Download - Tesis Fahmi PSMIL
PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN PRINSIP 3R
DI KOTA SOLOK (Studi tentang Perilaku dan Analisa Biaya dan Manfaat Pengomposan Skala
Kawasan Pemukiman di Kelurahan IX Korong)
Oleh :
ELSA YOLARITA
NPM. 2505-2009-0009
TESIS
Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Ujian
Guna memperoleh gelar Magister Ilmu Lingkungan
Program Studi Magister Ilmu LingkunganProgram Pasca Sarjana
Konsentrasi Perencanaan Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan Hidup
PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU LINGKUNGAN
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS PADJADJARAN
BANDUNG
2011
LEMBAR PERSETUJUAN PERBAIKAN (REVISI)
UJIAN TESIS
-------------------------------------------------------------------------------------------
TANGGAL UJIAN : 12 Januari 2011
NAMA : ELSA YOLARITA
NPM : 2505 2009 0009
PROGRAM STUDI : Magister Ilmu Lingkungan
KONSENTRASI : Perencanaan Pengelolaan Sumberdaya Alam dan
Lingkungan Hidup
JUDUL : PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN PRINSIP 3R DI
KOTA SOLOK (Studi tentang Perilaku dan Analisa
Biaya dan Manfaat Pengomposan Skala Kawasan
Pemukiman di Kelurahan IX Korong)
TELAH DIREVISI, DISETUJUI OLEH TIM PENELAAH/ TIM PEMBIMBING
DAN DIPERKENANKAN UNTUK DIPERBANYAK/DICETAK
No. NAMA TANDA TANGAN
1. Dr.Ir.Tb. Benito A. Kurnani., Dip.EST
2. Prof. Johan Iskandar, MSc., Ph.D
3. Parikesit, MSc.,Ph.D
Bandung, Januari 2011
Mengetahui
Budhi Gunawan, MA.,Ph.D
Ketua Tim Pembimbing
Dr.rer.nat. M Fani Cahyandito
Anggota Tim Pembimbing
PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN PRINSIP 3R
DI KOTA SOLOK (Studi tentang Perilaku dan Analisa Biaya dan Manfaat Pengomposan
Skala Kawasan Pemukiman di Kelurahan IX Korong)
Oleh
ELSA YOLARITA
NPM : 2505 2009 0009
TESIS
Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Ujian
Guna Memperoleh Gelar Magister Ilmu Lingkungan
Program Studi Magister Ilmu Lingkungan Program Pasca Sarjana
Konsentrasi Perencanaan Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan Hidup
telah disetujui oleh Tim Pembimbing pada tanggal
seperti tertera di bawah ini
Bandung, Januari 2011
Budhi Gunawan, MA., Ph.D
Ketua Tim Pembimbing
Dr. rer.nat. M. Fani Cahyandito
Anggota Tim Pembimbing
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa :
1. Karya tulis saya, tesis ini, adalah asli dan belum pernah diajukan untuk
mendapatkan gelar akademik magister, baik di Universitas Padjadjaran maupun di
perguruan tinggi lain.
2. Karya tulis ini adalah murni gagasan, rumusan, dan penelitian saya sendiri, tanpa
bantuan pihak lain, kecuali arahan Tim Pembimbing.
3. Dalam karya tulis ini tidak terdapat karya atau pendapat yang telah ditulis atau
dipublikasikan orang lain, kecuali secara tertulis dengan jelas dicantumkan
sebagai acuan dalam naskah dengan disebutkan nama pengarang dan dicantumkan
dalam daftar pustaka.
4. Pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan apabila di kemudian hari
terdapat penyimpangan dan ketidakbenaran dalam pernyataan ini, maka saya
bersedia menerima sanksi akademis berupa pencabutan gelar yang telah diperoleh
karena karya ini, serta sanksi lainnya sesuai dengan norma yang berlaku di
perguruan tinggi ini.
Bandung, Januari 2011
Yang membuat pernyataan,
( Elsa Yolarita )
NPM. 2505 2009 0009
WASTE MANAGEMENT PRINCIPLES WITH 3R
IN SOLOK CITY
(Studies of Behavior and Analysis of Costs and Benefits of Composting in a
Resettlement Area Scale in Kelurahan IX Korong)
ABSTRACT
This study is based on the implementation of waste management program with
the 3R principle in the Village IX Korong Lubuk Sikarah Solok District. The purpose
of this study is to obtain a picture of the community about waste management with the
3R principle and the factors that influence it and to know the analysis of costs and
benefits of composting organic waste in a residential areas scale.
The research method is quantitative methods. The result shows that the
behavior of the community about waste management with the 3R principle in District
IX District Korong Lubuk Sikarah Solok is influenced by the knowledge, attitudes,
communication and the role of community leaders. Analysis of costs and benefits of
composting activity scale residential areas based on the NPV criterion, the ratio of
B/C, and PBP shows that composting activity scale residential areas not in proper
condition.
Keywords: 3R of waste management, conduct, analysis of costs and benefits.
PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN PRINSIP 3R
DI KOTA SOLOK
(Studi tentang Perilaku dan Analisa Biaya dan Manfaat Pengonposan Skala
Kawasan Pemukiman di Kelurahan IX Korong)
ABSTRAK
Penelitian ini didasarkan pada pelaksanaan program pengelolaan sampah
dengan prinsip 3R di Kelurahan IX Korong Kecamatan Lubuk Sikarah Kota Solok.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan gambaran tentang perilaku
masyarakat tentang pengelolaan sampah dengan prinsip 3R dan faktor yang
mempengaruhinya serta untuk mengetahui analisa biaya dan manfaat pengomposan
sampah organik skala kawasan pemukiman.
Metode penelitian yang digunakan adalah metode kuantitatif. Hasil penelitian
menunjukan bahwa perilaku masyarakat tentang pengelolaan sampah dengan prinsip
3R di Kelurahan IX Korong Kecamatan Lubuk Sikarah Kota Solok dipengaruhi oleh
pengetahuan, sikap, komunikasi dan peran tokoh masyarakat. Analisa biaya dan
manfaat kegiatan pengomposan skala kawasan pemukiman berdasarkan kriteria NPV,
ratio B/C, dan PBP menunjukkan bahwa kegiatan pengomposan skala kawasan
pemukiman belum berada pada kondisi layak.
Kata kunci : Pengelolaan Sampah 3R, perilaku, analisa biaya dan
manfaat pengomposan
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, dengan memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Allah SWT
atas limpahan Rahmat dan Karunia-Nya, akhirnya penulis dapat menyelesaikan
penyusunan Tesis dengan judul “Pengelolaan Sampah Dengan Prinsip 3R di Kota
Solok (Studi tentang Perilaku dan Analisa Biaya dan Manfaat Pengomposan
Skala Kawasan Pemukiman di Kelurahan IX Korong)
Tesis ini disusun sebagai syarat untuk mendapatkan gelar Magister Ilmu
Lingkungan pada Program Studi Magister Ilmu Lingkungan, Program Pascasarjana
Universitas Padjadjaran Bandung.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sedalam-
dalamnya kepada berbagai pihak yang telah membantu dan mendukung dalam
penyusunan tesis ini dan tanpa mengurangi rasa hormat tidak mungkin disebutkan satu
demi satu, maka secara khusus ucapan terima kasih disampaikan kepada :
1. Kepala Pusbindiklatren Bappenas Ir. Yahya Rachmana Hidayat, MSc., Ph.D
selaku kepala instansi pemberi beasiswa.
2. Walikota Solok beserta jajaran yang telah memberikan kesempatan dan izin
”Tugas Belajar” kepada penulis.
3. Prof. Dr. Ganjar Kurnia, Ir., DEA selaku Rektor Universitas Padjadjaran
Bandung.
4. Dr. Tb. Benito A Kurnani, Ir., Dip., EST selaku ketua Program Studi Magister
Ilmu Lingkungan Universitas Padjadjaran Bandung
5. Parikesit, MSc., Ph.D selaku sekretaris Program Studi Magister Ilmu
Lingkungan Universitas Padjadjaran Bandung.
6. Budhi Gunawan, MA., Ph.D. sebagai Ketua Tim Pembimbing yang telah
meluangkan waktunya dan dengan penuh kesabaran memberikan bimbingan
sehingga tesis ini dapat diselesaikan.
7. Dr. rer.nat. M. Fani Cahyandito selaku Tim Komisi Pembimbing, yang telah
meluangkan waktu, tenaga dan pikiran dalam mengarahkan penulis dalam
menyelesaikan tesis ini.
8. Seluruh staf pengajar pada Program Studi Magister Ilmu Lingkungan
Universitas Padjadjaran Bandung atas ilmu dan pengetahuan yang diberikan,
semoga akan menjadi amal yang tak ternilai.
9. Kedua orang tuaku (Ibunda Nurjani dan (Alm) Ayahanda Noersa) atas doa dan
kasih sayangnya.
10. Teristimewa untuk suamiku tercinta ”Agus Teguh Prihartono” dan anakku
tersayang “Bintang Fazil Madani” sebagai sumber inspirasi dan semangat
hidup.
11. Keluarga besar Solok dan Bukittinggi atas doa dan dukungannya.
12. Karyawan/ti pada Program Studi Magister Ilmu Lingkungan Universitas
Padjadjaran Bandung, atas segala bantuannya.
13. Rekan-rekan senasib dan seperjuangan pada PSMIL BAPPENAS Tahun
Akademik 2009/2010 atas bantuan, dukungan semangat dan kerjasamanya.
14. Para sahabat dan semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang
telah membantu penyelesaian tesis ini.
Semoga Allah SWT, senantiasa memberikan balasan atas segala bantuan,
kebaikan yang te lah diberikan kepada penulis. Akhir kata semoga Tesis ini
bermanfaat bagi penulis khususnya dan pihak-pihak yang berkepentingan pada
umumnya, serta mengharapkan saran dan kritik untuk kemajuan yang akan datang.
Bandung, Januari 2011
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
PENGESAHAN .................................................................................................... ii
PERNYATAAN ................................................................................................... iii
ABSTRACT ......................................................................................................... iv
ABSTRAK ........................................................................................................... v
KATA PENGANTAR .......................................................................................... vi
DAFTAR ISI ......................................................................................................... ix
DAFTAR TABEL ................................................................................................. xii
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ xiv
DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................................... xv
BAB I. PENDAHULUAN ................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang ............................................................................. 1
1.2. Rumusan Masalah ......................................................................... 5
1.3. Tujuan Penelitian .......................................................................... 7
1.4 Manfaat Penelitian ........................................................................ 8
BAB II. KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN ..................... 9
2.1 Kajian Pustaka ............................................................................... 9
2.1.1 Permasalahan Pengelolaan Sampah di Indonesia ................ 9
2.1.2 Pengelolaan Sampah dengan Prinsip 3R .............................. 11
2.1.3 Partisipasi Masyarakat dalam Pengelolaan Sampah ............ 14
2.1.4 Perilaku/Tindakan Manusia dan Faktor Yang
Mempengaruhi ....................................................................
18
2.1.5 Analisa Biaya dan Manfaat Pengelolaan Sampah dengan
Prinsip 3R ............................................................................ 23
2.2 Kerangka Pemikiran ..................................................................... 26
2.3 Hipotesis ....................................................................................... 30
BAB III. METODE PENELITIAN ..................................................................... 31
3.1 Rancangan Penelitian .................................................................... 31
3.2 Data yang Diperlukan ................................................................... 31
3.3 Teknik Pengumpulan Data ............................................................ 33
3.4 Penetapan Sampel ......................................................................... 34
3.5 Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur ............................................. 35
3.6 Analisa Data .................................................................................. 38
3.7 Analisis Manfaat dan Biaya .......................................................... 44
BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ................................... 46
4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian ............................................. 47
4.1.1 Gambaran Umum Kelurahan IX Korong ............................. 47
4.1.2 Pengelolaan Sampah Kelurahan IX Korong ........................ 49
4.1.3 Gambaran Karakterisitik Responden ................................... 54
4.2 Hasil Dan Pembahasan ................................................................. 56
4.2.1 Pengetahuan ...................................................................... 56
4.2.2 Sikap .................................................................................. 58
4.2.3 Komunikasi ....................................................................... 60
4.2.4 Peran Tokoh Masyarakat ................................................... 60
4.2.5 Perilaku/Tindakan Masyarakat .......................................... 62
4.2.6 Pengaruh Simultan Faktor Pengetahuan, Sikap,
Komunikasi dan Peran Tokoh Masyarakat terhadap
Perilaku Masyarakat dalam Pengelolaan Sampah dengan
Prinsip 3R ..........................................................................
64
4.2.7 Pengaruh Parsial Pengetahuan terhadap Perilaku
Masyarakat dalam Pengelolaan Sampah dengan Prinsip
3R ......................................................................................
72
4.2.8 Pengaruh Parsial Sikap terhadap Perilaku Masyarakat
dalam Pengelolaan Sampah dengan Prinsip 3R ................
74
4.2.9 Pengaruh Parsial Komunikasi terhadap Perilaku
Masyarakat dalam Pengelolaan Sampah dengan Prinsip
3R ......................................................................................
77
4.2.10 Pengaruh Parsial Variabel Peran Tokoh Masyarakat
terhadap Perilaku Masyarakat dalam Pengelolaan
Sampah dengan Prinsip 3R ...............................................
80
4.2.11 Analisis Biaya dan Manfaat Usaha Pengolahan Sampah
Organik di Kelurahan IX Korong .....................................
83
A. Identifikasi Biaya dan Manfaat Usaha Pengolahan
Sampah Organik ...............................................
83
B. Analisis Skenario Pengembangan Usaha
Pengolahan Sampah Organik ................................
4.2.12 Faktor lain yang mempengaruhi Perilaku Masyarakat
dalam Pengelolaan Sampah dengan Prinsip 3R ................
86
92
BAB V SIMPULAN DAN SARAN .................................................................. 98
5.1 Simpulan .......................................................................................... 98
5.2 Saran ................................................................................................ 99
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 101
LAMPIRAN .......................................................................................................... 106
DAFTAR RIWAYAT HIDUP .............................................................................. 125
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 3.1 Operasional Variabel, Sumber dan Sifat Data ................................ 32
Tabel 3.2 Penilaian Skala Sikap Likert............................................................ 34
Tabel 4.1 Luas Penggunaan Lahan di Kelurahan IX Korong ........................ 48
Tabel 4.2 Cara Responden Mengelola Sampah............................................... 51
Tabel 4.3 Karakteristik Responden ................................................................ 54
Tabel 4.4 Kontribusi Variabel X1, X2, X3, dan X4 terhadap Y...................... 65
Tabel 4.5 Pengaruh Langsung dan Tidak Langsung Variabel Bebas terhadap
Vaiabel Terikat.................................................................................
68
Tabel 4.6 Pengujian Parsial Variabel Pengetahuan Terhadap Perilaku
Masyarakat dalam Pengelolaan Sampah dengan Prinsip 3R..........
72
Tabel 4.7 Pengaruh Parsial Variabel Pengetahuan Terhadap Perilaku
Masyarakat dalam Pengelolaan Sampah dengan Prinsip 3R..........
73
Tabel 4.8 Pengujian Parsial Variabel Sikap Terhadap Perilaku Masyarakat
dalam Pengelolaan Sampah dengan Prinsip 3R...............................
75
Tabel 4.9 Pengaruh Parsial Variabel Pengetahuan Terhadap Perilaku
Masyarakat dalam Pengelolaan Sampah dengan Prinsip 3R..........
75
Tabel 4.10 Pengujian Parsial Variabel Komunikasi Terhadap Perilaku
Masyarakat dalam Pengelolaan Sampah dengan Prinsip 3R..........
77
Tabel 4.11 Pengaruh Parsial Variabel Komunikasi Terhadap Perilaku
Masyarakat dalam Pengelolaan Sampah dengan Prinsip 3R..........
78
Tabel 4.12
Pengujian Parsial Variabel Peran Tokoh Masyarakat Terhadap
Perilaku Masyarakat dalam Pengelolaan Sampah dengan Prinsip
3R.....................................................................................................
80
Tabel 4.13 Pengaruh Parsial Variabel Peran Tokoh Masyarakat Terhadap
Perilaku Masyarakat dalam Pengelolaan Sampah dengan Prinsip
3R.....................................................................................................
81
Tabel 4.14 Rincian Biaya Investasi dan Biaya Operasional Usaha Pengolahan
Sampah Organik Skala Kawasan di Kelurahan IX Korong.............
84
Tabel 4.15 Hasil Analisis Kelayakan Usaha Pengolahan Sampah pada
Skenario I (Riil)................................................................................
87
Tabel 4.16 Hasil Analisis Kelayakan Usaha Pengolahan Sampah pada
Skenario II ......................................................................................
88
Tabel 4.17 Hasil Analisis Kelayakan Usaha Pengolahan Sampah pada
Skenario III .....................................................................................
89
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1 Skema Kerangka Pemikiran ....................................................... 29
Gambar 3.1 Model Analisis Jalur..................................................................... 39
Gambar 4.1 Peta Administrasi Kota Solok ..................................................... 47
Gambar 4.2 Tiang Gantungan Sampah ........................................................... 50
Gambar 4.3 Pewadahan Sampah dengan Pemisahan...................................... 50
Gambar 4.4 Pembakaran Sampah Oleh Masyarakat........................................ 51
Gambar 4.5 Pengumpulan dan Pengangkutan Sampah oleh Petugas
Kebersihan................................................................................... 52
Gambar 4.6 Analisis Hubungan Kausal antar variabel X dan Y serta faktor
lain yang tidak diteliti................................................................... 64
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran I Kuesioner
Lampiran II Daftar Panduan Wawancara
Lampiran III Rekapitulasi Kuesioner
Lampiran IV Uji Validitas Dan Reliabilitas Kuisioner
Lampiran V Output SPSS
Lampiran VI Cashflow Pengomposan Skala Kawasan Pemukiman
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kegiatan pengelolaan sampah dengan prinsip 3R (Reduce, Reuse, Recycle)
sudah menjadi kebijakan secara nasional sejak disahkannya Undang-undang No. 18
tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah. Dengan menerapkan prinsip ini, secara
umum diharapkan timbulan sampah akan berkurang dari sumbernya sehingga sampah
yang dibuang ke TPA juga berkurang. Di samping itu juga dapat menjadi alat dalam
mengoptimalkan pemanfaatan sampah sehingga sampah memiliki nilai ekonomis dan
dapat membuka lapangan pekerjaan.
Sistem pengelolaan sampah yang banyak digunakan di Indonesia pada saat ini
adalah sistem konvensional. Sampah rumah tangga dikumpulkan dari Tempat
Pembuangan Sementara (TPS) untuk selanjutnya dikirim ke Tempat Pembuangan
Akhir (TPA) tanpa dilakukan pemilahan terlebih dahulu. Sistem pengelolaan sampah
seperti ini ternyata belum bisa mengatasi permasalahan sampah di Indonesia.
Berdasarkan Laporan Status Lingkungan Hidup Indonesia tahun 2007, dari total
timbulan sampah harian di Indonesia, rata-rata prosentase sampah yang terangkut dan
dibuang ke TPA berjumlah 41,28%, dibakar 35,59%, dikubur 7,97%, dibuang
sembarangan (ke sungai, saluran, jalan, dsb) 14,01%, dan yang terolah (dikompos
dan didaur ulang) hanya 1,15%. Sedangkan Agenda 21 menyebutkan bahwa secara
nasional hanya 40% dari sampah penduduk perkotaan yang dapat terlayani oleh
fasilitas umum sedangkan sisanya dibakar atau dibuang ke badan-badan sungai.
Menurut Walhi (2007) dengan adanya perlakuan sampah yang demikian akan
menyebabkan terjadinya pencemaran lingkungan, seperti penurunan kualitas air
sungai dan menyebabkan banjir.
Kondisi ini diperparah dengan pengelolaan TPA yang tidak sesuai dengan
kaidah-kaidah yang ramah lingkungan. Pemantauan yang dilaksanakan oleh
Kementrian Negara Lingkungan Hidup (KNLH) dalam rangka Program Adipura
pada tahun 2007 memperlihatkan bahwa 99,7% dari kota-kota yang dipantau masih
menerapkan sistem pembuangan di TPA secara terbuka (open dumping), kurang dari
1% yang telah menerapkan sistem control landfill.
Sistem pengelolaan sampah seperti di atas akan menyebabkan sampah organik
dan anorganik akan tercampur dan bertumpuk di TPA secara terbuka. Kondisi seperti
ini dapat mengakibatkan kerusakan lingkungan dan menghilangkan potensinya
sebagai sumber daya. Penumpukan sampah yang kemudian membusuk dapat
mengakibatkan terjadinya pencemaran air, tanah dan udara yang berdampak pada
kesehatan masyarakat di sekitar TPA (Tiwow et al., 2003). Bahan organik juga dapat
mengkontaminasi bahan-bahan yang dapat didaur ulang dan racun dapat
menghancurkan kegunaan keduanya sehingga menghilangkan nilai ekonominya
(Pahlano, 2005).
Di samping itu, implementasi kebijakan pengelolaan sampah yang
konvensional menyebabkan peningkatan jumlah sarana dan prasarana, terutama
tempat pembuangan akhir yang semakin sulit didapatkan karena keterbatasan lahan.
Permasalahan lahan menjadi suatu masalah yang sangat kompleks karena disamping
semakin sulit mencari lahan, juga mengandung konflik sosial karena resistensi
masyarakat terhadap keberadaan TPA, khususnya yang terletak di sekitar pemukiman
penduduk (SLHI, 2007).
Biaya pengelolaan sampah yang dibutuhkan juga akan semakin bertambah
seiring bertambahnya jumlah timbulan sampah. Dengan demikian perlu dilakukan
pengelolaan sampah dengan prinsip membuang sekaligus memanfaatkannya, artinya
mengelola sampah sekaligus mendapatkan manfaat ekonomi dari pengelolaan
tersebut (Soma, 2010).
Prinsip 3R merupakan suatu pendekatan dalam mengelola sampah dari
sumbernya dengan konsep minimasi. Pengelolaan sampah dengan prinsip 3R sudah
ditetapkan menjadi Strategi Nasional dalam Peraturan Menteri Pekerjaan Umum
Nomor 21/PRT/M/2006. Prinsip yang pertama yaitu mengurangi timbulan sampah di
sumber (reduce), menggunakan kembali bahan/material agar tidak menjadi sampah
(reuse), dan mendaur ulang bahan yang sudah tidak berguna menjadi bahan lain yang
lebih berguna (recycle).
Beberapa negara maju yang telah menerapkan prinsip 3R dalam pengelolaan
sampah ternyata dapat menurunkan jumlah timbulan sampah dan bahkan mengurangi
jumlah TPA. Di Amerika Serikat pada tahun 1999, daur ulang dan pengomposan
mengurangi 64 juta ton sampah yang seharusnya dikirim ke TPA dan jumlah TPA
berkurang dari 8000 lokasi pada tahun 1998 menjadi 1858 lokasi pada tahun 2001
dengan kapasitas yang relatif sama (“Seputar Sampah”, 2004 dalam Noorkamilah,
2005). Sedangkan di Indonesia, menurut laporan Agenda 21 Indonesia : Strategi
Nasional Untuk Pembangunan Berkelanjutan, 1998 diperkirakan bahwa peluang
pendaurulangan sampah (anorganik) mencapai 15 – 25% dan untuk pengomposan 30
– 40%. Di samping itu penerapan prinsip 3R dalam pengelolaan sampah juga dapat
memberikan manfaat ekonomi bagi masyarakat, salah satunya adalah melalui usaha
pengomposan.
Usaha pengomposan sampah organik sangat potensial untuk dikembangkan
karena komposisi sampah organik di beberapa kota di Indonesia sangat besar
(Damanhuri, 2006). Selain mendapatkan manfaat ekonomi dari kompos yang
dihasilkan, usaha pengomposan juga membuka peluang kerja bagi masyarakat.
Menurut Rahardyan et, al,. (1996), karena sumber sampah paling besar adalah
domestik (pemukiman) maka usaha pengomposan sampah organik akan lebih efisien
apabila dilakukan sedekat mungkin dengan sumbernya dan skala kawasan misalnya
kawasan pemukiman (RT/RW) dan kelurahan. Pengomposan sampah organik skala
kawasan akan mengurangi biaya angkut dan biaya pembuangan sampah ke TPA.
