dua pola kebudayaan

3
Dua Pola Kebudayaan C.P. Snow adalah seorang ilmuwan sekaligus pengarang buku yang mengingatkan negara- negara Barat akan adanya dua pola kebudayaan yakni : masyarakat ilmuwan dan non-ilmuwan,yang menghambat kemajuan di bidang ilmu dan teknologi. Di negara Indonesia juga telah diterapkan dalam bidang keilmuwan itu sendiri, dengan adanya polarisasi dan membentuk kebudayaan sendiri. Polarisasi ini cenderung kepada beberapa kalangan tertentu untuk mrmisahkan ilmu ke dalam dua golongan yakni ilmu-ilmu alam dan ilmu-ilmu sosial. Kedua golongan ini dianggap memiliki perbedaan yang sangat segnifikan,di mana keduanya seakan membentuk diri sendiri yang masing-masing terpisah sehingga terdapat dua kebudayaan dalam bidang keilmuwan yakni ilmu-ilmu alam dan ilmu-ilmu sosial. Namun perbedaaan itu hanyalah bersifat teknis yang tidak menjurus kepada perbedaan yang fundamental karena dasar ontologis,epistemologis,dan aksiologi dari kedua ilmu terssebut adalah sama. Metode yang digunakan di dalam keduanya adalah metope ilmiah yang sama pula,tak terdapat alasan yang bersifat metodologis yang membedakan antara ilmu-ilmu sosial dan ilmu-ilmu alam. Ilmu-ilmu alam mempelajari dunia fisik yang relatif tetap dan mudah untuk dikontrol. Objek- objek penelaahan ilmu-ilmu alam dapat dikatakan tidak pernah mengalami perubahan baik dalam perspektif waktu maupun tempat. Ilmu bukan bermaksud mengumoulkan berbagai fakta tetapi ilmu bertujuan untuk mencari penjelasan dari gejala-gejala yang kita temukandan memungkinkan kita dapat mengetahui sepenuhnya hakikat objek yang kita hadapi,sehingga pengetahuan dapat memberi kita alat untuk menguasai masalah tersebut. Hal ini berlaku baik bagi ilmu-ilmu alamiah maupun ilmu-ilmu sosial. Dimensi perubahannya hanyalah merupakan satu variabel dalam sistem pengkajian begitu juga tingkat generalisasinya, ilmu- ilmu alamiah dengan ilmu-ilmu sosial bedanya hanya terletak dalam soal gradasi,dimana tingkat keumumannya suatu teori ilmu sosial harus lebih jauh diperinci dengan memperhitungkan faktor-faktor yang bervariasi. Ilmu-ilmu sosial mengalami masalah dalam menganalisis kuantitatif yakni : a. Sukarnya melakukan pengukuran karena mengukur aspirasi atau emosi seseorang manusia. b. Banyaknya variabel yang mempengaruhi tingkah laku manusia. Sehingga menyebabkan ilmu-ilmu alam menjadi relatif maju karena ilmu-ilmu alam dapat menganalisis data secara kuantitatif dengan mengisolasikan dalam kegiatan laboratoris. Sedangkan teori ilmu-ilmu sosial merupakan alat bagi manusia untuk memecahkan masalah yang dihadapi,seperti ilmu-ilmu alam sehingga ilmu-ilmu sosial harus cermat dan tepat. Maka hukum penawaran dan permintaan yang bersifat kualitatif tidak lagi memenuhi syarat karena tidak memungkinkan jika kita harus menghitung derajat kenaikan inflansi secara kuantitatif. Ilmuwan dalam bidang sosial haruslah berusaha lebih sungguh-sunggguh untuk pengukuran yang rumit dan variabel yang relatif banyak membutuhkan pengetahuan matematika dan statistika yang

Upload: adysintang

Post on 22-Jul-2015

1.839 views

Category:

Documents


5 download

TRANSCRIPT

Page 1: Dua pola kebudayaan

Dua Pola Kebudayaan

C.P. Snow adalah seorang ilmuwan sekaligus pengarang buku yang mengingatkan negara-

negara Barat akan adanya dua pola kebudayaan yakni : masyarakat ilmuwan dan non-ilmuwan,yang

menghambat kemajuan di bidang ilmu dan teknologi.

Di negara Indonesia juga telah diterapkan dalam bidang keilmuwan itu sendiri, dengan adanya

polarisasi dan membentuk kebudayaan sendiri. Polarisasi ini cenderung kepada beberapa kalangan

tertentu untuk mrmisahkan ilmu ke dalam dua golongan yakni ilmu-ilmu alam dan ilmu-ilmu sosial.

Kedua golongan ini dianggap memiliki perbedaan yang sangat segnifikan,di mana keduanya seakan

membentuk diri sendiri yang masing-masing terpisah sehingga terdapat dua kebudayaan dalam bidang

keilmuwan yakni ilmu-ilmu alam dan ilmu-ilmu sosial. Namun perbedaaan itu hanyalah bersifat teknis

yang tidak menjurus kepada perbedaan yang fundamental karena dasar ontologis,epistemologis,dan

aksiologi dari kedua ilmu terssebut adalah sama. Metode yang digunakan di dalam keduanya adalah

metope ilmiah yang sama pula,tak terdapat alasan yang bersifat metodologis yang membedakan antara

ilmu-ilmu sosial dan ilmu-ilmu alam.

Ilmu-ilmu alam mempelajari dunia fisik yang relatif tetap dan mudah untuk dikontrol. Objek-

objek penelaahan ilmu-ilmu alam dapat dikatakan tidak pernah mengalami perubahan baik dalam

perspektif waktu maupun tempat.

