ebook industri pangan halal
DESCRIPTION
Halal Control Point (HCP) yang diadopsi dari Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP) yang sudah lebih awal digunakan dalam sistem keamanan pangan. Ada pun telaah lebih spesifik dan teknis tentang pangan halal diangkat pada masalah-masalah berikut :Produk daging dan isu pemingsanan hewan (stunning).Status alkohol dari produk alami dan penggunaan alkohol lainnya.Kehalalan produk bakery dari bahan hingga kuas dan pengemas yang digunakan.Kehalalan produk susu terkait bahan tambahan pada diversifikasi produk dan hasil sampingnya.Kehalalan pangan bioteknologi terkait modifikasi gen dan konsep istihalaInstrumentasi untuk uji kehalalan meliputi instrumen berbasis fisiko-kimia, pendekatan analisa DNA, serta analisa untuk ayam bangkai.TRANSCRIPT
-
Industri Pangan Halal
Bayu Sagara
2013
-
Tell me what you eat
and I will tell you who you are
(Anthelme Brillat-Savarin 1826)
-
Pengantar
Bismillah wal-hamdulillah.
Buku ini jauh dari sempurna, kebenaran di buku ini adalah anugerah Allah
swt sedangkan kesalahannya bersumber dari kelemahan penyusun semata. Jika
akan mengutip, silakan merujuk pada daftar pustaka yang ada di setiap akhir bab.
Buku ini mencoba menggali kehalalan dalam kaitannya dengan industri
pangan. Mengangkat sejumlah data dan forecasting tentang kapasitas ekonomi
industri pangan halal dan hubungannya dengan demografi masyarakat muslim.
Industri halal saat ini merupakan sebuah sektor industri baru yang sedang
berkembang sehingga menjadi sebuah emerging global trend. Hal ini tentu
menjadikan sebuah pergeseran dalam sistem produksi dimana kehalalan tidak bisa
diabaikan karena menjadi sebuah standar mutu.
Prinsip halal dan haram serta bagaimana pandangan makanan dalam islam
pun didedah sebagai kerangka dasar pemahaman. Tinjauan lebih lanjut adalah
kehalalan sebagai sebuah sistem dimana dilakukan pendekatan Halal Control
Point (HCP) yang diadopsi dari Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP)
yang sudah lebih awal digunakan dalam sistem keamanan pangan. Ada pun telaah
lebih spesifik dan teknis tentang pangan halal diangkat pada masalah-masalah
berikut :
Produk daging dan isu pemingsanan hewan (stunning).
Status alkohol dari produk alami dan penggunaan alkohol lainnya.
Kehalalan produk bakery dari bahan hingga kuas dan pengemas yang
digunakan.
Kehalalan produk susu terkait bahan tambahan pada diversifikasi produk
dan hasil sampingnya.
Kehalalan pangan bioteknologi terkait modifikasi gen dan konsep istihala
Instrumentasi untuk uji kehalalan meliputi instrumen berbasis fisiko-
kimia, pendekatan analisa DNA, serta analisa untuk ayam bangkai.
Semoga berguna, terimakasih.
-
DAFTAR ISI
1. PANGAN HALAL EMERGING GLOBAL TREND
2. KENAPA HALAL? KENAPA HARAM?
3. PRINSIP HALAL HARAM DAN MAKANAN DALAM
PANDANGAN ISLAM
3.1. Prinsip Halal Haram
3.2. Makanan Dalam Pandangan Islam
4. HALAL ADALAH SEBUAH STANDAR MUTU
4.1 Hazard Analysis and Critical Control Point (HACCP)
4.2 Halal Control Point (HCP)
5. MENIKMATI DAGING HALAL
5.1 Penyembelihan
5.2 HCP Penanganan Daging
5.3 Soal Stunning
6. TENTANG ALKOHOL
6.1 Antara Khamr dan Alkohol
6.2 Pedoman Penggunaan Alkohol
7. PRODUK BAKERY
7.1 Titik Kritis Kehalalan Bakery dan Kue
7.2 Bahan Baku
7.3 Pelumasan Loyang dan Pengolesan Permukaan Roti
7.4 Pengemasan
8. PRODUK SUSU
8.1 Susu Cair
8.2 Susu Bubuk
8.3 Mentega
8.4 Es Krim
8.5 Keju
9. PANGAN BIOTEKNOLOGI
9.1 Pandangan Kehalalan
-
9.2 Modifikasi Gen dan Istihala
10. OTENTIFIKASI KEHALALAN
10. 1 Instrumen Fisiko Kimia
10.2 Pendekatan DNA
10. 3 Analisa Ayam Bangkai
11. EPILOG
-
1. PANGAN HALAL AN EMERGING GLOBAL TREND
Dari sudut pandang sejarah sains dan agama, kehalalan pangan sekarang ini
merupakan suatu fenomena yang istimewa karena didalamnya ada kerjasama
antara sains dan agama. Meskipun dalam tradisi sejarah keilmuan Islam tidak
terjadi benturan sengit antara sains dan agama, namun secara umum sains dan
agama merupakan dua hal yang seringkali berbenturan dalam sejarah manusia.
Benturan yang bermula dari Copernicus yang menyatakan bumi manusia bukanlah
pusat semesta, disusul Darwin dengan evolusinya yang menjadikan manusia tak
lebih dari binatang tanpa keilahian, lanjut kemudian Freud dengan
psikoanalisanya menjadikan manusia tak lagi mengusai jiwanya sendiri.
Pendekatan analisis bahan pangan baik secara bioteknologi, kimia atau
pun secara manajemen operasi pada pangan halal saat ini menunjukkan bahwa
sains tidak menyerang agama tapi melayani agama. Tak berlebihan rasanya jika
kita menyitir Ken Wilber yang menyebut kerukunan antara sains dan agama
sebagai The Mariage of Sense and Soul, yang diterjemahkan Jalaluddin Rakhmat
sebagai perkawinan antara tubuh dan ruh. Kehalalan pangan adalah salah satu
bagian dari perkawinan ini.
Perkawinan sains dan agama dalam hal kehalalan pangan ternyata
direstui secara ekonomi. Pada tahun 2002 nilai bisnis pangan halal menurut
Egan mencapai 150 milyar US$ (Riaz and Chaudry, 2004). Nilai ini mengalami
peningkatan lebih dari empat kali lipat pada tahun 2010 dimana nilai bisnis dari
-
pangan halal mencapai 651 milyar US$ dan pada tahun 2011 diperkirakan
mencapai 661 milyar US$ (World Halal forum, 2011).
World Halal Forum mengklaim bahwa bisnis halal dan keuangan islam
merupakan dua bisnis yang bernilai triliunan dolar dengan pertumbuhan sekitar
15-20 % per tahun. World Halal forum pun menyatakan bahwa nilai bisnis halal
secara total mencapai 2,3 triliun US$ pada tahun 2011. Nilai ini merupakan
gabungan dari bisnis pangan halal, obat-obatan, kosmetik dan travel. Sedangkan
menurut Shield (2009) nilai market pangan halal global akan mencapai 2.1 triliun
US$ di tahun 2015 (Santoso, 2011). Melihat nilai market ini New Zealand Trade
and Enterprise bahkan mengklasifikasikan bisnis halal sebagai emerging global
trend atau tren global baru dan merekomendasikan perusahaan perusahaan New
Zealand untuk tetep mantengin alias stay up to date pada tren ini.
Tabel Nilai Market Bisnis Pangan Halal Global (milyar US$)
Wilayah 2009 2010
Global 634.5 651.5
1. Afrika 150.3 153.4
2. Asia 400.1 416.1
GCC* 43.8 44.7
Indonesia 77.6 78.5
China 20.8 21.2
India 23.6 24.0
Malaysia 8.2 8.4
3. Eropa 66.6 67.0
Prancis 17.4 17.6
Federasi Russian 21.7 21.9
Inggris 4.1 4.2
-
4. Australia 1.5 1.6
5. Amerika 16.1 16.2
Amerika Serikat 12.9 13.1
Kanada 1.8 1.9
*GCC : Gulf Cooperation Council, yang terdiri dari Saudi Arabia, Uni Emirat Arab, Bahrain,
Kuwait, Oman dan Qatar
Sumber : World Halal Forum dalam Global Pathfinder Report Halal Food Trends, Agriculture and
Agri-Food Canada (2011)
Bila kita bandingkan antara nilai market pangan halal dengan nilai market
bisnis pangan global secara keseluruhan, nilai market industri pangan halal berada
sekitar 15 % dari industri pangan total (perbandingan ini mengunakan nilai di
tahun 2009). Alpen Capital melaporkan bahwa nilai market industri pangan global
berada di angka 4,2 triliun US$ pada tahun 2009 dan diprediksi akan meningkat
menjadi 5.3 triliun US$ pada akhir tahun 2014. Diprediksi juga oleh Alpen
Capital bahwa tingkat pertumbuhan nilai market pangan global ada di angka 4,4
%. Dengan demikian terlihat bahwa meskipun pangan halal mempunyai nilai
market di angka belasan dari total market namun dengan tingkat pertumbuhan
yang bisa mencapai 15 - 20 % per tahun jelas menjadikannya layak disebut
sebagai emerging global trend.
Nilai market diatas tentu tidak bisa dilepaskan dari faktor kependudukan
atau demografi umat islam itu sendiri sebagai konsumen produk halal. Islam
merupakan agama dengan jumlah pemeluk terbesar kedua dunia. Di tahun 2011
jumlah penduduk dunia mencapai 7 milyar dengan rata-rata 266 bayi lahir tiap
menitnya (Population Reference Bureau, 2011). Populasi muslim berjumlah 1,97
milyar atau sekitar 28,73 % dari total penduduk dunia dan di tahun 2011 pemeluk
-
agama Islam mempunyai tingkat pertumbuhan sebesar 1,84 % per tahun
(muslimpopulation.com, 2011).
Grafik Persentase Global Food Market Size dan Global Halal Food Market Size. Sumber : World Trade Organization dalam Global Pathfinder Report Halal Food Trends, Agriculture and Agri-Food Canada (2011)
Sebuah studi yang dilakukan Pew Researh Center (2011) memperkirakan
bahwa rata-rata laju pertumbuhan populasi muslim akan menurun dari rata-rata
2,2 % di tahun 1990-2010 menjadi rata-rata sekitar 1,5 % di tahun 2020-2030.
Namun dengan menggunakan angka 1.5 % sebagai rata-rata pertumbuhan
populasi di tahun 2010-2030 populasi muslim akan meningkat dari 1,6 milyar
menjadi 2,2 milyar orang atau naik sebesar 35 %. Dengan rata-rata laju
pertumbuhan 1.5 % populasi muslim di tahun 2030 akan mencapai 26,4 % dari
total penduduk dunia yang diperkirakan mencapai 8,3 milyar orang. Rata-rata laju
pertumbuhan 1.5 % pun masih nilai yang tinggi karena dua kali rata-rata
pertumbuhan populasi non-muslim yang diperkirakan hanya 0.7 % per tahun.
Informasi lain dari studi Pew Researh Center (2011) adalah Pakistan akan
mengalahkan Indonesia dalam hal populasi muslim di tahun 2030. Diperkirakan
populasi muslim Pakistan akan mencapai 256,11 juta orang sedangkan populasi
-
muslim Indonesia akan akan menempati posisi runner up dengan jumlah 238,83
juta orang. Selain itu, dari segi regional, Amerika akan menjadi wilayah dengan
laju pertumbuhan populasi muslim tertinggi dibanding wilayah lainnya. Populasi
muslim Amerika diperkirakan akan mencapai 6,2 juta orang di tahun 2030.
Grafik Rata-rata Pertumbuhan Populasi Muslim per Tahun secara Regional. Sumber : Pew Researh Centers Forum on Religion and Public Life. The Future of The
Global Muslim Population (2011).
Jumlah dan nilai pertumbuhan populasi secara regional menjadi penting
bila kita akan menetapkan wilayah tujuan bagi eksport produk halal. Keuntungan
melakukan ekspor ke wilayah dengan populasi muslim mayoritas adalah bahwa
produk halal tersebut tidak hanya akan dikonsumsi secara massif oleh orang
muslim tapi juga oleh orang non-muslim. Hal ini dapat kita temukan dengan
mudah di Indonesia.
