e-issn : 2685-1504
TRANSCRIPT
Implikasi Penanaman Modal Asing (PMA), Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) Terhadap
Tenaga Kerja Dalam Meningkatkan Pertumbuhan Ekonomi Kota Surabaya
Azzalina Alsavira
Pengaruh Occupational Stress Dan Psychological Contract Terhadap Work Engagement Melalui
Psychological Well Being Di Saat Pandemi Covid 19
Herlina Damayanti, Ali Mursid
Komunikasi Interpersonal Dalam Meningkatkan Motivasi Karyawan Di Masa Pandemi Covid-19
Renika Yuliana, Dedi Rianto Rahadi
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kualitas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Dengan
Penatausahaan Barang Milik Daerah Sebagai Variabel Moderasi
Sukarman, Grace Tianna Solovida
Inovasi Dan Kreatifitas Umkm Di Masa Pandemi
Reny Tri Juni Munthe, Dedi Rianto Rahadi
Pengaruh Kepercayaan Dan Servant Leadership Terhadap Kinerja Dengan Mediasi Organizational
Citizenship Behavior
Oktiani Windar Kristianti, Fitri Lukiastuti
Akuntabilitas Keuangan Dan Kompetensi Aparatur Sipil Negera Terhadap Akuntabilitas Kinerja
Dinas Perdagangan Perindustrian Kota Pekanbaru
Fachroh Fiddin
Pengaruh Work Family Conflict Terhadap Organizational Citizenship Behavior Dimediasi Oleh
Komitmen Organisasi
Ratya Shafira Arifiani, Viajeng Purnama Putri
Implementasi Penghapusan Aset Tetap Dan Aset Tidak Berwujud Studi Kasus Pada BPPKAD
Kabupaten Blora Tahun 2019
Putri Sholiha Anugraini, Siti Puryandani
Analisis Keberdayaan Konsumen Di Kota X
Pandji Anoraga
Volume IX No. 1 Januari 2021 Hal. 1 - 94
E-ISSN : 2685-1504
MAGISMA Jurnal Ilmiah Ekonomi dan Bisnis
JOURNAL OF MAGISMA
EDITORIAL BOARD
Editor in Chief
Dr. Fitri Lukiastuti, SE, MM STIE Bank BPD Jateng
Peer Reviewer
Prof. Dr. Hardhani Widhiastuti, MM. Universitas Semarang
Prof. Dr. Augusty Tae Ferdinand, DBA. Universitas Diponegoro
Dr. Harnovinsah, Ak., M.Si., CA Universitas Mercubuana
Dr. LD. Gadi Djou, SE, M.Si Akt
Fuad, M.Si., Ph.D.
Dr. Mahfudz, SE, MT.
Dr. Alim Syariati, SE, M.Si
Dr. G. Masdjojo, SE, M.Si
Drs. Aprih Santoso, SE, MM
Dr. Yavida Nurim, CA. Ak
Universitas Flores
Univeritas Diponegoro
Univeritas Diponegoro
UIN Alauddin Makassar
Universitas Stikubank
Universitas Semarang
Universitas Janabadra Yogyakarta
Dr. Ferry Kuswantoro Universitas Janabadra Yogyakarta
Dr. Euis Soliha, SE, M.Si Universitas Stikubank
Dr. E. Siti Puryandani, SE, M.Si. STIE Bank BPD Jateng
Dr. Taofik Hidajat, SE, M.Si, CRBC. STIE Bank BPD Jateng
Dr. Grace Tianna Solovida, SE, M.Si., Akt., CA STIE Bank BPD Jateng
Editorial Board
Himawan Arif Sutanto, SE, M.Si STIE Bank BPD Jateng
Suryakusuma Kholid Hidayatullah, SE, MM STIE Bank BPD Jateng
Taufiq Andre Setiyono, SE, M.Ak STIE Bank BPD Jateng
Alamat Redaksi
PROGRAM MAGISTER MANAJEMEN
STIE BANK BPD JATENG
Jl. Soekarno Hatta No. 88 A Semarang
Telp. (024) 3553834 ext. 122 Fax: (024) 3560130
Emai: [email protected]
E-ISSN : 2685-1504
Jurnal MAGISMA adalah Jurnal ilmiah yang dimaksudkan untuk mempublikasikan artikel yang
berisi gagasan, laporan hasil penelitian, pembahasan teori dan konsep bidang Ekonomi dan Bisnis
serta berbagai aspek sosial yang terkait erat dengan bidang ekonomi. Jurnal MAGISMA Terbit 2
kali setahun pada bulan Januari dan Juli. Artikel yang dimuat bukan cerminan sikap dan/atau
pandangan dari redaksi dan tanggungjawab isi ada pada penulis.
ISSN : 2337778X
Jurnal Magisma Vol. IX No. 1 – Tahun 2021
ISSN: 2337-778X E-ISSN : 2685-1504
MAGISMA Jurnal Ilmiah Ekonomi dan Bisnis
DAFTAR ISI
Implikasi Penanaman Modal Asing (PMA), Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN)
Terhadap Tenaga Kerja Dalam Meningkatkan Pertumbuhan Ekonomi Kota Surabaya
Azzalina Alsavira 1– 11
Pengaruh Occupational Stress Dan Psychological Contract Terhadap Work Engagement
Melalui Psychological Well Being Di Saat Pandemi Covid 19
Herlina Damayanti, Ali Mursid 12 – 26
Komunikasi Interpersonal Dalam Meningkatkan Motivasi Karyawan Di Masa Pandemi
Covid-19
Renika Yuliana, Dedi Rianto Rahadi 27 – 35
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kualitas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah
Dengan Penatausahaan Barang Milik Daerah Sebagai Variabel Moderasi
Sukarman, Grace Tianna Solovida 36 – 43
Inovasi Dan Kreatifitas Umkm Di Masa Pandemi
Reny Tri Juni Munthe, Dedi Rianto Rahadi 44 – 52
Pengaruh Kepercayaan Dan Servant Leadership Terhadap Kinerja Dengan Mediasi
Organizational Citizenship Behavior
Oktiani Windar Kristianti, Fitri Lukiastuti 53 – 62
Akuntabilitas Keuangan Dan Kompetensi Aparatur Sipil Negera Terhadap
Akuntabilitas Kinerja Dinas Perdagangan Perindustrian Kota Pekanbaru
Fachroh Fiddin 63 – 70
Pengaruh Work Family Conflict Terhadap Organizational Citizenship Behavior
Dimediasi Oleh Komitmen Organisasi
Ratya Shafira Arifiani, Viajeng Purnama Putri 71 – 81
Implementasi Penghapusan Aset Tetap Dan Aset Tidak Berwujud Studi Kasus Pada
BPPKAD Kabupaten Blora Tahun 2019
Putri Sholiha Anugraini, Siti Puryandani 82 – 86
Analisis Keberdayaan Konsumen Di Kota X
Pandji Anoraga 87 – 94
Jurnal Magisma Vol. IX No. 1 – Tahun 2021
ISSN: 2337-778X E-ISSN : 2685-1504
Jurnal Magisma Vol. IX No. 1 – Tahun 2021 | 1
ISSN: 2337778X E-ISSN : 2685-1504
IMPLIKASI PENANAMAN MODAL ASING (PMA), PENANAMAN MODAL
DALAM NEGERI (PMDN) TERHADAP TENAGA KERJA DALAM
MENINGKATKAN PERTUMBUHAN EKONOMI KOTA SURABAYA
Azzalina Alsavira1
1UIN Sunan Ampel Surabaya
Email: [email protected]
ABSTRACT
This research was conducted to determine the implications of foreign investment and domestic
investment on labor and to see the contribution of labor absorption to Surabaya's economic growth.
The method used is a qualitative descriptive research method which is supported by various
information media such as books, journals, articles, websites, and official documents related to the
research topic. how big is the level of labor absorption on investment and the contribution of labor
absorption to Surabaya's economic growth and how are the efforts in managing investment in labor.
The object of this research is in the Surabaya area in the 2011-2018 period. Based on the research
results, the absorption of labor can have a positive impact on growth because it can reduce
unemployment in Surabaya.
Keywords: FDI, Labor, unemployment, Economic Growth
ABSTRAK
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui implikasi penanaman modal asing dan penanaman modal
dalam negeri terhadap tenaga kerja serta melihat kontribusi penyerapan tenaga kerja terhadap
pertumbuhan ekonomi Surabaya.Metode yang digunakan adalah metode penelitian deskriptif kualitatif
yang di dukung dengan berbagai media informasi seperti buku, jurnal, artikel, situs web, serta
dokumen resmi yang berhubungan dengan topik penelitian.seberapa besar tingkat penyerapan tenaga
kerja terhadap invetasi dan kontribusi peyerapan tenaga kerja terhadap pertumbuhan ekonomi
Surabaya serta bagaimana upaya dalam pengelolaan investasi terhadap tenaga kerja.Objek penelitian
ini adalahdi wilayah Surabaya pada periode 2011-2018.Berdasarkan hasil penelitian dengan
terserapnya tenaga kerja dapat berdampak positif terhadap pertumbuhan karena dapat mengurangi
penganggurandi Surabaya.
Keywords: PMA, PMDN, Tenaga Kerja, Pengangguran Pertumbuhan Ekonomi
1. Pendahuluan
Pandangan hidup adalah rencana
atau pedoman yang pasti dimiliki oleh
setiap individu, kelompok, dan suatu
negara. Pada pandangan suau negara
sendiri tentu menginginkan kehidupan
rakyat yang damai dan sejahterah. Hal itu
perlu adanya usaha dalam mewujudkan
tersebut. Telah berbagai cara pemerintah
Indonesia dalam menigkatkan
pertumbuhan dan pembangunan ekonomi
yang sudah dilakukan. Salah satunya
dengan mengundang investor asing untuk
menanamkan modalnya di indonesia.
Kini masanya memasuki
globlaisasi perdagangan dan inventasi
Asean Free Area (AFTA, tahun 2003),
APEC (tahun 2010), dan pasar global
(WTO, tahun 2020), dimana setiap negara
di isi dengan aliran masuk dan keluarnya
tenaga kerja yang terjadi dengan mudah
yang di buktikan dengan banyaknya
pembaruan program pada pasar. Arus
perdagangan, investasi, modal, tenaga
kerja dan perubahan teknologi berjalan
cepat pada wilayah yang menguntungkan
secara ekonomis dan pemindahan industry
menuju pada ketepatan dan kecepatan
Jurnal Magisma Vol. IX No. 1 – Tahun 2021 | 2
ISSN: 2337778X E-ISSN : 2685-1504
pengengolahan barang dan daya saing
sumber daya dengan menyeluruh.
Seluruh dunia sedang
membangkitkan beberapa ekonomi
globalisasi pada kekuatan mikro dan
makro.Pada pendekatan spesialisasi(Erani
Yustika 2012:180–81), sestuatu yang
mendorong dalam meningkatkan
perekonomian yang tertinggal pemerintah
membuat salah satu kebijakan dalam
menangani kondisi tersebut. Kebijakan
tersebut berupa dalam factor internal
maupun eksternal. Di lihat dari beberapa
aspek utama dalam perekonomian di
antaranya yaitu fungsi model menurut
Harrod-Domar dan Solow yang
menerangkan bahwa factor produksi yang
terdiri dari modal (capital) dan tenaga
kerja (labor force). Sumber daya alam
seperti tanahyang di jadikan factor ke tiga
dalam faktor produksi. Namun terkadang
masuk dalam bagian stok modal. Hal ini
biasanya jika pada tingkat negara terhitung
dalam Produk Nasional Bruto (PNB).
Sedangkan pada tingkat industry atau
ekonomi mikro, fungsi factor produksi
dikatakan seberapa banyak hasil produk
yang diperoleh efektifitas dari total tenaga
kerja dan modal, dengan factor lain
dianggap tetap.
Menurut (BKPM 2020)invetasi di
Indonesia tercatat terdapat USD 31,4
miliar yang digunakan untuk
pembangunan infrasturktur. Pembangunan
tersebut akan dijadikan sebagai negara
kapitalis ke 4 di dunia pada 2045. Sumber
utama dalam investasi asing ditukan pada
negara Cina, Belanda, Hongkong, dan
Malaysia. Provinsi Jawa timur mendapat
posisi ketiga pada nilai investasi terbanyak
dalam hitungan US$ sebesar 535,6 juta
dengan proyek 1.011 pada tahun 2020.
Sementara menurut BPS, Surabaya telah
menumbangn investasi sebanyak Rp. 1.05
triliun. Pada realisasi investasi dalam
negeri dan penanaman modal asing di
Indonesia pada triwulan I terdapat
pencapaian 23,8% dengan target 2020
sebesar 886,1%. Sedangkan pada realisasi
PMA sendiri sebesar 22,2% dengan target
508,6% dan PMDN 26,0% dengan target
377,5%.
Perkembangan penyerapan tenaga
di Indonesia pada tahun 2020 pada
triwulan I menyatakan bahwa investasi
PMA dan PMDN memiliki selisih yang
tidak jauh berbeda yaitu PMA sebesar
151.919 sedangkan PMDN sebesar
151.166. Namun bila ditotal keseluruhan
investasi baik PMA maupun PMDN
sedikit memiliki penurunan bila di
bandingkan pada tahun 2019 triwulan IV
sebesar 330.539 sedangkan total pada
tahun 2020 triwulan I sebesar 303.085.
Perkembangan penyerapan tenaga kerja
pada investasi di harapkan akan
berdampak positif baik pada Indonesia
maupun Surabaya dan kota kota lainnya.
Indonesia mempunyai potensi
masuk pada era globalisasi, namun tidak
hanya mengandalkan investasi langsung.
Alangkah baiknya jika negara republic
Indonesia bisa berdiri secara mandiri
dalam meningkatkan pertumbuhan
ekonomi, walaupun keduanya memiliki
keuntungan sendiri. Hal ini juga harus
diimbangi dengan kedisiplinan dalam
implementasi kebijakan hukum dan
kegiatan ekonomi lainnya seperti UMKM,
serta tidak luput pada pengawasan
terhadap penyelewengan pada pelaksanaan
investasi. Sehingga terhindar dari oknum-
oknum tidak bertanggung jawab dan tidak
menjerumuskan negara Indonesia pada
ketergantungan luar negeri.Menurut
Jokowi presiden Indonesia mengatakan
bahwa banyaknya arus modal masuk akan
mempengaruhi jumlah uang yang beredar
sehingga dapat menarik investasi serta
akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi
Indonesia. Tidak lupa dengan investor di
kalangan sekala menengah ke bahwa
seperti UMKM yang dimana tidak sedikit
jumlahnya di Indonesia. Hal itu juga
penting di perhatikan dalam
pelayananyang lebih baik(Adyatama n.d.).
Menurut penelitian dari Heydi yang
berjudul perngaruh invetasi dan tenaga
kerja terhadap pertumbuhan ekonomi kota
manado memiliki kaitan erat terhadap satu
Jurnal Magisma Vol. IX No. 1 – Tahun 2021 | 3
ISSN: 2337778X E-ISSN : 2685-1504
sama lain. Secara parsial menunjukan hasil
yang tidak berpengaruh signifikan
terhadap produk domestic regional bruto
kota Manado. Untuk itu kita perlu
menelaah setiap kebijakan yang akan di
terapkan di Indonesia.
Surabaya memiliki potensi
tersendiri dihati para investor. Pasalnya
Surabaya mendapat predikat 10 kota
teraman di dunia(Arianti n.d.). Dengan
peran dan tanggung jawab dari apparat
pemerintah dan didukung oleh
pemerintahan dan warga Surabaya di kenal
dengan memiliki kesenjangan yang rendah
bila dibandingkan dengan kota lainnya.
Selain itu Surabaya juga memiliki
pertumbuhan ekonomi yang tinggi
berdasarkan data BPS terbaru pada
pertumbuhan PDRB menurut lapangan
usaha 2019 yaitu senilai 6,10%. Untuk itu
Surabaya pengkajian ulang terhadap
investasi dan tenaga kerja yang sangat
menarik untuk di bahas pada penelitian
kali ini. Pada penelitian ini dilakukan untuk
mengetahui keterkaitan antara investasi PMA
dan PMDN terhadap tenaga kerja dalam
meningkatkan pertumbuhan ekonomi di kota
surabaya serta untuk mengetahui upaya
pengeloaaninvestasi PMA dan PMDN
terhadap tenaga kerja dalam meningkatkan
pertumbuhan ekonomi di kota surabaya
2. Tinjauan Pustaka Dan Pengembangan
Hipotesis
Dalam menciptakan pertumbuhan dan
pembangunan ekonomi, Indonesia kuhususnya
pada kota Surabaya memerlukan adanya
modal yang digunakan untuk menjalankan
industry agar dapat menghasilkan ouput.
Namun keterbatasan modal yang dimiliki oleh
negara-negara berkembang dalam
mengembangkan perusahaannya. Modal yang
sulit tersedia mengakibatkan persaingan
penanaman modal untuk mendapat dana
investasi. Hal dikarenakan suku bunga
pinjaman negara berkembang relative tinggi.
Berbeda dengan negara maju yang suku bunga
pinjaman relative lebih kecil, sehingga
penanaman modalatau sumber dana pinjaman
yang banyak tersedia(Teguh 2010:236–37).
Namun yang terpenting adalah bagaimana cara
mengelola pinjaman tersebut secara optimal,
efesien dan efektif. Pembayaran yang tepat
waktu pada pinjaman dan suka bunga akan
menghasilkan laba (profit) yang maksimal
dalam jangka panjang.Sehingga, sebelum
berinvestasi menerima investor harus
memperhatikan bagaimana pengeolaan
investasi, kapan waktu yang tepat, dimana
lokasinya serta seberapa besar modal tersebut
(Oktaviani.J 2018)
Investasi
Investasi dalam Bahasa inggris adalah
investment yang di artikan sebagai penanaman
modal. Investasi dapat digunakan sebagai
gebrakan dalam meningkatkan sector
perekonomian dimana terdapat pemerintah dan
hubungan antara investor dalam negeri
maupun luar negeri yang turut andil.
Penanaman modal asing atau investasi
langsung (Foreign Direct Investment)pada
dasarnya merupakan sesuatu yang
dilaksanakan oleh individu, kelompok, baik
pemerintah atau perusahaan swasta untuk
mencapai target pertumbuhan ekonomi yang
meningkat dalam jangka Panjang (Ma’ruf
2012). Pengeluaran investasi menurut
penggunaannya dibagi menjadi tiga
kepentingan yaitu (Rosyidi,2004); konstruksi
(construction); perbaikan (rehabilization), dan
perluasan (expansion). Konstruksi merupakan
dana yang dikeularkan untuk membangun
sesuatu yang baru ; rehabilitasi merupakan
dana yang dikeularkan untuk perbaikan
sesuatu yang sudah rusak (menyusut).
Sedangkan ekspansi merupakan dana yang
dikeularkan untuk memperluas kapasitas,
mempertinggi volume atau memperlebar ruang
gerak.
Pengertian penanaman modal asing
dalam (UU RI No. 25 Tahun
2007)berdasarkan Pasal 1 ayat (1) diartikan
sebagai segala bentuk kegiatan menanam
modal, baik oleh penanaman modal dalam
negeri maupun penanaman modal asing untuk
melakukan usaha di wilayah Negara Republic
Indonesia, sementara “penanaman modal
asing” pada pasal 1 ayat (3) UU Penanaman
Modal didefinisi sebagai kegiatan menanam
modal untuk melakukan usaha di wilayah
Negara Republik Indonesia yang dilakukan
oleh penanam modal asing, baik yang
menggunakan modal asing sepenuhnya
maupun berpatungan dengan penanam modal
dalam negeri.
Jurnal Magisma Vol. IX No. 1 – Tahun 2021 | 4
ISSN: 2337778X E-ISSN : 2685-1504
Arus modal internasional berupa
investasi portofolio yang dimana dalam suatu
negara sebagai penanam modal dengan
meminjamkan dana kepada negara peminjam
lain. Namun ada bentuk investasi lain yang
merupakan perusahaan internasional pada anak
cabang perusahaannya. Selain itu investasi
langsung memberi arus modal yang bersifat
sementara oleh suatu kelompok tertentu guna
mendapat keuntungan yang lebih tinggi
berbentuk pembelian saham dengan resiko
kecil(Salvatore 2014).
Keputusan dalam invetasi langung
yang bisa di terapkan yaitu pertama,
menggunakan perjanjian lisensi peruahaan luar
negeri untuk legiatan produksi. kedua, menjual
secara langsung pada output product. ketiga,
investasi langung untuk mengembangkan anak
cabang perusahaan. Dari ilustrasi tersebut
investasi pada dasarnya adalah manufaktur
oligopoly sebagai penyuplai atau yang
menyediakan (supply) dalam pasar dalam
negeri. Pada era sebelumnya, invetasi
langsung dibentuk guna mengelolah sumber
daya alam local yang kemudian diharapkan
dapat berkuasa dalam pasar international.
Akan tetapi masuknya era globalisai yang
pesat dalm berbagai teknologi dan ilmu
pengetahuan, memotivasi setiap negara untuk
mengelola sendiri tanpa campur tangan
perusahaan asing. Khususnya di benua
ASEAN tanpa terkecuali Indonesia.
Keberhasilan investasi dalam negeri,
terutama pada masa krisis ekonomi, yang
dilakukan oleh ekonom tentunya akan
memberi kontribusi yang positif bagi
pemulihan kondisi ekonomi daerah. Hal ini
tergantung sejauh mana berbagai kendala
ekonomi yang menghambat pulihnya
penanaman modal dapat diatasi serta menjadi
tanggung jawab pemerintah, pelaku usaha dan
masyarakat (Hanim and Ragimun 2015).
Untuk mewujudkan transformasi sumber daya
menjadi kekuatan ekonomi riil, maka kegiatan
investasi sebagai kata kunci dalam
mengoptimalkan bangkitnya perekonomian
daerah dengan memanfaatkan sumber daya
termasuk aset-aset baik yang dimiliki oleh
pemerintah maupun swasta, memegang
peranan penting dan menjadi tujuan utama.
Tenaga kerja
Tenaga kerja merukapan aspek
penting dalam penggerak pertumbuhan
ekonomi karena merupakan salah satu factor
produksi dalam kegiatan ekonomi. Tenaga
kerja yaitu seseorang yang sedang atau telah
bekerja, sedang mencari pekerjaan dan
beradaptasi dalam mengerjakan aktivitas lain,
misalnya belajar bagi pelajar, dan melakukan
aktivitas di rumah dengan umur minimal
tenaga kerja 10 tahun(Bawuno, Kalangi, and
Sumual 2015).Dalam (UU RI No 13 Tahun
2003 tentang Ketenagakerjaan 2003)
menjelaskan tenaga kerja adalah setiap orang
yang mampu dalam melakukan pekerjaan
untuk menghasilkan barang atau jasa untuk
memenuhi kebutuhan diri sendiri ataupun
orang lain.
Pengertian angkatan kerja dalam
United Nation (1962)adalah penduduk yang
aktif dalam menghasilkan produk atau suatu
barang dan/atau jasa secara ekonomi, hal ini
termasuk yang tidak bekerja maupun yang
bersedia bekerja. Sementara Angkatan kerja
atau labour force dalam(Menajang
2009)merupakan penduduk berumur produktif
pada usia (15-64 tahun) baik yang sedang
bekerja maupun yang tidak bekerja atau yang
sedang mencari pekerjaan. Sedangkan bukan
angkatan kerja yaitu penduduk yang sedang
menempuh Pendidikan, ibu rumah tangga,
penyandang cacat dan lansia.Pengertian
bekerja adalah seseorang yang melakukan
aktivitas dalam kegiatan ekonomi yang
menghasilkan keuntungan selambat-lambatnya
adalah satu jam dalam seminggu. Pekerjaan itu
dilakukan secara runtut dan kontinu.
Hubungan Investasi dalam tenaga kerja
dalam meningkatkan pertumbuhan
ekonomi
Pada tingkat makro terdapat tiga
variable fungsi model dalam pertumbuhan
eknomi yaitu investasi, tabungan, dan
populasi. Semakin tinggi tingat tabungan, akan
meingkatkan pula pada investasi, lalu investasi
tersebut dapat menyerap tenaga kerja yang
mendapatkan hasil produksi yang optimal.
Dengan bertambahnya hasil produksi
tersebutlah yang dapat dijadikan sebuah
patokan dalam pertumbuhan ekonomi.
Banyak dari negara-negara kapitalis
menggunakan modal dalam wujud tabungan
sehingga memudahkan dalam membuat
produksi (lewat investasi), sehingga
memudahkan dalam meingkatkan produksi.
Namun hanya sedikit dari negara berkembang
yang menerapkan penyimpanan tabungan
seperti pada kebijakan negara kapitalis.
Jurnal Magisma Vol. IX No. 1 – Tahun 2021 | 5
ISSN: 2337778X E-ISSN : 2685-1504
Akibatnya sedikit tersedianya tabungan (lack
of saving), di tambah lagi dengan perjalanan
proses investasi yang tidak mulus. Pada
akhirnya antara tingkat tabungan dan
keinginan investasi terdapat kesenjangan
(Saving Invesments Gap). Untuk itu perlu
adanya solusi yang dihadapi negara
berkembang dalam menghadapi masalah
tersebut yaitu dengan meningkatkan investor
asing dapat melalui portofolio /PMA serta
dengan utang luar negeri. Dengan adanya
penanaman modal menjadi peluang untuk
meningkatkan daya serap tenaga kerja dalam
sehingga meningkatkan pertumbuhan
ekonomi(Erani Yustika 2012).
Hipotesis
Pada penelitian (Ningrum 2008) yang
berjudul penanaman modal asing dan
penyerapan tenaga kerja di sector industry,
dengan metode regresi panel untuk meghitng
elastisitas penyerapan tenaga kerja terhadap
PMA. Dari hasil penelitian tersebut
menyimpulkan bahwa industry mampu
menyerap tenaga kerja sebesar 26,88% dari
total nilai PMA. hal ini dikarenakan industry
bersifat capital intensive sehingga mampu
menambah arus modal Indonesia, akan tetapi
kurang efektif dalam menangani
pengangguran.
Dibandingkan dengan penelitian
sebelumnya dengan hasil yang cukup kurang
efektif, pada penelitian (Agustini and Panca
Kurniasih 2017) berjudul perngaruh investasi
PMDN, PMA dan penyerapan tenaga kerja
terhadap pertumbuhan ekonomi dan jumlah
penduduk miskin kabupaten/kota di provinsi
Kalimantan barat dengan metode analisis
regresi melalui eviews 6.0. untuk mengetauhui
seberapa pengaruh investasti PMA dan PMDN
berpengaruh terhadap penyerapan tenaga kerja
dan pengaruh investasi PMDN, PMA dan
penyerapan tenaga kerja terhadap
pertumbuhan ekonomi dan jumlah penduduk
miskin kabupaten/kota di provinsi Kalimantan
barat. Dari hasil penelitian tersebut
menyebutkan bahwa investasi baik PMA
maupun PMDN berpengaruh positif dan
signifikan terhadap penyerapan tenaga kerja
khususnya pada sektor perkebunan serta hasil
lainnya menunjukan bahwa pertumbuhan
ekonomi terhadap jumlah kemiskinan
menurun. Artinya pertumbuhan ekonomi dapat
mengurangi jumlah kemiskinan secara
signifikan.
Selanjutnya pada penelitian(Suindyah
D 2017) dengan judul pengaruh tenaga kerja
dan pengeluaran pemerintah terhadap
pertumbuhan ekonomi di provinsi jawa timur
dengan metode OLSuntuk mengetahui
bagaimana pengaruh tenaga kerja dan
pengeluaran pemerintah terhadap pertumbuhan
ekonomi di provinsi jawa timur. Hasilnya
menunjukkan bahwa investasi dapat
meningkatkan pertumbuhan ekonomi di jawa
timur yang nantinya akan mempengauruhi
pula pada penyerapan tenaga kerja. Dengan
tersedianya lapangan pekerjaan akan
mengurangi pengangguran dan mendapatkan
penghasilan. Sehingga tingkat kesejahteraan
penduduk meningkat.
3. Model Penelitian
Dalam penelitian ini dimaksudkan
bahwa dalam meningkatkan perekonomian ada
beberapa aspek utama dalam perekonmian di
antaranya yaitu factor produksi yang terdiri
dari modal (capital) dan tenaga kerja (labor
force). Semakin banyak arus modal masuk dan
angkatan kerja yang bekerja sehingga
mengurangi angka pengagguran. Hal ini dapat
sebagai salah satu indicator dalam
meningkatkan pertumbuhan ekonomi di suatu
kota atau negara.
4. Motode penelitian
Metode yang digunakan dalam
penelitian ini menggunakan model
ekonometrika yang akan digunakan pada
penelitian ini adalah kualitatif
deskriptif.Metode ini berfungsi untuk
menganalisis hubungan keterkaitan antara satu
variabel dengan variable yang lain yakni
variable yang terdiri dari variable dependen
(Y) dan variable independent (X)yang
dituangkan dalam instrumen penelitian sebagai
berikut:
Y= Pertumbuhan Ekonomi
X1= PMA
X2= PDMN
X3= Tenaga Kerja
Sedangkan pada sampel
mengguunakan sampel data Surabaya pada
tahun 2011-2018 yang diperolah dari Badan
Pusat Satistik, Bank Indonesia, dan Dinas
penanaman modal dan pelayanan terpadu satu
pintu kota Surabaya.
Jurnal Magisma Vol. IX No. 1 – Tahun 2021 | 6
ISSN: 2337778X E-ISSN : 2685-1504
Metode Pengumpulan Data
Jenis data yang digunakan yakni
menggunakan data sekunder dengan renang
waktu 2011 sampai 2018, bertempatan di kota
Surabaya. Penelitian ini juga didukung
referensi yang terdapat dalam buku/ e-book,
jurnal, situs web, dokumen legal, dan karya
ilmiah lainnya. Beberapa situs web yang telah
dikunjungi adalah Badan Pusat Statistic (BPS),
Dinas Penananman Modal Surabaya (DPM-
PTSP), dan dokumen lain dari lembaga
pemerintahan yang berhubungan.
5. Hasil dan Pembahasan
Mengoptimalkan potensi daerah dalam
mingkatkan keunggulan komparatif suatu
daerah, sehingga dapat terencana dalam
pembangunan daerah dan menentukan pioritas
dan strategi pembangunan daerah untuk
meraih pertumbuhan ekonomi yang berdaya
saing tinggi. Untuk itu pemerintah dan pihak
swasta berperan dalam pertumbuhan ekonomi
di Surabaya yang mempunyai potensi besar
sehingga dapat meningkatkan pertumbuhan di
Indonesia. Investasi yang diwenangi oleh
pemerintah daerah akan berdampak positif
secara langsung pada peningkatan ekonomi
daerah khususnya di sector keuangan(Ma’ruf
2012).
Perusahaan multinational membangun
pabrik di berbagai negara berkembang yang
memiliki ongkos tenaga kerja yang rendah dan
menjual hasil produk pada pasar internasional.
Sehingga perusahaan internasional diterima
kehadirannya karena dapat membuka lapangan
pekerjaan dan mengurangi tingkat
pengangguran yang umumnya terjadi pada
negara berkembang. Selain itu, masuknya
perusahaan asing di negara local juga dapat
berdampak seperti pada penularan terknologi,
produk yang canggih dan ilmu pengetahuan
yang telah berkembang pesat. Akan tetapi
terdapat beberapa kelompok yang menentang
adanya perusahaan multinasional dikarenakan
ekspor tenaga ahli dan pekerja menengah dari
negara maju, menyerap buruh-buruh dengan
murah serta meninggalkan limbah industry
pada negara local. Namun terdapat perbedaan
dalam kepentingan antara negara sasaran dan
negara investor yang mengakibatkan
penyimpangan dan persoalan baru (Salvatore
2014:396).
Sumber: dpm-ptsp.surabaya.go.id
Berdasarkan data dari Dinas
Penanaman Modal Surabaya dengan satuan
rupiah triliun dengan tenaga kerja satuan
orang, dapat dilihat bahwa pada tahun 2011
sampai 2018 mempunyai keterkaitan kuat
terhadap tenaga kerja. Pada awalnya 2011
investasi PMA(6.224) dengan tenaga kerja
PMA(5.720). Namun pada 2012 mengalami
penurunan pada investasi asing (2.513) di ikuti
dengan tenaga kerja PMA yang ikut turun
(2.362). Pada tahun 2013 juga mengalami
perununan pada investasi asing (863) maupun
Tenaga kerja PMA(2.192). Namun pada tahun
2014 mengalami kebangkitan pada PMA
(2.464) akan tetapi tenaga kernya pma
mengalami penurunan (1.694). Pada tahun
2015 PMA menurun (1.410) namun pada
tenaga kerja mengalami kenaikan (2.503).
Pada tahun 2016 PMA mengalami kenaikan
investasi senilai (4.939), namun pada tenaga
kerja PMA mengalami sedikit penurunan
(2.177). Pada tahun 2017 mengalami kenaikan
yang cukup fantastis senilai (15.572) di ikuti
dengan tenaga kerja yang ikut naik pula
(10.791). Namun pada tahun 2018 mengalami
penurunan kembali PMA menjadi (9.683) serta
penurunan yang cukup banyak pada tenaga
kerja PMA hanya senilai (1.310). Hal ini dapat
dilihat berdasarkan naik turunnya investasi
PMA dengan tenaga kerja bahwa pengaruh
investasi PMA terhadap kontribusi penyerapan
tenaga kerja tidak signifikan antara naik
turunnya grafik di atas.
Pada investasi PMDN tahun 2011
(1.352) dan tenaga kerja senilai (2.306). Pada
tahun 2012 investasi PMDN mengalami
kenaikan (3.932) di ikuti tenaga kerja PMDN
(2.369). Namun pada tahun 2013 Investasi
PMDN menurun (901) dan tenaga kerja
6,224
2,513863
24641410
4939
15,572
9683
5,720
2,362 2,192 1,6942,503 2,177
10,791
1,3101,352
3,932
901 1,048
3,6582,371
5,546
1,1422,306 2,369
3,5844,664
1,8695.487
3,0451,212
2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018PMA TK PMA
Jurnal Magisma Vol. IX No. 1 – Tahun 2021 | 7
ISSN: 2337778X E-ISSN : 2685-1504
PMDN (3.584). Pada tahun 2014 investasi
dalam negeri (1.048) mengalami kenaikan
yang juga di ikuti tenaga kerja PMDN (4.664).
Pada tahun 2015 juga mengalami peningkatan
pada PMDN (3.658) namun tidak di imbangi
dengan naiknya tenaga kerja yang bahkan
menurun (1.869). Berikutnya pada than 2016
yang mengalami penurunan sebesar (2.371).
Namun tenaga kerja menginkast sebesar
(5.487). Pada tahun 2017 investasi PMDN
meningkat sebesar (5.546), namun pada tenaga
kerja menurun sebayak (3.045). Terjadi
penurunan kembali pada tahun 2018 di
invetasi PMDN (1.142) serta tenaga kerja juga
mengalami penurunan (1.212). Dengan
demikian dari grafik diatas investasi PMDN
penyerapan tenaga kerja tidak signifikan
antara naik turunnya grafik di atas.
Terlepas dari hal itu, investasi masih
mempunyai andil yang cukup baik terhadap
tenaga kerja karena dapat menyumbang
kontribusi dalam penyerapan tenaga kerja dari
proyek yang dijalankan oleh investasi baik
PMA maupun PMDN.
Sumber: BPS dan DPM & PTSP
Kontribusi penyerapan tenaga kerja
yang di peroleh dari tenaga kerja proyek
penanaman modal baik asing maupun dalam
negeri. Pada tahun 2011 dapat menyerap
sebanyak 0,57%. Sedangkan pada tahun 2012
menurun dengan nilai 0,35%. Pada tahun 2013
dan 2014 meningkat dapat menyerap tenaga
kerja sebesar 0,41% pada 2013 dan 2014
sebesar 0,46%. Namun kembali menurun pada
tahun 2015 menjadi senilai 0,32% saja. Pada
tahun 2016 sayangnya pada jumlah data
angkatan kerja dan bekerja tidak ada data yang
tersedia pada angkatan terja dan bekerja di
kota Surabaya. Selanjutnya pada tahun 2017
meningkat cukup pesat denga nilai 0,98% akan
tetapi kembali menurun pada tahun 2018 yang
hanya menyerap tenaga kerja sebesar 0,17%.
Hal ini tentu mejadi perhatian khusus investasi
terhadap penyerapan tenaga kerja hingga
optimal.
Dalam (UU RI No. 25 Tahun
2007)Pasal 18 poin (3) yang berkaitan dengan
Penanaman modal mendapat fasilitas
sebagaimana dimaksud pada ayat 2 adalah
yang sekurang – kurangnya memenuhi salah
sau kriteria berikut ini : a. Meyerap banyak
tenaga kerja b. Termasuk skala prioritas tinggi
c. Termasuk pembangunan infrastruktur d.
Melakukan alih teknologi e. Melakukan
industri pioner f. Berada di daerah terpencil,
daerah tertinggal, daerah perbatasan, atau
daerah lain yang dianggap perlu g. Menjaga
kelestarian lingkungan hidup h. Melaksanakan
kegiatan penelitian, pengembangan, dan
inovasi i. Bermitra dengan usaha mikro, kecil,
menengah, atau koperasi, atau j. Industri yang
menggunakan barang modal atau mesin atau
peralatan yang diproduksi di dalam negeri.
Hal ini dilakukan karena mempunyai
tujuan yang di tujukan pada Pada pasal 3 ayat
2 menjelaskan tujuan utama dalam
mengadakan penanaman modal diantara
adalah untuk meningkatkan pertumbuhan dan
mencinptakan lapangan pekerjaan, serta
membangun ekonomi berkelanjutan.
Tantangan yang perlu dihadapi dalam
era globalisasidemi menigkatkan efisiensi,
jikainvestasi semakin besar maka akan
membuat relasi yang semakin luas pasa tingkat
internasional, begitu juga diikuti dengan
pertumbuhan ekonomi yang semakin pesat.
Akan tetapi hal itu juga memiliki dampak
negatif terhadap suatu negara yaitu:
1. Adanyanya transfer pricing untuk parkir
dana dan menguntungkan pada negara-
negara tax shaller (yang perlindungan
terhadap persembunyian kewajiban
membayar pajak). Fakta tersebut sering
terjadi pada beberapa industri sehingga hal
itu dapat merugikan negara berkembang.
2. Dunia digital yang masuk ke Indonesia
yang sebenarnya belum sepenuhnya di
butuhkan di negara berkembang. Sebab
pada keterbatasan SDM yang memiliki
kualitas skill dalam mengimbangi
implementasi teknologi. Di dalam negara
berkembanng tentu industry padat karya
sangat diperlukan untuk mengurangi
penagguran. Sehingga jika kualitas SDM
belum mumpuni maka akan
mengakibatkan kergantungan terhadap
pembuat teknologi tersebut.
1,399,193
1,347,680
1,395,6041,380,15
71,365,180
1,406,358
1,426,945
5,7204,731
5,7766,3584,372
7,664
13,836
2,522
0
5,000
10,000
15,000
1,300,000
1,350,000
1,400,000
1,450,000
BEKERJA TK PM
Jurnal Magisma Vol. IX No. 1 – Tahun 2021 | 8
ISSN: 2337778X E-ISSN : 2685-1504
3. Masuknya penanaman modal asing sering
terjaditrade-off politis yang merugikan
masyarakat luas dan sektor usaha lainnya.
Terjadi kegagalan pasar yang bisa saja
terjadi, perlu adanya antisipasi dalam
menghindari penyebab kegagalan pasar
tersebut serta perlu adanya intervesi dari
pemerintah yang terkait dengan pasar
persaingan tidak sehat, ketimpamngan,
kemiskinan, kriminalistas akibat banyaknya
penguguran serta krusakan lingungan yang
diakibatnya limbah industri.Dengan demikian
untuk menemukan solusi dari tragedi tersebut
butuh adanya kebijakan pemerintah yang
koperhensif dalam menangani masalah
tersebut yakni dengan menciptakan iklim
usaha dan investasi yang kondusif dan
bersahabat serta memperkuat kedisiplinan di
bidang ekonomi, politik, hukum. Pasalnya
pada saat ini terdapat banyak sekali
perlindungan hukum yang tidak beres dengan
membuat undang undang terkesan terburu-
buru,regulasi dan mekanisme pemerintahan
yang kaku, ketidaksesuaian peraturan dengan
pelaksanaan di lapangan akibat banyaknya
hukum yang masih ambigu, kebijkan ekonomi
yang lamban serta gejolak masyarakat yang
tidak kondusif.
Untuk itu, pemerintah membuat
kebijakan dalam(UU RI No. 25 Tahun
2007)tentang penanaman modal pada BAB VI
pasal 10 menjelaskan bahwa pada investor
asing dalam memenuhi kebutuhan tenaga kerja
wajibmempioritaskan tenaga kerja
WNI.Perusahaan investor asing berhak
memakai tenaga kerja WNA untuk jabatan dan
keahlian tertentu sesuai dengan aturan undang-
undang serta wajib meningkatkan kompetensi
tenaga kerja WNI melalui pelatihan kerja
sesuai dengan dengan aturan undang-undang.
Peraturan undang-udang yang terikat
dengan penanaman modal memerlukan
penyesuaian terhadap beberapa perjanjian
multilateral, regional dan bilateral, serta diikuti
pemerintah nasional dalam menunjang
pertumbuhan ekonomi(Sihombing 2009:26–
27). Namun pada saat ini keadaan
pertumbuhan PDRB kota Surabaya relatif
mulai membaik, pertumbuhan ekonomi dalam
beberapa tahun terakhir pada tahun 2011
sampai 2018
Sumber: Badan Pusat Statistic .go.id di ol
Berdasarkan data yang bersumber dari
BPS dapat di analisis dari perbandingan grafik
pengagguran dan PDRB kota Surabaya sekilas
terlihat cukup signifikan. Hal ini ditandai
dengan menurunnya penagguran pada tahun
2011, 2012 menunjukan peningkatan pada
PDRB pertumbuhan 2012. Pada tahun 2013
mengalami sedikit peningkatan pada
penagguran namun tingkat pertubuhan tetap
naik. Pada tahun 2014, 2015, 2016
pengagguran melamai kenaikan yang
mengakibatkan tingkat pertumbuhan ikut
menurun, namun pada tahun 2017 dan 2018
pengangguran mengalami penurunan sehingga
pertumbuhan mulai membaik dan meningkat.
Penanaman modal asing dapat
memperngaruhi jumlah permodalan,
peningkatan mutu SDM dan meningkatkan
teknologi pada negara domestic (De Mello
1999) dalam (Hapsari and Prakoso 2016).
Menuntaskan ketimpangan pada social
ekonomi adalah upaya seluruh negara dalam
melaksanakan pembangunan nasional. Namun
pada pembangunan ekonomi membutuhkan
modal dasar. Dengan kata lain, selain dana
setiap negara juga membutuhkan skill yang
berkualitas, teknologi, dan kemampuan
menejemen dalam mengelolah sumber daya
alam. Sementara pada negara Indonesia masih
terbatas dalam teknologi, skill dan kemampuan
menejemen pengeloaan sumber daya alam.
Untuk itu, petingnya dalam
memperhatikan factor yang senantiasa dalam
pengambilan keputusan sehingga tetap selaras
dan sesuai dengan tujuan pembangunan
ekonomi NKRI. Tidak hanya membantu dalam
ilkim ekonomi makro dan kondisi moneter
yang stabil, tetapi harus diikuti juga dengan
5.15%5.07%5.28%5.82%
7.01%7.29%
5.98%6.12%7.13 7.35 7.586.96
5.97 6 6.13 6.2
0
1
2
3
4
5
6
7
8
0.00%
1.00%
2.00%
3.00%
4.00%
5.00%
6.00%
7.00%
8.00%
Pengangguran terhadap Pertumbuhan Ekonomi Surabaya
TIDAK BEKRJA PDRB
Jurnal Magisma Vol. IX No. 1 – Tahun 2021 | 9
ISSN: 2337778X E-ISSN : 2685-1504
stabilitas keamanan, stabilitas politik, iklim
berusaha yang besifat stabil, dan kepastian
hukum yang konsisten juga sangat penting
bagi terlaksananya pembangunan ekonomi
yang berkesinambungan (Sihombing 2009).
Siapkah tenaga kerja indonesia
berdaya saing dengan kemungkinan masuknya
tenaga kerja asing yang masuk ke indonesia
karena adanya investasi asing. Mampukah kita
dapat menjaga mutu pada permintaan setiap
tenaga kerja dengankualitas tenaga kerja dan
daya saing tenaga kerja dalam negeri yang
terbatas. Sementara padakualitas SDM
Indonesia, di peringkat pada 114 dari 174
negara di dunia dan terendah se-Asia
Tenggara, dimana berada di bawah negara
Vietnam. Hal ini setara dengan negaa miskin
di Asia Selatan dan wilah Afrika (UNDP,
Human Development Index – HDI, September,
2003).Tidak hanya itu, menurut penelitian
Institute for Management Development dalam
Word Competitiveness Year Book 2003
menyatakan bahwa peringkat daya saing
berada pada posisi 47 dari 50 negara yang di
survei.Predikat prestasi buruk ini akan
semakin membengkak jika tidak di tangani
secara mendasar dan menyeluruh(Halwani
2005).
Investasi yang dapat meningkatkan
teknologi juga dapat menigkatkan
produktivitas kerja dan meningkatkan taraf
hidup masyarakat menjadi lebih
sejaterah.Namun pada sisis lain, perusahaan
kerkadang memilih untuk menggunakan padat
modal dibandingkan dengan padat karya.
Hanya perusahaan kecillah yang menggunakan
padat karya. Walaupun pada modal dapat
meningkatkan produktivitas barang.
Berdasarkan penelitian (Makhfudz
1945)berkesimpulanbahwaada kolerasi positif
antara peran investasi asing dengan
perkembangan ekonomi nasional dengan hasil
pertumbuhan PDB riil dengan todal
hutang/PDB di periode yang sama. Semakin
meningkat ketergantungan terhadap
penanaman modal asing akan mengakibatkan
kebijakan dalam negeri cenderung menuruti
keinginan investor yang semestinya
menguntungkan dalam negeri melainkan
menguntungkan negara investor .