Ilmu bukan bermaksud mengumoulkan berbagai fakta tetapi ilmu bertujuan untuk mencari

penjelasan dari gejala-gejala yang kita temukandan memungkinkan kita dapat mengetahui sepenuhnya

hakikat objek yang kita hadapi,sehingga pengetahuan dapat memberi kita alat untuk menguasai masalah

tersebut. Hal ini berlaku baik bagi ilmu-ilmu alamiah maupun ilmu-ilmu sosial. Dimensi perubahannya

hanyalah merupakan satu variabel dalam sistem pengkajian begitu juga tingkat generalisasinya, ilmu-

ilmu alamiah dengan ilmu-ilmu sosial bedanya hanya terletak dalam soal gradasi,dimana tingkat

keumumannya suatu teori ilmu sosial harus lebih jauh diperinci dengan memperhitungkan faktor-faktor

yang bervariasi.

Ilmu-ilmu sosial mengalami masalah dalam menganalisis kuantitatif yakni :

a. Sukarnya melakukan pengukuran karena mengukur aspirasi atau emosi seseorang manusia.

b. Banyaknya variabel yang mempengaruhi tingkah laku manusia.

Sehingga menyebabkan ilmu-ilmu alam menjadi relatif maju karena ilmu-ilmu alam dapat menganalisis

data secara kuantitatif dengan mengisolasikan dalam kegiatan laboratoris. Sedangkan teori ilmu-ilmu

sosial merupakan alat bagi manusia untuk memecahkan masalah yang dihadapi,seperti ilmu-ilmu alam

sehingga ilmu-ilmu sosial harus cermat dan tepat. Maka hukum penawaran dan permintaan yang

bersifat kualitatif tidak lagi memenuhi syarat karena tidak memungkinkan jika kita harus menghitung

derajat kenaikan inflansi secara kuantitatif.

Ilmuwan dalam bidang sosial haruslah berusaha lebih sungguh-sunggguh untuk pengukuran

yang rumit dan variabel yang relatif banyak membutuhkan pengetahuan matematika dan statistika yang

Page 2: Dua pola kebudayaan

lebih maju dibandingkan dengan ilmu-ilmu alam. Namun adanya kesukaran dalam pengukuran ini malah

dijadikan ilmu-ilmu sosial bertindak regresif dan membentuk dunianya sendiri yang menjauh dari

matematika serta statistika,sehingga yang memperkuat matematika dan statistika adalah ilmu-ilmu

alam. Oleh karena itu berkembanglah dua kebudayaan yang jurang perbedaannya makin melebar

dengan sendirinya tanpa kita sadari adanya.

Secara sosiologis terdapat kelompok-kelompok yang memberi nafas baru kepada ilmu-ilmu

sosial denga mengembangakan ilmu-imu peri laku manusia yang bertumpu kepada ilmu-ilmu sosial

dimana perbedaan yang utama antara keduanya hanya terletak dalam keingina untuk menjadikan ilmu-

ilmu tentang manusia menjadi sesuatu yang lebih dapat diandalkan dan kuantitatif. Ilmuilmu peri laku

lebih mengkaji penyusunan teori secara deduktif sebagaimana yang biasanya ada dalam ilmu-ilmu sosial

namun penalaran deduktif digabungkan dengan proses pengujian induktif. Dan ilmu ekonomi yang

paling pertama memasuki tahap kuantitatif sebelum ilmu-ilmu peri laku.

Adanya dua kebudayaan yang terbagi ke dalam ilmu-ilmu alama dan ilmu-ilmu sosial masih

terdapat di Indonesia. Dapat dicerminkan adanya jurusan Pasti-Alam dan Sosial-Budaya dalam sistem

pendidikan kita. Jika kita menginginkan bidang keilmuan mencakup ilmu-ilmu alam dan ilmu-ilmu sosial

maka dualisme harus segera dibongkar karena dapat menghambat psikologis dan Intelektual bagi

pengembangan keimuan di negara kita.

Meskipun terdapat argumen asumsi dalam pembagian jurusan tersebut,yaitu :

a. Asumsi pertama mengemukakan bahwa manusia mempunyai bakat yang berbeda dalam

mendidikan matematika sehingga harus dikembangkan pola pendidikan yang berbeda pula.

b. Asumsi yang kedua menganggap ilmu-ilmu sosial kurang memerlukan pengetahuan matematika

sehingga dapat menjuruskan keahliannya dibidang keilmuan ini.

Kita harus menganalisis dahulu tujuan pendidikan agar tidak salah pengasumsian.

Pendidikan bertujuan :

a. Pendidikan analitik maka yang penting adalah penguasaan berpikir matematika yang

memungkinkan adanya suatu analisis hingga terbentuknya suatu rumusan statistik.

b. Pendidikan simbolik yang penting adalah pengetahuan mengenai kegunaan rumus tersebut

serta penalaran deduktif dalam penyusunan meskipun tidak seluruhnya merupakan analisis

matematika

Jadi adanya pendekatan dikotom dalam pendekatan pendidikan matematika ini tidak akan bisa

memecahkan semua persoalan ,namun paling tidak terdapat suatu jalan luar yang pragmatis dari

dilema yang dihadapi sistem pendidikan kita dan harus adanya sikap kehati-hatian. Karena manusia

adalah produk dari suatu proses belajar dimana tercakup karakter cara berpikir yang berkembang

sesuai tahapannya.

Suatu usaha yang fundamental dan sistematis dalm menghadapi masalah ini harus adanya

usaha. Adanya dua pola kebudayaan dalam bidang keilmuan kita bukan hanya merupakan suatu

Page 3: Dua pola kebudayaan

yang regresif melainkan juga destruktif,bukan saja bagi kemajuan ilmu itu sendiri tetapi juga bagi

pengengembangan peradaban secara keseluruhan. Sehingga tidak ada pemisah diantara keduanya.