Download - TuGas IKM dr
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Diare merupakan kumpulan gejala yang ditandai dengan perubahan bentuk
dan konsistensi tinja melembek sampai mencair dan bertambahnya frekuensi
berak lebih dari biasanya (umumnya tiga kali atau lebih dalam sehari).1
Umumnya, diare disertai nyeri abdomen, mual, dan muntah. Sebagian masyarakat
mengenal diare dengan istilah mencret atau muntaber.
Diare dapat menyebabkan anak menjadi cengeng, gelisah, suhu tubuh
meningkat dan berkurangnya nafsu makan. Kondisi umum penderita akan dapat
diperburuk oleh dehidrasi dan kekurangan elektrolit sehingga jika tidak
ditatalaksana dengan baik, diare dapat menyebabkan kematian.2
Prinsip utama diare adalah penggantian cairan dan elektrolit tanpa melihat
etiologinya.3 Pengelolaan diare yang dianjurkan WHO terdiri dari 4 unsur utama.
Pertama, pemberian cairan untuk mencegah dan mengobati dehidrasi. Kedua,
pemberian makanan yang diteruskan terutama ASI. Ketiga, tidak menggunakan
obat-obat anti diare dan kecuali obat-obat antimikroba pada kasus-kasus tertentu.
Terakhir adalah memberikan petunjuk yang efektif bagi ibu dan anak serta
pengasuh yang meliputi petunjuk cara merawat anak sakit di rumah terutama
tentang upaya rehidrasi oral (URO), kapan harus membawa kembali anak ke
sarana atau petugas kesehatan dan cara mencegah diare di masa depan.
Dalam pengelolaan diare yang terpenting adalah pencegahan dehidrasi
dengan penggantian cairan dan elektrolit yang hilang. Upaya yang dilakukan
berupa URO dan pemberian cairan intravena. URO merupakan hal terpenting
dalam mencegah dehidrasi pada kasus dehidrasi ringan-sedang. Rehidrasi
intravena hanya diberikan pada kasus dehidrasi berat dan dehidrasi ringan-sedang
yang tidak dapat minum atau pada kasus-kasus dengan penyakit penyerta.
Untuk mencegah dehidrasi dapat dilakukan mulai dari rumah dengan
memberikan minum lebih banyak seperti air tajin, kuah sayur, air sup.4 Oralit
1
merupakan produk kesehatan yang diformulasikan untuk dikonsumsi saat
mengalami diare. Kandungan oralit adalah NaCl, KCl, glukosa, dan natrium
bicaronat atau natrium sitarat. Fungsi oralit yang utama adalah menjaga
keseimbangan jumlah cairan dan mineral dalam tubuh. Oralit merupakan obat
yang dianjurkan untuk mengatasi diare. Oralit tidak menghentikan diare, tetapi
mengganti cairan tubuh yang hilang bersama tinja. Dengan menggantikan cairan
tubuh tersebut, dehidrasi dapat dihindarkan.5
Penyakit diare masih menjadi salah satu masalah kesehatan utama pada
balita di Indonesia. Sekitar 60 juta kasus penderita diare dapat ditemukan setiap
tahunnya, 70-80% dari penderita ini adalah anak di bawah lima tahun. Kelompok
ini setiap tahunnya mengalami lebih dari satu kejadian diare dan sebagian
kecilnya (1-2%) akan mengalami dehidrasi yang bila tidak segera ditolong 50-
60% diantaranya dapat meninggal.6
Menurut Survei Kesehatan Rumah Tangga Departemen Kesehatan RI
tahun 1996, 12% penyebab kematian adalah diare. Survei tersebut menyebutkan
bahwa 70 dari 1000 bayi yang lahir meninggal dunia sebelum berusia satu tahun
karena diare. Data statistik menunjukkan bahwa setiap tahun diare menyerang 50
juta penduduk Indonesia, 66% nya adalah balita dengan korban meninggal
600.000 jiwa.7 Menurut hasil survei dari sistem surveilans terpadu (SST) yang
dilakukan di Palembang pada periode Januari-Desember 2004, diare merupakan
kasus nomor enam terbanyak di kota Palembang (16.799) dibandingkan dengan
kasus lainnya. Paling banyak menyerang anak-anak usia 1-4 tahun (5.410).
