efektivitas komunikasi pengembangan pariwisata … · asing, yang dikenal sebagai perkampungan...
TRANSCRIPT
EFEKTIVITAS KOMUNIKASI PENGEMBANGAN
PARIWISATA PERKAMPUNGAN BUDAYA BETAWI DI
JAGAKARSA, JAKARTA SELATAN
RIDHO PANGESTU ADHITIO RISALI
DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2016
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI
SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Efektivitas
Komunikasi Pengembangan Pariwisata Perkampungan Budaya Betawi di
Jagakarsa, Jakarta Selatan adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Juli 2016
Ridho Pangestu Adhitio Risali
NIM I34120136
ABSTRAK
RIDHO PANGESTU ADHITIO RISALI. Efektivitas Komunikasi
Pengembangan Pariwisata Perkampungan Budaya Betawi di Jagakarsa, Jakarta
Selatan. Dibimbing oleh SUTISNA RIYANTO.
Perkampungan Budaya Betawi (PB Betawi) merupakan salah satu kawasan
wisata alam dan budaya di Jakarta yang bertujuan untuk melestarikan kebudayaan
masyarakat Betawi. Untuk meningkatkan jumlah wisatawan yang berkunjung,
pengelola PB Betawi melakukan aktivitas komunikasi pemasaran kepada calon
wisatawan. Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis efektivitas komunikasi
yang telah dilakukan pengelola PB Betawi kepada khalayaknya, yaitu wisatawan.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan metode survai dan
pendekatan kualitatif dengan metode wawancara mendalam. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa sumber informasi yang efektif untuk menyampaikan
informasi pariwisata PB Betawi adalah saluran interpersonal (keluarga, kerabat,
teman, rekan kerja, dan tetangga). Selain itu, hasil penelitian juga menunjukkan
bahwa dari mulai tahapan perhatian, ketertarikan, minat, dan tindakan, aktivitas
komunikasi pemasaran hanya efektif pada tingkat tindakan.
Kata kunci: Efektivitas, Pariwisata, Perkampungan Budaya Betawi
ABSTRACT
RIDHO PANGESTU ADHITIO RISALI. The Effectiveness of Tourism
Development Communication Betawi Cultural Village in Jagakarsa, South Jakarta.
Supervised by SUTISNA RIYANTO.
Betawi Cultural Village (PB Betawi) is one of natural and cultural
attractions in Jakarta that aims to preserve the culture of Betawi community . To
increase the number of tourists, manager of PB Betawi perform marketing
communication activities to prospective tourists. The purpose of this research was
to analyze the effectiveness of communication that have been made by manager of
PB Betawi to its audiences, which is tourist. This research uses a quantitative
approach through survey method and qualitative approach through in-depth
interviews. The results showed that the effective sources to deliver PB Betawi
tourism information is interpersonal channels (family, relatives, friends, coworkers,
and neighbors). Moreover, the results also showed that start from stages of
attention, interest, interest, and action, marketing communication activities only
effective on the level of action.
Keywords: Efectiveness, Tourism, Betawi Cultural Village
EFEKTIVITAS KOMUNIKASI PENGEMBANGAN PARIWISATA
PERKAMPUNGAN BUDAYA BETAWI DI JAGAKARSA, JAKARTA
SELATAN
Ridho Pangestu Adhitio Risali
I34120136
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat
pada
Mayor Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat
DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2016
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah Subhanahu WaTa’ala
yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan Skripsi berjudul “Efektivitas Komunikasi Pengembangan
Pariwisata Perkampungan Budaya Betawi di Jagakarsa, Jakarta Selatan” ini
dengan baik. Skripsi ini ditujukan untuk memenuhi syarat mendapatkan gelar
sarjana komunikasi dan pengembangan masyarakat pada Departemen Sains
Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut
Pertanian Bogor.
Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Bapak Ir Sutisana Riyanto,
MS sebagai pembimbing yang telah memberikan saran dan masukan selama proses
penulisan hingga penyelesaian skripsi ini. Ucapan terima kasih juga penulis
sampaikan kepada Ibu Ir Siti Sugiah Mugniesyah, MS dan Bapak Martua Sihaloho
SP, MS selaku dosen penguji dan dosen perwakilan departemen yang telah
memberikan koreksi dan masukan dalam penulisan skripsi. Lalu ucapan terima
kasih penulis ucapkan kepada pihak PB Betawi dan responden yang tidak bisa
disebutkan satu persatu karena telah membantu dan bekerjasama dengan baik
selama proses pembuatan skripsi dari mulai penyusunan proposal penelitian sampai
dengan pelaksanaan penelitian.
Penulis juga menyampaikan hormat dan terima kasih kepada orang tua
tersayang Bapak Sutiyono dan Ibu Salimah, serta seluruh keluarga besar yang telah
memberikan dukungan, bantuan, dan doa bagi kelancaran penulisan skripsi ini.
Penulis juga sampaikan terima kasih kepada Falah, Kevin, Fevi, Zahra, Faris, Syifa
dan teman-teman SKPM 49, Kabinet HIMASIERA yang namanya tidak bisa
penulis sebutkan satu per satu, yang bersedia menjadi teman berdiskusi, saling
bertukar pikiran, membantu dan memotivasi penulis dalam penulisan dan
penyelesaian skripsi ini.
Semoga hasil penelitian ini bermanfaat bagi banyak pihak.
Bogor, Juli 2016
Ridho Pangestu Adhitio Risali
NIM. I34120136
DAFTAR ISI
DAFTAR GAMBAR xvi
DAFTAR LAMPIRAN xvi
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Rumusan Masalah 3
Tujuan 3
Kegunaan Penelitian 4
PENDEKATAN TEORITIS 5
Tinjauan Pustaka 5
Pariwisata 5
Komunikasi Pengembangan Pariwisata 7
Khalayak Komunikasi Pengembangan Pariwisata 8
Efektivitas Komunikasi Pengembangan Pariwisata 8
Kerangka Pemikiran 10
Hipotesis 12
PENDEKATAN LAPANG 13
Metode Penelitian 13
Lokasi dan Waktu 13
Teknik Pemilihan Responden dan Informan 13
Teknik Pengumpulan Data 14
Validitas dan Reliabilitas Instrumen 14
Teknik Pengolahan dan Analisis Data 15
Definisi Operasional 16
GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 19
Letak dan Geografis 19
Sejarah Perkampungan Budaya Betawi 19
Pengorganisasian Kawasan Wisata Perkampungan Budaya Betawi 20
Fasilitas dan Sarana Penunjang Perkampungan Budaya Betawi 22
Objek Wisata di Kawasan PB Betawi 23
Saluran Komunikasi Promosi PB Betawi 25
PROFIL KARAKTERISTIK WISATAWAN PB BETAWI 29
Karakteristik Wisatawan Perkampungan Budaya Betawi 29
Umur 30
Pekerjaan 30
Pendidikan 31
Jangkauan Geografis 32
Pendapatan 32
Etnis 33
Motivasi berkunjung 34
Tingkat Hubungan Interpersonal 35
Tingkat Akses terhadap Media Massa 35
Tingkat Partisipasi Sosial 36
KETERDEDAHAN KOMUNIKASI PENGEMBANGAN PARIWISATA 39
Tingkat Keragaman Sumber Informasi PB Betawi 39
Tingkat Keterdedahan Sumber Informasi PB Betawi 41
Tingkat Penerimaan Isi Pesan 43
Hubungan Antara Karakteristik Wisatawan PB Betawi Dengan
Keterdedahan Komunikasi Pengembangan Pariwisata 45
Hubungan umur dengan tingkat penerimaan isi pesan 46
Hubungan jenis pekerjaan dengan tingkat keterdedahan sumber informasi
PB Betawi 47
Hubungan tingkat pendidikan dengan tingkat keragaman sumber informasi
PB Betawi 47
Hubungan jenis motivasi berkunjung dengan keterdedahan komunikasi
pengembangan pariwisata 48
EFEKTIVITAS KOMUNIKASI PENGEMBANGAN PARIWISATA 53
Indikator Efektivitas 53
Tingkat Perhatian 54
Tingkat Ketertarikan 55
Tingkat Minat 57
Tingkat Tindakan 58
Hubungan Antara Keterdedahan dengan Efektivitas Komunikasi 59
Hubungan tingkat keragaman sumber informasi PB Betawi dengan tingkat
tindakan 60
Hubungan tingkat keterdedahan informasi PB Betawi dengan tingkat minat
62
Hubungan tingkat keterdedahan sumber informasi PB Betawi dengan
tingkat tindakan 62
Hubungan tingkat penerimaan isi pesan dengan tingkat tindakan 63
Hubungan Antara Saluran Komunikasi dengan Efektivitas Komunikasi 64
Hubungan saluran interpersonal dengan tingkat minat 65
Hubungan saluran interpersonal dengan tingkat tindakan 65
Hubungan Antara Pesan Komunikasi Pariwisata Dengan Efektivitas
Komunikasi 66
Hubungan pesan atraksi dengan tingkat tindakan 67
SIMPULAN DAN SARAN 69
Simpulan 69
Saran 69
DAFTAR PUSTAKA 71
DAFTAR TABEL
1. Hasil uji reliabilitas kuesioner Efektivitas Komunikasi
Pengembangan Pariwisata Perkampungan Budaya Betawi di
Jagakarsa, Jakarta Selatan
15
2. Jumlah dan persentase wisatawan Perkampungan Budaya Betawi
berdasarkan karakteristik wisatawan bulan Mei 2016
29
3. Persentase wisatawan PB Betawi berdasarkan tingkat keterdedahan
informasi bulan Mei 2016
39
4. Persentase dan rataan skor wisatawan Perkampungan Budaya Betawi
berdasarkan keterdedahan sumber informasi bulan Mei 2016
42
5. Persentase dan rataan skor wisatawan Perkampungan Budaya Betawi
berdasarkan jenis informasi bulan Mei 2016
44
6. Nilai koefisien korelasi antara karakteristik wisatawan dengan
keterdedahan komunikasi pengembangan pariwisata di
Perkampungan Budaya Betawi
45
7. Jumlah dan persentase wisatawan berdasarkan umur dan tingkat
penerimaan isi pesan
46
8. Jumlah dan persentase wisatawan berdasarkan tingkat pendidikan
dan tingkat keragaman sumber informasi
48
9. Persentase dan rataan skor wisatawan Perkampungan Budaya Betawi
berdasarkan efektivitas komunikasi
53
10. Nilai koefisien korelasi antara keterdedahan komunikasi
pengembangan pariwisata dengan efektivitas komunikasi di
Perkampungan Budaya Betawi
60
11. Jumlah dan persentase wisatawan berdasarkan tingkat keragaman
sumber informasi dan tingkat tindakan
61
12. Jumlah dan persentase wisatawan berdasarkan tingkat keterdedahan
sumber informasi dan tingkat minat
62
13. Jumlah dan persentase wisatawan berdasarkan tingkat keterdedahan
sumber informasi dan tingkat tindakan
63
14. Jumlah dan persentase wisatawan berdasarkan tingkat penerimaan isi
pesan dan tingkat tindakan
64
15. Nilai koefisien korelasi antara keterdedahan saluran komunikasi
dengan efektivitas komunikasi di Perkampungan Budaya Betawi
65
16. Nilai koefisien korelasi antara keterdedahan pesan pariwisata dengan
efektivitas komunikasi di Perkampungan Budaya Betawi
66
DAFTAR GAMBAR
1. Model Komunikasi SMCRE Rogers dan Shoemaker (1971) 7
2. Model Hierarkhi Tanggapan Mackay (2005) 9
3. Bagan Hubungan Antar Variabel dalam Studi Efektivitas
Komunikasi Pengembangan Pariwisata Perkampungan Budaya
Betawi di Jagakarsa, Jakarta Selatan
11
4. Struktur kepengurusan Forum Pengkajian Pembangunan PB Betawi
2014
21
5. Rata-rata frekuensi keterdedahan media massa wisatawan PB Betawi
bulan Mei 2016
35
6. Persentase wisatawan Perkampungan Budaya Betawi berdasarkan
kegiatan sosial bulan Mei 2016
37
7. Persentase wisatawan Perkampungan Budaya Betawi berdasarkan
sumber informasi bulan Mei 2016
40
8. Rataan skor tingkat perhatian produk wisata PB Betawi 54
9. Rataan skor tingkat ketertarikan produk wisata PB Betawi 56
10. Rataan skor tingkat minat produk wisata PB Betawi 57
11. Rataan skor tingkat tindakan produk wisata PB Betawi 58
DAFTAR LAMPIRAN
1. Jadwal kegiatan penelitian 74
2. Peta lokasi penelitian 75 3. Daftar nama responden 76
4. Dokumentasi Penelitian 77
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pemerintah Indonesia menetapkan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009
tentang kepariwisataan yang menyatakan bahwa pariwisata adalah berbagai macam
kegiatan wisata yang didukung berbagai fasilitas serta layanan yang disediakan oleh
masyarakat, pengusaha, pemerintah, dan pemerintah daerah. Berbagai fasilitas
tersebut didukung oleh kekayaan sumberdaya alam dan kekayaan budaya Indonesia
yang berlimpah. Berdasarkan laporan Bappenas 2016, Indonesia memiliki
kekayaan flora sekitar 109 ribu jenis tumbuhan dan kekayaan fauna sekitar 22 ribu
jenis hewan. Selain itu, BPS (2015) melaporkan bahwa etnik atau suku bangsa yang
berada di Indonesia jumlahnya adalah 1330 kategori etnik/suku bangsa.Tujuan
pengembangan pariwisata di berbagai daerah di Indonesia secara umum sangat
menguntungkan, antara lain untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD)
dan taraf hidup masyarakat, memperluas kesempatan kerja, meningkatkan rasa
cinta lingkungan serta melestarikan alam dan budaya setempat.
Upaya Pemerintah Indonesia dalam mengembangkan pariwisata telah
mengalami kemajuan dalam beberapa tahun terakhir. Kemajuan tersebut
ditunjukkan oleh meningkatnya jumlah wisatawan mancanegara yang mengunjungi
Indonesia dari tahun ke tahun. Berdasarkan data BPS (2015), pada periode 2010-
2014 jumlah wisatawan asing mengalami peningkatan yang awalnya sekitar 7 juta
wisatawan menjadi sekitar 9,5 juta wisatawan, atau dalam kurun waktu 4 tahun
terdapat peningkatan sebanyak 22,3 persen. Kondisi tersebut diikuti oleh
meningkatnya kontribusi sektor pariwisata terhadap devisa negara. Data
Kemenparekraf Indonesia menunjukkan bahwa sektor pariwisata Indonesia pada
periode 2011- 2013 mengalami peningkatan yang awalnya sebanyak 8,5 juta dolar
AS menjadi 10 juta Dolar AS. Dalam kurun waktu 4 tahun, sektor ini telah
menyumbang lebih dari 27 juta Dolar AS terhadap devisa negara. Hal tersebut
menjadikan sektor pariwisata sebagai sektor yang menempati urutan keempat
setelah sektor minyak dan gas bumi, batu bara, dan minyak kelapa sawit dalam
kontribusi terhadap devisa negara.
Jakarta sebagai Ibukota negara Indonesia merupakan pusat kegiatan
pemerintahan dan aktivitas bisnis berlangsung. Hal tersebut menjadikan kota ini
menjadi pusat aktivitas ekonomi dan juga politik negara Indonesia. Banyaknya
aktivitas yang terpusat di ibukota berakibat pada meningkatnya jumlah migran di
ibukota. BPS (2015) melaporkan bahwa pada periode tahun 2000–2010 penduduk
yang bermigrasi seumur hidup ke kota DKI Jakarta mengalami kenaikan sejumlah
500 ribu jiwa. Akibatnya Jakarta menjadi kota terpadat penduduknya di Indonesia
dengan kepadatan penduduk sebanyak 15 ribu jiwa/km2 (BPS 2015). Fenomena ini
sesuai dengan pernyataan Radcliffe (1956) yang dikutip oleh Nasdian (2014)
mengenai Great Tradition dan Litte Tradition dimana Jakarta menjadi pusat
kebudayaan dan daerah lainnya menginduk pada budaya kota tersebut.
Meningkatnya migran ke Jakarta berpengaruh pada meningkatnya heterogenitas
penduduk Jakarta. Kondisi tersebut, bersamaan dengan meningkatnya masyarakat
Betawi yang menjual lahannya kepada pemerintah untuk proyek pembangunan
membuat masyarakat dan juga kebudayaan asli Betawi terpinggirkan. Oleh karena
2
itu Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kota Jakarta membuat sebuah kawasan di
mana terkonsentrasi masyarakat Betawi di wilayah Setu Babakan yang bertujuan
untuk melestarikan kebudayaan masyarakat Betawi sekaligus memperkenalkan
budaya Betawi kepada masyarakat etnik lainnya di Indonesia ataupun wisatawan
asing, yang dikenal sebagai Perkampungan Budaya Betawi (PB Betawi) yang
ditetapkan melalui Keputusan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 92 tahun
2000 tentang Penataan Lingkungan Perkampungan Budaya Betawi (PB Betawi).
Dengan demikian, Setu Babakan bukan hanya berfungsi sebagai daerah resapan air,
melainkan juga menjadi salah satu kawasan PB Betawi sehingga fungsinya
bertambah sebagai destinasi wisata alam dan budaya betawi.
Pengelola PB Betawi dalam mengembangkan kawasan wisatanya selalu
memberikan inovasi-inovasi baik dalam bentuk infrastruktur, atraksi wisata,
maupun pelayanan. Selain itu, agar dikenal oleh wisatawan domestik maupun asing,
pengelola PB Betawi tersebut berupaya melakukan promosi melalui beragam media
untuk memberi informasi dan memersuasi calon wisatawan untuk berkunjung ke
PB Betawi. Proses promosi sebenarnya adalah penyampaian pesan yang merupakan
bagian dari proses komunikasi. Sebagaimana dikemukakan oleh Kotler dan Keller
(2006) bahwa promosi merupakan proses komunikasi suatu perusahaan dengan
pihak-pihak yang berkepentingan sekarang, dan yang akan datang serta masyarakat.
Dewasa ini terdapat sejumlah penelitian berkenaan proses komunikasi,
khususnya promosi dalam pengembangan pariwisata, diantaranya dilakukan oleh
Sangkaeng et al. (2015) dan Oktavian (2013). Hasil penelitian Sangkaeng et al.
yang berjudul “Pengaruh Citra, Promosi dan Kualitas Pelayanan Objek Wisata
Terhadap Kepuasan Wisatawan di Objek Wisata Taman Laut Bunaken Sulawesi
Utara” menemukan fakta bahwa promosi atau komunikasi pemasaran berpengaruh
positif terhadap kepuasan wisatawan. Di dalam penelitiannya Sangkaeng et al.
menggunakan pendekatan promosi dan kepuasan wisatawan yang berfokus kepada
kepuasan penerima pesan terhadap aktivitas promosi yang diterimal. Namun
demikian, Sangkaeng et al. mengabaikan faktor-faktor kharakteristik wisatawan
yang mempengaruhi kepuasan wisatawan ketika berkunjung. Selain itu, penelitian
Sangkaeng et al. tidak memandang kepuasan wisatawan terhadap aktivitas promosi
sebagai sebuah proses dari mulai penerimaan pesan sampai dengan responden
melakukan kunjungan ke Taman Laut Bunaken. Adapun hasil penelitian Oktavian
(2013) yang berjudul “Strategi Komunikasi Dinas Kebudayaan Pariwisata Dalam
Upaya Pengembangan Objek Wisata Rumah Benteng Melapi I di Desa Melapi
Kecamatan Putussibau Selatan Kabupaten Kapuas Hulu” memperlihatkan bahwa
pemilihan media komunikasi yang tepat dapat memperbesar kemungkinan pesan
yang disampaikan dapat diterima oleh khalayak, sehingga mereka tertarik untuk
berkunjung ke lokasi wisata. Namun demikian, penelitian Oktavian hanya
menggunakan analisis deskriptif sehingga tidak melihat hubungan antar variabel
antara strategi komunikasi yang dilakukan oleh Dinas Pariwisata dengan khalayak
penerima pesan.
Sehubungan belum adanya penelitian mengenai komunikasi pengembangan
pariwisata di Perkampungan Budaya Betawi dan perlunya penelitian yang berfokus
pada efektivitas komunikasi pengembangan pariwisata maka perlu dilakukan
penelitian mengenai efektivitas komunikasi pengembangan pariwisata, khususnya
di Perkampungan Budaya Betawi
3
Rumusan Masalah
Merujuk pada teori komunikasi pemasaran dari Mackay yang dikutip oleh
Kallrson (2007), komunikasi pemasaran dapat dilakukan melalui empat komponen
tahapan penerimaan konsumen yang dikenal sebagai Teori AIDA. Menurut teori
tersebut, attention adalah upaya pembuat pesan untuk menarik perhatian khalayak.
Interest adalah upaya untuk menarik perhatian khalayak. Desire adalah upaya untuk
menarik minat khalayak untuk berkunjung dan Action upaya untuk mengarahkan
khalayak untuk mengambil tindakan membeli atau berkunjung ke kawasan wisata.
Sehubungan dengan itu bagaimanakah strategi komunikasi yang dilakukan oleh
pengelola PB Betawi dalam mempromosikan pesan?
Setiap tahunnya, PB Betawi selalu mengalami kenaikan jumlah pengunjung.
Pada periode 2010-2013 jumlah pengunjung PBB mengalami kenaikan sebesar
58% yang terdiri dari wisatawan lokal maupun mancanegara. Selanjutnya, Wrights
(1985) mengemukakan bahwa khalayak itu heterogen. Unsur khalayak dalam
penelitian ini adalah wisatawan. Merujuk Rogers dan Shoemaker (1971),
bagaimanakah karakteristik wisatawan meliputi karakteristik sosial ekonomi,
kepribadian dan perilaku komunikasi yang berkunjung ke PB Betawi?
Klapper (1960) memaparkan bahwa efek dari media massa tidak secara
langsung mempengaruhi individu. Individu memiliki kecenderungan selektif
terhadap pesan media massa yang diterimanya. Faktor-faktor tersebut adalah
selective exposure, selective attention, selective perception dan selective retention.
Oleh karena itu bagaimana keterdedahan komunikasi pengembangan pariwisata
pengunjung PB Betawi?
Merujuk teori komunikasi pada umumnya, efektivitas komunikasi oleh
Pengelola PB Betawi adalah komponen efek pada proses komunikasi, yang berupa
perubahan perilaku pada penerima pesan, dalam penelitian ini wisatawan yang
berkunjung ke PB Betawi. Sehubungan dengan itu, Mackay (2005) mengemukakan
bahwa efektivitas komunikasi pada khalayak juga dapat diukur berdasarkan
komponen AIDA. Oleh karena itu bagaimanakah efektivitas komunikasi
pengembangan pariwisata pada pengunjung PB Betawi?
Tujuan
Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengkaji efektivitas komunikasi
pengembangan pariwisata Perkampungan Budaya Betawi di Jagakarsa. Adapun
tujuan khusus penelitian ini meliputi:
1. Mengidentifikasi strategi komunikasi pemasaran yang dilakukan oleh pengelola
Perkampungan Budaya Betawi
2. Mengidentifikasi karakteristik wisatawan yang berkunjung ke PB Betawi
meliputi karakteristik sosial ekonomi, kepribadian dan perilaku komunikasi
mereka.
3. Menganalisis ketededahan komunikasi pengembangan pariwisata di
Perkampungan Budaya Betawi
4. Menganalisis efektivitas komunikasi pengembangan pariwisata di
Perkampungan Budaya Betawi
4
Kegunaan Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi beberapa pihak, yaitu:
1. Bagi peneliti, penelitian ini memberikan pengalaman dalam menerapkan
sejumlah konsep dan teori dalam konteks komunikasi pemasaran di PB Betawi.
2. Bagi akademisi, penelitian ini diharapkan dapat menjadi materi awal untuk
memperluas dan memperkaya literatur penelitian-penelitian selanjutnya yang
sejenis khususnya dalam komunikasi pariwisata.
3. Bagi pengelola kawasan wisata, penelitian ini diharapkan mampu menjadi
masukan bagi pengelola untuk mengembangan sistem maupun strategi
komunikasi pengembangan pariwisata yang efektiv sehingga informasi
mengenai kawasan wisata dapat tersebar luas dan jumlah pengunjung dapat
mengalami kenaikan yang signifikan.
4. Bagi pemerintah, khususnya Pemerintah DKI Jakarta penelitian ini diharapkan
mampu menjadi untuk membuat kebijakan yang selalu mendukung setiap
kegiatan pengembangan pariwisata sehingga sektor pariwisata Indonesia dapat
berkembang dan dikenal masyarak
PENDEKATAN TEORITIS
Tinjauan Pustaka
Pariwisata
Menurut Yoeti (1995) pariwisata adalah suatu perjalanan yang dilakukan
untuk sementara waktu, yang diselenggarakan dari suatu tempat ke tempat lain
dengan maksud bukan untuk berusaha (business) atau mencari nafkah di tempat
yang dikunjungi, tetapi semata-mata untuk menikmati perjalanan tersebut guna
bertamasya dan rekreasi atau untuk memenuhi keinginan yang beranekaragam. UU
nomor 10 tahun 2009 menyebutkan Pariwisata adalah berbagai macam kegiatan
wisata dan didukung berbagai fasilitas serta layanan yang disediakan oleh
masyarakat, pengusaha, pemerintah, dan pemerinta daerah.
Saat ini negara-negara dengan potensi wisata yang beranekaragam sedang
berlomba-lomba untuk menarik perhatian turis lokal maupun turis mancanegara
agar mengunjungi objek wisata yang terdapat di negara mereka. Kompetisi tersebut
disebabkan banyaknya manfaat yang bisa didapat dari pariwisata oleh suatu negara.
Menurut Wahab (1992) yang dikutip oleh Manurung (2011), manfaat pariwisata
bagi suatu negara, yaitu:
1. Pariwisata bagi suatu negara merupakan salah satu faktor penting untuk
menggalang persatuan bangsa dan rakyatnya memiliki daerah yang berbeda,
dialek, adat istiadat, dan cita rasa yang beraneka ragam.
2. Pariwisata menjadi faktor penting dalam pembangunan ekonomi, karena
kegiatannya mendorong perkembangan beberapa sektor ekonomi nasional.
3. Pariwisata internasional sangat berguna sebagai sarana untuk meningkatkan
saling pengertian internasional dan sebagai alat penenang dalam ketegangan
politik karena apabila orang-orang dari berbagai warga bertemu dan saling
memperhatikan pola kehidupan rumah tangga, maka tentunya mereka akan
saling berpengertian lebih baik.
4. Pariwisata juga berperan meningkatkan kesehatan serta menjauhkan diri dari
segala kehidupan rutin sehari-hari, semua ini akan menambah daya tahan dan
sangat menurunkan ketegangan saraf.
