e. etanol bawang merah
DESCRIPTION
penelitian ilmiahTRANSCRIPT
1
PENGARUH EKSTRAK ETANOL 70% BAWANG MERAH (Allium cepa L)
TERHADAP KADAR GLUKOSA DARAH TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus)
JANTAN YANG DIBEBANI GLUKOSA
Dewi Aryanti1, Linda Rosita
2
ABSTRACT
It has been proven from the last studies that onion (Allium cepa L.) has a hypoglycemic effect
from its polyphenolic antioxidant especially quersetin in high concentration. To know the
hypoglycaemic effect of 70% ethanolic extract of onion (Allium cepa L.) was studied in
glucose-loaded male white rats. This study was laboratory experimental study. Twenty five
male Wistar rats with 170-260gr of body weight were divided into five groups, group I:
aquadest, group II: 30mg/200gBW dose of onion extract, group III: 60mg/200gBW dose of
onion extract, group IV: 120mg/200gBW dose of onion extract, and group V: glibenclamide.
Blood glucose level measured at 20 minutes before glucose loading and at 30th
, 60th
, 120th
,
and 180th
minutes after glucose loading. Treatment were administered orally right after the
measurement of first blood glucose level. At the end of experiment, AUC0-180 were counted.
Data were analyzed by oneway-ANOVA and post-Hoc test using SPSS 17. The result shown
that AUC0-180 of the highest doses of onion extract (120mg/200gBW) significantly lower
than an aquadest group (21.342±1.216,68 vs 25.665±2.574,69, p=0,01). Conclusion: The
70% ethanolic extract of onions at single doses of 120mg/200gBW could lowering blood
glucose in glucose-loaded male white rats significantly.
Keywords: onion-blood glucose level-white rats.
ABSTRAK
Telah dibuktikan pada penelitian terdahulu bahwa bawang merah memiliki efek
hipoglikemik, karena kandungan polifenol antioksidan, terutama kuesertin dalam jumlah
yang tinggi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah ekstrak etanol 70% bawang
merah mempunyai efek hipoglikemik pada tikus putih jantan yang dibebani glukosa.
Penelitian ini adalah penelitian eksperimental laboratorium menggunakan 25 ekor tikus putih
(Rattus norvegicus) galur Wistar jantan dengan berat badan 170-260g yang dibagi menjadi
lima kelompok. Kelompok I: aquades, kelompok II: ekstrak bawang merah dosis
30mg/200gBB, kelompok III: ekstrak bawang merah dosis 60mg/200gBB, kelompok IV:
ekstrak bawang merah dosis 120mg/200gBB, dan kelompok V: glibenklamid. Perlakuan
diberikan secara peroral segera setelah pengukuran kadar glukosa darah awal. Pengukuran
kadar glukosa darah dilakukan 20 menit sebelum pembebanan glukosa, serta pada menit ke-
30, 60, 120, dan 180 setelah pembebanan glukosa. Setelah itu dilakukan perhitungan AUC0-
180, kemudian dianalisis menggunakan uji oneway-ANOVA dan post-Hoc test dengan SPSS
17. Hasilnya nilai AUC0-180 ekstrak bawang merah dosis tertinggi (120mg/200gBB) secara
signifikan lebih rendah daripada kelompok aquades (21.342±1.216,68 vs 25.665±2.574,69,
p=0,01).Ekstrak etanol 70% dosis 120mg/200gBB dapat menurunkan kadar glukosa darah
pada tikus putih jantan yang dibebani glukosa.
Kata Kunci: bawang merah-kadar glukosa darah-tikus putih
1 Fakultas Kedokteran, Universitas Islam Indonesia
2 Departemen Patologi Klinik, Fakultas Kedokteran, Universitas Islam Indonesia
2
PENDAHULUAN
Bawang merah (Allium cepa L.) merupakan salah satu tanaman herbal yang populer
digunakan di seluruh dunia untuk mengurangi efek dari faktor resiko penyakit metabolik,
salah satunya adalah diabetes melitus. Bawang merah yang merupakan tanaman dari famili
Liliaceae, secara umum digunakan sebagai bumbu dan efek herbalnya dimanfaatkan untuk
pengobatan tradisional.1 Sejak ribuan tahun yang lalu, umbi dari tanaman ini telah digunakan
sebagai bahan pangan dan obat.2 Berbagai penelusuran literatur mengatakan bahwa bagi
orang Mesir kuno, terutama kelas pekerja, termasuk para budak, bawang merah merupakan
obat yang efektif untuk berbagai masalah kesehatan, seperti mengobati sakit kepala, gigitan
hewan, flu, maupun menguatkan otot, disamping juga digunakan dalam berbagai ritual
pemujaan maupun tradisi pemakaman.3,4,5
Telah disebutkan bahwa bawang merah memiliki banyak manfaat terapeutik. Kandungan
sulfurnya seperti S-methyl cysteine sulphoxide (SMCS), allicin atau diallyl disulphide oxide,
dan allyl propyl disulphide menyebabkan bawang merah memiliki bau yang tajam sekaligus
memiliki manfaat yang besar bagi kesehatan.6 Sesungguhnya, bawang merah mengandung
berbagai macam komponen yang efektif sebagai komponen sinbiotik,7 antioksidan,
8 agen
hipokolesterolemia,9 hipoglikemia,
6,10 antihiperglikemia,
11 antialergi,
12 dan antifertilitas.
