duchenne muscular dystrophy

6
Laporan Kasus Maj Kedokt Indon, Volum: 57, Nomor: 9, September 2007 Duchenne Muscular Dystrophy Sigit Wedhanto, Ucok Paruhum Siregar Divisi Orthopaedi & Traumatologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia/ Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta Abstrak: Duchenne muscular dystrophy adalah penyakit X-linked otot yang bersifat progresif akibat tidak terbentuknya protein distropin. Penyakit ini mengenai anak laki-laki dan proses distrofi otot sudah dimulai sejak lahir, munculnya kelemahan berjalan pada awal dekade kedua, dan biasanya akan meninggal pada usia 20 tahun. Diagnosis pasti dari penyakit ini dapat dilakukan melalui pemeriksaan analisis DNA atau pemeriksaan distrofin. Tindakan pembedahan dan rehabilitasi, dapat membantu pasien untuk mampu lebih lama berjalan dan duduk. Kata kunci: Duchenne muscular dystrophy, X-linked, distrofin. Duchenne Muscular Dystrophy Sigit Wedhanto, Ucok Paruhum Siregar Division of Orthopaedic and Traumatology Faculty of Medicine, University of Indonesia/ Cipto Mangunkusumo Hospital, Jakarta Abstract: Duchenne muscular dystrophy is a progressive X-linked muscle disease that caused by the absence of dystrophin protein. This disease affects male and starting early in life. THe patients will cease walking at the beginning of the second decade, and usually die at the age of 20. The diagnosis is established by DNA or dystrophin analysis. Surgery and rehabilitation will prolong ambulation and sitting as long as possible. Keywords: Duchenne muscular dystrophy, X-linked, dystrophin 312

Upload: zaras-yudisthira-saga

Post on 09-Feb-2016

48 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

pdf

TRANSCRIPT

Page 1: Duchenne Muscular Dystrophy

Laporan Kasus

Maj Kedokt Indon, Volum: 57, Nomor: 9, September 2007

Duchenne Muscular Dystrophy

Sigit Wedhanto, Ucok Paruhum Siregar

Divisi Orthopaedi & Traumatologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia/Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta

Abstrak: Duchenne muscular dystrophy adalah penyakit X-linked otot yang bersifat progresifakibat tidak terbentuknya protein distropin. Penyakit ini mengenai anak laki-laki dan prosesdistrofi otot sudah dimulai sejak lahir, munculnya kelemahan berjalan pada awal dekade kedua,dan biasanya akan meninggal pada usia 20 tahun. Diagnosis pasti dari penyakit ini dapatdilakukan melalui pemeriksaan analisis DNA atau pemeriksaan distrofin. Tindakan pembedahandan rehabilitasi, dapat membantu pasien untuk mampu lebih lama berjalan dan duduk.Kata kunci: Duchenne muscular dystrophy, X-linked, distrofin.

Duchenne Muscular Dystrophy

Sigit Wedhanto, Ucok Paruhum Siregar

Division of Orthopaedic and Traumatology Faculty of Medicine, University of Indonesia/Cipto Mangunkusumo Hospital, Jakarta

Abstract: Duchenne muscular dystrophy is a progressive X-linked muscle disease that caused bythe absence of dystrophin protein. This disease affects male and starting early in life. THe patientswill cease walking at the beginning of the second decade, and usually die at the age of 20. Thediagnosis is established by DNA or dystrophin analysis. Surgery and rehabilitation will prolongambulation and sitting as long as possible.Keywords: Duchenne muscular dystrophy, X-linked, dystrophin

312

Page 2: Duchenne Muscular Dystrophy

Maj Kedokt Indon, Volum: 57, Nomor: 9, September 2007

Pendahuluan

Duchenne muscular dystrophy (DMD) merupakanpenyakit distrofi muskular progresif, bersifat herediter, danmengenai anak laki-laki. Insidensi penyakit itu relatif jarang,hanya sebesar satu dari 3500 kelahiran bayi laki-laki.1

Penyakit tersebut diturunkan melalui X-linked resesif, danhanya mengenai pria, sedangkan perempuan hanya sebagaikarier. Pada DMD terdapat kelainan genetik yang terletakpada kromosom X, lokus Xp21.22-4 yang bertanggung jawabterhadap pembentukan protein distrofin. Perubahan patologipada otot yang mengalami distrofi terjadi secara primer danbukan disebabkan oleh penyakit sekunder akibat kelainansistem saraf pusat atau saraf perifer.1