UU nomor 9 tahun 1990 pasal 1 mengenai pariwisata mendefinisikan objek
wisata sebagai suatu tempat yang menjadi kunjungan wisatawan karena mempunyai
daya tarik, baik alamiah, maupun buatan manusia, seperti keindahan
alam/pegunungan, pantai, flora, dan fauna, kebun binatang, bangunan kuno
bersejarah, monumen, candi, tarian, atraksi dan kebudayaan khas lainnya.
Menurut Adisasmita (2010), pariwisata meliputi berbagai jenis, karena
keperluan dan motif perjalanan wisata yang dilakukan bermacam-macam, misalnya
pariwista pantai, pariwisata etnik, pariwisata agro, pariwisata perkotaan, pariwisata
sosisal dan pariwisata alternatif.
1. Pariwisata Pantai (Marine Tourism)
Pariwisata pantai adalah kegiatan pariwisata yang ditunjang oleh sarana dan
prasarana untuk berenang, memancing, menyelam dan olahraga air lain,
termasuk sarana dan prasarana akomodasi, makan dan minum.
2. Pariwisata Etnik (Ethnic Tourism)
6
Pariwisata etnik adalah perjalanan untuk mengamati perwujudan kebudayaan
dan gaya hidup masyarakat yang diangap menarik (exotic)
3. Pariwisata Budaya (Culture Tourism)
Pariwisata budaya adalah perjalanan untuk meresapi (dan terkadang untuk ikut
mengalami) suatu gaya hidup yang telah hilang dari ingatan manusia.
4. Pariwisata Alam (Ecotourism)
Pariwisata alam adalah perjalanan ke suatu tempat yang relatif masih asli (belum
tercemar), dengan tujuan untuk mempelajari, mengagumi, menikmati
pemandangan alam, tumbuhan dan binatang liar, serta perwujudan budaya yang
ada (pernah ada) di tempat tersebut.
5. Pariwisata Agro (Agro tourism)
Pariwisata agro merupakan perjalanan untuk meresapi dan mempelajari kegiatan
pertanian, perkebunan, peternakan dan kehutanan. Jenis wisata ini bertujuan
untuk mengajak wisatawan untuk ikut memikirkan sumberdaya alam dan
kelesatariannya, Wisatawan ikut tinggal bersama keluarga petani atau tinggal di
perkebunan untuk ikut merasakan kehidupan dan kegiatannya.
6. Pariwisata Perkotaan (Urban Tourism)
Pariwisata perkotaan adalah bentuk pariwisata yang umum terjadi di kota-kota
besar, dimana pariwisata merupakan kegiatan yang cukup penting, namun bukan
merupakan kegiatan utama di kota tersebut.
7. Pariwisata Alternatif (Alternative Tourism)
Pariwisata alternatif merupakan suatu bentuk pariwisata yang sengaja disusun
dalam skala kecil, memperhatikan kelestarian lingkungan dan segi-segi sosial.
Bentuk pariwisata ini sengaja diciptakan sebagai tandingan terhadap bentuk
pariwisata yang umumnya berskala besar. Dalam pariwisata alternatif ini
keuntungan ekonomi yang diperoleh dari kegiatan pariwisata langsung dirasakan
oleh masyarakat setempat sebagai pemilik dan penyelenggara jasa pelayanan
dan fasilitas pariwisata.
8. Pariwisata Religi
Wisata religi adalah salah satu jenis produk wisata yang berkaitan erat dengan
religi atau keagamaan yang dianut oleh manusia. Wisata religi dimaknai sebagai
kegiatan wisata ke tempat yang memiliki makna khusus bagi umat beragama,
biasanya berupa tempat ibadah, makam ulama atau setus-setus kuno yang
memiliki kelebihan. Kelebihan itu misalnya dilihat dari sisi sejarah, adanya
mitos dan legenda mengenai tempat tersebut, ataupun keunikan dan keunggulan
arsitektur bangunannya.
Yoeti (1997) menyebutkan adanya tiga aspek penting atau yang dikenal
dengan 3A dari produk pariwisata yang perlu mendapat perhatian dari para
pengelola dalam bidang kepariwisataan, yaitu: attraction, accessibility dan
aminities. Atraksi (attraction) adalah segala sesuatu yang terdapat di daerah tujuan
wisata yang merupakan daya tarik agar orang-orang mau datang berkunjung ke
suatu tempat wisata. Contohnya seperti tari-tarian, kesenian, danau, pemandangan,
binatang dan sebagainya. Aksesibilitas (accessibility) merupakan akses untuk
mencapai tempat wisata yaitu seperti transportasi umum, jalan dan sebagainya.
Fasilitas wisata atau amenities merupakan hal-hal penunjang terciptanya
kenyamanan wisatawan untuk dapat mengunjungi suatu daerah tujuan wisata
seperti toilet, tempat ibadah dan pusat informasi. Ketiga aspek di atas dapat menjadi
7
dasar dalam perancangan pesan komunikasi pariwisata untuk menarik perhatian
calon wisatawan agar terdedah informasi mengenai keadaan lokasi wisata.
Komunikasi Pengembangan Pariwisata
Komunikasi merupakan proses penyampaian pesan dari komunikator atau
pengirim pesan kepada penerima pesan melalui suatu media dengan tujuan agar
penerima memiliki makna yang sama atas informasi yang disampaikan oleh
pengirimnya. Terdapat sejumlah ahli yang mengemukakan model komunikasi.
Lasswell (1948), mengemukakan suatu model komunikasi verbal yang
berupa pertanyaan “who says what to whom in which channel with what effect?”
(Lubis et al. 2003). Maksud dari penjelasan Lasswell komunikasi adalah hubungan
antara pengirim dan penerima pesan dimana penyampaian pesannya dilakukan
melalui suatu media yang pada akhirnya menimbulkan sebuah efek atau perubahan.
Rogers dan Shoemakers (1971) yang dikutip oleh Mugniesyah (2013)
mengemukakan model komunikasi satu tahap yaitu sebuah proses komunikasi yang
dikenal dengan model SMCRE. Model tersebut merupakan adaptasi dari model
komunikasi Berlo yaitu, SMCR. SMCRE merupakan sebuah singkatan dari proses
komunikasi yang berawal dari source atau sumber yang merupakan pembuat pesan.
Lalu Message merupakan isi pesan yang ingin disampaikan oleh sumber.
Selanjutnya Channel atau saluran, yaitu melalui perantara apa pesan akan
disampaikan. Receiver atau penerima yang menjadi objek penerima pesan. Pada
akhirnya pesan yang diterima oleh individu menimbulkan sebuah effect atau efek
terhadap dirinya.
Sumber: Mugniesyah (2013)
Studi mengenai efektivitas komunikasi melihat efek yang ditimbulkan oleh
media kepada penerima pesan. Rogers dan Shoemaker mengemukakan bahwa efek
Source Message Channel Receiver Effect
Ilmuwan
penemu
inovasi,
penyuluh
(agen
perubaha-
n)
atautokoh
pemuka
pendapat
Inovasi
(Penerim-
aan atas
karakteris
tikinovasi
: seperti
keuntung
an)
Saluran
Komunik
-asi
(Interpers
onal atau
media
massa)
Anggota
sistem
sosial
Perubaha
n
Pengetah-
uan, sikap
dan
tindakan
Gambar 1 Model Komunikasi SMCRE Rogers dan Shoemaker (1971)
8
dari komunikasi yang ditimbulkan dapat berupa perubahan pengetahuan, sikap, dan
tindakan. Di sisi lain Klapper (1960) dikutip oleh Kristianingrum (2013)
menjelaskan bahwa media massa tidak secara langsung memberikan efek kepada
audiens namun juga melalui selektivitas oleh khalayak,yaitu selective exposure,
selective attention,selective perception, dan selective retention terlebih dahulu.
Selective exposure merupakan sifat individu yang cenderung menerima pesan
media massa yang sesuai dengan minat dan pendapatnya. Selective attention adalah
kecenderungan individu untuk memperhatikan pesan yang sesuai dengan
kepentingan dan kebutuhannya. Selective perception merupakan keadaan dimana
individu mencari media yang sesuai dengan keyakinannya. Selective retention
merupakan kecenderungan individu untuk mengingat pesan yang sesuai dengan
kebutuhannya.
Khalayak Komunikasi Pengembangan Pariwisata
Di dalam kegiatan komunikasi pengembangan pariwisata, khalayak yang
menerima pesan-pesan komunikasi adalah calon wisatawan. UU nomor 10 tahun
2009 pasal 1 menyebutkan bahwa wisatawan adalah orang yang melakukan
kegiatan wisata. Setiap wisatawan berhak memperoleh informasi yang akurat
mengenai daya tarik wisata, pelayanan kepariwisataan sesuai dengan standar,
perlindungan hukum dan agama, pelayanan kesehatan, perlindungan hak pribadi,
serta perlindungan asuransi untuk kegiatan pariwisata yang memiliki resiko tinggi.
Menurut Yoeti (2001a) wisatawan adalah wisatawan sementara yang minimal
tinggal selama 24 jam di tempat yang dikunjungi dengan tujuan mengisi waktu
luang termasuk keperluan keluarga, bisnis, dan konferensi.
Rogers dan Shoemakers (1971) yang dikutip oleh Mugniesyah (2006)
menyatakan adanya tiga kategori yang dapat membedakan karakteristik suatu unit
pengambil keputusan inovasi. Kategori pertama adalah status sosial ekonomi yang
meliputi: umur, tingkat pendidikan, tingkat literasi, status sosial, pemilikan lahan,
dan tingkat mobilitas. Kategori kedua adalah karakteristik kepribadian yang dapat
dilihat diantaranya berdasarkan kemampuan empati, intelegensia, rasionalitas,
sikap keterbukaan, dan motivasi. Adapun kategori ketiga yaitu perilaku komunikasi
atara lain meliputi: partisipasi sosial, kosmopolit, keterpaparan (keterdedahan)
terhadap media massa, keterpaparan (keterdedahan) terhadap saluran komunikasi
interpersonal, upaya dalam mencari informasi dan jumlah informasi yang dimiliki.
Efektivitas Komunikasi Pengembangan Pariwisata
Menurut Mackay (2005) yang dikutip oleh Karlsson (2007) terdapat respon-
respon yang ditunjukkan oleh penerima pesan ketika menerima pesan periklanan .
Respon-respon tersebut berupa sejumlah tahapan yang harus dilewati oleh
responden apabila sebuah pesan persuasif ingin dikatakan efektif. Teori ini oleh
Mackay disebut sebagai “hierarchy of effects” karena efektivitas pesan diukur
berdasarkan efek yang diterima oleh penerima pesan setelah menerima pesan
persuasif. Tahapan-tahapan ini disusun seperti tangga dimana konsumen harus
melewati tahapan satu persatu sampai pada tahap akhir dan tahapan yang lebih
tinggi tidak akan tercapai apabila tahapan sebelumnya belum terpenuhi. Salah satu
model yang termasuk ke dalam model hierarki tanggapan adalah AIDA.
9
Sumber : Karlsson (2007)
AIDA merupakan sebuah model yang diciptakan oleh Strong pada 1925. Model
ini merupakan sebuah model perilaku yang bertujuan untuk memastikan bahwa
sebuah periklanan dapat membangkitkan perhatian, menstimulasi ketertarikan,
mengarahkan keinginan konsumen dan membuat konsumen melakukan sebuah
tindakan. Selanjutnya Mackay menjelaskan bahwa di dalam model tanggapan
AIDA,sebuah pesan dikatakan efektif apabila:
1. Mengarahkan perhatian konsumen
2. Mengarahkan konsumen agar tertarik pada produk
3. Menimbulkan rasa ingin memiliki atau menggunakan produk
4. Pada akhirnya mengarahkan pada tindakan/ aksi konsumen
Lalu Kotler dan Keller (2006) juga memaparkan bahwa AIDA dapat dijelaskan
dalam empat tahap berikut:
Model
AIDA
Perhatian
Ketertarikan
Minat
Model
DAGMAR
Perhatian
Pemahaman
Keyakinan
Model Lavidge
dan Stainers
Perhatian
Pengetahuan
Menyukai
Memilih
Keyakinan
Tindakan Tindakan
Membeli
Gambar 2 Model Hierarkhi Tanggapan Mackay (2005)
10
1. Tahap menaruh perhatian (Attention), yaitu tahap dimana terdapat perhatian
yang besar dari konsumen terhadap suatu produk (barang atau jasa)
2. Tahap ketertarikan (Interest), yaitu adanya perhatian maka akan timbul rasa
tertarik pada konsumen
3. Tahap berhasrat/berniat (Desire), yaitu perasaan yang timbul dari konsumen
berupa keinginan untuk emmiliki suatu produk tersebut
4. Tahap memutuskan untuk beli (Action), merupakan proses akhir dimana
akhirnya konsumen memutuskan untuk melakukan tindakan yang disebut
membeli.
Kerangka Pemikiran
Penelitian yang berjudul Efektivitas Komunikasi Pengembangan Pariwisata
Perkampungan Budaya Betawi di Jagakarsa, Jakarta Selatan ini merujuk pada
sejumlah konsep dan teori berkenaan model difusi inovasi dari Rogers dan
Shoemaker (1971), dan model komunikasi pemasaran dari Mackay (2005).
Merujuk pada Model Difusi Inovasi (Rogers dan Shoemaker) dalam
penelitian ini diasumsikan berlangsung suatu proses komunikasi yang melibatkan
Pengelola PB Betawi sebagai sumber inovasi ( Objek Wisata PB Betawi) yang
mengirim pesan/informasi berupa “beragam atraksi dan objek wisata di PB Betawi”
terhadap penerimanya yakni warga masyarakat (calon wisatawan), dengan harapan
mampu mempengaruhi aspek-aspek pengetahuan, sikap atau persuasi, dan
aksi/tindakan untuk mengunjungi PB Betawi. Sehubungan dengan itu, efektivitas
komunikasi pengembangan PB Betawi tercermin pada komponen “efek” berupa
respon perubahan perilaku di kalangan masyarakat (calon wisatawan/wisatawan).
Sehubungan dengan itu, dan dengan merujuk pada teori AIDA pada komponen
respon/tanggapan penerima (wisatawan) terdapat sejumlah variabel terpengaruh
untuk mengukur efektivitas komunikasi dalam penelitian ini, yaitu: Tingkat
Perhatian terhadap PB Betawi (Y1), Tingkat Ketertarikan terhadap PB Betawi (Y2),
Tingkat Minat terhadap PB Betawi (Y3), Tingkat Aksi Berkunjung ke PB Betawi
(Y4).
Sejumlah variabel pada efektivitas komunikasi pengembangan PB Betawi
tersebut diduga dipengaruhi oleh sejumlah variabel independen baik pada
komponen sumber maupun penerima (wisatawan). Oleh karena itu, pada penelitian
ini komponen sumber menunjuk pada kemampuan yang ada pada pengelola PB
Betawi untuk mempengaruhi calon wisatawan. Merujuk pada teori model
komunikasi pemasaran AIDA, pengelola PB Betawi sebagai penanggung-jawab
objek wisata PB Betawi melakukan promosi melalui tahapan AIDA untuk promosi
pemasaran , yang dalam hal ini diukur melalui variabel jenis ragam saluran promosi
yang digunakan untuk menyebarluaskan informasi tentang PB Betawi. Oleh karena
penelitian ini hanya berfokus pada satu objek wisata, variabel tersebut dikemukakan
secara deskriptif.
Pada faktor penerima (wisatawan), terdapat sejumlah variabel yang diduga
mempengaruhi efektivitas komunikasi pengembangan pariwisata PB Betawi.
Merujuk pendapat Wrights (1985) tentang syarat sosiologis komunikasi massa,
terdapat sifat khalayak dari suatu proses komunikasi massa, yakni bahwa
khalayaknya heterogen, luas dan anonim. Merujuk pendapat Rogers dan Shoemaker
11
(1971), heterogenitas khalayak itu dapat diidentifikasi melalui tiga faktor, yakni
karakteristik sosial ekonomi, kepribadian dan perilaku berkomunikasi mereka.
Sehubungan dengan itu variabel-variabel independen pada karakteristik sosial
ekonomi yang diduga mempengaruhi adalah: Umur (X1), Tingkat Pendidikan (X2),
Jenis Pekerjaan (X3), Jangkauan Geografis (X4), Tingkat Pendapatan (X5), dan
Jenis Etnis (X6). Pada faktor kepribadian terdapat satu variabel independen, yakni
jenis Motivasi Berkunjung ke PB Betawi (X7). Pada faktor perilaku komunikasi,
diduga terdapat tiga variabel pengaruh yang memepengaruhi efektivitas
komunikasi pengembangan PB Betawi, yaitu: Tingkat Hubungan Interpersonal
(X8), Tingkat Akses Terhadap Media Massa (X9), dan Tingkat Partisipasi Sosial
(X10).
Merujuk pada teori Efek Terbatas Klapper (1960) yang dikutip oleh
kristianingrum (2013) menyatakan bahwa pengaruh komunikasi massa tidak
bersifat langsung, tetapi melalui perilaku selektif khalayak terhadap media, maka
diduga efektivitas pengembangan PB Betawi juga dipengaruhi oleh variabel antara,
berupa perilaku keterdedahan selektif pada khalayak, yang dalam penelitian ini
diukur melalui variabel-variabel antara yang meliputi: Tingkat Keragaman Sumber
Informasi (X11), Tingkat Keterdedahan Sumber Informasi (X12), dan Tingkat
Penerimaan Isi Pesan PB Betawi (X13).
Berdasar kerangka pemikiran di atas, hubungan antar sejumlah variabel
independen, antara dan dependen dalam penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 3.
Keterangan :
= Berhubungan dengan
------ = Analisis Deskriptif
Karakteristik Wisatawan:
Umur (X1)
Tingkat
pendidikan (X2)
Jenis Pekerjaan
(X3)
Tingkat Akses
Terhadap Lokasi
(X4)
Tingkat
Pendapatan (X5)
Jenis Etnis (X6)
Motivasi (X7)
Tingkat Hubungan
Interpersonal (X8)
Tingkat Akses
Media Massa (X9)
Tingkat Partisipasi
Sosial (X10)
Keterdedahan Komunikasi
Pengembangan Pariwisata
PB Betawi:
Tingkat
keragaman
sumber informasi
PB Betawi(X11)
Tingkat
keterdedahan
informasi PB
Betawi (X12)
Tingkat
Penerimaan Isi
Pesan (X13)
Efektivitas Komunikasi
(Penerima):
Tingkat Perhatian
(Y1)
Tingkat
Ketertarikan (Y2)
Tingkat Minat (Y3)
Tingkat
Aksi/Tindakan
(Y4)
Efektivitas Komunikasi
(Sumber):
Jenis Ragam
Saluran
Komunikasi
Gambar 3 Bagan Hubungan Antar Variabel dalam Studi Efektivitas
Komunikasi Pengembangan Pariwisata Perkampungan
Budaya Betawi di Jagakarsa, Jakarta Selatan
12
Hipotesis
Berdasarkan kerangka analisis diatas, maka dirumuskan hipotesis penelitian
sebagai berikut:
1. Terdapat hubungan antara sepuluh variabel independen pada karakteristik
wisatawan (usia, tingkat pendidikan, jenis pekerjaan, tingkat jangkauan
geografis, tingkat pendapatan, jenis etnis, jenis motivasi, tingkat hubungan
interpersonal, tingkat akses media massa, tingkat partisipasi sosial ) dengan tiga
variabel antara keterdedahan komunikasi pengembangan pariwisata (tingkat
kergaman sumber informasi PB Betawi, tingkat keterdedahan sumber informasi
PB Betawi ,tingkat penerimaan isi pesan).
2. Terdapat hubungan antara tiga variabel antara keterdedahan selektif komunikasi
pada wisatawan (tingkat keragaman sumber informasi PB Betawi, tingkat
keterdedahan sumber informasi PB Betawi, tingkat penerimaan isi pesan PB
Betawi) dengan variabel efektivitas komunikasi pengembangan pariwisata
(tingkat perhatian, tingkat ketertarikan, tingkat minat, tingkat tindakan).
PENDEKATAN LAPANG
Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dan kualitatif.
Pendekatan kuantitatif yang digunakan adalah penelitian survei dengan
menggunakan kuesioner terstruktur sebagai alat pengumpul data primer. Metode
kualitatif dilakukan dengan menggunakan wawancara mendalam.
Lokasi dan Waktu
Penelitian berlokasi di Perkampungan Budaya Betawi (PB Betawi) yang
terletak di Kelurahan Srengseng Sawah, Kecamatan Jagakarsa, Jakarta Selatan.
Pemilihan Lokasi penelitian dilakukan secara purposive (sengaja) dengan
mempertimbangkan (1) PB Betawi merupakan kawasan wisata yang memiliki
objek wisata alam berupa Setu Babakan dan wisata kebudayaan masyarakat asli
Jakarta yaitu kebudayaan Betawi. (2) Wisatawan lokal maupun asing yang
mengunjungi kawasan wisata PB Betawi terus meningkat setiap tahunnya. (3)
Pengelola kawasan wisata saat ini sedang mengembangkan PB Betawi dari segi
infrastruktur, fasilitas dan komunikasi pengembangan pariwisata agar jumlah
wisatawan yang berkunjung ke PB Betawi mengalami peningkatan.
Waktu penelitian dilakukan selama lima bulan yaitu pada bulan Januari 2016
sampai bulan Juli 2016. Kegiatan dalam penelitian ini meliputi penyusunan
proposal skripsi, kolokium, revisi proposal pengambilan data lapang berupa data
kuantitatif dan kualitatif, pengolahan dan analisis data, penulisan draft skripsi, uji
petik, sidang skripsi, dan perbaikan laporan skripsi (Lampiran 1). Penggalian data
di lapang dilakukan selama satu bulan yaitu pada bulan April 2016.
Teknik Pemilihan Responden dan Informan
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh wisatawan yang berkunjung ke
Perkampungan Budaya Betawi pada waktu pengambilan data di lapangan.
Responden penelitian adalah wisatawan dengan kriteria yang telah ditetapkan oleh
peneliti yaitu berumur diatas 17 tahun yang sedang berkunjung ke Perkampungan
Budaya Betawi. Pengunjung yang telah berusia 17 tahun dianggap sudah cukup usia
karena memiliki Kartu Tanda Kependudukan kewarganegaraan Indonesia dan juga
diasumsikan bisa menjawab pertanyaan kuesioner dengan logis. Jika wisatawan
berkunjung bersama keluarga atau dalam rombongan maka responden yang dipilih
adalah kepala keluarga atau ketua rombongan. Unit analisis dalam penelitian ini
adalah individu.
Penentuan responden dilakukan dengan non-probability sampling dimana
sampel yang diambil dari populasi tidak melalui prosedur pemilihan sampel dengan
peluang yang sama karena keterbatasan data untuk menentukan kerangka sampling.
Teknik non-probability yang digunakan adalah Quota sampling merupakan teknik
dimana elemen populasi dipilih berdasarkan kategori yang telah ditetapkan oleh
peneliti. Responden dipilih dari dua kategori wisatawan berdasarkan waktu
berkunjung, yaitu hari kerja (Senin-Jumat) dan akhir pekan (Sabtu dan Minggu).
14
Jumlah sampel yang diambil dalam penelitian ini sebanyak 40 orang yang berasal
dari 20 wisatawan pada waktu hari kerja dan 20 wisatawan pada waktu akhir pekan.
Pemilihan informan dilakukan secara purposive (sengaja), terdiri dari kepala
UPK PB Betawi , karyawan humas Unit Pengelola Kawasan (UPK) PB Betawi dan
tokoh masyarakat sekitar kawasan PB Betawi.
Teknik Pengumpulan Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi data primer dan data
sekunder. Data primer adalah data yang didapatkan langsung dari hasil observasi,
survei, dan wawancara mendalam kepada informan. Data observasi meliputi
gambaran umum lokasi penelitian, dan dokumentasi lapang.Survei dilakukan untuk
mengumpulkan data yang meliputi semua informasi berkenaan semua variabel
independen, antara , dan dependen sebagaimana tercantum pada Gambar 3 .
Adapun wawancara mendalam untuk memperoleh data atau informasi tentang
kebijakan pengelola PB Betawi dalam meningkatkan pembangunan pariwisata PB
Betawi, strategi komunikasi pengembangan pariwisata yang digunakan oleh
pengelola PB Betawi dan tanggapan masyarakat terhadap pembangunan PB
Betawi.
Data sekunder dalam penelitian ini didapatkan dari dokumen perusahaan,
seperti struktur organisasi, peta lokasi, profil dan jumlah wisatawan PB Betawi.
Selain itu data sekunder juga didapatkan dari hasil studi pustaka yang relevan
dengan penelitian ini yaitu buku, artikel penelitian, skripsi , thesis dan artikel cetak
maupun yang terdapat di internet. Data-data yang didapatkan dari sumber tersebut
berupa analisis perkembangan PB Betawi sebagai kawasan wisata juga hasil
analisis efektivitas strategi komunikasi yang terdapat di kawasan wisata lain
sebagai data pendukung hasil penelitian.
Untuk data kuantitatif, instrumen penelitian yang digunakan adalah
kuesioner yang akan ditanyakan kepada responden. Adapun, data kualitatif
didapatkan dari hasil wawancara menggunakan kuesioner dengan pertanyaan
terbuka dan wawancara mendalam menggunakan panduan pertanyaan.
.Wawancara mendalam kepada pihak pengelola PB Betawi dimaksudkan untuk
mengkaji tentang bentuk komunikasi pengembangan pariwisata, seperti strategi dan
media apa yang digunakan untuk menyebarkan informasi mengenai Perkampungan
Budaya Betawi dengan pertanyaan-pertanyaan yang terdapat di dalam panduan
pertanyaan. Selain itu wawancara mendalam juga akan dilakukan kepada tokoh
masyarakat setempat yang mengetahui perkembangan kawasan Perkampungan
Budaya Betawi semenjak ditetapkan sebagai kawasan wisata.
Validitas dan Reliabilitas Instrumen
Uji validitas instrumen dilakukan dengan menggunakan software SPSS
versi 20.0 menggunakan uji koefisien product moment Pearson. Untuk mengetahui
terdapat hubungan atau tidak dapat dilihat dari signifikansi dan seberapa kuat
hubungan tersebut dapat dilihat dari nilai koefisien korelasi atau nilai r.
Uji reliabilitas dilakukan dengan uji koefisian Alpha Cronbach. Reliabilitas
item dapat diuji dengan melihat koefisien Alpha dengan melakukan reliability
15
analysis dengan software SPSS. Nilai koefisien Alpha-Cronbach untuk reliabilitas
keseluruhan item didapat dengan rumus berikut
𝑎 = (𝐾
𝐾 − 1)
𝑆2𝑟 − ∑𝑆𝑖2
𝑆2𝑥
Keterangan:
α = Koefisien reliabilitas Alpha Cronbach
K = Jumlah item pertayaan yang diuji
∑Si2 = Jumlah varian skor item
S2 𝑥 = Varian skor test
Uji Validitas dan Reliabilitas dilakukan untuk pertanyaan yang bentuknya
perseptual. Pertanyaan dalam kuesiner dikatakan reliabel apabila memiliki nilai
Cronbach’s Alpha > 0.6. Berikut adalah hasil uji reliabilitas pada kuesioner
penelitian ini.