Pengelolaan sampah dengan prinsip 3R membutuhkan partisipasi aktif individu
dan kelompok masyarakat selain pemerintah sebagai fasilitator. Menurut Damanhuri
(1996), pelaksanaan prinsip 3R memerlukan partisipasi dari pemerintah sebagai
pemegang regulasi kebijakan dan program pelaksanaan serta masyarakat/rumah
tangga sebagai konsumen dan pengguna produk yang menghasilkan sampah.
Selanjutnya ditegaskan oleh Tchobanoglous, et al., (1993) bahwa partisipasi
masyarakat dalam pengelolaan sampah merupakan aspek terpenting untuk
diperhatikan dalam sistem pengelolaan sampah secara terpadu.
Bentuk partisipasi masyarakat sebagai pihak yang mengahasilkan sampah
dengan proporsi terbesar, dapat dilaksanakan dengan membudayakan perilaku
pengelolaan sampah semenjak dari rumah tangga sebagai struktur terendah dalam
pengelolaan sampah perkotaan (Nurdin, 2004). Menurut Oswari dkk (2006)
pengelolaan sampah berhubungan dengan perilaku masyarakat yang memproduksi
sampah. Menangani sampah mulai dari hulu akan membuat permasalahan sampah
menjadi sederhana. Menyadarkan masyarakat, sebagai produsen sampah untuk tidak
memproduksi sampah dalam jumlah banyak dan juga dengan tidak membuangnya
secara sembarangan, akan dapat mengurangi permasalahan sampah.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik Kota Solok, laju pertumbuhan rata-rata
penduduk Kota Solok selama 18 tahun terakhir (periode 1990 – 2007) adalah sebesar
1,58% pertahun. Pertumbuhan jumlah penduduk ini berdampak langsung terhadap
peningkatan jumlah timbulan sampah di Kota Solok. Untuk menghindari
permasalahan yang muncul dengan adanya peningkatan volume sampah ini,
Pemerintah Kota Solok telah mulai menerapkan kebijakan pengelolaan sampah
dengan prinsip 3R sejak akhir tahun 2007 dengan melakukan sosialisasi kepada
masyarakat dan pengembangan kegiatan pengomposan sampah organik skala
kawasan pemukiman di 3 kelurahan. Dengan adanya sosialisasi kegiatan ini
diharapkan adanya perubahan perilaku masyarakat dalam pengelolaan sampah
dengan menerapkan prinsip 3R dalam pengelolaan sampah rumah tangga mereka.
Perubahan perilaku masyarakat ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, baik internal
maupun eksternal. Penelitian yang dilakukan oleh Husodo (2004) tentang partisipasi
petani dalam kegiatan Eks DAFEP (Decentralized Agriculture and Forestry
Extention Project/Proyek Desentralisasi Penyuluhan Pertanian dan Kehutanan)
menemukan bahwa perilaku partisipasi petani dipengaruhi oleh pengetahuan dan
peran tokoh masyarakat. Penelitian yang dilakukan oleh Santoso (2008) juga
menemukan bahwa ada hubungan yang kuat antara sikap dan perilaku masyarakat
terhadap pencegahan DBD di Kota Palembang Propinsi Sumatera Selatan.
Komunikasi juga sangat berperan dalam perubahan perilaku masyarakat. Menurut
Rogers (1985) dalam Mulyana (2004), komunikasi adalah proses dimana suatu ide
dialihkan dari sumber kepada penerima dengan maksud untuk mengubah perilaku
mereka.
Perilaku pemilahan sampah sejak dari sumber merupakan salah satu kegiatan
yang mendukung prinsip 3R dalam pengelolaan sampah. Namun perilaku pemilahan
sampah merupakan perilaku yang baru di masyarakat. Kegiatan pemilahan sampah
akan memudahkan proses daur ulang sampah terutama kegiatan pengomposan
sampah organik. Pengomposan merupakan salah satu aplikasi prinsip 3R yang
dikembangkan di Kota Solok. Pemilihan pengolahan sampah dengan cara
pengomposan untuk Kota Solok berdasarkan pada studi karakteristik sampah Kota
Solok, yaitu komposisi sampah domestik untuk jenis sampah organik adalah sebesar
89,83% dari total timbulan sampah Kota Solok dengan porsentase sampah terbanyak
adalah sisa makanan, sayuran dan daun. Kondisi Kota Solok yang sebagian besar
merupakan daerah pertanian juga merupakan potensi pasar yang besar untuk
pemasaran hasil pengomposan di Kota Solok.
Untuk mempermudah pengelolaan dan menghemat biaya transportasi, maka
kegiatan pengomposan dapat dilakukan pada skala kecil dan dekat dengan sumber
sampah. Menurut Wongso Atmojo (2007), proses pengomposan dapat dilakukan
dalam skala kecil yaitu ditingkat RW atau Desa, sehingga dapat mengatasi sampah
dilingkungannya sendiri tanpa transportasi.
Walaupun kegiatan pengomposan dapat dilakukan dalam skala kecil dan dekat
dengan sumber sampah, namun tetap membutuhkan dana untuk biaya investasi dan
biaya operasionalnya. Agar kegiatan pengomposan dapat berjalan secara
berkelanjutan tanpa ketergantungan kepada pihak lain (pemerintah) maka diharapkan
kegiatan ini dapat menghasilkan keuntungan ekonomis yang sebanding dengan biaya
yang telah dikeluarkan.
Berdasarkan uraian diatas, maka dirumuskan permasalahan penelitian sebagai
berikut: “ Bagaimana perilaku/tindakan masyarakat dalam menerapkan prinsip 3R
dalam pengelolaan sampah dan faktor apa saja yang mempengaruhinya serta
bagaimana analisa biaya dan manfaat kegiatan pengomposan sampah skala kawasan
pemukiman di Kelurahan IX Korong Kecamatan Lubuk Sikarah Kota Solok.
1.3 Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk :
1. Mendeskripsikan perilaku/tindakan masyarakat dalam menerapkan prinsip 3R
dalam pengelolaan sampah di Kelurahan IX Korong Kecamatan Lubuk Sikarah
Kota Solok dan menerangkan faktor – faktor yang mempengaruhinya.
2. Mengetahui analisa biaya dan manfaat kegiatan pengomposan sampah skala
kelurahan di Kelurahan IX Korong Kecamatan Lubuk Sikarah Kota Solok.
1.4. Manfaat Penelitian
Penelitian penerapan prinsip 3R dalam pengelolaan sampah di Kota Solok ini
memiliki manfaat secara teoritis dan praktis, yaitu :
1. Dari sudut akademis, penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai bahan
perbandingan dan bahan rujukan atau masukan bagi beberapa pihak yang
melakukan penelitian lanjutan, khususnya yang berhubungan dengan aspek sosial
dan ekonomi pengelolaan sampah rumah tangga dengan prinsip 3R.
2. Dari sudut praktis, penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan dan
sumbangan pemikiran bagi berbagai pihak yang terlibat dalam pengelolaan
sampah rumah tangga di perkotaan untuk membangun peran aktif masyarakat
dalam pengelolaan sampah rumah tangga.
3. Sebagai bahan masukan bagi Pemerintah Kota Solok, khususnya dinas terkait
(Dinas Kebersihan dan Tata Ruang, Kantor Lingkungan Hidup dan Dinas
Pertanian) dalam penyusunan kebijakan pengelolaan sampah dan rekayasa
pengomposan skala kawasan pemukiman.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN
2.1. KAJIAN PUSTAKA
2.1.1. Permasalahan Pengelolaan Sampah di Indonesia
Pengelolaan sampah adalah sebuah upaya komprehensif menangani sampah-
sampah yang dihasilkan dari berbagai aktivitas manusia, dikelompokkan menjadi
enam elemen penting, yaitu: pengendalian timbulan sampah, penyimpanan,
pengumpulan, pemindahan dan pengangkutan, pemrosesan dan pembuangan
(Tchobanoglous, 1977). Keenam elemen tersebut saling bergantung satu sama
lainnya, membentuk sebuah sistem pengelolaan sampah. Agar sistem pengelolaan
sampah dapat berlangsung efisien maka setiap elemen baik sendiri-sendiri maupun
bersama harus dikelola secara optimal dengan mempertimbangkan berbagai
keterbatasan seperti biaya, teknologi, pendidikan, dan perilaku masyarakat (Soma,
2010).
Sistem pengelolaan sampah yang selama ini diterapkan di Indonesia adalah
dikumpulkan, ditampung di Tempat Penampungan Sementara (TPS) dan akhirnya
dibuang ke tempat penampungan akhir (TPA). Hal ini menyebabkan terjadinya
penumpukan sampah disetiap lini; rumah tangga, TPS dan TPA. Permasalahannya
menjadi semakin sulit dan kompleks karena berbagai tantangan yang harus dihadapi
karena jumlah timbulan yang meningkat dari tahun ke tahun. Selain itu, jenis sampah
juga meningkat seiring dengan kemajuan teknologi dan mengalami diversifikasi yang
cepat. Seperti dikemukakan oleh Soma (2006) permasalahan pengelolaan sampah di
Indonesia disebabkan oleh pertumbuhan penduduk perkotaan yang tetap tinggi yaitu
antara 3 – 7 % per tahun, sedangkan kuantitas dan kualitas pelayanan tidak
mengalami peningkatan. Peningkatan penduduk pada kenyataannya merupakan
kendala terbesar upaya peningkatan pelayanan persampahan kota karena memiliki
korelasi positif terhadap peningkatan timbulan sampah perkapita. Hal ini diperburuk
dengan semakin luasnya paket-paket makanan dan minuman skala kecil dalam
kemasan plastik yang dijajakan diseluruh penjuru kota dengan harga terjangkau
(Walhi, 2007).
Selain masalah kependudukan, pengelolaan sampah dengan cara yang
konvensional menyebabkan peningkatan jumlah sarana dan prasarana sehingga
menimbulkan biaya operasional yang tinggi yang harus ditanggung oleh Pemerintah
Daerah masing-masing (Soma, 2010). Dana yang berasal dari APBN, APBD,
bantuan, pinjaman dalam dan luar negeri, dana BUMN yang diperkirakan hanya
mampu membiayai kurang dari 20% kebutuhan sarana dan prasarana perkotaan
(Departemen Pemukiman dan Prasarana Wilayah, 2002). Akibatnya kualitas
pelayanan pengangkutan sampah menjadi tidak maksimal. Berdasarkan data Status
Lingkungan Hidup Indonesia tahun 2007, rata-rata jumlah timbulan sampah harian
yang terangkut dan dibuang ke TPA di beberapa kota di Indonesia berjumlah sekitar
41,28%.
2.1.2. Pengelolaan sampah dengan Prinsip 3R
Paradigma baru dalam pengelolaan sampah lebih menekankan pada
pengurangan sampah dari hulu/sumber untuk mengurangi jumlah timbulan sampah
serta mengurangi dampak negatif yang ditimbulkan dari sampah. Pengelolaan sampah
dilakukan dengan pendekatan yang komprehensif dari hulu, sejak sebelum dihasilkan
suatu produk yang berpotensi menjadi sampah, sampai ke hilir, yaitu fase produk
sudah digunakan sehingga menjadi sampah, yang kemudian dikembalikan ke media
lingkungan secara aman. Pengelolaan sampah dengan paragidma baru tersebut
dilakukan dengan kegiatan pengurangan dan penanganan sampah. Prinsip 3R sejalan
dengan paradigma baru pengelolaan sampah perkotaan yang menitik beratkan pada
pengurangan sampah dari sumbernya.
Uraian mengenai ketiga prinsip tersebut, sebagaimana dijelaskan oleh
Departemen Pekerjaan Umum (2007) adalah sebagai berikut :
1. Prinsip pertama adalah reduce atau reduksi sampah, yaitu upaya untuk
mengurangi timbulan sampah di lingkungan sumber dan bahkan dapat dilakukan
sejak sebelum sampah dihasilkan. Setiap sumber dapat melakukan upaya
reduksi sampah dengan cara mengubah pola hidup konsumtif, yaitu perubahan
kebiasaan dari yang boros dan menghasilkan banyak sampah menjadi
hemat/efisien dan sedikit sampah.
2. Prinsip kedua adalah reuse yang berarti menggunakan kembali bahan atau
material agar tidak menjadi sampah (tanpa melalui proses pengolahan), seperti
menggunakan kertas bolak balik, menggunakan kembali botol bekas minuman
untuk tempat air, dan lain-lain. Dengan demikian reuse akan memperpanjang
usia penggunaan barang melalui perawatan dan pemanfaatan kembali barang
secara langsung.
3. Prinsip ke tiga yaitu recycle yang berarti mendaur ulang suatu bahan yang sudah
tidak berguna (sampah) menjadi bahan lain atau barang yang baru setelah
melalui proses pengolahan. Barang-barang seperti besi, kaca, ban dan beberapa
bahan lainnya memerlukan teknologi yang canggih, peralatan yang modern dan
campur tangan pihak lain. Selain itu beberapa sampah dapat didaur ulang secara
langsung oleh masyarakat dengan menggunakan teknologi dan alat yang
sederhana, seperti mengolah sisa kain perca menjadi selimut, kain lap, keset kaki
dan sebagainya; atau sampah dapur berupa sisa-sisa makanan menjadi kompos.
Kegiatan Recycle yang banyak dan berpotensi untuk dikembangkan di
Indonesia adalah kegiatan pengomposan. Hal ini dikarenakan potensi bahan organik
yang cukup besar dan kondisi iklim di Indonesia. Berdasarkan data BPS (2001),
porsentase sampah organik di Indonesia cukup tinggi yaitu 65%. Sedangkan
Damanhuri, et.al (2006) berpendapat, pengomposan sangat mungkin dilakukan di
Indonesia mengingat kondisi iklim yang ikut mempengaruhi karakteristik sampah
sehingga dapat mendukung berlangsungnya proses pengomposan.
Pengomposan merupakan suatu proses biologis oleh mikroorganisme yang
mengubah sampah padat menjadi bahan yang stabil menyerupai humus yang
kegunaan utamanya sebagai penggembur tanah. Proses dekomposisi (penguraian)
sampah padat organik dapat berlangsung secara anaerobik dan aerobik, tergantung
dari tersedianya oksigen. Proses anaerobik berlangsung lambat dan mengeluarkan bau
busuk yang sulit dikendalikan, sehingga hampir semua proses pembuatan kompos
secara modern dilakukan secara aerobik.
Hasil akhir dari pengomposan ini merupakan bahan yang sangat dibutuhkan
untuk kepentingan tanah-tanah pertanian di Indonesia, sebagai upaya untuk
memperbaiki sifat kimia, fisika dan biologi tanah, sehingga produksi tanaman
menjadi lebih tinggi. Kompos yang dihasilkan dari pengomposan sampah dapat
digunakan untuk menguatkan struktur lahan kritis, menggemburkan kembali tanah
pertanian, menggemburkan kembali tanah petamanan, sebagai bahan penutup sampah
di TPA, reklamasi pantai pasca penambangan, dan sebagai media tanaman, serta
mengurangi penggunaan pupuk kimia (Isroi, 2008).
Menurut Kastaman dan Kramadibrata (2007), Djuarni (2004), dan Santoso
(2009), kegiatan pengomposan memiliki beberapa manfaat bagi lingkungan, antara
lain :
1. Proses berlangsung secara alami sehingga ramah lingkungan
2. Kompos dapat memperbaiki kondisi tanah dan dibutuhkan oleh tanaman.
3. Biaya proses sangat murah bila dibandingkan dengan proses pembuatan pupuk
anorganik (pupuk buatan).
4. Meningkatkan daya pegang air dan memperbaiki porositas tanah
5. Penggunaan pupuk anorganik dapat ditekan sehingga dapat meningkatkan
efisiensinya.
6. Mengurangi jumlah sampah sehingga akan mengurangi biaya operasional
pengangkutan dan pemusnahan sampah.
7. Memperpanjang umur dan memperkecil masalah TPA karena berkurangnya
jumlah timbulan sampah yang masuk ke TPA. Hasil Penelitian Irman (2005) di
Kota Padang menunjukkan bahwa dengan melakukan pengomposan berpotensi
untuk mereduksi sampah organik sampai 12% dan dapat mengurangi kebutuhan
truk pengangkut 23 rit/hari (1 rit = 7m3)
Keberhasilan kegiatan pengomposan terletak pada kegiatan pemilahan di
tingkat sumber seperti rumah tangga, sekolah, dan kantor. Adalah tidak efisien jika
pemilahan dilakukan di TPA, karena ini akan memerlukan sarana dan prasarana yang
mahal (Santoso, 2009). Pemilahan berarti upaya untuk memisahkan sekumpulan dari
“sesuatu” yang sifatnya heterogen menurut jenis atau sumbernya sehingga menjadi
beberapa golongan yang sifatnya homogen. Pemilahan sampah yang dilakukan
sebagai bagian dari penerapan 3R akan mempermudah teknik pengolahan sampah
selanjutnya. Pemilahan sampah berguna untuk mendapatkan keuntungan yang berupa
efisiensi sampah menjadi bentuk baru yang lebih bermanfaat. Keuntungan lain adalah
sistem ini dapat memangkas biaya petugas dan transportasi pengangkut sampah
menjadi lebih efisien serta mengurangi beban TPA dalam menampung sampah.
2.1.3. Partisipasi Masyarakat dalam Pengelolaan Sampah
Partisipasi merupakan konsep yang bervariasi tergantung dari disiplin ilmu apa
yang meninjaunya. Masing-masing disiplin ilmu tadi memiliki perspektif yang
berbeda-beda terhadap partisipatif sehingga akhirnya terminologi partisipasi menjadi
sangat komplek. Berdasarkan kamus sosisologi, partisipasi adalah setiap proses
komunikasi atau merupakan kegiatan bersama situasi sosial tertentu (Sukanto, 1986).
Sementara itu pengertian partisipasi masyarakat atau petani menurut Mubyarto dan
Kartodihardjo (1990) adalah kesediaan masyarakat untuk ikut ambil bagian dalam
kegiatan bersama untuk mendukung keberhasilan program pembangunan tanpa
mengorbankan kepentingan mereka.
Simanjuntak (1994) menyatakan bahwa bidang-bidang untuk partisipasi
masyarakat adalah dalam (a) proses pengambilan keputusan, (b) proses perencanaan,
(c) proses pelaksanaan program, (d) proses monitoring dan evaluasi. Adapun
partisipasi yang efektif adalah apabila diselenggarakan secara bersama-sama dalam
kelompok-kelompok. Bentuk dan cara partisipasi yang demikian akan menghasilkan
sinergi yang pada gilirannya akan menghasilkan manfaat ekonomi yang dapat
dinikmati oleh semua orang.
Dalam konteks pengelolaan sampah, partisipasi masyarakat merupakan salah
satu faktor yang berpengaruh dalam upaya pengelolaan sampah. Menurut Kurib
(2006), keberhasilan pengelolaan sampah tergantung dari partisipasi masyarakat
sebagai penghasil utama sampah. Partisipasi masyarakat ini dapat berupa pemilahan
antara sampah organik dan sampah anorganik dalam proses pewadahan, atau melalui
pembuatan kompos dalam skala keluarga dan mengurangi penggunaan barang yang
tidak mudah terurai.
Undang - undang No. 18 tahun 2008 tentang pengelolaan sampah juga
menekankan pentingnya partisipasi masyarakat dalam pengelolaan sampah. Pendapat
yang sama dikemukakan oleh Damanhuri, et.al., (2006), bahwa pengelolaan sampah
tidak hanya mencakup aspek teknis, tetapi juga mencakup aspek non teknis seperti
cara mengorganisisr, mengatur, membiayai, dan melibatkan masyarakat penghasil
limbah sehingga dapat ikut berpartisipasi. Sebab masyarakat pada hakekatnya adalah
sumber awal penumpukan sampah. Untuk itu, masyarakat harus berperan untuk
menjalankan fungsi tertentu dalam konteks pengelolaan persampahan. Dalam hal ini,
salah satu peran penting yang dapat dijalankan oleh masyarakat adalah melakukan
pemisahan sampah sejak dari sumbernya.
Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi partisipasi masyarakat dalam
pengelolaan sampah rumah tangga, termasuk kegiatan pemilahan dan mendaur ulang
sampah. De Young (1993) dan Howenstine (1993) dikutip oleh Wardhani (2004)
menyampaikan bahwa informasi/komunikasi yang didukung oleh alasan-alasan
ekonomi dan lingkungan mampu mengubah perilaku seseorang pada sampah. Adanya
informasi tentang daur ulang mendorong orang untuk melakukan kegiatan daur ulang.
Yunizar (2008) yang melakukan penelitian tentang partisipasi masyarakat dalam
pengelolaan sampah di Kota Binjai menemukan bahwa faktor pendidikan, lamanya
tinggal, peraturan daerah dan bimbingan penyuluhan memberikan pengaruh yang
positif terhadap partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan pengelolaan sampah,
sedangkan pendapatan menunjukan pengaruh yang negatif.
Tokoh masyarakat juga mempunyai peran penting dalam meningkatkan
partisipasi masyarakat. Gardner & Stem 1996) dikutip oleh Wardhani (2004)
menyatakan bahwa dukungan komunitas berupa kontak langsung dengan tokoh
masyarakat melalui kegiatan tatap muka secara langsung mempengaruhi partisipasi
masyarakat pada program pemilahan sampah domestik. Husodo (2006) yang
melakukan penelitian tentang partisipasi petani dalam kegiatan Eks DAFEP
(Decentraized Agriculture and Forestry Extention Project/Proyek Desentralisasi Penyuluhan
Pertanian dan Kehutanan) di Kabupaten Bantul menemukan bahwa usia dan
wawasan/pengetahuan, sikap dan tokoh masyarakat berpengaruh nyata terhadap
partisipasi petani.
Menurut Holil (1980) ada 4 poin yang dapat mempengaruhi partisipasi
masyarakat yang berasal dari luar/lingkungan, yaitu:
1. Komunikasi yang intensif antara sesama warga masyarakat, antara warga
masyarakat dengan pimpinannya serta antara sistem sosial di dalam masyarakat
dengan sistem di luarnya;
2. Iklim sosial, ekonomi, politik dan budaya, baik dalam kehidupan keluarga,
pergaulan, permainan, sekolah maupun masyarakat dan bangsa yang
menguntungkan bagi serta mendorong tumbuh dan berkembangnya partisipasi
masyarakat;
3. Kesempatan untuk berpartisipasi. Keadaan lingkungan serta proses dan struktur
sosial, sistem nilai dan norma-norma yang memungkinkan dan mendorong
terjadinya partisipasi sosial;
4. Kebebasan untuk berprakarsa dan berkreasi. Lingkungan di dalam keluarga
masyarakat atau lingkungan politik, sosial, budaya yang memungkinkan dan
mendorong timbul dan berkembangnya prakarsa, gagasan, perseorangan atau
kelompok.
2.1.4. Perilaku/Tindakan Manusia dan Faktor Yang Mempengaruhinya.
Perilaku adalah tindakan atau kegiatan yang dilakukan seseorang untuk
kepentingan atau pemenuhan kebutuhan tertentu berdasarkan pengetahuan,
kepercayaan, nilai dan norma yang bersangkutan, serta merupakan konsekuensi logis
(ideal dan normatif) dari eksistensi pengetahuan, budaya, atau pola pikir yang
dimaksud (Wakolimaya, 2001).
Perilaku merupakan sesuatu yang bersifat tidak mutlak, artinya suatu waktu
perilaku dapat mengalami perubahan. Perubahan perilaku manusia dapat ditentukan
dan dipengaruhi oleh faktor internal dan faktor eksternal. Baron dan Byrne (1984)
dikutip oleh Walgito (1999) menyatakan bahwa menurut teori Frittz Heider perilaku
seseorang dipengaruhi oleh faktor internal seperti sikap dan motif serta faktor
eksternal seperti situasi atau lingkungan.
Green (1980) dikutip oleh Notoatmodjo (2007), menganalisa perilaku
terbentuk dari 3 Faktor, yakni : faktor predisposisi meliputi (pendidikan,
pengetahuan, sikap dan motivasi), faktor pendukung (Enabling) (ketersediaan sarana,
pendapatan, pekerjaan), dan faktor pendorong (Reinforcing), yaitu (penyuluhan dan
kebudayaan/kebiasaan). Maka dapat disimpulkan bahwa seseorang akan bertindak
ditentukan oleh pengetahuan, sikap, kebiasaan/tradisi, kepercayaan yang
bersangkutan didukung dengan ketersediaan fasilitas dan faktor pendorong lainnya
seperti akses informasi.
