Download - TESIS SUTA
TESIS
PEMBERIAN MAGNESIUM SULFAT30 MG/KGBB INTRAVENA PRAINDUKSI MEMPERCEPAT MULA
KERJA DAN MEMPERPANJANG LAMA KERJA ATRACURIUM
I GEDE SUTANIYASA
PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR 2014
TESIS
PEMBERIAN MAGNESIUM SULFAT 30 MG/KGBB INTRAVENA PRAINDUKSI MEMPERCEPAT MULA
KERJA DAN MEMPERPANJANG LAMA KERJA ATRACURIUM
I GEDE SUTANIYASA NIM 0914108204
PROGRAM MAGISTER PROGRAM STUDI ILMU BIOMEDIK
PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR 2014
TESIS
PEMBERIAN MAGNESIUM SULFAT 30 MG/KGBB INTRAVENA PRAINDUKSI MEMPERCEPAT MULA
KERJA DAN MEMPERPANJANG LAMA KERJA ATRACURIUM
Tesis untuk Memperoleh Gelar Magister Biomedik pada Program Magister,Program Studi Ilmu Biomedik,
Program Pasca Sarjana Universitas Udayana `
I GEDE SUTANIYASA NIM 0914108204
PROGRAM MAGISTER PROGRAM STUDI ILMU BIOMEDIK
PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR 2014
Lembar Pengesahan
TESIS INI TELAH DISETUJUI
TANGGAL 24 DESEMBER 2014 Pembimbing I, Pembimbing II, Prof. Dr.dr. Made Wiryana,SpAn.KIC.KAO dr. Tjokorda Gde Agung Senapathi, SpAn, KAR NIP. 195405041981031004 NIP. 197301232008011006
Mengetahui
Ketua Program Studi Ilmu Biomedik Direktur Program Pascasarjana Universitas Udayana Program Pascasarjana Universitas Udayana Prof.Dr.dr.Wimpie I Pangkahila, SpAnd,FAACS Prof. Dr.dr. A.A. Raka Sudewi, SpS (K)
NIP. 194612131971071001 NIP. 195902151985102001
Tesis Ini Telah Diuji Pada
Tanggal 24 Desember 2014
Panitia Penguji Tesis Berdasarkan SK Rektor Universitas Udayana,
Nomor : 4503/UN14.4/ HK/2014 Tertanggal 23 Desember 2014
Pembimbing I : Prof. Dr. dr. Made Wiryana, SpAn, KIC, KAO
Pembimbing II : dr. Tjokorda Gde Agung Senapathi, SpAn, KAR
Penguji :
1. dr. I Ketut Sinardja, SpAn, KIC
2. dr. I Gede Budiarta, SpAn, KMN
3. dr. I Made Gede Widnyana, SpAn, MKes, KAR
UCAPANTERIMAKASIH
Pertama perkenankanlah penulis memanjatkan puji syukur kehadapan Ida Sang
Hyang Widhi Wasa/ Tuhan Yang Maha Esa, karena hanya atas
asungkertawaranugraha-Nya, tugas penyusunan tesis ini dapat terselesaikan.
Kepada Prof. Dr. dr. Ketut Suastika, SpPD, KEMD,selaku Rektor Universitas
Udayana, penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya atas perkenannya
memberikan kesempatan untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan spesialis di
Universitas Udayana.
Kepada Prof. Dr. dr. Putu Astawa, SpOT(K), MKes,selaku Dekan Fakultas
Kedokteran Universitas Udayana, penulis juga mengucapkan terimakasih yang
sebesar – besarnya atas perkenannya memberikan kesempatan menjalani dan
menyelesaikan pendidikan spesialis di Fakultas Kedokteran Universitas Udayana.
Kepada dr.I Nyoman Semadi, SpB, SpBTKV,selaku Ketua TKPPPDS I Fakultas
Kedokteran Universitas Udayana, penulis mengucapkan terimakasih atas kesempatan
yang diberikan sehingga penulis mampu menyelesaikan program pendidikan dokter
spesialis ini.
Kepada dr. Anak Ayu Sri Saraswati, MKes, selaku Direktur Utama RSUP
Sanglah, penulis menyampaikan terimakasih atas kesempatan yang diberikan untuk
menjalani pendidikan dan melakukan penelitian di RSUP Sanglah Denpasar.
Kepada Prof. Dr. dr. A. A. Raka Sudewi, SpS(K), selaku Direktur Program
Pasca Sarjana Universitas Udayana, penulis menyampaikan terimakasih karena telah
diberikan kesempatan untuk menjalani program magister pada program studi ilmu
biomedik, program pascasarjana Universitas Udayana.
Kepada dr. I Ketut Sinardja, SpAn, KIC, selaku Kepala Bagian Anestesiologi
dan Terapi Intensif Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, penulis mengucapkan
terimakasih dan rasa hormat setinggi-tingginya atas bimbingan, inspirasi dan motivasi
yang telah diberikan selama penulis mengikuti program pendidikan dokter spesialis
ini.
Kepada dr. Ida Bagus Gde Sujana, SpAn, MSi,selaku Sekretaris Bagian
Anestesiologi dan Terapi Intensif Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, penulis
mengucapkan terimakasih dan rasa hormat setinggi-tingginya atas bimbingan,
semangat, inspirasi dan motivasi selama penulis mengikuti program pendidikan
dokter spesialis ini.
Kepada Prof. Dr. dr. Made Wiryana, SpAn, KIC, KAO, selaku Ketua Program
Studi Anestesiologi dan Terapi Intensif dan selaku pembimbing satu, penulis
mengucapkan terimakasih dan rasa hormat yang setinggi-tingginya atas keteladanan
dan bimbingan yang telah diberikan selama penulis menyelesaikan tesis dan
menempuh program pendidikan dokter spesialis ini.
Kepada dr. I Made GedeWidnyana, SpAn, MKes, KAR,selaku Sekretaris
Program Studi Anestesiologi dan Terapi Intensif, penulis mengucap kanterima kasih
dan rasa hormat yang setinggi-tingginya atas bimbingan yang telah diberikan selama
penulis menempuh program pendidikan dokter spesialis ini.
Kepada dr. Tjokorda Gde Agung Senapathi,SpAn.KAR, selaku pembimbing
dua, penulis mengucapkan terimakasih dan rasa hormat yang setinggi-tingginya atas
bimbingan masukan dan motivasi yang telah diberikan selama penulisan dan
penyusunan tesis ini.
Kepada dr.I Wayan Sukra, SpAn, KIC, penulis mengucapkan terimakasih yang
sebesar-besarnya atas kemurahan hatinya dengan tidak mengenal lelah memberikan
bimbingan dan landasan berpikir tentang ilmu dasar anestesi.
Kepada semua guru: dr. I Made Subagiartha, SpAn, KAKV, SH; dr. I Gusti Putu
Sukrana Sidemen, SpAn, KAR; Dr. dr. I Wayan Suranadi, SpAn, KIC; dr. I Gede
Budiarta, SpAn, KMN; Dr. dr. I Putu Pramana Suarjaya, SpAn, MKes, KNA, KMN;
dr. Putu Agus Surya Panji, SpAn, KIC; dr. I Wayan Aryabiantara, SpAn, KIC; dr. I
Ketut Wibawa Nada, SpAn, KAKV; dr. Dewa Ayu Mas Shintya Dewi, SpAn; dr. I
Gusti Ngurah Mahaalit Aribawa, SpAn, KAR; dr. IG.A.G. Utara Hartawan, SpAn,
MARS; dr.Pontisomaya Parami, SpAn, MARS; dr I Putu Kurniyanta, SpAn; dr.
Kadek Agus Heryana Putra, SpAn; dr. Cynthia Dewi Sinardja, SpAn, MARS; dr.
Made Agus Kresna Sucandra, SpAn; dr. Ida Bagus Krisna Jaya Sutawan, SpAn,
MKes; dr. Tjahya Aryasa EM, SpAn, penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar
– besarnya atas bimbingan yang telah diberikan selama menjalani program
pendidikan dokter spesialis ini.
Kepada dr. I Wayan Gede Artawan Eka Putra, M.Epid, selaku pembimbing
statistik, penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar –besarnya atas kesediaan
meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan statistik dalam penyusunan
penelitian ini.
Kepada semua senior dan rekan – rekan residen anestesi, penulis mengucapkan
terimakasih atas bantuan dan kerjasama yang baik selama penulis menjalani program
pendidikan dokter spesialis ini.
Kepada Ibu Ni Ketut Santi Diliani, SHd ans eluruh staf karyawan di Bagian
Anestesiologi dan Terapi Intensif, penulis mengucapkan terimakasih atas semua
bantuannya selama menjalani program pendidikan dokter spesialias ini, kepada
segenap piñata anestesi, paramedic dan seluruh pasien serta kepada semua karyawan
yang tidak bias penulis sebutkan satu persatu yang telah membantu selama proses
pendidikan ini.
Kepada Bapak I Wayan Gde Sukarja dan Ibu Ni Wayan Sukerti selaku orang tua
yang telah merawat dan membesarkan penulis dengan kasih sayang yang tanpa
pamrih serta penuh kesabaran memberikan dukungan semangat dan doa supaya
penulis dapat menjalani dan menyelesaikan studi ini dengan baik.
Kepada istri tercinta Ni Made Seri Budayanti yang dengan kasih sayang yang
tanpa pamrih serta penuh kesabaran memberikan dukungan semangat, motivasi dan
doa supaya penulis dapat menjalani dan menyelesaikan studi ini dengan baik.
Serta terimakasih yang sebesar-besarnya kepada para pasien yang menjadi
“sumber ilmu” selama penulis menjalani proses pendidikan spesialisasi ini.
Semoga Ida Sang Hyang Widhi Wasa/ Tuhan Yang Maha Esa selalu
memberikan berkat dan rahmat-Nya kepada semua pihak yang tertulis di atas maupun
yang tidak tertulis, yang tidak bias disebutkan satu persatu yang telah membantu
penulis selama proses pendidikan dan penyusunan tesis ini.
Denpasar, Desember 2014
dr. I Gede Sutaniyasa
ABSTRAK
PEMBERIAN MAGNESIUM SULFAT 30 MG/KGBB INTRAVENA PRA INDUKSI MEMPERCEPAT MULA KERJA DAN MEMPERPANJANG LAMA KERJA
ATRACURIUM
Selama induksi anestesi, pasien memiliki resiko untuk terjadinya aspirasi selama menunggu terjadinya relaksasi dari otot. Magnesium memiliki efek yang bersinergis dengan obat-obat pelumpuh otot. Kami ingin mengetahui efek pemberian magnesium sulfat untuk meningkatkan mula kerja dari obat pelumpuh otot atracurium sehingga resiko untuk terjadinya aspirasi bias diturunkan.
Rancangan penelitian yang digunakan adalah Randomized double blind controlled trial pada pasien yang menjalani pembedahan dengan anestesi umum di kamar operasi RSUP Sanglah. Penelitian ini mengambil sampel 30 pasien ASA I dan II yang dibagi menjadi dua kelompok. Kelompok M mendapatkan magnesium sulfat 30 mg/kgBB dalam 20 ml 0,9% salin normal (volume total 20 ml) dan kelompok S mendapatkan hanya 0,9% salin normal dalam volume yang sama diberikan intravena 15 menit sebelum induksi anestesi dengan propofol, fentanyl dan atracurium 0,5 mg/kgBB. Pemeliharaan anestesi dilakukan deng ananestesi volatile dan fentanyl. Respon kontraksi otot diukur dengan menggunakan single twitch 0,1 Hz untuk mula kerja atracurium dan train-of-four untuk mencatat lama kerja dan waktu pulih yang dipasangkan pada nervusulnaris. Mula kerja, lama kerja dan waktu pulih dicatat dalam menit, dan kadar ion magnesium dan kalsium pasien diperiksa sebelum dan sesudah anestesi. Uji statistic menggunakan Chi square, Mann-Whitney Test, independent sample T-test dan uji regresi linier (dengan derajat kemaknaan < 0,05). Analisis data menggunakan program SPSS v. 17,0 for windows (Statistical Package for the Social Sciences Inc, USA).
Pada penelitian ini didapatkan rerata mula kerja atracurium secara bermakna lebih cepat pada kelompok magnesium (3,17 ± 1,07) menit dibandingkan dengan kelompok salin (7,47 ± 1,13) menit (p < 0,05). Lama kerja (45,15 ± 10,90) menit dan waktu pulih (2,69 ± 0,46) menit pada kelompok magnesium memanjang dibandingkan kelompok salin (26,48 ± 6,25) menit; (1,98 ± 0,27) menit secara bermakna (p < 0,05). Namun pemanjangan waktu pulih pada kelompok magnesium secara klinis tidak berarti. Peningkatan kadar ion magnesium dan penurunan kadar ion kalsium pada kelompok magnesium sebelum dan sesudah anestesi juga berbeda bermakna. Tetapi peningkatan kadar magnesium dan penurunan kadar kalsium ini masih dalam rentang nilai yang normal.
Dapat kami simpulkan bahwa pemberian magnesium sulfat 30 mg/kgBB dapat mempercepat mula kerja dan memperpanjang lama kerja atracurium. Sehingga magnesium sulfat dapat digunakan sebagai alternative pilihan untuk mempercepat mula kerja atracurium.
Kata kunci : Magnesium sulfat, Atracurium, mula kerja, lama kerja,waktu pulih.
ABSTRACT
MAGNESIUM SULFATE 30 MG/KGBB INTRAVENOUSPREINDUCTIO N SHORTER THE ONSET OF TIME AND LONGER THE CLINICAL
DURATION OF ATRACURIUM
During the induction of anesthesia, patient are at risk of aspiration while awaiting full muscle relaxation. Magnesium has been shown to have synergistic effects with neuromuscular blocking drugs. We tested if magnesium sulfat as an adjunct, increases the speed of onset of muscle relaxationatrcurium, thereby decreasing the risk of aspiration.
The research design was used a randomized double-blind controlled trial in patients undergoing surgery with general anesthesia in operating room in Sanglah Hospital. Total sample of this study are 30ASA I and II patients were divided into two groups. Patients in each group received the magnesium sulfat 30 mg/kgBB(group M) in 0,9% normal salin (total volume 20 ml) and 0,9% normal saline (group S) alone intravenously for 15 min before induction of anesthesia with propofol, fentanyl and atracurium 0,5 mg/kgBB. Anesthesia was maintained with volatile anesthesia and fentanyl. Electromyographical responses were measure by single twitch 0,1 Hz responses for the onset of atracurium, clinical duration and reversal time were measured by train-of-four test was performed on the ulnar nerve. Time of onset, clinical duration dan reversal time of atracurium were measured in min and ionzed of magnesium and calcium also measured preanesthesia and post anesthesia. Using Chi square test, Mann-Whitney test, independent sample T-test and Regretion Linier test (with degrees of significance < 0.05).Analyses were performed with SPSS v.17.0 for windows (Statistical Package for the Social Sciences Inc, USA).
In this study the mean time of onset atracuriumwere significantly shorter in the magnesium group (3,17±1,07) min than the salin group (7,47±1,13) min (p<0,05). Clinical duration and reversal time were significantly longer in the magnesium group (45,15±10,90) min; (2,69±0,46) min than the salin group (26,48 ± 6,25) min; (1,98 ± 0,27) min (p<0,05). The concentrations of ionized magnesium were significantly increased and the concentration of ionized calcium were significantly decreased in magnesium group, but the measuredment was with in normal limit of both ionized.
We conclude that magnesium sulfat 30 mg/kgBB pretreatment were shortening of onset time, prolonged of clinical duration of atracurium.
Keywords :Magnesium sulfate, atracurium, onset time, clinical duratio, reversal time.
DAFTAR ISI
Halaman
SAMPUL DALAM ................................................................................................... i
PRASYARAT GELAR .......................................................................................... ii
LEMBAR PERSETUJUAN .................................................................................. iii
PENETAPAN PANITIA PENGUJI ....................................................................... iv
SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT ........................................................ v
UCAPAN TERIMAKASIH .................................................................................... vi
ABSTRAK………………………………………………………………….........xi
ABSTRACT…………………………………………………………………..…xii
DAFTAR ISI ........................................................................................................ xiii
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... xvii
DAFTAR TABEL .............................................................................................. xviii
DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG ....................................................... xix
DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................................... xxi
BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................ 1
1.1 Latar Belakang ..................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ................................................................................ 5
1.3 Tujuan Penelitian ................................................................................. 5
1.3.1 Tujuan umum ............................................................................. 5
1.3.2 Tujuan khusus............................................................................5
1.4 Manfaat Penelitian ............................................................................... 6
1.4.1 Manfaat akademis..................................................................... 6
1.4.2 Manfaat praktis .......................................................................... 6
BAB II KAJIAN PUSTAKA ................................................................................... 7
2.1 FisiologiSaraf - Otot ............................................................................ 7
2.2Atracurium ............................................................................................ 8
2.2.1 Struktur kimia ............................................................................ 8
2.2.2 Metabolisme dan ekskresi .......................................................... 9
2.2.3 Dosis dan sediaan..................................................................... 10
2.2.4 Efek samping dan pertimbangan klinis .................................... 10
2.2.5 Temperatur dan sensitifitas PH ................................................ 11
2.3 Magnesium......................................................................................... 11
2.3.1 Fisiologi dan homeostasis magnesium .................................... 12
2.3.2 Mekanisme kerja magnesium .................................................. 15
2.4 Interaksi Pelumpuh Otot Non Depolarisasi dengan Obat Anestesi
Inhalasi .............................................................................................. 17
BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP DANHIPOTESIS
PENELITIAN .......................................................................................... 19
3.1 Kerangka Berpikir.............................................................................. 19
3.2 Konsep Penelitian .............................................................................. 20
3.3 Hipotesis Penelitian ........................................................................... 21
BAB IV METODE PENELITIAN ........................................................................ 22
4.1 Rancangan Penelitian ......................................................................... 22
4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ............................................................. 23
4.3 Ruang Lingkup Penelitian ................................................................. 23
4.4 Penentuan Sumber Data ..................................................................... 23
4.4.1 Populasi target ......................................................................... 23
4.4.2 Sampel penelitian ..................................................................... 23
4.4.3 Jumlah sampel ......................................................................... 24
4.4.4 Tehnik pengambilan sampel .................................................... 25
4.4.5 Alokasi sampel ......................................................................... 26
4.5 Variabel Penelitian ............................................................................. 26
4.5.1 Identifikasi variabel ................................................................. 26
4.5.2 Definisi operasional variabel ................................................... 27
4.6 Instrumen Penelitian .......................................................................... 31
4.7 Prosedur Penelitian ............................................................................ 32
4.7.1 Cara kerja ................................................................................. 32
4.7.2 Alur penelitian ......................................................................... 33
4.8 Pengolahan dan Penyajian Data Analisis Statistik ............................ 35
4.8.1 Uji karakteristik sampel ........................................................... 35
4.8.2 Uji normalitas .......................................................................... 35
4.8.3 Uji homogenitas ....................................................................... 35
4.8.4 Analisis perbedaan mean (rerata) ............................................ 35
BAB V HASIL PENELITIAN…………………………………………………..37
BAB VI PEMBAHASAN……………………………………………………….47
6.1 Karakteristik Sample………………………………………………..47
6.2 Perbandingan Mula Kerjadan Lama Kerja Atracurium ..................... 48
6.3 Perbandingan Waktu Pulih Atracurium 0,5 mg/kgBB……………...49
6.4 Pengaruh Pada Kadar Magnesium dan Kalsium Plasma ................... 50
6.5 Kelemahan Penelitian ........................................................................ 51
BAB VII SIMPULAN DAN SARAN…………………………………………...53
7.1 Simpulan ............................................................................................ 53
7.2 Saran .................................................................................................. 53
DAFTARPUSTAKA ............................................................................................. 54
LAMPIRAN ........................................................................................................... 58
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar2.1 Cara kerja asetilkolin pada sinaps dan metabolism asetilkolin ............. 8
Gambar2.2 Struktur kimia atracurium ..................................................................... 9
Gambar2.3 Mekanisme aksi magnesium ............................................................... 12
Gambar2.4 Skema representasi magnesium pada ginjal ........................................ 14
Gambar 3.1 Kerangka konsep ................................................................................ 20
Gambar4.1 Bagan rancangan penelitian ................................................................ 22
Gambar4.2 Bagan alur penelitian........................................................................... 34
Gambar 5.1 Grafik mula kerja antar kedua kelompok perlakuan .......................... 40
Gambar 5.2 Grafik lama kerja antar kedua kelompok perlakuan .......................... 41
Gambar 5.3 Grafik perubahan kadar magnesium antar kelompok ........................ 44
Gambar 5.4 Grafik perbandingan kadar kalsium antar kelompok ......................... 45
Gambar 5.5 Grafik pengaruh kadar magnesium terhadap kadar kalsium ……….46
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel2.1 Manifestasi klinis hipermagnesemia ....................................................... 17
Tabel 5.1 Karakteristik sample .............................................................................. 38
Tabel 5.2 Perbandingan mula kerja ....................................................................... 39
Tabel 5.3 Perbandingan rerata lama kerja berdasarkan kelompok perlakuan........ 41
Tabel 5.4 Perbandingan rerata waktu pulih berdasarkan kelompok perlakuan ..... 42
Tabel 5.7 Perbandingan perubahan kadar magnesium dan kalsium antar kelompok
........................................................................................................................ 43
Tabel 5.8 Hasil analisis regresi linier pengaruh magnesium terhadap kadar kalsium
........................................................................................................................ 46
DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG
SINGKATAN
Ach : Asetilkolin.