13
Kadar flavonoid yang tinggi pada umbi bawang merah menjadikan bawang merah
sebagai antioksidan yang baik untuk menghambat radikal bebas dan ternyata beberapa
penyakit kronis yang ditemui saat ini banyak yang disebabkan oleh radikal bebas yang
berlebihan. Bawang merah diyakini mengandung komponen kimia yang mempunyai efek
antiinflamasi, antikolesterol, antikanker, dan antioksidan seperti kuersetin. Beberapa
penelitian telah menunjukkan bahwa peningkatan konsumsi bawang, baik bawang merah
maupun putih dapat menurunkan resiko kanker. Dalam semua varietas bawang merah,
3
semakin banyak fenol dan flavanoid yang terkandung di dalamnya maka semakin besar
aktivitas antioksidan dan antikankernya.14
Kebanyakan tumbuhan yang mengandung senyawa bioaktif seperti glikosida, alkaloid,
terpenoid, flavonoid, dan ceratenoid mempunyai aktivitas antidiabetes.15
Begitu pula dengan
bawang merah, kandungan flavonoid yang dominan di dalam umbi bawang merah, terutama
kuersetin, diduga memiliki efek hipoglikemik dan bermanfaat bagi penderita diabetes
melitus.10
Penelitian mengenai bawang merah tidak sebanyak penelitian mengenai tanaman
serumpunnya, yaitu bawang putih (Allium sativum). Adanya informasi pengobatan herbal
dengan bawang merah (Allium cepa L.) sebagai agen antihiperglikemik merupakan hal yang
cukup menarik untuk dijadikan perhatian. Akan tetapi, akses informasi, data-data, dan
penelitian mengenai khasiat hipoglikemik maupun khasiat antihiperglikemik bawang merah
(Allium cepa L.) masih terbatas. Padahal, jika bawang merah dapat digunakan sebagai salah
satu pengobatan diabetes melitus, maka hal ini akan sangat bermanfaat bagi masyarakat.
Selain mudah didapat dengan harga yang cukup terjangkau, bawang merah umum digunakan
di masyarakat sebagai bagian dari berbagai macam masakan. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui efek bawang merah dalam menurunkan kadar glukosa darah yang diujicobakan
pada tikus putih jantan yang dibebani glukosa. Sediaan bawang merah dibuat dalam bentuk
ekstrak etanol 70% dengan harapan kuersetin yang terkandung di dalamnya dapat tertarik dan
berefek terhadap penurunan kadar glukosa darah.
METODE PENELITIAN DAN CARA KERJA
Penelitian dilakukan dengan menggunakan rancangan penelitian true experimental
dengan desain penelitian adalah pretest-posttest dengan kelompok kontrol (pretest-posttest
4
with control group) yaitu dilakukan randomisasi pada kelompok kontrol dan kelompok
perlakuan.
Preparasi Ekstrak
Ekstrak etanol bawang merah diperoleh dari umbi bawang merah lokal. Sebanyak 1kg
bawang merah dicuci terlebih dahulu, kemudian dilakukan pemotongan menjadi kecil-kecil,
lalu dikeringkan dengan lemari pengering dengan suhu 38˚C sampai kering. Setelah itu
dilakukan penyerbukan sampai umbi berbentuk serbuk kering dan ditimbang.
Langkah berikutnya adalah proses maserasi dengan menggunakan magnetic strirrer.
Kemudian dilakukan separasi dan pemurnian untuk menghilangkan senyawa yang tidak
dikehendaki sehingga diperoleh ekstrak yang lebih murni. Proses ini menggunakan corong
Buchner. Filtrat hasil proses tadi kemudian dikeringkan dengan menggunakan rotary
evaporator selama 5 jam. Dengan demikian, dihasilkan ekstrak etanol 100% yang pekat.
Prosedur Perlakuan
Prosedur pengujian dalam penelitian ini menggunakan metode uji toleransi glukosa
dengan sedikit modifikasi. Subjek penelitian yang digunakan adalah tikus putih (Rattus
norvegicus) galur Wistar jantan dengan berat 170-260 gr (induk dari Laboratorium
Farmakologi Jurusan Farmasi Fakultas MIPA Universitas Islam Indonesia) dan secara
keseluruhan dibagi menjadi lima kelompok. Masing-masing kelompok terdiri dari lima ekor
tikus yang dipilih secara acak . Perlakuan terhadap tiap kelompok adalah sebagai berikut:
Kelompok I (kelompok kontrol negatif): diberi aquades 2ml/200gBB peroral, 20 menit
kemudian dibebani glukosa
Kelompok II: diberi fraksi etanol bawang merah dosis 15,42mg/2ml (setara
30mg/200gBB), 20 menit kemudian dibebani glukosa
Kelompok III: diberi fraksi etanol bawang merah dosis 30,84mg/2ml (setara
60mg/200gBB), 20 menit kemudian dibebani glukosa
5
Kelompok IV: diberi fraksi etanol bawang merah dosis 61,68mg/2ml (setara
120mg/200gBB), 20 menit kemudian dibebani glukosa.
Kelompok V (kelompok kontrol positif): diberi suspensi glibenklamid dosis 0,084mg/2ml
(setara dengan 0,189mg/200gBB), 20 menit kemudian dibebani glukosa.
Hewan uji yang akan digunakan terlebih dahulu diadaptasi di kandang hewan minimal
selama 1 minggu, kesehatan setiap hewan uji dipantau dengan memperhatikan kelincahan
gerak tikus, warna feses, serta kehalusan ekornya.
Sebelum percobaan, tikus dipuasakan selama 18 jam, tetapi tetap diberi air minum.
