REPUBLIK INDONESIA
Volume 2 No. 1 Januari - Maret Tahun 2018
MetrologiMetrologi
ANALISI JABATAN
FUNGSIONAL PENERA
SUMBER DAYA KEMETROLOGIAN
PERHITUNGAN POTENTIAL LOSS
AKIBAT KETIDAKSESUAIAN
PROSES PENIMBANGAN
ALA
MAT
RED
AK
SIJl
. D
aen
g M
. A
rdiw
inata
Km
3,4
Cih
an
juan
g B
an
du
ng
40
55
9 T
el/
Fax:0
22
-66
11
05
3/6
61
10
54
Email : [email protected] : ppsdk.kemendag.go.id
REDAKSI
Volume 2 No. 1 Januari - Maret Tahun 2018
Insan Metrologi 1
SALAM REDAKSI 3
4
12
18
PERHITUNGAN POTENTIAL LOSS AKIBAT KETIDAKSESUAIAN PROSES PENIMBANGAN
Reni Sri Marliani dan Luluk Lailatul Badriyah
PENURUNAN RUMUS KETIDAKPASTIAN BUOYANCY CSIRO
Rifyan S. Nasution
ANALISI JABATAN FUNGSIONAL PENERA SUMBER DAYA KEMETROLOGIAN
Dian Nilam Sari, S.T.
Daftar Isi
PENANGGUNGJAWABHari Prawoko, Dipl. Ing
REDAKTUR
EDITORSri Astuti, S.Si, M.SE.
Permadi, S.Sos, M.AP.
Lafin Hari Prayudhi, S.T., M.T.
DESAIN GRAFISGuntur Apriandy Gunawan, S.E.
SEKRETARIATSiti Maesaroh, A.Md
Yenni Marlin, S.Si., M.T.
2 Insan Metrologi Volume 2 No. 1 Januari - Maret Tahun 2018
25
34
KALIBRASI TERMOMETER INFRAMERAH PADA SUHU RENDAH
Irwan Setiawan
PERHITUNGAN DAN ANALISA KETIDAKPASTIAN PENGUJIAN IZIN TIPE (TYPE EVALUATION) COMPACT PROVER METODE VOLUMETRIK
Nugroho Budi Widodo, S.Si., MT
2 Insan Metrologi Volume 2 No. 1 Januari - Maret Tahun 2018
Volume 2 No. 1 Januari - Maret Tahun 2018 Insan Metrologi 3
Diklat Fungsional Penera tahun 2018 Angkatan 1 telah resmi dibuka oleh Bapak Sekretaris Jenderal
Kementerian Perdagangan, Bapak Karyanto Suprih, pada hari Selasa tanggal 20 Maret 2018. Bapak
Sekretaris Jenderal Kementerian Perdagangan berharap agar para lulusan diklat dapat membuat perubahan,
terobosan, dan inovasi dalam hal kemetrologian. Masyarakat harus mendapatkan yang terbaik dengan
adanya pelaksanaan dan pelayanan kemetrologian di kabupaten/kota.
Kepala Pusat Pengembangan Sumber Daya Kemetrologian, Bapak Hari Prawoko, dalam laporannya
menginformasikan bahwa mulai tahun 2018, Diklat Fungsional Penera dilaksanakan dengan sistem diklat
berbasis kompetensi. Sistem diklat berbasis kompetensi bertujuan untuk mencapai kompetensi tertentu
dimana materi, metode, dan fasilitas serta lingkungan diklat terfokus pada pencapaian unjuk kerja.
Pembangunan kompetensi SDM kemetrologian diarahkan untuk membentuk pengetahuan, keterampilan,
dan sikap yang sesuai dengan standar yang ditetapkan.
Untuk tahun 2018, Diklat Fungsional Penera akan dilaksanakan dalam 3 angkatan. Materi dan
pelaksanaan diklat berdasarkan Keputusan Sekretaris Jenderal Kementerian Perdagangan Nomor 20 Tahun
2018. Tahapan pembelajarannya terdiri dari; materi pembelajaran berbasis online/pre-learning (sebelum tiba
di PPSDK/proses pembelajaran di tempat asalnya masing-masing), tatap muka di kelas selama 450 Jam
Pelajaran (JP) atau dua setengah bulan (dilaksanakan di PPSDK), dan Uji kompetensi.
Dengan pelaksanaan sistem diklat seperti ini, diharapkan jumlah lulusan SDM Penera banyak tiap
tahunnya dan memiliki kompetensi dasar yang memadai dalam melaksanakan tugasnya. Sehingga
pemenuhan kebutuhan SDM Penera dalam rangka mempercepat pembentukan Unit Metrologi Legal (UML)
di kabupaten/kota akan terlaksana.
Salam Redaksi
4 Insan Metrologi Volume 2 No. 1 Januari - Maret Tahun 2018
PERHITUNGAN POTENTIAL LOSS AKIBAT KETIDAKSESUAIAN PROSES PENIMBANGAN
Oleh :
Reni Sri Marliani dan Luluk Lailatul Badriyah
Volume 2 No. 1 Januari - Maret Tahun 2018 Insan Metrologi 5
ABSTRAK
Penimbangan merupakan kegiatan ini tidak lepas dari kehidupan masyarakat umum dalam hal
perdagangan. Dalam prosesnya banyak dijumpai ketidak sesuaian mulai dari cara penyimpanan yang tidak
rata/alas untuk menimbang miring, penggunaan timbangan tidak di nolkan serta pembacaan
kesetimbangannya. Ketidaksesuaian dalam penimbangan bisa saja menimbulkan kerugian baik bagi
pedagang maupun konsumen, apalagi bagi barang yang mahal harganya contohnya daging sapi. Penelitian
dilakukan dengan melakukan penimbangan ulang pada produk daging sapi yang dibeli di pasar tradisional,
penimbangan ulang dilakukan di Laboratorium Massa PPSDK. Daging sapi dibeli masing-masing 1 kg
dengan harga rata-rata Rp. 110.000 lalu ditimbang ulang. Hasil penimbangan ulang menunjukkan bahwa
kebanyakan pedagang yaitu 53 dari 69 atau 76,8% memberikan kuantitas yang lebih dari 1000 g, sedangkan
sisanya yaitu 16 dari 69 atau 23,2% memberikan kuantitas yang kurang dari 1000, Selisih plus terbesar
adalah 63 g atau sama dengan Rp. 6.390/kg sama dengan Rp. 1.039.500/hari sama dengan Rp.
31.185.000/bulan. Sebaliknya pada selisih minus terbesar yaitu 80g atau sama dengan Rp. 8.800/kg sama
dengan Rp. 1.320.000/hari sama dengan Rp.39.600.000/bulan. Selisih tersebut masih di bawah toleransi
yang disyaratkan dalam Keputusan Dirjen PDN Nomor 32 Tahun 1999 tentang Pedoman Pos Ukur Ulang,
yaitu toleransi ukur ulang non-BDKT (Barang Dalam Keadaan Terbungkus) untuk hasil peternakan dengan
berat 500 < X ≤ 1000 g adalah 8%.
Kata kunci : Penimbangan, Potential Loss, Barang Pokok Daging Sapi
1. PENDAHULUAN
Menimbang merupakan suatu kegiatan
mengukur berat dengan menggunakan alat timbang
maupun membandingkannya dengan standar yang
telah diketahui beratnya. Kegiatan ini tidak lepas
dari kehidupan masyarakat umum dalam hal
perdagangan. Banyaknya alat timbang di
masyarakat belum tentu mewakili pengetahuan
masyarakat yang memadai mengenai timbangan
serta penggunaannya. Ketidaksesuaian dalam
proses menimbang banyak dijumpai di kalangan
pedagang, mulai dari cara penyimpanan yang tidak
rata/alas untuk menimbang miring, penggunaan
timbangan tidak di nolkan serta pembacaan
kesetimbangannya.
Ketidaksesuaian dalam penimbangan bisa
saja menimbulkan kerugian baik bagi pedagang
maupun konsumen, apalagi bagi barang yang
mahal harganya. Barang-barang yang menjadi
kebutuhan pokok rata-rata dijual dengan
menggunakan satuan berat. Kehidupan masyarakat
tidak bisa dilepaskan dari kebutuhan pokok yang
harus terpenuhi dengan layak. Terdapat beberapa
regulasi yang memuat daftar komoditi bahan
pangan pokok yang diatur ketersediaan dan harga
eceran tertinggi (HET) di pasaran, pada tahun 1998
Menter i Perdagangan dan Per indus t r ian
mengeluarkan Sura t Keputusan Menter i
P e d a g a n g a n d a n P e r i n d u s t r i a n n o
115/MPP/KEP/2/1998 tentang Jenis Barang
Kebutuhan Pokok Masyarakat yang meliputi beras,
gula pasir, minyak goreng, mentega, daging sapi,
daging ayam, telur ayam, susu, jagung, minyak
tanah dan garam beryodium. Tahun 2010 Menteri
Koordinator Bidang Perekonomian mengeluarkan
Surat Keputusan Menteri Koordinator Bidang
Perekonomian No Kep-28/M-EKON/05/2010
tentang Tim Koordinasi Stabilisasi Pangan Pokok,
yang termasuk Bapok adalah beras, gula, minyak
goreng, terigu, kedelai, daging sapi,daging ayam
dan telur ayam.
6 Insan Metrologi Volume 2 No. 1 Januari - Maret Tahun 2018
Identifikasi a.
Jumlah dan Lokasi Pasar Tradisional
b. Jumlah dan Lokasi Pasar Tertib Ukur
c.
Jumlah Pedagang
Daging Sapi serta Timbangannya
Pengambilan Sampel
a.
Perhitungan Statistik
b.
Penetapan Jumlah dan Lokasi Sampel Pedagang
c.
Pengambilan Sampel
d.
Pendataan Timbangan yang digunakan
Pengolahan Data
Penimbangan Ulang dan Analisis Data
Penyajian Data dan Kesimpulan
Gambar 1. Tahapan Penelitian
Tahun 2016 pemerintah menetapkan harga
acuan pembelian terhadap tujuh komoditas pangan
dengan tujuan untuk menjamin ketersediaan,
stabilitas dan kepastian harga pangan, baik di
tingkat petani maupun konsumen. Kebijakan
tersebut dituangkan dalam Peraturan Menteri
Perdagangan Nomor 63/M-DAG/PER/09/2016
tentang harga acuan penjualan di konsumen yang
ditandatangani oleh Menteri Perdagangan
Enggargiasto Lukita pada 9 September 2016.
Peraturan Menteri ini merupakan tindak lanjut
amanat Presiden Joko Widodo di dalam Peraturan
Presiden No 71 Tahun 2015 tentang penyimpanan
Barang Kebutuhan Pokok dan Barang Penting.
Tujuh komoditas pangan yang diatur harganya
yakni beras, jagung, kedelai, gula, bawang merah,
cabai dan daging sapi.
Terlihat bahwa dari tiga regulasi tersebut
daging sapi merupakan satu dari beberapa bahan
pokok yang konsisten dipantau harga dan
ketersediaannya, hal ini disebabkan karena daging
sapi merupakan salah satu primadona masyarakat
terutama saat menghadapi perayaan hari-hari besar
keagamaan walaupun harganya relatif mahal yaitu
berkisar antara Rp. 50.000 sampai Rp. 120.000
tergantung jenis dagingnya. Pada proses transaksi
jual beli daging sapi alat ukur yang digunakan
adalah timbangan, sehingga jika timbangan yang
digunakan tidak akurat atau penggunaannya tidak
tepat maka akan berpengaruh terhadap kuantitas
daging sapi yang diterima oleh konsumen. Karena
harganya yang cukup mahal maka jika ada
ketidaksesuaian maka akan berdampak signitifikan.
Hal ini lah yang menjadi latar belakang penelitian
mengenai perhitungan potential loss akibat
ketidaksesuaian pada proses penimbangan dengan
studi kasus daging sapi.
2. TUJUAN PENELITIAN
Penelitian ini bertujuan untuk menghitung
potential loss akibat ketidaksesuaian pada proses
penimbangan dengan studi kasus barang pokok
berupa daging sapi.
3. BATASAN MASALAH Penelitian ini merupakan lanjutan dari
pene l i t i an pendahuluan yang d ia lkukan
sebelumnya. Lingkup dibatasi pada barang pokok
daging sapi jenis daging has dalam atau yang
sejenis yang diperjualbelikan di pasar tradisional di
Kota Bandung. Penelitian hanya dibatasi dengan
lingkup kuantitas hasil penimbangan dengan tidak
mengikutsertakan penelitian mengenai kualitas dari
daging tersebut.
4. METODOLOGI
Penelitian ini merupakan penelitian analisis
yang dilakukan secara kuantitatif. Pendekatan
kuantitatif dapat dilakukan melalui dua strategi
yaitu penelitian survei dan penelitian eksperimen.
Penelitian survei adalah proses untuk memaparkan
secara kuantitatif kecenderungan, sikap atau opini
dari suatu populasi tertentu dengan meneliti sampel
dari popolasi tersebut. Penelitian survei biasanya
menggunakan kuesioner, wawancara dan proses
sampling terencana dalam pengumpulan data
dengan tujuan untuk menggeneralisasi populasi
berdasarkan sampel yang telah ditentukan.
Kerangka dan tahapan penelitian yang akan
dilakukan digambarkan dalam Gambar 1. Tahapan
Penelitian.
Volume 2 No. 1 Januari - Maret Tahun 2018 Insan Metrologi 7
Proses identifikasi terhadap jumlah dan
lokasi pasar serta jumlah pedagang daging
dilakukan melalui koordinasi dengan pihak terkait
seperti Direktorat Metrologi, PD Pasar Kota
Bandung dan UPTD Metrologi Legal Kota
Bandung. Setelah data diperoleh maka dilakukan
perhitungan jumlah sampel yang representatif
berdasarkan statistik menggunakan rumus populasi
kecil (kurang dari 1000) seperti pada persamaan
berikut dengan asumsi jumlah pedagang daging
sapi kurang dari 1000 pedagang (Prijana, 2005):
Keterangan notasi :
n = jumlah sampel
N = jumlah populasi = 915
d = presisi yang ditetapkan = 0,1
t = nilai kritis kurva normal = 1,96
p = parameter proporsi = 0,5
q = parameter proporsi = 0,5
Nilai d merupakan nilai presisi yang
ditetapkan yaitu 10%, nilai ini dipilih dari tiga
alternatif taraf signifikansi dari penelitian Isaac dan
Michael tahun 1981 yaitu 1%, 5% atau 10%. Nilai t
yaitu 1,96 diperoleh dari Tabel nilai kritis distribusi
t pada kurva normal dengan nilai α = 0,05/2 dan ν =
lebih dari 29 atau infinitive.
Analisis data yang terkumpul dilakukan
d e n g a n p e n i m b a n g a n u l a n g d i P u s a t
Pengembangan Sumber Daya Kemetrologian
(PPSDK) dan dibandingkan dengan toleransi yang
diperbolehkan oleh regulasi.
5. HASIL PENELITIAN
Penelitian telah dilakukan sesuai dengan
tahapan yang direncanakan. Tahap yang pertama
dilakukan adalah identifikasi jumlah dan lokasi
pasar tradisional dan pasar tertib ukur di Kota
Bandung dan sekitarnya Data lainnya yang
diidentifikasi adalah jumlah pedagang daging sapi
serta timbangan yang dipergunakan. Pasar tertib
ukur tidak terdapat di kota Bandung sehingga data
tidak dapat dianalisis.
Tabel 4.1 Data Jumlah Pasar di Wilayah Bandung Raya
Sumber : Unit Metrologi Legal Kabupaten/Kota Bandung
dan sekitarnya
Setelah data diperoleh maka dilakukan
perhitungan jumlah sampel yang representatif
berdasarkan statistik menggunakan rumus populasi
kecil (kurang dari 1000) seperti pada persamaan
berikut dengan asumsi jumlah pedagang daging
sapi kurang dari 1000 pedagang (Prijana, 2005):
Perhitungan :
= 69 Dari hasil perhitungan data sampel yang
mencukupi adalah sebanyak 69 pedagang. Jumlah
titik sampling dibagi tiap wilayah sebagaimana
diperlihatkan dalam Tabel 4.2.
n = n o
n o
N [ ] 1 + n = o
2t . ( p.q )
2d
n = n o
n o
N [ ] 1 +
n = o
2t . ( p.q )
2d
n = o
121,96 . ( 0,5 . 0,5 ) 2( 0,1 )
n = 96,04 96,04
242
1 + [ [
Tabel 4.2 Jumlah Sampel Pedagang Daging Tiap Wilayah
Wilayah JumlahPasar
JumlahKios
Perkiraan JumlahPedagang Daging
Kabupaten Bandung Barat
Kabupaten Bandung
Kota Cimahi
Kota Bandung
Total
9
9
12
39
69 25923 242
100
30
60
52
10000
2972
6000
6951
Wilayah JumlahKios
Perkiraan JumlahPedagang Daging
Kabupaten Bandung Barat
Kabupaten Bandung
Kota Cimahi
Kota Bandung
Total
JumlahPasar
9
9
12
39
69
JumlahSampel
15
17
8
29
6925923 242
100
30
60
52
10000
2972
6000
6951
8 Insan Metrologi Volume 2 No. 1 Januari - Maret Tahun 2018
1524
AdaTidakTidak Jelas
30
Tanda Tera Pada Timbangan
Gambar 4.1 Grafik Komposisi Jumlah Sampel
Pedagang
Grafik 4.1 menggambarkan jumlah sampel
pedagang yang diambil datanya adalah di Kota
Bandung yaitu sebanyak 29 pedagang, hal ini
lumrah karena jumlah pedagang di Kota Bandung
jauh lebih banyak daripada di tempat yang lain di
sekitar Bandung. Pedagang ditentukan berdasarkan
lokasi pasar yang mewakili pasar Induk, pasar
Kelas I, Kelas II dan III. Sebaran pedagang yang
berbeda-beda lokasi menyebabkan keragaman
dalam harga pembelian daging sapi. Grafik 4.2
menggambarkan variasi harga daging sapi dengan
jenis yang sama yaitu daging has dalam.
Gambar 4.2 Grafik Komposisi Harga Jual Daging Sapi
Dari data dalam Gambar 4.2 terlihat bahwa
sebanyak 34 dari total 69 pedagang menjual daging
dengan harga Rp. 110.000, harga inilah yang
dijadikan acuan untuk perhitungan selanjutnya.
Jenis timbangan yang dapat digunakan dalam
perdagangan sangat beragam antara lain timbangan
pegas, dacin, timbangan meja maupun timbangan
elektronik. Namun yang paling banyak di gunakan
di daerah Bandung Raya adalah timbangan meja dan
timbangan elektronik seperti yang digambarkan
dalam Grafik 4.3 di bawah ini.
