dzarnisa* sitti wajizah, suhelmi, zuraini

10
Prosiding Seminar Nasional Biologi 2017, Pendidikan Biologi untuk Masa Depan Bumi, Jurusan Pendidikan Biologi, Universitas Syiah Kuala, 11 November 2017 434 Analisis Kualitas Nutrisi Kulit Buah Kakaodan Ampas Tebu Yang Difermentasi Menggunakan Effective Microorganisms-4(Em4) Dzarnisa* FakultasPertanianUniversitasSyiah Kuala 1 Sitti Wajizah, Suhelmi, Zuraini. FakultasPertanianUniversitasSyiah Kuala, FKIP Universitas Syiah Kuala *[email protected] Abstrak Tujuan penelitian ini untuk mengukur efektivitas penggunaan EM4 pada proses fermentasi dalam memperbaiki nilai nutrisi bahan pakan asal limbah perkebunan dan agroindustri, khususnya ampas tebu dan kulit buah kakao. Penelitian dilaksanakan di SMKN 1 Gandapura Bireuen dan di Laboratorium Makanan Ternak Prodi Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Syiah Kuala, Darussalam Banda Aceh, mulai bulan Desember s/d Maret 2016. Materi yang digunakan adalah ampas tebu, kulit buah kakao, dan starter EM4. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan model Rancangan Acak Lengkap (RAL) pola faktorial 3x2 dengan 3 perlakuan jenis substrat yaitu A1 (ampas tebu), A2 (kulit buah kakao), A3 (campuran ampas tebu dan kulit buah kakao) dan 2 perlakuan dosis EM4 yaitu B1 (0% EM4) dan B2 (2% EM4). Masing-masing kombinasi perlakuan diulang sebanyak 3 kali. Peubah yang diamati dalam penelitian ini adalah kandungan bahan kering, protein kasar, serat kasar, dan abu. Hasil penelitian menunjukkan tidak terdapat interaksi antara jenis substrat dan penambahan EM4 (P>0,05) terhadap semua peubah yang diamati. Kandungan protein kasar sangat dipengaruhi (P<0,01) oleh jenis substrat yang digunakan, sedangkan penurunan kandungan serat kasar sangat dipengaruhi (P<0,01) oleh penggunaan EM4 pada proses fermentasi. Penggunaan EM4 dan jenis substrat juga sangat berpengaruh nyata (P<0,01) terhadap kandungan abu, namun tidak terdapat interaksi antar keduanya. Secara keseluruhan, penggunaan EM4 mampu memperbaiki nilai nutrisi dari ketiga jenis substrat yang digunakan, yang ditunjukkan oleh penurunan kandungan serat kasar, meskipun peningkatan kandungan protein kasar hanya terlihat pada kulit buah kakao. Kata kunci: Ampas tebu, kulit buah kakao,Effective Microorganisms-4 (EM4), fermentasi Pendahuluan Salah satu faktor kesuksesan suatu peternakan adalah ketersediaan hijauan yang cukup untuk memenuhi kebutuhan pakan ternak terutama pada ternak ruminansia. Hijauan memegang peranan penting pada produksi ternak ruminansia, karena pakan yang dimakan oleh ternak tersebut sebagian besar dalam bentuk hijauan. Akan tetapi ketersediaan hijauan sangat fluktuatif, pada musim hujan ketersediaan cukup banyak namun sebaliknya pada musim kemarau ketersediaan hijauan masih sangat terbatas. Kondisi ini menyebabkan peternak kesulitan untuk mendapatkan hijauan dengan kualitas yang baik, sehingga penggunaan limbah pertanian dan perkebunan menjadi salah satu alternatif untuk mengatasi hal tersebut. Salah satu satu sumber pakan alternatif yang memiliki prospek cukup baik untuk

Upload: others

Post on 01-Dec-2021

6 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Dzarnisa* Sitti Wajizah, Suhelmi, Zuraini

Prosiding Seminar Nasional Biologi 2017, Pendidikan Biologi untuk Masa Depan Bumi,

Jurusan Pendidikan Biologi, Universitas Syiah Kuala, 11 November 2017

434

Analisis Kualitas Nutrisi Kulit Buah Kakaodan Ampas Tebu Yang Difermentasi

Menggunakan Effective Microorganisms-4(Em4)

Dzarnisa*

FakultasPertanianUniversitasSyiah Kuala1

Sitti Wajizah, Suhelmi, Zuraini.

FakultasPertanianUniversitasSyiah Kuala,

FKIP Universitas Syiah Kuala

*[email protected]

Abstrak

Tujuan penelitian ini untuk mengukur efektivitas penggunaan EM4 pada proses

fermentasi dalam memperbaiki nilai nutrisi bahan pakan asal limbah perkebunan

dan agroindustri, khususnya ampas tebu dan kulit buah kakao. Penelitian

dilaksanakan di SMKN 1 Gandapura Bireuen dan di Laboratorium Makanan Ternak

Prodi Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Syiah Kuala, Darussalam Banda

Aceh, mulai bulan Desember s/d Maret 2016. Materi yang digunakan adalah ampas

tebu, kulit buah kakao, dan starter EM4. Penelitian ini dilakukan dengan

menggunakan model Rancangan Acak Lengkap (RAL) pola faktorial 3x2 dengan 3

perlakuan jenis substrat yaitu A1 (ampas tebu), A2 (kulit buah kakao), A3 (campuran

ampas tebu dan kulit buah kakao) dan 2 perlakuan dosis EM4 yaitu B1 (0% EM4)

dan B2 (2% EM4). Masing-masing kombinasi perlakuan diulang sebanyak 3 kali.

