efektivitas model pembelajaran search.docx
TRANSCRIPT
EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN SEARCH, SOLVE, CREATE AND SHARE
TERHADAP KETERAMPILAN PROSES SAINS PADA MATERI INDUKSI
ELEKTROMAGNETIK DI SMA NEGERI 3 PALU
A. Latar Belakang
Paradigma lama dalam dunia pendidikan, proses pembelajaran berlangsung seolah-
olah merupakan proses pemindahan pengetahuan dari pendidik ke peserta didik
sedangkan menurut kajian atau hasil penelitian menunjukan bahwa hasil pembelajaran
dapat optimal apabila pengetahuan dibentuk dan dikembangkan oleh peserta didik.
Dalam hal ini peserta didik membangun pengetahuanya secara aktif sedangkan pendidik
hanya bertugas sebagai fasilitator.
Siswa perlu di biasakan untuk memecahkan masalah, hingga mengkomunikasikan
hasil dari penyelesaian masalah tersebut dan menemukan segala sesuatu yang berguna
bagi dirinya sehingga tercipta pemahaman baru yang menuntut aktifitas kreatis siswa
yang mendorong siswa untuk terus berfikir secra mandiri.
Peningkatan dan pegembangan mutu pembelajaran fisika merupakan hal yang
mutlak untuk dilakuan disetiap jenjang pendidikan mengingat ilmu fisika merupakan
bagian dari ilmu pengetahuan alam yang memiliki fakta-fakta menarik yang dekat dengan
keseharian kita. Selain itu tuntutan dunia yang semakin kompleks pun, mengharuskan
siswa memiliki kemampuan berpikir kritis, kreatif, dan memiliki keterampilan proses
sains.
Keterampilan proses sains merupakan keterampilan yang harus dimiliki oleh setiap
siswa dengan tujuan kreativitas siswa dalam pembelajaran Fisika lebih terasah sehingga
siswa secara aktif dapat mengembangkan dan menerapkan kemampuannya. Keterampilan
proes sains menekankan pada pembentukan keterampilan memperoleh pengetahuan, dan
mengkomunikasikan pengetahuan yang diperolehannya. Keterampilan diartikan
kemampuan menggunakan pikiran, nalar dan perbuatan secara efisien dan efektif untuk
mencapai suatu hasil tertentu, termasuk kreativitas.
Keterampilan proses sains meliputi mengamati, merumuskan hipotesis,
merencanakan penelitian, melakukan penenlitian, menafsirkan, memprediksi,
menerapkan konsep dan mengkomunikasikan hasil dari apa yang diteliti siswa. Jika
komponen tersebut dapat dikuasai oleh siswa maka siswa tersebut dapat dikatakan
memiliki kemampan dalam memahami konsep.
Dengan pemamparan diatas, tentunya pendidik juga membutuhkan suatu model
pembelajaran yang dapat mendukung terbentuknya keterampilan proses sains. Salah satu
model pembelajaran yang dapat mendukung kebutuhan tersebut yaitu model
pembelajaran Search, Solve Create and Share.
Search, Solve, Create, and Share (SSCS) dikembangkan oleh Pizzini yang dapat
digunakan pada pembelajaran fisika dalam upaya untuk mengembangkan kemampuan
siswa terhadap pemecahan masalah.
Pizzini (1991) menjelaskan bahwa model pembelajaran problem solving search,
solve, create, and share (SSCS) memiliki empat fase, yaitu search, solve, create, and
share. Pertama adalah fase search yang bertujuan untuk mengidentifikasi masalah
(recognize the problems). Kedua adalah fase solve yang bertujuan untuk mengembangkan
rencana (developing a plan) penyelesaian masalah (solving problems) dan melaksanakan
rencana (implement the plan). Ketiga adalah fase create yang bertujuan untuk
menghasilkan solusi (create products or idea) serta mengevaluasi proses dan solusi yang
telah diperoleh (evaluation of processes and solution) atau dengan kata lain memeriksa
kembali. Kemudian keempat adalah fase share yang bertujuan untuk mensosialisasikan
penyelesaian masalah yang mereka peroleh (share their result) dengan cara melakukan
presentasi (presentation). Dalam model pembelajaran tersebut siswa belajar secara
berkelompok.