Penurunan angka kejadian diare pada bayi di negara-negara maju, erat kaitannya
dengan pemberian ASI, yang sebagian disebabkan oleh kurangnya pencemaran
minum anak dan sebagian lagi karena faktor pencegahan imunologik dari ASI
(Asnil et al, 2003). Perilaku yang dapat menyebabkan penyebaran kuman enterik
dan meningkatkan resiko terjadinya diare antara lain, tidak memberikan ASI
secara penuh untuk 4-6 bulan pertama kehidupan, menggunakan botol susu,
menyimpan makanan masak pada suhu kamar, menggunakan air minum yang
tercemar oleh bakteri yang berasal dari tinja, tidak mencuci tangan sesudah buang
2
air besar (Direktorat Jendral Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan
Lingkungan Pemukiman, 1999).
Mengingat adanya hubungan antara faktor sosiodemografi, sumber air
minum keluarga, dan perilaku higiene ibu sehari-hari, maka akan dilakukan
penelitian mengenai pengaruh faktor sosiodemografi, sumber air minum keluarga,
dan perilaku higiene ibu sehari-hari terhadap diare pada balita.
I.2 Rumusan Masalah
I.2.1 Bagaimana prevalensi penderita diare pada balita yang datang berobat ke
klinik MTBS puskesmas X, Kota Palembang, Provinsi Sumatera Selatan.
I.2.2 Bagaimana tingkat pendidikan ibu dan hubungannya dengan diare pada
balita?
I.2.3 Bagaimana jumlah pendapatan keluarga dan hubungannya dengan diare
pada balita?
I.2.4 Bagaimana gambaran sumber air minum yang digunakan setiap hari dan
hubungannya dengan diare pada balita?
I.2.5 Bagaimana perilaku higiene ibu sehari-hari dan hubungannya dengan diare
pada balita?
I.3 Tujuan Penelitian
I.3.I Tujuan Umum
Mengidentifikasi faktor sosiodemografi (pendidikan ibu dan pendapatan
keluarga), sumber air minum keluarga, dan perilaku higiene ibu sehari-hari serta
hubungannya dengan diare pada balita yang datang berobat ke klinik MTBS
puskesmas X, Kota Palembang, Provinsi Sumatera Selatan.
I.3.2 Tujuan Khusus
Mengidentifikasi prevalensi penderita diare pada balita yang datang
berobat ke klinik MTBS puskesmas X, Kota Palembang, Provinsi
Sumatera Selatan.
3
Mengidentifikasi tingkat pendidikan ibu dan hubungannya dengan
diare pada balita yang datang berobat ke klinik MTBS puskesmas X,
Kota Palembang, Provinsi Sumatera Selatan.
Mengidentifikasi jumlah pendapatan keluarga dan hubungannya
dengan diare pada balita yang datang berobat ke klinik MTBS
puskesmas X, Kota Palembang, Provinsi Sumatera Selatan.
Mengetahui gambaran sumber air minum yang digunakan setiap hari
dan hubungannya dengan diare pada balita yang datang berobat ke
klinik MTBS puskesmas X, Kota Palembang, Provinsi Sumatera
Selatan.
Mengetahui perilaku higiene ibu sehari-hari dan hubungannya dengan
diare pada balita yang datang berobat ke klinik MTBS puskesmas X,
Kota Palembang, Provinsi Sumatera Selatan.
I.4 Manfaat Penelitian
I.4.1 Untuk Institusi
Hasil penelitian ini diharapkan dengan memberikan gambaran keadaan
sosiodemografi dan pengetahuan ibu serta hubungan antara faktor
sosiodemografi, dan lingkungan terhadap diare pada balita bagi peneliti
dan pembaca. Selain itu juga dapat digunakan sebagai dasar pertimbangan
untuk penyusunan kebijakan, pengambilan keputusan dalam berbagai
penelitian selanjutnya.
I.4.2 Untuk Masyarakat
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan pemahaman kepada
masyarakat terutama para ibu tentang pentingnya memperhatikan faktor-
faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya penyakit diare pada balita dan
pertolongan pertama yang dapat dilakukan.