AchR : Reseptorasetilkolin.
ASA : American Society of Anesthesiologist.
BB : beratbadan.
cAMP : cyclic adenosine monophosphat.
DJ : Denyut jantung.
dkk. : dan kawan-kawan.
EEG : Electroencephalography.
EMG : Electromyography.
G : gauge.
Hz : herzt.
HA : Hemodinamik awal.
H0 : Hemodinamik sesaat sebelum intubasi.
H1 : Hemodinamik 1 menit setelah intubasi.
H3 : Hemodinamik 3 menit setelah intubasi.
H5 : Hemodinamik 5 menit setelah intubasi.
IBS : Instalasi Bedah Sentral.
ICU : Intensive Care Unit.
IMT : Indeks Massa Tubuh.
kg/m2 : kilogram per meter persegi.
KTP : Kartu TandaP enduduk.
mA : miliamper.
mcg/kgBB : microgram per kilogram berat badan.
mg : miligram.
mg/kgBB : miligram per kilogram berat badan.
mL : mililiter.
N2O : nitrous oxide.
NaCl 0,9% : Natrium Chloride 0,9%
O2 : Oksigen.
RSUP : Rumah Sakit Umum Pusat.
SD : Standard Deviation.
SIM : Surat Ijin Mengemudi.
TB : tinggi badan.
TOF : train-of-four.
LAMBANG
X1 – X2 : selisih minimal rerata yang dianggap bermakna.
> : lebih dari.
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1 : Ethical Clearance ............................................................................ 58
Lampiran 2 : Surat Ijin Penelitian .......................................................................... 59
Lampiran 3 : Surat Pernyataan Persetujuan Uji Klinis .......................................... 60
Lampiran 4 : Jadwal Penelitian .............................................................................. 61
Lampiran 5 : Penjelasan Penelitian/Informasi ....................................................... 62
Lampiran 6 : Lembar Penelitian ............................................................................ 64
Lampiran 7 : Lembar Observasi Pasien ................................................................. 69
Lampiran 8 : Tabulasi Data Penelitian ................................................................... 70
Lampiran 9 : Hasil Analisis SPSS ........................................................................ 71
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dalam trias anesthesia dibutuhkan hipnotika, analgesia dan relaksasi otot.
Relaksasi otot dibutuhkan untuk tindakan laringoscopy intubasi, relaksasiotot
lapangan operasi dan sebagaifasilitasi ventilasi mekanik. Hal ini dapat dilakukan
dengan mendalamkan anestesi inhalasi, melakukan anesthesia regional, atau dengan
menggunakan obat-obat pelumpuh otot (Morgan dkk, 2013).
Selama induksi anestesi, ada resiko untuk terjadinya aspirasi selama
menunggu obat pelumpuh otot bekerja secara optimal sebagai fasilitas tindakan
laringoscopy dan intubasi.Supaya resiko terjadinya aspirasi dapat dikurangi,
dibutuhkan obat pelumpuh otot yang memiliki mula kerja yang singkat, dengan
gejolak hemodinamik yang minimal.
Berbagai teknik yang telah dikembangkan untuk mempercepat mula kerja
pelumpuh otot agar menyerupai mula kerja suksinilkolin, yaitu: 1) memberikan dosis
priming (Foldes dkk., 1984; Schwarz dkk., 1985; Mehta dkk., 1985); 2)
menggunakan prinsip timing (Morgan dkk, 2006); 3) meningkatkan dosis pelumpuh
otot (Rorvik dkk., 1988; Ginsberg dkk., 1989; Magorian dkk., 1993); dan 4)
mengombinasikan obat pelumpuh otot (Naguib, 1994).
Di era BPJS saat ini diharapkan efesiensi pemakaian obat sesuai dengan daftar
formularium, dimana untuk obat pelumpuh otot golongan non depolarisasi yang
tersedia di RSUP sanglah saat ini adalah atracurium dan rocuronium.
Atracurium adalah obat pelumpuh otot golongan non depolarisasi dengan
mula kerja antara 3 – 5 menit dan lama kerja sekitar 20 – 35 menit, yang umum
digunakan dalam memfasilitasi tindakan intubasi pemasangan pipa endotrakeal pada
anesthesia umum. Obat pelumpuh otot ini selain untuk memfasilitasi tindakan
intubasi pemasangan pipa endotrakeal juga digunakan untuk memberikan relaksasi
lapangan operasi selama tindakan pembedahan dan sebagai fasilitas memberikan
ventilasi mekanis. Atrakurium dimetabolisme secara efektif pada suhu tubuh dan PH
darah normal melalui eliminasi Hofmann dan dihidrolisa secara tidak spesifik oleh
plasma esterase, sehingga farmakokinetiknya tidak bergantung pada fungsi ginjal dan
hati (Stoelting dkk, 2006).
Efek pelepasan histamine atracurium lebih rendah dibandingkan dengan
tubacurarine, namun kemungkinan terjadinya pelepasan histamine yang bermakna
bisa terjadi pada pasien yang sensitif. Dengan dosis inisial 0,5 mg/kg peningkatan
kadar histamine plasma berkisaran 15% tetapi hemodinamik masih stabil. Pemberian
atracurium dengan dosis 0,6 mg/kg menunjukkan peningkatan kadar histamine
sampai 92 % setelah 5 menit kemudian diikuti dengan turunnya tekanan darah dan
dalam 2 – 3 menit kemudian diikuti dengan gambaran kemerahan di kulit. Dosis
inisial ini harus diturunkan 0,3 – 0,4 mg/kg dan diberikan secara perlahan atau
diberikan dalam dosis terbagi pada pasien dengan riwayat penyakit jantung yang
signifikan, mengingat kemungkinan terjadinya penurunan tekanan darah yang
bermakna pada pasien seperti ini. Adilah Miraj dan rekannya melaporkan terjadinya
bradikardi yang diikuti dengan terjadinya henti jantung sesaat setelah pemberian
atracurium (Miraj dkk, 2010).
Magnesium sulfat adalah obat yang murah, relatif tidak berbahaya, dan mudah
didapatkan, yang mana untuk pertama kali dikenal efikasinya sebagai anti artimia.
Selanjutnya magnesium sulfat lebih familiar digunakan dibagian obsteri dan
ginekologi untuk pengobatan maupun pencegahan terjadinya kejang pada pasien
hamil dengan preeklamsia, dan juga digunakan untuk menghentikan kejang pada
pasien dengan eklamsia (Montazeri dkk, 2005).
Efek magnesium pada otot secara umum dari penelitian yang telah dilakukan
diketahui bahwa ion magnesium bekerja secara kompetitif dengan ion kalsium untuk
menduduki prejunctional site. Masing – masing ion bekerja secara antagonis satu
sama lain, ion magnesium yang tinggi akan menghambat pelepasan asetilkolin
sedangkan ion kalsium yang tinggi akan meningkatkan pelepasan asetilkolin dari
presynaptic nerve terminal. Diketehui pula bahwa ion magnesium memiliki efek
inhibisi pada postjuctional potensial, yang menyebabkan turunnya eksitabilitas
membrane pada serat-serat otot (Edmundas S, dkk, 2002).
Selama tindakan anestesi terjadi penurunan kadar magnesium dalam darah,
dan akan kembali normal dalam waktu satu sampai tiga hari setelah operasi. Pada
penelitian yang dilakukan oleh Sasaki R dan rekannya, meyimpulkan bahwa
diperlukan tambahan suplemen ion magnesium selama tindakan anestesi, bila selama
tindakan operasi pasien mendapatkan cairan infus dalam jumlah cukup banyak
(Edmundas dkk, 2002).
Pada penelitian yang dilakukan oleh Thomas Fuchs dan rekannya,
menyimpulkan bahwa pemberian magnesium sulfat 30 mg/kgBB sebelum pemberian
obat pelumpuh otot vecuronium dapat mempercepat mula kerja vecuronium untuk
tindakan intubasi endotrakeal, dan memperpanjang lama kerja vecuronium (Thomas
Fuchs dkk, 1995).Pada penelitian yang dilakukan oleh B. Kussman dan rekannya
didapatkan bahwa pemberian magnesium sulfat sebelum pemberian rocuronium dapat
memperpanjang efek relasasi otot, tetapi tidak mempercepat mula kerja rocuronium
(B. Kussman dkk, 1997). Pada penelitian yang dilakukan oleh Nivin dan rekannya
dengan pemberian magnesium sulfat 3 gram sebelum pemberian atracurium
dilanjutkan dengan dosis pemeliharaan 0,5 gram/jam, menghasilkan kondisi intubasi
yang baik, kestabilan dalam hemodinamik, dapat mempercepat mula kerja,
memperpanjang lama kerja atracurium dan memperpanjang waktu pemulihan setelah
pemberian neostigmin (Nivin dkk, 2002)
Apabila dengan pemberian magnesium sulfat dapat mempercepat mula kerja
dan memperpanjang durasi kerja atracurium, maka pemakaian jumlah obat
atracurium dapat dikurangi, efek buruk atracurium dapat dihindari dan biaya untuk
obat pelumpuh otot menjadi lebih murah pada tindakan operasi bedah mayor dengan
anestesi umum.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang permasalahan seperti telah disebutkan di
atas, maka dapat dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut:
1. Apakah pemberian magnesium sulfat sebelum pemberian atracurium
dapat mempercepat mula kerja atracurium sebagai obat pelumpuh otot
pada operasi bedah mayor dengan anestesi umum?
2. Apakah pemberian magnesium sulfat sebelum pemberian atracurium
dapat memperpanjang lama kerja atracurium sebagai obat pelumpuh otot
pada operasi bedah mayor dengan anestesi umum?
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Mengetahui efek kombinasi magnesium sulfat untuk meningkatkan kerja
obat pelumpuh otot atracurium.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Mengetahui penggunaan magnesium sulfat intravena dapat mempercepat
mula kerja obat pelumpuh otot atracurium selama tindakan operasi bedah
mayor.
2. Mengetahui penggunaan magnesium sulfat intravena dapat
memperpanjang lama kerja obat pelumpuh otot atracurium selama
tindakan operasi bedah mayor.
1.4 Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah:
1. Manfaat praktis
Dari penelitian ini diharapkan dapat meminimalkan pengunaan obat pelumpuh
otot atracurium pada operasi bedah mayor sehingga efek samping bisa
diminimalkan dan biaya menjadi lebih murah.
2. Manfaat akademik
Hasil dari penelitian ini diharapkan nantinya dapat menjadi masukan dan
tambahan ilmu pengetahuan baru bagi sejawat dokter spesialis anestesi, dokter
umum dan mahasiswa kedokteran, sehingga pemberian magnesium sulfat
preoperatif dapat diberikan untuk mengurangi penggunaan obat pelumpuh otot
pada operasi bedah mayor. Selanjutnya diharapkan penelitian ini dapat menjadi
dasar penelitian lebih lanjut.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Fisiologi Saraf – Otot
Serabut saraf membentuk suatu kompleks terminal cabang saraf, yang
berinvaginasi ke permukaan serabut otot tetapi terletak di luar membrane plasma
serabut otot.Seluruh struktur ini disebut lempeng akhir motorik (motor andplate)
yang ditutup oleh satu atau lebih sel Schwann yang menyekatnya dari cairan di
sekelilingnya. Pada daerah inilah timbulnya proses kimiawi dengan dikeluarkannya
neurotransmitter yaitu asetilkolin yang terikat secara selektif pada reseptor endplate.
Membran yang mengalami invaginasi ini disebut parit sinaps atau palung sinaps, dan
ruangan antara terminal dan membrane serabut disebut celah sinaps atau ruang sinaps
yang lebarnya sekitar 20 sampai 30 nanometer (Gayton and Hall, 2008).
Bila suatu impuls saraf tiba di lempeng akhir motorik, sekitar 125 vesikel
asetilkolin dilepaskan dari terminal dan masuk ke dalam ruang sinaps. Pada sisi
dalam permukaan membrane saraf terdapat dense bar linier, yang mana disetiap sisi
dari dense bar terdapat partikel protein yang merupakan kanal kalsium bergerbang
voltase. Bila suatu potensial aksi menyebar ke seluruh terminal, kanal ini akan
terbuka dan memungkinkan sejumlah ion kalsium untuk berdufusi dari ruang sinaps
ke bagian dalam terminal saraf. Ion kalsium ini kemudian akan menarik vesikel
asetilkolin kearah membrane yang berdekatan dengan dense bar. Vesikel-vesikel ini
lalu berdifusi dengan membrane saraf dan mengeluarkan asetilkolinnya ke dalam
ruang sinaps (Gayton and Hall, 2008)
Gambar 2.1 Cara Kerja Asetilkolin pada Sinaps dan Metabolisme Asetilkolin
2.2 Atracurium
Atracurium besylate adalah merupakan obat pelumpuh otot golongan non
depolarisasi yang pertama kali disintesis oleh J. B. Stenleke pada tahun 1979. Di era
BPJS saat ini atracurium yang lebih banyak dugunakan, karena obat ini yang ada
dalam daftar formularium BPJS.
2.2.1 Stuktur kimia
Seperti halnya dengan obat pelumpuh otot yang lainnya, atracurium memiliki
grup kuartenari. Namun sebuah struktur benzilisoquinolin bertanggungjawab untuk
metode degradasinya yang unik. Obat ini merupakan campuran 10 stereoisomer
(Stoelting, 2006).
Struktur kimia atracurium.
Gambar 2.2 Struktur kimia atracurium
2.2.2 Metabolisme dan ekskresi
Atracurium dimetabolisme sepenuhnya dalam plasma sehingga
farmakokinetiknya tidak tergantung dengan fungsi hati dan fungsi ginjal dan kurang
dari 10 % diekskresikan tanpa berubah melalui ginjal lewat urin dan kandung empedu
(Stoelting, 2006).
Dua proses terpisah yang bertanggungjawab dalam metabolisme obat ini,
yaitu :
A. Hidrolisis ester
Aksi ini dikatalis oleh esterase non spesifik, bukan oleh asetilkolinesterase
atau pseudokolinesterase.
B. Eliminasi hoffman
Sebuah pemecahan kimia non enzimatik spontan terjadi pada pH dan suhu
fisiologis.
2.2.3 Dosis dan Sediaan
Dosis sebesar 0,5mg/kg diberikan intravena untuk tindakan laryngoscopy
intubasi dengan mula kerja antara 3 – 5 menit. Relaksasi intraoperaif didapatkan
dengan dosis 0,25 mg/kg inisial, lalu dilanjutkan dengan dosis pemeliharaan sebesar
0,1 mg/kg setiap 10-20 menit. Pemberian secara kontinyu dapat diberikan dengan
dosis sekitar 5-10 mg/jam dapat menggantikan pemberian secara bolus intermiten
secara efektif. Meskipun kebutuhan dosis tidak begitu beragam sesuai usia,
atracurium dapat bekerja cepat pada anak dan bayi dibandingkan pada dewasa.
Atracurium tersedia sebagai solusi 10 mg/ml harus disimpan pada suhu 2-8˚C,
dan akan hilang 5-10% dari potensinya setiap bulan setelah terekspos pada suhu
ruangan. Pada suhu ruangan harus digunakan dalam waktu 14 hari untuk
mempertahankan potensinya (Stoelting, 2006).
2.2.4 Efek Samping dan pertimbangan klinis
A. Hipotensi dan takikardia
Efek kardiovaskular tidak biasa terjadi kecuali pada dosis melebihi 0,5 mg/kg
diberikan. Atracurium dapat juga menyebabkan penurunan yang drastis dari resistensi
vaskuler sistemik dan peningkatan pada index independensi jantung pada pelepasan
histamin apapun. Laju injeksi yang lambat akan meminimalkan efek ini (Miraj dkk,
2010).
B. Bronkospasme
Atracurium harus dihindari pada pasien asma. Namun begitu, bronkospasme
yang parah mungkin terjadi pada pasien tanpa riwayat asma (Miraj dkk, 2010).
C. Reaksi alergi
Reaksi anafilaksis jarang terjadi pada pemberian atracurium. Mekanismenya
termasuk imunogenisitas langsung dan aktivasi imun yang mediasi oleh akrilat.
Reaksi Antibodi mediasi-IgE diberikan langsung melawan komponen amonium
terganti, termasuk relaksan otot, telah diteliti. Reaksi terhadap akrilat, metabolit dari
atracurium dan komponen struktural dari beberapa membran dialisis, juga telah
dilaporkan terjadi pada pasien yang menjalani hemodialisa (Stoelting, 2006).
2.2.5 Temperatur dan sensitivitas pH
Dikarenakan metabolismenya yang unik, durasi aksi atracurium dapat
diperpanjang oleh hipotermia dan oleh asidosis inkompatibilitas kimia atracurium
akan berpresipitat sebagai asam bebeas jika diberikan pada jalur intravena yang
mengandung solusi alkalin seperti tiopental (Soelting, 2006).
