eka nur safitri h1h011035
DESCRIPTION
Laporan Ekoper Waduk Eka Nur Safitri JPK UNSOED 2011TRANSCRIPT
TUGAS TERSTRUKTUR
EKOLOGI PERAIRAN
WADUK GAJAH MUNGKUR
Disusun oleh :
Eka Nur Safitri
H1H011035
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS SAINS DAN TEKNIK
JURUSAN PERIKANAN DAN KELAUTAN
PURWOKERTO
2012
BAB I
PENDAHULUAN
Waduk adalah suatu bangunan yang berfungsi untuk menampung air sungai
(Hadihardjana, J., 1997). Konstruksi ini dibuat karena banyak sungai di Indonesia
terutama di Pulau Jawa yang memiliki kelebihan air di musim penghujan dan
debit sungai sangat kecil di musim kemarau dengan adanya waduk diharapkan air
yang berlebihan di musim penghujan tidak menimbulkan banjir dan dapat
ditampung untuk dimanfaatkan di musim kemarau.
Berdasarkan fungsinya waduk dibagi menjadi 2 macam (Hadihardjaja, J.,
1997), yaitu :
1. Waduk Tunggal Guna (Single Purpose)
Waduk tunggal guna merupakan waduk yang fungsinya hanya digunakan
untuk satu manfaat, misalnya :
a) Waduk untuk irigasi
b) Waduk untuk pembangkit listrik tenaga air
c) Waduk untuk pengendalian air
2. Waduk Serba Guna (Multi Purpose)
Waduk serba guna merupakan waduk yang dapat digunakan untuk
memenuhi berbagai keperluan sekaligus secara bersamaan antara lain untuk
keperluan :
a) Irigasi
b) Pembangkit listrik tenaga air
c) Pengendalian banjir
d) Rekreasi
e) Perikanan
f) Penggelontoran
g) Air minum
h) Dan lain-lain.
Bangunan waduk perlu memperhatikan bendungan (termasuk bangunan
spillway), kapasitas tampungan waduk, sedimentasi waduk dan pengoperasian
waduk (Hadihardjana, 1997).
Upaya pembendungan DAS, genangan atau bentuk sumberdaya air lainnya
telah banyak dilakukan dalam rangka memenuhi keperluan air dan tenaganya,
untuk itu dibentuk waduk (reservoir/man made lakes). Pembuatan waduk melalui
pembendungan aliran sungai pada hakekatnya akan merubah ekosistem sungai
dan daratan menjadi ekosistem waduk. Perubahan ini akan mempunyai dampak,
baik positif maupun negatif terhadap sumberdaya dan lingkungannya
(Rahmawaty, 2002).
Dampak positif maupun negatif yang ditimbulkan adalah sesuai dengan
fungsi waduk tersebut, sedangkan dampak negatif dan permasalahan yang paling
menonjol adalah pemukiman kembali penduduk asal kawasan yang digenangi,
pengadaan lapangan kerja, hilangnya daratan, hutan, perkebunan, dan sumberdaya
lainnya termasuk flora, fauna serta dampak ekologi yang merugikan lainnya baru
akan terasa dalam jangka panjang. Oleh sebab itu, maka pembangunan waduk
perlu dinilai dan dikaji dengan memperhitungkan arti dan peran pentingnya bagi
pembangunan ekonomi dan kemudian memantapkan cara dan teknik pengelolaan
sumberdaya perairan waduk agar diperoleh hasil optimal dengan meminimalkan
efek atau dampak negatif yang tidak diinginkan (Rahmawaty, 2002).
Salah satu waduk yang terdapat di Indonesia adalah Waduk gajah Mungkur.
Waduk Gajah Mungkur terletak di Kabupaten Wonogiri, Provinsi Jawa Tengah.