Distrofin merupakan protein yang sangat panjangdengan berat molekul 427 kDa2,4,dan terdiri dari 3685 asamamino.2 Penyebab utama proses degeneratif pada DMD keba-nyakan akibat delesi pada segmen gen yang bertanggungjawab terhadap pembentukan protein distrofin pada membransel otot, sehingga menyebabkan ketiadaan protein tersebutdalam jaringan otot. 2

Erb2,5 pada tahun 1884 untuk pertama kali memakaiistilah dystrophia muscularis progressiva. Pada tahun1855, Duchenne2,5 memberikan deskripsi lebih lengkapmengenai atrofi muskular progresif pada anak-anak. Becker 2

mendeskripsikan penyakit muscular dystrophy yang dapatditurunkan secara autosomal resesif, autosomal dominantatau X-linked resesif.2,6 Hoffman et al2,5 menjelaskan bahwakelainan protein distrofin merupakan penyebab utama DMDdan Becker Muscular Dystrophy (BMD).2,7

Laporan Kasus

Seorang anak laki-laki berusia 13 tahun, datang ke DivisiOrthopedi dan Traumatologi FKUI/RSCM, dengan keluhankeempat anggota gerak bagian atas dan bagian bawah tidakdapat digerakkan.

Riwayat Perjalanan Penyakit

Sejak 3 tahun yang lalu pasien merasa kedua tungkaisemakin bertambah lemah dan lambat untuk berjalan. Bilaberjalan jinjit dan sering terjatuh. Pasien mengeluh sulit untukberdiri karena kedua tungkai terasa lemah. Bagian bokongdan paha lebih lemah daripada kaki dan berjalan harusdituntun. Sejak dua tahun yang lalu, pasien hanya dapatberbaring dan duduk di lantai, dan kedua lututnya sulit untukdiluruskan. Pasien perlu dibantu bila akan ke kamar mandi.Sejak satu tahun yang lalu, kedua bahu dan lengan atasmulai lemah. Lengan atas terasa lebih lemah dibandingkandengan lengan bawah. Sejak delapan bulan yang lalu keduasiku mulai terasa lemah untuk digerakkan. Kedua tangan saatitu masih mampu memegang gelas dan jika bangun harusdibantu. Sejak enam bulan yang lalu punggung mulai beng-kok, dan mengesot bila akan berpindah tempat. Sebelumnyapasien tidak mengalami demam, kecelakaan dan minum obat-obatan. Buang air besar dan buang air kecil normal.

Duchenne Muscular Dystrophy

Riwayat Keluarga

Pasien adalah anak ke empat dari lima bersaudara.Keempat saudaranya perempuan dan sehat. Tidak didapatkanriwayat penyakit yang sama pada jalur keturunan dari keduaorang tua (Gambar 1).

Gambar 1. Silsilah Keluarga Pasien

Riwayat Tumbuh Kembang

Pasien lahir spontan, aterm, dan langsung menangis.Pasien mulai tengkurap umur empat bulan, duduk usia tujuhbulan, dan tidak disertai merangkak terlebih dahulu, pasienlangsung berjalan pada usia 18 bulan, berlari pada usia duatahun, namun sering berhenti. Pada usia sekitar lima tahunkedua betis membesar, tampak kekar, dan teraba keras. Bilapasien ingin berdiri dari posisi duduk atau bangun tidur terasaberat, dan mengalami kesulitan untuk langsung berdiri,sehingga selalu mengambil posisi merangkak terlebih dahulu.Setelah itu kedua pantat diangkat tinggi-tinggi dalam waktuagak lama dan dilanjutkan dengan kedua tangan memeganglutut seperti harus memanjat tungkainya sendiri. Saat berdiriposisi kedua tungkai melebar dan disertai dada yangmembusung.

Pada usia tujuh tahun bila berjalan jinjit, pasien tidakmampu mengangkat paha, serta tidak mampu untuk melompat.Pasien mudah terjatuh, bila berlari lambat, dan sering berhentikarena mudah lelah. Sampai usia 10 tahun, pasien masihmampu bermain bola dan layang-layang. Status mental dankomunikasi baik.