Beberapa keunggulan pemecahan masalah model SSCS bagi guru yang di jelaskan
Pizzini (1996) yaitu dapat melayani minat siswa yang lebih luas, dan dapat melibatkan
keterampilan berpikir tingkat tinggi dalam pembelajaran IPA, sedangkan bagi Siswa
dapat memberikan kesempatan untuk memperoleh pengalaman langsung pada proses
pemecahan masalah, dan kesempatan untuk mempelajari serta memantapkan konsep-
konsep IPA dengan cara yang lebih bermakna.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang yang telah dikemukakan diatas, maka perumusan
masalah penelitian ini adalah “Apakah model pembelajaran search, solve, create and
share efektif untuk meningkatkan keterampilan proses sains pada materi Induksi
elektromagnetik?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui seberapa
efektif penerapan model pembelajaran search, solve, create and share terhadap
keterampilan proses sains pada materi induksi elektromagnetik pada siswa SMA Negeri
3 Palu.
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat sebagai berikut:
1. Memberikan pengalaman belajar yang lebih bervariasi sehingga diharapkan siswa
lebih termotivasi dalam proses pemelajaran fisika
2. Guru dapat menerapkan model pembelajaran ini dalam pembelajaran fisika sehingga
dapat meningkatkan kemampuan proses sains.
3. Dapat memberikan acuan terhadap penelitian lebih lanjut.
E. Hipotesis Penelitian
Adapun hipotesis penelitian pada penelitian ini adalah terdapat peningkatan
keterampilan proses sains dengan menggunakan model search, solve, create and share
pada siswa Sma Negeri 3 Palu.
F. Ruang Lingkup Keterbatasan Penelitian
Dalam penelitian ini variabel yang akan diteliti adalah keterampilan proses sains
melalui model pembelajaran search, solve, create and share. Sedangkan cakupan materi
yang akan diajarkan pada penelitian ini adalah pokok bahasan induksi elektromagnetik
pada kelas XII SMA.
G. Definisi Operasional
Agar terhindar dari salah paham penafsiran judul penelitian, penulis jelaskan secara
singkat istilah-istilah yang berhubungan dengan judul penelitian sebagai berikut :
a. Model pembelajaran search, solve, create and share.
Model pembelajaran problem solving search, solve, create, and share (SSCS)
memiliki empat fase, yaitu search, solve, create, and share. Pertama adalah fase
search yang bertujuan untuk mengidentifikasi masalah. Kedua adalah fase solve
yang bertujuan untuk mengembangkan rencana penyelesaian masalah (solving
problems) dan melaksanakan rencana. Ketiga adalah fase create yang bertujuan
untuk menghasilkan solusi. Kemudian keempat adalah fase share yang bertujuan
untuk mensosialisasikan penyelesaian masalah dengan cara melakukan presentasi
(presentation).
b. Proses Sains
Keterampilan Proses saina merupakan keseluruhan keterampilan ilmiah yang
terarah (baik koognitif maupun psikomotor) yang dapat digunakan untuk
menemukan suatu konsep atau prinsip atau teori, untuk mengembangkan konsep
yang telah ada sebelumnya ataupun melakukan penyangkalan terhadap suatu
penemuan (falsifikas).
H. Kajian Pustaka
1. Definisi Efektivitas
Efektivitas merupakan derivasi dari kata efektif yang dalam bahasa Inggris
effective didefinisikan “producing a desired or intended result” (Concise Oxford
Dictionary, 2001) atau “producing the result that is wanted or intended” dan definisi
sederhananya “coming into use” (Oxford Learner’s Pocket Dictionary, 2003:138).
Kamus Besar Bahasa Indonesia (2002:584) mendefinisikan efektif dengan “ada
efeknya (akibatnya, pengaruhnya, kesannya)” atau “dapat membawa hasil, berhasil
guna (usaha, tindakan)” dan efektivitas diartikan “keadaan berpengaruh; hal
berkesan” atau ” keberhasilan (usaha, tindakan)”.
Efektivitas merujuk pada kemampuan untuk memiliki tujuan yang tepat atau
mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Efektivitas juga berhubungan dengan masalah
bagaimana pencapaian tujuan atau hasil yang diperoleh, kegunaan atau manfaat dari
hasil yang diperoleh, tingkat daya fungsi unsur atau komponen, serta masalah tingkat
kepuasaan pengguna/client.