Perlu adanya tindakan tegas demi
keseimbangan pada investasi baik investasi
dalam negeri maupun luar negeri. Dengan
seimbangnya invetasi dapat mengurangi
dampak negatif yang dapat di timbulkan.Solusi
alternatif agar negara tidak ketergantungan
adalah dengan meningkatkan penanaman
modal dalam negeri, dimana keuntungan dari
perusahaan masuk pada perusahaan nasional
itu sendiri. Karena sejatinya melakukan
investasi adalah mendapat keuntungan dengan
jangka panjang yang diperolah dari dua belah
pihak yang terkait.Dengan demikian negara
domestik maupun perusahaan investor dalam
negeri menjadi sama-sama untung. Tidak
hanya itu, kita jiga dapat
memanfaatkanpendapatan yang meningkatkan
pada pertumbuhan ekonomi tersebut yang di
ambil dari keuntungan pajak perusahaan itu
sendiri.
Investasi dalam jangka panjang dapat
meningkatkan sumber daya manusia dimana
SDM sebagai salah satu aspek dari faktor
produksi atau biasa disebut dengan tenaga
kerja.Jumlah angkatan yang dimiliki Indonesia
cukup besar yakni sekitar 100 juta orang dan
bertambah 2,5 juta setiap periode. Dengan
demikian, melimpahya tenaga kerja
menjadikan mudahnya setiap industry untuk
mencari pekerja pada setiap aktivitas investasi.
Namun tergantung pada pengelolaan
anggakatan kerja yang bermut dari segi
kualifikasi keahlian dan keterampilan yang
masuk dalam lapangan pekerjaan yang ada.
Berhubungan dengan hal itu, maka masyakarat
membutuhkan kebijakan pada pidang
Pendidikan dan pelatihan kerja yang tanggap
dalam kebutuhan pasar tenaga kerja serta
meningkatkan program investasi yang
menggunakan tenaga kerja local lebih
banyak(Supancana 2006:22–23).dengan
meningkatkan kualitas tenaga kerja tentu
adanya pendidikan yang dapat menunjang skill
yang dimiliki oleh seseorang dalam bekerja
atau mendapat pekerjaan. Dengan kata lain
pendidikan juga merupakan investasi jangka
panjang yang mampu memberikan efek besar
terhadap negara.
6. Kesimpulan
Dalam dunia investasi di daam
pemerintahan akan berdampak besar terhadap
beberapa aspek. Salah satunya terhadap tenaga
kerja local di Surabaya. Hal itu tentu juga
dapat mempengaruhi pertumbuhan ekonomi.
Akan tetapi investasi juga memiliki tantangan
sendiri pada negara. Terepas dari positif dan
negative dampak yang diperoleh dari investasi,
investasi memiliki kontribusi dalam menyerap
tenaga kerja local sehingga dapat menurunkan
Jurnal Magisma Vol. IX No. 1 – Tahun 2021 | 10
ISSN: 2337778X E-ISSN : 2685-1504
pengangguran. Namun tentu harus ada upaya-
upaya dalam mengoptimalkan pertumbuhan
ekonomi di Surabaya.
Dalam penelitian ini dimaksudkan
bahwa dalam meningkatkan perekonomian ada
beberapa aspek utama dalam perekonmian di
antaranya yaitu factor produksi yang terdiri
dari modal (capital) dan tenaga kerja (labor
force). Semakin banyak arus modal masuk dan
angkatan kerja yang bekerja sehingga
mengurangi angka pengagguran. Hal ini dapat
sebagai salah satu indicator dalam
meningkatkan pertumbuhan ekonomi di suatu
kota atau negara. Namun untuk menciptakan
daya saing tenaga kerja yang berkualitas dan
siap menghadapi teknologi pada negara
berkembang masih perlu adanya persiapan
yang matang dalam menghadapinya.
DAFTAR PUSTAKA
Adyatama, Egi. n.d. “Genjot Pertumbuhan,
Jokowi Sebut Investasi Satu-Satunya
Jalan.” Retrieved
(https://bisnis.tempo.co/read/1310059/ge
njot-pertumbuhan-jokowi-sebut-
investasi-satu-satunya-jalan).
Agustini, Yetty, and Erni Panca Kurniasih.
2017. “Pengaruh Investasi PMDN, PMA,
Dan Penyerapan Tenaga Kerja Terhadap
Pertumbuhan Ekonomi Dan Jumlah
Penduduk Miskin Kabupaten/Kota Di
Provinsi Kalimantan Barat.” Jurnal
Ekonomi Bisnis Dan Kewirausahaan
6(2):97. doi: 10.26418/jebik.v6i2.22986.
Arianti, Fiki. n.d. “HomeProperti 6 Alasan
Surabaya Terpilih Jadi Lokasi Investasi
Properti.” Liputan6. Retrieved
(https://www.liputan6.com/properti/read/
2388629/6-alasan-surabaya-terpilih-jadi-
lokasi-investasi-properti.).
Arif, Fakrulloh Zudan, and H. Hadi. Wuryan.
1997. Hukum Ekonomi : Buku Satu.
Surabaya: Karya Abditama.
Bawuno, Eunike Elisabeth, Josep Bintang
Kalangi, and Jacline Indriany Sumual.
2015. “Pengaruh Investasi Pemerintah
Dan Tenaga Kerja Terhadap
Pertumbuhan Ekonomi Di Kota
Manado.” Jurnal Berkala Ilmiah
Efisiensi 15(04):245–54.
BKPM. 2020. “BKPM Catat Investasi USD
31,4 Miliar Untuk Infrastruktur.”
Retrieved
(https://www.bkpm.go.id/id/publikasi/det
ail/berita/bkpm-catat-investasi-usd-314-
miliar-untuk-
infrastruktur#:~:text=Pembangunan
proyek infrastruktur akan menjadikan,4
di dunia pada 2045.&text=Forum
tersebut menjadi wadah bagi,peluang
investasi infrastruktur di Indonesia.).
Erani Yustika, Ahmad. 2012. Ekonomi
Kelembagaan Paradigma, Teori, Dan
Kebijakan. Jakarta: Erlangga.
Halwani, Hendra. 2005. Ekonomi
Internasional & Globalisasi Ekonomi.
Bogor Selatan: Penerbit Ghalia
Indonesia.
Hanim, Anifatul, and Ragimun Ragimun.
2015. “Analisis Faktor-Faktor Yang
Mempengaruhi Minat Investasi Di
Daerah : Study Kasus Di Kabupaten
Jember Jawa Timur.” Kajian Ekonomi
Dan Keuangan 14(3):3–20. doi:
10.31685/kek.v14i3.55.
Hapsari, Rahma Dian, and Imam Prakoso.
2016. “Penanaman Modal Dan
Pertumbuhan Ekonomi Tingkat Provinsi
Di Indonesia.” Jurnal Ekonomi Dan
Bisnis 19(2):211. doi:
10.24914/jeb.v19i2.554.
Ma’ruf, A. 2012. “Strategi Pengembangan
Investasi Di Daerah: Pemberian Insentif
Ataukah Kemudahan?” Jurnal Ekonomi
& Studi Pembangunan. 13(1):43–52.
Makhfudz, M. 1945. “Seberapa Penting
Investasi Asing Dipertahankan Di
Indonesia.” Hukum 2(1):73–80.
Menajang, Heidy. 2009. “Kata Kunci :
Otonomi, Tenaga Kerja, Struktur
Ekonomi Kota Manado.”
Ningrum, Vanda. 2008. “Penanaman Modal
Asing Dan Penyerapan Tenaga Kerja Di
Sektor Industri.” Jurnal Kependudukan
Indonesia III(2):29–43.
Oktaviani.J. 2018. “Kontribusi Private
Investment Dan Belanja Modal
Pemerintah Terhadap Nilai Tambah
Ekonomi Dan Penyerapan Tenaga Kerja
Kab/Kota Hight Economic Di Provinsi
Jawa Timur (Kota Surabaya, Kota
Kediri, Kab.Sidoarjo, Kab.Gresik).”
Sereal Untuk 51(1):51.
Salvatore, Dominick. 2014. EKONOMI
INTERNASIONAL. 9th ed. Jakarta:
Semba Empat.
Sihombing, Jonker. 2009. Hukum Penanaman
Modal Di Indonesia. Bandung: Alumni.
Suindyah D, Sayekti. 2017. “Pengaruh
Investasi, Tenaga Kerja Dan Pengeluaran
Jurnal Magisma Vol. IX No. 1 – Tahun 2021 | 11
ISSN: 2337778X E-ISSN : 2685-1504
Pemerintah Terhadap Pertumbuhan
Ekonomi Di Propinsi Jawa Timur.”
EKUITAS (Jurnal Ekonomi Dan
Keuangan) 15(4):477. doi:
10.24034/j25485024.y2011.v15.i4.2312.
Supancana, Ida Bagus Rahmadi. 2006.
Kerangka Hukum Dan Kebijakan
Investasi Langsung Di Indonesia. Bogor:
Ghalia Indonesia.
Teguh, Muhammad. 2010. Ekonomi Industri.
Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
UU RI No. 25 Tahun 2007. n.d. PENANAMAN
MODAL.
UU RI No 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan. 2003. “Kementrian
Ketenagakerjaan.” (1):34–35.
Jurnal Magisma Vol. IX No. 1 – Tahun 2021 | 12
ISSN: 2337778X E-ISSN : 2685-1504
PENGARUH OCCUPATIONAL STRESS DAN PSYCHOLOGICAL CONTRACT
TERHADAP WORK ENGAGEMENT MELALUI PSYCHOLOGICAL WELL BEING DI
SAAT PANDEMI COVID 19
(Studi pada Karyawan KCP Bank Jateng Pasar Johar)
Herlina Damayanti1, Ali Mursid2
1STIE YKP Yogyakarta
Email: [email protected] 2STIE Bank BPD Jateng
Email : [email protected]
ABSTRACT
Psychological well-being as a prerequisite for work engagement through the expression of physical,
cognitive and emotional resources. This, refers to the state of happiness in work assignments. The
purpose of this study was to analyze the effect of occupational stress and psychological contract on
work engagement through psychological well being as an intervening variable. The sample of this
study was 33 people from a population of 33 employees KCP Bank Jateng Pasar Johar. The method of
determining the sample using saturated sampling. Data analysis using multiple linear regression
models with two models and multiple tests. The results of testing the first model hypothesis shows that
occupational stress has a statistically significant and negative effect on psychological well being and
psychological contract has a statistically positive and significant effect on psychological well being.
The results of testing the second model hypothesis show that psychological well being statistically has
a positive and significant effect on work engagement, occupational stress has a statistically negative
and significant effect on work engagement and psychological contract has a positive and significant
effect on work engagement. Hypothesis testing results show that occupational stress is calculated
independently that there is an indirect effect on work engagement, namely through psychological well
being as an intervening variable and psychological contract by means of calculation that there is an
indirect effect on work engagement, namely through psychological well being as an intervening
variable
Keywords : occupational stress, psychological contract, psychological well being, work engagement.
ABSTRAK
Psychological well-being sebagai prasyarat untuk work engagement melalui ekspresi sumber daya
fisik, kognitif dan emosional. Hal ini, mengacu pada keadaan bahagia dalam tugas kerja. Tujuan
penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh occupational stress dan psychological contract
terhadap work engagement melalui psychological well being sebagai variabel intervening. Sampel dari
penelitian ini adalah sebanyak 33 orang dari populasi 33 pegawai KCP Bank Jateng Pasar Johar.
Metode penentuan sampel menggunakan sampling jenuh. Analisis data menggunakan model regresi
linier berganda dengan dua model dan uji sobel. Hasil pengujian hipotesis model pertama
menunjukkan occupational stress secara statistik berpengaruh negatif dan signifikan terhadap
psychological well being dan psychological contract secara statistik berpengaruh positif dan signifikan
terhadap psychological well being. Hasil pengujian hipotesis model kedua menunjukkan bahwa
psychological well being secara statistik berpengaruh positif dan signifikan terhadap work
engagement, occupational stress secara statistik berpengaruh negatif dan signifikan terhadap work
engagement dan psychological contract secara statistik berpengaruh positif dan signifikan terhadap
work engagement. Hasil pengujian hipotesis menunjukkan bahwa occupational stress secara
perhitungan sobel bahwa ada pengaruh tidak langsung terhadap work engagement yaitu melalui
psychological well being sebagai variabel intervening dan psychological contract secara perhitungan
sobel bahwa ada pengaruh tidak langsung terhadap work engagement yaitu melalui psychological
well being sebagai variabel intervening
Kata kunci : occupational stress, psychological contract, psychological well being, work
engagement.
Jurnal Magisma Vol. IX No. 1 – Tahun 2021 | 13
ISSN: 2337778X E-ISSN : 2685-1504
1. Pendahuluan Kebijakan untuk membangunkan
sumber manusia perlu dilaksanakan dengan
sewajarnya serta dilaksanakan secara
berterusan serta konsisten, supaya operasi
lembaga berjalan lancar, selaras dengan visi
serta misi yang disusun. Sebab itulah
diperlukan peran MSDM. Manajer SDM
yang efektif menyadari bahwa aset paling
penting dari sebuah lembaga yakni manusia.
Apapun struktur serta targetnya, lembaga
dibuat berdasarkan kepentingan manusia
serta dalam pelaksanaannya dikelola oleh
manusia. Manusia ialah penggagas serta
penetap jalannya suatu lembaga, oleh
lantaran itu hendaknya perusahaan
menganjurkan arahan yang positive demi
terlaksananya tujuan perusahaan. (Sahlan,
Mekel, & Trang, 2015)
Perusahaan memerlukan pekerja yang
bukan saja unggul dari segi kepintaran atau
ketrampilan, perusahaan mencari dan
memerlukan pekerja yang mempunyai work
engagement. Untuk merealisasikan harapan
perusahaan dengan pekerja harus
mempunyai work engagement maka hal
yang akan mempengaruhinya adalah
occupational stress, psychological contract
dan psychological well being.
Pada riset ini, industri yang menjadi
pokok riset merupakan industri perbankan
merupakan Bank Jateng yang pertama kali
didirikan di Semarang berlatarkan Surat
Persetujuan Menteri Pemerintah Umum &
Otonomi Daerah No. DU.57./.1./.35.
tanggal 13 Maret 1963 serta izin usaha dari
Menteri Urusan Bank Sentral No. 4 ./ .Kep./
.MUBS./ .63. tanggal 14 Maret 1963 sebagai
prinsip operasional Jateng. Harapan
pendirian bank ialah untuk mengendalikan
keuangan daerah yaitu sebagai pemegang
Kas Daerah serta membantu meningkatkan
ekonomi daerah dengan memberikan kredit
kepada pengusaha kecil. Riset di lakukan di
semua KCP Bank Jateng Pasar Johar. Visi
Bank Jateng ialah Bank Terpercaya,
menjadi kehormatan masyarakat, mampu
menunjang pembangunan daerah. Misi dari
Bank Jateng ialah Memberikan layanan
prima didukung oleh kehandalan SDM
dengan teknologi modern, serta jaringan
yang luas, Membangun culture Bank serta
mempertahankan Bank sehat. Hal yang
utama ialah peningkatan ekonomi regional
dengan mendukung kegiatan retail banking
serta dapat menumbuhkan peran serta
komitmen pemilik, guna memperkokoh
bank.
Pandemi COVID-19 ini akan
mempengaruhi aktivitas sumber daya
manusia. Menurut wikipedia (2019),
COVID-19 merupakan penyakit menular
yang disebabkan oleh sindrom pernapasan
akut coronavirus 2 (SARS-CoV-2). Akibat
dari pandemi tersebut banyak instansi
pemerintahan maupun swasta menerbitkan
surat edaran untuk mencegah penyebaran
COVID-19. Pemerintah Provinsi Jawa
Tengah menetapkan status tanggap darurat
bencana Corona Virus Desease (Covid-19).
Hal itu ditetapkan di Semarang oleh
Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo,
dalam Keputusan Gubernur Jawa Tengah
Nomor 360/3/Tahun 2020 tentang
Penetapan Status Tanggap Darurat Bencana
Corona Virus Desease (Covid-19) di
Provinsi Jawa Tengah, tertanggal 27 Maret
2020. (Jateng, 2020)
Dalam hal ini, akibat dari pandemi
COVID-19 ini occupational stress
karyawan pada KCP Bank Jateng Pasar
Johar meningkat akibat dari perasaan
khawatir karyawan dapat tertular virus
COVID-19 ini. Occupational stress terjadi
ketika ada perbedaan antara keterampilan
dan kemampuan dan tekanan dan tuntutan
lingkungan kerja juga dapat
dikonseptualisasikan sebagai gangguan
keseimbangan antara tuntutan karyawan dan
sumber daya yang diberikan. COVID 19 ini
membuat tuntutan akan lingkungan kerja di
sekitar kita akan terganggu. physical dan
social distancing sangat sulit dilakukan
walaupun standar operasional prosedur
sudah dilakukan terbukti karyawan harus
melakukan pelayanan atau bekerja dengan
bersentuhan dengan banyak nasabah yang
dibuktikan pada gambar (terlampir). Hal ini,
menimbukan occupational stress karyawan
semakin tinggi.
Jurnal Magisma Vol. IX No. 1 – Tahun 2021 | 14
ISSN: 2337778X E-ISSN : 2685-1504
Dengan adanya sistem kerja saat
pandemi COVID-19 ang terjadi di KCP
Bank Jateng Cabang Pasar Johar pasti akan
muncul permasalahan psychological
contract yaitu konflik dan kesenjangan
sosial antara organisasi dengan karyawan.
Sistem kerja work from home yang
diterapkan akan memunculkan banyak
konflik seperti yang tercatat bahwa
berdasarkan aturan yang ada bahwa dalam
rangka mendukung program mencegah
program penyebaran virus corona pihak
bank sudah meningkatkan batas limitasi
kartu ATM hingga dua kali lipat akan tetapi
pada kenyataannya pada 15 April 2020
masih banyak nasabah yang masih datang
untuk melakukan transaksi di Bank bukan
di ATM. Hal ini membuat psychological
contract karyawan akan ke khawatiran
karena karyawan merasa belum dijaga oleh
perusahaan.
Selain itu, yang terjadi pada karyawan
Bank Jateng adalah dengan adanya pandemi
COVID-19 ini menyebabkan karyawan
harus melakukan work from home dan
bekerja dengan sistem piket hal ini akan
menimbulkan masalah karena menurut
(Khairuddin, 2017) bekerja dalam kondisi
terisolasi dapat menghasilkan efek negatif
pada psychological well being.
Psychological well being yang dirasakan
oleh karyawan, dipengaruhi oleh tekanan,
dan jika dibiarkan tidak akan
mempengaruhi kesehatan fisik, psikologi
individu dan persuhaan menjadi buruk.
Tinggi rendahnya psychological well being
seorang karyawan dipengaruhi oleh proses
menilai pengalaman hidup semasa menjadi
karyawan di institusi tersebut, untuk
karyawan tersebut memerlukan banyak
support sosial dari keluarga, sahabat, rekan
kerja, institusi atau organisasi dan pihak
lain. Psychological well-being sebagai
prasyarat untuk work engagement melalui
ekspresi sumber daya fisik, kognitif dan
emosional. Hal ini, mengacu pada keadaan
bahagia dalam tugas kerja. Singkatnya,
work engagement merupakan
"psychological well-being dan motivasi di
tempat kerja. (White, 2011)
Selain itu, terjadi permalahan yang
muncul pada karyawan di KCP Bank Jateng
Pasar Johar. Berdasarkan surat Direksi
Nomor : 2982/HT.01.02/DMR/2020 tanggal
16 Maret 2020 perihal pedoman tata laksana
kewaspadaan terhadap penyebaran Corona
Virus Disease (Covid-19) di Bank Jateng,
dan Surat Elektronik Kepala Devisi SDM
Bank Jateng tertanggal 17 Maret 2020
perihal melakukan pekerjaan dari rumah
(Work From Home) yang diperpanjang
sampai dengan 29 Mei 2020. Hal tersebut,
mempengaruhi work engagement karyawan
karena karyawan perasaan vigor (kekuatan)
yang di sifatkan sebagai daya tahan dalam
menghadapi kesulitan. Karyawan akan
kesulitan dalam bekerja dengan metode
work from home atau dengan metode piket
kerja. Selain itu, dedication (dedikasi) yang
digambarkan rasa semangat dalam bekerja
juga akan menurun. Karyawan melakukan
pekerjaan dengan sistem piket yaitu sehari
masuk dan sehari work from home dan
absen kerja menggunakan aplikasi
smartphone dan cenderung tidak
bersemangat dalam bekerja karena muncul
ketakutan.
Penelitian sebelumnya sudah
mengeksplorasi penelitian tentang pengaruh
occupational stress dan psychological
contract terhadap work engagement melalui
psychological well being. Penelitian ini
mengisi kekosongan penelitian yang pernah
di lakukan oleh Johari & Omar (2019),
Brasher et al. (2010), Malek, Fahrudin, &
Mohd Kamil (2009), Suleman, Hussain,
Shehzad, Syed, & Raja (2018), Sulistiobudi
et al. (2017), Duran, Woodhams, &
Bishopp (2019), Van der Vaart, Linde, &
Cockeran (2013), Kanten & Yesıltas (2015),
Vandiya & Etikariena (2018), Aiello & Tesi
(2017), Sofyanty (2018), Narainsamy &
Van Der Westhuizen (2013), Shuck & Reio
Jr (2014), Cordioli, Cordioli Junior,
Gazetta, Silva, & Lourenção (2019), Li,
Cheung, & Sun (2019), Wang, Liu, Zou,
Hao, & Wu (2017), Padula et al. (2012)
Soares & Mosquera (2019), Gordon (2019),
Gupta, Agarwal, & Khatri (2016), Saboor,
Malik, Pracha, Ahmed, & Malik (2017) dan
Jurnal Magisma Vol. IX No. 1 – Tahun 2021 | 15
ISSN: 2337778X E-ISSN : 2685-1504
Bal, De Cooman, & Mol (2013) dengan
mempertimbangkan permasalahan yang
sedang trending topik hampir di semua
negara yaitu masalah COVID-19.
2. Telaah Pustaka Dan Hipotesis
Organizational commitment
Occupational stress terjadi ketika ada
perbedaan antara keterampilan dan
kemampuan dan tekanan dan tuntutan
lingkungan kerja juga dapat
dikonseptualisasikan sebagai gangguan
keseimbangan antara tuntutan karyawan dan
sumber daya yang diberikan. Menurut Johari
& Omar (2019) occupational stress
didefinisikan sebagai respons yang mungkin
dimiliki orang ketika dihadapkan dengan
tuntutan dan tekanan kerja yang tidak sesuai
dengan pengetahuan dan kemampuan
mereka dan yang menantang kemampuan
mereka untuk mengatasi.
Occupatinal stress mengacu pada fisik
atau reaksi psikologis yang dialami ketika
stresor di tempat kerja melebihi kemampuan
individu untuk mengatasinya. (Brasher et al.,
2010)
Psychological Contract
Kontrak ini membentuk interaksi
antara kedua-dua pihak yang dapat
mempengaruhi produktivitas dan prestasi
kerja. Kontrak psikologi adalah keseluruhan
jangkaan bertulis dan tidak bertulis,
diucapkan atau tidak dinyatakan antara
organisasi dan pekerjanya. Harapan ini
berkaitan dengan prestasi kerja, kemahiran
tertentu, hubungan sosial, penghargaan dan
sebagainya. Menurut Rousseau (1995) dalam
Sulistiobudi, Kadiyono, & Batubara (2017)
pengertian kontrak psikologi sebagai
kepercayaan mengenai ketentuan dan syarat
pertukaran perjanjian antara individu dan
organisasi. Kotter (1973) dalam Sulistiobudi
et al. (2017) mendefinisikan kontrak
psikologi sebagai kepercayaan pekerja, yang
berdasarkan janji-janji yang dinyatakan,
berdasarkan pertukaran perjanjian antara
individu dan organisasi. Pengertian dari
Guest (1998) dalam Sulistiobudi et al. (2017)
menyatakan bahwa pada dasarnya, kontrak
psikologi adalah harapan bersama antara dua
pihak. Oleh itu, dapat disimpulkan bahwa
kontrak psikologi adalah falsafah hubungan
kerja mengenai harapan bersama antara
pekerja dan organisasi mengenai apa yang
menjadi tanggungjawab dan apa yang akan
diberikan sebagai balasan antara satu sama
lain.
Kontrak psikologi adalah satu bentuk
harapan dari pekerja terhadap perusahaan
berkenaan aspek-aspek yang menjadi
tanggungjawab setiap pihak. Walaupun
perjanjian ini tidak ditulis, ia dapat
memotivasi pekerja untuk bekerja dengan
berkesan. Pada mulanya kontrak psikologi
hanya dalam bentuk kompensasi dalam
bentuk keuangan seperti gaji, insentif, dll.
Dalam perkembangannya, konsep ini juga
meliputi aspek-aspek yang tidak ketara
seperti: peluang untuk kenaikan pangkat,
aktualisasi pekerja baik secara peribadi dan
profesional, perasaan dijaga oleh
perusahaan, kehormatan, tantangan dalam
pekerjaan, autonomi dan kekuatan peribadi
yang mendukung individu dalam
mengambil keputusan, dll. Pelanggaran
kontrak psikologi dapat mengakibatkan
penurunan produktivitas, penurunan
komitmen atau kesetiaan terhadap
perusahaan, yang ditandai oleh pekerja yang
mengundurkan diri dari syarikat. Walaupun
pekerja terus bekerja di perusahaan tetapi
menjadi malas bekerja, munculnya
penundaan kerja, tindakan tatatertib atau
bahkan penipuan. Sebaliknya, pemenuhan
kontrak psikologi akan mempengaruhi
kepuasan kerja pekerja yang merupakan
salah satu petunjuk kesejahteraan psikologi
pekerja. (Sofyanty, 2018)
Selain itu, menurut Ryff & Keyes
(1995) psychological contract juga dapat
mempengaruhi psychological well being.
Kontrak psikologis terwujud dengan baik
dapat diindikasikan jika harapan karyawan
terpenuhi. Kondisi ini akan memunculkan
hubungan antara karyawan dengan
organisasi, keserasian, kelancaran karyawan
dalam bekerja, keselarasan, kemajuan
organisasi serta keseimbangan. Kontrak
psikologis yang kuat dapat pula berfungsi
untuk menghindari timbulnya permasalahan
Jurnal Magisma Vol. IX No. 1 – Tahun 2021 | 16
ISSN: 2337778X E-ISSN : 2685-1504
dan kesenjangan sosial antara organisasi
dengan karyawan. Kondisi tersebut identik
dengan kesejahteraan psikologis, atau dapat
disebut dengan psychological well-being.
Seseorang boleh dikatakan mempunyai
kesejahteraan psikologi apabila dapat
berfungsi secara positif secara psikologi,
memperoleh kebahagiaan, kepuasan hidup
dan ketiadaan gejala depresi. Individu yang
mempunyai kesejahteraan yang lebih tinggi
akan lebih produktif dan mempunyai
kesejahteraan mental dan fisik yang lebih
baik berbanding dengan mereka yang
mempunyai kesejahteraan yang lebih
rendah. (Ryff, 2008)
Psychological contract adalah hasil
penilaian dari perspektif pekerja mengenai
perusahaan memenuhi keperluan pekerja.
(Darmawan, 2013)
Psychological Well Being
Selain itu, occupational stress juga
dapat mempengaruhi psychological well
being. Menurut Brasher, Dew, Kilminster, &
Bridger (2010) orang yang harus bekerja di
lingkungan yang terisolasi dan ekstrim akan
menimbulkan stres dan hal ini akan ditemui
dalam pekerjaan, penyebab stres akan
muncul jika yang bekerja di lingkungan yang
terisolasi dalam jangka waktu yang lama.
Bekerja dalam kondisi terisolasi dapat
menghasilkan efek negatif pada
psychological well being. Psychological well
being yang dirasakan oleh karyawan,
dipengaruhi oleh tekanan, dan jika dibiarkan
tidak akan mempengaruhi kesehatan fisik,
psikologi individu dan persuhaan menjadi
buruk (Khairuddin & Nadzri, 2017). Masalah
yang berhubungan dengan stres kerja dan
karier dapat secara negatif memengaruhi
kesejahteraan dan keterikatan karyawan
dalam aktivitas kerja mereka. (Coetzee & De
Villiers, 2010)
Menurut Ryff & Keyes (1995)
psychological well-being sebagai fungsi
positif dari individu. Sikap positif ini
mencakup sikap positif terhadap diri individu
itu sendiri dan orang lain. Individu dapat
membuat keputusan, mengatur perilaku, dan
memilih ataupun membentuk lingkungan
yang sesuai dengan kebutuhannya. Dalam
hal ini individu memilki tujuan yang dapat
membuat hidupnya bermakna dan berjuang
untuk mengembangkan diri mereka
sepenuhnya. Psychological well-being bukan
sekedar merupakan ketiadaan penderitaan,
namun psychological well-being melingkupi
keterikatan aktif dalam dunia, memahami
makna dan tujuan hidup, dan hubungan
seseorang pada objek ataupun orang lain.
gambaran dari karyawan yang memiliki
psychological well-being yang baik
merupakan mampu merealisasikan
potensinya secara berterusan, dapat
menerima diri mereka sendiri, mampu
mewujudkan hubungan yang hangat dengan
orang lain, memiliki kemerdekaan,
mempunyai makna dalam kehidupan, serta
mampu mengamati lingkungan. Aspek-aspek
kesejahteraan psikologis mengacu pada teori
Ryff (2008), meliputi 6 dimensi yaitu;
pencapaian diri (self-acceptance), hubungan
positif dengan orang lain (positive relations
with others), otonomi (autonomy), aneksasi
lingkungan (environmental mastery),
harapan hidup (purpose in life), dan
pekembangan pribadi (personal growth).
Menurut White (2011) Psychological
well-being sebagai prasyarat untuk work
engagement melalui ekspresi sumber daya
fisik, kognitif dan emosional. Hal ini,
mengacu pada keadaan bahagia dalam tugas
kerja. Singkatnya, menurut Robertson, Birch,
& Cooper (2012) work engagement
merupakan "psychological well-being dan
motivasi di tempat kerja. Karyawan yang
memiliki engagement dengan intansi tempat
dirinya bekerja, merasakan kondisi fisik,
emosi yang positif serta psychological well
being. Hal ini menunjukan bahwa, karyawan
yang memiliki psychological well being,
akan memengaruhi work engagement.
Karyawan yang memiliki tingkat
psychological well being yang tinggi akan
lebih sehat (fisik dan psikologis), memiliki
hidup yang lebih bahagia serta lebih
produktif dibandingkan dengan karyawan
yang memiliki tingkat psychological well
being yang rendah (Robertson et al., 2012).
Pekerja yang mempunyai tahap
kesejahteraan psikologi yang tinggi akan
Jurnal Magisma Vol. IX No. 1 – Tahun 2021 | 17
ISSN: 2337778X E-ISSN : 2685-1504
mencerminkan tingkah laku positif yang
akan mendukung keterlibatan pekerja yang
lebih kuat. Hal tersebut tentu saja akan
berdampak positif untuk intansi atau
perusahaan. (Shuck & Reio Jr, 2014)
Seseorang boleh dikatakan mempunyai
psychological well being yang baik jika
individu itu mempunyai emosi positif yang
lebih positif daripada emosi negatif, dan
dapat mengekalkan kestabilan emosi positif
dan memperbaiki emosi negatif yang ada
padanya. Karyawan boleh menjalankan
fungsi mereka secara positif, bebas daripada
kebimbangan, dapat mengatasi berbagai
masalah dalam kehidupan peribadi dan kerja,
mempunyai hubungan interpersonal yang
baik dengan orang lain, teman sekerja,
atasan, atau bawahan. Memiliki manajemen
stres yang baik, ketiadaan gejala murung dan
dapat mewujudkan potensi yang muncul
pada diri karyawan secara optimum. Tinggi
rendahnya psychological well being seorang
karyawan dipengaruhi oleh proses menilai
pengalaman hidup semasa menjadi karyawan
di institusi tersebut, untuk karyawan tersebut
memerlukan banyak support sosial dari
keluarga, sahabat, rekan kerja, institusi atau
organisasi dan pihak lain. (Sofyanty, 2018)
Seseorang boleh dikatakan mempunyai
psychological well being yang baik jika
individu itu mempunyai emosi positif yang
lebih positif daripada emosi negatif, dan
dapat mengekalkan kestabilan emosi positif
dan memperbaiki emosi negatif yang ada
padanya. Karyawan boleh menjalankan
fungsi mereka secara positif, bebas daripada
kebimbangan, dapat mengatasi berbagai
masalah dalam kehidupan peribadi dan kerja,
mempunyai hubungan interpersonal yang
baik dengan orang lain, teman sekerja,
atasan, atau bawahan. Memiliki manajemen
stres yang baik, ketiadaan gejala murung dan
dapat mewujudkan potensi yang muncul
pada diri karyawan secara optimum. Tinggi
rendahnya psychological well being seorang
karyawan dipengaruhi oleh proses menilai
pengalaman hidup semasa menjadi karyawan
di institusi tersebut, untuk karyawan tersebut
memerlukan banyak support sosial dari
keluarga, sahabat, rekan kerja, institusi atau
organisasi dan pihak lain. (Sofyanty, 2018)
Psychological well-being sebagai
fungsi positif dari individu. Sikap positif ini
mencakup sikap positif terhadap diri individu
itu sendiri dan orang lain. (Ryff & Keyes,
1995)
Work Engagement
Work engagement adalah perkara
penting yang menjadi tumpuan perhatian
perusahaan dalam merekrut pekerja. Work
engagement adalah ungkapan kesetiaan
pekerja kepada organisasi atau perusahaan
tempat dia bekerja disertai dengan
melibatkan dirinya secara fisik dan psikologi
serta semangat dan antusiasme penuh dalam
pekerjaan. Pekerja yang mempunyai
keterlibatan kerja yang tinggi akan terus
bekerja di perusahaan, mempunyai motivasi
kerja yang tinggi dan berusaha bersungguh-
sungguh untuk mencari tujuan yang
menantang dan bertanggung jawab untuk
merealisasikan harapan
perusahaan.(Sofyanty, 2018)
Menurut Khairuddin (2017)
memaparkan bahwa ada beberapa kajian
yang menunjukan bahwa terdapat pengaruh
negatif dari stresor (sumber stres) dengan
work engagement. Menurut Bassim (2019)
Tingkat stres yang tinggi di tempat kerja
akan berdampak negatif dengan keterikatan
kerja. Work engagement ialah hal yang
menjadi isu terkini dalam pengurusan
Sumber Daya Manusia (SDM). Work
engagement diartikan sebagai keadaan
mental yang positive dan memuaskan yang
berkaitan dengan kerja yang dicirikan oleh
semangat (vigor), dedikasi (dedication), serta
penghargaan (absorption) (Schaufeli et al.
(2002) dalam Ayu, Maarif, & Sukmawati,
(2015)). Satu sikap kerja yang maksimal
dalam menyumbang sebagai prediktor
prestasi lembaga ialah engagement (Dalal,
Brummel, Baysinger, & LeBreton, 2012
dalam Sungkit & Meiyanto, 2014).
Selain itu, menurut Sofyanty (2018)
work engagement merupakan suatu bentuk
kesetiaan karyawan kepada organisasi atau
institansi di mana dia bekerja disertai dengan
melibatkan dirinya secara fisik dan psikologi
Jurnal Magisma Vol. IX No. 1 – Tahun 2021 | 18
ISSN: 2337778X E-ISSN : 2685-1504
dan semangat dan tumpuan penuh di tempat
kerja. Karyawan yang mempunyai work
engagement yang akan terus bekerja di
instansi itu, mempunyai motivasi kerja tinggi
dan berusaha keras untuk mencari tujuan
yang menantang dan komitmen untuk
merealisasikan harapan instansi.
Psychological well being menggambarkan
kondisi psikologis individu seperti damai,
puas, rasa nyaman dan bahagia.
Psychological well being merupakan hal
yang sangat penting dalam kehidupan
manusia, seorang karyawan dengan
psychological well being yang baik akan
berdampak pada kepuasan kerja,
produktivitas, etos kerja, loyalitas, yang pada
akhirnya akan berimbas pada tercapainya
tujuan intansi. (Sofyanty, 2018)
Sesuai apa yang di sampaikan diatas,
sebuah perusahaan harus memperhatikan
work engagement karyawannya agar
tercapainya harapan perusahaan. Work
engagement ialah hal yang menjadi isu
terkini dalam pengurusan Sumber Daya
Manusia (SDM). Work engagement
diartikan sebagai keadaan mental yang
positive dan memuaskan yang berkaitan
dengan kerja yang dicirikan oleh semangat
(vigor), dedikasi (dedication), serta
penghargaan (absorption) (Schaufeli et al.
(2002) dalam Ayu et al. (2015)). Satu sikap
kerja yang maksimal dalam menyumbang
sebagai prediktor prestasi lembaga ialah
engagement (Dalal, Brummel, Baysinger, &
LeBreton (2012) dalam Sungkit &
Meiyanto (2014)).
Schaufeli (2002) dalam Saari, Melin,
Balabanova, & Efendiev (2017)
mendefinisikan engagement sebagai sikap
yang positif, penuh makna, dan motivasi,
yang dikarakteristikkan dengan vigor,
dedication, dan absorption. Vigor dicirikan
dengan tingkat resiliensi, energi yang tinggi,
tidak menyerah dalam menghadapi
tantangan, dan keinginan untuk berusaha.
Dedication dicirika dengan berharga,
menantang, merasa bernilai, inspirasi dan
antusias. Absorption ditandai dengan suatu
tugas yang dilakukan dengan konsentrasi
penuh (Schaufeli & Bakker (2006) dalam
Saari et al. (2017)) . Beberapa aspek dalam
perusahaan dapat dipengaruhi oleh
employee engagagement. Hal tersebut
didukung oleh pendapat Marciano (2010)
dalam Rachmatullah (2015), beberapa
keuntungan yang dimiliki employee
engagement yaitu, menambah efisiensi,
mengurangi kecelakaan kerja meningkatkan
keuntungan, menurunkan turnover,
mengurangi ketidakhadiran, mengurangi
penipuan, meningkatkan kepuasan
konsumen, meminimalkan keluhan
karyawan dan meningkatkan produktivitas.
Engagement ialah ungkapan yang
diingini oleh seseorang yang berkaitan
dengan tingkah laku tugasnya, yang
menghubungkan karyanya dengan presensi
pribadi (fisik, kognitif, serta emosional) serta
peranan diri secara keseluruhan. Dimensi
fisik, kognitif, dan emosi ialah tenaga yang
dapat menggalakkan seseorang bekerja
secara optimum, manakala peranan diri
digambarkan melalui keadaan psikologi.
Dimensi fisik, kognitif, dan emosi
dinyatakan melalui ekspresi diri yang
menunjukkan jati diri, pemikiran, dan
perasaan sebenar. (Kahn (1990) dalam
Sungkit & Meiyanto (2014))
Work engagement diartikan sebagai
keadaan mental yang positive dan
memuaskan yang berkaitan dengan
pekerjaan. (Schaufeli et al., (2002) dalam
Ayu et al. (2015))
3. Metode Penelitian
Populasi yang digunakan dalam
penelitian Pegawai di KCP Bank Jateng
Pasar Johar yang berjumlah 33 pegawai.
Pengambilan sampel dilakukan secara
sampling jenuh atau sensus. Sampling jenuh
atau sensus ialah teknik penentuan sampel
bila semua anggota populasi digunakan
sebagai sampel (Sugiyono, 2012). Dalam
hal ini, peneliti menggunakan metode
sensus di karenakan jumlah populasi yang
hanya 33 orang responden sehingga seluruh
populasi diambil menjadi sampel. Skala
yang digunakan dalam penyusunan
kuesioner atau angket ini adalah skala
interval atau interval scale :
Jurnal Magisma Vol. IX No. 1 – Tahun 2021 | 19
ISSN: 2337778X E-ISSN : 2685-1504
1 = Sangat Tidak Setuju
2 = Tidak Setuju
3 = Netral
4 = Setuju
5 = Sangat Setuju
Metode analisis data dalam penelitian
ini menggunakan analisis regresi berganda
dua model, dan uji sobel
4. Hasil dan Pembahasan
Pengaruh Occupational Stress Terhadap
Psychological Well Being
Hasil pengujian hipotesis
menunjukkan bahwa occupational stress
secara statistik berpengaruh negatif dan
signifikan terhadap psychological well
being sehingga hasil ini sesuai dengan
hipotesis yang diajukan dalam penelitian
ini. Hal ini berarti semakin rendah reaksi
fisik atau reaksi psikologis yang dialami
ketika stresor di tempat kerja melebihi
kemampuan individu untuk mengatasinya,
maka akan berdampak pada meningkatnya
sikap positif ini mencakup sikap positif
terhadap diri individu itu sendiri dan orang
lain.
Hal ini sesuai dengan kajian terdahulu
yang dijalankan oleh Johari & Omar
(2019), Brasher et al. (2010), Malek et al.
(2009) dan Suleman et al. (2018) menguji
pengaruh occupational stress terhadap
psychological well being. Hasil riset
menunjukkan bahwa occupational stress
berpengaruh negative serta signifikan
terhadap variabel psychological well being.
Menurut Brasher et al. (2010) orang
yang harus bekerja di lingkungan yang
terisolasi dan ekstrim akan menimbulkan
stres dan hal ini akan ditemui dalam
pekerjaan, penyebab stres akan muncul jika
yang bekerja di lingkungan yang terisolasi
dalam jangka waktu yang lama. Bekerja
dalam kondisi terisolasi dapat menghasilkan
efek negatif pada psychological well being.
Menurut Khairuddin & Nadzri (2017)
psychological well being yang dirasakan
oleh karyawan, dipengaruhi oleh tekanan,
dan jika dibiarkan tidak akan
mempengaruhi kesehatan fisik, psikologi
individu dan persuhaan menjadi buruk.
Masalah yang berhubungan dengan stres
kerja dan karier dapat secara negatif
memengaruhi kesejahteraan dan keterikatan
karyawan dalam aktivitas kerja mereka.
(Coetzee & De Villiers, 2010)
Pengaruh Psychological Contract
Terhadap Psychological Well Being
Hasil pengujian hipotesis
menunjukkan bahwa psychological contract
secara statistik berpengaruh positif dan
signifikan terhadap psychological well
being sehingga hasil ini sesuai dengan
hipotesis yang diajukan dalam penelitian
ini. Hal ini berarti semakin tinggi hasil
penilaian dari perspektif pekerja mengenai
perusahaan memenuhi keperluan pekerja,
maka akan berdampak pada meningkatnya
sikap positif ini mencakup sikap positif
terhadap diri individu itu sendiri dan orang
lain.
Hal ini sesuai dengan kajian terdahulu
yang dijalankan oleh Sulistiobudi et al.
(2017), Duran et al. (2019), dan Van der
Vaart et al. (2013) menguji pengaruh
psychological contract terhadap
psychological well being. Hasil riset
menunjukkan bahwa psychological contract
berpengaruh positive serta signifikan
terhadap variabel psychological well being.
Kontrak psikologi adalah satu bentuk
harapan dari pekerja terhadap perusahaan
berkenaan aspek-aspek yang menjadi
tanggungjawab setiap pihak. Walaupun
perjanjian ini tidak ditulis, ia dapat
memotivasi pekerja untuk bekerja dengan
berkesan. Pada mulanya kontrak psikologi
hanya dalam bentuk kompensasi dalam
bentuk keuangan seperti gaji, insentif, dll.
Dalam perkembangannya, konsep ini juga
meliputi aspek-aspek yang tidak ketara
seperti: peluang untuk kenaikan pangkat,
aktualisasi pekerja baik secara peribadi dan
profesional, perasaan dijaga oleh
perusahaan, kehormatan, tantangan dalam
pekerjaan, autonomi dan kekuatan peribadi
yang mendukung individu dalam
mengambil keputusan, dll. Pelanggaran
kontrak psikologi dapat mengakibatkan
penurunan produktivitas, penurunan
Jurnal Magisma Vol. IX No. 1 – Tahun 2021 | 20
ISSN: 2337778X E-ISSN : 2685-1504
komitmen atau kesetiaan terhadap
perusahaan, yang ditandai oleh pekerja yang
mengundurkan diri dari syarikat. Walaupun
pekerja terus bekerja di perusahaan tetapi
menjadi malas bekerja, munculnya
penundaan kerja, tindakan tatatertib atau
bahkan penipuan. Sebaliknya, pemenuhan
kontrak psikologi akan mempengaruhi
kepuasan kerja pekerja yang merupakan
salah satu petunjuk kesejahteraan psikologi
pekerja. (Sofyanty, 2018)
Pengaruh Psychological Well Being
Terhadap Work Engagement
Hasil pengujian hipotesis
menunjukkan bahwa psychological well
being secara statistik berpengaruh positif
dan signifikan terhadap work engagement
sehingga hasil ini sesuai dengan hipotesis
yang diajukan dalam penelitian ini. Hal ini
berarti semakin tinggi sikap positif ini
mencakup sikap positif terhadap diri
individu itu sendiri dan orang lain, maka
akan berdampak pada meningkatnya
keadaan mental yang positive dan
memuaskan yang berkaitan dengan
pekerjaan.
Hal ini sesuai dengan kajian terdahulu
yang dijalankan oleh Kanten & Yesıltas
(2015), Vandiya & Etikariena (2018),
Aiello & Tesi (2017), Sofyanty (2018),
Narainsamy & Van Der Westhuizen (2013),
dan Shuck & Reio Jr (2014) menguji
pengaruh psychological well being terhadap
work engagement. Hasil riset menunjukkan
bahwa psycological well being berpengaruh
positive serta signifikan terhadap variabel
work engagement.
Work engagement merupakan suatu
bentuk kesetiaan karyawan kepada
organisasi atau institansi di mana dia
bekerja disertai dengan melibatkan dirinya
secara fisik dan psikologi dan semangat dan
tumpuan penuh di tempat kerja. Karyawan
yang mempunyai work engagement yang
akan terus bekerja di instansi itu,
mempunyai motivasi kerja tinggi dan
berusaha keras untuk mencari tujuan yang
menantang dan komitmen untuk
merealisasikan harapan instansi.
Psychological well being menggambarkan
kondisi psikologis individu seperti damai,
puas, rasa nyaman dan bahagia.
Psychological well being merupakan hal
yang sangat penting dalam kehidupan
manusia, seorang karyawan dengan
psychological well being yang baik akan
berdampak pada kepuasan kerja,
produktivitas, etos kerja, loyalitas, yang
pada akhirnya akan berimbas pada
tercapainya tujuan intansi. Seseorang boleh
dikatakan mempunyai psychological well
being yang baik jika individu itu
mempunyai emosi positif yang lebih positif
daripada emosi negatif, dan dapat
mengekalkan kestabilan emosi positif dan
memperbaiki emosi negatif yang ada
padanya. (Sofyanty, 2018)
Karyawan boleh menjalankan fungsi
mereka secara positif, bebas daripada
kebimbangan, dapat mengatasi berbagai
masalah dalam kehidupan peribadi dan
kerja, mempunyai hubungan interpersonal
yang baik dengan orang lain, teman sekerja,
atasan, atau bawahan. Memiliki manajemen
stres yang baik, ketiadaan gejala murung
dan dapat mewujudkan potensi yang
muncul pada diri karyawan secara optimum.
