efektivitas bawang putih (allium sativum) dan bawang …
TRANSCRIPT
EFEKTIVITAS BAWANG PUTIH (Allium sativum) DAN BAWANG
MERAH (Allium cepa) DALAM MEMBUNUH
LARVA NYAMUK
SKRIPSI
FEBRI RAHMI
NIM : 10C10104148
PROGRAM STUDI S1 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS TEUKU UMAR
MEULABOH
2014
EFEKTIVITAS BAWANG PUTIH (Allium sativum) DAN BAWANG
MERAH (Allium cepa) DALAM MEMBUNUH
LARVA NYAMUK
SKRIPSI
FEBRI RAHMI
NIM : 10C10104148
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh
Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat
Pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Teuku Umar
PROGRAM STUDI S1 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS TEUKU UMAR
MEULABOH
2014
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Secara global daerah tropis dapat menimbulkan berbagai macam
penyakit tropis yang salah satunya dapat disebabkan oleh nyamuk seperti malaria,
Demam Berdarah Dengue (DBD), filariasis, dan chikungunya. Penyakit-penyakit
tersebut menyebar secara luas di daerah tropis termasuk Argentina utara, bagian
utara Australia, seluruh Bangladesh, Barbador, Bolivia, Belize, Brazil, Kamboja,
Costa Rica, Republik Dominika, El salvador, Guatemala, Guyana, Honduras,
India, Jamaika, Laos, Malaysia, Meksiko, Mikronesia, Panama, Paraguay,
Filipina, Puerto Riko, Samoa, Singapure, Sri langka, Suriname, Taiwan, Thailand,
Trinidad, Venezuela, Vietnam, Cina selatan, dan Indonesia. WHO mengatakan
sekitar 2,5 miliar orang atau dua per lima dari populasi dunia, kini menghadapi
resiko dari dengue dan memperkirakan bahwa mungkin akan menjadi 50 juta
kasus infeksi dengue di seluruh dunia setiap tahunnya. Penyakit ini sekarang telah
menjadi endemik dilebih dari 100 negara (Anggraeni, 2010).
Indonesia merupakan salah satu negara terbesar yang memiliki iklim
tropis. Penyakit-penyakit tropis yang disebabkan oleh nyamuk masih sering
terjadi di masyarakat sehingga menimbulkan epidemi yang berlangsung secara
luas dan cepat. Penyebab utama munculnya epidemi berbagai penyakit tropis
disebabkan karena penyebaran nyamuk sebagai vektor yang tidak terkendali.
Penyakit tropis di Indonesia sangat sulit diberantas karena laju perkembangbiakan
2
nyamuk yang menularkan penyakit tersebut cukup cepat, selain itu juga kepadatan
penduduk juga memacu perkembangbiakan jentik nyamuk. (Anggraini dkk,
2013). Tingginya angka kesakitan dan kematian akibat nyamuk menjadi masalah
kesehatan di Indonesia. Di musim hujan hampir tidak ada daerah di Indonesia
yang terbebas dari serangan penyakit akibat nyamuk (Satari dan Meiliasari, 2008).
Pada tahun 2012 di Indonesia jumlah penderita DBD yang dilaporkan
sebanyak 90.245 kasus dengan kematian 816 orang (Incidence Rate / Angka
Kesakitan = 37,11 per 100.000 penduduk dan CFR = 0,90%). Terjadi peningkatan
jumlah kasus pada tahun 2012 dibandingkan tahun 2011 yang sebesar 65.725
kasus dengan IR = 27,67. Begitu pula dengan kasus klinis filariasis yang
meningkat dari tahun ke tahun, namun pada 2012 kasus klinis filariasis ada
penurunan dan penyakit malaria pada tahun 2011 terdapat 422.477 kasus dan pada
tahun 2012 terjadi penurunan kasus malaria positif menjadi 417.819 kasus (Profil
Kesehatan Indonesia, 2012).
Aceh merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang sering terjadi
penyakit-penyakit akibat nyamuk seperti Demam Berdarah Dengue (DBD) dan
malaria. Jumlah kasus Demam Berdarah Dengue (DBD) provinsi Aceh adalah
2.269 jiwa dengan kematian berjumlah 7 jiwa. IR (Insidens Rate) kasus Demam
Berdarah Dengue (DBD) di provinsi Aceh pada tahun 2012 IR = 48/100.000 dan
CFR = 0,3%. Kasus malaria klinis (demam tinggi disertai menggigil) tanpa
pemeriksaan sediaan darah yang berjumlah 21.993. Malaria positif adalah
berjumlah 1.068. Jumlah API (Annual Paracite Incidence) di provinsi Aceh tahun
2012 berjumlah 0,2%. (Profil Kesehatan Provinsi Aceh, 2012).
3
Provinsi Aceh terdiri dari 23 kabupaten, salah satunya adalah Aceh Barat.
Aceh Barat juga memiliki masalah-masalah kesehatan akibat nyamuk yang masih
memerlukan perhatian. Pada tahun 2012 terdapat 6 kasus DBD di Aceh Barat dan
175 kasus malaria (Profil Dinkes Aceh Barat Data 2013).
Salah satu upaya pemberantasan nyamuk adalah memutuskan mata rantai
penyebaran nyamuk dengan cara memberantas sarang nyamuk dan membunuh
larva nyamuk. Berbagai upaya pengendalian telah dilakukan dalam
mengendalikan vektor dari penyakit akibat nyamuk tersebut, salah satunya yaitu
dengan penggunaan insektisida kimia yang dianggap lebih efektif dalam
menanggulangi vektor. Penggunaan insektisida abate sebagai larvasida dapat
merupakan cara yang paling umum dalam pengendalian pertumbuhan vektor
nyamuk. Penggunaan abate yang sudah lama akan menimbulkan resistensi atau
larva akan kebal terhadap abate (insektisida) (Anggraini, 2013).
Berdasarkan kenyataan tersebut di atas maka perlu di cari alternatif lain
untuk mengendalikan vektor penyakit akibat nyamuk tersebut dengan suatu
metode yang lebih ramah lingkungan (Mirnawaty, 2012). Hal tersebut diharapkan
dapat diperoleh melalui penggunaan bioinsektisida atau insektisida nabati
(Lailatul, 2010).
Tanaman yang mengandung insektisida nabati diantaranya adalah daun
mimba (penelitian Aradilla, 2009), daun legundi (penelitian Cania dkk, 2013),
daun pepaya (penelitian Ariesta, 2013), daging buah durian (penelitian Anis,
2011), daun sirih (penelitian Putra, 2012), daun asam jawa (penelitian Yong,
2012) dan Ginanjar (2008) menyebutkan beberapa tanaman lain yang juga bisa
4
digunakan untuk mengusir nyamuk yaitu geranium, selasih, lavender, kayu putih,
serai wangi, dan suren.
Bawang putih (Allium sativum) dan bawang merah (Allium cepa) juga
termasuk kedalam tanaman insektisida nabati karena aroma bawang putih (Allium
sativum) yang sangat menyengat serta rasa dari bawang putih (Allium sativum)
yang panas dan pedas diduga dapat mengusir cacing, kemungkinan besar bawang
putih (Allium sativum) juga dapat mengusir atau menghambat bahkan membunuh
larva nyamuk (Sulistyoningsih, 2009). Hal tersebut terbukti di saat penulis
mencoba melakukan observasi awal dengan mengisi air kedalam 3 wadah,
kemudian, satu wadah penulis masukkan bawang putih (Allium sativum) dan
wadah kedua penulis masukkan bawang merah (Allium cepa) dan wadah yang
ketiga hanya air saja tanpa bawang putih (Allium sativum) dan bawang merah
(Allium cepa), kemudian ketiga wadah tersebut penulis letakkan dibawah meja,
penulis meletakkan dibawah meja karena sebagaimana disebutkan oleh
Anggraeini (2010) bahwa nyamuk banyak terdapat di tempat-tempat gelap seperti
di bawah meja, seminggu kemudian penulis melihat di wadah yang hanya berisi
air telah terdapat larva-larva nyamuk, sedangkan di wadah yang terdapat bawang
putih (Allium sativum) dan bawang merah (Allium cepa) tidak terdapat larva
nyamuk, hal ini semakin membuat penulis yakin bahwa bawang putih (Allium
sativum) dan bawang merah (Allium cepa) terdapat senyawa kimia yang dapat
digunakan sebagai insektisida hayati.
Berdasarkan pendapat Muammar H.B (2013) dan Muswita (2011), dapat
disimpulkan bahwa bawang putih (Allium sativum) mengandung senyawa aktif
5
seperti flavonoid, minyak atsiri, dan allicin. Flavonoid dan minyak atsiri berperan
sebagai racun pernafasan dan allicin menghambat sintesis membran sehingga
menyebabkan kematian larva nyamuk, dan bawang merah (Allium cepa) juga
mengandung senyawa aktif seperti minyak atsiri dan allicin.
Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian
mengenai efektivitas bawang putih (Allium sativum) dan bawang merah (Allium
cepa) dalam membunuh larva nyamuk.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka rumusan masalahnya adalah
sebagai berikut :
1. Bagaimanakah efektivitas bawang putih (Allium sativum) dalam
membunuh larva nyamuk ?
2. Bagaimanakah efektivitas bawang merah (Allium cepa) dalam membunuh
larva nyamuk ?
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui efektivitas bawang putih (Allium sativum) dan
bawang merah (Allium cepa) dalam membunuh larva nyamuk.
6
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui seberapa besar efektivitas bawang putih (Allium
sativum).
2. Untuk mengetahui konsentrasi pada bawang putih (Allium sativum)
yang paling efektif dalam membunuh larva nyamuk.
3. Untuk mengetahui seberapa besar efektivitas bawang merah (Allium
cepa).
4. Untuk mengetahui konsentrasi pada bawang merah (Allium cepa)
yang paling efektif dalam membunuh larva nyamuk.
