Download - Tesis Yang Coba Dikembangkan
BAB I
PENDAHULUAN
Kondisi jalan di Propinsi Aceh yang mengalami kerusakan setiap tahun
dengan adanya lubang sepanjang jalan dan permukaan jalan yang bergelombang.
Kondisi tanah yang labil merupakan tanah rawa sehingga dapat mempengaruhi
kekuatan struktur pondasi jalan. Air hujan yang tidak tersalurkan dengan baik
menyebabkan aspal mudah mengelupas dari badan jalan.
Kerusakan jalan juga diakibatkan oleh adanya kenderaan barang yang
melewati jalan setiap hari dengan muatan melebihi Muatan Sumbu Terberat
(MST) delapan ton. Rata-rata kenderaan barang yang melintasi jalan tersebut
melebihi berat diatas sepuluh ton bahkan hingga mencapai dua puluh lima ton.
Sistem pemeliharan yang ada saat ini tidak mengatasi permasalahan
kerusakan jalan khususnya pada jalan dengan beban lalulintas tinggi. Kegiatan
pemeliharaan yang dibagi menjadi dua macam yaitu ada yang bersifat rutin dan
non rutin, durasi kontrak berlangsung selama satu tahun dan untuk tahun
berikutnya dilakukan tender ulang untuk menentukan penyedia jasa baru yang
akan melaksanakan pemeliharaan yang sama
Bentuk kontrak kerja dalam pelaksanaan konstruksi pembangunan dan
pemeliharaan jalan pada saat ini dilakukan secara berkala dimana jangka waktu
pertanggung jawaban pelaksanaan pekerjaan tersebut adalah selama pelaksanaan
fisik dan jangka waktu penjaminan beberapa bulan. Sehingga apabila terjadi
kerusakan konstruksi yang lebih cepat dari umur rencana akan menjadi tanggung
jawab penguna jasa. Hal tersebut diatas terjadi karena bentuk kontrak kerja antara
penguna jasa dan penyedia jasa merupakan kontrak kerja yang mengikat dalam
jangka waktu yang pendek.
Dalam rangka meningkatkan mutu dari hasil kinerja penyedia jasa pada
sistem pemeliharaan jalan maka di gunakan konsep pemeliharaan Performaced
Based Contract (PBC) atau kontrak pemeliharaan berbasis kinerja dimana untuk
1
2
paket pemeliharaan jalan, Kontrak ini didasarkan atas kemampuan penyedia jasa
dalam mempertahankan kondisi minimum yang tercantum dalam kontrak dan
bukan terhadap volume pekerjaan yang telah di selesaikan. Sifatnya adalah
mengalokasikan tanggung jawab dalam desain dan pelaksanaan pekerjaan secara
efisien sepenuhnya tergantung pada penyedia jasa.
Kontrak pemeliharaan berdasarkan kinerja sangat penting bagi
pemeliharan jalan karena banyak memiliki keuntungan. Oleh karena itu perlu
dilakukan pendekatan untuk dapat diterima sebagai masukan bagi pihak pihak
yang berwenang dalam memilih jenis kontrak yang akan di gunakan untuk
pemeliharaan jalan di masa akan datang
Walaupun kontrak berdasarkan kinerja menpunyai berbagai keunggulan
namun diragukan masih sulit untuk dapat diterapkan di Indonesia.
Pemasalahannya pendanaanya yang berjangka panjang (multy years) butuh
penyesuaian dengan pendanaan di Indonesia yang umumnya berjangka satu tahun.
Selain itu saat ini belum ada dasar hukum yang kuat bagi penerapan kontrak
berbasis kinerja di Indonesia sehingga memerlukan penelitian lebih lanjut untuk
mencari dasar hukum yang sesuai. Kontrak PBC ini telah sukses diterapkan di
USA, Selandia Baru, Uruguay, Argentina dan Estonia
Tujuan Penelitian ini adalah untuk mengetahui potensi penerapan kontrak
berbasis kinerja untuk paket pemeliharaan jalan Nasional dan Propinsi di
lingkungan Propinsi Aceh.
Metodologi penelitian mengunakan data sekunder yaitu dengan studi
literatur tentang kontrak konvensional dan kontrak PBC. Data Primer
dikumpulkan dengan menyebarkan angket dengan sifat tertutup. Responden yang
dipilih berdasarkan pengalaman dalam bidang pemeliharaan jalan. Jumlah
responden 60 orang yang terdiri dari pengguna jasa dari instansi pemerintah dan
penyedia jasa yang terdiri unsur kontraktor dan konsultan. Pengolahan data
dilakukan dengan analisis reliabilitas yaitu untuk menganalis kehandalan dari
angket yang disebar, analisa deskriftif dengan mencari nilai mean dan menentukan
mean yang paling dominan pada hasil pengolahan data, sedangkan skala yang
3
digunakan adalah skala likert yaitu skala yang digunakan untuk mengukur sikap
dan pendapat seseorang tentang kejadian.
Manfaat dari penelitian ini ialah untuk mendapatkan persentase apakah
kontrak PBC tersebut dapat diterapkan di Propinsi Aceh
BAB II
TINJAUAN KEPUSTAKAAN
Tinjauan kepustakaan bertujuan untuk membentuk kerangka teori dan
konsep sebagai dasar dalam menentukan metode penyelesaian yang merupakan
anggapan dasar, rumus-rumus serta teori teori yang berhubungan dengan pokok
permasalahan yang disesuaikan dengan keperluan.
2.1. Kontruksi jalan
Menurut UU. No. 38 tahun 2004 jalan adalah prasarana perhubungan darat
dalam bentuk apapun, meliputi segala bagian jalan termasuk bangunan pelengkap
dan perlengkapannya. Berdasarkan peruntukanya jalan dibedakan menjadi ;
1 Jalan umum
2 Jalan khusus
Secara hirarki jalan dapat dibagi dalam tiga kelompok yaitu;
1. Jalan arteri yaitu jalan umum yang berfungsi melayani angkutan utama dengan
ciri perjalanan jauh, kecepatan rata-rata tinggi.
2. Jalan kolektor yaitu jalan umum yang berfungsi melayani angkutan dengan
ciri perjalanan jarak sedang kecepatan rata-rata sedang.
3. Jalan lokal yaitu jalan umum yang berfungsi melayani angkutan setempat
dengan ciri perjalanan jarak dekat, kecepatan rata-rata rendah.
Menurut kewenangannya jalan di bedakan menjadi :
1. Jalan nasional yaitu jalan arteri dan jalan kolektor yang menghubungkan antar
ibukota propinsi dan jalan strategis nasional, serta jalan tol
2. Jalan propinsi yaitu jalan kolektor yang menghubung ibukota propinsi dengan
ibukota kabupaten, atau antar ibukota kabupaten/kota.
3. Jalan kabupaten yaitu lokal yang menghubungkan ibukota kabupaten dengan
ibukota kecamatan.
4
5
2.2. Pemeliharaan dalam dunia kontruksi
Menurut Antony S Coder (1996) aktifitas aktifitas pemeliharaan dalam
dunia kontruksi yang sering dilakukan adalah : pemeriksaan, inspeksi, perbaikan,
pengantian, modifikasi, kalibarasi, overhaul
Tujuan dari aktifitas pemeliharan yang paling utama adalah sebagai berikut :
1. Memperpanjang usia kegunaan asset
2. Ketersediaan optimum persedian peralatan yang dipasang untuk produksi dan
mendapat laba investasi
3. Menjamin kesiapan operasional
4. Menjamin keselamatan orang yang mengunakan
Sasaran dari aktifitas pemeliharaan adalah :
1. Mengurangi jumlah kerusakan
2. Perbaikan keadaan suatu peralatan atau bangunan bila rusak
3. Overhaul untuk mengembalikan keadaan peralatan seperti semula
2.2.1 Perencanaan pemeliharaan
Menurut Allan T Stutts (1990) Jenis-jenis perencanaan pemeliharaan
bangunan Infrastruktur adalah :
1. Pemeliharaan darurat (Breakdown maintenance)
Aktifitas pemeliharaan darurat adalah aktifitas pemeliharaan yang baru di
jalankan apabila suatu bangunan infrastruktur mengalami kerusakan walaupun
sebenarnya aktifitasnya pemeliharaan ini tidak di sarankan namun aktifitas
pemeliharan seperti ini mungkin menjadi penting untuk komponen –
komponen dari suatu peralatan bangunan infrastruktur yang harganya tidak
terlau mahal. Hal ini juga berlaku untuk peralatan yang tidak terlalu penting
dalam menunjang operasi pelayanan dari suatu bangunan infrastruktur
6
2. Pemeliharaan korektif (Corrective Maintenance)
Aktifitas Pemeliharaan korektif adalah pemeliharaan yang dilaksanakan
berdasarkan kepada suatu jadwal tertentu yang telah di buat sebelum atau
selama masa inspeksi. Sebagian aktifitas mungkin dilakukan sebagai hasil dari
dilaksanakan aktifitas inspeksi pada penerapan aktifitas pencegahan. Biasanya
aktifitas pemeliharaan korektif dan ganguan ganguan interupsi harian akan
berkurang sejalan dengan semakin baiknya aktifitas pemeliharan pencegahan.
3. Pemeliharaan renovatif ( renovative maintenance)
Aktifitas pemeliharaan renovatif dilakukan ketiga peralatan-peralatan yang
ada dapat dikeluarkan untuk sementara waktu dari area pelayanan.
Pemeliharaan ini melibatkan suatu modifikasi, perancangan ulang atau
instalasi teknologi baru. Aktifitas pemeliharaan renovatif ini menjadi perlu
untuk di perhitungkan apabila untuk aktifitas overhaul bertambah dari biaya
penggantinya
4. Pemeliharaan pencegahan (preventive maintenance)
Pemeliharaan pencegahan merupakan suatu usaha yang dilaksanakan untuk
menjaga agar kondisi bangunan infrastruktur tetap baik dengan melakukan
inspeksi, deteksi dan penggantian komponen terhadap gejala-gejala awal
kerusakan. Aktifitas pemeliharan ini dilakukan pada fasilitas-fasilitas
bangunan infrastruktur yang dianggap vital sebagai upaya untuk
meminimumkan terjadinya kerusakan-kerusakan pada peralatan-peralatan
tersebut.
2.2.2 Pelaksanaan pemeliharaan
Robinson, R, Danielson (1998) mengungkapkan pemeliharaan jalan dapat
menghambat tingkat kerusakan kondisi jalan, mengurangi biaya operasi
kenderaan (BOK) di jalan melalui perbaikan pada permukaan jalan dan
menyebabkan jalan tersebut dapat dilewati secara terus menerus
7
Pemeliharaan Jalan juga dipengaruhi oleh kondisi jalan sehingga kita
harus mengetahui jenis kondisi jalan yang ada. Penetapan kondisi jalan dapat
dibedakan menjadi :
1. Sangat baik (very good), berupa jalan baru atau jalan dengan kondisi fisik
ekuivalen dengan jalan baru.
2. Baik (good), Jalan dengan perkerasan yang sebagian besar bebas dari
kerusakan, hanya memerlukan pemeliharaan rutin dan dapat juga perbaikan
permukaan. Untuk jalan tanpa perkerasan hanya diperlukan grading rutin dan
perbaikan setempat.
3. Sedang (regular), Jalan dengan perkerasan mengalami kerusakan yang secara
structural daya tahan terhadap beban lalu lintas melemah. Diperlukan
perkuatan pada perkerasan tanpa membongkar struktur dasar (existing) atau
dengan kata lain sudah di perlukan overlay atau rehabilitasi. Pada jalan tanpa
perkerasan, memerlukan grading dan tambahan lapisan gravel dan perbaikan
drainase di beberapa tempat
4. Buruk (bad), Jalan dengan perkerasan mengalami tingkat kerusakan yang
memerlukan rehabilitasi dengan segera, termasuk membongkar bagian yang
kurang baik. Pada jalan tanpa perkerasan memerlukan rehabilitasi dan
perbaikan drainase
5. Sangat buruk (very bad), jalan dengan perkerasan mengalami kerusakan
structural yang serius memerlukan rekontruksi, dengan pembongkaran
sebelumya dan pembuangan hampir seluruh eksisting. Pada jalan tanpa
perkerasan memerlukan rekonstruksi dan pekerjaan drainase jalan signifikan.
2.3. Bentuk bentuk kontrak
Menurut Yasin (2004) bentuk-bentuk kontrak yang ada di Indonesia dapat
di bedakan berdasarkan sudut pandang seperti berikut ini
1. Perhitungan biaya yaitu fixed lump sum price dan unit price.
8
2. Perhitungan jasa yaitu biaya tanpa jasa, biaya ditambah jasa dan biaya
ditambah jasa pasti.
3. Sistem pembayaran yaitu bulanan, atas prestasi dan pra pendanaan penuh oleh
penyedia jasa .
4. Aspek pembagian tugas yaitu kontrak konvensional, trunkey dan Engineering
Procument and Construction (EPC).
2.3 Jenis-jenis kontrak di Indonesia menurut Keppres No 80
Jenis kontrak di Indonesia secara formal didefinisikan melalui Pasal 30
Keppres No. 80/2003 tentang pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/jasa
Pemerintah, dan Penjelasannya sebagai berikut:
Pasal 30
2.4.1 Kontrak Pengadaan Barang/jasa dibedakan atas:
1. Kontrak lump sum adalah kontrak pengadaan barang/jasa atas penyelesaian
seluruh pekerjaan dalam batas waktu tertentu, dengan jumlah harga yang pasti
dan tetap, dan semua resiko yng mungkin terjadi dalam proeses penyelesaian
pekerjaan sepenuhnya ditanggung jawab oleh penyedia/jasa
2. Kontrak harga satuan adalah kontrak pengadaan barang/jasa atas penyelesaian
seluruh pekerjaan dalam batas waktu tertentu, berdsarkan harga satuan yang
pasti dan tetap untuk setiap satuan/unsur pekerjaan dengan spesifikasi teknis
tertentu, yang volume pekerjaannya masih bersifat perkiraan sementara,
sedangkan pembayarannya didasarkan pada hasil pengukuran bersama atas
volume pekerjaan yang benar-benar telah dilaksanakan oleh penyedia
barang/jasa
3. Kontrak gabungan lump sum dan harga satuan adalah kontrak yang
merupakan gabungan lump sum dan harga satuan dalam satu pekerjaan yang
diperjanjikan.