Peubah yang diamati dalam penelitian ini adalah kandungan bahan kering, protein

kasar, serat kasar, dan abu. Hasil penelitian menunjukkan tidak terdapat interaksi

antara jenis substrat dan penambahan EM4 (P>0,05) terhadap semua peubah yang

diamati. Kandungan protein kasar sangat dipengaruhi (P<0,01) oleh jenis substrat

yang digunakan, sedangkan penurunan kandungan serat kasar sangat dipengaruhi

(P<0,01) oleh penggunaan EM4 pada proses fermentasi. Penggunaan EM4 dan jenis

substrat juga sangat berpengaruh nyata (P<0,01) terhadap kandungan abu, namun

tidak terdapat interaksi antar keduanya. Secara keseluruhan, penggunaan EM4

mampu memperbaiki nilai nutrisi dari ketiga jenis substrat yang digunakan, yang

ditunjukkan oleh penurunan kandungan serat kasar, meskipun peningkatan

kandungan protein kasar hanya terlihat pada kulit buah kakao.

Kata kunci: Ampas tebu, kulit buah kakao,Effective Microorganisms-4 (EM4),

fermentasi

Pendahuluan

Salah satu faktor kesuksesan suatu peternakan adalah ketersediaan hijauan yang cukup

untuk memenuhi kebutuhan pakan ternak terutama pada ternak ruminansia. Hijauan memegang

peranan penting pada produksi ternak ruminansia, karena pakan yang dimakan oleh ternak

tersebut sebagian besar dalam bentuk hijauan. Akan tetapi ketersediaan hijauan sangat

fluktuatif, pada musim hujan ketersediaan cukup banyak namun sebaliknya pada musim

kemarau ketersediaan hijauan masih sangat terbatas. Kondisi ini menyebabkan peternak

kesulitan untuk mendapatkan hijauan dengan kualitas yang baik, sehingga penggunaan limbah

pertanian dan perkebunan menjadi salah satu alternatif untuk mengatasi hal tersebut.

Salah satu satu sumber pakan alternatif yang memiliki prospek cukup baik untuk

Page 2: Dzarnisa* Sitti Wajizah, Suhelmi, Zuraini

Prosiding Seminar Nasional Biologi 2017, Pendidikan Biologi untuk Masa Depan Bumi,

Jurusan Pendidikan Biologi, Universitas Syiah Kuala, 11 November 2017

435

dikembangkan adalah pakan sumber serat,seperti kulit buah kakao dan ampas tebu yang

merupakan limbah agroindustri. Komponen limbah buah kakao yang terbesar berasal dari kulit

buahnya, yaitu sebesar 75 % dari total buah (Direktorat Jenderal Peternakan, 2009). Di pihak

lain, ampas tebu merupakan limbah pabrik gula yang banyak ditemukan dan dapat mencemari

lingkungan apabila tidak dimanfaatkan. Tanaman ini termasuk jenis rumput-rumputan dan

hanya dapat tumbuh di daerah beriklim tropis. Umur tanaman sejak ditanam sampai bisa

dipanen mencapai kurang lebih 1 tahun (Anwar, 2008).

Tebu dari perkebunan diolah menjadi gula di pabrik-pabrik gula. Dalam proses produksi

ampas tebu dihasilkan sebesar 35-40% dari setiap tebu yang diproses, dan hasil lainnya berupa

tetes tebu (molases) dan air (Witono, 2008). Saat ini, belum banyak peternak yang

memanfaatkan ampas tebu sebagai bahan pakan ternak, karena memiliki kandungan serat kasar

dan lignin (24 %) tetapi kandungan protein kasar yang rendah (Alvino, 2012). Kondisi ini

menyebabkan rendahnya daya cerna dan berakibat turunnya konsumsi oleh ternak, sehingga

pemberiannya pada ternak ternak ruminansia sangat terbatas. Peningkatan kualitas dan tingkat

kecernaan ampas tebu dapat dilakukan melalui proses fermentasi sehingga pemanfaatannya

sebagai bahan pakan lebih optimal.

Salah satu proses fermentasi yang relatif mudah dilakukan adalah dengan menggunakan

EM4 karena harganya murah dan mudah didapat sehingga bisa diterapkan langsung oleh

masyarakat, khususnya masyarakat Bireuen. Melalui proses fermentasi menggunakan EM4

diharapkan bahan pakan asal limbah seperti kulit buah kakao dan ampas tebu dapat

dimanfaatkan secara optimal melalui peningkatan nilai nutrisi dan daya cernanya, sehingga

dapat meningkatkan konsumsi pakan untuk mendukung peningkatan produktivitas ternak.

