-
THE RELATION BETWEEN THE WORMS INFECTION (SOIL
TRANSMITTED HELMINTHIASIS) AND THE LEARNING
ACHIEVEMENT OF STUDENT IN SD INPRES BALANG-BALANG
GOWA
HUBUNGAN ANTARA INFEKSI KECACINGAN (SOIL TRANSMITTED
HELMINTHIASIS) DENGAN PRESTASI BELAJAR PADA SISWA SD
INPRES BALANG-BALANG KAB. GOWA
NURRASTY LIAMBANA
10542 0549 14
Skripsi Ini Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar
Sarjana Kedokteran
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
2018
-
Yang bertanda tangan dibawah ini, saya:
Nama Lengkap : Nurrasty Liambana
Tanggal Lahir : 26 November 1995
Tahun Masuk : 2014
Peminatan : Kedokteran Komunitas
Nama Pembimbing Akademik : dr.H.Mahmud Ghaznawie Ph.D, Sp.PA (K)
Nama Pembimbing Skripsi : dr. Andi Weri Sompa, Sp.S, M.Kes
Menyatakan bahwa saya tidak melakukan kegiatan plagiat dalam
penulisan skripsi saya yang berjudul:
HUBUNGAN ANTARA INFEKSI KECACINGAN (SOIL TRANSMITTED
HELMINTHIAISIS) DENGAN PRESTASI BELAJAR PADA SISWA SD INPRES
BALANG-BALANG KAB. GOWA
Apabila suatu saat nanti terbukti saya melakukan tindakan plagiat, maka
saya akan menerima sanksi yang telah ditetapkan.
Demikian surat penyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya.
Makassar, 20 Februari 2018
Nurrasty Liambana
NIM 10542054914
-
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama : Nurrasty Liambana
Tempat Tanggal Lahir: Tobelo 26 November 1995
Alama : Toddopuli Raya Timur, Ilma Green Residence Blok DL40
Status Keluarga : Belum Menikah
Telepon/ HP : 085243855395
E-mail : [email protected]
Riwayat Pendidikan :
1. SD Inpres Jati 1 Kota Ternate, lulus tahun 2007 2. SMP Negeri 4 Kota Ternate, lulus tahun 2010 3. SMA Negeri 8 Kota Ternate, lulus tahun 2013 4. Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Makassar, hingga sekarang.
mailto:[email protected]
-
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
Nurrasty Liambana 10542054914
dr. Andi Weri Sompa, Sp.S, M.Kes
“HUBUNGAN ANTARA INFEKSI CACING (SOIL TRANSMITTED
HELMINTHIASIS) DENGAN PRESTASI BELAJAR PADA SISWA SD
INPRES BALANG-BALANG KAB. GOWA”
(xi + 76 halaman, 8 tabel, 8 gambar, 20 lampiran)
ABSTRAK
Latar Belakang: Penyakit infeksi kecacingan merupakan salah satu penyakit yang
banyak terjadi di masyarakat namun masih dianggap sebagai hal sepele dan kurang
mendapat perhatian (neglected diseases). Infeksi kecacingan paling sering muncul
terutama di Negara berkembang yang memiliki kebersihan dan sanitasi yang kurang
baik. Prevalensi infeksi cacing cenderung bervariasi di setiap wilayah di Indonesia dan cenderung lebih banyak dijumpai pada anak usia sekolah. Komplikasi dari infeksi
kecacingan dapat menyebabkan gangguan belajar pada anak usia sekolah.
Tujuan: Untuk mengetahui hubungan antara infeksi kecacingan dengan prestasi
belajar pada siswa Sekolah Dasar Inpres Balang-Balang Kab. Gowa
Metode: Penelitian observasional analitik dengan metode cross sectional, yang
dilakukan di SD Inpres Balang-Balang Kab. Gowa pada bulan Januari – Februari
2018. Sampel dalam penelitian ini berjumlah 48 anak yang diambil secara Total
Sampling. Data diambil dengan menggunakan uji chi square pada program SPSS
versi 16.
Hasil: Dari 48 siswa, didapatkan 17 anak (35,4%) yang mengalami kecacingan.
Hasil analisis menunjukkan ada hubungan yang bermakna antara penyakit kecacingan
dengan prestasi belajar (p=0,003).
Kesimpulan: Terdapat hubungan antara penyakit kecacingan dengan prestasi belajar
Kata Kunci: Kecacingan, Soil Transmitted Helminthiasis, Prestasi Belajar
Referensi 38 (2000-2016
-
FACULTY OF MEDICAL
MUHAMMADIYAH MAKASSAR UNIVERSITY
Nurrasty Liambana NIM. 10542054914
dr. Andi Weri Sompa, Sp.S, M.Kes
“THE RELATION BETWEEN THE WORMS INFECTION (SOIL
TRANSMITTED HELMINTHIASIS) AND THE LEARNING
ACHIEVEMENT OF STUDENT IN SD INPRES BALANG-BALANG GOWA”
(xi + 76 pages, 8 tables, 8 pictures, 20 appendices)
ABSTRACT
Background: Worm infection is one disease that is prevalent in society, but less
attention (neglected diseases).Worm infection imost often appear in poor areas and in
developing countries that have hygiene and sanitation poorly. Prevalence of worm
infection varies from area to another in Indonesia and mostly infect children of school
age. Complications of worm infection can cause learning disorders in children of
school age.
Objective: To know relation between worms infection and the learning achievement
of student in SD Inpres Balang-balang Gowa.
Method : The observational study analytic with cross sectional, conducted in primary
school of Balang-Balang Gowa in January-February 2018. The samples on this
research are 74 kids be taken through total sampling. Obtained data will be analyzed
using chi-square test by SPSS version 16.
Results : In 48 students, be obtained 17 kids (35,4%) have worm infestation.
Analysis results obtained that there is significant relation between worm infection
and learning achievement of elementary school student (p=0,003)
Conclusion : There is significant relationship between worm infection with learning
achievement.
Keywords : worm infection, soil transmitted helminthiasis, learning achievement
References 38 (2000-2016)
-
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirabbil’alamin puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat
Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karuniaNya, sehingga penulis dapat
menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi ini dengan judul “Hubungan Antara
Infeksi Kecacingan (Soil Transmitted Helminthiasis) Dengan Prestasi Belajar
Pada Siswa SD Inpres Balang-Balang Kab. Gowa”. Shalawat serta salam semoga
senantiasa tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW, kepada keluarganya, para
sahabatnya, hingga kepada umatnya hingga akhir zaman, aamiin.
Penulisan skripsi ini diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh
gelar Sarjana pada program Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas
Muhammadiyah Makassar.
Dalam penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan, bimbingan, serta
dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis ingin
menyampaikan pengahargaan dan ucapan terima kasih kepada :
1. Keluarga besar, khususnya kedua orang tua tercinta, Ayahanda Ir. Jubair Liambana
dan ibunda Nurhasnah Umasangadji atas kasih sayangnya, doa dan dukungan moril
maupun materil yang tak terhingga sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi
ini.
-
2. Untuk saudara-saudariku tercinta Endang SM L, Junlianty L, Husmar L, Inggrid L,
dan Chairul Adzam L yang selalu member motivasi, bantuan dan semangat.
3. Rektor Universitas Muhammadiyah Makassar yang telah memberikan kesempatan
penulis untuk menyelesaikan studi ini.
4. dr. Mahmud Gaznawie, Ph.D, Sp.PA(K) sebagai Dekan Fakultas Kedokteran
Universitas Muhammadiyah Makassar dan sebagai Penasehat Akademik penulis
5. dr. Andi Weri Sompa Sp.S,M.Kes selaku pembimbing yang ditengah kesibukan
masih meluangkan waktu untuk membimbing serta mengarahkan penulis sehingga
dapat menyelesaikannya penulisan skripsi ini.
6. dr. Dara Ugi M. Kes selaku penguji bagi penulis yang juga banyak memberikan
arahan dan bantuan dalam penulisan skripsi ini.
7. Ibunda Julia Ibrahim. Ph.D selaku dosen Metodologi Penelitian yang banyak
memberikan arahan dan bantuan dalam penulisan skripsi ini.
8. Dr. Rusli Malli, M.Ag yang telah meluangkan waktunya untuk membimbing penulis
dalam kajian Al-Islam Kemuhammadiyahan dalam skripsi ini.
9. Seluruh guru SD Inpres Balang-Balang Kab. Gowa dan siswa-siswi yang telah
bersedia menjadi responden dalam penelitian ini.
10. Segenap dosen dan para staf Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah
Makassar yang ikut memperlancar pengurusan skripsi ini.
11. Untuk sahabat-sahabat tersayang LT (yuyu, dewi, nana) yang telah memberikan
dukungan dan motivasi kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
12. Untuk teman baik saya, Maryani Rumalolas dan Hardianti yang telah memberikan
dukungan dan bantuan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
-
13. Teman-teman sepembimbingan, aswad dan tini yang juga saling membantu dalam
mengerjakan skripsi ini.
14. Teman-teman Epinefrin, atas ikatan persahabatan, persaudaraan, perhatian,
dukungan, masukan, arahan serta bantuan yang telah diberikan.
15. Semua pihak yang telah membantu menyelesaikan skripsi ini yang tidak sempat
penulis sebutkan satu persatu.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini banyak kekurangan.
Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun. Semoga skripsi
ini bermanfaat bagi pembaca secara umum dan penulis secara khususnya.
