drs. supriyono nip: 131 569 284 - digilib.uns.ac.id/analisis... · analisis perkembangan industri...
TRANSCRIPT
ii
LEMBAR PENGESAHAN
Surakarta, Juni 2003
Telah disetujui dan diterima dengan baik oleh :
Dosen Pembimbing
Drs. SUPRIYONO NIP: 131 569 284
iii
Analisis perkembangan industri Pariwisata dan pengaruhnya terhadap
pendapatan asli Daerah
di Kota Surakarta
S K R I P S I
Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Syarat-syarat
guna Mencapai Gelar Sarjana Ekonomi Pembangunan
Universitas Sebelas Maret
Disusun oleh :
Bramantio Lynarsatia
F1100009
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2003
iv
Daftar Pustaka
Adi Surahman, 1998, Analisis Pengaruh Sub Sektor Pariwisata Terhadap Produk
Domestik Bruto dan Kesempatan Kerja Sektor Pariwisata di Indonesia, Skripsi Mahasiswa S1 FE UNS.
Ayok Pitoyo, 2001, Analisis Perkembangan Industri Pariwisata dan
Kontribusinya Terhadap Pendapatan Asli Daerah Sendiri di Daerah Istimewa Yogyakarta, Skripsi Mahasiswa S1 FE UNS.
Badan Pusat Statistik, 2000, Surakarta Dalam Angka 2000, Pemkot Surakarta. Damodar Gujarat, 1995, Ekonometrika Dasar, Penerbit Erlangga,Jakarta. Dinas Pariwisata Jateng, 2000, Panduan Sadar Wisata Untuk Umum, Dinas
Pariwisata Propinsi Jawa Tengah. Djarwanto Ps dan Pangestu Subagyo, 1993, Statistik Induktif, BPFE, Yogyakarta. Mangku Werdoyo, 1999, Pengantar Industri Akomodasi dan Restoran, Lembaga
Penerbit FE UI, Jakarta. Maris Masri, 1989, Keuangan Pemerintah Daerah di Indonesia,Penerbit UI,
Jakarta. M. Suparmoko, 1992, Keuangan Negara (Dalam Teori dan Praktek), BPFE,
Yogyakarta. Nyoman S, Pendit, 1986, Ilmu Pariwisata Sebuah Pengantar Perdana, Pradnya
Paramitra, Jakarta. Oka A. Yoeti, 1995, Tour and Travel Management, Pradnya Paramitra, Jakarta. -------, 1997, Perencanaan dan Pengembangan Pariwisata, Pradnya Paramitra,
Jakarta. Spillane, 1994, Pariwisata Indonesia, Kanisius, Jakarta.
Sutrisno .PH,1981, Dasar–dasar Ilmu Keuangan Negara, BPFE, Yogyakarta. R.G. Soekadijo, 1996, Anatomi Pariwisata, Pradnya Paramita, Jakarta.
R.S. Damardjati, 1995, Anatomi Pariwisata, Erlangga, Jakarta.
ABSTRAKSI
113
v
Penlitian dengan judul “Analisis Perkembangan Industri Pariwisata dan
Pengaruhnya Terhadap Pendapatan Asli Daerah di Kota Surakarta Tahun
1990–2000” bertujuan untuk mengetahui pengaruh jumlah kamar hotel, jumlah
wisatwan dan jumlah biro perjalanan wisata terhadap Pendapatan Asli Daerah
Surakarta, selain itu untuk mengetahui pengaruh jumlah kamar hotel dan
jumlah biro perjalanan wisata terhadap lama tinggal wisatawan mancanegara
dan wisatawan nusantara. Serta untuk mendapatkan diskripsi perkembangan
industri pariwisata dan Pendapatan Asli Daerah di Kota Surakarta.
Hipotesis yang dikemukakan dalam penelitian ini adalah diduga jumlah kamar hotel, jumlah wisatawan dan biro perjalanan wisata berpengaruh positif terhadap Pendapatan Asli Daerah di Kota Surakarta selain itu diduga jumlah kamar hotel dan biro perjalanan wisata berpengaruh positif terhadap lama tinggal wisatawan mancanegara dan wisatawan nusantara serta diduga diskripsi perkembangan industri pariwisata dan Pendapatan Asli Daerah di Kota Surakarta menunjukkan kecenderungan meningkat.
Metode penelitian yang digunakan adalah analisis data sekunder yang mengambil lokasi penelitian di Kota Surakarta. Analisis yang digunakan adalah analisis kualitatif dan analisis kuantitatif. Model analisis kuantitatif yang digunakan adalah analisis trend linier dan analisis regresi berganda yang meliputi uji statistik dan uji asumsi klasik..
Dari analisis trend linier dapat diketahui bahwa perkembangan sektor pariwisata terhadap Pendapatan Asli Daerah Kota Surakarta menunjukkan pertumbuhan ke arah yang semakin baik yang di tunjukkan oleh arah condong y(b) dengan nilai koefisien yang positif sebesar 2.457.113.212,66.
Untuk analisis regresi berganda dapat diketahui (untuk hasil estimasi Pendapatan Asli Daerah di Kota Surakarta)koefisien jumlah wisatawan sebesar 12757,7 koefisien jumlah kamar hotel 7070528,9 dan koefisien biro perjalanan wisata sebesar 1072492971,3. Hal ini menunjukkan bahwa variabel jumlah kamar hotel, jumlah wisatawan dan biro perjalanan wisata berpengaruh positif terhadap Pendapatan Asli Daerah Surakarta. Dari hasil estimasi lama tinggal wisatawan mancanegara diketahui koefisien jumlah kamar hotel sebesar 0,0001795 dan koefisien biro perjalanan wisata sebesar 0,08093. Hal ini menunjukkan bahwa variabel jumlah kamar hotel dan biro perjalanan wisata berpengaruh positif terhadap lama tinggal wisatawan mancanegara. Sedangkan dari hasil estimasi lama tinggal wisatawan nusantara diketahui koefisien regresi jumlah kamar hotel sebesar 0,000174 serta koefisien biro perjalanan wisata sebesar 0,08381. Hal ini berarti bahwa jumlah kamar hotel dan biro perjalanan wisata berpengaruh positif terhadap lama tinggal wisatawan nusantara.
Bila dilihat dari analisis data di atas maka saran yang dikemukakan dalam penelitian ini adalah pihak pemerintah lebih meningkatkan fasilitas dalam sektor
vi
pariwisata yang diharapkan dapat meningkatkan Pendapatan Asli Daerah. Disamping itu pihak Pemerintah juga lebih meningkatkan keberadaan biro perjalanan wisata mengingat variabel tersebut merupakan variabel terbesar yang mempengaruhi PAD maupun lama tinggal wisatawan mancanegara dan wisatawan nusantara di Kota Surakarta.
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang Masalah
Pembangunan perekonomian di suatu negara mutlak untuk dilaksanakan guna meningkatkan kesejahteraan dan taraf kehidupan masyarakat dengan menggali sumber daya atau potensi yang dimiliki. Sedangkan landasan utama perekonomian setiap negara adalah stabilitas, distribusi pendapatan yang merata, pertumbuhan ekonomi yang tinggi, keseimbangan neraca luar negeri, serta kesempatan kerja dan efisiensi.
Demikian pula dengan Indonesia sebagai negara berkembang dan
mempunyai cita–cita untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat, maka
pembangunan terus dilaksanakan dan ditingkatkan. Kesemuanya ini tentu saja
memerlukan dana yang cukup besar guna melaksanakan pembangunan.
Berbagai sumber dana untuk pembangunan dapat diperoleh dari dalam
maupun luar negeri, diantaranya adalah (M. Suparmoko, 1992:94–95):
1. Penerimaan pajak, adalah pembayaran iuran dari rakyat kepada pemerintah
yang dapat dipaksakan tanpa adanya balas jasa langsung.
2. Retibusi, adalah pembayaran dari rakyat kepada pemerintah di mana
terdapat hubungan balas jasa yang langsung di terima dengan adanya
pembayaran dari retribusi tersebut.
3. Keuntungan dari perusahaan–perusahaan negara (BUMN).
4. Sumber dana dari luar negeri, adalah bantuan yang diperoleh dari
pinjaman luar negeri dan penanaman modal asing (PMA).
1
vii
Guna mewujudkan cita–cita mensejahterakan serta meningkatkan taraf hidup masyarakat, maka pemerintah dalam melaksanakan pembangunan perekonomian bukan hanya di bidang ekonomi semata, akan tetapi pembangunan di sektor–sektor lain yang saling berkaitan, dengan melakukan perluasan bidang usaha yang bertujuan meningkatkan ekspor non migas sebagai alternatif lain. Salah satu usaha pemerintah dalam rangka mendukung pembangunan ekonomi adalah mengembangkan industri pariwisata.
Industri pariwisata diharapkan mampu menampilkan peranannya terhadap kehidupan ekonomi, sosial, budaya bangsa, serta sebagai wahana dalam mengatasi masalah penerimaan devisa, lapangan kerja, pemanfaatan sumber daya alam, dan peningkatan kesatuan dan persatuan. Dengan demikian, pembangunan dan pengembangan pariwisata apabila direncanakan dan diarahkan dengan baik akan banyak memberikan keuntungan dan manfaat baik dari segi ekonomi (kesejahteraan), sosial budaya, politik, maupun dari segi lingkungan hidup. (Diparta Propinsi Jawa Tengah, 2000:11–13).
Pengembangan periwisata diarahkan agar dapat memenuhi keinginan
wisatawan seperti hidup tenang, bersih, jauh dari polusi, santai, dapat
mengembalikan kesehatan fisik maupun mental. Dengan demikian
pengembangan pariwisata merupakan salah satu cara dalam upaya
melestarikan lingkungan di samping akan memperoleh nilai tambah atas
pemanfaatan dari lingkungan yang ada.
Indonesia sebagai negara berkembang tidak terlepas dari masalah
pengangguran, terlebih lagi setelah dilanda krisis perekonomian yang makin
memperbanyak jumlah pengangguran. Oleh karena itu pengembangan industri
pariwisata diharapkan dapat membantu atau mengurangi tingkat pengangguran
dan dapat meningkatkan taraf kehidupan masyarakat.
Surakarta yang di kenal sebagai kota budaya sangat berpotensi dalam
pengembangan pariwisata mengingat banyaknya obyek wisata yang dapat
dikembangkan guna menarik wisatawan baik wisatawan mancanegara maupun
wisatawan nusantara. Sehubungan dengan munculnya berbagai kerusuhan dan
ketidakstabilan keamanan baik di Indonesia pada umumnya maupun di
viii
Surakarta pada khususnya mengakibatkan menurunnya kunjungan wisatawan
(di lihat dari wisatawan yang datang). Untuk itu perlu digalakkan kembali
usaha–usaha untuk pengembangannya. Di samping itu pendapatan pariwisata
juga merupakan salah satu komponen–komponen Pendapatan Asli Daerah.
Dimana pendapatan pariwisata merupakan salah satu bagian dari Penerimaan
Dinas–Dinas Daerah. Berdasarkan latar belakang di atas maka penelitian ini
mengambil judul “ANALISIS PERKEMBANGAN INDUSTRI
PARIWISATA DAN PENGARUHNYA TERHADAP PENDAPATAN
ASLI DAERAH DI KOTA SURAKARTA 1990 - 2000”.
Perumusan Masalah
Berdasarkan tinjauan dari latar belakang masalah tersebut di atas dapat diutarakan permasalahan yang akan di bahas dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
Bagaimanakah diskripsi perkembangan Pendapatan Asli Daerah di
Kota Surakarta?
Apakah jumlah kamar hotel, jumlah wisatawan, jumlah paket biro
perjalanan wisata berpengaruh terhadap Pendapatan Asli Daerah
Kota Surakarta?
Apakah jumlah kamar hotel, jumlah paket biro perjalanan wisata
berpengaruh terhadap lama tinggal wisatawan mancanegara dan
wisatawan nusatara?
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian adalah :
ix
Untuk mendapatkan diskripsi perkembangan Pendapatan Asli Daerah di
Kota Surakarta.
Untuk mengetahui pengaruh jumlah kamar hotel, jumlah wisatawan, jumlah
paket biro perjalanan wisata terhadap Pendapatan Asli Daerah di Kota
Surakarta.
Untuk mengetahui pengaruh jumlah kamar hotel dan jumlah paket biro
perjalanan wisata terhadap lama tinggal wisatawan mancanegara dan
wisatawan nusantara.
Kegunaan Penelitian
Adapun kegunaan penelitian ini adalah :
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran
bagi pemerintah dalam rangka penyusunan kebijakan pengembangan
pariwisata.
Bagi pihak lain hasil penelitian diharapkan sebagai masukan atau informasi
bagi mereka yang memerlukan.
Kerangka Pemikiran
Kerangka pemikiran dalam penelitian diskemakan sebagai berikut :
Perkembangan Industri Pariwisata di Surakarta
Jumlah Wisatawan
Jumlah Kamar Hotel
Jumlah Paket BPW
Lama Tinggal Wisatawan
x
Gambar 1.1 Skema Kerangka Pemikiran
Perkembangan industri pariwisata ditandai dengan pertumbuhan di
bidang–bidang penunjang pariwisata seperti jumlah wisatawan, jumlah kamar
hotel dan jumlah paket biro perjalanan wisata, secara tidak langsung akan
meningkatkan penerimaan pendapatan asli daerah melalui kunjungan
wisatawan. Karena wisatawan yang berkunjung juga membutuhkan sarana dan
prasarana dari hotel dan biro perjalanan, maka pemerintah daerah juga
menerima pemasukan dari tambahnya jumlah kamar hotel dan paket biro
perjalanan wisata.
Upaya pemerintah daerah dalam membangun industri pariwisata
dapat di lihat dengan makin banyaknya jumlah wisatawan, jumlah kamar hotel
dan paket biro perjalanan wisata yang akan membuka peluang penciptaan
lapangan kerja seiring dengan kedatangan wisatawan.
Jumlah kamar hotel dan paket biro perjalanan wisata berpengaruh
terhadap lama tinggal wisatawan dan demikian juga sebaliknya, karena dapat
dipastikan bahwa rentang lama wisatawan tinggal tentunya tergantung pada
hotel yang nyaman, pelayanan yang baik, kebersihan sanitasi yang menjamin
kesehatan serta hal–hal kebutuhan hidup sehari–hari yang sesuai dengan
standart internasional serta adanya fasilitas obyek wisata yang beraneka
ragam.
PAD
xi
Hipotesis
Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah :
Diduga diskripsi perkembangan Pendapatan Asli Daerah di Kota Surakarta
menunjukkan kecenderungan meningkat.
Diduga jumlah kamar hotel, wisatawan, dan paket biro perjalanan wisata
berpengaruh positif terhadap Pendapatan Asli Daerah di Kota
Surakarta.
Diduga jumlah kamar hotel dan paket biro perjalanan wisata berpengaruh
positif terhadap lama tinggal wisatawan mancanegara dan wisatawan
nusantara.
Metodologi Penelitian
Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini merupakan analisis data sekunder yang mengambil lokasi
penelitian di Kota Surakarta.
Jenis dan Sumber Data
Data sekunder diperoleh dari Dinas Pendapatan Daerah Surakarta, Badan
Pusat Statistik Surakarta, Dinas Pariwisata Surakarta. Selain itu sebagai
data pelengkap didapatkan dari literatur–literatur yang terkait dalam
penelitian ini. Semua data sekunder yang digunakan merupakan data
tahunan dari tahun 1990–2000.
Definisi Operasional Variabel
Pendapatan Asli Daerah sebagai pendapatan yang diterima daerah yang
terdiri dari pajak daerah, retribusi daerah, bagian laba bidang usaha
atau dari perusahaan–perusahaan daerah, penerimaan dari dinas, dan
xii
penerimaan lain–lain. Pengukuran dilakukan dengan menjumlahkan
semua besar angka yang berada di atas tersebut dan diukur dengan
menggunakan satuan rupiah.
Hotel adalah jumlah hotel baik berbintang maupun non bintang yang ada
di Surakarta di ukur dalam satuan unit yang digunakan sebagai
indikator adalah jumlah kamar hotel.
Wisatawan yaitu jumlah wisatawan mancanegara maupun nusantara yang
berkunjung ke obyek wisata di Surakarta dan di ukur dalam satuan
orang.
Biro Perjalanan Wisata adalah jumlah biro jasa yang menangani masalah
perjalanan wisata di Surakarta. Biro perjalanan di wakili dengan tiga
variabel yakni agen perjalanan, biro perjalanan wisata dan cabang biro
perjalanan wisata. Dalam penelitian ini yang digunakan sebagai
indikator adalah paket biro perjalanan wisata yang diadakan oleh biro
perjalanan wisata yang ada di Kota Surakarta. Yang di ukur dalam
satuan unit.
Lama tinggal wisatawan adalah rata–rata jumlah hari wisatawan tinggal di
daerah tujuan wisata. Di ukur dengan menggunakan satuan rata–rata
hari menginap per tahun.
Alat Analisis
Analisis Kualitatif yaitu menguji dan menilai setiap informasi dan
data secara logika dengan mengacu pada teori yang ada.
Analisis Kuantitatif yaitu menguji dan menilai data yang terkumpul.
Rancangan Analisis :
xiii
Untuk menguji hipotesis yang pertama mengenai diskripsi
perkembangan penerimaan Pendapatan Asli Daerah digunakan alat
analisis trend :
Keterangan :
Y = Jumlah Penerimaan Pendapatan Asli Daerah (dalam Rupiah).
a = Konstanta
b = Besar perubahan variabel Y yang terjadi pada setiap perubahan
satu unit variabel X.
X = Tahun
Untuk mencari koefisien a dan b digunakan rumus :
dan
N = jumlah data Penggunaan model trend linear dengan metode least square ini
bertujuan untuk melihat perkembangan trend hubungan variabel X
dan Y selama periode penelitian maupun prospeknya di masa
mendatang.
Dimana keadaan tersebut bergantung kepada :
Bila b < 0, maka perkembangan trend hubungan Y dan X adalah
turun
Bila b > 0, maka perkembangan trend hubungan Y dan X adalah
naik
Y = a + b X
Σ Y a = N
Σ XY b = Σ X2
xiv
Untuk menguji hipotesis kedua mengenai pengaruh perkembangan
industri pariwisata terhadap Pendapatan Asli Daerah digunakan
analisis model regresi berganda.
Model :
Dimana :
Y1 = Pendapatan Asli Daerah atau PAD (dalam rupiah)
X1 = Jumlah Hotel (dalam unit)
X2 = Jumlah Wisatawan (dalam orang)
X3 = Jumlah Biro Perjalanan Wisata (dalam Unit)
b0 = Konstanta
b1,b2,b3 = Koefisien Regresi
µi = Variabel Gangguan
Untuk mengetahui pengaruh jumlah hotel, jumlah biro perjalanan wisata
terhadap lama tinggal wisatawan mancanegara dan wisatawan
nusatara digunakan analisis model regresi berganda.
1. Terhadap lama tinggal wisatawan mancanegara
Y2 = b0 + b1 X1 + b2 X2 + µi
Dimana :
Y2 = Lama tinggal wisatawan mancanegara (rata–rata perhari
pertahun)
X1 = Jumlah Hotel (dalam unit)
X2 = Jumlah Biro Perjalanan Wisata (dalam Unit)
b0 = Konstanta
b1,b2 = Koefisien Regresi
Y1 = b0 + b1 X1 + b2 X2 + b3 X3 + µi
xv
µi = Variabel Gangguan
2. Terhadap lama tinggal wisatawan nusantara
Y3 = b0 + b1 X1 + b2 X2 + µi
Dimana :
Y3 = Lama tinggal wisatawan nusantara (rata–rata perhari
pertahun)
X1 = Jumlah Hotel (dalam unit)
X2 = Jumlah Biro Perjalanan Wisata (dalam Unit)
b0 = Konstanta
b1,b2 = Koefisien Regresi
µi = Variabel Gangguan
Selanjutnya terhadap koefisien regresi tersebut dilakukan Uji Statistik dan Uji
Asumsi Klasik.