Grafik 4.3 Jenis Timbangan yang Digunakan Pedagang Daging
Timbangan yang digunakan secara umum
dalam keadaan baik dan layak pakai, penggunaan
timbangan pun sesuai dengan ketentuan misalnya
timbangan ditempatkan di alas yang datar dan tidak
miring. Namun saat pengamatan dilakukan, tidak
semua timbangan tersebut bertanda tera yang sah.
Ada pula yang tidak jelas tanda teranya, dan tidak
terlihat oleh pembeli. Grafik 4.4 memperlihatkan
bahwa dari 69 timbangan, hanya 24 timbangan
yang jelas terlihat tanda tera sahnya yaitu sekitar
35%, timbangan lainnya tidak jelas tanda teranya.
17
29
15
Komposisi Jumlah Sampel Pedagang
8
Bandung Barat
Kota BandungKabupaten BandungKota Cimahi
1 2 3 4 5
Komposisi Harga Jual Daging Sapi
Harga Jual
Jenis Timbangan15
54
Timbangan Elaktronik Timbangan Meja
Grafik 4.4 Tanda Tera pada Timbangan Pedagang Daging Sapi
Jum
lah
4035
3025
2015
105
0
1. Rp . 105.000
2. Rp . 108.000
3. Rp . 110.000
4. Rp . 115.000
5. Rp . 115.000
Volume 2 No. 1 Januari - Maret Tahun 2018 Insan Metrologi 9
Selain variasi dalam hal harga, para pedagang
daging sapi ini mempunyai kuantitas penjualan
daging yang berbeda-beda setiap harinya. Jumlah
daging yang terjual berkisar antar 20 kg/hari sampai
400 kg/hari. Namun sebagian besar pedagang yaitu
60 orang menjual sebanyak 100-200 kg/hari. Hal ini
terlihat dalam Gambar 4.5
Gambar 4.5 Data Penjualan Daging Sapi/Hari
Dengan penjualan yang rata-rata 150 kg/hari
maka selisih penimbangan, baik itu yang bersifat
minus (kuantitas daging yang diserahkan pada
pembeli kurang dari 1 kg) maupun yang plus
(kuantitas daging yang diserahkan pada pembeli
lebih dari 1 kg), sangat berpengaruh pada
keuntungan yang diperoleh pedagang.
Pengambilan sampel daging dilakukan oleh
peneliti beserta tim pada Tanggal 20 Oktober secara
serempak, kuantitas daging yang dibeli adalah
sebanyak 1 kg kemudian daging tersebut dibawa ke
PPSDK untuk dilakukan penimbangan ulang. Hasil
penimbangan ulang menunjukkan bahwa
kebanyakan pedagang yaitu 53 dari 69 atau 76,8%
memberikan kuantitas yang lebih dari 1000 g,
sedangkan sisanya yaitu 16 dari 69 atau 23,2%
memberikan kuantitas yang kurang dari 1000, hal
ini digambarkan dengan grafik pada Gambar 4.6
yang dominan positif daripada negatif.
Gambar 4.6 Selisih Setelah Penimbangan Ulang
Hal ini menunjukkan bahwa pedagang cenderung memberikan kuantitas lebih pada pembeli, walaupun secara matematis itu akan memberi kerugian atau pengurangan keuntungan pada pihak pedagang. Walaupun ada data yang minus namun jumlahnya sangat sedikit, yang kekurangannya mencapai 8% dari 1 kg hanya 1 data yaitu salah satu pedagang di Pasar Sederhana Kota Bandung.
Selisih penimbangan plus yang terbesar
adalah 63 g atau 6,3% dari 1 kg, sedangkan yang
minus adalah 80g atau 8% dari 1 kg. Selisih
penimbangan ini jika dibandingkan dengan aturan
dalam Keputusan Direktur Jenderal Perdagangan
Dalam Negeri Nomor 32 Tahun 1999 tentang
Pedoman Pos Ukur Ulang masih masuk ke dalam
batas toleransi yaitu 8% bagi produk peternakan
non Barang Dalam Keadaan Terbungkus (BDKT)
dengan berat antara 500g – 1000g. Selisih tersebut
nampak kecil secara harga jika dilihat secara parsial
kuantitas 1 kg, namun jika kita kalikan dengan rata-
rata penjualan sebanyak 150 kg/hari maka akan
didapat nominal yang besar. Selisih plus terbesar
adalah 63 g atau sama dengan Rp. 6 390/kg sama
dengan Rp. 1.039.500/hari sama dengan Rp.
31.185.000/bulan. Setelah dikonversi menjadi per
bu lan jumlah nomina l da r i se l i s ih sa ja
menunjukkan angka yang besar per pedagangnya,
terlepas apakah kelebihan kuantitas tersebut
merupakan salah satu cara seorang pedagang
memberi pelayanan prima pada konsumennya.
0 100 200 300 400 500
25
20
15
10
5
0
Jumlah Penjualan/hari
Data Penjualan Daging/hari
Ju
mla
h P
ed
agan
g
Selisih Penimbangan Dalam gram
80
60
40
20
0
-20
-40
-60
-80
-100
10 Insan Metrologi Volume 2 No. 1 Januari - Maret Tahun 2018
Nama Pasar NoSampel
Penjualan/hari (kg)
Jenis TimbanagnKapasitasMax (kg)
Tanda Tera
Ada TidakJelas
TahunSah
TimbanganUlang (g)
Selisih
g %
Selisih/kg
Perhari Perbulan
Rp
2.535.750
5.123.250
4.105.500
6.744.750
1.587.000
586.50019.550
52.900
224.825
136.850
170.775
84.5251690,5
3415,5
2737
4496,5
1058
3910,34
0,39
3,91
2,91
2,38
1,47
3,41003,4
1039,1
1023,8
1029,7
1014,72017
11
1
1
1
1
1 10
10
10
50
50
50
50
50
50
115.000
115.000
110.000
120.000
125.000
120.0001
1
2
3
4
5Gamping
Kranggan
Seragen
25
10 1
1
1
1
1
1009,2 9,2
39,1
23,8
29,7
14,7
TE TMHarga/kg
Tabel 4.3 Data Selisih Penimbangan Sampel Pedagang Daging di Kota Yogyakarta
Sebaliknya pada selisih minus terbesar yaitu
80g atau sama dengan Rp. 8.800/kg sama dengan Rp
1.320.000/hari sama dengan Rp.39.600.000/bulan,
jumlah tersebut sangat besar apalagi bagi konsumen
yang rutin berbelanja daging sapi dalam jumlah yang
banyak tiap harinya. Bagi pemilik rumah makan
dimana daging sapi ini akan diolah dan dijual
kembali tentunya akan mengalami kerugian yang
sangat besar.
Uraian diatas adalah gambaran mengenai
potensi kerugian yang dialami oleh pembeli
maupun penjual jika terjadi ketidaksesuaian
kuantitas dalam penimbangan, walaupun dari
gambar 4.6 ternyata menunjukkan bahwa pedagang
cenderung memberikan kuantitas lebih saat
melayani pembeli namun hal tersebut dapat
disebabkan oleh dua hal yaitu keinginan pribadi
dari penjual atau kurangnya pengetahuan penjual
dalam menggunakan timbangan. Jika yang terjadi
adalah hal yang kedua maka dapat diminimalisir
seiring dengan pengetahuan yang meningkat di
kalangan penjual dalam menimbang komoditas
yang diperdagangkan. Peningkatan pengetahuan di
kalangan pedagang dapat ditingkatkan dengan
sosialisasi yang lebih gencar pada para pedagang
pasar, sosialisasi ini dapat dilakukan melalui
kegiatan tersendiri atau dilakukan pararel saat
terjadi kegiatan tera dan tera ulang. Hal tersebut
juga dapat menjadi solusi bagi permasalahan yang
kedua yaitu penjual memberikan kuantitas yang
lebih sedikit daripada yang seharusnya.
Sebagai data tambahan, dilakukan juga
sampling dengan mengambil daerah yang berbeda
yaitu Kota Banjarmasin dan Yogyakarta. Tabel 4.3
dan 4.4 memperlihatkan tren yang positif pula
dalam selisih penimbangan, hal ini menunjukkan
hal yang hamper sama dengan data yang diambil di
daerah Bandung Raya.
Nama Pasar NoSampel
Penjualan/hari (kg)
Jenis TimbanagnKapasitasMax (kg)
Tanda Tera
Ada TidakJelas
TahunSah
TimbanganUlang (g)
Selisih
g %
Selisih/kg
Perhari Perbulan
Rp
791.775
1.434.338
5.097.375
1.766.400
2.398.613
1.139.36337.979
79.954
58.880
169.913
47.811
26.3921055,7
1912,45
6796,5
2355,2
3198,15
1519,151,32
2,78
2,05
5,91
1,66
0,92
13,211013.21
1020.48
1059.1
1016.63
1009.18
2015
2016
2016
11
1
1
1
1
1 10
10
10
20
5
25
25
10
10
125.000
130.000
130.000
140.000
125.000
130.0001
1
2
3
4
5Bauntung
Bauntung
Sederhana
Kertak Hanyar
Kertak Hanyar
Teluk Dalam
10
10
10
1
1
1
1
1
2015 1027.81 27,81
20,48
59,1
16,63
9,18
TE TMHarga/kg
Tabel 4.3 Data Selisih Penimbangan Sampel Pedagang Daging di Kota Banjarmasin
Volume 2 No. 1 Januari - Maret Tahun 2018 Insan Metrologi 11
6. KESIMPULAN
Hal-hal yang dapat disimpulkan dari
penelitian ini adalah di wilayah Bandung Raya
ternyata banyak pedagang yang menggunakan
timbangan tanpa tanda tera maupun yang tidak jelas
tanda teranya, yaitu 65% dari seluruh pedagang yang
diambil sampelnya. Hal ini perlu dikordinasikan
dengan unit metrology setempat yang bertanggung
jawab atas kegiatan tera dan tera ulang.
Hasil penimbangan ulang menunjukkan
bahwa kebanyakan pedagang yaitu 53 dari 69 atau
76,8% memberikan kuantitas yang lebih dari 1000
g, sedangkan sisanya yaitu 16 dari 69 atau 23,2%
memberikan kuantitas yang kurang dari 1000,
Selisih plus terbesar adalah 63 g atau sama dengan
Rp. 6.390/kg sama dengan Rp. 1.039.500/hari sama
dengan Rp. 31.185.000/bulan. Sebaliknya pada
selisih minus terbesar yaitu 80g atau sama dengan
Rp. 8.800/kg sama dengan Rp. 1.320.000/hari sama
dengan Rp.39.600.000/bulan. Jika ditinjau dari segi
nominal selisih penimbangan tersebut sangat
signifikan meskipun masih dalam batas toleransi
pada Keputusan Direktur Jenderal Perdagangan
Dalam Negeri Nomor 32 Tahun 1999 tentang
Pedoman Pos Ukur Ulang yaitu 8%.
Ketidaksesuaian penimbangan ini dapat
diminimalisir dengan meningkatkan kesadaran
para pedagang untuk menimbang dengan baik dan
tepat, sehingga tidak akan terjadi kerugian baik di
sisi penjual maupun pembeli. Peningkatan
pengetahuan di kalangan pedagang dapat
ditingkatkan dengan sosialisasi yang lebih gencar
pada para pedagang pasar, sosialisasi ini dapat
dilakukan melalui kegiatan tersendiri atau
dilakukan pararel saat terjadi kegiatan tera dan tera
ulang.
7. DAFTAR PUSTAKA
[1]. Indonesia, (2015): Peraturan Presiden No 71
Tahun 2015 tentang penyimpanan Barang
Kebutuhan Pokok dan Barang Penting
[2]. Indonesia, (1998): Surat Keputusan Menteri
P e d a g a n g a n d a n P e r i n d u s t r i a n n o
115/MPP/KEP/2/1998 tentang Jenis Barang
Kebutuhan Pokok Masyarakat.
[3]. Indonesia, (2016): Peraturan Menteri P e r d a g a n g a n N o m o r 6 3 / M -DAG/PER/09/2016 tentang harga acuan penjualan di konsumen.
[4]. Indonesia,(1999); Kep Dirjen PDN Nomor 32
Tahun 1999 tentang Pedoman Pos Ukur
Ulang,
[5]. Prijana. (2005) : Metode Sampling Terapan.
Bandung: Humaniora
R e n i S r i M a r l i a n i , l u l u s
Magis ter Teknik Elektro dar i
Institut Teknologi bandung tahun
2017. Mengajar dalam pelatihan
kemetrologian sejak 2011 dengan mengampu mata diklat Peneraan Ukuran Massa dan Timbangan, Standar Ukuran dan Pengelolaan Laboratorium, Peneraan Meter Kadar Air, Kalibrasi Alat Gelas dll. jabatan widyaiswara muda di PPSDK, lulus diklat penera tahun 2010, Email : [email protected],
Luluk Lailatul Badriyah, lulus
Magister Instrumentasi Kontrol
dari Institut Teknologi bandung
tahun 13 Mengaja r da lam 20 .
pelatihankemetrologian sejak 2011dengan mengampu mata diklat PeneraanUkuran
Massa dan Timbangan, Pengawasan UTTP
Volume, Ketidakpastian dll. jabatan Widyaiswara
muda di PPSDK, lulus Diklat Penera 2009,Email: [email protected]
Tentang Penulis
PENURUNAN RUMUS KETIDAKPASTIAN BUOYANCY CSIRO
Oleh :
Rifyan S. Nasution
12 Insan Metrologi Volume 2 No. 1 Januari - Maret Tahun 2018
Volume 2 No. 1 Januari - Maret Tahun 2018 Insan Metrologi 13
ABSTRAK
Ketidakpastian pengukuran merupakan hal penting pada tera dan tera ulang anak timbangan. Pada
Keputusan DJPDN No. 40 tentang Syarat Teknis Anak Timbangan Ketelitian Biasa dan Khusus
mensyaratkan bahwa ketidakpastian pengujian anak timbangan maksimal sepertiga dari Batas Kesalahan
yang Diizinkan (BKD) dari anak timbangan uji. Namun pada peraturan yang berlaku tidak menyebutkan
secara detail mengenai perhitungan ketidakpastian. Salah satu referensi yang banyak digunakan adalah dari
Commonwealth Scientific and Industrial Research Organization (CSIRO). Pada perhitungan ketidakpastian
anak timbangan terdiri dari ketidakpastian anak timbangan standar, instability anak timbangan standar,
repeatability mass comparator, buoyancy, dan pembulatan. Untuk ketidakpastian buoyancy terdapat rumus
yang disederhanakan. Tulisan ini bertujuan untuk menjelaskan asal rumus untuk perhitungan buoyancy anak
timbangan.
Kata kunci: Anak timbangan, buoyancy, ketidakpastian.
1. PENDAHULUAN
Ketidakpastian anak timbangan merupakan
salah satu faktor yang sangat penting untuk tera dan
tera ulang anak timbangan. Pengujian anak
timbangan merupakan salah satu dimana
ketidakpastian berdampak pada sah atau tidaknya
pengujian. Pada peraturan baik nasional maupun
internasional, Keputusan DJPDN No. 40 tentang
Syarat Teknis Anak Timbangan Ketelitian Biasa
dan Khusus dan OIML R111 tahun 2004 tentang
Weights of Classes E1, E2, F1, F2, M1, M1-2, M2,
M 2 - 3 , a n d M 3 , m e n s y a r a t k a n b a h w a
ketidakpastian anak timbangan tidak boleh lebih
besar dari sepertiga BKD anak timbangan uji.
P a d a p e r a t u r a n n a s i o n a l m a u p u n
rekomendasi internasional tidak diatur untuk
perhitungan ketidakpastian anak timbangan.
Perhitungan ketidakpastian yang terdapat pada
referensi internasional dapat digunakan sebagai
dasar untuk perhitungan ketidakpastian anak
timbangan. Referensi yang diterbitkan di Australia
yang ditulis oleh Edwin C. Morris dan Kitty M. K.
Fen yang diterbitkan oleh Commonwealth
Scientific and Industrial Research Organization
(CSIRO).
2. UKURAN TULISAN/MATERI DAN FORMAT
Pada perhitungan ketidakpastian anak
timbangan dengan CSIRO, faktor-faktor yang
mempengaruhi adalah ketidakpastian anak
timbangan standar, instability anak timbangan
standar, repeatability mass comparator, buoyancy,
dan pembulatan penulisan ketidakpastian. Berikut
table yang digunakan untuk perhitungan
ketidakpastian pengujian anak timbangan:
Tabel 1. Tabel Perhitungan Ketidakpastian AT dengan CSIRO
No.Komponen
(i=1,2,..5)
Ui
(mg)ki ci ciui vi (ciui)2 (ciui)4/vi
1 AT Standar
2 Instability
3 Repeatabilty
4 Buoyancy
5. Pembulatan
Ketidakpastian Gabungan
Derajat Kebebasan veff
Faktor Cakupan (k)
Ketidakpastian Bentangan
14 Insan Metrologi Volume 2 No. 1 Januari - Maret Tahun 2018
U = i sres ,k = 1, v = v , jika s > s i m m res
Ketidakpastian anak timbangan standar
terdapat pada sertifikat anak timbangan yang
merupakan ketidakpastian yang didapatkan pada
saat penentuan massa konvensional anak
timbangan standar. Untuk penetapan koefisien
adalah sebagai berikut:
Ketidakpastian AT Standar u = u i sert
k = k i
Koefisien sensitifitas c = 11
Derajat Kebebasan v = t1 student
Ke t idakpas t i an ins t ab i l i t y ada lah
ketidakpastian dari anak timbangan standar.
Ketidakpastian ini merupakan ketidakpastian yang
diperoleh dari jangka waktu dan pemakaian dari
kalibrasi anak timbangan standar. Anak timbangan
standar dikarenakan faktor lingkungan dapat
bertambah massanya. Dan juga dikarenakan
pemakaian anak timbangan standar dapat
mempengaruhi massanya. Pemakaian anak
timbangan standar dapat mengurangi massanya
dikarenakan gesekan anak timbangan standar
dengan lantai penerima muatan. Dikarenakan hal-
hal tersebut maka ketidakpastian instability anak
timbangan standar tidak dapat diabaikan. Berikut
ketidakpastian instability anak timbangan standar:
Ketidakpastian instability Anak Timbangan
Standar
Ÿ Jumlah sertifikat Anak Timbangan Standar
kurang dari 5 (lima) sertifikat
u = 8% BKD AT standart i
k = 1i
Koefisien sensitifitas
c = 1i
Derajat Kebebasan
v = 4i
Ÿ Jumlah sertifikat Anak Timbangan Standar sama
dengan atau lebih dari 5 (lima) sertifikat
Dimana:m : massa dari anak timbangan pada sertifikat 1i
m : massa rata-rata dari anak timbangan dari sertifikat (1 s.d n) timbangan dari sertifikat (1 s.d n)
n : jumlah sertifikat
�oefisien sensitifitas
c = 1i
�erajat �ebebasan
v = n - 1i
�etidakpastian yang berasal dari mass comparator merupakan ketidaktetapan yang dihasilkan dari penunjukan mass comparator yang digunakan pada saat menimbang selisih massa konvensional antara anak timbangan standar dengan anak timbangan uji.
