hak perorangan atas tanah) terjalin
secara harmonis dan seimbang, artinya ketiga hak tersebut sama kedudukan dan
kekuatannya, dan tidak saling merugikan. Namun peraturan perundang-undangan di
Indonesia memberi kekuasaan yang besar dan tidak jelas batas-batasnya kepada
negara untuk menguasai semua tanah yang ada di wilayah Indonesia. Akibatnya
terjadi dominasi hak menguasai tanah oleh negara terhadap hak ulayat dan
perorangan atas tanah, sehingga memberi peluang kepada negara untuk bertindak
sewenang-wenang dan berpotensi melanggar hak ulayat dan hak perorangan atas
tanah.3
Kewenangan negara untuk mengatur hubungan hukum antara orang-orang
dengan tanah termasuk juga masyarakat hukum adat dengan tanah ulayatnya, serta
pengakuan dan perlindungan hak-hak yang timbul dari hubungan-hubungan hukum
tersebut, sehingga dalam hal ini hukum yang mengatur pengakuan dan perlindungan
tersebut sangat diperlukan untuk memberikan jaminan perlindungan kepastian hukum
kepada masyarakat agar hak-hak ulayatnya tidak dilanggar oleh siapapun, sehingga
hubungan negara dengan tanah tersebut tidak terlepas dari hubungan masyarakat adat
dengan tanah ulayatnya.
Maka dikeluarkanlah Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 yang telah
diubah dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 jo. 2008 tentang
3Muhammad Bakri,Hak Menguasai Tanah Oleh Negara, Citra Media, Jakarta, 2007, Hal. 7.
Universitas Sumatera Utara
-
8/10/2019 Eksistensi Hak Tanah Ulayat atas Tanah dalam Era Otonomi Daerah pada Masyarakat Suku Sakai di Kabupaten B
21/164
Pemerintahan Daerah dan dikaitkan dengan Peraturan Menteri Agraria/Kepala Badan
Pertahanan Nasional Nomor 5 Tahun 1999, kewenangan mengatur tanah dan hak
ulayat itu berada pada Pemerintahan Kabupaten/Kota. Meskipun demikian sangat
kecil kemungkinan keluarnya Perda oleh Pemda tanpa adanya permohonan hak atas
tanah ulayat. Permohonan hak ulayat tersebut juga harus dimulai dari pembuktian
apakah masyarakat hukum adat di daerah yang bersangkutan masih ada atau tidak.
Undang-Undang Otonomi Daerah 2004 jo. 2008 memberikan tanda-tanda
yang membingungkan pada masyarakat adat. Tingkat otonomi yang masih bisa
diperdebatkan diberikan kepada masyarakat adat di tingkat desa. Disini, penggunaan
kata-kata yang kurang jelas bisa membuat salah pengertian. Misalnya, dalam hukum
yang dibuat untuk mengubah pemerintahan tingkat desa, desa didefinisikan "kesatuan
hukum masyarakat yang secara hukum diakui dan mempunyai otoritas untuk
mengendalikan dan memperhatikan kebutuhan masyarakat setempat sesuai dengan
asal muasal dan kebudayaannya.'' Hal ini membesarkan hati jika punya implikasi
pembentukan ulang sistim pemerintahanan desa yang beragam, yang dulu pernah ada
sebelum penyeragaman yang sangat merugikan pada tahun 1979. Walaupun demikian
perbedaan makna yang diberikan kepada definisi hukum desa sebagai ''bagian dari
sistim pemerintahan nasional telah menimbulkan perdebatan mengenai sejauh mana
Universitas Sumatera Utara
-
8/10/2019 Eksistensi Hak Tanah Ulayat atas Tanah dalam Era Otonomi Daerah pada Masyarakat Suku Sakai di Kabupaten B
22/164
masyarakat desa dapat menikmati otonomi dalam menyelesaikan permasalahan
mereka.
4
Tanpa terbukti adanya masyarakat adat, jangan diharapkan tanah ulayat masih
exist, karena tanah tersebut dikuasai oleh negara. Negaralah yang berwenang
menentukan ada tidaknya tanah hak ulayat yang bersangkutan. Tanah ulayat berawal
dari adanya subyeknya, yaitu masyarakat hukum adat di daerah yang bersangkutan,
apabila memang masih ada, tidaklah terlalu sulit untuk menjalankan proses
permohonan status tanah ulayat yang diinginkan di daerah yang bersangkutan
Suku Sakai adalah komunitas asli/pedalaman yang hidup di daratan Riau.
Mereka selama ini sering dicirikan sebagai kelompok terasing yang hidup berpindah-
pindah di hutan. Suku Sakai merupakan salah satu suku asli Propinsi Riau yang
memiliki wilayah hak ulayat dan hutan ulayat yang masih alami atau masih sesuai
dengan ketentuan hukum adat yang berlaku, yang menempati beberapa daerah di
Propinsi Riau, salah satunya di Kabupaten Bengkalis, yang kian hari kian terdesak
saja keberadaannya karena hilangnya hak ulayat yang diantaranya berupa hutan
ulayat yang berada diatas tanah ulayat masyarakat adat akibat pembukaan hutan
untuk perkebunan yang telah mendapatkan izin dari pemerintah.
Orang-orang Sakai dulunya adalah penduduk Negeri Pagarruyung yang
melakukan migrasi ke kawasan rimba belantara di sebelah timur negeri tersebut.
4http// Ire-Pemberdayaan Masyarakat Adat, diakses tanggal 9 september 2008.
Universitas Sumatera Utara
-
8/10/2019 Eksistensi Hak Tanah Ulayat atas Tanah dalam Era Otonomi Daerah pada Masyarakat Suku Sakai di Kabupaten B
23/164
Waktu itu Negeri Pagarruyung sangat padat penduduknya. Untuk mengurangi
kepadatan penduduk tersebut, sang raja yang berkuasa kemudian mengutus orang
orang kepercayaannya untuk menjajaki kemungkinan kawasan hutan di sebelah timur
Pagarruyung itu sebagai tempat pemukiman baru. Setelah menyisir kawasan hutan,
rombongan tersebut akhirnya sampai ditepi Sungai Mandau. Karena Sungai Mandau
dianggap dapat menjadi sumber kehidupan di wilayah tersebut, maka mereka
menyimpulkan bahwa kawasan sekitar sungai itu layak dijadikan sebagai pemukiman
baru. Keturunan mereka inilah yang kemudian disebut sebagai orang-orang Sakai.
Suku Sakai menjadi tersingkir di wilayah sendiri, karena sosial ekonomi
mereka tidak dapat bersaing dengan kemajuan zaman, tanah ulayat yang mereka
miliki, yang membentang luas dari Minas hingga Dumai yang didalamnya
mengandung cadangan minyak terbesar di nusantara tidak membuat lebih makmur
kehidupan mereka. Berdasarkan peta yang dibuat oleh Moszkowski, seorang
antropolog Jerman yang melakukan penelitian tentang Sakai Tahun 1911, wilayah
Suku Sakai meliputi Minas, Belutu, Tingaran, Sinangan, Semunai, Panaso dan
Borumban.5 Akan tetapi wilayah yang masih memiliki tanah ulayat yang masih
benar-benar alami dan masih terlihat eksistensinya,dan masih terjaga hutan adatnya
berada di Kecamatan Mandau Desa Kesumbo Ampai.
5Ahmad Arif dan Agnes Rita, Sayap Patah Para Sakai, Koran Kompas, 24 April 2007, Hal.
14
Universitas Sumatera Utara
-
8/10/2019 Eksistensi Hak Tanah Ulayat atas Tanah dalam Era Otonomi Daerah pada Masyarakat Suku Sakai di Kabupaten B
24/164
Hutan Ulayat berada diatas hak ulayat masyarakat Sakai juga telah berpindah
tangan kepada pengusaha-pengusaha pemegang HPH (Hak Pengasahaan Hutan) dan
HTI (Hutan Tanaman Industri) yang menyebabkan masyarakat Suku Sakai tidak
punya lagi tempat untuk memenuhi kebutuhan hidup sehingga hal ini tentu
berdampak pada taraf perekonomian masyarakat Sakai, sehingga dengan terpaksa
masyarakat menjual tanah-tanah mereka kepada pihak luar dengan harga yang murah
karena pada dasarnya masyarakat Suku Sakai tidak memiliki sertifikat kepemilikan,
serta dengan tingkat pendidikan yang sangat rendah tentu tidak mengetahui harga
pasar tanah.
Penjualan tanah dengan harga murah dilakukan karena hasil hutan semakin
berkurang, sedangkan kebutuhan warga semakin bertambah. Padahal ada larangan
menjual tanah ulayat, tetapi karena warga terdesak ekonomi sehingga mudah dibujuk.
