TUTORIAL JANTUNG
KARDIOMIOPATI
Oleh :
Abrista Septikasari
Ika Putri Yuliani
Novita Megawati
I Gusti Putu Yoga Kusmawan
KEPANITERAAN KLINIK MADYA BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MATARAM/RSUP NTB
2015
KARDIOMIOPATI
Definisi
Konsep sebagai penyakit otot jantung adalah sejarah penting mengenai
definisi kardiomiopati yang terus berkembang hingga kini. Pada pertengahan
tahun 1850-an, miokarditis kronis merupakan satu-satunya yang dikenal sebagai
penyakit otot jantung. Pada tahun 1900, sebutan sebagai penyakit miokard primer
mulai diperkenalkan, hingga pada tahun 1957 istilah “kardiomiopati” digunakan
untuk pertama kalinya. Lebih dari 25 tahun setelah itu, berbagai macam definisi
dari kardiomiopati berkembang sesuai dengan bertambahnya kewaspadaan dan
pemahaman terhadap penyakit ini. Bahkan, pada pengklasifikasian oleh WHO
tahun 1980, kardiomiopati diartikan sebagai “penyakit otot jantung karena sebab
yang tidak diketahui”, menunjukkan tidak adanya informasi yang cukup mengenai
penyebab dan mekanisme dasar dari penyakit ini.
Pada tahun 1968, WHO mengartikan kardiomiopati sebagai “ penyakit
karena sebab yang tidak diketahui dengan manifestasi yang dominan berupa
kardiomegali dan gagal jantung.” Perkembangan yang terbaru adalah definisi
menurut WHO tahun 1995, yaitu penyakit-penyakit miokardium yang
berhubungan dengan disfungsi kardia.
Hasil konsensus panel ahli mengemukakan definisi kardiomiopati yaitu;
suatu kelompok heterogen dari penyakit miokardium yang terkait dengan
disfungsi mekanik dan/atau elektrik yang biasanya (tidak selalu) menunjukkan
adanya hipertrofi atau dilatasi ventrikular yang tidak sesuai dan karena adanya
berbagai penyebab yang biasanya adalah faktor genetik. Kardiomiopati yang
terbatas hanya pada jantung atau yang merupakan bagian dari kelainan sistemik,
sering mengakibatkan kematian kardiovaskular atau gagal jantung progresif.
Klasifikasi
Bila kardiomiopati diklasifikasikan berdasarkan etiologi maka dikenal dua
bentuk dasar, yaitu tipe primer dan sekunder. Tipe primer apabila terdapat
penyakit pada otot jantung dengan penyebab yang tidak diketahui (idiopatik
kardiomiopati, familial kardiomiopati, penyakit eosinofilik endomiokardium dan
fibrosis endomiokardium). Tipe sekunder apabila ditemukan penyakit miokardium
dengan penyebab yang dapat diketahui, termasuk bila berhubungan dengan
penyakit yang melibatkan sistem organ lain.
Bila klasifikasi berdasarkan klinis dan patofisiologinya maka
kardiomiopati dibagi menjadi dilatasi, restriktif, dan hipertrofik.
1. Kardiomiopati Dilatasi (Dilated Cardiomyopathies/DCM)
Merupakan jenis kardiomiopati yang paling banyak ditemukan. Dengan
deskripsi kelainan yang ditemukan : dilatasi ventrikel kanan dan atau ventrikel
kiri, disfungsi kontraktilitas pada salah satu atau kedua ventrikel, aritmia, emboli
dan sering kali disertai gejala gagal jantung kongestif (CHF). Satu dari tiga kasus
gagal jantung kongestif terjadi pada kardiomiopati dilatasi, dan yang lainnya
merupakan konsekuensi dari penyakit jantung koroner.
