7
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Repetitive Motions
Health Council of the Netherlands mendefinisikan repetitive
motions pada ekstremitas atas sebagai gerakan berulang pada persendian
bahu, sikut, pergelangan tangan dan tangan yang berulang dengan cepat
dan memiliki siklus. repetitive motions juga meliputi mengangkat atau
membawa benda yang beratnya kurang dari 3 kilogram. Mengangkat atau
membawa benda lebih dari 3 kilogram tidak termasuk repetitive motions.
Berdasarkan kesepakatan komite di dapatkan kesimpulan bahwa repetitive
motions berfokus pada ekstremitas atas, sedangkan untuk leher, dada dan
ektremitas bawah lebih berfokus sebagai faktor postur tubuh yang kurang
baik.
Buku Ergonomics Gudelines and Problem Solving yang di tulis
oleh A. Mital, M.M. Ayoub dan K. Landau, menyampaikan beberapa
pendapat para ahli mengenai definisi gerakan berulang dalam berbagai
sudut pandang. Konz (1990) menyebutkan bahwa repetitive motions sah
jika gerakan berulang dalam waktu kurang dari 30 detik. Laurig (dalam
Luczak, 1983) medefinisikan repetitive motions sebagai gerakan lebih dari
15 kali dalam 60 detik. Beberapa pendapat para ahli dalam buku
Ergonomics Guidelines and Problem Solving jika di tarik garis merah,
maka di dapatkan kesimpulan Repetitive motions dalam bekerja dapat di
sebut sebagai gerakan berulang cepat dari ekstremitas atas yang dapat
8
meliputi persendian bahu, siku, pergelangan tangan, dan tangan dalam
kurun waktu 30 detik sampai 60 detik.
2.2 Definisi Pemijat
Kamus Besar Bahasa Indonesia menyatakan definisi pemijat adalah
orang yang mengurut bagian tubuh untuk melemaskan otot sehingga
peredaran darah lancar.
2.3 Definisi Carpal Tunnel Syndrome
Carpal Tunnel Syndrome atau Sindrom Terowongan Carpal adalah
neuropati tekanan saraf medianus dalam terowongan karpal di pergelangan
tangan dengan kejadian yang relatif sering, bersifat kronik, dan di tandai
dengan nyeri tangan pada malam hari, parestesia jari-jari yang mendapat
inervasi dari saraf medianus, kelemahan dan atrofi otot tenar (Bahrudin
2013). Carpal Tunnel Syndrome termasuk dalam sindrom neuropati jebakan
atau neuropati kompresi (entrapment neuropathy) dan termasuk pula dalam
Cumulative Trauma Disorders (CTDs) yaitu gangguan trauma kumulatif
yang juga dikenal sebagai cedera rengangan berulang pada muskuloskeletal
yang meliputi sendi, otot, tendon, ligamen, saraf dan pembuluh darah (M.
Jodi Rell & J. Robert G, 2008).
Carpal Tunnel Syndrome paling sering disebabkan oleh kombinasi
faktor-faktor yang meningkatkan tekanan terhadap saraf medianus dan
tendon dalam terowongan karpal, selain permasalahan terhadap saraf
medianus tersendiri (U.S. Departement of Health and Human Services, 2012).
Pekerjaan dengan kombinasi gerakan dengan tekanan, gerakan berulang cepat,
9
posisi tidak fisiologis dari tangan, dan sedikit istritahat seperti mengetik,
pengemasan, memotong dan sebagainya dapat menimbulkan CTS (M. Jodi
Rell & J. Robert G, 2008).
Dulu, sindroma ini juga disebut dengan nama acroparesthesia,
median thenar neuritis atau partial thenar atrophy (Huldani, 2013). Carpal
Tunnel Syndrome pertama kali dikenali sebagai suatu sindroma klinik oleh
Paget, yang melaporkan kasus kompresi saraf medianus akibat dari patah
tulang radius bagian distal. Tahun 1913, Marie dan Foix menerbitkan
anatomical and histopathological yang merupakan pejabaran dari hourglass-
shaped lesion dari saraf medianus dengan neuroma di proksimal dari fleksor
retinakulum. Tahun 1950 hasil penelitian Phalen mencetuskan prinsip-prinsip
dari CTS (Michel Chammas et al. 2014).