Hasil penelitian dari James Martin. A (2006), menunjukkan bahwa perilaku
masyarakat dipengaruhi secara signifikan oleh pendidikan, tentunya bukan saja
pendidikan secara formal tetapi juga pengetahuan akan sampah, peran serta
masyarakat yang masih rendah, dan masih terdapat masyarakat yang memiliki
pemikiran yang belum benar akan sampah serta penanganannya.
Beberapa faktor yang mempengaruhi perilaku masyarakat dalam pengelolaan
sampah antara lain :
1. Pengetahuan
Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting untuk mengubah
perilaku (Notoatmodjo, 2007). Menurut Jujun (1984) dalam Notoatmodjo (2007),
pengetahuan adalah segenap apa yang diketahui manusia tentang sesuatu,
termasuk tentang ilmu. Perilaku yang didasari pengetahuan akan lebih langgeng
(long lasting) daripada perilaku yang tidak didasari pengetahuan. Tingkat
pendidikan juga mempengaruhi tingkat pengetahuan. Hal ini sejalan dengan
pendapat Harihanto (2004), bahwa tingkat pendidikan memberikan pengaruh
langsung paling kuat terhadap perilaku masyarakat. Semakin tinggi jenjang
pendidikannya, semakin luas pengetahuan dan kesadaran terhadap
lingkungannya. Seseorang dapat memperoleh pengetahuan dengan
mempergunakan panca inderanya sesuai dengan pengalaman, pelajaran, dan
pemahamannya. Seseorang akan bersikap positif apabila pengetahuan yang
diperolehnya baik. Sebaliknya seseorang akan bersikap negatif apabila
pengetahuan yang diperolehnya tidak sempurna
2. Sikap
Sikap menggambarkan suka atau tidak suka seseorang terhadap suatu
obyek. Menurut Notoatmodjo (2007), sikap merupakan kesiapan atau
ketersediaan bertindak, dan bukan merupakan pelaksanaan motif tertentu. Sikap
adalah suatu respon evaluatif yang merupakan bentuk reaksi yang timbul didasari
kesimpulan terhadap stimulus dalam bentuk baik atau buruk, positif atau negatif,
menyenangkan atau tidak menyenangkan, proses selanjutnya diharapkan ia akan
bertindak atau melaksanakan apa yang diketahui atau disikapinya. Namun suatu
sikap belum tentu terwujud dalam bentuk tindakan (overt behavior). Hal yang
sama dikemukakan oleh Sarwono (1993), sikap tidak sama dengan perilaku dan
perilaku tidak selalu mencerminkan sikap seseorang, sebab seringkali terjadi
bahwa seseorang memperlihatkan perilaku yang bertentangan dengan sikapnya.
Sikap tersebut dapat berubah dengan diperolehnya informasi (pengetahuan)
tambahan melalui persuasi serta tekanan kelompok sosialnya. Sementara itu
Walgito (2003) menyatakan bahwa sikap yang ada pada seseorang akan
memberikan pengaruh pada perilaku atau perbuatan orang yang bersangkutan.
Dengan mengetahui sikap seseorang, orang dapat menduga respon atau perilaku
orang yang bersangkutan.
3. Peran Tokoh Masyarakat
Tokoh masyarakat mempunyai peranan yang sangat penting dalam
memberikan informasi dan motivasi kepada masyarakat dalam memhami dan
bertindak dalam pengelolaan lingkungan hidup termasuk pengelolaan sampah.
Ajzen dan Fishbein (980) dikutip oleh Azwar (2009) mengatakan bahwa
perilaku tidak saja ditentukan oleh sikap individu akan tetapi juga oleh norma
subjektif yang ditentukan oleh pendapat tokoh atau orang yang berpengaruh
tentang apakah subyek itu perlu, harus atau dilarang melakukan perilaku yang
diteliti atau seberapa jauh subyek akan mengikuti pendapat orang tersebut.
Beberapa hasil penelitian tentang lingkungan hidup menemukan bahwa
tokoh masyarakat berperan dalam mempengaruhi perilaku masyarakat dalam
pengelolaan lingkungan hidup. Hasil penelitian Subagyo (2004) mendapatkan
bahwa sebagian besar (66,7%) petani memberikan penilaian yang tinggi terhadap
peran tokoh masyarakat dalam menjalankan tugas dan fungsinya. Hal ini
didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Putra (2008) yang mengatakan
bahwa “Tungku Tigo Sajarangan1” berperan sebagai lembaga yang dapat
melakukan penyadaran bagi masyarakat dan sebagai kontrol agar ikut
berpartisipasi dalam proses pembangunan lokal. Penelitian yang dilakukan oleh
1 Lembaga lokal yang merupakan kumpulan dari tokoh masyarakat seperti tokoh adat (ninik mamak
dan bundo kanduang), alim ulama, dan cerdik pandai . Ketiga unsur ini merupakan satu kesatuan yang
saling menunjang dan bekerja sama dalam pembangunan seperti pepatah minang yang berbunyi “Tali
tigo sapilin, tungku tigo sajarangan”.
Asrul (2002) juga mendapatkan bahwa peran serta tokoh agama dalam
pengelolaan lingkungan hidup adalah sebesar 50%.
4. Komunikasi
Komunikasi merupakan salah satu pendekatan yang dikembangkan untuk
pengembangan suatu program / kebijakan yang bertujuan untuk mengubah
perilaku masyarakat. Rogers (1985) dalam Mulyana (2004) mengatakan bahwa
komunikasi adalah proses dimana suatu ide dialihkan dari sumber dialihkan
kepada penerima dengan maksud untuk mengubah tingkah laku mereka.
Beberapa indikator yang termasuk ke dalam dimensi komunikasi adalah
kejelasan dan ketepatan (Edwards III, 1980) serta komunikator, media,
komunikan/sasaran dan respon (Dunn, 2000). Seorang komunikator harus bisa
mengkomunikasikan informasi dengan jelas dan tepat kepada komunikan. Jelas,
memiliki pengertian bahwa pesan/informasi yang ingin disampaikan dapat
dimengerti oleh komunikan, sedangkan tepat mengandung makna tepat waktu
dan tepat sasaran. Selain itu seorang komunikator harus menguasai permasalahan
serta dapat menarik perhatian komunikan (Jones, 1984).
Menurut Mulyana (2007), komunikasi yang efektif adalah komunikasi
yang hasilnya sesuai dengan apa yang diharapkan oleh para pelakunya
(komunikator dan komunikan). Agar komunikasi dapat mencapai sasaran sesuai
dengan yang diharapkan, perlu diketahui tanda-tanda komunikasi yang efektif.
Tanda-tanda komunikasi yang efektif adalah apabila terjadi kesamaan persepsi
antara komunikator dan komunikan. Komunikasi dapat pula dilakukan melalui
media, baik langsung maupun tak langsung. Komunikasi melalui media langsung
seperti pendidikan dan pelatihan, sedangkan secara tak langsung adalah melalui
tulisan / bahan panduan. Komunikasi akan lebih efektif apabila dilakukan secara
langsung dan berhadapan.
2.1.5. Analisa Biaya dan Manfaat Pengelolaan Sampah dengan Prinsip 3R
Untuk menentukan apakah suatu program dapat memberikan manfaat secara
ekonomi dan layak untuk dilaksanakan adalah dengan melakukan analisis biaya dan
manfaat. Mangkoesoebroto (1993) menyatakan analisis biaya dan manfaat digunakan
untuk mengadakan evaluasi mengenai penggunaan sumber-sumber ekonomi agar
penggunaan sumber-sumber ekonomi yang langka dapat dilakukan secara efisien.
Pada dasarnya evaluasi dari suatu proyek dilaksanakan dengan menimbang manfaat
dan biaya dari proyek tersebut. Apabila manfaat dari proyek lebih besar dari biaya
yang diperlukan maka proyek tersebut dipandang sebagai efisien, sebaliknya apabila
manfaat proyek tersebut lebih kecil dibandingkan biayanya maka proyek tersebut
dipandang tidak efisien.
Menurut Darmasetiawan (2004), suatu evaluasi investasi/proyek memiliki
tujuan sebagai berikut :
- Untuk menentukan apakah suatu investasi layak dilakukan.
- Untuk memilih alternatif yang dapat memaksimalkan keuntungan dengan
mempertimbangkan kendala yang ada.
Suparmoko (2009) mengatakan ada beberapa metode analisis biaya dan
manfaat yaitu :
1. Metode Nilai Bersih Sekarang (Net Present Value)
Penilaian kelayakan suatu investasi dapat dilakukan dengan menggunakan
prinsip discounted cash flow, yaitu mempertimbangkan nilai waktu dari uang
pada aliran kas. Metode ini meliputi Net Present Value (NPV) dan Benefit Cost
Ratio (B/C).
Penggunaan NPV didasarkan pada adanya perbedaan antara nilai uang sekarang
dengan nilai uang pada masa yang akan datang. Metode ini akan membandingkan
pengeluaran uang sekarang dengan penerimaan uang pada masa datang yang
telah disesuaikan dengan nilai waktu dari uang, atau menggunakan faktor
diskonto (Kadariah, 2001). Keputusan bahwa investasi layak untuk diterima
apabila diperoleh nilai NPV > 0.
2. Kriteria Rasio Manfaat Terhadap Biaya (B/C Ratio)
Analisis rasio manfaat – biaya merupakan cara praktis untuk menaksir
kemanfaatan proyek dari berbagai aspek yang relevan terhadap biaya-biaya
maupun manfaat yang ditimbulkannya. Nilai B/C ratio menunjukkan besarnya
tingkat tambahan manfaat pada setiap tambahan biaya sebesar satu rupiah.
Kriteria investasi B/C ratio merupakan indeks efisiensi yang perhitungannya
mempergunakan data yang sama seperti NPV. Ratio B/C sebagai indeks efisiensi
dalam penggunaan modal tidak terpengaruh skala proyek. Cara ini dilakukan
dengan membandingkan total manfaat proyek terhadap total biaya proyek, yang
semuanya dinyatakan dalam nilai sekarang. Apabila (B/C) › 1 maka proyek atau
kegiatan dinyatakan layak.
3. Payback Perid (Masa Pengembalian Investasi/MPI)
MPI merupakan jangka waktu yang diperlukan untuk pembayaran
kembali seluruh investasi yang dikeluarkan. MPI terjadi pada saat nilai NPV
berubah dari negatif menjadi positif, dapat juga diartikan sebagai jangka waktu
pada saat NPV sama dengan nol
Beberapa penelitian tentang nilai ekonomi penerapan prinsip 3R yang
dilakukan di beberapa daerah di Indonesia terbukti memberikan manfaat ekonomi
bagi para pelakunya. Hasil penelitian Suryanto, dkk (2005) tentang kajian potensi
ekonomis dengan penerapan 3R pada pengelolaan sampah rumah tangga di Kota
Depok, menyatakan bahwa apabila program 3R dilakukan dengan baik dengan
pemilahan sampah bukan pada lokasi TPA akan tetapi dimulai dari hulu timbulan
sampah yaitu rumah tangga, industri, pertokoan dan lain sebagainya didapat nilai
ekonomis sampah sebesar Rp. 187.951.800 per hari.
Penelitian evaluasi ekonomi dan sosial Unit Pengolahan Sampah (UPS) di
Kota Depok oleh Sari Dewi (2008) juga mendapatkan, bahwa dengan pengoperasian
UPS dengan kapasitas 7,56 m3/hari, mampu menghasilkan potensi nilai olahan
sampah Rp. 51.634.264 per tahun dan Rp. 81.059.694.857 jika seluruh sampah
domestik Kota Depok diolah lebih lanjut. Penelitian lain yang dilakukan Afrianti
(2007), juga menemukan bahwa kegiatan daur ulang sampah anorganik oleh
pemulung di TPA Piyungan Yogyakarta dapat memberikan keuntungan Rp. 22.559,-
/hari dengan ratio B/C = 3,26. Secara teoritis dari penjualan sampah hasil
pemulungan, pendapatan yang diperoleh oleh para pemulung ternyata lebih besar dari
upah minimum regional (UMR) untuk kota Yogyakarta.
2.2. Kerangka Pemikiran
Meningkatnya jumlah penduduk dan perubahan perilaku konsumsi masyarakat
mengakibatkan bertambahnya jumlah timbulan sampah di Indonesia. Sistem
pengelolaan sampah kumpul – angkut – buang yang mengandalkan TPA sebagai
tempat penyelesaian masalah sampah mengakibatkan beban TPA menjadi sangat
berat. Apabila hal ini terus dipertahankan akan menyebabkan umur TPA semakin
pendek, sementara ketersediaan lahan untuk TPA yang baru semakin terbatas
terutama di kota-kota besar. Kondisi ini juga dapat menimbulkan masalah lingkungan
seperti pencemaran air, tanah dan udara, menyebabkan penyakit, dan yang terburuk
menimbulkan korban jiwa akibat longsornya timbulan sampah di TPA.
Oleh karena itu perlu perubahan paradigma dalam pengelolaan sampah melalui
pendekatan minimasi sampah di sumber atau rumah tangga sebagai penghasil sampah
terbanyak. Pengelolaan sampah dengan prinsip 3R (yang terdiri dari mengurangi
(reduce), menggunakan kembali (reuse) dan mendaur ulang (recycle) diharapkan
mampu mereduksi jumlah timbulan sampah yang dibuang ke TPA. Disamping itu
juga dapat menjadi alat dalam mengoptimalkan pemanfaatan sampah sehingga
sampah memiliki nilai ekonomis dan dapat membuka lapangan pekerjaan.
Penerapan prinsip 3R akan berjalan secara efektif dan efisien apabila ada
respon yang positif dari masyarakat terhadap program tersebut. Respon tersebut
direalisasikan dalam bentuk perilaku. Perilaku yang dimaksud disini adalah
bagaimana tindakan masyarakat dalam menerapkan prinsip 3R (reduce, reuse, dan
recycle) dalam pengelolaan sampah rumah tangganya. Apabila perilaku masyarakat
dalam pengelolaan sampah belum menerapkan prinsip 3R, maka dapat disimpulkan
bahwa kebijakan penerapan prinsip 3R dalam pengelolaan sampah Kota Solok belum
berjalan dengan baik.
Perilaku masyarakat dalam menerapkan prinsip 3R dalam pengelolaan sampah
dapat dipengaruhi oleh faktor, baik faktor internal (pengetahuan dan sikap) maupun
faktor eksternal (peran tokoh masyarakat dan komunikasi). Faktor pengetahuan dapat
berpengaruh sebagai motivasi awal seseorang dalam berperilaku. Pengetahuan
mempengaruhi seseorang untuk bersikap pada suatu masalah. Semakin ia yakini akan
suatu objek, maka ia akan bersikap dan bertindak sesuai dengan keyakinannya
tersebut. Faktor pengetahuan dapat berpengaruh sebagai motivasi awal seseorang
dalam berperilaku. Berbekal pengetahuan yang baik tentang permasalahan sampah
dan manfaat pengelolaan sampah dengan prinsip 3R, maka diharapkan seseorang
dapat berperilaku/bertindak dengan tepat dalam mengelolala sampah rumah
tangganya. Pengetahuan mempengaruhi seseorang untuk bersikap pada suatu
masalah.
Sikap yang ada pada seseorang akan memberikan pengaruh pada perilaku atau
perbuatan orang yang bersangkutan. Semakin ia yakini akan suatu objek, maka ia
akan bersikap dan bertindak sesuai dengan keyakinannya tersebut. Sikap yang baik
dari seseorang dapat ditunjukkan dengan adanya komitmen dari mereka pelaksanaan
program melalui tindakan yang nyata dalam pengelolaan sampah.
Tokoh masyarakat mempunyai peranan yang sangat penting dalam memberikan
informasi dan motivasi kepada masyarakat dalam memahami dan bertindak dalam
pengelolaan lingkungan hidup termasuk pengelolaan sampah. Pendapat tokoh
masyarakat tentang apakah subyek itu perlu, harus atau dilarang melakukan perilaku
yang diteliti dapat mempengaruhi tindakan apa yang akan dilakukan oleh masyarakat.
Proses komunikasi adalah proses penyampaian informasi dari sumber kepada
penerima melalui media. Pemilihan media dan cara menyampaikan informasi akan
berpengaruh terhadap partisipasi masyarakat untuk menerapkan suatu kebijakan atau
inovasi baru. Keefektifan suatu komunikasi dipengaruhi oleh unsur-unsur komunikasi
yaitu : sumber, pesan, media dan penerima.
Salah satu pesan yang dapat disampaikan kepada masyarakat sebagai bahan
advokasi adalah adanya manfaat dari pengelolaan sampah dengan prinsip 3R, baik itu
manfaat lingkungan, sosial dan ekonomi. Salah satu kegiatan pengelolaan sampah
dengan prinsip 3R yang menjadi prioritas oleh Pemerintah Daerah Kota Solok adalah
program pengomposan sampah organik skala kawasan pemukiman. Kegiatan ini tidak
dapat berjalan dengan baik tanpa adanya partisipasi dari masyarakat, terutama dalam
melakukan kegiatan pemilahan sampah organik dan anorganik. Apabila masyarakat
merasa akan mendapatkan manfaat dari sutau program, maka mereka akan
memberikan respon yang positif dan bersedia untuk berpartisipasi dalam program
tersebut. Manfaat ekonomi yang diperoleh dapat diketahui dengan melakukan analisa
biaya dan manfaat kegiatan pengolahan sampah organik skala kawasan pemukiman
tersebut.
Skema kerangka pemikiran secara sederhana dapat ditampilkan pada Gambar
2.1 di bawah ini :
Gambar 2.1. Skema Kerangka Pemikiran
Perilaku
masyarakat
Analisis Biaya
dan Manfaat
Kebijakan Pengelolaan
Sampah dengan Prinsip 3R
Rekomendasi untuk
Strategi Implementasi
Faktor internal :
- Pengetahuan
- Sikap
Faktor eksternal :
- Keberadaan
tokoh/lembaga
lokal
- Komunikasi
2.2. Hipotesis
Hipotesis penelitian ini adalah :
1. Perilaku masyarakat dalam pengelolaan sampah dengan prinsip 3R dipengaruhi
oleh pengetahuan, sikap, keberadaan tokoh/lembaga lokal, dan komunikasi.
2. Kegiatan pengomposan sampah organik skala kawasan pemukiman mempunyai
potensi ekonomi dan layak untuk diusahakan serta menguntungkan bagi
masyarakat.
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Rancangan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perilaku/tindakan masyarakat
dalam pengelolaan sampah rumah tangga dengan prinsip 3R dan faktor – faktor yang
mempengaruhinya serta menganalisa biaya dan manfaat kegiatan pengomposan skala
kawasan pemukiman di Kelurahan IX Korong Kecamatan Lubuk Sikarah Kota Solok.
Rancangan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan metode
kuantitatif. Metode kuantitatif yang digunakan untuk mendeskripsikan dan
menganalisa faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku/tindakan masyarakat dalam
pengelolaan sampah dengan prinsip 3R. Sedangkan analisa biaya dan manfaat
dilakukan berdasarkan data primer dan data sekunder. Data yang digunakan
mencakup komponen pembiayaan pengomposan (biaya investasi awal, biaya operasi,
biaya pemeliharaan) dan keuntungan yang dapat diperoleh dari hasil penjualan
kompos.
3.2. Data yang Diperlukan
Data yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah data yang menjelaskan
faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku/tindakan masyarakat dalam menerapkan
prinsip 3R dalam pengelolaan sampah rumah tangga. Sedangkan untuk analisa
manfaat dan biaya, data yang dibutuhkan adalah data tentang biaya dan keuntungan
dalam pengolahan kompos skala kawasan pemukiman di Kelurahan IX Korong. Data
tersebut berupa data primer dan data sekunder. Kedua jenis data ini dikumpulkan
untuk memahami fenomena sesuai dengan permasalahan penelitian. Jenis dan sumber
data yang dikumpulkan sebagaimana terlihat pada Tabel 3.1.
Tabel 3.1. Variabel Penelitian, Sumber dan Sifat Data
No. Variabel Indikator Sumber Data Sifat Data
1. Pengetahuan (X1) - Pengetahuan tentang
pengelolaan sampah
3R
Masyarakat Primer
2. Sikap (X2) - Sikap masyarakat
tentang pengelolaan
sampah 3R
Masyarakat Primer
3. Komunikasi (X3) - Sumber
- Pesan
- Media
- Penerima
Masyarakat Primer
4. Peran Tokoh
Masyarakat (X4)
- Peran dalam
memberikan
informasi
- Peran dalam
memberikan motivasi
Masyarakat Primer
5. Perilaku (Y) - Tindakan dalam
menerapkan prinsip
3R dalam pengelolaan
sampah
Masyarakat Primer
6. Biaya dan Manfaat kegiatan pengomposan
sampah organic
Masyarakat,
Pengelola,
DKTR
Primer
dan
Sekunder
3.3. Teknik Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini, teknik pengumpulan data yang digunakan adalah :
(1) Kuisioner. Dalam kuisioner pertanyaan dihadirkan dalam bentuk format tertulis
dan peneliti menanyakan kepada responden (warga Kelurahan IX Korong yang
diambil secara acak sederhana) kemudian jawaban responden dituliskan oleh
peneliti pada lembar kuisioner tersebut. Instrumen Kuisioner secara lengkap
dapat dilihat pada lampiran 1.
(2) Wawancara dan observasi lapangan. Wawancara dilakukan guna memperoleh
data secara langsung melalui pertanyaan lisan yang dilakukan dengan instansi
terkait dan peninjauan dan pengamatan lapangan. Panduan wawancara untuk tiap
kelompok informan kunci berbeda – beda. Instrumen pedoman wawancara
secara lengkap dapat dilihat pada lampiran 2.
(3) Pengumpulan Data Sekunder. Data sekunder diperlukan untuk mempercepat
pemahaman tentang kondisi lapangan, demografi penduduk, peraturan
perundang-undangan dan laporan lainnya. Data dikumpulkan dengan cara
mengumpulkan, mencatat ataupun mengutip dan mempelajari dari berbagai
dokumen yang diperoleh dari perpustakaan, Instansi Pemerintah terkait,
Lembaga Penelitian/Perguruan Tinggi dan juga dari publikasi dan laporan yang
relevan lainnya yang berhubungan dengan penelitian yang dilaksanakan.
Teknik pengumpulan data primer adalah dengan menggunakan instrumen
kuisioner kepada responeden (warga masyarakat yang diambil secara acak
sederhana). Data yang diambil merupakan data cerminan sikap, komunikasi, peran
tokoh masyarakat dan perilaku/tindakan dengan teknik pengukuran menggunakan
skala Likert (skala ordinal), dimana kategori jawaban terdiri dari 5 (lima) tingkatan
sebagaimana Tabel 3.2. berikut :
Tabel 3.2. Penilaian Skala Likert
Sikap, , komunikasi, peran tokoh masyarakat
dan tindakan
Nilai Pertanyaan
Positif Negatif
selalu/ sangat setuju 5 1
sering/setuju 4 2
kadang-kadang/ragu-ragu 3 3
hampir tidak pernah/tidak setuju 2 4
tidak pernah/sangat tidak setuju 1 5
Data variabel pengetahuan menggunakan skala Guttman untuk mendapatkan
jawaban yang tegas terhadap permasalahan yang ditanyakan. Data yang diperoleh
berupa data rasio dikotomi (dua alternatif) yaitu “ya” dan “tidak”. Data tentang biaya
dan manfaat pengolahan sampah organik diperoleh dengan melalukan wawancara
mendalam dengan pengelola dan instansi terkait.
3.4. Penetapan Sampel
Populai untuk data kuantitatif adalah rumah tangga di Kelurahan IX Korong
Kecamatan Lubuk Sikarah. Sampel yang dijadikan responden ditentukan secara acak
sederhana dengan menggunakan rumus Frank Lynch et al,. (1974) sebagai berikut :
ppZdN
ppZNn
1.
1..22
2
Keterangan :
n = Jumlah sampel
N = Jumlah populasi
Z = Nilai variabel normal (1,96) untuk tingkat kepercayaan (0,95)
d = Kesalahan sampel (0,1)
p = Perbandingan peluang terbesar (0,5)
Berdasarkan rumus diatas diperoleh 79 responden dari 431 KK di Kelurahan IX
Korong. Penentuan sampel terpilih untuk dijadikan responden dilakukan secara acak
(simple random sampling), sehingga semua masyarakat di kelurahan tersebut
mempunyai peluang yang sama untuk menjadi responden.