Billahifisabililhaq Fastabiqulkhaerat Wassalamualaikum Wr,Wb
Makassar, 20 Februari 2018
PENULIS
-
DAFTAR ISI
PERNYATAAN PERSETUJUAN PEMBIMBING
PERNYATAAN PERSETUJUAN PENGUJI
PERNYATAAN PENGESAHAN
PERNYATAAN TIDAK PLAGIAT
RIWAYAT HIDUP
ABSTRAK ..........................................................................................................i
KATA PENGANTAR ........................................................................................iii
DAFTAR ISI .......................................................................................................vi
DAFTAR TABEL ...............................................................................................x
DAFTAR GAMBAR ..........................................................................................xi
BAB 1: PENDAHULUAN .................................................................................1
A. Latar Belakang Masalah ..........................................................................1
B. Rumusan Masalah ...................................................................................4
C. Tujuan Penelitian .....................................................................................4
D. Manfaat Penelitian ..................................................................................5
BAB 2: TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................6
A. Defenisi Kecacingan ...............................................................................6
B. Penyebab Kecacingan..............................................................................6
-
1. Ascaris lumbricoides ...........................................................................6
2. Trichuris trichiura ..............................................................................17
3. Cacing tambang ..................................................................................22
C. Prestasi Belajar ........................................................................................27
1. Pengertian Prestasi Belajar..................................................................27
2. Penilaian Hasil Prestasi Belajar ..........................................................29
3. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Belajar .......................................31
D. Anemia ....................................................................................................32
1. Pengertian Anemia ..............................................................................32
2. Klasifikasi dan Etiologi ......................................................................33
3. Patofisiologi ........................................................................................33
E. Status Gizi ...............................................................................................35
1. Pengertian Status Gizi .........................................................................35
2. Penilaian Status Gizi ...........................................................................36
F. Kebersihan Menurut Pandangan Islam ....................................................40
1. Kebersihan Lingkungan ......................................................................40
2. Kebersihan Pakaian .............................................................................41
3. Kebersihan Badan ...............................................................................42
4. Kebersihan Hati ...................................................................................43
-
G. Prestasi Belajar menurut Pandangan Islam ............................................47
H. Kerangka Teori.......................................................................................48
BAB 3: KERANGKA KONSEP ........................................................................49
A. Kerangka Konsep ....................................................................................49
B. Definisi Opersional Dan Kriteria Objektif ..............................................50
C. Hipotesis Penelitian .................................................................................51
BAB 4: METODE PENELITIAN ......................................................................52
A. Desain Penelitian .....................................................................................52
B. Lokasi dan Waktu Penelitian ...................................................................52
C. Teknik Pengambilan Sampel ...................................................................52
D. Pengumpulan Data ..................................................................................53
E. Pengolahan Data ......................................................................................55
F. Analisa Data .............................................................................................56
G. Etika Penelitian .......................................................................................57
H. Alur Penelitian ........................................................................................58
BAB 5: HASIL PENELITIAN ...........................................................................59
A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian .......................................................59
B. Deskripsi Sampel Penelitian ....................................................................59
C. Analisis Univariat ....................................................................................60
-
D. Analisis Bivariat ......................................................................................65
BAB 6: PEMBAHASAN ....................................................................................66
A. Infeksi Kecacingan ...................................................................................66
B. Prestasi Belajar ........................................................................................69
C. Hubungan penyakit Kecacingan dengan Prestasi Belajar .......................70
BAB 7: KESIMPULAN DAN SARAN .............................................................75
A. Kesimpulan .............................................................................................75
B. Saran ........................................................................................................75
DAFTAR PUSTAKA
-
DAFTAR TABEL
Tabel 5.1. Distribusi Frekuensi Siswa Berdasarkan Jenis Kelamin ...................... 60
Tabel 5.2. Distribusi Frekuensi Siswa Berdasarkan Usia ..................................... 60
Tabel 5.3. Distribusi Frekuensi Siswa Berdasarkan Infeksi Cacing ................................ 61
Tabel 5.4. Distribusi Frekuensi Siswa Berdasarkan Prestasi Belajar ............................... 62
Tabel 5.5. Distribusi Frekuensi Cacing Berdasarkan Jenis Cacing .................................. 62
Tabel 5.6 Distribusi Infeksi Cacing Berdasarkan Jenis Kelamin ..................................... 63
Tabel 5.7 Distribusi Infeksi Cacing Berdasarkan Usia .................................................... 64
Tabel 5.8. Hubungan antara penyakit kecacingan dengan prestasi belajar ...................... 65
-
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Cacing dewasa betina dan jantan ................................................................ 8
Gambar 2.2 Telur Ascaris lumbricoides .......................................................................... 9
Gambar 2.3 Siklus hidup Ascaris lumbricoides .............................................................. 11
Gambar 2.4 Telur Trichuris trichiura ............................................................................ 18
Gambar 2.5 Siklus hidup Trichuris trichiura ................................................................. 19
Gambar 2.6 Cacing dewasa A.Duodenale dan N.Americanus ........................................ 23
Gambar 2.7 Siklus hidup cacing tambang ....................................................................... 25
Gambar 4.1 Alur Penelitian ............................................................................................. 58
-
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kebersihan adalah upaya manusia untuk memelihara diri dan
lingkungannya dari segala yang kotor dan keji dalam rangka mewujudkan dan
melestarikan kehidupan yang sehat dan nyaman. Kebersihan merupakan syarat
bagi terwujudnya kesehatan, dan sehat adalah salah satu faktor yang dapat
memberikan kebahagiaan. Sebaliknya, kotor tidak hanya merusak keindahan
tetapi juga dapat menyebabkan timbulnya berbagai penyakit salah satunya
penyakit infeksi akibat cacing.
Penyakit infeksi cacing atau kecacingan merupakan salah satu penyakit
yang banyak terjadi di masyarakat dan masih dianggap sebagai hal sepele oleh
sebagian besar masyarakat Indonesia. Padahal jika dilihat dampak jangka
panjangnya, infeksi cacing dapat menimbulkan kerugian yang cukup besar bagi
penderita dan keluarganya. Dapat menyebabkan kecacatan tetap hingga dapat
menyebabkan kematian.1
Prevalensi penyakit kecacingan masih tinggi terutama di daerah beriklim
tropis dan subtropis. Data dari World Health Organization (WHO) pada tahun
2016, lebih dari 1,5 milyar orang atau sekitar 24% penduduk dunia terinfeksi
STH. Angka kejadian terbesar berada di sub-Sahara Afrika, Amerika, China dan
-
Asia Timur. Di Indonesia prevalensi kecacingan tahun 2012 menunjukkan angka
diatas 20% dengan prevalensi tertinggi mencapai 76,67%, infeksi kecacingan ini
mengalami penurunan dimana pada tahun 2011 dilakukan survei di berbagai
Provinsi. Prevalensi di Sumatera mencapai 78%, Kalimantan 79%, Sulawesi
88%, Nusa Tenggara Barat 92% dan Jawa barat 90%. Diperkirakan lebih dari
60% anak Sekolah Dasar di Indonesia menderita suatu infeksi cacing, rendahnya
mutu sanitasi menjadi penyebabnya.
Penelitian yang dilakukan di wilayah pesisir Kota Makassar pada bulan
April sampai bulan Mei tahun 2013, didapatkan hasil sebanyak 57% anak
Sekolah Dasar di pesisir Kota Makasaar terinfeksi. Salah satu penyakit yang
masih banyak terjadi di masyarakat adalah infeksi kecacingan kelompok Soil
Transmitted Helminth (STH) yaitu kelompok cacing yang siklus hidupnya
melalui tanah. Infeksi STH ditemukan sering didaerah iklim hangat dan lembap
yang memiliki sanitasi dan hygene buruk. STH hidup di usus dan telurnya akan
keluar melalui tinja hospes. Jika hospes defekasi diluar atau jika tinja
mengandung telur dibuahi maka telur terseebut akan disimpan dalam tanah.
Telur menjadi infeksius jika telur matang. 2,3
Infeksi kecacingan yang ditularkan melalui tanah yaitu Ascaris
lumbricoides, Trichuris trichiura, dan Hookworm tersebar luas di daerah tropis
dan sub-tropis. Diperkirakan 2 milyar orang terinfeksi kecacingan yang
ditularkan melalui tanah di dunia dengan angka kesakitan 300 juta orang, dimana
-
jenis infeksi kecacinganganya itu askariasis menginfeksi sebesar 800 juta orang,
trikhuriasis menginfeksi sebesar 600 juta orang dan cacing tambang menginfeksi
sebesar 600 juta orang. Sedangkan pada usia Sekolah Dasar diperkirakan angka
kesakitan sebesar 600 juta anak. Usia anak-anak merupakan kelompok berisiko
terinfeksi kecacingan ini karena aktifitas bermain anak-anak lebih banyak di
tanah dan sungai sehingga dapat kontak dengan tanah yang terkontaminasi larva
cacing . Sanitasi lingkungan yang buruk, sosial ekonomi yang rendah, kepadatan
penduduk dan perilaku higiene perorangan yang kurang baik akan menyebabkan
peningkatan infeksi kecacingan yang ditularkan melalui tanah.4
Infeksi cacing yang ditularkan melalui tanah yang tercemar telur cacing,
tempat tinggal yang tidak saniter dan cara hidup tidak bersih merupakan masalah
kesehatan di masyarakat. Tinggi rendahnya frekuensi kecacingan berhubungan
dengan kebersihan pribadi dan sanitasi lingkungan menjadi sumber infeksi.
Pencemaran tanah merupakan penyebab terjadinya transmisi telur cacing dari
tanah kepada manusia melalui tangan atau kuku yang mengandung telur cacing,
lalu masuk ke dalam mulut bersama makanan. Di Indonesia prevalensi
kecacingan masih tinggi antara 60% - 90% tergantung pada lokasi dan kondisi
sanitasi lingkungan. Anak Sekolah Dasar merupakan salah satu prioritas dalam
pengendalian kecacingan. 5
Faktor lingkungan berpengaruh terhadap faktor resiko terjadinya
kecacingan. Kecacingan paling umum disebabkan oleh infeksi cacing usus yaitu
-
cacing yang penyebarannya melalui tanah. Parasit cacing STH menginfeksi anak
yang tinggal dipedesaan tropis dengan akses air bersih dan sanitasi yang buruk.
Kecacingan karena STH sering bersifat krnosi dan sering terdapat pada anak
yang malnutrisi, kurus, retardasi intelektual, dan yang mengalami gangguan
kognitif dalam bidang pendidikan.5,6
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang diatas, bagi peneliti merumuskan
masalah dalam penelitian ini adalah :
Apakah ada hubungan antara infeksi cacing (Soil Transmitted
Helminthiasis) dengan prestasi belajar pada siswa Sekolah Dasar?
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui hubungan antara infeksi kecacingan (Soil
Transmitted Helminthiasis) dengan prestasi belajar pada siswa Sekolah Dasar
Inpres Balang-Balang Kab. Gowa
2. Tujuan Khusus
a. Menentukan kejadian kecacingan (Soil transmitted Helminthiasis) pada
siswa Sekolah Dasar.
b. Menetukan tingkat prestasi belajar pada siswa Sekolah Dasar.
-
c. Mengetahui hubungan infeksi cacing (Soil Transmitted Helminthiasis)
dengan prestasi belajar siswa Sekolah Dasar.
D. Manfaat Penelitian
1. Menambah pengetahuan peneliti dalam melaksanakan penelitian khususnya
tentang hubungan antara penyakit kecacingan dengan prestasi belajar pada
siswa Sekolah Dasar
2. Menambah pengetahuan dalam upaya pencegahan maupun pengobatan, serta
melaksanakan program pemberantasan penyakit kecacingan terutama pada
siswa Sekolah Dasar.
3. Sebagai tambahan sumber informasi berkaitan dengan infeksi cacing yang
ditularkan melalui tanah dan pengaruhnya bagi prestasi belajar pada siswa
Sekolah Dasar, sehingga dapat dimanfaatkan sebagai bahan kepustakaan
dalam ilmu.
-
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi Kecacingan
Nematoda adalah cacing yang bentuk panjang, silindris dan tidak
bersegmen. Semua nematoda yang penting bagi ilmu kedokteran berkelamin
terpisah (dioecious), kecuali Strongyloiides stercoralis.
Kecacingan merupakan infeksi kronik paling sering muncul terutama di
Negara berkembang yang memiliki kebersihan dan sanitasi yang kurang baik.
Kecacingan yang paling umum disebabkan oleh infeksi cacing yang
penyebarannya melalui tanah. Cacing yang terpenting bagi manusia adalah
Ascaris lumbricoides, Necator americanus, Ancylostoma duodenale, Trichuris
trichiura.