Dulu kelainan ini sering disebut dengan kardiomiopati kongestif, tetapi
saat ini terminologi yang digunakan adalah kardiomiopati dilatasi karena pada
saat awal abnormalitas yang ditemukan adalah pembesaran ventrikel dan disfungsi
kontraktilitas sistolik dengan tanda dan gejala gagal jantung kongestif yang timbul
kemudian.Apabila hanya ditemukan disfungsi kontraktilitas dengan dilatasi
minimal ventrikel kiri, maka varian dari kardiomiopati dilatasi ini digolongkan ke
dalam kelompok kardiomiopati yang tidak dapat diklasifikasikan {menurut
klasifikasi World Health Organization/International Society and Federation of
Cardiology (WHO/ISFC).
Etiologi
Penyebab yang tersering adalah penyakit jantung iskemik atau penyakit
katup jantung. Masalah yang mendasar adalah menghilangnya kontraktilitas
miokardium, yang ditandai dengan menghilangnya kemampuan sistolik jantung.
Kardiomiopati dilatasi menyebabkan penurunan fraksi ejeksi, peningkatan volume
end-diastolik, dan volume residual, penurunan volume sekuncup ventrikel, serta
gagal biventrikel.
Gambar 1. Perbandingan jantung normal (kiri), kardiomiopati hipertrofik (tengah)
dan kardiomiopati dilatasi (kanan).
Sekitar setengah kasus, etiologi kardiomiopati dilatasi adalah idiopatik,
tetapi kemungkinan besar kelainan ini merupakan hasil akhir dari kerusakan
miokard akibat produksi berbagai macam toksin, zat metabolit, atau infeksi.
Kerusakan akibat infeksi viral akut pada miokard yang akhirnya mengakibatkan
terjadi kardiomiopati dilatasi ini terjadi melalui mekanisme imunologis. Pada
kardiomiopati dilatasi yang disebabkan oleh penggunaan alkohol, kehamilan
(pada 3-4 bulan pertama), penyakit tiroid, penggunaan kokain dan keadaan
takikardia kronik yang tidak terkontrol, dikatakan kardiomiopati tersebut bersifat
reversibel. Obesitas akan meningkatkan risiko terjadinya gagal jantung,
sebagaimana juga gejala sleep apnea.
Kardiomiopati dilatasi dapat juga diakibatkan oleh konsekuensi lanjut
infeksi virus, bakteri, parasit atau proses autoimun. Respon inflamasi dan
autoimun termasuk pelepasan sitokin dan interleukin yang menghasilkan
terjadinya miokarditis dan fungsi kontraktil. Jenis ini diklasifikasikan ke dalam
“inflammatory cardiomyopathy” oleh WHO.
Penyakit ini bersifat genetik heterogen tetapi kebanyakan transmisinya
secara autosomal dominan, walaupun dapat pula secara autosomal resesif dan
diturunkan secara x-linked. Sampai saat ini belum diketahui bagaimana seseorang
akan memiliki predisposisi kardiomiopati dilatasi apabila tidak diketahui riwayat
kejadian penyakit ini dalam keluarganya.
Gejala Klinis
Gejala klinis yang menonjol adalah dyspnoe dan fatigue. Kongesti
pulmonal sering didapati namun edema pulmonal jarang ada. Palpitasi, disritmia,
sinkop merupakan gejala yang biasa. Tanda-tanda gagal jantung kongestif timbul
secara bertahap pada sebagian besar pasien. Beberapa pasien mengalami dilatasi
ventrikel kiri dalam beberapa bulan bahkan sampai beberapa tahun sebelum
timbul gejala. Pada beberapa kasus sering ditemukan gejala nyeri dada yang tidak
khas, sedangkan nyeri dada yang tipikal kardiak tidak lazim ditemukan. Bila
terdapat keluhan nyeri dada yang tipikal, dipikirkan kemungkinan terdapat
penyakit jantung iskemia secara bersamaan. Akibat dari aritmia dan emboli
sistemik kejadian sinkop cukup sering ditemukan keluhan nyeri dada akibat
sekunder dari emboli paru dan nyeri abdomen akibat hepatomegali kongestif.
