Download - Vol. 5 No. 2, Desember Tahun 2017
Kementerian Lingkungan Hidup dan KehutananBadan Penelitian, Pengembangan dan Inovasi
Balai Penelitian dan PengembanganTeknologi Perbenihan Tanaman Hutan
Perbenihan
Vol. 5 No. 2, Desember Tahun 2017
JURNALTanaman HutanTanaman Hutan
p-ISSN 2354-8568e-ISSN 2527-6565
p-ISSN 2354-8568e-ISSN 2527-6565
JURNAL PERBENIHAN TANAMAN HUTANVol.5 No.2, Desember 2017
JURNAL PERBENIHAN TANAMAN HUTAN adalah publikasi ilmiah resmi dari Balai Penelitian dan Pengembangan Teknologi Perbenihan Tanaman Hutan. Jurnal ini menerbitkan tulisan hasil penelitian berbagai
aspek perbenihan tanaman hutan, meliputi: pengelolaan, ekologi benih, kebijakan dan sosial ekonomi perbenihan. Dengan frekuensi terbit dua kali setahun.
Penanggung JawabKepala Badan Penelitian, Pengembangan dan Inovasi
Wakil Penanggung JawabKepala Balai Penelitian dan Pengembangan Teknologi Perbenihan Tanaman Hutan
Dewan Redaksi Ketua Merangkap AnggotaDr. Ir. Yulianti Bramasto, M.Si
(Silvikultur) Balai Penelitian dan Pengembangan Teknologi Perbenihan Tanaman Hutan,
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan , Indonesia
Anggota Dr. Dra. Dida Syamsuwida, M.Sc
(Silvikultur / Produksi Benih) Balai Penelitian dan Pengembangan Teknologi Perbenihan Tanaman Hutan,
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan , Indonesia
Dr. Dede Jajat Sudrajat, S.Hut, MT
(Silvikultur / Teknologi Benih) B alai Penelitian dan Pengembangan Teknologi Perbenihan Tanaman Hutan,
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan , Indonesia
Dr. Drs. Agus Astho Pramono, M.Si
(Silvikultur / Ekologi Benih) Balai Penelitian dan Pengembangan Teknologi Perbenihan Tanaman Hutan,
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan , Indonesia
Prof. Riset. Dr. Ir. Nina Mindawati, M.Si
(Silvikultur) Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan, Badan Penelitian, Pengembangan dan Inovasi,
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan , Indonesia
Prof. Riset. Dr. Ir. Budi Leksono, MP
(Pemuliaan)
Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknogi dan Pemuliaan Tanaman Hutan
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan , Indonesia
Mitra Bestari
Dr. Ir. Supriyanto
(Fisiologi Pohon)
Institut Pertanian Bogor, Indonesia
Prof. Dr. Ir. Iskandar Zulkarnaen Siregar, M.Sc.F.Trop (Genetik) Institut Pertanian Bogor, Indonesia
Dr. Ir. Muhdin, M.Sc
(Statistika)
Institut Pertanian Bogor, Indonesia
Dr. Ir. Trimuji Ermayanti
(Biotek)
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Indonesia
Prof. Dr. Ir. Sri Wilarso Budi R, MS
(Silvikultur)
Institut Pertanian Bogor, Indonesia
Dr. Darwo
(Silvikultur, Pembibitan, Pengelolaan Hutan Alam dan Hutan Tanaman) Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan, Badan Penelitian, Pengembangan dan Inovasi, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Indonesia
Dr.Ir. Nurul Khumaida, M.Si
(Silvikultur)
Institut Pertanian Bogor(IPB), Indonesia
Prof.Dr. Ir. Nurheni Wijayanto, MS
(Ilmu Agroforestri) Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor
(IPB), Indonesia
Dr.Ir. Arum Sekar Wulandari, MS
(Mikrobiologi, Kultur Jaringan
dan Bioteknologi Hutan) Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor
(IPB), Indonesia
Copyeditor
Ir. Danu, M.Si (Produksi Benih) Balai Penelitian dan Pengembangan Teknologi Perbenihan Tanaman Hutan,
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan , Indonesia
Ratna Uli Damayanti, S.Hut, M.Si (Kultur jaringan, Bioteknologi) Balai Penelitian dan Pengembangan Teknologi Perbenihan Tanaman Hutan,
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan , Indonesia
Redaksi Pelaksana Ketua
Merangkap Anggota
Rudy Suryadi, S.Hut
Sekretariat Dewan Redaksi
Tri Astuti Wisudayati, S.E, M.S.E Yulia Pranawati, A.Md
Diterbitkan oleh
Balai Penelitian dan Pengembangan Teknologi Perbenihan Tanaman Hutan Badan Penelitian, Pengembangan dan Inovasi
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Terbit Pertama kali Agustus 1996 dengan judul Tekno Benih (ISSN 1410-1157), sejak Agustus 2003 berganti judul menjadi Info Benih (ISSN 1693-5314),
dan sejak Agustus 2013 berganti judul menjadi Jurnal Perbenihan Tanaman Hutan (ISSN 2354-8568) Alamat
Balai Penelitian dan Pengembangan Teknologi Perbenihan Tanaman Hutan Jl. Pakuan Ciheuleut P0 Box 105 Bogor, Telp./fax : (0251)8327768 Website : benih-bogor.litbang.menlhk.go.id
p-ISSN : 2354-8568
e-ISSN : 2527-6565
JURNAL PERBENIHAN TANAMAN HUTAN
Vol. 5 No. 2, Desember 2017
DAFTAR ISI 1. REGENERASI Shorea spp. DI SUMBER BENIH KHDTK HAURBENTES.
KABUPATEN BOGOR Regeneration of Shorea spp. in the Seed Sources of KHDTK Haurbentes. Bogor District Kurniawati Purwaka Putri dan/and Dede J. Sudrajat ............................................... 71-79
2. UJI VIGOR UNTUK MENDUGA PERKECAMBAHAN BENIH DAN MUNCULNYA SEMAI NORMAL Acacia mangium DI PERSEMAIAN Vigour Test to Predict Seed Germination and Normal Seedling Emergence of Acacia mangium in Nursery Endang Pujiastuti dan/and Dede J. Sudrajat ............................................................. 81-94
3. METODE PENGERINGAN POLONG UNTUK EKSTRAKSI DAN
PENURUNAN KADAR AIR BENIH SENGON LAUT (Falcataria moluccana (Miq.) Barneby & J.W. Grimes) Drying Method of Pods for Extracting and Decreasing of Seed Moisture Content of Sengon Laut (Falcataria moluccana (Miq.) Barneby & J.W. Grimes) Muhammad Zanzibar ................................................................................................ 95-102
4. KERAGAMAN MORFOLOGI BUAH, BENIH DAN BIBIT PONGAMIA
(Pongamia pinnata (L.) Pierre) DI PULAU JAWA Morphological Diversity of Fruits, Seeds and Seedlings of Pongamia (Pongamia pinnata (L.) Pierre) in Java Island Supriyanto, Iskandar Z Siregar, Ani Suryani, Aam Aminah, dan/and Dede J. Sudrajat ..................................................................................................................... 103-114
5. PERKECAMBAHAN BENIH Pericopsis mooniana Thw. BERDASARKAN WARNA DAN TEKNIK SKARIFIKASI Seed Germination of Pericopsis mooniana Thw. Based on Color and Scarification Techniques Suhartati dan/and Didin Alfaizin .............................................................................. 115-124
6. KARAKTERISTIK FISIK DAN METODE PENGUJIAN PERKECAMBAHAN BENIH TURI (Sesbania grandiflora (L.) Pers) Physical Characteristics and Germination Testing Methods of Turi (Sesbania grandiflora (L.) Pers) Seeds Eliya Suita dan/and Dida Syamsuwida .................................................................... 125-135
UDC/ODC 630*232.1 Kurniawati Purwaka Putri dan Dede J. Sudrajat (Balai Penelitian dan Pengembangan Teknologi Perbenihan Tanaman Hutan) REGENERASI Shorea spp. DI SUMBER BENIH KHDTK HAURBENTES. KABUPATEN BOGOR J.Perbenihan Tanaman Hutan Vol.5 No.2 p. 71-79 Peran dan fungsi kawasan hutan dengan tujuan khusus (KHDTK) Haurbentes diantaranya adalah sebagai sumber benih dan plasma nutfah jenis Shorea spp. Informasi potensi dan dominansi jenis yang menjadi target penghasil benih di KHDTK Haurbentes sangat diperlukan dalam rangka penyusunan strategi pengelolaan sumber benih Shorea spp. Penelitian bertujuan untuk mengetahui tingkat regenerasi Shorea spp. di KHDTK Haurbentes. Penelitian dilakukan di KHDTK Haurbentes di Kecamatan Jasinga Kabupaten Bogor. Metode penelitian menggunakan analisis vegetasi. Plot pengamatan yang dibangun berdasarkan desain klaster plot Forest Health Monitoring yang berbentuk lingkaran (annular plot). Jumlah klaster plot sebanyak 6 (enam) buah yang ditetapkan secara purposif. Hasil penelitian menunjukkan vegetasi tingkat pohon, tiang, pancang dan semai didominasi oleh S. pinanga pada klaster plot 1 dan 7. Vegetasi tingat pohon didominasi oleh S. stenoptera (klaster plot 2, 6 dan 8) dan S. selanica (klaster plot 3). Vegetasi tingkat tiang didominasi oleh S. stenoptera (klaster 6 dan 8) dan S. selanica (klaster plot 2 dan 3). Vegetasi tingkat pancang didominasi H. mangarawan (klaster plot 6) dan S. mecisopteryx (klaster plot 8). Jenis dominan di tingkat pancang pada klaster-plot 2 dan 3 adalah peuris dan harendong (Melastoma polyanthum Bl) untuk jenis tumbuhan bawah, sedangkan untuk jenis shorea adalah S. stenoptera (klaster plot 2) dan S.selanica (klaster plot 3). Vegetasi tingkat semai pada klaster plot 2, 3, 6 dan 8 berturut-turut didominasi H. mangarawan, S. mecisopteryx, S. selanica dan S. Stenoptera. Kerapatan jenis dominan pada tingkat pohon bervariasi di antara klaster plot dengan kisaran 55 individu/hektar - 143 individu/ hektar. Regerasi Shorea spp. di KHDTK Haurbentes cukup memadai dengan jumlah individu tingkat permudaan lebih banyak dibanding jumlah individu pohon dewasa, sehingga kelestarian sumber benih Shorea spp. di KHDTK Haurbentes di masa yang akan datang cukup terjamin. Kata kunci: KHDTK haurbentes, kerapatan, regenerasi., shorea spp., sumber benih
JURNAL PERBENIHAN TANAMAN HUTAN
p-ISSN : 2354-8568 Vol.5 No.2, Desember 2017 e-ISSN : 2527-6565
Kata kunci bersumber dari artikel. Lembar abstrak ini boleh di copy tanpa ijin dan biaya
UDC/ODC 630*630.232.318 Endang Pujiastuti dan/and Dede J. Sudrajat (Balai Penelitian dan Pengembangan Teknologi Perbenihan Tanaman Hutan) UJI VIGOR UNTUK MENDUGA PERKECAMBAHAN BENIH DAN MUNCULNYA SEMAI NORMAL Acacia mangium DI PERSEMAIAN J.Perbenihan Tanaman Hutan Vol.5 No.2 p. 81-94 Uji perkecambahan standar tidak selalu memberikan indikasi kinerja potensial kelompok benih, khususnya jika kondisi perkecambahan kurang optimal. Uji vigor benih ditujukan untuk mendeteksi perbedaan potensi kinerja kelompok benih secara lebih akurat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui metode yang paling tepat untuk mengkaji vigor benih Acacia mangium yang berhubungan dengan keberhasilan perkecambahan di rumah kaca dan munculnya semai normal di persemaian. Pengujian dilakukan terhadap 13 kelompok benih dari sumber benih bersertifikat. Pengujian benih dilakukan di Laboratorium Benih Balai Penelitian dan Pengembangan Teknologi Perbenihan Tanaman Hutan, Bogor. Desain penelitian dirancang dalam rancangan acak lengkap dengan 4 ulangan untuk uji laboratorium (uji perkecambahan standar, indeks perkecambahan, jumlah kecambah normal pada awal perhitungan, panjang akar, uji tetrazolium, uji penurunan terkontrol, uji pegusangan, dan uji konduktivitas listrik), perkecambahan di rumah kaca, dan tabur langsung di persemaian. Hasil penelitian menunjukkan bahwa semua tes memberikan perbedaan nyata untuk meranking vigor benih dari kelompok benih berbeda. Kelompok benih asal Subanjeriji-2 memberikan kinerja perkecambahan terbaik di rumah kaca dan tabur langsung di persemaian, yang diikuti oleh kelompok benih asal
Parungpanjang, sedangkan kelompok benih asal Kenangan mempunyai kinerja perkecambahan terendah. Hubungan antara uji laboratorium, yaitu uji standar di atas kertas, indeks perkecambahan, dan uji konduktivitas listrik, dengan uji rumah kaca dan persemaian memberikan korelasi yang nyata. Uji konduktivitas listrik mempunyai akurasi tertinggi dengan R2 = 0,6278 untuk uji rumah kaca dan R2
= 0,4057 untuk uji persemaian. Secara keseluruhan, uji konduktivitas listrik menunjukkan vigor benih yang baik, sehingga pengunaan uji konduktivitas listrik untuk pendugaan munculnya semai normal sangat cocok dalam upaya peningkatan keberhasilan persemaian A. mangium. Kata kunci: perkecambahan, persemaian,uji laboratorium, standar, vigor
UDC/ODC 630*232.312.2 Muhammad Zanzibar (Balai Penelitian dan Pengembangan Teknologi Perbenihan Tanaman Hutan) METODE PENGERINGAN POLONG UNTUK EKSTRAKSI DAN PENURUNAN KADAR AIR BENIH SENGON LAUT (Falcataria moluccana (Miq.) Barneby & J.W. Grimes) J.Perbenihan Tanaman Hutan Vol.5 No.2 p. 95 -102
Ekstraksi adalah penanganan awal benih yang dapat dilakukan secara kering dan basah. Tujuan dari penelitian ini adalah menentukan metode pengeringan polong yang tepat untuk ekstraksi dan penurunan kadar air benih sengon laut. Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap (RAL). Faktor utama adalah metode pengeringan, yaitu penjemuran dengan sinar matahari dan menggunakan alat pengering (seed drier) pada suhu 40°C. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penjemuran selama 2 hari atau pengeringan dengan alat pengering selama 32 jam merupakan metode terbaik untuk ekstraksi dan penurunan kadar air benih. Pengeringan polong dapat dilakukan juga guna mendapatkan kadar air benih aman untuk penyimpanan jangka panjang jenis sengon laut. Kata kunci : benih, kadar air, penjemuran, polong, sengon laut UDC/ODC 630*164.7 Supriyanto1), Iskandar Z Siregar1), Ani Suryani2) Aam Aminah3), dan Dede J. Sudrajat3) (1)Departemen Silvikultur Fakultas Kehutanan IPB, Dramaga, Bogor, Indonesia, 2) Departemen Teknologi Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian IPB, Dramaga, Bogor, Indonesia, 3)Balai Penelitian dan Pengembangan Teknologi Perbenihan Tanaman Hutan)
KERAGAMAN MORFOLOGI BUAH, BENIH DAN BIBIT PONGAMIA (Pongamia pinnata (L.) Pierre) DI PULAU JAWA J.Perbenihan Tanaman Hutan Vol.5 No.2 p. 103-114 Pongamia (Pongamia pinnata (L.) Pierre) merupakan salah satu jenis pohon potensial untuk memproduksi biodiesel. Pengembangan biodiesel berbasis pongamia masih terkendala oleh ketersediaan benih bermutu yang sangat terbatas karena belum tersedia sumber benih yang baik. Tujuan dari penelitian ini adalah mengidentifikasi keragaman morfologi buah, benih dan bibit pongamia. Rancangan acak lengkap dan rancangan acak kelompok digunakan untuk menguji perbedaan karakteristik morfologi buah, benih dan bibit antar populasi. Analisis komponen utama dan klaster hirarkhi digunakan untuk menerangkan pola keragaman antar populasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perbedaan populasi berpengaruh nyata terhadap morfologi buah, benih dan bibit pongamia. Benih asal Carita mengindikasikan benih yang berkualitas baik dengan kadar air 19,31%, daya kecambah 74,50%. dan kekokohan bibit 10,78. Kontribusi faktor genetik lebih tinggi daripada faktor lingkungan untuk perbedaan semua karakter morfologi buah, benih, dan bibit pongamia. Berdasarkan karakter morfologi, kelima populasi di Pulau Jawa dapat dibagi ke dalam 3 kelompok,
JURNAL PERBENIHAN TANAMAN HUTAN
p-ISSN : 2354-8568 Vol.5 No.2, Desember 2017 e-ISSN : 2527-6565
Kata kunci bersumber dari artikel. Lembar abstrak ini boleh di copy tanpa ijin dan biaya
yaitu kelompok 1 terdiri dari Batukaras dan Kebumen, kelompok 2 terdiri dari Alas Purwo dan Baluran serta kelompok 3 adalah Carita.
Kata kunci: benih, bibit, buah, keragaman morfologi, pongamia, pulau Jawa
UDC/ODC 630*181.525 Suhartati dan Didin Alfaizin (Balai Penelitian Kehutanan Makassar) PERKECAMBAHAN BENIH Pericopsis mooniana Thw. BERDASARKAN WARNA DAN TEKNIK SKARIFIKASI J.Perbenihan Tanaman Hutan Vol.5 No.2 p. 115 -124 Kayu kuku (Pericopsis mooniana Thw.) mempunyai kulit benih yang keras dan menyebabkan sulitnya benih berkecambah, oleh karena itu diperlukan seleksi benih dan skarifikasi untuk mematahkan dormansi kulit benih, agar proses perkecambahannya lebih cepat serta menghasilkan daya berkecambah yang tinggi. Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan nilai perkecambahan benih kayu kuku melalui seleksi benih berdasarkan warna dan teknik skarifikasi benih. Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) dengan analisis faktorial. Faktor pertama adalah warna benih (W0 = benih tidak diseleksi,W1 =benih berwarna kekuningan dan W2= benih berwarna kecokelatan). Faktor kedua adalah skarifikasi benih (S0=tanpa direndam, S1=direndam air dingin selama 24 jam, S2 = direndam air panas (80 0C) selama 24 jam dan S3=direndam asam sulfat (0,1 M) selama 20 menit. Parameter yang diamati adalah waktu mulai berkecambah, kecepatan berkecambah dan daya berkecambah. Penelitian dilaksanakan di rumah kaca, Balai Penelitian Kehutanan Makassar. Penelitian, dilakukan selama dua bulan, yaitu bulan Juli – Agustus 2015. Hasil penelitian menunjukkan bahwa warna benih yang kekuningan dan kecokelatan dapat mempersingkat waktu berkecambah dan kecepatan kecambah dengan menggunakan teknik skarifikasi perendaman air panas pada suhu 80 0C selama 24 jam dapat menghasilkan daya berkecambah sebesar 76%.
Kata Kunci : benih, kayu kuku, perkecambahan, seleksi, skarifikasi
UDC/ODC 630*232.318 Eliya Suita dan Dida Syamsuwida (Balai Penelitian dan Pengembangan Teknologi Perbenihan Tanaman Hutan) KARAKTERISTIK FISIK DAN METODE PENGUJIAN PERKECAMBAHAN BENIH TURI (Sesbania grandiflora (L.) Pers) J.Perbenihan Tanaman Hutan Vol.5 No.2 p. 125-135 Turi (Sesbania grandiflora (L.) Pers) termasuk famili Leguminosae dan merupakan jenis hasil hutan bukan kayu penghasil pangan, energi, obat, makanan ternak dan lainnya. Benih turi mempunyai kulit yang keras, sehingga untuk mendapatkan perkecambahan yang maksimal diperlukan perlakuan pendahuluan sebelum benih ditabur. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui karakteristik fisik dan metode uji perkecambahan yang tepat untuk benih turi. Karakteristik fisik yaitu pengujian terhadap kadar air dan berat 1000 butir. Perlakuan pendahuluan yang dilakukan meliputi: kontrol (tanpa perlakuan), benih direndam dengan air biasa selama 24 jam, benih direndam dalam air panas (suhu 1000C) dan dibiarkan dingin selama 24 jam, benih direndam H2SO4 selama 10 menit dan 20 menit. Metoda uji perkecambahan meliputi : uji di atas kertas, uji antar kertas, uji kertas digulung dengan posisi didirikan. Selanjutnya diujikan pada media pasir tanah (1:1) terbuka, media pasir tanah (1:1) ditutup plastik. Perlakuan pendahuluan yang terbaik yang dapat meningkatkan daya berkecambah benih turi adalah benih direndam dengan H2SO4 selama 20 menit dan ditabur di laboratorium dengan metode uji di atas kertas dan uji kertas digulung dengan posisi berdiri diletakkan di Germinator. Kata kunci: metode uji, perbenihan, Sesbania grandiflora, viabilitas benih
JURNAL PERBENIHAN TANAMAN HUTAN
p-ISSN : 2354-8568 Vol.5 No.2, Desember 2017 e-ISSN : 2527-6565
Kata kunci bersumber dari artikel. Lembar abstrak ini boleh di copy tanpa ijin dan biaya
© 2017 BPTPTH All rights reserved. Open access under CC BY-NC-SA license.doi: //doi.org/10.20886/bptpth.2017.5.2.71-79 71
POTENSI REGENERASI Shorea spp. DI SUMBER BENIH KHDTK HAURBENTES, KABUPATEN BOGOR Kurniawati Purwaka Putri dan Dede Djajat Sudrajat
REGENERASI Shorea spp. DI SUMBER BENIH KHDTK HAURBENTES, KABUPATEN BOGOR
(Regeneration of Shorea spp. in the Seed Sources of KHDTK Haurbentes. Bogor District)
Kurniawati Purwaka Putri dan/and Dede J. Sudrajat
Balai Penelitian dan Pengembangan Teknologi Perbenihan Tanaman Hutan Jl. Pakuan Ciheuleut PO BOX 105; Telp 0251-8327768, Bogor, Indonesia
e-mail: [email protected]
Naskah masuk: 11 April 2017; Naskah direvisi: 4 Juli 2017; Naskah diterima: 21 Agustus 2017
ABSTRACT The role and function of forest area with special purpose (KHDTK) Haurbentes among other are the source of seeds and germplasm of Shorea spp. The information of the potency and dominance of Shorea spp. in KHDTK Haurbentes was indispensable in formulating the seed source management strategy. The aim of the research was to determine the regeneration level of Shorea spp. in Haurbentes KHDTK. The research was conducted in KHDTK Haurbentes in Jasinga, Bogor District. The research method used vegetation analysis. Observation plots were built based on the design of cluster plot Forest Health Monitoring circular (annular plot). Number of cluster plot of 6 pieces was set purposively. The results showed that S. pinanga was dominant species for the level of the tree, pole, sapling and seedling in cluster plots 1 and 7. The vegetation of trees level were dominated by S. stenoptera (cluster plots 2, 6, 8) and S. selanica (cluster plot 3). Vegetation of pole level were dominated by S. stenoptera (clusters plots 6 and 8) and S. selanica (cluster plots 2 and 3). H. mangarawan and S. mecisopteryx were dominant species for the level of sapling in clusters plot 6 and 8. Peuris and harendong (Melastoma polyanthum Bl) were dominant species at sapling level in cluster plots 2 and 3 for shrubs, while for species of shorea, the dominant species were S. stenoptera (clusters plots 2) and S. selanica (clusters plots 3). The dominant species at seedling level were H. mangarawan (clusters plot 2), S. mecisopteryx (clusters plot 3), S. selanica (clusters plot 6) and S. Stenoptera (cluster plots 8). The density of dominant species for the tree level was varied among cluster plots with a range of 55-143 individuals/hectare. Shorea spp. in KHDTK Haurbentes was sufficient with the number of individual regeneration more than adult trees. The sustainability of seed sources Shorea spp. in KHDTK Haurbentes in the future is quite assured.
Keywords: density of tree, KHDTK haurbentes, regeneration, shorea spp., seed source
ABSTRAK
Peran dan fungsi kawasan hutan dengan tujuan khusus (KHDTK) Haurbentes diantaranya adalah sebagai sumber benih dan plasma nutfah jenis Shorea spp. Informasi potensi dan dominansi jenis yang menjadi target penghasil benih di KHDTK Haurbentes sangat diperlukan dalam rangka penyusunan strategi pengelolaan sumber benih Shorea spp. Penelitian bertujuan untuk mengetahui tingkat regenerasi Shorea spp. di KHDTK Haurbentes. Penelitian dilakukan di KHDTK Haurbentes di Kecamatan Jasinga Kabupaten Bogor. Metode penelitian menggunakan analisis vegetasi. Plot pengamatan yang dibangun berdasarkan desain klaster plot Forest Health Monitoring yang berbentuk lingkaran (annular plot). Jumlah klaster plot sebanyak 6 (enam) buah yang ditetapkan secara purposif. Hasil penelitian menunjukkan vegetasi tingkat pohon, tiang, pancang dan semai didominasi oleh S. pinanga pada klaster plot 1 dan 7. Vegetasi tingat pohon didominasi oleh S. stenoptera (klaster plot 2, 6 dan 8) dan S. selanica (klaster plot 3). Vegetasi tingkat tiang didominasi oleh S. stenoptera (klaster 6 dan 8) dan S. selanica (klaster plot 2 dan 3). Vegetasi tingkat
72
Jurnal Perbenihan Tanaman Hutan Vol. 5 No. 2, Desember 2017: 71-79 p-ISSN : 2354-8568 e-ISSN : 2527-6565
pancang didominasi H. mangarawan (klaster plot 6) dan S. mecisopteryx (klaster plot 8). Jenis dominan di tingkat pancang pada klaster-plot 2 dan 3 adalah peuris dan harendong (Melastoma polyanthum Bl) untuk jenis tumbuhan bawah, sedangkan untuk jenis shorea adalah S. stenoptera (klaster plot 2) dan S.selanica (klaster plot 3). Vegetasi tingkat semai pada klaster plot 2, 3, 6 dan 8 berturut-turut didominasi H. mangarawan, S. mecisopteryx, S. selanica dan S. Stenoptera. Kerapatan jenis dominan pada tingkat pohon bervariasi di antara klaster plot dengan kisaran 55 individu/hektar - 143 individu/ hektar. Regerasi Shorea spp. di KHDTK Haurbentes cukup memadai dengan jumlah individu tingkat permudaan lebih banyak dibanding jumlah individu pohon dewasa, sehingga kelestarian sumber benih Shorea spp. di KHDTK Haurbentes di masa yang akan datang cukup terjamin. Kata kunci: KHDTK haurbentes, kerapatan, regenerasi., shorea spp., sumber benih
I. PENDAHULUAN
Kawasan hutan dengan tujuan khusus
(KHDTK) Haurbentes di Kecamatan Jasinga,
Kabupaten Bogor merupakan salah satu
kawasan hutan yang diperuntukkan sebagai
lokasi kegiatan penelitian dan pengembangan
bidang kehutanan berdasarkan Surat
Keputusan Menteri Kehutanan No 288/Kpts-
II/2003 (Kemenhut, 2014).
Peran dan fungsi KHDTK Haurbentes
diantaranya sebagai sumber benih dan plasma
nutfah khususnya jenis-jenis shorea. Berkaitan
dengan fungsinya, KHDTK Haurbentes dinilai
sangat penting dan cukup strategis, mengingat
shorea dari famili Dipterocarpaceae
merupakan salah satu spesies flora tanaman
hutan yang terancam keberadaan atau bahkan
kepunahan di habitat alaminya. Jenis shorea
tersebut antara lain S. leprosula yang tercatat
sebagai jenis tanaman terancam punah
(Endangered), dan S. selanica yang termasuk
dalam daftar jenis-jenis tanaman kritis
(Critically Endangered) menurut IUCN
Redlist.
Periode 2006-2011, KHDTK Haurbentes
menjadi salah satu sumber benih jenis S.
stenoptera, S. pinanga, S. selanica, S.
leprosula, S. palembanica, dan S. seminis
dengan kelas sumber benih Tegakan Benih
Teridentifikasi (TBT) berdasarkan Surat
Keputusan Kepala Balai Perbenihan Tanaman
Hutan Nomor 218/Kpts/V/BPTH.JM-2/2006
tanggal 30 Oktober 2006. Penunjukan tersebut
sangat penting karena benih yang
dihasilkannya diyakini memiliki kualitas
genetik yang baik selain kualitas fisik dan
fisiologisnya yang tinggi.
Saat ini tegakan shorea di KHDTK
Haurbentes sudah tidak menjadi sumber benih
bersertifikat. Akan tetapi pemanfaatannya
sebagai sumber benih dan plasma nutfah masih
terus berjalan hingga sekarang. Untuk itu
kelestarian sumber benih Shorea spp. di
KHDTK Haurbentes sangat penting
diperhatikan guna memenuhi kebutuhan benih
berkualitas. Kelestarian sumber benih
berkaitan erat dengan potensi regenerasi dan
73
POTENSI REGENERASI Shorea spp. DI SUMBER BENIH KHDTK HAURBENTES, KABUPATEN BOGOR Kurniawati Purwaka Putri dan Dede Djajat Sudrajat
dominansi jenis yang menjadi target penghasil
benih. Oleh karena itu penelitian ini dilakukan
dengan tujuan untuk mengetahui tingkat
regenerasi Shorea spp. di KHDTK
Haurbentes.
II. BAHAN DAN METODE
A. Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan adalah semua jenis
pohon dan tumbuhan bawah yang terdapat
dalam plot penelitian. Peralatan yang
digunakan dalam penelitian adalah kompas,
Global Position System (GPS), Altimeter
(Rangefinder Trafuse 360), pita ukur, pilox,
tali rafia, pita meter (50 m), kantong plastik,
tally sheet dan alat tulis. Lokasi penelitian
terletak di Kawasan Hutan Dengan Tujuan
Khusus (KHDTK) Haurbentes, Kecamatan
Jasinga, Kabupaten Bogor yang terletak pada
6032’ – 6033’ LS dan 106026’ BT. Berdasarkan
administrasi pemerintahan, KHDTK
Haurbentes termasuk dalam wilayah Kampung
Haurbentes, Desa Jugalajaya, Kecamatan
Jasinga, Kabupaten Bogor. Lokasi berjarak 60
km dari Kota Bogor. Penelitian dilaksanakan
pada bulan Agustus sampai September 2015.
B. Prosedur Penelitian
Penilaian potensi regenerasi di sumber
benih Shorea spp. dilakukan dengan analisis
vegetasi. Plot pengamatan (Gambar 1) dibuat
dengan menggunakan desain klaster plot
Forest Health Monitoring (Supriyanto, Stolte,
Soekotjo, & Gintings, 2001).
Jumlah klaster plot dibangun sebanyak 6
buah. Tiap klaster plot terdiri dari 4 lingkaran
(annular plot) dengan jari-jari sebesar 17,95
m, sehingga luas masing-masing lingkaran 0,1
ha. Pusat plot 1 merupakan titik tengah dari
keseluruhan plot. Titik pusat sub-plot 2 berada
pada arah 360° dari titik tengah plot 1 dengan
jarak 36,6m. Titik pusat plot 3 terletak pada
arah 120o dari titik tengah plot 1 dengan jarak
36,6 m. Titik pusat dari plot 4 terletak pada
arah 240o dari titik tengah plot 1 dengan jarak
jarak 36,6 m. Dalam setiap annular plot dibuat
1 sub-plot dan 1 micro-plot dengan radius
masing-masing sebesar 7,32 m dan 2,07 m.
Annular plot digunakan untuk pengamatan
vegetasi tingkat pohon. Sub-plot digunakan
untuk pengamatan vegetasi tingkat tiang,
sedangkan micro-plot untuk pengamatan
vegetasi tingkat semai dan pancang termasuk
dalam hal ini tumbuhan bawah seperti perdu,
herba dan semak belukar.
Kriteria dan cara pengukuran vegetasi
(pohon. tiang. pancang dan semai) sesuai
dengan Soerianegara dan Indrawan (2013).
yaitu : Tingkat pohon merupakan pohon yang
berdiameter ≥ 35 cm. tingkat tiang merupakan
pohon muda berdiameter 10-35 cm. Tingkat
pancang merupakan permudaan dengan tinggi
≥ 1,5 m dan diameter < 10 cm, sedangkan
tingkat semai merupakan permudaan dengan
74
Jurnal Perbenihan Tanaman Hutan Vol. 5 No. 2, Desember 2017: 71-79 p-ISSN : 2354-8568 e-ISSN : 2527-6565
tinggi < 1,5 m. Variabel yang di amati adalah
jenis vegetasi dan jumlah individu setiap jenis
pohon dan tumbuhan bawah. Untuk tingkat
pohon dan tiang selain kedua variabel tersebut
juga diamati diameter batang setiap jenis.