1. Uji Statistik
a. Uji – t
T–test digunakan untuk menguji signifikansi koefisien secara individu
(dimana n ≤ 30). Dalam pengujian ini dimaksudkan untuk mengetahui
apakah masing–masing variabel independen berpengaruh signifikan
atau tidak terhadap variabel dependen. Dari uji t–test tersebut dengan
tingkat keyakinan 1% sampai 10%. Dengan langkah–langkah
pengujiannya sebagai berikut:
1. Ho = ßı : = 0
Ha = βı : ≠ 0
xvi
2. Nilai t tabel
t = α / 2 (N – K)
di mana :
N = Jumlah data yang diobservasi
K = Jumlah parameter dalam model termasuk intersep
3. Daerah kritis
Hо ditolak Hο ditolak
Hο diterima
-α/2 (N–K) α/2 (N–K)
Gambar 1.2. Daerah kritis Uji – t
4. t hitung
Rumus :
T = βi
Se(βi)
Di mana :
bı = koefisien regresi
Sе(βı) = Standart error koefisien regresi
5. Kriteria pengujian
xvii
a) .Apabila nilai t hitung < t tabel, maka Hо diterima. Artinya variabel
independen tidak mempengaruhi variabel dependen secara
signifikan.
b). Apabila nilai t hitung > t tabel, maka Hо ditolak. Artinya
variabel independen mampu mempengaruhi variabel dependen
secara signifikan.
b. Uji – F
Pengujian ini dimaksudkan untuk mengetahui secara serentak
variabel independent berpengaruh terhadap variabel dependent secara
signifikan atau tidak. Dimana langkah–langkah pengujian adalah :
1. Hо : β0 = β1 = β2 = β 3 = β 4 = β5 = 0
Ha : β0 ≠ β1 ≠ β2 ≠ β 3 ≠ β 4 ≠ β5 ≠ 0
2. Nilai F tabel
F = α ( N – k ) ( k – 1 )
Dimana :
N = jumlah data yang di observasi
k = jumlah parameter dalam model termasuk intersep
3. Daerah Kritis
Ho diterima Ho ditolak
xviii
0 α (N–k);(k–1)
Gambar 1.3. Daerah Kritis Uji F
4. F–hitung
Rumus :
R2 / ( k – 1)
F =
( 1 – R2 ) / ( N – k )
Di mana:
R2 = koefisien determinasi berganda
N = jumlah data yang diobservasi
k = jumlah parameter dalam model termasuk intersep
5 . Kriteria Pengujian
a). Apabila nilai F hitung < F tabel, maka Ho diterima,
artinya variabel independen secara serentak tidak
mempengaruhi variabel dependen dengan signifikan.
b). Apabila nilai Fhitung > F tabel, maka Ho ditolak, artinya
variabel independen secara serentak mempengaruhi variabel
dependen dengan signifikan.
c. Koefisien Determinasi (R2)
Analisis koefisien determinasi dilakukan untuk mengukur kebaikan
sesuai goodness of fit dari model yang digunakan untuk proporsi
xix
variasi independent. Nilai R2 yaitu angka yang menunjukkan besarnya
kemampuan menerangkan dari variabel independent terhadap variabel
dependent dalam suatu model regresi. Nilai R2 yaitu angka yang
menunjukkan besarnya kemampuan menerangkan dari variabel
independen terhadap variabel dependent dalam suatu model regresi,
atau dengan kata lain untuk melengkapi analisa regresi berganda,
digunakan analisa korelasi berganda yaitu untuk mengukur derajat
hubungan antara variabel dependen dan variabel independen, nilai R2
berkisar antara 0<R2<1 dan kecocokan model dikatakan lebih baik
kalau nilai R2 mendekati 1. Bila R2 = 1 berarti prosentase sumbangan
variabel X1, X2, X3, terhadap variabel Y adalah 100%. Apabila
sumbangan R2 = 0 berarti tidak dapat digunakan untuk membuat
ramalan. Definisi koefisien determinasi (Damodar Gujarat,1995: 10)
ESS RSS R2 = atau R2 = 1 ─
TSS TSS
Σ eı
R2 = 1 ─
Σ yı2
Keterangan :
xx
ESS = Explained Sum of Square (jumlah kuadrat yang di
jelaskan)
TSS = Total Sum of Square
RSS = Residual Sum of Square (jumlah kuadrat residual)
2. Uji Penyimpangan Asumsi
Agar penelitian dapat dipakai sebagai bahan informasi, maka diharapkan
koefisien–koefisien yang diperoleh menjadi penaksir terbaik dan tidak bias
(BLUE = Best Linier Unbias Estimat). Hal tersebut hanya dapat terjadi bila
dalam pengujian tidak melanggar uji asumsi klasik, yaitu:
1) Uji Multikolinearitas
Multikolinearitas adalah keadaan di mana satu variabel atau lebih
variabel independen terdapat kolerasi atau hubungan dengan variabel
independen lainnya, di samping itu masalah ini juga timbul bila antara
variabel independen berkolerasi dengan variabel pengganggu.
Multikolinearitas sendiri diartikan sebagai suatu keadaan dimana satu
atau lebih variabel independen mempunyai suatu fungsi linier dari
variabel independen yang lain. Menurut L.R. Klein, masalah
multikolinearitas baru menjadi masalah apabila derajatnya lebih tinggi
di bandingkan dengan kolerasi di antara seluruh variabel secara
serentak. Metode Klein membandingkan nilai (r2), X1, X2, X3, ….Xn
dengan nilai R2 (Adjusted R Square). Apabila R2 > (r2) berarti tidak ada
gejala multikolinearitas. Apabila R2 < (r2) berarti ada gejala
multikolinearitas (Damodar Gujarati, 1995:157 – 168).
xxi
2) Pengujian Heteroskedastisitas
Heteroskedastisitas adalah keadaan di mana faktor pengganggu
bervarian tidak sama, E(eı2) ≠ e ini ditunjukkan dengan nilai F yang
relatif kecil. Apabila hal ini terjadi maka akibatnya prediksi akan
menjadi salah (bias). Untuk menguji ada tidaknya heteroskedastisitas
dalam model.
3) Pengujian autokorelasi
Autokorelasi adalah keadaan di mana faktor pengganggu eı pada
model dalam periode tertentu berkorelasi dengan kesalahan
pengganggu sebelumnya hal ini mengakibatkan terjadinya autokorelasi
maka kita akan memperoleh nilai bias dalam mengestimasikan (α)
ditunjukan adanya varian yang besar alat yang digunakan adalah uji
Durbin Watson test (DW) untuk menguji gejala autokorelasi lebih dulu
ditentukan nilai kritis dL dan dU berdasarkan jumlah observasi dan
banyaknya variabel bebas. Jika Ho diterima baik positif maupun
negatif maka tidak ada autokorelasi.
Pengujian dengan uji Durbin Watson yaitu nilai Durbin Watson
dihitung dan dibandingkan dengan nilai Durbin Watson tabel, pada
derajat kebebasan (N,k – 1) dan tingkat signifikansi tertentu. Angka
dalam Durbin Watson menunjukkan nilai distribusi antara batas bawah
(dL) dan batas atas (dU). (Damodar Gujarati,1995:201 – 218)
Adapun langkah–langkah pengujiannya adalah sebagai berikut:
1. Lakukan regresi OLS dan dapatkan residual eı
xxii
2. Hitung nilai d
d = Σ(et – et – 1)
Σet2
Di mana:
et = Simpangan pada variabel independen
3. Dapatkan nilai kritis dL, dan dU, yang lebih dahulu menentukan
nilai k terlebih dahulu.
4. Merumuskan Hipotesis, yaitu :
a). Jika hipotesa Ho tidak ada serial korelasi positif :
d < dL = menolak Ho
d > dU = tidak menolak Ho
d ≤ d ≤ dU = pengujian tidak meyakinkan.
b). Jika hipotesis Ho tidak ada serial korelasi negatif :
d > 4 – dl = menolak Ho
d < 4 – dU = tidak menolak Ho
4 – dU ≤ d ≤ 4 – dL = pengujian tidak meyakinkan
c). Jika hipotesa Ho tidak ada serial autokorelasi positif
ataupun negatif :
d < dL = menolak Ho
d > 4 – dL = menolak Ho
dU < d < 4 – dU = menerima Ho
xxiii
dL ≤ d ≤ dU = pengujian tidak meyakinkan
4 – dU ≤ d ≤ 4 – dL = pengujian tidak meyakinkan
menolak Ho bukti daerah daerah Menolak H*o
autokorelasi Keragu- menerima Ho atau Keragu- bukti autokorelasi
positif raguan H*o atau kedua-duanya raguan negatif d
0 dL dU 2 4 – dU 4 – dL 4
Gambar 1.4. Pengujian Autokorelasi
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Pengertian dan Definisi Pariwisata
Kata pariwisata sesungguhnya berasal dari bahasa sansekerta. Jika ditinjau secara etimologis kata pariwisata berasal dari dua suku kata yaitu :
Pari : Berarti banyak, berkali–kali berputar–putar
Wisata : Berarti perjalanan atau berpergian
Atas dasar pengertian di atas maka pariwisata diartikan sebagai perjalanan yang dilakukan berkali–kali atau berputar–putar dari satu tempat ke tempat lain. Perjalanan ini dilakukan karena adanya daya tarik khusus dari tempat lain atau daerah wisata yang dikunjungi.
Pengertian lain tentang pariwisata yang di ungkapkan oleh E. Guyer
Freuler (Nyoman S. Pendit, 1986 : 32) yang merumuskan pariwisata dalam
pengertian sebagai berikut :
Pariwisata dalam artian modern adalah merupakan fenomena dari jaman sekarang yang didasarkan akan kesehatan dan pergantian hawa, penilaian yang sadar, dan menumbuhkan cinta terhadap keindahan alam dan pada khususnya disebabkan oleh bertambahnya pergaulan sebagai bangsa dan kelas masyarakat
xxiv
manusia sebagai hasil dari perkembangan perniagaan, industri perdagangan serta penyempurnaan dari alat–alat pengangkutan.
Menurut Dr. Salah Wahab dalam Tourist Management pengertian Pariwisata adalah :
Pariwisata adalah salah satu jenis industri baru yang mampu menghasilkan pertumbuhan ekonomi yang cepat dalam penyediaan lapangan kerja, peningkatan penghasilan, standart hidup serta menstimulasikan sektor–sektor produktifitas lainnya. Selanjutnya sebagai sektor yang kompleks, juga meliputi industri–industri klasik yang sebenarnya seperti industri kerajinan tangan dan cinderamata (Nyoman S.Pendit, 1986: 29).
Pendapat yang lain mengenai definisi pariwisata yang dikemukakan oleh professor Hunziger dan Kraf dalam Grundriss der Allegemeinen Fremdenverkehrslehre mendefinisikan pariwisata sebagai berikut:
Pariwisata sebagai keseluruhan jaringan dan gejala–gejala yang berkeitan dengan tinggalnya orang asing di sesuatu tempat, dengan syarat bahwa mereka tidak tinggal di situ untuk melakukan suatu keuntungan yang bersifat permanen maupun sementara (R.G. Soekadijo, 1996: 12).
Dari beberapa definisi tersebut dapat menjadi pedoman bahwa
pengertian pariwisata adalah suatu perjalanan yang dilakukan untuk
sementara waktu yang diselenggarakan dari suatu tempat ketempat lain
dengan maksud bukan untuk berusaha (bisnis) atau mencari nafkah di
tempat yang dikunjunginya, tetapi semata–mata untuk menikmati
perjalanan tersebut guna bertamasya atau untuk memenuhi keinginan yang
beraneka ragam dan pada saat ini telah berkembang menjadi sarana
pergaulan internasional sebagai hasil perkembangan perniagaan, industri
perdagangan dan penyempurnaan alat–alat pengangkutan. Motif yang
mendorong orang melakukan perjalanan wisata sangat bervariasi dan
mempunyai pengaruh menentukan pada daerah tujuan wisata yang akan
dikunjunginya. Karena suatu daerah pada umumnya dapat menyajikan
berbagai macam atraksi wisata. Oleh karena itu sangat menarik
mempelajari jenis pariwisata mana yang sekiranya mempunyai
kesempatan baik untuk dikembangkan di daerah tersebut juga akan
berpengaruh pada fasilitas yang perlu dipersiapkan dalam pembangunan
maupun program–program promosi.
19
xxv
Setelah dikemukakan beberapa pengertian mengenai pariwisata,
karena pariwisata tidak terlepas dari wisatawan sebagai perilaku dari suatu
perjalanan maka akan dikemukakan pengertian dari wisatawan.
Ada banyak batasan mengenai apa yang dimaksud dengan
wisatawan. Dalam instruksi Presiden No. 9 tahun 1969 dinyatakan bahwa
wisatawan adalah setiap orang yang bepergian dari tempat tinggalnya
untuk berkunjung ke tempat lain dengan menikmati perjalanan dari
kunjungan itu (R.S. Darmardjati, 1995: 105).
Menurut Soekadijo (1996) yang bisa dianggap sebagai wisatawan adalah:
Mereka yang mengadakan perjalanan untuk bersenang–senang (Pleasure)
kesenangan karena alasan keluarga, kesehatan dan lain–lain.
Mereka yang mengadakan perjalanan–perjalanan untuk alasan pertemuan–
pertemuan atau karena tugas–tugas tertentu (ilmu pengetahuan, tugas
pemerintahan, diplomasi, agama, olahraga dan lain–lain).
Mereka yang mengadakan perjalanan bisnis.
Mereka yang datang dalam rangka perjalanan dengan kapal laut walaupun
tinggal disuatu negara kurang dari 24 jam.
Yang tidak dianggap sebagai wisatawan adalah :
a. Mereka yang datang untuk memangku jabatan atau mengadakan usaha
di suatu negara.
b. Mereka yang datang untuk menetap.
c. Penduduk daerah perbatasan dan orang yang tinggal di negara yang
satu akan tetapi bekerja di negara tetangganya.
d. Pelajar, mahasiswa dan orang–orang muda ditempat–tempat
pemondokan dan di sekolah–sekolah.
xxvi
e. Wisatawan–wisatawan yang melewati suatu negara tanpa tinggal
walaupun perjalanan tersebut berlangsung lebih dari 24 jam.
Jenis dan Bentuk Pariwisata
Sesuai dengan potensi yang di miliki pada suatu negara, akan timbullah berbagai jenis dan bentuk pariwisata yang dikembangkan sebagai kegiatan yang kemudian mempunyai cirinya sendiri. Perbedaan antara bentuk pariwisata dengan jenis pariwisata lainnya, diperlukan untuk keperluan perencanaan dan pengembangan pariwisata itu sendiri dan kebijakan apa yang perlu menyertainya atau mendukungnya, sehingga jenis dan bentuk pariwisata yang dikembangkan akan dapat terwujud seperti diharapkan dari kepariwisataan itu. Hingga sekarang jenis dan bentuk pariwisata yang dikenal diantaranya adalah (Nyoman S.Pendit, 1986:36–42):
Jenis Pariwisata
Wisata Budaya
Suatu perjalanan yang dimaksudkan untuk mempelajari kebudayaan,
adat istiadat suatu tempat atau negara. Sering kali perjalanan ini
disatukan dengan terjun ke dalam kebudayaan tersebut.
Wisata Kesehatan
Suatu perjalanan yang dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan
kesehatan baik jasmani maupun rohani. Dengan mengunjungi tempat
peristirahatan, mata air panas, dataran tinggi dan lain–lain.
Wisata Olah Raga
Perjalanan dengan berolah raga atau menyaksikan suatu
penyelenggaraan pesta olah raga di suatu tempat atau negara.
Wisata Komersial
Suatu perjalanan untuk mengunjungi pameran dan pekan raya yang
bersifat komersial, seperti pameran industri, pameran dagang.
Wisata Industri
Perjalanan yang banyak diikuti oleh rombongan pelajar atau
mahasiswa untuk mengunjungi kawasan perindustrian.
xxvii
Wisata Politik
Perjalanan yang dilakukan untuk menyaksikan kegiatan yang
berhubungan dengan kegiatan suatu negara, misalnya ulang tahun
negara tertentu.
Wisata Konvensi
Perjalanan selain untuk menghadiri suatu konvensi dimanfaatkan
juga untuk melakukan kunjungan wisata. Biasanya hotel
menawarkan paket konvensi yang terdiri dari akomodasi termasuk
konvensi, transportasi, juga acara wisata.
Wisata Sosial
Maksud dari wisata ini adalah pengorganisasian perjalanan murah
dan mudah untuk memberi kesempatan kepada golongan masyarakat
ekonomi lemah untuk mengadakan perjalanan. Wisata remaja
termasuk dalam jenis ini.
Wisata Pertanian
Wisata ini adalah pengorganisasian perjalanan yang dilakukan ke
proyek pertanian, perkebunan.
Wisata Maritim atau Bahari
Sinonim wisata tirta, merupakan suatu perjalanan yang banyak
dikaitkan dengan olahraga air.
Wisata Cagar Alam
Banyak diselenggarakan oleh biro perjalanan yang mengkhususkan
usaha dengan mengatur wisata ke dareah cagar alam, hutan lindung
dan lain–lain.
xxviii
Wisata Buru
Jenis ini banyak dilakukan di negara yang memiliki daerah atau
hutan tempat berburu yang dibenarkan oleh pemerintah dan
digalakan oleh biro perjalanan.
Wisata Pilgrim
Merupakan wisata yang banyak dikaitkan dengan agama,
sejarah,adat istiadat. Wisata ini banyak dilakukan oleh perorangan
atau kelompok ketempat suci, makam orang besar dan lain–lain.
Wisata Bulan Madu
Wisata yang diperuntukkan untuk pengantin baru.
Bentuk Pariwisata
1. Menurut asal wisatawan
Parawisata Domestik, wisatawan hanya pindah tempat sementara di dalam
lingkungan wilayah negaranya.
Parawisata Internasional, kegiatan wisata yang berkembang diseluruh
dunia.
Menurut akibatnya terhadap neraca pembayaran
Pariwisata Aktif, apabila kedatangan wisatawan dari luar negeri
memberi efek positif terhadap neraca pembayaran luar negeri di
negara yang dikunjungi.
xxix
Pariwisata Pasif, apabila wisatawan dalam negeri pergi ke luar negeri
sehingga memberi efek negatif terhadap neraca pembayaran luar
negeri negaranya.
Menurut jangka waktu
Dikenal dengan pariwisata jangka pendek dan jangka panjang yang
mana tergantung pada ketentuan yang diberlakukan oleh suatu negara.
Pariwisata jangka panjang
Pariwisata jangka pendek
Menurut jumlah wisatawan
Pariwisata tunggal, kegiatan yang dilakukan oleh satu orang.
Pariwisata rombongan, Kegiatan wisata yang dilakukan dalam satu
rombongan.
Menurut alat angkut yang dipergunakan
Dilihat dari pemakaian alat pengangkutan yang dipergunakan oleh
wisatawan masuk dalam kategori ini : Pariwisata Udara, Pariwisata Laut,
Pariwisata Kereta Api, Pariwisata Mobil.
D. Industri Pariwisata Pariwisata adalah bentuk industri yang tidak mengambil alih industri lainnya
di dalam negeri, melainkan suatu industri yang berdiri sendiri yang pada
hakekatnya membantu serta mempercepat pertumbuhan industri–industri
lainnya. Sebagai industri, pariwisata tidak menggali atau menghisap bahan
baku kekayaan alam suatu negeri melainkan memberikan tambahan
lapangan dan kesempatan kerja bagi anggota masyarakat di lingkungan di
mana berada seperti dalam usaha akomodasi, restoran, pramuwisata,
penterjemah dan bidang–bidang kerja atau jasa lainnya.
xxx
Selanjutnya kepariwisataan juga memberikan sumbangan secara langsung
kepada kemajuan secara terus–menerus terhadap usaha–usaha pembuatan
pelabuhan–pelabuhan, jalan raya, pengangkutan setempat, program
kebersihan atau kesehatan, proyek budaya dan kelestarian alam, dan
sebagainya, ke semua ini dapat memberikan keuntungan dan kesenangan
bagi masyarakat dalam lingkungan setempat, maupun bagi wisatawan
nusantara dan wisatawan mancanegara.
Pariwisata adalah suatu jasa atau pelayanan. Ciri–ciri ekonomis dan industri
pariwisata menjelaskan dampaknya terhadap masyarakat tempat wisata. Ciri
khas yang khusus untuk industri pariwisata yaitu (Spillane, 1994:39):
1. Produk pariwisata tidak dapat disimpan
2. Permintaan akan produk pariwisata sangat tergantung pada musim
3. Permintaan dipengaruhi oleh faktor luar dan pengaruh yang tidak dapat
atau sulit diramalkan
4. Permintaan tergantung pada banyak motivasi yang rumit
5. Pariwisata sangat elastis akan harga dan pendapatan
Penggolongan perusahaan–perusahaan yang dapat diklasifikasikan dalam
industri pariwisata adalah sebagai berikut :
1. Perusahaan Pariwisata Utama Langsung
Adalah semua perusahaan yang tujuan pelayanannya khusus
diperuntukkan bagi perkembangan kepariwisataan dan yang kehidupan
usahanya memang benar–benar tergantung padanya. Apabila pemikiran
untuk menggolongkan rincian perusahaan–perusahaan ini dipergunakan
tema dengan istilah–istilah obyek sentra dan subyek sentra yaitu yang
xxxi
berkisar pada obyek dan subyek masing–masing maka pembagian
perusahaan pariwisata ini tergantung pada kegiatan perusahaan tersebut.
Perusahaan–perusahaan berikut adalah perusahaan yang tergolong
dalam obyek sentral :
a. Perusahaan akomodasi termasuk hotel, penginapan, homestay
dan lain–lain.
b. Tempat peristirahatan khusus bagi pengunjung yang sakit beserta
kliniknya.
c. Perusahaan angkutan pariwisata, adapun pengangkutan udara,
laut dan darat yang telah ditetapkan sebagai sarana angkutan
pariwisata.
d. Perusahaan pengrajin atau manufaktur seperti perusahaan
kerajinan tangan souvenir, kartupos bergambar, penerbitan buku–
buku petunjuk kepariwisataan.
e. Toko–toko penjual souvenir, seperti barang–barang kerajinan
tangan atau benda–benda lain khusus untuk wisatawan.
f. Usaha–usaha yang khusus menyediakan dan menyajikan tempat–
tempat rekreasi dan hiburan lain khusus untuk wisatawan.
g. Organisasi atau usaha, yang menyediakan guide, penerjemah,
sekretaris, juru ketik, perlengkapan konvensi dan lain–lain.
h. Klab atau lembaga yang khusus mempromosikan pariwisata
dengan jalan mengelola, mengatur perbaikan dan kebersihan
obyek–obyek yang dikunjungi wisatawan nusantara dan
mancanegara.
xxxii
Perusahaan pariwisata yang termasuk dalam kategori subyek sentra
adalah perusahaan yang bergerak dalam bidang usaha agar orang
menjadi tertarik untuk mengadakan perjalanan atau memberi kesempatan
kepada mereka untuk menikmati perjalanan apabila mereka sendiri tidak
mampu berbuat demikian. Perusahaan–perusahaan yang termasuk dalam
kategori ini antara lain :
a. Perusahaan penerbitan kepariwisataan yang memajukan promosi
pariwisata secara umum maupun khusus.
b. Usaha–usaha yang membiayai kepariwisataan seperti bank
pariwisata (Travel Bank), usaha kredit pariwisata (Travel Credit),
badan–badan yang membiayai wisata sosial atau wisata remaja.
c. Perusahaan asuransi pariwisata seperti asuransi kecelakaan, sakit,
biaya rumah sakit, kematian pada waktu mengadakan perjalanan.