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Definisi
Diare menurut definisi Hippocrates adalah buang air besar dengan
frekuensi yang tidak normal (meningkat), konsistensi tinja menjadi lebih lembek
atau cair. Diare adalah buang air besar (defekasi) dengan tinja berbentuk cair atau
setengah cair (setengah padat), kandungan air tinja lebih banyak dari biasanya,
lebih dari 200 g atau 200 ml/24 jam dengan frekuensi lebih dari tiga kali per hari
dan dapat/tanpa disertai lender dan darah.8,9
II.2 Klasifikasi
Berdasarkan klasifikasi dehidrasi WHO, maka dehidrasi dibagi tiga menjadi
dehidrasi ringan, sedang, atau berat.
1. Dehidrasi Ringan
Tidak ada keluhan atau gejala yang mencolok. Tandanya anak terlihat
agak lesu, haus, dan agak rewel.
2. Dehidrasi Sedang
Tandanya ditemukan 2 gejala atau lebih gejala berikut:
Gelisah, cengeng
Kehausan
Mata cekung
Kulit keriput, misalnya kita cubit kulit dinding perut, kulit tidak segera
kembali ke posisi semula.
3. Dehidrasi berat
Tandanya ditemukan 2 atau lebih gejala berikut:
Berak cair terus-menerus
Muntah terus-menerus
Kesadaran menurun, lemas luar biasa dan terus mengantuk
5
Tidak bisa minum, tidak mau makan
Mata cekung, bibir kering dan biru
Cubitan kulit baru kembali setelah lebih dari 2 detik
Tidak kencing 6 jam atau lebih/frekuensi buang air kecil
berkurang/kurang dari 6 popok/hari.
Kadang-kadang dengan kejang dan panas tinggi
Klasifikasi diare berdasarkan lama waktu diare terdiri dari diare akut,
diare persisten dan diare kronis. (Asnil et al, 2003).
1. Diare Akut
Diare akut adalah diare yang terjadi sewaktu-waktu, berlangsung kurang
dari 14 hari, dengan pengeluaran tinja lunak atau cair yang dapat atau tanpa
disertai lendir dan darah
2. Diare Persisten
Diare persisten adalah diare yang berlangsung 15-30 hari, merupakan
kelanjutan dari diare akut atau peralihan antara diare akut dan kronik.
3. Diare kronis
Diare kronis adalah diare hilang-timbul, atau berlangsung lama dengan
penyebab non-infeksi, seperti penyakit sensitif terhadap gluten atau gangguan
metabolisme yang menurun. Lama diare kronik lebih dari 30 hari.
II.3 Etiologi
Diare akut disebabkan oleh banyak faktor antara lain infeksi, makanan,
efek obat, imunodefisiensi dan keadaan-keadaan tertentu. (Mansjoer et al, 2000,
Asnil et al, 2003).
II.3.1 Infeksi
Infeksi terdiri dari infeksi enteral dan parenteral. Infeksi enteral yaitu
infeksi saluran pencernaan dan infeksi parenteral yaitu infeksi di bagian tubuh
6
lain di luar alat pencernaan. (Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK UI, 1998,
Ngastiyah, 2004). Mikroorganisme yang menjadi penyebabnya antara lain
Aeromonas, Compylobacter, Clostridiumdifficile, Escherichiacoli,
Enterotoxigenic, Enteropathogenic, Shigella, Salmonella, Vibrio cholera,
Enteroinvasive (Pickering et al, 2004).
II.3.2 Makanan
Diare dapat disebabkan oleh intoksikasi makanan, makanan pedas,
makanan yang mengandung bakteri atau toksin. Alergi terhadap makanan tertentu
seperti susu sapi, terjadi malabsorbsi karbohidrat, disakarida, lemak, protein,
vitamin dan mineral.
II.3.3 Imunodefisiensi
Defisiensi imun terutama SigA (Secretory Immunoglobulin A) yang
mengakibatkan berlipat gandanya bakteri, flora usus, jamur, terutama Candida
II.3.4 Terapi obat
Obat-obat yang dapat menyebabkan diare diantaranya antibiotik dan antasid.
II.3.5 Keadaan tertentu
Keadaan lain yang menyebabkan seseorang diare seperti gangguan psikis
(ketakutan, gugup), gangguan saraf. Alergi susu, diare biasanya timbul beberapa
menit atau jam setelah minum susu tersebut, biasanya pada alergi susu sapi dan
produk-produk yang terbuat dari susu sapi.