9
4. Kontrak terima jadi adalah kontrak pengadaan barang/jasa pemborongan atas
penyelesaian seluruh pekerjaan dalam batas waktu tertentu dengan jumlah
harga pasti dan tetap sampai seluruh bangunan/konstruksi, peralatan dan
jaringan utama maupun penunjangnya dapat berfungsi dengna baik sesuai
dengan kriteria kinerja yang telah ditetapkan
5. Kontrak persentase adalah kontrak pelaksanaan jasa konsultansi di bidang
konstruksi atau pekerjaan pemborongan tertentu, dimana konsultan yuang
bersangkutan mjenerima imbalan jasa berdasarkan persentase tertentu dari
nilai pekerjaan fisik konstruksi/pemborongan tersebut
2.4.2 Berdasarkan jangka waktu pelaksanan.
1. Kontrak tahun tunggal adalah kontrak pelaksanaan pekerjan yang mengikat
dana anggaran untuk masa 1 (satu) tahun anggaran
2. Kontrak tahun jamak adalah kontrak pelaksanaan pekerjaan yang mengikat
dana anggaran untuk masa lebih dari 1 (satu) tahun anggaran yang dilakukan
atas persetujuan oleh Menteri Keuangan untuk pengadaan yang dibiayai
APBN, Gubernur untuk pengadaan yang dibiayai APBD Kabupaten/kota.
2.4.3 Berdasarkan jumlah pengguna barang/Jasa.
1. Kontrak pengadaan tunggal adalah kontrak antara satu unit kerja atau proyek
dengan penyedia barang/jasa tertentu untuk menyelesaikan pekerjaan tertentu
2. Kontrak pengadaan bersama adalah kontrak antara beberapa unit kerja atau
beberapa proyek dengan penyedia barang/jasa tertentu untuk menyelesaikan
pekerjaan tertentu dalam waktu tertentu sesuai dengan kegiatan bersama yang
jelas dari masing-masing unit kerja dan pendanaan bersma yang dituangkan
dalam kesepakatan bersama.
10
2.5 Metode kontrak pekerjaan jalan
Menurut Quiroz (1999) metode kontrak untuk pekerjaan jalan dapat
dibedakan berdasarkan karakteristik seperti tercantun dalam tabel 2.1 dibawah ini
Tabel 2.1 Metode-metode kontrak untuk pekerjaan jalan
Karakteristik No Metode Kontrak
Bentuk Kontrak/Cara Pembayaran
1. Berdasarkan biaya pekerjaan (cost-based), yaitu biaya aktual plus overhead dan keuntungan
2. Berdasarkan harga/nilai pekerjaan (price-based):a. Harga Tetap (Lump Sump)b. Harga Satuan (Unit Price), volume aktual dengan harga
satuan sesuai penawaranc. Berbasis Kinerja (Performance Based), Pembayaran
sesuai dengan “Kinerja” hasil pekerjaan (output)
Alokasi Resiko 3. Methoda pelaksanaan ditentukan dalam spesifikasi (methode-based spesification)
4. Bukan metoda atau material yang ditentukan dalam spesifikasi, tetapi “kinerja” hasil pekerjaan (Performance-based spesification)
Jangka Waktu 5. Jangka Pendek (sampai dengan 1 tahun)
6. Jangka Panjang (beberapa tahun, biasanya sampai dengan 5 tahun)
Sumber :Quiroz (1999)
2.6 Performance based contract (PBC)
Zietlow (1999) mendefinisikan Performance Based Contract adalah jenis
kontrak yang berdasarkan pembayaran pada pemenuhan indikator kinerja
minimum. Waktu kontraknya jangka panjang antara penguna jasa dan penyedia
jasa dimana penyedia jasa melaksanakan pekerjaan dan penilaian atas
pekerjaannya bukan berdasarkan volume kerja yang telah di selesaikan melainkan
berdasarkan kinerja layanan yang telah di capai. Pada kontrak ini yang menjadi
11
patokan adalah kinerja minimal dari suatu pekerjaan yang di kontrakkan dan harus
di jaga oleh penyedia jasa sebagai pemenang kontrak
Kontrak PBC mengalokasikan pertanggung jawaban dalam memilih
pekerjaan yang yang didahulukan, desain dan penerapannya sepenuhnya kepada
pihak penyedia jasa. Pemilihan dan pengaplikasian teknologi dan mencoba bahan-
bahan yang dapat di katagorika sebagai inovasi, proses dan manajemen semuanya
tergantung kepada pihak penyedia jasa. maka kontraktor dapat meningkatkan
efisiensi dan efektifitas dari teknologi, proses desain atau manajemen yang pada
akhirnya dapat biaya yang ada dalam standar.
Kontrak berdasarkan kinerja ini akan meminimalkan pengawasan dari
pihak pengelola jalan dan memaksa penyedia jasa untuk dapat memenuhi standar
yang ditentukan. Kontrak ini secara tidak langsung juga mengharuskan penyedia
jasa untuk melakukan survey lapangan selama pemeliharaan performan sehingga
kerusakan yang terjadi akan lebih cepat dideteksi dan diperbaiki lebih dini.
2.6.1 Landasan hukum PBC.
PBC merupakan hal yang relatif baru di indonesia. Dan tidak seperti
kontrak yang saat ini di gunakan, PBC merupakan jenis kontrak yang memiliki
karakteristik tersendiri, yaitu perencanaan dan pelaksanaan terintegrasi dalam satu
kontrak yang dilakukan oleh satu penyedia jasa dan dilaksanakan dalam tahun
jamak (multi years) dan pembayarannya dilakukan dengan sistem lumpsum.
Landasan hukum pemgembangan bentuk kontrak PBC adalah sebagai
berikut :
1. Undang Undang No. 18/Tahun 1999, tentang Jasa Konstruksi
12
Pasal 25 menyebutkan:
- Penguna jasa dan penyedia jasa wajib bertanggung jawab atas
kegagalan bangunan
-Kegagalan bangunan yang menjadi tanggung jawab penyedia jasa
sebagaimana maksud pada ayat (1) ditentukan terhitung sejak penyerahan
akhir pekerjaan kontruksi dan paling lama 10 (sepuluh) tahun
-Kegagalan bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetepkan
oleh pihak ketiga selaku penilai
Peraturan Pemerintah (PP) no 29/tahun 2000 tentang Penyelengaraan Jasa
Konstruksi pada bab V, tentang kegagalan bangunan
Pasal 31
Kegagalan pekerjaan konstruksi adalah keadaan hasil pekerjaan konstruksi
yang tidak sesuai dengan spesifikasi pekerjaan sebgaimana disepakati dalam
kontrak konstrusi baik sebagian maupun keseluruhan sebagai akibat
kesalahan penguna jasa atau penyedia jasa.
Pasal 35
- Jangka waktu pertanggung jawaban atas kegagalan bangunan
ditentukan sesuai dengan umur kontrusi yang direncanakan dengan
masimal 10 (sepuluh) tahun.
- Penetapan umur konstruksi yang direncanakan harus secara jelas dan
tegas dinyatakan dalam dokumen perencanaan, serta disepakati
dalam kontrak konstruksi
- Jangka waktu pertanggung jawaban atas kegagalan bangunan harus
dinyatakan dengan tegas dalam kontrak konstruksi
Berdasarkan jangka waktu pelaksanaannya, PBC merupakaan kontrak jenis tahun
jamak (multy years) atau lebih dari 1 (satu) tahun anggaran. Menurut Pasal 30
13
ayat (8) Perpres No 70/2005 tentang Perubahan Ketiga Atas Keppres No.80/2003
tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/jasa Pemerintah yang dimaksud
dengan kontrak tahun jamak adalah
Kontrak Pelaksanaan pekerjaan yang mengikat dana anggaran untuk lebih dari
1(satu) tahun anggaran yang dilakukan atas persetujuan oleh menteri keuangan
untuk pengadaan yang dibiayai APBN, Gubernur untuk pengadaan yang di
biayai APBD Propinsi, Bupati /walikota untuk pengadaan yang dibiayai APBD
kabupaten/kota.
Penjelasan Pasal 30 ayat (8) pada Keppres No.80/2003 menambahkan bahwa
Untuk sistem kontrak tahun jamak perlu diperhatikan bahwa ketentuan mengenai
eskalasi dan perhitungan rumus eskalasi ditetapkan oleh kepala kantor/satuan
kerja dan dimasukan dalam dokumen pengadaan/kontrak
Untuk kontrak tahun jamak yang dibiayai oleh APBN diperlukan persetujuan
Menteri Keuangan. Hal ini diatur dalam Keppres No. 52/2002 tentang Pedoman
Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, Pasal Ayat (1) :
(1) Perjanjian/kontrak pelaksanaan pekerjaan untuk masa lebih dari 1(satu)
tahun anggaran atas beban anggaran dilakukan setelah mendapat
persetujuan Merteri Keuangan.
Sementara apabila dibiayai sebagian atau seluruhnya dengan pinjaman/hibah luar
negeri, kontrak tersebut tidak memerlukan persetujuan Menteri Keuangan, namun
harus mencantumkan tahun anggaran pembebanan dana di dalam
perjanjian/kontraknya. Hal ini diatur dalam Keppres No.42/2002 Tentang
Pedoman Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, Pasal 16 ayat
(2) dan (3)
(2) Perjanjian yang dibiayai sebagian atau
seluruhnya .......................................... pinjaman hibah luar negeri untuk
masa lebih dari 1 (satu) anggaran tidak memerlukan persetujuan Menteri
Keuangan.
14
(3) Perjanjian/kontrak yang dibiayai sebagian maupun seluruhnya dengan
pinjaman/hibah luar negeri untuk masa pelaksanna pekerjaan melebihi 1
(satu) tahun anggaran maka di dalam perjanjian/kontrak tersebut harus
mencantumkan tahun anggarn pembebanan dana.
Berdasarkan bentuk imbalannya, PBC merupakan kontrak yang mengunakan
sistem lumpsum. Pasal 30 ayat (2) Perpres No. 70/2005 tentang Perubahan Ketiga
Atas Keppres No.80/2003 tentang Pedoman Pelaksanan Pengadaan Barang/Jasa
Pemerintah, mendefinisikan kontrak lumpsum sebagai berikut;
Kontrak lumpsum adalah kontrak pengadaan barang/jasa atas penyelesaian
seluruh pekerjaan dalam batas waktu tertentu, dengan jumlah harga yang pasti
dan tetap dan semua resiko yang mungkin terjadi dalam proses penyelesaian
pekerjaan sepenuhnya ditanggung oleh penyedia barang/jasa
Penjelasan Pasal 30 ayat (2) pada Keppres No.80/2003 menambah bahwa;
Keppres;
Sistem kontrak ini lebih tepat digunakan untuk pembelian barang dengan contoh
yang jelas, atau jenis pekerjaan borongan yang perhitungan volumenya untuk
masing-masing unsur/jenispekerjaan sudah dapat diketahui dengan pasti
berdasarkan gambar rencana dan spesifikasi teknisnya. Harga yang mengikat
dalam kontrak sistem ini adalah total penawaran harga.
Spesifikasi teknis di susun oleh panitia pengadaan sesuai dengan jenis pekerjaan
yang di lelang. hal ini diatur dalam Standar Dokumen Pelelangan Nasional.
Pekerjaan Jasa Pelaksanaan Konstruksi (Pemborongan) yang merupakan bagian
tak terpisahkan dari Kepmen Praswil No.257/KPTS/M/2004 tentang Standar dan
Pedoman Pengadaan Jasa Konstruksi;
15
Bab VI Spesifikasi Teknis
Keterangan
Spesifikasi teknis disusun oleh panitia pengadaan berdasarkan jenis pekerjaan
yang akan dilelang dengan ketentuan;
1. Tidak mengarah kepada merk/produk tertentu, tidak menutup
kemungkinan digunakan produksi dalam negeri
2. Semaksimal mungkin diupayakan mengunakan standar nasional
3. Metode pelaksanaan harus logis realistik dan dapat dilaksanakan
4. Jadwal waktu pelaksanaan harus sesuai dengan metode pelaksanakan
5. Harus mencantum macam,jenis,kapasitas dan jumlah peralatan utama
minimal yang diperlukan dalam pelaksanaan pekerjaan
6. Harus mencantumkan syarat-syarat pengujuan bahan dan hasil produk
7. Harus mencantumkan syarat syarat bahan yang dipergunakan dalam
pelaksanaan pekerjaan
8. Harus mencantumkan kriteria kinerja produk (output Performance) yang
diinginkan
9. Harus mencantumkan tata cara pengukuran dan tata cara pembayaran
2.6.2 Perbedaaan utama antara PBC dan kontrak tradisional.
Menurut Stankevich et al (2005) perbedaaan utama antara PBC dengan
kontrak tradisional adalah sebagai berikut.