2.4 Anatomi Pergelangan Tangan Carpal Tunnel Syndrome
Secara anatomis, carpal tunnel atau terowongan karpal tersusun
oleh flexor retinaculum pada bagian atap, carpal sulcus pada bagian dasarnya
dan dibatasi oleh tulang-tulang dan tendon yang menyusun pergelangan
tangan. Batas ulnaris disusun oleh tulang hamatum, pyramidal, pisiform
sedangkan batas radial disusun oleh tendon flexor carpi radialis dan tulang
scaphoid dan trapezoid. Saraf medianus yang melewati carpal tunnel akan
disertai oleh beberapa tendon yang juga melewati jalur tesebut diantaranya
adalah: empat tendon superficial flexor, empat tendon deep flexor, dan flexor
pollicis longus (Michel Chammas et al. 2014)
10
(Banardo, 2004)
Gambar 2.2
Anatomi pergelangan tangan
Secara normal posisi saraf medianus pada tiap orang tidak sama
satu dengan lainnya, ada yang disebut sebagai variasi anatomi. Saat
memasuki tunnel saraf medianus akan berada di belakang muskulus
Palmaris longus atau diantara muskulus Palmaris longus dengan muskulus
flexor carpi radialis. Pada posisi pergelangan tangan netral maka posisi
saraf medianus dapat ditemukan dalam tiga variasi anatomi yaitu di depan
muskulus flexor digitorum superficialis bagian index finger; di antara
muskulus flexor pollicis longus dengan muskulus flexor digitorum
superficialis bagian index finger; di depan muskulus flexor digitorum
superficialis bagian middle finger (Michel Chammas et al. 2014).
Perjalanan saraf medianus dari lengan bawah menuju tangan akan
memasuki carpal tunnel yang kemudian pada bagian distal tunnel akan
bercabang menjadi 6 cabang utama yaitu: cabang dari thenar, 3 cabang
spesifik dari nervus palmar digital (radial, ulnar dari ibu jari dan radial
11
dari jari telunjuk), palmar digital nervus dari jari dua dan tiga (Michel
Chammas et al. 2014). Kawasan yang di inervasi oleh saraf medianus
bervariasi terutama pada permukaan volar, yang mengikuti pola variasi
antara tiga jari sampai empat jari kawasan radial telapak tangan. Pada
permukaan dorsum manus, kawasan sensorik saraf medianus bervariasi
antara dua sampai tiga falangs distal jari kedua, ketiga dan keempat
(Sidharta,2003).
(Banardo, 2004) Gambar 2.3
Inervasi saraf median
Saat pemijat melakukan pekerjaannya terdapat beberapa gerakan
berulang baik dengan postur pergelangan tangan fleksi atau ekstensi, deviasi
ulnar dan radial, atapun supinasi dan pronasi, dimana merupakan gerakan
yang dilakukan pemijat.
2.5 Etiologi dan Faktor Resiko
Penyebab pasti dari Carpal Tunnel Syndrome sebagian besar masih
belum diketahui atau idiopatik, namun ada beberapa kelainan anatomis dan
12
struktural yang menyebabkan penyakit ini, hal ini disebut “Secondary CTS”.
Dalam review article dari Michel Chammas et al, etiologi CTS adalah
sebagai berikut:
1. Idiopathic Carpal Tunnel Syndrome
Sebagian besar idiopathic CTS dialami oleh wanita (65-80%)
dan berusia 40-60 tahun. Kategori ini berkorelasi dengan hipertrofi
membran synovial dari tendon fleksor yang dipicu oleh degenerasi
jaringan ikat, sclerosis pembuluh darah, edema dan fragmentasi
kolagen. Dari data meta-analisis didapatkan bahwa jenis kelamin,
umur, genetik, dan antropometri (ukuran terowongan karpal) adalah
faktor predisposisi yang penting. Gerakan repetitive, paparan terhadap
getaran, suhu dingin, obesitas dan merokok nampaknya juga turut
berperan dalam kejadian CTS.