Tabel 1 Hasil uji reliabilitas kuesioner Efektivitas Komunikasi Pengembangan Pariwisata
Perkampungan Budaya Betawi di Jagakarsa, Jakarta Selatan
No Peubah Cronbach’s Alpha Keterangan
1 Tingkat Hubungan
Interpersonal
0.628 Reliabel
2 Tingkat Penerimaan Isi Pesan 0.710 Reliabel
3 Tingkat Perhatian 0.719 Reliabel
4 Tingkat Ketertarikan 0.745 Reliabel
5 Tingkat Minat 0.749 Reliabel
6 Tingkat Aksi/ Tindakan 0.735 Reliabel
Teknik Pengolahan dan Analisis Data
Data kuantitatif yang diperoleh dari kuesioner akan terlebih dahulu
dipindahkan kedalam program Microsoft Excel 2007 dan kemudian data diolah
secara statistik deskriptif menggunakan program SPSS for Windows versi 20.0 .
Variabel yang dianalisis secara statistik deskriptif yaitu variabel karakteristik
wisatawan, perilaku komunikasi, keterdedahan akan komunikasi pengembangan
pariwisata dan efektivitas komunikasi pengembangan pariwisata. Dari analisis
deskriptif akan diperoleh frekuensi, presentase, dan rataan skor yang akan disajikan
dalam bentuk tabel frekuensi serta diagram. Analisis inferesial juga dilakukan
berupa uji korelasi Rank Spearman (ys). Uji korelasi menggunakan metode Rank
Spearman digunakan untuk melihat korelasi antar variabel dengan data-data yang
berbentuk ordinal. Adapun data yang jenisnya nominal akan diuji korelasi
menggunakan uji korelasi chi-square (x2) untuk menentukan ada tidaknya
perbedaan hubungan antar variabel. Selanjutnya hasil analisis chi-square akan
dilanjutkan dengan analisis Koefisien Kontingensi (C) untuk mencari keeratan
hubungan antara variabel dengan jenis data nominal. Menurut Ali (1987), kriteria
untuk menafsirkan tinggi rendahnya suatu koefisien korelasi adalah sebagai berikut:
16
0,00 - 0,20 = Hampir tidak ada korelasi
0,20 - 0,40 = Korelasi rendah
0,41 - 0,60 = Korelasi sedang
0,61 - 0,80 = Korelaso tinggi
0,81 - 1 = Korelasi sempurna
Data-data kualitatif yang diperoleh melalui wawancara menjadi informasi
tambahan untuk mendukung dan memperkuat data-data kuantitatif yang telah
diperoleh.
Definisi Operasional
Rumusan definisi operasional dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1) Karakteristik Wisatawan
Karakteristik wisatawan adalah keadaan spesifik wisatawan yang berkaitan
langsung dengan dirinya, dapat diukur dengan:
a. Usia adalah selisih antara tahun responden dilahirkan hingga tahun ketika
penelitian ini dilaksanakan yang dihitung dari bulan Maret 2015 dengan
satuan tahun. Variabel diukur dengan ukuran ordinal. Usia dikategorikan
menjadi 3 kategori, yaitu 17-30 tahun , 31 – 39 tahun, dan 40- 54 tahun
berdasarkan data di lapang.
b. Tingkat pendidikan adalah jenjang pendidikan formal yang pernah ditempuh
oleh responden, yang dibedakan ke dalam tingkatan SD, SMP/Sederajat,
SMA, Diploma, dan Sarjana selanjutnya dibedakan ke dalam tiga kategori:
rendah (skor 1), sedang (skor 2), dan tinggi (skor 3). Variabel ini diukur
dengan ukuran ordinal.
c. Jangkauan geografis merupakan jarak antara tempat tinggal wisatawan
dengan kawasan wisata Perkampungan Budaya Betawi. Jangkauan geografis
diukur menggunakan ukuran ordinal dengan cara memberikan pilihan kepada
responden tentang tempat tinggal wisatawan yaitu di Jakarta-Depok (skor 3),
Botabek skor (2), dan luar Jabodetabek (skor 1) .
d. Jenis motivasi berkunjung adalah alasan wisatawan untuk mengunjungi PB
Betawi, yang meliputi: mengisi waktu luang, mengajak keluarga berkunjung,
memenuhi permintaan/ajakan untuk berkunjung, urusan kantor/sekolah, dan
alasan lainnya. Jenis motivasi diukur menggunakan ukuran nominal.
e. Jenis pekerjaan adalah mata pencarian utama responden saat penelitian
dilaksanakan meliputi: karyawan swasta, PNS, wirausaha, dan pelajar.
Variabel ini diukur dengan ukuran nominal.
f. Jenis etnis adalah garis keturunan nenek moyang yang diturunkan dari orang
tua kepada anak meliputi: etnis Betawi, Jawa, Sunda dan Batak. Variabel ini
diukur dengan ukuran nominal.
g. Tingkat pendapatan adalah jumlah uang yang diterima responden dalam satu
bulan sebagai hasil dari bekerja dengan satuan rupiah;selanjutnya dibedakan
ke dalam tiga kategori: rendah (0-2 juta rupiah), sedang (2 juta – 4 juta rupiah)
dan tinggi (>4 juta rupiah). Tingkat pendapatan diukur menggunakan ukuran
ordinal.
h. Tingkat hubungan interpersonal (THI) merupakan kegiatan komunikasi yang
dilakukan dengan tujuan untuk mencari informasi secara tatap muka
langsung kepada pihak lain meliputi: keluarga inti, keluarga besar, teman,
17
rekan kerja dan tetangga; selanjutnya dibedakan ke dalam THI rendah, sedang
dan tinggi berturut turut dengan skor 6-21, 22-24, dan 25-30. Variabel ini
diukur dengan skala interval. Data digolongkan berdasarkan hasil yang
didapat di lapang.
i. Tingkat akses terhadap media massa merupakan akumulasi frekuensi
penggunaan media massa untuk mencari informasi dalam kehidupan sehari-
hari dengan satuan kali per minggu ketika penelitian dilaksanakan meliputi:
koran, majalah, website,media sosial, radio, televisi, dan lainnya; selanjutnya
dibedakan ke dalam tiga kategori: rendah (frekuensi 0-80), sedang (frekuensi
81-152), tinggi (frekuensi 153-245). Variabel ini diukur dengan ukuran
interval. Data digolongkan berdasarkan hasil yang didapat di lapang.
j. Tingkat partisipasi sosial adalah banyaknya keikutsertaan wisatawan dalam
kegiatan sosial dan pertemuan-pertemuan lokal yang meliputi kegiatan
pengajian, arisan dan kerja bakti dalam satu minggu terakhir ketika penelitian
dilaksanakan; selanjutnya dibedakan ke dalam tiga kategori: rendah
(frekuensi 0-1), sedang (frekuensi = 2), tinggi (frekuensi 3-7).Variabel ini
diukur dengan ukuran interval. Data digolongkan berdasarkan hasil yang
didapat di lapang.
2) Keterdedahan akan komunikasi pengembangan pariwisata merupakan seberapa
jauh invidu mengetahui informasi akan kawasan wisata melalui strategi
komunikasi pengembangan pariwisata yang telah dilakukan oleh pengelola.
Keterdedahan akan komunikasi pengembangan pariwisata terbagi menjadi tiga
yaitu tingkat ragam media komunikasi, tingkat penerimaan pesan via media dan
tingkat penerimaan isi pesan komunikasi.
a. Tingkat keragaman sumber informasi PB Betawi merupakan banyaknya
sumber informasi yang digunakan oleh wisatawan untuk mendapatkan
informasi mengenai Perkampungan Budaya Betawi; selanjutnya dibedakan
ke dalam tiga kategori berdasarkan hasil yang didapat di lapang: rendah
(jumlah media 1-6), sedang (jumlah media =7), tinggi (jumlah media 8-
11)).Variabel ini diukur dengan ukuran interval. Data digolongkan
berdasarkan hasil yang didapat di lapang.
b. Tingkat keterdedahan sumber informasi PB Betawi merupakan akumulasi
frekuensi wisatawan dalam menerima pesan PB Betawi melalui media
komunikasi dalam satu bulan terakhir yang dibedakan kedalam: sering (skor
4), cukup sering (skor 3), jarang (skor 2), tidak pernah (skor 1); selanjutnya
dibedakan ke dalam tiga kategori berdasarkan hasil yang didapat di lapang:
rendah (skor 12-21), sedang (skor 22-23), tinggi (skor 24-48). Variabel ini
diukur dengan ukuran ordinal*.
c. Tingkat penerimaan isi pesan merupakan akumulasi frekuensi penerimaan
unsur 3A (Attraction, Accessibility, Aminities) dalam informasi yang
didapatkan wisatawan mengenai Perkampungan Budaya Betawi yang
dibedakan kedalam: sering (skor 4), cukup sering (skor 3), jarang (skor 2),
tidak pernah (skor 1); selanjutnya dibedakan ke dalam tiga kategori
berdasarkan hasil yang didapat di lapang: rendah (skor 15-26), sedang (skor
27-33), tinggi (skor 34-60). Variabel ini diukur menggunakan ukuran
ordinal*.
18
3) Efektivitas komunikasi pengembangan pariwisata merupakan ukuran
keberhasilan komunikasi yang dilakukan pengelola sehingga dapat mengubah
perilaku wisatawan berdasarkan unsur AIDA.
a. Tingkat perhatian (Attention) merupakan respon wisatawan setelah menerima
pesan tentang PB Betawi berupa perhatian yang dibedakan ke dalam: sangat
penting (skor 4), penting (skor 3), kurang penting (skor 2), tidak penting (skor
1); selanjutnya dibedakan ke dalam tiga kategori berdasarkan hasil yang
didapat di lapang: rendah (skor 8-24), sedang (skor= 25), tinggi (skor 26-32)
Tingkat perhatian diukur dengan ukuran ordinal*.
b.Tingkat ketertarikan (Interest) merupakan respon wisatawan setelah menerima
pesan tentang PB Betawi berupa rasa ketertarikan untuk mengunjungi PB
Betawi yang dibedakan ke dalam: sangat tertarik (skor 4), tertarik skor 3),
kurang tertarik (2), dan tidak tertarik (skor 1); selanjutnya dibedakan ke dalam
tiga kategori berdasarkan hasil yang didapat di lapang: rendah (skor 8-22),
sedang (skor 23-25), tinggi (skor 26-32). Tingkat ketertarikan diukur dengan
ukuran ordinal*.
c. Tingkat minat (Desire) merupakan respon wisatawan setelah menerima pesan
tentang PB Betawi berupa rasa ingin menyaksikan produk wisata di PB
Betawi yang dibedakan kedalam: sangat ingin menyaksikan (skor 4), ingin
menyaksikan (skor 3), kurang ingin menyaksikan (skor 2), tidak ingin
menyaksikan (skor 1) ); selanjutnya dibedakan ke dalam tiga kategori
berdasarkan hasil yang didapat di lapang: rendah (skor 8-23), sedang (skor
24), tinggi (skor 25-32).Tingkat minat diukur dengan ukuran ordinal*.
d. Tingkat Tindakan (Action) merupakan respon wisatawan setelah menerima
pesan tentang PB Betawi berupa menikmati produk wisata dan perasaan puas
terhadap produk wisata); selanjutnya dibedakan ke dalam tiga kategori
berdasarkan hasil yang didapat di lapang: rendah (skor 16-41), sedang (skor
42-46), tinggi (skor 47-64). Tingkat tindakan diukur dengan ukuran ordinal*.
*Diukur menggunakan Skala Likert
GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
Letak dan Geografis
Perkampungan Budaya Betawi secara administratif terbagi menjadi dua
kawasan, yaitu kawasan milik Pemerintah Daerah Daerah Khusus Ibukota (Pemda
DKI) Jakarta dan kawasan milik pribadi. Lahan milik pribadi umumnya digunakan
sebagai pemukiman, selain itu ada pula yang dipergunakan sebagai fasilitas publik,
dan halaman kantor. Kawasan PB Betawi memiliki luas ± 289 ha dan luas Setu
Babakan sekitar 27 ha. Secara geografis Perkampungan Budaya Betawi terletak
pada106°49’50”BT dan 6°20’23”LS. Secara administratif termasuk dalam wilayah
Kotamadya Jakarta Selatan, Kecamatan Jagakarsa, Kelurahan Srengseng Sawah.
Sebelah utara kawasan PB Betawi berbatasan dengan Jalan Moch. Kahfi II sampai
Jalan Desa Putra, sebelah Selatan berbatasan dengan Jalan Tanah Merah sampai
Jalan Srengseng Sawah, sebelah Barat berbatasan dengan Jalan Mochamad Kahfi
II dan sebelah Timur berbatasan dengan Jalan Desa Putra sampai Jalan Mangga
Bolong Timur. Peta lokasi dapat dilihat pada Lampiran 2.
Kondisi topografi di kawasan Setu Babakan tergolong ke dalam topografi
dengan kategori sedikit bergelombang dan agak rata. Kemiringan lereng mencapai
8-15% dan berada pada ketinggian 25 m dpl. Suhu rata-rata di kawasan PB Betawi
sekitar 29˚C, sedangkan kelembapan udaranya rata-rata sekitar 79%. Tingginya
nilai kelembapan ini menujukkan bahwa kawasan PB Betawi cenderung menjadi
kawasan yang lembab (BMKG Pondok Betung 2011)
Aksesibilitas ke lokasi dapat dicapai dari dua jalan utama. Pertama, melalui
Pasar Minggu menuju ke arah Selatan masuk ke Jalan Raya Lenteng Agung, Jalan
Moch Kahfi II dan Jalan Srengseng Sawah hingga sampai di Gerbang Bang Pitung.
Dari terminal Pasar Minggu, wisatawan dapat menggunakan kopaja no. 616 jurusan
Blok M- Cimpedak dan langsung turun di depan pintu gerbang Bang Pitung. Akses
yang kedua melalui arah depok dan sampai di gerbang bang pitung selatan.
Wisatawan yang berangkat dari terminal Depok dapat menaiki angkutan umum no
128. Lokasi PB Betawi ini juga bisa dijangkau wisatawan melalui transportasi
kereta api, karena lokasi wisata ini terletak ± 5 km dari stasiun kereta api Lenteng
Agung. Setelah turun di stasiun kereta api Lenteng Agung, wsiatawan dapat
menaiki kopaja no. 616 dan turun di depan pintu gerbang Bang Pitung.
Sejarah Perkampungan Budaya Betawi
Perkampungan Budaya Betawi (PB Betawi) merupakan pusat dari segala
kegiatan pelestarian tradisi masyarakat Betawi. Kawasan ini lebih dikenal dengan
Setu Babakan daripada nama PB BetawiPB Betawinya itu sendiri. Setu Babakan
sendiri sebenarnya hanya adalah salah satu objek wisata yang terdapat di PB
Betawi, namun karena Setu Babakan merupakan objek wisata yang paling dikenal
oleh pengunjungwisatawan, maka PB Betawi seringkali diidentikan dengan Setu
Babakan. PB Betawi secara resmi ditetapkan oleh Perda DKI Jakarta No. 3 tahun
2005 sebagai Perkampungan Budaya Betawi yang terletak di Kelurahan Srengseng
Sawah, Kecamatan Jagakarsa, Jakarta Selatan.
Ide dan keinginan untuk membangun pusat kebudayaan Betawi sudah
ditercetuskan sejak tahun 1996 oleh Badan Musyawarah Masyarakat Betawi
20
(Bamus Betawi). Untuk itu dan dengan tidak melampaui tugas dan kewenangan
Pemda DKI Jakarta, pada tahun 1998, Bamus Betawi mengajukan proposal tentang
“Pembangunan Perkampungan Budaya Betawi” dengan alternatif lokasi Setu
Babakan Srengseng Sawah di, Kecamatan Jagakarsa, Jakarta Selatan. Pada tanggal
13 September 1997 diselenggarakan Festival Setu Babakan oleh Dinas Pariwisata
Jakarta Selatan yang mendapat sambutan hangat dari masyarakat. Acara tersebut
memperlihatkan dengan jelas aktivitas masyarakat dengan kekentalan budayanya
mulai dari pakaian, hasil produksi rumah, produksi buah-buahan spesifik lokal dan
lainnya. Bersamaan dengan ituini pula Bamus Betawi menyerahkan objek wisata
tersebut kepada masyarakat dengan cara membentuk dalam satu organisasi yang
dinamakan Satuan Gerakan Sosial Perkampungan Budaya Betawi (Satgas PB
Betawi) yang bertugas untuk menjaga dan memantau embrio Perkampungan
Budaya Betawi. Pada tahun 2000, Gubernur Provinsi DKI Jakarta mengeluarkan
Surat Keputusan Gubernur No. 92 Tahun 2000 tentang Penataan Lingkungan
Perkampungan Budaya Betawi di Kelurahan Srengseng Sawah, Kecamatan
Jagakarsa, Jakarta Selatan. Berdasarkan SK tersebut kemudian akhirnya mulailah
dibangun embrio PB Betawi pada (sekitar akhir bulan Oktober 2000), yaitu
diantaranya dengan membangun pintu gerbang, wisma Betawi, rumah adat, dan
panggung teater terbuka. Selanjutnya, pada Tanggal 20 Januari 2001 kawasan ini
diresmikan oleh Gubernur Provinsi DKI Jakarta sebagai kawasan Perkampungan
Budaya Betawi.
Pada tanggal 10 Maret 2005 ditetapkan Perda No. 3 Tahun 2005 tentang
Penetapan Perkampungan Budaya Betawi di Kelurahan Srengseng Sawah,
Kecamatan Jagakarsa, Jakarta Selatan. Dengan dasar itu pula maka organisasi
Bamus Betawi serta Dinas Kebudayaan dan Permuseuman Provinsi DKI Jakarta
mendukung segera dibentuknya Lembaga Pengelola PB Betawi yang kemudian
ditetapkan melalui Peraturan Gubernur No. 129 Tahun 2007 tentang Lembaga
Pengelola Perkampungan Budaya Betawi di Kelurahan Srengseng Sawah,
Kecamatan Jagakarsa, Jakarta Selatan. Pada tahun 2009 Dinas Kebudayaan dan
Permuseuman Provinsi DKI Jakarta digabung dengan Dinas Pariwisata menjadi
Dinas Pariwisata dan Kebudayaan. Oleh karena itu dewasa ini Lembaga Pengelola
Perkampungan Budaya Betawi dikoordinasikan langsung dibawah Dinas
Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta. (Dokumen Pengelola PB
Betawi, 2016)
Pengorganisasian Kawasan Wisata Perkampungan Budaya Betawi
Pergub No. 92 Tahun 2000 mencantumkan bahwa pengelolaan
Perkampungan Budaya Betawi dilaksanakan secara fungsional oleh Unit Kerja
terkait Pemerintah Daerah yang dikoordinasikan oleh Sekretaris Daerah Propinsi
Daerah Khusus Ibukota Jakarta. Kini atau Dewasa ini unit kerja tersebut dinamakan
sebagai Unit Pengelola Kawasan Setu Babakan atau UPK Setu Babakan.. Tugas
dari UPK Setu Babakan adalah menjalankan tugas pokok dan fungsi dalam
pengelola kawasan sebagaimana dituliskan dalam Pergub No. 92 Tahun 2000 dan
Perda No. 3 tahun 2005. Anggota pengurus UPK Setu Babakan ditunjuk langsung
oleh Pemda DKI Jakarta dan berstatus sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS). Pada
saat penelitian dilakukan, di PB Betawi terdapat 11 orang berstatus. Selain itu,
terdapat Pegawai Harian Lepas (PHL) yang fungsinya membantu pengelolaan dan
21
pengawasan aktivitas wisata di Setu Babakan seperti Satuan Pengamanan
(SATPAM), petugas kebersihan dan staf administrasi.
Pergub No. 92 Tahun 2000 juga menyantumkan bahwa pengawasan
penataan lingkungan Perkampungan Budaya Betawi dilaksanakan dengan
memperhatikan saran atau usulan dari masyarakat Betawi sekitar kawasan PB
Betawi. Atas dasar peraturan gubernur tersebut terbentuklah sebuah forum
swadaya masyarakat yang tugasnya mengkaji serta memberikan saran bagi UPK
serta Pemda DKI dalam mengambil keputusanberkenaan upaya pengembangan
kawasan PB Betawi. Forum tersebut saat ini dikenal sebagai Forum Pengkajian
Pembangunan Perkampungan Budaya Betawi (FPP PB Betawi). Forum ini diketuai
oleh Abdul Syukur yang ditunjuk melalui Pergub No. 1419 Tahun 2004. Di bawah
ini adalah struktur kepengurusan forum pengkajian tersebut.
Sumber: Dokumen Pengelola PB Betawi (2016)
Gambar 4 Struktur kepengurusan Forum Pengkajian Pembangunan PB Betawi 2014
Forum pengkajian Pembangunan PB Betawi terdiri dari 13 anggota
pengurus, dari 13 orang yang duduk dalam struktur organisasi kepengurusan FPP
PB Betawi, hanya terdapat 2 orang perempuan atau sekitar 15% dari total pengurus.
Semua pengurus tersebut dipilih karena mereka berstatus sebagai pemuka
masyarakat Betawi di sekitar kawasan sehingga mereka dipandang penting,
khususnya untuk menarik partisipasi masyarakat Betawi dalam memelihara PB
Betawi.
Pihak UPK dan FPP PB Betawi selalu melakukan koordinasi dalam upaya
pembangunan kawasan yang menjadi tupoksi mereka. Proses koordinasi awalnya
dimulai oleh pihak UPK yang memiliki program untuk pembangunan kawasan.
Program tersebut sebelum diajukan kepada Pemda DKI Jakarta dikonsultasikan
terlebih dahulu dengan FPP PB Betawi . Selanjutnya, hasil diskusi dari FPP PB
Betawi tersebut disampaikan kepada pihak UPK, sebagai bahan pertimbangan
dalam mengambil keputusan pengajuan proposal program kepada Pemda DKI
Jakarta karena status forum pengkajian adalah representasi dari masyarakat Betawi
di sekitar kawasan Betawi. Apabila hasil kajian dari forum menyimpulkan bahwa
program yang akan diajukan oleh UPK akan berdampak positif bagi masyarakat
Betawi, maka program tersebut dapat langsung diajukan kepada Pemda DKI.
Sebaliknya, jika dinilai usulan program dipandang tidak membawa perubahan
positif atau berdampak negatif bagi pembangunan kawasan PB Betawi dan
masyarakat di sekitar kawasan maka pihak UPK harus merubah desain program
yang akan diajukan agar sesuai dengan kebutuhan masyarakat.
Ketua
Komite Tata Kehidupan dan
Budaya.
Komite Kesenian dan Pemasaran
Komite Pengkajian, pelatihan dan pendidikan
Komite Pengawasan dan
Pengendalian
22
Fasilitas dan Sarana Penunjang Perkampungan Budaya Betawi
Dalam menunjang fungsi PB Betawi, pengelola memandang pentingnya
pengembangan fasilitas dan sarana pariwisata dengan sejumlah objek, atraksi
wisata dan sarana penunjang lainnya yang mampu memenuhi kebutuhan
wisatawan. Adapun Fasilitas dan sarana penunjang lainnya yang terdapat di objek
wisata PB Betawi saat ini adalah meliputi: pintu gerbang yang menarik, panggung
seni, kantor embrio, galeri, masjid, toilet, dan kantor UPK PB Betawi sebagai
berikut :
Pintu Gerbang
Pada awalnya, pengelola memiliki rencana untuk membuat 4 pintu gerbang
khas Betawi. Pintu gerbang ini merupukan simbol bahwa masyarakat sudah berada
di dalam are PB Betawi.Namun demikian, saat penelitian ini dilaksanakan baru
terdapat satu pintu gerbang yang dinamakan Pintu Gerbang Pitung Satu. Pintu
gerbang ini dibuat dengan gaya arsitektur khas Betawi. Letak dari Gerbang Bang
Pitung Satu berada di Jalan Setu Babakan RT 09 RW 08. Gerbang ini merupakan
akses utama menuju kawasan wisata PB BetawiPB Betawi. Pintu Gerbang ini
dilengkapi dengan fasilitas berupa ruang jaga keamanan, listrik, meja, dan kursi.
Panggung Seni
Panggung seni ini merupakan tempat pementasan berbagai tarian dan seni
musik khas Betawi. Panggung dilengkapi dengan 2 buah Gudang/ ruang properti 2,
buah, ruang rias dua buah, dan toilet dua ruang. PUmumnya panggung umumnya
digunakan pada hari-hari weekends -pada hari Sabtu dan Minggu - sebagai tempat
pementasan tari dan musih khas Betawi. Sementaralain itu pada hari-hari weekday,
panggung juga digunakan sebagai tempat pelatihan sanggar tari Betawi. Pelataran
panggung biasanya juga digunakan sebagai tempat latihan bela diri Betawi di sore
hari .
Kantor Embrio
Kantor embrio merupakan tempat bagi Forum Pengkajian Pembangunan PB
BetawiPB Betawi melakukan aktivitas. Dinamakan embrio karena dahulu
merupakan satu-satunya kantor yang terdapat di PB BetawiPB Betawi dan menjadi
saksi cikal bakal berdirinya PB BetawiPB Betawi. Bangunan ini dilengkapi dengan
empat buah kamar kecil, satu buah ruang rapat, satu serambi, dan dua buah ruang
kantor.
Galeri
Gedung Galeri dibangun di atas lahan dengan luas ± 165 meter2 . Gedung
galeri persegi ini digunakan sebagai tempat unutuk pameran, pertemuan, dan acara-
acara resmi lainnya. Selain itu galeri juga dapat disewakan untuk acara-acara seperti
arisan keluarga.
Masjid
Terdapat 2 buah masjid yang terdapat di area kawasan PB Betawi yaitu,
Masjid At Taubah dan Masjid Baitul Makmur. Kedua masjid ini memiliki desain
23
arsitektur khas Betawi. Masjid At Taubah berada di RW 08, sedangkan Masjid
Baitul Makmur berada di kawasan RW 07. Masjid At Taubah dibangun di atas tanah
seluas 300 meter persegi, sementara dan Masjid Baitul Makmur dibangun di atas
tanah seluas 1900 meter persegi . Kedua masjid tersebut merupakan masjid yang
diperuntukan bagi wisatawan dan sekaligus masjid tempat masyarakat Betawi
sekitar PB Betawi beribadah.
Toilet
Toilet di PB Betawi masih tergolong sedikit dan sulit untuk ditemukan
karena tidak adanya papan penunjuk arah menuju toilet. Karena sedikitnya
ketersediaan toilet yang bersih dan layak maka setiap kali PB Betawi mengadakan
event besar maka pihak pengelola bekerjasama dengan institusi lain untuk
penyediaan toilet umum tambahan berupa mobil toilet. Contoh event yang
memerlukan tambahan toilet adalah pada pembukaan HUT Jakarta ke-489.