Setiap tikus ditimbang dan diberikan larutan percobaan sesuai kelompok perlakuan masing-
masing, kemudian diambil cuplikan darah ekor dan glukosa darah diukur. Dua puluh menit
kemudian diberi larutan glukosa sebanyak 2g/kgBB. Kemudian dilakukan pengukuran darah
berikutnya pada menit ke-30, 60, 120, dan 180 dihitung dari saat pembebanan glukosa.
Pemeriksaan Kadar Glukosa Darah
Penentuan kadar glukosa darah dilakukan dengan menggunakan alat GlucoDr.TM
Biosensor AGM-2100 Blood Glucose Test Meter. Prinsip uji alat ini adalah glucose oxydase
biosensor. Alat akan mendeteksi reaksi warna antara glukosa darah dan reagen yang terdapat
pada elektrode emas strip, sehingga saat strip dimasukkan, alat penguji glukosa darah akan
menunjukkan kadar glukosa darah yang dinyatakan dalam mg/dl.
Darah diambil dari luka sayatan ekor, kemudian diteteskan pada strip, selanjutnya
dimasukkan ke dalam alat penguji. Akan terjadi reaksi antara gula dalam darah dengan
reagen yang terdapat pada strip, maka kadar glukosa darah dapat diketahui secara langsung
dengan membaca angka yang tertera di alat penguji.
6
Analisis Statistik
Data glukosa darah dari tiap tikus diperhitungkan AUC0-180nya (Area Under Curve 0-
180, yaitu luas area di bawah kurva hubungan kadar glukosa darah (mg/dl) terhadap waktu
pencuplikan (0-180 menit) dengan metode trapezoid. Harga AUC dihitung dengan rumus:
Keterangan:
t1= menit ke-0 k1= kadar glukosa darah pada menit ke-0
t2= menit ke-30 k2= kadar glukosa darah pada menit ke-30
t3= menit ke-60 k3= kadar glukosa darah pada menit ke-60
t4= menit ke-120 k4= kadar glukosa darah pada menit ke-120
t5= menit ke-180 k5= kadar glukosa darah pada menit ke-180
Data kadar glukosa darah diplotkan ke dalam kurva kadar glukosa darah (mg/dl) versus
waktu (menit). Kemudian dihitung AUC 0-180 pada tiap-tiap kelompok perlakuan. Data AUC
0-180 semua perlakuan dianalisa dengan bantuan piranti lunak SPSS® 17 pada sistem operasi
Windows® menggunakan uji One way ANOVA dilanjutkan dengan post-Hoc test dengan
interval kepercayaan 95%. Semakin kecil nilai AUC 0-180, berarti semakin baik efek bahan uji
yang diberikan.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Selama penelitian, didapatkan subjek penelitian sejumlah 25 ekor tikus yang memenuhi
kriteria berat badan yang sesuai dengan rentang yang telah disepakati, yaitu 170-260g. Tabel
1 menunjukkan bahwa masing-masing kelompok memiliki berat badan yang bervariasi. Dari
hasil penimbangan berat badan, didapatkan rerata±simpang baku berat badan untuk
kelompok I-V masing-masing sebesar 199,80±21,18, 213,80±24,71, 233,60±21,05,
241,40±23,78, dan 198,80±19,96.
7
Selain berat badan, pemilihan hewan uji juga berdasarkan kondisi kesehatan. Indikator
kesehatan tikus yang mudah diamati adalah aktivitas dan feses, sehingga dipilih tikus yang
aktif dengan feses berwarna hitam padat.
Tabel 1. Berat Badan Tikus
Tikus Kelompok I
(Kontrol Negatif)
Kelompok
II
Kelompok
III
Kelompok
IV
Kelompok V
(Kontrol
Positif)
Berat
Badan
1 194 208 258 224 209
2 187 255 255 227 224
3 226 195 217 255 204
4 217 216 222 257 180
5 175 195 216 224 177
Rerata(g) SD 199,80 ± 21,18 213,80 ±
24,71
233,60 ±
21,05
241,40 ±
23,78
198,80 ±
19,96
Keterangan:
Kelompok I : aquades (kontrol negatif).
Kelompok II : ekstrak etanol 70% bawang merah dosis 30mg/200gBB (perlakuan 1).
Kelompok III : ekstrak etanol 70% bawang merah dosis 60mg/200gBB (perlakuan 2).
Kelompok IV : ekstrak etanol 70% bawang merah dosis 120mg/200gBB (perlakuan 3).
Kelompok V : suspensi glibenklamid dosis 0,189mg/200gBB (kontrol positif).
Sementara itu, rerata hasil pengukuran kadar glukosa darah masing-masing kelompok
selama 180 menit perlakuan dapat dilihat pada tabel 2.
8
Tabel 2. Rerata Kadar Glukosa Darah Tikus selama 180 Menit Pasca Pembebanan
Menit
ke- Rerata Kadar Glukosa Darah (mg/dl) ± SD
Kelompok I
(Kontrol
Negatif)
Kelompok
II
(Perlakuan
1)
Kelompok III
(Perlakuan 2)
Kelompok
IV
(Perlakuan
3)
Kelompok V
(Kontrol
Positif)
0 120,20±15,02 112,20±6,69 108,60±10,92 101,20±8,93 105,00±11,16
30 132,80±17,57 132,00±9,03 133,40±10,09 130,40±7,96 127,60±9,81
60 142,80±15,11 131,00±9,08 132,60±8,62 124,80±5,63 114,40±9,39
120 150,40±16,99 131,60±8,29 131,40±8,35 118,60±7,73 101,20±16,60
180 147,60±14,79 116,40±8,62 112,00±10,79 106,00±7,65 95,40±16,59
Keterangan:
Kelompok I : aquades (kontrol negatif).