Maka dengan melihat perkembangan sains-teknologi, nilai market dan
dukungan populasi pemeluk islam yang terus bertambah, rasanya kita tak perlu
-
lagi ragu bahwa industri pangan halal merupakan suatu industri yang promising
atau menjanjikan. Apalagi bagi bangsa Indonesia yang saat ini masih jawara
populasi muslim dunia. Sehingga yang akan kita lakukan selanjutnya disini adalah
mengelaborasi lebih lanjut bagaimana industri pangan yang halal itu dilakukan?
Pustaka
Agriculture and Agri-Food Canada. 2011. Global Pathfinder Report Halal Food
Trends. International Markets Bureau. Market Indicator Report 2011.
Canada.
Alpen Capital. 2011. GCC Food Industry. Alpen Capital Banking Investment.
Muslimpopulation.com. 2011. Islamic Population World Wide.
http://www.muslimpopulation.com/World/
New Zealand Trade and Enterprise. 2011. New Global Business Trend. Halal.
http://www.nzte.govt.nz/access-international-networks/Explore-
opportunities-in-growth-industries/new-global-business-
trends/Pages/Halal.aspx
Pew Research Center Forum On Religion & Public Life. 2011. The Future Global
Muslim Population Projections for 2010-2030. Washington, D.C.
Population Reference Bureau, 2011. World Population Data Sheet. The World at
7 Billion. Washington DC. USA
Riaz, M.N and M.M Chaudry. 2004. Halal Food Production. CRC Press. New
York.
Rakhmat, J. 2003. Psikologi Agama Sebuah Pengantar. Mizan. Bandung
Santoso, U. 2011. The Development of Halal Food in Indonesia. The 12th ASEAN
Food Conference. Bangkok. Thailand
World Halal Forum. 2011. Towards a Halal Economy The Power of Values in
Global Market. POST-EVENT REPORT of The 6th
World Halal Forum.
-
2. KENAPA HALAL? KENAPA HARAM?
Kenapa, eh kenapa minuman itu haram?
Karena, eh karena merusakkan pikiran
Kenapa, eh kenapa berzina juga haram?
Karena, eh karena itu cara binatang
Kenapa semua yang asyik itu diharamkan?
Kenapa semua yang enak-enak itu yang dilarang?
Itulah perangkap syaitan
Umpannya ialah bermacam-macam kesenangan
Bila Anda adalah penggemar Bang Haji Rhoma Irama tentu sudah bernyanyi
meski dalam hati ketika membaca lirik lagu di atas. Sungguh terlalu kalau nggak
ngaku. Sebagai apresiasi, di lirik lagu ini kita lihat bagaimana Bang Haji
memberikan jawaban atas pertanyaan kenapa sesuatu itu haram? dengan
bungkus sebagai seniman dangdut. Apakah jawaban ini memuaskan atau tidak,
tentu tiap orang punya penilaian yang berbeda.
Halal dengan mudah bisa kita artikan sebagai boleh sedangkan haram itu
tidak-boleh. Dalam menjelaskan kenapa sesuatu itu halal atau haram, penulis
berpendapat bahwa orang sering memberikan jawaban dengan dua pendekatan.
Pendekatan yang pertama adalah pendekatan memakai otak dan yang kedua
adalah pendekatan memakai hati. Penggunaan otak dan hati disini tidak
-
dimaksudkan untuk menilai mana yang lebih baik tapi hanya sebagai analogi dari
sifat pendekatan tersebut. Pendekatan pertama bersifat rasional ilmiah dan yang
kedua bersifat dogmatik syariah.
Pada pendekatan pertama, orang melakukan rasionalisasi terhadap
larangan agama dengan menggunakan hasil penelitian sains yang menekankan
efek kesehatan pada manusia. Kita ambil contoh babi. Kenapa babi haram? Ada
banyak alasan ilmiah yang telah dikemukakan, diantaranya kita kutip di bawah
ini.
Babi adalah inang dari cacing pita Taenia solium yang bisa menjangkiti
manusia dan bahkan bisa sampai di otak. Seperti dilaporkan Lauren Cox (2008),
seorang pasien di negeri Pakde Sam a.k.a Amerika yang bernama Rosemary
Alvarez dari Phoenix melakukan operasi otak karena mengira dirinya terserang
tumor. Tapi bukan tumor otak ditemukan melainkan cacing Taenia solium. Dari
Al Sheha, diketahui bahwa kasus yang sama terjadi tahun 2001 pada Dawn
Becerra dari Arizona. Kedua kasus tersebut terjadi karena mengonsumsi daging
babi yang undercooked alias belum masak.
Secara inheren daging babi adalah daging dengan kandungan lemaknya
yang paling tinggi dibanding sapi dan domba. Jika dibiarkan berada di udara
terbuka maka daging yang pertama kali busuk adalah daging babi, diikuti daging
domba dan yang terakhir adalah daging sapi. Dan jika daging-daging tersebut
dimasak, maka yang paling lambat proses pemasakannya adalah daging babi.
Kadar asam urat (uric acid) yang terdapat di daging babi sangat tinggi. Asam urat
(C5H4N4O3) adalah salah satu komponen yang terbentuk saat tubuh memecah
-
nukleotida purin. Tingginya kadar asam urat di dalam darah (> 8 mg/dL) dapat
menyebabkan penyakit gout atau pirai atau peradangan sendi kronis.
Tingginya kadar asam urat di dalam daging babi dikarenakan tubuh babi memiliki
mekanisme ekskresi atau pemecahan asam urat yang berbeda. Berbanding terbalik
dengan mekanisme ekskresi atau pemecahan asam urat pada manusia. Pada babi,
98 % asam urat tertahan di tubuhnya, hanya 2 % saja yang disekresikan.
Sedangkan pada manusia, 98 % dikeluarkan lewat urine, sisanya disimpan atau
dipecah lewat sistem metabolisme tubuh (Kumari, 2009).
Selain Taenia solium, babi juga jadi tempat tinggal parasit lain. Parasit
yang umumnya ada pada babi menurut Robert Corwin (1997) adalah Ascaris
suum, Strongyloides ransomi, Trichuris suis, Oesophagostomum dentatum,
Metastrongylus spp, Stephanurus dentatus, Isospora suis, Cryptosporidium
parvum, dan Eimeria spp. Sebagai contoh kita ambil Ascaris suum, cacing ini
dapat menular ke manusia dan mencapai hati, jantung bagian kanan, dan paru-
paru lewat sistem limfatik atau peredaran darah (Soeharsono, 2002).
Penyakit lain dengan carrier babi yang bahkan secara mengejutkan jadi
pandemi dunia adalah flu babi. Virus H1N1 yang bersemayam di tubuh celeng ini
membuat dunia jadi teleng. Flu babi telah menewaskan lebih dari 18.400 orang.
Menurut Organisasi Kesehatan Dunia, hampir semua negara di dunia terkena
dampak sejak ditemukan di Meksiko dan Amerika Serikat pada April 2009
(Republika, 2011).
Masih banyak fakta lain tentang babi yang tidak bisa kita urai disini dan
sebaiknya kita segera berpindah ke pendekatan kedua. Pada pendekatan kedua,
-
dinyatakan bahwa kita tak perlu mempunyai alasan ilmiah untuk sesuatu yang
dilarang oleh dalil agama. Aturan agama harus diterima sepenuhnya sebagai
konsekuensi dari keimanan yang menuntut totalitas. Bagaimana pun alasan ilmiah
itu ada, itu tidaklah penting dan tak perlu dicari, cukup dengan kami mendengar
perintah agama dan kami taat. Semuanya hak preogratif Tuhan.
Alasan ini pun diperkuat dengan melihat kenyataan bahwa sains tidak bisa
dijadikan sebagai acuan karena sifat sains yang progresif atau berkembang dari
masa ke masa. Misalnya di abad 19 sains menganggap bahwa alam semesta itu
statis, tapi di abad 21 setelah Edwin Hubble (1929) menemukan ujung spektrum
bintang-bintang yang menjadi berwarna merah yang menandakan bintang-bintang
tersebut menjauhi bumi, sains menyatakan bahwa alam semesta itu mengembang
yang artinya bersifat dinamis (Harun Yahya, 2002). Kesimpulan yang diberikan
sains merupakan open ended conclusion, kesimpulan yang terbuka, kesimpulan
yang tidak mutlak, sehingga kesimpulan sains sekarang belum tentu valid untuk
masa yang akan datang.
Kembali kita ambil contoh tentang haramnya babi, bila kita bertumpu pada
alasan ilmiah bahwa daging babi mempunyai efek yang buruk pada kesehatan
manusia, lantas bagaimana jika di masa yang akan datangdengan rekayasa
genetika misalnyadihasilkan sub-spesies babi yang tahan terhadap berbagai jenis
cacing, virus dan penyakit serta rendah asam urat? Apakah babi serta merta
update status menjadi halal? Saya kira tentu orang muslim sepakat tidak demikian
jadinya.
-
Selain alasan perkembangan sains, ada pula alasan paradoks sains. Sama
seperti paradoks dalam hal teknologi yang menciptakan dan memakan dirinya,
demikian pula dengan sains. Alasan kehalalan yang bersifat rasional ilmiah pun
bisa dikalahkan oleh alasan ilmiah yang lain. Kita ambil contoh pernyataan
berikut, jika babi haram karena bisa menjadi sarang virus flu babi lantas kenapa
sapi yang bisa kena bakteri anthraks tidak diharamkan Al Quran? Kenapa ayam
yang juga bisa terserang flu burung tidak diharamkan islam?
Dengan alasan sifat sains yang berkembang dan paradoks, alasan ilmiah
kehilangan kekuatannya. Di titik ini alasan keharaman satu-satunya adalah karena
itu adalah perintah agama yang diterima dan dilaksanakan karena dasar keimanan.
So nothing left to say, its a Divine order, titik.
Tentang kedua pendekatan ini, sesungguhnya akan bijak bila kita tidak
meletakkan keduanya pada kutub yang berlawanan. Kedua pendekatan ini
sesungguhnya saling mendukung karena diambil dari keimanan dan sumber
hukum yang sama yaitu islam itu sendiri. Pada tataran keimanan memang dalil
agama akan berada diatas dalil sains tapi bagaimanapun temporal dan
paradoksnya dalil sains tetap bisa mendukung dalil agama karena islam adalah
agama yang menuntut umatnya untuk berfikir rasional dan mengambil hikmah
dari suatu perintah.
Dengan menyatukan bilah pemikiran ini, maka sebenarnya kita akan
kembali pada paradigma Einsteinian yang menyatakan bahwa sains dan agama
adalah dua hal yang saling membutuhkan. Inilah kutipan terkenal dari Albert
Einstein yang disampaikan pada tahun 1941, science without religion is lame,
-
religion without science is blind. Sains tanpa agama akan lumpuh, agama tanpa
sains akan buta.
Mempertanyakan kehalalan sama juga dengan mempertanyakan kenapa
shalat itu lima waktu bukan enam atau empat. Sebuah pertanyaan yang memang
sepantasnya hanya dijawab dengan iman dan sebagai tambahan dalam menjawab
kehalalan kita memiliki bukti-bukti ilmiah sebagai hikmah atau pelajaran yang
rasional, sehingga kita bisa menjawab dengan format Ini adalah semata-mata
perintah agama dan hikmah rasional ilmiahnya adalah sebagai berikut...
Sebagai penutup bab ini, ada ilustrasi menarik yang dikutip M. Quraish
Sihab (2003), dari Imam Al Ghazali tentang illat (sebab atau hikmah) dari
larangan Illahi menyangkut halal atau haram serta bahwa kita boleh saja bertanya
atau mencari jawaban tentang mengapa Allah swt mengharamkan makanan
tertentu tetapi amat bijaksana jika jawaban yang ditemukan ituwalaupun sangat
memuaskantidak dijadikan sebagai satu-satunya jawaban. Ilustrasi tersebut
adalah sebagai berikut.