Fenomena tersebut jelas merupakan masalah pertanahan yang terus berlangsung di
Riau khususnya pada masyarakat Suku Sakai di Kabupaten Bengkalis, dimana masih
berlangsungnya peralihan hak penguasaan atas tanah dari masyarakat yang jelas-jelas
menggantungkan pemenuhan kebutuhan hidup pada tanah kepada pihak luar yang
bukan anggota komunitas masyarakat Suku Sakai untuk dikelola sendiri maupun
kepada pengusaha yang diberikan hak untuk itu. Keadaan seperti ini jelas
memperlihatkan tetap berlangsungnya proses pengalihan hak atas tanah ulayat
masyarakat adat yang sebenarnya dilindungi oleh undang-undang.
Universitas Sumatera Utara
-
8/10/2019 Eksistensi Hak Tanah Ulayat atas Tanah dalam Era Otonomi Daerah pada Masyarakat Suku Sakai di Kabupaten B
25/164
Pengambilalihan tanah tersebut yang sebagian dijual sendiri oleh masyarakat
Suku Sakai, atau sebagian diambil begitu saja dengan ganti rugi yang sangat rendah
atau bahkan tanpa ganti rugi, padahal untuk mendapatkan kembali tanah yang telah
dilepas hampir tidak mungkin karena tingkat kenaikannya harga tanah jelas akan
menyulitkan masyarakat Sakai untuk memperoleh kembali, yang jelas tidak seimbang
dengan tingkat penghasilan masyarakat tersebut. Sementara untuk mempertahankan
sendiri haknya masyarakat Sakai tidak mempunyai patokan, karena tanah ulayat tidak
memiliki sertifikat tanda bukti tertulis sebagaimana yang dimaksud oleh Pasal 32 ayat
(1) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997, sehingga memang mudah
menimbulkan konflik pertanahan, dan yang menjadi masalah adalah bagaimana peran
negara dalam hal ini, karena undang-undang sendiri telah mengakui keberadaan
masyarakat hukum adat beserta hak ulayatnya.
Harus disadari bahwa masyarakat hukum adat sering berada dalam posisi yang
lemah dalam mempertahankan hak-haknya, ditengah-tengah kekuatan modal dalam
mengeksploitasi lahan dan sumber daya alam. Padahal masyarakat hukum adat telah
banyak memberikan kontribusi dalam melindungi dan mengelola sumber daya alam
serta telah mampu mempertahankan kelestarian lingkungan. Sebagaimana telah
diketahui bahwa telah sejak zaman dahulu berabad-abad lamanya masyarakat hukum
adat memanfaatkan sumber daya alam tanpa menimbulkan kerusakan lingkungan
yang pada akhirnya menyebabkan bencana seperti sering terjadi sekarang ini. Hal
Universitas Sumatera Utara
-
8/10/2019 Eksistensi Hak Tanah Ulayat atas Tanah dalam Era Otonomi Daerah pada Masyarakat Suku Sakai di Kabupaten B
26/164
tersebut karena masyarakat adat percaya bahwa adanya hubungan antara manusia,
alam sekitar serta tuhannya, sehingga keseimbangan itu harus tetap dijaga agar tidak
terjadi murka dari Tuhan.
Peraturan Menteri Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 5 Tahun
1999 Tentang Penyelesaian Masalah Hak Ulayat Masyarakat Hukum Adat, Pasal 4
ayat (1) menjelaskan bahwa penguasaan bidang-bidang tanah ulayat oleh instansi
pemerintah, badan hukum atau perseorangan yang bukan warga masyarakat hukum
adat yang bersangkutan dilakukan dengan tata cara hukum adat yang berlaku.
Selanjutnya Pasal 4 ayat (2) menjelaskan pula bahwa pelepasan tanah ulayat
masyarakat hukum adat untuk keperluan pertanian dan keperluan lain yang
memerlukan hak guna usaha atau hak pakai, dapat dilakukan oleh masyarakat hukum
adat dengan penyerahan penggunaan tanah untuk jangka waktu tertentu. Begitu pula
mengenai mekanisme penyelesaian sengketa-sengketa tanah yang melibatkan
masyarakat adat juga diatur dalam Peraturan Menteri Agraria/Kepala Badan
Pertanahan Nasional Nomor 5 Tahun 1999.
Akan tetapi pada kenyataannya pemerintah dinilai tidak memberikan
perlindungan terhadap tanah ulayat masyarakat adat tempat masyarakat menompang
kelangsungan hidup serta yang menjaga keseimbangan alam. Sedangkan seperti yang
telah diketahui sejalan dengan apa yang telah disebut dalam Peraturan Menteri
Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 5 Tahun 1999 tersebut, Undang-
Universitas Sumatera Utara
-
8/10/2019 Eksistensi Hak Tanah Ulayat atas Tanah dalam Era Otonomi Daerah pada Masyarakat Suku Sakai di Kabupaten B
27/164
undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Pokok-pokok Agraria pada Pasal 3
menyatakan bahwa :
Dengan mengingat ketentuan-ketentuan dalam Pasal 1 dan 2 pelaksanaan hak
ulayat dan hak-hak serupa itu dari masyarakat-masyarakat hukum adat,sepanjang menurut kenyataannya masih ada, harus sedemikian rupa sehingga
sesuai dengan kepentingan nasional dan negara yang berdasarkan atas
persatuan bangsa serta tidak boleh bertentangan dengan Undang-undang danperaturan-peraturan lain yang lebih tinggi.
Dari Pasal 3 tersebut dapat disimpulkan bahwa negara secara tegas mengakui
keberadaan hak ulayat dan hak-hak serupa itu dari masyarakat hukum adat, sepanjang
menurut kenyataannya masih ada, maksudnya yaitu di daerah-daerah dimana hak
ulayat itu tidak ada lagi maka tidak akan dihidupkan kembali. Demikian juga daerah-
daerah yang tidak pernah ada hak ulayat maka tidak akan dihidupkan hak ulayat baru.
Begitu juga pada era otonomi daerah saat ini dimana telah terjadi perubahan
paradigma kekuasaan negara yang semula bersifat desentralistis dan demokratis,
demikian pula dalam hal hak menguasai tanah oleh negara pun telah berubah juga
menjadi desentralistis, sehingga tidaklah berlebihan jika dikatakan bahwa pemerintah
daerah, kabupaten serta kota merupakan lini pertama untuk melindungi hak
masyarakat hukum adat serta tanah ulayatnya.
Berdasarkan uraian tersebut diatas penulis merasa tertarik untuk mengadakan
suatu penelitian yang penulis beri judul Eksistensi Hak Ulayat Atas Tanah Dalam
Era Otonomi Daerah Pada Masyarakat Suku Sakai Di Kabupaten Bengkalis Propinsi
Riau.
Universitas Sumatera Utara
-
8/10/2019 Eksistensi Hak Tanah Ulayat atas Tanah dalam Era Otonomi Daerah pada Masyarakat Suku Sakai di Kabupaten B
28/164
B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang sebagaimana telah diuraikan diatas, maka yang menjadi
permasalahan dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut :
1. Bagaimanakah eksistensi hak ulayat atas tanah dalam era otonomi daerah pada
masyarakat Suku Sakai di Kabupaten Bengkalis Propinsi Riau?
2. Apakah penyerahan hak ulayat atas tanah oleh masyarakat Suku Sakai kepada
pihak lain sesuai dengan Peraturan Menteri Negara Agraria Nomor. 5 Tahun
1999?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan pada permasalahan diatas maka tujuan penelitian ini adalah
sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui eksistensi hak ulayat atas tanah dalam era otonomi pada
masyarakat Suku Sakai di Kabupaten Bengkalis Propinsi Riau.
2. Untuk mengetahui penyerahan hak ulayat atas tanah oleh masyarakat Suku Sakai
kepada pihak lain sesuai dengan Peraturan Menteri Negara Agraria Nomor. 5
Tahun 1999.
Universitas Sumatera Utara
-
8/10/2019 Eksistensi Hak Tanah Ulayat atas Tanah dalam Era Otonomi Daerah pada Masyarakat Suku Sakai di Kabupaten B
29/164
D. Manfaat Penelitian
1. Secara Teoritis
Secara Teoritis, diharapkan dengan adanya pembahasan mengenai Hak ulayat
atas tanah dalam era otonomi daerah ini, maka pembaca dapat semakin mengetahui
tentang perkembangan tanah adat dalam ilmu hukum agraria.
2. Secara Praktis
Secara praktis, pembahasan dalam tesis ini diharapkan dapat memperkaya
bahan pustaka mengenai hukum pertanahan, menjadi masukan bagi kalangan praktisi
yang berkepentingan terutama mengenai hak ulayat dalam hukum pertanahan
Indonesia, dan juga diharapkan menjadi bahan bagi mereka yang akan mendalami
atau meneliti masalah eksistensi hak ulayat masyarakat hukum adat.
E. Keaslian Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan pertimbangan bahwa berdasarkan informasi
dan penelusuran kepustakaan di lingkungan Program Pascasarjana Universitas
Sumatera Utara, dengan judul Eksistensi Hak Ulayat Atas Tanah Dalam Era
Otonomi Daerah Pada Masyarakat Suku Sakai Pada Kabupaten Bengkalis Propinsi
Riau belum pernah dilakukan. Sepengetahuan penulis ada tesis yang berjudul :
1.