Data analisis vegetasi yang terkumpul
selanjutnya dianalisis untuk memperoleh nilai
indeks penting (INP) setiap jenis tumbuhan.
Untuk tingkat pohon dan tiang. INP
merupakan gabungan dari kerapatan relatif,
frekuensi relatif dan dominansi relatif.
Sedangkan untuk tingkat pancang dan semai.
komponen INP yang dihitung meliputi
kerapatan relatif dan frekuensi relatif.
Kerapatan relatif, frekuensi relatif dan
dominansi relatif dihitung dengan mengguna-
kan rumus sebagai berikut :
Kerapatan = Jumlah individu
.......(1) Luas contoh
Dominansi = Jumlah luas bidang dasar
.......(2) Luas petak contoh
Frekuensi = Jumlah plot ditemukannya suatu jenis
.......(3) Jumlah seluruh plot
Kerapatan relatif (%)
=
Kerapatan suatu jenis X 100%
.......(4)
Kerapatan seluruh jenis
Dominansi relatif (%)
=
Dominansi suatu jenis
X 100%
.......(5) Dominansi seluruh jenis
Frekuensi relatif(%)
=
Frekuensi suatu jenis
X 100%
.......(6) Frekuensi seluruh jenis
Sumber (Source): USDA-FS (1999) (Supriyanto et al., 2001)
Gambar (Figure) 1. Desain klaster plot pengamatan FHM (FHM claster plot design)
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
Hasil analisis vegetasi (Tabel 1)
menunjukkan bahwa jenis dominan untuk
tingkat pohon adalah S. pinanga di klaster plot
1 dan 7 (INP= 101,86%; 215,52%), S.
stenoptera di klaster plot 2,6 dan 8 (INP=
153,55%; 157,41%; 248,10%), dan S. selanica
di klaster plot 3 (INP=157,47%).
Di tingkat vegetasi tiang, jenis dominan-
nya adalah S. pinanga di klaster plot 1 dan 7
(INP=189,50%; 247,44%), S. stenoptera di
klaster 6 dan 8 (INP= 125,19%; 209,39%) dan
S. selanica di klaster-plot 2 dan 3 (INP=
150,63%; 141,10%) (Tabel 1).
Permudaan pancang didominasi oleh jenis
S. pinanga dan S. mecisopteryx (klaster plot 1,
7 dan 8). Klaster plot 2 dan 3 didominasi
tumbuhan bawah gulma yaitu peuris (INP=
38,33%) dan harendong (Melastoma
OAzimuth 1-2 360OAzimuth 1-3 120OAzimuth 1-4 240
Subplot7.32 m radius
Annular Plot17.95 m
Distance betweenPoints is 36.6 m
Micro-plot2.07 m radius 12’ @
O90 azimuth from subplotcenters 3.66 m
2
1
4 3
75
POTENSI REGENERASI Shorea spp. DI SUMBER BENIH KHDTK HAURBENTES, KABUPATEN BOGOR Kurniawati Purwaka Putri dan Dede Djajat Sudrajat
polyanthum Bl) (INP= 30,75%) (Tabel 1).
Kehadiran tumbuhan bawah tersebut penting
diperhatikan karena berperan sebagai
menghambat pertumbuhan permudaan pohon
(Hilwan, Mulyana & Pananjung, 2013). Untuk
tingkat semai, jenis yang mendominasi adalah
S. pinanga (klaster plot 1 dan 7), S. stenoptera
(klaster plot 2 dan 8), S. selanica (klaster plot
3 dan 6) dan S. leprosula (klaster plot 3)
(Tabel 1).
Kerapatan jenis-jenis dominan setiap
klaster plot dapat diketahui dari jumlah
individu persatuan luas. Kerapatan jenis
menunjukkan penguasaan suatu jenis terhadap
jenis lain pada suatu komunitas. Hasil analisis
vegetasi menunjukkan kerapatan jenis di setiap
klaster plot akan berkurang dengan semakin
tingginya tingkat vegetasi. Pada tingkat pohon,
kerapatan jenis-jenis dominan bervariasi setiap
klaster plot dengan kisaran antara 55 individu/
hektar - 143 individu/hektar (Tabel 1).
Tabel (Table) 1. Kerapatan pohon dan Indeks Nilai Penting pada masing-masing tingkat
pertumbuhan di setiap klaster plot (The density of trees and important value index at each growth stage in each cluster of plot)
Klaster Plot (Plot
cluster)
Jenis (Species)
Semai (Seedling) Pancang (Sapling) Tiang (Pole) Pohon (Tree )
K (Individu/ ha)
INP (%)
K (Individu/
ha)
INP (%)
K (Individu/
ha)
INP (%)
K (Individu/
ha)
INP (%)
1 S. Pinanga 15.600 86,10 6.400 110,23 443 189,50 55 101,86 S. Stenoptera 400 15,03 - - 86 24,94 45 85,03 S. Leprosula - - - - 29 14,95 10 27,01 S. Selanica 1.400 19,27 - - 71 33,70 25 56,03 H. Mangarawan 1.400 12,60 600 19,32 29 24,76 13 30,03
2 S. Pinanga 2.000 9,79 600 16,45 - - 3 11,77 S. Stenoptera 16.800 44,58 3.000 35,20 171 86,92 80 153,33 S. Leprosula - - - - - - 3 11,83 S. Selanica 5.200 27,28 1.000 13,69 257 150,63 55 99,39 S. Palembanica - - - - - - 3 11,74 H. Mangarawan 17.200 39,48 200 7,44 29 31,21 3 11,81 Peuris 200 6,27 3.400 38,33 - - - -
3 S. Pinanga - - - - 14 10,19 - - S. Stenoptera - - - - 100 18,01 - - S. Leprosula 7.200 41,35 800 12,55 57 22,67 8 18,66 S. Selanica 2.000 17,04 1.600 25,09 657 141,10 60 157,47 S. mecysopteryx 7.400 37,34 1.400 23,21 486 96,70 33 77,99 Harendong
(Melastoma polyanthum Bl)
1.000 13,28 2.200 30,75 - - - -
6 S. Pinanga 800 7,94 800 18,57 14 11,79 - - S. Stenoptera 5.000 20,44 1.400 27,14 214 125,19 58 157,41 S. Leprosula - - - - 14 11,77 3 31,89 S. Selanica 10.200 47,02 - - 29 23,90 3 10,78 S. Palembanica - - - - 14 20,10 3 10,56 H. Mangarawan 3.800 22,42 2.000 42,86 157 83,27 33 57,15
76
Jurnal Perbenihan Tanaman Hutan Vol. 5 No. 2, Desember 2017: 71-79 p-ISSN : 2354-8568 e-ISSN : 2527-6565
7 S. Pinanga 43.600 105,32 11.800 200,00 729 247,44 118 215,52 S. Stenoptera - - - - 14 16,13 18 42,63 S. Palembanica 19.000 55,79 - - 57 36,44 15 41,85
8 S. Pinanga 3.400 22,10 400 19,64 43 27,26 10 22,61 S. Stenoptera 29.200 132,49 1.600 53,57 314 209,39 143 248,10 S. Mecisopteryx 2.400 19,28 2.200 64,29 143 63,35 20 29,00
Keterangan (Remark) : K = kerapatan pohon (The density of trees); INP = Nilai indeks penting (important value index)
B. Pembahasan
Regenerasi dalam tegakan sumber benih
memiliki arti penting dalam kaitannya dengan
kelestarian atau keberlanjutan sumber benih
tersebut di masa yang akan datang. Kehadiran
permudaan tingkat semai, pancang dan tiang
diharapkan kelak menjadi pohon induk
(individu) baru yang mampu menghasilkan
benih berkualitas, menggantikan pohon induk
yang mati karena faktor alam (tua) atau
tumbang oleh angin.
Dalam penelitian ini, secara umum sistem
regenerasi dari jenis-jenis dominan
(berdasarkan nilai INP tertinggi) pada setiap
klaster plot cukup memadai. Hal ini terlihat
dari jumlah individu tingkat permudaan yang
lebih besar dibanding jumlah individu pohon
dewasa. Hersandi (Hersandi, 2014)
melaporkan bahwa struktur tegakan di
KHDTK Haurbentes berbentuk kurva “J”
terbalik seperti halnya struktur tegakan di
hutan alam. Struktur tersebut mencirikan
populasi yang sedang berkembang pesat
karena sebagian besar anggota populasinya
adalah individu-individu berumur muda
(Hersandi, 2014). Pada masa awal
pertumbuhan (tingkat semai), jumlah individu
yang tumbuh di KHDTK Haurbentes cukup
banyak. Namun adanya kompetisi (persaingan)
untuk dapat tumbuh secara normal
mengakibatkan terjadi penurunan jumlah
individu pada tingkat pertumbuhan
selanjutnya.
Besarnya potensi regenerasi di lokasi
penelitian juga tercermin dari nilai kerapatan
jenis-jenis dominannya untuk semua tingkat
permudaan. Kerapatan jenis dominan pada
tingkat semai di setiap klaster-plot, jauh
melebihi kriteria kerapatan sebagaimana yang
ditetapkan dalam ketentuan tebang pilih tanam
indonesia (TPTI) yaitu sebesar 2.500
individu/ha (Kusmana & Susanti, 2015).
Kerapatan permudaan semai jenis dominan
pada klaster-plot 1, 2, 3, 6, 7,dan 8 berturut-
turut mencapai 15.600 individu/ha; 16.800
individu/ha; 7.200 individu/ha; 10.200
individu/ha; 43.600 individu/ha; dan 29.200
individu/ha. Demikian pula untuk tingkat
pancang, tiang dan pohon, yang mana nilai
kerapatan jenis melampaui kriteria kerapatan
yang ditetapkan dalam ketentuan TPTI yaitu
sebesar 400 individu/ha untuk tingkat pancang,
100 individu/ha untuk tingkat tiang dan 25
77
POTENSI REGENERASI Shorea spp. DI SUMBER BENIH KHDTK HAURBENTES, KABUPATEN BOGOR Kurniawati Purwaka Putri dan Dede Djajat Sudrajat
individu/ha untuk tingkat pohon (Dephut, 1993
dalam (Kusmana & Susanti, 2015).
Melimpahnya permudaan tingkat semai di
lokasi penelitian sangat dimungkinkan karena
kegiatan analisis vegetasi ini dilakukan 5
(lima) bulan setelah periode pembuahan
(panen raya). Jumlah semai dan pancang yang
sangat melimpah tersebut menjadi satu
keunggulan lainnya dari sumber benih
KHDTK Haurbentes yaitu berperan dalam
memenuhi kebutuhan bibit dalam bentuk
anakan alam (cabutan), terutama pada saat
tidak terjadi musim berbuah.
Selain itu kelimpahan jumlah permudaan
tersebut mengindikasikan bahwa pohon-pohon
di lokasi penelitian sudah pernah berbuah dan
mampu menghasilkan benih viabel (Atmoko,
2011). Keberadaan pohon induk yang pernah
berbuah tersebut menjadi salah satu yang
dipersyaratkan dalam penunjukan tegakan
menjadi sumber benih. Nussbaum dan Hoe
(1996) menyebutkan bahwa regenerasi alami
jenis-jenis Dipterocarpaceae sangat tergantung
pada ketersediaan pohon induk, siklus
pembungaan dan kondisi tempat tumbuh yang
mendukung.
Jumlah individu tingkat semai (62.600
individu/ha) dan pancang (11.800 individu/ha)
pada klaster plot 7 relatif lebih banyak
dibanding jumlah individu pada klaster plot
lainnya. Kondisi ini berkaitan dengan
banyaknya jumlah pohon tumbang yang
disebabkan angin, sehingga menimbulkan
rumpang (celah). Timbulnya rumpang
menyebabkan sinar matahari lebih mudah
masuk hingga lantai hutan, dan selanjutnya
akan memacu perkecambahan benih
dipterocarpa untuk tumbuh menjadi anakan
(Mawazin & Subiakto, 2013; Panjaitan, 2013).
Jenis dominan merupakan jenis yang
mampu memanfaatkan lingkungan yang
ditempati secara efisien (Kusmana & Susanti,
2015), sehingga berpeluang besar untuk dapat
mempertahankan pertumbuhan dan kelestarian
jenisnya. Jenis dominan pada klaster-plot 1
dan 7 adalah S. pinanga dengan nilai INP
untuk tingkat semai, pancang, tiang dan pohon
berturut-turut sebesar 86,10%; 110,23%;
189,50% dan 101,86% pada klaster 1 serta
105,32%; 200,00%; 247,44% dan 215,52%
pada klaster plot 7.
Jenis dominan yang berkesinambungan di
setiap tingkat pertumbuhan tersebut
menandakan adanya potensi penunjukan kedua
klaster-plot tersebut sebagai sumber benih
jenis S. pinanga. Selain itu jenis dominan yang
berkelanjutan mulai dari tingkat semai hingga
tingkat pohon juga mengindikasikan siklus
pembungaan pembuahan berlangsung terus
menerus. Kondisi ini tentu sangat penting bagi
keberadaan suatu sumber benih.
Berbeda halnya pada klaster plot 2 dan 8,
jenis dominan pada tingkat pohon dewasa
tidak selalu menjadi jenis dominan pada
tingkat permudaannya. Pada tingkat
78
Jurnal Perbenihan Tanaman Hutan Vol. 5 No. 2, Desember 2017: 71-79 p-ISSN : 2354-8568 e-ISSN : 2527-6565
permudaan semai klaster-plot 2 dan 8
didominasi oleh jenis S. stenoptera dengan
INP masing-masing sebesar 144,58% dan
132,49%. Namun adanya kompetisi dalam
mendapatkan ruang tumbuh dan cahaya
matahari, menyebabkan pertumbuhan semai
selanjutnya terhambat. Berkurangnya jumlah
pancang dan atau tiang tersebut menyebabkan
peralihan jenis-jenis dominan.
Peralihan jenis yang mendominasi pada
tingkat pancang juga disebabkan adanya
kegiatan pemanenan anakan (cabutan) alam.
Untuk itu dalam upaya menjaga sistem
regenerasi pohon induk terutama apabila kelak
ditetapkan menjadi sumber benih, maka pihak
pengelola KHDTK Haurbentes perlu
mempertimbangkan jumlah cabutan alam yang
dapat dipanen.
Jenis dominan di tingkat pancang pada
klaster-plot 2 dan 3 adalah peuris (INP=
38,33%) dan harendong (Melastoma
polyanthum Bl) (INP=30,75%) yang termasuk
kelompok tumbuhan bawah (gulma).
Dominansi gulma tersebut penting
diperhatikan pihak pengelola kawasan, karena
keberadaan gulma dapat menghambat
pertumbuhan permudaan pohon shorea.
Dalam penunjukan areal calon sumber
benih, tingkat kerapatan individu pohon
menjadi dasar pertimbangan yang juga harus
diperhatikan. Sumber benih dengan jumlah
pohon induk yang banyak diharapkan mampu
menghasilkan benih dengan tingkat keragaman
genetik tinggi. Namun guna mendapatkan
pohon induk yang berfenotip baik, maka perlu
dipertimbangkan besarnya jarak antar pohon
induk. Menurut Dirjen RLPS (Dirjen RLPS,
2004) penetapan pohon induk di hutan alam
berdasarkan jarak antar pohon yaitu berjarak
50-100 m. Sebagai gambaran kerapatan relatif
S. pinanga di lokasi tegakan benih PT Inhutani
II Sub Unit Malinau Kalimantan Timur adalah
5,39% (Cahyani & Hardjana, 2015). Ilustrasi
untuk jenis lainnya adalah S. balangeran pada
Tegakan Benih Teridentifikasi (TBT) Saka
Panjang I dan II di Kalimantan Tengah.
(Atmoko, 2011) melaporkan bahwa kerapatan
jenis S. balangeran di kedua sumber benih
tersebut sebesar 38 pohon/hektar (kerapatan
relatif 62,6%) dan 41 pohon/hektar (kerapatan
relatif 81,9%).
IV. KESIMPULAN
Vegetasi tingkat pohon didominasi oleh S.
pinanga (klaster plot 1, 7), S. stenoptera
(klaster plot 2,6,8) dan S. selanica (klaster plot
3). Kerapatan jenis dominan pada tingkat
pohon bervariasi diantara klaster plot dengan
kisaran 55 individu/hektar - 143 individu/
hektar.
Regerasi Shorea spp. di KHDTK
Haurbentes cukup memadai dengan jumlah
individu tingkat permudaan lebih banyak
dibanding jumlah individu pohon dewasa.
Untuk itu kelestarian sumber benih Shorea
spp. di KHDTK Haurbentes di masa yang akan
79
POTENSI REGENERASI Shorea spp. DI SUMBER BENIH KHDTK HAURBENTES, KABUPATEN BOGOR Kurniawati Purwaka Putri dan Dede Djajat Sudrajat
datang cukup terjamin. Untuk dapat
memaksimalkan potensi KHDTK Haurbentes
sebagai sumber benih Shorea spp., pengelola
KHDTK harus memperhatikan teknis
pengelolaan sumber benih diantaranya
pengelolaan tumbuhan bawah, polinator dan
pengendalian hama dan penyakit.
UCAPAN TERIMAKASIH
Penulis mengucapkan terima kasih kepada
Dr. Ir. Yulianti Bramasto, M .Si atas bimbingan
dan arahannya hingga tulisan ini dapat terbit.
Selain itu penulis juga haturkan terima kasih
kepada Kepala Pusat Penelitian dan
Pengembangan Hutan, Badan Penelitian,
Pengembangan dan Inovasi selaku pengelola
KHDTK Haurbentes atas izin dan kesempatan
yang diberikan sehingga penelitian ini dapat
terlaksana.
DAFTAR PUSTAKA
Atmoko, T. (2011). Potensi regenerasi dan penyebaran Shorea balangeran (Korth.) Burck di Sumber Benih Saka Kajang, Kalimantan Tengah. Jurnal Penelitian Dipterokarpa, 5(2), 21–36.
Cahyani, R. W., & Hardjana, A. K. (2015). Analisis vegetasi tegakan benih pada tiga areal HPH di Kalimantan Timur. In Pros Sem Nas Masy Biodiv Indon (pp. 597–601). https://doi.org/http://doi.org/10.13057/psnmbi/m010336
Dirjen RLPS (2004). Petunjuk teknis pembangunan dan pengelolaan sumber benih. (D. Iriantono & E. Suryaman, Eds.). Jakarta, Indonesia: Direktorat Jenderal Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial bekerjasama dengan Indonesia Forest Seed Project (IFSP).
Hersandi, L. (2014). Struktur dan Potensi Tegakan Hutan Tanaman Meranti (Shorea spp. ) di KHDTK Haurbentes Kabupaten Bogor. Institut Pertanian Bogor. (skripsi)
Hilwan, I., Mulyana, D., & Pananjung, W. . (2013). Keanekaragaman jenis tumbuhan bawah pada tegakan sengon buto (Enterolobium cyclocarpum Griseb .) dan trembesi (Samanea saman Merr .) di lahan pasca tambang batubara PT Kitadin, Embalut, Kutai Kartanagara, Kalimantan Timur. Jurnal Silvikultur Tropika, 4(1), 6–10.
Kemenhut. (2014). Statistik kawasan hutan 2013. Jakarta, Indonesia: Kementerian Kehutanan.
Kusmana, C., & Susanti, S. (2015). Komposisi dan Struktur tegakan hutan alam di Hutan Pendidikan Gunung Walat, Sukabumi. Jurnal Silvikultur Tropika, 05(3), 210–217.
Mawazin, & Subiakto, A. (2013). Keanekaragaman dan komposisi jenis permudaan alam hutan rawa gambut bekas tebangan di Riau. Forest Rehabilitation Journal, 1(1), 59–73.
Nussbaum, R. dan Hoe, A.L. 1996. Rehabilitation of Degraded Sites In Logged-Over Forest Using Dipterocarps. Dalam: A. Schulte dan D. Schone (ed): Dipterocarpas Forets Ecocystem, Towards Sustainable Management. World Scientific Publishing, Singapura, pp.446-463.
Panjaitan, S. (2013). Pertumbuhan dan komposis jenis permudaan alam pada rumpang tebangan di Kalimantan Selatan. Jurnal Penelitian Dipterokarpa, 7(2), 63–74.
Soerianegara I. Indrawan A. (2013). Ekologi hutan Indonesia. Bogor, Indonesia: Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.
Supriyanto, Stolte, K., Soekotjo, & Gintings, A. N. (2001). Forest health monitoring plot establishment. In Forest health monitoring to monitor the sustainability of-indonesian tropical rain forest (pp. 1–30). Bogor, Indonesia: ITTO.
© 2017 BPTPTH All rights reserved. Open access under CC BY-NC-SA license.doi: //doi.org/10.20886/bptpth.2017.5.2.81-94 81
UJI VIGOR UNTUK MENDUGA PERKECAMBAHAN BENIH DAN MUNCULNYA SEMAI NORMAL Acacia mangium DI PERSEMAIAN
Endang Pujiastuti dan Dede J. Sudrajat
UJI VIGOR UNTUK MENDUGA PERKECAMBAHAN BENIH DAN MUNCULNYA SEMAI NORMAL Acacia mangium DI PERSEMAIAN
(Vigour Test to Predict Seed Germination and Normal Seedling Emergence of
Acacia mangium in Nursery)
Endang Pujiastuti dan/and Dede J. Sudrajat Balai Penelitian dan Pengembangan Teknologi Perbenihan Tanaman Hutan Jl. Pakuan Ciheuleut PO BOX 105; Telp 0251-8327768, Bogor, Indonesia
e-mail: [email protected]; [email protected]
Naskah masuk: 30 Agustus 2017; Naskah direvisi: 12 Oktober 2017; Naskah diterima: 6 November 2017
ABSTRACTS
Standard germination does not always indicate seed lot potential performance, especially if field germination conditions are less than optimal. Seed vigour tests therefore have been proposed to detect more accurate differences in potential seed lot performance. This study is aimed to obtain more precise method to assess Acacia mangium seed vigour correlated to germination success in a greenhouse and normal seedling emergency in a nursery. Tests were conducted on 13 seed lots collected from some certified seed sources. Seed testing and nursery activities were carried out at the Seed Laboratory of Forest Tree Seed Technology Research & Development Centre, Bogor. Experimental designs were arranged in a completely randomized design with four replications for laboratory tests (standard germination, germination index, number of normal seedling in the first count, radicle length, tetrazolium test, controlled deterioration test, accelerated aging, conductivity test), germination in a greenhouse and direct sowing in a nursery. Results showed that all tests were significantly different for ranking seed vigor in the different seed lots. See d lot from Subanjeriji-2 provided the best germination performance in the greenhouse and direct sowingin the nursery, followed by seed lot from Parungpanjang, while seed lot from Kenangan had the lowest germination performance. The relationship between some laboratory tests, i.e. top paper test, germination index, and electrical conductivity test, and the greenhouse and nursery tests were significant. The electrical conductivity test had the highest accuracy with R2 = 0,6278 for greenhouse test and R2 = 0,4057 for nursery test. Overall, among all the laboratory tests, electrical conductivity test showed seeds well, so the usage of the electrical conductivity test for predicting normal seedling emergence could be suitable in A. mangium nursery programs. Keywords: germination, laboratory test, nursery, standard, vigour
ABSTRAK
Uji perkecambahan standar tidak selalu memberikan indikasi kinerja potensial kelompok benih, khususnya jika kondisi perkecambahan kurang optimal. Uji vigor benih ditujukan untuk mendeteksi perbedaan potensi kinerja kelompok benih secara lebih akurat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui metode yang paling tepat untuk mengkaji vigor benih Acacia mangium yang berhubungan dengan keberhasilan perkecambahan di rumah kaca dan munculnya semai normal di persemaian. Pengujian dilakukan terhadap 13 kelompok benih dari sumber benih bersertifikat. Pengujian benih dilakukan di Laboratorium Benih Balai Penelitian dan Pengembangan Teknologi Perbenihan Tanaman Hutan, Bogor. Desain penelitian dirancang dalam rancangan acak lengkap dengan 4 ulangan untuk uji laboratorium (uji perkecambahan standar, indeks perkecambahan, jumlah kecambah normal pada awal perhitungan, panjang akar, uji tetrazolium, uji penurunan terkontrol, uji pegusangan, dan uji konduktivitas listrik), perkecambahan di rumah kaca, dan tabur langsung di persemaian. Hasil penelitian menunjukkan bahwa semua tes memberikan perbedaan nyata untuk meranking vigor benih
82
Jurnal Perbenihan Tanaman Hutan Vol.5 No 2 Desember 2017: 81-94 p-ISSN : 2354-8568 e-ISSN : 2527-6565
dari kelompok benih berbeda. Kelompok benih asal Subanjeriji-2 memberikan kinerja perkecambahan terbaik di rumah kaca dan tabur langsung di persemaian, yang diikuti oleh kelompok benih asal Parungpanjang, sedangkan kelompok benih asal Kenangan mempunyai kinerja perkecambahan terendah. Hubungan antara uji laboratorium, yaitu uji standar di atas kertas, indeks perkecambahan, dan uji konduktivitas listrik, dengan uji rumah kaca dan persemaian memberikan korelasi yang nyata. Uji konduktivitas listrik mempunyai akurasi tertinggi dengan R2 = 0,6278 untuk uji rumah kaca dan R2 = 0,4057 untuk uji persemaian. Secara keseluruhan, uji konduktivitas listrik menunjukkan vigor benih yang baik, sehingga pengunaan uji konduktivitas listrik untuk pendugaan munculnya semai normal sangat cocok dalam upaya peningkatan keberhasilan persemaian A. mangium. Kata kunci: perkecambahan, persemaian,uji laboratorium, standar, vigor
I. PENDAHULUAN
Selama ini pengujian perkecambahan
benih di laboratorium dilakukan pada kondisi
optimal yang seringkali tidak cukup
menggambarkan kemampuan benih untuk
berkecambah dan tumbuh menjadi semai
normal dan sehat (Bonner, 1998 ; Noli et al.,
2008; Milosevic, Vujakovic, & Karagic, 2010;
Martin, et al., 2012). Kenyataan ini sering
menjadi pertanyaan praktisi persemaian yang
menerima benih dengan informasi daya
berkecambah tinggi pada label hasil uji,
namun memiliki daya berkecambah rendah
saat ditabur atau memiliki keberhasilan
menumbuhkan semai normal yang rendah saat
di persemaian (Sudharani & Padmasri, 2014).
Kondisi ini terjadi pula pada hasil-hasil
pengujian benih tanaman hutan (DBPTH,
2014). Perbedaan perkecambahan benih hasil
pengujian dengan penaburan di persemaian
kemungkinan disebabkan rendahnya vigor
benih. Pada uji perkecambahan standar di
laboratorium, benih bervigor rendah masih
memungkinkan tumbuh pada kondisi optimal,
tetapi tidak mampu tumbuh pada kondisi
penaburan di rumah kaca atau lapangan yang
dipengaruhi oleh berbagai faktor cekaman
lingkungan.
Untuk mengatasi masalah tersebut, uji
vigor dapat diterapkan untuk memprediksi
kemampuan tumbuh benih secara lebih akurat
(Milosevic et al., 2010). Vigor benih
merupakan salah satu parameter penting mutu
benih, dan berpotensi untuk mempengaruhi
kinerja perkembangan bibit, terutama pada
kondisi lingkungan yang beragam (Ghassemi-
Golezani, et al., 2010). Uji vigor untuk
menduga mutu benih tanaman telah menjadi
perhatian beberapa dekade terakhir (Wang, et
al., 2004; Marcos-Filho, 2015) khususnya
untuk jenis-jenis tanaman pertanian. Beberapa
penerapan metode uji vigor pada benih
tanaman hutan telah dilakukan seperti uji
konduktivitas (Bonner, 1986; Sorensen, et al.,
1996; ISTA, 2012), uji pengusangan
(Chaisurisri, Edwards & El-Kassaby, 1993;
ISTA, 2012), munculnya radikel dan uji
pengujian mutu benih beberapa lembaga
83
UJI VIGOR UNTUK MENDUGA PERKECAMBAHAN BENIH DAN MUNCULNYA SEMAI NORMAL Acacia mangium DI PERSEMAIAN
Endang Pujiastuti dan/and Dede J. Sudrajat
penurunan terkontrol (ISTA, 2012). Beberapa
studi menunjukkan adanya korelasi nyata
antara uji vigor dengan kemunculan semai
yang sehat dalam pembuatan bibit
(Naderidarbaghshahi, 2012 ; Khaliliaqdam, et
al., 2013). Uji-uji tersebut menurut Bonner,
(1998) dapat dikelompokkan menjadi 4 tipe,
yaitu uji pertumbuhan semai, uji cekaman, uji
biokimia, dan pengukuran laju
perkecambahan.
Kajian vigor benih mempunyai banyak
implikasi penting untuk industri benih sebagai
dasar monitoring kondisi fisiologis benih
selama tahap produksi dan strategi pemilihan
kelompok benih bermutu tinggi untuk
memenuhi kebutuhan konsumen (Marcos-
Filho, 2015). Semai yang tumbuh cepat dan
seragam merupakan kunci untuk meyakinkan
konsumen terhadap keberhasilan penanaman
dan produktivitas tanaman (Bonner, 1998).
Sebagian besar penelitian vigor benih
dilakukan terhadap benih tanaman pertanian
dan hanya sedikit yang dilakukan pada benih
tanaman hutan, khususnya untuk tanaman
hutan tropis (Bonner, 1998). Penelitian
mengenai vigor benih tanaman hutan
diperlukan karena jenis-jenis potensial seperti
Acacia mangium telah banyak diperjualbelikan
dengan informasi daya berkecambah yang
sering tidak sesuai dengan keberhasilan
persemaian. Meskipun A. mangium
teridentifikasi rentan serangan penyakit akar
(Lee, 2004), namun karena pertumbuhan dan
daya adaptasinya yang tinggi, sampai saat ini
masih menjadi pilihan utama pembangunan
hutan tanaman industri (Hegde, Palanisamy &
Yi, 2013). Di Indonesia mangium digunakan
untuk memenuhi kebutuhan bahan baku pulp
dan kertas, dengan total luas tanaman
mencapai 1,78 juta ha (Kehutanan
Kementerian, 2013). Dengan demikian
kebutuhan benih A. mangium bermutu masih
sangat tinggi. Penelitian ini bertujuan untuk
mengevaluasi metode yang tepat untuk
mengkaji vigor benih A. mangium yang
berkolerasi dengan keberhasilan
perkecambahan dan persemaiannya.
II. BAHAN DAN METODE
A. Bahan dan Alat
Benih A. mangium dikumpulkan dari
beberapa lokasi sumber benih di Sumatera
Selatan, Riau, Kalimantan Selatan, Jawa
Tengah, dan Jawa Barat. Data kelompok benih
yang diuji dan status kelas sumber benihnya
disajikan pada Tabel 1. Bahan lain yang
digunakan dalam penelitian ini adalah kertas
merang, pasir, tanah, aquades, alkohol 70%,
garam tetrazolium (2,3,5–triphenil tetrazolium
chlorida), Na2HPO4.2H2O, KH2PO4, politube,
bak kecambah, plastik transparan, plastik klip,
label, dan lain-lain. Alat yang digunakan
diantaranya adalah germinator, oven,
inkubator, kaliper dan lain-lain.
84
UJI VIGOR UNTUK MENDUGA PERKECAMBAHAN BENIH DAN MUNCULNYA SEMAI NORMAL Acacia mangium DI PERSEMAIAN
Endang Pujiastuti dan Dede J. Sudrajat
Tabel (Table) 1. Daftar kelompok benih yang digunakan dalam penelitian (List of seed lots that used in this research)
Kelompok benih
(Seed lots)
Lokasi sumber benih (Location of seed source)
Kelas sumber benih
(Seed source classification)
Status penyimpanan benih (Storage status
of seed)
Kadar air benih (%)
(Seed water
content)
Berat 1000 butir
(gram) (1000 seeds
weight) SB-1 Subanjeriji, Sumatera
Selatan KBS Benih baru 6,2 12,34
SB-2 Subanjeriji, Sumatera Selatan
KBS Penyimpanan 1 tahun 5,4 10,81
SB-3 Subanjeriji, Sumatera Selatan
KBS Penyimpanan 2 tahun 3,4 11,20
SB-4 Wonogiri, Jawa Tengah KBS Benih baru 7,8 10,67 SB-5 Kenangan, Kalimantan
Timur KBS Benih baru 3,6 11,70
SB-6 Riam Kiwa, Kalimantan Selatan
APB Benih baru 7,4 7,64
SB-7 Pelalawan, Riau APB Benih baru 6,8 9,84 SB-8 Tanjung Jabung, Jambi APB Benih baru 6,1 11,50 SB-9 Tanjung Jabung, Jambi APB Penyimpanan 1 tahun 4,9 11,73 SB-10 Tanjung Jabung, Jambi APB Penyimpanan 2 tahun 4,8 11,77 SB-11 Tanjung Jabung, Jambi APB Penyimpanan 3 tahun 6,2 12,34 SB-12 Kertajati, Majalengka,
Jawa Barat - Benih baru 7,4 7,34
SB-13 Parungpanjang, Bogor, Jawa Barat
APB Benih baru 7,1 10,14
B. Prosedur Penelitian
Pengujian benih dilakukan di
Laboratorium Teknologi Benih Balai
Penelitian dan Pengembangan Teknologi
Perbenihan Tanaman Hutan, Bogor. Tahapan
kerja dan beberapa pengujian yang dilakukan
adalah sebagai berikut:
1. Penyiapan contoh kerja
Benih dikompositkan sehingga tercampur
secara merata untuk setiap kelompok
benihnya. Setiap kelompok benih tersebut
diberi label informasi asal benih. Contoh
kerja diambil dari kelompok benih tersebut
dengan cara acak parohan (ISTA, 2012;
Sudrajat et al., 2015).