�etidakpastian �ass �omparator
�imana: δ : selisih penimbangan ke-ii
δ : rata-rata selisih penimbangan n : jumlah selisih penimbangan
�erajat kebebasan v = n - 1m
�etidakpastian �esolusi �ass �omparator
�erajat kebebasan
�et idakpas t ian �epeatabi l i ty �ass �omparator didapatkan dari ketidakpastian mass comparator atau dari ketidakpastian resolusi mass comparator dipilih yang paling besar.
u =i
n 2 ∑ = 1 (m - m)i iÖ n - 1, k = 1 i
s =m
n 2 ∑ = 1 (d - d)i iÖ n - 1
k = 1 m
ÖÖ
sres = 2d
2 3
d = daya baca digital mass comparator
kres = 1
vres = 1000
U = i
sm
nΔm
,k = 1, v = v , jika s > s i m m res
√U = i sm ,k = 1, v = v , jika s > s i m m res
n = 2, untuk 1 seri ABBAΔm
Volume 2 No. 1 Januari - Maret Tahun 2018 Insan Metrologi 15
Ketidakpastian buoyancy berasal dari
penimbangan yang diluar dari persyaratan
penimbangan konvensional dimana massa jenis
udara adalah 1,2 kg/m3 dan anak timbangan
memiliki massa jenis yang sama dengan 8000
kg/m3.
Ketidak pastian Buoyancy
Tabel 2. Tabel nilai R
Tabel 3. Rentang Densitas Anak Timbangan OIML R111
tahun 2004
Ke t idakpas t i an pembu la t an ada l ah
ketidakpastian yang didapatkan dikarenakan
ketidakpastian maksimal ditulis dengan dua angka
pen t ing . Seh ingga apab i l a pe rh i tungan
ketidakpastian memiliki angka lebih dari dua angka
penting maka hasil perhitungan ketidakpastian
harus dibulatkan menjadi maksimal dua angka
penting.
Untuk rumus ketidakpastian buoyancy didapatkan dari
Ketidakpastian koreksi buoyancy dengan
asumsi massa jenis anak timbanga standar dan anak
timbangan uji adalah sama maka ketidakpastian
menjadi:
Ketidakpastian massa jenis udara konvensional
(ρ ),i =1 u
Altitude (m) Air density -3R ( kg. m )
Within 100m of sea 1.191 0.020
200 1.164 0.037
400 1.137 0.064
600 1.112 0.089
800 1.086 0.114
1000 1.062 0.138
1200 1.037 0.163
1400 1.014 0.180
-6U = 4,5×10 . Δρ . R . M ,k = 1, c = 1, v = 1000i t i i
U = ketidakpastian bouyancy udara (mg)i
∆ρ = rentang maksimum densitas ujit
R = tabel CSIRO
M = massa nominal anak timbangan uji (g)
No
min E1
E2
F1
F2 M1 M M2
≥ 79 80 78 82 73 87 64 10 ≥4 > ≥2 ≥1
50 g
79 80 77 82 72 88 60 12 ≥4
20 g
78 81 75 85 66 10 48 24 ≥2
10 g
77 82 72 88 60 12 ≥4000 ≥2
5 g
76 84 69 96 53 16 ≥3000
2 g
72 88 60 12 ≥4000
≥2000
1 g 69 96 53 16 ≥3000
500 63 10 ≥4400 ≥2200
200 53 16 ≥3000
100 ≥4400 ≥2300
50 ≥3400
20 ≥2300
M2
m . g - ρ .V . g = m . g - ρ . V .gstd u std uji u uji
m - ρ . V = m - ρ .Vstd u std uji u uji
m - ρ . V = m - ρ .V + 0std u std uji u uji
+ (ρ . V - ρ .V + ρ .V - ρa .V )a std a std a uji ujim - ρ . V = m - ρ .Vstd u std uji u uji
= ρ . V - ρ .V + ρ .V - ρa .V a std a std a uji uji(m - ρ . V ) - (m - ρ .V )std u std uji u uji
= ρ . (V -V ) - ρ .(V - ρa .V ) u std uji a std uji(m - ρ . V ) - (m - ρ .V )std u std uji u uji
= ρ . (V -V ) - ρ .(V -V ) u std uji a std uji(m - ρ . V ) - (m - ρ .V )std u std uji a uji
jika dianggap, m = mstd uji
1 1ρstd ρuji
( ) . m= ( ρ - ρ ) . u a(m - ρ . V ) - (m - ρ .V )std a std uji a uji
) . mkoreksi bouyancy = ( ρ - ρ ) . u a
1 1ρstd ρuji
(
mstd muji
ρstd ρuji)(= ( ρ - ρ ) . u a(m - ρ . V ) - (m - ρ .V )std u std uji a uji
U = Uρu i
k = 1
mstd muji
ρstd ρuji)(ci = m = 0.
16 Insan Metrologi Volume 2 No. 1 Januari - Maret Tahun 2018
K e t i d a k p a s t i a n m a s s a j e n i s u d a r a penimbangan ( P ), I = 2 a
K e t i d a k p a s t i a n m a s s a j e n i s u d a r a
penimbangan ( P ), I = 3std
K e t i d a k p a s t i a n m a s s a j e n i s u d a r a penimbangan ( P ), I = 4uji
Ketidakpastian massa anak timbangan (m),I = 5
Ketidakpastian koreksi buoyancy menjadi
…….. (1)
Dikarenakan m adalah massa dalam g, namun
hasil yang kita ingin kan adalah dalam mg, maka
Dimana:
R = root mean square
∆ρ = rentang densitas anak timbangan uji uji
m = massa nominal anak timbangan dalam
gram
Pada perhitungan ketidakpastian buoyancy
didapatkan beberapa asumsi yang dapat
menyede rhanakan pe rh i tungan . Ha l i n i
dikarenakan mengambil asumsi terhadap beberapa
variable lebih efektif dibandingkan menghitung
secara akurat. Contoh asumsi adalah densitas anak
timbangan standar dan anak timbangan uji dimana
asumsi memiliki densitas 8000 kg/m3. Asumsi ini
diambil dikarenakan menghitung densitas anak
timbangan standard dan uji lebih sulit dibandingkan
mencari massa konvensional anak timbangan uji.
Asumsi juga dilakukan pada rentang densitas anak
timbangan standar dan uji. Dimana asumsi
perbedaan dari rentang densitas anak timbangan
standar adalah lebih besar dari rentang densitas
anak timbangan uji, maka pada saat rentang
densitas anak timbangan standar dikuadratkan akan
jauh lebih kecil dibandingkan dari rentang densitas
anak timbangan uji dikuadratkan sehingga dapat
diabaikan pada perhitungan. Asumsi berikutnya
adalah massa anak timbangan standar tidak jauh
berbeda dengan massa anak timbangan uji sehingga
massa nominal sudah mencukupi digunakan untuk
perhitungan ketidakpastian buoyancy.
U = Uρu i
k = 11 1ρstd ρuji
)(ci = m = 0.
k = 1
ρu ρa
ρstd
)ci =
m .
U = Uρi std
∆ρstd
2 3 √=
2
)
U = U i m
k = 1
1 1ρstd ρuji
)(ci = = 0ρu ρa ))
k = 1
ρu ρa
ρuji
)ci =
m .
U = Uρi uji
∆ρuji
2 3 √=
2
)
u =2 2 2 2 2(c u ) +(c u ) +(c u ) +(c u ) +(c u ) 1 1 2 2 3 3 4 4 5 5√
2 2= √(0+0+(c u ) +(c u ) +03 3 4 4
=√ ( ρ - ρ ) . mu a
2ρ uji
∆ρstd(( +(ρ -ρ ) . mu a
2uji
2 2
(2 3√ ( ( (∆ρuji
2 3√((
= √ ( ρ - ρ ) . mu a28000 ∆ρuji
1(( 2(( 2 3√
= √ ( ρ - ρ ) . mu a2ρ uji
∆ρuji1
(( 2(( 2 3√
=√ ( ρ - ρ ) . mu a
2ρ uji
∆ρuji((2
(2 3√ (
. R . m ∆ρuji-6= 4,5 x 10 .
√3
( ρ - ρ ) . m . 10u a∆ρuji
2-6= 4,5 x 10 .
√3
( ρ - ρ ) . m . 10u a∆ρuji
2-9= 4,5 x 10 .
√ ( ρ - ρ ) . mu a∆ρuji
2-9= 4,5 x 10 .
å[ [√ ρ - ρ u a
N
2
m
Volume 2 No. 1 Januari - Maret Tahun 2018 Insan Metrologi 17
Untuk nilai R didapatkan sebuah table untuk
mempermudah perhitungan ketidakpastian
buoyancy. Nilai R ini adalah root mean square dari
perbedaan massa jenis udara konvensional dengan
massa jenis udara dimana pengujian anak
timbangan uji dilakukan untuk menentukan massa
konvensional. Tabel R didapatkan dari perhitungan
massa jenis udara diberbagai ketinggian dari
permukaan laut sehingga dapat menggunakan
rumus root mean square.
3. KESIMPULAN
Perhitungan ketidakpastian pengukuran anak
timbangan dengan menggunakan referansi CSIRO
terdiri dari ketidakpastian anak timbangan standar
dari sertifikat, instability anak timbangan standar,
repeatability, buoyancy dan pembulatan. Untuk
ketidakpastian buoyancy menggunakan rumus
yang telah disederhanakan dimana ada beberapa
yang d iasumsikan un tuk mempermudah
perhitungan. Asumsi yang diambil adalah massa
jenis anak timbangan standar dan anak timbangan
uji adalah sama yaitu 8000 kg/m3 dan rentang
densitas anak timbangan uji dianggap lebih besar
dari rentang densitas anak timbangan standar
sehingga apabila dikuadratkan maka sangat
berbeda jauh sehingga rentang densitas anak
timbangan standar yang dikuadratkan diabaikan
dalam perhitungan ketidakpastian buoyancy.
LAMPIRAN A
Penulis bisa memasukkan lampiran dengan
judul yang berarti di sini.
DAFTAR PUSTAKA
[1] Edwin C. Morris dan Kitty M. K. Fen. The
Calibration of Weights and Balances.
Commonwealth Scientific and Industrial
Research Organization (CSIRO) National
M e a s u r e m e n t L a b o r a t o r y Te c h n i c a l
Memorandum. 2003
[2] Kirkup, Les and Frenkel, Bob, An Introduction
to Uncertainty in Measurement. New-York,
Cambridge. 2006
[3] OIML International Recommendation R111-
1:2004 Weights of classes E1, E2, F1, F2, M1,
M1-2, M2,M2-3,and M3 Part 1 : Metrological
and technical requirements
R i f y a n S . N a s u t i o n l u l u s
M a s t e r o f S c i e n c e j u r u s a n
Matematika dari University of
Nebraska at Omaha tahun 2007.
J a b a t a n K e p a l a s u b b i d
perencanaan program pengembangan SDM
kemetrologian, PPSDK. Lulus Diklat penera
ahli 2010Email : [email protected]
Tentang Penulis
18 Insan Metrologi Volume 2 No. 1 Januari - Maret Tahun 2018
ANALISI JABATAN FUNGSIONAL PENERA
SUMBER DAYA KEMETROLOGIAN
Oleh :
Dian Nilam Sari, S.T.
Volume 2 No. 1 Januari - Maret Tahun 2018 Insan Metrologi 19
A. ABSTRAK
Penyusunan Analisis jabatan dan Evaluasi Jabatan Sumber Daya Kemetrologian merupakan salah satu
bentuk pengelolaan SDM Kemetrologian yang digunakan untuk mengukur beban kerja dan tanggung jawab
pegawai berbasis outcomes oriented dengan memperhitungkan faktor-fator yang mempengaruhi kinerja
pegawai tersebut. Hasil Analisis jabatan dan evaluasi jabatan tersebut akan digunakan sebagai
standar/acuan/pedoman dalam menentukan gaji yang adil dan layak sesuai dengan pentingnya suatu
pekerjaan, tingkat kesulitan pekerjaan, tanggungjawab dan tingkat risiko dari pekerjaan tersebut. Selain itu,
Analisis jabatan dan Evaluasi Jabatan juga berguna untuk merekrut dan menempatkan pegawai sesuai yang
dipersyaratkan dengan menggunakan prinsip manajemen SDM “right man to the right place and the right
time”. Manfaat lain dari hasil penyusunan analisa jabatan dan evaluasi jabatan ini, dapat juga digunakan
sebagai pembinaan karir pegawai untuk meningkatkan kinerja pegawai dengan memperhatikan faktor
kesejahteraan Pegawai dalam melaksanakan tugas dan fungsinya, yaitu dengan memberikan Tunjangan
Penghasilan Pegawai atau menetapkan standar biaya khusus bagi SDM Kemetrologian.
Diera Perdagangan global saat ini, tuntutan
adanya institusi Metrologi Legal yang kompeten
semakin meningkat. Keberadaan Unit Metrologi
Legal di Kabupaten/Kota sebagai penyelenggara
pelayanan publik yang berkaitan dengan tera dan
tera ulang UTTP dan Pengawasan Kemetrologian
sesuai amanat Undang-Undang Nomor 23 Tahun
2014 tentang Pemerintahan Daerah menjadi sangat
penting. Oleh karena itu, dalam melaksanakan
Pelayanan Kemetrologian tersebut khususnya di
daerah perlu mempersiapkan Sumber Daya
Manusia yang berkompeten dibidangnya. Untuk
mendukung hal tersebut, perlu adanya pengelolaan
dan pembinaan SDM yang baik.
Sebagai salah satu bentuk pengelolaan SDM
Kemetrologian adalah dengan melakukan analisis
Jabatan dan Evaluasi Jabatan Sumber Daya
Kemetrologian. Analisis Jabatan dan Evaluasi
Jabatan ini dilakukan untuk mengukur beban kerja
dan tanggung jawab pegawai berbasis outcomes
oriented yang memperhitungkan faktor-fator yang
mempengaruhi kinerja pegawai tersebut, sehingga
diperoleh s tandar /acuan/pedoman dalam
menentukan gaji yang adil dan layak sesuai dengan
pekerjaan dan tanggungjawabnya. Adapun salah
satu mafaat dari hasil analisis jabatan dan evaluasi
jabatan ini dapat digunakan sebagai bahan kajian
untuk mengusulkan TunjanganPenghasilan
Pegawai atau menyusun standar biaya khususnya
Bidang Metrologi dalam melaksanakan tugas
pokok dan fungsinya serta berguna untuk merekrut
dan menempatkan pegawai sesua i yang
dipersyaratkan dengan menggunakan prinsip
manajemen SDM “right man to the right place and
the right time”.
Pada kali ini penulis mencoba menyusun
analisis jabatan SDM Kemetrologian khususnya
Jabatan Fungsional Penera Ahli Pertama, yang
kiranya dapat berguna bagi rekan-rekan sejawat dan
pihak-pihak yang berkepentingan sebagai bahan
masukan dan pertimbangan untuk digunakan
sebagai pengembangan karir pegawai. Jika ada
kesempatan yang diberikan, untuk Evaluasi Jabatan
yang menghasilkan nilai jabatan (job value) dan
menentukan kelas jabatan (job class) dalam
menentukan besaran gaji yang adil dan layak
selaras dengan bebean pekerjaan dan tanggung
jawab pekerjaan serta bentuk usulan Tunjangan
Penghasilan Pegawai Derah akan disajikan pada
edisi berikutnya atau bisa menghubungi penulis
melalui email ataupun nomor telepon yang tertera
dalam biodata penulis.
B. LATAR BELAKANG
KEPALA DINAS
PENERA AHLI PERTAMA
C. ANALISIS JABATAN FUNGSIONAL
PENERA
Dalam menyusun Anal is is Jabatan
Fungsional Penera Ahli Pertama berpedoman pada
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 12 Tahun
2008 tentang Pedoman Analisis Beban Kerja di
Lingkungan Departemen Dalam Negeri dan
Pemer in t ah Dae rah , Pe ra tu ran Men te r i
Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi
Birokrasi R.I. Nomor 32 Tahun 2014 tentang
Jabatan Fungsional Penera dan Angka Kreditnya
serta Peraturan-Peraturan Bidang Metrologi yang
mendukung penyusunan analisis jabatan dan
evaluasi jabatan ini. Kedudukan Jabatan fungsional
ini, langsung bertanggungjawab kepada Pimpinan
Unit Organisasi pegawai bekerja. Dalam menyusun
Analisis Jabatan ini, Penera harus merinci semua
kegiatan, hasil kerja, waktu penyelesaian , peralatan
dan bahan kerja, korelasi jabatan, prestasi kerja serta
dampak/risiko yang dapat ditimbulkan dalam
melaksanakan aktivitas kerja tersebut. Sebagai
contoh bentuk analisis jabatan SDM Kemetrologian,
berikut ini disajikan bentuk Analisis Jabatan
Fungsional Ahli Pertama pada Bidang Metrologi
Dinas Koperasi, UMKM dan Perdagangan
Pemerintah Kota Pangkalpinang.
INFORMASI JABATAN (ANALISIS JABATAN)
1. Nama jabatan : Penera Ahli Pertama2. Kode Jabatan : -3. Unit Kerja Eselon I : Sekretaris Daerah Eselon II : Kepa la Dinas Koperas i ,
UMKM dan PerdaganganKota Pangkalpinang
Eselon III : Kepala Bidang Metrologi Legal
Eselon IV: Kepala Seksi Tera dan Tera Ulang UTTP
4. Kedudukan Dalam Struktur Organisasi
5. Ikhtisar Jabatan :
Penera berkedudukan sebagai pelaksana teknis
di bidang peneraan pada instansi pusat atau daerah
yang memiliki tugas pokok, yaitu: melakukan
kegiatan peneraan yang meliputi pengelolaan
instalasi uji dan peralatan dan perlengkapan standar
tera/tera ulang UTTP, pelaksanaan tera dan tera
ulang UTTP, pengujian UTTP dan pengelolaan Cap
Tanda Tera.