3.5. Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur
Uji validitas instrumen penelitian dilakukan untuk menguji derajat ketepatan
instrumen penelitian agar mendapatkan data yang valid. Sedangkan uji reliabilitas
bertujuan untuk mengetahui kesamaan data apabila didapatkan pada waktu yang
berbeda.
Pengujian validitas dilakukan melalui analisis item dapat dilakukan dengan
rumus :
2222
))((
YYnXXn
YXXYnryx
Keterangan :
r yx = koefisien korelasi Product Moment
X = skor item
Y = skor item total
n = jumlah responden
Jika koefisien korelasi bernilai positif dan signifikan, maka item yang
bersangkutan adalah valid, sebaliknya jika tidak signifikan atau bernilai negatif, maka
item tersebut tidak valid dan harus dikeluarkan dari kuesioner (Singarimbun, 1994).
Penentuan signifikansi dilihat dari tabel t, bila thitung > ttabel, maka korelasi bersifat
signifikan dan jika thitung < ttabel, berarti korelasi tidak signifikan. t hitung dapat
ditentukan dengan menggunakan rumus :
21
2
r
nrt
Pengujian diatas mengikuti sebaran t-student dengan db = n – 2, signifikansi untuk
= 5 % dengan uji dua pihak.
Reliabilitas merupakan tingkat konsistensi suatu alat ukur dalam mengukur
gejala yang sama. Jika suatu alat ukur dipakai dua kali atau lebih untuk mengukur
gejala yang sama dan hasil pengukuran relatif konsisten maka alat ukur tersebut
reliabel. Ide pokok dalam konsep pengukuran Reliabilitas adalah sejauh mana hasil
pengukuran bersifat tetap, dapat terpercaya, dan bebas dari kesalahan pengukuran. Uji
reliabilitas dilakukan jika seluruh item telah valid atau setelah item yang tidak valid
disisihkan. Pengujian reliabilitas dilakukan dengan internal consistency dengan
teknik belah dua (Split-half).
Skor item-item yang bernomor ganjil dijumlahkan sehingga diperoleh skor total
belahan ganjil. Demikian pula skor item-item yang bernomor genap dijumlahkan
sehingga diperoleh skor total belahan genap. Selanjutnya skor total belahan ganjil dan
belahan genap dikorelasikan melalui koefisien product moment dengan analisis
menggunakan rumus Spearman Brown, sebagai berikut :
b
bi
r
rr
1
2
dimana,
ri = reliabilitas internal seluruh instrumen
rb = korelasi produk momen antara belahan pertama dan kedua
Variabel yang diuji reliabel jika koefisien reliabilitas bernilai positif dan
signifikan, sebaliknya jika koefisien reliabilitas bernilai negatif atau tidak signifikan,
berarti variabel yang bersangkutan tidak reliabel sehingga kuesioner perlu diperbaiki.
Untuk membantu memudahkan perhitungan, digunakan program SPSS 17.
3.6. Analisa Data
Hasil jawaban kuisioner yang diperoleh kemudian diolah dan didekripsikan
untuk memberikan gambaran karakteristik dari responden berkaitan dengan
permasalahan yang akan dibahas. Untuk mengetahui tanggapan responden, maka
dilakukan pengkategorian dengan cara menjumlahkan skor pertanyaan, kemudian
dicari panjang interval setiap kelas dengan rumus sebagai berikut :
Nilai indeks maksimum = jumlah item x skor maksimum x jumlah responden
Nilai indeks minimum = jumlah item x skor minimum x jumlah responden
Interval = Nilai indeks maksimum – nilai indeks minimum
Jarak = Interval : jenjang
Pengujian hipotesis dilakukan dengan menggunakan model analisis jalur (Path
Analysis). Analisis jalur ini berfungsi untuk mengetahui pengaruh langsung dan tidak
langsung sekumpulan variabel bebas terhadap variabel terikat. Model yang dibentuk
berdasarkan hipotesis yang telah disusun yaitu model satu persamaan struktural ( a
single equation path model). Ini bisa dilihat pada Gambar 3.1 dibawah ini :
Y1
Gambar 3.1. Model Analisis Jalur ( Path Analysis )
Keterangan :
= Variabel Pengetahuan
= Variabel Sikap
= Variabel Komunikasi
= Variabel Peran Tokoh Masyarakat
Y = Tindakan Masyarakat
= Koefisien Korelasi Antara Pengetahuan dan Sikap
= Koefisien Korelasi Antara Pengetahuan dan Komunikasi
= Koefisien Korelasi Antara Pengetahuan dan Peran Tokoh Masyarakat
= Koefisien Korelasi Antara Sikap dan Komunikasi
= Koefisien Korelasi Antara Sikap dan Peran Tokoh Masyarakat
= Koefisien Korelasi Antara Komunikasi dan Peran Tokoh Masyarakat
= Koefisisen jalur yang menggambarkan pengaruh pengetahuan
terhadap tindakan masyarakat
= Koefisisen jalur yang menggambarkan pengaruh sikap terhadap
tindakan masyarakat
= Koefisisen jalur yang menggambarkan pengaruh komunikasi terhadap
tindakan masyarakat
= Koefisisen jalur yang menggambarkan pengaruh peran tokoh masyarkat
terhadap tindakan masyarakat
= Koefisisen Jalur Yang Menggambarkan Pengaruh t terhadap
Pengetahuan Masyarakat
έy = Variabel luar yang dapat mempengaruhi Pengetahuan masyarakat yang
tidak diteliti
Data yang diperoleh dari kuesioner merupakan data ordinal dan rasio,
sedangkan teknik analisis jalur mengisyaratkan data yang mempunyai skala
pengukuran sekurang – kurangnya interval, maka data ordinal diubah skala
pengukurannya menjadi skala interval dengan menggunakan method of succesive
interval. Adapun langkah – langkah untuk melakukan transformasi data sebagai
berikut :
1. Menghitung frekuensi setiap jawaban berdasarkan jawaban responden.
2. Menghitung proporsi setiap jawaban berdasarkan frekuensi yang diperoleh dari
setiap pertanyaan.
3. Berdasarkan proporsi tersebut untuk setiap pertanyaan, dihitung proporsi
kumulatif untuk setiap pilihan jawaban.
4. Untuk setiap pertanyaan, ditentukan nilai batas untuk z pada setiap pilihan
jawaban
5. Menghitung nilai numerik penskalaan (Scale value) untuk setiap pilihan jawaban
melalui rumus berikut :
Scale Value =
6. Menghitung Skor (nilai hasil transformasi) untuk setiap pilihan jawaban dengan
persamaan berikut :
Nilai Tranformasi = Nilai Skala + Nilai Minimum + 1
Selanjutnya disiapkan pasangan data dari variabel bebas dan variabel terikat
dari populasi penelitian untuk pengujian hipotesis dengan analisis jalur (Al Rasyid,
1994). Langkah – langkah untuk melakukan analisis jalur sebagai berikut :
1. Menentukan persamaan struktur :
a. =
b. =
2. Hitung matriks korelasi antara variabel eksogen :
....
1 ....
1 ....
1
Rumus Korelasi :
r =
–
3. Hitung matriks invers koefisien korelasi untuk variabel eksogennya
....
....
= ....
4. Hitung semua koefisien jalur , i = 1,2,.....,k dengan rumus :
....
= ....
5. Hitung yaitu koefisien yang menyatakan determinasi total
terhadap dalam analisis regresi terhadap y yang rumusnya :
=
6. Hitung berdasarkan rumus :
=
7. Hitung keberartian modelnya secara keseluruhan dengan menggunakan uji F.
Hipotesis pada pengujian ini misalnya sebagai berikut :
Ho : Pyx = 0 Tindakan masyarakat tidak dipengaruhi oleh pengetahuan,
sikap, komunikasi dan peran tokoh masyarakat.
: Pyx = 0 Tindakan masyarakat tidak dipengaruhi oleh pengetahuan,
sikap, komunikasi dan peran tokoh masyarakat.
Statistik ujinya :
F =
Statistik uji diatas mengikuti distribusi F- Snedecor dengan derajat bebas = k
dan = n – k – 1
Kriteria penolakan : tolak Ho bila >
8. Jika uji F signifikan maka selanjutnya kita uji masing – masing koefisien jalur
untuk menguji keberartiannya, dengan langkah – langkah pertama yaitu
menentukan hipotesis uji.
Digunakan uji statistik
t =
–
dimana i = 1,2,.....,k
k = banyaknya variabel penyebab dalam sub struktur
t = berdistrubusi t-student dengan derajat bebas ( n – k – 1 )
Tolak jika t hitung >
3.7. Analisis Manfaat dan Biaya
Analisa manfaat dan biaya yang digunakan dalam penelitian ini adalah Net
Present Value (NPV), Benefit Cost Ratio (B/C Ratio), dan Payback Periode (PBP).
Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan kalkulator dan aplikasi Microsoft
Excel 2007. Untuk mengelompokkan dan mempermudah analisis, data disajikan
dalam bentuk tabulasi. Pengolahan data yang dilakukan menghasilkan arus kas tunai
yang kemudian dilakukan analisis kelayakan investasi.
1. Metode Nilai Bersih Sekarang (Net Present Value)
Rumus perhitungan NPV adalah sebagai berikut :
NPV = ∑ Bt - ∑
Ct
(1+r)t (1+r)
t
Keterangan :
NPV = nilai bersih sekarang r = tingkat diskonto
C = Biaya t = waktu
B = Manfaat
Berdasarkan nilai NPV, terdapat tiga kelayakan investasi, yaitu :
a. NPV > 0, maka usaha layak untuk dilaksanakan
b. NPV = 0, manfaat yang diperoleh hanya cukup untuk menutupi biaya yang
dikeluarkan.
c. NPV < 0, maka usaha tidak layak untuk dijalankan
2. Kriteria Rasio Manfaat Terhadap Biaya (B/C Ratio)
Rumus yang digunakan adalah :
B/C Ratio = Total manfaat
Total biaya
Apabila (B/C) › 1 maka proyek atau kegiatan dinyatakan layak.
3. Kriteria Masa Pengembalian Investasi (Payback Periode)
Rumus yang digunakan adalah :
PBP = Nilai Investasi Awal
Keuntungan per Tahun
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian
4.1.1 Gambaran Umum Kelurahan IX Korong
Lokasi penelitian berada di Kelurahan IX Korong yang termasuk kedalam
wilayah Kecamatan Lubuk Sikarah Kota Solok. Kelurahan IX Korong berada di
lokasi yang cukup strategis, karena dilalui oleh jalan lintas Sumatera dan
merupakan pusat pemerintahan Kota Solok.
Kel. IX Korong
Gambar 4.1. Peta Administrasi Kota Solok
Sumber : Bappeda Kota Solok
Kelurahan IX Korong Kecamatan Lubuk Sikarah mempunyai batas wilayah
administratif sebagai berikut :
Bagian Utara berbatasan dengan Kelurahan Sinapa Piliang dan Kelurahan Tanah
Garam Kecamatan Lubuk Sikarah Kota Solok.
Bagian Barat berbatasan dengan Nagari Selayo Kecamatan Kubung Kabupaten
Solok.
Bagian Timur berbatasan dengan Kelurahan Aro IV Korong Kecamatan Lubuk
Sikarah Kota Solok.
Bagian Selatan berbatasan dengan Kelurahan KTK Kecamatan Lubuk Sikarah
Kota Solok.
Secara topografi Kelurahan IX Korong terletak pada ketinggian tanah ± 100
meter di atas permukaan laut. Temperatur berkisar 28,9ºC - 26,1ºC dengan curah
hujan rata-rata 2211,70 mm (Profil Kelurahan IX Korong, 2009). Kelurahan IX
Korong memiliki luas 293,65 ha dengan berbagai penggunaan lahan seperti Tabel
berikut :
Tabel 4.1. Luas Penggunaan Lahan di Kelurahan IX Korong.
Keterangan Luas daerah
Luas pemukiman 1,5 ha
Luas kuburan 0,30 ha
Luas lahan pertanian 291,00 ha
Luas taman 0,13 ha
Perkantoran 0,65 ha
Luas prasarana umum lainnya 0,07 ha
Total Luas Kelurahan 293,65 ha
Jumlah Penduduk Kelurahan IX Korong Kota Solok berdasarkan
regristrasi penduduk akhir tahun 2009 sebesar 1.665 jiwa dengan 431 KK.
Sebanyak 11,11% penduduknya berprofesi sebagai Pegawai Negeri Sipil
(PNS)/TNI, bekerja sebagai pegawai swasta sebanyak 11,47%, petani sebanyak
10,03%, wiraswasta sebanyak 8,40%, sopir sebanyak 1,38% pedagang sebanyak
5,17%, dan lain-lain (termasuk ibu rumah tangga, pelajar, mahasiswa, tidak
bekerja) sebanyak 47,61%. (Profil Kelurahan IX Korong, 2009).
4.1.2 Pengelolaan Sampah Kelurahan IX Korong
Pengelolaan persampahan di Kelurahan IX Korong dilaksanakan oleh Dinas
Kebersihan dan Tata Ruang (DKTR) Kota Solok. Proses pengelolaan sampah yang
dilakukan adalah meliputi kegiatan pewadahan, pengumpulan, pengangkutan dan
pengolahan. Masyarakat mengumpulkan sampah rumah tangga masing-masing
dengan menggunakan wadah antara lain : karung, keranjang, dan tong plastik/kaleng.
Wadah-wadah individual ini ditempatkan di depan rumah masing-masing atau
dikumpulkan dan digantung di tempat pengumpulan sementara berupa tiang-tiang
yang terletak dipinggir jalan.
Gambar 4.2. Tiang Gantungan Sampah
Gambar 4.3. Pewadahan Sampah dengan Pemisahan
Pewadahan sampah yang dilakukan belum disertai dengan proses pemilahan
oleh semua warga masyarakat, hanya sebagian kecil saja yang melakukan pemilahan
sampah organik dan anorganik., sehingga sampah organik masih tercampur dengan
sampah anorganik. Untuk mendukung kegiatan pemilahan sampah sejak dari
sumbernya, Pemerintah Daerah telah menyediakan sebanyak 5 buah tong sampah
terpisah untuk sampah organik dan anorganik yang diletakkan di tempat strategis
pinggir jalan, akan tetapi belum dimanfaatkan secara maksimal oleh masyarakat.
Berdasarkan data primer yang didapat di lapangan, di samping dikumpulkan
dan di diangkut oleh petugas kebersihan, juga ditemukan masyarakat yang membuang
sampah ke lahan kosong, dibuang ke sungai dan di bakar. Data tentang cara
responden mengelola sampah dapat dilihat pada tabel dibawah ini.
Tabel 4.2. Cara Responden Mengelola Sampah
Cara Mengelola Sampah Frekuensi Persentase
Dibuang ke sungai 4 5%
Dibakar 1 1%
Diangkut oleh petugas kebersihan 48 61%
Dibuang ke sungai, dibakar dan diangkut oleh
petugas kebersihan 5 6%
Dibuang ke tanah kosong, dibakar dan diangkut oleh
petugas kebersihan 10 13%
Dibakar dan diangkut oleh petugas kebersihan 11 10%
79 100%
Gambar 4.4. Pembakaran Sampah oleh Masyarakat
Sampah yang telah dikumpulkan oleh masyarakat kemudian diangkut oleh
petugas kebersihan setiap 1 (satu) sampai 2 (dua) kali sehari, pada pagi hari mulai
pukul 05.30 WIB. Sampah yang telah dikumpulkan langsung di bawa ke Tempat
Pembuangan Akhir yang berjarak ± 7 km dari Kelurahan IX Korong.
Gambar 4.5. Pengumpulan dan Pengangkutan Sampah oleh Petugas Kebersihan
Di Kelurahan IX Korong juga terdapat kegiatan pengolahan sampah organik
menjadi kompos. Kegiatan ini telah berlangsung sejak tahun 2008 dan dikelola oleh
kelompok tani. Kegiatan pengolahan sampah organik menjadi kompos ini
menggunakan sistem open widrow dimana proses pengomposan dilakukan dengan
menumpuk bahan baku/materi sampah secara tradisional.
Kegiatan pengomposan skala pemukiman tersebut menggunakan sampah
domestik sebagai bahan baku utama prosesnya. Sampah rumah tangga tersebut
umumnya mengandung komponen organik yang besar. Sampah domestik yang
digunakan untuk kegiatan pengomposan sampah organik adalah sampah organik yang
telah dilakukan pemilahan oleh masyarakat sehingga pengelola tidak perlu melakukan
pemilahan sampah di lokasi pengomposan. Pada saat sekarang terdapat 28 KK
(22,6%) masyarakat Keluarahan IX Korong yang telah melakukan kegiatan
pemilahan sampah organik dan anorganik. Di samping dari sampah domestik, bahan
baku kegiatan pengomposan juga berasal dari sampah pekarangan dan sampah
pertanian seperti jerami padi yang banyak terdapat di Kelurahan IX Korong.
Sampah organik dan anorganik yang telah dipilah oleh masyarakat
ditempatkan pada wadah yang berbeda. Sampah organik dikumpulkan dan diangkut
setiap pagi hari oleh petugas pengomposan dengan menggunakan gerobak motor.
Sedangkan sampah anorganik diangkut oleh petugas kebersihan dari Dinas
Kebersihan dan Tata Ruang Kota Solok untuk selanjutnya diangkut dan dibuang ke
TPA.
Sampah organik yang telah dikumpulkan oleh pengelola pengomposan
kemudian dicacah dengan menggunakan mesin pencacah yang berkapasitas 200
kg/jam. Sampah yang telah dicacah selanjutnya didekomposisi dengan bantuan EM4
dan/atau kotoran sapi dengan cara menumpuk materi sampah secara dengan tinggi
tumpukan maksimal 1 m. Tumpukan sampah dipantau dan dibalikkan secara teratur
setiap 1 minggu sekali. Pemantauan dilakukan untuk menjaga kondisi ideal.
Parameter yang dipantau adalah kadar air dan suhu. Pembalikkan materi sampah
dilakukan untuk menjaga agar proses aerasi berlangsung baik. Waktu yang diperlukan
sampai kompos menjadi matang adalah selama 4 – 6 minggu.
Berdasarkan hasil wawancara dengan pengelola, diketahui bahwa efektifitas
pengomposan (kompos yang dihasilkan dibanding dengan potensi bahan baku) adalah
25%, artinya setiap 1 kg sampah organik akan menghasilkan 0,25 kg kompos. Pada
saat sekarang, kegiatan pengomposan skala kawasan pemukiman di Kelurahan IX
Korong dapat memproduksi kompos rata-rata 3 ton/bulan dari bahan baku sampah
organik sebanyak 12 ton. Kompos yang dihasilkan dipasarkan langsung ke
masyarakat, anggota kelompok tani dan juga dibeli oleh Pemerintah Daerah Kota
Solok dengan harga jual Rp. 800/kg.
4.1.3. Gambaran Karakteristik Responden
Tabel 4.3 berikut ini menggambarkan karakteristik masyarakat yang menjadi
responden dalam penelitian ini.
Tabel 4.3. Karakteristik Responden
NO. KARAKTERISITIK JUMLAH (%)
1. Pendidikan Tidak Sekolah 1 1
SD 22 28
SLTP 12 15
SLTA 28 35
Perguruan Tinggi 16 20
2. Pendapatan < 600.000 15 19
600.000 – 2.000.000 51 65
>2.000.000 13 16
3. Pekerjaan Wiraswasta 17 22
PNS/TNI/POLRI 11 14
Peg. Swasta 13 16
Pensiunan 2 3
Petani 9 11
Ibu Rumah Tangga 27 34
4. Lama Tinggal >5 tahun 18 23
5 s.d 10 tahun 15 19
11 s.d 15 tahun 4 5
16 – 20 tahun 6 8
> 20 tahun 42 46
Sumber : Hasil Pengolahan Data
Berdasar pada Tabel 4.3 diketahui bahwa tingkat pendidikan responden
sebagian besar (50%) merupakan lulusan pendidikan menengah (SLTP/SLTA).
Responden dengan tingkat pendidikan tersebut dirasakan cukup memiliki
pengetahuan yang berhubungan dengan pengelolaan sampah. Seperti yang
dikemukakan oleh Walgito (1999) dan Notoatmodjo (2003) bahwa semakin tinggi
pendidikan seseorang, maka tingkat pengetahuannya juga akan semakin baik karena
semakin banyak materi yang diserap dan pendidikan yang tinggi akan menambah
wawasan seseorang.
Berdasarkan tabel di atas juga diketahui bahwa sebanyak 34% responden
merupakan ibu rumah tangga dan 81% responden mempunyai pendapatan lebih dari
Rp 600.000,- setiap bulannya yang berarti tidak termasuk keluarga miskin
berdasarkan kriteria yang ditetapkan oleh BPS. Sebagian besar (54%) responden
telah tinggal selama >15 tahun di Kelurahan IX Korong. Kondisi sosial ekonomi
seperti ini akan berpengaruh terhadap pengetahuan dan kepedulian responden tentang
kondisi lingkungannya. Masyarakat dengan pendapatan yang lebih baik lebih
berpeluang untuk mendapatkan informasi yang lebih banyak sehingga mereka
mempunyai pengetahuan yang lebih baik tentang lingkungannya, seperti yang
dikemukakan oleh Rogers dalam Sarwono (1993) bahwa golongan yang paling cepat
menerima informasi baru adalah golongan pelopor yang bianya terdiri dari kelompok
yang terpelajar, berpikir maju, penghasilan lebih baik, sehingga keinginan untuk
mencari informasi lebih tinggi.
4.2. Hasil dan Pembahasan
4.2.1. Pengetahuan
Pengetahuan responden tentang prinsip 3R diukur berdasarkan pengetahuan
yang dimilikinya tentang prinsip 3R dan manfaatnya dalam pelaksanaan pengelolaan
sampah. Salah satu prinsip pengelolaan sampah dengan prinsip 3R adalah
mengurangi jumlah produksi sampah (reduce). Beberapa upaya yang dapat dilakukan
untuk mengurangi jumlah timbulan sampah adalah dengan mengurangi pemakaian
kantong plastik saat berbelanja ke pasar. Sebanyak 97% responden mengetahui
bahwa dengan mengurangi pemakaian kantong plastik dengan membawa
keranjang/kantong belanja sendiri ke pasar dapat membantu mengurangi jumlah
timbulan sampah.
Prinsip yang kedua adalah reuse, yaitu menggunakan kembali barang/benda
untuk keperluan/manfaat lain seperti botol, kaleng dan ban untuk keperluan/manfaat
lain sehingga dapat mengurangi jumlah produksi sampah. Pengetahuan masyarakat
tentang hal ini juga sudah baik, dimana sebanyak 81% mengetahui bahwa dengan
menggunakan kembali botol/kaleng untuk keperluan/manfaat lain dapat mengurangi
jumlah timbulan sampah.
Pemilahan sampah organik dan anorganik merupakan salah satu kegiatan
penting dalam pengelolaan sampah dengan prinsip 3R. Dengan melakukan pemilahan
sampah dapat mengurangi dampak negatif sampah dan memudahkan proses daur
ulang sampah. Sebagian besar responden (81%) mengetahui tentang pentingnya
manfaat pemilahan sampah organik dan anorganik. Menurut mereka, dengan
melakukan pemilahan sampah maka dapat mempermudah proses daur ulang sampah
terutama proses pengomposan sampah organik. Tetapi hanya sebagian kecil dari
responden (35%) yang mengetahui tentang cara pengomposan sampah organik. Hal
ini disebabkan oleh karena sebagian masyarakat beranggapan bahwa kegiatan
pengomposan sampah organik di rumah tangga merupakan kegiatan yang agak sulit
dilakukan, merepotkan dan memakan waktu. Kondisi ini juga karena di Kelurahan IX
Korong terdapat kegiatan pengolahan sampah organik skala kawasan pemukiman
sehingga menyebabkan masyarakat kurang berminat untuk mengetahui cara
pengomposan sampah organik.
4.2.2 Sikap
Sikap responden tentang prinsip 3R diukur berdasarkan sikap yang
dimilikinya tentang prinsip 3R dalam pengelolaan sampah. Sebagian besar (63,3%)
responden setuju bahwa pengelolaan sampah merupakan tanggung jawab pemerintah,
swasta dan masyarakat. Oleh karena itu mereka juga setuju bahwa mengurangi
produksi sampah dengan menerapkan prinsip 3R dalam pengelolaan sampah
merupakan salah satu cara untuk mengurangi dampak negatif pengelolaan sampah
secara konvensional bagi kesehatan dan lingkungan.