Waduk Gajah Mungkur adalah sebuah waduk yang terletak 3 km di selatan Ibu
Kota Kabupaten Wonogiri, Provinsi Jawa Tengah. Perairan danau buatan ini
dibuat dengan membendung sungai terpanjang di Pulau Jawa yaitu Sungai
Bengawan Solo. Waduk tersebut merupakan waduk terbesar di Asia Tenggara.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Kondisi Umum
Kabupaten Wonogiri terletak antara 7º 32’ dan 8º 15’ LS serat 110º 41’ dan
111º 18’ BT. Kabupaten Wonogiri beriklim tropis dan mengalami 2 (dua) musim
yaitu musim penghujan dan musim kemarau secara bergantian setiap tahun. Suhu
udara rata – rata berkisar antara 22,1 – 32,7º C, dengan suhu rata – rata 22,14º C.
Curah hujan berkisar antara 1.577 s.d. 2.476 mm/tahun dengan jumlah hari hujan
antara 107 s.d . 153 hari/tahun.
Waduk Gajah Mungkur Wonogiri dibangun dengan membendung Sungai
Bengawan Solo. Waduk Gajah Mungkur dibangun dari tahun 1976 - 1981
berlokasi 7 km arah selatan Kota Wonogiri tepat di bagian hilir pertemuan Kali
Keduang. Luas daerah genangan lebih dari 8.800 ha dan luas daerah yang
dibebaskan 90 km2 yang terdiri dari 51 desa di 7 kecamatan. Pada saat
pembebasan daerah genangan ini mengorbankan 12.525 kepala keluarga (KK)
terdiri dari + 68.750 jiwa yang secara sukarela melakukan Program Bedhol Desa
dengan bertransmigrasi ke berbagai daerah di Indonesia. Pengerjaan waduk ini
dilakukan secara swakelola dengan bantuan konsultan dari Nippon Koei Co, Ltd
Jepang.
Gambar 2.1 Waduk Gajah Mungkur
Kondisi Waduk Gajah Mungkur secara umum :
1. Luas daerah tangkapan air seluas kurang lebih 1.350 km2;
2. Waduk Gajah Mungkur memiliki 6 (enam) Daerah Aliran Sungai / DAS
seluas 1.260 km2 yaitu Sub DAS Keduang, Tirtomoyo, Temon, Bengawan
Solo Hulu, Alang, dan Ngunggahan;
3. 74 % daerah tangkapan air masuk wilayah Kabupaten Wonogiri;
4. Daerah pasang surut seluas kurang lebih 6.000 Ha, dan yang digunakan
oleh masyarakat untuk budidaya pertanian seluas kurang lebih 804 Ha;
5. Luas daerah sabuk hijau atau Green Belt kurang lebih 996 Ha.
Waduk Gajah Mungkur Wonogiri dalam pemanfaatannya dibagi dalam 5
zonasi yaitu Zona Bahaya, Zona Wisata, Zona Suaka, Zona Bebas, dan Zona
Usaha Perikanan (SK Bupati Wonogiri No. 133. Tanggal 5 Juni 1986).
Zona Bahaya adalah kawasan yang dinyatakan tertutup untuk umum,
dengan pertimbangan keamanan bangunan bendungan dan keselamatan
pengunjung.
Zona Wisata adalah kawasan pengembangan rekreasi dengan
kegiatannya berupa, pengoperasian perahu motor, olah raga “jet ski”,
kebun binatang, taman rekreasi, rumah makan, dan kolam renang.
Zona suaka ditujukan pada perlindungan, terutama populasi ikan.
Diharapkan ikan dapat berkembang biak di tempat tersebut, dan
menjamin kelangsungan dan kelestarian populasinya.
Zona bebas adalah kawasan produksi ikan tambahan dari Waduk Gajah
Mungkur Wonogiri. Penangkapan ikan dalam kawasan ini tidak terlalu
membutuhkan pengawasan ketat.
Zona Usaha dinyatakan sebagai kawasan produktif perikanan utama. Di
kawasan itu, dapat dilaksanakan usaha penangkapan ikan sesuai dengan
batas – batas pengaturan dan membutuhkan pengawasan ketat. Di zona
ini dibudidayakan perikanan berupa karamba jaring apung. Aktivitas
tersebut secara langsung maupun tidak langsung akan mempengaruhi
tingkat kesuburan waduk. Sisa pemberian pakan setelah terjadi
perombakan secara aerob akan berupa pemupukan tambahan dan
memberikan pengaruh yang paling penting pada komponen fisik, kimia,
dan biologi perairan. Zona usaha perikanan dibagi menjadi 3 yaitu
produksi, terarah, dan terpadu (karamba).