Kelompok II : ekstrak etanol 70% bawang merah dosis 30mg/200gBB (perlakuan 1).
Kelompok III : ekstrak etanol 70% bawang merah dosis 60mg/200gBB (perlakuan 2).
Kelompok IV : ekstrak etanol 70% bawang merah dosis 120mg/200gBB (perlakuan 3).
Kelompok V : suspensi glibenklamid dosis 0,189mg/200gBB (kontrol positif).
Dari hasil pengukuran kadar glukosa darah pada menit-menit tertentu, dibuat kurva
hubungan antara rerata kadar glukosa darah dengan waktu pengambilan darah yang
ditunjukkan oleh gambar 1.
9
Gambar 1. Kurva Rerata Kadar Glukosa Darah Versus Waktu Pengambilan Darah.
Keterangan:
Kelompok I : aquades (kontrol negatif).
Kelompok II : ekstrak etanol 70% bawang merah dosis 30mg/200gBB (perlakuan 1).
Kelompok III : ekstrak etanol 70% bawang merah dosis 60mg/200gBB (perlakuan 2).
Kelompok IV : ekstrak etanol 70% bawang merah dosis 120mg/200gBB (perlakuan 3).
Kelompok V : suspensi glibenklamid dosis 0,189mg/200gBB (kontrol positif).
Tabel 2 dan gambar 1 menunjukkan bahwa kelompok I memiliki rerata kadar glukosa
darah paling tinggi dibandingkan kelompok lain. Melalui gambar 1 dapat dilihat bahwa
kurva kelompok I semakin naik dari menit ke menit dan mencapai puncaknya pada menit ke-
120, setelah itu kurva mulai turun meskipun tidak secara tajam.
Berbeda dengan kelompok I, nilai rerata kadar glukosa darah pada kelompok II, III, IV,
dan V mencapai puncaknya pada menit ke-30 setelah pemberian glukosa kemudian menurun
sampai menit ke-180. Kurva kelompok V menunjukkan penurunan kadar glukosa darah yang
paling banyak dibandingkan kelompok lain.
10
Pada ketiga perlakuan dengan ekstrak etanol 70% bawang merah (kelompok II, III, dan
IV) juga terlihat penurunan kadar glukosa darah meskipun tidak sebaik kontrol positif
(kelompok V). Penurunan kadar glukosa darah yang paling baik dari ketiga perlakuan
tersebut adalah pada kelompok IV, atau kelompok yang diberi ekstrak etanol 70% bawang
merah dosis 120mg/200gBB (dosis tertinggi).
Kemudian, untuk mengetahui aktivitas hipoglikemik ekstrak etanol 70% bawang merah
dosis 30mg/200gBB, 60mg/200gBB, dan 120mg/200gBB dapat dilihat dari nilai Area Under
Curve (AUC) yang semakin kecil. Nilai AUC0-180 dapat dilihat pada tabel 3.
Tabel 3. Nilai AUC0-180 (menit.mg/dl) dan Rerata AUC0-180 (menit.mg/dl) ± SD
No Tikus
Kelompok I
(Kontrol
Negatif)
Kelompok
II
(Perlakuan
1)
Kelompok
III
(Perlakuan
2)
Kelompok
IV
(Perlakuan
3)
Kelompok
V
(Kontrol
Positif
1 24.555 22.725 22.800 20.115 17.685
2 29.370 23.535 24.720 20.625 21.090
3 25.335 23.790 21.360 23.280 19.245
4 26.640 23.985 23.700 21.615 21.840
5 22.425 20.595 21.630 21.075 17.565
Rerata Nilai
AUC0-180
(menit.mg/dl)
± SD
25.665 ±
2.574,69
22.926 ±
1.388,59
22.842 ±
1.408,02
21.342 ±
1.216,68
19.485 ±
1.943,33
Keterangan:
Kelompok I : aquades (kontrol negatif).
Kelompok II : ekstrak etanol 70% bawang merah dosis 30mg/200gBB (perlakuan 1).
Kelompok III : ekstrak etanol 70% bawang merah dosis 60mg/200gBB (perlakuan 2).
Kelompok IV : ekstrak etanol 70% bawang merah dosis 120mg/200gBB (perlakuan 3).
Kelompok V : suspensi glibenklamid dosis 0,189mg/200gBB (kontrol positif).
11
Tabel 3 di atas menunjukkan bahwa rerata nilai AUC0-180 terbesar terdapat pada
kelompok I, diikuti penurunan secara berturut-turut oleh kelompok II, III, dan IV. Kemudian,
nilai AUC0-180 terkecil terdapat pada kelompok V.
Nilai AUC0-180 dari setiap kelompok kemudian diuji secara statistik menggunakan uji
One way ANOVA dengan interval kepercayaan 95%. Syarat untuk uji ini adalah sebaran data
harus normal dan varians data juga harus normal.16
Oleh karena itu, tahap pertama dilakukan
uji normalitas menggunakan Kolmogorov-Smirnov untuk menentukan apakah data tersebar
normal atau tidak dengan memperhatikan nilai p. Sebaran data dikatakan normal bila nilai p
lebih besar dari 0,05 (p>0,05). Hasil analisis menunjukkan bahwa data variabel penelitian
berdistribusi normal. Hasil uji dapat dilihat pada tabel 4.