Menurut Harry Firman (1987) keefektifan program pembelajaran ditandai dengan
ciri-ciri sebagai berikut :
a. Berhasil menghantarkan siswa mencapai tujuan-tujuan instruksional yang telah
ditetapkan.
b. Memberikan pengalaman belajar yang atraktif, melibatkan siswa secara aktif
sehingga menunjang pencapaian tujuan instruksional.
c. Memiliki sarana-sarana yang menunjang proses belajar mengajar.
Berdasarkan ciri program pembelajaran efektif seperti yang digambarkan diatas,
keefektifan program pembelajaran tidak hanya ditinjau dari segi tingkat prestasi
belajar saja, melainkan harus pula ditinjau dari segi proses dan sarana penunjang.
Efektifitas metode pembelajaran merupakan suatu ukuran yang berhubungan
dengan tingkat keberhasilan dari suatu proses pembelajaran. Kriteria keefektifan
dalam penelitian ini mengacu pada :
a. Ketuntasan belajar, pembelajaran dapat dikatakan tuntas apabila sekurang-
kurangnya 75 % dari jumlah siswa telah memperoleh nilai = 60 dalam
peningkatan hasil belajar (Nurgana, 1985:63).
b. Model pembelajaran dikatakan efektif meningkatkan hasil belajar siswa apabila
secara statistik hasil belajar siswa menunjukkan perbedaan yang signifikan antara
pemahaman awal dengan pemahaman setelah pembelajaran (gain yang
signifikan).
c. Model pembelajaran dikatakan efektif jika dapat meningkatkan minat dan
motivasi apabila setelah pembelajaran siswa menjadi lebih termotivasi untuk
belajar lebih giat dan memperoleh hasil belajar yang lebih baik. Serta siswa
belajar dalam keadaan yang menyenangkan.
2. Model Pembelajaran Search, Solve, Create And Share
Model SSCS (search, solve, create dan share) ini pertama kali dikembangkan
oleh Pizzini pada tahun 1988 pada mata pelajaran sains (IPA). Selanjutnya Pizzini,
Abel dan Shepardson (1988) serta Pizzini dan Shepardson (1990) menyempurnakan
model ini dan mengatakan bahwa model ini tidak hanya berlaku untuk pendidikan
sain saja, tetapi juga cocok untuk pendidikan fisika. Pada tahun 2000 Regional
Education Laboratories suatu lembaga pada Departemen Pendidikan Amerika Serikat
(US Department of Education) mengeluarkan laporan, bahwa model SSCS termasuk
salah satu model pembelajaran yang memperoleh Grant untuk dikembangkan dan
dipakai pada mata pelajaran fisika. Model SSCS ini mengacu kepada empat langkah
penyelesaian masalah yang urutannya dimulai pada menyelidiki masalah (search),
merencanakan pemecahan masalah (solve), mengkonstruksi pemecahan masalah
(create), dan yang terakhir adalah mengkomunikasikan penyelesaian yang
diperolehnya (share).
Menurut laporan Laboratory Network Program (1994), standar NCTM yang dapat
dicapai oleh model pembelajaran SSCS adalah sebagai berikut: 1) mengajukan (pose)
soal/masalah fisika, 2) membangun pengalaman dan pengetahuan siswa, 3)
mengembangkan keterampilan berpikir sains yang meyakinkan tentang keabsahan
suatu representasi tertentu, membuat dugaan, memecahan masalah atau membuat
jawaban dari mahasiswa, 4) melibatkan intelektual siswa yang berbentuk pengajuan
pertanyaan dan tugas-tugas yang melibatkan siswa, dan menantang setiap siswa, 5)
mengembangkan pengetahuan dan keterampilan sains siswa, 6) merangsang siswa
untuk membuat koneksi dan mengembangkan kerangka kerja yang koheren untuk
ide-ide, 7) berguna untuk perumusan masalah, pemecahan masalah, dan penalaran
fisika, dan 8) mempromosikan pengembangan semua kemampuan siswa untuk
melakukan pekerjaan. Berdasarkan kedelapan hal di atas, maka dapat disimpulkan
bahwa model SSCS ini dapat digunakan dalam pembelajaran fisika, terutama dalam
pemecahan masalah dan penalaran.