2. Pengujian perkecambahan benih
standar di laboratorium
Pengujian perkecambahan dilakukan
dengan metode uji di atas kertas (UDK) di
germinator pada suhu 24-30° C dan
kelembaban 90-95%. Contoh uji dari setiap
kelompok benih berjumlah 4 ulangan
dengan masing-masing ulangan 100 butir
benih. Sebelum ditaburkan, benih diberi
Keterangan (Remark): penyimpanan benih dilakukan di ruang AC pada suhu 18-20° C dan kelembaban 50-60% (the seed lots storage is done in AC room at temperature of 18-20° C and humidity level of 50-60%)
85
UJI VIGOR UNTUK MENDUGA PERKECAMBAHAN BENIH DAN MUNCULNYA SEMAI NORMAL Acacia mangium DI PERSEMAIAN
Endang Pujiastuti dan/and Dede J. Sudrajat
perlakuan pendahuluan dengan
merendamnya di dalam air panas (80° C)
yang dibiarkan dingin selama 24 jam.
Penghitungan pertama perkecambahan
dilakukan pada hari ke-7 dan diakhiri pada
hari ke-21 (ISTA, 2012 ; Sudrajat et al.,
2015). Pengamatan dan perhitungan
tersebut dilakukan setiap 2 hari sekali.
3. Pengujian vigor benih
Parameter vigor benih yang diuji dalam
menentuan standar mutu benih adalah
indeks perkecambahan, jumlah kecambah
normal pada awal hitungan, panjang akar,
uji tetrazolium, uji penurunan terkontrol,
uji pengusangan, dan uji konduktivitas.
a. Indeks perkecambahan (Gi) dihitung
dengan rumus Maguire (1962) sebagai
berikut.
...........................................(1)
Keterangan: Gt = persen kecambah hari ke-n Tt = hari uji perkecambahan
b. Jumlah kecambah normal pada awal
hitungan ditentukan berdasarkan
hitungan awal perkecambahan benih
Acacia spp., yaitu hari ke-7 (ISTA,
2012).
c. Panjang akar diukur pada 10 kecambah
yang diambil secara acak dari uji
perkecambahan standar (uji di atas
kertas) per ulangan (4 ulangan) untuk
setiap kelompok benih. Pengukuran
akar dilakukan pada akhir
perkecambahan, yaitu hari ke-21
(ISTA, 2012).
d. Uji tetrazolium
Pengkondisian benih dilakukan dengan
melembapkan benih dalam air selama
24 jam. Untuk mempermudah
masuknya air, benih dilubangi
berlawanan arah dengan posisi
radikelnya sehingga tidak merusak titik
tumbuh benih. Kulit benih dikupas dan
benih dibelah menjadi dua keping
(kondisi radikel, plumula, kotiledon
terbagi dua). Kemudian benih direndam
dalam larutan tetrazolium 1% dalam
gelas piala dan dilapisi alumunium foil
(volume larutan 3 kali volume benih).
Masukan gelas piala tersebut ke dalam
oven dengan suhu 40°C selama 2 jam.
Kemudian tempatkan benih dalam
saringan, lalu dibilas dengan aquades
selama 30-60 detik. Penghitungan
benih viabel didasarkan pada pola
perwarnaan radikel, plumula dan
kotiledon (Zanzibar et al., 2003).
e. Uji penurunan terkontrol
Kadar air awal benih ditentukan
terlebih dahulu, setiap benih
ditempatkan dalam kantung alumunium
dan diatur untuk mendapatkan kadar air
20% dengan menambah air. Jumlah air
)Gi= (Gt
Tt
86
Jurnal Perbenihan Tanaman Hutan Vol.5 No 2 Desember 2017: 81-94 p-ISSN : 2354-8568 e-ISSN : 2527-6565
yang digunakan dihitung berdasarkan
rumus Wang (1989):
............... (2)
Keterangan: V = air yang diperlukan (mL) MCo = kadar air awal (%) MCr = kadar air yang diperlukan W = berat benih (g). Setiap kantung ditutup dan ditempatkan
dalam inkubator pada suhu 10°C
selama 24 jam sehingga imbibisi benih
berjalan lambat dan merata. Kemudian
kantung tersebut dipindahkan ke suhu
40°C selama 24 jam. Uji
perkecambahan dilakukan dengan 4
ulangan masing-masing 50 benih
(Wang et al., 2004).
f. Uji pengusangan
Pengusangan dilakukan dengan 4
ulangan masing-masing 100 butir benih
untuk setiap kelompok benih. Bak
plastik diisi air sebanyak seperempat
volume wadah dan di bagian atasnya
diletakkan tempat menyimpan benih,
kemudian wadah tersebut dimasukan ke
dalam inkubator pada suhu 43°C
selama 3 hari (Yulianti et al., 2002).
Setiap ulangan dikecambahkan dan
dihitung daya berkecambahnya.
g. Uji konduktivitas listrik
Uji konduktivitas dilakukan dengan 4
ulangan masing-masing 100 butir benih
setiap kelompok benih. Setiap ulangan
ditimbang dan dibilas dengan air untuk
menghilangkan kotoran. Benih
direndam dalam 100 mL air destilasi
dalam wadah/labu 150 mL. Benih
dalam labu diaduk untuk memeratakan
sebaran dan kontak benih dengan
cairan. Wadah/labu tersebut ditutup
serta disimpan pada suhu 20°C selama
24 jam. Konduktivitas air diukur
dengan conductivity meter dan hasilnya
dinyatakan dalam µs cm-1 g-1 (Sorensen
et al., 1996). Nilai konduktivitas diukur
dengan rumus:
......................................(3)
Keterangan: EC = nilai konduktivitas actual (µs
cm-1 g-1) A = nilai konduktivita cairan dan
contoh uji, B = nilai konduktivitas cairan tanpa
contoh uji C = berat contoh uji.
4. Uji perkecambahan di rumah kaca
Pengujian perkecambahan di rumah kaca
dilakukan dengan menggunakan media
pasir pada suhu 29-34° C dan kelembaban
60-75%. Benih dari setiap kelompok benih
ditabur dengan 4 ulangan masing-masing
100 butir benih. Perhitungan daya
berkecambah dilakukan setiap 2 hari sekali
hingga hari ke-21 setelah penaburan
(ISTA, 2012; Sudrajat et al., 2015).
V(mL)=100-MCo
100-MCrxW
.EC=
A-�B
C
87
UJI VIGOR UNTUK MENDUGA PERKECAMBAHAN BENIH DAN MUNCULNYA SEMAI NORMAL Acacia mangium DI PERSEMAIAN
Endang Pujiastuti dan/and Dede J. Sudrajat
5. Uji penaburan langsung di persemaian
Uji penaburan langsung dilakukan di
persemaian dengan intensitas cahaya 65%.
Sebanyak 4 ulangan pengujian dengan
masing-masing ulangan terdiri dari 100
butir benih disemaikan langsung pada
politube bervolume 300 cc. Media yang
digunakan adalah campuran tanah, pasir
dan kompos (2:1:1 v/v). Uji ini dilakukan
untuk mengetahui persentase keberhasilan
benih jadi semai yang sehat di persemaian.
Penghitungan benih berkecambah dan
tumbuh menjadi semai normal dilakukan
pada hari ke-30 (ISTA, 2012; Sudrajat et
al., 2015).
C. Analisis Data
Analisis statistik mengunakan program
SPSS 21 (IBM SPSS Statistics). Untuk
meningkatkan kenormalan data, transformasi
arcsin akar kuadrat digunakan terhadap data-
data persentase. Uji Duncan dilakukan untuk
membandingkan mutu kelompok benih secara
individual. Korelasi (Pearson) sederhana
dihitung untuk mengevaluasi hubungan antara
setiap hasil uji laboratorium dengan uji rumah
kaca dan persemaian.
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
1. Mutu benih berdasarkan pengujian yang
berbeda
Semua kelompok benih yang diuji
memberikan pengaruh yang nyata terhadap
semua metode uji perkecambahan di
laboratorium, uji vigor, uji di rumah kaca,
dan tabur langsung di persemaian. Dilihat
dari daya berkecambahnya baik pada
metode uji di atas kertas (uji standar ISTA,
2012), uji tetrazolium, uji pengusangan, uji
di rumah kaca, dan uji tabur langsung,
kelompok benih asal Subanjeriji 2 (SB-2)
memberikan hasil terbaik (Tabel 2).
Tabel (Table) 2. Parameter mutu benih berdasarkan beberapa uji perkecambahan, uji vigor dan uji tabur langsung benih Acacia mangium (Seed quality parameters of Acacia mangium based on several germination test, vigour test and direct sowing test in the nursery)
Kelompok benih
(Seed lots)
UDK (%)
IP JKA (mm)
PA (mm)
TZ (%)
PT (%)
PU (%)
UKL UDP (%)
UTL (%)
SB-1 87±3 bc 9,4±0,3 fg 20±2 cde 5,2±0,3 abcd 95±3 b 30±7 cd 84±1 b 1235±27 bc 64±20 c 40±6 e SB-2 99±2 a 12,8±0,4 bc 18±5 ef 5,0±0,6 bcd 100±0 a 56±20 ab 93±3 a 1016±11 ef 91±3 a 90±3 a SB-3 99±2 a 13,3±0,7 b 29±6 c 5,9±0,8 a 100±0 a 70±17 a 67±7 fg 962±35 f 76±12 abc 70±6 c SB-4 83±5 c 10,3±1,2 ef 19±5 def 4,6±0,5 cde 93±1 bc 35±5 cd 77±3 bcde 1090±80 de 81±6 ab 79±5 b SB-5 49±3 e 7,4±0,8 g 20±7 cde 4,7±0,5 cde 93±3 bc 21±5 d 72±3 def 1700±44 a 41±7 d 35±4 e SB-6 89±2 b 12,7±0,3 bcd 25±4 cde 3,9±0,4 e 92±4 bc 37±8 cd 71±4 efg 1087±59 de 73±6 bc 72±4 c SB-7 61±2 d 8,4±1,3 gh 19±8 def 5,1±0,3 abcd 77±2 d 58±20 ab 63±7 g 1260±52 b 74±13 ab 72±4 c SB-8 89±4 b 9,5±0,5 fg 10±3 g 5,2±0,4 abcd 93±3 bc 31±5 cd 76±7 cde 865±34 g 75±5 bc 71±8 c SB-9 92±2 b 11,3±0,9 de 17±4 ef 4,6±0,6 cde 94±3 bc 39±17 cd 83±3 bc 1103±52 d 76±10 bc 69±7 c SB-10 88±2 b 11,8±0,8 cd 20±2 cde 5,4±0,5 abcd 93±4 bc 31±4 cd 73±2 def 1058±53 de 72±1 bc 68±3 c SB-11 89±3 b 12,3±0,5 bcd 28±3 cd 4,9±0,6 bcd 94±2 bc 38±4 cd 78±7 bcde 950±77 f 72±14 bc 50±3 d
88
Jurnal Perbenihan Tanaman Hutan Vol.5 No 2 Desember 2017: 81-94 p-ISSN : 2354-8568 e-ISSN : 2527-6565
SB-12 87±6 bc 15,9±1,2 a 69±7 a 4,3±0,7 de 93±2 bc 41±3 bc 70±3 efg 1182±53 c 81±6 ab 80±2 b SB-13 87±2 bc 14,7±1,4 a 58±12 b 5,7±0,8 ab 91±2 c 32±9 cd 41±7 bc 937±64 fg 83±6 ab 83±2 ab Rata-rata 84,5 11,5 27,1 4,9 92,9 39,3 72,9 1118,8 73,7 67,6 SD 14,1 2,5 17,0 0,5 5,5 13,5 12,4 218,9 11,8 16,4 F hitung 67,08** 29,95** 35,91** 3,94* 22,47** 5,55** 10,33** 67,13** 5,67** 48,08**
Keterangan (Remark): lihat tabel 1 untuk informasi kelompok benih informasi kelompok benih. UDK=uji di atas kertas, IP=indeks perkecambahan, JKA=jumlah kecambah normal hitungan pertama pekecambahan, PA=panjang akar kecambah, TZ = uji tetrazolium, PT = uji penurunan terkontrol, PU =uji pengusangan, UKL = uji daya hantar listrik, UDP = uji di rumah kaca, ULT = uji tabur langsung di persemian. Huruf yang sama di belakang angka pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf 5%. ** pada baris F hitung menunjukkan sumber benih berpengaruh nyata terhadap parameter mutu benih. (Table 1 see for seed lots information. UDK = standard germination on paper test, IP = germination index, JKA = number of normal seedling in the first count, PA = radicle length, TZ = tetrazolium test, PT = controlled deterioration test, PU = accelerated aging test, UKL = conductivity test, UDP = germination in a greenhouse, ULT = direct sowing in a nursery. The same letter behind the numbers in the same column shows not significantly different at level of 5%. ** in F hitung bar shows that seed lots have significant effects on seed quality parameters)
Kelompok benih SB-2 tersebut
memberikan daya berkecambah pada uji di
rumah kaca 91% dan tabur langsung pada
media semai dalam politube di persemaian
sebesar 90%, yang disusul dengan kelompok
benih asal Parungpanjang (SB-13) yang
memberikan daya berkecambah 83% pada uji
di rumah kaca dan uji tabur di persemaian.
Hasil uji laboratorium, perkecambahan di
rumah kaca dan penaburan langsung di
persemaian terendah diberikan oleh kelompok
benih asal Kenangan (SB-5) dengan daya
berkecambah berdasarkan uji di atas kertas
49%, uji di rumah kaca 41%, dan uji tabur
langsung di persemaian 35%.
2. Hubungan antara uji laboratorium, uji
di rumah kaca dan tabur langsung di
persemaian
Koefisien korelasi menunjukkan bahwa
bahwa uji di atas kertas sebagai metode
pengujian standar di laboratorium berkorelasi
dengan indeks perkecambahan (r= 0,668), uji
tetrazolium (r= 0,625), uji konduktivitas listrik
(r= -0,837), uji di rumah kaca (r= 0,726) dan
uji tabur langsung di persemaian (r= 0,493)
(Tabel 3). Korelasi antara pengujian daya
berkecambah standar dengan daya
berkecambah dan kemampuan tumbuh sehat di
lapangan juga dilaporan oleh Tavocoli et al.,
2005). Untuk korelasi dengan uji di rumah
kaca dan uji tabur langsung di persemaian,
beberapa uji vigor menunjukkan korelasi yang
nyata, yaitu uji di atas kertas, indeks
perkecambahan, dan uji konduktivitas listrik.
Koefisien korelasi antar parameter-parameter
tersebut dengan uji di rumah kaca dan uji tabur
langsung paling tinggi ditunjukkan oleh
korelasi antara uji konduktivitas listrik dengan
uji di rumah kaca (r= -0,784) dan dengan uji
tabur langsung di persemaian (r= -0,590)
(Tabel 3).
89
UJI VIGOR UNTUK MENDUGA PERKECAMBAHAN BENIH DAN MUNCULNYA SEMAI NORMAL Acacia mangium DI PERSEMAIAN
Endang Pujiastuti dan Dede J. Sudrajat
Tabel (Table) 3. Korelasi sederhana (Pearson) antar uji perkecambahan, uji vigor dan uji tabur langsung di persemaian pada benih Acacia mangium (Pearson correlation test between several germination test, vigour test and direct sowing test in the nursery on Acacia mangium seeds)
Parameter (Parameters)
UDK IP JKA PA TZ PT PU UKL UDP
IP 0,668** JKA 0,115 0,766** PA 0,175 0,011 -0,025 TZ 0,629* 0,368 -0,003 0,117 PT 0,341 0,282 0,014 0,297 0,033 PU 0,243 -0,271 -0,582* -0,336 0,440 0,030 UKL -0,837** -0,545* -0,077 -0,326 -0,259 -0,320 0,062 UDP 0,726** 0,651** 0,268 0,103 0,123 0,506* -0,009 -0,784** UTL 0,493* 0,590* 0,298 0,015 0,003 0.459 -0,180 -0,590* 0,896**
Keterangan (Remark): UDK = uji di atas kertas, IP = indeks perkecambahan, JKA = jumlah kecambah normal hitungan pertama perkecambahan, PA = panjang akar kecambah, TZ = uji tetrazolium, PT = uji penurunan terkontrol, PU = uji pengusangan, UKL = uji daya hantar listrik, UDP = uji di rumah kaca, ULT = uji tabur langsung di persemaian, ** =berkorelasi sangat nyata pada taraf 99%, * = berkorelasi nyata pada taraf 95% (UDK = standard germination on paper test, IP = germination index, JKA = number of normal seedling in the first count, PA = radicle length, TZ = tetrazolium test, PT = controlled deterioration test, PU = accelerated aging test, UKL = conductivity test, UDP = germination in a greenhouse, ULT = direct sowing in a nursery. ** = very significantly correlated at level of 99%, * = significantly correlated at level of 95%)
Gambar (Figure) 1. Hubungan linear daya berkecambahan uji di atas kertas dengan daya berkecambah uji di rumah kaca (A), dan jumlah semai normal pada uji tabur langsung di persemaian (B) (Linear correlation between seed germination level of paper test and seed germination level of greenhouse test (A), and number of normal seedling in nursery test (B))
Daya berkecambah uji di atas kertas (%)Seed germination level of paper test (%)
y = 0.6087x + 22.313R² = 0.5274
Day
a b
erke
cam
bah
uji
rum
ah k
aca
(%)
Seed
ger
min
ati
on
leve
l of
gre
enh
ou
se t
est
(%) 100
90
80
70
60
50
40
30
20
10
00 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100
Daya berkecambah uji di atas kertas (%)Seed germination level of paper test (%)
y = 0.5726x + 19.207R² = 0.2431
Sem
ai n
orm
al d
i per
sem
aian
(%
)N
um
ber
of
no
rma
l see
dlin
gs
in n
urs
ery
(%)100
90
80
70
60
50
40
30
20
10
0
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100
90
Jurnal Perbenihan Tanaman Hutan Vol.5 No 2 Desember 2017: 81-94 p-ISSN : 2354-8568 e-ISSN : 2527-6565
Gambar (Figure) 2. Hubungan linear indeks perkecambahan dengan daya berkecambah uji di
rumah kaca (A) dan semai normal pada uji tabur langsung di persemaian (B) (Linear correlation between germina tion index and seed germination level of greenhouse test (A), and number of normal seedling in nursery test (B))
Gambar (Figure) 3. Hubungan linear uji daya hantar listrik dengan daya berkecambah uji di rumah
kaca (A) dan semai normal pada uji tabur langsung di persemaian (B) (Linear correlation between electrical conductivity test and seed germination level of greenhouse test (A), and number of normal seedlings in nursery test (B))
B. Pembahasan
1. Mutu benih berdasarkan pengujian yang
berbeda
Walaupun kelompok benih SB-2
(Subanjeriji, 1 tahun penyimpanan)
menunjukkan nilai daya kecambah terbaik
(Tabel 2), namun jika dibandingkan dengan
beberapa kelompok benih yang telah
mengalami penyimpanan lainnya, SB-3
(Subanjeriji, 2 tahun penyimpanan), SB-9
(Tanjung Jabung, 1 tahun penyimpanan), SB-
10 (Tanjung Jabung, 2 tahun penyimpanan),
Day
a b
erke
cam
bah
uji
rum
ah k
aca
(%)
Seed
ger
min
ati
on
leve
l of
gre
enh
ou
se t
est
(%)
Indeks perkecambahan (Germination index)
y = 3.1159x + 37.865R² = 0.4233
100
90
80
70
60
50
40
30
20
10
00 2 4 6 8 10 12 14 16 18
Sem
ai n
orm
al d
i per
sem
aian
(%
)N
um
ber
of
no
rma
l see
dlin
gs
in n
urs
ery
(%)
Indeks perkecambahan (Germination index)
y = 3.9151x + 22.501R² = 0.348
100
90
80
70
60
50
40
30
20
10
0
0 2 4 6 8 10 12 14 16 18
Day
a b
erk
eca
mb
ah u
ji ru
mah
kac
a (%
)Se
ed g
erm
ina
tio
n le
vel o
f g
reen
ho
use
tes
t (%
)
Uji konduktivitas listrik (ms/cm/g)Electrical conductivity test (ms/cm/g)
y = 30.0427x + 121.59R² = 0.6278
100
90
80
70
60
50
40
30
20
10
0
700 900 1100 1300 1500 1700
Sem
ai n
orm
al d
i pe
rse
mai
an (
%)
Nu
mb
er o
f n
orm
al s
eed
ling
in n
urs
ery
(%)
Uji konduktivitas listrik (ms/cm/g)Electrical conductivity test (ms/cm/g)
y = 0.0476x + 120.89R² = 0.4057
100
90
80
70
60
50
40
30
20
10
0700 900 1100 1300 1500 1700
91
UJI VIGOR UNTUK MENDUGA PERKECAMBAHAN BENIH DAN MUNCULNYA SEMAI NORMAL Acacia mangium DI PERSEMAIAN
Endang Pujiastuti dan/and Dede J. Sudrajat
SB-11 (Tanjung Jabung, 3 tahun
penyimpanan) menunjukkan daya
berkecambah yang secara umum tidak berbeda
nyata. Bahkan pada beberapa kelompok benih,
benih yang disimpan menunjukkan hasil yang
lebih baik seperti pada kelompok benih asal
Subanjeriji (yang tidak disimpan). Hal ini
menunjukkan bahwa benih A. mangium
memiliki watak sangat ortodoks (true
orthodox) yang mampu disimpan hingga
beberapa tahun dalam kondisi kadar air rendah
tanpa mengalami penurunan daya
berkecambah yang berarti (Hegde et al.,
2013). Secara umum perbedaan mutu
fisiologis benih antar kelompok benih lebih
disebabkan oleh kinerja penanganan benih
(Barner & Ditlevsen, 1988) yang dimulai dari
pengumpulan, pemrosesan, hingga
penyimpanan benih. Selain itu, faktor
lingkungan selama masa pembungaan dan
pembuahan genetik dapat berpengaruh
terhadap mutu fisiologis benih antar kelompok
benih (Maity & Chakrabarty, 2013; Walsh et
al., 2014).
Hasil uji di rumah kaca dan uji tabur
langsung di persemaian menunjukkan nilai
yang lebih rendah dibandingkan uji di atas
kertas sebagai uji standar untuk A. mangium.
Uji di atas kertas dilakukan pada kondisi
optimal dengan suhu dan kelembaban yang
relatif konstan dan dengan stres yang
minimum dengan suhu berkisar antara 26-30°
C dan kelembaban 90-95% (ISTA, 2012). Uji
di rumah kaca dan uji tabur langsung relatif
mendapatkan kondisi cekaman lingkungan
yang lebih banyak dengan suhu berkisar antara
29-34° C dan kelembaban 60-75%. Hal ini
direfleksikan dengan kemunculan kecambah
yang lambat dan penurunan jumlah kecambah
normal yang tumbuh. Secara umum, uji di atas
kertas dan uji tetrazolium cenderung
memberikan hasil overestimate dalam
menduga daya berkecambah pada penaburan
di media pasir dan uji tabur langsung di
persemaian (Kan et al., 2010; Khaliliaqdam et
al., 2013; Naderidarbaghshahi & Bahari,
2012).
2. Hubungan antara uji Laboratorium, uji
di rumah kaca dan tabur langsung di
persemaian
Beberapa penelitian sebelumnya
melaporkan adanya korelasi yang nyata antara
uji lapang (perkecambahan di rumah kaca dan
tabur langsung) dengan uji perkecambahan
standar, indeks perkecambahan, (Kan et al.,
2010), dan uji konduktivitas listrik (Vieira, et
al., 1999b ; Wang et al., 2004). Berbeda
dengan hasil penelitian Naderidarbaghshahi
dan Bahari (2012) yang melaporkan korelasi
antar uji laboratorium dengan uji tabur
langsung menunjukkan hasil yang tidak nyata.
Perbedaan karakteristik jenis benih, asal benih
dan penanganan benih dapat menjadi
92
Jurnal Perbenihan Tanaman Hutan Vol.5 No 2 Desember 2017: 81-94 p-ISSN : 2354-8568 e-ISSN : 2527-6565
ketidaksamaan hasil dari beberapa penelitian
tersebut.
Meskipun uji di atas kertas dan indeks
perkecambahan berkorelasi nyata dengan
munculnya kecambah normal di rumah kaca
dan persemaian (Tabel 3), namun uji
konduktivitas lebih akurat untuk menduga
munculnya kecambah normal di rumah kaca
(R2= 0,6278) dan semai normal di persemaian
(R2= 0,4057) (Gambar 3). Hal yang sama
dilaporkan Wang et al., (2004) yang
menunjukkan korelasi negatif yang nyata
antara konduktivitas listrik dengan munculnya
semai normal di lapangan. Selain itu menurut
Panobianco dan Veiera (1996) dan
Khaliliaqdam et al. (2013), uji konduktivitas
listrik sangat sensitif untuk merangking vigor
benih kedelai (Glycine max) dari kultivar
berbeda. Hal sebaliknya dilaporkan Wang dan
Hampton (1989) yang menyatakan bahwa uji
konduktivitas listrik tidak sebaik uji penurunan
terkontrol dan uji pengusangan dalam
menduga munculnya kecambah normal di
lapangan untuk benih red clover (Trifolium
pratense L). Perbedaan ini diduga disebabkan
oleh perbedaan fisik benih yang
mempengaruhi efektivitas setiap uji yang
digunakan.
Konduktivitas listrik ditujukan untuk
menguji potensi fisiologis benih. Uji ini
mengevaluasi secara tidak langsung tingkat
kerusakan membran seluler dengan
menentukan jumlah ion terlarut dalam volume
tertentu air terdeionisasi. Benih yang
mengalami penurunan, membran selnya
menjadi kurang keras dan lebih dapat ditembus
air. Benih dengan potensi fisiologis rendah
memiliki jumlah elektrolit yang lebih besar
sebagai konsekuensi dari kemampuan
menyaring membran seluler yang rendah.
Penurunan potensi fisiologis dan daya
berkecambah benih secara langsung
berhubungan dengan meningkatnya jumlah ion
terlarut yang dihasilkan dari hilangnya daya
Mahjabin et al., 2015).
Penelitian ini memberi konfirmasi bahwa
uji konduktivitas listrik lebih cocok untuk
benih A. mangium dibandingkan uji vigor
lainnya. Penggunaan uji konduktivitas untuk
mengkaji vigor benih makin meningkat setiap
waktunya, pertama kali di Eropa dan Amerika
Serikat seperti yang dilakukan oleh Heydecker
(1969), Gill dan Delouche (1973), dan Loeffler
et al. (1988). Kemudian dikembangkan juga di
Brazil dan diikuti oleh banyak peneliti lainnya
(Marcos-Filho, 2015), yang membuat uji ini
digunakan makin luas di dalam program
penelitian pengujian vigor benih.
IV. KESIMPULAN
Uji vigor yang digunakan dalam
penelitian ini mampu membedakan mutu benih
dari beberapa asal sumber benih. Kelompok
benih asal Subanjeriji (SB-2) memberikan
kinerja perkecambahan dan munculnya semai
gabung membran (Vieira et al., 1999a;
93
UJI VIGOR UNTUK MENDUGA PERKECAMBAHAN BENIH DAN MUNCULNYA SEMAI NORMAL Acacia mangium DI PERSEMAIAN
Endang Pujiastuti dan/and Dede J. Sudrajat
normal terbaik yang diikuti oleh kelompok
benih asal Parungpanjang (SB-13), sedangkan
kelompok benih asal Kenangan (SB-5)
memberikan kinerja terendah. Uji standar (uji
di atas kertas) dan uji vigour (indeks
perkecambahan dan uji konduktivitas listrik)
berkorelasi nyata dengan munculnya
kecambah normal di rumah kaca dan
persemaian, namun uji konduktivitas listrik
lebih akurat untuk menduga munculnya
kecambah normal di rumah kaca (R2= 0,6278)
dan persemaian (R2= 0,4057) sehingga uji
konduktivitas listrik dapat dijadikan uji yang
akurat untuk menduga vigor benih A.
mangium.
UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis berterima kasih kepada PT. Musi
Hutan Persada Sumatera Selatan, PT. Riau
Andalan Pulp and Paper Riau, PT. Wira Karya
Sakti Jambi, PT. ITCI Kalimantan Timur,
Balai Besar Pemuliaan dan Bioteknologi
Tanaman Hutan Yogyakarta , dan Perum
Perhutani atas bantuan sampel benih A.
mangium untuk penelitian ini.
DAFTAR PUSTAKA Barner, H., & Ditlevsen. (1988). Strategies and
procedures for an integrated national tree-seed programe for seed procurement, tree improvement and genetic resources. Lecture Note A-1, Danida Forest Seed Centre. Denmark.
Bonner, E. (1986). Measurement of seed vigor for
loblolly and slash pines. Forest Science, 32, 170–178.
Bonner, F. T. (1998). Testing tree seeds for vigor: A review. Seed Tehcnology , 20(1), 5–17.
Chaisurisri, K., Edwards, D. G. W., & El -Kassaby, Y. A. (1993). Accelerated aging of Sitka spruce seeds. Silvae Genetica, 42,303–30.
DBPTH. (2014). Lokakarya penyusunan Standar Mutu Benih dan Mutu Bibit Tanarnan Hutan. In Kebijakan pengujian benih. Solo, 4-7 November 2014: Direktorat Bina Perbenihan Tanaman Hutan. Jakarta.
Ghassemi-Golezani, K., Bakhshy, Y., Raey, J., & Hossenizadeh-Mahotchi, A. (2010). Seed vigor and field performance of winter oilseed rape (Brassica napus L.) cultivars. Not Botany Hort Agro-Botanica Cluj, 38, 146–150.
Gill, N. S., & Delouche, J. . (1973). Proceedings of the Association of Official Seed Analysts 63. In Deterioration of seed corn during storage. (pp. 35–50).
Hegde, M., Palanisamy, K., & Yi, J. S. (2013). Acacia mangium Willd. - A fast growing tree for tropical plantation. Journal of Forest Science, 29(1), 1–14.
Heydecker, W. (1969). Proceedings of the International Seed Testing Association 34. In The vigour of seeds: a review (pp. 201–2019).
ISTA. (2012). International rules for seed testing : Edition 2012. Bassersdorf CH. Switzerland: International Seed Testing Association.
Kan, Z. A., Shah, P., Mohd, F., Khan , H., Amanullah, A., Pervin, S., … Zubair, M. (2010). Vigor tests used to rank seed lot quality and predict field emergence in wheat. Pakistan Journal of Botany, 42(5), 3147–3155.
Kehutanan Kementerian. (2013). Statistik kehutanan Indonesia. Jakarta: Pusat Informasi dan Dokumentasi Kehutanan, Kementerian Kehutanan.
Khaliliaqdam, N., Soltani, A., Latifi, N., & Far, F. G. (2013). Laboratory tests for predicting emergence of soybean cultivars. Plant Knowledge Journal, 2(2), 89–93.
Lee, S. S. (2004). Diseases and potential threats to Acacia mangium plantations in Malaysia.
94
Jurnal Perbenihan Tanaman Hutan Vol.5 No 2 Desember 2017: 81-94 p-ISSN : 2354-8568 e-ISSN : 2527-6565
Unasylva, 287(55), 31–35.
Loeffler, T. M., TeKrony, D. M., & Egli, D. B. (1988). The bulk conductivity test as an indicator of soybean seed quality. Journal of Seed Technology , 12, 37–53.
Mahjabin, Bilal, S., & A.B., A. (2015). Physiological and biochemical changes during seed deterioration: A review. International Journal of Recent Scientific Research Research, 6(4), 3416–3422.
Maity, A., & Chakrabarty, S. K. (2013). Effect of environmental factors on hybrid seed quality of Indian mustard (Brassica juncea). African Journal of Agriculture Research, 8(48), 6213–6219.
Marcos-Filho, M. (2015). Seed vigor testing: an overview of the past, present and future perspective. Scientia Agricola, 72(4), 363–374.
Martin, A. B. N., Marini, P., Bandeira, J. M., Villela, A., & Moraes, D. M. (2012). Analysis of seed quality: A nonstop evolving activity. African Journal of Agricultural Research, 9(49), 3549–3554.