2.3 Magnesium
Magnesium sulfat (MgSO4) merupakan bahan murah yang relatif tidak
berbahaya dan mudah didapatkan. Obat ini pertama kali dikenal efikasinya untuk
aritmia dan preeclampsia. Saat ini pentingnya magnesium dalam praktik anestesi
telah mendapat perhatian.
2.3.1 Fisiologis dan Homeostasis Magnesium
Magnesium adalah ion dengan jumlah berlimpah dalam tubuh manusia dan
memainkan peranan penting dalam berbagai fungsi seluler, seperti penyimpanan,
metabolisme, dan pembentukan energi. Magnesium berfungsi sebagai kofaktor untuk
berbagai proses biologis, termasuk sintesis protein, fungsi neuromuskular, dan
stabilisasi asam nukleat. Magnesium merupakan komponen intrinsik dari adenosin 5-
triphosphatases dan regulator endogen beberapa elektrolit (Herroeder dkk, 2011).
Gambar 2.3 Mekanisme Aksi Magnesium
Magnesium termasuk non kompetitif inhibitor dari inositol trifosfat-gated
saluran kalsium, magnesium berfungsi sebagai antagonis kalsium endogen dengan
mempengaruhi penyerapan dan distribusi. Magnesium juga menunjukkan efek
modulatory pada saluran natrium dan kalium, sehingga mempengaruhi membran
potential. Pada sistem saraf pusat, efek depresi timbul pada pemberian magnesium,
bertindak sebagai antagonis pada reseptor N-methyl D-aspartat (NMDA) glutamat
dan penghambat pelepasan katekolamin (gbr. 2.3) (Herroeder dkk, 2011).
Tubuh manusia dewasa mengandung rata-rata 24 gram (1 mol) magnesium,
disimpan terutama dalam tulang (60%) dan kompartemen intraselular otot (20%) dan
jaringan lunak (20%), terutama terikat sebagai chelators, seperti adenosin 5-trifosfat
dan DNA. Dua sampai tiga persen dari magnesium intraselular terionisasi dan
mengatur homeostasis magnesium ruang intraseluler. Ruang ekstraseluler hanya
mengandung magnesium 1% dari total magnesium tubuh, termasuk 0,3% didalam
plasma. Magnesium plasma terionisasi (60%), dalam bentuk anion (7%), atau protein
yang terikat (33%), dengan konsentrasi normal magnesium total plasma berkisar 0,7-
1,0 mM (1,7-2,4 mg / dl) (Herroeder dkk, 2011).
Pemeliharaan homeostasis magnesium sebagian besar diatur oleh penyerapan
usus dan ekskresi ginjal. Magnesium terutama diserap di usus halus melalui dua jalur
yang berbeda tergantung pada dosis dan formula dari asupan makanan. Pada
konsentrasi rendah intraluminal didominasi oleh transportasi transelular saturable
aktif dan dengan konsentrasi tinggi melalui difusi pasif nonsaturable (Herroeder dkk,
2011).
Ketersediaan hayati dari senyawa organik, seperti magnesium aspartat atau
magnesium sitrat, lebih baik dibandingkan dengan campuran anorganik. Bila kadar
magnesium normal, sekitar 40 – 50 % diserap. Mekanisme yang mendasari
penyerapan magnesium tergantung kondisi hypermagnesemia atau hipomagnesium.
Pada ginjal, sekitar 80% magnesium plasma diultrafiltasi melalui glomerulus, dengan
lebih dari 95% yang diserap di nefron (Herroeder dkk, 2011)
Pada ansa Henle diserap (70%), dan pada tubulus proksimal dan distal 15-
25% dan 5-10% dari reabsorpsi secara berurutan. Pada lengkung Henle , magnesium
diserap kembali melalui difusi pasif paracellular, didorong oleh gradien elektrokimia,
hasil dari reabsorpsi adalah natrium klorida. Tight jungtion protein claudin 16
diyakini memfasilitasi reabsorpsi magnesium paracellular karena mutasi pada
pengkodean gen paracellin-1 yang menyebabkan magnesium wasting syndrome
(Herroeder dkk, 2011)
Sedikit yang diketahui tentang mekanisme yang mendasari reabsorpsi
magnesium dalam tubulus distal. Pada usus halus, transportasi transelular aktif
melibatkan TRPM6. Patients dengan mutasi pada gen hypomagnesemia TRPM6
dapat mengalami hypokalsemia. Regulation sekunder transportasi magnesium tidak
memiliki kontrol endokrin khusus, meski beberapa hormon telah digunakan untuk
mengubah hemostasis magnesium (Herroeder dkk, 2011)
Gambar 2.4 Skema Representasi Magnesium pada Ginjal.
Parathormon dan vitamin D merangsang reabsorpsi magnesium ginjal dan
usus, sedangkan insulin dapat menurunkan ekskresi magnesium di ginjal dan
meningkatkan selular uptake. Tubuh manusia selalu menjaga Magnesium dalam batas
normal. Ekskresi magnesium biasanya 5 mmol/hari jika fungsi ginjal normal, tapi
bisa menurun hingga kurang dari 0,5 % (0,03 mmol/hari) akibat gangguan pada
extrarenal. Namun, orang sangat rentan terhadap hypermagnesemia pada gangguan
fungsi ginjal (Herroeder dkk, 2011)
2.3.2 Mekanisme Kerja Magnesium
Magnesium adalah kation terbanyak keempat dalam tubuh dan kation
intraseluler terbanyak kedua setelah kalium. Sekitar satu setengah dari total
magnesium tubuh terdapat dalam tulang dan 20% dalam otot rangka. Magnesium
diperlukan dalam pelepasan asetilkolin pada ujung saraf presynaptic dan dapat
menghasilkan efek yang mirip dengan obat yang menghambat masuknya calcium.
Ion magnesiumterlibat sebagai kofaktor dari sekitar 300 reaksi enzimatik dalam tubuh
dan juga berperan dalam beberapa prosespenting seperti pengikat reseptor
hormon,pintu saluran kalsium, masuknya ion melewati membran, regulasi system
adenil siklase, aktivitas neuronal, tonus vasomotor, perangsangan jantung dan
pelepasan neurotransmitter (Edmundas dkk, 2002).
Magnesium menghambat reseptor N-methyl-D-aspartat (NMDA), sehingga
dapat mencegah sensitisasi sentral yang disebabkan oleh stimulasi nociceptive
perifer. Magnesium memiliki efek anti nociceptive pada hewan dan manusia. Efek ini
terutama didasarkan pada efek magnesium dalam regulasi masuknya kalsium ke
dalam sel, yang secara fisiologis sebagai antagonis kalsium dan antagonis reseptor
NMDA. Terdapat hubungan terbalik telah ditunjukkan antara keparahan nyeri akibat
kondisi pembedahan dan konsentrasi serum magnesium (Edmundas dkk, 2002).
Peningkatan kadar plasma magnesium yang berhubungan dengan efek
samping magnesium (Tabel I). Oleh karena itu, perlu untuk mengamati beberapa
parameter klinis untuk menjamin keamanan. Parameter meliputi : diuresis 25
mL/jam, reflek patella positif, frekuensi napas lebih dari 12 kali per menit, dan
perubahan tanda-tanda vital (Tekanan darah, denyut jantung, dan tingkat kesadaran).
Magnesium menurunkan 52 % risiko kejang saat dibandingkan dengan diazepam, dan
67 % jika dibandingkan dengan phenytoin. Penelitian ini meningkatkan penggunaan
magnesium dari 2 % menjadi 40 % pada pasien dengan preeklampsia di Negara
Inggris. Namun benzodiazepin tetap diindikasikan untuk pengobatan kejang (Fabiano
Timbo Barbosa dkk, 2010).
Serum Level in mg/dl Symptom
5 – 9 Therapeutic
10 – 15 Areflexia
15 – 20 Respiratory arrest
≥ 25 Cardiac arrest
Tabel 1. Manifestasi Klinik Hipermagnesemia
Beberapa pasien yang mendapatkan terapi Magnesium menunjukkan
beberapa reaksi minor seperti badan terasa lemah, scotomata, mual, muntah,
pandangan kabur, penglihatan ganda dan kelemahan badan. Efek samping tersebut
dapat dihilangkan dengan pemberian calcium glukonas 1 gr intra vena (Fabiano
Timbo Barbosa dkk, 2010).
Magnesium merupakan antagonis alami kalsium dan antagonis non-kompetitif
reseptor N-methyl-D aspartat (NMDA). Hal ini terlibat dalam beberapa proses seperti
kontrol tonus vasomotor, eksitabilitas jantung, pelepasan neurotransmiter dan
modulasi nyeri. Magnesium bersaing dengan kalsium pada saluran membran. Hal ini
dapat menghambat banyak respons yang dimediasi kalsium seperti pelepasan
katekolamin dari kedua kelenjar adrenal dan terminal saraf adrenergik perifer dalam
merespon stimulasi simpatik dan memiliki sifat vasodilatasi. Magnesium juga
menghambat pelepasan asetilkolin presinap pada sambungan neuromuskuler dan
dapat mengakibatkan waktu onset dini dan potensiasi blokade neuromuskuler yang
tak terduga (Gautam Piplai dkk,2013).
2.4 Interaksi pelumpuh otot non-depolarisasi dengan obat anestesi inhalasi
Penggunaan obat anestesia volatil menurunkan dosis pelumpuh otot non-
depolarisasi sampai 15%. Derajat potensiasi paskasinaptik tergantung dari anestesi
inhalasi yang digunakan (desfluran > sevofluran > isofluran dan enfluran > halothan
> N2O/O2/narkotik) dan pelumpuh otot (pankuronium > vekuronium dan atrakurium)
(Morgan dkk., 2006).
Potensiasi tidak terlihat selama induksi anestesia tetapi akan menjadi signifikan
pada saat obat anestesia volatil mencapai konsentrasi jaringan yang diperlukan untuk
interaksi (umumnya setelah durasi yang panjang). Interaksi rokuronium dan obat-obat
anestesia intra vena dengan dosis standar dari fentanyl, etomidat, thiopental,
methoheksital, ketamin, gammahidroksibutirat dan propofol tidak memiliki efek yang
signifikan secara klinis terhadap rokuronium. Beberapa obat ini memiliki efek
potensiasi yang rendah pada dosis yang tinggi (Olkkola dan Tammisto, 1994).
BAB III
KERANGKA BERPIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN
3.1 Kerangka Berpikir
1. Selama induksi anestesi, ada resiko untuk terjadinya aspirasi selama
menunggu obat pelumpuh otot bekerja secara optimal sebagai fasilitas
tindakan laringoscopy dan intubasi. Supaya resiko terjadinya aspirasi dapat
dikurangi, dibutuhkan obat pelumpuh otot yang memiliki mula kerja yang
singkat, dengan gejolak hemodinamik yang minimal.
2. Atracurium adalah obat pelumpuh otot golongan non depolarisasi, dengan
mula kerja antara 3 sampai 5 menit setelah pemberian dengan lama kerja
sedang antara 20 sampai 35 menit. Untuk dapat mempercepat mula kerja
dapat dilakukan dengan cara melakukan dosis priming, atau dengan cara
memberikan dengan dosis yang lebih besar. Sementara atracurium memiliki
efek pelepasan histamine yang bermakna terutama pada pasien yang dengan
riwayat alergi atau dengan riwayat serangan asma.
3. Magnesium sulfat (MgSO4) adalah obat yang murah, relatif tidak berbahaya,
dan mudah didapatkan, yang awalnya digunakan sebagai anti artimia, tapi
selanjutnya lebih familiar digunakan dibagian obsteri dan ginekologi untuk
tatalaksana pasien hamil dengan preeklamsia, dan juga pada pasien eklamsia.
4. Ion magnesium bekerja secara kompetitif dengan ion kalsium untuk
menduduki prejunctional site. Masing – masing ion bekerja secara antagonis
satu sama lain, ion magnesium yang tinggi akan menghambat pelepasan
asetilkolin sedangkan ion kalsium yang tinggi akan meningkatkan pelepasan
asetilkolin dari presynaptic nerve terminal. Diketehui pula bahwa ion
magnesium memiliki efek inhibisi pada postjuctional potensial, yang
menyebabkan turunnya eksitabilitas membrane pada serat-serat otot.
5. Dengan penambahan magnesium sulfat yang memiliki cara kerja seperti
diatas maka kualitas dari obat pelumpuh otot dalam hal ini atracurium dapat
ditingkatkan, mulai dari mula kerja dan lama kerja, namun masa pemulihan
yang diharapkan tidak memanjang.
3.2 Konsep Penelitian
Bagan 3.1 Kerangka Konsep
Magnesium Sulfat
Influx Ca di hambat oleh ion Mg
Variabel Kendali :
- Umur - IMT - Penyakit Otot - Obat anesthesia
inhalasi - Suplemen
analgesia
Kualitas Relaksasi Otot :
- Mula kerja lebih cepat - Lama kerja lebih lama
Kompetitif reseptor achetilcolin
Atracurium
3.2 Hipotesis Penelitian
Hipotesis dalam penelitian ini adalah:
1. Pemberian magnesium sulfat intravena sebelum pemberian atracurium dapat
mempercepat mula kerja atracurium, yang diukur dengan TOF pada operasi
dengan anestesi umum.
2. Pemberian magnesium sulfat intravena sebelum pemberian atracurium dapat
memperpanjang lama kerja atracurium, yang diukur dengan TOF pada operasi
dengan anestesi umum.
BAB IV
METODE PENELITIAN
4.1. Rancangan Penelitian
Rancangan penelitian yang digunakan adalah uji klinik eksperimental dengan
penapisan subyek penelitian menggunakan teknik consecutive sampling dan alokasi
subyek ke dalam kelompok masing-masing dilakukan dengan permuted block
randomization tersamar ganda. Subyek pada penelitian ini dibagi menjadi 2
kelompok, yang mendapatkan perlakuan sesuai dengan kelompoknya. Untuk menilai
onset dan durasi kerja obat pelumpuh otot menggunakan TOF setelah pemberian
atracurium yang sebelumnya diberikan magnesium sulfat pada operasi dengan
anestesi umum di RSUP Sanglah Denpasar.
Gambar 4.1 Bagan Rancangan Penelitian
Populasi Terjangkau
Sample
Kelompok Perlakuan M : MgSo4 30mg/kgBB bolus pelan IV selama 5 menit
Kelompok Perlakuan S : Normal Salin dengan volume sesuai perlakuan A
Nilai TOF : Catat mula kerja, lama kerja dan waktu pulih atracurium
Penapisan Subyek
Random Alokasi
Nilai TOF: Catat mula kerja, lama kerja dan waktu pulih atracurium
4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di Instalasi Bedah Sentral RSUP Sanglah Denpasar dari
bulan nopember 2014 sampai desember 2014.
4.3. Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian dilakukan dalam bidang Ilmu Anestesi dan Terapi Intensif,
khususnya dalam ranah perioperatif di kamar operasi.
4.4 Penentuan Sumber Data
4.4.1 Populasi target
Populasi target dari penelitian ini adalah pasien dewasa yang akan menjalani
operasi bedah elektif dengan anestesi umum yang menggunakan pipa endotrakeal.
Populasi terjangkau penelitian ini diambil dari pasien yang menjalani operasi
bedah elektif dengan anestesi umum yang menggunakan pipa endotrakeal di ruang
Instalasi Bedah Sentral RSUP Sanglah Denpasar periode bulan nopember 2014
sampai desember 2014.
4.4.2 Sampel penelitian
Sampel penelitian ini adalah semua pasien yang akan dilakukan operasi bedah
elektif di ruang Instalasi Bedah Sentral RSUP Sanglah Denpasar, yang memenuhi
kriteria inklusi dan kriteria eksklusi sebagai berikut:
Kriteria Inklusi:
1. Usia 18-55 tahun.
2. Status fisik ASA 1-2
3. IMT normal (19 kg/m2 – 25 kg/m2), dengan berat badan antara 50 - 60 kg.
4. Operasi bedah elektif dengan anestesi umum menggunakan pipa endotrakeal.
Kriteria Eksklusi:
1. Pasien menolak.
2. Tidak mengikuti prosedur cara kerja.
3. Pasien memiliki alergi terhadap MgSo4
4. Pasien riwayat asthma
5. Ketergantungan terhadap alcohol
6. Sedang mengkonsumsi obat-obatan yang mempunyai interaksi dengan
hubungan saraf otot, seperti: antibiotika golongan aminoglikosida (polimiksin,
linkomisin dan klindamisin) dan tetrasiklin; magnesium sulfat; calcium
channel blocker; lithium, anestesi lokal, antiaritmia, antiepilepsi, diuretik,
vasoaktif dan kortikosteroid.
7. Ada kemungkinan dan/atau terjadi kesulitan manajemen jalan nafas (kesulitan
ventilasi dan/atau kesulitan intubasi)
Kriteria drop out bila terjadi kegawatdaruratan selama operasi.
4.4.3 Jumlah sampel
Besar sampel dihitung berdasarkan rumus:
Keterangan:
n = besar sampel
s = simpangan baku
Zα = nilai Z untuk α 0,05 = 1,96
Zβ = nilai Z untuk power (1-β) 0,10 = 1,28
X1-X2 = selisih minimal rerata yang dianggap bermakna secara klinis antara
kelompok 1 dan 2
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Nivin, dkk, 2003 diketahui nilai
rerata ± SD untuk mula kerja atracurium + MgSO4 = 1,76 ± 0,36 dan nilai rerata ±
SD untuk mula kerja atracurium = 2,14 ± 0,42. Untuk nilai rerata ± SD untuk lama
kerja atracurium + MgSO4 = 34,7 ± 5,91 dan nilai rerata ± SD untuk lama kerja
atracurium = 27,32 ± 3,74, maka didapatkan sampel masing-masing kelompok
sebagai berikut :
Untuk mula kerja didapatkan jumlah sampel sebanyak 13 orang dan untuk
lama kerja atracurium sebanyak 8 orang. Jadi pada masing-masing kelompok
penelitian diperlukan jumlah sampel minimal sebanyak 13 orang. Untuk
mengantisipasi adanya sampel yang drop out jumlah sampel ditambahkan 15 %
sehingga jumlah minimal sampel menjadi 15 orang. Jadi untuk penelitian ini
dibutuhkan jumlah sampel sebesar 30 orang.
4.4.4 Tehnik pengambilan sampel
Pengambilan sampel dilakukan dengan tehnik consecutive sampling, dimana
setiap pasien baru yang memenuhi kriteria eligibilitas dimasukkan dalam penelitian
sampai jumlah sampel yang diperlukan terpenuhi.