II.4 Faktor-faktor yang mempengaruhi angka kejadian diare
Penyelenggaraan P2 diare pada balita dititikberatkan pada penemuan dan
pengobatan penderita diare sedini mungkin dengan melibatkan peran aktif
masyarakat, kader kesehatan dan dengan dukungan pelayanan kesehatan di sarana
kesehatan yang terkait.
7
Intervensi yang ditujukan pada pencegahan penyakit diare pada balita
dapat dianggap sebagai strategi untuk mengurangi angka kejadian (insiden) diare.
Pencegahan disini dengan melihat faktor resiko yang berpengaruh terhadap angka
kejadian penyakit diare pada balita. Faktor resiko yang berpengaruh terhadap
angka kejadian diare terbagi dalam 4 kelompok yang meliputi faktor genetik dan
biologi, faktor perilaku dan lingkungan serta faktor pelayanan kesehatan.
1. Faktor Genetik dan Biologi
Agen penyebab yang sebagian dapat bertahan di udara sampai beberapa
hari, terutama virus.
Kurang Gizi: balita yang menderita kurang gizi mempunyai kemungkinan
yang lebih besar untuk terkena penyakit infeksi terutama diare.
Penyakit yang ada sebelumnya: adanya penyakit yang menyebabkan balita
lebih rentan sakit seperti penyakit Imunodefisiensi (seperti AIDS) dan
penyakit infeksi kronis (seperti TBC).
2. Faktor Perilaku
Masih kurangnya kesadaran individu untuk menerapkan gaya hidup bersih
sehingga menimbulkan dampak terhadap peningkatan resiko terjadinya diare.
Dibawah ini dapat kita lihat contoh-contoh gaya hidup tidak sehat pada
masyarakat:
Tidak mencuci tangan dengan sabun sebelum makan dan setiap habis buang
air besar.
Kurangnya perhatian terhadap kebersihan makanan dan minuman yang
menyebabkan makanan dapat terkontaminasi agen penyebab.
Kurang maksimalnya perhatian terhadap kebersihan peralatan makan balita
seperti botol susu sehingga terkontaminasi dengan agen penyebab diare.
3. Faktor Lingkungan
Beberapa faktor-faktor lingkungan yang menjadi pendukung timbulnya penyakit
diare, antara lain:
8
Sarana air bersih: sumber air yang menjadi penopang hidup masyarakat
(untuk minum, mandi, mencuci pakaian dan peralatan rumah tangga, dan
lain-lain) tercemar dengan agen penyebab diare.
Sarana pembuangan air limbah
Faktor musim, dimana infeksi agen penyebab diare sering terjadi pada
musim hujan.
4. Faktor Pelayanan Kesehatan
Adanya kecenderungan kekurangtahuan pada pelayanan kesehatan, tenaga
kesehatan kurang tepat dalam menegakkan derajat dehidrasi penderita.
II.5 Penatalaksanaan
II.5.1 Prinsip penatalaksanaan diare akut
Menurut Direktorat Jendral Pemberantasan Penyakit Menular dan
Penyehatan Lingkungan Pemukiman Prinsip penatalaksanaan diare akut antara
lain dengan rehidrasi, nutrisi, medikamentosa (Andrianto, 1995)
a. Rehidrasi
Diare cair membutuhkan penggantian cairan dan elektrolit tanpa melihat
etiologinya. Jumlah cairan yang diberi harus sama dengan jumlah cairan yang
telah hilang melalui diare dan atau muntah, ditambah dengan banyaknya cairan
yang hilang melalui keringat, urin, pernapasan dan ditambah dengan banyaknya
cairan yang hilang melalui tinja dan muntah yang masih terus berlangsung.
Jumlah ini tergantung pada derajat dehidrasi serta berat badan masing-masing
anak atau golongan umur.