Milosevic, Vujakovic, M., & Karagic, D. (2010). Vigour tests as indicators of seed viability. Genetika, 42(1), 103–118.
Naderidarbaghshahi, M., & Bahari. (2012). Assessment the relationship between seed vigor tests and seed field performance of some forage crops of Iran. International Journal of Agriculture and Crop Sciences, 4(23), 1763–1766.
Noli, E., Casarini, G., Urso, G., & Conti, S. (2008). Suitability of three vigour test procedures to predict field performance of early sown maize seed. Seed Science and Technology , 36, 168–176.
Sorensen, A., Laurisen, E. B., & Thomsen, K. (1996). Electrical conductivity test. Danida Forest Seed Centre. Humlebaek .
Sudharani, M., & Padmasri, A. (2014). Assessment of seed vigour tests for relative storability and field performance in cotton. IOSR Journal of Agriculture and Veterinary Science , 7(9), 59–62.
Sudrajat, D., Nurhasybi, & Yulianti. (2015). Standar Pengujian dan mutu benih tanaman
hutan. Bogor: Forda Press.
Tavacoli H, Behesti A, & Nasirimhalati M. (2005). Assessment of seed alfalfa quality by seed tests. Journal of Agronomic Research 3(1),25-32.
Vieira, R. D., Paiva, A. J. A., & Perecin, D. (1999). Electrical conductivity and field performance of soybean seeds. Seed Technology, 21, 15–24.
Vieira, R. D., Paiva-Aguero, J.A., Perecin, D., & Bittencourt, S. R. (1999). Correlation of electrical conductivity and other vigor tests with field emergence of soybean seedlings. Seed Science and Technology , 27, 67–75.
Walsh, S., Potts, M., Remington, T., Sperling, L., & Turner, A. (2014). Defining seed quality and principles of seed storage in a smallholder context. Seed Storage Brief 31,Catholic Relief Services, Nairobi.
Wang, Y. R., & Hampton, J. G. (1989). Proceedings of the clover vigour testing. In Red clover (Trifoliumpratense L.). seed quality (pp. 63–68). Agronomy Society New Zealand.
Wang, Y. R., Yu, L., Nan, Z. B., & Liu, Y. L. (2004). Vigor tests used to rank seed lot quality and predict field emergence in four forage species, Crop Science,44, 535–541.
Yulianti, B., Cahyadi, & Ulfah, U. J. (2002). Pengaruh pengusangan dipercepat terhadap viabilitas benih Acacia mangium. Buletin Teknologi Perbenihan Bogor .
Zanzibar, M., Herdiana, N., Novita, I., Kartiana, E. R., Muharam, A., & Ismiati, E. (2003). Pedoman uji cepat viabilitas benih tanaman hutan. Buku I. Bogor: Publikasi Khusus Balai Penelitian Teknologi Perbenihan.
© 2017 BPTPTH All rights reserved. Open access under CC BY-NC-SA license.doi: //doi.org/10.20886/bptpth.2017.5.2.95-102 95
METODE PENGERINGAN POLONG UNTUK EKSTRAKSI DAN PENURUNAN KADAR AIR
BENIH SENGON LAUT (Falcataria moluccana (Miq.) Barneby & J.W. Grimes) Muhammad Zanzibar
METODE PENGERINGAN POLONG UNTUK EKSTRAKSI DAN PENURUNAN KADAR AIR BENIH SENGON LAUT (Falcataria moluccana (Miq.) Barneby & J.W. Grimes)
(Drying Method of Pods for Extracting and Decreasing of Seed Moisture Content of Sengon Laut
(Falcataria moluccana (Miq.) Barneby & J.W. Grimes)
Muhammad Zanzibar Balai Penelitian dan Pengembangan Teknologi Perbenihan Tanaman Hutan Jl. Pakuan Ciheuleut PO BOX 105; Telp 0251-8327768, Bogor, Indonesia
e-mail: [email protected]
Naskah masuk: 27 September 2017; Naskah direvisi: 6 November 2017; Naskah diterima: 22 November 2017
ABSTRACT
The process of initial handling of seeds is extraction which is using dry or wet methods. The objective of this research was to find out the suitable pod drying period for extracting seeds and decreasing of seed moisture content of sengon laut. The experimental design used was a complete randomized design (CRD). The main factor was drying method under the sun and using seed drier (40°C). The results showed that either sun drying for 2 days or use seed drier for 32 hours was the best method for extraction and decreasing of seed moisture content. Drying pods was enable to obtain safe seed moisture content for long-term storage of Falcataria molucana seeds. Keyword: drying, falcataria moluccana, moisture content, pod, seed
ABSTRAK
Ekstraksi adalah penanganan awal benih yang dapat dilakukan secara kering dan basah. Tujuan dari penelitian ini adalah menentukan metode pengeringan polong yang tepat untuk ekstraksi dan penurunan kadar air benih sengon laut. Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap (RAL). Faktor utama adalah metode pengeringan, yaitu penjemuran dengan sinar matahari dan menggunakan alat pengering (seed drier) pada suhu 40°C. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penjemuran selama 2 hari atau pengeringan dengan alat pengering selama 32 jam merupakan metode terbaik untuk ekstraksi dan penurunan kadar air benih. Pengeringan polong dapat dilakukan juga guna mendapatkan kadar air benih aman untuk penyimpanan jangka panjang jenis sengon laut. Kata kunci : benih, kadar air, penjemuran, polong, sengon laut
I. PENDAHULUAN
Keberhasilan penyimpanan benih sangat
dipengaruhi oleh kadar air awal (Justice &
Bass, 2012). Benih mengalami kerusakan
akibat kelembapan udara yang tinggi karena
benih merupakan makhluk hidup yang apabila
disimpan pada kondisi sub optimum (suhu
dan kelembapan udara tinggi) akan terjadi
proses katabolisme yaitu peroksidasi lemak
yang mengakibatkan kerusakan membran serta
menghasilkan produk sampingan yang beracun
sehingga benih akan mengalami penurunan
vigor. Pada benih berpolong, kadar air polong
96
Jurnal Perbenihan Tanaman Hutan Vol.5 No 2 Desember 2017: 95-102 p-ISSN : 2354-8568 e-ISSN : 2527-6565
harus diturunkan terlebih dahulu untuk
mempermudah penanganan benih selanjutnya
(Rofiq, 2013).
Di lapangan, pengeringan polong sengon
laut dilakukan dengan cara dijemur di atas
lantai beralas terpal selama beberapa hari
sampai polong tersebut kering. Dari proses ini,
kadar air polong diturunkan sampai pada
tingkat tertentu sehingga proses ekstraksi
dapat berlangsung dengan baik.
Menurut Irawati, Rahardjo dan Bintoro,
(2008) pengeringan benih adalah proses
hilangnya uap air dari dalam benih. Hal ini
terjadi karena suhu udara di sekitar benih
yang tinggi mengakibatkan gaya dorong antara
permukaan benih dengan udara ruang
pengering semakin meningkat. Semakin besar
perbedaan suhu antara udara ruang pengering
dengan permukaan benih, maka semakin
tinggi gaya dorong yang terjadi, sehingga
mengakibatkan penguapan air dari benih. Pada
kadar air benih yang optimal, serangan jamur,
aktivitas serangga dan enzim dapat
dikendalikan. Surki, Sharifzade, Afshari,
Hosseini, dan Gazor (2010) menyatakan
bahwa terdapat beberapa faktor yang
mempengaruhi kualitas pengeringan, yaitu:
suhu udara, kelembapan udara, dan kecepatan
udara pengeringan.
Pengaruh dari proses pengeringan yang
lama, telah banyak dilaporkan, misalnya
Babiker, Dullo, El Balla, dan Ibrahim (2010)
melaporkan bahwa pengeringan yang lambat
dapat mengakibatkan rendahnya viabilitas
benih yang dihasilkan. Kadar air benih yang
tinggi menyebabkan inisiasi perkecambahan
serta meningkatkan serangan jamur, sehingga
menyebabkan benih kehilangan viabilitasnya.
Pengeringan yang lambat juga mengakibatkan
menurunnya kapasitas produksi benih,
akibatnya pemenuhan kebutuhan benih kepada
konsumen menjadi terhambat. Pengeringan
polong yang berlebihan secara tidak langsung
akan berakibat buruk pada viabilitas benih.
Pada prinsipnya terdapat dua cara
penurunan kadar air benih, yaitu pengeringan
dengan cara penjemuran (sun-drying) dan
pengeringan dengan alat pengering (seed
drier) Keuntungan metode penjemuran adalah
energi yang didapat dari energi sinar matahari
sangat murah dan berlimpah terutama di
daerah tropis, sedangkan kerugiannya adalah
kadar air benih tak merata, karena penjemuran
tergantung pada keadaan cuaca, waktu yang
diperlukan lebih lama, dan banyak tenaga
kerja yang diperlukan. Sementara, pengeringan
dengan menggunakan alat pengering
(artificial-drying/seed drier) mempunyai
keuntungan di antaranya adalah kadar air yang
diperoleh relatif konstan, tidak tergantung
cuaca dan suhu. Waktu pengeringan dapat
diatur berdasarkan kondisi polong.
Kerugiannya adalah daya tampung polong
97
METODE PENGERINGAN POLONG UNTUK EKSTRAKSI DAN PENURUNAN KADAR AIR
BENIH SENGON LAUT (Falcataria moluccana (Miq.) Barneby & J.W. Grimes) Muhammad Zanzibar
yang dapat dikeringkan sangat terbatas, serta
dibutuhkan investasi yang relatif besar.
Tingkat penurunan kadar air pada ke dua
cara pengeringan perlu diketahui sehingga
kondisi benih masih aman untuk berkecambah
atau disimpan. Pengeringan pada suhu tinggi
dapat mengakibatkan kerusakan senyawa-
senyawa kimia dalam benih, misalnya protein
mengalami denaturasi dan koagulasi pada
suhu di atas 50°C, pada suhu di atas 60°C
mengakibatkan kualitas pati menjadi rusak,
sedangkan suhu di atas 70°C mengakibatkan
lemak mengalami dekomposisi. Aktivitas
enzimatik di dalam lemak akan aktif pada
kisaran suhu 40-45 °C dan akan berhenti pada
kisaran suhu 80-100 °C. Pengeringan yang
berlebihan dapat mengakibatkan penurunan
daya berkecambah, pemunculan anakan yang
abnormal, pengerasan kulit benih serta
kerusakan enzim (Chakraverty & Singh, 2001)
(Ashraf & Habib, 2011) . Cara perontokkan
benih dari polong sangat mempengaruhi
kondisi fisik, vigor dan rendemen benih yang
dihasilkan. Pada jenis sengon, kebiasaan
masyarakat adalah dengan cara memukul-
mukul polong, baik pada saat penjemuran atau
dimasukkan ke dalam karung. Penampakkan
fisik dan rendemen benih sangat tergantung
pada keterampilan dan pengalaman dari
pelaksananya sehingga perlu peningkatan
efisiensi ekstraksi dengan menggunakan alat
bantu. Tujuan penelitian ini adalah
menentukan metode pengeringan polong yang
tepat untuk ekstraksi dan penurunan kadar air
benih sengon laut.
II. BAHAN DAN METODE
A. Bahan dan Alat
Polong sengon laut diperoleh dari RPH
Manggis, BKPH Pare, KPH Kediri. Penelitian
pengeringan dilakukan di laboratorium Balai
Penelitian dan Pengembangan Teknologi
Perbenihan Tanaman Hutan pada bulan Juli-
Desember 2015.
B. Prosedur Penelitian
Polong yang digunakan adalah polong
yang telah mengindikasikan bahwa benih telah
mencapai masak fisiologis, yaitu berwarna
cokelat tua (Wibowo, 1989). Penjemuran
polong dilakukan di lantai jemur beralaskan
terpal. Penjemuran selama 6 jam perhari, yaitu
mulai pukul 08.00 – 14.00, masing-masing
selama 0, 1, 2, 3, 4 dan 5 hari (6 perlakuan).
Pengeringan polong dalam alat pengering
(seed drier) selama 4, 8, 12, 16, 20, 24, 28, 32,
36, 40, 44 dan 48 jam (12 perlakuan), pada
suhu 40oC sehingga total perlakuan sebanyak
18 perlakuan.
Setelah waktu pengeringan tercapai,
polong kemudian dipukul-pukul dalam karung
hingga benih terlepas, kemudian ditampi
(Sudrajat, Nurhasybi, & Yulianti, 2015).
Pengukuran kadar air polong dan benih
98
Jurnal Perbenihan Tanaman Hutan Vol.5 No 2 Desember 2017: 95-102 p-ISSN : 2354-8568 e-ISSN : 2527-6565
menggunakan metoda oven tetap pada suhu
102 + 3oC, selama 17 ± 1 jam (ISTA, 2010).
Benih yang dibutuhkan untuk kegiatan ini,
masing-masing adalah 18 (perlakuan) x 3
(ulangan) x 5 g (berat contoh) = 270 gram.
Perkecambahan dilakukan di rumah kaca,
menggunakan media campuran pasir dan tanah
(1 : 1, v/v). Sebelum dikecambahkan, benih
terlebih dahulu diberi perlakuan pendahuluan
dengan cara direndam dalam air panas (80oC)
dan dibiarkan hingga dingin. Ulangan
dilakukan sebanyak 3 kali, masing-masing
ulangan terdiri dari 100 butir. Jumlah benih
sengon laut yang dibutuhkan adalah : 18
(perlakuan) x 3 (ulangan) x 100 butir = 5.400
butir. Pengamatan perkecambahan dilakukan
selama 30 hari setelah benih ditabur. Kriteria
kecambah normal apabila telah muncul daun
pertama (ISTA, 2010).
C. Analisis Data
Penelitian menggunakan rancangan acak
lengkap (RAL). Faktor utama adalah metoda
pengeringan (alat pengering dan penjemuran
dengan sinar matahari). Parameter yang
diamati adalah kadar air polong, kadar air
benih dan daya berkecambah.
1. Kadar air polong/benih.
Kadar air adalah banyaknya kandungan
air dalam polong/benih yang diukur berdasar-
kan hilangnya kandungan air tersebut dan
dinyatakan dalam % terhadap berat asal contoh
(ISTA, 2010).
KA (%) = b – c/b – a x 100%.....................(1)
Keterangan : KA = kadar air a = berat wadah + tutup b = berat wadah + tutup + berat contoh
awal c = berat wadah + tutup + berat contoh
setelah pengeringan 2. Daya berkecambah (DB =%).
Daya berkecambah adalah kemampuan
benih untuk tumbuh dan berkembang menjadi
kecambah normal (ISTA, 2010).
DB (%) = ∑ KN/JB x 100 % .............…(2)
Keterangan : DB = daya berkecambah KN = kecambah normal JB = jumlah benih yang dikecambahkan
Kenormalan data menggunakan uji
Kolmogorov-Smirnov (Stanislus, 2006). Data
dianalisis smenggunakan analisis ragam dan
uji Duncan (Duncan multiple range test)
menggunakan program SAS (SAS Institute,
1985).
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
Metode pengeringan berpengaruh
terhadap parameter kadar air polong dan kadar
air benih sengon laut, namun peubah daya
berkecambah tidak berpengaruh nyata
terhadap daya berkecambah benih (Tabel 1).
99
METODE PENGERINGAN POLONG UNTUK EKSTRAKSI DAN PENURUNAN KADAR AIR
BENIH SENGON LAUT (Falcataria moluccana (Miq.) Barneby & J.W. Grimes) Muhammad Zanzibar
Tabel (Table) 1. Hasil uji beda Duncan pengaruh lama pengeringan terhadap kadar air polong, kadar air benih dan daya berkecambah sengon laut (The results of Duncan test of the effect drying treatment on the pod, seed moisture content and germination percentage of sengon laut)
Perlakuan pengeringan/Drying treatment
Kadar air polong/Pod
moisture content (%)
Kadar air benih/Seed
moisture content (%)
Daya berkecambah/ Germination percentage
(%)
Kontrol (Control) (7,76 + 0,13 )a (7,93 + 0,36) a (77,00+4,36) Penjemuran 1 hari (Sun drying for 1 day) (7,78+0,65) a (7,95 + 0,29) a (78,66+ 4,16) Penjemuran 2 hari (Sun drying for 2 days) (5,72+ 0,69) b (5,98 + 0,10) b (73,66 + 1,53) Penjemuran 3 hari (Sun drying for 3 days) (5,52 + 0,47 ) b (5,77 + 0,09) b (76,00 + 1,00) Penjemuran 4 hari (Sun drying for 4 days) (5,53+0,19) b (5,77 + 0,19) b (77,33+2,31) Penjemuran 5 hari (Sun drying for 5 days) (5,53 + 0,23) b (5,59 + 0,51) b (78,66+ 1,53) Alat pengering 4 jam (Seed drier for 4 hours) (7,70+ 0,09) a (7,94 + 0,05) a (76,33+9,07) Alat pengering 8 jam (Seed drier for 8 hours) (7,43 + 0,35) a (7,52 +0,03) a (81,66+3,21) Alat pengering 12 jam (Seed drierfor 12 hours) (7,46+ 0,14) a (7,56 + 0,11) a (74,44+ 3,21) Alat pengering 16 jam (Seed drier for 16 hours) (7,47 + 0,41) a (7,49+ 0,29) a (79,00+ 6,24) Alat pengering 20 jam (Seed drier for 20 hours) (7,51+ 0,44) a (7,56 + 0,12) a (77,66 + 6,81) Alat pengering 24 jam (Seed drier for 24 hours) (7,52 + 0,42) a (7,53 + 0,21) a (78,00+ 7,21) Alat pengering 28 jam (Seed drier for 28 hours) (7,44 + 0,11) a (7,59 + 0,08) a (77,33+ 4,04) Alat pengering 32 jam (Seed drier for 32 hours) (5,73 + 0,38) b (6,04 +0,03) b (78,66+ 4,62) Alat pengering 36 jam (Seed drier for 36 hours) (5,79+ 0,16) b (6,05+ 0,07) b (78,66+ 3,06) Alat pengering 40 jam (Seed drier for 40 hours) (5,75+ 0,43) b (6,11+0,14) b (77,00+ 1,53) Alat pengering 44 jam (Seed drier for 44 hours) (5,77+ 0,45) b (6,07 + 0,09) b (77,66+ 4,62) Alat pengering 48 jam (Seed drier for 48 hours) (5,74+ 0,69) b (6,09 +0,11) b (76,66+ 9,07)
Rata-rata (average) 6,70 6,79 77,50
SD 0,95 0,89 4,44 Nilai F hitung/F test 25,48** 74,14** 0,39
Keterangan (Remarks): Nilai-nilai yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada selang kepercayaan 99% (Values followed by the same letters on the same colm are not significantly different : a > b > c < d, etc.P = 99%). ** berbeda sangat nyata pada selang kepercayaan 99% (significant effect, P = 99%)
Perlakuan penjemuran selama sehari
dengan sinar matahari dan pengeringan dengan
alat pengering selama 4 hingga 28 jam tidak
berbeda nyata dengan kontrol. Rata-rata nilai
kadar air polong pada penjemuran 2 hingga 5
hari tidak berbeda nyata dengan perlakuan
pengeringan dengan alat pengering selama 32
hingga 48 jam.
Secara umum, metode pengeringan
polong sekaligus menurunkan kadar air polong
dan kadar air benih. Kecenderungan
penurunan kadar air polong lebih kurang sama
dengan penurunan kadar air benih, rata-rata
kadar air benih lebih tinggi dibandingkan
dengan kadar air polong pada masing-masing
perlakuan. Perlakuan penjemuran polong
hingga 5 hari atau pengeringan dengan alat
100
Jurnal Perbenihan Tanaman Hutan Vol.5 No 2 Desember 2017: 95-102 p-ISSN : 2354-8568 e-ISSN : 2527-6565
pengering hingga 48 jam tidak menyebabkan
perbedaan daya berkecambah. Rata-rata daya
berkecambah dari perlakuan penjemuran dan
alat pengering masing-masing 76,86% dan
77,75%.
B. Pembahasan
Penjemuran dengan sinar matahari
maupun pengeringan dengan alat pengering
untuk beberapa perlakuan telah mampu
menurunkan kadar air polong. Pada
pengeringan polong tersebut, selain terjadi
penurunan kadar air polong sekaligus diikuti
penurunan kadar air benihnya. Hal ini dapat
berjalan seiring karena sebelum dilakukan
pengeringan beberapa bagian polong telah
membuka, namun pada bagian-bagian yang
membuka tersebut benih belum mampu keluar
dari polong.
Rata-rata kadar air polong untuk setiap
perlakuan selalu lebih rendah bila
dibandingkan dengan kadar air benih. Hal
pertama kemungkinan disebabkan oleh kulit
benih sengon yang keras sehingga penguapan
yang terjadi berjalan sangat lambat. Penurunan
nilai kadar air polong/benih yang relatif teratur
itu kemungkinan disebabkan oleh rendahnya
variasi suhu selama pengeringan yang
merupakan kondisi ideal untuk pengeringan
polong. Kondisi terbaik pengeringan untuk
kegiatan ektraksi benih sengon adalah setelah
hari ke dua penjemuran dengan sinar matahari
(kadar air polong = 5,72%), atau bila
menggunakan alat pengering selama 32 jam
(kadar air polong = 5,73 %).
Pada kondisi kadar air polong yang sudah
rendah (7% – 8%), proses ekstraksi dapat
dilaksanakan lebih mudah karena polong-
polong tersebut lebih mudah hancur dan benih
lebih cepat keluar. Dalam melakukan
pengeringan polong perlu pula
mempertimbangkan faktor lain, yaitu biaya,
tenaga dan waktu. Penjemuran selama 2 hari
serta pengeringan dengan alat pengering
selama 32 jam relatif lebih praktis bila
dibandingkan dengan perlakuan-perlakuan
lainnya. Kadar air benih akan turun secara
gradual mengikuti pola penurunan kadar air
polong sehingga pada hari kedua setelah
dijemur atau 32 jam pengeringan dengan alat
pengering, masing-masing telah memiliki
kadar air yang aman untuk penyimpanan
jangka panjang, yaitu 5,98% dan 6,04%.
Fenomena ini memberikan implikasi bahwa
pengeringan polong jenis sengon laut dapat
sekaligus menurunkan kadar air benih.
Penjemuran hingga 5 hari serta
pengeringan dengan alat pengering selama 48
jam, benih sengon laut masih berkecambah
dengan baik dan tidak berbeda nyata dengan
perlakuan terbaik (dijemur 2 hari atau
dikeringkan 32 jam dengan alat pengering).
Selain itu, perlakuan tidak mengakibatkan
kerusakan struktur benih, atau kondisi ekstrem
misalnya pengerasan kulit benih yang
101
METODE PENGERINGAN POLONG UNTUK EKSTRAKSI DAN PENURUNAN KADAR AIR
BENIH SENGON LAUT (Falcataria moluccana (Miq.) Barneby & J.W. Grimes) Muhammad Zanzibar
menghambat perkecambahan. Kisaran nilai
kadar air secara umum antara 5,77% – 7,95%,
nilai kadar air tersebut masih dalam kisaran
watak benih ortodoks, khususnya famili
Leguminosae (Sukarman & Hasanah, 2003)
menyatakan bahwa kadar air 4%-8%
merupakan kadar air yang aman untuk
penyimpanan benih ortodoks dengan kemasan
kedap udara. Kadar air 0%-4% merupakan
kadar air yang terlalu ekstrim, dan pada
beberapa jenis benih mengakibatkan
terbentuknya benih keras.
Hasil penelitian Zanzibar dan Komar
(1988) menunjukkan bahwa pengeringan
polong mangium selama 6 hari tidak
menyebabkan penurunan daya berkecambah,
namun sesudahnya akan terjadi penurunan.
Hasil pengukuran suhu rata-rata
maksimum harian di lokasi penelitian saat itu
yaitu sebesar 47oC dan apabila dihubungkan
dengan peubah daya berkecambah benih, maka
pada kondisi tersebut belum mampu
menurunkan viabilitas. Hal ini memberikan
indikasi bahwa dalam pengeringan polong
baik untuk kegiatan ekstraksi maupun untuk
mendapatkan kadar air awal penyimpanan
yang sesuai untuk jenis sengon laut suhu
sekitar 47oC atau relatif sama dengan yang
biasa dilakukan selama ini yaitu di atas suhu
40oC. Setiap jenis berbeda suhu
pengeringannya, hal ini terlihat pada jenis
tusam (Chormaini & Harahap, 1982) bahwa
suhu pengeringan kerucut yang
menguntungkan adalah 50oC, pada suhu 40oC
terlalu rendah sehingga sisik kerucut tidak
membuka sempurna, sedangkan suhu 60oC
terlalu tinggi sehingga mematikan embrio
benih. Chakraverty dan Singh (2001)
melaporkan bahwa suhu udara pengeringan di
atas 50°C menyebabkan protein terdenaturasi,
dan dapat meningkatkan laju evaporasi benih,
namun dapat mengakibatkan tekanan
kelembapan menjadi berlebihan sehingga
merusak embrio dan menyebabkan benih
kehilangan viabilitasnya. Peng, Zhiyou,
Xiaohong dan Yeju (2011) menambahkan
bahwa kerusakan benih dimulai dari rusaknya
membran yang diindikasikan keluarnya
larutan-larutan elektrolit benih pada saat benih
direndam dalam air. Selain itu, semakin tinggi
suhu udara pengeringan, persentase benih
retak yang dihasilkan semakin tinggi. Lokasi
benih retak sangat mempengaruhi daya
berkecambah dan vigor benih. Keretakan
sampai pada embrio benih dapat
mengakibatkan turunnya viabilitas benih
(Surki et al., 2010 ; Rofiq, 2013).
IV. KESIMPULAN
Metode pengeringan polong terbaik untuk
ekstraksi dan penurunan kadar air benih
sengon laut adalah dengan cara dijemur selama
2 hari atau dikeringkan dengan alat pengering
(seed drier) selama setelah 32 jam.
102
Jurnal Perbenihan Tanaman Hutan Vol.5 No 2 Desember 2017: 95-102 p-ISSN : 2354-8568 e-ISSN : 2527-6565
UCAPAN TERIMA KASIH
Terima kasih kami sampaikan kepada
Adang Muharam dan Enok Kartiana yang
telah banyak membantu dalam pelaksanaan
penelitian ini serta Naning Yuniarti dalam
pengolahan data serta saran-saran perbaikan
penyempurnaan karya tulis ini.
DAFTAR PUSTAKA
Ashraf, A., & Habib, M. (2011). Ash (Fraxinus excelsior) seed quality in relation to seed deterioration under accelerated aging conditions. Afr. J. Biotechnol , 10, 6961–6972.
Babiker, A. Z., Dullo, M. E., El Balla, M. A. M., & Ibrahim, E. (2010). Effect low cost drying methods on seed quality of Sorghum bicolorn (L.) Monech. Afr. J. Plant Sci , 4(9), 339–345.
Chakraverty, A., & Singh, R. (2001). Postharvest Technology Cereals, Pulses, Fruit, and Vegetables. New Hampshire (US): Science Publishers, Inc.
Chormaini, M., & Harahap, R. M. (1982). Pengaruh Cara Ekstraksi Biji Terhadap Jumlah dan Persentase Perkecambahan Benih Pinus merkusii. Balai Penelitian Hutan Bogor. Laporan No.395.
Irawati, Rahardjo, B., & Bintoro, N. (2008). Perpindahan massa pada pengeringan vakum disertai pemberian panas secara konvektif (mass transfer of vacuum dryer with convective heat transfer). In Prosiding Seminar Nasional Teknik Pertanian . Yogyakarta.
ISTA. (2010). International Rules for Seed Testing . CH-Switzerland: International Standard Testing Asociation.
Justice, O. L., & Bass, L. . (2012). Prinsip dan Praktek Penyimpanan Benih. (P. Rennie
Roesli, Ed.) (Ed ke-3). Jakarta (ID): Raja Grafindo Persada.Terjemahan dari: Principal and Practice of Seed Storage.
Peng, Q., Zhiyou, K., Xiaohong, L., & Yeju, L. (2011). Effects of accelerated aging on physiological and biochemical characteristics of waxy and non waxy wheat seeds. J Northeast Agric, 18(2), 7–12.
Rofiq, M. (2013). Optimasi Pengeringan Benih Jagung dengan Perlakuan Prapengeringan dan Suhu Udara Pengeringan. Sekolah Pasca Sarjana IPB.
SAS Institute. (1985). SAS user’s guide: Statistcs. (5, Ed.) (5th ed.). SAS Institute Inc., Cary. NC.
Stanislus, S. (2006). Analisis Data dengan SPSS (2nd ed.). Yogyakarta: Graha Ilmu.
Sudrajat, J. S., Nurhasybi, & Yulianti, B. (2015). Standar Pengujian dan Mutu Benih Tanaman Hutan. Bogor: Forda Press.
Sukarman, & Hasanah, M. (2003). Perbaikan Mutu Benih Aneka Tanaman Perkebunan Melalui Cara Panen dan Penanganan Benih.
Surki, A. ., Sharifzade, F., Afshari, R. T., Hosseini, N. M., & Gazor, H. . (2010). Optimization of processing parameters of soybean seeds dried in a constant bed dryer using response surface methodology. J. Agr. Sci. Tech , 12, 409–423.
Wibowo, C. (1989). Pengaruh Tingkat Kemasakan Polong, Cara Ekstraksi dan Potensi Produksi Benih Jeunjing (Albizia falcataria (L) Folsberg). Direktorat Reboisasi dan Rehabilitasi Lahan, Balai Teknologi Perbenihan Bogor.Laporan No.68
Zanzibar, M., & Komar, T. . (1988). Tingkat Kemasakan dan Ekstraksi Benih Jenis Akasia (Acacia mangium Wild) dengan Cara Penjemuran.Direktorat Jenderal Reboisasi dan Rehabilitasi Lahan. Laporan No.46
© 2017 BPTPTH All rights reserved. Open access under CC BY-NC-SA license.doi: //doi.org/10.20886/bptpth.2017.5.2.103-114 103
KERAGAMAN MORFOLOGI BUAH, BENIH DAN BIBIT PONGAMIA (Pongamia pinnata (L.) Pierre) DI PULAU JAWA
Supriyanto, Iskandar Z Siregar, Ani Suryani, Aam Aminah, dan Dede J. Sudrajat
KERAGAMAN MORFOLOGI BUAH, BENIH DAN BIBIT PONGAMIA (Pongamia pinnata (L.) Pierre) DI PULAU JAWA
(Morphological Diversity of Fruits, Seeds and Seedlings of Pongamia
(Pongamia pinnata (L.) Pierre) in Java Island)
Supriyanto1, Iskandar Z Siregar1, Ani Suryani2, Aam Aminah3, dan/and Dede J. Sudrajat3
1)Departemen Silvikultur Fakultas Kehutanan IPB, Dramaga, Bogor, Indonesia 2) Departemen Teknologi Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian IPB , Dramaga, Bogor, Indonesia
3)Balai Penelitian dan Pengembangan Teknologi Perbenihan Tanaman Hutan Jl. Pakuan Ciheuleut PO BOX 105 ; Telp 0251-8327768,Bogor, Indonesia
e-mail: [email protected]
Naskah masuk: 2 Oktober 2017; Naskah direvisi: 21 November 2017; Naskah diterima: 25 November 2017
ABSTRACT
Pongamia (Pongamia pinnata (L.) Pierre) is one of a potential tree species to produce biodiesel. Pongamia-based biodiesel development program is still constrained by the availability of quality and quantity seeds due to the limited of seed sources. The purpose of this research was to identify the morphological diversity of fruits, seeds and seedlings from 5 populations in Java Island. Randomized completely design and randomized block design were used to assess the difference of fruits, seeds and seedlings morphological characteristics among populations. Principal component and hierarchy cluster analysis were used to explain variation pattern among populations. The results showed that the difference of populations was significantly affected by the difference of fruits, seeds, and seedlings morphology of pongamia. Seeds from Carita population showed good quality seed indicators with moisture content of 19.31%, and germination capacity of 74.50%. Sturdiness quotient of the seedling was 10.78. Contribution of genetic factor was higher than environtment factor is relation to the differences of morphological characteristics of fruits, seeds and seedlings of pongamia. Morphological character of the five populations can be divided into 3 groups, i.e. the first group of Batukaras and Kebumen, second group of Alas Purwo and Baluran, and group 3 was Carita. Keywords: fruit, Java Island, morphological diversity, pongamia, seedlings, seeds
ABSTRAK Pongamia (Pongamia pinnata (L.) Pierre) merupakan salah satu jenis pohon potensial untuk memproduksi biodiesel. Pengembangan biodiesel berbasis pongamia masih terkendala oleh ketersediaan benih bermutu yang sangat terbatas karena belum tersedia sumber benih yang baik. Tujuan dari penelitian ini adalah mengidentifikasi keragaman morfologi buah, benih dan bibit pongamia dari 5 populasi di Pulau Jawa. Rancangan acak lengkap dan rancangan acak kelompok digunakan untuk menguji perbedaan karakteristik morfologi buah, benih dan bibit antar populasi. Analisis komponen utama dan klaster hirarkhi digunakan untuk menerangkan pola keragaman antar populasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perbedaan populasi berpengaruh nyata terhadap morfologi buah, benih dan bibit pongamia. Benih asal Carita mengindikasikan benih yang berkualitas baik dengan kadar air 19,31%, daya kecambah 74,50%. dan kekokohan bibit 10,78. Kontribusi faktor genetik lebih tinggi daripada faktor lingkungan untuk perbedaan semua karakter morfologi buah, benih, dan bibit pongamia. Berdasarkan karakter morfologi, kelima populasi di Pulau Jawa dapat dibagi ke dalam 3 kelompok, yaitu kelompok 1 terdiri dari Batukaras dan Kebumen, kelompok 2 terdiri dari Alas Purwo dan Baluran serta kelompok 3 adalah Carita. Kata kunci: benih, bibit, buah, keragaman morfologi, pongamia, pulau Jawa
104
Jurnal Perbenihan Tanaman Hutan Vol.5 No 2 Desember 2017: 103-114 p-ISSN : 2354-8568 e-ISSN : 2527-6565
I. PENDAHULUAN
Pongamia (Pongamia pinnata (L.))
merupakan tanaman tahunan dengan tajuk
yang berbentuk payung. Pohonnya dapat
mencapai tinggi sekitar 15-20 m. Daun
berwarna hijau tua dan mengkilap (Bobade &
Khyade, 2012). Buah berupa polong
mempunyai tangkai yang pendek, ukuran
panjang 4,0 – 7,5 cm, lebar 1,7 – 3,2 cm, berisi
1-3 biji, dan tidak merekah bila masak. Biji
berbentuk elips berwarna cokelat kemerahan,
ukuran panjang 1,7 – 2,0 cm, lebar 1,2 – 1,8
cm.