B. Penyebab Kecacingan
I. Ascaris lumbricoides
a. Epidemiologi
Infestasi cacing yang disebabkan oleh cacing yang ditularkan melalui
tanah atau Soil Transmitted Helminth (STH) banyak ditemukan pada
masyarakat di negara berkembang. Empat spesies STH yang paling sering
ditemukan pada anak-anak yaitu cacing gelang (Ascaris lumbricoides),
cacing cambuk (Trichuris trichiura) dan cacing tambang (Necator
-
americanus dan Ancylostoma duodenale). Soil Transmitted Helminth adalah
nematoda yang dalam siklus hidupnya untuk mencapai stadium infektif
memerlukan tanah dengan kondisi tertentu.
Di seluruh dunia terdapat sekitar 300 juta penduduk dengan infestasi
cacing yang berat dan sekitar 150.000 kematian terjadi setiap tahun akibat
infestasi STH. Infestasi cacing yang diakibatkan oleh STH merupakan salah
satu penyakit yang masih menjadi masalah kesehatan di Indonesia. Dari hasil
survei tahun 2008 yang dilakukan pada siswa sekolah dasar di 8 provinsi di
Indonesia, infestasi STH mempunyai nilai yang cukup tinggi yaitu antara
2,7- 60,7%.
Prevalensi infestasi cacing di provinsi Nanggroe Aceh Darussalam
59,2%, Sumatra Barat 10,1%, Banten 60,7%, Jawa Barat 6,7%, Kalimantan
Barat 26,2%, Kalimantan Tengah 5,3%, Sulawesi Utara 2,7%, dan Nusa
Tenggara Timur 27,7%. Penelitian pada beberapa sekolah di Manado siswa
SD di Kecamatan Tuminting menemukan 43,6% siswa yang terinfestasi
STH. Distribusi jenis infestasi cacing pada penelitian tersebut
memperlihatkan bahwa infestasi tunggal 41,9% dan infestasi campuran
20,5%. Di SD GMIM Lahai Roy Malalayang didapatkan (11,25%), dengan
prevalensi spesies cacing terbanyak Trichuris trichiura (77,78%), kemudian
Ascaris lumbricoides (22,22%). Prevalensi tertinggi pada Askariasis
didaerah tropis pada usia 3-8 tahun.8
-
b. Morfologi
Cacing Ascaris Lumbricoides adalah cacing berukuran besar, berwarna
putih kecoklatan atau kuning pucat. Cacing jantan berukuran panjang antara
10-31 cm, sedangkan cacing betina panjang badannya antara 22- 35 cm.
Cacing betina dapat bertelur sampai 100.000 – 200.000 telur dalam sehari,
telurnya terdiri dari telur yang dibuahi dan tidak dibuahi.
Gambar 2.1 (A) cacing dewasa betina dan jantan, (B) Tampak
kepala, memperlihatkan sebuah bibir bagian dorsal dan 2 bibir bagian
ventral, (C) Ujung posterior cacing dewasa betina, memperlihatkan
“anal opening”, (D) Ujung posterior cacing dewasa jantan,
memperlihatkan 2 spikulum kopulasi.12
-
Gambar 2.2 telur Ascaris Lumbricoides
Telur yang dibuahi tumbuh menjadi bentuk infektif dalam waktu
kurang lebih dari minggu. Bentuk infektif bila tertelan manusia yaitu akan
menetas menjadi larva diusus halus, larva tersebut menembus dinding usus
menuju pembuluh darah atau ke saluran limfa, dan menuju ke jantung lalu
mengikuti aliran darah ke paru-paru menembus dinding-dinding pembuluh
darah. Setelah itu, melalui dinding alveolus dan masuk ke rongga alveolus,
naik ke trachea. Dari trachea larva menuju faring sehingga menimbulkan
rangsangan batuk, kemudian tertelan ke eosophagus lalu menju usus halus
dan tumbuh menjadi cacing dewasa.
Ascaris lumbricoides mempunyai mulut dengan tiga buah bibir, yang
terletak sebuah di bagian dorsal dan dua bibir lainnya terletak subventral .
Cacing jantan mempunyai ujung posterior yang runcing dan ukurannya lebih
kecil dari caicng betina, dengan ekor melengkung ke arah ventral. Di bagian
-
posterior ini terdapat 2 buah spikulum yang ukuran panjangnya sekitar 2
mm, sedangkan di bagian ujung posterior cacing terdapat juga banyak papil-
papil yang berukuran kecil. Bentuk tubuh cacing betina membulat (conical)
dengan ukuran badan lebih besar dan lebih panjang daripada cacing jantan
dan bagian ekor yang lurus, tidak melengkung .7
c. Siklus Hidup
Siklus hidup Ascaris lumbricoides dimulai sejak dikeluarkannya
sekitar 200.000 telur per hari oleh cacing betina di usus halus dan kemudian
dikeluarkan bersama tinja. Dengan kondisi yang menguntungkan seperti
udara yang hangat, lembab, tanah yang terlindungi matahari, embrio akan
berubah di dalam telur menjadi larva yang infektif disebut second-stage
larva (berlangsung kurang lebih 3 minggu).
Infeksi terjadi dengan masuknya telur cacing yang infektif ke dalam
mulut melalui makanan atau minuman yang tercemar tanah yang
mengandung tinja penderita askariasis. Apabila hal tersebut terjadi, dinding
telur akan pecah sehingga larva dapat keluar. Hal ini terjadi di duodenum
dan kemudian menembus dinding usus halus menuju ke venula mesenterika,
masuk sirkulasi portal, kemudian menuju jantung kanan, melalui pembuluh
darah kecil paru sampai di jaringan alveolar paru dan akan berkembang
menjadi lebih dewasa sekitar 10-14 hari. Setelah itu larva bermigrasi ke
saluran nafas atas yaitu bronkhiolus menuju bronchus, trachea, epiglottis,
-
kemudian tertelan, turun ke esophagus turun ke lambung dan menjadi
dewasa di usus halus. Sirkulasi dan migrasi larva cacing dalam darah
tersebut disebut “lung migration”. Siklus hidup ini berlangsung sekitar 65-
70 hari. Umur cacing dewasa kurang lebih 1 sampai 2 tahun.7,20
Gambar 2.3 Siklus hidup Ascaris lumbricoides
-
d. Gejala Klinis
Gejala klinis disebabkan larva maupun cacing dewasa. Patologi dan
gambaran klinis yang terjadi disebabkan oleh :
1) Larva
Kelainan akibat larva yaitu demam selama beberapa hari pada
periode larva menembus dinding usus dan bermigrasi akhirnya sampai
ke paru. Biasanya pada waktu tersebut ditemukan eosinofilia karena
pada pemeriksaan darah.
Foto thoraks menunjukkan adanya infiltrat yang menghilang
dalam waktu 3 minggu. Keadaan ini disebut Sindrom Loeffler yang
hanya ditemukan pada penderita yang mempunyai riwayat Askariasis
sebelumnya dan rentan terhadap antigen Ascaris, jika terdapat infeksi
berat.
Penderita juga terkena Pneumonitis Ascaris yaitu gejala batuk
ringan sampai pneumonitis berat yang berlangsung selama 2- 3 minggu.
Kumpulan gejala termasuk batuk, mengi, sesak nafas, agak meriang,
sianosis, takikardi, rasa tertekan pada dada atau sakit dada, dan di dalam
dahak kadang-kadang ada darah. Gejala-gejala berlangsung selama 7-10
hari dan menghilang secara spontan pada waktu larva bermigrasi keluar
paru 9
-
2) Cacing dewasa
Cacing dewasa menimbulkan gejala klinis ringan , kecuali pada
infeksi berat. Gejala klinis yang sering timbul, gangguan abdominal,
nausea, anoreksia dan diare dapat mengakibatkan defisiensi nutrient.
Setelah beberapa waktu defisiensi nutrien berlangsung maka akan
terjadi deplesi cadangan nutrien pada jaringan tubuh dan selanjutnya
kadar dalam darah akan menurun. Hal ini akan mengakibatkan tidak
cukupnya nutrien tersebut di tingkat seluler sehingga fungsi sel
terganggu misalnya sintesis protein, pembentukan dan penggunaan
energi, proteksi terhadap oksidasi atau tidak mampu menjalankan fungsi
normal lainnya. Bila berlangsung terus maka gangguan fungsi sel ini
akan menimbulkan masalah pada fungsi jaringan atau organ yang
bermanifestasi secara fisik seperti gangguan pertumbuhan, serta
kemunculan tanda dan gejala klinis spesifik yang berkaitan dengan
nutrien tertentu misal edema, xeroftalmia, dermatosis, dan lain-lain yang
kadang-kadang ireversibel.1
Komplikasi serius akibat migrasi cacing dewasa ke pencernaan
lebih atas akan menyebabkan muntah (cacing keluar lewat mulut atau
hidung) atau keluar lewat rectum. Migrasi larva dapat terjadi sebagai
akibat rangsangan panas (38,9o C).
-
Sejumlah cacing dapat membentuk bolus (massa) yang dapat
menyebabkan obstruksi intestinal secara parsial atau komplet dan
menimbulkan rasa sakit pada abdomen, muntah dan kadang-kadang
massa dapat di raba. Migrasi cacing ke kandung empedu, menyebabkan
kolik biliare dan kolangitis. Migrasi pada saluran pankreas
menyebabkan pankreatitis. Apendisitis dapat disebabkan askaris yang
bermigrasi ke dalam saluran apendiks. Pada anak di bawah umur 5
tahun menyebabakan gangguan nutrisi berat karena cacing dewasa dan
dapat di ukur secara langsung dari peningkatan nitrogen pada tinja.
Gangguan absorpsi karbohidrat dapat kembali normal setelah cacing
dieleminasi. Askaris dapat menyebabkan protein energy malnutrition.
Pada anak anak yang diinfeksi cacing dewasa dapat kehilangan 4 gram
protein dari diet yang mengandung 35-50 gram protein/hari.10
e. Tatalaksana
Penderita Bila mungkin, semua yang positif sebaiknya diobati, tanpa
melihat beban cacing karena jumlah cacing yang kecilpun dapat
menyebabkan migrasi ektopik dengan akibat yang membahayakan. Untuk
pengobatan tentunya semua obat dapat digunakan untuk mengobati
Ascariasis, baik untuk pengobatan perseorangan maupun pengobatan massal.
Beberapa obat yang sering dipakai seperti: piperazin, minyak chenopodium,
hetrazan dan tiabendazol. Dapat menimbulkan efek samping dan sulitnya
-
pemberian obat tersebut. Oleh karena adanya efek samping tersebut maka
obat cacing yang sekarang dipakai berspektrum luas, lebih aman dan
memberikan efek samping yang lebih kecil dan mudah pemakaiannya .
Adapun obat yang sekarang ini dipakai dalam pengobatan adalah:
a) Mebendazol
Obat ini adalah obat cacing berspektrum luas dengan toleransi
hospes yang baik. Diberikan satu tablet (100 mg) dua kali sehari selama
tiga hari, tanpa melihat umur, dengan menggunakan obat ini sudah
dilaporkan beberapa kasus terjadi migrasi ektopik.
b) Pirantel Pamoat
Dosis tunggal sebesar 10 mg/kg berat badan adalah efektif untuk
menyembuhkan kasus lebih dari 90%. Gejala sampingan, bila ada
adalah ringan dan obat ini biasanya dapat diterima (well tolerated). Obat
ini mempunyai keunggulan karena efektif terhadap cacing kremi dan
cacing tambang. Obat berspekturm luas ini berguna di daerah endemik
di mana infeksi multipel berbagai cacing Nematoda merupakan hal yang
biasa.