4.4.5 Alokasi sampel
4.4.6. Tehnik double blind
Kelompok M mendapatkan magnesium sulfat 30 mg/kgBB selama 15 menit,
sedangkan kelompok S mendapatkan NaCl 0,9 % dengan volume yang sama dengan
cairan pada kelompok M. Setiap pasien baru yang memenuhi kriteria dimasukkan
dalam penelitian sampai jumlah sampel terpenuhi. Penentuan sampel yang mendapat
intervensi dilakukan secara random menggunakan computer generated permutted
block randomization of graphpad quickcalcs software untuk menentukan subyek
penelitian masuk ke kelompok perlakuan M atau kelompok perlakuan S. Digunakan
amplop tertutup yang berisi kelompok intervensi mana yang akan diberikan, nomor
sampel, dan instruksi pelaksanaan. Pada pagi hari sebelum operasi, seorang dokter
residen anestesi pertama yang membantu penelitian akan membuka amplop tersebut,
membaca isinya, dan menyiapkan intervensi yang diberikan sesuai instruksi dalam
amplop. Kemudian dokter residen anestesi kedua akan memberikan obat yang telah
disiapkan oleh dokter residen anestesi pertama tanpa mengetahui apa isi cairan
tersebut. Kedua dokter residen anestesi ini kemudian tidak ikut terlibat dalam
evaluasi dan pengumpulan data selanjutnya.
4.5 Variabel Penelitian
4.5.1 Identifikasi variabel
Variabel bebas : MgSO4 intra vena 30 mg/ kgBBdalam spuit 20 ml yang
diberikan 15 menit sebelum induksi anestesi.
Variabel tergantung : waktu dalam detik yang dicatat menggunakan stop wacth,
meliputi onset kerja atracurium, durasi kerja atracurium dan
waktu pemulihan setelah pemberian neostigmin.
Variabel kendali : umur, indeks massa tubuh, status fisik ASA, penyakit otot,
obat anestesi inhalasi, suplemen analgesia, interval pemberian
MgSo4-propofol-atracurium dan saraf yang distimulasi AMG.
4.5.2 Definisi Operasional
Variabel penelitian yang digunakan dalam penelitian ini dijelaskan sebagai
berikut:
1. Perlakuan MgSO4 adalah MgSO4 intra vena 30 mg/ kgBBdalam spuit
20 ml yang diberikan 15 menit sebelum induksi anestesi.
2. Operasi bedah mayor adalah setiap operasi di mana pasien harus
diletakkan di bawah anestesi umum dan diberi bantuan pernafasan karena
dia tidak bisa bernapas secara mandiri. Selain itu, operasi besar biasanya
membawa beberapa tingkat risiko hidup pasien, atau potensi cacat berat
jika terjadi kesalahan selama operasi. (http://www.wisegeek.com/what-is-
a-major-surgery.htm diakses 12 april 2014).
3. Induksi propofol 2,5 mg/kgBB adalah penyuntikan obat 2,6-
diisopropylphenol sediaan ampul 10 mg/mL secara intravena dengan dosis
2,5 mg/kgBB yang diberikan dalam waktu 20 detik melalui three-way
stopcock, yang menyebabkan pasien yang awalnya sadar menjadi tidak
sadar. Pasien dikatakan terinduksi atau tidak sadar bila refleks bulu
matanya telah hilang. Hasilnya adalah jumlah propofol (dalam mg) yang
disuntikkan ke pasien.
4. Atracurium 0,5 mg/kgBB adalah obat atracurium besylate sediaan
ampul 10 mg/mL yang diberikan dengan dosis 0,5 mg/kgBB secara
intravena dalam waktu lima detik melalui three-way stop cock. Hasilnya
adalah jumlah atracurium (dalam mg) yang disuntikkan ke pasien.
5. Onset kerja atracurium adalah periode waktu yang dihitung mulai dari
akhir injeksi pelumpuh otot atracurium 0,5 mg/kgBB sampai terjadi
penurunan 95% dari kontrol (sampai terlihat angka 5% atau lebih rendah
pada layarmonitor saraf-otot AMGTOF-Watch®S), pada otot adductor
pollicis dengan menggunakan pola stimulasi single twitch 0,1 Hz
supramaksimal yang diukur dengan monitor saraf-ototAMG TOF-
Watch®S, dengan satuan detik. Misalnya 1 menit 25 detik, ditulis menjadi
1,42 menit.
6. Durasi kerja adalah periode waktu yang dihitung mulai dari tercapainya
onset kerja sampai terjadi penurunan dimana kerja pelumpuh otot75%
(sampai terlihat angka 25% pada layar monitor saraf-otot AMGTOF-
Watch®S), pada otot adductor pollicis dengan menggunakan pola TOF
yang diukur dengan monitor saraf-ototAMG TOF-Watch®S, dengan
satuan menit. Misalnya 20 menit 5 detik, ditulis menjadi 20,12 menit.
7. Waktu pemulihan adalah periode waktu yang dihitung setelah pemberian
obat antidotum atracurium (neostigmin 0,08 mg/kgBB dan sulfas atropine
0,01 mg/kgBB) pada penurunan kerja pelumpuh otot 50% (sampai terlihat
angka 50% atau lebih pada layar monitor saraf-otot AMGTOF-Watch®S),
mulai dihitung saat kerja obat pelumpuh otot mencapai 25% (sampai
terlihat angka 75% pada layarmonitor saraf-otot AMGTOF-Watch®S),
pada otot adductor pollicis dengan menggunakan pola TOF, sampai
terjadi penurunan kerja obat pelumpuh otot mencapai 5% (sampai terlihat
angka 95% pada layarmonitor saraf-ototAMGTOF-Watch®S dalam
satuan menit.
8. Umur adalah usia resmi dalam tahun, saat akan dilakukan operasi, yang
tercatat pada gelang tanda pengenal pasien atau pada dokumen resmi,
misalnya KTP atau SIM. Perhitungannya adalah sebagai berikut, tahun
dibulatkan keatas jika lebih besar atau sama dengan 6 bulan dan
dibulatkan ke bawah jika lebih kecil dari 6 bulan. Hasilnya adalah umur
pasien (dalam tahun).
9. Berat badan (BB) adalah berat badan dalam kilogram (kg) yang diukur
dengan alat timbangan dengan nama dagang Health Scale seri TZ 120,
dengan posisi berdiri, memakai busana seminimal mungkin.
Perhitungannya adalah sebagai berikut, kilogram dibulatkan ke atas jika
lebih besar atau sama dengan 0,5 kg dan dibulatkan ke bawah jika lebih
kecil dari 0,5 kg. Misalnya 55,5 kg, dibulatkan menjadi 56 kg.
10. Tinggi badan (TB) adalah panjang badan dalam sentimeter (cm) yang
diukur dengan alat ukur tinggi badan dengan nama dagang Health Scale
seri TZ 120, dengan posisi berdiri tegak tanpa alas kaki. Perhitungannya
adalah sebagai berikut, sentimeter dibulatkan ke atas jika lebih besar atau
sama dengan 0,5 cm dan dibulatkan ke bawah jika lebih kecil dari 0,5 cm.
Misalnya 155,5 cm, dibulatkan menjadi 156 cm.
11. Indeks massa tubuh (IMT) adalah pemeriksaan antropometri untuk
menentukan status gizi yang dinilai dengan cara membagi berat badan
dengan pangkat dua tinggi badan (IMT = BB/TB2), dengan satuan kg/m2.
12. Status fisik ASA adalah sistem penilaian dan pengklasifikasian status
fisik pasien praoperasi menurut American Society of Anesthesiologists
(ASA). ASA 1 adalah pasien sehat atau normal. ASA 2 adalah pasien
dengan penyakit sistemik ringan tanpa keterbatasan fungsional (Morgan
dkk., 2006).
13. Obat premedikasi adalah obat yang diberikan sebelum induksi obat
anestesia dengan tujuan sebagai anticemas. Obat premedikasi yang
digunakan pada penelitian ini adalah midazolam 2,5 mg yang diberikan
secara intravena, bolus selama 10 detik melalui three-way stopcock, sejak
terpasang akses intravena pada pasien di ruang penerimaan.
14. Suplemen analgesia adalah obat yang diberikan sebelum induksi obat
anestesia dengan tujuan sebagai analgetik saat dilakukan tindakan
laringoskopi-intubasi. Obat suplemen analgesia yang digunakan pada
penelitian ini adalah fentanyl 2 mcg/kgBB yang diberikan secara intravena
selama 30 detikmelalui three-way stopcock. Obat ini diberikan di kamar
operasi setelah pasien terpasang monitor dengan lengkap dan sudah
mendapatkan preoksigenasi O2 100% selama 3 menit.
15. Saraf yang distimulasi AMG adalah saraf yang diberikan pola stimulasi
single twitch melalui monitor saraf-otot AMG TOF-Watch®S. Pada
penelitian ini saraf yang diberi stimulasi adalah saraf ulnaris dengan
respon kedutan otot adductor pollicis yang tampak pada ibu jari.
4.6 Instrumen Penelitian
1. Alat untuk menilai TOF.
2. Lembar monitoring pasien.
3. Lembar pengumpulan data.
4. Alat pencatat waktu (Stop Wacth).
5. Obat midazolam 1 mg/mL.
6. Obat fentanyl 50 mcg/mL.
7. Obat MgSo4 20 %.
8. Obat propofol 10%.
9. Obat atracurium besylate 10 mg/mL.
10. Neostigmine 0,5 mg/ml dan Sulfas atropine 0,25 mg/ml
11. Larutan NaCl 0,9% 500 mL.
12. Spuit 20 mL sekali pakai untuk menyuntikkan obat perlakuan.
13. Spuit 20 mLsekali pakai untuk menyuntikkan obat induksi.
4.7 Prosedur Penelitian
4.7.1 Cara kerja
Cara kerja dalam melakukan penelitian dan pengumpulan data adalah sebagai
berikut:
Penelitian ini harus mendapatkan persetujuan dari komite etik penelitian
kedokteran FK UNUD. Seleksi dilakukan pada saat kunjungan pra anestesi sehari
sebelum tindakan operasi. Pasien yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi
ditetapkan sebagai sampel. Setelah mendapatkan penjelasan dan pasien setuju
dilanjutkan dengan menandatangani informed consent. Subyek dipuasakan selama 8
jam praoperasi, dilakukan pemeriksaan kadar Mg dan Ca serum preoperative di
ruangan. Obat diberikan di ruang operasi dengan pengawasan dokter residen anestesi.
Setelah sampel berada di ruang persiapan kamar operasi dilakukan pencatatan
identitas kembali, kemudian dilakukan pemasangan infus dengan menggunakan
kateter intravena G18. Sampel dimasukkan ke dalam ruang operasi, kemudian
dilakukan pemasangan alat monitor non invasif (tekanan darah otomatis, EKG, dan
pulse oksimetri). Tekanan darah sistolik, tekanan darah diastolik, tekanan arteri
rerata, dan laju nadi diukur sebagai data dasar. Kedua kelompok perlakuan mendapat
anestesi umum menggunakan premedikasi midazolam 0,05 mg/kgBB, ondansetron
0,15 mg/kg. Diberikan MgSO4 20 % 50 mg/kgBB bolus intra vena pelan selama 15
menit. Preoksigenasi dengan oksigen 100% selama 3 menit. Diberikan fentanil 2
mcg/kgBB selama 30 detik, selanjutnya dilakukan induksi dengan menggunakan
propofol sesuai dengan dosis yang telah direncanakan. Kemudian diberikan obat
pelumpuh otot Atracurium 0,5 mg/kgBB intravena. Kemudian mulai dilakukan
pencatatan waktu saat obat atracurium selesai diberikan. Lakukan penilaian TOF,
catat mula kerja atracurium. Penderita diberikan ventilasi tekanan positif melalui
sungkup muka dengan oksigen 100% 12 kali per menit setelah tidak bernafas. Setelah
mula kerja fentanyl tercapai dalam 5 menit, dilakukan laringoskopi dan intubasi
trakea pada menit ke-5. Kemudian anestesi dipelihara dengan menggunakan oksigen :
N2O (1:2), volatile anesthesia, alat untuk menilai kerja pelumpuh otot (TOF) tetap
dipasang sampai lama kerja obat pelumpuh otot berakhir dilakukan pencatatan lama
kerja atracurium. Dilakukan pemeriksaan Mg dan Ca plasma setelah 1 jam di ruang
pemulihan. Jika tekanan sistolik < 90 mmHg atau MAP menurun > 20 % dari awal,
berikan efedrin 5 mg intra vena. Jika Nadi kurang dari 45 kali/menit berikan 0,5 mg
atropine intra vena. Jika terjadi keluhan pada pasien akibat pemberian MgS04 seperti:
badan terasa panas, mual, muntah, pandangan kabur, penglihatan ganda dan
kelemahan otot, gangguan irama jantung sebagai komplikasi pemberian MgSo4,
diberikan 1 gr Ca Glukonas intra vena. Pada akhir pembedahan, dilakukan pencatatan
lama pembedahan dan anestesi. Semua sampel diberikan reverse dan diekstubasi
setelah bernafas spontan adekuat, dengan tidal volume 6-8 ml/kgBB.
4.7.2 Alur penelitian
Gambar 4.2 Bagan alur penelitian
Populasi terjangkau
Kriteria inklusi
Kelompok M
Pemberian MgSO4 20% 50mg/kgBB (dilarutkan
dalam spuit 20 ml)
Induksi propofol 2,5 mg/kgBB
Pelumpuh otot Atracurium 0,5 mg/kgBB
Analisis Statistik
Kelompok S
Elegible subject
Kriteria eksklusi
Pemberian NaCl 0,9% dalam spuit 20 ml
Pasien-pasien dewasa yang menjalani operasi bedah elektif dengan anestesi umum dan memerlukan pemasangan pipa endotrakeal
Randomisasi
Laringoskopi-intubasi endotrakeal
Onset kerja, durasi kerja dan waktu pemulihan atracurium
4.8 Pengolahan dan Penyajian Data Analisis Statistik
Data yang terkumpul dianalisis menggunakan analisis statistik program
komputer SPSS versi 17.0 untuk Windows (SPSS Inc., Chicago, IL, USA). Nilai P <
0,05 dianggap bermakna, dengan langkah analisis seperti dibawah ini.
4.8.1 Analisis Karakteristik Sampel
Karakteristik sampel dalam hal usia, berat badan, tinggi badan, indeks massa
tubuh dipresentasikan dalam rerata ± simpang baku. Sedangkan jenis kelamin dan
ASA dalam tabel 2x2. Karakteristik sampel dianalisis dengan uji Shapiro-Wilk.
4.8.2 Uji normalitas
Data rerata mula kerja dan lama kerja pada kelompok M dan S diuji
normalitasnya dengan menggunakan Shapiro-Wilk test pada tingkat kemaknaan 5%,
dimana data dinyatakan normal bila p > 0,05 dan dinyatakan tidak normal bila p <
0,05.
4.8.3 Uji homogenitas
Varian data mula kerja dan lama kerja antara kelompok M dan S dilakukan uji
homogenitas dengan menggunakan Levene test untuk mengetahui homogenitas pada
tingkat kemaknaan p>0,05.
4.8.4 Analisis perbedaan mean (rerata)
4.8.4.1 Perbandingan rerata mula kerja
Perbandingan rerata mula kerja antara keloompok M dan S dianalisis dengan
menggunakan uji T tidak berpasangan (uji parametrik) bila distribusi kedua kelompok
normal.Bila data salah satu atau kedua kelompok berdistribusi tidak normal diuji
dengan Mann-Whitney (uji nonparametrik).
BAB V
HASIL PENELITIAN
Penelitian uji klinis yang dikerjakan mulai bulan Nopember 2014 sampai
dengan bulan Desember 2014 pada 30 pasien dewasa yang menjalani operasi bedah
elektif dengan anestesi umum pemasangan pipa endotrakeal di ruang operasi IBS
RSUP Sanglah yang memenuhi kriteria eligibilitas sample penelitian. Seluruh subyek
yang diikutsertakan dalam penelitian ini dibagi menjadi 2 kelompok yang masing-
masing berjumlah 15 orang, yaitu kelompok M yang mendapatkan perlakuan
pemberian magnesium sulfat 30 mg/kgBB intravena 15 menit sebelum induksi
propofol 2,5 mg/kgBB dan atracurium 0,5mg/kgBB dan kelompok S yang
mendapatkan perlakuan pemberian salin normal intravena 15 menit sebelum induksi
propofol 2,5 mg/kgBB dan atracurium 0,5 mg/kgBB. Penapisan subyek penelitian
menggunakan teknik consecutive sampling dan alokasi subyek ke dalam kelompok
masing-masing dilakukan dengan permuted block randomization tersamar ganda.
5.1 Karakteristik Sampel Penelitian
Gambaran karakteristik sampel penelitian terdiri dari variabel umur, jenis
kelamin, berat badan, tinggi badan, IMT, dan status fisik ASA.Oleh karena variabel
mengenai umur, berat badan, tinggi badan dan IMT berskala numerik dipresentasikan
dalam rerata ± SD perlu dilakukan uji normalitas terlebih dahulu. Berdasarkan hasil
uji normalitas didapatkan rerata umur dan tinggi badan tidak berdistribusi normal,
sedangkan untuk berat badan dan IMT berdistribusi normal. Maka untuk variable
umur dan tinggi badan dilakukan uji mann whitney, sedangkan variable berat badan
dan IMT menggunakan uji T. Sedangkan data jenis kelamin dan status fisik ASA
berskala katagorikal ditampilkan dalam table silang 2x2. Hasil analisis diskriptif
karakteristik sample dapat dilihat pada table 5.1.
Tabel 5.1 Karakteristik sampel penelitian berdasarkan kelompok perlakuan
Variabel Kelompok Nilai p
M (n=15) S (n=15)
Umur (tahun) 29,3 ± 12,8 35,3 ± 10,8 0,116c
Jenis kelamin
Laki-lakin(%) 5 (33,3) 5 (33,3) 1,000b
Perempuann(%) 10 (66,7) 10 (66,7)
Berat badan 53,9 ± 7,7 57,4 ± 7,5 0,213a
Tinggi badan 158,5 ± 6,1 160,5 ± 7,3 0,736c
IMT (kg/m2) 21,3 ± 1,8 22,2 ± 1,3 0,152a
Status fisik ASA
ASA 1n(%) 13 (86,7) 13 (86,7) 1,000b
ASA 2n(%) 2 (13,3) 2 (13,3)
Data ditampilkan dalam rerata ± SD, n (%).M : kelompok MgSO4, S : kelompok Salin Normal, n = jumlah sampel, auji t tidak berpasangan, bChi-Square, cMann-Whitney, signifikan p< 0,05.
Berdasarkan table 5.1 diatas didapatkan rerata umur pada kelompok
magnesium sebesar 29,3 ± 12,8 dan pada kelompok salin 35,3 ± 10,8 rerata berat
badan pada kelompok magnesium 53,9 ± 7,7 dan pada kelompok salin 57,4 ± 7,5
rerata tinggi badan pada kelompok magnesium 158,5,3 ± 6,1 dan pada kelompok
salin 160,5 ± 7,3. Dari data tersebut ada perbedaan rerata umur, berat badan dan
tinggi badan pada kedua kelompok perlakuan tetapi secara statistic tidak berbeda
bermakna.
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan
karakteristik antara kelompok magnesium dengan kelompok salin, atau dengan kata
lain kedua kelompok sudah sebanding (comparable).