Waduk Gajah Mungkur dibangun dengan fungsi utama sebagai
pengendali banjir (Flood Control). Selain itu, Waduk Gajah Mungkur juga
menghasilkan listrik dari PLTA sebesar 12,4 MegaWatt. Waduk Gajah Mungkur
juga dimanfaatkan warga untuk menyediakan air irigasi bagi 33.200 ha sawah,
budidaya perikanan air tawar, serta menjadi obyek pariwisata bagi masyarakat.
Daerah pinggiran waduk selama musim kemarau dimanfaatkan warga untuk
menanami tanaman semusim, misalnya jagung.
Gambar 2.2 Karamba di Waduk Gajah Mungkur
2.2 Keanekaragaman Hayati
2.2.1 Ikan
Jenis ikan di perairan Waduk Gajah Mungkur meliputi : Tawes (Puntius
javanicus), Lukas (Dangila cuvien), Palung (Hampala macrolepidota), Nila
(Oreochromis niloticus), Keting (Mystus nigriceps), Lalawak (Barbodes
bramoides), Pangsius (Pangsius hypophtalmus), Betutu (Oxyeleotris marmota),
dan Sogo (Mystus nemurus). Sumber daya pakan ikan alami yang dapat
dimanfaatkan antara lain : plankton, bentos, makrofita dan crustacea.
Jenis ikan asli yang masih sering didapat di Waduk Gajah Mungkur yaitu:
Sogo (Mystus nemurus), Lukas (Dangila cuvierii), Nilem (Osteochilus hasselti)
dan beberapa jenis ikan asli yang kadang-kadang masih didapatkan yaitu: Betutu
(Oxyeleotris marmorata), Gabus (Channa striata), Karper Lumut (Osteochilus
schlegeli), Keprek Abang (Barbodes balleroides). Menurut Purnomo et al (2000)
menyatakan bahwa hasil tangkapan Ikan Lalawak (Barbodes bramoides) pada
tahun 1999 menempati urutan ke enam, sedangkan berdasarkan hasil penelitian
sekarang ikan tersebut jarang tertangkap. Begitu juga menurut Juhro, (1989)
menyatakan bahwa Ikan Genggehek (Mystacoleucus marginatus) masih sering
tertangkap walaupun jumlahnya relatip sedikit, namun berdasarkan hasil
penelitian sekarang ikan tersebut tidak ditemukan. Pada stasiun pengamatan di
Bendung Colo, Sukoharjo ikan yang kadang-kadang masih didapatkan yaitu:
Wader par (Rasbora sp), Tawes (Barbodes gonionotus) dan Sogo (Mystus
nemurus). Ikan Nila dan tawes dapat tumbuh dan berkembang dengan baik di
Waduk Gajah Mungkur disebabkan karena ikan tersebut memanfaatkan relung
ekologi yang banyak tumbuhan air (Purnomo, et al, 2003).
2.2.2 Makrofita
Makrofita terdiri atas Hydrilla verticilata dan Ceratophylum demersum.
Jenis lain adalah kiyambang (Salvinia molesta) dan kiapu (Pistia strastiotes) yang
ditemukan soliter karena terbawa aliran Sungai Bengawan Solo.
2.2.3 Makrobentos
Bentos terdiri atas kelompok Mollusca dan Annelida dengan kepadatan
sangat rendah, karena hanya dijumpai di daerah litoral. Hal ini disebabkan dasar
perairan waduk yang agak keras dan agak berkapur serta kandungan detritus yang
rendah pula. Selain itu juga ditemukan Crustacea dan Insecta.
2.2.4 Plankton
Hasil pengamatan fitoplankton di perairan Waduk Gajah Mungkur
Wonogiri memperlihatkan 3 (tiga) kelas taksonomik yaitu Chlorophyta,
Cyanophyta dan Diatomae. Zooplankton yang dijumpai pada perairan Waduk
Gajah Mungkur Wonogiri adalah Cladocera, Copepoda, dan Rotatoria. Spesies
yang dijumpai pada Perairan Waduk Gajah Mungkur Wonogiri antara lain
Daphnia sp, Diaphanosoma sp, Cyclops sp, Diaptomus sp, Brachionus, Filinia
dan Opoliensis. Secara umum kelimpahan plankton berkisar antara 1034 – 3901
individu/liter dengan total individu tertinggi dijumpai pada Zona Usaha Karamba,
disusul Zona Wisata dan Zona Suaka.