Pemeriksaan Fisik

Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum baik,tanda vital dalam batas normal dengan gizi cukup. Padaekstremitas atas tampak atrofi otot bahu kanan dan kiri,kontraktur fleksi pada siku lengan kanan dan kiri, sensibilitasnormal, refleks tendon biseps dan triseps kanan dan kirinegatif, dan kekuatan otot motorik kanan dan kiri 4/3/2/1.Pada ekstremitas bawah tampak atrofi otot panggul kanandan kiri, kontraktur fleksi lutut kanan dan kiri, ekuinovarusregio pedis kanan, sensibilitas normal, dan kekuatan ototmotorik kanan dan kiri 4/4/3/2 (Gambar 2).

313

Page 3: Duchenne Muscular Dystrophy

Duchenne Muscular Dystrophy

Maj Kedokt Indon, Volum: 57, Nomor: 9, September 2007

Pemeriksaan radiologi menunjukkan kifoskoliosisthorakolumbal, dengan kesan penyempitan celah sendi genubilateral, serta disuse osteoporotic pedis dan kruris bilateral(Gambar 3).

Pemeriksaan laboratorium darah tepi tidak terdapatkelainan. Pemeriksaan kimia darah menunjukkan kadar se-rum kreatinin fosfokinase (CPK) sebesar 3993 µ/L (N: 0-190)dan aldolase sebesar 15 µ/L (N:<8).

Gambar 3. Radiologi Tulang Belakang MemperlihatkanSkoliosis Torakolumbal

Gambar 2. Foto Klinis Pasien

Pemeriksaan histopatologis otot (muscle belly) vastuslateralis, menunjukkan distrofinopati, sesuai denganduchenne muscular dystrophy (Gambar 4). Biopsi juga dapatdiambil dari otot rectus femoris, deltoid, gastrocnimeus danbiceps brachii.3

Gambar 4. Gambaran Histopatologi Menunjukkan Gamba-ran Otot dengan Variasi Serabut yang Besar,Tampak Degenerasi Otot, Serta Internal NucleiBertambah. Jaringan Ikat Perimisium dan Endo-misium Meningkat.

Hasil pemeriksaan EMG memberi kesan bahwa kecepatanhantar saraf dalam batas normal. EMG jarum memperlihatkanfibrilasi (+), polifasik (+), dengan amplitudo kecil dangelombang F normal. Hasil pemeriksaan EMG tersebut sesuaidengan miopati.

Analisis DNA darah menggunakan metode PolymeraseChain Reaction (PCR) yang dilakukan menurut cara Cham-berlain, Beggs dan Kunkell.8 Dari ketiga cara tersebut diatas, cara Chamberlain adalah cara yang berhasil menun-

314

Page 4: Duchenne Muscular Dystrophy

Maj Kedokt Indon, Volum: 57, Nomor: 9, September 2007

Duchenne Muscular Dystrophy

jukkan delesi pada ekson 45 gen distrofin, sedangkan keduacara lain tidak dapat mendeteksi delesi (Gambar 5)

1 2 M

Gambar 5. 1. Darah Orang Normal, 2. Darah Pasien: Tam-pak Delesi Ekson 45 pada Gen Distropin (tandapanah), 3. Marker

Diskusi

Pada kasus ini, didapatkan riwayat bahwa pasien mulaiberdiri dan berjalan secara bersamaan, yaitu saat mencapaiusia 18 bulan. Hal itu umum terjadi pada pasien DMD. Saatusia lima tahun terjadi pseudohypertrophy pada kedua betisserta muncul Gowers’ sign pada saat pasien berusaha untukberdiri. Pseudohypertrophy disebabkan akumulasi lemakdalam jaringan otot-otot skeletal yang mengalami dege-nerasi.3,5 Gowers’ sign adalah suatu gerakan tubuh saatpasien berusaha berdiri akibat proses degenerasi otot skel-etal yang berjalan secara progresif sehinga menyebabkankelemahan otot. Pasien memulai untuk berdiri dengan carakedua lengan dan kedua lutut menyangga badan (proneposition), kemudian kedua lutut diluruskan (bear position),selanjutnya tubuh ditegakkan dengan bantuan kedua lenganyang berpegangan pada ke dua lutut dan paha untukkemudian berdiri tegak (upright position).2,3