5.2 Perbandingan Mula Kerja Atracurium 0,5 mg/kgBB
Untuk membandingkan mula kerja Atracurium 0,5 mg/kgBB pada kedua
kelompok perlakuan, karena merupakan data numerik pertama dilakukan uji
normalitas data dengan menggunakan uji Shapiro-Wilk dengan tingkat kemaknaan
95%. Oleh karena data rerata mula kerja pada kedua kelompok perlakuan berdisribusi
normal, selanjutnya dilakukan uji t tidak berpasangan.
Tabel 5.2 Perbandingan rerata mula kerja berdasarkan kelompok perlakuan
Kelompok N Rerata ± SD
(menit)
Beda Rerata (IK 95%)
(menit)
Nilai p
MgSO4 15 3,17 ± 1,07 -4,30 (-5,13 s/d -3,48) < 0,001*
Salin Normal 15 7,47 ± 1,13
Uji t tidak berpasangan. Data ditampilkan dalam rerata ± SD. n = jumlah sampel, IK 95% : Interval Kepercayaan 95%, *signifikan p< 0,05
Berdasarkan table 5.2 diatas didapatkan rerata mula kerja pada kelompok
magnesium adalah 3,17 ± 1,07 menit dan pada kelompok salin 7,47 ± 1,13 menit.
Ada perbedaan rerata mula kerja pada kedua kelompok perlakuan sebesar 4,30 menit,
dan berdasarkan uji secara statistic didapatkan perbedaan yang bermakna (p < 0,05).
Gambar 5.1 grafik mula kerja antar kedua kelompok perlakuan
5.3 Perbandingan Lama Kerja Atracurium 0,5 mg/kgBB
Untuk membandingkan lama kerja atracurium 0,5 mg/kgBB pada kedua
kelompok perlakuan, karena merupakan data numerik pertama dilakukan uji
normalitas data dengan menggunakan uji Shapiro-Wilk dengan tingkat kemaknaan
95%. Oleh karena data rerata mula kerja pada kedua kelompok perlakuan berdisribusi
normal, selanjutnya dilakukan uji t tidak berpasangan.
Tabel 5.3 Perbandingan rerata lama kerja berdasarkan kelompok perlakuan
Kelompok N Rerata ± SD
(menit)
Beda Rerata (IK 95%)
(menit)
Nilai p
MgSO4 15 45,15 ± 10,90 18,67 (12,03 s/d 25,32) < 0,001*
Salin Normal 15 26,48 ± 6,25
Uji t tidak berpasangan. Data ditampilkan dalam rerata ± SD. n = jumlah sampel, IK 95% : Interval Kepercayaan 95%, *signifikan p< 0,05
Berdasarkan table 5.3 diatas didapatkan rerata lama kerja pada kelompok
magnesium adalah 45,15 ± 10,90 menit dan pada kelompok salin 26,48 ± 6,25 menit.
Ada perbedaan antara rerata lama kerja pada kedua kelompok perlakuan sebesar
18,67 menit, dan berdasarkan uji secara statistic didapatkan perbedaan yang
bermakna (p < 0,05).
Gambar 5.2 grafik lama kerja antar kedua kelompok perlakuan
5.4 Perbandingan Waktu Pulih Atracurium 0,5 mg/kgBB
Untuk membandingkan waktu pulih atracurium 0,5 mg/kgBB pada kedua
kelompok perlakuan, karena merupakan data numerik pertama dilakukan uji
normalitas data dengan menggunakan uji Shapiro-Wilk dengan tingkat kemaknaan
95%. Oleh karena data rerata waktu pulih pada kedua kelompok perlakuan tidak
berdisribusi normal, selanjutnya dilakukan Uji Mann Whitney.
Tabel 5.4 Perbandingan rerata waktu pulih berdasarkan kelompok perlakuan
Kelompok N Rerata ± SD
(menit)
Beda Rerata
(menit)
Nilai p
MgSO4 15 2,69 ± 0,46 - < 0,001*
Salin Normal 15 1,98 ± 0,27
Uji t Mann Whitney. Data ditampilkan dalam rerata ± SD. n = jumlah sampel, IK 95% : Interval Kepercayaan 95%, *signifikan p< 0,05
Berdasarkan table 5.4 diatas didapatkan rerata waktu pulih pada kelompok
magnesium adalah 2,69 ± 0,46 menit dan pada kelompok salin 1,98 ± 0,27 menit.
Ada perbedaan antara rerata lama kerja pada kedua kelompok perlakuan sebesar 0,71
menit, dan berdasarkan uji secara statistic didapatkan perbedaan yang bermakna (p <
0,05).
5.5 Perbandingan Kadar Magnesium Dan Kalsium Darah Antar Kelompok
Untuk membandingkan kadar magnesium dan kalsium pada kedua kelompok
perlakuan, karena merupakan data numerik pertama dilakukan uji normalitas data
dengan menggunakan uji Shapiro-Wilk dengan tingkat kemaknaan 95%. Oleh karena
data rerata kadar magnesium pada kedua kelompok perlakuan tidak berdisribusi
normal, selanjutnya dilakukan uji Mann Whitney. Sedangkan data data kadar kalsium
pada kedua kelompok perlakuan berdisribusi normal, selanjutnya dilakukan uji t tidak
berpasangan.
Tabel 5.7 Perbandingan Perubahan Kadar Magnesium dan Kalsium Antar
Kelompok
Variable MgSO4
(n=15)
Salin
(n=15)
Nilai p
Kadar Magnesium
Sebelum perlakuan (mg/dL)
Sesudah perlakuan (mg/dL)
Kadar Kalsium
Sebelum perlakuan (mg/dL)
Sesudah perlakuan (mg/dL)
2,1±0,2
2,2±0,3
9,5±0,2
9,1±0,2
2,0±0,2
1,8±0,2
9,5±0,3
9,3±0,4
0,945
< 0,001
0,439
0,038
Berdasarkan table 5.5 diatas didapatkan rerata kadar magnesium pada
kelompok magnesium sebelum perlakuan adalah 2,1 ± 0,2 mg/dL, setelah perlakuan
2,2±0,3 mg/dL dan pada kelompok salin sebelum perlakuan 2,0 ± 0,2 mg/dL,
setelah perlakuan 1,8±0,2 mg/dL. Sedangkan untuk kadar kalsium pada kelompok
magnesium sebelum perlakuan adalah 9,5±0,2 mg/dL, setelah perlakuan 9,1±0,2
mg/dL, dan pada kelompok salin sebelum perlakuan kadar rerata kalsium adalah
9,5±0,3 mg/dL, setelah perlakuan 9,3±0,4 mg/dL.
Pemberian magnesium sulfat menyebabkan peningkatan kadar magnesium
darah pada level tertentu yang diikuti dengan terjadinya penurunan kadar kalsium
darah. Pada kelompok magnesium terdapat peningkatan kadar magnesium darah dari
nilai rerata 2,1 ± 0,2 mg/dL menjadi 2,2±0,3 mg/dL yang mana perbedaan rerata
kadar magnesium ini secara statistic bermakna (p < 0,05). Demikian juga halnya
dengan kadar kasium dimana terjadi penurunan kadar kalsium, pada kelompok
magnesium dari nilai rerata 9,5±0,2 mg/dL menjadi 9,1±0,2 mg/dL, bila
dibandingkan dengan kelompok salin, terdapat perbedaan nilai rerata yang bermakna
(p < 0,05).
Gambar 5.3 grafik perubahan kadar magnesium antar kelompok
Gambar 5.4 grafik perbandingan kadar kalsium antar kelompok
Berdasarkan kedua grafik pada gambar 5.3 dan gambar 5.4 diatas dapat
diinterpretasikan bahwa pada kedua kelompok pelakuan masing-masing terjadi
penurunan kadar kalsium. Namun pada kelompok magnesium M yang mendapatkan
magnesium sulfat, terjadi penurunan kadar magnesium yang lebih banyak.
Selanjutnya penting dicari seberapa besar pengaruh peningkatan kadar
magnesium terhadap penurunan kadar kalsium. Analisa tambahan yang dilakukan
untuk mengetahui hubungan kedua variable tersebut adalah dengan Uji Regresi
Linier. Adapun hasil Uji Regresi Linier pengaruh kadar magnesium terhadap kadar
kalsium ditampilkan dalam table 5.8 dan gambar grafik 5.5 dibawah ini.
Tabel 5.8 Hasil Analisis Regresi Linier pengaruh kadar magnesium terhadap
kadar kalsium
Variabel β Beda Rerata (IK 95%) Nilai p
MgSO4 -0,5 -0,999 – (-0,002) 0,049
Konstanta 10,2 9,181 – 11,258 <0,001
Uji Regresi Linier. Interval Kepercayaan 95%, *signifikan p< 0,05
Gambar 5.5 Grafik pengaruh kadar magnesium terhadap kadar kalsium
Berdasarkan table 5.8 dan gambar 5.5 grafik diatas terlihat bahwa setiap
peningkatan kadar magnesium 1 mEq/L terjadi penurunan kadar kalsium sebesar 0,5
mEq/L.
BAB VI
PEMBAHASAN
Secara umum berdasarkan penelitian - penelitian yang telah dilakukan
sebelumnya, diketahui bahwa ion magnesium bekerja secara kompetitif dengan ion
kalsium untuk menduduki prejunctional site. Masing – masing ion bekerja secara
antagonis satu sama lain, dimana ion magnesium yang tinggi akan menghambat
pelepasan asetilkolin sedangkan ion kalsium yang tinggi akan meningkatkan
pelepasan asetilkolin dari presynaptic nerve terminal. Diketehui pula bahwa ion
magnesium memiliki efek inhibisi pada postjuctional potensial, sehingga
menyebabkan terjadinya penurunnya eksitabilitas membrane pada serat-serat otot
(Edmundas S, dkk, 2002).
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pemberian magnesium sulfat 30
mg/kgbb intravena sebelum induksi anestesi bisa mempercepat mula kerja
atracurium, sehingga resiko untuk terjadinya aspirasi dapat dikurangi selama
menunggu mula kerja obat pelumpuh otot sebagai fasilitas tindakan laringoscopy dan
intubasi. Dan lama kerja atracurium dapat diperpanjang, sehingga jumlah pemakaian
obat atracurium bisa dikurangi.
6.1 Karakteristik sample
Dari karakteristik data penelitian antara kelompok perlakuan yang
mendapatkan magnesium sulfat dan kelompok kontrol yang mendapatkan normal
salin tidak terdapat perbedaan yang bermakna dalam segi umur, jenis kelamin, berat
badan, tinggi badan, indek massa tubuh (IMT) dan status fisik ASA, sehingga
dianggap sampel pada penelitian ini sudah layak untuk dapat dibandingkan
(comparable) antar kedua kelompok.
6.2 Perbandingan Mula Kerja dan lama kerja Atracurium 0,5 mg/kgBB
Kalsium diperlukan dalam pelepasan asetilkolin pada ujung saraf presynaptic,
dengan pemberian magnesium sulfat prainduksi anestesi diharapkan kadar
magnesium yang meningkat akan menghambat masuknya kalsium sehingga
pelepasan acetilkolin pada presynap akan berkurang (Edmundas Širvinskas dkk
2002).
Pada penelitian ini didapatkan rerata mula kerja atracurium dengan dosis 0,5
mg/kgBB pada kelompok magnesium, yang mendapatkan perlakuan magnesium
sulfat 30 mg/kgBB intravena 15 menit sebelum induksi propofol 2,5 mg/kgBB adalah
3,17 ± 1,07 menit lebih cepat dibandingkan dengan rerata mula kerja pada kelompok
salin 7,47 ± 1,13 menit dan rerata lama kerja lebih lama pada kelompok magnesium
sebesar 45,15 ± 10,90 menit dibandingkan dengan rerata lama kerja pada kelompok
salin 26,48 ± 6,25 menit yang mendapatkan salin normal intravena prainduksi
propofol 2,5 mg/kgBB dan atracurium 0,5 mg/kgBB. Perbedaan rerata mula kerja dan
rerata lama kerja pada kedua kelompok penelitian ini setelah dilakukan uji t tidak
berpasangan dinyatakan bermakna dengan nilai (p< 0,05).
Hasil penelitian ini sesuai dengan yang dilakukan oleh Nivin FT, 2002,
dimana didapatkan hasil rerata mula kerja yang lebih cepat pada kelompok
magnesium dibandingkan dengan kelompok salin dan perbedaan rerata lama kerja
yang lebih lama pada kelompok magnesium dibandingkan dengan kelompok salin.
Agak berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Sang-Hun Kim dkk,
2012, dimana pada kelompok magnesium didapatkan perbedaan rerata mula kerja
cisatracurium lebih cepat sedangkan perbedaan rerata lama kerja pada kedua
kelompok dinyatakan tidak berbeda bermakna.
6.3 Perbandingan Waktu Pulih Atracurium 0,5 mg/kgBB
Pada penelitian ini didapatkan rerata waktu pulih atracurium dengan dosis 0,5
mg/kgBB pada kelompok magnesium adalah adalah 2,69 ± 0,46 menit dan pada
kelompok salin 1,98 ± 0,27 menit. Ada perbedaan antara rerata waktu pulih pada
kedua kelompok perlakuan sebesar 0,71 menit, dan berdasarkan uji secara statistic
didapatkan perbedaan yang bermakna (p < 0,05).
Hasil ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Nivin FT, 2002,
dimana waktu pulih pada kelompok magnesium didapatkan lebih lama dengan
perbedaan rerata 1,68 menit, dan dari hasil uji statistik dinyatakan bermakna.
Berbeda dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Sang-Hun Kim
dkk, 2012, dimana waktu pulih pada kelompok magnesium dengan kelompok salin
dinyatakan tidak berbeda bermakna.
Meskipun waktu pulih pada penelitian ini secara statistik dinyatakan berbeda
bermakna, namun kalau dilihat perbedaan waktunya secara nyata, rentang perbedaan
waktu pulih antara kedua kelompok penelitian tidak sampai lebih dari 1 menit.
6.4 Pengaruh Pada Kadar Magnesium dan Kalsium Plasma
Pemberian magnesium sulfat berdampak terjadinya peningkatan kadar
Magnesium dalam darah (Herroeder dkk, 2011). Selain itu, pemberian magnesium
juga dapat menurunkan kadar kalsium darah yang disebabkan karena dihambatnya
pelepasan paratiroid hormon yang meregulasi kalsium dalam tubuh (Joyce Wu,2007),
sehingga turunnya kadar kalsium dapat menimbulkan efek yang tidak diinginkan
terhadap pasien.
Anestesi umum pada pasien juga berdampak terjadinya penurunan kadar
magnesium dan kadar kalsium dimana penggunaan obat induksi seperti propofol,
pentotal dan sevoflurane menunjukan penurunan yang bermakna pada kadar
magnesium dan kalsium (Tae Dong Kweon, dkk, 2009).
Pada penelitian ini pemberian magnesium sulfat menyebabkan peningkatan
kadar magnesium darah pada level tertentu yang diikuti dengan terjadinya penurunan
kadar kalsium darah. Pada kelompok magnesium terdapat peningkatan kadar
magnesium darah dari nilai rerata 2,1 ± 0,2 mg/dL menjadi 2,2±0,3 mg/dL yang
mana perbedaan rerata kadar magnesium ini secara statistic bermakna (p < 0,05).
Tetapi peningkatan kadar magnesium ini tidak sampai melewati batas nilai normal
(nilai normal magnesium 1.5 – 2.5, mEq/L). Sedangkan penurunan kadar kalsium,
pada kelompok magnesium dari nilai rerata 9,5±0,2 mg/dL menjadi 9,3±0,4 mg/dL,
bila dibandingkan dengan kelompok salin, terdapat perbedaan nilai rerata yang
bermakna, namun masih pada rentang nilai normal (nilai normal kalsium 8.5 – 10.5,
mE/L).
Berdasarkan grafik 5.4 mengenai perubahan kadar kalsium pada kedua
kelompok perlakuan dapat disimpulkan bahwa ada 2 faktor yang mempengaruhi
penurunan kadar kalsium pada kedua kelompok perlakukan yaitu :
1. Karena pengaruh anestesi umum, dimana pada kelompok salin yang tidak
mendapatkan magnesium juga terjadi penurunan kadar kalsium.
2. Karena pengaruh magnesium sulfat, dimana pada kelompok magnesium
didapatkan penurunan kadar kalsium yang lebih curam.
Pada kelompok salin penuruan kadar kalsium terjadi akibat dari pengaruh
anestesi umum, sedangkan pada kelompok magnesium terjadinya penurunan kadar
kalsium yang lebih curam akibat dari peningkatan kadar magnesium. Untuk itu perlu
dilakukan uji regresi linier untuk mendapatkan hubungan antara peningkatan kadar
magnesium dan penurunan kadar kalsium. Berdasarkan uji regresi linier yang
dilakukan didapatkan hasil seperti pada (table 5.8). dimana setiap peningkatan kadar
magnesium 1 mEq/L terjadi penurunan kadar kalsium 0,5 mEq/L dari kadar kalsium
sebelum operasi yang secara statistic bermakna (P <0,05).
6.5 Kelemahan Penelitian
Data mula kerja atracurium 0,5 mg/kgBB yang didapatkan pada penelitian ini
adalah berdasarkan data obyektif yang didapatkan dari pengukuran otot perifer
menggunakan monitor AMG, sehingga tidak bisa menggambarkan mula kerja otot
laringeal dan diafragma yang lebih penting dalam hal memberikan kondisi intubasi
yang adekuat.
BAB VII
SIMPULAN DAN SARAN
7.1 Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa pemberian
magnesium sulfat 30 mg/kgBB intravena 15 menit sebelum induksi propofol 2,5
mg/kgBB memberikan mula kerja atracurium 0,5 mg/kgBB yang lebih cepat dan
memperpanjang lama kerja atracurium 0,5 mg/kgBB secara signifikan dibandingkan
tanpa pemberian magnesium sulfat intravena.
7.2 Saran
Di rumah sakit daerah dengan terbatasnya ketersediaan obat pelumpuh otot,
maka pemberian magnesium sulfat perioperatif dapat menjadi alternatif pilihan, untuk
mendapatkan efek mula kerja yang lebih cepat dan lama kerja yang lebih lama pada
obat pelumpuh otot golongan non depolarisasi khususnya atracurium.
Perlu penelitian lanjutan dengan membandingkan dosis magnesium yang lebih
rendah atau lebih untuk mendapatkan dosis magnesium yang paling ideal untuk
mendapatkan mula kerja yang lebih cepat dan lama kerja yang lebih lama tentu
dengan pemanjangan waktu pulih yang tidak bermakna secara klinis.
DAFTAR PUSTAKA
Aguilera, I.M, Vaughan, R.S. Calsium and Anaesthetist, Review Article of Anaesthesia, 2000.55: p. 779-790
Arain, S.R., Kern, S., Ficke, D.J., dan Ebert, T.J. 2005. Variability of Action of Neuromuscular Blocking Drugs in Elderly Patients.Acta Anaesthesiol Scand, 49: 312-315.
Bevan, D.R. 1997. Neuromuscular Blocking Drugs: Onset and Intubation. Journal of Clinical Anesthesia, 9: 36-39.
Bevan DR, Donati F. Muscle relaxants and clinical monitoring. On : A practice of
Anaesthesia. 6th
ed. London : The Bath Press; 1995. 148 - 52
Bowman, W.C. 2006.Neuromuscular Block.Bristish Journal of Pharmacology, 147: S277-S286.