Kategori yang ketiga adalah perusahaan pariwisata yang menyangkut
obyek maupun subyek pariwisata. Kegiatan dalam kehidupan usahanya
adalah terdiri dari bentuk hubungan antara kedua kategori dua jenis
perusahaan yang telah disebutkan di atas. Contoh dari perusahaan jenis
ini adalah biro perjalanan umum dan agen perjalanan yang mempunyai
dwifungsi yaitu keagenan pariwisata dan pengaturan perjalanan.
Tugasnya membawa subyek pariwisata ke obyek pariwisata, dengan
jalan menyajikan obyek tersebut bagi keuntungan wisatawan sebagai
subyek atau dengan jalan mengatur obyek pariwisata yang dikehendaki
oleh subyek pariwisata (disini fungsinya sebagai agen pariwisata atau
agen perjalanan).
xxxiii
2. Perusahaan pariwisata sekunder tak langsung
Merupakan perusahaan yang tidak sepenuhnya tergantung pada
wisatawan belaka, melainkan juga sebagian diperuntukkan bagi
masyarakat setempat misalnya perusahaan yang kegiatannya
mengadakan dan menyediakan makanan dan minuman seperti restoran,
warung, sate house, dan sebagainya (Nyoman S. Pendit, 1986:83).
Wisatawan dalam perjalanannya tidak hanya memerlukan satu jenis
pelayanan saja, melainkan memerlukan serangkaian jasa yang saling
terkait dimana merupakan produk dari industri pariwisata.
a. Hotel
Dalam suatu perjalanan wisata wisatawan membutuhkan serta
mengharapkan tempat bermalam yang memberikan kenyamanan,
pelayanan yang baik dan lain–lain. Untuk itulah banyak berdiri hotel
untuk menyediakan kebutuhan tersebut. SK Menhub
No.PM/PW.301/PHB.77 (Mangkuwerdoyo,1999:8) memberikan
definisi hotel sebagai suatu bentuk akomodasi yang dikelola secara
komersial, disediakan bagi setiap orang untuk memperoleh
pelayanan dan penginapan berikut makan dan minum.
Hotel dapat diklasifikasikan dalam beberapa kategori sebagai
berikut :
1) Klasifikasi sesuai besar kecil hotel
Pembagian klasifikasi ini ditentukan oleh banyaknya jumlah
kamar yaitu :
a) Hotel kecil, hotel yang mempunyai paling sedikit 25 kamar
xxxiv
b) Hotel sedang, hotel dengan jumlah kamar 25 sampai 99
kamar
c) Hotel di atas rata–rata, hotel yang mempunyai jumlah kamar
100 sampai 299 kamar
d) Hotel besar, hotel yang mempunyai kamar lebih dari 300
kamar
2). Segi pelayanan tamu atau tipe tamu hotel
a) Family hotel, hotel yang menerima tamu yang berupa
keluarga.
b) Business hotel, hotel yang menerima tamu berprofesi sebagai
usahawan
c) Tourist hotel, hotel yang tamu–tamunya adalah wisatawan
d) Transit hotel, hotel yang memberikan tempat istirahat bagi
tamu untuk sementara waktu.
e) Hotel Cure, hotel yang disediakan bagi tamu yang bermaksud
melakukan pengobatan.
3) Lama Tinggal Tamu
a) Commercial hotels dimana tamu hotel dapat menginap untuk
semalam atau kurang.
b) Residental hotels, hotel yang diperuntukkan bagi tamu yang
menginap dalam waktu minimal satu bulan.
c) Semi Residental hotels, hotel yang menerima tamu baik yang
menginap semalam maupun long stay.
4) Plan atau Harga jual
xxxv
a) The European Plan, hotel yang menjual harga untuk kamar
saja
b) The American Plan, hotel yang memberikan harga kamar
termasuk makan.
c) De–luxe Hotel, hotel dengan harga jual paling mahal
d) First Class Hotel, hotel dengan harga jual menengah
e) Economy Hotel, hotel dengan harga jual terendah
5) Hotel Berbintang
a) Hotel bintang satu
b) Hotel bintang dua
c) Hotel bintang tiga
d) Hotel bintang empat
e) Hotel bintang lima
f) Hotel berlian
Pembagian ini dikeluarkan oleh Direktorat Jendral Pariwisata,
yang dilakukan tiga tahun sekali dengan tata cara pelaksanaan
ditentukan oleh Direktorat Jendral Pariwisata. Adapun yang
menjadi bahan pertimbangan adalah kenyamanan dan fasilitas,
jumlah kamar, peralatan yang tersedia serta mutu pelayanan.
6) Lokasi atau Letak Hotel
a) Resort Hotel, hotel yang terletak di daerah wisata misalnya
tepi pantai, danau dan lain–lain.
b) City Hotel, hotel yang terletak di dalam kota.
xxxvi
c) Highway Hotel, hotel yang terletak dipinggir jalan raya atntar
kota.
7) Lama Periode Operasi atau Length of Operating period
a) Seasonal Hotel, hotel yang buka pada waktu musim tertentu
misalnya musim panas, musim dingin, musim liburan dan
lain–lainnya.
b) Year Round Operating Hotel, hotel yang beroperasi
sepanjang tahun.
8) Aktivitas Tamu Hotel
a) Sport Hotel, hotel yang merupakan bagian dari komplek olah
raga misalnya Hotel Century Senayan.
b) Sky Hotel, hotel yang menampung orang–orang yang akan
bermain ski.
c) Covention Hotel, hotel sebagai bagian kompleks rapat,
pertemuan, asosiasi dan lain–lain
Peranan hotel dalam industri wisata antara lain :
1. Seseorang yang sedang melakukan perjalanan atau sedang berwisata
tidak akan lepas dari kebutuhan dalam hidup yang paling pokok
yaitu makan dan tidur. Hotel menyediakan jasa penginapan, makan
dan minum serta jasa lainnya yang dimaksud untuk memenuhi
kebutuhan hidup para wisatawan tersebut.
2. Hotel menggantikan fungsi rumah “ di luar rumah” (away home from
home) bagi para wisatawan atau pelaku perjalanan, dengan berusaha
memberikan :
xxxvii
a. Rasa aman atau Secure
b. Rasa kenyamanan yang menyenangkan atau Comfort
c. Kesendirian atau Privacy
3. Hotel sebagaimana rumah adalah tempat awal atau basis seseorang
dalam merencanakan dan melaksanakan kegiatan kehidupan sehari–
hari seperti bekerja, bersantai, hidup bermasyarakat, berolah–raga
dan lain–lain. Untuk memenuhi kebutuhan ini hotel menyediakan
fasilitas serta sarana yang diperlukan seperti telepon, TV, Lobby,
Komputer dan lain–lain.
b. Biro Perjalanan Wisata
Biro perjalanan wisata merupakan tahap dinamis gejala
pariwisata, karena menyebabkan bergeraknya roda industri
pariwisata mulai dari asal wisatawan sampai daerah tujuan wisata.
Menurut Bab I–SK Dirjen Pariwisata No. Kep 16/U/II/88:
pelaksanaan ketentuan usaha perjalanan, diberikan pengertian berikut
(Oka A. Yoeti, 1997:27):
1) Usaha Perjalanan adalah kegiatan usaha yang bersifat komersial
yang mengatur, menyediakan dan menyelenggarakan pelayanan
bagi seseorang, sekelompok orang, untuk melakukan perjalanan
dengan tujuan utama berwisata.
2) Biro Perjalanan Umum adalah badan usaha yang
menyelenggarakan kegiatan usaha perjalanan ke dalam negeri
dan ke luar negeri.
xxxviii
3) Cabang Biro Perjalanan Umum adalah salah satu unit usaha Biro
Perjalanan Umum yang berkedudukan di wilayah yang sama
dengan kantor pusatnya atau wilayah lain, yang melakukan
kegiatan kantor pusatnya.
4) Agen Perjalanan adalah badan usaha yang menyelenggarakan
usaha perjalanan yang bertindak sebagai perantara di dalam
menjual atau mengurus jasa untuk melakukan perjalanan.
5) Perwakilan adalah Biro Perjalanan Umum, Agen Perjalanan,
badan usaha lainnya atau perorangan yang ditunjuk oleh suatu
Biro Perjalanan Umum yang berkedudukan di wilayah lain untuk
melakukan kegiatan yang diwakilkan baik secara tetap maupun
tidak tetap.
Apabila kita perhatikan batasan tersebut di atas maka kita
memperoleh dua pengertian, bahwa disamping agen perjalanan
(Travel Agent) dijumpai pula biro perjalanan (Travel Bureau) yang
mempunyai kegiatan berbeda satu dengan yang lain.
Ruang lingkup kegiatan Biro Perjalanan Umum meliputi :
a) Membuat, menjual dan menyelenggarakan paket wisata
b) Mengurus dan melayani kebutuhan jasa angkutan bagi
perorangan dan kelompok orang yang diurusnya.
c) Melayani pemesanan akomodasi, restoran dan sarana wisata
lainnya.
d) Mengurus dokumen perjalanan.
e) Menyelenggarakan panduan perjalanan wisata.
xxxix
f) Melayani penyelenggaraan konvensi.
Sedangkan ruang lingkup Agen Perjalanan mencakup kegiatan
usaha:
a) Menjadi perantara di dalam pemesanan tiket angkutan udara, laut
dan darat.
b) Mengurus dokumen perjalanan.
c) Menjadi perantara di dalam pemesanan akomodasi, restoran dan
sarana wisata lainnya.
d) Menjual paket–paket wisata yang dibuat oleh Biro Perjalanan
Umum.
Sejalan dengan tugas Biro Perjalanan Wisata, yang dicari
wisatawan dari sebuahpaket wisata pada dasarnya mencakup
(1) Hal–hal yang menarik perhatian para wisatawan (attractions)
termasuk kesan (image) dari wisatawan.(2) Fasilitas yang diperlukan
ditempat tujuan wisata tersebut misalnya akomodasi, makan–minum,
support industries. (3) Infrastruktur termasuk semua konstruksi di
bawah dan di atas tanah dari suatu wilayah atau daerah. (4) Daerah
tujuan wisata mudah dijangkau dan tersedia alat transportasi yang
memadai (5) Wisatawan sedang berada dalam lingkungan yang tidak
mereka kenal, maka kepastian atau jaminan keamanan sangat
penting, keramahtamahan dan keamanan menjadi sangat penting
(Spillane, 1994:63).
Kondisi pariwisata pada saat ini jauh lebih buruk dari
tahun–tahun sebelumnya. Kondisi ini membawa dampak negatif
xl
kepada Biro Perjalanan Wisata (BPW). Beberapa BPW berusaha
mencari jalan keluar dengan menawarkan paket–paket wisata yang
murah. Misalnya untuk perjalanan keluar negeri, BPW bekerjasama
dengan hotel–hotel diluar negeri untuk mendapatkan harga yang
lebih murah. Paket–paket wisata murah ini juga dijalankan di dalam
negeri. Misalnya bekerja sama dengan hotel–hotel dan dengan
perusahaan penerbangan untuk mendapatkan harga yang murah.
Secara umum peran BPW dalam masa sulit ini bisa dilihat
dari dua sisi, yaitu inbound dan ticketing. Dari sisi inbound, ada dua
hal yang dilakukan. Pertama, meyakinkan bahwa kondisi Indonesia
aman kepada wisatawan asing. Banyak wisatawan mancanegara
tidak mau masuk Indonesia karena faktor keamanan. Dalam hal ini
BPW berusaha meyakinkan wisatawan luar negeri melalui mitra luar
bahwa kondisi Indonesia sebetulnya aman. Mereka tidak perlu takut
untuk melakukan perjalanan ke Indonesia. Kedua BPW berusaha
membuat Indonesia lebih menarik dengan membuat paket–paket
yang menarik dan harga yang kompetetif. Dari sisi ticketing, BPW
bekerja sama dengan penerbangan dengan membuat paket–paket
wisata ke beberapa daerah tujuan wisata seperti Bali, Yogyakarta,
Bandung, Solo dan sebagainya. Karena untuk membuat paket–paket
ke luar negeri cukup sulit mengingat kurs yang berfluktuasi,
sehingga wisatawan nusantara sulit ke luar negeri. Dengan demikian,
BPW mengkonsentrasikan penanganan wisatawan nusantara untuk
melakukan perjalanan dalam negeri. Biasanya untuk perjalanan ke
xli
luar negeri BPW bekerja sama dengan hotel–hotel diluar negeri dan
penerbangan supaya mendapatkan harga lebih murah (Elly
Hutabarat, dalam Ayok Pitoyo :2001;16).
c. Obyek Wisata
Obyek wisata lebih dikenal dengan istilah tourist attractions,
yaitu segala sesuatu yang menjadi obyek bagi orang untuk
mengunjungi suatu daerah tertentu.
Attraction merupakan pusat dari industri pariwisata, menurut
pengertiannya mampu menarik wisatawan yang ingin
mengunjunginya. Suatu tempat tujuan primer (Primary Desnation)
adalah tempat atau lokasi yang sangat menarik perhatian wisatawan
dan merupakan obyek pokok perjalanannya. Sedangkan stopover
destination adalah suatu tempat yang menarik atau perlu dikunjungi
ketika sedang menuju Primary destination.
E. Pendapatan Asli Daerah Pendapatan Asli Daerah merupakan pendapatan yang di peroleh dari
potensi daerah dan dikelola oleh pemerintah daerah. Pendapatan Asli Daerah
ini merupakan salah satu sumber pendapatan daerah yang dapat digunakan
sesuai dengan kebutuhan daerah dalam penyelenggaraan pemerintahan dan
pembangunan daerah.
Pendapatan Asli Daerah secara garis besar terdiri dari komponen–komponen
(Sutrisno PH, 1988: 187 – 193):
Pajak Daerah
Retribusi Daerah
xlii
Bagian laba Badan Usaha Milik Daerah
Penerimaan dari dinas–dinas daerah
Penerimaan lain–lain
Batasan pengertian mengenai pendapatan asli daerah menurut
Sutrisno P.H.(1988) ialah merupakan suatu pendapatan yang menunjukkan
kemampuan suatu daerah dalam menghimpun sumber–sumber dana untuk
membiayai kegiatan daerah. Jadi pengertian pendapatan asli daerah dapat
dikatakan sebagai pendapatan rutin dari usaha–usaha pemerintah daerah dalam
memanfaatkan potensi–potensi sumber keuangannya untuk membiayai tugas–
tugas dan tanggung jawabnya.
Uraian secara rinci tentang komponen–komponen pendapatan asli
daerah adalah :
Pajak Daerah
Pengenaan pajak terhadap wajib pajak merupakan hal paling penting yang
tidak menyenangkan bagi hampir sebagian besar masyarakat. Hal ini memang tidak terbantahkan karena pajak yang dipungut merupakan imbal balik dari kegiatan–kegiatan yang telah dilakukan oleh pemerintah dalam menyediakan prasarana dan pelayanan jasa kepada masyarakat.
Pembagian Pajak Menurut Golongan
Pembagian pajak menurut golongan dapat dibagi menjadi dua jenis
yakni(Soetrisno P.H.,1988 : 187–193):
1). Pajak Langsung
Pengertian pajak langsung ditinjau dari segi tata usaha atau
administrasi negara adalah pajak yang dikenankan berdasarkan atas
surat ketetapan pajak dan pengenaannya dilakukan secara berkala
misalnya tiap–tiap tahun (pada waktu tertentu). Ditinjau dari segi
xliii
ekonominya, pajak langsung adalah pajak yang beban pajaknya
tidak dapat digeser atau dikembalikan kepada orang lain. Misalnya
pajak kekayaan, pajak perseroan, pajak rumah tangga.
2). Pajak Tidak Langsung
Pengertian pajak tidak langsung ditinjau dari segi tata usaha atau
administrasi negara adalah pajak yang pemungutannya tidak
dilakukan berdasarkan atas surat ketetapan pajak atau
pengenaannya tidak dilakukan secara berkala. Dalam artian
ekonomisnya, pajak tidak langsung adalah pajak yang beban
pajaknya dapat digeserkan kepada orang lain, misalnya pajak
penjualan, cukai, bea materai, bea lelang.
Pedoman Pemungutan Pajak
Prinsip yang dikenal dalam pengenaan atau pemungutan pajak ada
empat macam, seperti yang dikenalkan oleh Adam Smith tentang
pengenaan pajak yang baik (Smith’s Canons), meliputi (M.
Suparmoko, 1992:97):
1) Prinsip Kesamaan (Equity)
Beban pajak yang akan dikenakan harus sesuai dengan keadaan
relatif dari setiap wajib pajak. Perbedaan dalam tingkat penghasilan
harus digunakan sebagai pedoman dalam beban distribusi beban
pajak itu, sehingga bukan beban pajak dalam artian uang tetapi
beban nyata dalam kepuasan yang hilang.
2) Prinsip Kepastian (Certanity)
xliv
Pajak hendaknya tegas, jelas dan pasti bagi setiap wajib pajak,
sehingga mudah dimengerti oleh mereka dan juga akan
memudahkan administrasi.
3) Prinsip Kecocokan (Convenience).
Pengenaan pajak jangan sampai terlalu menekan wajib pajak,
sehingga wajib pajak akan dengan suka dan senang hati melakukan
pembayaran pajak kepada pemerintah.
4) Prinsip Ekonomis
Pengenaan pajak menimbulkan kerugian yang minimal, jangan
sampai biaya pemungutannya lebih besar dari pada jumlah
penerimaan pajaknya.
Pajak Negara dan Pajak Daerah
Sebenarnya tidak ada perbedaan yang begitu mendasar antar kedua
kata tersebut di atas, karena pengertian pajak daerah memang sama
seperti pajak negara hanya perbedaannya terletak pada :
Pajak negara ditetapkan dan dikelola oleh pemerintah pusat (dalam hal ini
Direktorat Jendral Pajak). Pajak umumnya digunakan oleh pemerintah
pusat tetapi ada pula yang penggunaannya diserahkan kepada daerah.
Pajak daerah adalah pajak yang ditetapkan dengan peraturan pemerintah
atau pajak negara yang pengelolaan dan penggunaannya diserahkan
kepada daerah.
Selanjutnya dalam pasal 6 peraturan umum pajak daerah
disebutkan batasan–batasan serta asas–asas pajak daerah, sebagai berikut:
xlv
Barang–barang keperluan hidup sehari–hari tidak boleh langsung
dikenakan pajak daerah.
2. Pajak daerah tidak boleh merupakan rintangan akan keluar masuknya
atau pengangkutan barang ke dalam dan ke luar daerah.
3. Dalam peraturan pajak daerah tidak boleh diadakan pembedaan atau
pemberian keistimewaan yang menguntungkan perseorangan,
golongan dan keagamaan.
4. Duta atau konsul asing, demikian pula orang–orang yang termasuk
kedutaan atau konsulat asing tidak boleh diberi pembebasan dari pajak
daerah selain dengan keputusan presiden (Soetrisno P.H, 1988:203–
205).
Retribusi Daerah
Pemerintah dalam rangka meningkatkan kesejahteraan dan
pemenuhan kebutuhan masyarakat telah menyediakan berbagai macam hal, padahal kegiatan ini memerlukan biaya–biaya tentu saja menuntut pembayaran kembali akan penyediaan fasilitas ini dikenakan kepada masyarakat. Hal pembayaran kembali kepada pemerintah oleh masyarakat atas pemakaian barang dan jasa yang telah disediakan ini lebih dikenal dengan retribusi.
Antara retribusi dengan pajak mempunyai perbedaan sifat yang dimiliki. Perbedaan tersebut terletak pada balas jasa yang diberikan kepada wajib pajak atas pungutan tersebut. Pada pungutan pajak, wajib bayar tidak mendapatkan imbalan langsung, namun untuk retribusi mendapatkan balas jasa langsung. Semakin berkembangnya suatu daerah akan banyak pula jenis retribusi yang dapat dipungut oleh daerah itu. Karena makin berkembangnya suatu daerah maka makin banyak fasilitas atau jasa yang disediakan oleh pemerintah setempat untuk kegiatan masyarakatnya. Pemerintah daerah memang mempunyai kebebasan yang telah banyak dalam memungut retribusi lebih besar dari pada pajak, karena lapangan retribusi daerah berhubungan dengan pengganti jasa atau fasilitas yang dibebani oleh daerah.
Bagian Laba Perusahaan Daerah
Perusahaan daerah adalah sarana yang dipakai pemerintah daerah di dalam mengemban pelaksanaan pasal 33 ayat 2 Undang–Undang Dasar 1945, sebab cabang–cabang yang penting bagi daerah dan yang menguasai hajat hidup orang banyak, perusahaan daerahlah yang mengusahakan oleh karenanya tugas berat yang harus dibawa oleh peraturan daerah adalah seimbang dengan hak–hak yang dimiliki.