Pada usia 10 tahun, pasien mulai mengalami kesulitanuntuk berjalan karena terjadi proses kelemahan dandegenerasi otot skeletal yang terus berlangsung dengancepat. Pada mulanya muncul deformitas equinus pada ankleyang diikuti dengan kontraktur fleksi pada kedua panggul,lutut, dan siku lengan yang berjalan progresif. Pada usiasekitar 12 tahun, pasien sudah tidak dapat berjalan sehinggamemerlukan alat ortotik dan kursi roda. Lemahnya otot-otottubuh dan otot perut menyebabkan tulang belakang kolapsdan timbul skoliosis yang progresif akibat gaya gravitasi.Selain itu, kolaps tulang belakang juga mengakibatkan

thoracolumbal kyphosis.1,2 Pada usia 16 tahun, pasienkehilangan kemampuan untuk duduk dan hanya berbaring ditempat tidur. Pasien hanya mampu melakukan gerakan fleksidan ekstensi pada jari-jari tangan dan jempol kaki. Pada usiasekitar 19 sampai 20 tahun pasien meninggal karena kegagalanbernafas, serta paru kolaps dan mengalami infeksi.1,2

Refleks tendon lutut pada pasien dengan DMD akanberkurang dan menghilang akibat progresivitas kontrakturotot, sehingga sendi pada alat gerak menjadi kaku dan sulitdigerakkan. Pada kelainan neuropati, tidak terdapat reflekstendon profunda sejak awal.3

Distrofin bersama dengan beberapa protein lain yaitudystrophin associated protein (DAPs), yang meliputisarcoglycan, dystroglycan, dan syntrophin4 memberikanstabilitas terhadap membran sel otot secara fisik danfisiologis. Akibat ketiadaan distropin pada pasien DMD,terjadi gangguan permeabilitas membran sel otot(sarkolemma), sehingga terjadi kebocoran enzim kreatininfosfokinase (CPK) yang menyebabkan kadar CPK dalam se-rum menjadi sangat tinggi.1,2 Ketiadaan distrofin akanbermanifestasi pada masalah fisiologis otot berupa kesulitangerak secara progresif akibat adanya fragilitas membranmiofibril, sehingga terjadi siklus degenerasi dan regenerasikronis yang disertai hilangnya potensi regenerasi.2,9 Padapasien ini terjadi peningkatan enzim serum CPK yang sangattinggi (3993 µ/L) dan aldolase (15 µ/L). Pada penyakit ototlurik, peningkatan kadar CPK bersifat lebih sensitifdibandingkan dengan peningkatan kadar aldolase, karenapeningkatan kadar aldolase juga terjadi pada disfungsi hepar.3

Pemeriksaan histopatologi otot vastus lateralis padapasien tersebut menunjukkan gambaran otot dengan variasiserabut yang besar, degenerasi otot, internal nuclei ber-tambah dan jaringan ikat perimisium dan endomisiummeningkat. Pada pasien DMD terjadi proses degenerasiserabut otot yang digantikan oleh jaringan fibrofatty akibatketiadaan distrofin.

Pemeriksaan elektromyografi (EMG) digunakan untukmembedakan antara kelainan miopati dengan neuropati. HasilEMG sesuai dengan kelainan miopati, yaitu terlihat pening-katan frekuensi, penurunan amplitudo dan penurunan aksipotensial motorik, sedangkan kecepatan hantar saraf adalahnormal.1,3,10 DMD merupakan suatu kelainan miopati, bukanneuropati.

Pada silsilah keluarga tidak ditemukan anggota keluargalain yang menderita penyakit ini. Dari hasil analisis DNAdengan metode PCR dari Chamberlain pada pasien ini,ditemukan adanya delesi pada ekson 45 gen distrofin. Adanyadefek pada ekson 45 menyebabkan ekspresi tidak normal padaproduksi protein distrofin.11 Terjadinya mutasi gen padalengan pendek di kromosom X yang bertanggung jawabterhadap penyandian distrofin akan menyebabkan penyakitDMD dan BMD.4,11

Pemeriksaan distrofin secara immunohistokimia digu-nakan untuk membedakan DMD dengan BMD. Pada DMD,

315

Page 5: Duchenne Muscular Dystrophy

Maj Kedokt Indon, Volum: 57, Nomor: 9, September 2007

Duchenne Muscular Dystrophy

tidak terdapat protein distrofin intraselular, sedangkan padaBMD masih terdapat protein distrofin meskipun dalam jumlahrendah atau kurang dari normal.1 Pada pasien ini tidak dapatlagi dilakukan pemeriksaan distrofin karena sediaan jaringanotot yang diambil untuk biopsi seluruhnya sudah mengalamikerusakan/degenerasi.