Seorang ayah memiliki anak yang tinggal bersama di satu rumah. Sebelum
kematian menjemputnya, sang ayah mewasiatkan kepada anaknya, Jika engkau
ingin memugar rumah ini silakan, tetapi tumbuhan yang terdapat di serambi
rumah jangan ditebang. Beberapa tahun kemudian sang ayah meninggal dan sang
anak pun memperoleh rejeki yang memadai. Rumah dipugarnya dan ketika
sampai di tumbuhan terlarang, ia berpikir Apakah gerangan sebab ayah melarang
menebangnya?. Pikiran sang anak kemudian sampai kepada kesimpulan bahwa
aroma pohon itu harum. Di sisi lain, ia mengetahui bahwa telah ditemukan
-
tumbuhan lain yang memiliki aroma lebih harum. Maka ia pun memutuskan untuk
menebang tumbuhan itu dan menggantinya dengan tumbuhan yang lebih sedap.
Tetapi apa yang terjadi? Tidak lama kemudian muncul seekor ular, yang hampir
saja menerkamnya, dan ketika itu ia sadar bahwa rupanya aroma tumbuhan yang
ditebangnya merupakan penangkal kehadiran ular. Ia hanya mengetahui sebagian
illat larangan ayahnya, bukan semuanya, bahkan bukan yang terpenting darinya.
Pustaka
Al Sheha, A. The Key to Happiness. Translated from Arabic Text Miftahus
Saadah by Abdurahman Murad.
Corwin, R. 1997. Pig Parasite Diagnosis. Swine Health and Production. Volume
5, Number 2 Maret- April 1997.
Cox, L. 2008. Its not A Tumor, Its A Brain Worm. ABC News Medical Health
Unit. November, 24, 2008
Kumari, 2009. Waspada Flu Babi. Ayyana. Yogyakarta.
Republika, 2011. Januari 2011, Flu Babi di Cina Renggut 21 Nyawa. Republika
edisi 4 Februari 2011.
Sihab, M.Q. 2003. Wawasan Al Quran. Mizan. Bandung.
Soeharsono. 2002. Zoonosis Penyakit Menular dari Hewan ke Manusia. Kanisius.
Yogyakarta.
Yahya, H. 2002. Mengenal Allah Lewat Akal. Robbani Press. Jakarta.
-
3. PRINSIP HALAL HARAM DAN MAKANAN DALAM PANDANGAN
ISLAM
Bagaimana hukumnya makan jengkol dalam islam?
Bila Anda sudah tahu jawabannya abaikan saja pertanyaan ini. Untuk
Anda yang belum tahu dan doyan jengkol, saya beritahu, islam mengkategorikan
makan jengkol sebagai perbuatan makruh. Apa itu makruh? Bagaimana islam
membuat kategori seperti itu?
Islam bukan agama yang melulu mengurus teologi dan ritual, tapi islam
punya syariat yang mengatur kehidupan sehari-hari umatnya sehingga islam
disebut way of life. Secara literal atau bahasa, syariat berarti jalan raya atau arah.
Sumber paling utama syariat dan metodologi hukum Islam adalah kitab suci Al
Quran. Terdapat sekitar 350 ayat hukum dalam Al Quran yang dalam hukum barat
biasa disebut juris corpus. Jumlah ayat ini hanya sebagian kecil dari jumlah
keseluruhan ayat Al Quran, tetapi ayat ini sangat esensial sebagai dasar hukum
islam (Nasr, 2003).
Sunnah merupakan sumber syariat Islam setelah Al Quran. Kata sunnah
berarti metode, contoh atau jalan (A. W. Hamid, 2001). Menurut Ahmad Sarwat,
sunnah berfungsi merinci garis besar Al Quran, menjelaskan yang musykil,
membatasi yang mutlak, dan memberikan penjelasan hukum. Menurut ulama
hadits sunnah adalah, Apa-apa yang datang dari Nabi saw. berupa perkataan,
perbuatan, persetujuan, sifat-sifat beliau baik sifat jasmani ataupun sifat akhlak.
Sumber hukum lainnya adalah ijma (kesepakatan ulama), qiyas (analogi) dan
-
sumber-sumber tabaiyah atau sumber-sumber yang diturunkan dari pemahaman
Al Quran dan sunnah.
Dalam islam ada lima kategori perbuatan dan nilai yaitu wajib (fardh),
dianjurkan (mandub), dilarang (haram), tidak disenangi (makruh), dan dibolehkan
(mubah atau halal). Dalam kategori wajib ada kewajiban yang disandang individu
(aini) dan ada yang disandang masyarakat (kafai). Perbuatan yang termasuk
dalam kategori dianjurkan (mandub) adalah hal-hal yang tidak dituntut tetapi akan
menyenangkan Tuhan dan mendapatkan ganjaran. Kategori dilarang (haram)
termasuk segala perbuatan yang apabila dilakukan akan dikenakan hukuman dan
apabila ditinggalkan akan diberi pahala. Perbuatan yang tidak disenangi (makruh)
adalah perbuatan yang apabila tidak dilakukan akan lebih baik daripada
melakukannya. Orang yang melakukan perbuatan makruh tidak diberikan sanksi
oleh hukum, tetapi yang menghindarinya mendapat pahala. Perbuatan yang
dibolehkan (mubah atau halal) menyangkut setiap perbuatan seseorang yang
diperbolehkan memilih untuk melakukan atau tidak melakukannya (Nasr, 2003).
3.1. Prinsip Halal Haram
Mengenai prinsip-prinsip Islam tentang halal dan haram berikut adalah
rangkuman dari 11 prinsip halal haram yang diuraikan oleh Dr. Yusuf Qardhawi
(2005).
1. Pada Dasarnya Segala sesuatu Hukumnya Mubah
Prinsip pertama yang ditetapkan Islam: pada asalnya segala sesuatu yang
diciptakan Allah itu halal. Tidak ada yang haram kecuali jika ada nash (dalil) yang
shahih (tidak cacat periwayatannya) dan sharih (jelas maknanya) dari pemilik
-
syariat (Allah swt) yang mengharamkannya. Jika tidak ada nash shahih atau tidak
ada nash sharih yang menunjuk keharamannya, maka sesuatu itu dikembalikan
kepada hukum asalnya: halal.
Hal ini didasarkan pada ayat Al Quran berikut:
Dialah yang telah menciptakan untuk kalian segala sesuatu di bumi. Al
Baqarah (2):9
(Allah) telah menundukkan untuk kalian apa-apa yang ada di langit dan di
bumi, (sebagai rahmat) dari-Nya. Al Jatsiyah :13
tidakkah kalian melihat bahwa Allah telah menundukkan untuk kalian apa-apa
yang di langit dan di bumi dan menyempurnakan untuk kalian nikmat-Nya, lahir
maupun batin. Luqman : 20
Dari sinilah maka wilayah keharaman dalam syariat Islam sesungguhnya
sangatlah sempit. Sebaliknya, wilayah kehalalan terbentang sangatlah luas. Itu
karena, nashbaik yang shahih maupun sharihyang datang dengan pengharaman
sedikit sekali jumlahnya. Selain itu, sesuatu yang tidak ada nash yang
mengharamkan atau menghalalkannya, ia kembali kepada hukum asalnya, yaitu
boleh. Ia berada di wilayah kemaafan Tuhan.
Tentang hal ini sebuah hadits (perkataan Nabi saw) yang diriwayatkan
oleh Hakim dan dishahihkan oleh Bazzar menyebutkan:
Apa yang Allah halalkan dalam kitab-Nya, ia halal, dan apa yang Allah
haramkan, ia haram. Sedangkan hal-hal yang didiamkan-Nya, ia dimaafkan.
Terimalah pemaafan dari Allah, karena Allah sesungguhnya tidak lupa terhadap
-
sesuatu pun. (Rasulallah saw. membaca sebuah ayat Al Quran) Tidaklah
Tuhanmu lupa akan sesuatu (Maryam : 64).
Hadits lain diriwayatkan oleh Tirmidzi dan Ibnu Majah menyebutkan dari
Salman Al Farisi bahwa Rasulallah saw. ditanya tentang minyak samin, keju dan
jubah dari kulit binatang, lalu beliau menjawab:
Yang halal adalah segala sesuatu yang Allah halalkan dalam kitab-Nya, dan yang
haram adalah segala sesuatu yang Allah haramkan dalam kitab-Nya. Sedangkan
apa yang didiamkan-Nya maka ia termasuk yang dimaafkan kepada kalian.
2. Penghalalan dan Pengharaman Hanyalah Wewenang Allah
Islam membatasi kewenangan dalam pengharaman dan penghalalan. Maka
dicabutlah kekuasaan itu dari tangan makhluk, bagaimanapun martabatnya dalam
agama ataupun kedudukannya dalam masyarakat manusia. Lalu dijadikanlah ia
sebagai hak wewenang Allah semata. Hal ini merujuk ayat Al Quran:
Katakanlah, Apa pandangan kalian tentang rejeki yang Allah turunkan kepada
kalian kemudian kalian jadikan sebagian darinya haram dan halal? katakan,
Apakah Allah telah memberi ijin kepada kalian ataukah kalian membuat
kedustaan atas nama Allah. Yunus :59
Dan Dia benar-benar telah menguraikan kepada kalian apa yang diharamkan
kepada kalian. Al Anam :119
3. Mengharamkan yang Halal dan Menghalalkan yang Haram adalah
termasuk Kemusyrikan
-
Islam mengecam keras mereka yang mengharamkan yang halal karena
perilaku itu mengandung makna kekerasan terhadap manusia dan tanpa alasan
yang benar mempersempit sesuatu yang telah dilapangkan oleh Allah swt.
Rasullah saw memproklamirkan risalah atau agamanya dan bersabda:
Aku diutus dengan hanifiyatus samhah (kemurnian dan toleransi) Hadits
riwayat Ahmad.
Allah swt. berfirman dalam Al Quran surat Al Araf:
Katakanlah, Siapa yang mengharamkan perhiasan Allah yang dikeluarkan
untuk hamb-hambaNya dan (siapa pulakah yang mengharamkan) rezeki yang
baik-baik? katakanlah Sesungguhnya Tuhan-ku hanya mengharamkan
perbuatan-perbuatan keji, baik yang tampak ataupun tersembunyi, perbuatan
dosa, melanggar hak manusia tanpa alasan yang benar, dan mengharamkan jika
kalian menyekutukan Allah dengan sesuatu yang Allah tidak menurunkan hujah
untuk itu, dan (mengharamkan) mengada-ada terhadp Allah apa yang kalian
tidak ketahui. Al Araf : 32-33
4. Sesuatu Diharamkan karena Buruk dan Berbahaya
Dalam islam pengharaman terhadap sesuatu itu terjadi karena adanya
keburukan dan kemadaratan. Karena itu, sesuatu yang madaratnya mutlak adalah
haram dan yang manfaatnya mutlak adalah halal, yang madaratnya lebih besar
adalah haram, yang manfaatnya lebih besar adalah halal. Telah menjadi aksioma
bahwa jika ditanyakan tentang sesuatu yang halal dalam islam pasti karena ia
baik. Yaitu sesuatu yang dianggap baik oleh jiwa yang sehat dan dinilai baik pula
-
oleh umumnya manusia. Sebuah penilaian yang tidak subjektif dan tumbuh dari
pengaruh adat kebiasaan. Allah swt berfirman:
Mereka bertanya tentang apa yang dihalalkan bagi mereka. Katakanlah,
dihalalkan bagi kalian yang baik-baik. Al Maidah : 4
5. Dalam Sesuatu yang Halal Ada Hal yang Menjadikan Kita Tak
Memerlukan Lagi yang Haram
Di antara kebaikan islam dan kemudahan yang dibawanya adalah bahwa
tiada sesuatu yang diharamkan kecuali bahwa ia diganti dengan sesuatu yang lebih
baik darinya, sebagai alternatif yang menjadikan kita tak perlu lagi kepada yang
haram itu. Misalnya islam mengharamkan minuman keras dan menggantikannya
dengan minuman lain yang bermanfaat bagi jasmani dan rohani. Firman Allah swt
dalam Al Quran:
Allah hendak menerangkan (hukum syariat-Nya) kepadamu, dan menunjukimu
kepada jalan-jalan orang sebelum kamu (para nabi dan shalihin) dan (hendak)
menerima tobatmu. Dan Allah Maha Mengetahui dan Maha Bijaksana. Dan Allah
hendak menerima tobatmu, sedang orang-orang yang mengikuti hawa nafsunya
bermaksud supaya kamu berpaling sejauh-jauhnya (dari kebenaran). Allah
hendak memberikan keringanan kepadamu, dan manusia dijadikan bersifat
lemah. An Nisa : 26-28
6. Sesuatu yang Mengantarkan kepada yang Haram adalah Haram
Di antara prinsip yang telah ditetapkan islam adalah bahwa jika ia
mengharamkan sesuatu maka ia mengharamkan pula berbagai sarana yang
-
mengantarkan kepadanya dan menutup rapat berbagai pintu yang menuju ke
arahnya. Misalnya dalam hal khamr (minuman/zat yang memabukkan) Rasulallah
saw melaknat peminum, pembuat dan pembawanya, juga yang dibawakan dan
yang memakan hasil penjualannya.