Pelaksanaan Hak Ulayat Nagari Untuk Kepentingan Umum (Studi
Pengadaan Tanah Dari Hak Ulayat Untuk Bandar Udara Internasional
Universitas Sumatera Utara
-
8/10/2019 Eksistensi Hak Tanah Ulayat atas Tanah dalam Era Otonomi Daerah pada Masyarakat Suku Sakai di Kabupaten B
30/164
Minangkabau). Oleh Yuselina pada tahun 2008, akan tetapi penelitian
tersebut menitikberatkan pada pelaksanaan pengadaan tanah hak ulayat untuk
Bandar Udara Internasional Minangkabau.
2. Beberapa Kendala Yuridis Dan Sosilogis Dalam Pelaksanaan Pendaftaran
Tanah Ulayat Masyarakat Minangkabau Di Kabupaten Tanah Datar. Oleh
Ririn Agustin pada tahun 2005, yang lebih menitikberatkan pada pendaftaran
tanah ulayat masyarakat Minangkabau di Kabupaten Tanah Datar.
Sedangkan penelitian penulis lebih menitikberatkan pada eksistensi hak ulayat
masyarakat Suku Sakai di Kabupaten Bengkalis Propinsi Riau dalam era otonomi
daerah. Dengan demikian penelitian ini adalah asli dan dapat dipertanggungjawabkan
secara akademis.
F. Kerangka Teori dan Konsepsi
1. Kerangka Teori
Kerangka teori adalah kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, teori
tesis mengenai suatu kasus atau permasalahan yang menjadi bahan perbandingan atau
pegangan teoritis dalam penelitian.6
6M. Solly Lubis, Filsafat Ilmu dan Penelitian, Mandar Maju, Bandung, Cetakan Ke I, 1994,
Hal. 80.
Universitas Sumatera Utara
-
8/10/2019 Eksistensi Hak Tanah Ulayat atas Tanah dalam Era Otonomi Daerah pada Masyarakat Suku Sakai di Kabupaten B
31/164
Suatu kerangka teori bertujuan untuk menyajikan cara-cara untuk bagaimana
mengorganisasian dan mengimplementasikan hasil-hasil penelitian dan
menghubungkannya dengan hasil-hasil terdahulu.7
Adapun teori yang dipakai dalam pembuatan tesis ini adalah teori
pembaharuan hukum. Istilah pembaharuan hukum sebenarnya mengandung makna
yang luas, mencangkup sistem hukum. Menurut Friedman, sistem hukum terdiri atas
struktur hukum (structure), substansi / materi hukum (substance). Dan budaya hukum
(legal culture).8 Sehingga, ketika bicara pembaharuan hukum maka pembaharuan
yang dimaksud adalah pembaharuan sistem hukum secara keseluruhan yang meliputi
struktur hukum, materi hukum dan budaya hukum.
Roscoe pound mengatakan bahwa hukum itu sebagai suatu unsur dalam hidup
masyarakat harus memajukan kepentingan umum.9Artinya hukum harus dilahirkan
dari konstruksi hukum masyarakat yang dilegalisasi oleh penguasa. Ia harus berasal
dari konkretisasi nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat. Dari pandangan Pound
dapat disimpulkan bahwa unsur normatif (ratio) dan empiris (pengalaman) dalam
suatu peraturan hukum harus ada. Artinya, hukum yang pada dasarnya berasal dari
gejala-gejala atau nilai-nilai dalam masyarakat sebagai suatu pengalaman, kemudian
7Burhan Ashshofa, Metode Penelitian Hukum, Rineka Cipta,Jakarta, Cetakan Ke II, 2003,
Hal.23. 8 Lawrence M.Freidman, American Law, (New York : W.W.Norton & Company, 1930),
pg.5-6 Dalam Mulhadi : Relevansi Teori Sociological Jurisprudence Dalam Upaya Pembaharuan
HukumDi Indonesia, 2005, USU, Responsitory @ 2006.9 Theo Huijbers, Filsafat Hukum Dalam Lintas Sejarah, Kanisuius, Yogyakarta, 2001,
Hal.180.
Universitas Sumatera Utara
-
8/10/2019 Eksistensi Hak Tanah Ulayat atas Tanah dalam Era Otonomi Daerah pada Masyarakat Suku Sakai di Kabupaten B
32/164
dikonkretarisasi menjadi norma-norma hukum melalui tangan-tangan para ahli
sebagai hasil kerjanya ratio, yang seterusnya dilegalisasi atau diberlakukan sebagai
hukum oleh negara.
Dari teori dan pandangan tersebut dapat dipahami bahwa pembaharuan hukum
di Indonesia utamanya di tujukan untuk mewujudkan tatanan sosial yang adil dan
sejahtera, tentram dan damai serta membawa perubahan-perubahan yang baik pada
struktur kehidupan. Tanpa harus merugikan pihak lain tetapi memberikan suatu
pemecahan atas suatu permasalahan.
Sebagaimana yang telah diatur dalam Pasal 33 ayat (3) yang merupakan
payung hukum tertinggi terhadap pengakuan hak-hak masyarakat dalam
mempergunakan berbagai sumber kekayaan yang ada di bumi, seperti hutan dan
tanah atau lahan yang tujuannya sebesar-besar kemakmuran rakyat.
Pasal 5 Undang-Undang Pokok Agraria Tahun 1960 menyebutkan hukum
agraria yang berlaku atas bumi, air, dan ruang angkasa ialah hukum adat sepanjang
tidak bertentangan dengan kepentingan nasional dan negara yang berdasarkan atas
persatuan bangsa, dengan sosialisme Indonesia serta dengan peraturan-peraturan yang
tercantum dalam Undang-undang ini dan dengan peraturan lainnya segala sesuatu
dengan mengindahkan unsur-unsur yang bersandarkan pada hukum agama.
Pasal ini memberikan kejelasan kepada kita bahwa hukum adat yang berlaku
di dalam ketentuan ini bukanlah merupakan hukum adat yang murni akan tetapi
Universitas Sumatera Utara
-
8/10/2019 Eksistensi Hak Tanah Ulayat atas Tanah dalam Era Otonomi Daerah pada Masyarakat Suku Sakai di Kabupaten B
33/164
hukum adat yang berlaku adalah hukum adat yang telah beradaptasi dengan situasi
dan keadaan yang berkembang ditengah-tengah masyarakat, sehingga tidak
dimungkinkan dikembangkan hukum adat yang murni.
Dalam lingkungan hukum adat, tanah memiliki fungsi yang sangat
fundamental, tidak semata-mata sebagai benda mati yang dapat dibentuk sedemikian
rupa melainkan juga sebagai tempat untuk mempertahankan hidup atau modal
esensial yang mengikat masyarakat dan anggota-anggotanya. Oleh karena itu, selalu
terdapat hubungan yang saling mempengaruhi antara hak-hak seseorang sebagai
anggota masyarakat dengan hak-hak masyarakat secara umum atas tanah yang
ditempati.
Satu hal yang menarik dan perlu mendapat perhatian serius bahwa hukum
tanah sekarang telah mengalami unifikasi melalui UUPA. Undang-undang ini disebut
sebagai peraturan yang bersandarkan pada hukum adat.10
Soerjono Soekanto menyebutkan bahwa pengertian hukum adat dalam UUPA
adalah identik dengan hukum yang asli, yang diartikan secara sempit dan tradisional
sehingga kedudukan dan peranannya dikembalikan pada masa-masa sebelum
kemerdekaan Indonesia.11
Berbeda dengan Soerjono Soekanto, Otje Salman
Soemadiningrat cenderung untuk mengatakan bahwa undang-undang ini telah
10Otje Salman Soemadiningrat, Rekonseptualisasi Hukum Adat Kontemporer, PT. Alumni,
Bandung, 2002, Hal. 160.11Abdurrahman, Hukum Adat Menurut Perundang-undangan Republik Indonesia,Cendana
Press, Jakarta, 1984, Hal.44
Universitas Sumatera Utara
-
8/10/2019 Eksistensi Hak Tanah Ulayat atas Tanah dalam Era Otonomi Daerah pada Masyarakat Suku Sakai di Kabupaten B
34/164
merombak hukum tanah adat dengan hanya memberlakukan hal-hal tertentu saja dari
padanya. Pereduksian hukum tanah adat dapat dilihat dalam kaitannya dengan
kekuasaan negara atas tanah-tanah yang berada di wilayah Indonesia dan timbulnya
hak milik yang diatur pemerintah.12
Hukum tanah adat pada pokoknya tidak terlepas dari tata susunan hukum-
keluarga-adat serta hukum-tatanegara-adat, terutama apa yang dikatakan
rechtsgemeenschappen(persekutuan hukum).13
Masyarakat hukum adat merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari bangsa
Indonesia, keberadaannya tidak dapat dipungkiri sejak dulu sampai saat ini.