b. Nutrisi
Makanan harus diteruskan bahkan ditingkatkan selama diare untuk
menghindarkan efek buruk pada status gizi. Agar pemberian diet pada anak
dengan diare akut dapat memenuhi tujuannya, serta memperhatikan faktor yang
mempengaruhi keadaan gizi anak, maka diperlukan persyaratan diet sebagai
berikut yakni, pasien segera diberikan makanan oral setelah rehidrasi yakni 24
9
jam pertama, makanan cukup energi dan protein, makanan tidak merangsang,
makanan diberikan bertahap mulai dengan yang mudah dicerna, makanan
diberikan dalam porsi kecil dengan frekuensi sering. Pemberian ASI diutamakan
pada bayi, pemberian cairan dan elektolit sesuai kebutuhan, pemberian vitamin
dan mineral dalam jumlah yang cukup. Khusus untuk penderita diare karena
malabsorbsi diberikan makanan sesuai dengan penyebabnya, antara lain:
Malabsorbsi lemak berikan trigliserida rantai menengah, Intoleransi laktosa
berikan makanan rendah atau bebas laktosa, Panmalabsorbsi berikan makanan
rendah laktosa, parenteral nutrisi dapat dimulai apabila ternyata dalam 5-7 hari
masukan nutrisi tidak optimal (Suandi, 1999)
c. Medikamentosa
Antibiotik dan antiparasit tidak boleh digunakan secara rutin. Obat-obat
anti diare meliputi antimotilitas seperti loperamid, difenoksilat, kodein, opium,
adsorben seperti Norit, kaolin, attapulgit. Anti muntah termasuk prometazin dan
klorpromazin
II.5.2 Rencana pengobatan
Berdasarkan derajat dehidrasi maka terapi pada penderita diare dibagi
menjadi tiga, yakni rencana pengobatan A, B dan C.
a. Rencana pengobatan A
Digunakan untuk mengatasi diare tanpa dehidrasi, meneruskan terapi diare
di rumah, memberikan terapi awal bila anak terkena diare lagi. Cairan rumah
tangga yang dianjurkan seperti oralit, makanan cair (sup, air tajin), air matang.
Gunakan larutan oralit untuk anak seperti dijelaskan dalam tabel berikut :\
10
Tabel 1. Kebutuhan Oralit Per Kelompok Umur
(Buku ajar diare, 1999)
b. Rencana pengobatan B
Digunakan untuk mengatasi diare dengan derajat dehidrasi ringan dan
sedang, dengan cara ; dalam 3 jam pertama, berikan 75 ml/KgBB. Berat badan
anak tidak diketahui, berikan oralit paling sedikit sesuai tabel berikut:
Tabel 2. Jumlah Oralit Yang Diberikan Pada 3 Jam Pertama
(Buku ajar diare, 1999)
Berikan anak yang menginginkan lebih banyak oralit, dorong juga ibu untuk
meneruskan ASI. Bayi kurang dari 6 bulan yang tidak mendapatkan ASI, berikan
juga 100-200 ml air masak. Setelah 3-4 jam, nilai kembali anak menggunakan
bagan penilaian, kemudian pilih rencana A, B atau C untuk melanjutkan
pengobatan
c. Rencana pengobatan C
Digunakan untuk mengatasi diare dengan derajat dehidrasi berat. Pertama-
tama berikan cairan intravena, nilai setelah 3 jam. Jika keadaan anak sudah cukup
baik maka berikan oralit. Setelah 1-3 jam berikutnya nilai ulang anak dan pilihlah
Umur Jumlah oralit yang
diberikan tiap BAB
Jumlah oralit yang disediakan di
rumah
< 12 bulan 50-100 ml 400 ml/hari ( 2 bungkus)
1-4 tahun 100-200 ml 600-800 ml/hari ( 3-4 bungkus)
> 5 tahun 200-300 ml 800-1000 ml/hari (4-5 bungkus)
Umur < 1 tahun 1-5 tahun > 5 tahun
Jumlah oralit 300 ml 600 ml 1200 ml
11
rencana pengobatan yang sesuai.berikut ini tabel-tbel tentang derajat dehidrasi
penderita.