7. Menyiasati yang Haram adalah Haram Hukumnya
Sebagaimana islam mengharamkan berbagai cara dan sarana lahir yang
mengantarkan pada yang haram, islam juga mengharamkan tipu muslihat dengan
berbagai cara yang samar dan cara yang licik. Disebutkan oleh Imam Ibnu
Qayyim bahwa ada hadits Rasulallah saw. yang diriwayatkan oleh Abu Abdilah
bin Battah yang berbunyi:
Janganlah kalian melakukan dosa sebagaimana yanga dilakukan orang-orang
yahudi dan jangan menghalalkan hal-hal yang diharamkan Allah dengan muslihat
dan alasan yang sepele.
8. Niat Baik Tidak Menghalalkan yang Haram
Islam menghargai motivasi bersih, maksud baik, dan niat yang tulus suci
dlam peraturan-peraturan syariat dan semua arahan-arahannya. Rasulallah saw
sendiri bersabda dalam hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari:
Sesungguhnya amal perbuatan itu (tergantung) pada niatnya dan sesungguhnya
setiap orang mendapatkan apa yang diniatkannya.
Adapun masalah haram tetap dinilai haram, betapapun baik dan mulianya
niat dan tujuan itu. Bagaimanapun baiknya rencana, selama dia itu tidak
dibenarkan oleh Islam, maka selamanya yang haram itu tidak boleh dipakai alat
-
untuk mencapai tujuan yang terpuji. Sebab Islam selamanya menginginkan tujuan
yang suci dan caranya pun harus suci juga. Syariat Islam tidak membenarkan
prinsip apa yang disebut al-ghayah tubarrirul wasilah (untuk mencapai tujuan,
cara apapun dibenarkan), atau suatu prinsip yang mengatakan: al-wushulu ilal haq
bil khaudhi fil katsiri minal bathil (untuk dapat memperoleh sesuatu yang baik,
boleh dilakukan dengan bergelimang dalam kebatilan). Bahkan yang ada adalah
sebaliknya, setiap tujuan baik, harus dicapai dengan cara yang baik pula.
Demikian seperti apa yang diajarkan kepada kita oleh Rasulullah s.a.w.,
sebagaimana disabdakan:
"Sesungguhnya Allah itu baik, Ia tidak mau menerima kecuali yang baik pula.
Allah pun memerintah kepada orang mu'min seperti halnya perintah kepada para
Rasul."
Dalam hadits lain yang diriwayatkan oleh Ibnu Huzaimah, Ibnu Hibban
dan Hakim dari Abu Hurairah ra, Rasulallah saw bersabda:
Barangsiapa mengumpulkan harta dari (harta) yang haram kemudian
menyedekahkannya, ia tidak mendapatkan pahala sedekah tersebut, dan dialah
yang menanggung dosanya.
9. Hindari yang Syubhat Supaya Tidak Terjerumus pada yang Haram
Ada wilayah di antara yang jelas-jelas halal dan jelas-jelas haram, yaitu
wilayah syubhat. Bagi sebagian orang, beberapa masalah halal dan haram tidak
begitu jelas. Hal itu mungkin karena ketidakjelasan dalil-dali baginya, karena
kebimbngannya dalam menerapkan nash dalam realita atau karena hal itu sendiri
memang masih membingungkannya. Islam menekankan sikap wara, yakni bahwa
-
seorang muslim hendaknya menghindar dari hal-hal tidak jelas atau syhubhat
sebagai usaha preventif supaya tidak terjerumus kepada hal yang haram.
Diriwayatkan oleh Turmudzi bahwa Rasulallah saw bersabda:
Yang halal itu jelas, yang haram jelas. Dan diantara keduanya adalah masalah-
masalah syubhat, kebanyakan orang tidak mengenalinya; termasuk halalkah ia
atau haram? Karena itu barangsiapa meninggalkannya berarti ia telah
membersihkan agama dan kehormatannya, ia selamat. Dan barangsiapa
terjerumus pada sesuatu diantaranya, berarti hampir terjerumus ke dalam yang
haram. Sebagaimana jika orang menggembala ternaknya di sekitar hima (tempat
khusus milik raja tempat menggembala ternaknya dan tidak boleh dimasuki ternak
orang lain), maka ia hampir-hampir memasukinya. Ketahuilah bahwa
sesungguhnya setiap raja memilki hima, ketahuilah bahwa hima Allah adalah
larangan-laranganNya.
10. Yang Haram adalah Haram untuk Semua
Haram dalam islam bersifat universal. Tak ada sesuatu pun yang haram
bagi orang berkulit hitam tapi boleh untuk orang berkulit putih. Tidak ada sesuatu
pembolehan, pemudahan, atau dispensasi untuk suatu kalangan atau kelompok
manusia tertentu, sehingga bebas melakukan apa saja yang diinginkannya hanya
karena mereka itu bangsawan, pendeta, raja, atau berdarah biru. Hal ini tercermin
dari hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari bahwa Rasulallah Muhammad saw
bersabda:
Demi Allah, sekiranya Fatimah putri Muhammad mencuri, niscaya aku sendiri
yang akan memotong tangannya.
-
11. Situasi Darurat Membuat yang Haram Menjadi Boleh
Islam mempersempit wilayah haram, setelah itu bersikap keras dalam
masalah haram dengan menutup pintu yang mengantarkan kepadanya, baik
terang-terangan atau pun tersembunyi. Meskipun demikian, islam tidak
melalaikan kebutuhan-kebutuhan hidup dan kelemahan manusia. Karena itu islam
menghormati keadaan darurat yang tak bisa ditoleransi, mengakui kelemahan
manusiawi dandalam kondisi daruratislam membolehkan seorang muslim
menikmati berbagai larangan demi menghilangkan kondisi darurat itu, dan
memelihara dirinya dari kebinasaan. Karena itulah, setelah menyebut makanan-
makanan larangan berupa bangkai, darah dan daging babi, Allah swt berfirman:
Maka barangsiapa terpaksa, dengan tidak sengaja mencarinya dan melampaui
batas, tidak ada dosa atasnya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha
penyayang. Al Baqarah : 173
Ayat tersebut memberi syarat kepada orang yang terpaksa dengan tidak
sengaja mencari dan tidak pula melampaui batas ini ditafsirkan dengan tidak
sengaja menikmati dan tidak melampaui batas kekenyangan. Dengan
diperbolehkannya yang haram oleh islam dalam kondisi darurat itu tidak lain demi
beradaptasi dengan jiwa islam secara umum dan secara global, yakni jiwa
kemudahan dan keinganan yang membebaskan umat ini dari berbagai belenggu
dan beban. Allah swt berfirman dalam Al Quran:
Allah menghendaki kemudahan bagi kalian dan tidak menghendaki kesulitan.
Al Baqarah : 185
3.2. Makanan Dalam Pandangan Islam
-
Sola dosis facit venenum ini adalah ungkapan latin dari Paracelcus ahli
toksikologi Swiss abad 15, yang jika ditranslasikan ke bahasa David Beckham
menjadi the dose makes the poison. Ungkapan ini dipahami dari Paracelcus
bahwa segala sesuatu adalah racun dan tidak ada yang tanpa racun hanya dosis
yang membuat sesuatu menjadi bukan racun (Staal et al., 2008). Sederhananya
dosis segala sesuatu itu harus sepadan proporsinya dan tidak berlebihan. Hal ini
sejalan dengan pandangan Al Quran surat Al Araf ayat 31 dan Al Maidah ayat 87
yang menuntun umatnya untuk tidak berlebihan atau melampaui batas termasuk
dalam mengonsumsi makanan meskipun makanan itu adalah makanan halal.
M. Quraish Sihab (2003) menyatakan bahwa makanan atau thaam dalam
bahasa Al Quran adalah segala sesuatu yang dimakan atau dicicipi. Karena itu
minuman pun termasuk dalam pengertian thaam. Al Quran surat Al Baqarah
ayat 249 menggunakan kata syariba (minum) dan yatham (makan) untuk objek
berkaitan dengan air minum. Menarik untuk disimak bahwa bahasa Al Quran
menggunakan kata akala dalam berbagai bentuk untuk menunjuk pada aktivitas
makan. Tetapi kata tersebut tidak digunakannya semata-mata dalam arti
memasukkan sesuatu ke tenggorokan tetapi ia berarti juga segala aktivitas dan
usaha. Perhatikan misalnya pada surat Al Nisa ayat 4.
Dan serahkanlah mas kawin kepada wanita-wanita (yang kamu kawini), sebagai
pemberian dengan penuh ketulusan. Kemudian jika mereka menyerahkan
kepadamu sebagian dari mas kawin itu dengan senang hati, maka makanlah
(ambil/gunakanlah) pemberian itu, (sebagai makananan) yang sedap lagi baik
akibatnya. Al Nisa : 4
-
Diketahui oleh semua pihak bahwa mas kawin tidak harus bahkan tidak
lazim berupa makanan, namun demikian ayat ini menggunakan kata makan
untuk penggunaan mas kawin tersebut. Selanjutnya firman Allah dalam surat Al
Anam ayat 121.
Dan janganlah makan yang tidak disebut nama Allah atasnya (ketika
menyembelihnya). Al Anam : 121
Penggalan ayat ini dipahami oleh Syaikh Abdul Halim Mahmudmantan
pemimpin tertinggi Al Azharsebagai larangan untuk melakukan aktivitas apa pun
yang tidak disertai nama Allah. Ini disebabkan karena kata makan di sini
dipahami dalam arti luas yakni segala bentuk aktivitas. Penggunaan kata tersebut
untuk arti aktivitas seakan-akan menyatakan bahwa aktivitas membutuhkan kalori,
dan kalori diperoleh dari makanan.
Menurut Afzalur Rahman (2007), Al Quran meminta manusia agar
memerhatikan dengan cermat keadaan dirinya dan mendorongnya mempelajari
keadaan tubuh, jiwa, dan hubungan diantara keduanya. Setiap orang dianjurkan
memakan makan makanan yang bersih dan suci serta tidak tergiur kepada barang
yang tidak bersih, buruk dan berbahaya. Al Quran menyatakan dalam surat Al
Baqarah ayat 168.
Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik (thayyib) dari apa yang
terdapat di bumi dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah setan, karena
sesungguhnya setan itu adalah musuh yang nyata bagimu. Al Baqarah : 168
M. Quraish Sihab (2003) menguraikan bahwa kata thayyib dari segi
bahasa berarti lezat, baik, sehat, menentramkan, dan paling utama. Pakar-pakar
-
tafsir ketika menjelaskan kata ini dalam konteks perintah makan menyatakan
bahwa ia berarti makanan yang tidak kotor dari segi zatnya atau rusak
(kadaluarsa), atau dicampuri benda najis. Ada juga yang mengartikannya sebagai
makanan yang mengundang selera bagi yang memakannya dan tidak
membahayakan fisik dan akalnya. Kita dapat bahwa kata thayyib dalam makanan
adalah makanan yang sehat (memiliki gizi yang cukup dan seimbang),
proporsional (sesuai dengan kebutuhan pemakan, tidak berlebih dan tidak kurang),
dan aman (efeknya baik dan tidak menimbulkan penyakit).