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Manfaat Teoritis
1. Pengembangan penelitian mengenai insektisida nabati terhadap
larva nyamuk.
2. Menambah informasi peluang pengembangan insektisida nabati
khususnya bawang putih (Allium sativum) dan bawang merah
(Allium cepa) sebagai pengendali populasi nyamuk yang ramah
lingkungan.
3. Diharapkan dapat menjadi referensi atau acuan bagi penelitian
selanjutnya.
1.4.2 Manfaat Praktis
1. Manfaat bagi masyarakat dapat menggunakan bawang putih
(Allium sativum) dan bawang merah (Allium cepa) sebagai
insektisida nabati dalam membunuh larva nyamuk dengan
7
harganya yang murah, aman dan ramah lingkungan serta dapat
dibuat sendiri oleh masyarakat.
2. Manfaat bagi institusi kesehatan khususnya pemegang program
penyakit tular vektor hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai
masukan bagi pemegang program penyakit tular vektor dalam
pengendalian jumlah nyamuk penyebab penyakit didalam
lingkungan masyarakat dengan melakukan pemberantasan pada
larva nyamuk dengan menggunakan bahan insektisida nabati yaitu
bawang putih (Allium sativum) dan bawang merah (Allium cepa)
sebagai pengganti insektisida sintesis (abate).
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Nyamuk
Nyamuk dikelompokkan dalam Kelas Insekta, Ordo Diptera, Famili
Culicidae. Hingga saat ini telah dilaporkan sebanyak 33 genus dengan kurang
lebih 2.960 spesies nyamuk di dunia, sedangkan di Indonesia terdapat 18 genera
nyamuk dengan kurang lebih 457 spesies (Bambang dkk, 2011).
Semua nyamuk memerlukan air untuk melengkapi siklus hidupnya. Jenis
air di mana larva nyamuk ditemukan dapat menjadi bantuan untuk identifikasi
spesiesnya. Nyamuk dewasa meletakan telurnya pada tempat yang sesuai dengan
habitat larvanya. Mereka bertelur di tempat seperti lubang pohon yang secara
berkala menahan air, genangan air pasang di rawa-rawa garam, genangan limbah
buangan, irigasi padang rumput, genangan air hujan. Setiap spesies memiliki
persyaratan lingkungan yang unik untuk pemeliharaan siklus hidupnya. Kebiasaan
cara makan nyamuk cukup unik karena hanya betina dewasa yang menghisap
darah manusia dan hewan. Nyamuk jantan tidak menghisap darah tetapi
menghisap madu tanaman. Nyamuk betina memerlukan darah yang cukup untuk
bertelur. Jauh atau dekatnya jarak terbang nyamuk tergantung dari spesiesnya.
Sebagian besar spesies domestik terbang cukup dekat dengan titik asal. Ada
beberapa spesies yang dapat terbang jauh dari tempat perkembangbiakannya.
Jarak terbang betina biasanya lebih jauh daripada jantan. Kekuatan dan arah angin
berpengaruh dalam penyebaran atau migrasi nyamuk. Kebanyakan nyamuk tetap
9
dalam satu atau dua kilometer dari sumber makan mereka. Ada nyamuk bisa
terbang jarak jauh, lebih 30 kilometer dari tempat mereka menjadi dewasa.
Nyamuk tidak dapat terbang cepat, hanya sekitar 4 kilometer per jam. Umur
nyamuk dewasa biasanya tergantung pada beberapa faktor seperti suhu,
kelembapan, jenis kelamin nyamuk dan habitat. Kebanyakan jantan berumur
pendek yaitu sekitar seminggu dan betina tinggal sekitar satu bulan tergantung
pada faktor tersebut (Gunasegaran, 2012).
2.2 Nyamuk dan Penyakit
Nyamuk adalah vektor mekanis atau vektor siklik penyakit pada manusia
dan hewan yang disebabkan oleh parasit dan virus (Chandra, 2012). Penyakit
yang ditularkan oleh nyamuk masih merupakan masalah kesehatan bagi
masyarakat, baik di perkotaan maupun di pedesaan, seperti : Deman Berdarah
Dengue (DBD), Malaria, Filariasis (kaki gajah), Chikungunya, dan Encephalitis
(Islamiyah dkk, 2013).
2.2.1 Demam Berdarah Dengue (DBD)
Demam Berdarah Dengue adalah penyakit menular yang disebabkan oleh
virus dengue dari famili Flaviviridae dan genus Flavivirus. Virus ini mempunyai
empat serotipe yang dikenal dengan DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan DEN-4.
Keempat serotipe ini menimbulkan gejala yang berbeda-beda jika menyerang
manusia. Serotipe yang menyebabkan infeksi paling berat di Indonesia, yaitu
DEN-3. Virus dengue sebagai penyebab demam berdarah hanya dapat ditularkan
melalui nyamuk Aedes aegypti atau Aedes albopictus (Satari dan Meiliasari,
2004).
10
2.2.2 Malaria
Malaria adalah penyakit yang dapat bersifat akut maupun kronik,
disebabkan oleh protozoa genus Plasmodium ditandai dengan demam, anemia,
dan splenomegali. Plasmodium sebagai penyebab malaria terdiri dari 4 spesies,
yaitu Plasmodium vivax, Plasmodium falciparum, Plasmodium malariae, dan
Plasmodium ovale. Malaria juga melibatkan hospes perantara, yaitu manusia
maupun vertebra lainnya, dan hospes definitif, yaitu nyamuk anopheles
(Mansjoer, 2001).
2.2.3. Filarasis
Nyamuk Culex adalah vektor dari penyakit filariasis Wuchereria
bancrofti dan Brugia malayi. Jumlah spesies Anopheles, Aedes, Culex, dan
Mansonia cukup banyak, tetapi kebanyakan dari spesies tersebut tidak penting
sebagai vektor alami. Di daerah tropis dan subtropis, Culex quinquefasciatus
(fatigans), nyamuk penggigit di lingkungan perumahan dan perkotaan, yang
berkembang biak dalam air setengah kotor sekitar tempat tinggal manusia,
merupakan vektor umum penyakit filariasis bancrofti yang mempunyai
periodisitas noktural. Aedes Polynesiensis adalah vektor umum filariasis bancrofti
nonperiodesitas di beberapa kepulauan Pasifik Selatan. Nyamuk ini hidup di luar
kota di semak-semak (tidak pernah dalam rumah) dan berkembang biak di dalam
tempurung kelapa dan lubang pohon. Walau menghisap darah dari binatang
peliharaan mamalia dan unggas, nyamuk ini lebih menyukai darah manusia
(Chandra, 2012).
11
2.2.4. Chikungunya
Chikungunya adalah penyakit mirip demam dengue yang disebabkan oleh
virus chikungunya dan ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti dan Aedes
africanus. Virus chikungunya adalah virus yang termasuk dalam genus virus alfa
dari famili Togaviridae. Masa inkubasinya chikungunya adalah 1-6 hari. Gejala
penyakit diawali dengan demam mendadak, kemudian diikuti munculnya raum
kulit dan limfadenopati, artralgia, mialgia, atau artritis yang merupakan tanda dan
gejala khas chikungunya. Karena vektornya nyamuk, chikungunya tergolong
arthropod-borne disease, yaitu penyakit yang disebarkan oleh artropoda
(Widoyono, 2011).
2.2.5. Encephalitis
Encephalitis salah satu jenis penyakit. Encephalitis adalah Japenese
Encephalitis (JE). Encephalitis adalah suatu penyakit yang menyerang susunan
syaraf pusat yang disebabkan oleh virus yang ditularkan oleh nyamuk genus
Culex sp (Muammar H.B, 2013).
2.3 Siklus Hidup Nyamuk
Nyamuk memiliki metamorfosa sempurna (holometabola) yaitu telur,
larva, pupa, dan dewasa. Telur, larva, dan pupa memerlukan air untuk
kehidupannya sedangkan dewasa hidup di alam bebas. Tidak peduli apa jenis
nyamuk, air sangat penting untuk berkembangbiak. Elemen penting larva adalah
air dan habitat larva nyamuk banyak dan beragam (Damanik, 2012).
12
Gambar 2.1 Siklus Hidup Nyamuk (Sumber : Muammar H.B, 2013)
2.3.1 Telur Nyamuk
Telur nyamuk biasanya memanjang dan berukuran sekitar satu milimeter.
Seekor nyamuk dapat menghasilkan 50 ke 300 telur. Nyamuk menghisap darah
untuk menghasilkan telur. Telur dapat menetas dalam 1-3 hari jika diletakkan di
air. Telur nyamuk tidak menetas seluruhnya, tetapi menetas bertahap. Sekitar 80%
dari telur menetas selama barisan pertama dengan penetasan 5% menyusul
seterusnya. Banyak spesies telur yang tetap dorman dalam tanah selama bertahun-
tahun sebelum menetas. Adaptasi ini menjamin kelangsungan hidup nyamuk
meskipun kondisi cuaca yang tidak menguntungkan atau usaha manusia untuk
membasmi mereka (Gunasegaran, 2012).
2.3.2 Larva Nyamuk
Perkembangan stadium larva bertingkatan pula, antara tingkatan yang satu
dengan tingkatan lainnya bentuk dasarnya sama. Sepanjang stadium larva dikenal
empat tingkatan yang tingkatan masing - masing dinamakan instar. Untuk larva
13
nyamuk instar pertama, kedua, ketiga dan keempat bulu - bulu sudah lengkap.