Kantor UPK PB Betawi
Kantor UPK PB Betawi berjarak ± 300 meter dari Gerbang Bang Pitung
Satu. Kantor pengelola PB Betawi ini merupakan pusat aktivitas pengelolaan dan
pengawasan kegiatan wisata PB Betawi berlangsung. Kantor pengelola PB
BetawiPB Betawi yang ditempati saat ini pada awalnya diperuntukan untuk
museum. Namun karena belum selesainya pembangunan kantor UPK PB Betawi,
maka untuk sementara museum Betawi akan dijadikan sebagai Kantor pengelola
UPK. Segala jenis perizinan, pusat informasi mengenai PB Betawi bisa didapatkan
di kantor UPK PB Betawi. Di dalam kawasan kantor UPK PB Betawi terdapat
gedung serbaguna dan juga plaza yang saat ini masih dalam proses pembangunan.
Plasa dan gedung serbaguna diperuntukkan bagi kegiatan kesenian Betawi. Selain
itu juga terdapat rumah adat Betawi yang diperunttukkan bagi penggantian kostum
dan rias para penari dan aktor theater .
Objek Wisata di Kawasan PB Betawi
Secara umum Setu Babakan dikelola oleh Lembaga Pengelola Perkampungan
Budaya Betawi di bawah Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta.
Setiap harinya PB Betawi dibuka oleh pihak UPK pada pukul 06.00 WIB sampai
dengan 18.00 WIB. Namun, untuk pengelolaan tiket masuk, sarana permainan,
parkir, dan ketertiban para pedagang diserahkan pada Satuan Gerakan Sosial
Perkampungan Budaya Betawi (Satgas PB Betawi), komunitas masyarakat
setempat yang secara sukarela berpartisipasi dalam pengelolaan Perkampungan
Budaya Betawi. Tidak ada biaya masuk yang dikenakan bagi pejalan kaki, yang ada
hanyalah biaya parkir kendaraan sebesar Rp 2.000 per unit motor dan Rp 5.000 per
unit mobil. Biaya yang dikenakan tersebut bukan biaya untuk memasuki kawasan,
tetapi biaya untuk parkir kendaraan bermotor karena ketika telah memasuki
kawasan PB Betawi, kendaraan boleh parkir disepanjang pinggir jalan PB Betawi
tanpa dikenakan biaya. Wisatawan tidak kenakan biaya masuk konsep dari PB
Betawi sendiri adalah berbasis masyarakat sehingga tidak adanya retribusi untuk
berkunjung. Namun saat ini pihak pengelola tengah melakukan perencanaan
mengenai biaya masuk PB Betawi yang sesuai dengan kemampuan masyarakat
24
sehingga dapat memberikan bantuan pada pengembangan wisata kawasan PB
Betawi.
PB Betawi memiliki beberapa produk wisata yang ditawarkan oleh Pengelola
kepada wisatawan. Produk wisata ini yang menjadi alasan bagi para wisatawan
merasa tertarik dan nyaman untuk berkunjung ke PB Betawi. Secara umum produk
wisata yang ditawarkan dibagi menjadi tiga jenis yaitu, wisata air, wisata budaya
dan wisata agro.
Wisata Air
Setu Babakan merupakan danau yang luas yang terdapat di dalam kawasan
PB Betawi. Danau ini merupakan objek wisata yang paling dikenal oleh wisatawan
PB Betawi. Bagi wisatawan PB Betawi, berkunjung ke PB Betawi sama artinya
dengan berkunjung ke Setu Babakan. Pengelola PB Betawi saat ini telah
mengembangkan berbagai wahana di Setu Babakan agar wisatawan tidak hanya
bisa menikmati danau tersebut dengan hanya melihatnya saja, melainkan juga
bermain di danau tersebut, diantaranya dengan menyediakan wahana wisata air
berupa sepeda air atau dikenal dengan perahu bebek. Wisatawan diharuskan
membayar untuk menaiki perahu bebek. Wisatawan hanya perlu membayar tiket
untuk remaja- dewasa sebesar Rp 7.500 per orang dan untuk anak kecil sebesar Rp
5.000 rupiah per orang. Lalu wisatawan juga bisa melakukan kegiatan pemancingan
di Danau Setu Babakan. Pemda DKI pernah melepas sebanyak 20 ribu ikan jenis
mujair dan nila. Setiap hari dapat dilihat datang berbagai wisatawan yang
melakukan kegiatan memancing dengan harapan mendapatkan ikan yang banyak.
Memancing ikan di Danau Setu Babakan hanya diperbolehkan jika memakai
peralatan pancing biasa, wisatawan tidak diperkenankan untuk memancing
menggunakan jala maupun jaring karena dapat menganggu kehidupan ekosistem
Setu Babakan. Untuk kegiatan memancing, wisatawan tidak dikenakan biaya
sepeserpun oleh pengelola dengan syarat memancing sesuai ketentuan yang telah
ditetapkan oleh pengelola. Ketentuan yang paling utama dalam kegiatan
memancing di Setu Babakan adalah para pemancing dilarang menggunakan jala
atau jaring untuk menangkap ikan agar ikan tidak cepat habis.
Selain itu terdapat juga Setu Manggabolong yang berada di Jalan Langgar di
sebelah Setu Babakan. Namun akibat perawatan dan operasionalisasinya yang tidak
kontinyu menyebabkan danau ini terbengkalai. Di sepanjang sisi danau terjadi
pendangkalan yang kemudian dijadikan pemukiman warga. Di bagian tengah danau
yang dangkal juga sudah ditanami pohon pisang dan sebagainya oleh warga sekitar,
sehingga tidak ada wisatawan yang tertarik mengunjunginya.
Wisata Budaya
Wisata budaya yang disajikan di PB Betawi adalah pagelaran musik, tari,
dan teater tradisional Betawi yang diselenggarakan di arena teater terbuka. Kegiatan
tersebut biasa diselenggarakan pada hari Minggu tergantung jadwal yang ditetapkan
oleh pengelola. Selain itu PB Betawi juga mengelar berbagai prosesi budaya Betawi
seperti upacara pernikahan, sunatan, khatam Qur’an, aqiqah, “nujuh” bulanan, dan
injak tanah. Pengelola juga seringkali menampilkan pencak silat Betawi di untuk
menarik perhatian wisatawan yang sedang menikmati wisata.
Setiap tahunnya, pengelola PB Betawi mengadakan suatu festival budaya
Betawi, diantaranya adalah festival Cipedak. Festival ini merupakan festival yang
25
mendemonstrasikan rangkaian acara pemetikan buah alpukat Cipedak, lalu diikuti
oleh berbagai perlombaan dan ditutup oleh acara puncak. Festival Cipedak
merupakan festival yang diadakan tanpa bantuan dari pengelola melainkan oleh
swadaya masyarakat. Sebenarnya dalam rencana pengembangan PB Betawi pihak
UPK merencanakan event besar yaitu festival Ramadhan dan festival Idul Fitri.
Namun kedua events tersebut sampai penelitian dilakukan belum terealisir, yang
menyebabkan pihak pengelola mengalokasikan dana yang ada bagi pertunjukan
Pentas Seni Betawi pada setiap akhir pekan.
Di PB Betawi juga disediakan berbagai macam makanan khas Betawi seperti
kerak telor, toge goreng, gado-gado, soto, ikan pecak, geplak, dodol, wajik,
rengginang, tape uli, dan onde-onde. Selain itu terdapat minuman khas Betawi yang
dapat dijadikan oleh-oleh bagi wisatawan PB Betawi yaitu bir pletok. Kuliner serta
souvenir khas Betawi yang disediakan memiliki harga yang terjangkau sehingga
banyak digemari oleh wisatawan. Saat ini kepala UPK PB Betawi memiliki rencana
untuk memindahkan para pedagang yang berjualan di bantaran Setu Babakan ke
dalam satu zona. Selain itu seleksi terhadap jenis dan citarasa makanan yang dijual
akan dilakukan agar kuliner di PB Betawi merupakan representasi dari kuliner asli
betawi yang murah dan juga memiliki citarasa yang baik.
Wisata Agro
Daya tarik dan keunikan wisata agro di Perkampungan Budaya Betawi adalah
lokasi pertanian yang berada di pekarangan rumah penduduk Perkampungan
Budaya Betawi. Konsep dari wisata agro ini adalah tuan rumah akan memberikan
buah-buahan pada wisatawan yang tertarik untuk singgah di rumah-rumah
penduduk sebagai tanda hormat walaupun pada pelaksanaannya masih banyak
penduduk sekitar PB Betawi yang lebih memilih untuk menjual buah-buahan
tersebut di sekitar Setu Babakan.
Saluran Komunikasi Promosi PB Betawi
Pengelola PB Betawi memiliki bagian khusus untuk menangani strategi dan
permasalahan pada bidang komunikasi pemasaran wisata. Bagian tersebut
merupakan satuan pelaksana pelayanan dan informasi. Salah satu tugas dari satuan
pelaksana pelayanan dan informasi adalah menyebarkan informasi mengenai PB
Betawi kepada khalayak melalui strategi-strategi yang dirasa mampu membuat
khalayak terdedah akan informasi wisata PB Betawi. Strategi tersebut dirancang
agar pesan yang dibuat bukan hanya membuat khalayak mengetahui keberadaan PB
Betawi di jakarta, melainkan juga untuk mempersuasi khalayak agar memutuskan
untuk berkunjung ke PB Betawi.
Dalam menyebarkan informasi wisata, pengelola memiliki strategi pemilihan
media komunikasi yang cocok dengan kebutuhan khalayak mendapatkan informasi.
Media komunikasi yang digunakan oleh pengelola PB Betawi dalam menyebarkan
informasi adalah sebagai berikut:
1. Media Cetak
Pengelola tetap menyebarkan informasi melalui media cetak walaupun saat ini
banyak institusi yang memilih untuk menggunakan media hibrida dalam
menyebarkan informasi. Media tersebut dipilih karena masih terdapat segmentasi
26
khalayak yang hanya dapat dicapai melalui media cetak. Koran merupakan salah
satu media cetak yang menjadi andalan bagi pengelola PPB untuk menarik
perhatian masyarakat. Informasi tentang PB Betawi yang terdapat dikoran tidak
seperti pemasaran pada media lain, karena pesan yang terdapat di koran dibuat oleh
institusi media massa yang bekerjasama dengan PB Betawi. Umumnya informasi
yang terdapat di koran berupa hasil liputan event-event yang terdapat di PB Betawi.
Salah satunya adalah liputan mengenai pembukaan HUT Jakarta ke-489 yang
diadakan di PB Betawi dan dihadiri oleh pejabat penting Pemda Jakarta, salah
satunya adalah Bapak Gubernur. Institusi media massa yang biasa bekerja sama
dengan PB Betawi dalam menyebarkan informasi melalui koran adalah Berita Kota,
Pos Kota dan Kompas.
Selain koran, media cetak lainnya yang digunakan oleh pengelola PB Betawi
adalah folder dan majalah. Folder berisikan informasi mengenai profil PB Betawi
secara detail bagi wisatawan yang tertarik untuk mengenal PB Betawi lebih dalam.
Folder diletakan oleh pengelola di kantor UPK PB Betawi sehingga setiap
wisatawan yang singgah ke kantor UPK PB Betawi dapat membawa pulang folder
dan brosur pariwisata lainnya. Folder juga digunakan pengelola pada kegiatan
promosi langsung yang biasanya terdapat pada event-event besar di Jakarta
contohnya pada event Pekan Raya Jakarta di Kemayoran, Jakarta Pusat. Dahulu
pengelola PB Betawi menggunakan majalah dalam menyebarkan informasi wisata
PB Betawi. Namun karena dirasa kurang efektif maka penggunaan majalah sebagai
media penyebaran informasi telah diberhentikan dan hanya terfokus kepada media
yang dianggap efektif oleh pengelola dalam menyebarkan informasi kepada
khalayak.
2. Media Elektronik
Media elektronik menjadi salah satu pilihan pengelola untuk menyebarkan
informasi wisata karena saat ini intensitas khalayak mengkonsumsi informasi
melalui media elektronik masih tinggi. Media elektronik yang digunakan oleh
pengelola PB Betawi dalam menyebarkan informasi wisata adalah Televisi dan
Radio. Pada media televisi, pengelola PB Betawi bekerjasama dengan stasiun
televisi lokal pemerintah maupun swasta seperti TV One, Dai TV, Net, Kompas
dan Metro TV. Informasi wisata yang terdapat di televisi umumnya adalah liputan
mengenai even yang diselenggarakan di PB Betawi dan juga ulasan mengenai profil
wisata Perkampungan Budaya Betawi. Pengelola PB Betawi memilih televisi
sebagai media penyebaran informasi karena mulai dari anak-anak sampai dengan
orang dewasa di Indonesia khususnya Jakarta masih memiliki intensitas tinggi
dalam menonton televisi, terutama siaran berita.
Media eletronik lainnya yang digunakan pengelola adalah radio. Stasiun
radio yang bekerjasama dengan pengelola PB Betawi adalah stasiun radio Benz
Radio. Benz radio merupakan radio masyarakat betawi sehingga gaya bahasa dan
juga informasi yang termuat di dalamnya banyak membahas tentang budaya dan
masyarakat Betawi. Stasiun radio tersebut minimal menyebarkan informasi terkait
PB Betawi satu kali dalam seminggu. Hal tersebut dikarenakan minimal setiap satu
minggu sekali, pengelola PB Betawi mengadakan pentas seni tari dan seni lainnya
di akhir pekan.
3. Media Hibrida
27
Untuk mengikuti perkembangan teknologi maka pengelola PB Betawi
melakukan inovasi dalam memilih media komunikasi pengembangan pariwisata,
salah satunya adalah melalui website. Pengelola PB Betawi bekerjasama dengan
Dinas Pariwisata dan kebudayaan DKI Jakarta menyebarkan informasi mengenai
PB Betawi melalui website yang tergabung kedalam website milik pemerintah
daerah di Jakarta.go.id. Saat ini informasi yang terdapat di website tersebut masih
diperbarui dengan informasi-informasi yang update tentang Jakarta maupun PB
Betawi. Agar website memiliki tampilan dan konten yang bagus, pengelola PB
Betawi akan bekerjasama dengan telkom untuk memperbarui konten website.
Dengan digunakannya website sebagai media komunikasi pemasaran PB Betawi,
diharapkan khalayak yang intensitas penggunaan internetnya tinggi dapat
mengakses informasi mengenai PB Betawi dengan lebih cepat, lebih lengkap dan
lebih mudah.
4. Media luar ruang
Pintu gerbang Bang Pitung 1 merupakan akses utama menuju Perkampungan
Budaya Betawi. Tepatnya di samping pintu gerbang tersebut terdapat papan
pengumuman mengenai jadwal event-event yang akan diselenggarakan pengelola
PB BetawiPB Betawi. Informasi yang ada terdapat di papan tersebut akan diganti
setiap seminggu sekali tergantung event yang akan diselenggarakan. Ukuran dan
letak papan pengumuman yang besar dan strategis dekat jalan utama membuat
masyarakat yang melewati jalan Ssrengseng Ssawah akan terdedah informasi
mengenai event-event yang akan diselenggarakan oleh pengelola PB BetawiPB
Betawi. Selain papan pengumuman, terdapat juga papan penunjuk arah dan jarak
yang dipasang oleh pengelola di beberapa lokasi jalan raya Jagakarsa dan Lenteng
Agung. Para pengendara kendaraan bermotor yang melihat kepada papan penunjuk
arah dimungkinkan pasti juga akan mendapat informasi mengenai arah dan jarak
menuju ke PB BetawiPB Betawi. Hal ini dilakukan pengelola untuk menampilkan
keberadaan PB BetawiPB Betawi sebagai kawasan wisata dan juga mempermudah
calon pengunjungwisatawan untuk mencapai lokasi PB BetawiPB Betawi.
5. Saluran Interpersonal
Pengelola merasa bahwa media yang paling efektif dalam menyebarkan
informasi mengenai PB Betawi adalah melalui kegiatan pemasaran langsung.
Kegiatan pemasaran langsung pada umumnya diadakan oleh pengelola jika terdapat
event-event besar di Jakarta maupun daerah lainnya. Event di Jakarta yang sering
dijadikan tempat pemasaran langsung pengelola PB Betawi adalah Pekan Raya
Jakarta di kemayoran. Pengelola PB Betawi bekerjasama dengan Dinas Pariwisata
membuat satu buah tenda kecil untuk tempat singgah wisatawan serta tempat
pemasaran langsung dari mulut ke mulut oleh pengelola kepada wisatawan acara
pekan raya Jakarta. Selain itu event lainnya yang dapat dijadikan peluang
melakukan pemasaran adalah pada seminar-seminar yang diadakan oleh
pemerintah. Salah satu acara yang pernah dihadiri oleh pengelola PB Betawi adalah
acara pemuda desa internasional yang diadakan di Indonesia. Pada acara tersebut
pengelola PB Betawi diberikan kesempatan untuk memaparkan mengenai profil PB
Betawi sebagai salah satu pariwisata budaya di Indonesia. Lalu saat ini pengelola
PB Betawi sedang menyusun rencana kerjasama dengan Dinas Pendidikan DKI
Jakarta untuk mewajibkan seluruh sekolah negeri di Jakarta untuk berkunjung ke
28
PB Betawi sebagai bagian dari mata pelajaran di sekolah. Dengan adanya kerjasama
dengan Dinas Pendidikan, pengelola berharap dapat memberikan edukasi mengenai
budaya Betawi kepada murid-murid sekaligus memperkenalkan PB Betawi sebagai
pariwisata budaya Betawi satu-satunya di Jakarta sehingga dapat menceritakan
kepada teman atau keluarga lainnya.
PROFIL KARAKTERISTIK WISATAWAN PB BETAWI
Karakteristik Wisatawan Perkampungan Budaya Betawi
Karakteristik wisatawan Perkampungan Budaya Betawi yang diamati dalam
penelitian ini meliputi umur, jenis pekerjaan, tingkat pendidikan, tingkat jangkauan
geografis, tingkat pendapatan, jenis etnis, jenis motivasi berkunjung, tingkat
hubungan interpersonal, tingkat akses media massa dan tingkat partisipasi sosial.
Karakteristik wisatawan secara keseluruhan dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2 Jumlah dan persentase wisatawan Perkampungan Budaya Betawi
berdasarkan karakteristik wisatawan bulan Mei 2016
Karakteristik
Wisatawan
Kategori Jumlah
(n)
Persentase
(%)
Umur (tahun) 17 – 30 tahun 13 32,5
31 – 39 tahun 10 25,0
40 – 54 tahun 17 42,5
Jenis Pekerjaan PNS 2 5,0
Karyawan Swasta 23 57,5
Wirausaha 9 22,5
Buruh pabrik/ Buruh lepas 1 2,5
Pelajar 3 7,5
Lainnya 2 5,0
Tingkat Pendidikan SMP/MTS atau Sederajat 2 5,0
SMA/MA atau Sederajat 24 60,0
Diploma 5 12,5
Sarjana 9 22,5
Tingkat Jangkauan
Geografis
Jakarta,Depok 38 95,0
Bogor, Tangerang, Bekasi 2 5,0
Tingkat Pendapatan Rendah (1.000.000 - 2.000.000) 10 25,0
Sedang ( 2.000.000 – 4.000.000) 20 50,0
Tinggi ( 4.000.000 – 8.000.000 ) 10 25,0
Jenis Etnis Betawi 22 55,0
Sunda 6 15,0
Jawa 11 27,5
Batak 1 2,5
Jenis Motivasi Mengisi waktu luang 23 57,5
Mengajak keluarga liburan 13 32,5
Memenuhi permintaan keluarga
untuk liburan
1 2,5
Mengikuti kegiatan sekolah/kantor 2 5,0
Urusan bisnis 1 2,5
Tingkat Hubungan
Interpersonal
Rendah (skor 6-21) 12 30,0
Sedang (skor 22-24) 14 35,0
Tinggi (skor 25-30) 14 35,0
30
Karakteristik
Wisatawan
Kategori Jumlah
(n)
persentase
(%)
Tingkat Akses
Terhadap Media Massa
Rendah (frekuensi 0-80) 15 37,5
Sedang (frekuensi 81-152) 9 22,5
Tinggi (frekuensi 153-245) 16 40,0
Tingkat Partisipasi
Sosial
Rendah (frekuensi 0-1) 13 32,5
Sedang (frekuensi = 2) 10 25,0
Tinggi (frekuensi 3-7) 17 42,5
Umur
Menurut kategori umurnya, wisatawan PB Betawi mayoritas berada pada
kelompok umur 40-54 tahun (42,5%) atau sekitar 17,5% dan 10% lebih besar
berturut-turut dari kelompok umur lainnya. Di antara mereka yang berada pada
kelompok umur 40-54 tahun umumnya mengunjungi PB Betawi secara rutin
hampir setiap bulannya pada hari-hari weekend mengajak keluarga mereka dengan
alasan dominan untuk refreshing.
Wisatawan berumur 40-54 tahun dominan oleh keluarga yang sedang
melakukan refreshing baik saat hari kerja maupun akhir pekan. Di antara mereka
yang berkunjung rutin, adalah motivasi mereka mengisi liburan di akhir pekan
menonton pertunjukan tari dan juga melakukan acara kumpul keluarga besar
(family gathering) seperti arisan di saung/pendopo yang letaknya berdekatan
dengan panggung tari Perkampungan Budaya Betawi. Mereka yang berkunjung
pada waktu weekday, umumnya bermotivasi untuk melakukan kegiatan memancing
ikan di danau Setu Babakan bersama rekan-rekan mereka yang juga memiliki hobi
memancing dan ingin menikmati kuliner ala Betawi yang tersedia di sepanjang
jalan sambil menikmati pemandangan Setu Babakan. Adapun diantara wisatawan
pada kelompok umur 17–30 tahun, umumnya terdiri atas mereka yang biasa
berkunjung untuk mengisi waktu luang di sela-sela istirahat waktu perkuliahan atau
waktu kerja sambil menikmati kuliner di PB Betawi.
Pekerjaan
Menurut jenis pekerjaaannya, mayoritas wisatawan PB Betawi bekerja
selaku karyawan swasta yakni sebanyak 57,5%, atau sekitar 2,5 kali lipat dari
wisatawan yang bekerja sebagai wirausahawan. Adapun wisatawan yang bekerja
sebagai buruh menunjukkan persentase terendah (hanya sekitar 2,5%).Wisatawan
yang bekerja sebagai karyawan swasta umumnya berkunjung di siang hari waktu
hari kerja (senin- jumat), yakni pada waktu istirahat kantor untuk menikmati kuliner
di Setu Babakan dengan alasan kuliner yang disediakan memiliki cita rasa yang
enak. Alasan lainnya adalah jarak yang dekat antara kantor tempat mereka bekerja
dengan kawasan wisata PB Betawi. Di bawah ini adalah penuturan dari salah
seorang wisatawan yang berstatus karyawan swasta:
“... Kalo lagi istirahat kantor saya suka kesini buat makan siang.
Soalnya jarak kantor saya deket dari sini apalagi harga makanan
disini murah-murah, tiket masuk nya juga. Ya udah jadi tiap
31
minggu pasti ada lah istirahat disini buat istirahat sama makan
...”(AS,21 tahun)
Wisatawan yang bekerja sebagai wirausaha banyak yang berkunjung di saat
hari kerja karena pada akhir pekan biasanya mereka berdagang untuk mencari
penghasilan. Para pelajar seringkali berkunjung ke PB Betawi pada waktu selepas
sekolah untuk bermain dengan teman sambil menikmati pemandangan Setu
Babakan. Wisatawan yang bekerja sebagai PNS mereka adalah guru yang
berkunjung ke PB Betawi untuk membawa anak-anak didik mereka berekreasi
sekaligus mengetahui suasana dan budaya masyarakat Betawi.
Pada saat hari kerja PB Betawi tidak pernah sepi dari wisatawan yang
hendak memancing di Setu Babakan. Umumnya mereka mulai memancing pada
sekitar pukul 08.00 WIB sampai dengan 14.00 WIB, oleh karena itu wisatawan
jenis ini adalah mereka yang bekerja sebagai buruh lepas (seperti tukang bangunan)
dan karyawan swasta yang jam kerjanya menggunakan sistem shift (seperti supir).
Kegiatan memancing ini bisa dilakukan sewaktu mereka mendapatkan giliran shift
di kantor pada malam hari, sehingga pada keesokan harinya bisa memancing di Setu
Babakan. Dengan demikian, jika dilihat dari waktu yang dialokasikan, wisatawan
yang memancing mengalokasikan waktu yang tertinggi dibandingkan wisatawan
yang berprofesi sebagai PNS dan karyawan swasta yang berkunjung ke PB Betawi
pada waktu mengisi waktu istirahat di kantornya masing-masing. Pola berkunjung
para wisatawan PB Betawi tersebut tampaknya memperkuat pernyataan
Krippendorf (1997) yang mengemukakan bahwa manfaat perjalanan wisata, salah
satunya adalah travel is escape di mana perjalanan wisata merupakan pelarian dari
situasi keseharian yang penuh ketegangan, rutinitas yang menjemukkan, atau
kejenuhan-kejenuhan karena beban kerja (Pitana dan Gayatri 2005).
Pendidikan
Menurut Pendidikannya, mayoritas wisatawan PB Betawi didominasi oleh
yang berpendidikan akhir SMA/MAN atau sederajat yaitu sebanyak 60% atau
berturut-turut 47,5% dan 37,5% lebih banyak daripada yang berpendidikan akhir
Diploma dan Sarjana. Wisatawan lainnya yaitu mereka yang berpendidikan akhir
SMP/MTS/sederajat menunjukkan persentase terendah (5%). Wisatawan dengan
pendidikan akhir SMA/MAN biasanya adalah keluarga yang baru saja menikah
atau memiliki satu orang anak. Wisatawan tersebut biasanya berkunjung ke PB
Betawi untuk menikmati kuliner di Setu Babakan. Selain itu, wisatawan yang
memilliki anak kecil memiliki tujuan untuk mengajak anak menaiki wahana perahu
bebek di sekitar danau Setu Babakan. Menurut Ismayanti (2010) menjelaskan
bahwa latar belakang pendidikan erat kaitannya dengan preferensi dalam pemilihan
kegiatan wisata. Hal ini sesuai dengan salah satu penuturan wisatawan yang
berkunjung ke Perkampungan Budaya Betawi.
“... Saya kesini bawa anak-anak di sekolah biar mereka tau
gimana budaya Betawi yang ada di Jakarta ...” (ST, 26 tahun)
32
Jangkauan Geografis
Menurut tingkat jangkauan geografisnya, mayoritas wisatawan yang
berkunjung ke PB Betawi merupakan mereka yang berdomisili di Jakarta-Depok.