2. Secondary Carpal Tunnel Syndrome
Penyebab CTS pada kategori ini lebih ditekankan pada
abnormalitas dari struktur disekitar terowongan karpal yang
menyebabkan tertekannya saraf medianus. Berikut ini adalah beberapa
kondisi yang menyebabkan kelainan struktur:
a. Abnormalitas dari bentuk atau posisi dari tulang karpal:
dislokasi atau subluksasi dari tulang karpal,
b. Abnormalitas dari bentuk distal tulang radius: fraktur dengan
translasi lebih dari 35%, skewedconsolidation dari distal tulang
radius, osteosynthesis materialon anterior tulang radius,
13
c. Kelainan persendian: athrosis pada pergelangan tangan,
arthritis inflamasi, arthritis infeksius, rhizarthrosis dan
villonodular synovitis,
d. Akromegali.
Sedangkan dalam buku Lecture Notes Neurologi oleh Lionel
Ginsberg, sindrom ini terjadi akibat kompresi nervus medianus pada
pergelangan tangan saat saraf ini melalui terowongan karpal yang dapat
terjadi karena:
a. Secara tersendiri, contohnya pasien dengan pekerjaan yang
banyak menggunakan tangan,
b. Pada gangguan yang menyebabkan saraf menjadi sensitif
terhadap tekanan, misalnya diabetes melitus,
c. Saat terowongan karpal penuh dengan jaringan lunak yang
abnormal yang dapat di sebabkan oleh hormonal dan
kehamilan, obesitas, diabetes melitus, deformitas lokal
(misalnya sekunder akbiat osteoarthritis, faktur), atritis
rheumatoid, myxsedema, akromegali dan amiloidosis.
Carpal Tunnel Syndrome yang juga termasuk Cummulative
Trauma Dissorder (CTD’s) memiliki beberapa faktor resiko,
adalah sebagai berikut:
a. Gerakan berulang (repetitive),
b. Gerakan dengan tekanan: menekan, mendorong, mengangkat
barang dan gerakan menarik,
14
c. Postur tubuh yang salah: posisi tubuh istirahat yang tidak
normal,
d. Posisi tubuh yang statis: posisi tubuh menahan beban tanpa
bergerak,
e. Tekanan mekanik terhadap soft tissues dari tangan:
menggunakan alat yang menekan pergelangan tangan,
f. Gerakan cepat,
g. Getaran (vibration),
h. Stress mental,
i. Kurangnya istirahat,
j. Masa kerja: pekerja dengan lama bekerja >20 tahun lebih
beresiko mengalami CTS
k. Durasi kerja (UU No. 13/2003 Pasal 77 ayat 1 pada umumnya
6-8 jam. Memperpanjang waktu kerja lebih dari kemampuan
dapat menurunkan produktivitas serta kecenderungan untuk
timbulnya kelelahan, penyakit akibat kerja dan kecelakaan)
l. Usia. (M. Jodi Rell & J. Robert G, 2008)( Mithun Pai et al,
2014)(Resi L.P.P, 2014).
Penelitian yang dilakukan oleh Bina K, Siswi J, Yuliani S pada
tahun 2008, menyampaikan bahwa gerakan berulang pada pergelangan
tangan yang memilik resiko tinggi untuk terkena CTDs adalah gerakan
berulang dengan frekuensi pengulangan >30 kali tiap menit.
15
2.6 Gejala Carpal Tunnel Syndrome
Gejala biasanya mulai secara bertahap, dengan keluhan seperti rasa
terbakar , kesemutan, gatal-gatal, mati rasa (baal) terutama pada ibu jari, jari
telunjuk dan jari tengah. Beberapa pasien mengeluhkan jari-jari mereka tidak
bisa digerakan dan bengkak. Gejala muncul pertama kali biasanya di satu atau
kedua tangan pada malam hari, karena banyak orang yang tidur dengan posisi
pergelangan tangan yang menekuk dan tertindih. Beberapa orang kadang
terbangun karena rasa tidak nyaman tersebut dan kemudian mengerak-
gerakkan pergelangan tangan sampai melakukan pemijatan pada daerah
tersebut.
Sebagian gejala memburuk sehingga rasa tidak nyaman tersebut
muncul pada siang hari sehingga lebih nyeri jika digunakan untuk bekerja.