6. Uraian Tugas (diuraikan sesuai dengan jenjang
jabatan Penera Pertama pada Peraturan Menteri
Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi
Birokrasi R.I. Nomor 32 Tahun 2014 tentang
Jabatan Fungsional Penera dan Angka Kreditnya),
antara lain sebagai berikut :
1) Melakukan pelayanan Tera atau Tera Ulang
UTTP Besaran Massa;a. Memeriksa material/bahan UTTP
Besaran Massa Tingkat Kesulitan IIIb. Menguji sifat, ukur, takar dan timbang
UTTP Besaran Massa Tingkat Kesulitan
IIIc. Melakukan penjustiran UTTP Besaran
Massa Tingkat Kesulitan IIId. Melakukan perhitungan hasil pengujian
UTTP Besaran Massa Tingkat Kesulitan
IIIe. Membubuhkan atau menandai UTTP
Tingkat Kesulitan III dengan Cap Tanda
Tera2) dst;3) dst;4) dst;5) dst;6) dst;7) dst;8) Melakukan pengujian UTTP dalam rangka
penerbitan Izin Tanda Pabrik dana tau Izin
Tipe;a. Besaran Massab. Besaran panjangc. dst;
9) Pengelolaan Cap Tanda Tera; Melakukan perawatan dan pengamanan cap
tanda tera
20 Insan Metrologi Volume 2 No. 1 Januari - Maret Tahun 2018
10) Pengembangan profesi :a. pembuatan karya tulis/karya ilmiah di
bidang peneraan;b. Pengembangan profesi penerjemahan/
penyaduran buku dan bahan-bahan lain di bidang peneraan;
c. Pengembangan profesi pembuatan ketentuan pelaksanaan dan ketentuan teknis di bidang peneraan
11) Kegiatan penunjang :
a. Sebagai pengajar/pelatih di bidang
peneraan;
b. Kegiatan penunjang peran serta dalam seminar, lokakarya, bimbingan teknis di bidang peneraan;
c. Kegiatan penunjang sebagai keanggotan
dalam Tim Penilai.
7. Bahan Kerja :
8. Perangkat/ Alat Kerja :
9. Hasil Kerja:
10. Tanggung Jawab :1. Memberikan penjelasan, informasi atau
keterangan kegiatan tera/tera ulang UTTP
kepada Wajib Tera/Tera Ulang (WTU);
2. Melakukan tugas Peneraan UTTP yang
diajukan oleh WTU yang memenuhi
persyaratan baik administratif maupun
teknis;
3. Kelengkapan data rekaman peralatan
standar;
4. Kelengkapan data hasil pengujian dan
kalibrasi alat UTTP;
5. Kebenaran data hasil peneraan dan kalibrasi
alat UTTP;
6. Kelengkapan, kondisi dan Kemananan Cap
Tanda Tera yang digunakan.
11. Wewenang :
1. Melakukan tugas Peneraan sesuai dengan
jenjang jabatan Penera Keahlian;
2. Mengesahkan, menjustir atau membatalkan
UTTP yang diperiksa dan diuji;
3. Menolak untuk memberi tanda sah terhadap
UTTP ba ta l a tau t idak memenuhi
persyaratan;
4. Menolak melakukan kegiatan tera/tera
ulang UTTP, apabila tidak memenuhi
persyaratan administratif dan syarat teknis;
5. Merusak UTTP yang telah diuji pada
kegiatan tera/tera ulang berdasarkan hasil
pengujian UTTP yang tidak memenuhi
syarat teknis serta tidak dapat diperbaiki;
No
Perangkat Kerja
Digunakan Untuk Tugas1.
2. 3. 4. 5. 6.
7.
8.
9. 10.
Cap Tanda Tera Cerapan Pengujian
Peralatan dan Perlengkapan Standar Pengujian UTTP Peralatan (Mekanik)/ pendukung Pengujian UTTP
Instalasi Uji UTTP Alat Tulis Kantor
Komputer / Perangkat Lunak lainnya
Kendaraan Operasional
Peralatan Safety Petugas Kamera
Pengujian /Pelayanan Tera/Tera Ulang UTTPData Pengujian /Pelayanan Tera/Tera Ulang UTTPPengujian /Pelayanan Tera/Tera Ulang UTTPPengujian /Pelayanan Tera/Tera Ulang UTTPPengujian /Pelayanan Tera/Tera Ulang UTTPPembuatan Laporan/Data Pengujian/SKHPPembuatan SKHP, Laporan dan lain-lainSDM, Pengangkutan Peralatan Standard dan PeralatanInstalasi UjiPengujian /Pelayanan Tera/Tera Ulang UTTPDokumentasi dan Pelaporan
Penggunaan Dalam Tugas
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10
Instruksi Kerja, SOP dan syarat Data Rekaman Peralatan StandarPeraturan/ Juknis / Syarat Teknis Kemetrologian yang berlaku
Peraturan perundang –
undangan
yang berlaku
Perda Retribusi Daerah
Jadwal Kegiatan, Surat Permintaaan Peneraan/Pengujian UTTP
Dokumen Panduan Mutu, SOP, Prosedur kerja
Target Kinerja/Renja, Rincian Keg. Jab. Fungsional
Disposisi Pimpinan
Bahan Uji (Cairan BBM, Air Bersih, dll )
Pelayanan Tera/Tera Ulang, Pengujian UTTPPelayanan Tera/Tera Ulang, Pengujian UTTPPelayanan Tera/Tera Ulang, Pengujian UTTP
Pelaksanaan Kegiatan KemetrologianPemungutan Tarif Retribusi Pe laksananaan Kegiatan Kemetrologian
Pelaksanaan Kegiatan KemetrologianEvaluasi Kinerja dan Laporan Pelaksanaan tugas KedinasanPelayanan Tera/Tera Ulang, Pengujian UTTP
Bahan Kerja
teknis pengujian
No
Volume 2 No. 1 Januari - Maret Tahun 2018 Insan Metrologi 21
No Hasil Kerja 1)
Satuan Hasil 2)
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.11.12.13.
Data Rekaman Pengelolaan Peralatan dan perlengkapan Standar;Berita Acara hasil Pengujian/cerapan pengujian;
SKHP/Sertifikat (Surat Keterangan Hasil Pengujian);
Cap Tanda Tera pada UTTP yang dibubuhi;
Laporan Jumlah UTTP hasil Pelayanan Kemetrologian
Konsep Juklak/Juknis/Panduan Mutu
Instruksi Kerja/Instruksi Kerja Alat
Kelengkapan dan keamanan Cap Tanda Tera
Evaluasi dan Laporan kegiatan Pelayanan Kemetrologian
karya tulis berupa prasaran, tinjauan gagasan ilmiah bidang peneraan;seminar, lokakarya, bimtek bidang peneraan
keanggotaan tim penilai serta pengurus atau anggora organisasi profesi;konsep Surat dan Pelaksanaan Tugas Kedinasan Lain
Laporan//SKHPLaporan
Sertifikat/SKHP
Laporan / unit
Laporan /unit
Dokumen
Dokumen
Laporan
Dokumen
Buku, makalah, naskah, laporan
naskah, laporan
naskah, laporan Penilaian Angka Kredit
Naskah/Laporan
6. Menggunakan tanda Pegawai Berhak yang
telah ditetapkan.
12. Korelasi Jabatan :
13. Kondisi Lingkungan Kerja:
14. Resiko Bahaya :
15. Syarat Jabatan:a. Pangkat/Gol. Ruang : Penata Muda (III/a)b. Pendidikan : S1 Teknik / MIPAc. Kursus/Diklat
1) Penjenjangan : -2) Teknis : Diklat Fungsional Penera dan
Diklat Teknis Upgrading3) Pengalaman kerja : 2 tahun dibidang
penerad. Penge t ahuan ke r j a : Penge t ahuan
tentang peraturan
kemetrologian
e. Keterampilan kerja : M e m a h a m i
p e r a t u r a n d a n
prosedur kerja serta
P e n g o p e r a s i a n
UTTP
f. Bakat Kerja : 1. Intelegensi : Kemampuan belajar secara
umum dan melakukan perhitungan secara sistematis.
2. Bakat Verbal : Memahami arti kata-kata
dan penggunaannya secara tepat dan
efektif dan dapat bersosialisasi dengan
baik.3. Ketelitian : K e m a m p u a n d a l a m
memeriksa, menguji dan melakukan
hasil perhitungan pengujian UTTP
dengan benar.
g. Temperamen Kerja :1. M : Kemampuan menyesuaikan diri
dalam kegiatan pengambilan
keputusan, pertimbangan atau
pembuatan peraturan.2. R : Kemampuan menyesuaikan diri
dalam kegiatan-kegiatan berulang,
a t a u s e c a r a t e r u s m e n e r u s
melakukan kegiatan yang sama,
sesuai degan perangkat prosedur,
urutan atau kecepatan yang tertentu.
h. Minat Kerja :1. Konvensional (Ke) : Aktifitas yang
melibatkan pengambilan keputusan
untuk pencapaian tujuan organisasi;
No Aspek Faktor
1 .
2 .
3 .
4 .
5 .
6 .
7 .
8 .
9 .
Tempat kerja
Suhu
Udara
Keadaan Ruangan
Letak
Penerangan
Suara
Keadaan tempat kerja
Getaran
Dalam ruangan dan lapangan
Sedang
Sedang
Cukup teratur
Datar
Terang
Tenang
Cukup Bersih
Tidak ada
No Jabatan Unit Kerja/ Instansi Dalam Hal
1.
2.
3.
4.
5.
Kepala Dinas
Sekretaris
Eselon 3 dan 4
SDM
Kemetrologian
Lainnya
JFU
Dinas
Koperasi, UMKM dan Perdagangan
Kota Pangkalpinang
Dinas
Koperasi, UMKM dan Perdagangan
Kota Pangkalpinang
Bidang Metrologi Legal dan Dinas
KOPDAG
Bidang Metrologi Legal dan Dinas
KOPDAG
Bidang Metrologi Legal dan Dinas
KOPDAG
Penerbitan Surat Tugas pelaksanaan kegiatan
dan Laporan hasil kegiatan, pengajuan PAK
Konsultasi pela ksanaan kegiatan, laporan
hasil kegiatan, Pengajuan PAK dan
Konsultasi Peraturan
Penugasan pelaksanaan kegiatan,
Konsultasi, laporan dan Penilaian Kinerja
Kerjasama dalam memberikan Pelayanan
Kemetrologian, pengelolaan standar dan
kegiatan pengembangan profesi
Koordinasi Pelaksanaan Tugas dan
kelengkapan administrasi
No Fisik / Mental Penyebab
1.
2.
3.
4.
5.
Kesehatan mata terganggu
Sakit pinggang dan gangguan pencernaan
Kelelahan syaraf tangan dan kaki
Pusing Kepala/migrain
Luka fisik, cacat dan kematian
Karena melihat computer terus menerus, fokus dan teliti pada
pengujian/peneraan alat UTTP;
Karena load
pekerjaan yang tinggi dan memiliki time limit yang
kecil , dan makan tertunda;
Sering menaiki tangga yang tinggi, mengangkat dan menarik
benda yang berat yang dilakukan terus menerus ;
Terkena cahaya matahari yang terus- menerus.
Kecelakaan di tempat Kerja
22 Insan Metrologi Volume 2 No. 1 Januari - Maret Tahun 2018
2. Konvensional (K) : Aktifitas yang
b e r h u b u n g a n d e n g a n
p e n y u s u n a n d a t a d a n
pelayanan kemetrologian
secara terperinci;3. Sosial (S) : Aktifitas yang bersifat sosial
yang melibatkan seluruh
pegawai untuk bekerjasama
d a l a m t i m d a l a m
memberikan memberikan
pelayanan Kemetrologian.i. Upaya Fisik : 1) Duduk 2) Berdiri 3) Berjalan
4) Membungkuk5) Merangkak6) Menggapai 7) Menagangkat benda8) Ketangkasan
j. Kondisi Fisik1) Jenis Kelamin : tidak ada persyaratan
khusus2) Umur : tidak ada persyaratan
khusus3) Tinggi badan : tidak ada persyaratan
khusus4) Berat badan : tidak ada persyaratan
khusus5) Postur badan : tidak ada persyaratan
khusus6) Penampilan : tidak ada persyaratan
khususk. Fungsi Pekerjaan
1) D.3 : Menyusun data2) O.7 : Melayani orang3) : Menguji Alat UTTP
16. Prestasi kerja yang diharapkan
17. Butir Informasi Lain :Hal-hal yang tidak tercantum dalam butir 1 s.d. 16
Pangkalpinang, Februari 2017
Mengetahui Atasan Langsung, Yang Membuat
DIAN NILAM SARI, S.T.
NIP. 19850411 201101 2 005
D. KESIMPULAN
Melalui Analisis Jabatan tersebut dapat
m e m b e r i k a n i n f o r m a s i b a h w a S D M
Kemetrologian, khususnya Jabatan Fungsional
Pene ra da l am me laksanakan Pe layanan
Kemetrologian antara lain;
1. Pelayanan karena pekerjaan yang melibatkan
kekuatan fisik, aktivitas dilakukan terus-
menerus sehingga dapat menyebabkan
penyakit seperti : sakit kepala, migrain, sakit
pinggang, magh, gangguan pencernaan,
hernia, kelelahan syaraf, kelelahan mata,
penyakit kulit, kecelakaan ditempat kerja;
2. Memiliki tanggung jawab dalam menjamin
kebenaran hasil pengukuran, penakaran dan
penimbangan dalam upaya untuk melindungi
kepentingan konsumen maupun produsen
demi terciptanya tertib ukur sesuai amanat
Undang – Undang Nomor 2 Tahun 1981
tentang Metrologi Legal;
Berdasarkan Analisis jabatan tersebut, maka
sebagai bentuk pembinaan karir pegawai dapat
mengusulkan Tunjangan Penghasilan Pegawai atau
menetapkan standar biaya khusus bagi SDM
mengingat besarnya beban kerja, tanggung jawab
dan resiko yang besar yang tinggi terhadap
keamanan, keselamatan dan kesehatan pegawai
dalam melaksanakan amanat Undang-Undang
Nomor 2 Tahun 1981 tentang Metrologi Legal, serta
Mencegah Pegawai Pemerintah dari tindakan
pungutan liar, gratifikasi dan sejenisnya sehingga
pegawai dapat melaksanakan tugas sesuai dengan
aturan dan termotivasi untuk memberikan
pelayanan prima kepada masyarakat demi
t e r c i p t a n y a s i s t e m p e m e r i n t a h a n G o o d
Governance.
No Satuan Hasil Jumlah Satuan Hasil
(Dalam 1 Tahun)Waktu Penyelesaian
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
Data Rekaman Peralatan Standar / kalibrasi internal
Jumlah UTTP Tk. Kesuliatan III hasil Pelayanan Kemetrologian
SKHP/Sertifikat (Surat Keterangan Hasil Pengujian)
Konsep Juklak/Juknis/Pendoman Bidang Kemetrologian
Instruksi Kerja/Instruksi Kerja Alat
Evaluasi dan Laporan Kegiatan
Pengelolaan CTT
Pengembangan Profesi
Pelaksanaan Tugas Kedinasan Lain
Laporan / SKHP
100 unit
100 SKHP
2 Dokumen
3 Dokumen12 laporan12 Laporan
3 Naskah/Makalah/Buku Bidang Kemetrologian20 Naskah / laporan
720 menit
105300 menit
1500 menit
1440 menit
1080 menit1440 menit 360 menit1500 menit
1200 menit
Volume 2 No. 1 Januari - Maret Tahun 2018 Insan Metrologi 23
Tentang PenulisDAFTAR PUSTAKA
[1]. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
Nomor 16 Tahun 1994 tentang Jabatan
Fungsional Pegawai Negeri Sipil sebagaimana
telah diubah dengan Peraturan Pemerintah
Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2010
tentang Perubahan Nomor 16 Tahun 1994
tentang Jabatan Fungsional Pegawai Negeri
Sipi.[2]. Peraturan Menteri Peraturan Menteri Dalam
Negeri Nomor 12 Tahun 2008 tentang
Pedoman Analisis Beban Kerja di Lingkungan
Departemen Dalam Negeri dan Pemerintah
Daerah.[3]. Peraturan Menteri Perdagangan Republik
Indonesia Nomor 69/M-DAG/PER/10/2014
tentang Pengelolaan Sumber Daya Manusia
Kemetrologian [4]. Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur
Negara dan Reformasi Birokrasi Republik
Indonesia Nomor 32 Tahun 2014 tentang
Jabatan Fungsional Penera dan Angka
Kreditnya.[5]. Peraturan Bersama Menteri Perdagangan dan
Kepala Badan Kegawaian Negara Nomor
11/M-DAG/PER/1/2015 Nomor 10 Tahun
2015 tentang Ketentuan Pelaksanaan
Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur
Negara dan Reformasi Birokrasi Republik
Indonesia Nomor 32 Tahun 2014 tentang
Jabatan Fungsional Penera dan Angka
Kreditnya
Dian Nilam Sari, S.T., Sarjana Tenik Industri Universitas Islam Bandung Tahun 2005, lulusan Diklat Fungsional Penera Ahli di Pusat Pengembangan Sumberdaya Kemetrologian (PPSDK) Tahun 2013. Jabatan penera ahli muda,
Lulus diklat penera ahli tahun 2013, saat ini bertugas di Bidang metrologi Dinas Koperasi, UMKM dan Perdagangan Kota PangkalpinangEmail : [email protected],
24 Insan Metrologi Volume 2 No. 1 Januari - Maret Tahun 2018
KALIBRASI TERMOMETER INFRAMERAH PADA SUHU RENDAH
Oleh :
Irwan Setiawan
Volume 2 No. 1 Januari - Maret Tahun 2018 Insan Metrologi 25
26 Insan Metrologi Volume 2 No. 1 Januari - Maret Tahun 2018
ABSTRAK
Termometer inframerah (IR) suhu rendah banyak digunakan pada aplikasi praktis seperti pada bidang
makanan, minuman, bangunan atau pada industri yang memerlukan pengukuran suhu rendah. Termometer
inframerah suhu rendah biasanya digunakan untuk mengukur suhu pada rentang -50 °C - 500 °C yang
mendeteksi radiasi di kisaran spektrum 8 μm - 14 μm.
Kesalahan terjadi hampir di semua pengukuran pada termometer inframerah, maka perawatan harus
dilakukan dengan cara mengkalibrasi termometer inframerah tersebut untuk memastikan bahwa kesalahan
yang terjadi tidak semakin besar. Karena terdapat efek sistematis yang terdapat pada termometer
inframerah ini (dipengaruhi oleh emisivitas target, suhu lingkungan, dan suhu detektor), maka metode
kalibrasinya menjadi lebih rumit.
Terdapat tiga metode yang digunakan untuk mengkalibrasi termometer inframerah, diantaranya:
termometer kontak sebagai referensi (standar), termometer inframerah sebagai standar, dan titik blackbody
es sebagai standar.
Kalibrasi termometer inframerah bukan tugas yang mudah, diperlukan prosedur kalibrasi yang teliti
untuk memperhitungkan pengaturan emisivitas instrument, suhu detektor, dan suhu lingkungan, juga
properties sumber kalibrasi blackbody dan termometer standar. Kalibrasi dirancang hanya untuk
menentukan seberapa baik termometer inframerah sesuai dengan perilaku yang diharapkan. Kondisi yang
diharapkan pada saat kalibrasi adalah bahwa dan T = T , hal tersebut dilakukan untuk instr s d Wε = ε
menghindari adanya perhitungan kesalahan.
Kata kunci : Blackbody, kalibrasi, suhu rendah, termometer inframerah (IR).