Persentase mereka yang berdomisili di Jakarta- Bogor 19 kali lebih banyak
dibandingkan yang berdomisili di Bogor, Tangerang, Bekasi (Botabek) .
Wisatawan PB Betawi yang berdomisili di wilayah Jakarta-depok umumnya
dilatarbelakangi oleh dekatnya jarak tempat tinggal mereka dengan kawasan PB
Betawi sehingga untuk liburan atau sekedar mengisi waktu luang para calon
wisatawan lebih memiliki kawasan wisata PB Betawi dibandingkan kawasan wisata
lainnya. Seperti yang dikatakan oleh salah satu wisatawan PB Betawi yaitu:
“... Setu kan deket dari rumah saya jadi saya suka bawa anak-
anak kesini kalo lagi libur apalagi bisa dibilang masuk ke setu
bayarnya murah Cuma bayar parkir aja 2000 rupiah. Buat
yang suka liburan tapi gamau jauh-jauh kaya saya ya cocok
dah liburan di Setu ...”(ZN,42 tahun)
Wisatawan yang berdomisili di kawasan Botabek memiliki beberapa
motivasi untuk mengunjungi kawasan PB Betawi walaupun jarak yang ditempuh
cukup jauh. Motivasi yang utama adalah PB Betawi adalah satu-satunya tempat
wisata yang memiliki perpaduan antara budaya Betawi, pemandangan alam dan
kuliner khas di Jakarta. Jakarta yang sudah menjadi kota metropolitan dan padat
penduduk sulit untuk ditemukannya kawasan seperti PB Betawi. Oleh karena itu
wisatawan rela untuk menempuh perjalanan yang cukup jauh untuk menikmati
atraksi-atraksi wisata yang terdapat di PB Betawi. Motivasi lainnya adalah mereka
berkunjung ke PB Betawi untuk mengetahui harga-harga penyewaan fasilitas
seperti pendopo dan teras rumah adat untuk kegiatan kumpul keluarga. Hal
tersebut sesuai dengan penyataan Morissan (2010) yang mengemukakan bahwa
kebiasaan konsumen, dalam hal ini wisatawan PB Betawi, berbeda-beda yang
dipengaruhi oleh lokasi dimana mereka tinggal.
Pendapatan
Berdasarkan tingkat pendapatannya, mayoritas wisatawan tergolong ke
dalam kategori sedang. Wisatawan yang tergolong ke dalam kategori sedang
memiliki persentasi 25% lebih banyak daripada mereka yang tergolong kedalam
tingkat pendapatan tinggi dan rendah. Mereka yang berpendapatan sedang
umumnya bekerja sebagai karyawan swasta di suatu perusahaan. Jenis
pekerjaannya mulai dari staff, satpam, sales dan driver. Wisatawan yang
berpendapatan tinggi umumnya bekerja sebagai Guru dan berstatus sebagai PNS.
Lalu wisatawan dengan kategori rendah umumnya berprofesi sebagai satpam,
pedagang dan buruh bangunan.
PB Betawi merupakan tempat yang tepat untuk berkegiatan wisata bagi
semua jenis kalangan baik itu ekonomi bawah, ekonomi sedang dan ekonomi tinggi.
Dengan uang sebesar 2000 rupiah maka wisatawan sudah bisa masuk kedalam
kawasan PB Betawi sehingga banyak wisatawan yang mengatakan bahwa motivasi
mereka berkunjung dilatarbelakangi oleh harga masuk ke PB Betawi yang murah.
Biaya tersebut dianggap tidak memberatkan wisatawan karena setelah masuk
33
kawasan PB Betawi mereka dapat berada dikawasan tersebut tanpa batas waktu
mulai dari pukul 08.00 samai dengan 17.00. Selain itu biaya sebesar 2000 rupiah
yang dikenakan dihitung per kendaraan motor roda dua, bukan per wisatawan
sehingga apabila satu keluarga ingin berkunjung menggunakan sepeda motor,
keluarga tersebut hanya perlu menyiapkan uang sebesar 2000 rupiah. Fenomena ini
sesuai dengan Yoeti (2001b) yang menyebukan bahwa orang yang melakukan
perjalanan wisata adalah orang yang memiliki uang lebih yang tidak akan
mempengaruhi kehidupan rumah tangga. Hal tersebut dapat menjelaskan mengapa
wisatawan PB Betawi cocok bagi wisatawan yang berpendapatan rendah, sedang,
maupun tinggi karena uang sebesar 2000 rupiah yang dikenakan oleh pengelola
kepada wisatawan tidak mengurangi biaya untuk memenuhi kebutuhan rumah
tangga. Seperti penuturan wisatawan berikut yang dapat mewakili wisatawan
lainnya.
“... Setu kan deket dari rumah saya jadi saya suka bawa anak-
anak ke sini kalo lagi libur, apalagi bisa dibilang masuk ke setu
bayarnya murah, cuma bayar parkir aja 2000 rupiah. Buat yang
suka liburan tapi gak mau jauh-jauh kaya saya ya cocok dah
liburan di Setu ...”(ZN,42 tahun)
Wisatawan yang berpendapatan tinggi cenderung memiliki tujuan lain
selain berwisata ke PB Betawi. Tujuan lain tersebut bisa berupa mencari informasi
mengenai prosedur penyewaan rumah adat untuk acara kumpul keluarga besar.
Selain itu ada pula wisatawan yang ingin menyewa gambang krombong untuk acara
hajatan dirumah sehingga perlu menanyakan informasi mengenai gambang
kromong secara langsung kepada pengelola PB Betawi karena wisatawan tersebut
tidak memiliki nomor telepon atau kontak yang dapat dihubungi terkait penyewaan
fasilitas yang terdapat di PB Betawi.
Etnis
Pada Tabel 2 dapat dilihat berbagai macam etnis yang berkunjung ke PB
Betawi. Etnis tersebut adalah Betawi, Sunda, Jawa dan Batak. Wisatawan PB
Betawi didominasi oleh mereka yang beretnis Betawi. Wisatawan yang beretnis
Betawi berturut-turut memiliki persentase 27,5% dan 40% lebih banyak daripada
mereka yang beretnis Jawa dan Sunda. Lalu, wisatawan yang beretnis Batak
memiliki persentase paling rendah dibandingkan etnis lainnya (1%). Mayoritas
wisatawan yang beretnis Betawi disebabkan oleh terdapatnya seni dan budaya
Betawi yang menjadi atraksi wisata PB Betawi. Selain itu PB Betawi merupakan
satu-satunya perkampungan Betawi yang dijadikan kawasan wisata sehingga
keberadaannya sudah cukup diketahui banyak orang menurut salah satu anggota
forum pengkajian dan pengembangan. Wisatawan juga banyak yang menyatakan
bahwa berkunjung ke PB Betawi sama rasanya dengan mengenang masa kecil
karena bangunan-bangunan Betawi yang terdapat di PB Betawi merupakan rumah
adat Betawi asli. Seperti yang dikatakan oleh salah satu wisatawan yaitu:
“... Kalo pergi ke setu tuh rasanya kaya pulang kampung, jadi
inget pas kita kecil gara-gara rumah Betawinya mirip banget
kaya rumah Betawi waktu saya kecil. Terus juga saya kan orang
34
Betawi, makanya saya suka pertunjukan seni dan budaya
Betawi. Kalo ada waktu buat liat pertunjukan pasti saya
sempetin nonton.Terus dimana lagi saya bisa beli makanan khas
Betawi selain disini ...” (YS,34 tahun)
Wisatawan dengan etnis selain Betawi yang melakukan kunjungan pada
saat akhir pekan memiliki motivasi ingin mengetahui seni dan budaya
masyarakat Betawi, sedangkan etnis lain yang berkunjung pada saat hari kerja
biasanya berkunjung untuk mengisi waktu luang sambil menikmati
pemandangan danau Setu Babakan. McIntosh (1977) seperti dikutip dalam
Pitana dan Gayatri (2005) mengemukakan bahwa terdapat motivasi dalam diri
wisatawan yaitu keinginan untuk mengetahui budaya, adat, tradisi dan kesenian
daerah lain yang dikenal dengan cultural motivation.
Motivasi berkunjung
Berdasarkan jenis motivasi berkunjung, mayoritas wisatawan memiliki
motivasi untuk mengisi waktu luang (55%). Wisatawan dengan motivasi tersebut
lebih banyak 25% dibandingkan wisatawan yang memiliki motivasi untuk
mengajak keluarga liburan. Lalu persentase wisatawan yang motivasinya adalah
memenuhi ajakan keluarga dan urusan bisnis memiliki persentase yang sama yaitu
sebesar 2,5% atau sekitar 12 kali lebih kecil dibandingkan mereka yang memiliki
motivasi untuk mengisi waktu luang. Selain itu, wisatawan yang memiliki motivasi
untuk mengikuti kegiatan sekolah/kantor memiliki persentase 2 kali lebih besar
dibandingkan mereka yang memiliki motivasi untuk memenuhi ajakan keluarga
atau urusan bisnis.
Wisatawan yang dilatarbelakangi oleh motivasi mengisi waktu luang
biasanya adalah para karyawan yang sedang istirahat atau libur sejenak di sela-sela
kesibukannya. Kegiatan yang biasanya dilakukan untuk mengisi waktu luang di PB
Betawi salah satunya dengan memancing. Selain itu ada juga wisatawan yang hanya
memesan minuman kopi dan merokok sambil menikmati asrinya Setu Babakan.
Kawasan PB Betawi setiap bulannya pasti dikunjungi oleh murid sekolah sebagai
bagian dari kegiatan belajar mengajar. Salah satu wisatawan yang berprofesi
sebagai guru mengatakan bahwa dirinya berkunjung bersama dengan guru-guru
lainnya dan juga anak-anak murid dalam rangka memperingati hari Kartini pada
tanggal 21 April 2016. Kegiatan ini diisi dengan lomba-lomba busana adat yang
dipertunjukkan di panggung seni tari Perkampungan Budaya Betawi. Selain itu
terdapat pula wisatawan yang berkunjung dengan motivasi lain yaitu untuk mencari
informasi terkait penyewaan pendopo atau teras rumah adat Betawi untuk
melaksanakan kegiatan arisan keluarga besar.
35
Tingkat Hubungan Interpersonal
Tingkat hubungan interpersonal penting diteliti dalam penelitian ini karena
berhubungan dengan potensi wisatawan dalam menerima informasi mengenai PB
Betawi dari orang lain. Mereka yang memiliki tingkat hubungan interpersonal yang
tinggi diduga memiliki keterdedahan yang tinggi. Pada variabel tingkat hubungan
interpersonal, wisatawan dengan kategori tinggi dan sedang memiliki persentase
yang sama (35%) lalu diikuti oleh kategori rendah (35%) yang lebih rendah 5%
daripada kategori sedang dan tinggi. Wisatawan yang termasuk kedalam kategori
hubungan interpersonal yang rendah umumnya merupakan orang yang sedang
merantau di Jakarta sehingga jarang melakukan komunikasi tatap muka dengan
keluarga besar juga teman. Seperti informasi yang disampaikan oleh salah satu
wisatawan yang termasuk kedalam kategori ini yaitu:
”... Saya ngerantau dek di Jakarta Cuma tinggal anak istri
aja.Keluarga saya semuanya di Jawa, jadi kalau pulang ya kalau
lagi liburan aja, selebihnya paling lewat telpon ...”(MA,45 tahun)
Adapun mereka yang termasuk kedalam kategori hubungan interpersonal
tinggi umumnya tinggal di dekat rumah orang tua atau keluarga besar sehingga
kegiatan tatap muka berjalan dengan lancar.
Tingkat Akses terhadap Media Massa
Pada Tabel 2 terlihat bahwa tingkat akses terhadap media massa dan juga
tingkat partisipasi sosial wisatawan PB Betawi mayoritas berada pada kategori
tinggi, lalu berturut-turut diikuti oleh kategori rendah (diantara > 35% sampai
dengan < 37,5%) dan kategori tinggi (diantara >15% sampai dengan <35%). Secara
keseluruhan, keterdedahan wisatawan terhadap media massa ditunjukkan oleh
Gambar 5.
Gambar 5 Rata-rata frekuensi keterdedahan media massa wisatawan PB Betawi bulan Mei
2016
1 0,1
9
93
3
10
M E D I A M A S S A
Koran Majalah Website Media Sosial Radio Televisi
36
Saat ini tingkat akses terhadap media massa besar dipengaruhi oleh
penggunaan media sosial hibrida untuk mencari informasi. Dari Tabel 3 dapat
terlihat sebanyak 37,5% dari total wisatawan termasuk ke dalam kategori tingkat
akses terhadap media massa rendah. Wisatawan yang termasuk kedalam kategori
tingkat akses media massa yang rendah umumnya juga rendah frekuensinya dalam
penggunaan media sosial hibrida dalam mencari informasi. Dari Gambar 5 dapat
dilihat bahwa dalam seminggu rata-rata wisatawan PB Betawi mengakses media
sosial sebanyak 93 kali. Angka tersebut sangat jauh jika dibandingkan dengan
frekuensi mengakses informasi melalui koran yang hanya 1 kali dalam seminggu,
majalah yang hampir semua wisatawan tidak membaca majalah, website sebanyak
9 kali, radio sebanyak 3 kali dan televisi sebanyak 10 kali dalam satu minggu
terakhir. Selain itu rendahnya tingkat akes terhadap media massa juga disebabkan
kesibukan wisatawan dalam bekerja sehingga frekuensi untuk menonton televisi,
mendengar radio dan membaca media cetak juga jarang. Berikut adalah pernyataan
dari salah satu wisatawan yang termasuk kedalam kategori keterdedahan media
massa yang rendah :
”... Saya jarang mas nonton tv atau denger radio soalnya saya
kan kerja sistemnya shift. Jadi kerjanya bisa pagi atau malem.
Pulang kerja langsung tidur terus kerja lagi. Paling juga kalo mau
nonton tv dan lain-lain pas lagi libur soalnya kita kan harus fokus
pas lagi kerja ...” (RL,33 tahun)
Dari Tabel 3 juga dapat dilihat bahwa 22,5% wisatawan termasuk kedalam
kategori tingkat akses terhadap media massa sedang. Selanjutnya 40% wisatawan
termasuk kedalam kategori tingkat akses terhadap media massa tinggi. Penggunaan
smartphone menjadi pemicu yang mempengaruhi frekunsi wisatawan dalam
mengakses media massa. Dalam satu hari terdapat wisatawan yang dapat
mengakses media sosial melalui smartphone hingga sebanyak 30 kali, artinya
dalam seminggu wisatawan dapat mengakses informasi melalui media sosial
sebanyak 210 kali. Wisatawan pada umumnya mengakses televisi dan radio di
waktu senggang seperti ketika sebelum berangkat kerja ataupun sepulang kerja.
Beberapa wisatawan juga mendengarkan siaran radio ketika sedang mengendarai
mobil ke tempat bekerja. Informasi yang didapat wisatawan melalui televisi dan
radio beraneka ragam dapat berupa informasi berita nasional, berita mancanegara,
informasi musik dan artis. Mayoritas wisatawan kurang terdedah media massa cetak
seperti koran dan majalah. Hal ini disebabkan koran dan majalah elektronik lebih
populer dibandingkan koran dan majalah cetak. Kemudahan mengakses dan juga
biaya yang murah menjadi alasan untuk mengakses koran dan majalah elektronik
melalui smartphone.
Tingkat Partisipasi Sosial
Partisipasi sosial adalah banyaknya keikutsertaan wisatawan dalam
kegiatan sosial dan pertemuan-pertemuan lokal yang meliputi kegiatan pengajian,
arisan, hajatan dan kerja bakti dalam satu minggu terakhir. Dari kegiatan-kegiatan
sosial tersebut wisatawan memiliki kemungkinan untuk menerima informasi
mengenai PBB. Persentase kegiatan partisipasi sosial wisatawan secara keseluruhan
ditunjukkan oleh gambar berikut.
37
Gambar 6 Persentase wisatawan Perkampungan Budaya Betawi berdasarkan
kegiatan sosial bulan Mei 2016
Merujuk pada Tabel 2 diketahui sebanyak 77,5% wisatawan terlibat dalam
kegiatan sosial, sedangkan 22,5% lainnya tidak terlibat dalam kegiatan sosial dalam
satu minggu terakhir. Pada Gambar 6 terlihat bahwa mayoritas wisatawan
mengikuti kegiatan hajatan dalam satu minggu terakhir (62,5%) sedangkan
wisatawan yang mengikuti kegiatan arisan dan kerja bakti hanya sebesar (35%) atau
lebih kecil 27,5% lebih kecil daripada persentase wisatawan yang mengikuti
kegiatan hajatan. Kegiatan pengajian hanya diikuti wisatawan sebanyak (40%) atau
5% lebih banyak daripada mereka yang mengikuti kegiatan sosial. Hanya 2,5%
wisatawan mengatakan mengikuti kegiatan sosial di luar kegiatan pengajian, arisan,
kerja bakti, dan hajatan dalam satu minggu terakhir. Wisatawan yang tidak terlibat
dalam kegiatan sosial memiliki alasan karena sibuk bekerja. Selain itu ada juga
yang sebenarnya mengikuti kegiatan sosial tapi tidak dalam 1 minggu terakhir.
Kegiatan pengajian merupakan kegiatan masyarakat Indonesia yang
beragama muslim untuk melakukan doa bersama dengan membaca kitab suci dan
bersyukur kepada Tuhan Yang Maha Esa. Wisatawan yang tidak melakukan
kegiatan pengajian dilatarbelakangi oleh jam kerja yang tidak sesuai dengan waktu
kegiatan mengaji. Selain itu mereka yang berstatus sebagai pelajar cenderung tidak
melakukan kegiatan pengajian karena adanya kegiatan di kampus yang tidak bisa
ditinggalkan. Pada umumnya kegiatan arisan dilangsungkan satu kali dalam
seminggu dengan secara bergantian dari rumah kerumah atau dilakukan bersamaan
dengan kegiatan pengajian.
Kerja bakti adalah kegiatan gotong –royong bapak-bapak dan ibu-ibu untuk
menjaga keutuhan infrastruktur kawasan pemukiman yang dipimpin oleh ketua RT.
Kegiatan ini biasanya diisi oleh bersih-bersih saluran air, pembersihan sampah dan
pembetulan jalan. Umumnya kegiatan kerja bakti dilakukan selama satu bulan
sekali. Hajatan adalah acara yang diadakan suatu keluarga dalam rangka perayaan
seperti pernikahan, khitanan dan slametan. Kegiatan hajatan tidak bisa diprediksi
frekuensinya dalam satu minggu karena wisatawan hanya menghadiri acara hajatan
sesuai kerabat yang memberikan undangan. Dalam satu minggu terakhir terdapat
wisatawan yang tidak menghadiri hajatan sama sekali tetapi ada juga yang
mengahadiri acara hajatan sebanyak 5 kali dalam seminggu. Kegiatan sosial lain
40
35
35
62
,5
2,5
K E G I A T A N S O S I A L
Pengajian Arisan Kerja Bakti Hajatan Lainnya
38
yang diikuti oleh wisatawan di luar pengajian, arisan,kerja bakti dan hajatan adalah
ronda atau siskamling dalam lingkup Rukun Tetangga (RT) di malam hari untuk
menjaga keamanan wilayah sekitar.
KETERDEDAHAN KOMUNIKASI PENGEMBANGAN
PARIWISATA
Sebagaimana telah dikemukakan pada Gambar 3, dalam penelitian ini
terdapat tiga variabel antara yang diduga mempengaruhi efektivitas komunikasi
Pengembangan Pariwisata di PB Betawi, yaitu Tingkat keragaman sumber
informasi PB Betawi (X12), Tingkat keterdedahan sumber informasi PB Betawi
(X13), dan Tingkat Penerimaan Isi Pesan PB Betawi (X14). Tabel 5 di bawah ini
mengemukakan distribusi wisatawan menurut ketiga variabel tersebut.
Tabel 3 Persentase wisatawan PB Betawi berdasarkan tingkat keterdedahan
informasi bulan Mei 2016
No
Keterdedahan
Persentase (%)
Total (%) Rendah Sedang Tinggi
1 Tingkat keragaman
sumber informasi PB
Betawi
50,0 12,5 37,5 100
2 Tingkat keterdedahan
sumber informasi PB
Betawi
50,0 15,0 35,0 100
3 Tingkat Penerimaan Isi
Pesan
35,0 25,0 40,0 100
Seperti terlihat pada Tabel 3, kecuali pada variabel “Tingkat Penerimaan Isi
Pesan” dua variabel antara lainnya dominan tergolong kategori rendah (masing-
masing 50%) , diikuti oleh mereka yang tergolong kategori tinggi ( diantara >35%
sampai dengan <40%). Pada Tingkat Penerimaan Isi Pesan mayoritas wisatawan
tergolong kategori tinggi (40%), diikuti oleh persentase sedang dan rendah, di mana
mereka yang tergolong persentase kategori rendah sebesar 35% atau 10% lebih
rendah dari mereka pada kategori sedang. Untuk lebih rincinya, penjelasan
mengenai keterdedahan komunikasi pengembangan pariwisata dapat dilihat
sebagai berikut:
Tingkat Keragaman Sumber Informasi PB Betawi
Tabel 3 menunjukkan bahwa tingkat keragaman sumber informasi PB
Betawi berada dalam kategori rendah, yaitu sebesar 50%. Hal ini disebabkan
wisatawan masih kurang mengetahui ragam media komunikasi yang digunakan
pengelola PB Betawi dalam menyampaikan informasi. Umumnya, wisatawan yang
masuk kedalam kategori ini menggunakan atau mengakses informasi melalui
kurang dari 7 jenis media. Wisatawan cenderung mendapatkan informasi bukan dari
media komunikasi yang digunakan oleh pengelola melainkan melalui cerita dari
orang lain baik dari pihak keluarga, rekan kerja, teman maupun tetangga. Ragam
sumber informasi yang digunakan wisatawan PB Betawi terbagi kedalam 5
40
kategori, yaitu komunikasi interpersonal, media cetak, media hibrida, media luar
ruang dan media elektronik.
Gambar 7 Persentase wisatawan Perkampungan Budaya Betawi berdasarkan
sumber informasi bulan Mei 2016
Gambar 7 menunjukkan bahwa sumber informasi yang paling banyak
digunakan oleh wisatawan untuk mengetahui PB Betawi adalah media luar ruang.
Media luar ruang merupakan media yang dipasang di tempat-tempat terbuka seperti
di pinggir jalan, pusat keramaian dsb. Ketertarikan untuk berkunjung ke PB Betawi
muncul karena intensitas wisatawan melihat media luar ruang PB Betawi cukup
tinggi, seperti penuturan salah satu wisatawan yang dapat mewakili wisatawan
lainnya:
“... Saya tau Setu Babakan dari papan penunjuk arah yang
warna ijo di jalan.Awalnya sih biasa aja tapi gara-gara saya
pulang pergi lewat jalan yang ada penunjuk arah ke Setu
Babakan jadinya saya pengen tahu Setu Babakan tuh apaan
...”(AY,32 tahun)
Berikutnya, sebesar 29% wisatawan menggunakan informasi dari orang lain
sebagai sumber informasi PB Betawi. Mayoritas wisatawan yang mendapat
informasi dari orang lain biasanya mendapat informasi tentang PB Betawi pada
kurun waktu yang sudah lama sehingga informasi yang didapat kurang update.
Setelah mendapatkan informasi dari orang lain biasanya wisatawan mencari tahu
lebih lanjut dengan cara mendatangi langsung kawasan PB Betawi. Cukup banyak
wisatawan yang pada awalnya mendapat informasi dari orang lain namun setelah
berkunjung wisatawan tersebutlah yang menyebarkan informasi kepada orang lain
atau kerabat terdekatnya. Seperti pernyataan salah satu wisatawan berikut ini:
“... Saya udah lama banget dikasih tau temen soal Setu
Babakan. Sekali dikasih tau saya langsung kesini. Habis itu
malah saya yang cerita ke orang-orang lain tentang Setu
Komunikasi interpersonal
29%
Media Cetak4%
Media Elektronik24%
Media Hibrida12%
Media Luar Ruang31%
Komunikasi interpersonal Media Cetak Media Elektronik
Media Hibrida Media Luar Ruang
41
Babakan contohnya kaya danaunya sekarang udah diperluas
terus ada gedung baru dan fasilitas baru yang lain...”(MS,38
tahun)
Komunikasi interpersonal disukai karena informasi datang dari orang lain
yang pernah merasakan dan juga pernah memiliki pengalaman berkunjung ke PB
Betawi sehingga terdapat pesan-pesan yang tidak dapat disampaikan oleh media
lain tetapi dapat disampaikan melalui komunikasi interpersonal yaitu pesan emosi
seperti ekspresi bahagia ketika bercerita tentang pengalaman berkunjung ke PB
Betawi.
Selanjutnya sumber informasi ketiga yang banyak digunakan untuk mencari
sumber informasi mengenai PB Betawi adalah media elektronik. Sebanyak 24
persen wisatawan mendapatkan informasi mengenai PB Betawi dari media
elektronik yaitu televisi dan radio. Umumnya wisatawan hanya menonton siaran
televisi yang terdapat informasi, liputan atau promosi mengenai PB Betawi
sebanyak satu sampai 2 kali seumur hidup. Menurut beberapa wisatawan, stasiun
televisi yang pernah menyiarkan liputan mengenai PB Betawi adalah TVRI dan
RCTI. Selanjutnya media selanjutnya adalah media hibrida sebanyak 12% dan
media cetak sebanyak 4%. Dari kedua media tersebut wisatawan sangat jarang
menemukan atau terdedah informasi mengenai kawasan wisata PB Betawi. Pada
media hibrida, wisatawan mendapatkan informasi mengenai PB Betawi dari foto
dan kata-kata yang diunggah oleh teman yang sedang berkunjung ke PB Betawi
melalui social media seperti instagram dan path. Untuk media cetak, pengelola
menggunakan media promosi berbentuk folder. Mayoritas wisatawan tidak
mengetahui bahwa kawasa wisata PB Betawi memiliki folder sebagai media
promosi karena folder hanya dibagikan kepada pengunjung yang berkunjung ke
kantor UPK PBB.
Tingkat Keterdedahan Sumber Informasi PB Betawi
Tabel 3 menunjukkan bahwa tingkat keterdedahan sumber informasi pada
wistawan Perkampungan Budaya Betawi berada dalam kategori rendah. Hal ini
disebabkan reponden jarang mengakses atau menerima informasi mengenai PB
Betawi. Berikut adalah frekuensi penerimaan pesan dari berbagai sumber.