Sedangkan pengakuan terhadap hukum adat oleh UUD 1945 terdapat dalam pasal 18
B ayat (2) UUD 1945 menyebutkan bahwa: Negara menghormati kesatuan-kesatuan
masyarakat hukum adat beserta hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai
dengan perkembangan masyarakat dan prinsip negara kesatuan Republik Indonesia.
Hal ini senada dengan apa yang tercantum dalam pasal 2 ayat (9) Undang-
Undang Nomor 32 Tahun 2004 jo. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang
Pemerintah Daerah. Sehingga demikian keberadaan masyarakat hukum adat memang
tidak boleh dipungkiri dan harus diakui, sebagaimana Undang-Undang Nomor 4
12Otje Salman Soemadiningrat, Op Cit,Hal. 161.13 Fauzie Ridwan, Hukum Tanah Adat Multi Disiplin Pemberdayaan Pancasila Bagian
Pertama, Dewaruci Press, Jakarta, 1982, Hal.25
Universitas Sumatera Utara
-
8/10/2019 Eksistensi Hak Tanah Ulayat atas Tanah dalam Era Otonomi Daerah pada Masyarakat Suku Sakai di Kabupaten B
35/164
Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman juga mengakuinya, mengikuti, dan
memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat.
Masyarakat adat adalah kelompok masyarakat yang memiliki asal usul leluhur
(secara turun temurun) di wilayah geografis tertentu, serta memiliki sistem nilai,
ideologi, ekonomi, politik, budaya sosial dan wilayah sendiri.14
Masyarakat hukum adat atau yang dikenal dengan istilah lain seperti
masyarakat adat atau masyarakat tradisional atau indigenious people yaitu suatu
komunitas antropologi yang bersifat homogen dan secara berkelanjutan mendiami
suatu wilayah tertentu, mempunyai hubungan historis dan mistis dengan sejarah masa
lampau mereka, merasa dirinya dan dipandang oleh pihak luar berasal dari satu nenek
moyang yang sama dan mempunyai identitas dan budaya yang khas yang ingin
mereka pelihara dan lestarikan, serta tidak punya posisi yang dominan dalam struktur
dan posisi politik yang ada.
Menurut Hazairin sebagaimana dikutip oleh Soerjono Soekanto memberikan
uraian mengenai masyarakat hukum adat sebagai berikut :
Masyarakat-masyarakat seperti hukum adat Desa di Jawa , Marga di SumateraSelatan, Nagari di Minangkabau, Kuria di Tapanuli, Wanua di Sulawesi
Selatan, adalah kesatuan-kesatuan kemasyarakatan yang mempunyai
kelengkapan-kelengkapan untuk sanggup berdiri sendiri yaitu mempunyaikesatuan hukum, kesatuan penguasa dan kesatuan lingkungan hidup
berdasarkan hak bersama atas tanah dan air bagi semua anggotanya. Bentuk
hukum kekeluargaannya (patrilineal, matrilineal atau bilateral) mempengaruhi
14Bramantyo dan Nanang Indra Kurniawan, Hukum Adat dan HAM, Modul Pemberdayaan
Masyarakat Adat.
Universitas Sumatera Utara
-
8/10/2019 Eksistensi Hak Tanah Ulayat atas Tanah dalam Era Otonomi Daerah pada Masyarakat Suku Sakai di Kabupaten B
36/164
sistem pemerintahannya terutama berlandaskan atas pertanian, peternakan,
perikanan dan pemungutan hasil hutan dan hasil air, ditambah sedikit dengan
pemburuan binatang liar, pertanbangan dan kerajinan tangan. Semuaanggotanya sama hak dan kewajibannya. Penghidupan mereka berciri
komunal, dimana gotong royong, tolong menolong, serasi dan selalu punya
peranan yang besar.15
Pada hukum adat yang berlaku dimasing-masing daerah di Indonesia dikenal
hak ulayat atau dengan nama lain yang berbeda sesuai dengan sebutan di daerahnya,
yaitu hak bersama masyarakat hukum adat atas tanah hutan belukar yang ada di
sekitar desanya untuk mendapatkan kebutuhan hidupnya seperti mengambil hasil
hutan, berburu, menangkap ikan bahkan membuka tanah untuk melakukan pertanian
baik yang berpindah maupun yang menetap.
Berdasarkan pendapat pakar hukum adat tersebut maka dapat dirumuskan
kriteria masyarakat hukum adat sebagai berikut :
1. Terdapat masyarakat yang teratur.
2. Menempati suatu tempat tertentu.
3. Ada kelembagaan.
4. Memiliki kekayaan bersama.
5. Susunan masyarakat berdasarkan pertalian suatu keturunan atau berdasarkan
lingkungan daerah;
6. Hidup secara komunal dan gotong royong.
15 Soejono Soekanto, Hukum Adat Indonesia, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2003,
Hal.93.
Universitas Sumatera Utara
-
8/10/2019 Eksistensi Hak Tanah Ulayat atas Tanah dalam Era Otonomi Daerah pada Masyarakat Suku Sakai di Kabupaten B
37/164
Pada masyarakat hukum adat, untuk mewujudkan kesejahteraan itu maka
dalam masyarakat hukum tersebut harus memiliki struktur pemerintahan atau
kepemimpinan. Dalam hal ini dipimpin oleh seorang pimpinan (ketua adat).
Masyarakat hukum ini mempunyai kedaulatan penuh (soverign) atas wilayah
kekuasaannya (tanah ulayat) dan melalui ketua adat juga mempunyai kewenangan
(authority)penuh untuk mengelola, mengatur dan menata hubungan-hubungan antara
warga dengan alam sekitar, hal ini tentunya bertujuan untuk mencari keseimbangan
hubungan sehingga kedamaian dan kesejahteraan yang menjadi tujuan tersebut
terwujud.
Hak ulayat merupakan asal dan akhir dari hak perseorangan dalam
persekutuan hukum. Hak perseorangan berada dibawah naungan hak ulayat. Semakin
intensif hubungan seseorangan dengan tanah di lingkungan hak ulayat, semakin kuat
hak yang dipunyainya, dan semakin lemah pembatasan hak ulayat terhadapnya.
Sebaliknya semakin lemah hubungan hukum seseorang dengan tanah itu, semakin
lemah haknya dan semakin kuatlah hak ulayat, inilah yang disebut oleh Ter Haar
dengan menguncup/mengempis mengembang bertimbal balik tiada hentinya.16
16 Ramli Zein dalam Tunas Effendi dkk, Hutan Tanah Ulayat dan Permasalahannya,
Lembaga Kerapatan Adat Melayu Kabupaten Pelalawan, Pekanbaru, 2005, Hal. 12
Universitas Sumatera Utara
-
8/10/2019 Eksistensi Hak Tanah Ulayat atas Tanah dalam Era Otonomi Daerah pada Masyarakat Suku Sakai di Kabupaten B
38/164
Menurut Budi Harsono, Hak Ulayat merupakan serangkaian wewenang-
wewenang dan kewajiban-kewajiban suatu masyarakat hukum adat, yang
berhubungan dengan tanah yang terletak dalam lingkungan wilayahnya.17
Menurut Ramli Zein, secara objektif subtansi masalah pertanahan berpangkal
pada ketidakserasian pandangan terhadap dua faktor yaitu, faktor manusia dan faktor
tanah. Hukum adat sebagai hukum asli telah menata hubungan manusia dengan tanah
dengan suasana tradisional berdasarkan pandangan itu. Akan tetapi kemudian bangsa
kita hampir gagal mengoperasikan pada masa pasca tradisional.18
UUPA pada dasarnya juga memberikan pengakuan terhadap hak ulayat
tersebut sepanjang memang menurut kenyataannya masih ada, dan dalam hal ini pun
pelaksanaannya tidak boleh bertentangan dengan Undang-undang dan Peraturan
Perundang-undangan yang lebih tinggi (Penjelasan Umum II angka 3 UUPA).
Selanjutnya pada Pasal 3 UUPA menyatakan bahwa : Hak ulayat dan hak-
hak yang serupa itu dari masyarakat hukum adat masih tetap dapat dilaksanakan oleh
masyarakat hukum adat yang bersangkutan sepanjang hak ulayat itu menurut
kenyataannya masih ada.
Pengertian lain tentang Hak Ulayat ialah Kewenangan yang menurut hukum
adat dipunyai oleh masyarakat hukum adat tertentu, atas wilayah tertentu yang
17 Kumpulan-Kumpulan Seminar Tanah Adat, Atma Jaya & B.P.N di Puncak, September,
1996.18Ibid,Hal. 11.