3. Keterampilan Proses Sains
Para ahli pendidikan sains memandang sains tidak hanya terdiri dari fakta,
konsep, dan teori yang dapat dihafalkan, tetapi juga terdiri atas kegiatan atau proses
aktif menggunakan pikiran dan sikap ilmiah dalam mempelajari gejala alam yang
belum diterangkan. Secara garis besar sains dapat didefenisikan atas tiga komponen,
yaitu (1) sikap ilmiah, (2) proses ilmiah, dan (3) produk ilmiah. Jadi proses atau
keterampilan proses atau metode ilmiah merupakan bagian studi sains, termasuk
materi bidang studi yang harus dipelajari siswa. Mengajarkan bidang studi sains
(IPA) berupa produk atau fakta, konsep dan teori saja belum lengkap, karena baru
mengajarkan salah satu komponennya.
Keterampilan proses adalah keterampilan yang diperoleh dari latihan
kemampuan-kemampuan mental, fisik dan sosial yang mendasar sebagai penggerak
kemampuan-kemampuan yang lebih tinggi. Kemampuan-kemampuan mendasar yang
telah dikembangkan dan telah terlatih lama-kelamaan akan menjadi suatu
keterampilan, sedangkan pendekatan keterampilan proses adalah cara memandang
anak didik sebagai manusia seutuhnya. Cara memandang ini dijabarkan dalam
kegiatan belajar mengajar memperhatikan pengembangan pengetahuan, sikap, nilai
serta keterampilan. Ketiga unsur itu menyatu dalam satu individu dan terampil dalam
bentuk kreativitas.
Tujuan pengajaran sains sebagai proses adalah untuk meningkatkan keterampilan
berpikir siswa, sehingga siswa bukan hanya mampu dan terampil dalam bidang
psikomotorik, melainkan juga bukan sekedar ahli menghafal. Berdasarkan penjelasan
di atas pada keterampilan proses, guru tidak mengharapkan setiap siswa akan menjadi
ilmuan, melainkan dapat mengemukakan ide bahwa memahami sains sebagian
bergantung pada kemampuan memandang dan bergaul dengan alam menurut cara-
cara seperti yang diperbuat oleh ilmuan.
Dalam pembelajaran IPA, Keterampilan-keterampilan proses sains adalah
keterampilan-keterampilan yang dipelajari siswa saat mereka melakukan inkuiri
ilmiah (Nur:2002), mereka menggunakan berbagai macam keterampilan proses,
bukan hanya satu metode ilmiah tunggal. Keterampilan-keterampilan proses tersebut
adalah pengamatan, pengklasifikasian, penginferensian, peramalan,
pengkomunikasian, pengukuran, penggunaan bilangan, pengintepretasian data,
melakukan eksperimen, pengontrolan variabel, perumusan hipotesis, pendefinisian
secara operasional, dan perumusan model (Nur,2002).
Selain itu melalui proses belajar mengajar dengan pendekatan keterampilan
proses dilakukan dengan keyakinan bahwa sains adalah alat yang potensial untuk
membantu mengembangkan kepribadian siswa, dimana kepribadian siswa yang
berkembang ini merupakan prasyarat untuk melanjutkan kejalur profesi apapun yang
diminatinya
Bagi siswa, beberapa keterampilan proses dasar dimulai dengan keterampilan
proses yang sederhana yaitu observasi atau pengamatan, perumusan masalah atau
pertanyaan dan perumusan hipotesis. Abruscato (1992), mengklasifikasikan
keterampilan proses sains menjadi dua bagian, yaitu keterampilan proses dasar (Basic
Processes) dan keterampilan proses terintegrasi (Integrated Processes). Keterampilan
proses dasar terdiri atas:
1. Pengamatan
2. Penggunaan bilangan
3. Pengklasifikasian
4. Pengukuran
5. Pengkomunikasian
6. Peramalan
7. Penginferensial
Sedangkan keterampilan proses terintegrasi terdiri atas:
1. Pengontrolan variabel
2. Penafsiran data
3. Perumusan hipotesis
4. Pendefinisian secara operasional
5. Melakukan eksperimen.
4. Induksi Elektromagnetik
4.1 Hukum Faraday
Sebelumnya telah kita ketahuii tentang induksi magnet. induksi magnet dapat
terjadi dari kawat berarus listrik. Bisakah medan magnet menimbulkan arus listrik
kembali. Keadaan sebaliknya inilah yang dipelajari oleh Michael Faraday (1791-
1867) seorang ahli fisika berkebangsaan Inggris. Secara eksperimen Faraday
menemukan bahwa beda potensial dapat dihasilkan pada ujung-ujung penghantar
atau kumparan dengan memberikan perubahan fluks magnetik. Hasil eksperimennya
dirumuskan sebagai berikut.