Tinggi rendahnya psychological well being
seorang karyawan dipengaruhi oleh proses
menilai pengalaman hidup semasa menjadi
karyawan di institusi tersebut, untuk
karyawan tersebut memerlukan banyak
support sosial dari keluarga, sahabat, rekan
kerja, institusi atau organisasi dan pihak
lain. Psychological well-being sebagai
prasyarat untuk work engagement melalui
ekspresi sumber daya fisik, kognitif dan
emosional. Hal ini, mengacu pada keadaan
bahagia dalam tugas kerja. Singkatnya,
work engagement merupakan
"psychological well-being dan motivasi di
tempat kerja. (White, 2011)
Menurut Robertson et al. (2012)
Karyawan yang memiliki engagement
dengan intansi tempat dirinya bekerja,
merasakan kondisi fisik, emosi yang positif
serta psychological well being. Hal ini
menunjukan bahwa, karyawan yang
memiliki psychological well being, akan
Jurnal Magisma Vol. IX No. 1 – Tahun 2021 | 21
ISSN: 2337778X E-ISSN : 2685-1504
memengaruhi work engagement. Karyawan
yang memiliki tingkat psychological well
being yang tinggi akan lebih sehat (fisik dan
psikologis), memiliki hidup yang lebih
bahagia serta lebih produktif dibandingkan
dengan karyawan yang memiliki tingkat
psychological well being yang rendah.
Menurut Shuck & Reio Jr (2014) Karyawan
yang memiliki tingkat kesejahteraan
psikologis yang tinggi akan mencerminkan
perilaku positif yang akan mendukung
keterlibatan karyawan yang lebih kuat. Hal
tersebut tentu saja akan berdampak positif
untuk intansi.
Pengaruh Occupational Stress Terhadap
Work Engagement
Hasil pengujian hipotesis
menunjukkan bahwa occupational stress
secara statistik berpengaruh negatif dan
signifikan terhadap work engagement
sehingga hasil ini sesuai dengan hipotesis
yang diajukan dalam penelitian ini. Hal ini
berarti semakin rendah reaksi fisik atau
reaksi psikologis yang dialami ketika stresor
di tempat kerja melebihi kemampuan
individu untuk mengatasinya, maka akan
berdampak pada meningkatnya keadaan
mental yang positive dan memuaskan yang
berkaitan dengan pekerjaan.
Hal ini sesuai dengan kajian terdahulu
yang dijalankan oleh Cordioli et al. (2019),
Li et al. (2019), Wang et al. (2017), dan
Padula et al. (2012) menguji pengaruh
occupational stress terhadap work
engagement. Hasil riset menunjukkan
bahwa occupational stress berpengaruh
negative serta signifikan terhadap variabel
work engagement.
Occupational stress terjadi ketika ada
perbedaan antara keterampilan dan
kemampuan dan tekanan dan tuntutan
lingkungan kerja juga dapat
dikonseptualisasikan sebagai gangguan
keseimbangan antara tuntutan karyawan dan
sumber daya yang diberikan. Menurut
Johari & Omar (2019) occupational stress
didefinisikan sebagai respons yang mungkin
dimiliki orang ketika dihadapkan dengan
tuntutan dan tekanan kerja yang tidak sesuai
dengan pengetahuan dan kemampuan
mereka dan yang menantang kemampuan
mereka untuk mengatasi.
Menurut Khairuddin (2017)
mengungkapkan bahwa ada beberapa
penelitian yang menunjukan bahwa adanya
pengaruh negatif dari stresor (sumber stres)
dengan work engagement. Menurut Bassim
(2019) Tingkat stres yang tinggi di tempat
kerja akan berdampak negatif dengan
keterikatan kerja. Work engagement ialah
hal yang menjadi isu terkini dalam
pengurusan Sumber Daya Manusia (SDM).
Work engagement diartikan sebagai
keadaan mental yang positive dan
memuaskan yang berkaitan dengan kerja
yang dicirikan oleh semangat (vigor),
dedikasi (dedication), serta penghargaan
(absorption) (Schaufeli et al. (2002) dalam
Ayu et al. (2015)). Satu sikap kerja yang
maksimal dalam menyumbang sebagai
prediktor prestasi lembaga ialah
engagement (Dalal, Brummel, Baysinger, &
LeBreton, (2012) dalam Sungkit &
Meiyanto (2014)).
Pengaruh Psychological Contract
Terhadap Work Engagement
Hasil pengujian hipotesis
menunjukkan bahwa psychological contract
secara statistik berpengaruh positif dan
signifikan terhadap work engagement
sehingga hasil ini sesuai dengan hipotesis
yang diajukan dalam penelitian ini. Hal ini
berarti semakin tinggi hasil penilaian dari
perspektif pekerja mengenai perusahaan
memenuhi keperluan pekerja, maka akan
berdampak pada meningkatnya keadaan
mental yang positive dan memuaskan yang
berkaitan dengan pekerjaan.
Hal ini sesuai dengan kajian terdahulu
yang dijalankan oleh Soares & Mosquera
(2019), Gordon (2019), Gupta et al. (2016),
Saboor et al. (2017) dan Bal et al. (2013)
menguji pengaruh psychological contract
terhadap work engagement. Hasil riset
menunjukkan bahwa psychological contract
berpengaruh positive serta signifikan
terhadap variabel work engagement.
Jurnal Magisma Vol. IX No. 1 – Tahun 2021 | 22
ISSN: 2337778X E-ISSN : 2685-1504
Kontrak ini membentuk interaksi
antara kedua-dua pihak yang dapat
mempengaruhi produktivitas dan prestasi
kerja. Kontrak psikologi adalah keseluruhan
jangkaan bertulis dan tidak bertulis,
diucapkan atau tidak dinyatakan antara
organisasi dan pekerjanya. Harapan ini
berkaitan dengan prestasi kerja, kemahiran
tertentu, hubungan sosial, penghargaan dan
sebagainya. Menurut Rousseau (1995)
dalam Sulistiobudi et al. (2017) pengertian
kontrak psikologi sebagai kepercayaan
mengenai ketentuan dan syarat pertukaran
perjanjian antara individu dan organisasi.
Kotter (1973) dalam Sulistiobudi et al.
(2017) mendefinisikan kontrak psikologi
sebagai kepercayaan pekerja, yang
berdasarkan janji-janji yang dinyatakan,
berdasarkan pertukaran perjanjian antara
individu dan organisasi. Pengertian dari
Guest (1998) dalam Sulistiobudi et al.
(2017) menyatakan bahwa pada dasarnya,
kontrak psikologi adalah harapan bersama
antara dua pihak. Oleh itu, dapat
disimpulkan bahwa kontrak psikologi
adalah falsafah hubungan kerja mengenai
harapan bersama antara pekerja dan
organisasi mengenai apa yang menjadi
tanggungjawab dan apa yang akan diberikan
sebagai balasan antara satu sama lain.
Tahap keterikatan kerja meningkat
dengan tahap kontrak psikologi yang tinggi.
Perusahaan perlu meningkatkan kesadaran
pekerja, termasuk dengan memperhatikan
isu gaji dan struktur pampasan yang
kompetitif untuk kedua-dua sifat keuangan
dan bukan keuangan, status pekerja dan
perkembangan karir juga perlu dinilai dan
disosialisasikan agar pekerja tidak ambigu
pada masa yang sama dapat memotivasi
pekerja. (Sofyanty, 2018)
Pengaruh Occupational Stress Terhadap
Work Engagement Melalui Psychological
Well Being
Hasil pengujian hipotesis
menunjukkan bahwa occupational stress
secara perhitungan sobel bahwa ada
pengaruh tidak langsung terhadap work
engagement yaitu melalui psychological
well being sebagai variabel intervening
sehingga hasil ini sesuai dengan hipotesis
yang diajukan dalam penelitian ini. Hal ini
berarti semakin rendah reaksi fisik atau
reaksi psikologis yang dialami ketika stresor
di tempat kerja melebihi kemampuan
individu untuk mengatasinya, maka akan
berdampak pada meningkatnya sikap positif
ini mencakup sikap positif terhadap diri
individu itu sendiri dan orang lain, dan akan
berpengaruh kepada meningkatnya keadaan
mental yang positive dan memuaskan yang
berkaitan dengan pekerjaan.
Hal ini sesuai dengan kajian terdahulu
yang dijalankan oleh Vandiya & Etikariena
(2018) menguji pengaruh occupational
stress terhadap work engagement melalui
psychological well being sebagai variabel
intervening. Hasil riset menunjukkan bahwa
occupational stress berpengaruh terhadap
variabel work engagement melalui
psychological well being.
Menurut Brasher et al. (2010) orang
yang harus bekerja di lingkungan yang
terisolasi dan ekstrim akan menimbulkan
stres dan hal ini akan ditemui dalam
pekerjaan, penyebab stres akan muncul jika
yang bekerja di lingkungan yang terisolasi
dalam jangka waktu yang lama. Bekerja
dalam kondisi terisolasi dapat menghasilkan
efek negatif pada psychological well being.
Menurut Khairuddin & Nadzri (2017)
psychological well being yang dirasakan
oleh karyawan, dipengaruhi oleh tekanan,
dan jika dibiarkan tidak akan
mempengaruhi kesehatan fisik, psikologi
individu dan persuhaan menjadi buruk.
Masalah yang berhubungan dengan stres
kerja dan karier dapat secara negatif
memengaruhi kesejahteraan dan keterikatan
karyawan dalam aktivitas kerja mereka.
(Coetzee & De Villiers, 2010)
Pengaruh Psychological Contract
Terhadap Work Engagement Melalui
Psychological Well Being
Hasil pengujian hipotesis
menunjukkan bahwa psychological contract
secara perhitungan sobel bahwa ada
pengaruh tidak langsung terhadap work
Jurnal Magisma Vol. IX No. 1 – Tahun 2021 | 23
ISSN: 2337778X E-ISSN : 2685-1504
engagement yaitu melalui psychological
well being sebagai variabel intervening
sehingga hasil ini sesuai dengan hipotesis
yang diajukan dalam penelitian ini. Hal ini
berarti semakin tinggi hasil penilaian dari
perspektif pekerja mengenai perusahaan
memenuhi keperluan pekerja, maka akan
berdampak pada meningkatnya sikap positif
ini mencakup sikap positif terhadap diri
individu itu sendiri dan orang lain, dan akan
berpengaruh kepada meningkatnya keadaan
mental yang positive dan memuaskan yang
berkaitan dengan pekerjaan.
Hal ini sesuai dengan kajian terdahulu
yang dijalankan oleh Sofyanty (2018)
menguji pengaruh psychological contract
terhadap work engagement melalui
psychological well being sebagai variabel
intervening. Hasil riset menunjukkan bahwa
psychological contract berpengaruh terhadap
variabel work engagement melalui
psychological well being.
Menurut Ryff & Keyes, (1995) kontrak
psikologis terwujud dengan baik dapat
diindikasikan jika harapan karyawan
terpenuhi. Kondisi ini akan memunculkan
hubungan antara karyawan dengan
organisasi, keserasian, kelancaran karyawan
dalam bekerja, keselarasan, kemajuan
organisasi serta keseimbangan. Kontrak
psikologis yang kuat dapat pula berfungsi
untuk menghindari timbulnya permasalahan
dan kesenjangan sosial antara organisasi
dengan karyawan. Kondisi tersebut identik
dengan kesejahteraan psikologis, atau dapat
disebut dengan psychological well-being.
Seseorang boleh dikatakan mempunyai
kesejahteraan psikologi apabila dapat
berfungsi secara positif secara psikologi,
memperoleh kebahagiaan, kepuasan hidup
dan ketiadaan gejala depresi. Individu yang
mempunyai kesejahteraan yang lebih tinggi
akan lebih produktif dan mempunyai
kesejahteraan mental dan fisik yang lebih
baik berbanding dengan mereka yang
mempunyai kesejahteraan yang lebih rendah
(Ryff, 2008).
Kesimpulan
Berdasarkan hasil dan penjelasan sebelumnya,
maka dapat ditarik kesimpulan :
(1) Occupational stress secara statistik
berpengaruh negatif dan signifikan
terhadap psychological well being
(2) Psychological contract secara statistik
berpengaruh positif dan signifikan
terhadap psychological well being
(3) Psychological well being secara
statistik berpengaruh positif dan
signifikan terhadap work engagement
(4) Occupational stress secara statistik
berpengaruh negatif dan signifikan
terhadap work engagement
(5) Psychological contract secara statistik
berpengaruh positif dan signifikan
terhadap work engagement
(6) Occupational stress secara perhitungan
sobel bahwa ada pengaruh tidak
langsung terhadap work engagement
yaitu melalui psychological well being
sebagai variabel intervening
(7) Psychological contract secara
perhitungan sobel bahwa ada
pengaruh tidak langsung terhadap work
engagement yaitu melalui
psychological well being sebagai
variabel intervening Saran yang dapat digunakan adalah sebagai
berikut :
(1) Berdasarkan keterbatasan penelitian
maka saran yang dapat disampaikan
adalah memperluas kembali objek dan
sampel penelitian serta dapat
mengembangkan penelitian mengenai
pengaruh occupational stress dan
psychological contract terhadap work
engagement melalui psychological
well being sebagai variabel
intervening.
(2) Penelitian ini memiliki implikasi
manajerial bagi KCP Bank Jateng
Pasar Johar dalam mengambil
kebijakan demi tercapainya tujuan
yang sudah di tetapkan. Adapun
implikasi yang dapat diterapkan adalah
agar memperhatikan kembali work
engagement pegawai yaitu menjadikan
pegawai gigih dan tekun dalam
menghadapi kesulitan saat bekerja di
Jurnal Magisma Vol. IX No. 1 – Tahun 2021 | 24
ISSN: 2337778X E-ISSN : 2685-1504
saat pandemi COVID-19 yaitu dengan
cara pimpinan memberikan motivasi
atau mengundang motivator yang ahli
dibidangnya. Selain itu perusahaan
juga harus memperhatikan
psychological well being pegawai
dengan cara memberikan pelatihan
akan kesadaran para pegawai untuk
membuat orang lain senang dan
melupakan sejenak akan virus COVID-
19. Hal yang dapat mempengaruhi
work engagement dan psychological
well being adalah occupational stress
yaitu perusahaan harus memperbaiki
lingkungan kerja fisik di KCP Bank
Jateng Pasar Johar karena belum
terjaga dengan baik sehingga pegawai
khawatir bisa terkena virus COVID-19,
dan psychological contract yaitu
pegawai harus memiliki persepsi
bahwa perusahaan telah memberikan
imbalan yang sesuai dengan apa yang
saya kerjakan disaat pandemi COVID-
19.
DAFTAR PUSTAKA
Aiello, A., & Tesi, A. (2017). Psychological
well-being and work engagement
among Italian social workers:
Examining the mediational role of
job resources. Social Work
Research, 41(2), 73-84.
Ayu, D. R., Maarif, M. S., & Sukmawati, A.
(2015). Pengaruh job demands, job
resources dan personal resources
terhadap work engagement. Jurnal
Aplikasi Bisnis dan Manajemen
(JABM), 1(1), 12.
Bal, P. M., De Cooman, R., & Mol, S. T.
(2013). Dynamics of psychological
contracts with work engagement and
turnover intention: The influence of
organizational tenure. European
Journal of Work and Organizational
Psychology, 22(1), 107-122.
Bassim, C. P. (2019). Employee
engagement: the engagement of
Lebanese female employees in
humanitarian work.
Brasher, K. S., Dew, A. B., Kilminster, S.
G., & Bridger, R. S. (2010).
Occupational stress in submariners:
the impact of isolated and confined
work on psychological well-being.
Ergonomics, 53(3), 305-313.
Coetzee, M., & De Villiers, M. (2010).
Sources of job stress, work
engagement and career orientations
of employees in a South African fi
nancial institution. Southern African
Business Review, 14(1).
Cordioli, D. F. C., Cordioli Junior, J. R.,
Gazetta, C. E., Silva, A. G. d., &
Lourenção, L. G. (2019).
Occupational stress and engagement
in primary health care workers.
Revista brasileira de enfermagem,
72(6), 1580-1587.
Darmawan, D. (2013). Prinsip-prinsip
perilaku organisasi. Surabaya: Pena
Semesta.
Duran, F., Woodhams, J., & Bishopp, D.
(2019). An interview study of the
experiences of police officers in
regard to psychological contract and
wellbeing. Journal of Police and
Criminal Psychology, 34(2), 184-
198.
Ghozali, I. (2018). Aplikasi analisis
multivariete dengan program IBM
SPSS 25: Badan Penerbit - Undip.
Gordon, S. (2019). Organizational support
versus supervisor support: The
impact on hospitality managers’
psychological contract and work
engagement. International Journal
of Hospitality Management, 102374.
Gupta, V., Agarwal, U. A., & Khatri, N.
(2016). The relationships between
perceived organizational support,
affective commitment,
psychological contract breach,
organizational citizenship behaviour
and work engagement. Journal of
advanced nursing, 72(11), 2806-
2817.
Jateng, P. R. P. (2020). Jateng Tetapkan
Status Tanggap Darurat Bencana
Corona. Retrieved 17 April 2020,
Jurnal Magisma Vol. IX No. 1 – Tahun 2021 | 25
ISSN: 2337778X E-ISSN : 2685-1504
from
https://jatengprov.go.id/publik/jaten
g-tetapkan-status-tanggap-darurat-
bencana-corona/
Johari, F. S., & Omar, R. (2019).
Occupational Stress and
Psychological Well-Being: The Role
of Psychological Capital.
International Journal of Business
and Management, 3(1), 13-17.
Kanten, P., & Yesıltas, M. (2015). The
effects of positive and negative
perfectionism on work engagement,
psychological well-being and
emotional exhaustion. Procedia
Economics and Finance, 23, 1367-
1375.
Khairuddin, S. M., & Nadzri, F. H. (2017).
Stress and Work Engagement: A
Conceptual Study on Academics in
Malaysians Private Universities.
International Journal of Innovation
in Enterprise System,, 01(01), 7-12.
Li, J. C., Cheung, J. C., & Sun, I. Y. (2019).
The impact of job and family factors
on work stress and engagement
among Hong Kong police officers.
Policing: An International Journal.
Malek, M. D. A., Fahrudin, A., & Mohd
Kamil, I. S. (2009). Occupational
stress and psychological well‐being
in emergency services. Asian Social
Work and Policy Review, 3(3), 143-
154.
Narainsamy, K., & Van Der Westhuizen, S.
(2013). Work related well-being:
Burnout, work engagement,
occupational stress and job
satisfaction within a medical
laboratory setting. Journal of
Psychology in Africa, 23(3), 467-
474.
Padula, R. S., Chiavegato, L. D., Cabral, C.
M. N., Almeid, T., Ortiz, T., &
Carregaro, R. L. (2012). Is
occupational stress associated with
work engagement? Work,
41(Supplement 1), 2963-2965.
Rachmatullah, A. (2015). Pengaruh
Motivasi Kerja Terhadap Employee
Engagement (Studi Kasus di PT.
House The House Bandung).
Robertson, I. T., Birch, A. J., & Cooper, C.
L. (2012). Job and work attitudes,
engagement and employee
performance. Leadership &
Organization Development Journal.
Ryff, C. D. (2008). Challenges and
opportunities at the interface of
aging, personality, and well-being.
Handbook of personality: Theory
and research, 399-418.
Ryff, C. D., & Keyes, C. L. M. (1995). The
structure of psychological well-
being revisited. Journal of
personality and social psychology,
69(4), 719.
Saari, T., Melin, H., Balabanova, E., &
Efendiev, A. (2017). The job
demands and resources as
antecedents of work engagement:
Comparative research on Finland
and Russia. Baltic Journal of
Management, 12(2), 240-254.
Saboor, M. J., Malik, S., Pracha, A. T.,
Ahmed, W. S., & Malik, T. (2017).
Effect of Psychological Contract
Breach and Job Satisfaction on
Work Engagement; A Case of
Higher Education Institute of
Pakistan. Journal of Managerial
Sciences, 11.
Sahlan, N. I., Mekel, P. A., & Trang, I.
(2015). Pengaruh Lingkungan Kerja,
Kepuasan Kerja dan Kompensasi
Terhadap Kinerja Karyawan pada
PT. Bank Sulut Cabang Airmadidi.
Jurnal EMBA: Jurnal Riset
Ekonomi, Manajemen, Bisnis dan
Akuntansi, 3(1).
Shuck, B., & Reio Jr, T. G. (2014).
Employee engagement and well-
being: A moderation model and
implications for practice. Journal of
Leadership & Organizational
Studies, 21(1), 43-58.
Soares, M. E., & Mosquera, P. (2019).
Fostering work engagement: The
role of the psychological contract.
Jurnal Magisma Vol. IX No. 1 – Tahun 2021 | 26
ISSN: 2337778X E-ISSN : 2685-1504
Journal of Business Research, 101,
469-476.
Sofyanty, D. (2018). Pengaruh Kontrak
Psikologis dan Psychological Well
Being Terhadap Keterikatan Kerja.
Widya Cipta: Jurnal Sekretari dan
Manajemen, 2(1), 96-102.
Suleman, Q., Hussain, I., Shehzad, S., Syed,
M. A., & Raja, S. A. (2018).
Relationship between perceived
occupational stress and
psychological well-being among
secondary school heads in Khyber
Pakhtunkhwa, Pakistan. PloS one,
13(12).
Sulistiobudi, R. A., Kadiyono, A. L., &
Batubara, M. (2017). Menemukan
Kesejahteraan Psikologis Dibalik
Profesi Dosen: Psychological
Contract sebagai Salah Satu
Prediktor Tercapainya Psychological
Well Being pada Dosen. Humanitas:
Jurnal Psikologi Indonesia, 14(2).
Sungkit, F. N., & Meiyanto, I. S. (2014).
Pengaruh job enrichment terhadap
employee engagement melalui
psychological meaningfulness
sebagai mediator. Gadjah Mada
Journal of Psychology (GamaJoP),
1(1).
Van der Vaart, L., Linde, B., & Cockeran,
M. (2013). The state of the
psychological contract and
employees’ intention to leave: The
mediating role of employee well-
being. South African Journal of
Psychology, 43(3), 356-369.
Vandiya, V., & Etikariena, A. (2018). Stres
Kerja dan Keterikatan Kerja pada
Karyawan Swasta: Peran Mediasi
Kesejahteraan di Tempat Kerja.
Jurnal Psikogenesis, 6(1), 19-34.
Wang, X., Liu, L., Zou, F., Hao, J., & Wu,
H. (2017). Associations of
occupational stressors, perceived
organizational support, and
psychological capital with work
engagement among Chinese female
nurses. BioMed research
international, 2017.
White, E. (2011). Helping to promote
psychological well-being at work:
The role of work engagement, work
stress and psychological detachment
using the job demands-resources
model. The Plymouth Student
Scientist, 4(2), 155-180.
Jurnal Magisma Vol. IX No. 1 – Tahun 2021 | 27
ISSN: 2337778X E-ISSN : 2685-1504
KOMUNIKASI INTERPERSONAL DALAM MENINGKATKAN MOTIVASI
KARYAWAN DI MASA PANDEMI COVID-19
Renika Yuliana¹, Dedi Rianto Rahadi²
¹,²President University, Cikarang
¹e-mail:[email protected]
²email: [email protected]
ABSTRACT
In the current pandemic, the habit of personal face-to-face communication and contact with each
other is no longer a priority. Communication at this time is very intense, causing individuals to send
unclear speech and information, which leads to decreased psychological and motivational qualities.
The method used is literature study method. The library research method is a collection of activities
related to collecting library data, reading and taking notes, as well as methods of determining
research materials (Zed, 2008: 3). In conclusion, communication turns out to have a good effect on
increasing one's motivation. Therefore, in communication, accuracy, skill and caution are needed so
that the motivation that is formed can meet the expected goals.
Keywords—Communication, Motivation, Covid-19
ABSTRAK
Dalam pandemi saat ini, kebiasaan komunikasi tatap muka pribadi dan kontak satu sama lain tidak lagi
menjadi prioritas. Komunikasi saat ini sangat intens, menyebabkan individu mengirimkan ucapan dan
informasi yang tidak jelas, yang menyebabkan penurunan kualitas psikologis dan motivasi. Metode
yang digunakan adalah metode studi literatur. Metode penelitian kepustakaan merupakan kumpulan
kegiatan yang berhubungan dengan pengumpulan data perpustaka, membaca dan mencatat, serta
metode penentuan bahan penelitian (Zed, 2008: 3). Kesimpulannya, komunikasi ternyata memiliki
pengaruh baik yang mampu meningkatkan motivasi seseorang. Oleh karena itu dalam komunikasi
diperlukan ketelitian, keterampilan dan kehati-hatian agar motivasi yang terbentuk dapat memenuhi
tujuan yang diharapkan.
Kata kunci— Komunikasi, Motivasi, Covid-19
1. Pendahuluan
Kebiasaan seseorang dalam
berkomunikasi dan berhubungan satu sama
lain dengan bertatap muka tidak lagi
menjadi keutamaan ketika terjadinya
pandemi saat ini. Komunikasi dengan cara
bertatap muka akan digantikan dengan cara
bertemu dalam dunia maya atau disebut
virtual. Perubahan metode berkomunikasi
tersebut merupakan sebuah ancaman
tersendiri untuk semua kalangan
masyarakat di dunia.Kegiatan pekerjaan
yang sifatnya tidak teknis dilakukan di
kantor-kantor sekarang tergantikan dengan
bekerja dari rumah masing-masing melalui
aplikasi zoom, whatsapp, google meet dan
lain-lain. Dapat disimpulkan bahwa setiap
kegiatan komunikasi secara tatap muka
atau langsung sebisa mungkin dilakukan
dirumah atau “work from home”.
Komunikasi dapat didefinisikan
secara sederhana sebagai interaksi antara
dua orang atau lebih dengan tujuan
bertukar informasi atau menuntut
keterampilan setiap individu.
Perkembangan teknologi komunikasi dan
informasi saat ini menuntut seluruh
kalangan masyarakat untuk menguasai
berbagai jenis aplikasi agar mudah untuk
berkomunikasi dengan orang lain, apalagi
ISSN: 2337778X E-ISSN : 2685-1504
Jurnal Magisma Vol. IX No. 1 – Tahun 2021 | 28
untuk memberikan pertimbangan dan
opininya kepada publik dengan berbagai
tujuan. Tujuan pemberian informasi yang
diberikan kepada orang lain untuk
mendapat respon negatif maupun respon
positif dari penerimanya. Oleh sebab itu,
selain keterampilan yang dimiliki oleh
pemberiinformasi juga dibutuhkan
keterampilanpenerima informasi yang baik
pula. Pendapat penerima informasi dalam
menerima dan menanggapi informasi yang
diterima harus sejalandengan pengetahuan
dari pemberi informasi agar tidak terjadi
kesalahpahaman.Komunikasi melalui
tujuannya dapat memberikan kesan yang
baik kepada orang lain yaitu sebuah
motivasi. Kemampuan dalam
berkomunikasi secara efektif adalah bagian
terpentingdari pekerjaan setiap pemimpin
(Anggarina, 2020).
Motivasi merupakan salah satu
perantara penting untuk semua orang
dalam melakukan aktivitasnya. Karena,
motivasi bisa diartikan sebagai dorongan
yang berasal dari dalam diri maupun dari
luar diri seseorang untuk melakukan
kegiatan maupun aktivitasnya dalam
pencapaian tujuan. Contohnya, seorang
pekerja yang termotivasi akan
membuatnya lebih giat dalam bekerja
untuk organisasi. Sehingga, segala sesuatu
yang menjadi tujuan individu maupun
kelompok akan lebih mudah dicapai
apabila dibarengi dengan tumbuhnya
motivasi terlebih dahulu. Pada masa
pandemi covid-19 ini, banyak
membangunkan rasa kemanusiaan dan
solidaritas yang sangat tinggi di
masyarakat serta tumbuh rasa ingin saling
membantu orang lain yang terkena dampak
pandemi (Wulandari, 2020).
Berbagai penemuan mengenai
dampak komunikasi untuk meningkatkan
motivasi seseorang telah banyak
diteliti.Komunikasi dalam organisasi
berpengaruh signifikan terhadap motivasi
kerja. Berdasarkan nilai koefisien
determinasi, pengaruh komunikasi
organisasi terhadap motivasi kerja sebesar
40,2% (Prakoso &Putri, 2017). Lebih
dalam lagi, komunikasi nonverbal,
komunikasi antar pribadi pimpinan, dan
iklim komunikasi memiliki peran sangat
penting akan terciptanya motivasi para
karyawan. Apabila mimik wajah dan mata
menyiratkan komunikasi nonverbal,
informasi yang jelas dan tepat dari para
pimpinan, dan iklim komunikasi horizontal
dan vertikal yang baik, maka akan
menumbuhkan rasa percaya dan motivasi
yang baik pula (Ramadanty & Martinus,
2016).Berdasarkan uraian di atas maka
permasalahan yang dikemukakan, yaitu
“Adakah hubungan komunikasi
interpersonal antara pimpinan dan
bawahan pada motivasi kerja karyawan?”.
2. Tinjauan Pustaka
Komunikasi Interpersonal
Komunikasi interpersonal atau
biasa disebut dengan komunikasi
antarpribadi mengacu pada dua orang atau
lebih dalam sekelompok kecil orang yang
menyampaikan pesan secara tatap muka,
dengan tujuan memungkinkan penerima
pesan untuk langsung menerima pesan
tersebut dan memberikan umpan balik
langsung (Hardjana, 2003:85).Maka dari
itu, secara definitif komunikasi
interpersonal merupakan proses penyampai
dan penerimaan suatu pesan dengan
memberikan umpan balik secara langsung
dan spontan, sehingga peserta komunikasi
berperan secara fleksibel.Menurut
Muhammad (2011:7), Komunikasi
merupakan suatu gagasan atau informasi
secara langsung ataupun tidak langsung
yang disampaikan dari komunikator
kepada penerima pesan untuk memperbaiki
sikap atau perilaku.Sebuah komunikasi
dalam prosesnya memerlukan pemahaman
masing-masing individu dan tidak hanya
mengutarakan informasi yang tidak
penting atau tidak dibutuhkan orang lain,
tetapi diperlukan tujuan yang jelas dan
pemilihan kosakata yang tepat agar isi
pesan tersampaikan sesuai dengan harapan
komunikator.
ISSN: 2337778X E-ISSN : 2685-1504
Jurnal Magisma Vol. IX No. 1 – Tahun 2021 | 29
Menurut Ferry (2015), Proses
komunikasi interpersonal bertujuan untuk
menjalin komunikasi yang efektif.
Komunikasi yang efektif berarti bahwa
ketika pemahaman itu terjadi menciptakan
rasa senang, mepengaruhi sikap,
meningkatkan hubungan interpersonal, dan
mengubah perilaku. Adapun fungsi dari
komunikasi interpersonal itu sendiri adalah
sebagai berikut: 1) Memperoleh tanggapan
/ umpan balik. Ini sebuah
pertandaefektivitas proses komunikasi. 2)
Membuat prediksi setelah mengevaluasi
respon/umpan balik. 3) Pengendalian
perilaku atas lingkungan sosial, yaitu
kemampuan mengajak atau membujuk
orang lain untuk mengubah perilakunya.
Terdapat 9 unsur yang ada di
komunikasi interpersonal, yaitu pengirim,
penyanding, pesan, media, penerima
pesan, penerjemah, response, hambatan
dan lingkungan komunikasi (Anastasia,
2019)
1) Pengirim atau komunikator adalah
orang yang memiliki informasi dan
ingin menyampaikannya kepada orang
lain.
2) Penyandian adalah proses mengubah
ide menjadi simbol atau bentuk
simbolik.
3) Pesan adalah informasi yang
diteruskan dari satu orang ke orang
lain.
4) Media atau perangkat yang biasa
disebut alat angkut merupakan
perangkat yang mengirimkan pesan
dari pengantar pesan ke penerima.
Media merupakan lajur yang dilewati
untuk mengirim pesan secara fisik.
5) Penerima pesan merupakan seseorang
yang memperoleh pesan dari
pengirim.
6) Penerjemah atau decoding yaitu proses
menafsirkan pesan dari pengirim,
seperti menerjemahkan kode Morse
dan lainnya.
7) Response adalah tanggapan, reaksi
atau jawaban dari penerima pesan
setelah mendapatkan pesan dan respon
hanya berlaku dalam komunikasi antar
dua orang.
8) Hambatan merupakan alasan yang
mengganggu pengiriman atau
penerimaan pesan dari pengantar ke
penerima. Hambatan akan ada di
setiap bagian komunikasi.
9) Lingkungan komunikasi adalah
keadaan atau suasana yang
mempunyai signifikansi fisik dan
historis ketika komunikasi terjadi.
Motivasi
Tanpa disadari dalam setiap
aktivitas dan kegiatan seorang invidu
dilatarbelakangi oleh timbulnya motivasi.
Entah berasal dari dalam diri atau luar diri
seseorang, tergantung mana yang lebih
menonjol. Seorang individu yang
termotivasi akan mempengaruhi perilaku,
gairah dan semangatnya dalam
beraktivitas, karena motivasi merupakan
suatu penggerak dan pendorong yang
tertancap dalam pikiran manusia yang bisa
menjadi sebuah prinsip untuk melakukan
suatu pekerjaan.Motivasi atau dalam
bahasa latin “movere” diartikan sebagai
dorongan atau menggerakkan.
Menurut Amirullah (2015:193)
”Motivasi merupakan sebuah dukungan
atau dorongan untuk membangkitkan
semangat dalam diri seseorang untuk
mencapai tujuannya”.Begitupun Amirullah
(2015: 192) mengemukakan bahwa ”Tiga
dasar utama pendorong motivasi dalam
organisasi: a. Untuk memperhatikan dan
mengetahui kepribadia bawahan. b.
Mengamati dan menggali kepribadian
bawahan. c. Membaca, melihat, dan
memperbaiki serta membimbing
kepribadian bawahan”. Berdasarkan
pernyataan tersebut dapat disimpulkan
bahwa, motivasi berfungsi sebagai energi
atau motor penggerak bagi manusia,
motivasi merupakan pengatur dalam
memilih alternatif di antara dua atau lebih
kegiatan yang bertentangan. Motivasi
dapat mengatur tujuan dalam melakukan
aktivitas
ISSN: 2337778X E-ISSN : 2685-1504
Jurnal Magisma Vol. IX No. 1 – Tahun 2021 | 30
Pandemi Covid-19
Pandemi adalah wabah penyakit
global. Ketika pandemi baru menyebar
secara global di luar dunia, itu dinyatakan
sebagai penyakit yang berbahaya (Menurut
World Healt Organization). Seperti yang
sedang terjadi sekarang yaitu pandemi
Covid-19. Pandemi ini hampir sama
dengan virus yang diakui oleh WHO pada
12 Maret 2020. Wabah penyakit yang
masuk dikatakan kategori penyakit
menular dan dan infeksi yang
bekelanjutan. Pandemi diklarifikasikan
sebagai epidemi terlebih dahulu yang
penyebarannya masih dalam lingkungan
kecil seperti suau wilayah ke wilayah
tertentu.
3. Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode
penelitian kepustakaan.Metode penelitian
kepustakaan merupakan kumpulan
kegiatan yang berhubungan dengan
pengumpulan data perpustakaan, membaca
dan mencatat, serta metode penentuan
bahan penelitian (Zed, 2008: 3).Dalam
metodeini data yang diperoleh
dikompulasi, dianalisis dengan pendekatan
deskripsi sehingga mendapatkan
kesimpulan dari studi literatur. Pada
penilitian ini mengambil data literature
dari beberapa sumber, yakni penelitian
kepustakaan, dengan teknik pengumpulan
data, memelaah buku-buku, literature-
literatur, teori-teori , artikel-artikel serta
catatan-catatan yang ada di internet sesuai
dengan masalah yang berkaitan. Dalam
metode penelitian kepustakaan ini peneliti
mencari data melalui referensi, jurnal, dan
artikel di Internet. Data yang sudah
diperoleh kemudian dianalisis dengan
pendekatan deskriptif.
4. Hasil Pembahasan
Komunikasi Interpersonal di masa
pandemi
Terjadinya pandemi covid-19 telah
mengubah segalanya dalam kehidupan
manusia, pendidikan, ekonomi hingga
lingkungan kerja. Keperluan akan
berinteraksi satu sama lain dengan alat
komunikasi dirasa sangat mendukung
kegiatan dalam setiap bagian kehidupan
manusia. Dunia kerja merupakan salah satu
bagian yang terdampak covid-19, para
karyawan bekerja dari rumah tanpa harus
pergi ke kantor. Hal ini membuat budaya
dalam organisasi berubah dari segi
komunikasi. Kondisi saat ini mendesak
masyarakat untuk mengubah hubungan
komunikasi secara tidak langsung melalui
perangkat digital (Muhtarudin, 2020). Oleh
karena itu, komunikasi yang dibentuk
diharapkan mampu saling memberikan
solusi dalam menghadapi situasi dan
tantangan bersama-sama.
Komunikasi interpersonal antar
karyawan merupakan kemampuan
karyawan dalam suatu organisasi untuk
mengirim dan menerima pesan secara
langsung atau dengan perantara yang
bersifat informal untuk tujuan pribadi.
Komunikasi interpersonal memungkinkan
pengiriman dan penerimaan pesan melalui
metode verbal dan non verbal melalui
bentuk lisan atau tertulis, dan dapat
dilakukan dalam satu arah atau dua arah.
Hubungan interpersonal yang efektif
mengacu pada hubungan dengan sikap
suportif, hubungan tersebut dapat
membantu kinerja perusahaan membentuk
suasana yang saling mendukung antara
atasan dan bawahan untuk mendukung
kinerja karyawan. Menurut Kohler untuk
meningkatkan kinerja dan mencapai tujuan
kantor, ada dua mode komunikasi.
Pertama, komunikasi terkoordinasi
mengacu pada proses komunikasi yang
menyatukan berbagai bagian (subsistem)
kantor. Kedua, komunikasi interaktif
adalah proses pertukaran informasi yang
berjalan terus menerus, bertukar pendapat
dan sikap, pendapat dan sikap inilah yang
digunakan sebagai dasar untuk
menyesuaikan subsistem di kantor atau
antara kantor dan mitra.
ISSN: 2337778X E-ISSN : 2685-1504
Jurnal Magisma Vol. IX No. 1 – Tahun 2021 | 31
Dalam hal komunikasi antar
pegawai, keterampilan komunikasi yang
baik akan mampu memperoleh dan
mengembangkan tugas yang diberikan,
sehingga tingkat kinerja organisasi (kantor)
akan terus meningkat. Dan sebaliknya, jika
komunikasi tidak lancar karena
ketidakmampuan menjalin hubungan yang
baik, sikap otokratis atau acuh tak acuh,
perbedaan atau konflik jangka panjang,
dan lainnya akan berdampak negatif pada
hasil kerja.
Hambatan dalam komunikasi
interpersonal
Menurut Eisenberg disebutkan dalam
Liliweri (2015), terdapat empat jenis
hambatan komunikasi yang efektif yaitu
hambatan proses, hambatan fisik,
hambatan semantik dan hambatan
psikososial.
1. Hambatan proses
Hambatan proses terjadi pada
proses komunikasi itu sendiri. Dalam
situasi pandemi atau physical
distancing, misalnya saat kita
melakukan video call dengan orang
lain. Meskipun bertatap muka,
terkadang koneksi atau sinyal penyedia
Internet dapat mencegah video call
berjalan dengan lancar. Oleh karena itu,
ketika membicarakan hal-hal penting
dan video menjadi terputus-putus, suara
atau gambar dapat mencegah pesan
tersampaikan dengan benar. Dalam
hambatan proses, faktor gangguan
berperan penting sebagai penghambat.
Karena sinyal buruk, suara terputus-
putus, dan suara tidak jelas atau
pelafalan tidak jelas, dan kamera
telepon buram, membuat ekspresi wajah
orang tersebut tidak jelas. Oleh karena
itu, proses komunikasi yang terjadi
tidak dapat berjalan dengan lancar.
2. Hambatan fisik
Hambatan fisik dapat berupa
komunikasi nonverbal atau keterbatasan
fisik. Namun, hambatan fisik pada
pandemi atau physical distancing lebih
seperti hambatan kontak fisik. Bagi
sebagian orang yang terbiasa
melakukan komunikasi fisik dengan
orang lain untuk berkomunikasi,
misalnya sentuhan halus yang membuat
seseorang merasa terikat pada orang
lain pasti akan menimbulkan rasa
kehilangan ketika tidak mampu
melakukannya.
Hambatan fisik pasti ada saat
chatting dan karena penggunaan bahasa
tertulis, unsur bahasa tubuh tidak ada.
Oleh karena itu, komunikasi antar
manusia dengan sendirinya menjadi
tidak lengkap. Dengan mengoptimalkan
bahasa tubuh dan ekspresi wajah,
hambatan fisik tidak dapat dihindari
untuk menyampaikan informasi yang
jelas.
3. Hambatan sematik
Hambatan semantik mengarah
pada tata bahasa dan kata-kata yang
diucapkan oleh pengirim pesan. Pada
physical distancing, misalnya saat kita
chatting dengan seseorang, bahasa yang
digunakan adalah bahasa yang
disingkat, bahasa terminologi masa kini,
penggunaan huruf kapital yang tidak
sesuai dengan aturan bahasa, bahasa
asing yang tidak dapat dipahami lawan
bicara, atau ekspresi-ekspresi seseorang
saat berbicara diwakili emoji (simbol).
Oleh karena itu, tren pesan dapat
disalahpahami dan dapat menyebabkan
komunikasi yang tidak terjawab.
Saat membaca pesan tertulis,
sering terjadi hambatan semantik yang
berkaitan dengan keadaan emosi orang
tersebut. Namun kendala tersebut dapat
dihindari dengan memberikan umpan
balik. Dalam komunikasi interpersonal,
proses komunikasi bersifat siklik.
Elemen umpan balik (feedback) dari
penerima pesan berarti penerima dapat
memeriksa arti sebenarnya secara
langsung dengan pengirim pesan.
4. Hambatan psikososial
Hambatan psikososial
merupakan hambatan yang paling
ISSN: 2337778X E-ISSN : 2685-1504
Jurnal Magisma Vol. IX No. 1 – Tahun 2021 | 32
berpengaruh dalam komunikasi
interpersonal, dimana keadaan emosi
seseorang dapat menentukan apakah
pesan yang dikirimkan oleh pengirim
pesan dapat diterima dengan benar oleh
penerima pesan sesuai dengan maksud
yang ingin disampaikan. Melihat situasi
pandemi saat ini, informasi tentang
pandemi Covid-19 tersebar di media
sosial, bahkan banyak informasi yang
tidak benar (hoax). Ditambah dengan
nasihat untuk tinggal di rumah, orang
akan merasakan tekanan emosional
tertentu, seperti kebosanan, rasa tidak
aman, stres, dll. Kondisi emosi yang
tidak stabil dapat menyebabkan kualitas
komunikasi menurun seiring dengan
meningkatnya stres, karena dapat
membuat orang mudah tersinggung atau
marah, meskipun maksud pengirim
pesan tidak sengaja menyinggung.
Hambatan psikososial dalam
kasus physical distancing juga dapat
disebabkan oleh pemahaman orang
yang berbeda tentang cara menangani
pandemi ini. Tepatnya, terdapat
perbedaan pendapat tentang apakah
kebijakan pemerintah mendukung
lockdown. Perbedaan persepsi
menyebabkan pengirim dan penerima
pesan terganggu oleh kualitas hubungan
yang berujung pada terhambatnya
komunikasi interpersonal.
Faktor-faktor yang meningkatkan
komunikasi interpersonal
Murtiadi et al. (2015) mengemukakan
bahwa terdapat tiga faktor yang dapat
meningkatkan komunikasi interpersonal,
yaitu:
1) Sikap Percaya
Manfaat mempercayai orang lain
adalah untuk mengembangkan
komunikasi interpersonal, karena
dapat menyampaikan media
komunikasi, membuat pengiriman dan
penerimaan pesan lebih jelas, dan
meningkatkan kesempatan
komunikator untuk memperoleh
tujuannya.
2) Sikap Mendukung
Memberi dukungan adalah cara untuk
mengurangi kemampuan pertahanan
komunikasi. Sikap suportif artinya
komunikasi interpersonal yang efektif
dapat memotivasi orang lain dengan
menunjukkan sikap non evaluatif dan
sementara.
3) Sikap Terbuka
Keterbukaan merupakan suatu sikap
dimana kita dapat memperoleh
masukan dari orang lain dan dapat
memberikan pesan penting kepada
orang lain. Sikap keterbukaan dapat
dilihat dengan adanya kejujuran, tidak
berbohong dan tidak menutupi
informasi apapun.
Jenis-Jenis Komunikasi Interpersonal
1. Komunikasi Diadik (Dyadic
Communication)
Komunikasi dilakukan antara dua
orang yaitu sebagai penyebar
informasi dan sebagai penerima
informasi. Karena perilaku
komunikasi kedua orang tersebut
maka dialog menjadi sangat intens.
Komunikator berfokus pada
komunikasi. (Murtiadi, 2015)
2. Komunikasi Triadic (Triadic
Communication)
Dalam komunikasi ini, pelakunya
terdiri dari tiga orang, yaitu
komunikator dan dua orang
penerima. Jika dibandingkan,
komunikasi diadik lebih efektif
karena komunikator berfokus pada
seorang penerima pesan, sehingga ia
dapat sepenuhnya memahami
kerangka acuan komunikator dan
umpan balik yang berkelanjutan.
(Murtiadi, 2015)
Motivasi kerja
Motivasi merupakan bagian
penting dari setiap aktivitas, tanpa motivasi
tidak ada aktivitas yang nyata. Motivasi
ISSN: 2337778X E-ISSN : 2685-1504
Jurnal Magisma Vol. IX No. 1 – Tahun 2021 | 33
adalah produk dari orang dan situasi,
karena keinginan seseorang untuk
mencapai tujuan tertentu dipengaruhi oleh
faktor manusia dan situasional, termasuk
hasil yang diharapkan dari tindakan dan
konsekuensinya (J. Heckhausen, 2018).