Universitas Sumatera Utara
-
8/10/2019 Eksistensi Hak Tanah Ulayat atas Tanah dalam Era Otonomi Daerah pada Masyarakat Suku Sakai di Kabupaten B
39/164
merupakan lingkungan hidup para warganya untuk mengambil manfaat dari sumber
daya alam termasuk tanah dalam wilayah tersebut bagi kelangsungan hidup dan
kehidupannya yang timbul dari hubungan secara lahiriah dan batiniah, turun-temurun,
dan tidak terputus antara masyarakat hukum adat tersebut dengan wilayah yang
bersangkutan.19
Adapun kriteria hak ulayat adalah :
1. Harus ada lingkungan daripada masyarakat hukum adat itu sendiri.
2. Adanya orang tang diangkat sebagai pengetua adat.
3. Masih didapati adanya tatanan hukum adat itu sendiri yang mengenal adanya
suatu lingkungan hidup dan yang berada dalam persekutuan hukum adat.20
Wujud hak ulayat tersebut berciri sebagai berikut :
a. Masyarakat hukum adat dan para anggota-anggotanya berhak untuk dapat
mempergunakan tanah hutan belukar di dalam lingkungan wilayah dengan bebas
yaitu bebas untuk membuka tanah, memungut hasil, berburu, mengambil ikan,
mengembala ternak dan lain sebagainya.
b. Bagi yang bukan anggota masyarakat hukum adat tersebut dapat pula
mempergunakan hak-hak itu hanya saja harus mendapatkan izin lebih dahulu dari
kepala masyarakat hukum adat dan membayar uang pengakuan atau recognitie
(diakui setelah memenuhi kewajibannya).
19Affan Mukti, Pokok-pokok Bahasan Hukum Agraria,USU Press, Medan, 2006, Hal. 2320Ibid,Hal. 23
Universitas Sumatera Utara
-
8/10/2019 Eksistensi Hak Tanah Ulayat atas Tanah dalam Era Otonomi Daerah pada Masyarakat Suku Sakai di Kabupaten B
40/164
c. Masyarakat hukum adat bertangung jawab atas kejahatan-kejahatan yang terjadi
dalam lingkungan wilayahnya apabila pelakunya tidak dapat dikenal.
d. Masyarakat hukum adat tidak dapat menjual atau mengalihkan hak ulayat itu
untuk selama-lamanya kepada siapa saja.
e. Masyarakat hukum adat mempunyai hak campur tangan terhadap tanah-tanah yang
digarap dan dimiliki oleh para anggota-anggotanya seperti dalam hal jual beli dan
lain sebagainya.21
Dalam hak ulayat mengandung dua unsur /aspek, yaitu aspek hukum perdata
dan aspek hukum publik. Aspek hukum perdata yaitu merupakan hak kepunyaan
bersama para warga masyarakat hukum adat yang bersangkutan atas tanah ulayat,
sedangkan aspek hukum publik yaitu sebagai kewenangan mengelola dan mengatur
peruntukan, penggunaan, dan penguasaan tanah ulayat tersebut baik dalam hubungan
interndengan para warganya sendiri maupun ekstern dengan orang yang bukan warga
atau orang luar.
2. Kerangka Konsepsi
Dalam kerangka konsepsional diungkapkan beberapa konsepsi atau pengertian
yang akan dipergunakan sebagai dasar penelitian hukum.22
Konsepsi diterjemahkan
sebagai usaha membawa sesuatu dari abstrak menjadi sesuatu yang kongkrit.
21Tampil Anshari Siregar, Mempertahankan Hak Atas Tanah, Multi Grafik Medan, Medan,
2005, Hal. 11.
Universitas Sumatera Utara
-
8/10/2019 Eksistensi Hak Tanah Ulayat atas Tanah dalam Era Otonomi Daerah pada Masyarakat Suku Sakai di Kabupaten B
41/164
Agar tidak terjadi perbedaan pengertian tentang konsep-konsep yang
dipergunakan dalam penelitian ini, maka perlu diuraikan pengertian-pengertian
konsep yang dipakai, yaitu sebagai berikut :
Hak ulayat, sebutan yang dikenal dalam kepustakaan hukum adat dan
dikalangan masyarakat hukum adat diberbagai daerah dengan nama yang berbeda-
beda. Merupakan penguasaan yang tertinggi atas tanah dalam hukum adat, yang
meliputi semua tanah yang termasuk dalam lingkungan wilayah suatu masyarakat
hukum adat tertentu, yang merupakan tanah kepunyaan bersama para warganya.23
Tanah sebagai sumber utama bagi kehidupan manusia yang telah dikaruniakan
tuhan kepada bangsa Indonesia harus dapat dikelola dan didayagunakan sesuai
dengan kebutuhan masyarakat dan dipergunakan secara seimbang antara hak dan
kewajiban terhadap tanah tersebut.24
Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Pasal 1 ayat 5 tentang
Pemerintahan Daerah (UU No. 32 Tahun 2004) defenisi Otonomi Daerah sebagai
berikut : Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom
untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintah dan kepentingan masyarakat
setempat sesuai dengan Perundang-undangan.
22Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Nornatif Suatu Tinjauan Singkat,
Edisi 1,Cetakan 7, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2003, Hal.7.23 Rosdinar Sembiring, Eksistensi Hak Ulayat Atas Tanah Dalam Masyarakat Adat
Simalungun, Pustaka Bangsa Press, Medan, 2008, Hal. 7024Chadidjah Dalimunthe, Op.Cit, Hal. 2
Universitas Sumatera Utara
-
8/10/2019 Eksistensi Hak Tanah Ulayat atas Tanah dalam Era Otonomi Daerah pada Masyarakat Suku Sakai di Kabupaten B
42/164
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Pasal 1 ayat 6 juga mendefenisikan
daerah otonom sebagai berikut : Daerah otonom, selanjutnya disebut daerah, adalah
kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah yang berwenang
mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat
menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem Negara
Kesatuan Republik Indonesia.
Di era sekarang ini, otonomi daerah sudah dianggap sebagai obat mujarab
segala penyakit pemerintahan Di Indonesia, otonomi hampir dimitoskan sebagai
dewa kemajuan pemerintahan. Otonomi daerah seakan harus merupakan bagian dari
reformasi pemerintahan dan bagian tak terpisahkan dari upaya demokrasi Dengan
kata lain tak ada reformasi tanpa ada otonomi dan tak akan ada demokrasi tanpa
otonomi daerah.25
Sebutan Sakai sendiri berasal dari gabungan huruf dari kata-kata S-ungai, K-
ampung, A-nak, I-kan. Hal tersebut mencerminkan pola-pola kehidupan mereka di
kampung, ditepi-tepi hutan, di hulu-hulu anak sungai, yang banyak ikannya dan yang
cukup airnya untuk minum dan mandi. Namun, atribut tersebut bagi sebagian besar
orang melayu di sekitar pemukiman masyarakat Sakai berkonotasi merendahkan dan
menghina karena kehidupan orang Sakai dianggap jauh dari kemajuan.26
25M.Masud Said, Arah Baru Otonomi Daerah Di Indonesia,UMM Press, Malang, 2008,
Hal.2.26 Pemberdayaan Masyarakat Suku Sakai, Artikel, Didownload dari
http://www.katcenter.info/, diakses tanggal 2 Januari 2009.
Universitas Sumatera Utara
-
8/10/2019 Eksistensi Hak Tanah Ulayat atas Tanah dalam Era Otonomi Daerah pada Masyarakat Suku Sakai di Kabupaten B
43/164
G. Metode Penelitian
Kata Metode berasal dari bahasa Yunani methods tang berarti cara atau
jalan. Sehubungan dengan upaya ilmiah, maka metode ini menyangkut masalah cara
kerja yaitu cara kerja untuk dapat memahami objek yang menjadi sasaran ilmu yang
bersangkutan.27
1. Sifat Penelitian
Penelitian ini bersifat deskriptif analitis. Artinya penelitian ini merupakan
penelitian yang memaparkan, secara cermat karakteristik dari fakta-fakta (individu,
kelompok, atau keadaan), dan untuk menentukan frekwensi sesuatu yang terjadi.28
Yaitu untuk melukiskan fakta-fakta berupa data dengan bahan hukum primer yaitu
peraturan perundang-undangan, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier
yaitu kamus hukum atau ensiklopedia, untuk memperoleh gambaran yang
menyeluruh mengenai eksistensi hak ulayat dalam era otonomi daerah pada
masyarakat Suku Sakai di Kabupaten Bengkalis Propinsi Riau.