Prinsip pertama dalam pegelolaan sampah 3R adalah reduce atau mengurangi
jumlah produksi sampah. Pelaksanaan reduce dalam kehidupan sehari-hari adalah
dengan mengurangi pemakaian kantong plastik dengan membawa keranjang belanja
sendiri ketika berbelanja ke pasar. Ketika ditanyakan kepada responden bagaimana
sikap mereka tentang hal tersebut, sebagian besar responden (60,7%) setuju bahwa
membawa keranjang belanja sendiri ketika belanja ke pasar dapat mengurangi jumlah
produksi sampah dan hal tersebut bukanlah sesuatu hal yang merepotkan.
Prinsip yang kedua adalah reuse, yaitu dengan menggunakan kembali barang-
barang yang masih dapat digunakan. Konsep reuse ini dapat menghemat pemakaian
energi dan sumberdaya yang digunakan untuk membuat produk baru (Kastaman,
2007). Sebagian besar responden (82,27%) juga menyetujui bahwa dengan
menggunakan kembali barang-barang yang masih bisa digunakan untuk keperluan
lain dapat mengurangi jumlah produksi sampah.
Prinsip ketiga yaitu recycle atau mendaur ulang sampah menjadi sesuatu yang
baru. Salah satu kegiatan daur ulang yang dapat dilakukan oleh masyarakat adalah
kegiatan pengomposan sampah organik. Kondisi ini didukung oleh potensi sampah
organik di Kota Solok yang melebihi 80%. Untuk memudahkan kegiatan daur ulang
sampah maka harus dilakukan pemilahan sampah pada saat proses pewadahan
sampah. Sebagian besar responden (62%) setuju bahwa kegiatan pemilahan sampah
dapat mengurangi dampak negatif sampah dan memudahkan dalam proses daur ulang
sampah.
Penerapan prinsip 3R dalam pengelolaan sampah selain memberikan manfaat
bagi kesehatan lingkungan dan masyarakat, juga memberikan manfaat ekonomi bagi
masyarakat. Namun hal ini kurang mendapat respon positif dari masyarakat, dimana
hanya sebagian (25,32%) dari responden yang menyetujui bahwa penerapan prinsip
3R dalam pengelolaan sampah dapat memberikan manfaat ekonomi bagi masyarakat.
Hal ini disebabkan karena masyarakat tidak merasa mendapatkan keuntungan
langsung secara ekonomi dari hal tersebut. Namun walaupun tidak mendapat manfaat
ekonomi secara langsung, sebanyak 65% responden menyetujui bahwa pengelolaan
sampah dengan prinsip 3R memberikan manfaat dari segi kesehatan lingkungan dan
masyarakat.
Secara keseluruhan, sikap masyarakat tentang prinsip 3R dalam pengelolaan
sampah rumah tangga dapat dikategorikan baik. Hal ini dapat dilihat dari tanggapan
mereka mengenai ketiga prinsip tersebut. Sikap masyarakat yang baik tersebut
merupakan modal awal bagi pemerintah untuk mengembangkan dan mendorong agar
masyarakat mau menerapkan prinsip 3R dalam pengelolaan sampah rumah tangga
mereka.
4.2.3. Komunikasi
Unsur komunikasi yang diukur diukur adalah komunikasi yang terjadi sejak
awal dicanangkannya prinsip 3R dalam pengelolaan sampah di Kota Solok yaitu
sejak tahun 2008. Pada tahun 2008, Pemerintah Daerah melelui Dinas Kebersihan
dan Tata Ruang Kota Solok telah melakukan sosialisasi tentang prinsip 3R dalam
pengelolaan sampah. Hasil survey menunjukkan 45,45% responden mengetahui
adanya sosialisasi yang dilakukan oleh Pemerintah, dan hanya 24,5% yang
mengatakan bahwa sosialisasi dilakukan secara berkala / lebih dari 1 (satu) kali.
Informasi yang disampaikan oleh pemerintah daerah cukup mudah
dimengerti/dipahami karena komunikator juga memberikan contoh/praktek dalam
penyampaian informasi tersebut. Informasi tentang prinsip 3R dalam pengelolaan
sampah juga didapat responden dari televisi dan brosur yang dibagikan oleh
Pemerintah Daerah serta instansi / lembaga lain seperti Tim Penggerak PKK Kota
Solok dan HKTI.
4.2.4. Peran Tokoh Masyarakat
Peran tokoh masyarakat diukur berdasarkan peran mereka dalam memberikan
informasi, motivasi dan berpartisipasi dalam kegiatan pengelolaan sampah dengan
prinsip 3R. Berdasarkan hasil survey sebanyak 67% responden setuju bahwa tokoh
masyarakat ikut memberikan informasi tentang pengelolaan sampah dengan prinsip
3R, sedangkan 44% responden mengatakan bahwa tokoh masyarakat selain
memberikan informasi juga memberikan motivasi kepada masyarakat untuk
melakukan pengelolaan sampah dengan prinsip 3R.
Informasi mengenai prinsip 3R dalam pengelolaan sampah disampaikan oleh
tokoh masyarakat melalui pertemuan-pertemuan informal. Dalam budaya suku
minangkabau di Sumatera Barat, ninik mamak, bundo kanduang, cadiak pandai dan
alim ulama mempunyai kewajiban untuk memberikan arahan dan bimbingan kepada
anak kemenakan mereka. Sejak diberlakukannya Peraturan Daerah No. 9 tahun 1999
tentang Pemerintahan Nagari, maka selain berperan dalam kegiatan adat istiadat,
peran tokoh masyarakat ini juga lebih dikuatkan dan dilibatkan dalam kegiatan
kemasyarakatan dan pemerintahan. Kondisi ini dimanfaatkan oleh pemerintah untuk
mendukung kegiatan pembangunan di Kota Solok.
Disamping itu, untuk memberikan motivasi kepada masyarakat, tokoh
masyarakat juga ikut mempraktekkan dan berpartisipasi dalam hal tersebut. Apabila
tokoh masyarakat telah menerapkan prinsip 3R dalam pengelolaan sampah mereka,
maka hal ini mpraakan mendorong masyarakat untuk turut mempraktekkannya dalm
kehidupan sehari-hari. Hal ini diakui oleh sebagian masyarakat, dimana sebanyak
43,2% masyarakat bersedia untuk menerapkan prinsip 3R dalam pengelolaan sampah
rumah tangga mereka, 48% mengatakan ragu-ragu dan hanya 8,8% menyatakan tidak
setuju menerapkan prinsip 3R dalam pengelolaan sampah mereka walaupun tokoh
masyarakat juga menerapkan hal yang sama.
4.2.5. Perilaku/Tindakan Masyarakat
Tindakan tentang prinsip 3R diukur berdasarkan kegiatan yang dilakukan oleh
responden berkaitan dengan pengelolaan sampah dengan prinsip 3R. Sebagian besar
responden belum menerapkan prinsip 3R dalam pengelolaan sampah rumah tangga
terutama melakukan pemilahan sampah organik dan anorganik serta melakukan
kegiatan daur ulang. Kegiatan yang berkaitan dengan prinsip 3R yang sudah
dilakukan responden yaitu membawa keranjang/kantong belanja sendiri ketika
berbelanja ke pasar serta menggunakan kembali botol/kaleng untuk keperluan lain.
Seperti telah dibahas sebelumnya, bahwa sikap masyarakat tentang membawa
keranjang belanja sendiri ketika berbelanja ke pasar dapat mengurangi jumlah
produksi sampah. Sikap yang baik tersebut sudah diikuti dengan tindakan yang nyata.
Berdasarkan hasil wawancara dengan masyarakat diketahui bahwa sebagian besar
dari mereka (63%) telah melakukan hal tersebut dalam kehidupan sehari-hari. Begitu
juga halnya dalam memanfaatkan barang-barang yang bisa dimanfaatkan kembali
untuk keperluan lain. Sebanyak 44,3% masyarakat telah memanfaatkan botol/kaleng
dan ban bekas sebagai wadah/tempat dengan manfaat lain seperti dijdikan tempat/pot
bunga.
Agar pelaksanaan prinsip 3R dapat terlaksana dengan baik perlu didahului
dengan kegiatan pemilahan. Thcobanoglous, et al,. (1993) mengatakan bahwa proses
pemilahan sampah sebenarnya merupakan cara yang efektif untuk membantu
meningkatkan kinerja fasilititas dalam suatu pengelolaan sampah. Sampah yang
dibuang secara terpisah akan memudahkan masyarakat untuk melakukan kegiatan
daur ulang atupun pemanfaatan ulang sampah. Selain itu juga akan memudahkan
pemulung untuk mencari barang yang masih bisa dijual.
Memisahkan sampah organik dan anorganik saat membuang sampah telah
dilakukan oleh sebagian masyarakat. Walaupun sikap masyarakat terhadap hal ini
cukup baik, namun baru 22,6% responden yang telah melakukan pemisahan sampah
organik dan anorganik dalam pengelolaan sampah rumah tangga mereka. Kondisi ini
terjadi karena masyarakat merasa keberatan jika harus menyediakan tempat sampah
lebih dari satu di rumahnya. Selain itu, sibuk dengan urusan rumah tangga dan
ketidakpraktisan juga menjadi alasan keberatan masyarakat untuk melakukan
pemilahan sampah, sehingga mereka membuang sampah organik dan aorganik secara
bersama-sama untuk selanjutnya diangkut oleh petugas kebersihan.
Masih sedikitnya masyarakat yang melakukan pemilahan sampah tentunya
akan menghambat program pengomposan sampah organik pemerintah di Kelurahan
IX Korong. Oleh karena itu perlu usaha yang lebih keras dari pemerintah daerah
untuk terus mendorong masyarakat melakukan kegiatan pemilahan sampah dengan
memanfatkan semua sumberdaya yang ada dan mengajak pihak/lembaga lain yang
konsen terhadap masalah sampah dan pemberdayaan masyarakat.
Kegiatan pengomposan sampah organik di rumah tangga juga masih jarang
dilakukan oleh masyarakat. Hanya sebanyak 1 orang (1,26%) responden yang rutin
melakukan kegiatan pengomposan sampah organik di rumahnya, 17,72%
pernah/jarang melakukan pengomposan, dan sisanya tidak pernah melakukan
kegiatan pengomposan sampah organik. Hal ini disebabkan oleh pengetahuan
responden tentang tata cara pengomposan juga masih rendah, dimana hanya 35%
responden yang mengtahui tentang tata cara pengomposan sampah organik.
4.2.6. Pengaruh Simultan Faktor Pengetahuan, Sikap, Komunikasi dan Peran
Tokoh Masyarakat terhadap Perilaku Masyarakat dalam Pengelolaan
sampah dengan Prinsip 3R
Hasil perhitungan path analisis (analisis jalur) variabel pengetahuan (X1), sikap
(X2), komunikasi (X3) dan peran tokoh masyarakat (X4) terhadap perilaku masyarakat
dalam pengelolaan sampah dengan prinsip 3R (Y) serta pengaruh faktor lain yang
tidak diteliti (ε) dapat dilihat pada Gambar 4.6.
X1 ε
r = 0.611
Pyx1 = 0.1754
P = 0.2452
r = 0.528 X2 Pyx2 = 0.1341
r = 0.368
r = 0.555
Y
R2 = 0.7548
r = 0.328 X3 Pyx3 = 0.3444
r = 0.552
Pyx4 = 0.1009
X4
Gambar 4.6 Analisis hubungan kausal antar variabel X dan Y serta faktor lain
yang tidak diteliti (ε).
Keterangan :
X1 = Pengetahuan
X2 = Sikap
X3 = Komunikasi
X4 = Peran Tokoh Masyarakat
Y = Perilaku masyarakat dalam pengelolaan sampah dengan prinsip 3R
Ɛ = Faktor lain yang tidak diteliti
Berdasarkan hasil analisis pada Gambar 4.6 di atas dapat pula ditentukan
kontribusi masing-masing variabel X terhadap Y dengan rumus :
Pengaruh langsung X1 terhadap Y = PYXI . PYXI
Pengaruh tidak langsung variabel X1 terhadap Y melalui X2 = PYXI . rX2XI . PYX2
Pengaruh tidak langsung variabel X1 terhadap Y melalui X3 = PYXI . rX3XI . PYX3
Pengaruh tidak langsung variabel X1 terhadap Y melalui X4 = PYXI . rX4XI . PYX4
Pengaruh total X1 terhadap Y = pengaruh langsung + tidak langsung
Rumus yang sama juga diberlakukan terhadap variabel X2, X3 dan X4 untuk
mengetahui pengaruh langsung dan pengaruh tidak langsung dari masing-masing
variabel tersebut sehingga didapatkan hasil sebagaimana disajikan pada Tabel 4.4
Tabel 4.4 Kontribusi variabel X1, X2, X3 dan X4 terhadap Y
Variabel Bebas Koefisien Determinasi Faktor Luar (Ɛ)
(R2)
Pengetahuan (X1)
75,48% 24,52% Sikap (X2)
Komunikasi (X3)
Peran Tokoh Masyarakat (X4)
Sumber : Hasil Pengolahan Data
Dari Tabel 4.4 dapat dilihat bahwa pengaruh bersama pengetahuan (X1), sikap
(X2), komunikasi (X3) dan peran tokoh masyarakat (X4) terhadap perilaku masyarakat
dalam pengelolaan sampah dengan prinsip 3R (Y) adalah sebesar 75,48%, sedangkan
pengaruh faktor lain yang tidak diteliti adalah sebesar 24,52%. Adapun
faktor/variabel lain yang ikut mempengaruhi perilaku masyarakat dalam pengelolaan
sampah dengan prinsip 3R adalah faktor karakterisitik orang yang bersangkutan yang
bersifat bawaan (misalnya tingkat kecerdasan, tingkat emosional, jenis kelamin) dan
faktor lingkungan (ekonomi, politik) (Notoatmojdo, 2007).
Setelah diketahui besarnya pengaruh variabel bebas mempengaruhi variabel
terikat secara simultan seperti pada Tabel 4.4, selanjutnya dilakukan uji kecocokan
model secara simultan (bersama-sama), dengan menguji hipotesis terhadap pasangan
hipotesis nol dan alternatifnya (uji F). Adapun hipotesis yang dirumuskan sebagai
berikut :
H0 yx Perilaku masyarakat dalam pengelolaan sampah dengan prinsip 3R
tidak dipengaruhi oleh pengetahuan, sikap, komunikasi dan peran
tokoh masyarakat.
H1 yx Perilaku masyarakat dalam pengelolaan sampah dengan prinsip 3R
dipengaruhi oleh pengetahuan, sikap, komunikasi dan peran tokoh
masyarakat.
Kriteria Uji : Tolak H0 jika Fhitung tabel
Berdasarkan uji simultan (keseluruhan) terhadap variabel X mengikuti
distribusi F-Snodecor dengan α = 5 %, dengan formulasi sebagai berikut :
n
i
YXYXi
n
i
YXYXi
rPk
rPkn
F
1
1
1
1
1
)1(
dimana :
n = Jumlah responden
k = Jumlah variabel bebas
maka,
7548,014
7548,0)1479(
xF = 56,95 sedangkan F-tabel = 2,338
Dari hasil tersebut diketahui bahwa F-hitung > F-tabel (56,95 > 2,338) sehingga
sesuai dengan kriteria uji simultan, maka H0 ditolak, artinya variabel bebas secara
bersama-sama mempengaruhi perilaku masyarakat dalam pengelolaan sampah
dengan prinsip 3R. Selanjutnya total pengaruh langsung dan tidak langsung variabel
X1, X2, X3 dan X4 dan variabel lain terhadap variabel Y serta persentasenya dapat
dilihat pada Tabel 4.5 berikut :
Tabel 4.5. Pengaruh langsung dan tidak langsung variabel bebas terhadap variabel
terikat
Variabe
l
Bebas
Koefisien
Jalur
Pengaruh
Langsung
Pengaruh tidak langsung (melalui)
% Total
(%)
X1 X2 X3 X4
X1 0,258 6,68 - 3,20 6,00 1,66 17,54
X2 0,203 4,11 3,20 - 4,94 1,16 13,41
X3 0,439 19,28 6,00 4,94 - 4,22 34,44
X4 0,174 3,04 1,66 1,16 4,22 - 10,09
Total Pengaruh 75,48
Sumber : Hasil Pengolahan Data
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa keempat variabel bebas penelitian
saling mendukung dan memberikan pengaruh terhadap perilaku masyarakat dalam
pengelolaan sampah dengan prinsip 3R. Hasil perhitungan menunjukkan bahwa
variabel yang memberikan kontribusi terbesar terhadap perilaku masyarakat dalam
pengelolaan sampah dengan prinsip 3R adalah variabel komunikasi yaitu sebesar
34,44%. Secara langsung variabel ini berpengaruh sebesar 19,28% dan berpengaruh
tidak langsung melalui vaiabel pengetahun (X1), variabel sikap (X2), dan variabel
peran tokoh masyarakat (X4) sebesar 15,16%.
Faktor komunikasi merupakan bagian penting dalam proses perubahan
perilaku seseorang. Dengan komunikasi seseorang dapat menyampaikan informasi,
ide ataupun pemikiran, pengetahuan, konsep dan lain-lain kepada orang lain secara
timbal balik. Komunikasi dapat menyadarkan masyarakat apabila disampaikan secara
jelas, tepat, adanya komunikator yang handal, media yang tepat, komunikan/sasaran
yang tepat dan mendapat respon yang positif dari masyarakat.
Seseorang komunikator yang handal mempunyai kemampuan untuk
melakukan perubahan pengetahuan, sikap, dan perilaku apabila di dalam dirinya
terdapat faktor-faktor kredibilitas dan attractiveness. Rogers (1983) mengatakan
kredibilitas adalah tingkat di mana komunikator dipersepsi sebagai suatu kepercayaan
dan kemampuan oleh penerima. Hovland (dalam Krech, 1982) dalam penelitiannya
mengatakan bahwa pesan yang disampaikan oleh komunikator yang tingkat
kredibilitasnya tinggi akan lebih benyak memberi pengaruh kepada perubahan sikap
dalam penerimaan pesan daripada jika disampaikan oleh komunikator yang tingkat
kredibilitasnya rendah. Rakhmat (1989) mengatakan dalam berkomunikasi yang
berpengaruh terhadap komunikan bukan hanya apa yang disampaikan, tetapi juga
keadaan komunikator secara keseluruhan. Jadi ketika suatu pesan disampaikan,
komunikan tidak hanya mendengarkan apa yang dikatakan tetapi ia juga
memperhatikan siapa yang mengatakan.
Berkaitan dengan siapa yang mengatakan, komunikan akan lebih mudah
menerima informasi yang disampaikan apabila komunikator adalah orang yang
dipercayai, misalnya tokoh masyarakat. Di Sumatera Barat, tokoh masyarakat
mempunyai peranan yang cukup penting kehidupan sosial mayarakat. Tokoh
masyarakat di Sumatera Barat terdiri dari tokoh adat (ninik mamak), tokoh agama
(Alim Ulama) dan ilmuwan Cadiak Pandai. Ketiga tokoh ini dikenal dengan istilah
“Tungku Tigo Sajarangan, Tali Tigo Sapilin“ . Disamping itu juga terdapat tokoh
perempuan yang dikenal dengan istilah Bundo Kanduang. Ninik mamak adalah
penghulu adat di dalam kaumnya atau seorang laki-laki dari suatu kaum telah
dituakan dan jadi “tampek baiyo dan bamolah” (bermusyawarah). Alim ulama adalah
orang yang memiliki ilmu agama yang akan membimbing masyarakat mengenai
agama. Cadiak pandai adalah orang yang memiliki ilmu pengetahuan dan dapat
menyelesaikan masalah dengan cerdik serta menguasai undang-undang, sehingga
sebagai tempat bertanya bagi masyarakat dan pendamping bagi Niniak mamak dan
Alim ulama.
Tokoh masyarakat tersebut mempunyai peran untuk memberikan bimbingan,
arahan dan pengawasan kepada anggota masyarakat (anak kemenakan) mereka. Hal
ini sesuai dengan pepatah minangkabau yang berbunyi :
Kusuik akan manyalasaikan
Karuah akan manjaniahkan
Mambalah taampuluo
Manimbang samo barek
Bakato bana bajalan luruih
Biang nan akan manabuakkan
Gantiang akan mamutuihkan
Kato putuih hokum bajalan
Kaluak paku kacang balimbiang
Tampuruang lenggang lenggokkan
Anak dipangku kamanakan dibimbiang
Urang kampuang dipatenggangkan
Dari pepatah diatas dapat disimpulkan bahwa keberadaan tokoh masyarakat di
Sumatera Barat sangat berpengaruh dalam kehidupan sosial dan pelaksanaan kontrol
sosial di masyarakat. Tidak salah kalau ketimpangan dan langkah sumbang anak
kemenakan dialamatkan pada “ketidakawasan” (awareless)ninik mamak.
Ninik Mamak adalah salah satu unsur tepenting dalam pengambilan kebijakan
pembangunan masyarakat Minangkabau. Dengan demikian segala perubahan yang
terjadi berada di bawah kendali ninik mamak. Dengan posisi dan perannya yang
sangat strategis ini ninik mamak bisa menjadi pilar yang kokoh dalam membangun
masyarakat Minangkabau termasuk menyampaikan informasi yang mendukung
kegiatan pembangunan.
Dari uraian diatas terlihat bahwa tokoh masyarakat di masyarakat mempunyai
peran penting dalam mensukseskan pembangunan. Salah satu peran yang dimainkan
oleh tokoh masyarakat di sumatera barat adalah berperan sebagai komunikator dalam
menyampaikan program pembangunan dan informasi/ide baru termasuk informasi
tentang pengelolaan sampah dengan prinsip 3R. Dengan kedudukannya sebagai tokoh
masyarakat maka informasi yang disampaikan akan lebih mudah diterima oleh
masyarakat.
Dengan adanya pengetahuan yang baik tentang prinsip 3R dalam pengelolaan
sampah ditambah dengan dorongan dari tokoh masyarakat maka akan mendorong
masyarakat untuk bersikap lebih baik terhadap pengelolaan sampah dengan prinsip
3R. Sikap yang baik dari masyarakat dan adanya kontrol serta pengawasan dari tokoh
masyarakat akan mendorong masyarakat untuk menerapkan prinsip 3R dalam
pengelolaan sampah rumah tangga mereka. Selain itu adanya tokoh masyarakat yang
berpartisipasi dan menerapkan prinsip 3R dalam pengelolaan sampah akan
memberikan motivasi tersendiri bagi masyarakat untuk ikut menerapkan prinsip 3R
dalam pengelolaan sampah mereka.
4.2.7. Pengaruh Parsial Pengetahuan terhadap Perilaku Masyarakat dalam
Pengelolaan Sampah dengan Prinsip 3R
Untuk mengetahui pengaruh parsial variabel pengetahuan terhadap perilaku
masyarakat dalam pengelolaan sampah dengan prinsip 3R, dilakukan uji parsial
(individu) terhadap variabel pengetahuan (X1) dengan membandingkan nilai t-hitung
terhadap t-tabel sebagaimana ditampilkan pada Tabel 4.6 berikut.
Tabel 4.6 Pengujian Parsial Variabel Pengetahuan terhadap Perilaku Masyarakat
dalam Penglolaan Sampah dengan Prinsip 3R
Variabel t hitung t tabel Hasil Kesimpulan
Pengetahuan 3,383 1,99 t hitung > t tabel
Pengetahuan masyarakat
berpengaruh signifikan terhadap
perilaku masyarakat dalam
pengelolaan sampah dengan prinsip
3R
Sumber : Hasil Pengolahan Data
Berdasarkan hasil perhitungan analisis jalur pada Tabel 4.6, diketahui bahwa
pengaruh pengetahuan terhadap perilaku massyarakat dalam pengelolaan sampah
dengan prinsip 3R adalah sebesar 17,54 %. Pengaruh tersebut meliputi pengaruh
langsung sebesar 6,68 % dan pengaruh tidak langsung bersama-sama dengan variabel
sikap (X2), variabel komunikasi (X3), dan variabel peran tokoh masyarakat (X4)
sebesar 10,86%.