Badan Usaha Pemerintah Daerah mencakup berbagai aspek pelayanan kepada masyarakat, menyelenggarakan kemanfaatan umum, dan memberikan sumbangan bagi ekonomi daerah yang keseluruhannya harus dilaksanakan berdasarkan asas–asas ekonomi perusahaan yang sehat.
Penerimaan Dinas–Dinas Daerah dan Penerimaan Lain–lain
xlvi
Penerimaan dinas–dinas daerah adalah penerimaan yang diterima oleh dinas–dinas daerah yang secara langsung memberikan jasa pelayanan dan jasa perijinan kepada masyarakat, tidak termasuk dinas pendapatan daerah.
Penerimaan lain–lain adalah bagian penerimaan Pendapatan Asli Daerah yang tidak termasuk pos penerimaan pajak daerah, retribusi daerah, bagian laba Badan Usaha Pemerintah Daerah dan penerimaan dari dinas–dinas daerah termasuk sebagai penerimaan lain–lain adalah penerimaan dari sewa rumah dan gedung milik daerah, hasil penjualan barang–barang bekas daerah, usaha yang dilakukan oleh aparat pemerintah daerah yang membuka perusahaan daerah untuk menghasilkan jasa yang dapat dipergunakan masyarakat, serta usaha lainnya dari daerah yang sifatnya tidak rutin.
F. Peranan Industri Pariwisata terhadap Pendapatan Asli
Daerah
Pariwisata adalah keseluruhan fenomena dan hubungan–hubungan
yang ditimbulkan oleh kegiatan perjalanan dan berdiamnya orang–orang
yang bukan merupakan penduduk setempat, dengan syarat tidak menetap di
daerah tujuan dan melakukan pekerjaan yang menghasilkan upah.
Aggaran Daerah adalah suatau rencana yang berisi tentang rencana
kegiatan yang akan dilakukan oleh daerah yang bersangkutan, yang mana
mencakup kegiatan yang bersifat rutin maupun kegiatan pembangunan dari
berbagi tingkatan untuk jangka panjang waktu tertentu yang dinyatakan
dengan uang (Kodhat, dalam Ayok Pitoyo, 2001:9).
Salah satu sumber pendapatan yang nantinya akan digunakan untuk
membiayai berbagai kegiatan tersebut berasal dari pendapatan daerah, di
mana pendapatan asli daerah termasauk di dalamnya. Pendapatan asli daerah
diharapkan bisa memberikan sumbangan dalam membiayai kegiatan–
kegiatan daerah, dan juga diandalkan untuk meningkat secara riil.
Usaha peningkatan pendapatan asli daerah dijalankan melalui
penggalian potensi sumber pendapatan. Penerimaan sektor pariwisata
merupakan bagian yang melibatkan kegiatan–kegiatan seperti obyek wisata
yang menyumbang retribusi, atraksi wisata dan hiburan serta kegiatan
pendukungnya seperti penginapan, biro perjalanan wisata dan tontonan.
xlvii
Berkembangnya pariwisata akan berakibat ganda terhadap sektor lainnya,
seperti bidang pertanian, peternakan, kerajinan rakyat, mebel, tekstil dan
sektor lainnya yang mana produknya diperlukan untuk menunjang
perkembangan pariwisata seperti hotel dan restaurant. Maka perkembangan
pariwisata selain akan menaikkan penerimaan sektor pariwisata juga akan
menimbulkan peningkatan aktifitas di luar sektor pariwisata yang akhirnya
akan menambah peningkatan pendapatan masyarakat dan penerimaan
daerah.
Seiring dengan kedatangan wisatawan baik wisatawan
mancanegara maupun wisatawan nusantara ke obyek wisata di daerah
tertentu, maka pendapatan dari sektor pariwisata akan meningkat, karena
wisatawan pasti akan menggunakan fasilitas–fasilitas yang ada di daerah
tujuannya, seperti hotel, biro perjalanan wisata, obyek–obyek wisata. Hal ini
sesuai dengan tujuan pembangunan di bidang kepariwisataan untuk
meningkatkan pendapatan dari industri pariwisata.
Selanjutnya kepariwisataan juga memberikan sumbangsihnya
secara langsung kepada kemajuan–kemajuan secara berkesinambungan
terhadap usaha–usaha pembuatan atau perbaikan–perbaikan jalan, jembatan,
pelabuhan, pengangkutan setempat, program–program kebersihan atau
kesehatan, proyek sarana budaya, kelestarian lingkungan dan sebagainya,
yang kesemuanya dapat memberikan keuntungan dan kesenangan baik bagi
masyarakat dalam lingkungan daerah wilayah yang bersangkutan maupun
bagi wisatawan. Selain itu pembangunan pariwisata berpengaruh pada
xlviii
perubahan dalam masyarakat yang berhubungan dengan pendapatan dan
distribusi pendapatan.
Industri pariwisata selain membutuhkan kamar untuk menginap,
makanan dan minuman, jasa biro perjalanan wisata dan lain–lain, juga
memerlukan prasarana ekonomi seperti jalan, terminal, jembatan dan
sebagainya. Kebutuhan lain yang dirasakan perlu yakni prasarana yang
bersifat pelayanan umum seperti pembangkit listrik, penyediaan air bersih,
olah raga dan rekreasi, pos dan telekomunikasi, bank, money changer dan
lain–lain. Dengan sarana dan prasarana tersebut akan timbul pengenaan
pajak dan retribusi baik secara langsung maupun tidak langsung bagi
pemakai jasanya.
Semakin bertambahnya hotel, rumah makan dan biro perjalanan
berarti pajak yang masuk sebagai Pendapatan Asli Daerah akan meningkat,
demikian halnya dengan bertambahnya pemakaian prasarana jalan, air,
listrik dan rekreasi, maka retribusi yang masuk ke atas daerah akan semakin
banyak.
G. Visi, Misi, dan Tujuan Pembangunan
Visi
Visi pembangunan daerah Pemerintah Kota Surakarta adalah :
mewujudkan citra Kota Solo sebagai Kota Budaya yang didukung oleh
jasa pariwisata, perdagangan, industri yang bertumpu pada hasil
kerajinan rakyat, perdagangan, industri yang bertumpu pada hasil
xlix
kerajinan rakyat, dalam tata kehidupan perkotaan yang kondusif,
merangsang kehidupan kreatif, produktif dan mandiri.
Misi Pembangunan
Misi pembangunan Pemerintah Kota Surakarta adalah :
a. Mewujudkan SDM yang berkualitas
─Faktor pendukung adalah:
Tersedianya lembaga–lembaga pelatihan atau pendidikan.
2) Tumbuhnya lembaga pendidikan tinggi yang berkualitas.
3) Tersedianya paket program pendidikan atau latihan yang
memadai.
─Faktor penghambat adalah :
1) Produktif aparatur pemerintah dan angkatan kerja rendah.
Biaya pendidikan yang relatif tinggi.
Minat mengikuti pendidikan kejuruan masih rendah.
Terbatasnya tenaga pendidikan atau pelatih yang professional.
b. Melestarikan dan mengembangkan Budaya Daerah
─Faktor pendukung
1) Merupakan pusat budaya atau kesenian Jawa.
2) Adanya lembaga pendidikan STSI, SMKI, SMSR.
3) Banyaknya budayawan, seniman atau seniwati.
─Faktor penghambat
1) Masih rendahnya apresiasi nilai budaya tradisional.
2) Keterbatasan promosi seni budaya tradisional.
3) Dampak negatif budaya asing yang semakin besar.
l
c. Menjadikan Kota Solo sebagai pintu gerbang pariwisata
─Faktor Pendukung
1) Meningkatkan jumlah wisata mancanegara atau wisata
nusantara.
2) Tumbuhnya biro–biro perjalanan wisata.
3) Banyaknya obyek wisata budaya. ─Faktor Penghambat
1) Paket wisata Jawa Tengah belum dikemas dengan baik.
2) Pusat kesenian Jawa Tengah belum dibina secara insentif.
3) Konvensi bangunan bersejarah dan cagar budaya di Solo
kurang.
4) Belum memiliki pola pendayagunaan bangunan bersejarah dan
cagar budaya menjadi aset wisata.
d) Meningkatkan sarana dan prasarana ekonomi kota.
─Faktor Pendukung
1) Tersedianya sarana perdagangan dan perbankan.
2) Tersedianya cargo terminal dan stasiun peti kemas.
─Faktor Penghambat
1) Keterbatasan dana.
2) Penataan pasar dan PKL belum dilaksanakan dengan optimal.
3) Pemanfaatan cargo terminal dan stasiun peti kemas belum
optimal.
e) Menjadikan Surakarta sebagai kota perdagangan atau jasa pelayanan.
─Faktor Pendukung
li
1) Tersedianya pasar dan banyaknya bank di Solo.
2) Letak Kota Solo yang strategis.
3) Tersedianya cargo terminal dan stasiun kereta api.
4) Dibangunnya Ring Road Utara.
5) Kota Solo sebagai pusat Wilayah Pariwisata VII Jawa
Tengah.
─Faktor Penghambat
1) Keterbatasan wilayah administratif.
2) Masih rendahnya inovasi dan rekayasa usaha.
3) Rendahnya daya saing.
f) Membina dan mengembangkan industri kecil kerajinan rakyat.
─Faktor Pendukung
1) Pelatihan kewiraswastaan dan peningkatan
produktivitas.
2) Pendidikan pelatihan atau manajemen melalui
inkubator.
3) Adanya bursa hasil industri yang memadai.
4) Adanya koperasi industri kecil atau kerajinan rakyat.
─Faktor Penghambat
1) Rendahnya tingkat pendidikan basic usaha atau pengrajin.
2) Kualitas manajemen pengolahan masih sederhana.
3) Lemahnya daya asing di pasar bebas.
lii
4) Daerah pemasaran yang masih terbatas (lokal).
g) Meningkatkan tata kehidupan kota yang tertib, berdasarkan peraturan
dan norma–norma yang berlaku.
─Faktor Pendukung
1) Sikap masyarakat yang paternalistik
2) Tersedianya peraturan dan kepastian hukum
3) Tersedianya perangkat pelaksana
4) Penyuluhan atau sarasehan pelaksana
─Faktor Penghambat
1) Sebagian masyarakat belum tertib.
2) Masih adanya tindakan warga yang menghakimi sendiri
3) Masih adanya oknum menyalahgunakan tugas dan wewenang
3. Tujuan Pembangunan
Tujuan pembangunan daerah pemerintah kota Surakarta adalah
mencapai “SALA KUNCARA”, di mana dalam mencapai tujuan tersebut
ditempuh suatu strategi unggulan yang disebut sebagai “PANCA KRIDA
UTAMA”, yaitu menjadikan:
a. Surakarta sebagai Kota Budaya
b. Surakarta sebagai Kota Tujuan Wisata atau Pintu Gerbang Wisata
Jawa Tengah.
c. Surakarta sebagai Pusat Perdagangan dan Jasa
d. Surakarta sebagai Kota Industri, utamanya industri kecil atau kerajinan
rakyat
e. Surakarta sebagai Kota Pendidikan dan Ketrampilan.
liii
Program ini merupakan suatu idealisme masyarakat Solo yang
didasarkan pada potensi–potensi yang selama ini belum berkembang nyata
dalam kehidupan masyarakat.
Panca Krida Utama dapat disebut sebagai program kerja jangka
menengah Pemerintah Kota Surakarta dengan harapan bilamana terwujud
akan menempatkan Kota Solo sebagai salah satu kota di wilayah Indonesia
yang mampu mengumandangkan nilai–nilai luhur bangsa.
Dalam operasional program jangka menengah tersebut di dasari
program jangka pendek yang diharapkan mampu merintis sasaran yang
hendak dicapai. Program jangka pendek yang dimaksud adalah program
“BERSERI” yaitu sebagai gerakan untuk mewujudkan kota Solo yang
bersih sehat, rapi dan indah. Bersih secara fisik maka kebersihan
merupakan syarat mutlak menumbuhkan daya tarik pendatang dan
menumbuhkan rasa nyaman bagi setiap insan yang tinggal di Solo. Sehat
berati kondisi kota yang bersih dengan sendirinya akan memberikan
dampak kesehatan lingkungan. Kota yang rapi tidak hanya berarti suasana
melainkan meliputi faktor keamanan, ketertiban dan keserasian lingkungan
akan lebih mempertebal suasana nyaman di kota. Keindahan dalam
penampilan akan merupakan daya tarik tersendiri bagi para pengunjung
sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai oleh wisatawan.
Dengan membudayakan kehidupan BERSERI pada seluruh warga
masyarakat kota akan merupakan sarana landasan untuk meningkatkan
kepariwisataan daerah.
liv
H. Hasil Penelitian Terdahulu 1. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Adi Surahman (1998), mengenai
“Analisis pengaruh sub sektor pariwisata terhadap Produk Domestik
Bruto dan kesempatan kerja sektor pariwisata di Indonesia”. Alat
analisis yang digunakan adalah regresi berganda. Dari penelitian di
peroleh kesimpulan bahwa PPl, Retribusi, Investasi, hotel, restaurant
Bpw, Wisatawan berpengaruh positif terhadap Produk Domestik Bruto.
2. Penelitian lain dilakukan oleh Ayok Pitoyo (2001) mengadakan penelitian
mengenai “Analisis Perkembangan Industri Pariwisata dan
Kontribusinya Terhadap Pendapatan Asli Daerah di Daerah Istimewa
Yogyakarta”. Dengan menggunakan alat analisis trend linear diperoleh
kesimpulan bahwa pendapatan asli daerah di Daerah Istimewa
Yogyakarta selalu meningkat dari tahun ke tahun yang dibuktikan oleh
arah condong garis Y positif dan disimpulkan bahwa jumlah wisatawan,
akomodasi dan transportasi berpengaruh terhadap pendapatan asli
daerah.
Dari hasil penelitian yang sama dengan analisis yang berbeda
diperoleh kesimpulan bahwa jumlah transportasi berpengaruh negatif,
sedangkan jumlah akomodasi berpengaruh positif terhadap lama tinggal
wisatawan mancanegara.
Sedangkan penelitian yang lain diperoleh kesimpulan bahwa
jumlah transportasi berpengaruh negatif, dan jumlah akomodasi berpengaruh
positif terhadap lama tinggal wisatawan nusantara.
BAB III
lv
GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
A. Deskripsi Wilayah
1. Aspek Geografis
Kota Surakarta atau lebih dikenal dengan kota “Solo” merupakan
salah satu kota di Propinsi Jawa Tengah yang mempunyai potensi cukup
tinggi dalam hal Pariwisata, ekonomi, sosial, Politik, pendidikan serta
kebudayaan. Letak geografis kota Solo terletak antara 110o45’35” bujur
timur dan antara 7o36’–7o56’ lintang selatan. Dengan luas daerah kurang
lebih 4.404.0593 Ha. Surakarta merupakan daerah dataran rendah yang
berada pada ketinggian ± 92 m di atas permukaan laut dan berada pada
pertemuan sungai Pepe, Jenes dan Bengawan Solo serta mempunyai
suhu udara rata–rata 21,9oC – 32,5oC. Dengan tekanan udara rata–rata
1010,9 MBS, dan kelembaban udara 71% dengan ketinggian angin 4
knot dan arah angin 240 derajat. Kota Surakarta dibatasi :
Sebelah Utara : Berbatasan dengan Kabupaten Karanganyar dan
Kabupaten Boyolali.
Sebelah Timur : Berbatasan dengan Kabupaten Sukoharjo dan
Kabupaten Karanganyar.
Sebelah Selatan : Berbatasan dengan Kabupaten Sukoharjo.
Sebelah Barat : Berbatasan dengan Kabupaten Sukoharjo dan
Kabupaten Karanganyar.
2. Keadaan Iklim 54
lvi
Suhu udara Kota Surakarta maksimumnya 32,5oC dan
minimumnya 21,9oC, rata–rata tekanan udara 1010,9 MBS, kelembaban
udara 71%, kecepatan angin 04 knot, dan arah angin 240 derajat.
3. Keadaan Tanah
Wilayah Kota Surakarta secara umum keadaannya datar, hanya sebagian utara dan timur agak bergelombang dengan ketinggian kurang dari 92 meter di atas permukaan air laut.
Jenis tanah sebagian tanah liat termasuk Regosol kelabu,
Alluvial, di wilayah bagian utara tanah liat Grumosol serta wilayah
bagian timur laut tanah litosol Mediteran.
4. Dasar Hukum
Sebutan atau nama Kota Surakarta baru di mulai adanya Undang–undang No.18 Tahun 1965 tanggal 1 september 1965 dan ketetapan MPRS No.XX/MPRS/1966 dan sejak lahir telah mengalami tujuh kali periode atau perubahan sebutan nama.
5. Pembagian Wilayah Administrasi
Kota Surakarta terdiri dari 5 Kecamatan yaitu : Laweyan (11 Kelurahan), Serengan (7 Kelurahan), Pasar Kliwon (9 Kelurahan), Jebres (11 Kelurahan),Banjarsari (13 Kelurahan) dengan masing–masing luas wilayah, jumlah penduduk dan tingkat kepadatan tiap–tiap kecamatan dijelaskan dalam tabel 3.1. Kelurahan yang tersebar dalam 5 Kecamatan itu adalah :
a. Kecamatan Laweyan terdiri dari Kelurahan Pajang, Kelurahan Laweyan, Kelurahan Bumi, Kelurahan
Panularan, Kelurahan Penumping, Kelurahan Sriwedari, Kelurahan Purwosari, Kelurahan Sondakan,
Kelurahan Kerten, Kelurahan Karangasem dan Kelurahan Jajar.
b. Kecamatan Serengan terdiri dari Kelurahan Joyotakan, Kelurahan
Damukusuman, Kelurahan Serengan, Kelurahan Tipes, Kelurahan
Kratonan, Kelurahan Jayengan dan Kelurahan Kemlayan.
c. Kecamatan Pasar Kliwon terdiri dari Kelurahan Joyosuran,Kelurahan
Semanggi, Kelurahan Pasar Kliwon, Kelurahan Gajahan, Kelurahan
Baluwarti, Kelurahan Kampung Baru, Kelurahan Kedung Lumbu,
Kelurahan Sangkrah dan Kelurahan Kauman.
lvii
d. Kecamatan Jebres terdiri dari Kelurahan Kepatihan Kulon,
Kelurahan Kepetihan Wetan, Kelurahan Sudiriprajan, Kelurahan
Gandekan, Kelurahan Sewu, Kelurahan Pucang Sawit, Kelurahan
Jagalan, Kelurahan Purwodiningratan, Kelurahan Tegalharjo,
Kelurahan Jebres dan Kelurahan Mojosongo.
e. Kecamatan Banjarsari terdiri dari Kelurahan Kadipiro, Kelurahan
Nusukan, Kelurahan Gilingan, Kelurahan Stabelan, Kelurahan
Kestalan, Kelurahan Keprabon, Kelurahan Timuran, Kelurahan
Katelan, Kelurahan Punggawan, Kelurahan Mangkubumen,
Kelurahan Manahan, Kelurahan Sumber dan Kelurahan Banyuanyar.
lviii
Tabel III.1 Luas Wilayah, Jumlah Penduduk, Sex Ratio dan Tingkat Kepadatan Tiap Kecamatan di Kota Surakarta Tahun 2000.
No Kecamatan Luas Wilayah (Km2)
Jumlah Penduduk Sex
Ratio
Tingkat Kepadatan (Per Km2)
1 Laweyan 8,638 106,429 975 12.321 2 Serengan 3,194 61,754 961 19.334 3 Pasar Kliwon 4,815 84,535 959 17.557 4 Jebres 12,582 135,764 966 10.790 5 Banjarsari 14,811 161,769 962 10.922 Kota 44,04 550,251 965 12.494 TH 1999 44,04 546,469 964 12.408 TH 1998 44,04 542,832 960 12.326 TH 1997 44,04 539,387 958 12.248 TH 1996 44,04 536,005 957 12.171
Sumber :Surakarta dalam Angka 2000, Kantor Statistik Kota Surakarta.
Angka Sex Ratio menunjukkan perbandingan bahwa setiap 1000
orang jumlah penduduk berjenis kelamin perempuan terdapat jumlah
penduduk berjenis kelamin laki–laki yaitu angka–angka Sex Ratio dalam
tabel di atas. Untuk Kota Surakarta dalam tahun 2000 setiap 1000
penduduk perempuan terdapat 965 penduduk laki–laki.
B. Aspek Demografi
1. Penduduk Menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin.
Jumlah penduduk Kota Surakarta menurut kelompok umur dan
jenis kelamin tahun 2000 dapat di lihat dalam tabel III.2 sebagai berikut:
lix
Tabel III.2. Jumlah Penduduk Menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin di Kota Surakarta tahun 2000.
Banyaknya Penduduk Kelompok Umur Laki–laki Perempuan
Jumlah
0 – 4 39.845 46.622 80.471 5 – 9 27.920 28.634 56.554
10 – 14 27.387 28.317 55.704 15 – 19 28.778 29.665 58.443 20 – 24 29.880 31.466 61.346 25 – 29 28.834 29.435 58.269 30 – 39 28.186 29.499 57.685 40 – 49 25.317 25.914 51.231 50 – 59 19.433 21.266 40.699
60+ 14.520 15.329 29.849 Jumlah Penduduk 270.104 280.147 550.251
Sumber :Surakarta dalam Angka 2000, Kantor Statistik Kota Surakarta
2. Depedency Ratio (Rasio Ketergantungan)
Rasio ketergantungan adalah perbandingan antara jumlah penduduk di bawah usia 15 tahun dan jumlah penduduk di atas usia 60 tahun yang merupakan penduduk tidak produktif terhadap jumlah penduduk usia 15–59 tahun yang merupakan penduduk usia produktif, rumusnya :
192.729 + 29.849 DR = x 100 327.673 DR = 67,9
Dari perhitungan Dependency Ratio di atas menunjukkan angka 67,9. Berarti setiap 100 penduduk Kota Surakarta yang produktif akan menanggung 68 penduduk yang tidak produktif.