2. Jenis Penelitian
Dalam penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif,
dengan menitikberatkan pada penelitian hukum normatif. Adapun data yang
27Koentjaraningrat, Op.Cit,Hal.1628Rianto Adi,Metode Penelitian Sosial dan Hukum, Granit, Jakarta, 2004, Hal. 58
Universitas Sumatera Utara
-
8/10/2019 Eksistensi Hak Tanah Ulayat atas Tanah dalam Era Otonomi Daerah pada Masyarakat Suku Sakai di Kabupaten B
44/164
digunakan dalam menyusun tulisan ini diperoleh dari penelitian kepustakaan (library
research), sebagai suatu teknik pengumpulan data dengan memanfaatkan berbagai
literatur berupa peraturan perundang-undangan, buku-buku, karya ilmiah, makalah,
artikel-artikel, media massa, serta sumber data sekunder lainnya yang dibahas
peneliti. Pendekatan yuridis normatif digunakan karena masalah yang diteliti berkisar
mengenai keterkaitan peraturan perundangan yang satu dengan peraturan
perundangan yang lainnya yang kemudian dihubungkan dengan data dan kebiasaan
yang hidup ditengah-tengah masyarakat.
3. Lokasi Penelitian
Adapun yang menjadi tempat lokasi penelitian dilakukan dalam dua tahap
yaitu: (1) Data sekunder diperoleh dengan penelitian kepustakaan yang terdiri dari
Perpustakaan Fakultas Hukum, perpustakaan Universitas Sumatera Utara, Pasca
Sarjana Universitas Sumatera Utara, Universitas Islam Riau Pekanbaru, Perpustakan
Lembaga Adat Melayu Riau serta Badan perpustakaan dan arsip Propinsi Riau. (2)
penelitian lapangan dilakukan di instansi-instansi yang terkait dengan masalah hak
ulayat atas tanah seperti Kantor Badan Pertanahan, Badan Pusat Statistik terletak di
Kabupaten Bengkalis, kepala desa, kepala adat, masyarakat Suku Sakai Kecamatan
Mandau tepatnya di kota Duri.
Universitas Sumatera Utara
-
8/10/2019 Eksistensi Hak Tanah Ulayat atas Tanah dalam Era Otonomi Daerah pada Masyarakat Suku Sakai di Kabupaten B
45/164
5. Sumber Data
Dalam penulisan ini bahan hukum yang dijadikan sebagai rujukan adalah
menggunakan data sekunder, yang terdiri dari :
A. Bahan Hukum Primer
Bahan hukum primer yang terdiri Undang-Undang Pokok Agraria Nomor 5
Tahun 1960, Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintah
Daerah, Peraturan Menteri Agraria/Kepala BPN Nomor 5 Tahun1999 Tentang
Pedoman Penyelesaian Masalah Hak Ulayat Masyarakat Hukum Adat, dan
Peraturan perundang-undangan lain yang berhubungan dengan tanah.
B. Bahan Hukum Sekunder
Bahan hukum sekunder berupa bahan-bahan yang erat kaitannya dengan bahan
hukum primer seperti doktrin (pendapat para ahli), buku-buku, jurnal hukum,
makalah, media cetak dan elektronik.
C. Bahan Hukum Tersier
Bahan hukum yang memberi petunjuk dan penjelasan terhadap bahan hukum
primer dan bahan hukum sekunder yang relevan untuk melengkapi data dalam
penelitian ini, yaitu seperti kamus umum, majalah dan internet serta bahan-bahan
diluar bidang hukum yang berkaitan guna melengkapi data.
Universitas Sumatera Utara
-
8/10/2019 Eksistensi Hak Tanah Ulayat atas Tanah dalam Era Otonomi Daerah pada Masyarakat Suku Sakai di Kabupaten B
46/164
6. Teknik Pengumpulan Data
Untuk mendapatkan hasil yang objektif dan dapat dibuktikan kebenarannya
serta dapat dipertanggungjawabkan hasilnya, maka dalam penelitian ini menggunakan
2 (dua) alat pengumpulan data yaitu :
1. Studi Kepustakaan
Studi Kepustakaan dilakukan dengan menelaah semua literatur yang
berhubungan dengan topik penelitian yang sedang dilakukan. Data ini diperoleh
dengan mempelajari buku-buku, hasil penelitian, dokumen-dokumen perundang-
undangan yang ada kaitannya dengan penelitian ini.
2. Studi Lapangan
Data atau materi pokok dalam penelitian diperoleh langsung melalui
penelitian dengan melakukan wawancara kepada beberapa sumber antara lain
instansi-instansi terkait dengan masalah hak ulayat atas tanah seperti Kantor
Pertanahan Wilayah Kabupten Bengkalis, Lembaga Adat Melayu Riau, serta
masyarakat Suku Sakai itu sendiri sebagai informan.
7. Alat Pengumpulan Data
Data penelitian ini diperoleh dengan menggunakan alat penelitian :
a. Studi Dokumen yaitu mempelajari serta menganalisa bahan pustaka ( data
sekunder).
Universitas Sumatera Utara
-
8/10/2019 Eksistensi Hak Tanah Ulayat atas Tanah dalam Era Otonomi Daerah pada Masyarakat Suku Sakai di Kabupaten B
47/164
34
b. Wawancara, yaitu kepada para pihak yang dianggap berkompeten dalam
bidang pertanahan dan berwenang untuk memberikan penjelasan berkaitan
dengan materi yang menjadi objek penelitian.
8. Analisis Data
Analisa data merupakan upaya penyusunan dan telah terdapat data yang telah
diolah untuk mendapatkan suatu kesimpulan. Analisa data yang digunakan dalam
penelitian ini adalah analisa data kualitatif yang merupakan analisa data yang tidak
menggunakan angka-angka, analisa data ini dilakukan berdasarkan atas peraturan
perundang-undangan, ketentuan-ketentuan hukum adat, cerdik pandai, serta para
pemuka adat, sedangkan penggunaan tabel dan angka-angka dalam penelitian ini
hanya bersifat pendukung dari analisa data yang dilakukan, sehingga dapat ditarik
kesimpulan yang bersifat induktif-deduktif sebagai jawaban dari segala permasalahan
dalam penulisan tesis ini.
Universitas Sumatera Utara
-
8/10/2019 Eksistensi Hak Tanah Ulayat atas Tanah dalam Era Otonomi Daerah pada Masyarakat Suku Sakai di Kabupaten B
48/164
BAB II
EKSISTENSI HAK ULAYAT ATAS TANAH DALAM ERA OTONOMI
DAERAH PADA MASYARAKAT SUKU SAKAI DI KABUPATEN
BENGKALIS PROPINSI RIAU
A. Pengakuan Hak Ulayat Masyarakat Hukum Adat
1. Dasar Pengaturan Hak Ulayat
Sebagaimana disebutkan dalam Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 bahwa: Bumi,
air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan
dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.
Di dalam UUD 1945 tidak menjelaskan secara terperinci arti bumi itu sendiri,
mengenai bumi diatur dalam UUPA, sebagaimana Pasal 1 ayat (1) dan ayat (2) bahwa
seluruh wilayah Indonesia adalah kesatuan tanah air dari seluruh rakyat Indonesia,
yang bersatu sebagai bangsa Indonesia. Seluruh bumi, air dan ruang angkasa,
termasuk kekayaan alam yang terkandung didalamnya dalam wilayah Republik
Indonesia sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa adalah bumi, air dan ruang angkasa
bangsa Indonesia dan merupakan kekayaan nasional. Hal ini berarti bahwa di
Indonesia, pengertian tanah dipakai dalam arti yuridis sebagai suatu pengertian yang
telah dibatasi dalam Pasal 4 ayat (1) UUPA, dasar hak menguasai dari negara hanya
permukaan bumi, yang disebut tanah, yang dapat diberikan kepada dan dipunyai oleh
35
Universitas Sumatera Utara
-
8/10/2019 Eksistensi Hak Tanah Ulayat atas Tanah dalam Era Otonomi Daerah pada Masyarakat Suku Sakai di Kabupaten B
49/164
orang-orang, baik sendiri maupun bersama-sama dengan orang lain serta badan-badan
hukum.
Menurut Pasal 18B ayat (2) UUD 1945 menyebutkan bahwa : Negara
mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat serta hak-hak
tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat
dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur dalam undang-
undang.
Hal ini berarti bahwa negara masih mengakui hak atas tanah yang dikuasai
berdasarkan hukum adatnya selama masih hidup dan sesuai dengan perkembangan
masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia yang diatur dalam
undang-undang. Adatnya yang berarti kebiasaan masyarakat setempat, jika kebiasaan
tersebut disertai suatu sanksi maka disebut dengan hukum adat.
Hukum adat adalah aturan perilaku yang berlaku bagi orang-orang pribumi
dan orang-orang Timur Asing, yang disatu pihak mempunyai sanksi (maka dikatakan
hukum) dan di lain pihak tidak dikodifikasi (maka dikatakan adat).29
Soepomo memberikan defenisi tentang hukum adat sebagai hukum yang tidak
tertulis di dalam peraturan-peraturan legislatif (unstatutory law) meliputi peraturan-
peraturan hidup yang meskipun tidak ditetapkan oleh yang berwajib, toh ditaati dan
29Hilman Hadikusuma, Pengantar Ilmu Hukum Adat Indonesia, Cetakan II, Mandar Maju,
Bandung, 2003, Hal.15.