Motivasi kerja adalah motivasi untuk
menyemangati diri sendiri dan
mengeluarkan segala keterampilan yang
dimiliki sehingga dapat mencapai tujuan
perusahaan. Jika seseorang termotivasi, dia
bisa bekerja semaksimal mungkin, begitu
pula sebaliknya jika seseorang kurang
termotivasi untuk bekerja maka dia tidak
akan melakukan hal baru untuk mencapai
tujuan perusahaan. Motivasi ini sangat
diperlukan, sebab diharapkan melalui
motivasi ini setiap pegawai akan berjuang
dan bersemangat untuk mencapai efisiensi
kerja yang lebih baik lagi (Sunyoto, 2015).
Secara umum motivasi yang biasa
diterapkan oleh industri mencakup empat
komponen pokok, yaitu:
1. Bonusdalam bentuk uang
Salah satu bentuk motivasi bagi
sebagian besar karyawan adalah
bonus. Bonusyang diberikan kepada
karyawan biasanya dalam bentuk
uang. Sebagai motivasi, bonus selalu
menjadi keutamaan yang baik. Oleh
karena itu, tidak jarang bonus dalam
bentuk uang berkembang menjadi
stimulus yang efektif.
2. Pengarahan dan pengawasan
Pengarahan dirancang untuk
menentukan arah apa yang harus
dilakukan untuk karyawan dan apa
yang seharusnya tidak mereka
lakukan. Sedangkan pengawasan
bertujuan untuk menentukan bahwa
karyawan harus melakukan operasi
sesuai dengan instruksi. Fungsi
pengawasan meliputi evaluasi kerja,
evaluasi kualitas dan evaluasi hasil
kerja.
3. Menetapkan cara kerja yang baik
Biasanya, sikap membosankan di
tempat kerja menghambat efisiensi
kerja. Ketika manajemen menyadari
bahwa masalah berasal dari
pengorganisasiandiatur, mereka
menanggapi dengan beragam cara
yang baik atau tidak baik.
4. Strategi
Suatu strategi dapat diartikan sebagai
perilaku yang dilakukan secara
sengaja oleh manajemen yang
memerintah sikap atau persepsi
karyawan. Dengan kata lain, kebijakan
tersebut dirancang untuk
membahagiakan karyawan.
Faktor-faktor yang mempengaruhi
motivasi kerja
Terdapatbanyak faktor yang
memotivasi kerja diantaranya faktor
eksternal dan internal, hal ini sejalan
dengan pendapat (Sutrisno, 2015:116-120)
menyataakan sebagai berikut:
a. Faktor eksternal yang memotivasi
kerja:
1) Lingkungan kerja yang
menyenangkan merupakan
keterpaduan sarana dan prasarana
kerja di sekitar tempat kerja
karyawan, yang mempengaruhi
pelaksanaan pekerjaan itu sendiri.
2) Bonus atau upah yang memuaskan
merupakan sumber pendapatan
utama bagi karyawan untuk
menghidupi dirinya atau keluarga
dan bisa memotivasi karyawan untuk
bekerja lebih baik lagi.
3) Pengawasan yang efektif. Fungsi
pengawasan yang efektif dalam
bekerja adalah memberikan
pengarahan kepada karyawan agar
mereka dapat melakukan
pekerjaannya tanpa melakukan
kesalahan.
4) Adanya penghargaan prestasi. Setiap
orang rela mengorbankan gigi dan
kukunya demi perusahaan untuk
mencapai prestasi yang jelas dan
keamanan profesional di dalam
perusahaan.
ISSN: 2337778X E-ISSN : 2685-1504
Jurnal Magisma Vol. IX No. 1 – Tahun 2021 | 34
5) Jabatan atau kedudukan tertentu
merupakan impian setiap karyawan
yang bekerja di perusahaan.
6) Tata tertib yang dibuat dalam
perusahaan yang sudah besar
kebanyakan semua karyawan harus
mematuhi sistem dan prosedur kerja.
b. Faktor internal yang mempengaruhi
motivasi kerja:
1) Impian untuk memiliki umur panjang
2) Impian untuk dapat menguasai
3) Impian untuk menghormati
4) Impian untuk berwenang
Jenis-jenis Motivasi Kerja
Menurut (Hasibuan, 2017) menyatakan
bahwa ada dua jenis motivasi kerja, yaitu:
1. Motivasi positif (insentif positif)
Motivasi positif berarti pemimpin
memotivasi bawahannya dengan
memberi penghargaan kepada orang-
orang yang berkinerja di atas standar
kinerja. Dengan motivasi yang positif
maka moral bawahan akan meningkat,
karena pada umumnya manusia suka
menerima keuntungan.
2. Motivasi negatif (insentif negatif)
Motivasi negatif mengacu pada
standar di mana pemimpin mendorong
bawahannya untuk menerima
hukuman. Di bawah pengaruh
motivasi negatif ini maka moral
bawahan akan meningkat dalam
jangka pendek karena takut dihukum,
namun dalam jangka panjang bisa
berdampak negatif.
5. Kesimpulan dan Saran
Kesimpulan
Selama pandemi Covid-19, diperlukan
komunikasi yang baik, yang berisi kata-
kata yang saling menguatkan dan pesan
yang diungkapkan yang akan
meningkatkan simpati dan kepedulian
antara satu sama lain. Dampak komunikasi
dan interaksi manusia dapat menimbulkan
reaksi negatif dan positif di lingkungan.
Berkomunikasi secara sadar atau tidak
akan memotivasi seseorang dan membuat
mereka cenderung untuk mengubah
perilaku dan aktivitasnya.Oleh karena itu
dalam komunikasi diperlukan ketelitian,
keterampilan dan kehati-hatian agar
motivasi yang terbentuk dapat memenuhi
tujuan yang diharapkan. Agar tercipta
komunikasi yang efektif untuk saling
memotivasi, sebaiknya individu memiliki
kemampuan pengiriman dan penerimaan
informasi yang baik terlebih dahulu.
Saran
Untuk membagun komunikasi yang efektif
maka diperlukan :
1. Melakukan pendekatan dengan cara
berkomunikasi langsung, berikan
motivasi atau bonus untuk
menunjukkan bahwa pemimpin peduli
terhadap kinerja karyawannya.
2. Pemimpin harus menghilangkan sifat
pilih kasih atau tidak membeda-
bedakan dan menjaga keadilan untuk
menghindari kecemburuan karyawan.
3. Pendekatan yang diterapkan oleh
pimpinan tidak boleh disamaratakan,
karena tanggung jawab karyawan
dalam setiap pekerjaan berbeda.
Penting untuk memahami
keterampilan kepemimpinan untuk
memahami karakter keseluruhan dari
setiap karyawan yang akan berada di
lapangan.
DAFTAR PUSTAKA
Afriyadi, F. (2015). Efektivitas
Komunikasi Interpersonal Antara
Atasan dan Bawahan Karyawan Pt.
Borneo Enterprsindo Samarinda.
Jurnal Ilmu Komunikasi, 3(1), 362-
376.
Agus M. Hardjana. 2003. Komunikasi
intrapersonal & Komunikasi
Interpersonal.
Amirullah. (2015). Pengantar
Manajemen. FungsiProses-
Pengendalian. Mitra Wacana Media.
Jakarta
Anggarina, P. T. (2020). Kepemimpinan
dan Komunikasi di Masa Krisis
ISSN: 2337778X E-ISSN : 2685-1504
Jurnal Magisma Vol. IX No. 1 – Tahun 2021 | 35
Covid-19.
ttps://www.kompas.com/tren/read/20
20/04/08/142643965/kepemimpinan-
dan komunikasi-di-masa-krisis-
covid-19?page=all.
Danang Sunyoto. (2015). Manajemen dan
Pengembangan Sumber Daya
Manusia. Yogyakarta: Center for
Academic Publishing Service.
Dica, A. Y. (2019). Peran Komunikasi
Interpersonal Atasan-Bawahan
Dalam Memotivasi Kerja Karyawan
Divisi Marketing Pt Jakarta
Akuarium Indonesia. Communicare:
Journal of Communication Studies,
6(1), 87-97.
Edy Sutrisno. 2015. Manajemen Sumber
Daya Manusia. Kencana : Jakarta.
Heckhausen, J. (2018). Motivation and
Action(H. Heckhausen (ed.); Third
Edit). Springer International
Publishing.
https://doi.org/https://doi.org/10.100
7/978-3-319-65094-4.
Liliweri, A. (2015). Komunikasi Antar
Personal (1st ed.). Jakarta: Kencana.
Malayu S.P Hasibuan, 2017, Manajemen
Sumber Daya Manusia, Jakarta: PT
Bumi Aksara
Muhammad, Arni. 2011. Komunikasi
Organisasi. Jakarta : PT. Bumi
Aksara
Muhtarudin, D. (2020). Corona
Mewabah, Komunikasi dan Interaksi
Manusia Beralih ke Digital.
https://akurat.co/news/id-1073840-
read-corona-mewabah-komunikasi-
dan-interaksi-manusia-beralih-ke-
digital.
Murtiadi, dkk. (2015). Pskologi
Komunikasi. Yo g y a-karta:
Psikosain.
Prakoso, T., & Putri, Y. R. (2017).
Pengaruh Komunikasi Organisasi
Terhadap Motivasi Kerja Karyawan
Kantor Wilayah Kementrian Hukum
dan HAM Jawa Barat. E-
Proceeding of Management, 4(2),
2117–2124.
Ramadanty, S., & Martinus, H.
(2016). Organizational
Communication: Communication
and Motivation in The Workplace.
HUMANIORA, 7(1), 77–86.
Wulandari, M. P. (2020). Pola
Komunikasi di Masa Pandemi
Covid-19.
https://republika.co.id/berita/qcd046
423/pola-komunikasi-di-masa-
pandemi-covid19. Yogyakarta:
Penerbit Kanisius
Zed, Mestika. 2008. Metode Penelitian
Kepustakaan. Jakarta : Yayasan Obor
Indonesia.
Jurnal Magisma Vol. IX No. 1 – Tahun 2021 | 36
ISSN: 2337778X E-ISSN : 2685-1504
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KUALITAS LAPORAN KEUANGAN
PEMERINTAH DAERAH DENGAN PENATAUSAHAAN BARANG MILIK
DAERAH SEBAGAI VARIABEL MODERASI
(Studi pada SKPD Kabupaten Tegal)
Sukarman1, Grace Tianna Solovida2 1Universitas Diponegoro
email: [email protected] 2STIE Bank BPD Jateng
Email : [email protected]
ABSTRACT
The preparation of quality local government financial reports will require human resources involved
in the preparation of local government financial reports that have competence in the field of
government accounting as well as adequate financial management and regional property. Conditions
that occur at this time, the number of financial administration officials-regional work units as well as
accounting officers in regional work units who have accounting competence is still very limited so
they do not understand or master the preparation of local government financial reports adequately.
The population studied is employees who carry out the financial and regional administration
functions, namely financial administration officials-regional apparatus work units, accounting
officers, expenditure treasurers, revenue treasurers, goods user administration officials, user goods
management and user goods manager assistants in all units Tegal regional work unit (48 regional
work unit), with a sample of 96 people. The data in this study were analyzed using the Structural
Equation Modeling (SEM) method of the PLS software package. The software used is the SmartPLS
software. The results of the study concluded that organizational commitment, human resource
capacity, the use of information technology, the government's internal control system, and the
effectiveness of internal auditors had a positive and significant effect on the quality of local
government financial statements in the Tegal Regency government. Another result is the
administration of regional property capable of being a moderating variable on the influence of
organizational commitment to the quality of the financial statements of the local government in the
Tegal Regency Government, the government's internal control system and the effectiveness of auditors
on the quality of local government financial statements in the Tegal Regency government.
Keywords: organizational commitment, human resource capacity, utilization of information
technology, government internal control systems, effectiveness of internal auditors, quality of local
government financial reports, financial and regional property administration.
ABSTRAK
Penyusunan Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) yang berkualitas maka diperlukan SDM
yang terlibat dalam penyusunan LKPD yang mempunyai kompetensi dalam bidang akuntansi
pemerintahan serta pengelolaan keuangan dan Barang Milik Daerah (BMD) yang memadai. Kondisi
yang terjadi pada saat ini, jumlah Pejabat Penatausahaan Keuangan (PPK-SKPD) maupun petugas
akuntansi pada SKPD yang memiliki kompetensi bidang akuntansi masih sangat terbatas sehingga
kurang memahami atau menguasai penyusunan LKPD secara memadai. Populasi yang diteliti yaitu
pegawai yang melaksanakan fungsi penatausahaan keuangan dan BMD, yaitu Pejabat Penatausahaan
Keuangan (PPK-SKPD), Petugas Akuntansi, Bendahara Pengeluaran, Bendahara Penerimaan, Pejabat
Penatausahaan Pengguna Barang, Pengurus Barang Pengguna dan Pembantu Pengurus Barang
Pengguna di seluruh SKPD Kabupaten Tegal (48 SKPD), dengan sampel 96 orang. Data pada
penelitian ini dianalisis memakai metode Structural Equation Modelling (SEM) dari paket software
PLS. Software yang digunakan adalah software SmartPLS. Hasil penelitian menyimpulkan komitmen
organisasi, kapasitas sumber daya manusia, pemanfaatan teknologi informasi, sistem pengendalian
internal pemerintah, dan efektivitas auditor internal berpengaruh positif dan signifikan terhadap
kualitas LKPD pada pemerintah Kabupaten Tegal. Hasil lainnya yaitu penatausahaan barang milik
Jurnal Magisma Vol. IX No. 1 – Tahun 2021 | 37
ISSN: 2337778X E-ISSN : 2685-1504
daerah mampu menjadi variabel moderasi pada pengaruh komitmen organisasi terhadap kualitas
LKPD pada Pemerintah Kabupaten Tegal, untuk hasil moderasi lainnya ternyata penatausahaan barang
milik daerah tidak mampu menjadi variabel moderasi pada pengaruh kapasitas sumber daya manusia,
pemanfaatan teknologi informasi, sistem pengendalian internal pemerintah dan efektivitas auditor
terhadap kualitas LKPD pada pemerintah Kabupaten Tegal.
Kata kunci: komitmen organisasi, kapasitas SDM, pemanfaatan TI, SPIP, efektivitas auditor
internal, kualitas LKPD, penatausahaan BMD.
1. Pendahuluan
Penilaian kewajaran laporan
keuangan berdasarkan kriteria umum
seperti: efektivitas Sistem Pengendalian
Internal (SPI), ketaatan terhadap
perundang-undangan, kecukupan
pengungkapan, dan kesesuaian dengan
SAP (StandarAkuntansi Pemerintahan).
Opini yang akan diberikan oleh BPK
terhadap LKPD ditentukan oleh
pemenuhan keempat kriteria tersebut.
Opini WTP diberikan apabila LKPD
dianggap bebas dari kesalahan penyajian
informasi secara material dan secara
keseluruhan laporan keuangan sudah
disajikan secara wajar. Opini WDP
diberikan apabila informasi yang disajikan
pada LKPD terdapat salah saji secara
material pada akun-akun tertentu, tetapi
secara keseluruhan tidak mempengaruhi
kewajaran LKPD.
Permasalahan yang menjadi kendala
pada instansi pemerintah belum
memperoleh opini WTP dari hasil audit
BPK terhadap LKPD cukup beragam.
Fenomena yang terjadi saat ini lebih sering
disebabkan masalah penatausahaan aset
tetap atau barang milik daerah (BMD)
yang tidak memadai sehingga auditor tidak
dapat menyakini kewajaran nilai aset tetap
yang disajikan di neraca. Permasalahan
penatausahaan BMD tersebut antara lain
terdapat BMD yang belum dicatat, terdapat
pencatatan BMD yang tidak ditemukan
barangnya, dan terdapat pencatatan BMD
yang tidak didukung bukti kepemilikan
yang sah. Hal ini terjadi dikarenakan aset
tetap/BMD yang jumlahnya terlalu banyak
dan belum dilakukannya pencatatan BMD
secara tertib sejak diperolehnya BMD
tersebut. Selain itu, kelemahan dari aset
tetap juga muncul karena pemerintahan
daerah kurang memperhatikan pentingnya
pengelolaan BMD sehingga lebih
mengutamakan pengelolaan keuangan dan
menyerahkan permasalahan pengelolaan
BMD kepada Pengurus Barang SKPD.
Agar LKPD bermanfaat untuk
pengguna maka penyajian informasi pada
LKPD harus andal. Aset tetap merupakan
akun pada Neraca dengan nilai cukup
material, untuk itu agar dihasilkan
informasi yang andal dalam LKPD maka
pengelolaan BMD harus dilakukan secara
tertib, antara lain dengan penatausahaan
BMD secara memadai. Informasi dalam
laporan keuangan dikatakan andal apabila
tidak terdapat kesalahan material dan
pengertian yang menyesatkan, disajikan
secara jujur, dan dapat diverifikasi.
Berbagai penelitian tentang faktor-
faktor yang mempengaruhi kualitas LKPD
telah dilakukan. Penelitian yang dilakukan
oleh Kurnianto (2017) dengan judul
Pengaruh Penatausahaan BMD Terhadap
Kualitas LKPD pada Pemerintah
Kabupaten Magelang, menunjukan bahwa
Penatausahaan BMD berpengaruh
signifikan pada kualitas LKPD.
Agar dihasilkan LKPD yang
berkualitas maka diperlukan SDM yang
terlibat dalam penyusunan LKPD yang
mempunyai kompetensi dalam bidang
akuntansi pemerintahan serta pengelolaan
keuangan dan BMD yang memadai.
Kondisi yang terjadi pada saat ini, jumlah
Pejabat Penatausahaan Keuangan (PPK-
SKPD) maupun petugas akuntansi pada
SKPD yang memiliki kompetensi bidang
akuntansi masih sangat terbatas sehingga
kurang memahami atau menguasai
penyusunan LKPD secara memadai.
Jurnal Magisma Vol. IX No. 1 – Tahun 2021 | 38
ISSN: 2337778X E-ISSN : 2685-1504
Melihat fenomena penatausahaan
aset tetap/BMD selalu menjadi temuan
BPK sehingga dapat berpengaruh pada
kualitas LKPD maka menarik untuk
dilakukan kajian lebih lanjut mengenai
faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas
LKPD. Berdasarkan penjelasan di atas,
penelitian ini akan menguji lebih lanjut
faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas
LKPD dengan penatausahaan BMD
sebagai variabel moderating. Adapun yang
diduga mempengaruhi kualitas LKPD
adalah komitmen organisasi, kapasitas
SDM, pemanfaatan TI, SPIP dan
efektivitas auditor internal.
2. Tinjauan Pustaka dan
Pengembangan Hipotesis
LKPD merupakan
gabungan/konsolidasi dari seluruh laporan
keuangan SKPD dan laporan keuangan
SKPKD (Satuan Kerja Pengelola
Keuangan Daerah). Entitas pelaporan
menyusun LKPD berdasarkan laporan
keuangan SKPD yang disusun oleh kepala
SKPD selaku Pengguna Anggaran dan
laporan keuangan SKPKD. Menurut Sari
(2016), kualitas LKPD dipengaruhi oleh
kapasitas SDM, pemahaman akuntansi,
SPI, dan pemanfaatan TI. Menurut
Fitrisyah dan Rasuli (2017), kualitas
LKPD dipengaruhi oleh komitmen
organisasi, kompetensi, sistem akuntansi
instansi. Hasil penelitian Fitrisyah dan
Rasuli (2017) menyatakan bahwa
komitmen organisasi, kompetensi, sistem
akuntansi instansi memiliki pengaruh
secara langsung yang signifikan dan positif
pada kualitas LKPD. Etika dapat
memoderasi hubungan komitmen
organisasi dan kompetensi dengan kualitas
laporan keuangan.
Rachmawati (2009) mengartikan
komitmen organisasi sebagai sikap yang
menunjukkan loyalitas karyawan dan
merupakan proses berkelanjutan
bagaimana seorang anggota organisasi
mengekspresikan perhatian mereka kepada
kesuksesan dan kebaikan organisasinya.
Komitmen organisasi bisa tumbuh
disebabkan karena individu memiliki
ikatan emosional terhadap organisasi yang
meliputi dukungan moral dan menerima
nilai yang ada serta tekad dari dalam diri
undividu untuk berbuat sesuatu agar dapat
menunjang keberhasilan organisasi sesuai
dengan tujuan dan lebih mengutamakan
kepentingan organisasi dibandingkan
kepentingannya sendiri.
Menurut Zuliarti (2012), pengertian
kapasitas SDM adalah sebagai berikut:
Kapasitas SDM adalah kemampuan
seseorang, suatu organisasi (kelembagaan),
atau suatu sistem untuk melaksanakan
fungsi-fungsi atau kewenangannya untuk
mencapai tujuannya secara efektif dan
efesien.
Menurut Sutabri (2014:3), teknologi
informasi adalah teknologi yang digunakan
untuk mengolah data, termasuk
memproses, mendapatkan, menyusun,
menyimpan, memanipulasi data dalam
berbagai cara untuk menghasilkan
infomasi yang berkualitas, yaitu informasi
yang relevan, akurat, dan tepat waktu, yang
digunakan untuk keperluan pribadi, bisnis,
dan pemerintahan serta merupakan
informasi yang strategis untuk
pengambilan keputusan.
Pendekatan terkini dari sistem
pengendalian intern (SPI) terkait dengan
sektor pemerintahan di Indonesia adalah
Sistem Pengendalian Intern Pemerintah
(SPIP). Menurut PP Nomor 60 Tahun 2008
tentang SPIP, pengertian Sistem
Pengendalian Intern adalah :“Proses yang
integral pada tindakan dan kegiatan yang
dilakukan secara terus menerus oleh
pimpinan dan seluruh pegawai untuk
memberikan keyakinan memadai atas
tercapainya tujuan organisasi melalui
kegiatan yang efektif dan efisien,
keandalan pelaporan keuangan,
pengamanan aset negara, dan ketaatan
terhadap peraturan perundang-undangan.”
Peran APIP yang efektif diharapkan
dapat memberikan keyakinan memadai
atas ketaatan, kehematan, efisiensi dan
Jurnal Magisma Vol. IX No. 1 – Tahun 2021 | 39
ISSN: 2337778X E-ISSN : 2685-1504
efektivitas pencapaian tujuan
penyelenggaraan tugas dan fungsi instansi
pemerintah, memberikan peringatan dini,
memelihara dan meningkatkan kualitas tata
kelola penyelenggaraan tugas dan fungsi
instansi pemerintah. Dalam kaitannya
dengan penyusunan LKPD, APIP
mempunyai tugas untuk melakukan reviu
LKPD yang bertujuan untuk memberikan
keyakinan keandalan informasi pada
LKPD sebelum LKPD tersebut
disampaikan kepala daerah kepada BPK.
Reviu LKPD dilakukan dengan melakukan
penelaahan penyajian LKPD dan
penyelenggaraan akuntansi untuk
memberikan keyakinan terbatas bahwa
penyajian LKPD sudah sesuai SAP dan
akuntansi sudah diselenggarakan sesuai
SAPD. Apabila dalam melakukan reviu,
APIP menemukan terdapat kesalahan,
kekurangan maupun penyimpangan dari
SAP dan peraturan lainnya, APIP
memberitahukan kondisi tersebut kepada
entitas yang direviu. Dengan adanya reviu
dari Inspektorat diharapkan akan
dihasilkan LKPD yang berkualitas.
3. Model Penelitian
Model penelitian ini adalah sebagai
berikut :
Gambar 1
Model Penelitian
4. Metode Penelitian
Populasi yang diteliti yaitu
pegawai yang melaksanakan fungsi
penatausahaan keuangan dan BMD, yaitu
Pejabat Penatausahaan Keuangan (PPK-
SKPD), Petugas Akuntansi, Bendahara
Pengeluaran, Bendahara Penerimaan,
Pejabat Penatausahaan Pengguna Barang,
Pengurus Barang Pengguna dan Pembantu
Pengurus Barang Pengguna di seluruh
SKPD Kabupaten Tegal (48 SKPD),
dengan sampel 96 orang.
Untuk mengukur komitmen
organisasi pada penelitian ini
menggunakan indikator sebagai berikut
:(1) Komitmen afektif(2) Komitmen
berkelanjutan(3) Komitmen normatif.
Indikator yang dipakai dalam mengukur
kapasitas SDM pada penelitian ini
mengadopsi dari penelitian Triyanto
(2017) antara lain : (1) Latar belakang
pendidikan (2) Pelatihan (3) Pengalaman
(4) Tanggungjawab. Pemanfaatan
Teknologi Informasi bisa dinilai dengan
penggunaan komponen berikut: (1)
Perangkat Keras Komputer (Hardware)
(2) Perangkat Lunak Komputer (Software)
(3) Jaringan dan Komunikasi. Indikator
yang dipakai dalam mengukur SPIP yaitu
menurut PP Nomor 60 tahun 2008
diantaranya : (1) Lingkungan pengendalian
(2) Penilaian resiko (3) Kegiatan
pengendalian (4) Informasi dan
komunikasi (5) Pemantauan. Indikator
efektivitas auditor internal yang dipakai
pada penelitian ini mengadopsi dari
penelitian Haryati (2015) yaitu kualifikasi
auditor internal, pelaksanaan audit internal,
laporan hasil audit internal dan tindak
lanjut hasil audit internal. Indikator yang
dipakai dalam mengukur penatausahaan
BMD dalam penelitian ini mengadopsi dari
penelitian Milanda (2018) yaitu
pembukuan, inventarisasi dan pelaporan
BMD. Indikator kualitas LKPD
berdasarkan PP Nomor 71 Tahun 2010
yaitu: relevan, andal, dapat dibandingkan
dan dapat dipahami.
Komitmen
organisai
Kapasitas
SDM
Pemanfaatan
TI
SPI
Pemerintah
Efektivitas
Auditor Internal
Kualitas
LKPD
Penatausahaan BMD
Jurnal Magisma Vol. IX No. 1 – Tahun 2021 | 40
ISSN: 2337778X E-ISSN : 2685-1504
Data pada penelitian ini dianalisis
memakai metode Structural Equation
Modelling (SEM) dari paket software PLS.
Software yang digunakan adalah software
SmartPLS.
5.Hasil dan Pembahasan a. Pengaruh komitmen organisasi
terhadap kualitas LKPD pada
pemerintah Kabupaten Tegal
Hasil penelitian membuktikan
komitmen organisasi memberikan
pengaruh positif dan signifikan terhadap
kualitas LKPD. Adanya pengaruh tersebut
menunjukkan semakin tinggi komitmen
organisasi, semakin tinggi kualitas
LKPD.Hasil penelitian ini mampu
mendukung kajian sebelumnya yang telah
dilakukan oleh Fitrisyah dan Rasuli (2017)
serta Agung dan Gayatri (2018)
menyimpulkan bahwa komitmen
organisasi berpengaruh signifikan dan
positif pada kualitas laporan keuangan.
Pegawai yang mempunyai komitmen
tinggi terhadap organisasinya akan
berusaha meningkatkan kinerjanya dengan
memaksimalkan kemampuan yang
dimilikinya. Sebaliknya komitmen
pegawai yang rendah cenderung
mengakibatkan terjadinya penurunan
kinerja. Pada posisi inilah pentingnya
komitmen pegawai dalam menjalankan
tugas dan tanggung jawabnya untuk
mencapai tujuan organisasi.
b. Pengaruh kapasitas SDM terhadap
kualitas LKPD pada pemerintah
Kabupaten Tegal
Kajian penelitian ini membuktikan
kapasitas SDM memberikan pengaruh
positif dan signifikan terhadap kualitas
LKPD. Adanya pengaruh tersebut
menunjukkan semakin baik kapasitas
SDM, semakin tinggi kualitas LKPD. Hasil
penelitian tersebut memperkuat hasil
penelitian sebelumnya yang telah
dilakukan oleh Sari (2016), Artika (2016)
dan Andrianto (2017) menyimpulkan
bahwa Kapasitas SDM berpengaruh
signifikan dan positif pada kualitas laporan
keuangan. Agar dihasilkan LKPD yang
berkualitas diperlukan kapasitas SDM
yang memadai, karena apabila kapasitas
SDM yang menyusun LKPD memadai
maka dimungkinkan LKPD yang
dihasilkan berkualitas. Jika kapasitas SDM
dari instansi yang menyusun LKPD
kurang/tidak memadai maka LKPD yang
dihasilkan kurang/tidak berkualitas. Oleh
sebab itu, kapasitas SDM yang memadai
akan mempengaruhi kualitas laporan
keuangan. Output yang diharapkan akan
terealisasi dengan baik ketika proses kerja
didukung dengan kapasitas yang memadai
pula.
c. Pengaruh pemanfaatan teknologi
informasi terhadap kualitas LKPD
pada pemerintah Kabupaten Tegal
Hasil penelitian membuktikan
bahwa pemanfaatan TI memberikan
pengaruh positif dan signifikan terhadap
kualitas LKPD. Adanya pengaruh tersebut
menunjukkan semakin tinggi pemanfaatan
TI, semakin tinggi kualitas LKPD. Hasil
penelitian ini mendukung penelitian
sebelumnya yang dilakukan oleh Sari
(2016), Artika (2016), Andrianto (2017),
Baturante dkk (2017), Armel (2017),
menyimpulkan bahwa pemanfaatan
teknologi informasi berpengaruh signifikan
dan positif pada kualitas laporan
keuangan.Semakin tinggi tingkat
pemanfaatan terhadap teknologi informasi
yang diterapkan, maka akan dihasilkan
kualitas LKPD yang semakin baik
sehingga dapat dikatakan pemanfaatan
teknologi informasi dapat berpengaruh
positif pada kualitas LKPD. Pemanfaatan
teknologi informasi dapat mendukung
proses kerja ke arah yang lebih baik,
terutama tingkat efektivitas dan efisiensi.
d. Pengaruh sistem pengendalian intern
pemerintah (SPIP) terhadap kualitas
LKPD pada pemerintah Kabupaten
Tegal
Jurnal Magisma Vol. IX No. 1 – Tahun 2021 | 41
ISSN: 2337778X E-ISSN : 2685-1504
Hasil penelitian membuktikan SPIP
memberikan pengaruh positif dan
signifikan terhadap kualitas LKPD.
Adanya pengaruh tersebut menunjukkan
semakin baik SPIP, semakin tinggi kualitas
LKPD.Sistem pengendalian internal dapat
diukur melalui beberapa unsur, diantaranya
adalah unsur lingkungan pengendalian,
penilaian risiko, kegiatan pengendalian,
informasi dan komunikasi, serta
pemantauan. Pengendalian intern
diterapkan untuk melakukan pengendalian
dan pengawasan khususnya dalam
menyusun LKPD agar dihasilkan LKPD
yang berkualitas. Hasil penelitian ini
memperkuat penelitian sebelumnya yang
dilakukan oleh Faishol (2016), Kiranayanti
dan Erawati (2016), Sari (2016),
menyimpulkan bahwa sistem pengendalian
intern berpengaruh signifikan dan positif
pada kualitas laporan keuangan.
e. Pengaruh efektivitas auditor internal
terhadap kualitas LKPD pada
pemerintah Kabupaten Tegal
Penelitian secara statistik
membuktikan bahwa efektivitas auditor
internal memberikan pengaruh positif dan
signifikan terhadap kualitas LKPD.
Adanya pengaruh tersebut menunjukkan
semakin baik efektivitas auditor internal,
semakin tinggi kualitas LKPD. Hasil ini
tentu saja menjadi alat pembuktian ataupun
memperkuat hasil penelitian sebelumnya
yang telah dilakukan Sari (2014), Lasmara
dan Rahayu (2016), menyimpulkan bahwa
peran auditor internal berpengaruh
signifikan dan positif pada kualitas laporan
keuangan. Dengan demikian adanya peran
auditor internal yang efektif akan
meningkatkan kandungan nilai informasi
dalam LKPD.
f. Pengaruh penatausahaan BMD
mampu memoderasi hubungan
antara komitmen organisasi,
kapasitas SDM, pemanfaatan TI,
SPIP dan efektivitas auditor internal
terhadap kualitas LKPD pada
pemerintah Kabupaten Tegal
Hasil penelitian menyimpulkkan
penatausahaan BMD memoderasi
pengaruh komitmen organsiasi terhadap
kualitas LKPD. Sementara itu untuk
penatausahaan BMD tidak memoderasi
pengaruh kapasitas SDM, pemanfaatan TI,
SPIP dan efektivitas auditor internal
terhadap kualitas LKPD. Penatausahaan
BMD yang baik harus didukung dengan
adanya komitmen organisasi, kapasitas
SDM yang memadai, pemanfaatan
teknologi informasi, peran auditor internal
yang efektif serta SPI yang memadai
dalam menghasilkan laporan BMD.
Dengan demikian adanya komitmen
organisasi, kapasitas SDM yang memadai,
pemanfaatan teknologi informasi, peran
auditor internal yang efektif, sistem
pengendalian intern yang memadai serta
diperkuat dengan penatausahaan BMD
yang memadai maka akan menghasilkan
keluaran berupa informasi LKPD yang
berkualitas untuk menjadi masukan bagi
pihak auditor eksternal, eksekutif dan
legilatif dalam memperbaiki pengelolaan
pertanggungjawaban keuangan negara
pada waktu yang akan datang. Namun
dalam penelitian ini, penatausahaan BMD
belum seluruhnya mampu menjadi variabel
moderasi.
6.Kesimpulan
a. Komitmen organisasi berpengaruh
positif dan signifikan terhadap kualitas
LKPD pada pemerintah Kabupaten
Tegal.
b. Kapasitas sumber daya manusia
berpengaruh positif dan signifikan
terhadap kualitas LKPD pada
pemerintah Kabupaten Tegal.
c. Pemanfaatan teknologi informasi
berpengaruh positif dan signifikan
terhadap kualitas LKPD pada
pemerintah Kabupaten Tegal.
d. SPIP berpengaruh positif dan
signifikan terhadap kualitas LKPD
pada pemerintah Kabupaten Tegal.
Jurnal Magisma Vol. IX No. 1 – Tahun 2021 | 42
ISSN: 2337778X E-ISSN : 2685-1504
e. Efektivitas auditor internal
berpengaruh positif dan signifikan
terhadap kualitas LKPD pada
pemerintah Kabupaten Tegal.
f. Penatausahaan barang milik daerah
mampu menjadi variabel moderasi
pada pengaruh komitmen organisasi
terhadap kualitas LKPD pada
pemerintah Kabupaten Tegal.
g. Penatausahaan barang milik daerah
tidak mampu menjadivariabel moderasi
pada pengaruh kapasitas sumber daya
manusia terhadap kualitas LKPD pada
pemerintah Kabupaten Tegal.
h. Penatausahaan barang milik daerah
tidak mampu menjadi variabel
moderasi pada pengaruh pemanfaatan
teknologi informasi terhadap kualitas
LKPD pada pemerintah Kabupaten
Tegal.
i. Penatausahaan barang milik daerah
tidak mampu menjadi variabel
moderasi pada pengaruh SPIP terhadap
kualitas LKPD pada pemerintah
Kabupaten Tegal.
j. Penatausahaan barang milik daerah
tidak mampu menjadi variabel
moderasi pada pengaruh efektifitas
auditor terhadap kualitas laporan
keuangan LKPD pada pemerintah
Kabupaten Tegal.
DAFTAR PUSTAKA
Agung, Tut Madiguna & Gayatri., (2018)
“Analisis Faktor-Faktor yang
Mempengaruhi Kualitas Laporan
Keuangan Pemerintah Daerah
Kabupaten Karangasem”. E-Jurnal
Akuntansi Universitas Udayana.
Vol. 23.2. Mei (2018); 1253-1276
Andrianto, Elvin., (2017) “Pengaruh
Kapasitas Sumber Daya Manusia,
Pemanfaatan Teknologi Informasi,
dan Sistem Pengendalian Intern
Pemerintah Terhadap Kualitas
Laporan Keuangan Pemerintah
Daerah Dengan Komitmen
Organisasi Sebagai Variabel
Moderasi (Studi Empiris Pada
Satuan Kerja Perangkat Daerah di
Kabupaten Sleman)”. Jurnal
Fakultas Ekonomi UNY.
Armel, Raja Yoga Gustika,. (2017)
“Pengaruh Kompetensi Sumber
Daya Manusia, Penerapan Standar
Akuntansi Pemerintahan,
Pemanfaatan Teknologi Informasi
dan Sistem Pengendalian Internal
Terhadap Kualitas Laporan
Keuangann Pemerintah Daerah
(Studi Pada Satuan Kerja Perangkat
Daerah Kota Dumai)”. JOM
Fekom. Vo. 1 (Februari), hal. 105-
119.
Artika, Yuli., (2016) “Pengaruh Penerapan
Sistem Akuntansi Keuangan
Pemerintah Daerah, Kapasitas
Sumber Daya Manusia dan
Pemanfaatan Teknologi Informasi
Terhadap Kualitas Laporan
Keuangan Pemerintah Daerah
Kabupaten Rokan Hulu”. JOM
Fekon. Vol. 3 No. 1 (Februari),
hal.219-233.
Faishol, Ahmad., (2016) “Pengaruh Sistem
Pengendalian Intern Terhadap
Kualitas Laporan Keuangan (Studi
Kasus pada Satuan Kerja Perangkat
Daerah Pemerintah Kabupaten
Lamongan”. Jurnal Penelitian
Ekonomi dan Akuntansi. Vol. 1
No. 3 (Oktober), hal. 205-212.
Fitrisyah, Aidil dan M. Rasuli, (2017) “
Pengaruh Komitmen Organisasi,
Kompetensi dan Sistem Akuntansi
Instansi Terhadap Kualitas Laporan
Keuangan Dengan Etika Sebagai
Variabel Moderasi (Studi Empiris
Pada Badan Pusat Statistik Provinsi
Riau)”, Jurnal Tepak Manajemen
Bisnis, Vol. IX No. 3, September
2017, hal. 1-16
Ghozali, Imam. 2014. Structural Equation
Modeling Metode Alternatif
Dengan Partial Least Square
(PLS). Edisi 4. Semarang: Badan
Penerbit UNDIP.
Jurnal Magisma Vol. IX No. 1 – Tahun 2021 | 43
ISSN: 2337778X E-ISSN : 2685-1504
Haryati, Tri. (2015) “Pengaruh Komitmen
Manajemen, Kompetensi Sumber
Daya Manusia, Efektivitas Auditor
Internal, Kualitas Sistem Akuntansi
dan Penyelesaian Tindak Lanjut
Temuan BPK Terhadap Kualitas
Laporan Keuangan Pemerintah
Daerah (Studi Kasus Pada
Pemerintah Kota Semarang),
Magister Akuntansi Universitas
Diponegoro”. Tesis (tidak
dipublikasikan).
Kiranayanti, Ida Ayu Enny dan Ni Made
Adi Erawati., (2016) “Pengaruh
Sumber Daya Manusia, Sistem
Pengendalian Intern, Pemahaman
Basis Akrual Terhadap Kualitas
Laporan Keuangan Daerah”. E-
Jurnal AKuntansi Universitas
Udayana. Vo. 16.2 (Agustus), hal.
1290-1318.
Lasmara, Freddie dan Sri Rahayu., (2016)
“Pengaruh Kompetensi Sumber
Daya Manusia, Perangkat
Pendukung dan Peran Auditor
Internal Terhadap Kualitas Laporan
Keuangan Pemerintah Daerah
Kabupaten Kerinci“. Jurnal
Perspektif Pembiayaan dan
Pembangunan Daerah. Vo. 3 No. 4
(April-Juni), hal. 231-242.
Rachmawati. S. R (2009) “Pengaruh
Komitmen Organisasi, Motivasi
kerja, dan Gaya Kepemimpinan
terhadap Kinerja Karyawan Bidang
Keuangan Pada Pemda Kabupaten
Sukoharjo.” Skripsi. Universitas
Muhammadiyah Surakarta.
http://eprints.ums.ac.id/5394/1/B20
0050371.PDF
Sari, Nilam,. (2016) “Pengaruh Kapasitas
Sumber Daya Manusia,
Pemahaman Akuntansi, Penerapan
SAP, Pemanfaatan Teknologi
Informasi, dan Sistem
Pengendalian Intern Terhadap
Kualitas Laporan Keuangan
Pemerintah Daerah (Studi Empiris
Pada Satuan Kerja Perangkat
Daerah Kabupaten Bungo”. JOM
Fekom. Vol. 3 No. 1 (Februari),
hal. 1478-1490
Solihin, Mahfud., Dwi Ratmono. 2013.
“Analisis SEM-PLS dengan WarpPLS
3.0”.. Penerbit Andi. Yogyakarta
Sutabri, Tata. (2014). Pengantar Teknologi
Informasi. Yogyakarta: ANDI.
Zuliarti. 2012. Pengaruh Kapasitas Sumber
Daya Manusia, Pemanfaatan Teknologi
Informasi, dan Pengendalian Intern
Akuntansi Terhadap Nilai Informasi
Pelaporan Keuangan Pemerintah
Daerah :Studi pada Pemerintah
Kabupaten Kudus. Skripsi. Fakultas
Ekonomi Universitas Muria Kudus.
Jurnal Magisma Vol. IX No. 1 – Tahun 2021 | 44
ISSN: 2337778X E-ISSN : 2685-1504
INOVASI DAN KREATIFITAS UMKM DI MASA PANDEMI
(STUDI KASUS DI KABUPATEN BEKASI)
Reny Tri Juni Munthe1, Dedi Rianto Rahadi2
1President University
email: [email protected] 2President University
email: [email protected]
ABSTRACT
Currently the world is experiencing a Covid-19 pandemic, including in Indonesia. Therefore, an
appeal to prevent the spread of the virus requires the public to remain silent. It is undeniable that all
efforts have an impact and economic instability, one of which is MSMEs in Bekasi Regency. MSMEs
are also part of the economy that must have the advantage to increase their innovation. The
advantages in the current economy are innovation and creativity. For this reason, it takes the
advantage of a creativity-based innovation that can make MSMEs in Bekasi Regency continue to
survive and develop during the Covid-19 pandemic with a longer endurance and long term. This study
uses a literature study method, the data obtained are compiled, analyzed with a descriptive approach
so that we get conclusions from the literature study. In this study, taking literature data from several
sources, namely library research, with data collection techniques by examining books, literature,
theories, articles and notes on the internet according to related problems. The results of this study
indicate that the existence of this innovation also requires motivation and creativity in a person so that
they can achieve a goal and what forms of innovation and creativity can be done to MSMEs during
this pandemic which will help open the minds of MSME actors, especially in Bekasi Regency to do or
form a change in the future in order to continue to survive.
Keywords: Innovation, Motivation, Creativity, MSMEs, Business, Pandemic Covid-19.
ABSTRAK
Saat ini dunia sedang mengalami pandemi Covid-19 termasuk di Indonesia.Begitu pun dengan
perekonomian di Indonesia yang sangat tak dipungkiri berdampak dan adanya ketidakstabilan
ekonomi salah satunya UMKM di Kabupaten Bekasi. UMKM juga sebagian dari perekonomian yang
harus mempunyai keunggulan untuk meningkatkan dalam melakukan inovasi. Keunggulan dalam
perekonomian di dalam UMKM terkini yaitu inovasi dan kreatifitas.Untuk itu dibutuhkanya
keunggulan dari sebuah kreatifitas dalam berbasis inovasi yang dapat membuat UMKM di Kabupaten
Bekasi ini agar terus bertahan dan berkembang di masa pandemi Covid-19 dengan daya tahan dan
jangka waktu lebih panjang. Penelitian ini menggunakan metode studi literatur, data yang diperoleh
dikompulasi, dianalisis dengan pendekatan deskripsi sehingga mendapatkan kesimpulan dari studi
literatur. Pada penilitian ini hasil pemikiran dengan penelitian pustaka dengan mengambil data
literature dari sumber, yakni teknik pengumpulan data dengan memelaah buku-buku, literature-
literatur, teori-teori, artikel-artikel serta catatan-catatan yang ada di internet sesuai dengan masalah
yang berkaitan. Hasil penilitian ini menunjukan adanya inovasi ini juga dibutuhkan motivasi dan
kreatifitas di dalam diri seseorang agar bisa mencapai suatu tujuan dan bentuk inovasi dan kreatitiftas
apa saja yang bisa dilakukan terhadap UMKM di masa pandemi ini yang akan membantu terbukanya
pikiran para pelaku UMKM terutama di Kabupaten Bekasi untuk melakukan atau membentuk suatu
perubahan kedepannya agar terus tetap bertahan.
Kata kunci: Inovasi, Motivasi, Kreatifitas, UMKM, bisnis, pandemi Covid-19.
1. Pendahuluan
Indonesia merupakan negara yang
memiliki perkembangan usaha mikro kecil
dan menengah UMKM yang cukup
banyak. Jumlah Usaha Mikro Kecil dan
Menengah (UMKM) sudah mencapai 64
juta (BPS,2020). Angka tersebut yang
Jurnal Magisma Vol. IX No. 1 – Tahun 2021 | 45
ISSN: 2337778X E-ISSN : 2685-1504
sudah mencapai 99,9 persen dari jumlah
keseluruhan usaha yang beroperasi
diseluruh Indonesia termasuk salah satunya
Kabupaten Bekasi. Jumlah ini lah yang
berdampak pada pertumbuhan ekonomi
karena dengan adanya penyerapan tenaga
kerja yang cukup banyak.
Kabupaten Bekasi merupakan salah
satu kabupaten yang terdapat di Jawa
Barat. Kabupaten Bekasi termasuk kota
yang berhasil menduduki posisi ketiga dari
sepuluh kota besar penggerak ekonomi
Indonesia pada tahun 2017 (BPS
Indonesia, 2017). Statistik sektor Laju
Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Bekasi
periode 2013 - 2017 dapat dilihat dari Laju
Pertumbuhan Ekonomi Jawa Barat dan
Nasional. Jika dilihat dari statistik ini,
sangat terlihat sekali bahwa LPE (Lajur
Pertumbuhan Ekonomi) Kabupaten Bekasi
dari periode 2013 sampai dengan 2017
termasuk tinggi apabila dibandingkan
dengan LPE Jawa Barat dan juga masih di
bawah LPE Nasional (BPS Kabupaten
Bekasi, 2019).
Gambar 1. LPE Nasional, Jawa
Barat, dab Kabupaten Bekasi Tahun 2013-
2017 (Sumber : BPS Kabupaten Bekasi.
2019).
Begitu juga pernyataan menurut
Kepala Dinas Koperasi dan Usaha Kecil
(KUK) Provinsi Jabar Kusmana Hartadji
(2020), sebanyak 47.605 pelaku UMKM
dari Kabupaten Bekasi yang akan
menerima bantuan selama pandemic
(sumber : posbekasi.com). Seperti yang
dilihat dari data tersebut bahwa UMKM ini
merupakan sumber pendapatan primer
maupun sekunder bagi banyak keluarga
kecil dan kelompok masyarakat.