C. Aspek Sosial Ekonomi.
Komposisi penduduk menurut tingkat pendidikan di Kota Surakarta
dapat di lihat dalam tabel III.3 sebagai berikut :
(Penduduk Usia 0–14) + (Penduduk Usia 60 tahun lebih) DR = x 100 (Penduduk usia 15–59 tahun)
lx
Tabel III.3 Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan di Kota Surakarta Tahun 2000.
Tingkat Pendidikan Jumlah Prosentase (%) Tamat Akademi/PT 25.481 5,44 Tamat SLTA 89.376 19,08 Tamat SLTP 96.267 20,55 Tamat SD 107.525 22,95 Tidak Tamat SD 48.818 10,42 Belum Tamat SD 72.333 15,44 Tidak Sekolah 28.728 6,13 Jumlah 468.523 100
Sumber :Surakarta dalam Angka 2000, Kantor Statistik Kota Surakarta. 1. Komposisi Penduduk Menurut Mata Pencaharian
Mata pencaharian penduduk Kota Surakarta menurut jenis
lapangan kerja adalah : petani, buruh tani, nelayan, pengusaha, buruh
industri, buruh bangunan, pedagang, pengangkutan,Pegawai Negeri Sipil
atau ABRI, pensiunan dan lain–lain yang secara rinci dapat di lihat
dalam tabel III.4 berikut ini :
Tabel III.4. Banyaknya Penduduk Menurut Mata Pencaharian di Kota Surakarta Tahun 2000.
Mata Pencaharian Jumlah Penduduk Prosentase (%) Petani Sendiri 350 0,09 Buruh Tani 394 0,1 Nelayan 0 0 Pengusaha 6.679 1,75 Buruh Industri 69.571 18,25 Buruh Bangunan 60.764 15,94 Pedagang 22.079 5,79 Pengangkutan 15.858 4,16 PNS atau ABRI 24.654 6,47 Pensiunan 16.235 4,26 Lain–lain 164.548 43,17 Jumlah 381.132 100 Sumber : Surakarta dalam Angka 2000, Kantor Statistik Kota Surakarta.
Secara umum angkatan kerja di Kota Surakarta bekerja pada bidang buruh industri. Hal ini terlihat dari prosentase jumlah penduduk yang bekerja sebagi buruh industri sebesar 18,25% yang kemudian di susul dengan buruh bangunan sebesar 15,94%.
lxi
Dari tabel tersebut dapat diketahui pula penduduk yang bekerja
sebagai nelayan adalah tidak ada. Adapun prosentase yang terkecil
adalah bermatapencaharian sebagai petani sendiri yang hanya sebesar
0,09% disusul buruh tani yang hanya sebesar 0,1%.
D. Keadaan dan Perkembangan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota
Surakarta.
Pendapatan Asli Daerah (PAD) ini sangat penting karena dari PAD
dapat di lihat seberapa besar kemandirian daerah di dalam mengurus dan
mengatur rumah tangganya sendiri. Sehubungan dengan hal tersebut maka
pemerintah daerah Kota Surakarta selalu berusaha agar penerimaan
Pendapatan Asli Daerah (PAD) selalu meningkat dari tahun ke tahun, hal ini
dapat dilihat pada tabel III.5 dibawah ini :
lxii
Tabel III.5. Perkembangan PAD Kota Surakarta Tahun 1979/1980–1999/2000 (dalam jutaan rupiah).
Tahun PajakDaerah
RetribusiDaerah
BagianLaba
BUMD
PenerimaaanDinas
Daerah
PenerimaanLain–lain
Jumlah
1979/1980 280,88 742,77 50,0 20,13 51,73 1.145,511980/1981 337,94 695,21 14,28 25,05 108,15 1.180,631981/1982 413,52 772,59 70,54 25,72 41,94 1.324,311982/1983 461,98 1.316,05 64,32 27,33 36,91 1.906,591983/1984 692,02 1.502,23 41,75 47,46 37,61 2.321,071984/1985 828,08 2.328,77 41,45 86,08 32,62 3.317,01985/1986 1.298,34 2.400,28 153,22 61,08 44,47 3.957,391986/1987 1.469,22 2.814,61 51,0 66,75 24,51 4.426,091987/1988 1.558,25 3.812,32 40,31 55,61 18,75 5.485,241988/1989 1.714,64 3.742,98 55,67 64,94 312,77 5.892,951989/1990 1.917,72 4.411,70 80,20 69,89 334,36 6.813,871990/1991 2.194,44 4.762,14 62,99 91,53 231,48 7.342,581991/1992 2.590,15 5.796,86 97,26 106,54 152,09 8.742,901992/1993 2.708,96 6.327,65 115,38 144,80 195,39 9.492,181993/1994 3.357,50 6.870,15 164,03 157,79 163,05 10.712,521994/1995 5.317,13 8.413,66 235,89 164,73 210,21 14.341,621995/1996 5.881,66 8.982,76 303,58 142,05 286,94 15.596,991996/1997 6.473,59 9.671,78 418,75 155,79 446,42 17.166,331997/1998 7.535,33 10.351,2 514,20 154,18 379,42 18.934,351998/1999 7.903,41 8.078,61 353,45 – 1.164,07 17.499,541999/2000 9.154,63 9.557,96 252,77 – 922,41 19.887,77
Sumber :APBD Kota Surakarta, Kantor Pemerintah Daerah Kota Surakarta
Dari tabel di atas dapat di lihat bahwa Pendapatan Asli Daerah
(PAD) di Kota Surakarta dari tahun ke tahun mengalami kenaikan. Selama
kurun waktu tersebut ternyata pendapatan yang bersumber dari retribusi
daerah merupakan bagian terbesar memberikan sumbangan terhadap
Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Surakarta. Penerimaan dari retribusi
daerah rata–rata mampu memberikan sumbangan setiap tahun di atas 50%
dari PAD yang diterima. Sedangkan sumber penerimaan dari pajak daerah
selama periode yang sama hanya mampu menyumbang antara 27% sampai
46% saja atau rata–rata setiap tahunnya hanya mampu menyumbang sebesar
34% saja dari seluruh penerimaan PAD. Sumber–sumber penerimaan daerah
yang lain yakni dari hasil usaha daerah, hasil dinas daerah dan pendapatan
lain–lain, masing–masing hanya mampu menyumbang terhadap PAD rata–
lxiii
rata kurang dari 10%. Berdasarkan kenyataan, maka untuk sementara dapat
disimpulkan bahwa retribusi daerah merupakan sumber penerimaan daerah
yang paling dominan dibandingkan dengan sumber penerimaan daerah yang
lain. Namun demikian bukan berarti sumber–sumber tersebut tidak berperan.
Peran sumber–sumber penerimaan daerah di luar retribusi daerah tetap
sangat diharapkan mengingat tuntutan dana yang harus disediakan oleh
pemerintah yang semakin meningkat setiap tahunnya.
Tabel III.6. Target dan Realisasi PAD Kota Surakarta Tahun 1979/1980–1999/2000 (dalam jutaan rupiah).
Tahun Target Realisasi Prosentase
Realisasi 1979/1980 1.095,30 1.145,51 104 1980/1981 1.175,63 1.180,63 101 1981/1982 1.267,06 1.324,31 104 1982/1983 1.897,46 1.906,59 100 1983/1984 2.311,43 2.321,07 101 1984/1985 3.307,25 3.317,00 100 1985/1986 3.876,23 3.957,39 102 1986/1987 4.390,54 4.426,09 101 1987/1988 5.475,12 4.485,24 101 1988/1989 5.819,65 5.892,95 101 1989/1990 6.632,51 6.813,87 103 1990/1991 7.132,67 7.324,58 103 1991/1992 8.463,60 8.724,90 103 1992/1993 9.436,78 9.492,18 101 1993/1994 10.495,99 10.712,52 102 1994/1995 12.451,84 14.341,62 115 1995/1996 15.033,64 15.596,99 104 1996/1997 16.842,42 17.166,33 102 1997/1998 18.727,64 18.934,35 101 1998/1999 17.071,64 17.499,54 103 1999/2000 18.984,70 19.887,77 103 Sumber : Dinas Pendapatan Daerah Kota Surakarta.
Dari tabel III.6. tersebut dapat diketahui besarnya realisasi
Pendapatan Asli Daerah Kota Surakarta selalu melebihi dari jumlah yang
direncanakan.
lxiv
E. Pengeluaran Pembangunan Kota Surakarta
Pembicaraan mengenai pengeluaran pembangunan dari Pemerintah
Kota Surakarta pada hakekatnya adalah menyangkut mengenai tujuan
pengeluaran pembangunan dan kebijaksanaan tentang pengeluaran
pembangunan.
1. Tujuan Pengeluaran Pembangunan.
Tujuan daripada pengeluaran pembangunan Pemerintah Kota Surakarta pada
hakekatnya adalah untuk meningkatkan pembangunan daerah sendiri, sesuai
dengan apa yang tercantum dalam Garis–garis Besar Haluan Negara (GBHN)
yang menjadi dasar Rencana Pembangunan Lima Tahun adalah (Masri
Maris,1989:15):
a. Program pembangunan daerah dan program pembangunan sektor
yang selaras, sehingga keduanya mencerminkan potensi dan prioritas
daerah yang bersangkutan dan memberikan pada persatuan nasional.
b. Pemerataan pembangunan antar daerah dan di dalam daerah, untuk
ini harus ada hubungan diantara daerah dan di dalam daerah yang
lebih baik.
c. Peran serta rakyat di daerah yang makin tinggi dalam kegiatan
pembangunan daerah, ini mencakup usaha meningkatkan pendapatan
pemerintah daerah.
d. Kesadaran masyarakat yang semakin tinggi mengenai lingkungan
hidup dan dalam memelihara dan menggunakan sumber daya alam.
e. Koordinasi dan kerjasama yang makin baik dalam program
pembangunan antar daerah.
lxv
2. Kebijaksanaan Pengeluaran Pembangunan
Kebijaksanaan di bidang pengeluaran dari pemerintah Kota Surakarta
diarahkan pada penghematan pengeluaran rutin guna memperbesar dana atau
tabungan sebagai sumber pembiayaan pembangunan. Selanjutnya dari dana
yang tersedia digunakan untuk dapat mencapai hasil yang maksimal, maka
perlu didukung oleh kebijaksanaan–kebijaksanaan antara lain:
a. Perbaikan dalam mekanisme pengeluaran pembiayaan pelaksanaan
proyek–proyek pembangunan, sehingga memungkinkan pelaksanaan
proyek–proyek tersebut selesai tepat pada waktunya.
b. Realisasi dari pada proyek–proyek pembangunan selalu diikuti
dengan sistem pengawasan terhadap keuangan maupun inventarisasi
serta penggunaan benda–benda milik pemerintah daerah, yang
sekaligus menjamin kelancaran pelaksanaan pembangunan itu
sendiri.
Dari tabel III.7 dapat diketahui besarnya pengeluaran pemerintah
Kota Surakarta khususnya untuk pengeluaran rutin secara absolut dari tahun
ke tahun mengalami kenaikan, sedangkan secara prosentase
perkembangannya fluktuatif. Di sisi lain perkembangan pengeluaran
pembangunan Kota Surakarta dari tahun ke tahun baik secara absolut
maupun secara prosentase menunjukkan perkembangan yang berfluktuatif.
Tabel III.7. Realisasi Pengeluaran Pemerintah Kota Surakarta Tahun 1979/1980 – 1999/2000 (dalam jutaan rupiah).
lxvi
Tahun Pengeluaran
Rutin Perubahan
(%) Pengeluaran
Pembangunan Perubahan
(%) 1979/1980 1.796,90 – 1.188,12 – 1980/1981 2.380,03 32,45 1.066,12 – 10,27 1981/1982 3.229,95 35,71 1.909,14 79,07 1982/1983 3.538,83 9,56 2.094,35 9,70 1983/1984 3.946,67 11,52 2.497,48 19,25 1984/1985 4.978,51 26,12 1.426,06 – 42,90 1985/1986 5.883,31 18,17 2.319,61 62,61 1986/1987 6.435,91 9,42 3.821,77 64,72 1987/1988 7.632,99 18,60 2.270,90 –40,57 1988/1989 8.371,72 9,70 4.327,51 90,56 1989/1990 10.164,61 21,43 4.759,23 9,98 1990/1991 11.351,50 11,68 5.515,13 15,88 1991/1992 12.426,28 9,47 7.618,37 38,13 1992/1993 14.858,16 19,57 8.471,58 11,20 1993/1994 17.532,42 17,99 15.471,66 82,63 1994/1995 19.203,30 9,53 16.100,47 4,06 1995/1996 22.755,93 18,50 16.400,76 1,86 1996/1997 25.551,78 12,29 20.348,20 24,07 1997/1998 34.749,79 35,99 39.991,86 96,54 1998/1999 48.910,11 40,75 9.425,82 – 76,43 1999/2000 68.357,28 39,76 44.634,40 373,63 Sumber :APBD Kota Surakarta, Kantor Pemerintah Daerah Kota Surakarta
F. Tinjauan Mengenai Pariwisata di Surakarta 1. Potensi Pariwisata Yang Dimiliki
Kota Solo yang dipilih sebagai pintu gerbang wisatawan sangat
tepat, selain letak kota yang sangat strategis yaitu di tengah–tengah antara
Jakarta–Yogyakarta dan Bali yang merupakan tujuan utama wisatawan
mancanegara ke Indonesia, Solo sendiri merupakan pusat kebudayaan
Jawa Tengah. Kota Solo merupakan pusat kerajaan di Jawa, sampai
sekarang masih mempunyai kesan yang mendalam dikalangan masyarakat.
Dalam pengembangan obyek–obyek wisata di sekitar Solo tidak dapat
lxvii
lepas dari kedudukan Solo sebagai pusat kepariwisataan bagi daerah
sekitarnya.
Kota Surakarta mempunyai potensi kepariwisataan yang beraneka
ragam yang mempunyai nilai sejarah dan kepurbakalaan semacam itu pasti
menarik untuk mengunjungi apabila dikelola sebaik–baiknya. Dengan
demikian tentu banyak yang akan dilakukan terutama yang berhubungan
dengan pemanfaatan secara maksimal potensi yang ada.
Daerah tujuan wisata pada dasarnya merupakan rangkaian atau
integrasi beberapa obyek dan atraksi wisata, fasilitas pelayanan, semua
prasarana maupun hal–hal yang menyangkut titik kehidupan sosial
masyarakat. Sebagai daerah tujuan wisata Kota Surakarta mempunyai
kekuatan maupun titik kelemahan yang perlu ditelaah bersama secara
obyektif.
Ada dua sebab mengapa sebuah daerah bisa disebut sebagai daerah
tujuan wisata yaitu daerah yang menarik karena kelebihan dibidang yang
kelihatan bersifat “metropolitan” dengan penerapan berbagai teknologi
baru, seperti DKI Jakarta dengan Dufan, Keong Emas, TMII dan
sebagainya. Kedua yaitu disebabkan oleh keindahannya, adat istiadat
maupun sosial budaya seperti Bali, Sulawesi, DIY dan sebagainya.
Seperti diketahui Kota Surakarta sebagai daerah tujuan wisata
disebabkan pada sebab yang kedua, yaitu kelebihan di bidang yang bersifat
alam, namun bukan berarti hal tersebut akan lebih bebas ataupun leluasa
dalam bidang perawatan atau pengelolaannya. Justru sebaliknya,
lxviii
bagaimana potensi–potensi alam dikelola dan dikembangkan sehingga bisa
menarik untuk didatangi dan dinikmati lagi dilain kesempatan.
Di Kota Surakarta potensi wisata dibagi menjadi 2 macam, yaitu :
1. Obyek dan daya tarik wisata budaya, antara lain :
a. Kraton Kasunanan
Kraton ini terletak di sebelah selatan Balai Kota Surakarta dan
merupakan kraton yang dipimpin oleh Raja yang bergelar Paku
Buwono.
b. Pura Mangkunegaran
Kraton yang terletak disebelah barat Balai Kota Surakarta ini
dipimpin oleh seorang Raja yang bergelar Mangkunegoro.
2. Obyek wisata buatan, antara lain :
a. THR
Taman hiburan remaja ini terletak di daerah Sriwedari dan
merupakan tempat hiburan remaja dan keluarga yang berisikan
permainan dan hiburan musik.
b. Taman Satwataru Jurug
Merupakan kebun binatang yang merupakan tempat binatang–
binatang dari belahan Indonesia dan terletak di timur Kota
Surakarta.
Obyek–obyek wisata di Kota Surakarta menurut Dinas Pariwisata
Kota Surakarta terdiri dari :
1. Museum Kraton Kasunanan
2. Kraton Mangkunegaran
lxix
3. Museum Radya Pustaka
4. Taman Sriwedari
5. Gedung Wayang Orang Sriwedari
6. THR Sriwedari
7. Monumen Pers
8. Taman Satwataru Jurug
9. Taman Balekambang
10. Museum Dullah
Di samping itu potensi pariwisata Surakarta terdiri dari event–
event tahunan yang dapat menarik wisatawan, baik wisatawan nusantara
maupun wisatawan mancanegara.
1. Malem Selikuran
Acara ini diselenggarakan untuk memperingati Nuzulul Qur’an, saat
Al Qur’an pertama kali diwahyukan kepada Nabi Muhammad S.A.W,
perayaan ini dimulai pada malam 21 Ramadhan dengan sebuah prosesi
yang berjalan dari Kraton Kasunanan menuju Taman Sriwedari.
Puncak dari acara ini adalah pada saat upacara pembagian nasi
tumpeng kepada pengunjung. Mereka percaya bahwa apabila
mendapatkannya, meskipun sedikit mereka akan diberkahi dan
keinginan–keinginan mereka akan terpenuhi.
2. Syawalan
Perayaan Syawalan dimulai satu hari setelah hari Raya Idul Fitri
diselenggarakan di Taman Jurug yang terletak ditepi Sungai Bengawan
lxx
Solo. Berbagai pertunjukan tradisional diselenggarakan seperti
pertunjukan keroncong, seni–seni tradisional dan lain–lain.
3. Festival Seni dan Budaya
Festival seni dan budaya ini diselenggarakan dalam rangka merayakan
Hut Kota Solo.
4. Kirab Pusaka
Kirab Pusaka ini diselenggarakan oleh Kraton Kasunanan dan Pura
Mangkunegaran untuk merayakan tahun baru Jawa yaitu Satu Asyura.
Prosesi ini memamerkan pusaka–pusaka dari Kraton Kasunanan dan
Mangkunegaran yang di bawa oleh abdi–abdi Dalem yang berpakaian
Jawa adat Kraton.
5. Upacara Sekaten
Perayaan Sekaten ini diawali dengan upacara mengeluarkan gamelan
Sekaten dari Kraton Kasunanan menuju Masjid Agung. Gamelan Kyai
Guntur Sari dan Kyai Guntur Madu ditabuh di depan Masjid Agung.
Acara Sekaten dimeriahkan dengan berbagai pertunjukan–pertunjukan
dan penjualan–penjualan souvenir serta dapat menyaksikan pameran
benda–benda kraton di pagelaran Kraton Kasunanan. Grebeg
Mauludan merupakan upacara penutupan dari acara Sekaten, di mana
dua gamelan tersebut di atas dibawa kembali ke kraton Kasunanan dari
Masjid Agung.
6. Pesta Seni Tahunan
Pesta seni tahunan ini diselenggarakan setiap tahun selama satu
minggu di Taman Sriwedari untuk menyongsong tahun baru. Pesta
lxxi
seni ini menampilkan berbagai pertunjukan tradisional maupun
modern, didukung dengan pameran barang–barang kerajinan dan lain–
lain.
2. Sarana dan Prasarana Pendukung Pariwisata
Sebagai pintu gerbang daerah tujuan wisata, Solo harus dapat
menyediakan sarana dan prasarana yang tepat dan memadai sebagai syarat
utama keberhasilannya. Beberapa syarat tersebut adalah :
1. Tenaga keimigrasian yang terpercaya, handal dan professional
dibidangnya.
2. Tersedianya sejumlah hotel, khususnya yang bertaraf internasional,
yang memadai dengan tenaga–tenaga yang terampil dan professional.
Dengan dibukanya Bandara Adi Sumarmo sebagai bandara
internasional, akan banyak wisatawan mancanegara maupun
wisatawan nusantara yang berkunjung ke Solo. Hal ini juga akan
berakibat pada peningkatan akan pelayanan jasa akomodasi, hotel
khususnya. Pada saat ini jumlah hotel di Kota Surakarta sudah cukup
banyak. Dengan demikian terdapat banyak pilihan bagi wisatawan
untuk memilih hotel sesuai dengan seleranya, dari bangunan kuno
sampai modern, berdasarkan letak, fasilitas dan pelayanan yang
diberikan serta harganya. Setiap hotel memiliki karakteristik dan
kelebihan sendiri–sendiri, karena mereka mempunyai pasar berbeda–
beda.
3. Adanya biro perjalanan yang dapat mempromosikan Solo ke dunia luar
dan dapat menciptakan paket–paket wisata yang menarik dan inovatif.
lxxii
4. Pengembangan dan perawatan obyek–obyek wisata yang memenuhi
syarat Sapta Pesona.