Universitas Sumatera Utara
-
8/10/2019 Eksistensi Hak Tanah Ulayat atas Tanah dalam Era Otonomi Daerah pada Masyarakat Suku Sakai di Kabupaten B
50/164
didukung oleh rakyat berdasarkan atas keyakinan bahwasanya peraturan-peraturan
tersebut mempunyai kekuatan hukum.
30
Soerjono Soekanto mengartikan hukum adat sebagai kompleks adat yang
kebanyakan tidak dikitabkan tidak dikodifisir dan bersifat paksaan, mempunyai
sanksi jadi mempunyai akibat hukum.31
Apabila ditelaah pendapat yang diberikan para ahli diatas, terdapat kesamaan
pendapat mengenai hukum adat, yaitu didalam hukum adat termuat peraturan-
peraturan hukum yang mengatur kehidupan orang-orang Indonesia dalam bentuk tak
tertulis dan mempunyai akibat hukum.
Di dalam hukum adat, tanah ini merupakan masalah yang sangat penting.
Hubungan antar manusia dengan tanah sangat erat, seperti yang telah dijelaskan
diatas, bahwa tanah sebagai tempat manusia untuk menjalani dan melanjutkan
kehidupannya. Tanah sebagai tempat mereka berdiam, tanah yang memberi mereka
makan, tanah dimana mereka dimakamkan dan menjadi tempat kediaman orang-
orang halus perlindungnya beserta arwah leluhurnya, tanah dimana meresap daya-
daya hidup, termasuk juga hidupnya umat dan karenanya tergantung dari padanya.
Hak atas tanah yang dikuasai oleh masyarakat hukum adat pada masa
penjajahan tidak diberikan pengakuan, karena penjajah hanya memberikan pengakuan
kepada hak atas tanah yang telah terdaftar, sehingga ketika itu berlaku dualisme
30Djaren Saragih, Pengantar Hukum Adat Indonesia,Tarsito, Bandung, 1996, Hal.13.31Ibid, Hal.14.
Universitas Sumatera Utara
-
8/10/2019 Eksistensi Hak Tanah Ulayat atas Tanah dalam Era Otonomi Daerah pada Masyarakat Suku Sakai di Kabupaten B
51/164
hukum pertanahan, yaitu hak atas tanah yang dikuasai oleh hukum barat yang dikenal
dengan domein verklaring dan tanah yang dikuasai oleh masyarakat hukum adat.
Setelah Indonesia merdeka dan berlangsung diundangkannya Undang-Undang
Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria, dengan
mengingat pentingnya tanah dalam kehidupan, jauh sebelum diundangkan UUPA
telah dikenal sistem penguasaan sumber daya alam di berbagai daerah di Indonesia
yang dikenal sebagai hak ulayat. Walaupun tidak dijelaskan secara jelas mengenai
pengertian hak ulayat tetapi dari berbagai pendapat para ahli, hak ulayat adalah
merupakan pengakuan/kepunyaan bersama seluruh anggota masyarakat dan
didalamnya juga terkandung adanya hak kepunyaan perorangan yang berarti orang
perorangan boleh mempunyai (memiliki) tanah dalam lingkungan hak ulayat
tersebut.32
Dalam suatu lingkungan hak ulayat, persekutuan dan anggota-anggotanya
mempunyai wewenang dan kewajiban-kewajiban dalam mengatur penggunaan
tanahnya dan hubungan-hubungan hukum anggota-anggota masyarakat dengan tanah
dengan lingkungan wilayahnya, objek hak ulayat dapat mecangkup hak menggunakan
dan mengelola tanah, hak menangkap ikan, hak memungut hasil hutan dan
sebagainya.
32 Badan Pertanahan Nasional Kanwil Provinsi Kalteng, Seminar Langkah-Langkah
Administrasi Perlindungan Tanah Adat, Palangkaraya, 2007, Hal.4
Universitas Sumatera Utara
-
8/10/2019 Eksistensi Hak Tanah Ulayat atas Tanah dalam Era Otonomi Daerah pada Masyarakat Suku Sakai di Kabupaten B
52/164
Di dalam Pasal 3 UUPA dan penjelasannya disebutkan bahwa pelaksanaan
hak ulayat harus sesuai dengan keadaan negara kesatuan. Hak ulayat semula belum
pernah diakui, diakui dengan 2 (dua) pembatasan:
1. Hak ulayat diakui sepanjang masih ada (tanpa penjelasan tentang kriteria masih
ada).
2. Biarpun hal ulayat diakui dan masih ada, kegunaannya harus disesuaikan dengan
ketentuan bahwa masyarakat hukum adat sudah menjadi bagian integral
masyarakat Indonesia.33
Pengakuan atas hak ulayat ini hanya sebatas hak ulayat yang masih diakui
sesuai dengan Penjelasan Umum II angka 3 UUPA, bahwa pelaksanaan hak ulayat
dan hak-hak yang serupa ini dari masyarakat-masyarakat adat, sepanjang menurut
kenyataannya masih ada, harus sedemikian rupa sehingga sesuai dengan kepentingan
nasional dan negara, yang berdasarkan atas persatuan bangsa serta tidak boleh
bertentangan dengan undang-undang dan peraturan perundang-undangan lain yang
lebih tinggi. Hal ini berarti bahwa hak ulayat masih diakui asalkan penguasaan hak
ulayat tersebut tidak boleh bertentangan dengan undang-undang atau peraturan
lainnya yang lebih tinggi dan selama menurut kenyataan hak ulayat tersebut diakui.
Misalnya saja, tidaklah dapat dibenarkan jika suatu masyarakat berdasarkan
hak ulayatnya menolak begitu saja dibukanya tanah secara besar-besaran secara
33Kumpulan Makala Seminar Tanah Adat, Op.Cit.
Universitas Sumatera Utara
-
8/10/2019 Eksistensi Hak Tanah Ulayat atas Tanah dalam Era Otonomi Daerah pada Masyarakat Suku Sakai di Kabupaten B
53/164
teratur untuk melaksanakan proyek-proyek yang besar dalam rangka pelaksanaan
rencana menambah hasil bahan makanan dan pemindahan penduduk. Pengalaman
menunjukan pula bahwa pembangunan-pembangunan daerah-daerah itu sendiri sering
kali terhambat karena mendapat kesukaran mengenai hak ulayat. Inilah yang
merupakan pangkal pikiran kedua dari pada ketentuan Pasal 3 UUPA, bahwa
kepentingan suatu masyarakat hukum harus tunduk pada kepentingan nasional dan
negara yang lebih luas dan hak ulayatnya pun dalam pelaksanaannya harus sesuai
dengan kepentingan yang lebih luas itu. Tidaklah dapat dibenarkan jika didalam alam
bernegara dewasa ini suatu masyarakat hukum masih mempertahankan isi dan
pelaksanaan hak ulayat secara mutlak, seakan-akan ia terlepas dari pada hubungannya
dengan masyarakat-masyarakat hukum dan daerah-daerah lainnya di dalam
lingkungan negara sebagai kesatuan.
Penegasan yang dikemukakan dalam Penjelasan Umum UUPA sebagaimana
tersebut adalah merupakan landasan pemikiran tentang pengakuan dan sekaligus
pembatasan hak-hak ulayat dari masyarakat hukum adat dalam kehidupan berbangsa
dan bernegara. Negara akan tetap memperhatikan keberadaan hak ulayat sepanjang
hal tersebut dalam realitanya masih ada dan negara menempatkan hak ulayat untuk
tunduk kepada kepentingan umum dan negara. Atas dasar kewenangan tersebut
negara akan memberikan pengakuan, pengaturan dan pembatasan terhadap hak
ulayat.
Universitas Sumatera Utara
-
8/10/2019 Eksistensi Hak Tanah Ulayat atas Tanah dalam Era Otonomi Daerah pada Masyarakat Suku Sakai di Kabupaten B
54/164
Istilah hak ulayat memiliki penyebutan yang berbeda-beda, Djojodigoeno
menyebutnya dengan istilah hak purba ialah hak yang dipunyai oleh sesuatu suku
(clans/gens/stam), sebuah serikat desa atau biasanya oleh sebuah desa saja untuk
menguasai seluruh tanah seisinya dalam lingkungan wilayahnya. Hak purba tidak
dapat dilepaskan, dipindahtangankan, diasingkan untuk selama-lamanya, hak purba
meliputi juga tanah yang sudah digarap yang sudah diliputi hak perseorangan.
Soepomo memberikan istilah sebagai hak pertuanan, dan didalam UUPA sendiri
disebut dengan hak ulayat. Sedangkan Van Vollenhoven memberikan istilah
beshikkingrecht terhadap hak ulayat, yang mana hak ulayat adalah berupa hak dan
berkewajiban daripada persekutuan hukum sebagai suatu keseluruhan atas suatu
wilayah tertentu yakni wilayah di mana mereka hidup.34
Walaupun penyebutan istilah
hak yang dimiliki hukum adat ini berbeda-beda namun pengertiannya tidaklah jauh
berbeda.