1. Kontraktor dibebani sejumlah tanggung jawab dan resiko yang biasanya
merupakan tanggung jawab pemilik proyek didalam kontrak tradisional
16
berbasis metode. Di satu sisi penyedia jasa tidak di kekang oleh pengguna jasa
dalam membuat keputusan dalam hal “apa yang harus dikerjakan”, “kapan
bekerja” dan bagaimana mengerjakannya. Penyedia jasa bebas melakukan
inovasi teknik dan teknologi untuk mengurangi biaya sepanjang tingkat
pelayanan yang diisyaratkan dalam dokumen kontrak tercapai. Disisi lain,
Penyedia jasa bertangung jawab terhadap keseluruhan resiko apabila terjadi
kegagalan pengelola dan inovasi, misalnya kesalahan dalam memperkirakan
kerusakan asset yang di kontrakkan.
2. Proses seleksi dalam kontrak yang berbasis kinerja biasanya berdasarkan pada
nilai terbaik (the best Value) yang mungkin tidak perlu merupakan penawaran
terendah (the lowest bid). Karena resiko dan tanggung jawab pengelola lebih
banyak ditanggung oleh penyedia jasa. Penguna jasa menginginkan jaminan
kapasitas pengelolaan yang dimiliki penyedia jasa. Proses seleksi meliputi
pemilihan penyedia jasa yang menpunyai kemanpuan untuk menilai kondisi
asset, menentukan pemilihan waktu pemeliharaan, memilih material dan
metode kerja. Hanya setelah yakin bahwa para penawar cukup memenuhi
syarat, biasanya melalui proses prakualifikasi, barulah proses seleksi
mempertimbang pengajuan biaya.
3. Skema pembayaran dalam PBC dibuat berdasarkan fixed price lump sum yang
biasanya melalui angsuran yang seragam yang dikaitkan dengan pemenuhan
target kinerja yang terus menerus. Penyedia jasa tidak dibayar untuk pekerjaan
fisik yang di selesaikan, namun untuk hasil akhir (tingkat pelayanan) yang
telah diberikan.
Jangka waktu untuk PBC lebih panjang dari pada kontrak tradisional karena
penyedia jasa menangung resiko dan tanggung jawab yang lebih besar dan
diharuskan melakukan pemeliharaan tertentu yang terjadi setiap tahun.
Terjadi perubahan pengelola jalan dalam penerapan PBC. Perbandingan
peran pengelola jalan dalam metode kontrak tradisional dan metode PBC
dijelaskan pada tabel 2.2 .
17
Tabel.2.2. Pembagian peran dalam pengelolaan jalan
Aspek Pengelolaan
Jalan
Perencanaan (Planning)
Perancangan (Design)
Konstruksi (Build)
Pemeliharaan (Maintenance)
Pengelolaan (Management)
Kontrak Tradisional
Pengelola Jalan (Owner)
Pengelola Jalan (Owner)
Kontraktor Pengelola Jalan (Owner)
Pengelola Jalan (Owner)
Kontrak berbasis Kinerja
Pengelola Jalan (Owner)
Kontraktor Kontraktor Kontraktor Pengelola Jalan (Owner)
Sumber : Abduh M (2003)
2.6.3 Kelebihan kontrak berbasis kinerja
Stankevich et al (2005) dalam kajiannya menguraikan bahwa penyedia
jasa cenderung beralih kepada pendekatan PBC disebabkan oleh beberapa
kelebihannya dibandingkan kontrak tradisional,yaitu
1. Penghematan biaya pengelolaan dan pemeliharaan asset.
2. Penyedia jasa dapat menperkirakan anggaran dengan jauh lebih pasti
3. Lebih sedikit jumlah staf yang diperlukan untuk mengelola jaringan jalan
4. Kepuasan penguna jalan terhadap pelayanan dan kondisi jalan lebih tinggi
5. Anggaran yang terjamin untuk pemeliharaan tahun jamak
PBC dapat menghemat biaya melalui beberapa hal sebagai berikut :
1. Insentif terhadap sektor swasta untuk melakukan inovasi dan produktivitas
yang lebih tinggi
2. Pengurangan dalam pengeluaran biaya adminitrasi dan pengeluaran tambahan
penyedia jasa, sebagai akibat dari paket kontrak yang lebih baik, staf
administrasi dan teknik yang lebih sedikit.
3. Fleksibilitas yang sangat signifikan bagi sektor swasta untuk menerima
penghargaan apabila menunjukan kinerja yang baik dan mendapatkan reaksi
segera apabila tidak menunjukan kinerja yang baik.
18
PBC membantu menjamin perubahan permintaaan diminimalkan dan
penyedia jasa umumnya dibayar dalam bentuk angsuran yang tetap tiap bulan
selama masa kontrak. Resiko pembiayaan yang berlebih beralih kepada penyedia
jasa dan penguna jasa tidak akan menghadapi pembiayaan yang tidak terduga.
PBC dapat memberikan kepuasan pengguna jalan yang lebih tinggi dengan
cara menyertakan tuntutan pengguna jalan ke dalam kriteria pembayaran kepada
penyedia jasa. Hal ini dapat dinyatakan secara jelas dalam indikator kinerja yang
disyaratkan dalam dokumen kontrak.
Pendekatan PBC dapat menbantu menjamin anggaran yang stabil untuk
program pemeliharaan jalan dalam masa yang lebih panjang dibandingkan kontrak
tradisional.
2.6.4. Perkembangan kontrak berbasis kinerja (PBC) di negara lain
Perkembangan PBC untuk pemeliharaan jalan dimulai sejak akhir 1980
dan awal 1990. Memurut (Zietlow, 2001), PBC diawali oleh British Columbia di
kanada yang mengkontrakkan pemeliharaan jalan pada tahun1988, akan tetatpi
standar kinerja yang digunakan masih berorientasi pada prosedur kerja dan
material yang digunakan serta tidak berorientasi pada hasil akhir. Standar ini
samgat menbatasi konstraktor untuk melakukan inovasi teknologi.
Setelah itu, Argentina mengkonsesesi 10.000 km jalan nasional dengan
berpatokan pada hasil akhir pekerjaan melalui spesifikasi kinerja untuk
pemeliharaan jalan. Argentina mulai menperlakukan suatu sistim sangsi apabila
kontraktor tidak memenuhi waktu respons untuk menperbaiki kerusakan jalan.
Australia pertama kali mengunakan kontra kinerja pada tahun 1995 yang
mencakup 459 jalan kota di Sydney. Setelah iti beberapa kontrak baru telah
diterapkan di New South Wales. Tasmania dan Australia Barat dan Selatan. Pada
tahun 1998 New Zealand menerapkan kontrak kinerja untuk 406 km jalan
19
nasional. Saat ini 10 % pemeliharaan jalan nasional dilakukan dengan skema
kontrak kinerja.
Di. Amerika Serikat, Negara Bagian Virginia mempelopori kontrak kinerja
disebut dengan Asset Management and Maintenance Contract untuk pemeliharan
402 km jalan anatar negara bagian pada tahun 1996. Empat tahun kemudian,
Negara Bagian Washington mengikuti kontrak serupa yang mencakup 119 km
jalan federal. Kedua kontrak tersebut dinilai sbagai proyek percotohan
Kajian yang dilakukan oleh Stankevich et al (2005) memperlihatkan
bahwa beberapa negara yang telah menerapkan PBC telah mencapai beberapa
kesuksesan sebagai berikut:
1 Penghematan biaya dari 10% sampai 40 %
Virginia Departement of Transportation, USA membayar USD 22.400 per mil
pertahun mengunakan PBC, sementara pada saat mengunakan kontrak
tradisional biaya pemeliharaan yang dikeluarkan mencapai USD 29.500 per
mil per tahun. Di Selandia Baru, penerapan PBC berhasil menurunkan
professional costs sebesar 30 % dan 17 % untuk biaya pekerjaan fisik dengan
pertumbuhan lalulintas 53%
2. Kepastian pengeluaran
Penyedia jasa dibayar dengan harga tetap (fixed price) berdasarkan jadwal
yang teratur. Penyedia jasa menikmati kontrol penuh pengeluaran tanpa adanya
perubahan perubahan permintaan yang tidak terduga (unexpected variation
orders)
3. Pengurangan tenaga kerja di kantor
Di Estonia, 63% jaringan nasional dikontrak dalam skema PBC. Tenaga kerja
institusi pengelola jalan di tingkat nasional dan tingkat bawah telah berkurang
dari 2.046 orang tahun 1999 menjadi 692 orang tahun 2003.
20
2.6.5 Pengalaman dan rencana penerapan PBC di Indonesia
PT. Jasa Marga (Persero) pada tahun 2000 mencoba menerapakan
Performance Based Maintenance Contract (PBMC) untuk ruas jalan tol Cawang-
Pluit (Astuti, 2005), Latar belakang dari penerapan PBMC ini karena PT Jasa
Marga (Persero) menginginkan kesinambungan tingkat layanan jalan selama masa
layanan Sebelumnya kontrak yang digunakan adalah kontrak tradisional sehingga
PT Jasa Marga mengalami beberapa kendala sebagai beikut
Banyaknya kontrak yang harus ditangani tiap tahun
Banyak sumber daya manusia yang harus dialokasikan untuk perencanaan dan
pengawasan pekerjaan
Perbaikian kerusakan biasanya dilakukan sesaat sebelum serah terima akhir
(Final Hand Over)
Tidak adanya penalti apabila kerusakan terjadi dalam masa jaminan
pemeliharan.
Dengan Alasan alasan tersebut di atas PT Jasa Marga (Persero) mencoba
untuk menerapkan PBMC pada ruas Cawang- Pluit. Akan tetapi pada
pelaksanaannya PT Jasa Marga mengalami kendala dari kontraktor sebagai
berikut:
Ketidaksiapan untuk menyusun program dan jadwal pemeliharaan
Kurangnya pengetahuan dalam memilih metode yang sesuai untuk perbaikan
Tidak dipahaminya indikoator kinerja dan cara pengukuranya
Sebagian besar kontraktor tidak menpunyai sumber daya (alat dan keuangan)
yang cukup
Berdasarkan kemampuan kontraktor tersebut PT Jasa Marga akhirnya
memodifikasikan PBMC menjadi Modifed PBMC yang intinya sebagai berikut:
21
Ruang lingkup dan jenis pekerjaan didefinisikan oleh PT Jasa Marga
Pekerjaan dilaksanakan oleh konstraktor berdasarkan lingkup dan jenis
pekerjaan dan masa pemeliharaan menjadi dua tahun dimulai dari serah terima
bersyarat (Provisional Hand Over)
Jaminan pemeliharaan adalah 10 % dari nilai kontrak yang dibagi menjadi dua
tahap yaitu tahap 1 (5% selama 12 bulan setelah PHO) dan tahap II (5 %
selama 30 hari setelah FHO)
.
2.6.6 Aspek aspek dan konsekuensi penerapan kontrak berbasis kinerja.
Menurut Purnomo (2008), setiap ada perubahan dalam sistem
pemerintahan akan membawa dampak positif dan juga dampak negatif. Dampak
positifnya perlu kita dorong dan perkuat sedang dampak negatifnya perlu di kelola
dan dicari peluang supaya bisa bersinergi dengan dampak positinya. Untuk
mencegah adanya dampak negatifnya diantaranya; adanya tender yang kurang
transparan; Penyedia jasa meninggalkan pekerjaan karena salah perhitungan;
gugatan hukum penyedia jasa karena tidak jelasnya persyaratan yang diberikan
pada saat pelelangan ; gugatan masyarakat pengguna/pemanfaat jalan karena
dihalangi menggunakan/memanfaat jalan yang di kelola penyedia jasa seperti
muatan lebih memanfaatkan rumija, pasar tumpah dan lain lain perlu dikondisikan
aturan dan sistim yang dapat mencegah terjadinya dampak tersebut sebelum
dilaksanakan sistim PBC. Hal hal yang perlu di kondisikan sebelum pelaksanaan
PBC.
Kondisi ideal bagi Penerapan PBC menurut Performance-Based
Mangement and maintenance of Road (PMRR Workshop Bina marga 2006)
adalah:
Pemilik memiliki pengalaman mamajemen kontrak yang baik berkomitmen
terhadap konsep PBC
22
Memiliki pengetahuan yang baik terhadap jaringan, kebutuhan pemeliharaan
dan biaya
Lalu lintas yang baik, jalan yang penting bagi perekonomian
Kebutuhan pemeliharan dapat diprediksi dan pekerjaan darurat yang terbatas
Jaminan Pembiayaan untuk mendapat level layanan yang baik
Durasi kontrak yang cukup siklus pemeliharaan dan kelayakan investasi
kontraktor
Pengawasan dan evaluasi berkala selama masa kontrak.
2.6.7 Aspek volume pekerjaan yang akan dilelang
Menurut Purnomo (2008) Kegiatan dalam PBC untuk pekerjaan jalan
perlu dibagi dalam beberapa bagian yang terdiri dari ;
a. Bagian Pertama : BOQ untuk bagian bagian jalan/jembatan yang perlu
ditingkatkan, dilebarkan, dibangun baru.
b. Bagian kedua : BOQ untuk bagian bagian jalan yang perlu di
rehabilitasi, dilakukan pemeliharan berkala.
c. Bagian ketiga : BOQ untuk dipelihara dengan pemeliharaan rutin
d. Bagian Keempat : BOQ untuk pekerjaan yang sifatnya emergensi/bencana
alam seperti banjir, gempa bumi dan lain lain
Volume tersebut merupakan volume indikasi dan penyedia jasa diminta untuk
membuat desain beserta desain alternatif desain untuk penawarannya.
23
2.6.8 Aspek kinerja jalan yang ingin dicapai selama masa pemeliharan
Menurut Widjaya,Joko (2003) kriteria tentang mutu jalan pada kontrak
PBC dinyatakan dengan suatu yang harus dicapai selama masa layanan. Dalam
masa kontrak tersebut inspeksi terhadap aset jalan secara terus menerus dilakukan
untuk menjamin bahwa persyaratan indikator kinerja terpenuhi. Adapun aset jalan
mencakup perkerasan jalan, bahu jalan, drainase, rambu lalu lintas dan
perlengkapan jalan serta jembatan.