5. Cara promosi yang tepat sasaran.
6. Tersedianya souvenir Shop dan tempat–tempat hiburan dan rekreasi
lain yang selalu siap melayani kehadiran para wisatawan.
7. Tersedianya jaringan transportasi dari Solo ke seluruh kota besar di
Indonesia dengan pengaturan waktu atau jadwal keberangkatan yang
tepat, baik lewat darat maupun udara, sehingga dengan demikian
mempermudah para wisatawan untuk melanjutkan tujuannya ke daerah
lain.
8. Kesiapan seluruh warga Kota Solo dengan Sadar Wisata penuh dalam
menghadapi para wisatawan.
9. Tersedianya restaurant dan rumah makan yang memadai.
Kunjungan wisatawan ke Solo pada umumnya melalui tiga pintu yaitu:
1. Bandara Adi Sumarmo.
2. Dari Yogya yang akan meneruskan perjalanan ke Jawa Timur atau Bali
3. Lewat darat dari Jakarta untuk meneruskan perjalanan ke Jawa Timur
atau Bali.
3. Kebijaksanaan Pengembangan Pariwisata Kota Surakarta
Dalam usaha pengembangan pariwisata di Kota Solo, hal ini
banyak sekali berkaitan dengan :
a. Keberadaan Bandara Internasional Adi Sumarmo.
b. Solo dan sekitarnya sebagai simbul kawasan Joglosemar.
c. Tersedia jaringan internet di Solo.
lxxiii
d. Semakin berkembangnya MICE (Meeting, Incentive, Convention,
Exhibition).
1. Visi kepariwisataan Kota Surakarta adalah terwujudnya Solo sebagai
daerah tujuan wisata termuka di Indonesia pada tahun 2008 yang
bertumpu pada budaya, industri dan jasa.
2. Misi kepariwisataan Kota Surakarta adalah sebagai berikut :
a. Menjadikan Kota Solo sebagai pusat penyebaran wisatawan di Jawa
Tengah.
b. Menjadikan Kota Solo sebagai pusat pengkajian, pelestarian dan
pengembangan budaya Jawa dan peninggalan sejarah.
c. Menjadikan Kota Solo sebagai pusat informasi dan pelayanan
pariwisata di Jawa Tengah.
3. Tujuan pariwisata Kota Surakarta adalah :
a. Memperpanjang lama tinggal.
b. Meningkatkan pendapatan masyarakat dan Pendapatan Asli Daerah.
c. Meningkatkan arus kunjungan wisatawan.
4. Langkah–langkah yang telah dilaksanakan dan merupakan rencana
strategis dalam rangka pengembangan pariwisata di Kota Surakarta
adalah :
a. Peningkatan kegiatan promosi, baik kualitas dan kuantitas alat
promosi, seperti promosi melalui internet maupun pengiriman data
keluar negeri.
b. Peningkatan kualitas sumber daya manusia sebagai pelaku wisata.
c. Peningkatan obyek dan daya tarik wisata.
lxxiv
d. Peningkatan koordinasi dan kerjasama antar instansi lintas sektoral
dan swasta.
e. Menyusun perencanaan dan studi kelayakan kawasan wisata.
4. Permasalahan Kepariwisataan di Surakarta
Potensi wisata di Surakarta masih mempunyai permasalahan antara
lain :
a. Bidang Perencanaan
1) Belum adanya tenaga ahli khusus mengenai tehnik pengembangan
pariwisata.
2) Sarana mobilisasi yang sangat terbatas.
b. Bidang Sarana Wisata
1) Birokrasi persyaratan perijinan yang lain.
2) Sebagian besar pengusaha jasa dan industri pariwisata kurang
menyadari kewajiban atau perijinan yang harus dipenuhi.
3) Masih rendahnya pengetahuan masyarakat terhadap kepariwisataan.
4) Kurangnya kepedulian terhadap pembinaan usaha jasa dan industri.
5) Masih adanya bidang jasa dan industri pariwisata yang tingkat
pendidikannya rendah.
c. Bidang Obyek Wisata
1) Lemahnya program pengembangan di obyek wisata untuk
meningkatkan daya tarik wisatawan.
2) Kurangnya kepedulian pengelolaan obyek wisata terhadap
lingkungan.
3) Terbatasnya fasilitas di obyek wisata.
lxxv
d. Bidang Pemasaran
1) Terbatasnya sarana dan prasarana promosi kepariwisataan.
2) Banyak obyek wisata yang belum dikembangkan.
3) Terbatasnya anggaran promosi dan penyuluhan sadar wisata.
4) Belum semua pengusaha jasa pariwisata memahami arti penting
promosi wisata.
BAB IV
ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN
Dalam bab ini akan dikemukakan hasil dari pengolahan data
mengenai Analisis Perkembangan Industri Pariwisata dan Pengaruhnya
Terhadap Pendapatan Asli Daerah Kota Surakarta. Penelitian ini
menggunakan jenis data sekunder dari tahun 1990–2000.
A. Analisis Diskriptif
Sebelum masuk bagian ini akan dikemukakan gambaran umum
Pendapatan Asli Daerah Kota Surakarta dan industri pariwisata beserta sektor–
sektor pendukungnya.
Tabel IV.1. Pendapatan Asli Daerah Beserta Komponen Yang
Mempengaruhi Tahun 1990–2000.
lxxvi
Tahun PAD Jumlah
Wi
sat
aw
an
Jumlah
Kam
ar
Hote
l
B.P. Wisata
1990
1991
1992
1993
1994
1995
1996
1997
1998
1999
2000
8.589.107.616
10.156.272.900
11.724.723.827
13.880.721.577
17.947.751.955
21.221.003.450
24.584.156.052
26.491.048.768
25.151.011.224
29.025.242.527
33.122.845.179
246.404
316.234
221.008
283.020
309.682
285.786
307.829
224.551
155.002
188.011
201.284
1.894
1.859
2.094
2.225
2.281
2.724
2.987
3.337
3.358
3.400
3.473
10
11
12
14
16
17
17
18
18
21
21
Sumber:Data Sekunder dari Dinas Pemerintahan Daerah dan Dinas Pariwisata.
Dari tabel diatas terlihat bahwa Pendapatan Asli Daerah secara
keseluruhan menunjukkan kecenderungan meningkat dari tahun ke tahun.
Walaupun terjadi penurunan pada tahun 1998 yaitu dari
Rp. 26.491.048.768,00 menjadi Rp. 25.151.011.224,00. Hal ini disebabkan
75
lxxvii
karena terjadinya penurunan jumlah wisatawan yang datang sebesar 224.551
orang pada tahun 1997 menjadi 115.002 orang pada tahun 1998.
Jumlah wisatawan yang datang ke Surakarta menunjukkan
berfluktusi peningkatan dan penurunannya. Sedangkan jumlah kamar hotel
yang terjual dan biro perjalanan wisata secara keseluruhan menunjukkan
kecenderungan meningkat dari tahun ke tahun.
Pendugaan mengenai rata–rata lama tinggal wisatawan mancanegara
dan nusantara didasarkan pada penyediaan sarana hotel dan biro perjalanan
wisata. Data selengkapnya terlihat di bawah ini :
Tabel IV.2. Keadaan Rata–rata Lama Tinggal Wisatawan Mancanegara,
Wisatawan Nusantara dan Variabel Pendukungnya tahun1990–2000.
Rata–rata Lama
Tinggal
Wisatawan
Mancanega
ra (hr/th)
Rata–rata LamaTinggal
Wisatawan
Nusantara
(hr/th).
Jumlah
Ka
ma
r
Ho
tel
Jumlah
1990
1991
1,7
1,9
1,7
1,8
1.894
1.859
10
11
lxxviii
1992
1993
1994
1995
1996
1997
1998
1999
2000
2,0
2,1
2,3
2,4
2,5
2,6
2,7
2,9
3,0
1,9
1,9
2,2
2,2
2,4
2,5
2,5
2,9
3,0
2.094
2.225
2.281
2.724
2.987
3.337
3.358
3.400
3.473
12
14
16
17
17
18
18
21
21
Sumber:Data Sekunder dari Dinas Pemerintahan Daerah dan Dinas Pariwisata.
Dari tabel diatas terlihat bahwa rata–rata lama tinggal wisatawan
mancanegara lebih lama dibandingkan dengan rata–rata lama tinggal
wisatawan nusantara. Hal ini disebabkan faktor jarak dan waktu.
B. Hasil Perhitungan Trend Perkembangan Sektor Pariwisata.
Tabel IV.3. Perhitungan Trend Perkembangan Sektor Pariwisata
Terhadap PAD tahun 1990–2000.
Tahun X Y atau PAD X.Y X2
1990
1991
─5
─4
8.589.107.616
10.156.272.900
─42.945.528.080
─40625091600
25
16
lxxix
1992
1993
1994
1995
1996
1997
1998
1999
2000
0
1
2
3
4
5
11.724.723.827
13.880.721.877
17.947.751.955
21.221.003.450
24.584.156.052
26.491.048.768
25.151.011.224
29.025.242.527
33.122.845.179
─35174171481
─27761443754
─17947751955
0
24.584.156.052
52.982.097.536
75.453.033.672
116.100.970.108
165.614.225.895
9
4
1
0
1
4
9
16
25
Jumlah 0 221.893.885.375 270282486393 110
Sumber :Data yang diolah.
lxxx
Gambar IV.1. Grafik Trend Linier Perkembangan Sektor Pariwisata terhadap PAD
lxxxi
Dari tabel perhitungan di atas kemudian dicari nilai a dan b.
221.893.885.375
Didapatkan a =
11 a = 20.172.171.397,7 Sedangkan nilai b yaitu : Didapatkan b = 270.282.486.393 110 b = 2.457.113.512,66
Dari hasil perhitungan di atas dapat disusun persamaan trend
linier yaitu : Y = 20.172.171.397,7 + 2.457.113.212,66 X
Berdasarkan persamaan trend linier di atas maka dapat diketahui rata–rata perkembangan atau dapat diketahui pertumbuhan industri pariwisata terhadap Pendapatan Asli Daerah di Surakarta menunjukkan ke arah positif dengan ditunjukkan besaran intersep (b) sebesar 2.457.113.212.,66.
Berpedoman pada persamaan trend linier tersebut, dapat di cari
trend perkembangan industri pariwisata terhadap Pendapatan Asli Daerah
untuk beberapa tahun yang akan datang. Adapun perhitungannya adalah
sebagai berikut :
Tabel IV.4. Hasil Perhitungan Trend Pertumbuhan Sektor Pariwisata
Terhadap PAD untuk 5 tahun yang akan datang.
Tahun X Trend 2001 2002 2003 2004 2005
6 7 8 9 10
34.914.852.473,6 37.371.965.986,3 39.829.079.489,9 42.286.193.011,6 44.743.306.524,3
Sumber : Perhitungan dari hasil analisa trend.
ΣY a = N
ΣXY b = ΣX2
lxxxii
Hasil perhitungan memperlihatkan bahwa trend perkembangan
industri pariwisata terhadap Pendapatan Asli Daerah di Surakarta untuk lima
tahun mendatang menunjukkan kecenderungan meningkat secara meyakinkan.
C. Hasil Estimasi Model Regresi PAD di Surakarta.
Untuk menguji hipotesis kedua diduga bahwa perkembangan industri
pariwisata berpengaruh terhadap Pendapatan Asli Daerah dilakukan uji regresi
linear berganda diperoleh hasil sebagai berikut :
Tabel .IV.5. Hasil Analisis Data Pendapatan Asli Daerah di Kota
Surakarta.
No Variabel Koefisien STD.Error T(df=5) Probabilitas 1. 2. 3.
Wisatawan Kamar Hotel B.P.Wisata
12757,7 7070528,9 1072492971,3
7649,4 1640572,7
241428271,6
1,668 4,310 4,442
0,13929 0,00352 0,00300
Constant = ─19210886231,81 STD.Error of EST = 970266835,12 ADJ. R–Squared = 0,99 R–Squared = 0,99 Multiple R = 1,00 F–Ratio = 293,060 Durbin–Watson Test = 1,8821
Sumber :Print–Out Komputer
Dimana persamaan dapat disusun sebagai berikut :
Y1 = ─ 19210886231,8 + 12757,7 X1 + 7070528,9X2 + 1072492971,3X3
t– Hitung (1,668) (4,310) (4,442)
Dari hasil persamaan tersebut kemudian dilakukan pengujian antara
lain Uji Statistik dan Uji Asumsi Klasik
lxxxiii
1. Uji Statistik
Dengan melihat persamaan regresi di atas, diketahui bahwa semua koefisien regresi adalah positif. Hal ini
mengandung arti bahwa semua variabel yang digunakan yaitu variabel independen mempunyai pengaruh yang
positif terhadap variabel dependen yaitu Pendapatan Asli Daerah di Surakarta. Dengan adanya penambahan atau
peningkatan variabel jumlah wisatawan, variabel jumlah kamar hotel dan variabel biro perjalanan wisata sebesar
satu–satuan, maka akan menyebabkan kenaikan variabel Pendapatan Asli Daerah di Surakarta. Jadi dalam hal
ini variabel tersebut telah konsisten dengan teori yang ada.
a. Uji t ( Uji Parsial)
Uji t adalah uji koefisien regresi secara parsial yang digunakan untuk menguji tingkat signifikansi dari masing–masing koefisien regresi variabel independen (jumlah wisatawan, jumlah kamar hotel dan biro perjalanan wisata) terhadap variabel dependen (Pendapatan Asli Daerah Kota Surakarta). Pengujian koefisiensi regresi secara individu ini dilakukan dengan menggunakan α = 5% yang berarti bahwa tingkat keyakinan adalah 95%. Adapun pengujian dari masing–masing koefisien regresi dari variabel independen adalah sebagai berikut:
1) Pengujian Terhadap Koefisien Regresi Jumlah Wisatawan.
Dari hasil estimasi diperoleh koefisien regresi jumlah wisatawan 12757,7 dengan t–hitung sebesar 1,668 atau diperoleh nilai probabilitas tingkat signifikasi sebesar 0,13929. Sehingga dapat ditarik kesimpulan pada α = 5% menunjukkan koefisien regresi jumlah wisatawan tidak signifikan terhadap PAD. Jadi hasil ini tidak mendukung hipotesis yang menyatakan bahwa adanya pengaruh positif dari variabel jumlah wisatawan terhadap variabel
Pendapatan Asli Daerah di Kota Surakarta tidak terbukti.
2) Pengujian Terhadap Koefisien Regresi Jumlah Kamar Hotel.
Dari hasil estimasi diperoleh koefisien regresi kamar hotel 7070528,9 dengan t–hitung sebesar 4,310 atau diperoleh nilai probabilitas tingkat signifikasi sebesar 0,00352. Sehingga dapat ditarik kesimpulan pada α = 5% menunjukkan koefisien regresi jumlah kamar hotel signifikan terhadap PAD. Jadi hasil ini mendukung hipotesis yang menyatakan bahwa adanya pengaruh positif dari variabel jumlah kamar hotel terhadap variabel Pendapatan Asli Daerah di Kota Surakarta terbukti.
3) Pengujian Terhadap Koefisien Regresi Biro Perjalanan Wisata.
Dari hasil estimasi diperoleh koefisien regresi jumlah biro perjalanan wisata 1072492971,3 dengan t–hitung sebesar 4,442 atau diperoleh nilai probabilitas tingkat signifikasi sebesar 0,00300. Sehingga dapat ditarik kesimpulan pada α = 5%
lxxxiv
menunjukkan koefisien regresi jumlah biro perjalanan wisata signifikan terhadap PAD. Jadi hasil ini tidak mendukung hipotesis yang menyatakan bahwa adanya pengaruh positif dari variabel jumlah biro perjalanan wisata terhadap variabel Pendapatan Asli Daerah di Kota Surakarta terbukti.
b. Uji–F
Uji F adalah uji koefisien regresi secara bersama–sama digunakan untuk mengetahui apakah variabel independen secara bersama–sama mempengaruhi Pendapatan Asli Daerah di Surakarta ataukah tidak. Pengujian tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan uji F–test. Untuk uji F–test dilakukan dengan membandingkan nilai F–hitung yang diperoleh dari perhitungan dengan komputer terhadap nilai F–tabel. Jika F–hitung > F–tabel hasil yang diperoleh adalah signifikan.
Hasil perhitungan untuk nilai F–hitung diperoleh dalam analisis regresi linear berganda adalah sebesar 239,060 sedangkan untuk F–tabel sebesar 4,46 sehingga kriteria pengujiannya :239,060 > 4,46.
Uji F–test dalam analisis ini menggunakan α = 5%, yang berarti bahwa tingkat keyakinan (Confidence Level) sebesar 95%. Sedangkan hipotesis yang dipakai adalah :
Hо : b1 = b2 = b3 = 0
Ha : b1 ≠ b2 ≠ b3 ≠ 0
F–hitung yang di peroleh adalah sebesar 239,060 , sedangkan F tabelnya adalah 4,46 sehingga menghasilkan kriteria pengujian sebagai berikut :
DAERAH DITOLAK
DAERAH DITERIMA
0 4,46 239,060
Gambar IV.2. Uji “F “ Untuk Koefisiensi Regresi b1 , b2 , b3
Hasil : F hitung > F tabel
239,060 > 4,46
Kesimpulannya bahwa hipotesa nol (Hо) ditolak sehingga hipotesa alternatif (Ha) diterima. Dengan demikian uji statistik yang di lakukan adalah signifikan. Hal itu berarti ada alasan yang kuat untuk mendukung kebenaran hipotesis tersebut. Dan dapat berarti pula bahwa variabel independen secara bersama–sama mempengaruhi tingkat
lxxxv
Pendapatan Asli Daerah di Kota Surakarta. Atau dengan prob (F-statistik) = 0,0000002060 maka dapat dikatakan bahwa secara statistik semua koefisien regresi tersebut signifikan, bahkan sampai pada tingkat α = 5%. Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa variabel jumlah wisatawan, jumlah kamar hotel dan biro perjalanan wisata mampu mempengaruhi variabel Pendapatan Asli Daerah di Surakarta secara signifikan.
c. Koefisien Determinasi (R2)
Koefisien determinasi atau (R2) yang gunanya untuk mengetahui berapa % variasi variabel dependent dapat di jelaskan oleh variasi variabel independent. Pengujian tersebut dapat di lakukan dengan melihat koefisien R2 dengan kriteria pengujian 0 ≤ R2 ≤ 1 dimana nilai R2 antara 0 dan 1, R2 akan selalu positif.
Hasil perhitungan untuk nilai R2 di peroleh dalam analisis regresi berganda di peroleh angka koefisien determinasi atau R2 sebesar 0,99 . Artinya bahwa 99% variasi variabel PAD dapat di jelaskan oleh variasi variabel jumlah wisatawan, jumlah kamar hotel dan biro perjalanan wisata, sedangkan sisanya yaitu 1% tidak dapat di jelaskan. Dengan kata lain pengaruh jumlah wisatawan, jumlah kamar hotel dan biro perjalanan wisata terhadap Pendapatan Asli Daerah Kota Surakarta adalah 99% dan faktor–faktor lain yang mempengaruhi Pendapatan Asli Daerah Kota Surakarta sebesar 1%.
2. Uji Asumsi Klasik
a. Uji Multikolinearitas
Adalah ada hubungan antara beberapa atau semua variabel yang
menjelaskan dalam model regresi. Jika model terdapat
multikolinearitas maka model tersebut memiliki kesalahan standar
yang besar sehingga koefisien tidak dapat di taksir dengan ketepatan
yang tinggi. Salah satu cara mendeteksi ada tidaknya multikolinearitas
adalah dengan menggunakan Metode Klein. Yaitu dengan
membandingkan nilai (r)2, Xi,………,Xn . Apabila nilai R2> (r)2 berarti
tidak ada gejala multikolinearitas
Tabel .IV.6. Hasil Uji Multikolinearitas
lxxxvi
VARIABEL ( r )2 R2 Kesimpulan KMRHOT–PAD JMLWIS–PAD B.P.WIS–PAD JMLWIS–KMRHOT B.P.WIS–KMRHOT B.P.WIS–JMLWIS
0,944 0,2417 0,9634 0,3792 0,8754 0,2204
0,99 0,99 0,99 0,99 0,99 0,99
Tidak ada multikolinearitas Tidak ada multikolinearitas Tidak ada multikolinearitas Tidak ada multikolinearitas Tidak ada multikolinearitas Tidak ada multikolinearitas
Sumber : Hasil pengolahan komputer.
Dimana :
KMRHOT = Variabel Jumlah Kamar Hot.
PAD = Variabel Pendapatan Asli Daerah.
B.P.WIS = Variabel Biro Perjalanan Wisata.
JMLWIS = Variabel Jumlah Wisatawan.
b. Uji Heteroskedastisitas
Heteroskedastisitas adalah pengujian yang di lakukan untuk
mengetahui apakah kesalahan pengganggu memiliki varian yang sama atau
tidak. Jika di peroleh varian yang sama maka asumsi heteroskedastisitas di
terima, adapun metode yang digunakan untuk menguji adalah uji Gletjer
dengan langkah–langkah sebagai berikut :
1). Membuat regresi dependen terhadap variabel independen, lalu akan
diperoleh besarnya kesalahan pengganggu (residual).