Carroll, M.T., Mirakhur, R.K., Lowry, D.W., McCourt, K.C., dan Kerr, C. 1998. Neuromuscular Blocking Effects and Train-Of-Four Fade with Cisatracurium: Comparison with Other Nondepolarizing Relaxants. Anaesthesia, 53 (12): 1169-1173.
Claudius, C., Garvey, L.H., dan Viby-Mogensen, J. 2009.The Undesirable Effects of Neuromuscular Blocking Drugs. Anaesthesia, 64 (1): 10-21.
Cynthia, A. R., Charles, R. B., 1991. Intraoperative Latex Anaphylaxis Compounded by Atracurium Sensitivity: A Case Report. Jurnal of the American Association of Nurse Anesthetists. 1991; p. 399-404.
Demirkaya, M., Kelsaka, E., Sarihasan, B., Bek, Y. dan Ustun, E. 2012.The Optimal Dose of Remifentanil for Acceptable Intubating Conditions during Propofol Induction without Neuromuscular Blockade. J Clin Anesth, 24: 392-397.
Donati, F. 1988. Onset of Action of Relaxants.Can J Anesth, 35 (2): S35-38.
Donati, F. dan Meistelman, C. 1991.A Kinetic-Dynamic Model to Explain the Relationship Between High Potency and Slow Onset Time for Neuromuscular Blocking Drugs. J Pharmacokinet Biopharm, 19: 537-552.
Donati, F. 2006. Muscle Relaxant for Rapid Sequence Induction. IARS Review Course Lecture. p. 40-46.
Donati, F. dan Bevan, D.R. 2006.Neuromuscular Blocking Agents.In: Barash, P.G., Cullen, B.F., dan Stoelting, R.K., editors. Clinical Anesthesia. 5th. Ed. Lippincott: Williams & Wilkins. p. 421-452.
Duley L. Magnesium Sulphate regimens for women with Eclamsia : message from the the Collaborative Eclamsia Trial. Br J Obstet Gynaecol 1996 ; 103 : 103 - 5
Fawcett WJ, Haeby EJ, Male DA. Magnesium physiology and pharmacology.Br J Anaesth ; 1999. 83 : 302 – 20
Fuchs BT, Smith OW, Burgeal A, Tasssonyi E. Interaction of MgSO4 with vecuronium induced neuromuscular block. Br J Anaesth; 1994.
Fuchs-Buder T, Wilder-Smith OH, Borgeat A. Interaction of magnesium sulphate with vecuronium induced neuromuscular block. Br J Anaesth 1995 ; 74 : 405 – 409.
Fuch-Buder, T., Tassonyi, E., 1996. Magnesium Sulphate enhances Residual Neuromuscular Block Induced by Vecuronium. Br J Anaesth 1996; 76: 565-566.
Foldes, F.F. 1984. Rapid Tracheal Intubation with Non-Depolarizing Neuromuscular Blocking Drugs: the Priming Principle. Br J Anaesth, 56 (6): 663.
Gayton, A.C., Hall, J.E., 2008. Eksitasi Otot Rangka: Penghantaran Neuromuscular dan Gabungan Eksitasi-Kontraksi. Textbook of Medical Physiology, 2008; ed.11: 87-94.
Hunter, J.M. 1995. New Neuromuscular Blocking Drugs.MEJM, 332 (25): 1691-1699.
James FM, Boer RE, Esser JD. Intravenous magnesium sulphate inhibits catecholamine release associated with tracheal intubation. Anaesth Analg2001 ; 68 : 772 - 6
Kussman, B., Shorten, G., Uppington, J., Comunale, M.E., 1997. Administration of Magnesium Sulphate before Rocuronium: effect on Speed of Onset and Duration of Neuromuscular Block. British Jurnal of Anaesthesia, 1997; 79: 122-124.
Lee C, Zhang X, Kwan WF. Electromyographic and mechanomyographic characteristics of neuromuscular block by magnesium sulphate in the pig.Br J Anaesth 1996 ; 76 : 278 – 83
Lieutaud, T., Billard, V., Khalaf, H., dan Debaene, B. 2003. Muscle Relaxation and Increasing Doses of Propofol Improve Intubating Conditions. Can J Anesth,50 (2): 121-126.
Manaa EM, and Alhabib AF, 2012. Effect of Magnesium Sulfate on the Total Anesthetic and Analgesic Requirements in Neurosurgary.J Neurol Neurophysiol2012 ; S11-001
Martyn, J.A.J., Fagerlund, M.J., dan Eriksson, L.I. 2009. Basic Principles of Neuromuscular Transmission. Anaesthesia, 64 (1): 1-9.
Martin JAJ, Standaert FG, Miller MD. Neuromuscular physiology and
pharmacology.In : Miller’s Anaesthesia. 5th
ed. Philadelpia : Churchill Livingstone; 2006. 735 – 51
Mehta, M.P., Choi, W.W., Gergis, S.D., Sokoll, M.D., dan Adolphson, A.J. 1985. Fascilitation of Rapid Endotracheal Intubations with Divided Doses of Nondepolarizing Neuromuscular Blocking Drugs. Anesthesiology, 62 (4): 392-395.
Mohammad, R.G., Amir, A.S., Ali, R.K., Faranak, R., Ali, R. P., Ali, R. N., Anjan, S., Nader, D. N. The effects of magnesium sulfate on neuromuscular blockade by cisatracurium during induction of anesthesia. Japanese Society of Anesthesiologists; 2012.
Morgan, G.E., Mikhail, M.S. dan Murray, M.J. 2006. Clinical Anesthesiology.4th Ed. New York: McGraw-Hill. p. 179-254.
Nivin, F. T. A., M.D., 2002. The Effect of Intraoperative Magnesium Sulphate Infusion on The Course of Neuromuscular Blockade of Atracurium. Jurnal of Egyption Nat. Cancer Inst., 2002; Vol.14: 137-144.
Padmaja, D., Srinivas, M., 2002.Monitoring of Neuromuscular Junction.Indian J. Anaesth.2002; 46 (4) : 279-288
Pino, R.M. dan Ali, H.H. 2008. Monitoring and Managing Neuromuscular Blockade. In: Longnecker, D.E., Brown, D.L., Newman, M.F., dan Zapol, W.M., editors.Anesthesiology. United States: McGraw-Hill Companies. p. 619-638.
Schlesinger, S. dan Blanchfield, D. 2001.Modified Rapid-Sequence Induction of Anesthesia: A Survey of Current Clinical Practice. AANA Journal, 69 (4): 291-298.
Schwarz, S., Ilias, W., Lackner, F., Mayrhofer, O., dan Foldes, F.F. 1985.Rapid Tracheal Intubation with Vecuronium: the Priming Principle. Anesthesiology, 62 (4): 388-391.
Shear, T.D. dan Martyn, J.AJ. 2009. Physiology and Biology of Neuromuscular Transmission in Health and Disease. Journal of Critical Care, 24: 5-10.
Silverman, D.G. 1994. Neuromuscular Block in Perioperative and Intensive Care. Philadelphia: Lippincott Williams and Wilkins.
Stoelting, R.K., Hiller, S. 2006. Pharmacology & Physiology in Anesthetic Practice. 4th Ed. Philadelphia: Lippincott William & Wilkins.
Savarese JJ, Caldwell JE, Lien CA, Miller MD.Pharmacology of muscle relaxants
and their antagonists.In : Miller’s Anaesthesia. 6th
ed. Philadelpia : Churchill Livingstone ; 2000. 412 – 90
Sparr, H.J. 2001.Choice of Muscle Relaxant for Rapid Sequence-Induction. EJA, 18 (23): 71-76.
Stoelting, R.K.,and Hiller, S.C., 2006. Pharmacology and physiology in anaesthetic
practice. 3rd
ed. Philadelpia : Lippincott Raven ; 1999: 126 – 39, 182 – 223, 748 – 51
Suresh, S.N. dan Singh, N.G. 2010.Comparison between Adductor Pollicis and Orbicularis Oculi as Indicator of Adequacy of Muscle Relaxation for Tracheal Intubation Following Rocuronium Induced Neuromuscular Block: Randomized Comparative Clinical Trial. Recent Research in Science and Technology, 2 (5): 130-135.
Tae Dong Kweon, Dong Jin Chang, Sun Jun Bae, Yeon-A Kim. 2009. Effect of various anesthetic induction agents on blood magnesium and calcium consentration: Korean Journal of Anesthesiology, 2009 Mar; 56(3): 254-8.
Viby-Mogensen, J., Howardy-Hansen, P., Chraemmer-Jorgensen, B., Ording, H., Engbaek, J., dan Nielsen, A. 1981.Posttetanic Count (PTC): a New Method of Evaluating an Intense Nondepolarizing Neuromuscular Blockade. Anesthesiology, 55 (4): 458-61.
WU Hong-liang, YE Tie-hu, SUN Li, 2009, Effect of Atracurium Pretreatment with Magnesium on Speed of Onset, Duration, and Recovery of Neuromuscular Blockade. Acta Acad Med Sin, 31(1): 73-76.
Xuan, Y.T. dan Glass, P.S. 1996.Propofol Regulation of Calcium Entry Pathways in Cultured A10 and Rat Aortic Smooth Muscle Cells.Br J Pharmacol, 117 (1): 5-12.
Lampiran 1
Lampiran 2
Lampiran 3
JADWAL PENELITIAN
No.
Kegiatan
Juli
2014
Agst
2014
Sept
2014
Okt
2014
Nop
2014
Des
2014
Januari
2014
1. Pembuatan
proposal
2. Seminar proposal
3. Koreksi/ijin
penelitian
4. Pelaksanaan
penelitian
5. Pengolahan data
6. Seminar hasil
7. Penyempurnaan
hasil
8. Ujian Tesis
9. Penyempurnaan
Tesis
Lampiran 4
PENJELASAN PENELITIAN/INFORMASI
Pemberian Magnesium Sulfat 30 mg/kgBB Intravena Prainduksi
MempercepatMula Kerjadan Memperpanjang Lama Kerja Atracurium
Bapak/Ibu/Saudara/I yang terhormat,
Bapak/Ibu/Saudara/I akan menjalani operasi terencana dengan prosedur standar
untuk pembiusan secara general/umum di RSUP Sanglah Denpasar. Saya ikut
mendoakan keberhasilan operasi yang Bapak/Ibu/Saudara/I jalani.Pada kesempatan
ini saya mengajak Bapak/Ibu/Saudara/I untuk mengikuti studi klinik yang bertujuan
untuk mengetahui efek magnesium sulfat sebagai tambahan untuk meningkatkan
kerja obat pelumpuh otot atracurium yang diberikan sebelum obat induksi (obat tidur)
dan pelumpuh otot atracurium sebagai bagian dari tindakan pembiusan yang cepat.
Setelah Bapak/Ibu/Saudara/I tertidur karena diberikan obat tidur,
Bapak/Ibu/Saudara/I akan menjalani tindakan pemasangan pipa melalui mulut
sebagai alat untuk memberikan nafas bantuan. Bapak/Ibu/Saudara/I akan diberikan
obat untuk melemaskan otot yang bertujuan untuk memperlancar tindakan tersebut
dan membantu memudahkan prosedur pembedahan yang memerlukan kondisi otot
yang lemas. Selama tindakan tersebut, Bapak/Ibu/Saudara/I akan terus dipantau
dengan menggunakan prosedur pemantauan standar secara terus-menerus.
Obat magnesium sulfat yang diberikan pada penelitian ini adalah dalam dosis
kecil diantara rentang dosis yang biasa digunakan sehingga risikonya kecil untuk
terjadinya goncangan tekanan darah dan denyut jantung. Selain untuk mempercepat
onset kerja obat pelumpuh otot, pemberian magnesium sulfat pada penelitian ini juga
bermanfaat untuk memperpanjang durasi kerja obat pelumpuh otot sehingga jumlah
obat yang digunakan selama tindakan operasi bias dikurangi, biaya obat-obatan bisa
di hemat dan efek samping yang ditimbulkan oleh obat obat pelumpuh otot bisa
dihindari.
Segala efek samping yang timbul akan ditangani sesuai prosedur ilmiah dan
menurut standar pengobatan rumah sakit, yang menjamin kesembuhan dan
keselamatan penderita.
Bila Bapak/Ibu/Saudara/I yang ikut dalam studi ini sama sekali tidak akan ditarik
bayaran. Peserta studi ini adalah peserta yang bersedia secara sukarela untuk
mengikuti prosedurnya, oleh karena itu tidak akan mendapatkan bayaran ataupun
asuransi. Bila Bapak/Ibu/Saudara/I bersedia diikutsertakan dalam studi ini, saya
ucapkan banyak terima kasih, tetapi bila kemudian merasa ingin mengundurkan diri
dapat membatalkan persetujuan tanpa sangsi apapun. Bila tidak bersedia, tetap akan
diberikan pelayanan sebagaimana mestinya. Bila ada yang ingin ditanyakan dapat
menghubungi saya: dr. I Gede Sutaniyasa, melalui HP 08155113357 atau melalui
Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif RSUP Sanglah, telepon 0361-227911 ext.
139.
Hormat saya,
(dr. I Gede Sutaniyasa)
Lampiran 5
SURAT PERNYATAAN
PERSETUJUAN UJI KLINIK
Yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama :
Umur :
Alamat :
Pekerjaan :
Dengan ini menyatakan telah mengerti dengan Informed Consent yang telah
dijelaskan dan dengan suka rela setuju untuk mengikuti penelitian yang berjudul:
Pemberian Magnesium Sulfat 30 mg/kgBB Intravena Prainduksi Mempercepat
Mula Kerja dan Memperpanjang Lama Kerja Atracurium , serta bersedia
berperan serta dengan mematuhi semua ketentuan yang berlaku dan telah saya
sepakati dalam penelitian tersebut diatas dengan catatan, bila suatu saat saya merasa
dirugikan dalam bentuk apapun, saya akan mengundurkan diri dan membatalkan
persetujuan ini.
Denpasar, 2014
Peneliti, Peserta uji klinik
(dr. I Gede Sutaniyasa) (……………………………….)
Saksi: 1. Pihak keluarga (…………………………….....)
2. Pihak RSUP Sanglah (……………………………….)
Lampiran 6
LEMBAR PENELITIAN
Pemberian Magnesium Sulfat Intravena 30 mg/kgBBPrainduksi Mempercepat
Mula Kerja dan Memperpanjang Lama Kerja Atracurium
Data Umum
1. No. Rekam Medis : ……………………………..
2. No. sampel : ….…
3. Nama : ……………………………………………………..
4. Umur : ……………………………………………………..
5. Jenis kelamin : ……………………………………………………..
6. Tanggal : ……………………………………………………..
Data khusus
1. Diagnosis : ……………………………………………………..
2. Jenis operasi : ……………………………………………………..
3. ASA : ……………………………………………………..
4. Berat badan : …… kg
5. Tinggi badan : ….... cm
6. IMT : ….... kg/m2
Cara Kerja
Cara kerja dalam melakukan penelitian dan pengumpulan data adalah sebagai berikut:
1. Seleksi dilakukan pada saat kunjungan prabedah sehari sebelum operasi. Pasien
yang memenuhi kriteria penerimaan dan pengeluaran ditetapkan sebagai populasi
sampel.
2. Setelah mendapat penjelasan dan pasien setuju dilanjutkan dengan
menandatangani informed consent dan menjadi subyek penelitian yang memenuhi
kriteria eligibilitas.
3. Pasien diacak secara random menggunakan tabel bilangan random (random
number) untuk menentukan subyek penelitian masuk kelompok perlakuan M
(magnesium) atau perlakuan S (salinnormal) oleh asisten peneliti, residen anestesi
semester 6-7 (pin hijau), yang membantu penelitian. Digunakan amplop tertutup
yang berisi kelompok perlakuan mana yang akan diberikan, nomor sampel, dan
instruksi pelaksanaan.
4. Pasien dipuasakan selama 8 jam di ruang perawatan, dilakukan pemeriksaan
kadar magnesium dan kalsium darah sebagai data dasar.
5. Setelah pasien berada di ruang persiapan kamar operasi, dilakukan pencatatan
kembali identitas pasien, kemudian dilakukan pemasangan infuse dengan
menggunakan kateter itravena G18 kemudian dilanjutkan dengan pemberian
cairan RL 15 ml/kgBB selama 20 menit.
6. Sample dimasukkan ke dalam ruangan operasi, kemudian dilakukan pemasangan
alat monitor invasive (tekanan darah, EKG, dan pulse oksimetri).
7. Pada kelompok MgSO4, pasien diberikan MgSO4 30 mg/kgBB diencerkan
dengan larutan NaCL 0,9% dalam spuit 20 ml, lalu diberikan secara intravena
menggunakan syringe pump selama 5 menit. Sedangkan pada kelompok kontrol
akan diberikan NaCl 0,9% dalam spuit yang sama dan tehnik pemberian yang
sama.
8. Pasien mendapatkan perlakuan anestesi umum dengan premedikasi midazolam
0,05 mg/kgBB, preoksigenasi dengan oksigen 100%, dan dilakukan induksi
dengan propofol.
a. Cara pemberian induksi propofol 2,5 mg/kgBB sebagai berikut : berat badan
pasien dikalikan dengan 2,5 mg kemudian hasilnya dibulatkan ke atas jika
lebih besar atau sama dengan 5 mg dan dibulatkan ke bawah jika lebih kecil
dari 5 mg. Misalnya 137,5, dibulatkan menjadi 140 mg.
b. Pemberian atracurium 0,5 mg/kgBB sebagai berikut: berat badan pasien
dikalikan 0,5 mg kemudian hasilnya dibulatkan ke atas jika lebih besar atau
sama dengan 0,5 mg dan dibulatkan ke bawah jika lebih kecil dari 0,5 mg.
Misalnya 33,6 mg, dibulatkan menjadi 34 mg.
9. Di kamar operasi pasien dipasang alat pantau, yaitu: elektrokardiografi,
sfignomanometer, saturasi oksigen perifer, dan AMG TOF-Watch®S.
10. Preoksigenasi dengan oksigen 100% selama 3 menit dengan sungkup muka oleh
residen anestesi semester 8 (pin biru)yang tidak terlibat secara keseluruhan dalam
penelitian ini, yang tidak mengetahui kelompok perlakuan yang diterima oleh
pasien.
11. Pencatatan hemodinamik (tekanan darah sistolik, diastolik, tekanan arteri rerata,
dan denyut jantung) pasien sebagai basal/HBdilakukan oleh residen anestesi
semester 1-3 (pin merah)yang tidak terlibat secara keseluruhan dalam penelitian
ini, yang tidak mengetahui kelompok perlakuan yang diterima oleh pasien.
12. Berikan suplemen analgesia dengan fentanyl 2 mcg/kgBB intravena dilakukan
oleh residen anestesi semester 6-7 (pin hijau) yang tidak terlibat secara
keseluruhan dalam penelitian ini, yang tidak mengetahui kelompok perlakuan
yang diterima oleh pasien. Obat ini diberikan secara bolus yang habis dalam
waktu 30 detik.