42
Tabel 4 Persentase dan rataan skor wisatawan Perkampungan Budaya Betawi
berdasarkan keterdedahan sumber informasi bulan Mei 2016
No Media Komunikasi Persentase (%) Rata – rata*
Tidak
Pernah
Jarang Sering
1 Keluarga Inti 20,0 47,5 22,5 2,28
2 Keluarga Besar 35,0 42,5 22,5 1,98
3 Rekan Kerja 35,0 30,0 35,0 2,15
4 Teman 27,5 37,5 35,0 2,28
5 Leaflet 90,0 10,0 0 1,10
6 Majalah 95,0 2,5 2,5 1,08
7 Media Sosial 70,0 22,5 7,5 1,40
8 Internet 75,0 20,0 5,0 1,30
9 Spanduk 25,0 40,0 35,0 2,25
10 Papan Penunjuk
Jalan
2,5 27,5 70,0 3,08
11 Radio 45,0 42,5 12,5 1,75
12 Televisi 30,0 50,0 20,0 1,98 *Rataan skor : 1= tidak pernah 2=jarang 3=sering
Tabel 4 menunjukkan frekuensi penerimaan pesan dari berbagai jenis media
yang digunakan oleh wisatawan dalam menerima informasi mengenai PB Betawi.
media yang mayoritas tidak pernah diakses oleh wisatawan adalah folder, majalah,
media sosial, internet, dan radio. Lalu sumber informasi yang mayoritas jarang
diakses oleh wisatawan untuk mencari informasi mengenai PB Betawi adalah
keluarga inti, keluarga besar, teman, spanduk dan televisi. Media komunikasi yang
sering memberikan wisatawan informasi mengenai PB Betawi adalah papan
penunjuk arah yang terdapat di jalan sekitar Depok, Jagakarsa, Ciganjur dan
Lenteng Agung. Alasan media komunikasi folder, majalah, media sosial, internet
dan radio tidak pernah menjadi media pilihan untuk mendapatkan informasi
mengenai PB Betawi adalah media-media tersebut kurang bisa memberikan
gambaran mengenai kawasan PB Betawi. Adapun folder hanya bisa didapat dari
kantor pengelola PB Betawi. Mayoritas wisatawan yang melakukan kunjungan
jarang mengunjungi kantor pengelola untuk mencari informasi sehingga folder
jarang didapatkan. Hal inilah yang menjadi alasan mengapa banyak wisatawan
yang menggunakan media komunikasi interpersonal seperti keluarga inti, keluarga
besar, dan teman karena media interpersonal dapat menggambarkan secara rinci
informasi-informasi mengenai Perkampungan Budaya Betawi.
Walaupun media interpersonal dipercaya oleh wisatawan untuk
memberikan informasi, tetapi wisatawan jarang menerima informasi dari media
tersebut. Setelah mendapat informasi melalui media interpersonal,wisatawan juga
cenderung merasa puas dan tidak lagi mencari-cari informasi melalui media lain.
Umumnya wisatawan hanya diberi informasi melalui keluarga atau teman
mengenai informasi PB Betawi sebanyak satu atau dua kali, dan setelah itu
wisatawan cenderung mencari informasi tentang PB Betawi dengan berkunjung
43
langsung ke lokasi wisata. Berikut adalah penuturan salah satu wisatawan yang
dapat mewakili wisatawan lainnya:
“... Saya Cuma dapet info sekali dari temen, abis itu saya tau
sendiri info-info dan perkembangan disini gara-gara saya suka
kunjung kesini. Saya gapernah buka-buka atau nyari tentang
Setu Babakan dari internet atau yang lain-lain ...”(NR,29)
Tabel 4 menunjukkan bahwa wisatawan seringkali mendapatkan informasi
mengenai PB Betawi dari papan penunjuk arah. Papan penunjuk arah di jalan sangat
strategis untuk dilihat wisatawan ketika sedang menaiki kendaraan di jalan. Hampir
setiap hari wisatawan berangkat dan pulang kerja melewati jalan yang sama dengan
ditempatkannya papan penunjuk arah menuju PB Betawi. Oleh karena itu
wisatawan sering terdedah informasi mengenai PB Betawi dari papan penunjuk
arah. Namun demikian, kekurangan papan penunjuk arah adalah informasi yang
terdapat pada media tersebut hanya sebatas jarak dan lokasi untuk memandu
wisatawan ke lokasi wisata Perkampungan Budaya Betawi.
Tingkat Penerimaan Isi Pesan
Jenis pesan dalam penelitian ini dibagi menjadi 3 yaitu pesan atraksi
(attraction), aksesibilitas (accessibility), dan fasilitas penunjang (amenities).
Pertama adalah attraction, merupakan pesan yang dibuat oleh pengelola sebagai
pemikat minat khalayak. Pada umumnya pesan atraksi berisikan objek-objek wisata
dan keunikan yang terdapat di dalam suatu kawasan wisata. Di PB Betawi pesan-
pesan yang tergolong atraksi adalah informasi mengenai Setu Babakan, seni tari,
festival budaya, wisata air, kuliner dan perkampungan Betawi. Kedua adalah
aksesibilitas, merupakan pesn-pesan yang berisikan informasi mengenai cara
mencapai atau berhubungan dengan kawasan wisata. Pesan aksesibilitas yang
terdapat di PB Betawi dapat berupa lokasi kawasan PB Betawi, peta area wisata PB
Betawi, akses menuju lokasi via kendaraan pribadi, akses via kendaraan umum, dan
contact person yang dapat dihubungi oleh khalayak untuk mencari informasi
seputar PB Betawi. Ketiga adalah pesan mengenai fasilitas yang merupakan pesan
berupa informasi mengenai kelengkapan dan fasilitas yang terdapat di kawasan
wisata. Pesan mengenai fasilitas dalam komunikasi pengembangan pariwisata PB
Betawi dapat berupa informasi fasilitas yang disediakan, kondisi fasilitas saat ini,
dan harga penggunaan fasilitas.
Pada Tabel 3 dapat dilihat bahwa mayoritas wisatawan sebanyak 40 %
berada pada kategori tingkat penerimaan isi pesan yang tinggi. Wisatawan yang
berada pada kategori tinggi bercirikan banyak mendapatkan informasi mengenai
PB Betawi dari media yang digunakan untuk mencari atau mengakses informasi
seputar PB Betawi baik itu pesan jenis atraksi, aksesibilitas, maupun fasilitas.
Mereka yang termasuk kedalam kategori rendah umumnya baru sekali melakukan
kunjungan atau mereka hanya tertarik mencari informasi yang menurut mereka
penting untuk diketahui. Lalu wisatawan yang termasuk kedalam kategori ini
biasanya hanya satu sampai dua kali mendapat informasi melalui orang lain dan
selebihnya mereka mencari informasi sendiri mengenai PB Betawi dengan
44
berkunjung langsung. Seperti penuturan oleh perwakilan dari wisatawan berikut
ini:
“... Saya jarang nanya-nanya ke orang mas apalagi kalo yang
kaya perahu bebek gitu-gitu gara-gara saya gak pernah pengen
jadi gatau sama sekali ...”(FA,23 tahun)
Secara keseluruhan, tingkat penerimaan pesan di Perkampungan Budaya
Betawi dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5 Persentase dan rataan skor wisatawan Perkampungan Budaya Betawi
berdasarkan jenis informasi bulan Mei 2016
No
Jenis Informasi
Persentase (%)
Rata-rata Skor* Tidak
Pernah
Jarang Sering
1 Setu Babakan 22,5 42,5 35 2,28
2 Seni tari 25 42,5 32,5 2,18
3 Festival budaya 27,5 47,5 25 2,03
4 Wisata air 40 42,5 17,5 1,80
5 Kuliner 25 22,5 52,5 2,55
6 Perkampungan Betawi 35 30 35 2,20
7 Lokasi kawasan PB
Betawi
17,5 30 52,5 2,60
8 Peta area wisata PB
Betawi
45 27,5 27,5 1,98
9 Akses kendaraan
pribadi
12,5 45 32,5 2,58
10 Akses kendaraan umum 42,5 40 17,5 1,83
11 Contact person 72,5 20 7,5 1,40
12 Media informasi publik 70 25 5 1,40
13 Fasilitas 37,5 45 17,5 1,88
14 Kondisi fasilitas 37,5 45 17,5 1,90
15 Harga 42,5 42,5 15 1,83 *Rataan skor : 1= tidak pernah 2=jarang 3=sering
Tabel 5 menunjukkan informasi mengenai PB Betawi yang seharusnya
diketahui oleh wisatawan apabila terdedah informasi secara lengkap. Terdapat
beberapa informasi mengenai PB Betawi yang frekuensinya berada pada kategori
sering yaitu informasi mengenai kuliner, Perkampungan masyarakat Betawi, dan
lokasi kawasan PB Betawi. Data tersebut menjelaskan bahwa ketika wisatawan
mencari/mengakses informasi mengenai Perkampungan Budaya Betawi maka
informasi yang sering diterima oleh wisatawan adalah informasi mengenai kuliner,
perkampungan Betawi, dan lokasi kawan PB Betawi.
Mayoritas wisatawan tidak pernah terdedah informasi mengenai peta area
wisata, contact person, media informasi publik dan harga. Data tersebut
menjelaskan bahwa selama mencari/mengakses informasi mengenai
Perkampungan Budaya Betawi, informasi mengenai peta area wisata, contact
45
person, media informasi publik dan harga penggunaan fasilitas seringkali tidak
tersampaikan kepada wisatawan. Kurangnya informasi wisatawan mengenai
informasi peta area wisata, contact person, media informasi publik dan harga
penyewaan fasilitas PB Betawi dapat disebabkan oleh dua alasan. Alasan yang
pertama adalah informasi yang dikomunikasikan oleh pengelola kepada wisatawan
melalui akitivtas komunikasi pemasaran tidak menonjolkan informasi mengenai
mengenai peta area wisata, contact person, media informasi publik dan harga
penggunaan fasilitas. Alasan kedua adalah wisatawan sendiri merasa tidak perlu
untuk mengetahui informasi tersebut sehingga mereka tidak pernah mencari atau
mengakses lebih lanjut mengenai informasi mengenai peta area wisata, contact
person, media informasi publik dan harga penggunaan fasilitas. Kurangnya
keterdedahan mengenai beberapa informasi PB Betawi menimbulkan pengaruh
pada keputusan wisatawan dalam melakukan kunjungan ke PB Betawi. Sebagai
contoh pada wisatawan yang tidak terdedah mengenai contact person pengelola PB
Betawi memutuskan pergi ke kawasan PB Betawi untuk menanyakan informasi
secara langsung kepada pengelola PB Betawi terkait penyewaan gambang kromong
dan rumah adat untuk acara keluarga.
Hubungan Antara Karakteristik Wisatawan PB Betawi Dengan
Keterdedahan Komunikasi Pengembangan Pariwisata
Hubungan antara karakteristik wisatawan PB Betawi dengan keterdedahan
komunikasi pengembangan pariwisata dianalisis dengan koefisien kontingensi dan
Rank Spearman ditunjukkan pada Tabel 6 berikut ini.
Tabel 6 Nilai koefisien korelasi antara karakteristik wisatawan dengan keterdedahan
komunikasi pengembangan pariwisata di Perkampungan Budaya Betawi
Karakteristik
wisatawan Koefisien
Keterdedahan komunikasi pengembangan pariwisata
No Tingkat
keragaman
sumber
informasi
Tingkat
keterdedahan
sumber
informasi
Tingkat
penerimaan isi
pesan
1 Umur 𝛾𝑠 -0,42 0,228 0,451**
2 Jenis pekerjaan 𝐶 0,716 0,843* 0,858
3 Tingkat
pendidikan 𝛾𝑠 0,497** 0,308 0,177
4 Tingkat
jangkauan
geografis
𝛾𝑠 0,110 0,045 -0,129
5 Tingkat
pendapatan 𝛾𝑠 0,178 0,165 0,256
6 Jenis etnis 𝐶 0,681 0,664 0,750
7 Jenis motivasi
berkunjung 𝐶 0,750* 0,772 0,859*
8 Tingkat
Hubungan
nterpersonal
𝛾𝑠 0,084 0,165 -0,31
9 Tingkat akses
media massa 𝛾𝑠 0,224 0,068 -0,082
10 Tingkat
partisipasi sosial 𝛾𝑠 0,080 0,163 0,285
46
Keterangan:
* = Hubungan nyata pada selang kepercayaan 95%
**= Hubungan sangat nyata pada selang kepercayaan 99%
Pada Tabel 6 dapat dilihat secara keseluruhan bahwa faktor karakteristik
yang memiliki hubungan dengan keterdedahan komunikasi pengembangan
pariwisata adalah umur dengan tingkat penerimaan isi pesan, jenis pekerjaan
dengan tingkat keterdedahan sumber infromasi, jenis motivasi dengan tingkat
tingkat keragaman sumber informasi, dan motivasi dengan tingkat penerimaan isi
pesan. Variabel tersebut dikatakan berhubungan karena memiliki nilai p < 0,05.
Hubungan karakteristik wisatawan dengan komunikasi pengembangan pariwisata
menunjukkan nilai koefisien korelasi yang berada pada tingkat keeratan sedang
(𝛾𝑠=0,41 – 0,60), kuat (𝛾𝑠=0,61 – 0,80), dan sempurna (𝛾𝑠=0,81 – 1). Hubungan
yang terbukti signifikan berdasarkan Tabel 8 secara rinci dijelaskan sebagai berikut:
Hubungan umur dengan tingkat penerimaan isi pesan
Hasil analisis Rank Spearman pada Tabel 6 menunjukkan bahwa umur
berhubungan nyata dengan tingkat penerimaan isi pesan dengan arah positif sebesar
0,451. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tua umur wisatawan maka tingkat
penerimaan isi pesan mengenai PB Betawi yang diterima akan semakin tinggi.
Hasil tersebut juga didukung oleh analisis tabulasi silang antara umur dengan
tingkat penerimaan isi pesan berikut ini.
Tabel 7 Jumlah dan persentase wisatawan berdasarkan umur dan tingkat
penerimaan isi pesan
Pada Tabel 7 dapat dilihat bahwa persentase wisatawan paling besar berada
pada kategori umur 40 – 54 dengan tingkat penerimaan isi pesan kategori tinggi,
yakni 64,7%. Selain itu persentase yang tinggi juga ditunjukkan pada wisatawan
berumur 17-30 tahun dengan tingkat penerimaan isi pesan kategori rendah, yaitu
53,8%. Persentase tersebut menjelaskan bahwa semakin tua umur wisatawan maka
tingkat penerimaan pesan PB Betawi juga semakin tinggi, dan semakin muda umur
wisatawan maka tingkat penerimaan pesan semakin rendah. Mayoritas dari
wisatawan yang berumur tua telah mengetahui perkembangan PB Betawi dari
Umur
Tingkat Penerimaan Isi Pesan
Total Rendah Sedang Tinggi
N % n % n % n %
40 - 54 tahun 2 11,8 4 23,5 11 64,7 17 100
31 – 39 tahun 5 50 3 30 2 20 10 100
17 - 30 tahun 7 53,8 3 23,1 3 23,1 13 100
Total 14 35 10 25 16 40 40 100
47
sebelum ditetapkan menjadi kawasan wisata hingga menjadi kawasan wisata seperti
sekarang ini. Wisatawan berumur lebih tua memiliki tingkat penerimaan isi pesan
mengenai PB Betawi yang tinggi karena informasi dari mulut ke mulut lebih banyak
diterima dibandingkan dengan wisatawan yang lebih muda seperti yang dikatakan
oleh wisatawan berikut:
“... Saya dari kecil sering main disini dek diajak sama orang tua, dari
masih rawa sampe sekarang udah bagus begini saya tau banget.
Saudara saya juga banyak yang kerja disini jadi banyak yang cerita
juga kesaya ...”(MH,50 tahun)
Hubungan jenis pekerjaan dengan tingkat keterdedahan sumber informasi PB
Betawi
Tabel 6 menunjukkan bahwa pekerjaan hanya memiliki hubungan dengan
tingkat keterdedahan sumber informasi. Hasil uji Chi-Square menghasilkan nilai p
sebesar 0,036 dan hasil uji koefisien kontingensi sebesar 0,843 yang artinya adalah
pekerjaan masing-masing wisatawan memiliki pengaruh yang berbeda terhadap
frekuensi penerimaan informasi dari berbagai sumber dengan tingkat hubungan
yang sempurna. Hal ini disebabkan oleh jenis pekerjaan dan jam kerja yang dimiliki
wisatawan berbeda-beda sehingga frekuensi penggunaan gadget pun berbeda satu
sama lain. Wisatawan yang bekerja sebagai front liner di suatu perusahaan seperti
satpam atau driver memiliki waktu untuk menggunakan gadget lebih kecil
dibandingkan dengan yang bekerja di bagian administrasi. Wisatawan yang bekerja
di bagian administrasi memiliki waktu yang lebih banyak untuk berkomunikasi
dengan orang lain karena jam kerja yang tetap berada antara jam 08.00 – 16.00,
sedangkan karyawan yang bekerja dibagian front liner menggunakan sistem shift
yang telah ditetapkan oleh manajemen kantor sehingga jam kerja bisa dimulai pagi
hari sampai sore hari atau pada malam hari sampai dengan pagi hari.
Hubungan tingkat pendidikan dengan tingkat keragaman sumber informasi
PB Betawi
Pada Tabel 6 dapat dilihat bahwa pendidikan berhubungan nyata dengan
tingkat keragaman sumber informasi. Nilai koefisien korelasi Rank Spearman
menunjukkan hubungan positif dengan tingkat keeratan 0,491. Artinya adalah
semakin tinggi jenjang pendidikan maka ragam jenis media yang dapat digunakan
oleh wisatawan semakin banyak. Hasil analisis korelasi tersebut didukung oleh
analisis tabulasi silang antara tingkat pendidikan dengan tingkat keragaman sumber
informasi dibawah ini.
48
Tabel 8 Jumlah dan persentase wisatawan berdasarkan tingkat pendidikan dan
tingkat keragaman sumber informasi
Tingkat
Pendidikan
Tingkat Keragaman Sumber Informasi
Total Rendah Sedang Tinggi
n % n % n % n %
Tinggi 3 21,4 1 7,2 10 71,4 14 100
Sedang 15 62,5 4 16,7 5 20,8 24 100
Rendah 2 100 0 0 0 0 2 100
Total 20 50 5 12,5 15 32,5 40 100
Pada Tabel 8 dapat dilihat bahwa persentase paling besar ditunjukkan oleh
wisatawan yang tingkat pendidikannya berada pada kategori rendah dengan tingkat
keragaman sumber informasi yang rendah, yakni sebesar 100%. Selain itu
persentase yang besar juga ditunjukkan oleh wisatawan yang berada pada tingkat
pendidikan kategori tinggi dengan tingkat keragaman sumber informasi yang tinggi
sebesar 71,4%. Data tersebut mejelaskan bahwa semakin rendah tingkat pendidikan
maka semakin rendah tingkat keragaman sumber informasi dan juga sekaligus
menjelaskan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan maka semakin tinggi tingkat
keragaman sumber informasi.
Saat ini dengan teknologi modern seperti smartphone yang praktis,
masyarakat Indonesia dapat mengakses informasi dengan mudah dan cepat. Namun
kebutuhan untuk menggunakan informasi yang cepat dan mudah lebih dibutuhkan
bagi wisatawan yang berpendidikan tinggi sehingga ragam media yang digunakan
semakin banyak. Selain itu, diperlukan pengetahuan untuk mengoperasikan
teknologi-teknologi modern yang berberbahasa Inggris. Hal ini menyebabkan bagi
yang berpindidikan lebih rendah kurang paham untuk menggunakan teknologi
modern saat ini dan masih cenderung menggunakan teknologi lama seperti
handhone analog atau mengandalkan saluran komunikasi interpersonal.
Hubungan jenis motivasi berkunjung dengan keterdedahan komunikasi
pengembangan pariwisata
Tabel 6 menunjukkan bahwa motivasi berkunjung wisatawan memiliki
hubungan dengan keterdedahan komunikasi pengembangan pariwisata yaitu pada
tingkat keragaman sumber informasi dan tingkat penerimaan isi pesan . Hasil uji
Chi square pada motivasi berkunjung dengan tingkat keragaman sumber informasi
menghasilkan nilai p sebesar 0,047 dan hasil uji koefisien kontingensi
menghasilkan nilai sebesar 0,750 . Lalu hasil uji Chi square pada motivasi
berkunjung dengan tingkat penerimaan isi pesan menghasilkan nilai p sebesar
sebesar 0,009 dan hasil uji koefisien kontingensi menghasilkan nilai sebesar 0,859.
Hal ini dilatarbelakangi oleh wisatawan yang memiliki alasan mengajak keluarga
untuk liburan cenderung memiliki informasi lebih banyak mengenai PB Betawi
49
sebelum melakukan kunjungan. Informasi tersebut dicari oleh wisatawan dari
berbagai media hingga wisatawan merasa puas akan informasi yang telah didapat.
Hal tersebut dilakukan agar wisatawan mendapat banyak informasi sebelum
mengajak keluarga untuk liburan sehingga anggota keluarga merasa tertarik untuk
memenuhi ajakan dari wisatawan.
Pada Tabel 6 dapat dilihat bahwa jangkauan geografis, pendapatan dan juga
etnis tidak memiliki hubungan nyata dengan keterdedahan komunikasi
pengembangan pariwisata. Mayoritas wisatawan yang berkunjung adalah
wisatawan yang berasal Jakarta dan Depok, tetapi data dilapang membuktikan
bahwa tidak adanya perbedaan antara wisatawan yang bertempat tinggal dekat,
sedang maupun jauh dari PB Betawi dengan keterdedahan wisatawan akan
informasi pariwisata di PB Betawi. Hal tersebut disebabkan wisatawan banyak
menerima informasi melalui media interpersonal yang saat ini dapat dengan mudah
dilakukan melalui telepon genggam dan internet. Dengan adanya teknologi
komunikasi tersebut, wisatawan tetap dapat berhubungan dengan kerabat tanpa
dipengaruhi oleh jarak. Pendapatan juga tidak memiliki hubungan yang signifikan
dengan keterdedahan pengembangan pariwisata. Baik wisatawan yang termasuk
kedalam kategori pendapatan rendah, sedang atapun rendah memiliki tingkat
keterdedahan terhadap kawasan PB Betawi secara sama besar. Penyebabnya adalah
mayoritas wisatawan mendapatkan informasi melalui media interpersonal, dan
untuk mendapat informasi melalui media interpersonal tidak memerlukan biaya
yang mahal dibandingkan melalui media internet atau media sosial. Karena pada
umumnya wisatawan merupakan etnis Betawi dan tinggal di daerah sekitar PB
Betawi sebagaimana terlihat pada Tabel 2. Meskipun berasal dari etnis Betawi,
tingkat keterdedahan wisatawan yang beretnis Betawi, jawa , sunda maupun etnis
lainnya tidak memiliki perbedaan terhadap tingkat keterdedahan akan komunikasi
pengembangan pariwisata. Hal ini disebabkan oleh banyaknya wisatawan selain
etnis Betawi yang terdedah akan komunikasi pengembangan pariwisata PB Betawi
karena frekuensi berkunjung yang lebih tinggi dibandingkan dengan wisatawan
etnis Betawi,seperti yang dikatakan oleh wisatawan beretnis jawa dibawah ini:
“... Saya seminggu sekali minimal mancing de disini jadi kalo
ada info apa-apa saya sering dikasih tau sama pemancing yang
lain ...”(MA,45 tahun)
Dapat dilihat dari Tabel 6 bahwa tingkat hubungan interpersonal tidak
memiliki hubungan yang nyata dengan keterdedahan komunikasi pengembangan
pariwisata. Dari hasil wawancara mendalam yang dilakukan kepada wisatawan,
diketahui bahwa setiap kali wisatawan melakukan komunikasi interpersonal dengan
orang lain, wisatawan jarang membicarakan topik mengenai Perkampungan
Budaya Betawi karena ada hal lain yang lebih penting dibicarakan. Seperti yang
dikatakan oleh salah satu wisatawan yang memiliki tingkat hubungan interpersonal
yang tinggi berikut:
“... Kalo lagi kumpul sama keluarga kita jarang ngomongin setu.
Ya paling ngomongin masalah seputar keluarga besar aja yang
lebih penting. Terus seandainya mau ke setu jalan mah tinggal
jalan aja mas ...”(FE,23 tahun)
50
Tabel 6 juga menunjukkan bahwa tidak adanya hubungan yang signifikan
antara tingkat akses terhadap media massa dengan keterdedahan komunikasi
pengembangan pariwisata di PB Betawi. Hal ini disebabkan oleh aktivitas
wisatawan selama mengakses media massa jarang digunakan untuk mencari
informasi tentang PB Betawi. Berikut adalah pernyataan salah satu wisatawan :
“... Kalo main internet mah main, nonton juga nonton.Tapi
gapernah mas kalo buka internet atau nonton tv buat nyari-nyari
info tentang setu. Soalnya jarang ada berita-berita tentang setu di
internet terus di tv juga ...”(MF,25 tahun)
Selain itu beberapa wisatawan juga menyatakan bahwa informasi tentang
PB Betawi yang diterima melalui media massa pada umumnya didapat secara tidak
sengaja seperti ketika sedang mendengarkan radio, dan ketika menonton televisi.
Hal ini berarti media massa bukanlah media pilihan wisatawan untuk mendapatkan
informasi mengenai Perkampungan Budaya Betawi.
Dari Tabel 6 menunjukkan bahwa partisipasi sosial tidak memiliki
hubungan yang signifikan dengan keterdedahan komunikasi pengembangan
pariwisata. Artinya adalah meskipun wisatawan sering mengikuti kegiatan
partisipasi sosial tidak menjamin keterdedahan wisatawan akan komunikasi
pengembangan pariwisata akan tinggi. Hal tersebut disebabkan oleh partisipan
kegiatan sosial lebih fokus kepada topik utama yang dibicarakan dalam forum
contohnya untuk kegiatan pengajian akan lebih tinggi frekuensi untuk
membicarakan topik yang religius dan pada saat kerja bakti akan lebih tinggi
frekuensi untuk membicarakan topik politik atau infrastruktur. Umumnya topik
mengenai PB Betawi dibahas di sela-sela kegiatan arisan. Para partisipan arisan
membicarakan topik PB Betawi ketika sedang mencari lokasi untuk mengadakan
acara arisan selanjutnya karena budaya arisan yang selalu berpindah lokasi setiap
bulannya dan PB Betawi menjadi salah satu pilihan lokasi untuk menyelenggarakan
acara tersebut.
Hasil uji signifikansi membuktikan bahwa hanya karakteristik tertentu yang
berhubungan dengan keterdedahan komunikasi.Hasil uji signifikansi menggunakan
analisis Rank Spearman menunjukkan karakteristik wisatawan yang berhubungan
nyata (p<0.01) adalah umur dengan tingkat penerimaan isi pesan dan tingkat
pendidikan dengan tingkat keragaman sumber informasi PB Betawi. Adapun hasil
signifikansi menggunakan analisis Chi-square membuktikan bahwa terdapat
hubungan nyata (p<0.05) antara karakteristik dengan keterdedahan yaitu pada jenis
pekerjaan dengan keterdedahan sumber informasi , motivasi berkunjung dengan
tingkat keragaman sumber informasi serta motivasi berkunjung dengan tingkat
penerimaan isi pesan. Hal ini membuktikan hipotesis pertama yang menyatakan
“Terdapat hubungan antara sepuluh variabel independen pada karakteristik
wisatawan (usia, tingkat pendidikan, jenis pekerjaan, tingkat jangkauan geografis,
tingkat pendapatan, jenis etnis, jenis motivasi, tingkat hubungan interpersonal,
tingkat akses media massa, tingkat partisipasi sosial ) dengan tiga variabel antara
keterdedahan komunikasi pengembangan pariwisata (tingkat kergaman sumber
51
informasi PB Betawi, tingkat keterdedahan sumber informasi PB Betawi ,tingkat
penerimaan isi pesan)”diterima.