Kelimpahan plankton di Waduk Gajah Mungkur terdiri atas 87%
fitoplankton dan 13% zooplankton. Kelimpahan plankton di Waduk Gajah
Mungkur berkisar 1034-3901 individu/L, jumlah spesies berkisar 20-34. Spesies
yang dijumpai relatif melimpah adalah Spirogyra sp., Microcystis dan
Scenedesmus. Indeks keanekaragaman berkisar 1,808-2,813 dan kuallitas perairan
belum tercemar-tercemar sedang-ringan. Tingginya kandungan nitrat dan fosfat
dari aktivitas manusia pada masing-masing zona bertanggung jawab terhadap
pencemaran di atas. Plankton indikator yang dijumpai antara lain Spirogyra sp.,
Microcystis dan Scenedesmus.
Kelimpahan fitoplankton ditentukan oleh ketersediaan nutrien terlarut dalam
perairan. Setiap fitoplankton mempunyai respon yang berbeda dengan
perbandingan nutrien yang terlarut dalam badan air, oleh karena itu perbandingan
nutrien, khususnya nitrogen, fosfor dan silikat terlarut sangat menentukan
dominasi suatu jenis plankton di perairan.
Selain nutrien maka kelimpahan plankton juga dipengaruhi oleh
zooplankton. Fitoplankton adalah makanan utama zooplankton, namun demikian
beberapa jenis fitoplankton tidak dapat dimakan/dimangsa oleh zooplankton yang
disebabkan oleh bentuk morfologi dan fisiologi fitoplankton juga ukuran,
komposisi dan mekanisme makan zooplankton. Dengan adanya jenis fitoplankton
yang tidak dapat dimakan oleh zooplankton dan kemampuan selektivitasnya yang
dimiliki zooplankton maka jenis – jenis fitoplankton yang tidak dimangsa akan
berkembang dan mendominasi komunitas fitoplankton perairan tersebut sesuai
dengan unsur – unsur hara yang tersedia.
Contoh Jaring Makanan di Waduk Gajah Mungkur
Produsen primer di Perairan Waduk Gajah Mungkur Wonogiri antara lain
fitoplankton dan tumbuhan air (makrofita). Konsumen antara lain zooplankton,
crustacea, larva amphibi, dan ikan.
2.3 Parameter Fisika Kimia Air
2.3.1 Parameter Fisika
Parameter Fisika Waduk Gajah Mungkur meliputi temperatur dan
tingkat kecerahan. Suhu rata-rata perairan di Waduk Gajah Mungkur
berkisar antara 26,5 - 29˚ C dengan tingkat kecerahan berkisar antara 51 -
121 cm. Tingkat kecerahan pada musim kemarau lebih tinggi daripada
musim penghujan.
2.3.2 Parameter Kimia
a) Derajat keasaman (pH)
Rata-rata pH Waduk Gajah Mungkur adalah tujuh dengan kisaran 6,9 –
8,0. Secara umum nilai rata-rata pH Waduk Gajah Mungkur masih layak
sebagai baku air minum maupun budidaya.
b) Nitrogen
Nitrogen dapat ditemui hampir di setiap badan air dalam bermacam –
macam bentuk. Bentuk unsur tersebut tergantung dari tingkat oksidasinya,
antara lain sebagai NH3, N2, NO2 dan NO3. Nitrogen berada sebagai gas N2
yang merupakan hasil suatu reaksi yang sulit untuk bereaksi lagi. Gas N2
dapat diserap oleh ganggang dan beberapa jenis bakteri untuk
pertumbuhannya. Hasil penelitian ditemukan Anabaena sp, dan Nostoc
sphaericum dari kelas Cyanophyta, yang mampu menyerap N2 dari udara
dengan bantuan sinar matahari kemudian diubah menjadi NO2. Persamaan
reaksi sebagai berikut :
N2 + 2 O2 2 NO2
Amoniak dalam badan air anatara lain berasal dari buangan limbah
domestik dan juga bahan organik secara mikrobiologis, sesuai reaksi
berikut :
Bahan Organik + O2 CO2 + H2O + NH3
NH3 tersebut secara mikrobiologis melalui proses nitrifikasi menjadi
nitrit dan nitrat, sesuai reaksi berikut :
2 NH3 + 3 O2 2 NO-2 + 2 H2O + 2H-
2 NO2 + O2 2 NO-3
Nitrat adalah bentuk senyawa nitrogen yang stabil. Nitrat inilah yang
diserap oleh fitoplankton dan tumbuhan air untuk pertumbuhannya.