13. Catat waktu pemberian obat dilakukan oleh residen anestesi semester 1-3 (pin
merah).
14. Dua menit setelah awal injeksi suplemen analgesia diberikan bolus induksi
propofol 2,5 mg/kgBB yang habis dalam waktu 30 detik. Ketika refleks bulu mata
menghilang, dilakukan kalibrasi AMG TOF-Watch®S dengan menekan tombol
“Cal” kemudian berikan pola stimulasi single twitch0,1 Hz dengan arus listrik
supramaksimal secara kontinyu dengan menekan tombol fungsi sekunder
kemudian menekan tombol “1 Hz.” Selanjutnya berikan Atracurium 0,5 mg/kgBB
secara bolus yang habis dalam waktu 5 detik oleh residen anestesi semester 6-7.
15. Selama menunggu mula kerja Atracurium 0,5mg/kgBB, berikan ventilasi manual
dengan sungkup muka oksigen 100% oleh residen anestesi semester 8.
16. Catat mula kerja Atracurium 0,5 mg/kgBB oleh residen anestesi junior, sejak
akhir injeksi Atracurium sampai terjadi penurunan 95% dari kontrol (sampai
terlihat angka 5% atau lebih pada layar monitor saraf-otot AMG TOF-Watch®S),
pada otot adductor pollicis dengan menggunakan pola stimulasi single twitch0,1
Hz dengan arus listrik supramaksimal AMG TOF-Watch®S. Kemudian lakukan
laringoskopi dan intubasi pemasangan pipa endotrakeal oleh residen anestesi
semester 8.
17. Pemeliharaan dengan O2 50%, N2O 50%, dan Isofluran1 vol% dengan ventilasi
tekanan positif. Jika diperlukan dapat diberikan obat analgesia tambahan 5 menit
sebelum dilakukan incise kulit olet operator.
18. Catat status hemodinamik pasien pada menit 1, 3 dan 5 setelah intubasi sebagai
H1, H3danH5oleh residen anestesi anestesi semester 1-3.
19. Selanjutnya catat durasi kerja obat pelumpuh otot Atracurium yang dihitung
mulai dari tercapainya onset kerja sampai terjadi penurunan kerja pelumpuh otot
25% (sampai terlihat angka 75% pada layarmonitor saraf-ototAMGTOF-
Watch®S), pada otot adductor pollicis dengan menggunakan pola TOF yang
diukur dengan monitor saraf-ototAMG TOF-Watch®S.
20. Waktu pemulihan kerja obat pelumpuh otot atracurium dicatat pada saat
penurunan kerja obat pelumpuh otot mencapai 75% (sampai terlihat angka 25%
pada layarmonitor saraf-ototAMGTOF-Watch®S), pada otot adductor pollicis
dengan menggunakan pola TOF, yang selanjutnya mulai diberikan obat antidotum
atracurium (neostigmin 0,08 mg/kgBB dan sulfas atropine 0,01 mg/kgBB) dicatat
waktunya sampai terjadi penurunan kerja obat pelumpuh otot 95% (sampai
terlihat angka 5% pada layarmonitor saraf-ototAMGTOF-Watch®S.
Alur Penelitian
Populasi terjangkau
Kriteria inklusi
Kelompok M
Pemberian MgSO4 30mg/kgBB (dilarutkan
dalam spuit 20 ml)
Induksi propofol 2,5 mg/kgBB
Pelumpuh otot Atracurium 0,5 mg/kgBB
Analisis Statistik
Kelompok S
Elegible subject
Kriteria eksklusi
Pemberian NaCl 0,9%
dalam spuit 20 ml
Pasien-pasien dewasa yang menjalani operasi bedah elektif dengan anestesi umum dan memerlukan pemasangan pipa endotrakeal
Randomisasi
Laringoskopi-intubasi endotrakeal
Onset kerja, durasi kerja dan waktu pemulihan atracurium
Lampiran 7
LEMBAR OBSERVASI PASIEN
• Tiba di kamar operasi : pukul ………… WITA
• Nilai kadar magnesium dan kalsium preoperative dan postoperative dicatat di
tabel.
• Waktu pemberian perlakuan : pukul ………… WITA
• Pemberian suplemen analgesia : pukul ………… WITA, ………… mcg
• Pemberian obat induksi : pukul ………… WITA, ………… mg
• Pemberian pelumpuh otot : pukul ………… WITA, ………… mg
• Catat hemodinamik awal (HA), sebelum intubasi (H0), 1 menit setelah intubasi
(H1), 3 menit berikutnya (H3), 5 menit berikutnya (H5)
MULA KERJAATRACURIUM : ………………. menit
LAMA KERJA ATRACURIUM : ………………. menit
WAKTU PEMULIHAN : ………………. menit
Tabel 1. Kondisi Hemodinamik
Parameter HA H0 H1 H3 H5
Tekanan darah sistolik (mmHg)
Tekanan darah diastolik (mmHg)
Tekanan arterial rerata (mmHg)
Denyut jantung (x/menit)
Tabel 2. Nilai kadar magnesium dan kalsium pre dan postoperative
Preoperatif Postoperatif
Magnesium
Kalsium
Efek samping :
1. Somnolen: ya / tidak
2. Sakit kepala : ya / tidak
3. Vertigo : ya / tidak
4. Pruritus : ya / tidak
5. Mual : ya / tidak
6. Muntah : ya / tidak
7. Lainnya : …………………
OBSERVER : ….……………….
Lampiran 8
Rekapan Hasil Penelitian.
No RM KLP Nama JK Umur BB TB IMT ASA Diagnosis Tind akan MK LK WP M
(HA) M
(H0) M
(H1) M
(H3) M
(H5) Mg1 Mg2 Ca1 Ca2
1 14001264 M DNM P 36 th 62 158 24.8 1 MNT Total Thyroidektomy 4.35 34.42 2.38 96 79 74 70 83 2.1 2.1 9.31 8.89 2 14039081 M GDS L 32 th 50 160 19.5 1 OD Anopthalmia Repair soket 1.47 66.52 3.02 101 65 91 88 77 2.1 2.3 9.42 8.69 3 14063065 M NKW P 20 th 50 160 19.5 1 OD Massa kistik duc. Lakrimalis Extirpasi kiste 4.03 52.47 2.8 81 63 79 63 96 2.1 2.4 9.23 9.12
4 14063370 M NKR P 21 th 42 150 18.7 1 OMSK Timpanomastoidektomy 3.07 56.83 2.93 63 63 111 70 65 2.1 2.4 9.43 8.88 5 14056857 M MFD P 18 th 45 150 18.6 1 Tumor Palatum Ekscisi tumor 3.75 38.28 1.82 81 73 83 66 65 2.1 2.3 9.34 8.98 6 14063746 M MBG P 18 th 40 145 19.1 1 Ameloblastoma Reseksi tumor 3.13 38.37 2.93 89 62 80 64 77 2 2.1 9.69 8.92 7 14064726 M NNW P 55 th 55 160 21.5 1 Tumor mama D MRM 2.37 31.87 3.53 102 72 101 90 71 2.1 2.4 9.93 9.32 8 14054661 M BAJ P 18 th 55 160 21.5 1 Tumor parotis Parotidektomy 4.98 43.2 2.88 82 60 105 74 69 2.1 1.8 9.51 8.93 9 14053187 S NKM P 29 th 57 160 22.2 1 OD Ptosis OD Frontal Sling 6.35 34.28 1.68 83 61 82 67 65 2.1 2.1 9.56 9.43 10 14023357 M NWK P 33 th 64 165 23.5 1 Kista ductud tiroglosus Ekstirpasi Kista 2.5 58.16 3.13 89 62 87 70 71 2 2.5 9.44 8.91 11 14066507 M KMJ L 21 th 65 165 23 1 OD Glaukoma OD Trabekulektomy MMD 2.35 48.77 2.88 99 68 69 82 80 1.8 1.9 10 9.61 12 14058729 S JNK L 41 th 67 170 23.2 1 OD Tumor Conjungtiva OD Enucleasi Bulbi 7.35 31.53 1.23 91 74 88 113 98 1.7 1.6 9.57 9.55 13 14054662 S MYP P 18 th 55 160 21.4 1 MNT Total Thyroidektomy 8.25 36.31 2.05 86 64 86 80 81 1.9 1.6 9.59 9.47 14 13002676 M PTS L 32 th 60 165 22.2 1 OD Anopthalmia OD Repair soket + DFG 1.62 56.7 2.77 97 78 83 71 69 2 2.1 9.17 9.16 15 14043891 S KSW P 34 th 60 158 24 2 LABC D MRM 7.03 11.67 2.13 97 84 91 85 81 2.2 1.9 9.82 9.91 16 1481778 S APT P 39 th 62 160 24.2 1 Brachial Cyst Ekscisi Step Ladder 8.53 26.57 1.87 102 88 73 71 77 2.1 1.9 9.68 9.76 17 14069627 S WDN P 32 th 60 165 22.2 1 OD Enopthalmitis OD Vitrectomy + SO + Iris
Refrak 8.53 22.29 2.12 96 70 92 69 66 2 1.9 9.56 9.43
18 14014813 S RMS P 22 th 50 157 20.3 1 Degormitas Os Nasal Rekonstruksi 6.58 31.61 2.31 96 70 83 77 73 2.1 2.1 9.85 9.17 19 14068115 M WWS L 19 th 55 160 21.4 1 CF Neck Femur S Strutch graft, Canulated screw 3.25 36.43 2.46 85 65 71 72 73 2.1 2.1 9.56 8.96
20 14059761 S KYS L 49 th 65 168 23.1 1 Degloving Wound R. Brachii Debridement + Skin Graft 8.12 24.93 2.1 101 61 72 65 89 2.1 2.1 9.85 9.71
21 14011676 S NJR P 38 th 50 157 20.3 1 MNT Total Thyroidektomy 9.28 26.73 2.13 88 70 82 85 72 2.1 1.8 9.22 9.12 22 14039536 S SGT L 40 th 70 175 22.8 2 Post Osteotomy P-S Removal P-S 6.31 22.34 1.87 93 77 82 86 67 2 2 9.07 9 23 1620744 S CHS L 32 th 65 168 24.3 1 Sinusitis Maxilaris LCW + Koreksi septum 6.03 24.57 2.33 97 76 82 68 79 2.1 2 9.42 9.03 24 14064820 S ASN L 22 th 50 155 20.8 1 Sinusitis Ethmoidalis FESS + LCW 5.86 26.73 2.12 85 65 79 69 64 2.2 2 9 8.71 25 14057498 S NWS P 55 th 45 150 20 1 LABC S Ekcisi Biopsi 6.78 30.56 1.98 88 70 72 75 78 2.1 1.9 9.41 9.01 26 14052847 S NKM P 50 th 50 150 22.4 1 OME D Hipertropi konka Konkotomy + Pasang Gromet 8.23 28.31 1.87 75 75 96 83 83 1.9 1.9 9.12 8.87
27 13028369 M PTB L 21 th 55 160 21.4 1 Fr. Mandibula D Post mini plate Infeksi
Debridemnt + Aff Plate + Arch Bar
2.18 46.28 2.2 83 70 69 69 67 2.1 2.3 9.68 9.41
28 14066824 M SYT P 42 th 50 155 20.8 2 Silikonoma Hidung Open Rhinoplasty 4.38 36.22 1.93 98 72 104 86 99 2 2.3 9.62 8.92 29 14064936 S NMS P 29 th 55 155 22.8 1 Neglected Glono humeral S Close Reduction ORIF Pinning 8.87 18.98 1.87 82 90 102 86 85 2 2 9.14 9.36
30 14059570 M SKM P 54 th 60 165 22.2 2 OD Glaukoma Absolut OD Evicerasi Bulbi 4.12 32.78 2.72 100 85 115 83 85 2.1 2.3 9.83 9.24
Lampiran 9
HASIL ANALISIS SPSS
GET STATA FILE='C:\Users\Artawan Eka Putra\Documents\Bimbingan\Sutaniyasa\data
tesis10.dta'. SAVE OUTFILE='C:\Users\Artawan Eka
Putra\Documents\Bimbingan\Sutaniyasa\data
Kelompok
Case Processing Summary
Kelompok
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
Umur MgSO4 15 100.0% 0 .0% 15 100.0%
Salin 15 100.0% 0 .0% 15 100.0%
imt MgSO4 15 100.0% 0 .0% 15 100.0%
Salin 15 100.0% 0 .0% 15 100.0%
Descriptives
Kelompok Statistic Std. Error
Umur MgSO4 Mean 29.33 3.300
95% Confidence Interval for
Mean
Lower Bound 22.25
Upper Bound 36.41
5% Trimmed Mean 28.54
Median 21.00
Variance 163.381
Std. Deviation 12.782
Minimum 18
Maximum 55
Range 37
Interquartile Range 17
Skewness 1.038 .580
Kurtosis -.002 1.121
Salin Mean 35.33 2.780
95% Confidence Interval for
Mean
Lower Bound 29.37
Upper Bound 41.30
5% Trimmed Mean 35.20
Median 34.00
Variance 115.952
Std. Deviation 10.768
Minimum 18
Maximum 55
Range 37
Interquartile Range 12
Skewness .207 .580
Kurtosis -.586 1.121
imt MgSO4 Mean 21.3199 .46560
95% Confidence Interval for
Mean
Lower Bound 20.3213
Upper Bound 22.3185
5% Trimmed Mean 21.2720
Median 21.4844
Variance 3.252
Std. Deviation 1.80325
Minimum 18.67
Maximum 24.84
Range 6.17
Interquartile Range 2.51
Skewness .376 .580
Kurtosis -.446 1.121
Salin Mean 22.1759 .34734
95% Confidence Interval for Lower Bound 21.4309
Mean Upper Bound 22.9209
5% Trimmed Mean 22.1833
Median 22.2656
Variance 1.810
Std. Deviation 1.34525
Minimum 20.00
Maximum 24.22
Range 4.22
Interquartile Range 2.22
Skewness -.298 .580
Kurtosis -.964 1.121
Tests of Normality
Kelompok
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
Umur MgSO4 .276 15 .003 .821 15 .007
Salin .099 15 .200* .969 15 .845
imt MgSO4 .145 15 .200* .951 15 .535
Salin .160 15 .200* .934 15 .311
a. Lilliefors Significance Correction
*. This is a lower bound of the true significance.
NPAR TESTS /M-W= umur BY kelompok(1 2) /MISSING ANALYSIS.
NPar Tests
Notes
Output Created 05-Dec-2014 21:12:35
Comments
Input Data C:\Users\Artawan Eka
Putra\Documents\Bimbingan\Sutaniyas
a\data tesis spss.sav
Active Dataset DataSet1
Filter <none>
Weight <none>
Split File <none>
N of Rows in Working Data
File
30
Missing Value Handling Definition of Missing User-defined missing values are treated
as missing.
Cases Used Statistics for each test are based on all
cases with valid data for the variable(s)
used in that test.
Syntax NPAR TESTS
/M-W= umur BY kelompok(1 2)
/MISSING ANALYSIS.
Resources Processor Time 0:00:00.000
Elapsed Time 0:00:00.000
Number of Cases Alloweda 112347
a. Based on availability of workspace memory.
[DataSet1] C:\Users\Artawan Eka Putra\Documents\Bimbingan\Sutaniyasa\data tesis
spss.sav
Mann-Whitney Test
Ranks
Kelompok N Mean Rank Sum of Ranks
Umur MgSO4 15 12.93 194.00
Salin 15 18.07 271.00
Total 30
Test Statisticsb
Umur
Mann-Whitney U 74.000
Wilcoxon W 194.000
Z -1.602
Asymp. Sig. (2-tailed) .109
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .116a
a. Not corrected for ties.
Ranks
Kelompok N Mean Rank Sum of Ranks
Umur MgSO4 15 12.93 194.00
Salin 15 18.07 271.00
b. Grouping Variable: Kelompok
[DataSet1] C:\Users\Artawan Eka Putra\Documents\Bimbingan\Sutaniyasa\data tesis
spss.sav
Case Processing Summary
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
JK * Kelompok 30 100.0% 0 .0% 30 100.0%
ASA * Kelompok 30 100.0% 0 .0% 30 100.0%
JK * Kelompok
Crosstab
Kelompok
MgSO4 Salin Total
JK Laki-laki Count 5 5 10
% within Kelompok 33.3% 33.3% 33.3%
Perempuan Count 10 10 20
% within Kelompok 66.7% 66.7% 66.7%
Total Count 15 15 30
% within Kelompok 100.0% 100.0% 100.0%
Chi-Square Tests
Value Df
Asymp. Sig.
(2-sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square .000a 1 1.000
Continuity Correctionb .000 1 1.000
Likelihood Ratio .000 1 1.000
Fisher's Exact Test 1.000 .650
Linear-by-Linear Association .000 1 1.000
N of Valid Cases 30
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 5.00.
b. Computed only for a 2x2 table
ASA * Kelompok
Crosstab
Kelompok
MgSO4 Salin Total
ASA 1 Count 13 13 26
% within Kelompok 86.7% 86.7% 86.7%
2 Count 2 2 4
% within Kelompok 13.3% 13.3% 13.3%
Total Count 15 15 30
% within Kelompok 100.0% 100.0% 100.0%
[DataSet1] C:\Users\Artawan Eka Putra\Documents\Bimbingan\Sutaniyasa\data tesis
spss.sav
Group Statistics
Kelompok N Mean Std. Deviation Std. Error Mean
imt MgSO4 15 21.3199 1.80325 .46560
Salin 15 22.1759 1.34525 .34734
Independent Samples Test
Levene's Test for Equality
of Variances t-test for Equality of Means
F Sig. t df
imt Equal variances assumed .738 .398 -1.474 28
Equal variances not assumed -1.474 25.898
Independent Samples Test
t-test for Equality of Means
Sig. (2-tailed) Mean Difference
Std. Error
Difference
imt Equal variances assumed .152 -.85598 .58088
Equal variances not assumed .153 -.85598 .58088
Independent Samples Test
t-test for Equality of Means
95% Confidence Interval of the
Difference
Lower Upper
imt Equal variances assumed -2.04587 .33391
Equal variances not assumed -2.05024 .33827
[DataSet1] C:\Users\Artawan Eka Putra\Documents\Bimbingan\Sutaniyasa\data tesis
spss.sav
Kelompok
Case Processing Summary
Kelompok
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
BB MgSO4 15 100.0% 0 .0% 15 100.0%
Salin 15 100.0% 0 .0% 15 100.0%
TB MgSO4 15 100.0% 0 .0% 15 100.0%
Salin 15 100.0% 0 .0% 15 100.0%
Descriptives
Kelompok Statistic Std. Error
BB MgSO4 Mean 53.87 1.988
95% Confidence Interval for
Mean
Lower Bound 49.60
Upper Bound 58.13
5% Trimmed Mean 54.02
Median 55.00
Variance 59.267
Std. Deviation 7.698
Minimum 40
Maximum 65
Range 25
Interquartile Range 10
Skewness -.322 .580
Kurtosis -.742 1.121
Salin Mean 57.40 1.934
95% Confidence Interval for
Mean
Lower Bound 53.25
Upper Bound 61.55
5% Trimmed Mean 57.39
Median 57.00
Variance 56.114
Std. Deviation 7.491
Minimum 45
Maximum 70
Range 25
Interquartile Range 15
Skewness .067 .580
Kurtosis -1.096 1.121
TB MgSO4 Mean 158.53 1.576
95% Confidence Interval for
Mean
Lower Bound 155.15
Upper Bound 161.91
5% Trimmed Mean 158.93
Median 160.00
Variance 37.267
Std. Deviation 6.105
Minimum 145
Maximum 165
Range 20
Interquartile Range 10
Skewness -.965 .580
Kurtosis .292 1.121
Salin Mean 160.53 1.884
95% Confidence Interval for
Mean
Lower Bound 156.49
Upper Bound 164.58
5% Trimmed Mean 160.31
Median 160.00
Variance 53.267
Std. Deviation 7.298
Minimum 150
Maximum 175
Range 25
Interquartile Range 13
Skewness .428 .580
Kurtosis -.466 1.121
Tests of Normality
Kelompok
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
BB MgSO4 .159 15 .200* .949 15 .509
Salin .172 15 .200* .951 15 .544
TB MgSO4 .262 15 .007 .857 15 .022
Salin .196 15 .126 .949 15 .514
a. Lilliefors Significance Correction
*. This is a lower bound of the true significance.