Akibat rasa tidak nyaman ini maka pasien akan sering kesulitan dalam
melakukan gerakan yang melibatkan pergelangan tangan seperti mengepal,
memegang benda kecil atau melakukan tugas manual lainnya. Dalam
keadaan kronis karena tidak segera diobati maka akan terjadi gangguan pada
otot-otot di dasar ibu jari sehingga tidak bisa digerakan, selain itu bisa terjadi
kerusakan saraf sehingga tidak bisa membedakan antara panas, dingin dan
sentuhan sehingga pasien akan merasakan mati rasa (Michel Chammas et al.
2014).
2.7 Diagnosis Carpal Tunnel Syndrome
Diagnosis dari CTS menggunakan prinsip menurut Michel Chammas et al,
sebagai berikut:
16
a. Melakukan anamnesis dan pengisian kuisioner,
b. Pemeriksaan fisik berupa challenge test (tes provokasi),
c. Menentukan etiologi keluhan pasien.
Beberapa tes provokasi atau challenge test yang dapat membantu
menegakkan diagnosis CTS adalah sebagai berikut:
a. Phalen's test : Penderita diminta menekuk kedua tangan di sendi
pergelangan tangan, kemudian diminta untuk menekan kedua dorsum
manus satu dengan yang lain sekuat-kuatnya. Intepretasi jika saat
dilakukan tes ini pasien merasaka nyeri atau kesemutan
mengungkapkan bahwa terwongan karpal menyempit. Sensitivitas dari
tes ini berkisar antara 67-83% dan spesifikasi mulai 47-100%.
(Huldani,2013)
Gambar 2.3
Phalen’s Test
b. Tinel's sign : Tes ini mendukung diagnosa bila timbul parestesia atau
nyeri pada daerah distribusi nervus medianus jika dilakukan perkusi
pada terowongan karpal dengan posisi tangan sedikit dorsofleksi.
17
Sesitivitas dari tes ini berkisar antara 26-79% dan spesifikasi mulai 40-
100%.
(Huldani,2013)
Gambar 2.4
Tinel’s Sign
c. Torniquet test : Pada pemeriksaan ini dilakukan pemasangan torniquet
dengan menggunakan tensieter di atas siku dengan tekanan sedikit di
atas tekanan sistolik. Bila dalam 1 menit timbul gejala seperti CTS, tes
ini menyokong diagnosis.
d. Flick's sign : Penderita diminta mengibas-ibaskan tangan atau
menggerak-gerakkan jari-jarinya. Bila keluhan berkurang atau
menghilang akan menyokong diagnosa CTS. Harus diingat bahwa
tanda ini juga dapat dijumpai pada penyakit Raynaud.
e. Thenar wasting : Pada inspeksi dan palpasi dapat ditemukan adanya
atrofi otot-otot thenar.
f. Wrist extension test : Penderita diminta melakukan ekstensi tangan
secara maksimal, sebaiknya dilakukan serentak pada kedua tangan
18
sehingga dapat dibandingkan. Bila dalam 60 detik timbul gejala-gejala
seperti CTS, maka tes ini menyokong diagnosa CTS.
g. Pressure test : Nervus medianus ditekan di terowongan karpal dengan
menggunakan ibu jari. Bila dalam waktu kurang dari 120 detik timbul
gejala seperti CTS, tes ini menyokong diagnosa.
h. Luthy's sign (bottle's sign) : Penderita diminta melingkarkan ibu jari
dan jari telunjuknya pada botol atau gelas. Bila kulit tangan penderita
tidak dapat menyentuh dindingnya dengan rapat, tes dinyatakan positif
dan mendukung diagnosa.
i. Pemeriksaan sensibilitas : Bila penderita tidak dapat membedakan dua
titik (two-point discrimination) pada jarak lebih dari 6 mm di daerah
nervus medianus, tes dianggap positif dan menyokong diagnosa.
j. Pemeriksaan fungsi otonom : Pada penderita diperhatikan apakah ada
perbedaan keringat, kulit yang kering atau licin yang terbatas pada
daerah innervasi nervus medianus. Bila ada akan mendukung diagnosa
CTS (Michel Chammas et al. 2014) (Bahrudin, 2013)