Kandungan Nitrat pada Zona Usaha Karamba dengan demikian
dipengaruhi oleh sisa pakan ikan yang dirombak secara aerob, fiksasi
Nitrogen oleh Cyanophyta dan cadangan senyawa Nitrogen dari tanah
meskipun hanya kecil. Nitrat di perairan tersebut dengan demikian
utamanya adalah pengaruh kegiatan manusia di zona itu. Hal ini didukung
oleh hasil penelitian yang memperlihatkan bahwa meskipun di semua zona
ditemukan Cyanophyta akan tetapi terdapat perbedaan kandungan Nitrat di
masing – masing zona dan kandungan Nitrat tertinggi ditemukan di Zona
Karamba.
Kandungan Nitrat di Waduk Gajah Mungkur berkisar 4,3 – 7,4
mg/liter. Kandungan Nitrit di Waduk Gajah Mungkur berkisar 0,04 –
0,195 mg/liter.
c) Fosfat
Fosfat adalah salah satu unsur yang saangat penting dan menentukan
bagi pertumbuhan fitoplankton .Fosfat terdapat dalam air alam atau air
limbah sebagai senyawa ortofosfat, poliosfat dan fosfat organis. Fosfat
dalam perairan ini berasal dari sisa pakan dan fosfat yang berasal dari
erosi. Jika hal tersebut dicermati maka dapat diketahui bahwa kombinasi
pengaruh nutrien dan zooplankton pada suatu komunitas fitoplankton akan
menyebabkan perubahan pada struktur komunitas tersebut. Fitoplankton
sebagai salah satu produsen primer, struktur komunitasnya mudah berubah
oleh perubahan sifat fisik, kimia, dan biologi ekosistemnya, sehingga
fitoplankton dalam suatu perairan bukan hanya dapat dijadikan indikator
biologi untuk penentuan tingkat pencemaran serta untuk mengukur
kesuburan perairan.
d) Oksigen Terlarut (DO)
Kandungan Oksigen perairan Waduk Gajah Mungkur Wonogiri
berkisar antara 6,4 – 7,7 mg/liter. Keadaan ini masih cukup layak bagi
kehidupan ikan dan organisme air. Menurut Santika (1984), oksigen
terlarut untuk perikanan berdasarkan kriteria dan standar kualitas air
nasional disyaratkan minimal 3 mg/liter, diperbolehkan 3 mg/liter asal
tidak lebih dari 8 jam sehari. Kadar Oksigen yang rendah dapat
dihubungkan dengan konsumsi Oksigen oleh populasi ikan dalam karamba
yang cukup tinggi. Jumlah individu plankton yang tinggi juga
mempengaruhi kandungan Oksigen, pada malam hari plankton tidak
mengalami fotosintesis tetapi tetap mengalami proses respirasi
(Ambarwati, 2003).
e) CO2
Kandungan CO2 di Waduk Gajah Mungkur berkisar antara 3 – 5,6
mg/liter.
Kandungan Nitrat di Waduk Gajah Mungkur berkisar 4,3 – 7,4 mg/liter.
Kandungan Nitrit di Waduk Gajah Mungkur berkisar 0,04 – 0,195 mg/liter.
Kandungan Fosfat di Waduk Gajah Mungkur berkisar antara 0,5 – 1,3 mg/liter.