Adapun bentuk-bentuk standar yang biasa dilaksanakan di Amerika latin
(Africa Technical Note 1998) adalah sebagai berikut:
1. International Roughness Index (IRI) untuk mengukur ketebalan permukaaan
jalan yang menpengaruhi biaya operasi kenderaan.
2. Tidak adanya ”Pothole” serta pengawasan terhadap cracks dan rutting
3. Jumlah minimum jejak (friction) antara ban mobil dengan permukaan jalan
untuk alasan keamanan
4. Jumlah Minimum bungkahan dari tanah liat yang menutupi/menghalangi
sistim drainase
5. Retroflexxivity dari road sign and marking
6. Pengawasan terhadap tingginya alang alang atau tumbuhan sampai pada tinggi
tertentu.
Menurut Purnomo (2008) kinerja jalan yang ingin dicapai harus jelas,
termasuk toleransi yang di perbolehkan serta denda dan bonus bila menyimpang
dari ketentuan yang telah di sepakati misalnya;
a. Penilaian terhadap kesiapan jalan untuk dapat dilalui oleh kenderaaan.
b. Penilaian terhadap kemampuan pelayanan dan kenyamanan jalan.
c. Penilaian terhadap kinerja lapis permukaan.
24
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada lampiran tabel B.2.1 hal s/d .
2.6.9 Aspek pengawasan dan program jaminan mutu
Menurut Stankevich et al (2005) Pemantauan dan evaluasi kinerja
kontraktor terhadap persyaratan kerja. Pemilik proyek harus menentukan cara
dan frekuensi inspeksi pemantauan, komposisi tim inspeksi gabungan pihak
yang bertanggung jawab untuk menyusun inspeksi rutin. Prosedur penjadwalan
dan ketentuan pemilihan segmen jalan yang akan di uji. Tim inspeksi terdiri dari
pihak yang berkepentingan yang terdiri dari pemilik proyek, kontraktor dan
pengawas. Karena indikator kinerja yang ditetapkan dalam PBC umunya
mengambarkan keperluan penguna jalan, penguna jalan juga dapat berpartisipasi
dalam pemantau kinerja untuk menyuarakan kulitas pelayanan yang diberikan.
2.6.10 Aspek Jaminan ketentuan pembayaran pekerjaan
Menurut Stankevich et el (2005) Ketentuan pembayaran harus dihubungkan
dengan indikator kinerja yang dinyatakan dalam kontrak. Kontraktor dibayar
berdasarkan Fixed price lump sum dalam hal pemenuhan (compliance) indikator
indikator kinerja. Secara periodik, hukuman untuk non compliance harus
ditentukan untuk tiap tiap indikator dan dipotong dari jadwal pembayaran
terhadap kontraktor. Penetapan mekanisme reward di dalam kontrak
direkomendasikan untuk menberikan penghargaan bagi kontraktor jika berhasil
memenuhi atau melampaui tingkat pelayanan yang dinginkan selama periode
tertentu. Mekanisme seperti ini menberikan insentif bagi kontraktor unuk
melakukan inovasi dan standar pelayanan yang tinggi.
Menurut Purnomo (2008) masalah pembayaran pekerjaan pada kontrak
PBC dapat diuraikan sebagai berikut:
Pekerjaan PBC harus dibayar dengan lump sum sesuai kontrak, dimana harga
tersebut mencakup semua kompensasi kontraktor untuk survey kondisi,
25
penyedia semua bahan, pekerja, peralatan dan keperluan lainya sampai
diterima oleh pemilik pekerjaan.
Dengan syarat diterbitnya pengesahan tertulis setiap bulan selama 6 bulan dari
direksi pekerjaan atas kinerja kontraktor yang memenuhi ketentuan dalam
pelaksanaan semua operasi pemeliharaan yang diperlukan, maka pembayaran
lump sum harus dibayarkan kepada kontraktor sebesar nilai yang diajukan
oleh kontraktor
Jika dalam salah satu hari setelah terjadinya kerusakan dalam periode
pemeliharaan, kontraktor telah gagal atau melalaikan pelaksanan perbaikan
kerusakan lubang dan melalaikan lebih dari 7 (tujuh) hari untuk perbaikan
kerusakan lainya (retak, deformasi dan pelepasan butir) kontraktor akan
dikenakan denda 1% (satu persen) dari harga lump sum untuk pekerjaan
pemeliharaan yang belum dibayar selama periode 6 (enam) bulan.
2.7 Metode pengambilan sampel dan angket
Menurut Nazir (2003), metode pengambilan sampel ada 2 yaitu sampel
besar dan sampel kecil. Sampel besar adalah sampel dengan jumlah responden
sebanyak 30 orang atau lebih, sedangkan sampel kecil adalah sampel dengan
jumlah responden kurang dari 30.
Menurut Riduwan (2002), angket adalah daftar pertanyaan yang diberikan
kepada orang lain yang bersedia memberikan respon (responden) sesuai dengan
permintaan pengguna. Tujuan penyebaran angket adalah mencari informasi yang
lengkap mengenai suatu masalah dari responden tanpa merasa khawatir bila
responden memberikan jawaban yang tidak sesuai dengan kenyataan dalam
pengisian daftar pertanyaan.
2.8 Skala likert
Menurut Riduwan (2000), skala Likert digunakan untuk mengukur sikap,
pendapat dan persepsi seseorang, atau sekelompok tentang kejadian atau gejala
sosial. Untuk mengukur Variabel penelitian digunakan skala Likert, dimana
26
variabel yang akan diukur dijabarkan menjadi beberapa level variabel. Akhirnya
dari variabel level terakhir dapat dijadikan titik tolak untuk membuat item
instrumen yang berupa pernyataan – pernyataan yang perlu dijawab oleh
responden.
2.9 Metode statistik
Metode yang digunakan untuk menyelesaikan perhitungan pada penelitian
ini adalah analisis reliabilitas, analisis deskriptif
2.9.1 Analisis reliabilitas
Menurut Arikunto (2002), analisis reliabilitas menunjuk pada suatu
pengertian bahwa suatu instrumen cukup dapat dipercaya untuk dapat digunakan
sebagai alat pengumpul data. Analisis reliabilitas yang umum digunakan adalah
analisa Cornbach Alpha. Adapun pengujian dengan menggunakan koefisien
Cornbach Alpha harus lebih besar atau sama dengan 0,6 yaitu nilai yang dianggap
dapat menguji valid tidaknya kuisioner yang digunakan.
Rumus – rumus yang digunakan (Arikunto,2002) adalah sebagai berikut :
...............................................................................(2.1)
Keterangan :
r = reabilitas instrumen
k = banyaknya butir pertanyaan atau banyaknya soal
= jumlah varians butir
= varians total
Rumus untuk varians butir dan varians total :
...........................................................................(2.2)
27
..........................................................................................(2.3)
Keterangan :
Jki = jumlah kuadrat seluruh butir
Jks = jumlah kuadrat subjek
2.9.2 Analisis deskriptif
Analisa Deskriptif memberikan gambaran mean, median, mode dan
standar deviasi dan peringkat masing – masing parameter yang dibahas dan
disajikan dalam bentuk tabel –tabel. Statistik deskriptif juga dipergunakan untuk
mengorganisasikan dan meringkas data yang diperoleh dari hasil pengumpulan
data di lapangan (Soepono, 1997).
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
Metode penelitian yang akan dikemukakan sesuai dengan permasalahan
dan didukung oleh telaah kepustakaan. Penelitian ini diawali dengan membuat
angket selanjutnya menbagikanya kepada sejumlah responden. Hasil jawaban
responden diolah dengan mengunakan model statistik dengan alat bantu SPSS
untuk mendapatkan potensi penerapan PBC pada pemeliharaan jalan di propinsi
Aceh
3.1 Subjek dan objek penelitian
Subjek penelitian adalah responden yang berpangalaman dalam proyek
ke binamargaan baik penguna jasa maupun penyedia jasa yang berlokasi di
seluruh propinsi Aceh, terutama dikota Banda Aceh dan Aceh Besar .
Objek penelitian adalah Penerapan Performaced Based Contract (PBC),
kesiapan pemerintah yang bertindak sebagai penguna jasa dan para penyedia jasa
dalam melaksanakan PBC dalam pemeliharan jalan.
3.2. Teknik pengumpulan data
Metode yang digunakan dalam pengumpulan data adalah data sekunder
dan primer.
28
29
3.2.1. Data sekunder
Melalui studi literatur antara kontrak konvensional dan PBC yang
diperoleh dari artikel, jurnal serta dokumen kontrak tentang proyek pemeliharaan
jalan yang diperoleh pada Dinas Bina Marga dan Cipta Karya.
3.2.2. Data primer
Data primer di peroleh dengan menyebarkan angket kepada responden
yang dipilih berdasarkan pengalaman, keahlian dan fungsinya. Jumlah responden
direncanakan 60 orang yang terdiri dari pengguna jasa dan penyedia jasa.
Langkah langkah penyebaran angket adalah sebagai berikut:
1. Angket disebarkan ke responden dengan diantar langsung oleh peneliti yang
dibantu oleh 2 orang tenaga pencacah.
2. Penyebaran dan pengumpulan angket direncanakan dalam 1 (satu) bulan.
3.3. Rancangan angket yang digunakan
Angket dirancang sebagai sarana pengumpulan data penelitian tehadap
potensi penerapan PBC pada pemeliharaan jalan di propinsi Aceh. Angket
tersebut disusun berdasarkan teori-teori dan asumsi-asumsi yang relevan dengan
penelitian.
Angket dalam penelitian ini dibagi menjadi dua bagian
1. Angket A
Angket A meliputi pertanyaan pertanyaan mengenai identitas responden
secara umum angket dapat dilihat pada lampiran B 3.2 halaman 85 s/d 94
30
2. Angket B
Angket B berisikan pernyataan pernyataan mengenai indikator kesiapan
pemerintah, indikator kesiapan penyedia jasa baik kontraktor maupun
konsultan, kualitas sumber daya manusia, sistem pengawasan, sistem
pembayaran, aspek hukum dan ketersediaan data.
Pertanyaan dibagi kepada responden dan dapat diisi dengan dibimbing
langsung oleh peneliti. Jenis angket yang digunakan adalah angket tertutup
Contoh kisi-kisi penyusunan instrumen penelitian dapat dilihat pada tabel
3.1 dibawah ini:
Tabel 3.1 Contoh kisi kisi penyusunan instrumen penelitian
Variabel Level Indikator Deskriptor Sumber
Potensi Penerapan
PBC
1.Indikator Kesiapan Pemerintah
1.Penyiapan Dokumen Prakualifikasi
Purnomo
(2008)2.Penyiapan
Dokumen Kontrak
3.Menetap Lingkup Jaringan
Untuk selengkapnya kisi kisi intrumen penelitian ini dapat dilihat pada
lampiran B.3.1 hal 76 s/d 83 .
3.4 Metode pengolahan data
Setelah semua data terkumpul kemudian dilakukan perhitungan data
dengan cara statistik dengan mengunakan alat bantu komputasi SPSS (Statistical
31
Product and Service Solution) dan hasilnya akan ditampilkan dalam bentuk tabel.
Analisa yang dilakukan terdiri dari analisis reabilitas dan deskriptif. Tujuan
analisa ini yaitu untuk mengetahui tingkat kesiapan penerapan sistem PBC di
provinsi Aceh.
3.4.1 Analisa reliabilitas
Analisa reliabilitas digunakan untuk menganalisa kelayakan angket
apakah item-item angket layak sebagai alat peneliti terhadap variabel yang
digunakan berdasarkan data isian yang diterima responden. Pengujiannya
mengunakan rumus persamaan (2.2) sampai dengan (2.4). Angka yang di dapat
harus lebih besar atau sama dengan 0,6. Data yang diperlukan untuk analisa ini
adalah jumlah responden, jawaban responden berupa skala likert.
3.4.2 Analisa deskriptif
Pada penelitian ini analisis deskriptif yang dipakai hanya untuk melihat
mean tertinggi dan terendah dari masing masing responden dalam hal potensi
penerapan PBC pada pemeliharaan jalan di Propinnsi Aceh. Adapun teknik
penyajian data yang didapat adalah memberikan gambaran mean dan disajikan
dalam bentuk tabel
cara mengkonversi skor mentah (dari angket) menjadi skor standar dengan
norman relative skala lima berikut :
a. Mencari nilai rerata (mean) masing-masing skor sub variaable/indicator yang
diperoleh dari responden melalui jawaban pada angket .
32
Dimana:
Mean skor ideal jawaban responden = 5
Mean skor rerendah jawaban responden = 1
b. Mengacu pada mean skor ideal dan mean skor terendah tersebut dibuat
pedoman kriteria interprestasi skor tabel berikut :
Tabel 3.2 Kriteria Interpretasi Skor
No Rentangan Prosentasi Skor
Rentangan Skor Mean
Kualifikasi
1 Angka 81 % - 100 % 4.05 – 5.00 Sangat setuju
2 Angka 61 % - 80 % 3.05 – 4.04 Setuju
3 Angka 41 % - 60 % 2.05 – 3.04 Ragu-ragu
4 Angka 21 % - 40 % 1.05 – 2.04 Kurang setuju
5 Angka 0 % - 20 % 0.00 – 1.04 Tidak setuju
Sumber : Riduwan (2002)
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pada bab ini dikemukakan hasil-hasil pengolahan dan analis data yang
didasarkan pada metode penelitian yang dikemukakan pada Bab III. Pada bagian
awal akan dibahas profil responden. Dilanjutkan dengan pembahasan mengenai
kesiapan penguna jasa dan penyedia jasa dalam penerapan kontrak berbasis
kinerja di Propinsi Aceh.