2) Membuat regresi residual (dalam nilai absolut) terhadap varibel
independen yang dirumuskan sebagai berikut :
ei = β0 + β1xi + mi
dimana :
ei = residual
xi = variabel independen
lxxxvii
mi = variabel pengganggu
3). Lalu membandingkan t–hitung (yang diperoleh dari uji Gletjer) dengan
t–tabel (yang diperoleh dari uji t). Dengan kriteria pengujian jika nilai
β1 tidak signifikan maka Ho diterima, dengan kata lain menunjukan
adanya homoskedastisitas dan menolak heteroskedastisitas. Sedang
apabila nilai β1 signifikan maka berarti sebaliknya. Hasil uji
heteroskedastisitas dapat di lihat dalam tabel dibawah ini :
lxxxviii
Tabel .IV.7. Uji Heteroskedastisitas
Variabel t – tabel (α:0,05;df 8)
t – hitung kesimpulan
JMLH WIS KMRHOTEL B.P.WIS
2.306 2.306 2.306
–0,877 –1,050 1,278
Tidak ada heteroskedastisitas Tidak ada heteroskedastisitas Tidak ada heteroskedastisitas
Sumber data : Print–out komputer,data diolah (tahun 2003)
Dari hasil pengujian di atas diketahui bahwa pada derajat keyakinan
5% nilai t–hitung dari Jumlah Wisatawan (JMLH WIS), Jumlah Kamar
Hotel (KMRHOTEL) dan Biro Perjalanan Wisata (B.P.WIS) lebih kecil dari
t–tabel sehingga Ho diterima, maka dapat disimpulkan bahwa estimasi dari
model analisis regresi yang ditentukan tidak terjadi heteroskedastisitas.
c. Uji Autokorelasi
Uji ini dilakukan untuk mengetahui apakah diantara kesalahan
pengganggu yang saling berurutan terjadi korelasi atau tidak. Untuk
melakukan uji ini bisa di lihat dari nilai D–W nya, yaitu dengan hipotesa
nol yang menyatakan bahwa tidak ada serial korelasi positif maupun
korelasi negatif.
Dari hasil analisis diperoleh nilai Durbin–Watson (d) sebesar
2,8287 pada n = 11 dan k = 4 dalam taraf signifikan 5% (α = 0,05) maka
berdasar tabel DW diperoleh nilai dL = 0,69 dan dU = 1,97 maka dapat
dilakukan pengujian sebagai berikut :
Karena d > dU yaitu 2,8287 > 1,97 maka dapat disimpulkan tidak
terjadi autokorelasi positif .
1) dL < d < 4–dU Maka tidak terdapat autokorelasi
2) dL < d < dU Pengujian tanpa kepastian (ragu-ragu)
3) 4 –dU < d < 4 – dL Pengujian tanpa kepastian (ragu-ragu)
lxxxix
4) 0 < d < dL ada gejala autokorelasi
5) 4 < dL < d < 4 ada gejala autokorelasi
Karena d > (4 – dU) yaitu 2,8287 > 2,03 maka dapat disimpulkan tidak
terdapat atau terjadi autokorelasi positif .
Jika Ho : tidak terjadi autokorelasi negatif kalau :
1) tolak Ho jika d > (4 – dL)
2) terima Ho jika d < (4 – dU)
3) Karena d < (4 – dL), yaitu 2,8287 < 3,31 maka dapat disimpulkan
tidak terjadi autokorelasi negatif. Untuk daerah antara di terima dan
di tolak selengkapnya akan diuraikan dalam pengujian dua sisi yaitu:
daerah daerah
autokorelasi Keragu- raguan menerima Ho atau Keragu- raguan autokorelasi
positif H*o atau kedua-duanya negatif
0 0,69 1,97 2 2,03 2,8287 3,31 4
Gambar IV.3. Pengujian Autokorelasi
Hipotesisnya, Ho adalah dua ujungnya tidak ada serial autokorelasi
baik positif maupun negatif. Karena nilai d–nya = 2,8287 berada di daerah
keragu–raguan.
D. Hasil Estimasi Model Regresi Lama Tinggal Wisatawan Mancanegara.
xc
Untuk menguji hipotesis ketiga diduga bahwa jumlah kamar dan
paket B.P.Wisata berpengaruh terhadap lama tinggal wisatawan mancanegara
dilakukan uji regresi linear berganda diperoleh hasil sebagai berikut :
Tabel .IV.8. Hasil Analisis Data Lama Tinggal Wisatawan Mancanegara.
No Variabel Koefisien STD.Error T(df=8) Probabilitas 1. 2.
KMRHOTEL B.P.WISATA
0,0001795 0,08093
0,00008367 0,01433
2,145 5,647
0,06427 0,00048
Constant = 0,60 STD.Error of EST = 0,06 ADJ. R–Squared = 0,98 R–Squared = 0,98 Multiple R = 0,99 F–Ratio = 252,336 Durbin–Watson Test = 1,9139
Sumber :Print–Out Komputer
Dimana persamaan dapat disusun sebagai berikut :
Y1 = 0,60 + 0,0001795 X1 + 0,08093X2
t– Hitung (1,668) (4,310)
Dari hasil persamaan tersebut kemudian dilakukan pengujian antara
lain Uji Statistik dan Uji Asumsi Klasik
1. Uji Statistik
Dengan melihat persamaan regresi di atas, diketahui bahwa semua koefisien regresi adalah positif. Hal ini
mengandung arti bahwa semua variabel yang digunakan yaitu variabel independen mempunyai pengaruh yang
positif terhadap variabel dependen yaitu Lama Tinggal Wisatawan Mancanegara di Surakarta. Dengan adanya
penambahan atau peningkatan variabel jumlah kamar hotel dan variabel jumlah biro perjalanan wisata sebesar
satu–satuan, maka akan menyebabkan kenaikan variabel Lama Tinggal Wisatawan Mancanegara di Surakarta.
Jadi dalam hal ini variabel tersebut telah konsisten dengan teori yang ada.
xci
a. Uji t ( Uji Parsial)
Uji t adalah uji koefisien regresi secara parsial yang digunakan untuk menguji tingkat signifikansi dari masing–masing koefisien regresi variabel independen (jumlah kamar hotel dan biro perjalanan wisata) terhadap variabel dependen (Lama Tinggal Wisatawan Mancanegara). Pengujian koefisiensi regresi secara individu ini dilakukan dengan menggunakan α = 5% yang berarti bahwa tingkat keyakinan adalah 95%. Adapun pengujian dari masing–masing koefisien regresi dari variabel independen adalah sebagai berikut:
1) Pengujian Terhadap Koefisien Regresi Jumlah Kamar Hotel.
Dari hasil estimasi diperoleh koefisien regresi jumlah kamar hotel 0,0001795 dengan t–hitung sebesar 2,145 atau diperoleh nilai probabilitas tingkat signifikasi sebesar 0,06427. Sehingga dapat ditarik kesimpulan pada α = 5% menunjukkan koefisien regresi jumlah kamar hotel tidak signifikan terhadap lama tinggal wisatawan mancanegara. Jadi hasil ini tidak mendukung hipotesis yang menyatakan bahwa adanya pengaruh positif dari variabel jumlah kamar hotel terhadap variabel lama tinggal wisatawan mancanegara tidak terbukti.
2) Pengujian Terhadap Koefisien Regresi Jumlah Biro Perjalanan
Wisata
Dari hasil estimasi diperoleh koefisien regresi jumlah biro perjalanan wisata 0,08093 dengan t–hitung sebesar 5,647 atau diperoleh nilai probabilitas tingkat signifikasi sebesar 0,00048. Sehingga dapat ditarik kesimpulan pada α = 5% menunjukkan koefisien regresi jumlah biro perjalanan wisata signifikan terhadap lama tinggal wisatawan mancanegara. Jadi hasil ini mendukung hipotesis yang menyatakan bahwa adanya pengaruh positif dari variabel jumlah biro perjalanan wisata terhadap variabel lama tinggal wisatawan mancanegara terbukti.
c. Uji–F
Uji F adalah uji koefisien regresi secara bersama–sama digunakan untuk mengetahui apakah variabel independen secara bersama–sama mempengaruhi Lama Tinggal Wisatawan Mancanegara ataukah tidak. Pengujian tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan uji F–test. Untuk uji F–test dilakukan dengan membandingkan nilai F–hitung yang diperoleh dari perhitungan dengan komputer terhadap nilai F–tabel. Jika F–hitung > F–tabel hasil yang diperoleh adalah signifikan atau sebaliknya.
xcii
Hasil perhitungan untuk nilai F–hitung diperoleh dalam analisis regresi linear berganda adalah sebesar 252,336 sedangkan untuk F–tabel sebesar 4,26 sehingga kriteria pengujiannya :252,336 > 4,26.
Uji F–test dalam analisis ini menggunakan α = 5%, yang berarti bahwa tingkat keyakinan (Confidence Level) sebesar 95%. Sedangkan hipotesis yang dipakai adalah :
Hо : b1 = b2 = 0
Ha : b1 ≠ b2 ≠ 0
F–hitung yang di peroleh adalah sebesar 252,336, sedangkan F tabelnya adalah 4,26 sehingga menghasilkan kriteria pengujian sebagai berikut :
DAERAH DITOLAK
DAERAH DITERIMA
0 4,26 252,336
Gambar IV.4. Uji “F “ Untuk Koefisiensi Regresi b1 , b2
Hasil : F hitung > F tabel
252,336 > 4,26
Kesimpulannya bahwa hipotesa nol (Hо) ditolak sehingga hipotesa alternatif (Ha) diterima. Dengan demikian uji statistik yang di lakukan adalah signifikan. Hal itu berarti ada alasan yang kuat untuk mendukung kebenaran hipotesis tersebut. Dan dapat berarti pula bahwa variabel independen secara bersama–sama mempengaruhi Lama Tinggal Wisatawan Mancanegara. Atau dengan probabilitas (F-statistik) = 0,00000005929 maka dapat dikatakan bahwa secara statistik semua koefisien regresi tersebut signifikan, bahkan sampai pada tingkat α = 5%. Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa variabel jumlah kamar hotel dan biro perjalanan wisata mampu mempengaruhi variabel Lama Tinggal Wisatawan Mancanegara secara signifikan.
c. Koefisien determinasi (R2)
Koefisien determinasi atau (R2) yang gunanya untuk mengetahui berapa % variasi variabel dependent dapat di jelaskan oleh variasi variabel independent. Pengujian tersebut dapat di lakukan dengan melihat koefisien R2 dengan kriteria pengujian 0 ≤ R2 ≤ 1 dimana nilai R2 antara 0 dan 1, R2 akan selalu positif.
xciii
Hasil perhitungan untuk nilai R2 di peroleh dalam analisis regresi berganda di peroleh angka koefisien determinasi atau R2 sebesar 0,98 . Artinya bahwa 98% variasi variabel Lama Tinggal Wisatawan Mancanegara dapat di jelaskan oleh variasi variabel jumlah kamar hotel dan biro perjalanan wisata, sedangkan sisanya yaitu 2% tidak dapat di jelaskan. Dengan kata lain pengaruh jumlah kamar hotel dan biro perjalanan wisata terhadap Lama Tinggal Wisatawan Mancanegara adalah 98% dan faktor–faktor lain yang mempengaruhi Lama Tinggal Wisatawan Mancanegara sebesar 2%.
2. Uji Asumsi Klasik
a. Uji Multikolinearitas
Adalah ada hubungan antara beberapa atau semua variabel yang
menjelaskan dalam model regresi. Jika model terdapat
multikolinearitas maka model tersebut memiliki kesalahan standar
yang besar sehingga koefisien tidak dapat di taksir dengan ketepatan
yang tinggi. Salah satu cara mendeteksi ada tidaknya multikolinearitas
adalah dengan menggunakan Metode Klein. Yaitu dengan
membandingkan nilai (r)2, Xi,………,Xn . Apabila nilai R2> (r)2 berarti
tidak ada gejala multikolinearitas
Tabel IV.9. Hasil Uji Multikolinearitas
VARIABEL ( r )2 R2 Kesimpulan KMRHOT–LATIWISM BPWISATA–LATIWISM KMRHOT–BPWISATA
0,9221 0,9633 0,8826
0,98 0,98 0,98
Tidak ada multikolinearitas Tidak ada multikolinearitas Tidak ada multikolinearitas
Sumber : Hasil pengolahan komputer.
Dimana :
KMRHOT = Variabel Jumlah Kamar Hot.
LATIWISM = Variabel Lama Tinggal Wisatawan Mancanegara.
B.P.WIS = Variabel Biro Perjalanan Wisata.
xciv
b. Uji Heteroskedastisitas
Heteroskedastisitas adalah pengujian yang di lakukan untuk
mengetahui apakah kesalahan pengganggu memiliki varian yang sama atau
tidak. Jika di peroleh varian yang sama maka asumsi heteroskedastisitas di
terima, adapun metode yang digunakan untuk menguji adalah uji Gletjer
dengan langkah–langkah sebagai berikut :
1). Membuat regresi dependen terhadap variabel independen, lalu akan
diperoleh besarnya kesalahan pengganggu (residual).
2) Membuat regresi residual (dalam nilai absolut) terhadap varibel
independen yang dirumuskan sebagai berikut :
ei = β0 + β1xi + vi
dimana :
ei = residual
xi = variabel independen
vi = variabel pengganggu
3). Lalu membandingkan t–hitung (yang diperoleh dari uji Gletjer) dengan
t–tabel (yang diperoleh dari uji t). Dengan kriteria pengujian jika nilai
β tidak signifikan maka Ho diterima, dengan kata lain menunjukan
adanya homoskedastisitas dan menolak heteroskedastisitas. Sedang
apabila nilai β1 signifikan maka berarti sebaliknya. Hasil uji
heteroskedastisitas dapat di lihat dalam tabel dibawah ini :
Tabel IV.10. Uji Heteroskedastisitas
Variabel t – tabel (α:0,05;df 8)
t – hitung kesimpulan
xcv
KMRHOTEL B.P.WIS
2.262 2.262
0,853 –1,023
Tidak ada heteroskedastisitas Tidak ada heteroskedastisitas
Sumber data : Print–out komputer,data diolah (tahun 2003)
Dari hasil pengujian di atas diketahui bahwa pada derajat keyakinan
5% nilai t–hitung dari Jumlah Kamar Hotel (KMRHOTEL) dan Biro
Perjalanan Wisata (B.P.WIS) lebih kecil dari t–tabel sehingga Ho diterima,
maka dapat disimpulkan bahwa estimasi dari model analisis regresi yang
ditentukan tidak terjadi heteroskedastisitas.
c. Uji Autokorelasi
Uji ini dilakukan untuk mengetahui apakah diantara kesalahan
pengganggu yang saling berurutan terjadi korelasi atau tidak. Untuk
melakukan uji ini bisa di lihat dari nilai D–W nya, yaitu dengan hipotesa
nol yang menyatakan bahwa tidak ada serial korelasi positif maupun
korelasi negatif.
Dari hasil analisis diperoleh nilai Durbin–Watson (d) sebesar
2,6066 pada n = 11 dan k = 3 dalam taraf signifikan 5% (α = 0,05) maka
berdasar tabel DW diperoleh nilai dL = 0,82 dan dU = 1,75 maka dapat
dilakukan pengujian sebagai berikut :
Karena d > dU yaitu 2,6066 > 1,75 maka dapat disimpulkan tidak
terjadi autokorelasi positif .
1) dL < d < 4–dU Maka tidak terdapat autokorelasi
2) dL < d < dU Pengujian tanpa kepastian (ragu-ragu)
3) 4 –dU < d < 4 – dL Pengujian tanpa kepastian (ragu-ragu)
4) 0 < d < dL ada gejala autokorelasi
xcvi
5) 4 < dL < d < 4 ada gejala autokorelasi
Karena d > (4 – dU) yaitu 2,6066 > 2,25 maka dapat disimpulkan tidak
terdapat atau terjadi autokorelasi positif .
Jika Ho : tidak terjadi autokorelasi negatif kalau :
1) tolak Ho jika d > (4 – dL)
2) terima Ho jika d < (4 – dU)
3) Karena d < (4 – dL), yaitu 2,6066 < 3,18 maka dapat disimpulkan tidak
terjadi autokorelasi negatif. Untuk daerah daerah antara di terima dan di
tolak selengkapnya akan diuraikan dalam pengujian dua sisi yaitu :
daerah daerah
autokorelasi Keragu- raguan menerima Ho atau Keragu- raguan autokorelasi
positif H*o atau kedua-duanya negatif
0 0,82 1,75 2 2,25 2,6066 3,18 4
Gambar IV.5. Pengujian Autokorelasi
Hipotesisnya, Ho adalah dua ujungnya tidak ada serial autokorelasi
baik positif maupun negatif. Karena nilai d–nya = 2,6066 berada di daerah
keragu–raguan.
E. Hasil Estimasi Model Regresi Lama Tinggal Wisatawan Nusantara.
xcvii
Untuk menguji hipotesis kedua diduga bahwa jumlah kamar dan
paket B.P.Wisata berpengaruh terhadap lama tinggal wisatawan nusantara
dilakukan uji regresi linear berganda diperoleh hasil sebagai berikut :
Tabel .IV.11. Hasil Analisis Data Lama Tinggal Wisatawan Nusantara.
No Variabel Koefisien STD.Error T(df=8) Probabilitas 1. 2.
KMRHOTEL B.P.WISATA
0,000174 0,08381
0,0001617 0,02769
1,081 3,027
0,31112 0,01639
Constant = 0,47 STD.Error of EST = 0,11 ADJ. R–Squared = 0,93 R–Squared = 0,95 Multiple R = 0,97 F–Ratio = 70,187 Durbin–Watson Test = 1,2986
Sumber :Print–Out Komputer
Dimana persamaan dapat disusun sebagai berikut :
Y1 = 0,47 + 0,000174 X1 + 0,08381X2
t– Hitung (1,081) (3,027)
Dari hasil persamaan tersebut kemudian dilakukan pengujian antara
lain Uji Statistik dan Uji Asumsi Klasik
1. Uji Statistik
Dengan melihat persamaan regresi di atas, diketahui bahwa semua koefisien regresi adalah positif. Hal ini
mengandung arti bahwa semua variabel yang digunakan yaitu variabel independen mempunyai pengaruh yang
positif terhadap variabel dependen yaitu Lama Tinggal Wisatawan Nusantara. Dengan adanya penambahan atau
peningkatan variabel jumlah kamar hotel dan variabel jumlah biro perjalanan wisata sebesar satu–satuan, maka
akan menyebabkan kenaikan variabel Lama Tinggal Wisatawan Nusantara. Jadi dalam hal ini variabel tersebut
telah konsisten dengan teori yang ada.
xcviii
a. Uji t ( Uji Parsial)
Uji t adalah uji koefisien regresi secara parsial yang digunakan untuk menguji tingkat signifikansi dari masing–masing koefisien regresi variabel independen (jumlah kamar hotel dan biro perjalanan wisata) terhadap variabel dependen (Lama Tinggal Wisatawan Nusantara). Pengujian koefisiensi regresi secara individu ini dilakukan dengan menggunakan α = 5% yang berarti bahwa tingkat keyakinan adalah 95%. Adapun pengujian dari masing–masing koefisien regresi dari variabel independen adalah sebagai berikut:
1) Pengujian Terhadap Koefisien Regresi Jumlah Kamar Hotel.
Dari hasil estimasi diperoleh koefisien regresi jumlah kamar hotel 0,000174 dengan t–hitung sebesar 1,081 atau diperoleh nilai probabilitas tingkat signifikasi sebesar 0,31112. Sehingga dapat ditarik kesimpulan pada α = 5% menunjukkan koefisien regresi jumlah kamar hotel tidak signifikan terhadap lama tinggal wisatawan nusantara. Jadi hasil ini tidak mendukung hipotesis yang menyatakan bahwa adanya pengaruh positif dari variabel jumlah kamar hotel terhadap variabel lama tinggal wisatawan nusantara tidak terbukti.
2) Pengujian Terhadap Koefisien Regresi Jumlah Biro Perjalanan
Wisata
Dari hasil estimasi diperoleh koefisien regresi jumlah biro perjalanan wisata 0,02769 dengan t–hitung sebesar 3,027 atau diperoleh nilai probabilitas tingkat signifikasi sebesar 0,01639. Sehingga dapat ditarik kesimpulan pada α = 5% menunjukkan koefisien regresi jumlah biro perjalanan wisata signifikan terhadap lama tinggal wisatawan nusantara. Jadi hasil ini mendukung hipotesis yang menyatakan bahwa adanya pengaruh positif dari variabel jumlah biro perjalanan wisata terhadap variabel lama tinggal wisatawan nusantara terbukti.
b. Uji–F
Uji F adalah uji koefisien regresi secara bersama–sama digunakan untuk mengetahui apakah variabel independen secara bersama–sama mempengaruhi Lama Tinggal Wisatawan Nusantara ataukah tidak. Pengujian tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan uji F–test. Untuk uji F–test dilakukan dengan membandingkan nilai F–hitung yang diperoleh dari perhitungan dengan komputer terhadap nilai F–tabel. Jika F–hitung > F–tabel hasil yang diperoleh adalah signifikan atau sebaliknya.
xcix
Hasil perhitungan untuk nilai F–hitung diperoleh dalam analisis regresi linear berganda adalah sebesar 70,187 sedangkan untuk F–tabel sebesar 4,26 sehingga kriteria pengujiannya :70,187 > 4,26.