Kandungan Oksigen perairan waduk gajah Mungkur Wonogiri berkisar antara 6,4
– 7,7 mg/liter. Kandungan CO2 di Waduk Gajah Mungkur berkisar antara 3 – 5,6
mg/liter. Dilihat dari faktor fisika kimia perairan, maka perairan tersebut
tergolong perairan yang kaya bahan nutrisi.
2.4 Permasalahan
Waduk ini direncanakan bisa berumur sampai 100 tahun. Namun,
sedimentasi yang terjadi menyebabkan umur waduk ini diperkirakan tidak akan
lama. Kerusakan daerah aliran sungai (DAS) yang parah menyebabkan
sedimentasi waduk sangat tinggi. Sedimentasi terjadi terutama sari 6 Sub Daerah
Aliran Sungai yang menyebabkan semakin kecilnya daya tampung air. Sub DAS
Keduang merupakan penyumbang terbesar terjadinya sedimentasi yang
mempercepat pendangkalan waduk.
Selain itu, kemarau panjang yang terjadi juga menyebabkan berkurangnya
air dalam waduk dan menyebabkan terganggunya irigasi bagi lahan pertanian
serta PLTA dalam menghasilkan listrik bagi masyarakat.
Gambar 2.3 Kekeringan di Waduk Gajah Mungkur
BAB III
PENUTUP
Waduk Gajah Mungkur terletak di Kabupaten Wonogiri dan merupakan
waduk terbesar di Asia Tenggara. Waduk Gajah Mungkur dibangun dengan
membendung Sungai Bengawan Solo. Waduk Gajah Mungkur dibangun dengan
fungsi utama sebagai pengendali banjir (Flood Control). Fungsi lainnya dari
Waduk Gajah Mungkur adalah untuk irigasi, PLTA, budidaya perikanan serta
pariwisata.
Kelimpahan biota di Waduk Gajah Mungkur adalah Ikan (Tawes, Nila,
Sogo, Betutu dll), Makrofita (Hydrilla verticilata, Ceratophylum demersum,
Salvinia molesta, Pistia strastiotes), Makrobentos (Crustacea, Annelida, Insecta,
Mollusca) dan Plankton (Fitoplankton dan Zooplankton).
Parameter Fisika Air :
1. Temperatur : 26 – 29º C
2. Tingkat Kecerahan : 51 – 121 cm
Parameter Kimia Air :
1. pH : 6,9 – 8,0
2. Oksigen Terlarut : 6,0 – 7,7 mg/liter
3. Kandungan Nitrat : 4,3 – 7,4 mg/liter
4. Kandungan Nitrit : 0,04 – 0,195 mg/liter
5. Kandungan Fosfat : 0,5 – 1,3 mg/liter
Dilihat dari faktor fisika kimia perairan, maka perairan tersebut tergolong
perairan yang kaya bahan nutrisi.
Kondisi Waduk Gajah Mungkur sudah mengalami sedimentasi yang parah
sehingga diperkirakan umur waduk lebih pendek dari perkiraan awal saat
dibangun. Masalah kekeringan juga menjadi ancaman bagi Waduk Gajah
Mungkur sebagai penyedia air irigasi dan PLTA.
DAFTAR PUSTAKA
Ambarwati, Endah. 1997. Kelimpahan dan Keanekaragaman Plankton pada
Zonasi yang Berbeda di Perairan Waduk Gajah Mungkur Wonogiri. FMIPA
UNDIP. Semarang.
Ambarwati, Endah. 2003. Evaluasi Pelaksanaan Penetapan Zonasi
Pengelolaan Waduk (Pengkajian Keanekaragaman Plankton Waduk gajah
Mungkur Wonogiri, Jawa Tengah). Magister Ilmu Lingkungan UI. Jakarta.
Broto, Sudaryo, H. Susanto. 2008. Perancangan Model Pendugaan
Efektivitas Waduk Resapan di Kota Bogor terhadap Optimalisasi Akuifer Air
Tanah. Jurnal Teknik. Vol. 29: 220-227. FT UNDIP. Semarang.
Hadihardjaja, J. 1997. Pengembangan Sumber Air. Gunadarma. Jakarta.
Rahmawaty. 2002. Pengelolaan Sumberdaya Perairan Waduk secara
Optimal dan Terpadu. FAPERTA USU. Medan.