Tabel 4. Hasil Uji Kolmogorov-Smirnov untuk Pengujian Sebaran Data AUC0-180
Kelompok Nilai p Status Distribusi
I (Kontrol Negatif) 1,000 Normal
II (Perlakuan 1) 0,861 Normal
III (Perlakuan 2) 0,984 Normal
IV (Perlakuan 3) 0,979 Normal
V (Kontrol Positif) 0,965 Normal
Keterangan:
Kelompok I : aquades (kontrol negatif).
Kelompok II : ekstrak etanol 70% bawang merah dosis 30mg/200gBB (perlakuan 1).
Kelompok III : ekstrak etanol 70% bawang merah dosis 60mg/200gBB (perlakuan 2).
Kelompok IV : ekstrak etanol 70% bawang merah dosis 120mg/200gBB (perlakuan 3).
Kelompok V : suspensi glibenklamid dosis 0,189mg/200gBB (kontrol positif).
Selanjutnya dilakukan uji untuk melihat apakah varians data normal atau tidak. Varians
data dikatakan normal bila nilai p lebih besar dari 0,05 (p>0,05). Hasil analisis menunjukkan
bahwa data AUC0-180 memiliki varians normal karena p bernilai 0,44. Dengan demikian,
analisis statistik menggunakan One way ANOVA dapat dilanjutkan.
12
Hasil analisis One way ANOVA dengan interval kepercayaan 95% menunjukkan bahwa
paling tidak terdapat dua kelompok yang berbeda secara bermakna, hal ini ditandai dengan
nilai p <0,05, yaitu p=0,00. Meskipun hasil AUC0-180 tiap kelompok berbeda, tetapi belum
dapat dipastikan kelompok mana saja yang perbedaan nilai AUC0-180-nya bermakna. Oleh
karena itu, diperlukan analisis lanjutan menggunakan uji post-Hoc. Hasilnya dapat dilihat
pada tabel 5.
Tabel 5. Analisis Uji Post-Hoc Nilai AUC0-180
Kelompok Kelompok Pembanding Nilai p
I
II 0,24 a
III 0,21 a
IV 0,01 b
V 0,00 b
II
III 1,00 a
IV 1,00 a
V 0,06 a
III IV 1,00
a
V 0,07 a
IV V 1,00 a
Keterangan:
Kelompok I : aquades (kontrol negatif).
Kelompok II : ekstrak etanol 70% bawang merah dosis 30mg/200gBB (perlakuan 1).
Kelompok III : ekstrak etanol 70% bawang merah dosis 60mg/200gBB (perlakuan 2).
Kelompok IV : ekstrak etanol 70% bawang merah dosis 120mg/200gBB (perlakuan 3).
Kelompok V : suspensi glibenklamid dosis 0,189mg/200gBB (kontrol positif).
a: tidak berbeda bermakna
b: berbeda bermakna
Hasil analisis uji post-Hoc menunjukkan bahwa perbedaan nilai AUC0-180 yang bermakna
hanya terdapat pada kelompok IV terhadap kelompok I dan pada kelompok V terhadap
kelompok I. Kelompok IV memiliki nilai AUC0-180 4.323 lebih rendah daripada kelompok I,
yang berarti kadar glukosa darah pada kelompok yang diberi ekstrak etanol 70% bawang
13
merah dosis 120mg/200gBB berkurang lebih banyak daripada kelompok yang hanya diberi
aquades. Sementara itu, kelompok V memiliki nilai AUC0-180 6.180 lebih rendah daripada
kelompok I, yang berarti kadar glukosa darah pada kelompok yang diberi glibenklamid dosis
0,189mg/200gBB berkurang lebih banyak daripada kelompok yang hanya diberi aquades.
Terkait dengan penelitian terdahulu, kemampuan hipoglikemik bawang merah, meskipun
lemah, dapat disandingkan dengan kemampuan tolbutamid dalam menurunkan kadar glukosa
darah pada kelinci.17
Sementara itu, berdasarkan hasil beberapa penelitian, efek bawang
merah terhadap glukosa darah puasa dan uji toleransi glukosa oral menunjukkan bahwa
bawang merah merupakan suatu agen antihiperglikemik dan bukan merupakan agen
hipoglikemik, karena bawang merah tidak mempengaruhi kadar glukosa darah puasa,
melainkan secara efektif hanya menurunkan kadar glukosa darah pada kondisi hiperglikemia
kelinci.17
Begitu pula yang terjadi pada penelitian ini, bawang merah tidak menyebabkan kondisi
hipoglikemik melainkan hanya berperan sebagai agen antihiperglikemik, menurunkan kadar
glukosa darah pada kondisi hiperglikemia tikus putih. Hal ini menunjukkan bahwa bawang
merah memiliki sifat mirip dengan biguanid, seperti metformin dan fenformin yang memiliki
sifat euglikemik.18,19
Berdasarkan kurva rerata kadar glukosa darah versus waktu (gambar 1), tampak bahwa
kelompok perlakuan (kelompok II, III, dan IV) memiliki pola kurva yang hampir sama, yaitu
meningkat hingga mencapai puncak pada menit ke-30, kemudian menurun perlahan-lahan
hingga menit ke-120. Pada menit ke-120 menuju menit ke-180, penurunan kadar glukosa
darah terjadi cukup tajam hingga mendekati kadar glukosa darah awal. Diantara ketiga
kelompok perlakuan tersebut, kelompok IV (kelompok dengan dosis perlakuan terbesar)
merupakan kelompok dengan penurunan kadar glukosa darah yang paling besar. Sementara
itu, pada kelompok kontrol positif (kelompok V), kurva meningkat hingga mencapai puncak
14
pada menit ke-30, kemudian menurun secara cepat hingga berada di bawah kadar glukosa
darah awal pada menit ke-120. Menuju menit ke-180, penurunan kadar glukosa darah tidak
begitu tajam, tetapi rerata kadar glukosa darah turun hingga di bawah kadar glukosa darah
awal. Hal berbeda ditunjukkan oleh kelompok kontrol negatif (kelompok I). Pada kelompok
ini, terjadi peningkatan kadar glukosa darah selama 120 menit pengukuran, setelah itu terjadi
sedikit penurunan kadar glukosa darah ketika menuju menit ke-180.