-
c) Levamisol Hidroklorida.
Obat ini agaknya merupakan obat anti-askaris yang paling efektif
yang menyebabkan kelumpuhan cacing dengan cepat. Obat ini diberikan
dalam dosis tunggal yaitu 150 mg untuk orang dewasa dan 50 mg untuk
orang dengan berat badan. 11
f. Pencegahan
Berdasarkan siklus hidup cacing dan sifat telur cacing ini, maka upaya
pencegahannya dapat dilakukan sebagai berikut:
a) Tidak menggunakan tinja sebagai pupuk tanaman.
b) Sebelum melakukan persiapan makanan dan hendak makan serta
sesudah buang air besar, tangan dicuci terlebih dahulu dengan
menggunkan sabun.
c) Bagi yang mengkonsumsi sayuran segar (mentah) sebagai lalapan,
hendaklah dicuci bersih dan disiram lagi dengan air hangat.
d) Sebaiknya makan makanan yang dimasak.
e) Biasakan memakai jamban/WC.
f) Mengadakan kemotrapi massal setiap 6 bulan sekali didaerah
endemik ataupun daerah yang rawan terhadap penyakit askariasis.
-
II. Trichuris trichiura
a. Epidemiologi
Angka prevalensi dan intensitas infeksi biasanya paling tinggi pada
anak antara usia 3 dan 8 tahun. Penyakit cacingan tersebar luas, baik di
perdesaan maupun di perkotaan. Angka infeksi tinggi, tetapi intensitas
infeksi (jumlah cacing dalam perut) berbeda. Penyebaran cacing ini yaitu
terkontaminasi tanah dengan tinja yang mengandung telur cacing Trichuris
trichiura. Telur tumbuh ditempat lembab dengan suhu optimal ± 30o
C.
Telur infektif masuk melalui mulut bersama makanan atau minuman yang
terkontaminasi atau melalui tangan yang kotor. 12,13
b. Morfologi
Hospes dari cacing ini adalah manusia. Cacing betina panjangnya 5cm
dan yang jantan 4 cm. cacing dewasa hidup di colon ascendens dan caecum
dengan bagian anteriornya masuk ke dalam mukosa usus. Satu ekor betina
diperkirakan menghasilkan telur sehari sekitar 3000-10.000 butir telur. Telur
berukuran 50-54 mikron x 2 mikron, berbentuk seperti tempayan dengan
semacam penonjolan yang jernih pada kedua kutub. Kulit telur bagian luar
bewarna kuning-kekuningan dan bagian dalam jernih.
Telur yang dibuahi mengeluarkan hospes bersama tinja, telur menjadi
matang dalam waktu 3- 6 minggu didalam tanah yang lembab. Telur matang
merupakan telur yang berisi larva dan bentuk infektif.
-
Gambar 2.4 telur Trichuris Trichiura
Cara infeksi langsung terjadi bila telur yang matang tertelan oleh
manusia, kemudian larva akan keluar dari dinding telur dan masuk ke dalam
usus halus setelah menjadi cacing dewasa, cacing turun ke bagian distal usus
dan masuk ke colon ascendens dan caecum. Masa pertumbuhan mulai
tertelan sampai menjadi cacing deasa betina dan siap bertelur sekitar 30-90
hari. 12
c. Siklus Hidup
Manusia mendapat infeksi jika telur infektif tertelan melalui makan
atau minuman yang terkontaminasi. Selanjutnya di bagian proksimal usus
halus, telur menetas, larva keluar, menetap selama 3-10 hari. Membutuhkan
2-3 bulan untuk menjadi dewasa setelah telur cacing ditelan, cacing dewasa
akan turun ke usus besar dan menetap dalam beberapa tahun, bahkan
menurut Kathryn & Jay, cacing dewasa dapat bertahan hidup di dalam
-
sekum, tempat dimana cacing tersebut menancapkan diri mencapai 8 tahun.
Jelas sekali bahwa larva tidak mengalami migrasi dalam sirkulasi darah ke
paru-paru.12,22
Cacing betina mengeluarkan telurnya sekitar 3.000 sampai 20.000 telur
per hari di dalam sekum.Waktu yang diperlukan sejak telur infektif tertelan
sampai cacing betina menghasilkan telur, 30-90 hari. Seperti juga pada
Ascaris lumbricoides, siklus hidup Trichuris trichiura merupakan siklus
langsung karena keduanya tidak membutuhkan tuan rumah perantara.10,22
Gambar 2.5 Siklus hidup Trichuris trichiura
-
d. Patologi dan gejala klinis
Cacing ini ditemukan di dalam colon ascendens pada manusia. Pada
infeksi berat, cacing tersebar diseluruh colon dan rectum, kadang-kadang
terlihat pada mukosa rectum yang mengalami prolapsus akibat mengedan
sewaktu penderita defekasi. Cacing ini memasukkan kepalanya kedalam
mukosa usus hingga terjadi trauma yang dapat menimbulkan perdrahan dan
menhisap darah hospesnya sehingga menimbulkan anemia.
Gejala infeksi ringan dan sedang adalah anak menjadi gugup, susah
tidur, muntah atau konstipasi, perut kembung, dan buang angin. Pada infeksi
berat dijumpai berak encer yang mengandung darah , lender, nyeri perut ,
tenesmus, anoreksia, anemia dan penurunan BB. Dapa terjadi prolapsus rekti
akibat terjadi infeksi yang sangat berat.14
e. Tatalaksana
Obat – obat yang digunakan kan yaitu :
a) Mebendazol
Obat ini adalah obat cacing berspektrum luas dengan toleransi
hospes yang baik. Diberikan satu tablet (100 mg) dua kali sehari selama
tiga hari, tanpa melihat umur, dengan menggunakan obat ini sudah
dilaporkan beberapa kasus terjadi migrasi ektopik.
-
b) Pirantel Pamoat
Dosis tunggal sebesar 10 mg/kg berat badan adalah efektif untuk
menyembuhkan kasus lebih dari 90%. Gejala sampingan, bila ada
adalah ringan dan obat ini biasanya dapat diterima (well tolerate). Obat
ini mempunyai keunggulan karena efektif terhadap cacing kremi dan
cacing tambang. Obat berspekturm luas ini berguna di daerah endemik
di mana infeksi multipel berbagai cacing Nematoda merupakan hal yang
biasa.
c) Albendazol
Pada usia diatas 2 tahun diberikan dosis 400 mg (2 tablet) atau 20
ml suspense berupa dosis tunggal. Sedangkan anak dibawah 2 tahun
diberikan setengahnya.11
f. Pencegahan
Pencegahan penularan trikuriasis dilakukan melalui pengobatan
penderita atau pengobatan massal untuk terapi pencegahan terhadap
terjadinya reinfeksi di daerah endemis.
Memperbaiki hygiene sanitasi
perorangan dengan mencuci tangan sebelum makan dan mencuci buah, sayur
ataupun makanan lain yang mungkin tercemar dengan telur cacing, memasak
makanan dan minuman dengan baik dapat membunuh telur infektif cacing.
Dan membuat atau memperbaiki sanitasi lingkungan, agar tak terjadi
-
pencemaran lingkungan oleh tinja penderita, misalnya membuat WC atau
jamban yang baik di setiap rumah.20
III. Ancylostoma duodenale dan Necator americanus
a. Epidemiologi
Cacing Necator Americanus dan Ancylostoma Duaodenale ditemukan
didaerah tropis dan subtropis seperti asia dan afrika. Manusia sebagai hospes
dari cacing ini. Endemisistas infeksi tergantung pada kondisi lingkungan
untuk menetaskan telur dan maturasi larva. Kondisi yang optimal ditemukan
didaerah pertanian di Negara tropis. Morbiditas dan mortalitas infeksi cacing
tambang terjadi pada anak-anak. Dari suatu penelitian diperoleh setengah
dari anak-anak yang telah terinfeksi sebelum usia 5 tahun, 90% terinfeksi
pada usia 9 tahun. 14
b. Morfologi
Necator americanus dan Ancylostoma duodenale adalah dua spesies
cacing tambang yang dewasa di manusia. Habitatnya ada di rongga usus
halus. Cacing betina menghasilkan 9.000-10.000 butir telur sehari. Cacing
betina mempunyai panjang sekitar 1 cm, cacing jantan kira-kira 0,8 cm,
cacing dewasa berbentuk seperti huruf S atau C dan di dalam mulutnya ada
sepasang gigi. Daur hidup cacing tambang adalah sebagai berikut, telur
cacing akan keluar bersama tinja, setelah 1-1,5 hari dalam tanah, telur
tersebut menetas menjadi larva rabditiform.
-
Dalam waktu sekitar 3 hari larva tumbuh menjadi larva filariform yang
dapat menembus kulit dan dapat bertahan hidup 7-8 minggu di tanah. Telur
cacing tambang yang besarnya kira-kira 60x40 mikron, berbentuk bujur dan
mempunyai dinding tipis.
Gambar 2.6 Cacing Tambang
Di dalamnya terdapat beberapa sel, larva rabditiform panjangnya
kurang lebih 250 mikron, sedangkan larva filriform panjangnya kurang lebih
600 mikron. Setelah menembus kulit, larva ikut aliran darah ke jantung terus
ke paru-paru. Di paru larvanya menembus pembuluh darah masuk ke
bronchus lalu ke trachea dan laring. Dari laring, larva ikut tertelan dan
masuk ke dalam usus halus dan menjadi cacing dewasa. Infeksi terjadi bila
larva filariform menembus kulit atau ikut tertelan bersama makanan. 11
-
c. Siklus Hidup
Telur keluar bersama tinja pada tanah yang cukup baik, suhu optimal
23-330C, dalam 24-48 jam akan menetas, keluar larva rhabdatiform yang
berukuran (250-300) x 17 mikronmeter. Larva ini mulutnya terbuka dan aktif
makan sampah organic atau bakteri pada tanah sekitar tinja. Pada hari ke
lima, berubah menjadi larva yang lebih kurus dan panjang disebut larva
filariform yang infektif yang ukurannya sekitar 500-600 mikrometer. Larva
ini tidak makan, mulutnya tertutup, esophagus panjang, ekor tajam, dapat
hidup pada tanah yang baik selama dua minggu.
Jika larva menyentuh kulit manusia yang merupakan satu-satunya
hospes definitive N. americanus maupun A. duodenale, biasanya pada sela
antara 2 jari kaki atau dorsum pedis, melalui follikel rambut, pori-pori kulit
ataupun kulit yang rusak, larva secara aktif menembus kulit masuk ke dalam
kapiler darah, terbawa aliran darah, kemudian terjadi seperti pada Ascaris
Lumbricoides
-
Gambar 2.7 Siklus hidup cacing tambang
d. Patologi dan Gejala Klinis
a) Larva
Bila banyak larva filariform sekaligus menembus kulit , maka
terjadi perubahan kulit yang disebut ground itch. Perubahan pada paru
biasanya ringan.
-
b) Cacing dewasa
Gejala tergantung pada spesises, jumlah cacing dan keadaan gizi
penderita. Gejala utama desebabkan karena perdarahan usus kronik.