Tabel 4.7 Pengaruh Parsial Variabel Pengetahuan terhadap Perilaku Masyarakat
dalam Pengelolaan Sampah dengan Prinsip 3R
Pengaruh langsung dan tidak langsung
variabel X1 terhadap Y Kontribusi Persentase
Langsung PYXI . PYXI 0,0668 6,68 %
Melalui X2 PYXI . rX2XI . PYX2 0,0320 3,20 %
Melalui X3 PYXI . rX3XI . PYX3 0,0600 6,00 %
Melalui X4 PYXI.rX4XI .PYX4 0,0167 1,67 %
Total Pengaruh 0,1754 17,54 %
Sumber : Hasil Pengolahan Data
Dari Tabel 4.7 dapat dilihat bahwa pengetahuan merupakan variabel yang
berpengaruh terhadap perilaku masyarakat dalam pengelolaan sampah dengan prinsip
3R. Pengaruh tidak langsung variabel pengetahuan terhadap perilaku masyarakat
dalam pengelolaan sampah dengan prinsip 3R terdiri dari 3,20 % melalui variabel
sikap (X2), 6,00 % melalui variabel komunikasi (X3) dan 1,67 % melalui variabel
peran tokoh masyarakat (X4). Hubungan korelasi yang positif mengindikasikan
bahwa jika terjadi peningkatan pengetahuan masyarakat tentang pengelolaan sampah
dengan prinsip 3R, maka akan berpengaruh terhadap perilaku masyarakat dalam
pengelolaan sampah dengan prinsip 3R. Hasil yang sama juga ditemukan dari
penelitian yang dilakukan oleh Husodo (2004) tentang Partisipasi Petani dalam
Kegiatan Eks DAFEP (Decentraized Agriculture and Forestry Extention
Project/Proyek Desentralisasi Penyuluhan Pertanian dan Kehutanan) di Kabupaten
Bantul, bahwa pengetahuan petani berpengaruh terhadap perilaku partisipasi petani.
Rohadi (2009) dalam penelitiannya tentang perilaku preventif terhadap penyakit
Demam Berdarah Dengue (DBD) di Pangkalan Bun juga mendapatkan bahwa ada
hubungan yang kuat (r=0,772) antara pengetahuan dengan perilaku preventif
masyarakat terhadap pennyakit DBD. Hal ini sesuai dengan pendapat Notoatmodjo
(2007), bahwa pengetahuan memegang peranan penting dalam pembentukan tindakan
seseorang. Faktor pengetahuan dapat berpengaruh sebagai motivasi awal seseorang
dalam berperilaku/bertindak.
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa tingkat pengetahuan masyarakat
tentang pengelolaan sampah dengan prinsip 3R sebagian besar (65%) termasuk pada
kategori baik. Keadaan ini dapat dikaitkan dengan tingkat pendidikan responden yang
sebagian besar berpendidikan menengah (SMP/SMA). Hal ini sejalan dengan
pendapat Harihanto (2004), bahwa tingkat pendidikan memberikan pengaruh
langsung paling kuat terhadap perilaku masyarakat. Semakin tinggi jenjang
pendidikannya, semakin luas pengetahuan dan kesadarannya terhadap lingkungan.
4.2.8. Pengaruh Parsial Sikap terhadap Perilaku Masyarakat dalam
Pengelolaan Sampah dengan Prinsip 3R
Untuk mengetahui pengaruh parsial variabel sikap terhadap perilaku
masyarakat dalam pengelolaan sampah dengan prinsip 3R, dilakukan uji parsial
(individu) terhadap variabel sikap (X2) dengan membandingkan nilai t-hitung terhadap
t-tabel sebagaimana ditampilkan pada Tabel 4.8.
Tabel 4.8. Pengujian parsial Variabel Sikap terhadap Perilaku Masyarakat dalam
Pengelolaan Sampah dengan Prinsip 3R
Variabel t hitung t tabel Hasil Kesimpulan
Sikap 2,615 1,99 t hitung > t tabel
Sikap masyarakat berpengaruh
signifikan terhadap perilaku
masyarakat dalam pengelolaan
sampah dengan prinsip 3R
Sumber : Hasil Pengolahan Data
Pengaruh sikap terhadap perilaku masyarakat dalam pengelolaan sampah
dengan prinsip 3R berdasarkan hasil perhitungan analisis jalur dalam penelitian ini
adalah sebesar 13,41 %. Pengaruh tersebut meliputi pengaruh langsung sebesar
4,11% dan pengaruh tidak langsung sebesar 9,30 % sebagaimana dapat dilihat pada
Tabel 4.9.
Tabel 4.9. Pengaruh parsial variabel Sikap terhadap Perilaku Masyarakat dalam
Pengelolaan Sampah dengan Prinsip 3R
Pengaruh langsung dan tidak langsung
variabel X2 terhadap Y Kontribusi Persentase
Langsung PYXI . PYXI 0,0411 4,11 %
Melalui X1 PYXI . rX2XI . PYX2 0,0320 3,20 %
Melalui X3 PYXI . rX3XI . PYX3 0,0494 4,94 %
Melalui X4 PYXI.rX4XI .PYX4 0,0116 1,16 %
Total Pengaruh 0,1341 13,41 %
Sumber : Hasil Pengolahan Data
Dari Tabel 4.9 dapat dilihat bahwa sikap berpengaruh terhadap perilaku
masyarakat dalam pengelolaan sampah dengan prinsip 3R. Pengaruh tidak langsung
variabel sikap terhadap perilaku masyarakat dalam pengelolaan sampah dengan
prinsip 3R terdiri dari 3,21 % melalui variabel pengetahuan (X1), 4,94% melalui
variabel komunikasi (X3) dan 1,16 % melalui variabel peran tokoh masyarakat (X4).
Hasil yang sama ditemukan oleh Rohadi (2009) yang menemukan bahwa ada
hubungan antara sikap dan tindakan preventif masyarakat dalam mengatasi masalah
penyakit DBD di Desa Pasir Panjang Kecamatan Arut Selatan Pangkalan Bun.
Penelitian yang dilakukan oleh Santoso (2008) tentang perilaku masyarakat terhadap
vektor DBD di Propinsi Sumatera Selatan juga menemukan bahwa ada hubungan
yang kuat antara sikap dan perilaku masyarakat terhadap pencegahan DBD. Hal ini
didukung oleh pernyataan Walgito (2003) yang menyatakan bahwa sikap yang ada
pada seseorang akan memberikan pengaruh pada perilaku atau perbuatan orang yang
bersangkutan. Dengan mengetahui sikap seseorang, orang dapat menduga respon atau
perilaku orang yang bersangkutan terhadap suatu masalah. Green (1980) dalam
Notoatmojdo (2007) juga menyatakan bahwa sikap, tradisi dan pengetahuan
mempengaruhi tindakan seseorang.
Sikap yang baik akan memunculkan perilaku yang baik pula. Hal ini sesuai
dengan pendapat yang dikemukakan oleh Wrightsman dan Deaux (1981) yang
menyatakan bahwa adanya indikasi saling keterkaitan yang kuat antara sikap dan
tindakan/perilaku karena sikap seseorang terhadap sesuatu, biasanya akan ditunjukan
melalui responnya dalam bentuk tindakan. Hal ini didukung oleh teori tindakan
beralasan Ajzen dan Fishbein yang mengatakan bahwa sikap mempengaruhi perilaku
seseorang.
Sikap masyarakat terhadap program pengelolaan sampah dengan prinsip 3R di
Kelurahan IX Korong juga cukup baik. Sebanyak 56% responden memiliki sikap
dalam kategori sedang sampai dengan baik terhadap pengelolaan sampah dengan
prinsip 3R. Sikap masyarakat ini dapat dipengaruhi oleh pengetahuan yang mereka
miliki tentang prinsip 3R dalam pengelolaan sampah. Dimana dalam bahasan
sebelumnya juga diketahui bahwa tingkat pengetahuan sebagian masyarakat (65%)
tentang pengelolaan sampah dengan prinsip 3R juga cukup baik. Di samping itu
informasi yang didapatkan masyarakat, baik dari pemerintah, media masa dan tokoh
masyarakat juga turut mempengaruhi sikap masyarakat. Hal ini sesuai dengan yang
disampaikan oleh Azwar (2009) bahwa diantara berbagai faktor yang mempengaruhi
pembentukan sikap adalah orang lain yang dianggap penting dan media massa.
4.2.9. Pengaruh Parsial Komunikasi terhadap Perilaku Masyarakat dalam
Pengelolaan Sampah dengan Prinsip 3R
Untuk mengetahui pengaruh parsial variabel komunikasi terhadap perilaku
masyarakat dalam pengelolaan sampah dengan prinsip 3R, dilakukan uji parsial
(individu) terhadap variabel komunikasi (X3) dengan membandingkan nilai t-hitung
terhadap t-tabel sebagaimana ditampilkan pada Tabel 4.10
Tabel 4.10. Pengujian Parsial Variabel Komunikasi terhadap Perilaku Masyarakat
dalam Pengelolaan Sampah dengan Prinsip 3R
Variabel t hitung t tabel Hasil Kesimpulan
Komunikasi 5,439 1,99 t hitung > t tabel
Komunikasi berpengaruh signifikan
terhadap perilaku masyarakat
dalam pengelolaan sampah dengan
prinsip 3R
Sumber : Hasil Pengolahan Data
Pengaruh komunikasi terhadap perilaku masyarakat dalam pengelolaan sampah
dengan prinsip 3R berdasarkan hasil perhitungan analisis jalur dalam penelitian ini
adalah sebesar 31,76 %. Pengaruh tersebut meliputi pengaruh langsung sebesar
16,63% dan pengaruh tidak langsung sebesar 15,13% sebagaimana dapat dilihat pada
Tabel 4.11.
Tabel 4.11 Pengaruh Parsial Variabel Komunikasi terhadap Perilaku Masyarakat
dalam Pengelolaan Sampah dengan Prinsip 3R
Pengaruh langsung dan tidak langsung
variabel X1 terhadap Y Kontribusi Persentase
Langsung PYXI . PYXI 0,1928 19,28 %
Melalui X1 PYXI . rX2XI . PYX2 0,0600 6,00 %
Melalui X2 PYXI . rX3XI . PYX3 0.0494 4,94 %
Melalui X4 PYXI.rX4XI .PYX4 0,0422 4,22 %
Total Pengaruh 0,3444 34,44%
Sumber : Hasil Pengolahan Data
Dari Tabel 4.11 dapat dilihat bahwa pengaruh langsung variabel komunikasi
terhadap perilaku masyarakat dalam pengelolaan sampah dengan prinsip 3R adalah
sebesar 19,28%. Sedangkan pengaruh tidak langsung variabel komunikasi terhadap
perilaku masyarakat dalam pengelolaan sampah dengan prinsip 3R terdiri dari 6,00%
melalui variabel pengetahuan (X1), 4,94% melalui variabel sikap (X2) dan 4,22 %
melalui variabel peran tokoh masyarakat (X4).
Data tersebut membuktikan bahwa komunikasi yang telah terjadi selama ini
antara pemerintah dengan masyarakat telah berjalan dengan efektif dan berhasil
mempengaruhi perilaku masyarakat dalam pengelolaan sampah dengan prinsip 3R
kearah yang lebih baik. Hal ini terbukti dari hasil penelitian bahwa sebagian besar
(65%) masyarakat cukup mengerti dan memahami informasi tentang prinsip 3R
dalam pengelolaan sampah yang disampaikan oleh pemerintah. Pemahaman
masyarakat yang cukup baik ini disebabkan karena selain melakukan sosialisasi
melalui pertemuan, pemerintah juga menyebarkan informasi melalui leaflet/brosur
serta melakukan pelatihan/praktek langsung di lapangan. Ini berarti bahwa sosialisasi
kebijakan pengelolaan sampah dengan prinsip 3R yang diselenggarakan oleh
Pemerintah Kota Solok telah berjalan dengan baik. Seperti yang dikemukakan oleh
Steers (1985), bahwa suatu kegiatan sosialisasi akan memberikan hasil yang
maksimal jika ditunjang oleh (1) penggunaan bahasa yang mudah dimengerti dan
dipahami, (2) adanya interaksi antara komunikator dan komunikan, (3) menggunakan
alat bantu, (4) diikuti dengan praktek lapangan.
Di samping itu, penyebaran informasi tentang pengelolaan sampah dengan
prinsip 3R tidak hanya dilakukan Dinas Kebersihan dan Tata Ruang Kota Solok
selaku dinas yang bertanggung jawab dalam masalah persampahan di Kota Solok,
tetapi juga dilakukan oleh lembaga/instansi terkait lainnya seperti Tim Penggerak
PKK, Himpunan Kerukunan Tani Indonesia, Serta Dinas Pertanian Perikanan dan
Kehutanan Kota Solok. Koordinasi antar lembaga ini turut mempercepat penyebaran
informasi tentang pengelolaan sampah dengan prinsip 3R kepada konstituennya
masing-masing.
4.2.10. Pengaruh Parsial Variabel Peran Tokoh Masyarakat terhadap Perilaku
Masyarakat dalam Pengelolaan Sampah dengan Prinsip 3R
Untuk mengetahui pengaruh parsial variabel peran tokoh masyarakat terhadap
perilaku masyarakat dalam pengelolaan sampah dengan prinsip 3R, dilakukan uji
parsial (individu) terhadap variabel peran tokoh masyarakat (X4) dengan
membandingkan nilai t-hitung terhadap t-tabel sebagaimana ditampilkan pada Tabel
4.12.
Tabel 4.12 Pengujian parsial variabel tokoh masyarakat terhadap Perilaku
Masyarakat dalam Pengelolaan Sampah dengan Prinsip 3R
Variabel t hitung t tabel Hasil Kesimpulan
Peran
Tokoh
Masyarakat
2,511 1,99 t hitung > t tabel
Peran tokoh masyarakat
berpengaruh signifikan terhadap
perilaku masyarakat dalam
pengelolaan sampah dengan prinsip
3R
Sumber : Hasil Pengolahan Data
Pengaruh peran tokoh masyarakat terhadap perilaku masyarakat dalam
pengelolaan sampah dengan prinsip 3R berdasarkan hasil perhitungan analisis jalur
dalam penelitian ini adalah sebesar 10,75 %. Pengaruh tersebut meliputi pengaruh
langsung sebesar 3,26 % dan pengaruh tidak langsung sebesar 7,49 % sebagaimana
dapat dilihat pada Tabel 4.13.
Tabel 4.13 Pengaruh Parsial Variabel Peran Tokoh Masyarakat terhadap Perilaku
Masyarakat dalam Pengelolaan Sampah dengan Prinsip 3R
Pengaruh langsung dan tidak langsung
variabel X1 terhadap Y Kontribusi Persentase
Langsung PYXI . PYXI 0,0304 3,04%
Melalui X1 PYXI . rX2XI . PYX2 0,0167 1,67 %
Melalui X2 PYXI . rX3XI . PYX3 0,0116 1,16 %
Melalui X3 PYXI.rX4XI .PYX4 0,0422 4,22 %
Total Pengaruh 0,1009 10,09s %
Sumber : Hasil Pengolahan Data
Berdasarkan Tabel 4.13 diketahui bahwa variabel peran tokoh masyarakat
berpengaruh terhadap perilaku masyarakat dalam pengelolaan sampah dengan prinsip
3R. Pengaruh tidak langsung variabel peran tokoh masyarakat terhadap perilaku
masyarakat dalam pengelolaan sampah dengan prinsip 3R terdiri dari 1,67% melalui
variabel pengetahuan (X1), 1,16% melalui variabel sikap (X2) dan 4,22% melalui
variabel komunikasi (X4).
Hasil yang sama juga didapatkan oleh Subagyo (2004) yang menemukan
bahwa sebagian besar (66,7%) petani memberikan penilaian tinggi terhadap peran
tokoh masyarakat dalam menjalankan tugas dan fungsinya. Hasil penelitian Wardhani
(2004) juga mendapatkan bahwa tokoh masyarakat mempengaruhi partisipasi
masyarakat dalam kegiatan pemilahan sampah rumah tangga di Kampung Banjarsari
Jakarta Selatan.
Penelitian yang dilakukan oleh Husodo (2004) tentang Partisipasi Petani
dalam Kegiatan Eks DAFEP (Decentralized Agriculture and Forestry Extention
Project/Proyek Desentralisasi Penyuluhan Pertanian dan Kehutanan) di Kabupaten
Bantul, juga mendapatkan bahwa pengetahuan petani berpengaruh terhadap perilaku
partisipasi petani.. Petani dengan klasifikasi penilaian tinggi, menyatakan bahwa
tokoh masyarakat telah melaksanakan fungsi partisipasi, memberikan informasi
mengenai Sistem Usaha Pertanian (SUP) padi serta manfaat yang diperoleh dengan
menerapkan komponen SUP padi.
Hal ini didukung oleh pendapat Ajzen dan Fishbein (1980) dalam Azwar
(2009) yang mengatakan bahwa perilaku ditentukan oleh norma subjektif yang
ditentukan oleh pendapat tokoh atau orang yang berpengaruh tentang apakah subyek
itu perlu, harus atau dilarang melakukan perilaku yang diteliti atau seberapa jauh
subyek akan mengikuti pendapat orang tersebut.
Berdasarkan hasil wawancara dengan masyarakat di Kelurahan IX Korong
sebagian besar dari mereka mengatakan bahwa tokoh masyarakat baik tokoh adat
(ninik mamak), tokoh agama dan tokoh perempuan (bundo kanduang), berperan
dalam memberikan informasi dan motivasi dalam menerapkan prinsip 3R dalam
pengelolaan sampah. Beberapa orang tokoh masyarakat juga ikut berpartisipasi dan
mempraktekkan prinsip 3R dalam pengelolaan sampah sehingga memberikan
motivasi kepada masyarakat untuk ikut menerapkan prinsip 3R dalam pengelolaan
sampahnya .
4.2.11. Analisis Biaya dan Manfaat Usaha Pengolahan Sampah Organik di
Kelurahan IX Korong
A. Identifikasi Biaya dan Manfaat Usaha Pengolahan Sampah Organik
Biaya yang dikeluarkan dalam usaha pengolahan sampah organik menjadi
kompos terdiri dari biaya investasi dan biaya operasional. Biaya yang termasuk ke
dalam biaya investasi adalah biaya untuk pembelian seperangkat mesin kompos, bak
fermentasi, hanggar, ayakan, gerobak motor dan gerobak sampah. Selain itu ada juga
pembelian alat-alat perlengkapan pengolahan sampah dan pemasangan instalasi
listrik. Pada kondisi riil, seperangkat mesin kompos merupakan bantuan yang
diberikan oleh Dinas Kebersihan dan Tata Ruang Kota Solok. Akan tetapi pada
perhitungan kelayakan ekonomi usaha pengolahan sampah organik, biaya tersebut
tetap dimasukkan untuk mengetahui kelayakan dari usaha pengolahan sampah
organik yang saat ini dilakukan oleh pengelola.
Perhitungan biaya operasional pada penelitian ini digunakan dengan basis
tahun. Biaya operasional terdiri dari biaya tetap dan biaya variabel. Biaya tetap
merupakan biaya produksi yang diperkirakan relatif tetap dari tahun ke tahun dan
tidak dipengaruhi oleh rencana produksi yaitu biaya. Biaya variabel adalah biaya-
biaya yang dapat mengalami perubahan sesuai dengan rencana produksi. Biaya tetap
pada usaha pengolahan sampah organik yaitu biaya sewa tanah, biaya tenaga kerja
dan biaya pemeliharaan mesin. Biaya sewa tanah sesungguhnya tidak dibayarkan
karena tanah yang digunakan sebagai tempat pengolahan sampah merupakan tanah
milik ketua pengelola yaitu Bapak Jamalus. Akan tetapi, biaya sewa tanah tersebut
harus tetap dimasukkan ke dalam analisis untuk mengetahui biaya yang
sesungguhnya. Tenaga kerja yang digunakan dalam usaha pengolahan sampah
organik di Kelurahan IX Korong sebanyak dua orang. Tenaga kerja tersebut bekerja
selama enam hari seminggu dari pukul 8 pagi sampai pukul 12 siang. Biaya
pemeliharaan mesin, yaitu biaya penggantian oli mesin kompos dan gerobak motor.
Biaya variabel usaha pengolahan kompos di Kelurahan IX adalah sampah
organik, solar untuk untuk menjalankan mesin penggiling sampah, bensin untuk
gerobak motor, EM4 untuk mempercepat proses fermentasi sampah, pupuk kandang
untuk campuran kompos, plastik pembungkus kompos yang telah matang, serta biaya
pemakaian listrik. Akan tetapi, biaya bahan baku sampah organik adalah nol. Hal ini
disebabkan sampah organik tidak dihargai oleh warga sehingga diberikan secara
cuma-cuma kepada tenaga kerja yang bertugas mengambil sampah. Biaya investasi
dan biaya operasional pada analisis usaha pengolahan sampah organik skala kawasan
pemukiman yang dilakukan oleh pengelola di IX Korong secara lengkap dapat dilihat
pada tabel berikut :
Tabel 4.14. Rincian Biaya Investasi dan Biaya Operasional Usaha Pengolahan
Sampah Organik Skala Kawasan di Kelurahan IX Korong
Jenis Investasi Jumlah Harga Satuan
(Rp)
Harga Total
(Rp)
I. Biaya Investasi
a. Mesin kompos 1 6,000,000 6,000,000
b. Bak inkubasi 2 450,000 900,000
c. Hanggar 1 7,500,000 7,500,000
d. Gerobak motor 1 17,000,000 17,000,000
e. Gerobak sampah 1 450,000 450,000
f. Ayakan 1 550,000 550,000
g. Mesin Penjahit Karung 1 600,000 600,000
g. Pemasangan Instalasi Listrik 1 1,800,000 1,800,000
h. Timbangan 1 825,000 825,000
i. Peralatan Pendukung
(parang, garpu, cangkul,
sekop, selang, ember, pompa
air)
1 585,000 585,000
Total 36,210,000
Asumsi yang digunakan dalam perhitungan analisa biaya dan manfaat ini
adalah sebagai berikut :
1. Produksi adalah 36 ton/tahun
2. Lama proyek 5 tahun
3. Jenis produk yang dihasilkan kompos asli (tanpa tambahan hara)
4. Harga jual kompos Rp. 800/kg
5. Lokasi pemasaran Kota Solok dan sekitarnya.
B. Analisis Skenario Pengembangan Usaha Pengolahan Sampah Organik
Skenario I merupakan analisis analisis kelayakan usaha kegiatan
pengomposan sampah organik skala kawasan pemukiman di Kelurahan IX Korong
pada kondisi riil dengan hipotesanya sebagai berikut :
H0 yx Kegiatan pengomposan sampah organik skala kawasan pemukiman
di Kelurahan IX Korong tidak layak secara ekonomi.
H1 yx Kegiatan pengomposan sampah organik skala kawasan pemukiman
di Kelurahan IX Korong layak secara ekonomi.
Kegiatan usaha pengolahan kompos yang terjadi pada saat ini berawal dari
pertengahan tahun 2008 dengan produksi kompos rata-rata per bulan sebanyak 3 ton.
Setelah dilakukan analisa kelayakan usaha pengolahan sampah organik pada
konditersebut diakibatkan nilai investasi riil (skenario I) didapatkan nilai NPV usaha
tersebut adalah negatif 49,568,750. Nilai negatif tersebut diakibatkan nilai investasi
yang besar yaitu Rp. 36,210,000 (Tabel 4.14).
Kriteria kedua yaitu nilai ratio B/C menunjukkan bahwa setiap pengeluaran
sebesar Rp. 1,000,000 akan mendapatkan manfaat yang lebih kecil dari biaya yang
telah dikeluarkan, yaitu sebesar Rp. 720,000. Berdasarkan hasil tersebut dapat
dikatakan bahwa usaha pengolahan sampah organik yang dilakukan oleh pengelola
dikatakan tidak layak karena manfaat yang didapat jauh lebih kecil daripada biaya
yang dikeluarkan. Hasil analisis kelayakan usaha pengolahan sampah organik yang
dilakukan oleh pengelola pada kondisi riil dirangkum pada Tabel 4.15.