Metode Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di SMKN 1 Gandapura Bireuen dan Laboratorium Makanan

Ternak Jurusan Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Syiah Kuala Darussalam Banda

Aceh, mulai tanggal 15 Desember 2015 sampai dengan 20 Febuari 2016. Materi yang

digunakan dalam penelitian ini terdiri dari kulit buah kakao dan ampas tebu yang diperoleh di

daerah Kabupaten Bireuen. Sedangkan EM4 yang digunakan sebagai starter dalam proses

fermentasi dibeli di pasar Lambaro.

Bahan dan Alat

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian yaitu kulit kakao dan ampas tebu, starter

Effective microorganisms-4 (EM4), molases, Urea, ZA, TSP, dan akuades. Sedangkan peralatan

yang digunakan dalam penelitian ini meliputi timbangan digital, ember, pengaduk, skop, plastik,

tali karet, mesin pencacah, sarung tangan, alat penggiling (mortel, blender), tanur, oven crude

fiber appratus, timbangan analitik, timbangan digital, corong buchner, alat destilasi, burette

digital, penyomprot, hot plate, dan masker

Pelaksanaan Penelitian

Pelaksanaan kerja penelitian dilakukan sebagai berikut; 1) Dilakukan penjemuran

ampas tebu dan kulit kakao hingga kering, kemudian dilakukan pencacahan menggunakan

mesin disk mill. 2) Disiapkan bahanEM4 20 gr, molases 20 gr, Za 2 gr, TSP 2 gr, Urea 2 gr, air

1:1 , untuk menfermentasi masing-masing 1 kg ampas tebu, 1kg kulit kakao dan, campuran 500

gr ampas tebu dan 500 gr kulit kakao. 3) Campurkan bahan EM4 20 gr, molases 20 gr, Za 2 gr,

TSP 2 gr, Urea 2 gr, air 1:1 diaduk hingga homogen. 4) Setiap percampuran larutan tersebut

disemprotkan secara merata ke substrat masing-masing 1 kg ampas tebu, 1kg kulit kakao dan,

campuran 500 gr ampas tebu dan 500 gr kulit kakao, dan diaduk hingga homogen. 5)

Selanjutnya disiapkan tempat penyimpan dalam wadah tertutup dipadatkan sampai tidak ada

Page 3: Dzarnisa* Sitti Wajizah, Suhelmi, Zuraini

Prosiding Seminar Nasional Biologi 2017, Pendidikan Biologi untuk Masa Depan Bumi,

Jurusan Pendidikan Biologi, Universitas Syiah Kuala, 11 November 2017

436

udara yang tersisa, selanjutnya difermentasi selama 21 hari. 6) Setelah fermentasi berakhir,

sampel dikeringkan dalam oven dengan suhu 60 ºC selama dua hari hingga mencapai berat

kering. 7) Untuk perlakuan EM4 0% (tanpa fermentasi) menggunakan cara kerja yang sama,

sampel tidak difermentasi, namun langsung dikeringkan dalam oven.

Rancanngan Penelitian

Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) pola faktorial 3x2 dengan

3 perlakuan substrat limbah yang digunakan yaitu ampas tebu (AT), kulit buah kakao(KBK),

kombinasi AT dan KBK serta 2 perlakuan dosis EM4 yaitu 0% dan 2%. Setiap kombinasi

perlakuan terdiri atas 3 ulangan sehinga diperoleh 18 unit perlakuan.

Parameter Penelitian :

Yang diamati dalam penelitian ini adalah: kandungan bahan kering (BK), protein kasar

(PK), serat kasar (SK) dan abu.

Analisa Data

Data penelitian yang diperoleh dianalisis menggunakan metoda analisis sidik ragam

(Analysis of Variance/ANOVA). Bila ada perbedaan antar perlakuan, maka akandilanjutkan

dengan Uji Jarak Berganda Duncan (Duncan Multiple RangeTest/DMRT) (Stell dan Torrie,

1993).

Hasil dan Pembahasan

Kandungan Bahan Kering

Bahan kering merupakan salah satu bagian yang berasal dari bahan pakan setelah

dikurangi kadar air. Kadar air adalah persentase kandungan air suatu bahan yang dapat

dinyatakan berdasarkan berat basahatau berat kering(Immawatitari, 2014). Kandungan air dalam

suatu bahan pakan akan menguap seluruhnya bila bahan pakan tersebut dipanaskan pada suhu

60ºC selama 48 jam, atau hingga bahan mencapai berat konstan. Bahan kering dihitung sebagai

selisih antara 100% bahan dengan persenta sekadar air suatu bahan pakan yang dipanaskan

hingga ukurannya tetap (Anggorodi, 1994).

Hasil pengamatan menunjukan tidak terdapat interaksi (P>0,05) antara perlakuan jenis

substrat dan penambahan EM4 terhadap kandungan bahan kering pada semua perlakuan.

Penambahan EM4 dan jenis substrat juga tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap kandungan

bahan kering pada semua perlakuan. Rataan kandungan bahan kering yang difermentasi

menggunakan EM4 dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Grafik rataan kandungan bahan kering perlakuan.