Ancylostoma duodenale menyebabkan kehilangan darah 0,08-0,34 cc
sedangan Necator americanus 0,005-0,1 cc sehari. Terjadi anemia
defisisensi besi dan hipoalbuminemia jika perdarahan melebihi asupan
serta penyimpanan besi dan protein. Biasanya daya tahan berkurang dan
prestasi kerja menurun.
e. Tatalaksana
a) Mebendazol
Obat ini adalah obat cacing berspektrum luas dengan toleransi
hospes yang baik. Diberikan satu tablet (100 mg) dua kali sehari selama
tiga hari, tanpa melihat umur, dengan menggunakan obat ini sudah
dilaporkan beberapa kasus terjadi migrasi ektopik.
b) Pirantel Pamoat
Dosis tunggal sebesar 10 mg/kg berat badan adalah efektif untuk
menyembuhkan kasus lebih dari 90%. Gejala sampingan, bila ada
adalah ringan dan obat ini biasanya dapat diterima (“well tolerated”).
Obat ini mempunyai keunggulan karena efektif terhadap cacing kremi
dan cacing tambang. Obat berspekturm luas ini berguna di daerah
-
endemik di mana infeksi multipel berbagai cacing Nematoda merupakan
hal yang biasa.
c) Albendazol
Pada usia diatas 2 tahun diberikan dosis 400 mg (2 tablet) atau 20
ml suspense berupa dosis tunggal. Sedangkan anak dibawah 2 tahun
diberikan setengahnya.11
f. Pencegahan
Pencegahan reinfeksi dengan sanitasi yang baik dapat dilakukan.
Pencegahan dengan menggunakan alas kaki untuk mencegah masuknya
larva filariform cacing tambang kedalam kulit kaki. Dan menggunakan
sarung tangan untuk pekerja kebun sebagai proteksi juga. Selain itu dengan
mengobati pasien dan karier untuk menghentikan sumber infeksi.21,22
C. Prestasi Belajar
1. Pengertian Prestasi Belajar
Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia, pengertian prestasi adalah
hasil yang telah dicapai (dari yang telah diakukan, dikerjakan, dan
sebagainya), sedangkan belajar adalah berusaha memperoleh kepandaian
atau ilmu. Prestasi belajar menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia berarti :
-
a) Penguasaan pengetahuan atau keterampilan yang dikembangkan
oleh mata pelajaran, lazimnya ditunjukkan dengan nilai tes atau
angka nilai yang diberikan guru,
b) kemampuan yang sungguh-sungguh ada atau dapat diamati (actual
ability) dan yang dapat diukur langsung dengan tes tertentu. 16
Belajar berlangsung karena adanya tujuan yang akan dicapai
seseorang. Tujuan inilah yang mendorong seseorang untuk melakukan
kegiatan belajar, sebagaimana pendapat yang dikemukakan oleh Sardiman
bahwa tujuan belajar pada umumnya ada tiga macam, yaitu :
Untuk mendapatkan pengetahuan
Hal ini ditandai dengan kemampuan berpikir, karena antara
kemampuan berpikir dan pemilihan pengetahuan tidak dapat
dipisahkan. Kemampuan berpikir tidak dapat dikembangkan tanpa
adanya pengetahuan dan sebaliknya kemampuan berpikir akan
memperkaya pengetahuan.
Penanaman konsep dan keterampilan
Penanaman konsep memerlukan keterampilan, baik
keterampilan jasmani maupun keterampilan rohani. Keterampilan
jasmani adalah keterampilan yang dapat diamati sehingga akan
menitikberatkan pada keterampilan penampilan atau gerak dari
seseorang yang sedang belajar termasuk dalam hal ini adalah
-
masalah teknik atau pengulangan. Sedangkan keterampilan rohani
lebih rumit, karena lebih abstrak, menyangkut persoalan
penghayatan, keterampilan berpikir serta kreativitas untuk
menyelesaikan dan merumuskan suatu konsep.
Pembentukan sikap
Pembentukan sikap mental dan perilaku anak didik tidak akan
terlepas dari soal penanaman nilai-nilai, dengan dilandasi nilai,
anak didik akan dapat menumbuhkan kesadaran dan kemampuan
untuk mempraktikan segala sesuatu yang sudah dipelajarinya.17
2. Penilaian Hasil Prestasi Belajar
Penialian hasil belajar adalah proses pemberian nilain terhadap hasil-
hasil belajar yang dicapai siswa dengan criteria tertentu. Penilaian Hasil
Belajar oleh Satuan Pendidikan adalah proses pengumpulan informasi/data
tentang capaian pembelajaran peserta didik dalam aspek pengetahuan dan
aspek keterampilan yang dilakukan secara terencana dan sistematis dalam
bentuk penilaian akhir dan ujian sekolah. Permendiknas No. 23 tahun 2016
pasal 1 tentang standar penilaian pendidikan yaitu :
a) Standar Penilaian Pendidikan adalah kriteria mengenai lingkup, tujuan,
manfaat, prinsip, mekanisme, prosedur, dan instrumen penilaian hasil
belajar peserta didik yang digunakan sebagai dasar dalam penilaian
-
hasil belajar peserta didik pada pendidikan dasar dan pendidikan
menengah.
b) Penilaian adalah proses pengumpulan dan pengolahan informasi untuk
mengukur pencapaian hasil belajar peserta didik.
c) Pembelajaran adalah proses interaksi antar peserta didik, antara peserta
didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan
belajar
d) Ulangan adalah proses yang dilakukan untuk mengukur pencapaian
Kompetensi Peserta Didik secara berkelanjutan dalam proses
Pembelajaran untuk memantau kemajuan dan perbaikan hasil belajar
Peserta Didik.
e) Ujian sekolah/madrasah adalah kegiatan yang dilakukan untuk
mengukur pencapaian kompetensi peserta didik sebagai pengakuan
prestasi belajar dan/atau penyelesaian dari suatu satuan pendidikan.
f) Kriteria Ketuntasan Minimal yang selanjutnya disebut KKM adalah
kriteria ketuntasan belajar yang ditentukan oleh satuan pendidikan
yang mengacu pada standar kompetensi kelulusan, dengan
mempertimbangkan karakteristik peserta didik, karakteristik mata
pelajaran, dan kondisi satuan pendidikan.18
-
3. Faktor-faktor yang mempengaruhi belajar
Faktor-faktor yang mempengaruhi belajar siswa dapat dibedakan
menjadi tiga macam, yakni:
a) Faktor internal (faktor dari dalam siswa), yakni kondisi jasmani dan
rohani siswa.19
Faktor fisiologis : Keadaan fisik yang sehat dan kuat dapat
mempengaruhi belajar siswa dan mempengaruhi hasil belajar
yang baik. Jika keadaan fisik kurang, maka akan berpengaruh
terhadap hasil belajar siswa
Faktor psikologis : Intelegensi, perhatian, minat, motivasi dan
bakat. Faktor-faktor psikologis ini dapat mempengaruhi hasil
belajar siswa.
b) Faktor eksternal (faktor dari luar siswa), yakni kondisi lingkungan
di sekitar siswa.19
Faktor social : Terdiri dari lingkungan keluarga, lingkungan
sekolah dan lingkungan masyarakat
Faktor non sosial : Terdiri dari keadaan sekolah, keadaan
tempat tinggal keluarga, alat-alat dan sumber belajar, keadaan
cuaca dan waktu belajar siswa.
c) Faktor pendekatan belajar (approach to learning)
-
Jenis upaya belajar siswa yang meliputi strategi dan metode
yang digunakan siswa dalam mengikuti pembelajaran. Faktor-faktor
di atas dalam banyak hal sering saling berkaitan dan mempengaruhi
satu sama lain. Seorang siswa yang bersikap conserving terhadap
ilmu pengetahuan atau bermotif ekstrinsik (faktor eksternal),
biasanya cenderung mengambil pendekatan belajar yang sederhana
dan tidak mendalam.
Sebaliknya, seorang siswa yang berintellegensi tinggi (faktor
internal) dan mendapat dorongan positif dari orang tuanya (faktor
eksternal), mungkin akan memilih pendekatan belajar yang lebih
mementingkan kualitas hasil pembelajaran. Jadi, karena pengaruh
faktor-faktor di ataslah, muncul siswa-siswa yang high-achievers
(berprestasi tinggi) dan under-achievers (berprestasi rendah) atau
gagal sama sekali.19
D. Anemia
1. Pengertian Anemia
Anemia adalah berkurangnya kapasitas pengangkutan oksigen oleh
darah akibat berkurangnya sel darah merah dalam sirkulasi serta haemoglobin
yang dikandungnya.
-
2. Klasifikasi dan Etiologi
Anemia dapat diklasifikasikan berdasarkan umur dan jenis kelamin
denga melihat jumlah haemoglobin, hematokrit, dan ukuran eritrosit .Selain
itu dengan dasar ukuran eritrosit (mean corpuscular volume/MCV) dan
kemudian dibagi lebih dalam berdasarkan morfologi eritrositnya. Pada
klasifikasi jenis ini, anemia dibagi menjadi anemia mikrositik, normositik dan
makrositik. Klasifikasi anemia dapat berubah sesuai penyebab klinis dan
patologis. Penyebab anemia secara garis besar dibagi menjadi dua kategori
yaitu gangguan produksi eritrosit yaitu kecepatan pembentukan eritrosit
menurun atau terjadi gangguan maturasi eritrosit dan perusakan eritrosit yang
lebih cepat. Kedua kategori tersebut tidak berdiri sendiri, lebih dari satu
mekanisme dapat terjadi.
3. Patofisiologi
Patofisiologi terjadinya anemia, dapat digolongkan pada tiga kelompok:
a) Anemia akibat produksi sel darah merah yang berkurang atau gagal
Anemia akibat penghancuran sel darah merah
Anemia akibat kehilangan darah
b) Anemia akibat produksi yang berkurang atau gagal
Pada anemia tipe ini, tubuh memproduksi sel darah yang terlalu
sedikit atau sel darah merah yang diproduksi tidak berfungsi dengan
baik. Hal ini terjadi akibat adanya abnormalitas sel darah merah atau
-
kekurangan mineral dan vitamin yang dibutuhkan agar produksi dan
kerja dari eritrosit berjalan normal. Kondisi kondisi yang
mengakibatkan anemia ini antara lain Sickle cell anemia, gangguan
sumsum tulang dan stem cell, anemia defisiensi zat besi, vitamin B12,
dan Folat, serta gangguan kesehatan lain yang mengakibatkan
penurunan hormon yang diperlukan untuk proses eritropoesis.
c) Anemia akibat penghancuran sel darah merah
Bila sel darah merah yang beredar terlalu rapuh dan tidak
mampu bertahan terhadap tekanan sirkulasi maka sel darah merah
akan hancur lebih cepat sehingga menimbulkan anemia hemolitik.
Penyebab anemia hemolitik yang diketahui atara lain:
Keturunan, seperti sickle cell anemia dan thalassemia
Adanya stressor seperti infeksi, obat obatan, bisa hewan, atau
beberapajenis makanan
Toksin dari penyakit liver dan ginjal kronis
Autoimun
Pemasangan graft, pemasangan katup buatan, tumor, luka
bakar, paparan kimiawi, hipertensi berat, dan gangguan
trombosis
-
Pada kasus yang jarang, pembesaran lien dapat menjebak sel
darah merah dan menghancurkannya sebelum sempat
bersirkulasi.
d) Anemia akibat perdarahan
Darah Anemia ini dapat terjadi pada perdarahan akut yang hebat
ataupun pada perdarahan yang berlangsung perlahan namun kronis.