Ada pun ayat ayat Al Quran yang menerangkan halal haramnya makanan
yang dikonsumsi manusia adalah sebagai berikut:
Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagi kalian bangkai, darah, daging
babi dan binatang yang disembelih atas nama selain Allah. Barang siapa dalam
keadaan terpaksa, sedangkan ia tidak berkehendak dan tidak melampaui batas,
maka tidaklah berdosa. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha
Pengasih. Al Baqarah : 173
Katakanlah, saya tidak mendapat pada apa yang diwahyukan kepadaku sesuatu
yang diharamkan bagi yang memakannya, kecuali bangkai, darah yang tercurah,
daging babi karena ia kotor atau binatang yang disembelih dengan atas nama
selain Allah. Barangsiapa dalam keadaan terpaksa sedangkan ia tidak
menginginkannya dan tidak melampaui batas, maka tidaklah berdosa.
Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Pengasih. Al-Anam : 145
Diharamkan bagi kalian bangkai, darah, daging babi, hewan yang disembelih
dengan atas nama selain Allah, yang tercekik, yang dipukul, yang jatuh, yang
-
ditanduk, dan yang diterkam binatang buas kecuali yang kalian sempat
menyembelihnya. Dan diharamkan pula bagi kalian binatang yang disembelih di
sisi berhala. Al-Maidah : 3
Wahai orang-orang yang beriman sesungguhnya meminum khamr,
berjudi, berkorban untuk berhala, mengundi nasib dengan panah adalah
perbuatan keji termasuk perbuatan syetan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan
itu agar kalian mendapat keberuntungan. Sesungguhnya syetan itu hendak
menimbulkan permusuhan dan perbencian di antara kalian lantaran meminum
khamr dan berjudi dan menghalangi kalian dari mengingat Allah dan shalat,
maka apakah kalian berhenti dari mengerjakan pekerjaan itu. Al-Maidah : 90-
91
Dihalalkan untuk kalian binatang buruan laut dan makanannya. Al-Maidah :
96
Berikut adalah rincian lebih lanjut tentang jenis-jenis makanan yang
diharamkan dalam agama islam dari As Sidawi dan Fatwa (2008).
1. Bangkai
Bangkai adalah hewan yang mati bukan karena disembelih atau diburu.
Hukumnya jelas haram dan bahaya yang ditimbulkannya bagi agama dan badan
manusia sangat nyata, sebab pada bangkai terdapat darah yang mengendap
sehingga sangat berbahaya bagi kesehatan. Bangkai dibagi menjadi 4 jenis yaitu:
a. Al-Munkhaniqoh yaitu hewan yang mati karena tercekik baik secara sengaja
atau tidak.
-
b. Al-Mauqudhah yaitu hewan yang mati karena dipukul dengan alat/benda keras
hingga mati olehnya atau disetrum dengan alat listrik.
c. Al-Mutaraddiyah yaitu hewan yang mati karena jatuh dari tempat tinggi atau
jatuh ke dalam sumur sehingga mati.
d. An-Nathihah yaitu hewan yang mati karena ditanduk oleh hewan lainnya.
Sekalipun bangkai haram hukumnya tetapi ada yang dikecualikan yaitu bangkai
ikan dan belalang berdasarkan hadits: Dari Ibnu Umar berkata: Dihalalkan
untuk dua bangkai dan dua darah. Adapun dua bangkai yaitu ikan dan belalang,
sedang dua darah yaitu hati dan limpa. Rasululah juga pernah ditanya tentang air
laut, maka beliau bersabda: Laut itu suci airnya dan halal bangkainya.
2. Darah
Darah yang mengalir adalah haram sebagaimana dijelaskan dalam Al
Quran surat Al-AnAm ayat 145. Sekalipun darah adalah haram, tetapi ada
pengecualian yaitu hati dan limpa berdasarkan hadits Ibnu Umar. Demikian pula
sisa-sisa darah yang menempel pada daging atau leher setelah disembelih.
Semuanya itu hukumnya halal.
3. Daging Babi
Babi baik peliharaan maupun liar, jantan maupun betina, dan mencakup
seluruh anggota tubuh babi sekalipun minyaknya.
4. Sembelihan untuk Selain Allah
-
Setiap hewan yang disembelih dengan selain nama Allah hukumnya
haram, karena Allah mewajibkan agar setiap makhluk-Nya disembelih dengan
nama-Nya yang mulia. Oleh karenanya, apabila seorang tidak mengindahkan hal
itu bahkan menyebut nama selain Allah baik patung, berhala dan lain sebagainya ,
maka hukum sembelihan tersebut adalah haram dengan kesepakatan ulama.
5. Hewan yang Diterkam Binatang Buas
Daging hewan yang diterkam oleh harimau, serigala atau anjing lalu
dimakan sebagian oleh binatang buas tersebut kemudian mati, maka hukumnya
adalah haram sekalipun darahnya mengalir dan bagian lehernya yang kena. Semua
itu hukumnya haram dengan kesepakatan ulama. Adapun hewan yang diterkam
binatang buas apabila dijumpai masih hidup (bernyawa) seperti kalau tangan dan
kakinya masih bergerak atau masih bernafas kemudian disembelih secara syari,
maka hewan tersebut adalah halal karena telah disembelih secara halal.
6. Binatang Buas Bertaring
Hal ini berdasarkan hadits yang diriwayatkan Muslim, Dari Abu Hurairah
dari Nabi saw bersabda: Setiap binatang buas yang bertaring adalah haram
dimakan Hadits ini secara jelas menunjukkan haramnya memakan binatang buas
yang bertaring bukan hanya makruh saja. Pendapat yang menyatakan makruh saja
adalah pendapat yang salah.
7. Burung yang Berkuku Tajam
Hal ini didasarkan hadits riwayat Muslim, dari Ibnu Abbas berkata:
Rasulullah melarang dari setiap hewan buas yang bertaring dan berkuku tajam.
-
Imam Al-Baghawi berkata dalam Syarh Sunnah Demikian juga setiap burung
yang berkuku tajam seperti burung garuda, elang dan sejenisnya. Imam Nawawi
berkata dalam Syarh Shahih Muslim Dalam hadits ini terdapat dalil bagi madzab
Syafii, Abu Hanifah, Ahmad, Daud dan mayoritas ulama tentang haramnya
memakan binatang buas yang bertaring dan burung yang berkuku tajam.
8. Khimar Ahliyyah (Keledai Jinak)
Hal ini berdasarkan hadits riwayat Bukhori dan Muslim, dari Jabir
berkata: Rasulullah melarang pada perang khaibar dari (makan) daging khimar
dan memperbolehkan daging kuda. Adapaun keledai liar, maka hukumnya halal
dengan kesepakatan ulama.
9. Al-Jallalah
Al-Jalalah adalah setiap hewan baik hewan berkaki empat maupun berkaki
dua-yang makanan pokoknya adalah kotoran-kotoran seperti kotoran
manuasia/hewan dan sejenisnya. Sebab diharamkannya jalalah adalah perubahan
bau dan rasa daging dan susunya. Apabila pengaruh kotoran pada daging hewan
yang membuat keharamannya itu hilang, maka tidak lagi haram hukumnya,
bahkan hukumnya halal secara yakin dan tidak ada batas waktu tertentu.
10. Hewan yang Diperintahkan Agama Supaya Dibunuh
Hal berdasarkan hadits, Dari Aisyah berkata: Rasulullah bersabda: Lima
hewan fasik yang hendaknya dibunuh, baik di tanah halal maupun haram yaitu
ular, tikus, anjing hitam Kemudian dari hadits, Dari Ummu Syarik berkata
bahwa Nabi memerintahkan supaya membunuh tokek/cecak
-
11. Hewan yang Dilarang Untuk Dibunuh
Hal ini didasarkan pada hadits, dari Ibnu Abbas berkata: Rasulullah
melarang membunuh 4 hewan : semut, tawon, burung hud-hud dan burung surad.
Imam Syafii dan para sahabatnya mengatakan: Setiap hewan yang dilarang
dibunuh berarti tidak boleh dimakan, karena seandainya boleh dimakan, tentu
tidak akan dilarang membunuhnya. Haramnya hewan-hewan di atas merupakan
pendapat mayoritas ahli ilmu sekalipun ada perselisihan di dalamnya kecuali
semut, nampaknya disepakati keharamannya.
12. Binatang yang Hidup di Dua Alam
Sejauh ini belum ada dalil dari Al Quran dan hadits yang shahih yang
menjelaskan tentang haramnya hewan yang hidup di dua alam (laut dan darat).
Dengan demikian binatang yang hidup di dua alam dasar hukumnya adalah halal
kecuali ada dalil yang mengharamkannya. Berikut contoh beberapa dalil hewan
hidup di dua alam.
Kepiting hukumnya halal sebagaimana pendapat Atha dan Imam Ahmad.
Kura-kura dan penyu juga halal sebagaimana madzab Abu Hurairah,
Thawus, Muhammad bin Ali, Atha, Hasan Al-Bashri dan fuqaha
Madinah.
Anjing laut juga halal sebagaimana pendapat imam Malik, Syafei, Laits,
Syaibi dan Al-Auzai.
Katak/Kodok hukumnya haram secara mutlak menurut pendapat yang
rajih (yang kuat) karena termasuk hewan yang dilarang dibunuh.
-
Pustaka
As Sidawi, A.U.Y dan A.A.S Fatwa. 2008. Indahnya Fiqih Praktis Makanan.
Pustaka Al Furqon. Gresik.
halalguide.info. 2009. Mengenal Makanan Haram.
http://www.halalguide.info/2009/03/27/mengenal-makanan-haram/
Hamid, A.H. 2001. Islam Cara Hidup Alamiah. Lazuardi. Yogyakarta.
Nasr, S.H. 2003. The Heart of Islam. Mizan. Bandung.
Qardhawi, Y. 2005. Halal Haram dalam Islam. Era Intermedia. Solo.
Rahman, A. 2007. Ensiklopediana Ilmu dalam Al Quran. Mizania. Bandung.
Sarwat, A. Fiqih dan Syariah. DU Center. Jakarta.
Sihab, M.Q. 2003. Wawasan Al Quran. Mizan. Bandung.
Staal, F. J. T., K. Pike-Overzet, Y .Y .Ng, dan J J M Van Dongen. (2008). Sola
Dosis Facit Venenum. Leukemia in Gene Therapy Trials: A Question of
Vectors, Inserts and Dosage? Leukemia official Journal of the Leukemia
Society of America. Leukemia Research Fund U.K. Volume: 22, Issue: 10,
Pages: 1849-1852
-
4. HALAL ADALAH SEBUAH STANDAR MUTU
Sifat haram dalam islam itu ada dua yaitu haram li-dzatih dan haram
ghairih/aridhi (Sholihin, 2010). Makanan yang haram lidzatih (haram intrinsik)
adalah kondisi makanan haram karena memang makanan itu haram dari segi
zatnya berdasarkan ajaran islam contohnya seperti babi dan khamr. Haram ghairih
(haram ekstrinsik) adalah yang haram karena adanya faktor eksternal yang
membuat makanan itu menjadi haram. Untuk yang haramnya intrinsik maka tak
perlu diperdebatkan lagi, tapi untuk menjaga agar tidak terjadi haram yang
ekstrinsik kita memerlukan perangkat tersendiri. Perangkat tersebut adalah
manajemen operasi halal. Tujuan utama dari proses manajemen operasi pada
kehalalan sebuah produk pangan adalah untuk menjamin kehalalan produk
tersebut dari tingkat produksi sampai ke tingkat konsumsi, dari kebun sampai ke
lambung, from farm to fork.
Dari segi definisi, manajemen operasi adalah kajian pengambilan
keputusan dari suatu fungsi operasi (Nasution, 2006). Dengan demikian, secara
tematik, manajemen operasi halal merupakan kajian keputusan bagaimana suatu
fungsi operasi dari produk pangan itu halal sesuai kaidah syariah islam. Hasil dari
kajian keputusan ini adalah keberadaan suatu sistem, standar atau aturan main
bagi para pelaku dan pemangku kepentingan industri pangan yang meliputi
seluruh fungsi operasinya.
Negara-negara berpenduduk muslim telah lama mengembangkan
manajemen operasi untuk kahalalan pangan ini. Sebagai negara yang berambisi
-
menjadi pusat kehalalan global, Malaysia telah mengembangkan standar untuk
produksi pangan yang diberi nama MS1500:2009. Standard ini merupakan
pengembangan dari MS1500:2004 yang didasarkan pada MS1500:2000 yang
dibuat oleh Malaysian Institute of Industrial Research and Standard (Daud et al.,
2011). Adapun perangkat manajemen halal yang di kembangkan di Indonesia
disebut sebagai Sistem Jaminan Halal yang core product-nya adalah sertifikasi
dan labeliasasi halal oleh LP POM MUI, Departemen Kesehatan dan Departemen
Agama.