Uji F–test dalam analisis ini menggunakan α = 5%, yang berarti bahwa tingkat keyakinan (Confidence Level) sebesar 95%. Sedangkan hipotesis yang dipakai adalah :
Hо : b1 = b2 = 0
Ha : b1 ≠ b2 ≠ 0
F–hitung yang di peroleh adalah sebesar 70,187, sedangkan F tabelnya adalah 4,26 sehingga menghasilkan kriteria pengujian sebagai berikut :
DAERAH DITOLAK
DAERAH DITERIMA
0 4,26 70,187
Gambar IV.6. Uji “F “ Untuk Koefisiensi Regresi b1 , b2
Hasil : F hitung > F tabel
70,187 > 4,26
Kesimpulannya bahwa hipotesa nol (Hо) ditolak sehingga hipotesa alternatif (Ha) diterima. Dengan demikian uji statistik yang di lakukan adalah signifikan. Hal itu berarti ada alasan yang kuat untuk mendukung kebenaran hipotesis tersebut. Dan dapat berarti pula bahwa variabel independen secara bersama–sama mempengaruhi Lama Tinggal Wisatawan Nusantara. Atau dengan probabilitas (F-statistik) = 0,000008451 maka dapat dikatakan bahwa secara statistik semua koefisien regresi tersebut signifikan, bahkan sampai pada tingkat α = 5%. Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa variabel jumlah kamar hotel dan biro perjalanan wisata mampu mempengaruhi variabel Lama Tinggal Wisatawan Nusantara secara signifikan.
c. Koefisien determinasi (R2)
Koefisien determinasi atau (R2) yang gunanya untuk mengetahui berapa % variasi variabel dependent dapat di jelaskan oleh variasi variabel independent. Pengujian tersebut dapat di lakukan dengan melihat koefisien R2 dengan kriteria pengujian 0 ≤ R2 ≤ 1 dimana nilai R2 antara 0 dan 1, R2 akan selalu positif.
c
Hasil perhitungan untuk nilai R2 di peroleh dalam analisis regresi berganda di peroleh angka koefisien determinasi atau R2 sebesar 0,93 . Artinya bahwa 93% variasi variabel Lama Tinggal Wisatawan Nusantara dapat di jelaskan oleh variasi variabel jumlah kamar hotel dan biro perjalanan wisata, sedangkan sisanya yaitu 7% tidak dapat di jelaskan. Dengan kata lain pengaruh jumlah kamar hotel dan biro perjalanan wisata terhadap Lama Tinggal Wisatawan Nusantara adalah 93% dan faktor–faktor lain yang mempengaruhi Lama Tinggal Wisatawan Nusantara sebesar 7%.
2. Uji Asumsi Klasik
a. Uji Multikolinearitas
Adalah ada hubungan antara beberapa atau semua variabel yang
menjelaskan dalam model regresi. Jika model terdapat
multikolinearitas maka model tersebut memiliki kesalahan standar
yang besar sehingga koefisien tidak dapat di taksir dengan ketepatan
yang tinggi. Salah satu cara mendeteksi ada tidaknya multikolinearitas
adalah dengan menggunakan Metode Klein. Yaitu dengan
membandingkan nilai (r)2, Xi,………,Xn . Apabila nilai R2> (r)2 berarti
tidak ada gejala multikolinearitas
Tabel IV.12. Hasil Uji Multikolinearitas
VARIABEL ( r )2 R2 Kesimpulan KMRHOT–LTWS.NUS BPWISATA–LTWS.NUS KMRHOT–BPWISATA
0,8843 0,9382 0,8826
0,93 0,93 0,93
Tidak ada multikolinearitas Tidak ada multikolinearitas Tidak ada multikolinearitas
Sumber : Hasil pengolahan komputer.
Dimana :
KMRHOT = Variabel Jumlah Kamar Hot.
LTWS.NUS = Variabel Lama Tinggal Wisatawan Nusantara.
B.P.WIS = Variabel Biro Perjalanan Wisata.
ci
b. Uji Heteroskedastisitas
Heteroskedastisitas adalah pengujian yang di lakukan untuk
mengetahui apakah kesalahan pengganggu memiliki varian yang sama atau
tidak. Jika di peroleh varian yang sama maka asumsi heteroskedastisitas di
terima, adapun metode yang digunakan untuk menguji adalah uji Gletjer
dengan langkah–langkah sebagai berikut :
1). Membuat regresi dependen terhadap variabel independen, lalu akan
diperoleh besarnya kesalahan pengganggu (residual).
2). Membuat regresi residual (dalam nilai absolut) terhadap varibel
independen yang dirumuskan sebagai berikut :
ei = β0 + β1xi + vi
dimana :
ei = residual
xi = variabel independen
vi = variabel pengganggu
3). Lalu membandingkan t–hitung (yang diperoleh dari uji Gletjer) dengan
t–tabel (yang diperoleh dari uji t). Dengan kriteria pengujian jika nilai
β tidak signifikan maka Ho diterima, dengan kata lain menunjukan
adanya homoskedastisitas dan menolak heteroskedastisitas. Sedang
apabila nilai β1 signifikan maka berarti sebaliknya. Hasil uji
heteroskedastisitas dapat di lihat dalam tabel dibawah ini :
Tabel IV.13. Uji Heteroskedastisitas Variabel t – tabel
(α:0,05;df 8) t – hitung kesimpulan
KMRHOTEL B.P.WIS
2.262 2.262
─0,393 –0,575
Tidak ada heteroskedastisitas Tidak ada heteroskedastisitas
Sumber data : Print–out komputer,data diolah (tahun 2003)
cii
Dari hasil pengujian di atas diketahui bahwa pada derajat keyakinan
5% nilai t–hitung dari Jumlah Kamar Hotel (KMRHOTEL) dan Biro
Perjalanan Wisata (B.P.WIS) lebih kecil dari t–tabel sehingga Ho diterima,
maka dapat disimpulkan bahwa estimasi dari model analisis regresi yang
ditentukan tidak terjadi heteroskedastisitas.
c. Uji Autokorelasi
Uji ini dilakukan untuk mengetahui apakah diantara kesalahan
pengganggu yang saling berurutan terjadi korelasi atau tidak. Untuk
melakukan uji ini bisa di lihat dari nilai D–W nya, yaitu dengan hipotesa
nol yang menyatakan bahwa tidak ada serial korelasi positif maupun
korelasi negatif.
Dari hasil analisis diperoleh nilai Durbin–Watson (d) sebesar
3,1509 pada n = 11 dan k = 3 dalam taraf signifikan 5% (α = 0,05) maka
berdasar tabel DW diperoleh nilai dL = 0,82 dan dU = 1,75 maka dapat
dilakukan pengujian sebagai berikut :
Karena d > dU yaitu 3,1509 > 1,75 maka dapat disimpulkan tidak
terjadi autokorelasi positif .
1) dL < d < 4–dU Maka tidak terdapat autokorelasi
2) dL < d < dU Pengujian tanpa kepastian (ragu-ragu)
3) 4 –dU < d < 4 – dL Pengujian tanpa kepastian (ragu-ragu)
4) 0 < d < dL ada gejala autokorelasi
5) 4 < dL < d < 4 ada gejala autokorelasi
ciii
Karena d > (4 – dU) yaitu 3,1509 > 2,25 maka dapat disimpulkan tidak
terdapat atau terjadi autokorelasi positif .
Jika Ho : tidak terjadi autokorelasi negatif kalau :
1) tolak Ho jika d > (4 – dL)
2) terima Ho jika d < 4 – dU)
3) Karena d < 4 – dL), yaitu 3,1509 < 3,18 maka dapat disimpulkan tidak
terjadi autokorelasi negatif. Untuk daerah antara di terima dan di tolak
selengkapnya akan diuraikan dalam pengujian dua sisi yaitu :
daerah daerah
autokorelasi Keragu- raguan menerima Ho atau Keragu- raguan autokorelasi
positif H*o atau kedua-duanya negatif
0 0,82 1,75 2 2,25 3,1509 3,18 4
Gambar IV.7. Pengujian Autokorelasi
Hipotesisnya, Ho adalah dua ujungnya tidak ada serial autokorelasi
baik positif maupun negatif. Karena nilai d–nya = 3,1509 berada di daerah
keragu–raguan.
F. Interpretasi Substantif
civ
Penggunaan analisis trend linier untuk menguji hipotesis pertama.
Terlihat bahwa perkembangan industri pariwisata terhadap Pendapatan Asli
Daerah di Kota Surakarta menunjukkan pertumbuhan kearah yang semakin
baik yang ditunjukkan oleh arah condong garis Y(b) dengan nilai positif
sebesar 2.457.113.512,66. Untuk menguji hipotesis kedua di duga bahwa
perkembangan industri pariwisata berpengaruh terhadap Pendapatan Asli
Daerah dilakukan uji regresi linier berganda sebagai berikut:
1. Pengujian Terhadap Koefisien Regresi Jumlah Wisatawan.
Dari hasil estimasi model regresi diperoleh koefisien regresi jumlah
wisatawan 12757,7 dengan t–hitung sebesar 1,668 atau diperoleh nilai
probabilitas tingkat signifikansi sebesar 0,13929 sehingga dapat ditarik
kesimpulan pada α = 5% menunjukkan koefisien regresi jumlah wisatawan
tidak signifikan terhadap Pendapatan Asli Daerah, jadi hipotesis tidak
terbukti.
2. Pengujian Terhadap Koefisien Regresi Jumlah Kamar Hotel.
Dari hasil estimasi model regresi diperoleh koefisien regresi jumlah kamar
hotel 7070528,9 dengan t–hitung sebesar 2,306 atau diperoleh nilai
probabilitas tingkat signifikansi sebesar 0,00352 sehingga dapat ditarik
kesimpulan pada α = 5% menunjukkan koefisien regresi jumlah wisatawan
signifikan terhadap Pendapatan Asli Daerah, jadi hipotesis terbukti.
3. Pengujian Terhadap Koefisien Regresi Jumlah Biro Perjalanan Wisata.
Dari hasil estimasi model regresi diperoleh koefisien regresi jumlah biro
perjalanan wisata 1072492971,3 dengan t–hitung sebesar 4,442 atau
diperoleh nilai probabilitas tingkat signifikansi sebesar 0,00300 sehingga
cv
dapat ditarik kesimpulan pada α = 5% menunjukkan koefisien regresi
jumlah biro perjalanan wisata signifikan terhadap Pendapatan Asli Daerah,
jadi hipotesis terbukti.
4. Pengujian Terhadap Semua Koefisien Regresi Secara Bersama–sama.
Dari hasil estimasi model regresi diperoleh F–hitung sebesar 239,060
lebih besar dari F–tabel 4,46. Sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa
variabel jumlah wisatawan, variabel jumlah kamar hotel dan jumlah biro
perjalanan wisata secara bersama–sama berpengaruh terhadap PAD di
Kota Surakarta.
Sedangkan untuk menguji hipotesis ketiga diduga bahwa perkembangan
industri pariwisata berpengaruh terhadap lama tinggal wisatawan mancanegara
dan lama tinggal wisatawan nusantara.
1.Hasil Estimasi Model Regresi Lama Tinggal Wisatawan Mancanegara.
a. Pengujian terhadap koefisien regresi jumlah kamar hotel.
Dari hasil estimasi diperoleh koefisien regresi jumlah kamar hotel
0,0001795, dengan t–hitung 2,145 atau diperoleh nilai probabilitas
tingkat signifikansi sebesar 0,06427 sehingga dapat ditarik kesimpulan
pada α = 5% menunjukkan koefisien regresi jumlah kamar hotel tidak
signifikan terhadap lama tinggal wisatawan mancanegara. Jadi
hipotesis tidak terbukti.
b. Pengujian terhadap koefisien regresi jumlah biro perjalanan wisata.
Dari hasil estimasi diperoleh koefisien regresi jumlah biro perjalanan
wisata 0,08093, dengan t–hitung 5,647 atau diperoleh nilai probabilitas
tingkat signifikansi sebesar 0,00048 sehingga dapat ditarik kesimpulan
cvi
pada α = 5% menunjukkan koefisien regresi jumlah biro perjalanan
wisata signifikan terhadap lama tinggal wisatawan mancanegara. Jadi
hipotesis terbukti.
c. Pengujian terhadap semua koefisien regresi secara bersama–sama.
Dari hasil estimasi model regresi diperoleh F–hitung sebesar 252,336
lebih besar dari F–tabel sebesar 4,26. Sehingga dapat ditarik
kesimpulan bahwa jumlah kamar hotel dan jumlah biro perjalanan
wisata secara bersama–sama berpengaruh terhadap lama tinggal
wisatawan mancanegara.
2. Hasil Estimasi Model Regresi Lama Tinggal Wisatawan Nusantara.
a. Pengujian terhadap koefisien regresi kamar hotel.
Dari hasil estimasi diperoleh koefisien regresi jumlah kamar hotel
0,00174, dengan t–hitung 1,081 atau diperoleh nilai probabilitas
tingkat signifikansi sebesar 0,31112 sehingga dapat ditarik kesimpulan
pada α = 5% menunjukkan koefisien regresi jumlah kamar hotel tidak
signifikan terhadap lama tinggal wisatawan nusantara. Jadi hipotesis
tidak terbukti.
b. Pengujian terhadap koefisien regresi jumlah biro perjalanan wisata.
Dari hasil estimasi diperoleh koefisien regresi jumlah biro perjalanan
wisata 0,02769, dengan t–hitung 3,027 atau diperoleh nilai probabilitas
tingkat signifikansi sebesar 0,01639 sehingga dapat ditarik kesimpulan
pada α = 5% menunjukkan koefisien regresi jumlah biro perjalanan
wisata signifikan terhadap lama tinggal wisatawan nusantara. Jadi
hipotesis terbukti.
cvii
c. Pengujian terhadap semua koefisien regresi secara bersama–sama.
Dari hasil estimasi model regresi diperoleh F–hitung sebesar 70,187
lebih besar dari F–tabel sebesar 4,26. Sehingga dapat ditarik
kesimpulan bahwa jumlah kamar hotel dan jumlah biro perjalanan
wisata secara bersama–sama berpengaruh terhadap lama tinggal
wisatawan nusantara.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
Pada bab ini akan disampaikan kesimpulan sebagai bagian akhir dari penulisan skripsi ini. Kesimpulan ini didasarkan pada analisis data pada bab IV sebelumnya. Dari kesimpulan ini akan di dapat beberapa saran yang diharapkan dapat bermanfaat bagi semua pihak yang berkepentingan.
A. Kesimpulan
1. Dari tahun 1990–2000 terlihat bahwa Pendapatan Asli Daerah secara
keseluruhan menunjukkan kecenderungan meningkat dari tahun ke tahun.
Walaupun terjadi penurunan th 1998 yaitu dari Rp. 26.491.048.768,00
menjadi Rp.25.151.011.224,00 hal ini disebabkan karena terjadinya
penurunan jumlah wisatawan yang datang sebesar 224.551 orang pada
tahun 1997 menjadi 115.002 orang pada tahun 1998.
2. Perkembangan industri pariwisata terhadap Pendapatan Asli Daerah Kota
Surakarta. Dengan analisis trend linier dapat di lihat bahwa perkembangan
sektor pariwisata terhadap Pendapatan Asli Daerah Kota Surakarta
menunjukkan pertumbuhan ke arah yang semakin baik yang ditunjukkan
oleh arah condong Y(b) dengan nilai koefisien yang positif sebesar
2.457.113.212,66.
cviii
3. Faktor–faktor yang mempengaruhi Pendapatan Asli Daerah Kota
Surakarta. Secara bersama–sama kamar hotel, jumlah wisatawan dan
jumlah biro perjalanan wisata berpengaruh terhadap Pendapatan Asli
Daerah pada tingkat signifikansi 5%. Koefisien regresi jumlah wisatawan
sebesar 12757,7 sedangkan koefisien jumlah kamar hotel sebesar
7070528,9 dan koefisien biro perjalanan wisata sebesar 1072492971,3,
diketahui bahwa semua koefisien regresi adalah positif. Hal ini
mengandung arti bahwa semua variabel yang digunakan yaitu variabel
independen mempunyai pengaruh yang positif terhadap variabel dependen
yaitu Pendapatan Asli Daerah di Kota Surakarta. Dengan adanya
penambahan atau peningkatan jumlah wisatawan variabel jumlah kamar
dan variabel biro perjalanan wisata sebesar satu–satuan,maka akan
menyebabkan kenaikan variabel Pendapatan Asli Daerah di Kota
Surakarta jadi dalam hal ini variabel tersebut telah konsisten dengan
hipotesis yang ditentukan. Berdasarkan uji individual variabel jumlah
kamar hotel dan jumlah biro perjalanan wisata signifikan pada taraf
signifikansi 5%. Sedangkan jumlah wisatawan kurang berpengaruh atau
mempunyai pengaruh yang tidak terlalu besar terhadap Pendapatan Asli
Daerah Kota Surakarta.
4. Faktor–faktor yang mempengaruhi Lama Tinggal Wisatawan
Mancanegara. Secara bersama–sama jumlah kamar hotel dan jumlah biro
perjalanan wisata berpengaruh terhadap lama tinggal wisatawan
mancanegara pada tingkat signifikansi 5%. Koefisien regresi jumlah kamar
hotel sebesar 0,0001795 dan biro perjalanan wisata 0,08093, diketahui
cix
bahwa semua koefisien regresi adalah positif, hal ini mengandung arti
bahwa semua variabel yang digunakan yaitu independen mempunyai
pengaruh yang positif terhadap variabel dependen yaitu lama tinggal
wisatawan mancanegara di Surakarta. Dengan adanya penambahan atau
peningkatan variabel jumlah kamar hotel dan variabel jumlah biro
perjalanan wisata sebesar satu–satua, maka akan menyebabkan kenaikan
variabel lama tinggal wisatawan mancanegara di Surakarta. Jadi dalam hal
ini variabel tersebut telah konsisten dengan hipotesis yang ada.
Berdasarkan uji individual variabel jumlah biro perjalanan wisata
berpengaruh secara signifikan pada taraf signifikansi 5%. Sedangkan
jumlah kamar hotel kurang berpengaruh atau tidak signifikan terhadap
lama tinggal wisatawan mancanegara.
5. Faktor–faktor yang mempengaruhi Lama Tinggal Wisatawan Nusantara.
Secara bersama–sama jumlah kamar hotel dan jumlah biro perjalanan
wisata berpengaruh terhadap lama tinggal wisatawan nusantara pada taraf
signifikansi 5%. Koefisien regresi jumlah kamar hotel sebesar 0,000174
dan biro perjalanan wisata 0,08381, diketahui bahwa semua koefisien
regresi adalah positif. Hal ini mengandung arti bahwa semua variabel yaitu
variabel independen mempunyai pengaruh yang positif terhadap variabel
dependen yaitu lama tinggal wisatawan nusantara. Dengan adanya
penambahan atau peningkatan variabel jumlah kamar hotel dan variabel
jumlah biro perjalanan wisata sebesar satu–satuan, maka akan
menyebabkan kenaikan variabel lama tinggal wisatawan nusantara. Jadi
dalam hal ini variabel tersebut telah konsisten dengan hipotesis yang ada.
cx
Berdasarkan uji individual variabel jumlah biro perjalanan wisata
signifikan pada taraf signifikansi 5%. Sedangkan jumlah kamar hotel
mempunyai pengaruh yang tidak terlalu besar atau tidak signifikan
terhadap lama tinggal wisatawan nusantara.
B. Saran–saran
1. Bila di lihat dari kesimpulan bahwa semua variabel independen yaitu
jumlah kamar hotel, jumlah wisatawan dan jumlah biro perjalanan wisata
berpengaruh terhadap PAD. Hal ini disebabkan dengan bertambahnya
jumlah wisatawan yang datang, maka jumlah kamar yang digunakan serta
jumlah biro perjalanan wisata yang digunakan akan menambah pendapatan
daerah di Kota Surakarta. Dimana pendapatan yang masuk tersebut akan
diperhitungkan dalam Pendapatan Asli Daerah atau meningkatkan PAD.
Dengan kenyataan tersebut maka pihak pemerintah daerah perlu
meningkatkan fasilitas–fasilitas dalam sektor pariwisata agar supaya
pariwisata di Surakarta lebih banyak menarik wisatawan baik wisatawan
nusantara maupun wisatawan mancanegara, sehingga dengan banyaknya
wisatawan yang datang akan meningkatkan PAD.
2. Bila dilihat dari koefisien regresi diketahui bahwa jumlah kamar hotel dan
biro perjalanan wisata berpengaruh positif terhadap lama tinggal
wisatawan mancanegara maupun nusantara tetapi dari ke dua variabel
tersebut variabel biro perjalanan wisata mempunyai koefisien regresi yang
lebih besar. Dengan demikian berarti bahwa biro perjalanan wisata
mempunyai pengaruh yang lebih besar terhadap lama tinggal wisatawan
mancanegara maupun nusantara. Dengan keadaan tersebut seyogyanya
cxi
pihak Pemerintah Daerah lebih meningkatkan kegiatan biro perjalan
wisata dengan memberikan sarana dan prasarana bagi perkembangan biro
perjalanan wisata. Misalnya dengan memberikan kemudahan ijin bagi
pendirian atau pengadaan biro perjalanan wisata. Disamping itu bagi pihak
biro perjalanan wisata sendiri agar lebih meningkatkan pelayanan sehingga
wisatawan mancanegara maupun wisatawan nusantara yang menggunakan
biro perjalanan wisata tersebut merasa puas, sehingga dapat menjadikan
sarana promosi bagi pariwisata di Surakarta.
3. Bila dilihat dari koefisien regresi diketahui jumlah kamar hotel
berpengaruh positif terhadap lama tinggal wisatawan mancanegara dan
nusantara, dengan keadaan itu seyogyanya pihak hotel dapat meningkatkan
kualitas kamar hotel agar lebih menarik wisatawan yang datang, misalnya
dengan meningkatkan fasilitas dan pelayanan terhadap kamar hotel yang
disediakan.