1. PENDAHULUAN
Munculnya termometer inframerah (IR) genggam/portabel dengan harga murah merupakan adanya
perkembangan dalam pengukuran suhu non-kontak dimana aplikasinya dalam bidang makanan, bangunan,
dan pengolahan suhu rendah di industri. Tetapi, peralatannya tidak mudah untuk digunakan karena terdapat
efek sistematis yang selalu ada di hampir semua pengukuran.
Termometer inframerah "suhu rendah" biasanya digunakan untuk mengukur suhu pada rentang -50 °C
sampai 500 °C. Termometer ini biasanya menggunakan detektor thermopile uncooled yang mendeteksi
radiasi di kisaran spektrum 8 μm - 14 μm.
Gambar 1. Termometer infrared suhu rendah.
Karena detektor ini tidak menggunakan
pendingin, radiasi yang dipancarkan oleh detektor
harus diperhatikan dalam proses kalibrasi.
Pengaturan emisivitas pada termometer biasanya
pada nilai 0.95, dan radiasi apapun yang
dipantulkan dar i seki tarnya, juga harus
diperhitungkan.
Sebagai konsekuensi dari efek sistematis
ini, metode kalibrasi menjadi lebih rumit dari
termometer kontak atau termometer inframerah
suhu tinggi. Pada gambar 1 ditunjukkan contoh
termometer inframerah genggam atau portable
suhu rendah.
2. SPEKTRUM ELEKTROMAGNETIK
Semua benda memancarkan radiasi dalam
bentuk gelombang elektromagnetik. Radiasi ini
didistribusikan melalui spektrum elektromagnetik,
gelombang radio, melalui mikro gelombang,
radiasi inframerah, cahaya tampak, sinar
ultraviolet, dan sinar-x, sampai sinar gamma.
Distribusi dan intensitas radiasi yang dipancarkan
oleh benda tertentu sangat ditentukan oleh suhu
benda. Untuk benda-benda yang mendekati suhu
kamar, hampir semua radiasi yang dipancarkan
termasuk di dalam spektrum inframerah, pada
panjang gelombang di sekitar 10 mikron (10 μm).
Untuk benda-benda yang mempunyai suhu
mendekati 1000 °C, mempunyai radiasi dengan
panjang gelombang sekitar 2 μm.
Dengan mengukur radiasi pada panjang
gelombang tetap, atau pada rentang panjang
gelombang tetap, termometer inframerah dapat
menentukan suhu suatu benda dari intensitas sinyal
yang diukur oleh detektor radiasi, jika sinyal
semakin tinggi maka suhunya juga semakin tinggi.
Banyak termometer inframerah dirancang untuk
mengukur radiasi di atas rentang panjang
gelombang 8 - 14 μm, yaitu dapat mengukur suhu
pada rentang -50 °C sampai 500 °C, atau kadang-
kadang suhunya lebih tinggi.
3. FUNGSI RESPON TERMOMETER IR
Sinyal yang terukur biasanya berupa arus atau
tegangan pada output detektor termometer
inframerah. Output besaran tersebut merupakan
sinyal yang bervariasi berupa sinyal non-linear
yang merupakan fungsi dari suhu objek target.
Hubungan antara sinyal detektor dan suhu
diberikan oleh fungsi respon termometer:
Dimana A, B dan C adalah konstanta yang
berhubungan dengan properti termometer
inframerah, dan C adalah konstanta umum dengan 2
nilai 14388 μm.K. Nilai T pada persamaan (1)
dalam satuan Kelvin. Dengan suhu ruangan 20 °C
atau suhu pada skala kelvin 293,15 K.
Persamaan (1) ditentukan oleh produsen
termometer inframerah, dan diproses secara
elektronik di dalam termometer sehingga
menghasilkan pembacaan dalam derajat Celsius
pada display. Proses konversi sinyal ke suhu
tersebut tidak diketahui oleh pengguna. Namun,
untuk mengkalibrasi termometer inframerah,
laboratorium kalibrasi membutuhkan data proses
konversi ini. Konversi dari sinyal ke suhu dapat
direpresentasikan kebalikan dari persamaan (1):
Secara sederhana nilai C bisa ditetapkan yaitu
C = 1. Sedangkan nilai A dan B berhubungan
dengan rentang panjang gelombang termometer
inframerah beroperasi yaitu:
S(T) =C
exp ( C2
AT+B)-1
(1)
(2)
(4)
(3)
T =C2
A ln(C
S+ 1)
−B
A
A = λ 0[ 1-2∆λ
22λ0 [
B =
2C ∆λ2
0224λ
Volume 2 No. 1 Januari - Maret Tahun 2018 Insan Metrologi 27
dimana λ adalah panjang gelombang pusat 0
dari suatu rentang dan Δλ adalah lebar rentang
panjang gelombang. Jadi, untuk termometer
inframerah yang beroperasi dari 8-14 μm, dapat
diperoleh λ0 = 11 μm dan Δλ = 6 μm, dari
persamaan (3) dan (4) diperoleh A = 9,36 μm dan B
= 178 μm.K.
Kita dapat mengilustrasikan konversi suhu ke
sinyal dengan menggunakan nilai-nilai tersebut
(dengan C = 1). Misalnya untuk suhu 50 °C (323,15
K), persamaan (1) memberikan S = 0,01132.
(konversi sinyal ke suhu dapat diperiksa dengan
menggunakan nilai S pada persamaan (2) untuk
menghitung ulang nilai T = 323.15 K.
Terdapat banyak termometer inframerah suhu
rendah yang beroperasi pada rentang panjang
gelombang 8-14 μm, ada juga yang beroperasi pada
rentang lainnya, misal 8-13 μm dan 7-18 μm.
Pent ing memeriksa spesifikasinya untuk
menentukan rentang panjang gelombang yang
sebenarnya digunakan.
4. PENGARUH TERHADAP PEMBACAAN
TERMOMETER INFRAMERAH
4.1. Emisivitas
Intensitas radiasi yang dipancarkan oleh
benda tergantung tidak hanya pada suhu, tapi juga
pada properti yang disebut emisivitas. Emisivitas
yaitu suatu nilai dari 0 sampai 1 yang merupakan
karakteristik seberapa bagus suatu benda
memancarkan radiasi. Benda dengan emisivitas 1
disebut sebagai blackbody/radiasi benda hitam.
Sebuah objek dengan emisivitas 0,8 memancarkan
80% radiasi yang dilakukan blackbody, sebuah
objek dengan emisivitas 0,5 berarti memancarkan
50% radiasi blackbody, dan seterusnya.
4.2. Emisivitas Instrumen
Karena pengaruh emisivitas, objek berbeda
pada suhu yang sama akan menghasilkan sinyal
termometer inframerah yang berbeda, dan
menghasilkan pembacaan yang berbeda pula.
Untuk mengatasi hal tersebut, termometer
inframerah memiliki apa yang disebut penyesuaian
"instrumental emisivity" yang harus ditetapkan oleh
pengguna untuk nilai emisivitas suatu permukaan
objek target. Pada beberapa model termometer,
emisivitas instrument tidak bisa diubah, tapi
mempunyai nilai tetap 0,95, kadang-kadang juga
0,97.
4.3. Radiasi Pantulan
Kompleksitas lebih lanjut dalam pengukuran
termometri inframerah ini adalah apabila bendanya
bukan blackbody tapi suatu reflektor radiasi parsial.
Untuk benda tak tembus cahaya, emisivitas dan
reflektifitas selalu berjumlah 1. Dengan demikian,
sebuah objek dengan emisivitas 0,8 memiliki
reflektifitas 0,2. Ini berarti 20% dari semua radiasi
yang dipancarkan objek sekitarnya dan jatuh ke
objek target adalah dipantulkan. Radiasi pantulan
ini dideteksi oleh termometer inframerah dan
ditambahkan ke radiasi yang dipancarkan oleh
target objek. Dengan demikian, pembacaan pada
termometer tidak hanya tergantung pada suhu
target, tapi juga pada suhu lingkungannya. Suatu
benda disebut pemancar yang baik (yang memiliki
emisivitas mendekati 1) cenderung berwarna
hitam, kemudian apabila emisivitas semakin tinggi
dan reflektifitas rendah, maka semakin kecil efek
lingkungan terhadap pembacaan termometer.
4.4. Detektor Radiasi
Detektor itu sendiri juga memancarkan radiasi.
Sinyal pada output detektor berhubungan dengan
perbedaan antara radiasi yang datang dari objek
(termasuk radiasi pantulan) dan radiasi keluar yang
dipancarkan oleh detektor. Semua termometer
inframerah murah tidak menggunakan pendingin
detektor, sehingga detektor mempunyai suhu di atas
suhu kamar. Beberapa termometer inframerah
menggunakan perangkat termoelektrik, untuk
mendinginkan detektor.
4.5. Persamaan Pengukuran
Semua pengaruh terhadap pengukuran
diantaranya: emisivitas target, radiasi pantul, dan
radiasi yang dipancarkan oleh detektor ,
menghasilkan sinyal pengukuran (S ) dengan meas
persamaan:
28 Insan Metrologi Volume 2 No. 1 Januari - Maret Tahun 2018
dimana T adalah suhu target, T adalah suhu S W
lingkungan, T adalah suhu detektor, Ɛ adalah d s
emisivitas permukaan target, dan 1 - Ɛ adalah s
reflektifitasnya.
5. PEMROSESAN SINYAL PENGUKURAN
Jika sinyal pengukuran S pada persamaan meas
(5) disubtitusikan ke dalam persamaan (2) konversi
sinyal ke suhu, hasilnya tidak akan menjadi suhu
target T , karena dipengaruhi oleh emisivitas target, S
suhu lingkungan, dan suhu detektor (ε , T , dan T ). s W d
Untuk menghasilkan pembacaan yang lebih baik
yang mewakili suhu target, termometer inframerah
melakukan pemrosesan awal sinyal yang terukur
sebelum dikonversi ke suhu, juga melakukan
koreksi terhadap pengaruh-pengaruh di atas. Untuk
melakukan hal tersebut termometer harus
mendapatkan nilai untuk tiga variabel ε , T , dan T . s W d
Suhu detektor T , dapat secara akurat d
ditentukan dengan menggunakan probe suhu
internal yang dipasang langsung di detektor.
Pengukurannya secara otomatis sebagai bagian dari
termometer inframerah.
Untuk termometer inframerah dengan
instrument emisivitas yang dapat diatur (ε ), instr
pengguna dapat melakukan penyetingan dengan
nilai emisivitas yang benar. Untuk instrumen
dengan emisivitas tetap, termometer dirancang
untuk melakukan pengukuran hanya pada objek
tertentu (objek dengan emisivitas yang spesifik).
Produk makanan, plastik, bahan terbuat dari
senyawa organik (seperti kertas, kayu, dan kulit),
memiliki emisivitas mendekati 0,95 pada rentang 8-
14 μm, jadi nilai 0,95 sering dipilih untuk
digunakan pada instrumen emisitivitas tetap.
Sedangkan suhu lingkungan, T , tergantung W
pada situasi pengukuran, dan akan bervariasi dari
suatu pengukuran ke pengukuran yang lain. Untuk
pengaruh suhu l ingkungan ini , produsen
termometer inframerah membuat suatu asumsi
dimana T diperkirakan sama dengan suhu detektor W
(T ). Dengan kata lain, bahwa semua pengukuran d
diasumsikan harus dilakukan dalam lingkungan
ambien. Asumsi ini juga biasanya dilakukan saat
kalibrasi di laboratorium yang terkontrol dengan
baik.
Berdasarkan informasi tersebut, termometer
inframerah memproses sinyal pengukuran sebagai
berikut: pertama sinyal pengukuran dibagi oleh
instrumen emisivitas; kemudian suatu nilai yang
berhubungan dengan sinyal pada suhu detektor
ditambahkan (misal nilai yang diberikan oleh
persamaan (1) dimana T = T dimasukkan); d
Hasilnya suatu nilai sinyal yang diubah menjadi
nilai suhu yang terukur (T ). Persamaan tersebut meas
secara matematis dapat ditulis sebagai berikut:
6. KESALAHAN PENGUKURAN
Terdapat konsekuensi pada saat pemrosesan
sinyal, hal tersebut dapat dijelaskan pada
persamaan berikut. Pertama kita subtitusikan S meas
dari persamaan (5) ke dalam persamaan (6) sebagai
berikut:
Persamaan di atas dapat ditulis ulang sebagai
berikut:
Ketika T = T dan ε = ε maka pembacaan W d instr s
pada termometer inframerah akan sama dengan
suhu target sebenarnya. Jika salah satu dari kondisi
ini tidak terpenuhi, maka pembacaan termometer
akan terjadi kesalahan. Terdapat pengecualian
ketika targetnya adalah suatu blackbody (ε = 1), s
atau suatu kondisi blackbody (T = T ), dan S W
emisivitas instrumen juga telah diatur ke 1, maka
pembacaannya tergantung pada T dan T .W d
S(T )means
Smeas
Ɛinstr
+S(T )d=
S =ɛ S(T )+(1-ɛ )S(T )-S(T )meas S S S W d
(5)
(6)
(7)
ɛ instr
(ɛ S(T )+(1-ɛ )S(T )-(1-ɛ )S(T ) S S S W instr dS(T ) =means
S(T ) =means S(T )S
(1-ɛ )instr
(1-ɛ )instr
ɛ instr
ɛ instr
+
+
[S(T )-S(T )]W d-
[S(T )-S(T )]S W-
(8)
Volume 2 No. 1 Januari - Maret Tahun 2018 Insan Metrologi 29
7. KALIBRASI
Kesa lahan te r jad i hampir d i semua
pengukuran pada termometer inframerah dan
perawatan harus dilakukan untuk memastikan
bahwa kesalahan yang terjadi tidak semakin besar.
Kesalahan juga terjadi selama proses kalibrasi
karena nilai T = T dan ε = ε sangat jarang W d instr s
keduanya terkondisikan. Jadi bagaimana cara
mengkalibrasi termometer inframerah saat
kesalahan pembacaan diharapkan? Jawabannya
adalah pertama-tama harus dihitung pembacaan dari
suatu perangkat ideal pada saat kondisi kalibrasi dan
melihat seberapa dekat pembacaanya sesuai yang
diharapkan. Atau dengan kata lain, selalu
menggunakan blackbody untuk mengkalibrasi
termometer inframerah, serta perlu dihitung koreksi
blackbody-nya.
Blackbody konvensional dibuat dari suatu
rongga dengan emisivitas efektif mendekati 1 (lihat
Gambar 2). Rongga blackbody ini termasuk suatu
tungku dan dimasukkan ke dalam kalibrator dry-
block. Emisivitas efektif rongga (ε ) dapat bb
diestimasi dari panjang L, jari-jari lubang r , dan
emisivitas dari bahannya ε : s
Sebagai contoh, suatu rongga yang terbuat
dari bahan yang memiliki emisivitas 0,9 (baja tahan
karat), dengan panjang 150 mm dan dengan radius
lubang (aperture) 25 mm, memiliki emisivitas
efektif sebagai berikut:
Kalibrator plate-flat juga digunakan sebagai
sumber blackbody (lihat Gambar 3). Namun,
emisivitasnya biasanya mendekati 0,95, jadi
kalibrator tersebut bukan blackbody.
Gambar 2. Suatu rongga blackbody dengan panjang L dan
radius lubang r, dinding yang memiliki emisivitas ε . s
Emisivitas efektif rongga pada persamaan (9).
Penggunaannya rongga dipanaskan dalam tungku (furnace)
atau kalibrator dry-block.
Gambar 3. Kalibrator flat-plate (Fluke Corporation, Hart
Scientific Division).
Prosedur kalibrasi termometer inframerah
adalah sebagai berikut:
1. Tentukan panjang gelombang minimum dan
maksimum untuk rentang panjang gelombang
pengoperasian termometer inframerah yang
akan dikalibrasi. Data tersebut terdapat pada
spesifikasi termometer pada "respon
spektral".
2. Dengan menggunakan persamaan (3) dan (4),
hitunglah koefisien A dan B dari fungsi respon
termometer.
3. Tentukan emisivitas blackbody ε , baik bb
sebagai nilai efektif dari persamaan (9) untuk rongga, atau secara langsung dari spesifikasi kalibrator flat-plate.
ɛ =1-(1-ɛ )bb S [ rL
2
[ (9)
ɛ =1-(1-0.9)bb
25150
2
= 0.997[ [
r
L
30 Insan Metrologi Volume 2 No. 1 Januari - Maret Tahun 2018
0 100 150 200 250 300 350 400 450 50050
Blackbody temperature / °C
20
15
10
5
0
-5
-50-10
Bla
ckbo
dy c
orre
ctio
n / °
C
T = 15°Cd
T = 20°Cd
T = 25°Cd
4. Tentukan emisivitas instrument ε , sedekat instr
mungkin dengan ε atau jika emisivitas bb
instrumen tetap, tentukan nilainya dari
spesifikasi termometer.
5. Ukur suhu sekitar T .amb
6. Perkirakan suhu detektor Td. Jika emisivitas
instrument diset menjadi 1, maka nilai T tidak d
diperlukan.
7. Untuk setiap titik kalibrasi, baca termometer
standar T , dan hitunglah pembacaan r e f
termometer inframerah yang diharapkan.
pembacaan mometer T , dengan menggunakan exp
persamaan (10). Bandingkan pembacaan
sebenarnya termometer inframerah dengan nilai
T . Perbedaan antara yang suhu yang exp
diharapkan dan pembacaan sebenarnya
merupakan koreksi yang harus dilaporkan pada
sertifikat kalibrasi.
Termometer referensi (standar), yang
mengukur suhu sebenarnya blackbody, bisa berupa
suatu termometer kontak, seperti platinum
resistance thermometer (PRT) atau suatu
termometer inframerah referensi. Dalam kasus
khusus apabila menggunakan blackbody titik es,
tidak memerlukan termometer referensi. Ketiga
metode kalibrasi termometer inframerah adalah
sebagai berikut:
7.1. Termometer Kontak Sebagai Standar
Bila termometer kontak digunakan sebagai
standar, maka penting standar tersebut untuk
diposisikan sedemikian rupa sehingga mengukur
suhu sebenarnya dari blackbody. Terutama pada
kalibrator flat-plate, dimana terjadi perbedaan suhu
pada plate.
Pada laboratorium kalibrasi, suhu lingkungan
biasanya sama dengan suhu sekitar T . Maka amb
persamaan (7) dapat ditulis kembali dengan
pembacaan termometer sebagai T , sebagai exp
berikut:
dimana ε adalah emisivitas efektif b b
blackbody dan T adalah suhu sebenarnya re f
blackbody, yang ditentukan oleh termometer
standar. Kemudian koreksi blackbody ΔT bb
merupakan perbedaan antara pembacaan yang
diharapkan dengan pembacaan termometer standar
sebagai berikut:
Sebagai contoh perhitungan diberikan pada
Tabel 1 untuk kalibrasi termometer inframerah
dengan panjang gelombang 8-14 μm dengan
emisivitas insstrumen tetap pada 0,95, menggunakan
rongga blackbody dengan emisivitas efektif 0,997.