Menurut Apriyantono et al. (2003), pengembangan sistem jaminan halal
didasarkan pada konsep total quality management yang terdiri dari empat unsur
utama yaitu, komitmen, kebutuhan konsumen, peningkatan tanpa penambahan
biaya, dan menghasilkan barang setiap waktu tanpa rework, tanpa reject dan tanpa
inspection. Penerapan sistem jaminan halal dapat dirumuskan untuk menghasilkan
suatu sistem yang ideal, yaitu zero limit, zero defect dan zero risk (three zero
concept). Pada three zero concept material haram tidak boleh ada pada level
apapun (zero limit), tidak memproduksi produk haram (zero defect), dan tidak ada
risiko merugikan yang diambil bila mengimplementasikan sistem ini (zero risk).
Total quality management didefinisikan sebagai sistem dimana setiap orang di
dalam setiap posisi dalam organisasi harus mempraktekkan dan berpartisipasi
dalam manajemen halal dan aktifitas peningkatan produktivitas.
Adanya manajemen operasi halal ini dengan sendirinya mengubah sifat
mutu konvensional produk pangan yang tadinya hanya didasarkan pada aspek
material semata seperti aspek kimia, fisik, mikrobiologi, dan organoleptik-
sensoris. Kehalalan menuntut produk pangan untuk mempunyai mutu
-
transendental atau aspek spiritual. Baadilla (1996) menyatakan bahwa sesuai
dengan tuntutan konsumen produk pangan harus memenuhi persyaratan mutu
yang meliputi beberapa aspek yaitu aspek keamanan, aspek citarasa, aspek nutrisi,
aspek estetika dan bisnis, serta aspek halal.
4.1 Hazard Analysis and Critical Control Point (HACCP)
Dalam hal jaminan mutu industri pangan biasanya mengacu pada standar
international yaitu ISO 9000 sedangkan untuk keamanan pangan (food safety)
adalah ISO 22000. Sebelum adanya ISO 22000, menurut Alli (2004), ISO 9000
bisa disinergikan dengan Analisis Bahaya dan Pengendalian Titik Kritis atau
Hazard Analysis and Critical Control Point (HACCP). Dalam perkembangan
selanjutnya HACCP diadopsi langsung oleh ISO 22000. Dari sudut sejarah HCCP
adalah konsep yang dikembangkan tahun 1960 oleh The Pillsbury Company
bersama dengan NASA dan Laboratorium Militer Amerika. Hal ini didasarkan
pada konsep engeenering Failure, Mode, Effect and Analysis (FMEA) yang
kemudian diterapkan pada tataran mikrobiologi (Mortimore and Wallace, 2001).
Codex Alimentarius Commission
menjabarkan sistem Hazard Analysis
Critical Control Point (HACCP) sebagai suatu sistem yang memiliki landasan
ilmiah dan yang secara sistematis mengidentifikasi potensi-potensi bahaya
tertentu serta cara-cara pengendaliannya untuk menjamin keamanan pangan.
Tujuan dasar sistem HACCP adalah untuk menunjukkan letak potensi bahaya
yang berasal dari makanan yang berhubungan dengan jenis bahan pangan yang
diolah oleh perusahaan pengolah makanan dengan tujuan untuk melindungi
kesehatan konsumen dan ditujukan untuk pencegahan, penghilangan atau
-
pengurangan potensi bahaya keamanan pangan hingga ke tingkat yang dapat
diterima (European Committee for Standardisation, 2004).
Berdasarkan Codex Alimentarius Commission and FAO-WHO Food
Standards Programme (1997), HACCP mempunyai 7 prinsip utama yaitu:
1. Melakukan analisis bahaya
2. Menentukan Titik Pengendalian Kritis (Critical Control Point atau CCP)
3. Menentukan ambang batas kritis
4. Membuat suatu sistem pemantauan (monitoring) terhadap CCP
5. Menyusun tindakan-tindakan perbaikan yang harus diambil ketika
pengawasan menunjukkan bahwa suatu titik pengendalian kritis (CCP)
berada diluar kendali.
6. Menyusun prosedur pengecekan ulang untuk memastikan bahwa sistem
HACCP dapat bekerja dengan efektif.
7. Menyusun dokumentasi yang berhubungan dengan semua prosedur dan
catatan-catatan yang sesuai untuk prinsip-prinsip ini beserta aplikasinya.
Bagi yang belum akrab dengan HACCP, sebagai contoh untuk
pemahaman terhadap prinsip-prinsip diatas, kita ambil kasus penerapan HACCP
pada makanan favorit berjuta umat, mie instan. Krisnawati (2002) menuturkan
penerapan prinsip pertama HACCP dalam pembuatan mie instan adalah
mengidentifikasi bahaya yang mungkin ada akibat faktor biologi, kimia, atau pun
fisik dari mulai bahan baku sampai pada produk akhir. Bahaya pada bahan baku
misalnya ada kutu pada terigu. Jika ada kutu maka terigu tersebut harus ditolak.
-
Dari identifikasi bahaya tersebut ditentukan bagian mana saja yang bersifat
kritis sebagai prinsip kedua. Penerimaan bahan baku, pencampuran larutan alkali,
steaming, penggorengan, cooling, dan pengemasan adalah titik kritis atau critical
point pada proses produksi mie instan. Pada prinsip ketiga ditetapkan batas dari
bahaya tersebut misalnya pada penggorengan batas asam lemak bebas atau FFA
(free fatty acid) pada minyak goreng yang digunakan adalah 0.25 %.
Prinsip keempat, monitoring dilakukan untuk antisipasi penyimpangan
terhadap batas kritis. Pada umumnya yang bertanggung jawab terhadap
monitoring adalah operator pelaksana produksi, teknisi quality control, supervisor
produksi dan manajer produksi. Pembersihan kembali peralatan yang kotor,
pengembalian bahan baku pada supplier, kalibrasi peralatan, pengemasan ulang
dan penarikan produk adalah contoh dari tindakan koreksi sebagai prinsip kelima.
Penerapan prinsip keenam adalah dokumentasi terhadap seluruh tahapan
produksi mie instan. Dokumentasi ini harus mencakup data data teknis hasil studi
yang meliputi ingredient, risiko bahaya, tahapan proses dan kemungkinan
bahayanya, titik kendali kritis, penyimpangan yang terjadi, tindakan koreksi yang
diambil, dan modifikasi HACCP. Verifikasi sebagai prinsip terakhir dilakukan
dilakukan dengaan review terhadap rencana HACCP, kesesuaian titik kritis,
konfirmasi penangan penyimpangan, inspeksi visual, dan penulisan laporan.
4.2 Halal Control Point (HCP)
Konsep HACCP diubahsesuaikan sedemikian rupa oleh ahli-ahli ilmu
pangan muslim. Dr. Mian Riaz dari Texas A & M University mengubahsesuaikan
HACCP menjadi Halal Control Point atau HCP. Sementara begawan ilmu pangan
-
Indonesia, Prof. Anton Apriyanto dari Institute Pertanian Bogor
mengubahsesuaikan menjadi Haram Analysis Critical Control Point atau
HrACCP. Namun ditilik dari prinsip, sejatinya antara HCP dan HrACCP hanya
berbeda dalam penamaan saja. Intinya zat yang tidak halal alias haram
dipersamakan sebagai hazard.
Dr. Mian Riaz berpendapat bahwa Good Manufacturing Process (GMP)
dan Good Hygiene Process (GHP) belumlah cukup tanpa HACCP untuk
menciptakan pangan yang aman. Kelebihan HACCP adalah sebagai instrument
preventif untuk bahaya dan memiliki kemampuan untuk membuktikan keamanan
pangan tersebut. GMP dan GHP adalah basis dari HACCP sehingga HACCP
adalah inti dari total quality management. Prinsip pencegahan bahaya HACCP
mempunyai prinsip yang sama dengan prinsip pencegahan bahan haram sehingga
halal control point bisa ditambahkan pada aplikasi HACCP. Penerapan konsep
halal, ISO, food hygine dan HACCP secara berbarengan akan membentuk total
quality management untuk tataran produksi pangan. Berikut adalah gambaran
konsepsi Dr. Mian Riaz untuk total quality management tersebut.
Sumber : Riaz (2009). Halal an Emerging Food Quality Standard.
World Halal Food Research Summit Presentation.
-
Menurut Apriyantono et al. (2003), titik kritis keharaman produk atau
Haram Analysis Critical Control Point (HrACCP) pada prinsipnya mengikuti
prinsip yang diterapkan pada Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP)
akan tetapi dalam hal ini ditujukan pada usaha pencegahan masuknya bahan
haram dan najis ke dalam sistem produksi sedini mungkin. Bahan haram dan najis
tidak boleh kontak dengan produk halal pada seluruh rangkaian produksi dan pada
kadar berapapun. Penerapan HrACCP terdiri dari enam komponen yaitu :
1. mengidentifikasi semua bahan yang termasuk haram dan najis,
2. mengidentifikasi titik-titik kontrol krisis,
3. membuat prosedur pemantauan,
4. membuat tindakan koreksi,
5. membuat dokumen-sistem perekaman, dan
6. membuat prosedur verifikasi.
Disini kita lihat bahwa point 3 dalam dalam prinsip HACCP yaitu
menetapkan ambang batas kritis hilang dari prinsip HrACCP. Keadaan ini
dikarenakan masalah halal haram bukanlah masalah kuantitatif tapi kualitatif.
Apriyantono et al. (2003), menyatakan titik kendali kritis masalah halal haram
adalah masalah ada atau tidak ada bahan haram dalam suatu produk atau proses,
sehingga pendekatannya bukan berdasarkan ambang batas atas-bawah dengan
suatu standar deviasi tertentu, melainkan no haram product. Hal ini didasarkan
pada prinsip dalam Islam bahwa jika sesuatu yang itu haram maka tak peduli
banyak atau sedikit tetap sama-sama haram.
-
Semua bahan diidentifikasi termasuk haram atau najis dengan melakukan
penentuan resiko halal-haram yang didasarkan atas Analisa bahaya dan resiko
halal-haram khususnya untuk bahan baku, proses, penyimpanan serta distribusi
produk jadi. Penentuan Haram CCP dengan menggunakan diagram pohon
pertanyaan atau pohon keputusan. Diagram pohon ini dimaksudkan untuk
membantu penelusuran dan pengkajian suatu bahan baku atau produk atau suatu
proses tentang kemungkinan-kemungkinan yang terjadi terhadap penyebab
keharaman suatu produk atau tahapan proses. Pohon keputusan CCP yang dapat
digunakan dari sistem jaminan halal MUI (2008) adalah sebagai berikut.
-
Pohon Keputusan untuk Identifikasi Titik Kritis Keharaman
(TK : Titik Kritis; Non TK : Tidak Kritis) Sumber: LPPOM-MUI 2008
Tambahan untuk produk mikrobial, semua produk mikrobial adalah titik
kritis. Titik kritis terletak pada media, baik media penyegaran ataupun media
-
produksi. Pelaksanaan Sistem HrACCP ini dipermudah dengan membuat Lembar
Kerja Status Preventif dan Tindakan Koreksi (LKSPTK) (control measure).
LKSPTK ini merupakan lembaran kerja yang menyajikan uraian tentang lokasi
CCP pada tahap proses produksi, faktor-faktor yang mungkin menyebabkan
keharaman produk antara lain jenis bahan dan kontaminasi najis, prosedur
pemantauan, tindakan koreksi, verifikasi dan pencatatan. Penerapan dari HCP atau
HrACCP ini akan kita spesifikan lebih lanjut pada bab-bab selanjutnya.
Pustaka
Alli, I. 2004. Food Quality Assurance: Principles And Practices. CRC Press LLC.
New York.
Apriyantono, A., J. Hermanianto dan N. Wahid. 2007. Pedoman Produksi Pangan
Halal. Khairul Bayan Press.Jakarta.
Baadilla HO. 1996. Persyaratan Mutu Pangan Era Perdagangan Bebas. Makalah
Seminar Nasional Pangan dan Gizi. Yogyakarta : 10-11 Juli 1996.