53
EFEKTIVITAS KOMUNIKASI PENGEMBANGAN
PARIWISATA
Indikator Efektivitas
Efektivitas Komunikasi pengembangan pariwisata adalah keberhasilan
pelaksanaan komunikasi dalam mencapai tujuan-tujuan pengembangan pariwisata.
Komunikasi pengembangan pariwisata tidak akan berjalan maksimal jika tidak
dilakukan secara efektif. Komunikasi dinilai efektif apabila pesan yang
disampaikan oleh sumber dapat dipahami pihak penerima pesan sehingga
menimbulkan sebuah efek dari akibat aktivitas pengiriman dan penerimaan pesan.
Efektivitas komunikasi dapat dilihat dari 4 indikator, yaitu aspek AIDA. AIDA
berfungsi untuk mengukur seberapa besar pengaruh dari pesan yang disampaikan
melalui proses komunikasi dilihat dari komponen Attention (perhatian) , Interest
(Ketertarikan), Desire (Minat), dan Action (Tindakan) Secara keseluruhan
efektivitas komunikasi dalam penelitian ini dapat dilihat keseluruhan dari tabel
berikut :
Tabel 9 Persentase dan rataan skor wisatawan Perkampungan Budaya Betawi
berdasarkan efektivitas komunikasi
` Efektivitas
komunikasi
Persentase (%) Rata-rata skor*
Rendah Sedang Tinggi
1
2
3
4
Tingkat perhatian
Tingkat ketertarikan
Tingkat minat
Tingkat tindakan
47,5
37,5
40,0
30,0
15,0
35,0
20,0
45,0
37,5
27,5
40,0
25,0
3,14
2,96
2,99
2,74
Total 2,91
*Skor: 1= tidak penting, tidak tertarik,tidak ingin,tidak menikmati, tidak puas
2= kurang penting, kurang tertarik, kurang ingin, kurang menikmati, kurang puas
3= penting, tertarik, ingin, menikmati, puas
4= sangat penting, sangat tertarik, sangat menikmati, sangat puas
Tabel 9 menunjukkan persentase wisatawan PB Betawi berdasarkan
indikator AIDA. Semua variabel efektivitas komunikasi mayoritas berada pada
kategori rendah kecuali variabel tingkat tindakan. Variabel tingkat tindakan berada
pada kategori sedang, lalu diikuti oleh kategori rendah dengan selisih 15% dan
kategori tinggi dengan selisih 20%. Selanjutnya Indikator AIDA dengan rataan skor
tertinggi adalah tingkat perhatian (attention) sedangkan indikator dengan skor
terendah adalah tingkat tindakan (action). Skor rata-rata attention secara
keseluruhan adalah 3,14. Skor tersebut menjelaskan bahwa rata-rata wisatawan PB
Betawi menganggap pesan- pesan komunikasi pengembangan pariwisata yang
disampaikan oleh pengelola adalah hal yang penting sehingga menarik perhatian
wisatawan. Attention yang tinggi disebabkan oleh wisatawan yang menganggap
bahwa semua pesan komunikasi pengembangan pariwisata PB Betawi merupakan
54
suatu hal yang penting. Selain itu, ketika wisatawan pertama kali terdedah oleh
komunikasi pengembangan pariwisata PB Betawi, pada umumnya wisatawan akan
banyak menaruh perhatian pada pesan yang disampaikan karena informasi di dalam
aktivitas komunikasi tersebut merupakan informasi baru dan juga menarik untuk
didengarkan atau dilihat.
Tingkat tindakan (Action) merupakan indikator dengan skor rata-rata
terendah dibandingkan dengan indikator lainnya. Skor rata-rata action secara
keseluruhan adalah 2,74. Skor tersebut menggambarkan bahwa wisatawan masih
merasa kurang menikmati dan kurang puas terhadap produk wisata PB Betawi
walaupun telah terdedah informasi. Hal tersebut disebabkan oleh ekspektasi
wisatawan setelah mendapatkan informasi produk wisata PB Betawi melalui
komunikasi pengembangan pariwisata berbeda dengan pengalaman nyata yang
didapatkan wisatawan ketika berkunjung. Banyak wisatawan yang mengeluhkan
masih kurangnya fasilitas dan sarana yang mendukung wisatawan ketika sedang
berkunjung ke Perkampungan Budaya Betawi. Tingkat ketertarikan (Interest) dan
tingkat minat (desire) memiliki rata-rata skor sebesar 2,96 dan 2,99 . Hal tersebut
menunjukkan bahwa pesan-pesan komunikasi pengembangan wisata oleh
pengelola masih kurang menarik dan juga masih kurang menarik minat wisatawan
untuk melakukan kunjungan.
Tingkat Perhatian
Dari tabel Tabel 9 dapat diketahui bahwa mayoritas wisatawan termasuk
kedalam kategori rendah yaitu 47,5%. Pada kategori ini wisatawan dominan
menyatakan kurang penting untuk mengetahui informasi mengenai produk wisata
yang disediakan oleh PB Betawi. Berikut adalah skor rata-rata tingkat perhatian dari
keseluruhan wisatawan.
Gambar 8 Rataan skor tingkat perhatian produk wisata PB Betawi
Gambar 8 menunjukkan dari semua informasi tetang produk wisata PB
Betawi, produk yang paling dirasa penting oleh wisatawan adalah informasi
mengenai festival Betawi dan juga seni budaya Betawi. Kedua produk ini memiliki
3,33
3,1
3,35
3,18
3,1
2,88 2,9
3,18
2,6
2,7
2,8
2,9
3
3,1
3,2
3,3
3,4
Produk Wisata
Seni dan Budaya Betawi Setu Babakan Festival Budaya
Fasilitas Perkampungan Betawi Mayarakat Betawi
Souvenir Kuliner
55
skor tingkat perhatian yang tinggi karena selama ini wisatawan menungu informasi
dari pengelola mengenai pertunjukan-pertunjukan seni Betawi, dan ketika mereka
mendapat informasi mengenai pertunjukan Betawi, informasi tersebut dirasa sangat
berharga karena wisatawan merasa jarang mendapat informasi tentang pertunjukan
seni maupun festival budaya Betawi. Berikut adalah penjelasan salah satu
wisatawan yang dapat mewakili wisatawan lainnya.
“... Gatau tuh saya jarang banget dapet info tentang
pertunjukan atau festival disini. Padahal kalo dapet info pasti
saya dateng soalnya penasaran banget.Pernah dapet info
sekali tapi kebetulan waktunya gak pas sama acara lain...”
(FA,23 tahun)
Selain itu, Gambar 8 juga menunjukkan produk wisata yang dirasa kurang
penting untuk diketahui informasinya adalah informasi mengenai kegiatan
masyarakat Betawi, perkampungan Betawi dan souvenir. Wisatawan yang
menganggap kegiatan masyarakat Betawi tidak terlalu penting karena kunjungan
yang dilakukan selama ini tidak ada keinginan untuk menyaksikan kegiatan
masyarakat Betawi. Selain itu ada pula wisatawan yang menganggap bahwa kurang
penting mengetahu kegiatan masyarakat Betawi karena wisatawan bukan bagian
dari masyarakat Betawi. Lalu pada perkampungan Betawi terdapat wisatwan yang
berpikiran bahwa perkampungan Betawi yang terdapat di PB Betawi merupakan
bangunan biasa namun diberi hiasan Betawi sehingga tidak terlalu menarik dan
penting untuk disampaikan. Berikut adalah pernyataan wisatawan mengenai
perkampungan Betawi yang mewakili reponden lainnya:
“... Rumah Betawinya biasa aja soalnya kan ini emang kalo mau
tinggal disini peraturannya rumah masyarakat harus ada unsur
Betawinya, rumah Betawi yang bener-bener asli paling Cuma yang
ada dideket panggung aja ...”(ML, 40 tahun)
Lalu untuk produk souvenir, beberapa wisatawan mengatakan bahwa
souvenir yang terdapat di PB Betawi kurang begitu khas sehingga apabila ingin
disebarkan informasi souvenirnya masih kurang menarik minat orang lain. Saran
dari beberapa wisatawan adalah ketika souvenir khas PB Betawi sudah beraneka
ragam dan berkualitas baik maka orang-orang tentu akan memberikan perhatian
lebih kepada informasi-informasi yang disampaikan pengelola maupun orang lain
tentang souvenir yang dijual di PB Betawi.
Tingkat Ketertarikan
Dari Tabel 9 dapat dilihat bahwa mayoritas wisatawan berada pada kategori
rendah yaitu sebesar 37,5 % dari total wisatawan. Artinya adalah wisatawan masih
kurang tertarik terhadap produk-produk wisata yang terdapat di PB Betawi setelah
mendapatkan informasi. Berikut adalah skor rata-rata dari tingkat ketertarikan
wisatawan terhadap produk wisata PBB.
56
Gambar 9 Rataan skor tingkat ketertarikan produk wisata PB Betawi
Dari Gambar 9 dapat diketahui produk wisata yang banyak tidak diminati
oleh wisatawan yaitu masyarakat Betawi, perkampungan Betawi dan souvenir khas
PB Betawi. Beberapa wisatawan tidak tertarik pada masyarakat Betawi karena
tujuan mereka berkunjung ke PB Betawi memang bukan untuk melihat kegiatan
masyarakat Betawi. Selain itu ada pula wisatawan yang termasuk ke dalam suku
Betawi mengatakan bahwa lingkungan tempat tingalnya merupakan lingkungan
Betawi, sehingga ketika berkunjung ke PB Betawi wisatawan tidak lagi ingin
menyaksikan kegiatan masyarakat Betawi melainkan produk wisata yang lain.
Produk perkampungan Betawi juga kurang diminati oleh beberapa wisatawan
karena wisatawan merasa perumahan atau perkampungan Betawi merupakan hal
umum di Jakarta, yang membedakan adalah di kawasan PB Betawi rumah Betawi
tersebut dijadikan objek wisata. Produk souvenir yang disediakan di PB Betawi
kurang beraneka ragam menurut beberapa wisatawan. Berikut adalah pernyataan
salah satu wisatawan yang mewakili wisatawan lainnya:
“... Disini yang khasnya paling bir pletok aja mas, kalo yang lain
kaya baju atau sejenis mah banyak dijual di luar,disini malah
banyakan mainan anak-anak ...”(MF,25 tahun)
Pada umumnya produk wisata yang memiliki daya tarik tinggi terhadap
seluruh wisatawan adalah festival budaya Betawi, Setu Babakan dan kuliner khas
PB Betawi. Wisatawan tertarik dengan festival budaya Betawi karena festival
Betawi sangat jarang diadakan di Jakarta sehingga apabila ada kesempatan
wisatawan banyak yang ingin menyaksikan. Setu Babakan dengan kuliner
merupakan produk yang berdaya tarik tinggi karena kedua produk saling
menunjang. Bagi wisatawan yang membeli kuliner khas PB Betawi akan disediakan
meja lesehan dipinggir Setu Babakan sehingga sambil menikmati kuliner,
wisatawan juga dapat menikmati indahnya danau Setu Babakan.
3,18 3,08 3,23
2,852,7 2,65
2,83
00
0,5
1
1,5
2
2,5
3
3,5
Produk Wisata
Seni dan Budaya Betawi Setu Babakan Festival Budaya
Fasilitas Perkampungan Betawi Mayarakat Betawi
Souvenir Kuliner
57
Tingkat Minat
Tabel 9 menunjukkan bahwa mayoritas wisatawan yang termasuk ke dalam
kategori rendah dan kategori tinggi memiliki persentase yang sama (40%).
Wisatawan yang termasuk kedalam kategori rendah umumnya merupakan
wisatawan yang hanya memiliki tujuan khusus untuk berkunjung ke PB Betawi.
Wisatawan yang termasuk ke dalam kategori tinggi adalah wisatawan yang ingin
menyaksikan berbagai atraksi wisata di PB Betawi baik yang sudah pernah
disaksikan maupun yang belum pernah disaksikan. Berikut adalah rataan skor
tingkat minat wisatawan terhadap informasi produk wisata PB Betawi.
Gambar 10 Rataan skor tingkat minat produk wisata PB Betawi
Gambar 10 menunjukkan dari seluruh produk wisata yang terdapat di PB
Betawi banyak wisatawan yang ingin sekali menyaksikan festival budaya Betawi
dan seni budaya Betawi karena hanya produk wisata tersebut yang belum pernah
disaksikan, seperti menurut wisatawan dibawah ini:
“... Kalau ada waktu saya mau banget nonton festival Betawi.
Iyalah soalnya kan pusatnya Betawi ya disini terus selain di monas
paling juga saya tahunya festival Cuma ada disini.Tapi sayang
kadang saya gadapet info kalo lagi ada festival, atau bisa juga
pernah saya dapet info tapi telat jadi bentrok sama jadwal kerja
sama jadwa lain. Kalo ada waktu saya mau ...”( FA,23 tahun)
Gambar 10 juga menunjukkan produk wisata yang paling tidak ingin
dinikmati oleh wisatawan, yaitu masyarakat Betawi. Banyak wisatawan yang
menyatakan bahwa masyarakat Betawi masih banyak tinggal di sekitar lingkungan
mereka sehingga mereka tidak terlalu tertarik untuk melihat aktivitas masyarakat
Betawi di Perkampungan Budaya Betawi. Wisatawan yang tidak minat terhadap
masyarakat Betawi pada umumnya juga tidak memiliki minat untuk menyaksikan
3,25 3,183,43
2,73 2,7 2,632,85
3,23
0
0,5
1
1,5
2
2,5
3
3,5
4
Produk Wisata
Seni dan Budaya Betawi Setu Babakan Festival Budaya
Fasilitas Perkampungan Betawi Mayarakat Betawi
Souvenir Kuliner
58
perkampungan Betawi. Hal tersebut dikarenakan rumah Betawi masih banyak
dilihat di pemukiman kota Jakarta walaupun tidak asli seperti rumah adat Betawi di
PB Betawi.
Tingkat Tindakan
Dari tabel 9 dapat diketahui bahwa mayoritas wisatawan berada pada
kategori sedang yaitu sebesar 45% dari total wisatawan. Wisatawan pada kategori
ini dicirikan dengan pada sebagian produk wisata wisatawan menyatakan puas
namun pada sebagian wisata lainnya wisatawan menyatakan masih kurang
puas.Berikut adalah rataan skor action wisatawan yang berkunjung ke PB Betawi.
Gambar 11 Rataan skor tingkat tindakan produk wisata PB Betawi
Gambar 11 menunjukkan bahwa Setu Babakan dan kuliner merupakan
produk wisata yang paling dinikmati dan dirasa puas oleh wisatawan. Kedua produk
ini saling menunjang satu sama lain karena mayoritas wisatawan yang datang ke
PB Betawi dengan tujuan menikmati kuliner pasti juga menikmati danau Setu
Babakan.Kuliner yang khas Betawi serta harganya yang murah menjadi pemikat
wisatawan.Lalu ditambah oleh makan dengan konsep lesehan disepanjang Setu
Babakan sambil memandangi danau yang rasanya sejuk membuat kedua produk ini
paling digemari oleh wisatawan yang berkunjung ke PB Betawi.
Gambar 11 menunjukkan produk wisata festival budaya, fasilitas,
perkampungan Betawi, masyarakat Betawi, dan souvenir merupakan produk yang
masih kurang memberikan kenikmatan maupun kepuasan bagi wisatawan. Berikut
adalah pernyataan dari salah satu wisatawan:
“... Kalau fasilitas masih kurang disini, harus ditambah lagi paling
soalnya saya rasa fasilitas disini masih biasa-biasa aja Malah
masjid adaya di luar kawasan jadi jauh buat sholat, terus juga
5,7
6,3
5,1 5,3 5,225 5,075 5,05
6,15
0
1
2
3
4
5
6
7
Produk Wisata
Seni dan Budaya Betawi Setu Babakan Festival Budaya
Fasilitas Perkampungan Betawi Mayarakat Betawi
Souvenir Kuliner
59
gara-gara diubah jadi duduk lesehan yang tadinya pake bangku
saya jadi kurang suka ...”(FE, 23 tahun)
Berikut terdapat pernyataan responden mengenai perkampungan atau perumahan
Betawi :
“... Sebenernya saya nikmatin perkampungan Betawinya, tapi
gara-gara letaknya di luar jadi saya Cuma sebentar liat-liatnya,
masih kurang lama, jadi kurang puas ...”(AY, 32 tahun)
Produk wisata festival budaya tidak menyumbangkan skor yang tinggi
karena kebanyakan dari wisatawan belum pernah menyaksikan secara langsung
festival budaya Betawi yang diadakan di PB Betawi. Mereka hanya mendengar
tentang festival budaya dari kerabat terdekat. Lalu ada juga yang mengatakan
kurang puas pada masyarakat Betawi di kawasan PB Betawi, berikut pernyataan
salah satu responden :
“... Saya lagi bawa anak-anak TK motornya orang-orang sini pada
kenceng-kenceng banget, padahal tahu banyak anak-anak kecil
yang lagi lewat ...”(ST, 26 tahun)
Yoeti (2001b) menjelaskan bahwa antara wisatawan dan masyarakat,
mereka berhubungan sementara (transitory relationship), sehingga tidak ada
hubungan yang mendalam. Hubungan yang bersifat transitory (sementara) dan non-
repetitive (tidak berulang), sering menyebabkan mereka yang berhubungan tidak
memikirkan dampak interaksi mereka terhadap interaksi di masa yang akan datang.
Pernyataan Yoeti dapat menjelaskan alasan mengapa masyarakat sekitar PB Betawi
masih kurang peduli terhadap wisatawan yang datang ke kawasan wisata.
Masyarakat menganggap anak-anak TK tersebut sebagai wisatawan yang
berkunjung sementara dan tidak memikirkan dampak kedepan terhadap persepsi
negatif guru TK yang mendampingi anak-anak tersebut terhadap perilaku
masyarakat Betawi di sekitar PB Betawi.
Hubungan Antara Keterdedahan dengan Efektivitas Komunikasi
Hubungan antara keterdedahan komunikasi pengembangan pariwisata
dengan efektivitas komunikasi dianalisis dengan koefisien Rank Spearman
ditunjukkan pada Tabel 10 berikut ini.
60
Tabel 10 Nilai koefisien korelasi antara keterdedahan komunikasi pengembangan
pariwisata dengan efektivitas komunikasi di Perkampungan Budaya
Betawi
Keterangan:
𝛾𝑠= Rank Spearman
* = Hubungan nyata
**= Hubungan sangat nyata
Hasil pengujian Rank Spearman pada Tabel 10 secara keseluruhan
menunjukkan hasil nilai koefisien korelasi pada tingkat korelasi rendah (𝛾𝑠=0,21 –
0,40) dan tingkat korelasi sedang (𝛾𝑠=0,41 – 0,60). Hubungan yang sangat nyata
(p<0,01) ditunjukkan oleh variabel tingkat keragaman sumber informasi dengan
tingkat tindakan. Adapun hubungan nyata (p<0,05) ditunjukkan oleh variabel
tingkat keterdedahan sumber informasi dengan tingkat minat tingkat keterdedahan
sumber informasi dengan tingkat tindakan, dan tingkat penerimaan isi pesan dengan
tingkat tindakan. Hubungan yang terbukti signifikan berdasarkan Tabel 8 secara
rinci dijelaskan sebagai berikut:
Hubungan tingkat keragaman sumber informasi PB Betawi dengan tingkat
tindakan
Hubungan sangat nyata (p < 0,01 ) antara komunikasi pengembangan
pariwisata dengan efektivitas komunikasi pengembangan pariwisata ditunjukkan
pada hubungan tingkat keragaman sumber informasi dengan tingkat tindakan
dengan koefisien sebesar 0,42 . Artinya adalah semakin tinggi tingkat keragaman
sumber informasi yang digunakan untuk mengakses informasi mengenai PB Betawi
maka semakin tinggi pula tingkat tindakan yang dilakukan oleh wisatawan yaitu
dalam menikmati dan juga rasa puas terhadap suatu produk wisata di PB Betawi.
Hubungan tersebut didukung pula oleh hasil tabulasi silang pada Tabel 11 berikut
ini.
Komunikasi
pengembangan
pariwisata
Koefisie
n
Efektivitas komunikasi pengembangan pariwisata
Tingkat
perhatian
Tingkat
ketertarikan Tingkat minat
Tingkat
tindakan
Koef Koef Koef Koef
Tingkat
keragaman
sumber
informasi PB
Betawi
𝛾𝑠 -0,049 0,183 0,293 0,420**
Tingkat
keterdedahan
sumber
informasi PB
Betawi
𝛾𝑠 -0,096 0,212 0,344* 0,382*
Tingkat
penerimaan isi
pesan
𝛾𝑠 -0,054 0,169 0,211 0,383*
61
Tabel 11 Jumlah dan persentase wisatawan berdasarkan tingkat keragaman sumber
informasi dan tingkat tindakan
Tingkat
Keragaman
Sumber
Informasi
Tingkat Tindakan
Total Rendah Sedang Tinggi
n % n % n % n %
Tinggi 3 20 5 33,3 7 46,7 15 100
Sedang 0 0 4 80 1 20 5 100
Rendah 9 45 9 45 2 10 20 100
Total 12 30 18 45 10 25 40 100
Tabel 11 menunjukkan bahwa persentase terbesar berada pada wisatawan
yang memiliki tingkat keragaman sumber informasi yang sedang dengan tingkat
tindakan yang sedang pula, yaitu 80%. Lalu persentase yang besar juga ditunjukkan
oleh wisatawan yang berada pada tingkat keragaman sumber informasi kategori
tinggi dengan tingkat tindakan yang tinggi sebesar 46,7%. Hasil tabulasi silang
tersebut menggambarkan bahwa peningkatan tingkat keragaman sumber informasi
juga diikuti oleh peningkatan tingkat tindakan.
Setiap sumber informasi yang digunakan oleh wisatawan untuk mengakses
informasi mengenai PB Betawi memiliki kharakteristik informasi yang berbeda-
beda sehingga semakin tinggi kergamannya maka informasi yang diterima lebih
beragam. Spanduk atau papan pengumuman yang dipasang oleh pengelola
mengandung informasi mengenai jadwal kegiatan seni tari dan festival budaya
Betawi Betawi sehingga wisatawan yang mendapat informasi dari spanduk atau
papan pengumuman akan terpengaruh untuk menikmati maupun merasa puas
terhadap produk seni tari atau festival budaya Betawi. Saluran interpersonal seperti
keluarga dan teman umumnya memberikan informasi kepada wisatawan mengenai
Setu Babakan. Keluarga wisatawan banyak bercerita mengenai perkembangan Setu
Babakan dari sebelum menjadi kawasan wisata hingga menjadi kawasan wisata
seperti saat ini. Dari cerita tersebut wisatawan mengambil keputusan untuk
menikmati keindahan Setu Babakan dan merasa puas karena telah berhasil
menikmati keindahan Setu Babakan seperti yang diceritakan oleh keluarga. Saluran
interpersonal juga banyak memberikan informasi mengenai kuliner yang terdapat
di PB Betawi karena selama ini kuliner PB Betawi tidak menjadi konten utama
dalam objek promosi PB Betawi. Informasi yang diberikan oleh pihak keluarga atau
teman disampaikan dalam bentuk cerita pengalaman. Cerita pengalaman yang
merasa puas akan kuliner yang terdapat di PB Betawi mempengaruhi tingkat
tindakan wisatawan untuk menikmati kuliner dan merasa puas karena telah
mencoba kuliner yang diceritakan oleh keluarga kepada wisatawan.
62
Hubungan tingkat keterdedahan informasi PB Betawi dengan tingkat minat
Hubungan nyata (p < 0,05 ) antara komunikasi pengembangan pariwisata
dengan efektivitas komunikasi pengembangan pariwisata ditunjukkan pada
hubungan tingkat keterdedahan sumber informasi dengan tingkat minat. Hasil uji
korelasi Rank Spearman mengasilkan koefisien korelasi sebesar 0,322 dengan arah
positif . Artinya adalah semakin sering wisatawan menerima informasi mengenai
PB Betawi makan semakin tinggi keinginan (tingkat minat) wisatawan untuk
menikmati suatu produk wisata yang terdapat di PB Betawi. Hasil tersebut
didukung oleh hasil tabulasi silang antara tingkat keterdedahan informasi dengan
tingkat minat pada tabel 12 berikut ini.
Tabel 12 Jumlah dan persentase wisatawan berdasarkan tingkat keterdedahan
sumber informasi dan tingkat minat
Tingkat
Keterdedahan
Sumber
Informasi
Tingkat Minat
Total Rendah Sedang Tinggi
n % n % n % n %
Tinggi 2 14,3 3 21,4 9 64,3 14 100
Sedang 3 50 2 33,3 1 16,7 6 100
Rendah 11 55 3 15 6 30 20 100
Total 16 40 8 20 16 40 40 100
Tabel 12 memaparkan bahwa persentase terbesar ditunjukkan oleh
wisatawan yang memiliki tingkat keterdedahan sumber informasi pada kategori
tinggi dengan tingkat minat yang juga tinggi, yakni sebesar 64,3%. Persentase
tersebut dapat menjelaskan bahwa semakin tinggi tingkat keterdedahan sumber
informasi PB Betawi maka semakin tinggi pula tingkat minat wisatawan untuk
berkunjung. Hal tersebut disebabkan secara tidak sadar wisatawan yang terus
menerus menerima informasi mengenai PB Betawi akan semakin tertarik untuk
membuktikan kebenaran informasi yang didapat tersebut, sehingga timbulah
keinginan untuk menikmati wisata di PB Betawi.
Hubungan tingkat keterdedahan sumber informasi PB Betawi dengan tingkat
tindakan
Dari Tabel 10 juga dapat dilihat terdapat hubungan yang nyata antara
tingkat keterdedahan sumber informasi PB Betawi dengan tingkat tindakan. Hasil
uji korelasi Rank Spearman mengasilkan koefisien korelasi sebesar 0,382 dengan
arah positif. Artinya adalah semakin sering wisatawan menerima informasi
mengenai PB Betawi maka wisatawan akan semakin banyak menikmati produk
wisata yang terdapat di PB Betawi dan merasa puas akan kunjungan ke PB Betawi.