Peneliti ini akan melakukan kajian kesiapan kedua pihak tersebut dari segi
indikator kesiapan dalam melaksanakan kontrak berbasis kinerja, kesiapan sumber
daya manusia, sistim pengawasan, sistim pembayaran, aspek hukum dan
ketersediaan data
4.1 Hasil Pengolahan Data.
Dari hasil penyebaran Angket diperoleh data berupa input yang dimasukan ke
dalam rumusan statistik berupa program SPSS dan Microsoft Exsel yang nantinya
menghasilkan output tingkat kesiapan penerapan kontrak PBC pada pemeliharaan
jalan di propinsi Aceh. Hasil jawaban Angket dapat diliahat pada lampiran C.4.1
halaman 97.
4.1.1 Karakteristik responden
Karakteristik responden dalam penelitian ini dipilih berdasarkan
pengalaman, keahlian dan funsinya yang berjumlah 60 orang. Hal ini dapat
dikelompokan atas jenis kelamin, masa kerja dan pendidikanya. Pengelompokan
ini dimaksud untuk mengetahui jumlah dan persentase dari masing-masing
responden sehingga responden dapat lebih dikenal melalui cirri-ciri yang telah
33
34
disebut di atas. Secara lebih jelas indentitas 60 responden berdasarkan karakteritik
tersebut diatas dapat dilihat pada tabel 4
Tabel 4.1 Karakteristik Responden
Demografi Frekuensi Persentae
1.Jenis Kelamin
Pria 59 98.3
Wanita 1 1.7
2. Jabatan
Instansi Pemerintah / Pengguna Jasa
Kepala Dinas (setara eselon 2) 3 5.0
Kepala Bidang 7 11.7
Kasub Bidang 2 3.3
Kepala SNVT / KPA 4 6.7
PPK / PPTK 9 15.0
Staff Bidang 7 11.7
3.Penyedia Jasa
Direktur Utama 4 6.7
Kepala Cabang 1 1.7
Manager Proyek 5 8.3
General Superintendant 4 6.7
Site Enggenering 6 10.0
Chief Enggenering 5 8.3
Quality Enggenering 3 5.0
4. Masa Kerja
35
1 – 5 Tahun 2 3.3
6 – 10 Tahun 36 60.0
11 – 20 Tahun 22 36.7
5.Pendidikan Terakhir
STM / SLTA - -
Diploma 2 3.3
Sarjana / S2 58 96.7
Berdasarkan hasil penelitian pada Tabel 4.1 di atas, maka dapat dilihat dari
60 angket yang telah disebarkan kepada responden, Jumlah responden
berdasarkan jenis kelamin adalah pria 59 orang dan wanita 1 orang.. Para
responden terbagi atas beberapa tingkat jabatan sampai dengan staf yang sudah
berpengalamam dalam pemeliharaan jalan.
4.1.2 Analisis reliabilitas
Digunakan analisis reliabilitas berdasarkan Cronbach Alpha. Adapun
pengujian dengan mengunakan koefisien Cronbach Akpha harus lebih besar atau
sama dengan 0,6 yaitu nilai yang dianggap dapat menguji reliable (handal)
tidaknya angket yang digunakan.
Contoh hasil perhitungan reliabilitas dari variabel variabel berdasarkan
jawaban responden yang mengunakan bentuk penilaian skala likert dapat dilihat
pada tabel 4.2 di bawah ini, hasil perhitungan reabilitas menguunakan SPSS dan
MS. Excel dapat dilihat pada perhitungan halaman 99 sampai dengan halaman
112
36
Tabel 4.2 Hasil Perhitungan Reliabilitas
No. Faktor Alpha Jumlah Variabel
1 Indikator Kesiapan Penyedia jasa 0.856 8
2 Indikator Kesiapan Penguna Jasa 0.938 11
3 Indikator Kualitas Personil 0.669 4
4 Indikator Sistem Pengawasan 0.601 6
5 Indikator Sistem Pembayaran 0.749 3
6 Indikator Aspek Payung Hukum 0.802 3
7 Indikator Ketersediaan data 0.876 4
4.1.3 Analisa deskriftif
Pelitian deskriftif yaitu peneliti yang berusaha untuk menbahas pemecahan
masalah yang ada sekarang berdasarkan data data dan juga menyajiakan data data,
menganalisis dan menginterpretasikan. Analisa deskriftif memberi gambaran nilai
tengah (median), nilai yang paling sering muncul (modus) dan nilai rata rata
(mean) untuk melihat kecederungan dari hasil angket, kemudian menghitung
simpangan baku (standar deviation) untuk melihat variasi hasil dari angket
4.1.3.1 Indikator kesiapan penguna jasa
Kesiapan penguna jasa (Pemerintah) dalam penerapan PBC sangat
penting karena pemerintah merupakan regulator sekaligus pemilik asset jalan yang
akan dipelihara. Kesiapan dari pemerintah dapat dilihat dengan bantuan indikator
yang diperoleh pada bab kajian literature.
Hasil perhitungan dengan mengunakan median, mean, modus dan standar
deviasi untuk variabel indikator kesiapan penguna jasa (pemerintah) data dilihat
pada tabel 4.3 dan untuk perhitungan statistik dapat dilihat pada lampiran C.4.3
Halaman 113
37
Tabel 4.3 Hasil Perhitungan Untuk Indikator Kesiapan Pemerintah
No Indikator Kesiapan Pengguna Jasa Mean Median Mode Standar Deviasi
1. Penyiapan Administrasi Prakualifikasi Untuk menyeleksi Kontraktor yang Memiliki Kemampuan teknis dan keuangan dalam melaksanakan PBC
4.42 5 5 0.787
2. Pembentukan Panitia Tender yang memiliki Kapasbilitas dalam penerapan sistim PBC
4.37 4.50 5 0.736
3. Penyiapan Dokumen kontrak yang mencantumkan standar kinerja jalan untuk penerapan PBC
4.30 4.00 4 0.696
4. Memberi Kepastian anggaran untuk pekerjaan PBC dalam bentuk kontrak tahun jamak
4.08 4.00 5 0.907
5. Menetapkan lingkup jariangan jalan yang masuk dlam kontrak PBC
4.32 4.00 5 0.833
6. Menetapkan investaris asset besrta data-data yang relevan tentang kondisi jalan
4.27 4.00 4 0.733
7. Menetapkan standar kinerja yang menjadi tolak ukur bagi kontrak PBC
4.38 4.00 5 0.715
8. Membuat perkiraan Biaya 4.73 5.00 5 0.548
Dari hasil perhitungan mean dan median terlihat bahwa responden setuju untuk
melakukan variabel indikator penerapan kontrak model PBC. Hal ini disebabkan
karena sebagian variabel indikator penerapan PBC telah dilakukan pada kontrak
yang sedang berlaku sekarang. Tetapi untuk variabel dimana pemerintah dapat
menberikan jaminan kepastian anggaran menujukan pendapat yang bervariasi,
beberapa responden menberi pendapat bahwa saat ini memang belum ada
kepastian anggaran untuk pembangunan infrastruktur. Namun untuk indikator
pembentukan panitia tender yang memiliki kapabilitas dalam sistim PBC,
menyiapkan dokumen kontrak, menetap lingkup jaringan jalan dan menetapakan
invetaris asset nilai median dibawah 5 yang berarti pemerintah perlu melakukan
pembenahan untuk dapat menberlakukan kontrak PBC.
4.1.3.2 Indikator kesiapan penyedia jasa
38
Kesiapan penyedia jasa dalam penerapan PBC sangat penting karena
penyedia jasa merupakan pihak yang akan melaksanakan pekerjaan pemeliharaan
dilapangan dengan konsep kontrak berbasis kinerja. Kesiapan dari penyedia jasa
dapat dilihat dengan bantuan indikator yang diperoleh pada bab kajian literatur
Hasil perhitungan statistik dengan mengunakan median, mean dan standar
deviasi untuk variabel indikator kesiapan penyedia jasa dapat dilihat pada tabel
4.4 dan untuk perhitungan statistik dapat dilihat pada lampiran C.4.4 Halaman 114
Tabel 4.4 Hasil Perhitungan Kesiapan Penyedia Jasa
No Indikator Kesiapan Penyedia Jasa Mean Median Mode Standar Deviasi
1. Penyedia jasa menerima resiko selama masa kontrak PBC
3.65 4.003
0.954
2. Memiliki metodologi (metode dan alat) yang akan digunakan dalam pelaksanaan pekerjaan
4.03 4.00 4 0.843
3. Penyedia jasa menetapkan prosedur pelaksana pemeliharaan
3.78 4.00 4 0.993
4. Penyedia jasa menggunakan tenaga kerja ahli yang mampu menerima konsep kontrak PBC
4.00 4.00 4 0.803
5. Penyedia selalu berusah mencapai standar kinerja yang telah disepakati
3.95 4.00 4 0.910
6. Penyedia jasa mengembangkan inovasi baru dalam mencapai indicator kinerja
3,77 4.00 4 0.789
7. Penyedia jasa melakukan pengelolaan keuangan dengan baik untuk menjadi efisien
3.95 4.00 4 0.811
8. Penyedia jasa melakukan investasi peralatan pemeliharaan
3.83 4.00 4 0.717
9. Penyedia jasa menggunakan mutu material yang baik
4.22 4.00 4 0.761
10. Penyedia jasa menggunakan personil dengan kualitas baik untuk mencapai hasil kinerja yang maksimal
4.20 4.00 4 0.659
11. Pengelolaan manajeman yang baik 4.25 4.00 4 0.704
39
Dari hasil perhitungan mean dan median terlihat bahwa responden menganggap
penyedia jasa kurang siap dengan kontrak PBC, karena beberapa variabel anatara
lain resiko yang terlalu besar kemampuan penyedia jasa dalam menetapkan
prosedur pelaksanaan, kemampan penyedia jasa dalam mengembangkan inovasi
baru dan melakukan investasi peralatan, Hal ini karena adanya fakta dilapangan
dimana kemampuan penyedia jasa sangat minim sehingga hasil dilapangan
seringkali tidak sesuai dengan spesifikasi dalam kontrak, tetapi disemua indikator
perlu ada pembenahan
4.1.3.3 Indikator kesiapan sumber daya manusia.
Hasil perhitungan statistik dengan mengunakan median, mean dan standar
deviasi untuk variabel indikator kesiapan sumber daya manusia dapat dilihat pada
tabel 4.5 dan perhitungan statistik dapat dilihat pada lampiran C.4.5 Halaman 115
Tabel 4.5 Hasil Perhitungan Kesiapan Sumber Daya Manusia
No Indikator Personil yang terlibat langsung dalam penerapan Kontrak PBC Mean Median Mode Standar
Deviasi
1. Kualifikasi harus cukup baik dan Tim pelaksana perlu pelatihan mengenai PBC
4.45 4.505
0.594
2. Pengamanan dalam pemeliharaan jalan harus cukup trampil
4.30 4.00 4 0.696
3. Struktur organisasi memelukan perubahan pembagain pekerjaan menurut jenis pekerjaan bukan nilai dari kontrak
4.17 4.00 4 0.785
4. Perlu diadakan pelatihan untuk meningkatakan kualifikasi personil
4.45 5.00 5 0.649
Dari hasil perhitungan nilai median dan mean terlihat bahwa dalam penerapan
PBC di propinsi Aceh memerlukan kualifikasi pendidikan staf yang memadai.
40
Kualifikasi perlu dilakukan untuk menperoleh sumber daya manusia yang
memenuhi standar kerja dan manpu menerima konsep baru dalam kontrak
pemeliharaan jalan dengan sistim PBC.
Selain itu responden menyetujui perlunya pengalaman pemeliharaan jalan
yang cukup dalam melaksanakan kontrak PBC. Hal ini untuk menyaring penyedia
jasa yang memiliki kemanpuan dan pengalaman yang cukup dalam pemeliharaan
jalan sehingga diharapkan dlam pelaksanaan kontrak PBC manpu untuk
menyelesaikan permasalahan di lapangan, karena dalam sistim PBC penyedia jasa
memiliki hak sepenuhnya untuk menentukan pelaksanaan dilapangan dan
mendefinisikan secara mandiri apa yang harus dilakukan dimana melakukannya,
bagaimana melakukanya dan kapan melakukanya.
Perubahan organisiasi dalam pembagian pekerjaan menurut jenisnya
merupakan saran yang diberikan oleh beberapa responden namun tentu saja
perubahan organisasi ini memerlukan beberapa pembenahan yang berupa budaya
kerja, adaptasi sistim PBC melalui beberapa seminar, pelatihan ataupun
workshop.
4.1.3.4 Variabel sistem pengawasan
Hasil perhitungan statistik dengan mengunakan median, mean dan standar
deviasi untuk sistim pengawasan dapat dilihat pada tabel 4.6 dan perhitungan
statistik dapat dilihat pada lampiran C.46. Halaman 117
Tabel 4.6 Hasil Perhitungan Untuk Variabel Sistim Pengawasan
41
No Indikator Sistim Pengawasan Mean Median Mode Standar Deviasi
1. APengawasan dari atasan langsung kapan saja diperlukan
4.23 5.00 5 1.250
2. Pengawasan dari pihak proyek rutin atau setiap hari
4.50 5.00 5 0.597
3. Adanya pengawasan yang dilakukan pengguna jalan
4.07 4.00 4 0.899
4. Adanya inspeksi dan evaluasi untuk meninjau kinerja kontraktor
4.75 5.00 5 0.474
5. Sistim pengendalian mutu dilakukan kontraktor 4.18 5.00 5 1.242
6. Adanya sanksi atas tidak terpenuhinya kriteria minimum yang ada dalam kontrak
4.60 5.00 5 0.616
Dari nilai median ,modus dan mean pada tabel 4.5 dapat disimpulkan bahwa
responden setuju untuk melakukan pengawasan selama masa kontrak
pemeliharaan. Pengawasan yang dilakukan meliputi pengawasan dari atasan
langsung dan pengawasan rutin oleh dari proyek untuk mengetahui kondisi jalan
setiap waktunya. Sedangkan untuk variabel dimana penyedia jasa harus
melakukan sistim pengendalian, nilai mean menunjukan perlu melakukan
pembenahan dengan menetapkan standar mutu yang di inginkan dan metode
maupun bahan yang akan di gunakan. Hal ini merupakan tanggung jawab
penyedia jasa sepenuhnya sebagai pelaksana pekerjaan.