Perdarahan kronis umumnya muncul akibat gangguan gastrointestinal
(misal ulkus, hemoroid, gastritis, atau kanker saluran pencernaan),
penggunaan obat obatan yang mengakibatkan ulkus atau gastritis
(misal OAINS), menstruasi, dan proses kelahiran.40
E. Status Gizi
1. Pengertian Status Gizi
Status gizi adalah suatu ukuran mengenai kondisi tubuh seseorang yang
dapat dilihat dari makanan yang dikonsumsi dan penggunaan zat-zat gizi di
dalam tubuh. Status gizi dibagi menjadi tiga kategori, yaitu status gizi kurang,
gizi normal, dan gizi lebih. Status gizi normal merupakan suatu ukuran status
gizi dimana terdapat keseimbangan antara jumlah energi yang masuk ke
dalam tubuh dan energi yang dikeluarkan dari luar tubuh sesuai dengan
kebutuhan individu. Energi yang masuk ke dalam tubuh dapat berasal dari
karbohidrat, protein, lemak dan zat gizi lainnya.
-
Status gizi normal merupakan keadaan yang sangat diinginkan oleh
semua orang. Status gizi kurang atau yang lebih sering disebut undernutrition
merupakan keadaan gizi seseorang dimana jumlah energi yang masuk lebih
sedikit dari energi yang dikeluarkan. Hal ini dapat terjadi karena jumlah
energi yang masuk lebih sedikit dari anjuran kebutuhan individu. Status gizi
lebih (overnutrition) merupakan keadaan gizi seseorang dimana jumlah energi
yang masuk ke dalam tubuh lebih besar dari jumlah energi yang dikeluarkan.
2. Penilaian Status Gizi
Penilaian status gizi merupakan penjelasan yang berasal dari data yang
diperoleh dengan menggunakan berbagai macam cara untuk menemukan
suatu populasi atau individu yang memiliki risiko status gizi kurang maupun
gizi lebih. Penilaian status gizi terdiri dari dua jenis, yaitu :
a. Penilaian Langsung
Antropometri merupakan salah satu cara penilaian status gizi yang
berhubungan dengan ukuran tubuh yang disesuaikan dengan umur
dan tingkat gizi seseorang. Pada umumnya antropometri mengukur
dimensi dan komposisi tubuh seseorang. Metode antropometri sangat
berguna untuk melihat ketidakseimbangan energi dan protein. Akan
tetapi, antropometri tidak dapat digunakan untuk mengidentifikasi
zat-zat gizi yang spesifik.
-
Pemeriksaan klinis merupakan cara penilaian status gizi berdasarkan
perubahan yang terjadi yang berhubungan erat dengan kekurangan
maupun kelebihan asupan zat gizi. Pemeriksaan klinis dapat dilihat
pada jaringan epitel yang terdapat di mata, kulit, rambut, mukosa
mulut, dan organ yang dekat dengan permukaan tubuh (kelenjar
tiroid).
Pemeriksaan biokimia disebut juga cara laboratorium. Pemeriksaan
biokimia pemeriksaan yang digunakan untuk mendeteksi adanya
defisiensi zat gizi pada kasus yang lebih parah lagi, dimana
dilakukan pemeriksaan dalam suatu bahan biopsi sehingga dapat
diketahui kadar zat gizi atau adanya simpanan di jaringan yang paling
sensitif terhadap deplesi, uji ini disebut uji biokimia statis. Cara lain
adalah dengan menggunakan uji gangguan fungsional yang berfungsi
untuk mengukur besarnya konsekuensi fungsional daru suatu zat gizi
yang spesifik Untuk pemeriksaan biokimia sebaiknya digunakan
perpaduan antara uji biokimia statis dan uji gangguan fungsional.
Pemeriksaan biofisik merupakan salah satu penilaian status gizi
dengan melihat kemampuan fungsi jaringan dan melihat perubahan
struktur jaringan yang dapat digunakan dalam keadaan tertentu.
-
b. Penilaian Tidak Langsung
Survei Konsumsi
Makanan Survei konsumsi makanan merupakan salah satu
penilaian status gizi dengan melihat jumlah dan jenis makanan yang
dikonsumsi oleh individu maupun keluarga. Data yang didapat dapat
berupa data kuantitatif maupun kualitatif. Data kuantitatif dapat
mengetahui jumlah dan jenis pangan yang dikonsumsi, sedangkan
data kualitatif dapat diketahui frekuensi makan dan cara seseorang
maupun keluarga dalam memperoleh pangan sesuai dengan
kebutuhan gizi.
Statistik Vital
Statistik vital merupakan salah satu metode penilaian status gizi
melalui data-data mengenai statistik kesehatan yang berhubungan
dengan gizi, seperti angka kematian menurut umur tertentu, angka
penyebab kesakitan dan kematian, statistik pelayanan kesehatan, dan
angka penyakit infeksi yang berkaitan dengan kekurangan gizi .
Faktor Ekologi
Penilaian status gizi dengan menggunakan faktor ekologi
karena masalah gizi dapat terjadi karena interaksi beberapa faktor
ekologi, seperti faktor biologis, faktor fisik, dan lingkungan budaya.
Penilaian berdasarkan faktor ekologi digunakan untuk mengetahui
-
penyebab kejadian gizi salah (malnutrition) di suatu masyarakat yang
nantinya akan sangat berguna untuk melakukan intervensi gizi.
c. Indeks Antropometri
Indeks antropometri adalah pengukuran dari beberapa parameter.
Indeks antropometri bisa merupakan rasio dari satu pengukuran terhadap
satu atau lebih pengukuran atau yang dihubungkan dengan umur dan
tingkat gizi. Salah satu contoh dari indeks antropometri adalah Indeks
Massa Tubuh (IMT) atau yang disebut dengan Body Mass Index. IMT
merupakan alat sederhana untuk memantau status gizi orang dewasa
khususnya yang berkaitan dengan kekurangan dan kelebihan berat badan,
maka mempertahankan berat badan normal memungkinkan seseorang
dapat mencapai usia harapan hidup yang lebih panjang. IMT hanya dapat
digunakan untuk orang dewasa yang berumur diatas 18 tahun. Dua
parameter yang berkaitan dengan pengukuran Indeks Massa Tubuh, terdiri
dari :
Berat Badan
Berat badan merupakan salah satu parameter massa tubuh
yang paling sering digunakan yang dapat mencerminkan jumlah
dari beberapa zat gizi seperti protein, lemak, air dan mineral. Untuk
mengukur Indeks Massa Tubuh, berat badan dihubungkan dengan
tinggi badan.
-
Tinggi Badan
Tinggi badan merupakan parameter ukuran panjang dan dapat
merefleksikan pertumbuhan skeletal (tulang).39
F. Kebersihan Menurut Pandangan Islam
1. Kebersihan Lingkungan
Kebersihan lingkungan itu sendiri akan sangat berpengaruh terhadap
keselamatan manusia yang ada disekitarnya, oleh sebab itu menjaga
kebersihan lingkungan sama pentingnya dengan menjaga kebersihan diri. Ada
beberapa hal yang perlu kita perhatikan berkaitan dengan kebersihan
lingkungan ini;
Menjaga kesehatan sumber air. Hendaklah kita selalu menjaga
kebersihan sumber air, seperti sumur, kolam, sungai dan lain-lain,
karena air itu akan kita gunakan sebagai sumber air minum, mencuci,
mandi dan sebagainya. Air yang tercemar akan menyebabkan lahirnya
berbagai penyakit. Dalam hal ini Islam telah dengan tegas melarang
umatnya supaya tidak mengotori sumber air.
-
Rasulullah SAW bersabda:
Artinya: Dari Jabir, dari Rasulullah shallallahu „alaihi wa sallam,
bahwasanya beliau melarang kencing di air yang tergenang. (HR. Muslim).
Menjaga kesucian tempat yang ramai dikunjungi orang, hal ini sangat
penting karena jika saja tempat itu kotor dan menjadi sarang penyakit,
maka akan sangat mudah menjangkiti banyak orang dalam waktu
bersamaan.
Menyadari bahaya tersebut Rasulullah dengan tegas melarang kita untuk
buang air besar maupun kecil di tempat yang dilewati banyak orang, dijadikan
tempat berteduh, dibawah pohon yang berbuah, tempat ibadah dan lain-lain.
Dalam hadis yang diriwayatkan dari Abu Hurairah r.a, dikatakan :
“Bahwasanya Rasulullah Saw. Bersabda, „hindarilah dua hal yang
menyebabkan orang sering dilaknat!‟ Para Sahabat bertanya, „Apakah dua hal
tersebut wahai Rasullullah?” Rasulullah menjawab, „Membuang hajat di
jalanan atau di tempat orang berteduh”.
2. Kebersihan Pakaian
“Dan bersihkanlah pakaianmu” (QS. Al Mudatsir: 4). Dalam ayat ini
Allah memerintahkan Nabi Muhammad SAW supaya membersihkan pakaian,
karena bersuci dengan maksud beribadah hukumnya wajib. Selain
-
membersihkan pakaian dari najis dan kotoran, pengertian lebih luas lagi yakni
dengan membersihkan tempat tinggal dan lingkungan hidup dari segala
bentuk kotoran, sampah, dan lain-lain.
3. Kebersihan Badan
Dalam Islam telah disyariatkan perintah menjaga kebersihan dan
menganjurkan supaya umatnya sentiasa menjaga kebersihan rohani dan
jasmani, yang juga bermaksud supaya umat Islam sentiasa bersih, harum
wangi, kemas dan ceria dalam kehidupan sehari-harian.
Sebagaimana sabda Rasulullah SAW yang bermaksud: 'Mandi itu adalah
wajib ke atas setiap orang Islam yang mana pada setiap tujuh hari, satu hari
daripadanya wajib membasuh kepala dan jasmaninya”. Sabdanya lagi yang
bermaksud: 'Lima perkara yang menjadi fitrah manusia iaitu berkhatan,
mencukur bulu ari-ari, menggunting misai, memotong kuku dan mencabut
bulu ketiak” (HR At- Thabrani).
Sabda Rasulullah SAW lagi kepada Abu Hurairah RA, yang bermaksud:
“Wahai Abu Hurairah! Potonglah kuku-kukumu, kerana sesungguhnya
syaitan itu mengikat kuku-kuku yang panjang” (HR Ahmad). Maksud
mengikat dalam Hadith ini, ialah bahawa syaitan akan mengikat dengan sihir,
rayuan dan godaan orang yang kukunya panjang.
-
Manakala Syaikh al-Islam Ibnu Taymiyyah rahimahullah menyatakan
bahawa: Sunnah Rasulullah datang dengan membawa ajaran untuk
menghindari kekotoran yang ada pada tubuh badan manusia, sebagaimana dia
juga datang dengan membawa ajaran bagi menghindari kekotoran rohani.
Menjaga kebersihan diri dari segi rohani dan jasmani adalah satu kewajipan
bagi setiap umat Islam yang akil baligh.