Tabel 3. Derajat dehidrasi berdasarkan kehilangan berat badan
(Buku ajar diare, 1999)
Tabel 4. Derajat
dehidrasi berdasarkan gejala klinis
Penilaian A B C
Keadaan umum Baik, sadar Gelisah, rewel« Lesu, tidak sadar«
Mata Normal Cekung Sangat cekung
Air mata Ada Tidak ada Tidak ada
Mulut, lidah Basah Kering Sangat kering
Rasa haus Minum seperti
biasa
Haus, ingin minum
banyak«
Malas minum, tidak
bisa minum
Periksa:Turgor kulit Kembali cepat Kembali lambat« Kembali sangat lambat
Hasil pemeriksaan Tanpa dehidrasi Dehidrasi ringan/
sedang
Bila ada 1 tanda
ditambah 1/lebih
tanda lain
Dehidrasi berat
Bila ada 1 tanda
ditambah 1/lebih tanda
lain
Terapi Rencana
pengobatan A
Rencana pengobatan
B
Rencana pengobatanC
(Buku ajar diare, 1999)
Derajat dehidrasi Penurunan berat badan (%)
Tidak dehidrasi < 2 ½
Dehidrasi ringan 2 ½ - 5
Dehidrasi sedang 5-10
Dehidrasi berat 10
12
II.6 Pencegahan Diare
Tindakan dalam pencegahan diare ini antara lain dengan perbaikan
keadaan lingkungan, seperti penyediaan sumber air minum yang bersih,
penggunaan jamban, pembuangan sampah pada tempatnya, sanitasi perumahan
dan penyediaan tempat pembuangan air limbah yang layak. Perbaikan perilaku
ibu terhadap balita seperti pemberian ASI sampai anak berumur 2 tahun,
perbaikan cara menyapih, kebiasaan mencuci tangan sebelum dan sesudah
beraktivitas, membuang tinja anak pada tempat yang tepat, memberikan imunisasi
morbili (Andrianto, 1995). Masyarakat dapat terhindar dari penyakit asalkan
pengetahuan tentang kesehatan dapat ditingkatkan, sehingga perilaku dan keadaan
lingkungan sosialnya menjadi sehat ( Notoadmodjo, 2003)
Lingkungan
Sejak pertengahan abad ke-15 para ahli kedokteran telah menyebutkan
bahwa tingkat kesehatan masyarakat dipengaruhi oleh beberapa faktor. Menurut
model segitiga epidemiologi, suatu penyakit timbul akibat beroperasinya faktor
agen, host dan lingkungan. Menurut model roda timbulnya penyakit sangat
tergantung dari lingkungan (Mukono, 1995). Faktor lingkungan merupakan faktor
yang sangat penting terhadap timbulnya berbagai penyakit tertentu, sehingga
untuk memberantas penyakit menular diperlukan upaya perbaikan lingkungan
(Trisnanta, 1995).
Melalui faktor lingkungan, seseorang yang keadaan fisik atau daya
tahannya terhadap penyakit kurang, akan mudah terserang penyakit (Slamet,
1994). Penyakit-penyakit tersebut seperti diare, kholera, campak, demam berdarah
dengue, difteri, pertusis, malaria, influenza, hepatitis, tifus dan lain-lain yang
dapat ditelusuri determinan-determinan lingkungannya (Noerolandra, 1999)
Masalah kesehatan lingkungan utama di negara-negara yang sedang
berkembang adalah penyediaan air minum, tempat pembuangan kotoran,
pembuangan sampah, perumahan dan pembuangan air limbah (Notoatmodjo,
2003).
13
a. Sumber air
Syarat air minum ditentukan oleh syarat fisik, kimia dan bakteriologis.
Syarat fisik yakni, air tidak berwarna, tidak berasa, tidak berbau, jernih dengan
suhu sebaiknya di bawah suhu udara sehingga terasa nyaman. Syarat kimia yakni,
air tidak mengandung zat kimia atau mineral yang berbahaya bagi kesehatan
misalnya CO2, H2S, NH4. Syarat bakteriologis yakni, air tidak mengandung
bakteri E. coli yang melampaui batas yang ditentukan, kurang dari 4 setiap 100 cc
air.
Pada prinsipnya semua air dapat diproses menjadi air minum. Sumber-
sumber air ini antara lain : air hujan, mata air, air sumur dangkal, air sumur
dalam, air sungai & danau.
b. Pembuangan kotoran manusia
Kotoran manusia adalah semua benda atau zat yang tidak dipakai lagi oleh
tubuh dan harus dikeluarkan dari dalam tubuh seperti tinja, air seni dan CO2.
Masalah pembuangan kotoran manusia merupakan masalah pokok karena kotoran
manusia adalah sumber penyebaran penyakit yang multikompleks. Beberapa
penyakit yang dapat disebarkan oleh tinja manusia antara lain : tipus, diare,
disentri, kolera, bermacam-macam cacing seperti cacing gelang, kremi, tambang,
pita, schistosomiasis. Syarat pembuangan kotoran antara lain, tidak mengotori
tanah permukaan, tidak mengotori air permukaan, tidak mengotori air tanah,
kotoran tidak boleh terbuka sehingga dapat dipergunakan oleh lalat untuk bertelur
atau berkembang biak, kakus harus terlindung atau tertutup, pembuatannya
mudah dan murah (Notoatmodjo, 2003).