Diawal tahun 2020 ini Virus Covid
19 atau Corona merupakan penyakit
misterius yang melumpuhkan kota Wuhan,
Cina pada akhir tahun 2019 yang akhirnya
menyebar luas keseluruh dunia terutama
Indonesia sehingga berkembang dan
tumbuhnya UMKM di Indonesia kembali
diuji ketangguhannya dalam menghadapi
dampak ekonomi karena terjadinya
penyebaran Covid-19 yang memicu
sentiment negatif. Di masa pandemi ini
tentunya membuat dampak yang cukup
signifikan diberbagai sektor terutama
UMKM di Kabupaten Bekasi dan
menghambatnya pertumbuhan bisnis.
Dampak ini sudah terlihat langsung dengan
adanya PHK besar-besaran, berbagai
tindakan dalam antisipasi seperti social
distance, penutupan di beberapa usaha
sehingga banyak karyawan dirumahkan,
banyak pengurangan dalam produktivitas
dan semua sektor pelayanan publik di tutup
(Noer Soetjipto, 2020). Penyebaran virus
Covid-19 juga memberikan dampak dan
berimbas langsung penurunan secara
drastis perekonomian UMKM, walaupun
banyak sekali yang gulung tikar tidak
dapat menutup kemungkinan meskipun
masih ada beberapa UMKM yang masih
bertahan pada umumnya menghasilkan
kebutuhan masyarakat. Seperti yang sudah
disampaikan oleh Menteri Koperasi dan
UMKM mengatakan berdasarkan hasil
survei yang dilakukan sejumlah lembaga
dan Kementerian UMKM, wabah virus
Corona memberikan dampak besar
terhadap keberlangsungan UMKM yang
diramalkan hasil survey 47 persen UMKM
berhenti berusaha.
Mengetahui bahwa masa pandemi ini
membawa pertumbuhan ekonomi
menurun, terutama pada UMKM di
Kabupaten Bekasi. Kepala Dinas
Perindustrian Kabupaten Bekasi 2020
mengatakan Usaha Kecil, Mikro, dan
Jurnal Magisma Vol. IX No. 1 – Tahun 2021 | 46
ISSN: 2337778X E-ISSN : 2685-1504
Menengah (UMKM) bidang industri di
Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, bahwa
masih ada beberapa UMKM di Kabupaten
Bekasi ini tetap bertahan dan menunjukkan
eksistensi mereka saat kondisi wabah Virus
Corona baru atau Covid-19. Dari total
1.500 lebih UMKM se-Kabupaten Bekasi,
pelaku usahanya yang berada di sektor
kuliner dan kerajinan tangan menjadi
sektor usaha yang tidak terlalu terdampak
pandemi Covid-19 (Kepala Dinas
Perindustrian Kabupaten Bekasi, 2020).
Tidak hanya itu, karena adanya
beberapa kebijakan pemerintah dalam
aturan untuk melakukan segala aktivitas
dirumah atau Work From Home (WFH)
dan adanya Pembatasan Sosial Berskala
Besar (PSBB) serta penerapan Social
Distancing. Maka dari itu, menyebabkan
segala usaha terutama UMKM harus
beradaptasi dan menyesuaikan diri dengan
keadaan di dalam perkembangan bisnis
dimasa pandemi.
Kreatifitas dalam pengembangan di
bisnis UMKM saat ini sangat diperlukan
terutama bagi para pelaku UMKMagar
lebih semangat untuk menciptakan inovasi
dimasa pandemi ini sehingga akan
membantu dalam pertumbuhan ekonomi
dan agar dapat bertahan serta beradaptasi
di masa pandemi Covid-19 ini (Wakil
Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif
2020). Apalagi dengan kaitannya di era
industri 4.0 atau industri secara digital
tentunya untuk mencari peluang baru
dalam menciptakan inovasi ini sangatlah
besar (Menteri Pariwisata dan Ekonomi,
2020).Seperti berjualan melalui e-
commerce atau platform online yang
merupakan dengan memanfaatkan
elektronik yang semakin canggih sehingga
pemasaran meningkat dan juga tetap
mempertimbangkan solusi yakni dengan
protokol kesehatan yang ketat (OECD,
2020), berfokus untuk memenuhi
kebutuhan sosial yang dasar, dan
membangun ekosistmem dan model bisnis
baru dengan terciptanya keunggulan
kompetitif. Inovasi juga bisa berupa
menciptakan produk yang berkualitas
dengan biaya rendah dan penjualan yang
sederhana tetapi efektif. Inovasi juga tak
hanya terbatas pada strategi bisnisnya,
tetapi juga bisa pada bentuk fisik produk
itu sendiri.Sehingga potensi kreatif inilah
memiliki prosepek peluang yang
menjanjikan. Oleh karena itu, jika sebuah
bisnis yang sedang berjalan apabila tidak
dapat bertahan lama ditengah masa
pandemi ini ataupun berada di dalam
persaingan jika saja pelaku usahanya ini
minimnya pengetahuan tentang peluang
usaha yang ada dan tidak memiliki inovasi
untuk berkreatif. Oleh karena itulah
sebagai pelaku bisnis ini harus selalu bisa
memotivasi dirinya sendiri sehingga dapat
selalu kreatif dalam berinovasi dan
mewujudkannya terutama di saat adanya
krisis global seperti Pandemi virus Covid-
19 sedang terjadi.Ukuran huruf times news
roman 12 dengan spasi 1. dengan rata
kanan-kiri. Pendahuluan mencakup latar
belakang, permasalahan/rumusan masalah,
tujuan dan manfaat penelitian. Awal
paragraf/alinea satu kali tab (5huruf).
Antara subbagian dengan kalimat pertama
dalam paragraf diberi jarak 4pt.
Permasalahan dan tujuan, serta kegunaan
penelitian ditulis secara naratif dalam
paragraf-paragraf, tidak perlu diberi
subjudul khusus.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang
sudah diuraikan di atas, maka dari itu dapat
dirumuskan masalahnya yaitu bagaimana
inovasi dan kreativitas? UMKM di masa
pandemi di Kabupaten Bekasi?
2. Tinjauan Pustaka dan
Pengembangan Hipotesis
UMKM (Usaha Mikro Kecil dan
Menengah)
UMKM pada umumnya usaha yang
sangat produktifitas yang dijalankan oleh
sebuah individu atau kelompok atau suatu
badan usaha. UMKM menurut UU No 20
Jurnal Magisma Vol. IX No. 1 – Tahun 2021 | 47
ISSN: 2337778X E-ISSN : 2685-1504
Tahun 2008 adalah usaha perdagangan
yang dikelola oleh perorangan yan merujuk
pada usaha ekonomi produktif dengan
kriteria yang sudah ditetapkan dalam
Undang-Undang. Berdasarkan pengertian
tersebut UMKM merupakan usaha badan
yang dimiliki seseorang dengan memiliki
kriteria modal usaha yang terbatas.
UMKM pada perekonomian di
Indonesia adalah salah satu kelompok
dalambidang berbisnis yang memiliki
jumlah sangat besar dan mampu bertahan
terhadap berbagai macam krisis ekonomi
dan krisi global. UMKM juga memiliki
peran khusus dalam aspek peluang untuk
ketersediaan lapangan kerja dan menjadi
sumber penghasilan serta berperan dalam
pembangunan ekonomipada pedesaan.
Inovasi dan Kreatifitas
Kreatifitas dan inovasi mempunyai
peran penting dalam dunia berbisnis. Pada
inovasi dan kreatifitasnya memiliki peran
yang berbeda tetapi masih memiliki
batasan yang tegas.Langkah pertama dalam
menuju inovasi yaitu kreatifitas (Yani dan
Wadi, 2019).Kreatifitas merupakan suatu
kemampuan dalam menciptakan produk
baru (Cony Semiawan 2009 : 44).
Kemampuan ini merupakan modifikasi
untuk membuat konsep yang baru atau
dapat dikatakan konsep lama
dikombinasikan dengan konsep baru agar
menjadi kekuatan dalam persaingan bisnis.
Pada kreatifitas ini menunjukkan proses
cara berpikirnya seseorang dalam
memecahkan masalah dengan menemukan
ide yang efektif.
Kreatifitas dan inovasi mempunyai
kaitan yang berbeda, sehingga kreatifitas
berkaitan dengan ide yang bermanfaat
sedangkan inovasi ide yang
diimplementasikan. Dengan
memaksimalkan kreatifitas dan cara
pandang serta pola berpikir akan mampu
tampil dengan modifikasi yang telah ada.
Salah satu karakter yang sangat
penting yaitu kemampuan berinovasi
(Larsen, P and Lewis, A 2007).Inovasi
dikenal sebagai fungsi penting. Dalam
inovasi mempunyai makna sebagai
pembaharuan dengan menciptakan sesuatu
yang sebelumnya telah ada kemudian
terjadinya perubahan yang lebih baik, lebih
berkualitas, lebih menarik, dan lebih
banyak diminati dari sebelumnya. UU No.
19 Tahun 2002 mengungkapkan bahwa
inovasi adalah suatu kegiatan penelitian,
pengembangan, atau pun perekayasaan
yang dilakukan dengan tujuan
pengembangan penerapan praktis nilai
dalam konteks ilmu pengetahuan yang baru
dan cara baru tersebut akan diterapkan
dengan ilmu pengetahuan dan teknologi
yang sudah adapada saat pengembangan
produk atau proses produksinya. Dapat
dikatakan bahwa hal tersebut merupakan
inovasi bagi yang baru melihat atau
merasakan. Inovasi dijadikan sebagai ide
dan penerapanpada sebuah objek yang
dianggap baru oleh penggunanya.(Hills
2008). Penyebab hal tersebut karena
adanya kebutuhan dan permintaan dari
pelanggan yang selalu berubah-ubah dan
tidak ingin mengkonsumsi produk yang
sama. Untuk itulah diperlukan inovasi
terus menerus.
Maka dari itu, dalam berbisnis
kreatifitas dan inovasi ini perlu dimiliki
dan dikembangkan demi kesuksesan
seperti yang dibutuhkan UMKM saat
ini.Karena inovasi ada dari terbantuknya
kreatifitas.
Masa Pandemi
Pandemi merupakan suatu wabah
penyakit secara global. Pandemi
dinyatakan ketika adanya suatu penyakit
baru yang menyebar di seluruh dunia
dengan batas yang melampaui (Menurut
World Healt Organization, 2020). Seperti
yang sedang terjadi sekarang yaitu
pandemi Covid-19. Pandemi ini mirip
dengan flu yang dinyatakan oleh WHO
pada 12 Maret 2020.
Wabah penyakit yang masuk
dikatakan kategori penyakit menular dan
dan infeksi yang bekelanjutan. Pandemi
Jurnal Magisma Vol. IX No. 1 – Tahun 2021 | 48
ISSN: 2337778X E-ISSN : 2685-1504
diklarifikasikan sebagai epidemi terlebih
dahulu yang penyebarannya masih dalam
lingkungan kecil seperti suau wilayah ke
wilayah tertentu.
3. Metode Penelitian
Metode penelitian menggunakan
metode studi literature, yaitu penelitian
kepustakaan, dengan teknik pengumpulan
data dengan memelaah buku-buku,
literature-literatur, teori-teori, artikel-
artikel serta catatan-catatan yang ada di
internet sesuai dengan masalah yang
berkaitan (Nazir 1998 : 112). Penelitian ini
merupakan riset dari studi kepustakaan
walaupun mirip akan tetapi berbeda. Yang
dimaksud penelitian ini adalah penilitian
dilakukan hanya berdasarkan atas karya
tertulis, termasuk hasil penelitian yang
sudah di publish maupun belum (Embun,
2012).
Meskipun merupakan penelitian,
namun penelitian dengan studi literatur ini
tidak harus turun lapangan dan bertemu
langsung dengan responden karena
sekarang ini sedang terjadinya pandemi
Covid-19 yang tidak memungkinkan
penelitian ini dilakukan untuk turun
langsung ke lapangan peneliti.
Penelitian ini menelusuri riset
pustaka yang tidak hanya menjadi langkah
awal menyiapkan kerangka penelitian akan
tetapi sekaligus memanfaatkan sumber-
sumber perpustakaan untuk memperoleh
suatu data (Zed, 2014). Kemudian data
yang sudah diperoleh kemudian dianalisis
dengan pendekatan deskripsi.
4. Hasil dan Pembahasan
Inovasi dan Kreatifitas UMKM di Masa
Pandemi
Sebagai salah satu sektor ekonomi
yang paling penting, nafas terhadap
UMKM perlu terus dilakukan terutama
terjadinya pelemahan ekonomi di sama
pandemic virus Covid-19 saat ini. UMKM
tidak hanya penting di dalamsuatu
kelompok usaha yang paling diutamakan
tenaga kerjanya dibandingkan usaha besar,
contoh pada halnya di negara yang sedang
berkembang dimana banyaknya kontribusi
terhadap pembentukan atau pertumbuhan.
Para pelaku di dalam UMKM disebut
sebagai wirausahawan yang memiliki
sejumlah sifat rasa percaya diri yang
tinggi, mempunyai kemauan, selalu fokus
pada sasaran, mau bekerja keras, dan
mampu selalu berinovasi.
Peran UMKM sangatlah penting
terutama saat pandemi virus Covid-19.
Pentingnya UMKM sebagian besar
berkaitan dengan tulang punggung
ekonomi. UMKM memungkinkan
perusahaan untuk lebih mudah beradaptasi
terhadap suatu perubahan lingkungan.
Maka dari itu, keberadaan UMKM menjadi
penting sebagai penggerak
kewirausahawan dan pembangunan
ekonomi serta menjadi pencipta lapangan
kerja.
Tantangan global seperti saat
terjadinya pandemi ini pastinya membawa
perubahan pada kehidupan dan alur sebuah
bisnis. Tentunya hal ini membuat
pentingnya inovasi untuk membantu bisnis
di dalam suatu perusahaan atau organisasi
tersebut bertahan. Organisasi yang baik
adalah organisasi yang dapat melihat suatu
peluang yang besar atau kecil dalam situasi
ketidakpastian (Peter F. Drucker 1999).
Inovasi dibutuhkan di masa
pandemic saat ini yaitu terdapat di pelaku
UMKM yang menjadi kunci agar bisa
bertahan. Adanya inovasi ini untuk
mengantisipasi setiap bisnis atau kelompok
agar ekonomi di UMKM dapat tetap maju
walaupun sedang mengalami pandemi
serta menjadi pengembangan kualitas
produk. Inovasi inilah yang mampu
melakukan transformasi dan membangun
harapan untuk bisa menghadapi dampak
yang sedang terjadi.
Secara umum inovasi di dalam
UMKM ini dapat mendukung usaha yang
sudah ada atau bahkan memberi
Jurnal Magisma Vol. IX No. 1 – Tahun 2021 | 49
ISSN: 2337778X E-ISSN : 2685-1504
kesempatan dalam bisnis baru untuk
memenuhi kebutuhan pasar. Dengan
adanya inovasi ini juga berguna untuk
menjaga agar setiap konsumen tidak cepat
bosan dan tetap setia untuk selalu
menggunakan produk yang ditawarkan.
Jaringan yang terbentuk ini dapat tumbuh
menjadi jaringan usaha yang besar dan
dapat berdampak juga pada globalisasi
kegiatan ekonomi ini. Dengan demikian,
progress yang dituju akhirnya tercapai
dengan dukungan pemanfaatan dan
keleluasaan dalam kebijakan inovasi.
Pada masa pandemi yang sedang
terjadi ini, banyak pelaku UMKM jalan di
tempat yang pada dasarnya belum
memiliki kesiapan dalam menghadapi
pandemi Covid-19 ini. Saat
mengembangkan bisnis usahanya tidak
maju karena adanya minim inovasi dan
hanya ikut-ikutan.Tanpa melihat potensi
yang ada akhirnya usaha tersebut tidak
bertahan lama dan kemudian bangkrut.
Tidak heran jika produk UMKM local ini
masih terbilang sedikit untuk mampu
menembus pasar internasional.
Di saat masa pandemi ini belum
pulih bukan berarti kita tidak bisa
membuat inovasi untuk binis yang sedang
dijalankan. Maka dari itu, perusahaan
harus menghasilkan inovasi yang kreatif
dan efektif untuk meraih sukses. Tentunya
di dalam inovasi ini dibutuhkannya
motivasi yang kuat dan kreatifitas agar
segala perubahan yang diciptakan dapat
dilakukan dengan mudah. Motivasi ini bisa
didapatkan dari diri sendiri maupun orang
terdekat yang paling berpengaruh untuk
diri sendiri dan kreatifitas yang kita dapat
dengan bagaimana kita membuat suatu ide
untuk memecahkan masalah yang ada.
Maka dari itu, adanya permasalahan
ekonomi di UMKM ini dengan adanya
beberapa inovasi dari kreatifitas yang bisa
kita lakukan untuk bertahan di masa
pandemi (Wan Laura Hardilawati, 2020)
yaitu :
1. Berpindahnya offline menjadi online
di masa pandemi, seperti
menggunakan platform online
(Danang Sugianto, 2020).
2. Tentunya saat pandemi ini tetap
diperhatikan protokol kesehatan
sehingga membuat perubahan dalam
meminimalkan karyawan yang bekerja
secara langsung serta mengurangi jam
kerja dari biasanya. Menerapkan
protokol kesehatan ini supaya dapat
mencegah penyebaran virus Covid-19
yang semakin banyak, seperti
menggunakan alat pelindung diri
berupa masker kain tiga lapis yang
menutupi hidung dan mulut, selalu
membersihkan tangan secara teratur,
menjaga jarak minimal satu meter, dan
berperilaku hidup sehat dan bersih
(Menteri Kesehatan Republik
Indonesia, 2020).
3. Membuat suatu produk baru yang
benar-benar unik. Seperti membuat
face shield atau pelindung wajah untuk
menghindari penyebaran covid yang
sangat membantu para pekerja yang
secara langsung (Little Trought
Planner Ola Harika Rachman, 2020).
4. Melakukan perubahan untuk produk
pengganti yang berbeda dari produk
yang sudah ada, seperti pada produk
minuman coca-cola yang dulunya
dicampur oleh kokain. Namun, karena
dianggap haram akhirnya produk
tersebut menciptakan sirup non-
alkohol tanpa adanya kokain yang
rasanya manis (Syahid Latif, 2015).
5. Memodifikasikan produk yang
menciptakan quality, feature dan style
untuk meningkatkan penjualan.
6. Melakukan semua aktivitas bisnis
dengan perencanaan baik untuk
menyesuaikan antara produk-produk
yang dihasilkan.
7. Meluncurkan pasar digital untuk
memasarkan produk secara daring atau
online.
Jurnal Magisma Vol. IX No. 1 – Tahun 2021 | 50
ISSN: 2337778X E-ISSN : 2685-1504
8. Dapat mementukan strategi dalam
inovasi yang dibagi dala empat
kelompok (Porter 1980) yaitu Focus
Differentation, Differentiation, Overall
Cost Leadership (OCL), dan Focus
Cost.
9. UMKM juga dapat menciptakan
sesuatu dengan nilai baru dengan
dilakukannya perekonstrusian nilai
permberi melalui empat langkah (Kim
& Mauborgne 2005), yaitu :
a) Eliminasi (Eliminate) yang
menekankan pada faktor suatu
produk/layanan/sistem tanpa
membawa dampak yang
signifikan.
b) Kurangi (Reduce) sedikit atau
cukup banyak pada
produk/layanan/sistem yang
dibawah standar dan karena
kurangnya minat pembeli.
c) Tingkatkan (Raise)
produk/layanan/sistem agar
melebihi standar yang ada.
d) Ciptakan (Create)
produk/layanan/sistem yang
memang harus diciptakan.
Mengacu pada ke empat langkah di
atas, dapat digambarkan sebagai berikut.
Gambar 2. Kerangka Empat
Langkah (sumber : Kim & Mouborgne
2005).
Bentuk Inovasi dan kreativitas UMKM
Di dalam menjalankan suatu bisnis
tentunya inovasi ini pasti dibutuhkan setiap
sektor bisnis yang dijalankan terutama di
UMKM. Inovasi merupakan suatu ide,
gagasan, atau kegiatan pada suatu
objek/benda sebagai sesuatu yang baru
dirasakan atau diterima oleh seseorang atau
kelompok untuk dikonsumsi (Everett M.
Rogers). Inovasi dapat diartikan suatu
proses perubahan untuk mengubah peluang
menjadi ide yang asalnya bisa menjadi ide
baru atau yang sudah ada untuk
meningkatkan dan memperkaya kehidupan
seseorang. Namun, ide-ide tersebut bisa
dianggap objek atau benda yang baru
dirasakan.
Inovasi merupakan juga aksi yang
penuh resiko. Tetapi, dengan adanya
inovasi ini menekankan kita bahwa
pentingnya perubahan yang merupakan
sebuah drama kehidupan dengan
memberikan banyak ketakutan sekaligus
harapan (Buku berjudul Change, Kasali
2005). Menurut salah satu ahli
menyampaikan ada tiga jenis inovasi
(Nasution, 2005), yaitu :
1. Inovasi pada suatu produk dapat
dilakukan dengan menciptakan suatu
produk atau jasa baru untuk
memenuhi kebutuhan pasar dan
meningkatkan kualitas. Dengan
begitu hal tersebut adalah proses
yang akanmeningkatkan keuntungan
di sebuah perusahaan.
2. Inovasi pada setiap proses dengan
suatu elemen baru yang mengacu
dalam meningkatkan penekanan
detail pada prosedur kerja atau
layanan yang akan diproduksi.
3. Inovasi pada administrasi ini
berkaitan dengan perubahan metode
operasi bisnis secara efektif yang
turut melibatkan suatu perubahan
dengan memanfaatkan dari kebijakan
organisasi, alokasi sumber daya, dan
faktor lainnya. Hasil dan
pembahasan dapat memuat gambar
dan tabel. Gambar harus diberi judul
dan nomor urut di atas gambar serta
diberikan sumbernya. Demikian juga
Jurnal Magisma Vol. IX No. 1 – Tahun 2021 | 51
ISSN: 2337778X E-ISSN : 2685-1504
tabel diberikan judul dan nomor urut
di atas tabel serta diberikan
sumbernya. Pembahasan ditulis
dengan ringkas dan fokus pada
interpretasi dari hasil yang diperoleh
dan bukan merupakan pengulangan
dari bagian hasil.
5. Kesimpulan
Berdasarkan hasil dan
pembahasan dengan pendekatan deskripsi
dari teori-teori tersebut yang telah
diuraikan sebelumnya dapat ditarik
kesimpulan yaitu pada masa pandemi ini
memang kreatif dalam berinovasi
sangatlah dibutuhkan semua sektor
ekonomi terutama UMKM di Kabupaten
Bekasi yang terkena dampaknya. Adanya
inovasi ini juga dibutuhkan motivasi dan
kreatifitas di dalam diri seseorang agar
bisa mencapai suatu tujuan dan bentuk
inovasi dan kreatitiftas apa saja yang bisa
dilakukan terhadap UMKM di masa
pandemi ini yang akan membantu
terbukanya pikiran para pelaku UMKM
terutama di Kabupaten Bekasi untuk
melakukan atau membentuk suatu
perubahan kedepannya. Jika kita percaya
diri, mau bekerja keras, berpikir kreatif
dan selalu memotivasi kuat yang
ditanamkan seseorang tentunya inovasi
tersebut akan tercapai.
DAFTAR PUSTAKA
Amri, Andi (2020), Dampak Covid-19
Terhadap UMKM di Indonesia.
Jurnal Brand Vol. 2, No. 1
Aditi, Bunga. (2018). Buku Ajar
Entrepreneurship & StartUp
Entrepreneurship yang Unggul. Deli
Serdang: Penerbit Perdana Medika
Darwanto (2013), Peningkatan Daya Saing
UMKM Berbasis Inovasi dan
Kreativitas. Jurnal Bisnis dan
Ekonomi
Fikri, Dimas Andhika. (2020) Angela
Tanoesoedibjo Dorong UMKM
Adaptif dan Inovatif di Tengan
Pandemi Covid-19. Diakses dari
https://www.okezone.com/tren/read/
2020/09/17/620/2279583/angela-
tanoesoedibjo-dorong-umkm-adaptif-
dan-inovatif-di-tengah-pandemi-
covid-19 pada tanggal 18 September
2020
Hardilawati, Wan Laura (2020), Strategi
Bertahan UMKM di Tengah
Pandemi Covid-19. Jurnal Akuntansi
& Ekonomi Vol. 10, No. 1
Hadiyati, Ernani (2011), Kreativitas dan
Inovasi Berpengaruh Terhadap
Kewirausahaan Usaha Kecil. Jurnal
Manajemen dan Kewirausahaan Vol.
13, No. 1
Kartika. (2020) Menerapkan Blue Ocean
Strategy Bagi Bisnis Anda. Diakses
dari
https://www.okezone.com/tren/read/2
020/09/17/620/2279583/angela-
tanoesoedibjo-dorong-umkm-adaptif-
dan-inovatif-di-tengah-pandemi-
covid-19 pada tanggal 18 September
2020
Latif, Syahid. (2015) 6 Perusahaan Sukses
Ini Berubah Total dari Awal
Berdirinya. Diakses dari
https://www.dream.co.id/unik/6-
perusahaan-sukses-ini-berubah-total-
dari-awal-berdirinya-ok-
150714c.html pada tanggal 22 Juli
2015
Lavinda. (2020) Strategi Bisnis yang Harus
Dilakukan UKM saat New Normal.
Diakses dari
https://www.jurnal.id/id/blog/strategi-
bisnis-yang-harus-dilakukan-ukm-
saat-new-normal/ pada tanggal 12
Juni 2020
Lestari, Indah dan dkk (2019), Pengaruh
Inovasi dan Orientasi Kewirausahaan
Terhadap Keunggulan Bersaing
UMKM Kuliner. Jurnal Riset
Manajemen dan Bisnis Vol. 4, No. 1
Lukiastuti, Fitri dkk (2017), Self-Reliance
Improvement Model for Women
Batik SMEs, Advanced Science
Jurnal Magisma Vol. IX No. 1 – Tahun 2021 | 52
ISSN: 2337778X E-ISSN : 2685-1504
Letters Volume 23, Number 8,
August 2017, pp. 7309-7313(5).
Marlinah, Lili (2020), Peluang dan
Tantangan UMKM Dalam Upaya
Memperkuat Perekonomian
Nasional. Jurnal Ekonomi Vol. 22,
No. 2
Nazir. (1998). Metode Penelitian. Jakarta:
Rineka Cipta
Oblivia, Vivin dan Indriyani, Ratih (2013),
Analisa Pengaruh Motivasi
Berwirausaha dan Inovasi Produk
Terhadap Pertumbuhan Usaha
Kerjainan Gerabah di Lombok Barat.
Agora Vol. 1, No. 1
Pakpahan, Aknolt Kristian (2020),
COVID-19 dan Implikasi Bagi
Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah.
Jurnal Ilmiah Hubungan
Internasional
Posbekasi. (2020) 47.605 UKM di
Kabupaten Bekasi Akan Terima
Bantuan Tunai, Kabupaten Kota Lain
Masih di Inventaris. Diakses dari
https://posbekasi.com/2020/08/16/47-
605-ukm-di-kabupaten-bekasi-akan-
terima-bantuan-tunai-kabupaten-
kota-lain-masih-di-inventaris/ pada
tanggal 16 Agustus 2020
Putranto, Terawan Agus. (2020) Protokol
Kesehatan Bagi Masyarakatdi
Tempat Dan Fasilitas Umum Dalam
Rangka Pencegahan
Danpengendalian Corona Virus
Disease 2019 (Covid-19). Diakses
dari
http://hukor.kemkes.go.id/uploads/pr
oduk_hukum/KMK_No__HK_01_07
-MENKES-382-
2020_ttg_Protokol_Kesehatan_Bagi_
Masyarakat_di_Tempat_dan_Fasilita
s_Umum_Dalam_Rangka_Pencegaha
n_COVID-19.pdf pada tanggal 19
Juni 2020
Rahadi, Dedi Rianto. (2009). Perilaku
Organisasi: Konsep dan
Implementasi. Bogor: PT. Filda
FikrindoThe Right Consulting
Partner to Thrive in a Complex
World.
Rahsin, Maraya Azizah dan Ghina, Astri
(2018). Identifikasi Inovasi dan
Kinerja Bisnis dalam Meningkatkan
Daya Saing
Santia, Tira. (2020) Berapa Jumlah UMKM
di Indonesia? Ini Hitungannya.
Diakses dari
https://www.liputan6.com/bisnis/read
/4346352/berapa-jumlah-umkm-di-
indonesia-ini-
hitungannya#:~:text=Menurut%20Ba
dan%20Pusat%20Statistik%20(BPS,
usaha%20yang%20beroperasi%20di
%20Indonesia pada tanggal 4
September 2020
Soejipto, Noer. (2020). Ketahanan UMKM
Jawa Timur Melintasi Pandemi
Covid-19. Yogyakarta: Penerbit K-
Media
Sugianto, Danang. (2020) Tips Buat UKM
yang Beralih Bisnis ke Online Karena
Corona. Diakses dari
https://finance.detik.com/solusiukm/d
-4995495/tips-buat-ukm-yang-
beralih-bisnis-ke-online-karena-
corona pada tanggal 29 April 2020
Tyas, Ikfi Rifqi Arumning. (2020). Para
Pelaku UMKM Diharapkan Lebih
Kreatif Ciptakan Inovasi Dimasa
Pandemi. Diakses dari
https://ringtimesbanyuwangi.pikiran-
rakyat.com/ekonomi-bisnis/pr-
17629221/para-pelaku-umkm-
diharapkan-lebih-kreatif-ciptakan-
inovasi-dimasa-pandemi pada tanggal
21 Juli 2020.
Tulus, Tambunan. (2020). UMKM di
Indonesia. Bogor: Ghalia Indonesia.
Widjaja, Yani Restiyani. (2019). Bisnis
Kreatif dan Inovasi. Makasar:
Yayasan Barcode
Wikipedia. (2020) Pandemi (Pengertian
pandemi menurut WHO). Diakses
dari
https://id.wikipedia.org/wiki/Pandemi
pada tanggal 2 Oktober 2020.
.
Jurnal Magisma Vol. IX No. 1 – Tahun 2021 | 53
ISSN: 2337778X E-ISSN : 2685-1504
PENGARUH KEPERCAYAAN DAN SERVANT LEADERSHIP TERHADAP
KINERJA DENGAN MEDIASI ORGANIZATIONAL CITIZENSHIP BEHAVIOR (STUDI KASUS PADA DINAS PERIKANAN DAN PETERNAKAN KABUPATEN BLORA)
Oktiani Windar Kristianti1, Fitri Lukiastuti2
1Universitas Slamet Riyadi Surakarta
Email: [email protected]
2STIE Bank BPD Jateng
Email: [email protected]
Abstract
Service can be defined as the process of providing services (serving) the needs of people or
communities who have an interest in the organization in accordance with the main regulations and
procedures that have been previously determined. Seeing the importance of employees in an
organization, employees need more serious attention to the tasks they are doing so that the results of
the organization will be achieved maximally. Through high servant leadership, employees will work
harder in carrying out their jobs. This study was to determine the effect of Trust and Servant
Leadership on Performance with the mediation of Organizational Citizenship Behavior (OCB) for
case study employees at the Fisheries and Livestock Service Office of Blora Regency with 50
respondents. The data collection technique used a questionnaire. The results of the study using the
equation path analysis and sobel test to determine the mediation ability of OCB to performance. The
results showed positive results of Trust, Servant Leadership to Performance and OCB were able to
mediate Trust and Servant Leadership to employee performance..
Keyword: trust, servant ledership,organizational citizensh behavior,performance
Abstrak
Pelayanan dapat diartikan sebagai proses pemberian layanan (melayani)terhadap keperluan orang atau
masyarakat yang memiliki kepentingan kepada organisasi itu sesuai dengan peraturan pokok dan tata
cara yang telah ditetapkan sebelumnya. Melihat pentingnya pegawai dalam sebuah organisasi,maka
karyawan diperlukan perhatian lebih serius terhadap tugas yang dikerjakan sehingga hasil dari
organisasi akan tercapai dengan maksimal. Melalui servant leadership yang tinggi,karyawan akan
bekerja lebih giat di dalam melaksanakan pekerjaannya. Penelitian ini untuk mengetahui pengaruh
Kepercayaan dan Servant Leadership terhadap Kinerja dengan mediasi Organizational Citizenship
Behavior (OCB) pegawai Studi Kasus pada Dinas Perikanan dan Peternakan Kabupaten Blora dengan
responden 50 orang. Teknik pengumpulan data menggunakan kuesioner. Hasil penelitian dengan
menggunakan persamaan path analisis dan uji sobel untuk untuk mengetahui kemampuan mediasi dari
OCB terhadap kinerja. Hasil Penelitian menunjukkan hasil positif Kepercayaan, Servant Leadership
terhadap Kinerja dan OCB mampu memediasi Kepercayaan dan Servant Leadership terhadap Kinerja
pegawai.
Kunci: kepercayaan, servant leadership, organizational citizenship behavior, kinerja
1. Pendahuluan
Pelayanan dapat diartikan sebagai
proses pemberian layanan (melayani)
terhadap keperluan orang atau
masyarakat yang memiliki kepentingan
kepada organisasi itu sesuai dengan
peraturan pokok dan tata cara yang telah
ditetapkan sebelumnya. Pelayanan yang
baik adalah pelayanan yang sesuai antara
hasil dan harapan. Semua orang akan
mengatakan bahwa pelayanan
berkualitas adalah pelayanan yang
efektif dan efisien. Dalam
menjalankannya membutuhkan sumber
Jurnal Magisma Vol. IX No. 1 – Tahun 2021 | 54
ISSN: 2337778X E-ISSN : 2685-1504
daya manusia yaitu karyawan yang
merupakan salah satu unsur yang
terpenting. Tanpa peran karyawan
sebuah organisasi untuk mencapai tujuan
tidak akan berjalan meskipun berbagai
faktor yang dibutuhkan itu telah tersedia.
Organisasi yang memiliki tujuan yang
jelas dan rasional,apakah itu bertujuan
untuk memperoleh keuntungan dan
untuk mencapai tujuan organisasi,
semuanya itu terkait dengan kinerja
(Robbins & Judge, 2015)
Dinas Peternakan dan Perikanan
Kabupaten Blora telah menjalankan
tugasnya dengan kinerja yang cukup
baik. Namun pencapaian yang telah
diperoleh tersebut, belum sesuai dengan
target yang dicanangkan sebelumnya.
Pada saat ini Dinas Peternakan dan
Perikanan Kabupaten Blora masih
dihadapkan pada permasalahan dari
pelaksanaan kegiatan antara target dan
capaian yang masih rendah dan belum
optimal. Permasalahan rendahnya kinerja
Dinas Peternakan dan Perikanan
Kabupaten Blora seperti dikemukakan di
atas, antara lain diduga disebabkan oleh
lemahnya kinerja pegawai.
Kinerja organisasi merupakan
jawaban tentang berhasil atau tidaknya
suatu organisasi dalam mencapai
tujuannya. Pasolong dalam (Hamid,
2009) menyatakan karyawan adalah hasil
kerja perseorangan dalam suatu
organisasi. Melihat pentingnya sumber
daya manusia di dalam menunjang
keberhasilan organisasi, maka
karyawan perlu dipacu kinerjanya.
Untuk menciptakan kinerja yang
tinggi,dibutuhkan adanya peningkatan
kinerja yang optimal dan mampu
memberdayagunakan potensi sumber
daya manusia yang dimiliki oleh
karyawan untuk tujuan organisasi
sehingga akan memberikan kontribusi
positif bagi perkembangan organisasi
(Supihati, 2014)
Servant leadership adalah suatu
kepemimpinan yang awalnya berasal
dari perasaan tulus yang tumbuh dari
hati yang berkeinginan untuk melayani
(Greenleaf dalam (Fanny, 2018).
Orientasi servant leadership adalah
untuk melayani para pengikutnya dengan
standar moral spiritual. Para pemimpin-
pelayan (servant leadership) biasanya
menempatkan kebutuhan pengikut
sebagai prioritas utama dan
memperlakukannya sebagai rekan kerja,
sehingga kedekatan diantara keduanya
sangatlah erat karena saling terlibat satu
sama lain. Kepercayaan memberikan
pengaruh positif untuk meningkatkan
kesadaran karyawan terhadap
organizational citizenship behavior
(OCB) dalam penelitian (Jaiswal &
Dhar, 2017). Dengan OCB akan
menjadikan karyawan “menyatu” pada
lingkungannya dan organisasi
membutuhkan karyawan berperilaku
OCB baik dengan memberikan pendapat
pada pekerjaan, saling bantu dalam
timnya dan menghindari konflik.
Penelitian ini akan untuk
mengetahui (i) pengaruh Kepercayaan
terhadap Organizational Citizenship
Behavior pegawai Dinas Perternakan dan
Perikanan Kabupaten Blora, (ii)
pengaruh Servant Leadership terhadap
Organizational Citizenship Behavior
pegawai Dinas Perternakan dan
Perikanan Kabupaten Blora (iii)
pengaruh Kepercayaan terhadap kinerja
pegawai Dinas Perternakan dan
Perikanan Kabupaten Blora.(iv)
pengaruh Servant Leadership terhadap
kinerja pegawai Dinas Perternakan dan
Perikanan Kabupaten Blora ,(v)
pengaruh Organizational Citizenship
Behavior terhadap kinerja pegawai pada
Dinas Perternakan dan Perikanan
Kabupaten Blora ,(vi) Organizational
Citizenship Behavior memediasi
pengaruh Kepercayaan terhadap kinerja
pegawai pada Dinas Perternakan dan
Perikanan Kabupaten Blora, (vii)
Organizational Citizenship Behavior
memediasi pengaruh Servant Leadership
Jurnal Magisma Vol. IX No. 1 – Tahun 2021 | 55
ISSN: 2337778X E-ISSN : 2685-1504
terhadap kinerja pegawai pada Dinas
Perternakan dan Perikanan Kabupaten
Blora.
2. Tinjauan Pustaka dan
Pengembangan hipotesis
Kepercayaan
Kepercayaan menurut (Robbins &
Judge, 2015) merupakan keadaan
psikologi yang ada ketika seseorang
setuju untuk membuat dirinya sanggup
melayani orang lain karena memiliki
ekspektasi positif tentang bagaimana
suatu hal akan berubah. Kepercayaan
(trust) merupakan nilai yang paling
dihargai dalam hubungan antar manusia
dan mungkin merupakan konsep yang
kurang dimengerti ditempat kerja atau
rasa percaya yang dimiliki orang
terhadap orang lain.(Sedarmayanti,
2016)
Teori Social Exchange Theory
Teori pertukaran sosial atau
sosial exchange theory (SET) adalah
salah satu paradigma konseptual yang
paling berpengaruh dalam memahami
perilaku kerja karyawan dalam sebuah
organisasi. Blau dalam (Fung et
al.,2012) menyatakan bahwa SET adalah
sudut pandang dari karyawan saat
diperlakukan organisasi dengan
baik,mereka akan cenderung untuk
melakukan balas budi terhadap
organisasi dengan bersikap dan
berperilaku lebih baik.Individu selalu
akan berusaha untuk membalas budi
terhadap siapapun yang telah
memberikannya keuntungan.
Servant Leadership
Robert K. Greenleaf dalam
(Iswanto, 2017),memperkenalkan
Servant leadership adalah sebuah konsep
kepemimpinan yang mengutamakan
pelayanan pada orang lain baik pada
karyawan, pelanggan dan masyarakat
sebagai prioritas utama. Model ini
berawal dari kemauan diri untuk
melayani orang lain. Servant leadership
merupakan bentuk tanggung jawab
utama dari seorang pemimpin untuk
melayani bawahan diatas kepentingan
pribadinya. (Setiawan, et al.,2015)
menyatakan bahwa inti dasar dari
servant leadership adalah cara seorang
pemimpin yang mempunyai tanggung
jawab moral pada organisasi dan
pengaplikasiannya pada pekerjaan
termasuk memberikan perhatian dan
melayani bawahan, pelanggan serta
masyarakat.
Organizational Citizenship Behavior
(OCB)
Organizational Citizenship
Behavior adalah sikap membantu oleh
anggota organisasi, yang konstruktif
sifatnya, dihargai oleh perusahaan tetapi
tidak terkait produktivitas individu
(Hoffman,et al.,2007). Oleh
(Robbins,2014) menyatakan bahwa
Organizational Citizenship Behavior
lebih kepada perilaku sosial dari masing-
masing individu untuk bekerja melebihi
apa yang diharapkan, seperti toleransi
pada situasi yang kurang
ideal/menyenangkan di tempat kerja,
memberi saran-saran yang membangun
di tempat kerja, serta tidak membuang-
buang waktu di tempat kerja. Bolino
dalam (Harwiki, 2016) berpendapat
bahwa organisasi akan berfungsi lebih
efektif jika karyawan memberikan
kontribusi yang melebihi tugas-tugas
formalnya. Karyawan yang bekerja pada
organisasi yang memiliki kinerja yang
tinggi mempunyai Organizational
Citizenship Behavior yang lebih baik.
Sehingga dalam sebuah organisasi
seorang karyawan memiliki
Organizational Citizenship Behavior
yang tinggi yaitu mampu bekerja ekstra
diluar deskripsi kerja dengan
berdasarkan keinginan sendiri maka akan
lebih mudah membantu organisasi
berfungsi secara efektif untuk mencapai
tujuannya.
Jurnal Magisma Vol. IX No. 1 – Tahun 2021 | 56
ISSN: 2337778X E-ISSN : 2685-1504
Kinerja
Menurut (Yusuf, 2016) kinerja
(performance) adalah keluaran kerja
ternilai yang disyaratkan oleh organisasi
tempat kerja ternilai yang dapat terdiri
dari hasil kerja, perilaku kerja, dan sifat
pribadi yang ada hubungannya dengan
pekerjaan. Oleh (Hasibuan, 2018)
kinerja merupakan pencapaian hasil
kerja dari pelaksanaan tugas yang
berdasar atas kecakapan, pengalaman
dan keseriusan serta waktu atas
bebannya. Kinerja merujuk kepada
tingkat keberhasilan dalam
melaksanakan tugas serta kemampuan
untuk mencapai tujuan yang telah
ditetapkan. Kinerja dinyatakan baik dan
sukses jika tujuan yang diinginkan dapat
tercapai dengan baik. (Gibson,et
al.,2014)
3. Model Penelitian
Berdasarkan uraian dan tinjauan
pustaka di atas, maka fokus utama dalam
penelitian ini adalah untuk mengetahui
pengaruh kepercayaan, servant
leadership, terhadap organizational
citizenship behavior dalam meningkatkan
kinerja pegawai Dinas Perternakan dan
Perikanan Kabupaten Blora.
Gambar 1 Kerangka Pemikiran
Bentuk matematis dari kerangka pikir
penelitian di atas sebagai berikut :
Z = α + 1 X1 + 2 X2 + e (1)
Y = α + 3 X1 + 4 X2 + 5 Z + e (2)
4. Metode Penelitian
Sumber data yang digunakan adalah
data primer dan data sekunder, dengan
lokasi penelitian pada Dinas Perternakan
dan Perikanan Kabupaten Blora dan
waktu penelitian kurang lebih 5 bulan
dari bulan Februari 2020 – Juni 2020.
Desain penelitian dengan pendekatan
kuantitatif memberikan keuntungan pada
kecepatan pengumpulan data. Hal ini
dimanfaatkan peneliti agar dapat
berfokus melaksanakannya dalam waktu
yang seefisien mungkin.
5. Pembahasan
Hasil pengujian hipotesis 1
menunjukkan bahwa kepercayaan
terdapat pengaruh positif signifikan
terhadap OCB pada pegawai Dinas
Peternakan dan Perikanan Kabupaten
Blora. Pengujian terhadap hipotesis 1
menghasilkan koefisien regresi sebesar
0.456 dan tingkat signifikan 0,002 < 0,05
artinya kepercayaan terdapat pengaruh
positif dan signifikan terhadap OCB. Hal
ini menunjukkan bahwa semakin tinggi
kepercayaan maka semakin tinggi OCB.
Dengan demikian hipotesis pertama
kepercayaan mempunyai pengaruh yang
positif terhadap OCB, diterima. Hasil
penelitian ini sejalan dengan penelitian
sebelumnya yang pernah dilakukan oleh
(Anggraini & Rahardjo, 2016);(Rahayu,
2017) dan (Nurarif & Kusuma, 2017)
yang menghasilkan kepercayaan
berpengaruh secara positif dan signifikan
terhadap OCB. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa Kepercayaan
pegawai Dinas Peternakan dan Perikanan
Kabupaten Blora tergolong kategori
sedang dengan rata-rata 42,73 dan indeks
sebesar 44 pada item pertanyaan
“Pemimpin saya tidak pernah mencari
keuntungan dengan membohongi
bawahannya”, paling banyak responden
pada pilihan sangat setuju. Hal ini
menunjukkan kepercayaan menjadi aspek
dan aset penting dalam mengembangkan
hubungan jangka panjang dalam
organisasi.
Hipotesis kedua yang diajukan
Jurnal Magisma Vol. IX No. 1 – Tahun 2021 | 57
ISSN: 2337778X E-ISSN : 2685-1504
dalam penelitian ini adalah Servant
Leadership mempunyai pengaruh yang
positif terhadap OCB. Pengujian terhadap
hipotesis 2 menghasilkan koefisien
regresi sebesar 0.439 dan tingkat
signifikan 0.002 < 0.05 artinya terdapat
pengaruh yang positif Servant Leadership
terhadap OCB. Hal ini menunjukkan
bahwa semakin tinggi Servant Leadership
maka semakin tinggi OCB.Dengan
demikian hipotesis duaServant
Leadership mempunyai pengaruh yang
positif terhadap OCB, diterima. Hasil
penelitian ini mendukung penelitian
sebelumnya yang pernah dilakukan oleh
(Pratama Sandara & Suwandana,
2017);(Fanny, 2018) dan (Mi’raj et al.,
2019) yang menghasilkan servant
leadership berpengaruh secara positif dan
signifikan terhadap OCB.Hasil penelitian
menunjukkan bahwa Servant Leadership
pegawai Dinas Peternakan dan Perikanan
Kabupaten Blora tergolong kategori
sedang dengan rata-rata 42,4 dan indeks
sebesar 43,4 pada item pertanyaan
“Pemimpin menghormati dan mengakui
kontribusi yang diberikan bawahan
terhadap tim”, paling banyak responden
pada pilihan sangat setuju. Hal ini
menunjukkan Servant Leadership adalah
suatu bentuk melayani untuk
mendapatkan dukungan dari pegawainya
dan hampir tidak ada batasan antara
pemimpin dan pegawai serta bebas
mengutarakan idenya untuk organisasi.