Suhu ruangan 20 °C dan suhu detektor 21 °C (suhu
detektor secara umum tidak ditahui, karena tidak
ditampilkan pada alat, jadi nilainya harus didekati
atau ditebak untuk menghitung koreksi blackbody).
Tabel 1. Perhitungan koreksi blackbody untuk tiga nilai T ref
pada termometer inframerah 8-14 μm (A = 9.36 µm, B =
178 µm.K) dengan ε = 0.95, ε = 0.997, T = 20 °C, instr bb amb
dan T = 21 °Cd
Pada gambar 4 ditunjukkan koreksi
blackbody untuk rentang suhu blackbody dari -50
°C sampai 500 °C. Juga ditunjukkan pengaruh
berbagai variasi suhu detektor.
S(T ) =exp
ɛinstr
ɛ S(T )+(1-ɛ )S(T )-(1-ɛ )S(T )bb ref bb amb instr d
(10)
ΔT =T -T bb exp ref
(11)
Tref S(T )ref S(T )ambS(T )d
S(T )expTexp ΔTbb
( ͦ C)
- 50
100
500
0.00175
0.02025
0.16773
0.00732
0.00732
0.00744
0.00744
0.00744
-56.5
103.0
516.4
-5.6
3.0
16.4
0.00147
0.02088
0.175660.00732
( ͦ C) ( ͦ C)[eq(1)] [eq(1)] [eq(1)] [eq(2)] [eq(11)][eq(10)]
Gambar 4. Koreksi terhadap suhu sumber kalibrasi blackbody, dengan emisivitas efektifnya ε = 0,997, pada termometer bb
inframerah mempunyai panjang gelombang 8-14 μm dengan emisivitas tetap ε = 0,95. Suhu sekitar diasumsikan T = 20 °C instr amb
dan suhu detektor seperti ditunjukkan pada grafik.
Volume 2 No. 1 Januari - Maret Tahun 2018 Insan Metrologi 31
7.2. Termometer Inframerah Sebagai Standar
Da lam beberapa kasus t e rmomete r
inframerah digunakan sebagai perangkat standar
untuk mengukur suhu sumber kalibrasi blackbody.
Termometer inframerah standar tersebut harus
sudah dikalibrasi. Koreksi blackbody untuk metode
kalibrasi ini berbeda dengan metode sebelumnya.
Pada metode kalibrasi ini, diasumsikan
bahwa pembacaan termometer inframerah standar
dibuat bersamaan dengan pengukuran perangkat
yang sedang dikalibrasi, jadi kondisi ambien
selama pengukuran identik sama. Juga diasumsikan
bahwa pengaturan emisivitas instrumen pada
t e rmomete r s t andar ada lah 1 , seh ingga
pembacaannya tidak tergantung pada suhu detektor.
Kemudian diasumsikan juga bahwa panjang
gelombang termometer standar sama dengan
perangkat yang dikalibrasi (nilai A dan B sama
untuk kedua alat tersebut). Jika kondisi tersebut
tidak dipertahankan, maka perhitungan koreksi
blackbody menjadi lebih rumit dan memerlukan
informasi tambahan.
Dengan menerapkan persamaan (7) pada
termometer standar dan termometer yang sedang
dikalibrasi, serta menentukan perbedaan dalam
sinyal pengukuran, maka:
Persamaan (12) tidak bergantung pada suhu
sebenarnya blackbody, atau pada nilai efektif
emissivitas, atau pada suhu sekitar. Bahwa nilai-
nilai tersebut tidak perlu diketahui merupakan suatu
keuntungan pada metode kalibrasi ini. Selain itu,
pada saat ε = 1, koreksi blackbody adalah nol instr
untuk semua suhu. Hal ini berlawanan dengan
persamaan (10) dimana pada kondisi tersebut,
koreksi blackbody masih bergantung pada
lingkungan sekitar dan emisivitas efektif dari
blackbody.
Pada gambar 5 di tunjukkan koreksi
blackbody untuk metode ini untuk berbagai
pengaturan emisivitas instrumen pada perangkat
yang sedang dikalibrasi, sebagai fungsi dari
pembacaan termometer standar. Suhu detektor
perangkat yang sedang dikalibrasi diasumsikan T = d
20 °C.
Gambar 5. Koreksi yang diperlukan untuk pembacaan termometer inframerah standar pada sumber kalibrasi
blackbody saat kalibrasi termometer inframerah 8-14 μm dengan suhu detektor T = 20 °C dan dengan emisivitas d
instrument seperti yang ditunjukkan pada grafik. Termometer standar juga beroperasi pada 8-14 μm dan
emisivitas instrumennya diset 1.
7.3. Titik Es Sebagai Standar
Titik es merupakan suatu referensi/standar
yang akurat dan dapat dipercaya untuk memeriksa
akurasi dan penyimpangan termometer inframerah.
Karena emisivitas es adalah ε = 0,96 pada spektrum s
inframerah, rongga blackbody yang bagus, dengan
emisivitas efektif mendekati 1 (berdasarkan
persamaan (9)). Karena suhu titik es didefinisikan
secara tepat 0 °C, maka termometer standar tidak
diperlukan untuk mengkalibrasi pada suhu ini.
Untuk menentukan pembacaan yang
diharapkan pada termometer inframerah ketika
ditujukan pada blackbody titik es, maka dapat
dimasukkan nilai T = 0 °C ke dalam persamaan ref
(10). Pada gambar 6 ditunjukkan koreksi blackbody
sebagai fungsi dari pengaturan emisivitas
instrumen pada perangkat yang sedang dikalibrasi
untuk tiga suhu detektor yang berbeda, sebagai
penjumlahan suhu lingkungan T = 20 °C dan amb
emisivitas efektif rongga blackbody titik es ε = bb
0,999.
Prosedur kalibrasi untuk kalibrasi titik es
identik dengan dengan metode termometer kontak
S(T ) = S(T ) +exp ref
(1-ɛ )instr
ɛ instr
[S(T ) - S(T )]ref d
(10)
ɛ = 0.95instr
ɛ = 0.97instr
ɛ = 0.99instr
20
15
10
5
0
0 100 150 200 250 300 350 400 450 500
-5
-50 50-10
Reference IR thermometer reading / °C
Bla
ckbo
dy c
orre
ctio
n / °
C
32 Insan Metrologi Volume 2 No. 1 Januari - Maret Tahun 2018
T = 15°Cd
T = 20°Cd
T = 25°Cd
0.2
0
-0.2
-0.4
-0.6
0.95 1
-0.8
-1.6
-1.0
Instrumental emissivity setting
Bla
ckbo
dy c
orre
ctio
n / °
C
-1.2
-1.4
0.96 0.97 0.98 0.97
Gambar 6. Pembacaan yang diharapkan untuk termometer inframerah 8-14 μm sebagai fungsi dari pengaturan
emisivitas instrument terhadap rongga blackbody titik es dengan emisivitas efektif ε = 0,999. Dengan Suhu bb
lingkungan adalah T = 20 °C.amb
8. KESIMPULAN
Karena termometer inframerah suhu rendah
didesain secara otomatis untuk mengatasi masalah
radiasi pantulan jika digunakan untuk mengukur
suhu, maka kalibrasi perangkat tersebut bukan
tugas yang mudah. Prosedur untuk kalibrasi
termometer inframerah perlu dirancang dengan
teliti untuk memperhitungkan pengaturan
emisivitas instrument, suhu detektor, dan suhu
lingkungan, juga properties sumber kalibrasi
blackbody dan termometer standar.
Metode yang dilakukan memungkinkan
laboratorium kalibrasi untuk menghitung
pembacaan yang diharapkan atau koreksi
pembacaan termometer s tandar (koreksi
balckbody).
Sebagai contoh berdasarkan gambar 6, suatu
termometer 8-14 μm dengan emisivitas instrument
0,95 diharapkan dapat membaca -1,2 °C (untuk
suhu detektor dan lingkungan sama 20 °C). Jika
pembacaan sebenarnya adalah -0,9 °C, maka
koreksinya adalah -0.3 °C. Hasil tersebut harus
dilaporkan dalam sertifikat kalibrasi.
Bahwa kalibrasi dirancang hanya untuk
menentukan seberapa baik termometer sesuai
dengan perilaku yang diharapkan (yaitu, seberapa
baik T sesuai dengan persamaan (7)).meas
Kondisi yang diperlukan adalah ε = ε dan T instr s d
= T . Artinya, emisivitas instrument harus diatur ke W
emisivitas target dan suhu detektor harus sama
dengan suhu lingkungan. Ketika kedua kondisi
tersebut tidak dipertahankan, maka kesalahan harus
dihitung menggunakan persamaan (8).
9. DAFTAR PUSTAKA
[1] M S L Te c h n i c a l G u i d e 2 : “ I n f r a r e d
Thermometry Ice Point”, http://msl.irl.cri.nz.[2] P Saunders, “Reflection errors for low-
temperature radiation thermometers”, in
Proceedings of TEMPMEKO 2001, 8th
International Symposium on Temperature and
Thermal Measurements in Industry and
Science , edited by B Fellmuth, J Seidel, G
Scholz, VDE Verlag GmbH, Berlin, 149–154,
2002.[3] P Saunders, “Calibration and use of low
temperature d i rec t - reading radia t ion
thermometers”, Measurement Science and
Technology, 20, 025104, 2009.
Irwan Setiawan lulus Sarjana
Fisika bidang instrumentasi dari
Universitas Padjadjaran tahun
2003. Kemudian lulus dari Magister
Instrumentasi dan Kontrol bidang Instrumentasi
Medik dari Institut Teknologi Bandung tahun 2006.
Saat ini bekerja sebagai Widyaiswara Muda di
Pusat Pengembangan Sumber Daya Kemetrologian
Kementerian Perdagangan Republik Indonesia.
Interes penelitian di bidang pengukuran, kalibrasi
alat ukur suhu, peneraan volume dinamis. Jabatan
Widyaiswara muda di PPSDK, lulus Diklat penera
ahli 2009
Email : [email protected].
Volume 2 No. 1 Januari - Maret Tahun 2018 Insan Metrologi 33
Tentang Penulis
PERHITUNGAN DAN ANALISA KETIDAKPASTIAN PENGUJIAN IZIN TIPE (TYPE EVALUATION) COMPACT PROVER
METODE VOLUMETRIK
Oleh :
Nugroho Budi Widodo, S.Si., MT
34 Insan Metrologi Volume 2 No. 1 Januari - Maret Tahun 2018
Volume 2 No. 1 Januari - Maret Tahun 2018 Insan Metrologi 35
ABSTRAK
Tulisan ini bertujuan untuk mengetahui nilai ketidakpastian dari pengujian compact prover. Hal
penting dari pengujian compact prover adalah menentukan nilai volume dasarnya (Base Prover Volume)
dengan syarat repeatability pengujian tidak lebih dari 0,02%. Pada rekomendasi OIML R119 (1996)
disebutkan bahwa tingkat akurasi volume prover ditentukan dari nilai ketidakpastiannya. Untuk pengujian
dalam rangka izin tipe (type evaluation) ditetapkan nilai ketidakpastian volume prover tidak lebih dari 1/5
batas kesalahan yang diijinkan dari UTTP yang ditera menggunakan compact prover. Metode yang
digunakan untuk pengujian compact prover pada kajian ini adalah volumetrik penakaran keluar (waterdraw).
Hasil analisa ketidakpastian waterdraw compact prover didapat 16 komponen yang menyebabkan
ketidakpastian volume compact prover. Hasil perhitungan ketidakpastian waterdraw compact prover dengan
ukuran 304,8 mm adalah 0,012 %. Hasil ini memenuhi syarat pengujian dalam rangka izin tipe yaitu 0,10 %.
Komponen penyumbang terbesar ketidakpastian adalah ketidakpastian volume bejana ukur, koefisien muai
volume bejana ukur, dan koefisien muai panjang batang invar.
Kata kunci : Compact prover, Waterdraw, Base Prover Volume, Type Evaluation, Repeatability,
Ketidakpastian
Compact prover merupakan alat ukur volume
yang dinyatakan oleh nilai volume sebuah pipa
pada jarak antar 2 detektor. Compact prover
digunakan untuk melakukan pengujian meter arus
bahan bakar minyak (BBM) jenis apapun. Compact
prover merupakan teknologi terbaru dari pipa
prover dimana memiliki keunggulan berupa
volumenya yang kecil, tidak membutuhkan tempat
yang luas, pengoperasian yang lebih mudah, dan
handal. Compact prover tidak digunakan untuk
menen tukan n i l a i vo lume minyak yang
diperdagangkan, tetapi digunakan untuk menguji
meter arus BBM pada saat transaksi sedang
dilakukan. Jadi compact prover tidak dapat berdiri
sendiri melainkan harus terdapat meter arus BBM
dalam instalasi tersebut. Perusahaan minyak di
Indonesia telah banyak yang menggunakan
compact prover dalam instalasi meter arus BBM
yang digunakan untuk transaksi perdagangan.
Produk compact prover yang digunakan semuanya
berasal dari luar negeri.
Pemberian surat ijin tipe (type approval)
terhadap sebuah produk UTTP asal impor harus
melalui mekanisme pengujian dalam rangka ijin
tipe (type evaluation). Pengujian dalam rangka ijin
tipe dilakukan untuk mengetahui kemampuan
compact prover dalam memenuhi persyaratan-
persyaratan yang ditentukan, terutama persyaratan
metrologis. Persyaratan metrologis yang umum
harus dipenuhi pada hampir semua UTTP adalah
batas kesalahan dan batas ketidaktetapan. Tidak
seperti UTTP lain, compact prover memiliki
keunikan tersendiri, yaitu tidak memiliki nilai
kesalahan. Hal yang diuji pada compact prover
adalah menentukan nilai volumenya pada
temperatur dasar dan tekanan dasar. Penentuan
volume ini dibatasi oleh nilai ketidaktetapan.
Rekomendasi Internasional OIML R119 (1996)
tentang pipa prover menyebutkan bahwa ukuran
keakuratan prover di tentukan oleh ni la i
ketidakpastian yang tidak lebih besar dari satu per
lima dari batas kesalahan yang diijinkan untuk ijin
tipe dan satu per tiga dari batas kesalahan yang
diijinkan untuk tera atau tera ulang. Batas kesalahan
yang dijinkan dalam hal ini adalah milik meter arus
BBM yang digunakan bersama-sama dengan
prover. Jika compact prover digunakan untuk
menguji master meter BBM yang memiliki BKD
0,2%, maka nilai ketidakpastian compact prover
tidak boleh lebih besar dari 0,04 % untuk ijin tipe
dan 0,067 % untuk tera/tera ulang. Jika compact
prover digunakan untuk menguji meter kerja BBm
yang memiliki BKD 0,5%, maka ketidakpastian
yang terjadi dalam penentuan volumenya tidak
boleh lebih besar dari 0,1 % untuk ijin tipe dan 0,17
% untuk tera/tera ulang.
1. PENDAHULUAN
2. METODE PENGUJIAN COMPACT PROVER & MODEL MATEMATIS
Pengujian compact prover dapat dilakukan
dengan dua metode yaitu gravimetrik dan
volumetrik. Pengujian gravimetrik biasanya
dilakukan di pabrikan pada saat Factory
Acceptance Test (FAT) dan untuk compact prover
dengan kapasitas yang sangat kecil. Metode
pengujian yang umum digunakan adalah
volumetrik yaitu dengan cara menakar volume air
yang terbatasi oleh 2 saklar detektor pada pipa
prover ke bejana ukur standar (waterdraw). Metode
volumetrik sangat cocok untuk kegiatan pengujian
di lokasi pemakaian (site). Akan tetapi perlu
diperhatikan juga sistem pengujiannya terkait
ketidakpastian pengujian harus memenuhi
persyaratan di OIML R 119 (1996) klausul 2.2
tentang akurasi.
Penentuan volume dasar prover (Base Prover
Volume/BPV) ditentukan dengan persamaan
sebagai berikut :
dimana :
2.1. Koreksi Akibat Pengaruh Temperature
Terhadap Densitas Air (Correction for Effect of
Temperature on Water Density / CTDW)
Pada temperature diatas 4⁰C (diatas titik
anomali air) densitas air akan semakin turun
nilainya dengan semakin naiknya temperature air.
Faktor koreksi sebagai akibat temperature terhadap
densitas air sering dikenal dengan CTL.
Dalam hal kalibrasi prover dimana terdapat
perbedaan temperature air di Bejana Ukur (Test
Measure) dengan prover maka digunakan istilah
CTDW yang akan menjadi nilai koreksi pengaruh
perubahan densitas air sebagai akibat perbedaan
temperature antara prover dengan bejana ukur.
Berdasarkan API MPMS Chapter 11.2.3 diperoleh
persamaan berikut :
Densitas air dapat ditentukan menggunakan
persamaan Wagenbreth sebagai berikut :
Penggunaan persamaan Wagengreth tersebut
menyebabkan ketidakpastian maksimum terhadap
nilai CTDW sebesar + 0.000007.
2.1. Koreksi Akibat Pengaruh Temperature
Terhadap Bahan (Correction for the Effect of
Temperature on Steel / CTS)
Karakteristik fisika bahan prover maupun
bejana ukur yang terbuat dari logam adalah
volumenya akan berubah sebagai pengaruh dari
perubahan temperature bahan tersebut. Koreksi
akibat perubahan temperature terhadap logam
disebut CTS. Waterdraw prover dengan
menggunakan bejana ukur akan memiliki beberapa
nilai CTS yaitu :
2.2.1. Bahan logam bejana ukur
Perubahan temperature akan mengubah
volume dari bejana ukur. Perubahan volume bejana
BPV =(CPV(1)+CPV(2)+CPV(3)
3 (1)
CPV =WDz
CPS × CPLP P(2)
Wd =z
i=1
n
∑ WD =
i=1
n
∑ BMV ×CTDW × CTSai i TMi
CTSPi( (
(3)
BMV = BMV + SRai i i
(4)
(5)
Suhu (°C)(b)
-5 04
Volume Cairan lain
Cairan lain
3Rapat massa (kg/m )
Air AirMax
Suhu (°C)(a)
-5 04
CTDW =RHOTM
RHO P
VP
VTM
=
RHO = 999.8395639 + 0.06798299989 × T-20.009106025564 × T +
30.0001005272999 × T -
40.000001126713526 × T +
50.000000006591795606×T ( / )m
3
(6)kg
36 Insan Metrologi Volume 2 No. 1 Januari - Maret Tahun 2018
ukur akibat perubahan temperature sangat
bergantung pada koefisien muai kubik dari bahan
bejana ukur. Koreksi pengaruh perubahan
temperature terhadap bahan bejana uku dinyatakan
sebagai :
2.2.2. Bahan logam prover
2.2.1.1 Logam displacer compact prover (Piston)
Compact prover memiliki displacer berupa
piston yang berupa pelat berbentuk lingkaran
dimana luasnya mempengaruhi volume prover.