“Ggl induksi yang timbul pada ujung-ujung suatu penghantar atau
kumparan sebanding dengan laju perubahan fluks magnetik yang dilingkupi
oleh loop penghantar atau kumparan tersebut.”
Dari rumusan di atas dapat dituliskan menjadi persamaan seperti di bawah.
Pembandingnya adalah jumlah lilitannya
ε = − N
dφdt …(1)
dengan
ε : ggl induksi (volt)
N : Jumlah lilitan
dφdt : Laju perubahan fluks magnetic
Apa arti tanda negatif itu ? Tanda negatif pada persamaan 1 sesuai dengan Hukum
Lenz. Dengan bahasa yang sederhana hukum Lenz dirumuskan: Ggl Induksi selalu
membangkitkan arus yang medan magnetiknya berlawanan dengan sumber perubahan
fluks magnetik.
Hukum Faraday memperkenalkan suatu besaran yang dinamakan fluks magnetik.
Fluks magnetik ini menyatakan jumlah garis-garis gaya magnetik. Berkaitan dengan
besaran ini, kuat medan magnet didefinisikan sebagai kerapatan garis-garis gaya
magnet. Dari kedua definisi ini dapat dirumuskan hubungan sebagai berikut.
φ=¿A . B cos θ ¿ … (2)
Dengan φ : Fluks magnetik (weber atau Wb
B : Induksi magnetik (Wb/m2)
A : Luas penampang (m2)
θ : Sudut antara iduksi magnet dengan normal bidang
Dari persamaan 2 dapat diamati bahwa perubahan fluks magnet dapat terjadi
tiga kemungkinan. Pertama terjadi karena perubahan medan magnet B. Kedua, terjadi
karena perubahan luas penampang yang dilalui, contohnya kawat yang bergerak
dalam medan magnet. Ketiga, terjadi karena perubahan sudut , contohnya kumparan
yang berputar : generator. Perhatikan penjelasan perubahanperubahan tersebut pada
penjelasan berikut.
4.2 Penghantar bergerak dalam Medan Magnet
Penghantar bergerak dengan kecepatan v dalam medan magnet B dapat digambarkan seperti pada Gambar 1. Pada saat bergerak maka penghantar akan
menyapu luasan yang terus berubah. Karena perubahan luas inilah maka ujung-ujung penghantar AB itu akan timbul beda potensial. Besarnya sesuai dengan hukum Faraday dan dapat
Gambar 1. Jika penghantar bergerak dengan kecepatan v maka akan timbul gaya Lenz yang arahnya berlawanan sesuai dengan Hukum Lenz.
diturunkan seperti berikut.
ε=Bl v sin θ
Dengan
ε : ggl induksi (volt)
B : Induksi magnet (Wb/m2)
l : Panjang penghantar
v : Kecepatan gerak penghantar (m/s)
θ : Sudut antara θ dan v.
Arah arus yang ditimbulkan oleh beda potensial ini dapat menggunakan
kaedah tangan kanan seperti pada Gambar 1. Ibu jari sebagai arah arus induksi I,
empat jari lain sebagai arah B dan telapak sebagai arah gaya Lorentz yang
berlawanan arah dengan arah kecepatan penghantar.
4.3 Perubahan Medan Magnet
Perubahan fluks yang kedua dapat terjadi karena perubahan medan magnet.
Contoh perubahan induksi magnet ini adalah menggerakkan batang magnet di
sekitar kumparan.
Sebuah batang magnet didekatkan pada kumparan dengan kutub utara
terlebih dahulu. Pada saat ini ujung kumparan akan timbul perubahan medan
magnet yang berasal dari batang magnet (medan magnet sumber). Medan
magnetnya bertambah karena pada kutub utara garis-garis gaya magnetnya keluar
berarti fluks magnet pada kumparan bertambah.