Hipotesis ketiga yang diajukan
dalam penelitian ini adalah Kepercayaan
mempunyai pengaruh yang positif terhadap
Kinerja. Pengujian terhadap hipotesis 3
menghasilkan koefisien regresi sebesar
0.224 dan tingkat signifikan 0.045 < 0.05
artinya terdapat pengaruh yang positif
Kepercayaan terhadap Kinerja. Hal ini
menunjukkan bahwa semakin tinggi
Kepercayaan maka semakin tinggi Kinerja.
Dengan demikian hipotesis ketiga
Kepercayaan mempunyai pengaruh yang
positif terhadap Kinerja diterima. Hasil
penelitian ini mendukung penelitian
sebelumnya yang pernah dilakukan oleh
(Sari, 2015) ; (Hajar et al., 2018) dan
(Prasetya, 2018) yang menghasilkan
Kepercayaan berpengaruh secara positif
dan signifikan terhadap Kinerja.
Berdasarkan hasil penelitian yang sesuai
dengan hipotesis yang diajukan bahwa
Kepercayaan pegawai Dinas Peternakan
dan Perikanan Kabupaten Blora rata-rata
sedang yang atinya pada lingkungan kerja
pemerintah masalah kepercayaan adalah
hal yang sangat penting karena
berimplikasi pada kinerja pegawai, hal ini
merupakan salah satu tuntutan dalam hal
penyelenggaraan pemerintahan untuk
mewujudkan visi dan misi organisasi.
Hipotesis empat yang diajukan
dalam penelitian ini adalah Servant
Leadershipmempunyai pengaruh yang
positif terhadap Kinerja. Pengujian
terhadap hipotesis 4 menghasilkan
koefisien regresi sebesar 0.218 dan tingkat
signifikan 0.049 < 0.05 artinya terdapat
pengaruh yang positif Servant Leadership
terhadap Kinerja. Hal ini menunjukkan
bahwa semakin tinggi Servant Ledership
maka semakin tinggi Kinerja. Dengan
demikian hipotesis empat Servant
Leadership mempunyai pengaruh yang
positif terhadap Kinerja diterima. Hasil
penelitian ini mendukung penelitian
sebelumnya yang pernah dilakukan oleh
(Retmono, 2016);(Akbar & Nurhidayati,
2018) dan (Muliadi, 2018) yang
menghasilkan Servant Leadership
berpengaruh secara positif dan signifikan
terhadap Kinerja. Berdasarkan hasil
penelitian yang sesuai dengan hipotesis
yang diajukan bahwa Servant Leadership
pegawai Dinas Peternakan dan Perikanan
Kabupaten Blora rata-rata sedang yang
atinya seorang pemimpin yang tidak hanya
menggunakan kekuasaan yang dimiliki,
tetapi dalam menjalankan perannya
seorang pemimpin yang berhadapan
dengan karakter dan perilaku pegawai
yang beda-beda mampu menggerakkan
bawahan untuk mencapai tujuan organisasi
yang akhirnya akan meningkatkan kinerja.
Jurnal Magisma Vol. IX No. 1 – Tahun 2021 | 58
ISSN: 2337778X E-ISSN : 2685-1504
Hipotesis kelima pada penelitian ini
adalah OCB mempunyai pengaruh yang
positif terhadap kinerja pegawai. Pengujian
hipotesis kelima, menghasilkan koefisien
regresi sebesar 0.542 dan tingkat signifikan
0.000 < 0.05. Dikarenakan nilat signifikan
t lebih kecil dari 0,05 atau (0,000 < 0,05)
maka dapat dinyatakan secara parsial
(individu) OCB berpengaruh positif dan
signifikan terhadap kinerja pegawai.
Dengan demikian hipotesis kelimaOCB
mempunyai pengaruh yang positif terhadap
kinerja Pegawai Dinas Peternakan dan
Perikanan Kabupaten Blora, diterima.
Hasil yang diperoleh penelitian ini
mendukung hasil penelitian sebelumnya
yang dilakukan oleh penelitian (Novelia et
al., 2016); (Putrana et al., 2016) dan
(Suzana, 2017) yang menyatakan bahwa
OCB berpengaruh secara positif dan
signifikan terhadap kinerja
pegawai.Berdasarkan hasil penelitian yang
sesuai dengan hipotesis yang diajukan,
secara keseluruhan pegawai Dinas
Peternakan dan Perikanan Kabupaten
Blora mempunyai OCB yang sedang hal
ini dilihat jawaban responden dari item
pertanyaan kebanyakan menunjukkan
bahwa OCB yang baik akan menciptakan
kinerja yang tinggi. OCB mengacu pada
suatu sikap pegawai terhadap pekerjaannya
dengan sukarela. Seorang pegawai dengan
tingkat OCB yang tinggi akan mempunyai
perilaku baik atau positif terhadap tugas
pekerjaannya. Hal ini menunjukkan setiap
pegawai diharapkan mempunyai OCB dan
akan memberikan manfaat memberikan
manfaat yang tersirat (meningkatkan
produktivitas rekan kerja, organisasi akan
menambah atau mempertahankan pegawai
yang terbaik, serta meningkatkan
kemampuan pada penyesuaian perubahan
lingkungan.) untuk meningkatkan kinerja
pegawai.
Berdasarkan hasil perhitungan Sobel
test yang digunakan untuk menguji
pengaruh tidak langsung dalam penelitian
ini, mendapatkan nilai t hitung sebesar
2.69786557 > nilai t tabel 1.677 dengan
tingkat signifikansi 5% artinya bahwa
variabel OCB (Z) terbukti mampu
memediasi pada pengaruh kepercayaan
(X1) terhadap kinerja pegawai (Y).
Dengan demikian hipotesis keenam: OCB
memediasi pengaruh kepercayaan terhadap
kinerja Pegawai Dinas Peternakan dan
Perikanan Kabupaten Blora, diterima. Pada
hasil penelitian, Pegawai Dinas Peternakan
dan Perikanan Kabupaten Blora memiliki
kepercayaan yang sedang hal ini dapat
dilihat dari jawaban pernyataan yang
sebagian besar menunjukkan bahwa
adanya kepercayaan akan meningkatkan
kinerja pegawai. Salah satu item
pertanyaan OCB adalah “Saya selalu
mengikuti perkembangan kemajuan
ditempat oarganisasi saya”, hal ini artinya
ada rasa keperdulian secara individu dari
pegawai terhadap organisasi. Berdasarkan
hal tersebut dapat diketahui bahwa
pengaruh kepercayaan terhadap kinerja
pegawai melalui OCB adalah pada diri
pegawai sudah tertanam rasa bangga
terhadap instansi dan keinginan untuk
sukarela membantu kemajuan organisasi
sehingga menjadikan kinerja pegawai lebih
efektif dan efisien sehingga akan
meningkatkan kinerja pegawai.
Berdasarkan hasil perhitungan Sobel
test mendapatkan nilai t hitung sebesar
3.31376469 > nilai t tabel 1.677 dengan
tingkat signifikansi 5% , artinya
membuktikan bahwa variabel OCB mampu
memediasi pada pengaruh servant
leadership terhadap kinerja pegawai.
Dengan demikian hipotesis ketujuh OCB
memediasi pengaruh Servant Leadership
terhadap kinerja Pegawai Dinas Peternakan
dan Perikanan Kabupaten Blora, diterima.
Pada hasil penelitian Pegawai Dinas
Peternakan dan Perikanan Kabupaten
Blora memiliki Servant Leadership yang
baik hal ini dapat dilihat dari jawaban
pernyataan yang sebagian besar
menunjukkan bahwa Servant Leadership
yang baik akan meningkatkan kinerja
pegawai. Berdasarkan hal tersebut dapat
diketahui pengaruh Servant Leadership
Jurnal Magisma Vol. IX No. 1 – Tahun 2021 | 59
ISSN: 2337778X E-ISSN : 2685-1504
pada kinerja pegawai melalui OCB karena
pegawai dengan suka menawarkan diri
kepada rekan kerja untuk membantu
menyelesaikan pekerjaannya, selalu
mengedepankan kejujuran dan
bertanggung jawab atas tugas yang
diberikan, selalu berinisiatif dalam
penyelesaian tugas dengan sebaik-baiknya,
selalu, bangga menjadi bagian dari
organisasi,aturan kerja yang ada sudah
baik dan menyukai akan pelatihan,
pembelajaran dan pegembangan yang
diadakan. Hal inilah yang menjadikan
meningkatnya kinerja pegawai.
6. Kesimpulan
Berdasarkan penelitian mengenai pengaruh
Kepercayaan dan Servant Leadership
terhadap kinerja pegawai dengan mediasi
OCB pada Dinas Peternakan dan
Perikanan Kabupaten Blora diperoleh
kesimpulan sebagai berikut:
1. Kepercayaan mempunyai pengaruh
yang positif terhadap OCB pegawai
Dinas Peternakan dan Perikanan
Kabupaten Blora.
2. Servant Leadershipmempunyai
pengaruh yang positif terhadap OCB
pegawai Dinas Peternakan dan
Perikanan Kabupaten Blora.
3. Kepercayaan mempunyai pengaruh
yang positif terhadap Kinerja pegawai
Dinas Peternakan dan Perikanan
Kabupaten Blora.
4. Servant Leadership mempunyai
pengaruh yang positif terhadap Kinerja
pegawai Dinas Peternakan dan
Perikanan Kabupaten Blora.
5. OCB mempunyai pengaruh yang
positif terhadap kinerja pegawai Dinas
Peternakan dan Perikanan Kabupaten
Blora.
6. OCB terbukti mampu memediasi
pengaruh Kepercayaan terhadap
kinerja Dinas Peternakan dan
Perikanan Kabupaten Blora.
7. OCB terbukti mampu memediasi
pengaruh Servant Leadership terhadap
kinerja Dinas Peternakan dan
Perikanan Kabupaten Blora
Saran
Pada Dinas Peternakan dan Perikanan
Kabupaten Blora perlu meningkatkan lagi
kepercayaan terutama pemimpin dalam
menjabarkan dan pemahaman semua
informasi baru terkait dengan peraturan
dan teknis pelaksanaan yang ada di
lapangan. Dengan demikian akan
menjadikan pegawai semakin percaya
pada organisasi yang mempunyai servant
leadership dengan menjadikan dirinya
sebagai panutan atau contoh ataupun
menjadi aspirasi bekerja para pegawai,
hal demikian akan semakin menjadikan
pemimpin adalah bagian yang diperlukan
oleh pegawai terutama pada kondisi sulit
(perubahan atas peraturan baru) akan
mendapatkan dukungan dari bawahannya
untuk menghasilkan kinerja yang tinggi.
Keterbatasan
Berdasarkan pada pengalaman langsung
peneliti dalam proses penelitian ini, ada
beberapa keterbatasan yang dialami dan
dapat menjadi beberapa faktor yang agar
dapat untuk lebih diperhatikan bagi
peneliti-peneliti yang akan datang dalam
lebih menyempurnakan penelitiannya
karna penelitian ini sendiri tentu memiliki
kekurangan yang perlu terus diperbaiki
dalam penelitian-penelitian kedepannya.
Beberapa keterbatasan dalam penelitian
tersebut, antara lain:
1. Jumlah responden yang hanya 50
orang, tentunya masih kurang untuk
menggambarkan keadaan yang
sesungguhnya.
2. Objek penelitian hanya di fokuskan
pada Pada Dinas Peternakan dan
Perikanan Kabupaten Blora.
3. Dalam proses pengambilan data,
informasi yang diberikan responden
melalui kuesioner terkadang tidak
menunjukkan pendapat responden
yang sebenarnya, hal ini terjadi karena
kadang perbedaan pemikiran,
anggapan dan pemahaman yang
Jurnal Magisma Vol. IX No. 1 – Tahun 2021 | 60
ISSN: 2337778X E-ISSN : 2685-1504
berbeda tiap responden, juga faktor
lain seperti faktor kejujuran dalam
pengisian pendapat responden dalam
kuesionernya
DAFTAR PUSTAKA
Akbar, E., &Nurhidayati, N. (2018).
Peningkatan Kinerja Melalui Servant
Leadership, Disiplin Kerja Dan
Kepuasan Kerja Pada Dinas Pertanian
Kabupaten Demak. Jurnal Ekonomi
Dan Bisnis.
Https://Doi.Org/10.30659/Ekobis.19.1
.35-48
Anggraini, M. M., &Rahardjo, M. (2016).
Peran Keadilan Prosedural,
Kepercayaan, Kepuasan Kerja Dan
Komitmen Organisasi Dalam
Meningkatkan Organizational
Citizenship Behavior (OCB) (Studi
Pada Karyawan PDAM Kabupaten
Demak). Diponegoro Journal Of
Management.
Blanchard, K. (2015). Becoming A Servant
Leader. Leadership Excellence.
Fahruna, Y. (2016). Servant Leadership
Dan Kepuasan Kerja Terhadap
Kinerja Karyawan Di Lembaga
Keuangan Non Bank Pontianak.
Jurnal Ekonomi Bisnis Dan
Kewirausahaan.
Https://Doi.Org/10.26418/Jebik.V5i3.
19080
Fallis, A. ., Robbins, S. P., &Judge, T.
(2014). Organizational Behaviour,
Global Edition. In Journal Of
Chemical Information And Modeling.
Https://Doi.Org/10.1017/CBO978110
7415324.004
Fanny, S. A. (2018). Analisa Servant
Leadership Terhadap Organizational
Citizenship Behavior ( Ocb ) Melalui
Kepuasan Kerja Karyawan Di Hotel
Bumi Surabaya. Program Manajemen
Perhotelan, Fakultas Ekonomi,
Universitas Kristen Petra, Surabaya.
Fidiyanto, D., Warso, M. M., &Fathoni, A.
(2018). Analisis Pengaruh
Organizatioal Citizenship Behavior
Dan Kompensasi Terhadap Kinerja
Karyawan (Study Pada PT Hop
Lunindonesia Kab . Semarang).
Journal Of Management.
Fung, N. S., Ahmad, A., &Omar, Z.
(2012). Work-Family Enrichment: It’s
Mediating Role In The Relationships
Between Dispositional Factors And
Job Satisfaction. International
Journal Of Academic Research In
Business And Social Sciences.
Ghozali, I. (2016). Statistik Non-
Parametrik: Teori Dan Aplikasi
Dengan Program SPSS. In
Universitas Diponegoro. Semarang.
Https://Doi.Org/10.1002/14651858.C
D002812
Gibson, J. L., Ivancevich, J. M., James H.
Donnelly, J., &Konopaske, R. (2014).
Organizations - Behavior, Structurem
Processes. In Igarss 2014.
Https://Doi.Org/10.1007/S13398-014-
0173-7.2
Hajar, S., Lubis, A. R., &Lubis, P. H.
(2018). Pengaruh Perilaku
Kepemimpinan Dan Kepercayaan
Terhadap Kinerja Dinas Sosial
Tenaga Kerja Dan Transmigrasi
Kabupaten Aceh Barat. Jurnal
Magister Manajemen.
Hamid, M. S. F. (2009). Identifikasi
Kompetensi Karyawan Yang
Mempengaruhi Pencapaian Kinerja
Bidang Produksi Di Pt. Industri
Sandang Nusantara (Persero) Dengan
Pemberian Insentif Sebagai Variabel
Moderator. In Management.
Harwiki, W. (2016). The Impact Of
Servant Leadership On Organization
Culture, Organizational Commitment,
Organizational Citizenship Behaviour
(OCB) And Employee Performance
In Women Cooperatives. Procedia -
Social And Behavioral Sciences.
Https://Doi.Org/10.1016/J.Sbspro.201
6.04.032
Hasibuan. (2018). Manajemen Sumber
Daya Manusia. In Manajemen
Sumber Daya Manusia.
Jurnal Magisma Vol. IX No. 1 – Tahun 2021 | 61
ISSN: 2337778X E-ISSN : 2685-1504
Hoffman, B. J., Blair, C. A., Meriac, J. P.,
&Woehr, D. J. (2007). Expanding
The Criterion Domain? A
Quantitative Review Of The OCB
Literature. Journal Of Applied
Psychology.
Https://Doi.Org/10.1037/0021-
9010.92.2.555
Iswanto, Y. (2017). Kepemimpinan
Pelayan Era Modern. Jurnal
Administrasi Kantor.
Jaiswal, N. K., &Dhar, R. L. (2017). The
Influence Of Servant Leadership,
Trust In Leader And Thriving On
Employee Creativity. Leadership And
Organization Development Journal.
Https://Doi.Org/10.1108/LODJ-02-
2015-0017
Mangkunegara, D. (2014). Manajemen
Sumber Daya Manusia. International
Journal.
Mi’raj, Matin, Rugaiyah, &Lamria. (2019).
Pengaruh Servant Leadership Dan
Psychological Contract Terhadap
Organizational Citizenship Behavior
Dosen Universitas Islam Negeri (Uin)
Syarif Hidayatullah Jakarta. Visipena
Journal.
Https://Doi.Org/10.46244/Visipena.V
10i2.501
Muliadi, M. (2018). Pengaruh Servant
Leadership Dan Disiplin Kerja
Terhadap Kinerja Pegawai Pada
Dinas Pekerjaan Umum (Pu)
Pengairan Kabupaten Kapuas
Kalimantan Tengah. Jurnal Ilmiah
Ekonomi Bisnis.
Https://Doi.Org/10.35972/Jieb.V4i1.1
92
Naqshbandi, M. M., &Kaur, S. (2013). A
Study Of Organizational Citizenship
Behaviours, Organizational Structures
And Open Innovation. SSRN
Electronic Journal.
Https://Doi.Org/10.2139/Ssrn.236112
2
Novelia, M., Swasto, B., &Ruhana, I.
(2016). Pengaruh Komitmen Dan
Organizational Citizenship Behavior
(Ocb) Terhadap Kinerja (Studi Pada
Tenaga Keperawatan Rumah Sakit
Umum Daerah Dr. Soegiri
Lamongan). Jurnal Administrasi
Bisnis S1 Universitas Brawijaya.
Nurarif &Kusuma, 2016. (2017). Pengaruh
Person Organization Fit, Motivasi
Intrinsik Dan Kepercayaan Pada
Atasan Terhadap Organizational
Citizenship Behavior (Ocb) Studi
Kasus Pada Pt. Iskandar Indah
Printing Textile Surakarta. Journal Of
Chemical Information And Modeling.
Https://Doi.Org/10.1017/CBO978110
7415324.004
Prasetya, A. D. H. &A. (2018). Pengaruh
Kepercayaan Organisasional Dan
Kompetensi Terhadap Kinerja
Karywan Melalui Motivasi Kerja.
Jurnal Administrasi Bisnis.
Pratama Sandara, P. A., &Suwandana, I.
G. M. (2017). Servant Leadership
Dan Empowerment Terhadap
Organizational Citizenship Behaviour
Pada Karyawan Asa Villa Seminyak.
E-Jurnal Manajemen Universitas
Udayana.
Https://Doi.Org/10.24843/Ejmunud.2
018.V7.I01.P02
Putrana, Y., Fathoni, A., &Warso, M. M.
(2016). Pengaruh Kepuasan Kerja
Dan Komitmen Organisasiterhadap
Organizational Citizenship Behavior
Dalam Meningkatkan Kinerja
Karyawan Pada Pt . Gelora Persada
Mediatama Semarang. Journal Of
Management.
Retmono, A. W. (2016). Analisis Pengaruh
Gaya Kepemimpinan Melayani
(Servant Leadership Style) Dan
Budaya Organisasi Terhadap
Komitmen Organisasional Dalam
Meningkatkan Kinerja Karyawan
(Studi Pada Badan Perencanaan
Pembangunan Daerah Kabupaten
Bengkulu Selatan). Magister
Manajemen Universitas Diponegoro.
Robbin, S. P. (2013). Perilaku Organisasi.
In Edisi Kesembilan Jilid 2. PT
Jurnal Magisma Vol. IX No. 1 – Tahun 2021 | 62
ISSN: 2337778X E-ISSN : 2685-1504
Indeks Kelompok Gramedia.
Robbins, S. P., &Judge, T. A. (2015a).
Perilaku Organisasi(16th Ed.).
Salemba Empat.
Robbins, S. P., &Judge, T. A. (2015b).
Perilaku Organisasi(16th Ed.).
Salemba Empat.
S, A. S. (2016). Anteseden Kinerja:
Dampaknya Terhadap Ocb Karyawan
Bri Syariah Kantor Cabang Malang.
Iqtishoduna.
Https://Doi.Org/10.18860/Iq.V9i2.35
63
Sapengga, S. (2016). Pengaruh Servant
Leadership Terhadap Kinerja
Karyawan Pada PT. Daun Kencana
Sakti Mojokerto. Agora.
Sari, C. D. W. P. (2015). Pengaruh
Kepercayaan, Keamanan, Persepsi
Resiko Dan Kualitas Pelayanan
Terhadap Keputusan Pembelian
Secara Online (Studi Pada Pengguna
Situs Olx.Co.Id D/H Berniaga.Com).
Fakultas Ekonomi &Bisnis.
Sedarmayanti. (2016). Manajemen Sumber
Daya Manusia. In Manajemen
Sumber Daya Manusia.
Sedarmayanti, &Kuswanto, L. (2015).
Pengaruh Servant Leadership,
Komitmen Organisasional, Dan
Kepuasan Kerja Terhadap
Organizational Citizenship Behavior
(Studi Pada Rumah Sakit Immanuel
Bandung). Jurnal Ilmu Administrasi.
Setiawan, R., Sumantri, S., Iskandar, T. Z.,
&Sulastiana, M. (2015). Pengaruh
Kepemimpinan Pelayan Dan Iklim
Organisasi Terhadap Kinerja
Pelayanan Publik Pegawai Negeri
Sipil Pada Pemerintah Kota Bekasi.
Indonesian Journal Of Applied
Sciences.
Https://Doi.Org/10.24198/Ijas.V5i3.1
5060
Sri Rahayu, E. (2017). Pengaruh Budaya
Kerja, Integritas Dan Kepercayaan
Terhadap Organizational Citizenship
Behavior Pada Dosen Universitas
Negeri Jakarta. Econosains Jurnal
Online Ekonomi Dan Pendidikan.
Https://Doi.Org/10.21009/Econosains
.0151.03
Sugiyono. (2017). Metode Penelitian
Kuantitatif, Kualitatif Dan R&D.
Alfabeta.
Supihati, S. (2014). Analisis Faktor-Faktor
Yang Mempengaruhi Kinerja
Karyawan Perusahaan Sari Jati Di
Sragen. Jurnal Paradigma
Universitas Islam Batik Surakarta.
Suzana, A. (2017). Pengaruh
Organizational Citixenship Behavior
(OCB) Terhadap Kinerja Karyawan
(Studi Di : PT. Tanspen (Persero)
Kantor Cabang Cirebon). Jurnal
Logika.
Utami, A. W. P., &Setiawardani, M.
(2016). Pengaruh Servant Leadership
Terhadap Organizational Citizenship
Behavior(Ocb). Jurnal Riset Bisnis
Dan Investasi.
Https://Doi.Org/10.35697/Jrbi.V2i2.7
4
Yaphar, N. L., Liman, H., Widjaja, D. C.,
Perhotelan, P. M., Manajemen, P. S.,
Petra, U. K., &Siwalankerto, J.
(2017). Analisa Pengaruh Servant
Leadership Terhadap Job
Performance Karyawan Di Hotel X
Surabaya. Jurnal Hospitality Dan
Manajemen Jasa.
Yusuf, H. (2016). Pemahaman Sumber
Daya Manusia. Pemahaman Sumber
Daya Manusia.
Jurnal Magisma Vol. IX No. 1 – Tahun 2021 | 63
ISSN: 2337778X E-ISSN : 2685-1504
Akuntabilitas Keuangan dan Kompetensi Aparatur Sipil Negera Terhadap
Akuntabilitas Kinerja Dinas Perdagangan Perindustrian Kota Pekanbaru
Fachroh Fiddin1
1Politeknik Negeri Bengkalis
email: [email protected]
ABSTRACT
This study aims to analyze and examine the effect of the application of financial accountability and
employee competence on the performance accountability of government agencies at the Pekanbaru
City Trade and Industry Office. The research respondents of this study were all civil servants at the
Pekanbaru City Trade and Industry Office. The data used in this study were obtained from individual
perceptions regarding the application of financial accountability, employee competence and
accountability for the performance of government agencies in the Department of Trade and Industry
in Pekanbaru City. The data obtained after distributing the questionnaire were 81 people. Data
analysis using multiple regression techniques supported by secondary data. The results showed that
the application of financial accountability had no effect on the accountability of the performance of
government agencies and the competence of employees either simultaneously or partially had an effect
on the accountability of the performance of government agencies.
Keywords: financial accountability, employee competence, and performance accountability of
government agencies
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengananalisis dan meneliti pengaruh penerapan akuntabilitas
keuangan dan kompetensi pegawai terhadap akuntabilitas kinerja instansi pemerintah pada Dinas
Perdagangan dan Perindustrian Kota Pekanbaru. Responden penelitian dari penelitian ini yaitu seluruh
pegawai negeri sipil pada Dinas Perdagangan dan Perindustrian Kota Pekanbaru. Data yang digunakan
dalam penelitian ini diperoleh dari persepsi individu mengenai penerapan akuntabilitas keuangan,
kompetensi pegawai dan akuntabilitas kinerja instansi pemerintah pada lingkungan Dinas Perdagangan
dan Perindustrian Kota Pekanbaru. Data yang diperoleh setelah penyebaran kuesioner yaitu 81 orang.
Analisa data menggunakan teknik regresi berganda yang didukung dengan data sekuder. Hasil
penelitian menunjukkan, bahwa penerapan akuntabilitas keuangan tidak berpengaruh terhadap
akuntabilitas kinerja instansi pemerintha dan kompetensi pegawai baik secara simultan maupun secara
parsial berpengaruh terhadap akuntabilitas kinerja instansi pemerintah.
Kata kunci: akuntabilitas keuangan, kompetensi pegawai, dan akuntabilitas kinerja instansi
pemerintah.
1. Pendahuluan
Akuntabilitas kinerja instansi
pemerintah merupakan salah satu
kebijakan strategis yang dilakukan
pemerintah dalam menjawab tuntutan
masyarakat dalam menciptakan tata kelola
pemerintahan yang baik (good
governance). Tujuan dari akuntabilitas
kinerja instansi pemerintah guna
menciptakan penyelenggaraan
pemerintahan yang baik dan terpecaya.
Adanya laporan kinerja dimanfaatkan
sebagai bahan evaluasi yang objektif bagi
pihak yang berkepentingan (stakeholder)
dalam menilai kinerja atau capaian
prestasi yang dilakukan oleh pemerintah.
Laporan kinerja instansi pemerintah juga
digunakan sebagai bahan pertimbangan
dalam menentukan kebijakan di masa
akan datang dan sebagai bahan masukkan
bagi pemerintah dalam melakukan
pengelolaan tata kelola pemerintahan yang
baik (good governance) terhadap
penyelenggaraan pemerintahan, dan
pelayanan terhadap masyarakat.
Jurnal Magisma Vol. IX No. 1 – Tahun 2021 | 64
ISSN: 2337778X E-ISSN : 2685-1504
Dalam peraturan presiden nomor 29
tahun 2014 akuntabilitas kinerja adalah
perwujudan kewajiban suatu instansi
pemerintah untuk
mempertanggungjawabkan keberhasilan /
kegagalan pelaksanaan program dan
kegiatan yang telah diamanatkan para
pemangku kepentingan dalam rangka
mencapai misi organisasi secara terukur
dengan sasaran / target kinerja yang telah
ditetapkan melalui laporan kinerja instansi
pemerintah yang disusun secara periodik.
Adanya peraturan presiden ini
mengharuskan setiap instansi
dipemerintah pusat maupun pemerintah
daerah diharuskan melaksanakan
akuntabilitas kinerja instansi pemerintah
sebagai perwujudan konsep good
governance telah dilaksanakan di
pemerintah.
Akuntabilitas keuangan merupakan
pertanggungjawaban mengenai integritas
keuangan, pengungkapan, dan ketaatan
terhadap peraturan perundang-undangan.
Sasaran pertanggungjawaban adalah
laporan keuangan dan peraturan
perundang-undangan yang berlaku
mencakup penerimaan, penyimpanan, dan
pengeluaran uang oleh instansi pemerintah
(LAN dan BPKP, 2000).
Sebagai wujud pelaksanaan
reformasi terutama dalam pengelolaan
keuangan, pemerintah harus mampu
meningkatkan akuntabilitas pengelolaan
keuangannya dalam rangka melaksanakan
tuntutan masyarakat dibidang keuangan
yaitu transparansi mengenai penggunaan
sumber-sumber keuangan yang dilakukan
pemerintah kepada publik.
Penyajian informasi yang utuh
dalam laporan keuangan akan
menciptakan transparansi dan nantinya
akan mewujudkan akuntabilitas itu
sendiri. Semakin baik penyajian laporan
keuangan pemerintah maka akan
berimplikasi terhadap peningkatan
terwujudnya akuntabilitas pengelolaan
keuangan keuangan daerah (Nordiawan,
2010).
Kompetensi aparatur sipil negara
yang baik akan menentukan kemajuan
organisasi pemerintahan sehingga akan
mendorong pemerintah untuk
melaksanakan akuntabilitas sebagai
jawaban tuntutan publik terhadap
akuntabilitas di pemerintahan.
Tingkat akuntabilitas sebagian
organisasi perangkat daerah (OPD)
dilingkungan pemerintah kota Pekanbaru
masih tergolong rendah. Hal dapat dilihat
laporan hasil evaluasi akuntabilitas kinerja
instansi pemerintah (LHE AKIP) tahun
2018 yang diterbitkan oleh Kementrian
PANRB dimana pemerintah kota
pekanbaru meraih prediket CC (Cukup
Baik) dengan nilai 54,68.
Berdasarkan rumusan permasalahan
diatas, maka rumusan masalah dalam
penelitian ini adalah : “Bagaimana
pengaruh akuntabilitas keuangan dan
kompetensi aparatur sipil negara terhadap
akuntabilitas kinerja instansi pada dinas
perdagangan dan perindustrian kota
pekanbaru.
2. Tinjauan Pustaka dan
Pengembangan Hipotesis
Akuntabilitas Keuangan
Akuntabilitas adalah kemampuan
memberi jawaban kepada otoritas yang
lebih tinggi atas tindakan
seseorang/sekelompok orang terhadap
masyarakat luas dalam suatu organisasi
(Rasul, 2002:8).
Mardiasmo (2002:31), mendefinisikan
bahwa akuntabilitas publik merupakan
pemberian informasi dan pengungkapan
(disclosure) atas aktivitas dan kinerja
keuangan pemerintah kepada pihak-pihak
yang berkepentingan.
Lembaga Administrasi Negara (LAN)
yang seperti dikutip Badan Pengawas
Keuangan dan Pembangunan (BPKP)
dalam bukunya Akuntabilitas dan Good
Governance (2000:24), membedakan
akuntabilitas dalam tiga macam
akuntabilitas, yaitu:
1. Akuntabilitas Keuangan
Jurnal Magisma Vol. IX No. 1 – Tahun 2021 | 65
ISSN: 2337778X E-ISSN : 2685-1504
Akuntabilitas keuangan merupakan
pertanggungjawaban mengenai
integritas keuangan, pengungkapan
dan ketaatan terhadap peraturan
perundangundangan. Sasarannya
adalah laporan keuangan yang
mencakup penerimaan, penyimpanan
dan pengeluaran keuangan instansi
pemerintah. Komponen pembentuk
akuntabilitas keuangan terdiri atas :
a. Integritas Keuangan
b. Pengungkapan
c. Ketaatan terhadap peraturan dan
perundang-undangan
2. Akuntabilitas Manfaat
Akuntabilitas manfaat pada dasarnya
memberi perhatian pada hasil-hasil
dari kegiatan pemerintahan. Hasil
kegiatannya terfokus pada efektivitas,
tidak sekedar kepatuhan terhadap
prosedur. Bukan hanya output, tapi
sampai outcome. Outcome adalah
dampak suatu program atau kegiatan
terhadap masyarakat. Outcome lebih
tinggi nilainya daripada output,
karena output hanya mengukur dari
hasil tanpa mengukur dampaknya
terhadap masyarakat, sedangkan
outcome mengukur output dan
dampak yang dihasilkan. Pengukuran
outcome memiliki dua peran yaitu
restopektif dan prospektif. Peran
restopektifterkait dengan penilaian
kinerja masa lalu, sedangkan peran
prospektif terkait dengan perencanaan
kinerja di masa yang akan datang.
3. Akuntabilitas Prosedural
Akuntabilitas yang memfokuskan
kepada informasi mengenai tingkat
kesejahteraan sosial. Diperlukan etika
dan moral yang tinggi serta dampak
positif pada kondisi sosial
masyarakat. Akuntabilitas prosedural
yaitu merupakan pertanggungjawaban
mengenai aspek suatu penetapan dan
pelaksanaan suatu kebijakan yang
mempertimbangkan masalah moral,
etika, kepastian hukum dan ketaatan
pada keputusan politik untuk
mendukung pencapaian tujuan akhir
yang telah ditetapkan.
Kompetensi Aparatur Sipil Negara
Pengertian kompetensi menurut
Robbins (2007:38) bahwa kompetensi
adalah kemampuan (ability) atau kapasitas
seseorang untuk mengerjakan berbagai
tugas dalam suatu pekerjaan dimana
kemampuan ini ditentukan oleh 2 (dua)
faktor yaitu kemampuan intelektual dan
kemampuan fisik.
Menurut Undang-undang No. 5 tahun
2014 pegawai ASN adalah pegawai negeri
sipil dan pegawai pemerintah dengan
perjanjian kerja yang diangkat oleh
pejabat pembina kepegawaian dan serahi
tugas dalam suatu jabatan pemerintah atau
diserahi tugas negara lainnya dan digaji
berdasarkan peraturan perundang-
undangan.
Akuntabilitas Kinerja Instansi
Pemerintah
Akuntabilitas kinerja menurut
(LAN & BPKP, 2000) mendefinisikan
akuntabilitas kinerja adalah suatu media
pertanggungjawaban dari suatu instansi
pemerintah sebagai perwujudan kewajiban
suatu instansi pemerintah untuk
mempertanggungjawabkan keberhasilan
atau kegagalan pelaksanaan misi
organisasi dalam mencapai tujuan dan
sasaran yang telah ditetapkan melalui alat
pertanggungjawaban secara periodik.
Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi
Pemerintah (SAKIP) merupakan
instrument yang digunakan instansi
pemerintah dalam memenuhi kewajiban
untuk mempertanggungjawabkan
keberhasilan dan kegagalan pelaksanaan
misi organisasi (LAN, 2004, hal. 63).
Sebagai suatu sistem, SAKIP terdiri dari
komponen-komponen yang merupakan
satu kesatuan, yakni perencanaan
strategik, perencanaan kinerja,
pengukuran dan evaluasi kinerja, serta
pelaporan kinerja. Komponen dalam
Jurnal Magisma Vol. IX No. 1 – Tahun 2021 | 66
ISSN: 2337778X E-ISSN : 2685-1504
SAKIP ini menceminkan semua proses
yang ada dalam manajemen kinerja.
Sistem akuntabilitas kinerja instansi
pemerintah merupakan suatu tatanan,
instrumen, dan metode
pertanggungjawaban yang intinya
meliputi tahap-tahap sebagai berikut:
1. Penetapan perencanaan stratejik.
2. Pengukuran kinerja.
3. Pelaporan kinerja.
4. Pemanfaatan informasi kinerja bagi
perbaikan kinerja secara
berkesinambungan.
3. Metode Penelitian
Metode Pengumpulan Data
Penelitian ini dilakukan di Dinas
Perdagangan dan Perindustrian Kota
pekanbaru yang bertujuan untuk
mengetahui pengaruh akuntabilitas
keuangan dan kompetensi aparatur sipil
negara terhadap akuntabilitas kinerja
instansi pemerintah. Rincian populasi
penelitian ini sebagai berikut:
Tabel 1. Populasi Penelitian
No. Kriteria Jumlah
(orang)
1. Pegawai Negeri Sipil
yang ada di Dinas
Perdagangan dan
Perindustrian Kota
Pekanbaru
81 Orang
Jumlah Populasi 81 Orang
Sumber : data yang diolah tahun 2019
Adapun yang menjadi sampel
penelitian adalah seluruh pegawai yang
bekerja dilingkungan Dinas Perdagangan
dan Perindustrian Kota Pekanbaru. Teknik
penentuan sampel menggunakan
Judgment sampling dimana metode
penentuan sampel dengan pertimbangan
tertentu sesuai kriteria peneliti.
Data yang digunakan yaitu data
primer. Dimana data yang diperoleh
dengan metode kuesioner mengenai
akuntabilitas keuangan dan kompetensi
dan akuntabilitas kinerja instansi
pemerintah pada Dinas perdagangan dan
perindustrian kota pekanbaru.
Definisi Operasional Dan Pengukuran
Variabel
Variabel independen yang digunakan
yaitu akuntabilitas keuangan dan
kompetensi pegawai sedangkan variabel
dependen yang digunakan yaitu
akuntabilitas kinerja instansi pemerintah.
Penerapan Akuntabilitas Keuangan
Penerapan akuntabilitas keuangan
diartikan sebagai penerapan
pertanggungjawaban mengenai integritas
keuangan, pengungkapan dan ketaatan
terhadap peraturan perundangan dimana
pertanggungjawaban ini mengenai laporan
keuangan yang disajikan yang mencakup
penerimaan, penyimpanan, dan
pengeluaran uang oleh instansi pemerintah
dengan tujuan untuk mengetahui
pertanggungjawaban pengelolaan
keuangan yang digunakan untuk
melaksanakan kegiatan apakah telah
sesuai prinsip ekonomis, efisien, dan
efektif (Soleman, 2007:156). Variabel
penerapan akuntabilitas keuangan
menggunakan 2 dimensi yang diperoleh
dari penelitian sebelumnya yaitu
tanggung jawab dan nota keuangan.
Kuesioner yang digunakan dalam
variable penelitian ini menggunakan skala
likert dengan menggunakan instrument
dari Soleman (2007). Masing-masing
pilihan jawaban diberi nilai 1 untuk
jawaban ekstrim negatif dan nilai 5 untuk
jawaban ekstrim positif.
Kompetensi Pegawai
Kompetensi pegawai merupakan
suatu karakteristik dasar dan kemampuan-
kemampuan yang unggul dari individu
pegwai yang meliputi pengetahuan,
pengalaman, keterampilan, dan perilaku
(sikap) yang dapat digunakan individu
untuk mencapai kinerja maksimal dalam
melaksanakan pekerjaannya. Variabel
kompetensi pegawai di formulasikan
menjadi 4 (empat) dimensi yaitu
pengetahuan, pengalaman, sikap, dan
keterampilan.
Jurnal Magisma Vol. IX No. 1 – Tahun 2021 | 67
ISSN: 2337778X E-ISSN : 2685-1504
Akuntabilitas Kinerja Instansi
Pemerintah
Dalam Inpres Nomor 7 Tahun 1999
dinyatakan bahwa akuntabilitas kinerja
instansi pemerintah adalah perwujudan
kewajiban suatu instansi pemerintah untuk
mempertanggungjawabkan
keberhasilan/kegagalan pelaksanaan misi
organisasi dalam mencapai tujuan dan
sasaran yang telah ditetapkan melalui
pertanggung-jawaban secara periodik.
Akuntabilitas kinerja pada dasarnya
meliputi tahap 1) Penetapan perencanaan
stratejik, 2) Pengukuran kinerja, 3)
Pelaporan kinerja, 4) Pemanfaatan
informasi kinerja bagi perbaikan kinerja
secara berkesinambungan.
4. Hasil dan Pembahasan
Penelitian dilakukan pada Dinas
Perdagangan dan Perindustrian Kota
Pekanbaru. Secara umum Dinas
Perdagangan dan Perindustrian Kota
Pekanbaru dibentuk berdasarkan
Peraturan Daerah No. 08 Tahun 2008
tanggal 31 Juli 2008 tentang Pembentukan
Susunan Organisasi, Kedudukan dan
Tugas Pokok Dinas-dinas di Lingkungan
Kota Pekanbaru sebagaimana telah diubah
dengan Peraturan Daerah Kota Pekanbaru
Nomor 09 Tahun 2016 tanggal 09
september 2016 tentang Pembentukan dan
Susunan Perangkat Daerah Kota
Pekanbaru, dimana terjadi penggabungan
dua SKPD yaitu Dinas Pasar dengan
Dinas Perindustrian dan Perdagangan
menjadi satu OPD. Dinas Perdagangan
dan Perindustrian Kota Pekanbaru
mempunyai tugas dan kewajiban
membantu Walikota dalam urusan
Perdagangan dan Perindustrian.
Uji validitas dan Realibilitas
Penelitian melibatkan keseluruhan
pegawai yang bekerja pada Dinas
Perdagangan dan Perindustrian Kota
Pekanbaru yang berjumlah 72 orang dari
populasi sebanyak 81 orang.
Data dikatakan valid angka korelasi
yang diperoleh lebih besar dari angka
kritik ( r hitung > r tabel). Adapun r tabel
pada penelitian ini yaitu N-2 (N=Sampel)
= 72-2 = 70 dengan taraf signifikan 5%.
Dari tabel didapat angka 0,1954.
Tabel 2. Hasil uji validitas Variabe
l
Item
pertany
aan
R
hitung
R
tabel
ketera
ngan
Akuntab
ilitas
keuanga
n
PAK 1
PAK 2
PAK 3
PAK 4
PAK 5
PAK 6
0,867
0,575
0,869
0,712
0,601
0,363
0,1954
0,1954
0,1954
0,1954
0,1954
0,1954
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Kompet
ensi
pegawai
KP 1
KP 2
KP 3
KP 4
KP 5
KP 6
KP 7
KP 8
KP 9
KP 10
KP 11
KP 12
0,781
0,339
0,122
-0,153
0,445
0,453
0,670
0,644
0,441
0,397
0,503
0,739
0,1954
0,1954
0,1954
0,1954
0,1954
0,1954
0,1954
0,1954
0,1954
0,1954
0,1954
0,1954
Valid
Valid
Tidak
Valid
Tidak
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Akuntab
ilitas
kinerja
instansi
AKP1
AKP2
AKP3
AKP4
AKP5
AKP6
AKP7
0,639
0,126
0,816
0,884
0,791
0,832
0,869
0,1954
0,1954
0,1954
0,1954
0,1954
0,1954
0,1954
Valid
Tidak
valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Sumber : data primer yang diolah,2019
Dari tabel diatas dapat dilihat beberapa
item pertanyaan yang tidak valid pada
variabel kompetensi pegawai yaitu item
pertanyaan KP3 dan KP4. Sedangkan
untuk variabel akuntabilitas kinerja
instansi pemerintah item pertanyaan yang
tidak valid yaitu AKP2. Beberapa item
pertanyaan yang tidak valid dibuang dan
tidak diikutkan pada proses pengolahan
data selanjutnya.
Untuk uji reabilitas dapat dilihat pada
tabel berikut ini.
Jurnal Magisma Vol. IX No. 1 – Tahun 2021 | 68
ISSN: 2337778X E-ISSN : 2685-1504
Tabel 3. Uji Realibilitas Variabel Cronbach
Alpha
Reliabel/tidak
reliabel
Akuntabilitas
Keuangan
Kompetensi
Pegawai
Akuntabilitas
Kinerja
instansi
pemerintah
0,774
0,719
0,889
Reliabel
Reliabel
Reliabel
Sumber : data primer yang diolah, 2019
Uji realibilitas digunakan untuk
mengukur suatu kuesioner yang
merupakan indikator dari suatu variabel
atau konstruk. Suatu konstruk dikatakan
reliabel jika memberikan nilai cronbach
alpha > 0,6.
Dari tabel 3 diatas, menunjukkan
bahwa semua instrumen variabel yang
digunakan dalam penelitian ini > 0,6 dan
dapat dikatakan reliabel.
Uji Normalitas
Uji normalitas bertujuan untuk
menguji apakah variabel terikat dan
variabel bebas dalam model regresi
mempunyai distribusi normal atau
tidak. Hasil grafik dari uji normalitas
dalam penelitian dapat dilihat pada grafik
1 dibawah ini:
Sumber : data primer yang diolah, 2019
Hasil pengujian normalitas
menunjukkan grafik normal plot model
regeresi diatas terlihat titik-titik menyebar
disekitar diagonal serta penyebarannya
mengikuti arah garis diagonal dan grafik
normal plot tersebut membentuk garis
lurus dari sisi kiri bawah kekanan atas
sesuai dengan teori linearitas, sehingga
dapat disimpulkan bahwa linearitas dalam
model regresi ini sudah dipenuhi.
Pengujian Hipotesis
Pengujian hipotesis menggunakan
analisis regresiUntuk menguji hipotesis
yang telah diajukan antara variabel
independen (penerapan akuntabilitas
keuangan dan kompetensi pegawai)
terhadap variabel dependen (akuntabilitas
kinerja instansi pemerintah).
Dari uji ANOVA atau F test pada tabel
diatas didapat nilai F hitung sebesar 5,702
dengan probabilitas 0,005. Maka model
regresi dapat digunakan untuk
memprediksi perbedaan yaitu penerapan
akuntabilitas keuangan dan kompetensi
pegawai secara bersama-sama
berpengaruh terhadap akuntabilitas kinerja
instansi pemerintah karena nilai
probabilitas jauh lebih kecil dari 0,05.
Pengaruh akuntabilitas keuangan dan
kompetensi pegawai terhadap
akuntabilitas kinerja instansi
pemerintah
Uji t dilakukan untuk melihat
pengaruh secara parsial variabel indepent
terhadap variabel dependent. Hasil uji t
dapat dilihat tabel berikut ini:
Tabel 4. Hasil uji t No
.
Variabel Sig % Keteran
gan
1.
2.
Akuntabilitas
keuangan
Kompetensi
Pegawai
0,175
0,002
0,05
0,05
H1
ditolak
H1
diterima
Sumber : data olahan SPSS,2019
Dari hasil uji t pada tabel diatas dapat
disimpulkan:
1. Variabel akuntabilitas keuangan
tidak berpengaruh terhadap
akuntabilitas kinerja instansi
pemerintah. Hal ini dapat dilihat
hasil output SPSS, akuntabilitas
memiliki tingkat signifikan 0,175
> 0,05.
Jurnal Magisma Vol. IX No. 1 – Tahun 2021 | 69
ISSN: 2337778X E-ISSN : 2685-1504
2. Variabel kompetensi pegawai
secara signifikan berpengaruh
terhadap akuntabilitas kinerja
instansi pemerintah. Hal ini dapat
dilihat tingkat signifikan yang
diperoleh dari hasil olah data SPSS
yaitu 0,002.