Pada pasien DMD, biasanya didapatkan retardasi men-tal dengan derajat ringan yang bersifat non progresif.Beberapa dari mereka memiliki skor IQ yang normal atau le-bih dari normal.2,5 Pada pasien ini tidak didapatkan retardasimental.

Penatalaksanaan

Pemberian kortikosteroid, seperti prednisolon padapasien DMD dapat mempertahankan fungsi dan kekuatanotot, serta memperlambat proses degenerasi penyakit.2,12

Mekanisme kortikosteroid dalam memperlambat prosesdegenerasi otot masih belum jelas. Efek samping pemberiankortikosteroid adalah peningkatan berat badan, retardasipertumbuhan, hirsutisme dan osteoporosis.2,12 Pada pasientersebut tidak diberikan kortikosteroid karena sudah terjadiproses degenerasi otot-otot skeletal yang berat serta mem-pertimbangkan adanya efek samping pemakaian korti-kosteroid.

Latihan fisik berupa fisioterapi dan pemakaian alat bantudapat diberikan. Untuk mencegah kontraktur plantar fleksiyang berpengaruh pada keseimbangan dan cara berjalan,dapat diberikan latihan stretching heel-cord dan pemakaianankle foot orthosis (AFO) pada waktu malam. Tetapipemakaian alat ortosis atau stretching tidak dapat mencegahterjadinya kontraktur. Ketika kontraktur tendo achillesbertambah berat dan mempengaruhi ambulasi, maka dapatdilakukan lengthening tendon achilles.2

Pemakaian knee ankle foot orthosis (KAFO) digunakansaat otot quadriceps mulai lemah yang disertai berkem-bangnya fleksi kontraktur lutut sehingga membantu pasienuntuk dapat berdiri dan berjalan. Alat tersebut dapatdigunakan pada pasien dengan knee flexion contracture<30°. 1,2 Pada fleksi kontraktur lutut yang melebihi 30° sampai40°, tindakan pembedahan tidak bermanfaat karena tidak akantercapai koreksi fungsional yang berarti.2 Masalah palingpenting di bidang ortopedi pada pasien dengan DMD adalahterjadinya deformitas tulang belakang, yang biasanya mulaitimbul pada usia 11 sampai 13 tahun. Deformitas tersebutakan menyebabkan restriksi fungsi paru yang makin lamamakin menurun, dan diperburuk dengan kelemahan otot yangprogresif. Pada 90%-95% pasien dengan DMD yangmengalami skoliosis, terapi terbaik adalah melakukan fusispinal dengan fiksasi internal secara dini. Bila kurvatur telahmencapai sudut Cobb sebesar 20°-30° maka tindakan fusispinal1,2 harus segera dilakukan tanpa ditunda.2

Pada pasien DMD biasanya terdapat hipotonia salurancerna, yang menyebabkan pengosongan lambung menjadisulit sehingga memerlukan pemasangan nasogastric tube

untuk aspirasi cairan lambung.13

Dengan berjalannya waktu, maka proses degenerasi ototskeletal terus berlangsung, sehingga pasien akan mengalamimasalah multisistem. Fungsi paru akan terus memburuksetelah fusi spinal karena proses distrofi progresif ototpernafasan, termasuk otot diafragma. Selain itu dapat terjadigangguan fungsi jantung.5 Dalam hal ini latihan respirasi tidakmemberikan keuntungan yang berarti. Bantuan ventilasidengan menggunakan nasal mask pada malam hari denganend-expiratory pressure akan membantu mencegah pneu-monia dan dekompensasi pulmonal.14 Tanpa dukungan ven-tilator, pasien biasanya meninggal dalam usia 20 tahun.2

Kesimpulan

Duchenne muscular dystrophy merupakan penyakitkelainan distrofik yang diwariskan secara X-linked dan hanyamengenai laki-laki, sementara perempuan hanya sebagaipembawa sifat. Biasanya penderita meninggal dalam dekadeke dua akibat komplikasi infeksi paru atau payah jantung.Secara klinis pasien DMD tidak mampu berjalan pada usiasekitar 10 tahun. Tindakan pembedahan dan rehabilitasi, dapatmembantu pasien untuk memperlama fungsi ambulasi sertamemberikan rasa nyaman.