Biji mempunyai potensi kandungan
minyak 30-40% yang mengandung sekitar
55% asam oleat (asam lemak kritis untuk
biodiesel berkualitas tinggi yang diperlukan
untuk transportasi), dengan potensi tahunan
produksi buah 3-5 ton per hektar (Scott,
Pregelj, Chen, & Gresshoff, 2008; Graham et
al., 2011; Kazakoff, Gresshoff, & Scott, 2011).
Melihat potensinya, pongamia sangat
menjanjikan untuk dikembangkan. Hingga saat
ini pongamia belum dibudidayakan secara
intensif, namun di beberapa daerah telah mulai
dirintis program budidaya pongamia untuk
memenuhi kebutuhan bahan baku biodiesel.
Untuk menunjang program tersebut, informasi
karakteristik populasi pongamia antara lain
dengan mengetahui karakteristik buah, benih
dan bibit pongamia sebagai bahan utama untuk
program penanaman sangat diperlukan.
Hasil-hasil penelitian tentang keragaman
karakteristik benih pongamia telah dilaporkan
Divakara, Upadhyaya, & Krishnamurthy
(2011) di India; Jiang et al., (2012) di South-
east Queenland dan Kuala Lumpur; dan
Ahlawat et al., (2016) di India. Namun
informasi keragaman morfologi pongamia di
Indonesia khususnya di Pulau Jawa masih
terbatas.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
mengkaji keragaman morfologi buah, benih
dan bibit pongamia dari 5 populasi di Pulau
Jawa. Informasi karakter morfologi buah,
benih dan bibit pongamia dapat dikaitkan
dengan upaya konservasi pongamia baik
secara insitu maupun eksitu serta program
pemuliaan pongamia dalam hubungannya
dengan tanaman sumber bahan baku biodiesel.
II. BAHAN DAN METODE
A. Bahan dan Alat
Penelitian menggunakan 5 populasi alami
pongamia di Pulau Jawa, yaitu : 1) populasi
Desa Carita (Provinsi Banten), 2) Desa
Batukaras, Kabupaten Pangandaran (Provinsi
Jawa Barat), 3) Desa Ambalresmi, Kabupaten
Kebumen (Provinsi Jawa Tengah), 4) Taman
Nasional Alas Purwo, Banyuwangi, dan 5)
Taman Nasional Baluran, Situbondo (Provinsi
Jawa Timur) (Gambar 1). Penelitian dilakukan
mulai bulan September 2015 sampai dengan
September 2016.
105
KERAGAMAN MORFOLOGI BUAH, BENIH DAN BIBIT PONGAMIA (Pongamia pinnata (L.) Pierre) DI PULAU JAWA Supriyanto, Iskandar Z Siregar, AamAmina h, dan Dede J. Sudrajat
Gambar (Figure) 1. Lokasi pengambilan sam-pel benih pongamia: (1) Carita, (2) Batukaras, (3) Kebumen, (4) Alas Purwo, (5) Baluran (Location of sampel collection of pongamia seeds: (1) Carita, (2) Batukaras, (3) Kebumen, (4) Alas Purwo, (5) Baluran)
Bahan yang digunakan dalam penelitian
ini terdiri dari buah, benih dan bibit pongamia
(Gambar 2) yang berasal dari 5 (lima) populasi
di Pulau Jawa. Buah dikumpulkan dari pohon
induk dari setiap lokasi berjumlah 5 - 10
pohon (Aminah, 2017). Sampel buah diambil
dari setiap pohon induk dengan jumlah yang
sama kemudian dikompositkan untuk setiap
populasi. Buah yang dikumpulkan dari setiap
lokasi selanjutnya diproses di Laboratorium
Teknologi Benih dan disemaikan di
Persemaian Stasiun Penelitian Nagrak, Balai
Penelitian dan Pengembangan Teknologi
Perbenihan Tanaman Hutan Bogor. Bahan
yang digunakan di antaranya adalah pasir,
tanah dan kompos sebagai media
perkecambahan dan pembibitan. Alat yang
digunakan terdiri dari kaliper dan timbangan
elektronik (digital balance).
(a) buah (b) benih (c) bibit
Gambar (Figure) 2. Bahan penelitian : (a) buah (b) benih dan (c) bibit pongamia (Research materials: (a) fruit, (b). seeds, (3) seedlings)
B. Prosedur Penelitian
Pengunduhan buah pongamia dilakukan
segera setelah buah masak dengan ciri-ciri
warna kulit buah hijau kecokelatan sampai
cokelat. Seleksi buah untuk bahan penelitian
berdasarkan penampilan buah yang baik, tidak
keriput, bebas dari hama dan penyakit dan
bebas dari luka mekanis, selanjutnya dilakukan
ekstraksi benih (Aminah, 2017).
Benih diekstraksi dari buah dengan
mengeluarkan dari cangkangnya. Cara ini
dapat dilakukan secara manual, dengan cara
memukul ujung buah dengan kayu hingga
terbuka dan benih mudah untuk dikeluarkan
(Aminah, 2017).
Untuk mengidentifikasi keragaman
parameter buah dan benih (panjang, diameter
dan berat buah dari benih segar serta
banyaknya benih per buah), setiap populasi
diwakili oleh 100 buah dan benih. Buah dan
benih kemudian diukur panjang dan
diameternya dengan menggunakan kaliper dan
beratnya diukur dengan timbangan elektronik.
106
Jurnal Perbenihan Tanaman Hutan Vol.5 No 2 Desember 2017: 103-114 p-ISSN : 2354-8568 e-ISSN : 2527-6565
Berat buah dan benih per kg ditentukan
dengan mengukur berat 100 butir benih
sebanyak 8 ulangan dan ditransformasikan ke
dalam berat 1000 butir. Selain itu dilakukan
juga pengujian kadar air dengan metode oven.
Benih disemai di rumah kaca dengan
menggunakan bak kecambah berukuran 25 cm
x 20 cm. Benih yang ditabur sebanyak 50
butir dengan 4 ulangan. Benih dinyatakan
berkecambah bila telah muncul sepasang daun
yang berkembang sempurna. Perkecambahan
benih diamati setiap hari selama 30 hari. Data
yang dicatat dan dihitung adalah daya
berkecambah, kecepatan berkecambah dan
rata-rata waktu berkecambah. Bibit disapih di
polybag berukuran diameter 12 cm dan tinggi
15 cm yang diisi media campuran tanah, pasir
dan kompos (2:1:1 v/v/v). Bibit-bibit tersebut
disusun dengan rancangan acak kelompok
lengkap dengan 4 ulangan. Setiap ulangan
terdiri dari 25 bibit yang disusun bujur sangkar
(5 bibit x 5 bibit). Setelah bibit berumur 3
bulan, sebanyak 9 bibit per ulangan yang
berada di bagian tengah kelompok bibit diukur
tinggi total, diameter pangkal leher akar,
jumlah daun, panjang daun, lebar daun dan
nilai kekokohan bibit. Panjang dan lebar daun
diukur dengan mengukur 2 pasang daun
bagian atas yang telah berkembang sempurna.
Indeks kekokohan bibit diukur dengan
membagi tinggi bibit (cm) dengan diameter
(mm).
C. Analisis Data
Rancangan acak lengkap digunakan untuk
menguji perbedaan karakteristik buah dan
benih, sedangkan rancangan acak kelompok
digunakan untuk menguji karakteristik bibit di
persemaian. Data dianalisis dengan analisis
ragam dan uji lanjut menggunakan Duncan’s
Multiple Range Test dengan taraf uji 5%.
Keragaman fenotipe untuk setiap karakter
dipisahkan ke dalam komponen-komponen
yang disebabkan oleh faktor genetik dan non
genetik (lingkungan) (Sudrajat, 2014).
Keragaman fenotipe (KF) adalah total
keragaman antar fenotipe ketika ditumbuhkan
pada suatu kisaran lingkungan, keragaman
genetik (KG) merupakan bagian dari
keragaman fenotipe yang dapat dijadikan
atribut untuk keragaman genetik antar
populasi, sedangkan keragaman galat (KL)
merupakan bagian dari keragaman fenotipe
yang disebabkan pengaruh lingkungan.
Untuk menentukan besarnya keragaman
populasi yang berkontribusi terhadap
keragaman total, heritabilitas dalam arti luas
(H2) dihitung sebagai berikut (Zheng, Sun,
Zhou, & Coombs., 2009)
? 2 = �� / (�� + �?).....................................(1)
Kemajuan genetik (GG) sebagai persentasi
dari asumsi seleksi 5% dari genetik superior
atau jumlah populasi (differensiasi seleksi
(DS) =2,06) dihitung dengan rumus :
GA = DS.H2. √KF; GG = (GA/X) x 100......(2)
107
KERAGAMAN MORFOLOGI BUAH, BENIH DAN BIBIT PONGAMIA (Pongamia pinnata (L.) Pierre) DI PULAU JAWA Supriyanto, Iskandar Z Siregar, AamAmina h, dan Dede J. Sudrajat
Keterangan: GA = perolehan genetik KF = keragaman fenotipe X = rata-rata parameter
Analisis komponen utama dan klaster
hirarkhi digunakan untuk menerangkan pola
keragaman antar populasi. Analisis komponen
utama juga digunakan untuk mengidentifikasi
karakter tanaman yang berkontribusi besar
terhadap keragaman dan mengelompokkan
populasi yang mempunyai karakteristik
morfologi buah, benih dan bibit yang sama.
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
Analisis ragam menunjukkan adanya
pengaruh nyata asal benih atau populasi
tempat tumbuh pongamia terhadap morfologi
buah (panjang buah, diameter buah, berat buah
dan banyaknya benih per buah), morfologi
benih (panjang benih, diameter benih dan berat
benih), perkecambahan (kadar air, daya
kecambah, waktu berkecambah dan kecepatan
berkecambah) serta morfologi bibit (tinggi
bibit, diameter bibit, panjang daun dan nilai
kekokohan semai bibit). Jumlah benih dalam
setiap buah dalam morfologi buah serta
jumlah daun dan lebar daun dalam morfologi
bibit tidak berbeda nyata. Jumlah benih dalam
setiap buah bervariasi, yaitu 1 - 2 butir benih
untuk semua populasi (Tabel 1).
Tabel (Table) 1. Variasi morfologi buah, benih dan bibit pongamia dari 5 populasi
(Variation of fruit, seed and seedling morphology from 5 populations).
Parameter (Paramaters)
Asal benih (Seeds source)
Carita Batukaras Kebumen Alas
Purwo Baluran
Morfologi buah(fruit morphology)
Panjang buah (mm) (Fruit length, mm)
54,75 a 52,48 b 42,95 d 44,49 cd 45,56 C
Diameter buah (mm) (Fruit diameter, mm)
17,10 bc 19,28 ab 17,63 bc 21,13 a 16,33 C
Berat buah (g) (Fruit weight, g)
2,98 bc 5,74 a 3,88 b 3,78 b 2,49 C
Jumlah benih per buah (butir) (Number of seed, butir/grain)
1,25 1,00 1,00 1,50 1,00
Morfologi benih(Seed morphology)
Panjang benih (mm) (Seed length, mm)
15,87 c 20,19 a 19,35 a 17,48 b 17,09 B
Diameter benih (mm) (Seed diameter, mm)
12,90 b 12,22 bc 12,87 b 14,92 a 12,02 C
Berat benih (g) (Seed weight, g)
1,33 b 1,54 a 1,59 a 1,64 a 1,09 C
Perkecambahan (Germination)
Kadar air (%)(Moisture content, %)
19,31 d 49,67 b 40,80 C 47,64 b 60,18 a
Daya kecambah (%)(Germination capacity, %)
74,50 c 55,50 d 56,00 d 96,50 a 86,00 b
Waktu berkecambah (time germinated hari/day)
7,00 e 11,00 b 10,00 c 18,50 a 8,00 d
Kecepatan berkecambah (Germination rete%/etmal)
10,64 a 5,04 b 5,60 b 5,22 b 4,36 c
Morfologi bibit Tinggi bibit (cm) (Seedling height, cm)
38,72 a 23,78 b 24,77 b 19,97 b 24,47 b
Diameter bibit (mm) (Seedling diameter, mm)
3,62 a 2,98 b 3,05 b 2,80 b 3,52 a
Jumlah daun bibit (helai) (Leaf number, helai/sheet)
8,50 6,25 7,00 6,50
8,64
Panjang daun bibit (mm) (Leaf length, mm)
11,15 a 10,25 a 10,67 a 8,57 b 9,67 ab
Lebar daun bibit (mm) (Leaf wide, mm)
7,51 7,26 7,42 6,06 6,70
KS bibit(sturdiness quotient)
10,78 a 7,91 b 7,98 b 7,20 bc 6,95 c
108
Jurnal Perbenihan Tanaman Hutan Vol.5 No 2 Desember 2017: 103-114 p-ISSN : 2354-8568 e-ISSN : 2527-6565
Keterangan (Remarks): Nilai yang diikuti huruf yang sama pada baris yang sama berpengaruh tidak nyata pada taraf 5%, tn = tidak berbeda nyata, KS = Kekokohan semai (Values within a similar column followed by the same letter are not significantly different in accordance with the results of the 95% confident level Duncan’s multiple range test, tn = non significant, IKB = sturdiness quotient).
Tabel 2 memperlihatkan variasi jumlah
buah dan benih pongamia per 1000 butir dari 5
lokasi. Tabel tersebut memperlihatkan bahwa
bahan reproduktif yang berasal dari populasi
Batukaras, Kebumen dan Alas Purwo
mempunyai nilai yang hampir sama., baik dari
berat buah, jumlah buah, berat benih dan
jumlah benih bila dibandingkan dengan buah
dan benih yang berasal dari Carita dan
Baluran.
Tabel (Table) 2. Va riasi berat 1000 butir buah dan benih serta jumlah buah dan benih per kg (Variation of weight of 1000 fruits and seeds, and number of fruits and seeds per kg)
Asal Benih (Seed
source)
Berat buah (Fruit
weight) (g)
Jumlah buah / kg
(The amount of fruit/kg) (butir) (items)
Berat benih (Seed
weight) (g)
Jumlah benih/kg
(The amount of seed/kg) (butir) (items)
Carita 2783,90 359 1351,01 740 Batukaras 5741,18 174 1527,09 655 Kebumen 4577,99 218 1585,19 631 Alaspurwo 4536,51 220 1669,62 599 Baluran 2832,74 353 1177,25 849
Hasil analisis keragaman memperlihatkan
bahwa nilai keragaman fenotipe mempunyai
nilai tertinggi bila dibandingkan dengan nilai
lainnya, baik untuk morfologi buah, morfologi
benih, perkecambahan dan morfologi bibit.
Nilai heritabilitas terbesar adalah pada
perkecambahan yang nilainya mendekati
100%, yaitu 99,80 - 99,98% (Tabel 3).
B. Pembahasan
Berdasarkan hasil uji Duncan (Tabel 1),
variasi morfologi buah dari setiap lokasi
penelitian menunjukkan bahwa buah dan benih
yang berasal dari Carita memberikan
karakteristik fisiologis, karena benihnya
mempunyai daya kecambah yang tinggi, yaitu
sebesar 74,5% dengan kadar air yang relatif
rendah (19,3%). Salah satu tolok ukur
tercapainya masak fisiologis adalah daya
berkecambah (viabilitas) yang tinggi. Hal ini
juga terlihat dari morfologi bibit yang berasal
dari Carita yang menunjukkan hampir semua
karakter bibit mempunyai nilai yang tinggi
baik tinggi bibit (38,72 cm), diameter bibit
(3,62 mm), maupun panjang daun (11,15 mm).
Tabel 1 juga menunjukkan bahwa berat
benih berhubungan dengan daya kecambah.
Hal ini dapat dibuktikan dari berat benih
tertinggi (1,64 g) yang berasal dari Alas Purwo
mempunyai daya kecambah yang tinggi pula
(96,50%). Benih yang memiliki ukuran dan
berat yang tinggi cenderung mempunyai
pertumbuhan dan persentase hidup serta daya
kecambah yang tinggi (Mandal, Chakraborty,
& Gupta, 2008; Sage, Koenig, & McLaughlin,
2011; Sudrajat, 2016).
Berat benih tergantung pada bahan
makanan cadangan, yang diproduksi sebagai
hasil dari dua fertilisasi (endosperm) dan
109
KERAGAMAN MORFOLOGI BUAH, BENIH DAN BIBIT PONGAMIA (Pongamia pinnata (L.) Pierre) DI PULAU JAWA Supriyanto, Iskandar Z Siregar, AamAmina h, dan Dede J. Sudrajat
didominasi oleh sifat-sifat induknya, juga
dipengaruhi oleh ketersediaan hara pada saat
perkembangan benih dan faktor lingkungan
lainnya. Perkembangan embrio dan fungsi
fisiologis merupakan kontribusi dari sifat
pohon induknya baik jantan maupun betina
(butir pollen) dalam suatu jenis. Terjadinya
berbagai perbedaan kondisi geo-iklim
pongamia di berbagai habitat diharapkan akan
tercermin dalam sifat genetik populasi
tersebut. Dalam penelitian ini, benih dari
berbagai populasi mencerminkan variabilitas
yang nyata dalam morfologi buah, benih dan
bibit.
Perbedaan morfologi dan watak benih
sebagai pengaruh perbedaan keturunan
(genetik), faktor pertumbuhan antar kelompok
benih dari tempat tumbuh berbeda dan
lingkungan. Beberapa hasil penelitian
sebelumnya juga menunjukkan adanya variasi
sifat morfologi benih antar populasi, seperti
pada Trigonobalanus doichangensis di Cina
(Zheng et al., 2009), dan Anthocephalus
cadamba di Indonesia (Sudrajat, 2016). Nilai
kekokohan bibit yang tinggi menunjukkan
kemampuan hidup yang rendah karena tidak
seimbangnya perbandingan antara diameter
dan tinggi batang. Berdasarkan standar mutu
bibit pada beberapa jenis tanaman hutan nilai
yang cukup optimal untuk menggambarkan
pertumbuhan bibit yang baik mempunyai
kisaran nilai kekokohan bibit 7-8 (SNI, 1999).
Hasil penelitian Aminah dan Budiman
(2009) melaporkan bahwa hasil pengujian
berat 1000 butir menunjukkan berat benih
berkisar 1069,57 g – 1605,51 g, dengan jumlah
benih per kg berkisar 623 butir – 935 butir.
Pendugaan variabilitas genetik dapat
diketahui melalui pendekatan marka
morfologis dan atau marka genetik (Sudrajat,
2014). Kedua Pendekatan ini saling
menunjang satu sama lainnya. Pendekatan
marka morfologis tetap diperlukan terutama
untuk menguji ekspresi genetik akibat dari
pengaruh variasi lingkungan (Sudrajat, 2014).
Besarnya komponen ragam genotipe lebih
tinggi dari komponen ragam lingkungan. Hal
ini menunjukkan bahwa komponen genotipe
adalah kontributor utama dari total keragaman
dibandingkan keragaman lingkungan. Dalam
sebagian besar jenis tanaman, benih atau biji
bervariasi dalam derajat perkecambahan antara
populasi dan di dalam populasi dan antara
individu dan di dalam individu karena faktor
genetik dan/atau lingkungan (Sudrajat, 2014).
Dalam penelitian ini keragaman genetik
lebih tinggi dari pada keragaman lingkungan
untuk semua karakter baik itu morfologi buah,
benih, perkecambahan maupun morfologi
bibit. Hal ini menunjukkan bahwa perbaikan
bisa dicapai untuk sifat ini melalui seleksi
sederhana dengan melihat karakter-karakter
yang ada.
110
Jurnal Perbenihan Tanaman Hutan Vol.5 No 2 Desember 2017: 103-114 p-ISSN : 2354-8568 e-ISSN : 2527-6565
Tabel (Table) 3. Keragaman buah, benih dan bibit pongamia di Pulau Jawa (Variability of fruits , seeds and seedlings of pongamia in Java island)
Parameter (Parameters) KL KG KF H2 KKL KKG KKF GA GG (%)
Morfologi buah (fruit morphology)
Panjang buah (Fruit length, mm) 0,53 107,27 107,80 0,9951 0,73 10,36 10,38 21,28 44,30 Diameter buah (Fruit diameter, mm) 0,53 12,63 13,16 0,9597 0,73 3,55 3,63 7,17 39,19 Berat buah (Fruit weight, g) 0,15 5,57 5,71 0,9741 0,38 2,36 2,39 4,80 127,10 Jumlah benih per buah (Number of seed, butir/grain) 0,03 0,08 0,11 0,7394 0,17 0,29 0,34 0,51 44,38 Morfologi benih (Seed morphology)
Panjang benih (Seed length, mm) 0,10 11,83 11,94 0,9914 0,32 3,44 3,45 7,06 39,21 Diameter benih (Seed diameter, mm) 0,05 5,09 5,13 0,9908 0,22 2,25 2,27 4,62 35,61 Berat benih (Seed weight, g) 0,00 0,20 0,21 0,9902 0,04 0,45 0,45 0,92 64,23 Perkecambahan (Germination)
Kadar air (Moisture content, %) 1,50 919,61 921,12 0,9984 1.23 30,33 30.,35 62,42 143,43 Daya kecambah (Germination capacity, %) 8,02 1284,23 1292,25 0,9938 2,83 35,84 35,95 73,59 99,86 Waktu berkecambah (time germinated) 0,02 82,13 82,15 0,9998 0,13 9,06 9,06 18,67 171,26 Kecepatan berkecambah (Germination rete) 0,05 25,58 25,63 0,9980 0,23 5,06 5,06 10,41 168,62 Morfologi bibit (Seedling morphology) Tinggi bibit (Seedling height, cm) 2,41 196,66 199,07 0,9879 1,55 14,02 14,11 28,71 109,01 Diameter bibit (Seedling diameter, mm) 0,01 0,46 0,47 0,9697 0,12 0,68 0,69 1,37 42,91 Jumlah daun (Leaf number, helai) 0,44 3,26 3,70 0,8803 0,67 1,81 1,92 3,49 47,30 Panjang daun (Leaf length, mm) 0,25 2,95 3,20 0,9209 0,50 1,72 1,79 3,39 33,73 Lebar daun (Leaf wide, mm) 0,13 0,95 1,08 0,8773 0,36 0,97 1,04 1,88 26,90 IKB (sturdiness quotient) 0,08 9,03 9,10 0,9915 0,28 3,00 3,02 6,16 75,51
Keterangan (Remaks): KL = komponen ragam lingkungan, KG = komponen ragam genotipe, KF = komponen ragam fenotipe, H2 = heritabilitas dalam arti luas, KKL = koefisien keragaman lingkungan, KKG = koefisien keragaman genotipe, KKF = koefisien keragaman fenotipe, GA = perolehan genetik, GG = kemajuan genetik, IKB = nilai kekokohan bibit (KL= environment variation, KG = genotype variation, KF = phenotype variation, H2 = board sense heritability, KKL = coefficient of environment variantion, KKG = coefficient of genotype variation, KKF = coefficient of phenotype variation, GA = genetic advance, GG = genetic gain, IKB = sturdiness quotient).
Hasil penelitian Aminah (2017)
menunjukkan bahwa pertumbuhan bibit asal
Carita yang baik di persemaian setelah
ditanam di Parung Panjang juga
pertumbuhannya paling baik bila dibandingkan
dengan bibit asal lokasi yang lain. Karakter-
karakter yang memiliki karagaman fenotipe
luas akan menguntungkan dalam kegiatan
seleksi dibandingkan karakter yang memiliki
keragaman fenotipe yang sempit, apabila
karakter tersebut juga memiliki keragaman
genotipe yang luas serta nilai dugaan
heritabilitas yang tinggi (Sudrajat, 2014).
Meskipun demikian, nilai keragaman fenotipe
111
KERAGAMAN MORFOLOGI BUAH, BENIH DAN BIBIT PONGAMIA (Pongamia pinnata (L.) Pierre) DI PULAU JAWA Supriyanto, Iskandar Z Siregar, AamAminah , dan Dede J. Sudrajat
yang luas pada suatu karakter belum tentu
memiliki keragaman genetik yang luas pula.
Hal ini juga memberi indikasi bahwa yang
berkontribusi sangat besar terhadap total
keragaman untuk karakter-karakter tersebut
adalah komponen genetik. Beberapa
penelitian sebelumnya juga menunjukkan
bahwa sebagian besar karakter
morfofisiologi buah, benih dan bibit jenis-
jenis tanaman hutan dikendalikan sangat kuat
oleh faktor genetik (Sudrajat, 2014). Faktor
lingkungan, yang beragam antar lokasi dan
populasi di dalam lokasi, hanya mempunyai
pengaruh kecil (Sudrajat, 2014).
Keragaman yang disebabkan oleh
keragaman genetik memberi indikasi lingkup
karakter yang dapat dipertimbangkan untuk
seleksi. Pada penelitian ini, koefisien variasi
genetik dan kemajuan genetik untuk karakter
berat buah, tinggi bibit, diameter pangkal akar,
nilai kekokohan bibit, jumlah daun, panjang
daun dan lebar daun menunjukkan nilai
yang tinggi. Koefisien keragaman genetik
yang lebih tinggi menunjukkan bahwa
pemuliaan untuk karakter-karakter tersebut
dapat dicapai melalui seleksi sederhana,
sedangkan nilai kemajuan genetik yang lebih
tinggi menunjukkan bahwa rata-rata populasi
untuk tinggi bibit, indeks kekokohan dan berat
buah dapat bertambah melalui pemilihan
genetik superior dengan intensitas 5%
(Sudrajat, 2014).
Pendugaan heritabilitas ini berguna
sebagai indikator awal kemungkinan untuk
seleksi satu atau lebih karakter. Nilai
heritabilitas yang tinggi yang berpasangan
dengan kemajuan genetik yang tinggi
dihasilkan oleh karakter berat buah, tinggi
bibit, kadar air, waktu berkecambah dan
kecepatan berkecambah yang menunjukkan
bahwa karakter-karakter tersebut mempunyai
nilai genetik yang tinggi dengan jumlah
komponen genetik aditif yang dapat
diturunkan lebih tinggi (Sudrajat, 2014). Nilai
heritabilitas yang tinggi yang diikuti
dengan kemajuan genetik yang tinggi cukup
memadai dan akurat untuk pemilihan populasi
terbaik, sedangkan nilai heritabilitas yang
tinggi yang berpasangan dengan kemajuan
genetik rendah seperti yang ditunjukkan
panjang buah, panjang benih dan diameter
benih memberi indikasi bahwa karakter-
karakter tersebut mempunyai lebih banyak
komponen genetik non aditif daripada
komponen aditifnya sehingga karakter
tersebut tidak dapat digunakan sebagai kriteria
seleksi yang baik (Rawat & Bakshi, 2011).
112
Jurnal Perbenihan Tanaman Hutan Vol.5 No 2 Desember 2017: 103-114 p-ISSN : 2354-8568 e-ISSN : 2527-6565
Gambar (Figure) 3. Biplot analisis komponen utama karakteristik buah, benih dan bibit dari 5 populasi pongamia di Pulau Jawa (Biplot of principal component analysis of fruits, seeds, and seedlings of 5 populations of pongamia in Java Island)
Analisis komponen utama menghasilkan 2
komponen utama karakter tanaman yang
berkontribusi besar terhadap keragaman
pongamia di Pulau Jawa (Gambar 3).
Komponen utama pertama dan kedua
menghasilkan masing-masing 50,08% dan
26,19% keragaman dari jumlah karakter yang
ada. Komponen utama I terdiri dari diameter
bibit dan jumlah daun. Semua karakter yang
tergabung dalam komponen utama 1 adalah
morfologi bibit. Komponen utama II terdiri
dari panjang buah, kecepatan berkecambah,
panjang daun, lebar daun, IKB yang
merupakan identitas dari karakter morfologi
buah, perkecambahan dan morfologi bibit.
Selain menggambarkan kedekatan karakter-
karakter morfologi antar populasi yang
letaknya berdekatan dalam diagram biplot
tersebut, Gambar 3 menunjukkan juga bahwa
populasi Carita memiliki keunggulan-
keungulan pada kelompok parameter yang ada
di kedua komponen utama tersebut.
Analisis klaster hirarkhi didapatkan 3
kelompok, yaitu kelompok 1 terdiri dari
Batukaras dan Kebumen, kelompok 2 terdiri
dari Alas Purwo dan Baluran serta kelompok 3
adalah Carita (Gambar 4). Masing-masing
kelompok tersebut mempunyai morfologi
buah, benih dan bibit yang sama. Kesamaan
karakteristik secara morfologi tersebut
merupakan pertanda kedekatan secara genetik
yang dapat dijadikan pertimbangan untuk
kegiatan konservasi sumber daya genetik dan
pengumpulan materi genetik untuk pemuliaan
jenis pongamia.
Gambar (Figure) 4. Analisis klaster hirarkhi karakteristik buah, benih dan bibit dari 5 populasi pongamia di Pulau Jawa (Cluster analysis of fruits, seeds, and seedlings of 5 populations of pongamia in Java Island)
2
Carita
Kebumen
Batukaras
AlasPurwo
PC
II (
26
,19
%)
PC I (50,08%)
Baluran
2
1,5
1
1
0,5
0
0-0,5
-1
-1
-1,5
-2
-2
Carita
Kebumen
Batukaras
Alas Purwo
Baluran
2
3
1Y
4
5
0 5 10 15 20 25
113
KERAGAMAN MORFOLOGI BUAH, BENIH DAN BIBIT PONGAMIA (Pongamia pinnata (L.) Pierre) DI PULAU JAWA Supriyanto, Iskandar Z Siregar, AamAminah , dan Dede J. Sudrajat
IV. KESIMPULAN
Morfologi buah, benih dan bibit pongamia
asal Carita menunjukkan indikator benih yang
berkualitas baik dengan kadar air 19,31% dan
daya kecambah 74,50%. Kontribusi faktor
genetik lebih dominan dalam mempengaruhi
perbedaan karakteristik morfologi buah dan
benih antar populasi yang ditunjukkan oleh
nilai koefisien keragaman genetik yang lebih
tinggi daripada koefisien keragaman
lingkungan. Karakter morfologi kelima
populasi di Jawa dapat dibagi ke dalam 3
kelompok, yaitu kelompok 1 terdiri dari
Batukaras dan Kebumen, kelompok 2 terdiri
dari Alas Purwo dan Baluran serta kelompok 3
adalah Carita.
UCAPAN TERIMAKASIH
Ucapan terima kasih disampaikan
kepada Bapak Atep, Bapak Edi, Bapak
Mahfud, Bapak Banda dan Bapak Siswanto
yang telah membantu pengumpulan buah
pongamia di lokasi penelitian serta Bapak
Emuy Supardi, Bapak Udin dan Ibu Juju
yang telah membantu analisis morfologi
buah, benih dan bibit pongamia di labora-
torium Balai Penelitian dan Pengembangan
Teknologi Perbenihan Tanaman Hutan dan
Stasiun Penelitian Nagrak.
DAFTAR PUSTAKA
Ahlawat, S. P., Kumar, R., Ranjan, R., Pandey, S., Joshi, D. C., & Dhyani, S. K. (2016). Morphological and molecular level of genetic diversity among Pongamia [Pongamia pinnata (L.) Pierre] accessions Morphological and molecular level of genetic diversity among Pongamia. Indian Journal of Biotechnology, 15(1), 85–94.