Seperti telah disampaikan sebelumnya, penurunan kadar glukosa darah pada kelompok
perlakuan yang tidak mencapai batas bawah atau dibawah rerata kadar glukosa darah pada
menit ke-0 atau kadar awal menunjukkan bahwa bawang merah merupakan suatu agen
antihiperglikemik dan bukan merupakan agen hipoglikemik. Sementara itu, pada kelompok
kontrol positif, pola penurunan kadar glukosa darah mirip dengan kelompok perlakuan, tetapi
penurunan terjadi secara drastis, sehingga mencapai kadar yang lebih rendah daripada kadar
glukosa darah awal. Hal ini mengindikasikan bahwa glibenklamid merupakan suatu agen
hipoglikemik dan lebih kuat efeknya dibandingkan tolbutamid, suatu sulfonilurea generasi
pertama yang memiliki efek seperti bawang merah (meskipun tolbutamid juga memiliki efek
samping hipoglikemia). Oleh karena itu, dibandingkan dengan tolbutamid maupun
glibenklamid, lebih tepat bila kemampuan bawang merah disandingkan dengan metformin,
karena tidak menyebabkan hipoglikemia pada individu normal yang puasa.18
Namun, perlu dicermati bahwa kadar glukosa darah pada penelitian ini merupakan rerata.
Rerata kadar glukosa darah yang rendah ini tidak disebabkan oleh semua tikus, melainkan
disebabkan oleh perhitungan kadar glukosa darah yang terlalu rendah dari dua tikus, yaitu
tikus 3 dan tikus 5, masing-masing mengalami penurunan hingga di bawah kadar awal selama
180 menit perlakuan. Hal ini bisa jadi merupakan efek samping dari glibenklamid atau
kondisi kelaparan dari tikus yang dipuasakan.
15
Sementara itu, keadaan hampir serupa ditemukan pada penelitian terhadap bahan alam
lain, yaitu ekstrak etanol daun sambiloto dengan pembanding glibenklamid.20
Kurva
kelompok perlakuan maupun kelompok kontrol positif meningkat tajam pada menit ke-15
kemudian menurun hingga mendekati normal sampai menit ke-180. Sedikit berbeda dengan
penelitian ini, kadar glukosa darah juga diukur pada menit ke-15 dan pada menit tersebut
kadar glukosa darah berada pada titik tertinggi, sedangkan pada penelitian ini, tidak
dilakukan pengukuran pada menit ke-15 dan kadar glukosa darah tertinggi berada pada menit
ke-30. Selain itu, perbedaan juga ditemukan pada kelompok kontrol positif, dimana rerata
penurunan kadar glukosa darah tidak berada di bawah kadar glukosa darah awal, seperti
halnya pada kelompok kontrol positif penelitian ini.
Peningkatan kadar glukosa darah pada menit awal perlakuan ternyata juga ditemukan
pada penelitian lain dengan metode penelitian yang sama. Hal ini menandakan bahwa
pemberian glukosa dosis tinggi dapat meningkatkan kadar glukosa darah, meskipun tidak
menyebabkan kondisi diabetik.20
Sementara itu, penurunan kadar glukosa darah pada menit-
menit setelahnya menunjukkan bahwa kemungkinan dalam ekstrak yang diteliti, terdapat zat
aktif yang mampu menurunkan kadar glukosa darah disamping terdapat mekanisme normal
kontrol glukosa darah yang diperantarai oleh insulin dari sel β-pankreas. Pada menit-menit
terakhir (menit ke-120 menuju menit ke-180) terjadi penurunan kadar glukosa yang lebih
tajam. Hal ini ternyata menyebabkan kadar glukosa darah mendekati kadar glukosa darah
awal. Mengingat bahwa subjek penelitian dipuasakan sebelum dilakukan perlakuan, tentunya
penurunan kadar glukosa darah yang tidak sampai ke kadar awal mengindikasikan bahwa
tubuh melakukan respon fisiologis untuk mengembalikan kadar glukosa darah ke kondisi
normal sebelum puasa.
Pada kontrol negatif, baik pada penelitian ini maupun pada penelitian dengan ekstrak
daun sambiloto, kadar glukosa darah meningkat hingga menit ke-120 kemudian menurun
16
secara bertahap sampai menit ke-180. Hal ini menunjukkan bahwa dalam kondisi normal
terdapat mekanisme kontrol terhadap peningkatan kadar glukosa darah melalui kerja insulin
yang dihasilkan oleh sel β pankreas, meskipun prosesnya lebih lama bila dibandingkan
dengan penurunan kadar glukosa darah kelompok kontrol positif dan kelompok perlakuan.