Stadium larva memerlukan waktu kurang lebih satu minggu. Pertumbuhan dan
perkembangan larva dipengaruhi beberapa faktor, diantaranya adalah temperatur,
cukup tidaknya bahan makanan, ada tidaknya pemangsa dalam air dan lain
sebagainya (Gunasegaran, 2012)
2.3.3 Pupa Nyamuk
Pupa nyamuk mempunyai bentuk tubuh bengkok, dengan bagian kepala
dada (cephalothorax) lebih besar bila dibandingkan dengan bagian perutnya,
sehingga tampak seperti tanda baca „koma‟. Tahap pupa pada nyamuk umumnya
berlangsung selama 2-4 hari. Saat nyamuk dewasa akan melengkapi
perkembangannya dalam cangkang pupa, pupa akan naik ke permukaan dan
berbaring sejajar dengan permukaan air untuk persiapan munculnya nyamuk
dewasa (Parida S, 2012).
2.3.4 Nyamuk Dewasa
Nyamuk dapat dibedakan antara nyamuk jantan dan betina. Nyamuk
jantan keluar dari pupa terlebih dahulu sebelum nyamuk betina. Setelah nyamuk
jantan keluar, maka jantan tersebut tetap tinggal di dekat sarang. Kemudian
setelah jenis betina keluar, maka jantan kemudian akan kawin dengan betina
sebelum betina tersebut mencari darah. Betina yang telah kahwin akan beristirahat
untuk sementara waktu (1-2 hari) kemudian baru mencari darah. Setelah perut
dipenuhi oleh darah, betina akan beristirahat lagi untuk menunggu proses
pematangan dan pertumbuhan telurnya. Selama hidupnya nyamuk betina hanya
kahwin sekali. Nyamuk betina menghisap darah untuk memenuhi kebutuhan zat
14
bagi telur. Waktu proses perkembangan telurnya berbeda - beda tergantung pada
temperatur dan kelembapan serta spesies nyamuk (Damanik, 2012).
2.4. Anatomi Larva Nyamuk
Setelah menetas, telur akan berkembang menjadi larva. Pada stadium ini,
kelangsungan hidup larva dipengaruhi suhu, pH air, perindukan, ketersediaan
makanan, cahaya, kepadatan larva, lingkungan hidup, serta adanya predator di
tempat menetas.
Gambar 2.2 Anatomi larva nyamuk (Gunasegaran, 2012)
Berikut ini adalah ciri-ciri dari larva :
1. Adanya corong udara pada segmen terakhir.
2. Pada segmen-segmen abdomen tidak dijumpai adanya rambut-rambut
berbentuk kipas (palmate hairs).
3. Pada corong udara terdapat pecten.
4. Sepasang rambut serta jumbai pada corong udara (siphon).
5. Pada setiap sisi abdomen segmen kedelapan ada comb scale sebanyak 8 –
21 atau berjejer 1 – 3.
6. Bentuk individu dari comb scale seperti duri.
15
7. Pada sisi thorax terdapat duri yang panjang dengan bentuk kurva dan adanya
sepasang rambut di kepala.
8. Corong udara (siphon) dilengkapi pecten (Aradilla, 2009).
2.5 Morfologi Larva Nyamuk
Larva nyamuk memerlukan empat tahap perkembangan. Waktu
perkembangan larva tergantung pada suhu, ketersediaan makanan dan keberadaan
larva dalam sebuah kontainer. Dalam kondisi optimal, waktu yang dibutuhkan
dari telur menetas hingga menjadi nyamuk dewasa adalah tujuh hari, termasuk
dua hari dalam masa pupa. Sedangkan pada suhu rendah dibutuhkan waktu
beberapa minggu Larva ini dalam pertumbuhan dan perkembangannya mengalami
4 kali pergantian kulit (ecdysis) dan larva yang terbentuk berturut-turut disebut
instar I, II, III dan IV (Gunasegaran, 2012).
2.6 Cara Hidup Larva Nyamuk
Larva nyamuk juga disebut sebagai "wrigglers", larva yang baru menetas
dapat dilihat menggeliat naik dan turun dari permukaan air. Untuk menjaga diri
mereka aman, mereka segera menyelam ke dasar air. Larva Aedes aegypti biasa
bergerak-gerak lincah dan aktif. Larva mengambil makanan di dasar wadah, oleh
karena itu larva Aedes aegypti disebut pemakan. Larva instar I, tubuhnya sangat
kecil, warna transparan, panjang 1-2 mm, duri-duri (spinae) pada dada (thorax)
belum begitu jelas dan corong pernapasan (siphon) belum menghitam. Larva
instar II bertambah besar, ukuran 2,5-3,9 mm, duri dada belum jelas, dan corong
pernapasan sudah berwarna hitam. Larva instar II mengambil oksigen dari udara,
16
dengan menempatkan corong udara (siphon) pada permukaan air seolah-olah
badan larva berada pada posisi membentuk sudut dengan suhu permukaan air
sekitar 30°C, larva instar II dalam bergerak tidak terlalu aktif. Larva Instar III
lebih besar sedikit dari larva instar II dan lebih aktif bergerak. Larva instar IV
telah lengkap struktur anatominya dan jelas tubuh dapat dibagi jelas menjadi
bagian kepala (chepal), dada (thorax) dan perut (abdomen). Larva ini berukuran
paling besar 5 mm. Larva ini tubuhnya langsing dan bergerak sangat lincah,
bersifat fototaksis negatif dan waktu. Temperatur optimal untuk perkembangan
larva ini adalah 25°C – 30°C makanan di dasar (bottomfeeder). Makanannya
terdiri dari mikroorganisme, detritus, alga, protista,daun dan invertebrata hidup
dan mati. Pada saat larva mengambil oksigen dari udara, larva menempatkan
corong udara (siphon) pada permukaan air seolah-olah badan larva berada pada
posisi membentuk sudut dengan permukaan air sekitar 30°C-45°C (Gunasegaran,
2012).
2.7 Habitat Larva Nyamuk
Larva-larva ditemukan di genangan air yang berasal dari mata air seperti
penampungan air yang dibuat untuk mengairi kolam, untuk merendam
bambu/kayu, mata air, bekas telapak kaki kerbau dan kebun salak. Pada umumnya
kehidupan larva dapat hidup secara optimal pada genangan air yang terlindung
dari sinar matahari langsung, diantara tanaman/vegetasi yang homogen seperti
kebun salak, kebun kapulaga dan lain-lain. Ada yang umumnya ditemukan di
daerah pegunungan, ditemukan pula di daerah persawahan dan daerah pantai yang
ada sungai kecil-kecil dan berbatu-batu. Puncak kepadatan dipengaruhi oleh
17
musim. Pada musim kemarau kepadatan meningkat, hal ini disebabkan banyak
terbentuk tempat perindukan berupa genangan air di pinggir sungai dengan aliran
lambat atau tergenang. Perkembangbiakan nyamuk cenderung menurun bila aliran
sungai menjadi deras (flushing) yang tidak memungkinkan adanya genangan di
pinggir sungai sebagai tempat perindukan. Kepadatan penduduk juga
mangakibatkan peningkatan sampah di alam sekitar. Pembuangan sampah di
merata - rata mengakibatkan takungan air hujan yang memudahkan untuk
pembiakan nyamuk dan untuk larva nyamuk hidup dan berkembang. Kawasan
sekitar tempat tinggal, tempat kerja dan tempat bereaksi yang banyak sampah dan
pengabaian penduduk mengakibatkan nyamuk untuk membiak dan
berkembangbiak. Di kawasan luar rumah seperti di dalam tempurung, drum,
plastik bekas tempat minuman, selokan, vas bunga, ketiak daun, ban rusak dan
kolam ikan yang tidak dipakai lagi dan tempat yang dapat menampung air biarpun
bekas kecil merupakan tempat perkembangbiakan nyamuk. Di dalam rumah
seperti vas bunga, tempat pembuangan air di kulkas, bak mandi, drum, akuarium
ikan dan tempat yang mudah menakung air dan telah diabai tanpa dibersihkan
(Gunasegaran, 2012).
2.8 Pencegahan larva nyamuk
Masyarakat memiliki peran besar untuk menjaga kebersihan lingkungan,
menghilangkan tempat perkembangbiakan vektor dan juga meminimalkan kontak
manusia dengan vektor. Mobilisasi sosial untuk hasil ini adalah kunci untuk
penahanan dari wabah disebabkan nyamuk. Kegiatan ini perlu dilakukan pada
18
tingkat (rumah tangga), individu dan juga pada tingkat kelembagaan seperti di
sekolah, universitas, rumah sakit dan perusahaan lainnya (Anggraeni, 2010).
Lakukan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) dengan cara 3 M plus
(Menguras, Menutup, Mengubur, plus Menghindari gigitan nyamuk). PSN
merupakan kegiatan memberantas telur, jentik, dan kepompong nyamuk penular
berbagai penyakit seperti demam berdarah dengue, chikungunya, malaria,
filariasis (kaki gajah) di tempat-tempat perkembang biakannya. 3 M Plus adalah
tiga cara plus yang dilakukan pada saat PSN yaitu:
1. Menguras dan menyikat tempat-tempat penampungan air seperti bak
mandi, tatakan kulkas, tatakan pot kembang dan tempat air minum
burung.
2. Menutup rapat-rapat tempat penampungan air seperti lubang bak
kontrol, lubang pohon, lekukan-lekukan yang dapat menampung air
hujan.
3. Mengubur atau menyingkirkan barang-barang bekas yang dapat
menampung air seperti ban bekas, kaleng bekas, plastik-plastik yang
dibuang sembarangan (bekas botol/gelas akua, plastik kresek, dll)
(Prissila, 2012).
2.9 Bawang Putih (Allium sativum) dan Bawang Merah (Allium cepa)
2.9.1 Bawang Putih (Allium sativum)
Bawang putih (Allium sativum) merupakan anggota Allium yang paling
populer. Bawang ini diduga merupakan keturunan bawang liar Allium longicurpis
19
Regel, yang tumbuh di daerah Asia Tengah yang beriklim subtropis. Setelah
dibudidayakan (sativum = dibudidayakan), bawang putih menyebar ke daerah-
daerah di Laut Tengah dan akhirnya oleh pelaut-pelaut India dan China dibawa ke
Indonesia. Tidak diketahui dengan pasti kapan bawang ini untuk pertama kali
masuk ke Indonesia. Bawang putih (Allium sativum) tidak hanya terkenal sebagai
bumbu penyedap masakan tetapi juga sebagai obat yang mujarab (Wibowo,
2009).