Untuk ketidaksesuai dengan spesifikasi dalam kontrak responden setuju
untuk diberlakukan sanksi kepada penyedia jasa antara lain berupa reduksi
pembayaran
4.1.3.5 Variabel sistim pembayaran
42
Hasil perhitungan dengan mengunakan median, modus, mean dan stardar
deviasi untuk variabel sistim pembayaran dapat dilihat pada tabel 4.7 dan
perhitungannya dapat diliahat pada lembar lampiran C.4.7 Halaman 118
Tabel 4.7 Hasil Perhitungan Sistim Pembayaran
No Indikator Sistim Pembayaran Mean Median Mode Standar Deviasi
1. Menggunakan pembayaran dengan lumpsum karena lebih efisien dimana total harga kontrak telah mengikat untuk masa kontrak
3.70 4.004
1.197
2. Pembayaran dilakukan setelah dilakukan pengawasan bulanan
4.35 4.00 4 0.685
3. Reduksi pembayan apabila terdapat ketidak sesuaian dengan standar layanan
4.20 4.00 4 0.798
Dari hasil perhitungan mean terlihat bahwa responden ragu-ragu terhadap sistem
pembayaran dengan menggunakan Lumpsum. Nilai median menunjukan bahwa
perlu ada pembenahan yang harus dilakukan untuk menyiapkan penerapan
kontrak PBC.
Dalam melaksanakan sistim pembayaran seperti pada kontrak PBC
diperlukan kesiapan dari semua pihak baik pemerintah selaku pemberi kerja yang
menginginkan kondisi jalan yang sesuai standar layanan. Penyedia jasa selaku
pelaksana pekerjaan yang memiliki resiko cukup besar karena harus menjamin
kondisi jalan selalu baik maupun dari pihak pengawas lapangan yang harus
transparan dalam menbeikan laporan tentang kondisi dilapangan
4.1.3.6 Variabel payung hukum
43
Variabel penilaian terhadap aspek hujum sangat penting karena merupakan
payung hukum bagi penerapan kontrak model PBC.
Hasil perhitungan dengan mengunakan median, modus, mean dan standar
deviasi untuk variabel aspek hukum dapat dilihat pada tabel 4.8 dan perhitungan
dapat dilihat pada lampiran C.4.8 Halaman 118
Tabel 4.8 Hasil Perhitungan Untuk Variabel Payung Hukum
No Indikator Aspek payung Hukum Mean Median Mode Standar Deviasi
1. Adanya penyesuaian masa kontrak menjadi kontrak tahun jamak
4.12 4.004
0.940
2. Adanya peraturan yang mengatur prosedur kontrak PBC
4.83 5.00 5 0.745
3. Adanya paying hokum tentang PBC 4.65 5.00 5 0.659
Dalam penerapan kontrak PBC diperlukan adanya payung hukum yang
dapat dijadikan acuan bagi pelaksanan jalannya kontrak tersebut. Saat ini hukum
yang ada belum cukup mengakomodir kontrak berbasis kinerja.
Dari nilai median dan mean yang diperoleh menunjukan bahwa perlu
dilakukan pembenahan terutama dalam mendapatkan kepastian hukum tentang
kontrak berbasis kinerja. Dari perhitungan standar deviasi diperoleh bahwa
responden sependapat bahwa dalam penerapan kontrak berbasis kinerja
diperlukan adanya payung hukum yang cukup jelas bagi pelaksanaan kontrak
tersebut dari nilai standar deviasi diperoleh bahwa diperlukan adanya acuan
hukum yang jelas tentang kontrak PBC.
4.1.3.7 Variabel ketersedian data-data
44
Hasil perhitungan statistic dengan mengunakan media, modus, mean dan
standar deviasi untuk variabel ketersediaan data data dapat dilihat pada tabel 4.9
dan perhitungan statistic dapat dilihat pada lembar lampiran C.4.9 Halaman 119
Tabel 4.9 Hasil Perhitungan Untuk Variabel Ketersediaan Data
No Indikator ketersediaan data Mean Median Mode Standar Deviasi
1. Data kondisi perkerasan, drainase, talud, perlengkapan jalan serta kondisi marka jalan
4.62 5.005
0.640
2. Data volume lalu lintas 4.47 5.00 5 0.873
3. Data pertumbuhan lalu lintas 4.40 5.00 5 0.867
4. Data histories perkerasan jalan/jembatan 4.30 5.00 5 0.944
Dari tabel 4.9 diperoleh hasil bahwa responden cenderung memerlukan
data kondisi eksisting dari struktur perkerasan jalan. Hal ini untuk melihat sejauh
mana kerusakan yang terjadi dan menprediksi biaya perbaikan. Data volume lalu
lintas dan pertumbuhan lalulintas juga sangat dibutuhkan dalam rangka mendesain
kontruksi yang akan dibangun.
Sedangkan data historis perkerasan jalan diperlukan bagi pnyedia jasa
untuk dapat menprediksikan harga kontrak yang akan di tawar berdasarkan
kerusakan jalan yang terjadi.
4.1.4 Deskripsi tentang kesiapan penerapan PBC
Dalam penelitian ini deskripsi yang analisa terdiri dari dari 6 variabel
sebagai berikut ini
4.1.4.1 Deskripsi variabel kesiapan penguna jasa
45
Pada variabel kesiapan pemerintah terdapat 8 (Delapan) indikator yang
dijadikan kajian dalam penelitian ini, yaitu:
A1 = Penyiapan administrasi prakualifikasi untuk menyeleksi penyedia jasa
yang memiliki kemampuan teknis dan keuangan dalam melaksanakan
PBC
A2 = Pembentukan panitia tender yang memiliki kapasitas dalam penerapan
sistim PBC
A3 = Penyiapan dokumen kontrak yang mencantumkan standar kinerja jalan
untuk penerapan PBC
A4 = Memberi kepastian anggaran untuk pekerjaan PBC dalam bentuk
kontrak tahun jamak
A5 = Menetapkan lingkup jaringan jalan yang masuk dalma kontrak PBC
A6 = Menetapkan inventaris asset beserta data-data yang relevan tentang
kondisi jalan
A7 = Menetapkan standar kinerja yang menjadi tolak ukur bagi kontrak
PBC
A8 = Membuat perkiraan biaya
Berdasarkan hasil tabulasi data, gambaran skor frekuensi (f) dan
Persentase penilaian terhadap variabel kesiapan pengguna jasa disajikan dalam
tabel 4.10 berikut:
Tabel 4.10 Deskripsi Variabel Penguna Jasa
46
Kualifikasi Penilaian
A1 A2 A3 A4 A5
F % F % F % F % F %
Tidak Setuju- - - - - - 1 1.7 1 1.7
Kurang Setuju3 5.0 1 1.7 1 1.7 1 1.7 1 1.7
Ragu - ragu2 3.3 6 10.0 5 8.3 13 21.7 5 8.3
Setuju22 36.7 23 38.3 29 48.3 22 36.7 24 40.0
Sangat Setuju33 55.0 30 50.0 25 41.7 23 38.3 29 48.3
Total60 100.0 60 100.0 60 100.0 60 100.0 60 100.0
Kualifikasi PenilaianA6 A7 A8
F % F % F %
Tidak Setuju- - - - - -
Kurang Setuju2 3.3 2 3.3 1 1.7
Ragu - ragu4 6.7 2 3.3 - -
Setuju30 50.0 27 45.0 13 21.7
Sangat Setuju24 40.0 29 48.3 46 76.7
Total60 100.0 60 100.0 60 100.0
Dari tabel dan gambar diatas dapat diketahui bahwa masing-masing
indikator kesiapan penguna jasa yang paling banyak dipilih responden kualifikasi
“Sangat setuju” dengan rincian A1 = 55.0 % responden memilih sangat setuju, A2
= 50.0% responden memilih sangat setuju, A3 = 48.3 % responden memilih
setuju, A4 = 38,3 responden memilih sangat setuju, A5 = 48,3 % responden
memilih sangat setuju, A6 = 50 % responden memilih setuju, A7 = 48,3 %
responden memilih sangat setuju, A8 = 76.7 % responden memilih sangat setuju.
47
4.1.4.2 Deskripsi variabel kesiapan penyedia jasa
Pada variabel kesiapan penyedia jasa terdapat 11 indikator dijadikan kajian
dalam penelitian ini yaitu:
B1 = Penyedia jasa menerima resiko selama masa kontrak PBC
B2 = Memiliki metodologi ( metode dan alat yang digunakan dalam
pelaksanaan pekerjaan
B3 = Penyedia jasa menetapkan prosedur pelaksanaan pemeliharaan
B4 = Penyedia jasa menggunakan tenaga kerja ahli yang mampu menerima
konsep kontrak PBC
B5 = Penyedia jasa selalu berusaha mencapai standar kinerja yang telah
disepakati
B6 = Penyedia jasa mengembangkan inovasi baru dalam mencapai indikator
kinerja
B7 = Penyedia jasa melakukan pengelolaan keuangan dengna baik untuk
menjadi efisien
B8 = Penyedia jasa melakukan investasi peralatan pemeliharaan
B9 = Penyedia jasa menggunakan mutu material yang baik
B10 = Penyedia jasa menggunakan personil dengan kualitas baik untuk
mencapai hasil kerja yang maksimal
B11 = Pengelolaan manajemen yang baik
Berdasarkan hasil tabulasi data, gambaran skor frekuensi (f) dan
Persentase penilaian terhadap variabel Kesiapan Penyedia Jasa dalam penerapan
PBC disajikan dalam tabel 4.11 berikut:
Tabel 4.11 Deskripsi Variabel Kesiapan Penyedia Jasa
48
Kualifikasi Penilaian
B1 B2 B3 B4 B5
F % F % F % F % F %
Tidak Setuju 2 3.3- -
2 3.3- -
1 1.7
Kurang Setuju 1 1.7 1 1.7 2 3.3 1 1.7 1 1.7
Ragu - ragu 26 43.3 17 28.3 19 31.7 16 26.7 17 28.3
Setuju 18 30.0 21 35.0 21 35.0 25 41.7 22 36.7
Sangat Setuju 13 21.7 21 35.0 16 26.7 18 30.0 19 31.7
Total 60 100.0 60 100.0 60 100.0 60 100.0 60 100.0
Kualifikasi Penilaian
B6 B7 B8 B9 B10 B11
F % F % F % F % F % F %
Tidak Setuju- - - - - - - - - - - -
Kurang Setuju 2 3.3 1 1.7- -
1 1.7- - - -
Ragu - ragu 21 35.0 18 30.0 21 35.0 9 15.0 8 13.3 9 15.0
Setuju 26 43.3 24 40.0 28 46.7 26 43.3 32 53.3 27 45.0
Sangat Setuju 11 18.3 17 28.3 11 18.3 24 40.0 20 33.3 24 40.0
Total 60 100.0 60 100.0 60 100.0 60 100.0 60 100.0 60 100.0
Dari tabel dan gambar diatas dapat diketahui bahwa masing-masing
indikator variabel kesiapan penyedia jasa yang paling banyak dipilih responden
kualifikasi “ragu-ragu” dengan rincian B1 = 43.3 % responden memilih ragu-
ragu, B2 = 35,0 % responden memilih “sangat setuju” dan “setuju”, B3 = 35 %
responden memilih “setuju” , B4 = 41,7 % responden memilih sangat setuju, B5 =
36,7 % responden memilih setuju, B6 = 43,3 % responden memilih setuju, B7 =
40,0 % responden memilih setuju, B8 = 46,7 % responden memilih setuju, B9 =
43,3 % responden memilih setuju, B10 = 53,0% responden memilih setuju, B11 =
45,0 % responden memilih setuju.
49
4.1.4.3 Deskripsi variabel personil yang terlibat langsung dalam penerapan
kontrak PBC
Pada variabel personil yang terlibat langsung dalam penerapan kontrak
PBC terdapat 4 indikator dijadikan kajian dalam penelitian ini yaitu:
C1 = Kualifikasi harus cukup baik dan Tim pelaksana perlu pelatihan
mengenai PBC
C2 = Pengalaman dalam pemeliharaan jalan harus cukup trampil
C3 = Struktur organisasi memelurkan perubahan pembagian pekerjaan
menurut jensi pekerjaan bukan nilai dari kontrak
C4 = Perlu diadakan pelatihan untuk meningkatkan kualifikasi personil
Berdasarkan hasil tabulasi data, gambaran skor frekuensi (f) dan
Persentase penilaian terhadap variabel Personil yang terlibat langsung dalam
penerapan Kontrak PBC tabel 4.12 berikut:
Tabel 4.12 Deskripsi Personil
Kualifikasi Penilaian
C1 C2 C3 C4
F % F % F % F %
Tidak Setuju- - - - - - - -
Kurang Setuju- -
2 3.3 2 3.3 1 1.7
Ragu - ragu 3 5.0 2 3.3 2 3.3 2 3.3
Setuju 27 45.0 32 53.3 38 63.3 26 43.3
Sangat Setuju 30 50.0 24 40.0 18 30.0 31 51.7
Total 60 100.0 60 100.0 60 100.0 60 100.0
Dari tabel dan gambar diatas dapat diketahui bahwa masing-masing
indikator variabel kesiapan penyedia jasa yang paling banyak dipilih responden
kualifikasi “setuju” dengan rincian C1 = 50,0 % responden memilih sangat setuju,
50
C2 = 53,3% responden memilih setuju, C3 = 65,0% responden memilih setuju,
C4 = 51,7 % responden memilih sangat setuju.