Keluhan seringkali timbul secara gradual, bahkan sebagian besar awalnya
asimptomatik walaupun telah terjadi dilatasi ventrikel kiri selama berbulan-bulan
bahkan bertahun-tahun. Dilatasi ini kadangkala diketahui bila telah timbul gejala
atau secara kebetulan bila dilakukan pemeriksaan radiologi dada yag rutin.
Pemeriksaan Fisik
Pembesaran jantung dengan derajat yang bervariasi dapat ditemukan,
begitupula dengan gejala-gejala yang menyokong diagnosis gagal jantung
kongestif. Pada penyakit yang lanjut dapat pula ditemukan tekanan nadi yang
sempit akibat gangguan pada isi sekuncup. Pulsus Alternans dapat terjadi bila
terdapat gagal ventrikel kiri yang berat. Tekanan darah dapat normal atau rendah.
Jenis pernapasan Cheyne-stokes menunjukkan prognosis yang buruk. Peningkatan
tekanan vena jugularis bila terdapat gagal jantung kanan. Bunyi jantung ketiga
dan keempat dapat pula terdengar, serta dapat ditemukan regurgutasi mitral
ataupun trikuspid. Hati akan membesar dan seringkali teraba pulsasi, edema
perifer serta asites akan timbul pada gagal jantung kanan yang lanjut.
Pada pemeriksaan fisis jantung dapat ditemukan tanda-tanda sebagai berikut:
Prekordium bergeser ke arah kiri
Impuls pada ventrikel kanan
Impuls apikal bergeser ke lateral yang menunjukkan dilatasi ventrikel kiri
Gelombang presistolik pada palpasi, serta pada auskultasi terdengar
presistolik gallop (S4)
Split pada bunyi jantung kedua
Gallop ventrikular (S3) terdengar bila terjadi dekompensasi jantung
Pemeriksaan Penunjang
Pada pemeriksaan radiologi dada akan terlihat pembesaran jantung akibat
dilatasi ventrikel kiri, walaupun seringkali terjadi pembesaran pada seluruh ruang
jantung. Pada lapang paru akan terlihat gambaran hipertensi pulmonal serta edema
alveolar dan interstitial.
Elaktrokardiografi akan menunjukkan gambaran sinus takarkadi atau
fibrilasi atrial, aritmia ventrikel, abnormalitas atrium kiri, abnormalitas segmen
ST yang tidak spesifik dan kadang-kadang tampak gambaran gangguan konduksi
intraventrikular dan low voltage.
Pengobatan
Terapi kardiomiopati dilatasi ini ditujukan untuk pengutangan garam dan
penggunaan digitalis glikosida, vasodilator, dan diuretik. Antikoagulan diberikan
untuk mencegah emboli sistemik atau pulmonal. Istirahat total dianjurkan untuk
perawatan jangka panjang agar terjadi penurunan beban kerja jantung yang
melemah. Kortikosteroid dan immunosupressan dapat berguna bagi orang yang
mengalami inflamasi, serta vasodilator digunakan untuk melawan kongesti.
Dilatasi vena mengurangi volume preload dengan meningkatkan pooling vena
perifer, sehingga terjadi penurunan volume darah sentral dan mengurangi kongesti
pulmonal.
Golongan kalsium antagonis tidak dianjurkan untuk dikombinasi
pemberiannya dengan pengobatan standar seperti di atas, dan bukan merupakan
pengobatan lini pertama. Kemungkinan terdapatnya hubungan antara
kardiomiopati dilatasi dengan abnormalitas sirkulasi mikrovaskular, gangguan
kanal kalsium merupakan alasan pertimbangan pemberian golongan obat ini
sebagai salah satu pilihan pengobatan. Secara umum penggunaan obat-obat
golongan ini dapat ditoleransi denganbaik, walaupun efek depresi miokardium
yang merupakan efek samping penting yang harus dipertimbangkan dalam pilihan
pengobatan.