2.9.2 Sejarah Tanaman Bawang Putih (Allim sativum)
Sejarah tentang bawang putih (Allium sativum) sudah berlangsung sekitar
3.000 tahun SM. Bawang putih (Allium sativum) mempunyai sejarah panjang
dalam penggunaannya sebagai obat. Aristoteles menguji bawang putih (Allium
sativum) pada tahun 335 SM untuk pengobatan. Bawang putih (Allium sativum)
telah digunakan oleh bangsa-bangsa Babilonia sebagai makanan sekaligus obat,
demikian pula bangsa Yunani dan orang Mesir Kuno. Orang-orang Yunani
menyebutnya sebagai obat penawar racun. Orang Yunani dan Romawi
menggunakannya untuk mengobati lepra dan asma, serta menghalau kalajengking.
Pada tahun 2700-1900 sebelum masehi bawang putih (Allium sativum) telah
digunakan oleh pekerja-pekerja bangunan piramid sebagai obat penangkal
penyakit dan rasa letih. Dalam catatan sejarah Mesir Kuno, para budak yang
membangun piramida Kheops sekitar 4.600 tahun yang lalu dianjurkan memakan
bawang putih (Allium sativum) agar tetap sehat, kuat dan memiliki daya tahan
tubuh luar biasa. Hipocrates yang hidup 460 tahun SM juga memuji bawang putih
(Allium sativum) sebagai obat yang manjur. Pada abad II, bangsa Roma
20
menganggap bawang putih (Allium sativum) sebagai sumber kekuatan tubuh
sekaligus berkhasiat untuk mengatasi berbagai penyakit (Sumetriani, 2010).
2.9.3 Taksonomi Bawang Putih (Allium sativum)
Kingdom : Plantae
Divisio : Spermatophyta
Subdivisio : Angiospermae
Klas : Monocotyledonae
Bangsa : Liliales
Famili : Liliaceae
Genus : Allium
Species : Allium sativum (Sumetriani, 2013).
2.9.4 Morfologi Bawang Putih (Allium Sativum)
Bawang putih (Allium sativum) termasuk jenis tanaman umbi lapis.
Sebuah umbi bawang putih (Allium sativum) terdiri atas 8-20 siung (anak
bawang). Antara siung yang satu dengan yang lain dipisahkan oleh kulit tipis dan
liat, sehingga membentuk satu kesatuan yang rapat. Akar bawang putih (Allium
sativum) berbentuk serabut dengan panjang maksimum 10 cm. Akar yang tumbuh
pada batang pokok rudimenter (tidak sempurna) berfungsi sebagai pengisap
makanan. Daunnya panjang, pipih dan tidak berlubang, banyaknya daun 7 – 10
helai pertanaman. Bentuk bunga bawang putih (Allium sativum) adalah bunga
majemuk dan dapat membentuk bawang (Rusdy, 2010).
21
2.9.5 Manfaat Bawang Putih (Allium sativum)
Bawang putih (Allium sativum) kaya akan unsur-unsur senyawa kimia
yang bermanfaat bagi tubuh manusia. Bawang putih (Allium sativum) memiliki
manfaat diantaranya zat antibiotika seperti germanium dan selenium yang
terkandung dalam umbi bawang putih (Allium sativum) tergolong mineral anti
kanker yang ampuh dan dapat menghambat dan memusnahkan sel-sel kanker. Zat
antitoksin yang terkandung dalam umbi bawang putih (Allium sativum) berfungsi
sebagai pembersih darah dari racun-racun bakteri atau polusi logam-logam berat
dan memperkuat daya tahan tubuh terhadap penyakit asma (Samadi, 2000).
Banyak khasiat bawang putih (Allium sativum) bagi kesehatan manusia,
senyawa-senyawa yang terkandung dalam bawang putih (Allium sativum)
berfungsi sebagai sekelompok obat dan mengobati berbagai penyakit, bawang
putih (Allium sativum) yang dikonsumsi secara rutin dalam jangka waktu tertentu
dapat membantu menurunkan kadar kolesterol, terhindar dari kemungkinan
berpenyakit jantung, menyembuhkan tekanan darah tinggi, meringankan tukak
lambung, meningkatkan insulin darah bagi penderita diabetes, melumpuhkan
radikal bebas yang mengganggu sistem kekebalan tubuh, bermanfaat sebagai
penawar racun (detoxifier) yang melindungi tubuh dari berbagai macam penyakit,
membantu menambahkan nafsu makan apabila dimakan mentah dan menjaga
stamina tubuh (Wibowo, 2009).
Bawang putih (Allium sativum) juga untuk mengobati gigitan dan
sengatan serangga dan bahkan bawang putih (Allium sativum) mampu mengusir
22
serangga. Dan bawang putih (Allium sativum) juga sebagai bahan anti nyamuk
(Roser, 2008).
2.9.6 Kandungan Kimia Bawang Putih (Allium sativum)
Bawang putih (Allium sativum) mengandung unsur-unsur senyawa kimia
yang bermanfaat misalnya minyak atsiri, alildisulfida dan allicin, manjur untuk
mengusir nyamuk. Bawang putih (Allium sativum) kaya akan fitokimia
antioksidan yang mencakup senyawa organosulfur dan flavonoid. Bawang putih
(Allium sativum) juga mengandung selenium, yang diperlukan untuk peroksidase
enzim antioksidan glutation dan bawang putih (Allium sativum) merupakan
merupakan senyawa organosulfur stabil. Allisin C6H10OS2 memiliki aktivitas
sebagai antibakteri. Allisin ini juga terkandung dalam bawang merah (Allium cepa
var.ascalonicum). Berbentuk cairan dengan bau yang khas bawang putih (Allium
sativum). Bawang putih (Allium sativum) mengandung 0,2% minyak atsiri yang
berwarna kuning kecoklatan, dengan komposisi utama adalah turunan asam amino
yang mengandung sulfur (aliin, 0,2-1%, dihitung terhadap bobot segar). Pada
proses destilasi atau pengirisan umbi, aliin berubah menjadi alisin. Kandungan
yang lain adalah alil sulfida dan alil propil disulfida, sejumlah kecil polisulfida,
alil divinil sulfida, alil vinil sulfoksida, dialiltrisulfida, adenosin. Bobot jenis
minyak atsiri bawang putih (Allium sativum) berkisar antara 1,046-1,057. allisin
adalah senyawa yang memberikan bau khas bawang putih (Allium sativum).
Bawang putih (Allium sativum) juga mengandung saponin, tuberholosida, dan
senyawa fosforus (0,41%) kandungan allisin bekerja dengan cara mengganggu
sintesis membran sel parasit sehingga parasit tidak dapat berkembang lebih lanjut
23
dan allisin juga bekerja dengan merusak sulfhidril (SH) yang terdapat pada
protein (Muammar H.B, 2013).
2.9.7 Bawang Merah (Allium cepa)
Bawang merah (Allium cepa) merupakan sayuran umbi yang multiguna,
dapat digunakan sebagai bumbu masakan, sayuran, penyedap masakan, disamping
sebagai obat tradisional karena efek antiseptik senyawa anilin dan alisin yang
dikandungnya (Rachmad dkk, 2012).
Bawang merah termasuk salah satu di antara tiga anggota Allium yang
paling populer dan mempunyai nilai ekonomi tinggi selain bawang putih dan
bawang bombay. Karenanya tidak heran jika bawang ini mempunyai banyak
nama panggilan. Nama ilmiah bawang merah Allium cepa atau Allium
ascalonicum (Wibowo, 2009).
2.9.8 Sejarah Bawang Merah (Alllium cepa)
Ternyata sejarah bawang merah (Allium cepa) juga sudah setua sejarah
bawang putih. Tampaknya, sejak zaman dulu bawang merah (Allium cepa) ini
menjadi andalan manusia, untuk pengobatan dan kesejahteraan. Tanaman ini
diduga berasal dari daerah Asia Tengah, yaitu di sekitar India, Pakistan sampai
Palestina, dan bahkan daerah pegunungan Iran, Mesir, dan Turki. Meskipun pada
zaman perunggu atau sekitar 5.000 SM bawang merah (Allium cepa) mulai
disebut-sebut, tetapi tidak ada catatan resmi sejak kapan bawang merah (Allium
cepa) mulai dikenal dan digunakan. Diduga, bawang merah (Allium cepa) sudah
dikenal sejak 3.200-2.700 SM. Mesir Kuno, yang sejak zaman dahulu sudah
mengenal bawang putih (Allium sativum), ternyata juga mempunyai catatan
24
sejarah paling kuno tentang bawang merah (Allium cepa). Di Mesir Kuno para
pekerja yang membangun piramid di Mesir diberikan rangsum bawang merah
(Allium cepa) untuk meningkatkan daya tahan tubuhnya. Sekitar 3.400 tahun yang
lalu bawang merah (Allium cepa) mulai dikenal di Israel dan dikenal di Yunani
sekitar 4.000 tahun yang lalu. Bawang merah (Allium cepa) kemudian menyebar
ke Eropa Barat, Eropa Timur dan Spanyol. Bawang merah (Allium cepa) mulai
menyebar luas hingga daratan Asia Timur dan Tenggara. Penyebaran ini
nampaknya ada hubungannya dengan perburuan rempah-rempah oleh bangsa
Eropa ke wilayah Timur Jauh, yang kemudian berekor dengan pendudukan
kolonial di Indonesia (Wibowo, 2009).