Tabel 4.15. Hasil Analisis Kelayakan Usaha Pengolahan sampah pada Skenario I
(Kondisi Riil)
Kriteria Kelayakan Skenario I (Kondisi Riil)
NPV Rp. (49.568.750)*
Ratio B/C 0,72
Payback Periode -
*) negatif
Sumber : data sekunder (diolah)
Berdasarkan kriteria kelayakan usaha diatas, diketahui bahwa kegiatan
pengomposan skala pemukiman di Kelurahan IX Korong tidak layak secara ekonomi,
dengan demikian H0 ditolak. Namun demikian, fakta di lapangan memperlihatkan
bahwa usaha pengolahan sampah organik yang dilakukan oleh pengelola. Ada
beberapa hal yang menyebabkan usaha tersebut tetap dilakukan. Alasan pertama
karena barang-barang investasi yaitu seperangkat mesin kompos, gerobak motor,
hanggar serta bak fermentasi merupakan hibah dari beberapa instansi yaitu Dinas
Kebersihan dan tata Ruang Kota Solok serta Kantor Lingkungan Hidup Kota Solok.
Selain itu seperti yang telah dijelaskan di atas bahwa biaya sewa tanah sebesar Rp.
10,000,000/tahun sesungguhnya tidak dibayarkan karena tanah yang digunakan
sebagai tempat pengolahan sampah merupakan tanah milik ketua pengelola. Biaya
operasional untuk tahun ke-1 juga dibantu oleh Dinas Kebersihan dan tata Ruang
Kota Solok.
Penyebab ketidaklayakan usaha pengolahan sampah pada kondisi riil adalah
sedikitnya keluarga yang memilah sampah sehingga kompos yang dihasilkan pun
masih sedikit. Dari hasil penelitian hanya 22,6% responden yang melakukan
pemilahan sampah. Karenanya harus dilakukan pengembangan usaha pengolahan
sampah dengan meningkatkan jumlah pemilah sampah. Perlu usaha yang lebih aktif
dari pemerintah dan lembaga terkait lainnya untuk meningkatkan kesadaran
masyarakat untuk melakukan pemilahan sampah.
Pada Skenario II, produksi kompos ditingkatkan menjadi dua kali lipat pada
tahun ketiga dengan meningkatkan jumlah pemilah sampah menjadi dua kali lipat
atau sekitar 45,2%. Hasil analisis kelayakan Skenario II ditampilkan pada Tabel 4.16.
Tabel 4.16. Hasil Analisis Kelayakan Skenario II
Kriteria Kelayakan Skenario II
(Peningkatan jumlah pemilah menjadi dua kali lipat
pada tahun ketiga, keempat dan kelima)
NPV Rp. (13.143.600)*
Net B/C 0,97
Payback Periode -
Ket : *) negatif
Sumber : data primer (diolah)
Dengan melakukan Skenario II, usaha pengolahan sampah yang dilakukan
pengelola masih belum mencapai kondisi layak. Hal tersebut terlihat dari NPV yang
masih negatif yaitu sebesar negatif Rp. 13,143,600, Ratio B/C lebih kecil dari satu
yaitu sebesar 0,97 yang artinya setiap penambahan biaya sebesar Rp. 1.000.000 hanya
menghasilkan tambahan penerimaan sebesar Rp. 970,000, akan tetapi usaha
pengolahan sampah organik yang dilakukan oleh pengelola akan semakin baik
apabila pengelola melakukan Skenario II. Meskipun NPV pada Skenario II masih
negatif, tetapi telah terjadi peningkatan penerimaan dari hasil penjualan kompos
sebesar Rp. 35,814,150 yang didapatkan dari selisih antara NPV II dan NPV I.
Penerimaan pengelola pengomposan dapat ditingkatkan lagi dengan
menambah jumlah pemilah sampah hingga mancapai maksimum. Karena itu,
skenario pengembangan usaha pengolahan sampah organik selanjutnya ditargetkan
agar seluruh keluarga yang berada di wilayah penelitian bersedia melakukan
pemilahan sampah.
Pada Skenario III, jumlah pemilah ditingkatkan hingga mencapai maksimum
serta dilakukan perpanjangan umur ekonomis kegiatan/usaha menjadi sepuluh tahun,
tentunya dengan reinvestasi pada tahun keenam. Tabel 4.16 menunjukkan hasil
analisis kelayakan Skenario III.
Tabel 4.16. Hasil Analisis Kelayakan Skenario III
Kriteria Kelayakan Skenario III
(Memperpanjang umur ekonomis menjadi 10 tahun dan
meningkatkan jumlah pemilah menjadi maksimum pada
tahun keenam)
NPV Rp. 54.498.350
Net B/C 1,20
Payback Periode 5 tahun 5 bulan
Sumber : data primer (diolah)
Tabel 4.16 menunjukkan nilai NPV lebih besar dari nol yaitu sebesar Rp.
54.498.350. Ratio B/C skenario III bernilai 1,20 yang artinya setiap penambahan
biaya sebesar Rp. 1.000.000 akan menghasilkan tambahan penerimaan sebesar Rp.
1.200.000. Periode pengembalian biaya-biaya yang dikeluarkan pada Skenario III
kurang dari umur proyek yaitu selama 5 tahun 5 bulan.
Berdasarkan tiga kriteria kalayakan di atas, dapat disimpulkan bahwa dengan
melakukan skenario III, usaha pengolahan sampah organik yang dilakukan oleh
pengelola akan mencapai kondisi layak. Selain itu bila semua warga telah memilah
sampah, akan membantu memperbaiki lingkungan karena tidak tejadi lagi
penumpukan sampah organik yang menjadi sumber penyakit bahkan akan
mneghasilkan manfaat dari pengolahan sampah organik berupa rupiah yang cukup
besar.
Dengan merujuk pada kondisi dari unit-unit dengan nilai NPV dan B/C R
yang relatif lebih baik tersebut, tampak bahwa terdapat kondisi tertentu yang
memungkinkan unit tersebut menghindari kerugian yang berlebihan. Salah satunya
adalah memproduksi kompos secara konsisten dengan kuantitas yang banyak.
Walaupun pada skenario I dan skenario II, kegiatan pengomposan tidak
menghasilkan keuntungan finansial secara langsung terhadap investasi yang telah
ditanamkan, akan tetapi tidak dapat langsung disimpulkan sebaiknya kegiatan
pengomposan dihentikan karena kerugian finansial yang dialami. Hal ini disebabkan
karena di samping manfaat langsung berupa keuntungan ekonomi, sesungguhnya
kegiatan pengomposan sampah organik juga menghasilkan keuntungan/manfaat tidak
langsung.
Manfaat tidak langsung dari kegiatan pengomposan skala kawasan
pemukiman antara adalah nilai kualitas lingkungan yang dihasilkan dengan adanya
usaha tersebut, yaitu lingkungan yang bersih dan nyaman, mengurangi dampak
negatif sampah terhadap lingkungan (pencemaran air, udara dan tanah), mengurangi
tumpukan sampah sebagai sumber penyakit sehingga meningkatkan derajat kesehatan
manusia, serta berkurangnya jumlah timbulan sampah. Poerba (1989) mengatakan
bahwa penerapan pengelolaan sampah skala kawasan dapat mengatasi masalah
lingkungan yang disebabkan sampah kota, mengurangi beban pemerintah daerah
dalam menangani sampah kota dan mengurangi jumlah sampah yang dibuang ke
TPA. Hasil penelitian Seri Rezeki (2003) tentang pengolahan sampah terpadu skala
kawasan di TPS Rawa Kerbau Jakarta Pusat menemukan bahwa dengan usaha
kegiatan pengolahan sampah terpadu skala kawasan dapat mengurangi beban sampah
ke TPA sebanyak 2.716,39 kg/hari atau 87,71%/hari dari total sampah di TPS Rawa
Kerbau.
Dengan berkurangnya jumlah timbulan sampah yang dibuang ke TPA, maka
dapat menghemat kebutuhan lahan untuk penimbunan sampah, menurunkan biaya
transportasi dan penimbunan sampah oleh pemeintah sehingga dapat mengrangi
beban pemerintah daerah dalam pengelolaan sampah rumah tangga. Disamping itu,
dengan adanya kegiatan pengomposan/daur ulang sampah akan membuka lapangan
kerja baru bagi masyarakat sekitar yang ikut dalam kegiatan pengomposan tersebut.
4.2.12. Faktor lain yang mempengaruhi Perilaku Masyarakat dalam Pengelolaan
Sampah dengan Prinsip 3R
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa faktor pengetahuan, sikap,
komunikasi dan peran tokoh masyarakat berpengaruh secara signifikan terhadap
perilaku masyarakat dalam pengelolaan sampah dengan prinsip 3R. Di samping
faktor-faktor tersebut, terdapat beberapa faktor lain yang ikut mempengaruhi perilaku
masyarakat antara lain: peraturan/hukum, motivasi, sarana dan inovasi.
a. Peraturan/hukum
Peraturan perundang-undangan pemerintah baik pusat maupun daerah
barkaitan dengan pengelolaan lingkungan merupakan aspek yang penting dalam
mengarahkan program penanganan sampah. Peraturan tersebut selain bersifat
mengarahkan juga bersifat memaksa masyarakat untuk mematuhinya karena ada
sanksi bagi warga yang tidak mematuhinya. Karena sifat inilah maka hukum dan
peraturan menjadi aspek vital.
Pada saat ini peraturan/hukum berlaku yang berkaitan dengan pengelolaan
sampah di Kota Solok adalah Peraturan Daerah No. 18 Tahun 2001 tentang Retribusi
Sampah dan Keputusan Walikota Solok No. 188.45/48/KPTS/WSL-2002 tentang
Penetapan Lokasi Pelayanan dan Rute Truk Angkutan Sampah dalam Kota Solok.
Sedangkan peraturan yang berkaitan dengan pengelolaan sampah 3R belum ada sama
sekali, walaupun pemerintah daerah Kota Solok sudah menerapkan kebijakan
Pengelolaan Sampah dengan Prinsip 3R sejak tahun 2007.
Soekanto (1993) menjelaskan bahwa perilaku manusia pada umumnya adalah
sesuai dengan hukum, oleh karena manusia mempunyai hasrat yang kuat untuk hidup
teratur dan konsisten. Tanpa adanya aturan yang jelas tentang pelaksanaan
pengelolaan sampah dengan prinsip 3R maka program/kebijakan tentang hal tersebut
tidak dapat berjalan sesuai dengan yang diharapkan. Hal ini karena tidak adanya
acuan yang jelas bagi masyarakat tentang teknis dan mekanisme pelaksanaan prinsip
3R dalam pengelolaan sampah rumah tangga mereka, sehingga pengetahuan, sikap
dan perilaku mereka belum sesuai dengan yang diharapkan.
Dengan adanya peraturan yang jelas, maka masyarakat akan lebih memahami
makna pengelolaan sampah dengan prinsip 3R. Hal ini tentu akan lebih mudah dan
sangat membantu dalam meningkatkan pengetahuan dan sikap masyarakat berkaitan
dengan pengelolaan sampah 3R. Diharapkan dengan adanya pengetahuan dan sikap
yang baik dari masyarakat maka masyarakat akan bersedia untuk terlibat secara
langsung dalam pengelolaan sampah dengan prinsip 3R di Kelurahan IX Korong
khususnya dan di Kota Solok umumnya.
b. Sarana
Keberadaan sarana persampahan memiliki peran penting untuk meningkatkan
pengetahuan, sikap dan tindakan masyarakat dalam melaksanakan pengelolaan
sampah dengan prinsip 3R. Sarana persampahan yang dimiliki oleh Pemerintah
daerah Kota Solok dalam rangka melaksanakan pelayanan persamapahan di Kota
Solok adalah truk sampah sebagai sarana pengumpulan dan pengangkutan, serta
sarana TPS seperti bak semen dan kontainer. Khusus di Kelurahan IX Korong hanya
terdapat 1 (satu) TPS bak semen dan 5 buah tiang utnuk menggantungkan kantong
sampah. Sedangkan tong sampah yang disediakan untuk mendukung kegiatan
pengolahan sampah dengan prinsip 3R yaitu tong sampah yang memisahkan sampah
organik dan anorganik hanya ada 5 (lima) buah. Tong sampah disediakan dalam 2
(dua) warna berbeda, yaitu warna hijau untuk sampah organik dan warna jingga untuk
sampah anorganik.
Minimnya sarana persampahan yang mendukung program pengelolaan
sampah dengan prinsip 3R ini dapat menurunkan minat masyarakat untuk
menerapkannya walaupun mereka memiliki pengetahuan dan sikap yang baik
berkaitan dengan prinsip 3R. Oleh karena itu pemerintah daerah perlu melakukan
penambahan sarana persampahan dan mendorong serta membantu masyarakat untuk
menyediakan sarana persampahan yang berkaitan dengan prinsip 3R dengan
memanfaatkan bahan – bahan diskeitar mereka yang bisa dimanfaatkan, seperti drum
dan kaleng bekas.
c. Motivasi
Menurut Uno (2008), motivasi merupakan dorongan dasar yang
menggerakkan seseorang untuk melakukan suatu perbuatan. Oleh karena itu motivasi
sangat dibutuhkan oleh masyarakat untuk mendorong/menggerakkan mereka untuk
melakukan sesuatu, terutam ide/teknologi baru. Gagalnya suatu ide atau kebijakan
baru dilaksanakan bisa disebabkan karena rendahnya motivasi masyarkat.
Berdasarkan wawancara dengan masyarakat Kelurahan IX Korong pada
dasarnya masyarakat bersedia untuk melakukan pengelolaan sampah dengan prinsip
3R namun mereka belum melakukannya karena mereka berpendapat bahwa
melakukan pemilahan sampah dan pengomposan agak sulit untuk dilakukan. Hal ini
disebabkan karena selama ini masyarakat sudah terbiasa dan dimudahkan dalam
pengelolaan sampah dengan cara konvensional. Setiap pagi mobil pengangkut
sampah selalu mengumpulkan dan mengangkut sampah rumah tangga mereka yang
diletakkan di pinggir jalan di depan rumah.
Disamping itu, tidak adanya kepastian tentang pemasaran produk daur ulang
seperti kompos sampah rumah tangga juga menurunkan minat masyarakat untuk
melakukannya, karena mereka merasa tidak mendapat keuntungan dari apa yang
mereka lakukan.
Motifasi (dorongan) dapat dilakukan dengan menerapkan konsep insentif dan
disinsentif. Insentif dan disinsentif diartikan sebagai pemberian dorongan (motivasi)
yang berupa pemberian reward serta pembetasan dalam bertindak yang dapat berupa
punishment. Insentif dapat diberikan kepada pihak yang melakukan pengurangan dan
pemilahan sampah, sedangkan disinsentif diberikan kepada pihak yang tidak
melakukan pengurangan dan pemilahan sampah. Konsep insentif dan disinsentif yang
dimaksud diharapkan dapat memberikan efek jangka panjang kepada masyarakat
dalam memandang masalah sampah.
d. Inovasi
Inovasi adalah suatu gagasan, tindakan atau barang yang dianggap baru oleh
seseorang (Rogers dan Shoemaker, 1987). Kebaruan inovasi diukur secara subyektif,
yaitu menurut pandangan individu yang yang menangkapnya. Jika suatu ide
dianggap baru oleh seseorang maka dapat disebut sebagai inovasi (bagi orang
tersebut). Maka baru dalam ide yang inovatif tidak berarti harus baru sama sekali.
Setiap ide/gagasan pernah menjadi inovasi. Setiap inovasi pasti berubah seiring
dengan berlalunya waktu.
Agar suatu inovasi dapat lebih mudah dan cepat diterima oleh masyarakat
menurut Rogers dan Shoemaker (1987) adalah inovasi tersebut harus memiliki lima
sifat. Kelima sifat tersebut adalah :
1. Keuntungan relatif, yaitu tingkatan dimana suatu ide baru dianggap suatu yang
lebih baik daripada ide-ide yang sebelumnya.
2. Kompatibilitas, yaitu sejauh mana suatu inovasi dianggap konsisten dengan nilai-
nilai yang ada pengalaman masa lalu dan kebutuhan penerima.
3. Kompleksitas (kerumitan inovasi), yaitu tingkat dimana suatu inovasi dianggap
relatif sulit untuk dimengerti dan digunakan.
4. Triabilitas, yaitu suatu tingkat dimana suatu inovasi dapat dicoba dengan skala
kecil.
5. Observabilitas, yaitu suati tingkat dimana hasil-hasil suatu inovasi dapat dilihat
dan dikomunikasikan kepada orang lain.
Oleh karena itu pada penyampaiannya, pemerintah daerah harus dapat
mengemas inovasi mengenai prinsip 3R ini secara sebih sederhana dengan
menyesuaikan kelima sifat di atas, sehingga mudah diterima oleh masyarakat. Seperti
yang diutarakan oleh Nurhaida, dkk. (2001) bahwa sifat materi pesan sangat
mempengaruhi peningkatan pengetahuan, sedangkan pengetahuan itu sendiri
merupakan salah satu unsur pembentuk persepsi seseorang.
Pada dasarnya, prinsip 3R ini merupakan suatu hal yang sehari-hari telah
dilakukan oleh masyarakat. Berdasarkan hasil survey dan wawancara dengan
masyarakat dan beberapa tokoh masyarakat, diketahui bahwa sebagian masyarakat
telah terbiasa membawa keranjang belanja ketika berbelanja ke pasar, menggunakan
kembali barang-barang yang masih dapat dimanfaatkan, baik itu berupa kaleng dan
botol bekas maupun barang-barang lainnya.
Dengan demikian pemerintah daerah harus lebih jeli dan memperhatikan
kebiasaan masyarakat dalam memanfaatkan sampahnya sehari-hari. Hal ini sesuai
dengan tugas pemerintah daerah yang telah diatur dalam Undang-undang nomor 18
tahun 2008 yaitu memfasilitasi penerapan teknologi spesifik lokal berkembang pada
massyarakat setempat untuk mengurangi dan menangani sampah.
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
5.1. Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan
sebagai berikut :
1. Perilaku masyarakat dalam pengelolaan sampah dengan prinsip 3R sebagian
besar (98,8%) berada pada kategori sedang – kurang. Faktor pengetahuan, sikap,
komunikasi dan peran tokoh masyarakat berpengaruh secara signifikan terhadap
perilaku masyarakat dalam pengelolaan sampah.
2. Usaha pengolahan sampah organik skala kawasan pemukiman yang ada pada saat
ini tidak layak secara ekonomi karena hanya sebagian kecil dari masyarakat yang
melakukan pemilahan sampah, namun usaha pengolahan sampah masih tetap
berjalan karena biaya investasi merupakan hibah/bantuan dari Pemerintah Kota
Solok Disamping itu kegiatan pengomposan skala pemukiman juga
menghasilkan manfaat lain yang sifatnya tidak langsung seperti manfaat
kebersihan dan kesehatan lingkungan serta penghematan biaya pengangkutan
sampah ke TPA.
5.2. Saran
1. Komunikasi merupakan faktor yang sangat penting dalam mempengaruhi
perilaku masyarakat berkaitan dengan pengelolaan sampah dengan prinsip 3R,
maka disarankan untuk lebih mengoptimalkan komunikasi antara pemerintah dan
masyarakat dengan memaksimalkan pemanfaatan sarana dan media komunikasi
yang ada di Kota Solok serta melibatkan tokoh masyarakat dan lembaga/instansi
terkait.
2. Pemerintah wajib mendorong, mendukung dan menfasilitasi segala kegiatan yang
berkaitan dengan prinsip 3R dalam pengelolaan sampah dengan menerbitkan
peraturan, menyediakan sarana dan prasarana, insentif, permodalan dan jaminan
pasar bagi produk daur ulang.
3. Pemerintah perlu melakukan pendampingan secara rutin dan berkala kepada
masyarakat untuk meningkatkan minat dan motivasi masyarakat dalam
menerapkan prinsip 3R dalam pengelolaan sampah rumah tangga dengan
bekerjasama dengan lembaga swadaya masyarakat atau lembaga lain yang
konsen terhadap permasalahan persampahan dan pemberdayaan masyarakat.
4. Sebaiknya dilakukan penelitian lebih lanjut perihal komponen eksternalitas dari
kegiatan pengomposan, baik dari segi manfaat maupun biaya yang mungkin
ditimbulkan.
5. Dengan tujuan memperoleh manfaat tidak langsung, sebaiknya unit-unit
pengomposan baru dibuka, terlepas dari merugi atau tidaknya unit tersebut kelak.
Orientasi kegiatan pengomposan tidak lagi menjadi suatu unit bisnis, tetapi lebih
tepat sebagai suatu bentuk kegiatan pelayanan masyarakat dalam bidang
persampahan.
DAFTAR PUSTAKA
Asrul. 2003. Peran Serta Tokoh Agama Islam dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup
di Kot Medan (Studi terhadap Tokoh Agama Islam Menurut Data
Departemen Agama Kota Medan). Tesis Program Pasca sarjana Universitas
Sumatera Utara. Medan
Azwar, Saifuddin. 2009. Sikap Manusia Teori dan Pengukurannya. Pustaka Pelajar.
Yogyakarta
Creswell. J. W. 2003. Research Design Qualitative and Quantitative Approaches
alih bahasa Angkatan III dan IV KIK-UI. Penerbit KIK Press. Jakarta.
Damanhuri, E dan Padmi. T. 2006. Pengelolaan Sampah. Diktat Kuliah Dep.
Teknik Lingkungan ITB. Bandung.
Darmasetiawan, Martin. 2004. Panduan Praktis Penerapan Eknomi Lingkungan.
Ekamitra Engineering. Jakarta
Dinas Pekerjaan Umum (DPU) Direktorat Jenderal Cipta Karya Direktorat
Pengembangan Penyehatan Lingkungan Pemukiman. 2007. Pedoman
Umum 3 R Berbasis Masyarakat di Kawasan Pemukiman. Jakarta.
Dinas Kebersihan, Lingkungan Hidup dan Tata Ruang Kota. 2007. Laporan
Penelitian Penentuan Timbulan, Komposisi dan Karakterisitik Sampah Kota
Solok. Solok
Djuarni dkk. 2005. Cara Cepat Membuat Kompos. PT. Agromedia Pustaka Jakarta.
Dunn, W. 2000. Pengantar Analisis Kebijakan Publik, Terjemahan Samodra
Wibawa, dkk. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.
Edward III, G.C. 1980. Implementing Public Policy. Washinthon DC : Congressional
Quartely Press.
Hanafi, Abdullah. 1987. Memasyarakatkan Ide-Ide Baru. Usaha Nasional.Surabaya
Handayani, R. D. 2008. Pengelolaan Sampah Rumah Tangga Perkotaan Berbasis
Masyarakat Di Banjarsari Jakarta Selatan. Tesis ITB – Bandung.
Harihanto, 2004. Persepsi Masyarakat terhadap Air Sungai. Lingkungan &
Pembangunan 24 (3).
Holil Soelaiman. (1980). Partisipasi Sosial dalam Usaha Kesejahteraan Sosial.
Bandung.
Husodo, Sapto. 2004. Patisipasi Petani dalam Kegiatan Eks DAFEP di Kabupaten
Bantul. Jurnal Ilmu-ilmu Pertanian Vol 2 Nomor 1 Juli 2006.
Irman. 2005. Evaluasi Peran Serta Masyarakat dalam Pelaksanaan Sistem Teknik
Operasional Pengelolaan Sampah di Kota Padang. Tesis Pasca Sarjana
Universitas Diponegoro. Semarang
Isroi. 2006. Pengomposan Lmbah Padat Organik Perkebunan Indonesia. Balai
Penelitian Bioteknologi. Bogor.
Jones, C.O. 1984. Pengantar Kebijakan Publik. Terjemahan Ricky Istamto. Jakarta :
Penerbit CV. Rajawali.
Kadariah. 2001. Evaluasi Proyek: Analisis Ekonomi. Lembaga Penerbit. Universitas
Indonesia. Jakarta.
KNLH. 2007. Status Lingkungan Hidup Indonesia Kementrian Lingkungan Hidup.
Jakarta
Kastaman R. 2004. Pengelolaan Sampah Terpadu Berbasis Masyarakat. Jurusan
Teknologi Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran. Bandung
(Disampaikan pada Harian Umum Pikiran Rakyat, Edisi 13 Mei 2004)
Kastaman A dan Kramadibrata A.M. 2007. Sistem Pengelolaan Reaktor Sampah
Terpadu Silarsitu. Humaniora. Bandung
Kurib, Abas. 2006. Model Pengelolaan Sampah Domestik Permukiman Penduduk di
Pinggir sungai Musi Kota Palembang dengan Pendekatan Reduce, Reuse,
Recycle dan Partisipasi. Tesis Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor.