Prognosis
Secara umum prognosis penyakit ini jelek. Beberapa variasi kinis yang
dapat menjadi prediktor pasien kardiomiopati dilatasi yang mempunyai resiko
kematian tinggi antara lain : terdapatnya gallop protodiastolik (S3), aritmia
ventrikel, usia lanjut, dan kegagalan stimulasi inotropik terhadap ventrikel yang
telah mengalami miopati tersebut. Dapat dikatakan bahwa semakin besar ventrikel
yang disertai disfungsi semakin berat berhubungan erat dengan prognosis yang
semakin buruk. Khususnya bila terdapat dilatasi ventrikel kanan disertai gangguan
fungsinya. Uji latih kardiopulmonal juga berguna sebagai gambaran prognostik.
Keterbatasan yang bermakna dari kapasitas latihan yang digambarkan dengan
penurunan ambilan oksigen aiatemik maksimal merupakan prediktor mortalitas
dan dipergunakan sebagai indikator dan pertimbangan untuk trensplantasi jantung.
Kematian biasanya baru terjadi setelah 5 tahun.
2. Kardiomiopati Restriktif
Merupakan kelainan yang amat jarang dan sebabnya pun tidak diketahui.
Tanda khas untuk kardiomiopati ini adalah adanya gangguan pada fungsi
diastolik, dinding ventrikel sangat kaku dan menghalangi pengisian ventrikel.
Pada pemeriksaan patologi-anatomis ditemukan adanya fibrosis, hipertrofi atau
infiltrasi pada otot-otot jantung yang menyebabkan gangguan fungsi diastolik
tersebut.
Etiologi
1. Kardiomiopati restriktif idiopatik
Pada pasien ini ditemukan adanya fibrosis dan berbagai macam variasi
hipertrofi selular, dan dinding ventrikel sendiri bisa saja tidak bertambah tebal.
Usia rata-rata yang mengalami kardiomiopati ini adalah sekitar 20-30 tahun,
kebanyakan di antaranya adalah wanita. Manifestasi klinisnya juga bervariasi
mulai dari yang simtomatik namun stabil sampai kepada yang dapat
meninggal secara tepat tanpa transplantasi untuk mengatasi gagal jantungnya.
Kardiomiopati idiopatik juga ditemukan pada anak-anak terutama perempuan
dengan usia sekitar 4 tahun. Pada umumnya meninggal setelah beberapa
tahun, mengindikasikan bahwa prognosis pada anak-anak lebih buruk
daripada orang dewasa.
2. Familial kardiomiopati
Pernah dilaporkan adanya kardiomiopati restriktif yang dialami oleh
sejumlah anggota keluarga.
3. Loeffler kardiomiopati
Merupakan kardiomiopati yang berhubungan dengan eosinofilia. Laki-laki
lebih banyak terkena kardiomiopati ini. Terdapat beberapa tingkatan klinis,
yaitu; keterlibatan multiorgan, adanya respon inflamasi sistemik, dan
tromboemboli.
4. Fibrosis endokardial tropik (jarang)
Manifestasi berupa gagal jantung dengan asites serta edema yang sering
terjadi pada masa akhir anak-anak dan masa dini dewasa.
5. Amyloidosis
Pasien dengan amyloidosis kardiak harus dievaluasi adanya keterlibatan
organ lain karena biasanya amyloidosis kardiak ini muncul bersama dengan
beberapa bentuk penyakit sistemik. Pasien dengan gejala gagal jantung yang
disebabkan amyloidosis kardiak ini akan meninggal dalam jangka waktu 6
bulan. Tingkat keparahan hemodinamik dan masalah tekanan arterial yang
rendah serta insufisiensi renal menyebabkan pasien ini sulit ditangani.
6. Inborn error metabolik
Gambaran kardiomiopati restriktif didapati juga pada glicogen storage
disease, Fabry disease, gaucher disease, dan mukolpolisakaridase.
7. Hemokromatosis dan Hemosiderosis
Dapat menyebabkan kardiomiopati restriktif, namun merupakan
manifestasi yang jarang. Kebanyakan berhubungan dengan kardiomiopati
dilatasi.