2.9.9 Toksonomi Bawang Merah (Allium cepa)
Kingdom : Plantae
Divisio : Spermatophyta
Sub Divisio : Angiospermae
Kelas : Monocotyledonae
Ordo : Liliales
Famili : Liliaceae (Suku bawang-bawangan)
Genus : Allium
Spesies : Allium cepa (Manihuruk, 2007).
2.9.10 Morfologi Bawang Merah (Allium cepa)
Bawang merah (Allium cepa) merupakan tanaman semusim berbentuk
rumput yang tegak dengan tinggi dapat mencapai 15-50 cm dan membentuk
rumpun. Akar berbentuk akar serabut yang tidak panjang. Akar bawang merah
25
(Allium cepa) terdiri dari akar adventif, akar muda, bulu akar, dan akar pokok.
Akar bawang merah (Allium cepa) dapat mecapai kedalaman 15-20 cm. Diameter
akar bervariasi antara 1,5 mm- 2mm. Akar cabang bawang merah (Allium cepa)
tumbuh berbentuk antara 3-5. Tanaman bawang memiliki batang sejati atau
disebut “discus” yang bentuknya seperti cakram, tipis dan pendek sebagai tempat
melekatnya perkaratan dan mata tunas (titik tumbuh). Dibagian atas atau discus
terbentuk batang semu tersusun dari pelepah-pelepah daun. Batang semu yang
berada didalam tanah akan berubah bentuk dan fungsinya menjadi umbi lapis
(bulbus). Bentuk daun bawang merah (Allium cepa) bulat kecil dan memanjang
seperti pipa, tetapi ada juga yang membentuk setengah lingkaran pada penampang
melintang daun. Bagian ujung daun meruncing, sedang bagian bawahnya melebar
membengkak. Daun berwarna hijau Tangkai bunga keluar dari ujung tanaman
(titik tumbuh) yang panjangnya antara 30-90 cm, dan diujungnya terdapat 50-200
kuntum bunga yang tersusun melingkar (bulat) seolah-olah berbentuk panjang.
Tiap kuntum bunga terdiri antara 5-6 helai daun bunga yang berwarna putih.
Sebagai bunga sempurna (hermaprodit) bawang merah dapat menyerbuk sendiri
ataupun silang dengan bantuan serangga dan tangan manusia. Buah berbentuk
bulat dengan ujungnya tumpul membungkus biji dengan berjumlah 3 - 3 butir,
bentuk biji agak pipih, sewaktu masih muda berwarna bening atau putih, tetapi
setelah tua menjadi hitam. Biji - biji berwarna merah dapat digunakan sebagai
bahan perbanyakan tanaman secara generatif (Manihuruk, 2007).
26
2.9.11 Manfaat Bawang Merah (Allium cepa)
Dewasa ini kesehatan dalam tubuh sangat penting, karena kesehatan
tidak lagi mendekati, sebaliknya penyakit yang datang menggerogoti tubuh seperti
halnya polusi. Kini bawang merah (Allium cepa) memberikan solusi yang
merupakan salah satu alternatif yang dapat digunakan sebagai obat kesehatan.
Adapun fungsi dari bawang merah (Allium cepa) yaitu membantu mengatasi batuk
(dahak), menurunkan suhu tubuh, mengobati kencing manis (Diabetes Mellitus),
dapat menurunkan kadar kolesterol, memacu enzim pencernaan, peluruh haid, dan
peluruh air seni. Ekstrak dari umbi bawang merah (Allium cepa) juga bisa
digunakan untuk fungisida, insektisida dan nematisida (Rachmad dkk, 2012).
2.9.12 Kandungan Kimia Bawang Merah (Allium cepa)
Bawang merah mengandung minyak atsiri, sikloalin, metilaliin,
dihidroaliin, flavonglikosida, vitamin, zat pati, fitohormon berupa auksin dan
giberelin (Muswita, 2011).
Berdasarkan kandungannya, bawang merah (Allium cepa) mengandung
minyak atsiri yang mudah menguap saat umbinya dikupas dan dipotong. Minyak
atsiri tersebut berada dalam kandungan air bawang. Dari 100 gram umbi Allium
cepa yang diteliti, sekitar 80 persen kandungannya adalah air. Kandungan lainnya
yaitu karbohidrat atau zat pati sebesar 9,2% dan gula 10%, serta selebihnya adalah
vitamin dan mineral. Vitamin yang terkandung dalam bawang merah (Allium
cepa) antara lain, vitamin B1, B2, dan C. Sementara mineral yang ada dalam
bawang merah (Allium cepa) seperti kalium, zat besi, dan fosfor. Bawang merah
(Allium cepa) dikenal sebagai obat karena mengandung efek antiseptik dan
27
senyawa alliin. Senyawa alliin oleh enzim alliinase selanjutnya diubah menjadi
asam piruvat, amonia, dan alliisin sebagai anti mikroba yang bersifat bakterisida
(Manihuruk, 2007).
28
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian
Jenis penelitian ini adalah Eksperimental dengan Rancangan True
Experimental–Posttest Only Control Group Design (Notoatmodjo, 2010).
..
Perlakuan Posttest
R (Kelompok Eksperimen)
R (Kelompok Kontrol)
Keterangan :
R = Randomisasi (Randomizations)
X = Perlakuan atau eksperimen
02 = Pengukuran kedua (Posttest)
3.2 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini akan dilakukan di laboratorium Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Teuku Umar Meulaboh, pada tanggal 18-19 Agustus
2014.
3.3 Populasi dan Sampel Penelitian
3.3.1 Populasi
Populasi penelitian ini adalah larva nyamuk yang memenuhi kriteria
inklusi dan eksklusi yang didapat dari lingkungan rumah penulis di Desa Krueng
X 02
02
29
Tinggai Kecamatan Samatiga Kabupaten Aceh Barat. Kriteria inklusi dalam
penelitian ini adalah larva nyamuk yang dapat bergerak aktif.
3.3.2 Sampel
Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah larva nyamuk yang
dapat bergerak aktif. Jumlah sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah
sebanyak 240 larva nyamuk. Sampel larva nyamuk tersebut harus memenuhi
kriteria inklusi.
3.4 Variabel Penelitian
3.4.1 Variabel Independen
Variabel independen penelitian ini adalah bawang putih (Allium sativum)
dan bawang merah (Allium cepa) dengan berbagai konsentrasi nya.
3.4.2 Variabel Dependen
Variabel dependen penelitian ini adalah kecepatan kematian larva
nyamuk yang mati oleh pemberian konsentrasi bawang putih (Allium sativum) dan
bawang merah (Allium cepa).
3.5 Rancangan Percobaan
Pada percobaan ini akan dibuat pengenceran larutan bawang putih
(Allium sativum) dan pengenceran larutan bawang merah (Allium capa) dengan
konsentrasi 0% (sebagai kontrol) 5%, 25%, dan 50%, dimana pada tiap
konsentrasi dilakukan pengulangan sebanyak 3 kali. Pada tiap-tiap konsentrasi
larutan bawang putih (Allium sativum) dan larutan bawang merah (Allium cepa)
dimasukkan larva nyamuk sebanyak 10 ekor. Diamkan selama 24 jam kemudian
30
diamati jumlah larva yang mati pada tiap konsentrasi. Hasil yang didapatkan
ditulis dalam bentuk tabel.
Tabel 3.1 Rancangan pengulangan terhadap jumlah larva pada percobaan
Pengulangan
Jumlah larva yang mati pada percobaan (ekor)
0% 5% 25% 50%
1 X1-0 X1-5 X1-25 X1-50
2 X2-0 X2-5 X2-25 X2-50
3 X3-0 X3-5 X3-25 X3-50
Keterangan : X1-0 = Jumlah larva pada pengulangan pertama pada konsentrasi
0% dan seterusnya.
X1-5 = Jumlah larva pada pengulangan pertama pada konsentrasi
5% dan seterusnya.
X1-25 = Jumlah larva pada pengulangan pertama pada konsentrasi
25% dan seterusnya.
X1-50 = Jumlah larva pada pengulangan pertama pada konsentrasi
50% dan seterusnya.
Konsentarsi 0% = 0 ml larutan bawang putih/bawang merah + 100 ml air.
Konsentrasi 5% = 5 ml larutan bawang putih/bawang merah + 95 ml air.
Konsentrasi 25% = 25 ml larutan bawang putih/bawang merah + 75 ml air.
Konsentrasi 50% = 50 ml larutan bawang putih/bawang merah + 50 ml air.
3.6 Alat dan Bahan Penelitian
3.6.1 Alat Penelitian
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
1. Gelas ukur 250 ml
2. Gelas ukur 100 ml
3. Gelas plastik
31
4. Kain kasa
5. Blender
6. Batang pengaduk
7. Pipet plastik
3.6.2 Bahan Penelitian
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
1. Bawang putih (Allium sativum)
2. Bawang merah (Allium cepa)
3. Aquades
4. Alkohol 75%
5. Air
6. Larva nyamuk
3.7 Cara Kerja
1. Pertama bawang putih (Allium sativum) dan bawang merah (Allium cepa)
masing-masing dikupas kulitnya, dicuci dengan air mengalir dan
kemudian dibilas dengan aquades sampai bersih.
2. Selanjutnya bawang putih (Allium sativum) dan bawang merah (Allium
cepa) diiris-iris.
3. Kemudian bawang putih (Allium sativum) dan bawang merah (Allium
cepa) tersebut masing-masing dihaluskan dengan menggunakan blender.
4. Setelah halus bawang putih (Allium sativum) dan bawang merah (Allium
cepa) diperas dengan menggunakan kain kasa bersih untuk mendapatkan
32
sari bawang putih (Allium sativum) dengan konsentrasi 100% dan bawang
merah (Allium cepa) dengan konsentrasi 100%.