4.1.4.4 Deskripsi variabel sistem pengawasan
Pada variabel Sistem Pengawasan terdapat 6 (enam) indikator dijadikan
kajian dalam penelitian ini yaitu:
D1 = Pengawasan dari atasan langsung bisa kapan saja diperlukan
D2 = Pengawasan dari pihak proyek rutin atau setiap hari
D3 = Adanya pengawasan yang dilakukan pengguna jalan
D4 = Adanya ispeksi dan evaluasi untuk meninjau kinerja kontraktor
D5 = Sistem pengendalian mutu dilakukan kontraktor
D6 = Adanya sanksi atas tidak terpenuhinya kriteria minum yang ada dalam
kontrak
Berdasarkan hasil tabulasi data, gambaran skor frekuensi (f) dan
Persentase penilaian terhadap variabel Sistem Pengawasan disajikan dalam tabel
4.13 berikut:
Tabel 4.13 Deskripsi Sistim Pengawasan
51
Kualifikasi Penilaian
D1 D2 D3 D4 D5 D6
F % F % F % F % F % F %
Tidak Setuju 3 5.0- -
1 1.7- -
4 6.7- -
Kurang Setuju 4 6.7 1 1.7 1 1.7- -
3 5.0- -
Ragu - ragu 2 3.3- -
13 21.7 1 1.7 8 13.3 4 6.7
Setuju 18 30.0 27 45.0 23 38.3 13 21.7 8 13.3 16 26.7
Sangat Setuju 33 55.0 32 53.3 22 36.7 46 76.7 37 61.7 40 66.7
Total 60 100.0 60 100.0 60 100.0 60 100.0 60 100.0 60 100.0
Dari tabel dan gambar diatas dapat diketahui bahwa masing-masing
indikator variabel kesiapan penyedia jasa yang paling banyak dipilih responden
kualifikasi sangat setuju dengan rincian D1 = 55% responden memilih sangat
setuju, D2 = 53,3 responden memilih sangat setuju, D3 = 38,3 % responden
memilih setuju, D4 = 76,7 % responden memilih sangat setuju, D5 = 61,7%
responden memilih sangat setuju, D6 = 66,7 % responden memilih sangat setuju.
4.1.4.5 Deskripsi variabel sistem pembayaran
Pada variabel Sistem Pembayaran terdapat 3 (tiga) indikator dijadikan
kajian dalam penelitian ini yaitu:
E1 = Menggunakan pembayaran dengan lumpsum karena lebih efisien
dimana total harga kontrak telah mengikat untuk masa kontrak
E2 = Pembayaran dilakukan setelah dilakukan pengawasan bulanan
E3 = Reduksi pembayaran apabila terdapat ketidka sesuaian dengan standar
layanan
Berdasarkan hasil tabulasi data, gambaran skor frekuensi (f) dan
Persentase penilaian terhadap variabel sistim pembayaran disajikan dalam tabel
4.14 berikut:
52
Tabel 4.14 Deskripsi Sistim Pembayaran
Kualifikasi PenilaianE1 E2 E3
F % F % F %
Tidak diperlukan 3 5.0- - - -
Jarang diperlukan 10 16.7 1 1.7 2 3.3
Kadang-kadang diperlukan 6 10.0 4 6.7 8 13.3
diperlukan 24 40.0 28 46.7 26 43.3
Sangat diperlukan 17 28.3 27 45.0 24 40.0
Total 60 100.0 60 100.0 60 100.0
Dari tabel dan gambar diatas dapat diketahui bahwa masing-masing
indikator variabel kesiapan penyedia jasa yang paling banyak dipilih responden
kualifikasi diperlukan dengan rincian E1 = 40% responden memilih diperlukan,
E2 = 46,7 responden memilih diperlukan, E3 = 43,3 % responden memilih
diperlukan.
4.1.4.6 Deskripsi variabel payung hukum
Pada variabel Payung Hukum 3 (tiga) indikator dijadikan kajian dalam
penelitian ini yaitu:
F1 = Adanya penyesuaian masa kontrak menjadi kontrak tahun jamak
F2 = Adanaya peraturan yang mengatur prosedur kontrak PBC
F3 = Adanya Payung hukum tentang PBC
Berdasarkan hasil tabulasi data, gambaran skor frekuensi (f) dan
Persentase penilaian terhadap variabel payung hukum disajikan dalma tabel 4.14
berikut:
Tabel 4.14 Deskripsi Variabel Payung Hukum
53
Kualifikasi Penilaian
F1 F2 F3
F % F % F %
Tidak diperlukan 1 1.7- - -
Jarang diperlukan 3 5.0 1 1.7 1 1.7
Kadang kadang
diperlukan
8 13.3 6 10.0 3 5.0
Diperlukan 24 40.0 19 31.7 12 20.0
Sangat diperlukan 24 40.0 34 56.7 44 73.3
Total 60 100.0 60 100.0 60 100.0
Dari tabel dan gambar diatas dapat diketahui bahwa masing-masing
indikator variabel kesiapan penyedia jasa yang paling banyak dipilih responden
kualifikasi sangat setuju dengan rincian F1 = 40,0% responden memilih sangat
diperlukan dan diperlukan, F2 = 56,7 % responden memilih sangat diperlukan, F3
= 73,3 % responden memilih sangat diperlukan
4.1.4.7 Deskripsi variabel kesedian data data
Pada variabel Sistem sarana dan prasarana terdapa 4 (empat) indikator
dijadikan kajian dalam penelitian ini yaitu:
G1 = Data kondisi perkerasan, drainase, talud, perlengkapan jalan serta
kondisi marka jalan
G2 = Data Volume lalu lintas
G3 = Data pertumbuhan lalu lintas
G4 = Data Historis Perkerasan Jalan/jambatan
Berdasarkan hasil tabulasi data, gambaran skor frekuensi (f) dan
Persentase penilaian terhadap variabel ketersedian data data disajikan dalam tabel
4.15 berikut:
54
Tabel 4.15 Variabel Ketersediaan Data Data
Kualifikasi Penilaian
G1 G2 G3 G4
F % F % F % F %
Tidak diperlukan 1 1.7 1 1.7 2 3.3
Jarang diperlukan 1 1.7 2 3.3 2 3.3 1 1.7
Kadang kadang
diperlukan
2 3.3 3 5.0 3 5.0 5 8.3
Diperlukan 16 26.7 16 26.7 20 33.3 21 35.0
Sangat diperlukan 41 68.3 38 63.3 34 56.7 31 51.7
Total 60 100.0 60 100.0 60 100.0 60 100.0
Dari tabel dan gambar diatas dapat diketahui bahwa masing-masing
indikator variabel kesiapan penyedia jasa yang paling banyak dipilih responden
kualifikasi sangat setuju dengan rincian G1 = 68,30% responden memilih sangat
diperlukan, G2 = 68,3,0% responden memilih sangat diperlukan, G3 = 56,7%
responden memilih sangat diperlukan, G4 = 51,7% responden memilih sangat
diperlukan.
4.1.5 Tingkat kesiapan penerapan PBC
Dari hasil analisa deskriptif yang telah dilakukan dapat dilihat Tingkat
kesiapan penerapan PBC, hasil perhitungannya dapat dilihat pada tabel 4.16
Tabel 4.16 Hasil Perhitungan Analisis Deskriptif
No. FaktorRata –rata Jawaban
Jumlah Variabel
55
1 Indikator Kesiapan Pemerintah 4.358 8
2 Indikator Kesiapan Kontraktor 3.967 11
3 Indikator Kualitas SDM 4.342 4
4 Indikator Sistem Pengawasan 4.389 6
5 Indikator Sistem Pembayaran 4.083 3
6 Indikator Aspek Legal 4.400 3
7 Indikator Ketersediaan data data 4.446 4
Dari tabel di atas menyatakan bahwa Indikator Kesiapan pemerintah
mempunyai nilai mean sebesar 4.358 yang berisi 8 pertanyaan, indikator kesiapan
kontraktor mempunyai nilai mean sebesar 3,967 mempunyai 11 pertanyaan,
indikator kualitas SDM mempunyai nilai mean sebesar 4.342 mempunyai 4
pertanyaan, indikator sistem pengawasan mempunyai nilai mean 4.389
mempunyai pertanyaan 6 pertanyaan, indikator sistem pembayaran mempunyai
nilai mean 4.083 mempunyai 3 pertanyaan, indikator aspek legal mempunyai nilai
mean 4.400 mempunyai 3 pertanyaan, indikator ketersediaan data-data
mempunyai nilai mean 4.446 mempunyai 4 pertanyaan.
Mengacu pada kriteria interpretasi skor skor yang telah dibahas dalam
Bab III Tabel 4.17, maka hasil analisis tingkat persentase Penerapan kontrak PBC
disajikan dalam tabel berikut:
NoRentangan
Prosentasi SkorRentangan Skor Mean
Kualifikasi
FrekuensiJumlah
Jawaban Responden
Persentase ( % )
1 Angka 81% - 100% 4.05 – 5.00 Sangat setuju1141
48.76
2 Angka 61% - 80% 3.05 – 4.04 Setuju855
36.54
56
3 Angka 41% - 60% 2.05 – 3.04 Ragu-ragu233
9.96
4 Angka 21% - 40% 1.05 – 2.04 Kurang setuju80
3.42
5 Angka 0 % - 20 % 0.00 – 1.04 Tidak setuju31
1.32
Dari tabel diatas dapat disimpulkan bahwa sebanyak 48,76% responden ini
“Sangat Setuju”untuk penerapan kontrak PBC, 36,54% responden menyatakan
penerapan kontrak PBC termasuk kualifikasi “Setuju”, 9,96% responden
menyatakan penerapan kontrak PBC termasuk kualifikasi “Ragu-ragu”, 3,42%
responden menyatakan penerapan kontrak PBC termasuk kualifikasi “Kurang
setuju”, 1,32 % responden menyatakan penerapan kontrak PBC termasuk
kualifikasi “Tidak Setuju”
4.2 Pembahasan
Sesuai dengan hasil penelitian dan perhitungan sebgaimana yang telah
dikemukankan sebelumnya, maka pada sub bab ini akan menbahas dan
menganalisa tingkat penerapan PBC.
4.2.1 Kelayakan Angket berdasarkan nilai Cronbach Alpha
Hasil penyebaran angket menunjukan bahwa masing masing responden
mengerti dan memahami maksud dan tujuan pengisian angket. Hal ini terbukti
dengan pengisian angket yang sesuai dengan petunjuk yang diberikan.
Dari hasil analisis reliabilitas terhadap indikator seperti kesiapan penguna
jasa , kesiapan penyedia jasa, personil yang terlibat, sistim pengawasan, sistim
pembayaran, aspek payung hukum dan ketersediaan data data prasarana
menunjukan bahwa hasil perhitungan yang diperoleh dari uji reliabilitas yang
dapat mengukur kehandalan angket diatas 0,6 pada kolom Cronbach alpha.
Variabel indikator kesiapan penyedia jasa menpunyai nilai alpha tertinggi yaitu
sebesar 0,938 dibandingkan dengan indikator lainya. Namum biala nilai
57
Cronbach Alpha berada di bawah minimum yang ditetapakan, maka angket tidak
memiliki kehandalan dan kelayakan untuk dijadikan penelitian.
4.2.2 Faktor-fator hasil analisa variabel penerapan kontrak berbasis
kinerja (PBC)
Dari hasil analisa yang telah dilakukan bahwa dapat ada empat aspek
penerapan kontrak berbasis kinerja:
4.2.2.1 Aspek teknis.
Data yang diperlukan untuk menunjang penerapan konsep PBC dalam
pemeliharaan jalan meliputi data mengenai kondisi perkerasan, drainase,
perlengkapan jalan , dan data historis perkerasan jalan yang akan digunakan oleh
penyedia jasa dalam menbuat penawaran kepada penguna jasa (Owner). Dari data
tersebut penyedia jasa dapat menprediksi untuk kerusakan kerusakan yang akan
terjadi. Pada jalan dengan data historis jalan yang buruk diperlukan dana yang
besar dalam pemeliharaan jalan kemasa yang akan datang.
Data lalulintas di butuhkan antara lain data volume lalulintas yang diukur
persatuan waktu, data jenis kenderaan maupun maupun pertumbuhan lalulintas.
Data ini dibutuhkan untuk menbuat perencananan konstruksi jalan yang akan
dipelihara.
Penyedia jasa (owner) harus menentukan indikator kinerja sebagai kriteria
pelayanan yang diinginkan selama umur rencana. Untuk menpertegas kinerja jalan
yang diperlukan baik indikator kerja, cara pengukuran serta tenggang waktu
perbaikian perlu didefinisikan secara jelas dalam dokumen kontrak .
4.2.2.2 Aspek payung hukum
58
Untuk penerapan konsep PBC diperlukan perangkat legal sesuai aturan
perundangan yang berlaku. Dalam hal ini perangkat hukum yang memayungi
antara lain adalah:
Undang undang No 18/tahun1999, tentang Jasa Konstruksi, dimana telah
menyatakan tentang ketentuan kegagalan bangunan/ketidaksesuaian suatu
kondisi konstruksi. Oleh karena itu upaya pencegahan dan meminimalkan
terjadinya kegagalan bangunan pada pekerjaan pembangunan/ pemeliharaaan
jalan sangat memerlukan suatu kontrak jangka panjang yang dapat diukur dan
berhasil guna.
Peraturan pemerintah No 29/tahun 2000 tentang penyelenggara jasa
konstruksi.