Pada kedua penelitian, baik ekstrak etanol 70% bawang merah maupun ekstrak etanol
daun sambiloto menunjukkan bahwa kelompok kontrol positif memiliki persentase nilai
AUC0-180 yang paling rendah (lihat tabel 3). Sementara itu, kelompok perlakuan dosis
tertinggi memiliki persentase nilai AUC0-180 yang paling rendah di antara kelompok
perlakuan, tetapi kedudukannya tidak dapat menandingi kelompok kontrol positif. Pada
penelitian menggunakan ekstrak etanol 70% bawang merah, hal ini dimungkinkan karena zat
aktif yang terlarut dalam dosis tertinggi (120mg/200gBB ) lebih banyak daripada dalam dosis
60mg/200gBB dan 30mg/200gBB. Bila dibandingkan dengan kelompok kontrol negatif, baik
glibenklamid maupun ekstrak etanol 70% bawang merah dosis tertinggi, secara bermakna
memiliki nilai AUC0-180 yang lebih rendah.
Penelitian dengan menggunakan metode dan bahan uji yang sama belum pernah
dilakukan. Biasanya, peneliti melakukan penelitian jangka panjang dengan membuat kondisi
diabetik pada subjek penelitian, seperti dengan induksi aloksan atau induksi streptozotosin.
Sementara itu, pada penelitian ini, subjek penelitian tidak diinduksi diabetik, melainkan
hanya dibuat menjadi hiperglikemik dan ekstrak bawang merah diberikan untuk mengetahui
efek dalam jangka pendek.
Pada tahun 1976, Gupta et al. membuat penelitian yang hampir serupa dengan penelitian
ini, yaitu melakukan uji toleransi glukosa intravena (Intravenous glucose tolerance test/
IVGTT) dan induksi hiperglikemia menggunakan adrenalin (AIH/Adrenaline Induced
Hyperglycemia) pada lima pria sehat usia 20-30 tahun. IVGTT dilakukan pada hari pertama
dengan menyuntikkan 0,5 mg glukosa secara intravena dan glukosa darah probandus diukur
17
secara periodik pada menit ke-10, 30, 50, 70, 90, dan 110. Keesokan harinya, masih dengan
lima pria yang sama, dilakukan IVGTT, tetapi 30 menit sebelumnya kelima subjek diberi
perlakuan berupa 100 g jus bawang merah secara peroral, kemudian glukosa darah diukur
secara periodik. Hari ketiga dan keempat dilakukan AIH dengan langkah-langkah yang sama
dengan IVGTT.17
Hasil pada penelitian tersebut menunjukkan kemiripan pada hasil penelitian ini. Efek
bawang merah terlihat pada menit ke-20 untuk IVGTT, sementara itu, efek bawang merah
pada AIH muncul lebih awal, yaitu pada menit ke-15. Pada dasarnya, penurunan kadar
glukosa darah oleh bawang merah, baik pada penelitian ini, maupun penelitian dengan
IVGTT maupun AIH selalu kembali ke kadar awal atau kadar normal.
IVGTT menyebabkan peningkatan kadar glukosa darah melalui efeknya secara langsung,
yaitu menambah jumlah glukosa dalam darah. Hal ini juga terjadi pada uji toleransi glukosa
oral (UTGO) yang dilakukan dalam penelitian ini. Perbedaannya, kondisi hiperglikemik pada
IVGTT lebih cepat muncul. Sementara itu, pada AIH, adrenalin meningkatkan kadar glukosa
darah melalui dua fase, pertama meningkatkan glikogenolisis di hepar, kedua melepaskan
ACTH dari hipofisis anterior sehingga menyebabkan pelepasan glukokortikoid dari korteks
adrenal. Pelepasan glukokortikoid menyebabkan glukoneogenesis sehingga kadar glukosa
darah meningkat. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa mekanisme antihiperglikemik
pada bawang merah terjadi akibat perubahan metabolisme glukosa, yaitu dengan menurunkan
aktivitas glikogenolisis dan glukoneogenesis pada hepar.17
SIMPULAN DAN SARAN
Hasil penelitian ini didapatkan nilai AUC0-180 ekstrak etanol 70% bawang merah dosis
tertinggi (120mg/200gBB) secara bermakna lebih rendah dibandingkan kelompok kontrol
negatif, meskipun nilainya belum dapat mengalahkan glibenklamid yang telah dikenal
18
sebagai obat penurun kadar glukosa darah. Hal ini menunjukkan bahwa bawang merah dapat
digunakan sebagai obat pilihan dalam menurunkan kadar glukosa darah.
Dari hasil penelitian ini, dapat disarankan adalah:
1) Perlu diteliti lebih lanjut tentang kemampuan bawang merah dalam menurunkan kadar
glukosa darah dengan menggunakan cara ekstraksi dan pelarut yang berbeda.
2) Perlu dilakukan penelitian mengenai bawang merah dengan menggunakan metode
perlakuan yang berbeda, misalnya dengan membuat kondisi diabetik pada hewan uji,
menggunakan induksi streptozotosin atau aloksan.
3) Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui efek hipoglikemik atau efek
antihiperglikemik sekaligus efek toksik ekstrak etanol bawang merah dengan rentang dosis
yang lebih besar dan dengan pemberian dosis berulang.
4) Perlu dilakukan uji kualitatif dan kuantitatif kandungan senyawa aktif yang terkandung
dalam ekstrak etanol 70% bawang merah yang menggunakan metode maserasi dan
membandingkannya dengan senyawa yang terkandung jika menggunakan pelarut dan
metode ekstraksi yang lain.