Dari hasil uji diatas dapat diketahui
dinas perindustrian belum ada usaha yang
signifikan dilakukan oleh dinas
perdagangan dan perindustrian terhadap
penerapan akuntabilitas keuangan
sedangkan dalam hal kompetensi pegawai
pemerintah kota pekanbaru telah
melakukan upaya peningkatan kompetensi
pegawai dilingkungan Pemerintah Kota
Pekanbaru.
5. Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis yang telah
dilakukan, maka penulis menyimpulkan
bahwa:
1. Varaiabel penerapan akuntabilitas
keuangan tidak berpengaruh terhadap
akuntabilitas kinerja instansi
pemerintah pada dinas perdagangan
dan perindustrian Kota Pekanbaru.
Hal ini menunjukkan bahwa belum
maksimal upaya yang dilakukan
Dinas Perdagangan dan Perindustrian
Kota Pekanbaru dalam melaksanakan
akuntabilitas keuangan.
2. Variabel kompetensi pegawai
berpengaruh signifikan terhadap
akuntabilitas kinerja instansi
pemerintah pada Dinas Perdagangan
dan Perindustrian Kota Pekanbaru.
Hasil ini menunjukkan kompetensi
aparatur sipil negara pada lingkungan
Dinas Perdagangan dan Perindustrian
Kota Pekanbaru sangat baik. Hal ini
membuktikan bahwa pelaksanaan
pengembangan sumber daya manusia
yang telah dilakukan Pemerintah Kota
Pekanbaru seperti adanya pelatihan-
pelatihan, seminar, maupun
simposium terhadap pegawai dapat
menunjang kinerja pegawai tersebut.
Adapun saran atau masukan bagi
Dinas Perdagangan dan Perindustrian
Kota Pekanbaru yaitu:
1. Melakukan upaya lebih dalam bidang
keuangan, seperti mengadakan
pelatihan lebih lanjut pada bidang
anggaran maupun keuangan dan
menyatukan persepsi bahwa
pentingnya penerapan akuntabilitas
khususnya dibidang keuangan pada
pemegang kebijakan di instansi
tersebut.
2. Pemerintah Kota Pekanbaru
hendaknya membuat sebuah sistem
yang dapat memacu pemegang
kebijakan disetiap organisasi
perangkat daerah Kota Pekanbaru
untuk melakukan penerapan
akuntabilitas keuangan di instansi
mereka pimpin, seperti punishment
dan reward bagi organisasi perangkat
daerah yang mendapat nilai hasil
evaluasi akuntabilitas kinerja instansi
yang dilakukan Kementrian
Pendayagunaan Aparatur Negara
Reformasi Dan Birokrasi dibawah
standar yang ditetapkan.
Daftar Pustaka
Bambang Pamungkas.2005. Pengaruh
Kualitas Peraturan Perundang-
undangan, Akuntansi Keuangan
Sektor Publik dan Penerapan
Pengawasan Terhadap Kualitas
Laporan Keuangan Pemerintah
dan Akuntabilitas Kinerja Instansi
Pemerintah. Disertasi UNPAD
Bandung. Tidak dipublikasikan.
Chairullah, Abd. Wahid.2004.
Pengembangan Model Penilaian
Kinerja Pegawai Negeri Sipil pada
Kator Badan Perencanaan
Pembangunan Daerah dan Dinas
di Lingkup Pertanian dan
Kabupaten Sampang. Tesis PSDM
Universitas Airlangga Surabaya.
Ghozalie, I. 2011. Aplikasi Analisis
Multivariate dengan Program
Jurnal Magisma Vol. IX No. 1 – Tahun 2021 | 70
ISSN: 2337778X E-ISSN : 2685-1504
SPSS. Semarang: Badan Penerbit
Undip.
Indriantoro, Nur dan Supomo Bambang.
1999. Metodologi Penelitian
Bisnis untuk Akuntansi&
Manajemen. BPFE. Yogyakarta
Gistyan, Rico. Pengaruh Penerapan
Akuntabilitas Keuangan dan
Kompetensi Pegawai terhadap
Akuntabilitas Kinerja Instansi
Pemerintah (Studi Badan
Kepegawaian Daerah Kabupaten
Siak Sri Indrapura). Tesis
Inpres No. 7 Tahun 1999, Tentang
Penyusunan Akuntabilitas Kinerja
Instansi Pemerintah.
Lembaga Administrasi Negara (LAN) dan
BPKP. 2000. Pengukuran kinerja
instansi pemerintah, Modul
Sosialisasi Sistem Akuntabilitas
Kinerja Instansi Pemerintah
(AKIP). Lembaga Administrasi
Negara, Jakarta
Lembaga Adminstrasi Negara (LAN)
dan BPK, 2000, Akuntabilitas dan
Good Goverment, Jakarta:Tim
Asistensi Pelaporan Akuntabilitas
Kinerja Instansi Pemeritah
Lembaga Adminstrasi Negara. 2003.
Pedoman Penyusunan Pelaporan
Akuntabilitas KinerjaInstansi
Pemerintah
Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999,
tentang Pokok-Pokok
Kepegawaian Republik Indonesia
Rasul, Syahrudin. 2003. Pengintegrasian
Sistem Akuntabilitas Kinerja dan
Anggaran dalam Perspektif
UU NO. 17/2003 Tentang
Keuangan Negara. Jakarta: PNRI.
Riantiarno, Reynaldi, and Nur Azlina.
"Faktor-faktor yang
Mempengaruhi Akuntabilitas
Kinerja Instansi Pemerintah (Studi
pada Satuan Kerja Perangkat
Daerah Kabupaten Rokan
Hulu)." PEKBIS (Jurnal
Pendidikan Ekonomi Dan Bisnis)
3.03 (2012).
Suprapto. 2002. Standarisasi Kompetensi
Pegawai Negeri Sipil Menuju Era
Global. Dalam Seri Kertas Kerja
Volume II Nomor 05. Pusat
Penelitian dan Pengembangan
BKN, Jakarta
www.bpkp.go.id
www.menpan.go.id
Jurnal Magisma Vol. IX No. 1 – Tahun 2021 | 71
ISSN: 2337778X E-ISSN : 2685-1504
PENGARUH WORK FAMILY CONFLICT TERHADAP ORGANIZATIONAL
CITIZENSHIP BEHAVIOR DIMEDIASI OLEH KOMITMEN ORGANISASI
Ratya Shafira Arifiani1, Viajeng Purnama Putri2 1Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Muhammadiyah Malang
email: [email protected] 1Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Muhammadiyah Malang
email: [email protected]
ABSTRACT
This study discusses conflicts that help workers in dealing with work or family, namely work family
conflicts. Work family conflicts are conflicts faced because they cannot balance or harmonize work
and family. The impact of work family conflicts varies, from employee performance, OCB to
organizational commitment. The object of this research is workers who are married and have fixed
working hours. This study aims to see what conflicts have an impact on organizational commitment
and OCB. This study uses a quantitative approach with explanatory research. Data were collected
based on questionnaires distributed to respondents and analyzed using path analysis with the
SmartPLS 3 program. The results showed: 1) work family conflict has no effect on OCB; 2) Work
family conflict affects organizational commitment; 3) organizational commitment has an effect on
OCB; and 4) organizational commitment to mediate the effect of family conflict work on OCB.
Keywords: Organizational Citizenship Behavior, Organizational Commitment, Work Family Conflict
ABSTRAK
Penelitian ini membahas tentang konflik yang dialami oleh pekerja dalam menghadapi tuntutan
pekerjaan maupun keluarga, yaitu work family conflict. Work family conflict merupakan konflik yang
dihadapkan karena tidak bisa menyeimbangkan atau menyelaraskan tuntutan pekerjaan dan keluarga.
Dampak work family conflict beragam, mulai dari kinerja karyawan, OCB, maupun komitmen
organisasi. Objek penelitian ini adalah para pekerja yang sudah berkeluarga dan memiliki jam kerja
tetap. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakh konflik yang dialami akan berdampak pada
komitmen organisasi dan OCB. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan
explanatory research. Data dikumpulkan berdasarkan kuesioner yang disebar pada responden dan
dianalisis menggunakan path analysis dengan program SmartPLS 3. Hasil penelitian menunjukkan: 1)
work family conflict tidak berpengaruh terhadap OCB; 2) work family conflict berpengaruh terhadap
komitmen organisasi; 3) komitmen organisasi berpengaruh terhadap OCB; dan 4) komitmen
organisasi memediasi pengaruh work family conflict terhadap OCB.
Kata kunci: Komitmen Organisasi, Organizational Citizenship Behavior, Work Family Conflict
1. Pendahuluan
Seorang karyawan atau anggota
organisasi memiliki peranan penting
dalam keberlanjutan organisasi. Tuntutan
adanya keberlangsungan dan keberhasilan
organisasi, maka perlu adanya kerja keras
bagi para anggota organisasi. Terlepas
dari organisasi, para anggota juga
memiliki tanggung jawab di luar
organisasi seperti keluarga. Hal ini sering
dirasakan oleh pekerja, terutama yang
sudah berkeluarga sehingga adanya
pertentangan untuk menyelesaikan
keduanya secara bersamaan.
Munculnya Work family conflict
karena adanya tuntutan tinggi pada
pekerjaan yang membutuhkan lebih
banyak perhatian namun juga memiliki
peranan penting lainnya pada keluarga.
Work family conflict terjadi ketika ada
ketidak sesuaian antara peran yang satu
dengan peran lainnya (inter-role conflict)
dengan tekanan yang berbeda antara peran
di keluarga atau pekerjaan (Howard,
2008). Pekerja wanita akan lebih sering
Jurnal Magisma Vol. IX No. 1 – Tahun 2021 | 72
ISSN: 2337778X E-ISSN : 2685-1504
mengalami work family conflict
dibandingkan dengan pekerja pria. Di sisi
lain wanita memiliki tanggung jawab pada
pekerjaannya, tetapi di sisi lain ada
tanggung jawab yang lebih besar yaitu
terhadap keluarga, telebih yang sudah
memiliki anak. Selain itu, fenomena yang
terjadi sekarang adalah ketika suami dan
istri bekerja (two-worker family) yang
memiliki peningkatan pendapatan pada
keluarga, namun di sisi lain kurangnya
perhatian lebih pada keluarga sehingga
lebih beresiko mengalami work family
conflict(Nurmayanti, 2019).
Work family conflict merupakan
konflik yang terjadi karena adanya
tuntutan seseorang dalam memenuhi
tuntutan pekerjaan maupun keluarga yang
tidak bisa diseimbangkan (Frone et al.,
1998). Adaya konflik batin yang terjadi,
seringkali pekerja atau karyawan tidak
bisa maksimal dalam menjalankan
keduanya, sehingga adanya ketimpangan
pada hasilnya. Work family conflict
terbagi menjadi dua, yaitu work of
interfering with family (WIF) dan Family
Interfering with work (FIW) (Gutek et al.,
1991). Frone et al. (1998) menyatakan
pentingnya pengujian dari kedua sisi
tersebut, karena hal ini keterhubungan
antara satu tipe konflik tidak berarti
bahwa jenis konflik yang lain juga harus
selalu dihubungkan dengan hal tersebut.
Hal ini juga bisa berdampak pada perilaku
organisasi lainnya, seperti OCB maupun
kinerja karyawan.
OCB (Organizational Citizenship
Behaviour) merupakan perilaku sukarela
yang dilakukan oleh karyawan di luar
tanggung jawab pekerjaannya (Organ &
Philip M, 2006). OCB merupakan salah
satu perilaku positif yang dapat
dimunculkan oleh karyawan ketika faktor
internal maupun eksternal yang
mempengaruhi terpenuhi. Perilaku ini
muncul pada seorang individu yang
melakukan segala sesuatu tanpa adanya
paksaan maupun arahan dari pihak lain.
OCB bisa muncul karena individu itu
sendiri, budaya organisasi, kepuasan
kerja, karakteristik pekerjaan, komitemn
organisasi (Podsakoff & MacKenzie,
2000). OCB sendiri terbagi mejadi dua,
yaitu OCB-I yaitu perilaku yang memberi
manfaat bagi individu dan secara tidak
langsung juga memberikan kontribusi
pada organisasi sedangkan OCB-O yaitu
perilaku-perilaku yang memberikan
manfaat bagi organisasi pada umumnya
(William & Anderson, 1991). OCB tidak
hanya mempengaruhi organisasi dalam
beberapa cara positif, namun dapat juga
membawa salah satu konsekuensi negatif
yang dialami oleh pekerja Organ & Philip
M, (2006) yang dalam hal ini bisa salah
satunya terjadi work family conflict.
Terdapat beberapa penelitian work
family conflict dikaitkan dengan OCB.
Aurangzeb et al (2017) menemukan
adanya pengaruh yang signifikan positif
antara work family conflict terhdap OCB,
dimana semakin tinggi work family
conflict maka semakin tinggi OCB yang
dimunculkan oleh karyawan. Berbanding
terbalik oleh penelitian Bragger et al.
(2005) ; Farida (2014) ; Paat &
Ratnaningsih (2018) yang menyatakan
bahwa work family conflict berpengaruh
negatif terhadap OCB. Hal ini berarti
semakin tinggi konflik yang dialami oleh
pekerja maka akan semakin rendah OCB
yang dimiliki karyawan. Adanya
perbedaan penelitian ini dapat menjadi
gap research yang digunakan peneliti
dalam mengambil penelitian tentang
kedua pengaruh variabel ini.
Selain OCB, work family conflict
juga akan memiliki dampak terhadap
komitmen organisasi yang dijalankan oleh
pekerja. Pekerja yang memiliki konflik
diantara pekerjaan maupun keluarga akan
lebih mudah menemukan beberpaa
halangan dan dapat menurukan komitmen
organisasi yang ada pada pekerja
(Namasivayam & Zhao, 2007). Komitmen
organisasi merupakan sikap yang
mencerminkan sejauh mana seseorang
individu mengenal dan terikat pada
Jurnal Magisma Vol. IX No. 1 – Tahun 2021 | 73
ISSN: 2337778X E-ISSN : 2685-1504
organisasinya (Moorhead & Griffin,
2013). Komitmen organisasi adalah
tingkat di mana seorang pekerja
mengidentifikasi suatu organisasi tujuan
dan harapan untuk tetap menjadi anggota
(Robbins & Judge, 2015). Pekerja yang
memiliki komitmen yang tinggi pada
organisasi memiliki peluang yang besar
untuk mengembangkan diri dan
berpartisipasi dalam proses pengambilan
keputusan di organisasi. Steers & LW,
(1991) menguraikan terdapat beberapa
faktor yang mempengaruhi komitmen
organisasi, diantaranya karakteristik
personal, karakteristik kerja, karakteristik
organisasi serta sifat dan kualitas
pekerjaan. Work family conflict
merupakan konflik personal yang
didalamnya terdapat konflik yang
menyangkut keluarga sehingga memiliki
dampak pada komitmen organisasi.
Adanya penelitian Rehman &
Waheed (2012); Buhali & Margaretha
(2013) yang menunjukkan adanya hasil
negatif dan signifikan antara work family
conflict dengan komitmen organisasional.
Sebaliknya, terdapat penelitian Wayne
(2013) menyatakan work family conflict
memiliki hasil yang positif dan signifikan
dengan komitmen organisasi, artinya
semakin tinggi konflik yang dimiliki oleh
pekerja, maka akan semakin tinggi
komitmen organisasi. Selain itu,
komitmen organisasi juga memiliki
peranan penting dalam meningkatkan
OCB.
Komitmen organisasi yang dimiliki
oleh pekerja dapat memiliki dampak
terhadap peningkatan OCB. Komitmen
organisasi merupakan salah satu faktor
eksternal dari OCB. Semakin tinggi atau
semakin berkomitmen karyawan pada
suatu organisasi, maka akan semakin
tinggi munculnya perilaku baik seperti
OCB. Muhammad (2014); Saher (2012)
menemukan adanya komitmen organisasi
berpengaruh terhadap OCB. Dari
beberapa penelitian yang menyebutkan
adanya pengaruh work family
conflictterhadap komitmen organisasi dan
komitmen organisasi terhadap OCB serta
ada gap research maka komitmen
organisasi dijadikan sebagai mediasi.
Adanya konflik peran yang dialami oleh
pekerja tidak akan berpengaruh pada
keterlibatan dan keterikatan tinggi pada
organisasi, justru akan semakin berpikir
ulang jika akan meninggalkan organisasi
(Wayne, 2013).Dengan adanya
keterlibatan organisasi yang tinggi, maka
memunculkan perilaku yang berdampak
baik pada organisasi, salah satunya OCB.
Objek penelitian ini adalah pekerja yang
sudah memiliki keluarga dan yang
memiliki jam kerja secara tetap. Penelitian
ini dilakukan karena berdasarkan
fenomena para pekerja terutama two
worker family, dan memiliki anak. Selain
itu adanya kesenjangan penelitian antara
pengaruh work family conflict terhadap
OCB dan menambahkan variabel
komitmen organisasi sebagai mediasi
sehingga hubungan work family conflict,
komitmen organisasi dan dampaknya
terhadap OCB penting dilakukan.
2. Tinjauan Pustaka dan
Pengembangan Hipotesis
Work-Family Conflict (WFC)
Work-family conflict (WFC)
merupakan suatu bentuk konflik peran
dimana tuntutan peran dari pekerjaan dan
keluarga secara mutual tidak dapat
disejajarkan dalam beberapa hal
(Triaryati, 2003). Adanya pertentangan
antara pern pada pekerjaan dan peran di
keluarga akan memunculkan sebuah
konflik. Pertentangan tersebut bisa
ditunjukkan dengan adanya
ketidakseimbangan perhatian yang hanya
bisa dilihat dari satu sisi dan akan
merugikan sisi lainnya. Hal ini terjadi
karena adanya tuntutan peran dalam
pekerjaan maupun keluarga sehingga
karyawan akan berusaha untuk
memaksimalkan peran tersebut (Frone et
al., 1998). Adapun tuntutan pekerjaan,
bisa ditunjukkan dengan adanya deadline
Jurnal Magisma Vol. IX No. 1 – Tahun 2021 | 74
ISSN: 2337778X E-ISSN : 2685-1504
yang diberikan oleh organisasi untuk
diselesaikan tepat waktu, dan tuntutan
untuk keluarga bisa ditunjukkan dengan
menangani tugas rumah tangga atau
menjaga anak. Tuntutan dari keluarga bisa
dilihat dari jumlah anggota keluarga yang
memliki ketergantungan dengan anggota
yang lain (Yang, 2000).
Work-family conflict memiliki dua
sisi yang perlu diperhatikan, yaitu Work-
family conflict dan Family-Work conflict.
Work-family conflict memiliki tiga jenis
yaitu sebagai berikut (Greenhaus &
Beutell, 1985): Time-based conflict.
Waktu yang dibutuhkan untuk
menjalankan salah satu tuntutan (keluarga
atau pekerjaan) dapat mengurangi waktu
untuk menjalankan tuntutan yang lainnya
(pekerjaan atau keluarga); Strain-based
conflict. Terjadi saat tekanan dari salah
satu peran mempengaruhi kinerja peran
lainnya; Behavior-based conflict.
Berhubungan dengan ketidaksesuaian
antara pola perilaku dengan yang
diinginkan oleh kedua bagian (pekerjaan
atau keluarga).
Work-family conflict dapat
disimpulkan sebagai salah satu konflik
yang diiliki karyawan secara intrapersonal
dimana memiliki dua tekanan peran dan
tidak dapat disejajarkan secara bersamaan.
Selain Work-family conflict , terdapat sisi
lain yang perlu diperhatikan yaitu Konflik
keluarga-pekerjaan atau family-work
conflict (FWC). family-work conflict
merupakan sebuah bentuk dari konflik
antar peran dimana tekanan dari peran
dalam pekerjaan dan keluarga saling
bertentangan, yaitu menjalankan peran
dalam pekerjaan menjadi lebih sulit
karena juga menjalankan peran dalam
keluarga, begitu juga sebaliknya,
menjalankan peran dalam keluarga
menjadi lebih sulit karena juga
menjalankan peran dalam pekerjaan
(Greenhaus & Beutell, 1985). Jenis
konflik ini akan lebih sering dialami oleh
pekerja wanita. Pekerja wanita akan
memiliki tuntutan yang lebih besar
dibanding dengan pria, karena keluarga
juga menjadi prioritas utama yang wajib
untuk dilakukan. Dampak dari Family-
work conflict (FWC) adalah menimbulkan
stres kerja pada pekerja (Failasuffudien,
2003). Konflik ini menekankan bahwa
keluarga dapat mengganggu pekerjaan,
artinya sebagian besar waktu dan
perhatian digunakan untuk menyelesaikan
urusan keluarga sehingga mengganggu
pekerjaan dan bisa menjadi beban
sehingga tidak dapat bekerja secara
maksimal (Murtiningrum, 2005).
Organizational Citizenship Behaviour
(OCB)
Organizational Citizenship
Behavior (OCB) yaitu individu secara
sukarela membantu orang lain di
pekerjaan tanpa mengharapkan adanya
imbalan (Bies & Organ, 1989). Organ &
Philip M (2006) memaparkan OCB
merupakan perilaku individu yang
terdiskresi, secara tidak langsung atau
eksplisit diakui dengan sistem reward dan
agregat untuk meningkatkan fungsi efektif
dan efisien sebuah organisasi. William &
Anderson (1991) membagi OCB dalam
dua kategori, yaitu OCB-O dan OCB I.
OCB-O atau Organizational Citizenship
Behavior-Organizations adalah perilaku-
perilaku yang memberikan manfaat bagi
organisasi pada umumnya. OCB-I atau
Organizational Citizenship Behavior-
Individuals adalah perilaku-perilaku yang
memberikan manfaat bagi individu dan
secara tidak langsung juga memberikan
kontribusi pada organisasi.
Terdapat lima kategori utama dalam
OCB (Organ & Philip M, 2006): Altruism
atau perilaku suka menolong. Sikap ini
ditunjukkan dengan menolong orang lain
yang dalam hal ini adalah rekan kerja
tanpa adanya paksaan;
Conscientiousness, yaitu Perilaku yang
ditunjukkan karyawan dengan memenuhi
persyaratan yang diajukan oleh organisasi
seperti mematuhi peraturan dan tidak
melanggar peraturan. Civic virtue yaitu
Jurnal Magisma Vol. IX No. 1 – Tahun 2021 | 75
ISSN: 2337778X E-ISSN : 2685-1504
perilaku yang mengutamakan kepentingan
organisasi dibandingkan dengan
kepentingan individu; Sportmanship.
Sikap ini juga bisa ditunjukkan dengan
tanggung jawab terhadap apa yang telah
dilakukan dan menanggung segala risiko
yang dihadapi; Courtesy yaitu Perilaku
yang ditujukan untuk mencegah masalah
yang berkaitan dengan pekerjaan yang
terjadi dengan orang lain.
Organ & Philip M (2006)
mengatakan OCB dipengaruhi oleh dua
faktor, yaitu faktor internal dan ekternal.
Faktor internal adalah dari diri sendiri
seperti kepuasan kerja, kepribadian, dan
komitmen. Salah satu faktor yang
menyebabkan adanya OCB adalah
seseorang puas terhadap pekerjaannya.
Semakin karyawan merasa puas dan
senang terhadap pekerjaannya, maka akan
semakin ekstra dalam melakukan
tugasnya, sehingga menimbulkan sikap-
sikap positif yang berdampak baik bagi
organisasi. Faktor yang berasal dari luar
karyawan (eksternal) adalah
kepemimpinan dan budaya organisasi.
Menurut Organ dalam Organ & Philip M
(2006) Budaya organisasi merupakan
suatu kondisi awal munculnya sikap OCB.
Semakin budaya organisasi kuat, maka
akan menimbulkan nilai-nilai positif, dan
akan berdampak pada perilaku-perilaku
positif lainnya.
Komitmen Organisasi
Keberlanjutan organisasi
dipengaruhi juga dengan adanya
komitmen organisasi dari para pekerja.
Semakin tinggi komitmen yang dianut
oleh pekerja, maka akan terdorong untuk
bertanggungjawab lebih pada tugasnya.
Keterlibatan pekerjaan yang tinggi berarti
memihak pada pekerjaan tertentu
seseorang individu. Komitmen
organisasional yang tinggi berarti
memihak organisasi yang merekrut
individu tersebut (Robbins & Judge,
2015). Komitmen organisasi adalah sikap
seseorang mengenal dan terikat pada
organisasi (Moorhead & Griffin, 2013).
Komitmen organisasi berkaitan dengan
loyalitas karyawan sehingga keberlanjutan
dan keberhasilan organisasi menjadi
tujuan utama bagi karyawan. Allen dan
Mayer dalam Greennberg & Baron (2000)
menyatakan terdapat tiga dimensi
komitmen organisasi, yaitu: Affective
commitment yaitu adanya keterikatan
emosional dan keterlibatan pada
organisasi. Komitmen ini memunculkan
keinginan yang kuat dari karyawan untuk
bekerja pada organisasi; continuance
commitment yaitu komitmen yang
berkelanjutan, sehingga
mempertimbangkan kerugian yang
didapat ketika keluar dari organisasi;
normative commitment yaitu keinginan
untuk tetap berada pada organisasi.
Pengaruh work family conflict terhadap
OCB
Work family conflict dapat terjadi
pada pekerjaa ketika memiliki tuntutan
pekerjaan dan keluarga, yang biasanya
dialami oleh pekerja wanita. Penelitian
yang dilakukan oleh Aurangzeb (2017)
menyatakan pengaruh yang signifikan
positif antara work family conflict terhdap
OCB. Semakin tinggi konflik yang
dialami maka tidak akan berdampak pada
pekerja untuk melakukan OCB di
organisasi. (Bragger et al., 2005; Farida,
2014; Paat & Ratnaningsih, 2018)
menemukan bahwa work family conflict
memiliki pengaruh signifikan negatif
terhadap OCB.
Hipotesis 1. Work family conflict
berpengaruh signifikan terhadap OCB
Pengaruh work family conflict terhadap
komitmen organisasi
Konflik yang dialami oleh pekerja
yaitu work family conflict akan memiliki
dampak pada keterlibatan dan partisipasi
karyawan pada pekerjaannya, sehingga
akan berdampak pula pada komitmen
organisasi yang dimiliki oleh pekerja.
Buhali & Margaretha (2013) menemukan
adanya hubungan negatif antara work
Jurnal Magisma Vol. IX No. 1 – Tahun 2021 | 76
ISSN: 2337778X E-ISSN : 2685-1504
family conflict dengan komitmen
organisasi. Balmforth & Gardner (2006)
juga menunjukkan bahwa work family
conflict memiliki hubungan negatif
dengan OCB. Hubungan negatif ini terjadi
karena adanya kesulitan dalam
menyeimbangkan perannya dalam
pekerjaan maupun peran pada keluarga
sehingga akan susah untuk berkomitmen
kepada organisasi.
Hipotesis 2. Work family conflict
berpengaruh signifikan terhadap
komitmen organisasi
Pengaruh Komitmen Organisasional
terhadap OCB
Komitmen organisasi merupakan
keterikatan pekerja dan keterlibatan pada
organisasi dan bertanggung jawab untuk
mencapai tujuan yang diinginkan oleh
pekerja itu sendiri dan organisasi sehingga
memiliki keinginan untuk tetap tinggal di
organisasi tersebut (Greennberg & Baron,
2000). Komitmen organisasi memiliki
peranan penting baik kinerja maupun
perilaku baik lainnya pada organisasi,
salah satunya OCB. Penelitian Maharani
et al. (2017); Muhammad (2014)
menyatakan adanya pengaruh signifikan
antara komitmen organisasi terhadap
OCB. Semakin kuat komitmen organisasi
yang dimiliki pekerja, maka akan semakin
tinggi peluang munculnya OCB.
Hipotesis 3. Komitmen organisasi
berpengaruh signifikan terhadap OCB
Komitmen organisasi memediasi
pengaruh work family conflict terhadap
OCB
Keterlibatan pekerja memiliki
peranan penting bagi organisasi. Hal ini
ditunjukkan dengan adanya komitmen
organisasi dan perilaku baik lainnya.
Adanya konflik yang dialami oleh
pekerja yaitu work family conflict akan
berpengaruh pula pada organisasi, baik
dari segi perilaku maupun kinerja.
Semakin tinggi konflik yang dialami
diharapkan komitmen organisasi juga
tinggi, dan berdampak pada perilaku
organisasi yang baik seperti OCB. Wayne
(2013) menemukan adanya pengaruh
signifikan positif antara work family
conflict terhadap OCB. Komitmen
organisasi merupakan keterikatan pekerja
dan keterlibatan pada organisasi dan
bertanggung jawab untuk mencapai tujuan
yang diinginkan oleh pekerja itu sendiri
dan organisasi sehingga memiliki
keinginan untuk tetap tinggal di organisasi
tersebut (Greennberg & Baron, 2000).
Komitmen organisasi memiliki peranan
penting baik kinerja maupun perilaku baik
lainnya pada organisasi, salah satunya
OCB. Penelitian Maharani et al. (2017);
Muhammad (2014) menyatakan adanya
pengaruh signifikan antara komitmen
organisasi terhadap OCB. Semakin kuat
komitmen organisasi yang dimiliki
pekerja, maka akan semakin tinggi
peluang munculnya OCB.
Hipotesis 4. Komitmen organisasi
memediasi pengaruh work family
conflict terhadap OCB
3. Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan
pendekatan kuantitatif. Pendekatan
kuantitatif berfokus pada penggunaan
angka mulai dari pengumpulan data,
penafsiran terhadap data tersebut, serta
penampilan dari hasilnya adalah data
dalam bentuk angka atau data kualitatif
yang diangkakan (Sugiyono, 2013).
Sedangkan jenis penelitian ini adalah
explanatory research, yang memiliki
tujuan untuk menguji hipotesis yang
sudah ditentukan. Penelitian ini
menganalisis dan menguji pengaruh work
family conflict, komitmen organisasi, dan
OCB.
Penelitian ini memilih pekerja atau
karyawan yang sudah berkeluarga sebagai
obyek penelitian, terutama yang memiliki
jam kantor yang sudah ditetapkan dan
teratur. Alasan penentuan obyek
penelitian tersebut adalah untuk
membandingkan repon dari pekerja pria
Jurnal Magisma Vol. IX No. 1 – Tahun 2021 | 77
ISSN: 2337778X E-ISSN : 2685-1504
maupun wanita yang memiliki jam kerja
tertentu dan bagaimana cata menghadapi
konflik pada pekerjaan maupun keluarga.
Lokasi penelitian diadakan di Indonesia,
karena jumlah two worker family sangat
besar. Populasi merupakan subyek yang
memiliki karakteristik tertentu dan
memiliki kesempatan untuk dijadikan
sebagai sampel penelitian (Umar, 2004).
Populasi dalam penelitian ini adalah
seluruh pekerja pria dan wanita yang
memiliki jam kerja yang sudah ditentukan
dan sudah berkeluarga.
Sampel dari penelitian ini adalah
sejumlah pekerja pria dan wanita yang
sudah berkeluarga dan memiliki jam kerja
tertentu. Menurut Hair et al.
(2015)penentuan jumlah sampel maksimal
300 ketika memiliki konstruk konstruk ≤7,
tingkat communality minimal 0,45 dan
indikator atau item tidak valid kurang dari
tiga pada setiap konstruk. Sehingga
penelitian ini diasumsikan maksimal 300
sampel tujuannya untuk memberikan data
yang akurat, untuk hasil penelitian dapat
semakin mendekati realita. Ukuran sampel
pada penelitian ini didasarkan pada
jumlah sampel minimal dengan melihat
banyaknya jumlah variabel yang diuji
(Cooper dan Schindler, 2014). Penetapan
jumlah sampel minimal dengan variabel
≤5 maka jumlah sampelnya adalah 100.
Metode pengambilan sampel penelitian
adalah non-probability sampling dimana
tidak diketahui secara jelas jumlah
populasi. Metode yang digunakan dari
non-probability sampling adalah
judgemental sampling dimana sampling
ditentukan dengan adanya kriteria tertentu
untuk memperoleh informasi yang lebih
akurat. Kriteria sample yang digunakan
dalam memilih responden adalah sebagai
berikut:
a. Pekerja pria dan wanita yang
sudah berkeluarga dan memiliki
anak
b. Pekerja pria dan wanita yang
memiliki jam kerja yang sudah
ditentukan
4. Hasil dan Pembahasan Pada penelitian ini menggunakan
metode kuantitatif dengan menyebarkan
kuesioner kepada 100 responden.
Karakteristik responden berdasarkan jenis
kelamin, didominasi oleh pria sejumlah
64% dan wanita sejumlah 36%. Ini
menunjukkan bahwa lebih banyak
responden berjenis kelamin pria daripada
responden berjenis kelamin wanita. Hal
ini disebabkan karena pria lebih banyak
berperan sebagai kepala keluarga yang
bertugas mencari nafkah untuk memenuhi
kebutuhan anggota keluarganya.
Karakteristik responden untuk usia,
sebagian besar responden berusia 20-25
Tahun sejumlah 68% dan usia 26-30
Tahun sebesar 32%. Hal ini menunjukkan
bahwa responden sebagian besar pada
rentang usia produktif sehingga responden
masih memiliki semangat dan baik secara
fisik yang berdampak pada kinerja.
Karakteristik responden jenjang
pendidikan terakhir menunjukkan bahwa
responden dengan tingkat pendidikan
SMA/SMK mendominasi dengan jumlah
88%, dan responden dengan jenjang
pendidikan diploma/sarjana sejumlah
12%. Hal ini mengindikasikan bahwa
semakin tinggi tingkat pendidikan
seseorang, semakin banyak pengetahuan
yang didapat dan dapat meminimalisir
atau dewasa dalam menanggapi sebuah
masalah ditinjau dari segi pengalaman
dalam bekerja dengan tingkat pendidikan
yang lebih tinggi. Responden berdasarkan
masa kerja dijelaskan bahwa sebagian
besar responden dalam penelitian ini
mempunyai masa kerja selama 1-5 Tahun
yaitu sebesar 44%. Selanjutnya untuk
masa kerja selama 6-10 tahun sejumlah 56
%. Masa kerja yang lebih lama erat
kaitannya dengan pengalaman dan
pemahaman mengenai job description
yang lebih baik. Pengalaman dan
pemahaman ini akan membantu dalam
mengatasi masalah yang timbul, baik
dilingkungan kerja maupun keluarga.
Jurnal Magisma Vol. IX No. 1 – Tahun 2021 | 78
ISSN: 2337778X E-ISSN : 2685-1504
Hasil dari analisis data menjelaskan
pengaruh antara work family conflict dan
Organizational Citizenship Behavior baik
secara langsung maupun tidak langsung
ditunjukkan pada gambar 1 berikut:
Gambar 1. Hasil Analisis Data
Berikut hasil uji statistik pengaruh langsung disajikan pada tabel 1 berikut:
Tabel 1. Hasil Analisis Pengaruh Langsung
H Variabel Bebas Variabel
Terikat
t Statistik p-value Ket.
1 Work family
conlfict
OCB 1.430 0.153 Tidak
Signifikan
2 Work family
conflict
Komitmen
organisasi
6.324 0.000 Signifikan
3 Komitmen
organisasi
OCB 10.432 0.000 Signifikan
Sumber: Data Primer diolah, 2020
Hasil pengujian pengaruh langsung antara
work family conflict terhadap OCB diperoleh
nilai t-statistik 1.430 dan p-value 0.153.
karena nilai t-statistik 1.430<1.96 dan p-value
0.153>0.05 maka work family conflict tidak
berpengaruh signifikan terhadap OCB
sehingga H1 yang menyatakan bahwa work
family conflict berpengaruh signifikan
terhadap OCB ditolak. Hasil pengujian pada
hipotesis 2 yaitu pengaruh work family
conflict terhadap komitmen organisasi
diperoleh nilai t-statistik >1.96 yaitu 6.324
dengan p-value 0.000 sehingga work family
conflict berpengaruh signifikan terhadap
komitmen organisasi dan H2 diterima. Hasil
pengujian langsung berikutnya adalah
pengaruh komitmen organisasi terhadap OCB.
Hasil menunjukkan t-statistik 10.432>1.96
dan p-value 0.000<0.05 maka komitmen
organisasi berpengaruh signifikan terhadap
OCB sehingga H3 diterima.
Tabel 2. Hasil Analisis Pengaruh Tidak Langsung
Sumber: Data Primer diolah, 2020
H A B SEA SEB t-stat. Sign. Ket
H4 0.477 0.679 0.075 0.065 5.432 0.000 Signifikan
Jurnal Magisma Vol. IX No. 1 – Tahun 2021 | 79
ISSN: 2337778X E-ISSN : 2685-1504
Komitmen organisasi memediasi work
family conflict terhadap OCB. Hasil analisis
diperoleh nilai 5.432> 1,96 dan signifikan
0,000 <0,05. Hasil analisis mengungkapkan
bahwa pengaruh variabel work family conflict
terhadap komitmen organisasi dan komitmen
organisasi terhadap OCB memiliki hasil yang
signifikan sedangkan pengaruh langsung work
family conflict terhadap OCB tidak signifikan.
Sehingga, variabel komitmen organisasi
dalam penelitian ini adalah variabel mediasi
sempurna (mediasi lengkap). Dengan
demikian, Hipotesis 4 diterima.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa
work family conflict tidak berpengaruh
signifikan terhadap OCB. Work family
conflict merupakan konflik yang terjadi
karena adanya tuntutan peran ganda yaitu
tuntutan pekerjaan dan keluarga. Semakin
tinggi work family conflict yang terjadi pada
seorang pekerja, maka tidak akan berdampak
pada OCB yang dimiliki. Tingginya work
family conflict akan memberikan tekanan
yang tinggi pada pegawai baik dari pekerjaan
maupun keluarga. Namun OCB sendiri
muncul dengan adanya factor-faktor seperti
dari individu itu sendiri, komitmen organisasi,
pemimpin, dan lain sebagainya. Adanya
konflik akan jarang memunculkan perilaku
yang berdampak baik bagi organisasi, seperti
OCB.
Hasil penelitian juga menunjukkan
adanya pengaruh signifikan antara work
family conflict terhadap komitmen organisasi.
Adanya konfik pada pekerjaan maupun
keluarga tidak mempengaruhi penurunan
komitmen individu pada organisasi, bahkan
tetap berkomitmen pada organisasi. Adanya
tuntutan pekerjaan dan tanggung jawab
karyawan pada organisasi membuat seseorang
akan lebih bertanggung jawab terhadap
pekerjaannya. Selain itu, adanya kewajiban
kepada keluarga dengan menafkahi atau
mencukupi kebutuhan sehari-hari juga
menjadi tuntutan utama bagi para pekerja
yang memiliki keluarga, sehingga komitmen
organisasi juga semakin kuat. Penelitian ini
sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh
(Buhali & Margaretha, 2013); Balmforth &
Gardner (2006) bahwa adanya pengaruh
signifikan antara work family conflict
terhadap komitmen organisasi.
Komitmen organisasi merupakan salah
satu bentuk keterikatan dan keterlibatan para
pekerja dengan organisasinya. Adanya
keterlibatan tersebut, akan menimbulkan
perilaku-perilaku positif yang berdampak baik
bagi organisasi, salah satunya OCB. Hasil
penelitian menunjukkan adanya pengaruh
signfikan antara komitmen organisasi
terhadap OCB. Semakin kuat dan terikatnya
seseorang dalam organisasi, maka akan
semakin meningkatkan perilaku OCB. OCB
merupakan perilaku sukarela yang dilakukan
oleh seseorang di luar tanggung jawab
tugasnya yang juga akan memiliki dampak
baik bagi efektivitas dan tujuan organisasi.
Maharani et al. (2017) juga menemukan
adanya pengaruh signifikan antara komitmen
organisasi terhadap OCB.
Hasil penelitian menunjukkan
komitmen organisasi sebagai peran mediasi
antara work family conflict terhadap OCB.
Adanya pengaruh yang tidak signifikan antara
work family conflict terhadap OCB namun
adanya pengaruh antara work family conflict
terhadap komitmen organisasi dan komitmen
organisasi terhadap OCB sehingga komitmen
organisasi memiliki peran menjadi perantara.
Adanya tuntutan antara pekerjaan dan
keluarga tidak menurunkan nilai komitmen
para pekerja bagi organisasi, seperti halnya
pada indikator komitmen organisasi yaitu
yaitu continuance commitment atau komitmen
berkelanjutan, dimana pekerja akan memilih
untuk bertahan di organisasi karena
kekhawatiran jika meninggalkan organisasi
akan berdampak pada organisasi dan
keluarga. Dengan adanya komitmen
organisasi yang tinggi pula maka akan
memunculkan perilaku yag baik organisasi,
sehingga munculnya OCB juga semakin
tinggi.
5. Kesimpulan
Kesimpulan pada penelitian ini adalah
sebagai berikut: Work family conflict tidak
berpengaruh terhadap OCB. Faktor yang
memunculkan OCB tidak didasari oleh
adanya work family conflict melainkan dari
individu itu sendiri atau factor lainnya. Work
family conflict berpengaruh terhadap
komitmen organisasi. Adanya tuntutan dari
Jurnal Magisma Vol. IX No. 1 – Tahun 2021 | 80
ISSN: 2337778X E-ISSN : 2685-1504
pekerjaan maupun keluarga akan
meningkatkan komitmen pekerja pada
organisasi, karena adanya beberapa factor
yang mendukung pekerja untuk tetap bertahan
pada organisasi. Komitmen organisasi
berpengaruh terhadap OCB, dimana adanya
keterlibatan dan keterikatan pada organisasi
akan memunculkan perilaku baik dalam
organisasi yang berdampak pada efektivitas
organisasi, salah satunya adalah OCB.
Komitmen organisasi memiliki peran mediasi
antara pengaruh work family conflict terhadap
OCB.
DAFTAR PUSTAKA
Aurangzeb. (2017). Work family conflict and
Organizational Citizenship Behavior in
Bank Employees. Industrial Engineering
Letters, 7(2).
Balmforth, K., & Gardner, D. (2006). Conflict
and Facilitation between Work and
Family: Realizing the Outcomes for
Organizations. New Zealand Journal of
Psychology, 35(2).
Bies, R. J., & Organ, D. W. (1989).
Organizational Citizenship Behavior:
The Good Soldier Syndrome. The
Academy of Management Review, 14(2),
294. https://doi.org/10.2307/258426
Bragger, J. D., Rodriguez-Srednicki, O.,
Kutcher, E. J., Indovino, L., & Rosner,
E. (2005). Work-family conflict, work-
family culture, and organizational
citizenship behavior among teachers.
Journal of Business and Psychology,
20(2), 303–324.
Buhali, G. A., & Margaretha, M. (2013).
Pengaruh work-family conflict terhadap
komitmen organisasi: kepuasan kerja
sebagai variabel mediasi. Jurnal
Manajemen, 13(1).
Failasuffudien, A. (2003). Hambatan Karir
Wanita. EKOBIS, 4(2), 241–248.
Farida, N. (2014). Pengaruh work family
conflict terhadap Organizational
Citizenship Behavior pada PT. Tanjung
Unggul Mandiri. E-Journal.
Frone, M. R., Rusell, M., & Cooper, M. L.
(1998). Antecedents and Outcomes of
Work family conflict: Testing a Model
of The Work-Family Interface. Journal
of Applied Psychology.
Greenhaus, J. H., & Beutell, N. J. (1985).
Sources of Conflict Between Work and
Family Roles. Academy of Management
Review, 10(1), 76–88.
Greennberg, & Baron. (2000). Budaya dan
Komiten Organisasi. Erlangga.
Gutek, B. A., Searle, S., & Klepa, L. (1991).
Rational Versus Gender Role
Explanations for Work-Family Conflict.
Journal of Applied Psychology, 76(4),
560–568. https://doi.org/10.1037/0021-
9010.76.4.560
Howard, J. . (2008). Balancing Conflicts Of
Interest When Employing Spouses.
Employee Responsibiity Rights Journal,
20, 29–43.
Maharani, V., Surachman, Sumiati, & Sudiro,
A. (2017). The Effect of
Transformational Leadership on
Organizational Citizenship Behavior
Mediated by Job Satisfaction and
Organizational Commitment.
International Journal of Economic
Research, 14(3).
Moorhead, G., & Griffin, R. . (2013).
Perilaku Organisasi. Salemba Empat.
Muhammad, A. (2014). Perceived
Organizational Support and
Organizational Citizenship Behavior:
The Case of Kuwait. International
Journal of Business Administration, 5(3).
Murtiningrum, A. (2005). Analisis Pengaruh
Konflik Pekerjaan Keluarga Terhadap
Stress Kerja Dengan Dukungan Sosial
Sebagai Variable Moderasi (Studi Kasus
Pada Guru Kelas 3 Smp Negeri Di
Icabupaten Kendal). Universitas
Diponegoro.
Namasivayam, K., & Zhao, X. (2007). An
investigation of the moderating effects of
organizational commitment on the
relationships between work-family
conflict and job satisfaction among
hospitality employees in India. Tourism
Management, 28(5), 1212–1223.
https://doi.org/10.1016/j.tourman.2006.0
9.021
Nurmayanti, C. Z. H. S. (2019). Influence of
Work-Family Conflict Onorganizational
Jurnal Magisma Vol. IX No. 1 – Tahun 2021 | 81
ISSN: 2337778X E-ISSN : 2685-1504
Commitment and Organizational
Citizenship Behavior (Study at the
Manpower and Transmigration
Department of West Nusa Tenggara
Province). International Journal of
Science and Research (IJSR), 8(2), 705–
712.
https://www.ijsr.net/archive/v8i2/ART20
194556.pdf
Organ, D. W., & Philip M, P. (2006).
Organizational Citizenship Behavior: Its
Nature, Antecendent, And Consequense.
Sage Publications, Inc.
Paat, F., & Ratnaningsih, I. (2018). Hubungan
antara Konflik Pekerjaan-Keluarga
dengan Perilaku Kewargaan Organisasi
pada Guru Wanita Sekolah Menengah
Kejuruan Negeri di Kecamatan
Semarang Timur Kota Semarang. Jurnal
Empati, 7(1), 238–246.
Podsakoff, P., & MacKenzie. (2000).
Organizational Citizenship Behaviors: A
Critical Review of the Theoretical and
Empirical Literature and Suggestions for
Future Research. Journal of
Management, 26(3), 513–563.
Rehman, R. R., & Waheed, A. (2012). Work-
Family Conflict and Organizational
Commitment: Study of Faculty Members
in Pakistani Universities. Pakistan
Journal of Social and Clinical
Psychology, 10(1), 23–26.