T-TEST GROUPS=kelompok(1 2) /MISSING=ANALYSIS /VARIABLES=bb /CRITERIA=CI(.95).
T-Test
[DataSet1] C:\Users\Artawan Eka Putra\Documents\Bimbingan\Sutaniyasa\data tesis
spss.sav
Group Statistics
Kelompok N Mean Std. Deviation Std. Error Mean
BB MgSO4 15 53.87 7.698 1.988
Salin 15 57.40 7.491 1.934
Independent Samples Test
Levene's Test for Equality of
Variances t-test for Equality of Means
F Sig. t df
BB Equal variances assumed .008 .928 -1.274 28
Equal variances not assumed -1.274 27.979
Independent Samples Test
t-test for Equality of Means
Sig. (2-tailed) Mean Difference
Std. Error
Difference
BB Equal variances assumed .213 -3.533 2.773
Equal variances not assumed .213 -3.533 2.773
Independent Samples Test
t-test for Equality of Means
95% Confidence Interval of the
Difference
Lower Upper
BB Equal variances assumed -9.215 2.148
Equal variances not assumed -9.215 2.148
Group Statistics
Kelompok N Mean Std. Deviation Std. Error Mean
TB MgSO4 15 158.53 6.105 1.576
Salin 15 160.53 7.298 1.884
NPAR TESTS /M-W= tb BY kelompok(1 2) /MISSING ANALYSIS.
[DataSet1] C:\Users\Artawan Eka Putra\Documents\Bimbingan\Sutaniyasa\data tesis
spss.sav
Mann-Whitney Test
Ranks
Kelompok N Mean Rank Sum of Ranks
TB MgSO4 15 14.97 224.50
Salin 15 16.03 240.50
Total 30
Test Statisticsb
TB
Mann-Whitney U 104.500
Wilcoxon W 224.500
Z -.338
Asymp. Sig. (2-tailed) .736
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .744a
a. Not corrected for ties.
b. Grouping Variable: Kelompok
[DataSet1] C:\Users\Artawan Eka Putra\Documents\Bimbingan\Sutaniyasa\data tesis
spss.sav
Kelompok
Case Processing Summary
Kelompok
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
MK MgSO4 15 100.0% 0 .0% 15 100.0%
Salin 15 100.0% 0 .0% 15 100.0%
Descriptives
Kelompok Statistic Std. Error
MK MgSO4 Mean 3.1700 .27743
95% Confidence Interval for
Mean
Lower Bound 2.5750
Upper Bound 3.7650
5% Trimmed Mean 3.1639
Median 3.1300
Variance 1.155
Std. Deviation 1.07448
Minimum 1.47
Maximum 4.98
Range 3.51
Interquartile Range 1.77
Skewness .004 .580
Kurtosis -1.095 1.121
Salin Mean 7.4733 .29141
95% Confidence Interval for
Mean
Lower Bound 6.8483
Upper Bound 8.0984
5% Trimmed Mean 7.4626
Median 7.3500
Variance 1.274
Std. Deviation 1.12864
Minimum 5.86
Maximum 9.28
Range 3.42
Interquartile Range 2.18
Skewness .047 .580
Kurtosis -1.516 1.121
Tests of Normality
Kelompok
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic Df Sig. Statistic df Sig.
MK MgSO4 .134 15 .200* .959 15 .672
Salin .183 15 .187 .926 15 .242
a. Lilliefors Significance Correction
*. This is a lower bound of the true significance.
T-TEST GROUPS=kelompok(1 2) /MISSING=ANALYSIS /VARIABLES=mk /CRITERIA=CI(.95).
T-Test
[DataSet1] C:\Users\Artawan Eka Putra\Documents\Bimbingan\Sutaniyasa\data tesis
spss.sav
Group Statistics
Kelompok N Mean Std. Deviation Std. Error Mean
MK MgSO4 15 3.1700 1.07448 .27743
Salin 15 7.4733 1.12864 .29141
Independent Samples Test
Levene's Test for
Equality of Variances t-test for Equality of Means
F Sig. t df
MK Equal variances assumed .357 .555 -10.695 28
Equal variances not assumed -10.695 27.933
Independent Samples Test
t-test for Equality of Means
Sig. (2-tailed) Mean Difference
Std. Error
Difference
MK Equal variances assumed .000 -4.30333 .40235
Equal variances not assumed .000 -4.30333 .40235
Independent Samples Test
t-test for Equality of Means
95% Confidence Interval of the
Difference
Lower Upper
MK Equal variances assumed -5.12752 -3.47915
Equal variances not assumed -5.12761 -3.47906
* Chart Builder. GGRAPH /GRAPHDATASET NAME="graphdataset" VARIABLES=kelompok
MEANCI(mk, 95)[name="mk" LOW="mk_LOW" HIGH="mk_HIGH"]
[DataSet1] C:\Users\Artawan Eka Putra\Documents\Bimbingan\Sutaniyasa\data tesis
spss.sav
Kelompok
Case Processing Summary
Kelompok
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
LK MgSO4 15 100.0% 0 .0% 15 100.0%
Salin 15 100.0% 0 .0% 15 100.0%
Descriptives
Kelompok Statistic Std. Error
LK MgSO4 Mean 45.1520 2.81331
95% Confidence Interval for
Mean
Lower Bound 39.1181
Upper Bound 51.1859
5% Trimmed Mean 44.7028
Median 43.2100
Variance 118.721
Std. Deviation 10.89590
Minimum 31.87
Maximum 66.52
Range 34.65
Interquartile Range 20.50
Skewness .512 .580
Kurtosis -.954 1.121
Salin Mean 26.4753 1.61383
95% Confidence Interval for
Mean
Lower Bound 23.0140
Upper Bound 29.9367
5% Trimmed Mean 26.7570
Median 26.7300
Variance 39.067
Std. Deviation 6.25034
Minimum 11.57
Maximum 36.31
Range 24.74
Interquartile Range 9.01
Skewness -.721 .580
Kurtosis 1.109 1.121
Tests of Normality
Kelompok
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic Df Sig. Statistic df Sig.
LK MgSO4 .201 15 .104 .921 15 .197
Salin .118 15 .200* .962 15 .720
a. Lilliefors Significance Correction
*. This is a lower bound of the true significance.
Group Statistics
Kelompok N Mean Std. Deviation Std. Error Mean
LK MgSO4 15 45.1520 10.89590 2.81331
Salin 15 26.4753 6.25034 1.61383
Independent Samples Test
Levene's Test for
Equality of Variances t-test for Equality of Means
F Sig. t df
LK Equal variances assumed 7.813 .009 5.758 28
Equal variances not assumed 5.758 22.314
Independent Samples Test
t-test for Equality of Means
Sig. (2-tailed) Mean Difference
Std. Error
Difference
LK Equal variances assumed .000 18.67667 3.24333
Equal variances not assumed .000 18.67667 3.24333
Independent Samples Test
t-test for Equality of Means
95% Confidence Interval of the
Difference
Lower Upper
LK Equal variances assumed 12.03301 25.32032
Equal variances not assumed 11.95590 25.39744
[DataSet1] C:\Users\Artawan Eka Putra\Documents\Bimbingan\Sutaniyasa\data tesis
spss.sav
Kelompok
Case Processing Summary
Kelompok
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
WR MgSO4 15 100.0% 0 .0% 15 100.0%
Salin 15 100.0% 0 .0% 15 100.0%
Descriptives
Kelompok Statistic Std. Error
WR MgSO4 Mean 2.6933 .11790
95% Confidence Interval for
Mean
Lower Bound 2.4405
Upper Bound 2.9462
5% Trimmed Mean 2.6954
Median 2.8000
Variance .209
Std. Deviation .45663
Minimum 1.82
Maximum 3.53
Range 1.71
Interquartile Range .55
Skewness -.446 .580
Kurtosis .100 1.121
Salin Mean 1.9787 .07041
95% Confidence Interval for
Mean
Lower Bound 1.8277
Upper Bound 2.1297
5% Trimmed Mean 2.0007
Median 2.0500
Variance .074
Std. Deviation .27268
Minimum 1.23
Maximum 2.33
Range 1.10
Interquartile Range .26
Skewness -1.447 .580
Kurtosis 3.232 1.121
Tests of Normality
Kelompok
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
WR MgSO4 .190 15 .150 .947 15 .481
Salin .212 15 .069 .868 15 .031
a. Lilliefors Significance Correction
NPAR TESTS /M-W= wr BY kelompok(1 2) /MISSING ANALYSIS.
Mann-Whitney Test
Ranks
Kelompok N Mean Rank Sum of Ranks
WR MgSO4 15 21.40 321.00
Salin 15 9.60 144.00
Total 30
Test Statisticsb
WR
Mann-Whitney U 24.000
Wilcoxon W 144.000
Z -3.678
Asymp. Sig. (2-tailed) .000
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .000a
a. Not corrected for ties.
b. Grouping Variable: Kelompok
Kelompok
Case Processing Summary
Kelompok
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
Mg1 MgSO4 15 100.0% 0 .0% 15 100.0%
Salin 15 100.0% 0 .0% 15 100.0%
Mg2 MgSO4 15 100.0% 0 .0% 15 100.0%
Salin 15 100.0% 0 .0% 15 100.0%
Ca1 MgSO4 15 100.0% 0 .0% 15 100.0%
Salin 15 100.0% 0 .0% 15 100.0%
Ca2 MgSO4 15 100.0% 0 .0% 15 100.0%
Salin 15 100.0% 0 .0% 15 100.0%
Descriptives
Kelompok Statistic Std. Error
Mg1 MgSO4 Mean 2.0533 .02153
95% Confidence Interval for
Mean
Lower Bound 2.0072
Upper Bound 2.0995
5% Trimmed Mean 2.0648
Median 2.1000
Variance .007
Std. Deviation .08338
Minimum 1.80
Maximum 2.10
Range .30
Interquartile Range .10
Skewness -2.253 .580
Kurtosis 5.776 1.121
Salin Mean 2.0400 .03352
95% Confidence Interval for
Mean
Lower Bound 1.9681
Upper Bound 2.1119
5% Trimmed Mean 2.0500
Median 2.1000
Variance .017
Std. Deviation .12984
Minimum 1.70
Maximum 2.20
Range .50
Interquartile Range .10
Skewness -1.329 .580
Kurtosis 2.241 1.121
Mg2 MgSO4 Mean 2.2200 .05090
95% Confidence Interval for
Mean
Lower Bound 2.1108
Upper Bound 2.3292
5% Trimmed Mean 2.2278
Median 2.3000
Variance .039
Std. Deviation .19712
Minimum 1.80
Maximum 2.50
Range .70
Interquartile Range .30
Skewness -.772 .580
Kurtosis .010 1.121
Salin Mean 1.9200 .04047
95% Confidence Interval for Lower Bound 1.8332
Mean Upper Bound 2.0068
5% Trimmed Mean 1.9278
Median 1.9000
Variance .025
Std. Deviation .15675
Minimum 1.60
Maximum 2.10
Range .50
Interquartile Range .10
Skewness -1.022 .580
Kurtosis .689 1.121
Ca1 MgSO4 Mean 9.5320 .05879
95% Confidence Interval for
Mean
Lower Bound 9.4059
Upper Bound 9.6581
5% Trimmed Mean 9.5300
Median 9.5100
Variance .052
Std. Deviation .22770
Minimum 9.17
Maximum 9.93
Range .76
Interquartile Range .35
Skewness .175 .580
Kurtosis -.881 1.121
Salin Mean 9.4573 .07479
95% Confidence Interval for
Mean
Lower Bound 9.2969
Upper Bound 9.6177
5% Trimmed Mean 9.4609
Median 9.5600
Variance .084
Std. Deviation .28964
Minimum 9.00
Maximum 9.85
Range .85
Interquartile Range .54
Skewness -.176 .580
Kurtosis -1.263 1.121
Ca2 MgSO4 Mean 9.0627 .06293
95% Confidence Interval for
Mean
Lower Bound 8.9277
Upper Bound 9.1976
5% Trimmed Mean 9.0530
Median 8.9600
Variance .059
Std. Deviation .24373
Minimum 8.69
Maximum 9.61
Range .92
Interquartile Range .33
Skewness .872 .580
Kurtosis .369 1.121
Salin Mean 9.3027 .09056
95% Confidence Interval for
Mean
Lower Bound 9.1084
Upper Bound 9.4969
5% Trimmed Mean 9.3013
Median 9.3600
Variance .123
Std. Deviation .35072
Minimum 8.71
Maximum 9.92
Range 1.21
Interquartile Range .54
Skewness .099 .580
Kurtosis -.845 1.121
Tests of Normality
Kelompok
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
Mg1 MgSO4 .379 15 .000 .616 15 .000
Salin .278 15 .003 .849 15 .017
Mg2 MgSO4 .258 15 .008 .905 15 .114
Salin .249 15 .013 .858 15 .022
Ca1 MgSO4 .124 15 .200* .972 15 .883
Salin .172 15 .200* .924 15 .224
Ca2 MgSO4 .233 15 .028 .911 15 .141
Salin .115 15 .200* .972 15 .893
a. Lilliefors Significance Correction
Tests of Normality
Kelompok
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
Mg1 MgSO4 .379 15 .000 .616 15 .000
Salin .278 15 .003 .849 15 .017
Mg2 MgSO4 .258 15 .008 .905 15 .114
Salin .249 15 .013 .858 15 .022
Ca1 MgSO4 .124 15 .200* .972 15 .883
Salin .172 15 .200* .924 15 .224
Ca2 MgSO4 .233 15 .028 .911 15 .141
Salin .115 15 .200* .972 15 .893
a. Lilliefors Significance Correction
*. This is a lower bound of the true significance.
[DataSet1] C:\Users\Artawan Eka Putra\Documents\Bimbingan\Sutaniyasa\data tesis
spss.sav
Mann-Whitney Test
Ranks
Kelompok N Mean Rank Sum of Ranks
Mg1 MgSO4 15 15.60 234.00
Salin 15 15.40 231.00
Total 30
Mg2 MgSO4 15 21.13 317.00
Salin 15 9.87 148.00
Total 30
Test Statisticsb
Mg1 Mg2
Mann-Whitney U 111.000 28.000
Wilcoxon W 231.000 148.000
Z -.069 -3.555
Asymp. Sig. (2-tailed) .945 .000
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .967a .000a
a. Not corrected for ties.
b. Grouping Variable: Kelompok
* Chart Builder. GGRAPH /GRAPHDATASET NAME="graphdataset"
VARIABLES=MEANCI(mg1, 95) MEANCI(mg2, 95) kelompok MISSING=LISTWISE
[DataSet1] C:\Users\Artawan Eka Putra\Documents\Bimbingan\Sutaniyasa\data tesis
spss.sav
FILTER OFF. USE ALL. EXECUTE. REGRESSION /MISSING LISTWISE /STATISTICS COEFF OUTS
CI(95) R ANOVA COLLIN TOL /CRITERIA=PIN(.05) POUT(.10) /NOORIGIN /DEPENDENT ca2
/METHOD=ENTER mg2.
Regression
[DataSet1] C:\Users\Artawan Eka Putra\Documents\Bimbingan\Sutaniyasa\data tesis
spss.sav
Variables Entered/Removedb
Model
Variables
Entered
Variables
Removed Method
1 Mg2a . Enter
a. All requested variables entered.
Variables Entered/Removedb
Model
Variables
Entered
Variables
Removed Method
1 Mg2a . Enter
a. All requested variables entered.
b. Dependent Variable: Ca2
Model Summary
Model R R Square
Adjusted R
Square
Std. Error of the
Estimate
1 .362a .131 .100 .30437
a. Predictors: (Constant), Mg2
ANOVAb
Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.
1 Regression .392 1 .392 4.230 .049a
Residual 2.594 28 .093
Total 2.986 29
a. Predictors: (Constant), Mg2
b. Dependent Variable: Ca2
Coefficientsa
Model
Unstandardized Coefficients
Standardized
Coefficients
B Std. Error Beta t Sig.
1 (Constant) 10.219 .507 20.156 .000
Mg2 -.501 .243 -.362 -2.057 .049
a. Dependent Variable: Ca2
Coefficientsa
Model
95.0% Confidence Interval for B Collinearity Statistics
Lower Bound Upper Bound Tolerance VIF
1 (Constant) 9.181 11.258
Mg2 -.999 -.002 1.000 1.000
a. Dependent Variable: Ca2
Collinearity Diagnosticsa
Model
Dimensi
on
Variance Proportions
Eigenvalue Condition Index (Constant) Mg2
1 1 1.994 1.000 .00 .00
2 .006 18.193 1.00 1.00
a. Dependent Variable: Ca2
* Curve Estimation. TSET NEWVAR=NONE. CURVEFIT /VARIABLES=ca2 WITH mg2
/CONSTANT /MODEL=LINEAR /PLOT FIT.
Curve Fit
[DataSet1] C:\Users\Artawan Eka Putra\Documents\Bimbingan\Sutaniyasa\data tesis
spss.sav
Model Description
Model Name MOD_3
Dependent Variable 1 Ca2
Equation 1 Linear
Independent Variable Mg2
Constant Included
Variable Whose Values Label
Observations in Plots
Unspecified
Case Processing Summary
N
Total Cases 30
Excluded Casesa 0
Forecasted Cases 0
Newly Created Cases 0
a. Cases with a missing value in any
variable are excluded from the
analysis.
Variable Processing Summary
Variables
Dependent Independent
Ca2 Mg2
Number of Positive Values 30 30
Number of Zeros 0 0
Number of Negative Values 0 0
Number of Missing Values User-Missing 0 0
System-Missing 0 0
Model Summary and Parameter Estimates
Dependent Variable:Ca2
Equation
Model Summary Parameter Estimates
R Square F df1 df2 Sig. Constant b1
Linear .131 4.230 1 28 .049 10.219 -.501
Model Description
Model Name MOD_3
Dependent Variable 1 Ca2
Equation 1 Linear
Independent Variable Mg2
Constant Included
The independent variable is Mg2.