5. Kemudian sari bawang putih (Allium sativum) dan bawang merah (Allium
cepa) dengan konsentrasi 100% tersebut masing-masing diencerkan
dengan air untuk mendapatkan larutan konsentrasi 0%, 5%, 25%, dan
50%. Pada konsentrasi 0% (sebagai kontrol) dibuat hanya dengan
dimasukkan 100 ml air tanpa larutan bawang putih (Allium sativum) dan
bawang merah (Allium cepa), konsentrasi 5% dibuat dengan cara 5 ml
larutan bawang ditambah ditambah 95 ml air, konsentrasi 25% dibuat
dengan cara 25 ml larutan bawang ditambah 75 ml air, dan konsentrasi
50% dibuat dengan cara 50 ml larutan bawang ditambah 50 ml air.
6. Larva nyamuk yang sudah di dapat kemudian dimasukkan dalam gelas
plastik yang masing-masing sudah berisi larutan bawang putih (Allium
sativum) dan bawang merah (Allium cepa) dengan berbagai konsentrasi.
7. Masing-masing gelas plastik diisi dengan 10 ekor larva nyamuk dengan
menggunakan pipet plastik.
8. Gelas plastik yang sudah berisi larva nyamuk tersebut kemudian ditutup
dengan kain kasa dan dibiarkan selama 24 jam.
9. Setelah 24 jam larva nyamuk tersebut diamati pada konsentrasi berapa
larva nyamuk tersebut dapat mati secara efektif.
3.8 Metode Pengumpulan Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data primer
meliputi pengujian variasi konsentrasi larutan bawang putih (Allium sativum) dan
33
bawang merah (Allium cepa) terhadap jumlah kematian larva nyamuk. Data yang
diperoleh disusun dalam bentuk tabel, kemudian dianalisa dengan cara
menghitung berapa banyak jumlah larva yang mati dalam konsentrasi tertentu.
3.9 Metode Analisis Data
Data yang diperoleh dari hasil penelitian ini di analisis dengan
menggunakan rumus persentase dari Arikunto (2010), yaitu :
P = 𝑓
𝑁 × 100%
Keterangan :
P = Persentase
f = Frekuensi
N = Jumlah sampel
100% = Bilangan tetap
Ketentuan efektif pada penelitian ini adalah apabila larva mati diatas 75%
(Sulityoningsih, 2009).
34
Skema Alur Penelitian
Gambar 3.1 Skema penelitian konsentrasi larutan bawang putih (Allium sativum)
dan bawang merah (Allium cepa)
Larva Nyamuk
10
Larva
10
Larva
Kelompok Perlakuan (larutan
bawang putih/larutan bawang)
merah)
Kelompok Kontrol (air)
25% 5% 0% 50%
10
Larva
10
Larva
Diamkan selama 24 jam
Amati banyaknya larva yang mati
Analisis Data
35
Penjelasan Skema Alur Penelitian:
Pada penelitian ini larva nyamuk secara garis besar dibagi menjadi
kelompok kontrol dan kelompok perlakuan, kelompok kontrol (air) adalah
kelompok yang dijadikan pembanding dengan kelompok perlakuan yang
menggunakan larutan bawang putih (Allium sativum) dan bawang merah (Allium
cepa). Kemudian dari kelompok kontrol (air) hanya menggunakan konsentrasi 0%
sedangkan pada kelompok perlakuan larutan bawang putih (Allium sativum) dan
bawang merah (Allium cepa) menggunakan konsentrasi 5%, 25% dan 50%. Setiap
konsentrasi baik pada kelompok kontrol maupun kelompok perlakuan masing-
masing dimasukkan 10 larva nyamuk yang kemudian larva nyamuk dalam
konsentrsi tersebut didiamkan selama 24 jam, setelah 24 jam lalu diamati
banyaknya jumlah larva yang mati pada tiap-tiap konsentrasi.
36
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Efektivitas Bawang Putih (Allium sativum) dan Bawang Merah (Allium
cepa) Dalam Membunuh Larva Nyamuk
Penelitian efektivitas bawang putih (Allium sativum) dan bawang merah
(Allium cepa) dalam membunuh larva nyamuk ini masing-masing dilakukan
dengan menggunakan 4 konsentrasi yaitu, 0% (sebagai kelompok kontrol), 5%,
25%, dan 50% (sebagai kelompok perlakuan). Pada penelitian ini dilakukan
pengulangan sebanyak 3 kali, dan setiap pengulangan dimasukkan 10 larva
nyamuk yang kemudian didiamkan selama 24 jam.
Larva nyamuk untuk penelitian didapat dari lingkungan rumah penulis di
Desa Krueng Tinggai Kecamatan Samatiga Kabupaten Aceh Barat yang setelah
didapatkan dimasukkan kedalam wadah yang ditutup dengan kain kasa dan
dibawa ke tempat penelitian di kampus Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Teuku Umar. Pembuatan larutan bawang putih (Allium sativum) dan
bawang merah (Allium cepa) juga dibuat oleh penulis dirumah yang kemudian
dimasukkan kedalam botol dan juga dibawa ke tempat penelitian di kampus
Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Teuku Umar. Kegiatan perlarutan
bawang putih (Allium sativum) dan bawang merah (Allium cepa) dimulai pada
jam 12:30 WIB, 12 gelas plastik dimasukkan larutan bawang putih (Allium
sativum) dan 12 gelas plastik dimasukkan larutan bawang merah (Allium cepa)
masing-masing sesuai dengan ketentuan konsentrasi yang telah ditetapkan, setelah
37
semua gelas plastik (12 gelas plastik untuk larutan bawang putih dan 12 gelas
plastik untuk larutan bawang merah) terisi larutan kemudian dimasukkan 10 larva
nyamuk tiap gelasnya. Larva nyamuk dimasukkan kedalam gelas dengan
menggunakan pipet plastik, setelah semua gelas plastik terisi larva nyamuk
kemudian permukaan gelas ditutup dengan menggunakan kain kasa.
Tabel 4.1 : Jam dimasukkan larva ke dalam larutan bawang putih (Allium
sativum) dan bawang merah (Allium cepa)
Larutan Konsentrasi Pengulangan Jam dimasukkan larva
nyamuk kedalam larutan
Bawang
putih
(Allium
sativum)
0%
X1 13 : 00 WIB
X2 13 : 05 WIB
X3 13 : 11 WIB
5%
X1 13 : 13 WIB
X2 13 : 15 WIB
X3 13 : 18 WIB
25%
X1 13 : 21 WIB
X2 13 : 25 WIB
X3 13 : 27 WIB
50%
X1 13 : 30 WIB
X2 13 : 32 WIB
X3 13 : 35 WIB
0%
X1 13 : 40 WIB
X2 13 : 43 WIB
X3 13 : 46 WIB
38
Bawang
merah
(Allium
cepa)
5%
X1 13 : 48 WIB
X2 13 : 50 WIB
X3 13 : 52 WIB
25%
X1 13 : 54 WIB
X2 13 : 58 WIB
X3 14 : 01 WIB
50%
X1 14 : 05 WIB
X2 14 : 07 WIB
X3 14 : 10 WIB
4.2 Hasil Penelitian dan Pembahasan
4.2.1 Efektivitas Bawang Putih (Allium sativum) Dalam Membunuh Larva
Nyamuk
Tabel 4.2 : Efektivitas larutan bawang putih (Allium sativum) pada masing-
masing konsentrasi setelah 24 jam perlakuan
Larutan
Konsent
rasi
(%)
Jumlah
larva
uji
Jumlah larva yang mati pada tiap
pengulangan Rata
-rata
Total
Persentas
e (%) X1 % X2 % X3 %
Bawang
putih
(Allium
sativum)
0% 10 0 0% 0 0% 0 0% 0 0%
5% 10 10 100% 10 100% 10 100% 10 100%
25% 10 10 100% 10 100% 10 100% 10 100%
50% 10 10 100% 10 100% 10 100% 10 100%
39
Keterangan :
1. Konsentrasi 0% (sebagai kelompok kontrol)
Berdasarkan tabel 4.2 diatas dapat diketahui bahwa pada konsentrasi
0% (sebagai kelompok kontrol) larutan bawang putih (Allium sativum)
tidak ditemukan adanya kematian larva pada semua pengulangan.
Pengulangan pertama (X1) pada konsentrasi 0% jumlah larva yang
mati 0 (0%), pada pengulangan kedua (X2) jumlah larva yang mati 0
(0%) dan pada pengulangan ketiga (X3) jumlah larva yang mati juga 0
(0%). Kelompok kontrol larva coba hanya diberi air. Hal tersebut
dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan larva mati disebabkan
oleh air yang digunakan dalam penelitian tersebut. Pada hasil
didapatkan tidak terdapat larva coba yang mati sehingga air yang
digunakan dalam penelitian tersebut tidak memiliki efektivitas
terhadap larva nyamuk.
2. Konsentrasi 5%
Pada kelompok perlakuan yaitu kelompok yang diberikan larutan
bawang putih (Allium sativum) pada konsentrasi 5% telah mampu
membunuh keseluruhan larva nyamuk pada semua pengulangan. Pada
pengulangan pertama (X1) jumlah larva yang mati 10 (100%), pada
pengulangan kedua (X2) jumlah larva yang mati 10 (100%) dan
begitupula pada pengulangan ketiga (X3) jumlah larva yang mati 10
(100%). Hal tersebut menunjukkan bahwa pada larutan bawang putih
40
(Allium sativum) dengan konsentrasi terendah 5% sudah dapat
membunuh larva nyamuk secara efektif.
3. Konsentrasi 25%
Pada kelompok perlakuan yaitu kelompok yang diberikan larutan
bawang putih (Allium sativum) pada konsentrasi 25% juga mampu
membunuh keseluruhan larva nyamuk pada semua pengulangan. Pada
pengulangan pertama (X1) jumlah larva yang mati 10 (100%), pada
pengulangan kedua (X2) jumlah larva yang mati 10 (100%) dan
begitupula pada pengulangan ketiga (X3) jumlah larva yang mati 10
(100%).