46.03

48.96

46.91

49.4650.74

46.32

42

44

46

48

50

52

A1 A2 A3Ka

nd

un

ga

n B

ah

an

Ker

ing

(%)

Perlakuan

B1 B2

Page 4: Dzarnisa* Sitti Wajizah, Suhelmi, Zuraini

Prosiding Seminar Nasional Biologi 2017, Pendidikan Biologi untuk Masa Depan Bumi,

Jurusan Pendidikan Biologi, Universitas Syiah Kuala, 11 November 2017

437

Keterangan: A1 : Ampas tebu ; A2: Kulit kakao; A3: Campuran ampas tebu dan kulit kakao.

B1: 0% EM4 (tanpa EM4); B2 : 2% EM4

PadaGambar 1 di atas terlihat bahwa, fermentasi menggunakan EM4 tidak berpengaruh

nyata (P>0,05) terhadap kadar bahan kering ampas tebu, kulit kakaodan campuran keduanya.

Meskipun secara statistik tidak berbeda nyata, terlihat bahwa ampas tebu dan kulit kakao yang

difermentasi terpisah cenderung terjadi peningkatan bahan kering. Surono et al., (2006) yang

menyatakan bahwa Peningkatan bahan kering selama fermentasi dapat disebabkan, air yang

terdapat dalam subtrat dimanfaatkan oleh kapang untuk pertumbuhan dan perombakan selulosa

dan hemiselulosa. Hasil ini sesuai dengan penelitian Nurlitasari et al., (2013) yang

menggunakan bakteri azotobacter, melaporkan terjadinya kenaikan kandungan bahan kering

substrat karena digunakan untuk pertumbuhan dan meningkatnya populasi bakteri. Proses

tersebut menyebabkan terjadinya evaporasi yang menyebabkan air pada substrat hilang.

Selain terjadi kehilangan air yang menyebabkan meningkatnya kandungan bahan

kering, penurunan bahan kering juga dapat terjadi selama proses fermentasi. Penurunan bahan

kering disebabkan terjadinya penguraian senyawa organik oleh mikroorganisme terutama

karbohidrat menjadi karbohidrat sederhana yang mudah dicerna sebagai sumber energi bagi

pertumbuhan dan aktivitas mikroorganisme. Proses fermentasi juga disertai dengan perubahan

kimia yang menghasilkan gas-gas yang menguap terutama CO2 serta H2O sebagai sisa

metabolisme (Fardiaz, 1992). Hal ini terlihat pada perlakuan substrat campuran ampas tebu dan

kulit buah kakao yang difermentasi menggunakan EM4.

Kandungan Protein Kasar

Protein adalah sumber asam-asam amino yang mengandung unsur karbon, hidrogen,

oksigen dan nitrogen yang tidak dimiliki oleh lemak dan karbohidrat dan mempunyai

bermacam-macam fungsi bagi makhluk hidup diantaranya sebagai enzim, zat pengatur,

pertahanan tubuh, alat pengangkut dan lain-lain (Winarno, 1991).Kebutuhan protein pada ternak

sangat bervariasi tergantung bangsa, umur, tipe produksi dan keadaan fisik, umumnya berkisar

antara 8-18 persen (Prawirokusumo, 1994).

Perhitungan kandungan protein dalam bahan pakan yang paling sederhana dapat dilakukan

melalui analisis proksimat yaitu dengan metode Kjehdal, yang dinyatakan sebagai protein kasar.

Winarno, (1986) Menyatakan konversi kandungan protein kasar diperoleh dari hasil perkalian

jumlah nitrogen (N) yang terkandung dalam bahan pakan dengan faktor pengali 6, 25. Nilai ini

diperoleh dengan asumsi bahwa kandungan N dalam protein secara umum sebesar 16%. Istilah

protein kasar didasarkan pada kenyataan bahwa N yang terdapat di dalam pakan tidak hanya

berasal dari protein murni saja tetapi ada juga N yang berasal dari senyawa bukan protein atau

nitrogen nonprotein (non-protein nitrogen/NPN). Kandungan protein kasar akan semakin

menurun dengan meningkatnya umur tanaman, dan nilainya sangat rendah terutama pada bahan

pakan asal limbah pertanian/perkebunan (Kamal,1998).

Hasil pengamatan menunjukan tidak terdapat interaksi (P>0,05) antara perlakuan jenis

substrat dan penambahan EM4 terhadap kandungan protein kasar pada semua perlakuan.

Namun demikian, jenis substrat yang berbeda ternyata berpengaruh sangat nyata (P<0,01)

terhadap kandungan protein kasar. Rataan kandungan protein kasar yang difermentasi EM4

dapat dilihat pada Gambar 2.

Page 5: Dzarnisa* Sitti Wajizah, Suhelmi, Zuraini

Prosiding Seminar Nasional Biologi 2017, Pendidikan Biologi untuk Masa Depan Bumi,

Jurusan Pendidikan Biologi, Universitas Syiah Kuala, 11 November 2017

438

Gambar 2. Grafik rataan kandungan Protein kasar perlakuan.