Sesuai dengan hukum Lenz maka akan timbul induksi magnet (B induksi) yang
menentang sumber. Arah B induksi ini dapat digunakan untuk menentukan arah
arus induksi yaitu dengan menggunakan kaedah tangan
Gambar 6.3
Arus induksi karena perubahan medan magnet.
Timbulnya arus pada kumparan ini dapat ditunjukan dari galvanometer yang dihubungkan dengan kumparan. Arus induksi ini timbul untuk menimbulkan induksi magnet (Binduksi). Arah arus induksi sesuai kaedah tangan kanan, pada Gambar 6.3 terlihat arus mengalir dari titik A ke titik B.
I. METODE PENELITIAN
1. Populasi dan Sampel
Adapun populasi dari penelitian yang digunakan adalah seluruh kelas XII SMA
Negeri 5 Palu. Dari populasi di sekolah yang diteliti diambil sampel 2 kelas
homogen, yaitu satu kelas sebagai eksperimen dan satu kelas sebagai kelas control.
2. Rancangan Penelitian
a. Variabel Penelitian
Variabel bebas : Model pembelajaran Search, Solve, Create And Share
Variabel terikat : keterampilan proses sains
b. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah jenis penelitian dengan rancangan
eksperimen kuasi (quasi-experimental designs). Metode yang digunakan dalam
penelitian ini yaitu metode eksperimen kuasi. Menurut Nana Syaodih (2005:
207) eksperimen disebut kuasi, karena bukan merupakan eksperimen murni
tetapi seperti murni, seolah olah murni. Eksperimen ini biasa juga disebut
eksperimen semu.
c. Desain penelitian
Sesuai dengan metode penelitian yang digunakan dalam penelitian yaitu
metode kuasi eksperimen, maka desain penelitian yang akan digunakan dalam
penelitian ini adalah “one group pretest-postest design” yaitu penelitian yang
dilaksanakan dengan hanya menggunakan satu kelas saja yang dijadikan sebagai
kelas eksperimen.
Tabel. 3.1 Desain Satu Kelompok Pretest-Posttest
(One group pretest-posttest design)
Kelompok Pretest Perlakuan Posttest
A O1 X O2
Keterangan:
A : Kelas eksperimen
X : Perlakuan dengan pemberian Model Pembelajaran SSCS
O1 : Tes awal
O2 : Tes akhir
3. Instrumen Penelitian
a. Tes Keterampilan Proses Sains
Tes ini digunakan untuk mengevaluasi keterampilan proses sains dalam
pelajaran IPA Fisika pada kelas yang menjadi sampel penelitian. Tes ini
berbentuk essay free content yang artinya tes terkait dengan konsep fisika,
dilaksanakan sebanyak dua kali yaitu diawal sebagai pretest dan diakhir sebagai
posttest. Soal yang diberikan terdiri dari beberapa item tes. Pada masing-masing
item tes terdapat kategori indikator keterampilan proses sains.
b. Lembar Observasi
Instrumen ini digunakan untuk mengobservasi proses pembelajaran di kelas
berupa penilaian efektif dan psikomotor.
c. Perangkat Pembelajaran
Instrumen ini terdiri dari rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP), silabus
dan bahan ajar.
4. Tahap Penelitian
Tahapan dalam penelitian meliputi 3 tahap yaitu :
a. Tahap Persiapan
1. Mencari literatur yang berkaitan dengan judul penelitian.
2. Menentukan populasi dan sampel penelitian
3. Menyusun instrumen yang akan digunakan dalam penelitian
4. Melakukan Validitas ahli dan validitas konstruksi
b. Tahap pelaksanaan
1. Penentuan kelas yang akan dijadikan sampel
2. Pemberian tes awal
3. Pemberian perlakuan (penyajian materi)
4. Pemberian tes akhir
c. Tahap Akhir
Kegiatan yang akan dilakukan pada tahap ini adalah mengolah dan
menganalisis data dengan menggunakan teknik analisis. Hasil analisa data akan
digunakan untuk menyimpulkan hasil penelitian.