Perhatian khusus terhadap hak ulayat dilakukan oleh Menteri Agraria/Kepala
Badan Pertanahan Nasional dengan menetapkan Peraturan Menteri Agraria/Kepala
BPN Nomor 5 Tahun 1999 tentang Pedoman Penyelesaian Masalah Hak Ulayat
Masyarakat Hukum Adat. Hak ulayat adalah hak dari masyarakat hukum adat. Dalam
peraturan Menteri Agraria/Kepala BPN Nomor 5 Tahun 1999 di atas diberikan
definisi operasional mengenai kedua hal tersebut.
34Imam Sudiyat,Hukum Adat Sketsa Asas, Liberty, Cetakan V, Yogyakarta, 2007, Hal.2.
Universitas Sumatera Utara
-
8/10/2019 Eksistensi Hak Tanah Ulayat atas Tanah dalam Era Otonomi Daerah pada Masyarakat Suku Sakai di Kabupaten B
55/164
Masyarakat hukum adat dirumuskan sebagai sekelompok orang yang terikat
oleh tatanan hukum adatnya sebagai warga bersama suatu persekutuan hukum
karena kesamaan tempat tinggal ataupun dasar keturunan (Pasal 1 angka 3).Sedangkan mengenai hak ulayat dinyatakan bahwa hak ulayat dan yang
serupa itu dari masyarakat hukum adat (untuk selanjutnya disebut hak ulayat)
adalah kewenangan yang menurut hukum adat dipunyai oleh masyarakathukum adat tertentu atas wilayah tertentu yang merupakan lingkungan hidup
para warganya yang mengambil manfaat dari sumber daya alam, termasuk
tanah, dalam wilayah tersebut, bagi kelangsungan hidup dan kehidupannya,yang timbul dari hubungan secara lahiriah dan batiniah turun-temurun dan
tidak terputus-putus antara masyarakat hukum adat dengan wilayah yang
bersangkutan (Pasal 1 angka 1).
Unsur-unsur hak ulayat sebagaimana termuat didalam Pasal 2 ayat (2)
Peraturan Menteri Agraria/Kepala BPN Nomor 5 Tahun 1999 tersebut yaitu :
1. Terdapat sekelompok orang yang masih merasa terikat oleh tatanan
hukum adanya sebagai warga bersama suatu persekutuan hukum tertentuyang mengakui dan menerapkan ketentuan-ketentuan persekutuan tersebut
dalam kehidupannya sehari-hari.
2. Terdapat tanah ulayat tertentu yang menjadi lingkungan hidup para wargapersekutuan hukum tersebut dan tempatnya mengambil keperluan
hidupnya sehari-hari.
3. Terdapat tatanan hukum adat mengenai pengurusan, penguasaan, dan
penggunaan tanah ulayat yang berlaku dan ditaati oleh para wargapersekutuan hukum tersebut.
Bahwa berdasarkan Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala BPN Nomor 5
Tahun 1999, dalam hukum tanah nasional Indonesia mengakui adanya hak ulayat
sepanjang kenyataannya masih ada dan memenuhi unsur-unsur dan kriteria hak ulayat
dalam hukum adat suatu masyarakat dalam suatu wilayah.
Hubungan timbal balik antara hak ulayat dengan hak perorangan sebagaimana
dirumuskan Iman Sudiyat, bahwa hak purba dan hak perorangan itu bersangkut paut
Universitas Sumatera Utara
-
8/10/2019 Eksistensi Hak Tanah Ulayat atas Tanah dalam Era Otonomi Daerah pada Masyarakat Suku Sakai di Kabupaten B
56/164
dalam hubungan kempis mengembang, desak mendesak, batas membatasi, mulur
mungkret tiada henti. Dimana hak purba kuat, disitu hak perorangan lemah, demikian
pula sebaliknya.35
Antara hak ulayat dan hak perorangan yang diakui secara adat selalu ada
pengaruh timbal balik, makin banyak usaha yang dilakukan seseorang atas suatu
bidang tanah maka makin eratlah hubungannya dengan tanah itu dan makin kuat pulahaknya atas tanah tersebut. Di dalam hak demikian maka kekuatan hak ulayat
terhadap tanah itu menjadi berkurang, tetapi menurut hukumnya yang asli
bagaimanapun kuatnya hak perseorangan atas tanah itu tetap terikat oleh hak ulayat.36
Sehingga dengan demikian hak ulayat bersifat fleksibel yaitu semakin
berkembang dan maju kondisi masyarakatnya, maka hak ulayat menjadi semakin
lemah dalam masyarakat apa lagi dalam masyarakat modern. Bila kita mengkaji lebih
dalam, bahwa hak ulayat dan hak adat atas tanah ada perbedaan yang cukup
signifikan.
Hak ulayat bersifat hak komunal (hak bersama) dari sekelompok masyarakat
hukum adat dengan kata lain tidak dimiliki perorangan oleh karenanya objek tidak
dapat dijual belikan tanpa persetujuan Pimpinan Adat yang bersangkutan, warganyahanya boleh menikmati hasil, atau tempat berusaha sehari-hari dan pihak lain yang
diluar kelompok masyarakat hukum adat tersebut tidak diperkenankanmenguasai/melakukan aktivitas pada wilayah tersebut kecuali dengan persetujuan
pimpinan adat yag bersangkutan, adapunhak atas tanah sifatnya dikuasai perorangan
yaitu dengan diperoleh dengan membuka tanah negara misalnya berladang, berkebundan lain-lain, dan apabila tanah tersebut dipergunakan dan dirawat /dipelihara dengan
baik oleh penggarap maka pada gilirannya tanah ini dapat diberikan hak menurut
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960, sedangkan tanah yang sifatnya termasuk alamlingkup hak ulayat tidak dapat diberikan hak untuk perorangan, kecuali atas dasar
persetujuan pimpinan adat yang bersangkutan.37
35Ibid, Hal. 3.36Seminar Langkah-langkah Administrasi Perlindungan Tanah Adat, Op.Cit, Hal.1637Ibid,Hal.20.
Universitas Sumatera Utara
-
8/10/2019 Eksistensi Hak Tanah Ulayat atas Tanah dalam Era Otonomi Daerah pada Masyarakat Suku Sakai di Kabupaten B
57/164
2. Kriteria dan Penentuan Adanya Hak Ulayat
Hak ulayat merupakan serangkaian wewenang dan kewajiban suatu
masyarakat hukum adat, yang berhubungan dengan tanah yang terletak dalam
lingkungan wilayahnya, yang sebagian telah diuraikan diatas merupakan pendukung
utama penghidupan dan kehidupan masyarakat yang bersangkutan sepanjang masa.
Sebagaimana telah kita ketahui wewenang dan kewajiban tersebut ada yang termasuk
dalam bidang hukum perdata. Yaitu yang berhubungan dengan hak bersama
kepunyaan atas tanah tersebut. Ada juga yang termasuk dalam hukum publik, berupa
tugas kewenangan untuk mengelola, mengatur dan memimpin peruntukan,
penguasaan, penggunaan dan pemeliharaannya.
Hak ulayat meliputi semua tanah yang ada dalam lingkungan wilayah
masyarakat hukum yang bersangkutan, baik yang sudah dikuasai oleh seseorang
maupun yang belum. Dalam lingkungan Hak Ulayat tanah umumnya batas wilayah
hak ulayat masyarakat hukum adat teritorial tidak dapat ditentukan secara pasti.
Masyarakat hukum adatlah sebagai penjelmaan dari seluruh anggotanya yang
mempunyai hak ulayat, bukan orang seorang. Hak ulayat mempunyai kekuatan
berlaku kedalam dan keluar. Kedalam berhubungan dengan para warganya,
sedangkan kekuatan berlaku keluar dalam hubungannya dengan bukan anggota
masyarakat hukum adatnya yang disebut orang asing.
Universitas Sumatera Utara
-
8/10/2019 Eksistensi Hak Tanah Ulayat atas Tanah dalam Era Otonomi Daerah pada Masyarakat Suku Sakai di Kabupaten B
58/164
Kewajiban yang utama penguasaan adat yang bersumber pada hak ulayat ialah
memelihara kesejahteraan dan kepentingan anggota masyarakat hukumnya, menjaga
jangan sampai timbul perselisihan mengenai penguasaan dan pemakaian tanah dan
kalau terjadi sengketa ia wajib menyelesaikannya. Berhubungan dengan
tanggungjawabnya mengenai kesejahteraan masyarakat hukumnya maka pada
asasnya penguasa adat tidak diperbolehkan mengasingkan seluruh atau sebagian
tanah wilayahya kepada siapapun.
Menyinggung masalah hak ulayat tidak lepas dari asas-asas yang terkandung
dalam UUPA salah satu diantaranya, asas pada tingkatan tertinggi, bumi, air, ruang
angkasa dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara.
Negara sebagai pemegang kekuasaan tertinggi maksudnya bukan memiliki hak atas
ta