Bangunan kakus yang memenuhi syarat kesehatan terdiri dari : rumah
kakus, lantai kakus, sebaiknya semen, slab, closet tempat feses masuk, pit sumur
penampungan feses atau cubluk, bidang resapan, bangunan jamban ditempatkan
pada lokasi yang tidak mengganggu pandangan, tidak menimbulkan bau,
disediakan alat pembersih seperti air atau kertas pembersih. (Notoatmodjo, 2003)
14
c. Pembuangan sampah
Sampah adalah semua zat atau benda yang sudah tidak terpakai baik yang
berasal dari rumah tangga atau hasil proses industri. Jenis-jenis sampah antara
lain, yakni sampah an-organik, adalah sampah yang umumnya tidak dapat
membusuk, misalnya: logam/besi, pecahan gelas, plastik. Sampah organik, adalah
sampah yang pada umumnya dapat membusuk, misalnya : sisa makanan, daun-
daunan, buah-buahan. Cara pengolahan sampah antara lain sebagai berikut:
(Notoatmodjo, 2003).
Pengumpulan dan pengangkutan sampah
Pengumpulan sampah diperlukan tempat sampah yang terbuat dari
bahan yang mudah dibersihkan, tidak mudah rusak, harus tertutup rapat,
ditempatkan di luar rumah. Pengangkutan dilakukan oleh dinas pengelola
sampah ke tempat pembuangan akhir (TPA)
Pemusnahan dan pengelolaan sampah
Dilakukan dengan berbagai cara yakni, ditanam (Landfill), dibakar
(Inceneration), dijadikan pupuk (Composting)
d. Perumahan
Keadaan perumahan adalah salah satu faktor yang menentukan keadaan
higiene dan sanitasi lingkungan. Adapun syarat-syarat rumah yang sehat ditinjau
dari ventilasi, cahaya, luas bangunan rumah, Fasilitas-fasilitas di dalam rumah
sehat sebagai berikut : (Notoatmodjo, 2003).
Ventilasi
Fungsi ventilasi adalah untuk menjaga agar aliran udara di dalam
rumah tersebut tetap segar dan untuk membebaskan udara ruangan dari
bakteri-bakteri, terutama bakteri patogen.. Luas ventilasi kurang lebih 15-20
% dari luas lantai rumah
15
Cahaya
Rumah yang sehat memerlukan cahaya yang cukup, kurangnya cahaya
yang masuk ke dalam ruangan rumah, terutama cahaya matahari disamping
kurang nyaman, juga merupakan media atau tempat baik untuk hidup dan
berkembangnya bibit penyakit. Penerangan yang cukup baik siang maupun
malam 100-200 lux.
Luas bangunan rumah
Luas bangunan yang optimum adalah apabila dapat menyediakan 2,5-3
m2 untuk tiap orang. Jika luas bangunan tidak sebanding dengan jumlah
penghuni maka menyebabkan kurangnya konsumsi O2, sehingga jika salah
satu penghuni menderita penyakit infeksi maka akan mempermudah penularan
kepada anggota keluarga lain.
Fasilitas-fasilitas di dalam rumah sehat
Rumah yang sehat harus memiliki fasilitas seperti penyediaan air
bersih yang cukup, pembuangan tinja, pembuangan sampah, pembuangan air
limbah, fasilitas dapur, ruang berkumpul keluarga, gudang, kandang ternak
e. Air limbah
Air limbah adalah sisa air yang dibuang yang berasal dari rumah tangga,
industri dan pada umumnya mengandung bahan atau zat yang membahayakan.
Sesuai dengan zat yang terkandung di dalam air limbah, maka limbah yang tidak
diolah terlebih dahulu akan menyebabkan gangguan kesehatan masyarakat dan
lingkungan hidup antara lain limbah sebagai media penyebaran berbagai penyakit
terutama kolera, diare, typus, media berkembangbiaknya mikroorganisme
patogen, tempat berkembangbiaknya nyamuk, menimbulkan bau yang tidak enak
16
serta pemandangan yang tidak sedap, sebagai sumber pencemaran air permukaan
tanah dan lingkungan hidup lainnya, mengurangi produktivitas manusia, karena
bekerja tidak nyaman (Notoatmodjo, 2003).