4. Konsentrasi 50%
Pada kelompok perlakuan yaitu kelompok yang diberikan larutan
bawang putih (Allium sativum) pada konsentrasi 50% mampu
membunuh keseluruhan larva nyamuk pada semua pengulangan. Pada
pengulangan pertama (X1) jumlah larva yang mati 10 (100%), pada
pengulangan kedua (X2) jumlah larva yang mati 10 (100%) dan
begitupula pada pengulangan ketiga (X3) jumlah larva yang mati 10
(100%).
Muammar H.B (2013) menyebutkan bahwa bawang putih (Allium
sativum) termasuk kedalam keluarga liliacea, mengandung unsur-unsur senyawa
kimia misalnya minyak atsiri, alildisulfida dan allicin yang bisa membunuh larva
nyamuk dan mengusir nyamuk. Bawang putih (Allium sativum) kaya akan
fitokimia antioksidan yang mencakup senyawa organosulfur dan flavonoid. Allicin
41
memiliki aktivitas sebagai antibakteri. Allicin ini juga terkandung dalam bawang
merah (Allium cepa var.ascalonicum) berbentuk cairan dengan bau yang khas
bawang putih (Allium sativum). Kandungan allicin bekerja dengan cara
mengganggu sintesis membran sel parasit sehingga parasit tidak dapat
berkembang lebih lanjut dan allicin juga bekerja dan merusak sulfhidril (SH) yang
terdapat pada protein.
Diduga struktur membran sel larva terdiri dari protein dengan sulfhidril
(SH) allicin akan merusak membran sel larva sehingga terjadi lisis. Toksisitas
allicin tidak berpengaruh pada sel mamalia karena sel mamalia memiliki
glutathione yang dapat melindungi sel mamalia dari efek allicin.
Berdasarkan
mekanisme tersebut maka allicin dapat menghambat perkembangan larva stadium
3 menjadi larva stadium 4 atau larva stadium 4 tidak akan berubah menjadi pupa
dan akhirnya mati karena membran selnya telah dirusak. Garlic oil bekerja
dengan mengubah tegangan permukaan air sehingga larva mengalami kesulitan
untuk mengambil udara dari permukaan air. Hal ini diduga menyebabkan larva
tidak mendapat cukup oksigen untuk pertumbuhannya sehingga menyebabkan
kematian larva (Agnetha, 2012).
Kandungan dari bawang putih lain yang diduga berperan dalam kematian
larva adalah flavonoid. Efek flavonoid terhadap organisme bermacam-macam
salah satu diantaranya sebagai inhibitor pernafasan. Flavonoid apabila terabsorbsi
dan masuk kedalam rongga badan secara berlebihan, maka vasokontriksi pada
rongga badan menjadi rusak dan hemolinfe tidak dapat didistribusi secara
42
sempurna. Kerusakan pada pernafasan dan rongga badan pada akhirnya
menyebabkan kematian (Muammar H.B, 2013).
Berdasarkan pendapat Muammar H.B (2013) dan Agnetha (2012) serta
berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa
bawang putih (Allium sativum) mengandung senyawa kimia allicin dan diallil
sulfide yang berperan penting sebagai anti mikroba dan anti parasit sehingga dapat
membunuh larva nyamuk.
Jadi, kandungan senyawa kimia tersebutlah yang membuat bawang putih
(Allium sativum) efektif dalam membunuh larva nyamuk. Semua konsentrasi pada
kelompok perlakuan larutan bawang putih (Allium sativum) efektif membunuh
larva nyamuk. Bahkan pada konsentrasi terendah 5% menjadi konsentrasi yang
sangat efektif karena mampu membunuh larva nyamuk mencapai 100% sama
dengan pada konsentrasi 25% dan konsentrasi 50%.
43
4.2.2 Efektivitas Bawang Merah (Allium cepa) Dalam Membunuh Larva
Nyamuk
Tabel 4.3 : Efektivitas larutan bawang merah (Allium cepa) pada masing-
masing konsentrasi setelah 24 jam perlakuan.
Larutan
Konse
ntrasi
(%)
Jumlah
larva
uji
Jumlah larva yang mati pada tiap
pengulangan Rata
-rata
Persentase
(%)
X1 % X2 % X3 %
Bawang
merah
(Allium
cepa
var.ascalo
nicum)
0% 10 0 0% 0 0% 0 0% 0 0%
5% 10 9 90% 9 90% 7 70% 8,33 83,3%
25% 10 10 100% 10 100% 10 100% 10 100%
50% 10 10 100% 10 100% 10 100% 10 100%
Keterangan :
1. Konsentrasi 0% (sebagai kelompok kontrol)
Berdasarkan tabel 4.3 diatas dapat diketahui bahwa pada konsentrasi
0% (sebagai kelompok kontrol) larutan bawang merah (Allium cepa)
tidak ditemukan adanya kematian larva pada semua pengulangan.
Pengulangan pertama (X1) pada konsentrasi 0% jumlah larva yang
mati 0 (0%), pada pengulangan kedua (X2) jumlah larva yang mati 0
(0%) dan pada pengulangan ketiga (X3) jumlah larva yang mati juga
0 (0%). Kelompok kontrol larva coba hanya diberi air. Hal tersebut
dilakukan sama seperti pada kelompok kontrol larutan bawang putih
(Allium sativum) untuk menyingkirkan kemungkinan larva mati
disebabkan oleh air yang digunakan dalam penelitian tersebut. Pada
44
hasil didapatkan tidak terdapat larva coba yang mati sehingga air
yang digunakan dalam penelitian tersebut tidak memiliki efektivitas
terhadap larva nyamuk.
2. Konsentrasi 5%
Pada kelompok perlakuan yaitu kelompok yang diberikan larutan
bawang merah (Allium cepa) pada konsentrasi 5% mampu
membunuh larva nyamuk yaitu pada pengulangan pertama (X1)
jumlah larva yang mati 9 (90%), pada pengulangan kedua (X2)
jumlah larva yang mati 9 (90%) dan pada pengulangan ketiga (X3)
jumlah larva yang mati 7 (70%).
3. Konsentrasi 25%
Pada kelompok perlakuan yaitu kelompok yang diberikan larutan
bawang merah (Allium cepa) pada konsentrasi 25% telah mampu
membunuh keseluruhan larva nyamuk pada semua pengulangan.
Pada pengulangan pertama (X1) jumlah larva yang mati 10 (100%),
pada pengulangan kedua (X2) jumlah larva yang mati 10 (100%) dan
begitupula pada pengulangan ketiga (X3) jumlah larva yang mati 10
(100%).
4. Konsentrasi 50%
Pada kelompok perlakuan yaitu kelompok yang diberikan larutan
bawang merah (Allium cepa) pada konsentrasi 50% juga mampu
membunuh keseluruhan larva nyamuk pada semua pengulangan.
Pada pengulangan pertama (X1) jumlah larva yang mati 10 (100%),
45
pada pengulangan kedua (X2) jumlah larva yang mati 10 (100%) dan
begitupula pada pengulangan ketiga (X3) jumlah larva yang mati 10
(100%).
Ekstrak umbi bawang merah (Allium cepa) juga dapat digunakan untuk
fungisida, insektisida dan nematisida (Mandiri, 2010).
Muswita (2011) menyatakan bawang merah (Allium cepa) mengandung
minyak atsiri, sikloalin, metilaliin, dihidroaliin, flavonglikosida, vitamin, zat pati,
fitohormon berupa auksin dan giberalin.
Lestari (2013) menyebutkan bahwa berdasarkan kandungannya bawang
merah (Allium cepa) mengandung minyak atsiri yang mudah menguap saat
umbinya dikupas dan dipotong. Minyak atsiri tersebut berada dalam kandungan
air bawang. Bawang merah juga mengandung efek antiseptik dan senyawa alliin.
Senyawa alliin oleh enzim alliinase selanjutnya diubah menjadi asam piruvat,
amonia, dan alliisin sebagai anti mikroba yang bersifat bakterisida. Hal
tersebutlah yang membuat larutan bawang merah (Allium cepa) efektif dalam
membunuh larva nyamuk.
Bawang merah (Allium cepa) efektif dalam membunuh larva nyamuk,
semua konsentrasi larutan bawang merah (Allium cepa) mampu membunuh larva
nyamuk di atas 75%, dan untuk konsentrasi 25% dan 50% bahkan mampu
membunuh larva nyamuk dengan 100%. Dan konsentrasi yang sangat efektif
adalah konsentrasi 25% karena konsentrasi 25% merupakan konsentrasi terendah
yang mampu membunuh larva sebesar 100%.
46
Jadi, berdasarkan literatur diatas dan hasil penelitian maka dapat
disimpulkan bahwa larva nyamuk dapat efektif mati pada semua konsentrasi
karena bawang merah (Allium cepa) mengandung minyak atsiri, senyawa alliin,
enzim alliinase, asam piruvat, amonia, dan alliisin.
4.3 Perbedaan Konsentrasi Larutan Bawang Putih (Allium sativum) dan
Bawang Merah (Allium cepa) Dalam Membunuh Larva Nyamuk
Berdasarkan hasil penelitian terdapat perbedaan efektivitas antara larutan
bawang putih (Allium sativum) dan bawang merah (Allium cepa) pada konsentrasi
5% dalam membunuh larva nyamuk. Pada konsentrasi 5% larutan bawang putih
(Allium sativum) mampu mencapai 100% sedangkan pada konsentrasi 5% larutan
bawang merah (Allium cepa) hanya mampu mencapai 83,3%. Hal ini karena
kandungan zat kimia aktif bawang putih (Allium sativum) sebagai larvasida lebih
lengkap dibandingkan pada bawang merah (Allium cepa). Berdasarkan beberapa
literatur menyebutkan kandungan zat kimia aktif pada bawang putih (Allium
sativum) yang berperan sebagai zat pembunuh larva nyamuk yaitu Allicin, minyak
atsiri dan flavonoid. Sedangkan pada bawang merah (Allium cepa) hanya terkenal
dengan zat Allicin dan minyak atsiri. Jadi bawang putih (Allium sativum) memiliki
daya efektivitas lebih tinggi dibandingkan dengan bawang merah (Allium cepa).