Memperhatikan Undamg undang dan Peraturan pemerintah tersebut diatas
jangka waktu kontrak lebih dari 1 tahun seperti konsep PBC dimungkinkan dapat
diaplikasikan.
4.2.2.3 Aspek lembaga pemerintahan dan adminsitrasi
Dalam penerapan konsep PBC diperlukan adanya sosialisasi pada
beberapa lembaga pemerintahan yang terkait dalam program pemeliharaan jalan .
Lembaga-lembaga tersebut adalah:
Dewan Perwakilan Rakyat Aceh yang menpunyai hak budget dalam
menentukan keuangan
Badan Perencanaan Daerah Aceh yang bertanggung jawab dalam bidang
pembangunan infrastruktur
Dinas Bina Marga dan Cipta karya yang mengelola semua pemeliharaan jalan
di propinsi Aceh.
59
Dinas Perhububungan dan Telekomunikasi Aceh selaku pengatur lalulintas
dilapangan dan pihak yang menangani beberapa asset perlengkapan jalan.
Selain sosiaisasi dengan lembaga terkait maka harus dilakukan beberapa
tahap dalam menpersiapkan dokumen lelang dengan sistim PBC adalah sebagai
berikut:
Mendefinisikan Jaringan Jalan yang yang rencana dilelang
Meninventaris segala asset dan kondisi jalan untuk dimasukan kedalam
kontrak;
Menyeleksi dan mendefinisikan metode untuk mengukur indikator kinerja;
Mendefinisikan jalan-jalan yang masuk dalam pekerjaan pemeliharaan;.
Menyiapakan perkiraan biaya..
Selain hal tersebut diatas perlu di buat beberapa dokumen bagi penerapan
PBC anatara lain
Dokumen prosudur pengadaan barang dan jasa;
Dokumen monitoring dan pengawasan pelaksanaan kegiatan;
Dokumen pembayaran.
4.2.2.4 Aspek pelaksanaan PBC.
Dalam penerapan konsep PBC diperlukan langkah langkah guna
mendukung pelaksananan pemeliharaan jalan dengan sistim PBC yang sesuai
dengan harapan kita semua pihak.
60
Langkah tersebut antara lain adalah melakukan seleksi sumber daya
manusia pada pihak pihak terkait, yang berguna untuk menghasilkan personil
yang memiliki kemampuan baik dari segi teknik maupun pengalaman di bidang
jalan.
Langkah selanjutnya adalah mengadakan seminar dan pelatihan pada
lembaga lembaga yang terkait dengan pelaksanaan konsep PBC.
Ketersediaan anggaran merupakan tahapan yang paling menentukan
keberhasilan konsep PBC ini. Karena pelaksannanya tergantung pada ada atau
tidaknya anggaran yang tersedia untuk pelaksanaan pemeliharaan jalan dengan
sistim PBC.
Setelah permasalahan anggaran dapat diselesaikan, maka penguna jasa
dapat melakukan tahap pelelangan untuk mendapat peyedia jasa terbaik yang
memiliki kemampuan untuk menerapkan konsep PBC ini.
4.2.3 Pembahasan permasalahan pemeliharaan.
Pada lembar angket diberikan juga pertanyaan pertanyaan tanbahan yang
dibutuhkan untuk menperdalam analisa permasalah yang dihadapi oleh penguna
jasa pemeliharaan jalan. Dengan jawaban yang diberikan oelh para responden
dilakukan analisa untuk mengkaji permasalah permasalahn dalam pemeliharaan
jalan. Dimana solusi yang diperoleh dapat dijadikan persyaratan persyaratan yang
harus dipenuhi bagi penerapan konsep PBC.
4.2.3.1 Muatan lebih (Overload)
Kenderaan muatan lebih adalah kenderaaan yang menpunyai berat
melebihi berat seperti yang diatur dalam kelas jalan, gunanya untuk melindungi
perkerasan jalan dan jembatan. Ditinjau dari segi pembiayaan pemeliharaan jalan
61
akan lebih ekonomos apabila kenderaan kenderaan yang melewati jaringan jalan
menpunyai beban sumbu yang relatif kecil, akan tetapi biaya angkut menjadi tidak
ekonomis karena kan menperbesar frewensi perjalanan yang mengakibat naiknya
biaya angkut.
4.2.3.2 Mutu konstruksi tidak sesuai dengan dokumen spesifikasi
Kepedulian unsur pelaksanaan (pihak owner, kontraktor dan pengawas
supervisi) terhadap mutu sangat minim banyaknya kerusakan dini pada jalan
sangat tergantung tingkat kepedulian unsur tersebut mulai dari desain yang dibuat
perencana seringkali tidak sesuai dengan kondisi lapangan; pengawas supervise
yang kurang memahami isi dokumen dan prsedur kerja yang mengakibatkan
diterimanya mutu pekerjaan yang tidak memenuhi spesifikasi. Hal ini terbukti
banyak pekerjaan yang beberapa tahun dikerjakan dan belum sampai umur
rencana, setelah dibongkar material yang digunakan tidak sesuai spesifikasi yang
disyarat oleh dokumen kontrak.
4.2.3.3. Minimya alokasi dana untuk pemeliharaan jalan
Kebijakan anggaran untuk bagian jalan sangat berpengaruh langsung
terhadap kelangsungan pemeliharaan jalan dilapangan. Namum saat ini anggaran
yang diberikan untuk pembangunanj jalan dan pemeliharan jalan sangat kecil
kebijakan anggaran sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti adanya tarik
menarik kepentingan antara eksekutif dengan legislatif, dan sesama eksekutif.
Kesulitan untuk mendapatkan dana pemerintah yang cukup untuk pemeliharaan
jalan disebabkan dana yang tersedia dialoksasikan untuk semua sektor pemerintah
dengan berbagai macam pertimbangan sehingga proyek proyek yang secara
ekonomis sangat layak termasuk pemeliharaan jalan yang mestinya dapat dibiayai,
tidak dapat terjangkau oleh dana yang tersedia.
62
4.2.4. Penyelesaian masalah pemeliharaan jalan
Penyelesaian masalah pemeliharan memerlukan dukungan dari berbgai
pihak terutama pemerintah sebagai regulator yang memiliki wewenang dalam
membuat peraturan yang seharusnya didukung oleh penegakan hukun yang tegas.
Penyelesaian masalah pemeliharan jalan dianataranya:
4.2.4.1 Pendana pemeliharaan dengan road fund
Akibat ketersediaan dana infrastruktur sangat terbatas maka diharapakn
adanya simbur-sumber pendapatan lain diluar pendapatan negara yang dapat
digunakan untuk menbiayai program pemeliharaan jalan. Salah satunya melalui
keikutsertakan masyarakat melalui badan pemeliharaan jalan (Road Board) yang
bertindak sebagai pengelola dana yang ada. Lembaga tersebut diharapakan
merupakan lembaga indenpenden yang anggotanya terdiri dari wakil pemerintah
dan masyarakat pengguna jalan.
. Adapun sumber sumber dana untuk road fund diperoleh dari denda atas
beban berlebih, restribusi kenderaan bermotor dan pajak pajak yang berhubungan
dengan jalan, pengumpulan dana jalanin dilakukan atas jasa pelayanan yang
diberikan dan dikelola secara professional sebagaimana layaknya aset ekonomi.
4.2.4.2 Peningkatan status jalan
Dalam rangka menjaga kondisi jalan dalam kondisi baik selama umur
rencana maka perlu peningkatan status jalan terutama jalan dibawah kelas II
63
Konstruksi jalan yang dibangun pada sebagian besar jalan saat ini tidak
sesuai dengan berat yang harus dipikul. Untuk kelas jalan kelas I yang mampu
menahan beban bert sebesar 10 ton, kondisi jalan diusahakan dapat dipertahankan
hingga mencapai umur rencana namum untuk jalan dibawahnya cenderung
mengalami kerusakan jalan jauh sebelum tercapainya umur rencana.
4.2.5 Faktor faktor pendukung dan keuntungan penerapan kontrak
berbasis kinerja (PBC)
1. Adanya Undamg undang dan peraturan pemerintah yang menyatakan kontrak
dapat dilaksanakan untuk jangka waktu kontrak lebih dari 1 tahun sehingga
sistim PBC di mungkinkan untuk diaplikasikan
2. Adanya alokasi dana dan sistem penganggaran yang menjamin
berlangsungnya pembayaran dengan sistim tahun jamak karena dengan
diterapkan sistim PBC dibutuhkan dana yang cukup dan jaminan pembayaran
setiap tahun selama masa kontrak. Dan mengurangi beban kerja pemilik
proyek karena persiapan pelelangan hanya satu kali untuk selama beberapa
tahun (tahun jamak
3. Dapat menpertahan tingkat layanan jalan selama umur rencana dengan
pekerjaan pemeliharaan yang efisien, dan menentukan pihak yang
bertanggung jawab antara pemilik proyek dan penyedia jasa apabila
terjadinaya kegagalan kontruksi.
4. Nilai proyek yang lebih pasti karena mengunakan satu kontrak ,klaim dan
change order akibat design defect dapat dihindari dan terjadi efisiensi biaya
konstruksi karena ada ruang bagi penyedia jasa untuk memilih teknologi
konstruksi selama dapat memenuhi spesifikasi kinerja yang diisyaratkan
64
4.2.6 Kendala-kendala penerapan kontrak berbasis kinerja (PBC)
Beberapa aspek yang dapat menjadi kendala penerapan PBC adalah
sebagai berikut:
1. Terbatasnya anggaran menjadi masalah utama dalam program
pemeliharaanj alan. Sehingga menyebabkan upaya perbaikan jalan hanya
dilakukan secara tambal sulam. Kendala ini semakin diperparah dengan
pengguna jalan memanfaatkan dengan melebihi daya dukungnya.
2. Payung hukum dalam penerapan sistim PBC dirasakan belum cukup kuat
sehingga masih perlu dikaji lagi dan didukung oleh peraturan-peraturan
yang bersifat lebih khusus. Peraturan-peraturan tersebut terutama
digunakan untuk mengatur prosedur operasional dalam pelaksanaan
kontrak berbasis kinerja.
3. Adanya penyesuaian masa kontrak satu tahun menjadi kontrak tahun.
jamak. Dalam kontrak tahun jamak, sangat dibutuhkan adanya kepastian
anggaran untuk pemeliharaan jalan dengan PBC
4. Terbatasnya pengetahuan tentang PBC oleh penyedia dan pengguna jasa.
5. Resiko yang ditanggung oleh kontraktor terlalu tinggi antara lain:
a. Tingkat Inflasi
Besarnya tingkat inflasi akan sangat mempengaruhi besarnya biaya
pemeliharaan jalan. Penerapan kontrak serelah terjadi inflasi apakah
sudah masuk dalam perhitungan biaya oleh kontraktor atau
penyesuaian pada tahun berjalan. Dengan demikian ketentuan tersebut
harus sudah tercantum dalam kontrak.
b. Pertumbuhan lalu-lintas
Besarnya pertumbunan lalu-lintas akan mempengaruhi besarnya
pembebanan jalan. Apabila pertumbuhan lalu lintas melebihi
65
pertumbuhan yang direncanakan, maka kondisi jalan akan lebih cepat
rusak dan pada gilirannya umur rencana jalan akan lebih pendek.
Akibat hal tersebut diatas perlu ditentukan siapa yang harus
bertanggung jawab untuk mengembalikan kondisi jalan.
c. Kelebihan Beban lalu-lintas
Adalah kelebihan beban kendaraan diatas beban design (rencana).
Berdasarkan kelebihan beban lalu lintas tersebut, maka perlu
ditentukan siapa penggung jawab kerusakan yaang terjadi dan apa saja
kewajiban yang harus dilakukan. Khususnya untuk kelebihan beban
sumbu apakah kontraktor berhak membatasi kendaraan yang melebihi
beban kendaraan rencana.
d. Keadaan darurat (Akibat Bencana alam)
Dalam keadaan darurat, kerusakan jalan/jembatan akibat bencana
alam, maka klausul ini harus benar benar tertulis dalam dokumen
kontrak dan menjadi tanggung jawab siapa..
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Sebagai hasil dari penelitian, analisa dan pembahasan yang telah dilakukan
maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Kesiapan industri penyedia jasa dan dalam penerapan kontrak berbasis kinerja
untuk pemeliharaan jalan di Propinsi Aceh relatif belum memadai, hal ini
terlihat dengan minimnya pengetahuan tentang kontrak berbasis kinerja dan
masih perlu dilakukan pembenahan-pembenahan guna mempersiapkan
penerapan kontrak berbasis kinerja.
2. Faktor-faktor pendukung untuk penerapan kontrak berbasis kinerja di Propinsi
Aceh perlu dikembangkan dan diterapkan secara maksimal guna menggali
potensi dan peluang di dalam penerapan kontrak berbasis kinerja untuk ruas-
ruas jalan yang memenuhi persyaratan teknis.
3. Faktor-faktor kendala yang dihadapi dalam penerapan kontrak berbasis kinerja
dirasakan masih terlalu besar dengan tingkat resiko yang tinggi sehingga perlu
adanya solusi bagi masalah pemeliharaan jalan untuk ruas jalan yang akan
dikelola dengan kontrak berbasis kinerja.
66
67
5.2 Saran
1. Untuk mendukung penerapan kontrak berbasis kinerja perlu dilakukan
kerjasama dan koordinasi antar lembaga terkait sehingga dapat ditemukan
solusi bagi permasalahan penanganan jalan yang sedang dihadapi saat ini.
2. Berkaitan dengan kelanjutan tulisan ini, maka diharapkan ada yang dapat
melanjutkan penulisan dengan penelitian untuk aspek prosedur pelaksanaan
dan cara pembayaranya yang didukung dengan data-data dan perhitungan
yang akurat.