Perlu pemberian informasi yang jelas dan konselinggenetika mengenai perjalanan penyakit terhadap pasien dankeluarganya. Diagnosis DMD dapat ditegakkan dengananalisis DNA untuk mendeteksi delesi gen yang bertanggungjawab terhadap penyandian protein distrofin. Pemeriksaanimmunohistokimia protein distrofin, juga dapat digunakanuntuk menegakkan diagnosis pasti. Penanganan pasiendengan DMD harus dilakukan secara multidisiplin.

Daftar Pustaka1. Tachjian MO. Clinical pediatric orthopedic the art of diagnosis

and principles of management. Generalized affection of the mus-cular skeletal system. Stamfort, CT, Appleton & Lange;1997.p.401-3

2. Sussman M. Duchenne Muscular Dystrophy. J Am Acad OrthopSurg 2002;10:138-51

3. Chapman W. Chapman’s Orthopaedic Surgery (CD ROM), 3rd Ed.Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins 2001.p.4506-19

4. Muntoni F, Torelli Silvia, Ferlini A. Dystrophin and mutations:one gene, several proteins, multiple phenotypes. Lancet Neurol2003;2:731-40

5. Ropper AH, Brown, RH. Adams and Victors Principles of Neuro-logy, 8th Ed. New York: Mc Graw-Hill 2005:1214-7. (Ovid: Adams& victors’ Principles of Neurology. Copyright C 2005 McGraw-Hil. Available from: htttp://gateway.ut.ovid.com/gw 1/ovidweb.cgi(1 of 47)12/5/2005.

6. Kuhn E. From dystrophia muscularis progressive to dystrophin:On the 150th anniversary of Wilhelm Erb’s birthday. J Neurol1990;237:333-5

7. Hoffman EP, Fischbeck KH, Brown RH, Johnson M, Medori R etal . Characterization of dystrophin in muscle-biopsy specimensfrom patients with Duchenne’s or Becker muscular dystrophy. NEngl J Med 1988;318:1363-8

8. Dracopoli NC, Haines JL, Korf BR, Morton CC, Seidman EC, etal. Current Protocols in Human Genetics: Multiplex PCR for

316

Page 6: Duchenne Muscular Dystrophy

Maj Kedokt Indon, Volum: 57, Nomor: 9, September 2007

Duchenne Muscular Dystrophy

identifying dystrophin gene deletions,Volume 2. New York: JohnWiley and Sons Inc 2004:34:9.3.1-9.3.19.

9. Pasternak C, Wong S, Elson EL. Mechanical function ofdystrophin in muscle cells. J Cell Biol 1995;128:355-61

10. Canale ST. Campbell’s operative orthopaedics, 10th Eds. St Louis:Mosby Inc, 2003:1363-73

11. Ülgenalp A, Giray Ö, Bora E, Hizli T, Kurul S, Saðin-Saylam G etal. Deletion analysis and clinical correlations in patients withXp21 linked muscular dystrophy. Turkish J Pediatr 2004;46:333-8

12. Wehling Henricks M, Lee JJ, Tidball JG. Prednisolone decreasecellular adhesion molecules required for inflammatory cell infil-

tration in dystrophin-deficient skeletal muscle. Neuromuscul Dis-orders 2004;14:483-90

13. Barohn RJ, Levine EJ, Olson JO, Mendell JR. Gastric hipomotilityin Duchenne’s muscular dystrophy. N Engl J Med 1988;319:15-8

14. Vianello A, Bevilacqua M, Salvador V, Cardaoli C, Vincenti E.Long-term nasal intermittent positive pressure ventilation inadvance Duchenne’s muscular dystrophy. Chest 1994;105:445-8

RTN

317