Aminah, A. (2017). Karakterisasi morfologi, genetik, kandungan minyak dan evaluasi awal pertumbuhan bibit pongamia (Pongamia pinnata (L.) Pierre) di Pulau Jawa. Disertasi. Sekolah Pascasrjana. Bogor: Insitut Pertanian Bogor.
Aminah, A., & Budiman, B. (2009). Teknik penanganan benih kranji (Pongamia pinnata) sebagai sumber energi terbarukan. Laporan Penelitian Balai Penelitian Teknologi Perbenihan Tanaman Hutan. Bogor (ID): Kementerian Kehutanan.
Bobade SN, & Khyade VB. (2012). Detail study on the properties of Pongamia Pinnata (Karanja) for the production of biofuel. Research Journal of Chemical Sciences, 2(7), 2231–606.
Divakara, B. N., Upadhyaya, H. D., & Krishnamurthy, R. (2011). Identification and evaluation of diverse genotypes in Pongamia pinnata (L.) Pierre for genetic improvement in seed traits. Journal of Biodiversity and Ecological Sciences, 1(1), 179–190.
Graham, P., Reedman, L., Rodriguez, L., Raison, J., Braid, A., Haritos, V., Adams, P. (2011). Sustainable aviation fuels road map: Data assumptions and modelling, (May), 1–104. Retrieved from http://www.csiro.au/en/Outcomes/Energy/Powering-Transport/Sustainable-Aviation-Fuels.aspx#
Jiang, Q., Yen, S., Stiller, J., Edwards, D., Scott, P. T., & Peter, M. (2012). Genetic, biochemical, and morphological diversity of the legume biofuel tree Pongamia pinnata. Journal of Plant Genome Sciences, 1(3), 54 – 67. https://doi.org/10.5147/jpgs.2012.0084
Kazakoff, S. H., Gresshoff, P. M., & Scott, P. T. (2011). Pongamia pinnata, a sustainable
114
Jurnal Perbenihan Tanaman Hutan Vol.5 No 2 Desember 2017: 103-114 p-ISSN : 2354-8568 e-ISSN : 2527-6565
feedstock for biodiesel production. In Energy Crops.
Mandal, S.M., Chakraborty, D., & Gupta, K. (2008). Seed size variation: influence on germination and subsequent seedling performance in Hyptis suaveolens (Lamiaceae). Research Journal of Seed Science, 1(1), 26–33.
Rawat, K., & Bakshi, M. (2011). Provenance variation in cone, seed and seedling characteristics in natural populations of Pinus wallichiana A.B. Jacks (Blue Pine) in India. Annals of Forest Research , 54(1), 39–55.
Sage, R.D., Koenig, W.D., & Mc Laughlin, B.C. (2011). Fitness consequences of seed size in the valley oak Quercus lobata Née (Fagaceae). Annals of Forest Science. 68, 477-484.
Scott, P. T., Pregelj, L., Chen, N., & Gresshoff, P. M. (2008). Pongamia pinnata : An untapped resource for the biofuels industry of the
future. Bioenergi. Res., 1, 2–11. https://doi.org/10.1007/s12155-008-9003-0.
[SNI] Standar Nasional Indonesia. (1999). SNI 01-5006.1-1999 tentang mutu bibit (akasia, ampupu, gmelina, sengon, tusam, meranti dan tengkawang). Jakarta (ID): SNI.
Sudrajat, D. J. (2014). Keragaman populasi, uji provenansi dan adaptasi jabon (Neolamarckia cadamba (Roxb.) Bosser). Disertasi. Sekolah Pascasrjana. Bogor: Insitut Pertanian Bogor.
Sudrajat, D. J. (2016). Genetic variation of fruit, seed, and seedling characteristics among 11 populations of white jabon in Indonesia. Forest Science and Technology , 12(1), 9–15. https://doi.org/10.1080/21580103.2015.1007896.
Zheng, Y.I., Sun, W.B., Zhou, Y., & Coombs, D. (2009). Variation in seed and seedling traits among natural population of Trigonobalanus doichangesis (A. Camus) Forman (Fagaceae), a rare and endangered plant in Southwest Cina. New Forests. 37, 285-294.
© 2017 BPTPTH All rights reserved. Open access under CC BY-NC-SA license.doi: //doi.org/10.20886/bptpth.2017.5.2.115-124 115
PERKECAMBAHAN BENIH Pericopsis mooniana Thw.BERDASARKAN WARNA DAN TEKNIK SKARIFIKASI
Suhartati dan Didin Alfaizin
PERKECAMBAHAN BENIH Pericopsis mooniana Thw. BERDASARKAN WARNA DAN TEKNIK SKARIFIKASI
(Seed Germination of Pericopsis mooniana Thw. Based on Color and Scarification Techniques)
Suhartati dan/and Didin Alfaizin
Balai Penelitian Kehutanan Makassar Jl. Perintis Kemerdekaan Km. 16, Telp. (0411) 554049, Fax. (0411) 554058,
Makassar, Sulawesi Selatan Kode Pos 90243, Indonesia e-mail : [email protected]
Naskah masuk: 20 Oktober 2017; Naskah direvisi: 14 November 2017; Naskah diterima: 29 November 2017
ABSTRACT
Pericopsis mooniana Thw has a hard seed coat, making it difficult to germinate. This type of seed needs of seed selection and scarification to speed up the germination process, in order to produce a high germination and good seedling. The study aims to increase the value of germination of P. mooniana seed through seed selection based on seed color and scarification techniques. Experimental design used was completely randomized design (CRD) with two factors and three replications. The first factor is seed color (W0 = no selected seeds, W1 = yellowish seeds and W2 = brownish seeds). The second factor is scarification seeds (S0 = without soaked, S1 = soaked in cold water for 24 hours, S2 = soaked in hot water (800C) for 24 hours and S3 = soaked in sulphuric acid/H2SO4 (0.1 M) for 20 minutes. Parameters observed were first time of germination, speed of germination and germination percentage. This study was conducted at the greenhouse, Forestry Research Institute of Makassar in July - August 2015. The result of study showed that yellowish seeds and brownish seed can shortened the time of first germination and increased the germination speed by using scarification technique of seed soaking in hot water to increase germination rate up to 76%. Keywords: germination, Pericopsis mooniana, scarification, seed, selection
ABSTRAK
Kayu kuku (Pericopsis mooniana Thw.) mempunyai kulit benih yang keras dan menyebabkan sulitnya benih berkecambah, oleh karena itu diperlukan seleksi benih dan skarifikasi untuk mematahkan dormansi kulit benih, agar proses perkecambahannya lebih cepat serta menghasilkan daya berkecambah yang tinggi. Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan nilai perkecambahan benih kayu kuku melalui seleksi benih berdasarkan warna dan teknik skarifikasi benih. Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) dengan analisis faktorial. Faktor pertama adalah warna benih (W0 = benih tidak diseleksi,W1 =benih berwarna kekuningan dan W2= benih berwarna kecokelatan). Faktor kedua adalah skarifikasi benih (S0=tanpa direndam, S1=direndam air dingin selama 24 jam, S2 = direndam air panas (80 0C) selama 24 jam dan S3=direndam asam sulfat (0,1 M) selama 20 menit. Parameter yang diamati adalah waktu mulai berkecambah, kecepatan berkecambah dan daya berkecambah. Penelitian dilaksanakan di rumah kaca, Balai Penelitian Kehutanan Makassar. Penelitian, dilakukan selama dua bulan, yaitu bulan Juli – Agustus 2015. Hasil penelitian menunjukkan bahwa warna benih yang kekuningan dan kecokelatan dapat mempersingkat waktu berkecambah dan kecepatan kecambah dengan menggunakan teknik skarifikasi perendaman air panas pada suhu 80 0C selama 24 jam dapat menghasilkan daya berkecambah sebesar 76%. Kata Kunci : benih, kayu kuku, perkecambahan, seleksi, skarifikasi
116
Jurnal Perbenihan Tanaman Hutan Vol.5 No 2 Desember 2017: 115-124 p-ISSN : 2354-8568 e-ISSN : 2527-6565
I. PENDAHULUAN
Kayu kuku (Pericopsis mooniana Thw.)
tergolong kayu mewah, karena mempunyai
permukaan kayu yang licin dan mengilap
dengan corak berupa garis-garis dekoratif,
sehingga jenis kayu ini harganya cukup mahal.
Populasi pohon kayu kuku semakin berkurang
yang berdampak terhadap jumlah produksinya,
padahal keberadaan jenis-jenis lokal untuk
regenerasi alami sangat penting (Reubens,
Heyn, Gebrehiwot, Hermy, & Muys, 2007).
Kayu kuku adalah salah satu jenis lokal
Sulawesi yang juga ditemukan pada beberapa
lokasi seperti Kalimantan, Sumatera dan
Papua. Salah satu tempat spesies ini dapat
ditemukan yaitu di daerah Cagar Alam
Lamedai, meskipun kawasan tersebut tercatat
telah rusak akibat deforestasi dan aktivitas
penambangan (Lestari & Santoso, 2011). Hal
ini menyebabkan kayu kuku menjadi spesies
yang terancam kepunahannya (vulnerable tree
species). Untuk menjamin ketersediaan
produksi kayu kuku tersebut, perlu upaya
reforestasi dan pembangunan hutan tanaman
yang didukung oleh teknologi silvikultur
khususnya teknik perbanyakan.
Teknik perbanyakan secara generatif
untuk pembibitan tanaman kayu kuku sangat
tepat karena berbuah setiap tahun. Salah satu
kelebihan perbanyakan ini adalah tekniknya
sangat sederhana, namun memerlukan cara
pemilihan benih yang berkualitas, agar
diperoleh pertumbuhan tanaman yang optimal.
Beberapa indikator benih yang berkualitas
adalah daya berkecambahnya tinggi serta
waktu dan kecepatan berkecambahnya lebih
singkat.
Seleksi benih untuk memilih benih yang
berkualitas merupakan salah satu faktor yang
mempengaruhi perkecambahan. Kriteria benih
berkualitas yaitu ukuran dan warna benih yang
dipengaruhi oleh faktor internal benih ( ukuran
dan tingkat kemasakan benih). Tingkat warna
benih berkaitan erat dengan proses pemasakan
benihnya, oleh karena itu benih yang telah
masak fisiologis memiliki warna yang lebih
gelap. Contoh ini dapat dilihat pada benih
jarak yang masak secara fisiologis pada umur
52 – 57 HSA (Hari Setelah Anthesis) dan buah
pada saat itu berwarna kuning atau lebih dari
50% telah berwarna kuning kehitaman
(Utomo, 2007).
Benih kayu kuku termasuk kategori benih
ortodoks yang dapat disimpan pada kadar air
relatif rendah dan mempunyai kulit benih yang
keras, sehingga menyebabkan benih sulit
untuk berkecambah (dormansi eksogenius).
Dormansi dapat disebabkan oleh beberapa
faktor antara lain: impermeabilitas kulit benih
terhadap air dan gas atau resistensi kulit benih
terhadap pengaruh mekanis, dormansi
sekunder, dan bahan penghambat
perkecambahan. Menurut Nurhasybi, Sudrajat,
dan Widyani (2007), bahwa benih keras (hard
117
PERKECAMBAHAN BENIH Pericopsis mooniana Thw. BERDASARKAN WARNA DAN TEKNIK SKARIFIKASI
Suhartati dan Didin Alfaizin
seeds) banyak dijumpai pada benih
Leguminosae.
Penghambatan penyerapan air dan
penghambatan mekanis untuk berkembangnya
embrio dapat menyebabkan dormansi pada
benih tertentu. Kedua faktor tersebut sulit
untuk dibedakan sebagai penyebab dormansi
benih. Seperti halnya pada benih Gmelina
arborea, Tectona grandis, Styrax benzoin yang
memerlukan proses pematangan embrio
terlebih dahulu sebelum tumbuh dengan baik
(Nurhasybi, et al., 2007). Untuk menganti-
sipasi atau menghilangkan dormansi, benih
biasanya diberi perlakuan pendahuluan
sebelum perkecambahan.
Benih yang bersifat ortodoks memerlukan
perlakuan pendahuluan (skarifikasi) untuk
mempercepat proses perkecambahannya,
sehingga mampu menghasilkan daya
berkecambah yang tinggi dan semai yang baik.
Benih yang mempunyai dormansi eksogenius
biasanya ditangani dengan perlakuan
skarifikasi melalui perendaman. Perendaman
dapat dilakukan dengan menggunakan air, zat
kimia atau hormon. Benih yang memiliki kulit
yang keras dan sulit ditembus oleh air, perlu
imbibisi air untuk merangsang proses
metabolisme benih (Nurhasybi & Sudrajat,
2010).
Beberapa hasil penelitian tentang
perkecambahan tanaman kayu kuku masih
perlu penyempurnaan. Berdasarkan Standar
Nasional Indonesia (SNI) tahun 2014, bahwa
cara skarifikasi pada benih kayu kuku yaitu
direndam asam sulfat 0,1 M, selama 20 menit
lalu dibilas air. Teknik ini dapat digunakan,
namun untuk menghindari penggunaan zat
kimia, perlu alternatif skarifikasi dengan
menggunakan bahan yang ramah lingkungan,
misalnya dengan perendaman air. Skarifikasi
menggunakan air masih perlu kajian untuk
mengetahui efektifitasnya dalam mematahkan
dormansi kayu kuku. Berdasarkan
pertimbangan tersebut, maka dilakukan
penelitian perkecambahan benih kayu kuku
melalui seleksi benih berdasarkan warna benih
dan teknik skarifikasi benih.
II. BAHAN DAN METODE
A. Bahan dan Alat
Benih yang digunakan adalah hasil seleksi
dari buah polong masak yang ditandai dengan
warna kecokelatan yang kemudian diekstraksi.
Buah polong kayu kuku tersimpan selama dua
bulan pada wadah ruang terbuka. Buah berasal
dari Cagar Alam Lamedai, Kabupaten Kolaka,
Sulawesi Tenggara.
Bahan dan alat lain yang digunakan
adalah asam sulfat 0,1 M, air dingin, air panas
(80oC), fungisida (dithane), termometer, alat
pemanas air, bak kecambah, media semai
(tanah dan pasir), Tally sheet pengamatan.
Penelitian dilaksanakan di rumah kaca
(green house) Balai Penelitian dan
Pengembangan Lingkungan Hidup dan
118
Jurnal Perbenihan Tanaman Hutan Vol.5 No 2 Desember 2017: 115-124 p-ISSN : 2354-8568 e-ISSN : 2527-6565
Kehutanan Makassar (BPPLHKM), di
Makassar. Penelitian dilakukan pada bulan Juli
hingga Agustus 2015.
B. Prosedur Penelitian
1. Seleksi Benih
Seleksi dilakukan untuk medapatkan
benih berdasarkan keutuhan dan warna benih.
Kriteria untuk benih kayu kuku adalah benih
yang utuh berukuran sedang-besar, yang
berwarna kekuningan dan kecokelatan. Benih
yang utuh dan berukuran sedang-besar
diasumsikan adalah yang sehat. Benih yang
berwarna kecokelatan adalah benih yang sudah
masak secara fisiologis dibandingkan dengan
benih berwarna kekuningan.
Skarifikasi dilakukan dengan
menggunakan air untuk perendaman benih
(Sandi, Indriyanto, & Duryat, 2014), dengan
pertimbangan lebih ramah lingkungan
dibandingkan dengan teknik skarifikasi
menggunakan asam sulfat (Standar Nasional
Indonesia (SNI), 2014).
2. Rancangan Percobaan
Pengujian perkecambahan menggunakan
rancangan acak lengkap (RAL) berfaktor.
Faktor warna benih terdiri atas tiga taraf dan
faktor skarifikasi benih terdiri atas empat taraf,
sehingga terdapat 12 unit pengamatan.
W = faktor warna benih
W0 : benih tidak diseleksi (campuran kekuningan dan kecokelatan)
W1 : benih berwarna kekuningan W2 : benih berwarna kecokelatan
S = faktor skarifikasi benih
S0 : tanpa direndam (kontrol) S1 : direndam air dingin selama 24 jam S2 : direndam air panas (800C) selama 24
jam S3 : direndam asam sulfat (0,1 M) selama
20 menit lalu dibilas air dingin.
Masing-masing perlakuan unit
pengamatan diulang sebanyak tiga kali dan
masing-masing ulangan terdiri dari 100 butir
benih, sehingga total benih yang digunakan
3.600 butir. Parameter yang diamati adalah
nilai perkecambahan meliputi variabel waktu
mulai berkecambah, kecepatan berkecambah
dan daya berkecambah yang masing-masing
dihitung dengan rumus (ISTA, 2010):
1. Waktu mulai berkecambah = hari saat
benih mulai berkecambah (hari ke -.....)
2. Daya berkecambah yaitu kemampuan
benih untuk berkecambah normal pada
lingkungan yang optimum dan dinyatakan
dalam persen.
Daya Berkecambah (%) =
……....… (1)
3. Kecepatan berkecambah adalah jumlah
persen (%) kecambah normal per etmal
(setiap hari) dari hari pengamatan ke- 1
sampai dengan akhir pengamatan.
Kecepatan Berkecambah =
( )/etmal .............. (2)
Keterangan: N = persen kecambah normal W = hari pengamatan
Jumlah Kecambah NormalJumlah benih yang ditabur
x 100%
N1W1
N2W2
NiWi
.....
.....+ + +
119
PERKECAMBAHAN BENIH Pericopsis mooniana Thw. BERDASARKAN WARNA DAN TEKNIK SKARIFIKASI
Suhartati dan Didin Alfaizin
C. Analisis Data
Data dianalisis dengan menggunakan
program SPSS 16.0 dengan menguji
keragamannya. Apabila berpengaruh nyata
terhadap variabel yang diamati, maka
dilanjutkan dengan uji Tukey.
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
Terdapat tiga variabel pengukuran yang
dilakukan dalam penelitian yaitu waktu mulai
berkecambah, kecepatan berkecambah dan
daya berkecambah. Berdasarkan pengamatan
yang dilakukan diketahui bahwa proses
perkecambahan berlangsung selama 48 hari.
Waktu mulai berkecambah antara 7 - 17 hari
setelah penaburan, kecepatan berkecambah
antara 1 - 5%/hari, sedangkan daya
berkecambah antara 37,89% - 76%. Untuk
mengetahui pengaruh perlakuan terhadap
variabel yang diamati dilanjutkan dengan uji
sidik ragam seperti yang disajikan pada Tabel
1.
Tabel (Table) 1. Hasil sidik ragam rata-rata waktu mulai berkecambah, kecepatan berkecambah dan daya berkecambah pada benih kayu kuku (Analysis of variance for germination time, speed of germination and germination percentage of P. mooniana)
SV (Source of variation)
DB (degree of freedom)
Kuadrat tengah (Mean square)
Waktu berkecambah (Germination time)
Kecepatan berkecambah (Speed of germination)
Daya berkecambah (Germination percentage)
W 2 22,03*) 1,17*) 139,75 ns S 3 11,51*) 5,59*) 1547,74*)
W x S 6 1,73 ns 0,26 ns 14,82 ns Galat (Error) 24 2,11 0,54 61,97
Keterangan (Remarks): * = berbeda nyata pada taraf 0,05 dan ns = berbeda tidak nyata pada taraf 0,05 (Significantly different at 5% level and ns = not significantly different at 5% level ); W = warna, S = Skarifikasi, WS = Interaksi antara warna dan skarifikasi (W = color, S = Scarification, WS = interaction between color and scarification)
Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa
perlakuan warna benih (W) berpengaruh nyata
terhadap waktu mulai berkecambah dan
kecepatan berkecambah, sedangkan terhadap
daya berkecambah tidak berpengaruh nyata.
Perlakuan skarifikasi benih (S) berpengaruh
nyata pada semua variabel yang diamati,
sedangkan interaksi antara perlakuan warna
benih dan skarifikasi (W x S) tidak
berpengaruh nyata. Untuk mengetahui
perbedaan diantara perlakuan dilakukan uji
Tukey sebagaimana disajikan pada Tabel 2.
120
Jurnal Perbenihan Tanaman Hutan Vol.5 No 2 Desember 2017: 115-124 p-ISSN : 2354-8568 e-ISSN : 2527-6565
Tabel (Table) 2. Hasil Uji Lanjut Pengaruh warna benih (W) terhadap waktu berkecambah dan kecepatan berkecambah pada benih kayu kuku (Effect of seed color to germination time and speed of germination of P. mooniana seeds)
Perlakuan (Treatment)
Waktu berkecambah (Germination time)
(hari/day)
Kecepatan berkecambah (Speed of germination)
(%/hari, %/day)
Warna Benih (Seed Color) Kontrol (Control) (W0)
10,83 a 1,73 a
Warna Kekuningan (Brownish Seed) (W1)
8,83 b 2,16 b
Warna Kecokelatan (Yellownish Seed) (W2)
8,82 b 2,34 b
Keterangan (Remarks): Nilai yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan berbeda tidak nyata (Number followed by the same letter on same column are not significantly different)
Hasil Uji Tukey (Tabel 2) , menunjukkan
bahwa benih kayu kuku yang diseleksi
berdasarkan warna berbeda nyata dengan
benih yang tidak diseleksi atau kontrol (W0),
terhadap waktu mulai berkecambah dan
kecepatan berkecambah. Sedangkan benih
berwarna kekuningan (W1) berbeda tidak
nyata dengan benih yang berwarna
kecokelatan (W2).
Hasil uji Tukey (Gambar 1) menunjukkan
bahwa perlakuan skarifikasi (S) berbeda nyata
terhadap waktu mulai berkecambah, kecepatan
berkecambah dan daya berkecambah benih
kayu kuku. Perlakuan kontrol (S0) berbeda
tidak nyata dengan yang direndam asam sulfat
selama 20 menit (S3), tetapi berbeda nyata
dengan perendaman air dingin selama 24 jam
(S1) dan perendaman air panas (800C) selama
24 jam (S2). Perlakuan (S1) dan (S2) memiliki
waktu mulai berkecambah pada hari ke-8,
sedangkan perlakuan kontrol (S0) berbeda
tidak nyata dengan yang direndam asam sulfat
selama 20 menit (S3), serta waktu mulai
berkecambah lebih lama yaitu mulai hari ke-
10. Perlakuan(S1) dan (S2) menunjukkan hasil
yang terbaik yaitu mulai berkecambah hari ke-
8.
Pengaruh skarifikasi benih (S) terhadap
waktu berkecambah, kecepatan berkecambah
dan daya berkecambah pada benih kayu kuku,
disajikan dalam Gambar 1 sebagai berikut :
121
PERKECAMBAHAN BENIH Pericopsis mooniana Thw.BERDASARKAN WARNA DAN TEKNIK SKARIFIKASI
Suhartati dan Didin Alfaizin
Gambar (Figure) 1. Pengaruh skarifikasi benih terhadap waktu berkecambah, kecepatan berkecambah dan daya berkecambah pada benih kayu kuku (Effect of seed scarification to germination time, germination speed and germination rate of P. mooniana seeds)
B. Pembahasan
Hasil pengamatan daya kecambah
menunjukkan bahwa benih yang berwarna
kekuningan, kecokelatan dan kontrol
menghasilkan daya kecambah yang berbeda
tidak nyata. Hal ini menunjukkan bahwa
benih kayu kuku yang berwarna kekuningan
dan kecokelatan sudah masak secara
fisiologis. Secara umum bahwa faktor internal
yang mempengaruhi perkecambahan benih
antara lain ukuran dan tingkat kemasakan
benih. Benih yang masak telah memiliki
cadangan makanan cukup tersedia bagi
pertumbuhan embrio dan tidak selengkap
yang tersedia pada benih yang belum masak.
Tingkat warna benih berkaitan erat dengan
proses pemasakan benih. Oleh karena itu,
benih masak mempunyai mutu benih yang
tinggi. Hasil penelitian ini sesuai dengan
pengujian pada benih Brucea javanica bahwa
benih yang berwarna hitam (yang
diasumsikan matang secara fisiologis) paling
cepat berkecambah dibanding berwarna
cokelat kehijauan (Setyowati, 2008).
Perlakuan yang direndam air panas
(800C) selama 24 jam (S2) menunjukkan hasil
yang terbaik jika dibandingkan dengan
perlakuan lainnya dengan kecepatan
berkecambahnya rata-rata 3,22% benih yang
berkecambah/hari, serta daya berkecam-
bahnya paling tinggi yaitu 76%. Air
merupakan salah satu syarat penting dapat
membantu perkecambahan benih, sehingga
perendaman benih dengan air panas (800C)
selama 24 jam dapat mematahkan dormansi
benih. Nilai untuk daya berkecambah pada
hasil penelitian ini lebih tinggi bila
dibandingkan dengan hasil penelitian (Sandi
Skarifikasi Benih(Seed Scarification)
Waktu Berkecambah(Germination Time) (hari/day)
Daya Berkecambah(Germination Rate) (%)
S0 : Kontrol (Control)S1 : Rendam air dingin (Soak in Cold Water)S2 : Rendam air panas (Soak in Hot Water 80�C)S3 : Rendam asam sulfat (0,1 M) (Soak insulfid acid)
Kecepatan Berkecambah(Germination Speed) (%/hari,%/day)
80
60
40
20
0
S 0 S 1 S 2 S 3
122
Jurnal Perbenihan Tanaman Hutan Vol.5 No 2 Desember 2017: 115-124 p-ISSN : 2354-8568 e-ISSN : 2527-6565
et al., 2014) yang memperoleh daya
berkecambah benih kayu kuku sebesar 73%
dengan suhu awal air 800C dan perendaman
48 jam. Perbedaan ini dimungkinkan bahwa
batas terlama untuk perendaman benih kayu
kuku tidak lebih dari 24 jam karena
kemungkinan benih telah mengalami
penurunan viabilitas. Hal senada juga
diperoleh Rinaldi (2010), bahwa perlakuan
skarifikasi dan perendaman air selama 24 jam
memberikan hasil yang terbaik pada benih
Arenga pinnata. Seperti halnya yang
diperoleh oleh Sukri (2012), bahwa
skarifikasi benih kayu kuku dengan cara
mengikir menghasilkan daya berkecambah
yang lebih rendah dibanding dengan
perendaman air.
Hasil yang sama juga diperoleh pada
percobaan benih kayu afrika, skarifikasi
menggunakan air panas selama 24 jam
menghasilkan nilai daya berkecambah sebesar
93% dan kecepatan berkecambah 5,7%/hari
(Yuniarti, 2013). Hasil penelitian ini relatif
sama dengan Sandi et al. (2014), bahwa
skarifikasi dengan air panas memberikan
pengaruh nyata terhadap persentase
kecambah, karena perendaman benih dalam
air panas dapat melunakkan kulit benih yang
keras sehingga dapat memudahkan proses
imbibisi dan mempercepat proses
perkecambahan.
Skarifikasi benih dengan perendaman air
sebagai perlakuan awal dapat mempercepat
perkecambahan dan meningkatkan persentase
berkecambah, terutama dengan penggunaan
air panas. Ilmiyah (2009) menyebutkan
bahwa perendaman benih dengan air panas
dapat melunakkan lapisan testa benih kayu
kuku yang keras sehingga air dan oksigen
mudah masuk ke dalam benih. Perendaman
dapat membantu peningkatan proses
perkecambahan benih, karena pada tahap awal
perkecambahan benih menyerap air sehingga
kulit benih melunak dan mengembang. Benih
kayu kuku termasuk benih berkulit keras dan
memiliki impermeabilitas yang tinggi
terhadap air dan pertukaran udara, sebagai
akibat adanya lapisan lilin yang merupakan
penyebab dormansi (Yuniarti & Syamsuwida,
2011). Selain itu, jenis legum memiliki
dormansi fisik yang salah satunya dapat
dipecahkan dengan perendaman air (Balik,
2009).
Daya berkecambah merupakan parameter
yang dapat menggambarkan status
kemampuan perkecambahan benih. Benih
yang mampu tumbuh normal, meski kondisi
alami tidak optimum dapat disebut benih
bervigor baik. Beberapa penelitian yang
menggunakan asam sulfat sebagai perlakuan
perendaman benih menunjukkan hasil yang
baik. Perendaman asam sulfat pada jenis
mindi menghasilkan daya berkecambah
123
PERKECAMBAHAN BENIH Pericopsis mooniana Thw. BERDASARKAN WARNA DAN TEKNIK SKARIFIKASI
Suhartati dan Didin Alfaizin
sebesar 74% dan benih weru menghasilkan
daya berkecambah sebesar 93% (Azad,
Zedan-Al-Musa, & Matin, 2010) Suita &
Nurhasybi, 2014). Namun untuk jenis kayu
kuku, kondisi tersebut tidak berlaku dan justru
menunjukkan trend sebaliknya. Hasil
penelitian terhadap perendaman benih dengan
asam sulfat (0,1 M) menunjukkan hasil paling
rendah dengan persentase daya berkecambah
sebesar 37%, jika dibandingkan dengan
perlakuan perendaman air. Kemungkinan hal
ini disebabkan penggunaan asam sulfat belum
mampu menembus lapisan kulit benih kayu
kuku yang memang keras dan berlapis lilin
dibandingkan dengan percobaan terhadap dua
jenis tersebut. Hasil penelitian ini agak
berbeda dengan petunjuk berdasarkan SNI
(2014) untuk teknik skarifikasi benih kayu
kuku.
Tidak menutup kemungkinan pengguna-
an zat kimia lain seperti Kalium Nitrat
(KNO3) menjadi alternatif untuk percobaan
skarifikasi benih kayu kuku. Pada percobaan
yang dilakukan Viariani (2007) diketahui
bahwa pemberian konsentrasi KNO3 yang
berbeda sangat mempengaruhi tekstur
permukaan kekerasan benih kelapa sawit
(keras menjadi lebih lentur). Kalium Nitrat
(KNO3) pada konsentrasi 0,2% meningkatkan
perkecambahan benih Acacia nilotica
mencapai 79%, sedangkan dengan konsentrasi
yang lebih tinggi daya kecambah menurun
sampai 37%. Penggantian Asam Sulfat yang
tergolong asam yang kuat dengan Kalium
Nitrat memungkinkan memperoleh hasil yang
berbeda dan juga mengurangi tingkat
kerusakan pada benih.
IV. KESIMPULAN
Benih kayu kuku yang berwarna
kekuningan dan kecokelatan dapat
mempersingkat waktu berkecambah dan
kecepatan kecambah, sedangkan teknik
skarifikasi yang paling optimal adalah
perendaman dengan air panas pada suhu 800C
selama 24 jam yang dapat menghasilkan daya
berkecambah sebesar 76%. Skarifikasi benih
kayu kuku sebaiknya tidak menggunakan
asam sulfat dan hasil penelitian perlu
dilanjutkan ke tahap pembibitan untuk
mengetahui kualitas bibit yang dihasilkan.
UCAPAN TERIMA KASIH
Ucapan terima kasih disampaikan kepada
Bapak Kadir dan Bapak Hardiansyah yang
telah membantu dalam kegiatan pengunduhan
buah kayu kuku di Cagar Alam Lamedae,
Sulawesi Tenggara, serta Bapak Mustafa pada
kegiatan di persemaian.
DAFTAR PUSTAKA
Azad, M. S., Zedan-Al-Musa, M., & Matin, M. A. (2010). Effects of pre-sowing treatments on seed germination of Melia azedarach.
124
Jurnal Perbenihan Tanaman Hutan Vol.5 No 2 Desember 2017: 115-124 p-ISSN : 2354-8568 e-ISSN : 2527-6565
Journal of Forestry Research , 21(2), 193–196. https://doi.org/10.1007/s11676-010-0031-1.
Balik, Y. R. (2009). Peningkatan Viabilitas Benih Kayu Kuku (Pericopsis mooniana Thwaites) dengan Aplikasi Perlakuan Bahan Kimia dan Komposisi Media. Universitas Haluleo.
Ilmiyah, R. N. (2009). Pengaruh Priming Menggunakan Hormon Ga3 Terhadap Viabilitas Benih Kapuk (Ceiba petandra) . Universitas Islam Negeri (UIN) Maulana Ibrahim.
ISTA. (2010). International rules for seed testing: Edition 2010. The International Seed Testing Association (Edition 20). Bassersdof, Switzerland.
Lestari, D. A. Y. U., & Santoso, W. (2011). Inventory and habitat study of orchids species in Lamedai Nature Reserve , Kolaka , Southeast Sulawesi. Biodiversitas, 12(1), 28–33. https://doi.org/10.13057/biodiv/d120106.
Nurhasybi, & Sudrajat, D. J. (2010). Perbaikan Perkecambahan Benih Ulin (Eusideroxylon zwageri) dengan Seleksi dan Pengupasan Kulit Benih. Tekno Hutan Tanaman , 3(2), 44–54.
Nurhasybi, Sudrajat, D. J., & Widyani, N. (2007). Pengaruh Pengeringan dan Kondisi Penyimpanan Terhadap Daya Berkecambah Benih Meranti Merah (Shorea leprosula). Jurnal Penelitian Hutan Tanaman , 4(Suplemen 1), 223–233.