Keterangan: A1 : Ampas tebu ; A2: Kulit kakao; A3: Campuran ampas tebu dan kulit kakao

B1: 0% EM4 (tanpa EM4); B2 : 2% EM4

Berdasarkan hasil pengamatan dapat dilihat, kandungan protein tertinggi terdapat pada

substrat kulit buah kakao yang telah difermentasi yaitu 11,89%, meningkat sebesar 18, 31% dari

kandungan sebelumnya yaitu 10,05%. Sedangkan pada substrat ampas tebu dan campuran

ampas tebu dan kulit kakao fermentasi justru terjadi penurunan kandungan protein kasar sebesar

17,73% yaitu dari 5,05% menjadi 4,13% pada ampas tebu dan sebesar 2,39% yaitu dari 7,96%

menjadi 7,77% pada campuran ampas tebu dan kulit buah kakao. Hasil ini jelas menunjukkan

bahwa, semakin rendah kandungan protein kasar awal dari substrat, semakin rendah pula

kandungan protein kasar substrat setelah fermentasi. Sebaliknya pada substrat kulit buah kakao

yang mengandung protein kasar relatif tinggi, menunjukkan peningkatan kandungan protein

kasar setelah fermentasi. Hal ini diduga karena protein terlarut yang tersedia terbatas terutama

pada substrat ampas tebu, sebagian besar digunakan untuk pertumbuhan mikroorganisme,

namun tidak diimbangi dengan kemampuannya dalam mensintesis protein mikrobia. pada

substrat kulit buah kakao kandungan protein kasar yang cukup tinggi mampu mendukung

pertumbuhan mikroorganisme dan sintesis mikrobia, sehingga terjadi peningkatan kandungan

protein substrat setelah fermentasi. Hal ini sesuai dengan pendapat Kukuh(2010) yang

menyatakan bahwa, aktivitas mikroorganisme dalam proses fermentasi sangat dipengaruhi oleh

ketersediaan nutrisi dari substrat itu sendiri maupun nutrisi yang ditambahkan ke dalam media

fermentasi.

Winarno(1991) menjelaskan, proses fermentasi bahan pakan limbah menggunakan

bantuan mikroorganisme dapat meningkatkan kadar protein kasar, karena adanya pertumbuhan

dan perkembangan sel kapang. Selama proses fermentasi, mikroorganisme akan tumbuh dan

berkembang pada substrat. Hal ini didukung oleh pernyataan Agustono et al., (2010) yang

menyatakan, selama proses fermentasi peningkatan kandungan protein kasar disebabkan

terjadinya peningkatan jumlah biomassa mikroba. Kapang yang mempunyai kemampuan

menghasilkan enzim protease akan merombak protein. Protein dirombak menjadi polipeptida,

kemudian menjadi peptida sederhana yang akhirnya mengalami perombakan lebih lanjut

menjadi asam- asam amino, yang akan dimanfaatkan oleh mikroba untuk memperbanyak diri.

Peningkatan jumlah koloni mikroba yang merupakan protein sel tunggal selama proses

fermentasi secara tidak langsung meningkatkan kandungan protein kasar substrat (Anggorodi,

1994).

Sebaliknya diungkapkan dalam penelitian Pasaribu et al., (2001) penurunan kadar

5.05

10.05

7.96

4.13

11.89

7.77

0.00

2.00

4.00

6.00

8.00

10.00

12.00

14.00

A1 A2 A3Kan

du

ngan

Pro

tein

Kasa

r

(%)

Perlakuan

B1 B2

Page 6: Dzarnisa* Sitti Wajizah, Suhelmi, Zuraini

Prosiding Seminar Nasional Biologi 2017, Pendidikan Biologi untuk Masa Depan Bumi,

Jurusan Pendidikan Biologi, Universitas Syiah Kuala, 11 November 2017

439

protein kasar juga dapat terjadi disebabkan oleh aktivitas proteolitik kapang. Mikrobia tersebut

akan mendegradasi senyawa protein pada ampas tebu sehingga akan menurunkan kadar protein

kasar. Degradasi protein kasar tersebut secara enzimatis oleh mikrobia menghasilkan asam

amino yang secara cepat teroksidasi menghasilkan amonia yang mudah menguap, sehingga

menyebabkan penurunan protein kasar hasil fermentasi.

Kandungan Serat Kasar

Serat kasar merupakan residu dari bahan makanan atau hasil pertanian setelah

diperlakukan dengan asam atau alkali mendidih. Serat kasar merupakan kumpulan semua serat

yang tidak tercerna oleh enzim pencernaan, terdiri atas selulosa, hemiselulosa dengan sedikit

lignin dan pentosa dan komponen-komponen lainnya(Hermayatiet al., 2006).

Hasil pengamatan menunjukan tidak terdapat interaksi (P>0,05) antara perlakuan jenis

substrat dan penambahan EM4 terhadap kandungan serat kasar pada semua perlakuan. Namun

demikian, penambahan EM4 pada media fermentasi berpengaruh sangat nyata (P<0,01)

terhadap kandungan serat kasar dari substrat. Rataan kandungan serat kasar yang difermentasi

EM4 dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Grafik rataan kandungan serat kasar perlakuan.