8. Sarkoidosis (jarang)
Manifestasinya biasa berupa aritmia dan konduksi yang abnormal. Apabila
terdapat gagal jantung kongestif, fungsi sistolik akan menurun, dan biasanya
terdapat aneurisma ventrikular.
9. Radiation-induced fibrosis
Lebih sering menyebabkan perikarditis konstriktiva, namun dapat juga
menyebabkan kardiomiopati restriktif.
10. Sebab lainnya
Pseudoxanthoma elasticum, arteritis koroner, tuberkulosis miokardial,
infiltrasi lemak terhadap miokardium, defisiensi karnitin, neoplasma, dan
carsinoid heart disease.
Gambar 2. Kardiomiopati restriktif. Dinding ventrikel mengalami kekakuan
sehingga kehilangan fleksibilitasnya.
Gejala Klinis
Manifestasi klinis berdasarkan kepada kelainan hemodinamik yang
mengakibatkan adanya gejala-gejala gagal jantung kongestif. Gejala yang sering
meskipun tidak spesifik antara lain dyspnoe, paroxysmal nocturnal dyspnoe,
orthopnoe, oedem perifer, ascites, dan gejala umum lainnya seperti lemah, dan
lemas.
Pemeriksaan Fisik
Variasi tergantung derajat penyakitnya, dapat ditemukan pemeriksaan
fisis dalam batas normal sampai didapatkan keadaan gagal jantung kongestif yang
berat, antara lain edema perifer, ascites, dan volume cardiac output yang rendah
dengan manifestasi berupa ekstremitas yang dingin, hipotensi, dan letargi.
Pemeriksaan Penunjang
Pada rontgen thorax ditemukan kongesti vena pulmonalis dan efusi
pleura(1). Pada pemeriksaan EKG ditemukan low voltage. Terlihat juga gangguan
konduksi intra-ventrikular dan gangguan konduksi atrioventrikular. Pada
pemeriksaan Echocardiography tampak dinding ventrikel kiri menebal serta
penambahan massa di dalam ventrikel. Ruangan ventrikel normal atau mengecil
dan fungsi sistolik yang masih normal. Pada sandapan jantung ditemukan
compliance ventrikel kiri mengurang dan peningkatan tekanan pengisian ventrikel
kiri dan kanan.
Diagnosis Banding
Perikarditis konstriktif adalah penyakit jantung yang secara klinis dan
hemodinamik sukar dibedakan dengan kardiomiopati restriktif. Kedua kelainan ini
perlu dibedakan karena implikasi`pengobatan dan prognosisnya berbeda.
Tabel 1. Perbedaan kardiomiopati restriktif dan perikarditis konstriktiva
Kardiomiopati
restriktif
Perikarditis
konstriktiva
Pemeriksaan fisik S3 gallop Pericardial knock
Impulse apikal
meningkat
Impulse apical menurun
Murmur regurgitasi Murmur (-)
Elektrokardiografi Biasanya voltase rendah Voltase rendah
Atrial fibrilasi sering Atrial fibrilasi sering
Ekokardiografi Square root sign Square root sign
Tekanan atrial meningkat
dengan konfigurasi M
atau W
Tekanan atrial
meningkat dengan
konfigurasi M atau W
Kussmaul sign (-) Kussmaul sign (+)
Pulsus paradoksus (+) Pulsus paradoksus (+)
Tekanan diastolic
LV>RV
Tekanan diastolic
LV=RV
Tek. sistolik RV
bervariasi
Tek.sistolik RV
<50mmHg
Ventrikulografi Slow early diastolic LV
filling
Rapid early diastolic
LVfilling
CT Scan Normal perikardium Perikardium menebal
Pengobatan
Pengobatan pada umumnya sukar diberikan, karena penyakit ini tidak
efisien untuk diobati dan lagipula bergantung pada penyakit yang menyertainya.