Reubens, B., Heyn, M., Gebrehiwot, K., Hermy, M., & Muys, B. (2007). Persistent Soil Seed Banks for Natural Rehabilitation of Dry Tropical Forests in Northern Ethiopia. Tropicultura , 25(4), 204–214.
Rinaldi. (2010). Pengaruh Skarifikasi dan Lama Perendaman Terhadap Perkecambahan Benih Arenga pinnata. Jurnal Ikatan Keluarga Besar Universitas Jambi, 112, 33–37.
Sandi, A. L. I., Indriyanto, & Duryat. (2014). Ukuran Benih dan Skarifikasi dengan Air Panas terhadap Perkecambahan Benih Pohon Kuku (Pericopsis mooniana. J. Sylva Lestari, 2(3), 83–92.
Setyowati, N. (2008). The effect of maturated stages and soaking treatment of water and GA3 hormone on Brucea javanica (L.) Merr germination. Biodiversitas, Journal of Biological Diversity, 9(1), 13–16. https://doi.org/10.13057/biodiv/d090104.
Standar Nasional Indonesia (SNI). Tanaman Kehutanan-Bagian 12: Penangan Benih Generatif Tanaman Hutan (2014).
Suita, E., & Nurhasybi. (2014). Pengujian Viabilitas Benih Weru ( Albiziaprocera Benth.). Jurnal Perbenihan Tanaman Hutan , 2(1), 9–17.
Sukri, J. S. (2012). Efektivitas Kombinasi Pengikiran, Pemberian Hormon IBA dan Lama Perendaman Terhadap Peningkatan Viabilitas Benih Kayu Kuku (Pericopsis mooniana Thwaites). Universitas Haluleo.
Utomo, B. P. (2007). Fenologi Pembungaan dan Pembuahan Jarak Pagar (Jatropha curcas L.). Institut Pertanian Bogor.
Viariani, S. A. (2007). Perlakuan KNO3 dan Suhu Inkubasi Pengaruhnya Terhadap Pematahan Dormansi Benih Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq var Tenera). Universitas Gadjah Mada. Retrieved from https://repository.ugm.ac.id/id/eprint/72869.
Yuniarti, N. (2013). Peningkatan Viabilitas Kayu Afrika (Maesopsis eminii Engl.) dengan Berbagai Perlakuan Pendahuluan. Jurnal Perbenihan Tanaman Hutan, 1(1), 15–13.
Yuniarti, N., & Syamsuwida, D. (2011). Kayu Kuku (Pericopsis mooniana THW). Dalam: Atlas Benih Tanaman Hutan Indonesia Jilid II. Publikasi Khusus, 5(1).
© 2017 BPTPTH All rights reserved. Open access under CC BY-NC-SA license.doi: //doi.org/10.20886/bptpth.2017.5.2.125-135 125
KARAKTERISTIK FISIK DAN METODE PENGUJIANPERKECAMBAHAN BENIH TURI (Sesbania grandiflora (L.) Pers)
Eliya Suita dan Dida Syamsuwida
KARAKTERISTIK FISIK DAN METODE PENGUJIAN PERKECAMBAHAN BENIH TURI (Sesbania grandiflora (L.) Pers)
(Physical Characteristics and Germination Testing Methods of Turi
(Sesbania grandiflora (L.) Pers) Seeds)
Eliya Suita dan/and Dida Syamsuwida Balai Penelitian dan Pengembangan Teknologi Perbenihan Tanaman Hutan Jl. Pakuan Ciheuleut PO BOX 105; Telp 0251-8327768, Bogor, Indonesia
e-mail: [email protected]
Naskah masuk: 23 Agustus 2017; Naskah direvisi: 9 November 2017; Naskah diterima: 5 Desember 2017
ABSTRACT
Turi (Sesbania grandiflora (L.) Pers) is belong to Leguminosae which is a species of non-timber product utilized as food, energy, medicine, fodder and others. Turi seed has a hard coat, so that to get a maximum germination, it’s required pre-treatments before the seeds are sown. The objective of the study was to determine the physical characteristics of the seeds, and the approriate of pre-treatments methods to find out the viability of turi seeds. Physical characteristics are examining the water content and weight of 1000 seeds. The pre-treatments including: 24 hours water soaked seeds, hot water soaked seeds (temperature1000C) and let them cooler for 24 hours, 10 minutes sulfuric acid soaked seeds, 20 minutes sulfuric acid soaked seeds and no treatment. Viability examination methods consisted of the testing of top of paper, between paper and standed-pleated paper. The tested using opened soil-sand (v/v 1:1) mixture media and closed soil-sand (v/v 1:1) mixture media. The best pre-treatment that are enable to increase the viability of turi seeds are seeds soaked with sulfuric acid for 20 minutes and sown in a laboratory by using testing methods of either top of paper or standed plated of paper placed in a germinator. Keywords: seed, seed viability, Sesbania grandiflora, testing methods
ABSTRAK
Turi (Sesbania grandiflora (L.) Pers) termasuk famili Leguminosae dan merupakan jenis hasil hutan bukan kayu penghasil pangan, energi, obat, makanan ternak dan lainnya. Benih turi mempunyai kulit yang keras, sehingga untuk mendapatkan perkecambahan yang maksimal diperlukan perlakuan pendahuluan sebelum benih ditabur. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui karakteristik fisik dan metode uji perkecambahan yang tepat untuk benih turi. Karakteristik fisik yaitu pengujian terhadap kadar air dan berat 1000 butir. Perlakuan pendahuluan yang dilakukan meliputi: kontrol (tanpa perlakuan), benih direndam dengan air biasa selama 24 jam, benih direndam dalam air panas (suhu 1000C) dan dibiarkan dingin selama 24 jam, benih direndam H2SO4 selama 10 menit dan 20 menit. Metoda uji perkecambahan meliputi : uji di atas kertas, uji antar kertas, uji kertas digulung dengan posisi didirikan. Selanjutnya diujikan pada media pasir tanah (1:1) terbuka, media pasir tanah (1:1) ditutup plastik. Perlakuan pendahuluan yang terbaik yang dapat meningkatkan daya berkecambah benih turi adalah benih direndam dengan H2SO4 selama 20 menit dan ditabur di laboratorium dengan metode uji di atas kertas dan uji kertas digulung dengan posisi berdiri diletakkan di Germinator. Kata kunci: metode uji, perbenihan, Sesbania grandiflora, viabilitas benih
126
Jurnal Perbenihan Tanaman Hutan Vol. 5 No. 2, Desember 2017: 125-135 p-ISSN : 2354-8568 e-ISSN : 2527-6565
I. PENDAHULUAN
Turi (Sesbania grandiflora (L.) Pers)
termasuk famili leguminosae dan merupakan
jenis hasil hutan bukan kayu penghasil pangan,
energi, obat dan lainnya (HHBK-FEMO).
Kayu turi dapat dimanfaatkan sebagai sumber
energi dengan nilai kalor sebesar 3.965
kkal/kg (Cahyono, Coto, & Febrianto, 2009).
Menurut (Imran, Budhi, Ngadiono, &
Dahlanuddin, 2012) bahwa daun turi
merupakan pakan ternak yang mampu
meningkatkan rata-rata pertambahan bobot
badan. Manfaat turi sebagai obat, dapat
digunakan sebagai analgetik (penurun rasa
nyeri) dengan menggunakan kortex batang dan
daunnya (Maharani, 2010). Kayunya dijadikan
alternatif bahan bakar pengganti minyak tanah
untuk pengeringan tembakau di Jawa Timur
dan di Kabupaten Lombok Timur. Kebutuhan
tanaman turi untuk proses pengeringan
tembakau sekitar 750–800 batang per 1 unit
oven selama proses pengeringan (PT. SAN,
2012).
Turi merupakan tanaman multiguna,
karena dapat dimanfaatkan sebagai sumber
energi, pakan ternak maupun sebagai obat.
Untuk memenuhi kebutuhan akan tanaman turi
sebagai bahan bakar alternatif, maka
diperlukan penanaman. Untuk keberhasilan
penanaman, tidak terlepas dari pengadaan
benih bermutu. Pengadaan benih bermutu
memegang peranan penting dalam pening-
katan produktivitas hutan tanaman. Untuk
mendapatkan benih yang bermutu fisik
fisiologis tinggi, pengetahuan tentang karakter
benih dan cara pengujian mutunya sangat
diperlukan.
Karakter fisik benih turi dicirikan dengan
kulit benih yang cukup keras. Benih yang
mempunyai kulit benih yang keras biasanya
lambat berkecambah karena air sulit masuk ke
dalam benih, sifat ini termasuk dormansi
benih. Dormansi benih terbagi menjadi
dormansi primer dan sekunder, dan tipe
dormansi sifat fisik kulit benih termasuk
dormansi primer (Murniati, 2013).
Benih-benih yang mempunyai kulit benih
yang keras dapat ditingkatkan daya
berkecambahnya dengan bermacam-macam
perlakuan pendahuluan tergantung sifat fisik
benih itu sendiri. Hasil penelitian perlakuan
pendahuluan yang telah dilakukan untuk jenis-
jenis yang mempunyai kulit keras dan sulit
berkecambah, antara lain perendaman dengan
H2SO4, KNO3 dan air panas. Perendaman
dengan H2SO4 pada benih Acacia
auriculiformis A. Cunn. ex Benth dapat
meningkatkan daya berkecambahnya hingga
92-96% (Olatunji, Maku, & Odumefun, 2013).
Hasil yang serupa juga terjadi pada jenis A.
tortilis, A. erioloba, dan A. nigrescens
(Rasebeka, Mathowa, & Mojeremane, 2014).
Perendaman dengan air panas pada jenis
sengon (Marthen, Kaya, & Rehatta, 2013),
127
KARAKTERISTIK FISIK DAN METODE PENGUJIAN PERKECAMBAHAN BENIH TURI (Sesbania grandiflora (L.) Pers)
Eliya Suita dan Dida Syamsuwida
benih yang dicelupkan ke dalam air panas 60°
C selama 4 menit, dilanjutkan dengan
perendaman air dingin selama 12 jam dapat
menghasilkan persentase perkecambahan
mencapai 100%. Perendaman benih dengan
KNO3 0,2% selama 24 jam pada tanaman padi,
daya berkecambah mencapai 89,63%
(Suharyati, 2013). Penelitian ini bertujuan
untuk mengetahui karakteristik fisik dan
menentukan metode uji perkecambahan benih
turi. Diharapkan hasil penelitian ini dapat
memberikan informasi karakter fisik dan
metode pengujian benih turi yang tepat agar
diperoleh viabilitas benih turi maksimal.
II. BAHAN DAN METODE
A. Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan adalah benih turi,
media perkecambahan pasir dan tanah (1:1
v/v) dan kertas merang. Peralatan yang
digunakan meliputi bak kecambah, oven,
inkubator, germinator, timbangan analitik,
petridish, label, kantong plastik, dan lain-lain.
Benih turi berasal dari Sumedang, Jawa
Barat. Penelitian dilaksanakan di laboratorium
Pengujian Benih, Balai Penelitian Teknologi
Perbenihan Tanaman Hutan. Penelitian
dilaksanakan pada tahun 2014.
B. Prosedur Penelitian
1. Persiapan benih
Ekstraksi benih dilakukan dengan cara,
buah/polong dijemur di bawah sinar matahari
sampai buah/polong merekah, kemudian
dipisahkan dari kulitnya.
2. Pengujian mutu fisik benih
Benih hasil ekstraksi diuji kadar airnya
dengan metode temperatur rendah 103±2°C
selama 17±1 jam, menggunakan 3 (tiga)
ulangan, masing-masing 5 g benih sesuai
dengan prosedur (ISTA, 2012). Kadar air
dinyatakan dalam persen berat dan dihitung
dalam 1 desimal terdekat dengan rumus
sebagai berikut:
........................ (1)
Keterangan:
M1 = berat wadah dan penutup dalam gram; M2 = berat wadah, penutup, dan benih
sebelum pengeringan; M3 = berat benih, wadah, dan penutup
sesudah pengeringan. Untuk mengetahui berapa jumlah benih per
kilogram yang berguna untuk memprediksi
jumlah benih maka, dihitung dengan secara
acak 100 butir benih dengan ulangan 8 kali.
Timbang setiap ulangan dalam gram. Rata-rata
berat dari 100 butir dikalikan 10. Berat 1.000
butir benih dapat diubah ke dalam jumlah
benih per kg. Jumlah benih per kg (butir) =
x 1000 .................................(2)
Untuk mengetahui kondisi awal benih
ditentukan nilai rata-rata dan simpangan baku
kadar air dan berat 1.000 gram.
Kadar Air = x 100%(M2 - M3)
(M2 - M1)
1000berat 1000 benih
128
Jurnal Perbenihan Tanaman Hutan Vol. 5 No. 2, Desember 2017: 125-135 p-ISSN : 2354-8568 e-ISSN : 2527-6565
3. Penentuan metode uji perkecambahan
Rancangan penelitian yang digunakan
untuk menguji daya berkecambah dan
kecepatan berkecambah menggunakan
rancangan faktorial dalam rancangan acak
lengkap. Faktor pertama, perlakuan
pendahuluan (A) yang terdiri atas 5 taraf, yaitu
A1 = kontrol, A2 = benih direndam dengan
air biasa selama 24 jam, A3 = benih direndam
dalam air panas pada suhu 1000C dan
dibiarkan dingin selama 24 jam, A4 = benih
direndam H2SO4 10 menit, dan A5 = benih
direndam H2SO4 20 menit. Faktor kedua,
Metode Uji Perkecambahan (B) terdiri atas 5
taraf, yaitu B1 = UDK (Uji Di atas Kertas), B2
= UAK (Uji Antar Kertas), B3 = UKDdp (Uji
Kertas Digulung dengan posisi didirikan), B4
= Media pasir tanah (1:1) terbuka, dan B5 =
Media pasir tanah (1:1) ditutup plastik.
Ulangan dilakukan sebanyak 4 kali, masing-
masing ulangan terdiri dari 50 butir benih.
Respon yang diamati adalah daya
berkecambah dan kecepatan berkecambah.
Perhitungan daya berkecambah ditentukan
dengan jumlah benih yang sudah berkecambah
normal. Daya berkecambah menjabarkan
parameter viabilitas potensial dan rumus daya
berkecambah (DB) adalah :
......................(3)
Keterangan:
∑ KN = jumlah benih yang menjadi kecambah normal sampai hari ke-60
N = jumlah benih yang ditabur
Kecepatan berkecambah yang dihitung adalah
benih yang berkecambah dari hari pengamatan
kesatu sampai dengan hari terakhir. Dengan
penghitungan kecambah normal pada setiap
pengamatan dibagi dengan etmal (1 etmal = 24
jam). (Widajati, 2013), kecepatan
berkecambah menjabarkan parameter vigor
dan rumus kecepatan berkecambah sebagai
berikut :
.................(4)
Keterangan:
i = hari pengamatan etmal = 24 jam
D. Analisis Data
Data dianalisis guna mengetahui pengaruh
perlakuan dengan menggunakan uji-F.
Selanjutnya jika ada pengaruh yang nyata
dilanjutkan uji jarak Duncan.
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
Pengujian kadar air benih digunakan
untuk mengetahui karakter benih, apakah
benih tergolong ke dalam benih berkarakter
ortodok (kadar air rendah dan dapat disimpan
lama) atau rekalsitran (kadar air tinggi dan
tidak dapat disimpan lama). Rata-rata kadar air
awal benih turi 10,48% dengan standar deviasi
0,74%. Nilai-nilai tersebut menunjukkan
bahwa benih turi mempunyai karakteristik
Daya Berkecambah = S�KN x 100%n
Kecepatan berkecambah = Persentase Kecambah Normaletmal
%etmal
n
i=0
129
KARAKTERISTIK FISIK DAN METODE PENGUJIAN PERKECAMBAHAN BENIH TURI (Sesbania grandiflora (L.) Pers)
Eliya Suita dan Dida Syamsuwida
fisik benih berkadar air rendah. Rata-rata berat
1.000 butir benih turi 44,41 gram dengan
standar deviasi 2,07 gram. Penimbangan berat
1.000 butir benih turi dimaksudkan untuk
menghitung jumlah benih per kg. Jumlah
benih turi dalam satu kilogram dapat
dipergunakan untuk memprediksi berapa
jumlah benih yang akan ditabur. Dari hasil
penghitungan didapatkan jumlah biji turi
dalam satu kilogram rata-rata 22.550 butir dan
standar deviasi 1.063 butir.
Hasil uji laboratorium menunjukkan
bahwa perlakuan pendahuluan, metode uji
perkecambahan dan interaksinya berpengaruh
nyata terhadap perkecambahan benih,
sedangkan uji di rumah kaca hanya perlakuan
pendahuluan yang berbeda nyata (Tabel 1).
Tabel (Table) 1. Analisis ragam daya berkecambah dan kecepatan berkecambah benih turi sehubungan dengan perlakuan pendahuluan dan metode uji di laboratorium dan rumah kaca (Analysis of variance of Germination capacity and Germination speed in relation to the pretreatments and testing methods in a laboratory and green house)
Parameter/ Parameters
Daya berkecambah/ Germination capacity
(%)
Kecepatan berkecambahan/Germination
speed (%/etmal) Laboratorium/ Laboratory
Perlakuan pendahuluan/ Pretreatments (A)
23,07* 56,11*
Metode uji/Testing methods (B) 3,19* 5,17*
Interaksi/Interaction (A)*(B) 2,18* 2,78*
Rumah kaca/ Greenhouse
Perlakuan pendahuluan/ Pretreatments (A)
19,58* 21,59*
Metode uji/Testing methods (B) 0,92 tn 0,01 tn
Interaksi/Interaction (A)*(B) 2,64 tn 1,15 tn
Keterangan (Remarks) : * = berbeda nyata/significant, tn = tidak berbeda nyata pada tingkat kepercayaan 95%/not significant at level (α = 5%)
Interaksi antara perlakuan pendahuluan
dan metode uji perkecambahan berpengaruh
nyata terhadap daya berkecambah dan
kecepatan berkecambah (Tabel 2).
Tabel (Table) 2. Pengaruh interaksi antara perlakuan pendahuluan dan metode uji terhadap daya
berkecambah dan kecepatan berkecambah benih turi di laboratorium (The influence of the interaction between pre-treatments and testing methods to germination capacity and germination speed of turi seeds in a laboratory)
Perlakuan pendahuluan/ Pretreatments
Daya berkecambah (%)/ Germination capacity (%)
Metode uji/Testing methods
Kecepatan berkecambahan/ Germination Speed (%/etmal)
Metode uji/Testing methods
A1B1 A1B2 A1B3
69,00g 72,00def 75.00def
13,12 g 12,86 g 14,37 gf
A2B1 75,50def 18,80 cde
130
Jurnal Perbenihan Tanaman Hutan Vol. 5 No. 2, Desember 2017: 125-135 p-ISSN : 2354-8568 e-ISSN : 2527-6565
A2B2 A2B3
76,00def 70,500ef
19,91 cde 17,94 de
A3B1 A3B2 A3B3
84,00bc 79,00cd 78,50cde
25,29 a 23,51 ab 24,03 ab
A4B1 A4B2 A4B3
84,50abcd 85,50abc 73,50def
21,51 abc 16,30 ef
19,51 cde
A5B1 A5B2 A5B3
92,50a 88,50ab 88,50ab
22,92 abc 20,18cde 24,82 a
Keterangan (Remarks) : Nilai yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada level 95% (Values followed by the same letters are not significant difference at a confidence level of 95% ). A1 = Kontrol/Control, A2 = Perendaman dengan air selama 24 jam/ Water soaking for 24 hours, A3 = Perendaman dengan air panas dan dibiarkan dingin selama 24 jam/Hot water soaking and let them cold for 24 hours, A4 = Perendaman dengan H2SO4 selama 10 menit/Soaking in H2SO4 for 10 minutes, A5 = Perendaman dengan H2SO4 selama 20 menit/Soaking in H2SO4 for 20 minutes). B1 = UDK (Uji Di atas Kertas)/ top of paper, B2 = UAK (Uji Antar Kertas)/ between paper, B3 = UKDdp (Uji Kertas Digulung dengan posisi didirikan)/ standed pleated paper
Hasil pengujian di rumah kaca,
menunjukkan bahwa perlakuan pendahuluan
berpengaruh nyata terhadap daya berkecambah
dan kecepatan berkecambah benih turi. Untuk
melihat pengaruh nyata dari hasil analisis
maka dilakukan uji lanjut Duncan (Tabel 3).
Table (Table) 3. Pengaruh perlakuan pendahuluan terhadap daya berkecambah dan kecepatan berkecambah benih turi di rumah kaca (The influence of pre-treatments on the germination capacity and germination speed of turi seeds in a greenhouse)
Perlakuan pendahuluan/ Pretreatments
Daya berkecambah/ Germination capacity (%)
Kecepatan berkecambah/ Germination speed (%/etmal)
A1 60,75 b 8,36 c
A2 55,25 b 7,90 c
A3 59,25 b 8,37 c
A4 69,25 a 9,93 b
A5 74,00 a 11,24 a
Keterangan (Remarks): Nilai yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada level 95% (Values followed by the same letters in a coloumn are not significant difference at a confidence level of 95%). A1 = Kontrol/Control, A2 = Perendaman dengan air biasa selama 24 jam/ Water soaking for 24 hours, A3 = Perendaman dengan air panas dan dibiarkan dingin selama 24 jam/Hot water soaking and let them cold for 24 hours, A4 = Perendaman dengan H2SO4 selama 10 menit/Soaking in H2SO4 for 10, A5 = Perendaman dengan H2SO4 selama 20 menit/Soaking in H2SO4 for 20 minutes)
Benih turi yang diberi perlakuan
pendahuluan perendaman H2SO4 selama 10
menit dengan direndam H2SO4 selama 20
menit yang ditabur pada media pasir tanah di
131
KARAKTERISTIK FISIK DAN METODE PENGUJIAN PERKECAMBAHAN BENIH TURI (Sesbania grandiflora (L.) Pers)
Eliya Suita dan Dida Syamsuwida
rumah kaca memberikan daya berkecambah
yang tidak berbeda nyata, namun berbeda
nyata dengan perlakuan pendahuluan lainnya.
Rata-rata kecepatan berkecambah benih
turi yang direndam H2SO4 selama 20 menit
menunjukkan hasil tertinggi dan berbeda nyata
dengan perlakuan pendahuluan lainnya.
Dengan demikian, benih yang direndam
H2SO4 selama 20 menit mampu meningkatkan
daya berkecambah benih turi yang terbaik.
B. Pembahasan
Karakteristik fisik benih turi (kadar air
benih, jumlah butir benih per 1.000 gram),
daya berkecambah dan kecepatan
berkecambah, diperlukan pengguna benih
untuk mengetahui mutu benih sehingga dari
kadar air diketahui sifat benih dan dari jumlah
benih per 1000 gram serta daya berkecambah
dapat memperkirakan kebutuhan benih yang
diperlukan untuk penanaman. Benih turi
mempunyai kulit yang keras dengan nilai
kadar air awal benih sebesar 10,48% yang
menunjukkan bahwa benih tersebut termasuk
benih ortodoks. Benih ortodoks diartikan
sebagai benih yang dapat disimpan dalam
waktu yang lama pada kadar air benih rendah
dan suhu rendah. Umumnya benih ortodoks
mempunyai kulit biji yang keras sehingga
mempunyai sifat dormansi yaitu suatu kondisi
dimana benih hidup tidak berkecambah sampai
batas waktu akhir pengamatan perkecambahan
walaupun faktor lingkungan optimum untuk
perkecambahannya, sehingga untuk
perkecambahannya diperlukan perlakuan
pendahuluan terlebih dahulu (Murniati, 2013).
Karakteritik fisik lainnya yang penting
untuk diketahui adalah jumlah benih per
kilogram. Dari hasil analisis menunjukkan
bahwa jumlah benih turi dalam satu kilogram
adalah 22.550 butir sehingga data ini dapat
ditentukan kebutuhan benih untuk penanaman
dalam suatu luasan tertentu.
Interaksi antara perlakuan pendahuluan
dan metode uji di laboratorium yang dapat
meningkatkan daya berkecambah dan
kecepatan berkecambah benih turi tertinggi
adalah perlakuan perendaman dalam H2SO4
selama 20 menit dengan metode Uji Di atas
Kertas (UDK) (92,50% dan 22,92%/etmal)
namun tidak berbeda nyata dengan metode Uji
Kertas Digulung dengan posisi didirikan
(UKDdp) (88,50% dan 24,82%/etmal).
Dengan demikian untuk mendapatkan hasil
maksimum perkecambahan benih turi dapat
dilakukan dengan perendaman benih dengan
H2SO4 selama 20 menit dengan perlakuan
metode UDK dan UKDdp. Perlakuan di rumah
kaca, interaksi antara perlakuan dengan
metode uji tidak memperlihatkan adanya
perbedaan antara perlakuan media pasir tanah
terbuka dengan media pasir tanah tertutup.
Kecepatan tumbuh benih adalah tolok
ukur vigor kekuatan tumbuh benih, dimana
benih yang cepat tumbuh akan lebih mampu
132
Jurnal Perbenihan Tanaman Hutan Vol. 5 No. 2, Desember 2017: 125-135 p-ISSN : 2354-8568 e-ISSN : 2527-6565
mengatasi kondisi lapang yang sub optimum
dan dapat bersaing dengan gulma (Widajati,
2013). Terjadinya interaksi yang nyata antara
metode pengujian dengan perlakuan
pendahuluan perendaman H2SO4 selama 10
dan 20 menit. Hal ini menunjukkan bahwa
pada perendaman H2SO4 selama 10 dan 20
menit benih turi dengan mengunakan metode
UDK dan UKDdp telah terjadi perubahan daya
berkecambah dan kecepatan berkecambah
yang signifikan. Metode UDK dimaksudkan
menguji benih di atas lembar substrat. Metode
ini sangat baik digunakan untuk benih yang
membutuhkan cahaya bagi perkecam-
bahannya. Metode UKDdp digunakan bagi
benih yang tidak peka terhadap cahaya untuk
perkecambahannya. Jadi benih turi dapat
berkecambah dengan baik dengan adanya
cahaya maupun tanpa cahaya.
Dari hasil pengujian di rumah kaca, untuk
dapat meningkatkan daya berkecambah dan
kecepatan berkecambah secara maksimum,
maka benih diberi perlakuan perendaman
H2SO4 selama 20 menit yang dapat
menghasilkan daya berkecambah dan
kecepatan berkecambah tertinggi (74,00% dan
11,24%/etmal). Perendaman dengan H2SO4
merupakan skarifikasi asam yang sangat
efektif untuk beberapa jenis tanaman yang
mempunyai kulit benih keras. H2SO4 ini
berfungsi untuk mengikis dan melunakkan
kulit benih. Penelitian jenis mindi yang
direndam dengan H2SO4 selama 30 dan 20
menit menghasilkan daya berkecambah 74%
dan 80% (Azad, Al-Musa, & Matin, 2010).
Begitu juga dengan jenis mucuna yang
mempunyai dormansi kulit biji dengan
menggunakan H2SO4 selama 10 menit
menghasilkan daya berkecambah yang tinggi
yaitu 91,67% (Astari, Rosmayati, & Bayu,
2014). Hasil serupa juga ditunjukkan oleh
Acacia crassicarpa yang direndam dengan
H2SO4 pekat (96%) selama 30 menit
menghasilkan daya berkecambah 89,92%
(Suita & Sudrajat, 2008). Pilang yang
direndam dengan H2SO4 pekat selama 20
menit menghasilkan daya berkecambah
55,75% (Suita & Bustomi, 2014) dan jenis
weru dengan menggunakan perlakuan
perendaman H2SO4 selama 10 menit dapat
menghasilkan daya berkecambah mencapai
93% (Suita & Nurhasybi, 2014), serta jenis
Acacia erioloba yang direndam H2SO4 selama
6 menit dapat menghasilkan daya berke-
cambah 87,5% (Rasebeka et al., 2014).
Berbeda dengan jenis Acacia auriculiformis,
perlakuan dengan perendaman air panas
mempunyai daya berkecambah tertinggi yaitu
83%, sedangkan dengan perlakuan pencelupan
ke dalam H2SO4 menghasilkan daya
berkecambah 75% (Azad, Manik, Hasan, &
Matin, 2011). Pematahan dormansi pada
kelapa sawit, dengan perendaman dalam air
suhu 80°C selama 3x24 jam dan diakhiri
133
KARAKTERISTIK FISIK DAN METODE PENGUJIAN PERKECAMBAHAN BENIH TURI (Sesbania grandiflora (L.) Pers)
Eliya Suita dan Dida Syamsuwida
dengan pemanasan kering selama 1 minggu
mampu menghasilkan potensi tumbuh
maksimum benih 52% (Farhana, Ilyas, &
Budiman, 2013). Jenis Hypericum perforatum
berkecambah dengan baik apabila diberi
perlakuan kombinasi yaitu direndam air dingin
di ruang kamar selama 24 jam kemudian
distratifikasi dengan pasir selama 7 hari pada
suhu 0,5°C dapat menghasilkan kecambah
58% (Nedkov, 2007) dan jenis sengon yang di
celupkan ke dalam air panas 60°C selama 2-6
menit kemudian direndam air dingin selama 12
jam menghasilkan daya berkecambah 100%
(Marthen et al., 2013). Sedangkan untuk jenis
aren, menghasilkan daya berkecambah ter-
tinggi apabila diberi perlakuan dengan HCl
0,1% (95%) (Manurung, Putri, & Bangun,
2013).
Faktor fisik penting lainnya yang
berpengaruh selama perkecambahan adalah
suhu. Penutupan persemaian dengan lembaran
plastik selama perkecambahan, menyebabkan
peningkatan suhu di persemaian. Oleh karena
itu, kondisi ini diduga menjadi stimulan untuk
proses perkecambahan benih untuk mencapai
kapasitas perkecambahan yang lebih tinggi.
Tetapi untuk benih turi yang diperlakukan
dengan media pasir tanah dibuka dan ditutup
tidak menyebabkan perbedaan yang nyata, ini
menunjukkan bahwa benih turi baik pada suhu
rendah maupun tinggi dapat berkecambah
dengan baik. Akan tetapi berbeda dengan jenis
mindi (Suita, 2009), kondisi perkecambahan
benih mindi yang baik adalah dengan
mempertahankan suhu 38°C selama 18 jam
setiap hari dan kelembaban relatif 80%, yang
ditabur di bak kecambah dan ditutup plastik,
daya berkecambah dapat mencapai 92%.
Demikian pula dengan jenis weru yang di
tabur di media pasir tanah (1:1) ditutup plastik
selama 1 minggu pertama, lebih baik dari yang
terbuka dengan perlakuan perendaman H2SO4
20 menit menghasilkan daya berkecambah
mencapai 89,75% (Suita & Nurhasybi, 2014).
Benih saga pohon yang direndam dengan air
biasa selama 3 hari dan ditabur pada bak
kecambah ditutup plastik menghasilkan daya
berkecambah 81,33% (Suita, 2012). Adapun
benih kacang tanah varitas bison yang diberi
perlakuan pemanasan dalam oven bersuhu
40°C selama 7 hari dapat menghasilkan benih
tumbuh 100% (Nurussintani, Damanhuri, &
Purnamaningsih, 2013), sedangkan untuk jenis
pepaya (Kusumawardani, Priandoko, &
Ismarmiyati, 2010), perkecambahan benihnya
sangat dipengaruhi oleh cahaya.
IV. KESIMPULAN
Rata-rata kadar air awal benih turi
10,48%, berat 1.000 butir benih berkisar
42,22‒ 46,34 g dan jumlah benih per kg sekitar
21.580‒23.687 butir. Kombinasi perlakuan
peredaman H2SO4 selama 20 menit dan
metode uji UDK (Uji Di atas Kertas) dan
134
Jurnal Perbenihan Tanaman Hutan Vol. 5 No. 2, Desember 2017: 125-135 p-ISSN : 2354-8568 e-ISSN : 2527-6565
UKDdp (Uji Kertas Digulung dengan posisi
didirikan) di germinator, menghasilkan daya
berkecambah benih turi yang tinggi (92,50%
dan 88,50%) dengan kecepatan berkecambah
sebesar (22,92%/etmal dan 24,82%/etmal).
Perkecambahan di rumah kaca, benih yang
direndam H2SO4 selama 20 menit mampu
meningkatkan daya berkecambah benih turi
yang terbaik dengan daya berkecambah 74%.
Untuk pengujian perkecambahan benih
turi, disarankan benih diberi perlakuan
pendahuluan dengan perendaman H2SO4
selama 20 menit dan ditabur dengan metode
uji UDK dan UKDdp.