Bogor.
Lynch SJ. F. Dkk, 1974. Data Gathering By Social Survey, Trial Edition. Institute Of
Philippine Social Science Council Inc. Quezon City.
Mangkoesoebroto, G. 1998. Ekonomi Publik. BPFE. Yogyakarta
Martin A, James. 2006. Analisa Perilaku Masyarakat terhadap Sampah. Tesis Institut
Teknologi Bandung. Bandung.
Mulyana, D. 2007. Ilmu Komunikasi, Suatu Pengantar. Bandung : Penerbit PT.
Remaja Rosdakarya.
Nitikesari P. E. 2005. Analisis Tingkat Partisipasi Masyarakat Dalam Penanganan
Sampah Secara Mandiri Di Kota Denpasar. Tesis Universitas Udayana.
Denpasar.
Noorkamilah. 2005. Pemberdayaan Masyarakat dalam Pengelolaan Sampah Padat
Berbasis Masyarakat (Studi di Kampung Sukunan Kab. Sleman DI. Yogyakarta.
Tesis Program Pasca Sarjana Ilmu Kesejahteraan Sosial Universitas Indonesia.
Jakarta.
Notoatmodjo, S. 2007. Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Jakarta. : Rineka Cipta
O’Leary P.R. and Walsh P.H. 1995. Decision Makers Guide to Solid Waste
Management. Volume II. Office of Solid Waste Municipal & Industrial
Solid Waste Division. US-EPA. Washington DC.
Oswari, Teddy. Doddy AS. Diana Susilowati. 2006. Potensi Nilai Ekonomis
Pengelolaan Sampah Kota Depok. Jurnal Ekonomi dan Bisnis No. 2 Jilid 11
Tahun 2006.
Pahlano. 2005. Sampah, Pengelolaan Gaya Hidup. http://pahlano.multiply.com/review/item/12
Rahardiyan B. dan Murdeani. D. A. 2006. Sikap Masyarakat Terhadap Pemilahan
Sampah Berbasis Pengumpulan Terjadwal. Jurnal Infrastruktur dan
Lingkungan Binaan Vol. II. No. 2 Desember 2006.
Riyanto, Slamet dkk. 2009. Korelasi Antara Pengetahuan dan Sikap Masyarakat
Terhadap Pemilahan Samapah Kering dan Basah di Desa Pendem
Kecamatan junrejo Kota Batu. Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan.
Universitas Muhammadiyah Malang. Malang
Rohadi. 2009. Hubungan Pengetahuan dan Sikap Dengan Tindakan Preventif
Terhadap Demam Berdarah Dengue di Wilayah Rt VIII Desa Pasir
Panjang Kecamatan Arut Selatan Pangkalan Bun. Undergraduate thesis,
Universitas Diponegoro. Semarang
Santoso, Arif Budiyanto. 2008. Hubungan Pengetahuan dan Perilaku (PSP)
Masyarakat terhadap Vektor di Kota Palembang Provinsi Sumatera
Selatan. Jurnal Ekologi Kesehatan Vol 7 No. 2. Agustus 2008
Sari Dewi. Rahmi. 2008. Evaluasi Ekonomi dan Sosial Unit Pengolahan Sampah
(UPS) Kota Depok. Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Sarwono S.W. 1995. Psikologi Lingkungan. Penerbit PT. Gramedia Widiasarana
Indonesia. Jakarta.
Seri Rezeki Kusumastuti, Dian. 2003. Kajian Manfaat dan Biaya Pengolahan
Sampah Terpadu Skala Kawasan (Studi Kasus TPS Rawa Kerbau Jakarta
Pusat). Tesis. Program Studi Ilmu Lingkungan Pasca Sarjana Universitas
Indonesia. Jakarta.
Simon, W.A. 2007. Pemrosesan Sampah di Tempat Pembuangan Akhir (TPA)
Sampah Piyungan Melalui Usaha Daur Ulang dan Pengomposan. Tesis
Institut Teknologi Bandung. Bandung
Singarimbun, M. dan Effendi, S. 1994. Metode Penelitian Survai. Jakarta : Penerbit
LP3ES.
Skripsianti. Arie. 2007. Kajian Implementasi Konsep Inovasi dalam Praktek 3R.
Tesis Magister Studi Pembangunan ITB. Bandung
Soma, Soekmana. 2006. Penanganan Sampah Perkotaan Sentralisasi Versus
Desentralisasi. Seminar Nasional Pembangunan Lingkungan Perkotaan di
Indonesia. Jakarta
Soma, Soekmana. 2010. Pengantar Ilmu Teknik Lingkungan Seri : Pengelolaan
Sampah Perkotaan. IPB Press. Bogor
Steers, R. M. 1985. Efektivitas Organisasi, Terjemahan Magdalena Jamin. Jakarta :
Erlangga.
Subiyanto. 1988. Evaluasi Pendidikan dan Pengetahuan Alam. DEKDIKBUD
Subagyo, Sri Budhi Lestari. 2004. Studi Dampak Pengkajian Sistem Usaha
Pertanian (SUP) Padi di Kabupaten Bantul Daerah Istimewa Yogyakarta.
Balai Pengkajian teknologi Pertanian Yogyakarta
Suryanto. DA, Diana Susilowati. Kajian Potensi Ekonomis Dengan Penerapan 3R
(Reduce, Reuse dan Recycle)Pada Pengelolaan Sampah Rumah Tangga di
Kota Depok. Proceeding, Seminar Nasional PESAT 2005. Universitas
Gunadarma, Jakarta, 23-24 Agustus 2005.
Tandipangan. F.B. 2008. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Peran Masyarakat
Terhadap Efektifitas Pengelolaan Sampah (Penelitian Ksus Di RW 11
Cibangkong Bandung Jawa Barat). Jurnal Komunitas Vol 4. No. 1
Tchobanoglous G, Theisen H, Rolf Eliassen, 1977. Solid Waste : Engineering
principles and management issues. Tokyo. By McGraw-Hill Kogakusha,
LTD
Tchobanoglous G, Theisen H, Vigil S. A., 1993. Integrated Solid Waste
Management Engineering principles and management issues International
Editions. Singapore By McGraw-Hill Inc.
Tim Ad Hoc Nasional. 2006. Rencana Penanggulangan Sampah Metrpolitan
Bandung. Jakarta
Tiwow, Clara et.al., 2003. Pengelolaan Sampah Terpadu sebagai Salah Satu Upaya
Mengatasi Problem Sampah di Perkotaan. Makalah Penganar Falsafah
Sains. Program Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor
Walgito. B. 2003. Psikologi Sosial Suatu Pengantar. Penerbit Andi Offset.
Yogyakarta.
Wardhani, Citra. 2004. Partisipasi Masyarakat Pada Kegiatan Pemilahan Sampah
Rumah Tangga (Studi Kasus di Kampung Banjarsari Kec. Cilandak Barat
Jakarta Selatan). Tesis Program Pasca Sarjana Universitas Indonesia.
Jakarta
Wongso Atmojo, Sunturo. 2007. Mewujudkan Solo Berseri Lewat Kompos. Suara
Merdeka 23 Januari 2007.
Wrightsman, L.S. and Deaux, K. 1981. Social Psychology in The 80s. Monterey :
Brooks Cole Publishing.
Yunizar. 2008. Partisipasi Masyarakat dalam Pelaksanaan Pengelolaan Sampah di
Kota Binjai. Tesis. Universitas Sumatera Utara. Medan
http : //www.walhi.or.id/kampanye/cemar/sampah/peng_sampah_info/ tanggal 28
Maret 2009.
Lampiran 1.
KUESIONER
PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN PRINSIP 3R DI KOTA SOLOK
(Studi tentang Perilaku dan Analisa Biaya dan Manfaat Pengomposan Skala
Kawasan Pemukian di Kelurahan IX Korong)
A. Identitas Responden
1. Nama : …………………………………………..
2. Umur : …………………………………………..
3. Alamat : …………………………………………..
4. Jenis Kelamin : Laki-laki/perempuan*)
5. Status Perkawinan : Kawin/Tidak Kawin/Janda/Duda*)
6. Jumlah Anggota Keluarga : ………….. orang
7. Pekerjaan : ……………………………………
8. Pendapatan : ……………………………………
8. Pendidikan : a. Tidak sekolah
b. SD
c. SMP / sederajat
d. SLTA / sederajat
e. Perguruan Tinggi
9. Lama tinggal di Kelurahan IX Korong :
10. Kemana Bapak/Ibu membuang sampah rumah tangga?
a. Dibuang ke Tempat Pembuangan Sementara (TPS)
b. DIbuang ke tong sampah di depan rumah
c. Dibuang ke sungai
d. Dibuang ke tanah kosong
e. Dibakar
f. Ditimbun dalam tanah
g. Diangkut oleh petugas kebersihan
Nomor Kuisioner :
Tanggal :
B. VARIABEL PENGETAHUAN
1. Menurut Ibu/Bapak, sampah yang tidak dikelola dengan baik dapat
menimbulkan pencemaran lingkungan dan penyakit
A. Ya,...................................................
B. Tidak
2. Menurut Ibu/Bapak, membawa kantong belanja sendiri dari rumah saat
belanja ke pasar dapat membantu mengurangi sampah kantong plastik
A. Ya,...................................................
B. Tidak
3. Menurut Ibu/Bapak, menggunakan kembali kaleng/botol untuk keperluan yang
sama/lain dapat mengurangi jumlah sampah di rumah.
A. Ya,...................................................
B. Tidak
4. Menurut Ibu/Bapak, apakah sampah dapat dimanfaatkan kembali dan
mempunyai nilai ekonomi?
A. Ya,...................................................
B. Tidak
5. Apakah Ibu/Bapak mengetahui apa yang dimaksud sampah organik dan
anorganik? Sebutkan contohnya!
A. Ya
B. Tidak
6. Menurut Ibu/Bapak, apakah sampah organik dan anorganik harus dipilah?
A. Ya,...................
B. Tidak
7. Apakah Ibu/Bapak mengetahui cara melakukan pengomposan di rumah?
A. Ya,...................
B. Tidak
C. VARIBEL SIKAP
1. Pengelolaan sampah merupakan tanggung jawab bersama antara pemerintah,
swasta dan masyarakat.
A. Sangat Setuju
B. Setuju
C. Ragu-ragu
D. Tidak Setuju
E. Sangat Tidak Setuju
2. Membawa keranjang belanja sendiri dapat mengurangi jumlah produksi
sampah
A. Sangat Setuju
B. Setuju
C. Ragu-ragu
D. Tidak Setuju
E. Sangat Tidak Setuju
3. Menggunakan kembali botol/kaleng untuk keperluan lain dapat mengurangi
jumlah produksi sampah
A. Sangat Setuju
B. Setuju
C. Ragu-ragu
D. Tidak Setuju
E. Sangat Tidak Setuju
4. Melakukan pemilahan sampah di rumah tangga dapat mengurangi dampak
negatif sampah dan memudahkan dalam proses daur ulang
A. Sangat Setuju
B. Setuju
C. Ragu-ragu
D. Tidak Setuju
E. Sangat Tidak Setuju
5. Pengelolaan sampah dengan prinsip 3R memberikan manfaat dari segi
kesehatan lingkungakan dan masyarakat.
A. Sangat Setuju
B. Setuju
C. Ragu-ragu
D. Tidak Setuju
E. Sangat Tidak Setuju
6. Pengelolaan sampah dengan prinsip 3R memberikan manfaat dari ekonomi.
A. Sangat Setuju
B. Setuju
C. Ragu-ragu
D. Tidak Setuju
E. Sangat Tidak Setuju
7. Menggunakan barang isi ulang dapat mengurangi produksi sampah
A. Sangat Setuju
B. Setuju
C. Ragu-ragu
D. Tidak Setuju
E. Sangat Tidak Setuju
D. VARIABEL KOMUNIKASI
1. Pemerintah telah melakukan sosialisasi tentang pengelolaan sampah dengan
prinsip 3R di kawasan tempat tinggal Ibu/Bapak?
A. Sangat Setuju
B. Setuju
C. Ragu-ragu
D. Tidak Setuju
E. Sangat Tidak Setuju
2. Pemerintah melakukan sosialisasi tentang pengelolaan sampah 3R secara rutin
dan berkala
A. Sangat Setuju
B. Setuju
C. Ragu-ragu
D. Tidak Setuju
E. Sangat Tidak Setuju
3. Informasi yang disampaikan oleh Pemerintah Daerah tentang prinsip 3R dalam
pengelolaan sampah mudah untuk dimengerti/dipahami?
A. Sangat Setuju
B. Setuju
C. Ragu-ragu
D. Tidak Setuju
E. Sangat Tidak Setuju
4 Komunikator selain menyampaiakn teori juga memberikan praktek
A. Sangat Setuju
B. Setuju
C. Ragu-ragu
D. Tidak Setuju
E. Sangat Tidak Setuju
5. Saya mendapatkan informasi tentang prinsip 3R dalam pengelolaan sampah
selain dari Pemerintah Daerah juga dari media lain dengan jelas dan mudah
dipahami.
A. Sangat Setuju
B. Setuju
C. Ragu-ragu
D. Tidak Setuju
E. Sangat Tidak Setuju
6.. Komunikator (penyaji) dari Pemerintah Daerah menyampaikan program
dengan menarik dan handal.
A. Sangat Setuju
B. Setuju
C. Ragu-ragu
D. Tidak Setuju
E. Sangat Tidak Setuju
E. VARIABEL PERAN TOKOH MASYARAKAT
1. Tokoh masyarakat memberikan informasi tentang prinsip 3R dalam
pengelolaan sampah rumah tangga
A. Sangat Setuju
B. Setuju
C. Ragu-ragu
D. Tidak Setuju
E. Sangat Tidak Setuju
2. Tokoh masyarakat memberikan motivasi / dorongan kepada saya untuk
melakukan pengelolaan sampah rumah tangga dengan prinsip 3R
A. Sangat Setuju
B. Setuju
C. Ragu-ragu
D. Tidak Setuju
E. Sangat Tidak Setuju
3. Tokoh masyarakat ikut berpartisipasi menerapkan prinsip 3R dalam
pengelolaan sampah rumah tangga.
A. Sangat Setuju
B. Setuju
C. Ragu-ragu
D. Tidak Setuju
E. Sangat Tidak Setuju
4. Tokoh Masyarakat lokal ikut mengawasi dan memberikan teguran kepada
masyarakat yang tidak menerapkan prinsip 3R dalam pengelolaan sampah
rumah tangga.
A. Sangat Setuju
B. Setuju
C. Ragu-ragu
D. Tidak Setuju
E. Sangat Tidak Setuju
5. Tokoh masyarakat ikut berperan aktif dalam kegiatan pengomposan sampah
rumah tangga
A. Sangat Setuju
B. Setuju
C. Ragu-ragu
D. Tidak Setuju
E. Sangat Tidak Setuju
6. Saya bersedia menerapkan prinsip 3R dalam pengelolaan sampah rumah
tangga karena tokoh masyarakat juga melakukan hal yang sama.
A. Sangat Setuju
B. Setuju
C. Ragu-ragu
D. Tidak Setuju
E. Sangat Tidak Setuju
F. TINDAKAN MASYARAKAT
1. Apakah Bapak/Ibu membawa keranjang/tempat belanja sendiri saat berbelanja
ke pasar?
A. Sangat Sering
B. Sering
C. Kadang-kadang
D. Jarang
E. Tidak Pernah
2. Apakah Bapak/Ibu menggunakan kembali botol/kaleng untuk keperluan yang
sama/lain ?
A. Sangat Sering
B. Sering
C. Kadang-kadang
D. Jarang
E. Tidak Pernah
3. Apakah Bapak/Ibu melakukan pemilahan sampah organik dan anorganik di
rumah?
A. Sangat Sering
B. Sering
C. Kadang-kadang
D. Jarang
E. Tidak Pernah
4. Apakah Bapak/Ibu melakukan kegiatan daur ulang sampah organik (plastik,
kaleng, ban) menjadi kerajinan.
A. Sangat Sering
B. Sering
C. Kadang-kadang
D. Jarang
E. Tidak Pernah
5. Apakah Bapak/Ibu melakukan kegiatan pengomposan sampah rumah tangga?
A. Sangat Sering
B. Sering
C. Kadang-kadang
D. Jarang
E. Tidak Pernah
6. Apakah Bapak/Ibu menggunakan bahan/alat yang bisa didaur ulang (baterai)?
A. Sangat Sering
B. Sering
C. Kadang-kadang
D. Jarang
E. Tidak Pernah
Lampiran 2. PEDOMAN WAWANCARA
A. Daftar pertanyaan kepada Kepala Dinas Kebersihan dan Tata Ruang Kota
Solok dan Staf
1. Bagaimana program pengelolaan sampah di Kota Solok ?
2. Apakah ada peraturan daerah yang mengatur tentang pengelolaan sampah dengan
prinsip 3R?
3. Apakah pemerintah telah melakukan sosialisasi tentang prinsip 3R kepada
masyarakat? Bagaimana bentuk sosialisasinya?
4. Apakah pemerintah telah memberikan pelatihan entang pelaksanaan prinsip 3R
dalam pengelolaan sampah rumah tangga? Pelatihan apa saja?
5. Bagaimana respon masyarakat terhadap pengelolaan sampah dengan prinsip 3R?
Apa faktor yang mempengaruhinya?
6. Apa langkah yang dilakukan oleh pemerintah daerah untuk
mendorong/memotivasi masyarakat untuk melakukan pengelolaan sampah
dengan prinsip 3R?
B. Daftar pertanyaan kepada Tokoh Masyarakat/Lembaga Lokal
1. Apa yang Bapak/Ibu ketahui tentang situasi pengelolaan sampah saat ini ?
2. Apa yang Bapak / Ibu ketahui tentang pengelolaan sampah dengan prinsip 3R?
3. Apakah Bapak/Ibu pernah dilibatkan dalam kegiatan sosialisasi dan pembinaan
pengelolaan sampah dengan prinsip 3R? Bagaimana bentuknya?
4. Bagaimana respon masyarakat tentang pengelolaan sampah 3R? Apakah sudah
ada masyarakat yang melaksanakannya ?
5. Menurut Bapak/Ibu, apa faktor yang mempengaruhi masyarakat untuk
menerapkan pengelolaan sampah 3R?
6. Peran apa yang bisa dilakukan oleh tokoh adat/tokoh agama/tokoh masyarakat
untuk mendorong peran masyarakat dalam pengelolaan sampah 3R?
7. Apakah tokoh masyarakat ikut dalam mensosialisasikan kegiatan pengelolaan
sampah dengan prinsip 3R ini? Bagaimana bentuk dan caranya?
Lampiran 4. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen Penelitian
Sebelum angket digunakan untuk pengumpulan data, maka terlebih dahulu
diuji melalui Construc Validity dan reabilitas melalui Internal Consistency-test.
Berikut disajikan hasil uji validitas dan reliabilitas untuk seluruh pertanyaan.
Variabel Item
Pertanyaan
Validitas Reliabilitas
R
kritis
Titik
Kritis Kesimpulan
R
kritis
Titik
Kritis Kesimpulan
X1
1 0.30 0.37 Valid
0.91 0.70 Reliabel
2 0.30 0.37 Valid
3 0.30 0.45 Valid
4 0.30 0.45 Valid
5 0.30 0.59 Valid
6 0.30 0.65 Valid
7 0.30 0.43 Valid
X2
1 0.30 0.43 Valid
0.93 0.70 Reliabel
2 0.30 0.49 Valid
3 0.30 0.40 Valid
4 0.30 0.32 Valid
5 0.30 0.39 Valid
6 0.30 0.53 Valid
7 0.30 0.52 Valid
X3
1 0.30 0.87 Valid
0.89 0.70 Reliabel
2 0.30 0.82 Valid
3 0.30 0.85 Valid
4 0.30 0.83 Valid
5 0.30 0.86 Valid
6 0.30 0.83 Valid
X4
1 0.30 0.39 Valid
0.70 0.70 Reliabel
2 0.30 0.69 Valid
3 0.30 0.57 Valid
4 0.30 0.45 Valid
5 0.30 0.50 Valid
6 0.30 0.39 Valid
Y 1 0.30 0.65 Valid 0.72 0.70 Reliabel
2 0.30 0.85 Valid
3 0.30 0.69 Valid
4 0.30 0.59 Valid
5 0.30 0.58 Valid
6 0.30 0.59 Valid
Dari tabel diatas terlihat bahwa seluruh butir pernyataan variabel Pengetahuan
(X1), Sikap (X2), Komunikasi (X3), Peran Tokoh Masyarakat (X4), dan Tindakan (Y)
menunjukkan hasil yang valid pada titik kritis sebesar 0,30 dan uji reliabilitas
menunjukkan hasil yang reliabel pada titik kritis 0,70. Dengan demikian seluruh butir
pertanyaan tersebut di atas dapat digunakan dalam analisis berikutnya.
Lampiran 5. Output SPSS
Descriptive Statistics
Mean Std. Deviation N
Y 10.7848 2.84051 79
X1 5.6835 1.21470 79
X2 19.8481 2.73200 79
X3 15.6076 4.39819 79
X4 19.6329 3.08918 79
Correlations
Y X1 X2 X3 X4
Pearson Correlation Y 1.000 .679 .662 .784 .578
X1 .679 1.000 .611 .528 .368
X2 .662 .611 1.000 .555 .328
X3 .784 .528 .555 1.000 .552
X4 .578 .368 .328 .552 1.000
Sig. (1-tailed) Y . .000 .000 .000 .000
X1 .000 . .000 .000 .000
X2 .000 .000 . .000 .002
X3 .000 .000 .000 . .000
X4 .000 .000 .002 .000 .
N Y 79 79 79 79 79
X1 79 79 79 79 79
X2 79 79 79 79 79
X3 79 79 79 79 79
X4 79 79 79 79 79
Variables Entered/Removed
Model Variables Entered
Variables
Removed Method
1 X4, X2, X1, X3a . Enter
a. All requested variables entered.
Model Summary
Model R R Square
Adjusted R
Square
Std. Error of
the Estimate
Change Statistics
R Square
Change F Change df1 df2
Sig. F
Change
1 .869a .755 .741 1.44439 .755 56.915 4 74 .000
a. Predictors: (Constant), X4, X2, X1, X3
ANOVAb
Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.
1 Regression 474.958 4 118.740 56.915 .000a
Residual 154.383 74 2.086
Total 629.342 78
a. Predictors: (Constant), X4, X2, X1, X3
b. Dependent Variable: Y
Coefficientsa
Model
Unstandardized
Coefficients
Standardized
Coefficients
t Sig.
95,0% Confidence
Interval for B Correlations
B Std. Error Beta
Lower
Bound
Upper
Bound Zero-order Partial Part
1 (Constant) -4.408 1.462 -3.015 .004 -7.321 -1.495
X1 .604 .179 .258 3.383 .001 .248 .960 .679 .366 .195
X2 .211 .081 .203 2.615 .011 .050 .371 .662 .291 .151
X3 .284 .052 .439 5.470 .000 .180 .387 .784 .537 .315
X4 .160 .064 .174 2.511 .014 .033 .288 .578 .280 .145
a. Dependent Variable: Y
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
I. DATA PRIBADI
Nama Lengkap : Elsa Yolarita
Tempat / Tanggal Lahir : Bukittinggi / 2 Agustus 1976
Pekerjaan : Pegawai Negeri Sipil
NIP : 19760802 200604 2 005
Agama : Islam
Status Perkawinan : Menikah
Alamat Rumah : Jln. Yos Sudarso No. 499 Solok - Sumatera Barat
Alamat Kantor : Dinas Pertanian Perikanan dan Kehutanan Kota Solok
Jln. Imam Bonjol No. 366 Solok – Sumatera Barat
RIWAYAT PENDIDIKAN
1. SD Negeri 11 Solok, Lulus Tahun 1988.
2. SMP Negeri 1 Solok, Lulus Tahun 1991.
3. SMA Negeri 1 Solok, Lulus Tahun 1994.
4. Fakultas Pertanian Universitas Andalas Padang, Lulus Tahun 1994.
5. Program Studi Magister Ilmu Lingkungan, Program Pascasarjana Universitas
Padjadjaran Bandung, Lulus Tahun 2011.
II. RIWAYAT PEKERJAAN
1. Staf pada Dinas Pertanian Perikanan dan Kehutanan Tahun 2006 – sekarang.