Robbins, S. P., & Judge, T. A. (2015).
Perilaku Organisasi edisi 16. Salemba
Empat.
Saher, K. (2012). Role of Commitment in the
Development of Employee’s Citizenship
Behaviour: Evidence from banking
Sector of Pakistan. International Journal
of Business and Social Science, 3(20),
247–254.
Steers, R., & LW, P. (1991). Motivation and
work behavior. McGraw-Hill.
Triaryati, N. (2003). Pengaruh Adaptasi
Kebijakan Mengenai Work Family Issue
terhadap Absen dan Turnover. Jurnal
Manajemen Dan Kewirausahawan, 5(1),
85–96.
Wayne, J. H. (2013). Family-Supportive
Organization Perceptions and
Organizational Commitment: The
Mediating Role of Work–Family
Conflict and Enrichment and Partner
Attitudes,. Journal of Applied
Psychology, 98(4), 606–622.
William, L., & Anderson, S. (1991). Job
Satisfaction and Organizational
Commitment as Predictors of
Organizational Citizenship and In-Role
Behaviors. Journal of Management,
17(3), 601–607.
Yang. (2000). Sources of Work – Family
Conflict: A Sino – US Comparison the
Effect of Work and Family Demands.
Academy of Management Journal,
43(99), 1–18.
Jurnal Magisma Vol. IX No. 1 – Tahun 2021 | 82
ISSN: 2337778X E-ISSN : 2685-1504
IMPLEMENTASI PENGHAPUSAN ASET TETAP DAN ASET TIDAK BERWUJUD
STUDI KASUS PADA BPPKAD KABUPATEN BLORA TAHUN 2019
Putri Sholiha Anugraini1, Siti Puryandani2
1Universitas Sultan Agung Semarang
Email : [email protected] 2STIE Bank BPD Jateng
Email: [email protected]
ABSTRASCT
The process of eliminating Regional Property is one of the series of assets management that is very
important and the main. The process can be an indicator of the responsibility of carrying out the duties
and functions of the regional apparatus. The money that has been spent into capital goods should be
reported accurately and accountably. This type of research is a qualitative research with a case study
approach to BPPKAD Blora Regency. This study aims to analyze the process of eliminating regional
property and the suitability of the process of elimination with the regulation of regional property
management at the BPPKAD Blora Regency. There are 4 (four) indicators of the framework that
influence the elimination process, namely the internal control system, regulations, operating standards
and procedures as well as human resources. The research data was obtained by in-depth interviews
with officials in charge of policy management of goods consisting of the Head of the Asset Division,
Head of Sub-Asset and BPPKAD goods management officer. Data was also obtained from field
observations in the form of photos or field documentation. The results of data collection are then
analyzed and concluded. The results showed that the process of eliminating regional property was not
in accordance with the established operating standards and procedures. The results also showed that
the process of eliminating regional property in the Blora Regency BPPKAD was in accordance with
regulations on the management of regional property. The Blora Regency Government is constrained
by the lack of adequate warehouse facilities so that the process of sending goods requires high costs.
Keywords: elimination, regulation, human resources.
ABSTRAK
Proses penghapusan Barang Milik Daerah merupakan salah satu rangkaian pengelolaan aset milik
Pemerintah Daerah yang sangat penting dan utama. Proses tersebut dapat menjadi indikator
pertanggungjawaban penyelenggaran tugas dan fungsi perangkat daerah. Uang yang telah
dibelanjakan menjadi barang modal hendaknya dapat dilaporkan secara akurat dan akuntabel. Jenis
penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan pendekatan studi kasus pada BPPKAD Kabupaten
Blora. Penelitian ini bertujuan menganalisis proses penghapusan barang milik daerah dan kesesuaian
proses penghapusan dengan regulasi pengelolaan barang milik daerah pada instansi BPPKAD
Kabupaten Blora. Ada 4 (empat) indikator kerangka pikir yang berpengaruh pada proses
penghapusan yaitu sistem pengendalian internal, regulasi, standar operasi dan prosedur serta sumber
daya manusia. Data penelitian diperoleh dengan cara wawancara mendalam pada pejabat pengampu
kebijakan pengelolaan barang yang terdiri dari Kepala Bidang Aset, Kasubbid Aset serta petugas
pengurus barang BPPKAD. Data juga diperoleh dari observasi lapangan berupa foto atau
dokumentasi lapangan. Hasil pengumpulan data kemudian dianalisis dan disimpilkan. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa proses penghapusan barang milik daerah belum sesuai dengan
standar operasi dan prosedur yang ditetapkan. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa proses
penghapusan barang milik daerah pada BPPKAD Kabupaten Blora sesuai dengan regulasi tentang
pengelolaan barang milik daerah. Pemerintah Kabupaten Blora terkendala belum adanya fasilitas
gudang yang memadai sehingga proses pengiriman barang membutuhkan biaya yang tinggi.
Kata Kunci : penghapusan barang, regulasi, sumber daya manusia
Jurnal Magisma Vol. IX No. 1 – Tahun 2021 | 83
ISSN: 2337778X E-ISSN : 2685-1504
1. Pendahuluan
Penghapusan barang inventaris milik
daerah pada Pemerintah Pusat/Daerah
merupakan salah satu siklus dalam tahap
kegiatan penatausahaan barang milik
daerah sebagai mana diatur dalam regulasi
peraturan tentang pengelolaan Barang
Milik Daerah. Peraturan Pemerintah
dimaksud adalah Peraturan Pemerintah
yang terbit pada tahun 2014 tentang
pedoman pelaksanaan pengelolaan aset
daerah. Tindakan penghapusan inventaris
dan Barang Milik Pemeritah Daerah tidak
dapat dikesampingkan karena hal tersebut
dapat berpengaruh pada asumsi dan
penilaian kewajaran dalam penyajian data
kekayaan riil yang dicantumkan dalam
catatan aset Pemerintah.
Permasalahan yang dirumuskan
dalam penelitian adalah bagaimana
implementasi dan proses penghapusan aset
tetap dan aset tidak berwujud pada
pemerintah Kabupaten Blora dan
bagaimana kesesuaian proses penghapusan
aset tetap dan aset tidak berwujud pada
Pemerintah Kabupaten Blora terhadap
regulasi yang ada. Tujuan penelitian
adalah menganalisis proses penghapusan
aset tidak berwujud dan aset tetap di
kabupaten Blora serta menganalisis
kesesuaian praktik dan regulasi terkait
dengan proses penghapusan aset tidak
berwujud dan aset tetap dikabupaten
Blora. Penelitian ini diharapkan
memberikan manfaat untuk
pengembangan penelitian selanjutnya dan
memberi masukan kepada Pemerintah
Kabupaten Blora dalam merumuskan
kebijakan yang tepat dalam proses
penghapusan barang milik daerah.
2. Tinjauan Pustaka
Manajemen aset mencakup
keseluruhan proses yang dimulai dari
proses perencanaan sampai dengan
penghapusan (disposal) dan perlunya
monitoring terhadap aset-aset tersebut
selama umur penggunaannya oleh suatu
organisasi atau Kementerian/ Lembaga.
Inventarisasi atau pendataan aset meliputi
dua aspek penting yaitu inventarisasi/
pendataan wujud fisik dan inventarisasi
bukti yuridis/legal. Inventarisasi fisik
meliputi kepastian bentuk, kepastian luas,
kepastian volume/jumlah, kepastian jenis,
site lokasi dan lain-lain yang dapat
dikategorikan sebagai bentuk nyata dari
sebuah aset.
Sedangkan asepek yuridis adalah
status penguasaan, dokumen legal yang
dimiliki, batas akhir pengusaan dan lain-
lain. Legal audit merupakan satu lingkup
kerja manajemen aset yang meliputi
inventarisasi status penguasaan aset,
kelengkapan dokumen kepemilikan serta
keabsahannya, strategi pemecahan
masalah serta sistem dan tata cara
pelepasan maupun pengambil alihan aset.
Penilaian merupakan satu proses kerja
yang sistematis dengan berdasar pada
metode tertentu serta dengan pendekatan
yang ilmiah untuk mempeoleh gambaran
nilai wajar aset pada periode tertentu.
Penghapusan, pelepasan atau penghentian
aktiva merupakan prosesdihapusnya
aktiva dari neraca setelah dilepaskan atau
secara permanen dihentikan
penggunaannya yang sudah tidak
memiliki masa manfaat dan ekonomis
dimasa mendatang. Penghapusan dalam
istilah akuntansi adalah suatu proses
pencatatan yang menyebabkan aktiva
yang tidak lagi termasuk dalam unsur
laporan keuangan, sehingga dengan
Jurnal Magisma Vol. IX No. 1 – Tahun 2021 | 84
ISSN: 2337778X E-ISSN : 2685-1504
demikian penghapusan yang dimaksud
adalah suatu proses mengeluarkan rupiah
aktiva dari neraca.
3. Model Penelitian
Model yang digunakan dalam
penelitian ini adalah triangulasi sumber
pengumpulan data. Triangulasi sumber
diartikan, penelitiberupaya
mendapatkan sebuah data dari sumber
penelitian yang berbeda – beda dengan
suatu teknik yang sama. Keterangan
tersebut dapat dijelaskan dalam gambar/
bagan di bawah ini :
4. Metode Penelitian
Dalam penelitian ini, penulis
menggunakan teknik triangulasi sumber
dan metode wawancara wawancara baku
terbuka karena responden yang telah
dikenali serta dalam lingkungan kantor
yang bersifat lebih formal..Peneliti
menggunakan teknik triangulasi sumber
yaitu peneliti melaksanakan wawancara
dengan sumber yang berbeda-beda namun
menggunakan teknik wawancara yang
sama yaitu dengan wawancara baku
terbuka atau wawancara mendalam.
Peneliti melaksanakan wawancara
mendalam dengan sumber informasi dari
pemangku kebijakan pada tiap tingkatan
yang terdiri dari level Kepala Bidang,
Kepala Sub Bidang, serta Pelaksana
Teknis. Pada tingkatan Kepala Bidang di
wakili 1 (satu) orang responden yaitu
pejabat Kepala Bidang Aset yang
memiliki tugas dan wewenang paling
besar dalam struktur organisasi di Bidang
Aset BPPKAD sebagaimana diuraikan
dalam Bab selanjutnya.Pada tingkatan di
bawahnya, Peneliti mewawancarai
pemangku kebijakan di level Kepala
Subbidang yang diwakili sebanyak 2
(dua) orang responden yaitu Kepala
Subbidang Penilaian dan Pengawasan
serta Kasubbid Pengelolaan Aset
BPPKAD Kabupaten Blora. Pada
tingkatan pelaksana teknis, Peneliti
mengumpulkan data melalui wawancara
dengan Pengurus Barang pada BPPKAD.
Pengumpulan Data Dengan Triangulasi
5. Hasil dan Pembahasan
Hasil wawancara dengan pem-
angku kebijakan di bidang Aset BPPKAD
Blora mengenai sumber daya yang
dibutuhkan dalam implementasi
penghapusan adalah yang sesuai dengan
kompetensi dasar sebagai administrator
barang, memiliki ketelitian dan fisik yang
kuat, sebagaimana informasi yang
disampaikan oleh narasumber. Sistem
Pengendalian Internal dalam proses
penghapusan aset pada Badan Pendapatan
Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah
adalah melalui mekanisme rekonsiliasi dan
pengecekan secara fisik pada perangkat
daerah secara langsung. Pelaksanaan
rekonsiliasi dikoordinasi kan oleh Bidang
Aset BPPKAD Blora dengan mengundang
pengurus barang se Kabupaten Blora
A
Wawancara
mendalam B
C
kabid
Peneliti KaSubid
Petugas
Jurnal Magisma Vol. IX No. 1 – Tahun 2021 | 85
ISSN: 2337778X E-ISSN : 2685-1504
untuk melaksanakan rekonsiliasi catatan
aset pada masing- masing perangkat
daerah.
Pandangan peneliti terhadap
penerapan sistem pengendalian internal
pemerintah adalah bahwa BPPKAD perlu
melakukan inovasi atau terobosan dengan
manfaatkan teknologi informasi untuk
mendukung pelaksanaan pengawasan
internal. Hasil pengamatan pada responden
menyatakan bahwa BPPKAD Blora telah
memiliki Standar Operasi dan Prosedur
penghapusan aset.
Berdasar pada Standar Operasi dan
Prosedur maka para pejabat pengelola
asset melaksanakan prosedur penghapusa
aset pada BPPKAD Kabupaten Blora.
Tahapan dan proses penghapusan
dilaksanakan dalam beberapa tahapan
mulai dari kegiatan membuat usulan
penghapusan barang milik daerah sampai
pada akhir proses yaitu penghapusan dari
catatan inventaris perangkat daerah yang
bersangkutan.
Berdasarkan pengamatan dilapangan
didapati tumpukan barang rusak pada
beberapa tempat di BPPKAD yang
semestinya bukan merupakan gudang
penyimpanan barang. Kondisi tersebut
mengindikasikan bahwa barang tersebut
telah lama berada di tempat tersebut dalam
waktu yang lama, atau melebihi batas
normatif yang diatur dalam Standar
Operasi dan Prosedur yaitu 28 hari 4 jam.
Badan Pendapatan Pengelolaan Keuangan
dalam melaksanakan proses penghapusan
barang milik daerah baik berupa aset tetap
maupun aset tidak berwujud telah
mendasarkan pada kedua ketentuan
tersebut diatas. Dalam regulasi tersebut
diatur tata cara dan petunjuk pelaksanaan
penghapusan barang milik daerah mulai
dari pasal 431 sampai dengan pasal 473
Peraturan Menteri Dalam Negeri tersebut
diatas. Dengan demikian seluruh tahapan
sebagaimana diatur dalam Standar Operasi
dan Prosedur telah mengacu pada regulasi
yang ada.
6. Kesimpulan
Berdasarkan hasil wawancara dan
disertai dengan hasil observasi
dilapangan, maka disimpulkan bahwa:
implementasi penghapusan aset tetap dan
aset tidak berwujud pada pemerintah
Kabupaten Blora belum memenuhi
Standar Operasi dan Prosedur
penghapusan. Waktu yang diperlukan
dalam proses penghapusan lebih lama
dari yang ditetapkan.
Kesimpulan kedua adalah bahwa
proses penghapusan aset tetap dan aset
tidak berwujud pada Pemerintah
Kabupaten Blora sesuai dengan regulasi
yang ada. Hal ini dapat dimaklumi karena
penyimpangan terhadap regulasi yang
dapat mengakibatkan kerugian barang
daerah dapat dikenakan tuntutan ganti
rugi sesuai ketentuan.
Daftar Pustaka
Affandi, Muhammad Nur, 2013, Analisis
Manajemen Aset Tetap Di Dinas
Pendapatan, Pengelolaan Keuangan
Dan Aset Daerah Kota Tanjung
Balai, Jurnal Ilmu Akuntansi, Vol X
(3).
Andrew Malahasa Karambut, Reinaldi
Lasewa, Hendrik Gamaliel, 2018,
Ipteks Prosedur Penghapusan Bmn
Oleh Kpknl Manado, Jurnal Ipteks
Akuntansi untuk Masyarakat, Vol. 2
(2).
Bogdan, RC dan Biklen, S.K.
1982.Qualitative Research for
Education: An Introduction to
Jurnal Magisma Vol. IX No. 1 – Tahun 2021 | 86
ISSN: 2337778X E-ISSN : 2685-1504
theory and methods, Boston : Allyn
and Bacon ,Inc.
Badan Pemeriksa Keuangan RI, 2013,
Sistem Pengendalian Intern Laporan
Hasil Pemeriksaan Laporan
Keuangan Pemerintah Daerah
Kabupaten Blora 2013.
Indah Namira Kiay Demak, Hendrik
Manossoh, Dhullo Afandi, 2018,
Analisis Sistem Dan Prosedur
Penghapusan Barang Milik Negara
Pada Kantor Wilayah Kementerian
Agama Provinsi Sulawesi Utara,
Jurnal Riset Akuntansi Going
Concern 13 (2).
Komite Standar Akuntansi Pemerintah,
2008, Buletin Teknis Standar
Akuntansi Pemerintahan Nomor 09
Akuntansi Aset Tetap.
Laporan Hasil Pemeriksaan Laporan
Keuangan Pemerintah Daerah
Kabupaten Blora 2013 - 2018.
Lofland John & Lyn. H.
Lofland.1984.Analyzing Social
Settings. California. Wadsworth
Publishing Company.
Moeloeng,Prof. Dr. Lexy J,2014,
MetodePenelitian Kualitatif edisi
revisi, Rosda Karya Bandung.
Mustika ,Rasyidah, 2015, Evaluasi
Penatausahaan Aset Tetap
Pemerintah Kota Padang, Jurnal
Akuntansi & Manajemen Vol 10 (1).
Putu Wawan Martina, Titiek Herwanti &
Hermanto, 2018. Implementasi
Penghapusan Barang Milik Daerah
Rusak Berat Pada Pemerintah Kota
Mataram. Jurnal Economia vol 14.
Peraturan Bupati Nomor 53 tahun 2016
tentang Kedudukan, Susunan
Organisasi, Tugas Dan Fungsi Serta
Tata Kerja Badan Pendapatan,
Pengelolaan Keuangan Dan Aset
Daerah Kabupaten Blora
Peraturan Pemerintah nomor 27 tahun
2014 tentang Pedoman Pengelolan
Barang Milik Negara/Daerah.
Peraturan Pemerintah nomor 60 tahun
2008 tentang Sistem Pengendalian
Internal Pemerintah.
Peraturan Menteri Dalam Negeri 19 tahun
2016 tentang Pedoman Pengelolan
Barang Milik Daerah.
Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun
2010 tentang Standar Akuntansi
Pemerintahan, 2010.
Peraturan Menteri Keuangan Nomor
96/PMK.08/2007 tentang
pengelolaan Barang Milik Negara,
2007.
Sugiyono, 2017. Metode Penelitian
Kuantitatif dan Kualitatif dan R &
D. Bandung : Alfabeta
Siregar, Doli D , 2005. Manajemen Aset .
Jakarta : Gramedia.
Standar Operasi dan Prosedur
Penghapusan Barang Milik Daerah,
2017, BPPKAD Kabupaten Blora.
Jurnal Magisma Vol. IX No.1. – Tahun 2021 | 87
ISSN: 2337778X E-ISSN : 2685-1504
ANALISIS KEBERDAYAAN KONSUMEN DI KOTA X
Pandji Anoraga1
1STIE Bank BPD Jateng
email: [email protected]
ABSTRACT
Today's consumers are in an increasingly complex market and are faced with an increasing amount of
information with an increasingly diverse choice of products and services. Consumers are more
exposed to fraud, thus requiring more expertise and knowledge than before. Thus, the government and
producers are increasingly important to empower and make the best consumers aware. Law No.
8/1999 describes Consumer Protection, the main factor that becomes consumer weakness is the low
level of consumer awareness of their rights. Therefore, the Consumer Protection Law is intended to
be a strong legal basis for the government and non-governmental consumer protection organizations
to empower consumers through consumer guidance and education. This empowerment effort is
important because it is not easy to expect awareness of business actors, whose principle is to get
maximum benefits.
Keyword: Consumer Protection Law, Consumer Protection Law, Consumer Protection Principles and
Objectives, Consumer Rights and Obligations
ABSTRAK Konsumen saat ini berada dalam pasar yang semakin kompleks dan dihadapkan pada jumlah informasi
yang semakin banyak dengan pilihan produk dan jasa yang semakin beragam. Konsumen lebih mudah
terpapar pada penipuan, sehingga membutuhkan keahlian dan pengetahuan yang lebih dibandingkan
dengan sebelumnya. Dengan semikian, pemerintah dan produsen semakin penting untuk
memberdayakan dan menyadarkan konsumen dengan sebaik-baiknya. Undang-Undang RI Nomor 8
Tahun 1999 menjelaskan tentang Perlindungan Konsumen, faktor utama yang menjadi kelemahan
konsumen adalah rendahnya tingkat kesadaran konsumen terhadap haknya. Oleh karena itu, Undang-
Undang Perlindungan Konsumen (UUPK) dimaksudkan menjadi landasan hukum yang kuat untuk
pemerintah dan lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat untuk melakukan
pemberdayaan konsumen melalui pembinaan dan pendidikan konsumen. Upaya pemberdayaan ini
penting karena tidak mudah mengharapkan kesadaran pelaku usaha, yang prinsipnya adalah mendapat
keuntungan secara maksimal.
Keyword: Undang-undang Perlindungan Konsumen, Hukum Perlindungan Konsumen, Asas dan
Tujuan Perlindungan Konsumen, Hak dan Kewajiban Konsumen
1. Pendahuluan
Konsumen saat ini berada dalam
pasar yang semakin kompleks dan
dihadapkan pada jumlah informasi yang
semakin banyak dengan pilihan produk
dan jasa yang semakin beragam.
Konsumen lebih mudah terpapar pada
penipuan, sehingga membutuhkan keahlian
dan pengetahuan yang lebih dibandingkan
dengan sebelumnya. Dengan semikian,
pemerintah dan produsen semakin penting
untuk memberdayakan dan menyadarkan
konsumen dengan sebaik-baiknya.
Keberdayaan konsumen adalah keadaan
subyektif positif yang ditimbulkan oleh
peningkatan control (Wathieu et al. 2002).
Konsumen dapat diberdayakan melalui
sumber yang berbeda, baik melalui
regulasi pemerintah maupun pendidikan
konsumen (Hunter dan Garnefeld. 2008).
Undang-Undang RI Nomor 8
Tahun 1999 menjelaskan tentang
Perlindungan Konsumen, faktor utama
yang menjadi kelemahan konsumen adalah
rendahnya tingkat kesadaran konsumen
terhadap haknya. Oleh karena itu, Undang-
Undang Perlindungan Konsumen (UUPK)
dimaksudkan menjadi landasan hukum
yang kuat untuk pemerintah dan lembaga
perlindungan konsumen swadaya
Jurnal Magisma Vol. IX No. 1 – Tahun 2021 | 88
ISSN: 2337778X E-ISSN : 2685-1504
masyarakat untuk melakukan
pemberdayaan konsumen melalui
pembinaan dan pendidikan konsumen.
Upaya pemberdayaan ini penting karena
tidak mudah mengharapkan kesadaran
pelaku usaha, yang prinsipnya adalah
mendapat keuntungan secara maksimal.
Keberdayaan konsumen adalah
peningkatan kontrol konsumen yang
berdampak positif pada perilaku konsumen
terkait konsumsi barang dan jasa
(Direktorat Pemberdayaan Konsumen,
2015). Keberdayaan konsumen memiliki
tiga dimensi utama yaitu dimensi
ketegasan konsumen, dimensi pengalaman
praktik tidak adil pelaku usaha dan
pemenuhan hak konsumen, dan dimensi
keterampilan konsumen (Simanjuntak,
2014). Konsumen yang berdaya adalah
mereka yang paham dengan baik mengenai
hak dan kewajibannya, sehingga memiliki
ketrampilan dasar yang memadai dalam
perilakunya sehari-hari sebagai konsumen.
Keterampilan dasar tersebut antara lain
mampu membandingkan harga, mengecek
tanggal kadaluarsa, label dan nomor
registrasi produk, serta memperhatikan
kualitas produk yang Puska Dagri, BPPP,
Kementerian Perdagangan, 2016 2 dibeli
(Simanjuntak, 2014). Selain itu, mereka
juga berperan aktif dalam
memperjuangkan hak-haknya. Namun
demikian, hasil studi yang dilakukan oleh
Direktorat Pemberdayaan Konsumen
(2015) menunjukkan bahwa tingkat
keberdayaan konsumen di Indonesia, yang
diukur melalui Indeks Keberdayaan
Konsumen (IKK), masih rendah yaitu
34,17%. Artinya, konsumen di Indonesia
ada pada tahap memahami hak dan
kewajibannya, namun belum mampu
berperan aktif melindungi dirinya.
Masalah utama konsumen di
Indonesia, menurut Sumiyati dan
Fatmasari (2006) adalah kesadaran orang
Indonesia akan hak dan tanggung jawab
konsumen pada umumnya rendah
dibandingkan negara lain, jumlah
pengajuan di Indonesia jauh lebih rendah.
Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia
(YLKI) menyatakan bahwa selama tahun
2012 sebanyak 620 kasus pengaduan
konsumen, yang lebih disebabkan oleh
rendahnya kesadaran konsumen untuk
melaporkan ketidakadilan yang
diterimanya.
Oleh karena itu, pemerintah dinilai
perlu untuk melakukan upaya-upaya dalam
rangka meningkatkan keberdayaan
konsumen. Seperti yang telah disebutkan
dalam salah satu regulasi di atas,
pemberdayaan konsumen dapat
ditingkatkan melalui pendidikan, pelatihan
dan keterampilan. Upaya tersebut
diimplementasikan dalam bentuk
penyuluhan ke kelompok-kelompok
masyarakat, seminar dan workshop di
perguruan tinggi dan instansi terkait, serta
kampanye “Konsumen Cerdas”. Namun
demikian, berdasarkan hasil survey yang
dilakukan oleh Puska Dagri (2016) pada
hampir 5.000 konsumen di seluruh
Indonesia, rata-rata lebih dari 80% dari
mereka tidak mengetahui dan tidak ikut
serta dalam kegiatan sosialisasi
“Konsumen Cerdas”. Dengan demikian,
pemerintah dinilai perlu menggunakan
sarana lain dalam upaya pemberdayaan
konsumen. Salah satunya adalah menyasar
program pemberdayaan kepada kelompok
konsumen tertentu, misalnya penggalakan
sadar SNI melalui Masyarakat Standarisasi
(MASTAN). Kelompok konsumen ini
berfungsi melakukan edukasi dan advokasi
terkait perlindungan konsumen kepada
para anggotanya.
Melihat banyaknya permasalahan
yang dihadapi oleh konsumen, diperlukan
satu kajian tentang keberdayaan konsumen
tanpa memfokuskan pada kelas produk
tertentu.
Jurnal Magisma Vol. IX No.1. – Tahun 2021 | 89
ISSN: 2337778X E-ISSN : 2685-1504
Gambar 1. Hubungan Antara Variabel
Penelitian
Metode Penelitian
Data yang digunakan dalam analisis
ini adalah data primer dan data sekunder.
Data primer berasal dari para responden
konsumen secara acak di kota X sejumlah
100 responden . Sementara data sekunder
yang dikumpulkan meliputi regulasi,
literatur dan referensi yang terkait.
Hasil dan Pembahasan
Studi Nardo et al. (2011) mengukur
indeks keberdayaan konsumen pada
konsumen Eropa menggunakan tiga
dimensi, yakni : (1) Keterampilan
konsumen, yakni keterampilan numerik
dan keuangan dasar serta pengetahuan
merek, tentang logo dan simbol; (2) Level
informasi konsumen yakni pengetahuan
konsumen tentang hak-haknya (kesadaran
tentang ketidakadilan persyaratan
kontraktual, praktek-praktek iklan yang
tidak adil, hakhak jaminan, hak pembelian
jarak jauh, dll), harga, lembagalembaga
pemerintah dan non-pemerintah yang
melindungi konsumen, sumber informasi
berbeda tentang urusan konsumen; dan (3)
Ketegasan konsumen, yakni keluhan dan
perilaku melaporkan, serta pengalaman
konsumen terhac!ap penawaran yang
menyesatkan atau mengandung
kecurangan.
Survey yang dilakukan melalui studi
: The Consumer Empowerrment Index: A
measure of skills, awareness and
engagement of European consumers" oleh
Nardo eta/., (2011) di 29 negara Eropa
terhadap 56-470 responden melalui survey
online internet. Hasil survey
Eurobarometer tersebut diperoleh lndeks
keberdayaan konsumen di 29 negara
adalah antara skor terendah yakni 37.83
(Romania) hingga skor tertinggi yakni
61.63 (Norwegia).
Dari penelitian dan pengumpulan
data yang ada tentang pemahaman
konsumen terhadap Undang-undang
Perlindungan Konsumen Kota X dapat
ditunjukan pada tabel di bawah:
Tabel 1
Data Pemahaman Responden Terhadap Undang-Undang Perlindungan Konsumen
Kota X
Pertanyaan Kota X
Tahu Tidak Tahu Lainya
Apakah Anda Tahu Tentang UU No. 8 Tahun
1999 43 50 7
Persentasi Per Kab/ Kota 43% 50% 7%
Total 100
Keluahan apa yang dialami konsumen berkaitan
produk/jasa
Produk/Layana
n Rusak
Produk/Layanan
Tidak Standar Lainya
30 60 10
Persentase per kab/kota 30% 60% 10%
Total 100
Hukum
Perlindun
gan
Konsumen
Asas dan
Tujuan
Perlindun
gan
Konsumen Hak dan
Kewajiban
Konsumen
Undang-
undang
Perlindun
gan
Konsumen
Jurnal Magisma Vol. IX No. 1 – Tahun 2021 | 90
ISSN: 2337778X E-ISSN : 2685-1504
Kemana anda pernah melaporkan ?
Instansi Kepolisian Lainya
27 1 72
Persentase per kab/kota 27% 1% 72%
Total 100
Pernahkah Ditanggapi atas laporanya ?
Ditanggapi Tidak Lainya
30 37 33
Persentase per kab/kota 30% 37% 33%
Total 100
Dimana Kejadian layanan tsb ?
Pedagang Pemasok Lainya
80 8 12
Persentase per kab/kota 80% 8% 12%
Total 100
Apa yang didapatkan dengan UU Perlindungan
konsumen
Konsumen
terlindungi
Produk/jasa
terjaga
keamananya
Lainya
57 31 12
Persentase per kab/kota 57% 31% 12%
Total 100
Data Pengisi Responden Terhadap Undang-Undang Perlindungan Konsumen Kota X
No
Tanggal
Pengisian
Kuesioner
Nama Responden Umur
Responden
Pendidikan
Terakhir Pekerjaan
1 26/09/2020 Linda firanika 23 SLTA Swasta
2 26/09/2020 Ade Ayu 33 SLTA Karyawan swasta
3 26/09/2020 Eka lutfiah anggraini 18 SLTA Belum bekerja
4 26/09/2020 Evi Lestari 23 SLTA Sales
5 26/09/2020 Hani Asih 39 SLTA Karyawan swasta
6 26/09/2020 Adam Malik 21 SLTA Agent call center
7 26/09/2020 Ade Ayu 33 SLTA Karyawan swasta
8 26/09/2020 Agung Prasetyo 19 SLTA Karyawan swasta
9 26/09/2020 Gayuh Amaranggana 18 SLTA Barista
10 26/09/2020 Agung Prasetyo 19 SLTA Karyawan swasta
11 26/09/2020 Rayi wangi agusty 20 SLTA Freelance
12 26/09/2020 Eka lutfiah anggraini 18 SLTA Belum bekerja
13 26/09/2020 Stiyoko 29 SLTA Driver
14 28/09/2020 Arif Dwi Julianto 20 Sarjana Mahasiswa
15 30/09/2020 Siti Puryandani 47 Doktor Dosen
16 30/09/2020 Rudi S 53 Magister Swasta
17 30/09/2020 Grace 43 Doktor Dosen
18 30/09/2020 Lia 36 Magister Dosen
19 30/09/2020 Ali Mursid 51 Doktor Dosen
20 30/09/2020 Hidayat 44 Magister Dosen
21 30/09/2020 rodakir 41 SLTA supir
22 30/09/2020 Izza 30 Magister Dosen
23 30/09/2020 Pratomo Cahyo Kurniawan 30 Magister Dosen
24 30/09/2020 Nugroho Heri Pramono 29 Magister Dosen
25 30/09/2020 Yohana Kus 51 Magister Dosen
26 30/09/2020 Suryakusuma Kholid H 31 Magister Dosen
27 26/09/2020 Eka Fatma Dewi 20 SLTA Karyawan
Swasta
28 26/09/2020 Febri Glend Simarmata 25 SLTA Belum bekerja
29 26/09/2020 Muh Yusuf Barlian 27 SLTA Karyawan
Swasta
30 01/10/2020 Rizki 28 Sarjana Karyawan bumd
31 01/10/2020 Nur muhammad Zawal alfalahi 20 SLTA Free
Jurnal Magisma Vol. IX No.1. – Tahun 2021 | 91
ISSN: 2337778X E-ISSN : 2685-1504
No
Tanggal
Pengisian
Kuesioner
Nama Responden Umur
Responden
Pendidikan
Terakhir Pekerjaan
32 02/10/2020 Handoko 57 Sarjana Guru
33 01/10/2020 Luluk ardiyanti 18 SLTA belum bekerja
34 01/10/2020 Nurul Auliya 18 SLTA Belum bekerja
35 02/10/2020 Rahandy R.P 28 Magister Akademisi
36 02/10/2020 Daniel Budi Wibowo 56 Magister karyawan
37 04/10/2020 Anna Noorhajati 50 Sarjana Ibu Rumah
tqngga
38 01/10/2020 DWI BUDHI SUNARYO 42 SLTA Swasta
39 01/10/2020 Refael Rian Saputra 18 SLTA Belum bekerja
40 01/10/2020 Anis Mashdurohatun 18 SLTP Belum bekerja
41 01/10/2020 Fatonah 24 SLTA Wiraswasta
42 02/10/2020 Indra Erpliansyah, SE, MM 50 Magister PNS
43 02/10/2020 Santoso Darmawan Soebagio 59 SLTA Wiraswasta
44 22/11/1999 OVIN 20 SLTA SWASTA
45 02/10/2020 Handoko 55 Sarjana Karyawan
Swasta
46 02/10/2020 andreas 51 Sarjana wiraswasta
47 02/10/2020 Wibisono 56 Magister Pensiunan
48 03/10/2020 Suratno 50 SLTA Swasta
49 03/10/2020 Rachel Wahjoe P 55 SLTA Swasta
50 04/10/2020 Wasono 48 Sarjana Swasta
51 05/10/2020 Budi widjaja 49 Sarjana Swasta
52 05/10/2020 Pamungkas Wisnu Saputra 34 Sarjana Pegawai Swasta
53 05/10/2020 Adiwidito 60 Sarjana Swasta
54 03/10/2020 Raka Suryandaru 34 Magister Konsultan
55 06/10/2020 Agustinus Andy Toryanto 55 Doktor Notaris
56 06/10/2020 Rahmi yuliana 42 Sarjana Dosen
57 06/10/2020 Gunawan Indra W 41 Sarjana Swasta
58 06/10/2020 riyan 22 Sarjana konsultan
59 07/10/2020 Novi 33 SLTA Swasta
60 07/10/2020 Endah Soesiana 45 Sarjana Swasta
61 08/10/2020 TRIYONO SURYONING PUTRO 69 Magister Pensiunan
62 06/10/2020 Sri Hartati 49 Sarjana Swasta
63 28/09/2020 Sri Hartati 51 SLTA Ibu Rumah
Tangga
64 25/09/2020 Diah Umaya 57 Sarjana Karyawan
65 13/10/2020 Dhea Sabrina Irawan 18 SLTA Mahasiswi
66 22/10/2020 aditia pamungkas 22 Sarjana admin
67 22/10/2020 Javiera Asha E 21 SLTA Mahasiswa
68 22/10/2020 Arifin Subekti 30 Sarjana Pegawai swasta
69 22/10/2020 Candra Paramita 21 SLTA Mahasiswa
70 22/10/2020 Aziz hariyanto 22 Sarjana Mahasiswa
71 22/10/2020 Yasin Ihtiarasari 23 SLTA Mahasiswa
72 22/10/2020 Abdul Rohim 22 SLTA Mahasiswa
73 22/10/2020 Kusdiyanto 45 Sarjana Pengusaha
74 16/03/1999 Muhamad Prasetyo 21 SLTA Mahasiswa
75 22/10/2020 Nike Permata 21 Sarjana CREATIVE
76 23/10/2020 Arai 21 SLTA Mahasiswa
77 16/11/2020 Putri Anjani N 18 SLTA Mahasiswi
78 16/11/2020 Tia mitra 20 SLTA mahasiswa
79 16/11/2020 Muchammad Agum Maulana 19 SLTA tidak bekerja
80 16/11/2020 MUHAMMAD A'ZHIM RUSYDIL 18 SLTA Mahasiswa
81 17/11/2020 Anisa Desti Adeliana 18 SLTA Mahasiswa
82 17/11/2020 Vicky Reyna Ayu Dewayanti 18 SLTA Pelajar -
Mahasiswi
83 17/11/2020 Miftakhul Saidah Amalia 18 SLTA Belum bekerja
84 17/11/2020 Khoiriatul Alimah 17 SLTA Belum bekerja
85 19/11/2020 Muh. Khatama Insani 21 SLTA Junior Programer
86 19/11/2020 Julius Warih 22 Sarjana Programer
87 19/11/2020 Ihsanudin 25 Sarjana Swasta
88 22/11/2020 Yudha 33 Sarjana Swasta
Jurnal Magisma Vol. IX No. 1 – Tahun 2021 | 92
ISSN: 2337778X E-ISSN : 2685-1504
No
Tanggal
Pengisian
Kuesioner
Nama Responden Umur
Responden
Pendidikan
Terakhir Pekerjaan
89 24/11/2020 Suprapto 68 Sarjana Wiraswasta
90 24/11/2020 Sari Prativina 30 Sarjana Swasta
91 25/11/2020 Sri Sugiyanti 40 Sarjana Swasta
92 25/11/2020 Kurniawan 45 SLTA Swasta
93 25/11/2020 A Herdinata 40 Sarjana Swasta
94 25/11/2020 Cahyo 41 Sarjana Swasta
95 25/11/2020 Jua Martini 43 Sarjana Swasta
96 26/11/2020 Ijalyono 50 SLTA Swasta
97 26/11/2020 Vivin 40 SLTA Swasta
98 26/11/2020 Arda 40 Sarjana Swasta
99 26/11/2020 Tejo 47 Sarjana Swasta
100 26/11/2020 Rina 41 Sarjana Swasta
Hasil penelitian menunjukkan bahwa
sebagian masyarakat di Kota X belum
memahami UU tentang perlindungan
konsumen. Dimana tertera pada table
diatas terdapat 100 sampel yang mengisis
kuesioner mengenai UU perlindungan
konsumen terdapat 50% responden yang
masih belum mengerti apa itu UU
perlindungan konsumen. Karena sebagian
besar masyarakat belum memahami UU
perlindungan konsumen, maka sangat
mempengaruhi kedalam pertanyaan
pertanyaan selanjutnya yang tertera di
kuesioner yang disebarkan.
Dengan demikian, hasil penelitian ini
semakin menguatkan perlunya peran untuk
mengedukasi, memasyarakatkan dan
mensosialisasikan perlindungan konsumen
dengan bersinergi antara tri pilar, yakni
unsur pemerintah, pelaku usaha dan
konsumen. Pelaku usaha fokus untuk
memproduksi dan berdagang dengan
benar, serta LPKSM bekerja sama dengan
pemerintah untuk mengedukasi konsumen
dan mengontrol pelaku usaha. Konsumen
yang berdaya akan lebih percaya diri
memperjuangkan haknya ketika merasakan
kerugian atau situasi yang kurang
menyenangkan. Konsumen dapat
dikatakan berdaya ketika mampu
mengelola pengetahuan yang dimilikinya
yang diseimbangkan dengan ketegasan
dalam menanggapi perubahan. Perasaan
berdaya juga ditunjukkan oleh konsumen
yang yakin akan potensi dirinya untuk
memanfatkan kesempatan yang kelak
bermanfaat bagi diri dan lingkungan
sekitarnya (Thogersen 2005).
Kesimpulan
Dari laporan pekerjaan ini dapat
disimpulkan bahwa :
• Banyak dari masyarakat yang belum
bahkan tidak mengetahui sama sekali
tentang adanya Undang-Undang
Perlindungan Konsumen.
• Belum mengerti manfaat dari adanya
Undang-Undang Perlindungan
Konsumen untuk pelaku usaha
maupun konsumen.
• Banyak masyarakat yang enggan
untuk menerapkan UU perlindungan
konsumen dengan baik.
Referensi
Arikunto, S. 2003. Prosedur Penelitian,
Suatu Praktek. Jakarta : Bina
Aksara.
Babbie, E. 1992. The practice of social
research. California : Wardsworth
Publishing Company.
Becker J, Kovach AC, Gronseth DL.
2004. "Individual empowerment:
How community health workers
operationalize self-determination,
self-sufficiency, and decision-
making abilities of low-income
mothers." Journal of Community
Psychology, 32(3), 327-342.
Boehm A, Staples LH. 2004.
"Empowerment: The point of view
Jurnal Magisma Vol. IX No.1. – Tahun 2021 | 93
ISSN: 2337778X E-ISSN : 2685-1504
of consumer." Families in Society,
85(2), 270-280.
Commission of The European
Communities. 2007. EU consumer
policy strategy 2007-2013 :
Empowering Consumers,
Enhancing Their Welfare,
Effectively Protecting Them,
Brussels. [internet]. [diunduh 15
Januari 2014]. Tersedia pada:
http://ec.europa.eu/consumers/over
viewfcons _policy/doc/EN
_99.pdf.
Commission Staff Working Paper
Brussels. 2011. Consumer
Empowerment in the EU Brussels,
07.04.2011 SEC (2011) 469 final.
Dasipah E, Budiyono H, Julaeni M. 2010.
"Analisis perllaku konsumen
dalam pembelian produk sayuran
di pasar modern Kota Bekasi."
Jurnal agribisnis dan
pengembangan wi/ayah 1(2): 24-
37·
Direktorat Pemberdayaan Konsumen.
2015. Pemetaan Indeks
Keberdayaan Konsumen Indonesia
2015. Kementerian Perdagangan.
Direktorat Jenderal Standardisasi dan
Perlindungan Konsumen,
Kementerian Perdagangan
Republik Indonesia. 2012.
PilarPilar Peningkatan Daya Saing
dan Perlindungan Konsumen.
Standardisasi Pemberdayaan
Konsumen Pengawasan Barang
Beredar & Jasa Metrologi
Pengembangan Mutu Barang.
Jakarta.
European Commission. 2011. Consumer
Empowerment in the EU:
Commission Staff Working Paper,
pages 1 and 2.
Hunter GL, Garnefeld I. 2008. 11When
does Consumer Empowerment
Lead to Satisfied Customers?:
Some Mediating and Moderating
Effects of the
EmpowermentSatisfaction Link."
Journal of Research for Consumers
15 : 1-4.
Hur MH. 2006. 11Empowerment in terms
of theoretical perspectives:
exploring a typology of the process
and components across
disciplines." Journal of
Community Psychology, 34 (5),
523-540.
lfe J. 2002. Community Development,
Creating Community Alternatives:
Vision, Analysis and Practice 2nd
Edition. Australia (AU) :
Longman.
Kerlinger. 1973. Metode penelitian.
Jakarta: Erlangga.
Larson R, Walker K, Pearce N. 2005. 11A
comparison of youth-driven and
adult-driven youth programs:
Balancing inputs from youth and
adults." Journal of Community
Psychology, 33(1), 57-74·
Lyon P, Kinney D, Colquhoun A. 2002.
11Experience, change and
vulnerability: consumer education
for older people revisited."
International Journal of Consumer
Studies, 26, 178- 187.
Nardo M, Loi M, Rosati R, Manca A.
2.011. The Consumer
Empowerment Index : A measure
of skills, awareness and
engagement of European
consumers. EUR 24791 EN-2011.
[diunduh 9 Maret 2012]. Tersedia
pada:: http://ec.europa.eu/
consumers/consumer_
empowerment/docs/JRC_report
_cons umer _empowerment_
en.pdf. Luxembourg: Publications
Office of the European Union.
Parpart JL, Rai SM, Staudt K. 2003.
Rethinking empowerment: Gender
and development in a global/local
world. New York (AS): Routledge.
Simanjuntak M. ?014. Tingkat
Keberdayaan dan Strategi
Pemberdayaan Konsumen.
[Disertasi]. Bogor: Sekolah
Jurnal Magisma Vol. IX No. 1 – Tahun 2021 | 94
ISSN: 2337778X E-ISSN : 2685-1504
Pascasarjana, lnstitut Pertanian
Bogor.
Singarimbun M, Effendi S. 1995. Metode
Penelitian Survei, Edisi Revisi, PT.
Pustaka LP3ES, Jakarta.
Speer PW. 2000. 11 lntrapersonal and
interactional empowerment:
Implication for theory." Journal of
Community Psychology, 28(1), 51-
61.
Sprague J, Hayes I. 2000. 11Self-
determination and empowerment:
A feminist standpoint analysis of
talk about disability." American
Journal of Community
Psychology, 28(5), 671-695.
Sumiyati S, Fatmasari R. 2006. Peranan
Yayasan Lembaga Konsumen
dalam Memberikan Perlindungan
kepada Konsumen. Pena Wiyata.
Jurdik & Hum. No.9 Tabun V,
September 2006. [Internet]
[diunduh 25 Maret 2012].Tersedia
pada:
http://isjd.pdii.lipi.go.id/index.php/
Search.html?
act=tampil&id=11974
&idc=21http://www.google.co.id.
Suraji S. 2001. "Budaya Hukum dan
Pemberdayaan Konsumen dalam
Penggunaan Alternative Dispute
Resolution sebagai Upaya
Penye/esaian Sengketa dengan
Pelaku Usaha." Tesis. Program
Pascasarjana Universitas
Diponegoro. [ diunduh 9 Maret
2012]. Tersedia pada: http:
1/eprints.undip.ac.id/
Turnquist C. 2004. "VP value chain
services, Syntegra and Stan
Elbaum, VP", Strategic Solutions,
Aberdeen. [internet]. [diunduh 15
Mei 2013]. Tersedia pada:
www.retailsystems.com/.
Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 8 Tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen.
Waterson M. 2004. "Consumer
Empowerment and links with
Competition and Productivity."
Wathieu L, Brenner L, Carmon Z,
Chattopahyay A, Wetenbroch K,
Drolet A, Courville J,
Muthukrishnan AV, Novemsky N,
Ratner RL, Wu G. 2002.
"Consumer Control and
Empowerment: A Primer."
Marketing Letters, 13 (3), 297-305.
Wilson T. 1996. The empowerment
manual. Hampshire, England:
Grower Publishing Limited.
Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia.
2012. Pengawasa"1 Longgar Celah
Masuknya Makanan-Minuman
llegal. [internet]. [diunduh 2
Januari 2012]. Tersedia pada:
http://www. ylki.or.id/
pengawasan-longgar-celah-
masuknyamakanan-minuman-
ilegal.html.
Zimmerman MA. 2000. "Empowerment
theory: psychological,
organizational and community
levels of analysis,' in J. Rappaport
and E. Seidman {Eds.), Handbook
of community psychology (pp.43-
63). New York: Kluwer
Academic/Plenum Publishers.