UCAPAN TERIMA KASIH
Ucapan terima kasih disampaikan kepada
Saudara Suherman dan Agus Hadi Setiawan
atas bantuannya dalam pengamatan dan
pengumpulan data selama kegiatan penelitian
DAFTAR PUSTAKA
Astari, R. P., Rosmayati, & Bayu, E. S. (2014). Pengaruh pematahan dormansi secara fisik dan kimia terhadap kemampuan berkecambah benih mucuna (Mucuna bracteata D.C). Jurnal Online Agroekoteknologi, 2(2), 803–812.
Azad, S., Al-Musa, Z., & Matin, A. (2010). Effects of pre-sowing treatments on seed germination of Melia azedarach. Journal of Forestry Research, 21(2), 193–196. http://doi.org/10.1007/s11676-010-0031-1
Azad, S., Manik, M. R., Hasan, S., & Matin, A. (2011). Effect of different pre-sowing treatments on seed germination percentage and growth performance of Acacia
auriculiformis. Journal of Forestry Research , 22(2), 183–188. http://doi.org/10.1007/s11676-011-0147-y
Cahyono, T. D. W. I., Coto, Z., & Febrianto, F. (2009). Aspek thermofisis pemanfaatan kayu sebagai bahan bakar substitusi di pabrik semen. Jurnal Ilmu Dan Teknologi Hasil Hutan, 1(1), 45–53.
Farhana, B., Ilyas, S., & Budiman, L. F. (2013). Pematahan dormansi benih kelapa sawit ( Elaeis guineensis Jacq .) dengan perendaman dalam air panas dan variasi konsentrasi ethephon. Bul. Agrohorti, 1(1), 72–78.
Imran, Budhi, S. P. ., Ngadiono, N., & Dahlanuddin. (2012). Pertumbuhan pedet sapi bali lepas sapih yang diberi rumput lapangan dan disuplementasi daun turi (Sesbania grandiflora). Agriminal, 2(2), 55–60.
ISTA. (2012). Internasional rules for seed testing (2012th ed.). Bassersdorf, Switzerland: The International Seed Testing Association.
Kusumawardani, S. A., Priandoko, S. C., & Ismarmiyati. (2010). Perlakuan awal untuk pematahan dormansi pada benih pepaya (Carica papaya L.) dengan pembuangan kulit ari dan penjemuran selama 3 hari. Vigor, Info Pengembangan Mutu Benih, 2, 5–7.
Maharani, L. febriana. (2010). Pengaruh ekstrak etanol daun turi merah (Sesbania grandiflora PERS. Var. rubra) terhadap geliatan mencit Balb/C yang diinjeksi asam asetat 0,1%. Universitas Diponegoro.
Manurung, D., Putri, L. A. P., & Bangun , M. K. (2013). Pengaruh perlakuan pematahan dormansi terhadap viabilitas benih aren (Arengan pinnata Merr.). Jurnal Online Agroekoteknologi, 1(3), 768–782.
Marthen, Kaya, & Rehatta. (2013). Pengaruh perlakuan pencelupan dan perendaman terhadap perkecambahan benih sengon. Agrologia, 2(1), 10–16.
Murniati, E. (2013). Fisiologi perkecambahan dan dormansi benih. In Dasar Ilmu dan Teknologi Benih (pp. 85–98). Bogor: IPB Press.
Nedkov, N. (2007). Research on the effect of pre-sowing treatment on seed germination of Hypericum perforatum L . Bulgarian Journal of Agricultural Science, 13, 31–37.
135
KARAKTERISTIK FISIK DAN METODE PENGUJIAN PERKECAMBAHAN BENIH TURI (Sesbania grandiflora (L.) Pers)
Eliya Suita dan Dida Syamsuwida
Nurussintani, W., Damanhuri, & Purnamaningsih, S. L. (2013). Perlakuan pematahan dormansi terhadap daya tumbuh benih 3 varietas kacang tanah (Arachis hypogaea). Jurnal Produksi Tanaman , 1(1), 86–93.
Olatunji, D., Maku, J. O., & Odumefun, O. P. (2013). The effect of pre-treatments on the germination and early seedlings growth of Acacia auriculiformis Cunn . Ex . Benth. African Journal of Plant Science, 7(8), 325–330. http://doi.org/10.5897/AJPS11.255
PT.SAN. (2012). Energi altenatif “ Menjawab harapan dan kebutuhan bahan bakar petani tembakau Virginia Lombok.” Media Informasinya Lombok Timur. Lombok.
Rasebeka, L., Mathowa, T., & Mojeremane, W. (2014). Effect of seed pre-sowing treatment on germination of three Acacia species Indigenous to Botswana. International Journal of Plant & Soil Science, 3(1), 62–70.
Suharyati, E. (2013). Pematahan dormansi padi inpari 6 jete. Vigor, Info Pengembangan Mutu Benih, 2, 23–26.
Suita, E. (2009). Pengujian viabilitas benih mindi
(Melia azedarach L.) pada berbagai media perkecambahan. Info Benih, 13(1), 89–98.
Suita, E. (2012). Teknik pemecahan dormansi benih saga pohon (Adenanthera sp.). Info Benih, 16(1), 7–13.
Suita, E., & Bustomi, S. (2014). Teknik peningkatan daya dan kecepatan berkecambah benih pilang. Jurnal Penelitian Hutan Tanaman , 11(1), 45–52.
Suita, E., & Nurhasybi. (2014). Pengujian viabilitas benih weru (Albizia procera Benth.). Jurnal Perbenihan Tanaman Hutan , 2(1), 12–23.
Suita, E., & Sudrajat, D. J. (2008). Penentuan metode uji perkecambahan benih krasikarpa (Acacia crassicarpa A. Cunn. Ex Benth.). Buletin Puslitbang Perhutanan, 12(2), 783–790.
Widajati, E. (2013). Batasan benih, aspek-aspek dalam ilmu dan teknlogi benih, serta pentingnya benih dalam produksi tanaman. In Dasar Ilmu dan Teknologi Benih (pp. 1–8). Bogor: IPB Press.
137
JURNAL PERBENIHAN TANAMAN HUTAN
ISI VOLUME 5 Nomor 1
Febrina Artauli Siahaan PENGARUH KONDISI DAN PERIODE SIMPAN TERHADAP PERKECAMBAHAN BENIH KESAMBI (Schleichera oleosa (Lour.) Merr) 1
Kurniawati Purwaka Putri dan/and Yulianti Bramasto PENGENDALIAN CENDAWAN Uromycladium tepperianum PADA BIBIT SENGON (Falcataria moluccana (Miq.) Barneby & J.W. Grimes) DI PERSEMAIAN 13
Sahwalita PENGARUH BAHAN SETEK TERHADAP KEBERHASILAN PERBANYAKAN SUNGKAI DAN POTENSI SETEK YANG DIHASILKAN DARI KEBUN PANGKAS 23
Sri Muryati, Irdika Mansur dan/and Sri Wilarso Budi APLIKASI FUNGI MIKORIZA ARBUSKULA PADA BIBIT Desmodium ovalifolium DI LAHAN PASCA TAMBANG 35
Muhammad Zanzibar TIPE DORMANSI DAN PERLAKUAN PENDAHULUAN UNTUK PEMATAHAN DORMANSI BENIH BALSA (Ochroma bicolor ROWLEE) 51
Nurmawati Siregar RESPON PENUTUPAN MULSA TERHADAP PERKECAMBAHAN MINDI (Melia azadarach Linn.) 61
Nomor 2
Kurniawati Purwaka Putri dan/and Dede J. Sudrajat
REGENERASI Shorea spp. DI SUMBER BENIH KHDTK HAURBENTES, KABUPATEN BOGOR 71
Endang Pujiastuti dan/and Dede J. Sudrajat UJI VIGOR UNTUK MENDUGA PERKECAMBAHAN BENIH DAN MUNCULNYA SEMAI NORMAL Acacia mangium DI PERSEMAIAN 81
Muhammad Zanzibar METODE PENGERINGAN POLONG UNTUK EKSTRAKSI DAN PENURUNAN KADAR AIR BENIH SENGON LAUT (Falcataria moluccana (Miq.) Barneby & J.W. Grimes) 95
Supriyanto, Iskandar Z Siregar, Ani Suryani, Aam Aminah, dan /and Dede J. Sudrajat KERAGAMAN MORFOLOGI BUAH, BENIH DAN BIBIT PONGAMIA (Pongamia pinnata (L.) Pierre) DI PULAU JAWA 103
Suhartati dan/and Didin Alfaizin PERKECAMBAHAN BENIH Pericopsis mooniana Thw. BERDASARKAN WARNA DAN TEKNIK SKARIFIKASI 115
Eliya Suita dan/and Dida Syamsuwida KARAKTERISTIK FISIK DAN METODE PENGUJIAN PERKECAMBAHAN BENIH TURI (Sesbania grandiflora (L.) Pers) 125
138
INDEX KATA KUNCI VOLUME 5
balsa 51 pasca tambang 35
benih 51,95,103,115 pengendali hayati 13
bibit 13,23,103 penjemuran 95
buah 103 penyakit 13
penyimpanan benih 1
desmodium spp. 35 perbenihan 125
dormansi 51 perkecambahan 1,51,61,81,115
perlakuan pendahuluan 35
FMA 35 periode simpan 1
persemaian 81
hutan tanaman 23 Plant Growth Promoting Rhizobacteria (PGPR)
13
polong 95
kadar air 95 pongamia 103
kayu kuku 115 pulau Jawa 103
kelembaban 61
keragaman morfologi 103 regenerasi 71
kerapatan 71
KHDTK haurbentes 71 Schleichera oleosa 1
kondisi simpan 1 skarifikasi 115
kompos 35 seleksi 115
sengon laut 95
metode uji 125 Sesbania grandiflora 125
mindi 61 Shorea spp 71
mulsa 61 suhu 61
sumber benih 71
nodus 23 sungkai 23
standar 81
tunas 23
uji laboratorium 81
uromycladium tepperianum
13
viabilitas benih 125
vigor 81
139
INDEX PENULIS VOLUME 5
Aam Aminah 103 Kurniawati Purwaka Putri 13,71
Ani Suryani 103
Muhammad Zanzibar 51,95
Dede J. Sudrajat 71,81,103
Dida Syamsuwida 125 Nurmawati Siregar 61
Didin Alfaizin 115
Sahwalita 23
Eliya Suita 125 Sri Muryati 35
Endang Pujiastuti 81 Sri Wilarso Budi 35
Suhartati 115
Febrina Artauli Siahaan 1 Supriyanto 103
Irdika Mansur 35 Yulianti Bramasto 13
Iskandar Z Siregar 103
JUDUL
Penulis
© 2017 BPTPTH All rights reserved. Open access under CC BY-NC-SA license.doi: //doi.org/10.20886/bptpth.2017.5.2.95-102
Times New Roman 9, italic, huruf kecil
Times New Roman 8, Bold, huruf kapital
JUDUL
( Title)
Penulis Pertama1, Penulis Kedua2, dan/and Penulis Ketiga3
1)Institusi asal penulis 2)Institusi asal penulis 3)Institusi asal penulis
Alamat; Telp/Fax, Kota, Negara e-mail: salah satu penulis sebagai koresponden
Naskah masuk: ....; Naskah direvisi: ...........; Naskah diterima: ..........(diisi oleh sekretariat redaksi)
ABSTRACT
Abstract should be written in Indonesia and English using Time New Roman font, size 11 pt, italic, single space. Abstract is not a merger of several paragraphs, but it is a full and complete summary that describecontent of the paper it should contain background, objective, paragraph and should be no more than 200 words in English.
Keyword: 3-5 keywords
ABSTRAK
Abstrak ditulis dalam bahasa Indonesia dan bahasa Inggris dengan jenis huruf Times New Roman, ukuran 11 pt, spasi tunggal. Abstrak bukanlah penggabungan beberapa paragraf, tetapi merupakan ringkasan yang utuh dan lengkap yang menggambarkan isi tulisan. Sebaiknya abstrak mencakup latar belakang, tujuan, metode, hasil, serta kesimpulan dari penelitian. Abstrak tidak berisi acuan atau tidak menampilkan persamaan matematika dan singkatan yang tidak umum. Abstrak terdiri dari satu paragraf dengan jumlah kata paling banyak 250 kata dalam bahasa Indonesia dan bahasa Inggris. Kata kunci : 3-5 kata kunci
I. PENDAHULUAN
Pendahuluan mencakup hal-hal berikut ini:
Latar Belakang, berisi uraian permasalahan dan
alasan pentingnya masalah tersebut diteliti.
Permasalahan dirumuskan secara jelas,
penjelasan ditekankan pada rencana pemecahan
masalah dan keterkaitan dengan pencapaian
luaran yang telah ditetepkan. Tujuan, berisi
pernyataan secara jelas dan singkat tentang hasil
yang ingin dicapai dari serangkaian kegiatan
penelitian yang akan dilakukan. Sasaran atau
luaran menjelaskan secara spesifik yang
merupakan hasil antara dalam rangka mencapai
tujuan penelitian. Hasil yang dicapai, dijelaskan
kaitannya dengan kegiatan yang dilaksanakan
(khusus untuk kegiatan penelitian lanjutan).
II. BAHAN DAN METODE
Kosong satu spasi tunggal
Kosong 2 (dua) spasi tunggal
Kosong satu spasi tunggal
Kosong 1 (satu )spasi tunggal
Kosong 1 (satu) spasi tunggal
Kosong 1 (satu) spasi tunggal
Kosong 2 (dua) spasi tunggal
Kosong 1 (satu) spasi tunggal
Kosong 1 (satu) spasi tunggal
Kosong 2 (dua) spasi tunggal
Commented [U1]: Times New Roaman 12, bold,centered, huruf kapital, spasi tunggal, maksimum dua baris< 15 kata
Commented [U2]: Times New Roman 12, italic, centered,huruf kecil diawali huruf kapital tiap kata, spasi tunggal,tanda buka dan tutup kurung
Times New Roman 12, italic, centered, huruf kecil diawali huruf kapital tiap kata, spasi tunggal,tanda buka dan tutup kurung
Commented [U3]: Times New Roman 11, tegak, centered,huruf kecil spasi tunggal, tanda 1) 2) dst digunakan hanyajika penulis satu dengan yang lainnya berbeda asal instansi,jika masih satu instansi tidak perlu menggunakan tanda 1) 2) dst
Commented [U4]: Times New Roman 11, huruf kapital,italic, bold
Commented [U5]: Times New Roman 11, spasi tunggal, italic,apabila ada nama ilmiah menjadi tegak & underline
Commented [U6]: Times New Roman 11, bold, italic, urutkansesuai abjad
Commented [U7]: Times New Roman 11, huruf kapital,tegak, bold
Commented [U8]: Times New Roman 11, bold, tegak, urutkansesuai abjad
Commented [U9]: Times New Roman 12, tegak, bold, centered
Commented [U10]: Times New Roman 12, spasi 1,5 fist line0,75 cm
Commented [U11]: Times New Roman 12, tegak bold, centered
Jurnal Perbenihan Tanaman Hutan Vol.5 No 2 Desember 2017: 95-102 p-ISSN : 2354-8568 e-ISSN : 2527-6565
Metode Penelitian yang digunakan
harus ditulis sesuai dengan cara ilmiah, yaitu
rasional, empiris dan sistematis. Tanaman dan
binatang ditulis lengkap dengan nama
ilmiah. Menggunakan tolak ukur
internasional, system matrix dan standar
nomenklatur. Metode penelitian dijelaskan
sesuai dengan penelitian yang dilaksanakan.
Jika metode merupakan kutipan harus
dicantumkan dalam referansi. Jika dilakukan
perubahan terhadap metode kutipan atau
standar harus disebutkan perubahannya. Bila
diperlukan dengan disajikan dalam tabel..
Untuk Bab dan Sub Bab secara konsisten
ditulis rata di batas kiri tulisan, sebagaimana
berikut:
A. Bahan dan Alat
Mengemukakan semua bahan yang
digunakan seperti tumbuhan kayu, bahan
kimia, alat dan lokasi penelitian, waktu
penelitian.
B. Prosedur Penelitian
Mengemukakan tahapan kerja dan
beberapa pengujian yang dilakukan.
Pelaksanaan penelitian disusun berurutan
menurut waktu, ukuran dan kepentingan.
Untuk Sub Sub Bab secara konsisten ditulis
rata di batas kiri tulisan, sebagaimana berikut:
1. Penyiapan contoh kerja
2. Pengujian perkecambahan benih
standar di laboratorium
Untuk Sub Sub Sub Bab secara konsisten
ditulis, sebagaimana berikut:
a. Indeks perkecambahan (Gi)
b. Uji tetrazolium
C. Analisis Data
Metode statistik (bila ada) harus
disebutkan dengan singkat.
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
Hasil disajikan dalam bentuk uraian
umum. Disusun secara berurutan sesuai
dengan tujuan penelitian. Jika tujuan
penelitian tidak tercapai perlu dikemukakan
alasan dan penyebabnya. Tabulasi, grafik,
analisis statistik dilengkapi dengan tafsiran
yang benar. Judul, keterangan tabel dan
gambar dilengkapi dengan terjemahan bahasa
Inggris dengan huruf miring atau sebaliknya.
Angka yang tercantum dalam tabel tidak
perlu diuraikan lagi, tetapi cukup
dikemukakan makna atau tafsiran masalah yang
diteliti; dalam bagian ini juga dapat disajikan
ilustrasi dalam bentuk grafik bagan, pictogram
dan sebagainya. Dapat mengemukakan
perbandingan hasil yang berlainan dan beberapa
perlakuan. Metode statistik yang digunakan
dalam pengolahan data harus dikemukakan,
sehingga tingkat kebenaran harus dapat
ditelusuri. Prinsip dasar metode harus
diterangkan dengan mengacu pada referensi
atau keterangan lain mengenai masalah ini.
Kosong 2 (dua) spasi tunggal
Commented [U12]: Times New Roman 12, spasi 1,5 fist line0,75 cm
Commented [U13]: Times New Roam 12, bold, huruf kecil,awal huruf besar kecuali kata hubung
Commented [U14]: Times New Roman 12, huruf kecil semua,hanya awal kalimat huruf besar, bold
Commented [U15]: Times New Roman 12, huruf kecil semua,hanya awal kalimat huruf besar
JUDUL Penulis
Penulis mengemukakan pendapatnya secara
objektif dengan dilengkapi data kuantitatif.
TABEL: Diberi nomor, judul, dan
keterangan yang diperlukan, ditulis dalam
bahasa Indonesia dan Inggris. Tabel ditulis
dengan Times New Roman ukuran 12 pt dan
berjarak satu spasi di bawah judul tabel.
Judul tabel ditulis dengan huruf berukuran 12
pt, rata kiri dan ditempatkan di atas tabel.
Penomoran tabel menggunakan angka (1, 2,
......). Apabila tabel memiliki lajur/kolom
cukup banyak, dapat digunakan format satu
kolom atau satu halaman penuh. Apabila judul
pada lajur tabel terlalu panjang, maka lajur
diberi nomor dan keterangannya di bawah
tabel. Keterangan (Remarks) dan sumber
(Source) ditulis di kiri bawah tabel ditulis
dengan Times New Roman ukuran 10 pt dan
berjarak satu spasi. Tabel diletakkan segera
setelah disebutkan dalam naskah.
GAMBAR: Gambar, grafik, dan ilustrasi lain
yang berupa gambar harus berwarna kontras
(hitam putih atau arsir), masing-masing harus
diberi nomor, judul dan keterangan yang jelas
dalam bahasa Indonesia dan Inggris. Gambar
diletakkan pada posisi paling atas atau paling
bawah dari setiap halaman. Gambar diletakkan
simetris dalam kolom. Apabila gambar cukup
besar, bisa digunakan format satu kolom.
Penomoran gambar menggunakan huruf Times
New Roman ukuran 12 pt dan berjarak satu
spasi rata kiri dan ditempatkan di bagian
bawah, seperti pada contoh di bawah. Gambar
diletakkan segera setelah disebutkan dalam
naskah.
Tabel (Table) 1. Hasil uji beda Duncan pengaruh lama pengeringan terhadap kadar air polong, kadar air benih dan daya berkecambah sengon laut (The results of Duncan test of the effect drying treatment on the pod, seed moisture content and germination percentage of sengon laut)
Perlakuan pengeringan/Drying treatment
Kadar air polong/Pod
moisture content (%)
Kadar air benih/Seed
moisture content (%)
Daya berkecambah/ Germination percentage
(%)
Kontrol (Control) (7,76 + 0,13 )a (7,93 + 0,36) a (77,00+4,36) Penjemuran 1 hari (Sun drying for 1 day) (7,78+0,65) a (7,95 + 0,29) a (78,66+ 4,16) Penjemuran 2 hari (Sun drying for 2 days) (5,72+ 0,69) b (5,98 + 0,10) b (73,66 + 1,53) Penjemuran 3 hari (Sun drying for 3 days) (5,52 + 0,47 ) b (5,77 + 0,09) b (76,00 + 1,00) Penjemuran 4 hari (Sun drying for 4 days) (5,53+0,19) b (5,77 + 0,19) b (77,33+2,31) Penjemuran 5 hari (Sun drying for 5 days) (5,53 + 0,23) b (5,59 + 0,51) b (78,66+ 1,53) Alat pengering 4 jam (Seed drier for 4 hours) (7,70+ 0,09) a (7,94 + 0,05) a (76,33+9,07) Alat pengering 8 jam (Seed drier for 8 hours) (7,43 + 0,35) a (7,52 +0,03) a (81,66+3,21) Alat pengering 12 jam (Seed drierfor 12 hours) (7,46+ 0,14) a (7,56 + 0,11) a (74,44+ 3,21) Alat pengering 16 jam (Seed drier for 16 hours) (7,47 + 0,41) a (7,49+ 0,29) a (79,00+ 6,24) Alat pengering 20 jam (Seed drier for 20 hours) (7,51+ 0,44) a (7,56 + 0,12) a (77,66 + 6,81)
Jurnal Perbenihan Tanaman Hutan Vol.5 No 2 Desember 2017: 95-102 p-ISSN : 2354-8568 e-ISSN : 2527-6565
Alat pengering 24 jam (Seed drier for 24 hours ) (7,52 + 0,42) a (7,53 + 0,21) a (78,00+ 7,21) Alat pengering 28 jam (Seed drier for 28 hours ) (7,44 + 0,11) a (7,59 + 0,08) a (77,33+ 4,04) Alat pengering 32 jam (Seed drier for 32 hours) (5,73 + 0,38) b (6,04 +0,03) b (78,66+ 4,62) Alat pengering 36 jam (Seed drier for 36 hours ) (5,79+ 0,16) b (6,05+ 0,07) b (78,66+ 3,06) Alat pengering 40 jam (Seed drier for 40 hours ) (5,75+ 0,43) b (6,11+0,14) b (77,00+ 1,53) Alat pengering 44 jam (Seed drier for 44 hours ) (5,77+ 0,45) b (6,07 + 0,09) b (77,66+ 4,62) Alat pengering 48 jam (Seed drier for 48 hours ) (5,74+ 0,69) b (6,09 +0,11) b (76,66+ 9,07)
Rata-rata (average) 6,70 6,79 77,50 SD 0,95 0,89 4,44 Nilai F hitung/F test 25,48** 74,14** 0,39
Keterangan (Remarks): Nilai-nilai yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada selang kepercayaan 99% (Values followed by the same letters on the same colm are not significantly different : a > b > c < d, etc.P = 99% ). ** berbeda sangat nyata pada selang kepercayaan 99% (significant effect, P = 99%)
Gambar (Figure) 1. Pengaruh skarifikasi benih terhadap waktu berkecambah, kecepatan
berkecambah dan daya berkecambah pada benih kayu kuku (Effect of seed scarification to germination time, germination speed and germination rate of P. mooniana seeds)
B. Pembahasan
Pembahasan dapat menjawab apa arti
hasil yang dicapai dan apa implikasinya.
Dapat menafsirkan hasil dan
menjabarkannya, sehingga dapat dimengerti
pembaca. Mengemukakan hubungan dengan
hasil penelitian sebelumnya. Bila berbeda
tunjukkan, bahas dan jelaskan penyebab
perbedaan tersebut. Hasil penelitian
ditafsirkan dan dihubungkan dengan
hipotesis dan tujuan penelitian.
Mengemukakan fakta yang ditemukan dan
alasan mengapa hal tersebut terjadi.
Menjelaskan kemajuan penelitian dan
kemungkinan pengembangan selanjutnya.
Simbol/lambang ditulis dengan jelas dan
konsisten. Istilah asing ditulis dengan huruf
italic. Singkatan harus dituliskan secara lengkap
pada saat disebutkan pertama kali, setelah
itu dapat ditulis kata singkatannya.
Kosong 1 (satu) spasi tunggal
JUDUL Penulis
Apabila terdapat persamaan reaksi atau
matematis, diletakkan simestris pada kolom.
Nomor persamaan diletakkan diujung kanan
dalam tanda kurung dan penomoran dilakukan
secara berurutan. Apabila terdapat rangkaian
persamaan yang lebih dari satu baris, maka
penulisan nomor diletakkan pada baris
terakhir. Penunjukan persamaan dalam naskah
dalam bentuk singkatan, seperti persamaan
berikut.
).................................................(1)
Keterangan:
Gt = persen kecambah hari ke-n Tt = hari uji perkecambahan
IV. KESIMPULAN
Kesimpulan memuat hasil yang telah
dibahas. Hal yang perlu diperhatikan adalah
segitiga konsistensi (masalah-tujuan-
kesimpulan harus konsisten). Saran dapat
dikemukakan untuk dipertimbangkan pembaca.
UCAPAN TERIMA KASIH
Merupakan bagian yang wajib ada
dalam sistematika karya tulis ilmiah. Suatu
penelitian tidak akan berhasil tanpa
melibatkan pihak- pihak yang telah
membantu, baik berperan secara finansial,
teknis, maupun substantif. Ucapan terima
kasih merupakan sebuah kewajiban, bukan
pilihan (opsional).
DAFTAR PUSTAKA
Daftar Pustaka merupakan referensi yang
dirujuk dalam naskah. Format penulisan
Daftar Pustaka mengacu pada American
Psychological Association (APA) style.
Referensi terdiri dari acuan primer dan/atau
acuan skunder. Sumber acuan primer adalah
sumber acuan yang langsung merujuk pada
bidang ilmiah tertentu, sesuai topik penelitian
dan sudah teruji. Sumber acuan primer dapat
berupa: tulisan dalam makalah ilmiah dalam
jurnal internasional maupun nasional
terakreditasi, hasil penelitian di dalam
disertai, tesis, maupun skripsi. Buku
(textbook), termasuk dalam sumber acuan
sekunder. Semua karya yang dikutip
dalam penulisan karya tulis harus dimuat
dalam daftar pustaka (dan sebaliknya).
Pustaka minimal 15,80% dari pustaka
merupakan acuan primer, dan 80% dari
acuan primer merupakan publikasi 10 tahun
terakhir. Pengelolaan pustaka dalam Jurnal
Perbenihan Tanaman Hutan menggunakan
aplikasi software Mendeley, untuk itu
disarankan agar penulis menggunakan
software yang sama. Jarak antar pustaka (after
spacing) adalah 6 pt. Inden (hanging) pada
baris kedua dengan jarak 0,75 cm. Daftar
pustaka harus disusun berdasarkan alphabet
nama pengarang. Penulisan situasi dan daftar
pustaka diharuskan menggunakan aplikasi
referensi seperti Mendeley. Contoh Penulisan
Commented [A16]: Times New Roman 12, spasi 1
Jurnal Perbenihan Tanaman Hutan Vol.5 No 2 Desember 2017: 95-102 p-ISSN : 2354-8568 e-ISSN : 2527-6565
Daftar Pustaka Berdasarkan APA style:
1. Paper dalam jurnal a. Artikel dalam jurnal ilmiah dengan volume dan
nomor (1 penulis)
Bonner, F. T. (1998). Testing tree seeds for vigor: A review. Seed Tehcnology , 20(1), 5–17.
b. Artikel dalam jurnal ilmiah dengan volume dan nomor (2-6 penulis)
Vieira, R. D., Paiva, A. J. A., & Perecin, D. (1999). Electrical conductivity and field performance of soybean seeds. Seed Technology, 21, 15–24.
2. Buku
Chakraverty, A., & Singh, R. (2001). Postharvest Technology Cereals, Pulses, Fruit, and Vegetables. New Hampshire (US): Science Publishers, Inc.
3. Prosiding
Gill, N. S., & Delouche, J. (1973). Proceedings of the Association of Official Seed Analysts 63. In Deterioration of seed corn during storage. (pp. 35–50).
4. Makalah Seminar dan Lokakarya
DBPTH. (2014). Lokakarya penyusunan Standar Mutu Benih dan Mutu Bibit Tanarnan Hutan. In Kebijakan pengujian benih. Solo, 4-7 November 2014: Direktorat Bina Perbenihan Tanaman Hutan. Jakarta.
5. Skripsi, tesis dan disertasi
Sudrajat, D. J. (2014). Keragaman populasi, uji provenansi dan adaptasi jabon (Neolamarckia cadamba (Roxb.) Bosser). Disertasi. Sekolah Pascasrjana. Bogor: Insitut Pertanian Bogor.
6. Laporan penelitian
Aminah, A., & Budiman, B. (2009). Teknik penanganan benih kranji (Pongamia pinnata) sebagai sumber energi terbarukan. Laporan Penelitian Balai Penelitian Teknologi Perbenihan Tanaman Hutan. Bogor (ID): Kementerian Kehutanan.
7. Artikel dari internet
Graham, P., Reedman, L., Rodriguez, L., Raison, J., Braid, A., Haritos, V., Adams, P. (2011). Sustainable aviation fuels road map: Data assumptions and modelling, (May), 1–104. Retrieved from
http://www.csiro.au/en/Outcomes/Energy/Powering-Transport/Sustainable-Aviation-Fuels.aspx#
CATATAN:
1. Petunjuk penulisan ini dibuat untuk keseragaman format penulisan dan kemudahan bagi penulis dapat diakses di http://ejournal.forda-mof.org/ejournal-litbang/index.php/BPTPTH.
2. Naskah ditulis dalam format kertas berukuran A4 (210 mmx 297 mm) dengan margin atas 2,5 cm, margin bawah 2,5 cm, margin kiri dan kanan masing-masing 2 cm. Bentuk naskah berupa 2 kolom dengan jarak antar kolom 1 cm. Panjang naskah hendaknya maksimal 12 halaman, termasuk lampiran Times New Roman, font 12, kecuali Abstrak, kata kunci dan daftar Pustaka font 11. Pengutipan pustaka di dalam naskah berdasarkan sistem penulisan referensi APA Style, sebagai berikut : · Karya dengan dua pengarang.
....seperti yang dilakukan oleh Gill dan Delouche (1973)..... atau (Gill & Delouche, 1973)
· Karya tiga sampai lima pengarang. (Kernis, Cornel, Sun, Berry, & Harlow, 1993) atau Kernis, Cornel, Sun, Berry, & Harlow (1993) menjelaskan... Dalam kutipan berikutnya, (Kernis et al., 1993) atau Kernis et al. (1993) argued...
· Enam pengarang atau lebih. Harris et al. (2001) mengasumsikan... atau (Harris et al., 2001)
3. Penggunaan titik dan koma dalam penulisan angka : Naskah (teks) bahasa Indonesia: titik (.) menunjukkan kelipatan ribuan dan koma (,) menunjukkan pecahan.
4. Dewan Redaksi berhak mengubah naskah tanpa mengurangi isi yang terkandung di dalamnya dan juga berhak menolak naskah yang dianggap tidak memenuhi ketentuan yang disyaratkan. Penulis wajib Authorship Ethical Statement dan Copyright Agreement Form.
REGENERASI Shorea spp. DI SUMBER BENIH KHDTK HAURBENTES. KABUPATENBOGOR
UJI VIGOR UNTUK MENDUGA PERKECAMBAHAN BENIH DAN MUNCULNYA SEMAI NORMAL Acacia mangium DI PERSEMAIAN
METODE PENGERINGAN POLONG UNTUK EKSTRAKSI DAN PENURUNAN KADAR AIR BENIH SENGON LAUT (Falcataria moluccana (Miq.) Barneby & J.W. Grimes)
KERAGAMAN MORFOLOGI BUAH, BENIH DAN BIBIT PONGAMIA (Pongamia pinnata (L.) Pierre) DI PULAU JAWA
PERKECAMBAHAN BENIH Pericopsis mooniana Thw. BERDASARKAN WARNA DAN TEKNIK SKARIFIKASI
KARAKTERISTIK FISIK DAN METODE PENGUJIAN PERKECAMBAHAN BENIH TURI (Sesbania grandiflora (L.) Pers)
Balai Penelitian dan PengembanganTeknologi Perbenihan Tanaman HutanJl.Pakuan Ciheuleut PO BOX 105 Bogor Telp./Fax : (0251) 8327768Website : www.benih-bogor.litbang.menlhk.go.id 9772354856800
Ju
rnal P
erb
en
ihan
Tan
am
an
Hu
tan
Vo
l.5 N
o.2
, Desem
ber 2
017: 7
1-1
35
p-ISSN 2354-8568e-ISSN 2527-6565