Keterangan: A1 : Ampas tebu ; A2: Kulit kakao; A3: Campuran ampas tebu dan kulit kakao

B1 : 0% EM4 (tanpa EM4); B2 : 2% EM4

Berdasarkan hasil pengamatan dapat dilihat, kandungan serat kasar pada semua substrat

yang digunakan mengalami penurunan setelah difermentasi menggunakan EM4. Penurunan

kandungan serat kasar tertinggi terjadi pada substrat ampas tebu sebesar 15,6% yaitu dari

37,68% menjadi 31,80%, diikuti oleh substrat campuran ampas tebu dan kulit buah kakao yaitu

12,25% yaitu dari 38, 29% menjadi 34,11%. Sedangkan penurunan kandungan serat kasar

terendah terjadi pada substrat kulit buah kakao yaitu hanya sebesar 1,49% sebelumnya 33, 52%

menjadi 33,02%. Hasil ini menunjukkan bahwa penggunaan EM4 pada proses fermentasi

mampu mendegradasi komponen serat kasar dalam substrat. Hal ini sesuai dengan pendapat

(Ekoet al., 2012) yang menyatakan bahwa, tujuan dari fermentasi yaitu untuk mengubah

selulosa menjadi senyawa yang lebih sederhana melalui dipolimerisasi. Selama fermentasi

terjadi proses perombakan dari struktur yang komplek menjadi sederhana, sehingga kemampuan

cerna ternak menjadi lebih efisien (Sulardjo,1999).

Nelson dan Suparjo (2011) pada penelitian fermentasi kulit kakao menggunakan

Panerochaeta chrysosporium melaporkan, penurunan kandungan serat kasar dapat terjadi karena

proses dekomposisi komponen serat oleh kapang. Aktivitas mikroba selama proses fermentasi

37.68 33.5238.29

31.80 33.02 34.11

0

10

20

30

40

50

A1 A2 A3Kan

du

ngan

Ser

at

Kasa

r

(%)

Perlakuan

B1 B2

Page 7: Dzarnisa* Sitti Wajizah, Suhelmi, Zuraini

Prosiding Seminar Nasional Biologi 2017, Pendidikan Biologi untuk Masa Depan Bumi,

Jurusan Pendidikan Biologi, Universitas Syiah Kuala, 11 November 2017

440

menyebabkan perubahan komponen biomassa bahan. Perubahan yang paling sering terjadi

adalah kehilangan bahan kering dan bahan organik. Namun demikian, apabila nutrisi untuk

mikroba terlalu rendah dan tidak seimbang maka kehidupan mikroba akan terganggu dan

akhirnya mati, setelah mikroba mati maka tidak terjadi lagi perombakan (Candrasari et

al.,2011).

Persentase Kandungan Abu

Abu merupakan sisa pembakaran sempurna dari suatu bahan, apabila dibakar sempurna

pada suhu 500–600ºC selama beberapa waktu. Pada suhu tersebut, semua senyawa organiknya

akan terbakar menjadi CO2, H2O dan gas lain yang menguap. Beberapa mineral dapat menguap

sewaktu pembakaran, contohnya Na (Natrium), Cl (Klor), F (Fosfor), dan S (Belerang), oleh

karena itu abu tidak dapat menjadi petunjuk adanya zat anorganik di dalam pakan sacara tepat,

baik secara kualitatif maupun kuantitatif (Kamal1998). Kandungan abu dan komposisinya

tergantung pada macam bahan dan cara pengabuannya. Kadar abu ada hubungannya dengan

mineral suatu bahan yang berguna sebagai parameter nilai gizi bahan makanan ( Sudarmadji et

al.,2007).

Hasil pengamatan menunjukan tidak terdapat interaksi (P>0,05) antara perlakuan jenis

substrat dan penambahan EM4 terhadap kandungan abu pada semua perlakuan. Namun

demikian, penambahan EM4 pada media fermentasi dan jenis substrat yang berbeda

berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap kandungan abu dari substrat. Rataan kandungan

abu yang difermentasi EM4 dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4. Grafik rataan kandungan abu perlakuan.

Keterangan : A1 : Ampas tebu ; A2: Kulit kakao; A3: Campuran ampas tebu dan kulit kakao

B1 : 0% EM4 (tanpa EM4); B2 : 2% EM4

Dari grafik di atas dapat dijelaskan, kandungan abu sangat dipengaruhi (P<0,01) oleh

jenis substrat yang digunakan. Kandungan abu tertinggi didapatkan pada substrat kulit buah

kakao yaitu 16, 35% dibandingkan campuran ampas tebu dan kulit buah kakao 8,09% dan

ampas tebu 3,18%. Tingginya abu pada kulit buah kakao terutama disebabkan tingginya

kandungan lignin yang mencapai 11, 2% yang merupakan bagian dari cangkang buah (Mochtar

dan Tedjowahyono, 1985). Selain itu, penambahan EM 4 pada media fermentasi juga

meningkatkan kandungan abu secara sangat nyata (P<0,01) pada semua substrat yang

digunakan. Peningkatan kandungan abu tertinggi sebesar 125,16% terjadi pada substrat ampas

tebu yaitu dari 3,18% menjadi 7,16%, diikuti oleh substrat campuran ampas tebu dan kulit buah