Usaha untuk mencegah atau mengurangi akibat buruk tersebut diperlukan
kondisi, persyaratan dan upaya sehingga air limbah tersebut tidak
mengkontaminasi sumber air minum, tidak mencemari permukaan tanah, tidak
mencemari air mandi, air sungai, tidak dihinggapi serangga, tikus dan tidak
menjadi tempat berkembangbiaknya bibit penyakit dan vektor, tidak terbuka kena
udara luar sehingga baunya tidak mengganggu (Notoatmodjo, 2003).
17
BAB III
METODE PENELITIAN
III.1 Jenis Penelitan
Jenis penelitian yang dilakukan adalah survei deskriptif analitik didukung dengan
pendekatan cross sectional.
III.2 Lokasi dan Waktu
Penelitian dilakukan di daerah cakupan puskesmas X
III.3 Subjek penelitian
III.3.1 Populasi penelitian
Populasi dari penelitian ini adalah para ibu atau wali yang anak balitanya dibawa
ke Puskesmas X
III.3.2 Rancangan sampel
Sampel diambil secara langsung dari seluruh populasi, yaitu para ibu atau wali
yang anak balitanya dibawa ke Puskesmas X
III.3.3 Jumlah sampel
Jumlah sampel pada penelitian ini adalah sebanyak X orang.
III.4 Variabel Penelitian
III.4.1 Variabel terikat : Diare pada balita
III.3.3 Variabel bebas :
1. Tingkat pendidikan ibu
2. Tingkat pendapatan keluarga
3. Sumber Air minum keluarga
18
4. Perilaku higiene ibu sehari-hari
III.5 Definisi Operasional
III.5.1 Gejala diare
Gejala diare pada balita adalah buang air besar cair yang frekuensinya lebih dari 3
kali sehari dengan atau tanpa darah atau lendir dalam tinja.
III.5.2 Balita
Balita adalah bayi dan anak yang belum berusia lima tahun sampai waktu
pengumpulan data untuk penelitian ini.
III.5.3 Karakteristik Sosiodemografi
III.5.3.1 Pendidikan ibu
Pendidikan adalah ijazah terakhir yang diterima, meliputi tidak sekolah, sekolah
dasar (SD), sekolah menengah pertama (SMP), sekolah menengah atas (SMA), dan
Perguruan Tinggi.
III.5.3.2 Tingkat pendapatan keluarga
Meliputi beberapa faktor penentu yaitu rata-rata jumlah uang yang dihasilkan oleh
keluarga responden setiap bulannya dari pekerjaan utama dan sampingan.
III.5.3 Sumber Air Minum
Sumber air yang digunakan oleh keluarga responden untuk minum sehari-hari,
meliputi air ledeng, air sumur, dan air galon.
III.5.4 Perilaku higiene ibu sehari-hari
Perilaku higiene ibu meliputi cuci tangan setiap sebelum memberikan makan anak
dan setiap selesai BAB/membersihkan BAB anak. Menggunting kuku minimal setiap
satu minggu sekali, mencuci dan memakai peralatan makanan yang higienis, dan
menyimpan makanan yang sudah dimasak dengan baik (ditutup/ disimpan dalam lemari
pendingin/ tidak membiarkan makanan berada pada suhu kamar terlalu lama). Setiap
perilaku higiene yang dikerjakan diberikan poin 1, poin tertinggi adalah 5. Nilai dibagi
menjadi 5 kategori, yaitu melakukan 1 poin, 2 poin, 3 poin, 4 poin, dan semua poin.
Dinilai kurang apabila perilaku higiene yang dilakukan hanya 1-3 poin, dan baik apabila
19
responden melakukan 4-5 perilaku higiene. Nilai baik diklasifikasikan menjadi
“Higienitas baik”, dan nilai kurang diklasifikasikan menjadi “higienitas kurang” untuk
memudahkan uji chi-square.
III.6 Cara Pengumpulan data
Populasi penelitian diambil dari seluruh ibu atau wali yang anak balitanya berobat
ke klinik MTBS Puskesmas X Kota Palembang. Pengumpulan data dilakukan dengan
cara mewawancarai sampel yang datang ke Puskesmas X dengan metode semiterstruktur
(penggunaan interview schedule).
20