4. Kebersihan Hati
Ibnul Qayyim rahimahullah menerangkan bahwa hati yang bersih adalah
hati yang selamat dari kesyirikan, sifat dengki, dendam, sombong, hasad,
bakhil, cinta kepada dunia dan kududukan; selamat dari segala penyakit yang
menjauhkannya dari Allah SWT, selamat dari kerancuan-kerancuan berpikir
yang akan merintangi berbuat kebaikan; selamat dari setiap hawa nafsu yang
menyelisihi perintah-Nya SWT, selamat dari semua keinginan yang
bertentangan dengan kehendak Allah SWT, serta selamat dari sesuatu yang
memutuskan hubungan dirinya dengan Allah SWT.
Ibnul Qayyim menambahkan penjelasan yang lebih gambling,yaitu:
“Ada perbedaan mendasar antara hati yang bersih dengan hati yang kotor,
yang teperdaya, yang lalai. Hati yang bersih selamanya tidak akan
menhendaki keburukan sedikit pun, sehingga ia pun akan selamat dari
keburukan tersebut. Hati yang lalai adalah hati yang dimiliki oleh orang jahil
dan kurang pengetahuannya. Hati yang lalai merupakan sesuatu yang tidak
-
terpuji, bahkan ia merupakan sesuatu yang tercela. Sedangkan seseoran akan
dikatakan baik bila terhindar dari keadaan seperti itu. Di antara perkara-
perkara yang dapat menghantarkan kepada kebersihan hati:
1) Ikhlas
Dari Zaid bin Tsabit r.a bahwasanya Rasulullah bersabda: “Tidak
aka nada kedengkian sedikit pun pada hati seorang muslim, manakala
terdapat padanya tiga perkara, yaitu keikhlasan dalam beramal, memberi
nasihat kepada para pemimpin, dan berpegang kepada jama‟ah kaum
muslimin, karena doa mereka menyertainya.” (Riwayat Ahmad: 5/183,
dan dishahihkan Al Albani dalam Kitab Al-Misykat no: 229).
Ibnu Al-Atsir rahimahullah mengomentari hadits tersebut, “Bahwa
dengan tiga perkara tersebut, yaitu memurnikan keikhlasan, mau memberi
nasihat dan berpegang teguh dengan sunnah Nabi, hati akan menjadi baik.
Maka, barangsiapa yang berpegang teguh dengan tiga hal tersebut hatinya
akan bersih dari khianat, dengki dan keburukan lainnya.”
2) Ridha
Ketentuan Allah Ibnul Qayyim rahimahullah berkata, “Keridhaan
akan membuka pintu keselamatan bagi seorang hamba, dan akan
membersihkan hati dari tipu daya, hasad dan dengki. Sesungguhnya tidak
ada yang bisa selamat dari siksa Allah „Azza wa Jalla kecuali orang-orang
yang menghadap Allah dengan hati yang bersih; dan tidak mungkin hati
-
bisa menjadi bersih tanpa diiringi dengan keridhaan. Semakin bertambah
perasaan ridha seseorang maka akan semakin bersih hatinya.
Hati yang bersih dan kebaikan yang menyertainya akan muncul
beriringan dengan keridhaan; sebaliknya kejahatan, kedengkian dan
khianat juga akan muncul beriringan dengan rasa kecewa dan rasa tidak
ridha. Hati yang hasad merupakan buah dari rasa kecewa, sedang hati
yang bersih adalah buah dari rasa ridha.” Karena itulah dikatakan,
“Seseorang pendengki adalah musuh dari nikmat Allah SWT, sebab rasa
dengki pada hakikatnya merupakan salah satu bentuk penentangan
terhadap pemberian Allah SWT.
3) Membaca dan merenungkan Ayat-Ayat Al-Qur‟an
Al-Qur‟an adalah obat penawar bagi segala penyakit. Orang yang
merugi adalah orang yang tidak mendapatkan obat dengan diturunkannya
Al-Qur‟an. Allah SWT berfirman: “Wahai manusia, sesungguhnya telah
datang kepadamu pelajaran dari Tuhanmu dan penyembuh bagi penyakit-
penyakit (yang berada) dalam dada dan petunjuk serta rahmat bagi orang-
orang yang beriman.” (Q.S. Yunus (10) : 57).
Al-Qur‟an adalah obat yang mujarab bagi semua penyakit hati dan
beban, juga bagi penyakit dunia dan akhirat. Semua penyakit, baik
penyakit hati atau badan telah ditunjukkan jalan penyembuhannya dan
upaya pencegahannya, bagi mereka yang diberi Allah..pemahaman
tentang Al-Qur‟an (QS. Al-Isra‟: 282)
-
4) Shadaqah
Shadaqah bisa membersihkan hati dan menyucikan jiwa seseorang.
Oleh sebab itu, Allah SWT memerintahkan kepada Nabinya SAW :
“Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu
membersihkan dan mensucikan mereka…” (QS. At-Taubah (9): 103)
Dan Rasulullah Shallallahu „alaihi wasallam bersabda: “Obatilah
orang-orang yang sakit di antara kalian dengan shadaqah” (Hadits
dihasankan Albani dalam Shahih Jami‟ no: 3358).
5) Puasa tiga hari dalam satu bulan
Tentang hal ini Rasulullah SAW bersabda: “Maukah kalian aku
kabarkan sesuatu yang bisa menghilangkan kedengkian hati? Berpuasalah
kalian tiga hari dalam satu bulan. Puasa adalah suatu amalan yang
bermanfaat untuk meredakan kekuatan syahwat dan amarah, serta
melemahkan keinginan balas dendam. Dan puasa tersebut –dengan izin
Allah- kiranya cukup untuk menghilangkan kemarahan, serta rasa
dendam. Al Faqih Abul Laits As Samarqandi menuturkan bahwa Nabi
Saw bersabda : “puasalah kamu sekalian pada bulan sabar (yakni bulan
Ramadhan) dan tiga hari setiap bulan, maka itu sepadan dengan puasa
sepanjang tahun dan dapat menghilangkan rasa dengki serta iri hati. (dari
Abu Ja‟far, dari Abu Bakar Muhammad bin Abdullah, dari Muhammad
bin ali, dari Yahya bin Muhammad bin Kamil bin Thalhah, dari Humad
-
bin Salamah, dari AlHajjaj bin Abu Ishaq, dari Harts bin Ali
karamallaahu wajhah).
G. Prestasi Belajar Menurut Pandangan Islam
Allah SWT memberitahukan kepada kita, bahwa pekerjaan evaluasi
terhadap anak didik adalah merupakan suatu tugas penting dalam rangkaian
proses pendidikan yang telah dilaksanakan dalam pendidikan. Hal ini dapat
dipahami dari ayat-ayat berikut ini:
“Dan Dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda)
seluruhnya, kemudian mengemukakannya kepada para malaikat lalu berfirman:
“Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda itu jika kamu memang benar orang-
orang yang benar!” Mereka menjawab:”Maha Suci Engkau, tidak ada yang kami
ketahui selain dari apa yang telah Engkau ajarkan kepada kami; Sesungguhnya
Engkaulah Yang Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana”. (Q.S. Al Baqarah: 31-
32)
Allah berfirman: “Hai Adam, beritahukanlah kepada mereka nama-nama
benda itu, Allah berfirman: “Bukankah sudah Kukatakan kepadamu, bahwa
sesungguhnya Aku mengetahui rahasia langit dan bumi dan mengetahui apa yang
kamu lahirkan dan apa yang kamu sembunyikan?” (Q.S. Al Baqarah:33)
Dari ayat tersebut ada empat hal yang dapat diketahui. Pertama, Allah SWT
dalam ayat tersebut bertindak sebagai guru memberikan pengajaran kepada Nabi
Adam as; kedua, para malaikat tidak memperoleh pengajaran sebagaimana yang
telah diterima Nabi Adam. Ketiga, Allah SWT memerintahkan kepada Nabi
-
Adam agar mendemonstrasikan ajaran yang diterima di hadapan para malaikat.
Keempat, materi evaluasi atau yang diujikan haruslah yang pernah diajarkan.
H. Kerangka Teori
sanitasi Hyegine
1. Kebiasaan memotong
kuku
2. Kebiasaan mencuci
tangan
3. Kebiasaan memakai
alas kaki
Infeksi cacing STH
1. Konsumsi makanan
dan minuman yang
dimasak
2. Kepemilikan jamban
3. Sumber air
Anemia Ggn absorbsi
Nafsu
makan
Mual,,
muntah, diare
Def. nutrisi
Status gizi
kondisi fisik Lingkungan
Rumah
Lingkungan
sekolah
Lingkungan
masyarakat
Prestasi Belajar
Zat Besi
pembentukan
eritrosit-
eritropoetin
Produksi
eritrosit
Hb O2 Ke jaringan
metabolism tubuh Cepat lelah, kurang
berkonsentrasi,
pusing
Motivasi dan minat
belajar menurun
-
BAB III
KERANGKA KONSEP
A. Kerangka Konsep
Prestasi belajar dipengaruhi oleh faktor internal dan faktor eksternal.
Faktor internal berasal dari dalam diri siswa seperti factor jasmani dan faktor
psikologis. Apabila kondisi tubuh siswa sedang menurun akan memengaruhi
pretasi belajarnya. Sedangkan faktor eksternal merupakan faktor yang berasal
dari luar individu yang dapat mempengaruhi prestasi belajar yaitu lingkungan
keluarga, lingkungan sekolah dan lingkungan masyarakat disekitarnya.
Variabel yang diteliti :
Variabel Independent
Variabel dependent
PRESTAS
I
BELAJA
Infeksi Kecacingan
Nilai rata-rata
ulangan harian
-
B. Definisi Operasional dan Kriteria Objektif
1. Infeksi Kecacingan
Yang dimaksud dengan Infeksi Kecacingan dalam penelitian ini adalah
infeksi cacing usus yang apabila dalam pemeriksaan tinja ditemukan telur
cacing, larva atau cacing dewasa dengan menggunakan metode natif.
Variabel Independent ini menggunakan jenis data kualitatif dengan skala
ordinal.
Kriteria obyektif:
a. Positif : Ditemukan telur, larva atau cacing didalam feses.
b. Negatif : Tidak ditemukan telur, larva atau cacing dalam feses
2. Variabel Dependent
Yang dimaksud dengan prestasi belajar dalam penelitian ini adalah
tingkat kemampuan yang dicapai siswa dalam mengikuti proses belajar
mengajar sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan dalam pembelajaran.
Prestasi yang dicapai oleh siswa merupakan gambaran belajar siswa setelah
mengikuti proses belajar mengajar dan merupakan interaksi antara beberapa
faktor yang mempengaruhinya. Variabel dependent menggunakan jenis data
kualitatif dengan skala ordinal
a. Alat pengukuran : Daftar nilai siswa
b. Cara pengukuran : Dilihat dari nilai rata-rata hasil ulangan
harian pada siswa
-
c. Hasil pengukuran : Prestasi belajar dikelompokkan
menjadi;
1) Prestasi belajar baik: apabila responden mendapat skor ≥
70-100
2) Prestasi belajar kurang: apabila responden mendapat skor <
69
C. Hipotesis Penelitian
1. Hipotesis Nol (H0)
Tidak terdapat hubungan antara kejadian infeksi kecacingan dengan
prestasi belajar pada siswa Sekolah Dasar .