3.17

16.35

8.097.16

20.59

15.12

0.00

5.00

10.00

15.00

20.00

25.00

A1 A2 A3

Kan

du

ngan

Ab

u (

%)

Perlakuan

B1 B2

Page 8: Dzarnisa* Sitti Wajizah, Suhelmi, Zuraini

Prosiding Seminar Nasional Biologi 2017, Pendidikan Biologi untuk Masa Depan Bumi,

Jurusan Pendidikan Biologi, Universitas Syiah Kuala, 11 November 2017

441

kakao yaitu sebesar 86,9% yaitu dari 8,09% menjadi 15,12% serta terendah pada substrat kulit

buah kakao yaitu 23,93% dari sebelumnya 16, 35% menjadi 20,59%.

Peningkatan kandungan abu sebenarnya tidak diharapkan, karena semakin

meningkatnya kandungan abu berarti kandungan bahan organik akan semakin berkurang. Bahan

organik mengandung zat-zat makanan yang cukup penting, yaitu protein, lemak, karbohidrat

dan vitamin. Oleh karena itu, kehilangan bahan organik berarti akan kehilangan juga zat-zat

nutrien yang cukup penting. Penurunan bahan organik dalam proses fermentasi dapat terjadi

karena adanya degradasi substrat oleh mikroorganisme (Anwar, 2008). Semakin banyak bahan

organik yang tergradasi maka relatif semakin banyak juga terjadinya peningkatan kadar abu

secara proporsional (Church dan Pond, 1998).

Noviati (2002) yang meneliti tentang fermentasi bahan pakan limbah industri pertanian

menggunakan Trichoderma harzianum juga melaporkan, peningkatan kandungan abu pada

fermentasi dedak padi, ampas tahu, kulit ari kedelai karena terjadi perombakan kandungan

nutrisi substrat menjadi sel kapang yang menghasilkan abu. Hal ini sejalan dengan pendapat

Fardiaz(1988) yang menyatakan bahwa, peningkatan kadar abu selama fermentasi disebabkan

oleh bertambahnya massa sel tubuh kapang dan terjadinya peningkatan konsentrasi di dalam

produk karena berbagai perubahan bahan organik akibat proses biokonversi yang menghasilkan

H2O dan CO2.

Simpulan dan Saran

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa, tidak terdapat interaksi antara

jenis substrat kulit buah kakao, ampas tebu, dan campuran keduanya dan penambahan EM4

terhadap kandungan bahan kering, protein kasar, serat kasar dan abu. Namun demikian

kandungan protein kasar dan abu sangat dipengaruhi (P<0,01) oleh jenis substrat yang berbeda.

Sedangkan penambahan EM4 menurunkan kandungan serat kasar dan meningkatkan kandungan

abu secara sangat nyata (P<0,01). Secara keseluruhan, pemberian EM4 pada media fermentasi

mampu memperbaiki nilai nutrisi Kulit buah kakao dan ampas tebu yang digunakan, yang

ditunjukkan oleh penurunan kandungan serat kasar, meskipun nilainya relatif sangat kecil pada

kulit buah kakao. Sebaliknya, peningkatan kandungan protein kasar hanya terlihat pada kulit

buah kakao.

Ucapan Terima Kasih

Terimakasih kami ucapkan pada LPPM Universitas Syiah Kuala yang telah mendanai

riset ini

Daftar Pustaka

Agustono, Widodo, A.S., dan Paramita, W., 2010, “Kandungan Protein Kasar dan Serat

Kasar pada Daun Kangkung Air (Ipomoea aquatica) yang difermentasi”, J.

Ilmiah Perikanan dan Kelautan, 2, hal. 37-43. Alvino, H. 2012. Pabrik Bioethanol Dari Ampas Tebu (Bagasse) dengan Proses Hidrolisis

Enzimatis dan Co-Fermentasi. Laporan Penelitian. Institut Teknologi Sepuluh

Nopember. Surabaya. (tidak dipublikasikan).

Anggorodi. 1994.Ilmu Makanan Ternak Umum. Penerbit PT Gramedia, Jakarta.

Anwar, S., 2008. Ampas Tebu. http://bioindustri.blogspot.com/2008/04/ampastebu.html.

Diakses tanggal 5 Desember 2015

Candrasari, D.P., S.P.S. Budhi dan H. Hartadi, 2011. Perlakuan kalsium hidroksida dan

urea untuk meningkatkan kualitas bagas tebu. Buletin Perternakan Vol. 35(3) :

Page 9: Dzarnisa* Sitti Wajizah, Suhelmi, Zuraini

Prosiding Seminar Nasional Biologi 2017, Pendidikan Biologi untuk Masa Depan Bumi,

Jurusan Pendidikan Biologi, Universitas Syiah Kuala, 11 November 2017

442

ISSN 0126-4400.

Church, D.C. dan W.G. Pond. 1998. Basic Animal Nutrition and Feeding. 3rd ed Jhon

Willey and Sons. New York.