Perubahan temperature akan mengubah luasan
piston prover. Derajat perubahan luasan piston
sangat bergantung oleh koefisien muai luas bahan
piston. koreksi pengaruh perubahan temperature
terhadap bahan piston dinyatakan sebagai :
2.2.1.2. Logam batang tempat detektor optik (invar rod)
Volume compact prover sangat ditentukan
oleh detektor optik yang dipasang pada suatu
batang logam dengan jarak tertentu. Semakin jauh
jaraknya maka semakin besar volumenya. Jika
terjadi perubahan temperature ketika waterdraw
maka terjadi perubahan jarak detektor optik akibat
perubahan panjang batang. Derajat perubahan
luasan piston sangat bergantung oleh koefisien
muai panjang bahan batang. koreksi pengaruh
perubahan temperature terhadap bahan batang
detektor dinyatakan sebagai :
2.2. Koreksi Akibat Pengaruh Kompresibilitas Terhadap Air (Correction for Compressibility on Water / CPL)
Kondisi air ketika berada di dalam prover
m e n d a p a t t e k a n a n t e r t e n t u y a n g a k a n
mempengaruhi densitasnya. Pengaruh tekanan ini
akan mempengaruhi volume yang dihitung
sehingga membutuhkan suatu faktor koreksi yang
disebut CPL. Untuk proses kalibrasi prover
menggunakan bejana ukur (Waterdraw), CPL
hanya digunakan untuk koreksi volume air di
prover. Persamaan untuk menghitung CPL adalah
sebagai berikut :
Faktor kompresibilitas air untuk waterdraw -7
prover dapat menggunakan nilai 4.64 x 10 /kPa -5 -6atau 4.64 x 10 /bar atau 3.20 x 10 /psig.
2.4. Koreksi Akibat Pengaruh Tekanan Terhadap Bahan (Correction for the Effect of Pressure on Steel / CPS)
Pada saat waterdraw, bahan compact prover
akan mendapatkan tekanan internal, tekanan ini
akan menyebabkan dinding prover mengalami
regangan secara elastis yang menyebabkan
volumenya mengalami perubahan. Besarnya
regangan dinding prover sangat bergantung pada
nilai modulus elastisitas bahan dinding prover.
Koreksi pengaruh tekanan terhadap bahan prover
dinyatakan dengan persamaan berikut :
Tabel 1. Notasi yang digunakan
CTS = [1 + (T - T ) × ʸ ]TM TM B TM(8)
CTS = [1 + (T - T ) ×β ]P P B P ........(8)
CTS = [1 + (T - T ) × a ]IR IR B IR .......(9)
(10)
1CPL =P 1 - ( P × F )
CPS =P 1+( P × ID )
E×WT(11)
Simbol Keterangan
BPV Volume dasar prover pada temperature dan tekanan dasar
CPV
Volume 1 kali perjalanan displacer dari 1 detektor ke detektor lainnya
WD
Volume dasar di bejana ukur yang telah dikoreksi oleh CTDW dan CTS
WDZ
Jumlahan dari WD
BMVi
Volume dasar bejana ukur pada temperature dan tekanan tertentu sesuai sertifikat
BMVai
Volume dasar bejana ukur pada temperature dan tekanan tertentu sesuai sertifikat yang telah dikoreksi oleh pembacaan skala (SR)
SR I
Nilai pembacaan skala di bejana ukur
CTDWIKoreksi akibat pengaruh perbedaan temperature air di bejana ukur terhadap prover
CTSTMi
Koreksi akibat pengaruh temperature terh adap
bahan bejana ukur
CTSPiKoreksi akibat pengaruh temperature terhadap bahan prover
CPSP
Koreksi akibat pengaruh tekanan terhadap bahan
Volume 2 No. 1 Januari - Maret Tahun 2018 Insan Metrologi 37
Hal t e rpen t ing un tuk mengana l i s a
ke t idakpas t ian ada lah model matemat i s
sebagaimana persamaan (1), (2), (3), dan (4). Model
matemat is tersebut menunjukkan bahwa
ketidakpastian volume dasar prover yang diperoleh
d i t e n t u k a n o l e h k o m p o n e n - k o m p o n e n
ketidakpastian yang membangun CPV dan
repeatability CPV. Komponen ketidakpastian CPV
ditentukan oleh komponen-komponen WDZ dan
komponen faktor koreksi CPS dan CPL . Untuk P P
menyederhanakan perhitungan ketidakpastian
maka analisa ketidakpastian dibagi menjadi 3
bagian yaitu ketidakpastian untuk perhitungan
WD , CPV dan BPV.Z
3.1. Komponen-komponen ketidakpastian perhitungan WDZ
3.1.1. Ketidakpastian akibat penggunaan nilai BMV bejana ukur (u )BMV
Hal terpenting dari bejana ukur yang
digunakan untuk waterdraw compact prover adalah
nilai volume dasarnya hasil kalibrasi. Volume dasar
bejana ukur hasil kalibrasi juga memiliki rentang
ketidakpastian yang selalu diinformasikan dari
sertifikat kalibrasi dengan faktor cakupan tertentu.
Penentuan kontribusi ketidakpastian akibat bejana
ukur yang digunakan adalah :
Koefisien sensitivitas ketidakpastian ini
diperoleh dari penurunan pertama persamaan WD
terhadap BMV, sebagai berikut :
Nilai ketidakpastian ini didapat dari sertifikat
kalibrasi dengan tingkat kepercayaan 95% yang
berarti ketidakpercayaannya 5% (R=5) sehingga
diperoleh nilai derajat bebas sebagai berikut :
3.1.2. Ketidakpastian akibat pembacaan skala
bejana ukur (u )SR
Pembacaan skala bejana ukur sangat
dipengaruhi oleh kemampuan baca personel yang
melakukan pembacaan. Penggunaan alat bantu
seperti kaca pembesar, penggaris, kertas sebagai
latar belakang dan penambahan nonius pada skala
utama dapat meningkatkan daya baca personel.
Penentuan kontribusi ketidakpastian akibat
pembacaan skala bejana ukur yang digunakan
adalah :
RHOTM Densitas air di bejana ukur
RHOP
Densitas air di prover
T Temperature air
CTSIR
Koreksi akibat perubahan temperatur terhadap
bahan batang invar
TTM Temperature air yang diukur di bejana ukur
TP Temperature air yang diukur di p rover
TIR Temperature batang invar
TB Temperature dasar untuk menentukan volume
dasar prover
aIR
Koefisien muai panjang batang invar
β p Koefisien muai luas piston prover
ʸ TM Koefisien muai volume bahan bejana ukur
P Tekanan di prover
F Faktor kompresibilitas air
E Modulus elastisitas bahan prover
WT Tebal dinding prover (Wall Thickness)
ID Diameter dalam prover (Inside Diameter)
Simbol Keterangan
CPLP
Koreksi akibat pengaruh kompresibilitas terhadap air
VTM Volume yang terukur di bejana ukur
VP Volume yang terukur di prover
3. ANALISA KOMPONEN KETIDAKPASTIAN
u = BMV
ucert
kliter
(12)
C =BMV
∂(WD)
∂(BMV)=
CTDW × CTSTM
CTS × CTSP IR (13)
ϑBMV =12
2100
R=
5= 200 )) 1
2
2100 )) (14)
u =SR
db
3liter
√ (15)
38 Insan Metrologi Volume 2 No. 1 Januari - Maret Tahun 2018
Koefisien sensitivitas ketidakpastian ini
diperoleh dari penurunan pertama persamaan WD
terhadap SR, sebagai berikut :
Nilai derajat bebas ketidakpastian ini
diestimasi ϑ = 5.SR
3.1.3. Ketidakpastian akibat penggunaan tabel API MPMS Chapter 11.2.3 atau penggunaan persamaan Wagenbreth untuk menghitung CTDW (u )CTDW
Koreksi akibat perbedaan temperature air di
prover terhadap di bejana ukur dapat ditentukan
dari tabel API MPMS chapter 11.2.3 yang dihitung
m e n g g u n a k a n p e r s a m a a n Wa g e n b r e t h .
Berdasarkan API MPMS chapter 11.2.3,
ketidakpastian yang terjadi akibat penggunaan
persamaan tersebut terhadap CTDW yang
diperoleh adalah + 0.000007. Penentuan kontribusi
ketidakpastian akibat penentuan CTDW yang
digunakan adalah :
Koefisien sensitivitas ketidakpastian ini
diperoleh dari penurunan pertama persamaan WD
terhadap SR, sebagai berikut :
Nilai ketidakpastian ini diperoleh berdasarkan
informasi dari dokumen API MPMS chapter 11.2.3
dengan tingkat kepercayaan 90% sehingga nilai
derajat bebas diestimasi ϑ = 50.CTDW
3.1.4. Ketidakpastian akibat pengukuran temperature
air di bejana ukur (u )TM
Pembacaan temperature air di bejana ukur
menggunakan thermometer digital yang telah
dikalibrasi dengan mencantumkan nilai koreksi
penunjukkan dan ketidakpastiannya. Nilai
ketidakpastian hasil kalibrasi telah mengandung
komponen ketidakpastian akibat resolusi alat
sehingga tidak perlu dimasukkan lagi dalam
ketidakpastian ini . Penentuan kontribusi
ketidakpastian akibat pengukuran temperature air
di bejana ukur adalah :
Koefisien sensitivitas ketidakpastian ini
diperoleh dari penurunan pertama persamaan WD
terhadap
Nilai ketidakpastian ini didapat dari sertifikat
kalibrasi thermometer dengan tingkat kepercayaan
95% sehingga nilai derajat bebas diestimasi ϑT = TM
200
3.1.5. K et idakpas t i an ak iba t penguku ran
temperature air di prover (u )TP
Pembacaan temperature air di prover
menggunakan thermometer atau temperature
transmitter yang telah dikalibrasi dengan
mencantumkan nilai koreksi penunjukkan dan
ketidakpastiannya. Nilai ketidakpastian hasil
ka l i b r a s i t e l ah mengandung komponen
ketidakpastian akibat resolusi alat sehingga tidak
perlu dimasukkan lagi dalam ketidakpastian ini.
Penentuan kontribusi ketidakpastian akibat
pengukuran temperature air di bejana ukur adalah :
Koefisien sensitivitas ketidakpastian ini
diperoleh dari penurunan pertama persamaan WD
terhadap T , sebagai berikut :TP
Nilai ketidakpastian ini didapat dari sertifikat
kalibrasi thermometer dengan tingkat kepercayaan
95% sehingga nilai derajat bebas diestimasi ϑT = TP
200
C =SR
∂(WD)
∂(SR) =
CTDW × CTSTM
CTS × CTSIRP(16)
0.000007u =CTDW
3√ (17)
C =CTDW
∂ ( WD )
∂ ( CTDW )
( BMV + SR ) × CTS )TM
(CTS × CTS )P IR
liter=
(18)
uTM =u Tcert
k°C
(20)
CT =TM
∂(WD)
∂(T )TM
=(BMV+SR)×CTDW×y )TM
CTS ×CTSP IR
liter/°C
(21)
u =TP
ucertTT
k °C
(22)
CT =TP
∂(WD)
∂(T )TP
= ( BMV + SR ) × CTDW × CTS ×βPTM
2(CTS ) × CTSP IR
liter/°C-
(23)
Volume 2 No. 1 Januari - Maret Tahun 2018 Insan Metrologi 39
3.1.6. Ketidakpastian akibat penentuan koefisien muai kubik bahan bejana ukur (u )γ
Untuk menghitung koreksi akibat perubahan temperature terhadap bahan bejana ukur diperlukan nilai
koefisien muai volume bahan tersebut. Nilai koefisien muai volume bahan bejana dapat diperoleh
berdasarkan informasi dari pabrikan yang dilengkapi dengan sertifikat pengujian bahan tersebut. Nilai
koefisien muai beberapa bahan yang direkomendasikan untuk membuat prover, bejana ukur maupun batang
invar diberikan dalam API MPMS 12.2.4 dapat dilihat dalam gambar .
Nilai koefisien muai kubik bahan sangat bergantung pada kualitas bahan tersebut yang merupakan
karakteristik fisis bahan. Bahan 316 stainless steel dari satu pabrikan dengan pabrikan yang lain belum tentu
memiliki nilai koefisien muai kubik yang sama, tetapi mendekati sama.
Koefisien Muai Termal
Tipe Baja (Per ⁰F) (Per ⁰C)
A. Koefisien Muai Volume
Mild Carbon 0,0000186 0,0000335
304 Stainless
0,0000288
0,0000518
316 Stainless
0,0000265
0,0000477
17-4 PH Stainless 0,0000180 0,0000324
B. Koefisien Muai Luas (β)
Mild Carbon 0,0000124 0,0000223
304 Stainless
0,0000192
0,0000346
316 Stainless 0,0000177 0,0000318
17-4 PH Stainless 0,0000120 0,0000216
C. Koefisien Muai Panjang (α) Mild Carbon 0,00000620 0,0000112 304 Stainless 0,00000960 0,0000173
316 Stainless 0,00000883 0,0000159
17-4 PH Stainless 0,00000600 0,0000108
Tabel 3. Modulus Elastisitas Bahan Berdasarkan Satuan Tekanan
Modulus Elastisitas
Tipe Baja
(per psig)
(per bar)
(per kPa)
Mild Carbon
30.000.000
2.068.000
206.800.000
304 Stainless
28.000.000
1.931.000
193.100.000
316 Stainless
28.000.000
1.931.000
193.100.000
17-4 PH Stainless 28.500.000
1.965.000
196.500.000
Tabel 5. Koefisien Muai Termal untuk Baja (α, β, γ)
40 Insan Metrologi Volume 2 No. 1 Januari - Maret Tahun 2018
uβ =P
0.000013
2 3/°C
√(26)
C =yTM
∂(WD)∂(β )p
=BMV+SR)×CTDW×CT x(T - T ) STM Bp
2(CTS ) ×CTS P IR
liter °C
C =TIR
∂(WD)∂(T )TIR
=BMV+SR)×CTDW×CT x(a ) STM IR
2(CTS ) ×CTS P p
liter °C
(27)
u =TIR
u TTcert
k°C (28)
(29)
Kesalahan penentuan koefisien muai kubik
bejana ukur dapat terjadi karena kesalahan penentuan
jenis stainless yang digunakan sehingga bentangan
terjadinya kesalahan adalah 0.0000194/degC.
Penentuan kontribusi ketidakpastian akibat
penentuan koefisien muai kubik bejana ukur adalah :
Koefisien sensitivitas ketidakpastian ini
diperoleh dari penurunan pertama persamaan WD
terhadap y , sebagai berikut : TM
Nilai ketidakpastian ini didapat dari sertifikat
kalibrasi termometer dengan tingkat kepercayaan
90% sehingga nilai derajat bebas diestimasi ϑ = 50. yTM
3.1.7. Ketidakpastian akibat penentuan koefisien muai luas piston prover (u )βP
Piston compact prover berfungsi untuk
mendorong cairan dari satu sensor optik ke sensor
optik selanjutnya. Luasan dari piston prover sangat
menentukan volume prover yang diukur. Koefisien
muai luas piston prover perlu diketahui untuk
menentukan koreksi akibat pemuaian bahan piston.
Hal yang mungkin terjadi untuk penggunaan nilai
koefisien muai luas piston adalah kesalahan
penentuan bahan antara 17-4 PH Stainless, 304
stainless dan 316 stainless. Sehingga bentangan
yang mungkin terjadi adalah setengah dari selisih
koefisien maksimum terhadap koefisien minimum
(contoh selisih koef muai luas piston adalah
0 .000013/deg C) . Penentuan kont r ibus i
ketidakpastian akibat penentuan koefisien muai
luas piston adalah :
Koefisien sensitivitas ketidakpastian ini
diperoleh dari penurunan pertama persamaan WD
terhadap βp, sebagai berikut :
Nilai ketidakpastian ini didapat dari sertifikat
kalibrasi termometer dengan tingkat kepercayaan
90% sehingga nilai derajat bebas diestimasi ϑ = 50.BP
3.1.8. Ke t idakpas t i an ak iba t pengukuran
temperature batang invar (u )TIR
Batang invar pada compact prover berfungsi
sebagai tempat sensor optik diletakan. perubahan
temperature pada batang invar maka akan membuat
pan jang ba tang inva r be rubah . Ha l i n i
menyebabkan perubahan waktu start dan stop
compact prover yang tentu saja membuat
volumenya berubah. Pembacaan temperature di
batang invar prover menggunakan thermometer
atau temperature transmitter yang telah dikalibrasi
dengan mencantumkan nilai koreksi penunjukkan
dan ketidakpastiannya. Penentuan kontribusi
ketidakpastian akibat pengukuran temperature
batang invar adalah :
Koefisien sensitivitas ketidakpastian ini
diperoleh dari penurunan pertama persamaan WD
terhadap T , sebagai berikut :IR
Nilai ketidakpastian ini didapat dari
sertifikat kalibrasi thermometer dengan tingkat
kepercayaan 95% sehingga nilai derajat bebas
diestimasi ϑ = 50TIR
u = ʸTM
0.0000194/°C
2 3√ (24)
C =yTM
∂(WD)∂(y )TM
=BMV+SR)×CTDW×(T -T TM B
CTS ×CTS P IR
liter °C
(25)
Volume 2 No. 1 Januari - Maret Tahun 2018 Insan Metrologi 41
C =aIR
∂(WD)∂(a )IR
=BMV+SR)×CTDW×CTS ×(T -T ) TM IR B
2(CTS ) ×CTS IR p
liter °C
3.1.9. Ketidakpastian akibat penentuan koefisien
muai panjang batang invar (u )αP
Sama halnya seperti penentuan koefisien
muai pada bahan bejana ukur, penentuan koefisien
muai panjang batang invar diperoleh berdasarkan
informasi dari pabrikan yang biasanya sama seperti
yang diinformasikan dalam API MPMS chapter
12.2.4. Dalam menentukan koefisien batang invar
terdapat kemungkinan kesalahan dari penentuan
bahanya yaitu antara mild carbon dengan 17-4 PH
Stainless steel, sehingga bentangan nilai kesalahan
yang mungkin adalah 0.0000004/deg C. Penentuan
kontribusi ketidakpastian akibat pengukuran
temperature air di bejana ukur adalah :
Koefisien sensitivitas ketidakpastian ini
diperoleh dari penurunan pertama persamaan WD
terhadap a , sebagai berikut :IR,
Nilai ketidakpastian ini didapat dari sertifikat
kalibrasi thermometer dengan tingkat kepercayaan
90% sehingga nilai derajat bebas diestimasi ϑa = 50IR
3.1.10. Ketidakpastian gabungan WD
3.1.11. Derajat bebas efektif WD
3.2. Komponen-komponen ketidakpastian perhitungan CPV
Volume prover yang dikalibrasi ditentukan
dengan persamaan berikut :
Berdasarkan persmaaan tersebut dapat
diuraikan komponen-komponen yang berkontribusi
terhadap ketidakpastian penentuan volume prover,
yaitu sebagai berikut :
3.2.1. Penentuan volume hasil pembacaan Bejana Ukur yang terkoreksi (u )wn
Ketidakpastian akibat penentuan nilai
volume WD ini diperoleh gabungan beberapa
komponen ketidakpastian yang didapat dari
persamaan (32). Koefisien sensitivitas komponen
ketidakpastian ini terhadap penentuan CPV adalah
sebagai berikut :
Derajat bebas sesuai perhitungan dengan
persamaan (33).