5) Perlu dilakukan orientasi penetapan dosis ekstrak etanol bawang merah oleh peneliti
sendiri.
6) Metode penelitian menggunakan tes pembebanan glukosa dapat dilakukan kembali untuk
bahan herbal lain, karena pemberian perlakuan pada subjek dengan pembebanan glukosa
akan membantu peneliti melihat apakah obat atau bahan uji memiliki efek hipoglikemik
atau hanya bersifat antihiperglikemik saja.
7) Metode pengukuran kadar glukosa darah dapat menggunakan alat yang memiliki metode
enzimatis dengan prinsip glukosa oksidase karena pengukuran dapat dilakukan dengan
lebih akurat.
19
REFERENSI
1 Departemen Kesehatan Republik Indonesia (Depkes RI), Inventaris Tanaman Obat
Indonesia (I) Jilid 1, Jakarta: Depkes RI, 2000.
2 Astuti, S. M, Teknik pengeringan bawang merah dengan cara perlakuan suhu dan tekanan
vakum, Buletin Teknik Pertanian, 2008, vol 13, no 2.
3 Dhyayi, Bawang Merah. Dalam: Dhayayi’s Information Center, diakses 19 April 2010 dari
http://information-centre-dhyayi.blogspot.com/2008/04/bawang-merah.html, 2008.
4 Anonim, About the Onion. Diakses 20 Desember 2009 dari
http://www.magicvalleygrowers.com/history.html, 2000.
5 National Onion Association. About Onions: History. Diakses 20 April 2010 dari
http://www.onions-usa.org/about/history.php, 2008
6 Kumari, K, dan Augusti, K.T. Journal of Ethnopharmacology. Lipid lowering effect of S-
methyl cysteine sulfoxide from Allium cepa Linn in high cholesterol diet fed rats 2007;
109: 367-371.
7 Nunung, K, Ekstraksi Inulin dari Bawang Merah (Allium cepa) dan Uji Bioaktivitasnya
sebagai Komponen Sinbiotik Bersama Lactobacillus Casei Strain BIO 251 terhadap
Bakteri Penyebab Diare (Tesis), Surabaya: ITS, 2008.
8 Vinson, J. A, Flavonoids in Foos as in vitro and in vivo Antioxidants, dalam: Ma, B (Ed).
Flavonoids in the Living Systems, New York: Plenum Press, 1998.
9 Sibuea, P, Kuersetin, Senjata Pemusnah Radikal Bebas, diakses 27 Desember 2009 dari
http://www.kompas.com/komp as-cetak/0402/10/utama.htm, 2004.
10 Azuma, K., Minami, Y., Ippoushi, K., dan Terao, J. Lowering effects of onion intake on
oxidative stress biomarkers in streptozotocin-induced diabetic rats. J.Clin Biochem Nutr
2007. 40:131-140.
20
11
Nyyer, M.A.H., Siddqui, A.A, dan Athar, H.S.A. Hypoglycemic effect of allium sativum
on oral glucose tolerance test in rabbits. Pakistan J.Pharm.Sci 1989. 2(1):29-53.
12 Sherlly, S., Andreanus, dan Pramudji, J.S., Formulasi Losio Perasan Bawang Merah dan
Uji Efek Antialerginya, Diakses 30 Mei 2010 dari Sekolah Farmasi ITB http://bahan-
alam.fa.itb.ac.id, 2005.
13 Thakare, V.N., Khotavade, P.S., Dhote, V., dan Deshpande, A.D. Antifertility activity of
ethanolic extract of Allium cepa Linn in rats. Int.J.PharmTech Res 2009. 1:73-78
14 Galeone, C., Pelucchi, C., Levi, F., Negri, E., Franceschi, S., Talamini, R., Giacosa, A., dan
La Vecchia, C. Onion and garlic use and human cancer. Am J Clin Nutr 2006. 84: 1027-
1032.
15 Kim J.S., Ju J.B., Choi C.W.,dan Kim S.C. Hypoglycemic and antihyperlipidemic effect of
four Korean medicinal plants in alloxan induced diabetic rats. Am J Biochem and Biotech
2006. 2: 154-160.
16 Dahlan, S., Statistik Untuk Kedokteran dan Kesehatan: Deskriptif, Bivariat, dan
Multivariat, Dilengkapi Aplikasi dengan Menggunakan SPSS, Jakarta: Salemba Medika,
2009
17 Gupta, S., Warma, K., dan Gupta, R.K. Studies on antihyperglycaemic effect of onion
(Allium cepa Linn): some observations on the mechanism of its antihyperglycaemic effect
in man-a preliminary report. Ind.J.Pharmac 1976. 8(2):163-165.
18 Nolte, M.S. dan Karam, J.H., Hormon Pankreas dan Obat Anti Diabetes, dalam Betram G,
Katzung, penyunting. Farmakologi Dasar dan Klinik, Jakarta, EGC, p 671-710, 2002.
19 Powers, A, Diabetes Mellitus., dalam J. Larry Jameson, penyunting Harrison’s
Endocrinology, US: McGraw-Hill Companies Inc, p 283-331, 2006.
21
20
Maryuni, Efek Ekstrak Etanol Daun ceplukan (Physalis angulata L.) terhadap Kadar
Glukosa Darah pada Tikus Betina Galur Wistar yang Dibebani Glukosa., Yogyakarta:
Farmasi UII, 2005.