Direktorat Jenderal Peternakan. 2009. Pedoman Optimalisasi penggunaan Bahan Pakan

Lokal (Identifikasi/Inventarisasi dan Pemetaan Potensi Sumber Bahan Pakan

Lokal). Jakarta.

Eko, D., M, Junus., dan M.Nasich. 2012. Pengaruh Penambahan Urea Terhadap

Kandungan Protein Kasar dan Serat Kasar Padatan Lumpur Organik Unit Gas

Bio.Fakultas Peternakan, Universitas Brawijaya, Malang.

Fardiaz, S. 1992. Analisis mikrobiologi pangan. PT. Raja Grafindo Persada, Kerja

sama dengan Pau Antar Universitas Pangan dan Gizi. Institut Pertanian Bogor.

Bogor.

Hermayanti, Yeni, dan EliGusti. 2006. ModulAnalisaProksimat.Padang: SMAK3Padang.

Immawatitari, 2014. Analisis ProksimatBahanKering.http://immawatitari.

wordpress.com. Diakses pada tanggal 03 Desember 2015.

Kamal, M. 1998. Nutrisi Ternak I Rangkuman. LabMakanan Ternak. Jurusan Nutrisi

dan MakananTernak, Fakultas Peternakan, UGM. Yogyakarta.

Kukuh,2010.Pengaruh Suplementasi Probiotik Cair EM4 Terhadap Performan Domba

Lokal Jantan. Skripsi. Diterbitkan. Surakarta: Jurusan Studi Peternakan Fakultas

Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Mochtar, M. dan S Tedjowahyono.1985. Pemanfaatan Hasil Samping Industri Gula

dalam Menunjang Perkembangan Peternakan . Hal 14-22. Dalam: M. Rangkuti,

A, MIsofie, P. Sitorus, I.P Kompiang, N.K. Wardhani dan A Roesjat (Eds).

Prosiding Pusat Penelitian dan Pengembangan Pusat Pertanian Departement

Pertanian Bogor.

Nelson dan Suparjo. 2011. Penentuan Lama Fermentasi Kulit Buah Kakao dengan

Phonerochaete chrysosporium: Evaluasi Kualitas Nutrisi Secara Kimiawi.

Agrinak Vol. 01 No. 01 Sebtember 2011 : 1- 10.

Noviati, A. 2002. Fermentasi Bahan Pakan Limbah Indistri Pertanian dengan

Menggunakan Trichoderma harzianum. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut

Pertanian Bogor.Bogor.

Nurlitasari, D. D .N. Cholis dan B. Soejosopoetro. 2013. Pengaruh pemberian pakan

yang di fermentasi dengan bakteri azotobachter terhadap bobot karkas, dan

persentase karkas pada kelinc. Fakultas peternakan, Universitas Brawijaya.

Halaman 3.

Pasaribu, T., T. Purwadaria, A.P. Sinurat, J. Rosida, dan D.O.D. Saputra. 2001. Evaluasi

Nilai Gizi Lumpur Sawit Hasil Fermentasi dengan Aspergillus niger pada

Berbagai Perlakuan Penyimpanan. Jurnal Ilmu Ternak dan Veteriner 6(4): 233-

238.

Prawirokusumo, S. 1994. Ilmu Gizi Komparatif. BPFE Yogyakarta.

Steel RGD, Torrie JH. 1991. Prinsip dan Prosedur Statistika. Jakarta: PT. Gramedia.

Sudarmadji, S., B. Haryono dan Suhardi. 2007. Analisa Bahan Makanan dan Pertanian.

Edisi 2. Kerjasam Liberty, Yogyakarta dengan PAU Pangan dan Gizi, UGM,

Yogyakarta.

Sulardjo. 1999. Usaha Meningkatkan Nilai Nutrisi Jerami Padi, Sain Teks. Vol 7 (3):

Page 10: Dzarnisa* Sitti Wajizah, Suhelmi, Zuraini

Prosiding Seminar Nasional Biologi 2017, Pendidikan Biologi untuk Masa Depan Bumi,

Jurusan Pendidikan Biologi, Universitas Syiah Kuala, 11 November 2017

443

Universitas Semarang. Surono, Hadiyanto. A. Y dan M. Christiyanti. 2006. Penambahan bioaktivator pada complete

feed dengan pakan basal rumput gajah terhadap kecernaan bahan kering dan bahan

organic secara invitro. Fakultas peternakan dan pertanian. Universitas Diponegoro.

Semarang.

Winarno, F, G. 1986. Kimia Pangan dan Gizi I. Jakarta: PT. Gramedia.

Winarno, F. G. 1991. Kimia Pangan dan Gizi. PT. Gramedia. Jakarta.

Witono, J. A. 2008. Produksi Furfural Dan Turunannya Alternatif Peningkatan Nilai

Tambah Ampas Tebu Indonesia. http://www.chemistry. org/artikel

kimia/teknologi tepat guna/produksi furfural dan turunannya alternatif

peningkatan nilai tambah ampas tebu indonesia/ . Diakses tanggal 20 Desember

2015.