3.2.2. Pengukuran tekanan operasi prover Upres
Pengukuran tekanan prover menggunakan
pressure gauge menimbulkan ketidakpastian yang
mempengaruhi nilai volume CPV yang dihitung.
Ketidakpastian akibat pengukuran tekanan prover
adalah :
Koefisien sensitivitas ketidakpastian ini
diperoleh dari penurunan pertama persamaan WD
terhadap T sebagai berikut :TM
Nilai ketidakpastian ini didapat dari sertifikat
kal ibrasi pressure gauge dengan t ingkat
kepercayaan 95% sehingga nilai derajat bebas
diestimasi ϑ = 200Pres
u =aIR
0.00000042 3
/°C √
(30)
(31)
U =WD
2 2( u . C ) +( u .C ) +BMV BMV SR SR
2 2( u . C ) +( u ) . C ) +CTDW CTDW TP TP
2 2( u ) . C ) +( u ) . C ) +TTM TTM yTM yTM
2 2 ( u ) . C ) +( u ) . C ) +βP βP TIR TIR2
+( u ) . C )aIR aIR
liter
(32)
( ( ( ( ( (+
( (( ( ( (( ( ( ( ( (
+
+
ϑ =WD
4( UWD )
4( u . C )BMV BMV
ϑ BMV
+4
(u . C )SR SR
ϑ SR
+4(u . C )CTDW CTDW
ϑ CTDW
4(u ) . C )TP TP
ϑ TP
+4
(u ) . C )TTM TTM
ϑTTM
4(u . C )yTM yTM
ϑ yTM
+
4(u . C )βP βP
ϑ P
+
4(u . C )TIR TIR
ϑ TIR
+
4(u . C )aIR aIR
ϑ aIR
(33)
CPV =WDZ
CPS × CPLP P (34)
CPS ×CPL P p
C = aIR
∂(CVP)
∂(WD )=
1liter °C
(35)
u =Pres
u Pcert
kkPa
(36)
WD
CPSp[ [- FC =pres
∂(CPV)
∂(P )=
-1CPL × ID) P
CPS × (E × WT) p
liter / mm
(37)
42 Insan Metrologi Volume 2 No. 1 Januari - Maret Tahun 2018
C =ID
∂(CPV)∂(D ) =
WD X P 2CPL × CPS × (E × t) P p
liter /mm
3.2.3. Penentuan nilai kompresibilitas air ( u )F
Kompresibilitas air merupakan karakteristik
fisika air ketika memperoleh tekanan dengan nilai
tertentu maka volumenya mengalami perubahan.
Berdasarkan beberapa informasi yang diperoleh, -6nilai kompresibilitas air adalah 3.2 x 10 /Psig atau
-74.64 x 10 /kPa. Kemungkinan kesalahan akibat
penggunaan nilai tersebut merupakan sumber
ketidakpastian yang nilainya adalah :
Koefisien sensitivitas ketidakpastian ini
diperoleh dari penurunan pertama persamaan WD
terhadap T , sebagai berikut :TM
Nilai ketidakpastian ini didapat dari estimasi
bahwa kemungkinan kesalahan penentuan
kompresibilitas air adalah 10% dari nilainya dengan
tingkat kepercayaan 90% sehingga nilai derajat
bebas diestimasi ϑF = 50
3.2.4 Penentuan Diameter dalam prover (u )ID
P e n e n t u a n d i a m e t e r d a l a m p r o v e r
menggunakan vernier caliper dengan resolusi 0,05
mm. Ketidakpastian akibat penentuan diameter
dalam prover adalah :
Koefisien sensitivitas ketidakpastian ini
diperoleh dari penurunan pertama persamaan WD
terhadap T , sebagai berikut : TM
Nilai ketidakpastian ini didapat dari estimasi
pengukuran diameter dalam prover menggunakan
vernier caliper dengan resolusi 0.05 mm dan
dengan tingkat kepercayaan 90% sehingga nilai
derajat bebas diestimasi ϑ = 50ID
3.2.5. Penentuan nilai modulus elastisitas bahan prover (u )g
Berdasarkan API MPMS chapter 12.2.4
ditentukan nilai modulus elastisitas bahan yang
direkomendasikan untuk prover. Ketidakpastian
akibat penentuan modulus elastisitas bahan prover
menimbulkan ketidakpastian yang mempengaruhi
nilai volume CPV yang dihitung. Ketidakpastian
akibat penentuan modulus elastisitas bahan prover
adalah :
Gambar 2. Nilai modulus elastisitas bahan
Koefisien sensitivitas ketidakpastian ini
diperoleh dari penurunan pertama persamaan WD
terhadap T , sebagai berikut :TM
Nilai ketidakpastian ini didapat dari estimasi
kemungkinan kesalahan penentuan modulus
elastisitas bahan adalah 10% dengan tingkat
kepercayaan 90% sehingga nilai derajat bebas
diestimasi ϑ = 50.E
3.2.6. Penentuan nilai tebal bahan prover (u )WT
Penentuan tebal bahan prover baik dalam
p e r h i t u n g a n m a u p u n p e n g u k u r a n t e t a p
menimbulkan ketidakpastian yang mempengaruhi
nilai volume CPV yang dihitung. Ketidakpastian
akibat penentuan tebal bahan prover adalah
(38)u =F
4,64 x 10
√3/kPa
-8
c =F
∂ (CPV)
∂ (F)=
WD x P CPSP
liter kPa
(39)
u =ID
0.05
√3mm (40)
(41)
u =E
10%E
√3mm (42)
Mild Carbon304 Stainless316 Stainless
17-4 Stainless
30.000.000 2.068.0001.931.0001.931.0001.965.000
206.800.000193.100.000193.100.000196.500.000
(per kPa)(per bar)(per psi)Type of Steel
Tabel 6 Modulus Of Elasticity Discriminination Levela (E)
28.000.00028.000.00028.500.000
C =E
∂(CPV)∂(E ) =
WD × P × ID 2 2CPL × CPS × (E × t) p p
liter
(43)
u =WT
0.01
√3mm
(44)
Volume 2 No. 1 Januari - Maret Tahun 2018 Insan Metrologi 43
liter √3
u =rep
max ( CPV )- min( CPV )
2
BPV =CPV ( 1 )+ CPV ( 2 ) + CPV ( 3 )
3
( ( ( ( ( (+
( ( ( ( ( (+
ϑ =CPV
4( U )CPV
4( u . C )WD WD
ϑ WD
+4
(u . C )Pres Pres
ϑ Pres
+4(u . C )ID ID
ϑ ID
4(u ) . C )WT WT
ϑ WT
+4(u . C )E E
ϑE
4(u . C )F F
ϑ F
+
Koefisien sensitivitas ketidakpastian ini diperoleh dari penurunan pertama persamaan CPV terhadap WT, sebagai berikut :
Nilai ketidakpastian ini didapat dari estimasi
pengukuran tebal bahan prover menggunakan
mikrometer dengan tingkat kepercayaan 90%
sehingga nilai derajat bebas diestimasi ϑ = 50.WT
3.2.7. Ketidakpastian gabungan CPV
3.2.8. Derajat bebas efektif CPV
3.3. Komponen-komponen ketidakpastian perhitungan BPV
Penentuan volume dasar prover dihitung
menggunakan persamaan berikut ini:
Komponen yang berkontribusi terhadap
ketidakpastian nilai volume dasar yang dihitung
adalah penentuan CPV dan pengulangan pengujian
sebanyak 3 kali.
3.3.1. Repeatability waterdraw
Dalam pengujian meter prover, faktor penting
yang harus dicapai adalah repeatabilitas tidak
meleb ih i 0 .02%. Ke t idakpas t i an ak iba t
repeatabilitas dihitung menggunakan persamaan
berikut :
3.3.2. Penentuan CPV
Ketidakpastian akibat penentuan CPV
diperoleh dari persamaan (46) dengan nilai derajat
bebas menggunakan persamaan (47).
3.3.3. Ketidakpastian gabungan BPV
BPV ditentukan berdasarkan nilai rata-rata
dari 3 nilai CPV sehingga nilai ketidakpastian
gabungannya adalah (dengan satuan liter) :
3.3.4. Derajat bebas efektif BPV
3.3.5. Faktor Cakupan
Faktor cakupan dapat dilihat pada tabel t student
atau dengan menggunakan formula di excel sebagai
berikut :
3.3.6. Ketidakpastian yang diperluas
U = k × Uc LiterBPV BPV
(53)
3.4. Ketidakpastian BPV Relatif
Ketidakpastian BPV harus dinyatakan dalam
persen dengan persamaan sebagai berikut :
U =CV
2 2(u . C ) +(u .C ) +WD WD Pres Pres2 2
(u . C ) +(u . C ) +ID ID WT WT
2 2(u ) . C ) +(u . C ) +ID ID WT WT
2 2 (u ) . C ) + (u . C )E E F F
C =WT
∂(CPV)∂(WT ) =
WD × P × ID 2 2CPL × CPS × (E × WT ) p p
liter/mm
(45)
(49)
(46)
(47)
(48)
3 3 3 )))))) +2(u ) rep ++Uc =BPV
2 2 2u u ucpv1 cpv2 cpv3
(50)
( ( ( ( ( (+
( (
ϑ =BPV
4( Uc )BPV
4( U . C )rep rep
ϑ rep
+4(u . C )cpv1 cpv1
ϑ cpv1
4(u . C )cpv2 cpv2
ϑ ID
4(u . C )cpva cpva
ϑcpva
(51)
(52)k = TINV(0.05;ϑ ) BPV
˟ 100% u (%) =BVP
U (liter ) BPV
BPV (liter) (54)
44 Insan Metrologi Volume 2 No. 1 Januari - Maret Tahun 2018
4. PERHITUNGAN KETIDAKAPASTIAN
Untuk melakukan perhitungan ketidakpastian harus diketahui informasi semua parameter yang
dibutuhkan. Hasil perhitungan ketidakpastian dari waterdraw compact prover ditunjukkan oleh tabel 2.
Tabel 2. Perhitungan ketidakpastian compact prover
Data Bejana Ukur
BMV : 39,9669 L
SV : 1,02 ml
Ꝩ : 0,0000477 /°C TM
Tb : 15,6 °C
U : 0,0067 L
k : 2
ID : 300,35 mm
Data meter Prover
WT : 2,225 mm
βp : 0,0000216 /°c
E : 28000000 /Psig
F : 0,000000 /Psig
α : 0,0000108 /PsigIR
N0.
1
1
5
5
2
2
6
6
3
3
7
4
4
8
9
u c v
0,00333
0,00059
0,000004
0,115
0,115
0,115
0,0000028
0,0000012
0,0000006
0,00385
0,02887
0,0000002
1616580,75
0,028868
0,005774
1,000299
1,000299
40,02048
0,001908
-0,000864
-0,000432
583,874325
-591,90342
-596,1316
-428,1828
0,00385
0,9997995
0,0000648
-10004221
1,7 E - 10
0,000016
0,002167
0,00386
290,85
200
200
200
200
200
50
50
50
50
50
50
50
50
50
L
L
286,56
Ketidakpastian Akibat Perhitungan CPV 1
A. Ketidakpastian Akibat Penentuan WD
Komponen
Pembacaan sekala
Vol. Bejana
Penentuan CTDW
Suhu Air Prove
Suhu Air Bejana
Suhu Air Invar
Koef. muai kubik bejana
Koef. muai luas prover
Koef. muai panj. invar1U (WD)1V (WD)
B. Ketidakpastian Akibat Penentuan CPV
Penentuan WD
Tekanan Prover
Kompresibilitas Air
Modulus Elastisitas
Diameter dalam Prover
Tabel Bahan Prover
1V (CPV)
1U (CPV)
Volume 2 No. 1 Januari - Maret Tahun 2018 Insan Metrologi 45
Ketidakpastian Akibat Perhitungan CPV 2
A. Ketidakpastian Akibat Penentuan WD
N0.
1
1
5
5
2
2
6
6
3
3
7
4
4
8
9
u c v
0,003331
0,00000
0,000004
0,115
0,115
0,115
0,0000028
0,0000012
0,0000006
0,00384
0,02887
0,0000002
1616580,75
0,028868
0,005774
1,000287152
1,000287152
40,02030965
0,000500416
-0,0008642
-0,0004328
587,8998348
-591,12501
-436,180048
0,00384
284,68
0,999797494
6,48285E-05
-1010,41303
1,73937E-10
-1,622E-05
0,0022188873
0,00385
289,05
200
200
200
200
200
50
50
50
50
50
50
50
50
50
L
L
286,56
Komponen
Pembacaan sekala
Vol. Bejana
Penentuan CTDW
Suhu Air Prove
Suhu Air Bejana
Suhu Air Invar
Koef. muai kubik bejana
Koef. muai luas prover
Koef. muai panj. invar
2U (WD)
2V (WD)
B. Ketidakpastian Akibat Penentuan CPV
Penentuan WD
Tekanan Prover
Kompresibilitas Air
Modulus Elastisitas
Diameter dalam Prover
Tabel Bahan Prover
2V (CPV)
2U (CPV)
46 Insan Metrologi Volume 2 No. 1 Januari - Maret Tahun 2018
Volume 2 No. 1 Januari - Maret Tahun 2018 Insan Metrologi 47
N0.
1
1
5
5
2
2
6
6
3
3
7
4
4
8
9
u c v
0,003331
0,00000
0,000004
0,115
0,115
0,115
0,000003
0,000001
0,0000006
0,00383
0,02887
0,0000002
1616580,75
0,028868
0,005774
1,00031402
1,00031402
40,0171013
0,00050539
-0,00086414
-0,0004322
583,874325
-591,095672
-432,157417
0,00383
284,64
0,999789475
6,48235E-05
-1050,3722
1,80815E-10
-1,686E-05
0,002275419
0,00385
289,37
200
200
200
200
200
50
50
50
50
50
50
50
50
50
L
L
286,56
Ketidakpastian Akibat Perhitungan CPV 3
A. Ketidakpastian Akibat Penentuan WD
Komponen
Pembacaan sekala
Vol. Bejana
Penentuan CTDW
Suhu Air Prove
Suhu Air Bejana
Suhu Air Invar
Koef. muai kubik bejana
Koef. muai luas prover
Koef. muai panj. invar3U (WD)3V (WD)
B. Ketidakpastian Akibat Penentuan CPV
Penentuan WD
Tekanan Prover
Kompresibilitas Air
Modulus Elastisitas
Diameter dalam Prover
Tabel Bahan Prover
3V (CPV)
3U (CPV)
Maks. Keberterimaan Ketidakpastian izin TipeMaks. Keberterimaan Ketidakpastian Tera
Perhitungan CPV 1
Perjitungan CPV 2
Perhitungan CPV 3
Repeatability
A. Ketidakpastian Akibat Penentuan WDKetidakpastian Akibat Perhitungan CPV 3
Komponen uN0.
1
23
4
c v290.850.3330.00386
0.00385
0.00385
0.0008274
u ( BPV )
v ( BPV )
kU ( BPV )
U ( BPV )
0.333
0.333
1.000
0.0024
845.331.96
0.0047
0.012
0.10.16
289.05
289.37
50
L
L
%
%
%
Ketidakpastian compact prover diperoleh
sebesar 0,012% yang masih memenuhi kriteria
syarat untuk izin tipe sebesar 0,1% untuk meter arus
kerja. Bahkan nilai ketidakpastian tersebut masih
memenuhi batas ketidakpastian untuk master meter
sebesar 0,04%. Komponen yang cukup besar
menyumbangkan ke t idakpas t i an ada l ah
ketidakpastian volume bejana ukur, koefisien muai
volum bejana ukur, dan koefisien muai panjang
batang invar.
Untuk compact prover dengan ukuran 304,8
mm (12 inch), metode volumetrik masih andal
untuk mencapai syarat ketidakpastian tersebut.
Perlu dilakukan kajian untuk compact prover
dengan ukuran terkecil yaitu 203,2 mm (8 inch)
terkait kehandalan metode volumetrik tersebut.
5. KESIMPULAN
Kesimpulan yang dapat diperoleh dari karya
tulis ini adalah sebagai berikut :
a. Perhitungan ketidakpastian pengujian compact
prover membutuhkan banyak informasi terkait
nilai parameter-parameter.
b. Parameter-parameter tersebut harus diketahui
berdasarkan informasi dari pabrikan atau
estimasi dengan pengetahuan yang sangat baik.
c. Nilai ketidakpastian hasil pengujian compact
prover dengan metode volumetrik masih
memenuhi batas nilai ketidkapastian yang
diijinkan yaitu 1/5 batas kesalahan yang
diijinkan dari sistem meter.
d. Hasil perhitungan ketidakpastian dapat
digunakan untuk melakukan pengembangan
instalasi pengujian yang digunakan.
e. Hasil perhitungan ketidakpastian menunjukan
bahwa faktor ketidakpastian volume bejana
ukur, koefisien muai bejana ukur, dan koefisien
muai panjang batang invar menjadi faktor
penyumbang ketidakpastian yang besar.
DAFTAR PUSTAKA
[1] OIML R119 "Pipe Prover for testing measuring
system liquids other than water", 1996
[2] JCGM 100 "Evaluation of Measurement Data -
Guide to the expression of uncertainty in
measurement", 2008
[3] MPMS Chapter 12.2.4 "Calculation of Base
Prover Volumes by waterdraw method", 2002
Gambar 3. Kontribusi komponen ketidakpastian
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
0.003500
0.003000
0.002500
0.002000
0.001500
0.001000
0.000500
0.000000
L
48 Insan Metrologi Volume 2 No. 1 Januari - Maret Tahun 2018
N u g r o h o B u d i W i d o d o ,
Pendidikan S2 Teknik Fisika ITB
2009 ~ 2011, Diklat Fungsional
Diklat Penera Ahli 2008, Posisi
Unit Kerja Subdit UTTP &
Standar Ukuran 2018 ~ sekarang. Balai SNSU
2009 ~ 2018, Balai Pengujian Balai Pengujian
2 0 0 8 ~ 2 0 0 9 , D i r e k t o r a t M e t r o l o g i
Kementerian Perdagangan. Jabatan Penera Ahli
Madya di Direktorat Metrologi, lulus Diklat
Penera Ahli Tahun 2008,Email : [email protected] : [email protected]
Tentang Penulis