Codex Alimentarius Commission Joint FAO/WHO Food Standards Programme.
1997. Food Hygiene. FAO. Italy.
Daud, S., R. C. Din, S. Bakar, M. R. Kadir and N.M. Sapuan. 2011.
Implementation of MS1500: 2009: A Gap Analysis. IBIMA Publishing.
Malaysia. Vol. 2011 (2011), Article ID 360500
European Committee for Standardisation. 2004. Pelatihan Penerapan Metode
HACCP. European Committee for Standardisation-Implementing Agency
for the Contract No ASIA/2003/069-236
Krisnawati, A. Aplikasi Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP) Pada
Produk Instat Noodle Di PT Sentrafood Indonusa Karawang. Skripsi
Institut Pertanian Bogor. Bogor.
LPPOMMUI. 2008. Panduan Umum Sistem Jaminan Halal LPPOMMUI.
Mortimore, S. dan C. Wallace. 2001. FOOD INDUSTRY BRIEFING SERIES:
HACCP. Blackwell Science Ltd. USA
-
Nasution, A.H. 2006. Manajemen Industri. Penerbit Andi. Yogyakarta.
Riaz, M.N. 2009. Halal : An Emerging Food Quality Standard - Similarities of
Halal & HACCP. World Halal Research Summit 2009. Kuala Lumpur.
Sholihin, A.I. 2010. Buku Pintar Ekonomi Syariah. Gramedia Pustaka Utama.
Jakarta.
-
5. MENIKMATI DAGING HALAL
Pernah dengar atau baca alat yang bernama electroenchephalograph? Atau alat
yang dinamakan electrocardiograph? Hmm pasti pernah. Setidaknya sedetik
yang lalu ketika barusan Anda membaca paragraf ini.
Electroenchephalograph (EEG) adalah alat untuk mengukur aktivitas
otak. Bidang keilmuan psikologi menggunakan alat ini untuk pengukuran
psikofisiologis seperti aktivitas elektrik dalam sistem saraf otonom atau
sistem saraf pusat (Davison et al., 2006). Electrocardiograph (ECG) adalah
alat untuk mengukur aktivitas jantung. Willem Einthoven memenangkan
hadiah nobel bidang medis di tahun 1924 untuk penemuan mekanisme ECG
ini.
Kenapa kita membahas electroenchephalograph dan electrocardiograph?
Apa hubungannya dengan daging yang halal? Sabar, sebab kita akan bercerita
tentang sebuah penelitian yang sudah berusia lebih dari 30 tahun untuk mencoba
menjelaskan sebuah hadits yang sudah berusia lebih dari 14 abad.
Hannover, Jerman, 1977. Tampaknya ketika itu ada sebuah pertanyaan
yang mengganggu para ilmuan tentang bagaimana sebenarnya kedaan hewan yang
disembelih. Persepsi manusia melihat bahwa hewan berada dalam kondisi
kesakitan saat disembelih sehingga ini dijadikan pertimbangan dilakukannya
pemingsanan (stunning). Dengan anggapan bahwa pemingsanan akan
menghilangkan kesadaran hewan dan dengan hilangnya kesadaran tersebut, si
hewan tak akan merasa kesakitan saat disembelih. Inilah pandangan yang
-
manusiawi, tapi benarkah persepsi tersebut? Bukankah seharusnya ada
pengukuran objektif tentang rasa sakit ini dan tidak didasarkan pada persepsi
manusia belaka?
Dari The Clinic for Small Clawed Animals and Forensic Medicine and
Mobile Clinic of The Veterinary University of Hannover, awal bulan Juni 1977,
Profesor Schulze dan koleganya menerbitkan laporan penelitian tentang
perbandingan cara penyembelihan hewan menggunakan cara barat dan ritual
agama pada sapi dan domba. Penyembelihan konvensional cara barat ini
menggunakan pemingsanan dengan captive bolt pistol stunning (CBPS).
Penyembelihan ritual agama di eropa biasa mengacu pada tatacara penyembelihan
islam atau yahudi. Perlu diketahui bahwa makanan yang boleh dikonsumsi dalam
islam disebut halal sedangkan makanan yang boleh dikonsumsi dalam agama
yahudi disebut kosher. Cara penyembelihan hewan dalam agama yahudi
dinamakan shechita sedangkan dalam islam disebut dhabiha. Shechita hampir
sama seperti dhabiha dalam hal keharusan penggunaan alat yang tajam,
memutuskan kerongkongan dan tenggorokan, serta memutuskan bagian dua
pembuluh darah utama yaitu arteri carotid dan jugular veins (Reynnells, 2007).
Aisha El-Awady (2003), menuturkan bahwa Prof Schulze bersama DR
Hazeem mengeluarkan hasil penelitian dengan judul Attempts to Objectify Pain
and Consciousness in Conventional (captive bolt pistol stunning) and Ritual
(Halal, knife) Methods of Slaughtering Sheep and Calves. Pada penelitian itu,
sebagaimana ditulis oleh Nanung Danar Dono (2009), EEG dipasang pada
permukaan otak yang menyentuh titik (panel) rasa sakit di permukaan otak. Alat
ini dipakai untuk merekam dan mencatat derajat rasa sakit sapi ketika disembelih.
-
Pada jantung sapi-sapi tersebut juga dipasang ECG untuk merekam aktivitas
jantung saat darah keluar.
Untuk menekan kesalahan, sapi dibiarkan beradaptasi dengan EEG dan
ECG (yang telah terpasang) beberapa minggu. Setelah masa adaptasi dianggap
cukup, separuh sapi disembelih secara ritual agama dan separuh sisanya
disembelih secara metode barat. Selama penelitian, EEG dan ECG pada seluruh
ternak dicatat untuk merekam keadaan otak dan jantung semenjak sebelum
pemingsanan (atau penyembelihan) hingga hewan ternak benar-benar mati.
Hasilnya adalah sebagai berikut :
Penyembelihan menurut ritual halal
Pertama, pada 3 detik pertama setelah disembelih (dan ketiga saluran pada leher
sapi bagian depan terputus), tercatat tidak ada perubahan pada grafik EEG. Hal ini
berarti bahwa pada 3 detik pertama setelah disembelih tidak ada indikasi rasa
sakit.
Kedua, pada 3 detik berikutnya, EEG pada otak kecil merekam adanya penurunan
grafik secara gradual (bertahap) yang sangat mirip dengan kejadian deep sleep
(tidur nyenyak) hingga sapi-sapi tersebut benar-benar kehilangan kesadaran. Pada
saat tersebut, tercatat pula oleh ECG bahwa jantung mulai meningkat aktivitasnya.
Ketiga, setelah 6 detik pertama tersebut, ECG pada jantung merekam adanya
aktivitas luar biasa dari jantung untuk menarik sebanyak mungkin darah dari
seluruh anggota tubuh dan memompanya keluar. Hal ini merupakan refleks
gerakan koordinasi antara jantung dan sumsum tulang belakang (spinal cord).
-
Pada saat darah keluar dari leher, grafik EEG tidak naik, tapi justru drop sampai
ke zerolevel (angka nol). Diterjemahkan peneliti tersebut bahwa, No feeling of
pain at all! atau tidak ada rasa sakit sama sekali!
Keempat, oleh karena darah tertarik dan terpompa oleh jantung keluar tubuh
secara maksimal, maka dihasilkan healthy meat (daging yang sehat) yang layak
dikonsumsi oleh manusia. Jenis daging semacam ini sangat sesuai dengan prinsip
Good Manufacturing Practice (GMP) yang menghasilkan healthy food (pangan
sehat).
Penyembelihan cara barat
Pertama, segera setelah dilakukan proses stunning (pemingsanan), sapi terhuyung
jatuh dan collaps. Setelah itu, sapi tidak bergerak-gerak lagi sehingga mudah
dikendalikan. Oleh karena itu, sapi dapat dengan mudah disembelih, tanpa
meronta-ronta, dan (nampaknya) tanpa rasa sakit. Pada saat disembelih, darah
yang keluar hanya sedikit tidak sebanyak bila disembelih tanpa proses stunning.
Kedua, segera setelah proses pemingsanan, tercatat adanya kenaikan yang sangat
nyata pada grafik EEG. Hal tersebut mengindikasikan adanya tekanan rasa sakit
yang diderita oleh ternak pada saat kepalanya dipukul.
Ketiga, grafik EEG meningkat sangat tajam dengan kombinasi grafik ECG yang
drop ke batas paling bawah. Hal ini mengindikasikan adanya peningkatan rasa
sakit yang luar biasa sehingga jantung berhenti berdetak lebih awal. Akibatnya,
jantung kehilangan kemampuannya untuk menarik darah dari seluruh organ tubuh
serta tidak lagi mampu memompanya keluar dari tubuh.
-
Keempat, oleh karena darah tidak tertarik dan tidak terpompa keluar tubuh secara
maksimal, maka dihasilkan unhealthy meat (daging yang tidak sehat), sehingga
tidak layak dikonsumsi oleh manusia.
Dari penelitian ini disimpulkan bahwa penyembelihan dengan cara islam
tidak mengindikasikan rasa sakit. Meronta-ronta dan meregangkan otot pada saat
ternak disembelih ternyata bukanlah ekspresi rasa sakit. Jauh berbeda dengan
dugaan atau persepsi manusia sebelumnya. Sapi meronta-ronta dan meregangkan
otot bukanlah ekspresi rasa sakit, tetapi hanyalah ekspresi keterkejutan otot dan
saraf saja yaitu pada saat darah mengalir keluar dengan deras. Mengapa
demikian? Tentunya, hal ini tidak terlalu sulit dijelaskan mengingat grafik EEG
tidak menunjukkan adanya rasa sakit.
Setelah jenis hewan hewan yang halal dimakan, tata cara penyembelihan
adalah hal yang penting dalam islam. Hewan yang halal jika cara
penyembelihannya tidak islami maka akan menjadi haram. Dalam penyembelihan
ini seorang muslim harus ihsan atau berbuat dengan cara yang baik sesuai dengan
hadits yang diriwayatkan oleh Muslim.
Sesungguhnya Allah menetapkan kebaikan (ihsan) pada segala sesuatu, maka
jika kalian membunuh hendaklah kalian berbuat ihsan dalam membunuh, dan
apabila kalian menyembelih, maka hendaklah berbuat ihsan dalam menyembelih,
(yaitu) hendaklah salah seorang dari kalian menajamkan pisaunya agar
meringankan binatang yang disembelihnya
-
Dari hadits diatas diketahui bahwa menajamkan alat penyembelihan atau
pisau adalah bagian dari ihsan karena meringankan (rasa sakit) binatang tersebut.
Pernyataan yang sepertinya berlawanan menurut persepsi manusia. Bagaimana
bisa kita berbuat kebaikan atau ihsan padahal kita merenggut nyawa mahluk
hidup? Hal ini tentu sulit kita mengerti tanpa mengetahui hasil penelitian dari
Prof. Schulze dan DR. Hazeem diatas yang justru mengungkapkan tidak adanya
rasa sakit pada hewan yang disembelih secara islami.
Lebih lanjut tentang cara penyembelihan islami yang tidak menyebabkan
rasa sakit dijelaskan karena otak dan kulit hewan berbeda dengan otak dan kulit
manusia. Menurut Khan (1982), bagian frontal lobe otak hewan tidak tumbuh
seperti manusia. Otak hewan berfungsi seperti orang yang mengalami frontal
leucotomy sehingga kurang peka terhadap rasa luka dan ancaman. Kulit hewan
lebih tebal dari pada manusia dan mempunyai ambang batas yang rendah terhadap
rasa sakit. Hal inilah yang sering dilupakan orang dan mengakibatkan orang
mengandalkan persepsinya bahwa penyembelihan dengan cara islam adalah hal
menyakitkan.
Keuntungan lain dari cara penyembelihan sesuai agama adalah rendahnya
tingkat stres hewan sembelihan sebagaimana dalam penelitian Pouillaude (1992)
yang dikutip oleh French Ministry of Food, Agriculture and Fishing (2008).