2. Hipotesis Alternatif (Ha)
Terdapat hubungan antara kejadian infeksi kecacingan pada prestasi
belajar dengan siswa Sekolah Dasar.
-
BAB IV
METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian analitik observasional dengan
pendekatan cross sectional yaitu mempelajari hubungan antara variabel bebas
dengan variabel tergantung dengan melakukan pengukuran sesaat.
B. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini akan dilakukan di SD Inpres Balang-Balang Kab. Gowa yang
akan dilakukan dari bulan Januari sampai Februari 2018.
C. Teknik Pengambilan Sampel
1. Populasi
a. Populasi target
Seluruh murid SD Inpres Balang-balang Kab. Gowa
b. Populasi Terjangkau
Seluruh murid SD Inpres Balang-balang Kab. Gowa kelas 2, 3, dan 4
2. Sampel
a. Teknik Pengambilan Sampel
Sampel penelitian ini adalah siswa sekolah dasar dari kelas 2-4
dari sekolah yang terpilih. Pengambilan sampel dilakukan dengan
menggunakan metode Total Sampling yaitu teknik pengambilan sampel
dimana jumlah sampel sama dengan populasi.
-
b. Kriteria Seleksi
i. Kriteria Inklusi
1) Siswa kelas II, III, IV SD
2) Dapat berkomunikasi dengan baik
3) Siswa bersedia berpartisipasi
4) Mendapat izin dari orang tua
ii. Kriteria eksklusi :
1) Siswa berhalangan hadir pada saat penelitian
2) Meminum obat anti helmintik pada saat penelitian
D. Pengumpulan Data
1. Teknik Pengumpulan Data
a. Data Primer
Metode pemeriksaan Laboratorium : Pemeriksaan feses dilakukan
di Laboratorium Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah
Makassar untuk mengamati telur, larva atau cacing didalam feses.
b. Data Sekunder
Data yang dipakai sebagai data pendukung untuk melengkapi
penulisan skripsi ini yang didapat dari instansi yang terkait dan relevan
dengan penelitian ini.
-
2. Instrument Pengumpulan Data
a. Metode Natif
Penelitian ini menggunakan metode pemeriksaan secara langsung
(metode natif) :
Alat
Mikroskop, gelas objek dan kaca penutup, handscoen,
kayu aplikator, pot tinja, kertas label, selotip, tissue lensa
Bahan
Larutan eosin 2 %, Formalin 10 %
Prosedur pemeriksaan
1) Tulis identitas siswa pada kaca objek gelas dengan
menggunakan pulpen marker
2) Letakkan kaca objek gelas tersebut mendatar diatas meja
3) Teteskan 1 tetes larutan eosin 2% pada objek gelas
4) Ambil sedikit tinja dengan menggunakan kayu aplikator
5) Letakkan pada larutan eosin 2% kemudian campur merata
6) Tutup dengan kaca penutup
7) Bersihkan dengan kertas/ tissue jika ada cairan yang
berlebihan diluar kaca penutup
8) Letakkan sediaan diatas meja objek mikroskop
9) Siap untuk diperiksa di mikroskop
-
Interpretasi
a) Positif : apabila ditemukan telur, larva atau cacing
b) Negatif : apabila tidak ditemukan telur, larvaatau cacing
Cara mengawetkan tinja
1) Pot tinja diberi label identitas siswa
2) Isi pot dengan formalin 10% sampai setengah dari pot
3) Ambil tinja kira-kira sebanyak 1 sendok teh, masukkan ke
dalam pot yang sudah berisi formalin
4) Tutup pot dengan rapat dan diberi selotip agar tidak bocor
b. Daftar Nilai Siswa
Nilai hasil ulangan harian untuk mengetahui prestasi belajar siswa
sekolah dasar yang diambil dari nilai rata-rata.
E. Pengolahan Data
Dalam proses pengolahan data dalam penelitian ini menggunakan beberapa
langkah yaitu :
1. Editing
Memeriksa kembali data - data yang telah dikumpulkan apakah ada
kesalahan atau tidak.
2. Coding
Pemberian nomor-nomor kode atau bobot pada jawaban yang bersifat
kategori.
-
3. Tabulating
Penyusunan / perhitungan data berdasarkan variable yang diteliti
F. Analisis Data
Data yang diperoleh kemudian disajikan dalam bentuk table dan dianalisis
secata statictic descriptif menggunakan program SPSS.
1. Analisis Univariat
Analisis univariat dilakukan untuk menggambarkan distribusi
frekuensi masing-masing variabel (variabel bebas dan varriabel terikat)
dan karakteristik responden.
2. Analisis bivariat
Analisis bivariat dilakukan dengan uji Chi Square untuk
mengetaahui hubungan antara variabel bebas dan variabel terikat. Data
pengambilan hipotesis penelitian berdasarkan pada tingkatan
signifikan (nilai p), yaitu:
a. Jika nilai p > 0,05 maka hipotesis penelitian ditolak
b. Jika nilai p < 0.05 maka hipotesis penelitian diterima
-
G. Etika Penelitian
1. Menyertakan surat izin penelitian dari pemerintah Kabupaten Gowa
Sulawesi Selatan
2. Meminta izin kepada Kepala Sekolah Dasar yang akan dilakukan penelitian
3. Meminta izin kegada guru (wali kelas) sebelum melakukan poenelitian
kepada siswa Sekolah Dasar kelas II-IV
4. Melaksanakan penelitian tanpa mengganggu proses belajar mengajar di kelas
5. Mengambil sampel terhadapsiswa Sekolah Dasar hanya pada siswa yang
bersedia ikut serta dalam penelitian
-
H. Alur Penelitian
Alur penelitian merupakan gambaran tentang proses penelitian secara
sistematis mengenai tahapan yang akan dilakukan dari penelitian dimulai dari
proses penemuan masalah sampai pada penyusunan laporan yang digunakan
secara sistematis pada bagian berikut :
Gambar 5.1 Alur Penelitian
Surat Izin Melakukan Penelitian Di
SD Inpres Balang-Balang Kab. Gowa
Pengambilan Feses
Informed Consent
Pemeriksaan Di Laboratorium
Pengolahan data
Hasil Dan Kesimpulan
Analisa data
Sampel : Siswa-Siswi Kelas II, III dan IV
-
BAB V
HASIL PENELITIAN
A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian yang digunakan sebagai lokasi pengambilan sampel
adalah SD Inpres Balang-Balang Gowa. Sekolah ini terletak di Kelurahan
Romang Polong Kecamatan Somba Opu Kab. Gowa yang berdiri di atas tanah
seluas 1334 dan luas bangunan 614 .
Pada SD Inpres Balang-Balang ini terdiri dari 6 ruang kelas, 1 pepustakaan,
1 ruang kepala sekolah, 1 ruang guru, 2 WC siswa dan 1 WC guru. Jumlah
pengajar keseluruhan adalah 14 orang yang terdiri dari 7 guru PNS dan 7 guru
Non PNS. Jumlah siswa di SD Inpres Balang-Balang adalah 322 orang. Di
sekolah ini muridnya terbagi dalam hal waktu sekolah, ada yang masuk pagi dan
ada yang masuk siang.
B. Deskripsi Sampel Penelitian
Sampel penelitian adalah siswa sekolah dasar kelas 2, 3, 4 yang sesuai
dengan criteria, di dapatkan jumalh sampel adalah 78 orang responden yang
memenuhi criteria. Namun yang mengembalikan pot tinja hanya 48 orang.
-
C. Analisis Univariat
1. Distribusi Frekuensi Siswa Berdasarkan Jenis Kelamin
Tabel 5.1
Jenis Kelamin Jumlah (orang) Persentase (%)
Laki-laki
Perempuan
24
24
50
50
Total 100 100
Berdasarkan tabel diatas, dapat dilihat distribusi berdasarkan jenis
kelamin pada 48 responden, dimana jumlah laki-laki 24 siswa (50%)
dengan jumlah perempuan sebanyak 24 siswa (50%).
2. Distribusi Frekuensi Siswa Berdasarkan Usia
Table 5.2
Usia Jumlah (orang) Persentase (%)
8 tahun
9 tahun
10 tahun
11 tahun
8
19
14
7
16.7
39.6
29.2
14.6
-
Total 48 100
Berdasarkan distribusi berdasarkan usia, dapat dilihat bahwa usia
terbanyak adalah umur 9 tahun (39.6%), dan terendah 11 tahun (14.6%)
3. Distribusi Frekuensi Siswa Berdasarkan Infeksi Cacing
Table 5.3
Cacing Jumlah (orang) Persentase (%)
Negative
Positif
31
17
64.6
35.4
Total 48 100
Dari tabel diatas, dapat kita lihat prevalensi infeksi kecacingan pada
pada 48 reponden yang terbanyak adalah negative sebanyak 31 siswa ( 64.6
% ) Dan yang terinfeksi sebanyak 17 siswa (35.4%).
-
4. Distribusi Frekuensi Siswa Berdasarkan Prestasi Belajar
Table 5.4
Prestasi belajar Jumlah (orang) Persentase (%)
Baik
Kurang
35
13
72.9
27.1
Total 100 100
Dari tabel diatas, dapat kita lihat prestasi belajar pada 48 responden,
pretasi belajar baik sebanyak 35 siswa (72.9%) dan prestasi kurang 13
siswa (27.1%)
5. Distribusi Frekuensi Cacing Berdasarkan Jenisnya
Table 5.5
Jenis cacing Jumlah (orang) Persentase (%)
A.lumbricoides
T.trichiura
Negative
15
2
31
31.2
4.2
64.6
Total 48 100
-
Pada tabel diatas, dapat kita lihat distribusi masing-masing cacing
pada rersponden. Reponden terinfeksi cacing Ascaris lumbricoides adalah
15 siswa (31.2 %) sedangkan yang terinfeksi Trichuris trichiura sebanyak
2 siswa (4.2%) Sedangkan tidak ada siswa yang terinfeksi jenis cacing
Ancylostoma duodenale dan Necator americanus.
6. Distribusi Infeksi Cacing Berdasarkan Jenis Kelamin
Table 5.6
Dari tabel diatas dapat dilihat distribusi infeksi kecacingan
berdasarkan jenis kelamin reponden yaitu jumlah responden positif laki-laki
sebanyak 9 siswa (18.8%)) jumlah perempuan yang terinfeksi sebanyak 8
siswa (16.7%) Sedangkan jumlah laki-laki yang tidak terinfeksi sebanyak
15 siswa (31.2%) dan jumlah perempuan yang tidak terinfeksi sebanyak 16
siswa (33.3%)
Jenis Kelamin Cacing Persentase (%)
Negatif Positif Negatif Positif
Laki-laki
Perempuan
15
16
9
8
31.2
33.3
18.8
16.7
Total 48 100
-
7. Distribusi infeksi Cacing Berdasarkan Usia
Table 5.7
Dari tabel diatas dapat dilihat dimana usia presentase usia terbanyak
terinfeksi adalah 9 tahun (14.2%) dan terendah 8 tahun(6.2%) dan 10 tahun
(6.2%). Sedan