Prinsip pengobatan untuk kardiomiopati ini yaitu; terapi terhadap irama, sistem
konduksi, dan komplikasi tromboemboli, serta pengobatan terhadap kelainan lain
yang mendasari jika ada. Obat-obat anti aritmia diberikan bila ada gangguan
irama. Umumnya aritmia dapat menyebabkan kematian mendadak. Pemasangan
alat pacu jantung untuk gangguan konduksi yang berat dapat diberikan.
Dengan ekokardiografi transesofagus dapat dibedakan antara
kardiomiopati restriktif dan perikarditis konstriktif secara jelas dengan
mengevaluasi perubahan aliran vena pulmonalis pada pernapasan.
3. Kardiomiopati Hipertrofik (Hypertrophic Cardiomyopathies/HCM)
Kardiomiopati hipertrofik adalah kardiomiopati yang ditandai oleh
hipertrofi non-dilatasi ventrikel kiri tanpa penyakit jantung atau penyakit sistemik
lain yang dapat menyebabkan hipertrofi ventrikel ini (seperti hipertensi sistemik,
stenosis aorta). Perubahan makroskopik ini dapat ditemukan pada daerah septum,
interventrikularis. Hipertrofi asimetris pada septum ini, bisa ditemukan di daerah
distal katup aorta, di daerah apeks. Hipertrofi yang simetris jarang ditemukan(6).
Gambar 3. Perbandingan jantung normal dan jantung dengan kardiomiopati
hipertrofik.
Kardiomiopati ini ada duakategori penebalan miokardium, yaitu:
Asimetrik septal kardiomiopati hipertrofik (subaortic stenosis)
Hipertensi atau valvular kardiomiopati hipertrofik.
Kedua jenis kardiomioapti hipertrofik ini berbeda pada etiologi, patofisiologi, dan
manifestasi klinisnya.
Etiologi
HCM jenis pertama yang juga dikenal sebagai “idiopatik HCM”
merupakan penyakit autosomal dominan yang mengakibatkan penebalan dari
dinding septum, sehingga terjadi obstruksi aliran menuju ventrikel kiri. HCM
jenis ini disebabkan oleh mutasi protein kontraktil dari sarkomer jantung.
Sekarang ini, 11 gen mutan berhubungan dengan HCM, terutama B-myosin rantai
berat (yang pertama dikenali) dan protein pengikat miosin. Perubahan lain yang
terjadi yaitu deposit abnormal dari kolagen dan penurunan protein kontraktil pada
miosit.
Penebalan dinding septum mengakibatkan terjadinya keadaan
hiperdinamik terutama saat beraktivitas. Relaksasi diastolik juga terganggu dan
kemampuan ventrikel untuk mengembang menurun. Obstruksi aliran ventrikel kiri
dapat muncul apabila detak jantung meningkat dan volume intravaskular
menurun. Gejala yang dapat muncul seperti angina, sinkop, palpitasi, dan tanda-
tanda infark miokard serta gagal jantung kiri.
Meskipun pada umumnya pasien dapat asimtomatis, namun dyspnoe
merupakan keluhan yang sering didapatkan, hampir pada 90% pasien yang
simtomatis. Dyspnoe muncul sebagai akibat kekakuan, ventrikel yang tak mampu
mengembang, sehingga mengakibatkan meningkatnya tekanan end-diastolik
ventrikel kiri serta relaksasi abnormal ventrikel.
HCM jenis kedua akan muncul apabila terjadi peningkatan resistensi ejeksi
ventrikel yang biasanya ditemukan pada keadaan hipertensi atau stenosis katup
(biasanya aorta). Dalam hal ini, hipertrofi dari miosit merupakan kompensasi
untuk meningkatkan workload, sehingga apabila terjadi disfungsi miosit yang
berkepanjangan dapat mengakibatkan disfungsi diastolik dan akhirnya dapat
menyebabkan disfungsi sistolik dari ventrikel.
Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik akan ditemukan pembesaran jantung ringan. Pada
apeks teraba getaran jantung sistolik dan kuat angkat. Pada auskultasi ditemukan
S1 dapat normal atau mengeras, S2 fisiologis atau adanya split`paradoksal bila ada
hipertrofi ventrikel kiri yang berat, Left Bundle- Branch Block, atau obstruksi
aliran ventrikel kiri. S4 biasanya ada. Murmur pada kardiomiopati hipertrofik ini
bersifat crescendo-decrescendo yang terdengar di sepanjang LSB(lower Sternal
Border)4 dan di apeks. Bunyi bising berkurang dengan manuver yang
meningkatkan volume ventrikel kiri seperti merangkak, mengangkat kaki,
jongkok. Bising ini menjalar ke basal, apeks atau aksila namun jarang menjalar ke
leher.
Pemeriksaan Penunjang
Pada foto rontgen dada tampak gambaran normal pada pasien yang
asimtomatik.Dapat pula ditemukan pembesaran jantung ringan sampai sedang,
terutama pembesaran atrium kiri. Pada pemeriksaan EKG ditemukan hipertrofi
ventrikel kiri (80%), LBBB, Left Axis Deviation (LAD), kelainan segmen ST dan
gelombang T, gelombang Q yang abnormal dan aritmia atrial dan ventrikular.
Pada pemeriksaan echocardiography Ten Cate menemukan tiga jenis hipertrofi
ventrikel kiri yaitu:
Hipertrofi septal saja (41%)
Hipertropi septal disertai hipertrofi dinding lateral (53%)
Hipertrofi apikal distal (6%) septum dan dinding lateral.
Pengobatan
Seluruh pasien dengan kardiomiopati hipertrofi harus dievaluasi akan
resiko terjadinya SCD (Sudden Cardiac Death). Pasien disarankan agar tidak
melakukan kegiatan yang dapat merangsang penebalan dinding miokardium
seperti angkat beban. Implantasi kardioverter/defibrillator dapat ditawarkan untuk
mencegah terjadinya SCD. Pengobatan yang utama adalah menggunakan beta
bloker atau kalsium channel bloker pada pasien yang simtomatis, yang efeknya di
samping mengurangi peninggian obstruksi jalan pengosongan ventrikel kiri, juga
untuk mencegah gangguan irama yang sering menyebabkan kematian mendadak.
Akhir-akhir ini dilaporkan adanya khasiat yang baik golongan antagonis kalsium
seperti verapamil.
Obat-obat lain tidak dianjurkan untuk diberikan, karena dapat
memperburuk keadaan penyakit. Operasi miomektomi juga dilakukan pada
keadaan tertentu, namun terdapat komplikasi seperti LBBB, blok jantung total,
aorta regurgitasi, dan ventrikular septal defek iatrogenik.
Prognosis
Prognosis penyakit ini ternyata sekarang ini cukup jinak. Angka mortalitas
hanya 1% per tahun, dibanding penilitian sebelumnya yang 2-4x lebih tinggi.
Kematian mendadak sering terjadi pada orang tua. Semakin dini onset terjadinya
kardiomiopati hipertrofik ini maka semakin buruk prognosis.
DAFTAR PUSTAKA
Elliot, Perry., et al., 2008. Classification of the Cardiomyoptahies:a position
statement from the European society of cardiology working group on
myocardial and pericardial diseases. European Heart Journal 29,270-276.
Avalaible
from: http://eurheartj.oxfordjournals.org/content/29/2/270.full.pdf. (Accesed
04 Mei 2015).
Nasution,Sally Aman., 2009. Kardiomiopati. in Sudoyo AW,Setiyohadi B, Buku
Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 2. Edisi ke-4. internal publising FK UI. hal.
1720-1724. Jakarta : Internal Publising FK UI.
Robbins, Kumar, V., Cotran, R.S., Robbins, S.L., 2007. Buku Ajar Patologi
Volume 2. Edisi ke -7.Jakarta:EGC.