Tingkat stres ini diukur dengan tingkat glikemia pada darah. Diketahui bahwa
pada hewan yang disembelih sesuai agama tingkat glikemianya normal yang
berarti hewan tersebut tidak stres. Lain halnya dengan metode penyembelihan
-
yang melibatkan stunning, tingkat glikemia hewan tersebut lebih tinggi
(hyperglycemia) yang menandakan hewan tersebut mengalami stres.
Meskipun ada sederet bukti tentang kelebihan penyembelihan secara
islam, namun sampai buku ini ditulis pun masih banyak kontroversi yang
menganggap bahwa cara penyembelihan islami adalah cara yang barbar, tidak
manusiawi, horror dan cruel. Anggapan ini muncul dari mereka yang pro-
stunning ataupun dari kelompok vegetarianism. Mereka mendasarkan anggapan
ini karena hewan dalam cara penyembelihan islam ada dalam keadaan sepenuhnya
sadar.
Orang yang menilai buruk cara islam dan yang memilih untuk pro-
stunning seringkali mengabaikan rasa sakit yang muncul dari proses stunning itu
sendiri. Dalam kalangan islam ada perbedaan pendapat tentang stunning ini. Ada
yang menerima karena prinsipnya stunning tidak membunuh hewan dan hewan
tersebut tetap bisa disembelih dengan cara islam. Ada juga yang menolak karena
stunning menyakitkan hewan dan berpotensi membunuh hewan. Di akhir bab ini
akan kita bahas bagaimana efek dari stunning. Sementara ini kita beralih pada
syariat tentang daging yang halal dan halal control point pada industri daging.
5.1 Penyembelihan
Industri pangan wong kulon menggunakan istilah meat and poultry untuk
produk daging-dagingan. Meat yang secara bahasa berarti daging biasa digunakan
untuk mewakili produk yang berasal dari hewan berkaki empat seperti sapi dan
domba. Poultry yang secara bahasa berarti unggas biasa digunakan untuk
-
mewakili kelompok unggas seperti ayam dan kalkun. Untuk menjadi halal meat
and poultry ini tentu harus melalui penyembelihan secara islami. Kaidah
penyembelihan secara islami sebagaimana dirinci oleh As Sidawi dan Fatwa
(2008) adalah sebagai berikut.
1. Orang yang Menyembelih
a. Berakal baik laki-laki atau wanita, sudah baligh atau belum dengan
catatan sudah mencapai usia tamyiz. Tidak sah sembelihan orang gila,
anak kecil yang belum berakal, atau orang yang sedang mabuk.
b. Agama orang yang menyembelih hendaklah orang muslim atau ahli
kitab (yahudi dan nasrani).
c. Membaca bismillah (tasmiyah atau invocation)
d. Tidak boleh menyembelih atas nama selain Allah
2. Alat untuk menyembelih
a. Alat harus tajam dan dapat memotong dengan cepat
b. Bukan dari kuku dan gigi
3. Hewan Sembelihan
a. Hewan yang disembelih masih dalam keadaan hidup, tidak boleh
menyembelih hewan yang sudah mati
b. Hilangnya nyawa hewan semata-mata karena sebab penyembelihan
bukan karena tercekik atau terpukul.
-
c. Jenis hewan yang disembelih adalah hewan darat dan udara yang
halal dimakan seperti kambing, unta, sapi, ayam dan burung.
Sedangkan hewan laut semuanya halal dan tidak disyaratkan
penyembelihan.
4. Bagian yang disembelih
a. Apabila hewannya jinak dan mungkin untuk disembelih maka
tempat yang disembelih adalah pada lehernya dengan memutus
saluran pernapasan, saluran makanan, dan dua urat leher (arteri
carotid dan vena jugularis).
b. Apabila hewan yang akan disembelih tidak bisa dijinakkan, dalam
arti malah lari dan tidak mungkin disembelih pada lehernya, atau
malah jatuh masuk sumur dan belum mati, maka boleh
menyembelih pada bagian tubuh mana saja yang mungkin untuk
disembelih dan mematikan.
Adapun adab dan hal yang tidak disarankan untuk proses penyembelihan seperti
yang ditulis Khan (1982), adalah sebagai berikut.
a. Dilarang menajamkan atau mengasah pisau atau pun alat penyembelihan
lainnya di depan hewan yang akan disembelih.
b. Penyembelihan tidak disarankan mengenai tulang belakang (spinal cord)
atau memutuskan kepala dari badan.
c. Tidak boleh memutuskan leher atau menguliti hewan sementara hewan
tersebut masih terlihat hidup.
-
d. Tidak boleh menggunakan alat yang tumpul.
e. Tidak disarankan menyembelih di depan hewan lain yang akan
disembelih.
Dilarang mengasah pisau di depan hewan merupakan bagian dari adab
penyembelihan yang berdasarkan hadits riwayat Al Hakim yang menyatakan
bahwa Ibnu Abbas radhiyallahu anhu berkata, Rasulullah saw melewati
seseorang yang menginjakkan kakinya di atas lambung seekor kambing sambil
menajamkan pisaunya dan diperlihatkan di depan mata kambing itu. Beliau
bersabda, Apakah kamu ingin membunuhnya dengan dua kematian? Tidakkah
kamu tajamkan pisaumu sebelum kamu merebahkannya?
Dalam penyembelihan secara modern, mengingat banyaknya hewan yang
disembelih dalam satu waktu, khususnya penyembelihan ayam, maka seringkali
penyembelihan dilakukan dengan menggunakan mesin. Sebagian ulama
memperbolehkan penyembelihan menggunakan mesin sepanjang tetap dibacakan
basmallah untuk setiap hewan, sebagian lagi membolehkan basmallah hanya
dibaca diawal. Akan tetapi sebagian ulama tidak membolehkan penyembelihan
menggunakan mesin, harus manual dan dengan membacakan basmallah
(Apriyantono, 2007). Untuk di Indonesia, MUI memperbolehkan cara mekanis
ini.
5.2 HCP Penanganan Daging
Semua kaidah penyembelihan diatas menjadi Halal Control Points (HCP)
dalam pengolahan meat and poultry. Menyangkut seluruh proses pengolahan
-
secara umum di rumah potong hewan (RPH), Halal Control Points selengkapnya
menurut Riaz and Chaudry (2004) adalah sebagai berikut.
HCP 1 Hewan yang disembelih haruslah hewan yang halal seperti domba, sapi,
kambing, ayam atau burung. Hewan yang haram disembelih seperti babi tidak
menjadi halal meskipun cara penyembelihannya mengikuti cara yang halal.
HCP 2 Islam mengajarkan untuk berbuat baik pada binatang sehingga binatang
harus diperlakukan dengan baik dan tidak mengalami stres. Setibanya di rumah
potong, hewan harus diistirahatkan terlebih dahulu dengan makanan dan minuman
yang cukup sebelum disembelih. Penulis tambahkan bahwa pada titik ini praktek
meng-gelonggong tidak bisa diterima secara islami.
HCP 3 Penyembelihan hewan lebih baik tanpa melakukan pemingsanan
(stunning). Bila stunning dilakukan maka harus dipastikan bahwa hewan dalam
keadaan hidup setelah stunning sebelum penyembelihan dilakukan. Metode
stunning yang biasa digunakan adalah captive bolt stunning, electric stunning,
mushroom-shaped hammer stunner (direkomendasikan untuk substitusi captive
bolt stunning), dan carbon dioxide stunning atau gassing (tidak
direkomendasikan).
-
Halal Control Points pada Pemrosesan Meat and Poultry Sumber : Riaz and Chaudry (2004)
HCP 4 Alat yang digunakan harus tajam dan proporsional dengan ukuran
hewan yang akan disembelih. Penyembelihan dianjurkan dilakukan dengan sekali
potong sehingga menimbulkan efek anastetik pada hewan yang disembelih.
HCP 5 Penyembelih haruslah orang islam baik laki-laki ataupun perempuan
yang berakal sehat dan terlatih melakukan pemyembelihan. Penyembelih ini tidak
boleh weak at heart alias jantungan.
-
HCP 6 Penyembelihan haruslah memotong kerongkongan, tenggorokan, arteri
carotid dan vena jugularis, serta tanpa menyentuh tulang belakang (spinal cord).
HCP 7 Tasmiyah dilakukan sambil memotong kerongkongan. Cukup dengan
membaca Bismillah sekali saja. Namun biasanya untuk hewan yang lebih besar
seperti sapi atau kambing, tasmiyah dilakukan dengan membaca Bismillahi
Allahu Akbar tiga kali.
HCP 8 Tidak boleh memotong-motong tubuh hewan sebelum hewan tersebut
benar-benar tidak bernyawa. Bisanya setelah darah keluar dan jantung berhenti
berdetak, barulah hewan tersebut dikuliti dan diambil jeroannya untuk seterusnya
dilakukan pemisahan tulang dan daging.
HCP 9 Pengemasan dilakukan menggunakan bungkus dan boks yang bersih
kemudian diberi label halal sebagai penunjuk bahwa produk ini merupakan
produk halal.
Konsep HCP diatas bisa disesuaikan kembali atau pun disederhanakan
secara spesifik pada masing-masing perusahaan. Hal ini bisa kita lihat contoh
HCP pada rumah potong ayam berikut.
-
Halal Control Points (*) pada Sebuah Perusahaan Rumah Potong Ayam (RPA)
Sumber : Estuti (2005)
Dijelaskan Estuti (2005), bahwa penerimaan ayam hidup (unloading)
menjadi haram critical control point atau HCP 1 pada tahap proses produksi
daging ayam, karena ada kemungkinan ayam yang dikirim mati. Bila pengawasan
ayam mati terlewatkan pada waktu penerimaan ayam, maka yang masuk dalam
proses produksi adalah bangkai dan produk menjadi tidak halal. Namun penyebab
keharaman ini dapat dicegah dengan adanya upaya pencegahan dengan melakukan
-
pemeriksaan ante mortem oleh petugas produksi/ QC, sehingga ayam yang mati
dapat dipisahkan.
Pemingsanan (stunning) menjadi HCP 2, karena pada tahap ini ada
kemungkinan ayam mati karena voltase stunner yang terlalu tinggi. Stunning yang
dilakukan untuk ayam biasanya electric stunning. Tahap ini dapat dicegah dengan
melakukan pengontrolan tegangan dan arus listrik oleh petugas produksi/QC.
Pengawasan selalu dilakukan dengan pengontrolan kondisi ayam hidup setelah
stunning, jika ditemukan ayam mati maka akan dipisahkan, dihitung dan
dimusnahkan.
Penyembelihan (killing) menjadi HCP 3, karena tahap penyembelihan
memerlukan persyaratan penyembelih ayam (killerman) adalah seorang muslim
yang sudah terlatih dalam melakukan penyembelihan. Bila penyembelih adalah
orang yang tidak terlatih dan bukan muslim, bisa menyebabkan hasil
penyembelihan yang kurang sempurna atau tidak sesuai dengan syariat Islam,
sehingga ayam tersebut dapat dikatagorikan bangkai. Hal ini dapat dicegah
dengan mengawasi kondisi ayam setelah penyembelihan. Pada penyembelihan
ayam yang menggunakan mesin, ditugaskan satu atau dua orang personel yang
bertugas menyembelih ayam jika ada ayam yang luput dari mesin dan belum
tersembelih.
Penirisan darah menjadi haram HCP 4, penyebab ketidakhalalannya adalah
karena darah tidak keluar tuntas dan darah yang tertinggal di dalam tubuh ayam
merupakan najis. Sehingga darah harus keluar secara tuntas dari karkas.
-
Selain control point pada tahap produksi, control point lainnya lainnya
berlaku untuk air yang digunakan pada proses produksi tersebut. Hal ini
dikarenakan air yang digunakan dalam produksi daging ayam dapat tercemar najis
atau kotoran. Bila air terkontaminasi najis, maka air tersebut akan mencemari
daging ayam selama proses produksi. Air yang digunakan harus dijamin bersih
dan tidak terkena najis.
Menurut Riaz dan Chaudry (2004), pada industri pengolahan meat and
poultry, setelah memastikan daging tersebut berasal dari sumber yang halal,
peralatan yang digunakan menjadi halal control point selanjutnya jika industri
tersebut juga mengolah produk non-halal. Peralatan harus dibersihkan terlebih
dahulu jika akan digunakan untuk produk halal sehingga tidak