5. Analisa Data
a. Analisis Instrumen
Analisa Reliabilitas Tes
Untuk mengetahui reliabilitas tes digunakan rumus alpha. Rumus alpha
digunakan untuk mencari reliabilitas instrument yang skornya bukan 1 dan 0,
misalnya soal bentuk uraian. yakni (Arikunto,S, 2007:109)
r11=[ nn−1 ][1−∑ σ i
2
σ t2 ] ……………………………………….(1)
Dengan:
r11 : Koefisien reliabilitas tes
n : Banyaknya butir item yang dikeluarkan dalam tes
∑ σ i2 : Jumlah varians skor dari tiap-tiap butir item
σ t2 : varian total
Sedangkan rumus varians yang digunakan untuk menghitung reliabilitas adalah:
σ 2=∑ x2−
(∑ x)2
NN
……………………………………………..(2)
Keterangan:
σ 2 : varians
(∑x)2 : kuadrat jumlah skor yang diperoleh siswa
∑x2 : jumlah kuadrat skor yang diperoleh siswa
N : jumlah subjek
Kriteria koefisien relaibilitas adalah sebagai berikut:
Tabel 2 Kriteria Koefisien Relaibilitas
Batasan Kategori
0,80< r11≤ 1,00 Sangat tinggi (sangat baik)
0,60< r≤ 0,80 Tinggi (baik)
0,40< r11≤ 0,60 Cukup(sedang)
0,20< r11≤ 0,40 Rendah (kurang)
r11≤ 0,20 Sangat rendah (sangat kurang)
b. Analisa Data Hasil Penelitian
Data yang dikumpulkan dari penelitian ini selanjutnya diolah dengan
menggunakan teknik statistik. Langkah-langkah yang ditempuh dalam
pengolahan ini adalah sebagai berikut :
1. Uji Peningkatan Hasil Tes
Untuk mengetahui peningkatan hasil tes keterampilan prose sains pada
kelas eksperimen dengan mengunakan model pembelajaran search, solve,
create and share maupun kelas kontrol yang menggunakan pembelajaran
konvensional dihitung berdasarkan skor N-gain. Untuk memperoleh skor
N-gain digunakan rumus yang dikembangkan oleh Hake (Cheng, et.al,
2004):
g=
SPost−SPr e
Smaks−Spre
x100 % .......................................................(3)
keterangan:
Spost : Skor tes akhir
Spre : Skor tes awal
Smax : Skor maks ideal
Tabel 3 Kriteria tingkat Gain
Tingkat Gain Kriteria
g > 70 Tinggi
30 ¿ g < 70
g < 30
Sedang
Rendah
2. Uji Hipotesis
Untuk melihat seberapa jauh hipotesis yang telah dirumuskan
didukung oleh data yang dikumpulkan, maka hipotesis tersebut harus diuji.
Jika sebaran data berdistribusi normal dan homogen, maka data yang
diperoleh dianalisis dengan menggunakan Uji Statistik Parametrik (uji “t”).
Menguji hipotesis dengan menggunakan uji-t satu pihak (1-tailed). Jika
tidak terdistribusi normal, maka data diperoleh dianalisis dengan
menggunakan Uji Statistik Non Parametrik.
Rumus yang digunakan untuk uji-t satu pihak (1-tailed) adalah sebagai
berikut (Sudjana, 2005: 239) :
thit=x1−x2
S √ 1
n1+ 1
n2 ……………………………….(4)
dimana
S=√ (n1−1 ) S12+(n2−1 ) S2
2
n1+n2−2 ………………………………….(5)
dengan :
x1 : Gain rata-rata kelas eksperimen
x2 : Gain rata-rata kelas kontrol
n1 : Jumlah siswa kelas eksperimen
n2 : Jumlah siswa kelas kontrol
S : Simpangan baku
Dengan pasangan hipotesis adalah :
H :μ0=μ1
Tidak terdapat peningkatan yang signifikan keterampilan
proses sains dengan menggunakan model pemelajaran
SSCS.
H1 :μ0<μ1 Terdapat peningkatan yang signifikan keterampilan proses
sains dengan menggunakan model pemelajaran SSCS.
Ketentuan uji-t satu pihak (1-tailed) dengan derajat kebebasan (dk = n1 +
n2 - 2) pada taraf nyata α = 0,05 adalah :
1) Jika thitung > t tabel berarti H1 diterima.
2) Jika thitung < t tabel berarti H1 ditolak.
3. Analisis Data Observasi
Untuk mengetahui presentase nilai rata-rata aktivitas guru dan siswa,
digunakan rumus sebagai berikut:
presentase nilairata−rata (% )= jumlah skorskor maksimum
×100 %