Dalam penelitian ini masih banyak terdapat keterbatasan dari penelitian
yang perlu disempurnakan pada penelitian-penelitian berikutnya misalnya dengan
menggunakan ekstrak serbuk dengan menggunakan rumus pengenceran,
kemudian menggunakan konsentrasi yang lebih rendah dengan pengamatn per
jam, sehingga hasil penelitian yang didapatkan lebih sempurna, dan pembahasan
47
dari penelitian pun akan lebih lengkap. Dari penelitian efektivitas bawang putih
(Allium sativum) dan bawang merah (Allium cepa) ini diharapkan menjadi
langkah awal untuk penelitian-penelitian selanjutnya dan terus dikembangkan
sehingga dapat bermanfaat bagi masyarakat banyak dan dapat meningkatkan
derajat kesehatan masyrakat yang setinggi-tingginya.
48
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
1. Efektivitas larutan bawang putih (Allium sativum) dalam membunuh
larva nyamuk pada konsentrasi 5% dapat membunuh larva rata-rata
sebesar 10 (30) larva (100%), konsentrasi 25% dapat membunuh larva
rata-rata sebesar 10 (30) larva (100%), dan konsentrasi 50% juga dapat
membunuh larva rata-rata 10 (30) larva (100%).
2. Semua konsentrasi perlakuan larutan bawang putih (Allium sativum)
efektif dalam membunuh larva nyamuk dan konsentrasi yang sangat
efektif adalah konsentrasi 5% karena merupakan konsentrasi terendah
dan mampu membunuh larva nyamuk sebesar 100%.
3. Efektivitas larutan bawang merah (Allium cepa) dalam membunuh larva
nyamuk pada konsentrasi 5% dapat membunuh larva rata-rata sebesar
8,33 (25) larva (83,3%), konsentrasi 25% dapat membunuh larva rata-
rata sebesar 10 (30) larva (100%) dan pada konsentrasi 50% dapat
membunuh larva rata-rata 10 (30) larva (100%).
4. Semua konsentrasi larutan bawang merah (Allium cepa) efektif dalam
membunuh larva nyamuk, dan yang paling efektif adalah konsentrasi
25% karena konsentrasi rendah dan mampu membunuh larva nyamuk
sebesar 100%.
49
5.2 Saran
1. Disarankan bagi masyarakat untuk menggunakan larutan bawang putih
(Allium sativum) dan larutan bawang merah (Allium cepa) sebagai
alternatif larvasida yang ramah lingkungan untuk mencegah penyakit-
penyakit akibat nyamuk.
2. Bagi pemerintah, larutan bawang putih (Allium sativum) dan larutan
bawang merah (Allium cepa) dapat digunakan sebagai pengganti
larvasida sintetis untuk mengendalikan nyamuk agar kasus-kasus
penyakit akibat nyamuk bisa menurun.
3. Bagi peneliti lain, diharapkan untuk melakukan penelitian lebih lanjut
mengenai penggunaan larutan bawang putih (Allium sativum) dan
bawang merah (Allium cepa) untuk memberantas larva nyamuk
dilapangan dan dapat menentukan dosis yang tepat dilapangan.
4. Pada penelitian selanjutnya juga disarankan melakukan penelitian
dengan pengamatan per jam dan dengan konsentrasi yang lebih rendah
lagi.
50
DAFTAR PUSTAKA
Agnetha, A. Y., 2012. Efek Ekstrak Bawang Putih (Allium sativum) Sebagai
Larvasida Nyamuk Aedes Sp. Skripsi. Malang : Fakultas Kedokteran
Universitas Brawijaya.
Anggraeni, D. S., 2010. Stop Demam Berdarah Dengue. Bogor : Cita Insan
Madani.
Anggraini, A., Hamidah, Moehammadi, N., 2013. Uji Efektivitas Ekstrak Daun
Jeruk Purut (Citrus hystrix D.S) dan Daun Jeruk Kalamondin
(Citrus mitis blanco) sebagai Biolarvasida terhadap Kematian Larva
Instar III Nyamuk Aedes Aegypti L. Skripsi. Surabaya : Fakultas Sains
dan Teknologi, Universitas Airlangga.
Aradilla, A. S., 2009. Uji Efektivitas Larvasida Ekstrak Ethanol Daun Mimba
(Azadirachta indica) Terhadap Larva Aedes Aegypti. Skripsi.
Semarang : Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro.
Arikunto, S., 2010. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan. Jakarta : Rineka
Cipta.
Chandra, B., 2006. Pengantar Kesehatan Lingkungan. Jakarta : ECG.
Damanik, D. D., 2012. Tempat Perindukan yang Paling disenangi Nyamuk
Aedes Aegypti Berdasarkan Jenis Sumber Air. Skripsi. Medan :
Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.
Gunasegaran, L., 2012. Jenis-Jenis Larva Nyamuk di Kelurahan Baru –
Ladang Bambu Kecamatan Medan Tuntungan. Karya Tulis Ilmiah.
Medan : Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
Islamiyah, M., Leksono, A. S., Gama, Z. P., 2013. Distribusi dan Komposisi
Nyamuk di Wilayah Mojokerto. Jurnal Biotropika, Edisi 1, No 2.
Malang : Laboratorium Ekologi dan Diversitas Hewan Jurusan Biologi
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas
Brawijaya.
Lailatul, L., Kadarohman, A., Eko, R., 2010. Efektivitas Biolarvasida Ekstrak
Etanol Limbah Penyulingan Minyak Akar Wangi
(Vetiveriazizanoides) terhadap Larva Nyamuk Aedes Aegypti, Culex
sp, Anopheles Sundaicus. Jurnal Sains dan Teknologi Kimia, Vol 1, No
1, Hal 59-65. Bandung : Jurusan Kimia FMIPA, Universitas Pendidikan
Indonesia.
51
Manihuruk, G., 2007. Uji efektivitas Pestisida Nabati untuk Mengendalikan
Penyakit Bercak Ungu (Alternaria Porri Ell.Cif) pada Bawang
Merah (Allium ascalonicum L) di lapangan. Skripsi. Medan :
Departemen Ilmu Hama dan Penyakit Tumbuhan Fakultas Pertanian,
Universitas Sumatera Utara.
Mansjoer, A., Triyanti, K., Savitri, R., 2001. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta
: Media Aesculapius.
Muammar H.B, 2013. Uji Potensi Ekstrak Bawang Putih (Allium sativa)
sebagai Insektisida Nyamuk Culex.sp dengan Metode Elektrik. Tugas Akhir. Malang : Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya.
Muswita, 2011. Pengaruh Konsentrasi Bawang Merah (Allium cepa L.)
Terhadap Pertumbuhan Setek Gaharu (Aquilaria malaccencis
Oken). Jurnal Penelitian Universitas Jambi Seri Sains, Volume 13, No. 1,
Hal. 15-20. ISSN 0852-8349. Jambi : Program Studi Pendidikan Biologi,
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Jambi Pinang
Masak, Mendalo Darat.
Notoatmodjo, S., 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka
Cipta.
Parida S, S., 2012. Hubungan Keberadaan Jentik Aedes Aegypti dan
Pelaksanaan 3M Plus dengan Kejadian Penyakit DBD di
Lingkungan XVIII Kelurahan Binjai Kota Medan Tahun 2012. Skripsi. Medan : Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera
Utara.
Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2012.
Profil Kesehatan Provinsi Aceh Tahun 2012.
Profil Dinas Kesehatan Aceh Barat Tahun 2013.
Rusdy, A., 2010. Pengaruh Pemberian Ekstrak Bawang Putih Terhadap
Mortalitas Keong Mas. J. Floratek 5 : 172-180. Banda Aceh : Jurusan
Hama dan Penyakit Tumbuhan Fakultas Pertanian Unsyiah.
Rachmad, Suryani, S., Gareso, P. L., 2012. Penentuan Efektivitas Bawang
Merah dan Ekstrak Bawang Merah (Allium cepa var.ascalonicum)
dalam Menurunkan Suhu Badan. Jurnal Sains dan Teknologi Fisika.
Makasar : Program Studi Fisika, Jurusan Fisika, Fakultas MIPA
UNHAS.
52
Roser, D., 2008. Bawang Putih Untuk Kesehatan (Terjemahan Dr. Djaja Surya
Atmadja). Jakarta : Bumi Aksara.
Satari, I., Meiliasari, M., 2004. Demam Berdarah perwatan dirumah & rumah
sakit + menu. Jakarta : Puspa Swara.
Sulistyoningsih, D., Santosa, B., Sumanto, D., 2009. Efektivitas Larutan
Bawang Putih dalam Membunuh Larva Nyamuk Aedes Aegypti.
Jurnal Kesehatan, Volume 2, No. 2. Semarang : Universitas
Muhammadiyah.
Sumetriani, M., 2010. Efektivitas Ekstrak Bawang Putih (Allium Sativum
Linn) untuk Menghambat Pertumbuhan Jamur Lagenidium SP.
Penyebab Penyakit pada Abalone (Holiotis asinina). Tesis. Denpasar :
Program Pascasarjana Universitas Udayana.
Samadi, B., 2000. Usaha Tani Bawang Putih. Yogyakarta : Kanisius.
Wibowo, S., 2009. Budi Daya Bawang Merah, Bawang Putih, Bawang
Bombay. Jakarta : Penebar Swadaya.
Widoyono, 2008. Penyakit Tropis Epidemiologi penularan &
pemberantasannya. Semarang : Erlangga.