63
Hubungan tersebut juga didukung oleh hasil analisis tabulasi silang pada tabel
berikut:
Tabel 13 Jumlah dan persentase wisatawan berdasarkan tingkat keterdedahan
sumber informasi dan tingkat tindakan
Tingkat
Keterdedahan
Sumber
Informasi
Tingkat Tindakan
Total Rendah Sedang Tinggi
n % n % n % n %
Tinggi 2 14,3 6 42,9 6 42,9 14 100
Sedang 2 33,3 3 50 1 16,7 6 100
Rendah 8 40 9 45 3 15 20 100
Total 12 30 18 45 10 25 40 100
Tabel 13 menunjukkan bahwa persentase terbesar berada pada wisatawan
yang memiliki tingkat keterdedahan sumber informasi yang sedang dengan tingkat
tindakan yang sedang pula, yaitu sebesar 50%. Persentase tersebut menjelaskan
bahwa adanya peningkatan pada variabel keterdedahan sumber informasi
berhubungan dengan peningkatan variabel tingkat tindakan. Hal tersebut
disebabkan wisatawan dengan tingkat keterdedahan sumber informasi yang tinggi
cenderung ingin membuktikan informasi-informasi yang didapat sebelum
berkunjung, dan apabila telah berhasil membuktikan kebenaran informasi tersebut
maka wisatawan akan merasa puas. Hal ini dibuktikan oleh salah satu penuturan
wisatawan. Seperti yang dikatakan oleh salah satu wisatawan:
“... Temen saya cerita terus de katanya kalo mancing di
setu tuh enak banyak ikan dan gratis daripada mancing di
kolam pemancingan.Gara-gara itu akhirnya saya nyoba
mancing bareng temen saya, sampe sekarang saya hobi deh
mancing disini ...”(MA, 45 tahun)
Hubungan tingkat penerimaan isi pesan dengan tingkat tindakan
Hubungan nyata (p <0,05) juga terlihat pada tingkat penerimaan isi pesan
dengan tingkat tindakan. Hasil uji korelasi Rank Spearman menghasilkan koefisien
korelasi sebesar 0,383 dengan arah positif .Semakin lengkap wisatawan menerima
informasi mengenai Perkampungan Budaya Betawi maka akan semakin tinggi
tingkat tindakan wisatawan dalam menikmati dan kepuasan dalam berkunjung.
Hubungan tersebut didukung oleh tabulasi silang antara tingkat penerimaan isi
pesan engan tingkat tindakan berikut ini.
64
Tabel 14 Jumlah dan persentase wisatawan berdasarkan tingkat penerimaan isi
pesan dan tingkat tindakan
Tingkat
Penerimaan
Isi Pesan
Tingkat Tindakan
Total Rendah Sedang Tinggi
n % n % n % n %
Tinggi 1 6,3 9 56,3 6 37,5 16 100
Sedang 4 40 3 30 3 30 10 100
Rendah 7 50 6 42,9 1 7,1 14 100
Total 12 30 18 45 10 25 40 100
Tabel 14 memaparkan bahwa persentase terbesar ditunjukkan oleh
wisatawan yang memiliki tingkat penerimaan pesan pada kategori tinggi dengan
tingkat tindakan yang sedang, yakni sebesar 56,3%. Lalu persentase yang besar
ditunjukkan pula oleh wisatawan yang memiliki tingkat penerimaan pesan pada
kategori rendah dengan tingkat tindakan yang rendah, yakni sebesar 50%. Hasil
tersebut menunjukkan adanya hubungan antara tingkat penerimaan isi pesan dengan
tingkat tindakan. Hal ini disebabkan lengkapnya informasi memudahkan wisatawan
untuk memilih produk wisata yang berkualitas baik, aksesibilits menuju lokasi, dan
fasilitas penunjang yang terdapat di kawasan. Sebagai contoh adalah wisatawan
yang menerima informasi kuliner secara lengkap dapat mengetahui kuliner yang
paling disukai oleh wisatawan PB Betawi berdasarkan referensi dari kerabat,
sehingga kemungkinan wisatawan untuk mencicipi kuliner yang tidak digemari
wisatawan semakin kecil. Hal ini dapat meningkatkan rasa puas wisatawan dalam
menikmati kuliner di PB Betawi.
Hasil uji signifikansi secara keseluruhan membuktikan bahwa terdapat
beberapa hubungan yang nyata antara keterdedahan komunikasi pengembangan
pariwisata dengan efektivitas komunikasi, yaitu antara tingkat keragaman sumber
informasi dengan tingkat tindakan dan tingkat keterdedahan sumber informasi
dengan tingkat minat. Hal tersebut sekaligus membuktikan bahwa hipotesis kedua
yang menyatakan ” Diduga keterdedahan komunikasi pengembangan pariwisata
(Tingkat keragaman sumber informasi, tingkat keterdedahan sumber informasi,
tingkat penerimaan isi pesan) memiliki hubungan dengan efektivitas komunikasi
pengembangan pariwisata (tingkat perhatian, tingkat ketertarikan, tingkat minat,
tingkat tindakan)” diterima.
Hubungan Antara Saluran Komunikasi dengan Efektivitas Komunikasi
Hubungan antara media komunikasi dengan efektivitas komunikasi
pengembangan pariwisata secara keseluruhan dapat dilihat pada Tabel 15.
65
Tabel 15 Nilai koefisien korelasi antara keterdedahan saluran komunikasi dengan
efektivitas komunikasi di Perkampungan Budaya Betawi
Keterengan:
𝛾𝑠= Rank Spearman
* = Hubungan nyata
Tabel 15 menunjukkan hasil pengujian antara sumber informasi dengan
efektivitas komunikasi pengembangan pariwisata. Pengujian dilakukan dengan
analisis Rank Spearman dan dikatakan berhubungan apabila nila p < 0,05. Hasil
pengujian bahwa secara keseluruhan terdapat hubungan antara saluran
interpersonal dengan tingkat minat dan saluran interpersonal dengan tingkat
tindakan. Sumber informasi lain terbukti tidak memiliki hubungan yang signifikan
dengan efektivitas komunikasi pengembangan pariwisata di PB Betawi. Hasil uji
yang terbukti berhubungan signifikan secara rinci dijelaskan sebagai berikut:
Hubungan saluran interpersonal dengan tingkat minat
. Hasil uji pada Tabel 15 menunjukkan adanya korelasi antara saluran
interpersonal dengan tingkat minat sebesar 0,376 yang arahnya positif. Hal ini
menunjukkan bahwa informasi yang diterima oleh wisatawan melalui saluran
interpersonal mempengaruhi keinginan wisatawan untuk mengunjungi
Perkampungan Budaya Betawi. Pada umumnya, media interpersonal merupakan
media yang pertama kali memberikan informasi kepada wisatawan tentang
Perkampungan Budaya Betawi. Selain itu, saluran interpersonal bukan hanya
menyampaikan pesan-pesan informasi tentang PB Betawi secara umum saja,
melainkan juga mengenai pengalaman sang pemberi informasi. Informasi yang
detail dan juga cerita mengenai pengalaman membuat responden tertarik untuk
menyaksikan secara langsung objek-objek wisata yang terdapat di PB Betawi.
Hubungan saluran interpersonal dengan tingkat tindakan
Hasil uji pada Tabel 15 juga menunjukkan adanya hubungan antara saluran
interpersonal dengan action. Hasil uji korelasi Rank Spearman mengasilkan
koefisien korelasi sebesar 0,381 dengan arah positif. Banyaknya informasi yang
didapat oleh wisatawan melalui media interpersonal membuat wisatawan
Media
komunikasi
Koefisien Efektivitas komunikasi pengembangan pariwisata
Tingkat
perhatian
Tingkat
ketertarikan
Tingkat minat Tingkat
tindakan
Koef Koef Koef Koef
Interpersonal
𝛾𝑠 0,042 0,187 0,376* 0,381*
Media cetak
𝛾𝑠 -0,094 -0,089 -0,026 0,305
Media elektronik
𝛾𝑠 -0,133 0,212 0,117 0,125
Media hibrida 𝛾𝑠 -0,060 0,275 0,168 0,226
Media luar
ruang 𝛾𝑠 -0,178 -0,023 0,069 0,023
66
menikmati dan merasa puas akan produk-produk wisata yang dinikmati oleh
wisatawan. Hal ini disebabkan wisatawang cenderung menikmati produk wisata
berdasarkan informasi dari saluran interpersonal. Jika informasi tentang suatu
produk wisata yang disampaikan kepada wisatawan merupakan sebuah pengalaman
baik maka wisatawan akan mengikuti atau mencoba membuktikan pengalaman baik
tersebut. Sebaliknya, apabila informasi tentang suatu produk wisata yang
disampaikan kepada wisatawan merupakan pengalaman buruk tentang suatu
produk wisata di PB Betawi maka wisatawan cenderung tidak menikmati objek
wisata tersebut.
Sumber-sumber informasi lain seperti media cetak, media elektronik, media
hibrida, dan media luar ruang terbukti tidak memiliki hubungan karena bukan
sumber utama bagi wisatawan untuk memperoleh informasi tentang produk wisata
di PB Betawi. Pada gambar 7 kita mengetahui bahwa media luar ruang merupakan
media yang paling sering memberikan informasi kepada wisatawan. Namun media
tersebut tidak efektif untuk mendorong wisatawan berwisata ke PB Betawi karena
informasi yang disampaikan hanya sebatas lokasi dan jarak menuju ke
Perkampungan Budaya Betawi.
Hubungan Antara Pesan Komunikasi Pariwisata Dengan Efektivitas
Komunikasi
Tabel 16 Nilai koefisien korelasi antara keterdedahan pesan pariwisata dengan
efektivitas komunikasi di Perkampungan Budaya Betawi
Keterangan:
𝛾𝑠= Rank Spearman
**= Hubungan sangat nyata
Tabel 16 menunjukkan hasil uji korelasi antara komponen pesan PB Betawi
dengan AIDA yang menggunakan analisis Rank Spearman. Dari semua uji korelasi,
hanya jenis pesan atraksi dengan tingkat tindakan yang terbukti memiliki hubungan.
Pesan Koefisien
Efektivitas Komunikasi Pengembangan Pariwisata
Tingkat
perhatian
Tingkat
ketertarikan
Tingkat
minat
Tingkat
tindakan
Koef Koef Koef Koef
Tingkat
pesan
atraksi
𝛾𝑠 -0,32 0,224 0,289 0,411**
Tingkat
pesan
aksesibilitas
𝛾𝑠 -0,088 0,135 0,137 0,241
Tingkat
pesan
fasilitas
𝛾𝑠 0,032 0,259 0,205 0,298
67
Hubungan sangat nyata ditunjukkan dengan nilai p atau sign < 0.01. Sedangkan
jenis pesan aksesibilitas maupun fasilitas tidak memiliki hubungan dengan variabel
efektivitas. Hal ini mengindikasikan bahwa pesan-pesan pariwisata yang selama ini
diterima wisatawan pada umumnya adalah pesan tentang atraksi atau produk –
produk wisata PB Betawi. Hubungan yang terbukti signifikan berdasarkan Tabel 16
secara rinci dijelaskan sebagai berikut:
Hubungan pesan atraksi dengan tingkat tindakan
Dari Tabel 16 dapat diketahui bahwa korelasi antara informasi yang
termasuk kedalam jenis pesan atraksi dengan tingkat tindakan wisatawan
Perkampungan Budaya Betawi berkorelasi sedang (0,41 – 0,60) yaitu sebesar
0,411. Hal ini disebabkan oleh wisatawan lebih tertarik kepada pesan-pesan yang
termasuk kedalam jenis pesan atraksi. Pesan-pesan atraksi adalah pesan-pesan yang
berisikan objek wisata PB Betawi yang dapat menarik hati wisatawan. Karena pada
umumnya, ketika mendapat informasi mengenai PB Betawi wisatawan cenderung
untuk menanyakan objek-objek wisata yang dapat dinikmati di PB Betawi terlebih
dahulu baru kemudian mencari informasi mengenai aksesibilitas dan fasilitas.
Beberapa wisatawan mengatakan bahwa untuk pergi ke PB Betawi tidak perlu
informasi yang lengkap, ketika wisatawan merasa informasi dari keluarga atau
teman sudah cukup maka wisatawan segera memutuskan untuk berkunjung ke PB
Betawi. Selain itu pesan atraksi juga berhubungan dengan tingkat tindakan karena
pesan-pesan atraksi.yang diterima oleh wisatawan melalui media interpersonal
lebih banyak mengenai pengalaman-pengalaman seseorang ditambah dengan opini
mereka ketika telah berkunjung ke PB Betawi sehingga pesan. Berikut adalah
penuturan salah satu wisatawan.
“... Saya kesini dikasih tau temen. Katanya di setu masuknya
murah, udah gitu tempatnya enak buat mancing soalnya adem,
pemandangannya bagus, makanannya enak tapi murah ...”(MA,45
tahun)
Dari penuturan wisatawan diatas maka dapat diidentifikasi bahwa
wisatawan menerima pesan dari teman mengenai informasi harga,kegiatan
memancing, pemandangan dan makanan. Harga merupakan salah satu informasi
mengenai fasilitas (amenities) namun informasi lainnya yaitu pemandangan,
makanan, kegiatan memancing merupakan informasi yang termasuk kedalam pesan
atraksi (attraction).
68
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian ini, dapat dirumuskan beberapa kesimpulan
sebagai berikut:
1. Komunikasi pengembangan PB Betawi banyak mengandalkan saluran
interpersonal, yaitu melakukan promosi melalui tatap muka dalam acara-acara
besar yang diselenggarakan Pemda DKI Jakarta. Strategi promosi lainnya adalah
melalui media massa dengan cara bekerja sama dengan stasiun radio (Benz
Radio) dan televisi (TV One, Dai TV, Net, Kompas dan Metro TV), bekerja
sama dengen pihak media massa cetak (Berita kota, pos kota, kompas), bekerja
sama dengan Pemda DKI membuat website (jakarta.go.id) dan media lainnya
yang terdapat di kawasan PB Betawi seperti spanduk, papan pengumuman,
papan penunjuk arah, dan folder.
2. Wisatawan yang mengunjungi PB Betawi memiliki karakteristik yang berbeda-
beda satu sama lain. Mayoritas wiatawan yang berkunjung berumur 40 – 54
tahun, bekerja sebagai karyawan swasta, berpendidikan akhir SMA/sederajat,
berdomisili di kawasan Jakarta – Depok, memiliki tingkat pendapatan sedang
(Rp 2.000.000 – Rp 4.000.000), beretnis Betawi, memiliki motivasi untuk
mengisi waktu luang, tingkat hubungan interpersonalnya sedang dan tinggi,
tingkat akses terhadap media massa tinggi, dan tingkat partisipasi sosial tinggi.
3. Keterdedahan wisawatan PB Betawi terhadap komunikasi pengembangan PB
Betawi sudah tergolong tinggi pada tingkat penerimaan isi pesan namun masih
rendah pada aspek tingkat keragaman sumber informasi dan tingkat
keterdedahan sumber informasi. Faktor-faktor karakteristik wisatawan yang
berhubungan dengan keterdedahan komunikasi pengembangan pariwisata PB
Betawi adalah umur, jenis pekerjaan, tingkat pendidikan, dan jenis motivasi.
4. Komunikasi pengembangan pariwisata yang dilakukan oleh pihak PB Betawi
sudah cukup efektif. Hal tersebut terlihat dari tingkat perhatian, tingkat
ketertarikan, tingkat minat, dan tingkat tindakan wisatawan yang cukup tinggi.
Lalu terbukti bahwa efektivitas komunikasi pengembangan PB Betawi
berhubungan dengan keterdedahan komunikasi pengembangan PB Betawi.
Saran
Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat ditarik beberapa hal yang
dijadikan masukan atau saran diantaranya sebagai berikut:
1. Pengelola kawasan wisata memperbanyak media penyebaran informasi PB
Betawi melalui media sosial internet karena media komunikasi dengan
frekuensi paling tinggi yang digunakan oleh wisatawan untuk mencari
informasi atau berkomunikasi adalah media sosial internet.
2. Pengelola bisa bekerja sama dengan Pemprov DKI untuk memasang media
luar ruang seperti billboard dan papan penunjuk arah yang lebih menarik
70
karena media yang paling sering diakses masyarakat untuk info PB Betawi
adalah media luar ruang.
3. Dalam pemilihan pesan, pengelola bisa lebih memaksimalkan informasi
tentang akses lokasi dan fasilitas yang tersedia di kawasan. Pesan ini penting
sebagai informasi tambahan bagi khalayak yang belum pernah melakukan
kunjungan ke PB Betawi.
4. Pengelola menambah kualitas pelayanan kepada wisatawan agar wisatawan
mendapatkan kepuasan sehingga bisa berbagi pengalaman kepada
kerabatnya. Hal ini disebabkan wisatawan cenderung banya mendapatkan
informasi mengenai PB Betawi berdasarkan cerita pengalaman
keluarga/rekan/kerabat yang pernah berkunjung ke PB Betawi.
5. Pengelola PB Betawi menyelenggarakan acara besar bertemakan budaya
Betawi berskala nasional maupun internasional. Hal ini bertujuan menarik
minat khalayak untuk berkunjung khususnya masyarakat Betawi yang
berada di luar Jakarta.
DAFTAR PUSTAKA
[BAPPENAS] Badan Perencanaan Pembangunan Nasional. 2016. Indonesia
Biodiversity Strategy and Action Plan (2015-2020). Jakarta (ID):
Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/BAPPENAS.
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2015. Wisatawan Mancanegara yang Datang ke
Indonesia Menurut Kebangsaan, 2000 – 2014 [Internet]. [Diunduh tanggal 10
Maret 2016]. Tersedia pada: http://bps.go.id/linkTabelStatis/view/id/139.
[Kemenparekraf] Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif. 2012. Laporan
akuntabilitas kinerja tahun 2011 Kementerian Pariwisata dan Ekonomi kreatif
[Internet]. [Diunduh pada tanggal 10 Maret 2016]. Tersedia pada:
http://www.kemenpar.go.id/userfiles/file/LAKIP%20KEMENTERIAN%20
PARIWISATA%20DAN%20EKONOMI%20KREATIF%202012.pdf.
[Kemenpar] Kementerian Pariwisata Republik Indonesia. 2015. Ranking Devisa
Pariwisata tahun 2009–2013 [Internet]. [Diunduh pada tanggal 10 Maret
2016].Tersedia pada: http://www.kemenpar.go.id.
[Keputusan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 92 tahun 2000 tentang Penataan
Lingkungan Perkampungan Budaya Betawi (PB Betawi)].
[Peraturan Daerah Khusus DKI Jakarta no 3 tahun 2005 tentang penetapan
Perkampungan Budaya Betawi].
[Undang-undang Republik Indonesia Nomor 9 tahun 1990 Tentang Pariwisata].
[Undang-undang Republik Indonesia Nomor 10 tahun 2009 Tentang Pariwisata].
Astuti U. 2007. Hubungan Karakteristik Individu dan Aktivitas Komunikasi dengan
Perilaku Masyarakat dalam Mengembangkan Perkampungan Budaya Betawi
Situ Babakan Jakarta Selatan [Thesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor
Adisasmita R. 2010. Pembangunan Kawasan dan Tata Ruang. Yogyakarta (ID):
Graha Ilmu.
Ali M. 1987. Penelitian Kependidikan Prosedur dan Strategi. Bandung (ID):
Angkasa
Ismayanti. 2010. Pengantar Pariwisata. Jakarta (ID): PT Grasindo Kompas
Gramedia.
Karlsson S. 2007. Advertising Theories and Models- How Well Can These Be
Transferred from text into reality? [Disertasi]. Halmstad: University of
Halmstad.
72
Kristianingrum MD. 2013. Pengaruh Terpaan Tayangan Program Acara Warna
Trans 7 Terhadap Sikap Penonton. E-Journal UAJY [internet]. [Diunduh
tanggal 10 Juli 2016]. Tersedia pada: http://e-
journal.uajy.ac.id/4721/1/JURNAL.pdf.
Kotler P, Keller L. 2006. Marketing Management. London : Practice Hall.
.
Manurung Thomas F. 2011. Analisis Tingkat Kepuasan Wisatawan Wisata Agro
Gunung Mas Cisarua Bogor (PTPN VIII) [skripsi]. Bogor (ID): Institut
Pertanian Bogor.
Mugniesyah SS. 2006. Materi Kuliah Ilmu Penyuluhan. Bogor (ID) : Institut
Pertanian Bogor.
Mugniesyah SS. 2013. Model-Model Komunikasi. Hubeis AVS, editor. Bogor
(ID): IPB Press
Nasdian FT. 2014. Pengembangan Masyarakat. Bogor. Jakarta (ID): Yayasan Obor
Indonesia
Oktavian. 2013. Strategi Komunikasi Dinas Kebudayaan Pariwisata Dalam Upaya
Pengalaman Objek Wisata Rumah Benteng Merapi I di Desa Melapi
Kecamatan Putussibau Selatan Kabupaten Kapuas Hulu. Jurnal S-1 Ilmu
Adinistrasi Negara [Internet]. [Diunduh tanggal 1 Desember 2015]. Tersedia
Pada: http://jurmafis.untan.ac.id/index.php/publika/article/view/149.
Pitana , Gayatri. 2005. Sosiologi Pariwisata. Bali (ID): ANDI Yogyakarta.
Sangkaeng, Mananeke, Oroh. 2015. Pengaruh Citra, Promosi dan Kualitas
Pelayanan Objek Wisata Terhadap Kepuasan Wisatawan di Objek Wisata
Taman Laut Bunaken Sulawesi Utara. Jurnal EMBA [Internet]. [Diunduh
tanggal 10 Oktober 2015].Tersedia Pada :
http://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/emba/article/viewFile/10113/9699.
Wright CR. 1988. Sosiologi Komunikasi Massa. Bandung (ID): Remaja Karya.
Yoeti AO. 1995. Pengantar Ilmu Pariwisata. Bandung (ID): Angkasa.
Yoeti AO . 1997. Perencanaan dan Pengembangan Pariwisata. Jakarta (ID): PT.
Pradnya Paramita.
Yoeti AO. 2001a. Ilmu Pariwisata Sejarah Perkembangan dan Prospeknya. Jakarta
(ID): PT Pertja.
Yoeti AO . 2001b. Tours and Travel Marketing. Jakarta (ID): PT. Pradnya
Paramita.
LAMPIRAN
74
Lampiran 1 Jadwal kegiatan penelitian
Kegiatan Januari Februari Maret April Mei Juni Juli
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
Penyusunan
Proposal
Skripsi
Pelaksanaan
uji
Kelayakan
Pelaksanaan
kolokium
Revisi
Proposal
Pengambilan
data lapang
Pengolahan
dan Analisis
Data
Penulisan
Draft Skripsi
Pelaksanaan
uji
kelayakan
dan revisi
Pelaksanaan
Sidang/uji
Skripsi
Perbaikan
Laporan
Skripsi
75
Lampiran 2 Peta lokasi penelitian
76
Lampiran 3 Daftar nama responden
No. Nama
(Inisisal)
Jenis Kelamin Umur Alamat Waktu
Berkunjung
(weekdays/weeke
nd)
1. SS Perempuan 26 Jagakarsa Weekdays
2. MR Laki-Laki 40 Kemayoran Weekdays
3. SM Perempuan 50 Bekasi Weekdays
4. IF Laki-Laki 32 Mampang Weekdays
5. RM Laki-Laki 42 Condet Weekdays
6. AD Laki-Laki 21 Kemang utara Weekdays
7. RL Laki-Laki 33 Jagakarsa Weekdays
8. AD Laki-Laki 36 Jatipadang Weekdays
9. FJ Laki-Laki 23 Taman Mini Weekdays
10. SG Laki-Laki 40 Srengseng Sawah Weekdays
11. NR Laki-Laki 29 Ciganjur Weekdays
12. SR Laki-Laki 54 Ciganjur Weekdays
13. FR Perempuan 23 Srengseng Sawah Weekdays
14. EM Perempuan 32 Ciganjur Weekdays
15. YN Laki-Laki 34 Pasar Minggu Weekdays
16. DA Laki-Laki 24 Jakarta selatan Weekdays
17. RY Laki-Laki 19 Bekasi Weekdays
18. AD Laki-Laki 17 Jakarta Weekdays
19. TS Laki-Laki 51 Depok Weekdays
20. RN Perempuan 33 Jakarta Weekdays
21. ZN Laki-Laki 42 Ciganjur Weekend
22. RI Perempuan 40 Jatipadang Weekend
23. HT Laki-Laki 45 Cilandak Weekend
24. VK Laki-Laki 26 Bintaro Weekend
25. AY Laki-Laki 32 Cilincing Weekend
26. MF Laki-Laki 25 Limo Depok Weekend
27. JN Laki-Laki 27 Jagakarsa Weekend
28. MH Laki-Laki 50 Ciganjur Weekend
29. DV Perempuan 38 Jakarta Weekend
30. ML Laki-Laki 40 Depok Weekend
31. ZR Perempuan 22 Kukusan Weekend
32. MA Laki-Laki 45 Jati Padang Weekend
33. MS Laki-Laki 38 Gandul Weekend
34. HR Laki-Laki 54 Citayam Weekend
35. DN Perempuan 30 Depok Weekend
36. RM Laki-Laki 40 Depok Weekend
37. ST Perempuan 43 Jakarta Weekend
38. AY Perempuan 34 Jakarta Weekend
39. SY Laki-Laki 45 Ciganjur Weekend
40. SM Perempuan 49 Ragunan Weekend
77
Lampiran 4 Dokumentasi Penelitian
Leaflet Perkampungan Budaya Betawi Gerbang Bang Pitung
Homestay rumah adat Betawi Sanggar tari Betawi
Makanan Khas Betawi Setu Babakan
78
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama Ridho Pangestu Adhitio Risali, dilahirkan pada tanggal 25
September 1995 di Jakarta. Kedua orangtua penulis bernama Sutiyono dan Salimah.
Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara. Penulis menempuh
pendidikan di SD Borobudur pada periode 2000-2006, SMP 56 pada tahun 2006-
2009, SMAN 38 Jakarta pada tahun 2009-2012 hingga saat ini penulis merupakan
mahasiswa di Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat,
Institut Pertanian Bogor yang masuk melalui jalur SNMPTN tertulis.
Penulis juga aktif dalam kegiatan organisasi dalam kampus. Pada tahun
2015 penulis mengikuti organisasi HIMASIERA SKPM IPB dengan jabatan
sebagai Ketua Umum atau Presiden Direktur. Pada tahun 2014 penulis mengikuti
organisasi HIMASIERA 2014 sebagai staf divisi Community Development dan
SAMISAENA sebagai kepala divisi Riset dan Pengembangan Masyarakat. Selain
itu penulis juga pernah mengikuti berbagai kepanitiaan seperti Connection 2014,
KPM Garang turun lapang mata kuliah Perubahan Sosial dan Sosiologi Pedesaan.
Penulis juga pernah menjadi tim pengajar asisten praktikum mata kuliah Pengantar
Ilmu kependudukan dan Komunikasi Bisnis.
80